evaluasi ekonomi 50 tahun indonesia...
TRANSCRIPT
JURNAL PENELITIAN KUANTITATIF DIBIDANG ILMU EKONOMI STUDI
PEMBANGUNAN & ILMU MANAJEMEN STMT-TRISAKTI JAKARTA
JL.IPN No.2 Cipinang Besar Selatan, Jakarta 13410
Telp: (021) 856 9372, Fax: (021) 856 9340 LPMTL CENTER OF EXCELLENCE Email: [email protected], Website: www.stmt-trisakti.ac.id
Judul Penelitian
EVALUASI EKONOMI 50 TAHUN INDONESIA MEMBANGUN
O
l
e
h
AMRIZAL
Sekolah Tinggi Manajemen Transportasi Trisakti
Jakarta, September 2010
2
ABSTRACTS
The 1980s world economic crisis is not to be judged as the main cause of the
prolonged economic weakening until the present day. The most difficult crisis during the
preliminary stages of development in 1967 has been tremendously solved, so it did the
early year of 1982. The prolonged economic weakening began in 1998 right at the early
stage of development effort during the economic reformation era. However small the
influence of the New Regime (orde baru) is felt, the influence does exist, at least the
difficulty of the economic reformation era of development expenses accumulated as
capital formation and economic development.
The economic weakening that strikes the present economic reformation era, is
partially due to the unsuccessful of the New Regime (Orde baru) in arranging economy
by using the existing macroeconomic tool, The New Regime dream of reaching the Take
Off stage is closely related to the Oil Bonanza, Foreign Loan facilities as well as the ever
sustaining high trust level of foreign parties of providing fresh fund to Indonesia in the
past that is difficult to find during the present economic reformation era. The current
picture shows that Foreign parties is now merely focusing more on the overdue of foreign
debt returning of Indonesia, therefore it is quite logical if Indonesia is under extreme
pressure of foreign parties and IMF. The implementation of the present up-raising prices
policy is because Indonesia is in the middle of the extinction of fund and capital
formation for development expenses necessity.
The economic growth rate of Indonesian on mix economic era (1960-2009) for
the past 50 years Indonesia reach a sufficiently high level during the era of the New
regime (1969-1998) which decline drastically and even continue until the economic
reformation government era (1998-2009) which sharply decline in average annually.
Based on the research done on 1997-2002 it is clearly found that the economic growth
underwent a minus downfall in average annually. There is a slight progress of
improvement achieved during the era of economic reformation government (1998-2009)
during SBY terms of office compared to the era of economic reformation government of
(1997-2002) after the era of Megawati Soekarno Purti. However the economic control
and Indonsian development of the New Regime (ordebaru) (1969-1998) led by the late
Gen. Soeharto is far much better rather than both era of Megawati and SBY. The Overall
picture of time line shows that since the era Old Regime (ordelama) (1960-1969), the
New Regime (ordebaru) government era (1969-1998) and during the economic
reformation government era (1998-2009), the Indonesian economic growth has gone
through a sustainable down draft.
3
ABSTRAK
Krisis ekonomi dunia tahun 80-an tidak dapat dikatakan sebagai penyebab utama
terjadinya kelesuan ekonomi yang berkepanjangan hingga dewasa ini. Krisis terberat
ketika menghadapi permulaan usaha-usaha pembangunan tahun 1967 telah dapat diatasi
dengan gemilang, begitu juga dengan yang terjadi pada awal tahun 1982. Kelesuan
ekonomi yang berkepanjangan bermula tahun 1998 persis saat dimulai pula usaha
pembangunan era reformasi ekonomi. Bagaimanapun juga kecilnya pengaruh krisis
zaman ordebaru, maka pengaruhnya tetap ada, paling tidak sulitnya era reformasi
ekonomi menggali sumber pembiayaan pembangunan yang terakumulasi sebagai
pembentukan modal dan pertumbuhan ekonomi.
Kelesuan ekonomi yang melanda era reformasi ekonomi saat ini, sebagian
tersebab karena kurang berhasilnya ordebaru menata ekonomi dengan menggunakan
perangkat makroekonomi yang telah tersedia, mampunya ordebaru bercita-cita tinggal
landas tidak terlepas dari rezeki migas, kemudahan akan pinjaman luar negeri serta masih
percayanya pihak luar negeri mengucurkan dana ke Indonesia masalalu yang tidak
ditemui sekarang pada era reformasi ekonomi. Sekarang malahan pihak luar negeri
malahan terfokus kepada pengembalian utang luar negeri dari Indonesia yang telah jatuh
tempo, sehingga tidak heran negara Indonesia dibawah tekanan fihak asing dan IMF.
Terjadinya kebijaksanaan kenaikan harga yang menjulang tinggi sekarang diperkirakan
karena Indonesia berada pada kelangkaan dana dan pembentukan modal bagi pembiayaan
pembangunan.
Laju pertumbuhan ekonomi pada penelitian ekonomi Indonesia Era ekonomi
campuran (1960-2009) selama 50 tahun Indonesia membangun cukup tinggi dari era
pemerintahan ordebaru (1969-1998) yang mengalami penurunan yang cukup drastis, dan
malahan berlanjut hingga sampai ke era pemerintahan reformasi ekonomi (1998-2009)
yang merosot dengan tajam rata-rata setiap tahunnya. Dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan untuk tahun 1997-2002 bahwa pertumbuhan ekonomi mengalami nilai minus
secara rata-rata per tahun. Jadi ada sedikit kemajuan atau perbaikan yang dicapai pada
era pemerintahan reformasi ekonomi (1998-2009) zaman SBY dibanding dengan era
pemerintahan reformasi ekonomi (1997-2002) pasca Megawati Soekarno Purti
mengendalikan tampuk pemerintahan Indonesia. Bagaimanapun juga pengendalian
ekonomi dan pembangunan Indonsia era pemerintahan ordebaru (1969-1998) Almarhum
Jenderal Soeharto jauh lebih baik daripada kedua zaman Megawati dan SBY tersebut.
Secara keseluruhan, dari masa ke masa secara beruntun terhitung semenjak era
pemerintahan ordelama (1960-1969), era pemerintahan ordebaru (1969-1998) dan era
pemerintahan reformasi ekonomi (1998-2009), laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
mengalami pengendoran secara berkelanjutan.
4
1. PENDAHULUAN
Membuat perkiraan tentang perkembangan ekonomi Indonesia dalam jangka
panjang, misalnya sampai akhir abad ini, merupakan pekerjaan yang sulit. Banyak sekali
faktor yang tidak dapat diketahui secara pasti. Meramalkan sesuatu tidak banyak
faedahnya. Akan tetapi, membuat proyeksi-proyeksi, baik secara kuantitatif maupun
kualifitatif, banyak kegunaannya, untuk menjadi lebih sadar akan batas-batas serta
persyaratan-persyaratan potensi pembangunan, dan perkiraan demikian juga dapat
membantu perumusan kebijaksanaan bagi pemerintah dan badan-badan lain yang
berkepentingan.
Memang ada kalangan yang meragukan kualitas pembangunan ini, dan karena itu
pula meragukan keberhasilan pembangunan. Mereka juga menyayangkan pengurbanan
hak-hak serta kemerdekaan politik yang rupanya merupakan biaya kemajuan material
masyarakat. Soal kualitas dari kemajuan itu memang wajar dipertanyakan terus menerus,
di kupas dan di uji. kalau dapat, dengan fakta-fakta serta ukuran yang obyektif. Harus
kita sadari, bahwa semakin meningkat kemakmuran, semakin relevan pameo yang
mengatakan man cannot live by bread alone.
Banyak juga orang berpendapat bahwa kemantapan laju pertumbuhan Indonesia
belum betul-betul dapat diandalkan, belum cukup melembaga, walaupun sudah berjalan
puluhan tahun. Sejarah Republik Indonesia mengalami jangka waktu yang lebih lama
lagi yang dibarengi oleh kekacauan dan kekurang mantapan, dan kekuatan-kekuatan
demikian mungkin masih laten di bawah permukaan yang tampaknya tenang dan
tenteram. Juga ada perasaan umum, bahwa di bidang politik dan sosial perkembangannya
masih kurang memadai. Kurangnya keseimbangan antara hasil pembangunan ekonomi,
politik dan sosial ini, mungkin mengandung benih-benih kemungkinan keguncangan di
kemudian hari, yang akan mendorong mundur proses pembangunan ekonomi.
Kalau kemantapan dan kesinambungan dapat dipertahankan di masa yang akan
datang, maka banyak kemungkinan laju pembangunan akan berjalan terus, malahan ada
kemungkinan terjadinya akselerasi meningkatkan pendapatan maupun pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya, kalau suatu keguncangan membuat mundurnya kestabilan politik,
maka momentum dan laju pembangunan juga dapat menurun, seolah-oleh si penderita
mengulangi penyakit lamanya.
Oleh karena itu setiap proyeksi perkembangan ekonomi harus mempunyai asumsi
mengenai perkembangan politik dan sosial. Secara implisit yang dimasukkan di sini
adalah asumsi bahwa dari segi politik dan sosial tidak akan terjadi gangguan-gangguan
yang mengguncangkan atau yang banyak menyulitkan perkembangan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang tergantung dari pengaruh-pengaruh dari
dalam negeri "inward looking" atau dalam masyarakatnya sendri, dan dari pengaruh luar
"outward looking" seperti konjungtur ekonomi negara-negara industri, perluasan
perdagangan internasional, keadaan pasar modal internasional, dan sebagainya.
Mengsiasati pengaruh akan perkembangan ekonomi dari dalam negeri (inward
looking) kita dihadapkan pada sebuah persoalan yang membutuhkan “pilihan alternatif
pengendalian ekonomi dalam hal pembentukan modal sebagai sumber pembiayaan
pembangunan” yang harus disesuaikan dengan “politik, sosial budaya, kultur, sejarah
dan orientasi pembangunan yang harus dijalankan” di negara ini. Sesuai pesan GBHN
bahwa proses pembiayaan pembangunan jangka panjang harus mampu dilakukan atas
5
kekuatan sendiri sedangkan bantuan luar negeri hanya sebagai pelengkap. Indikasi seperti
ini menghadapi kita kepada beberapa persoalan dan pilihan alternatif yang harus
ditindaklanjuti. Persoalan pertama yang membutuhkan pilihan alternatif tersebut adalah:
Mana yang lebih baik dipergunakan selaku sumber pembiayaan pembangunan, pajak atau
tabungan masyarakat?. Simposium internasional mengenai mobilisasi tabungan personal
di negara-negara sedang berkembang, yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa
di Jamaica (1980), mengambil kesimpulan bahwa: "...There was no simple formula to
determine the optimum relationship among government savings, business savings and
personal savings". Dengan nada yang sama Higgins menyatakan: "There is no simple or
general answer to this question" ( Hendra Esmara: 1987, h.11 ).
Peningkatan pajak akan merupakan trade-off terhadap kemungkinan kenaikan
tabungan. Peningkatan pajak yang terlalu tinggi akan dapat merugikan atau mengurangi
tabungan masyarakat, khususnya tabungan dunia usaha. Walaupun pajak akan dapat
memaksa masyarakat menciptakan tabungan melalui bentuk tabungan pemerintah tetapi
dilain pihak ia akan dapat mematikan inisiatif untuk menggerakan dunia usaha.
Sedemikian sulitnya menentukan pilihan antara pengerahan tabungan masyarakat dan
pemungutan pajak, maka dalam analisa jangka panjang kiranya tidak terdapat alternatif
lain, terkecuali melalui penekanan konsumsi secara umum. Hal yang jelas, baik
pendapatan maupun konsumsi yang tersisa setelah dipotong pajak tetap menjadi turun
Beberapa hasil penelitian telah menjawab pilihan alternatif tersebut, yaitu: bahwa
peningkatan tabungan selaku sumber pembiayaan pembangunan melalui pemupukan
tabungan masyarakat adalah dengan melakukan ekspansi kebijaksanaan moneter
(pengembangan pasar uang dan pasar modal) berdasarkan ability and willingness to save,
sedangkan pemungutan pajak hanya dapat terjadi dengan melakukan ekspansi
kebijaksanaan fiskal yang progressif berdasarkan ability to pay. Apabila persoalan
peningkatan tabungan masyarakat dan peningkatan pajak yang berkondisi trade-off ini
harus ditingkatkan secara serempak maka yang korban adalah konsumsi, artinya
Tabungan Domestik Bruto meningkat dan Konsumsi Domestik Bruto menurun secara
bersamaan. Adapun jawaban dengan tindakan semacam ini dengan nyata telah
menghadapkan kita pula persoalan baru kedua yang mendorong mundur proses
pembangunan ekonomi.
Masalah pembiayaan pembangunan mengandung penegertian yang luas sekali.
Kalau bicara masalah pembiayaan pembangunan, maka hubungannya adalah investasi
atau pembentukan modal dan sumber dari pembentukan modal adalah tabungan yang
diakumulasi dari dalam dan luar negeri sebagai suatu ciri khas ekonomi yang bersifat
terbuka. Pembentukan modal atau investasi selalu dianggap sebagai kunci dari
keberhasilan usaha-usaha pembangunan. Bila sekiranya investasi meningkat, dengan
sendirinya, dianggap bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat pula. Hal ini
akan dapat menaikan pendapatan perkapita. Bila ini terjadi, maka pembangunan dapat
dianggap berhasil. Sebaliknya, bila sekiranya investasi menurun maka hal ini akan
dianggap sebagai pertanda kurang baik bagi pembangunan negara yang bersangkutan.
Kita, disadari atau tidak, terpengaruh sekali oleh jalan pemikiran yang demikian ini
(Hendra Esmara: Ibid, h.27 )
Kebijakan pembangunan ekonomi suatu negara membutuhkan kenaikan secara
serempak semua variabel-variabel agregatif ekonomi termasuk Konsumsi bahkan Impor,
oleh karena disamping kedua variabel agregatif tersebut sebagai variabel tergantung
6
(dependent variable) yang naik turunnya tergantung oleh naik turunnya pendapatan
sebagai variabel independennya. Contoh lain yang menguatkan gagasan ini adalah “High
Mass Consumption” yaitu salah satu dari lima Tahap-tahap pertumbuhan ekonomi ala
W.W Rostow yang terakhir. Sedangkan “capital goods Import” sebagai modal produktif
yang mampu menggerakkan proses produksi dalam negeri dengan produktivitas tinggi.
Sejujurnya bahwa peningkatan tabungan dengan menekan konsumsi tidak
obahnya bagaikan “cetak gol bunuh diri”, maka melakukan ekspansi kebijaksanaan
moneter dan fiskal secara bersamaan melalui pengembangan pasar uang dan pasar modal
secara serempak adalah jawaban terakhirnya. Namun kebijakan pengendalian ekonomi
dengan cara ini membutuhkan aktivitas perdagangan luar negeri melakukan ekspor yang
dapat diharapkan sebagai motor utama penggerak proses pemulihan ekonomi nasional
(agar konsumsi tidak terlalu tertekan), sayangnya harapan ini sangat tidak mudah
diwujudkan (Tambunan, Tulus TH: Februari 2001, h 19), prihal seperti itu persis sama
pula halnya dengan “memangun tanpa inflasi” bukanlah suatu pekerjaan yang mudah
(R.M Sandrum: 1983, h. 305).
Kemudian dilengkapi pula dengan orientasi pembangunan di Indonesia,
nampaknya terfokus kepada pertumbuhan ekonomi yang pesat (rapid growth). Tindakan
semacam ini dengan nyata juga telah menghadapkan kita pula kepada persoalan baru
ketiga yang mengorbankan dua buah orientasi pembangunan Indonesia seperti
pemerataan dan kesempatan kerja. Beberapa hasil penelitian telah menyimpulkan, yaitu:
Orientasi pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat, maka yang tumbuh
cepat adalah para konglomerat, hingga terjadinya jurang yang semakin melebar antara
“konglomerat dengan konglomelarat” atau terjadinya tingkat pemerataan pendapatan
yang semakin timpang (jauhnya perbedaan antara masyarakat kaya dengan yang miskin),
secara bersamaan terjadi pula kondisi kesempatan kerja yang semakin mengecil dan
banyaknya penganguran. Apabila dilakukan Orientasi pembangunan dengan alasan
pemerataan, maka yang rata adalah kemiskinan. Orientasi ekonomi semacam ini
berakibat menurunnya pertumbuhan ekonomi yang secara bersamaan menimbulkan
terjadinya PHK, oleh karena pembiayaan pilar-pilar produksi menjadi terabaikan.
Kemudian apabila dilakukan orientasi pembangunan dengan alasan kesempatan kerja
penuh (full-employment) dan kalau ini dipaksakan, maka yang terjadi tingkat inflasi
menjulang tinggi dan Utang LN semakin menebal. Orientasi ekonomi semacam ini
berakibat menurunnya pertumbuhan ekonomi yang secara bersamaan berakibat terjadinya
kondisi ekonomi biaya tinggi (high cost-economic) yang harus dibiayai oleh pinjaman
LN sebagai dana eksternal bagi pembiayaan pembangunan.
Agaknya kalau kita tidak salah menilai, bahwa ketiga-tiganya orientasi
pembangunan yang dimaksud sudah pernah dilakukan semuanya dalam mengendalikan
ekonomi nasional Indonesia oleh para pemimpin bangsa menurut era kepemimpinannya
masing-masing, antara lain: Era ordelama (Alm Soekarno) barangkali tidak perlu
dimasukan karena negara masih baru merdeka, namun orientasi ekonomi yang dijalankan
sepertinya adalah ketiga-tiganya secara serempak sehingga jalannya proses pembangunan
ekonomi menjadi tidak sempurna kalau dibaca dari kacamata sekarang. Era ordebaru
(Alm Soeharto & Bj Habibie), orientasi pembangunan yang dilakukan adalah
pertumbuhan ekonomi yang pesat (rapid growth) dan dizaman beliau inilah kita temui
banyak konglomerat. Era reformasi ekonomi (Alm Gusdur dan Hj. Megawati Soekarno
Putri), orientasi pembangunan yang dilakukan adalah pemerataan dan dizaman beliau
7
inilah pulalah kita temui banyaknya rakyat yang miskin, sedangkan Era reformasi
ekonomi (SBY) sepertinya ketiga orientasi pembangunan tersebut dilakukan secara
bersamaan sehingga baik pertumbuhan ekonomi, pemerataan bahkan kesempatan kerja
naik lamban secara bersamaan.
Rupanya pengendalian ekonomi yang baik agar terlepas dari semua persoalan
haruslah dijalankan dengan super kehati-hatian ibarat “menarik ramput dalam tepung,
rambut jangan putus dan tepung tidak berserakkan” semua bidang ada ahlinya dan
serahkan bidang-bidang tersebut kepada ahlinya masing-masing. Tukang potong rambut,
jelas tidak akan beres kalau dianya memotong rambutnya sendiri, dan begitu pula dengan
tukang sunatan tidak akan mampu pula menyunat dirinya sendiri, artinya bahwa
pengambil keputusan tidak boleh egoistis bakal menguasai kemapuan orang lain yang
diluar kemampuannya sendiri, takutnya kita salah perhitungan, diibaratkan kalau seorang
dokter salah suntik yang mati hanya satu orang dan kalau ekonom salah keputusan
mungkin yang mati adalah ribuan atau jutaan orang, bagaimana kalau pemimpin yang
salah melakukan kebijakan ekonomi maka yang mati mungkin puluhan juta orang. Jadi
baik pahala atau dosa yang besar tetap diperuntukan terhadap pimpinan yang besar pula
demikian selanjutnya.
Persoalan pertama, kedua dan ketiga semuanya mempunyai tujuan yang sama,
yaitu melakukan aktivitas “mobilisasi tabungan dan investasi” dan upaya memperkecil
terjadinya kesenjangan-kesenjangan ekonomi. Sejarah mencatat, negara yang tidak
mempunyai tabungan dalam negeri yang cukup untuk membiayai pertumbuhan ekonomi,
umumnya menutup kesenjangan pembiayaan pembangunannya dengan mencari sumber-
sumber dari luar negeri. Belajar dari sikap dan pengalaman beberapa negara eropah barat
yang sekarang dikenal sebagai negara maju, telah berhasil dengan pesat meningkatkan
aktivitas ekonominya melaui bantuan yang dikenal dengan sebutan “Marshall plan”
(Tambunan, Tulus TH: 2008, h 1) pascaperang dunia (PD) II pada dekade 1950-an
tersebut, telah membawa kita pula untuk lebih banyak melihat keluar "outward looking"
dibanding dengan melihat kedalam "inward looking".
Melalui orientasi demikian, maka kampanye untuk menarik modal asing lebih
ditekankan kepada tersedianya pasar dalam negeri yang cukup besar bagi produk yang
akan dihasilkan penanaman modal tersebut. Disamping itu ditekankan pula rendahnya
biaya produksi, terutama sekali rendahnya upah buruh, sebagai faktor yang akan
menguntungkan penanaman modal. Ini berarti usaha-usaha untuk menarik penanaman
modal asing lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Dengan
mempergunakan ukuran pendapatan per kapita sekaligus dapat dipecahkan dua
permasalahan pokok sekaligus. Kenaikan jumlah pendapatan dan kenaikan jumlah
penduduk. Dengan terjadinya kenaikan jumlah pendapatan perkapita, tersirat pula
didalamnya adanya keharusan laju kenaikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan
dengan laju kenaikan jumlah penduduk. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
penghalang utama bagi pembangunan negara-negara sedang berkembang dan bahkan
menjadi semacam pola pemikiran adalah masalah kekurangan modal.
Berkembangnya pola pemikiran ini tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan
Marshall Plan didalam membangun kembali eropah sebagai kehancuran perang dunia
kedua, sehingga tidak begitu heran kalau pola pemikiran demikian ingin pula untuk
diterapkan pula terhadap negara-negara sedang berkembang. Bersamaan dengan itu
mengenai teori tahap-tahap pembangunan yang dikemukakan W.W Rostow bahwa
8
negara-negara maju sekarang tersebut telah menempuh lima tahap pembangunan, yaitu:
(1). Tahap masyarakat tradisionil, (2). Tahap prakondisi untuk tinggal landas, (3). Tahap
tinggal landas, (4). Tahap menuju kedewasaan dan (5). Tahap Konsumsi massa yang
tinggi.
Pengendalian ekonomi menghadapi kesenjangan-kesenjangan ekonomi seperti
“krisis sumber pembiayaan pembangunan” yang dapat berakibat laten terhadap
“Perubahan Stoks Modal” yang dipersiapkan menjadi terbatas dan mengalami
penurunan. Padahal oleh Keynes sendiri, bahwa Perubahan Stoks Modal tersebut
merupakan Investasi, secara sederhana investasi tersebut berasal dari tabungan dan
tabungan itu sendiri diperoleh dari pendapatan yang tidak dikonsumsi, sehingga dari
sudut penerimaan (income side), adalah merupakan sisa dari pendapatan yang tidak
dikonsumsi (J.M. Keynes: 1967, h.63 ), sebenarnya dan apabila dijalankan dengan super
hati-hati akan mendorong maju proses pembangunan ekonomi, dan sebaliknya bila
dijalankan dengan ketidak hati-hatian akan menimbulkan berbagai persoalan distorsi
ekonomi berkepanjangan yang mendorong mundur proses pembangunan ekonomi.
Pengendalian ekonomi dapat dilkukan dengan cermat untuk mencapai keberhasilan dan
beraktivitas “bagaikan baling-baling diatas bukit”, berputar kearah darimana kuat angin
yang datang. Artinya bila tidak mampu digerakkan dari aktivitas sumber dalam negeri,
maka boleh bernafas keluar badan yaitu digerakkan dari aktivitas sumber luar negeri.
Itulah sebabnya bahwa pengendalian ekonomi dilandasi dengan berbagai alasan
yang menyebutkan “kenapa pengalaman suatu negara dalam membangun ekonominya
berbeda dengan negara-negara lain”. Keadaan yang membedakan tersebut ternyata tidak
terlepas dari pengaruh sistem perekonomian atau orientasi pembangunan ekonomi yang
diterapkan, pembangunan infrastruktur fisik dan sosial yang dilakukan, dan tingkat
pembangunan yang telah dicapai pada masa lampau, yakni pada zaman penjajahan
“kolonialisasi”(Tambunan, Tulus TH: Agustus 2001, h. 17).
Secara umum bisa saja berkaitan dengan sejarah sebelum merdekanya negara
tersebut. Namun demikian kalau dipersempit gerak-gerik ekonomi masa lalu tersebut,
tentunya kondisi ekonomi Indonesia yang sesungguhnya terjadi adalah setelah
diproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dan baru beberapa
tahun kemudian dilaksanakanlah kiat-kiat yang semangkin terarah bahkan terencana dan
dapat diperhitungkan pula kedalam berbagai era kepemimpinan yang meliputi pada tujuh
(7) periode, yakni: Pada tahun pertama Indonesia setelah merdeka (Agustus 1945-1950),
zaman pemerintahan ordelama (1950-1966), pemerintahan ordebaru (1966-Mei 1998),
Pemerintahan transisi (Mei 1998-November 1999), pemerintahan Gusdur (2000-2001),
pemerintahan Megawati Soekarno Putri (2001-2004) dan pemerintahan SBY yang
dimulai tahun 2004-sekarang (Tambunan, Tulus TH: September 2003, h 2).
2. KRISIS SUMBER PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
Ketajaman perumusan permasalahan akan merupakan kunci dari keberhasilan
pembangunan itu sendiri. Hal ini terlihat dengan jelas ketika kita memulai usaha-usaha
pembangunan, dalam pemerintahan ordebaru, menjelang akhir dasawarsa enampuluhan.
Dengan tepat dikemukakan bahwa permasahan yang dihadapi selama puluhan tahun
dalam pemerintahan ordelama karena Ekonomi diabadikan kepada politik. Prinsip-prinsip
9
ekonomi yang rasionil diabaikan. (Replita 1969/70-1973/74: Jilid I, hal 11). Dengan
memperhatikan masalah tersebut, langkah-langkah kebijaksanaan pembangunan yang
diambil pemerintah ordebaru adalah Menghentikan Proses kemerosotan ekonomi dan
membenahi landasan yang sehat bagi pertumbuhan ekonomi yang wajar. (Repelita I,
Ibid., h.13).
Inflasi yang tinggi dianggap merupakan musuh nomor satu pada waktu itu.
Pengalaman dimasa lampau ini telah menempatkan inflasi sebagai musuh nomor satu ,
dan ketakutan terhadap inflasi sedemikian besarnya, sehingga dalam hal-hal tertentu akan
dapat mengorbankan laju pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja.
Membangun tanpa inflasi bukanlah suatu pekerjaan yang mudah (R.M Sandrum:1983, h.305).
Kebijaksanaan ekonomi diwaktu itu tetap dilanjutkan dengan pesat, namun
rendahnya tingkat inflasi telah dimungkinkan berkat pinjaman luar negeri yang
merupakan pula tabungan eksternal. Pinjaman luar negeri ini, pada dasarnya, harus
merupakan pelengkap terhadap tabungan pemerintah. Namun demikian, pengalaman
selama tiga dasawarsa belakangan ini, memperlihatkan bahwa pinjaman luar negeri,
sebenarnya, telah menggantikan peranan tabungan pemerintah. Kesukaran-kesukaran
dalam meningkatkan tabungan pemerintah, melalui peningkatan penerimaan non-migas,
telah menyebabkan perhatian lebih terfokus kepada usaha-usaha peningkatan pinjaman
luar negeri.
Baik kebijaksanaan fiskal maupun kebijaksanaan moneter waktu itu tidak
mendukung usaha-usaha untuk meningkatkan tabungan dalam negeri. Kemampuan
peningkatan tabungan pemerintah, meskipun meningkat namun terjadi karena pengaruh
kenaikan penerimaan pajak perseroan Migas. Pajak perseroan Migas tersebut,
sebenarnya, bukanlah merupakan penerimaan dari dalam negeri, tetapi merupakan Pajak
yang dikenakan terhadap negara konsumen. Ini berarti, peningkatan penerimaan
pemerintah bukanlah disebabkan karena tindakan-tindakan kebijaksanaan fiskal yang
ketat tetapi semata-mata kerena kejadian yang berada di luar ruang gerak kebijaksanaan
fiskal.
Sebaliknya, kebijaksanaan fiskal dalam usaha peningkatan penerimaan
pemerintah diluar Migas juga tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Kemudian
defisit Anggaran Belanja pemerintah pusat yang selalu ditutupi dengan pinjaman luar
negeri telah pula menyebabkan usaha-usaha untuk meningkatkan penerimaan dari sektor
non-migas dianggap tidak begitu diperlukan. Pinjaman luar negeri telah meningkat dalam
periode yang sama. Dampak peningkatan penerimaan pemerintah dari kenaikan harga
Migas bukan saja mempengaruhi penerimaan dari sektor diluar minyak bumi tetapi juga
menurunkan usaha peningkatan penerimaan asli pemerintah daerah. Defisit yang terjadi
dalam Anggaran Pemerintah Daerah selama ini ditutupi oleh bantuan keuangan dari
pemerintah pusat. Kebijaksanaan fiskal pemerintah daerah, sebagaimana halnya
pemerintah pusat tidak pula mendukung usaha-usaha peningkatan disatu pihak, dan
tabungan pemerintah daerah dilain pihak.
Kebijaksanaan moneter, sebagaimana halnya juga dengan kebijaksanaan fiskal,
paling tidak sebelum 1 Juni 1983 tidak pula mendorong terciptanya tabungan masyarakat
melalui sektor perbankan dan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Selama kurun waktu
1970-1983 jumlah tabungan masyarakat, baik tabungan dunia usaha maupun rumah
tangga (termasuk usaha-usaha rumah tangga). Sebaliknya, tabungan masyarakat yang
10
dapat diserap sektor perbankan telah dapat mencapai sekitar sepertiga dari seluruh
tabungan masyarakat tersebut.
Tabel 1 . PENGGUNAAN PDB, TABUNGAN, STOKS MODAL DAN
PERUBAHAN PENDAPATAN, TAHUN 1960-2009
( Diperhitungkan Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 )
Total Tabungan Stoks Investasi Nisbah PDB PDB Tab Dom Perubahan Pert'buhan
Konsumsi Domestik Modal Bruto Modal Tahun Tahun PDB Ekonomi
Bruto Bruto Lalu Lalu
Tahun Ct St Kt It ICOR Yt Yt-1 St-1 Yt YtYt
1960 103566.8 60262.5 10608.6 10608.6 0.065 163829.3 0.0 0.0 163829.3 0.0
1961 110851.9 64668.4 228788.4 15239.1 1.303 175520.3 163829.3 60262.5 11691.0 0.071
1962 119807.2 57363.6 1487404.5 13856.9 8.395 177170.9 175520.3 64668.4 1650.6 0.009
1963 111878.5 56473.4 -201858.2 10574.1 -1.199 168351.9 177170.9 57363.6 -8818.9 -0.050
1964 116507.3 63937.4 179440.3 12025.4 0.994 180444.7 168351.9 56473.4 12092.7 0.072
1965 117437.1 68219.5 445600.2 12509.2 2.400 185656.6 180444.7 63937.4 5211.9 0.029
1966 117525.9 69739.4 1637199.6 14064.2 8.743 187265.3 185656.6 68219.5 1608.7 0.009
1967 127204.0 62218.5 1007394.9 11472.5 5.318 189422.5 187265.3 69739.4 2157.2 0.012
1968 139933.7 70863.3 138361.6 14029.7 0.656 210797.0 189422.5 62218.5 21374.5 0.113
1969 148468.7 81510.7 216260.9 18038.2 0.940 229979.4 210797.0 70863.3 19182.4 0.091
1970 151827.1 100263.8 273413.3 23981.8 1.085 252090.9 229979.4 81510.7 22111.5 0.096
1971 164271.7 114886.3 299370.3 29026.9 1.072 279158.0 252090.9 100263.8 27067.1 0.107
1972 154912.4 138514.1 710630.3 34555.8 2.422 293426.5 279158.0 114886.3 14268.5 0.051
1973 177878.3 171644.3 251912.7 40430.3 0.721 349522.6 293426.5 138514.1 56096.1 0.191
1974 196641.0 171796.9 938759.4 48195.1 2.548 368437.9 349522.6 171644.3 18915.3 0.054
1975 210411.8 154903.4 -6461286.8 55230.3 -17.687 365315.2 368437.9 171796.9 -3122.7 -0.008
1976 223792.8 173890.4 719286.7 58543.7 1.809 397683.2 365315.2 154903.4 32367.9 0.089
1977 241651.1 209151.5 575883.1 67858.0 1.277 450802.6 397683.2 173890.4 53119.4 0.134
1978 262161.8 208760.6 1827521.5 78079.4 3.881 470922.4 450802.6 209151.5 20119.8 0.045
1979 297750.3 195991.0 1764092.1 81530.1 3.573 493741.4 470922.4 208760.6 22819.0 0.048
1980 334778.0 177189.0 2722683.4 96925.7 5.318 511967.1 493741.4 195991.0 18225.7 0.037
1981 387442.3 140741.9 3508384.9 107719.4 6.642 528184.1 511967.1 177189.0 16217.1 0.032
1982 403156.1 106835.9 -3412160.2 121716.1 -6.691 509992.0 528184.1 140741.9 -18192.1 -0.034
1983 428378.9 102620.7 3317255.2 131238.0 6.247 530999.6 509992.0 106835.9 21007.5 0.041
1984 465085.9 106299.6 1790491.8 126553.2 3.134 571385.5 530999.6 102620.7 40385.9 0.076
1985 473931.6 71466.1 -2847437.0 135678.5 -5.221 545397.6 571385.5 106299.6 -25987.8 -0.045
1986 484692.5 107669.3 1868873.0 148169.6 3.155 592361.8 545397.6 71466.1 46964.1 0.086
1987 498365.1 154569.4 1684785.3 156297.5 2.580 652934.5 592361.8 107669.3 60572.7 0.102
1988 520188.5 247195.6 1168745.7 174309.6 1.523 767384.0 652934.5 154569.4 114449.5 0.175
1989 546383.9 271216.2 3217247.0 197599.8 3.935 817600.1 767384.0 247195.6 50216.1 0.065
1990 594994.8 238808.6 11650152.4 226397.2 13.972 833803.4 817600.1 271216.2 16203.3 0.020
1991 638211.8 278649.2 2662235.3 241169.4 2.904 916861.0 833803.4 238808.6 83057.6 0.100
1992 659067.2 320223.1 3969924.7 253080.8 4.054 979290.3 916861.0 278649.2 62429.3 0.068
1993 692091.5 339032.1 5321010.8 267480.9 5.160 1031123.7 979290.3 320223.1 51833.4 0.053
1994 741079.0 340384.5 6536817.7 304274.8 6.044 1081463.5 1031123.7 339032.1 50339.8 0.049
1995 823537.5 332729.3 5361529.7 346857.7 4.637 1156266.8 1081463.5 340384.5 74803.3 0.069
1996 896751.0 412369.0 3401857.7 397201.9 2.599 1309120.0 1156266.8 332729.3 152853.3 0.132
1997 959124.0 418729.2 8644684.0 431234.2 6.274 1377853.3 1309120.0 412369.0 68733.3 0.053
1998 890755.8 397917.1 -4174539.1 288891.8 -3.239 1288672.9 1377853.3 418729.2 -89180.4 -0.065
1999 916040.7 352183.6 ####### 241609.7 -11.815 1268224.2 1288672.9 397917.1 -20448.7 -0.016
2000 947578.0 455336.4 2873540.8 275881.2 2.048 1402914.4 1268224.2 352183.6 134690.2 0.106
2001 984382.0 458602.6 10579890.8 293792.7 7.332 1442984.6 1402914.4 455336.4 40070.2 0.029
2002 1031083.2 474133.2 7439627.1 307584.6 4.943 1505216.4 1442984.6 458602.6 62231.8 0.043
2003 1077997.5 499173.8 6782385.2 309431.1 4.300 1577171.3 1505216.4 474133.2 71954.9 0.048
2004 1130357.7 526159.2 7408615.3 354865.7 4.472 1656516.9 1577171.3 499173.8 79345.6 0.050
2005 1178430.7 572384.5 7306034.7 393500.5 4.173 1750815.2 1656516.9 526159.2 94298.3 0.057
2006 1224491.8 622634.9 7742799.0 403719.2 4.192 1847126.7 1750815.2 572384.5 96311.5 0.055
2007 1284156.7 680170.6 7397389.6 441361.5 3.766 1964327.3 1847126.7 622634.9 117200.6 0.063
2008* 1360488.0 721827.9 8713331.1 493716.5 4.184 2082315.9 1964327.3 680170.6 117988.6 0.060
2009** 1444918.9 732057.6 11731546.9 510118.1 5.389 2176976.5 2082315.9 721827.9 94660.6 0.045
2010
Sumber: Diolah oleh penulis dari:
1). Biro Pusat Statistik, Statistik 60 Tahun Indonesia Merdeka, Jakarta 2006.
2). Republik Indonesia, Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 1988/1989.
3). BPS, Pendapatan Nasional Indonesia ( Tabel-Tabel Pokok ), Tahun 1983-1988 (1983 s/d 1985), Tahun 1986-1987 (1986), Tuhun 1987-1992 (1987 s/d 1989).
4). BPS, Pendapatan Nasional Indonesia ( Tabel-Tabel Pokok ), Tuhun 1997-2000 (1997 s/d 1998), Tahun 1999-2002 (1999), Tuhun 2000-2003 (2000)
5). BPS, Pendapatan Nasional Indonesia ( Tabel-Tabel Pokok ), Tahun 2001-2004 (2001 s/d 2002)
Keterangan: *. Angka sementara/Preliminary figures
**. Angka sangat sementara/Very Preliminary figures
#). "Perubahan Stock (change in Stock)" merupakan Sisa/Residual, dannama lainnya adalah "Perubahan Inventory (Change in Inventories)" yang bersamaan
dengan item baru yang disebut sebagai "Diskrepansi Statistik" (statistical Discrepancy" yang merupakan angka koreksi dalam menentukan Sisa/Residual
11
Dibidang moneter sampai juni 1983, dapat dikatakan sebagai kesalahan yang
kedua, yaitu mengabaikan potensi tabungan masyarakat selaku sumber pembiayaan
pembangunan. Sebagaimana halnya dengan kebijaksanaan fiskal, deregulasi perbankan
yang diadakan pada tanggal 1 juni 1983 dapat pula dianggap terlambat.
Kemudian sehubungan masalah perdagangan luar negeri serta neraca
pembayaran, pada dasarnya “neraca perdagangan Indonsia” selalu surplus sebagaimana
halnya dengan APBN. Surplus yang terjadi tersebut sebagaian besar disebabkan karena
terjadinya kenaikan harga Migas selama dasawarsa tujuhpuluhan dan kurang
merefleksikan kenaikan kuantitas komoditi non-migas. Sebaliknya, tanpa Migas, neraca
perdagangan luar negeri Indonesia akan defisit.
Dengan terjadinya jumlah peningkatan penerimaan devisa yang cukup besar dari
sektor migas, perhatian terhadap usaha-usaha peningkatan ekspor non-migas menjadi
terabaikan. Walaupun terdapat langkah-langkah kearah itu, namun ekspor non-migas
lebih banyak dilakukan melalui subsidi ekspor yang tinggi, hal ini talah menyebabkan
ekspor komoditi non-migas tidak kompetitif untuk bersaing pada pasar luar negeri.
Adalah kesalahan yang ketiga telah dilakukan Indonesia yang kurang berhasil
memperluas dasar ekspor non-migas dimasa lampau. Semua kita menyadari bahwa
kondisi perekonomian berada dalam dilema yang serba sulit. Namun demikian, tidaklah
ada alasan untuk menuju kemasa depan gemilang, dengan menjadikan keadaan masa lalu
sebagai pelajaran.
3. MASALAH INVESTASI DAN PERMINTAAN
Pembentukan modal atau Investasi selalu dianggap sebagai kunci dari
keberhasilan usaha-usaha pembangunan. Bila sekiranya investasi meningkat, dengan
sendirinya, dianggap bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan meningkat pula. Hal ini
akan dapat menaikan pendapatan per kapita. Bila ini terjadi maka pembangunan dapat
dianggap berhasil. Sebaliknya, bila sekiranya investasi menurun maka hal ini akan
dianggap sebagai pertanda yang kurang baik bagi pembangunan negara yang
bersangkutan. Kita, sadari atau tidak, terpengaruh sekali oleh jalan pemikiran yang
demikian itu.
Pembentukan modal memang penting bagi usaha-usaha pembangunan. Tetapi
terjadinya pembentukan modal yang tinggi saja sudah dianggap sebagai keberhasilan
pembangunan, tidaklah tepat sama sekali. Pembangunan mengandung makna yang jauh
lebih luas dari sekedar pembentukan modal dan kenaikan pendapatan perkapita, bahkan
dalam pengetian lainnya mengharuskan terjadinya perubahan-perubahan yang cukup
mendasar dalam kehidupan masyarakat suatu negara melalui pengalokasian sejumlah
komposisi investasi yang tepat bagi sektor ekonomi ataupun lapangan usaha ekonomi
yang ada agar mampu mencapai hasil yang optimal sesuai dengan rencana yang telah
dibuat semula (Hendra Esmara: PT Gramedia, 1986, h..65).
4. PENDEKATAN PENELITIAN
Pendapat ahli ekonomi kenamaan J.M Keynes sangat populer sekali dan hampir
seluruh negara menggunakan konsep tersebut. Versi lain yang merupakan kelanjutan
teori Keynes dalam hal pertumbuhan ekonomi seperti Harrod-Domar dan bahkan konsep
12
teori W.W Rostow yang menyangkut dengan tahap-tahap pembangunan, secara disadari
atau tidak, telah terjadi pada setiap negara baik negara maju, maupun negara
berkembang. Bagaimanapun juga pola pola pemikiran Rostow mengenai periode kritis
dalam tahap tinggal landas telah mempengaruhi pola pemikiran negara-negara
berkembang dewasa ini (Hendra Esmara: 1985, h.56 ).
Bahkan Rostow sendiri ketika diminta tanggapannya mengenai masalah masalah
ini, mengemukakan sebagai berikut: "I suspect that the widespread and continuing
interest in The Stages among economists in developing word stems from the fact that its
structure can be recognizably linked to the phenomena they see about them and the
problems they must try to solve from day to day in their societies" ( Meier, Gerald M and
Dudley Seers: 1984, h.237 ).
Kiranya adalah cukup beralasan apabila Benjamin Higgins berpendapat bahwa
konsep Rostow akan tetap dipergunakan sebagai kerangka berfikir di dalam ilmu
ekonomi pembangunan, No matter how critical Rostow's collegues mey be of his system,
his terminology is here to stay. The expressions, "The Take-off and "Self-Subtained
Growth" are thoroughly entrenched in the the literature, and will continue to be by
development economists ( Benjamin Higgins: 1968, h.186 ).
Tujuan penulisan ini adalah mencoba mencari permasalahan ekonomi yang
dihadapi Indonesia dewasa ini. Langkah-langkah ini tidak dapat dilepaskan dari usaha-
usaha pengkajian ulang perkembangan ekonomi yang pernah dilakukan semasa ordebaru
dan dilanjutkan kepada pengujian kemampuan usaha-usaha pembangunan seperti yang
digariskan dalam tahap-tahap pertumbuhan ekonomi ala GBHN tempo dulu versi W.W
Rostow untuk empat (4) periode perhitungan saja, yaitu: Era (kondisi) ekonomi campuran
(1960-2009), era pemerintahan ordelama (1960-1969), era pemerintahan ordebaru (1969-
1998) dan era pemerintahan reformasi ekonomi (1998-2009). Seiring dengan tujuan
demikian, maka dalam penelitian ini akan dicoba mengukur kondisi ekonomi Indonesia
dalam pencapaian Steady-State Growth yang menggunakan data nasional Indonesia
meliputi tahun 1960-2009.
5. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Perkembangan ekonomi suatu negara biasanya ditandai oleh besar atau kecilnya
pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Secara singkat pertumbuhan ekonomi adalah
proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, yaitu melihat bagaimana suatu
perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada
perubahan atau perkembangan itu sendiri ( Boediono: 1982, h.1). Hal ini terlihat dengan
banyaknya gagasan untuk memonitor atau mengukur hasil-hasil pembangunan yang telah
dicapai, ukuran yang selama ini biasa dipergunakan adalah dengan pendapatan nasional
atau GNP (Hendra Esmara: 1982, h.155).
Pencapaian besarnya GNP tersebut membutuhkan sejumlah investasi yang besar
dalam tiap-tiap periode pembangunan. Oleh Keynes, Investasi tersebut merupakan stock
of capital, secara sederhana investasi tersebut berasal dari tabungan dan tabungan itu
sendiri diperoleh dari pendapatan yang tidak dikonsumsi, sehingga dari sudut penerimaan
(income side), adalah merupakan sisa dari pendapatan yang tidak dikonsumsi (J.M.
Keynes: 1967, h.63 ).
13
Seorang ahli ekonomi barat yang termashur seperti Simon Kuznet, menyatakan
bahwa banyak ilmu pengetahuan didasarkan pada suatu kumpulan pengetahuan diskriptif
dan pada pengukuran empiris sangat membuhtuhkan pengetahuan tentang ketepatan yang
dapat dipercayai (Simon Kuznets: 1981, h.7). Namun demikian, kitapun juga tidak boleh
terlalu terikat dengan suatu teori saja , sehingga untuk kontek penelitian di Indonesia
diperlukan suatu model makro yang mempengaruhi tabungan tersebut.Khususnya
mengenai analisa pendapatan, banyak dijabarkan oleh beberapa ahli ekonomi setelah
Keynes seperti analisa pendapatan melalui siklus hidup oleh A.Ando, R.Brumberg dan F.
Modigliani. Kemudian pendekatan Permanent Income oleh Milton Friedman, Relative
Income oleh J.S. Duesemberry dan lain sebagainya (Kuncoro, Mudrajad: 1987, h 25).
.Seiring dengan tujuan demikian, maka dalam penelitian ini akan dicoba pula mengukur
kondisi ekonomi Indonesia dalam pencapaian Steady-State Growth yang menggunakan
data nasional Indonesia meliputi tahun 1960-2009.
6. PEMBENTUKAN MODEL DAN METODOLOGI
6.1. Pembentukan Model
Dewasa ini hampir tidak ada negara yang mempunyai sistem ekonomi yang sama
sekali tertutup, tanpa adanya hubungan dengan negara luar. Pada Umumnya sistem
ekonomi suatu negara adalah terbuka. Namun demikian, model ekonomi secara makro
ada yang menyatakan ekonomi tertutup dan ekonomi terbuka, ini dimaksudkan agar
dalam penelitian ekonomi bahwa perekonomian lebih dapat disederhanakan dalam
perhitungan, sehingga dikenal pula dengan ekonomi dua sektor, tiga sektor dan empat
sektor, model makro keseimbangan ekonomi terbuka adalah sebagai berikut:
A = C + I + G + ( X – M ) ( 1 )
Y = C + S + ( T – R ) ( 2 )
A = Y ( ... Aggregate, Demand = Supply ) ( 3 )
I + G + X = S + ( T - R ) + M ( 4 )
I + X = S + M ( 5 )
St = It ( 6 )
St = Sh + Sg = It ( 7 )
St = Sh + Mt = It ( 8 )
Dalam versi pertumbuhan ekonomi, model sederhana Keynes tersebut dirobah oleh
Harrod-Domar yang menganalisis adanya hungan antara tabungan dengan modal sebagai
berikut (Michael P. Todaro: 1977, h.65):
St = s Yt ( 9 )
It = Kt (10 )
Kt/ Yt = k ( 11 )
atau Kt / Yt = k ( 12 )
Yt/ Yt = s/k ( 13 )
14
Selainnya itu, khusus dalam penaksiran stok modal atau modal (capital), dimana modal
adalah Kt = k Yt atau Kt = k Yt dan It = Kt, sehingga k tersebut ditulis sebagai
k = It / Yt ( 14 )
St = -C + s Yt ( 15 )
Kt = K + k Yt-1 ( 16 )
Tabungan adalah bagian pendapatan yang tidak dikonsumsi dan merupakan fungsi dari
pendapatan, Menurut definisi lainya, bahwa perubahan tabungan sama dengan tabungan
tahun t dikurangi tabungan tahun sebelumnya, yang dapat ditulis sebagai berikut dalam
bentuk:
St = St - St-1 ( 17 )
Untuk menentukannya berapa besarnya perubahan tabungan, dimisalkan bahwa jumlah
tabungan yang diinginkan pada tahun t adalah St*. Asumsi bahwa hubungan antara St*
dengan St mempunyai persyaratan sebagai berikut:
St = h ( S*t - St-1 = 1 ) ( 18 )
dimana ha merupakan faktor penyesuaian antara keinginan dan kenyataan yang nilainya
terletak antara Nol dan Satu ( 0 < ha < 1 ). Jika h = 1 maka St = S*t, akan tetapi jika
h = 0 maka St = 0. Apabila dari kedua persamaan diatas dilakukan subsitusi, yaitu
persamaan (17) disubsitusikan kedalam persamaan (18) dan anggap bahwa S*t/ Yt =
a, maka diperoleh:
St = ( 1 - h ) St-1 + ha Y t ( 19 )
Untuk menentukan berapa besarnya kebutuhan tabungan sebagai tingkat investasi
produktif dalam pembiayaan pembangunan, sehingga pada hakekatnya tingkat kebutuhan
tabungan tersebut dapat mencapai kondisi Steady-state growth yang dirumuskan sebagai
berikut
St/Yt = ha g / ( g + h ) ( 20 )
dimana, h = h1: h1 = MPS
= s
= s (1- t) + t
= s (1- t) + m
Masing-masing h1 = MPS untuk analisa ekonomi dua sektor, tiga sektor dan empat
sektor antara lain harus memberikan hasil yang sama.
15
6.2. Metodologi
Metodologi yang hendak dibuat menyangkut dengan metode pengujian secara
statistik, dan uraian tersebut kiranya tidak perlu terlalu ditonjolkan, sehingan analisis
statistik yang diperlihatkan secara umum masing berdasarkan (19), (15) dan (16) yang
dalam bentuk fungsi sebagai berikut:
St = f ( St-1 , Yt , Ui ) ( 21 )
St = f ( Yt , Ui ) ( 22 )
Kt = f ( Yt-1 , Ui ) ( 23 )
dimana: Ct = Konsumsi masyarakat pada tahun t
G = Government expenditure
It = Investasi bruto tahun t
Xt = Ekspor barang-barang dan jasa-jasa tahun t
Mt = Impor barang-barang dan jasa-jasa tahun t
Tt = Penerimaan Pajak tahun t
R = Transfer payment
St = Perubahan Tabungan ( Domestic Saving ) pada tahun t
St = Tabungan tahun t
St-1 = Tabungan tahun t-1 (sebelumnya)
Yt = Produk Domestik Bruto tahun t
Yd = Pendapatan Disposibel tahun t
Yt = Perubahan Produk Domestik Bruto
Kt = Stok Modal (Capital Stock)
C, K = Constant (autonomous Consumption and Capital)
ha = Faktor penyesuaian antara keinginan kemampuan menabung.
h = Perbandingan/ rasio antara tabungan yang diinginkan dengan
pendapatan nasional.
a = Angka (ratio) antara tabungan yang diinginkan dengan
perubahan pendapatan nasional
k = Incremental Capital Output Ratio
c = Marginal Propensity to Consume
s = Marginal Propensity to Save
g = Rate of Growth ( % ).
0 < ha < 1 MPC + MPS = 1 APC + APS = 1
7. PENEMUAN EMPIRIS DAN ANALISIS PERHITUNGAN
7.1. Pengujian Empiris
Berikut ini adalah hasil pengjian beberapa fungsi yang berhubungan dengan
persamaan (25) yang menjadi tofik penelitian dan interprestasi dari koefisien hasil
estimasi antara lain setelah dirobah kedalam bentuk fungsi jangka panjang akan dapat
digunakan untuk memperkirakan kebutuhan investasi produktif bagi pembiayaan pem-
16
Tabel 2: Hasil Pengujian Empiris Tabungan Dan Stoks Modal Jangka Pendek
Persamaan SE R2 R R2 F D-W
Tahun 1960-2009: St = -3381.6 + 0.968598 St-1 + 0.590243 Yt 17775.5 0.992 0.996 0.992 2885.074 0.009
S(bi): (0.015206) (0.057611)
t(bi): (63.69779) (10.24528)
St = -370.6 + 0.322174 Yt 38674.6 0.961 0.980 0.960 1180.863 0.303
S(bi): (0.009375)
t(bi): (34.36368)
Kt = -831920.5 + 4.385107 Yt-1 3971262.6 0.285 0.534 0.270 19.129 1.480
S(bi): (1.002611)
t(bi): (4.37369)
Tahun 1960-1969: St = 3746.9 + 0.936536 St-1 + 0.349832 Yt 4822.529 0.674 0.821 0.581 7.238 0.211
S(bi): (0.248631) (0.102534)
t(bi): (3.766774) (3.411831)
St = 3117.4 + 0.334013 Yt 3542.8 0.799 0.894 0.774 31.794 1.786
S(bi): (0.059236)
t(bi): (5.638652)
Kt = 22765.8 + 3.003764 Yt-1 648395.9 0.078 0.278 -0.038 0.673 2.145
S(bi): (3.662734)
t(bi): (0.820088)
Tahun 1969-1998: St = 11420.0 + 0.055066 St-1 + 0.822959 Yt 31824.0 0.913 0.955 0.906 141.064 0.038
S(bi): (0.041987) (0.136187)
t(bi): (1.311494) (6.042847)
St = 23595.4 + 0.279551 Yt 44197.6 0.825 0.908 0.819 132.269 0.294
S(bi): (0.024307)
S(bi): (0.024307)
Kt = -1061040.3 + 4.733006 Yt-1 3301418.6 0.185 0.430 0.155 6.341 2.003
S(bi): (1.879599)
t(bi): (2.518093)
Tahun 1998-2009: St = 42162.5 + 0.892142 St-1 + 0.592977 Yt 20190.7 0.979 0.989 0.974 207.577 2.767
S(bi): (0.060231) (0.107407)
t(bi): (14.81210) (5.520856)
St = -140427.2 + 0.409637 Yt 15171.5 0.987 0.993 0.985 741.225 2.282
S(bi): (0.015046)
t(bi): (27.22544)
Kt = -21642375.0 + 16.620862 Yt-1 6291211.3 0.353 0.594 0.288 5.455 1.273
S(bi): (7.116020)
t(bi): (2.335696)
Sumber: Diperhitungkan oleh penulis dari data Tabel 1.
17
bangunan Indonesia serta untuk menaksir ukuran tinggal landas ( take-off ), mampu atau
tidaknya menelusuri konsep W.W Rostow tersebut. Hasil estimasi yang dilakukan sesuai
dengan periode penelitian yang meliputi empat (4) periode perhitungan saja, yaitu: Era
ekonomi campuran (1960-2009), era pemerintahan ordelama (1960-1969), era
pemerintahan ordebaru (1969-1998) dan era pemerintahan reformasi ekonomi (1998-
2009) dengan hasil pengujian pada umumnya cukup significant statistik sebagaimana
dapat dilihat pada tabel 2.
Secara statistik pada umumnya hasil estimasi yang dilakukan adalah significant
pada taraf kepercayaan ( Significant level) = 1 % atau atau pada taraf keyakinan
(confidence level ) 1- = 99 % sebagaimana yang dapat dilihat bahwa masing-
masingnya Ttest > T-table. Sementara itu Ftest dari hampir semua fungsi yang diestimasi
pada umumnya besar dan berada diatas F-table yang juga pada = 1 %. Begitu juga
dengan uji statistk Durbin-Watson yang significant pada taraf kepercayaan yang sama.
Disamping itu koefisien determinasi dan korelasi terhadap hampir semua hasil estimasi
telah memperlihatkan hubungan yang begitu kuat secara statistik. Dengan demikian,
kiranya dalam pengujian statistik terhadap hampir semua hasil estimasi tersebut tidaklah
diragukan lagi kebenarannya.
7.2. Hasil Perhitungan Kebutuhan Investasi
Sesuai dengan metodologi yang telah dibuat perlu kiranya melakukan studi
empiris dengan metode pengujian secara statistik, terutama untuk mengukur kondisi
ekonomi Indonesia dalam pencapaian Steady-State Growth yang menggunakan data
nasional Indonesia sebagaimana yang telah tersedia. Dalam analisis perhitungan ini,
dimana studi empiris akan mempertajam analisa, khususnya dapat mengetahi sejauh
mana kemampuan menabung mampu menciptakan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Didalam keadaan nyata, banyak faktor yang menjadi penyebab timbulnya tabungan
didalam masyarakat. Sebagaimana definisi Keynes menyatakan bahwa tabungan adalah
bagian dari pendapatan periode tertentu yang tidak habis dikonsumsi pada periode
bersangkutan, dan dibidang lainya bahwa tabungan tahun t adalah sama dengan tabungan
tahun t-1 ditambah perubahan pendapatan.
Persoalan yang tengah dihadapi adalah besarnya perubahan tabungan. Untuk
menaksir jumlah tabungan pada tahun t tersebut perlu dilakukan analisis empiris yang
mempunyai pendekatan; bahwa tabungan tahun t jangka panjang yang dipengaruhi oleh
tabungan tahun t-1 dan perubahan pendapatan. Relefansi hubungan teori tabungan
Keynes dengan teori agregat Harrod-Domar sebagaimana yang diungkapkan Hendra
Esmara, bahwa laju pertumbuhan ekonomi akan berlangsung secara mantap apabila
dapat diciptakan investasi melalui perkiraan Incremental Capital Output Ratio (ICOR),
dan konsep ini kelihatanya mempengaruhi kondisi-kondisi tinggal landas ( take-off )
Walt Whiman Rostow. Melalui konsep demikian, kiranya sudah tidak mengherankan pula
bahwa kesenjangan yang terjadi antara pemupukan tabungan dan investasi bagi
pertumbuhan ekonomi jangka panjang akan dapat diperkirakan secara tegas dalam aspek
yang menilai antara keinginan dan kemampuan dalam menelusuri pembangunan.
18
Tabel 3: HASIL PERHITUNGAN PERKIRAAN KEBUTUHAN INVESTASI DARI FUNGSI REGRESI JANGKA PENJANG
Tahun 1960-2009:
St = ( 1 - h ) St-1 + ha Yt St = s Yt Kt = k Y t-1
= 0.968598 St-1 + 0.590243 Yt = 0.322174 Yt = 4.385107 Yt-1
dimana, h = 0.031402 a = 18.796351 s = 0.322174 k = 4.385107 g (%) = 0.07347
St/Yt = hag / ( g + h ) = 0.4135055
Tahun 1960-1969:
St = ( 1 - h ) St-1 + ha Yt St = s Yt Kt = k Y t-1
= 0.936536 St-1 + 0.349832 Yt = 0.334013 Yt = 3.003764 Yt-1
dimana, h = 0.063464 a = 5.51229 s = 0.334013 k = 3.003764 g (%) = 0.111198
St/Yt = hag / ( g + h ) = 0.110406
Tahun 1969-1998:
St = ( 1 - h ) St-1 + ha Yt St = s Yt Kt = k Y t-1
= 0.055066 St-1 + 0.822959 Yt = 0.279551 Yt = 4.733006 Yt-1
dimana, h = 0.944934 a = 0.8709169 s = 0.279551 k = 4.733006 g (%) = 0.0590642
St/Yt = hag / ( g + h ) = 0.0484138
Tahun 1998-2009:
St = ( 1 - h ) St-1 + ha Yt St = s Yt Kt = k Y t-1
= 0.892142 St-1 + 0.592977 Yt = 0.409637 Yt = 16.620862 Yt-1
dimana, h = 0.107858 a = 5.4977563 s = 0.409637 k = 16.620862 g (%) = 0.024646
St/Yt = hag / ( g + h ) = 0.2227195
Tahun 1997-2002 [(….. Terkutip Era Reformasi Ekonomi Pasca Megawati **)
]:
St = ( 1 - h ) St-1 + ha Yt St = s Yt Kt = k Y t-1
= 1.120 St-1 + 1.162 Yt = 0.129 Yt = -327.6 Yt-1
dimana, h = -0.120 a = -9.683 s = 0.129 k = -327.6 g (%) = -0.000394
St/Yt = hag / ( g + h ) = 0.00380
Sumber: Diperhitungkan Oleh Penulis dari Tabel 2.
**) Penelitian ini dilakukan oleh “DR.Meirinaldi, SE, MM dan Amrizal”, Lihat: “Refleksi Ekonomi
Indonesia Setelah 34 Tahun Membangun: Diantara Kekuatan Dan Kelemahan”, Jurnal Ekonomi
(Jurnal Ilmiah Kuartalan FE-UNBOR Volume XXIII, edisi Februari 2007).
Pada bagian ini yang akan ditelusuri adalah jumlah kebutuhan tabungan yang
tersalur sebagai investasi produktif bagi pembiayaan pembangunan Indonesia.
19
Mengangkut dengan investasi, istilah produktif dimaksudkan sebagai "tingkat tabungan
jangka panjang" yang tercapai bersamaan tingkat pencapaian laju pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Investasi produktif adalah sejumlah investasi atau tingkat investasi yang
benar-benar berperan sebagai pembiayaan pembangunan, dan menaikan pendapatan
melalui produktivitas dan menaikan pertumbuhan ekonomi. Berikut ini, “hasil
perhitungan kebutuhan investasi” dengan periode penelitian yang sama sebagaimana
dapat dilihat pada tabel 3.
Hasil Estimasi yang dilakukan pada tabel 1 justeru lebih jelas terlihat bilamana
Hasil Pengujian Empiris Tabungan Dan Stoks Modal Jangka Pendek dapat dirobah
menjadi fungsi regresi jangka panjang seperti yang disajikan pada tabel 2 sebagai
“analisa antar koefisien hasil estimasi”. Dengan menerapkan konsep Rostow yang
secara bersamaan terkait kuat dengan teori pertumbuhan ekonomi yang dipaparkan
Harrod-Domar terhadap ekonomi dan pembangunan di Indonesia. Tahap kritis ini akan
dapat dilalui apabila “tingkat tabungan dan investasi telah mampu mencapai antara 5 %
sampai 10 % ( ≈ 12 % ) dari pendapatan nasional”. Pengukuran kondisi ekonomi dalam
pencapaian Steady-State Growth dalam penelitian ini akan dilakukan secara nasional
(menurut era pemerintahan), dengan mempergunakan “interprestasi antar koefisien
regresi” melalui empat periode perhitungan sebagai berikut:
(1) Tingkat Kebutuhan Tabungan yang tercipta sebagai Investasi produktif adalah
sebesar 0.413505 atau 41.35 % terhadap Pendapatan Nasional Indonesia dan laju
pertumbuhan ekonomi yang dicapai adalah sebesar 0.073470 atau 7.35% rata-rata
setiap tahun untuk periode perhitungan “era ekonomi campuran” 1960-2009,
sehingga kondisi “Steady-State Growth” terhadap Ekonomi Nasional Indonesia
“tercapai”.
(2) Tingkat Kebutuhan Tabungan yang tercipta sebagai Investasi produktif adalah
sebesar 0.110406 atau 11.04 % terhadap Pendapatan Nasional Indonesia dan laju
pertumbuhan ekonomi yang dicapai adalah sebesar 0.111198 atau 11.12 % rata-rata
setiap tahun untuk periode perhitungan “era pemerintahan ordelama” 1960-1969,
sehingga kondisi “Steady-State Growth” terhadap Ekonomi Nasional Indonesia
“tercapai”.
(3) Tingkat Kebutuhan Tabungan yang tercipta sebagai Investasi produktif adalah
sebesar 0.0484138 atau 4.84 % terhadap Pendapatan Nasional Indonesia dan laju
pertumbuhan ekonomi yang dicapai adalah sebesar 0.0590642 atau 5.91 % rata-rata
setiap tahun untuk periode perhitungan “era pemerintahan ordebaru” 1969-1998,
sehingga kondisi “Steady-State Growth” terhadap Ekonomi Nasional Indonesia
“tercapai”.
(4) Tingkat Kebutuhan Tabungan yang tercipta sebagai Investasi produktif adalah
sebesar 0.2227195 atau 22.27 % terhadap Pendapatan Nasional Indonesia dan laju
pertumbuhan ekonomi yang dicapai adalah sebesar 0.024646 atau 2.47 % rata-rata
setiap tahun untuk periode perhitungan “era pemerintahan reformasi ekonomi”
1998-2009 pada zaman SBY yang tengah mengendalikan tampuk pemerintahan
20
Indonesia, sehingga kondisi “Steady-State Growth” terhadap Ekonomi Nasional
Indonesia “tercapai”.
Tahun 1997-2002 (….. Terkutip Era Reformasi Ekonomi Pasca Megawati):
(5) Tingkat Kebutuhan Tabungan yang tercipta sebagai Investasi produktif adalah
sebesar 0.00380 atau 0.38 % terhadap Pendapatan Nasional Indonesia dan laju
pertumbuhan ekonomi yang dicapai adalah sebesar -0.000394 atau minus 0.039 %
rata-rata setiap tahun untuk periode perhitungan “era pemerintahan reformasi
ekonomi” 1997-2002 pasca Megawati Soekarno Purti mengendalikan tampuk
pemerintahan Indonesia, sehingga kondisi “Steady-State Growth” terhadap Ekonomi
Nasional Indonesia “tidak tercapai”.
Kalau saja diperbandingkan: Pada era reformasi ekonomi tahun 1998-2009 pada
zaman SBY yang tengah mengendalikan tampuk pemerintahan Indonesia sekarang,
tingkat kebutuhan tabungan terhadap pendapatan nasional masih cukup tinggi yaitu
sebesar 22.27 % rata-rata per tahun dengan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup
rendah sebesar 2.47 % rata-rata pertahun. Dengan masih cukup tingginya nilai kebutuhan
tabungan berarti dapat dinyatakan “bahwa Indonesia masih cukup mampu melanjutkan
pembangunannya”. Sementara dari hasil penelitian yang pernah dilakukan pada era
reformasi ekonomi tahun 1997-2002 disaat Megawati Soekarno Purti mengendalikan
tampuk pemerintahan Indonesia, dimana “pertumbuhan ekonomi Indonesia” yang
mampu dicapai adalah sebesar -0,000394 atau minus 0.039 % rata-rata pertahun dengan
tingkat kebutuhan tabungan terhadap pendapatan nasional sebesar 0.00380 atau sebesar
0.38 % rata-rata per tahun. Dengan sangat rendahnya nilai kebutuhan tabungan yang
berarti dapat pula dinyatakan bahwa Indonesia sangat tidak mampu melanjutkan
pembangunannya”(Meirinaldi, SE, MM, DR dan Amrizal: 2007, h.226).
Meskipun pertumbuhan ekonomi sudah cukup tinggi, maka belum tentu jumlah
tabungan berarti sudah mantap dan demikian juga halnya dengan investasi. Ada asumsi
yang mungkin tidak pernah dipopulerkan dalam masyarakat, yaitu dari segi sumber
investasi tersebut. Dari informasi para ahli ekonomi selama ini telah dapat dimengerti
atau disimpulkan, dimana Indonesia dalam menggalakkan upaya pembangunan yang
cepat dan dengan mengeterapkan jalur pembangunan "rapid growth" dimana sumber
pembiayaan pembangunan telah nyata-nyata menggantungkan harapan pada dana luar
negeri capital inflows.
Disamping itu, bahwa apa yang telah diamanatkan GBHN "upaya pembangunan
yang semakin bertumpu pada kemampuan sendiri dicamkan hanya sebagai hiasan kata
belaka, dengan demikian tidak mustahil kiranya baik sektor swasta maupun sektor
pemerintah dalam kontek tata ekonomi nasional menanggung hutang yang besar terhadap
luar negeri, alhasil baik neraca pembayaran maupun anggaran negara mengalami posisi
yang kritis sepanjang tahun dan perdagangan luar negeri ternyata juga tidak mantap
ditelusuri.
Alasan yang menguatkan hasil penelitian ini sebagaimana dapat dilihat dimana
terlalu jauh perbedaan antara MPS dengan nilai h berupa perbandingan atau rasio antara
tabungan yang diinginkan dengan pendapatan. Sedangkan tingkat kebutuhan tabungan
terhadap pendapatan nasional adalah masih cukup tinggi yaitu sebesar 22.27 % rata-rata
per tahun dengan laju pertumbuhan ekonomi yang cukup rendah sebesar 2.47 % rata-rata
21
pertahun pada era reformasi ekonomi tahun 1998-2009. Tingginya nilai kebutuhan
tabungan berarti menyatakan “bahwa Indonesia mampu melanjutkan pembangunannya”.
Tabel 4 : FUNGSI TABUNGAN JANGKA PANJANG INDONESIA DIBANDING
NEGARA LAIN DAN PERKIRAAN KEBUTUHAN TABUNGAN
Taksiran Nilai
Growth Rate (%)
Negara 1-h ha h a 4 5 6 7
Brazil 0.859 0.592 0.141 4.19 0.131 0.155 0.177 0.214
[13.32] [3.35]
Costa Rica 0.715 0.819 0.249 3.58 0.123 0.149 0.173 0.217
[10.57] [40.66]
Israel 0.959 0.24 0.041 0.09 0.012 0.013 0.014 0.016
[9.56] [0.25]
Philippines 0.828 0.667 0.172 3.94 0.128 0.153 0.175 0.215
[17.55] [5.39]
Taiwan 0.772 0.779 0.228 3.42 0.116 0.14 0.163 0.202
[5.30] [2.56]
Indonesia *):
Tahun: 1960-2009 0.968598 0.590243 0.031402 18.79635 0.330659 0.362548 0.387460 0.407458
[63.69779] [10.24528]
1960-1969 0.936536 0.349832 0.063464 5.51229 0.135248 0.154160 0.170008 0.183482
[3.766774] [3.411831]
1969-1998 0.055066 0.822959 0.944934 0.870917 0.033422 0.041357 0.049135 0.056759
[1.311494] [6.042847]
1998-2009 0.892142 0.592977 0.107858 5.497756 0.160418 0.187820 0.211957 0.233379
[14.81210] [5.520856]
Sumber : Heff, Nathaniel H. dan Kasuo Sato (1975), "A Simultaneous Equations Model of Saving in
Developing Countries", Journal of Political Economy, 83(b).
Catatan: *). Khusus untuk Indonesia dihitung oleh penulis untuk data periode tahun 1960-2009.
Hal yang sangat menarik dalam penelitian ini alalah bahwa nilai h yang cukup
besar bagi Indonesia, yaitu sebesar 94.49 % rata-rata pertahun pada era ordebaru tahun
1969-1998 dan malahan melebihi nilai h negara Taiwan yang bernilai 0.228 atau 22,8 %
rata-rata setiap tahunnya nilai a bagi negara Taiwan adalah sebesar 3.42 sedangkan
22
Indonesia mempunyai nilai a yang dinilai sangat kecil yaitu sebesar 0.87. Dalam
kenyataannya Indonesia tidak dapat langsung disamakan dengan negara Taiwan. Negara
seperti Taiwan tersebut adalah negara NICs dan sektor perekonomiannya jauh lebih
mantap dari Indonesia karena mereka lebih banyak menikmati rembesan kemajuan yang
dicapai Jepang akibat kedua negara agak bertetangga dan ditambahkan pula Taiwan telah
cukup lama memperdayakan sumber daya manusianya (lihat Tabel 4).
Dari segi nilai a untuk Indonesia adalah sangat besar untuk semua periode
perhitungan terkeali era pemerintahan ordebaru (1969-1998) apabila dibanding dengan
beberapa negara seperti Brazil, Costa Rica, Philippina dan Taiwan. Artinya Indonesia
adalah sangat unggul terkecuali terkecuali terhadap negara Israel. Besarnya nilai a
tersebut memberikan indikasi bahwa “proses penyesuaian antara tabungan yang
diharapkan dengan tabungan yang terjadi adalah jauh lebih cepat dibanding dengan
negara-negara lain tersebut”. Selanjutnya, dengan asumsi bahwa St = A At* dimana At*
adalah jumlah kekayaan ( assets ) yang diharapkan, maka St*/Yt = A At*/Yt. Untuk kasus
di Indonsia oleh karena besarnya nilai a menunjukan pula bahwa besar pula rasio
kekayaan yang diinginkan terhadap pendapatan. Memang tidak dapat dipungkiri suatu
negara miskin atau hampir seluruh pendapatan tergunakan untuk pemenuhan konsumsi
atau kondisi yang dihadapi negara tersebut boleh dikatakan dengan apa yang disebut
“subsistence level” hingga hampir atau nyaris tidak ada pendapatan yang tersisa untuk
tabungan, maka negara demikian mempunyai hasrat konsumsi yang tinggi sekali,
sehingga antara keinginan menabung ( willingness to save ) menjadi bertolak belakang
dengan kemampuan menabung ( ability to save ).
Nampaknya Indonesia memerlukan tabungan yang sedikit lebih kecil dari pada
Taiwan. Agaknya, perbedaan kebutuhan ini dapat dijelaskan bahwa Taiwan boleh
dikatakan lebih baik ekonomi yang dimilikinya dan termasuk sebagai negara kelompok
NICs dengan sektor industrinya sangat memperbesar tabungan dan pendapatannya
selama ini. Sedangka Indonesia, upaya dan kemapuan mobilisasi tabungan tidak mantap.
Upaya pengingkatan tabungan lebih sering menghendaki melalui pengorbanan konsumsi
secara besar-besaran, dan sektor Industri dan tidak secerah di Taiwan.
8. KESIMPULAN
Penghalang utama bagi pembangunan negara-negara adalah masalah kekurangan
sumber-sumber pembiayaan pembangunan atau pembentukan modal yang dapat
dikerahkan tidak mampu menggalang sejumlah Investasi bagi pembiayaan pembangunan.
Dapat dikatakan suatu kemampuan yang luar biasa era ordebaru sanggup meningkatkan
modal secara besar-besaran dari sumber dalam negeri plus luar negeri, dan sebaliknya
adalah suatu kelemahan ordebaru, selama mengalami reski minyak lupa akan
pengembangan non-migas dan pengendalian beberapa kebijaksanaan makro ekonomi
yang ada, dan yang paling riskan sekali adalah kurang mengkaitkan antara rencana
tinggal landas dengan besarnya tumpukan hutang luar negeri.
Krisis ekonomi dunia adalah sebagian dari masalah keterpurukan ekonomi
Indonesia yang yang dialami dewasa ini. Kekurangmampuan ordebaru mengendalikan
roda pembangunan selama ini, meski punya pengaruh, namun tidak dapat dianggap
sebagai kambing hitamnya. Semua kesenjangan ekonomi, krisis ekonomi bahkan sampai
23
kepada keterpurukan ekonomi yang dialamai sekarang, kekurangmampuan dalam
pengendalian roda pembangunan hingga bermuara kepada terjadinya distorsi ekonomi
dalam berbagai ukuran “hanya sebuah masalah kecil” kekilafan ordebaru yang tidak
perlu dibesar-besarkan, kuman yang jauh diseberang lautan tidak sementinya harus
terlihat sementara gajah dipelupuk mata sendiri tidak nampak. Bagaimanapun juga
ordebaru telah terbukti memberi perubahan besar Indonesia dari kelompok negara under-
developing yang miskin menjadi kelompok negara developing countries yang
berpendapatan menengah. Disamping itu, beberapa krisis ekonomi dunia yang
berpengaruh selama ordebaru berkuasa telah dapat ditanggulangi walau belum sempurna
sebagaimana yang diharapkan. Kesan terbaik yang “harus dikenang sepanjang masa”,
bahwa pengendalian ekonomi dan pembangunan Indonsia era pemerintahan ordebaru
(1969-1998) Almarhum Jenderal Soeharto sangat jauh lebih baik (The best President of
others) daripada “kesemua era dan kepemimpinan Indonesia” selama ini. Kesan yang
paling tidak bisa dilupakan adalah sempatnya ordebaru punya cita-cita tinggal landas
(Take-off) dan kegagalan tinggal landas semata-mata hanya tersebab hutang luar negeri
yang banyak demi pembangunan.
Kiranya adalah cukup beralasan apabila Benjamin Higgins (Economic
Development: Problems, Principles and Policies, Revised edition 1968) berpendapat
bahwa konsep Rostow akan tetap dipergunakan sebagai kerangka berfikir di dalam ilmu
ekonomi pembangunan, No matter how critical Rostow's collegues mey be of his system,
his terminology is here to stay. The expressions, "The Take-off and Self-Subtained
Growth" are thoroughly entrenched in the the literature, and will continue to be by
development economists.
Dengan demikian, bahwa pencapai tinngal landas (take-off) tidak cukup hanya
sekedar mampunya mencapai kondisi “Steady-State Growth”, ada pra-syarat lain yang
juga harus dipenuhi, yaitu pelaksanaan pembangunan harus mampu dilakukan tanpa
memperoleh "pinjaman lunak", dan telah dapat tumbuh dan berkembang atas kekuatan
sendiri atau menurut istilah Rostow "The take-off into self-substained growth" yang
harus dipenuhi secara bersamaan.
Dengan menerapkan konsep Rostow yang secara bersamaan terkait kuat dengan
teori pertumbuhan ekonomi yang dipaparkan Harrod-Domar terhadap ekonomi dan
pembangunan di Indonesia. Tahap kritis ini akan dapat dilalui apabila “tingkat tabungan
dan investasi telah mampu mencapai antara 5 % sampai 10 % ( ≈ 12 % ) dari
pendapatan nasional” yang dapat dibaca sebagai berikut, bahwa:
1) Pada umumnya dalam konteks perhitungan secara nasional (terhadap aktivitas
perekonomian Indonesia) yang diperhitungkan menurut “era pemerintahan yang
berkuasa”: Era ekonomi campuran (1960-2009), era pemerintahan ordelama
(1960-1969), era pemerintahan ordebaru (1969-1998) dan era pemerintahan reformasi
ekonomi (1998-2009) pada zaman SBY sekarang yang tengah mengendalikan tampuk
pemerintahan Indonesia “telah berhasil” mencapai kondisi “Steady-State Growth”
terhadap Ekonomi Nasional Indonesia, sehingga dapat dipastikan melalui konsep
teori W.W Rostow ini, dimana “masih cukup tingginya nilai kebutuhan tabungan”
berarti dapat dinyatakan bahwa Indonesia masih mampu melanjutkan
pembangunannya”
24
Tahun 1997-2002 (….. Terkutip Era Reformasi Ekonomi Pasca Megawati):
2) Dalam konteks perhitungan secara nasional yang serupa (terhadap aktivitas
perekonomian Indonesia) yang diperhitungkan menurut era pemerintahan yang
berkuasa pada waktu itu, yaitu “era pemerintahan reformasi ekonomi” (1997-2002)
disaat Megawati Soekarno Purti mengendalikan tampuk pemerintahan Indonesia,
“tidak berhasil alias gagal” mencapai kondisi “Steady-State Growth” terhadap
Ekonomi Nasional Indonesia, sehingga dapat dipastikan melalui konsep teori W.W
Rostow ini, dengan “sangat rendahnya nilai kebutuhan tabungan” yang berarti dapat
pula dinyatakan bahwa Indonesia sangat tidak mampu melanjutkan
pembangunannya”
Dengan demikian, ada sedikit kemajuan atau perbaikan yang dicapai pada era
pemerintahan reformasi ekonomi (1998-2009) zaman SBY dibanding dengan era
pemerintahan reformasi ekonomi (1997-2002) pasca Megawati Soekarno Purti
mengendalikan tampuk pemerinthan Indonesia. Bagaimanapun juga pengendalian
ekonomi dan pembangunan Indonsia era pemerintahan ordebaru (1969-1998) Almarhum
Jenderal Soeharto jauh lebih baik daripada kedua zaman Megawati dan SBY tersebut.
Secara keseluruhan, dari masa ke masa secara beruntun terhitung semenjak era
pemerintahan ordelama (1960-1969), era pemerintahan ordebaru (1969-1998) dan era
pemerintahan reformasi ekonomi (1998-2009), laju pertumbuhan ekonomi Indonesia
mengalami pengendoran secara berkelanjutan. Agaknya “jauh panggang daripada api”
bahwa era reformasi ekonomi untuk bercita-cita pula mencapai tinggal landas
sebagaimana yang telah dilakukan semasa ordebaru. Meskipun demikian adanya, era
reformasi ekonomi zaman SBY tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan perbaikan-
perbaikan ekonomi ke tahun-tahun berikutnya meskipun secara berangsur-angsur kerena
telah adanya perubahan yang positif. Hendaknya orientasi mengarah ke “outward
looking” berdasarkan pengalaman negara maju serta negara lainnya yang menjadi
pembanding serta pengelaman ekonomi Indonesia pada masa lampau.
9. DAFTAR PUSTAKA
1. Esmara, Hendra.,"Politik Perencanaan Pembangunan : Teori, Kebijaksanaan dan
Prospek" (Padang: Pidato Pengukuhan Sebagai Guru Besar Perencanaan
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Andalas pada rapat senat terbuka, 27
Juli 1985).
2. _________________dkk., "Beberapa Indikator Pembangunan Indonesia" dalam
Masyarakat Indonesia, Tahun ke-IX, No.2, 1982.
3. ________________,"Ekonomi Indonesia Dalam Transisi" (Padang: Pusat Penelitian
Universitas Andalas, 1987).
4. Heff, Nathaniel H. dan Kasuo Sato (1975). "A Simultaneous Equations Model of
Saving in Developing Countries". Jurnal of Political Economy, 83 (b).
5. Higgins, Benjamin., " Economic Development: Problems, Principles and Policies
(New York: W.W. Norton & Company, Revised edition 1968 ).
6. Kuncoro, Mudrajad., "Dampak Arus Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dan Tabungan Domestik", Prisma 9 (Jakarta: LP3ES, 1987).
25
7. Meier, Gerald M and Dudley Seers ( editor )., "Pioneers in Development" ( New
York: Oxford University Press, 1984 ).
8. Meirinaldi, SE, MM, DR dan Amrizal, “Refleksi Ekonomi Indonesia Setelah 34
Tahun Membangun: Diantara Kekuatan Dan Kelemahan”, Jurnal Ekonomi (jurnal
ilmiah kuartalan FE-UNBOR Volume XXIII, edisi Februari 2007)
9. Michael P. Todaro, "Economics For Developing World" ( London: Longman Group
Limited, 1977).
10. R.M Sandrum, “Development Economic: A Framework for Analysis and Policy”
(New York: John Wiley & Sons, 1983).
11. Simon Kuznet, "Economic Growth of Nation", dalam Teori Ekonomi Dan
Penerapannya di Asia ( Gramedia: Jakarta, 1981).
12. Tambunan, Tulus Tahi Hamonangan., Pembangunan Ekonomi & Utang Luar
Negeri:Rajawali Press, Jakarta 2008
13. Tambunan, Tulus TH Dr., Perekonomian Indonesia Teori Dan Temuan Empiris:
Ghalia Indonesia Jakarta, Agustus 2001.
14. Tambunan, Tulus., Perdagangan Internasional Dan Neraca Pembanyaran Teori Dan
Temuan Empiris: PT Pustaka LP3ES Indonesia Jakarta, Februari 2001.
15. Tambunan, Tulus TH Dr., Perekonomian Indonesia Beberapa Masalah Penting:
Ghalia Indonesia Jakarta, September 2003
16. Voivodas, Contantin S. "Export, Foreign Capital Inflow and Economic Growth",
Journal of International Economics, (Feb,1972).
17. Emmanuel S. De Dios (editor), An Analysis of the Philippine Economic Crisis
(Quezon City: Univ of The Philippine Press, 1984).
18. Michael P. Todaro dan Stephen, C Smith, Pembangunan Ekonomi, edisi kesembilan:
Erlangga, Jakarta 2006.
19. Report of Economic Committee, The Singapura Economy: New Direction
(Singapura: Ministry of trade & Industry, February 1986)
Tambahan:
20. Adisasmita, Rahardjo., Dasar-dasar Ekonomi Transportasi:Graha Ilmu, Yokyakarta,
Mei 2010
21. Basri, Faisal,. Perekonomian Indonesia Tantangan dan Harapan bagi Kebangkitan
Indonesia: Erlangga, Jakarta 2002
22. Deliarnov., Perkembangan Pemikiran Ekonomi, edisi ketiga: Rajawali Press, Jakarta
2010
23. Johnston, J., (1972). Economietric Methods, Mc Graw-Hill Kogakusa, Ltd., Tokyo.
24. J. Supranto., (1981). Metode Ramalan Kwantitatif Untuk Perencanaan, Jakarta,
Gramedia.
25. Sanusi, Bachrawi., Pengantar Ekonomi Pembangunan: PT Rineka Cipta Jakarta,
Februari 2004
------+++++------
26
Cara paling Mudah Meng-unduh (Downloads) secara GRATIS sejumlah TULISAN ILMIAH Dalam bentuk Files PDF sebagai berikut:
27
Daftar TULISAN ILMIAH Untuk PERGURUAN TINGGI, Terdiri:
Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN
JURNAL PENELITIAN Kuantitatif, BUKU AJAR MODUL SOAL DAN
PEMECAHAN SOAL, BUKU TEKS, Laporan Hasil & Jurnal Hasil
Penelitian Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, LAPORAN HASIL
& Jurnal Hasil Penelitian SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi
10 Macam Hasil Pegembangan KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS
Penelitian Survey dari 5 Hasil Penelitian SURVEY.
Dan Didapatkan 10 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF
Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI, termasuk 5 Proposal (Draft Hibah
DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 s/d 2016
12 Contoh/Bentuk PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN
TRANSPORTASI 2014 s/d 2017
I. Bidang UMUM: ILMU EKONOMI & STUDI PEMBANGUNAN, Serta
Jurusan Terkait Bidang EKONOMI:
02 27 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP I to KOPTIS Wilayah III Jakarta Files: 003 01 Perspektif Ekonomi Indonesia Dalam satu tahap pembangunan Jangka Panjang
004 02 Analisis Fungsi Tabungan Indonesia: Pengujian Model Hipotesa Pendapatan Permanen
005 03 Expor Kommoditi Primer Pulau Sumatera Lamam Perdagangan Luar Negeri Indonesia
006 04 Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi: Studi Kasus Indonesia 1969-1994
007 05 Pekiraan Pembentukan Modal Di Indonesia
008 06 Kebijaksanaan Deregulasi Perbankan Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
009 07 Instabilitas Perdagangan Luar Negeri Indonesia
010 08 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dan Ketergantungan Terhadap Dana Luar Negeri
011 09 Sumber Pertumbuhan Ekonomi Diantara Modal Dan Tabungan
012 10 Pengukuran Kondisi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Stedy-State Growth
013 11 Modal Asing Swasta Dan Pembentukan Investasi Produktif Dalam Pembiayaan Pembangunan
014 12 Trade-Off Antara Penerimaan Pajak Dan Kemampuan Menabung Masyarakat
015 13 Mobilisasi Tabungan Dan Investasi suatu Ekonomi Terbuka: Studi Kasus Indonesia 1969-1995
016 14 Pengaruh Pendapatan Permanen Dalam Pembentukan Tabungan
017 15 Peranan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
018 16 Analisis Fungsi Konsumsi Indonesia Dengan Pendapatan Permanen
019 17 Pembiayaan Ekonomi Dalam Negeri Diantara Keinginan Dan Kenyataan
020 18 Sektor Perdagangan Luar Negeri Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Kegiatan Ekonomi
021 19 Reformasi Kebijaksanaan Makro Dan Pengaruh Ekonomi Sektor Terbuka
022 20 Keseimbangan Pendapatan Nasional: Investasi Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi
023 21 Analisis Pengaruh Pembentukan Tabungan Suatu Ekonomi Terbuka
024 22 Pengaruh Aliran Modal Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
025 23 Perkiraan Kebutuhan Investasi Dan Pengukuran Tinggal Landas
026 24 Kemampuan Pembentukan Modal Domestik: Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
027 25 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Akumulasi Sumber Pembiayaan Pembangunan
028 26 Kualitas Pembangunan Ekonomi Indonesia Dan Dilema Ketergantungan Sumber Dana
029 27 Investasi Dan Pembiayaan Ekonomi Jangka Panjang Indonesia
28
004 34 Jurnal Penelitian Kuantitatif TAHAP II to STMT Trisakti Files: 030 01 Standar Ukuran Tinggal Landas Perekonomian Suatu Negara
031 02 Pembentukan Modal Domestik Bruto Sektor Pemerintah Dan Masyarakat
032 03 Pembentukan Tabungan Dan Pembiayaa Ekonomi Jangka Panjang Indonesia
033 04 Prestasi Ekonomi Indonesia Dan Pencapaian Steady-State Growth
034 05 Aliran Modal Asing Swasta Dalam Pembentukan Investasi Produktif
035 06 Fungsi Konsumsi Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Permanen
036 07 Pendapatan Permanen Dan Pengaruhnya Terhadap Pembentukan Tabungan
037 08 Pengujian Model Tabungan Indonesia Dengan Hipotesa Pendapatan Permanen
038 09 Kebutuhan Tabungan Dan Sumber Pembiayaan Ekonomi Indonesia
039 10 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi: Trade-Off Antara Pajak Dan Tabungan
040 11 Aggregate Expenditre Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 3 Sektor)
041 12 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Terbuka
042 13 Aggregate Expendiure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 4 Sektor)
043 14 Pengaruh Sektor Perdagangan Luar Negeri Terhadap Aktivitas Ekonomi Indonesia
044 15 Aliran Modal Asing Dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Pembentukan Tabungan
045 16 Penafsiran Tingkat effisiensi Marginal Ekonomi Indonesia Dan Prakiraan Pembentukan Modal
046 17 Sumber-Sumber Pembentukan Investasi Dalam Struktur Ekonomi Sederhana
047 18 Aggregate Expenditure Ekonomi Sektoral (Kajian Perhitungan Ekonomi 2 Sektor)
048 19 Pembentukan Modal Domestik Bruto Dan Ketergantungan Terhadap Sumber Dana
049 20 Prestasi Ekonomi Dan Indeks Instabilitas Sektor Perdangan Luar Negeri Indonesia
050 21 Model Makro Keseimbangan Agregatif Pembentukan Tabungan Dan Investasi
051 22 Expor Kommoditi Primer Dan Pertumbuhan Ekonomi Regional Pulau Sumatera
052 23 Konstribusi Ekspor Dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
053 24 Pengaruh Variabel-variabel Agregatif Terhadap Pembentukan Tabungan Dan Pendapatan
054 25 Pengembangan Sumber Pembiayaan Pembangunan Yang Semakin Bertumpu Pada
Kemampuan Sendiri
055 26 Pengembangan Instrumen Kebijaksanaan makro Terhadap Pembentukan Investasi Dan Pendapatan
056 27 Kebutuhan Tabungan Dan Pembentukan Investasi Produktif Bagi Pembiayaan Pembangunan
057 28 Pengaruh Ekspor Terhadap Pendapatan Nasional Dan Pertumbuhan Ekonomi
058 29 Pengaruh Deregulasi Perbankan Bidang Ekspor Terhadap Devisa Pendapatan Nasional
059 30 Aliran Dana Luar Negeri Di Indonesia Dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
060 31 Strategi Indonesia Dan Manajemen Pembentukan Modal Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat
061 32 Manajemen Perdagangan Internasional Pengurangan Distorsi Ekonomi Pasca Seleksi
Aliran Dana Luar Negeri
062 33 Manajemen Perbankan Pasca Deregulasi Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Di Indonesia
063 34 Refleksi Ekonomi Indonesia Setelah 34 Tahun Membangun: Diantara Kekuatan Dan Kelemahan
005 10 BUKU AJAR, MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Files: 064 01 BUKU AJAR Pengantar Teori Ekonomi
065 02 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Pengantar Teori Ekonomi
066 03 BUKU AJAR Teori Ekonomi
067 04 BUKU AJAR Ekonomi Pembangunan
068 05 BUKU AJAR Pengantar Ekonomi Mikro
069 06 BUKU AJAR Ekonomi Makro Perthitungan Pend Nasional
070 07 BUKU AJAR Teori Ekonomi Mikro
071 08 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Teori Ekonomi Mikro
073 09 BUKU AJAR Ekonomi Manajerial
074 10 MODUL SOAL DAN PEMECAHAN Ekonomi Manajerial
29
II. PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 006 3 VERSI Teks Book EKO MANAJERIALPernah Disumbang ke DIKTI Dan Dikirim Ke USA File 075 01 Buku Teks 681h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Hasil Estimasi
Atau 075 01 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Hasil Estimasi
File 076 02 Buku Teks 301h EKONOMI MANAJERIAL Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 076 02 EKONOMI MANAJERIAL Penerapan Konsep-Konsep Mikro Ekonomi Dengan Fungsi
Non-Estimasi
File 077 03 Buku Teks 509h EKO MANAJERIAL TRANSPORTASI Dengan Fungsi Non-Estimasi
Atau 077 03 EKONOMI MANAJERIALTRANSPORTASI Penerapan Konsep Mikro Ekonomi
Dalam Bisnis Transportasi Dengan Fungsi Non-Estimasi
File 078 Ringkasan Isi Dan Surat Menyurat Pengiriman 3 Teks Book EKO MANAJERIAL Ke USA
Atau 078 Request for Coop in Publishing 3 Text Books in MANAGERIAL ECONOMICS to The USA
Subject: Request for Cooperation in Publishing Text Books in MANAGERIAL
ECONOMICS: Application of Microeconomic Concepts Using Estimation
Result Function (242 halaman)
008 3 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2010 Files: 079 01 Evaluasi Ekonomi Indonesia di Era Pembangunan Berkelanjutan
080 02 Evaluasi Ekonomi 50 Tahun Indonesia Membangaun
081 03 Kebutuhan Tabungan Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan Indonesia
009 4 Jurnal Penelitian Kuantitatif PROFESIONAL Ilmu Ekonomi 2012 Files: 082 01 Pengembangan Ekonomi Dan Pengaruh POLIIK Di Era Kepemimpinan INDONESIA
083 02 Prestasi Ekonomi INDONESIA Jangka Panjang Dan Pencapaian Kondisi STEADY-
STATE GROWTH
084 03 Perkiraan Kebutuhan Tabungan Bagi Target Pertumbuhan Ekonomi Yang Hendak Dicapai
085 04 Pengendalian Ekonomi Ditengah Ancaman Krisis Dan Dilema Keterbatasan Sumber
Pembiayaan Yang Salaing Trade-Off
010 4 Laporan Penelitian Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI 2010 File 086 01 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 72h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010
Atau 086 01 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di
Indonesia
File 087 02 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI DARAT 2010
Atau 087 02 Kebutuhan Investasi Produktif Dan Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Jalan Raya Di
Indonesia
File 088 03 Laporan HASIL PENELITIAN Kuantitatif 77h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010
Atau 088 03 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional
File 089 04 Jurnal HASIL PENELITIAN Kuantitatif 18h Dibidang TRANSPORTASI LAUT 2010
Atau 089 04 Produksi Jasa Angkutan Laut Indonesia Dan Akseleritas Pendapatan Nasional
30
011 3 Proposal P3M PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2010 File 090 01 Draft Proposal 21h Penelitian P3M MTD STMT Angkutan Jalan Raya DKI 2010
Atau 090 01 Kepadatan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta: Trade off Antara Penguna
Kendaraan Pribadi Dan Umum
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Slutsky’s Theorem, TE = SE + IE)
File 091 02 Draft Proposal 26h Penelitian P3M MTL STMT Faktor Produksi PT PELNI 2010
atau 091 02 Pengaruh Beberapa Faktor Produksi Terhadap Produksi PT PELNI
(Studi Kasus: Penerapan Konsep Production Isoquant, TO = SE + OE)
File 092 03 Draft Proposal 25h Penelitian P3M MTU STMT Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan 2010
atau 092 03 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang Jakarta-Ujung
Pandang
012 14 Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANAJEMEN TRANSPORTASI, Tahun 2011 File 093 01 Proposal 11h Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia 2011
Atau 093 01 Produksi Jasa Angkutan Udara Indonesia Dan Investasi Produktif Yang Diperlukan
File 094 02 Proposal 10h Jasa Angkutan Rel 2011
Atau 094 02 Menasionalisasikan Jasa Angkutan Rel Dan Investasi Yang Dibutuhkan
File 095 03 Proposal 11h Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 095 03 Produktivitas Dan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia
File 096 04 Proposal 11h Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia 2011
Atau 096 04 Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dalam Wililayah Teritorial Indonesia
File 097 05 Proposal 12h Produksi Jasa Angkutan Udara Penerbangan Domestik 2011
Atau 097 05 Produksi Jasa Angk Udara Komersial Penerbangan Domestik
File 098 06 Proposal 12h Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 098 06 Pengembangan Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Indonesia
File 099 07 Proposal 14h Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 099 07 Usaha Jasa Angkutan Udara Pada Penerbangan Domestik
File 100 08 Proposal 11h Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau 2011
Atau 100 08 Utilitas Penumpang Pengguna Jasa Pelayaran Antar Pulau
File 101 09 Proposal 13h Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik 2011
Atau 101 09 Angkutan Penumpang Udara Pada Penerbangan Domestik
File 102 10 Proposal 15h Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara 2011
Atau 102 10 Angkutan Penumpang Dom Dan Trade off Antara Laut dan Udara
File 103 11 Proposal 14h Kebutuhan Modal Pert Produksi Angkutan Udara Luar Negeri 2011
Atau 103 11 Kebutuhan Modal Pertumbuhan Produksi Angkutan Udara Luar Negeri
File 104 12 Proposal 12h Pengembangan Produksi Jasa Angkutan KAI 2011
Atau 104 12 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Kereta Api Indonesia
File 105 13 Proposal 15h Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Dom 2011
Atau 105 13 Angkutan Kargo Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan Domestik
File 106 14 Proposal 12h Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional 2011
Atau 106 14 Produksi Angkutan Kargo Udara penerbangan Internasional
31
10 Contoh PROPOSAL PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
013 5 CONTOH Hibah (Proposal DIKTI) Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 2009 -2016 File 107 01 Draf Hibah Kompetensi TAHAP 1 44h dgn Ir PRASAD TITA MM to DIKTI 2009
Atau 107 01 Analisis Pertambahan Pengguna Kendaraan Bermotor Roda Dua Dan Kepemilikan Mobil
Pribadi Di Jakarta
File 108 02 Draft Hibah Kompetensi 47h dgn PROF ERYUS To DIKTI 2010
Atau 108 02 Kepadatan Lalin Angkutan Jalan Raya Di DKI Jakarta Trade off Antara Peng Kend Pribadi
Dan Umum
File 109 03 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF HANANTO to DIKTI 2010
Atau 109 03 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PT PELNI
File 110 04 Draft Hibah Kompetensi 51h dgn PROF DIRK KOLEANGAN to DIKTI 2010
Atau 110 04 Penentuan Jumlah Alat Angkut Yang Sepadan Dengan Arus Penumpang JAKARTA-
UJUNG PANDANG
File 111 05 Draft Hibah PRODUK TERAPAN 67h dgn Dr HUSNI HASAN to DIKTI 2016
Atau 111 05 Analisis Penentuan Tarif Angkut Dua Jasa Angk Penumpang Udara Dan Laut Rute
JAKARTA-UJUNG PANDANG
014 3 CONTOH Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,Tahun 2014 File 112 01 Proposal Penelitian P3M MTL 13h Angk Pelayaran Antar Pulau PT PELNI 2014
Atau 112 01 PENGEMBANGAN PRODUKSI ANGKUTAN PELAYARAN DI INDONESIA
File 113 02 Proposal Penelitian P3M MTD 15h Effisiensi Produktivitas Jasa Angk PT KAI 2014
Atau 113 02 TINGKAT EFISIENSI DAN PRODUKTIVITAS JASA ANGKUTAN KERETA API
INDONESIA
File 114 03 Proposal Penelitian P3M MTU 21h Kebutuhan Modal Angk Penerb Domestik 2014
Atau 114 03 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN
PENERBANGAN DOMESTIK
015 2 CONTOH Proposal PENELITIAN Kuantitatif MANJEMEN TRANSPORTASI,
Tahun 2017, Sedang Digarap File 115 01 Proposal Terpadu P3M 28h atau Analisis Trade-Off Antara MTL Dengan MTU 2017
Atau 115 01 Pengembangan Produksi Jasa Angkutan Pelayaran Antar Pulau Dan Penerbangan
Domestik Indonesia: Trade-off Antara Angkutan Laut Dan Udara
File 116 02 Proposal Penelitian P3M 22h Dibidang TRANPORTASI UDARA Luar Negeri 2017
Atau 116 02 KEBUTUHAN MODAL DAN PERTUMBUHAN PRODUKSI ANGKUTAN UDARA
LUAR NEGERI
32
III. PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI 016 5 LAPORAN HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017
File 117 01 Laporan HASIL PENELITIAN 375h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014
Atau 117 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 118 02 Laporan HASIL PENELITIAN 147h PERUM DAMRI 2015
Atau 118 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 120 03 Laporan HASIL PENELITIAN 172h PT MAYASARI BAKTI 2016
Atau 120 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd
Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti
File 122 04 Laporan HASIL PENELITIAN 165h GARUDA INDONESIA 2016
Atau 122 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 124 05 Laporan HASIL PENELITIAN 353h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017
Atau 124 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
017 5 Jurnal HASIL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANJEMEN TRANSPORTASI 2014-2017 File 125 01 Jurnal HASIL PENELITIAN 41h Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014
Atau 125 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 126 02 Jurnal HASIL PENELITIAN 35h PERUM DAMRI 2015
Atau 126 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 128 03 Jurnal HASIL PENELITIAN 38h PT MAYASARI BAKTI 2016
Atau 128 03 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Thd
Keunggulan Bersaing Jasa Angk Mayasari Bakti
File 130 04 Jurnal HASIL PENELITIAN 36h GARUDA INDONESIA 2016
Atau 130 04 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 132 05 Jurnal HASIL PENELITIAN 40h Kereta Api PATAS Purwakarta 2017
Atau 132 05 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
018 10 Macam Prediksi Pengembangan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Penelitian Survey
Files: 133 01 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 20h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
134 02 KA Eko Lokal Purwakarta 2014 23h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Panjang Alt
135 03 PERUM DAMRI 2015 15h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
136 04 Jurnal HASIL PENELITIAN PERUM DAMRI 2015 24h
137 05 Jurnal HASIL PENELITIAN Kereta Api Ekonomi Lokal Purwakarta 2014 30h
138 06 Jurnal HASIL PENELITIAN PT MAYASARI BAKTI 2016 31h
139 07 PT MAYASARI BAKTI 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
140 08 Jurnal HASIL PENELITIAN GARUDA INDONESIA 2016 31h
141 09 PT GARUDA INDONESIA 2016 19h KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
142 10 Jurnal HASIL PENELITIAN KA PATAS Purwakarta 2017 30h
33
12 BUAH BENTUK PROPOSAL PENELITIAN SURVEY Dibidang MANAJEMEN TRANSPORTASI
019 6 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2014-2017 File 143 01 Proposal 21h KERETA API EKONOMI LOKAL PURWAKARTA 2014
Atau 143 01 LOYALITAS PELANGGAN JASA ANGKUTAN KERETA API EKONOMI LOKAL
PURWAKARTA
File 144 02 Proposal 18h PERUM DAMRI 2015
Atau 144 02 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 145 03 Proposal 17h PERUM DAMRI Dgn KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 145 03 Analisis Kepuasan Konsumen Jasa Transportasi Perum Damri Dalam Meningkatkan
Loyalitas Pelanggan
File 146 04 Proposal 28h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016
Atau 146 04 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti
File 148 05 Proposal 28h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016
Atau 148 05 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 150 06 Proposal 27h KERETA API PATAS PURWAKARTA 2017
Atau 150 06 ANALISIS KUALITAS PELAYANAN TRANSPORTASI KERETA API PATAS
PURWAKARTA
020 2 Contoh Proposal PENELITIAN SURVEY Hasil Pengembangan Model 2016 File 151 01 Proposal 33h Keunggulan Bersaing GARUDA INDONESIA 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 151 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik GIA Di Bandara Soeta
File 152 02 Proposal 26h Keunggulan Bersaing PT MAYASARI BAKTI 2016 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 152 02 Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen Dan Dampaknya Terhadap
Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Mayasari Bakti
021 2 Contoh Proposal Baru PENELITIAN SURVEY Dibidang Manajemen Transportasi 2017 File 153 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017
Atau 153 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta
File 154 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017
Atau 154 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas
Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta
File 155 01 Proposal 30h Keunggulan Bersaing LION AIR GROUP 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 155 01 Analisis Kualitas Pelayanan Dan Keunggulan Bersaing Jasa Angkutan Penerbangan
Domestik LION AIR GROUP Di Bandara Soeta
File 156 02 Proposal 30h Keunggulan Bersainng TRANSJAKARTA 2017 dengan MODEL &
KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS Pendek Alt
Atau 156 02 Faktor Yang Mempengaruhi Keunggulan Bersaing Dan Implikasinya Terhadap Loyalitas
Konssumen Jasa Angkutan Transjakarta
34
Biasanya untuk mendapatkan sebuah TULISAN ILMIAH adalah secara kebetulan
didalam DOMAIN Google atau Bilamana sudah mengetahui judul TULISAN
ILMIAH tersebut cukup dengan menulis judul tersebut ke dalam Google dan akan
keluar TULISAN ILMIAH yang dimaksud.
KIAT CERDIK MEMBUAT TULISAN ILMIAH, dan sebagai langkah utama adalah
dengan cara Mengkoleksi sejumlah TULISAN ILMIAH yang akan berperan sebagai
MATERI PEMBANDING dengan MATERI YANG DIBUAT. Paling tidak agar
mengatahui bagaimana penyusunan MODEL & KERANGKA PEMIKIRAN
TEORITIS yang dibuat penulis lain. Selain bisa memperkuat “pondasi ilmiah” bahkan
juga memperkokoh “Kemampuan ilmiah” agar lebih mudah menyelesaikan berbagai
bentuk/beranekaragam Persoalan Ilmiah pada PENELITIAN KUANTITATIF Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI maupun PENELITIAN SURVEY Dibidang
MANAJEMEN TRANSPORTASI. Tentunya sebagai langkah berikutnya adalah
Meng-unduh (Downloads) sebanyak mungkin TULISAN ILMIAH dari penulis lain atau Meng-unduh secara keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File PDF
(pada posisi jumlah sekarang) sebagaimana tercantum dalam Lembaran Informasi, terkecuali TULISAN ILMIAH yang terdapat dalam kurung sebanyak 22 Files (hanya
bisa didapatkan melalui Email langsung dengan sejumlah harga tertentu yang disajikan
dalam sebuah Daftar Harga).
Ketentuan: Gantilah Lembaran Informasi (Daftar TULISAN ILMIAH yang disisipkan dalam wujud File PDF) menjadi (Daftar TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam File DOCUMENTS),
sehingga didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisikan Daftar dari semua tulisan
ilmiah yang disusun oleh Amrizal.
Selanjutnya, dengan cara memasukan/menuliskan 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal
ke dalam Google, maka akan didapatkan sebuah File DOCUMENTS yang berisi Daftar
TULISAN ILMIAH tersebut, dengan contoh berikut:
Google 000 Daftar Tulisan Ilmiah Amrizal Cari
Adapun tujuan selanjutnya agar lebih leluasa/Mudah meng-unduh (Downloads)
keseluruhan TULISAN ILMIAH yang dibuat dalam PDF (pada posisi jumlah sekarang),
cukup dengan cara meng-Copy masing-masing Nomor urut beserta nama file tersebut
ke dalam Google.
Diistilahkan dalam tanda petik “pada posisi jumlah sekarang” oleh karena posisi/jumlah
files PDF yang disajikan dalam Daftar TULISAN ILMIAH dapat berubah pada saat-saat
tertentu seiring dengan perjalanan waktu.......
-------- Jakarta, 14 September 2017--------