faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja …/faktor... · sumber acuan serta daftar pustaka. apabila...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
PENYULUH DALAM PEMANFAATAN CYBER EXTENSION
DI KABUPATEN BOGOR
TESIS
Oleh
Purnomojati Anggoroseto
S621008003
Komisi
Pembimbing
Nama Tanda
Tangan
Tanggal
Pembimbing I
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS.
NIP. 19470713 198103 1 001
………
20 Juli 2012
Pembimbing II
Dr. Sapja Anantanyu, SP., MSi.
NIP. 19681227 199403 1 002
………
19 Juli 2012
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal 20 Juli 2012
Ketua Program Studi Penyuluhan Pembangunan
Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS.
NIP. 19470713 198103 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA
PENYULUH DALAM PEMANFAATAN CYBER EXTENSION
DI KABUPATEN BOGOR
TESIS
Oleh
Purnomojati Anggoroseto
S621008003
Tim Penguji
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Ir. Marcelinus Molo, M.S., Ph.D.
NIP. 19490320 197611 1 001 ………………... .……2012
Sekretaris Dr.Ir. Suwarto, M.Si.
NIP. 195611 19198303 1 002 …..……………. .........2012
Anggota Penguji
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS.
NIP. 19470713 198103 1 001
………………..
.........2012
Dr. Sapja Anantanyu, SP., M.Si.
NIP. 19681227 199403 1 002 ………………...
.......2012
Telah dipertahankan di depan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat
pada tanggal…………..2012
Direktur Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S.
NIP. 19610717 198601 1 001
Ketua Program Studi
Penyuluhan Pembangunan
Program Pascasarjana UNS
Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS.
NIP. 19470713 198103 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KINERJA PENYULUH DALAM PEMANFAATAN CYBER EXTENSION
DI KABUPATEN BOGOR” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan
bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain untuk memperoleh gelar akademik, serta tidak terdapat kata atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara
tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam
sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat
plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan (Permendiknas No. 17 Tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
lain harus seijin dan menyertakan pembimbing sebagai author dan Program
Pascasarjana UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-
kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak
melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Program
Studi Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS berhak
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program Studi
Penyuluhan Pembangunan Program Pascasarjana UNS. Apabila saya
melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia
mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 31 Juli 2012
Purnomojati Anggoroseto
S621008003
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat dan karunia-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Dalam Pemanfaatan Cyber
Extension di Kabupaten Bogor.
Tesis ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar akademik Magister
(S2), pada Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Karya ini
tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Direktur dan Asisten Direktur I Program Pascasarjana UNS serta Ketua dan
Sekretaris Program Studi Penyuluhan Pembangunan atas segala bantuan yang
telah diberikan;
2. Kepala Badan PPSDMP, Sekretaris Badan PPSDMP, Kepala Pusdikdarkasi
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi
ke jenjang S2;
3. Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS. dan Dr. Sapja Anantanyu, SP., M.Si.
selaku komisi pembimbing untuk segala arahan arahan, bimbingan, dan
motivasinya;
4. Ir. Marcelinus Molo M.S., Ph.D. dan Dr. Ir. Suwarto, M.Si. selaku penguji di
luar komisi bimbing yang telah berkenan untuk menguji tesis ini;
5. Dosen-dosen pengampu mata kuliah yang telah membagikan ilmunya kepada
penulis selama menjalankan studi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
6. Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Bogor serta Kepala Balai Penyuluh Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan se-Kabupaten Bogor;
7. Pegawai Pascasarjana UNS yang membantu penulis dalam kelancaran studi;
8. Rekan-rekan satu angkatan S2 dan S3 Program Studi Penyuluhan
Pembangunan;
9. Rekan-rekan satu kost yang senantiasa menemani penulis di Kota Solo;
10. Keluarga tercinta yang selalu mendoakan penulis untuk kelancaran studi di
UNS;
11. Semua pihak yang telah membantu memberikan sumbangsihnya bagi
penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat.
Surakarta, Juli 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI.................................................. iii
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI................... iv
KATA PENGANTAR............................................................................... v
DAFTAR TABEL...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. xiv
ABSTRAK................................................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................... 4
C. Tujuan Penelitian................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian................................................................. 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 8
A. Kajian Teori………………………………………………... 8
1. Penyuluhan......................................................................... 8
2. Penyuluh Pertanian............................................................. 16
3. Cyber Extension................................................................. 20
a. Konsep Cyber Extension............................................. 20
b. Pengalaman Cyber Extension di Negara Lain............. 22
c. Cyber Extension di Indonesia...................................... 27
1) Pengertian Cyber Extension................................... 27
2) Grand Design Program Cyber Extension............... 30
d. Cyber Extension sebagai Metode dan Teknik
Penyuluhan..................................................................
33
4. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension....
36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh
dalam Pemanfaatan Cyber Extension................................
42
a. Karakteristik Penyuluh Pertanian.................................. 43
b. Faktor Penunjang Cyber Extension................................ 49
c. Kualitas Informasi Cyber Extension............................. 59
d. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh............... 62
e. Komunikasi antara Penyuluh dengan Administrator
Cyber Extension Kabupaten...........................................
65
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension................ 68
B. Kerangka Berpikir................................................................. 73
C. Hipotesis................................................................................. 77
BAB III. METODA PENELITIAN.......................................................... 79
A. Tempat dan Waktu............................................................... 79
B. Jenis Penelitian................................................................... 79
C. Populasi dan Sampel.......................................................... 80
1. Populasi......................................................................... 81
2. Sampel............................................................................ 81
D. Variabel dan Definisi Operasional........................................ 81
E. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data............... 88
1. Teknik Pengumpulan Data............................................... 88
2. Instrumen Penelitian......................................................... 89
F. Uji Validitas dan Reliabilitas................................................ 90
1. Uji Validitas.................................................................... 90
2. Uji Reliabilitas................................................................ 91
G. Teknik Analisis Data............................................................. 92
1. Analisis Statistik Deskriptif............................................ 92
2. Analisis Jalur...................................................................
93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 97
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian..................................... 97
1. Kelembagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor............. 97
2. Ketenagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor................ 101
3. Penyelenggaran Penyuluhan di Kabupaten Bogor.......... 102
4. Ringkasan Gambaran Umum.......................................... 106
B. Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor.............. 106
1. Sejarah Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten
Bogor………………………………………………….. 106
2. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh………… 110
3. Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Cyber
Extension Kabupaten....................................................... 113
4. Kualitas Informasi Cyber Extension............................... 115
5. Faktor Penunjang Cyber Extension ................................ 118
C. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension...... 121
1. Karakteristik Penyuluh.................................................... 121
2. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension................. 128
3. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber
Extension…..................................................................... 134
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh
dalam Pemanfaatan Cyber Extension...................................
137
1. Hubungan Antar Variabel............................................... 137
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh
dalam Pemanfaatan Cyber Extension.............................
149
a. Faktor Penunjang Cyber Extension........................... 149
b. Kualitas Informasi Cyber Extension......................... 151
c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh.......... 153
d. Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator
Cyber Extension Kabupaten......................................
153
e. Karakteristik Penyuluh.............................................. 154
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension...........
156
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
E. Pembahasan…....................................................................... 156
1. Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor........ 156
2. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension 157
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh
dalam Pemanfaatan Cyber Extension.............................
161
a. Faktor Penunjang Cyber Extension.......................... 161
b. Kualitas Informasi Cyber Extension......................... 164
c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh.......... 165
d. Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator
Cyber Extension Kabupaten.....................................
166
e. Karakteristik Penyuluh.............................................. 167
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension........... 170
4. Upaya-upaya Perbaikan Kinerja Penyuluh dalam
Pemanfaatan Cyber Extension........................................ 173
BAB V. PENUTUP…................................................................................ 176
A. Kesimpulan…........................................................................ 176
B. Implikasi…............................................................................. 177
C. Saran…................................................................................... 178
DAFTAR PUSTAKA……........................................................................ 182
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Hal.
1. Jumlah Sampel yang Diambil dalam Penelitian….............................................. 81
2. Sebaran BP3K di Kabupaten Bogor Tahun 2012…............................................ 100
3. Sebaran Jumlah Penyuluh Berdasarkan Status Kepegawaian dan Tempat
Kerja di Kabupaten Bogor…............................................................................... 102
4. Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Bogor…............................ 105
5. Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan di Kabupaten Bogor
Tahun 2012…...................................................................................................... 106
6. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi yang Dikerjakan Melalui
Percakapan….......................................................................................................
110
7. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Pertemuan…................. 111
8. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Media Perantara…....... 112
9. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan
Administrator Kabupaten melalui Sekedar Berkomunikasi….......….......…...... 113
10. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan
Administrator Kabupaten melalui Tukar Menukar Informasi…......................... 114
11. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan
Administrator Kabupaten melalui Konsultasi…..............…............................... 114
12. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk
Kesesuaian Informasi……..............…................................................................ 116
13. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk
Aktualitas Informasi…..............…...................................................................... 117
14. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk
Sumber yang Dipercaya…..............…................................................................ 118
15. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang
Cyber Extension melalui Kebijakan…..............….............................................. 119
16. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang
Cyber Extension melalui Sarana Prasarana…..............…................................... 120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
17. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang
Cyber Extension melalui Pembiayaan…..............…........................................... 121
18. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur…..............…............... 122
19. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendidikan…..............…....... 122
20. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Masa Kerja…..............…...... 123
21. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Sarana
Teknologi Informasi…..............…......................................................................
124
22. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Alamat E-mail. 125
23. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Motivasi Penyuluh…............ 126
24. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Sikap Penyuluh terhadap
Teknologi Informasi Internet….............…..............…..............…...................... 127
25. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber
Extension terkait dengan Persepsi terhadap Manfaat….............…..................... 129
26. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber
Extension terkait dengan Persepsi terhadap Kemudahan Aplikasi….................. 131
27. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber
Extension terkait dengan Persepsi terhadap Pembiayaan…................................ 133
28. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan
Cyber Extension melalui Aksesbilitas….............…..............….......................... 135
29. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan
Cyber Extension melalui Pemanfaatan Informasi Cyber Extension bagi
Kegiatan Penyuluhan…............…..............…..............…..............…................
136
30. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan
Cyber Extension melalui Pengenalan Cyber Extension kepada
Petani/Kelompok Tani……..............….............…............…..............................
137
31. Uji Korelasi Variabel Penelitian…............….............…..............….................
138
32. Nilai Koefisien Jalur dan Koefisien Korelasi…..................................................
139
33. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension,
Komunikasi Antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten, serta
Karakteristik Penyuluh terhadap Kualitas Informasi Cyber Extension…..........
141
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
34. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension dan
Kualitas Informasi Cyber Extension terhadap Sosialisasi Cyber Extension
kepada Penyuluh….............…..............…..............…..............….......................
142
35. Hasil Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Sosialisasi Cyber
Extension kepada Penyuluh, dan Karakteristik Penyuluh terhadap Komunikasi
antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten…..........................…................
143
36. Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas
Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh,
Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, dan Karakteristik
Penyuluh terhadap Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension…..................
144
37. Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas
Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh,
Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, Karakteristik
Penyuluh, Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension, terhadap Kinerja
Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…...........................….............
146
38. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension
terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…................
150
39. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Kualitas Informasi Cyber Extension
terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…................
152
40. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Karakteristik Penyuluh terhadap
Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension…...............................
154
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal.
1. Halaman Muka Situs Cyber Extension (http://cybex.deptan.go.id/)... 28
2. Sistem Jaringan Informasi Cyber Extension….................................... 33
3. Diagram Konsep Kerangka Berpikir Hubungan Antar Peubah yang
akan Diuji dalam Penelitian….............................................................
76
4. Diagram Analisis dari Kerangka Berpikir…....................................... 94
5. Diagram Jalur Hasil Analisis Statistik …............................................ 140
6. Diagram Jalur Pengaruh Signifikan dan Tidak Signifikan….............. 148
1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal.
1. Jadwal Penelitian…………………………………………………………. 190
2. Surat Ijin Penelitian………………………………………………………. 191
3. Pengukuran Variabel……………………………………………………... 193
4. Kisi-kisi Instrumen……………………………………………………….. 200
5. Uji Validitas dan Realiabilitas…………………………………………… 203
6. Uji Normalitas Data……………………………………………………… 205
7. Uji Pengaruh …………………………………………………………….. 212
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Purnomojati Anggoroseto. 2012. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension di Kabupaten Bogor. TESIS.
Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II : Dr. Sapja Anantanyu, SP,
M.Si. Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret.
ABSTRAK
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2012. Penelitian ini
bertujuan (1) mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor;
(2) mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber
extension di Kabupaten Bogor; (3) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber
extension di Kabupaten Bogor; dan (4) merumuskan upaya-upaya perbaikan
kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten
Bogor.
Sebanyak 98 penyuluh dipilih dengan teknik stratified random sampling
sebagai sampel penelitian. Jenis penelitian yaitu penelitian survey. Dalam
penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan
analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension: (1) melakukan aksesbilitas terhadap cyber extension
(mencari informasi, memberikan umpan balik, penyampaian informasi), (2)
memanfaatkan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan
(3) mengenalkan cyber extension kepada petani termasuk dalam kriteria sangat
rendah untuk masing-masing indikator.
Faktor yang mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension adalah sosialisasi cyber extension kepada penyuluh,
komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension kabupaten, dan
persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor yang tidak mempengaruhi
langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfataan cyber extension adalah
faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension, dan
karakteristik penyuluh. Komunikasi antara penyuluh dan administator cyber
extension kabupaten merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Kata kunci: penyuluh pertanian, cyber extension, kinerja dalam pemanfaatan
cyber extension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Purnomojati Anggoroseto. 2012. Factors Affect Performance of Agricultural
Extension Worker in The Use of Cyber Extension in Bogor District. THESIS.
Supervisor I: Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II: Dr. Sapja Anantanyu, SP,
M.Si. Extension Development Studies Program, Post-Graduate, Sebelas Maret
Unversity.
ABSTRACT
The research was conducted in April through May 2012. The purpose of this
study were: 1) to describe the implementation of cyber extension in Bogor
District, (2) to describe the performance level of agricultural extension workers in
the use of cyber extension in Bogor District, (3) analyze the factors affecting the
performance of agricultural extension in use cyber extension in Bogor District; (4)
formulate a performance improvement efforts of agricultural extension workers in
the use of cyber extension in Bogor District.
A total of 98 agricultural extension workers were selected by stratified
random sampling technique as sample of research. This type of research is survey
method. In this study, data analysis techniques used were descriptive statistics and
path analysis. The results indicated that the performance of agricultural extension
workers in the use of cyber extension which includes accessibility, utilization of
cyber extension information for extension activities, and the introduction of cyber
extension to farmers included in the criteria is very low for each indicator.
Factors that affect directly the performance of agricultural extension
workers in the use cyber extension is the socialization cyber extension to
agricultural extension, communication between agricultural extension workers
and cyber extension distric-level administrators, and the perceptions of
agricultural extension workers on cyber extension. While the factors that do not
directly affect the performance of agricultural extension workers in the use of
cyber extension is the supporting factors of cyber extension, quality information
from the cyber extension, characteristics of agricultural extension workers.
Communication between agricultural extension workers and cyber extension
distric-level administrators into the factors that most affect the performance of
agricultural extension workers in the use of cyber extension.
Key word: agricultural extension workers, cyber extension, performance in the use
cyber extension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
Purnomojati Anggoroseto. S621008003. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension di Kabupaten Bogor.
TESIS. Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II : Dr. Sapja
Anantanyu, SP, M.Si. Program Studi Penyuluhan Pembangunan, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.
ABSTRAK
Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Mei 2012. Penelitian ini
bertujuan (1) mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor;
(2) mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber
extension di Kabupaten Bogor; (3) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi terhadap kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber
extension di Kabupaten Bogor; dan (4) merumuskan upaya-upaya perbaikan
kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension di Kabupaten
Bogor.
Sebanyak 98 penyuluh dipilih dengan teknik stratified random sampling
sebagai sampel penelitian. Jenis penelitian yaitu penelitian survey. Dalam
penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan
analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension: (1) melakukan aksesbilitas terhadap cyber extension
(mencari informasi, memberikan umpan balik, penyampaian informasi), (2)
memanfaatkan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan
(3) mengenalkan cyber extension kepada petani termasuk dalam kriteria sangat
rendah untuk masing-masing indikator.
Faktor yang mempengaruhi langsung terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension adalah sosialisasi cyber extension kepada penyuluh,
komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension kabupaten, dan
persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor yang tidak mempengaruhi
langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfataan cyber extension adalah
faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension, dan
karakteristik penyuluh. Komunikasi antara penyuluh dan administator cyber
extension kabupaten merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Kata kunci: penyuluh pertanian, cyber extension, kinerja dalam pemanfaatan
cyber extension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
Purnomojati Anggoroseto. S621008003. Factors Affect Performance of
Agricultural Extension Worker in The Use of Cyber Extension in Bogor
District. THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. Ir. Totok Mardikanto, MS, II: Dr. Sapja
Anantanyu, SP, M.Si. Extension Development Studies Program, Post-Graduate,
Sebelas Maret Unversity.
ABSTRACT
The research was conducted in April through May 2012. The purpose of this
study were: 1) to describe the implementation of cyber extension in Bogor
District, (2) to describe the performance level of agricultural extension workers in
the use of cyber extension in Bogor District, (3) analyze the factors affecting the
performance of agricultural extension in use cyber extension in Bogor District; (4)
formulate a performance improvement efforts of agricultural extension workers in
the use of cyber extension in Bogor District.
A total of 98 agricultural extension workers were selected by stratified
random sampling technique as sample of research. This type of research is survey
method. In this study, data analysis techniques used were descriptive statistics and
path analysis. The results indicated that the performance of agricultural extension
workers in the use of cyber extension which includes accessibility, utilization of
cyber extension information for extension activities, and the introduction of cyber
extension to farmers included in the criteria is very low for each indicator.
Factors that affect directly the performance of agricultural extension
workers in the use cyber extension is the socialization cyber extension to
agricultural extension, communication between agricultural extension workers
and cyber extension distric-level administrators, and the perceptions of
agricultural extension workers on cyber extension. While the factors that do not
directly affect the performance of agricultural extension workers in the use of
cyber extension is the supporting factors of cyber extension, quality information
from the cyber extension, characteristics of agricultural extension workers.
Communication between agricultural extension workers and cyber extension
distric-level administrators into the factors that most affect the performance of
agricultural extension workers in the use of cyber extension.
Key word: agricultural extension workers, cyber extension, performance in the use
cyber extension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pertanian berkelanjutan membutuhkan metoda penyuluhan
yang efisien dan dinamis. Metode penyuluhan tidak langsung melalui media
massa konvensional, seperti: koran, leaflet, radio dan televisi, telah menghadapi
beberapa tantangan dalam menyampaikan informasi kepada petani. Media
massa cetak yang selama ini menjadi media utama dalam proses penyampaian
informasi pertanian yang didistribusikan melalui fasilitas pos udara, seringkali
terlambat sampai di tempat tujuan apalagi di daerah-daerah yang sangat jauh,
terpencil dan sarana transportasinya yang masih belum memadai. Bukan hanya
kendala keterbatasan distribusi saja, namun jumlahnya relatif terbatas, dan
memerlukan biaya pencetakan serta biaya transportasi yang besar.
Dukungan yang diperankan oleh media massa elektronik seperti televisi
dan radio, kadangkala penayangannya masih belum tepat waktu, tepat tempat
dan tepat sasaran. Penyampaian materi penyuluhan melalui media elektronik
seperti televisi dan radio bukan hanya memerlukan biaya yang sangat besar,
namun juga waktu tayangnya sangat terbatas dan belum tentu dapat diterima
oleh para petani sampai ke pelosok-pelosok. Pendekatan ini belum mampu
menjangkau sebagian besar petani.
Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini, kebutuhan petani jauh lebih beragam
dan pengetahuan yang diperlukan untuk mengatasi persoalan petani juga
beragam pula, sehingga penyuluh di tingkat lapangan dituntut dalam berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bidang. Pada era ini, dimungkinkan untuk menemukan solusi tersebut dengan
menggunakan potensi teknologi informasi komunikasi berbasis komputer untuk
memenuhi kebutuhan informasi spesifik lokasi.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dampak globalisasi ditandai dengan
meluasnya perkembangan infrastruktur informasi global yang difasilitasi oleh
pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Penyuluhan pun perlu
didukung sistem informasi yang kuat dan jelas, sehingga percepatan informasi
dapat tepat waktu, tepat tempat, dan tepat sasaran. Berkaitan dengan hal ini
Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Pertanian (Badan PPSDMP) memodifikasi penyusunan dan penyebaran
informasi penyuluhan pertanian melalui jaringan yang terkoneksi dengan
internet yang disebut dengan cyber extension (Badan PPSDMP, 2010). Secara
singkat dapat dikatakan bahwa cyber extension merupakan sistem informasi
penyuluhan pertanian melalui media internet (berbasis informasi teknologi) yang
dibangun untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi
pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis
pelaku utama dan pelaku usaha (Badan PPSDMP, 2010).
Pada awal diluncurkan (tahun 2010), sistem informasi cyber extension
terdapat kritik bahwa kehadiran cyber extension ini akan "mengancam"
kemapanan penyuluh yang masih menjalankan tugasnya dengan cara lama
(konvensional). Selain itu, para penyuluh akan dibebani keharusan untuk belajar
mengetahui bagaimana cara berinternet untuk mendapatkan materi ataupun
informasi penyuluhan. Padahal selama ini, mereka tinggal menunggu pasokan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
leaflet, brosur, dan bahan informasi penyuluhan lainnya yang disiapkan oleh
pemerintah. Namun di sisi lain, ada pihak yang mengatakan, bahwa dengan
adanya cyber extension diharapkan dapat mengatasi keterbatasan dan
kesenjangan sumber informasi yang digunakan penyuluh sebagai materi
penyuluhan selama ini.
Dengan adanya sumber informasi cyber extension yang dapat
dimanfaatkan oleh penyuluh, maka diharapkan dapat mendukung kinerja para
penyuluh pertanian, baik dalam mengakses cyber extension, memanfaatkan
informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan, dan mengenalkan cyber
extension kepada petani. Sehingga dengan kata lain bahwa melalui cyber
extension dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para penyuluh
pertanian, karena adanya dukungan penyediaan informasi yang memadai
sebagai bahan untuk memfasilitasi proses pembelajaran bagi petani.
Sesuai dengan Undang-Undang No 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, menyebutkan bahwa bentuk
kelembagaan penyuluhan di setiap kecamatan adalah Balai Penyuluhan. Balai
Penyuluhan mempunyai kegiatan yang salah satunya sebagai layanan terpadu
informasi melalui cyber extension (Badan PPSDMP, 2010).
Pada tahun 2010, Kementerian Pertanian terus mengembangkan Balai
Penyuluhan yang berada di setiap kecamatan sebagai pusat informasi pertanian
melalui pengembangan cyber extension (penyuluhan melalui internet). Sebanyak
724 (18,32%) Balai Penyuluhan Kecamatan dari 3.953 Balai Penyuluhan
Kecamatan yang ada di Indonesia dibantu oleh Kementerian Pertanian satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
perangkat alat komputer dan pendukung untuk bisa mengakses cyber extension
pada tahun 2010 (Badan PPSDMP, 2010). Berkaitan dengan segala upaya-upaya
tersebut, perlu diketahui faktor-faktor yang akan mempengaruhi kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
B. Perumusan Masalah
Informasi pertanian menjadi salah satu faktor kunci dalam pencapaian
keberhasilan penyuluhan pertanian. Cyber extension adalah suatu program
sistem informasi penyuluhan pertanian yang baru saja diluncurkan pada tahun
2010. Keberadaan cyber extension membawa konsekuensi dan tuntutan kepada
penyuluh pertanian untuk lebih proaktif mencari informasi bagi materi
penyuluhan yang dibutuhkankan penyuluh, daripada hanya menunggu kiriman
materi penyuluhan pertanian dari pemerintah.
Namun di lain pihak, menurut penelitian Suryantini (2003), penggunaan
sumber informasi pertanian melalui media elektronik internet oleh penyuluh di
Kabupaten Bogor adalah nol persen. Para penyuluh masih mengandalkan
media elektronik lain seperti televisi dan radio sebagai sumber informasi bagi
kegiatan penyuluhan. Hal ini disebabkan kondisi Balai Penyuluhan Pertanian di
Kabupaten Bogor belum memiliki sarana komputer untuk mengakses informasi
di internet. Kondisi tersebut mempengaruhi kinerja dalam pemanfaatan sumber
informasi dari internet. Informasi dari internet tidak dipilih sebagai sumber
informasi, padahal penyuluh dituntut mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, selain itu kebutuhan informasi yang dibutuhkan
petani lebih beragam dan spesifik lokasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Diawali pada tahun 2010, Badan PPSDMP memfasilitasi seperangkat
komputer dan pendukungnya untuk mengakses cyber extension pada enam
Balai Penyuluhan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) di
Kabupaten Bogor yaitu BP3K Cibinong, BP3K Leuwiliang, BP3K Cigudeg,
BP3K Jonggol, BP3K Cibungbulang, dan BP3K Cariu. Cyber extension yang
dikembangkan oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian,
Kementerian Pertanian, mengharapkan interaktif dari penyuluh dan adanya
respon atau umpan balik dari penyuluh terhadap informasi penyuluhan yang
disajikan. Keterlibatan yang aktif dari penyuluh dalam pemanfaatan sistem
informasi penyuluhan cyber extension adalah respon positif untuk menunjang
terhadap peningkatan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension tersebut diduga
dipengaruhi oleh berbagai faktor, sehingga hal ini menarik untuk dikaji. Untuk
itu, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di
Kabupaten Bogor?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan
cyber extension di Kabupaten Bogor?
4. Bagaimana upaya-upaya perbaikan peningkatan kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor.
2. Mendeskripsikan tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber
extension di Kabupaten Bogor.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension di Kabupaten Bogor.
4. Merumuskan upaya-upaya perbaikan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan
cyber extension di Kabupaten Bogor.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dalam penelitian ini, yaitu diharapkan memberikan
gambaran yang sebenarnya terkait kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten
Bogor dalam pemanfaatan cyber extension dan dapat dipergunakan sebagai
bahan keilmuan di bidang penyuluhan pembangunan. Manfaat praktisnya
bahwa:
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan
dan sumbangan pemikiran bagi penentu kebijakan di tingkat pusat maupun
di tingkat daerah dalam meningkatkan kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension;
2. Bagi peneliti, maka kegiatan penelitian ini dapat menjadi media belajar,
terutama dengan penerapan teori-teori yang dipelajari saat menempuh
studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Penyuluhan
Istilah penyuluhan (extension), pertama-tama digunakan pada
pertengahan abad ke-19 oleh Cambridge University dan Oxford University.
Berbagai istilah yang dipakai oleh negara-negara lain seperti di Belanda
disebut voorlichting, di Jerman dikenal dengan beratung, di Perancis yaitu
vulgarization, di Spanyol sebagai capacitacion. Banyak kalangan yang
menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan
dibangunnya Kebun Raya Bogor pada tahun 1817. Prof. Iso Hadiprodjo
(almarhum) menunjukkan bahwa pada tahun 1905, yaitu bersamaan dengan
dibukanya Departemen Pertanian, yang antara lain memiliki tugas
melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian sebagai awal kegiatan
penyuluhan pertanian di Indonesia. Hal ini disebabkan, kegiatan “penyuluhan”
sebelum tahun 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam
rangka “tanam paksa” (Mardikanto, 2009).
Leeuwis (2004) menyatakan, istilah penyuluh di negara Belanda
menggunakan kata voorlicthing, kata tersebut berarti “penerangan jalan ke
depan untuk membantu orang menemukan jalannya”. Indonesia sendiri
mengikuti contoh Belanda, sehingga berbicara penerangan jalan ke depan sama
dengan obor (penyuluhan). Nasution (2002) mengemukakan, bahwa secara
etimologi, maka penyuluhan bersumber dari kata suluh yang berarti “obor”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
ataupun alat untuk menerangi kegelapan. Dari asal perkataan tersebut, dapat
diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untk memberi penerangan ataupun
penjelasan kepada mereka yang disuluhi, agar tidak lagi berada dalam
kegelapan mengenai suatu masalah.
Secara terminologi, maka penyuluhan dapat diartikan bermacam-macam.
Penyuluhan dapat diartikan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk
menyediakan informasi kepada masyarakat, membantu masyarakat mengambil
keputusan yang sesuai dengan kondisi mereka untuk membangun masyarakat
yang kesemuanya itu bertujuan untuk merubah perilaku, menyadarkan
masyarakat tentang masalah yang dihadapi dan membantu masyarakat untuk
dalam memecahkan masalah tersebut (Dahama dan Bhatnagar, 1980). Van den
Ban dan Hawkins (1999) menyatakan, penyuluhan melibatkan penggunaan
komunikasi informasi secara sadar, untuk membantu orang membentuk opini
dan membuat keputusan yang baik.
Amanah (2007) mengemukakan, bahwa istilah penyuluhan seringkali
diasosiasikan dengan penerangan atau propaganda oleh khalayak, padahal
makna penyuluhan tidaklah sedangkal itu. Penyuluhan dapat dipandang
sebagai sebuah ilmu dan tindakan praktis. Sebagai sebuah ilmu, pondasi ilmiah
penyuluhan adalah ilmu tentang perilaku (behavioural science). Di dalamnya
ditelaah pola pikir, tindak, dan sikap manusia dalam menghadapi kehidupan.
Jadi, subyek telaah ilmu penyuluhan adalah manusia sebagai bagian dari
sebuah sistem sosial, obyek materi ilmu penyuluhan adalah perilaku yang
dihasilkan dari proses pendidikan dan atau pembelajaran, proses komunikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
dan sosial. Sebagai sebuah ilmu, penyuluhan merupakan organisasi yang
tersusun dari bangunan pengetahuan dan pengembangan ilmu. Ilmu
penyuluhan mampu menjelaskan secara ilmiah transformasi perilaku manusia
yang dirancang dengan menerapkan pendekatan pendidikan orang dewasa,
komunikasi, dan sesuai dengan struktur sosial, ekonomi, budaya masyarakat,
dan lingkungan fisiknya.
Menurut Undang-undang tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan Nomor 16 Tahun 2006, pengertian penyuluhan
dijelaskan pada Bab I Pasal 1 (1): “penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan
yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku
utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan
mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi, pasar, teknologi,
permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta
meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup”.
Slamet (2006), mengajukan sembilan ciri paradigma baru dalam
penyuluhan. Menurutnya paradigma tersebut, bukan untuk mengubah prinsip-
prinsip penyuluhan tetapi untuk mampu merespon tantangan-tantangan baru
yang muncul dari situasi baru itu. Paradigma baru itu adalah sebagai berikut:
a. Jasa informasi, penyuluhan pertanian seyogyanya dapat berfungsi melayani
kebutuhan informasi para petani itu. Konsekuensi bagi penyuluhan
pertanian ialah harus mampu menyiapkan, menyediakan dan menyajikan
segala informasi yang diperlukan oleh para petani itu. Informasi-informasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
tentang berbagai komoditas pertanian dan informasi lain yang berhubungan
dengan pengolahan dan pemasarannya perlu dipersiapkan dan dikemas
dalam bentuk dan bahasa yang mudah dimengerti oleh para petani.
b. Lokalitas. Untuk dapat memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) dan lembaga sejenisnya harus lebih
difungsiaktifkan, bahkan diperluas penyebarannya sampai ke
kabupaten/kota dalam bentuk stasiun-stasiun percobaan dan penelitian.
Kegiatannya juga diperluas, bukan terbatas pada aspek teknologi budidaya
saja tetapi juga menyangkut aspek-aspek sosial-ekonomi-budaya pertanian
setempat. Informasi pasar dan bisnis setempat dan daerah yang lebih luas
juga perlu dihimpun dan disajikan. Materi yang diteliti haruslah materi yang
berasal dari permasalah riil yang sedang dihadapi para petani setempat.
Penelitian yang dilakukan di BPTP bukanlah asal penelitian, tetapi haruslah
penelitian yang bertujuan memecahkan masalah atau kebutuhan petani
setempat
c. Berorientasi agribisnis. Konsekuensinya para penyuluh pertanian harus
mereorientasi dirinya ke arah agribisnis, karena selama ini kurang sekali
mereka berorientasi ke arah itu. Prinsip-prinsip dan teknologi-teknologi
yang berkaitan dengan agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan
dipelajari oleh para penyuluh. Penyuluhan pertanian di masa depan tidak
terbatas pada aspek teknologi produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas
meliputi aspek ekonomi, teknologi pasca panen, teknologi pengolahan,
pengemasan, pengawetan, pengangkutan dan pemasaran. Kerjasama dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
koordinasi dengan badan-badan yang menangani pengolahan dan
menangani produk-produk olahan itu juga sangat perlu dilakukan oleh
lembaga penyuluhan pertanian.
d. Pendekatan kelompok, dengan terjadinya interaksi antar petani dalam
kelompok-kelompok itu sangat penting sebab itu merupakan forum
komunikasi yang demokratis di tingkat akar rumput. Melalui forum-forum
semacam itulah pemberdayaan ditumbuhkan yang akan berlanjut pada
tumbuh dan berkembangnya kemandirian rakyat petani, dan tidak
menggantungkan nasib dirinya pada orang lain, yaitu penyuluh sebagai
aparat pemerintah. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan di
kalangan petani juga akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui
pembinaan penyuluh pertanian. Konsekuensinya para penyuluh pertanian
perlu disiapkan dengan baik bagaimana cara membina kelompok dan
mengembangkan kepemimpinan kelompok agar kelompok itu tumbuh
menjadi kelompok tani yang dinamis. Kelompok-kelompok dengan
anggota-anggotanya yang sudah menjadi dinamis itu nantinya akan menjadi
kader dan pimpinan untuk melancarkan pembangunan masyarakat desa
yang benar-benar berasal dari bawah.
e. Fokus pada kepentingan petani.
Konsekuensinya adalah para penyuluh baik yang ada di lapangan maupun
yang ada di kantoran harus lebih mendekatkan dirinya dengan petani dan
lebih menghayati kepentingan-kepentingannya, serta mengubah pola
loyalitasnya kepada atasan dan instansi tempatnya bekerja. Prinsip ini juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
hanya akan dapat dilaksanakan bila penyuluhan pertanian di tingkat
lapangan diberi otonomi untuk menentukan sendiri bersama kelompok tani
program-program yang akan dilaksanakan. Dengan demikian kepentingan
petani dalam setiap kelompok dapat diperhatikan. Konsekuensi lainnya ialah
bahwa penyuluh pertanian harus benar-benar mampu mengidentifikasi
kepentingan petani dan menuangkannya dalam program-program
penyuluhan melalui kerjasama sejati dengan para petani.
f. Pendekatan humanistik-egaliter.
Pendekatan yang humanistik-egaliter semacam itu akan tumbuh sikap saling
menghargai antara penyuluh dan petani, dan akibat selanjutnya ialah
kepentingan-kepentingan petani akan mendapatkan perhatian utama dari
para penyuluh dan petani akan menghargai usaha-usaha penyuluh.
Konsekuensinya adalah para penyuluh pertanian perlu dibekali dengan
seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan masalah
komunikasi sosial, psikologi sosial, stratifikasi sosial, dan lain-lain agar
mereka mampu memerankan penyuluhan yang humanistik-egaliter itu.
g. Profesionalisme.
Penyuluhan pertanian di masa depan harus dapat dilaksanakan secara
profesional dalam arti penyuluhan itu tepat dan benar secara teknis, sosial,
budaya dan politik serta efektif karena direncanakan, dilaksanakan dan
didukung oleh tenaga-tenaga ahli dan terampil yang telah disiapkan secara
baik dalam suatu sistem penyuluhan pertanian yang baik pula. Penyuluhan
yang profesional itu juga didukung oleh faktor-faktor pendukung yang tepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dan memadai, seperti peralatan dan fasilitas lainnya, informasi, data, dan
tenaga-tenaga ahli yang relevan. Konsekuensi yaitu perlu dilakukan
penataan dan peningkatan dari lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan
yang menangani tenaga-tenaga penyuluh itu.
h. Akuntabilitas, perlu diciptakan sistem evaluasi dan akuntabilitas yang dapat
dioperasikan secara tepat dan akurat, setiap jenis kegiatan penyuluhan harus
jelas dan terukur tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan
dengan hasil dan dampak dari penyuluhan tersebut.
i. Memuaskan petani. Petani akan merasa puas bila penyuluhan itu memenuhi
sebagian ataupun semua kebutuhan dan harapan petani. Ini berarti kegiatan
penyuluhan haruslah direncanakan untuk memenuhi salah satu atau
beberapa kebutuhan dan harapan petani. Konsekuensi yang ditimbulkan
adalah pendidikan, pelatihan dan keteladanan yang tepat dapat
menghasilkan tenaga-tenaga penyuluh yang mampu menyuluh dengan
sepenuh hati. Untuk itu, lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan untuk
para penyuluh harus disiapkan untuk dapat mengemban misi semacam itu.
Selain itu, fasilitas yang memadai di lembaga-lembaga penyuluhan
pertanian seperti perpustakaan, internet dan jaringan kerjasama dengan
instansi-instansi terkait juga akan sangat membantu para penyuluh untuk
dapat memberi pelayanan penyuluhan sepenuh hati itu.
Tujuan utama dari pendekatan-pendekatan baru yang diuraikan di atas
adalah memberdayakan petani sehingga menjadi petani yang mandiri, di mana
penyuluh lebih berperan sebagai fasilitator, pencari serta memberikan pilihan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
pilihan kepada petani. Petani mampu mengambil keputusan dengan pilihan
yang terbaik baginya, sehingga mampu meraih peluang dan menghadapi
tantangan globalisasi ekonomi. Hal ini sesuai dengan falsafah penyuluhan yang
dianut dalam penyuluhan pertanian, yaitu to help people to help themselves
through educational means to improve their level of living atau diartikan
“menolong orang agar orang tersebut dapat menolong dirinya sendiri melalui
penyuluhan sebagai sarananya untuk meningkatkan derajat kehidupannya“
(Slamet dalam Sadono, 2008).
Dalam perjalanannya, maka Mardikanto (2009) memberikan pemahaman
berbagai kegiatan penyuluhan, seperti: (1) penyebarluasan informasi; (2)
penerangan/penjelasan; (3) pendidikan non formal (luar sekolah); (4)
perubahan perilaku, (5) pemasaran inovasi (teknis dan sosial); (6) pemasaran
inovasi; (7) perubahan sosial (perilaku individu, nilai-nilai, hubungan antar
individu, kelembagaan, dan lain-lain); (8) pemberdayaan masyarakat, dan (9)
penguatan komunitas. Mardikanto (2009) telah meredefinisi istilah penyuluhan
sebagai: “proses perubahan sosial, ekonomi, dan politik untuk memberdayakan
dan memperkuat kemampuan masyarakat melalui proses belajar bersama yang
partisipatif, agar terjadi perubahan perilaku pada diri semua stakeholders
(individu, kelompok, kelembagaan) yang terlibat dalam proses pembangunan,
demi terwujudnya kehidupan yang semakin berdaya, mandiri, dan partisipatif
yang semakin sejahtera secara berkelanjutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2. Penyuluh Pertanian
Istilah "penyuluh" itu sendiri, oleh Kelsey and Hearne dalam Mardikanto
(2009) disebut pekerja-penyuluhan (extension workers). Sedang Lippit dan
Rogers dalam Mardikanto (2009) disebut sebagai “agen perubahan (change
agent), yaitu seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan
berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh (calon) penerima manfaat penyuluhan untuk mengadopsi
inovasi. Untuk itu, seorang penyuluh haruslah professional, dalam arti
memiliki kualifikasi tertentu baik yang menyangkut kepribadian,
pengetahuan, sikap, dan ketrampilan menyuluh tertentu.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan, mendefinisikan penyuluh
pertanian, perikanan, atau penyuluhan kehutanan, baik penyuluh Pegawai
Negeri Sipil, swasta, maupun swadaya yang selanjutnya disebut penyuluh
adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukan kegiatan
penyuluhan. Dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, maka penyuluh
dibagi menjadi tiga ketegori yaitu:
1. Penyuluh pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut Penyuluh PNS
adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada
satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk
melaksanakan kegiatan penyuluhan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2. Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha/dan atau
lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan;
3. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya
dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadaran sendiri mau dan
mampu menjadi penyuluh.
Mardikanto (2009) menjelaskan ragam penyuluh pertanian berdasarkan
status dan lembaga tempatnya berkerja maka penyuluh dibedakan dalam:
1. Penyuluh Pegawai Negeri Sipil (PNS), yaitu pegawai negeri yang
ditetapkan dengan status jabatan fungsional sebagai penyuluh.
Penyuluh pertanian PNS mulai dikenal sejak awal 1970 seiring dengan
dikembangkannya konsep “catur sarana unit desa” dalam program
BIMAS. Sedang jabatan fungsional penyuluh, mulai dibicarakan sejak
pelaksanaan proyek penyuluhan tanaman pangan (National Food Crops
Extension Project/NFCEP) sejak tahun 1976.
2. Penyuluh Swasta, yaitu penyuluh pertanian yang berstatus sebagai
karyawan perusahaan swasta (produsen pupuk, pestisida, perusahaan
benih/benih/alat/mesin pertanian, dan lain-lain)
Termasuk kategori penyuluh swasta adalah, penyuluh dari lembaga
swadaya masyarakat (LSM)
3. Penyuluh swadaya, yaitu petani atau warga masyarakat yang secara
sukarela melakukan kegiatan penyuluhan di lingkungannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Termasuk dalam kelompok ini adalah, penyuluh yang diangkat dan atau
memperoleh imbalan dari dan oleh masyarakat di lingkungannya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006, tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan pada Bab VI tentang
Tenaga Penyuluh dijelaskan pada Pasal 20 sebagai berikut:
1. Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta dan atau
penyuluh swadaya.
2. Pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS disesuaikan dengan
kebutuhan dan formasi yang tersedia berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
3. Keberadaan penyuluh swasta dan penyuluh swadaya bersifat mandiri
untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.
Rahadian, dkk. (2003), mengemukakan bahwa penempatan penyuluh di
era otonomi daerah hendaknya tidak melupakan pertimbangan-pertimbangan
(1) atas dasar kebutuhan; (2) atas usul yang bersangkutan dan asas domisili
tenaga fungsional yang memungkinkan penyuluh dapat melayani setiap saat;
(3) kesesuaian profesi penyuluh atau latar belakang pendidikan penyuluh
dengan bidang permasalahan pembangunan pertanian yang spesifik di desa-
desa wilayah binaannya.
Dalam rangka melaksanakan kebijakan satu desa satu penyuluh, maka
pada tahun 2007, 2008, 2009 Kementerian Pertanian mengangkat Tenaga
Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) sekitar 26.000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
orang (6.000 orang pada tahun 2007, 10.000 orang tahun 2008, dan 10.000
orang tahun 2009). THL-TBPP adalah Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian
yang direkrut Kementerian Pertanian selama kurun waktu tertentu dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya dalam kegiatan penyuluhan pertanian
(Kementerian Pertanian, 2009).
Pemanfaatan cyber extension bukan hanya ditujukan kepada penyuluh
PNS, tetapi juga bagi berbagai status penyuluh pertanian seperti penyuluh
swasta, swadaya, dan THL-TBPP (Badan PPSDMP, 2010). Menurut Bansir
(2008), maka status penyuluh PNS membuat seseorang dapat merasakan kerja
dengan tenang dan memberikan jaminan masa tua, sehingga dapat lebih fokus
dalam melaksanakan tugasnya di lapangan.
Indraningsih (2010) menyatakan dalam beberapa kasus THL-TB PP
diragukan integritasnya. Dengan status sebagai tenaga kontrak, dianggap
sebagai batu loncatan untuk mencari pekerjaan yang lebih permanen.
3. Cyber Extension
a. Konsep Cyber Extension
Pengembangan cyber extension sebagai sistem informasi penyuluhan,
tidak bisa terlepas dengan teknologi informasi. Terkait dengan istilah
teknologi informasi, maka Indrajit (2010) menyatakan bahwa, istilah tersebut
mulai dipergunakan secara luas di pertengahan tahun 1980-an. Teknologi ini
merupakan pengembangan dari teknologi komputer yang dipadukan dengan
teknologi telekomunikasi. Definisi kata ‘informasi’ sendiri secara
internasional telah disepakati sebagai ‘hasil dari pengolahan data’ yang secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
prinsip memiliki nilai (value) yang lebih dibandingkan dengan data mentah.
Komputer merupakan bentuk teknologi informasi pertama (cikal bakal) yang
dapat melakukan proses pengolahan data menjadi informasi. Dalam kurun
waktu yang kurang lebih sama, kemajuan teknologi telekomunikasi terlihat
sedemikian pesatnya, sehingga telah mampu membuat dunia menjadi terasa
lebih kecil (mereduksi ruang dan waktu). Dari sejarah ini dapat disimpulkan
bahwa, yang dimaksud dengan teknologi informasi adalah suatu teknologi
yang berhubungan dengan pengolahan data menjadi informasi dan proses
penyaluran data/informasi tersebut dalam batas-batas ruang dan waktu.
Hermawan (2007) menyatakan bahwa, adanya mekanisme baru dalam
perkembangan teknologi informasi menyebabkan terjadi perubahan dalam
berkomunikasi dengan ditandainya penggunaan multimedia dimana teks,
suara, gambar atau grafis dapat diakses sekaligus dalam seperangkat media.
Masyarakat masa kini dapat mengakses informasi secara cepat dan lengkap
melalui penggunaan alat komunikasi seperti telepon rumah, telepon genggam,
televisi, komputer, dan berbagai media elekroniknya yang telah dilengkapi
jaringan internet. Hearn dan Tanner (2009) mengemukakan bahwa, internet
dapat memberikan beragam informasi tentang hampir semua topik
pembangunan ekonomi. Ada banyak layanan data khusus yang memberikan
informasi tentang topik yang menarik bagi pembangunan ekonomi. Sektor
publik dan swasta sebagai sumber data, dapat menyediakan informasi dan
data langsung dari internet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Terkait dengan teknologi informasi komunikasi (TIK) tersebut, maka
Sharma, Director Information Technology, Documentation & Publications
National Institute of Agricultural Extension Management India, memberikan
istilah tentang pemanfaatan teknologi informasi komunikasi untuk
penyuluhan pertanian dengan sebutan “cyber extension” (Subejo, 2008).
Sharma (2005) mendefinisikan cyber extension adalah penyuluhan melalui
cyber space yaitu menggunakan kekuatan jaringan on-line, komunikasi
komputer dan multimedia interaktif digital untuk memfasilitasi
penyebarluasan teknologi pertanian. Wijekoon et al., (2006) menjelaskan
bahwa cyber extension adalah mekanisme pertukaran informasi pertanian
melalui area cyber, suatu ruang imajiner-maya di balik interkoneksi jaringan
komputer melalui peralatan komunikasi. Cyber extension ini memanfaatkan
kekuatan jaringan, komunikasi komputer dan multimedia interaktif untuk
memfasilitasi mekanisme berbagi informasi atau pengetahuan
Sharma (2005) menjelaskan bahwa, cyber extension akan efektif apabila
memperhatikan dan menggunakan: (1) penggunaan informasi dan komunikasi
teknologi, (2) jaringan nasional dan jaringan informasi internasional, (3)
internet, (4) ahli sistem informasi teknologi, (5) multimedia pembelajaran
sistem dan komputer pelatihan berbasis sistem untuk meningkatkan akses
informasi kepada petani, (6) penyuluh, (7) penelitian, (8) para
ilmuwan/peneliti dan (9) manajer penyuluhan. Melalui cyber extension
diharapkan untuk memperluaskan jangkauan komunikasi, menambah
mutu/kualitas informasi, mengurangi biaya-biaya, mengurangi waktu dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
mengurangi ketergantungan pada banyak orang para “aktor” di dalam rantai
sistem penyuluhan (Ponniah, et al. 2008).
b. Pengalaman Cyber Extension di Negara Lain
1) India
Cyber Extension di negara Asia juga telah dilaksanakan oleh India
pada tahun 2003 (Sharma, 2006). Sharma (2006) menambahkan bahwa
National Institute of Agricultural Extension Management (MANAGE),
Hyderabad, India telah mengambil sejumlah proyek inovatif untuk
memberikan informasi dan konektivitas komunikasi untuk para petani
dan keluarga petani di daerah pedesaan, di bawah bendera "Cyber
Extension". Proyek-proyek ini meliputi: (1) menghubungkan lebih dari
25 distrik, 400 blok di internet; (2) mengimplementasikan teknologi
nirkabel di Local Loop dalam pertanian untuk menyediakan konektivitas
telepon dan internet untuk penduduk pedesaan; (3) menghubungkan lebih
dari 40 lembaga-lembaga tingkat nasional pada dua arah video
conferencing : dan (5) menyediakan Video Conferencing akses kepada
kelompok petani dan pertanian-keluarga di Pedesaan melalui Handphone
V-SAT Van. MANAGE dengan demikian sangat sadar terlibat dalam
mengkonsolidasikan pembelajaran dari semua inisiatif teknologi
informasi dan komunikasi di India dan luar negeri (Sharma, 2006).
Elemen cyber extension adalah (1) E-mail; (2) Penyuluhan/penyebaran
informasi pertanian berbasis web; (3) Sistem interaktif dalam
pengendalian hama dan penyakit; (4) Internet browsing untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
penyuluhan pertanian; (5) Video Conferencing- Static, Mobile; (6) Kisan
Call Centers; (7) Satelite Communication Networks (Sharma, 2005)
Sharma (2005) menjelaskan bahwa, pihak-pihak atau pemangku
kepentingan yang terlibat dalam Cyber Extension di India adalah: (1)
pemerintah pusat/ Central Government Initiatives (departemen terkait),
(2) dukungan pemerintah daerah/ State Government Supported; (3) sektor
perusahaan/ Corporate Sector Initiatives; (4) LSM dan sektor swasta/
NGOs and other private Sector. Ponniah et al. (2008) mengemukakan
bahwa, cyber extension yang dikembangkan di India tidak dimaksudkan
untuk menggantikan sistem komunikasi yang berjalan, tetapi hanya untuk
menambah tingkat interaktif (komunikasi), menambahkan kecepatan
(informasi), memperdalam komunikasi dua arah, memperluas jangkauan,
dan juga memberikan pesan/informasi yang lebih mendalam.
2) Jepang
Salah satu model cyber extension yang telah dikembangkan di
Jepang dengan cukup pesat adalah computer network system yang
dikenal dengan Extension Information Network (EI-net). Sistim EI-net
merupakan sistem yang terintegrasi yang menggabungkan berbagai
pemangku kepentingan seperti pemerintah pusat, propinsi, lembaga
penelitian, perusahaaan pertanian, pasar, penyuluh dan petani (Subejo,
2008). Yamada dalam Subejo (2008) menginformasikan bahwa,
pemanfaatan computer network system skala nasional dalam bidang
penyuluhan pertanian telah dilakukan sejak tahun 1988 dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
permulaan pembangunan dan pemanfaatan 69 terminal di seluruh
Jepang. Jaringan tersebut utamanya mencakup lembar buletin pertanian
dan sistim e-mail yang difokuskan untuk mempercepat laju pertukaran
informasi antar pusat penyuluhan dan petugas penyuluh pertanian.
Jumlah terminal terus meningkat dan sistim jaringan juga berkembang
dari tahun ke tahun.
Pada sistim EI-net, dikembangkan sistim database dan sistem
komunikasi melalui e-mail. Database tersebut antara lain mencakup
berita pertanian, informasi pasar serta informasi cuaca. Pemerintah pusat
menyediakan data statistik hasil penelitian, dan lain-lain. Perusahaan
swasta pertanian menyediakan informasi terkait dengan pupuk, pestisida,
mesin dan peralatan pertanian, dan lain-lain. Pusat penyuluhan pertanian
menyediakan database yang mereka miliki untuk ditawarkan kepada
penyuluh pertanian. Database tersebut dimanfaatkan secara on-line dan
dapat diakses berulang-ulang sehingga memungkinkan membantu
menyelesaikan persoalan individu yang mengakses. Data yang telah
terakumulasi selanjutnya disimpan dalam host computer. EI-net juga
menawarkan fasilitas fax yang memungkinkan pengiriman dan
pemanfaatan dokumen yang berupa image. Pengguna EI-net tidak hanya
staf penyuluhan seperti penyuluh pertanian dan penyuluh home life serta
subject-matter specialists, namun dapat juga diakses oleh petani/individu
pengguna (Subejo, 2008).
3) Kenya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Kenya Agricultural Commodities Exchange (KACE) didukung oleh
perusahaan swasta mengembangkan Sistem Informasi Pasar (SIP)
melalui aplikasi TIK untuk membantu akses petani terhadap informasi
pasar dan harga komoditas pertanian yang dihasilkan petani miskin di
daerah perdesaan atau daerah terpencil di Kenya. Komponen dari SIP
KACE adalah: 1) Market information Points (MIPs); 2) Market
Information Centres (MICs); 3) Short Messaging Service (SMS); 4)
Interactive Voice Respons (IVR) Service; 5) Regional Commodity Trade
and Information System (RECOTIS); dan 6) Web Site (BBC News
dalam Mulyandari dkk, 2010).
4) Peru
Jaringan Huaral Valley di Peru dibangun untuk meningkatkan
akses petani terhadap informasi pertanian. Jaringan dari pusat informasi
masyarakat ini dirancang dengan teknologi jaringan tanpa kabel
(wireless). Akses internet berjalan (mobile internet) memberikan
kemungkinan yang lebih besar dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang nyata bagi kehidupan petani perdesaan. Selain petani, para
pelajar di perdesaan juga dapat merasakan manfaat dari infrastruktur
telekomunikasi yang telah dibangun tersebut (CIDA dalam Mulyandari,
dkk 2010).
5) Thailand
Thailand Canada Tele-centre Project (TCTP) bekerja sama dengan
pemerintahan Thailand, sektor swasta, dan World Bank telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
mempromosikan akses layanan TIK di desa-desa dengan menempatkan
beberapa telepon dan komputer untuk akses ke internet di lokasi yang
mudah diakses oleh masyarakat yang disebut telecenter. TCTP bertujuan
untuk membantu end-users memperoleh informasi yang penting bagi
kemajuan usahataninya dan mengurangi biaya transaksi pada saat
menjualnya. TCTP menyediakan dana untuk modal awal seperti instalasi
layanan telepon, komputer, printer, modem, dan mesin fax serta biaya
untuk operasional telecenter selama satu tahun. Setelah satu tahun,
telecenter ini sudah mandiri karena didukung oleh masyarakat, kepala
desa, maupun tokoh masyarakat (CIDA dalam Mulyandari dkk, 2010).
c. Cyber Extension di Indonesia
1) Pengertian Cyber Extension
Cyber extension merupakan sistem informasi penyuluhan pertanian
melalui media internet, untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan
dan informasi pertanian bagi penyuluh dalam memfasilitasi proses
pembelajaran agribisnis bagi pelaku utama dan pelaku usaha (Badan
PPSDMP, 2010). Cyber extension adalah program yang dikembangkan
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian, merupakan
metode penyuluhan masa depan yang dirancang dengan tujuan, sebagai
berikut: (1) meningkatkan arus informasi dari pusat sampai tingkat
petani; (2) meningkatkan penyediaan materi penyuluhan pertanian bagi
penyuluh; (3) meningkatkan akses petani dalam mendapatkan informasi;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dan (4) menyediakan peralatan komputer yang dapat mengakses
informasi cyber extension (Badan PPSDMP, 2010).
Cyber extension dapat diakses di alamat situs
http://cybex.deptan.go.id/, yang halaman mukanya digambarkan di
sebagai berikut:
Gambar 1. Halaman Muka Situs Cyber Extension http://cybex.deptan.go.id/ Keterangan desain halaman muka sebagai berikut:
a) Kebijakan Penyuluhan, merupakan kumpulan peraturan dan kebijakan
yang terkait dengan penyuluhan pertanian;
b) Materi Penyuluhan: kumpulan materi penyuluhan dari berbagai sektor
yang disusun menggunakan metodologi penyuluhan;
c) Materi Spesifik Lokalita, kumpulan materi penyuluhan yang
merupakan spesifik lokalita dari berbagai daerah di Indonesia. Terdiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dari field “Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, dst.....
untuk 33 provinsi;
d) Referensi Materi, merupakan tampilan dari Materi Penyuluhan yang
baru di-upload. Tampilan ini akan selalu terganti oleh materi yang
baru di-upload. Materi sebelumnya tersimpan di menu Materi
Penyuluhan sesuai masing-masing sektor;
e) Gerbang Nasional, merupakan menu berita penyuluhan lingkup
pusat/nasional;
f) Gerbang Daerah, merupakan menu berita penyuluhan dari daerah;
g) Galeri Foto, kumpulan dokumentasi foto kegiatan penyuluhan sesuai
tanggal kegiatan;
h) E petani: Forum rembug, menu untuk tanya-jawab interaktif. Penanya
hanya bisa masuk bila sudah login;
i) Database Penyuluhan, merupakan menu untuk data dasar penyuluhan
menyangkut data kelembagaan, ketenagaan, dan sarana prasarana;
j) Anda Pengunjung Ke, merupakan recording jumlah pengunjung cyber
extension.
k) Kontak Kami, merupakan field tambahan di menu Home. Yaitu “Tim
Pengelola Cyber Extension, Pusat Pengembangan Penyuluhan
Pertanian, Kantor Pusat Departemen Pertanian, Gedung D Lantai V,
Jl. Harsono RM No. 3 Pasar Minggu – Jakarta Selatan, Telp./Fax : 021
– 7804386,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
2) Grand Design Program Cyber Extension
Secara umum ruang lingkup program cyber extension adalah: (1)
pembangunan dan pengembangan piranti lunak sistem informasi di
tingkat pusat; (2) penyediaan koneksi jaringan (internet) berlangganan;
(4) penyediaan materi penyuluhan; (5) pengadaan peralatan server,
komputer control, komputer kios/unit, ruang server di tingkat pusat; (6)
pengadaan komputer untuk Balai Penyuluhan Pertanian (BP3K), Badan
Pelaksanan Penyuluhan, dan Badan Koordinasi Penyuluhan; (7) pelatihan
dan apresiasi bagi adminstrator di tingkat pusat, provinsi dan tingkat
kabupaten (Badan PPSDMP, 2010).
Road map pembangunan sistem dan jaringan informasi cyber
extension dimulai dengan tahap pembangunan (persiapan) pada tahun
2009. Pada tahap ini meliputi kegiatan membangun desain system
software informasi penyuluhan pertanian, pembangunan sistem intranet
di pusat, dan apresiasi bagi administrator level pusat.
Kebutuhanan hardware, software dan pembangunan jaringan on-
line struktur organisasi adalah bagian dari tahap pengembangan
(pelaksanaan) yang dilakukan di tahun 2010. Pengadaan komputer 1.000
unit untuk daerah-daerah dan apresiasi adminstrator level provinsi dan
kabupaten juga dilakukan pada tahap ini. Cyber extension sudah mulai
terisi pada tahap ini. Penetapan hosting server, pengembangan materi
oleh masing-masing administrator, pengembangan software dan
hardware dilakukan di tahap pemantapan tahun 2011. Apresiasi
administrator level provinsi dan level kabupaten juga terus dilakukan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
dan diharapkan cyber extension sudah dapat diakses oleh semua
penyuluh.
Pengembangan cyber extension dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan penyuluhan di lapangan. Kemampuan administrator level
provinsi dan level kabupaten ditambah apresiasi multimedia bagi
adminstrator tersebut. Tahap ini dilakukan pada tahun 2012. Saran-saran
dari penyuluh lapangan diperlukan guna pengembangan lanjutan. Selain
apresiasi bagi adminstrator level provinsi dan level kabupaten, maka
apresiasi di tingkat petani juga dilakukan.
Tahap pemantapan (pengembangan lanjutan dan kebebasan
informasi dilakukan di tahun 2013) dan diharapkan sudah dapat berjalan
dan mengakomodir sesuai kebutuhan penyuluh dan petani. Diharapkan
semua lapisan masyarakat dapat mengenal, mengakses dan menggunakan
cyber extension.
Tugas dan tanggung jawab pada masing-masing level adminstrator,
sebagai berikut:
a) Pusat yaitu: (1) standarisasi dan pengembangan konsep, definisi, dan
pengertian seluruh aspek cyber extension, sehingga konsep dan
definisi tersebut sesuai dengan perkembangan yang ada; (2)
penyelenggaraan cyber extension untuk materi penyuluhan strategis
nasional, serta data informasi penyuluhan sumberdaya strategis
nasional; (3) penyebarluasan/diseminasi konsep dan metodologi baku;
dan (4) Pembinaan tenaga teknis cyber extension.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
b) Provinsi yaitu: (1) manajemen penyelenggaraan cyber extension
komoditas strategis yang didekonsentrasikan dari pusat dalam rangka
mengkoordinasikan penyelenggaraan antar wilayah (kabupaten/kota);
(2) pemantauan penyelenggaraan cyber extension di kabupaten; (3)
koordinasi penyelenggaraan cyber extension kabupaten untuk
komoditas yang spesifik wilayah provinsi (antar kabupaten).
c) Kabupaten/kota yaitu: (1) operasional pengumpulan data di kabupaten
dalam rangka penyelenggaraan cyber extension yang menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat dan provinsi; (2) manajemen cyber
extension spesifik kabupaten/kota; (3) diseminasi data/informasi
kepada pemakai langsung (khususnya penyuluh); (4) penyediaan
tenaga (penyuluh) pengumpul data.
Sedangkan di tingkat kecamatan Balai Penyuluhan sebagai layanan
terpadu informasi melalui cyber extension (institusi pengumpulan data
dan informasi yang spesifik lokasi). Sistem jaringan informasi cyber
extension digambarkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Gambar 2. Sistem Jaringan Informasi Cyber Extension (sumber: Badan PPSDMP, 2010)
d. Cyber Extension sebagai Metode dan Teknik Penyuluhan
Sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 52/ Permentan/
OT.140/ 12/2009 tentang Metode Penyuluhan Pertanian, yang dimaksud
dengan metode penyuluhan pertanian merupakan: “cara/teknik penyampaian
materi penyuluhan oleh penyuluh pertanian kepada pelaku utama dan pelaku
usaha, agar mereka tahu, mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan
dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, sumber
daya lainnya sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha,
pendapatan, kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup. Sedangkan teknik penyuluhan
pertanian dapat didefinisikan sebagai keputusan – keputusan yang dibuat
oleh sumber atau penyuluh dalam memilih serta menata simbol dan isi pesan
(materi penyuluhan), menentukan pilihan cara, dan frekuensi penyampaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
pesan, serta menentukan bentuk penyajian pesan (Badan PPSDMP, 2009).
Dasar dalam pemilihan metode penyuluhan pertanian dapat digolongkan
menjadi lima, yaitu tahapan dan kemampuan adopsi, sasaran, sumberdaya,
keadaan daerah, dan kebijakan pemerintah (Kementerian Pertanian, 2009).
Apabila ditinjau dari teknik komunikasi, maka sebagai suatu metode
penyuluhan maka cyber extension merupakan metode penyuluhan pertanian
tidak langsung (indirect communication) dilakukan melalui media
komunikasi (Badan PPSDMP, 2010). Leeuwis (2004) mendefinisikan media
komunikasi sebagai alat untuk membantu menggabungkan saluran
komunikasi yang berbeda dalam “transportasi” sinyal teks, visual, audio,
sentuhan dan/atau ciuman. Media komunikasi digolongkan dalam tiga kelas
utama yaitu media massa konvensional (koran, jurnal pertanian, leaflet, radio
dan televisi), “media” interpersonal (telepon), dan media hibrid (teknologi
internet dan CD-ROM). Cyber extension termasuk dalam media hibrid
karena termasuk dalam teknologi internet.
Keuntungan cyber extension, juga seperti media hibrid teknologi
internet yang lain adalah: (1) audiens yang bisa dicapai di seluruh dunia
(apabila ada akses); (2) audiens dapat merespon terhadap pesan-pesan
melalui e-mail; (3) berita dan aktualitas sering ada di internet sebelum
disiarkan oleh radio dan televisi; (4) internet dapat dirundingkan kapan saja
bila cocok dengan penggunanya (waktu lebih fleksibel); (5) semua pesan
yang diterima dapat disimpan dalam komputer atau tercetak, dan diakses lagi
bila diperlukan. Kelemahannya antara lain (1) sulit membangun hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
kepercayaan, karena adanya keterbatasan dalam kehadiran sosial; (2)
tergantung kepada stasiun siaran dan pengurus editorialnya; (3) biaya
pengembangan dan pemeliharaan dapat tinggi; (4) membutuhkan
keterampilan komputer (Leeuwis, 2004).
Metode penyuluhan melalui media hibrid menuntut perubahan perilaku,
misal dalam pencarian informasi dan fasilitasi akses tertulis termasuk buku
pedoman dan leaflet pertanian tentang topik pertanian yaitu dengan
mengamati halaman rak dimana leaflet dipamerkan, sedangkan
menggunakan fasilitas internet, maka pencarian dan fasilitas akses sering
memasukkan struktur menu dan memilih atau memasukkan kata-kata yang
dicari untuk mengidentifikasi satu seleksi halaman elektronik atau situs yang
cocok dengan kriteria khusus yang dicari. Pekerja komunikasi sendiri dalam
membangun fasilitas pencarian dan akses yang berguna, maka yang perlu
diperhatikan adalah mendapatkan wacana “kebutuhan-informasi” klien
mereka (Leeuwis, 2004).
Kemampuan komputer sangat diperlukan khususnya untuk mentransfer
pengetahuan dan keterampilan sangat diperlukan apabila terdapat
kekurangan keterampilan komputer dari para pengguna, maka Leeuwis
(2004) menjelaskan perlu adanya demonstrasi mode dan praktik berdasarkan
pengalaman. Demonstrasi mode menunjukkan kepada orang tentang
bagaimana melakukan sesuatu, dengan harapan bahwa mereka menirunya.
Sedangkan praktik berdasarkan pengalaman adalah pandangan pembelajaran
berdasarkan pengalaman untuk menciptakan situasi dimana orang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
memperoleh pengalaman dari praktik yang baru, dengan kemungkinan
mendapatkan umpan balik dari orang lain tentang kinerja mereka.
4. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension
Soedarsono (2007) mendefinisikan, kinerja adalah tingkat pencapaian hasil
atau pelaksanaan tugas tertentu dalam rangka mewujudkan sasaran dan tujuan
perusahaan. Bernandin dan Russel dalam Gomes (1997), memberi batasan
mengenai kinerja adalah catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama suatu periode waktu tertentu. Sedangkan
Gie (1995) berpendapat bahwa, kinerja adalah seberapa jauh tugas/pekerjaan itu
dikerjakan/dilakukan oleh seseorang atau organisasi”. Irawan (2000)
menyatakan bahwa, kinerja adalah hasil kerja yang konkrit, dapat diamati, dan
dapat diukur, sehingga kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai
dalam pelaksanaan tugas yang berdasarkan ukuran dan waktu yang telah
ditentukan.
Mangkunegara (2000) menjelaskan kinerja adalah sepadan dengan prestasi
kerja actual performance, yang merupakan hasil secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja juga terkait dengan
faktor penerimaan atas peran dan faktor perilaku (Timpe, 2000 dan Steers,
1985).
Kinerja penyuluh pertanian tercermin pada tugas pokok dan fungsinya
sesuai dengan surat Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan
Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor. 19/KEP/MK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Waspan/5/1999 tentang Tugas Pokok Penyuluh Pertanian yaitu: (1) menyiapkan
penyuluhan yang meliputi identifikasi potensi wilayah agroekosistem,
penyusunan programa penyuluhan, dan penyusunan rencana kerja penyuluh
pertanian, (2) melaksanakan penyuluhan meliputi penyusunan materi
penyuluhan pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan
pengembangan keswadayaan masyarakat, (3) evaluasi dan pelaporan
penyuluhan, (4) pengembangan penyuluhan, (5) pengembangan profesi
penyuluhan, dan (6) kegiatan penunjang penyuluhan meliputi seminar,
lokakarya penyuluhan pertanian.
Sesuai dengan prinsip dasar Grand Design Cyber Extension, yaitu
“partisipasi”, maka seluruh penyuluh diharapkan berpartisipasi dalam
memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi dalam rangka menunjang
kelancaran tugas dan fungsinya (Badan PPSDMP, 2010). Kinerja penyuluh
dalam pemanfaatan cyber extension antara lain:
a) Aksesbilitas
Maksum dkk. (2008) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
aksesibilitas informasi adalah aktivitas pengguna layanan informasi digital
dalam mendapatkan informasi melalui prosedur dan mekanisme yang
ditetapkan dan terkait dengan frekuensi penelusuran informasi. Aksesbilitas
dapat ditinjau dari aplikasi mencari informasi, umpan balik, pengumpul dan
penyedia informasi (Leeuwis, 2004), yang dijelaskan sebagai berikut:
(1) Mencari informasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Leeuwis (2004) menjelaskan bahwa, terkait dengan aplikasi mencari
dan mengakses, maka peran pekerja komunikasi adalah menyediakan dan
meng-update informasi, dengan alat kunci yang digunakan dalam
aplikasi adalah prosedur pencarian dan seleksi.
Vincen II (2009) mengungkapkan bahwa, seorang fasilitator
pemberdayaan masyarakat dapat menggunakan internet untuk
mengumpulkan banyak informasi tentang masyarakat sebelum dia
melakukan kunjungan ke masyarakat. Jika ada topik yang menarik,
biasanya pencarian internet dapat menghasilkan identifikasi dari suatu
sumber yang dapat dipercaya dan dihormati data, dan banyak informasi
yang bersifat gratis.
Subejo (2008) mengemukakan bahwa, petugas penyuluhan pertanian
di Jepang dapat memanfaatkan Extension Information Network (EI-net)
untuk pengumpulan informasi yang cepat, mengetahui kondisi terkini
pertanian, dapat memilah dan memilih infomasi yang diperlukan dari
database yang ada, dan mengumpulkan data teknis pertanian yang selalu
terbaharui, mengumpulkan data cuaca, dan sebagai sarana yang efektif
untuk mengumpulkan informasi skala lokal.
Vermaulen (2005) berpendapat bahwa, terkait popularitas saat ini
dan kegunaan internet, maka menjadi pelabuhan pertama ketika mencari
informasi tertentu. Pittman (2009) menyatakan bahwa, internet sekarang
menjadi cara utama untuk mengumpulkan informasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
Berdasarkan Gender Cheklist: Agriculture yang diterbitkan oleh
Asian Development Bank (2010), maka dikemukan isu yang harus
diperhatikan adalah apakah perempuan dan laki-laki dalam realitas dapat
mengakses ke jaringan informasi dan media komunikasi. Hafkinn dan
Taggart dalam Lestari (2010) menyatakan bahwa, budaya patriarki yang
menempatkan laki-laki selalu dikaitkan dengan tugas dan fungsi di luar
rumah, sedangkan perempuan yang berkodrat melakukan dan mengurus
anak. Lestari (2010) menambahkan bahwa, budaya patriarki pun terasa di
bidang teknologi. Hingga saat ini tidak cukup ramah terhadap
perempuan. Masih terdapat anggapan bahwa teknologi menjadi tugas
laki-laki dan merupakan ranah maskulin. Sehingga dunia teknologi
informasi masih didominasi laki-laki.
(2) Umpan balik
Leeuwis (2004) menyatakan bahwa, aplikasi internet yang harus
diperhatikan dari para pekerja komunikasi selain aplikasi mencari dan
mengakses adalah aplikasi memori dan umpan balik. Melalui aplikasi
memori dan umpan balik, maka peran pekerja komunikasi dalam
penggunaan yaitu berupa pasangan diskusi dalam proses intrepretatif.
Aplikasi memori dan umpan balik ini memberikan wawasan ke audiens,
karena audiens dapat merespon terhadap pesan-pesan melalui e-mail.
Petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan EI-
net sebagai sarana komunikasi dan pertukaran informasi sesama
penyuluh di seluruh Jepang (Subejo, 2008). Van den Ban dan Hawkins
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
(1999) menjelaskan bahwa, dengan teknologi modern memungkinkan
umpan balik lebih cepat dan efisien. Vincent II (2009) menambahkan
bahwa, dengan internet (e-mail) dapat membangun komunikasi dua arah
yang digunakan untuk mengirim ide, komentar, dan pertanyaan.
(3) Pengumpulan dan penyedia informasi dari lapangan
Dalam Grand Design Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Badan
PPSDMP, 2010) telah diatur bahwa Kabupaten/Kota mempunyai tugas
dan tanggung jawab dalam penyediaan penyediaan tenaga penyuluh
pengumpul data di lapangan. Menurut Leeuwis (2004), untuk
mengimplentasikan ide dasar pertukaran pengalaman dengan fasilitas
media hibrid/internet, maka pekerja komunikasi pertanian dapat berperan
untuk mengaplikasikan sebagai penyedia informasi.
b) Pemanfaatan materi informasi cyber extension bagi kegiatan penyuluhan
Pemanfaatan cyber extension oleh penyuluh digunakan untuk mendukung
penyediaan data dan informasi yang memadai sebagai bahan memfasilitasi
proses pembelajaran petani. Informasi yang terdapat di cyber extension dapat
dicetak untuk digunakan sebagai materi penyuluhan (Badan PPSDMP, 2010).
Rivera dan Qamar (2003) mengungkapkan bahwa dengan mengakses
komputer dan internet, maka para penyuluh pertanian akan menyediakan
informasi (dari internet) ke masyarakat pedesaan.
Melalui EI-net di Jepang, jaringan informasi yang mencakup juga lembar
buletin pertanian difokuskan untuk mempercepat laju pertukaran informasi
antar pusat penyuluhan dan petugas penyuluh pertanian (Yamada dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Subejo, 2008). Petugas penyuluhan pertanian di Jepang dapat memanfaatkan
EI-net untuk menyebarluaskan informasi kepada banyak petani atau
pengguna secara serentak (Subejo, 2008).
c) Pengenalan cyber extension kepada petani
IBM dalam Leeuwis (2004) menyatakan bahwa, dulu di negara maju
media hibrida (internet) diharapkan membuat pekerja komunikasi pertanian
mubazir, karena fungsi pekerja akan diambil alih oleh komputer dan model
komputer. Namun, Nitsch dan Klink dalam Leeuwis (2004) menyatakan
bahwa hal ini tidak akan menjadi masalah karena sebaliknya penyuluh
semakin dianggap sebagai faktor kritis kesuksesan pengguna dan pengenalan
media hibrida.
Leeuwis (2004) menyatakan bahwa para pekerja komunikasi dapat
berfungsi dalam membantu para pengguna dalam penemuan, penyeleksian,
pemrosesan dan pengintrepretasian informasi. Wijeekon et al. (2006)
menyatakan bahwa, pelatihan bagi petani merupakan salah satu kriteria dalam
evaluasi pelaksanaan cyber extension di Srilanka. Pelatihan tersebut bertujuan
untuk mentransfer pengetahuan teknis kepada petani.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension
Timpe (2000) menyatakan bahwa, hal – hal yang mempengaruhi kinerja
antara lain faktor internal (pribadi) dan eksternal (lingkungan) yang
menggambarkan kinerja baik atau jelek. Marliati dkk. (2008) mengungkapkan,
kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
penyuluh. Menurut Schuler dan Jackson (1998), kekuatan lingkungan, berupa
teknologi baru, seperti teknologi telematik komputer, akan memberikan
pengaruh bagi perubahan organisasi dan berhubungan dengan gaji dan kinerja
karyawan. Sehingga beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kinerja
penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension, sebagai berikut:
a. Karakteristik Penyuluh
Karakteristik adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang melekat pada sesuatu
(benda, orang atau makhluk hidup lainnya) yang berhubungan dengan
berbagai aspek kehidupannya (Mardikanto, 1993). Lebih jauh, Mardikanto
(1993) memberikan contoh tentang karakteristik individu, yaitu sifat-sifat
yang melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan berbagai apek
kehidupannya, antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, jabatan, status
sosial dan agama.
Robbins (1998) menyatakan bahwa, karakteristik yang paling jelas
adalah karakteristik pribadi atau karakteristik yang berkaitan dengan
biografis, seperti usia, jenis kelamin, status perkawinan. Menurut Sunaryo
(2002), maka tiap manusia (individu) adalah unik sehingga menentukan
perilaku yang berbeda-beda. Dalam penelitian Hubeis (2007), karakteristik
pribadi penyuluh yang berhubungan produktivitas kerja penyuluh pertanian
lapangan adalah jenis kelamin, usia dan status, kawin, pangkat dan golongan
(masa kerja), dan pendidikan (formal dan non-formal). Dalam penelitian
Suhanda dkk. (2008), karakteristik pribadi penyuluh seperti usia, masa kerja,
dan tingkat pendidikan mempengaruhi kinerja penyuluh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Beberapa faktor dalam karakteristik pribadi yang mempengaruhi kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension sebagai berikut:
1) Umur
Berhubungan dengan karakteristik umur, maka menurut Mardikanto
(1996), maka semakin tua umur (di atas 50 tahun), biasanya semakin
lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan
kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga setempat. Mardikanto
(1996) menjelaskan bahwa, adopsi dalam proses penyuluhan, pada
hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, baik
berupa: pengetahuan, sikap maupun keterampilan pada diri seseorang
setelah menerima inovasi.
Hubeis (2007) menyatakat, umur (usia) penyuluh menjadi kendala
fisik utama bagi mereka untuk mengunjungi kelompoktani binaan yang
berlokasi jauh dan harus ditempuh. Menurut Robbins (1998), ada
keyakinan bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya usia. Dengaan
menuanya umur produktivitasnya akan melorot, dengan sering
diandaikan bahwa keterampilannya terutama dalam kecepatan,
kecekatan, kekuatan, dan koordinasi menurun berjalannya dengan waktu.
Kebosanan dalam pekerjaan yang berlarut-larut dan berkurangnya
rangsangan intelektual semuanya menyumbang pada berkurangnya
produktivitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
2) Tingkat Pendidikan
Secara umum pendidikan akan berpengaruh terhadap cara dan pola
pikir seseorang. Pendidikan yang relatif tinggi dan umur yang produktif
akan menyebabkan seseorang menjadi lebih dinamis. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula
tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Nuryanto, 2008).
Tingkat pendidikan yang rendah di negara berkembang, masih
menjadi penghalang dalam mengakses teknologi informasi. Faktor
bahasa Inggris sangat dominan sebagai bahasa internet dan sebagai
bahasa pengantar internasional, juga menjadi menuntut para pengguna
internet memperoleh pendidikan formal yang memberi kesempatan untuk
belajar bahasa inggris (Hafkinn dan Taggart dalam Lestari, 2010).
Robbins (1998) mengemukakan bahwa, tingkat kinerja pegawai akan
sangat tergantung pada faktor kemampuan pegawai itu sendiri salah
satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan tinggi akan
mempunyai kinerja semakin tinggi pula.
3) Masa kerja
Robbins (1998) menjelaskan bahwa, masa kerja karyawan terkait
dengan senioritas karyawan, yang berhubungan dengan variabel bayaran
yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Semakin tinggi masa kerja
berhubungan dengan pengalaman dan kemampuan, sehingga semakin
tinggi pengalaman dan kemampuan, maka kinerjanya semakin
meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Ivancevich et al. (2005) mengemukakan bahwa, karyawan yang
masa kerja sudah lama cenderung memiliki komitmen, sehingga
berpengaruh pada kinerja. Hubbeis (2007) menjelaskan bahwa, masa
kerja penyuluh yang sudah mencapai puluhan tahun turut mendukung
kualitas kemampuan menguasai materi penyuluhan dan mengoperasikan
ragam media teknologi penyelenggaraan penyuluhan, seperti Overhead
Projector (OHP), peta singkap dan leaflet. Namun dalam penelitian
Leilani dan Jahi (2006), masa kerja penyuluh di beberapa kabupaten
Jawa Barat masuk dalam kategori cukup lama 19-29 tahun, dan mereka
manganggap peningkatan profesionalitas tidak lagi menjadi prioritas,
karena bukan merupakan kebutuhan utama melainkan kebutuhan untuk
mengaktualisasi diri.
4) Kepemilikan sarana teknologi informasi
Rivera dan Qamar (2003) mengungkapkan bahwa, komputer dan
internet boleh jadi tidak akan dapat diakses oleh masyarakat pedesaan,
tetapi mereka akan terlayani oleh para penyuluh pertanian yang memiliki
sarana tersebut dan menyediakan informasi (dari internet) ke masyarakat
pedesaan. Perangkat lain seperti ponsel yang cukup menjanjikan untuk
transfer dan pertukaran informasi praktis. Lestari (2010) menyatakan
bahwa, akses dalam memanfaatkan teknologi internet sudah dapat di
atasi dengan adanya perangkat handphone yang dimiliki dengan fasilitas
komputer internet, namun pada umumnya pemanfaatan handphone
sebatas untuk chating atau ber-facebook.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
5) Kepemilikan e-mail
Kepemilikan e-mail, merupakan salah satu karakteristik dari
masyarakat maya untuk melakukan interaksi sosial. Alamat e-mail
tersebut merupakan alamat rumah yang digunakan untuk menjalin
kontak/komunikasi guna berbagai kebutuhan (Bungin, 2008).
6) Motivasi
Pengertian motivasi menurut Robbins (1998) adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang
dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa
kebutuhan individual. Sumardjo dan Mulyandari (2010) menyatakan
bahwa, dalam implementasi cyber extension dengan dunia teknologi
informasi terlalu cepat berubah dan berkembang, sementara harus diikuti
oleh motivasi untuk terus belajar mengejar kemajuan teknologi informasi
oleh para penggunanya.
Terkait dengan motivasi belajar, maka Kibler. (Mardikanto, 1996),
menyatakan seseorang akan aktif belajar manakala ia memiliki tujuan-
tujuan tertentu atau merasakan adanya kebutuhan-kebutuhan atau
kemauan yang mendorong terbentuknya “motivasi” untuk belajar yang
menentukan peubah strategi yang menentukan hasil belajar. Sehingga
dalam upaya mengubah perilaku diperlukan motivasi belajar. Kibler
(Mardikanto, 1996) menyatakan bahwa, tujuan belajar merupakan salah
satu unsur pembentuk motivasi untuk belajar, yang diantaranya (1) hanya
sekadar ingin tahu tentang apa yang diajarkan; (2) adanya kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
yang hanya dapat dipenuhi dari hasil belajarnya, baik untuk jangka
pendek maupun untuk jangka panjang; dan (3) adanya kebutuhan lain
(sampingan) yang sebenarnya tidak ada kaitannya dengan hasil
belajarnya, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.
Bastable (1999) menjelaskan bahwa, faktor yang bersifat
memfasilitasi atau membentuk motivasi belajar diantaranya adalah (1)
atribusi pribadi yang terdiri dari komponen fisik, perkembangan dan
psikologis dan (2) pengaruh lingkungan, yang mencakup kondisi dan
sikap, serta (3) sistem hubungan dengan pihak lain yang berkepentingan.
Pemilihan dan penggunaan informasi oleh seorang penyuluh akan
berbeda tergantung pada kebutuhan dan motivasi penyuluh (Suryantini,
2003). McQuail (2010) menyatakan bahwa salah satu motivasi
penggunaan media massa adalah untuk mencari informasi dan saran.
Suryantini (2003) menambahkan bahwa motivasi dalam penggunaan
media massa dimaksudkan untuk mengikuti informasi suatu peristiwa
dan memanfaatkan media massa untuk mempelajari sesuatu yang bersifat
umum serta berkaitan dengan keingintahuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
7) Sikap terhadap teknologi informasi
Sikap adalah penyataan atau pertimbangan evaluatif mengenai
obyek, orang dan peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang
merasakan sesuatu (Robbins, 1998). Bungin (2008) menyatakan bahwa,
sikap masyarakat terhadap inovasi telematika pada masyarakat post
modern adalah dipandang sebagai bagian gaya hidup, pada masyarakat
modern dipandang secara rasional, pada masyarakat transisi
mempertimbangkan untung rugi terhadap inovasi, dan pada masyarakat
tradisional cenderung menolak.
b. Faktor Penunjang Cyber Extension
Strategi untuk menunjang dalam menghasilkan teknologi informasi yang
baik yang mencakup tiga hal pokok (1) sistem informasi; (2) piranti lunak dan
perangkat keras; dan (3) perangkat manusia (Indrajit, 2010). Beberapa hal
yang diperhatikan pula dalam menunjang akses teknologi informasi,
khususnya cyber extension adalah sarana-prasarana, infrastruktur,
pembiayaan, dan kebijakan (Nasution, 2002; Sharma, 2005, Mulyandari dkk,
2010; dan Badan PPSDMP, 2010). Faktor-faktor tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
1) Kebijakan
Kebijakan pemerintah adalah dukungan yang diberikan oleh
kelembagaan atau pemerintah kepada penyuluh, guna kelancaran
penyelenggaraan dan peningkatan kualitas penyuluhan pertanian.
Kebijakan pemerintah yang mendukung terhadap penyuluh dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
penyelenggaraan penyuluhan akan meningkatkan kemampuan dan
kinerja penyuluh (Nuryanto, 2008). Mardikanto (2009) mengungkapkan,
apabila kebijakan diartikan sebagai pilihan terbaik yang perlu dilakukan
oleh setiap manajemen untuk mengelola sumberdaya demi tercapainya
tujuan yang ditetapkan, maka pemerintah berkewajiban untuk
menetapkan kebijakan penyuluhan pertanian yang secara empiris
memiliki peran strategis sebagai: pemicu maupun pemacu/pelancar
pembangunan pertanian. Namun, menurut Arifin (2005), dari
pengalaman sejarah maka beberapa kebijakan publik hanya
menguntungkan sebagian kecil pelaku ekonomi dan merugikan sebagian
pelaku ekonomi lain, terutama petani.
Ivancevich et al. (2005) menjelaskan bahwa kebijakan bagi
karyawan akan berdampak pada komitmen karyawan dan kepuasan kerja
karyawan. Dalam rangka meningkatkan kinerja dan peran penyuluh
dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi perlu didukung
oleh perangkat peraturan yang jelas dalam menerapkan dan
mengoperasionalkan pelayanan data dan informasi berbasis internet
kepada masyarakat tani, pemangku kebijakan dan pengguna jasa
informasi pada umumnya (Badan PPSDMP, 2010). Menurut Pedoman
Standar Pelayanan Minimal Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan
Kehutanan (BP3K), telah diatur bahwa salah satu kegiatannya adalah
layanan terpadu informasi cyber extension atau sering disebut Kios Cyber
Extension (Badan PPSDMP, 2010)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Kebijakan penyuluhan pertanian didefinisikan sebagai rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan penyuluhan pertanian (Kementerian Pertanian, 2009).
Kebijakan tersebut di antaranya adalah mengutamakan kegiatan
berorientasi peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian
salah satunya melalui sistem cafeteria informasi yang berbasis teknologi
informasi. Dalam rangka mewujudkan kebijakan tersebut maka strategi
yang ditetapkan adalah membangun sistem cafeteria informasi agribisnis
dan inovasi dalam penyuluhan pertanian yang didukung/berbasis
teknologi informasi/cyber extension (Kementerian Pertanian, 2009).
Arti penting kebijakan penyuluhan pertanian yang menunjukkan
bahwa kegiatan penyuluhan pertanian akan berkaitan dengan banyak
pihak yang melakukan beragam kegiatan, yang meliputi: penelitian,
diseminasi informasi/inovasi, pengadaan sarana produksi, pengadaan
peralatan/mesin pertanian, pemasaran produk yang dihasilkan,
pembiayaan, transportasi, dan aneka jasa yang lain. Sehingga, kegiatan
penyuluhan pertanian tidak cukup ditangani oleh satu institusi
pemerintah, tetapi akan melibatkan banyak instansi yang memerlukan
koordinasi dan integrasi secara berkelanjutan (Mardikanto, 2009). Untuk
itu, dalam kebijakan penyuluhan pertanian yang telah diatur salah
satunya adalah meningkatkan intensitas komunikasi dialogis dan
koordinasi dengan seluruh mitra pembangunan penyuluhan pertanian
(Kementerian Pertanian, 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Nasution (2002) menyatakan bahwa, dalam rangka meningkatkan
akses dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi bagi seluruh
masyarakat, perlu upaya kebijakan dari pemerintah, karena pihak swasta
tidak cukup mengatasi masalah kesenjangan yang terjadi. Menurut
OECD dalam Nasution (2002) pemerintah diharapkan untuk
mengimplementasikan upaya kebijakan sebagai berikut:
a) Infrastruktur jaringan (pengembangan infrastruktur dan prakarsa
regulasi untuk mendorong kekompetitifan).
b) Penyebarserapan ke individu dan rumah tangga (akses di sekolah dan
akses di institusi publik yang lain).
c) Pendidikan dan pelatihan (pelatihan di sekolah-sekolah dan pelatihan
vokasional).
d) Penyebarserapan ke kalangan bisnis (dukungan dan pelatihan
teknologi informasi dan komunikasi untuk pengusaha kecil serta
bantuan ke daerah dan kawasan pedesaan).
e) Proyek pemerintah (pelayanan pemerintah secara on line dan
pemerintah sebagai model pengguna teknologi informasi dan
komunikasi).
Menurut Marimin dan Probowo (2006), dalam kebijakan tersebut
harus melekat pedoman-pedoman teknologi informasi untuk
pemberdayaan masyarakat, seperti:
a) Pedoman layanan informasi publik minimal yang harus disediakan
dan diperlukan oleh masyarakat suatu daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
b) Pedoman infrastruktur dasar yang diperlukan untuk mendukung
layanan informasi publik.
c) Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat akan informasi melalui
terbentuknya community network dan community research center.
d) Deregulasi pemerintah pada sektor telekomunikasi, sehingga
infrastruktur yang ada bisa menjadi lebih murah.
Semenjak tahun 2008 dalam mengatasi kesenjangan teknologi
informasi dan komunikasi yang dialami di wilayah Indonesia,
Kementerian Telekomunikasi dan Informatika mengembangkan kebijakan
berdasarakan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
32/PER/M.KOMINFO/11/2008 tentang Kewajiban Pelayanan Universal
(KPU) Telekomunikasi atau Universal Service Obligation (USO).
Kebijakan tersebut telah mengatur penyediaan jasa akses telekomunikasi
dan informatika KPU di Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi
(WPUT) yaitu di wilayah antara lain daerah tertinggal, daerah terpencil,
daerah perintisan, daerah perbatasan, dan daerah yang tidak layak secara
ekonomis serta wilayah yang belum terjangkau akses dan layanan
telekomunikasi, dengan tujuan: (1) mengatasi kesenjangan digital (2)
menunjang dan mendukung kegiatan perekonomian, memantapkan
pertahanan dan keamanan, serta mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
Pemenuhan komitmen Indonesia di World Summit Information Society.
Pengelola cyber extension adalah sektor pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Pertanian (Badan PPSDMP), maka perlu adanya kebijakan
mengenai tata kelola informasi. Menurut Jogiyanto dan Abdillah (2011),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
kebijakan tata kelola mengacu pada mekanisme peran dan tanggung jawab
yang digunakan organisasi untuk memastikan investasi di bidang teknologi
informasi memenuhi tujuan organisasi. Faktor praktek komunikasi tata
kelola teknologi informasi perlu diperhatikan terkait dengan sejumlah
saluran komunikasi yang digunakan untuk mengkomunikasikan tata
kelola, pedoman dan praktek.
2) Sarana dan Prasarana
Mardikanto (1996) menyatakan bahwa, beberapa faktor lingkungan
yang berpengaruh terhadap efektifitas penyuluhan diantaranya adalah
salah satunya adalah lingkungan fisik. Terkait lingkungan fisik (sarana-
prasarana), maka Sharma (2005) menyatakan bahwa, yang diperlukan
dalam mengakses cyber extension adalah komputer yang berbiaya murah
dan mampu menjadi perangkat/ media komunikasi yang dikembangkan
sesuai budaya lokal. Infrastruktur yang dimanfaatkan dalam rangka
konektivitas pedesaan di wilayah yang tidak terjangkau jaringan internet
adalah wireless local loop (komunikasi nir kabel).
Dalam Pedoman Standar Pelayanan Minimal Balai Penyuluhan
Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) telah diatur bahwa dalam
mendukung kegiatan pusat informasi, maka BP3K harus dilengkapi
perlengkapan yang salah satunya adalah komputer, modem, dan local
area network. Pusat informasi tersebut dimanfaatkan untuk mengakses
informasi berkaitan dengan hasil-hasil penelitian, menyediakan database
kegiatan penyuluhan, dan tempat melakukan kegiatan penyuluhan
(Badan PPSDMP, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Infrastruktur jaringan komunikasi yang paling lazim adalah kabel,
hal ini apabila dikaitkan dengan terminologi jaringan yang merupakan
perangkat fisik dan piranti lunak yang membentuk satu kelas kesisteman
(Scahum 2004). Menurut Winarno dan Zaki (2010), ada dua jenis piranti
jaringan ditinjau dari teknologinya yaitu piranti jaringan kabel (wired)
dan nirkabel (wireless/wifi) .
Schaum (2004) menambahkan bahwa, infrastruktur jaringan adalah
merujuk kepada semua kabel, perangkat-perangkat switch, hub, router
dan berbagai hardware lainnya yang dimiliki dalam sebuah organiasasi
atau yang berada di wilayah suatu geografis tertentu. Jaringan nirkabel
didefinisikan sebagai jaringan yang menggunakan media gelombang
radio.
McLeod Jr dan Schell (2008) mengungkapkan bahwa, jaringan
nirkabel adalah jaringan yang populer dan popularitasnya saat ini sedang
berkembang. Satu area pertumbuhan area pertumbuhan yang cepat itu
adalah jaringan nirkabel yang mendistribusikan atas akses koneksi
internet tunggal berkecepatan tinggi. Banyak orang memiliki modem
kabel dan dan lebih satu komputer di rumah menggunakan jaringan nir
kabel, sehingga kecepatan dari kabel modem tersebut dimanfaatkan oleh
semua komputer di rumahnya. Vermaat (2010) menyatakan bahwa,
dengan adanya jaringan nir kabel memungkinkan orang untuk bisa
bergerak bebas dalam mengakses internet.
Infrastruktur seperti pasokan listrik dan gedung atau ruangan yang
memadai menjadi penunjang implementasi cyber extension (Sumardjo
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
dan Mulyandari, 2010). Ruangan dan penerangan (PLN/genset) yang
antara lain menjadi syarat standar minimal pelayanan di BP3K. Ruangan
dimanfaatkan untuk melaksanakan aktivitas dalam penyelenggaraan dan
pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Penerangan tersebut dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan
penyuluhan. (Badan PPSDMP, 2010).
Selain itu tempat akses informasi (access point) yang terbuka untuk
umum juga menjadi penunjang implementasi cyber extension (Sumardjo
dan Mulyandari, 2010). Menurut Philips and Pitmann (2009), maka
dalam pembangunan berbasis masyarakat, maka kebutuhan akan
infrastruktur untuk akses internet dapat memfasilitasi interaksi publik,
komunikasi, dan pertemuan kelompok. Pada tahun 2010, Badan
Penyuluhan Pengembangan SDM Pertanian memfasilitasi perangkat
keras (hardware) dalam bentuk perangkat cyber extension untuk
kelembagaan penyuluhan di kecamatan, kabupaten dan provinsi
sebanyak 1.000 unit, terdiri dari: komputer dekstop atau laptop, modem,
dan printer (Badan PPSDMP, 2010).
Dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, pada Bab VIII diatur
mengenai sarana-prasarana sebagai berikut:
a) Untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan penyuluhan dan kinerja
penyuluh, diperlukan sarana dan prasarana yang memadai agar
penyuluhan dapat diselenggarakan dengan efektif dan efisien.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
b) Pemerintah, pemerintah daerah, kelembagaan penyuluhan swasta, dan
kelembagaan penyuluhan swadaya menyediakan sarana dan prasaran
penyuluhan pada ayat (1).
c) Penyuluh PNS, swasta dan penyuluh swadaya dapat memanfaatkan
sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
3) Pembiayaan
Biaya untuk operasional aplikasi teknologi informasi menjadi
penunjang implementasi cyber extension (Sumardjo dan Mulyandari,
2010). Leeuwis (2004) mengemukakan bahwa, biaya pengembangan dan
pemeliharaan media hibrid internet dapat agak tinggi. Departemen
Komunikasi dan Informasi (2004), menjelaskan biaya jasa masih mahal,
maka menyebabkan akses dan penyebaran teknologi nir kabel, sehingga
praktis berada di luar jangkauan pedesaan di Indonesia.
Mardikanto (1996) menyatakan bahwa, teknologi yang tersedia
membawa konsekuensi ekonomi yang akan ditimbulkan (tamabahan
biaya investasi, pemeliharaan, dan biaya operasional). Mardikanto (2009)
menambahkan bahwa, di dalam manajemen, pembiayaan merupakan
unsur penting, bahkan seringkali dianggap terpenting, karena (sesuai
perkembagan peradaban) hampir tidak ada sesuatu yang harus dibeli
dengan uang.
Sesuai dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Bab IX tentang
Pembiayaan, Pasal 32 dijelaskan pada ayat (1) dan (2) sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
a) Untuk menyelenggarakan penyuluhan yang efektif dan efisien
diperlukan tersedianya pembiayaan yang memadai untuk memenuhi
biaya penyuluhan;
b) Sumber pembiayaan untuk penyuluhan disediakan melalui APBN,
APBD, baik provinsi maupun kabupaten/kota, baik sektoral maupun
lintas sektoran, maupun sumber-sumber lain yang sah dan tidak
mengikat.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009
tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan, maka yang dimaksud “pembiayaan
penyuluhan” adalah pengeluaran untuk keperluan penyelenggaraan
penyuluhan. Di dalam kegiatan penyuluhan, unsur pembiayaan
diperlukan untuk (Mardikanto, 2009):
a) Biaya personil (gaji, upah, tunjangan, insentif, dan lain-lain);
b) Pengadaan perlengkapan (alat-bantu dan alat-peraga penyuluhan);
c) Biaya operasional (pembuatan/perbanyakan/penyebarluasan materi
penyuluhan, biaya perjalanan, dan lain-lain);
d) Biaya manajemen (kantor, perlengkapan kantor, sarana transportasi,
pos dan telekomunikasi, alat-tulis/kantor, dan lain-lain).
e) Biaya operasional dan pemeliharaan (kantor, sarana kantor, sarana
transportasi, perlengkapan penyuluhan, dan lain-lain).
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009
tentang Pembiayaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyuluhan Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan, dijelaskan bahwa pembiayaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
penyelenggaraan penyuluhan, terkait dengan pembiayaan sarana-
prasarana digunakan untuk pengadaan dan pemeliharaan sarana-
prasarana.
c. Kualitas Informasi Cyber Extension
Ponniah et al. (2008) berpendapat bahwa, pesan dan informasi yang
mendalam dan berkualitas sangat diperlukan dalam cyber extension yang
dikembangkan di India. Pesan penyuluhan sangat diperlukan untuk
disampaikan penyuluh kepada penerima manfaat dalam proses adopsi
(Mardikanto, 1996).
Sistem teknologi informasi harus menyediakan informasi untuk
pengambilan keputusan, karena didasarkan informasi yang akurat, tepat
waktu, dan relevan (Jogiyanto, 2005). Modi dkk. (2008) menyatakan
informasi yang akurat tentang pasar dan harga, cuaca, dan kegiatan off-farm,
tenaga kerja dapat meningkatkan efisiensi di bidang pertanian
Kualitas informasi cyber extension juga terkait dengan percepatan
informasi agar memenuhi tepat waktu, tepat tempat, dan tepat sasaran (Badan
PPSDMP, 2010). Jogiyanto (2005) menambahkan bahwa, yang menjadi
karakteristik informasi dalam sistem teknologi informasi diantaranya
kepadatan informasi, luas informasi, frekuensi informasi dan skedul
informasi.
Misrawi (2010) mengemukakan bahwa kualitas informasi dari website
dapat dilihat dari (1) tema, (2) akurasi (terkait dengan sumbernya), (3) tujuan
(edukasi, promosi, advokasi, provokasi, justifikasi atau agitasi), (4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
kompetensi (kompetensi pembuat informasi),(5) aktualitas (menyajikan
informasi terbaru atau dengan kata lain selalu diperbaharui).
Leeuwis (2004) menyatakan bahwa kecepatan/aktualitas informasi pada
media internet lebih cepat dibandingkan media massa lain, karena berita dan
aktualitas sering ada sebelum disiarkan oleh radio/televisi. Kebaharuan
informasi dalam website dapat dilihat dari aktualitas informasi, kerena dapat
di-update secara sentral, dan langsung tersedia untuk dibaca siapa saja.
Gaol (2008) menjelaskan dalam suatu sistem informasi, suatu informasi
yang berkualitas harus memenuhi syarat kelengkapan informasi. Kelengkapan
informasi mengacu kepada kedalaman dan perincian informasi dan jumlah
informasi yang disediakan bagi pengguna. Penjelasan “informasi yang benar
dan lengkap” sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mencakup (1)
informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan
kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun
perantara (2) informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi
syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang
ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.
Sesuai pasal 28, Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, yang mengatur Materi
Penyuluhan menjelaskan bahwa:
(1) Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan
disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha, harus mendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang
bersumber dari pengetahuan tradisional.
(2) Lembaga pemerintah pemberi rekomendasi wajib mengeluarkan
rekomendasi setelah proses pengujian dan administrasi selesai.
(3) Teknologi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Mardikanto (2010) menjelaskan, persyaratan utama agar pesan dan
informasi dapat diterima dengan jelas oleh sasaran (penerima manfaat),
haruslah:
1) Mengacu kepada ‘kebutuhan masyarakat’, dan disampaikan pada saat
sedang dan atau segera akan dibutuhkan.
Sesuai Undang-udang No. 16 Tahun 2006, tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, pasal 27 dijelaskan “materi
penyuluhan dibuat berdasarkan ‘kebutuhan’ dan kepentingan pelaku
utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya
pertanian, perikanan dan kehutanan.
2) Disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami;
3) Tidak memerlukan korbanan yang memberatkan;
4) Memberikan harapan peluang keberhasilan yang tinggi, dengan tingkat
manfaat yang merangsang;
5) Dapat diterapkan sesuai dengan kondisi (pengetahuan, ketrampilan,
sumberdaya yang dimiliki/dapat diusahakan) masyarakatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
d. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh
Sosialisasi merupakan upaya mengkomunikasikan kegiatan untuk
menciptakan dialog kepada masyarakat. Melalui sosialisasi akan membantu
untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan pihak terkait dengan
program yang telah direncanakan (Mardikanto, 2010). Sosialisasi adalah
jenis kegiatan yang dilakukan untuk menyebarluaskan keberadaan suatu
program (Chandra, 2003).
Sosialisasi sebagai salah satu metode berkomunikasi yang efektif maka
yang harus memperhatikan media yang digunakan, sifat hubungan antara
fasilitator dan penerima manfaat, serta pendekatan psiko-sosial yang
dikaitkan dengan tahapan adopsinya (Mardikanto, 2010). Katz (Bungin,
2008) menyatakan bahwa, kondisi sosial psikologis seseorang akan
menyebabkan dorongan dalam penggunaan isi media untuk memenuhi
kebutuhan seseorang akan informasi. Ivancevich dkk. (2005) menjelaskan
bahwa, sosialisasi dilakukan untuk membentuk individu yang memasuki
organisasi, namun juga sangat berbeda antara satu situasi dengan situasi
lainnya. Salah satu asumsi yang dikemukakan oleh
Ragam metode yang disarankan dalam sosialisasi adalah (1)
percakapan; (2) media massa; (3) media cetak; (4) pertemuan; (5) focus
discussion group (Mardikanto, 2010). Sosialisasi dapat dilakukan dalam
bentuk pertemuan (rutin dan mingguan), serta pelatihan untuk menambah
dan pengetahuan dan wawasan pelaku di dalam program (Chandra, 2003).
Atmadja (2009) menyatakan bahwa, sosialisasi dapat dilakukan melalui
pendekatan pelatihan dan kampanye budaya organisasi. Menurut Ivancevich
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
dkk. (2005), sosialisasi dalam bentuk pelatihan merupakan sosialisasi
akomodatif dalam rangka memberikan keterampilan pada pekerjaan.
Leeuwis (2004) menjelaskan bahwa, dalam kasus perdebatan internet
sebagai media penyuluhan, salah satunya adalah dapat memberikan fasilitasi
khusus, seperti pelatihan bagi orang-orang yang tidak memiliki komputer.
Wijekoon et al. (2006) mengemukakan, dalam implementasi cyber
extension di Srilanka, para penyuluh berpartisipasi untuk pelatihan di unit
cyber, khususnya pada materi media digital instruksional (seperti
PowerPoint). Oleh karena itu, penyuluh yang ditugaskan pada Govijana
Kendraya, mampu menghasilkan presentasi mereka sendiri melalui
'PowerPoint' dan publikasi dengan menggunakan fasilitas unit cyber
extension untuk sebagai bahan penyuluhan di tingkat lokal. Mereka juga
diminta untuk mengkompilasi database visual masalah lokal di setiap musim
dan bahan tersebut akan dipakai sebagai bahan penelitian oleh para peneliti
untuk memecahkan masalah lokal yang terjadi.
Apabila dikaitkan dengan sifat hubungan antara fasilitator dan klien
yaitu yang berpengaruh pada respon penerima manfaat, maka metode
sosialisasi dapat dibagi dalam (Mardikanto, 2010):
1) Komunikasi langsung yang memungkinkan fasilitator berkomunikasi
secara langsung (memperoleh respon) dari penerima manfaatmya relatif
singkat;
2) Komunikasi tak langsung (dengan perantara), tidak memungkinkan
fasilitator dapat menerima respon dari penerima manfaatnya dalam waktu
yang relatif singkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Proses sosialisasi menjadi sangat penting, karena akan menentukan
minat atau ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi (berperan dan
terlibat) dalam program. Dalam beberapa peristiwa dan situasi, sosialisasi
mengenai cyber extension dilaksanakan oleh Kelembagaan Penyuluhan di
tingkat Kabupaten dan Provinsi, khususnya yang memperoleh fasilitasi
sarana-prasana dari Kementerian Pertanian. Sosialisasi dalam rangka
memberikan pemahaman mengenai pemanfaatan cyber extension oleh
penyuluh dan tata kelola cyber extension (Badan PPSDMP, 2010).
Konvergensi komunikasi dalam bentuk koordinasi dan dialog serta,
serta meningkatkan harmonisasi hubungan kerja antar instansi terkait dalam
rangka menyelaraskan persepsi dan komitmen pemerintah daerah,
merupakan salah satu strategi penyuluhan pertanian (Kementerian
Pertanian, 2009).
e. Komunikasi antara Penyuluh dengan Administrator Cyber Extension Kabupaten.
Berkaitan dengan tata kelola cyber extension, maka di dalam Grand
Design Cyber Extension (Badan PPSDMP, 2010) telah diatur organisasi dan
mekanisme kerja dalam cyber extension, melibatkan pusat (administrator
level 1), provinsi sebagai (administrator level 2), dan kabupaten/kota
(administrator level 3). Tiap tingkatan adminstrator level (pengelola data
dan informasi cyber extension) tersebut mempunyai tanggung jawab untuk
pengelolaan informasi pada cyber extension. Komunikasi dan kelancaran
aliran data dan informasi materi dari penyuluh, kecamatan, kabupaten/kota
dan provinsi, sebelum didesiminasi kepada pemakai langsung cyber
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
extension, menentukan kualitas data cyber extension, khususnya data
spesifik lokalita (Badan PPSDMP, 2010).
Untuk itu, dalam rangka mengimplementasikan koordinasi antar
organisasi tersebut, maka diperlukan komunikasi organisasi. Komunikasi
organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu
jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi
lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubah-ubah (Goldhaber
dalam Muhammad, 2005).
Suprapto (2009) menjelaskan bahwa, komunikasi dalam organisasi
khususnya mempunyai dengan satu atau lebih dimensi-dimensi struktur
organisasi (misalnya peranan, status, kompleksitas teknologi, pola-pola
otoritas dan sebagainya). Sedangkan komunikasi di luar organisasi adalah
pertukaran massage antar organisasi atau masuknya arus informasi dari luar
(lingkungan ke dalam organisasi). Komunikasi memungkinkan anggota-
anggota organisasi saling bertukar pengetahuan tentang tujuan-tujuan yang
akan dicapai organisasi. Selain itu, komunikasi adalah wacana di mana
suatu organisasi dapat mencapai lingkungannya. Liliweri (2002),
menyatakan bahwa, komunikasi organisasi adalah komunikasi antarpribadi
atau kelompok yang bersifat impersonal (atau komunikasi yang berstruktur)
yang dilakukan oleh pribadi/unit kerja dalam satu organisasi. Pribadi adalah
individu yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga kualitas individu
menentukan kekhasannya dalam hubungannya dengan individu lain, dan
kekhasan tersebut akan menentukan kualitas komunikasi (Bungin, 2008).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Komunikasi menjalankan empat fungsi utama yaitu kendali (kontrol,
pengawasan), motivasi, pengungkapan emosional dan informasi (Robbins,
1998). Moeljono (2005) menyatakan komunikasi organisasi sebagai indikasi
perwujudan dari kekompakan organisasi. Zuhal (2010) mengemukakan
bahwa, etika dalam komunikasi organisasi menitikberatkan perhatiannya
pada permasalahan di seputar perilaku organisasi, seperti kepemimpinan,
motivasi, manajemen, konflik, kreativitas, dan persuasi.
Umar (1998) mengemukakan bahwa, tujuan komunikasi organisasi
adalah memberikan informasi kepada pihak luar maupun pihak dalam,
memanfaatkan umpan balik dalam rangka proses pengendalian manajemen,
mendapatkan pengaruh, alat untuk memecahkan persoalan untuk
pengambilan keputusan, mempermudah pembentukan kelompok-kelompok
kerja serta dapat dijadikan untuk menjaga pintu keluar masuk dengan pihak-
pihak luar organisasi.
Robbins (1998) menjelaskan arah komunikasi dibagi menjadi tiga yaitu
(1) ke bawah; (2) ke atas; dan (3) lateral. Komunikasi ke bawah
didefinisikan sebagai komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam
suatu kelompok atau organisasi ke suatu tingkat yang lebih bawah.
Komunikasi ke atas adalah komunikasi yang mengalir ke suatu tingkat yang
lebih tinggi dalam kelompok atau organisasi. Komunikasi lateral adalah
komunikasi yang terjadi di antara anggota kelompok kerja yang sama, di
antara anggota kelompok-kelompok kerja pada tingkat yang sama.
Apabila dilihat dari jaringan komunikasi, maka Robbins (1998)
menyatakan bahwa, saluran tempat informasi mengalir bisa melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
jaringan formal dan jaringan non formal. Jaringan formal lazimnya vertikal,
mengikuti rantai wewenang, dan terbatas pada komunikasi yang bertalian
dengan tugas. Sedangkan jaringan non formal seperti selentingan yang
bebas untuk bergerak ke segala arah, meloncati tingkat-tingkat wewenang,
dan kemungkinan besar memenuhi kebutuhan sosial anggota kelompok,
karena mempermudah penyelesaian tugas. Zuhal (2010) mengemukakan
bahwa, konteks yang terdapat dalam komunikasi organisasi adalah jenis
pesan, media, dan umpan balik komunikasi.
Kesenjangan komunikasi dan kebuntuan komunikasi akan menciptakan
kendala dalam pencapaian visi dan misi perusahaan. Untuk itu, dalam
perusahaan-perusahaan intensitas komunikasi dikembangkan dalam
berbagai program komunikasi yang berkelanjutan dan terarah (Sentana,
2008). Gunarsa (2004), menyatakan bahwa, intensitas komunikasi dapat
diukur dari apa-apa dan siapa yang saling dibicarakan, pikiran, perasaan,
obyek tertentu, orang lain, atau dirinya sendiri.
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension
Haris and Hartman (2002) menyatakan bahwa, persepsi adalah suatu
pengalaman sensorik di mana seorang individu mengamati perilaku, peristiwa
atau kondisi; membentuk interpretasi faktor yang diamati; mengembangkan
sikap, dan memungkinkan pengamatan diolah menjadi faktor yang
mempengaruhi perilakunya. Van den Ban dan Hawkins (1999)
mendefinisikan persepsi sebagai proses menerima informasi atau stimuli dari
lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Indrawijaya (1989) mengemukakan bahwa, Hamner dan Organ
mendefinisikan persepsi sebagai suatu proses di mana seseorang
mengorganisasikan dalam pikiran, menafsirkan, mengalami dan mengolah
pertanda atau segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Menurut Robbins
(1998), persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka, agar
memberikan makna bagi lingkungan mereka.
Rogers (2003) mengemukakan bahwa, proses selective perception di
tahap persuasi dalam suatu proses keputusan inovasi sangat penting dalam
menentukan perilaku seseorang. Selective perception didefinisikan sebagai
kecenderungan untuk menafsirkan pesan-pesan komunikasi dalam arti yang
sesuai dengan sikap-sikap dan kepercayaaannya. Dalam selective perception,
maka orang mengembangkan pandangan umumnya terhadap inovasi.
Pandangan orang tentang sifat-sifat inovasi, terutama keuntungan relatif,
kesesuaian dan kerumpilan menjadi sangat penting pada tahap ini. Pengertian
keuntungan relatif, kesesuaian dan kerumpilan dijelaskan sebagai berikut:
1) Keuntungan relatif adalah seberapa suatu inovasi dianggap lebih baik
daripada gagasan yang mendahuluinya atau dengan kata kata lain
kelebihan keuntungan dibandingkan dengan yang diberikan oleh sistem
yang lama.
Van den Ban dan Hawkins (1998) menjelaskan bahwa, sebuah inovasi
dianggap mempunyai keuntungan relatif karena dipengaruhi oleh
pemberian insentif kepada sasaran. Misalnya penyediaan insentif seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
penyediaan benih kepada petani dengan harga subsidi akan membuat
petani mencoba sebuah inovasi.
2) Kesesuaian adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan
nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan calon
penerima.
3) Kerumpilan suatu inovasi menurut pandangan anggota sistem,
berhubungan negatif dengan kecepatan adopsinya. Kerumpilan adalah
sejauh mana inovasi dianggap relatif sulit dipahami dan dipergunakan.
Pada tahapan persuasi, maka orang ingin memperoleh jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan seperti: “ Apakah hasil/akibat penggunaan inovasi?”
dan “Apakah kemanfaatan dan kemudoratan inovasi bagi saya” (Rogers,
1983). Manfaat dari kinerja suatu program pemerintah didefinisikan sebagai
kegunaan suatu keluaran yang dirasakan langsung oleh masyarakat, dapat
berupa tersedianya fasilitas yang diakses oleh publik (Lembaga Administrasi
Negara, 2003).
Tingkat kemanfaatan teknologi informasi komunikasi oleh petani dapat
digolongkan menjadi (1) memanfaatkan secara tidak langsung dan atau
komunikasi searah; (2) komunikasi dan atau mencari informasi secara
interaktif; dan (3) komunikasi secara interaktif, browsing, chatting, jejaring
sosial, pengelolaan/ dokumentasi informasi, dan promosi usaha (Mulyandari,
2011). Mcquail (2010), menyatakan bahwa manfaat dari media massa salah
satunya adalah penyebaran pengetahuan. Menurut Bungin (2008),
penghargaan tertinggi pada anggota masyarakat maya dalam sistem
pengetahuan mereka terletak pada seberapa banyak mereka dapat mengatasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
kasus-kasus teknologi media yang dihadapi oleh sesama anggota masyarakat
maya. Karena itu, status sosial tertinggi dalam sistem pengetahuan mereka
adalah seberapa banyak seseorang menjadi tempat bertanya untuk
memecahkan kasus-kasus tersebut.
Davis (Jogiyanto dan Abdillah, 2011) menyatakan bahwa, persepsi
kegunaan dan persepsi kemudahan penggunaan menentukan penerimaan
individual terhadap sistem teknologi informasi. Keduanya mempunyai
pengaruh ke niat perilaku. Pemakai teknologi akan mempunyai niat
menggunakan teknologi (niat perilaku), jika merasa sistem teknologi
bermanfaat. Pemakai teknologi akan mempunyai niat menggunakan teknologi
(niat perilaku), jika merasa sistem teknologi tersebut mudah digunakan.
Pemakai sistem akan menggunakan sistem jika merasa sistem tersebut mudah
digunakan.
Indrawijaya (1989) mengemukakan bahwa, persepsi menjadi salah satu
dasar dari perilaku seseorang. Haris and Hartman (2002), menambahkan
persepsi dicapai untuk semua aspek lingkungan individu (diri sendiri, orang
lain, komponen produksi, pelanggan, masyarakat umum, dan sebagainya).
Persepsi tidak selalu realitas, yaitu persepsi tidak selalu akurat atau benar.
Persepsi pekerja akan mempengaruhi perilaku pribadi.
Skinner (Sunaryo, 2002), menyatakan bahwa perilaku adalah
merupakan interaksi antara perangsang dan tanggapan. Perilaku juga
mempunyai arti aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons
serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia
selalu memiliki orientasi pada tugas tertentu, demikian juga individu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
bekerja berorientasi untuk menghasilkan sesuatu. Swansburg (2001),
menjelaskan bahwa, individu akan mengulang perilaku jika akibatnya positif.
Robbins (1998) menyatakan bahwa, persepsi dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi yang melekat pada pelaku persepsi. Selain itu persepsi
juga dipengaruhi oleh obyek atau target yang dipersepsikan dan konteks
situasi dimana persepsi itu dilakukan. Setiap karakteristik suatu obyek akan
meningkatkan kemungkinan bahwa karakteristik itu akan dipersepsikan.
Menurut Luthans (1995), persepsi dimulai ketika seseorang dihadapkan
pada stimulus atau suatu situasi. Situasi yang menghasilkan stimulus dapat
terjadi ketika berinteraksi dengan orang lain. Peristiwa atau obyek baru di
dalam sebuah situasi akan menarik perhatian bagi pelaku persepsi.
B. Kerangka Berpikir
Metode penyuluhan apabila ditinjau dari teknik komunikasi tidak langsung,
seperti melalui media massa konvensional (media cetak, televisi, dan radio)
mengalami banyak tantangan dan permasalahan, baik permasalahan distribusi,
jumlah yang terbatas, biaya pencetakan serta biaya transportasi yang besar,
penayangannya masih belum tepat waktu, tepat tempat dan tepat sasaran,
memerlukan biaya yang sangat besar, waktu tayangnya sangat terbatas dan
terkadang belum tentu dapat diterima oleh para petani sampai ke pelosok-pelosok.
Di satu sisi kebutuhan petani akan informasi penyuluhan sekarang sudah beragam
dan lebih spesifik lokasi.
Dalam era globalisasi ini kehadiran teknologi informasi memungkinkan
untuk menjawab tantangan yang ada, untuk itu penyuluhan pun perlu didukung
sistem informasi yang kuat dan jelas, sehingga percepatan informasi dapat tepat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
waktu, tempat tepat dan tepat sasaran. Kementerian Pertanian, melalui Badan
Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian pada tahun 2010
mengembangkan cyber extension yang merupakan sistem informasi penyuluhan
pertanian melalui media internet (berbasis informasi teknologi) yang dibangun
untuk mendukung penyediaan materi penyuluhan dan informasi pertanian bagi
penyuluh dalam memfasilitasi proses pembelajaran agribisnis pelaku utama dan
pelaku usaha.
Para penyuluh diharapkan dapat merubah perilaku yang hanya menerima
pasokan materi penyuluhan menjadi memanfaatkan cyber extension untuk dapat
meningkatkan kinerjanya. Sehingga kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber
extension dapat dilihat dalam hal aksebilitas, pemanfaatan materi informasi bagi
kegiatan penyuluhan, dan pengenalan cyber extension kepada petani (Badan
PPSDMP 2010; Rivera dan Qamar, 2003; Leeuwis, 2004; dan Subejo, 2008). Dari
kajian teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dijelaskan kerangka
berpikir penelitian sebagai berikut:
(1) Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension tersebut dapat
dipengaruhi oleh faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber
extension sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara
penyuluh dan adminstrator kabupaten, karakteristik penyuluh, serta persepsi
penyuluh terhadap cyber extension;
(2) Karakteristik penyuluh selain dapat mempengaruhi kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension, juga dapat berpengaruh terhadap komunikasi
antara penyuluh dan adminstrator cyber extension kabupaten serta persepsi
penyuluh terhadap cyber extension;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
(3) Faktor penunjang selain dapat mempengaruhi kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension, juga dapat mempengaruhi kualitas informasi
cyber extension, sosialisasi cyber extension kepada penyuluh dan persepsi
penyuluh terhadap cyber extension;
(4) Kualitas informasi cyber extension selain dapat mempengaruhi kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, juga dapat mempengaruhi
sosialisasi cyber extension kepada penyuluh dan persepsi penyuluh terhadap
cyber extension;
(5) Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh selain dapat mempengaruhi
kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, juga dapat
mempengaruhi komunikasi antara penyuluh dan adminstrator cyber
extension kabupaten dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension;
Agar lebih mudah pemahaman kerangka pikir, maka secara sistematis
digambarkan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Gambar 3. Diagram Konsep Kerangka Berpikir Hubungan Antar Peubah yang akan Diuji dalam Penelitian
Keterangan 1. Faktor penunjang cyber extension (X1) meliputi: kebijakan (X1.1.); sarana prasarana
(X1.2); dan pembiayaan (X1.3.); 2. Kualitas informasi cyber extension (X2) meliputi: kesesuaian informasi (X2.1.); aktualitas
informasi (X2.2.); sumber yang dipercaya (X2.3.); 3. Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) meliputi: percakapan (X3.1.);
pertemuan (X3.2.); media perantara (X3.3.) 4. Komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4) meliputi: sekedar
berkomunikasi (X4.1.), tukar menukar informasi (X4.2.), dan konsultasi (X4.3.). 5. Karakteristik penyuluh (X5) meliputi umur (X5.1.), pendidikan (X5.2.), masa kerja
(X5.3), kepemilikan sarana teknologi informasi (X5.4.), kepemilikan e-mail (X5.5.), motivasi (X5.6.), dan sikap terhadap teknologi informasi internet (X5.7.)
6. Persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) meliputi persepsi terhadap manfaat (X6.1.), persepsi terhadap kemudahan aplikasi (X6.2.), persepsi terhadap pembiayaan (X6.3.)
7. Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) meliputi aksesbilitas (Y1), pemanfaatan materi informasi bagi kegiatan penyuluhan (Y2), dan pengenalan cyber extension (Y3)
Kualitas informasi cyber extension (X2)
Persepsi penyuluh
terhadap cyber extension (X6)
Sosialisasi cyber extension
kepada penyuluh (X3)
Komunikasi antara penyuluh
dan admin kabupaten (X4)
Kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension
(Y)
Faktor penunjang
cyber extension (X1)
Karakteristik penyuluh (X5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
C. Hipotesis
1. Hipotesis Mayor
Terdapat pengaruh langsung maupun tidak langsung yang signifikan antara
faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi cyber extension,
sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, komunikasi antara penyuluh
dengan administrator kabupaten, karakteristik penyuluh, persepsi penyuluh
terhadap cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber
extension.
2. Hipotesis Minor
a. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara
faktor penunjang cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension.
b. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara
kualitas informasi cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension.
c. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara
sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap kinerja penyuluh
dalam pemanfaatan cyber extension.
d. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara
komunikasi antara penyuluh dengan administrator kabupaten terhadap
kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
e. Terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung yang signifikan antara
karakteristik penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan
cyber extension.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
f. Terdapat pengaruh langsung persepsi penyuluh terhadap cyber extension
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan bahwa (1) menjadi salah satu
yang kelembagaan penyuluhan kabupaten dan beberapa kelembagaan
penyuluhan kecamatannya yaitu mendapatkan fasilitasi prasarana untuk
mengakses cyber extension dari Kementerian Pertanian, (2) memiliki tingkat
aksesbilitas yang cukup tinggi terhadap sumber informasi, karena berdekatan
dengan ibukota negara, Jakarta. Waktu penelitian pada bulan April 2012 sampai
dengan Mei 2012.
B. Jenis Penelitian
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995) penelitian digolongkan menjadi
tiga tipe yaitu (1) penelitian penjajakan (eksploratif) yaitu penelitian yang
bertujuan menemukan sebab terjadinya sesuatu, bersifat terbuka masih mencari
– cari dan belum mempunyai hipotesis; (2) penelitian penjelasan (eksplanatori)
yaitu suatu penelitian yang menyoroti hubungan antara variabel penelitian dan
menguji hipotesis; (3) penelitian deskriptif adalah suatu penelitian untuk
mendeskripsikan secara rinci terhadap suatu fenomena tertentu. Berlandasan
landasan tersebut, bila dikaitkan dengan rancangan penelitian, maka tipe
penelitian ini adalah tipe eksplanatori. Dengan kata lain penelitian ini berusaha
menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian
hipotesis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Menurut sifatnya, penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Mardikanto
(2010) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif memusatkan pada pengumpulan
data kuantitatif yang berupa angka-angka untuk kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis statistika.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, yaitu
suatu metode pengumpulan data yang cepat dengan menggunakan kuisioner dari
sekelompok orang atau sampel. Penelitian survei menitikberatkan pada
penelitian relasional yakni mempelajari hubungan variabel-variabel, sehingga
secara langsung atau tidak, hipotesis penelitian dipertanyakan (Singarimbun dan
Effendi, 1995).
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2011). Populasi
juga didefinisikan sebagai keseluruhan dari unit-unit analisis yang memiliki
spesifikasi atau ciri-ciri tertentu (Slamet, 2006). Populasi dalam penelitian
adalah penyuluh yang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
dibiayai oleh pemerintah yaitu Penyuluh PNS dan THL-TB Penyuluh
Pertanian di Kabupaten Bogor. Jumlah populasi dalam penelitian sebesar 196
penyuluh terdiri dari (109 Penyuluh PNS dan 87 THL-TB PP).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2011). Teknik pengambilan sampel ini adalah
stratified random sampling, Populasi penyuluh akan distrata dengan
mempertimbangkan kriteria yaitu penyuluh yang bertugas di BP3K wilayah
kerja yang mendapat fasilitasi sarana-prasarana komputer untuk mengakses
cyber extension dan tidak mendapat fasilitasi, kemudian akan distrata kembali
menurut status penyuluh yaitu (1) Penyuluh PNS dan (2) THL-TB PP.
Jumlah sampel yang akan diambil sejumlah 98 orang dengan rincian seperti
tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Sampel yang Diambil dalam Penelitian
No Kriteria Penyuluh PNS
(orang) THL-TB PP
(orang) Jumlah*) Sampel Jumlah*) Sampel
1. BP3K yang mendapat fasilitasi
61 30 39 20
2. BP3K yang tidak mendapat fasilitasi
48 24 48 24
Jumlah 109 54 87 44
*) Sumber data: Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bogor per Januari 2012
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Faktor penunjang cyber extension
a. Kebijakan adalah dukungan yang diberikan oleh kelembagaan atau
pemerintah yang dirasakan penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu: (1) sangat tidak mendukung (tidak
ada); (2) tidak mendukung (ada, tetapi belum diimplementasikan); (3)
mendukung (ada, tetapi belum seperti yang diharapkan); dan (4) sangat
mendukung (ada, dan sudah seperti yang diharapkan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
b. Sarana dan prasarana adalah kondisi sarana prasarana yang mendukung
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Diukur dengan skala skor 1
– 4 yaitu: (1) sangat tidak mendukung (belum tersedia); 2) tidak
mendukung (tersedia, namun belum berfungsi); 3) mendukung (tersedia,
akses internet di tempat-tempat tertentu); 4) sangat mendukung (tersedia,
akses internet tersedia di berbagai tempat).
c. Pembiayaan adalah dukungan pengeluaran untuk keperluan operasional
dalam pemanfaatan cyber extension. Diukur dengan skala skor 1 – 4, yaitu:
(1) sangat tidak mendukung (belum dianggarkan); (2) tidak mendukung
(sudah dianggarkan, tetapi belum cukup); (3) mendukung (sudah
dianggarkan, cukup, tetapi sulit dicairkan); dan (4) sangat mendukung
(sudah dianggarkan, cukup dan mudah dicairkan).
2. Kualitas informasi cyber extension
a. Kesesuaian informasi yaitu informasi yang sesuai dengan rencana kerja
penyuluh, kebutuhan penyuluh dan kebutuhan petani. Diukur dengan skala
skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat tidak sesuai ; (2) tidak sesuai; (3) sesuai; dan
(4) sangat sesuai.
b. Aktualitas informasi yaitu informasi yang tersedia adalah informasi yang
selalu diperbaharui. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat tidak
aktual (tidak pernah di-update); (2) tidak aktual (di-update > 1 bulan
sekali); (3) aktual (di-update < 1 bulan sekali); dan (4) sangat aktual (di-
update > 1 minggu sekali).
c. Sumber yang dipercaya yaitu informasi yang tersedia dari sumber yang
mudah ditelusuri identitasnya. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
tidak mudah ditelusuri; (2) sulit ditulusuri; (3) relatif mudah ditelusuri; dan
(4) sangat mudah ditelusuri.
3. Sosialisasi cyber extension
Upaya mengkomunikasikan kepada penyuluh untuk meningkatkan pemahaman
penyuluh terkait dengan cyber extension, yang meliputi:
a. Percakapan yaitu frekuensi dialog antar penyuluh atau pihak terkait lain,
tanpa dibatasi lokasi dan waktu. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4
yaitu, (1) tidak pernah (tidak pernah); (2) kurang (< 1 kali/bulan); (3)
sering (1 - 4 kali/bulan); dan (4) selalu (> 1 kali/minggu).
b. Pertemuan dan pelatihan yaitu keterlibatan penyuluh dalam proses tatap
muka atau pelatihan yang melibatkan beberapa penyuluh, dalam suatu
lokasi dan waktu tertentu.
(1) Keikutsertaan penyuluh. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4,
yaitu (1) tidak pernah hadir; (2) jarang (< 50% kehadiran); 3) sering
(> 50% kehadiran); dan (4) selalu.
(2) Motivasi kehadiran. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4 diukur
dengan skor (1) sangat rendah (terpaksa, karena ancaman); 2) rendah
(terpaksa, karena terinduksi); (3) tinggi (terpaksa, karena lingkungan);
dan (4) sangat tinggi (kesadaran).
(3) Keterlibatan penyuluhan. Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4
yaitu, (1) sangat tidak terlibat (tidak memperhatikan); (2) tidak
terlibat (pasif, tidak merespon); (3) terlibat (merespon, tetapi tidak
untuk menggunakan; serta (4) sangat terlibat (merespon dan untuk
menggunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
c. Media perantara yaitu keragaman media perantara yang pernah
dibaca/dilihat/ditonton penyuluh yang menginformasikan cyber extension.
Variabel diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak pernah; (2) kurang
beragam (1 jenis media); (3) beragam (2 jenis media); dan (4) sangat
beragam (> 2 jenis media).
4. Komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension kabupaten
Proses saling menukar pesan antara penyuluh dengan administrator cyber
extension di Kabupaten Bogor. Komunikasi tersebut meliputi:
a. Sekedar berkomunikasi yaitu frekuensi komunikasi antara penyuluh dan
admin kabupaten untuk sekedar berkomunikasi. Diukur dengan skala skor 1
– 4, yaitu (1) belum pernah (belum pernah); (2) tidak intensif (< 1
kali/bulan); (3) intensif (1-4 kali/bulan); dan (4) setiap saat (1 kali/minggu).
b. Tukar menukar informasi yaitu frekuensi komunikasi antara penyuluh untuk
saling tukar menukar informasi materi cyber extension. Diukur dengan skala
skor 1 – 4, yaitu (1) belum pernah (belum pernah); (2) tidak intensif (< 1
kali/bulan); (3) intensif (1-4 kali/bulan); dan (4) setiap saat (1 kali/minggu).
c. Konsultasi yaitu frekuensi komunikasi antara penyuluh dan admin
kabupaten untuk berkonsultasi dalam pemanfaatan cyber extension. Diukur
dengan skala skor 1 – 4, yaitu (1) belum pernah (belum pernah); (2) tidak
intensif (< 1 kali/bulan); (3) intensif (1-4 kali/bulan); dan (4) setiap saat (1
kali/minggu).
5. Karakteristik Penyuluh
Karakteristik penyuluh adalah bagian dari individu dan melekat pada diri
penyuluh yang berhubungan dalam pemanfaatan cyber extension. Karakteristik
penyuluh meliputi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
a. Umur adalah usia responden pada saat mengisi kuesioner. Dinyatakan
dalam skala skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat muda (< 25 tahun); (2) muda (25
tahun - 35 tahun; (3) tua (36 – 50 tahun); dan (4) sangat tua (>50 tahun).
b. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir responden yang
berhasil ditamatkan dinyatakan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) SLTA; (2) DIII;
(3) S1; dan (4) S2/S3.
c. Masa kerja adalah tingkat senioritas penyuluh terkait lama kerja menjadi
penyuluh, dan dinyatakan dalam tahun. Diukur dengan skala skor 1 – 4
yaitu, (1) yunior (< 5 tahun); (2) madya (6 – 15 tahun); (3) senior (16 - 25
tahun); dan (4) sangat senior (> 26 tahun).
d. Kepemilikan sarana teknologi informasi adalah sarana teknologi informasi
yang dimiliki oleh responden untuk mengakses informasi pertanian. Diukur
dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak mempunyai; (2) mempunyai sarana,
namun tidak pernah dimanfaatkan; (3) mempunyai sarana, kadang
dimanfaatkan untuk internet; dan (4) mempunyai sarana, sering
dimanfaatkan untuk internet.
e. Kepemilikan alamat e-mail adalah kepemilikan alamat e-mail penyuluh
yang difungsikan untuk informasi pertanian. Diukur dengan skala skor 1 – 4
yaitu, (1) tidak mempunyai alamat e-mail; (2) mempunyai alamat e-mail,
tetapi tidak difungsikan; (3) mempunyai alamat e-mail, dan jarang
difungsikan; dan (4) mempunyai alamat e-mail dan difungsikan.
f. Motivasi meliputi motivasi menggunakan teknologi informasi internet,
motivasi mempelajari teknologi informasi internet, motivasi pemanfaatan
informasi internet. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) sangat rendah,
(2) rendah, (3) tinggi dan (4) sangat tinggi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
g. Sikap terhadap teknologi informasi adalah sikap penyuluh terhadap
penggunaan teknologi informasi untuk mencari informasi pertanian. Diukur
dengan skala 1 – 4 meliputi (1) tidak menggunakan; (2) masih dijadikan
pertimbangan untuk mengakses informasi pertanian; (3) pilihan untuk
mencari informasi pertanian; (4) kebutuhan/keperluan sehari-hari .
6. Persepsi penyuluh terhadap cyber extension
Pandangan umum penyuluh mengenai cyber extension dan pemanfaatannya,
yang meliputi:
a. Persepsi manfaat adalah penilaian penyuluh terhadap kelebihan dan
manfaat menggunakan cyber extension meliputi manfaat bagi tambahan
pengetahuan bagi penyuluh, tambahan pengatahuan bagi petani dan
membangun jejaring. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) buruk; (2)
kurang baik; (3) baik; dan (4) sangat baik.
b. Persepsi kemudahan aplikasi adalah penilaian penyuluh terkait dengan
mudah atau tidaknya memanfaatkan cyber extension untuk mendapatkan
informasi pertanian, meliputi kemudahan aplikasi dengan sarana prasarana
kantor, kemudahan aplikasi oleh penyuluh, dan kemudahan aplikasi oleh
petani. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) buruk; (2) kurang baik; (3)
baik; dan (4) sangat baik.
c. Persepsi pembiayaan adalah penilaian penyuluh terkait dengan
keterjangkau pembiayaan dalam pemanfaatan cyber extension, meliputi
pembiayaan oleh pemerintah, pembiayaan oleh penyuluh dan pembiayaan
oleh petani. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) buruk; (2) kurang
baik; (3) baik; (4) sangat baik.
7. Kinerja penyuluh pertanian dalam pemanfaatan cyber extension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Hasil kerja yang dicapai oleh penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension,
yang meliputi:
a. Aksesbilitas yang meliputi:
(1) Mencari informasi adalah frekuensi dalam melakukan penelusuran
informasi yang tersedia di cyber extension. Diukur dengan skala skor 1
– 4 yakni, (1) tidak pernah; (2) kurang (< 1 kali/bulan); (3) sering (1 - 4
kali/bulan); dan (4) selalu (> 1 kali/minggu).
(2) Umpan balik adalah frekuensi dalam merespon terhadap isi informasi
penyuluhan dalam cyber exytension. Meliputi ide, komentar,
pertanyaan. Diukur dengan skala skor 1 – 4 yaitu, (1) tidak pernah; (2)
kurang (< 1 kali/bulan); (3) sering (1 - 4 kali/bulan); dan (4) selalu (> 1
kali/minggu).
(3) Penyedia informasi dari lapangan adalah frekuesi dalam menyampaikan
materi informasi dalam cyber extension. Diukur dengan skor 1 – 4
yaitu, (1) tidak pernah; (2) kurang (< 1 kali/bulan); (3) sering (1 - 4
kali/bulan); dan (4) selalu (> 1 kali/minggu).
b. Pemanfaatan materi informasi bagi kegiatan penyuluhan adalah frekuensi
kegiatan penyuluh dalam penyampaian informasi pada cyber extension
kepada petani/kelompok tani. Diukur dengan skala ordinal dengan skor 1 –
4, diklasifikasikan menjadi (1) tidak pernah; (2) kurang (< 50% dari
kegiatan penyuluhan); (3) sering (> 50% dari kegiatan penyuluhan, dan (4)
selalu.
c. Pengenalan cyber extension adalah frekuensi kegiatan penyuluh dalam
mengenalkan cyber extension kepada petani/kelompok tani. Diukur dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
skor 1 – 4 yaitu (1) tidak pernah; (2) kurang (< 50% dari kegiatan
penyuluhan); (3) sering (> 50% dari kegiatan penyuluhan, dan (4) selalu.
Secara rinci pengukuran variabel tersaji pada Lampiran 3.
E. Teknik dan Instrumen untuk Mengumpulkan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer akan diperoleh melalui wawancara maupun observasi.
Kuisoner merupakan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu
dengan memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden yaitu
penyuluh di Kabupaten Bogor.
Data sekunder akan diperoleh dari data-data serta dokumen lembaga-
lembaga dan dinas atau instansi, dan pihak-pihak lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini. Secara lebih rincinya, teknik pengumpulan data pada
penelitian ini dijelaskan sebagai berikut :
a. Wawancara terstuktur adalah pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan secara langsung kepada responden dengan menggunakan
pedoman wawancara, dalam hal ini adalah kuisoner.
b. Observasi non partisipan, melalui pengamatan, pencatatan, dan
menganalisa terhadap obyek dari penelitian.
c. Pencatatan, yaitu melalui pengambilan data dari dokumen-dokumen
instansi/ lembaga dan pihak-pihak yang terkait dalam penelitian.
2. Instrumen Penelitian
Instrumentasi atau alat ukur yang digunakan penelitian ini adalah:
a. Kuesioner
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
Kuisoner yaitu lembar pertanyaan yang diisi sendiri oleh responden
(Mardikanto, 2010). Kuisoner dalam penelitian ini merupakan daftar
pertanyaan yang berkaitan dengan variabel atau peubah-peubah yang
akan diteliti.
b. Panduan Pengamatan
Perlengkapan lain yang mendukung penggunaan kuisoner, misalnya
dengan penggnaan perekam suara, dan kamera foto, kamera video.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas atau ketepatan alat ukur ditujukan untuk melihat sejauh mana
ketepatan suatu alat ukur untuk mengukur sesuatu yang ingin diukur
(Singarimbun dan Effendi, 1995). Valid juga mengandung arti bahwa
instrumen dapat digunakan untuk mengkur apa yang seharusnya diukur
(Sugiyono, 2011). Teknik uji validitas alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah validitas konstruk, yaitu menyusun tolok ukur
operasional dari suatu kerangka konsep variabel atau peubah yang
digunakan. Langkah-langkah uji validitas instrumen yang dilakukan adalah:
(a) mendefinisikan secara operasional konsep peubah yang akan diukur
berdasarkan referensi literatur dan konsultasi dengan pakar atau dosen
pembimbing, (b) melakukan uji coba instrumen pada sejumlah responden,
(c) mempersiapkan tabel tabulasi jawaban, (d) menghitung korelasi antara
setiap item pernyataan/pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan
teknik korelasi product moment dengan bantuan Program Statistical Package
for Social Science (SPSS), dan (e) membandingkan angka korelasi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
angka kritik pada tabel korelasi nilai r (angka korelasi) pada taraf tertentu
(1% atau 5%). Apabila angka korelasi tersebut lebih besar daripada angka
pada tabel korelasi nilai r, maka item pertanyaan/pernyataan tersebut
dinyatakan valid.
Intrepretasi hasil uji coba validitas instrumen penelitian dengan teknik
korelasi butir sola disajikan pada Lampiran 5. Hasilnya menunjukkan bahwa
semua butir pertanyaan dinyatakan valid.
2. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama
(Sugiyono, 2011). Teknik uji reliabilitas yang digunakan adalah uji cronbach
alpha.
Teknik ini digunakan untuk menguji instrumen dengan alternatif jawaban
per butir pertanyaan > 2 (lebih dari dua). Rumus uji cronbach alpha:
dimana :
n = jumlah item
Vi = varian item ke i
Vt = varian total
Ketelitian instrumen ini dapat dilihat dari koefisien korelasi cronbach alfa
dari data yang diperoleh yaitu > 0,75 (Young dalam Mardikanto, 2010).
Intrepretasi hasil uji reliabilitas instrumen penelitian dapat dilihat pada
Lampiran 5. Hasil perhitungan cronbach alfa menunjukkan bahwa instrumen
N
n - 1 1 -
Vi
Vt a=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
penelitian untuk variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6 dan Y seluruhnya reliabel,
karena masing-masing nilainya lebih besar dari 0,75
G. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang akan dipergunakan adalah
teknik analisis statitistik deskriptif dan analisis jalur (path analysis), dijelaskan
sebagai berikut:
1. Analisis Statistik Deskriptif
Menurut Sugiyono (2010) statistik deskriptif adalah statistik yang
berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek
yang diteliti melalui data sampel atau populasi. Sesuai data yang tersedia,
data primer dianalisis melalui tahap (Prasetyo dan Jannah, 2005):
a. Pengkodean data (coding), merupakan suatu proses.penyusunan secara
sistematis data mentah (yang ada dalam kuisoner) ke dalam bentuk yang
mudah dibaca ke dalam mesin pengolah data seperti komputer.
b. Data entering, untuk memudahkan data yang telah diubah menjadi kode ke
dalam mesin pengolah data.
c. Data cleaning, untuk memastikan seluruh data yang telah dimasukkan ke
mesin pengolah data sudah sesuai yang sebenarnya
d. Data output yang merupakan hasil pengolahan data
e. Analisis data yaitu suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk
melihat bagaimana mengintrepretasikan data dari hasil yang sudah ada
pada tahap hasil pengolahan data .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Dalam penelitian ini akan digunakan skala data ordinal. Pada data
dengan skala ordinal, “pusat kecenderungan” adalah pada nilai tengah atau
median (Mardikanto, 2010).
2. Analisis Jalur
Analisis jalur merupakan analisis yang menguji kesignifikansian pengaruh
masing-masing variabel bebas (eksogen) terhadap variabel terikat (endogen),
yang ditunjukkan pada koefisien jalur (koefisian korelasi langsung), sesuai
dengan “paradigma penelitian” (Mardikanto, 2010).
Beberapa keunggulan dari analisis jalur dibanding regresi menurut
Mardikanto (2010) adalah sebagai berikut :
a. Koefisien jalur, sudah memperhatikan pengaruh variabel bebas yang lain
terhadap variabel terikatnya;
b. Tidak memerlukan uji otokorelasi, multikolinearitas, dan
heteroskedastisitas;
c. Dapat diterapkan pada variabel-variabel berskala ordinal, dengan
memanfaatkan nilai koefisien korelasi jenjangnya.
Dalam hal ini variabel-variabel yang akan dianalisis hanya memiliki skala
ordinal, maka perlu terlebih dahulu dilakukan penjenjangan terhadap data
aslinya, baru dilakukan analisis korelasi dan regresi yang diperlukan.
Berikut ini adalah diagram analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja penyuluh dalam pemanfataam cyber extension (Gambar 4).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Gambar 4. Diagram Analisis dari Kerangka Berpikir
Beberapa tahapan analisis jalur pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Menghitung koefisien determinasi (R2) dan uji signifikansinya
Koefisien determinasi (R2) menunjukkan pengaruh gabungan beberapa
variabel bebas terhadap variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat lima
persamaan simultan. Oleh karenanya diperoleh lima koefisien determinasi (R2)
masing-masing untuk persamaan simultan 1, 2, 3, 4, dan 5. Untuk mengetahui
apakah besarnya nilai R2 dapat diterima secara statistik, dilakukan pengujian
linearitas melalui uji F. Pengujian linearitas dilakukan menggunakan program
€5
€1
€2
€3
€4
rYX1
rX2X1
rX2X4
rX2X5
rX3X1
Kualitas informasi cyber extension (X2)
Persepsi penyuluh
terhadap cyber extension (X6)
Sosialisasi cyber extension
kepada penyuluh (X3)
Komunikasi antara penyuluh
dan admin kabupaten (X4)
Kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension
(Y)
rX6X3
rX4X3 rX6X4
rX6X1 rYX3
rYX2 rX6X2
rYX6
rX6X5
rYX4
rYX5
rX4X1
rX4X5
rX3X2
Faktor penunjang
cyber extension (X1)
Karakteristik penyuluh
(X5)
rX1X5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
SPSS yang menghasilkan nilai Fhitung dan nilai sign. Pengujian dilakukan pada
taraf nyata 5% (α = 0,05) dengan kriteria pengujian :
- H1 diterima atau terdapat hubungan linier jika nilai sign ≤ α
- H1 ditolak atau tidak terdapat hubungan linier jika nilai sign > α
b. Menghitung besarnya koefisien jalur (r) antar variabel dan uji signifikansinya
Besarnya koefisien jalur (r) dihitung menggunakan program SPSS dan
pengujian dilakukan melalui uji t. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
H1 : r ≠ 0
H0 : r = 0
Pengujian dilakukan dengan statistik uji t menggunakan program SPSS
yang menghasilkan nilai r, thitung dan nilai sign. Pengujian dilakukan pada taraf
nyata 5% (α = 0,05) dengan kriteria pengujian:
- H1 diterima jika nilai sign ≤ α
- H1 ditolak jika nilai sign > α
c. Menghitung koefisien korelasi (r) antar variabel dan signifikansinya
Koefisien korelasi (r) menunjukkan besarnya hubungan antar variabel.
Besarnya nilai r pada penelitian ini dihitung menggunakan program SPSS.
Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut:
H1 : Terdapat korelasi antar variabel
H0 : Tidak terdapat korelasi antar variabel
H1 : r ≠ 0 H0 : r = 0
Pengujian dilakukan dengan statistik menggunakan program SPSS yang
menghasilkan nilai r dan nilai sign. Pengujian dilakukan pada taraf nyata 5% (α
= 0,05) dengan kriteria pengujian:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
- H1 diterima jika nilai sign ≤ α
- H1 ditolak jika nilai sign > α
d. Menentukan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung antar variabel
Sudjana (2003) menyatakan bahwa untuk menentukan besarnya pengaruh
langsung dan pengaruh tidak langsung didasarkan pada keterkaitan koefisien
korelasi (r) dan koefisien jalur (r).
Pengujian terhadap seberapa jauh kuatnya pengaruh langsung dibanding
dengan pengaruh tak langsung, dihitung dengan membandingkan antara
besarnya nilai β dengan r - β.
- Jika β > (r - β), maka variabel bebas benar-benar memiliki pengaruh langsung
terhadap variabel tergantungnya.
- Jika β < (r - β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung
terhadap variabel tergantung, dan pengaruhnya lebih ditentukan oleh
pengaruh variabel lainnya terhadap variabel tergantungnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
H. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Kelembagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor
a. Kelembagaan Penyuluhan di Tingkat Kabupaten
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, pasal 8 yang mengatur
kelembagaan penyuluhan menyatakan bahwa kelembagaan penyuluhan di
tingkat kabupaten/kota berbentuk badan pelaksana penyuluhan. Untuk
melaksanakan amanat undang-undang tersebut, maka pada tahun 2008
berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 Tahun 2008,
dibentuk Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kabupaten Bogor.
Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K)
bertugas untuk membantu Bupati dalam melaksanakan urusan Pemerintah
Daerah di bidang penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan dan
kehutanan. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut maka BP4K mempunyai
fungsi sebagai berikut:
1. Penyusunan kebijakan dan program penyuluhan daerah yang sejalan
dengan kebijakan dan program penyuluhan provinsi dan nasional;
2. Penyusunan kebijakan, program dan kegiatan penyuluhan yang
mendukung kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian,
perikanan dan kehutanan daerah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
3. Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan mekanisme, tata kerja dan
metode penyuluhan;
4. Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, pengemasan dan penyebaran
materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
5. Pelaksanaan pembinaan pengembangan kerjasama, kemitraan, pengelolaan
kelembagaan, ketenagaan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan
penyuluhan;
6. Penumbuhkembangan dan fasilitasi kelembagaan dan forum kegiatan bagi
pelaku utama dan pelaku usaha;
7. Peningkatan kapasitas Penyuluh Pegawai Negeri Sipil, swadaya dan
swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan.
Susunan organisasi Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor terdiri atas:
1. Kepala Badan;
2. Sekretariat Badan, yang membawahi:
a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b. Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan
3. Kelompok Penyuluh Pertanian;
4. Kelompok Penyuluh Kehutanan;
5. Kelompok Penyuluh Peternakan;
6. Kelompok Penyuluh Perikanan;
7. Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan;
8. Kelompok Jabatan Fungsional Umum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
b. Kelembagaan Penyuluhan di Tingkat Lapangan
Kelembagaan penyuluh di tingkat kecamatan sesuai dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 Tahun 2008 adalah Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). BP3K dipimpin oleh seorang
Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BP4K
dan secara operasional dikoordinasikan oleh Camat. BP3K terdiri dari dari
kelompok Jabatan Fungsional Penyuluh. Pembiayaan operasionalisasi BP3K
masih mengandalkan dari alokasi dana dari BP4K.
BP3K mempunyai fungsi:
1. Penyusunan programa penyuluhan pada tingkat kecamatan sejalan
dengan programa penyuluhan daerah;
2. Pelaksanaan penyuluhan berdasarkan programa penyuluhan;
3. Penyediaan dan menyebarkan informasi teknologi, sarana produksi,
pembiayaan dan pasar;
4. Fasilitasi pengembangan kelembagaan dan kemitraan pelaku utama dan
pelaku usaha;
5. Fasilitasi peningkatan kapasitas penyuluh pns, penyuluh swadaya,
penyuluh swasta melalui proses pembelajaran secara berkelanjutan; dan
6. Pelaksanaan proses pembelajaran melalui percontohan dan
pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha.
Sebaran BP3K di Kabupaten Bogor tersaji pada Tabel 2 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Tabel 2. Sebaran BP3K di Kabupaten Bogor Tahun 2012 No. Nama BP3K Wilayah 1. BP3K Cibinong a. Kecamatan Cibinong
b. Kecamatan Bojong Gede c. Kecamatan Tajur Halang d. Kecamatan Sukaraja e. Kecamatan Babakan Madang
2. BP3K Caringin a. Kecamatan Caringin b. Kecamatan Cigombong c. Kecamatan Cijeruk
3. BP3K Jonggol a. Kecamatan Jonggol b. Kecamatan Sukamakmur c. Kecamatan Cileungsi
4. BP3K Gunung Putri a. Kecamatan Gunung Putri b. Kecamatan Citereup c. Kecamatan Klapanunggal
5. BP3K Ciawi a. Kecamatan Ciawi b. Kecamatan Cisarua c. Kecamatan Megamendung
6. BP3K Cibungbulang a. Kecamatan Cibungbulang b. Kecamatan Pamijahan c. Kecamatan Ciampea d. Kecamatan Tenjolaya
7. BP3K Leuwiliang a. Kecamatan Leuwiliang b. Kecamatan Leuwisadeng c. Kecamatan Nanggung
8. BP3K Cariu a. Kecamatan Cariu b. Kecamatan Tanjungsari
9. BP3K Dramaga a. Kecamatan Dramaga b. Kecamatan Ciomas c. Kecamatan Tamansari
10. BP3K Ciseeng a. Kecamatan Gunung Sindur b. Kecamatan Parung c. Kecamatan Ciseeg d. Kecamatan Rancabungur
11. BP3K Cigudeg a. Kecamatan Cigudeg b. Kecamatan Jasinga c. Kecamatan Sukajaya
12. BP3K Parung Panjang a. Kecamatan Parung Panjang b. Kecamatan Tenjo
Sumber : BP4K Kabupaten Bogor, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Pada tingkat desa mulai tahun 2009 di Kabupaten Bogor telah dibentuk
beberapa Pos Penyuluhan Desa. Pos Penyuluhan Desa berfungsi sebagai
tempat pertemuan para penyuluh, pelaku utama, dan pelaku usaha untuk:
a. Menyusun programa penyuluhan;
b. Melaksanakan penyuluhan di desa;
c. Inventarisasi permasalahan dan upaya pemecahannya;
d. Pelaksanaan proses pembelajaran melalui percontohan dan
pengembangan model usaha tani bagi pelaku utama dan pelaku usaha;
e. Penumbuhkembangan kepemimpinan, kewirausahaan, serta kelembagaan
pelaku utama dan pelaku usaha;
f. Fasilitasi layanan informasi, konsultasi, pendidikan serta pelatihan bagi
pelaku utama dan pelaku usaha; dan
g. Fasilitasi forum penyuluhan desa.
Pada tahun 2009 terbentuk 38 Pos Penyuluhan Perdesaan (Posluhdes);
tahun 2010 terbentuk 25 Posluhdes; tahun 2011 terbentuk 15 Posluhdes,
sehingga total terbentuk 78 Posluhdes di 78 desa, dari 253 desa/ kelurahan se-
Kabupaten Bogor.
2. Ketenagaan Penyuluhan di Kabupaten Bogor
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 15 Tahun 2008,
tentang Pembentukan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan (BP4K) Pasal 18 menjelaskan bahwa penyuluh mempunyai tugas
menyelenggarakan penyuluh di wilayah kerja. Penyuluh mempunyai fungsi
sebagai berikut:
1. Inventarisasi, identifikasi dan pengolaha data potensi di wilayah kerjanya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
2. Pelaksanaan rencana kerja dan membantu penyusunan programa penyuluhan;
3. Pelaksanaan materi penyuluhan dan penerapan metode penyuluhan serta
pengembangan swadaya dan swakarsa pelaku utama dan pelaku usaha;
4. Peningkatan kapasitas dan kompetensi penyuluh;
5. Pelaksanaan kunjungan ke pelaku utama dan pelaku usaha untuk
memfasilitasi pemecahan masalah usaha tani di wilayah kerjanya;
6. Penyebarluasan informasi yang dibutuhkan oleh pelaku utama dan pelaku
usaha;
7. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan.
Sebaran penyuluh di Kabupaten Bogor tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Sebaran Jumlah Penyuluh Berdasarkan Status Kepegawaian dan Tempat Kerja di Kabupaten Bogor
No. Uraian Jumlah (orang) Persentase (%)
1. Penyuluh PNS Tingkat Kabupaten 35 14,40 2. Penyuluh Tingkat Lapangan 208 85,60 a. Penyuluh PNS 121 b. THL-TBPP (Penyuluh bantu) 87
Jumlah 243 100,00 Sumber : BP4K Tahun 2012
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebaran jumlah penyuluh yang paling tinggi
adalah penyuluh PNS tingkat lapangan (PNS dan THL-TBPP) dengan jumlah
85,60% dan penyuluh PNS tingkat kabupaten 14,40%.
3. Penyelenggaraan Penyuluhan di Kabupaten Bogor
Programa Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan merupakan
panduan penyelenggaraan penyuluhan, serta rekomendasi Komisi Penyuluhan
Kabupaten (KPK) sebagai bahan pertimbangan lanjutan bagi Bupati Bogor dan
beberapa kementerian terkait dalam pengambilan kebijakan penyelenggaraan
penyuluhan. Dalam mendukung penyelenggaraan penyuluhan tersebut didukung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
oleh sarana prasaran fisik kelembagaan dan mobilitasi operasional penyuluh
yang mulai tertata dengan baik, melalui pendanaan kegiatan dari pemerintah
pusat (Dana Alokasi Khusus/DAK), provinsi (Bantuan Keuangan), maupun
Daerah (Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah/ APBD).
Dalam melaksanakan kegiatan penyuluh di tingkat lapangan, maka
dilaksanakan oleh penyuluh 121 PNS dan 87 THL-TBPP (Tabel 3). Selain
penyuluh di tingkat lapangan masih terdapat 35 orang penyuluh PNS (Tabel 3)
yang meskipun secara legalitas mempunyai wilayah kerja namun sehari-hari
bertugas di kabupaten. Penyuluh tingkat lapangan yang bertugas di BP3K paling
banyak karena penyuluh ini merupakan tenaga fungsional yang tugas pokok dan
fungsinya melaksanakan penyuluhan kepada petani atau masyarakat sasaran.
Penyuluh tingkat kabupaten jumlahnya paling sedikit, karena hanya membantu
tugas struktural di BP4K.
Dalam penyelengaraan penyuluhan, THL-TB PP bertugas untuk
membantu kerja penyuluh lapang (PNS) di lapang. THL-TBPP yang bertugas di
Kabupaten Bogor, juga termasuk THL-TBPP di wilayah lain di Indonesia
merupakan tenaga kontrak penyuluh yang dikontrak selama 10 bulan oleh
Kementerian Pertanian. Kontrak kerja tersebut selalu diperbaharui tiap tahun.
Rekruitmen tersebut dimulai pada tahun 2007, dan kemudian dilanjutkan pada
tahun 2008 dan tahun 2009. Pada tahun 2010 karena perubahan kebijakan, maka
rekruitmen tersebut dihentikan, dengan hanya memperpanjang kontrak para
THL-TBPP tiap tahun sekali.
Penyuluh PNS yang berusia di atas 50 tahun sebanyak 102 orang (65%),
sedangkan yang berusia 50 tahun ke bawah sebanyak 54 orang (35%) dari total
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
penyuluh yang ada. Hal ini mengindikasikan akan terjadinya potensi erosi
sumberdaya penyelenggara penyuluhan pada beberapa tahun ke depan, yang
akan berdampak terhadap berkurangnya mobilitas dan cakupan pelayanan
penyuluhan oleh penyuluh PNS serta kapabilitas yang mengikat di dalamnya.
Kehadiran THL-TBPP memang mendukung penyelenggaraan penyuluhan
di tingkat lapangan. Sebelum THL-TBPP direkrut, maka rata-rata setiap orang
penyuluh PNS di Kabupaten Bogor cakupan wilayah kerjanya 6 – 8 desa,
sedangkan setelah adanya THL-TBPP, maka rata-rata setiap penyuluh
mempunyai wilayah kerja 2 – 3 desa.
Jumlah Penyuluh (PNS) di tingkat lapangan maupun THL-TBPP tiap tahun
berkurang. Pada tahun 2012 untuk penyuluh PNS jumlahnya turun 9%
sedangkan THL-TBPP turun 18%, dengan total penurunan angka penyuluh PNS
di lapangan dan THL-TBPP sebesar 13%. Hal ini disebabkan karena Penyuluh
PNS telah banyak yang memasuki masa usia pensiun atau meninggal dunia,
sedangkan para THL-TBPP tidak meneruskan kontraknya karena telah mendapat
pekerjaan baik di lingkungan swasta ataupun pemerintahan (PNS) meskipun
tidak menjadi penyuluh atau pertimbangan lain untuk tidak memperpanjang
kontra. Untuk mengantisipasi terus berkurangnya tenaga penyuluh, maka telah
disepakati langkah rekruitmen penyuluh pertanian swadaya (PPS) yang memiliki
peran dan fungsi yang sama dengan penyuluh (PNS dan THL-TBPP). Hingga
tahun 2012 tercatat terdapat 398 penyuluh PPS. Penyuluh PPS ini terlibat dalam
kegiatan penyuluhan dan diikutsertakan dalam setiap pertemuan dua mingguan
di BP3K.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Salah satu kelemahan ketenagaan penyuluh yang berdampak pada
penyelenggaraan penyuluh, adalah belum meratanya kapabilitas penyuluh
dengan tuntutan pelaku utama dan pelaku usaha terhadap pelayanan penyuluhan
yang polivalen. Selain itu, sarana penunjang personal penyuluh dalam
mendukung penerapan inovasi teknologi terkini di tingkat pelaku utama dan
pelaku usaha belum terpenuhi secara proporsional (Soil Test Kit, GPS, Water
Test Kit, dan lain-lain).
Penyelenggaraan penyuluhan di Kabupaten Bogor dalam rangka
mendukung produktivas pengembangan komoditas unggulan. Komoditas
unggulan yang dikembangkan di Kabupaten Bogor tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten Bogor Pertanian Perkebunan Peternakan Perikanan Kehutanan
1. Padi - Padi
sawah - Padi
gogo 2. Jagung 3. Kacang
Tanah 4. Ubi Kayu 5. Ubi Jalar 6. Talas 7. Wortel 8. Bawang
Daun 9. Ketimun 10. Kacang
Panjang 11. Cabe 12. Pisang 13. Pepaya 14. Manggis 15. Nenas
1. Cengkeh 2. Kopi 3. Pala 4. Kelapa 5. Kelapa
Hibirida 6. Karet 7. Aren 8. Vanili 9. Lada 10. Kapulaga 11. Teh 12. Kayu
Manis 13. Melinjo 14. Kakao 15. Kemiri
1. Daging - Sapi - Kerbau - Kambing - Domba - Ayam
Ras - Ayam
Buras - Itik
2. Telur - Ayam
ras - Ayam
buras - Itik
3. Sapi Perah
1. Lele 2. Mas 3. Gurame 4. Nila 5. Bawal 6. Patin 7. Tawes 8. Tambakan 9. Mujair 10. Nilem 11. Ikan hias
1. Hutan Albizia
2. Hutan Afrika
3. Hutan Mahoni
4. Hutan Jati 5. Hutan
Bambu
Sumber: Monografi Pertanian dan Kehutanan, 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Saat ini, di Kabupaten Bogor terdapat 2.353 kelompok binaan penyuluh
seperti tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan di Kabupaten Bogor Tahun 2012
No. Kelas Kemampuan Jumlah (Kelompok) Persentase (%) 1 Pemula 845 35,91 2 Lanjut 1.174 49,89 3 Madya 310 13,17 4 Utama 24 1,02 Jumlah 2.353 100,00
Sumber: BP4K Kabupaten Bogor Tahun 2012
4. Ringkasan Gambaran Umum
Kelembagaan penyuluhan di tingkat Kabupaten Bogor telah sesuai dengan
amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006, yaitu Badan Pelaksana.
Pembentukan BP4K di tingkat Kabupaten juga diikuti dengan pembentukan
BP3K di tingkat Kecamatan.
Penyelenggaraan penyuluhan di Kabupaten berdasarkan Programa
Penyuluhan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Pendanaan dalam
penyelenggaraan penyuluhan didukung oleh biaya dari pemerintah pusat (DAK),
provinsi (Bantuan Keuangan), maupun Daerah (APBD). Ketenagaan penyuluhan
yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan di lapanga berjumlah 208 tenaga
penyuluh (121 penyuluh PNS dan 87 THL-TBPP) dan 398 penyuluh PPS, yang
membina 2.353 kelompok.
I. Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor
1. Sejarah Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor
Pada tahun 2010, Kementerian Pertanian, melalui Badan Penyuluhan dan
Pengembangan SDM Pertanian (Badan PPSDMP) mengembangkan sistem
informasi yang menyajikan materi dan informasi penyuluhan yang diberi nama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
cyber extension. Sistem informasi tersaji dalam internet di alamat situs
http://cybex.deptan.go.id/.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dari 31 provinsi di
Indonesia yang berperan dalam pengembangan cyber extension. Salah satu
kabupaten di Provinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor merupakan salah satu
kabupaten yang diseleksi oleh Kementerian Pertanian dalam pengembangan
sistem informasi cyber extension. Kabupaten Jawa Barat yang lain adalah
Kabupaten Bekasi, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten
Sumedang. Pertimbangan seleksi tersebut adalah status kelembagaan penyuluhan
di tingkat kabupaten yang sesuai dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2006,
yang berbentuk Badan Pelaksana. Status kelembagaan penyuluhan di Kabupaten
Bogor adalah Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(BP4K).
Pengembangan cyber extension sejalan dengan dengan fungsi BP4K
Kabupaten Bogor yang tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor
Nomor 15 Tahun 2008, yaitu pengumpulan, pengolahan, pengemasaan, dan
penyebaran materi penyuluhan bagi pelaku utama dan pelaku usaha (Bagian
Ketiga, Pasal 20).
Sesuai dengan Grand Design Cyber Extension yang diterbitkan oleh Badan
PPSDMP, maka dalam rangka mengefektifkan pengelolaan dan pelaksanaan
pengembangan cyber extension di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten maka
harus ditunjuk pengelola atau adminstrator. Untuk itu, BP4K Kabupaten
metetapkan petugas admin cyber extension yaitu Saeful Hodijah, S.ST. Admin
yang bertugas di kantor BP4K, namun dalam status kepegawaiannya masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
menjabat sebagai seorang penyuluh dengan wilayah kerja di Balai Penyuluhan
Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Ciawi. Pengesahan penetapan
admin cyber extension melalui Surat Kepala Badan Penyuluhan, Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Tanggal 09 Maret 2012, Nomor
800/171-Skr/2012, mengenai Pelaksana Program Pengembangan SDM dan
Kelembagaan Petani APBN 2012.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan admin dalam mengelola sistem
informasi cyber extension, maka adminstrator Kabupaten Bogor beserta
adminstrator kabupaten dan provinsi seluruh Indonesia mengikuti Apresiasi dan
Pelatihan Bagi Administrator Cyber Extension yang diadakan oleh Badan
PPSDMP. Administrator Cyber Extension Kabupaten Bogor telah mengikuti dua
kali apresiasi dan pelatihan tersebut yaitu pada bulan Juni 2011 dan April 2012.
Pada apresiasi dan pelatihan tersebut para admin dilatih mengenai teknik meng-
upload materi penyuluhan dan meng-edit gambar untuk materi spesifik lokalita
dan gerbang daerah. Masing-masing admin mendapat password untuk menjaga
kerahasiaan dalam mengelola sistem informasi cyber extension yang terkait
dengan materi spesifik lokalita dan gerbang daerah Kabupaten Bogor.
Pada tahun 2010, BP4K Kabupaten Bogor dan lima BP3K yang terdapat di
Kabupaten Bogor (BP3K Cibinong, BP3K Leuwiliang, BP3K Cigudeg, BP3K
Jonggol, dan BP3K Cibungbulang) mendapat alokasi oleh Badan PPSDMP,
masing-masing seperangkat komputer (PC/Personal Computer), printer dan
modem. Tahun 2011, fasilitasi tersebut berlanjut namun hanya satu mendapat
alokasi yaitu BP3K Cariu. Enam BP3K yang lain belum mendapat fasilitasi
tersebut yaitu BP3K Caringin, BP3K Gunung Putri, BP3K Ciawi, BP3K
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Dramaga, BP3K Ciseeng dan BP3K Parung Panjang. Dalam pengamatan di
lapang, meskipun belum mendapat alokasi fasilitasi, namun enam BP3K telah
memiliki komputer yang dapat digunakan untuk mengakses internet, meskipun
hanya satu.
Dalam rangka meningkatkan aksesbilitas BP3K dalam internet, maka Badan
Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan telah mengalokasikan
biaya untuk berlangganan internet (telkom speedy). Biaya tersebut termasuk
dengan alokasi untuk pengeluaran telepon yaitu sebesar Rp 330.000,- per bulan
tiap BP3K. Hal ini dikarenakan juga karena modem yang merupakan fasilitasi dari
Kementerian Pertanian, di beberapa BP3K yang mendapat fasilitasi, tidak dapat
digunakan (rusak).
Untuk meningkatkan pemahaman penyuluh mengenai sistem informasi
cyber extension, pada bulan Mei – Juni 2011 dilakukan sosialisasi oleh BP4K
pada setiap pertemuan dua mingguan yang diadakan di setiap BP3K. Selain itu
sekitar 3 – 5 orang penyuluh dari tiap BP3K mengikuti sosialisasi cyber extension
dalam acara launching cyber extension di tingkat pusat yang dihadiri juga sekitar
300 orang penyuluh dan petani seluruh Indonesia pada bulan Mei 2011.
Pada tahun 2011, BP4K menyusun buku yang berjudul Teknik Mengakses
Cyber Extension (http://cybex.deptan.go.id). Buku tersebut disusun untuk
meningkatkan pemahaman dan kemampuan penyuluh dalam mengakes cyber
extension dan memanfaatkan cyber extension sebagai sumber informasi bagi
kegiatan penyuluhan. Buku diperbanyak sebanyak 30 eksemplar yang
diperuntukkan kepada 12 BP3K yang terdapat di Kabupaten Bogor dan pihak-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
pihak yang berkepentingan. Buku tersebut diharapkan menjadi koleksi buku di
perpustakaan BP3K dan dibaca oleh penyuluh.
2. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh
Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian
responden terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh. Sosialisasi cyber
extension meliputi percakapan, pertemuan dan media perantara. Adapun deskripsi
data tersaji pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi yang Dikerjakan Melalui Percakapan
Percakapan
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
1. Tidak pernah 17 56,67 1 5,00 15 62,50 17 70,83 50 51,02 2. Jarang 0 0,00 2 10,00 1 4,17 1 4,17 4 4,08 3. Sering 10 33,33 16 80,00 7 29,17 6 25,00 39 39,80 4. Selalu 3 10,00 1 5,00 1 4,17 0 0,00 5 5,10
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 3 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Dari Tabel 6 diketahui bahwa median skor untuk aspek percakapan berada
pada ketegori rendah (median skor 1) yaitu tidak pernah melakukan percakapan
mengenai cyber extension (51,02%). Para penyuluh PNS (BP3K fasilitasi dan non
fasilitasi) dan THL-TBPP di BP3K non fasilitasi juga memberikan penilaian pada
median skor 1 (tidak pernah), kecuali para penyuluh THL-TBPP (80,00%) di
BP3K yang difasilitasi, cenderung sering (1-4 kali/bulan) melakukan pembicaran
mengenai cyber extension. Pembicaraan intensif atau komunikasi intrapersonal
antar penyuluh lebih cenderung pada setiap pelaksanaan kegiatan atau program
strategis, dimana para penyuluh mendapatkan insentif khusus untuk mendampingi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
program atau kegiatan tersebut, sehingga cyber extension tidak termasuk di dalam
topik pembicaraan antar penyuluh.
Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Pertemuan
Pertemuan
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n % a. Keikutsertaan
1. Tidak pernah 12 40,00 2 10,00 11 45,83 11 45,83 36 36,73 2. Jarang 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 3. Sering 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 4. Selalu 18 60,00 18 90,00 13 54,17 13 54,17 62 63,27
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,0 98 100,0 Median skor 4 4 4 4 4
b. Motivasi kehadiran 1. Sangat
rendah 20 66,67 7 35,00 15 62,50 16 66,67 58 59,18
2. Rendah 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 3. Tinggi 1 3,33 0 0,00 2 8,33 1 4,17 4 4,08 4. Sangat tinggi 9 30,00 13 65,00 7 29,17 7 29,17 36 36,73
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 4 1 1 1
c. Keterlibatan 1. Sangat tidak
terlibat 19 63,33 1 5,00 15 62,50 15 62,50 50 51,02
2. Tidak terlibat
2 6,67 1 5,00 2 8,33 2 8,33 7 7,14
3. Terlibat 3 10,00 0 0,00 1 4,17 1 4,17 5 5,10 4. Sangat
terlibat 6 20,00 18 90,00 6 25,00 6 25,00 36 36,73
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100 98 100,00 Median skor 1 4 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Secara umum pada aspek pertemuan dapat digambarkan sebagai berikut: (1)
selalu hadir dalam setiap pertemuan sosialisasi (63,27%), (2) motivasi yang
sangat rendah dalam menghadiri pertemuan sosialisasi (59,18%), (3) sangat tidak
terlibat dalam pertemuan sosialisasi (51,02%). Sebanyak 36,73% responden tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
pernah hadir dalam sosialisasi dengan alasan tidak diundang dalam sosialisasi,
atau tidak menjadi perwakilan dari BP3K untuk hadir dalam sosialisasi di tingkat
pusat, atau ketika sosialisasi diadakan di BP3K para penyuluh berhalangan hadir
meski sudah diundang. Motivasi yang sangat rendah karena yang mendorong
dalam menghadiri pertemuan adalah hanya untuk menjalankan tugas. Keterlibatan
penyuluh sangat rendah (tidak memperhatikan) dalam pertemuan, karena
pertemuan hanya bersifat satu arah dan tidak interaktif tanpa disertai praktek.
Namun secara khusus, para THL-TBPP yang mendapat fasilitasi alat BP3K,
memberikan penilaian dengan kecenderungan median 4 yaitu untuk motivasi
tinggi (kesadaran) dalam kehadirannya di pertemuan sosialisasi dan sangat terlibat
(merespon untuk menggunakan) dalam pertemuan sosialisasi.
Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Sosialisasi melalui Media Perantara
Media Perantara
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n % 1. Tidak
pernah 23 76,67 9 45,00 14 58,33 12 50,00 58 59,18
2. Kurang beragam
4 13,33 6 30,00 6 25,00 9 37,50 25 25,51
3. Beragam 2 6,67 4 20,00 2 8,33 1 4,17 9 9,18
4. Sangat beragam 1 3,33 1 5,00 2 8,33 2 8,33 6 6,12
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,0 98 100,00 Median skor 1 2 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Sosialisasi cyber extension ditinjau dari media perantara (radio, televisi,
leafleat, tabloid pertanian, dan buku panduan teknis), maka kecenderungan
bahwa 59,18% responden tidak pernah mendapatkan sosialisasi mengenai cyber
extension dari media perantara. Hal ini bermakna bahwa penyuluh belum
pernah mendapat sosialisasi cyber extension media perantara. Namun bagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
30,00% responden penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K yang mendapat
fasilitasi pernah mendapat memperoleh sosialisasi mengenai cyber extension
dari media perantara seperti leafleat yang dibagikan saat launching cyber
extension atau dari tabloid pertanian. BP4K telah mencetak buku panduan
teknis mengakses cyber extension dapat buku tersebut belum pernah dibaca oleh
semua penyuluh, karena dicetak hanya terbatas (30 eksemplar)
3. Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten
Data penelitian yang telah dikumpulkan mengenai komunikasi antara penyuluh
dengan administrator cyber extension kabupaten, meliputi sekedar berkomunikasi
tersaji pada Tabel 9, Tabel 10, dan Tabel 11.
Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten melalui Sekedar Berkomunikasi
Sekedar berkomunikasi
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
1. Belum pernah 25 83,33 15 75,00 21 87,50 20 83,33 81 82,65
2. Tidak intensif
1 3,33 1 5,00 1 4,17 2 8,33 5 5,10
3. Intensif 4 13,33 4 20,00 2 8,33 2 8,33 12 12,24 4. Setiap saat 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
Sumber: Analisa Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten melalui Tukar Menukar Informasi
Tukar menukar informasi
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP n % n % n % n % n %
Belum pernah 26 86,67 17 85,00 23 95,83 22 91,67 88 89,80
Tidak intensif
1 3,33 0 0,00 0 0,00 1 4,17 2 2,04
Intensif 3 10,00 3 15,00 1 4,17 1 4,17 8 8,16 Setiap saat
0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median
skor 1 1 1 1 1
Sumber: Analisis Data Tabel 11. Distribusi Responden Berdasarkan Komunikasi antara Penyuluh dan
Administrator Kabupaten melalui Konsultasi
Konsultasi
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n % Belum pernah 26 86,67 17 85,00 23 95,83 22 91,67 88 89,80 Tidak intensif 1 3,33 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 1,02 Intensif 3 10,00 3 15,00 1 4,17 2 8,33 9 9,18 Setiap saat 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0.00
Jumlah 30 100,0 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Penilaian penyuluh terhadap komunikasi antara penyuluh dan adminstrator
kabupaten yaitu: (1) belum pernah untuk sekedar berkomunikasi (82,65%), (2)
belum pernah untuk tukar menukar informasi (89,80%), dan (3) belum pernah
untuk berkonsultasi (89,80%). Hal ini mengindikasikan bahwa responden belum
pernah menjalin komunikasi dengan admin cyber extension kabupaten, baik
hanya sekedar berkomunikasi, tukar-menukar informasi, dan konsultasi.
Kecenderungan penilaian ini disebabkan karena beberapa penyuluh tidak
mengenal keberadaan administrator cyber extension di tingkat kabupaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Konsekuensi yang ditimbulkan karena tidak terjalinnya komunikasi antara
penyuluh dan administrator, maka para penyuluh tidak tahu seberapa jauh
pemanfaatan cyber extension dan informasi dan keragaman materi penyuluhan
dari penyuluh di tingkat lapangan tidak pernah disajikan dalam cyber extension,
dan para penyuluh tidak dapat memberikan masukan untuk memperbaiki
kualitas informasi cyber extension.
4. Kualitas Informasi Cyber Extension
Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, maka diperoleh
penilaian responden terhadap kualitas informasi cyber extension, meliputi
kesesuaian informasi, aktualitasi informasi dan sumber yang dipercaya tersaji
pada Tabel 12, Tabel 13 dan Tabel 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Tabel 12. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk Kesesuaian Informasi
Kesuaian informasi BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi
Total PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n % a. Dengan rencana
kerja
1. Bertentangan 13 43,33 0 0,00 14 58,33 9 37,50 36 36,73 2. Kurang sesuai 7 23,33 4 20,00 3 12,50 7 29,17 21 21,43 3. Sesuai 10 33,33 15 75,00 7 29,17 8 33,33 40 40,82 4. Sangat sesuai 0 0,00 1 5,00 0 0,0 0 0,00 1 1,02
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 2 3 1 2 2
b. Dengan kebutuhan penyuluh
1. Bertentangan 13 43,33 0 0,00 14 58,33 9 37,50 36 36,73 2. Kurang sesuai 5 16,67 5 25,00 3 12,50 5 20,83 18 18,37 3. Sesuai 12 40,00 15 75,00 7 29,17 10 41,67 44 44,90 4. Sangat sesuai 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 2 3 1 2 2
c. Dengan kebutuhan petani
1. Bertentangan 15 50,00 0 0,00 16 66,67 10 41,67 41 41,84 2. Kurang sesuai 5 16,67 6 30,00 2 8,33 5 20,83 18 18,37 3. Sesuai 10 33,33 14 70,00 6 25,00 9 37,50 39 39,80 4. Sangat sesuai 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 30 100,0 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,0 Median skor 1 3 1 2 2
Sumber: Analisis Data
Kecenderungan penilaian responden terhadap kesesuaian informasi cyber
extension yaitu: (1) kurang sesuai dengan rencana kerja penyuluh (21,43%), (2)
kurang sesuai dengan kebutuhan penyuluh (18,37%), (3) kurang sesuai dengan
kebutuhan petani (18,37%). Kualitas informasi cyber extension dinilai masih
menyajikan informasi/materi penyuluhan yang lama. Selain itu, informasi terkait
spesifik lokalitas masih sebatas materi penyuluhan yang terkait dengan budidaya
hortikultura, padahal komoditas unggulan di beberapa wilayah kerja penyuluh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
bukan hanya tanaman hortikultura. Informasi di cyber extension tidak didukung
dengan mengenai peluang pasar dan analisa usaha tani. Penyuluh juga
mengharapkan kualitas informasi cyber extension didukung dengan visualisasi
video, karena menurut penyuluh dengan visualisasi video lebih memudahkan
penyuluh dan petani untuk memahami materi penyuluhan tersebut. Namun bagi
penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K yang mendapat fasilitasi
memberikan penilaian terhadap kualitas informasi cyber extension pada
kecenderungan median 3 (informasi sesuai dengan rencana kerja penyuluh,
kebutuhan penyuluh dan kebutuhan petani).
Tabel 13. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk Aktualitas Informasi
Aktualitasi informasi
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n % 1. Tidak pernah
di-update 26 86,67 12 60,00 23 95,83 16 66,67 77 78,57
2. Di-update > 1 bulan sekali 1 3,33 1 5,00 0 0,00 2 8,33 4 4,08
3. Di-update < 1 bulan sekali 2 6,67 2 10,00 0 0,00 4 16,67 8 8,16
4. Di-update > 1 minggu sekali
1 3,33 5 25,00 1 4,17 2 8,33 9 9,18
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1 Sumber: Analisis Data
Penilaian penyuluh terhadap aktualitas informasi cyber extension yaitu
tidak aktual karena tidak pernah di-update (78,57%). Penilaian ini
mengindikasikan bahwa, informasi pada cyber extension tidak pernah di-update.
Penilaian ini karena penyuluh merasa setiap membuka situs cyber extension,
masih menyajikan informasi yang lama dan belum diperbaharui.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Tabel 14. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Informasi Cyber Extension untuk Sumber yang Dipercaya
Sumber yang dipercaya
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
1. Tidak mudah ditelusuri 21 70,00 0 0,00 15 62,50 9 37,50 45 45,92
2. Sulit ditelusuri 6 20,00 1 5,00 3 12,50 2 8,30 12 12,24 3. Relatif mudah
ditelusuri 3 10,00 16 80,00 5 20,83 11 45,83 35 35,71
4. Sangat mudah ditelusuri
0 0,00 3 15,00 1 4,17 2 8,33 6 6,12
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 3 1 3 2
Sumber: Analisis Data
Kualitas informasi cyber extension apabila dilihat aspek sumber yang
dipercaya, terkait dengan kemudahan penyuluh dalam menelusurinya, maka
penilaian responden bahwa informasi cyber extension sulit ditelusuri (12,2%).
Penilaian ini mengindikasikan bahwa informasi cyber extension sulit untuk
ditelusuri, dikarenakan tidak semua penyuluh, khususnya penyuluh PNS, bisa
mengoperasikan internet. Penyuluh THL-TBPP di BP3K yang difasilitasi (80%)
dan THL-TBPP di BP3K non fasilitasi (45,8%) memberikan kecenderungan
penilaian pada sumber yang dipercaya pada median 3 yaitu relatif mudah
ditelusuri. Penilaian THL-TBPP didasari bahwa seringkali halaman muka situs
cyber extension kadang tidak mudah (lambat) atau sulit dibuka, dan beberapa
materi penyuluhan yang kosong.
5. Faktor Penunjang Cyber Extension
Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian
responden terhadap faktor penunjang cyber extension. Deskripsi data berdasarkan
kriteria disajikan pada Tabel 15, Tabel 16 dan Tabel 17.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Tabel 15. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Kebijakan
Kebijakan
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n % 1. Sangat tidak
mendukung 8 26,67 0 0,00 12 50,00 6 25,00 26 26,53
2. Tidak mendukung 4 13,33 2 10,00 0 0,00 2 8,33 8 8,16
3. Mendukung 16 53,33 10 50,00 11 45,83 12 50,00 49 50,00 4. Sangat
mendukung 2 6,67 8 40,00 1 4,17 4 16,67 15 15,31
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 3 3 3 3 3
Sumber: Analisis Data
Kecenderungan penilaian responden pada kebijakan pemerintah berada
pada median skor 3 (mendukung), yaitu sebesar 50,00%. Penilaian ini juga
berlaku untuk semua penyuluh yang bertugas di BP3K yang difasilitasi maupun
tidak difasilitasi. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh menilai kebijakan
pemerintah mengenai cyber extension telah diimplementasikan, meskipun belum
seperti yang diharapkan. Kebijakan yang diharapkan penyuluh adalah kebijakan
mengenai cyber extension yang didukung dengan kebijakan pelatihan bagi
penyuluh yang belum bisa mengoperasikan internet, kebijakan peningkatan
sarana-prasarana, dan kebijakan mengenai pembiayaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Tabel 16. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Sarana Prasarana
Sarana Prasarana
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP n % n % n % n % n %
1. Sangat tidak mendukung 0 0,00 0 0,00 7 29,17 5 20,83 12 12,24
2. Tidak mendukung
6 20,00 5 25,00 8 33,33 6 25,00 25 25,51
3. Mendukung 18 60,00 10 50,00 9 37,50 13 54,17 50 51,02 4. Sangat
mendukung 6 20,00 5 25,00 0 0,00 0 0,00 11 11,22
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 3 3 2 3 3
Sumber: Analisis Data
Secara umum hasil penelitian mengenasi aspek sarana prasarana,
kecenderungan penilaian responden berada pada median skor 3, yaitu sebesar
51,02%. Hal ini bermakna bahwa, faktor penunjang cyber extension berupa
sarana prasarana telah tersedia, dan akses internet di tempat tertentu. Akses
internet di kantor BP3K, hanya bisa dilakukan di ruangan khusus komputer atau
ruangan Kepala BP3K. Namun bagi penyuluh PNS yang bertugas di BP3K yang
tidak difasilitasi (33,3%) kecenderungan penilaian terkait sarana prasarana pada
median 2 (tidak mendukung). Hal ini disebabkan di beberapa BP3K yang non
fasilitasi, meskipun telah dipasang jaringan kabel internet namun pada saat
penelitian berlangsung sedang mengalami kerusakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Tabel 17. Distribusi Responden Berdasarkan Skor Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension melalui Pembiayaan
Pembiayaan BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS
THL-TBPP
n % n % n % n % n % 1. Sangat tidak
mendukung 20 66,67 7 35,00 19 79,17 16 66,67 62 63,27
2. Tidak mendukung
4 13,33 1 5,00 2 8,33 2 8,33 9 9,18
3. Mendukung 1 3,33 1 5,00 3 12,50 1 4,17 6 6,12 4. Sangat
mendukung 5 16,67 11 55,00 0 0,00 5 20,83 21 21,43
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 4 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Penyuluh menilai faktor penunjang cyber extension berupa aspek
pembiayaan, berada pada median 1, yaitu sebesar 63,27%. Penilaian ini
mengindikasikan bahwa, penyuluh menilai belum ada pembiayaan untuk cyber
extension. Pembiayaan cyber extension yang sebatas untuk memfasilitasi biaya
internet, tidak banyak diketahui oleh penyuluh. Pembiayaan tersebut cenderung
diketahui penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K fasilitasi (55%), dan
dinilai pembiayaan tersebut telah cukup untuk mendukung cyber extension.
J. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension
1. Karakteristik Penyuluh
Hasil penelitian mengenai karakteristik penyuluh yang meliputi umur,
pendidikan, masa kerja, kepemilikan sarana teknologi informasi, kepemilikan
alamat e-mail, motivasi penyuluh, dan sikap terhadap teknologi informasi
ditunjukkan pada Tabel 18, Tabel 19, Tabel 20, Tabel 21, Tabel 22, Tabel 23 dan
Tabel 24.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Tabel 18. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur
Umur
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TB PP n % n % n % n % n %
1. < 25 tahun 0 0,00 1 5,00 0 0,00 1 4,17 2 2,04 2. 25 – 35 tahun 0 0,00 15 75,00 0 0,00 14 58,33 29 29,59 3. 36 – 50 tahun 8 26,67 4 20,00 6 25,00 9 37,50 27 27,55 4. >50 tahun 22 73,33 0 0,00 18 75,00 0 0,00 40 40,82
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 4 2 4 2 3
Sumber: Analisis Data
Kecenderungan umur responden pada kisaran 36 tahun – 50 tahun (27,55%).
Meskipun untuk para penyuluh THL-TBPP tergolong berusia muda pada kisaran
umur 24 -35 tahun (median 2), namun karena para penyuluh PNS tergolong pada
usia sangat tua (di atas 50 tahun), sehingga secara umum kecenderungan usia para
penyuluh di Kabupaten Bogor masuk dalam kategori tua.
Tabel 19. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Pendidikan
Pendidikan
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
1. SLTA 5 16,67 1 5,00 4 16,67 8 33,33 18 18,37 2. DIII 12 40,00 1 5,00 12 50,00 0 0,00 25 25,51 3. S1 13 43,33 18 90,00 8 33,33 16 66,67 55 56,12 4. S2 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 2 3 2 3 3
Sumber: Analisis Data
Berdasarkan tingkat pendidikan yang berhasil ditamatkan penyuluh
memperlihatkan kecenderungan pada tingkat pendidikan S1 (56,12%). Hal ini
disebabkan tingkat pendidikan para THL-TBPP cenderung telah tamat S1,
sedangkan pada penyuluh PNS cenderung merupakan lulusan DIII. Hal ini sejalan
dengan data sekunder yang dikumpulkan melalui Sub Bagian Umum dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
Kepegawaian BP4K, bahwa persentase jumlah penyuluh berdasarkan tingkat
pendidikan yang berhasil ditamatkan 30,04% (SLTA), 14,40% (DIII), 54,32%
(S1), 1,23% (S2). Para penyuluh PNS yang dahulu ketika diangkat penyuluh
dengan ijazah SLTA atau DIII, karena alasan kepangkatan, maka mereka pun
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 20. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Masa Kerja
Masa kerja
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
1. < 5 tahun 2 6,67 20 100,00 1 4,17 24 100,00 47 47,96 2. 6 – 15 tahun 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,0
3. 16 – 25 tahun 17 56,67 0 0,00 6 25,00 0 0,00 23 23,47
4. >26 tahun 11 36,67 0 0,00 17 70,83 0 0,00 28 28,57
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 3 1 4 1 3
Sumber: Analisis Data
Dari aspek masa kerja, maka kecenderungan masa kerja penyuluh berkisar
16 – 25 tahun (23,47%). Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh di Kabupaten
Bogor termasuk merupakan penyuluh senior. Gambaran umum disebabkan
karena para penyuluh PNS yang bertugas di BP3K fasilitasi (56,67%)
cenderung telah memasuki masa kerja berkisar 16 – 25 tahun (senior) dan
penyuluh PNS non fasilitasi (70,83%) telah memasuki masa kerja di atas 26
tahun (sangat senior). Sedangkan para penyuluh THL-TBPP cenderung
tergolong merupakan penyuluh yunior (masa kerja < 5 tahun).
Hasil data untuk masa kerja 6 – 15 tahun (madya) berjumlah 0%. Hal
disebabkan tidak adanya pengangkatan penyuluh pertanian dalam waktu yang
cukup lama. Pengangkatan penyuluh secara massal diawali oleh pengangkatan
THL-TBPP yang dimulai tahun 2007, kemudian tahun 2008 dan tahun 2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Pada tahun 2010 kebijakan pengangkatan THL-TBPP dihentikan oleh
Kementerian Pertanian.
Tabel 21. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Sarana Teknologi Informasi
Kepemilikan sarana TI
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP n % n % n % n % n %
1. Tidak punya 13 43,33 2 10,00 13 54,17 3 12,50 31 31,63
2. Punya, tidak dimanfaatkan
6 20,00 0 0,00 5 20,83 2 8,33 13 13,27
3. Punya, memanfaatkan kurang optimal
8 26,67 6 30,00 4 16,67 10 41,67 28 28,57
4. Punya, memanfaatkan optimal
3 10,00 12 60,00 2 8,33 9 37,50 26 26,53
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 2 4 1 3 3
Sumber: Analisis Data
Apabila ditinjau dari aspek kepemilikan sarana teknologi, maka
kecenderungan penilaian responden bahwa kepemilikan sarana teknologi
informasi untuk mengakses informasi pertanian masih kurang optimal (28,57%).
Optimalisasi pemanfaatan lebih cenderung pada akses internet media sosial.
Namun bagi para penyuluh PNS yang bertugas di BP3K fasilitasi (20,00%)
cenderung mempunyai sarana, namun tidak pernah dimanfaatkan. Sarana
tersebut lebih banyak dimanfaatkan oleh anak-anak mereka yang mereka anggap
mengerti cara berinternet. Sedangkan bagi penyuluh PNS yang bertugas di
BP3K non fasilitasi (54,17%), tidak mempunyai sarana tersebut, karena masing
mengganggap mahal dan mereka tidak mampu untuk mengoperasikannya
apalagi untuk berinternet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Bagi penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K fasilitasi (60,00%)
mempunyai sarana dan optimal untuk mengakses informasi melalui internet,
namun penyuluh THL-TBPP yang bertugas di BP3K non fasilitasi (41,67%)
mempunyai sarana dan kurang optimal untuk mengakses informasi melalui
internet. Hal ini menunjukkan bahwa THL-TBPP cenderung mempunyai sarana
dan dimanfaatkan untuk mengakes informasi pertanian melalui internet,
meskipun berbeda-beda intensitasnya.
Tabel 22. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Kepemilikan Alamat E-mail
Kepemilikan E-mail
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
1. Tidak punya 25 83,33 0 0,00 20 83,33 2 8,33 47 47,96
2. Punya, tapi tidak difungsikan
1 3,33 0 0,00 0 0,00 0 0,00 1 1,02
3. Punya, jarang difungsikan
2 6,67 7 35,00 2 8,33 4 16,67 15 15,31
4. Punya, sering difungsikan
2 6,67 13 65,00 2 8,33 18 75,00 35 35,71
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 4 1 4 3
Sumber: Analisis Data
Penyuluh cenderung telah mempunyai alamat e-mail, namun jarang
dimanfaatkan (15,31%). Gambaran umum disebabkan karena para penyuluh PNS
cenderung tidak mempunyai e-mail dan para penyuluh THL-TBPP cenderung
mempunyai alamat e-mail dan dimanfaatkan secara optimal. Para penyuluh PNS
cenderung tidak mempunyai e-mail disebabkan beberapa alasan yaitu belum
merasakan manfaatnya, belum mempu mengoperasikan internet, dan tidak bisa
untuk membuat alamat e-mail. Sedangkan para penyuluh THL-TBPP cenderung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
mempunyai alamat e-mail dan dimanfaatkan optimal, karena para THL-TBPP
telah merasakan manfaat e-mail, bahkan beberapa THL-TBPP memanfaatkan e-
mail mereka untuk menerima jurnal-jurnal ilmiah berlangganan.
Tabel 23. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Motivasi Penyuluh
Motivasi penyuluh
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP n % n % n % n n %
a. menggunakan internet 1. Sangat rendah 14 46,67 0 0,00 7 29,17 1 4,17 22 22,45
2. Rendah 7 23,33 2 10,00 9 37,50 0 0,00 18 18,37 3. Tinggi 2 6,67 1 5,00 6 25,00 0 0,00 9 9,18 4. Sangat tinggi 7 23,33 17 85,00 2 8,33 23 95,83 49 50,00
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 2 4 2 4 3
b. motivasi belajar 1. Sangat rendah 16 53,33 0 0,00 13 54,17 0 0,00 29 29,59 2. Rendah 1 3,33 0 0,00 1 4,17 0 0,00 2 2,04 3. Tinggi 8 26,67 4 20,00 7 29,17 8 33,33 27 27,55 4. Sangat tinggi 5 16,67 16 80,00 3 12,50 16 66,67 40 40,82
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 4 1 4 3
c. Motivasi memanfaatkan informasi pertanian dari internet
1. Sangat rendah 11 36,67 1 5,00 9 37,50 0 0,00 21 21,43
2. Rendah 1 3,33 1 5,00 3 12,50 1 4,17 6 6,12 3. Tinggi 14 46,67 12 60,00 11 45,83 15 62,50 52 53,06 4. Sangat tinggi 4 13,33 6 30,00 1 4,17 8 33,33 19 19,39
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 3 3 3 3 3
Sumber: Analisis Data
Motivasi penyuluh terhadap teknologi informasi internet, menunjukkan
kecenderungan pada median 3 untuk motivasi menggunakan internet, motivasi
belajar, dan motivasi memanfaatkan informasi pertanian dari internet masuk
dalam kriteria tinggi. Gambaran umum disebabkan oleh motivasi yang sangat
tinggi para penyuluh THL-TBPP dalam motivasi menggunakan internet dan
motivasi belajar, namun para penyuluh PNS cenderung mempunyai motivasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
yang rendah dalam menggunakan internet dalam mengakses informasi pertanian
(kebutuhan menjalankan perintah) dan motivasi belajar yang sangat rendah
(sekedar ingin tahu). Hal ini disebabkan karena para penyuluh PNS merupakan
penyuluh senior motivasi sudah mulai menurun, karena akan memasuki masa
pensiun, sehingga kebutuhan yang lebih cenderung untuk aktualisasi diri.
Motivasi penyuluh yang kecenderungannya sama antara penyuluh PNS dan
THL-TBPP adalah motivasi memanfaatkan informasi pertanian dari internet. Baik
para penyuluh PNS dan THL-TBPP cenderung mempunyai motivasi
memanfaatkan informasi pertanian hanya sebagai bahan pelengkap materi
penyuluhan dan tidak menjadikan sebagai materi utama dalam melaksanakan
kegiatan penyuluhan.
Tabel 24. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Sikap Penyuluh terhadap Teknologi Informasi Internet
Sikap BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi
Total PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n % 1. tidak
menggunakan 12 40,00 0 0,00 10 41,67 2 8,3 24 24,49
2. menjadi pertimbangan
6 20,00 1 5,00 5 20,83 1 4,2 13 13,27
3. pilihan mencari informasi
10 33,33 10 50,00 4 16,67 11 45,8 35 35,71
4. kebutuhan 2 6,67 9 45,00 5 20,83 10 41,7 26 26,53 Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00
Median skor 2 3 2 3 3 Sumber: Analisis Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Sikap penyuluh terhadap teknologi informasi internet mempunyai
kecenderungan sebagai pilihan untuk mencari informasi pertanian (35,71%).
Gambara umum ini disebabkan karena kehadiran penyuluh THL-TBPP di
Kabupaten Bogor telah terbuka terhadap informasi pertanian melalui internet,
meskipun masih menjadi suatu pilihan untuk mencari informasi pertanian. Sikap
tersebut diambil bila materi penyuluhan yang dibutuhkan tidak tersedia di
berbagai sumber informasi (tercetak, komunikasi interpersonal, publikasi ilmiah,
pertemuan teknis), yang biasa digunakan sehari-hari dalam melaksanakan
kegiatan penyuluhan. Namun sikap para penyuluh PNS terhadap teknologi
informasi internet cenderung masih menjadi pertimbangan untuk mengakses
informasi pertanian, disebabkan karena tidak mampu menggunakan internet.
Apabila para penyuluh PNS tersebut ingin mengakses informasi pertanian melalui
internet, maka meminta bantuan rekan kerjanya, khususnya penyuluh THL-TBPP
2. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension
Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data
penilaian responden pada variabel persepsi penyuluh terhadap cyber extension
yang meliputi persepsi terhadap manfaat, persepsi terhadap kemudahan aplikasi,
dan persepsi terhadap pembiayaan tersaji pada Tabel 25, Tabel 26, dan Tabel 27.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Tabel 25. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Manfaat
Persepsi manfaat
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
a. tambahan pengetahuan penyuluh
1. Buruk 12 40,00 0 0,00 10 41,67 4 16,67 26 26,53
2. Kurang baik 7 23,33 5 25,00 5 20,83 7 29,17 24 24,49
3. Baik 9 30,00 13 65,00 7 29,17 10 41,67 39 39,80 4. Sangat baik 2 6,67 2 10,00 2 8,33 3 12,50 9 9,18
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 2 3 2 3 2
b. tambahan pengetahuan bagi petani
1. Buruk 12 40,00 2 10,00 11 45,83 7 29,17 32 32,65 2. Kurang baik 5 16,67 5 25,00 5 20,83 3 12,50 18 18,37 3. Baik 11 36,67 11 55,00 6 25,00 10 41,67 38 38,78 4. Sangat baik 2 6,67 2 10,00 2 8,33 4 16,67 10 10,20
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 2 3 2 3 2
c. Membangun jejaring 1. Buruk 23 76,67 13 65,00 17 70,83 13 54,17 66 67,35 2. Kurang baik 0 0,0 0 0,00 0 0,00 5 20,83 5 5,10 3. Baik 5 16,67 3 15,00 5 20,83 4 16,67 17 17,35 4. Sangat baik 2 6,67 4 20,00 2 8,33 2 8,33 10 10,20
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Hasil data secara umum menunjukkan bahwa persepsi penyuluh terhadap
manfaat cyber extension yaitu 1) kurang baik, karena memandang cyber
extension terbatas pengetahuan yang sudah diketahui penyuluh (24,49%); 2)
kurang baik, karena memandang cyber extension terbatas pengetahuan yang
sudah diketahui petani (18,37%); 3) buruk, karena memandang cyber extension
belum mampu membangun jejaring (67,35%). Persepsi-persepsi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
disebabkan karena para penyuluh PNS cenderung memandang cyber extension
hanya menyajikan informasi teknis yang telah lama dan diketahui penyuluh,
khususnya penyuluh PNS yang telah mendapatkan informasi-informasi sejenis
pada masa lampau. Namun bagi para penyuluh THL-TBPP maka kehadiran
cyber extension dipandang akan memberikan informasi yang baru bagi penyuluh
yang masa kerjanya masih rendah, sehingga penyuluh memberikan
kecenderungan penilaian pada median 3 (memberikan pengetahuan baru).
Baik para penyuluh PNS dan THL-TBPP mempunyai persepsi buruk
terhadap cyber extension, karena tidak mampu mampu mengembangkan jejaring
seperti media sosial yang sering dimanfaatkan untuk berbagi informasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Tabel 26. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Kemudahan Aplikasi Cyber Extension
Persepsi kemudahan
aplikasi cyber extension
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n % a. Dengan sarana
prasrana kantor
1. Buruk 10 33,33 0 0,00 15 62,50 8 33,33 33 33,67 2. Kurang
baik 6 20,00 1 5,00 6 25,00 9 37,50 22 22,45
3. Baik 8 26,67 14 70,00 3 12,50 5 20,83 30 30,61
4. Sangat baik 6 20,00 5 25,00 0 0,00 2 8,33 13 13,27
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24,0 100,00 98 100,00 Median skor 2 3 1 2 2
b. Oleh Penyuluh
1. Buruk 13 43,33 0 0,00 14 58,33 3 12,50 30 30,61 2. Kurang
baik 6 20,00 1 5,00 5 20,83 3 12,50 15 15,31
3. Baik 10 33,33 15 75,00 4 16,67 16 66,67 45 45,92
4. Sangat baik 1 3,33 4 20,00 1 4,17 2 8,33 8 8,16
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 2 3 1 3 3
c. Oleh petani
1. Buruk 29 96,67 11 55,00 21 87,50 18 75,00 79 80,61 2. Kurang
baik 1 3,33 7 35,00 0 0,00 3 12,50 11 11,22
3. Baik 0 0,00 2 10,00 3 12,50 3 12,50 8 8,16
4. Sangat baik 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Pada aspek persepsi kemudahan aplikasi digambarkan yaitu: (1) kurang baik
karena tidak mudah diaplikasikan dengan sarana prasarana kantor (33,67%); (2) baik,
karena relatif mudah diaplikasikan penyuluh (45,92%); dan (3) buruk karena sangat
tidak mudah diaplikasikan oleh petani (80,61%).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Ketidakmudahan diaplikasikan dengan sarana kantor, karena jumlah komputer
terbatas dan cenderung digunakan untuk administrasi kantor, serta waktu penyuluh
lebih banyak dihabiskan di luar kantor, selain itu ada beberapa komputer di BP3K
yang akses internetnya terganggu karena jaringan kabelnya rusak dan belum
diperbaiki. Namun bagi para penyuluh THL-TBPP di BP3K fasilitasi (70,00%)
mempunyai kecenderungan persepsi baik yaitu relatif mudah diaplikasikan melalui
sarana kantor karena dukungan fasilitasi tersebut, meskipun terkadang harus bergilir
dengan penyuluh lain bila akan menggunakan komputer.
Untuk persepsi kemudahan aplikasi oleh penyuluh, maka cenderung mempunyai
persepsi baik (relatif mudah diaplikasikan penyuluh). Hal disebabkan karena
keberadaan THL-TBPP sebagai penyuluh, yang rata-rata mampu menggunakan
internet. Sedangkan penyuluh PNS yaitu penyuluh PNS di BP3K fasilitasi (20,00%)
mempunyai persepsi kurang baik dan penyuluh PNS di BP3K non fasilitasi (58,33%)
mempunyai persepsi buruk, hal ini disebabkan karena tidak mampu mengaplikasikan
cyber extension karena tidak mampu menggunakan komputer dan internet.
Para penyuluh pun juga mempunyai persepsi yang buruk terhadap kemudahan
cyber extension diaplikasikan oleh petani. Para penyuluh juga memandang secara
umum para petani di Kabupaten Bogor, masih sangat tidak mudah mengaplikasikan
cyber extension, karena tidak mampu menggunakan komputer, apalagi internet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
Tabel 27. Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension terkait dengan Persepsi terhadap Pembiayaan
Persepsi terhadap pembiayaan
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS
THL-TBPP
n % n % n % n % n %
a. Pembiayaan dari pemerintah
1. Buruk 22 73,33 12 60,00 18 75,00 21 87,50 73 74,49 2. Kurang baik 6 20,00 6 30,00 3 12,50 2 8,33 17 17,35 3. Baik 2 6,67 2 10,00 3 12,50 1 4,17 8 8,16 4. Sangat baik 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
b. Pembiayaan oleh penyuluh
1. Buruk 19 63,33 12 60,00 17 70,83 17 70,83 65 66,33 2. Kurang baik 5 16,67 3 15,00 4 16,67 4 16,67 16 16,33 3. Baik 3 10,00 1 5,00 2 8,33 1 4,17 7 7,14 4. Sangat baik 3 10,00 4 20,00 1 4,17 2 8,33 10 10,20
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
c. Pembiaayan oleh petani
1. Buruk 21 70,00 12 60,00 19 79,17 19 79,17 71 72,45 2. Kurang baik 5 16,67 3 15,00 2 8,33 2 8,33 12 12,24 3. Baik 4 13,33 5 25,00 3 12,50 3 12,50 15 15,31 4. Sangat baik 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Aspek persepsi terhadap pembiayaan menunjukkan kecenderungan pada
median skor 1 (buruk). Hal ini mengandung makna bahwa persepsi terhadap
pembiayaan, baik dilihat dari indikator pembiayaan pemerintah, pembiayaan
penyuluh, dan pembiayaan petani, maka dalam pemanfaatan cyber extension
masih mempunyai pandangan perlu pembiayaan penuh dari pemerintah terhadap
pemanfaatan cyber extension. Persepsi buruk terhadap pembiayaan pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
juga disebabkan, karena penyuluh belum merasakan adanya pembiayaan dari
pemerintah yang mendukung penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Penyuluh mempunyai pandangan bahwa biaya untuk dapat pemanfaatan
internet pada umumnya, cyber extension pada khususnya, masih dalam kategori
biaya yang tinggi, karena menyangkut pembelian sarana dan prasarana dan biaya
jasa untuk mengaksesnya, sehingga biaya tersebut tidak dapat dijangkau oleh
penyuluh dan petani. Selain itu, penyuluh memahami bahwa bagi penyuluh
yang belum bisa mengoperasikan internet, perlu dibiayai pemerintah dalam
pelatihan. Penyuluh memandang bahwa pemanfaatan cyber extension agar dapat
berkesinambungan perlu dibiayai penuh dari pemerintah.
3. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfataan Cyber Extension
Berdasarkan data penelitian yang telah dikumpulkan, diperoleh data penilaian
responden terhadap kinerja mereka dalam pemanfaatan cyber extension. yang
meliputi aksesbilitas, pemanfaatan informasi cyber extension untuk kegiatan
penyuluhan, dan pengenalan cyber extension kepada petanian disajikan pada
Tabel 28, Tabel 29, dan Tabel 30.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
Tabel 28. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Aksesbilitas
Aksesbilitas
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
a. Mencari informasi
1. Tidak pernah 20 66,67 0 0,00 21 87,50 9 37,50 50 51,02 2. Kurang 0 0,00 3 15,00 0 0,00 2 8,33 5 5,10 3. Sering 6 20,00 11 55,00 3 12,50 10 41,67 30 30,61 4. Selalu 4 13,33 6 30,00 0 0,00 3 12,50 13 13,27
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 3 1 3 1
b. Umpan balik 1. Tidak pernah 27 90,00 13 65,00 24 100,00 19 79,17 83 84,69 2. Kurang 0 0,00 0 0,0 0 0,00 0 0,00 0 0,00 3. Sering 2 6,67 6 30,00 0 0,00 3 12,50 11 11,22 4. Selalu 1 3,33 1 5,00 0 0,00 2 8,33 4 4,08
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
c. Penyampaian informasi
1. Tidak pernah 28 93,33 19 95,00 23 95,83 21 87,50 91 92,86 2. Kurang 2 6,67 0 0,00 0 0,00 0 0,00 2 2,04 3. Sering 0 0,00 0 0,00 1 4,17 2 8,33 3 3,06 4. Selalu 0 0,00 1 5,00 0 0,00 1 4,17 2 2,04
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Secara umum kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension dalam
aksesbilitasi melalui mencari informasi, memberikan umpan balik, menyampaikan
informasi pada cyber extension masuk dalam kriteria sangat rendah atau dalam
arti tidak pernah melakukan. Untuk kriteria mencari informasi melalui cyber
extension sebanyak 51,02% tidak pernah melakukan; kriteria memberikan umpan
balik terhadap informasi dalam cyber extension sebanyak 84,69% tidak pernah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
melakukan; dan kriteria menyampaikan informasi pada cyber extension sebanyak
92,86% tidak pernah melakukan.
Kinerja yang menonjol adalah mencari informasi yang ditunjukkan oleh para
THL-TBPP BP3K fasilitasi (55,00%) dan THL-TBPP di BP3K non fasilitasi
(41,67%) yang masuk dalam kriteria sering yaitu berkisar 1 – 4 kali per bulan
mencari informasi dalam cyber extension.
Tabel 29. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Pemanfaatan Informasi Cyber Extension bagi Kegiatan Penyuluhan.
Pemanfaatan informasi cyber extension untuk
kegiatan penyuluhan
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-TBPP
n % n % n % n % n %
1. Tidak pernah 20 66,67 4 20,00 20 83,33 18 75,00 62 63,27 2. Kurang 5 16,67 8 40,00 3 12,50 5 20,83 21 21,43 3. Sering 2 6,67 7 35,00 1 4,17 0 0,00 10 10,20 4. Selalu 3 10,0 1 5,00 0 0,00 1 4,17 5 5,10
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24.0 100 98 100.0 Median skor 1 2 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension terkait pemanfaatan
informasi cyber extension untuk kegiatan penyuluhan dalam kriteria sangat
rendah. Sebanyak 63,27% responden tidak pernah memanfaatkan informasi cyber
extension untuk kegiatan penyuluhan. Meskipun secara umun 63,27% responden
tidak pernah memanfaatkan informasi cyber extension untuk kegiatan penyuluhan,
namun bagi 40,00% responden THL-TBPP yang bertugas di BP3K fasilitasi
memanfaatkan informasi cyber extension dalam kegiatan penyuluhan meskipun
tidak intensif (kurang dari 50% dari kegiatan penyuluhan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
Tabel 30. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension melalui Pengenalan Cyber Extension kepada Petani/Kelompok Tani
Pengenalan cyber extension kepada petani/ kelompok tani
BP3K Fasilitasi BP3K Non Fasilitasi Total
PNS THL-TBPP PNS THL-
TBPP n % n % n % n % n %
1. Tidak pernah
29 96,67 13 65,00 24 100,00 24 100,00 90 91,84
2. Kurang 1 3,33 5 25,00 0 0,00 0 0,00 6 6,12 3. Sering 0 0,00 1 5,00 0 0,00 0 0,00 1 1,02 4. Selalu 0 0,00 1 5,00 0 0,00 0 0,00 1 1,02
Jumlah 30 100,00 20 100,00 24 100,00 24 100,00 98 100,00 Median skor 1 1 1 1 1
Sumber: Analisis Data
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension terkait pengenalan
cyber extension kepada petani/kelompok tani juga masuk dalam kriteria sangat
rendah. Sebanyak 91,84% responden tidak pernah mengenalkan cyber extension
kepada petani/kelompok tani.
K. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension
1. Hubungan Antar Variabel
Untuk menguji hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan
Program SPSS 18 dalam rangka mendapatkan nilai koefisien korelasi (r) antar
variabel Faktor Penunjang Cyber Extension (X1), Kualitas Informasi Cyber
Extension (X2), Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh (X3), Komunikasi
antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten (X4), Karakteristik Penyuluh (X5),
Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension (X6), dan Kinerja Penyuluh dalam
Pemanfaatan Cyber Extension (Y). Hipotesis yang diuji adalah:
H1 : terdapat korelasi antar variabel H2 : tidak terdapat korelasi antar variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Sebelum dilakukan pengujian, maka ditetapkan α = 0,05. Kriteria pengujian
sebagai berikut H1 diterima jika nilai sign < α dan H1 ditolak jika nilai sign > α
Tabel 31. Uji Korelasi Variabel Penelitian No. Uraian Nilai r Sign α Keputusan 1. Korelasi X1 dengan X2 (rX1X2) 0,561 0,000 0,05 H1 diterima 2. Korelasi X1 dengan X3 (rX1X3) 0,501 0,000 0,05 H1 diterima 3. Korelasi X1 dengan X4 (rX1X4) 0,311 0,002 0,05 H1 diterima 4. Korelasi X1 dengan X6 (rX1X6) 0,462 0,000 0,05 H1 diterima 5. Korelasi X1 dengan Y (rX1Y) 0,437 0,000 0,05 H1 diterima 6. Korelasi X2 dengan X3 (rX2X3) 0,432 0,000 0,05 H1 diterima 7. Korelasi X2 dengan X6 (rX2X6) 0,497 0,000 0,05 H1 diterima 8. Korelasi X2 dengan Y (rX2Y) 0,335 0,001 0,05 H1 diterima 9. Korelasi X3 dengan X4 (rX3X4) 0,223 0,027 0,05 H1 diterima
10. Korelasi X3 dengan X6 (rX3X6) 0,423 0,000 0,05 H1 diterima 11. Korelasi X3 dengan Y (rX3Y) 0,397 0,000 0,05 H1 diterima 12. Korelasi X4 dengan X2 (rX4X2) 0,294 0,003 0,05 H1 diterima 13. Korelasi X4 dengan X6 (rX4X6) 0,325 0,001 0,05 H1 diterima 14. Korelasi X4 dengan Y (rX4Y) 0,521 0,000 0,05 H1 diterima 15. Korelasi X5 dengan X2 (rX5X2) 0,517 0,000 0,05 H1 diterima 16. Korelasi X5 dengan X4 (rX5X4) 0,203 0,045 0,05 H1 diterima 17. Korelasi X5 dengan X6 (rX5x6) 0,570 0,000 0,05 H1 diterima 18. Korelasi X5 dengan Y (rX5Y) 0,314 0,002 0,05 H1 diterima 19. Korelasi X6 dengan Y (rX6Y) 0,440 0,000 0,05 H1 diterima
Sumber: Analisis Data
Dari hasil uji statistik menggunakan Program SPSS 18 seperti yang tertera
pada Tabel 31, diketahui bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian saling berkorelasi. Dari uji analisis jalur pada Lampiran7 diperoleh nilai
koefisien determinasi (R2) dan koefisien error sebagai berikut:
1. Persamaan simultan 1 X2 = rX2X1X1 + rX2X4X4 + rX2X5X5+ rX2ε1 2. Persamaan simultan 2 X3 = rX3X1X1 + rX3X2X2 + rX3ε2 3. Persamaan simultan 3 X4 = rX4X1X1 + rX4X3X3 + rX4X5X5 + rX4ε3 4. Persamaan simultan 4 X6 = rX6X1X1 + rX6X2X2 + rX6X3X3 + rX6X4X4 + rX6X5X5 + rX6ε4 5. Persamaan simultan 5 Y = rYX1X1 + rYX2X2 + rYX3X3 + rYX4X4 + rYX5X4 + rYX6X6 + rYε5
Koefisien determinasi untuk masing-masing persamaan simultan sebagai berikut:
1. Persamaan 1: RX22 = 0,401
2. Persamaan 2: RX32 = 0,285
3. Persamaan 3: RX42 = 0,103
4. Persamaan 4: RX62 = 0,413
5. Persamaan 5: RY2 = 0,422
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
rX2ε1 (koefisien error untuk persamaan 1) = 2
21 R- = 0,4011 - = 0,774
rX3ε2 (koefisien error untuk persamaan 2) = 231 R- = 285,01 - = 0,846
rX4ε3 (koefisien error untuk persamaan 3) = 241 R- = 103,01 - = 0,321
rX6ε4 (koefisien error untuk persamaan 3) = 261 R- = 413,01 - = 0,766
rYε5 (koefisien error untuk persamaan 4) = 261 R- = 422,01 - = 0.760
Tabel 32. Nilai Koefisien Jalur dan Koefisien Korelasi No Uraian Koefisien Jalur (r) Koefisien Korelasi (r)
1 X1 dengan X2 0,336 0,561 2 X1 dengan X3 0,377 0,501 3 X1 dengan X4 0,263 0,311 4 X1 dengan X5 - 0,573 5 X1 dengan X6 0,058 0,462 6 X1 dengan Y 0,180 0,437 7 X2 dengan X3 0,221 0,432 8 X2 dengan X4 0,123 0,294 9 X2 dengan X5 0,326 0,517
10 X2 dengan X6 0,184 0,497 11 X2 dengan Y -0,029 0,335 12 X3 dengan X4 0,088 0,223 13 X3 dengan X6 0,095 0,423 14 X3 dengan Y 0,202 0,397 15 X4 dengan X5 0,006 0,203 16 X4 dengan X6 0,160 0,325 17 X4 dengan Y 0,372 0,521 18 X5 dengan X6 0,355 0,570 19 X5 dengan Y -0,079 0,314 20 X6 dengan Y 0,222 0,440
Sumber: Analisis Data
Berdasarkan nilai koefisien jalur (r), dan koefisien korelasi (r), dan
koefisien error (€), maka diagram analisis jalur adalah disajikan pada Gambar 5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Gambar 5. Diagram Jalur Hasil Analisis Statistik
a. Pengujian Persamaan 1 (Uji Pengaruh X1, X4 dan X5 terhadap X2)
Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh
faktor penunjang cyber extension (X1), komunikasi antara penyuluh dan
adminstrator kabupaten (X4), serta karakteristik penyuluh (X5), secara terhadap
kualitas informasi cyber extension (X2) disajikan dalam Tabel 33.
(r) (r)
Kualitas informasi cyber extension (X2)
(0,377) (0,501)
(0,263) (0,311)
(0,088) (0,223)
(0,355) (0,570)
(-0,079) (0,314)
(0,180) (0,437) €1=0,774
(0,184)(0,497)
(-0,029) (0,335)
(0,006) (0,203)
Karakteristik penyuluh (X5)
Komunikasi antara penyuluh
dan admin kabupaten (X4)
(0,095) (0,423)
Sosialisasi cyber extension
kepada penyuluh (X3)
(0,222) (0,440)
Kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension
(Y)
€2=0,846
€3 = 0,321
€4=0,766 (0,160)(0,325)
€Y=0.760
(0,123) (0,294)
(0,326) (0,517)
(0,336) (0,561)
Faktor penunjang cyber extension
(X1)
(0,221) (0,432)
(0,058) (0,462)
(0,202)(0,397)
Persepsi penyuluh
terhadap cyber extension (X6)
(0,372) (0,521)
r: 0,573
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Tabel 33. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension, Komunikasi Antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten, serta Karakteristik Penyuluh terhadap Kualitas Informasi Cyber Extension
Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ β<(r- β)1)
Sign pada α
rX2X12) 0,336 3,344 0,561 0,000 0,225 0,336>0,225 0,001
rX2X43) 0,123 1,464 0,294 0,003 0,171 0,123<0,171 0,147
rX2X54) 0,326 3,343 0,517 0,000 0,191 0,326>0,191 0,001
Keterangan: 1) Jika β > (r- β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan)
Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang terhadap kualitas informasi cyber extension 3) Pengaruh komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten terhadap kualitas informasi cyber
extension 4) Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap kualitas informasi cyber extension
Tabel 33 menunjukkan bahwa dari variabel faktor penunjang cyber extension
(X1) berpengaruh langsung terhadap kualitas informasi. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai β > (r - β) yaitu 0,336>0,225. Besarnya pengaruh langsung faktor
penunjang terhadap kualitas informasi ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya
(rX2X1). Nilai koefisien jalur (rX2X1) adalah sebesar 0,336.
Komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4) tidak
berpengaruh langsung terhadap kualitas informasi cyber extension (X2). Hasil ini
ditunjukkan dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,123<0,171. Tidak adanya pengaruh
tersebut komunikasi antara penyuluh dan administrator antara kualitas informasi
cyber extension disebabkan karena kualitas informasi cenderung dikelola secara
top down.
Karakteristik penyuluh (X4) berpengaruh langsung terhadap kualitas
informasi cyber extension (X2) yang dibuktikan dengan β > (r - β) yaitu
0,326>0,191. Besarnya pengaruh langsung faktor penunjang terhadap kualitas
informasi ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX2X5). Nilai koefisien
jalur (rX2X5) adalah sebesar 0,326.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
b. Pengujian Persamaan 2 (Uji Pengaruh X1 dan X2 terhadap X3)
Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh
parsial faktor penunjang cyber extension (X1) dan kualitas informasi cyber
extension (X2), terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3),
disajikan pada Tabel 34.
Tabel 34. Hasil Uji Analisis Jalur Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension dan Kualitas Informasi Cyber Extension terhadap Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh
Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ β<(r- β)1)
Sign pada α
rX3X12) 0,377 3,601 0,501 0,000 0,124 0,377>0,124 0.001
rX3X23) 0,221 2,105 0,432 0,000 0,211 0,221>0,211 0.038
Keterangan: 1) Jika β > (r- β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan)
Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang cyber extension terhadap sosialisasi cyber extension kepada
penyuluh 3) Pengaruh kualitas informasi cyber extension terhadap sosialisasi cyber extension kepada
penyuluh
Tabel 34 menunjukkan bahwa faktor penunjang cyber extension (X1)
berpengaruh secara langsung terhadap sosialisasi cyber extension kepada
penyuluh (X3), yang dibuktikan dengan nilai β > (r- β) yaitu 0,377>0,124.
Besarnya pengaruh tersebut adalah ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya
(rX3X1) sebesar 0,377. Kualitas informasi cyber extension (X2) berpengaruh
secara langsung terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), yang
dibuktikan dengan nilai β > (r- β) yaitu 0,221>0,211. Besarnya pengaruh tersebut
adalah ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX3X2) sebesar 0,221.
c. Pengujian Persamaan 3 (Uji Pengaruh X1, X3, dan X5 terhadap X4)
Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh
faktor penunjang cyber extension (X1), sosialisasi cyber extension kepada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
penyuluh (X3), dan karakteristik penyuluh (X5) secara terhadap komunikasi
antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4) tersaji pada Tabel 35.
Tabel 35. Hasil Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, dan Karakteristik Penyuluh terhadap Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Kabupaten
Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ β<(r- β)1)
Sign pada α
rX4X12) 0,263 2,113 0,311 0,002 0,048 0,263>0,048 0,037
rX4X33) 0,088 0,738 0,223 0,027 0,135 0,088<0,135 0,462
rX4X54) 0,006 0,05 0,203 0,045 0,197 0,006<0,197 0,960
Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang cyber extension terhadap komunikasi antara penyuluh dan admin
kabupaten 3) Pengaruh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap komunikasi antara penyuluh
dan adminstrator kabupaten 4) Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten
Tabel 35 menunjukkan hasil analisis yang menyatakan bahwa faktor
penunjang cyber extension (X1) berpengaruh langsung terhadap komunikasi
penyuluh dengan administrator kabupaten (X4). Hal ini dibuktikan dengan nilai
β > (r - β) yaitu 0,263>0,048. Besarnya pengaruh langsung faktor penunjang cyber
extension (X1) terhadap komunikasi penyuluh dengan adminstrator kabupaten
(X4) ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rX4X1) yaitu 0,263.
Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) tidak berpengaruh secara
langsung terhadap komunikasi penyuluh dengan adminstrator kabupaten (X4),
yang dibuktikan dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,088<0,135. Sosialisasi cyber
extension kepada penyuluh tidak berpangaruh langsung secara signifikan terhadap
komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten, karena sosialisasi cyber
extension cenderung mensosialisasikan mengenai teknis mengakses (mencari
informasi) melalui cyber extension, tidak mensosialisasikan bagaimana prosedur
komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
Karakteristik penyuluh (X5) tidak berpengaruh secara langsung terhadap
komunikasi penyuluh dengan administrator kabupaten (X4), yang dibuktikan
dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,006<0,197. Hal ini disebabkan karena sebagian
besar penyuluh tidak tahu keberadaan administrator kabupaten dan prosedur
komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten.
d. Pengujian Persamaan 4 (Uji Pengaruh X1, X2, X3, X4, dan X5 terhadap X6)
Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh
pengaruh faktor penunjang cyber extension (X1), kualitas informasi cyber
extension (X2), sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), komunikasi
antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4) dan karakteristik penyuluh
(X5), terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) tersaji pada Tabel
36.
Tabel 36.Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, dan Karakteristik Penyuluh terhadap Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension
Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ β<(r- β)1)
Sign pada α
rX6X12) 0,058 0,533 0,462 0,000 0,404 0,058 < 0,404 0,596
rX6X23) 0,184 1,769 0,497 0,000 0,313 0,184< 0,313 0,080
rX6X34) 0,095 0,963 0,423 0,000 0,328 0,095 < 0,328 0,338
rX6X45) 0,160 1,874 0,325 0,001 0,165 0,160<0,165 0,064
rX6X56) 0,355 3,304 0,570 0,000 0,215 0,355>0,215 0,001
Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan)
Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang cyber extension terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber
extension 3) Pengaruh kualitas informasi cyber extension terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber
extension 4) Pengaruh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap persepsi penyuluh terhadap
cyber extension 5) Pengaruh komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten terhadap persepsi penyuluh
terhadap cyber extension 6) Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
Tabel 36 menunjukkan bahwa faktor penunjang cyber extension (X1) tidak
berpengaruh secara langsung terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension
(X6). Hal ini dibuktikan dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,058 < 0,404. Kualitas
informasi cyber extension (X2) tidak berpengaruh secara langsung terhadap
persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini dibuktikan dengan nilai
β<(r-β) yaitu 0,184< 0,313.
Sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) tidak berpengaruh secara
langsung terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini
dibuktikan dengan nilai β<(r - β) yaitu 0,095 < 0,328. Komunikasi antara
penyuluh dan administrator kabupaten (X4) tidak berpengaruh secara langsung
terhadap persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini dibuktikan
dengan nilai β < (r - β) yaitu 0,155<0,194.
Karakteristik penyuluh (X5) berpengaruh secara langsung terhadap persepsi
penyuluh terhadap cyber extension (X6). Hal ini dibuktikan dengan nilai β>(r-β)
yaitu 0,355>0,215. Besarnya pengaruh langsung karakteristik penyuluh (X5)
terhadap persepsi terhadap cyber extension (X6) ditunjukkan dengan nilai
koefisien jalurnya (rX6X5) yaitu 0,355.
e. Pengujian Persamaan 5 (Uji Pengaruh X1, X2, X3, X4, X5, X6 terhadap Y)
Hasil uji analisis dengan menggunakan SPSS 18 untuk melihat pengaruh
parsial faktor penunjang cyber extension (X1), kualitas informasi cyber extension
(X2), sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3), komunikasi antara
penyuluh dan administrator kabupaten (X4), karakteristik penyuluh (X5), persepsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
penyuluh terhadap cyber extension (X6) terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension (Y), tersaji pada Tabel 37.
Tabel 37. Hasil Uji Analisis Jalur Faktor Penunjang Cyber Extension, Kualitas Informasi Cyber Extension, Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh, Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Kabupaten, Karakteristik Penyuluh, Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension, terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaaatan Cyber Extension
Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ β<(r- β)1)
Sign pada α
rYX12) 0,180 1,647 0,437 0,000 0,257 0,180<0,257 0,103
rYX23) -0,029 -0,28 0,335 0,001 0,364 -0,029<0,364 0,780
rYX34) 0,202 2,041 0,397 0,000 0,195 0,202>0,195 0,044
rYX45) 0,372 4,300 0,521 0,000 0,149 0,372>0,149 0,000
rYX56) -0,079 -0,700 0,314 0,002 0,393 -0,079<0,393 0,486
rYX67) 0,222 2,139 0,440 0,000 0,218 0,222>0,218 0,035
Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan) Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh faktor penunjang cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan
cyber extension 3) Pengaruh kualitas informasi cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan
cyber extension 4) Pengaruh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaaatan cyber extension 5) Pengaruh komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten terhadap kinerja penyuluh
dalam pemanfaaatan cyber extension 6) Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber
extension 7) Pengaruh persepsi penyuluh terhadap cyber extension terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaaatan cyber extension
Tabel 37 menunjukkan bahwa hasil analisis menyatakan faktor penunjang
(X1) cyber extension tidak berpengaruh secara langsung terhadap kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) yang dibuktikan dengan nilai β
< (r - β) yaitu sebesar 0,180<0,257. Hasil analisis menyatakan tidak ada pengaruh
langsung yang signifikan dari variabel kualitas informasi cyber extension (X2)
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Hal ini
ditunjukkan melalui nilai β < (r - β) senilai -0,029<0,364.
Hasil analisis menyatakan ada pengaruh langsung yang signifikan dari
variabel sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) terhadap kinerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Hal ini ditunjukkan melalui
nilai β >(r- β) yaitu 0,202>0,195. Besarnya pengaruh langsung sosialisasi cyber
extension kepada penyuluh (X3) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan
cyber extension (Y) ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya rYX3 yaitu 0,202
Hasil analisis menyatakan ada pengaruh langsung yang signifikan dari
variabel komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten (X4) terhadap kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Hal ini ditunjukkan melalui
nilai β > (r - β) yaitu 0,372>0,149. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan
dengan nilai koefisien jalurnya (rYX4) yaitu 0,372.
Hasil analisis menyatakan bahwa tidak ada pengaruh langsung yang
signifikan dari variabel karakteristik penyuluh (X5) terhadap kinerja penyuluh
dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Hal ini ditunjukkan melalui nilai β < (r-
β) senilai -0,079<0,393.
Hasil analisis menyatakan ada pengaruh langsung yang signifikan dari
variabel persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6) terhadap kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini ditunjukkan melalui nilai β
> (r - β) yaitu 0,222>0,218. Besarnya pengaruh persepsi penyuluh terhadap cyber
extension (X6) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya rYX6 yaitu 0,222.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
(r) (r)
Kualitas informasi cyber extension (X2)
(0,377) (0,501)
(0,263) (0,311)
(0,088) (0,223)
(0,355) (0,570)
(-0,079) (0,314)
(0,372) (0,521)
(0,180) (0,437) €1=0,774
(0,184)(0,497)
(-0,029) (0,335)
(0,006) (0,203)
Karakteristik penyuluh (X5)
(0,095) (0,423)
Sosialisasi cyber extension
kepada penyuluh (X3)
(0,222) (0,440)
Kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension
(Y)
€2=0,846
€3 = 0,321
€4=0,766 (0,160)(0,325)
€5=0.760
(0,336) (0,561)
Faktor
penunjang cyber extension (X1)
(0,221) (0,432)
(0,058) (0,462)
(0,202)(0,397)
Persepsi penyuluh
terhadap cyber extension (X6)
Komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4)
€1=0,774
(0,326) (0,517)
(0,123) (0,294)
f. Diagram Jalur Pengaruh Signifikan dan Tidak Signifikan
Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hasil analisis
digambarkan mengenai diagram jalur pengaruh signifikan dan tidak signifikan,
sebagai berikut:
Gambar 6. Diagram Jalur Pengaruh Signifikan dan Tidak Signifikan Keterangan: : Pengaruh signifikan kecil : Pengaruh signifikan besar : Pengaruh tidak signifikan : variabel eksogen
r: 0,573
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
Hasil perhitungan, maka persamaan simultan sebagai berikut
Persamaan simultan 1: X2 = rX2X1X1 + rX2X4X4 + rX2X5 X5+ rX2ε1
= 0,336X1 + 0,123X4 + 0,326 X5 + 0,774 ε1
Persamaan simultan 2: X3 = rX3X1X1 + rX3X2 X2 + rX3ε2
= 0,377X1 + 0,221X2 + 0,846 ε2
Persamaan simultan 3: X4 = rX4X1X1 + rX4X3X3 + rX4X5X5 + €3
= 0,263X1 + 0,088X3 + 0,006X5 + 0,321 Persamaan simultan 4: X6 = rX6X1X1 + rX6X2X5 + rX6X3X3 + rX6X4X4 +
rX6X5 X5 + rX6€4
= 0,058X1 + 0,184X5 + 0,095X3 + 0,160X4 + 0,355X5 + 0,766 €4
Persamaan simultan 5: Y = rYX1X1 + rYX2X2 + rYX3 X3 + rYX4 X4 + rYX5 X5 + rYX6
X6 + rY€5 = 0,180X1 -0,029X2 + 0,202X3 + 0,372X4 -0,079X5 +
0,222X6 + 0.760€5
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension
a. Faktor Penunjang Cyber Extension
1) Pengaruh langsung faktor penunjang cyber extension (X1) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh langsung yang signifikan antara faktor penunjang cyber extension
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini
dikarenakan faktor penunjang cyber extension tidak terlalu kuat untuk
mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
Tabel 38. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Faktor Penunjang Cyber Extension terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaaatan Cyber Extension
Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ β<(r- β)1)
Sign pada α
rYX1.1.2) 0,199 1,945 0,329 0,001 0,130 0,199>0,130 0,055
rYX1.2.3) 0,146 1,518 0,240 0,017 0,094 0,146>0,132 0,132
rYX1.3.4) 0,248 2,460 0,349 0,000 0,101 0,248>0,101 0,016
Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan)
Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan)
2) Pengaruh kebijakan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 3) Pengaruh sarana-prasarana terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber
extension 4) Pengaruh pembiayaan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension
Tabel 38 menunjukkan bahwa faktor pembiayaan mempunyai
pengaruh langsung yang signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension. Besarnya pengaruh langsung faktor
pembiayaan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension
ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya (rYX1.1.) sebesar 0,248.
2) Pengaruh tidak langsung faktor penunjang cyber extension (X1) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
a) Melalui sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan pengaruh
tidak langsung tersebut signifikan. Faktor penunjang cyber extension
(X1) secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension (Y), setelah melalui sosialisasi cyber
extension (X3), dengan nilai pengaruh sebesar 0,076 (0,377 x 0,202)
b) Melalui komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten (X4)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan pengaruh
tidak langsung tersebut signifikan. Faktor penunjang cyber extension
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
(X1) akan mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber
extension (Y) secara tidak langsung, setelah melalui komunikasi antara
penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4), dengan nilai pengaruh
0.098 (0,263 x 0,372).
c) Melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan pengaruh tidak
langsung tersebut signifikan. Melalui hasil analisis faktor penunjang
cyber extension secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh
dalam pemanfaatan cyber extension (Y), setelah melalui kualitas
informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi cyber extension (X3),
dengan nilai pengaruh 0.015 (0,336 x 0,221 x 0,202).
b. Kualitas Informasi Cyber Extension
(1) Pengaruh langsung kualitas informasi cyber extension (X2) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh langsung yang signifikan antara kualitas informasi terhadap
kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini dikarenakan
sub variabel kualitas informasi cyber extension tidak terlalu kuat untuk
mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
Tabel 39. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Kualitas Informasi Cyber Extension terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaaatan Cyber Extension
Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ β<(r- β)1)
Sign pada α
rYX2.1.2) -0,003 -0,026 0,332 0,001 0,335 -0,003<0,335 0,979
rYX2.2.3) 0,286 2,786 0,447 0,000 0,161 0,286>0,161 0,006
rYX2.3.4) 0,315 2,346 0,460 0,000 0,145 0,315>0,145 0,021
Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan)
Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh kesesuaian informasi terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 3) Pengaruh aktualitas informasi terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 4) Pengaruh sumber yang dipercaya terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension
Tabel 21 menunjukkan bahwa aktualitas informasi dan sumber yang
dipercaya berpengaruh langsung terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension. Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai
koefisien jalurnya yaitu 0,286 (rYX2.2) untuk aktualitas informasi dan 0,315
(rYX2.3) untuk sumber yang dipercaya.
(2) Pengaruh tidak langsung kualitas informasi cyber extension (X2) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa hanya
melalui sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, maka kualitas
informasi cyber extension mempunyai pengaruh tidak langsung yang
signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Kualitas informasi cyber extension (X2) secara tidak langsung juga
berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber
extension (Y), setelah melalui faktor sosialisasi cyber extension kepada
penyuluh (X3), dengan nilai pengaruh 0,045 (0,221 x 0,202).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh
(1) Pengaruh langsung sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y).
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan ada pengaruh
langsung yang signifikan dari faktor sosialisasi cyber extension (X3)
kepada penyuluh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber
extension (Y). Besarnya pengaruh ditunjukkan dengan nilai koefisien
jalurnya yaitu 0,202.
(2) Pengaruh tidak langsung sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa pengaruh
tidak langsung sosialisasi cyber extension kepada penyuluh terhadap
kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension tidak ada yang
signifikan.
d. Komunikasi antara Penyuluh dan Administrator Cyber Extension Kabupaten
(1) Pengaruh langsung komunikasi antara penyuluh dan adminstrator kabupaten (X4) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan ada pengaruh
langsung yang signifikan dari variabel komunikasi antara penyuluh dan
admin kabupaten terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber
extension. Pengaruh langsung yang signifikan komunikasi antara penyuluh
dan admin kabupaten (X4) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan
cyber extension (Y) ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya yaitu
0,372.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
(2) Pengaruh tidak langsung komunikasi antara penyuluh dan administrator kabupaten terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6, menunjukkan bahwa
pengaruh tidak langsung komunikasi antara penyuluh dan administrator
kabupaten terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension
tidak ada yang signifikan.
e. Karakteristik Penyuluh
(1) Pengaruh langsung karakteristik penyuluh (X5) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6 menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh langsung yang signifikan dari variabel karakteristik penyuluh
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Tabel 40. Hasil Uji Analisis Jalur Sub Variabel Karakteristik Penyuluh terhadap Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaaatan Cyber Extension
Uraian β thit r Sign. (r- β) β > (r- β)/ β<(r- β)1)
Sign pada α
rYX5.1.2) -0,090 -0,457 -0,326 0,001 -0,236 -0,090>-0,236 0,649
rYX5.2.3) 0,083 0,782 0,276 0,006 0,193 0,083<0,193 0,436
rYX5.34) 0,091 0,460 -0,274 0,006 -0,365 0,091>-0,365 0,646
rYX5.4.5) 0,236 1,573 0,407 0,000 0,171 0,236>0,171 0,119
rYX5.5.6) 0,016 0,078 0,353 0,000 0,337 0,016<0,337 0,938
rYX5.6.7) 0,398 2,065 0,434 0,000 0,036 0,398>0,036 0,042
rYX5.7.8) -0,248 -1,584 0,269 0,007 0,517 -0,248<0,517 0,117
Keterangan: 1) Jika β > (r - β), maka variabel-bebas memiliki pengaruh langsung (signifikan)
Jika β < (r- β), maka variabel-bebas tidak memiliki pengaruh langsung (tidak signifikan) 2) Pengaruh umur terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 3) Pengaruh pendidikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 4) Pengaruh masa kerja terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 5) Pengaruh kepemilikan sarana teknologi informasi terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaaatan cyber extension 6) Pengaruh kepemilikan e-mail terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber
extension 7) Pengaruh motivasi terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaaatan cyber extension 8) Pengaruh sikap terhadap teknologi informasi internet terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaaatan cyber extension
Tabel 40 menunjukkan bahwa umur penyuluh, mempunyai pengaruh
langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
besarnya secara berurutan yaitu umur penyuluh, masa kerja, kepemilikan
sarana teknologi informasi, dan motivasi penyuluh. Besarnya pengaruh
langsung karakteristik-karakteristik tersebut terhadap ditunjukkan dengan
nilai koefisien jalurnya yaitu -0,090 untuk umur penyuluh; 0,091 untuk masa
kerja; 0,236 untuk kepemilikan sarana teknologi informasi; dan 0,398 untuk
motivasi penyuluh.
(2) Pengaruh tidak langsung karakteristik penyuluh (X5) terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y)
(a) Melalui persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6)
Dari hasil perhitungan dan Gambar 6 menunjukkan bahwa pengaruh
tidak langsung tersebut berpengaruh secara signifikan. Karakteristik
penyuluh (X5) juga secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh
dalam pemanfaatan cyber extension (Y) setelah melalui persepsi penyuluh
terhadap cyber extension (X6), dengan nilai pengaruh 0,079 (0,355 x
0,222).
(b) Melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh (X3)
Dari perhitungan dan Gambar 6 menunjukkan bahwa karakateristik
penyuluh (X5) secara tidak langsung berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) setelah
melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi cyber
extension dengan nilai pengaruh sebesar 0,015 (0,326 x 0,221 x 0,202).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension
Dari perhitungan dan Gambar 6, terdapat pengaruh langsung yang
signifikan dari faktor persepsi penyuluh terhadap cyber extension (X6)
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y). Besarnya
pengaruh ditunjukkan dengan nilai koefisien jalurnya yaitu sebesar 0,222.
L. Pembahasan
1. Pelaksanaan Cyber Extension di Kabupaten Bogor
Pelaksanaan cyber extension yang dimulai tahun 2010 yang diawali oleh
penyaluran sarana prasarana komputer, printer, dan modem baik di BP4K
maupun di lima BP3K (BP3K Cibinong, BP3K Leuwiliang, BP3K Cigudeg,
BP3K Jonggol, dan BP3K Cibungbulang). Pada tahun 2011 kemudian satu
BP3K (BP3K Cariu) mendapat bantuan yang sama. Penyaluran sarana prasarana
belum merata pada semua BP3K. Meskipun demikan semua BP3K sebenarnya
telah tersedia komputer yang dapat mengakses internet, meskipun jumlahnya
hanya satu unit. Dalam akses internet BP4K mendukung pembiayaan melalui
biaya internet (jaringan kabel) yang termasuk dalam pengeluaran telepon
sejumlah Rp. 330.000,00 per bulan per BP3K. Namun pengeluaran internet di
beberapa BP3K yaitu BP3K Ciawi, BP3K Gunung Putri, BP3K Ciseeng, dan
BP3K Parung Panjang tidak bisa dimanfaatkan dengan baik karena berbagai
alasan yaitu modem jaringan kabel rusak terkena petir, belum terpasangnya
jaringan kabel internet, atau komputer tidak berfungsi dengan baik.
Dalam mendukung pengelolaan informasi pada cyber extension maka BP4K
telah menunjuk dan mengangkat seorang admin. Admin tersebut juga yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
mengadakan sosialasasi di tingkat BP3K Sosialisasi pemanfaatan cyber
extension dilaksanakan di setiap BP3K pada pertengahan tahun 2011, dan
diselenggarakan bertepatan dengan pertemuan dua mingguan di BP3K. Dalam
sosialisasi tersebut cenderung menjelaskan teknik mengakses cyber extension,
dan tidak menjelaskan pengelolaan informasi cyber extension, sehingga banyak
penyuluh yang tidak tahu mengenai keberadaan admin cyber extension.
Perwakilan penyuluh di tiap BP3K juga mendapat sosialisasi di tingkat pusat
yang diselenggarakan pada acara launching cyber extension beserta 300 peserta
yang lain dari seluruh Indonesia. BP4K pun mendukung sosialisasi cyber
extension melalui pencetakan buku berjudul Teknik Mengakses Cyber
Extension. Namun karena hanya dicetak 30 eksemplar dan dibagi satu tiap
BP3K, sehingga para penyuluh tidak banyak mengetahuinya. Hal ini disebabkan
buku tersebut tidak pernah disampaikan oleh penyuluh atau diperbanyak lagi
oleh BP3K untuk dibagikan kepada penyuluh. Buku ini dicetak khususnya bagi
penyuluh yang tidak bisa mengoperasikan internet. Hambatan yang paling utama
dalam pelaksanaan dan pemanfaatan cyber extension oleh penyuluh adalah
ketidakmampuan penyuluh, khususnya Penyuluh PNS yang berusia tua dalam
mengoperasikan internet.
2. Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension
Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension di Kabuupaten Bogor
masuk dalam kategori sangat rendah, atau tidak/belum pernah melaksanakan.
Kinerja penyuluh tersebut meliputi aspek aksesbilitas, pemanfaatan materi bagi
kegiatan penyuluhan serta pengenalan cyber extension kepada petani/kelompok
yang ketiganya masuk dalam kriteria sangat rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Tingkat aksesbilitas cyber extension masih sangat rendah. Hal ini
dikarenakan, sebagai berikut:
a. Dari aspek mencari informasi masih sangat rendah, karena bagi penyuluh
yang terbiasa memanfaatkan internet, maka mencari informasi dengan
menggunakan situs pencari seperti www.google.com lebih mudah daripada
memanfaatkan cyber extension dan informasinya pun lebih beragam, tidak
hanya cenderung informasi teknis saja. Sedangkan untuk penyuluh yang tidak
menggunakan internet, khususnya penyuluh PNS senior, akan menjadi faktor
penghambat dalam mencari informasi melalui cyber extension. Penyuluh PNS
yang berusia tua ini pun motivasi kerja penyuluh pun sudah mulai menurun,
apalagi terkait motivasi pemanfaatan informasi teknologi internet. Selain itu
yang menjadi penghambat dalam mencari informasi pertanian melalui
internet pada umumnya dan cyber extension pada khususnya, yaitu
ketersediaan sarana-prasarana di kantor BP3K yang tidak mencukupi (1 – 2
komputer tiap BP3K, dan tidak semua penyuluh mempunyai sarana pribadi
untuk mengakses internet. Sarana-prasarana lebih cenderung digunakan untuk
kegiatan administrasi perkantoran. Hampir sebagian aktivitas kerja penyuluh
berada di lapangan, sehingga bagi penyuluh yang tidak mempunyai sarana
pribadi tidak pernah mencari informasi melalui cyber extension. Sedangkan
penyuluh yang mempunyai sarana pribadi, lebih cenderung untuk mengakes
media sosial.
b. Dari aspek memberikan umpan balik juga masih sangat rendah, hal ini dalam
penilaian penyuluh tampilan cyber extension yang masih standar dan tidak
ada menu menyampaikan ide atau komentar pada setiap informasi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
disajikan dalam situs tersebut, sehingga kurang memberikan manfaat adanya
interaksi antar pengguna, khususnya penyuluh, sehingga belum ada
manfaatnya untuk menambah kolega yang baru. Para penyuluh pun belum
tahu cara menggunakan e-petani, yaitu menu dalam cyber extension yang
memungkinkan melakukan memberikan umpan balik terhadap informasi yang
ada. Penyuluh juga belum pernah meneruskan informasi yang terdapat dalam
cyber extension melalui e-mail, karena mereka hanya tahu prosedur
mengakses, namun tidak tahu prosedur meneruskan informasi tersebut kepada
e-mail koleganya.
c. Penyampaian informasi melalui cyber extension masih sangat rendah
dikarenakan, para penyuluh tidak mengetahui prosedur menyampaikan
informasi cyber extension (untuk materi spesifik lokasi dan gerbang daerah)
yang harus melalui admin kabupaten. Penyuluh juga tidak mengetahui
prosedur dalam menyampaikan informasi melalui e-petani. Sangat rendahnya
kinerja penyuluh dalam penyampaian informasi melalui cyber extension juga
dikarenakan belum ada kebijakan dari pemerintah yang mengikat mereka
dalam pemanfaatan cyber extension. Aturan yang mengikat dengan tugas
pokok dan fungsi penyuluh pertanian yang diatur dalam Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara No 2 Tahun 2008 (tentang Jabatan
Fungsional Penyuluh Pertanian) yang terkait dengan perencanaan penyuluhan
pertanian melalui media elektronik website hanya melekat pada jabatan
penyuluh ahli. Sampai dengan tahun 2012 di Kabupaten Bogor hanya
mempunyai dua orang yang menjabat sebagai penyuluh ahli setelah lulus
ujian kompetensi penyuluh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
Kinerja penyuluh dalam hal pemanfaatan informasi cyber extension bagi
kegiatan penyuluhan masih sangat rendah atau belum pernah dilakukan. Hal ini
disebabkan, kecenderungan penyuluh belum menjadikan materi dalam internet
pada umumnya, dan cyber extension pada khususnya, sebagai materi utama
dalam kegiatan penyuluhan, sehingga mereka tidak pernah menggunakan materi
dalam internet dalam kegiatan penyuluh. Selama mereka masih mendapatkan
sumber informasi yang lain (tercetak, komunikasi interpersonal, publikasi
ilmiah, pertemuan teknis), mereka tidak akan mengakses informasi pertanian,
apalagi cyber extension. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suryantini (2003)
bahwa sumber informasi yang paling banyak digunakan oleh penyuluh di
Kabupaten Bogor adalah sumber interpersonal (sesama penyuluh dan kontak
tani/ petani maju) dan media cetak (surat kabar).
Kinerja penyuluh dalam hal pengenalan cyber extension kepada petani/
kelompok tani masih sangat rendah atau belum pernah dilakukan. Para penyuluh
memandang para petani di Kabupaten Bogor belum mampu menggunakan
internet. Penyuluh beranggapan bahwa bagi petani, internet masih merupakan
“barang” yang mahal, sehingga masih belum dimanfaatkan. Bagi para penyuluh,
khususnya Penyuluh PNS yang berusia tua, yaitu ketidakmampuan
mengoperasikan internet, sehingga mereka merasa tidak mampu mengajarkan
akses informasi pertanian melalui internet pada umumnya (cyber extension pada
khususnya) kepada petani di pedesaan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Departemen Komunikasi dan Informasi (2004), bahwa masih terbentang jalan
yang panjang sebelum semua orang Indonesia, khususnya di perdesaan dapat
mengambil manfaat dari potensi penuh teknologi informasi komunikasi internet.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
Wijekoon et al. (2006), pun menyatakan bahwa di negara Sri Lanka yang
menjadi hambatan dalam pemanfaatan cyber extension adalah rendahnya
kemampuan mengoperasionalkan komputer dari penyuluh dan petani, sehingga
perlu didukung dengan strategi khusus untuk mengatasinya.
3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension a. Faktor Penunjang Cyber Extension
Faktor penunjang cyber extension tidak berpengaruh langsung secara
signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal
ini disebabkan karena faktor penunjang cyber extension dari aspek kebijakan,
sarana-prasarana, dan pembiayaan cenderung sama tiap BP3K. Implementasi
kebijakan hampir sama pada setiap BP3K meskipun kebijakan tersebut tidak
sesuai dengan harapan penyuluh, karena penyuluh mengharapkan adanya
kebijakan pelatihan untuk mengoperasionalkan internet dahulu, sehingga
mereka akan mampu mengoperasikan cyber extension. Sedangkan untuk
sarana dan prasarana maka antara BP3K yang difasilitasi dan tidak
difasilitasi, sebenarnya semuanya telah didukung komputer dan jaringan
internet yang biaya operasional internet dibiayai oleh BP4K. Menurut
pengamatan di lapang, bahwa fasilitasi cyber extension tersebut diarahkan
kepada BP3K yang belum memiliki sarana komputer sebelumnya.
Namun dari hasil analisis sub variabel faktor penunjang cyber extension
(kebijakan, sarana-prasarana dan pembiayaan), maka faktor pembiayaan
pembiayaan mempunyai besar pengaruh yang dominan dan signifikan
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Penyuluh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
menilai bahwa pembiayaan yang sebatas untuk biaya internet di kantor BP3K
tidak dapat untuk merangsang peningkatan kinerja dalam pemanfaatan cyber
extension, sehingga perlu tambahan pembiayaan yang lain. Pembiayaan yang
diharapkan penyuluh adalah biaya untuk subidi pulsa dalam rangka
mengakses internet maupun subsidi untuk pembelian sarana komputer
pribadi. Selain itu, bagi penyuluh yang belum bisa mengoperasikan internet,
berharap untuk dibiayai dalam pelatihan internet.
Meskipun faktor penunjang cyber extension tidak berpengaruh langsung
secara signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber
extension, namun faktor tersebut dapat berpengaruh tidak langsung secara
signifikan setelah melalui faktor-faktor yang lain, dengan penjelasan sebagai
berikut
1) Faktor penunjang cyber extension (X1) secara tidak langsung
mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y),
setelah melalui sosialisasi cyber extension (X3).
Faktor penunjang cyber extension, khususnya kebijakan berpengaruh
langsung terhadap sosialisasi cyber extension kepada penyuluh.
Kebijakan terkait sosialisasi cyber extension kepada penyuluh yang telah
dilaksanakan oleh pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) dan
pemerintah daerah (BP4K) masih belum memenuhi harapan. Kebijakan
sosialisasi massal yang diterapkan oleh Kementerian Pertanian dinilai
tidak efektif, karena para penyuluh tidak bisa terlibat secara aktif.
Sosialisasi di tingkat BP3K pun tidak merata, karena beberapa BP3K
tidak pernah mendapatkan sosialisasi dari BP4K. Kebijakan sosialisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
yang diharapkan oleh penyuluh adalah sosialisasi dalam bentuk praktek,
khususnya bagi penyuluh belum bisa mengoperasikan internet.
Kebijakan sosialisasi pun diharapkan harus jelas bukan hanya teknik
mengakses, namun juga pengelolaan cyber extension di tingkat
Kabupaten Bogor. Kebijakan tersebut harus disertai dengan sarana-
prasarana yang mendukung dan pembiayaan yang cukup.
2) Faktor penunjang cyber extension (X1) akan mempengaruhi kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) secara tidak langsung,
setelah melalui komunikasi antara penyuluh dan admin kabupaten (X4).
Faktor penunjang berupa kebijakan cyber extension yang telah
diterapkan, namun belum dijelaskan secara rinci mengenai prosedur
komunikasi antara penyuluh dan admin, mempengaruhi tingkat
komunikasi tersebut. Dalam menunjang komunikasi antara penyuluh dan
admin perlu didukung sarana-prasarana kantor dengan fasilitas internet
yang memadai (wi-fi) dan dapat diakses di setiap ruangan, sehingga
memungkinkan penyuluh yang mempunyai laptop pribadi dapat
berkomunikasi dengan adminstrator, misalnya dengan menggunakan
media sosial atau e-mail. Kebijakan tersebut juga perlu didukung oleh
pembiayaan yang cukup khususnya terkait mengembangkan jaringan
kabel internet menjadi jaringan nir kabel.
3) Faktor penunjang cyber extension (X1) secara tidak langsung
mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y),
setelah melalui kualitas informasi cyber extension (X2) dan sosialisasi
cyber extension (X3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
Belum adanya kebijakan yang jelas cukup terkait prosedur
penyampaian informasi untuk cyber extension dan masukan bagi materi
dalam cyber extension, mempengaruhi kualitas informasi cyber extension
yang kurang sesuai dengan kebutuhan penyuluh dan petani, tidak aktual
dan, sulit ditelusuri, sehingga informasi-informasi dalam cyber extension
jarang didiskusikan atau dipercakapkan di antara para penyuluh.
Pelaksanaan tugas dan aktivitas penyuluh di Kabupaten Bogor, salah
satunya merupakan implementasi dari hasil pertemuan dua mingguan
penyuluh yang diselenggarakan di BP3K. Dalam pertemuan tersebut,
biasanya setiap informasi-informasi, baik pelaksanaan kegiatan/program
pemerintah dan informasi terbaru terkait dengan pelaksanaan kegiatan
penyuluh didiskusikan antar penyuluh.
b. Kualitas Informasi Cyber Extension
Kualitas informasi cyber extension tidak berpengaruh langsung secara
signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal
ini disebabkan karena kualitas informasi cenderung top down. Namun dari
hasil analisis masing-masing sub variabel kualitas informasi cyber extension
(kesesuaian informasi, aktualitas informasi dan sumber yang dipercaya),
maka aktualitas informasi dan sumber yang dipercaya berpengaruh langsung
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Aktualitas informasi cyber extension yang dicirikan dengan seberapa
jauh informasi tersebut diperbaharui atau di-update, berpengaruh langsung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Penilaian
penyuluh bahwa informasi dalam cyber extension tidak pernah di-update
mempengaruhi tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Sumber informasi yang dipercaya yang dicirikan kemudahan penelusuran
informasi menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada kinerja penyuluh
dalam pemanfaatan cyber extension. Mudah atau tidaknya halaman muka
situs cyber extension ketika penyuluh mengakses situs cyber extension akan
mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Selain
itu bagi penyuluh PNS yang tidak mampu mengoperasikan internet, maka
menelusuri informasi cyber extension bukanlah sesuatu yang mudah.
Meskipun kualitas informasi tidak berpengaruh langsung secara
signifikan terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension,
namun faktor tersebut dapat mempengaruhi kinerja setelah melalui faktor
lain. Kualitas informasi cyber extension secara tidak langsung juga
berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension,
setelah melalui faktor sosialisasi cyber extension kepada penyuluh. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa informasi cyber extension yang tidak aktual dan tidak
mudah ditelusuri, menyebabkan tidak pernah bahan perbincangan atau
diskusikan atau disosialisasikan di antara para penyuluh, sehingga akhirnya
akan mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
c. Sosialisasi Cyber Extension kepada Penyuluh
Faktor yang berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension (Y) adalah sosialisasi cyber
extension kepada penyuluh (X3). Rendahnya sosialisasi melalui percakapan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
juga rendahnya motivasi kehadiran dan keterlibatan penyuluh, serta tidak ada
media perantara yang dibaca oleh penyuluh mengenai cyber extension,
mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
Sosialisasi yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian maupun BP4K, dinilai
tidak efektif karena tidak disertai dengan praktek, khususnya bagi penyuluh
yang belum mampu memanfaatkan internet.
Buku panduan yang dicetak BP4K terbatas, dan hanya dibagikan satu per
BP3K. Hal ini tidak efektif , karena terkadang buku panduan tersebut tidak
disampaikan kepada penyuluh hanya sampai pada tingkat Kepala BP3K atau
tidak diletakkan di perpustakaan BP3K. Harapan bagi penyuluh, khususnya
bagi yang tidak mampu mengoperasikan internet, maka buku tersebut dapat
diperbanyak kembali dan dibagikan kepada penyuluh.
d. Komunikasi antara Penyuluh dan Adminstrator Cyber Extension
Faktor yang berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah komunikasi antara
penyuluh dan adminstrator cyber extension Kabupaten Bogor Komunikasi
antara penyuluh dan admin cyber extension yang tidak terjalin dalam
pelaksanaan cyber extension ini disebabkan karena ketidaktahuan para
penyuluh mengenai keberadaan adminstrator di Kabupaten Bogor. Para
penyuluh menganggap segala informasi yang ditampilkan dalam cyber
extension dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini Badan PPSDMP dan
BP4K. Ketidaktahuan penyuluh mengenai keberadaan adminstrator tersebut,
sehingga menyebabkan mereka tidak tahu bagaimana harus menyampaikan
materi penyuluhan dalam cyber extension. Selain itu, para penyuluh juga tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
tahu bagaimana harus memberikan masukan dalam pengembangan sistem
informasi cyber extension. Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi
antara penyuluh dan administrator kabupaten, adalah konsultasi di antara
mereka, karena dengan suatu proses komunikasi melalui konsultasi, diharapkan
penyuluh tahu apa yang hendak dilakukan dalam pemanfaatan cyber extension,
menanyakan bila terjadi suatu masalah dalam pemanfaatan cyber extension dan
memberikan suatu input bagi pengembangan cyber extension baik mengenai
tampilan cyber extension di halaman web maupun tampilan di ponsel,
kecepatan akses ketika pertama kali membuka situs cyber extension, serta
kemasan dan isi materi yang terdapat cyber extension.
e. Karakteristik Penyuluh
Karakteristik penyuluh tidak berpengaruh langsung secara signifikan
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini
disebabkan karakteristik penyuluh di Kabupaten Bogor cenderung sama.
Namun dari uji analisis tiap sub variabel karakteristik penyuluh, maka umur
penyuluh, masa kerja, kepemilikan sarana teknologi informasi serta motivasi
penyuluh mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension.
Umur dan masa kerja berpengaruh langsung terhadap kinerja dalam
pemanfaatan cyber extension. Hal ini mengindikasikan bahwa penyuluh yang
berusia muda dan masa kerja masih rendah, dalam hal ini THL-TBPP,
mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja dalam pemanfaatan cyber
extension, meskipun pengaruh tersebut sangat kecil dibanding kepemilikan
sarana teknologi informasi dan motivasi penyuluh. Melalui deskripsi hasil data,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
juga menunjukkan bahwa para THL-TBPP cenderung sering untuk mencari
informasi melalui cyber extension. Menurut Robbins (1998) dengaan
menuanya umur produktivitasnya akan melorot, dengan sering diandaikan
bahwa keterampilannya terutama dalam kecepatan, kecekatan, kekuatan, dan
koordinasi menurun berjalannya dengan waktu. Kebosanan dalam pekerjaan
yang berlarut-larut dan berkurangnya rangsangan intelektual semuanya
menyumbang pada berkurangnya produktivitas.
Kepemilikan sarana teknologi informasi berpengaruh juga terhadap kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension. Hal ini bermakna bahwa selama
penyuluh tidak memiliki sarana teknologi informasi , atau mempunyai namun
tidak pernah dimanfaatkan dalam mengakses informasi pertanian, akan
berpengaruh terhadap rendahnya kinerja dalam pemanfaatan cyber extension.
Melalui deskripsi data, maka ditunjukkan bahwa para THL-TBPP juga
cenderung mempunyai sarana teknologi informasi, sedangkan para penyuluh
PNS maksimal hanya mempunyai sarana namun tidak dimanfaatkan.
Kepemilikan sarana teknologi informasi dirasa penting oleh penyuluh, karena
tanpa sarana pribadi tersebut maka pemanfaatan cyber extension tidak akan
efektif, karena sebagian besar waktu penyuluh di lapang sehingga tidak
memungkinkan untuk menggunakan komputer di kantor BP3K atau lewat
warung internet (warnet).
Motivasi penyuluh berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension. Motivasi penyuluh yang tinggi tercermin dari
para penyuluh THL-TBPP, sedangkan para penyuluh PNS yang sudah senior
mempunyai motivasi yang rendah dalam hal menggunakan internet dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
motivasi belajar. Dalam penelitian Leilani dan Jahi (2006), masa kerja
penyuluh di beberapa kabupaten Jawa Barat masuk dalam kategori cukup lama
19-29 tahun, dan mereka manganggap peningkatan profesionalitas tidak lagi
menjadi prioritas, karena bukan merupakan kebutuhan utama melainkan
kebutuhan untuk mengaktualisasi diri.
Seperti dibahas sebelum bahwa secara umum karakteristik penyuluh tidak
berpengaruh langsung secara signifikan, namun secara tidak langsung
mempunyai pengaruh setelah melalui faktor-faktor yang lain, yang dibahas
sebagai berikut:
1) Karakteristik penyuluh secara tidak langsung berpengaruh terhadap kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension setelah melalui kualitas
informasi cyber extension dan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh
Karakteristik penyuluh mempengaruhi kualitas informasi yang aktual
dan mudah ditelusuri, sehingga informasi tersebut akan menjadi bahan
diskusi antar penyuluh yang mendorong dalam peningkatan kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
2) Karakteristik penyuluh juga secara tidak langsung mempengaruhi kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension setelah melalui persepsi
penyuluh terhadap cyber extension
Persepsi penyuluh terhadap cyber extension lebih dipengaruhi oleh
karakteristik penyuluh daripada faktor lain. Melalui distribusi data yang
telah dideskripsikan bahwa para penyuluh THL-TBPP yang berusia muda,
mempunyai masa kerja yang rendah, mempunyai tingkat pendidikan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
lebih tinggi, dan mempunyai sarana teknologi informasi, dan mempunyai
motivasi tinggi dalam memanfaatkan internet lebih cenderung mempunyai
persepsi baik terhadap cyber extension khususnya dalam memberikan
tambahan pengetahuan baru dan kemudahan diaplikasikan oleh mereka.
Persepsi yang baik terhadap cyber extension yang mendorong dalam
pemanfaatan cyber extension.
f. Persepsi Penyuluh terhadap Cyber Extension
Faktor yang berpengaruh langsung secara signifikan terhadap kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah persepsi penyuluh
terhadap cyber extension. Para penyuluh yang cenderung mempunyai persepsi
kurang baik terhadap cyber extension yang menurut pandangan mereka hanya
menyajikan pengetahuan teknis lama yang sudah diketahui penyuluh dan
petani sebelumnya mempengaruhi kinerja dalam pemanfaatan cyber extension.
Apalagi cyber extension dipandang belum membangun jejaring seperti media
sosial yang sering digunakan para penyuluh untuk berinternet.
Para penyuluh mempunyai pandangan, bahwa untuk saat ini, cyber
extension tidak mudah diaplikasikan dengan menggunakan sarana prasarana
kantor. Hal ini disebabkan karena di setiap BP3K hanya terdapat satu sampai
dua komputer yang lebih banyak dimanfaatkan oleh kegiatan administrasi
perkantoran.
Menurut pandangan penyuluh bahwa cyber extension tidak mudah
diaplikasikan oleh penyuluh, bahwa penyuluh PNS cenderung tidak mampu
menggunakan internet. Bila membutuhkan informasi melalui internet, mereka
meminta bantuan para THL-TBPP untuk mengakseskan. Sedangkan penyuluh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
THL-TBPP cenderung relatif mudah diaplikasikan oleh mereka. Hal ini seperti
menunjukkan adanya diferensiasi antara penyuluh PNS dan THL-TBPP dalam
akses informasi pertanian melalui internet. Sasidhar dan Sharma (2006)
menyatakan bahwa perbedaan dari tingkat pemanfaatan cyber extension (yang
berbasis teknologi informasi komunikasi) di India, menyebabkan kesenjangan
terhadap kebutuhan untuk kontrol lokal atas sistem informasi lokal dan akses
sosial, sehingga akan menimbulkan diferensiasi pada masyarakat (Sasidhar dan
Sharma, 2006).
Persepsi yang tidak baik juga dikemukakan oleh penyuluh, terkait
pandangan penyuluh bahwa untuk saat ini, cyber extension tidak mudah
diaplikasikan oleh petani, karena pada umumnya petani di Kabupaten Bogor
tidak mampu menggunakan internet, sehingga para penyuluh tidak pernah
memperkenalkan cyber extension kepada petani binaan mereka.
Persepsi yang buruk terhadap pembiayaan dalam pemanfaatan cyber
extension, mempengaruhi tingkat kinerja dalam pemanfaatannya. Para
penyuluh menganggap bahwa pembiayaan dalam penggunaan internet masih
dianggap mahal, apalagi untuk mengakses cyber extension, sehingga mereka
tergantung pada dukungan pembiayaan dari pemerintah. Para penyuluh pun
berpandangan bahwa kondisi petani saat ini juga tidak mampu bila membiayai
sendiri dalam mengakses internet, apalagi mengakses cyber extension. . Hal ini
sejalan dengan penyataan Departemen Komunikasi dan Informasi (2004)
bahwa infrastrukturnya masih terbatas dan biaya jasa masih mahal sehingga
praktis berada di luar jangkauan pedesaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
Dari ketiga faktor yang mempunyai pengaruh langsung secara signifikan
terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, maka faktor
komunikasi antara penyuluh dan adminstrator yang merupakan faktor yang
paling dominan berpengaruh daripada faktor-faktor lainnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa peran admin cyber extension bukan hanya sebatas
mengelola informasi cyber extension. Adminstrator juga dapat berperan sebagai
fasilitator bagi penyuluh agar para penyuluh di Kabupaten dapat menerima cyber
extension sebagai inovasi sumber informasi pertanian berbasis internet dan
memanfaatkannya dengan baik. Menurut Lionberger dan Gwin (1982),
penerimaan masyarakat atas inovasi dan perubahan-perubahan di dalam gaya
hidupnya, sangat bergantung kepada banyak hal. Sebagian dari faktor-faktor
tersebut, mungkin dapat muncul dari pengaruh penyuluhnya sendiri; tetapi
sebagian lagi masih tetap saja pada apa saja yang dilakukan sebelum penyuluh
melakukan sesuatu yang dicobakan untuk mencapai tujuan yang direncanakan.
Di lain pihak, beberapa perubahan perilaku baru dapat tercapai setelah selang
waktu tertentu. Keberhasilan penyuluh sebenarnya tergantung kepada
kemampuannya untuk menyatu dengan kliennya dan pengetahuan serta
keterampilan yang diperlukan kliennya. Untuk itu beberapa prioritas minimum
yang diperhatikan di antaranya:
1) Kemampuan penyuluh berkomunikasi;
2) Tersedianya suatu sistem sarana penunjang yang memungkinkan penyuluh
dan kliennya melakukan yang ingin mereka lakukan
3) Adanya kebijakan pemerintah yang memungkinkan para penyuluh dan
kliennya melakukan apa yang mereka lakukan dalam upayanya untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
memperoleh suatu manfaat atau imbalan tertentu (baik yang sifatnya
ekonomis maupun sosial).
4. Upaya-upaya Perbaikan Kinerja Penyuluh dalam Pemanfaatan Cyber Extension
Secara umum upaya-upaya yang telah dilakukan oleh BP4K dalam
memperbaiki kinerja penyuluh belum dirasakan oleh penyuluh. Upaya yang
telah dilakukan hanya sebatas sosialisasi melalui pertemuan mingguan di BP3K
pada pertengahan tahun 2011, memfasilitasi BP3K yang belum mempunyai
komputer dengan komputer yang bisa untuk mengakses internet, memasang
jaringan kabel untuk internet, dan mencetak buku panduan teknis mengakses
cyber extension. Upaya-upaya tersebut dirasakan belum efektif dalam
meningkatkan kinerja penyuluh dalam pemanfaataan cyber extension.
Pada awal diluncurkan sistem informasi cyber extension adalah untuk
menyediakan informasi kepada penyuluh yang dapat dimanfaatkan dalam
kegiatan penyuluhan, sehingga penyuluh diharapkan tidak hanya menunggu
pasokan materi penyuluhan, namun bisa langsung mengakes informasi cyber
extension untuk mencari informasi yang diperlukan. Namun perencanaan dan
pelaksanaan program tersebut cenderung top-down oleh Badan PPSDMP
meskipun tujuan jelas namun tanpa disertai oleh kajian yang mendalam
mengenai potensi, sumber daya yang ada, permasalahan, serta peluang-peluang
yang berbeda pada setiap wilayah di Indonesia. Menurut Mardikanto (2010)
bahwa dalam proses pemberdayaan harus diawali dengan mengidentifikasi dan
mengkaji potensi wilayah, permasalahan serta peluang-peluang. Sehingga yang
perlu diperhatikan dalam upaya memperbaiki kinerja penyuluh dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
pemanfaatan cyber extension diawali oleh pihak yang menginiasi program
tersebut yaitu Badan PPSDMP terkait dengan mengevaluasi kembali kebijakan
mengenai cyber extension serta meningkatkan koordinasi dan komunikasi
dengan kelembagaan penyuluhan di tingkat daerah untuk menghimpun masukan
bagi perbaikan kebijakan tersebut.
Kelembagaan penyuluhan di tingkat daerah pun hendaknya dapat
memberikan masukan berdasarkan kondisi dan potensi wilayah yang ada, baik
terkait dengan sarana prasarana yang ada, pembiayaan, kompetensi
administrator, kemampuan mengoperasionalisasikan komputer dan internet para
penyuluh, motivasi penyuluh, dan kualitas informasi yang dibutuhkan penyuluh
dan petani. Masukan-masukan tersebut dihimpun dari para penyuluh yang
mengerti kondisi dan situasi di lapangan. Sehingga metode penyuluhan melalui
cyber extension mengikuti kaedah dasar dalam pemilihan metode penyuluhan
pertanian yang dapat digolongkan menjadi lima, yaitu tahapan dan kemampuan
adopsi, sasaran, sumberdaya, keadaan daerah, dan kebijakan pemerintah, sesuai
diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 52/ Permentan/ OT.140/
12/2009 tentang Metode Penyuluhan Pertanian.
Dalam era keterbukaan informasi pada saat ini, maka yang perlu
diperhatikan kebijakan cyber extension yaitu mengenai konsep cyber extension
bahwa www.cybex.deptan.go.id, bukanlah satu-satunya sistem informasi
penyuluhan pertanian, namun masih banyak media berbasis internet (jaringan
on-line) yang menyajikan informasi yang terpercaya dan dimanfaatkan penyuluh
dalam kegiatan penyuluhan. Hal ini ditunjukkan bahwa para penyuluh di
Kabupaten Bogor yang lebih cenderung memanfaatkan internet untuk mencari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan penyuluhan dengan menggunakan
situs pencari daripada melalui cyber extension. Namun di sisi lain berdasarkan
Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan, pasal 28 dijelaskan bahwa materi penyuluhan dalam
bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan
pelaku usaha, harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali
teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional. Sehingga dengan
diterapkan kebijakan cyber extension tersebut juga berimplikasi perlu ditinjau
kembalinya pasal tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan, tujuan, hasil penelitian dan pembahasan yang telah
dipaparkan pada bagian terdahulu, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan
yaitu:
1. Gambaran singkat pelaksanaan cyber extension di Kabupaten Bogor dapat
dijelaskan bahwa pelaksanaan cyber extension dimulai semenjak tahun 2010
dengan diawali oleh penyaluran sarana-prasarana komputer, printer dan modem
di enam BP3K (dari 12 BP3K se-Kabupaten Bogor). BP4K juga menunjuk dan
menetapkan seorang administrator untuk mengelola informasi dalam cyber
extension (khusus untuk materi spesifik lokalita dan gerbang daerah). Sosialisasi
cyber extension kepada penyuluh diadakan di tiap BP3K dalam pertemuan
mingguan. Selain itu perwakilan penyuluh juga ikut serta menghadiri sosialisasi
cyber extension di tingkat pusat. Dukungan pembiayaan BP4K adalah melalui
biaya internet yang dimasukkan dalam pengeluaran telpon tiap-tiap BP3K.
BP4K juga mencetak buku panduan mengenai teknik mengakses cyber extension
untuk membantu penyuluh yang tidak bisa mengoperasikan internet, dan belum
tahu keberadaan cyber extension.
2. Kinerja penyuluh Kabupaten dalam pemanfaatan cyber extension dalam kriteria
sangat rendah. Salah satu yang menonjol dari pelaksanaan kinerja tersebut yaitu
mencari informasi oleh Penyuluh THL-TBPP, meskipun kecenderungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
penyuluh tidak pernah mencari informasi melalui cyber extension. Pelaksanaan
kinerja yang paling rendah adalah pengenalan cyber extension kepada petani
3. Kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension dipengaruhi secara
langsung secata signifikan oleh sosialisasi cyber extension kepada penyuluh,
komunikasi antara penyuluh dan administrator cyber extension Kabupaten
Bogor, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension. Faktor komunikasi
antara penyuluh dan admin yang merupakan faktor yang paling dominan
berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
4. Faktor yang tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam pemanfaatan
cyber extension adalah faktor penunjang cyber extension, kualitas informasi
cyber extension dan karakteristik penyuluh.
5. Upaya-upaya yang telah dilakukan dalam perbaikan peningkatan kinerja
penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah melakukan sosialisasi
melalui pertemuan mingguan di BP3K pada pertengahan tahun 2011,
memfasilitasi BP3K dengan komputer yang bisa untuk mengakses internet,
memasang jaringan kabel untuk internet, dan mencetak buku panduan teknis
mengakses cyber extension.
B. Implikasi
Implikasi dalam penelitian ini adalah:
1. Implikasi praktis
a. Tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension yang
dipengaruhi secara langsung oleh sosialisasi cyber extension kepada
penyuluh, komunikasi antara penyuluh dan adminitrator cyber extension
Kabupaten Bogor, dan persepsi penyuluh terhadap cyber extension, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
diupayakan untuk mengoptimalisasi faktor tersebut dalam rangka
meningkatkan kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension.
b. Selain ketiga faktor tersebut yang mempengaruhi secara langsung terhadap
kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension, maka terdapat tiga
faktor lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension, yaitu faktor penunjang cyber extension, kualitas
informasi cyber extension, dan karakteristik penyuluh. Langkah-langkah
konkrit dalam rangka mengoptimalisasi ketiga faktor tersebut, diharapkan
memberikan pengaruh pada tingkat kinerja penyuluh dalam pemanfaatan
cyber extension.
2. Implikasi teoritis
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja penyuluh dalam
pemanfaatan cyber extension, baik faktor yang berpengaruh langsung maupun
tidak langsung dapat dikembangkan menjadi bahan penelitian lanjutan.
C. Saran
Secara umum yang perlu diperhatikan mengingat kinerja penyuluh yang sangat
rendah dalam pemanfaatan cyber extension, maka disarankan kepada Badan
PPSDMP untuk memperbaiki kebijakan mengenai cyber extension yang diawali
dengan melakukan kajian terkait tahapan dan kemampuan adopsi, sasaran,
sumberdaya, keadaan daerah, dan kebijakan pemerintah (pusat dan daerah). Kajian
juga dilakukan terkait dengan pasal 28 UU Nomor 16 Tahun 2006 tentang materi
penyuluhan yang harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, dan
implikasi kebijakan cyber extension yang memungkinkan para penyuluh untuk lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
terbuka mengakses dan memanfaatkan informasi dari sumber-sumber lain yang
belum tentu mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah sebagai materi
penyuluhan. Kajian tersebut diharapkan dapat bermanfaat untuk menetapkan
tahapan-tahapan yang harus ditempuh untuk mendukung perbaikan kebijakan cyber
extension
Secara khusus saran disampaikan terkait dengan faktor-faktor yang berpengaruh
secara langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension
adalah:
1. Dalam rangka meningkatkan komunikasi antara penyuluh dan administrator
kabupaten, disarankan agar:
a. BP4K Kabupaten menyusun prosedur teknis komunikasi tersebut.
b. BP3K mensosialisasikan prosedur teknis komunikasi tersebut.
c. Penyuluh menjalin komunikasi dengan cyber extension sesuai dengan
prosedur teknis tersebut.
d. Administrator cyber extension terlibat aktif dalam menjalin komunikasi
dengan penyuluh.
2. Dalam rangka meningkatkan sosialisasi cyber extension kepada penyuluh, maka
untuk:
a. BP4K disarankan untuk (a) merevisi panduan teknis mengakses cyber
extension serta diperbanyak dan dibagikan kepada tiap-tiap penyuluh; (b)
meningkatkan sosialisasi di tingkat BP3K, yang bukan hanya sekedar
pertemuan namun disertai dengan praktek (demonstrasi).
b. BP3K disarankan untuk membentuk forum diskusi cyber extension antar
penyuluh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
c. Penyuluh disarankan untuk membaca buku panduan teknis mengakses cyber
extension, sekaligus mempraktekkan pemanfaatan cyber extension sesuai
dengan petunjuk panduan tersebut dan terlibat aktif dalam kelompok diskusi
cyber extension.
3. Dalam rangka meningkatkan persepsi penyuluh terhadap cyber extension maka
disarankan agar para penyuluh dapat mempunyai pemahaman konsep yang benar
terhadap cyber extension dan pemanfaatannya.
4. Perlu adanya pembiayaan yang cukup dari BP4K yang didukung swadaya dari
penyuluh dalam rangka mengimplementasikan kebijakan dan peningkatan serta
pemeliharaan sarana prasarana.
5. Para penyuluh PNS agar lebih meningkatkan motivasi dalam pemanfaatan
informasi pertanian melalui internet dan memiliki sarana teknologi informasi
pribadi (laptop, komputer PC, ponsel) yang dimanfaatkan untuk mengakses
informasi pertanian melalui internet.
Saran disampaikan terkait dengan faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak
langsung terhadap kinerja penyuluh dalam pemanfaatan cyber extension adalah:
1. Dalam rangka meningkatkan faktor penunjang cyber extension, maka disarankan
agar BP3K mengoptimalkan faktor penunjang yang telah ada dengan
meningkatkan keswadayaan antar penyuluh untuk berperan serta dalam
pengelolaan informasi yang akan disampaikan melalui cyber extension dan
kelompok diskusi cyber extension.
2. Dalam rangka meningkatkan kualitas informasi cyber extension, maka disarankan
bagi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
a. Penyuluh untuk memberikan masukan kepada pengelola
(administrator) cyber extension di tingkat pusat dan daerah mengenai
informasi yang dibutuhkan penyuluh dan petani yang saat itu menjadi
topik dalam diskusi antar penyuluh.
b. Administrator cyber extension untuk lebih terbuka menerima masukan
dari penyuluh untuk meningkatkan kualitas informasi yang sesuai
kebutuhan penyuluh dan petani.
3. Terkait dengan karakteristik penyuluh maka:
a. Para penyuluh disarankan perlu meningkatkan motivasi dalam pemanfaatan
informasi pertanian dari internet agar mempunyai persepsi yang baik terhadap
cyber extension.
b. BP3K disarankan untuk memberdayakan penyuluh yang memiliki motivasi
tinggi dalam pemanfaatan informasi pertanian dan persepsi yang baik
terhadap pemanfaatan cyber extension, agar mendorong penyuluh lain yang
masih mempunyai motivasi rendah.