evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

13
EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA PEMBOBOTAN DI WILAYAH SUNGAI PARIGI-POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH Nurul Pratiwi 1 , Ery Suhartanto 2 , Dian Chandrasasi 2 1) Mahasiswa Sarjana Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang; 2) Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang. Teknik Pengairan Universitas Brawijaya-Malang, Jawa Timur, Indonesia Jln.MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia e-mails: [email protected] ABSTRAK Data hujan merupakan point penting dalam perencanaan bangunan keairan, sehingga dibutuhkan data hujan yang benar dan akurat. Untuk mendapatkan data hujan yang benar dan akurat diperlukan adanya kerapatan jaringan pos hujan sesuai dengan yang direkomendasikan WMO ( World Meteorologic Organisation). Di lokasi penelitian yaitu Wilayah Sungai Parigi-Poso provinsi Sulawesi Tengah, kerapatan jaringan pos hujannya berdasarkan WMO kurang memadai, sehingga dibutuhkan evaluasi pos hujan eksisting dengan metode analisa bobot untuk mengetahui skala prioritas dari setiap pos hujan dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan yang baru menggunakan metode kriging. Hasil analisa kerapatan jaringan pos hujan dengan metode diatas didapat letak dari masing- masing pos hujan di Wilayah Sungai Parigi-Poso provinsi Sulawesi Tengah yaitu, 1 pos klasifikasi primer, 7 pos klasifikasi sekunder dan 17 pos hujan rekomendasi 1 serta 15 pos hujan rekomendasi 2, dari 10 pos hujan eksisting yang luasan pengaruhnya sudah memenuhi standar WMO dengan kesalahan relatif kurang dari 5% pada perbandingan curah hujan rancangan pos eksiting dan pos rekomendasi. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) dan MAE (Mean Absolute Error) pos hujan rekomendasi 1 dan rekomendasi 2 lebih kecil dibandingkan nilai RMSE dan MAE pos hujan eksisting sehingga rekomendasi ini dapat diterapkan. Kata Kunci: Metode Analisa Bobot, Metode Kriging, Kerapatan Jaringan Pos Hujan. ABSTRACT Rainfall data is an important point in the hidraulic planning which accurate rain data is required. To obatained accurate rainfall data needed network density of rain station in accordance with the recommended WMO (World Meteorologic Organisation). Standard WMO of network density of rain station in Parigi-Poso river region, Central Sulawesi Province, is inadequate, so that requiring the evaluation of existing rain station used score analysis method to determine the scale priority score of each rain station and new planning at network density of rain station with Kriging method. The results of the network density of rain station with those method obtained the location of each rainfall station of Parigi Poso river region, Central Sulawesi Province, that are 1 primer classification station, 7 sekunder classification station and 17 rain station for first recommendation and 15 rain station for second recommendation , of 10 existing rain station with misconduct relatively below than 5 % to the comparison between existing station and recommendation of rainfall desaign.The value of RMSE (Root Mean Square Error) and MAE (Mean Absolute Error) rain station first recommendation and second recommendation lower than the value of RMSE and MAE existing rain so that these recommedation can be applied. Keywords: Analysis Score Methods, Kriging Methods, Network Density of Rain Station.

Upload: vuongngoc

Post on 21-Jan-2017

230 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS

HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA

PEMBOBOTAN DI WILAYAH SUNGAI PARIGI-POSO PROVINSI

SULAWESI TENGAH

Nurul Pratiwi1, Ery Suhartanto2, Dian Chandrasasi2

1)Mahasiswa Sarjana Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang; 2) Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang.

Teknik Pengairan Universitas Brawijaya-Malang, Jawa Timur, Indonesia

Jln.MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia

e-mails: [email protected]

ABSTRAK

Data hujan merupakan point penting dalam perencanaan bangunan keairan, sehingga dibutuhkan

data hujan yang benar dan akurat. Untuk mendapatkan data hujan yang benar dan akurat diperlukan

adanya kerapatan jaringan pos hujan sesuai dengan yang direkomendasikan WMO (World

Meteorologic Organisation).

Di lokasi penelitian yaitu Wilayah Sungai Parigi-Poso provinsi Sulawesi Tengah,

kerapatan jaringan pos hujannya berdasarkan WMO kurang memadai, sehingga dibutuhkan

evaluasi pos hujan eksisting dengan metode analisa bobot untuk mengetahui skala prioritas dari

setiap pos hujan dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan yang baru menggunakan metode

kriging.

Hasil analisa kerapatan jaringan pos hujan dengan metode diatas didapat letak dari masing-

masing pos hujan di Wilayah Sungai Parigi-Poso provinsi Sulawesi Tengah yaitu, 1 pos klasifikasi

primer, 7 pos klasifikasi sekunder dan 17 pos hujan rekomendasi 1 serta 15 pos hujan rekomendasi

2, dari 10 pos hujan eksisting yang luasan pengaruhnya sudah memenuhi standar WMO dengan

kesalahan relatif kurang dari 5% pada perbandingan curah hujan rancangan pos eksiting dan pos

rekomendasi. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) dan MAE (Mean Absolute Error) pos hujan

rekomendasi 1 dan rekomendasi 2 lebih kecil dibandingkan nilai RMSE dan MAE pos hujan

eksisting sehingga rekomendasi ini dapat diterapkan.

Kata Kunci: Metode Analisa Bobot, Metode Kriging, Kerapatan Jaringan Pos Hujan.

ABSTRACT

Rainfall data is an important point in the hidraulic planning which accurate rain data is required.

To obatained accurate rainfall data needed network density of rain station in accordance with the

recommended WMO (World Meteorologic Organisation).

Standard WMO of network density of rain station in Parigi-Poso river region, Central

Sulawesi Province, is inadequate, so that requiring the evaluation of existing rain station used

score analysis method to determine the scale priority score of each rain station and new planning

at network density of rain station with Kriging method.

The results of the network density of rain station with those method obtained the location

of each rainfall station of Parigi Poso river region, Central Sulawesi Province, that are 1 primer

classification station, 7 sekunder classification station and 17 rain station for first recommendation

and 15 rain station for second recommendation , of 10 existing rain station with misconduct

relatively below than 5 % to the comparison between existing station and recommendation of

rainfall desaign.The value of RMSE (Root Mean Square Error) and MAE (Mean Absolute Error)

rain station first recommendation and second recommendation lower than the value of RMSE and

MAE existing rain so that these recommedation can be applied.

Keywords: Analysis Score Methods, Kriging Methods, Network Density of Rain Station.

Page 2: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Data hujan pada suatu DAS

merupakan bagian yang sangat penting

dalam analisis hidrologi untuk

perencanaan bangunan air. Oleh

karena itu dibutuhkan adanya jaringan

pos hujan yang memadai, sehingga

dapat diperoleh data yang mewakili

keadaan hujan sebagai curah hujan

DAS. Maka diperlukan sejumlah pos

hujan, dengan pengertian bahwa makin

banyak jumlah pos hujan, perkiraan

terhadap hujan yang sebenarnya terjadi

di dalam sebuah DAS makin baik.

Penetapan kerapatan jaringan

dirasakan sangat penting, mengingat

kerapatan pos hujan dapat dinyatakan

sebagai luas DAS yang diwakili oleh

satu pos. Tinggi kerapatan hujan ini

sangat menentukan ketelitian perkiraan

hujan dalam DAS tersebut. Kerapatan

jaringan pos hujan berdasarkan WMO

(World Meteorologhical

Organization), menyebutkan bahwa

untuk daerah tropis seperti Indonesia,

diperlukan kerapatan minimum 600-

900 km2/pos untuk daerah dataran dan

untuk daerah pegunungan sebesar 100-

250 km2/pos.

Pertimbangan penetapan

jaringan pos hujan tidak sederhana,

pada umumnya hal ini pun tidak dapat

dilakukan sekali jadi, dan selalu

memerlukan evaluasi sesuai dengan

perkembangan yang terjadi, dan

merupakan proses evaluasi yang

menerus, (Harto, 2009:35). Oleh

karena itu, maka analisis kerapatan

jaringan pos hujan sangat diperlukan

pada DAS.

1.2. Identifikasi Masalah

1. Wilayah Sungai Parigi-Poso

memiliki peranan yang penting

untuk masyarakat Provinsi

Sulawesi Tengah.

2. Dalam kegiatan analisa hidrologi,

terutama untuk mendapatkan

parameter hidrologi yang

digunakan sebagai dasar dalam

perencanaan, operasi dan

pemeliharaan serta pengembangan

sumber daya air dibutuhkan data

hidrologi yang akurat seperti curah

hujan dan lain sebagainya.

3. Keakuratan data hidrologi terutama

data curah hujan dipengaruhi oleh

kerapatan jaringan pos hujan suatu

DAS atau Wilayah Sungai.

4. Melihat beberapa hal tersebut

diatas maka analisa kerapatan

jaringan pos hujan pada Wilayah

Sungai Parigi-Poso sangat

diperlukan. Hal ini untuk

memberikan data hidrologi yang

akurat sesuai dengan kebutuhan

dan sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari studi ini yaitu

untuk mengetahui hasil evaluasi pos

hujan berdasarkan metode Analisa

Bobot, serta kerapatan jaringan pos

hujan berdasarkan metode Kriging,

dan juga tujuan lainnya adalah untuk

memperoleh tata letak posisi pos hujan

dan besar daerah luasan pengaruhnya

berdasarkan metode Kriging.

Sedangkan manfaat dari studi

ini yaitu untuk menambah wawasan

dan pengetahuan tentang perencanaan

infrastruktur bangunan keairan

khususnya pos hujan. Serta memberi

masukan dan prosedur analisis pada

instansi dalam merencanakan tata letak

pos hujan yang ada di Wilayah Sungai

Parigi-Poso Provinsi Sulawesi Tengah.

Dan sebagai suatu sistem pendukung

dalam pengambilan keputusan

(decision support systems) untuk

perencanaan infrastruktur bangunan

keairan khususnya pos hujan bagi

pemerintah daerah setempat, sehingga

diperoleh keakuratan data yang lebih

tepat dan akurat.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisa Bobot (Score)

Analisa bobot (Score)

digunakan untuk mengetahui skala

prioritas dari setiap pos hujan, dan

Page 3: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

selanjutnya dapat ditentukan

klasifikasi dari pos hujan tersebut.

Penentuan skala prioritas dihitung

menggunakan faktor penentu dan

koefisien faktor, serta unsur dan skor

unsur faktor penentu.

Penentuan skala prioritas

dihitung menggunakan rumus berikut

ini :

Dalam hal ini :

n

ki

iFSP

SP = nilai skala prioritas

F = nilai dari faktor penentu

k = koefisien faktor penentu

i = 1, 2, 3,.... ...... n banyaknya

faktor penentu.

Dengan ketentuan :

a) Skala prioritas pertama (SP I)

diperoleh jika : SP > SPRAT + 1

SD

b) Skala prioritas kedua (SP2)

diperoleh jika : SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD

c) Skala prioritas ketiga (SP3)

diperoleh jika : SP < SPRAT - 1 SD

Penjelasan:

SPRAT = nilai SP rata-rata

SD = deviasi standar nilai SP.

2.2. Analisa Hidrologi

2.2.1. Menambah Data Hujan Yang

Hilang

Berikut ini diberikan dua cara

untuk melakukan koreksi data,

(Triatmodjo, 2010: 39)

a. Metode perbandingan normal

(normal ratio method)

Data yang hilang diperkirakan dengan

rumus sebagai berikut: 𝑃𝑋

𝑁𝑋=

1

𝑛 (

𝑃1

𝑁1+

𝑃2

𝑁2+

𝑃3

𝑁3+ ⋯

𝑃𝑛

𝑁𝑛)

dengan :

Px :hujan yang hilang di

pos x

P1, P2, Pn :data hujan di pos

sekitarnya pada

periode yang sama

Nx :hujan tahunan di pos x

N1, N2, … Nn :hujan tahunan di pos

sekitar x

N :jumlah pos hujan di

sekitar x

b. Reciprocal method

Cara ini lebih baik karena

memperhitungkan jarak antar pos (L1),

Seperti diberikan oleh bentuk berikut:

𝑃𝑥 = ∑

𝑃𝑖

𝐿𝑖2𝑛𝑖=1

∑1

𝐿𝑖2𝑛𝑖=1

dengan:

Px = hujan yang hilang di pos x,

Pi = data hujan di pos sekitarnya

pada periode yang sama,

Li = jarak antara pos hujan i

dengan pos hujan x

2.2.2. Uji Konsistensi Data

2.2.2.1. Metode Lengkung Massa

Ganda (Double Mass

Curve)

Metode ini bertujuan untuk

mengetahui dimana letak ketidak

konsistenan suatu data yang

ditunjukkan oleh penyimpangan

garisnya dari garis lurus. Jika terjadi

penyimpangan, maka data hujan dari

pos yang diuji harus dikoreksi sesuai

dengan perbedaan kemiringan

garisnya. Uji konsistensi ini dapat

diselidiki dengan cara membandingkan

curah hujan tahunan komulatif dari pos

yang diteliti dengan harga komulatif

curah hujan rata-rata dari suatu

jaringan pos dasar yang bersesuaian.

2.2.2.2. Uji-T

Uji T digunakan untuk menguji

kesamaan / homogenitas rata-rata dari

2 populasi data hujan di 2 pos atau 2

sampel yang berbeda. Uji T dilakukan

apabila jumlah sampel kecil (n<30).

Uji T dapat di-lakukan dengan

persamaan sebagai berikut :

𝑡 = | X 1 − X 2|

𝜎 |1

𝑁1+

1𝑁2

|

12

𝜎 = |𝑁1 𝑆1

2+ 𝑁2 𝑆22

𝑁1+ 𝑁2−2|

1

2

Dengan :

t = variabel t terhitung.

X 1 = rata-rata hitung sampel set ke 1

Page 4: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

X 2 = rata-rata hitung sampel set ke 2

N1 = jumlah sampel set ke 1

N2 = jumlah sampel set ke 2

S1 = standar deviasi sampel set ke 1

S2 = standar deviasi sampel set ke 2

Apabila t terhitung lebih besar

dari nilai kritis tc, pada derajat

kepercayaan (𝛼) tertentu, maka kedua

sampel yang di uji tidak berasal dari

populasi yang sama. Apabila t

terhitung lebih kecil dari tc maka

kedua sampel berasal dari populasi

yang sama.

2.2.2.3. Uji F

Apabila 𝜎12 dan 𝜎2

2 adalah

varian dari dua populasi, maka kedua

nilai tersebut untuk di uji, harus

membuat hipotesis statistika :

H0 : 𝜎12 = 𝜎2

2 = 𝜎2

Metode statistika yang umum

digunakan untuk menguji hipotesis

tersebut adalah Uji-F. Jika S12 dan S2

2

adalah varian dari sampel dengan

jumlah N1 dan N2 maka dapat

dilakukan pengujian dengan

menggunakan distribusi F yang telah

dikembangkan oleh Fisher. Apabila

varian kedua sampel tersebut setelah di

uji ternyata tidak terdapat perbedaan

nyata maka dapat disebut varian sama

jenis (homogeneus variances). Dapat

dirumuskan sebagai berikut

(Soewarno, 1995:38):

F = 𝑁1 .𝑆1

2(𝑁2−1)

𝑁2 .𝑆22(𝑁1−1)

dk1 = N1 - 1

dk2 = N2 – 1

Keterangan :

F = perbandingan F

dk1 = derajat kebebasan kelompok

sampel ke 1.

dk2 = derajat kebebasan kelompok

sampel ke 2.

N1 = Jumlah sampel kelompok 1.

N2 = Jumlah sampel kelompok 2.

S1 = Deviasi standar kelompok 1.

S2 = Deviasi standar kelompok 2.

Penggunaan distribusi F adalah

sama dengan penggunaan distribusi-t.

Dalam hal ini, hipotesis nol ditolak

jika S12 lebih besarpengujian dua sisi.

2.3. Curah Hujan Rerata Harian

Maksimum

Data hujan yang terukur selalu

dianggap mewakili kondisi bagian

kawasan dari suatu Satuan Wilayah

Sungai atau Daerah Pengaliran Sungai

tersebut. Metode yang digunakan

yaitu metode Poligon Thiessen.

Perbandingan luas poligon untuk

setiap pos yang besarnya An/A.

Thiessen memberi rumusan sebagai

berikut:

n

nn

AAA

RARARAR

.........

............

21

2211

dimana:

R : Curah hujan daerah

rata-rata

R1, R2, ..., Rn : Curah hujan ditiap

titik pos Curah hujan

A1, A2, ..., An : Luas daerah Thiessen

yang mewakili titik

pos curah hujan

n : Jumlah pos curah

hujan

2.4. Uji Outliers

Outliers adalah data menyimpang

cukup jauh dari trend kelompoknya.

Keberadaan ouliers biasanya dianggap

mengganggu pemilihan jenis distribusi

suatu sampel data, sehingga outliers ini

perlu dihilangkan (Ven Te Chow,

1998:403).

2.5. Analisa Curah Hujan

Rancangan

Untuk menentukan metode

yang sesuai, maka terlebih dahulu

harus dihitung besarnya parameter

statistik yaitu koefisien kemencengan

(skewness) atau Cs, dan koefisien

kepuncakan (kurtosis) atau Ck.

Persamaan yang digunakan adalah

(Lily Montarcih, 2008: 85) :

3

3

)2)(1( Snn

xxnCs

4

42

)3)(2)(1( Snnn

xxnCk

Page 5: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

dengan:

Cs = Skewness/kepencengan

Ck = kurtosis/koefisien puncak

S = simpangan baku

n = jumlah data

Hasil perhitungan Cs dan Ck

tersebut kemudian disesuaikan dengan

syarat pemilihan metode frekuensi

pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1. Syarat Pemilihan Metode

Frekuensi Jenis Metode Ck Cs

Gumbel

Log Normal

Log Person Tipe III

< 5,4002

3,0

bebas

1,1396

0

bebas

Sumber : Sri Harto, 1993 : 245

Curah Hujan Rancang Distribusi

Frekuensi Log Pearson Tipe III

Perhitungan curah hujan

rancangan menggunakan distribusi

Log Pearson Tipe III, dengan

persamaan sebagai berikut (Soewarno,

1995 : 143):

dengan:

Xlog = nilai logaritma curah hujan

rancangan

Xlog = nilai rata-rata logaritma

dari curah hujan

maksimum tahunan

S = nilai deviasi standar

k = merupakan karakteristik

dari distribusi log Pearson

tipe III

Curah Hujan Rancang Distribusi

Frekuensi Gumbel

Persamaan garis lurus untuk

distribusi frekuensi Gumbel dapat

mengunakan cara empiris sebagai

berikut (Soewarno, 1995:127)

KsdXX .

dimana :

X = harga rerata sample

sd = simpangan baku sampel

k = faktor frekuensi yang

merupakan fungsi dari periode

ulang dan tipe distribusi

frekuensi yang besarnya:

Sn

YnYtk

dimana :

Yt = Reduced variate sebagai

fungsi periode ulang T

=

Tr

1Trlnln

Yn = Reduced mean sebagai fungsi

dari banyaknya n data (Tabel

Yn)

Sn = Reduced standar deviasi

sebagai fungsi dari banyaknya

n data (Tabel Sn)

Curah Hujan Rancang Distribusi

Frekuensi Log Normal

Persamaan Distribusi Log

Normal sama dengan persamaan

distribusi Log Pearson III dengan nilai

koefisien asimetris Cs = 0.

1

1

2

n

XLnXiLn

S

n

i

SZXLnxLn .

dimana :

X = Curah Hujan Maksimum

tahunan

Ln X = Natural Logaritma

XLn = Nilai rata-rata dari Natural

logaritmik variat X

S = Simpangan baku

n = Jumlah data

Z = Konstanta Log Normal,

berdasarkan nilai Cs = 0

2.6. Uji Kesesuaian Distribusi

Frequensi

Untuk menentukan kesesuaian

(the goodness of fit) distribusi frequesi

empiris dari sampel data terhadap

fungsi distribusi frequensi teoritis yang

diperkirakan dapat menggambarkan

atau mewakili distribusi, diperlukan

pengujian secara statistik. Dalam

menentukan kesesuaian distribusi

frequensi pada perhitungan statistik

hidrologi sering diterapkan dua cara

pengujian yaitu: Uji kesesuaian

Smirnov-Kolmogorov dan Uji Chi

)log(loglog XSkXX

Page 6: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

Kuadrat (Chi-Square Test), (Nugroho,

2011:47).

2.7. Kerapatan dan Pola

Penyebaran Pos Hujan

2.7.1. Standar WMO (World

Meteorogical Organization) Badan Meteorologi Dunia atau WMO

(World Meteorogical Organization)

menyarankan kerapatan minimum

jaringan pos hujan sebagai berikut:

Tabel 2.2. Kerapatan Minimum yang

Direkomendasikan WMO

No Tipe

Luas Daerah (km2)

per Satu Pos Hujan

Kondisi

Normal

Kondi

si

Sulit

1 Daerah dataran tropis

mediteran dan sedang

1000 – 2500

(600 – 900)

3000 –

9000

2

Daerah pegunungan

tropis mediteran dan

sedang

300 – 1000

(100 – 250)

1000 –

5000

3

Daerah kepulauan

kecil bergunung

dengan curah hujan

bervariasi

140 – 300

(25)

4 Daerah arid dan

kutub

5000 – 20000

(1500 – 10000)

Sumber: Linsley, 1986 : 67

2.7.2. Metode Kriging

Kriging adalah metode

geostatistika yang menggunakan nilai

yang sudah diketahui dan

semivariogram untuk memprediksi nilai

pada lokasi lain yang belum diukur.

Dengan kriging, nilai prediksi tidak

sama dengan data asal, seperti pada

pendekatan poligon Thiessen, tetapi

bervariasi bergantung pada kedekatan

terhadap lokasi data asal (Tatalovich,

2005). Persamaan umum metode

kriging adalah sebagai berikut:

)(*1

0 i

n

i

i xZZ

dengan:

Z0* = rata-rata dihitung (computed)

λi = bobot

Z (xi) =nilai ‘z’ pada titik x yang

ditinjau

Selanjutnya, kesalahan estimasi dapat

dihitung sebagai:

𝑍0 ∗ −𝑍0 = ∑ 𝜆𝑖𝑛𝑖=1 𝑍(𝑥𝑖) − 𝑍0

Estimasi error variansi

𝜎𝑘2 = 𝐸[𝑍∗(𝑥0) − 𝑍(𝑥0)]2 = ∑ 𝜆𝑗𝛾(𝑥0, 𝑥𝑗) + 𝜇

𝑛

𝑗=1

Estimasi error variansi 𝜎𝑘2 sangat

bergantung pada jumlah dan lokasi

dari lokasi-lokasi yang diamati. Oleh

sebab itu 𝜎𝑘2, adalah alat yang efisien

untuk penyelesaian permasalahan

optimasi jaringan, dan perlu

ditekankan juga bahwa 𝜎𝑘2 bukanlah

error estimasi ruang nyata, tetapi error

pemodelan.

Semivariogram dengan GIS 9.3

Dalam metode kriging, fungsi

semivariogram sangat menentukan.

Oleh sebab itu, semivariogram data

perlu diketahui terlebih dahulu.

Persamaan umum semivariogram

adalah sebagai berikut (Suharjo,

2005):

𝛾(ℎ) =1

2𝑛 ∑(𝑧(𝑥𝑖 + ℎ) − 𝑧(𝑥𝑖))

2𝑛

𝑖=1

dengan:

z (xi) = nilai ‘z’ pada titik x yang

ditinjau

h = jarak antar titik

z (xi+h) = nilai ‘z’ pada jarak h dari

titik x yang ditinjau

Gambar 2.1. Bentuk Umum

Semivariogram

Pada dasarnya variogram

mempunyai tiga persamaan dasar yang

dapat dipergunakan untuk

menggambarkan hubungan antara

jarak (km) dan besaran variable (dalam

hal ini besar hujan, dalam mm2), yaitu

spherical, exponential, dan linear.

(Tiryana, 2005).

1. Model spherical dapat disajikan

dalam persamaan:

Page 7: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

γ(h) = C[(3h/2α) − h3/2α3] h< α

Atau = C h < α

Gambar 2.2. Model Spherical

2. Model exponential disajikan dalam

persamaan:

𝛾(ℎ) = 𝐶 [1 − 𝑒−ℎ

𝑟⁄ ]

Gambar 2.3 Model Exponential

3. Model gaussian dapat disajikan

dalam persamaan:

𝛾(ℎ) = 𝐶 (1 − 𝑒−ℎ2

𝑟2⁄)

Gambar 2.4. Model Gaussian

Cross Validation dengan GIS 9.3 Metode ini menggunakan

seluruh data untuk mendapatkan suatu

model. Dari hasil prediksi dapat

ditentukan galat prediksi yang

diperoleh dari selisih antara nilai

sesungguhnya dengan hasil prediksi.

𝑒𝑖 = 𝑍(𝑥𝑖) − 𝑍∗(𝑥𝑖) di mana:

ei = galat (error)

Z(xi) = nilai sesungguhnya pada

lokasi ke-i

Z*(xi) = prediksi nilai pada lokasi ke-i

Beberapa ukuran yang dapat

digunakan untuk membandingkan

keakuratan model adalah:

1. Root Mean Square Error (RMSE)

Ukuran ini paling sering digunakan

untuk membandingkan akurasi antara

2 atau lebih model dalam analisis

spasial. Semakin kecil nilai RMSE

suatu model menandakan semakin

akurat model tersebut.

𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑆𝑆𝐸

𝑛

𝑆𝑆𝐸 = ∑ 𝑒𝑖2𝑛

𝑖=1

2. Mean Absolute Error (MAE)

Ukuran ini mengindikasikan

seberapa jauh penyimpangan prediksi

dari nilai sesungguhnya. Semakin kecil

nilai MAE seatu model interpolasi

spasial, semakin kecil penyimpangan

prediksi dari nilai sesungguhnya.

𝑀𝐴𝐸 =∑ |𝑒𝑖|𝑛

𝑖=1

𝑛

2.8. Kesalahan Relatif

Penentuan kesalahan relatif

curah hujan rancangan dilakukan

dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

%100*

Xa

XbXaKr

dengan:

Kr = Kesalahan relatif curah hujan

rancangan (%)

Xa = Curah hujan rancangan

berdasarkan jaringan pos

hujan eksisting (mm).

Xb = Curah hujan rancangan

berdasarkan metode Kriging

(mm).

2.9. Sistem Informasi Geografis

(Geographical Information

System)

Geografis adalah sistem yang

berbasiskan komputer yang digunakan

untuk menyimpan dan memanipulasi

informasi-informasi geografi. SIG

adalah kumpulan yang terorganisir

dari perangkat keras komputer,

Jarak (km)

Var

iog

ram

(m

m2

)

(mm2

Jarak (km)

Var

iog

ram

(mm

2)

Jarak(km)

Var

iog

ram

(m

m2)

Page 8: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

perangkat lunak, data geografi dan

personil yang dirancang secara efisien

untuk memperoleh, menimpan,

mengupdate, memanipulasi,

menganalisis dan menampilkan semua

bentuk informasi yang bereferensi

geografi (Prahasta 2002: 55).

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Daerah Studi

Lokasi studi ini terletak pada

wilayah sungai Parigi-Poso yang

merupakan Wilayah Sungai Strategis

Nasional dan secara geografis terletak

pada posisi antara 119o54` - 121o31`

Bujur Timur dan 0o05` - 2o14` Lintang

Selatan dengn luas wilayah 8,864,23

km2.

Gambar 3.1 Peta Wilayah Sungai

Parigi-Poso

3.2. Langkah Pengerjaan Studi

1. Analisis Jaringan Pos Hujan

Berdasarkan Metode Analisa

Bobot menggunakan data primer

atau data hasil survey ke lapangan.

2. Analisis Kerapatan Pos Hujan dan

Pola Penyebaran Pos Hujan

Berdasarkan Standar WMO (World

Meteorogical Organization).

3. Melakukan pemodelan

semivariogram berdasarkan data

curah hujan tahunan rerata, dengan

menggunakan tiga model

semivariogram baku yaitu model

spherical, model exponential, dan

model gaussian.

4. Menghitung cross validation (nilai

RMSE dan MAE) masing-masing

model semivariogram untuk

memperoleh model terbaik.

5. Menentukan jumlah pos

rekomendasi berdasarkan hasil

perhitungan estimasi variansi.

6. Membuat peta galat baku prediksi

berdasarkan model semivariogram

terpilih. Pembuatan peta ini

bertujuan untuk menentukan letak

pos hujan rekomendasi.

7. Perhitungan kesalahan relatif

berdasarkan perbandingan analisis

curah hujan rancangan eksisting

dan rekomendasi.

Mulai

Pengklasifikasian Pos

beroperasi dan tidak

beroperasi

Peta Rupa Bumi (jalan,

Sungai dan Administrasi)

Digitasi Peta

Pengeplotan Pos Hujan

Sesuai Koordinat

Uji Konsistensi Data

dengan Lengkung Massa

Ganda, Uji T dan Uji FPemodelan Wilayah

Sungai

Poligon Thiessen

Luas Pengaruh Tiap Pos

Hujan

Analisa Kerapatan Pos

Hujan

Pembuatan Jaringan Pos

Hujan Sesuai Hasil

Metode Kriging

Perhitungan Curah Hujan

Harian Maksimum

Analisa Distribusi Log Pearson

III, Gumbel dan log Normal

Uji Kesesuain Distribusi

Curah Hujan Rancangan

Pos Rekomendasi

Perhitungan Curah Hujan

Harian Maksimum

Analisa Distribusi Log

Pearson III, Gumbel dan log

Normal

Uji Kesesuaian Distribusi

Curah Hujan Rancangan

Pos Eksisting

Perbandingan CH Eksisting

dengan Metode Kriging

Standar WMO

Selesai

Dihentikan

Tidak

Ya

Hasil Survey Lapangan

Analisa Bobot

(Score)

Diaktifkan

Data Curah Hujan

Data Pos Hujan dan

Koordinat

Gambar 3.2 Dialgram alir pengerjaan

studi

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Evaluasi Pos Hujan dengan

Metode Analisa Bobot

(Score)

Analisa bobot (Score) digunakan

untuk mengetahui skala prioritas dari

setiap pos hujan, dan selanjutnya dapat

ditentukan klasifikasi dari pos hujan

tersebut. Penentuan skala prioritas

dihitung menggunakan faktor penentu

dan koefisien faktor, serta unsur dan

skor unsur faktor penentu. Berikut

Page 9: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

hasil Perhitungan Analisa Bobot

(Score):

Tabel 4.1. Perhitungan Analisa Bobot

NO Nama

Pos

Nilai

SP

Persamaan Skala

Prioritas

Skala

Prioritas

1 Kilo 474 SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2

2 Tolai 473 SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2

3 Mayoa 477 SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2

4 Pandayora 498 SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2

5 Dolago

Padang 295 SP < SPRAT - 1 SD SP3

6 Sausu 311 SP < SPRAT - 1 SD SP3

7 Dolago Bendung

462 SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2

8 Olaya 353 SPRAT- 1

SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2

Rata - Rata 417.88

Standard Deviasi 83.48

Sumber: Hasil Perhitungan

Keterangan nilai:

SP1 > 501.35

334.40 < SP2 < 501.35

SP3 < 334.40

Dari perhitungan tabel di atas

selanjutnya dilakukan

pengklasifikasian pos hujan

berdasarkan skala prioritas yang hasil

evaluasinya ditabelkan sebagai

berikut:

Tabel 4.2. Hasil Evaluasi Metode

Analisa Bobot

NO Nama

Pos

Nilai

SP

Skala

Prioritas Klasifikasi Ket

1 Kilo 474 SP2 Sekunder -

2 Tolai 473 SP2 Sekunder -

3 Mayoa 477 SP2 Sekunder -

4 Pandayora 498 SP2 Sekunder -

5 Dolago Padang

295 SP3 Sekunder -

6 Sausu 311 SP3 Primer Dekat

bendung

7 Dolago Bendung

462 SP2 Sekunder -

8 Olaya 353 SP2 Sekunder -

Rata - Rata 417.88

Standard

Deviasi 83.48

Sumber: Hasil Perhitungan

4.2 Analisa Kerapatan Pos Hujan

Berdasarkan Standar WMO

(World Meteorogical

Organization)

Dari hasil analisa diketahui bahwa

pada Wilayah Sungai Parigi-Poso

terdapat 3 pos hujan dimana luas

daerah pengaruhnya termasuk dalam

klasifikasi kondisi sulit, (1000-5000

km2/pos) didasarkan pada WMO

daerah pegunungan tropis mediteran

sedang yaitu pos Lembontonara, Kilo,

dan Pandayora. Hal ini menunjukkan

bahwa berdasarkan standar WMO dan

dari hasil presentase luas daerah

pengaruh, kerapatan ketiga pos hujan

tersebut kurang sehingga perlu adanya

rekomendasi pos hujan baru dengan

metode kriging.

4.3 Analisa Kerapatan Pos Hujan

Berdasarkan Metode Kriging

Dalam perencanaan jaringan pos

hujan dengan metode Kriging

didasarkan pada curah hujan tahunan

rerata setiap pos hujan.

Dari data curah hujan tahunan

rerata yang diperoleh, dilakukan

pemodelan semivariogram. Untuk

mempermudah pemodelan, dilakukan

binning (pengelompokkan nilai

semivariogram) pada semivariogram.

Proses binning ini didasarkan pada

jarak terjauh antar pos hujan. Setelah

dilakukan binning, maka dilakukan

pemodelan semivariogram dengan

menggunakan tiga model

semivariogram baku yaitu spherical,

exponential, dan gaussian. Untuk

mengetahui model semivariogram

yang terbaik yang nantinya akan

dipakai dalam membuat prediksi

interpolasi kriging, dilakukan cross

validation dengan melakukan prediksi

interpolasi kriging untuk setiap model

semivariogram. Perbandingan nilai

RMSE dan MAE dari ketiga model

semivariogram dapat dilihat pada

Tabel 4.3

Page 10: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Cross

Validation Ketiga Model

Semivariogram Model Variogram RMSE MAE

Spherical 720.240 601.070

Exponential 720.240 601.070

Gaussian 627.294 508.457

Sumber: Hasil Perhitungan

Berdasarkan tabel di atas,

model variogram gaussian mempunyai

nilai RMSE dan MAE yang terkecil.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa

korelasi spasial curah hujan di

Wilayah Sungai Parigi-Poso dapat

dijelaskan oleh model semivariogram

gaussian.

Model semivariogram terpilih

selanjutnya digunakan untuk membuat

peta kontur galat baku prediksi

(prediction standart error map).

Pembuatan peta kontur ini bertujuan

untuk mengetahui besar kesalahan

distribusi kontur jaringan pos hujan

pada kondisi eksisting. Peta kontur

galat baku prediksi dapat dilihat

sebagai berikut:

Gambar 4.1. Peta kontur galat baku

prediksi eksisting

Dari peta kontur tersebut, dapat

dilihat bahwa pola penyebaran pos

hujan mempengaruhi kesalahan

distribusi kontur. Pada daerah dengan

kerapatan pos hujan yang rendah

memiliki kesalahan distribusi kontur

yang tinggi. Sehingga perlu adanya

rekomendasi pos hujan baru pada

daerah tersebut.

Penentuan letak pos hujan yang

direkomendasikan dilakukan dengan

cara simulasi yang didasarkan pada

peta galat baku prediksi pos hujan

eksisting dengan memperhatikan

jaringan jalan dan jaringan sungai pada

daerah studi. Peta galat baku prediksi

pos hujan rekomendasi dapat dilihat

pada gambar.

Gambar 4.2. Peta kontur galat baku

prediksi rekomendasi I

Gambar 4.3. Peta kontur galat baku

prediksi rekomendasi II

Pengujian keoptimalan letak

pos hujan rekomendasi dilakukan

dengan membandingkan nilai RMSE

dan MAE antara pos hujan eksisting

dan pos hujan rekomendasi.

Perbandingan nilai RMSE dan MAE

pada kedua kondisi tersebut disajikan

sebagai berikut:

Tabel 4.4. Perbandingan Nilai RMSE

dan MAE Pos Hujan Eksisting dan Pos

Hujan Rekomendasi 1

Model

Semivariogram

RMSE MAE

Eksisting Rekomendasi

I Eksisting

Rekomendasi

I

Spherical 720.240 541.9 601.070 397.859

Exponential 720.240 571.0 601.070 419.465

Gaussian 627.294 540.65 508.457 399.759

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.5. Perbandingan Nilai RMSE

dan MAE Pos Hujan Eksisting dan Pos

Hujan Rekomendasi 2

Model

Semivariogram

RMSE MAE

Eksisting Rekomendasi

II Eksisting

Rekomendasi

II

Spherical 720.240 481.5 601.070 312.680

Exponential 720.240 537.8 601.070 391.353

Gaussian 627.294 483.7 508.457 307.553

Sumber: Hasil Perhitungan

Page 11: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

Berdasarkan tabel di atas, dapat

dilihat bahwa nilai RMSE dan MAE

pos hujan rekomendasi lebih kecil

dibandingkan nilai RMSE dan MAE

pos hujan eksisting, sehingga pos

rekomendasi hasil interpolasi kriging

layak untuk diterapkan pada Wilayah

Sungai Parigi-Poso.

Selanjutnya dilakukan analisa

curah hujan rata-rata daerah dan curah

hujan rancangan dari metode Kriging

sehingga diketahui besarnya nilai

curah hujan rancangan untuk berbagai

kala ulang dari metode Kriging

tersebut. Dari hasil perhitungan curah

hujan rancangan pada kondisi

eksisting, rekomendasi I dan

rekomendasi II, diperoleh besarnya

nilai kesalahan relatif untuk berbagai

kala ulang. Hasil perhitungan dapat

dilihat pada Tabel 4.6, dan Tabel 4.7.

Dalam bentuk grafik dapat dilihat pada

gambar.

Tabel 4.6. Rekapan Kesalahan Relatif

Curah Hujan Rancangan Rekomendasi

I

No Tr

(tahun)

Curah Hujan

Rancangan

Curah Hujan

Rancangan

Kesalahan

Relatif

Jaringan

Eksisting (mm)

Metode

KrigingRekom I (mm)

Rekomendasi

I (%)

1 2 34.734 35.092 1.031

2 5 46.530 47.162 1.358

3 10 53.100 53.703 1.137

4 25 60.238 60.633 0.655

5 50 64.849 65.001 0.234

6 100 68.954 68.799 0.225

7 1000 80.055 78.544 1.887

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.7. Rekapan Kesalahan

Relatif Curah Hujan Rancangan

Rekomendasi II

No Tr

Curah Hujan Rancangan

Curah Hujan Rancangan

Kesalahan Relatif

Jaringan

Eksisting

Metode

Kriging Rekom II

Rekomendasi

II

(tahun) (mm) (mm) (%)

1 2 34.734 33.58 3.335

2 5 46.530 46.46 0.151

3 10 53.100 54.20 2.073

4 25 60.238 62.27 3.375

5 50 64.849 67.75 4.478

No Tr

Curah Hujan

Rancangan

Curah Hujan

Rancangan

Kesalahan

Relatif

Jaringan

Eksisting

Metode Kriging

Rekom II

Rekomendasi

II

(tahun) (mm) (mm) (%)

6 100 68.954 72.37 4.953

7 1000 80.055 82.02 2.449

Sumber: Hasil Perhitungan

Dari hasil analisa berdasarkan

metode Kriging, diketahui kerapatan

pos hujan rekomendasi I dan

rekomendasi II memenuhi standar

WMO (pos hujan termasuk dalam

kondisi normal). Hal ini membuktikan

bahwa penentuan letak pos hujan baru

berdasarkan metode Kriging dapat

diterapkan di Wilayah Sungai Parigi-

Poso. Hasil analisa dapat dilihat pada

Tabel 4.8. dan Tabel 4.9.

Tabel 4.8. Analisa Kerapatan Pos Hujan

Berdasarkan Standar WMO (pos Hujan

Rekomendasi I) Luas Daerah Km2 persatu pos hujan

No

Kondisi Normal : 300 -

1000 No

Kondisi Ideal:

100 - 250

Pos Hujan Luas

(Km2)

Pos

Hujan

Luas

(Km2)

1 Tolai 338.42 16 Dolago

Padang 78.13

2 Mayoa 305.09 17 Olaya 73.78

3 Lembontonatara 361.32

4 Lemusa 315.97

5 Kilo 504.03

6 Pandayora 564.17

7 Sausu 680.10

8 Dolago Bendung 260.45

9 A 644.81

10 B 500.37

11 C 750.64

12 D 825.74

13 E 712.69

14 F 730.67

15 G 982.96

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.9. Analisa Kerapatan Pos Hujan

Berdasarkan Standar WMO (pos Hujan

Rekomendasi II) No Luas Daerah Km2 persatu pos hujan

Kondisi Normal : 300 – 1000

Pos Hujan Luas (Km2)

1 Tolai 343.15

2 Mayoa 305.09

3 Lembontonatara 361.32

4 Lemusa 354.25

5 Kilo 504.03

6 Pandayora 564.17

Page 12: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

No Luas Daerah Km2 persatu pos hujan

Kondisi Normal : 300 – 1000

Pos Hujan Luas (Km2)

7 Sausu 680.10

8 Dolago Bendung 369.36

9 A 644.81

10 B 500.37

11 C 750.64

12 D 825.74

13 E 712.69

14 F 730.67

15 G 982.96

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.10. Pola Penyebaran Pos

Hujan Rekomendasi I Metode Kriging

NO Nama Pos

Letak

Geografis Letak Astronomi

Kecamatan BT LS

1 Tolai Sausu 120 ˚ 19 ' 54.91"

0 ˚ 23 ' 10.9"

2 Mayoa Pamona

Selatan

120 ˚ 44 ' 14.5"

2 ˚ 8 ' 41.78"

3 Lembontonara Moriatas 121 ˚ 3 ' 55.22"

1 ˚ 37 ' 43.5"

4 Lemusa Parigi 120 ˚ 4 '

58.98"

0 ˚ 49 '

23.99"

5 Kilo Poso

Pesisir

120 ˚ 35

' 41.78"

1 ˚ 16 '

40.51"

6 Pandayora Pamona

Selatan

120 ˚ 41 ' 23.32"

2 ˚ 6 ' 40.72"

7 Dolago

Padang Parigi

120 ˚ 12

' 28.51"

0 ˚ 53 '

23.6"

8 Sausu Sausu 120 ˚ 25

' 12.5"

1 ˚ 3 '

26.78"

9 Dolago Bendung

Parigi 120 ˚ 11 ' 14.71"

0 ˚ 53 ' 51.61"

10 Olaya Parigi 120 ˚ 9 '

46.58"

0 ˚ 50 '

15.11"

11 A Ampibabo 119 ˚ 59 ' 12.08"

0 ˚ 19 ' 42.33"

12 B Tojo 121 ˚ 17

' 22.13"

1 ˚ 9 '

26.89"

13 C Tojo 121 ˚ 10 ' 49.45"

1 ˚ 22 ' 47.6"

14 D Tojo Barat 120 ˚ 53

' 42.48"

1 ˚ 32 '

50.26"

15 E Poso

Pesisir 120 ˚ 37 ' 56.95"

1 ˚ 31 ' 51.24"

16 F Pamona

Utara

120 ˚ 37

' 56.35"

1 ˚ 40 '

33.41"

17 G Pamona

Utara 120 ˚ 30 ' 14.49"

1 ˚ 48 ' 40.15"

Sumber: Hasil Perhitungan

Tabel 4.11. Pola Penyebaran Pos

Hujan Rekomendasi II Metode

Kriging

NO Nama Pos

Letak

Geografis Letak Astronomi

Kecamatan BT LS

1 Tolai Sausu 120 ˚ 19 ' 54.91"

0 ˚ 23 ' 10.9"

2 Mayoa

Pamona

Selatan 120 ˚ 44

' 14.5"

2 ˚ 8 '

41.78"

3 Lembontonara Moriatas 121 ˚ 3 ' 55.22"

1 ˚ 37 ' 43.5"

NO Nama Pos

Letak

Geografis Letak Astronomi

Kecamatan BT LS

4 Lemusa Parigi 120 ˚ 4 ' 58.98"

0 ˚ 49 ' 23.99"

5 Kilo

Poso

Pesisir 120 ˚ 35

' 41.78"

1 ˚ 16 '

40.51"

6 Pandayora

Pamona

Selatan 120 ˚ 41 ' 23.32"

2 ˚ 6 ' 40.72"

7 Sausu Sausu 120 ˚ 25

' 12.5"

1 ˚ 3 '

26.78"

8 Dolago Bendung Parigi

120 ˚ 11 ' 14.71"

0 ˚ 53 ' 51.61"

9 A Ampibabo

119 ˚ 59

' 12.08"

0 ˚ 19 '

42.33"

10 B Tojo

121 ˚ 17 ' 22.13"

1 ˚ 9 ' 26.89"

11 C Tojo

121 ˚ 10

' 49.45"

1 ˚ 22 '

47.6"

12 D Tojo Barat

120 ˚ 53 ' 42.48"

1 ˚ 32 ' 50.26"

13 E

Poso

Pesisir

120 ˚ 37

' 56.95"

1 ˚ 31 '

51.24"

14 F Pamona Utara

120 ˚ 37 ' 56.35"

1 ˚ 40 ' 33.41"

15 G

Pamona

Utara

120 ˚ 30

' 14.49"

1 ˚ 48 '

40.15"

Sumber: Hasil Perhitungan

5. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil metode analisa

bobot, dapat diketahui 1 pos

klasifikasi primer yaitu pos hujan

Sausu karena fungsinya yang sangat

diperlukan dan terletak di dekat

bangunan air (bendung), dan 7 pos

klasifikasi sekunder yaitu Pos hujan

Kilo, pos hujan Pandayora, pos

hujan Dolago Padang dan pos hujan

dolago Bendung serta Pos

Klimatologi Tolai, Olaya dan

Mayoa berdasarkan hasil

perhitungan dari skala prioritas.

2. Hasil analisa kerapatan jaringan pos

hujan di Wilayah Sungai Parigi-

Poso berdasarkan metode Kriging

dengan standar WMO (World

Meteorological Organization)

pada daerah pegunungan tropis

mediteran sedang menunjukan

terdapat 3 pos hujan dalam kondisi

sulit dengan luas pengaruh antara

1000-5000 km2 yaitu pos hujan

Lembontonara, Kilo dan Pandayora.

Untuk itu perlu adanya perencanaan

jaringan pos hujan yang baru. Dari

hasil perhitungan metode kriging

didapat 17 rekomendasi hujan untuk

rekomendasi 1 dan 15 pos hujan

Page 13: evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan

pada rekomendasi 2, dari 10 pos

hujan eksisiting dengan nilai

variansi dibawah 5%. Nilai RMSE

dan MAE dari pos hujan

rekomendasi 1 dan rekomendasi 2

lebih kecil dibandingkan dengan

nilai RMSE dan MAE dari pos

hujan eksisting sehingga

rekomendasi ini dapat diterapkan.

3. Besarnya curah hujan rancangan

pos hujan eksisting, pos hujan

rekomendasi 1 dan pos hujan

rekomendasi dengan kala ulang

2,5,10,25,50,100,1000 tahun

setelah di bandingkan hasil

kesalahan relatifnya dibawah 5%.

Hal ini membuktikan penentuan

letak pos hujan baru dapat di

terapkan di Wilayah Sungai Parigi-

Poso.

4. Presentase kesalahan relatif curah

hujan rancangan rekomendasi 1 dan

rekomendasi 2 berdasarkan pola

jaringan pos hujan metode Kriging

terhadap kondisi eksisting dibawah

5% yaitu dengan rata-rata 1.557

untuk rekomendasi 1 dan 3.145

pada rekomendasi 2.

5. Letak posisi pos hujan rekomendasi

1 dan rekomendasi 2 terletak pada

topografi daerah yang umumnya

pegunungan dan perbukitan yang

tersebar di Kabupaten Parigi

Moutong, Kabupaten Poso,

Kabupaten Morowali, dan

Kabupaten Tojo Una-una dengan

letak astronomi wilayah Bujur

Timur dan Lintang Selatan serta

pada Zona 51 S berdasarkan UTM,

yang luas pengaruhnya sudah

memenuhi standar WMO (World

Meteorological Organization).

DAFTAR PUSTAKA

Chow, V.T., Maidment, D.R., and

Mays, L.W. 1998. Apllied

Hydrology. Singapore: McGraw-

Hill Book Company.

Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya. 2000. Panduan

Penulisan Skripsi. Malang:

Fakultas Teknik Universitas

Brawijaya.

Hadisusanto, Nugroho. 2010. Aplikasi

Hidrologi. Malang: Jogja

Mediautama.

Harto Br, Sri. 1993. Analisis

Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Kementerian Pekerjaan Umum dan

JICA. 2010. Pelatihan Hidrologi.

Kementerian Pekerjaan Umum.

Limantara, Lily Montarcih. 2008.

Hidrologi Dasar. Malang: Tirta

Media.

Limantara, Lily Montarcih. 2010.

Hidrologi Praktis. Bandung: Lubuk

Agung.

Linsley, Ray K, M.A. Kohler dan JLH

Pualhus. 1986. Hidrologi Untuk

Insinyur.(Terjemahan). Jakarta:

Erlangga.

Prahasta, Eddy. 2002. Sistem

Informasi Geografis. Bandung:

Informatika.

Soemarto, CD. 1986. Hidrologi

Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.

Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi

Metode Statistik Untuk Analisa

Data Jilid 1.

Bandung: Nova.

Soewarno. 1995. Hidrologi : Aplikasi

Metode Statistik Untuk Analisa

Data Jilid 2.

Bandung: Nova.

Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku

Takeda. 1977. Hidrologi Untuk

Pengairan.

Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Suhartanto, Ery. Lily Montarcih

Limantara dan Wahyu Nugroho

Wicaksono. 2012. Jurnal Aplikasi

SIG dan Metode Kriging serta

Standar WMO untuk Kerapatan

Stasiun Hujan di Das Kahayan

Provinsi Kalimantan Tengah.

Triatmodjo, Bambang. 2010.

Hidrologi Terapan. Yogyakarta:

Beta Offset.