faktor pendukung terselenggaranya otonomi daerah
TRANSCRIPT
Faktor Pendukung Terselenggaranya Otonomi DaerahDalam pelaksanaannya, otonomi daerah merupakan desentralisasi sebagian kewenangan
dari pemeruntah pusat kepada pemerintah daerah untuk dilaksanakan menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Pemberian otonomi kepada daerah haruslah didasarkan kepada faktor-faktor yang dapat menjamin daerah yang bersangkutan mampu mengurus rumah tangganya.
Diantara factor-faktor tersebut yang mendukung terselenggaranya otonomi daerah diantaranya adalah kemampuan sumberdaya manusia yang ada, serta kerersediaan sumber daya alam dan peluang ekonomi daerah tersebut.
1. Kemampuan Sumber Daya ManusiaSalah satu kunci kesuksesan penyelenggaraan otonomi daerah sangatlah bergantung pada
sumber daya manusianya. Disamping perlunya aparatur yang kompeten, pembangunan daerak juga tidak mungkin dapat berjalan lancar tanpa adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Untuk itu tidak hanya kualitas aparatur yang harus ditingkatkan tetapi juga kualitas partisipasi masyarakat.
Dalam mensukseskan pembangunan dibutuhkan masyarakat yang berpengetahuan tinggi, keterampilan tinggi, dan kemauna tinggi. Sehingga benar benar mampu menjadi innovator yang mampu menciptakan tenaga kerja yang burkualitas.
2. Kemampuan Keuangan/EkonomiTanpa pertumbuhan ekonomiyang tinggi, pendapatan daerah jelas tidak mungkin dapat
ditingkatkan.sementara itu dengan pendapatan yang memedahi, kemampuan daerah untuk menyelenggarakan otonomi akan menungkat. Dengan sumber daya manusia yang berkualitas, daerah akan mampu untuk membuka peluang-peluang potensi ekonomi yang terdapat pada daerah tersebut.Penmgembangan sumber daya alam yang ada di daerah tersebut, apabila dikelola dengan secaraa optimal dapat menunjang pembangunan daerah dan mewujudkan otonomi. Kemampuan daerah untuk membiayai diri sendiri akan terus meningkat. 3. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi kebijakan Otonomi daerah
Rondinellli dan Cheema (1983:30) dalam memperkenalkan teori implementasi kebijakan,
orientasinya lebih menekankan kepada hubungan pengarih faktor-faktor implementasi kebijakan
desentralisasi terhadap lembaga daerah dibidang perencanaan dan administrasi pembangunan. Menurut
Rondinelli dan Cheema, ada dua pendekatan dalam proses implementasi yang sering dikacaukan.
Pertama, the compliance approach, yaitu yang menganggap implementasi itu tidak lebih dari soal teknik,
rutin. Ini adalah suatu proses pelaksanaan yang tidak mengandung unsur-unsur politik yang
perencanaannya sudah ditetapkan sebelumnya oleh para pimpinan politik (political leaders). Para
administrator biasanya terdiri dari pegawai biasa yang tunduk kepada petunjuk dari para pemimpin politik
tersebut. Kedua, the political approach. Pendekatan yang kedua ini sering disebut sebagai pendekatan
politik yang mengandung “Administrasi merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari proses
penetapan kebijakan, dimana kebijakan diubah, dirumuskan kembali, bahkan menjadi beban yang berat
dalam proses implementasi.” Jadi, membuat 4 implementasi menjadi kompleks dan tidak bisa
diperhitungkan (unpredictable). Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan belum
mendapat perhatian yang serius di negara-negara yang sedang berkembang (termasuk Indonesia),
karena kebanyakan para perumus kebijakan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah lebih suka
menggunakan pendekatan thecompliance approach daripada the political approach.Mereka beranggapan
apabila suatu kebijakan sudah ditetapkan dan sudah diumumkan menjadi suatu kebijakan publik serta-
merta akan dapat diimplementasikan oleh para pegawai pelaksana secara teknik tanpa ada unsur-unsur
atau kendala politik apapun, dan hasil yang diharapkan segera akan dicapai. Akan tetapi, pengalaman
mengenai desentralisasi dan otonomi daerah di negara-negara sedang berkembang yang juga
menyangkut program dan kebijakan lainnya, menunjukkan bahwa implementasi kebijakan bukan hanya
sekedar proses teknis dalam melaksanakan perencanaan yang sudah ditetapkan. melainkan merupakan
suatu proses interaksi politik yang dinamis dan tidak dapat diperhitungkan.
Berbagai ragam faktor politik, sosial, ekonomi, perilaku dan organisasi kesemuanya sangat
mempengaruhi seberapa jauh kebijakan yang sudah ditetapkan dapat diimplementasikan sesuai dengan
yang diharapkan, dan sampai seberapa jauh pula implementasi tersebut mencapai tujuan kebijakan.
Menurut Rondinelli dan Cheema, ada empat faktor yang dipandang dapat mempengaruhi
implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi bebas, yaitu: environmental conditions:
interofrganizational relationship; available resources; and characteristic of implementing
agencies.Signifikansi hubungan pengaruh antara variabel yang satu dengan yang lain dalam
mempengaruhi pelaksananaan otonomi daerah sangat bervariasi dalam situasi yang satu dengan yang
lain.
Faktor environmental conditions mencakup faktor seperti struktur politik nasional, proses
perumusan kebijakan, infra struktur politik, dan berbagai organisasi kepentingan, serta tersedianya
sarana dan prasarana fisik. Suatu kebijakan ada hakekatnya timbul dari suatu kondisi lingkungan sosial-
ekonomi dan politik yang khusus dan kompleks. Hal ini akan mewarnai bukan hanya substansi kebijakan
itu sendiri, melainkan juga pula hubungan antar organisasi dan karekateristik badan-badan pelaksana di
lapangan, serta potensi sumber daya, baik jumlah maupun macamnya.
Struktur politik nasional, ideologi, dan proses perumusan kebijakan ikut mempegaruhi tingkat dan
arah pelaksanaan otonomi daerah. Di samping kitu, karakteristik struktur lokal, kelompok-kelompok
sosial-budaya yang terlibat dalam perumusan kebijakan, dasn kondisi infra-struktur. Juga memainkan
peranan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Faktor inter-organizationships, Rondinelli memandang bahwa keberhasilan pelaksananaan
otonomi daerah memerlukan interaksi dari dan koordinasi dengan sejumlah organisasi pada setiap
tingkatan pemerintahan, kalangan kelompok-kelompok yang berkepentingan.
Faktor resources for program implementation, dijelaskan bahwa kondisi lingkungan yang
kondusif dalam arti dapat memberikan diskresi lebih luas kepada pemerintah daerah, dan hubungan
antar organisasi yang efektif sangat diperlukan bagi terlaksananya otonomi daerah. Sampai sejauhmana
pemerintah lokal memiliki keleluasaan untuk merencanakan dan menggunakan uang, mengalokasikan
anggaran untuk membiayai urusan rumah tangga snediri, ketetapan waktu dalam mengalokasikan
pembiayaan kepada badan/dinas pelaksana,
kewenangan untuk memungut sumber-sumber keuangan dan kewenangan untuk membelanjankannya
pada tingkat lokal juga mempengaruhi melaksanakan otonomi daerah seefektif mungkin. Kepadanya juga
perlu diberikan dukungan, baik dari pimpinan politik nasional, pejabat-pejabat pusat yang ada di daerah,
maupun golongan terkemuka di daerah. Di samping itu, diperlukan dukungan administratif dan teknis dari
pemerintah pusat. Kelamahan yang selama ini dijumpai di negara-negara sedang berkembang ialah
keterbatasan sumber daya dan kewenangan pemerintah daerah untuk memungut sumber-sumber
pendapatan yang memadai guna melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan oleh pemerintah pusat.
Faktor characteristic of implemeting agencies, diutamakan kepada kemampuan para
pelaksana di bidang keterampilan teknis, manajerial dan politik, kemampuan untuk merencanakan,
mengkoordinasikan, mengendalikan dan mengintegrasikan setiap keputusan, baik yang berasal dari sub-
sub unit organisasi, maupun dukungan yang datang dari lembaga politik nasional dan pejabat pemerintah
pusat lainnya. Hakikat dan kualitas komunikasi internal, hubungan antara dinas pelaksana dengan
masyarakat, dan keterkaitan secara efektif dengan swasta dan lembaga swadaya masyarakat memegang
peranan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Hal yang sama pentingnya adalah kepemimpnan
yang berkualitas, dan komitmen staf terhadap tujuan kebijakan.Menurut Rondinelli dan Cheema, hasil pelaksanaan kebijakan desentralisasi dalam wujud
pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung kepada hubungan pengaruh dari keempat faktor tersebut, dan dampaknya diukur melalui tiga hal sebagai berikut. Pertama, tercapainya tujuan kebijakan desentralisasi yang terwujud pelaksanaan otonomi daerah. Kedua, meningkatnya kemampuan lembaga pemerintah daerah dalam hal perencanaan, memobilisasi sumber daya dan pelaksanaan. Ketiga, meningkatnya produktivitas, pendapatan daerah, pelayanan terhadap masyarakat, dan peran serta aktif masyarakat melalui penyaluran inspirasi dan aspirasi rakyat.
4. Faktor Keberhasilan Otonomi DaerahPelaksanaan otonomi daerah menimbulkan berbagai harapan baik bagi masyarakat,
swasta bahkan pemerintah sendiri. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Daerah, terutama Kabupaten dan atau Kota dalam menjalankan kebijakan otonominya. Disinilah perlunya mengidentifikasi berbagai dimensi/faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tujuan pemberian otonomi daerah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, pelaksanaan otonomi daerah dikatakan berhasil atau sukses jika mampu mencapai (mewujudkan) tujuan-tujuan tersebut.
Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom mampu mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Syamsi (1986: 199) menegaskan beberapa ukuran sebagai berikut:1. Kemampuan struktural organisasi
Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah dan ragam unit cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas.2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah
Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerah. Keahlian, moral, disiplin dan kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang diinginkan.
3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakatPemerintah daerah harus mampu mendorong masyarakat agar memiliki kemauan untuk
berperan serta dalam kegiatan pembangunan.4. Kemampuan keuangan daerah
Pemerintah daerah harus mampu membiayai kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara keseluruhan sebagai wujud pelaksanaan, pengaturan dan pengurusan rumah tangganya sendiri. Sumber-sumber dana antara lain berasal dari PAD atau sebagian dari subsidi pemerintah pusat.
Keberhasilan suatu daerah menjadi daerah otonomi dapat dilihat dari beberapa hal yang mempengaruhi (Kaho, 1998), yaitu faktor manusia, faktor keuangan, faktor peralatan, serta faktor organisasi dan manajerial. Pertama, manusia adalah faktor yang esensial dalam penyelenggaraan pemerintah daerah karena merupakan subyek dalam setiap aktivitas pemerintahan, serta sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Kedua, keuangan yang merupakan bahasan pada lingkup penulisan ini sebagai faktor penting dalam melihat derajat kemandirian suatu daerah otonom untuk dapat mengukur, mengurus dan membiayai urusan rumah tangganya. Ketiga, peralatan adalah setiap benda atau alat yang dipergunakan untuk memperlancar kegiatan pemerintah daerah. Keempat, untuk melaksanakan otonomi daerah dengan baik maka diperlukan organisasi dan pola manajemen yang baik.
Kaho (1998) menegaskan bahwa faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah manusia sebagai pelaksana yang baik. Manusia ialah faktor yang paling esensial dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, sebagai pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan. Agar mekanisme pemerintahan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek harus baik pula.Atau dengan kata lain, mekanisme pemerintahan baik daerah maupun pusat hanya dapat berjalan dengan baik dan dapat mencapai tujuan seperti yang diinginkan apabila manusia sebagai subyek sudah baik pula.
Selanjutnya, faktor yang kedua ialah kemampuan keuangan daerah yang dapat mendukung pembiayaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Mamesah mengutip pendapat Manulang (1995: 23) yang menyebutkan bahwa dalam kehidupan suatu negara, masalah keuangan negara sangat penting. Semakin baik keuangan suatu negara, maka semakin stabil pula kedudukan pemerintah dalam negara tersebut. Sebaliknya kalau kondisi keuangan negara buruk, maka pemerintah akan menghadapi berbagai kesulitan dan rintangan dalam menyelenggarakan segala kewajiban yang telah diberikan kepadanya.
Faktor ketiga ialah anggaran, sebagai alat utama pada pengendalian keuangan daerah, sehingga rencana anggaran yang dihadapkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus tepat dalam bentuk dan susunannya. Anggaran berisi rancangan yang dibuat berdasarkan keahlian dengan pandangan ke muka yang bijaksana, karena itu untuk menciptakan pemerintah daerah yang baik untuk melaksanakan otonomi daerah, maka mutlak diperlukan anggaran yang baik pula.
Faktor peralatan yang cukup dan memadai, yaitu setiap alat yang dapat digunakan untuk memperlancar pekerjaan atau kegiatan pemerintah daerah. Peralatan yang baik akan mempengaruhi kegiatan pemerintah daerah untuk mencapai tujuannya, seperti alat-alat kantor, transportasi, alat komunikasi dan lain-lain. Namun demikian, peralatan yang memadai tersebut tergantung pula pada kondisi keuangan yang dimiliki daerah, serta kecakapan dari aparat yang menggunakannya.
Faktor organisasi dan manajemen baik, yaitu organisasi yang tergambar dalam struktur organisasi yang jelas berupa susunan satuan organisasi beserta pejabat, tugas dan wewenang, serta hubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan tertentu.Manajemen merupakan proses manusia yang menggerakkan tindakan dalam usaha kerjasama, sehingga tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Mengenai arti penting dari manajemen terhadap penciptaan suatu pemerintahan yang baik, mamesah (1995 : 34) mengatakan bahwa baik atau tidaknya manajemen pemerintah daerah tergantung dari pimpinan daerah yang bersangkutan, khususnya tergantung kepada Kepala Daerah yang bertindak sebagai manajer daerah.
Ryass Rasid mengemukakan bahwa masalah yang dihadapi dalam desentralisasi dan otonomi daerah adalah pemberian peyanan public yang lebih memuaskan, pengakomodasian partisipasi masyarakat, pengurangan beban pemerintah pusat, penumbuhan kemandirian dan kedewasaan daerah serta penyusunan program yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah. Masalah yang dihadapi itu berkaitan dengan hambatan dan keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah ataupun masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Pemberian otonomi yang luas dan nyata , membawa konekuensi bahwa semakin beratlah tugas pemerintah untuk melaksanakan pembangunan yang dijalankan dalam rangka memberdayakan dan mengoptimalkan daerah untuk memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Penyelengaraan desentralisasi akan berjalan baik atau positif kalau dikelola oleh suatu pemerintah daerah yang berkemampuan baik, dalam arti manajerial ataupun arti etika dan moral pemerintah demokratis.
Azas desentralisasi yang dijalankan melalui otonomi daerah mencerminkan suatu pemerintahan yang demokratis, dimana pemerintah tidak lagi bersifat sentralisasi. Memberikan kebebasan dan menyerahkan sepunuhnya pada pemerintah daerah. Untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan penuh rasa tanggung jawap sesuai dengan perundangan yang berlaku.
Pelaksanaan undang-undang No. 22 tahun 1999 dimana desentralisasi dijalankan melalui otonomi daerah yang luas, nyata dan dan bertanggung jawab. Sampai saat ini kemampuan daerah masih belum sesuai dengan harapan, hal ini terlihat masih banyaknya kebutuhan masyarakat yang belum terlayani dengn baik dan maksimal serta masih adanya permasalahan kelembagaan yang dijumpai dilapangan maupun masih tarik menarik kewenangan. Berbagai malasah itu adalah :
1. Kebijakan yaitu belum sesuai rencana strategis dan potensi local sehingga banyak ditunjukan kepada kepentingan pusat sehingga partisipasi akan masyakat masih belum menyeluruh.
2. Organisasi, dengan adanya lembaga yang kaku dan tidak sesuai dengan kebutuhan local sehingga sentralisasi berkembang dan kreatifitas berkurang.
3. Manajemen, dengan adanya sifat top-down dan pengawasan belum terjadi pengembangan.
4. Akuntabilitas, dengan banyaknya penyalahgunaan jabatan, kurang responsifnya terhadap kebutuhan masyarakat.
5. Moral dan etos kerja, dengan adanya kekurang adilan atau penyelenggaraan hak asasi oleh aparat serta merosotnya etos kerja dari masing-masing aparat.
Untuk melaksanakan komitmen memprbaharui segala macam aspek perlu adanya usaha pengembangan yang dilakukan pemerinta, hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan upaya peranan pemertintah daerah diantaranya adalah ;1. Peningkatan kemampuan meningkatkan kebijakan, peningkatan kemampuan diantaranya
melalui kerjasama lembaga pengambil kebijakan dengan masyarakat, sehingga dapat saling mendengarkan dan bertukar pikiran untuk memecahkan, mengurangi permasalahan yang ada dalam masyarakat luas.
2. Peningkatan kemampuan organisasi manajemen, diantaranya peneympurnaan kelembagaan adalah stuktur birokasi yang lebih longgar dan fleksibel, yang
memungkkinkan semua pihak terlibat dan meningkatkan kapasitas yang mampu melaksanakannya.
3. Peningkatan sumper daya manusia, dapat dilakukan melalui berbagain bidang pendidikan dan latihan, juga pendidikan formal dan in-formal.
4. Peningkatan komitmen Akuntabiltas, Etika dan Moral, bebrati memahami sifat dasar tindakan manusia, pertentangan moral yang ada dibatinnya. Kewajiban – kewajiban moral dan juga kelakuan moral yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari.