faktor yang mempengaruhi waktu rigor mortis

18
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rigor mortis adalah kekakuan otot yang irreversible yang terjadi pada mayat setelah relaksasi primer. Rigor mortis bukan merupakan fenomena yang khas manusia, karena hewan yang invertebrata dan vertebrata juga mengalami rigor mortis. Louise pada tahun 1752 adalah orang yang pertama kali menyatakan rigor mortis sebagai tanda kematian. Lebih specifik lagi Kusmaul menyatakan bahwa rigor mortis adalah tanda terjadinya kematian otot yang sesungguhnya. kemudian Nysten tahun 1811 adalah orang yang melengkapi penemuan pertama dari rigor mortis ini. Bersamaan dengan menghilangnya reaksi supravital, rigor mortis muncul secara serentak pada semua otot volunter dan otot involunter. Rigor mortis pada otot kerangka sesungguhnya terjadi secara simultan pada semua otot, tetapi biasanya lebih nyata dan mudah diamati pada otot-otot kecil , sehingga sering dikatakan bahwa rigor mortis muncul dari otot-otot kecil berturut-turut ke otot yang lebih besar dan menyebar dari atas kebawah. Shapiro pada tahun 1950 1

Upload: franky

Post on 30-Dec-2014

133 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI WAKTU RIGOR MORTIS

TRANSCRIPT

Page 1: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Rigor mortis adalah kekakuan otot yang irreversible yang terjadi pada mayat

setelah relaksasi primer. Rigor mortis bukan merupakan fenomena yang khas manusia,

karena hewan yang invertebrata dan vertebrata juga mengalami rigor mortis. Louise  pada

tahun 1752 adalah orang yang pertama kali menyatakan rigor mortis sebagai tanda

kematian. Lebih specifik lagi Kusmaul menyatakan bahwa rigor mortis adalah tanda

terjadinya kematian otot yang sesungguhnya. kemudian Nysten tahun 1811 adalah orang

yang melengkapi penemuan pertama dari rigor mortis ini.

Bersamaan dengan menghilangnya reaksi supravital, rigor mortis muncul secara

serentak pada semua otot volunter dan otot involunter. Rigor mortis pada otot kerangka

sesungguhnya terjadi secara simultan pada semua otot, tetapi biasanya lebih nyata dan

mudah diamati pada otot-otot kecil , sehingga sering dikatakan bahwa rigor mortis muncul

dari otot-otot kecil berturut-turut ke otot yang lebih besar dan menyebar dari atas

kebawah. Shapiro pada tahun 1950 menganggap bahwa secara tradisional rigor mortis

yang terjadi mulai dari atas ke bawah perlu direvisi, dia juga bahwa proses rigor mortis

adalah proses phsyco-chemical  yang terjadi secara spontan mempengaruhi semua otot

sehingga tidak terjadi dari atas kebawah tetapi satu keseluruhan yang melibatkan sendi-

sendi beserta otot-ototnya. (polson)

Rigor mortis yang belum sempurna atau belum mencapai kekakuan maksimal bila

dibengkokkan secara paksa akan melemas dan membengkok tetapi akan kembali kaku

pada posisi terakhir. Sedangkan bila rigor mortis sudah terjadi secara sempurna,

diperlukan tenaga yang besar untuk melawan kekuatan rigor yang menyebabkan robeknya

otot dan dikatakan rigor telah “putus” dan rigor tidak akan timbul kembali sekali

1

Page 2: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

dipatahkan oleh kekuatan. Sehingga  Smith mengingatkan agar pemeriksaan rigor mortis

dilakukan sebelum membuka pakaian mayat, karena dengan melakukan manipulasi pada

tubuh korban (membuka pakaian mayat) akan mengubah keadaan rigor mortis

Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan setelah ternak mati sampai

terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang besar perannya

terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pascarigor. Kesalahan penanganan

pascamerta sampai terbentuknya rigor mortis dapat mengakibatkan mutu daging menjadi

rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark firm dry) atau pucat (pale soft

exudative) ataupun pengkerutan karena dingin (cold shortening) atau rigor yang terbentuk

setelah pelelehan daging beku (thaw rigor).

Secara ilmiah otot baru dapat dikatakan daging jika proses rigor mortis telah

terbentuk dan dilanjutkan dengan proses pematangan otot (aging) sehingga otot

menjadi lebih ekstensibel dan mebrikan kualitas yang lebih baik dibanding pada saat

prarigor.

1.2 TUJUAN

Tujuan dari makalah ini adalah

1. Untuk mengetahui tentang rigor mortis.

2. Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap waktu rigor mortis.

2

Page 3: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Energi Otot

Untuk mempertahankan kehidupan dan aktivitas ternak, makanan merupakan

kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi. Kelebihan karbohidrat yang berasal dari pakan

yang dikonsumsi akan dirubah dalam tubuh ternak menjadi glikogen (pati hewan) yang

akan disimpan didalam hati dan otot. Glikogen ini akan dirombak menjadi asam laktat

(anaerob) atau asam piruvat (aerob) dan akan menghasilkan ATP (adenosine tri fosfat).

Pada otot ATP akan digunakan untuk proses kontraksi dan relaksasi sehingga

memungkinkan ternak untuk bergerak atau beraktivitas. Dengan demikian otot strip (otot

skelet=rangka tubuh) disebut sebagai alat pergerakan tubuh atau sebagai eneriy mekanik.

Karena otot terdiri dari unsur-unsur kimia (C, H, O) maka disebut juga sebagai energi

kimiawi. Pada saat ternak telah mengalami kematian maka otot yang semasa hidup ternak

disebut sebagai energi mekanik dan energi kimiawi akan disebut sebagi energi kimiawi

saja karena setelah rigor mortis terbentuk maka akativitas kontraksi tidak tejadi lagi.

Sesaat setelah ternak mati maka sisa-sisa glikogen dan khususnya ATP yang

terbentuk menjelang ternak mati akan tetap digunakan untuk kontraksi otot sampai ATP

habis sama sekali dan pada saat itu akan terbentuk rigor mortis ditandai dengan kekakuan

3

Page 4: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

otot (tidak ekstensibel lagi). Produksi ATP dari glikogen melalui tiga jalur (Gambar 1)

yakni:

Glikolisis; perombakan glikogen menjadi asam laktat (produk akhir) atau melalui

pembentukan terlebih dahulu asam piruvat (dalam keadaan aerob) kemudian

menjadi asam laktat (anaerob). Pada kondisi ini akan terbentuk 3 mol ATP

Siklus asam trikarboksilat (siklus krebs); sebagian asam piruvat hasil perombakan

glikogen bersama produk degradasi protein dan lemak akan masuk kedalam siklus

asam trikarboksilat yang menghasilkan CO2 dan atom H. Atom H kemudian masuk

ke rantai transport elektron dalam mitochondria untuk menghasilkan H2O serta 30

mol ATP.

Hasil glikolisis berupa atom H secara aerob via rantai transport elektron dalam

mitochondria bersama dengan O2 dari suplai darah akan menghasilkan H2O dan 4

mol ATP.

Dengan demikian melalui tiga jalur ini glikogen otot pertama-tama dirubah

menjadi glukosa mono fosfat kemudian dirombak menjadi CO2 dan H2O serta 37 mol

ATP. Adenosin tri fosfat (ATP) akan digunakan sebagai sumber energi untuk kontraksi,

memompa ion Ca2 pada saat relaksasi, dan mengatur laju keseimbangan Na dan K. Cepat

lambatnya waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada

sedikit banyaknya ATP yang tersedia pada saat ternak disembelih. Kondisi ternak yang

kurang istirahat menjelang disembelih dan terutama pada kondisi stress atau

kecapaian/kelelahan akan mempercepat terbentuknya rigor mortis.

4

Page 5: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

Gambar 1. Produksi ATP melalui tiga jalur

2.2 Rigor Mortis

Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih diawali

fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya kekakuan

pada otot. Padas sat kekakuan otot itulah disebut sebagai terbentuknya rigor mortis sering

diterjemahkan dengan istilah kejang mayat.

Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah

ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan jumlah

glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati. Pada ternak yang mengalami

kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang disembelih akan

mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigor mortis akan

berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternak disembelih akan

mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh enzim ATPase sehingga rogor mortis

akan berlangsung cepat.

Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH daging

masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya rigor mortis.

5

Page 6: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

Jika pH >5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu yang cepat dari keadaan

normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan menjadi rendah (warna merah gelap,

kering dan strukturnya merapat) dan tidak bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun

pada suhu dingin.

a. Fase Rigor Mortis

Ada tiga fase pada proses rigor mortis yakni fase prarigor, fase rigor mortis dan

fase pascarigor. Pada fase prarigor dibedakan atas fase penundaan dan fase cepat

seperti terlihat pada gambar 2.

Pada gambar 2 terlihat waktu pascamerta yang dibutuhkan untuk proses rigor

mortis pada otot yang berasal dari ternak kelinci. Pada grafik a memperlihatkan waktu

proses rigor mortis yang berlangsung sempurna; fase penundaan membutuhkan waktu

8 jam dan fase cepat 3 jam. Waktu yang dibutuhkan terbentuknya rigor mortis adalah

11 jam. Pada grafik b memperlihatkan waktu rigor mortis pada kelinci yang mengalami

kecapaian/kelelahan dimana waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis

adalah 5 jam. Pada grafik c adalah proses rigor mortis yang terjadi sangat cepat kurang

dari 1 jam (30 menit) yang terjadi pada ternak kelinci yang sudah sangat kelelahan

(kehabisan sumber energi). Ketiga grafik ini (a, b, c) menunjukkan bahwa waktu

terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada jenis ternak dan kondisi ternak

sebelum mati; makin terkuras energi maka makin cepat terbentuknya rigor mortis

6

Page 7: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

Waktu pascamerta (jam)Gambar 2. Proses rigor mortis pada kelinci (a=normal, b=kecapaian/kelelahan,

c=sangat terkuras stamina)

b. Perubahan Fisik Pada Proses Rigor Mortis

Aktomiosin adalah pertautan antara miofilamen tebal (myosin) dan miofilamen

tipis (aktin) pada organisasi miofibriler otot (Modul Struktur Otot) dan

mengakibatkan terjadinya kekakuan otot. Pada saat ternak masih hidup maka

pertautan kedua miofilamen ini (tebal dan tipis) berlangsung secara reversible (ulang

alik) yakni kontraksi dan relaksasi. Ketika kedua miofilamen bergesek maka

dikatakan terjadi kontraksi dan sarkomer (panjang serat) akan memenedek sebaliknya

pada saat kedua miofilamen saling melepas (tidak terjadi pergesekan) maka disebut

terjadi relaksasi ditnadai dengan sarkomer memanjang.

Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampai ATP

habis dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang mayat) dan

tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak daging karena akan

sangat terasa alot.

7

Page 8: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

c. Perubahan Karakter Fisikokimia

1. Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortis

mengakibatkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak dikonsumsi.

Kekakuan ini secara perlahan akan kembali menjadi ekstensibel akibat kerja sejumlah

enzim pencerna protein diantaranya cathepsin (lihat proses maturasi).

2. Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih berkontraksi)

didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebut sebagai cold

shortening dimana serat otot bisa memendek sampai 40% dan mengakibatkan otot

tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada saat dimasak (lihat modul

V). Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan untuk dikonsumsi sekalipun tingkat

keempukannya tidak sebaik jika dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan

karena adanya enzim Ca+2 dependence protease (CaDP) atau calpain yang berperan

sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna protein jika ada ion Ca+2 Ion ini diperoleh

pada saat reticulum sarkoplasmik dipompa pascakontraksi otot.

3. pH akhir otot menjadi asam akan terjadi setelah rigor mortis terbentuk secara

sempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi adalah rigor mortis sudah terbentuk tetapi

pH otot masih diatas pH akhior yang normal (pH>5.5 – 5.8). pH akhir otot yang

tinggi pada saat rigor mortis terbentuk memberikan sifat fungsional yang baik pada

otot yang dibutuhkan dalam pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian pula

pada saat prarigor, dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakan dalam

pengolahan. pH asam akan mengakibatkan daya ikat air (water holding capacity) akan

menurun, sebaliknya ketika pH akhir tinggi akan memberikan daya ikat air yang

tinggi.

4. Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titik isoelektrik

mengakibatkan otot menjadi pucat, berair dan strukturnya longgar (mudah terurai).

8

Page 9: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

Hal ini bisa terjadi pada ternak babi atau ayam yang mengalami stress sangat berat

menjelang disembelih dan akibatnya proses rigor mortis berlangsung sangat cepat;

bisa beberapa menit pada ternak babi.

5. Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir normal (5.5 –

5.8) pada saat terbentuknya rigor mortis.

2.3 Faktor-faktor penyebab variasi waktu terbentuknya rigor mortis

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi dan

tergantung pada:

1. Spesis; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis lebih

singkat, beberapa jam malahan bisa beberapa menmeit pada kasus PSE (pale soft

exudative) dibanding dengan pada sapi yang membutuhkan waktu 24 jam pada kondisi

rigor mortis sempurna. Dikatakan sempurna jika rigor mortis terjadi selama 24 jam

pada ternak dengan kondisi cukup istirahat dan full glikogen sebelum disembelih dan

suhu ruangan sekitar 15°C.

2. Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu berbeda dari

jenis ternak yang sama. Sapi yang mengalami stress atau tidak cukup istirahat sebelum

disembelih akan memebutuhkan waktu yang lebih cepat untuk instalasi rigor mortis

dibanding dengan sapi yang cukup istirahat dan tidak stress pada saat menjelang

disembelih.

3. Macam serat; ada dua macam serat berdasarkan warena yang menyusun otot yakni

serat merah dan serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat pada ternak yang

tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding dengan serat merah. Pada otot

dengan serat merah yang lebih banyak memperlihatkan pH awal lebih tinggi dengan

aktivitas ATP ase yang lebih rendah. Aktivitas ATP ase yang lemah akan

9

Page 10: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan ATP. Dengan demikian

pada otot merah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuknya rigor mortis.

4. Pengaruh umur

5. Pengaruh suhu , Waktu rigor mortis cukup bervariasi dan tergantung pada konteks

(misalnya suhu) dan kondisi hewan (misalnya kondisi metabolik dan penyebab

kematian). Misalnya, rigor mortis ketika suhu hangat (37 º C) daripada saat dingin (25 º

C). Dalam kasus apapun, berikut adalah perbedaaan. Krompecher (1981) meneliti rigor

mortis pada tikus pada temperatur yang berbeda:

Pada 37 º C (98 º F) kekakuan sepenuhnya dikembangkan oleh 3 jam setelah

kematian, dan diselesaikan pada 6 jam setelah kematian.

Pada 24 º C (75 º F) kekakuan sepenuhnya dikembangkan oleh 5 jam setelah

kematian, dan diselesaikan pada 16 jam setelah kematian.

Pada 6 º C (42 º F) kekakuan sepenuhnya dikembangkan oleh 48-60 jam setelah

kematian, dan diselesaikan pada 168 jam setelah kematian.

6. Kadar pH

7. Pembentukan ATP

10

Page 11: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.

11

Page 12: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

DAFTAR PUSTAKA

Bustam, E dan H. M. Ali. 2005. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Buku Ajar. Program

A2 Jurusan Produksi Ternak Fak. Peternakan Unhas

Bechtel, P.J. 1986. Muscle As Food. Academic Press, Inc., Orlando

Cross, H.R. and A.J. Overby 1988. World Animal Science : Meat Science, Milk

Science and Technology. Elsevier Science Publisher B.V., Amsterdam

Lawrie, R.A. 1979. Meat Science. Pergamon Press, Oxford

Soeparno 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta

Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall, Inc.,

New Jersey

12

Page 13: Faktor Yang Mempengaruhi Waktu Rigor Mortis

http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2008/04/konversi-otot-menjadi-

daging.html

http://novaqyutz.blogspot.com.ar/2011/12/tht.html

http://www.ratbehavior.org/RigorMortis.htm

13