faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan non-keuangan yang terdaftar di bursa...
DESCRIPTION
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : DEWI SAFINA, SUSI HANDAYANI,TRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL PADA PERUSAHAAN NON-KEUANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK
INDONESIA
Dewi SafinaJurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
E-mail: [email protected]
Abstrak
Indonesia adalah negara berkembang yang tidak menganut atau bertolak dengan Agency Cost Model. Agency cost model merupakan biaya yang timbul dalam rangka mengendalikan atau memonitor tindakan manager agar sesuai dengan kepentingan principal (pemegang saham atau pemilik perusahaan). Dalam konteks agency cost model, kebijakan dividen digunakan untuk meminimalisasi agency cost yang timbul dari potensi conflict of intersts antara agent (manajer) dengan principal (pemilik perusahaan) akibat adanya pemisahan di antara kedua belah pihak tersebut. Di sisi lain, pada struktur modal, berdasarkan agency cost model, perusahaan yang memiliki struktur modal lebih banyak melibatkan modal asing (dari kreditur), maka lebih intensif pula pengawasan yang dilakukan oleh kreditur terhadap manajemen.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan non-keuangan yang listing di BEI pada tahun 2009-2011. Sampel diambil dengan menggunakan metode purposive sampling sehingga diperoleh 271 perusahaan yang memenuhi syarat sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi untuk mengetahui pengaruh variabel bebas yang terdiri dari Devidend Policy, Profitabilitas, Risiko bisnis, Struktur aset, Likuiditas, dan Ukuran perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Devidend Policy tidak berpengaruh terhadap Leverage. Risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap Leverage. Profitabilitas, Struktur aset, Likuiditas, dan Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap Leverage.Kata kunci : Struktur Modal, Agency Theory
Abstract
Indonesia is a developing country that does not adhere to or inconsistent with the Agency Cost Model. Model of agency cost is the cost incurred in order to control or monitor the actions of the manager to match the interests of principals (shareholders or owners of the company). In the context of agency cost model , dividend policy is used to minimize the agency cost arising from the potential conflict of intersts between the agent (manager) with the principal (the owner of the company) as a result of the separation between the two sides . On the other hand, the capital structure, based on agency cost models, which the company has a capital structure more involving foreign capital (of creditors), then more intensive monitoring is also undertaken by creditors against management.
The population of this study are all non - financial companies listed on the Stock Exchange in the year 2009-2011. Samples were taken by using purposive sampling method to
1
obtain 271 qualified companies as samples. This study uses regression analysis to determine the effect of independent variables consisting of dividend policy, profitability, business risk, asset structure, liquidity, and firm size .
The results showed that the dividend policy has no effect on leverage. Business risk has a negative effect on leverage. Profitability, asset structure, liquidity, and firm size has a positive effect on leverage .Keyword : Asset Structure, Agency Theory
PENDAHULUAN
Struktur modal merupakan salah satu keputusan keuangan yang dihadapi oleh manajer
keuangan yang berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen, dan saham biasa yang
harus digunakan oleh perusahaan. Ketika perusahaan menggunakan hutang, biaya modal akan
sebesar biaya bunga yang dibebankan oleh kreditur, sedangkan pada kreditur akan timbul
opportunity cost dari dana yang digunakan. Dalam menentukan struktur modal perusahaan,
banyak faktor yang mempengaruhinya, menurut Brigham dan Houston (2001:56) faktor-
faktor risiko bisnis, posisi pajak, fleksibilitas keuangan, dan konservatisme atau agresivitas
manajemen merupakan faktor-faktor yang menentukan keputusan struktur modal khususnya
pada struktur modal yang ditargetkan (target capital structure).
Indonesia saat ini merupakan negara berkembang yang pada beberapa perusahaannya
tidak menganut atau bertolak belakang dengan prediksi agency cost model khususnya
monitoring mechanism/rationale of dividend. Agency cost model merupakan biaya yang
timbul dalam rangka mengendalikan atau memonitor tindakan manager agar sesuai dengan
kepentingan principal (pemegang saham atau pemilik perusahaan). Dasar dari agency cost
model ini adalah ketika manajer disadari bisa bertindak tidak sesuai dengan kepentingan
investor atau pemegang saham, maka pemegang saham menggunakan mekanisme tertentu
untuk mengontrol tindakan manager tersebut (Beiner, 2001).
Dalam konteks agency cost model yang dikembangkan oleh Michael Jensen dan
William Meckling, kebijakan dividen digunakan untuk meminimalisasi agency cost yang
2
timbul dari potensi conflict of intersts antara agent (manajer) dengan principal (pemilik
perusahaan) akibat adanya pemisahan di antara kedua belah pihak tersebut. Di sisi lain, pada
struktur modal, berdasarkan agency cost model, perusahaan yang memiliki struktur modal
lebih banyak melibatkan modal asing (dari kreditur), maka lebih intensif pula pengawasan
yang dilakukan oleh kreditur terhadap manajemen, sehingga ketergantungan pada dividen
sebagai sarana monitoring menjadi lebih kecil dibanding perusahaan dengan struktur modal
yang sebaliknya.
Dari hasil penelitian terkait, dinyatakan bahwa agency cost model juga merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengarui struktur modal. Pengertian struktur modal menurut
Weston dan Copeland (1992:82) adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka
panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Sedangkan menurut Lawrence,
Gitman (2000:79) definisi struktur modal adalah campuran dari utang jangka panjang dan
modal dalam perusahaan. Manajer perusahaan yang hanya meningkatkan kesejahteraannya
sendiri tanpa mengoptimalkan pemegang saham dinamakan dengan konflik keagenan
(agency conflik).
Penelitian mengenai struktur modal di Indonesia dilakukan oleh Saidi (2004) dengan judul
faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal pada perusahaan non-keuangan go publik di
BEJ tahun 1997-2002, hasil penelitian ini menyatakan bahwa ukuran perusahaan, risiko
bisnis, pertumbuhan aset, profitabilitas dan struktur kepemilikan, berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal. Simanjuntak (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi struktur modal adalah size, profit, asset, risk,
nondebt, dan cashflow. Menurut Nasrudin (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi struktur
modal adalah ukuran perusahaan, pertumbuhan, profitabilitas, risiko, dan kesempatan
investasi. Berdasar uraian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Non-Keuangan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat pengaruh dari Devidend
Policy, Profitabilitas, Resiko bisnis, Struktur aset, Likuiditas, dan Ukuran perusahaan
terhadap Leverage.
KAJIAN PUSTAKA
Struktur Modal
Investor dianggap sebagai pemain utama dalam pasar keuangan dan berpengaruh
dalam penguasaan perusahaan. Banyak orang berargumentasi bahwa investor merupakan
bagian penting di banyak sistem penguasaan perusahaan. Pemilik perusahaan (pemegang
saham) berperan sebagai pemantau dalam perusahaan di mana mereka memegang ekuitas.
Pemilik perusahaan memiliki hak yang berbeda, hak tersebut meliputi pemilihan dewan
direksi yang akan bertindak sebagai agen untuk memantau kinerja manajer perusahaan.
Chidambaran dan John (2000) berpendapat bahwa pemegang saham berperan penting dalam
penyaluran informasi kepada pemegang saham lainnya. Pemegang saham yang besar dapat
memperoleh informasi pribadi dari manajemen dan mengirimkan informasi tersebut untuk
pemegang saham lainnya.
Modigliani dan Miller (1958) menunjukkan bahwa, tidak ada perbedaan antara utang
dan ekuitas pembiayaan sehubungan dengan nilai perusahaan. Keputusan pembiayaan tidak
menambah nilai dan hal itu bukan urusan manajer. Banyak penelitian di perusahaan keuangan
telah dibuat untuk menjelaskan kondisi di mana struktur modal tidak mempengarui nilai
perusahaan. Keputusan struktur modal di negara berkembang belum menerima perhatian
yang sama dalam literatur. Namun, Booth et al. (2001) menganalisis data dari sepuluh negara
berkembang: India, Pakistan, Thailand, Malaysia, Zimbabwe, Meksiko, Brasil, Turki,
4
Yordania dan Korea. Mereka menyatakan bahwa: Secara umum, rasio utang di negara
berkembang tampaknya akan dipengaruhi dengan hal yang sama dan jenis variabel yang
signifikan di negara berkembang. Namun, ada perbedaan sistematis dalam hal rasio yang
dipengarui oleh faktor negara, seperti GDP tingkat pertumbuhan, tingkat inflasi dan
pengembangan pasar modal.
Weston dan Copeland (1992:88) memberikan definisi struktur modal sebagai
pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal
pemegang saham. Nilai buku dari modal pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal
disetor atau surplus modal dan akumulasi laba ditahan. Bila perusahaan memiliki saham
preferen, maka saham tersebut akan ditambahkan pada modal pemegang saham.
Menurut Lawrence, Gitman (2000:67), definisi struktur modal adalah campuran utang jangka
panjang dan modal dalam perusahaan. Struktur modal perusahaan menggambarkan
perbandingan antara hutang jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan oleh
perusahaan. Menurut Lawrence, Gitman (2000:77), ada dua macam tipe modal yaitu modal
utang (debt capital) dan modal sendiri (equity capital). Tetapi dalam kaitannya dengan
struktur modal, jenis modal utang yang diperhitungkan hanya utang jangka panjang.
Komponen Struktur Modal
1. Utang Jangka Panjang
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003), utang jangka panjang merupakan salah satu
dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari satu tahun,
biasanya 5–20 tahun. Pinjaman utang jangka panjang dapat berupa pinjaman berjangka
(pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja permanen, untuk
melunasi utang lain, atau membeli mesin dan peralatan) dan penerbitan obligasi (utang yang
diperoleh melalui penjualan surat-surat obligasi, dalam surat obligasi ditentukan nilai
nominal, bunga per tahun, dan jangka waktu pelunasan obligasi tersebut). Mengukur
5
besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (debt ratio) dilakukan dengan cara
membagi total utang jangka panjang dengan total aset. Semakin tinggi debt ratio, semakin
besar jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan bagi
perusahaan.
2. Modal Sendiri
Menurut Wasis (1981), dalam struktur modal konservatif, susunan modal
menitikberatkan pada modal sendiri karena penggunaan utang dalam pembiayaan perusahaan
mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003), modal sendiri (equity capital) adalah dana jangka
panjang perusahaan yang disediakan oleh pemilik perusahaan (pemegang saham), yang
terdiri dari berbagai jenis saham (saham preferen dan saham biasa) serta laba ditahan.
Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost. Keuntungan dari
memiliki saham perusahaan bagi owner adalah dapat mengontrol perusahaan. Ada 2 (dua)
sumber utama dari modal sendiri yaitu:
a) Modal saham preferen
Saham preferen memberikan beberapa hak istimewa kepada para pemegang
sahamnya yang menjadikannya lebih diprioritaskan daripada pemegang saham biasa.
Oleh karena itu, perusahaan tidak memberikan saham preferen dalam jumlah yang
banyak.
b) Modal saham biasa
Pemilik perusahaan adalah pemegang saham biasa yang menginvestasikan uangnya
dengan harapan mendapat pengembalian dimasa yang akan datang. Pemegang saham
biasa kadang-kadang disebut pemilik residual sebab mereka hanya menerima sisa
setelah seluruh tuntutan atas pendapatan dan aset telah dipenuhi.
6
Dividen
Menurut Bhaduri (2002), menunjukkan bahwa jika sebuah perusahaan dipercaya
mendapat perhatian bagi orang luar, maka dapat menghindari premium informasi dan
mendapatkan akses ke sumber eksternal dana, terutama pasar ekuitas. John dan Williams
(1985) berpendapat bahwa perusahaan dengan reputasi untuk membayar aliran konstan
dividen menghadapi informasi yang kurang relevan ketika memasuki pasar ekuitas. Jadi, jika
pembayaran dividen merupakan sinyal dari kesehatan keuangan yang baik dan kapasitas
pengeluaran yang lebih tinggi, maka seseorang akan berharap adanya hubungan positif antara
pembayaran dividen dan leverage. Terlebih lagi, perusahaan dengan reputasi untuk
membayar aliran dividen akan dipantau oleh pasar modal. Menurut Zeckhauser dan Pound
(1990), Kepemilikan institusional dapat berperan sebagai perangkat pemantauan alternatif,
dan pasar modal akan mengurangi kebutuhannya sebagai sistem pemantauan eksternal. Jadi,
menurut teori keagenan, ada hubungan positif antara pembayaran dividen dan kepemilikan
institusi. Namun, adanya kepemilikan institusi mengurangi kebutuhan dividen sebagai sinyal
kinerja yang baik. Oleh karena itu, teori signal menunjukkan hubungan negatif antara dividen
dan kepemilikan institusi.
Profitabilitas
Menurut teori pecking order dengan adanya informasi asimetris, sebuah perusahaan
akan lebih memilih pembiayaan internal atas sumber dana lain dan akan mengeluarkan utang
jika keuangan internal habis. Alternatif paling menarik bagi perusahaan dengan cara
menerbitkan ekuitas baru. Menurut Donaldson (1961); Myers (1984), apabila perusahaan itu
untung atau laba, maka akan cenderung memiliki lebih banyak laba ditahan. Jadi,
menunjukkan hubungan negatif antara leverage dan profitabilitas masa lalu.
Diharapkan investor institusi akan lebih memilih untuk berinvestasi di perusahaan
yang menguntungkan. Hal ini karena keuntungan lebih pada perusahaan, semakin rendah
7
kemungkinan default dan harus menghadapi kesulitan keuangan dan kebangkrutan. Oleh
karena itu, diharapkan hubungan positif antara profitabilitas dan kepemilikan institusional.
Menurut Tong dan Ning (2004) menemukan bahwa ada bukti terbatas tentang investor
institusi yang lebih memilih untuk berinvestasi dengan perusahaan yang menguntungkan.
Mereka menemukan bahwa profitabilitas (diukur sebagai laba atas ekuitas) berhubungan
negatif dengan rata-rata saham yang dipegang oleh investor institusi. Laba atas ekuitas
digunakan sebagai indeks untuk profitabilitas perusahaan dalam penelitian ini rasio laba
ekuitas (ROE).
Risiko Bisnis
Risiko bisnis dianggap salah satu faktor kunci yang dapat mempengaruhi struktur
modal pada perusahaan. Menurut Bhaduri (2002), sejak utang melibatkan komitmen
pembayaran periodik, leverage perusahaan sangat rentan terhadap kesulitan keuangan biaya.
Oleh karena itu, perusahaan dengan pendapatan stabil cenderung kurang leverage. Jadi,
menurut teori kebangkrutan, ada hubungan negatif antara risiko bisnis dan struktur modal.
Investor institusi cenderung untuk berinvestasi dalam perusahaan dengan risiko bisnis yang
rendah karena dengan tingginya volatilitas keuntungan, mereka cenderung memiliki
probabilitas tinggi untuk default dan menjadi bangkrut. Oleh karena itu, hubungan negatif
diharapkan antara risiko bisnis perusahaan dan kepemilikan institusi perusahaan. Pola
pengamatan ini menggunakan standar deviasi dari return aktiva sebagai indikator bagi risiko
bisnis perusahaan.
Struktur Aset
Menurut teori biaya keagenan, para pemegang saham sebuah perusahaan leverage
memiliki insentif untuk berinvestasi sub-optimal. Namun, semakin berwujud aset perusahaan,
sebagian besar asset dapat digunakan sebagai jaminan. Menurut Jensen dan Meckling
8
(1976), aset yang dijaminkan dapat membatasi perilaku oportunistik tersebut. Oleh karena itu,
diharapkan hubungan positif antara aset berwujud dan utang.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), teori keagenan menunjukkan bahwa modal
yang optimal dan struktur kepemilikan dapat digunakan untuk meminimalkan biaya
keagenan. Dengan demikian, diharapkan hubungan negatif antara aset berwujud dan struktur
kepemilikan. Hal ini karena aset berwujud dapat bertindak sebagai jaminan atas tingkat utang
yang lebih tinggi. Oleh karena itu, investor institusi lebih memilih untuk berinvestasi dalam
perusahaan dengan aset berwujud yang rendah. Pola pengamatan ini menggunakan aktiva
tetap dibagi total aktiva sebagai Penyidik perusahaan tangibility (TANG).
Likuiditas
Rasio likuiditas memiliki efek positif dan negatif terhadap keputusan struktur modal,
dan diketahui efek bersih. Pertama, perusahaan dengan rasio likuiditas yang tinggi mungkin
memiliki rasio utang yang relatif lebih tinggi karena kemampuan mereka lebih besar untuk
memenuhi kewajiban jangka pendek. Argumen ini menunjukkan hubungan positif antara
likuiditas suatu perusahaan dan rasio utang. Atau, perusahaan dengan lebih banyak aset likuid
dapat menggunakan aset sebagai sumber keuangan untuk membiayai peluang investasi masa
depan. Jadi, posisi likuiditas perusahaan akan memiliki dampak negatif pada rasio leverage.
Sebuah argumen lebih lanjut untuk hubungan negatif dinyatakan oleh Myers dan Rajan
(1998) yang berpendapat bahwa ketika likuiditas biaya keagenan tinggi, kreditur luar
membatasi jumlah pembiayaan utang yang tersedia bagi perusahaan. Dengan demikian, akan
diharapkan hubungan negatif antara utang dan likuiditas.
Demikian pula, pengaruh likuiditas aset adalah sinyal ambigu untuk investor institusi.
Sebuah rasio likuiditas yang tinggi dapat dianggap sebagai sinyal negatif karena
menunjukkan bahwa perusahaan menghadapi masalah tentang peluang keputusan investasi
jangka panjang. Oleh karena itu rasio likuiditas yang tinggi dapat dianggap sebagai sinyal
9
negatif untuk investor institusi. Namun, rasio likuiditas yang tinggi dapat dianggap menjadi
sinyal positif dari perusahaan, karena itu menandakan bahwa perusahaan dapat dengan
mudah membayar obligasinya dan dapat menghadapi risiko default yang lebih rendah. Jadi,
likuiditas yang tinggi akan menjadi sinyal positif bagi investor institusi. Oleh karena itu,
untuk mengukur pengaruh likuiditas, penelitian ini menggunakan rasio aktiva lancar terhadap
kewajiban lancar sebagai proxy untuk likuiditas aset perusahaan (LIQ).
Size
Ada bukti bahwa ukuran perusahaan memainkan peran penting dalam keputusan
struktur modal. Menurut Titman and Wessels (1988), perusahaan besar cenderung lebih
beragam dan tidak mudah mengalami kebangkrutan. Oleh karena itu, hubungan positif
diharapkan antara ukuran perusahaan dan perusahaan leverage. Menurut O'Brien dan
Bhushan (1990), investor institusi lebih memilih untuk berinvestasi di perusahaan besar
dengan keyakinan bahwa mereka memiliki risiko kebangkrutan yang rendah. Hal ini karena
perusahaan besar memiliki sumber daya yang diperlukan dan kemampuan untuk
meminimalkan risiko investasi saham mereka. Oleh karena itu mereka kurang tunduk
padakesulitan keuangan dan risiko kebangkrutan.
Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Dividend Policy (DPO) berpengaruh negatif terhadap Leverage.
H2 : Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap Leverage.
H3 : Risiko bisnis berpengaruh negatif terhadap Leverage.
H4 : Struktur aset berpengaruh terhadap Leverage.
H5 : Likuiditas berpengaruh terhadap Leverage.
H6 : Size berpengaruh terhadap Leverage.
10
METODE PENELITIAN
Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang berupa
laporan keuangan yang diperoleh melalui website Bursa Efek Indonesia (BEI) dan dari situs
perusahaan non-financial yang bersangkutan. Populasi dalam penelitian ini adalah 364
perusahaan non-financial yang ada di Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 271 perusahaan non-financial yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia milik
pemerintah maupun swasta selama kurun waktu tahun 2009-2011.
Teknik Pengambilan Sampel
Pada penelitian ini ketentuan khusus data yang diambil pada perusahaan yaitu, harus
membagikan deviden secara berturut-turut. Sedangkan teknik pengambilan sampel yang
digunakan yaitu dengan memberikan kriteria sebagai berikut :
1. Himpunan data berdasarkan laporan keuangan perusahaan non-keuangan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2. Laporan keuangan perusahaan non-keuangan yang telah diaudit dengan tahun buku
berakhir 31 Desember berturut-turut selama periode penelitian (2009-2011).
3. Laporan keuangan disajikan dalam mata uang rupiah.
4. Mempunyai data keuangan lengkap selama periode penelitian.
Berdasarkan keterangan dan data dari Bursa Efek Indonesia, maka diperoleh sampel
penelitian dari perusahaan non-keuangan sebanyak 271, dari 364 perusahaan yang terdaftar di
BEI selama periode tahun 2009-2011.
11
Definisi Operasioal
Variabel Independen
Laverage
Sartono (2001:257) “leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana (sources of
funds) oleh perusahaan yang memiliki beban tetap dengan maksud agar meningkatkan
keuntungan potensial pemegang saham”. Dengan kata lain, penggunaan leverage ditujukan
agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya,
sehingga dapat meningkatkan keuntungan perusahaan atau pemegang saham.
LEV =Utang Jangka PanjangEkuitas
Variabel Dependen
Dividend Policy
Sudana (2009:28), rasio ini mengukur berapa besar bagian laba bersih setelah pajak yang
dibayarkan sebagai deviden kepada pemegang saham. Semakin besar rasio ini, berarti
semakin sedikit bagian laba yang ditahan untuk membelanjai investasi yang dilakukan
perusahaan. Semakin kuat kemampuan perusahaan dalam membayar dividen maka semakin
kuat posisi kas perusahaan terhadap prosek kebutuhan dana diwaktu-waktu mendatang, akan
semakin tinggi nilai Dividend Policy (DPO) nya.
DPO=Deviden per sahamLaba setelah pajak
Profitabilitas
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya
dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Perusahaan-perusahaan dengan profit
yang tinggi cenderung menggunakan lebih banyak pinjaman untuk memperoleh manfaat
pajak. Bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas
12
ini, salah satunya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan
diterima dalam bentuk dividen.
Menurut Greuning (2005:29) “profitabilitas adalah suatu indikasi atas bagaimana
margin laba suatu perusahaan berhubungan dengan penjualan, modal rata-rata, dan ekuitas
saham biasa rata-rata”. ROE mengukur kinerja perusahaan atas penggunaan ekuitas yang
telah diberikan. Penggunaaan leverage keuangan dalam jumlah yang tinggi meningkatkan
nilai ROE (karena lebih sedikit ekuitas yang digunakan), sehingga laba bersih dapat
dibagikan ke jumlah pemegang saham yang lebih sedikit, namun tingkat leverage keuangan
yang tinggi meningkatkan pula resiko perusahaan.
ROE= Laba bersihEkuitas pemilik
Resiko Bisnis
Brigham dan Houston (2006) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan risiko bisnis
adalah suatu fungsi dari ketidakpastian yang inheren di dalam proyeksi pengemblian atas
modal yang diinvestasikan di dalam sebuah perusahaan. Standart deviasi dalah ukuran
statistik mengenai variabilitas atau penyimpangan dari serangkaian hasil observasi. Menurut
Husnan, (2000:20) risiko didefinisikan sebagai deviasi standar dari tingkat keuntungan.
Semakin berfluktuasi tingkat keuntungan suatu saham, semakin berisiko investasi tersebut,
dan semakin tinggi tingkat keuntungan yang akan diperoleh dari saham tersebut.
BR=logLaba bersihTotal aset
Struktur Aset
Menurut Mai (2006) Struktur aset (Tangibility) adalah komposisi relatif aset tetap
yang dimiliki oleh perusahaan. Tangibilitas merupakan perbandingan antara aset tetap
dengan total aset. Definisi lain menurut Kartini dan Arianto (2008:15) struktur aset adalah
perbandingan antara jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider ownership)
13
dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Tangibilitas merupakan faktor yang
penting dalam keputusan pendanaan perusahaan, karena aset-aset berwujud (tangibles assets)
bertindak sebagai jaminan dan memberikan jaminan bagi para pemberi pinjaman dalam hal
terjadinya kesulitan keuangan.
TANG= Aset tetapTotal aset
Likuiditas
Munawir (2010:66), likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih Oleh karena aset jangka
pendek umumnya digunakan untuk membayar kewajiban jangka pendek (yang merupakan
kewajiban lancar), kebanyakan ukuran Likuiditas membandingkan antara aset lancar dengan
kewajiban lancar. Tingkat Likuiditas yang tinggi dapat meningkatkan ‘keamanan’
perusahaan, namun tingkat Likuiditas yang berlebihan dapat mengurangi pengembalian
perusahaan.
LIQ= Aset LancarKewajiban Lancar
Ukuran Perusahaan
Menurut Mai (2006:234) Ukuran Perusahaan (Size) adalah tingkat penjualan, jumlah
tenaga yang terlibat dan total aset atau menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan.
Definisi lain ukuran perusahaan adalah ukuran atau besarnya aset yang dimiliki perusahaan.
Perusahaan-perusahaan besar juga cenderung lebih terdiversifikasi dan lebih tahan terhadap
risiko kebangkrutan. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang lebih kecil akan memiliki lebih
sedikit utang jangka panjang dan utang jangka pendek. Perusahaan-perusahaan besar akan
memiliki kepastian yang lebih besar untuk melakukan pinjaman. Dengan demikian dapat
14
dinyatakan bahwa besarnya komponen utang akan berhubungan positif dengan ukuran
perusahaan.
¿ log Total Aset
Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui dan menguji kelayakan atas
model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini dimaksudkan untuk
memastikan bahwa di dalam model regresi yang digunakan tidak terdapat multikolonieritas
dan heteroskedasitisitas serta untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi
normal (Ghozali, 2011:95).
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai redisual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar
maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran dan (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar
pengambilan keputusan :
a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau
grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogram, tidak menunjukkan pola distribusi normal maka model regresi
tidak memenuhi asumsi normalitas.
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati secara visual
kelihatan normal, padahal secara statistik bisa sebaliknya. Oleh sebab itu dianjurkan
15
disamping uji grafik dilengkapi dengan uji statistik. Uji statistik lain yang dapat digunakan
untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametik Kolmogrov-Smirnov (K-
S). Uji normalitas dapat dilakukan dengan cara uji statistik non-parametrik
KolmogorovSmirnov Test. Tingkat kesalahan (α) yang ditetapkan adalah sebesar 0,05 (α =
5%). Penarikan kesimpulan dilakukan dengan ketentuan, jika nilai signifikansi > 0,05, maka
data terdistribusi secara normal. Sebaliknya, jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka data tidak
terdistribusi secara normal.
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas. Model yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variabel bebas. Untuk mengidentifikasi ada tidaknya gejala multikolinieritas dapat dilakukan
dengan menghitung variance inflation factor (VIF). Apabila nilai tolerance <0,10 dan
VIF>10, maka variabel bebas mengalami gejala multikolinieritas, yang berarti bahwa
terdapat korelasi diantara variabel bebas. Untuk mengatasi gejala tersebut, maka salah satu
variabel bebas yang berkorelasi harus dihilangkan karena sudah terwakili oleh variabel bebas
lain sehingga tidak dibutuhkan dalam model regresi. Ukuran sampel terlalu kecil dapat
menimbulkan gejala multikolinieritas sehingga harus memperbesar ukuran sampel.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah model regresi terjadi gejala autokorelasi
atau tidak. Gejala autokorelasi adalah adanya korelasi pada varians error antar periode.
Gejala ini menyebabkan terjadinya interkorelasi diantara observasi yang berurutan sehingga
hasil regresi menjadi tidak efisien karena varians tidak minimum dan menjadikan tes
signifikansi tidak akurat. Untuk melihat ada tidaknya gejala autokorelasi dapat dilihat dari
besarnya angka Durbin-Watson (DW) yang dihasilkan. Kriteria pengujian untuk mengetahui
ada tidaknya gejala autokorelasi adalah sebagai berikut:
16
1. Jika diantara du (batas atas)<DW<(4-du) berarti tidak terjadi autokorelasi.
2. Jika DW < batas bawah (d1) berarti terjadi autokorelasi positif.
3. Jika DW > (4-d1) berarti terjadi autokorelasi negatif
4. Jika d1 ≤ DW ≤ du dan 4-du ≤ DW ≤ 4-d1 berarti tidak dapat diketahui terjadi
autokorelasi atau tidak.
Uji Heteroskedasitisitas
Uji Heteroskedasitisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
Homoskedasitisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedasitisitas. Model regresi yang baik
adalah yang Homoskedasitisitas atau tidak terjadi Heteroskedasitisitas.
Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedasitisitas yaitu dengan uji glejser.
Uji Glejser dilakukan dengan cara meregresikan antara variabel independen dengan nilai
absolut residualnya. Jika nilai signifikansi antara variabel independen dengan absolut residual
lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui tingkat profitabilitas pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nilai minimum, nilai maximum, mean dan standar deviasi.
Analisis Regresi Linier Berganda
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model regresi linier
berganda. Hak ini dikarenakan variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
berjumlah lebih dari satu, yaitu Current Ratio, Perputaran piutang, dan perputaran modal
kerja. Persamaan regresi pada penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = α + β1X1+ β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + e
17
Dimana :
Y = Profitabilitas Perusahaan
α = Konstanta
X1 - X6 = Devidend policy, Profitabilitas, Resiko bisnis, Struktur aset, Likuiditas, Ukuran
perusahaan
β1 - β3 = Koefisien Regresi
e = error term
Pengujian Hipotesis
Analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel
dependen dengan satu atau lebih variabel independen, dengan tujuan untuk mengestimasi dan
atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai
variabel yang diketahui. Menurut Ghozali (2011:87) ketepatan fungsi regresi sampel dalam
menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of fitnya. Secara statistik, setidaknya ini
dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statitistik t.
Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik apabila nilai uji statistiknya berada
dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila nilai
uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima.
Koefisien Determinasi
Koefisian determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol
dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variasi variabel dependen amat amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti
variabel-variabel indpenden memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
18
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah
variabel independen yang dimasukkan kedalam mdel. Setiap tambahan satu variabel
independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan
untuk menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regeresi terbaik.
Tidak seperti R2, nilai Adjusted R2, nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan kedalam model.
Uji F
Uji F dilakukan dengan menguji secara bersama-sama (simultan) apakah semua
variabel independen yang digunakan dalam model regresi secara simultan dapat
mempengaruhi variabel dependen. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan
adalah dengan membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel.
1. Bila F hitung < F tabel, variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen.
2. Bila F hitung > F tabel, variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel dependen.
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t dilakukan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dependen (hipotesis diterima).
Uji t dapat juga dilakukan dengan melihat nilai signifikansi t masing-masing variabel pada
output hasil regresi menggunakan SPSS dengan signifances level 0,05 (α = 5%). Kriteria
keputusannya adalah:
1. H0 ditolak jika signifikan t > 0,05, maka Ha diterima yang berarti bahwa secara
individual variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel independen.
19
2. H0 tidak ditolak jika signifikan t < 0,05, maka Ha ditolak yang berarti bahwa secara
individual variabel independenden mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
variabel dependen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Deskriptif:Tabel 1. Analisis deskriptif
Descriptive Statistics
N Min Max Mean Std. Dev
LEV 646 -.16 4.59 .52 .44
DPO 645 -2.05 9.23 -18.83 151.44
ROE 646 -9.16 62.12 .18 2.59
BR 647 -1.73 2.62 .07 .23
TANG 646 .079 .99 .49 .23
LIQ 646 .03 2.47 3.46 11.43
SIZE 646 8.12 1.90 13.77 1.82
Valid N 644
Sumber : Hasil Olah SPSS, 2014
Berdasarkan hasil diatas, diketahui bahwa pada variabel LEV menunjukan nilai
minimum -0,16 dan maksimum adalah 4,59 kemudian rata-rata variabel LEV adalah 0,52 dan
standar deviasinya 0,44. Variabel DPO menunjukan nilai minimum -2,05 dan nilai
maksimum 9,23 kemudian rata-rata variabel DPO adalah -18,83 dan standar deviasinya
151,44. Variabel ROE menunjukan nilai minimum -9,16 dan maksimum 62,12 kemudian
rata-rata variabel DPO adalah 0,18 dan standar deviasinya 2,59. Variabel BR menunjukan
nilai minimum -1,73 dan maksimum 2,62 kamudian rata-rata variabel BR adalah0,07 dan
standar deviasinya 0,23. Variabel TANG menunjukan nilai minimum 0,079 dan maksimum
0,99 kemudian rata-rata variabel TANG adalah 0,49 dan standar deviasinya adalah 0,23.
Variabel LIQ menunjukan nilai minimum 0,03 dan maksimum 2,47 kemudian rata-rata
variabel LIQ adalah 3,46 dan standar deviasinya 11,43. Variabel yang terakhir adalah
20
variabel SIZE yang menunjukan nilai minimum 8,12 dan nilai maksimum1,90 kemudian reta-
rata variabel SIZE adalah 13,77 dan standar deviasinya 1,82.
Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian regresi yang dilakukan pada persamaan regresi akan dilakukan pengujian
asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heterokedastisitas, dan
uji autokorelasi. Berikut adalah hasil pengujian SPSS tersebut :
a) Uji normalitas
Tabel 2. Uji normalitas
Model
Asymp. Sig (2-tailed)
1 0,071 Sumber : Hasil olah SPSS, 2014.
Berdasarkan tabel hasil uji normalitas dapat dilihat bahwa tingkat signifikansi menunjukan
angka 0,071 yang berarti lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi
normal.
b) Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas (independen). Berikut adalah hasil uji multikolonieritas :
Tabel 3. Uji Multikolonieritas
ModelCollinearity StatisticsTolerance VIF
(Constant)
DPO .989 1.011ROE .759 1.317BR .739 1.353TANG .947 1.056LIQ .989 1.011SIZE .953 1.050Sumber : Hasil olah SPSS, 2014
21
Berdasarkan hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa regresi 1 tersebut tidak ada
multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi, karena semua variabel
menunjukan nilai yang memenuhi syarat multikolonierikat yaitu VIF , 10 dan nilai tolerance
> 0,1.
c) Uji Heterokedastisitas
Tabel 4. Uji heterokedastisitas
ModelUnstd. Coef Std Coef t Sig.
B Std. Error Beta Constant -.084 .138 -.607 0.544DPO 3.244E-5 .000 .012 .348 0.728ROE -.008 006 -.051 -1.301 0.194BR .137 . .072 .077 1.908 0.057TANG .064 .063 .036 1.013 0.312LIQ .002 .001 .043 1.232 0.218SIZE .000 .008 -.003 -.089 0.929
Sumber : Hasil olah SPSS, 2014
Berdasarkan uji Glejser diatas, dapat diketahui bahwa signifikansi antara variabel
independen dengan absolut residual lebih dari 0,05 maka tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas.
d) Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dlaam regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi
adalah uji Durbin Watson (DW Test). Hasil dari uji Durbin Watson menunjukan bahwa pada
penelitian ini tidak terjadi autokorelasi. Berikut adalah hasil dari uji Durbin Watson :
Tabel 5. Uji Durbin Watson
dL dU DW 4-DU Kriteria Kesimpulan1,76292 1,83831 1,903 2,097 Du<d<4-du 1,83831<1,903<2,097
Sumber : Hasil olahan SPSS, 2014
22
Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam
model regresi 1, maka dilakukan analisis regresi linear berganda yang dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6. Regresi Linear Berganda
Var KoefisienStd.
Errort-statisitik Sig. Kesimpulan
Const 1,148 0,160 7,180 0.000DPO
-7.913E-5 0.000 0-.731 0.465Tidak
SignifikanROE -0.019 0.007 2.580 0.010 SignifikanBR -0.437 0.083 -5.279 0.000 SignifikanTANG 0.102 0.073 1.396 0.003 SignifikanLIQ 0.007 0.001 4.693 0.000 SignifikanSIZE 0.044 0.009 4.772 0.000 Signifikan R 0,516 R2 0.266F Hitung 10,726 Sig F 0.000
Sumber : Hasil olah SPSS, 2014
Berdasarkan tabel 6 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
LEV = 1,148+(-7,913E-5DPO)+0,019ROE+(-0,437BR)+(-0,102TANG)+(-0,007LIQ)+(-
0,044SIZE)
Pembahasan
Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa semua variabel dependen pada penelitian
ini secara simultan berpengaruh terhadap Leverage. Hasil regresi linier berganda diatas dapat
dilihat bahwa devidend policy tidak ada pengaruh antara terhadap Leverage. Selain itu, hasil
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kepemilikan institusional dan pembayaran
dividen. Oleh karena itu, tidak ada bukti bahwa investor institusional mempertimbangkan
kebijakan dividen perusahaan ketika memutuskan pada sejauh mana keputusan investasi
mereka di perusahaan. DPO mengukur berapa besar bagian laba bersih setelah pajak yang
dibayarkan sebagai deviden kepada pemegang saham (Sudana, 2009:28), jadi seberapa besar 23
bagian laba bersih yang dibayarkan sebaagi deviden, tidak akan mempengaruhi penggunaan
dana pinjaman untuk membiayai asetnya.
Profitabilitas menunjukan adanya hubungan yang positif terhadap Leverage. Hal ini
menunjukkan bahwa Perusahaan lebih memilih pembiayaan internal daripada pembiayaan
utang. Tong dan Ning (2004) juga menemukan hubungan negatif yang signifikan antara rata-
rata jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi dan return on equity. Mereka
menyimpulkan bahwa ada bukti terbatas bahwa investor institusi lebih memilih perusahaan
dengan rasio profitabilitas yang tinggi.
Resiko bisnis berpengaruh terhadap Leverage. Pembiayaan utang melibatkan komitmen
untuk pembayaran berkala. Perusahaan dengan rasio utang yang tinggi cenderung
menghadapi biaya kesulitan keuangan yang tinggi. Sejak utang melibatkan komitmen
pembayaran periodik, leverage perusahaan sangat rentan terhadap kesulitan keuangan biaya.
Oleh karena itu, perusahaan dengan pendapatan stabil cenderung kurang leverage (Bhaduri,
2002).
Struktur aset menunjukan pengaruh positif terhadap Leverage. Ini berarti bahwa
perusahaan dengan aset lebih tetap dapat menggunakan aset tersebut sebagai jaminan. Hasil
ini sesuai dengan teori keagenan dari struktur modal.
Likuiditas menunjukan pengaruh positif terhadap Leverage. Studi ini menemukan
beberapa bukti bahwa likuiditas dapat berperan dalam menentukan struktur modal
perusahaan. Menurut trade-off model, Struktur modal ada hubungan positif antara nilai
likuidasi perusahaan dan leverage. Dengan demikian, nilai likuidasi diharapkan lebih tinggi
untuk perusahaan dengan aset yang lebih likuid. Selain itu, utang perusahaan secara positif
juga terkait dengan likuiditas aset (Harris dan Raviv, 1990)
Ukuran perusahaan menunjukan pengaruh positif terhadap Leverage. Perusahaan besar
memiliki sumber daya yang diperlukan dan kemampuan untuk meminimalkan risiko investasi
24
saham mereka dan karenanya tidak takut pada kesulitan keuangan dan risiko kebangkrutan.
Investor institusi lebih memilih untuk berinvestasi di perusahaan besar dengan keyakinan
bahwa mereka memiliki risiko kebangkrutan yang rendah (O’Brien dan Bhushan, 1990 dalam
Fernando et al., 2010).
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi atau R square berdasarkan tabel 6 menunujikan nilai 0,266. Hal
ini menunjukan bahwa semua variabel dependen pada penelitian in dapat menjelaskan
variabel Leverage sebesar 26,6%, sedangkan sisanya 73,4% dijelaskan oleh variabel lain
diluar penelitian ini.
KESIMPULAN
1. Devidend Policy tidak berpengaruh terhadap Leverage karena Devidend Policy hanya
mengukur besarnya laba bersih yang dibayarkan sebagai deviden kepada pemegang
saham
2. Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Leverage karena perusahaan lebih memilih
pembiayaan internal daripada pembiayaan dari hutang.
3. Resiko bisnis berpengaruh negatif terhadap Leverage karena sejak utang melibatkan
komitmen pembayaran periodik, leverage perusahaan sangat rentan terhadap kesulitan
keuangan biaya. Oleh karena itu, perusahaan dengan pendapatan stabil cenderung
kurang leverage.
4. Struktur aset berpengaruh positif terhadap Leverage karena perusahaan dengan aset
lebih tetap dapat menggunakan aset tersebut sebagai jaminan.
5. Likuiditas berpengaruh positif terhadap Leverage karena nilai likuidasi diharapkan
lebih tinggi untuk perusahaan dengan aset yang lebih likuid.
6. Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap Leverage karena investor institusi
lebih memilih untuk berinvestasi di perusahaan besar dengan keyakinan bahwa
25
mereka memiliki risiko kebangkrutan yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sartono, 2001, “Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi”, Edisi Empat, BPFE;
Yogyakarta.
Bathala, C., Moon, K. and Rao, R. (1994), “Managerial ownership, debt policy, and the
impact of institutional holdings: an agensy perspective”, Financial Management,
Vol.23, pp. 38-50.
Basil, A. and Peter, T. (2008), “The relationsship between capital structure and ownership
structure: new evidence from Jordanian panel data”, Manajerial Finance, Vol. 34,
pp.919-933.
Beiner, S. 2001. Theories and Determinants of Dividend Policy, Financial Management
24:51–81.
Bhaduri, S. 2002 “Determinants of corporate borrowing: some evidence from the indian
corporate structure”, Journal of Economic and Finance, Vol.26, pp.200-15.
Brigham, Eugene dan Joel F Houston, 2001. Manajemen Keuangan II. Jakarta:Salemba
Empat
Brigham, Eugene F and Joel F.Houston, 2006. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, alih
bahasa Ali Akbar Yulianto, Buku satu, Edisi sepuluh, PT. Salemba Empat, Jakarta.
Chidambaran, N.K. and John, K. (2000), “Managerial compensation, voluntary disclosure,
and large shareholder monitoring”, unpublished paper, New York University, New
York, NY.
26
Donaldson,G., 1961," Corporate Debt Capacity: A Study of Corporate Debt Policy and the
Determination of Corporate Debt Capacity", Boston, Division of Research, Harvard
Graduate Scholl of Business Administration.
Fernando, G. D., Ahmed M., dan Randal J. E. 2010. Audit quality attributes, client size and
cost of equity capital. “Review of Accounting and Finance, Vol. 9, No. 4, pp. 363-381.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi
Keempat, Penerbit : Universitas Diponegoro.
Gitman, Lawrence J. 2000. Principles of Managerial Finance, seventeenth edition.
Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company
H. Greuning, 2005, Standar Pelaporan Keuangan Internasional : Pedoman Praktis, Jakarta :
Salemba Empat. (Penerjemah: Edward Tanujaya)
Harris, M. And Raviv, A. 1990. Capital Structure and the Informational role of Debt. Journal
of Finance, Vol. 45, hal. 321-349.
Husnan, Suad. 2000. Manajemen Keuangan Teori dan Penerapan, Edisi Ketiga. Yogyakarta :
UPP AMP YKPN
Jensen, M. and Meckling, W. (1976), “The theory o the firm: managerial behavior, agency
cocts, and ownership structure”, Journal of Financial Economics, Vol. 3, pp. 305-360.
John, K. and William, J. (1985), “Dividends, dilution, and taxes: a signaling equilibrium”,
The Journal of Finance, Vol. 40, pp.1053-70.
Kartini dan Tulus Arianto, 2008, Struktur Kepemilikan, Profitabilitas, Pertumbuhan Aktiva
dan Ukuran Perusahaan terhadap Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur, Jurnal
27
Keuangan dan Perbankan, Vol. 12. No. 1. Januari 2008. Hal. 11 – 21. Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta.
Mai, Muhammad Umar., 2006, Analisis Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Struktur
Modal Pada Perusahaan-Perusahaan LQ-45 di Bursa Efek Jakarta, Ekonomika, Hal.
228- 245. Politeknik Negeri, Bandung.
Modigliani, F. and Miller, M.H. (1958), “The cost of capital, corporation finance and the
theory of investment”, American Economic Review, Vol.48, pp. 261-97.
Munawir. 2010. Analisis Laporan Keuangan, Edisi 4, Liberty, Yogyakarta.
Myers, S.C. and Rajan, R.G. (1998), “The paradox of liquility”, Quartely Journal of
Economics, Vol. 113, pp.733-71.
Nasrudin. (2004). Faktor-Faktor yang Menentukan Keputusan Struktur Modal: Studi Empirik
pada Perusahaan Industri Farmasi di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Akuntansi dan
Investasi, Vol 5 No 1, Hal 47-60.
O’Brien, P.C. and Bhusan, R. (1990), “analyst following and institutional holding”, Journal
of Accounting Reserch, suplement, Vol.13, pp. 55-76.
Saidi. (2004). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan
Manufaktur Go Public di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Tahun 1997-2002. Jurnal Bisnis
dan Ekonomi, Maret 2004.
Sudana, I Made. 2009. Manajemen Keuangan: Teori dan Praktik. Surabaya: Airlangga
University Press.
28
Sundjaja, Ridwan S., & Inge Barlian, 2003, Manajemen Keuangan Satu, Edisi Kelima,
Literata Lintas Media, Jakarta.
Titman, S. and Wessels, R. (1988), “The determinants of capital structure choice”, Journal of
Finance, Vol. 43, pp. 1-19.
Tong, S. and Ning, Y. (2004), “Does capital structure affect instititional investor choice?”,
The journal of Investing, Vol.28, pp. 53-66.
Wasis, 1984, Manajemen Keuangan Perusahaan, Semarang: Sapta Wacana.
Weston, J. F. dan Copeland T. E., Dasar – Dasar Manajemen Keuangan, Erlangga., 1992.
Zeckhauser, R. and Pound, J. (1990), “Are large shareholders effective monitors? An
investigation of share ownership and corporate performance”, in Hubbard, R.G. (Ed.),
Asymmetric Information, Corporate Finance and Investment, University of Chicago
Press, chicago, IL, pp. 149-80.
29