studi kerapatan jaringan stasiun hujan di das...

10
Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018 ISBN: 978-602-60286-1-7 AR - 55 STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS CISADANE MENGGUNAKAN METODE KAGAN RODDA Utari Dwi Lestari 1 , Sih Andajani 2 dan Dina P. A. Hidayat 3 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat Email : [email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat Email : [email protected] 3 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat Email : [email protected] ABSTRAK Data merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah analisis. Dalam aplikasi ilmu hidrologi, data curah hujan memegang peranan penting dalam sebuah analisis hidrologi, maupun hidrolika. Guna memperoleh data hujan yang valid dan lengkap, permasalahan yang seringkali ditemui antara lain: jumlah stasiun yang tidak memadai dan kerapatan serta pola penyebaran stasiun hujan yang belum sesuai dengan standar yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk merancang jumlah dan kerapatan jaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan Rodda dalam hal ini digunakan studi kasus DAS Cisadane. DAS Cisadane merupakan salah satu DAS terbesar di daerah Jawa Barat dengan luas ± 1.515,77 km 2 . DAS Cisadane memiliki 13 stasiun hujan eksisting yang tersebar di dalam dan di luar DAS. Sebelumnya dilakukan analisis stasiun hujan aktif dengan kriteria memiliki panjang data setidaknya selama 12 tahun yang berkesinambungan dan terpilih 8 stasiun hujan. Dari 8 stasiun hujan tersebut, terdapat 5 stasiun hujan yang belum memenuhi kerapatan jaringan tiap stasiun hujan dengan mengacu pada Standar World Meteorological Organization (WMO). Berdasarkan hasil analisa direkomendasikan di DAS Cisadane perlu 15 stasiun hujan yang berarti perlu ada penambahan stasiun hujan baru sejumlah 7 stasiun (dari 8 stasiun hujan yang sudah ada) dan 1 stasiun reposisi untuk mendapatkan kerapatan jaringan yang sesuai dengan standar WMO. Kata kunci: Distribusi Hujan, Kagan Rodda, Standar World Meteorological Organization, Stasiun Hujan 1. PENDAHULUAN Data merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah proses analisis maupun perencanaan. Dalam perencanaan suatu bangunan air misalnya, data curah hujan merupakan bagian penting yang menentukan keakuratan analisis hidrologi. Data yang diperoleh harus berkualitas (benar/valid) serta terpenuhi kuantitasnya (data bersifat kontinu/berkelanjutan). Disamping itu perlu juga diperhatikan jumlah stasiun hujan, kerapatan dan pola penyebarannya. Pada kenyataannya dalam mempersiapkan data curah hujan terdapat beberapa permasalahan yaitu; 1) Jumlah stasiun hujan yang tidak memadai; seperti pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi akan tetapi jumlah stasiun hujannya sedikit dan sebaliknya pada daerah yang memiliki curah hujan rendah namun memiliki jumlah stasiun hujan yang banyak, 2) Kerapatan stasiun-stasiun hujan yang tidak memadai; seperti jarak antar stasiun hujan yang terlalu dekat ataupun terlalu jauh. Selain itu, kesulitan dalam mencari ketersediaan data curah hujan yang memadai, akurat dan berkesinambungan juga menjadi permasalahan dalam perencanaan analisa hidrologi. DAS Cisadane termasuk DAS dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, disamping pertumbuhan perkotaan didalamnya yang pesat, sehingga menuntut informasi data curah hujan yang lebih memadai dibandingkan dengan wilayah yang belum berkembang. Oleh karena itu, diperlukan studi kerapatan jaringan stasiun hujan sehingga data hujan yang diperoleh dapat lebih baik secara kualitas dan kuantitasnya dan perencanaan sumber daya air pada DAS tersebut dapat lebih optimal.

Upload: vukien

Post on 01-Apr-2019

314 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

Konferensi Nasional Teknik Sipil 12 Batam, 18-19 September 2018

ISBN: 978-602-60286-1-7 AR - 55

STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS CISADANE

MENGGUNAKAN METODE KAGAN RODDA

Utari Dwi Lestari1, Sih Andajani2 dan Dina P. A. Hidayat3

1Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat

Email : [email protected] 2Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat

Email : [email protected] 3Jurusan Teknik Sipil, Universitas Trisakti, Jl. Kyai Tapa No. 1 Grogol, Jakarta Barat

Email : [email protected]

ABSTRAK

Data merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah analisis. Dalam aplikasi ilmu hidrologi, data

curah hujan memegang peranan penting dalam sebuah analisis hidrologi, maupun hidrolika. Guna

memperoleh data hujan yang valid dan lengkap, permasalahan yang seringkali ditemui antara lain:

jumlah stasiun yang tidak memadai dan kerapatan serta pola penyebaran stasiun hujan yang belum

sesuai dengan standar yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk merancang jumlah dan kerapatan

jaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan Rodda dalam hal ini digunakan studi kasus DAS

Cisadane. DAS Cisadane merupakan salah satu DAS terbesar di daerah Jawa Barat dengan luas ±

1.515,77 km2. DAS Cisadane memiliki 13 stasiun hujan eksisting yang tersebar di dalam dan di luar

DAS. Sebelumnya dilakukan analisis stasiun hujan aktif dengan kriteria memiliki panjang data

setidaknya selama 12 tahun yang berkesinambungan dan terpilih 8 stasiun hujan. Dari 8 stasiun hujan

tersebut, terdapat 5 stasiun hujan yang belum memenuhi kerapatan jaringan tiap stasiun hujan dengan

mengacu pada Standar World Meteorological Organization (WMO). Berdasarkan hasil analisa

direkomendasikan di DAS Cisadane perlu 15 stasiun hujan yang berarti perlu ada penambahan stasiun

hujan baru sejumlah 7 stasiun (dari 8 stasiun hujan yang sudah ada) dan 1 stasiun reposisi untuk

mendapatkan kerapatan jaringan yang sesuai dengan standar WMO.

Kata kunci: Distribusi Hujan, Kagan Rodda, Standar World Meteorological Organization, Stasiun

Hujan

1. PENDAHULUAN

Data merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sebuah proses analisis maupun perencanaan. Dalam

perencanaan suatu bangunan air misalnya, data curah hujan merupakan bagian penting yang menentukan keakuratan

analisis hidrologi. Data yang diperoleh harus berkualitas (benar/valid) serta terpenuhi kuantitasnya (data bersifat

kontinu/berkelanjutan). Disamping itu perlu juga diperhatikan jumlah stasiun hujan, kerapatan dan pola

penyebarannya.

Pada kenyataannya dalam mempersiapkan data curah hujan terdapat beberapa permasalahan yaitu; 1) Jumlah stasiun

hujan yang tidak memadai; seperti pada daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi akan tetapi jumlah stasiun

hujannya sedikit dan sebaliknya pada daerah yang memiliki curah hujan rendah namun memiliki jumlah stasiun hujan

yang banyak, 2) Kerapatan stasiun-stasiun hujan yang tidak memadai; seperti jarak antar stasiun hujan yang terlalu

dekat ataupun terlalu jauh. Selain itu, kesulitan dalam mencari ketersediaan data curah hujan yang memadai, akurat

dan berkesinambungan juga menjadi permasalahan dalam perencanaan analisa hidrologi.

DAS Cisadane termasuk DAS dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, disamping pertumbuhan

perkotaan didalamnya yang pesat, sehingga menuntut informasi data curah hujan yang lebih memadai dibandingkan

dengan wilayah yang belum berkembang. Oleh karena itu, diperlukan studi kerapatan jaringan stasiun hujan sehingga

data hujan yang diperoleh dapat lebih baik secara kualitas dan kuantitasnya dan perencanaan sumber daya air pada

DAS tersebut dapat lebih optimal.

Page 2: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 56

ISBN: 978-602-60286-1-7

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran Hujan

Pengukuran hujan dilakukan secara langsung dengan menampung air hujan yang jatuh. Pengukuran hujan dibedakan

menjadi 2 jenis bergantung dari alat pengukurnya, yakni: pengukuran hujan manual dan otomatis. Alat penakar hujan

manual terdiri dari wadah atau ember yang telah diukur diameternya. Prinsip kerja alat penakar hujan manual adalah

menampung air hujan dan mengukur volumenya setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan. Melalui

cara tersebut hanya diperoleh data curah hujan selama periode tertentu. Sedangkan alat penakar hujan otomatis

merupakan alat penakar hujan yang pencatatannya bersifat merekam/otomatis. Melalui alat penakar hujan otomatis

ini dapat diperoleh data kedalaman hujan maupun periode waktunya sehingga nilai intensitas hujan juga dapat

diperoleh.

Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan

Kerapatan jaringan adalah suatu satuan luas tiap satu stasiun hujan di dalam wilayah sungai. Dalam merencanakan

sebuah jaringan stasiun hujan, terdapat dua hal yang penting untuk dipertimbangkan, yakni :

a. Menentukan jumlah stasiun hujan yang dibutuhkan

b. Lokasi stasiun hujan yang dipasang

Dalam melakukan perhitungan kerapatan jaringan terdapat pedoman yang digunkan yakni Standar World

Meteorological Organization (WMO) yang mengatur mngenai kerapatan jaringan minimum (Tabel 1).

Tabel 1. Standar world meteorological organization (WMO)

Daerah Kerapatan Jaringan

Minimum(km2/sta)

Daerah datar, beriklim sedang, laut tengah dan tropis 600 - 900

Laut tengah dan tropis 100 - 250

Kondisi normal, daerah pegunungan 25

Pulau-pulau kecil bergunung (< 20.000 km2) 1.500 - 10.000

Sumber: Triatmodjo, 2008

Metode Kagan Rodda

Terdapat cara yang dipandang sederhana dan paling mudah untuk digunkan, akan tetapi juga sekaligus memberikan

hasil yang cukup baik, yaitu cara Kagan Rodda (Sri Harto, 1985).

Dalam perhitungan Kagan Rodda nantinya akan mendapatkan pola penyebaran stasiun hujan berupa simpul-simpul

segitiga sama sisi dan jumlah stasiun hujan rekomendasi. Berikut merupakan rumus-rumus yang digunakan pada

perhitungan metode Kagan Rodda.

r(d) = r(0)e−d

d0⁄ (1)

𝑍1 = 𝐶𝑉√1−𝑅(0)+0,23

√𝐴

𝑑𝑜√𝑁

𝑁 (2)

Z2 = Cv √1

3(1 − r(0)) + 0,52

r(0)

d0√

A

N (3)

L = 1,07 √A

N (4)

Dengan : d = Jarak antar stasiun (km)

d0 = Radius koreksi, yaitu jarak dalam km dimana koefisien

korelasi berkurang dengan faktor e

𝑍1 = Kesalahan perataan (%)

CV = Koefisien variasi

r(0) = Koefisen korelasi yang diekstrapolasikan untuk jarak 0 km

r(d) = Koefisien korelasi untuk jarak d km

A = Luas DAS (km2)

N = Jumlah stasiun hujan

L = Jarak antar stasiun dalam segitiga samaisisi (km)

Z2 = Kesalahan interpolasi (%)

Page 3: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 57

ISBN: 978-602-60286-1-7

3. METODE PENELITIAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Wilayah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daerah Aliran Sungai Cisadane. DAS Cisadane secara geografis

terletak pada 06°00'22'' sampai dengan 06°47'16'' Lintang Selatan dan 106°28'29'' sampai dengan 106°56'48' Bujur

Timur dengan luas 1.515,77 Km2. Wilayah ini terbagi menjadi 5 sub-DAS yaitu sub-DAS Cisadane Hulu, Ciapus,

Ciampea, Cianten, dan sub-DAS Citempuan.

DAS Cisadane memiliki 13 stasiun hujan yang terletak di Kabupaten Bogor (Pasir Jaya, Kracak, Ranca Bungur,

Cikluwung, Cigudeg, Cianten, Kuripan, Cihideung, Dramaga), Kota Bogor (Empang), Kota Tangerang Selatan

(Serpong dan Sepatan) dan Kota Tangerang (Pasar Baru). Lihat gambar 1.

Gambar 1. Stasiun hujan eksisting DAS Cisadane

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain:

a. Pengumpulan data

b. Pemilihan stasiun hujan aktif

c. Analisa kerapatan jaringan stasiun hujan menggunakan Standar World Meteorological Organization (WMO)

dengan metode Poligon Thiessen

d. Penentuan jumlah stasiun hujan ideal berdasarkan hasil perhitungan

e. Membuat peta jaringan stasiun hujan perhitungan Kagan Rodda

Tahap Perhitungan Metode Kagan Rodda

Secara garis besar, tahapan perhitungan metode Kagan Rodda terdiri dari: perhitungan parameter metode Kagan

Rodda, penentuan jumlah stasiun hujan ideal dan pembuatan peta jaringan stasiun hujan berdasarkan metode Kagan

Rodda.

a. Perhitungan parameter metode Kagan Rodda.

Membuat grafik korelasi linier dengan menggunkan data curah hujan bulanan maksimum antar stasiun hujan,

sehingga didapatkan nilai (r)

Menghitung jarak antar stasiun hujan (d)

Setelah mendapatkan nilai korelasi data curah hujan bulanan maksimum (r) dan jarak antar stasiun (d),

kemudian dibuat grafik hubungan berupa grafik eksponensial, dimana sumbu x merupakan jarak antar stasiun

(d) dan sumbu y ialah korelasi data curah hujan bulanan maksimum (r), sehingga didapatkan nilai r(0) dan

d(0).

Page 4: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 58

ISBN: 978-602-60286-1-7

Menghitung koefisien variasi (Cv) curah hujan bulanan maksimum rata-rata DAS.

b. Penentuan jumlah stasiun hujan ideal

Menghitung besaran nilai kesalahan perataan (Z1) dan nilai besaran nilai kesalahan interpolasi (Z2) yang

nantinya akan dipilih adalah nilai kesalahan < 5%. Dari perhitungan tersebut didapat jumlah stasiun hujan.

Apabila jumlah stasiun hujan eksisting lebih banyak daripada stasiun hujan perhitungan, maka stasiun hujan;

1.) Dapat dikurangi karena bisa mengurangi biaya operasional di tiap stasiun hujan, 2.) Jumlah stasiun hujan

eksisting dapat dipertahankan jumlahnya karena semakin baik apabila jumlah stasiun hujan lebih banyak

daripada yang direncanakan, sehingga data yang dihasilkan semakin akurat dan untuk menjaga-jaga apabila

stasiun hujan yang di dekatnya rusak.

Apabila jumlah stasiun hujan eksisting lebih sedikit daripada stasiun hujan yang diperhitungkan, maka

stasiun hujan eksisting harus ditambah agar data yang dihasilkan lebih teliti.

c. Pembuatan peta jaringan stasiun hujan berdasarkan metode Kagan Rodda.

Menghitung panjang/jarak antar stasiun hujan

Menghitung kerapatan jaringan stasiun hujan, kemudian dicek dengan menggunakan Standar World

Meteorological Organization.

Membuat peta jaringan stasiun hujan perhitungan Kagan Rodda dengan menggambarkan jaring-jaring

segitiga sama sisi dengan panjang sisi sama dengan L. Penggambaran simpul-simpul Kagan menggunakan

program komputer AutoCAD.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan Stasiun Hujan

Stasiun hujan yang digunakan dalam penelitian adalah stasiun hujan yang memiliki kuantitas/jumlah data yang

berkesinambungan. Dalam hal ini panjang data yang digunakan adalah 12 tahun yakni dari tahun 2004 sampai dengan

tahun 2015. Dari 13 stasiun hujan eksisting di DAS Cisadane, terpilih 8 stasiun hujan yang dikatagorikan sebagai

stasiun hujan aktif yaitu stasiun hujan Pasir Jaya, Kracak, Pasar Baru, Cigudeg, Kuripan, Cihideung, Empang dan

Dramaga (Gambar 2).

Perhitungan Kerapatan Stasiun Hujan Aktif

Perhitungan kerapatan jaringan stasiun hujan aktif yang ada pada DAS Cisadane menggunakan metode Poligon

Thiessen yang mana tiap stasiun hujan memiliki luas daerah pengaruh. Dalam penelitin ini, digunakan software

ArcGIS sebagai alat bantu untuk meghitung luas daerah pengaruh stasiun hujan untuk metode Poligon Thiessen. Luas

daerah pengaruh tersebut kemudian dicek besaran luasannya dengan Standar World Meteorological Organization

(Tabel 2). Berdasarkan pedoman tersebut, untuk daerah tropik seperti Indonesia diperlukan kerapatan jaringan

minimum sebesar 100 – 250 km2 tiap stasiun hujan.

Gambar 2. Kerapatan jaringan 8 stasiun hujan aktif metode Polygon Thiessen

Page 5: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 59

ISBN: 978-602-60286-1-7

Tabel 2. Luas daerah pengaruh stasiun hujan aktif

Nama Stasiun Luas Daerah Pengaruh

(km2/stasiun) Keterangan

Pasir Jaya 255 Tidak Memadai

Kracak 418 Tidak Memadai

Pasar Baru 183 Memadai

Cigudeg 106 Memadai

Kuripan 303 Tidak Memadai

Chideung 164 Memadai

Empang 87 Tidak Memadai

Dramaga 0 Tidak Memadai

Analisa luas daerah pengaruh stasiun hujan dengan metode Poligon Thiessen pada DAS Cisadane menghasilkan luas

daerah pengaruh yang bervariasi, dengan luas daerah pengaruh terbesar merupakan stasiun Kracak yang berada di

hulu DAS Cisadane sebesar 418 km2 dan luas daerah pengaruh yang paling kecil merupakan stasiun Dramaga karena

berada di luar DAS Cisadane dan cukup dekat dengan stasiun Empang. Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa

dari 8 stasiun hujan aktif terdapat 5 stasiun hujan yang tidak memenuhi kerapatan jaringan minimum yang diberikan

oleh Standar WMO yakni sebesar 100 – 250 km2 / stasiun. Oleh karena itu, perlu dilakukan perhitungan lebih lanjut

agar kerapatan jaringan 8 stasiun hujan aktif dapat memenuhi ketentuan kerapatan jaringan.

Penentuan Curah Hujan Bulanan Maksimum Tahunan

Perhitungan curah hujan bulanan maksimum diperoleh dari data curah hujan harian yang dijumlahkan sebanyak

jumlah hari yang ada pada bulan tersebut, sehingga didapatkan curah hujan bulanan. Selanjutnya dalam satu tahun

tersebut, dipilih jumlah curah hujan bulanan terbesar, sehingga didapatkan curah hujan bulanan maksimum tahunan.

Stasiun hujan eksisting pada DAS Cisadane memiliki curah hujan bulanan maksimum yang cukup bervariasi mulai

dari 556 -1009 mm.

Tabel 3. Curah hujan bulanan maksimum

Hasil Korelasi Antar Stasiun Hujan

Perhitungan korelasi antar stasiun hujan diperoleh dengan cara membuat grafik regresi linier dengan menghubungkan

data curah hujan bulanan maksimum antar stasiun, sehingga nantinya akan diperoleh nilai r. Contoh grafik regresi

liner lihat gambar 3. Nilai r (korelasi antar stasiun hujan) akan bernilai 1 untuk stasiun hujan yang sama karena

memiliki curah hujan bulanan maksimum yang sama sedangkan nilai r yang kecil mengindikasikan korelasi antar

stasiun hujan yang rendah dan sebaliknya. Nilai r yang diperoleh dari grafik korelasi antar stasiun hujan selanjutnya

ditampilkan dalam bentuk matriks seperti pada Tabel 4.

Stasiun

Hujan

Curah Hujan Bulanan Maksimum (mm) CH Bulanan

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Max

Tahunan

Pasir Jaya 618 403 529 722 753 863 1009 385 494 518 582 501 1009

Kracak 462 298 664 528 670 681 875 296 471 575 626 868 875

Pasar Baru 550 261 314 708 339 327 277 219 253 553 522 185 708

Cigudeg 298 180 297 330 134 198 193 278 15 24 19,8 556,5 556,5

Kuripan 451 487 541 729 480 575 534 299 726 356 708 551 729

Chideung 424 400 549 584 533 528 568 502 657 512 708 681 708

Empang 660 674 530 542 602 512 794 472 656 616 843 997 997

Dramaga 640 682 640 476 672 571 601 458 549 510 704 855 855

Page 6: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 60

ISBN: 978-602-60286-1-7

Gambar 3. Hasil korelasi data curah hujan bulanan maksimum antar Stasiun Hujan

Pasir Jaya – Stasiun Hujan Kracak

Tabel 4. Hasil korelasi antar stasiun hujan

Stasiun

Hujan Pasir Jaya Kracak Pasar Baru Cigudeg Kuripan Cihedeung Empang Dramaga

Pasir Jaya 1 0.3982 0.031 0.0022 0.0664 0.0068 0.0005 0.0047

Kracak 0.3982 1 0.0133 0.0613 0.0656 0.2857 0.2905 0.2292

Pasar Baru 0.031 0.0133 1 0.0377 0.0567 0.002 0.0349 0.1143

Cigudeg 0.0022 0.0613 0.0377 1 0.0119 0.0004 0.0451 0.1336

Kuripan 0.0664 0.0656 0.0567 0.0119 1 0.4233 0.0707 0.0232

Chideung 0.0068 0.2857 0.002 0.0004 0.4233 1 0.2797 0.0763

Empang 0.0005 0.2905 0.0349 0.0451 0.0707 0.2797 1 0.6143

Dramaga 0.0047 0.2292 0.1143 0.1336 0.0232 0.0763 0.6143 1

Jarak antar Stasiun Hujan

Untuk menghitung jarak antar stasiun hujan, digunakan program ArcGIS 10.4.1 pada menu Measure, lalu diukur dari

titik koordinat stasiun hujan yang satu dengan stasiun hujan yang lainnya. Stasiun hujan aktif di DAS Cisadane

sebagian besar terletak di daerah hulu DAS Cisadane, dengan jarak yang paling dekat antara stasiun Empang-Dramaga

sejauh 7 km dan terjauh antara stasiun Empang-Pasar Baru sejauh 73,970 km. Hasil perhitungan jarak antar stasiun

ditampilkan secara lengkap pada Tabel 5.

Tabel 5. Jarak antar stasiun hujan (Km)

Pasir Jaya Kracak Pasar Baru Cigudeg Kuripan Cihedeung Empang Dramaga

Pasir Jaya 0 20.955 67.389 36.51 33.483 17.319 7.045 16.525

Kracak 20.955 0 52.067 15.56 19.745 8.361 16.321 21.49

Pasar Baru 67.389 52.067 0 43.391 33.999 50.467 73.97 54.142

Cigudeg 36.51 15.56 43.391 0 19.944 21.648 29.952 33.993

Kuripan 33.483 19.745 33.999 19.944 0 16.677 21.463 22.166

Chideung 17.319 8.361 16.525 21.49 16.677 0 8.326 12.998

Empang 7.045 16.321 73.97 29.952 21.463 8.326 0 5.714

Dramaga 16.525 21.49 54.142 33.993 22.166 12.998 5.714 0

Selanjutnya menghitung jarak rata-rata antar stasiun hujan dan nilai korelasi rata-rata antar stasiun hujan (Tabel 6)

dan membuat grafik eksponensial dengan jarak rata-rata antar stasiun sebagai sumbu x dan nilai korelasi rata-rata

stasiun hujan sebagai sumbu y (Gambar 4)

Page 7: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 61

ISBN: 978-602-60286-1-7

Tabel 6. Jarak rata-rata (d) dan nilai korelasi rata-rata (r)

Nama stasiun

Hujan

Jarak Rata-rata

(Km)

Nilai Korelasi

Rata-rata

Pasir Jaya 28.4609 0.0728

Kracak 22.0713 0.1920

Pasar Baru 53.6321 0.0414

Cigudeg 28.7140 0.0417

Kuripan 23.9253 0.1025

Cihedeung 14.5280 0.1535

Empang 23.2559 0.1908

Dramaga 23.8611 0.1708

Gambar 4. Grafik eksponensial jarak antar stasiun hujan (d) dengan nilai korelasi

curah hujan (r)

Berdasarkan Gambar 4 dapat diperoleh nilai r(0) sebesar 0,316 dan d(0) sebesar 0,04 dari persamaan di atas. Nilai

tersebut nantinya akan digunakan dalam perhitungan kesalahan perataan (Z1) dan kesalahan interpolasi (Z2) guna

memperoleh jumlah stasiun hujan yang ideal untuk DAS Cisadane.

Perhitungan Koefisien Variasi

Perhitungan koefisen variasi dengan menggunakan metode curah hujan bulanan maksimum rata-rata DAS Cisadane

sehingga didapatkan koevisen variasi sebesar (Cv) 0,19218. Ini menunjukkan bahwa data curah hujan di tiap stasiun

hujan DAS Cisadane memiliki variasi hujan yang cukup rendah, sehingga nilai koefisien variasi yang dihasilkan

rendah.

Kesalahan Perataan (Z1) dan Kesalahan Interpolasi (Z2)

Setelah mendapatkan nilai koefisien variasi (Cv), analisa yang dilakukan selanjutnya meliputi kesalahan perataan (Z1),

kesalahan interpolasi (Z2) dan jarak antar stasiun hujan (L), serta jumlah stasiun hujan (N) yang ideal yang tersedia

berdasarkan tingkat kesalahannya. Hasil perhitungan nilai kesalahan perataan (Z1) dan kesalahan interpolasi (Z2)

serta kerapatan jaringan akan menentukan jumlah stasiun hujan yang ideal untuk DAS Cisadane. Adapun hasil analisa

yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 7. Dengan jumlah stasiun hujan aktif di lokasi DAS Cisadane sebanyak 8

stasiun hujan diperoleh nilai kesalahan perataan (Z1) < 5% yaitu sebesar 1,7171% dan kesalahan interpolasi (Z2) < 5%

sebesar 1,4481%. Nilai tersebut sudah cukup kecil dan sudah cukup baik untuk dipertahankan, akan tetapi lokasi

penyebaran stasiun hujan tersebut harus ditinjau kembali sesuai dengan Metode Kagan. Mengacu pada Standar World

Meteorological Organization dengan kerapatan jaringan untuk DAS Cisadane adalah berkisar 100 – 250 km2, maka

didapatkan tambahan stasiun hujan sebanyak 7 stasiun, sehingga total stasiun hujan yang direkomendasikan sebanyak

15 stasiun untuk menghasilkan kerapatan hujan sebesar 101 km2.

y = 0.316e-0.04x

0.0000

0.1000

0.2000

0.3000

0.0000 20.0000 40.0000 60.0000

Has

il K

ore

lasi

cu

rah

hu

jan

mak

sim

um

(r)

Jarak antar stasiun (d)

Grafik Eksponensial Jarak antar Stasiun (d) dengan Korelasi Curah Hujan (r)

Page 8: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 62

ISBN: 978-602-60286-1-7

Tabel 7. Hasil perhitungan metode kagan

N Cv r(0) Luas DAS

(𝐤𝐦𝟐) d0 𝐙𝟏 (%) 𝐙𝟐(%)

Kerapatan Jaringan

(𝐤𝐦𝟐)

1 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 2,8798 2,4322 1516

2 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 2,4232 2,0458 758

3 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 2,1906 1,8490 505

4 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 2,0394 1,7210 379

5 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,9295 1,6279 303

6 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,8441 1,5556 253

7 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,7749 1,4970 217

8 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,7171 1,4481 189

9 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,6677 1,4062 168

10 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,6248 1,3698 152

11 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,5869 1,3377 138

12 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,5531 1,3091 126

13 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,5226 1,2832 117

14 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,4950 1,2598 108

15 0,19218 0,316 1515,77 0,0400 1,4697 1,2384 101

Dengan 15 stasiun hujan tersebut didapatkan nilai kesalahan perataan (Z1) < 5% yakni sebesar 1,4697% dan kesalahan

interpolasi sebesar (Z2) sebesar 1,2384%. Nilai kesalahan tersebut lebih kecil daripada hasil perhitungan jika stasiun

hujan sebanyak 8 stasiun, ini berarti dengan 15 stasiun hujan rekomendasiakan lebih baik daripada 8 stasiun hujan

yang aktif.

Penempatan Stasiun Hujan

Penempatan stasiun hujan baik yang eksisting maupun tambahan dilakukan dengan menggambarkan jaring-jaring

segitiga sama sisi pada DAS Cisadane, dengan panjang sisi sama dengan L, kemudian dilakukan penggeseran-

penggeseran sedemikian rupa sehingga jumlah simpul segitiga dalam DAS sama dengan jumlah stasiun hujan yang

dihitung. Dengan jumlah stasiun hujan sebesar 15 stasiun, maka didapat jarak antar stasiun hujan adalah 10,76 km

(Gambar 5).

Gambar 5. Peta stasiun hujan rekomendasi Kagan Rodda

Page 9: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 63

ISBN: 978-602-60286-1-7

Berdasarkan gambar 5 didapatkan jumlah stasiun hujan rekomendasi di DAS Cisadane Hilir sebanyak 1 buah stasiun

hujan, di DAS Cisadane Tengah sebanyak 3 buah stasiun hujan dan di DAS Cisadane Hulu sebanyak 11 stasiun hujan.

Jumlah stasiun hujan paling banyak di hulu dikarenakan luas DAS di bagian hulu paling besar, yakni sebesar 1.123

km2 dari luas total DAS 1.515,77 km2

Evaluasi Jaringan Stasiun Hujan

Setelah mendapatkan jumlah stasiun hujan rekomendasi, dilakukan perhitungan luas daerah pengaruh tiap stasiun

hujan menggunakan Metode Poligon Thiessen (Gambar 6) untuk mengecek apakah kerapatan jaringan stasiun hujan

tersebut sudah sesuai dengan standar WMO (Tabel 8).

Gambar 6. Peta kerapatan jaringan stasiun hujan rekomendasi kagan metode Polygon

Thiessen

Tabel 8. Kerapatan jaringan stasiun hujan metode Kagan Rodda

Nama Stasiun Luas (𝐤𝐦𝟐) Keterangan

Kuripan 26,77 Memadai

Cihedeung 73,53 Memadai

Cigudeg 123,06 Memadai

Kracak 115,94 Memadai

Empang 172,37 Memadai

Pasir Jaya 130,61 Memadai

Pasar Baru 84,89 Memadai

A 65,28 Memadai

B 157,84 Memadai

C 151,50 Memadai

D 49,94 Memadai

E 138,73 Memadai

F 68,75 Memadai

G 97,30 Memadai

H (Pengganti Dramaga) 59,24 Memadai

Page 10: STUDI KERAPATAN JARINGAN STASIUN HUJAN DI DAS …konteks.id/web/wp-content/uploads/2018/10/AR-07-96.pdfjaringan stasiun hujan menggunakan Metode Kagan ... Kerapatan jaringan adalah

AR - 64

ISBN: 978-602-60286-1-7

Pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa kerapatan jaringan di 15 stasiun hujan rekomendasi Kagan dengan 7 stasiun

tambahan (A, B, C, D, E, F, G) dan 1 stasiun reposisi (H), semuanya telah memenuhi kriteria standar WMO. Ini

berarti stasiun hujan rekomendasi dapat digunakan.

5. KESIMPULAN

Hasil dari analisa pola penyebaran dapat diketahui bahwa stasiun hujan aktif pada DAS Cisadane banyak terdapat di

bagian Hulu DAS. Dari hasil evaluasi kerapatan stasiun hujan menggunakan luas daerah pengaruh Metode Thiessen,

dapat diketahui bahwa terdapat 5 stasiun hujan pada DAS Cisadane yang tidak memenuhi kerapatan minimum yang

disyaratkan oleh WMO. Perhitungan pola penyebaran dan kerapatan jaringan stasiun hujan dengan Metode Kagan

didasarkan pada data curah hujan bulanan maksimum menghasilkan jumlah stasiun hujan rekomendasi sebanyak 15

stasiun hujan yang berarti perlu ada penambahan stasiun hujan baru sejumlah 7 stasiun (dari 8 stasiun hujan yang

sudah ada) dan 1 stasiun reposisi untuk mendapatkan kerapatan jaringan yang sesuai dengan standar WMO sebesar

100 km2. Dengan jumlah stasiun hujan yang cukup serta lokasi yang tersebar di seluruh area DAS, diharapkan dapat

menghasilkan data hujan yang cukup menggambarkan kondisi DAS Cisadane.

SARAN

Untuk DAS Cisadane disarankan memiliki 15 stasiun hujan dengan lokasi yang tersebar pada area DAS. Stasiun hujan

baik eksisting maupun penambahan perlu dilakukan pemeliharaan secara rutin agar alat penakar hujan pada setiap

stasiun hujan dapat bekerja secara optimal dan menghasilkan data hujan yang akurat serta berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Sri Harto Br. 2000. “Hidrologi, Teori-Masalah-Penyelesaian”. Yogyakarta: Nafiri Offset.

Triatmodjo Bambang, 2008,”Hidrologi terapan”, Teknik Sipil UGM

Rezkia Elhamida, 2016, “Analisis Sebaran Curah Hujan di Daerah Aliran Sungai Cisadane”. Bogor: Institut

Pertanian Bogor

Pratama, Aditya. Nursetiawan. Harsanto, Puji.2012, “Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan pada Daerah Aliran

Sungai Kali Progo”. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Ratu, Yerison Dimu. Krisnayanti, Denik Sri. Udiana, I Made. 2012. “Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Curah

Hujan pada Wilayah Sungai (WS) Aesesa di Pulau Flores”. Universitas Nusa Cendana

Ranesa, Lalu Sigar Canggih. Limantara, Liliy Montarcih. Harisuseno, Donny. 2015. “Analisis Rasionalisisasi

Jaringan Pos Hujan untuk Kalibrasi Hidrograf pada DAS Baabak Kabupaten Lombok Tengah”. Malang:

Universitas Brawijaya

Istianingsih, Iska. 2016. “Rasionalisasi Jaringan Stasiun Hujan DAS Opak-Oyo”. Universitas Muhamidayah

Yogyakarta.

Prawati, Eri. 2016. “Jaringan Stasiun Hujan ditinjau dari Topografi Pada DAS Widas Kabupaten Nganjuk – Jawa

Timur”. Lampung: Universitas Muhammadiyah Metro.

Rodhita Muhammad., Limantara Montarcih Lyli., Darmawan Very., 2012. ”Rasionalsisasi Jaringan Penakar Hujan

Di DAS KedungSoko Kabupaten Nganjuk”. Malang: Universitas Brawijaya Malang.