evaluasi kebijakan kabupaten/kota dan...
TRANSCRIPT
EVALUASI KEBIJAKAN KABUPATEN/KOTA DAN PROVINSI DALAM
MENDUKUNG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL MAMINASATA (STUDI KASUS : PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR)
REGENCY/CITY AND PROVINCE POLICY EVALUATION IN
SUPPORTING MAMINASATA NATIONAL STRATEGIC AREAS (CASE STUDY: WATER RESOURCES MANAGEMENT)
1 Riyadus Shalihin, 2 Roland Barkey, 2 Mary Selintung
1 Pemerintah Daerah Kabupaten Majene, 2 Perencanaan Pengembangan Wilayah, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi:
Riyadus Shalihin, S.IP Kantor Kelurahan Baruga Dhua,Majene Provinsi Sul-Bar, HP: 0811442814 Email: iyad [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sinkronisasi dan sinergitas kebijakan pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota dan provinsi di Kawasan Strategis Nasional Mamminasata. Untuk menemukan alternatif dan usulan kebijakan sinkronisasi sumber daya air Maminasata yang bersinergi antara masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota di Kawasan Startegis Nasional Mamminasata. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Sinergitas dan sinkronisasi kebijakan pengelolaan sumber daya air masing-masing kabupaten/kota dan provinsi dalam Kawasan Strategis Nasional Mamminasata belum maksimal yang terkendala oleh kurangnya kepatuhan terhadap komitmen masing-masing pemerintah daerah di Kawasan Maminasata dalam bidang pengelolaan sumber daya air serta kurangnya komunikasi dan pengawasan dalam menjalankan kebijakan tersebut. Untuk itu Sebaiknya kebijakan lintas sektor khususnya kebijakan yang menyangkut dengan sumber daya air harus diperhatikan oleh seluruh stakeholder dan pemerintah kabupaten/kota serta provinsi yang terkait dalam Kawasan Maminasata karena dikhawatirkan akan menimbulkan konflik antar wilayah yang ada di Kawasan Maminasata yang berdampak pada kehidupan masyarakat dan daya dukung serta perkembangan Kawasan Maminasata akan menuju arah yang negatif.
ABSTRAC The research aims to describe the and analyze synergy and synchronization water resources management policy regency/city and province in the National Strategic Maminasata Areas and find alternative policy recommendations synchronization Maminasata water resources which synergy between the respective governments regency/city in the Mamminasata National strategic area. The research the author concluded that synergizing and synchronization policy of water resources management each regency/city and province in the Mamminasata National strategic area not maximized are hampered by lack of compliance with commitments each local government in the Maminasata regions to field of water resources management and lack of communication and supervision in carrying out the policy.For the cross cutting policy especially policies relating to water resources must be considered by all stakeholders and than local government related into Maminasata regions because worryed would lead to conflict between regions that exist in the Maminasata areas the impact on people's lives and carrying capacity and than development Mamminasata area will towards the negative direction.
PENDAHULUAN
Daerah perkotaan merupakan suatu daerah besar yang dicirikan oleh adanya
konsentrasi yang sangat tinggi dalam hal penduduk, dan berbagai kegiatan industri,
perdagangan, perbankan dan keuangan serta tersedianya fasilitas-fasilitas bisnis modern. Hal
ini menjadi penyebab semakin berkembangnya daerah terbangun kota yang melampaui batas
wilayah administrasi kota. Kondisi tersebut pada akhirnya akan mendorong tingginya harga
tanah di daerah perkotaan sebagai akibat adanya kebutuhan lahan yang tidak seimbang
dengan persediaan lahan. Perkotaan umumnya diartikan sebagai suatu kota utama atau kota
raya, khususnya ibu kota yang merupakan kota terbesar atau kota yang sangat penting di suatu
wilayah.
Konsep pengembangan daerah metropolitan adalah mengkonsolidasikan
pengembangan pusat kota utama dengan pusat-pusat pertumbuhan yang ada di sekitarnya,
yang terdapat dalam kawasan perkotaan sehingga tidak terkonsentrasi pada pusat kota utama.
Disamping itu tujuan lainnya dari pengidentifikasian kawasan metropolitan itu adalah
menggabungkan daerah metropolitan dalam suatu unit yang utuh, yang memiliki basis
perekonomian dan aglomerasi kota.
Provinsi Sulawesi Selatan yang terdiri dari beberapa kabupaten/kota yang saat ini
dikenal dengan Kawasan Perkotaan Mamminasata ( Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar).
Kawasan Mamminasata yang terbentang dan dihubungkan oleh jalan poros arteri primer yang
melalui Kota Maros ke Kota Makassar sejauh 30 kilometer dan dari Kota Makassar ke
Patalassang (Ibukota Kabupaten Takalar) melewati Kota Sungguminasa (Kabupaten Gowa)
jaraknya 40 kilometer.
Kota Makassar merupakan kota utama yang selain berfungsi sebagai Ibukota Provinsi
Sulawesi Selatan juga berfungsi sebagai penggerak utama pembangunan terhadap kota-kota
yang berada di Kawasan Mamminasata dan bahkan kota-kota lain yang berada di Provinsi
Sulawesi Selatan. Adapun dampak yang terjadi akibat kedudukan dan fungsi Kota Makassar
adalah yang terbesar maka kota-kota yang berada di sekitarnya dianggap sebagai kota
penyangga yaitu menyangga terhadap perkembangan Kota Makassar. Sebagai kota yang
disangga membutuhkan sumber daya tenaga kerja dan bahan baku atau barang-barang
kebutuhan yang diperlukan oleh penduduk dan berbagai kegiatan perkotaan di Kota
Makassar.
Saat ini salah satu yang menjadi masalah dalam Kawasan Mamminasata yaitu
sinkronisasi kebijakan dari masing-masing pemerintah Kabupaten/Kota dalam mendukung
Kawasan Perkotaan Mamminasata, dimana pembangunan kawasan itu esensinya selain
menekankan pembangunan pada masing-masing daerah tetapi mengutamakan pula
peningkatan interaksi antar daerah untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi
yang mana dimaksudkan pula untuk mengurangi tingkat kesenjangan spasial antar daerah.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : (1). Untuk menganalisis sinkronisasi
dan sinergitas kebijakan pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota dan provinsi di
Kawasan Strategis Nasional Mamminasata. (2). Untuk menemukan alternatif dan usulan
kebijakan sinkronisasi sumber daya air Maminasata yang bersinergi antara masing-masing
Pemerintah Kabupaten/Kota di Kawasan Startegis Nasional Mamminasata
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Mamminasata yang meliputi Kota Makassar,
Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Maros serta dinas dan instansi terkait
dalam masalah kebijakan pengelolaan air Kawasan Maminasata.Jenis penelitian adalah
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini menganalisis tentang kebijakan dalam mengelola
sumber daya air untuk mendukung Kawasan Strategis Nasional Mamminasata dengan
memilih Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Sulawesi Selatan serta
instansi lain yang terkait dengan penelitian yaitu Balai Besar Pompengan-Jeneberang, Balai
DAS, BLHD serta PDAM Kota Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar, Industri Perhotelan,
Masyarakat konsumen air bersih di Wilayah Mamminasata, Kawasan Industri Makassar
Sedangkan fokus penelitian adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Master Plan
Mamminasata yang berkaitan dengan sumber daya air, RPJP dan RTRW Provinsi Sulawesi
Selatan, RTRW Kabupaten/Kota yang terkait dalam Wilayah Mamminasata, undang-undang,
dan sebagainya. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Provinsi Sulawesi Selatan dan
Balai Besar Pompenga Jeneberang dipilih sebagai fokus penelitian karena SKPD ini memiliki
tugas dan fungsi dibidang pengelolaan DAS serta pengelolaan sumber daya air di Provinsi
Selawesi Selatan khususnya Kawasan Strategis Nasional Mamminasata.
HASIL
Sumber air bersih di Provinsi Sulawesi Selatan terdiri dari air kemasan, PDAM,
pompa, sumur, mata air, air hujan dan kategori lainya. Sumber air baku untuk Kawasan
Maminasata berasal dari Sungai Jeneberang, Sungai Maros, Sungai Tallo, Sungai Pappa dan
Sungai Gamati. Banyaknya jumlah rumah tangga yang memperoleh air bersih dari PDAM
baru mencakup rumah tangga yang berada di kota seperti Makassar 211.335 rumah tangga,
Parepare 15.781 rumah tangga dan Palopo 14.385 rumah tangga . Namun rumah tangga yang
berada di daerah kabupaten sebagian besar memperoleh air bersih dari sumur. Dalam hal
kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya air Pemerintah Propinsi Sulawesi
Selatan salah satunya adalah peningkatan layanan perumahan, lingkungan permukiman,
sanitasi dan air bersih, sasaran kebijakan ini adalah terwujudnya fasilitasi lingkungan
perumahan dan perumahan sehat, tersedianya air bersih antara lain, meningkatnya proporsi
penduduk (78% rumah tangga) yang memiliki akses pelayanan terhadap sumber air minum
yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar. Program kegiatan yang diperlukan
untuk mendukung kebijakan ini antara lain pengembangan perumahan sehat, peningkatan
layanan dan akses air bersih, perbaikan pengelolaan persampahan dan drainase, serta
perbaikan lingkungan kumuh. Selanjutnya indikator keluaran untuk program tersebut adalah
meningkatnya cakupan pelayanan air minum serta meningkatnya kinerja pengelolaan air
limbah. Berdasarkan dari paparan di atas maka program pembangunan masing-masing
pemerintah kabupaten/kota dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dalam mendukung
keberadaan Kawasan Maminasata.
Propinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten/Kota dalam mendukung Kawasan
Mamminasata masalah yang dihadapi adalah belum optimalnya pelaksanaan kerjasama antara
Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota, yang disebabkan
masih kurangnya komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mendukung pelaksanaan
pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya yang merupakan kewenangan
Pemerintah Kabupaten/Kota, antara lain pembebasan lahan untuk pembangunan Kota Baru di
Kawasan Mamminasata dan pembebasan lahan untuk pengembangan kawasan Industri
Maritim di Kawasan Maminasata sebagaimana yang tercantum dalam LKPJ Gubernur
Sulawesi Selatan Tahun 2011.
Selain itu seharusnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan bersama pemerintah
kabupaten/kota terkait menjalankan komitmen tersebut untuk kepentingan publik dalam
mendukung pengembangan Kawasan Maminasata, seperti yang dikemukakan oleh Warella
(2002), dia mengatakan bahwa setidaknya ada empat esensi yang terkandung dalam kebijakan
publik yaitu, pertama kebijakan publik merupakan penetapan tindakan-tindakan pemerintah.
Kedua, kebijakan publik tidak hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan. Ketiga, kebijakan publik
baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi
dengan maksud dan tujuan tertentu. Keempat, kebijakan publik harus senantiasa ditujukan
untuk kepentingan masyarakat.
PEMBAHASAN Dari segi sasaran terlihat sinkron, dimana Pemerintah Kabupaten Gowa menginginkan
tersedianya bahan baku air minum serta daerah aliran sungai dalam rangka efektivitas pemanfaatan
sumber daya air, dimana sasaran ini sangat mendukung sasaran Pemerintah Kota Makassar yaitu
menginginkan tercapainya sistem pengelolaan sumberdaya air yang terpadu dan berkelanjutan yang
artinya Pemerintah Kota Makassar mempunyai kepedulian untuk mengelola secara bersama-sama
dengan Kabupaten Gowa sumber air baku kedua wilayah tersebut yaitu sungai Jeneberang meskipun
wilayah sungai Jeneberang hanya sebagian kecil yang termasuk dalam wilayah administrasi Kota
Makassar, dengan terjaganya sumber air baku maka pengelolaan air Kota Makassar dapat berjalan
dengan baik. Dari segi arah kebijakan Kabupaten Gowa mengarahkan pada Program Pengembangan,
Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau dan Sumber Daya Air Lainnya begitu pula Kota
Makassar pengelolaan sumber daya air diarahkan pada upaya konservasi dan pendayagunaan air
permukaan dan air tanah dimana arahan kedua daerah ini menunjukkan bahwa arahan ini saling
bersinergi dan sinkron antara Kota Makassar sebagai pengguna sebagian besar sumber daya air yang
berasal dari Kabupaten Gowa. Dari segi program, seluruh program Kabupaten Gowa sebagai sumber
air sangat mendukung program Kota Makassar sebagai pengguna air salah satu contohnya yaitu
program Kabupaten Gowa memelihara sumber air sungai dan kualitas air serta pemanfaatan sumber
daya air yang mendukung pengelolaan dan penyediaan air baku Kota Makassar karena tanpa
pemeliharaan sumber dan kualitas air maka penyediaan air baku untuk Kota Makassar tidak akan
mungkin terlaksana. Kebijakan yang sinkron dan bersinergi antara Kota Makassar dan Kabupaten
Gowa diharapkan agar bisa terus terjalin karena adanya kesamaan kepentingan terhadap sesuatu
(dalam hal ini sumber daya air) sehingga menimbulkan persaingan yang dapat memicu konflik antara
daerah terkait. Kebijakan yang ada harus terus memperhatikan kepentingan masyarakat agar
pemerintah daerah bersama legislatif dalam membuat suatu kebijakan tidak mementingkan
kepentingan pribadi serta kelompok tertentu agar konflik seminimal mungkin dapat dicegah. Selain itu
Pemerintah Kota Makassar hendaknya memberikan insentif kepada pemerintah Kabupaten Gowa
sebagaimana yang diatur oleh Rencana Tata Ruang Maminasata dalam Peraturan Presiden RI Nomor
55 Tahun 2011 pada pasal 136 ayat 2 berupa : (a) Pemberian kompensasi dari pemerintah daerah
penerima manfaat kepada pemerintah daerah pemberi manfaat atas manfaat yang diterima oleh daerah
penerima manfaat (b) kompensasi pemberian penyediaan sarana dan prasarana (c) Kemudahan
perizinan serta (d) Publikasi atau promosi daerah agar hubungan baik antara pemerintah daerah bisa
terus berjalan sinkron dan bersinergi.
Untuk Kota Makassar dan Kabupaten Maros kebijakan kedua daerah, dari segi sasaran terlihat
belum sinkron, dimana Pemerintah Kabupaten Maros lebih kepada pembangunan daerah sendiri dan
tidak memperhatikan daerah inti yaitu Kota Makassar dimana Kota Makassar lebih kepada sumber
daya air, hal ini tidak dapat terjadi bila Maros sebagai daerah hulu tidak memikirkan Makassar sebagai
daerah hilir dan sasaran Kota Makassar dalam pengelolaan sumber daya air tidak dapat berjalan
maksimal karena program pembangunan termasuk program pemeliharaan air baku bukan diperuntukan
untuk daerah sekitar melainkan pemeliharaan air baku hanya untuk wilayah Kabupaten Maros. Dari
segi arahan, Pemerintah Kabupaten Maros dan Pemerintah Kota Makassar tampak bersinergi
walaupun belum maksimal karena Pemerintah Kabupaten Maros mengarahkan kebijakannya kepada
sumber daya alam secara luas serta lingkungan hidup secara arti luas dimana sumber daya alam yang
dimiliki oleh Kabupaten Maros salah satu diantaranya yaitu batu kapur yang digunakan sebagai bahan
baku pembuatan semen, hal ini berbeda dengan Pemerintah Kota Makassar yang mengarahkan
kebijakan langsung kepada sumber daya air untuk pemenuhan kebutuhan air baku penduduk Kota
Makassar. Dari segi program, Pemerintah Kabupaten Maros memprogramkan untuk memelihara
sumber air baku yang ada yang mana program ini bersinergi dengan program Kota Makassar yang
mempunyai program penyediaan dan pengelolaan air baku karena sebagian besar sumber air baku
Kota Makassar saat ini berasal dari Kabupaten Maros (Leko Pancing) untuk itu program pemeliharaan
sumber air baku di daerah hulu mendukung program tersedianya air bersih di daerah hilir yang dalam
hal ini adalah Kota Makassar akan tetapi bila dilihat kembali sasaran kebijakan Kabupaten Maros
tersebut tidak ditujukan untuk Kota Makassar melainkan hanya untuk pembangunan daerah Kabupaten
Maros saja. Konflik yang telah dibahas di atas oleh : (1) Kebijakan yang berbeda tujuan atau paham
yaitu Pemerintah Kabupaten Maros menginginkan Leko Pancing digunakan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih masyarakat Maros secara keseluruhan dan sisanya digunakan oleh Kota Makassar
serta meminta Pemerintah Kota Makassar untuk secara bersama-sama merawat bendungan Leko
pancing tersebut, akan tetapi Pemerintah Kota Makassar dalam kebijakannya tidak terlihat adanya
program partisipasi perawatan dan rehabilitasi sumber air baku untuk ikut merawat Leko Pancing
tersebut agar debit dan kualitas air yang ada tetap terjaga, (2) Adanya kesamaan kepentingan terhadap
sesuatu sehingga menimbulkan persaingan yaitu kepentingan yang sama terhadap sumber air baku
Leko Pancing. Kota Makassar dan Kabupaten Maros menggantungkan sumber airnya pada sumber air
Leko pancing sehingga persaingan untuk memenuhi kebutuhan air bersih antara kedua wilayah ini
dengan kapasitas yang terbatas. Menurut Sadyohutomo (2008) berdasarkan intensitasnya konflik ini
termasuk dikategorikan konflik sedang yaitu konflik yang timbul karena adanya unsur kompetisi atau
persaingan dan cara penanganan konflik ini adalah kerjasama antar pihak atau lintas sektor sehingga
diperoleh pemecahan dengan hasil optimal. Pertumbuhan wilayah inti yang pesat tanpa ikuti oleh
kebijakan yang tidak bersinergi dari masing-masing pemerintah daerah merupakan salah satu faktor
yang akan menghambat Kawasan Strategis Nasional Mamminasata sebagai kawasan metropolitan di
Kawasan Timur Indonesia. Sinkronisasi dan sinergitas yang baik antara masing-masing pemerintah
daerah yang berada dalam Kawasan Maminasata akan menghasilkan Kawasan Maminasata yang
mampu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang besar di Sulawesi Selatan dan Kawasan Timur
Indonesia, kebijakan kabupaten/kota dan provinsi yang tidak tumpang tindih, saling melengkapi
(suplementer), saling terkait, dan semakin detail operasional materi muatannya akan menjadikan
Kawasan Maminasata menjadi suatu kawasan yang mandiri khusunya dalam pengelolaan sumber daya
air, hal ini sebagaimana yang telah diungkapkan oleh S.James dalam Sulistiadi (2011) bahwa dengan
kerjasama yang tinggi dan saling mempercayai akan menghasilkan pola komunikasi yang bersifat
sinergitas yang berarti kerjasama yang terjalin akan menghasilkan keluaran yang lebih besar dari
penjumlahan hasil keluaran masing-masing pihak seperti yang tercermin pada saat ini oleh masing-
masing pemerintah kabupaten/kota dan provinsi dalam menetapkan kebijakan pengelolaan sumber
daya air belum terjalin kerjasama yang maksimal sehingga outcome yang dirasakan juga belum
maksimal.
Kebijakan antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah kabupaten/kota yang
ada dalam Kawasan Maminasata sudah bersinergi walaupun belum secara maksimal karena kebijakan
yang sudah sinkron tidak didukung oleh komunikasi dan kerjasama yang baik, tanpa komunikasi sulit
rasanya kita bisa melakukan keseimbangan, kesetaraan, dan keharmonisan yang didambakan dalam
kehidupan (Mulyana dalam Sumadi Dilla,2007). Selain itu dibutuhkan partisipasi yang nyata baik
partisipasi dalam bentuk fisik maupun non fisik (dana, tenaga, buah pikiran) dari seluruh pemerintah
kabupaten/kota dalam pembuatan kebijakan untuk mendukung Kawasan Maminasata. Demi
kepentingan publik dalam mendukung pengembangan Kawasan Maminasata hendaknya pemerintah
kabupaten/kota dan provinsi tidak berjalan sendiri-sendiri, selain itu dibutuhkan ketegasan oleh
Gubernur sebagai yang bertanggung jawab atas isu lintas daerah tersebut.
Sebagaimana yang dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa penelitian ini menggunakan
tipe evaluasi kecocokan dan tipe evaluasi efektivitas (Finance,1994) dimana penulis mendeskripsikan
bahwa kebijakan program yang ada pada masing-masing kabupaten/kota dan propinsi dalam
mendukung Kawasan Maminasata perlu ditambahkan program yang mengacu pada pemberian insentif
dan disinsentif atau program balas budi pada kabupaten/kota pemberi dan penerima manfaat sumber
daya air baku tersebut, akan tetapi pada umumnya kebijakan program yang ada sudah cocok untuk
dipertahankan dalam hal ini bersinergi walaupun belum maksimal karena masih ada beberapa
kebijakan seperti kebijakan Kabupaten Maros dan Kota Makassar yang dapat menimbulkan konflik
sehingga diperlukan beberapa kebijakan atau program baru untuk menggantikan program yang ada
agar konflik tersebut dapat diminimalisir dan seharusnya pemerintah kabupaten/kota tidak
mementingkan kepentingan daerah sendiri-sendiri karena menyangkut hajat hidup orang banyak,
untuk itu dibutuhkan ketegasan dari Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah serta sebagai
pihak yang berwenang menyelesaikan masalah lintas daerah tersebut sebagaimana yang dijelaskan
dalam Undang-undang 32 tahun 2004 dan Perpres Nomor 55 tahun 2011. Selain itu kebijakan yang
belum sinkron dan bersinergi secara maksimal akan berdampak pada percepatan perkembangan
Kawasan Maminasata kedepannya.
Dalam hal pengelolaan air bersih harus dapat dilihat dan ditinjau secara holistik dan
integrated antara air minum, kebutuhan irigasi dan industri. Suplai air dari Bili-bili ke Makassar
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk Mamminasata mengacu UU Nomor 7/2004
tentang SDA, melalui review pola dan perencanaan induk wilayah sungai. Sebagaimana yang
tercermin dari Perpres 55 Tahun 2011 pasal 40 bahwa Kawasan Perkotaan Mamminasata dipadukan
dengan sistem jaringan sumber daya air untuk menjamin ketersediaan air baku yang bersumber dari
Sungai Jeneberang, Sungai Maros, Sungai Tallo, Sungai Pappa, dan Sungai Gamanti. Penyediaan air
baku untuk kebutuhan air minum dapat juga diupayakan melalui rekayasa pengolahan air baku.
Dalam penyediaan air baku untuk air minum dikenal juga istilah Sistem Pengelolaan Air
Minum (SPAM) yang dimaksudkan untuk menjamin kuantitas, kualitas, kontinuitas penyediaan air
minum bagi penduduk dan kegiatan ekonomi serta meningkatkan efisiensi dan cakupan pelayanan.
Hasil kajian awal berdasarkan tiga skenario iklim (saat ini, skenario iklim masa depan yang baik dan
buruk) dan berdasarkan proyeksi penduduk (seperti tercantum pada masterplan air MAMINASATA
mengisyaratkan bahwa untuk tahun 2030an IPA PDAM Makassar akan memenuhi sekitar 70-85%
kebutuhan air perkotaanUntuk pengelolaan air Kawasan Mamminasata (sumber: CSIRO-UNHAS),
sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa unit-unit air baku bersumber dari Sungai
Jeneberang, Sungai Maros, Sungai Tallo, Sungai Pappa, dan Sungai Gamanti yang didukung oleh unit
produksi air minum meliputi : (a) Instalasi Pengolahan Air minum (IPA) Somba Opu melayani
Kecamatan Tamalate dan Kecamatan Manggala di Kota Makassar, (b) IPA Ratulangi melayani
Kecamatan Mariso, Kecamatan Ujung Pandang, Kecamatan Makassar, Kecamatan Mamajang,
Kecamatan Bontoala, Kecamatan Wajo, Kecamatan Ujung Tanah, dan Kecamatan Rappocini di Kota
Makassar; (c) IPA Panaikang dan IPA Antang melayani Kecamatan Rappocini, Kecamatan Manggala,
Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Biringkanaya, dan Kecamatan Tallo di Kota Makassar (d) IPA
Maccini Sombala melayani Kecamatan Rappocini, Kecamatan Makassar, dan Kecamatan Bontoala di
Kota Makassar (e) IPA Maros melayani seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Maros (f) IPA
Pattallassang melayani Kecamatan Pattallassang, Kecamatan Polombangkeng Utara, Kecamatan
Polombangkeng Selatan, Kecamatan Sanrobone, dan Kecamatan Mapakasunggu di Kabupaten
Takalar; dan (g) IPA Bajeng, IPA Borongloe, IPA Tompo Balang dan IPA Pandang-pandang melayani
seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Gowa;
Pendistribusian air untuk Kota Makassar sebagai kawasan inti Maminasata belum
merata meskipun dalam pengelolaan air baku sudah dibangun beberapa instalasi pengelolaan
air. Saat ini yang menjadi permasalahan di Indonesia terkait dengan air yaitu : (1) Kapasitas
kelembagaan terkait penyelenggaraan SPAM masih perlu ditingkatkan (2) Kesulitan
pendanaan yang mengandalkan pemerintah daerah, operasional, dan pemeliharaan SPAM
karena rendahnya tarif dan tingginya beban utang (3) Tingkat kehilangan air masih tinggi
(rata-rata 33%,nasional) dan tekanan air di jaringan distribusi masih rendah. (4) Belum
efisiennya pengelolaan SPAM.
Selain itu daya dukung air baku semakin terbatas akibat pengelolaan daerah tangkapan
air kurang baik. Untuk itu pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air di Kawasan
Maminasata harus dimaksimalkan untuk mendukung perkembangan Kawasan Perkotaan
Maminasata pada saat ini maupun pada masa yang akan datang, pemerintah juga harus
mempersiapkan prasarana untuk mendukung sarana air sebagaimana dimaksud pada peraturan
tersebut terdiri atas sistem jaringan irigasi, sistem pengendalian banjir, dan sistem
pengamanan pantai. Pengelolaan sumberdaya air akan selalu dihadapkan pada penyediaan air
yang semakin terbatas dan pertumbuhan kebutuhan yang akan cenderung makin meningkat
dengan cepat sehingga untuk mencapai keseimbangan dibutuhkan kebijakan yang mengatur
tentang sisi penyediaan dengan mencari daerah pemasok sumber daya air dan kebijakan yang
mengatur permintaan dengan mengendalikan kebutuhan.
Kebijakan merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku
atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai
tujuan. Untuk itu kepala daerah sebagai pengambil kebijakan dituntut untuk mengambil
keputusan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya air yang jelas untuk mencapai tujuan.
Tujuan kebijaksanaan tersebut adalah untuk meningkatkan koordinasi dan komunikasi lintas
daerah dalam Kawasan Maminasata serta antar instansi terkait, meningkatkan pengelolaan
sumber daya air, perlindungan lingkungan hidup, dan meningkatkan partisipasi masyarakat
dan sektor swasta dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. Pengembangan
dan pengelolaan sumber daya air tersebut akan meliputi usaha untuk mengembangkan,
memanfaatkan, melestarikan dan melindungi sumberdaya air melalui pendekatan wilayah
sungai yang terpadu dan menyeluruh yang ada di Kawasan Maminasata secara berkelanjutan.
Kebijakan pengelolaan sumberdaya air secara sistimatis dan terpadu merupakan upaya yang
sangat urgen karena menyangkut multisektor, multidisiplin dan multiaspek, serta kepentingan
yang berbeda-beda antara pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi yang ada dalam
Kawasan Maminasata.
KESIMPULAN DAN SARAN
Arahan dan kebijakan pengelolaan sumber daya air dalam rencana tata ruang untuk
mendukung Kawasan Strategis Nasional Mamminasata yaitu dengan membangun beberapa
Instalasi Pengelolaan Air (IPA) untuk melayani daerah-daerah yang terjangkau oleh instalasi
tersebut akan tetapi arahan pengelolaan tersebut belum maksimal dirasakan oleh sebagian
warga di Kawasan Maminasata saat ini, selain itu pengelolaan sumber daya air di Kawasan
Maminasata menggunakan beberapa sungai sebagai sumber air baku, antara lain : Sungai
Jeneberang (Bendungan Bili-bili), Sungai Maros (leko pancing), Sungai Tallo, Sungai Pappa,
dan Sungai Gamanti. Sinergitas dan sinkronisasi kebijakan pengelolaan sumber daya air
masing-masing kabupaten/kota dan provinsi dalam Kawasan Strategis Nasional Mamminasata
belum maksimal, hal ini di deskripsikan pada arahan, program dan kebijakan masing-masing
wilayah yang terkait dalam Kawasan Mamminasata baik kabupaten/kota maupun provinsi
yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Pada beberapa
daerah seperti Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan kabupaten/kota dalam wilayah
Maminasata sudah melakukan suatu komitmen dalam MoU akan tetapi komitmen tersebut
kurang diperhatikan oleh kabupaten/kota tersebut, salah satu faktor yang menjadi kendala
untuk mensinergikan kebijakan seluruh kabupaten/kota yang terdapat dalam Kawasan
Maminasata termasuk Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu kurangnya komunikasi dan
pengawasan dalam menjalankan kebijakan serta masih kurangnya kesadaran pemerintah
untuk menjaga dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara berkelanjutan.
Sebaiknya kebijakan lintas sektor khususnya kebijakan yang menyangkut dengan
sumber daya air harus diperhatikan oleh seluruh stakeholder dan pemerintah kabupaten/kota
serta provinsi yang terkait dalam Kawasan Maminasata. Kebijakan yang telah ada hendaknya
dipatuhi oleh seluruh stakeholder yang terkait untuk mejaga komitmen bersama. Kebijakan
yang dibuat sebaiknya kebijakan yang sinkron dan bersinergi antara pemerintah kabupaten
dan pemerintah kota serta pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah propinsi yang terkait
dalam wilayah Kawasan Perkotaan Maminasata. Bila kebijakan yang dibuat tidak bersinergi
maka diprediksikan akan menimbulkan konflik antar wilayah yang ada di Kawasan
Maminasata yang berdampak pada kehidupan masyarakat dan daya dukung serta
perkembangan Kawasan Maminasata akan menuju arah yang negatif. Pada pembahasan
sebelumnya kebijakan lintas sektor seperti kebijakan sumber daya air masih menjadi
kebijakan yang sangat rawan konflik karena beberapa daerah dalam menetapkan arah
kebijakan dan program belum memperhatikan daerah sekitar yang mempunyai kepentingan
yang sama, dengan kata lain kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah yang satu dengan
daerah yang lain belum sinkron.
Berdasarkan analisa hasil penelitian tersebut maka penulis memberikan saran untuk
lebih memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota dan provinsi
dalam mendukung perkembangan Kawasan Maminasata sebagai berikut: Untuk
mensinergikan dan mensinkronkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota
dan pemerintah provinsi hendaknya sebelum membuat kebijakan khususnya kebijakan yang
saling bersinggungan seperti kebijakan air pemerintah kabupaten maupun pemerintah kota
dan provinsi sebaiknya saling berkoordinasi dan memperhitungkan dampak yang akan
ditimbulkan ke depannya. Selain itu, masing-masing pemerintah kabupaten/kota yang terkait
dalam Kawasan Maminasata harus menghargai dan memberikan kontribusi yang positif bagi
daerah yang sumber dayanya digunakan oleh daerah lain seperti Kota Makassar memberikan
kontribusi yang positif untuk Kabupaten Maros dan Kabupaten Gowa sebagai asal sumber
daya air yang digunakan Kota Makassar agar mengurangi kemungkinan terjadinya konflik
oleh daerah tersebut sehingga permasalahan air bersih dalam Kawasan Maminasata bisa
diminimalisir. Untuk masalah pengelolaan air sebagaimana yang telah dicantumkan pada
Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Maminasata sudah cukup baik karena sudah
dilengkapi dengan beberapa instalasi pengelolaan air untuk melayani daerah-daerah sekitar
akan tetapi yang perlu diperhatikan yaitu sumber air baku untuk air bersih karena khusus
wilayah Kota Makassar yang masih bergantung pada daerah Maros dan Gowa perlu kiranya
mencari alternatif lain yang berwawasan lingkungan untuk memperoleh air bersih misalnya
dengan merubah air laut menjadi air siap minum agar seluruh warga yang ada dapat
menikmati air bersih tanpa membedakan jarak jauh maupun dekat sehingga air yang menjadi
kebutuhan publik tidak susah diperoleh. Kepada seluruh pemerintah kabupaten/kota dan
pemerintah propinsi yang terkait perlu kiranya membuat surat keputusan bersama (SKB)
dalam pengelolaan sumber daya air dan kebijakan lintas daerah lainnya sebagai pedoman agar
kebijakan masing-masing daerah dapat bersinergi dan menimbulkan dampak positif bagi
semua daerah untuk mendukung perkembangan Kawasan Maminasata.
DAFTAR PUSTAKA
Kodoatie, Robert J. dan Sjarief, Roestam,. 2010, Tata Ruang Air, C.V Andi Offset, Yogyakarta.
Dilla, Sumadi., 2007, Komunikasi Pembangunan, Simbiosa Rekatama media, Bandung.
Mulyanto, H.R,. 2007, Pengembangan Sumber Daya Air Terpadu, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sadyohutomo, Mulyono., 2008, Manajemen Kota Dan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta.
Silalahi, Ulber., 2009, Metode Penelitian Sosial, Refika Aditama, Bandung
Tarigan, Robinson., 2006, Perencanaan Pembangunan Wilayah, Bumi Aksara, Jakarta.
R. Sulistiyadi., 2011, Majalah Seskoal. Jilid I Edisi 2.
Warella. Y, 2002, Kebijakan Publik, hand Out MAP UNDIP, Semarang.
Undang-undang Nomor 07 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar