evaluasi input sistem surveilans difteri di …lib.unnes.ac.id/20444/1/6411410057-s.pdf · vi + 283...
TRANSCRIPT
i
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI
WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN
JOMBANG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
Yunar Tri Palupi
NIM. 6411410057
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Desember 2014
ABSTRAK
Yunar Tri Palupi
Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang, VI + 283 halaman + 53 tabel + 5 gambar + 20 lampiran
Penyakit difteri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I) dan satu kasus difteri merupakan KLB. Jumlah kasus difteri di Kabupaten Jombang
mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, salah satunya akibat adanya
permasalahan pada input sistem surveilans difteri. Tujuan penelitian untuk mengetahui
hasil evaluasi input sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang.
Jenis penelitian adalah kualitatif dengan rancangan studi evaluasi. Informan dalam
penelitian ini terdiri dari 8 informan utama dan 11 informan triangulasi ditentukan dengan
teknik purposive sampling. Instrumen penelitian ini adalah pedoman wawancara
terstruktur, lembar observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif
dan disajikan dalam bentuk narasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan input man sudah sesuai dengan
pedoman, namun jumlah input man yang terlatih belum sesuai dengan pedoman; input
method yang belum sesuai dengan pedoman yaitu ketersediaan buku pedoman surveilans
dan imunisasi difteri; sumber dana sudah sesuai dengan pedoman, namun alokasi dana
khusus belum sesuai dengan pedoman; ketersediaan input material and machine sudah
sesuai, namun jenis dari masing-masing material and machine yang tersedia ada yang tidak
sesuai dengan pedoman; input market sudah sesuai dengan pedoman hanya saja belum
maksimal.
Simpulan dari hasil penelitian adalah komponen input surveilans difteri yang telah
sesuai dengan pedoman yaitu market, sedangkan komponen input surveilans difteri yang
belum sesuai dengan pedoman yaitu man, money, method, dan material and machine.
Saran yang peneliti rekomendasikan untuk pihak puskesmas dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang adalah meningkatkan keterampilan dan kompetensi input man,
melengkapi input material, dan memperbaiki input method.
Kata Kunci : Evaluasi; Input; Sistem Surveilans; Difteri.
Kepustakaan : 64 (2000-2014)
iii
Public Health Science Department
Faculty of Sport Science
Semarang State University
December 2014
ABSTRACT
Yunar Tri Palupi
Evaluation of Input Diphtheria Surveillance System in Work Area Health
Department of Jombang District, VI + 283 pages + 53 tables + 5 images + 20 attachments
Diphtheria disease was one of the diseases that can be prevented by immunization
(PD3I) and one case of diphtheria was the outbreak. The number of cases of diphtheria in
Jombang District has increased in recent years, one of them due to problems on diphtheria
surveillance system input. The purpose of the research to find out the results of the
evaluation of diphtheria surveillance system input in the working area of Jombang District
Health Department.
This type of research was a qualitative evaluation of the study design. Informants in
this study consists of 8 main informants and 11 informants triangulation determined by
purposive sampling technique. Data collection techniques with structured interviews,
observation, and documentation. The data were analyzed descriptively and presented in
narrative form.
The results showed that the availability of man's input was in compliance with the
guidelines but the number of trained man input has not been in accordance with the
guidelines; input method that was not in accordance with the guidelines that the availability
of the manual surveillance and immunisation diphtheria; the source of the funds were in
compliance with the guidelines but a special fund allocation has not been in accordance
with the guidelines; the availability of input material and machine was appropriate but the
type of each material and machine were available there is not in accordance with the
guidelines; input market was in compliance with the guidelines just hasn't been fullest.
The conclusion of this research was a component of the input component of
surveillance diphtheria which were in accordance with the guidelines was the market, while
the input surveillance diphtheria component that has not been in accordance with the
guidelines, such as man, money, method, and material and machine. Suggestions researcher
recommended for Public Health Centre and Jombang District Health Department were to
increase the skills and competence of man inputs, complement material inputs, and
improve the input method.
Keywords : Evaluation; Input; Surveillance System; Diphtheria.
Literature : 64 (2000-2014)
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah
selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan
hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (QS. Al-Insyirah:6-8).
Be thankful for what you have. You’ll end up having more. If you concentrate
on what you don’t have, you will never, ever have enough. (Oprah Winfrey).
Dream big, work hard, stay focused and surround yourself with good people
(Nn).
PERSEMBAHAN
Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah
SWT, skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayahanda (Suparno) dan Ibunda (Eko
Kusiyati).
2. Kakak (Nosi Sulistyoningtyas) dan Adik
(Bagas Nur Rachman).
3. Almamaterku, Unnes.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan ridlo-
Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di
Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang” dapat terselesaikan dengan
baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri
Semarang.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan kerjasama dari berbagai
pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, saya menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Dr. H. Harry
Pramono, M.Si., atas ijin penelitian yang telah diberikan.
2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang, Dr. dr. Hj. Oktia Woro KH, M.Kes., atas
persetujuan penelitian yang telah diberikan.
3. Dosen Pembimbing, Dina Nur Anggraini Ningrum, S.KM, M.Kes., atas
bimbingan, arahan, serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu
pengetahuan yang diberikan selama di bangku kuliah.
5. Staf TU Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat (Bapak Sungatno) dan seluruh
staf TU FIK Unnes yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan
surat perijinan penelitian.
viii
6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, dr. Heri Wibowo, M.Kes. atas
ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
7. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus, Indah Fajaryati,
S.KM. atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.
8. Staf Seksi Sarana dan Tenaga Kesehatan yang telah membantu dalam segala
urusan administrasi dan surat perijinan penelitian.
9. Kepala Puskesmas Megaluh, dr. Fitrijah atas ijin yang diberikan untuk
melaksanakan penelitian.
10. Kepala Puskesmas Peterongan, dr. Helena Agestine M.S atas ijin yang
diberikan untuk melaksanakan penelitian.
11. Kepala Puskesmas Tambakrejo, Christin Suprandari, S.Sos atas ijin yang
diberikan untuk melaksanakan penelitian.
12. Staf TU puskesmas yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan
surat perijinan penelitian.
13. Bapak (Suparno), Ibu (Eko Kusiyati), Kakak (Nosi Sulistyoningtyas), dan Adik
(Bagas Nur Rachman) yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi, dan
bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.
14. Bulik Rini, Bulik Tuning, Bulik Puji, Mbah Ti, Om Puji, Irda Oktari
Ramadhani dan keluarga besar tercinta yang telah memberikan doa, dukungan,
motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.
15. Mas Adi Yoga Permana yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi, dan
bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.
ix
16. Sahabat-sahabat terbaikku (Elok, Virkan, Anin, Oki, Khristi) dan teman-teman
kos Griya Bunda atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama
penyusunan skripsi ini.
17. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 atas bantuan
dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat
ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, sehingga masukan dan kritikan yang membangun sangat diharapkan
guna penyempurnaan karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan.
Semarang, 31 Desember 2014
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
ABSTRAK ......................................................................................................... ii
ABSTRACT ........................................................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xx
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xxii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.2.1. Rumusan Masalah Umum ......................................................................... 6
1.2.2. Rumusan Masalah Khusus ......................................................................... 7
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 9
1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................................ 9
1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................................................... 9
xi
1.4. Manfaat Hasil Penelitian............................................................................ 11
1.4.1. Bagi Kepala Sie Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................................. 11
1.4.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang .................................................................................................... 11
1.4.3. Bagi Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri
Semarang ................................................................................................... 11
1.4.4. Bagi Peneliti............................................................................................... 11
1.5. Keaslian Penelitian .................................................................................... 12
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 14
1.6.1. Ruang Lingkup Tempat ............................................................................. 14
1.6.2. Ruang Lingkup Waktu ............................................................................... 15
1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan.......................................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 16
2.1. Landasan Teori .......................................................................................... 16
2.1.1. Evaluasi...................................................................................................... 16
2.1.2. Sistem Surveilans Epidemiologi ................................................................ 22
2.1.3. Difteri ........................................................................................................ 33
2.1.4. Sistem Surveilans Difteri .......................................................................... 34
2.2. Kerangka Teori .......................................................................................... 47
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 48
3.1. Alur Pikir ................................................................................................... 48
3.2. Fokus Penelitian......................................................................................... 49
xii
3.3. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 56
3.4. Sumber Informasi ...................................................................................... 56
3.4.1. Data Primer ................................................................................................ 56
3.4.2. Data Sekunder ............................................................................................ 60
3.5. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data................................. 61
3.6. Prosedur Penelitian .................................................................................... 64
3.7. Pemeriksaan Keabsahan Data .................................................................... 66
3.8. Teknik Analisis Data ................................................................................. 69
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 71
4.1. Gambaran Umum....................................................................................... 71
4.1.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ........................................................ 71
4.1.2. Gambaran Umum Karakteristik Informan ................................................. 78
4.2. Hasil Penelitian .......................................................................................... 82
4.2.1. Gambaran Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans
Difteri) ....................................................................................................... 82
4.2.2. Gambaran Money (Pendanaan Untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri) .... 93
4.2.3.Gambaran Method (Metode Pelaksanaan Surveilans Difteri) .................... 98
4.2.4. Gambaran Material And Machine (Sarana dan Prasarana Pelaksanaan
Surveilans Difteri) ..................................................................................... 115
4.2.5. Gambaran Market (Sasaran Penyebaran Informasi Surveilans Difteri) .... 141
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 150
5.1. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 150
xiii
5.1.1. Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang................................................................................... 150
5.1.1.1. Evaluasi Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans
Difteri) ....................................................................................................... 150
5.1.1.2. Evaluasi Money (Pendanaan Untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri) ... 165
5.1.1.3. Evaluasi Method (Metode Pelaksanaan Surveilans Difteri)................... 168
5.1.1.4. Evaluasi Material And Machine (Sarana dan Prasarana
Pelaksanaan Surveilans Difteri) ............................................................ 180
5.1.1.5. Evaluasi Market (Sasaran Penyebaran Informasi Surveilans Difteri) .. 193
5.2. Hambatan dan Kelemahan Penelitian ....................................................... 196
5.2.1. Hambatan Penelitian .................................................................................. 196
5.2.2. Kelemahan Penelitian ............................................................................... 197
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 198
6.1. Simpulan ................................................................................................... 198
6.2. Saran ......................................................................................................... 205
6.2.1. Bagi Kepala Sie Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................................. 205
6.2.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang .................................................................................................... 205
6.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................... 206
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 207
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Keaslian Penelitian ........................................................................... 12
Tabel 3.1. Fokus Penelitian ............................................................................... 50
Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer ........................................................ 57
Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder .................................................... 60
Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ....................... 62
Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data .......................................................... 66
Tabel 4.1. Data Ketenagaan di Puskesmas Megaluh tahun 2013 ...................... 75
Tabel 4.2. Data Ketenagaan di Puskesmas Peterongan tahun 2013 .................. 77
Tabel 4.3. Gambaran Umum Informan Utama.................................................. 78
Tabel 4.4. Gambaran Umum Informan Triangulasi .......................................... 80
Tabel 4.5. Daftar Pertemuan Koordinator Program Imunisasi Puskesmas ....... 93
Tabel 4.6. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Surveilans
Difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............................. 99
Tabel 4.7. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Surveilans
Difteri di Puskesmas......................................................................... 100
Tabel 4.8. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Program
Imunisasi Difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............. 101
Tabel 4.9. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Program
Imunisasi Difteri di Puskesmas ........................................................ 102
Tabel 4.10. Hasil Observasi APD di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ..... 115
xv
Tabel 4.11. Hasil Observasi APD di Puskesmas ................................................ 116
Tabel 4.12. Hasil Observasi Surveilans Kits di Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang ........................................................................................... 118
Tabel 4.13. Hasil Observasi Surveilans Kits di Puskesmas ................................ 120
Tabel 4.14. Hasil Observasi Perangkat Imunisasi di Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang ......................................................................... 122
Tabel 4.15. Hasil Observasi Perangkat Imunisasi di Puskesmas ........................ 124
Tabel 4.16. Hasil Observasi Alat Komunikasi di Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang ........................................................................................... 133
Tabel 4.17. Hasil Observasi Alat Komunikasi di Puskesmas ............................. 134
Tabel 4.18. Hasil Observasi Formulir Untuk Pengumpulan Data Difteri di
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............................................. 136
Tabel 4.19. Hasil Observasi Formulir Untuk Pengumpulan Data Difteri di
Puskesmas ........................................................................................ 136
Tabel 4.20. Hasil Observasi Perangkat Seminar di Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang ......................................................................... 137
Tabel 4.21. Hasil Observasi Perangkat Seminar di Puskesmas .......................... 138
Tabel 4.22. Hasil Observasi Alat Transportasi di Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang ........................................................................................... 139
Tabel 4.23. Hasil Observasi Alat Transportasi di Puskesmas ............................. 140
Tabel 4.24. Pengguna Internal Informasi Surveilans Difteri Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang dan Puskesmas ................................................ 145
xvi
Tabel 4.25. Pengguna Eksternal Informasi Surveilans Difteri Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang dan Puskesmas ................................................ 149
Tabel 5.1. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Surveilans Difteri di
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan
Pedoman ........................................................................................... 152
Tabel 5.2. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Surveilans Difteri
Terlatih di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian
dengan Pedoman .............................................................................. 155
Tabel 5.3. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Laboratorium di
Puskesmas Tempat Penelitian dengan Pedoman .............................. 157
Tabel 5.4. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Laboratorium Terlatih
di Puskesmas Tempat Penelitian dengan Pedoman.......................... 159
Tabel 5.5. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Pengelola Program
Imunisasi di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian
dengan Pedoman .............................................................................. 161
Tabel 5.6. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Pengelola Program
Imunisasi Terlatih di Puskesmas Tempat Penelitian dengan
Pedoman ........................................................................................... 164
Tabel 5.7. Matrik Perbandingan Alokasi Pendanaan Surveilans Difteri di
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan
Pedoman ............................................................................................. 166
xvii
Tabel 5.8. Matrik Perbandingan Sumber Dana Surveilans Difteri di
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan
Pedoman ........................................................................................... 168
Tabel 5.9. Matrik Perbandingan Ketersediaan Pedoman tentang Pelaksanaan
Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat
Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 169
Tabel 5.10. Matrik Perbandingan Ketersediaan Pedoman tentang Pelaksanaan
Program Imunisasi Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Tempat Penelitian dengan Pedoman ................................................ 171
Tabel 5.11. Matrik Perbandingan Ketersediaan Petunjuk Teknis (Juknis) dan
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Surveilans Difteri di Puskesmas
dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 173
Tabel 5.12. Matrik Perbandingan Ketersediaan Target Cakupan Program
Imunisasi Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat
Penelitian dengan Pedoman ............................................................... 175
Tabel 5.13. Matrik Perbandingan Ketersediaan Payung Hukum Yang
Mendukung Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman............................... 176
Tabel 5.14. Matrik Perbandingan Kesepakatan Penggunaan Definisi Kasus
Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian
dengan Pedoman .............................................................................. 178
Tabel 5.15. Matrik Perbandingan Ketersediaan APD di Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman............................... 180
xviii
Tabel 5.16. Matrik Perbandingan Ketersediaan Surveilans Kits di Puskesmas
dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 183
Tabel 5.17. Matrik Perbandingan Ketersediaan Perangkat Imunisasi di
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan
Pedoman ........................................................................................... 184
Tabel 5.18. Matrik Perbandingan Ketersediaan Alat Komunikasi di
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan
Pedoman ........................................................................................... 187
Tabel 5.19. Matrik Perbandingan Ketersediaan Formulir untuk Pengumpulan
Data Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat
Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 189
Tabel 5.20. Matrik Perbandingan Ketersediaan Perangkat Seminar di
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan
Pedoman ........................................................................................... 191
Tabel 5.21. Matrik Perbandingan Ketersediaan Alat Transportasi di Puskesmas
dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 192
Tabel 5.22. Matrik Perbandingan Market (Sasaran Penyebaran Informasi
Surveilans Difteri) di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat
Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 194
xix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kerangka Teori ............................................................................ 47
Gambar 3.1. Alur Pikir ..................................................................................... 48
Gambar 4.1. Estimasi Piramida Penduduk Kabupaten Jombang Menurut
Kelompok Umur Lima Tahunan Tahun 2013 ............................. 72
Gambar 4.2. Mekanisme Pemberian Informasi Hasil Surveilans di Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................... 142
Gambar 4.3. Mekanisme Pemberian Informasi Hasil Surveilans di
Puskesmas.................................................................................... 143
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing............................................................... 215
Lampiran 2. Formulir Pengajuan Ijin Penelitian ................................................ 216
Lampiran 3. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas ............................ 217
Lampiran 4. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Penanaman Modal
Daerah Provinsi Jawa Tengah ...................................................... 223
Lampiran 5. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa
dan Politik Provinsi Jawa Timur .................................................. 225
Lampiran 6. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Pelayanan
Perizinan Kabupaten Jombang ..................................................... 226
Lampiran 7. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang ..................................................................... 227
Lampiran 8. Instrumen Penelitian ..................................................................... 229
Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang .................................................... 249
Lampiran 10. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari
Puskesmas Megaluh ..................................................................... 250
Lampiran 11. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari
Puskesmas Peterongan .................................................................. 251
Lampiran 12. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari
Puskesmas Tambakrejo ................................................................ 252
xxi
Lampiran 13. Identitas Informan Penelitian ....................................................... 253
Lampiran 14. Contoh Formulir W1 .................................................................... 257
Lampiran 15. Contoh Formulir W2 .................................................................... 258
Lampiran 16. Contoh Formulir STP ................................................................... 259
Lampiran 17. Contoh Formulir STP KLB .......................................................... 260
Lampiran 18. Contoh Formulir Pelacakan Kasus Difteri ................................... 261
Lampiran 19. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang .......... 263
Lampiran 20. Dokumentasi Penelitian ............................................................... 264
xxii
DAFTAR SINGKATAN
ADS : Auto Disable Syringe
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APD : Alat Pelindung Diri
ATK : Alat Tulis Kantor
BBLK : Balai Besar Laboratorium Kesehatan
BPS : Badan Pusat Statistik
CFR : Case Fatality Rate
DAU : Dana Alokasi Umum
Depkes : Departemen Kesehatan
Dirjen P2PL :Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
DPA SKPD : Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
IR : Incidence Rate
Juklak : Petunjuk Pelaksanaan
Juknis : Petunjuk Teknis
KLB : Kejadian Luar Biasa
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kepmenkes RI : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Kepmenpan : Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Keskhus : Kesehatan Khusus
xxiii
NPP : Nilai Prediktif Positif
ORI : Outbreak Renspons Immunization
Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
PIN : Pekan Imunisasi Nasional
Polindes : Pos Bersalin Desa
Poskesdes : Pos Kesehatan Desa
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
SE : Surveilans Epidemiologi
SI : Surviving Infant
SK : Surat Keputusan
SKD : Sistem Kewaspadaan Dini
SOP : Standard Operating Procedure/ Standar Prosedur Operasional
STP : Surveilans Terpadu Penyakit
UCI : Universal Child Imunization
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penyakit difteri merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh
bakteri Corynebacterium diptheriae yang menyerang saluran pernapasan bagian
atas, kadang juga menyerang selaput lendir atau kulit serta konjungtiva atau
vagina (James Chin, 2000). Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan potensial menimbulkan Kejadian
Luar Biasa (KLB). Oleh karena itu difteri harus bisa ditanggulangi secepat
mungkin agar jumlah kasus tidak terus meningkat setiap tahunnya (Dirjen P2PL,
2003).
Jumlah penderita difteri di dunia dari tahun ke tahun mengalami
perubahan. Berdasarkan data laporan World Health Organization (WHO), jumlah
penderita difteri tahun 2008 sebanyak 7.088 kasus, menurun pada tahun 2009
sebanyak 857 kasus, meningkat lagi pada tahun 2010 sebanyak 4.187 kasus, dan
tahun 2011 sebanyak 4.880 kasus. Pada tahun 2011, Indonesia merupakan negara
tertinggi kedua setelah India yaitu 806 kasus (WHO, 2012). Jumlah ini meningkat
dibandingkan tahun 2010 dimana Indonesia juga merupakan negara tertinggi
kedua dengan kasus difteri yaitu 385 kasus (WHO, 2012).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, Incidence Rate (IR) difteri di
Indonesia pada tahun 2010 sebesar 1,12 per 100.000 penduduk kemudian
meningkat di tahun 2011 menjadi 2,26 per 100.000 penduduk, dan 3,37 per
100.000 penduduk di tahun 2012. Untuk Case Fatality Rate (CFR) difteri di
2
Indonesia pada tahun 2010 sebesar 6,23 %, menurun pada tahun 2011 sebesar
4,71 %, dan meningkat lagi pada tahun 2012 sebesar 6,38 % (Kemenkes RI, 2011-
2013). Pada tahun 2012, Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan
jumlah kasus difteri tertinggi di Indonesia (Kemenkes RI, 2013).
Difteri merupakan kasus “re-emerging disease” di Jawa Timur karena
kasus difteri sebenarnya sudah menurun di tahun 1985, namun kembali meningkat
di tahun 2005 saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Bangkalan
(Dinkes Prov. Jatim, 2011). Provinsi Jawa Timur telah ditetapkan sebagai KLB
penyakit difteri sejak 7 Oktober 2011 dan setiap satu kasus difteri dianggap
sebagai KLB (Dinkes Prov. Jatim, 2011). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Timur, tahun 2010 CFR difteri sebesar 5,59 % dengan IR sebesar 6,47 per
100.000 penduduk, tahun 2011 CFR difteri sebesar 3,02 % dengan IR sebesar
14,99 per 100.000 penduduk, dan tahun 2012 CFR difteri sebesar 3,88 % dengan
IR sebesar 20,99 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2012, Kabupaten Jombang
menempati urutan kedua di tingkat Provinsi Jawa Timur untuk jumlah kasus
difteri tertinggi dan urutan pertama untuk angka CFR tertinggi (Dinkes Prov.
Jatim, 2013).
Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Jombang, IR difteri pada tahun
2010 sebesar 17,57 per 100.000 penduduk, kemudian menurun di tahun 2011
menjadi 9,46 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 121,61 per 100.000
penduduk di tahun 2012, dan menurun menjadi 5,62 per 100.000 penduduk di
tahun 2013. Angka CFR difteri di Kabupaten Jombang paling tinggi terjadi pada
tahun 2012 sebesar 11,58 %,. Pada tahun 2012, jumlah penderita difteri di
3
Kabupaten Jombang tersebar di 17 kecamatan dari 21 kecamatan. Pada tahun
2013, jumlah penderita difteri di Kabupaten Jombang tersebar di 8 kecamatan dari
21 kecamatan (Dinkes Kab. Jombang, 2014). Ada 4 puskesmas yang selalu
terdapat kasus difteri sejak tahun 2011 sampai 2013 (Dinkes Kab. Jombang,
2014).
Salah satu upaya pengendalian penyakit difteri adalah dengan penguatan
sistem surveilans difteri. Surveilans difteri berperan untuk menilai dampak
program imunisasi dan sebagai sistem kewaspadaan dini agar bisa dilakukan
penanggulangan difteri lebih awal (Dinkes Prov. Jatim, 2011). Agar kegiatan
surveilans difteri dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu
adanya manajemen surveilans difteri. Manajemen surveilans difteri meliputi input,
proses, dan output. Secara umum, input dalam manajemen terdiri dari man yaitu
sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi, money yaitu pendanaan
untuk keberlangsungan kegiatan, material-machine yang berfungsi untuk
mengubah masukan menjadi keluaran, method yaitu peraturan atau prosedur kerja
yang berguna untuk memperlancar jalannya pekerjaan, dan market yaitu tempat
untuk memasarkan atau menyebarluaskan produk atau hasil kerja suatu organisasi
(Satrianegara, 2009; Alamsyah, 2011; Dirjen P2PL, 2003). Proses dimulai dari
pengumpulan data kasus difteri, pengolahan data, analisis dan interpretasi data,
desiminasi informasi (Amiruddin, 2012: Dinkes Prov. Jateng, 2010: Dirjen P2PL,
2003). Output berupa dokumen laporan difteri dan informasi tentang kasus difteri
(Dirjen P2PL, 2003: Dinkes Prov. Jateng, 2006).
4
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 6
Februari 2014 di Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang, terdapat beberapa masalah pada sistem surveilans
difteri. Masalah pada input meliputi kurangnya kompetensi petugas surveilans,
ada 7 puskesmas per data bulan Agustus tahun 2013 yang mengumpulkan laporan
W2 (mingguan), tetapi tidak mengumpulkan laporan bulanan STP sama sekali,
adanya kesalahan dalam mendiagnosis kasus difteri, dan tidak ada aplikasi khusus
untuk pengolahan dan penyajian data (Sie. SE dan Keskhus Dinkes Kabupaten
Jombang, 2013). Pada komponen proses, ditemukan masalah seperti
ketidaklengkapan input data pada formulir STP KLB, umpan balik tidak
maksimal, kelengkapan laporan bulanan (STP) yang diterima oleh Dinkes Kab.
Jombang per bulan Agustus tahun 2013 belum memenuhi target yaitu sebesar
68,75 %, ketepatan waktu pelaporan bulanan (STP) per bulan Agustus tahun 2013
dan ketepatan waktu pelaporan mingguan (W2) per minggu ke-37 tahun 2013
juga belum memenuhi target, persentasenya hanya sebesar 34,56 % dan 48,25 %
karena idealnya kelengkapan laporan unit pelayanan ke dinas kesehatan
kabupaten/kota sebesar 90 %, dan ketepatan waktu pelaporan unit pelayanan ke
dinas kesehatan kabupaten/kota sebesar 80% (Dirjen P2PL, 2003).
Permasalahan sistem surveilans ini pernah diteliti oleh Sutarman (2008) di
Puskesmas Wilayah Kota Semarang, Chairiyah (2010) di Puskesmas Kepanjen
Kabupaten Malang, Wibisono (2011) dan Vanni (2012) di Dinas Kesehatan Kota
Surabaya. Masalah pada input sebagian besar pada man meliputi kurangnya
kompetensi petugas surveilans (Sutarman, 2008; Chairiyah, 2010; Vanni, 2012),
5
tenaga yang ada memiliki beban ganda (Chairiyah, 2010), jumlah petugas
surveilans yang terbatas (Vanni, 2012), material-machine meliputi tidak
tersedianya formulir W1 (Sutarman, 2008; Wibisono, 2011; Vanni, 2012), dan
method meliputi SOP tidak ada (Wibisono, 2011). Pada komponen proses,
ditemukan masalah seperti kelengkapan input data (Chairiyah, 2010; Wibisono,
2011), kompilasi data hasil penyelidikan epidemiologi belum dilakukan
(Chairiyah, 2010), pengolahan dan analisis data belum dilakukan (Chairiyah,
2010; Vanni, 2012), interpretasi data hasil penyelidikan epidemiologi belum
dilakukan (Chairiyah, 2010), umpan balik tidak maksimal (Vanni, 2012),
ketepatan waktu pelaporan dan kelengkapan laporan masih rendah (Chairiyah,
2010; Wibisono, 2011; Vanni, 2012). Pada penelitian Vanni (2012) di Surabaya
tentang atribut sistem surveilans difteri, menemukan bahwa sistem masih belum
sederhana dan tidak fleksibel, nilai prediktif positif, kerepresentatifan, ketepatan
waktu tergolong rendah.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dan diperkuat
dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini mengambil fokus penelitian pada
input sistem surveilans difteri yang meliputi man (sumber daya manusia
pendukung pelaksanaan surveilans difteri), money (pendanaan untuk pelaksanaan
surveilans difteri), method (metode surveilans difteri), material and machine
(sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran
penyebaran informasi hasil surveilans difteri). Input (masukan) merupakan bagian
atau elemen yang ada dalam sistem yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan
sistem tersebut. Menurut Notoatmodjo (2011), komponen input memiliki
6
pengaruh cukup besar terhadap proses maupun capaian sistem, sehingga penting
bagi suatu organisasi untuk mengetahui kekuatan maupun kelemahan yang ada
pada setiap unsur masukan sistem dimilikinya agar hasil capaiannya bisa sesuai
dengan yang diharapkan. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan
kegiatan evaluasi. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini berjudul “Evaluasi
Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang”.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Rumusan Masalah Umum
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terdapat masalah dalam input
sistem surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang meliputi
kurangnya kompetensi petugas surveilans, masih ada sumber data yang tidak
mengumpulkan laporan bulanan (STP), adanya kesalahan dalam mendiagnosis
kasus difteri, dan tidak ada aplikasi khusus untuk pengolahan dan penyajian data.
Pada penelitian sebelumnya juga ditemukan beberapa masalah input sistem
surveilans yaitu pada man meliputi kurangnya kompetensi petugas surveilans
(Sutarman, 2008; Chairiyah, 2010; Vanni, 2012), tenaga yang ada memiliki beban
ganda (Chairiyah, 2010), jumlah petugas surveilans yang terbatas (Vanni, 2012),
material-machine meliputi tidak tersedianya formulir W1 (Sutarman, 2008;
Wibisono, 2011; Vanni, 2012), dan method meliputi SOP tidak ada (Wibisono,
2011). Input (masukan) merupakan bagian atau elemen yang ada dalam sistem
yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan sistem tersebut. Menurut Notoatmodjo
(2011), komponen input memiliki pengaruh cukup besar terhadap proses maupun
7
capaian sistem, sehingga penting bagi suatu organisasi untuk mengetahui
kekuatan maupun kelemahan yang ada pada setiap unsur masukan sistem
dimilikinya agar hasil capaiannya bisa sesuai dengan yang diharapkan. Untuk
mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Untuk itu
diperlukan kajian mendalam tentang evaluasi pada input sistem surveilans difteri,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Evaluasi Input
Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang?”
1.2.2. Rumusan Masalah Khusus
1.2.2.1. Bagaimana evaluasi input sistem surveilans difteri meliputi man (sumber
daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri), money
(pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri), method (metode
surveilans difteri), material and machine (sarana dan prasarana
pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran penyebaran
informasi hasil surveilans difteri) di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang?
1.2.2.2. Bagaimana evaluasi man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan
surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan tenaga surveilans difteri,
ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih, ketersediaan tenaga
laboratorium puskesmas, ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas
terlatih, ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi, dan
ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?
8
1.2.2.3. Bagaimana evaluasi money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans
difteri) yang meliputi sumber dana dan alokasi pendanaan untuk
surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?
1.2.2.4. Bagaimana evaluasi method (metode surveilans difteri) yang meliputi
ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri,
ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri,
ketersediaan juklat-juknis untuk manajemen surveilans difteri,
ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan
payung hukum yang mendukung surveilans difteri, dan kesepakatan
penggunaan definisi kasus difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang?
1.2.2.5. Bagaimana evaluasi material and machine (sarana dan prasarana
pelaksanaan kegiatan surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan APD,
surveilans kits, perangkat imunisasi, alat komunikasi, formulir untuk
pengumpulan data difteri, perangkat seminar, serta alat transportasi di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?
1.2.2.6. Bagaimana evaluasi market (sasaran penyebaran informasi surveilans
difteri) yang meliputi pengguna informasi hasil surveilans difteri dari
bagian internal dan eksternal di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang?
9
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran hasil evaluasi input sistem surveilans difteri
di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Untuk mengetahui hasil evaluasi input sistem surveilans difteri meliputi
man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri),
money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri), method (metode
surveilans difteri), material and machine (sarana dan prasarana
pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran penyebaran
informasi hasil surveilans difteri) di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang.
1.3.2.2. Untuk mengetahui hasil evaluasi man (sumber daya manusia pendukung
pelaksanaan surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan tenaga
surveilans difteri, ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih,
ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas, ketersediaan tenaga
laboratorium puskesmas terlatih, ketersediaan tenaga pengelola program
imunisasi, dan ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi
puskesmas terlatih di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang.
1.3.2.3. Untuk mengetahui hasil evaluasi money (pendanaan untuk pelaksanaan
surveilans difteri) yang meliputi sumber dana dan alokasi pendanaan
10
untuk surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang.
1.3.2.4. Untuk mengetahui hasil evaluasi method (metode surveilans difteri) yang
meliputi ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri,
ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri,
ketersediaan juklat-juknis untuk manajemen surveilans difteri,
ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan
payung hukum yang mendukung surveilans difteri, dan kesepakatan
penggunaan definisi kasus difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang.
1.3.2.5. Untuk mengetahui hasil evaluasi material and machine (sarana dan
prasarana pelaksanaan kegiatan surveilans difteri) yang meliputi
ketersediaan APD, surveilans kits, perangkat imunisasi, alat komunikasi,
formulir untuk pengumpulan data difteri, perangkat seminar, serta alat
transportasi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
1.3.2.1 Untuk mengetahui hasil evaluasi market (sasaran penyebaran informasi
surveilans difteri) yang meliputi pengguna informasi hasil surveilans
difteri dari bagian internal dan eksternal di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang.
11
1.4. Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1. Bagi Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Kepala
Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus untuk referensi dalam
pengambilan kebijakan dan perbaikan komponen input pada pelaksanaan sistem
surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
1.4.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kepala
puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk
pengambilan kebijakan dan perbaikan komponen input pada pelaksanaan sistem
surveilans difteri di puskesmas.
1.4.3. Bagi Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Negeri Semarang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan oleh
mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya, terutama penelitian tentang
sistem surveilans difteri.
1.4.4. Bagi Peneliti
Penelitian ini berguna sebagai pengalaman dalam mengkaji secara ilmiah
suatu permasalahan dengan mengaplikasikan teori yang pernah diperoleh peneliti
selama mengikuti perkuliahan dan menambah pengetahuan peneliti tentang
evaluasi input sistem surveilans difteri.
12
1.5. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1. Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini
No Judul
Penelitian
Nama
Peneliti
Tahun dan
Tempat
Penelitian
Rancangan
Penelitian
Variabel /
Fokus
Penelitian
Hasil Penelitian
1 Faktor-Faktor
yang
Berhubungan
Dengan
Keterlambatan
Petugas Dalam
Menyampaikan
Laporan KLB
dari Puskesmas
Ke Dinas
Kesehatan
(Studi di Kota
Semarang).
Sutarman. 2008,
puskesmas
di wilayah
Kota
Semarang.
Obrservasio
-nal dengan
rancangan
case
control.
Variabel
terikat :
laporan
KLB.
Variabel
bebas:
pendidikan,
lama tugas,
lama
menangani
KLB,
pelatihan
surveilans
epidemiolog,
frekuensi
pelatihan
epidemiolog,
beban kerja,
motivasi
kerja,
kebijakan,
dan
perhatian
kepala
puskesmas.
a. Faktor yang
terbukti adanya
hubungan dengan
keterlambatan
petugas dalam
menyampaikan
laporan KLB
meliputi faktor
lama tugas, faktor
lama menangani
KLB, faktor tidak
pahamnya petugas
mulai lapor KLB,
faktor tidak ada
W1, faktor tugas
rangkap, faktor
tidak ada motivasi,
dan faktor tidak ada
perhatian.
b. Faktor yang tidak
terbukti
berhubungan
dengan
keterlambatan
petugas dalam
menyampaikan
laporan KLB
meliputi faktor
pendidikan, lama
tugas, pelatihan
surveilans
epidemiologi,
faktor pemahaman
petugas untuk
penentuan KLB,
dan faktor
kebijakan pimpinan
puskesmas.
13
2 Evaluasi
Sistem
Surveilans
Difteri
Berbasis
Masyarakat
Berdasarkan
Komponen
Surveilans di
UPTD
Puskesmas
Kepanjen
Kabupaten
Malang
Tahun 2010.
Chairiyah. 2010,
UPTD
Puskesmas
Kepanjen
Kabupaten
Malang.
Kualitatif
deskriptif
evaluatif.
Pengumpulan
data,
kompilasi
data, analisis
data,
interpretasi
data, laporan,
dan umpan
balik.
Pelaksanaan
surveilans difteri
berbasis
masyarakat
berdasarkan
komponen
menunjukkan
bahwa
pengumpulan
data, kompilasi,
analisis,
interpretasi,
laporan, dan
umpan balik
untuk sistem
kewaspadaan dini
kejadian luar
biasa sudah baik.
3 Evaluasi
Penyelidikan
Epidemiologi
Kejadian Luar
Biasa (KLB)
Difteri
Berdasarkan
Komponen
Surveilans di
Dinas
Kesehatan Kota
Surabaya
Tahun 2011.
Marinda
Wibisono.
2011,
Dinas
Kesehatan
Kota
Surabaya.
Kualitatif
deskriptif
evaluatif.
Pengumpulan
data, kompilasi
data, analisis
data,
interpretasi
data, dan
diseminasi
informasi.
1. Pada tahap
pengumpulan
data masih
ditemukan
masalah.
2. Pada tahap
kompilasi data,
pengolahan dan
analisis data,
interpretasi data,
dan diseminasi
informasi pada
sistem surveilans
difteri sudah
baik.
4 Evaluasi Sistem
Surveilans
Difteri
Berdasarkan
Atribut
Surveilans di
Dinas
Kesehatan Kota
Surabaya
Tahun 2012.
Nur Putri
Setia
Vanni.
2012,
Dinas
Kesehatan
Kota
Surabaya.
Kualitatif
deskriptif
evaluatif.
Kesederhanaan,
fleksibilitas,
akseptabilitas,
sensitifitas,
nilai prediktif
positif,
kerepresentatif
an, ketepatan
waktu, kualitas
data, dan
stabilitas.
Atribut sistem
surveilans memiliki
sensitifitas yang
tinggi. Penilaian
terhadap atribut yang
lain, sistem masih
belum sederhana dan
tidak fleksibel,
akseptabilitas, nilai
prediktif positif,
kerepresentatifan,
ketepatan waktu,
kualitas data, dan
stabilitas data
tergolong rendah.
14
Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-
penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :
1. Penelitian Sutarman (2008) menggunakan rancangan penelitian obrservasional
dengan desain case control, sedangkan pada penelitian ini menggunakan
rancangan penelitian kualitatif deskriptif evaluatif. Komponen input yang
menjadi variabel penelitian Sutarman (2008) tidak dijabarkan menggunakan
teori komponen manajemen, sedangkan komponen input pada penelitian ini
dijabarkan menggunakan teori komponen manajemen meliputi man, money,
methode, material and machine, dan market .
2. Penelitian Chairiyah (2010) dan Marinda Wibisono (2011) berfokus pada
komponen proses sistem surveilans difteri, sedangkan penelitian ini berfokus
pada komponen input sistem surveilans difteri.
3. Penelitian Nur Putri Setia Vanni (2012) berfokus pada atribut surveilans difteri,
sedangkan pada penelitian ini berfokus komponen input sistem surveilans
difteri.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
1.6.1. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di bagian Seksi Surveilans Epidemiologi dan
Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, di dua puskesmas yang
menjadi informan utama yaitu Puskesmas Megaluh dan Puskesmas Peterongan,
serta satu puskesmas yang menjadi informan triangulasi yaitu Puskesmas
Tambakrejo.
15
1.6.2. Ruang Lingkup Waktu
Penyusunan proposal ini dimulai pada bulan Januari 2014 hingga bulan
Juli 2014. Pengumpulan data serta penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus
2014 hingga bulan Oktober 2014. Seminar skripsi dilaksanakan pada bulan
Januari 2015.
1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat
dengan kajian bidang tentang Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular
khususnya difteri.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. LANDASAN TEORI
2.1.1. Evaluasi
2.1.1.1. Definisi
Menurut Miquel Porta dalam buku A Dictionary of Epidemiology (2008),
evaluasi adalah suatu proses sistematis dan objektif untuk mengetahui relevan,
efektivitas, dan dampak dari program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan,
beberapa macam evaluasi, misalnya evaluasi struktur, proses, dan hasil. Menurut
Perhimpunan Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika, evaluasi adalah suatu proses
untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian suatu
tujuan yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2011).
2.1.1.2. Ruang Lingkup Evaluasi
Ruang lingkup evaluasi merupakan hal-hal yang akan dinilai dari suatu
program kesehatan (Azwar, 2008: 338). Menurut Muninjaya (2004: 200) dan
Notoatmodjo (2011: 108), ruang lingkup evaluasi secara sederhana dapat
dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
1. Evaluasi Terhadap Input
Evaluasi terhadap input (masukan) berkaitan dengan pemanfaatan berbagai
sumber daya baik tenaga (man), dana (money), sarana-prasarana (material and
machines), maupun metode (methode) (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo,
2011: 108). Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sumber daya yang
17
dimanfaatkan sudah sesuai dengan standar dan kebutuhan (Muninjaya, 2004:
200).
2. Evaluasi Terhadap Proses
Evaluasi terhadap proses (process) lebih dititikberatkan pada pelaksanaan
program yang berkaitan penggunaan sumber daya seperti tenaga, dana, dan
fasilitas lain, apakah sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak
(Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). Penilaian ini juga bertujuan
untuk mengetahui apakah metode yang dipilih sudah efektif, bagaimana dengan
motivasi staf dan komunikasi diantara staf dan lain-lain (Muninjaya, 2004: 200).
3. Evaluasi Terhadap Output
Evaluasi terhadap output (keluaran) meliputi evaluasi terhadap hasil yang
dicapai dari dilaksanakannya suatu program (Muninjaya, 2004: 200). Penilaian ini
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana program tersebut berhasil, apakah hasil
yang dicapai suatu program sudah sesuai dengan target yang ditetapkan
sebelumnya (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108).
4. Evaluasi Terhadap Dampak
Penilaian terhadap dampak (impact) suatu program mencakup pengaruh
yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program, biasanya mempunyai
dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat (Muninjaya, 2004: 200;
Notoatmodjo, 2011: 108). Dampak program kesehatan ini tercermin dari
membaiknya atau meningkatnya indikator-indikator kesehatan masyarakat
(Notoatmodjo, 2011: 108).
18
2.1.1.3. Tujuan Evaluasi
Menurut Mubarak (2009: 378), evaluasi memiliki beberapa tujuan yang
dapat dirinci sebagai berikut:
1. Membantu perencanaan di masa yang akan datang.
2. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan baik.
3. Menentukan kelemahan dan kekuatan program, baik dari segi teknis maupun
administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-perbaikan.
4. Membantu menentukan strategi, mengevaluasi apakah cara yang telah
dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan atau perlu diganti.
5. Mendapatkan dukungan dari sponsor (pemerintah atau swasta).
6. Motivator, jika program berhasil, maka akan memberikan kepuasan dan rasa
bangga kapada staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat lagi.
Menurut Supriyanto (2003), kegiatan evaluasi dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut:
1. Sebagai alat untuk memperbaiki pelaksanaan kebijakan dan perencanaan
program yang akan datang.
2. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana, sumber daya, dan
manajemen (resources) saat ini serta di masa datang.
3. Memperbaiki pelaksanaan perencanaan kembali suatu program.
2.1.1.4. Prosedur Evaluasi
Menurut Notoatmodjo (2010: 313), prosedur evaluasi secara umum
adalah sebagai berikut:
19
1. Menentukan apa yang akan dievaluasi, apakah pada perencanaan, sumber daya,
proses pelaksanaan, keluaran, efek atau bahkan dampak suatu kegiatan, serta
pengaruh lingkungan yang luas.
2. Mengembangkan kerangka dan batasan. Pada tahap ini dilakukan asumsi-
asumsi mengenai hasil evaluasi dan pembatasan ruang lingkup evaluasi, serta
batasan-batasan yang digunakan agar objektif dan fokus.
3. Merancang desain (metode) yang akan digunakan disesuaikan dengan tujuan
dan kepentingan evaluasi tersebut.
4. Menyusun instrumen dan rencana pelaksanaan. Pada tahap ini dilakukan
pengembangan terhadap instrumen pengamatan atau pengukuran serta rencana
analisis dan membuat rencana pelaksanaan evaluasi.
5. Melaksanakan pengamatan, pengukuran, dan analisis.
6. Membuat kesimpulan dan pelaporan, informasi yang dihasilkan dari proses
evaluasi ini disajikan dalam bentuk laporan sesuai dengan kebutuhan atau
permintaan.
Menurut Azwar (2008), prosedur dalam kegiatan evaluasi terdiri dari 6
langkah, yaitu:
1. Memahami unsur-unsur dari program yang akan dievaluasi terlebih dahulu,
berupa latar belakang, tujuan yang ingin dicapai, kegiatan yang dilakukan
untuk mencapai tujuan program, organisasi dan sumber daya pelaksanaan
program, serta tolok ukur dan kriteria keberhasilan program.
2. Menentukan macam dan ruang lingkup evaluasi yang akan dilakukan.
3. Menyusun rencana evaluasi.
20
4. Melaksanakan kegiatan evaluasi terhadap suatu program.
5. Menarik kesimpulan dari hasil kegiatan evaluasi.
6. Menyusun atau menentukan saran yang sesuai dengan hasil evaluasi dengan
tujuan untuk memperbaiki pelaksanaan program di masa yang akan datang.
2.1.1.5. Desain Evaluasi
Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) dalam Notoatmodjo (2010:
315) mengemukakan 9 bentuk desain evaluasi, yaitu:
1. Historikal, dengan merekronstruksi kejadian di masa lalu secara objektif dan
tepat berkaitan dengan hipotesis atau asumsi.
2. Deskriptif, melakukan penjelasan secara sistematis suatu situasi atau hal yang
menjadi perhatian secara faktual dan tepat.
3. Studi perkembangan (developmental study), menyelidiki pola dan urutan
perkembangan atau perubahan menurut waktu.
4. Studi kasus atau lapangan (case atau field study), meneliti secara intensif latar
belakang status sekarang dan interaksi lingkungan dari suatu unit sosial, baik
perorangan, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
5. Studi korelasional (corelational study), meneliti sejauh mana variasi dari satu
faktor berkaitan dengan variasi dari satu atau lebih faktor lain berdasarkan
koefisien tertentu.
6. Studi sebab akibat (causal comparative study), menyelidiki kemungkinan
hubungan sebab akibat dengan mengamati berbagai konsekuensi yang ada dan
menggalinya kembali melalui data untuk faktor menjelaskan penyebabnya.
21
7. Eksperimen murni (true experimental), menyelidiki kemungkinan hubungan
sebab akibat dengan membuat satu kelompok percobaan atau lebih terpapar
akan suatu perlakuan atau kondisi dan membandingkan hasilnya dengan satu
atau lebih kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan atau kondisi.
Pemilihan kelompok-kelompok secara sembarang (random) sangat penting.
8. Eksperimen semu (quasi experimental), merupakan cara yang mendekati
eksperimen, dimana kontrol tidak ada dan manipulasi tidak bisa dilakukan.
9. Riset aksi (action research), bertujuan mengembangkan pengalaman baru
melalui aplikasi langsung di berbagai kesempatan.
2.1.1.6. Standar Evaluasi
Standar yang digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu
dapat dilihat dari tiga aspek utama, yang menurut Committee on Standard for
Educational Evaluation dalam Umar (2005: 40) adalah sebagai berikut:
1. Utility (Manfaat)
Hasil evaluasi sebaiknya bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan
keputusan atas program yang sedang berjalan.
2. Accuracy (Akurat)
Informasi atas hasil evaluasi sebaiknya memiliki tingkat ketepatan yang
tinggi antara tujuan dan hasil yang tercapai.
3. Feasibility (Kelayakan)
Proses evaluasi yang telah dirancang sebaiknya dapat dilakukan secara
layak. Untuk mengevaluasi suatu program, evaluator dapat melaksanakannya
22
dengan baik dan benar, tidak hanya dari aspek teknis tetapi juga dari aspek lain
seperti legal dan etis.
2.1.2. Sistem Surveilans Epidemiologi
2.1.2.1. Definisi Sistem
Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen (sub-sistem) di dalam suatu
proses atau struktur yang berhubungan serta saling mempengaruhi dan berfungsi
sebagai satu kesatuan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Notoatmodjo, 2011; Azwar, 2008). Apabila salah satu bagian atau sub-sistem
tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian lain (Notoatmodjo,
2011). Menurut Notoatmodjo (2011), secara garis besarnya elemen-elemen dalam
sistem itu adalah sebagai berikut:
1. Masukan (Input)
2. Proses
3. Keluaran (Output)
4. Dampak (Impact)
5. Umpan balik (feed back)
6. Lingkungan
2.1.2.2. Definisi Sistem Surveilans Epidemiologi
Sistem surveilans epidemiologi adalah gabungan dari elemen-elemen
(sub-sistem) di dalam suatu proses pengamatan yang dilakukan secara terus
menerus, sistematik, dan berkesinambungan terhadap suatu masalah kesehatan
yang ada melalui kegiatan pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi data
kesehatan, serta disseminasi informasi yang berkaitan dengan program kesehatan
23
sebagai sebagai dasar pengambilan keputusan atau kebijakan dalam bidang
pencegahan dan penanggulangan penyakit untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang lebih baik (Dirjen P2PL, 2003: 4; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5;
Amiruddin, 2012: 8).
2.1.2.3. Tujuan dan Kegunaan Surveilans Epidemiologi
Tujuan akhir surveilans adalah menentukan luasnya infeksi dan risiko
penularan penyakit sehingga tindakan pemberantasan dapat dijalankan secara
efektif dan efisien (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5). Pada perkembangan
selanjutnya surveilans bertujuan untuk menanggulangi masalah kesehatan
masyarakat secara luas (Dirjen P2PL, 2003: 17).
Secara umum, kegunaan surveilans epidemiologi antara lain untuk:
1. Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit
(Amiruddin, 2012: 18).
2. Mengamati kecenderungan atau trend dan memperkirakan besar masalah
kesehatan (Dirjen P2PL, 2003: 17).
3. Mendeteksi serta memprediksi adanya KLB dan wabah (Dirjen P2PL, 2003:
17; Amiruddin, 2012: 18).
4. Mengamati kemajuan suatu program pencegahan dan pemberantasan penyakit
(Dirjen P2PL, 2003: 17).
5. Memperkirakan dampak program intervensi yang ada (Dirjen P2PL, 2003:
18).
6. Mengevaluasi program intervensi dan kebijakan program kesehatan (Dirjen
P2PL, 2003: 18; Amiruddin, 2012: 18).
24
7. Mempermudah perencanaan program pemberantasan (Dirjen P2PL, 2003: 18;
Amiruddin, 2012: 18).
8. Mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehaatan (Amiruddin, 2012: 18).
2.1.2.4. Kegiatan Surveilans Epidemiologi
Dalam praktik pelaksanaannya, sistem surveilans epidemiologi penyakit
dibedakan menjadi 6 macam kegiatan, yaitu:
1. Sistem Surveilans Terpadu Penyakit
Sistem surveilans terpadu penyakit (SSTP) memanfaatkan data rutin dari
laporan kesakitan bulanan puskesmas (SP2TP/SP3/SIMPUS) serta laporan
morbiditas dan mortalitas rumah sakit terhadap 28 penyakit tertentu. Trend
morbiditas dari laporan tersebut sangat dibutuhkan bagi program serta sektor yang
memiliki kemampuan melakukan pennggulangannya (Dirjen P2PL, 2003: 6).
2. Sistem Surveilans Sentinel
Sistem surveilans sentinel adalah sejumlah unit pelaporan (biasanya pada
puskesmas atau rumah sakit) yang secara teliti mengumpulkan dan melaporkan
data yang diminta dalam upaya mendapatkan informasi kesakitan penyakit
tertentu yang dilengkapi dengan informasi pelaksanaan program penyakit secara
khusus, sehingga kualitas pelaksanaan program dapat dimonitor keberhasilannya
(Dirjen P2PL, 2003: 6; Amiruddin, 2012: 35).
3. Surveilans Khusus
Surveilans khusus merupakan suatu kegiatan surveilans yang memiliki
komitmen tinggi dengan surveilans internasional dan nasional, sehingga harus
dapat mendukung pelaksanaannya secara optimal. Kegiatan surveilans yang
25
termasuk dalam kegiatan surveilans khusus yaitu surveilans Eliminasi Tetanus
Neonatorum (ETN), Surveilans Eradikasi Polio (Surveilans AFP), dan surveilans
reduksi campak (Dirjen P2PL, 2003: 6). Tujuan utama dari kegiatan surveilans
khusus yaitu untuk memantau hal-hal yang berpotensi untuk menimbulkan
penyakit pada manusia (Amiruddin, 2012: 133).
4. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penyelidikan KLB
Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh
letusan KLB suatu penyakit adalah melakukan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
terhadap penyakit potensial KLB (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 41). Sistem
kewaspadaan dini adalah suatu kegiatan pengamatan yang mendukung sikap
tanggap terhadap adanya suatu perubahan atau penyimpangan dalam masyarakat
(Dirjen P2PL, 2003).
Tujuan dilakukannya penyelidikan KLB adalah agar dapat melakukan
tindakan penanggulangan dan pencegahan terhadap munculnya penderita baru.
Ada 4 tahapan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan KLB yaitu persiapan
kerja di lapangan, penetapan adanya KLB, penetapan diagnosis, dan pengolahan
data epidemiologi (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 50-52).
5. Studi Khusus
Studi khusus yang dilakukan oleh lintas sektor terkait ataupun jejaring
surveilans epidemiologi dapat dimanfaatkan oleh petugas surveilans dalam
melengkapi kajian terhadap data maupun program terkait. Studi khusus dapat
berupa survei cepat, cohort study, dan lain-lain (Dirjen P2PL, 2003: 6).
26
6. Analisis dan Interpretasi Data
Analisis dan kajian data dilakukan terhadap data surveilans yang dapat
dikumpulkan oleh unit surveilans serta pada data yang diperoleh program
pemberantasan penyakit yang ada (Dirjen P2PL, 2003: 7).
2.1.2.5. Monitoring dan Evaluasi Surveilas Epidemiologi
Monitoring dan evaluasi merupakan bagian kegiatan yang penting dari
proses manajemen, karena dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan
ataupun kendala yang ada dalam pelaksanaan manajemen surveilans dan
utamanya dilakukan terhadap proses dan output surveilans agar dapat segera
dilakukan perbaikan dan dapat ditentukan strategi penyusunan perencanaan
kegiatan surveilans di tahun berikutnya (Dirjen P2PL, 2003: 12). Monitoring dan
evaluasi dapat dilakukan melalui kegiatan pertemuan/review, kunjungan,
penerapan kendali mutu (quality assrance), dan seminar. Dalam melakukan
kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja unit surveilans disesuaikan dengan
setiap tahapan sistem, yaitu berupa indikator input, indikator proses, dan indikator
output. Indikator-indikator tersebut disesuaikan dengan jenis kegiatan surveilans
dan kondisi setempat (Dirjen P2PL, 2003: 12).
2.1.2.5.1. Indikator Surveilans Epidemiologi
Menurut Dirjen P2PL (2003), yang menjadi indikator surveilans antara
lain:
1. Kelengkapan Laporan dan Ketepatan Waktu Pelaporan
Kelengkapan laporan dan ketepatan waktu pelaporan data surveilans
(rutin) sangat mempengaruhi analisis dan interpretasi data, walaupun tidak selalu
27
sejalan antara peningkatan jumlah laporan dengan peningkatan kasus. Data yang
lengkap dan dilaporkan tepat waktu selalu lebih baik dan akurat dibanding data
yang tidak lengkap dan tidak tepat waktu (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15).
Kelengkapan laporan dapat dilihat dari 2 (dua) aspek yaitu lengkapnya
jumlah laporan dan lengkapnya isi yang dilaporkan. Pada dinas kesehatan
kabupaten/kota, kelengkapan laporan yang dihitung hanya pada aspek lengkapnya
jumlah laporan mingguan dan bulanan dari puskesmas yang diterima oleh dinas
kesehatan kabupaten/kota (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15).
Berikut ini cara menghitung kelengkapan laporan dan ketepatan waktu
pelaporan:
a. Kelengkapan Laporan
Laporan mingguan puskesmas (W2) dikirim ke dinas kesehatan
kab./kota per minggu dan laporan bulanan dikirim ke dinas kesehatan kab./kota
per bulan. Untuk menghitung jumlah minggu per bulan atau per tahun
menggunakan kalender mingguan epidemiologi yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal PPM PLP setiap tahun (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15).
Kelengkapan laporan dihitung menggunakan prosentase jumlah laporan
puskesmas yang berada di wilayah kerjanya diterima oleh dinas kesehatan
kab./kota dibagi dengan jumlah semua laporan puskesmas dalam wilayah kerjanya
yang seharusnya diterima oleh dinas kesehatan kab./kota dalam periode bulan
yang sama (Dirjen P2PL, 2003: 82; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15). Indikator
kelengkapan laporan unit pelayanan (puskesmas) ke dinas kesehatan
kabupaten/kota sebesar 90 % (Dirjen P2PL, 2003: 81).
28
b. Ketepatan Waktu Pelaporan
Ketepatan waktu pelaporan adalah prosentase dari semua laporan
puskesmas yang berada di wilayah kerjanya yang diterima pada 10 hari pertama
pada bulan berikutnya dibagi dengan jumlah semua laporan puskesmas dalam
wilayah kerjanya yang seharusnya diterima oleh dinas kesehatan kab./kota dalam
periode bulan yang sama (Dirjen P2PL, 2003: 82; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15).
Indikator ketepatan waktu pelaporan unit pelayanan (puskesmas) ke dinas
kesehatan kabupaten/kota sebesar 80 % (Dirjen P2PL, 2003: 81).
2. Kuantitas dan Kualitas Kajian Epidemiologi dan Rekomendasi yang
Dapat Dihasilkan
Kuantitas dan kualitas kajian epidemiologi berguna dalam pengambilan
keputusan. Rekomendasi merupakan salah satu bentuk pendistribusian informasi.
Rekomendasi dapat disampaikan pada penanggung jawab program pencegahan
dan penanggulangan seta pelaksana kegiatan surveilans (Amirudin, 2012).
3. Terdistribusinya Informasi Epidemiologi Secara Lokal dan Nasional
Penyebaran informasi dimaksudkan untuk memberikan informasi yang
dapat dimengerti dan kemudian dimanfaatkan untuk menentukan arah kebijakan,
upaya pengendalian, dan evaluasi yang baik berupa interpretasi data dan
kesimpulan analisis (Amirudin, 2012).
4. Pemanfaatan Informasi Epidemiologi dalam Manajemen Program
Kesehatan
Informasi epidemiologi sangat penting untuk menyusun perencanaan
dan mengevaluasi hasil akhir intervensi yang diberikan. Dapat membantu
29
pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan
membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program
(Amiruddin, 2012: 48).
5. Menurunnya Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam waktu tertentu
dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 50).
Sistem surveilans yang berjalan dengan baik dapat menurunkan frekuensi KLB.
Keterlambatan dalam mendeteksi KLB akan menyebabkan peningkatan jumlah
kasus, durasi wabah, dan kematian (Arsyam, 2013).
6. Meningkatnya dalam Kajian SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) Penyakit.
Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh
letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit adalah melakukan pengamatan
yang intensif dan dikenal dengan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap
penyakit potensial KLB (Dinkes Jateng, 2010: 41).
2.1.2.5.2. Pedoman Surveilans Epidemiologi
Pedoman yang digunakan dalam mengevaluasi sistem surveilans
epidemiologi, yaitu:
1. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi yang diterbitkan oleh
Dirjen P2PL Depkes RI tahun 2003.
2. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular,
Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2003.
30
3. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit)
Edisi Revisi tahun 2011 yang diterbitkan oleh Kemenkes RI tahun 2011.
4. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri yang diterbitkan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011.
5. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin yang diterbitkan oleh
Depkes RI tahun 2005.
6. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas yang diterbitkan oleh
Depkes RI tahun 2005.
7. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk
Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2009.
8. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012
yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012.
9. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas yang
diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2006.
10. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
11. Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional
Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya.
12. Permenkes RI No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular
Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.
13. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
31
2.1.2.5.3. Atribut Surveilans Epidemiologi
Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi suatu sistem surveilans
epidemiologi, yaitu:
1. Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan dari sistem surveilans kesehatan masyarakat dilihat dari
struktur dan kemudahannya dalam pengoperasian (CDC, 2001; Dirjen P2PL,
2003: 30). Kesederhanaan berkaitan dengan ketepatan waktu dan akan
berpengaruh pada sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankaan sistem
(Amiruddin, 2012: 152).
2. Fleksibilitas (Flexibility)
Suatu sistem surveilans dapat dikatakan fleksibel apabila dapat
menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan informasi yang dibutuhkan atau
situasi pelaksanaan di lapangan dengan sedikit perubahan pada kebutuhan biaya,
tenaga, dan waktu (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 31). Sistem yang fleksibel
dapat diterapkan pada keadaan penyakit dan kesehatan yang baru, perubahan
definisi kasus, dan perubahan dari sumber pelaporan (Amiruddin, 2012: 152).
Pada umumnya semakin sederhana suatu sistem, maka semakin fleksibel untuk
diterapkan pada masalah kesehatan lain dan komponen yang harus diubah akan
menjadi lebih sedikit (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 31).
3. Akseptabilitas (Accepbility)
Akseptabilitas menggambarkan keikutsertaan individu atau organisasi
dalam pelaksanaan sistem surveilans (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 32).
32
Akseptabilitas mempunyai sifat subjektif yang besar meliputi keinginan dari
orang-orang dimana sistem menguntungkan tersedianya data yang akurat, tetap,
dan tepat waktu (Amiruddin, 2012: 153).
4. Sensitivitas (Sensitivity)
Sensitivitas dinilai dari tingkat pengumpulan data atau pelaporan kasus,
proporsi kasus dari suatu masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem surveilans
dan dapat dinilai dari kemampuannya untuk mendeteksi KLB (CDC, 2001; Dirjen
P2PL, 2003: 33). Pengukuran sensitivitas dari suatu sistem surveilans ditentukan
oleh a) Validitas informasi yang dikumpulkan oleh sistem; b) Pengumpulan
informasi di luar sistem untuk menentukan frekuensi dari keadaan yang ada dalam
masyarakat (Amiruddin, 2012: 154).
5. Nilai Prediktif Positif/NPP (Predictive Value Positive)
NPP adalah proporsi dari populasi yang diidentifikasikan sebagai kasus
oleh suatu sistem surveilans dan kenyataannya memang kasus (CDC, 2001; Dirjen
P2PL, 2003: 34). Surveilans dengan NPP yang tinggi akan menyebabkan lebih
rendahnya kegiatan sia-sia dan kurangnya pembuangan sumber (Amiruddin,
2012: 156).
6. Kerepresentatifan (Representativeness)
Suatu sistem surveilans dapat dikatakan representatif apabila dapat
menggambarkan kejadian dari suatu peristiwa kesehatan dalam periode tertentu
dan distribusi peristiwa tersebut dalam masyarakat menurut tempat dan orang
secara akurat (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 35). Kerepresentatifan dinilai
dengan membandingkan karakteristik dari kejadian yang dilaporkan dengan
33
semua kejadian yang ada (Amiruddin, 2012: 156). Kualitas data merupakan
bagian yang paling penting dari kerepresentatifan (CDC, 2001; Dirjen P2PL,
2003: 36).
7. Ketepatan Waktu (Timeless)
Ketepatan waktu menggambarkan kecepatan atau kelambatan diantara
tahap-tahap dalam suatu sistem surveilans (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 37).
Definisi lain menyatakan bahwa ketepatan waktu adalah jumlah waktu yang
dibutuhkan untuk menentukan kecenderungan (trend), outbreaks, atau pengaruh
dari adanya upaya kontrol (Amiruddin, 2012: 158).
2.1.3. Difteri
2.1.3.1. Definisi Difteri
Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang menyerang saluran
pernapasan bagian atas terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung,
adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit, serta kadang-kadang konjungtiva
atau vagina (James Chin, 2000: 172).
2.1.3.2. Epidemiologi Difteri
2.1.3.2.1. Etiologi
Kuman penyebab adalah Corynebacterium diphtheriae. Infeksi oleh
kuman sifatnya tidak invasif, tetapi kuman dapat mengeluarkan toksin, yaitu
eksotoksin yang mempunyai efek patologik, sehingga menyebabkan orang jadi
sakit. Ada 3 tipe dari Corynebacterium diphtheriae yaitu tipe mitis, tipe
intermedius, dan tipe gravis. Kuman ini dapat hidup pada selaput mukosa
tenggorokan manusia tanpa menimbulkan gejala penyakit. Keadaan ini disebut
34
carrier. Strain yang mulanya nontoxigenic bisa menjadi toxigenic, jika strain
tersebut terinfeksi virus yang spesifik atau bakteriofag, sehingga strain tadi
mengeluarkan toksin ampuh dalam jumlah besar yang menyebabkan sakit dan
kematian pada penduduk yang tidak mendapat vaksinasi (Dirjen P2PL, 2011: 74;
James Chin, 2000: 172-173).
2.1.3.2.2. Sumber dan Cara Penularan
Sumber penularan adalah manusia baik sebagai penderita maupun
carrier. Cara penularan yaitu kontak dengan penderita pada masa inkubasi atau
kontak dengan carrier. Masa inkubasi antara 2 sampai 5 hari, masa penularan
penderita 2 sampai 4 minggu sejak masa inkubasi sedangkan masa penularan
carrier bisa sampai 6 bulan. Seseorang dapat menyebarkan bakteri melalui
pernafasan droplet infection atau melalui muntahan, pada difteri kulit bisa melalui
luka di tangan (Dirjen P2PL, 2011: 74; James Chin, 2000: 173).
2.1.4. Pelaksanaan Surveilans Difteri
2.1.3.1. Justifikasi Surveilans Difteri
Difteri adalah penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi
dan potensial terjadi KLB, sehingga pemantauan dampak program imunisasi harus
dilakukan terus menerus walaupun insidens difteri yang dilaporkan semakin kecil.
Pelaksanaan surveilans difteri perlu dikembangkan dan laporan nihil serta umpan
balik diintensifkan serta memulai membuat daftar list kasus difteri di masing-
masing wilayah kerja. Setiap letusan KLB harus segera dilakukan penyelidikan
epidemiologi terhadap kontak terdekat dengan kasus dengan pengambilan dan
pemeriksaan spesimennya (Dirjen P2PL, 2003: 114).
35
2.1.3.2. Definisi Kasus
Definisi kasus dalam pelaksanaan kegiatan surveilans difteri diperlukan
untuk meyakinkan bahwa semua petugas kesehatan menggunakan definisi dan
kriteria yang sama untuk mendiagnosis seseorang, sehingga dapat menunjang
program pencegahan dan penanggulangan difteri (Amiruddin, 2012: 86-87; Dirjen
P2PL, 2003: 20).
Definisi kasus difteri menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur
(2011: 3-4) dalam buku pedoman penanggulangan KLB difteri di Jawa Timur
dapat dibagi sebagai berikut :
1. Kasus Suspek (Tersangka) Difteri
Adalah orang dengan gejala laringitis, nasofaringitis atau tonsilitis
ditambah pseudomembrane (selaput tipis) putih keabuan yang tak mudah lepas
dan mudah berdarah di faring, laring, tonsil.
2. Kasus Probable (Kemungkinan) Difteri
Adalah orang dengan suspek difteri ditambah salah satu dari :
a) Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu);
b) Ada di daerah endemis difteri;
c) Stridor (sesak nafas disertai bunyi), bullneck (leher membengkak seperti
leher sapi);
d) Pendarahan submucosa atau petechiae pada kulit;
e) Gagal jantung toxic, gagal ginjal akut;
f) Myocarditis and/or kelumpuhan motorik 1 s/d 6 minggu setelah onset;
g) Mati.
36
3. Kasus Confirmed (Pasti) Difteri
Adalah orang dengan kasus probable yang hasil isolasi ternyata positif
Corynebacterium diphtheriae yang toxigenic (dari usap hidung, tenggorok,
ulcus kulit, jaringan, konjunctiva, telinga, vagina), atau serum antitoksin
meningkat 4 kali lipat atau lebih (hanya bila kedua sampel serum diperoleh
sebelum pemberian toksoid difteri atau antitoksin).
2.1.3.3. Sumber Data Surveilans Difteri
2.1.3.3.1. Sumber Data Kasus Difteri
Sumber data kasus difteri terdiri atas:
1. Rumah Sakit
Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita penyakit rawat inap
dan rawat jalan melalui laporan RL2a dan RL2b yang dihimpun pada data Sistem
Surveilans Terpadu Penyakit (SSTP) kabupaten/kota atau propinsi (Dirjen P2PL,
2003: 114).
2. Puskesmas
Laporan morbiditas puskesmas melalui laporan SP2TP atau SP3 atau
SIMPUS yang datanya dihimpun dalam data Sistem Surveilans Terpadu Penyakit
(SSTP) kabupaten/kota atau propinsi, atau laporan puskesmas sentinel sebagai
kabupaten/kota yang memiliki. Laporan mingguan (W2) puskesmas, surveilans
kab/kota dan surveilans propinsi, serta laporan W1 (24 jam) bila ada indikasi KLB
(Dirjen P2PL, 2003: 115).
37
3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Laporan rutin bulanan balai laboratorium kesehatan pusat/daerah atau
Bio Farma serta balai laboratorium swasta, yang saat ini akan digunakan sebagai
data surveilans (Dirjen P2PL, 2003: 114). Pada saat KLB, hasil pemeriksaan
spesimen usap tenggorok dan usap hidung dijadikan bahan analisis untuk
konfirmasi kasus suspek maupun probable serta untuk mengetahui adanya carrier
di sekitar penderita (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 7; Dinkes Prov. Jatim, 2011: 24).
4. Hasil Penyelidikan Kasus Kontak di Lapangan
Pengumpulan aktif data difteri di lapangan sangat penting dan
bermanfaat, karena kemungkinan akan didapatkan kasus tambahan dengan
melakukan observasi atau pemeriksaan terhadap kontak. Follow up kasus difteri
di lapangan sebaiknya segera setelah mendapatkan informasi dari rumah sakit atau
sumber lainnya (Dirjen P2PL, 2003: 115).
2.1.3.3.2. Sumber Data Cakupan Program Imunisasi
Data cakupan imunisasi DPT menurut desa dan puskesmas digunakan
oleh surveilans di kabupaten/kota, sedangkan data cakupan imunisasi DPT
menurut kabupaten/kota digunakan oleh surveilans propinsi (Dirjen P2PL, 2003:
116). Data ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara program cakupan
imunisasi DPT dengan kejadian penyakit difteri (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 7).
2.1.3.4. Sistem Surveilans Difteri
Adapun elemen-elemen atau bagian sistem surveilans difteri dapat
diuraikan sebagai berikut:
38
2.1.3.5.1. Masukan (Input)
Input adalah sub-elemen-sub-elemen yang diperlukan sebagai masukan
untuk berfungsinya sistem (Notoatmodjo, 2011: 101). Menurut Alamsyah (2011:
6), untuk mencapai suatu tujuan dalam sebuah sistem maka diperlukan unsur-
unsur manajemen yaitu:
1. Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans Difteri)
Tenaga atau manusia merupakan sarana penting dan utama dalam suatu
manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya tenaga
surveilans, aktivitas dalam manajemen sistem surveilans tidak dapat berlangsung.
Dalam hal ini, ketersediaan tenaga surveilans difteri, ketersediaan tenaga
surveilans difteri terlatih, ketersediaan tenaga laboratorium, ketersediaan tenaga
laboratorium terlatih, ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi, dan
ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi terlatih sangat penting untuk
menilai keberhasilan pelaksanaan surveilans difteri (Amiruddin, 2012; Dirjen
P2PL, 2003).
2. Money (Pendanaan untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri)
Untuk melakukan suatu aktivitas, maka dibutuhkan dana atau uang. Uang
sebagai sarana manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai. Indikator dalam money meliputi sumber dana dan
alokasi pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri. Sumber dana surveilans
difteri menurut dirjen P2PL (2003: 8) berasal dari dana program yaitu APBN,
APBD propinsi, APBD kabupaten/kota, Block Grant, dan dana bantuan yaitu
bantuan nasional dan daerah, LSM/swasta, luar negeri.
39
3. Method (Metode Surveilans Difteri)
Untuk melakukan kegiatan berdaya guna atau efektif dan berhasil guna,
manusia dihadapkan pada berbagai cara alternatif untuk melakukan suatu
pekerjaan. Oleh karena itu, metode atau cara dianggap pula sebagai sarana atau
alat manajemen untuk mencapai suau tujuan. Juklak dan juknis tentang
manajemen surveilans difteri merupakan indikator untuk mengukur metode yang
digunakan dalam surveilans difteri (Masrochah, 2006). Selain itu terdapat
ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri, ketersediaan
pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri, ketersediaan target
cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan payung hukum yang mendukung
surveilans difteri, dan kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri juga
merupakan indikator untuk mengukur metode yang digunakan dalam surveilans
difteri
4. Material and Machine (Sarana dan Prasarana Pelaksanaan Surveilans
Difteri)
Dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia membutuhkan sarana dan
prasarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun sarana dan
prasarana yang harus dimiliki oleh dalam pelaksanaan surveilans difteri adalah
sebagai berikut:
a) APD meliputi masker, jas lab, sarung tangan, google (pelindung mata),
pelindung kepala (Dinkes Prov. Jatim, 2011).
b) ATK meliputi pen, kertas, tinta, dan lain-lain (Dirjen P2PL, 2003).
40
c) Perangkat imunisasi meliputi vaksin, Auto Disable Syringe (ADS/alat suntik),
safety box, dan coldchain. Coldchain terdiri dari lemari es, vaksin carrier, cool
pack, termometer, freeze watch, dan freeze tag (Permenkes No. 42 tahun 2013
tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi).
d) Alat komunikasi meliputi telepon, faksmili, handphone, serta internet yang
digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri (Dirjen P2PL, 2003).
e) Surveillance kits (perlengkapan surveilans) meliputi calculator scientific,
kertas grafik, mesin ketik, telepon dan faksimile atau alat komunikasi lainnya,
komputer untuk pengolahan data dan program aplikasi (Dirjen P2PL, 2003).
f) Formulir untuk pengumpulan data difteri berupa formulir W1 (24 jam), W2
(mingguan), STP, STP KLB, dan formulir pelacakan kasus difteri (Dinkes
Prov. Jateng, 2010; Dinkes Prov. Jatim, 2011).
g) Perangkat seminar meliputi overhead proyector, infocus (Dirjen P2PL, 2003).
h) Alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di dinas
kesehatan kabupaten/kota meliputi 1 roda empat, 2 roda dua, sedangkan alat
transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas
atau rumah sakit meliputi 1 roda dua (Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/
VIII/ 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan).
5. Market (Sasaran Penyebaran Informasi Hasil Surveilans Difteri)
Market atau sasaran adalah tempat dimana organisasi menyebarluaskan
produknya (informasi). Indikator dalam market meliputi pengguna informasi baik
41
dari internal instansi yaitu pada lintas program maupun dari eksternal instansi
serta kebutuhan informasi tiap pengguna.
2.1.3.5.2. Proses (Process)
Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan,
sehingga menghasilkan suatu keluaran yang direncanakan dengan menjalankan
fungsi-fungsi manajemen (Notoatmodjo, 2011: 101). Proses pada surveilans
difteri meliputi:
1. Pengumpulan Data
Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pelaksanaan surveilans
epidemiologi penyakit yaitu pengumpulan data (Amiruddin, 2012: 49; Dinkes
Prov. Jateng: 9). Menurut Pedoman Dasar Pelaksanaan Surveilans Provinsi Jawa
Tengah (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 9), untuk mengumpulkan data surveilans
yang baik diperlukan beberapa persyaratan antara lain:
a) Data yang dikumpulkan yaitu data mengenai informasi epidemiologi dari suatu
penyakit seperti kesakitan atau kematian menurut umur, jenis kelamin, tempat
tinggal, status imunisasi, dan sebagainya,
b) Pengumpulannya dilaksanakan teratur dan terus-menerus,
c) Data yang dikumpulkan selalu tepat waktu.
Beberapa data yang perlu dikumpulkan dalam kegiatan surveilans
difteri yaitu data mortalitas dan morbiditas difteri serta data imunisasi DPT
(Dinkes Prov. Jateng, 2006: 96; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 10). Periode
pengumpulan data dapat dilakukan secara mingguan, bulanan, maupun tahunan.
(Dirjen P2PL, 2003: 15).
42
Pengumpulan data dalam kegiatan surveilans difteri dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu secara aktif dan pasif (Dirjen P2PL, 2003: 15; Amiruddin,
2012: 50). Surveilans aktif yaitu suatu kegiatan pengumpulan data dimana petugas
surveilans memperoleh data yang dibutuhkan dengan cara mendatangi langsung
sumber data baik itu UPK, masyarakat atau sumber data lainnya, sedangkan pada
surveilans pasif, sumber data yang mendatangi petugas surveilans untuk
memberikan data yang dibutuhkan dalam kegiatan surveilans (Dirjen P2PL, 2003:
15).
2. Pengolahan Data
Pengolahan data dimaksudkan untuk menyiapkan data agar dapat
dilakukan analisis data dengan mudah. Menurut buku pedoman dasar pelaksanaan
surveilans Provinsi Jawa Tengah (2010), suatu kegiatan pengolahan data dapat
dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan data.
b) Dapat mengidentifikasi adanya kecenderungan perbedaan dalam frekuensi dan
distribusi kasus.
c) Pengertian yang disajikan tidak salah atau berbeda dengan yang dimaksudkan.
d) Metode pembuatannya mengikuti kaidah penyajian data yang benar, baik
dalam bentuk tabel, grafik, ataupun peta.
Kegiatan pengolahan data pada surveilans difteri dengan cara
rekapitulasi data kasus difteri per tahun menurut tempat (desa, puskesmas), umur
dan status imunisasi (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dinkes Prov. Jateng, 2010;
Dirjen P2PL, 2003).
43
3. Analisis dan Interpretasi Data
Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk melihat variabel-variabel
apa saja yang dapat menggambarkan suatu permasalahan, faktor-faktor yang
berpengaruh, serta bagaimana data yang ada dapat menjelaskan tujuan dari suatu
sistem surveilans (Amiruddin, 2012).
Menurut Amiruddin (2012), ada 2 hal penting yang harus dilakukan
dalam melakukan analisis dan interpretasi data, yaitu:
a) Memahami kualitas data dan mencari metode yang terbaik dan sesuai untuk
menarik kesimpulan.
b) Menarik kesimpulan dari suatu rangkaian data deskriptif. Dengan adanya
kesimpulan tersebut, dapat diketahui kecenderungan atau trend dan
perbandingan dari suatu kecenderungan masalah kesehatan yang ada.
Analisis data surveilans difteri diawali dengan membuat pola penyakit
difteri menurut variabel epidemiologi, yaitu orang (person), tempat (place), dan
waktu (time). Analisis data tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik, tabel,
dan peta persebaran kasus (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dirjen P2PL, 2003).
4. Desiminasi Informasi
Disseminasi informasi ditujukan untuk memberikan informasi yang
mudah dimengerti, sehingga pengambil keputusan di semua tingkatan dapat
dengan mudah memahami implikasi dari informasi dan memanfaatkan informasi
tersebut dalam menentukan arah kebijakan suatu program kesehatan, upaya
pengendalian serta evaluasi program yang telah dilakukan maupun yang sedang
berjalan (Dirjen P2PL, 2003: 17). Para pengguna informasi hasil surveilans dapat
44
mencakup praktisi kesehatan masyarakat, penyedia layanan kesehatan, anggota
masyarakat yang terkena dampak, organisasi profesi, dan sukarela, pembuat
kebijakan, pers, dan masyarakat umum (CDC, 2001). Menurut Dirjen P2PL
(2003: 17) dan Amiruddin (2012: 61-62), disseminasi atau penyebarluasan
informasi dapat dilakukan dengan cara:
a) Membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada unit kesehatan
pada tingkat yang lebih tinggi.
b) Membuat jurnal atau majalah rutin untuk disseminasi informasi.
c) Membuat laporan kajian yang disampaikan dalam seminar dan pertemuan.
d) Memanfaatkan internet sebagai media disseminasi, sehingga dapat diakses
dengan mudah oleh semua orang.
2.1.3.5.3. Keluaran (Output)
Keluaran adalah hal yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam
sistem (Notoatmodjo, 2011: 101). Keluaran pada surveilan difteri meliputi:
1. Laporan penanggulangan KLB (Dinkes Prov. Jatim, 2011; Masrochah, 2006).
2. Incidence Rate penyakit difteri (Dirjen P2PL, 2003; Masrochah, 2006).
3. Case Fatality Rate penyakit difteri (Dirjen P2PL, 2003; Masrochah, 2006).
4. Informasi kasus difteri menurut umur, jenis kelamin, dan status imunisasi
(Dinkes Prov. Jateng; 2006; Dinkes Prov. Jatim, 2011; Dirjen P2PL, 2003;
Masrochah, 2006).
5. Informasi distribusi penyakit menurut tempat (desa/kelurahan/kecamatan,
puskesmas) (Dinkes Prov. Jateng; 2006; Dinkes Prov. Jatim, 2011; Dirjen
P2PL, 2003).
45
6. Informasi cakupan imunisasi DPT di daerah KLB (Dinkes Prov. Jateng; 2006;
Dinkes Prov. Jateng, 2010).
7. Informasi distribusi penyakit menurut desa/kelurahan UCI dan non UCI
(Dinkes Prov. Jateng, 2010).
2.1.3.5.4. Dampak (Impact)
Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem
setelah beberapa waktu lamanya (Notoatmodjo, 2011: 101). Pada sistem
surveilans difteri, serangkaian sub-sistem input, proses, dan output akan
menimbulkan suatu dampak berupa penurunan angka Insidence Rate (IR) difteri
dan Case Fatality Rate (CFR) difteri (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dirjen P2PL,
2003; Masrochah, 2006).
IR difteri adalah proporsi antara jumlah penderita baru penyakit difteri
yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun)
dibandingkan jumlah penduduk yang berisiko terkena penyakit difteri dalam
persen atau permil (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 33). CFR difteri adalah angka
kematian karena penyakit difteri dalam jangka waktu tertentu dibandingkan
jumlah seluruh penderita penyakit difteri pada waktu yang sama dalam persen
atau permil (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 36). IR dan CFR difteri dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 33-36):
IR= Jumlah penderita baru difteri x 100.000
Jumlah penduduk yang mungkin terkena difteri
CFR= Jumlah penderita difteri yang meninggal x 100%
Jumlah penderita difteri
46
2.1.3.5.5. Umpan balik (feed back)
Umpan balik merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai
masukan bagi sistem tersebut (Notoatmodjo, 2011: 101). Umpan balik merupakan
kunci keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi, karena
dengan adanya umpan balik tersebut dapat memberikan kesadaran kepada sumber
data tentang pentingnya proses pengumpulan data. Umpan balik yang diberikan
dapat berupa ringkasan informasi atau korektif terhadap laporan yang telah
dikirimkan (Dirjen P2PL, 2003: 21).
47
2.2. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber : 1. Amiruddin (2012); 2. Chairiyah (2010); 3. Dinkes Jateng (2006); 4. Dinkes Jateng
(2010); 5. Dinkes Jatim (2011); 6. Dirjen P2PL (2003); 7. Masrochah (2006); 8. Notoatmodjo
(2011); 9. Sutarman (2008); 10. Wibisono (2011); 11. Vanni (2012))
A
SISTEM SURVEILANS DIFTERI
MONITORING DAN EVALUASI
Atribut
Surveilans 1. Kesederhanaan 1, 6
2. Fleksibilitas1, 6
3. Akseptabilitas1, 6
4. Senstivitas1, 6
5. NPP1, 6
6. Kerepresentatifan1
, 6
7. Ketepatan waktu1,
6
Indikator Surveilans
1. Kelengkapan laporan dan
ketepatan waktu pelaporan1,6
2. Jumlah dan kualitas kajian
epidemiologi dan
rekomendasi yang dapat
dihasilkan1,6
3. Terdistribusinya informasi1,6
4. Pemanfaatan informasi
epidemiologi1,6
5. Menurunnya frekuensi KLB1,6
6. Meningkatnya kajian SKD1,6
UMPAN BALIK1,6,11
Proses8
1. Pengumpulan Data1,2,4,6
a. Jenis data : data
mortalitas dan morbiditas difteri, data
imunisasi.1,3,4,6
b. Metode : surveilans aktif dan surveilans
pasif.1,4,6
c. Periode : mingguan, dan bulanan.4,6
2. Pengolahan Data1,2,4,6
a. Rekapitulasi data kasus difteri per tahun
menurut tempat (desa,
puskesmas), umur dan status imunisasi.3,4,6
3. Analisis dan Interpretasi
Data. 1,2,4,6 a. Rekapitulasi data kasus
difteri dianalisis
menurut variabel
epidemiologi (orang,
tempat, waktu).1,3,4,6
b. Disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan peta
persebaran kasus.1,4,6
4. Desiminasi Informasi (penyebaran informasi)
1,2,4,6
a. Metode : tertulis dan desiminasi laporan,
verbal dalam rapat
(pertemuan rutin), media cetak dan
elektronik.4,6
Output8
1. Laporan penanggulangan
KLB.3,4,5,6
2. Incidence rate
penyakit difteri.3,6,7
3. Case fatality rate
penyakit difteri. 3,6,7
4. Informasi kasus
difteri menurut umur, jenis
kelamin, dan
status imunisasi. 3,6
5. Informasi
distribusi penyakit menurut
tempat
(desa/kelurahan/k
ecamatan,
puskesmas). 3,6,7
6. Informasi cakupan
imunisasi DPT di
daerah KLB.3,4,5 7. Informasi
distribusi
penyakit menurut desa/kelurahan
UCI dan non UCI.3,4,5
Dampak8
Insidence rate
dan case fatality rate
difteri
menurun. 3,6,7
Input8
1. Man:
a. Ketersediaan tenaga surveilans difteri6
b. Ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih2,6,11
c. Ketersediaan tenaga laboratorium
puskesmas d. Ketersediaan tenaga laboratorium
puskesmas terlatih6
e. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi3,5
f. Ketersediaan tenaga pengelola program
imunisasi puskesmas terlatih6
2. Money:
a. Sumber dana untuk surveilans difteri6
b. Alokasi pendanaan untuk surveilans difteri6
3. Method: a. Ketersediaan pedoman tentang
pelaksanaan surveilans difteri.1,6
b. Ketersediaan pedoman tentang
pelaksanaan program imunisasi difteri.1,9 c. Ketersediaan juklak-juknis surveilans
difteri.7,10
d. Ketersediaan target cakupan program
imunisasi difteri.3,4,6
e. Ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri5,6
f. Kesepakatan penggunaan definisi kasus
difteri1,3,5,6
4. Material-Machine: a. Ketersediaan APD5
b. Ketersediaan surveilans kit6 c. Ketersediaan perangkat imunisasi3,5
d. Ketersediaan alat komunikasi 6
e. Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data difteri.4,6,9,10,11
f. Ketersediaan perangkat seminar.6
g. Ketersediaan alat transportasi6
5. Market:
a. Pengguna internal.1
b. Pengguna eksternal.1
Pedoman Surveilans
a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi
1,6
b. Buku Panduan SE Penyakit-Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana & Penanggulangan KLB6,7
c. Buku Pedoman Penyelidikan & Penanggulangan KLB Penyakit Menular & Keracunan Pangan d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri
5,6
e. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin & Rantai Vaksin6,7
f. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas6,7
g. Buku Pedoman Teknis Pencatatan & Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota
6,7
h. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 20126,7
i. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas6,7
j. Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka
Kreditnya5,6
k. Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan.6,7
l. Permenkes RI No. 1501/ Menkes/ Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat
Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan6,7
m. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.6,7
48
BAB III
METODE PENELITIAN
1.7. Alur Pikir
Gambar 3.1 Alur Pikir
Input
Man:
a. Ketersediaan tenaga surveilans difteri
b. Ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih
c. Ketersediaan tenaga laboratorium Puskesmas
d. Ketersediaan tenaga laboratorium Puskesmas
terlatih e. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi
f. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi
puskesmas terlatih
Money:
a. Sumber dana untuk surveilans difteri
b. Alokasi pendanaan untuk surveilans difteri
Method:
a. Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan
surveilans difteri b. Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan
program imunisasi difteri
c. Ketersediaan juklak-juknis surveilans difteri d. Ketersediaan target cakupan program imunisasi
difteri
e. Ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri
f. Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri
Material-Machine:
a. Ketersediaan APD
b. Ketersediaan surveilans kit
c. Ketersediaan perangkat imunisasi d. Ketersediaan alat komunikasi
e. Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data
difteri f. Ketersediaan perangkat seminar
g. Ketersediaan alat transportasi
Market:
a. Pengguna internal
b. Pengguna eksternal
SISTEM SURVEILANS DIFTERI
MONITORING DAN EVALUASI
Pedoman
Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans
Epidemiologi
Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-
Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana
dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Buku Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit
Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011
Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri
Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin
Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas
Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2012
Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana
Imunisasi Puskesmas
Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000
tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog
Kesehatan dan Angka Kreditnya
Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
Permenkes RI No. 1501/ Menkes/ Per/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang
dapat menimbulkan wabah dan upaya
penanggulangan
Permenkes RI No. 42 tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi.
49
1.8. Fokus Penelitian
Fokus penelitian dan definisi operasional evaluasi input sistem surveilans
difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sebagai berikut:
1. Sistem Surveilans Difteri
Adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus, sistematik dan
berkesinambungan terhadap penyakit difteri melalui kegiatan pengumpulan
data, analisis dan interpretasi data, serta disseminasi informasi sebagai dasar
pengambilan keputusan atau kebijakan dalam bidang pencegahan dan
penanggulangan penyakit difteri. Sistem surveilans difteri terdiri dari input,
proses, dan output (Dirjen P2PL, 2003: 4; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5).
2. Input
Adalah sub-elemen meliputi unsur manajemen yaitu 5M (man, material-
machine, method, money, dan market) yang diperlukan sebagai masukan
sistem surveilans difteri (Notoatmodjo, 2011:101; Alamsyah, 2011:6). Input
sistem ini secara rinci dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut:
50
Tabel 3.1. Fokus Penelitian
Fokus Penelitian Definisi Operasional
Man
(sumber daya
manusia
pendukung
pelaksanaan
surveilans difteri)
Ketersediaan tenaga
surveilans difteri
Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara
penuh oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan
kepala puskesmas untuk melakukan kegiatan
pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan
interpretasi, melakukan penyelidikan epidemiologi
penyakit difteri yang dibuktikan dengan dokumen tertulis
sub bagian kepegawaian berupa uraian tugas atau surat
tugas. Jumlah minimal tenaga surveilans difteri di dinas
kesehatan kabupaten/kota adalah 2 orang dan di tiap
puskesmas adalah 1 orang (Kepmenpan RI No. 17/ KEP/
M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional
Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya).
Kriteria tenaga surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota
dan puskesmas (Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/
11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog
Kesehatan dan Angka Kreditnya) :
1. Memiliki latar pendidikan minimal D3 kesehatan atau
sederajat.
2. Memiliki jenjang jabatan fungsional epidemiolog.
Ketersediaan tenaga
surveilans difteri
terlatih
Informasi mengenai banyaknya tenaga surveilans difteri
di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang
pernah mengikuti pelatihan dalam rentang waktu 5 tahun
terakhir tentang surveilans epidemiologi, penanggulangan
difteri, dan deteksi dini difteri baik sebelum atau selama
menjadi tenaga surveilans difteri dibuktikan dengan
sertifikat pelatihan. (Dirjen P2PL, 2003).
Ketersediaan tenaga
laboratorium
puskesmas
Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang
memiliki latar belakang pendidikan minimal D3 analis
kesehatan atau sederajat bertugas sebagai tenaga
laboratorium di puskesmas yang melakukan pengambilan
spesimen usap tenggorok dan usap hidung pada saat
penyelidikan epidemiologi kasus difteri dibuktikan
dengan dokumen tertulis sub bagian kepegawaian berupa
uraian tugas atau surat tugas. Jumlah minimal tenaga
laboratorium di tiap puskesmas adalah 1 orang (Dinkes
Jatim, 2011: 24).
Ketersediaan tenaga
laboratorium
puskesmas terlatih
Informasi mengenai banyaknya tenaga laboratorium di
puskesmas yang pernah mengikuti pelatihan dalam
rentang waktu 5 tahun terakhir tentang pelacakan kasus
difteri, terutama cara pengambilan dan pengiriman
spesimen kasus difteri yang dibuktikan dengan dokumen
tertulis berupa sertifikat pelatihan (Dinkes Jatim, 2011:
24).
51
Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian
(1) (2)
Ketersediaan tenaga
pengelola program
imunisasi
Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang
yang memiliki latar belakang pendidikan minimal D3
kesehatan atau sederajat dan bertugas sebagai tenaga
pengelola program imunisasi di puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten/kota yang melakukan kegiatan
bidang imunisasi dalam penanggulangan KLB difteri
dibuktikan dengan dokumen tertulis sub bagian
kepegawaian berupa uraian tugas atau surat tugas (Dinkes
Jatim, 2011: 24).
Ketersediaan tenaga
tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas terlatih
Informasi mengenai banyaknya tenaga pengelola program
imunisasi di puskesmas yang pernah mengikuti pelatihan
dalam rentang waktu 5 tahun terakhir tentang manajemen
chold chain dan program imunisasi penanggulangan KLB
difteri yang dibuktikan dengan dokumen tertulis berupa
sertifikat pelatihan (Dinkes Jatim, 2011: 24).
Money
(pendanaan untuk
pelaksanaan
surveilans difteri)
Alokasi pendanaan
untuk surveilans
difteri
Deskripsi tentang ada/tidaknya dana dan jumlah dana
yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan kegiatan
surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten/kota dibuktikan dengan dokumen tertulis yang
dimiliki sub bagian keuangan (Dirjen P2PL, 2003).
Alokasi pendanaan meliputi:
a. Pengadaan input sistem surveilans difteri (sumber
daya surveilans difteri).
b. Pelaksanaan proses sistem surveilans difteri.
c. Pengadaan output sistem surveilans difteri.
Sumber dana untuk
surveilans difteri
Deskripsi tentang asal/sumber pendanaan untuk
pelaksanaan kegiatan surveilans difteri. Dana dapat
berasal dari dana program (APBN, APBD kab/kota,
APBD propinsi, Block Grant) atau dana bantuan (bantuan
nasional dan daerah, LSM/swasta, luar negeri) (Dirjen
P2PL, 2003).
Methode (metode
surveilans difteri)
Ketersediaan
pedoman tentang
pelaksanaan
surveilans difteri
Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan pedoman
tentang pelaksanaan surveilans difteri oleh tenaga
surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan
kabupaten/kota. Semua buku pedoman dimiliki oleh
setiap tenaga surveilans difteri (Dinkes Jatim, 2011).
Pedoman yang digunakan meliputi:
a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi,
Depkes RI, 2003
b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-
Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, Dinkes Provinsi
Jawa Timur, 2003
c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan
Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi
tahun 2011, Kemenkes RI, 2011
d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes
Provinsi Jawa Timur, 2011
52
Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian
(1) (2)
Ketersediaan
pedoman tentang
pelaksanaan program
imunisasi difteri
Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan pedoman
tentang pelaksanaan program imunisasi difteri oleh tenaga
pengelola program imunisasi di puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten/kota. Semua pedoman dimiliki oleh
setiap tenaga pengelola program imunisasi (Dinkes Jatim,
2011).
Pedoman yang digunakan meliputi:
a. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes
Provinsi Jawa Timur, 2011
b. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin,
Depkes RI, 2005
c. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas,
Depkes RI, 2005
d. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan
Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota,
Depkes RI, 2009
e. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa
Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, 2012
Ketersediaan juklak-
juknis tentang
manajemen
surveilans difteri
Deskripsi tentang ada/tidaknya dan monitoring juklak,
juknis serta dokumen yang berisi peraturan tentang
pelaksanaan kegiatan surveilans difteri meliputi pelaporan,
program imunisasi dan kegiatan di bidang laboratorium di
puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang
dibuktikan dengan dokumen tertulis (Masrochah, 2006).
Ketersediaan target
cakupan program
imunisasi difteri
Deskripsi tentang ada/tidaknya target cakupan imunisasi
DPT, DT, dan Td, cakupan wilayah desa/kelurahan UCI,
serta rumus perhitungan yang digunakan untuk
menghitung cakupan cakupan imunisasi DPT DT dan Td
dan cakupan wilayah desa/kelurahan UCI (Permenkes No.
42 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan
imunisasi). Target cakupan imunisasi DPT, DT, dan Td di
tingkat puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota
menggunakan target nasional (Depkes RI, 2005;
Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang pedoman
penyelenggaraan imunisasi). Target cakupan wilayah
desa/kelurahan UCI di tingkat puskesmas menggunakan
target daerah, sedangkan target cakupan wilayah
desa/kelurahan UCI di dinas kesehatan kabupaten/kota
menggunakan target nasional dan target daerah (Depkes
RI, 2005; Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang pedoman
penyelenggaraan imunisasi). Rumus perhitungan target
cakupan tercantum dalam buku penetapan target indikator
dan definisi operasional standar pelayanan minimal (SPM)
bidang kesehatan di Kabupaten Jombang dan Permenkes
RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
Ketersediaan payung
hukum yang
mendukung
surveilans difteri
Deskripsi tentang ada/tidaknya payung hukum yang
mendukung pelaksanaan surveilans difteri. Payung hukum
dapat berupa peraturan daerah, surat keputusan dari kepala
daerah, kepala dinas kesehatan maupun kepala puskesmas
(Ammiruddin, 2012).
53
Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian
(1) (2)
Kesepakatan
penggunaan definisi
kasus difteri
Deskripsi tentang kesepakatan penggunaan sumber
definisi kasus difteri antara pihak dinas kesehatan
kabupaten/kota dan pihak puskesmas yang berada di
wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota
(Ammiruddin, 2012).
Material and
Machine (sarana
dan prasarana
pelaksanaan
surveilans difteri)
Ketersediaan APD
(Alat Pelindung Diri)
Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan APD
(Alat Pelindung Diri) yang digunakan dalam
melaksanakan penyelidikan epidemiologi penyakit difteri
dan kegiatan imunisasi di puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten/kota. APD yang digunakan adalah
masker, jas lab, sarung tangan, google (pelindung mata),
pelindung kepala (Dinkes Jatim, 2011).
Ketersediaan
surveilance kits
Deskripsi tentang ada/tidaknya pemanfaatan serta
kondisi surveilance kits (perlengkapan surveilans) yang
digunakan oleh tenaga surveilans difteri di puskesmas
dan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pelaksanaan
proses surveilans difteri meliputi kegiatan pengumpulan
data, pengolahan data, analisis data, menyimpan file,
menyebarluaskan informasi baik secara manual yaitu
ATK meliputi pen, pensil, kertas HVS, penggaris,
calculator scientific, kertas grafik, dan mesin ketik
maupun yang terkomputerisasi yaitu komputer, printer
beserta tinta, dan program aplikasi meliputi program Ms.
Office, epi info, GIS (Dirjen P2PL, 2003).
Ketersediaan
perangkat imunisasi
Deskripsi tentang ada/tidaknya, kondisi dan cara
pengadaan perangkat imunisasi di puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten/kota yang meliputi vaksin, Auto
Disable Syringe (ADS/alat suntik), safety box, buku
grafik pencatatan suhu, dan coldchain. Coldchain terdiri
dari lemari es, vaksin carrier, cool pack, termometer,
freeze watch, dan freeze tag (Depkes RI, 2005;
Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi).
Ketersediaan alat
komunikasi
Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan, dan cara
pengadaan alat komunikasi meliputi telepon, handphone,
faksimile, dan layanan internet yang digunakan dalam
pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten/kota (Dirjen P2PL, 2003).
Ketersediaan formulir
untuk pengumpulan
data difteri
Deskripsi tentang ada/tidaknya dan cara pengadaan
dokumen berupa lembaran-lembaran yang harus diisi
oleh tenaga surveilans difteri di puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten/kota untuk pengumpulan data
difteri yang terdiri dari formulir W1 (24 jam), formulir
W2 (mingguan), formulir STP, dan formulir STP KLB,
serta formulir pelacakan kasus difteri (Dinkes Jateng,
2010; Dinkes Jatim, 2011).
Ketersediaan
perangkat seminar
Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan dan cara
pengadaan perangkat seminar di puskesmas dan dinas
kesehatan kabupaten/kota meliputi overhead proyector
dan infocus yang digunakan untuk desiminasi informasi
dalam rapat (Dirjen P2PL, 2003).
54
Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian
Ketersediaan alat
transportasi
Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan, dan cara
pengadaan alat transportasi yang digunakan dalam
pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas meliputi 1
roda dua, sedangkan di dinas kesehatan kabupaten/ kota
meliputi 1 roda empat, 2 roda dua (Kepmenkes RI No.
1116/ Menkes/ SK/ VIII/ 2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan).
Market (sasaran
penyebaran
informasi hasil
surveilans difteri)
Pengguna internal Deskripsi tentang stakeholder-stakeholder yang
menjadi sasaran penyebarluasan informasi hasil
surveilans difteri dari lintas program dalam satu
sektor untuk pemanfaatan dalam menentukan arah
kebijakan kegiatan, upaya pengendalian, dan
evaluasi surveilans difteri (Amiruddin, 2012).
Deskripsi tentang informasi yang dibutuhkan dari
hasil surveilans difteri oleh tiap pengguna informasi
dan pemanfaatan informasi untuk tiap pengguna
(Amiruddin, 2012).
Pengguna eksternal Deskripsi tentang stakeholder-stakeholder yang
menjadi sasaran penyebarluasan informasi hasil
surveilans difteri dari lintas sektor untuk
pemanfaatan dalam menentukan arah kebijakan
kegiatan, upaya pengendalian, dan evaluasi
(Amiruddin, 2012).
Deskripsi tentang informasi yang dibutuhkan dari
hasil surveilans difteri oleh tiap pengguna informasi
dan pemanfaatan informasi untuk tiap pengguna
(Amiruddin, 2012).
3. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan bagian kegiatan yang penting dari proses
manajemen. Evaluasi terhadap input (masukan) berkaitan dengan
pemanfaatan berbagai sumber daya baik tenaga (man), dana (money), sarana-
prasarana (material and machines), maupun metode (method) (Muninjaya,
2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). Evaluasi ini bertujuan untuk
mengetahui apakah sumber daya yang dimanfaatkan sudah sesuai dengan
standar dan kebutuhan (Muninjaya, 2004: 200). Pada penelitian ini, evaluasi
yang dilakukan adalah membandingkan kenyataan dai lapangan dengan
tatanan ideal menggunakan pedoman sebagai berikut:
55
a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi, Depkes RI, 2003.
b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular,
Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa,
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003.
c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi
Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011, Kemenkes RI, 2011.
d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes Provinsi Jawa
Timur, 2011.
e. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, Depkes RI, 2005.
f. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI, 2005.
g. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk
Provinsi dan Kabupaten/Kota, Depkes RI, 2009.
h. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012.
i. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas, Depkes
RI, 2006.
j. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
k. Permenkes RI No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit
Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan.
l. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.
56
1.9. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan penelitian
yang digunakan adalah studi evaluasi. Studi evaluasi dilakukan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu pelaksanaan kegiatan atau program yang sedang
dilakukan dalam rangka mencari umpan balik yang akan dijadikan dasar untuk
memperbaiki suatu program atau sistem (Notoatmodjo, 2002: 30). Dalam
penelitian kualitatif, peneliti sendiri merupakan instrumen dalam pengumpulan
data utama, sehingga peneliti dapat ikut berpartisipasi langsung untuk mengamati
dan menganalisis informan atau hal yang ditemukan di tempat penelitian serta
membuat laporan penelitian secara mendetail (Ghony dan Fauzan, 2012;
Moleong, 2002; Sugiyono, 2008). Penelitian ini hanya untuk menyelidiki,
menemukan, menggambarkan, menjelaskan, dan menganalisis input sistem
surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
1.10. Sumber Informasi
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data
primer dan data sekunder yang selanjutnya akan diolah menjadi informasi sesuai
yang dibutuhkan.
3.4.1. Data Primer
Data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini secara rinci
disebutkan dalam tabel 3.2 berikut:
57
Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer
Data Sumber Teknik Sampling,
Kriteria
Teknik Pengambilan
Data
Ketersediaan tenaga
surveilans difteri
Kepala puskesmas Teknik purposive
sampling.
Kriteria puskesmas
yang dijadikan
sampel yaitu:
a. Selalu ada kasus
pada tahun 2011
sampai tahun
2013.
b. Kelengkapan
laporan yang
dikumpulkan ≤
90 % per minggu
ke-52 atau per
bulan Desember
tahun 2013.
c. Ketepatan waktu
pelaporan ≤ 80 %
per minggu ke-52
atau per bulan
Desember tahun
2013.
Berdasarkan kriteria
tersebut, ada dua
puskesmas yang
menjadi informan
utama yaitu
Puskesmas
Peterongan dan
Puskesmas
Megaluh.
Wawancara terstruktur
Ketersediaan tenaga
surveilans difteri terlatih
Tenaga surveilans
difteri puskesmas
Wawancara terstruktur
Ketersediaan tenaga
laboratorium puskesmas
Kepala puskesmas Wawancara terstruktur
Ketersediaan tenaga
laboratorium puskesmas
terlatih
Tenaga
laboratorium
puskesmas
Wawancara terstruktur
Ketersediaan tenaga
pengelola program
imunisasi
Kepala puskesmas Wawancara terstruktur
Ketersediaan tenaga
pengelola program
imunisasi puskesmas
terlatih
Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
Wawancara terstruktur
Alokasi pendanaan untuk
surveilans difteri
1. Kepala
puskesmas
2. Tenaga
surveilans difteri
puskesmas
3. Tenaga
surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten
Jombang
Wawancara terstruktur
Sumber dana untuk
surveilans difteri
1. Kepala
puskesmas
2. Tenaga
surveilans difteri
puskesmas
3. Tenaga
surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten
Jombang
Wawancara terstruktur
Ketersediaan pedoman
tentang pelaksanaan
surveilans difteri
1. Tenaga
surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Ketersediaan pedoman
tentang pelaksanaan
program imunisasi difteri
Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
58
Lanjutan Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer
Ketersediaan juklak-
juknis tentang
manajemen surveilans
difteri
1. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
2. Tenaga
laboratorium
puskesmas
3. Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
Teknik purposive
sampling.
Kriteria puskesmas
yang dijadikan
sampel yaitu:
a. Selalu ada kasus
pada tahun 2011
sampai tahun
2013.
b. Kelengkapan
laporan yang
dikumpulkan ≤
90 % per minggu
ke-52 atau per
bulan Desember
tahun 2013.
c. Ketepatan waktu
pelaporan ≤ 80 %
per minggu ke-52
atau per bulan
Desember tahun
2013.
Berdasarkan kriteria
tersebut, ada dua
puskesmas yang
menjadi informan
utama yaitu
Puskesmas
Peterongan dan
Puskesmas Megaluh.
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Ketersediaan target
cakupan program
imunisasi difteri
Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
Wawancara terstruktur
Ketersediaan payung
hukum yang mendukung
surveilans difteri
1. Kepala puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
3. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Kesepakatan penggunaan
definisi kasus difteri
1. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Ketersediaan APD (Alat
Pelindung Diri)
1. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
2. Tenaga
laboratorium
puskesmas
3. Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
4. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Ketersediaan surveilance
kits
1. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Ketersediaan perangkat
imunisasi
Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
59
Lanjutan Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer
Ketersediaan alat
komunikasi
1. Tenaga
surveilans
difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
Teknik purposive
sampling.
Kriteria puskesmas
yang dijadikan
sampel yaitu:
a. Selalu ada
kasus pada
tahun 2011
sampai tahun
2013.
b. Kelengkapan
laporan yang
dikumpulkan ≤
90 % per
minggu ke-52
atau per bulan
Desember tahun
2013.
c. Ketepatan
waktu
pelaporan ≤ 80
% per minggu
ke-52 atau per
bulan Desember
tahun 2013.
Berdasarkan
kriteria tersebut,
ada dua puskesmas
yang menjadi
informan utama
yaitu Puskesmas
Peterongan dan
Puskesmas
Megaluh.
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Ketersediaan formulir
untuk pengumpulan data
1. Tenaga
surveilans
difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Ketersediaan perangkat
seminar
1. Tenaga
surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Ketersediaan alat
transportasi
1. Tenaga
surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Observasi
Pengguna Internal 1. Tenaga
surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten
Jombang
Wawancara terstruktur
Pengguna Eksternal 1. Tenaga
surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten
Jombang
Wawancara terstruktur
60
Apabila data yang diperoleh dari informan utama belum mampu
memberikan informasi yang memuaskan, maka ditentukan penambahan informan
lain yaitu 1 orang Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Program Imunisasi dan
Program Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Data dan Informasi Imunisasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Logistik Imunisasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Kepala Bagian Penyusunan Program dan
Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Koordinator Program
Imunisasi Puskesmas Tambakrejo, 2 orang kepala tata usaha puskesmas dan
dengan pertimbangan tertentu menggunakan teknik snowball sampling (Sugiyono,
2008).
3.4.2. Data Sekunder
Data yang dikumpulkan dari sumber informasi data sekunder dan metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci disebutkan
dalam tabel 3.3 berikut:
Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder
Teknik Pengambilan
Data
Data Sumber Referensi
Dokumentasi Data kasus difteri di
dunia
World Health Statistic 2010, 2011, 2012, 2013
Data kasus difteri di
Indonesia
Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, 2011
dan 2012
Data kasus difteri di
Jawa Timur
Profil Kesehatan Jawa Timur tahun 2010,
2011 dan 2012
Data kasus difteri di
Kabupaten Jombang Profil Kesehatan Kabupaten Jombang
tahun 2010, 2011, 2012, 2013
Data kelengkapan laporan dan ketepatan
waktu pelaporan mingguan dan bulanan
PD3I tahun 2013
61
Lanjutan Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder
Dokumentasi Keadaan geografi dan
demografi Kabupaten
Jombang
Data Badan Pusat Statistik Kabupaten
Jombang tahun 2011, 2012 dan 2013
Data sarana dan
tenaga kesehatan di
Kabupaten Jombang
tahun 2013
Profil Kesehatan Kabupaten Jombang tahun
2013
Tupoksi dan struktur
organisasi Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jombang
Profil Kesehatan Kabupaten Jombang
tahun 2013
Peraturan Bupati Jombang No. 17 tahun
2009 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
Profil Puskesmas
Megaluh
Profil Puskesmas Megaluh tahun 2013
Profil Puskesmas
Peterongan
Profil Puskesmas Peterongan tahun 2013
Ketersediaan dan
jumlah tenaga
surveilans difteri
terlatih, tenaga
laboratorium terlatih,
serta tenaga
pengelola program
imunisasi terlatih di
puskesmas
Dokumen kepegawaian puskesmas tahun
2013
Dokumen surat penunjukkan pelaksanaan
tugas (Tupoksi) petugas puskesmas tahun
2013
Ketersediaan dan
jumlah tenaga
surveilans difteri
terlatih dan tenaga
pengelola program
imunisasi di Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jombang
Dokumen kepegawaian Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang tahun 2013
Dokumen surat penunjukkan pelaksanaan
tugas (Tupoksi) petugas Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang tahun 2013
Sumber dana dan
alokasi dana
pelaksanaan
surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan
Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD) tahun
anggaran 2014
Hasil penelitian
sebelumnya tentang
surveilans difteri
Sutarman (2008); Chairiyah (2010); Wibisono
(2011); Vanni (2012)
1.11. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data
Instrumen penelitian dan teknik pengambilan data yang digunakan dalam
penelitian ini secara rinci disebutkan dalam tabel 3.4. berikut:
62
Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data
No Tujuan Sasaran Teknik
Pengambilan Data Instrumen
1. Mengetahui gambaran
ketersediaan tenaga
surveilans difteri
Kepala puskesmas 1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
2. Mengetahui gambaran
ketersediaan tenaga
surveilans difteri
puskesmas terlatih
Tenaga surveilans
difteri puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
3. Mengetahui gambaran
ketersediaan tenaga
laboratorium puskesmas
Kepala puskesmas 1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
4. Mengetahui gambaran
ketersediaan tenaga
laboratorium puskesmas
terlatih
Tenaga laboratorium
puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
5. Mengetahui gambaran
ketersediaan tenaga
pengelola program
imunisasi
Kepala puskesmas 1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
6. Mengetahui gambaran
ketersediaan tenaga
pengelola program
imunisasi puskesmas
terlatih
Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
7. Mengetahui sumber dana
dan alokasi pendanaan
untuk pelaksanaan
surveilans difteri
1. Kepala
puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
3. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
8. Mengetahui gambaran
ketersediaan pedoman
tentang pelaksanaan
surveilans difteri
1. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
2. Tenaga
laboratorium
puskesmas
3. Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
63
Lanjutan Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data
9. Mengetahui gambaran
ketersediaan pedoman
tentang pelaksanaan
program imunisasi difteri
Tenaga pengelola
program
imunisasi
puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
10. Mengetahui gambaran
ketersediaan juklak-juknis
untuk manajemen
surveilans difteri
Tenaga surveilans
difteri puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
11. Mengetahui gambaran
ketersediaan target cakupan
program imunisasi difteri
Tenaga pengelola
program
imunisasi
puskesmas
3. Wawancara
terstruktur
4. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
12. Mengetahui gambaran
ketersediaan payung hukum
yang mendukung surveilans
difteri
1. Kepala
puskesmas
2. Tenaga
surveilans
difteri
puskesmas
3. Tenaga
surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
13. Mengetahui gambaran
kesepakatan penggunaan
definisi kasus difteri
1. Tenaga
surveilans
difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
14. Mengetahui gambaran
sarana dan prasarana
pelaksanaan surveilans
difteri yang meliputi
ketersediaan APD
1. Tenaga
surveilans
difteri
puskesmas
2. Tenaga
laboratorium
puskesmas
3. Tenaga
pengelola
program
imunisasi
puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
3. Observasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
3. Lembar
observasi
64
Lanjutan Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data
15. Mengetahui gambaran
sarana dan prasarana
pelaksanaan surveilans
difteri yang meliputi
ketersediaan surveilance
kits, alat komunikasi,
formulir untuk
pengumpulan data difteri,
perangkat seminar, serta
alat transportasi.
1. Tenaga
surveilans
difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
3. Observasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
3. Lembar
observasi
16. Mengetahui gambaran
sarana dan prasarana
pelaksanaan surveilans
difteri yang meliputi
perangkat seminar serta alat
transportasi.
1. Tenaga
surveilans
difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
3. Observasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
3. Lembar
observasi
17. Mengetahui gambaran
sarana dan prasarana
pelaksanaan surveilans
difteri yang meliputi
perangkat imunisasi
Tenaga pengelola
program
imunisasi
puskesmas
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
3. Observasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
3. Lembar
observasi
18. Mengetahui gambaran
market (sasaran penyebaran
informasi hasil surveilans
difteri)
1. Tenaga
surveilans
difteri
puskesmas
2. Tenaga
surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1. Wawancara
terstruktur
2. Dokumentasi
1. Pedoman
wawancara
terstruktur
2. Lembar
dokumentasi
1.12. Prosedur Penelitian
3.6.1. Tahap Pra Penelitian
Pada tahap pra-penelitian, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Melakukan studi pustaka dengan mencari data awal melalui dokumen-
dokumen yang relevan, sehingga didapatkan rumusan masalah yang ingin
diteliti.
65
2. Menyusun instrumen studi pendahuluan.
3. Melakukan studi pendahuluan di Seksi Surveilans Epidemiologi dan
Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
4. Menyusun rancangan awal penelitian.
5. Pemantapan desain penelitian, fokus penelitian, dan pemilihan informan.
6. Mempersiapkan instrumen penelitian.
7. Melakukan koordinasi dan proses perijinan penelitian dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang.
3.6.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengambilan data di lapangan dengan
menggunakan metode wawancara terstruktur, observasi, dan studi dokumentasi.
Wawancara terstruktur dilakukan kepada informan menggunakan pedoman
wawancara terstruktur. Metode observasi dilakukan untuk mengamati
ketersediaan material and machine (sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan
surveilans difteri) di tingkat puskesmas menggunakan lembar observasi. Studi
dokumentasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti yang
memperkuat pernyataan informan dengan menggunakan lembar dokumentasi dan
alat perekam.
3.6.3. Tahap Pasca Penelitian
Setelah diperoleh data dari hasil wawancara terstruktur dan observasi serta
dokumentasi, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan keabsahan data dan
analisis data. Dilakukan penyajian data secara deskriptif dan evaluasi sesuai
pedoman yang ada, kemudian melakukan penarikan kesimpulan dari hasil
penelitian dan pemberian saran.
66
1.13. Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik triangulasi dengan sumber. Menurut Patton (1987: 331)
dalam Moleong (2010: 330), triangulasi dengan sumber berarti membandingkan
dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi dengan sumber dilakukan dengan cara:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah
atau berada, orang berada, orang pemerintahan.
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Rincian pemeriksaan keabsahan dapat dilihat pada tabel 3.5:
Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data
No. Data Sasaran Triangulasi
1. Ketersediaan tenaga
surveilans difteri
Kepala puskesmas Kepala Seksi Surveilans
Epidemiologi dan Kesehatan
Khusus Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Kepala tata usaha puskesmas
2. Ketersediaan tenaga
surveilans difteri
puskesmas terlatih
Tenaga surveilans difteri
puskesmas Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang
3. Ketersediaan tenaga
laboratorium puskesmas
Kepala Puskesmas Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang
Kepala tata usaha puskesmas
4. Ketersediaan tenaga
laboratorium puskesmas
terlatih
Tenaga laboratorium
puskesmas
Tenaga surveilans difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
5. Ketersediaan tenaga
pengelola program
imunisasi
Kepala puskesmas Kepala Seksi Surveilans
Epidemiologi dan Kesehatan
Khusus Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Kepala tata usaha puskesmas
67
Lanjutan Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data
6. Ketersediaan tenaga
pengelola program
imunisasi puskesmas
terlatih
Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
Kepala Seksi Surveilans
Epidemiologi dan Kesehatan
Khusus Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Pengelola program imunisasi
Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang
Kepala tata usaha puskesmas
7. Alokasi pendanaan untuk
surveilans difteri dan
sumber dana untuk
surveilans difteri
1. Kepala puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
3. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jombang
Kepala Seksi Surveilans
Epidemiologi dan Kesehatan
Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang
8. Ketersediaan pedoman
tentang pelaksanaan
surveilans difteri
1. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jombang
Tenaga surveilans difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
9. Ketersediaan pedoman
tentang program
imunisasi difteri
Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
Pengelola program imunisasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
10. Ketersediaan juklak-
juknis tentang
manajemen surveilans
difteri
1. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jombang
3. Tenaga laboratorium
puskesmas
4. Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
Tenaga surveilans difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
11. Ketersediaan target
cakupan program
imunisasi difteri
Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
Pengelola data dan informasi
imunisasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
12. Ketersediaan payung
hukum yang mendukung
surveilans difteri
1. Kepala puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
3. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten
Jombang
Tenaga surveilans difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
13. Kesepakatan penggunaan
definisi kasus difteri
1. Tenaga surveilans
difteri puskesmas
2. Tenaga surveilans
difteri Dinas
Kesehatan
Kabupaten Jombang
Tenaga surveilans difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
68
Lanjutan Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data
14. Ketersediaan APD (Alat
Pelindung Diri)
1. Tenaga surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga laboratorium
puskesmas
3. Tenaga pengelola
program imunisasi
puskesmas
4. Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Staf bagian logistik puskesmas
15. Ketersediaan surveilance
kits
1. Tenaga surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Staf bagian logistik puskesmas
16. Ketersediaan perangkat
imunisasi
Tenaga pengelola program
imunisasi puskesmas 1. Pengelola program
imunisasi Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
2. Pengelola logistik imunisasi
Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang
17. Ketersediaan alat
komunikasi
1. Tenaga surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Tenaga surveilans difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
18 Ketersediaan formulir
untuk pengumpulan data
1. Tenaga surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Tenaga surveilans difteri Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang
19. Ketersediaan perangkat
seminar
1. Tenaga surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Staf bagian logistik puskesmas
20. Ketersediaan alat
transportasi
1. Tenaga surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Staf bagian logistik puskesmas
21. Pengguna internal 1. Tenaga surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Pengguna informasi hasil
surveilans difteri
22. Pengguna eksternal 1. Tenaga surveilans difteri
puskesmas
2. Tenaga surveilans difteri
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Pengguna informasi hasil
surveilans difteri
69
1.14. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
akan dipelajari serta membuat kesimpulan, sehingga mudah dipahami diri sendiri
maupun orang lain (Sugiyono, 2008: 244). Menurut Miles and Huberman (1984)
dalam Sugiyono (2008: 246), langkah-langkah dalam proses analisis data sebagai
berikut:
3.8.1. Reduksi Data
Setelah peneliti melakukan pengambilan data di lapangan, maka akan
diperoleh suatu data. Oleh karena itu perlu segera dilakukan analisis data melalui
reduksi data. Reduksi data adalah proses merangkum, memilih hal-hal yang
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan di lapangan dengan langkah mengurangi atau
menghilangkan hal-hal yang tidak perlu. Dengan demikian, maka akan
memberikan gambaran data yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengambilan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan.
3.8.2. Penyajian Data
Setelah melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yang sering
digunakan adalah bentuk uraian singkat yang bersifat naratif. Selain itu juga dapat
disajikan dalam bentuk grafik, matrik, network (jejaring kerja), dan chart.
70
Dengan penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang
terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
3.8.3. Evaluasi
Peneliti melakukan evaluasi dengan cara membandingkan tataran ideal
fokus penelitian berdasarkan buku pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi
dengan kenyataan di tempat penelitian untuk diidentifikasi bagian fokus penelitian
yang belum memenuhi pedoman tersebut, sehingga peneliti dapat
mengidentifikasi masalah dan memberikan alternatif penyelesaian masalah yang
didapatkan.
3.8.4. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dibuat didasarkan pada pemahaman terhadap data-
data yang telah disajikan dengan menggunakan kalimat yang mudah dipahami dan
mengacu pada pokok permasalahan yang diteliti.
198
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai evaluasi input sistem surveilans
difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Sudah ada tenaga surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, namun jumlah tenaga surveilans
difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan
pedoman dimana seharusnya berjumlah minimal 2 orang tenaga surveilans
difteri tetapi hanya ada 1 orang tenaga surveilans difteri. Latar belakang
pendidikan tenaga surveilans difteri baik di puskesmas tempat penelitian
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.
Tenaga surveilans difteri baik di puskesmas tempat penelitian maupun di
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum memiliki jenjang jabatan
fungsional epidemiolog, karena Pemerintahan Kabupaten Jombang belum
menerapkan jabatan fungsional.
2. Ketersediaan tenaga surveilans difteri yang terlatih di puskesmas tempat
penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai pedoman,
karena semua tenaga surveilans difteri yang menjadi informan penelitian
belum pernah mengikuti pelatihan baik tentang surveilans epidemiologi
maupun tentang surveilans difteri dan karena tidak pernah diadakan
pelatihan untuk tenaga surveilans. Tenaga surveilans difteri di puskesmas
199
tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pernah
mengikuti workshop tentang tata laksana difteri di Kabupaten Jombang dan
mendapatkan informasi tentang surveilans difteri dari rapat pertemuan
tenaga surveilans seluruh puskesmas yang diadakan dua kali dalam setahun
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
3. Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas belum sesuai dengan pedoman
karena 1 dari 2 puskesmas tempat penelitian yang memiliki tenaga
laboratorium. Jumlah dan latar belakang pendidikan tenaga laboratorium di
puskesmas tersebut sudah sesuai dengan pedoman. Alasan puskesmas yang
tidak memiliki tenaga laboratorium yang melaksanakan pelacakan kasus
difteri dikarenakan tenaga laboratorium tersebut telah pindah ke RSUD
Kabupaten Jombang, sehingga tugas pengambilan spesimen usap tenggorok
dan usap hidung pada saat penyelidikan epidemiologi kasus difteri
digantikan sementara oleh tenaga surveilans difteri.
4. Ketersediaan tenaga laboratorium terlatih di puskesmas tempat penelitian
belum sesuai dengan pedoman karena tenaga laboratorium yang menjadi
informan penelitian belum pernah mengikuti pelatihan tentang cara
pengambilan dan pengiriman spesimen difteri. Walaupun belum pernah
mengikuti pelatihan, namun tenaga laboratorium puskesmas tempat
penelitian pernah mengikuti workshop tentang tata laksana difteri di
Kabupaten Jombang
5. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat
penelitian belum sesuai pedoman, karena keterbatasan jumlah tenaga
200
kesehatan di puskesmas tempat penelitian sehingga koordinator program
imunisasi merangkap juga sebagai pengelola vaksin. Ketersediaan tenaga
pengelola program imunisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang juga
belum sesuai pedoman karena tenaga pengelola cold chain di Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang merangkap juga sebagai tenaga pengelola
vaksin. Latar belakang pendidikan tenaga pengelola program imunisasi di
puskesmas tempat penelitian sudah sesuai dengan pedoman, sedangkan latar
belakang pendidikan tenaga pengelola program imunisasi di Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman.
6. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat
penelitian sudah sesuai dengan pedoman. Jenis pelatihan yang diikuti tenaga
pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian belum sesuai
dengan pedoman, karena tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas
tempat penelitian belum pernah mengikuti pelatihan tentang program
imunisasi penangulangan KLB difteri. Tenaga pengelola program imunisasi
di puskesmas tempat penelitian mendapatkan informasi tentang program
imunisasi penangulangan KLB difteri dari rapat/pertemuan koordinator
program imunisasi seluruh puskesmas.
7. Ketersediaan alokasi dana untuk surveilans difteri di puskesmas tempat
penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai pedoman.
Dana surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang masih
tergabung dalam dana surveilans epidemiologi secara umum dan
penanggulangan wabah. Walaupun puskesmas tempat penelitian tidak
201
memiliki dana untuk surveilans difteri dari puskesmas, namun tenaga
surveilans difteri mendapatkan dana untuk pelacakan kasus difteri dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
8. Sumber dana surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
telah sesuai dengan pedoman. Dana surveilans difteri di Kabupaten
Jombang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBD Kabupaten
Jombang.
9. Ketersediaan buku pedoman untuk pelaksanaan surveilans difteri di
puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang
belum sesuai dengan pedoman. Untuk Kepemilikan pedoman untuk
pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang telah sesuai dengan pedoman.
10. Ketersediaan pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di
puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan
ketersediaan pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Kepemilikan
pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di puskesmas tempat
penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan
pedoman.
11. Ketersediaan juklak, juknis, serta peraturan tentang pelaksanaan surveilans
difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Tidak dilakukan monitoring oleh
202
kepala puskesmas dalam implementasi juklak, juknis, serta peraturan
tersebut.
12. Ketersediaan dan penggunaan target cakupan imunisasi DPT, DT, dan Td,
serta cakupan wilayah desa/kelurahan UCI di puskesmas tempat penelitian
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.
Rumus perhitungan cakupan yang digunakan di puskesmas tempat
penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan
pedoman.
13. Ketersediaan payung hukum yang mendukung pelaksanaan surveilans
difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Payung hukumnya berasal dari
Gubernur Jawa Timur, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
14. Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri di puskesmas tempat
penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan
pedoman. Semua informan tenaga surveilans difteri Puskesmas tempat
penelitian mengaku masih mengalami kesulitan dalam pemeriksaan klinis
difteri terutama dalam membedakan pseudomembran akibat difteri dengan
pseudomembran akibat oral candidiasis.
15. Ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) di puskesmas tempat penelitian
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman.
Tenaga surveilans difteri dan tenaga laboratorium di puskesmas tempat
penelitian patuh menggunakan APD saat pelacakan kasus karena kesadaran
203
akan bahaya penularan difteri yang sangat cepat, sedangkan tenaga
pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian tidak patuh
menggunakan APD karena alasan panas dan kepraktisan.
16. Ketersediaan surveilance kits (perlengkapan surveilans) yang digunakan
oleh tenaga surveilans difteri untuk pelaksanaan proses surveilans difteri di
puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan di
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.
Puskesmas belum tersedia program aplikasi GIS dan epi info karena Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang tidak menggunakan program aplikasi
tersebut untuk pelaporan surveilans difteri.
17. Ketersediaan perangkat imunisasi di puskesmas tempat penelitian dan Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman. Tidak
tersedia Auto Disable Syringe (ADS/Alat Suntik) dan safety box karena
petugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang bukan tenaga pelaksana
imunisasi, melainkan fasilitator program imunisasi. Untuk jenis perangkat
imunisasi di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman.
18. Ketersediaan alat komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans
difteri di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, tetapi
ketersediaan alat komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans
difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan
pedoman.
204
19. Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data difteri di puskesmas tempat
penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan
pedoman.
20. Ketersediaan perangkat seminar untuk desiminasi informasi di puskesmas
tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan ketersediaan
perangkat seminar untuk desiminasi informasi di Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Puskesmas yang tidak
memiliki perangkat seminar, melakukan penyebaran informasi hasil
surveilans saat Lokmin puskesmas dalam bentuk lisan dan tulisan yang
dibagikan kepada para peserta Lokmin puskesmas.
21. Ketersediaan alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans
difteri di puskesmas tempat penelitian sudah sesuai dengan pedoman,
sedangkan ketersediaan alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan
surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai
dengan pedoman dimana seharusnya minimal ada 2 roda dua, tetapi hanya
ada 1 roda dua.
22. Pengguna informasi surveilans difteri dari internal dan ekternal baik di
puskesmas tempat penelitian maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Informasi yang diberikan oleh
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang kepada masing-
masing pengguna telah sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengguna.
205
6.2. Saran
Berdasarkan simpulan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat
diberikan yaitu:
6.2.1. Bagi Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus
1. Melakukan pendataan dan memberikan pelatihan tentang pemeriksaan
klinis kasus difteri dan deteksi dini kasus difteri kepada tenaga surveilans
difteri puskesmas.
2. Melakukan pendataan dan memberikan pelatihan tentang cara
pengambilan dan pengiriman spesimen difteri kepada tenaga
laboratorium puskesmas.
6.2.2. Bagi Kepala Puskesmas Megaluh dan Puskesmas Peterongan
1. Memperkuat komitmen dan kerjasama baik antar petugas puskesmas,
lintas program maupun lintas sektor untuk mensukseskan keberhasilan
program pencegahan dan penanggulanga difteri.
2. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk
menentukan kriteria-kriteria tertentu atau persyaratan umum yang harus
dipenuhi petugas puskesmas yang akan menjadi tenaga surveilans difteri.
3. Melakukan pendataan terkait pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh
petugas puskesmas untuk membantu memudahkan manajemen
puskesmas dalam menentukan pemegang program agar sesuai
kompetensi.
206
4. Melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap implementasi
juklak, juknis, serta peraturan dalam pelaksanaan surveilans difteri di
puskesmas.
5. Melengkapi kebutuhan sarana-prasarana yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan surveilans difteri.
6.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat melakukan penggalian informasi yang lebih mendalam mengenai
input program imunisasi difteri terutama target cakupan program imunisasi difteri
dan perangkat imunisasi, serta penggalian informasi yang lebih mendalam
mengenai proses dan output pelaksanaan sistem surveilans difteri.
207
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, D, 2011, Manajemen Pelayanan Kesehatan, Nuha Medika,
Yogyakarta.
Amiruddin, R, 2012, Surveilans Kesehatan Masyarakat, IPB Press, Bogor.
Anonim, Beda Keputusan, Surat Keputusan, Jukran, Juklak dan Juknis, diakses
tanggal 20 November 2014,
(http://www.pramukanet.org/index.php?option=com_content&task=view&
id=282&Itemid=100#.UwlAvGJ_uZA).
Azwar, A, 2008, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, 2014, Jombang Dalam Angka Tahun
2014, Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, Jombang.
Budioro, E, 2002, Pengantar Administrasi Kesehatan Masyarakat, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
CDC, 2001, Updated Guidelines for Evaluating Public Health Suveillance
System, MMWR, diakses tanggal 8 Juni 2014
(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5013a1.html).
Chairiyah, 2010, Evaluasi Sistem Surveilans Difteri Berbasis Masyarakat
Berdasarkan Komponen Surveilans di UPTD Puskesmas Kepanjen
Kabupaten Malang Tahun 2010, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Depkes RI, 2006, Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, Departemen Kesehatan
RI, Jakarta.
Depkes RI, 2009, Kurikulum dan Modul Manajemen Puskesmas, Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.
208
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 2010, Penetapan Target Indikator dan
Definisi Operasional Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Kesehatan di Kabupaten Jombang, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang,
Jombang.
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 2011, Profil Kesehatan Kabupeten
Jombang Tahun 2010, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
---------------------------------------------------, 2012, Profil Kesehatan Kabupeten
Jombang Tahun 2011, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
---------------------------------------------------, 2013, Profil Kesehatan Kabupeten
Jombang Tahun 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
---------------------------------------------------, 2014, Profil Kesehatan Kabupeten
Jombang Tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
--------------------------------------------------, 2014, Dokumen Pelaksanaan
Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD) tahun anggaran
2014, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006, Buku Pedoman Surveilans
Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.
--------------------------------------------------------, 2010, Pedoman Dasar
Pelaksanaan Surveilans Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah, Semarang.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011, Pedoman Penanggulangan KLB
Diphteri Di Jawa Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
-------------------------------------------------------, 2011, Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Timur Tahun 2010, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,
Surabaya.
209
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012, Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur Tahun 2011, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
--------------------------------------------------, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.
Dirjen P2PL, 2003, Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP),
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
---------------, 2005, Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
---------------, 2011, Pedoman Penyelidikan Dan Penanggulangan Kejadian Luar
Biasa Penyakit Menular Dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi
Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.
Fathoni, Abdurrahmat, 2006, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia,
Rineka Cipta, Jakarta.
Ghony, D, Fauzan A, 2012, Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Handayani, Lestari, dkk, 2006, Upaya Revitalisasi Pelayanan Kesehatan
Puskesmas dan Jaringannya dalam Rangka Peningkatan Kualitas
Pelayanan Kesehatan, Laporan Penelitian, Puslitbang Sistem dan
Kebijakan Kesehatan, Surabaya.
Handoko, T. Hani, 2001, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Bumi
Aksara, Jakarta.
Irawati, Dewi, Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi
sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Organisasi, diakses tanggal 19
Januari 2014,
(http://kip.dinkesjatengprov.go.id/v2013/content/download_sp.php?id=10)
James Chin, 2000, Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Terjemahan Oleh I
Nyoman Kandun, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
210
Kemenkes RI, 2011, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
-------------------, 2012, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kemenkes RI, 2013, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilans Epidemiologi Kesehatan, diakses pada tanggal 10 Mei 2014,
(http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201
116%20ttg%20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Sistem%20Surveilans%
20Epidemiologi%20Kesehatan.pdf).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di
Bidang Kesehatan, diakses pada tanggal 20 Agustus 2014
(http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg
%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf).
Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.
17/KEP/M.PAN/11/2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog
Kesehatan dan Angka Kreditnya, diakses pada tanggal 25 Juni 2014,
(http://202.46.1.112/jdih/permen/kepmen/permenpan.rb?download=299:pe
rmenpan-2006-no-010&start=10).
Khayati, N., 2012, Beberapa Faktor Petugas Yang Berhubungan Dengan
Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Malaria Tingkat Puskesmas Di
Kabupaten Purworejo, Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012; 1(2), hlm. 364-
373.
Masrochah, S, 2006, Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai
Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit di
Dinas Kesehatan Kota Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro,
Semarang.
211
Moleong, LJ, 2010, Metodologi Penelitian Kualiatif Edisi Revisi, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Mubarak, WI, Nurul C, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi,
Salembar Medika, Jakarta.
Muninjaya, GA, 2004, Manajemen Kesehatan, EGC, Jakarta.
Mustaring, N.A., 2010, Evaluasi Pengembangan Kelurahan Siaga di Keluarahan
Tamangapa Kota Makassar tahun 2009, Skripsi, Universitas Hasanuddin.
Notoatmodjo, S, 2010, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi Edisi Revisi,
Rineka Cipta, Jakarta.
--------------------------------, 2011, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni Edisi
Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Organisasi Setda Kab. Jombang, 2009, Peraturan Bupati Jombang No. 17 tahun
2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang, Pemerintah Kabupaten Jombang, Jombang.
Penyakit Difteri dan Situasi di Jatim, diakses pada tanggal 25 Februari 2014,
(http://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/dokumen/PENYAKIT%20DIFTE
RI%20&%20SITUASI%20DI%20JATIM.pdf).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 42 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi, diakses pada tanggal 18 Juli 2014,
(http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg
%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan
Fungsional Pegawai Negeri Sipil, diakses pada tanggal 9 februari 2015,
(http://spi.unud.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/PP-16-TH-1994-
JABATAN-FUNGSIONAL-PNS.pdf).
212
Prasastin, O.V., 2013, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas
Surveilans Epidemiologi Penyakit Malaria Tingkat Puskesmas di
Kabupaten Kebumen Tahun 2012, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.
Porta, M, 2008, A Dictionary of Epidemiology Fifth Edition, Oxford University
Press, New York.
Satrianegara, M. Fais, 2009, Buku Ajar Ogranisasi dan Manajemen Pelayanan
Kesehatanserta Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta.
Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabet,
Bandung.
Sumarno, 2006, Faktor-faktor yang Berperan Dalam Upaya Mendapatkan Alat
Diagnosis Dini Untuk Menanggulangi Penyakit Infeksi, diakses 9 Februari
2015, ( http://www.brawijaya.org).
Supriyanto, 2003, Perencanaan dan Evaluasi Buku Jilid Dua Administrasi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga, Surabaya.
Suryawan, 2010, Pengaruh Jabatan Fungsional Pustakawan Terhadap Kinerja
Pustakawan Pada Perpustakaan Umum (BAPERASDA) Propinsi
Sumatera Utara, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.
Sutarman, 2008, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keterlambatan
Petugas Dalam Menyampaikan Laporan KLB Dari Puskesmas ke Dunas
Kesehatan (Studi di Kota Semarang), Tesis, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Umar, H, 2005, Evaluasi Kinerja Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
UPTD Puskesmas Megaluh, 2013, Profil Puskesmas Megaluh tahun 2013, Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
213
UPTD Puskesmas Megaluh, 2013, Surat Penunjukkan Pelaksanaan Tugas
(TUPOKSI) dan penjabarannya tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang, Jombang.
UPTD Puskesmas Peterongan, 2013, Profil Puskesmas Peterongan tahun 2013,
Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.
UPTD Puskesmas Peterongan, 2013, Surat Penunjukkan Pelaksanaan Tugas
(TUPOKSI) dan penjabarannya tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang, Jombang.
Utoyo, Bambang, 2009, Geografi: Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII,
PT. Grafindo Media Utama, Bandung.
Vanni, NPS., 2012, Evaluasi Sistem Surveilans Difteri Berdasarkan Atribut
Surveilans di Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012, Skripsi,
Universitas Airlangga, Surabaya.
Wibisono, M, 2011, Evaluasi Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa
(KLB) Difteri Berdasarkan Komponen Surveilans di Dinas Kesehatan
Kota Surabaya Tahun 2011, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Wiyono, D, 2000, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1, Airlangga
University Press Kampus C Unair, Surabaya.
World Health Organization, 2011, World Health Statistic 2010, WHO Press,
Geneva.
------------------------------------, 2012, World Health Statistic 2011, WHO Press,
Geneva.
------------------------------------, 2013, World Health Statistic 2012, WHO Press,
Geneva.
229
Lampiran 8
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR
KEPALA PUSKESMAS
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH
KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan :
Hari/ tanggal :
Tempat :
Petunjuk Umum Wawancara
1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai
2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.
3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui
dukungan input (man, money, dan method) dalam pelaksanaan sistem
surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.
5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam
surveilans difteri sangat berharga.
6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin
kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap
kinerja informan.
I. Identitas Informan
1. Nama :
2. No. HP :
3. Tanggal lahir :
4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan
5. Pendidikan terakhir :
6. Lama bertugas sebagai kepala puskesmas di tempat penelitian: ... tahun
230
II. Input Sistem Surveilans Difteri
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)
1. Bagaimana ketersediaan tenaga yang bertugas untuk melakukan
kegiatan surveilans difteri seperti pengumpulan data,
pengolahan data, analisis, dan interpretasi, melakukan
penyelidikan epidemiologi penyakit difteri di puskesma Anda?
Tindak lanjut
2. Bagaimana ketersediaan tenaga laboratorium yang bertugas
untuk pengambilan spesimen usap tenggorok dan usap hidung
saat penyelidikan epidemiologi kasus difteri di puskesmas
Anda?
Tindak lanjut
3. Bagaimana ketersediaan tenaga imunisasi yang bertugas dalam
pencegahan dan penanggulangan kasus difteri di puskesmas
Anda?
Tindak lanjut
Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri)
4. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan
surveilans difteri di puskesmas Anda?
Tindak lanjut
5. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan surveilans difteri
berasal?
Tindak lanjut
6. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk
pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas Anda?
Tindak lanjut
7. Apakah dana tersebut mencukupi untuk pelaksanaan surveilans
difteri di puskesmas Anda?
Tindak lanjut
Method (metode surveilans difteri)
8. Apakah kepala puskesmas melakukan monitoring terhadap
penerapan juklak dan juknis tentang surveilans difteri?
Tindak lanjut
9. Apakah ada payung hukum berupa peraturan atau keputusan
yang mendukung pelaksanaan surveilans difteri?
Tindak lanjut
Menyimpulkan wawancara:
Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima
salinan hasil wawancara
Komentar dan catatan umum:
231
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR
TENAGA SURVEILANS DIFTERI PUSKESMAS
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH
KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan :
Hari/ tanggal :
Tempat :
Petunjuk Umum Wawancara
1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai
2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.
3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui
dukungan input (man, money, method, material-machine, dan market) dalam
pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang.
4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.
5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam
surveilans difteri sangat berharga.
6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin
kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap
kinerja informan.
I. Identitas Informan
1. Nama :
2. No. HP :
3. Tanggal lahir :
4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan
5. Pendidikan terakhir :
6. Lama bertugas sebagai tenaga surveilans difteri : .... tahun
232
II. Input Sistem Surveilans Difteri
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)
1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang :
Jenis Pelatihan Pernah Belum
Pernah
Tanggal
Pelaksanaan Penyelenggara Bukti
a. Surveilans
epidemiologi
b. Penanggulangan
difteri
c. Deteksi dini
difteri
Tindak lanjut
Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri)
2. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk
pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di
puskesmas ini?
Tindak lanjut
3. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan
surveilans difteri berasal?
Tindak lanjut
4. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus
untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di
puskesmas Anda?
Tindak lanjut
Method (metode surveilans difteri)
5. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan surveilans difteri berikut:
Nama Pedoman Ada Tidak Ada
i. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi,
Depkes RI, 2003
j. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit
Menular, Keracunan Makanan, Bencana, dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa,
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003
k. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian
Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan
(Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011,
Kemenkes RI, 2011
l. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri,
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011
Tindak lanjut
6. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut:
Jenis Metode Ada Tidak Ada
a. Juklak tentang kegiatan surveilans difteri
b. Juknis tentang kegiatan surveilans difteri
233
c. Peraturan tentang kegiatan surveilans difteri
Tindak lanjut
7. Apakah ada payung hukum tentang pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas Anda?
Tindak lanjut
8. Apakah ada kesepakatan untuk penggunaan definisi kasus difteri?
Tindak lanjut
Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)
9. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi
berikut:
Jenis APD Ada Tidak Ada
a. Masker
b. Jas lab
c. Sarung tangan
d. Pelindung mata (google)
e. Pelindung kepala
Tindak lanjut
10. Bagaimana ketersediaan surveillance kits (peralatan surveilans) baik manual berupa ATK
maupun yang terkomputerisasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri
berikut:
Jenis Surveillance kits Ada Tidak Ada
Surveilance kits manual:
a. Pen
b. Pensil
c. Penggaris
d. Kertas prin/HVS
e. Penjepit kertas
f. Calculator scientific
g. Kertas grafik
h. Mesin ketik
Surveilance kits terkomputerisasi:
a. Seperangkat komputer
b. Printer beserta tinta
c. Program aplikasi :
Ms. Excel
Epi info
GIS
Tindak lanjut
11. Bagaimana ketersediaan alat komunikasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
surveilans difteri berikut:
Jenis Alat Komunikasi Ada Tidak Ada
a. Telepon
b. Handphone
c. Jaringan Internet
Tindak lanjut
234
12. Bagaimana ketersediaan formulir pengumpulan data surveilans difteri berikut:
Nama formulir Ada Tidak
Ada Cara Pengadaan
a. Formulir W1 (24 jam)
b. Formulir W2 (mingguan)
c. Formulir STP
d. Formulir STP KLB
e. Formulir pelacakan kasus difteri
Tindak lanjut
13. Bagaimana ketersediaan perangkat seminar untuk mendukung pelaksanaan surveilans
difteri terutama untuk desiminasi informasi berikut:
Jenis Perangkat Seminar Ada Tidak Ada
a. Overhead proyector
b. Infocus
Tindak lanjut
14. Bagaimana ketersediaan alat transportasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
surveilans difteri berikut:
Jenis Alat Transportasi Ada Tidak Ada
a. Roda empat
b. Roda dua
Tindak lanjut
Market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri)
15. Apakah ada dari pihak internal puskesmas yang
membutuhkan/ meminta informasi hasil pelaksanaan
surveilans difteri di puskesmas ini?
Tindak lanjut
16. Apakah ada dari pihak eksternal puskesmas yang
membutuhkan/ meminta informasi hasil pelaksanaan
surveilans difteri di puskesmas ini?
Tindak lanjut
17. Informasi apa saja yang dibutuhkan/diminta oleh tiap
instansi/bidang tersebut?
Tindak lanjut
Menyimpulkan wawancara:
Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan
hasil wawancara
Komentar dan catatan umum:
235
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR
TENAGA IMUNISASI PUSKESMAS
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH
KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan :
Hari/ tanggal :
Tempat :
Petunjuk Umum Wawancara
1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai
2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.
3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui
dukungan input (man, method, dan material-machine) dalam pelaksanaan
sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang.
4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.
5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam
surveilans difteri sangat berharga.
6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin
kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap
kinerja informan.
I. Identitas Informan
1. Nama :
2. No. HP :
3. Tanggal lahir :
4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan
5. Pendidikan terakhir :
6. Lama bertugas sebagai tenaga imunisasi puskesmas : ....... tahun
236
II. Input Sistem Surveilans Difteri
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)
1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang :
Jenis Pelatihan Pernah Belum
Pernah
Tanggal
Pelaksanaan Penyelenggara Bukti
a. Manajemen coldchain
b. Program imunisasi
penanggulangan KLB
difteri
Tindak lanjut
Method (metode surveilans difteri)
2. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan program imunisasi difteri berikut:
Nama Pedoman Ada Tidak Ada
f. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011
g. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin,
Depkes RI, 2005
h. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas,
Depkes RI, 2005
i. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program
Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota,
Depkes RI, 2009
j. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2012,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012
k. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi
Puskesmas,
Depkes RI, 2006
Tindak lanjut
3. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut:
Jenis Metode Ada Tidak Ada
a. Juklak tentang kegiatan program imunisasi difteri
b. Juknis tentang kegiatan program imunisasi difteri
c. Peraturan tentang kegiatan program imunisasi difteri
Tindak lanjut
4. Bagaimana ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri?
a. Target cakupan desa/kelurahan UCI
b. Target cakupan imunisasi DPT Hb Combo, DT, dan Td
c. Rumus perhitungan target cakupan
Tindak lanjut
237
Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)
5. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk pelaksanaan imunisasi berikut:
Jenis APD Ada Tidak Ada
a. Masker
b. Jas lab
c. Sarung tangan
d. Pelindung mata (google)
e. Pelindung kepala
Tindak lanjut
6. Bagaimana ketersediaan perangkat imunisasi berikut:
Macam Perangkat Imunisasi Ada Tidak Ada
a. Vaksin
DPT-HB (tetravalen)
DT
Td
DPT-HB-Hib (pentavalen)
b. Auto Disable Syringe (ADS/alat suntik)
c. Safety Box
d. Buku grafik pencatatan suhu
e. Coldchain
Lemari es
Vaksin carrier
Cool pack
Termometer
Freeze watch
Freeze tag
Tindak lanjut
Menyimpulkan wawancara:
Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan
hasil wawancara
Komentar dan catatan umum:
238
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR
TENAGA LABORATORIUM PUSKESMAS
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH
KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan :
Hari/ tanggal :
Tempat :
Petunjuk Umum Wawancara
1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai
2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.
3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui
dukungan input (man, method, dan material-machine) dalam pelaksanaan
sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang.
4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.
5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam
surveilans difteri sangat berharga.
6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin
kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap
kinerja informan.
I. Identitas Informan
1. Nama :
2. No. HP :
3. Tanggal lahir :
4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan
5. Pendidikan terakhir :
6. Lama bertugas sebagai tenaga laboratorium puskesmas : ....... tahun
239
II. Input Sistem Surveilans Difteri
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)
1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang :
Jenis Pelatihan Pernah Belum
Pernah
Tanggal
Pelaksanaan Penyelenggara Bukti
a. Cara pengambilan
spesimen difteri
b. Cara pengiriman
spesimen difteri
Tindak lanjut
Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)
2. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi
berikut:
Jenis APD Ada Tidak Ada
a. Masker
b. Jas lab
c. Sarung tangan
d. Pelindung mata (google)
e. Pelindung kepala
Tindak lanjut
Method (metode surveilans difteri)
3. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut:
Jenis Metode Ada Tidak Ada
a. Juklak tentang kegiatan bidang laboratorium dalam
penanggulangan difteri
b. Juknis tentang kegiatan kegiatan bidang laboratorium dalam
penanggulangan difteri
c. Peraturan tentang kegiatan kegiatan bidang laboratorium dalam
penanggulangan difteri
Tindak lanjut
Menyimpulkan wawancara:
Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan
hasil wawancara
Komentar dan catatan umum:
240
PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR TENAGA SURVEILANS
DIFTERI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH
KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Kode informan :
Hari/ tanggal :
Tempat :
Petunjuk Umum Wawancara
1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai
2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari
nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.
3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui
dukungan input (money, method, material-machine, dan market) dalam
pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang.
4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.
5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam
surveilans difteri sangat berharga.
6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin
kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap
kinerja informan.
I. Identitas Informan
1. Nama :
2. No. HP :
3. Tanggal lahir :
4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan
5. Pendidikan terakhir :
6. Lama bertugas sebagai tenaga surveilans difteri : ....... tahun
241
II. Input Sistem Surveilans Difteri
No. Pertanyaan Hasil Wawancara
Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri)
1. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk
pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang?
Tindak lanjut
2. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans
difteri berasal?
Tindak lanjut
3. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk
pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang?
Tindak lanjut
Method (metode surveilans difteri)
4. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan surveilans difteri berikut:
Nama Pedoman Ada Tidak Ada
a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi,
Depkes RI, 2003
b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit
Menular, Keracunan Makanan, Bencana, dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa,
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003
c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian
Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman
Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011,
Kemenkes RI, 2011
d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri,
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011
Tindak lanjut
5. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut:
Jenis Metode Ada Tidak Ada
a. Juklak tentang kegiatan surveilans difteri
b. Juknis tentang kegiatan surveilans difteri
c. Peraturan tentang kegiatan surveilans difteri
Tindak lanjut
6. Apakah ada payung hukum tentang pelaksanaan surveilans
difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?
Tindak lanjut
7. Apakah ada kesepakatan untuk penggunaan definisi kasus
difteri?
Tindak lanjut
Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)
8. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi
berikut:
242
Jenis APD Ada Tidak Ada
a. Masker
b. Jas lab
c. Sarung tangan
d. Pelindung mata (google)
e. Pelindung kepala
Tindak lanjut
9. Bagaimana ketersediaan surveillance kits (peralatan surveilans) baik manual berupa ATK
maupun yang terkomputerisasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri
berikut:
Jenis Surveillance kits Ada Tidak Ada
Surveilance kits manual:
a. Pen
b. Pensil
c. Penggaris
d. Kertas prin/HVS
e. Penjepit kertas
f. Calculator scientific
g. Kertas grafik
h. Mesin ketik
Surveilance kits terkomputerisasi:
a. Seperangkat komputer
b. Printer beserta tinta
c. Program aplikasi :
Ms. Excel
Epi info
GIS
Tindak lanjut
10. Bagaimana ketersediaan alat komunikasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans
difteri berikut:
Jenis Alat Komunikasi Ada Tidak Ada
a. Telepon
b. Handphone
c. Jaringan Internet
Tindak lanjut
11. Bagaimana ketersediaan formulir pengumpulan data surveilans difteri berikut:
Nama formulir Ada Tidak Ada Cara Pengadaan
a. Formulir W1 (24 jam)
b. Formulir W2 (mingguan)
c. Formulir STP
d. Formulir STP KLB
e. Formulir pelacakan kasus difteri
Tindak lanjut
243
12. Bagaimana ketersediaan perangkat seminar untuk mendukung pelaksanaan surveilans difteri
terutama untuk desiminasi informasi berikut:
Jenis Perangkat Seminar Ada Tidak Ada
a. Overhead proyector
b. Infocus
Tindak lanjut
13. Bagaimana ketersediaan alat transportasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans
difteri berikut:
Jenis Alat Transportasi Ada Tidak Ada
a. Roda empat
b. Roda dua
Tindak lanjut
Market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri)
14. Apakah ada dari pihak internal Dinas Kesehatan Kabupaten
Jombang yang membutuhkan/ meminta informasi hasil
pelaksanaan surveilans difteri di Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang?
Tindak lanjut
15. Apakah ada dari pihak eksternal Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang yang membutuhkan/ meminta
informasi hasil pelaksanaan surveilans difteri di Dinas
Kesehatan Kabupaten Jombang?
Tindak lanjut
16. Informasi apa saja yang dibutuhkan/diminta oleh tiap
instansi/bidang tersebut?
Tindak lanjut
Menyimpulkan wawancara:
Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan
hasil wawancara
Komentar dan catatan umum:
244
LEMBAR OBSERVASI
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI
DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN
JOMBANG
Objek : Material-machine dalam pelaksanaan surveilans difteri.
Tujuan : Mengetahui gambaran ketersediaan material-machine (sarana-
prasarana) pendukung pelaksanaan surveilans difteri di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.
Tempat :
Tanggal observasi :
No Item Observasi
Ketersediaan
Keterangan Ada Tidak
Ada
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Surveilance kits manual:
a. Pen
b. Pensil
c. Penggaris
d. Kertas prin/HVS
e. Penjepit kertas
f. Calculator scientific
g. Kertas grafik
h. Mesin ketik
2. Surveilance kits terkomputerisasi:
a. Seperangkat komputer
b. Printer beserta tinta
c. Program aplikasi :
Ms. Office
Epi info
GIS
3. Perangkat Imunisasi:
a. Vaksin
DPT-HB (tetravalen)
DT
Td
DPT-HB-Hib (pentavalen)
b. Auto Disable Syringe (ADS/alat
suntik)
245
c. Safety box
d. Buku grafik pencatatan suhu
e. Coldchain
Lemari es
Vaksin carrier
Cool pack
Termometer
Freeze watch
Freeze tag
4. Alat komunikasi:
a. Telepon
b. Faksmili
c. Handphone
d. Internet
5. APD:
a. Masker
b. Jas lab
c. Sarung tangan
d. Pelindung mata (google)
e. Pelindung kepala
6. Formulir untuk pengumpulan data difteri:
a. Formulir W1 (24 jam)
b. Formulir W2 (mingguan)
c. Formulir STP
d. Formulir STP KLB
e. Formulir pelacakan kasus difteri
7. Perangkat seminar:
a. Overhead proyector
b. Infocus
8. Alat transportasi:
a. Roda empat
b. Roda dua
9. Pedoman pelaksanaan surveilans difteri
a. Buku Pedoman Pelaksanaan
Surveilans Epidemiologi,
Depkes RI, 2003
b. Buku Panduan Surveilans
Epidemiologi Penyakit-Penyakit
Menular, Keracunan Makanan,
Bencana, dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa,
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003
c. Buku Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar
246
Biasa Penyakit Menular dan
Keracunan Pangan (Pedoman
Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi
tahun 2011,
Kemenkes RI, 2011
d. Buku Pedoman Penanggulangan
KLB Difteri,
Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011
e. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin
dan Rantai Vaksin,
Depkes RI, 2005
f. Buku Pedoman Teknis Imunisasi
Tingkat Puskesmas,
Depkes RI, 2005
g. Buku Pedoman Teknis Pencatatan
dan Pelaporan Program Imunisasi
untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota,
Depkes RI, 2009
h. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-
PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun
2012,
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur, 2012
10. Peraturan tentang surveilans difteri
a. Permenkes RI No.
1501/Menkes/Per/X/2010 tentang
Jenis Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah
dan Upaya Penanggulangan
b. Permenkes RI No. 42 tahun 2013
tentang Penyelenggaraan Imunisasi
247
LEMBAR DOKUMENTASI
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH
KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
Tempat :
Tanggal
Pengambilan Nama Dokumen Ada
Tidak
Ada Sumber Keterangan
Data kepegawaian
puskesmas:
1. Nama petugas puskesmas
2. Pendidikan petugas
puskesmas
3. Jabatan petugas
4. Masa bertugas
5. Pelatihan yang pernah
diikuti oleh petugas
6. Riwayat jabatan petugas
Surat tugas sebagai tenaga
surveilans difteri
Surat tugas sebagai tenaga
laboratorium difteri
Surat tugas sebagai tenaga
pengelola program imunisasi
difteri
Sertifikat pelatihan tenaga
surveilans difteri:
1. Sertifikat pelatihan
surveilans epidemiologi,
2. Sertifikat pelatihan
penanggulangan difteri
3. Sertifikat pelatihan
deteksi dini difteri
4. Sertifikat pelatihan
manajemen coldchain
Sertifikat pelatihan tenaga
laboratorium difteri:
1. Sertifikat pelatihan
manajemen coldchain
2. Sertifikat pelatihan cara
pengambilan spesimen
difteri
Sertifikat pelatihan tenaga
pengelola program imunisasi
difteri:
1. Sertifikat pelatihan
248
manajemen coldchain,
2. Sertifikat pelatihan
program imunisasi
penanggulangan KLB
difteri
Data keuangan:
1. Alokasi dana surveilans
difteri
2. Sumber dana surveilans
difteri
3. Rincian dana surveilans
difteri
Dokumen target cakupan
program imunisasi difteri:
1. Besar target cakupan yang
ditetapkan
2. Jumlah sasaran program
imunisasi
3. Rumus perhitungan
cakupan program
imunisasi difteri
Dokumen juklak dan juknis
pelaksanaan surveilans difteri
Dokumen payung hukum
yang mendukung surveilans
difteri
Dokumen kesepakatan
penggunaan definisi kasus
difteri
Dokumen lainnya:
1. .......
2. .......
3. .......
253
Lampiran 13
IDENTITAS INFORMAN PENELITIAN
Nama Umur
(th)
Jenis
Kelamin
Pendidikan
Terakhir Jabatan
Lama
Bertugas
Informan 1 32 Perempuan S1 Kesehatan
Masyarakat
Pengelola
program
surveilans
epidemiologi
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
4 tahun
Informan 2 41 Perempuan S1 Kedokteran
Umum
Kepala
Puskesmas
Megaluh
2,5 tahun
Informan 3 29 Perempuan S1 Kedokteran
Umum
Kepala
Puskesmas
Peterongan
40 hari
Informan 4 40 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator
surveilans
epidemiologi
Puskesmas
Megaluh
2 tahun
Informan 5
28 Laki-laki S1
Keperawatan
Koordinator
surveilans
epidemiologi
Puskesmas
Peterongan
3 tahun
Informan 6
39 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator
program
imunisasi
Puskesmas
Megaluh
4 tahun
Informan 7
33 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator
program
imunisasi
Puskesmas
Peterongan
4 tahun
Informan 8
37 Perempuan D3 Analis
Kesehatan
Koordinator
laboratorium
Puskesmas
Peterongan
7,5 tahun
254
Informan
triangulasi 1
38 Perempuan S1 Kesehatan
Masyarakat
Kepala Seksi
Surveilans
Epidemiologi
Dan
Kesehatan
Khusus
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
1 tahun
Informan
triangulasi 2
32 Perempuan S1 Kesehatan
Masyarakat
Pengelola
program
surveilans
epidemiologi
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
4 tahun
Informan
triangulasi 3
25 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator
program
imunisasi
Puskesmas
Tambakrejo
0 tahun
(9 bulan)
Informan
triangulasi 4
45 Perempuan D1 Kebidanan Pengelola
program
imunisasi
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
2 bulan
Informan
triangulasi 5
42 Perempuan SMEA
(Sekolah
Menengah
Ekonomi Atas)
Pengelola
data dan
informasi
imunisasi
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
8 tahun
Informan
triangulasi 6
52 Laki-Laki D3
Keperawatan
Pengelola
logistik
imunisasi
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
7 tahun
255
Informan
triangulasi 7
46 Laki-Laki D3 Penilik
Kesehatan
Kepala Sub
Bagian
Penyusunan
Program dan
Pelaporan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Jombang
3 tahun
Informan
triangulasi 8
50 Perempuan Tamat SMA Kepala tata
usaha
Puskesmas
Megaluh
14 tahun
Informan
triangulasi 9
48 Perempuan S1
Pemerintahan
Kepala tata
usaha
Puskesmas
Peterongan
10 tahun
Informan
triangulasi
10
41 Perempuan S1 Kedokteran
Umum
Kepala
Puskesmas
Megaluh
2,5 tahun
Informan
triangulasi
11
29 Perempuan S1 Kedokteran
Umum
Kepala
Puskesmas
Peterongan
40 hari
256
REKAPITULASI WAKTU WAWANCARA TERSTRUKTUR
EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH
KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG
No. Kode Informan Hari, Tanggal Wawancara Tempat Wawancara
1. Informan 1 Selasa, 19 Agustus 2014 Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
2. Informan 2 Rabu, 3 September 2014 PKM Megaluh
3. Informan 3 Jum’at, 5 September 2014 PKM Peterongan
4. Informan 4 Rabu, 3 September 2014 PKM Megaluh
5. Informan 5 Kamis, 18 September 2014 PKM Peterongan
6. Informan 6
Rabu, 3 September 2014
dan
Kamis, 9 Oktober 2014
PKM Megaluh
7. Informan 7
Jum’at, 5 September 2014,
Kamis, 18 September 2014,
dan
Jum’at, 10 Oktober 2014
PKM Peterongan
8. Informan 8
Kamis, 18 September 2014 PKM Peterongan
9. Informan triangulasi 1
Selasa, 19 Agustus 2014
dan Selasa, 7 Oktober 2014
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
10. Informan triangulasi 2 Selasa, 19 Agustus 2014
dan Selasa, 7 Oktober 2014
Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
11. Informan triangulasi 3 Selasa, 16 September 2014 PKM Tambakrejo
12. Informan triangulasi 4 Selasa, 7 Oktober 2014 Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
13. Informan triangulasi 5 Selasa, 7 Oktober 2014 Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
14. Informan triangulasi 6 Selasa, 7 Oktober 2014 Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
15. Informan triangulasi 7 Selasa, 7 Oktober 2014 Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
16. Informan triangulasi 8 Rabu, 3 September 2014 PKM Megaluh
17. Informan triangulasi 9 Kamis, 18 September 2014 PKM Peterongan
18. Informan triangulasi 10 Kamis, 9 Oktober 2014 PKM Megaluh
19. Informan triangulasi 11 Jum’at, 10 Oktober 2014
PKM Peterongan
264
Lampiran 20
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara dengan Pengelola Program Surveilans Epidemiologi Dinas Kesehatan
Kabupaten Jombang
Wawancara dengan Kepala Puskesmas
265
Wawancara dengan Koordinator Program Surveilans Epidemiologi Puskesmas
Wawancara dengan Koordinator Program Imunisasi Puskesmas