f4 gizi pada lansia

Upload: kbdindasm

Post on 05-Mar-2016

168 views

Category:

Documents


43 download

DESCRIPTION

Gizi Lansia

TRANSCRIPT

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

F 4. Upaya Perbaikan Gizi MasyarakatGIZI PADA LANSIA

Disusun oleh:

dr. Arifatun Nisa

INTERNSIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS PRINGSURAT KABUPATEN TEMANGGUNG

PERIODE JUNI- SEPTEMBER 2014HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masysrakat

Laporan F4. Upaya Perbaikan Gizi MasyarakatTopik : GIZI PADA LANSIA

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internship dokter Indonesia di Puskesmas Pringsurat Kabupaten Temanggung

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal September 2014

Dokter Internsip,

dr.Arifatun Nisa

Mengetahui,

DokterPendamping

dr. AnisMustaghfirinNIP. 19830617 201001 1 020

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Proses penuaan berlangsung sejak pembuahan sampai kematian, tanda-tanda munculnya penuaan bisa terlihat sejak usia 30 tahun, terutama akan terlihat pada orang-orang yang hidup dengan kemiskinan, kurangnya akses terhadap kesehatan sehingga penampilan akan terlihat lebih tua dibandingkan dengan usia pada orang-orang yang menjaga kesehatanannya. Di Indonesia, lanjut usia dimulai sejak usia 60 tahun sesuai dengan yang tertera pada Undang-Undang no: 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Di Amerika, usia 65 tahun digunakan sebagai benchmarck dalam mengelompokkan penduduk berusia lanjut. WHO membagi umur tua sebagai berikut: usia 60 74 tahun disebut umur lanjut (elderly), usia 75 90 tahun disebut umur tua (old) dan usia di atas 90 tahun disebut umur sangat tua (very-old). Sedangkan Neugarten (1975) mengelompokkan umur : Young old : 55 75 tahun, Old old : > 75 tahun dan Oldest old : > 85 tahun.Status Gizi pada lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai hal. Perubahan fisiologis, komposisi tubuh, asupan nutrisi dan keadaan ekonomi merupakan hal-hal yang dapat memicu terjadinya berbagai masalah gizi pada lanjut usia (Potter&Pierry, 2005). Penurunan fungsional dari organ-organ tersebut akan menyebabkan lebih

mudah timbulnya masalah kesehatan pada lanjut usia. Masalah gizi yang seringkali terjadi pada lanjut usia juga dipengaruhi oleh sejumlah perubahan fisiologis (Darmojo,2010).

Masalah yang timbul pada Lansia diantaranya : berkurangnya cairan dalam jaringan-jaringan tubuh, meningkatnya kadar lemak tubuh, meningkatnya kadar zat kapur dalam jaringan otak dan pembuluh darah, penurunan zat kapur dalam tulang, perubahan pada jaringan ikat, menurunnya laju metabolisme basal per satuan berat badan, menurunnya aktivitas hormon, menurunnya aktivitas enzim terutama enzim pencernaan, terbentuknya pigmen ketuaan pada otot jantung, sel-sel saraf, kulit serta berkurangnya frekuensi denyut jantung sehingga menyebabkan berkurangnya peredaran darah dan zat gizi (Astawan & Wahyuni, 1988). Faktor-faktor penyebab masalah : Gizi, ketika masa pertumbuhan maupun masa tua, lingkungan; fisik, keluarga, pekerjaan, pergaulan yang dapat menekan pikiran yang mengakibatkan stress, gen yang ada dalam tubuh seseorang (Takasihaeng, 2000).Penyebab Masalah Gizi pada Lansia (Wirahkusuma, 2000) yaitu : Perubahan kebiasaan makan, penurunan selera makan, penurunan sensifitas indera perasa & penciuman, gangguan pencernaan & pengunyahan dan penyakit degenerative. Makanan yg dikonsumsi kurang baik kuantitas dan kualitas (Hurlock, 1999). Dengan demikian adanya perubahan dan penurunan selera makan apalagi yang dikonsumsinya kurang berkualitas maka akan memperburuk keadaan lansia, karena akan menjadi lemah dan mudah sakit.B. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT

Usia Harapan Hidup penduduk Indonesia berdasarkan proyeksi penduduk Indonesia tahun 2000-2025 antara BPS, BAPENAS dan UNFPA, mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, satu sisi menunjukkan bahwa makin banyak orang Indonesia yang hidup lebih panjang umur, tetapi disisi lain menjadi akan menjadi beban keluarga, masyarakat dan negara apabila kenaikan jumlah Lansia tersebut tidak diimbangi dengan program penanggulangan Lansia baik dari segi fisik, mental maupun financial. Jumlah Penduduk Lansia Indosesia 2006 UHH 66,2 tahun, jumlahnya 19 juta, 2010 diperkirakan UHH 67,4 tahun jumlahnya 23,9 juta dan tahun 2020 diperkirakan UHH 71,1 tahun jumlahnya 28,8 juta. (Deputi I Menkokesra, 2007) Angka UHH Manusia Indonesia : Tahun 1997=65 tahun, (WHO, 1998) dan tahun 2025 = 73 tahun (Wirakusumah, 2000). UHH meningkat selama 20 tahun terjadi di Indonesia, UHH perempuan tahun 1994 : 83 tahun di Jepang 70 tahun, di Singapura 74 tahun, Malaysia 72 tahun, Thailand 69 tahun, dan 65 tahun di Indonesia. Di Indonesia selama dalam 37 tahun meningkat menjadi 6 kalinya. Cepatnya pertumbuhan usia lanjut berdampak pada meningkatkan proporsi penduduk di kelompok tersebut dengan demikian meningkatkan biaya perawatan kesehatan, apabila jumlah usia lanjut tersebut tidak ditangani dengan baik.Gizi merupakan faktor yang menentukan kualitas hidup lansia di masa senjanya yang sudah tidak bisa seproduktif seperti saat masa muda. Keadaan Gizi lansia apabila kelebihan makanan penyebab kematian utama yang disebabkan penyakit jantung, aterosklerosis dan diabetes. Keadaan malnutrisi dan kurang gizi mengakibatkan penurunan produktifitas kerja. Kurang gizi disebabkan budaya, kemiskinan atau tidak tersedianya asupan makanan yang seimbang. Maka dari itu, gizi lansia juga perlu mendapatkan perhatian khusus yang tak kalah penting.

C. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSIPemberian informasi dilakukan dengan metode penyuluhan. Penyuluhan kali ini difokuskan terhadap pemberian informasi kepada ibu-ibu posyandu lansia warga dusun Krajan I tentang penyakit gout artritis dan cara penatalaksanaannya. Penyuluhan dilakukan di Dusun Krajan I. Penyuluhan disampaikan dengan metode langsung (direct communication/ face to face communication).D. PELAKSANAANPenyuluhan dilakukan secara tatap muka, dihadiri oleh bidan desa, beberapa petugas puskesmas, kader kesehatan dan warga Dusun Krajan I Desa Gowak.

Hari/tanggal: 20 Juni 2014

Waktu

: 08.300 - 10.30

Tempat

: Balai Desa Gowak

Kegiatan

: Posyandu lansia dan penyuluhan

Penyuluhan dimulai dengan perkenalan dengan pembicara dilanjutkan penyampaian materi tentang penyakit gout arthritis oleh dokter internship dan kemudian ditutup dengan tanya-jawab.

E. MONITORING, EVALUASI DAN KESIMPULANMonitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman peserta penyuluhan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seputar materi yang telah disampaikan. Selain itu, apabila masih ada hal yang kurang dimengerti oleh peserta penyuluhan dapat ditanyakan kepada dokter internship maupun petugas puskesmas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan1. Definisi Lanjut UsiaLanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia. Manusia yang memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh akibat perubahan atau penurunan fungsi organ-organ tubuh (Arisman, 2004). Berdasarkan WHO (Setianto,2007), lansia dibagi menjadi tiga golongan:

a. Umur lanjut (elderly) : usia 60-75 tahunb. Umur tua (old) : usia 76-90 tahun

c. Umur sangat tua (very old) : usia > 90 tahun

2. Karakteristik Kesehatan Lanjut UsiaKesehatan lansia dipengaruhi proses menua. Proses menua didefenisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan ini menyebabkan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan dan kemampuan bertahan hidup berkurang. Proses menua setiap individu dan setiap organ tubuh berbeda, hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup, lingkungan, dan penyakit degeneratif (Setiati,2000).

Proses menua dan perubahan fisiologis pada lansia mengakibatkan beberapa kemunduran dan kelemahan, serta implikasi klinik berupa penyakit kronik dan infeksi. Hal ini digambarkan pada Tabel 1.

Tabel 1Kemunduran dan Kelemahan LansiaNoKemunduran dan Kelemahan Lansia

1.2.3.4.5.6.7.8.9.Pergerakan dan kestabilan terganggu

Intelektual terganggu Isolasi diri (depresi) Inkontinensia Defisiensi imunologis

Infeksi, konstipasi, dan malnutrisi

Iatrogenesis dan insomnia

Kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi dan integritas kulit

Kemunduran proses penyembuhan

Sumber: Masalah kesehatan pada golongan lanjut usia, oleh R.Boedhi Darmodjo (Arisman, 2004)

B. Status Gizi pada LansiaStatus gizi merupakan keseimbangan antara asuapan zat gizi dan kebutuhan akan zat gizi tersebut. Status gizi juga didefenisikan sebagai keadaan kesehatan seseorang sebagai refleksi konsumsi pangan serta penggunaannya oleh tubuh (Supariasa, Bakri, & Fajar, 2002).

Status Gizi pada lanjut usia dipengaruhi oleh berbagai hal. Perubahan fisiologis, komposisi tubuh, asupan nutrisi dan keadaan ekonomi merupakan hal-hal yang dapat memicu terjadinya berbagai masalah gizi pada lanjut usia (Potter&Pierry, 2005).

1. Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Status Gizi pada Lanjut UsiaDengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organ tubuhnya makin besar. Peneliti Andres dan Tobin (dalam Kane, Ouslander, & Brass, 2004) menjelaskan bahwa fungsi organ- organ akan menurun sebanyak satu persen setiap tahunnya setelah usia 30 tahun.

Penurunan fungsional dari organ-organ tersebut akan menyebabkan lebih mudah timbulnya masalah kesehatan pada lanjut usia. Masalah gizi yang seringkali terjadi pada lanjut usia juga dipengaruhi oleh sejumlah perubahan fisiologis (Darmojo,2010). Adapun perubahan fisiologis tersebut sebagai berikut:

a. Komposisi TubuhKomposisi tubuh dapat memberikan indikasi status gizi dan tingkat kebugaran jasmani seseorang. Pada abad ke-19 ditemukan berbagai senyawa kimiawi yang ternyata ada pula pada jaringan dan cairan tubuh (Darmojo,2010).Akibat penuaan pada lansia massa otot berkurang sedangkan massa lemak bertambah. Massa tubuh yang tidak berlemak berkurang sebanyak 6,3%, sedangakan sebanyak 2% massa lemak bertambah dari berat badan perdekade setelah usia 30 tahun. Jumlah cairan tubuh berkurang dari sekitar 60% berat badan pada orang muda menjadi 45% dari berat badan wanita usia lanjut.(Kawas & Brookmeyer, 2001; Arisman,2004 )

Penurunan massa otot akan mengakibatkan penurunan kebutuhan energi yang terlihat pada lansia. Keseimbangan energi pada lansia lebih lanjut dipengaruhi oleh aktifitas fisik yang menurun. Pemahaman akan hubungan berbagai keadaan tersebut penting dalam membantu lansia mengelola berat badan mereka (Darmojo,2010).

b. Gigi dan Mulut

Gigi merupakan unsur penting untuk pencapaian derajat kesehatan dan gizi yang baik. Perubahan fisiologis yang terjadi pada jaringan keras gigi sesuai perubahan pada gingiva anak-anak. Setelah gigi erupsi, morfologi gigi berubah karena pemakaian atau aberasi dan kemudian tanggal digantikan gigi permanen. Pada usia lanjut gigi permanen menjadi kering, lebih rapuh, berwarna lebih gelap, dan bahkan sebagian gigi telah tanggal (Arisman,2004). Dengan hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi gigi atas dan bawah dan akan mengakibatkan daya kunyah menurun yang semula maksimal dapat mencapai 300 pounds per square inch dapat mencapai 50 pound per square inch. Selain itu, terjadinya atropi gingiva dan procesus alveolaris yang menyebabkan akar gigi terbuka dan sering menimbulkan rasa sakit semakin memperparah penurunan daya kunyah. Pada lansia saluran pencernaan tidak dapat mengimbangi ketidaksempurnaan fungsi kunyah sehingga akan mempengaruhi kesehatan umum (Darmojo,2010).

c. Indera Pengecap dan Pencium

Dengan bertambahnya umur, kemampuan mengecap, mencerna, dan memetabolisme makanan berubah. Penurunan indera pengecap dan pencium pada lansia menyebabkan sebagian besar kelompok umur ini tidak dapat lagi menikmati aroma dan rasa makanan.

Gangguan rasa pengecap pada proses penuaan terjadi karena pertambahan umur berkorelasi negatif dengan jumlah taste buds atau tunas pengecap pada lidah. Cherie Long (1986) dan Ruslijanto (1996) dalam Darmojo (2010) menyatakan 80% tunas pengecap hilang pada usia 80 tahun. Wanita pasca monopause cenderung berkurang kemampuan merasakan manis dan asin. Keadaan ini dapat menyebabkan lansia kurang menikmati makanan dan mengalami pemurunan nafsu makan dan asupan makanan.Gangguan rasa pengecap juga merupakan manifestasi penyakit sistemik pada lansia disebabkan kandidiasis mulut dan defisiensi nutrisi terutama defisiensi seng (Seymour,2006).

d. Gastrointestinal

Motilitas lambung dan pengosongan lambung menurun seiring dengan meningkatnya usia. Lapisan lambung lansia menipis. Di atas usia 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang. Akibatnya penyerapan vitamin dan zat besi berkurang sehingga berpengaruh pada kejadian osteoporosis dan osteomalasia pada lansia.

Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makan dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut (Guyton&Hall,2004). Pada manusia lanjut usia, reseptor pada esofagus kurang sensitif dengan adanya makanan. Hal ini menyebabkan kemampuan peristaltik esofagus mendorong makanan ke lambung menurun sehingga pengosongan esofagus terlambat (Darmojo,2010)

Berat total usus halus (di atas usia 40 tahun) berkurang, namun penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali kalsium dan zat besi (di atas usia 60 tahun). Di usus halus juga ditemukan adanya kolonisasi bakteri pada lansia dengan gastritis atrofi yang dapat menghambat penyerapan vitamin B. Selain itu, motilititas usus halus dan usus besar terganggu sehingga menyebabkan konstipasi sering terjadi pada lansia (Setiati,2000).

e. HematologiBerbagai kelainan hematologi dapat terjadi pada usia lanjut sebagai akibat dari proses menua pada sistem hematopoetik. Berdasarkan pengamatan klinik dan laboratorik, didapatkan bukti bahwa pada batas umur tertentu, sumsum tulang mengalami involusi, sehingga cadangan sumsum tulang pada usia lanjut menurun. Beberapa variabel dalam pemeriksaan darah lengkap (full blood count) seperti kadar hemoglobin, indeks sel darah merah (MCV,MCH,MCHC), hitung leukosit,trombosit menunjukkan perubahan yang berhubungan dengan umur.Anemia kekurangan zat besi adalah salah satu bentuk kelainan hematologi yang sering dialami pada lansia . Penyebab utama anemia kekurangan zat besi pada usia lanjut adalah karena kehilangan darah yang terutama berasal dari perdarahan kronik sistem gastrointestinal akibat berbagai masalah pencernaan seperti tukak petik, kegasan lambung dan keganasan kolon (Darmojo,2010). Menurunnya cairan saluran cerna (sekresi pepsin) dan enzim-enzim pencernaan proteolitik mengakibatkan pencernaan protein tidak efisien.Tabel 2. Perubahan akibat Proses Menua

Keseluruhan Berat badan, tinggi badan, dan kadar air badan total menurun

Ratio lemak dan massa tubuh meningkat

Kardiovaskuler Cardiac output, respon detak jantung terhadap stress menurun

Peningkatan kekauan tunika intima jantung

Katup jantung jadi lebih kaku

Penurunan elastisitas pembuluh darah

Paru Elastisitas, aktifitas silia dan reflek batuk menurun Kapasitas vital, ambilan O2 maksimal menurun

Ginjal Jumlah glomerulus abnormal meningkat Aliran darah ginjal, bersihan kreatinin, osmolaritas urin menurun

Saluran Cerna Rasa pengecap dan prosukdi air ludah menurun Prosukdi asam lambung dan enzim lain menurun

Tulang rangka Osteoarthritis dan osteoporosis meningkat

Hormon T3 dan testosterone bebas menurun Insulin, norepinefirn, parathormone, vasopressin meningkat

Sistem saraf Berat otak, intelektual, kemampuan belajar menurun Jumlah jam tidur& kenyenyakan tidur menurun

B. Masalah Gizi Pada Usia LanjutPerubahan Fisiologi yang Berhubungan dengan Aspek Gizi pada Lansia

a) Semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa sehingga umumnya lansia kurang dapat menikmati makanan dgn baik. Hal itu sering menyebabkan kurangnya asupan atau penggunaan bumbu, seperti kecap atau garam yang berlebihan berdampak kurang baik bagi kesehatan lansia. (Krause dan Katahunleen (1984)

b) Berkurangnya sekresi saliva yang dapat menimbulkan kesulitan dalam menelan dan dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan pada gigi (Webb & Copeman, 1996)

c) Kehilangan gigi. Separuh lansia banyak kehilangan gigi, hal ini mengakibatkan terganggunya kemampuan dalam mengkonsumsi makanan dengan tekstur keras, sedangkan makanan yang lunak kurang mengandung vit A, vit C, dan serat sehingga menyebabkan mudah mengalami konstipasi. (Rusilanti , 2006)

d) Menurunnya Sekresi HCL. HCL merupakan faktor ekstrinsik yang membantu penyakiterapan vit B 12 dan kalsium, serta utilisasi protein. Kekurangan HCL dapat menyebabkan lansia mudah terkena osteoporosis, defisiensi zat besi yang menyebabkan anemia, sehingga oksigen tidak dapat diangkut dengan baik.

e) Menurunnya sekresi pepsin dan enzim proteolitik yang mengakibatkan pencernaan protein tidak efisien.

f) Menurunnya sekresi garam empedu, sehingga mengganggu proses penyakiterapan lemak dan vitamin A,D,E,K.

g) Menurunya motilitas usus, sehingga memperpanjang transit time dalam saluran gastrointestinal mengakibatkan pembesaran perut dan konstipasi. (Rusilanti , 2006)

Hasil penelitian menunjukkan total konsumsi air putih per hari rata-rata minum 6-7 gelas 51,43% dan kurang dari 5 gelas 21,43% (Suryanto, 2002). Sebaiknya Lansia membatasi konsumsi garam dan gula, karena absorpsi gula yang cepat mengakibatkan perubahan kadar gula dalam darah lebih cepat beresiko terhadap obesitas dan diabetes. Lansia disarankan mengkonsumsi makanan berkualitas, seperti susu tanpa lemak, 2 - 3 gelas sehari (Astawan & Wahyuni, 1989)Perilaku Makan Pada Lansia

a) Perubahan fisiologis karena penuaan dapat mengubah perilaku makan.

b) Penuaan menyebabkan menurunnya jumlah dan kerja enzim saliva yang diproduksi, serta timbulnya masalah gigi. Akibatnya, perilaku makan berubah dengan kecenderungan memilih makanan yang lebih lembut (Schol, 1986)

c) Kemampuan mengindikasikan rasa haus berkurang shg tdk mampu minum air sesuai kebutuhan, padahal peranan air sangat penting pada lansia krn fungsi ginjal menurun.

Penyebab Masalah Gizi pada Lansia (Wirahkusuma, 2000) yaitu : Perubahan kebiasaan makan, penurunan selera makan, penurunan sensifitas indera perasa & penciuman, gangguan pencernaan & pengunyahan dan penyakit degenerative. Makanan yg dikonsumsi kurang baik kuantitas dan kualitas (Hurlock, 1999). Dengan demikian adanya perubahan dan penurunan selera makan apalagi yang dikonsumsinya kurang berkualitas maka akan memperburuk keadaan lansia, karena akan menjadi lemah dan mudah sakit.Pada umumnya lansia kurang mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, beberapa zat gizi seperti Kalsium, Seng, Potasium, Vitamin B6, Magnesium, dan Folat kurang tersedia dalam diet lansia, serta konsumsi karbohidrat kompleks di bawah kecukupan yang dianjurkan (Herlina, 2001). Menurut Oswari (1997), pada orang lanjut usia ada dua hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan kebiasaan makannya yaitu pengaruh dari gizi yang tidak bermutu karena tidak cukup protein, mineral, dan vitamin yang dimakan dan pengaruh makanan yang salah sebagai akibat salah makan atau terlalu banyak makan. Pada lansia penggunaan energi makin menurun karena proses metabolisme basalnya makin menurun (Wirakusumah, 2000). Sebaliknya konsumsi makanan sumber protein, vitamin, dan mineral perlu ditingkatkan baik jumlah maupun mutunya. Sebaiknya dipilih makanan yang lunak, mudah dikunyah, dan untuk meningkatkan selera makan dapat ditambahkan bumbu (Astawan & Wahyuni,1988).Masalah gizi usia lanjut, merupakan rangkaian proses masalah gizi sejak usia muda. Kualitas gizi dapat dilihat setelah tua. Disamping itu beberapa penelitian membuktikan bahwa ada masalah gizi pada usia lanjut. Sebagian besar masalah gizi pada usia lanjut adalah gizi lebih dan obesitas. Kedua masalah ini kemudian memacu timbulnya penyakit degeneratif. Seperti penyakit jantung coroner, hipertensi, diabetes, batu empedu, gout (rematik), ginjal, sirosis hati dan kanker.

Bukan hanya masalah gizi lebih saja, namun masalah gizi kurang juga banyak terjadi pada orang tua. Masalah kurang gizi akan menyebabkan kurang energy kronis (KEK), anemia dan kekurangan zat gizi mikro lainnya.(Fatmah, 2010). Penyakit yang sering diderita lansia antara lain:1. Kegemukan atau Obesitas

2. Penyakit Jantung Koroner

3. Hipertensi

4. Diabetes Mellitus

5. Osteoporosis

6. Anemia

7. Gout

C. Kebutuhan GiziPada lansia terjadi perubahan kebutuhan kecukupan gizi. Gizi bermanfaat mengganti sel-sel yang rusak dan membantu bagian lain yang diperlukan oleh tubuh seperti hormone, enzim dan sel darah merah, untuk itu gizi yang dikonsumsi harus memenuhi kebutuhan faal dan biokimia tubuh. Dalam hal ini perlu kelebihan atau kekurangan zat gizi yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan maupun biokimia tubuh. Siswono (2003) menyatakan bahwa gizi yang lengkap dan seimbang juga dibutuhkan lansia disesuaikan dengan kondisi kesehatannya. Penyesuaian ini sangat penting karena fungsi organ tubuh lansia tidak sebaik dan sekuat dulu.

Wirakusumah (2002), menyatakan kebutuhan gizi lansia lebih rendah dibandingkan kebutuhan gizi di usia dewasa. Hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa kecepatan metabolisme basal pada orang-orang berusia lanjut menurun sekitar 15-20%, disebabkan berkurangnya massa otot dan aktivitas. Kalori (energi) diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat.Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas. Sebaliknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus.1. Karbohidrat dan serat makananMenurut National cancer Institute, Lansia direkomendasikan untuk mengkonsumsi 20-30 gr/hari (Fatmah, 2010), dianjurkan untuk mengurangi konsumsi gula-gula sederhana dan menggantinya dengan karbohidrat kompleks, yang berasal dari kacang-kacangan dan biji-bijian yang berfungsi sebagai sumber energy dan serat.2. Serat

Asupan serat pada lansia sebaiknya tidak kurang dari 30 gram sehari. Ketiadaan serat akan mengakibatkan terjadinya konstipasi , hemoroid, diverticulosis, DM, PJK dan obesitas. Memakan sayuran mempunyai fungsi ganda, yaitu selain sebagai sumber serat juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang semua itu sangat dibutuhkan untuk memelihara kesehatan tubuh manusia (Fatmah,2010). Tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat karena dikhawatirkan konsumsi serat terlalu banyak sehingga dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain terserap oleh serat dan tidak dapat diserap tubuh3. Protein

Untuk lebih aman, secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah 1 gram per kg berat badan. Pada lansia masa ototnya berkurang. Tetapi ternyata kebutuhan tubuhnya akan protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi dari orang dewasa, karena pada lansia efisiensi penggunaan senyawa

nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan penyerapannya kurang efisien). Beberapa penelitian merekomendasikan, untuk lansia sebaiknya konsumsi proteinnya ditingkatkan sebesar 12-14% dari porsi untuk orang dewasa. Sumber protein yang baik diantaranya adalah pangan hewani dan kacang-kacangan.4. Lemak

Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis (penyumbatan pembuluh darah ke jantung). Juga dianjurkan 20% dari konsumsi lemak tersebut

adalah asam lemak tidak jenuh (PUFA = poly unsaturated faty acid). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak jenuh.Lemak adalah penyumbang energi terbesar. Fungsi lain dari lemak adalah sebagai pelarut vitamin A,D, E dan K.

Lemak terdiri dari:

a. Lemak Jenuh

Konsumsi lemak jenis ini dalam jumlah berlebihan dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah. Bahan makanan yang mengandung lemak jenuh adalah: Lemak hewan, lemak susu, mentega, keju, krim, santan, dll.

b. Lemak Tak jenuh

Lemak tak jenuh merupakan lemak yang memiliki ikatan rangkap yang terdapat di dalam minyak ( lemak cair)dan berada dalam dua bentuk isomer cis dan trans.

1) Lemak tak jenuh tunggal : minyak zaitun, minyak wijen

2) Lemak tak jenuh ganda : minyak kedelai, minyak zaitun dan minyak ikan

5. Cairan

Dianjurkan minimal kita minum air putih 1,5-2 L/hari. Minuman seperti the, kopi alcohol, sirup tidak baik untuk kesehatan terutama bagi lansia yang mempunyai penyakit seperti diabetes, hipertensi, obesitas dan jantung (Fatmah, 2010). Webb dan Copeman (1996) menyatakan bahwa konsumsi cairan bagi manula adalah sekitar 6-8 gelas (2000ml) dalam sehari.

6. Vitamin dan Mineral

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Vitamin dan Mineral dibutuhkan sebagai pengatur tubuh dengan jalan memperlancar proses oksidasi, memelihara fungsi normal otot dan saraf, vitalitas jaringan dan menunjang fungsi-fungsi tertentu. Zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral serta asupan suplemen pada lansia berfungsi untuk mempertahankan kondisi lansia agar tetap optimum (sehat) dan kualitas hidupnya terjaga (Fatmah, 2010).

Beberapa zat gizi kebutuhannya meningkat sejalan dengan usia, misalnya saja vitamin D untuk usia 50-70 tahun adalah 10 g/hari sedangkan untuk usia >70 tahun adalah 15 g/hari . Kebutuhan vitamin C untuk usia

Darmojo,B. (2010). Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke-4. Balai Penerbit FK UI: Jakarta.

Evelyn,Pearce. (2009). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Fatmah. (2010). Gizi Usia Lanjut. Erlangga: Jakarta.

Kane,R.L., Ouslander, JG., Abrass, IB. (2004). Essentials of Clinical Geriatric, ed.5. McGraw-hill companies: United states of America

Kawas, CH & Brookmeyer, R.( 2001) Aging and the public health effects of dementia, New England Journal of Medicine, vol. 344 (15), p. 1160-1161, diakses pada tanggal 05 september 2011, http://content.nejm.org/cgi/content/full/344/15/1160Morrow, JR. Jackson,A. Disch,J. & Mood,D. (2005). Measurement and Evaluation in Human Performance. Third Edition. Human Kinetics:USA Nurachamah,E. (2001). Nutrisi dalam Keperawatan. Sagung Seto: Jakarta.

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4.EGC: Jakarta.

Setiati, S. (2000). Pedoman Praktis Perawatan Kesehatan: untuk Pengasuh Orang Usia lanjut. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.

Seymour,R. (2006). Masalah Farmakologi Gigi pada Lansia dalam Hutauruk, C (editor), Perawatan gigi Terpadu untuk Lansia. EGC: Jakarta.

Sukmaniah,S. (2004). Nutrisi Pada Lanjut Usia Majalah Gizi Medik vol. 8 hal : 8-10: Jakarta.

Supariasa, IDN., Bakri, B., Fajar, I. (2002). Penilaian Status Gizi. EGC: Jakarta.Astawan, M. & M. Wahyuni. 1989, Gizi dan Kesehatan Manula. PT Melton Putra, Jakarta

Ari Suryanto, 2002, Perilaku Makan, Status Gizi dan Kesehatan Wanita Usia Lanjut Di Kelurahan Cakung Timur, Jakarta dan Kelurahan Baranangsiang, Bogor. Skripsi Jurusan GMSK, Faperta, IPB

Endah Yulia Widaranita, 2004, Latar Belakang, Kondisi Fisik, Mental dan Aktivitas pada Lanjut Usia dio Panti Werdha Sukma Raharja dan Pos Pembinaan Terpadu Kelurahan Situ Gede, Kota Bogor. [skripsi]. Bogor:IPB

Doewes M, 1993, Penuaan dan Kapasitas Kerja, WHO, Penerbit Buku Kedokteran

Lina, H. 2001. Mempelajari Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kebiasaan makan dan Status gizi lansia di Pedesaan dan Perkotaan [skripsi]. Bogor:IPB

Litin, SC. 2007. Family Healtahun Book. Jakarta:Gramedia

Nurlaela E. 2006, Analisis Pengelolaan Makanan dan Daya Terima Lansia di Beberapa Panti Werdha di Kota Bgor, Tesis, GMK, Sekolah Pascasarjana, IPB.

MB. Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: ECG

Rusilanti, 2006, Aspek Psikososial, aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan, Status Gizi dan Pengaruh Susu Plus Probiotik Enterococcus faecium IS-27526 (MEDP) Terhadap Respons Imun IgA Lansia. Desertasi, GMK, Sekolah Pascasarjana, IPB.

Santrock, John W. Life Span Development (Perkembangan Masa Hidup), Penerbit Erlangga, Jakarta

Scholl, DE. 1986. Nutrition and Diet Therapy. Medical Economic Company, New Jersey.

Sidiarto Lily Djokosetio, Kusumo Sidiarto, 2003, Memori Anda Setelah Usia 50 Tahun, asosiasi Alzheimer Indonesia, Penerbit UI Pres.

Takasihaeng, J. 2000. Hidup Sehat di Usia Lanjut. Penerbit Harian Kompas, Jakarta.

Wirakusumah, E.S. 2000, Tetap Bugar di Usia Lanjut. Trubus agriwijaya, JakartaLAMPIRAN

6