faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer
DESCRIPTION
Dilengkapi dengan kuesioner dan lembar observasiTRANSCRIPT
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER
DI BAGIAN OUTBOUND CALL GEDUNG GRAHA TELKOM
BSD (BUMI SERPONG DAMAI) TANGERANG
TAHUN 2011
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh:
SITI MARYAMAH
NIM: 106101003356
PEMINATAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H / 2011 M
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2011
Siti Maryamah
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
Skripsi, Juni 2011
Siti Maryamah, NIM: 106101003356
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom Bumi
Serpong Damai (BSD) Tangerang Tahun 2011
(xx + 96 halaman, 12 tabel, 2 bagan, 1 gambar, 2 lampiran)
ABSTRAK
Sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan
komputer. Sehingga tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat
terlalu lama didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan
monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata yang
berdampak pada kelelahan mata.Untuk itu, perlu diketahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan kelelahan mata seperti faktor usia, kelainan refraksi,
istirahat mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor maupun durasi penggunaan
komputer.
Penelitian yang dilakukan bersifat kuantitatif dengan metode cross sectional.
Populasi dalam penelitian adalah seluruh karyawan di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah 142 orang. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 106 orang. Data penelitian ini didapat dengan menggunakan kuesioner yang
diisi oleh pekerja untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, usia, istirahat mata, kelainan
refraksi dan durasi penggunaan komputer. Sedangkan tingkat pencahayaan dan jarak
monitor diukur secara langsung dengan menggunakan lux meter dan penggaris. Hasil uji statistik chi square menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata yaitu pada taraf signifikan (α) =
0,05 dan p sebesar 0,047 (p<0,05), OR=4,17. Pada tingkat pencahayaan hasil uji statistik
chi square dengan taraf signifikan (α) = 0,05 dan p sebesar 0,003 (p<0,05) , OR=9,544.
Ini berarti ada hubungan yang signifikan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan
kelelahan mata.
Berdasarkan penelitian ini disarankan kepada perusahaan untuk memasang anti
glare pada monitor, meningkatkan kualitas pencahayaan, melakukan perawatan lampu
dan melakukan pemeriksaan mata secara berkala. Bagi pekerja upayakan selalu
melakukan istirahat mata dan hindari penggunaan kontak lensa pada saat bekerja. Bagi
peneliti lain disarankan dapat melakukan pengukuran keluhan kelelahan mata dengan
metode lain seperti tes Photostress recovery, tes Flicker Fusion Eyes dan tes waktu
reaksi.
Daftar Bacaan : 35 (1988-2010)
iii
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, Juli 2011
Siti Maryamah, NIM : 106101003356
Factors Assosiated with Eyestrain Complains in Computer User at Outbound
Call Graha Telkom Building Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang of Year
2011
(xx + 97 Pages, 12 Tables, 1 Pictures, 1 Grafics, 5 Attachments)
ABSTRACT
Generally, millions job is done with eyes when used the computer. So, there is
some worker who has eyestrain as the effect for work with computer and the
electromagnetic wave which is generated by the monitor can causes the radiation and
can interferes the health of our eyes which is impact to eyestrain. Therefore, it needs
to know the factors which are related with eye complaints such as age factor,
refractive disorder, rest the eyes, lighting levels, distance of monitor and duration of
the computer use.
This research is quantities with cross sectional method. The population in this
research is all the employee from Outbound Call section in Graha Telkom BSD
Tangerang which the amount is 142 employees. The sample in this research is 106
employees. Reasearch’s data obteined by using a questionnaire to determine eyestrain
complain, age, rest the eyes, refractive disorder and duration of the computer use.
Meanwhile, lighting level and the distance of monitor measured directly by using
luxmeter and ruler.
The result of chi square statistic test shows there is significant relation
between the rest of eye with eyestrain complaint which is in significant degree (α) =
0,05 and p for 0,047 (p<0,05), OR=4,17. In lightning levels, chi square statistic test
result with significant degree (α) = 0,05 and p for 0,003 (p<0,05) , OR=9,544. This
has significant relation between lighting levels with eyestrain complain.
Based on this research, the writer suggests to the company to instaling be
oppose glare, increase the lightning quality, does the lamp treatment and does the
eyes check periodically. For the employees, they always should rest their eyes and
ovoiding use lens contact when they work. For the other researcher, the writer
suggests they can does measure eyestrain complaints with another method like as Photostress Recovery test, Flicker Fusion Eyes test and reaction time test.
Reading list: 36 (1988-2010)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN
KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER DI BAGIAN
OUTBOUND CALL GEDUNG GRAHA TELKOM BUMI SERPONG DAMAI
(BSD) TANGERANG
TAHUN 2011
Telah diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 23 Juni 2011
Yuli Amran SKM, MKM
Pembimbing I
Ela Laelasari SKM, MKM
Pembimbing II
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 23 Juni 2011
Penguji I
Yuli Amran SKM, MKM
Penguji II
dr. Yuli Prapanca Satar MARS
Penguji III
dr. Ria Diandini
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Siti Maryamah
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal lahir : Karawang, 5 Desember 1988
Golongan Darah : O
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jln. By Pass Jomin No.1 RT 07/02, Kp. Rawasari, Ds.
Jomin Timur, Kec. Kota Baru, Cikampek 41373
No. Telepon : 0856-1028052, 021-38343
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1994-2000 : SDN Jomin Timur 1 Cikampek
2. Tahun 2000-2003 : SMPN 1 Cikampek
3. Tahun 2003-2006 : SMAN 1 Cikampek
4. Tahun 2006-2011 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrohim,,,
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah dilimpahkan pada kita semua.
Sepenuhnya penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi yang
berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom Bumi Serpong
Damai (BSD) Tangerang Tahun 2011” bukan semata-mata atas usaha penulis sendiri
namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. dr MK. Tadjudin selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Yuli Prapanca Satar selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat.
3. Ibu Yuli Amran SKM, MKM dan Ibu Ela Laelasari SKM, MKM selaku dosen
pembimbing 1 dan pembimbing 2 yang telah memberikan pengarahan,
bimbingan dan saran-saran kepada penulis.
4. Untuk staf Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, terima kasih atas
kemudahan dan bantuannya untuk cepat menyelasaikan skripsi ini.
5. Pimpinan dan Staf Karyawan Graha Telkom BSD Tangerang, Pak Makmur,
Pak Pinto, Bu Leni, Pak Le, terimakasih atas bantuan dan informasinya. Serta
segenap karyawan yang telah banyak membantu untuk memberikan informasi
dan data dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
6. Untuk keluarga, Ayahanda, Ibunda serta adik-adik tersayang, terimakasih atas
perhatian segala doa dan cinta serta kesabarannya yang tidak terbatas yang
senantiasa memberikan semangat dan harapan tanpa jemu serta dukungan
moril dan materiil, segala jasa pengorbanan senantiasa terpahat diingatan.
7. Tak lupa pula teman-teman khususnya Kesmas’06 dan teman-teman kozn
yang selalu berteriak kencang memberikan lecutan semangat dan doa,
sadarlah kawan kalian bentuk pasti dari makna sahabat sejati.
8. Untuk semua pihak yang telah membantu, terimakasih. Penulis pribadi tidak
dapat membalas kecuali dengan ucapan “Jazakumullah Khaira al-Jaza”,
semoga Allah SWT yang membalasnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 10 Juni 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA ................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………….. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………. Vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvii
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. xix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 7
1.3 Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 8
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 9
1.4.1 Tujuan Umum ......................................................................... 9
1.4.2 Tujuan Khusus ........................................................................ 10
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 11
x
1.5.1 Bagi Perusahaan........................................................................ 11
1.5.2 Bagi Program Studi ............................................................... 11
1.5.3 Bagi Peneliti ............................................................................ 12
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13
2.1 Kelelahan .......................................................................................... 13
2.2 Mata .................................................................................................. 13
2.2.1 Fisiologi Mata ......................................................................... 13
2.2.2 Proses Kerja Mata ................................................................... 18
2.2.3 Kelainan Refraksi Mata .......................................................... 19
2.3 Kelelahan Mata ................................................................................. 21
2.3.1 Definisi .................................................................................... 21
2.3.2 Gejala-Gejala Kelelahan Mata ................................................ 22
2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata ................................................... 24
2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata ………... 27
2.4.1 Pencahayaan …………………………………………………. 27
1) Sumber Pencahayaan ……………………………………. 28
2) Sistem Pencahayaan ……………………………………... 29
3) Pengukuran Pencahayaan ………………………………... 30
4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan …………… 30
5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan ………………. 32
2.4.2 Suhu dan Kelembaban ………………………………………. 34
xi
2.4.3 Usia ………………………………………………………….. 35
2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer ………………………………. 37
2.4.5 Istirahat Mata ………………………………………………... 38
2.5 Komputer .......................................................................................... 40
2.5.1 Bagian-Bagian Komputer ....................................................... 40
2.5.2 Jarak Monitor komputer .......................................................... 41
2.6 Kerangka Teori ................................................................................ 42
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS .................................................................................... 44
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 44
3.2 Definisi Operasional ......................................................................... 46
3.3 Hipotesis ........................................................................................... 48
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 49
4.1 Desain Penelitian ............................................................................. 49
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 49
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................... 49
4.4 Instrumen Penelitian ........................................................................ 51
4.5 Metode Pengumpulan Data 52
4.6 Pengolahan Data ............................................................................... 54
4.7 Analisis Data .................................................................................... 56
BAB V HASIL .................................................................................................. 58
5.1 Gambaran Umum Perusahaan ............................................................ 58
xii
5.1.1 Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. ........... 58
5.1.2 Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. .................. 60
5.1.3 Outbond Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD
Tangerang ..............................................................................
60
5.2 Analisis Univariat ............................................................................... 62
5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna
Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011 ................................................
62
5.2.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna
Komputer di Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011 ................................................
63
5.2.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011 ............................................................................
65
a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi) ... 65
b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) .............. 67
c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan
Komputer) .........................................................................
68
5.3 Analisis Bivariat ................................................................................. 69
5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call gedung
xiii
Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ......................... 70
5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011.............
71
5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011.............................................................................
72
5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbond Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011 ............................................................................
73
5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbond Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011.............
74
5.3.6 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di
Bagian Outbond Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang Tahun 2011...........................................................
75
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 77
6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................
6.2 Keluhan Kelelahan Mata ..............................................................
77
77
xiv
6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata .............
6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata ..............................................................................................
6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan
Mata ..............................................................................................
6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan
Kelelahan Mata .............................................................................
6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan
Mata ..............................................................................................
6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan
Keluhan Kelelahan Mata ..............................................................
80
82
83
85
86
88
BAB VII PENUTUP .........................................................................................
7.1 Simpulan .......................................................................................
7.2 Saran .............................................................................................
90
90
92
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 94
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
2.1 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan pada Tempat
Kerja dengan Komputer ..............................................
33
2.2 Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi ................
37
5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna
Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 .........................
63
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja
(Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata) pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..
65
5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor
Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan) pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..
67
5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan
(Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer) pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..
68
5.5 Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD
Tangerang Tahun 2011 ...............................................
70
5.6 Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer
di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011........................................
71
5.7 Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata
dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna
Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 .........................
72
xvi
5.8 Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan
dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna
Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 .........................
73
5.9 Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer
di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011........................................
74
5.10 Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan
Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011..
75
xvii
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Halaman
2.1 Kerangka Teori ......................................................... 43
3.1 Kerangka Konsep ...................................................... 45
xviii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
2.1 Anatomi Mata ......................................................... 14
xix
DAFTAR GRAFIK
Nomor Grafik Halaman
5.1 Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna
Komputer di Bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 ....................
64
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Halaman
1 Kuesioner Penelitian ...............................................
2 Output Hasil Analisis Univariat dan Bivariat .........
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam
mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat
kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek
buruk pajanan hazard di tempat kerja (yaitu hazard yang bersumber dari
lingkungan kerja, kondisi pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya
kerja), juga berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup sehat dan perilaku
kerja yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya (Kurniawidjaja, 2008).
Tenaga kerja yang bekerja dalam suatu perusahaan perlu mendapatkan
perlindungan, yang meliputi perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan
moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia seutuhnya
(Haniatun, 2005).
Manusia sebagai sumber daya utama dalam dunia usaha memiliki peranan
penting. Administrasi berkaitan erat dengan peran manusia sebagai sumber daya
utama dalam suatu organisasi atau perusahaan. Administrasi adalah ilmu atau seni
yang mempelajari kerja sama sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam melaksanakan pekerjaan administrasi tidak
sama dengan melaksanakan fungsi tata usaha. Melaksanakan pekerjaan
administrasi sama dengan melaksanakan semua fungsi administrasi yang meliputi
2
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan fungsi pengawasan.
(Muninjaya, 2004).
Salah satu pekerjaan di bagian Administrasi ialah bagian Outbound Call
yang disibukkan dengan proses input data. Dalam proses input data banyak
dilakukan kegiatan mengetik menggunakan komputer untuk memudahkan
melakukan pekerjaan. Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Pemakaian komputer biasanya menghabiskan
waktu berjam-jam, terutama bagi pekerja yang menggunakan komputer sebagai
alat bantu kerja utama. Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata
waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau
69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005).
Kemajuan dunia komputer berdampak positif bagi manusia. Tetapi kadang
dampak negatif penggunaan komputer sering tidak diperhatikan oleh pekerja.
Salah satu hal yang paling mudah diamati adalah dampak komputer bagi
kesehatan individu pemakainya. Secara luas, memang dikenal beberapa gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh pemakaian komputer, antara lain Repetitive
Stress/Strain Injury (RSI), Computer Vision Sindrome (CVS), dan Medan
Elektromagnetik. Computer Vision Sindrome (CVS) sendiri merupakan kelelahan
mata yang dapat mengakibatkan sakit kepala, penglihatan seolah ganda,
penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, dan berbagai masalah
penglihatan lainnya (Yanuar, 2009).
3
CVS tentunya dapat mengurangi produktivitas dan efisiensi pekerja.
(Adriono, 2009). American Optometric Association dan Federal Occupational
Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa mendatang akan
menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan.
Menurut Pascarelli (2004), dikatakan bahwa 60 juta orang menderita
masalah mata dan yang jumlahnya meningkat 1 juta per tahun. Sebagian besar
pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan komputer. Sehingga
sebagian CVS terjadi karena gambar di layar komputer terus-menerus kembali
diproyeksikan pada frekuensi cepat (refresh rate).
Dalam dunia nyata, mata selalu digunakan untuk melihat semua bentuk
tiga dimensi. Dalam sistem komputer yang menggunakan layar dua dimensi, mata
kita “dipaksa’ untuk dapat mengerti bahwa objek pada layar tampilan yang
sesungguhnya berupa objek dua dimensi harus dipahami sebagai objek tiga
dimensi dengan teknik-teknik tertentu (Santoso, 2009).
Jarak antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering
mengakibatkan munculnya beragam penyakit mata. Sebuah penelitian survei yang
dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004
menyebutkan bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat
terlalu lama di depan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan
monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata.
Radiasi komputer dapat menyebabkan kelelahan mata dan gangguan mata
lainnya, dan masalah visual lainya yang timbul adalah soal gangguan sakit kepala
4
dan sakit leher atau bahu. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna komputer
ternyata lebih jarang mengedipkan mata. Padahal kedipan mata sangat penting
untuk mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi
kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit, atau
seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa berat (Kangarul, 2009).
Selain itu, menurut Soewarno (1992) dalam (Ariyanti, 2006) menyebutkan
bahwa penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata
(Astenopia) dan sebaliknya, penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan
kesilauan. Untuk itu, dibutuhkan penerangan yang memadai agar bisa mencegah
terjadinya kelelahan mata. Menurut Budiono (2008) pengguna komputer yang
mengoperasikan komputer dengan pencahayaan kurang dari 300 lux, berisiko
sebesar 10,7 kali mengalami kelelahan mata dibanding penguna komputer dengan
pencahayaan lebih atau sama dengan 300 lux.
Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang
memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya
kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus
menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara
permanen, tetapi dapat menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering
istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu
produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan
menurunkan produktivitas kerja (Pheasant, 1991).
5
Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Optometri Amerika pada tahun 2004
menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya
kelelahan mata, yaitu jenis atau karakteristik monitor komputer, serta adanya
kelainan refraksi atau pembiasan pada pengguna. Kemudahan seseorang untuk
dapat melihat suatu objek kerja di lingkungan kerja, menurut Pheasant (1991)
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pencahayaan (illumination
levels), ukuran objek kerja, bentuk objek kerja, kekontrasan, lama waktu untuk
melihat objek kerja, dan jarak melihat objek kerja. Menurut Santoso (2009) faktor
yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor
pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Guyton (1991) menyebutkan
bahwa usia pekerja juga mempengaruhi untuk terjadinya kelelahan mata. Usia
juga berpengaruh sebagaimana disebutkan oleh Suma’mur (1996) bahwa
ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia terutama pada
tenaga kerja yang berusia lebih dari 40 tahun.
Dalam penelitian Dewi, dkk (2009) menunjukkan bahwa 73,3% dari 30
responden merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh
responden akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada saat bekerja
sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%. Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer
dengan kelelahan mata pada operator komputer pelayanan pajak di Kantor Samsat
Palembang tahun 2009.
6
Gedung Graha Telkom merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di
bidang telekomunikasi yang berada di bawah naungan PT. Telkom. Dalam
melaksanakan kegiatan perusahaan, bagian Outbound Call sangat disibukkan
dengan kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan komputer. Bagian
Outbound Call melakukan pengelolaan Customer Relation Management (CRM)
melalui aktivitas outbound contact center dengan memanfaatkan teknologi
komunikasi terkini melalui telepon, sms, email, website, dan chatting yang
terkomputerisasi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dari 30 responden,
72,5 % responden atau 24 orang merasakan adanya keluhan pada saat bekerja
menggunakan komputer. Keluhan akibat kelelahan mata yang paling banyak
dirasakan ialah sakit kepala sebanyak 50%, penglihatan kabur sebanyak 40%,
mata terasa gatal sebanyak 40%, dan mata terasa pedih sebanyak 37%.
Hasil studi pendahuluan menunjukkan lebih dari sebagian responden
mengeluhkan adanya gejala kelelahan mata. Berdasarkan National Institute for
Occupational Safety and Health (NIOSH) (1999), gejala keluhan kelelahan mata
ditandai dengan mata merah, berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang,
pandangan kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus. Adanya
gejala kelelahan mata dapat mengganggu kesehatan mata terutama pada pekerja
kantor yang banyak melakukan aktifitas di depan komputer. Bagian Outbound
call merupakan bagian yang banyak melakukan aktivitas pekerjaan dengan
menggunakan komputer terutama untuk melakukan panggilan kepada pelanggan
7
menggunakan database yang tersedia di komputer dan melakukan input data
pelanggan. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.
1.2 Rumusan Masalah
Teknologi komputer merupakan teknologi tinggi yang belakangan ini
berkembang sangat pesat di tengah pesatnya teknologi informasi dan komunikasi.
Penggunaan komputer secara berlebihan dapat meningkatatkan risiko kesehatan
kerja seperti gangguan kesehatan mata. Salah satu gangguan kesehatan mata
diantaranya adalah kelelahan mata.
Penggunaan teknologi dan telekomunikasi sangat berkaitan erat. Gedung
Graha Telkom yang bergerak dalam bidang telekomunikasi melakukan kegiatan
perusahaan dengan menggunakan teknologi komputer. Bagian Outbound Call
merupakan bagian yang melakukan input data dengan banyak melakukan
kegiatan pekerjaan menggunakan komputer.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang, sebanyak 72,5 % dari 30 responden
merasakan adanya keluhan kelelahan mata pada saat bekerja menggunakan
komputer. Keluhan yang dirasakan diantaranya ialah sakit kepala, penglihatan
kabur, mata terasa gatal, dan responden merasakan pedih pada mata.
8
Penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan pekerjaan
selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif seperti
kelelahan mata. Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan komputer
yang menyebabkan kelelahan mata, penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di
bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan
refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
3. Bagaimana gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan)
pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang tahun 2011?
4. Bagaimana gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi
penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
5. Apakah faktor usia pekerja berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011?
9
6. Apakah faktor istirahat mata berhubungan dengan keluhan kelelahan mata
pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang tahun 2011?
7. Apakah faktor kelainan refraksi mata berhubungan dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
8. Apakah faktor tingkat pencahayaan berhubungan dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
9. Apakah faktor jarak monitor berhubungan dengan keluhan kelelahan mata
pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang tahun 2011?
10. Apakah faktor durasi penggunaan komputer berhubungan dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang tahun
2011.
10
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
2. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata,
kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat
pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
4. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi
penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
6. Diketahuinya hubungan antara faktor istirahat mata dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
7. Diketahuinya hubungan antara faktor kelainan refraksi mata dengan
keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
11
8. Diketahuinya hubungan antara faktor tingkat pencahayaan dengan
keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
9. Diketahuinya hubungan antara faktor jarak monitor dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
10. Diketahuinya hubungan antara faktor durasi penggunaan komputer
dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
Memberikan informasi bagi perusahaan dalam bidang prespektif
kesehatan dan keselamatan kerja khususnya mengenai keluhan kelelahan
mata serta dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam upaya
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi
pekerja.
1.5.2 Bagi Program Studi
Menambah bahan kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi
civitas akademik terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan kelelahan mata.
1.5.3 Bagi Peneliti
12
Sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya terutama
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Sampel pada
penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan
menggunakan metode penelitian cross sectional (potong lintang). Untuk
mengetahui variabel-variabel yang berhubungan dilakukan uji statistik
berdasarkan sumber data yang diperoleh yakni berupa data primer dan sekunder.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan
Definisi kelelahan menurut Tarwaka, dkk (2004) adalah suatu mekanisme
perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga
terjadi pemulihan setelah istirahat. Pada setiap individu, istilah kelelahan biasanya
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu tetapi semuanya
bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan
tubuh.
Grandjean, (1993) dalam Tarwaka, dkk (2004) mengklasifikasikan
kelelahan ke dalam dua jenis yaitu kelelahan umum dan kelelahan otot. Kelelahan
umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, serta
keadaan lingkungan. Sedangkan kelelahan otot merupakan perasaan nyeri pada
otot atau tremor yang terjadi pada otot.
2.2 Mata
2.2.1 Fisiologi Mata
Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam
goncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja
secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar
sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan
14
otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk
mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).
Sumber: http:www.biotechfordummies.com
Gambar 2.1
Anatomi Mata
Bagian-bagian yang terdapat pada mata manusia diantaranya:
a. Kelopak mata
Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena
berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang
menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat
mencegah mata menjadi kering (Cameron, et al, 2006).
b. Retina
Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang
sangat peka terhadap cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan
15
berfungsi untuk melihat pada siang hari. Sedangkan sel kerucut kurang
peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna serta berfungsi
untuk melihat pada malam hari,
Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea)
dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf
kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel
kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek
tersebut tepat jatuh pada fovea. Bintik kuning (fovea) berperan dalam
penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan
membaca huruf kecil (Cameron, et al, 2006)
c. Lensa
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak
dibelakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa
memiliki pembungkus lentur yang ditopang di bawah tegangan oleh
serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk mengatur banyaknya
cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan pada
binting kuning retina.
Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang
berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga
agar lensa tetap tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan
mata berfokus pada objek jauh. Sedangkat saat seseorang melihat objek
yang dekat, lensa mata akan menebal (Cameron, et al, 2006).
16
d. Kornea
Kornea memiliki ketebalan ± 0,5 mm. Kornea memfokuskan
bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya.
Besarnya pembiasan (refraksi) bergantung pada kelengkungan
permukaannya dan kecepatan cahaya pada lensa dibandingkan pada
benda sekitar (indeks bias relatif).
Indeks bias hampir konstan untuk semua kornea, tetapi
kelengkungan cukup bervariasi pada setiap orang dan berperan besar
dalam gangguan penglihatan. Apabila kornea terlalu melengkung, mata
akan berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea
kurang maka mata akan berpenglihatan jauh. Untuk kelengkungan yang
tidak merata akan menyebabkan astigmatisme (Cameron, et al, 2006).
e. Iris
Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang
dapat berubah ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk
mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki lapisan
batas anterior yang tersusun dari fibroblast dan kolagen serta stroma
selular dimana otot sfingter terletak di dalamnya yang dipersarafi oleh
sistem saraf parasimpatis (James, et al, 2006).
f. Pupil
Bulatan hitam yang ada di tengah-tengah adalah pupil. Pupil
dapat mengecil sehubungan dengan fungsinya sebagai pengatur
kebutuhan cahaya yang diperlukan mata untuk membantu proses
17
penglihatan secara optimal. Dalam pengamatan iridiologi, pupil yang
tertekan ke bawah merupakan indikasi adanya ketegangan syaraf yang
berat. Selain itu, pupil yang membesar dan melebar merupakan indikasi
kelelahan saraf atau deplesi (Hiru, 2004).
g. Alat-alat penggerak bola mata
Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam
macam otot penggerak bola mata, yaitu:
1. musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata ke
arah medial
2. Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata ke
arah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata
menjadi axis (abduksi)
3. Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas
4. Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah
5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah
nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam
(endorotasi)
6. Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola maat ke arah
nasal atas dan menyebabkan mata berputar keluar (eksirotasi)
(Ganong, 2001).
18
2.2.2 Proses Kerja Mata
Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik
yang peka terhadap sinar pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya
yang protektif, setiap mata memiliki lapisan reseptor, sistem lensa yang
memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, serta sistem saraf yang
menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Haeny, 2009).
Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya
melalui bagian kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aqueus humor ke
arah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata
dikontrol secara otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak,
bukaan pupil akan mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit
bukaan pupil akan membesar.
Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata. Oleh lensa,
cahaya difokuskan ke baian retina melalui vitreous humour. Cahaya
ataupun objek yang telah difokuskan pada retina, merangsang sel saraf
batang dan kerucut untuk bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke serat
saraf optik, ke otak dan kemudian otak bekerja untuk memberi tanggapan
sehingga menghasilkan penglihatan. Sel saraf batang bekerja untuk
penglihatan dalam suasana kurang cahaya, misalnya pada malam hari.
Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana
terang. Misalnya pada siang hari (Mendrofa, 2003) dalam (Haeny, 2009).
19
2.2.3 Kelainan Refraksi Mata
Menurut Ilyas (2008), hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan
oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan
kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan
oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata
emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada
keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata
sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. (Ilyas, 1988).
Kelainan refraksi mata terjadi karena bayangan yang dibiaskan tidak tepat
di macula lutea tanpa bantuan akomodasi. Kelainan ini disebut pula
ametropia (Haeny, 2009). Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak
terfokuskan di retina sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk
mendapatkan penglihatan yang jelas (James, 2006).
Hasil penelitian (Hana, 2008) dari 98 responden, 46 diantaranya
mempunyai gangguan penglihatan dan 52 pekerja tidak mempunyai
gangguan penglihatan serta 82% diantaranya mengalami gejala kelelahan
mata. Pekerja dengan gangguan mata terpaksa harus menggunakan
kacamata untuk memperjelas penglihatannya.
20
Menurut Ilyas (2008) terdapat empat tipe umum ametropia yaitu:
1) Miopia (rabun dekat)
Terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi (biasanya karena
bola mata yang panjang) dan sinar cahaya pararel difokuskan di depan
retina.
2) Hipermetropia atau Hyperopia (rabun jauh)
Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata
terlalu pendek) dan sinar cahaya pararel mengalamai konvergensi pada
titik di belakang retina.
3) Astigmatisme
Kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama.
Sinar cahaya pararel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke
titik fokus yang berbeda.
4) Presbiopia (penglihatan tua)
Terjadi akibat hilang akomodasi. Akibat gangguan akomodasi
ini maka seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun atau lebih, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair
dan sering terasa perih.
Kelainan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan
mata satu per satu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kartu
snallen. Kartu snallen adalah kartu yang terdiri dari deretan huruf atau
angka dengan ukuran berjenjang sesuai ukuran snallen dan dipakai untuk
menguji tajam penglihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan
21
kartu snallen pada jarak 6 meter di depan pasien. Pasien dengan kondisi
mata normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke-7 dari urutan
baris huruf kartu snallen pada jarak 6 meter, baris ke-6 pada jarak 9 meter,
dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Pada jarak-jarak tersebut
seluruh huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 5 menit dan kaki-kaki
huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 1 menit. Mata normal
diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris snallen yang ke-
7 dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter.
2.3 Kelelahan Mata
2.3.1 Definisi
Menurut Suma’mur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress
intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada
pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai
akibat ketidaktepatan kontras.
Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh
penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan
kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya
disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant (1991)
dalam (Haeny (2009)).
Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau Astenophia yaitu
kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi
gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan
22
mata secara intensif. Keletihan visual menggambarkan seluruh gejala-
gejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata,
diantaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang
objek yang sangat kecil dalam jarak yang sangat dekat.
Menurut Ilyas (2008) terdapat tiga jenis Astenophia yaitu
Astenophia Acomodatif, Astenophia Muscullar, dan Astenophia
Neurastenik. Astenophia yang terjadi pada pekerja di bagian administrasi
tergolong ke dalam Astenophia Acomodatif yang disebabkan oleh kelelahan
otot siliaris akibat daya akomodasi.
2.3.2 Gejala-gejala Kelelahan Mata
Menurut Ilyas (2008), kelelahan mata disebabkan oleh stress yang
terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi
pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil
dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian,
otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan.
Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar
sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi
kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang
berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup
lama. Tanda-tanda kelelahan mata diantaranya:
1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan airmata).
2. Penglihatan ganda (double vision).
23
3. Sakit sekitar mata.
4. Daya akomodasi menurun.
5. Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras dan
kecepatan persepsi.
Sedangkan menurut (Pheasant, 1991) gejala-gejala kelelahan mata
diantaranya:
1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata dan di belakang bola mata.
2. Pandangan kabur, pandangan ganda dan susah dalam memfokuskan
penglihatan.
3. Pada mata dan pelupuk mata terasa perih, kemerahan, sakit dan mata
berair yang merupakan ciri khas terjadinya peradangan pada mata.
4. Sakit kepala, kadang-kadang disertai dengan pusing dan mual serta
terasa pegal-pegal atau terasa capek dan mudah emosi.
Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari
monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan
ukuran huruf yang kecil, keadaan kontras yang tidak seimbang antara teks
dan latar belakang, kejapan pada monitor yang nyata dan mata yang kering.
Penglihatan yang kabur dapat disebabkan oleh perubahan fisilogis (akibat
proses penuaan atau penyakit). Hal ini juga dapat diakibatkan karena
melihat benda secara terus menerus dengan jarak 12 inchi dan membaca
dengan cahaya yang kurang. Mata kering dan iritasi. Keadaan ini terjadi
jika kekurangan cairan untuk menjaga kelembaban mata dan berkurangnya
intensitas refleks kedipan mata. Jumlah kedipan mata bervariasi sesuai
24
dengan aktivitas yang sedang dilakukan dan akan berkurang saat sedang
berkonsentrasi. Mata menjadi merah dan berair, disebabkan karena pada
saat menggunakan komputer mata diproyeksikan terus menerus dengan
melihat layar monitor sehingga jumlah kedipan menjadi berkurang
(Amrizal, 2010).
2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata
Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan antara lain:
a. Photostress Recovery Test
Kelelahan mata dapat diukur dengan menggunakan Photostress
Recovery Test yaitu suatu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi
fungsi adaptasi retina sesudah suatu perubahan mendadak. Pengukuran
yang dilakukan didasarkan pada reaksi fotokimia yang terjadi pada
retina terhadap rangsangan cahaya tergantung pada metabolisme aktif
sel retina dan hubungan sel photoreceptor dan retinal pigmen
ephithelium. Faktor utama yang menentukan keadaan adaptasi terang
dan gelap di retina adalah peristiwa pemucatan dan resintesa pigmen
penglihatan. Efek cahaya pada retina adalah memucatkan pigmen
penglihatan.
Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada
mata menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan
jarak 2 cm dari mata. Stimulasi ini akan memucatkan 24%-86% pigmen
penglihatan (Marsida, 1999) dalam (Hanun, 2008).
25
b. Tes Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes Test)
Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari mata
adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan
cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji responden
melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat (frekuensi
rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya
tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai
cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi ambang/batas dari kelipan
itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”. Jika seseorang dalam keadaan
tidak lelah, frekuensi ambang itu 2 Hertz jika memakai cahaya pendek
atau 0,6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light). Sedangkan, jika
seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2
Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah
menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias
antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang
yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Suyatno, 1985) dalam
(Tarwaka dkk, 2004).
Tes frekuensi subjektif kelipan mata juga dapat dipakai untuk
mengukur kelelahan kerja. Selain itu, uji kelipan mata ini untuk
menunjukkan keadaaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk,
2004).
26
c. Tes Uji Waktu Reaksi
Selang waktu antara pemberian rangsangan sampai dengan
timbulnya jawaban disebut waktu reaksi. Pada manusia, waktu reaksi
untuk refleks regang misalnya refleks ketok lutut adalah 19-24 ms.
Sedangkan waktu reaksi terhadap sinar adalah waktu reaksi reseptor
penglihatan, pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran
sinyal hingga terjadinya gerak oleh sistem motorik.
Pada alat ukur waktu reaksi menggunakan lampu indikator
berupa LED (Light Emiting Diode) warna tunggal dan empat buah
berwarna (biru, hujau, kuning dan merah). Pengukuran dengan
menggunakan lampu indikator empat warna ini dimaksudkan untuk
mengamati hubungan antara waktu reaksi terhadap warna sumber
cahaya, sebab menurut teori Young-Helmholt terdapat tiga jenis sel
kerucut dalam retina yang masing-masing peka terhadap warna tertentu
(Ganong, 2001).
Selain itu, kelelahan mata juga dapat didiagnosis dari keluhan
pasien yang mengeluh penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata terasa
panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing dan mual ingin muntah,
penglihatan warna berubah atau menurun. Sedangkan untuk gejala objektif
seperti berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (NIOSH,
1999) dalam (Budi, 2008).
27
2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata
2.4.1 Pencahayaan
Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik
memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya
secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu,
penerangan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan
berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau
buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan
kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya
pencahayaan di suatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau
tingkat iluminasi yang menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas
tetapi juga oleh kualitas dari pencahayaan tersebut diantaranya
menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya, tipe dan tingkat
kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya mengenai
warna dari dinding, langit-langit, peralatan kerja ikut menentukan tingkat
penerangan di tempat kerja (Aryanti, 2006).
Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk
menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan
dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat
kerja harus cukup. Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor
lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan
28
pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya kuat akan dapat
menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah maupun kuat bahkan
akan menimbulkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).
1) Sumber Pencahayaan
Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua
yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006).
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan
oleh sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang
kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan
dari sumber matahari dirasa kurang efektif dibandingkan dengan
pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat
memberikan intensitas cahaya yang tetap.
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan
oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan
alami tidak memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh
pencahayaan alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan.
Pencahayaan buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis
pekerjaan.
29
b. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan
pada tempat kerja.
c. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap
menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan
tidak menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu
pekerjaan.
2) Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni
General lighting dan Local lighting. General lighting digunakan untuk
pencahayaan menyeluruh atau sistem pencahayaan yang digunakan
untuk mendapatkan pencahayaan yang merata. Contohnya seperti
penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja.
Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai
aksen pada suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan
kerataan pencahayaan. Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk
menerangi sebagian ruangan dengan sumber cahaya dan biasanya berada
dekat dengan permukaan yang diterangi. Contohnya lampu yang
terpasang pada meja pekerja (Haeny, 2009).
Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk
pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem
pencahayaan ini dapat menyebabkan kesilauan, maka local lighting
perlu dikoordinasikan dengan general lighting (Aryanti, 2006).
30
3) Pengukuran Pencahayaan
Pencahayaan diukur dengan menggunakan alat lux meter dan
dinyatakan dalam satuan lux (Suma’mur, 1996). Penilaian pencahayaan,
menggunakan alat ukur light meter atau lux meter untuk mengukur
intensitas cahaya. Alat ini terdiri atas sebuah fotosel sensitif yang
menimbulkan arus listrik pada cahaya jatuh pada permukaan sel ini.
Pengukuran intensitas penerangan perlu dilakukan meliputi intensitas
penerangan umum dan lokal. Pada penerangan umum perlu dilakukan di
seluruh ruangan tempat kerja termasuk mesin dan ruangan kosong. Pada
penerangan lokal dilakukan pengukuran di tempat (obyek) yang ingin
diketahui intensitasnya (Santoso, 2004).
4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan
Menurut Suma’mur (1996), faktor yang menentukan
pencahayaan diantaranya:
a. Luminansi
Luminansi (luminance) adalah banyaknya cahaya yang
dipantulkan oleh permukaan obyek. Besaran ini mempunyai satuan
lilin/meter persegi. Semakin besar luminansi suatu obyek, rincian
obyek yang dapat dilihat oleh mata akan semakin bertambah.
Diameter bola mata akan semakin mengecil sehingga akan
meningkatkan kedalaman fokusnya.
31
b. Kontras
Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dipancarkan
oleh suatu obyek dan cahaya dari latar belakang obyek tersebut.
Kontras didefinisikan sebagai selisih antara luminansi objek dengan
latar belakangnya dibagi dengan luminansi latar belakang. Nilai
kontras positif akan diperoleh jika cahaya yang dipancarkan oleh
sebuah obyek lebih besar disbanding dengan yang dipancarkan oleh
latar belakangnya. Nilai kontras negatif dapat menyebabkan obyek
yang sesungguhnya “terserap” oleh latar belakang, sehingga menjadi
tidak Nampak. Jadi, obyek dapat mempunyai kontras positif atau
negatif tergantung dari luminansi obyek itu terhadap luminansi latar
belakangnya.
c. Kecerahan
Kecerahan (brightness) adalah tanggapan subyektif pada
cahaya. Tidak ada arti khusus dari tingkat kecerahan seperti pada
luminansi dan kontras, tetepi luminansi yang tinggi berimplikasi pada
kecerahan yang tinggi pula.
d. Kesilauan
Kesilauan dapat terjadi apabila perbedaan luminansi melebihi
perbandingan 40:1, namun pada umumnya terjadi karena keterbatasan
kemampuan mata dalam melihat. Permukaan permukaan tempat kerja
perlu dijaga dari kesilauan yang mungkin dapat mengganggu pekerja.
32
e. Arah Pencahayaan
Dalam mengatur pencahayaan secara baik, sumber-sumber
cahaya yang cukup jumlahnya sangat berguna. Cahaya-cahaya dari
berbagai arah dapat meniadakan adanya gangguan yang terjadi oleh
bayangan.
5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan
Menurut Santoso (2004) Nilai Ambang Batas (NAB) digunakan
sebagai rekomendasi dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan
kerja sebagai upaya pencegahan pada dampak kesehatan. NAB
pencahayaan ditetapkan menurut Peraturan Menteri Perburuhan No. 7
tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta
penerangan dalam tempat kerja (pasal 14) sebagai berikut:
1. Pencahayaan yang cukup untuk halaman dan jalan-jalan dalam
lingkungan perusahaan, paling sedikit 20 lux.
2. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan
barang-barang kasar, paling sedikit 50 lux.
3. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan
barang-barang kecil secara sepintas lalu, paling sedikit 100 lux.
4. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan
barang-barang kecil yang agak teliti, paling sedikit 200 lux.
5. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan secara
teliti barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit 300 lux.
33
6. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan
barang-barang yang halus dengan kontras yang sedang dan waktu
yang lama, paling sedikit 500-1000 lux.
7. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan
barang-barang yang sangat halus dan kontras yang sangat kurang
untuk waktu yang lama, paling sedikit 1000 lux.
Selain itu, sumber cahaya yang dipergunakan harus
menghasilkan kadar pencahayaan yang tetap dan menyebar serata
mungkin serta tidak boleh berkedip-kedip.
Grandjean (1988) menyusun rekomendasi tingkat penerangan
pada tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700 lux
seperti berikut:
Tabel 2.1
Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja dengan
Komputer
Keadaan Pekerja Tingkat Pencahayaan (lux)
Kegiatan Komputer dengan
sumber dokumen yang
terbaca jelas
Kegiatan Komputer dengan
sumber dokumen yang tidak
terbaca jelas
Tugas memasukan data
< 400
400-500
> 500-700
Sumber: (Grandjean, 1988)
34
2.4.2 Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting
dalam kulitas udara untuk kenyamanan kerja seseorang. (Santoso, 2009).
Kelembaban adalah kandungan air dalam udara. Tingkat
kelembaban adalah kandungan air dalam udara yang dinyatakan dengan
prosentasi, dengan titik jenuh dari temperatur tersebut dinyatakan dengan
100%. Semakin hangat udara, maka lebih banyak air yang terkandung
dalam udara. Kelembaban yang tinggi cenderung membuat seseorang
merasa lebih panas daripada kelembaban yang rendah. Selain itu, jika
suhu terus naik, ketidaknyamanan meningkat dan gejala seperti
kelelahan, kekakuan, dan sakit kepala dapat muncul. (Shoftwati, 2009)
Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor
penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan
menurunkan produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (Santoso, 2004).
Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat
dipengaruhi cuaca kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman, tidak
dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar antara 240C – 26
0C
bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat menurunnya
prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu
35
rendah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti
meningkatnya penyakit pernafasan. (Suma’mur, 1996)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1405/Menkes/SK/XI tahun 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran bahwa suhu
udara ruangan perkantoran berkisar antara 18-280C, sedang untuk
kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja perkantoran
memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya
diantaranya bila suhu udara ruangan melebihi 280C perlu dipasang Air
Conditioner (AC), kipas angin , dan sebagainya.
Suhu udara diukur dengan termometer. Penggunaan termometer
sangat luas sekali antara lain mengukur suhu tubuh, mengukur suhu
udara, mengukur suhu ruang, dan sebagainya (Gabriel, 2001).
2.4.3 Usia
Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang
semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk
mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan.
Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat objek
dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya
empat kali lebih besar. Pada usia 60 tahun, kebutuhan cahaya yang
diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun
karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata menjadi berkurang.
36
Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau
menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat
di retina (Guyton, 1991).
Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia.
Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6,
melainkan berkurang (Suma’mur, 1996).
Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa
semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin
berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan
mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang. Kebutuhan cahaya akan
lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan
mengalami kelelahan mata lebih sedikit.
Selain itu, menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap
daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan
semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat
dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum proksimum. Pada saat
ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum.
Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas
dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum
remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas
akomodasi. Korelasi antara daya akomodasi dan usia dapat dilihat dalam
Tabel 2.2 berikut.
37
Tabel 2.2
Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi
2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer
Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah
pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam.
Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam
waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, juga
diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit
dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan
mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005).
Durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan
produktivitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada
umumnya 6-8 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan
tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya
terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya
kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Aryanti, 2006).
Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004
bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan
Umur (Tahun) Titik Dekat (cm)
10 7
20 10
30 14
40 22
50 40
60 200
Sumber: (Ilyas, 2008)
38
komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk
bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam
kerja mereka (Pascarelli, 2004).
Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat,
sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Keadaan ini
terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk
itu, diperlukan waktu istirahat dan asupan makanan untuk kembali
meninggikan kadar bahan bakar di dalam tubuh (Yanuar, 2009).
2.4.5 Istirahat mata
Menurut Anshel (1996) dalam Nourmayanti (2009) ada tiga
jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya:
1. Micro break yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10
menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti
dengan mengedipkan mata secara relaks.
2. Mini break yaitu mengistirahatkan mata setiap setengah jam selama
lima menit dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh.
Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda-
beda.
3. Maxi break yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan
seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan
makan siang.
39
Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata
sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata
secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih
bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang
(Santoso, 2009).
Perubahan fokus pada mata adalah cara lain untuk memberikan
otot mata kesempatan istirahat. Pekerja hanya membutuhkan memandang
ruangan atau ke arah luar jendela beberapa saat dan melihat objek yang
jaraknya kurang lebih 2 kaki (OSHA, 1997).
Bila pekerja terlalu lama melihat dalam jarak dekat maka
pekerja perlu mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau
istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan
ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009).
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat
selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam.
Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai
kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna
komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4
kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.
40
2.5 Komputer
2.5.1 Bagian-bagian komputer
Komputer terdiri atas 2 bagian besar yaitu perangkat lunak
(software) dan perangkat keras (hardware). Selain itu, komputer terdiri
dari Central Processing Unit (CPU) dan Visual Display Terminal (VDT).
CPU disebut juga sebagai prosesor yakni unit yang mengolah data. VDT
adalah alat untuk presentasi visual dan informasi yang disimpan secara
elektronik. VDT merupakan bagian layar monitor yang paling
berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama
terhadap kesehatan mata.
Cara kerja VDT umumnya berdasarkan penggunaan sebuah
Cathode Ray Tube (CRT) dan layar yang berfungsi sebagai televisi.
Terdapat VDT jenis lain yang menggunakan plasma dan Elektro
Luminance Display (ELD) atau Liquid Crystal Display (LCD) yang saat
ini banyak dipergunakan.
VDT dan CRT terdiri atas katoda yang berfungsi sebagai
sumber elektron untuk mengatur intensitas sinar elektron, dan satu seri
anoda yang terdiri atas dua atau tiga anoda, yang berfungsi untuk
mempercepat, memfokuskan dan mengatur sinar elektron. Iluminasi
yang dipancarkan oleh VDT besarnya 791,28 lumen/m2 sampai 4,396
lumen/m2 (Fauzia, 2004).
Bagian-bagian yang penting dalam perangkat komputer ialah
keyboard dan mouse. Keyboard adalah Alat input yang digunakan untuk
41
mengetik informasi ke dalam komputer dan menjalankan berbagai intruksi
atau perintah ke dalam komputer. Keyboard merupakan sebuah papan
yang terdiri dari tombol-tombol untuk mengetikkan kalimat dan simbol-
simbol khusus lainnya pada komputer. Mouse atau tetikus merupakan
salah satu peranti interaktif yang paling banyak digunakan. Mouse
berfungsi untuk menempatkan kursor pada posisi tertentu di layar
komputer serta mengaktifkan menu pilihan pada suatu program aplikasi
deangan cara mengklik tombol mouse. (Santoso, 2009).
2.5.2 Jarak Monitor Komputer
Kelelahan mata dapat terjadi apabila mata difokuskan pada
objek yang berjarak dekat dalam waktu yang lama karena otot-otot mata
harus bekerja lebih keras untuk melihat objek yang berjarak sangat dekat,
terutama jika disertai dengan pencahayaan yang menyilaukan. Jika
seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada
jarak dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu
mengakibatkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama
sehingga terjadi penurunan daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007).
Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA)
(1997) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja
dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100
cm.
Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi
tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis
42
antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm
sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008).
2.6 Kerangka Teori
Beberapa penelitian mengenai keluhan kelelahan mata pada pekerja yang
menggunakan komputer telah banyak dilakukan. Dalam penelitian Dewi (2009),
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator komputer
diantaranya usia, lama penggunaan komputer, istirahat mata, dan intensitas
penerangan. Menurut (Santoso, 2009) faktor pencahayaan, suhu, kelembaban,
dan istirahat mata. Usia (Guyton, 1991), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri
Amerika, 2004) dan jarak melihat monitor (Pheasant 1991) juga berhubungan
dengan keluhan kelelahan mata. Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006)
menambahkan faktor durasi kerja, beban kerja dan posisi pandang.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka
kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
43
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Keluhan Kelelahan Mata
Faktor Manusia:
Usia
Kelainan refraksi
Istirahat mata
Faktor Lingkungan:
Intensitas
penerangan
Suhu
Kelembaban
Faktor Pekerjaan:
Jarak monitor
Durasi kerja
Beban kerja
Posisi pandang
44
46
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini bersumber pada beberapa
kerangka teori yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
kelelahan mata diantaranya adalah faktor pencahayaan, suhu dan kelembaban,
dan istirahat mata (Santoso, 2009), usia (Guyton, 1993), kelainan refraksi
(Asosiasi Optometri Amerika, 2004), jarak melihat monitor (Pheasant 1991).
Selain itu, faktor durasi penggunaan komputer, beban kerja dan posisi
pandang juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata (Suswanto (1993)
dalam Aryanti (2006)). Untuk faktor suhu dan kelembaban udara tidak
dimasukkan karena suhu udara menggunakan Air Conditioner (AC) yang
diatur secara sentral dengan suhu 21°C-23°C sehingga suhu dan kelembaban
di setiap ruangan relatif sama. Faktor beban kerja dan posisi pandang juga
tidak ikut dimasukkan karena desain kerja yang menempatkan monitor
komputer di posisi depan sehingga pekerja hanya memandang ke arah depan.
Kerangka konsep terdiri dari variabel dependent (variabel terikat) dan
variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent atau variabel
terikat adalah kelelahan mata. Sedangkan yang digolongkan ke dalam variabel
independent terdiri atas faktor pekerja (usia, istirahat mata, dan kelainan
refraksi mata), faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan), dan faktor
pekerjaan (jarak monitor dan durasi penggunaan komputer). Hubungan antara
45
47
variabel dependent dan variabel independent tersebut dapat dilihat pada
Bagan 3.1 berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Faktor Pekerja
- Usia
- Istirahat mata
- Kelainan refraksi mata
Keluhan Kelelahan Mata
Faktor Pekerjaan
- Jarak monitor
- Durasi penggunaan
komputer
Faktor Lingkungan
Kerja
- Tingkat pencahayaan
48
46
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Dependent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Kelelahan mata
Keluhan gangguan kesehatan
mata yang dirasakan pekerja.
Gejala keluhan kelelahan mata
diantaranya:
- Mata tegang
- Penglihatan kabur
- Penglihatan rangkap/ganda
- Mata merah
- Mata perih
- Mata berair
- Mata gatal/kering
- Sakit kepala
(NIOSH, 1999) dalam (Haeny,
2009)
Membagikan
kuesioner
pada pekerja
Kuesioner 1. Ya (jika
mengalami satu
atau lebih gejala
kelelahan mata)
2. Tidak (jika tidak
mengalami satupun
gejala kelelahan
mata)
Ordinal
No. Variabel Independent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Usia Jumlah tahun yang dihitung mulai
karyawan lahir sampai dengan
dilakukannya penelitian.
Membagikan
kuesioner
pada pekerja
Kuesioner 1. > 40 tahun
2. ≤ 40 tahun
(Suma’mur 1996)
Ordinal
45
47
No. Variabel Independent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
2. Istirahat mata Kegiatan mengistirahatkan mata
dari layar monitor setiap satu jam
sekali dan bersifat akumulatif.
Membagikan
kuesioner
pada pekerja
Kuesioner 1. Tidak
2. Ya
(Josefina,1999
dalam Nourmayanti
2009)
Ordinal
3. Kelainan refraksi mata Ada tidaknya gangguan mata
berupa gangguan penglihatan
seperti rabun jauh, rabun dekat,
dan sebagainya.
Membagikan
kuesioner
pada pekerja
Kuesioner 1. Ada kelainan
2. Tidak ada
kelainan
Ordinal
4. Tingkat pencahayaan Jumlah cahaya yang diterima di
area titik dilakukannya
pengukuran yaitu di tempat
didirikannya meja dan komputer,
dinyatakan dalam lux.
Mengukur
langsung
dengan direct
reading
instrument
Lux meter 1. < 300 Lux
2. ≥ 300 Lux
Ordinal
5. Jarak monitor Jarak yang diukur antara mata
pekerja dengan layar monitor.
Mengukur Penggaris/me
teran
1. < 50 cm
2. ≥ 50 cm
Ordinal
6. Durasi penggunaan komputer Waktu yang digunakan pekerja
selama bekerja dengan komputer.
Wawancara Kuesioner 1. > 4 jam
2. ≤ 4 jam
Ordinal
48
46
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun
2011.
2. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
3. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
5. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
6. Ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang tahun 2011.
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelititian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional atau potong lintang, dimana pengumpulan data serta pengukuran
variabel independen dan variabel dependen diambil pada waktu yang bersamaan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juni
2011 di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai
(BSD) Tangerang.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan
diduga (Sabri dan Sutanto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan
bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah
142 orang. Seluruh karyawan menggunakan komputer selama bekerja.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai dan karakteristiknya
diselidiki atau diukur (Sabri dan Sutanto, 2006). Pemilihan sampel dalam
penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi tersebut
yaitu karyawan Graha Telkom yang bekerja di bagian Outbound Call dan berada
di dalam ruangan pada saat dilakukan pengukuran serta dalam keadaan sehat
50
(tidak sedang sakit atau baru sembuh dari sakit yang menimbulkan gejala keluhan
kelelahan mata). Sedangkan untuk kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang
memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan karena beberapa sebab antara
lain respoonden menolak ikut penelitian dan responden tidak hadir pada saat
penelitian.
Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji
hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan penelitian adalah untuk
menguji hipotesis. Dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa
proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor < 50 cm
adalah 81,8% (P1) dan proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan
jarak monitor ≥ 50 cm adalah 92,5% (P2) (Nourmayanti, 2009). Pada penelitian
ini, tingkat kepercayaan yang diinginkan peneliti sebesar 95% dengan
menggunakan derajat kemaknaan 5% dengan kekuatan uji 90%. Rumus besar
sampel dan uji hipotesis beda dua proporsi adalah sebagai berikut:
n = {Z1-α/2 √2 P(1 – P) + Z1-β√P1(1 – P1) + P2(1 – P2)}2
(P1 – P2)2
Keterangan :
n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z1-α/2 = Derajat kemaknaan 5% (two tail) = 1,96
Z1-β = Kekuatan uji 90%
P = (P1 + P2) / 2 = (0,87)
51
P1 = proporsi pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata dengan jarak
monitor < 50 cm adalah 0,818
P2 = proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor ≥ 50
cm adalah 0,925
Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan yaitu
sebesar :
n = { [1,96 x √2 x 0,87 (1-0,87] + [1,28 x √0,818 (1-0,818) + 0,925 (1-0,925)] }2
(0,818–0,925) 2
n = 48
Besar sampel adalah 48 orang pada masing-masing kelompok, sehingga
total sampel adalah 96 orang (2x 48orang). Untuk menghindari missing maka
ditambahkan 10 orang sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 106 orang.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, faktor
pekerja dan faktor pekerjaan dengan cara menyebarkan kuesioner dan
melakukan pengisian kuesioner oleh pekerja.
2. Lux meter
Alat ini digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan dan menggunakan
satuan lux.
52
3. Mistar
Mistar digunakan untuk mengukur jarak monitor dengan mata pekerja yang
dihitung dengan satuan centimeter. Jarak monitor diukur mulai dari tengah
layar monitor sampai ke mata pekerja.
4.5 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
data primer dan data sekunder
1. Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner
yang terdiri dari beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan variabel
dependen dan independen serta observasi. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini sebelumnya pernah digunakan oleh Hana (2008). Pertanyaan dalam
kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu:
a. Keluhan Kelelahan Mata
Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menggunakan
kuesioner yang terdiri dari daftar checklist gejala keluhan kelelahan mata. Jika
responden menjawab atau memberi checklist pada salah satu gejala maka
responden tersebut memiliki salah satu gejala keluhan kelelahan mata. Selain
itu dilakukan pula pemeriksaan gejala keluhan kelelahan mata berupa mata
merah dan berair.
53
b. Usia
Penghitungan usia pekerja dihitung mulai pekerja itu lahir sampai
dengan dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden atau pekerja. Jika usia
pekerja telah melebihi 6 bulan, maka pada usia pekerja dilakukan pembulatan
penghitungan menjadi satu tahun.
c. Istirahat Mata
Istirahat mata diketahui dengan kuesioner berupa pertanyaan mengenai
pola istirahat yang dilakukan oleh pekerja selama bekerja menggunakan
komputer.
d. Kelainan Refraksi Mata
Ada tidaknya kelainan refraksi mata yang berupa gangguan
penglihatan seperti rabun jauh, rabun dekat, dan sebagainya diukur dengan
menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada pekerja.
e. Durasi Penggunaan Komputer
Durasi penggunaan komputer adalah waktu yang digunakan oleh pekerja
menggunakan komputer selama bekerja baik itu kegiatan mengetik ataupun
membaca didepan komputer diketahui dengan menggunakan kuesioner.
Untuk variabel yang dilakukan dengan pengukuran langsung antara lain:
f. Tingkat Pencahayaan
Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
pencahayaan, adapun cara untuk mengukurnya adalah :
- Pastikan alat dalam kondisi “ON”
54
- Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan
mengarah pada sumber cahaya.
- Lalu dilakukan pembacaan display pada tiap titik lokasi sampel dan
dibandingkan dengan standard yang ada untuk perkantoran yakni minimal
100 lux dan untuk kegiatan yang membutuhkan ketelitian minimal 300
lux.
Pada saat dilakukan pengukuran, operator harus berhati-hati agar tidak
menimbulkan bayangan dan jangan menimbulkan pantulan cahaya yang
disebabkan oleh pakaian operator.
g. Jarak Monitor
Jarak monitor diukur langsung menggunakan penggaris atau meteran
yang dihitung dalam satuan centimeter (cm). Jarak Pengukuran dihitung mulai
dari mata pekerja sampai dengan titik tengah layar monitor.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari penulusuran dokumen-dokumen terkait
dengan perusahaan seperti gambaran umum perusahaan, data jumlah
karyawan, laporan-laporan serta data-data lainnya yang terkait dengan
penelitian.
4.6 Pengolahan Data
1. Coding
Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode
pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam
55
pengolahan selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk
huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan berfungsi untuk mempermudah
pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat proses entry data.
Pengkodean dimulai dari bilangan 1 sampai 2 diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Keluhan Kelelahan Mata: 1 = Mengeluh, 2 = Tidak mengeluh
b. Usia: 1 = > 40 tahun, 2 = ≤ 40 tahun
c. Kelainan Refraksi Mata: 1 = Ada kelainan, 2 = Tidak ada kelainan
d. Istirahat Mata: 1 = Tidak, 2 = Ya
e. Tingkat Pencahayaan: 1 = < 300 lux, 2 = ≥ 300 lux
f. Jarak Monitor: 1 = < 50 cm, 2 = ≥ 50 cm
g. Durasi Penggunaan Komputer: 1 = > 4 jam, 2 = ≤ 4 jam
2. Editing
Data yang telah dikumpulkan dan dikoding melalui kuesioner dan
pengukuran diperiksa kelengkapan dan kebenarannya terlebih dahulu seperti
kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian. Setiap
jawaban meliputi variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata dan hasil
variabel independen yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, dan
durasi penggunaan komputer serta hasil pengukuran dari tingkat pencahayaan
dan jarak monitor.
56
3. Entry
Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya
melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan
komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan.
4. Cleaning
Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik
dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah
pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.
4.7 Analisa Data
Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer
Adapun analisisa data yang dilakukan sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel
independen dan variabel dependen. Variabel independen antara lain yaitu usia,
istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan
durasi penggunaan komputer serta variabel dependen yaitu keluhan kelelahan
mata.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat
pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel
dependen keluhan kelelahan mata dengan uji kemaknaan 5%. Jika pvalue ≤ 0,05
57
artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen sedangkan jika pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Rumus umum uji statistik :
X2 = ∑{(O-E)
2/E}
Df = (b-1).(k-1)
P = < 0,05
Keterangan:
X2 = Chi- Square
O = nilai onservasi
E = nilai ekspektasi (nilai harapan)
B = jumlah baris
k = jumlah kolom
58
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum Perusahaan
5.1.1. Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) adalah perusahaan
penyelenggara jasa layanan dan jaringan paling lengkap terbesar di Indonesia.
TELKOM menyediakan layanan Infocom, telepon tidak bergerak kabel (fixed
wireline) dan telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), layanan telepon
seluler, data dan internet, jaringan dan interkoneksi, baik secara langsung
maupun melalui anak perusahaan.
PT Infomedia Nusantara merupakan salah satu anak perusahaan pada
Telkom Grup yang mengkhususkan diri di bidang media penerbitan dan iklan
sebagai jembatan komunikasi antar pelaku bisnis dan juga saluran informasi bagi
pelanggan telepon Telkom. Saham perusahaan 51% dimiliki langsung oleh
Telkom dan 49% sisanya dimiliki oleh anak perusahaan Telkom yang lain.
PT.Telkom Juga mempunyai anak perusahaan seperti, Multimedia Nusantara,
Telkomsel, Telkomvision/Indonusa, Infomedia, Graha Sarana Duta (GSD) atau
Graha Telkom, Patrakom, Bangtelindo, dan PT Finnet Indonesia.
Dalam meningkatkan usahanya serta memberikan proteksi yang sesuai
dengan keinginan masyarakat, PT.Telkom telah membuka kantor-kantor Cabang
dan Perwakilan yang terdapat di berbagai regional yang terdiri dari 7 DIVRE
(Divisi Regional) yaitu Divre 1 Sumatera, Divre 2 Jakarta, Divre 3 Jawa Barat,
59
Divre 4 Jawa Tengah & DI.Yogyakarta, Divre 5 Jawa Timur, Divre 6
Kalimantan, dan Divre 7 Kawasan Timur Indonesia. Graha Sarana Duta atau
gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang merupakan
cabang telkom grup yang memberikan jasa pelayanan maupun jaringan di
regional Banten dan DKI Jakarta. Beberapa layanan telekomunikasi Telkom
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Telepon tetap (PSTN), layanan telepon tetap yang hingga kini masih menjadi
monopoli TELKOM di Indonesia.
2. Telkom Flexi, layanan telepon fixed wireless CDMA.
3. TELKOMNet Instan, layanan akses internet dial up.
4. TELKOMNet Astinet, layanan akses internet berlangganan dengan fokus
perusahaan.
5. Speedy, layanan akses internet dengan kecepatan tinggi (broad band)
menggunakan teknologi ADSL.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk juga memiliki komitmen-komitmen
dalam meningkatkan mitra kerja usaha, diantaranya:
1. Memberikan produk dan layanan yang terbaik dan berkualitas dengan
menjadi penghubung antar pelanggan dan dunia melalui jasa layanan
terdepan dalam hal informasi dan komunikasi bagi pelanggan.
2. Memberikan kesempatan untuk belajar, bertumbuh dan memiliki masa depan
yang lebih baik bagi pekerja.
3. Menyediakan kesempatan untuk pertumbuhan nilai bagi pemegang saham.
60
4. Menjadi mitra lingkungan yang baik dan menjunjung nilai moral bagi
masyarakat.
5.1.2. Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki visi menjadikan perusahaan
sebagai pemimpin di kawasan regional dalam industri informasi terpadu dan
media digital.
Sedangkan misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yaitu menjadi
panutan dalam industri bisnis informasi, media dan konten dengan menciptakan
nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan.
5.1.3. Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang
Outbound Call mengkhususkan diri dalam membuat panggilan telepon
atas nama klien, organisasi, atau bisnis kepada pelanggan beragam atau
pelanggan potensial. Tujuan utama dari Outbound Call adalah membuat
penjualan, mengumpulkan atau berbagi beberapa data yang mencakup survei,
telemarketing, atau verifikasi lainnya. Para eksekutif outbound call center dapat
menghubungi pelanggan yang sudah ada untuk mempromosikan skema tertentu.
Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang
terbagi dalam tiga divisi yaitu divisi E-Service, Carring, dan Fixed Businies
Improvment Program (FBIP). Ketiga divisi tersebut dalam melaksanakan
pekerjaannya, memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya:
61
a) E-Service
1. Memberikan informasi tagihan Fixed Telepon, Flexi Classy, dan Speedy
lengkap dengan komponen tagihan seperti abonemen, lokal, SLJJ, seluler,
dan pajak.
2. Memberikan pelayanan berupa fitur-fitur identitas penelpon, nada
tunggu/sela dan telkom memo.
3. Memberikan layanan intagjastel berupa layanan pengiriman informasi
tagihan melalui pos langsung ke alamat sesuai permohonan pelanggan.
4. Melakukan konfirmasi atas klaim jastel (jasa telepon) pelanggan apabila
terjadi ketidaksesuaian antara pemakaian dengan tagihan yang dikeluhkan
pelanggan.
b) Carring
1. Berinteraksi melalui telepon dengan pelanggan untuk menawarkan jasa
atau barang.
2. Menyampaikan skip penjualan yang telah disiapkan untuk membujuk
pelanggan potensial atau klien sehingga membeli produk atau jasa tersebut.
3. Menjelaskan produk dan jasa, menanggapi pertanyaan, dan memperoleh
informasi pelanggan.
4. Mendapatkan pelanggan dan melakukan tindak lanjut pada kontak pertama.
5. Mengembangkan kampanye bertarget penjualan yang meningkatkan
penjualan kepada organisasi dari pelanggan koorporat.
62
c) FBIP (Fixed Bussiness Improvement Program)
1. Memberikan solusi keberatan pelanggan atas abonemen, sehingga diganti
dengan quota, dan dengan program ini pula pelanggan akan lebih nyaman
dalam menggunakan teleponnya karena lebih terkontrol.
2. Memasukkan data dan memelihara database pelanggan yang sudah ada
atau pelanggan potensial.
3. Memelihara catatan komunikasi telepon, interaksi, rekening, pesanan, dan
pembayaran.
5.2. Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011 dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden. Hasil
pengukuran keluhan kelelahan mata diperkuat dengan pengukuran secara
objektif dengan melakukan observasi atau pengamatan dalam melihat gejala
kelelahan mata pada responden.
Analisis univariat gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1.
63
Tabel 5.1
Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di
Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
No. Variabel
Kategori Jumlah Persentase
(%)
Keluhan Kelelahan
Mata
Mengeluh 61 57,5
Tidak Mengeluh 45 42,5
Total 106 100
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden mengeluh kelelahan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi.
Keluhan yang paling banyak dirasakan responden yaitu mata pedih, sakit kepala,
dan mata terasa gatal. Dari 106 responden, yang mengalami keluhan kelelahan
mata yaitu sebanyak 57,5%. Sedangkan responden yang tidak mengalami
keluhan kelelahan mata sebanyak 42,5%.
5.2.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di
Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 5.1 berikut:
64
Grafik 5.1
Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling
banyak dikeluhkan oleh responden adalah mata pedih sebanyak 85,2%
responden. Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit
dikeluhkan oleh responden adalah mata merah sebanyak 23%. Sebagian besar
pekerja mengeluhkan jenis keluhan berupa mata perih. Hal ini mungkin
disebabkan layar monitor yang digunakan pekerja tidak menggunakan anti glare
dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang kurang. Jenis keluhan lainnya
yang banyak dikeluhkan yaitu sakit kepala (78,7%) dan mata terasa gatal
(67,2%).
21.3
42.6 45.9
23
85.2
25
67.2
78.7
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
per
sen
tase
(%
)
Jenis Keluhan Kelelahan Mata
65
5.2.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011
a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran faktor pekerja (usia, istirahat mata,
kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel
5.2 berikut :
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja (Usia, Istirahat
Mata, Kelainan Refraksi) pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
No. Variabel
Kategori Jumlah
(N=106)
Persentase
(%)
1. Usia > 40 4 3,8
≤40 102 96,2
2. Istirahat Mata Tidak 17 16
Ya 89 84
3. Kelainan Refraksi Mata Ada Kelainan 39 36,8
Tidak ada Kelainan 67 63,2
66
1. Variabel Usia
Distribusi responden berdasarkan variabel usia diperoleh dengan
cara menyebarkan kuesioner pada responden. Variabel usia dikategorikan
menjadi usia > 40 tahun dan ≤ 40 tahun. Berdasarkan hasil analisis
univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden
berusia ≤ 40 tahun yaitu sebanyak 96,2% responden (102 orang) dan
hanya 3,8% (4 orang) responden yang berusia > 40 tahun.
2. Variabel Istirahat Mata
Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh
dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Dalam penelitian
ini, responden dikategorikan melakukan istirahat mata dan tidak.
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa
responden yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 16% responden
(17 orang). Sedangkan responden yang melakukan istirahat mata
sebanyak 84% responden (89 orang).
3. Variabel Kelainan Refraksi Mata
Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh
dengan cara membagikan kuesioner pada responden. Responden
digolongkan ke dalam dua kategori yaitu yang memiliki kelainan refraksi
dan tidak memiliki kelainan refraksi. Berdasarkan hasil analisis univariat
pada tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang memiliki kelainan
refraksi sebanyak 36.8% responden (39 orang). Sedangkan responden
67
yang tidak memiliki kelainan refraksi sebanyak 63,2% responden (67
orang).
b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan)
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan di Bagian Outbound
Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran
distribusi tingkat pencahayaan dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat
Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
No. Variabel
Kategori Jumlah
(N)
Persentase
(%)
1. Tingkat
Pencahayaan
< 300 lux 93 87,7
≥ 300 lux 13 12,3
Total 106 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa
meja responden yang memiliki tingkat pencahayaan < 300 lux sebanyak
87% (93 orang). Sedangkan meja responden yang memilki tingkat
pencahayaan ≥ 300 lux sebanyak 12,3% (3 orang). Sebagian besar meja
responden berada pada tingkat pencahayaan yang kurang. Hal ini
dikarenakan tata letak lampu yang tidak merata dengan meja responden.
Selain itu kondisi tempat kerja terutama tirai jendela yang tertutup dan
68
keadaan lampu yang padam (rusak) sehingga pada saat pengukuran sebagian
besar tingkat pencahayaan <300 lux.
c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer)
Berdasarkan penelitianyang telah dilakukan di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran distribusi
jarak monitor dan durasi penggunaan komputer dapat dilihat pada tabel 5.4
berikut:
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor,
Durasi Penggunaan Komputer) pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
No. Variabel
Kategori Jumlah
(N=106)
Persentase
(%)
1. Jarak Monitor < 50 cm 29 27,4
≥ 50 cm 77 72,6
2.
Durasi
Penggunaan
Komputer
> 4 jam 63 59,4
≤4 jam 43 40,6
1. Variabel Jarak Monitor
Distribusi responden berdasarkan jarak monitor diperoleh dengan
cara melakukan pengukuran langsung pada sampel dengan kategori
responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan ≥ 50 cm.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa
69
sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm yaitu
sebanyak 72,6 % (77 orang) dan 27,4% (29 orang) bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm.
2. Variabel Durasi Penggunaan Komputer
Distribusi responden berdasarkan durasi penggunaan komputer
diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa
responden yang bekerja menggunakan komputer > 4 jam yaitu sebanyak
59,4 % (63 orang). Sedangkan responden yang bekerja menggunakan
komputer ≤ 4 jam yaitu sebanyak 40,6% (43 orang). Sebagian besar
responden menggunakan komputer > 4 jam. Hal ini dapat dilihat dari
hasil kuesioner bahwa pada saat istirahat kantor masih banyak pekerja
yang menggunakan waktu istirahat untuk melakukan aktivitas lain dengan
komputer.
5.3. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, istirahat
mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi
penggunaan komputer) dengan variabel dependen (keluhan kelelahan mata) pada
pengguna komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD
Tangerang Tahun 2011, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik
menggunakan uji Chi Square. Berikut hasil untuk masing-masing variabel.
70
5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna
Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD
Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.5
Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011
Usia
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
> 40 tahun 4 100 0 0 4 100 0,135 -
≤ 40 tahun 57 55,9 45 44,1 102 100
Total 61 57,5 45 425 106 100
Berdasarkan tabel 5.5 bahwa responden yang berusia > 40 tahun
seluruhnya mengeluhkan adanya kelelahan mata. Sedangkan responden yang
berusia ≤ 40 tahun sebanyak 93,4% (57 responden) mengeluhkan kelelahan
mata dan 100% (45 responden) tidak mengeluh. Hasil uji statistik chi square
diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 0,135
sehingga (p > 0,05). Jadi, antara usia dengan keluhan kelelahan mata tidak
memiliki hubungan yang bermakna.
71
5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.6
Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Istirahat
Mata
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
Tidak 14 82,4 3 17,6 17 100 0,047 4,170(1,12-
15,526) Ya 47 52,8 42 47,2 89 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari 17 responden yang tidak
melakukan istirahat mata, sebagian besar responden mengeluh kelelahan
mata. Responden yang melakukan istirahat mata juga mengeluh kelelahan
mata. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada derajat
kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,047 atau (p < 0,05) sehingga ada
hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian keluhan
kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan antar dua variabel didapatkan
OR= 4,170 (95% CI ; 1,120 – 15,526). Artinya pekerja yang tidak melakukan
istirahat mata memiliki peluang 4,17 kali mengalami keluhan kelelahan mata
dibandingkan dengan yang melakukan istirahat mata.
72
5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.7
Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Kelainan Refraksi
Mata
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
Ada Kelainan 23 59 16 41 39 100 0,982 1,097
(0,493-2,443) Tidak Ada Kelainan 38 56,7 29 43,3 67 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki
kelainan refraksi mata sebanyak 59% dan responden yang tidak memiliki
kelainan refraksi mata sebanyak 56,7% mengeluh kelelahan mata. Dari hasil
uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5 % didapatkan Pvalue = 0,982
atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakana antara kelainan
refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk
estimate didapatkan OR = 1,097 (95% CI ; 0,493 -2,443), artinya pekerja yang
memiliki kelainan refraksi memiliki peluang 1,097 kali mengalami keluhan
kelelahan mata dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelainan refraksi
mata.
73
5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.8
Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Tingkat
Pencahayaan
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
< 300 lux 59 63,4 34 36,6 93 100 0,003 9,544
(1,996-
45,629) ≥ 300 lux 2 15,4 11 84,6 13 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa sebagian besar responden
bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux dan responden yng mengeluh
kelelahan mata sebanyak 63,4%. Hanya 15,4 % Responden yang bekerja
dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux dan juga mengeluh kelelahan mata.
Hasil uji statistik chi squrae didapatkan Pvalue = 0,003. Artinya pada α = 5%
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan dua
variabel didapatkan OR = 9,544 (95% CI 1,996 – 45,629). Artinya responden
yang bekerja pada tingkat pencahayaan < 300 lux memiliki peluang 9,544
kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang
bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux.
74
5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.9
Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Jarak
Monitor
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
0,078
2,428
(0,959-6,148) < 50 cm 21 72,4 8 27,6 29 100
≥ 50 cm 40 51,9 37 48,1 77 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa responden yang bekerja dengan
jarak monitor < 50 cm maupun ≥ 50 cm sebagian besar mengeluh kelelahan
mata. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengeluh
sebanyak 72,4%. Sedangkan responden yang bekerja dengan jarak monitor
≥50 cm dan mengeluh sebanyak 51,9%. Hasil uji statistik chi square diketahui
bahwa Pvalue = 0,078 atau (p > 0,05) sehingga pada α = 5% dapat disimpulkan
bahwa antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan tidak memiliki
hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR =
2,428 (95% CI 0,959 – 6,148). Artinya, responden yang bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm memiliki peluang 2,428 kali mengalami keluhan kelelahan
75
mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50
cm.
5.3.6 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.10
Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound
Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Durasi
Penggunaan
Komputer
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
> 4 jam 38 60,3 25 39,7 63 100 0,618 1.322
(0,604-2,893) ≤ 4 jam 23 53,5 20 46,5 43 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa baik pekerja yang
menggunakan komputer > 4 jam maupun ≤ 4 jam sebagian besar mengeluh
kelelahan mata. Hasi uji statistik diketahui bahwa pada derajat kemaknaan
5%, durasi penggunaan komputer tidak memiliki hubungan yang bermakna
dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,618 atau (p > 0,05). Berdasarkan
perhitingan risk estimate didapatkan OR = 1,322 (95% CI ; 0,604 - 2,893).
Artinya responden yang bekerja dengan komputer > 4 jam memiliki peluang
76
1,322 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan
responden yang bekerja dengan komputer ≤ 4 jam.
77
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari bahwa dalam pengumpulan data primer penelitian
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata
pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011 terdapat banyak kendala sehingga memiliki
kelemahan dan keterbatasan penelitian yaitu pengukuran kelelahan mata
dilakukan secara subjektif. Seharusnya dilakukan pula pengukuran secara
objektif yang meliputi pengukuran kelelahan mata dengan melihat indikasi
mata merah, tegang, berair, dan kering. Akan tetapi pada prakteknya
pengukuran secara objektif hanya sebatas pengukuran fisik mata berupa
indikasi mata merah dan berair saja. Sehingga pengukuran yang dilakukan
masih belum sempurna.
6.2 Keluhan Kelelahan Mata
Kelelahan mata atau astenopia timbul sebagai stress intensif pada
fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi yang biasa dilakukan
pada pekerjaan yang memerlukan pengamatan secara teliti atau terhadap retina
sebagai akibat ketidaktepatan kontras (Suma’mur, 1996). Menurut Pheasant
(1991) kelelahan mata memiliki pengertian ketegangan pada mata dan
disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang
78
memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang
biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Keadaan
mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi
penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang
kecil serta kurangnya kerlipan. Selain itu, dapat diakibatkan karena melihat
benda secara terus menerus dengan jarak yang dekat dan membaca dengan
cahaya yang kurang (Amrizal, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 106
responden yang di teliti, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata.
Jenis keluhan yang paling banyak yaitu mata terasa pedih sebanyak 85,2%.
Hal ini dapat dilihat dari istirahat mata yang kurang dilakukan oleh responden.
Dari 61 responden yang mengeluh kelelahan mata, sebanyak 82,4% responden
tidak melakukan istirahat mata. Responden atau pekerja yang terlalu lama
melihat dalam jarak dekat perlu melakukan istirahat mata dengan mengalihkan
pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa
saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap
basah (Zendi, 2009). Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi
kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit
sehingga menimbulkan kelelahan mata. Untuk itu, menurut National Institute
for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni,
2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer
selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong
79
rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna
komputer.
Menurut wasisto (2005), durasi kerja bagi seseorang menentukan
tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Durasi penggunaan komputer dalam
jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam akan menyebabkan mata seseorang
menjadi cepat kering sehingga menimbulkan kelelahan mata. Dalam hasil
penelitian, diketahui bahwa responden yang bekerja > 4 jam dan mengalami
keluhan yaitu sebanyak 60,3%. Penggunaan komputer dalam jangka waktu
yang lama dan dengan jarak yang dekat akan membuat mata menjadi cepat
lelah karena mata terus menerus berakomodasi. Responden yang bekerja
dengan jarak monitor < 50 cm atau ≥ 50 cm juga mengalami keluhan
kelelahan mata. Tetapi sebagian besar responden bekerja dengan jarak
monitor yang ≥ 50 cm.
Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia 40 tahun
atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata
lelah, berair dan sering terasa perih (Ilyas, 2008). Dalam penelitian ini,
sebagian besar responden berusia kurang dari 40 tahun. Semakin
bertambahnya usia maka tajam penglihatan semakin berkurang. Untuk
memeriksa tajam penglihatan diperlukan pemeriksaan jika terjadi kelainan
refraksi mata. Kelainan refraksi mata dilakukan dengan memeriksa tajam
penglihatan satu per satu. Responden yang memiliki kelainan refraksi maupun
tidak memiliki kelainan refraksi sama sebagian besar juga mengalami keluhan
kelelahan mata.
80
Selain itu, tingkat pencahayaan yang kurang juga dapat menimbulkan
keluhan kelelahan mata. sebagian besar responden bekerja dengan tingkat
pencahayan yang < 300 lux. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan
yang signifikan (p = 0,01) antara tingkat pencahayaan dengan keluhan
kelelahan mata. Menurut Santoso (2004) pencahayaan yang intensitasnya
rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan
keluhan pegal di sekitar mata. Sedangkan, Pencahayaan yang intensitasnya
kuat dapat menimbulkan kesilauan. Untuk itu diperlukan pencahayaan yang
cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaannya.
6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Guyton (1991) manusia pada umumnya dapat melihat objek
dengan jelas pada usia 20 tahun. Sedangkan pada usia kurang dari 40 tahun
kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar
dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun lensa akan
kehilangan kekenyalannya sehingga semakin tua usia seseorang daya
akomodasi akan semakin menurun. Daya akomodasi mata merupakan
kemampuan lensa untuk menebal dan menipis dan pada usia tua seseorang
cenderung mengalami keluhan kelelahan mata karena sulitnya kemampuan
lensa untuk menebal dan menipis.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang bekerja di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang sebagian besar berusia ≤ 40 tahun dan hanya 3,8% yang berusia
81
>40 tahun. Dari hasil uji statistik diketahui Pvalue = 0,135, artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata. Baik
pekerja yang berusia > 40 tahun maupun yang ≤ 40 tahun sama-sama
mengeluh kelelahan mata. Hal ini mungkin saja dipengaruhi kondisi
lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang kurang dan istirahat mata
yang kurang dilakukan oleh responden. Sejalan dengan pendapat Suma’mur
(1996) bahwa pencahayaan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata
dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
Selain itu, penulis berasumsi bahwa faktor beban kerja yang
menekankan pekerja memproyeksikan mata pada saat bekerja juga
mempengaruhi banyaknya keluhan yang terjadi pada pekerja. Baik pekerja
yang berusia > 40 tahun maupun yang berusia ≤ 40 mendapat beban pekerjaan
yang sama.
Ilyas (2008) juga menambahkan bahwa setelah membaca, seseorang
yang berusia 40 tahun atau lebih akan memberikan keluhan berupa mata lelah,
berair, bahkan sering terasa perih. Karena pekerjaan di bagian Outbound Call
ini banyak dilakukan dengan membaca dan memerlukan tingkat ketelitian
ekstra, banyak pekerja yang jarang melakukan istirahat mata sehingga
menambah jumlah keluhan kelelahan mata yang terjadi. Padahal, menurut
Zendi (2009) istirahat mata selama beberapa saat dapat menurunkan otot-otot
mata yang tegang pada saat bekerja sehingga cairan mata dapat disekresikan
dan mata menjadi basah.
82
6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4
jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Berdasarkan survei yang
dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika
menghabiskan waktu di depan komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja
yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau
69% dari total jam kerja mereka (Pascarelli, 2004).
Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa sebagian besar
responden melakukan istirahat mata. Responden yang tidak melakukan
istirahat mata dan mengeluh kelelahan mata sebanyak 82,4%. Dari hasil
analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara istirahat mata
dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,047. Hal ini menunjukkan bahwa
istirahat mata berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Pekerja yang
jarang mengistirahatkan matanya pada saat bekerja cenderung mengalami
keluhan kelelahan mata. Faktor lain yang mempengaruhi istirahat mata yaitu
pekerja terlalu sibuk dengan deadline pekerjaan sehingga istirahat mata yang
dilakukan tidak teratur. Adapun pekerja yang melakukan istirahat mata tetapi
mengalami keluhan kelelahan mata mungkin saja diakibatkan pekerja belum
memahami durasi ataupun metode istirahat yang efektif dilakukan disaat
bekerja dengan komputer.
Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu
mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat
menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan
83
sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi
jarang. Untuk itu upaya mengistirahatkan mata sangat perlu dilakukan
mengingat kegiatan yang dilakukan di bagian Outbound Call ini banyak
menggunakan komputer dan mata pekerja banyak difokuskan pada layar
monitor. Karena jadwal pekerjaan yang sibuk, pekerja hanya perlu
mengupayakan melakukan istirahat mata sejenak dengan melihat
pemandangan yang kontrasnya dapat menyejukkan mata atau dengan sering
mengedipkan mata secara rutin.
6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Ilyas (1988) kelainan refraksi atau ametropia adalah kelainan
pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada
retina. Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak terfokuskan di retina
sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang
jelas (James, 2006).
Dari hasil penelitian diketahui pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang sebagian besar tidak
memiliki kelainan refraksi. Dari 36,8% responden yang memiliki kelainan
refraksi mata dan 63,2% yang tidak memiliki kelainan refraksi mata, sebagian
besar mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa
antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata tidak terdapat
hubungan yang signifikan yaitu Pvalue = 0,982. Hal ini mungkin disebabkan
responden sudah mengoreksi keadaan mata mereka dengan baik sehingga
84
faktor kelainan refraksi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
Sebagian besar responden sudah mengetahui jenis kelainan refraksi dirinya
sehingga sudah melakukan koreksi yang tepat untuk keadaan matanya.
Namun, ada sebagian responden yang tidak melakukan koreksi mata karena
beranggapan bahwa jika tidak menggunakan kacamata berarti visus mata
mereka dalam keadaan normal sehingga sebagian pekerja ada yang tidak
terkoreksi visus matanya.
Penggunaan kacamata lebih baik dibandingkan dengan penggunaan
lensa kontak karena pada saat menggunakan komputer mata akan jarang
mengedip sehingga dalam suhu ruangan yang menggunakan AC mata akan
menjadi cepat kering. Pada responden yang memiliki kelainan refraksi
sebagian besar jarang yang menggunakan kontak lensa dan ketika melakukan
wawancara banyak responden yang mengetahui bahwa penggunaan lensa
kontak dalam ruangan berAC dapat membuat mata menjadi kering.
Mata yang normal akan menempatkan bayangan benda tepat di
retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat
melihat jauh. Responden yang memiliki kelainan refraksi akan
mengakomodasikan matanya secara optimal. Mata yang diakomodasikan
secara terus menerus akan menimbulkan kelelahan mata (Roestijawati,2007).
85
6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan
Mata
Pencahayaan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan
mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan.
Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya astenopia (kelelahan
mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisiensi membaca. Pencahayaan
tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan
yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan
produktivitas tenaga kerja (Aryanti, 2006). Menurut Santoso (2004),
pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan
kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Untuk itu
perlu diberikan pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang memerlukan
tingkat ketelitian yang tinggi yaitu paling sedikit 300 lux.
Hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar responden
bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux mengeluh kelelahan mata.
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan
keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,003. Hal ini sejalan dengan penelitian
Aryanti (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas
cahaya dengan keluhan kelelahan mata yaitu p = 0,011.
Distribusi pencahayaan di ruang bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang belum merata. Ada sebagian lampu dalam kondisi
padam dan belum ada perbaikan. Selain itu tata letak meja responden maupun
lampu yang belum tertata rapi sehingga ada sebagian responden yang jauh
86
dari pencahayaan yang memadai. Untuk responden yang bekerja dengan
tingkat pencahayaan > 300 lux, sebagian besar dekat dengan lampu dan
jendela yang merupakan pencahayaan alami. Untuk itu perlu diupayakan
penataan lampu yang sesuai dengan kebutuhan responden dan melakukan
pengecekan dan perawatan lampu secara berkala. Selain itu, diusahakan agar
jendela atau tirai dibuka selama bekerja guna mengotimalkan pencahayaan
alami sinar matahari.
6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Hanun (2008), monitor yang terlalu dekat dapat
mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan
penglihatan. Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer
berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm. Occupational Safety and Health
Association (OSHA) (1997) menyebutkan bahwa pada saat menggunakan
komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah
20-40 inci atau sekitar 50-100 cm. Pekerja yang dalam jangka waktu cukup
lama ketika bekerja dengan jarak monitor yang dekat akan menyebabkan mata
menjadi cepat lelah karena mata dipaksa berakomodasi pada jarak dekat.
Berdasarkan Hasil analisis diketahui bahwa sebagian besar responden
bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm. Responden yang bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm sebanyak 27,4% dan yang mengeluh sebanyak 72,4%. Dari
hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata yaitu Pvalue = 0,093. Hal
87
ini mungkin disebabkan kondisi tempat kerja yang sudah ergonomis. Meja
kerja sebagian besar didesain dengan menempatkan monitor pada jarak yang
lebih dari 50 cm. Selain itu, pada saat pengukuran jarak monitor pekerja
berada dalam kondisi kerja yang statis sehingga pada saat pengukuran jarak
tidak optimal. Responden yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm tetapi
tetap mengalami keluhan mungkin diakibatkan tingkat pencahayaan yang
kurang diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya.
Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan
tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan
tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sehingga walaupun jarak yang
digunakan pekerja sudah sesuai tetapi jika pencahayaan yang didapat tidak
optimal maka akan menimbulkan kelelahan mata.
Sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh American Optometric
Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tak jarang pekerja
kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama dalam jarak dekat
didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor
komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Jarak
antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering mengakibatkan
munculnya beragam penyakit mata. Dalam penelitian ini pekerja yang bekerja
dengan jarak < 50 cm maupun yang ≥ 50 cm sama-sama mengeluhkan
kelelahan mata. Hal ini mungkin disebabkan faktor Visual Display Terminal
(VDT) yang digunakan pekerja seperti kontras yang terlalu silau atau kurang
sehingga dapat menimbulkan kelelahan mata. seperti yang dikemukakan oleh
88
Fauzia (2004) bahwa VDT merupakan bagian layar monitor yang paling
berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama terhadap
kesehatan mata.
6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan
Kelelahan Mata
Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja
yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari
total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu
ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun
(Yanuar, 2009). Menurut Aryanti (2006), durasi kerja bagi seseorang
menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.
Rata-rata seseorang yang bekerja 8 jam/hari atau setelah bekerja
selama 4 jam diupayakan melakukan istirahat untuk merelaksasikan anggota
tubuh. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya
tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan
produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan
kecelakaan. Bagi pengguna komputer jika mata diproyeksikan secara terus
menerus akan menyebabkan mata cepat lelah.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden bekerja dengan
komputer > 4 jam sebanyak 59,4%. Dari 60,3% responden yang bekerja
>4jam dan 53,5% bekerja ≤ 4jam juga mengeluh kelelahan mata. Hasil
analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
89
antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata. Hal ini
mungkin disebabkan sebagian besar responden bekerja dengan komputer
dengan pencahayaan yang < 300 lux sehingga walaupun pekerja
menggunakan komputer yang > 4 jam maupun ≤ 4jam jika pencahayaan tidak
memadai maka akan berisiko terjadi kelelahan mata. Selain itu, penulis
berasusmsi bahwa ketika bekerja mungkin saja responden jarang
mengedipkan mata atau melakukan istirahat mata. Menurut Murtopo dan
Sarimurni (2005), pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali
sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.
Hasil survei penelitian yang dilakukan oleh American Optometric
Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa pekerja kantor yang
terlalu lama bekerja di depan komputer mengalami kelelahan mata dan
gelombang elektronik yang dihasilkan dari layar monitor menyebabkan
radiasi dan dapat mengganggu kesehatan mata. Responden yang walaupun
menggunakan komputer < 4 jam tetapi tetap saja mengalami keluhan mungkin
saja disebabkan karena radiasi yang dipancarkan dari layar monitor yang
tanpa pelindung. Pada pekerja di bagian Outbound Call keadaan layar
monitor tidak menggunakan kaca anti glare sehingga radiasi berdampak
langsung pada mata yang bisa menimbulkan kelelahan mata.
90
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
1. Gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011,
sebanyak 57,5% responden mengeluh kelelahan mata dan 42,5% tidak
mengalami keluhan kelelahan mata.
2. Gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi
mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011yaitu:
a. 96,2% responden yang bekerja di bagian Outbound Call berusia ≤ 40
tahun dan hanya 3,8% yang berusia > 40 tahun.
b. Pada saat bekerja dengan komputer Sebanyak 84% responden
melakukan istirahat mata dan 16% tidak melakukan istirahat mata.
c. Sebanyak 63,2% responden memiliki kelainan refraksi mata dan
36,8% tidak memiliki kelainan refraksi mata.
3. Gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011 bahwa sebagian besar responden bekerja dengan
tingkat pencahayaan < 300 lux.
91
4. Gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi penggunaan
komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 yaitu:
a. Sebanyak 72,6% responden bekerja menggunakan komputer dengan
jarak monitor ≥ 50 cm dan hanya 27,4% yang bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm.
b. Sebanyak 59,4% responden dalam bekerja menggunakan komputer >4
jam dan 40,6% bekerja < 4 jam.
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
6. Ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan
keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
8. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
92
10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi penggunaan komputer
dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tanggerang tahun 2011.
7.2 Saran
Bagi Perusahaan
1. Untuk mengurangi dampak kelelahan mata dan meminimalisir radiasi
perlu dipasang kaca anti glare pada layar monitor. Hal ini berguna pula
untuk mengurangi tingkat kesilauan dari layar monitor.
2. Dalam ruangan kerja diupayakan diletakkan benda-benda yang memiliki
kontras yang dapat menyejukkan mata seperti tanaman/pot ataupun
lukisan sehingga ketika bekerja pekerja dapat merelaksasikan mata dengan
memandang benda-benda tersebut.
3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mengetahui
kelainan refraksi mata sehingga dapat mencegah penyakit akibat kerja
terutama karena penggunaan komputer. Selain itu dilakukan pula
penyuluhan bagi pekerja mengenai ergonomi atau posisi kerja yang baik
selama menggunakan komputer.
4. Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di tempat kerja perlu
diupayakan memberikan penerangan yang memadai sesuai dengan standar
yaitu sebesar 300 lux, mengoptimalkan cahaya alami (cahaya dari sinar
matahari), dan melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam.
93
Selain itu perlu diperhatikan pula tata letak penempatan lampu agar
tingkat pencahayaan yang diterima pekerja merata.
Bagi Pekerja
1. Pekerja sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur dan
mengupayakan tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm.
2. Bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sebaiknya hindari
penggunaan lensa kontak karena kan menyebabkan mata cepat kering
sehingga berisiko untuk terjadi kelelahan mata.
Bagi Peneliti Lain
1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran kelelahan
mata dengan metode lain seperti Photostess Recovery Test, tes frekuensi
subjektif kerlipan mata atau tes uji waktu reaksi.
92
DAFTAR PUSTAKA
Agta, zendi. 2010. Menjaga kesehatan mata saat di depan komputer. Dari :
http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.
Amrizal. 2010. Penyakit Akibat dari Sering Menggunakan Komputer. Dari :
http://www.allaboutvision.com/cvs/irritated.htm. Diunggah pada tanggal 25
November 2010.
Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara dengan
Kelelahan Mata Karyawan pada bagian Administrasi di PT. Hutama Karya
Wilayah IV Semarang. Skripsi. Dari:
http://uppm.fkm.unes.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada
tanggal 20 September 2010.
Cameron, John R., et al. 1999. Physics of The Body. Diterjemahkan oleh dra.
Lamyarni I sardi, M.Eng. 2006. Jakarta: Sagung Seto.
Dewi, Yulyana Kusuma dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kelelahan Mata pada Operator Komputer Di Kantor Samsat Palembang
Tahun 2009. Skripsi. Dari :
http://uppm.fkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada
tanggal 15 Oktober 2010.
Fauzia, I. 2004. Upaya untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang
Menggunakan Komputer di RS “X”. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta..
Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan ke VII. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
--------------. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates
Ganong, William F., 2001. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh H.M. Djauhari
E. Edisi 9. Jakarta: buku kedokteran EGC.
Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational
Ergonomics, 4th
Edition London: Taylor & Francis.
Guyton, CA. 1991. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC.
Haeny,. Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata
pada. Skripsi. Dari: http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-
5700-Analisis%20faktor-Literatur.pdf. Diunggah pada tanggal 23 September
2009.
93
Hana, Liliana. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display
Terkait Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Menggunakan
Komputer di Ruang Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant,
Bulan Desember Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat
Universitas Indonesia Jakarta.
Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer
untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR
Tahun 2008. Tesis.
Dari:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01bb/.../d
oc.pdf. Diunggah pada tanggal 23 November 2009.
Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
--------------. 1988. Penyakit Mata (Ringkasan dan Istilah). Jakarta: PT. Pustaka
Utama Grafiti.
James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes on Ophthalmology. Jakarta: Erlangga.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI. 2002. Persyaratan dan
Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran.
Muninjaya, AA. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Murtopo, Ichwan dan sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap
Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi, volume 6 No. 2 ; 153-163.
Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer
Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
OSHA. 1997. Working Safety with Video Display Terminal a Dozen Things You
Should Know about Eyestrain. Dari : http://www.osha.gov. Diunggah pada
tanggal 20 September 2010.
Pascarelli, Emil. 2004. Dr. Pascarelli’s Complete Guide to Repetitive Strain Injury
(RSI). Navta Associates, Inc. New Jersey.
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher
Inc.
P.K., Suma’mur. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
CV. Haji Masagung.
94
--------------------. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko
gunung Agung.
Prayitno, Budi. 2008. Hubungan Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Kelurahan Pondok Cina Depok Tahun 2008 (Studi
pada Rental Komputer, Warung Internet, dan game On-Line). Skripsi.
Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia Jakarta.
Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display
Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Kerja Vol. 34 No. 1/154 edisi
Januari – Febuari 2007.
Sabri, Luknis dan Sutanto Priyo Haryono . 2009. Statistik Kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta: Rajawali Pers.
Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Santoso, Insap. 2009. Interaksi Manusia dan Komputer. Edisi 2. Yogyakarta: ANDI.
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.
SNI 16-7062-2004.
Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan
Produktivitas. UNIBA Press, Surakarta.
Wasisto, S.W. 2005. Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. Dari :
http://www.wahana.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.
Yanuar, Dwi. 2010. Komputer dan Dampaknya bagi Kesehatan. Dari :
http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.
LAMPIRAN 2
A. Hasil Analisis Univariat
Keluhan Kelelahan Mata
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Mengeluh 61 57.5 57.5 57.5
Tidak mengeluh 45 42.5 42.5 100.0
Total 106 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid >40 tahun 4 3.8 3.8 3.8
≤40 tahun 102 96.2 96.2 100.0
Total 106 100.0 100.0
Istirahat Mata
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 17 16.0 16.0 16.0
Ya 89 84.0 84.0 100.0
Total 106 100.0 100.0
Kelainan Refraksi Mata
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada kelainan 39 36.8 36.8 36.8
tidak ada kelainan 67 63.2 63.2 100.0
Total 106 100.0 100.0
Tingkat Pencahayaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ≤300 lux 93 87.7 87.7 87.7
>300 lux 13 12.3 12.3 100.0
Total 106 100.0 100.0
LAMPIRAN 2
Durasi Penggunaan Komputer
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid > 4 jam 63 59.4 59.4 59.4
<= 4 jam 43 40.6 40.6 100.0
Total 106 100.0 100.0
Jarak Monitor
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <50 centimeter 29 27.4 27.4 27.4
>=50 centimeter 77 72.6 72.6 100.0
Total 106 100.0 100.0
LAMPIRAN 2
B. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
usia >40 tahun Count 4 0 4
% within usia 100.0% .0% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
6.6% .0% 3.8%
≤40 tahun Count 57 45 102
% within usia 55.9% 44.1% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
93.4% 100.0% 96.2%
Total Count 61 45 106
% within usia 57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.067a 1 .080
Continuity Correctionb 1.527 1 .217
Likelihood Ratio 4.536 1 .033
Fisher's Exact Test .135 .105
Linear-by-Linear Association 3.038 1 .081
N of Valid Casesb 106
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.789 1.506 2.126
N of Valid Cases 106
2. Hubungan Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
LAMPIRAN 2
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
istirahat mata Tidak Count 14 3 17
% within istirahat mata 82.4% 17.6% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
23.0% 6.7% 16.0%
Ya Count 47 42 89
% within istirahat mata 52.8% 47.2% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
77.0% 93.3% 84.0%
Total Count 61 45 106
% within istirahat mata 57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.100a 1 .024
Continuity Correctionb 3.962 1 .047
Likelihood Ratio 5.580 1 .018
Fisher's Exact Test .031 .020
Linear-by-Linear Association 5.052 1 .025
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,22.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for istirahat mata (Tidak / Ya)
4.170 1.120 15.526
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.559 1.161 2.094
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.374 .131 1.069
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 2
3. Hubungan Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
kelainan refraksi ada kelainan Count 23 16 39
% within kelainan refraksi 59.0% 41.0% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
37.7% 35.6% 36.8%
tidak ada kelainan Count 38 29 67
% within kelainan refraksi 56.7% 43.3% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
62.3% 64.4% 63.2%
Total Count 61 45 106
% within kelainan refraksi 57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .051a 1 .821
Continuity Correctionb .001 1 .982
Likelihood Ratio .052 1 .820
Fisher's Exact Test .842 .492
Linear-by-Linear Association .051 1 .821
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,56.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kelainan refraksi (ada kelainan / tidak ada kelainan)
1.097 .493 2.443
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.040 .744 1.454
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.948 .595 1.510
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 2
4. Hubungan Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstabulation
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
tingkat pencahayaan <300 lux Count 59 34 93
% within tingkat pencahayaan
63.4% 36.6% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
96.7% 75.6% 87.7%
>=300 lux Count 2 11 13
% within tingkat pencahayaan
15.4% 84.6% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
3.3% 24.4% 12.3%
Total Count 61 45 106
% within tingkat pencahayaan
57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.782a 1 .001
Continuity Correctionb 8.904 1 .003
Likelihood Ratio 11.239 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 10.680 1 .001
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,52.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for tingkat pencahayaan (<300 lux / >= 300 lux)
9.544 1.996 45.629
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
4.124 1.142 14.893
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.432 .303 .616
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 2
5. Hubungan Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
jarak monitor <50 centimeter Count 21 8 29
% within jarak monitor 72.4% 27.6% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
34.4% 17.8% 27.4%
>=50 centimeter Count 40 37 77
% within jarak monitor 51.9% 48.1% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
65.6% 82.2% 72.6%
Total Count 61 45 106
% within jarak monitor 57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.612a 1 .057
Continuity Correctionb 2.823 1 .093
Likelihood Ratio 3.733 1 .053
Fisher's Exact Test .078 .045
Linear-by-Linear Association 3.578 1 .059
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,31.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jarak monitor (<50 centimeter / >=50 centimeter)
2.428 .959 6.148
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.394 1.022 1.902
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.574 .305 1.082
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 2
6. Hubungan Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
durasi penggunaan komputer > 4 jam Count 38 25 63
% within durasi penggunaan komputer
60.3% 39.7% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
62.3% 55.6% 59.4%
<= 4 jam Count 23 20 43
% within durasi penggunaan komputer
53.5% 46.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
37.7% 44.4% 40.6%
Total Count 61 45 106
% within durasi penggunaan komputer
57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .488a 1 .485
Continuity Correctionb .248 1 .618
Likelihood Ratio .487 1 .485
Fisher's Exact Test .550 .309
Linear-by-Linear Association .483 1 .487
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,25.
b. Computed only for a 2x2 table
LAMPIRAN 2
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for durasi penggunaan komputer (> 4 jam / <= 4 jam)
1.322 .604 2.893
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.128 .800 1.589
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.853 .548 1.327
N of Valid Cases 106
1
LEMBAR OBSERVASI
NO JARAK KONDISI MATA PENCAHAYAAN
Merah Berair
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
2
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
3
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
LAMPIRAN 1
Kuesioner Penelitian
Keluhan Kelelahan Mata di Gedung Graha Telkom BSD Tanggerang
Tahun 2011
Assalamualaikum Wr.Wb/ selamat pagi/ siang/ sore
Teriring salam dan doa semoga Bapak/Ibu selalu diberikan kesuksesan dalam
menunaikan tugas keseharian. Saya :
Nama : Siti Maryamah
NIM : 106101003356
Mahasiswi yang sedang melaksanakan tugas akhir perkuliahan Program Studi Sarjana
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memohon kesediaan
Bapak/Ibu untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini dengan lengkap. Setiap data
yang Anda isikan pada kuesioner ini dijamin kerahasiaannya.
Petunjuk Pengisian:
1. Berilah tanda ceklist (√) pada kolom/kotak yang disediakan untuk setiap
jawaban yang Anda isikan.
2. Jika jawaban bukan merupakan pilihan, maka isilah pada garis bawah
(________) yang tersedia.
LAMPIRAN 1
No. Responden
LEMBAR KUESIONER
A. Karakteristik Responden
A1. Nama :
A2. No. Handphone :
A3. Tanggal Lahir :
A4. Apakah anda menggunakan kacamata?
Ya
Tidak
A5. Apakah Anda menggunakan kacamata/kontak lensa?
Ya
Tidak
(Jika “Tidak”, lanjut ke pertanyaan A7)
A6. Jenis kacamata apakah yang anda gunakan saat bekerja?
Kacamata minus/plus (coret yang tidak perlu)
Kacamata bifokus
Kontak lensa
Tidak ada
A7. Apakah Anda sering mengistirahatkan mata Anda ketika bekerja dengan komputer?
Ya
Tidak
A8. Seberapa sering Anda mengistirahatkan mata Anda?
Sangat sering (> 3 kali dalam satu jam)
LAMPIRAN 1
Sering (1-2 kali dalam satu jam)
Tidak sama sekali
B. Karakteristik Pekerjaan
B1. Apa pekerjaan Anda?
B2. Berapa lama rata-rata anda bekerja (x) dalam ruang kantor dalam 1 hari?
________________ jam
B3. Berapa lama rata-rata anda bekerja menggunakan komputer di kantor?
________________ .jam
B4. Apakah anda juga sering menggunakan komputer diwaktu istirahat kantor?
________________ jam
B4. Berapa lama Anda bekerja/bermain menggunakan komputer diluar jam kantor (setelah
pulang kantor/libur) dalam sehari? ___________________ jam
C. Karakteristik Lingkungan Kerja
C1. Apakah dengan pencahayaan ruang kerja Anda sekarang sudah cukup nyaman bagi anda
untuk menyelesaikan pekerjaan Anda?
Ya
Tidak
C2. Bagaimana keadaan kualitas pencahayaan di tempat kerja Anda?
Terlalu terang
Cukup terang
Kurang terang
LAMPIRAN 1
D. Keluhan Kelelahan Mata
D1. Apakah Anda mengalami gangguan atau gejala seperti di bawah ini (setelah
menggunakan komputer)?
Keluhan Ya Tidak
Mata terasa tegang
Penglihatan kabur
Penglihatan rangkap/ganda
Mata merah
Mata terasa pedih
Mata berair
Mata terasa gatal
Sakit kepala
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia usaha dan dunia kerja, kesehatan kerja berkontribusi dalam
mencegah kerugian dengan cara mempertahankan, meningkatkan derajat
kesehatan dan kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek
buruk pajanan hazard di tempat kerja (yaitu hazard yang bersumber dari
lingkungan kerja, kondisi pekerjaan, pengorganisasian pekerjaan dan budaya
kerja), juga berkontribusi dalam membentuk perilaku hidup sehat dan perilaku
kerja yang kondusif bagi keselamatan dan kesehatannya (Kurniawidjaja, 2008).
Tenaga kerja yang bekerja dalam suatu perusahaan perlu mendapatkan
perlindungan, yang meliputi perlindungan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan
moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia seutuhnya
(Haniatun, 2005).
Manusia sebagai sumber daya utama dalam dunia usaha memiliki peranan
penting. Administrasi berkaitan erat dengan peran manusia sebagai sumber daya
utama dalam suatu organisasi atau perusahaan. Administrasi adalah ilmu atau seni
yang mempelajari kerja sama sekelompok orang dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam melaksanakan pekerjaan administrasi tidak
sama dengan melaksanakan fungsi tata usaha. Melaksanakan pekerjaan
administrasi sama dengan melaksanakan semua fungsi administrasi yang meliputi
2
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai dengan fungsi pengawasan.
(Muninjaya, 2004).
Salah satu pekerjaan di bagian Administrasi ialah bagian Outbound Call
yang disibukkan dengan proses input data. Dalam proses input data banyak
dilakukan kegiatan mengetik menggunakan komputer untuk memudahkan
melakukan pekerjaan. Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Pemakaian komputer biasanya menghabiskan
waktu berjam-jam, terutama bagi pekerja yang menggunakan komputer sebagai
alat bantu kerja utama. Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata
waktu kerja yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau
69% dari total 8 jam kerja (Wasisto, 2005).
Kemajuan dunia komputer berdampak positif bagi manusia. Tetapi kadang
dampak negatif penggunaan komputer sering tidak diperhatikan oleh pekerja.
Salah satu hal yang paling mudah diamati adalah dampak komputer bagi
kesehatan individu pemakainya. Secara luas, memang dikenal beberapa gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh pemakaian komputer, antara lain Repetitive
Stress/Strain Injury (RSI), Computer Vision Sindrome (CVS), dan Medan
Elektromagnetik. Computer Vision Sindrome (CVS) sendiri merupakan kelelahan
mata yang dapat mengakibatkan sakit kepala, penglihatan seolah ganda,
penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, dan berbagai masalah
penglihatan lainnya (Yanuar, 2009).
3
CVS tentunya dapat mengurangi produktivitas dan efisiensi pekerja.
(Adriono, 2009). American Optometric Association dan Federal Occupational
Safety and Health Administration meyakini bahwa CVS di masa mendatang akan
menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan.
Menurut Pascarelli (2004), dikatakan bahwa 60 juta orang menderita
masalah mata dan yang jumlahnya meningkat 1 juta per tahun. Sebagian besar
pekerjaan dilakukan oleh mata pada saat menggunakan komputer. Sehingga
sebagian CVS terjadi karena gambar di layar komputer terus-menerus kembali
diproyeksikan pada frekuensi cepat (refresh rate).
Dalam dunia nyata, mata selalu digunakan untuk melihat semua bentuk
tiga dimensi. Dalam sistem komputer yang menggunakan layar dua dimensi, mata
kita “dipaksa’ untuk dapat mengerti bahwa objek pada layar tampilan yang
sesungguhnya berupa objek dua dimensi harus dipahami sebagai objek tiga
dimensi dengan teknik-teknik tertentu (Santoso, 2009).
Jarak antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering
mengakibatkan munculnya beragam penyakit mata. Sebuah penelitian survei yang
dilakukan oleh American Optometric Association (AOA) pada tahun 2004
menyebutkan bahwa tak jarang pekerja kantor mengalami kelelahan mata akibat
terlalu lama di depan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan
monitor komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata.
Radiasi komputer dapat menyebabkan kelelahan mata dan gangguan mata
lainnya, dan masalah visual lainya yang timbul adalah soal gangguan sakit kepala
4
dan sakit leher atau bahu. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna komputer
ternyata lebih jarang mengedipkan mata. Padahal kedipan mata sangat penting
untuk mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi
kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit, atau
seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa berat (Kangarul, 2009).
Selain itu, menurut Soewarno (1992) dalam (Ariyanti, 2006) menyebutkan
bahwa penerangan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan mata
(Astenopia) dan sebaliknya, penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan
kesilauan. Untuk itu, dibutuhkan penerangan yang memadai agar bisa mencegah
terjadinya kelelahan mata. Menurut Budiono (2008) pengguna komputer yang
mengoperasikan komputer dengan pencahayaan kurang dari 300 lux, berisiko
sebesar 10,7 kali mengalami kelelahan mata dibanding penguna komputer dengan
pencahayaan lebih atau sama dengan 300 lux.
Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa penerangan yang
memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya
kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata sebagai akibat tegangan yang terus
menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara
permanen, tetapi dapat menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering
istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu
produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan
menurunkan produktivitas kerja (Pheasant, 1991).
5
Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Optometri Amerika pada tahun 2004
menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan munculnya
kelelahan mata, yaitu jenis atau karakteristik monitor komputer, serta adanya
kelainan refraksi atau pembiasan pada pengguna. Kemudahan seseorang untuk
dapat melihat suatu objek kerja di lingkungan kerja, menurut Pheasant (1991)
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat pencahayaan (illumination
levels), ukuran objek kerja, bentuk objek kerja, kekontrasan, lama waktu untuk
melihat objek kerja, dan jarak melihat objek kerja. Menurut Santoso (2009) faktor
yang dapat mempengaruhi kelelahan mata diantaranya adalah faktor
pencahayaan, suhu, kelembaban, dan istirahat mata. Guyton (1991) menyebutkan
bahwa usia pekerja juga mempengaruhi untuk terjadinya kelelahan mata. Usia
juga berpengaruh sebagaimana disebutkan oleh Suma’mur (1996) bahwa
ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia terutama pada
tenaga kerja yang berusia lebih dari 40 tahun.
Dalam penelitian Dewi, dkk (2009) menunjukkan bahwa 73,3% dari 30
responden merasakan keluhan pada mata. Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh
responden akibat kelelahan mata sebagian besar terjadi pada saat bekerja
sebanyak 60,8% dan setelah bekerja sebanyak 40,2%. Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara lama penggunaan komputer
dengan kelelahan mata pada operator komputer pelayanan pajak di Kantor Samsat
Palembang tahun 2009.
6
Gedung Graha Telkom merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di
bidang telekomunikasi yang berada di bawah naungan PT. Telkom. Dalam
melaksanakan kegiatan perusahaan, bagian Outbound Call sangat disibukkan
dengan kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan komputer. Bagian
Outbound Call melakukan pengelolaan Customer Relation Management (CRM)
melalui aktivitas outbound contact center dengan memanfaatkan teknologi
komunikasi terkini melalui telepon, sms, email, website, dan chatting yang
terkomputerisasi.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dari 30 responden,
72,5 % responden atau 24 orang merasakan adanya keluhan pada saat bekerja
menggunakan komputer. Keluhan akibat kelelahan mata yang paling banyak
dirasakan ialah sakit kepala sebanyak 50%, penglihatan kabur sebanyak 40%,
mata terasa gatal sebanyak 40%, dan mata terasa pedih sebanyak 37%.
Hasil studi pendahuluan menunjukkan lebih dari sebagian responden
mengeluhkan adanya gejala kelelahan mata. Berdasarkan National Institute for
Occupational Safety and Health (NIOSH) (1999), gejala keluhan kelelahan mata
ditandai dengan mata merah, berair, perih, gatal/kering, mengantuk, tegang,
pandangan kabur, penglihatan rangkap, sakit kepala, dan kesulitan fokus. Adanya
gejala kelelahan mata dapat mengganggu kesehatan mata terutama pada pekerja
kantor yang banyak melakukan aktifitas di depan komputer. Bagian Outbound
call merupakan bagian yang banyak melakukan aktivitas pekerjaan dengan
menggunakan komputer terutama untuk melakukan panggilan kepada pelanggan
7
menggunakan database yang tersedia di komputer dan melakukan input data
pelanggan. Untuk itu, peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.
1.2 Rumusan Masalah
Teknologi komputer merupakan teknologi tinggi yang belakangan ini
berkembang sangat pesat di tengah pesatnya teknologi informasi dan komunikasi.
Penggunaan komputer secara berlebihan dapat meningkatatkan risiko kesehatan
kerja seperti gangguan kesehatan mata. Salah satu gangguan kesehatan mata
diantaranya adalah kelelahan mata.
Penggunaan teknologi dan telekomunikasi sangat berkaitan erat. Gedung
Graha Telkom yang bergerak dalam bidang telekomunikasi melakukan kegiatan
perusahaan dengan menggunakan teknologi komputer. Bagian Outbound Call
merupakan bagian yang melakukan input data dengan banyak melakukan
kegiatan pekerjaan menggunakan komputer.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang, sebanyak 72,5 % dari 30 responden
merasakan adanya keluhan kelelahan mata pada saat bekerja menggunakan
komputer. Keluhan yang dirasakan diantaranya ialah sakit kepala, penglihatan
kabur, mata terasa gatal, dan responden merasakan pedih pada mata.
8
Penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam menyelesaikan pekerjaan
selain memberikan dampak positif juga dapat memberikan dampak negatif seperti
kelelahan mata. Untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan komputer
yang menyebabkan kelelahan mata, penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di
bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
2. Bagaimana gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan
refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
3. Bagaimana gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan)
pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang tahun 2011?
4. Bagaimana gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi
penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
5. Apakah faktor usia pekerja berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011?
9
6. Apakah faktor istirahat mata berhubungan dengan keluhan kelelahan mata
pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang tahun 2011?
7. Apakah faktor kelainan refraksi mata berhubungan dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
8. Apakah faktor tingkat pencahayaan berhubungan dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
9. Apakah faktor jarak monitor berhubungan dengan keluhan kelelahan mata
pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang tahun 2011?
10. Apakah faktor durasi penggunaan komputer berhubungan dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang tahun
2011.
10
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
2. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata,
kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat
pencahayaan) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
4. Diketahuinya gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi
penggunaan komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
5. Diketahuinya hubungan antara faktor usia dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
6. Diketahuinya hubungan antara faktor istirahat mata dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
7. Diketahuinya hubungan antara faktor kelainan refraksi mata dengan
keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
11
8. Diketahuinya hubungan antara faktor tingkat pencahayaan dengan
keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound
Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
9. Diketahuinya hubungan antara faktor jarak monitor dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
10. Diketahuinya hubungan antara faktor durasi penggunaan komputer
dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
Memberikan informasi bagi perusahaan dalam bidang prespektif
kesehatan dan keselamatan kerja khususnya mengenai keluhan kelelahan
mata serta dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam upaya
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi
pekerja.
1.5.2 Bagi Program Studi
Menambah bahan kepustakaan dan pengembangan keilmuan bagi
civitas akademik terutama mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan keluhan kelelahan mata.
1.5.3 Bagi Peneliti
12
Sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya terutama
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang dilaksanakan pada bulan Mei 2011. Sampel pada
penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan
menggunakan metode penelitian cross sectional (potong lintang). Untuk
mengetahui variabel-variabel yang berhubungan dilakukan uji statistik
berdasarkan sumber data yang diperoleh yakni berupa data primer dan sekunder.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelelahan
Definisi kelelahan menurut Tarwaka, dkk (2004) adalah suatu mekanisme
perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga
terjadi pemulihan setelah istirahat. Pada setiap individu, istilah kelelahan biasanya
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu tetapi semuanya
bermuara pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan
tubuh.
Grandjean, (1993) dalam Tarwaka, dkk (2004) mengklasifikasikan
kelelahan ke dalam dua jenis yaitu kelelahan umum dan kelelahan otot. Kelelahan
umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang
disebabkan oleh pekerjaan yang monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, serta
keadaan lingkungan. Sedangkan kelelahan otot merupakan perasaan nyeri pada
otot atau tremor yang terjadi pada otot.
2.2 Mata
2.2.1 Fisiologi Mata
Mata terletak dalam bantalan lemak yang dapat meredam
goncangan. Diameter bola mata manusia ± 2,5 cm. Mata dapat bekerja
secara efektif menerima cahaya dengan rentang intensitas yang sangat lebar
sekitar 10 milyar cahaya. Mata juga memiliki sistem pengendali tekanan
14
otomatis yang mempertahankan tekanan internalnya untuk
mempertahankan bentuk bola mata yaitu sekitar 1,6 kPa (12 mmHg).
Sumber: http:www.biotechfordummies.com
Gambar 2.1
Anatomi Mata
Bagian-bagian yang terdapat pada mata manusia diantaranya:
a. Kelopak mata
Kelopak mata merupakan bagian pelindung bola mata karena
berfungsi sebagai proteksi mekanis pada bola mata anterior yang
menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan kornea sehingga dapat
mencegah mata menjadi kering (Cameron, et al, 2006).
b. Retina
Pada retina terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang
sangat peka terhadap cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna dan
15
berfungsi untuk melihat pada siang hari. Sedangkan sel kerucut kurang
peka terhadap cahaya dan dapat membedakan warna serta berfungsi
untuk melihat pada malam hari,
Selain itu, terdapat dua buah bintik yaitu bintik kuning (fovea)
dan bintik buta (blind spot). Pada fovea terdapat sejumlah sel saraf
kerucut sedangkan pada blind spot tidak terdapat sel batang maupun sel
kerucut. Suatu objek dapat dilihat dengan jelas apabila bayangan objek
tersebut tepat jatuh pada fovea. Bintik kuning (fovea) berperan dalam
penglihatan untuk melihat objek yang lebih kecil seperti kegiatan
membaca huruf kecil (Cameron, et al, 2006)
c. Lensa
Lensa berbentuk bikonveks dan transparan serta terletak
dibelakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus zonula. Lensa
memiliki pembungkus lentur yang ditopang di bawah tegangan oleh
serat-serat penunjang. Lensa mata berfungsi untuk mengatur banyaknya
cahaya yang masuk sehingga cahaya yang jatuh tepat difokuskan pada
binting kuning retina.
Saat seseorang melihat objek yang jauh, otot mata yang
berfungsi memfokuskan bayangan berelaksasi, tegangan ini menjaga
agar lensa tetap tipis dan berada pada dayanya yang paling rendah, dan
mata berfokus pada objek jauh. Sedangkat saat seseorang melihat objek
yang dekat, lensa mata akan menebal (Cameron, et al, 2006).
16
d. Kornea
Kornea memiliki ketebalan ± 0,5 mm. Kornea memfokuskan
bayangan dengan membiaskan atau membelokkan berkas cahaya.
Besarnya pembiasan (refraksi) bergantung pada kelengkungan
permukaannya dan kecepatan cahaya pada lensa dibandingkan pada
benda sekitar (indeks bias relatif).
Indeks bias hampir konstan untuk semua kornea, tetapi
kelengkungan cukup bervariasi pada setiap orang dan berperan besar
dalam gangguan penglihatan. Apabila kornea terlalu melengkung, mata
akan berpenglihatan dekat. Sedang jika kelengkungan pada kornea
kurang maka mata akan berpenglihatan jauh. Untuk kelengkungan yang
tidak merata akan menyebabkan astigmatisme (Cameron, et al, 2006).
e. Iris
Iris membentuk pupil di bagian tengahnya, suatu celah yang
dapat berubah ukurannya dengan kerja otot sfingter dan dilator untuk
mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata. Iris memiliki lapisan
batas anterior yang tersusun dari fibroblast dan kolagen serta stroma
selular dimana otot sfingter terletak di dalamnya yang dipersarafi oleh
sistem saraf parasimpatis (James, et al, 2006).
f. Pupil
Bulatan hitam yang ada di tengah-tengah adalah pupil. Pupil
dapat mengecil sehubungan dengan fungsinya sebagai pengatur
kebutuhan cahaya yang diperlukan mata untuk membantu proses
17
penglihatan secara optimal. Dalam pengamatan iridiologi, pupil yang
tertekan ke bawah merupakan indikasi adanya ketegangan syaraf yang
berat. Selain itu, pupil yang membesar dan melebar merupakan indikasi
kelelahan saraf atau deplesi (Hiru, 2004).
g. Alat-alat penggerak bola mata
Gerakan bola mata bersifat ritmis dan harmonis. Terdapat enam
macam otot penggerak bola mata, yaitu:
1. musculus rektus internus (medius), menggerakkan bola mata ke
arah medial
2. Musculus rektus externus (lateralis), menggerakkan bola mata ke
arah lateral/temporal. Pada saat berkontraksi menyebabkan mata
menjadi axis (abduksi)
3. Musculus rektus superior, berfungsi menarik bola mata ke atas
4. Musculus rektus inferior, berfungsi menarik bola mata ke bawah
5. Musculus oblique superior, berfungsi menarik bola mata ke arah
nasal bawah dan menyebabkan mata berputar ke arah dalam
(endorotasi)
6. Musculus oblique inferior, berfungsi menarik bola maat ke arah
nasal atas dan menyebabkan mata berputar keluar (eksirotasi)
(Ganong, 2001).
18
2.2.2 Proses Kerja Mata
Mata adalah alat indera kompleks yang berevolusi dari bintik-bintik
yang peka terhadap sinar pada permukaan invertebrata. Di dalam wadahnya
yang protektif, setiap mata memiliki lapisan reseptor, sistem lensa yang
memfokuskan cahaya ke reseptor tersebut, serta sistem saraf yang
menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Haeny, 2009).
Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya
melalui bagian kornea, yang kemudian dibiaskan oleh aqueus humor ke
arah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata
dikontrol secara otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak,
bukaan pupil akan mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit
bukaan pupil akan membesar.
Pupil akan meneruskan cahaya ke bagian lensa mata. Oleh lensa,
cahaya difokuskan ke baian retina melalui vitreous humour. Cahaya
ataupun objek yang telah difokuskan pada retina, merangsang sel saraf
batang dan kerucut untuk bekerja dan hasil kerja ini diteruskan ke serat
saraf optik, ke otak dan kemudian otak bekerja untuk memberi tanggapan
sehingga menghasilkan penglihatan. Sel saraf batang bekerja untuk
penglihatan dalam suasana kurang cahaya, misalnya pada malam hari.
Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana
terang. Misalnya pada siang hari (Mendrofa, 2003) dalam (Haeny, 2009).
19
2.2.3 Kelainan Refraksi Mata
Menurut Ilyas (2008), hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan
oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan
kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan
oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang
sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah macula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata
emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada
keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar pada mata
sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada retina. (Ilyas, 1988).
Kelainan refraksi mata terjadi karena bayangan yang dibiaskan tidak tepat
di macula lutea tanpa bantuan akomodasi. Kelainan ini disebut pula
ametropia (Haeny, 2009). Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak
terfokuskan di retina sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk
mendapatkan penglihatan yang jelas (James, 2006).
Hasil penelitian (Hana, 2008) dari 98 responden, 46 diantaranya
mempunyai gangguan penglihatan dan 52 pekerja tidak mempunyai
gangguan penglihatan serta 82% diantaranya mengalami gejala kelelahan
mata. Pekerja dengan gangguan mata terpaksa harus menggunakan
kacamata untuk memperjelas penglihatannya.
20
Menurut Ilyas (2008) terdapat empat tipe umum ametropia yaitu:
1) Miopia (rabun dekat)
Terjadi bila kekuatan optik mata terlalu tinggi (biasanya karena
bola mata yang panjang) dan sinar cahaya pararel difokuskan di depan
retina.
2) Hipermetropia atau Hyperopia (rabun jauh)
Kekuatan optik mata terlalu rendah (biasanya karena mata
terlalu pendek) dan sinar cahaya pararel mengalamai konvergensi pada
titik di belakang retina.
3) Astigmatisme
Kekuatan optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama.
Sinar cahaya pararel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke
titik fokus yang berbeda.
4) Presbiopia (penglihatan tua)
Terjadi akibat hilang akomodasi. Akibat gangguan akomodasi
ini maka seseorang yang berusia lebih dari 40 tahun atau lebih, akan
memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata lelah, berair
dan sering terasa perih.
Kelainan refraksi dilakukan dengan memeriksa tajam penglihatan
mata satu per satu. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan kartu
snallen. Kartu snallen adalah kartu yang terdiri dari deretan huruf atau
angka dengan ukuran berjenjang sesuai ukuran snallen dan dipakai untuk
menguji tajam penglihatan. Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan
21
kartu snallen pada jarak 6 meter di depan pasien. Pasien dengan kondisi
mata normal akan mampu membaca dengan jelas baris ke-7 dari urutan
baris huruf kartu snallen pada jarak 6 meter, baris ke-6 pada jarak 9 meter,
dan akhirnya baris pertama pada jarak 60 meter. Pada jarak-jarak tersebut
seluruh huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 5 menit dan kaki-kaki
huruf membentuk sudut penglihatan sebesar 1 menit. Mata normal
diharapkan mempunyai tajam penglihatan 6/6, yaitu baris snallen yang ke-
7 dapat dilihat dengan jelas pada jarak 6 meter.
2.3 Kelelahan Mata
2.3.1 Definisi
Menurut Suma’mur (1996) kelelahan mata timbul sebagai stress
intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada
pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai
akibat ketidaktepatan kontras.
Kelelahan mata adalah ketegangan pada mata dan disebabkan oleh
penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang memerlukan
kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang biasanya
disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman (Pheasant (1991)
dalam (Haeny (2009)).
Kelelahan mata dikenal sebagai tegang mata atau Astenophia yaitu
kelelahan ocular atau ketegangan pada organ visual dimana terjadi
gangguan pada mata dan sakit kepala berhubungan dengan penggunaan
22
mata secara intensif. Keletihan visual menggambarkan seluruh gejala-
gejala yang terjadi sesudah stress berlebihan terhadap setiap fungsi mata,
diantaranya adalah tegang otot siliaris yang berakomodasi saat memandang
objek yang sangat kecil dalam jarak yang sangat dekat.
Menurut Ilyas (2008) terdapat tiga jenis Astenophia yaitu
Astenophia Acomodatif, Astenophia Muscullar, dan Astenophia
Neurastenik. Astenophia yang terjadi pada pekerja di bagian administrasi
tergolong ke dalam Astenophia Acomodatif yang disebabkan oleh kelelahan
otot siliaris akibat daya akomodasi.
2.3.2 Gejala-gejala Kelelahan Mata
Menurut Ilyas (2008), kelelahan mata disebabkan oleh stress yang
terjadi pada fungsi penglihatan. Stress pada otot akomodasi dapat terjadi
pada saat seseorang berupaya untuk melihat pada objek berukuran kecil
dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada kondisi demikian,
otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih dipaksakan.
Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar
sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi
kelelahan mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang
berlebihan dalam lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup
lama. Tanda-tanda kelelahan mata diantaranya:
1. Iritasi pada mata (mata pedih, merah, dan mengeluarkan airmata).
2. Penglihatan ganda (double vision).
23
3. Sakit sekitar mata.
4. Daya akomodasi menurun.
5. Menurunnya ketajaman penglihatan, kepekaan terhadap kontras dan
kecepatan persepsi.
Sedangkan menurut (Pheasant, 1991) gejala-gejala kelelahan mata
diantaranya:
1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata dan di belakang bola mata.
2. Pandangan kabur, pandangan ganda dan susah dalam memfokuskan
penglihatan.
3. Pada mata dan pelupuk mata terasa perih, kemerahan, sakit dan mata
berair yang merupakan ciri khas terjadinya peradangan pada mata.
4. Sakit kepala, kadang-kadang disertai dengan pusing dan mual serta
terasa pegal-pegal atau terasa capek dan mudah emosi.
Keadaan mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari
monitor, koreksi penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan
ukuran huruf yang kecil, keadaan kontras yang tidak seimbang antara teks
dan latar belakang, kejapan pada monitor yang nyata dan mata yang kering.
Penglihatan yang kabur dapat disebabkan oleh perubahan fisilogis (akibat
proses penuaan atau penyakit). Hal ini juga dapat diakibatkan karena
melihat benda secara terus menerus dengan jarak 12 inchi dan membaca
dengan cahaya yang kurang. Mata kering dan iritasi. Keadaan ini terjadi
jika kekurangan cairan untuk menjaga kelembaban mata dan berkurangnya
intensitas refleks kedipan mata. Jumlah kedipan mata bervariasi sesuai
24
dengan aktivitas yang sedang dilakukan dan akan berkurang saat sedang
berkonsentrasi. Mata menjadi merah dan berair, disebabkan karena pada
saat menggunakan komputer mata diproyeksikan terus menerus dengan
melihat layar monitor sehingga jumlah kedipan menjadi berkurang
(Amrizal, 2010).
2.3.3 Pengukuran Kelelahan Mata
Pengukuran kelelahan mata dapat dilakukan antara lain:
a. Photostress Recovery Test
Kelelahan mata dapat diukur dengan menggunakan Photostress
Recovery Test yaitu suatu tes yang dilakukan untuk mengevaluasi
fungsi adaptasi retina sesudah suatu perubahan mendadak. Pengukuran
yang dilakukan didasarkan pada reaksi fotokimia yang terjadi pada
retina terhadap rangsangan cahaya tergantung pada metabolisme aktif
sel retina dan hubungan sel photoreceptor dan retinal pigmen
ephithelium. Faktor utama yang menentukan keadaan adaptasi terang
dan gelap di retina adalah peristiwa pemucatan dan resintesa pigmen
penglihatan. Efek cahaya pada retina adalah memucatkan pigmen
penglihatan.
Pengukuran dilakukan dengan memberikan penyinaran pada
mata menggunakan senter atau (penlight) berkekuatan 3 volt dengan
jarak 2 cm dari mata. Stimulasi ini akan memucatkan 24%-86% pigmen
penglihatan (Marsida, 1999) dalam (Hanun, 2008).
25
b. Tes Frekuensi Subjektif Kelipan Mata (Flicker Fusion Eyes Test)
Frekuensi kerlingan mulus (flicker fusion Frequency) dari mata
adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan
cahaya kontinue. Tes dilakukan dengan cara menguji responden
melalui kemampuan kedipan yang dimulai dari lambat (frekuensi
rendah), kemudian perlahan-lahan dinaikkan semakin cepat dan cahaya
tersebut dianggap bukan cahaya kedipan lagi, melainkan sebagai
cahaya yang kontinue (mulus). Frekuensi ambang/batas dari kelipan
itulah disebut “frekuensi kelipan mulus”. Jika seseorang dalam keadaan
tidak lelah, frekuensi ambang itu 2 Hertz jika memakai cahaya pendek
atau 0,6 Hertz jika memakai cahaya siang (day light). Sedangkan, jika
seseorang dalam keadaan lelah, maka angka frekuensi berkurang dari 2
Hertz atau 0,6 Hertz. Pada seseorang yang lelah sekali atau setelah
menghadapi pekerjaan monoton, angka frekuensi kerling mulus bias
antara 0,5 Hertz atau lebih dibawah frekuensi kerling mulus dari orang
yang sedang dalam keadaan tidak lelah (Suyatno, 1985) dalam
(Tarwaka dkk, 2004).
Tes frekuensi subjektif kelipan mata juga dapat dipakai untuk
mengukur kelelahan kerja. Selain itu, uji kelipan mata ini untuk
menunjukkan keadaaan kewaspadaan tenaga kerja (Tarwaka dkk,
2004).
26
c. Tes Uji Waktu Reaksi
Selang waktu antara pemberian rangsangan sampai dengan
timbulnya jawaban disebut waktu reaksi. Pada manusia, waktu reaksi
untuk refleks regang misalnya refleks ketok lutut adalah 19-24 ms.
Sedangkan waktu reaksi terhadap sinar adalah waktu reaksi reseptor
penglihatan, pengolahan informasi sistem syaraf dan penghantaran
sinyal hingga terjadinya gerak oleh sistem motorik.
Pada alat ukur waktu reaksi menggunakan lampu indikator
berupa LED (Light Emiting Diode) warna tunggal dan empat buah
berwarna (biru, hujau, kuning dan merah). Pengukuran dengan
menggunakan lampu indikator empat warna ini dimaksudkan untuk
mengamati hubungan antara waktu reaksi terhadap warna sumber
cahaya, sebab menurut teori Young-Helmholt terdapat tiga jenis sel
kerucut dalam retina yang masing-masing peka terhadap warna tertentu
(Ganong, 2001).
Selain itu, kelelahan mata juga dapat didiagnosis dari keluhan
pasien yang mengeluh penglihatan kabur, penglihatan ganda, mata terasa
panas, nyeri, gatal, dan berair, nyeri kepala, pusing dan mual ingin muntah,
penglihatan warna berubah atau menurun. Sedangkan untuk gejala objektif
seperti berupa mata merah akan ditemukan pada kelelahan mata (NIOSH,
1999) dalam (Budi, 2008).
27
2.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan Mata
2.4.1 Pencahayaan
Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik
memungkinkan tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya
secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Selain itu,
penerangan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata dengan
berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
Pencahayaan tempat kerja yang memadai baik yang alami atau
buatan memegang peranan yang cukup penting dalam upaya peningkatan
kesehatan, keselamatan dan produktivitas tenaga kerja. Baik tidaknya
pencahayaan di suatu tempat kerja selain ditentukan oleh kuantitas atau
tingkat iluminasi yang menyebabkan objek dan sekitarnya terlihat jelas
tetapi juga oleh kualitas dari pencahayaan tersebut diantaranya
menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya, tipe dan tingkat
kesilauan. Demikian pula dekorasi tempat kerja khususnya mengenai
warna dari dinding, langit-langit, peralatan kerja ikut menentukan tingkat
penerangan di tempat kerja (Aryanti, 2006).
Fungsi utama pencahayaan di tempat kerja adalah untuk
menerangi objek pekerjaan agar terlihat secara jelas, mudah dikerjakan
dengan cepat, dan produktivitas dapat meningkat. Pencahayaan di tempat
kerja harus cukup. Pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor
lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan
28
pegal di sekitar mata. Pencahayaan yang intensitasnya kuat akan dapat
menimbulkan kesilauan. Penerangan baik rendah maupun kuat bahkan
akan menimbulkan kecelakaan kerja (Santoso, 2004).
1) Sumber Pencahayaan
Berdasarkan sumbernya pencahayaan dibedakan menjadi dua
yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Aryanti, 2006).
1. Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan
oleh sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang
kuat tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan
dari sumber matahari dirasa kurang efektif dibandingkan dengan
pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat
memberikan intensitas cahaya yang tetap.
2. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan
oleh sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan
alami tidak memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh
pencahayaan alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan.
Pencahayaan buatan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis
pekerjaan.
29
b. Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan
pada tempat kerja.
c. Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap
menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan
tidak menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu
pekerjaan.
2) Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan dibedakan menjadi dua bagian, yakni
General lighting dan Local lighting. General lighting digunakan untuk
pencahayaan menyeluruh atau sistem pencahayaan yang digunakan
untuk mendapatkan pencahayaan yang merata. Contohnya seperti
penerangan yang biasa dipasang di langit-langit ruangan kerja.
Sedangkan Local lighting digunakan untuk memberikan nilai
aksen pada suatu bidang atau lokasi tertentu tanpa memperhatikan
kerataan pencahayaan. Penerangan lokal biasa digunakan khusus untuk
menerangi sebagian ruangan dengan sumber cahaya dan biasanya berada
dekat dengan permukaan yang diterangi. Contohnya lampu yang
terpasang pada meja pekerja (Haeny, 2009).
Sistem pencahayaan lokal ini diperlukan khususnya untuk
pekerjaan yang membutuhkan ketelitian. Kerugian dari sistem
pencahayaan ini dapat menyebabkan kesilauan, maka local lighting
perlu dikoordinasikan dengan general lighting (Aryanti, 2006).
30
3) Pengukuran Pencahayaan
Pencahayaan diukur dengan menggunakan alat lux meter dan
dinyatakan dalam satuan lux (Suma’mur, 1996). Penilaian pencahayaan,
menggunakan alat ukur light meter atau lux meter untuk mengukur
intensitas cahaya. Alat ini terdiri atas sebuah fotosel sensitif yang
menimbulkan arus listrik pada cahaya jatuh pada permukaan sel ini.
Pengukuran intensitas penerangan perlu dilakukan meliputi intensitas
penerangan umum dan lokal. Pada penerangan umum perlu dilakukan di
seluruh ruangan tempat kerja termasuk mesin dan ruangan kosong. Pada
penerangan lokal dilakukan pengukuran di tempat (obyek) yang ingin
diketahui intensitasnya (Santoso, 2004).
4) Hal-hal yang Berkaitan dengan Pencahayaan
Menurut Suma’mur (1996), faktor yang menentukan
pencahayaan diantaranya:
a. Luminansi
Luminansi (luminance) adalah banyaknya cahaya yang
dipantulkan oleh permukaan obyek. Besaran ini mempunyai satuan
lilin/meter persegi. Semakin besar luminansi suatu obyek, rincian
obyek yang dapat dilihat oleh mata akan semakin bertambah.
Diameter bola mata akan semakin mengecil sehingga akan
meningkatkan kedalaman fokusnya.
31
b. Kontras
Kontras adalah hubungan antara cahaya yang dipancarkan
oleh suatu obyek dan cahaya dari latar belakang obyek tersebut.
Kontras didefinisikan sebagai selisih antara luminansi objek dengan
latar belakangnya dibagi dengan luminansi latar belakang. Nilai
kontras positif akan diperoleh jika cahaya yang dipancarkan oleh
sebuah obyek lebih besar disbanding dengan yang dipancarkan oleh
latar belakangnya. Nilai kontras negatif dapat menyebabkan obyek
yang sesungguhnya “terserap” oleh latar belakang, sehingga menjadi
tidak Nampak. Jadi, obyek dapat mempunyai kontras positif atau
negatif tergantung dari luminansi obyek itu terhadap luminansi latar
belakangnya.
c. Kecerahan
Kecerahan (brightness) adalah tanggapan subyektif pada
cahaya. Tidak ada arti khusus dari tingkat kecerahan seperti pada
luminansi dan kontras, tetepi luminansi yang tinggi berimplikasi pada
kecerahan yang tinggi pula.
d. Kesilauan
Kesilauan dapat terjadi apabila perbedaan luminansi melebihi
perbandingan 40:1, namun pada umumnya terjadi karena keterbatasan
kemampuan mata dalam melihat. Permukaan permukaan tempat kerja
perlu dijaga dari kesilauan yang mungkin dapat mengganggu pekerja.
32
e. Arah Pencahayaan
Dalam mengatur pencahayaan secara baik, sumber-sumber
cahaya yang cukup jumlahnya sangat berguna. Cahaya-cahaya dari
berbagai arah dapat meniadakan adanya gangguan yang terjadi oleh
bayangan.
5) Nilai Ambang Batas (NAB) Pencahayaan
Menurut Santoso (2004) Nilai Ambang Batas (NAB) digunakan
sebagai rekomendasi dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan
kerja sebagai upaya pencegahan pada dampak kesehatan. NAB
pencahayaan ditetapkan menurut Peraturan Menteri Perburuhan No. 7
tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan serta
penerangan dalam tempat kerja (pasal 14) sebagai berikut:
1. Pencahayaan yang cukup untuk halaman dan jalan-jalan dalam
lingkungan perusahaan, paling sedikit 20 lux.
2. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan
barang-barang kasar, paling sedikit 50 lux.
3. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan
barang-barang kecil secara sepintas lalu, paling sedikit 100 lux.
4. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang hanya membedakan
barang-barang kecil yang agak teliti, paling sedikit 200 lux.
5. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan secara
teliti barang-barang yang kecil dan halus, paling sedikit 300 lux.
33
6. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan
barang-barang yang halus dengan kontras yang sedang dan waktu
yang lama, paling sedikit 500-1000 lux.
7. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang membedakan
barang-barang yang sangat halus dan kontras yang sangat kurang
untuk waktu yang lama, paling sedikit 1000 lux.
Selain itu, sumber cahaya yang dipergunakan harus
menghasilkan kadar pencahayaan yang tetap dan menyebar serata
mungkin serta tidak boleh berkedip-kedip.
Grandjean (1988) menyusun rekomendasi tingkat penerangan
pada tempat-tempat kerja dengan komputer berkisar antara 300-700 lux
seperti berikut:
Tabel 2.1
Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja dengan
Komputer
Keadaan Pekerja Tingkat Pencahayaan (lux)
Kegiatan Komputer dengan
sumber dokumen yang
terbaca jelas
Kegiatan Komputer dengan
sumber dokumen yang tidak
terbaca jelas
Tugas memasukan data
< 400
400-500
> 500-700
Sumber: (Grandjean, 1988)
34
2.4.2 Suhu dan Kelembaban
Suhu dan kelembaban menjadi faktor yang sangat penting
dalam kulitas udara untuk kenyamanan kerja seseorang. (Santoso, 2009).
Kelembaban adalah kandungan air dalam udara. Tingkat
kelembaban adalah kandungan air dalam udara yang dinyatakan dengan
prosentasi, dengan titik jenuh dari temperatur tersebut dinyatakan dengan
100%. Semakin hangat udara, maka lebih banyak air yang terkandung
dalam udara. Kelembaban yang tinggi cenderung membuat seseorang
merasa lebih panas daripada kelembaban yang rendah. Selain itu, jika
suhu terus naik, ketidaknyamanan meningkat dan gejala seperti
kelelahan, kekakuan, dan sakit kepala dapat muncul. (Shoftwati, 2009)
Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor
penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan lembab akan
menurunkan produktivitas kerja, juga akan membawa dampak negatif
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. (Santoso, 2004).
Cuaca kerja adalah kombinasi dari suhu udara, kelembaban
udara, kecepatan gerakan, dan suhu radiasi. Efisiensi kerja sangat
dipengaruhi cuaca kerja dalam lingkungan kerja yang nyaman, tidak
dingin maupun panas. Suhu yang nyaman berkisar antara 240C – 26
0C
bagi orang-orang Indonesia. Suhu panas terutama berakibat menurunnya
prestasi kerja dan daya pikir. Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan
keluhan kaku atau kurangnya koordinasi otot. Selain itu, suhu terlalu
35
rendah dapat mengakibatkan keluhan-keluhan dan kadang-kadang diikuti
meningkatnya penyakit pernafasan. (Suma’mur, 1996)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1405/Menkes/SK/XI tahun 2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara
Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran bahwa suhu
udara ruangan perkantoran berkisar antara 18-280C, sedang untuk
kelembaban berkisar antara 40%-60%. Agar ruang kerja perkantoran
memenuhi persyaratan kesehatan perlu dilakukan upaya-upaya
diantaranya bila suhu udara ruangan melebihi 280C perlu dipasang Air
Conditioner (AC), kipas angin , dan sebagainya.
Suhu udara diukur dengan termometer. Penggunaan termometer
sangat luas sekali antara lain mengukur suhu tubuh, mengukur suhu
udara, mengukur suhu ruang, dan sebagainya (Gabriel, 2001).
2.4.3 Usia
Menurut NASD (National Aging Safety Database) usia yang
semakin lanjut, mengalami kemunduran dalam kemampuan mata untuk
mendeteksi lingkungan. Hal ini akan meningkatkan risiko kecelakaan.
Di usia 20 tahun, manusia pada umumnya dapat melihat objek
dengan jelas. Sedangkan pada usia 45 tahun kebutuhan terhadap cahaya
empat kali lebih besar. Pada usia 60 tahun, kebutuhan cahaya yang
diperlukan untuk melihat jauh lebih besar dibandingkan usia 45 tahun
karena pada usia 45-50 tahun daya akomodasi mata menjadi berkurang.
36
Daya akomodasi merupakan kemampuan lensa mata untuk menebal atau
menipis sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar bayangan jatuh tepat
di retina (Guyton, 1991).
Ketajaman penglihatan berkurang menurut bertambahnya usia.
Pada tenaga kerja berusia lebih dari 40 tahun, visus jarang ditemukan 6/6,
melainkan berkurang (Suma’mur, 1996).
Haeny (2009) menyebutkan bahwa semakin tua seseorang, lensa
semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin
berkurang dan otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan
mata. Sebaliknya, semakin muda seseorang. Kebutuhan cahaya akan
lebih sedikit dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan
mengalami kelelahan mata lebih sedikit.
Selain itu, menurut Ilyas (2008) usia juga berpengaruh terhadap
daya akomodasi. Semakin tua usia seseorang, daya akomodasi akan
semakin menurun. Jarak terdekat dari suatu benda agar dapat dilihat
dengan jelas dikatakan “titik dekat” atau punktum proksimum. Pada saat
ini mata berakomodasi sekuat-kuatnya atau berakomodasi maksimum.
Sedangkan jarak terjauh dari benda agar masih dapat dilihat dengan jelas
dapat dikatakan bahwa benda terletak pada titik jauh atau punktum
remotum dan pada saat ini mata tidak berakomodasi atau lepas
akomodasi. Korelasi antara daya akomodasi dan usia dapat dilihat dalam
Tabel 2.2 berikut.
37
Tabel 2.2
Korelasi antara Usia dan Daya Akomodasi
2.4.4 Durasi Penggunaan Komputer
Computer Vision Syndrome (CVS) dapat muncul segera setelah
pemakaian komputer dalam jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam.
Berbagai gejala yang timbul pada pekerja komputer yang bekerja dalam
waktu lama selain diakibatkan oleh cahaya yang masuk ke mata, juga
diakibatkan karena mata seorang pekerja komputer berkedip lebih sedikit
dibandingkan pekerja mata normal pekerja biasa sehingga menyebabkan
mata menjadi kering dan terasa panas (Wasisto, 2005).
Durasi kerja bagi seseorang menentukan tingkat efisiensi dan
produktivitas kerja. Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada
umumnya 6-8 jam. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan
tersebut biasanya tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya
terlihat penurunan produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya
kelelahan, penyakit dan kecelakaan (Aryanti, 2006).
Berdasarkan survei yang dilakukan di Amerika tahun 2004
bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika menghabiskan waktu di depan
Umur (Tahun) Titik Dekat (cm)
10 7
20 10
30 14
40 22
50 40
60 200
Sumber: (Ilyas, 2008)
38
komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja yang digunakan untuk
bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau 69% dari total jam
kerja mereka (Pascarelli, 2004).
Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat,
sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Keadaan ini
terutama sejalan dengan menurunnya kadar gula di dalam darah. Untuk
itu, diperlukan waktu istirahat dan asupan makanan untuk kembali
meninggikan kadar bahan bakar di dalam tubuh (Yanuar, 2009).
2.4.5 Istirahat mata
Menurut Anshel (1996) dalam Nourmayanti (2009) ada tiga
jenis istirahat bagi pengguna komputer, diantaranya:
1. Micro break yaitu mengistirahatkan mata selama 10 detik setiap 10
menit bekerja, dengan cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti
dengan mengedipkan mata secara relaks.
2. Mini break yaitu mengistirahatkan mata setiap setengah jam selama
lima menit dengan cara berdiri dan melakukan peregangan tubuh.
Selain itu, lakukan juga melihat jauh dengan objek yang berbeda-
beda.
3. Maxi break yaitu mengistirahatkan mata dengan melakukan kegiatan
seperti jalan-jalan, bangun dari tempat kerja, minum kopi atau teh dan
makan siang.
39
Setelah bekerja dengan komputer perlu mengistirahatkan mata
sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat menyejukkan mata
secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan sering jauh lebih
bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi jarang
(Santoso, 2009).
Perubahan fokus pada mata adalah cara lain untuk memberikan
otot mata kesempatan istirahat. Pekerja hanya membutuhkan memandang
ruangan atau ke arah luar jendela beberapa saat dan melihat objek yang
jaraknya kurang lebih 2 kaki (OSHA, 1997).
Bila pekerja terlalu lama melihat dalam jarak dekat maka
pekerja perlu mengalihkan pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau
istirahat mata selama beberapa saat setiap 30 menit dapat menurunkan
ketegangan dan menjaga mata tetap basah (Zendi, 2009).
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni, 2005) perlu dilakukan istirahat
selama 15 menit terhadap pemakaian komputer selama dua jam.
Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong rantai
kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna
komputer. Selain itu, pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4
kali sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.
40
2.5 Komputer
2.5.1 Bagian-bagian komputer
Komputer terdiri atas 2 bagian besar yaitu perangkat lunak
(software) dan perangkat keras (hardware). Selain itu, komputer terdiri
dari Central Processing Unit (CPU) dan Visual Display Terminal (VDT).
CPU disebut juga sebagai prosesor yakni unit yang mengolah data. VDT
adalah alat untuk presentasi visual dan informasi yang disimpan secara
elektronik. VDT merupakan bagian layar monitor yang paling
berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama
terhadap kesehatan mata.
Cara kerja VDT umumnya berdasarkan penggunaan sebuah
Cathode Ray Tube (CRT) dan layar yang berfungsi sebagai televisi.
Terdapat VDT jenis lain yang menggunakan plasma dan Elektro
Luminance Display (ELD) atau Liquid Crystal Display (LCD) yang saat
ini banyak dipergunakan.
VDT dan CRT terdiri atas katoda yang berfungsi sebagai
sumber elektron untuk mengatur intensitas sinar elektron, dan satu seri
anoda yang terdiri atas dua atau tiga anoda, yang berfungsi untuk
mempercepat, memfokuskan dan mengatur sinar elektron. Iluminasi
yang dipancarkan oleh VDT besarnya 791,28 lumen/m2 sampai 4,396
lumen/m2 (Fauzia, 2004).
Bagian-bagian yang penting dalam perangkat komputer ialah
keyboard dan mouse. Keyboard adalah Alat input yang digunakan untuk
41
mengetik informasi ke dalam komputer dan menjalankan berbagai intruksi
atau perintah ke dalam komputer. Keyboard merupakan sebuah papan
yang terdiri dari tombol-tombol untuk mengetikkan kalimat dan simbol-
simbol khusus lainnya pada komputer. Mouse atau tetikus merupakan
salah satu peranti interaktif yang paling banyak digunakan. Mouse
berfungsi untuk menempatkan kursor pada posisi tertentu di layar
komputer serta mengaktifkan menu pilihan pada suatu program aplikasi
deangan cara mengklik tombol mouse. (Santoso, 2009).
2.5.2 Jarak Monitor Komputer
Kelelahan mata dapat terjadi apabila mata difokuskan pada
objek yang berjarak dekat dalam waktu yang lama karena otot-otot mata
harus bekerja lebih keras untuk melihat objek yang berjarak sangat dekat,
terutama jika disertai dengan pencahayaan yang menyilaukan. Jika
seseorang bekerja melihat objek bercahaya di atas dasar berwarna pada
jarak dekat secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu
mengakibatkan mata harus berakomodasi dalam jangka waktu yang lama
sehingga terjadi penurunan daya akomodasi mata (Roestijawati, 2007).
Menurut Occupational Safety and Health Association (OSHA)
(1997) pada saat menggunakan komputer jarak antara mata pekerja
dengan layar sekurang-kurangnya adalah 20-40 inch atau sekitar 50-100
cm.
Monitor yang terlalu dekat dapat mengakibatkan mata menjadi
tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan penglihatan. Jarak ergonomis
42
antara layar monitor dengan pengguna komputer berkisar antara 50 cm
sampai dengan 60 cm (Hanun, 2008).
2.6 Kerangka Teori
Beberapa penelitian mengenai keluhan kelelahan mata pada pekerja yang
menggunakan komputer telah banyak dilakukan. Dalam penelitian Dewi (2009),
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelelahan mata pada operator komputer
diantaranya usia, lama penggunaan komputer, istirahat mata, dan intensitas
penerangan. Menurut (Santoso, 2009) faktor pencahayaan, suhu, kelembaban,
dan istirahat mata. Usia (Guyton, 1991), kelainan refraksi (Asosiasi Optometri
Amerika, 2004) dan jarak melihat monitor (Pheasant 1991) juga berhubungan
dengan keluhan kelelahan mata. Suswanto (1993) dalam Aryanti (2006)
menambahkan faktor durasi kerja, beban kerja dan posisi pandang.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh beberapa sumber, maka
kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
43
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Keluhan Kelelahan Mata
Faktor Manusia:
Usia
Kelainan refraksi
Istirahat mata
Faktor Lingkungan:
Intensitas
penerangan
Suhu
Kelembaban
Faktor Pekerjaan:
Jarak monitor
Durasi kerja
Beban kerja
Posisi pandang
44
46
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini bersumber pada beberapa
kerangka teori yang menyebutkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi
kelelahan mata diantaranya adalah faktor pencahayaan, suhu dan kelembaban,
dan istirahat mata (Santoso, 2009), usia (Guyton, 1993), kelainan refraksi
(Asosiasi Optometri Amerika, 2004), jarak melihat monitor (Pheasant 1991).
Selain itu, faktor durasi penggunaan komputer, beban kerja dan posisi
pandang juga berhubungan dengan keluhan kelelahan mata (Suswanto (1993)
dalam Aryanti (2006)). Untuk faktor suhu dan kelembaban udara tidak
dimasukkan karena suhu udara menggunakan Air Conditioner (AC) yang
diatur secara sentral dengan suhu 21°C-23°C sehingga suhu dan kelembaban
di setiap ruangan relatif sama. Faktor beban kerja dan posisi pandang juga
tidak ikut dimasukkan karena desain kerja yang menempatkan monitor
komputer di posisi depan sehingga pekerja hanya memandang ke arah depan.
Kerangka konsep terdiri dari variabel dependent (variabel terikat) dan
variabel independent (variabel bebas). Variabel dependent atau variabel
terikat adalah kelelahan mata. Sedangkan yang digolongkan ke dalam variabel
independent terdiri atas faktor pekerja (usia, istirahat mata, dan kelainan
refraksi mata), faktor lingkungan kerja (tingkat pencahayaan), dan faktor
pekerjaan (jarak monitor dan durasi penggunaan komputer). Hubungan antara
45
47
variabel dependent dan variabel independent tersebut dapat dilihat pada
Bagan 3.1 berikut:
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Faktor Pekerja
- Usia
- Istirahat mata
- Kelainan refraksi mata
Keluhan Kelelahan Mata
Faktor Pekerjaan
- Jarak monitor
- Durasi penggunaan
komputer
Faktor Lingkungan
Kerja
- Tingkat pencahayaan
48
46
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Dependent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Kelelahan mata
Keluhan gangguan kesehatan
mata yang dirasakan pekerja.
Gejala keluhan kelelahan mata
diantaranya:
- Mata tegang
- Penglihatan kabur
- Penglihatan rangkap/ganda
- Mata merah
- Mata perih
- Mata berair
- Mata gatal/kering
- Sakit kepala
(NIOSH, 1999) dalam (Haeny,
2009)
Membagikan
kuesioner
pada pekerja
Kuesioner 1. Ya (jika
mengalami satu
atau lebih gejala
kelelahan mata)
2. Tidak (jika tidak
mengalami satupun
gejala kelelahan
mata)
Ordinal
No. Variabel Independent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Usia Jumlah tahun yang dihitung mulai
karyawan lahir sampai dengan
dilakukannya penelitian.
Membagikan
kuesioner
pada pekerja
Kuesioner 1. > 40 tahun
2. ≤ 40 tahun
(Suma’mur 1996)
Ordinal
45
47
No. Variabel Independent Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
2. Istirahat mata Kegiatan mengistirahatkan mata
dari layar monitor setiap satu jam
sekali dan bersifat akumulatif.
Membagikan
kuesioner
pada pekerja
Kuesioner 1. Tidak
2. Ya
(Josefina,1999
dalam Nourmayanti
2009)
Ordinal
3. Kelainan refraksi mata Ada tidaknya gangguan mata
berupa gangguan penglihatan
seperti rabun jauh, rabun dekat,
dan sebagainya.
Membagikan
kuesioner
pada pekerja
Kuesioner 1. Ada kelainan
2. Tidak ada
kelainan
Ordinal
4. Tingkat pencahayaan Jumlah cahaya yang diterima di
area titik dilakukannya
pengukuran yaitu di tempat
didirikannya meja dan komputer,
dinyatakan dalam lux.
Mengukur
langsung
dengan direct
reading
instrument
Lux meter 1. < 300 Lux
2. ≥ 300 Lux
Ordinal
5. Jarak monitor Jarak yang diukur antara mata
pekerja dengan layar monitor.
Mengukur Penggaris/me
teran
1. < 50 cm
2. ≥ 50 cm
Ordinal
6. Durasi penggunaan komputer Waktu yang digunakan pekerja
selama bekerja dengan komputer.
Wawancara Kuesioner 1. > 4 jam
2. ≤ 4 jam
Ordinal
48
46
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun
2011.
2. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
3. Ada hubungan antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
4. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
5. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011.
6. Ada hubungan antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang tahun 2011.
49
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelititian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional atau potong lintang, dimana pengumpulan data serta pengukuran
variabel independen dan variabel dependen diambil pada waktu yang bersamaan.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan Juni
2011 di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai
(BSD) Tangerang.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya akan
diduga (Sabri dan Sutanto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan
bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang yang berjumlah
142 orang. Seluruh karyawan menggunakan komputer selama bekerja.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang nilai dan karakteristiknya
diselidiki atau diukur (Sabri dan Sutanto, 2006). Pemilihan sampel dalam
penelitian ini menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi tersebut
yaitu karyawan Graha Telkom yang bekerja di bagian Outbound Call dan berada
di dalam ruangan pada saat dilakukan pengukuran serta dalam keadaan sehat
50
(tidak sedang sakit atau baru sembuh dari sakit yang menimbulkan gejala keluhan
kelelahan mata). Sedangkan untuk kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang
memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan karena beberapa sebab antara
lain respoonden menolak ikut penelitian dan responden tidak hadir pada saat
penelitian.
Perhitungan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus uji
hipotesis beda dua proporsi mengingat bahwa tujuan penelitian adalah untuk
menguji hipotesis. Dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa
proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor < 50 cm
adalah 81,8% (P1) dan proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan
jarak monitor ≥ 50 cm adalah 92,5% (P2) (Nourmayanti, 2009). Pada penelitian
ini, tingkat kepercayaan yang diinginkan peneliti sebesar 95% dengan
menggunakan derajat kemaknaan 5% dengan kekuatan uji 90%. Rumus besar
sampel dan uji hipotesis beda dua proporsi adalah sebagai berikut:
n = {Z1-α/2 √2 P(1 – P) + Z1-β√P1(1 – P1) + P2(1 – P2)}2
(P1 – P2)2
Keterangan :
n = Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z1-α/2 = Derajat kemaknaan 5% (two tail) = 1,96
Z1-β = Kekuatan uji 90%
P = (P1 + P2) / 2 = (0,87)
51
P1 = proporsi pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata dengan jarak
monitor < 50 cm adalah 0,818
P2 = proporsi pekerja yang mengalami kelelahan mata dengan jarak monitor ≥ 50
cm adalah 0,925
Berdasarkan rumus diatas maka besar sampel yang dibutuhkan yaitu
sebesar :
n = { [1,96 x √2 x 0,87 (1-0,87] + [1,28 x √0,818 (1-0,818) + 0,925 (1-0,925)] }2
(0,818–0,925) 2
n = 48
Besar sampel adalah 48 orang pada masing-masing kelompok, sehingga
total sampel adalah 96 orang (2x 48orang). Untuk menghindari missing maka
ditambahkan 10 orang sehingga besar sampel yang dibutuhkan adalah 106 orang.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
1. Kuesioner
Kuesioner digunakan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata, faktor
pekerja dan faktor pekerjaan dengan cara menyebarkan kuesioner dan
melakukan pengisian kuesioner oleh pekerja.
2. Lux meter
Alat ini digunakan untuk mengukur tingkat pencahayaan dan menggunakan
satuan lux.
52
3. Mistar
Mistar digunakan untuk mengukur jarak monitor dengan mata pekerja yang
dihitung dengan satuan centimeter. Jarak monitor diukur mulai dari tengah
layar monitor sampai ke mata pekerja.
4.5 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
data primer dan data sekunder
1. Data Primer
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner
yang terdiri dari beberapa item pertanyaan yang berkaitan dengan variabel
dependen dan independen serta observasi. Kuesioner yang digunakan dalam
penelitian ini sebelumnya pernah digunakan oleh Hana (2008). Pertanyaan dalam
kuesioner sesuai dengan variabel yang diteliti yaitu:
a. Keluhan Kelelahan Mata
Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menggunakan
kuesioner yang terdiri dari daftar checklist gejala keluhan kelelahan mata. Jika
responden menjawab atau memberi checklist pada salah satu gejala maka
responden tersebut memiliki salah satu gejala keluhan kelelahan mata. Selain
itu dilakukan pula pemeriksaan gejala keluhan kelelahan mata berupa mata
merah dan berair.
53
b. Usia
Penghitungan usia pekerja dihitung mulai pekerja itu lahir sampai
dengan dilakukannya penelitian. Penghitungan ini dilakukan dengan
menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden atau pekerja. Jika usia
pekerja telah melebihi 6 bulan, maka pada usia pekerja dilakukan pembulatan
penghitungan menjadi satu tahun.
c. Istirahat Mata
Istirahat mata diketahui dengan kuesioner berupa pertanyaan mengenai
pola istirahat yang dilakukan oleh pekerja selama bekerja menggunakan
komputer.
d. Kelainan Refraksi Mata
Ada tidaknya kelainan refraksi mata yang berupa gangguan
penglihatan seperti rabun jauh, rabun dekat, dan sebagainya diukur dengan
menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada pekerja.
e. Durasi Penggunaan Komputer
Durasi penggunaan komputer adalah waktu yang digunakan oleh pekerja
menggunakan komputer selama bekerja baik itu kegiatan mengetik ataupun
membaca didepan komputer diketahui dengan menggunakan kuesioner.
Untuk variabel yang dilakukan dengan pengukuran langsung antara lain:
f. Tingkat Pencahayaan
Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur tingkat
pencahayaan, adapun cara untuk mengukurnya adalah :
- Pastikan alat dalam kondisi “ON”
54
- Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan
mengarah pada sumber cahaya.
- Lalu dilakukan pembacaan display pada tiap titik lokasi sampel dan
dibandingkan dengan standard yang ada untuk perkantoran yakni minimal
100 lux dan untuk kegiatan yang membutuhkan ketelitian minimal 300
lux.
Pada saat dilakukan pengukuran, operator harus berhati-hati agar tidak
menimbulkan bayangan dan jangan menimbulkan pantulan cahaya yang
disebabkan oleh pakaian operator.
g. Jarak Monitor
Jarak monitor diukur langsung menggunakan penggaris atau meteran
yang dihitung dalam satuan centimeter (cm). Jarak Pengukuran dihitung mulai
dari mata pekerja sampai dengan titik tengah layar monitor.
2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari penulusuran dokumen-dokumen terkait
dengan perusahaan seperti gambaran umum perusahaan, data jumlah
karyawan, laporan-laporan serta data-data lainnya yang terkait dengan
penelitian.
4.6 Pengolahan Data
1. Coding
Sebelum dimasukkan ke komputer, dilakukan proses pemberian kode
pada setiap variabel yang telah terkumpul untuk memudahkan dalam
55
pengolahan selanjutnya. Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk
huruf menjadi data berbentuk angka/bilangan berfungsi untuk mempermudah
pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saat proses entry data.
Pengkodean dimulai dari bilangan 1 sampai 2 diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Keluhan Kelelahan Mata: 1 = Mengeluh, 2 = Tidak mengeluh
b. Usia: 1 = > 40 tahun, 2 = ≤ 40 tahun
c. Kelainan Refraksi Mata: 1 = Ada kelainan, 2 = Tidak ada kelainan
d. Istirahat Mata: 1 = Tidak, 2 = Ya
e. Tingkat Pencahayaan: 1 = < 300 lux, 2 = ≥ 300 lux
f. Jarak Monitor: 1 = < 50 cm, 2 = ≥ 50 cm
g. Durasi Penggunaan Komputer: 1 = > 4 jam, 2 = ≤ 4 jam
2. Editing
Data yang telah dikumpulkan dan dikoding melalui kuesioner dan
pengukuran diperiksa kelengkapan dan kebenarannya terlebih dahulu seperti
kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, dan konsistensi pengisian. Setiap
jawaban meliputi variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata dan hasil
variabel independen yaitu usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, dan
durasi penggunaan komputer serta hasil pengukuran dari tingkat pencahayaan
dan jarak monitor.
56
3. Entry
Setelah dilakukan pengkodean dan kuesioner diisi oleh responden, selanjutnya
melakukan proses entry data atau proses memasukkan data menggunakan
komputer sesuai dengan pengkodean yang telah ditetapkan.
4. Cleaning
Untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data tersebut, baik
dalam pengkodean maupun dalam membaca kode, langkah selanjutnya adalah
pembersihan data (cleaning) sebelum dilakukan analisa data.
4.7 Analisa Data
Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer
Adapun analisisa data yang dilakukan sebagai berikut:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk melihat distribusi frekuensi variabel
independen dan variabel dependen. Variabel independen antara lain yaitu usia,
istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan
durasi penggunaan komputer serta variabel dependen yaitu keluhan kelelahan
mata.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara variabel independen (usia, istirahat mata, kelainan refraksi mata, tingkat
pencahayaan, jarak monitor, dan durasi penggunaan komputer) dengan variabel
dependen keluhan kelelahan mata dengan uji kemaknaan 5%. Jika pvalue ≤ 0,05
57
artinya secara statistik terdapat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen sedangkan jika pvalue > 0,05 artinya tidak ada hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Rumus umum uji statistik :
X2 = ∑{(O-E)
2/E}
Df = (b-1).(k-1)
P = < 0,05
Keterangan:
X2 = Chi- Square
O = nilai onservasi
E = nilai ekspektasi (nilai harapan)
B = jumlah baris
k = jumlah kolom
58
BAB V
HASIL
5.1. Gambaran Umum Perusahaan
5.1.1. Gambaran Umum PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) adalah perusahaan
penyelenggara jasa layanan dan jaringan paling lengkap terbesar di Indonesia.
TELKOM menyediakan layanan Infocom, telepon tidak bergerak kabel (fixed
wireline) dan telepon tidak bergerak nirkabel (fixed wireless), layanan telepon
seluler, data dan internet, jaringan dan interkoneksi, baik secara langsung
maupun melalui anak perusahaan.
PT Infomedia Nusantara merupakan salah satu anak perusahaan pada
Telkom Grup yang mengkhususkan diri di bidang media penerbitan dan iklan
sebagai jembatan komunikasi antar pelaku bisnis dan juga saluran informasi bagi
pelanggan telepon Telkom. Saham perusahaan 51% dimiliki langsung oleh
Telkom dan 49% sisanya dimiliki oleh anak perusahaan Telkom yang lain.
PT.Telkom Juga mempunyai anak perusahaan seperti, Multimedia Nusantara,
Telkomsel, Telkomvision/Indonusa, Infomedia, Graha Sarana Duta (GSD) atau
Graha Telkom, Patrakom, Bangtelindo, dan PT Finnet Indonesia.
Dalam meningkatkan usahanya serta memberikan proteksi yang sesuai
dengan keinginan masyarakat, PT.Telkom telah membuka kantor-kantor Cabang
dan Perwakilan yang terdapat di berbagai regional yang terdiri dari 7 DIVRE
(Divisi Regional) yaitu Divre 1 Sumatera, Divre 2 Jakarta, Divre 3 Jawa Barat,
59
Divre 4 Jawa Tengah & DI.Yogyakarta, Divre 5 Jawa Timur, Divre 6
Kalimantan, dan Divre 7 Kawasan Timur Indonesia. Graha Sarana Duta atau
gedung Graha Telkom Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang merupakan
cabang telkom grup yang memberikan jasa pelayanan maupun jaringan di
regional Banten dan DKI Jakarta. Beberapa layanan telekomunikasi Telkom
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Telepon tetap (PSTN), layanan telepon tetap yang hingga kini masih menjadi
monopoli TELKOM di Indonesia.
2. Telkom Flexi, layanan telepon fixed wireless CDMA.
3. TELKOMNet Instan, layanan akses internet dial up.
4. TELKOMNet Astinet, layanan akses internet berlangganan dengan fokus
perusahaan.
5. Speedy, layanan akses internet dengan kecepatan tinggi (broad band)
menggunakan teknologi ADSL.
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk juga memiliki komitmen-komitmen
dalam meningkatkan mitra kerja usaha, diantaranya:
1. Memberikan produk dan layanan yang terbaik dan berkualitas dengan
menjadi penghubung antar pelanggan dan dunia melalui jasa layanan
terdepan dalam hal informasi dan komunikasi bagi pelanggan.
2. Memberikan kesempatan untuk belajar, bertumbuh dan memiliki masa depan
yang lebih baik bagi pekerja.
3. Menyediakan kesempatan untuk pertumbuhan nilai bagi pemegang saham.
60
4. Menjadi mitra lingkungan yang baik dan menjunjung nilai moral bagi
masyarakat.
5.1.2. Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki visi menjadikan perusahaan
sebagai pemimpin di kawasan regional dalam industri informasi terpadu dan
media digital.
Sedangkan misi PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yaitu menjadi
panutan dalam industri bisnis informasi, media dan konten dengan menciptakan
nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan.
5.1.3. Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang
Outbound Call mengkhususkan diri dalam membuat panggilan telepon
atas nama klien, organisasi, atau bisnis kepada pelanggan beragam atau
pelanggan potensial. Tujuan utama dari Outbound Call adalah membuat
penjualan, mengumpulkan atau berbagi beberapa data yang mencakup survei,
telemarketing, atau verifikasi lainnya. Para eksekutif outbound call center dapat
menghubungi pelanggan yang sudah ada untuk mempromosikan skema tertentu.
Outbound Call Graha Sarana Duta (Graha Telkom) BSD Tangerang
terbagi dalam tiga divisi yaitu divisi E-Service, Carring, dan Fixed Businies
Improvment Program (FBIP). Ketiga divisi tersebut dalam melaksanakan
pekerjaannya, memiliki tugas dan tanggung jawab diantaranya:
61
a) E-Service
1. Memberikan informasi tagihan Fixed Telepon, Flexi Classy, dan Speedy
lengkap dengan komponen tagihan seperti abonemen, lokal, SLJJ, seluler,
dan pajak.
2. Memberikan pelayanan berupa fitur-fitur identitas penelpon, nada
tunggu/sela dan telkom memo.
3. Memberikan layanan intagjastel berupa layanan pengiriman informasi
tagihan melalui pos langsung ke alamat sesuai permohonan pelanggan.
4. Melakukan konfirmasi atas klaim jastel (jasa telepon) pelanggan apabila
terjadi ketidaksesuaian antara pemakaian dengan tagihan yang dikeluhkan
pelanggan.
b) Carring
1. Berinteraksi melalui telepon dengan pelanggan untuk menawarkan jasa
atau barang.
2. Menyampaikan skip penjualan yang telah disiapkan untuk membujuk
pelanggan potensial atau klien sehingga membeli produk atau jasa tersebut.
3. Menjelaskan produk dan jasa, menanggapi pertanyaan, dan memperoleh
informasi pelanggan.
4. Mendapatkan pelanggan dan melakukan tindak lanjut pada kontak pertama.
5. Mengembangkan kampanye bertarget penjualan yang meningkatkan
penjualan kepada organisasi dari pelanggan koorporat.
62
c) FBIP (Fixed Bussiness Improvement Program)
1. Memberikan solusi keberatan pelanggan atas abonemen, sehingga diganti
dengan quota, dan dengan program ini pula pelanggan akan lebih nyaman
dalam menggunakan teleponnya karena lebih terkontrol.
2. Memasukkan data dan memelihara database pelanggan yang sudah ada
atau pelanggan potensial.
3. Memelihara catatan komunikasi telepon, interaksi, rekening, pesanan, dan
pembayaran.
5.2. Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Untuk mengetahui gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011 dilakukan dengan penyebaran kuesioner pada responden. Hasil
pengukuran keluhan kelelahan mata diperkuat dengan pengukuran secara
objektif dengan melakukan observasi atau pengamatan dalam melihat gejala
kelelahan mata pada responden.
Analisis univariat gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 5.1.
63
Tabel 5.1
Gambaran Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di
Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
No. Variabel
Kategori Jumlah Persentase
(%)
Keluhan Kelelahan
Mata
Mengeluh 61 57,5
Tidak Mengeluh 45 42,5
Total 106 100
Berdasarkan tabel 5.1 di atas, didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden mengeluh kelelahan mata. Jenis keluhan yang dirasakan bervariasi.
Keluhan yang paling banyak dirasakan responden yaitu mata pedih, sakit kepala,
dan mata terasa gatal. Dari 106 responden, yang mengalami keluhan kelelahan
mata yaitu sebanyak 57,5%. Sedangkan responden yang tidak mengalami
keluhan kelelahan mata sebanyak 42,5%.
5.2.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di
Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Distribusi jenis keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pengguna
komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011 dapat dilihat pada grafik 5.1 berikut:
64
Grafik 5.1
Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang paling
banyak dikeluhkan oleh responden adalah mata pedih sebanyak 85,2%
responden. Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit
dikeluhkan oleh responden adalah mata merah sebanyak 23%. Sebagian besar
pekerja mengeluhkan jenis keluhan berupa mata perih. Hal ini mungkin
disebabkan layar monitor yang digunakan pekerja tidak menggunakan anti glare
dan tingkat pencahayaan lingkungan kerja yang kurang. Jenis keluhan lainnya
yang banyak dikeluhkan yaitu sakit kepala (78,7%) dan mata terasa gatal
(67,2%).
21.3
42.6 45.9
23
85.2
25
67.2
78.7
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
per
sen
tase
(%
)
Jenis Keluhan Kelelahan Mata
65
5.2.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata
pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011
a. Faktor Pekerja (Usia, Istirahat Mata, Kelainan Refraksi Mata)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari jawaban pada instrumen
kuesioner didapatkan bahwa gambaran faktor pekerja (usia, istirahat mata,
kelainan refraksi mata) pada pengguna komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011 dapat dilihat pada tabel
5.2 berikut :
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerja (Usia, Istirahat
Mata, Kelainan Refraksi) pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
No. Variabel
Kategori Jumlah
(N=106)
Persentase
(%)
1. Usia > 40 4 3,8
≤40 102 96,2
2. Istirahat Mata Tidak 17 16
Ya 89 84
3. Kelainan Refraksi Mata Ada Kelainan 39 36,8
Tidak ada Kelainan 67 63,2
66
1. Variabel Usia
Distribusi responden berdasarkan variabel usia diperoleh dengan
cara menyebarkan kuesioner pada responden. Variabel usia dikategorikan
menjadi usia > 40 tahun dan ≤ 40 tahun. Berdasarkan hasil analisis
univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden
berusia ≤ 40 tahun yaitu sebanyak 96,2% responden (102 orang) dan
hanya 3,8% (4 orang) responden yang berusia > 40 tahun.
2. Variabel Istirahat Mata
Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh
dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden. Dalam penelitian
ini, responden dikategorikan melakukan istirahat mata dan tidak.
Berdasarkan hasil analisis univariat pada tabel 5.2, diketahui bahwa
responden yang tidak melakukan istirahat mata sebanyak 16% responden
(17 orang). Sedangkan responden yang melakukan istirahat mata
sebanyak 84% responden (89 orang).
3. Variabel Kelainan Refraksi Mata
Distribusi responden berdasarkan variabel istirahat mata diperoleh
dengan cara membagikan kuesioner pada responden. Responden
digolongkan ke dalam dua kategori yaitu yang memiliki kelainan refraksi
dan tidak memiliki kelainan refraksi. Berdasarkan hasil analisis univariat
pada tabel 5.2, diketahui bahwa responden yang memiliki kelainan
refraksi sebanyak 36.8% responden (39 orang). Sedangkan responden
67
yang tidak memiliki kelainan refraksi sebanyak 63,2% responden (67
orang).
b. Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat Pencahayaan)
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan di Bagian Outbound
Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran
distribusi tingkat pencahayaan dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Lingkungan Kerja (Tingkat
Pencahayaan) pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
No. Variabel
Kategori Jumlah
(N)
Persentase
(%)
1. Tingkat
Pencahayaan
< 300 lux 93 87,7
≥ 300 lux 13 12,3
Total 106 100
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, dapat diketahui bahwa
meja responden yang memiliki tingkat pencahayaan < 300 lux sebanyak
87% (93 orang). Sedangkan meja responden yang memilki tingkat
pencahayaan ≥ 300 lux sebanyak 12,3% (3 orang). Sebagian besar meja
responden berada pada tingkat pencahayaan yang kurang. Hal ini
dikarenakan tata letak lampu yang tidak merata dengan meja responden.
Selain itu kondisi tempat kerja terutama tirai jendela yang tertutup dan
68
keadaan lampu yang padam (rusak) sehingga pada saat pengukuran sebagian
besar tingkat pencahayaan <300 lux.
c. Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor, Durasi Penggunaan Komputer)
Berdasarkan penelitianyang telah dilakukan di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011, gambaran distribusi
jarak monitor dan durasi penggunaan komputer dapat dilihat pada tabel 5.4
berikut:
Tabel 5.4
Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pekerjaan (Jarak Monitor,
Durasi Penggunaan Komputer) pada Pengguna Komputer di Bagian
Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang
Tahun 2011
No. Variabel
Kategori Jumlah
(N=106)
Persentase
(%)
1. Jarak Monitor < 50 cm 29 27,4
≥ 50 cm 77 72,6
2.
Durasi
Penggunaan
Komputer
> 4 jam 63 59,4
≤4 jam 43 40,6
1. Variabel Jarak Monitor
Distribusi responden berdasarkan jarak monitor diperoleh dengan
cara melakukan pengukuran langsung pada sampel dengan kategori
responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan ≥ 50 cm.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa
69
sebagian besar responden bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm yaitu
sebanyak 72,6 % (77 orang) dan 27,4% (29 orang) bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm.
2. Variabel Durasi Penggunaan Komputer
Distribusi responden berdasarkan durasi penggunaan komputer
diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada responden.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 diatas, diketahui bahwa
responden yang bekerja menggunakan komputer > 4 jam yaitu sebanyak
59,4 % (63 orang). Sedangkan responden yang bekerja menggunakan
komputer ≤ 4 jam yaitu sebanyak 40,6% (43 orang). Sebagian besar
responden menggunakan komputer > 4 jam. Hal ini dapat dilihat dari
hasil kuesioner bahwa pada saat istirahat kantor masih banyak pekerja
yang menggunakan waktu istirahat untuk melakukan aktivitas lain dengan
komputer.
5.3. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, istirahat
mata, kelainan refraksi mata, tingkat pencahayaan, jarak monitor, dan durasi
penggunaan komputer) dengan variabel dependen (keluhan kelelahan mata) pada
pengguna komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD
Tangerang Tahun 2011, dilakukan analisis bivariat dengan metode statistik
menggunakan uji Chi Square. Berikut hasil untuk masing-masing variabel.
70
5.3.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna
Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom BSD
Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.5
Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011
Usia
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
> 40 tahun 4 100 0 0 4 100 0,135 -
≤ 40 tahun 57 55,9 45 44,1 102 100
Total 61 57,5 45 425 106 100
Berdasarkan tabel 5.5 bahwa responden yang berusia > 40 tahun
seluruhnya mengeluhkan adanya kelelahan mata. Sedangkan responden yang
berusia ≤ 40 tahun sebanyak 93,4% (57 responden) mengeluhkan kelelahan
mata dan 100% (45 responden) tidak mengeluh. Hasil uji statistik chi square
diketahui bahwa pada derajat kemaknaan 5% didapatkan Pvalue = 0,135
sehingga (p > 0,05). Jadi, antara usia dengan keluhan kelelahan mata tidak
memiliki hubungan yang bermakna.
71
5.3.2 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.6
Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Istirahat
Mata
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
Tidak 14 82,4 3 17,6 17 100 0,047 4,170(1,12-
15,526) Ya 47 52,8 42 47,2 89 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.6, diketahui bahwa dari 17 responden yang tidak
melakukan istirahat mata, sebagian besar responden mengeluh kelelahan
mata. Responden yang melakukan istirahat mata juga mengeluh kelelahan
mata. Hasil uji statistik chi square menunjukkan bahwa pada derajat
kemaknaan 5% didapatkan Pvalue sebesar 0,047 atau (p < 0,05) sehingga ada
hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan kejadian keluhan
kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan antar dua variabel didapatkan
OR= 4,170 (95% CI ; 1,120 – 15,526). Artinya pekerja yang tidak melakukan
istirahat mata memiliki peluang 4,17 kali mengalami keluhan kelelahan mata
dibandingkan dengan yang melakukan istirahat mata.
72
5.3.3 Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.7
Analisis Hubungan antara Kelainan Refraksi Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Kelainan Refraksi
Mata
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
Ada Kelainan 23 59 16 41 39 100 0,982 1,097
(0,493-2,443) Tidak Ada Kelainan 38 56,7 29 43,3 67 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa responden yang memiliki
kelainan refraksi mata sebanyak 59% dan responden yang tidak memiliki
kelainan refraksi mata sebanyak 56,7% mengeluh kelelahan mata. Dari hasil
uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5 % didapatkan Pvalue = 0,982
atau (p > 0,05) sehingga tidak ada hubungan yang bermakana antara kelainan
refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata. Dari hasil perhitungan risk
estimate didapatkan OR = 1,097 (95% CI ; 0,493 -2,443), artinya pekerja yang
memiliki kelainan refraksi memiliki peluang 1,097 kali mengalami keluhan
kelelahan mata dibandingkan dengan yang tidak memiliki kelainan refraksi
mata.
73
5.3.4 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.8
Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Tingkat
Pencahayaan
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
< 300 lux 59 63,4 34 36,6 93 100 0,003 9,544
(1,996-
45,629) ≥ 300 lux 2 15,4 11 84,6 13 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.8, diketahui bahwa sebagian besar responden
bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux dan responden yng mengeluh
kelelahan mata sebanyak 63,4%. Hanya 15,4 % Responden yang bekerja
dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux dan juga mengeluh kelelahan mata.
Hasil uji statistik chi squrae didapatkan Pvalue = 0,003. Artinya pada α = 5%
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat
pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Analisis keeratan hubungan dua
variabel didapatkan OR = 9,544 (95% CI 1,996 – 45,629). Artinya responden
yang bekerja pada tingkat pencahayaan < 300 lux memiliki peluang 9,544
kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan responden yang
bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux.
74
5.3.5 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.9
Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan
Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call Gedung Graha
Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Jarak
Monitor
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
0,078
2,428
(0,959-6,148) < 50 cm 21 72,4 8 27,6 29 100
≥ 50 cm 40 51,9 37 48,1 77 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.9, diketahui bahwa responden yang bekerja dengan
jarak monitor < 50 cm maupun ≥ 50 cm sebagian besar mengeluh kelelahan
mata. Responden yang bekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan mengeluh
sebanyak 72,4%. Sedangkan responden yang bekerja dengan jarak monitor
≥50 cm dan mengeluh sebanyak 51,9%. Hasil uji statistik chi square diketahui
bahwa Pvalue = 0,078 atau (p > 0,05) sehingga pada α = 5% dapat disimpulkan
bahwa antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan tidak memiliki
hubungan yang bermakna. Hasil perhitungan risk estimate didapatkan OR =
2,428 (95% CI 0,959 – 6,148). Artinya, responden yang bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm memiliki peluang 2,428 kali mengalami keluhan kelelahan
75
mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50
cm.
5.3.6 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound Call
Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Tabel 5.10
Analisis Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan
Keluhan Kelelahan Mata pada Pengguna Komputer di Bagian Outbound
Call Gedung Graha Telkom BSD Tangerang Tahun 2011
Durasi
Penggunaan
Komputer
Keluhan Kelelahan
Mata
Total
Pvalue
OR
(95% CI)
Mengeluh Tidak
Mengeluh
N % N % N %
> 4 jam 38 60,3 25 39,7 63 100 0,618 1.322
(0,604-2,893) ≤ 4 jam 23 53,5 20 46,5 43 100
Total 61 57,5 45 42,5 106 100
Berdasarkan tabel 5.10, diketahui bahwa baik pekerja yang
menggunakan komputer > 4 jam maupun ≤ 4 jam sebagian besar mengeluh
kelelahan mata. Hasi uji statistik diketahui bahwa pada derajat kemaknaan
5%, durasi penggunaan komputer tidak memiliki hubungan yang bermakna
dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,618 atau (p > 0,05). Berdasarkan
perhitingan risk estimate didapatkan OR = 1,322 (95% CI ; 0,604 - 2,893).
Artinya responden yang bekerja dengan komputer > 4 jam memiliki peluang
76
1,322 kali mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan
responden yang bekerja dengan komputer ≤ 4 jam.
77
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari bahwa dalam pengumpulan data primer penelitian
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata
pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom
BSD Tangerang Tahun 2011 terdapat banyak kendala sehingga memiliki
kelemahan dan keterbatasan penelitian yaitu pengukuran kelelahan mata
dilakukan secara subjektif. Seharusnya dilakukan pula pengukuran secara
objektif yang meliputi pengukuran kelelahan mata dengan melihat indikasi
mata merah, tegang, berair, dan kering. Akan tetapi pada prakteknya
pengukuran secara objektif hanya sebatas pengukuran fisik mata berupa
indikasi mata merah dan berair saja. Sehingga pengukuran yang dilakukan
masih belum sempurna.
6.2 Keluhan Kelelahan Mata
Kelelahan mata atau astenopia timbul sebagai stress intensif pada
fungsi-fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi yang biasa dilakukan
pada pekerjaan yang memerlukan pengamatan secara teliti atau terhadap retina
sebagai akibat ketidaktepatan kontras (Suma’mur, 1996). Menurut Pheasant
(1991) kelelahan mata memiliki pengertian ketegangan pada mata dan
disebabkan oleh penggunaan indera penglihatan dalam bekerja yang
78
memerlukan kemampuan untuk melihat dalam jangka waktu yang lama yang
biasanya disertai dengan kondisi pandangan yang tidak nyaman. Keadaan
mata yang lelah ini dapat disebabkan oleh bahaya dari monitor, koreksi
penglihatan yang berkurang, membaca dokumen dengan ukuran huruf yang
kecil serta kurangnya kerlipan. Selain itu, dapat diakibatkan karena melihat
benda secara terus menerus dengan jarak yang dekat dan membaca dengan
cahaya yang kurang (Amrizal, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 menunjukkan bahwa dari 106
responden yang di teliti, sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata.
Jenis keluhan yang paling banyak yaitu mata terasa pedih sebanyak 85,2%.
Hal ini dapat dilihat dari istirahat mata yang kurang dilakukan oleh responden.
Dari 61 responden yang mengeluh kelelahan mata, sebanyak 82,4% responden
tidak melakukan istirahat mata. Responden atau pekerja yang terlalu lama
melihat dalam jarak dekat perlu melakukan istirahat mata dengan mengalihkan
pandangan ke arah yang jauh. Relaksasi atau istirahat mata selama beberapa
saat setiap 30 menit dapat menurunkan ketegangan dan menjaga mata tetap
basah (Zendi, 2009). Semakin lama mata terbuka, semakin tinggi
kemungkinan kornea mata mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit
sehingga menimbulkan kelelahan mata. Untuk itu, menurut National Institute
for Occupational Safety and Health (NIOSH) dalam (Murtopo dan Sarimurni,
2005) perlu dilakukan istirahat selama 15 menit terhadap pemakaian komputer
selama dua jam. Frekuensi istirahat yang teratur berguna untuk memotong
79
rantai kelelahan sehingga akan menambah kenyamanan bagi pengguna
komputer.
Menurut wasisto (2005), durasi kerja bagi seseorang menentukan
tingkat efisiensi dan produktivitas kerja. Durasi penggunaan komputer dalam
jangka waktu lama atau lebih dari 4 jam akan menyebabkan mata seseorang
menjadi cepat kering sehingga menimbulkan kelelahan mata. Dalam hasil
penelitian, diketahui bahwa responden yang bekerja > 4 jam dan mengalami
keluhan yaitu sebanyak 60,3%. Penggunaan komputer dalam jangka waktu
yang lama dan dengan jarak yang dekat akan membuat mata menjadi cepat
lelah karena mata terus menerus berakomodasi. Responden yang bekerja
dengan jarak monitor < 50 cm atau ≥ 50 cm juga mengalami keluhan
kelelahan mata. Tetapi sebagian besar responden bekerja dengan jarak
monitor yang ≥ 50 cm.
Akibat gangguan akomodasi ini maka seseorang yang berusia 40 tahun
atau lebih, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata
lelah, berair dan sering terasa perih (Ilyas, 2008). Dalam penelitian ini,
sebagian besar responden berusia kurang dari 40 tahun. Semakin
bertambahnya usia maka tajam penglihatan semakin berkurang. Untuk
memeriksa tajam penglihatan diperlukan pemeriksaan jika terjadi kelainan
refraksi mata. Kelainan refraksi mata dilakukan dengan memeriksa tajam
penglihatan satu per satu. Responden yang memiliki kelainan refraksi maupun
tidak memiliki kelainan refraksi sama sebagian besar juga mengalami keluhan
kelelahan mata.
80
Selain itu, tingkat pencahayaan yang kurang juga dapat menimbulkan
keluhan kelelahan mata. sebagian besar responden bekerja dengan tingkat
pencahayan yang < 300 lux. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan
yang signifikan (p = 0,01) antara tingkat pencahayaan dengan keluhan
kelelahan mata. Menurut Santoso (2004) pencahayaan yang intensitasnya
rendah (poor lighting) akan menimbulkan kelelahan, ketegangan mata, dan
keluhan pegal di sekitar mata. Sedangkan, Pencahayaan yang intensitasnya
kuat dapat menimbulkan kesilauan. Untuk itu diperlukan pencahayaan yang
cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaannya.
6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Guyton (1991) manusia pada umumnya dapat melihat objek
dengan jelas pada usia 20 tahun. Sedangkan pada usia kurang dari 40 tahun
kebutuhan cahaya yang diperlukan untuk melihat jauh lebih besar
dibandingkan usia 45 tahun karena pada usia 45-50 tahun lensa akan
kehilangan kekenyalannya sehingga semakin tua usia seseorang daya
akomodasi akan semakin menurun. Daya akomodasi mata merupakan
kemampuan lensa untuk menebal dan menipis dan pada usia tua seseorang
cenderung mengalami keluhan kelelahan mata karena sulitnya kemampuan
lensa untuk menebal dan menipis.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang bekerja di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang sebagian besar berusia ≤ 40 tahun dan hanya 3,8% yang berusia
81
>40 tahun. Dari hasil uji statistik diketahui Pvalue = 0,135, artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata. Baik
pekerja yang berusia > 40 tahun maupun yang ≤ 40 tahun sama-sama
mengeluh kelelahan mata. Hal ini mungkin saja dipengaruhi kondisi
lingkungan tempat kerja seperti pencahayaan yang kurang dan istirahat mata
yang kurang dilakukan oleh responden. Sejalan dengan pendapat Suma’mur
(1996) bahwa pencahayaan yang buruk dapat berakibat pada kelelahan mata
dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
Selain itu, penulis berasumsi bahwa faktor beban kerja yang
menekankan pekerja memproyeksikan mata pada saat bekerja juga
mempengaruhi banyaknya keluhan yang terjadi pada pekerja. Baik pekerja
yang berusia > 40 tahun maupun yang berusia ≤ 40 mendapat beban pekerjaan
yang sama.
Ilyas (2008) juga menambahkan bahwa setelah membaca, seseorang
yang berusia 40 tahun atau lebih akan memberikan keluhan berupa mata lelah,
berair, bahkan sering terasa perih. Karena pekerjaan di bagian Outbound Call
ini banyak dilakukan dengan membaca dan memerlukan tingkat ketelitian
ekstra, banyak pekerja yang jarang melakukan istirahat mata sehingga
menambah jumlah keluhan kelelahan mata yang terjadi. Padahal, menurut
Zendi (2009) istirahat mata selama beberapa saat dapat menurunkan otot-otot
mata yang tegang pada saat bekerja sehingga cairan mata dapat disekresikan
dan mata menjadi basah.
82
6.4 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu ringan atau berat, sesudah 4
jam bekerja produktivitasnya akan menurun. Berdasarkan survei yang
dilakukan di Amerika tahun 2004 bahwa lebih dari 143 juta orang Amerika
menghabiskan waktu di depan komputer setiap hari dan rata-rata waktu kerja
yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam per hari atau
69% dari total jam kerja mereka (Pascarelli, 2004).
Berdasarkan hasil analisis penelitian diketahui bahwa sebagian besar
responden melakukan istirahat mata. Responden yang tidak melakukan
istirahat mata dan mengeluh kelelahan mata sebanyak 82,4%. Dari hasil
analisis bivariat, terdapat hubungan yang bermakna antara istirahat mata
dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,047. Hal ini menunjukkan bahwa
istirahat mata berpengaruh terhadap keluhan kelelahan mata. Pekerja yang
jarang mengistirahatkan matanya pada saat bekerja cenderung mengalami
keluhan kelelahan mata. Faktor lain yang mempengaruhi istirahat mata yaitu
pekerja terlalu sibuk dengan deadline pekerjaan sehingga istirahat mata yang
dilakukan tidak teratur. Adapun pekerja yang melakukan istirahat mata tetapi
mengalami keluhan kelelahan mata mungkin saja diakibatkan pekerja belum
memahami durasi ataupun metode istirahat yang efektif dilakukan disaat
bekerja dengan komputer.
Menurut Santoso (2009), setelah bekerja dengan komputer perlu
mengistirahatkan mata sejenak dengan melihat pemandangan yang dapat
menyejukkan mata secara periodik. Istirahat dalam waktu yang singkat dan
83
sering jauh lebih bermanfaat dibandingkan dengan istirahat yang lama tetapi
jarang. Untuk itu upaya mengistirahatkan mata sangat perlu dilakukan
mengingat kegiatan yang dilakukan di bagian Outbound Call ini banyak
menggunakan komputer dan mata pekerja banyak difokuskan pada layar
monitor. Karena jadwal pekerjaan yang sibuk, pekerja hanya perlu
mengupayakan melakukan istirahat mata sejenak dengan melihat
pemandangan yang kontrasnya dapat menyejukkan mata atau dengan sering
mengedipkan mata secara rutin.
6.5 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Ilyas (1988) kelainan refraksi atau ametropia adalah kelainan
pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak difokuskan pada
retina. Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak terfokuskan di retina
sehingga diperlukan perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang
jelas (James, 2006).
Dari hasil penelitian diketahui pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang sebagian besar tidak
memiliki kelainan refraksi. Dari 36,8% responden yang memiliki kelainan
refraksi mata dan 63,2% yang tidak memiliki kelainan refraksi mata, sebagian
besar mengeluh kelelahan mata. Hasil uji statistik chi square diketahui bahwa
antara kelainan refraksi mata dengan keluhan kelelahan mata tidak terdapat
hubungan yang signifikan yaitu Pvalue = 0,982. Hal ini mungkin disebabkan
responden sudah mengoreksi keadaan mata mereka dengan baik sehingga
84
faktor kelainan refraksi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan.
Sebagian besar responden sudah mengetahui jenis kelainan refraksi dirinya
sehingga sudah melakukan koreksi yang tepat untuk keadaan matanya.
Namun, ada sebagian responden yang tidak melakukan koreksi mata karena
beranggapan bahwa jika tidak menggunakan kacamata berarti visus mata
mereka dalam keadaan normal sehingga sebagian pekerja ada yang tidak
terkoreksi visus matanya.
Penggunaan kacamata lebih baik dibandingkan dengan penggunaan
lensa kontak karena pada saat menggunakan komputer mata akan jarang
mengedip sehingga dalam suhu ruangan yang menggunakan AC mata akan
menjadi cepat kering. Pada responden yang memiliki kelainan refraksi
sebagian besar jarang yang menggunakan kontak lensa dan ketika melakukan
wawancara banyak responden yang mengetahui bahwa penggunaan lensa
kontak dalam ruangan berAC dapat membuat mata menjadi kering.
Mata yang normal akan menempatkan bayangan benda tepat di
retinanya pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat
melihat jauh. Responden yang memiliki kelainan refraksi akan
mengakomodasikan matanya secara optimal. Mata yang diakomodasikan
secara terus menerus akan menimbulkan kelelahan mata (Roestijawati,2007).
85
6.6 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan
Mata
Pencahayaan ruang kerja yang kurang dapat mengakibatkan kelelahan
mata, akan tetapi penerangan yang terlalu kuat dapat menyebabkan kesilauan.
Penerangan yang memadai bisa mencegah terjadinya astenopia (kelelahan
mata) dan mempertinggi kecepatan dan efisiensi membaca. Pencahayaan
tempat kerja yang memadai baik yang alami atau buatan memegang peranan
yang cukup penting dalam upaya peningkatan kesehatan, keselamatan dan
produktivitas tenaga kerja (Aryanti, 2006). Menurut Santoso (2004),
pencahayaan yang intensitasnya rendah (poor lighting) akan menimbulkan
kelelahan, ketegangan mata, dan keluhan pegal di sekitar mata. Untuk itu
perlu diberikan pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan yang memerlukan
tingkat ketelitian yang tinggi yaitu paling sedikit 300 lux.
Hasil analisis bivariat diketahui bahwa sebagian besar responden
bekerja dengan tingkat pencahayaan < 300 lux mengeluh kelelahan mata.
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan
keluhan kelelahan mata, Pvalue = 0,003. Hal ini sejalan dengan penelitian
Aryanti (2006) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas
cahaya dengan keluhan kelelahan mata yaitu p = 0,011.
Distribusi pencahayaan di ruang bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang belum merata. Ada sebagian lampu dalam kondisi
padam dan belum ada perbaikan. Selain itu tata letak meja responden maupun
lampu yang belum tertata rapi sehingga ada sebagian responden yang jauh
86
dari pencahayaan yang memadai. Untuk responden yang bekerja dengan
tingkat pencahayaan > 300 lux, sebagian besar dekat dengan lampu dan
jendela yang merupakan pencahayaan alami. Untuk itu perlu diupayakan
penataan lampu yang sesuai dengan kebutuhan responden dan melakukan
pengecekan dan perawatan lampu secara berkala. Selain itu, diusahakan agar
jendela atau tirai dibuka selama bekerja guna mengotimalkan pencahayaan
alami sinar matahari.
6.7 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata
Menurut Hanun (2008), monitor yang terlalu dekat dapat
mengakibatkan mata menjadi tegang, cepat lelah, dan potensi ganggguan
penglihatan. Jarak ergonomis antara layar monitor dengan pengguna komputer
berkisar antara 50 cm sampai dengan 60 cm. Occupational Safety and Health
Association (OSHA) (1997) menyebutkan bahwa pada saat menggunakan
komputer jarak antara mata pekerja dengan layar sekurang-kurangnya adalah
20-40 inci atau sekitar 50-100 cm. Pekerja yang dalam jangka waktu cukup
lama ketika bekerja dengan jarak monitor yang dekat akan menyebabkan mata
menjadi cepat lelah karena mata dipaksa berakomodasi pada jarak dekat.
Berdasarkan Hasil analisis diketahui bahwa sebagian besar responden
bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm. Responden yang bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm sebanyak 27,4% dan yang mengeluh sebanyak 72,4%. Dari
hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna
antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata yaitu Pvalue = 0,093. Hal
87
ini mungkin disebabkan kondisi tempat kerja yang sudah ergonomis. Meja
kerja sebagian besar didesain dengan menempatkan monitor pada jarak yang
lebih dari 50 cm. Selain itu, pada saat pengukuran jarak monitor pekerja
berada dalam kondisi kerja yang statis sehingga pada saat pengukuran jarak
tidak optimal. Responden yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm tetapi
tetap mengalami keluhan mungkin diakibatkan tingkat pencahayaan yang
kurang diantaranya menyangkut arah dan penyebaran atau distribusi cahaya.
Suma’mur (1996) menyatakan bahwa pencahayaan yang baik memungkinkan
tenaga kerja melihat obyek-obyek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan
tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sehingga walaupun jarak yang
digunakan pekerja sudah sesuai tetapi jika pencahayaan yang didapat tidak
optimal maka akan menimbulkan kelelahan mata.
Sebuah penelitian survei yang dilakukan oleh American Optometric
Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa tak jarang pekerja
kantor mengalami kelelahan mata akibat terlalu lama dalam jarak dekat
didepan komputer dan gelombang elektromagnetik yang dihasilkan monitor
komputer menyebabkan radiasi dan bisa mengganggu kesehatan mata. Jarak
antara mata dan monitor komputer yang terlalu dekat sering mengakibatkan
munculnya beragam penyakit mata. Dalam penelitian ini pekerja yang bekerja
dengan jarak < 50 cm maupun yang ≥ 50 cm sama-sama mengeluhkan
kelelahan mata. Hal ini mungkin disebabkan faktor Visual Display Terminal
(VDT) yang digunakan pekerja seperti kontras yang terlalu silau atau kurang
sehingga dapat menimbulkan kelelahan mata. seperti yang dikemukakan oleh
88
Fauzia (2004) bahwa VDT merupakan bagian layar monitor yang paling
berpengaruh bagi kesehatan pekerja pengguna komputer terutama terhadap
kesehatan mata.
6.8 Hubungan antara Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan
Kelelahan Mata
Berdasarkan suatu survei di Amerika Serikat, rata-rata waktu kerja
yang digunakan untuk bekerja dengan komputer adalah 5,8 jam atau 69% dari
total 8 jam kerja (Wasisto, 2005). Suatu pekerjaan yang biasa, tidak terlalu
ringan atau berat, sesudah 4 jam bekerja produktivitasnya akan menurun
(Yanuar, 2009). Menurut Aryanti (2006), durasi kerja bagi seseorang
menentukan tingkat efisiensi dan produktivitas kerja.
Rata-rata seseorang yang bekerja 8 jam/hari atau setelah bekerja
selama 4 jam diupayakan melakukan istirahat untuk merelaksasikan anggota
tubuh. Memperpanjang jam kerja lebih dari kemampuan tersebut biasanya
tidak disertai efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan
produktivitas serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan
kecelakaan. Bagi pengguna komputer jika mata diproyeksikan secara terus
menerus akan menyebabkan mata cepat lelah.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden bekerja dengan
komputer > 4 jam sebanyak 59,4%. Dari 60,3% responden yang bekerja
>4jam dan 53,5% bekerja ≤ 4jam juga mengeluh kelelahan mata. Hasil
analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
89
antara durasi penggunaan komputer dengan keluhan kelelahan mata. Hal ini
mungkin disebabkan sebagian besar responden bekerja dengan komputer
dengan pencahayaan yang < 300 lux sehingga walaupun pekerja
menggunakan komputer yang > 4 jam maupun ≤ 4jam jika pencahayaan tidak
memadai maka akan berisiko terjadi kelelahan mata. Selain itu, penulis
berasusmsi bahwa ketika bekerja mungkin saja responden jarang
mengedipkan mata atau melakukan istirahat mata. Menurut Murtopo dan
Sarimurni (2005), pekerja yang melakukan istirahat 5 menit selama 4 kali
sepanjang waktu bekerja dapat mengurangi keluhan kelelahan mata.
Hasil survei penelitian yang dilakukan oleh American Optometric
Association (AOA) pada tahun 2004 menyebutkan bahwa pekerja kantor yang
terlalu lama bekerja di depan komputer mengalami kelelahan mata dan
gelombang elektronik yang dihasilkan dari layar monitor menyebabkan
radiasi dan dapat mengganggu kesehatan mata. Responden yang walaupun
menggunakan komputer < 4 jam tetapi tetap saja mengalami keluhan mungkin
saja disebabkan karena radiasi yang dipancarkan dari layar monitor yang
tanpa pelindung. Pada pekerja di bagian Outbound Call keadaan layar
monitor tidak menggunakan kaca anti glare sehingga radiasi berdampak
langsung pada mata yang bisa menimbulkan kelelahan mata.
90
BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
1. Gambaran keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011,
sebanyak 57,5% responden mengeluh kelelahan mata dan 42,5% tidak
mengalami keluhan kelelahan mata.
2. Gambaran karakteristik pekerja (usia, istirahat mata, kelainan refraksi
mata) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011yaitu:
a. 96,2% responden yang bekerja di bagian Outbound Call berusia ≤ 40
tahun dan hanya 3,8% yang berusia > 40 tahun.
b. Pada saat bekerja dengan komputer Sebanyak 84% responden
melakukan istirahat mata dan 16% tidak melakukan istirahat mata.
c. Sebanyak 63,2% responden memiliki kelainan refraksi mata dan
36,8% tidak memiliki kelainan refraksi mata.
3. Gambaran karakteristik lingkungan kerja (tingkat pencahayaan) pada
pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha Telkom BSD
Tangerang tahun 2011 bahwa sebagian besar responden bekerja dengan
tingkat pencahayaan < 300 lux.
91
4. Gambaran karakteristik pekerjaan (jarak monitor, durasi penggunaan
komputer) pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011 yaitu:
a. Sebanyak 72,6% responden bekerja menggunakan komputer dengan
jarak monitor ≥ 50 cm dan hanya 27,4% yang bekerja dengan jarak
monitor < 50 cm.
b. Sebanyak 59,4% responden dalam bekerja menggunakan komputer >4
jam dan 40,6% bekerja < 4 jam.
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan
mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung Graha
Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
6. Ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
7. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi mata dengan
keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call
gedung Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
8. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
9. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan
kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian Outbound Call gedung
Graha Telkom BSD Tangerang tahun 2011.
92
10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara durasi penggunaan komputer
dengan keluhan kelelahan mata pada pengguna komputer di bagian
Outbound Call gedung Graha Telkom BSD Tanggerang tahun 2011.
7.2 Saran
Bagi Perusahaan
1. Untuk mengurangi dampak kelelahan mata dan meminimalisir radiasi
perlu dipasang kaca anti glare pada layar monitor. Hal ini berguna pula
untuk mengurangi tingkat kesilauan dari layar monitor.
2. Dalam ruangan kerja diupayakan diletakkan benda-benda yang memiliki
kontras yang dapat menyejukkan mata seperti tanaman/pot ataupun
lukisan sehingga ketika bekerja pekerja dapat merelaksasikan mata dengan
memandang benda-benda tersebut.
3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mengetahui
kelainan refraksi mata sehingga dapat mencegah penyakit akibat kerja
terutama karena penggunaan komputer. Selain itu dilakukan pula
penyuluhan bagi pekerja mengenai ergonomi atau posisi kerja yang baik
selama menggunakan komputer.
4. Untuk meningkatkan kualitas pencahayaan di tempat kerja perlu
diupayakan memberikan penerangan yang memadai sesuai dengan standar
yaitu sebesar 300 lux, mengoptimalkan cahaya alami (cahaya dari sinar
matahari), dan melakukan perawatan bagi lampu yang padam atau kusam.
93
Selain itu perlu diperhatikan pula tata letak penempatan lampu agar
tingkat pencahayaan yang diterima pekerja merata.
Bagi Pekerja
1. Pekerja sebaiknya mengistirahatkan mata secara teratur dan
mengupayakan tidak bekerja dengan jarak monitor < 50 cm.
2. Bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi mata sebaiknya hindari
penggunaan lensa kontak karena kan menyebabkan mata cepat kering
sehingga berisiko untuk terjadi kelelahan mata.
Bagi Peneliti Lain
1. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran kelelahan
mata dengan metode lain seperti Photostess Recovery Test, tes frekuensi
subjektif kerlipan mata atau tes uji waktu reaksi.
92
DAFTAR PUSTAKA
Agta, zendi. 2010. Menjaga kesehatan mata saat di depan komputer. Dari :
http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.
Amrizal. 2010. Penyakit Akibat dari Sering Menggunakan Komputer. Dari :
http://www.allaboutvision.com/cvs/irritated.htm. Diunggah pada tanggal 25
November 2010.
Aryanti. 2006. Hubungan antara Intensitas Penerangan dan Suhu Udara dengan
Kelelahan Mata Karyawan pada bagian Administrasi di PT. Hutama Karya
Wilayah IV Semarang. Skripsi. Dari:
http://uppm.fkm.unes.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada
tanggal 20 September 2010.
Cameron, John R., et al. 1999. Physics of The Body. Diterjemahkan oleh dra.
Lamyarni I sardi, M.Eng. 2006. Jakarta: Sagung Seto.
Dewi, Yulyana Kusuma dkk. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kelelahan Mata pada Operator Komputer Di Kantor Samsat Palembang
Tahun 2009. Skripsi. Dari :
http://uppm.fkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak4.doc. Diunggah pada
tanggal 15 Oktober 2010.
Fauzia, I. 2004. Upaya untuk Mengurangi Kelelahan Mata pada Tenaga Kerja yang
Menggunakan Komputer di RS “X”. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta..
Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Cetakan ke VII. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC
--------------. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates
Ganong, William F., 2001. Fisiologi Kedokteran. Diterjemahkan oleh H.M. Djauhari
E. Edisi 9. Jakarta: buku kedokteran EGC.
Grandjean, E. 1988. Fitting the Task To the Man. A Texbook of Occupational
Ergonomics, 4th
Edition London: Taylor & Francis.
Guyton, CA. 1991. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: penerbit buku
kedokteran EGC.
Haeny,. Noer. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelelahan Mata
pada. Skripsi. Dari: http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/125958-S-
5700-Analisis%20faktor-Literatur.pdf. Diunggah pada tanggal 23 September
2009.
93
Hana, Liliana. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display
Terkait Keluhan Subjektif Kelelahan Mata pada Pekerja yang Menggunakan
Komputer di Ruang Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant,
Bulan Desember Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Mayarakat
Universitas Indonesia Jakarta.
Hanum, Iis Faizah. 2008. Efektivitas Penggunaan Screen pada Monitor Komputer
untuk Mengurangi Kelelahan Mata Pekerja Call Centre di PT. Indosat NSR
Tahun 2008. Tesis.
Dari:http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/index/assoc/HASH01bb/.../d
oc.pdf. Diunggah pada tanggal 23 November 2009.
Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
--------------. 1988. Penyakit Mata (Ringkasan dan Istilah). Jakarta: PT. Pustaka
Utama Grafiti.
James, Bruce, et al. 2006. Lecture Notes on Ophthalmology. Jakarta: Erlangga.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XI. 2002. Persyaratan dan
Tata Cara Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran.
Muninjaya, AA. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Murtopo, Ichwan dan sarimurni. 2005. Pengaruh Radiasi Layar Komputer terhadap
Kemampuan Daya Akomodasi Mata Mahasiswa Pengguna Komputer di
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi, volume 6 No. 2 ; 153-163.
Nourmayanti, Dian. 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di Coorporate Costumer
Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009. Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
OSHA. 1997. Working Safety with Video Display Terminal a Dozen Things You
Should Know about Eyestrain. Dari : http://www.osha.gov. Diunggah pada
tanggal 20 September 2010.
Pascarelli, Emil. 2004. Dr. Pascarelli’s Complete Guide to Repetitive Strain Injury
(RSI). Navta Associates, Inc. New Jersey.
Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Works, and Health. USA: Aspen Publisher
Inc.
P.K., Suma’mur. 1993. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:
CV. Haji Masagung.
94
--------------------. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Toko
gunung Agung.
Prayitno, Budi. 2008. Hubungan Pencahayaan dengan Kelelahan Mata pada
Pengguna Komputer di Kelurahan Pondok Cina Depok Tahun 2008 (Studi
pada Rental Komputer, Warung Internet, dan game On-Line). Skripsi.
Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Indonesia Jakarta.
Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display
Terminal (VDT). Cermin Dunia Kedokteran Kerja Vol. 34 No. 1/154 edisi
Januari – Febuari 2007.
Sabri, Luknis dan Sutanto Priyo Haryono . 2009. Statistik Kesehatan. Edisi Revisi.
Jakarta: Rajawali Pers.
Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Santoso, Insap. 2009. Interaksi Manusia dan Komputer. Edisi 2. Yogyakarta: ANDI.
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Standar Nasional Indonesia. Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja.
SNI 16-7062-2004.
Tarwaka dkk. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan Kerja, dan
Produktivitas. UNIBA Press, Surakarta.
Wasisto, S.W. 2005. Komputer Secara Ergonomis dan Sehat. Dari :
http://www.wahana.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.
Yanuar, Dwi. 2010. Komputer dan Dampaknya bagi Kesehatan. Dari :
http://www.kompas.com. Diunggah pada tanggal 15 Oktober 2010.
LAMPIRAN 2
A. Hasil Analisis Univariat
Keluhan Kelelahan Mata
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Mengeluh 61 57.5 57.5 57.5
Tidak mengeluh 45 42.5 42.5 100.0
Total 106 100.0 100.0
Usia
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid >40 tahun 4 3.8 3.8 3.8
≤40 tahun 102 96.2 96.2 100.0
Total 106 100.0 100.0
Istirahat Mata
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Tidak 17 16.0 16.0 16.0
Ya 89 84.0 84.0 100.0
Total 106 100.0 100.0
Kelainan Refraksi Mata
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ada kelainan 39 36.8 36.8 36.8
tidak ada kelainan 67 63.2 63.2 100.0
Total 106 100.0 100.0
Tingkat Pencahayaan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid ≤300 lux 93 87.7 87.7 87.7
>300 lux 13 12.3 12.3 100.0
Total 106 100.0 100.0
LAMPIRAN 2
Durasi Penggunaan Komputer
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid > 4 jam 63 59.4 59.4 59.4
<= 4 jam 43 40.6 40.6 100.0
Total 106 100.0 100.0
Jarak Monitor
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid <50 centimeter 29 27.4 27.4 27.4
>=50 centimeter 77 72.6 72.6 100.0
Total 106 100.0 100.0
LAMPIRAN 2
B. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
usia >40 tahun Count 4 0 4
% within usia 100.0% .0% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
6.6% .0% 3.8%
≤40 tahun Count 57 45 102
% within usia 55.9% 44.1% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
93.4% 100.0% 96.2%
Total Count 61 45 106
% within usia 57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.067a 1 .080
Continuity Correctionb 1.527 1 .217
Likelihood Ratio 4.536 1 .033
Fisher's Exact Test .135 .105
Linear-by-Linear Association 3.038 1 .081
N of Valid Casesb 106
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,70.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.789 1.506 2.126
N of Valid Cases 106
2. Hubungan Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata
LAMPIRAN 2
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
istirahat mata Tidak Count 14 3 17
% within istirahat mata 82.4% 17.6% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
23.0% 6.7% 16.0%
Ya Count 47 42 89
% within istirahat mata 52.8% 47.2% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
77.0% 93.3% 84.0%
Total Count 61 45 106
% within istirahat mata 57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 5.100a 1 .024
Continuity Correctionb 3.962 1 .047
Likelihood Ratio 5.580 1 .018
Fisher's Exact Test .031 .020
Linear-by-Linear Association 5.052 1 .025
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,22.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for istirahat mata (Tidak / Ya)
4.170 1.120 15.526
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.559 1.161 2.094
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.374 .131 1.069
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 2
3. Hubungan Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
kelainan refraksi ada kelainan Count 23 16 39
% within kelainan refraksi 59.0% 41.0% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
37.7% 35.6% 36.8%
tidak ada kelainan Count 38 29 67
% within kelainan refraksi 56.7% 43.3% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
62.3% 64.4% 63.2%
Total Count 61 45 106
% within kelainan refraksi 57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .051a 1 .821
Continuity Correctionb .001 1 .982
Likelihood Ratio .052 1 .820
Fisher's Exact Test .842 .492
Linear-by-Linear Association .051 1 .821
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16,56.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kelainan refraksi (ada kelainan / tidak ada kelainan)
1.097 .493 2.443
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.040 .744 1.454
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.948 .595 1.510
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 2
4. Hubungan Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstabulation
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
tingkat pencahayaan <300 lux Count 59 34 93
% within tingkat pencahayaan
63.4% 36.6% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
96.7% 75.6% 87.7%
>=300 lux Count 2 11 13
% within tingkat pencahayaan
15.4% 84.6% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
3.3% 24.4% 12.3%
Total Count 61 45 106
% within tingkat pencahayaan
57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.782a 1 .001
Continuity Correctionb 8.904 1 .003
Likelihood Ratio 11.239 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear Association 10.680 1 .001
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,52.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for tingkat pencahayaan (<300 lux / >= 300 lux)
9.544 1.996 45.629
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
4.124 1.142 14.893
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.432 .303 .616
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 2
5. Hubungan Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
jarak monitor <50 centimeter Count 21 8 29
% within jarak monitor 72.4% 27.6% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
34.4% 17.8% 27.4%
>=50 centimeter Count 40 37 77
% within jarak monitor 51.9% 48.1% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
65.6% 82.2% 72.6%
Total Count 61 45 106
% within jarak monitor 57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 3.612a 1 .057
Continuity Correctionb 2.823 1 .093
Likelihood Ratio 3.733 1 .053
Fisher's Exact Test .078 .045
Linear-by-Linear Association 3.578 1 .059
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12,31.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for jarak monitor (<50 centimeter / >=50 centimeter)
2.428 .959 6.148
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.394 1.022 1.902
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.574 .305 1.082
N of Valid Cases 106
LAMPIRAN 2
6. Hubungan Durasi Penggunaan Komputer dengan Keluhan Kelelahan Mata
Crosstab
keluhan kelelahan mata
Total Mengeluh Tidak mengeluh
durasi penggunaan komputer > 4 jam Count 38 25 63
% within durasi penggunaan komputer
60.3% 39.7% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
62.3% 55.6% 59.4%
<= 4 jam Count 23 20 43
% within durasi penggunaan komputer
53.5% 46.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
37.7% 44.4% 40.6%
Total Count 61 45 106
% within durasi penggunaan komputer
57.5% 42.5% 100.0%
% within keluhan kelelahan mata
100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square .488a 1 .485
Continuity Correctionb .248 1 .618
Likelihood Ratio .487 1 .485
Fisher's Exact Test .550 .309
Linear-by-Linear Association .483 1 .487
N of Valid Casesb 106
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,25.
b. Computed only for a 2x2 table
LAMPIRAN 2
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for durasi penggunaan komputer (> 4 jam / <= 4 jam)
1.322 .604 2.893
For cohort keluhan kelelahan mata = Mengeluh
1.128 .800 1.589
For cohort keluhan kelelahan mata = Tidak mengeluh
.853 .548 1.327
N of Valid Cases 106
1
LEMBAR OBSERVASI
NO JARAK KONDISI MATA PENCAHAYAAN
Merah Berair
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
2
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
3
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
LAMPIRAN 1
Kuesioner Penelitian
Keluhan Kelelahan Mata di Gedung Graha Telkom BSD Tanggerang
Tahun 2011
Assalamualaikum Wr.Wb/ selamat pagi/ siang/ sore
Teriring salam dan doa semoga Bapak/Ibu selalu diberikan kesuksesan dalam
menunaikan tugas keseharian. Saya :
Nama : Siti Maryamah
NIM : 106101003356
Mahasiswi yang sedang melaksanakan tugas akhir perkuliahan Program Studi Sarjana
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memohon kesediaan
Bapak/Ibu untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini dengan lengkap. Setiap data
yang Anda isikan pada kuesioner ini dijamin kerahasiaannya.
Petunjuk Pengisian:
1. Berilah tanda ceklist (√) pada kolom/kotak yang disediakan untuk setiap
jawaban yang Anda isikan.
2. Jika jawaban bukan merupakan pilihan, maka isilah pada garis bawah
(________) yang tersedia.
LAMPIRAN 1
No. Responden
LEMBAR KUESIONER
A. Karakteristik Responden
A1. Nama :
A2. No. Handphone :
A3. Tanggal Lahir :
A4. Apakah anda menggunakan kacamata?
Ya
Tidak
A5. Apakah Anda menggunakan kacamata/kontak lensa?
Ya
Tidak
(Jika “Tidak”, lanjut ke pertanyaan A7)
A6. Jenis kacamata apakah yang anda gunakan saat bekerja?
Kacamata minus/plus (coret yang tidak perlu)
Kacamata bifokus
Kontak lensa
Tidak ada
A7. Apakah Anda sering mengistirahatkan mata Anda ketika bekerja dengan komputer?
Ya
Tidak
A8. Seberapa sering Anda mengistirahatkan mata Anda?
Sangat sering (> 3 kali dalam satu jam)
LAMPIRAN 1
Sering (1-2 kali dalam satu jam)
Tidak sama sekali
B. Karakteristik Pekerjaan
B1. Apa pekerjaan Anda?
B2. Berapa lama rata-rata anda bekerja (x) dalam ruang kantor dalam 1 hari?
________________ jam
B3. Berapa lama rata-rata anda bekerja menggunakan komputer di kantor?
________________ .jam
B4. Apakah anda juga sering menggunakan komputer diwaktu istirahat kantor?
________________ jam
B4. Berapa lama Anda bekerja/bermain menggunakan komputer diluar jam kantor (setelah
pulang kantor/libur) dalam sehari? ___________________ jam
C. Karakteristik Lingkungan Kerja
C1. Apakah dengan pencahayaan ruang kerja Anda sekarang sudah cukup nyaman bagi anda
untuk menyelesaikan pekerjaan Anda?
Ya
Tidak
C2. Bagaimana keadaan kualitas pencahayaan di tempat kerja Anda?
Terlalu terang
Cukup terang
Kurang terang