ets official statistics final.docx

36
1. Harga dan Daya Beli 1.1. IHK, NTP dan Inflasi Gambaran dari perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat melalui daya beli masyarakat, dimana salah satu indikatornya dalah dengan mengukur perubahan yang terjadi pada berbagai barang dan jasa. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jika harga meningkat namun tidak diikuti oleh kenaikan pendapatan, maka akan menyebabkan daya beli menurun. Oleh karena itu, indikator perubahan harga berbagai barang dan jasa menjadi sangat penting dalam upaya penerpan kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum. Salah satu ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga adalah dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK). Di Provinsi Kep Riau, pengukuran indeks harga konsumen dilakukan di seluruh Kabupaten Kota. Namun output yang dihasilkan hanya meliputi IHK Kota Batam, IHK Kota Tanjungpinang, serta IHK wilayah perdesaan, suatu turunan dari indeks nilai tukar petani (NTP) yang diperoleh dari gabungan data harga seluruh kabupaten lainnya di wilayah Provinsi Kep Riau. Gambar 1.1. Perbandingan IHK Kota Batam dan Tanjungpinang, serta NTP Prov. Kepri, Januari 2012-Maret 2013 (2007=100) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar 100.00 105.00 110.00 115.00 120.00 125.00 130.00 135.00 140.00 IHK Batam IHK TPI NTP Kepri IHK

Upload: erie-sadewo

Post on 15-Dec-2014

341 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

1. Harga dan Daya Beli

1.1. IHK, NTP dan Inflasi

Gambaran dari perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat melalui daya beli

masyarakat, dimana salah satu indikatornya dalah dengan mengukur perubahan yang terjadi pada

berbagai barang dan jasa. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jika harga meningkat namun tidak

diikuti oleh kenaikan pendapatan, maka akan menyebabkan daya beli menurun. Oleh karena itu,

indikator perubahan harga berbagai barang dan jasa menjadi sangat penting dalam upaya penerpan

kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Salah satu ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga adalah

dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK). Di Provinsi Kep Riau, pengukuran indeks harga

konsumen dilakukan di seluruh Kabupaten Kota. Namun output yang dihasilkan hanya meliputi IHK

Kota Batam, IHK Kota Tanjungpinang, serta IHK wilayah perdesaan, suatu turunan dari indeks nilai

tukar petani (NTP) yang diperoleh dari gabungan data harga seluruh kabupaten lainnya di wilayah

Provinsi Kep Riau.

Gambar 1.1. Perbandingan IHK Kota Batam dan Tanjungpinang, serta NTP Prov. Kepri, Januari 2012-Maret 2013 (2007=100)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar 100.00

105.00

110.00

115.00

120.00

125.00

130.00

135.00

140.00

IHK Batam IHK TPI NTP Kepri

IHK

Berdasarkan gambar 1.1. dapat diketahui perkembangan IHK selama 15 bulan terakhir di

Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan wilayah perdesaan di Provinsi Kep Riau. Terlihat bahwa sejak

2007, IHK Kota Batam hampir mencapai angka 130, di Kota Tanjungpinang telah mencapai lebih dari

135, sementara untuk indeks NTP tertinggi baru mencapai angka 105. Artinya, perubahan harga di

Kota Tanjungpinang berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan Kota Batam. Sementara nilai NTP

yang lebih besar dari 100 mengindikasikan bahwa petani relatif lebih sejahtera.

Gambar 1.2. Perbandingan Laju Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang, serta Inflasi Perdesaan Prov. Kepri, Januari 2012-Maret 2013

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

Batam TPI Inflasi Perdesaan

Berdasarkan IHK tersebut dapat diperoleh indikator laju perubahan IHK yang lebih dikenal

dengan nama inflasi. Berdasarkan gambar 1.2. tampak bahwa laju inflasi di wilayah Kota

Tanjungpinang lebih volatile dibandingkan dengan Kota Batam maupun wilayah lain di Provinsi Kep.

Riau. Adanya lonjakan inflasi pada bulan-bulan tertentu mengindikasikan adanya faktor musiman

seperti pada bulan agustus 2012, serta Januari 2013. Harga di Kota Tanjungpinang meningkat sangat

tinggi ketika lebaran dan tahun baru, sementara di Kota Batam, peningkatan sangat tinggi terjadi

pada tahun ajaran baru dan tahun baru.

Gambar 1.3. Perbandingan Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang Menurut Kelompok Komoditas Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013

UMUMBHN MAKANAN

MKNN JD,MNUMN,ROKOK & TBK

PRUMHN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN...SANDANG

KSHTN

PNDDKN, REKREASI, OR

TRNSPOR, KOM & JSA KEU0

2

4

6

8

10

3.02

5.27

4.23

1.86

0.95

2.463.18

1.20

5.08 9.23 5.77 3.27 2.87 2.92 2.65 0.65

BatamTPI

Jika ditinjau menurut jenis komoditas yang mengalami perubahan harga, dari gambar 1.3.

terlihat bahwa laju inflasi tahunan YoY terbesar di Kota Batam dan Tanjungpinang terjadi pada

kelompok bahan makanan. Sementara itu pada kelompok Pendidikan, rekreasi, dan Olahraga serta

Transportasi, Komunikasi, dan jasa keuangan, Inflasi di Kota Batam lebih tinggi dibandingkan dengan

Kota Tanjungpinang. Maka jelaslah bahwa karakteristik innflasi di kedua kota tersebut sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan. Secara khusus dari gambar 1.4. dapat dilihat bahwa

khusus pada komoditas bahan makanan tersebut inflasi di Kota Tanjungpinang meningkat sangat

tinggi ketika lebaran dan tahun baru, sementara di kota batam, peningkatan tersebut dominan

terjadi pada tahun baru.

Gambar 1.4. Perbandingan Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kota Batam dan Tanjungpinang Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013

Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

Batam TPI

Secara lebih khusus, jika kelompok bahan makanan tersebut dibagi menjadi lebih spesifik,

ternyata dapat dilihat berdasarkan gambar 1.5. bahwa terdapat beberapa jenis komoditas yang

mengalami perubahan harga paling tinggi selama periode Maret 2012-Maret 2013. Pada kelompok

bahan makanan, inflasi di Kota Tanjungpinang meningkat sangat tinggi pada komoditas bumbu-

bumbuan, buah-buahan, kacang-kacangan, ikan diawetkan, serta daging dan padi-padian & umbi-

mbian. Sementara di batam, peningkatan sangat tinggi terjadi pada komoditas bumbu-bumbuan,

buah-buahan, sayur-sayuran, serta ikan diawetkan. Yang menarik ketika harga komoditas sayur-

sayuran meningkat sangat tinggi di Kota Batam, di Kota Tanjungpinang harganya justru mengalami

penurunan cukup besar.

Gambar 1.5. Perbandingan Inflasi Beberapa Jenis Komoditas Kelompok Bahan Makanan Kota Batam dan Tanjungpinang Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013

Padi & Umbi

Daging

Ikan Segar

Ikan Diawetkan

Sayur2an

Kacang2an

Buah2an

Bumbu2an

-10 -5 0 5 10 15 20

BatamTPI

Sementara pada kelompok komoditas yang dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan

pemerintah seperti sektor transportasi dan pendidikan, laju inflasi selama periode Maret 2012-

Maret 2013 tampak tidak mengalami gejolak yang cukup berarti. Hal ini dapat terlihat dari gambar

1.6. dimana selama periode tersebut terjadi dua kali peningkatan inflasi komoditas pendidikan di

Kota Batam, yaitu pada saat tahun ajaran baru dan pasca lebaran. Sementara di Kota Tanjungpinang,

inflasinya cenderung stabil. Pada saat yang sama, inflasi komoditas transportasi di Kota Batam

mengalami peningkatan pada akhir tahun dan awal tahun 2012, kemungkinan merupakan dampak

dari liburan tahun baru serta imlek.

Gambar 1.6. Perbandingan Inflasi Komoditas Pendidikan dan Transportasi Kota Batam dan Tanjungpinang Maret 2012-Maret 2013

Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

Pendidikan (TPI) Transportasi (TPI) Pendidikan (Batam) Transportasi (Batam)

Dengan demikian jika dibandingkan, secara umum inflasi dapat dibagi pada kelompok

makanan dan bukan makanan. Sebagaimana terlihat pada gambar 1.7. Pada Maret 2010, kelompok

makanan di Kota Batam menyumbangkan andil inflasi sebesar 88 persen, sedangkan di Kotan

Tanjungpinang andilnya mencapai 135 persen. Pada Maret 2013, kelompok makanan di Kota Batam

menyumbangkan andil inflasi sebesar 56 persen, sedangkan di Kota Tanjungpinang andilnya

mencapai 102 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan inflasi kelompok makanan di kedua

kota tersebut pada bulan Maret tahun 2013 cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan

dengan periode yang sama tiga tahun sebelumnya.

Gambar 1.7. Perbandingan Andil Inflasi Kelompok Makanan dan Non Makanan di Kota Batam dan Kota Tanjungpinang

Maret 2010 Maret 2013 Maret 2010 Maret 20130%

20%

40%

60%

80%

100%

88.00 55.56

Batam

Makanan Non Makanan

Sementara untuk perubahan NTP, dapat dibagi menurut jenis sektor pertanian. Dengan

menilik kepada wilayahnya yang didominasi oleh lautan, maka tentu jenis sektor pertanian yang

paling penting peranannya adalah sektor perikanan. Dari gambar 1.8. terlihat bahwa Laju perubahan

NTP Provinsi Kep Riau berfluktuasi mengikuti musim. Khusus pada sektor perikanan, ternyata laju

perubahan indeks NTP berfluktuasi musiman, namun cenderung lebih stabil dibandingkan sektor

pertanian lainnya. Sektor yang paling volatile adalah sektor tanaman pangan, hortikultura, dan

perkebunan. Secara umum, laju peningkatan NTP terjadi pada pertengahan serta akhir tahun 2012.

Sejalan dengan laju perubahan NTP, Inflasi perdesaan di Provinsi Kepulauan Riau terjadi

mengikuti pola musiman. Sebagaimana terlihat pada gambar 1.9. Inflasi Perdesaan yang tinggi di

Provinsi Kep Riau terjadi pada saat lebaran serta akhir tahun, sementara penurunan biasanya terjadi

pada bulan april dan oktober.

Maret 2010 Maret 20130%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

135.71 102.30

Tanjungpinang

Makanan Non Makanan

Gambar 1.8. Laju Perubahan Indeks NTP Provinsi Kep. Riau Menurut Sektor Pertanian Maret 2012-Maret 2013

Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar

-2.00

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

umumTPHortiPerkebunanPeternakanNelayan

Gambar 1.9. Laju Inflasi Perdesaan Provinsi Kep. Riau Menurut Sektor Pertanian Februari 2009-Januari 2013

Feb AprJun

Agust Okt Des Feb Apr

JunAgu

st Okt Des Feb AprJun

Agust Okt Des Feb Apr

JunAgu

st Okt Des

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

Pada periode Maret 2012-Maret 2013, inflasi Kota Batam serta Tanjungpinang relatif lebih

rendah dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya. Jika dibandingkan dengan, kota-kota lain yang

terdekat dan nasional, inflasi di Kota Batam memiliki laju inflasi tahunan paling rendah. Sementara di

Kota Tanjungpinang, walaupun inflasinya cukup tinggi, namun masih berada di bawah angka

nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa laju perubahan harga yang terjadi di kedau kota ini relatif

lebih terkendali dibandingkan wilayah lainnya, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.10.

Gambar 1.10. Perbandingan Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang Serta Beberapa Kota Terdekat Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013

PKUDumai

Batam TPIJambi

PontianakSingkawang-0.50

0.50

1.50

2.50

3.50

4.50

5.50

6.50

5.36 5.56 3.02 5.08 6.06 6.49 4.41

Nasional

Namun demikian, jika ditinjau menurut laju inflasi bulanan terlihat bahwa Kota

Tanjungpinang memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya

(Gambar 1.11.). Hal ini mengindikasikan bahwa Kota Tanjungpinang relatif lebih rentan terhadap

perubahan situasi ekonomi yang terjadi.

Gambar 1.11. Perbandingan Laju Inflasi di Provinsi Kep. Riau, Provinsi Riau Serta Nasional Maret 2012-Maret 2013

Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

PKUDumaiBatamTPINasional

Gambar 1.12. Perbandingan NTP Provinsi di Indonesia Bulan Maret 2012-Maret 2013

Aceh

Sum

ut

Sum

bar

Riau

Jam

bi

Sum

sel

Beng

kulu

Lam

pung

Babe

l

Kepr

i

Jaba

r

Jate

ng DIY

Jatim

Bant

en Bali

NTB NTT

Kalb

ar

Kalt

eng

Kals

el

Kalti

m

Sulu

t

Sult

eng

Suls

el

Sult

ra

Gor

onta

lo

Sulb

ar

Mal

uku

Mal

ut

Papb

ar

Papu

a

90

100

110

120

130Mar '12 Mar '13

Berbeda dengan inflasi, perubahan NTP Provinsi Kep Riau yang diamati pada dua titik, Maret

2012 dan Maret 2013 tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Dari Gambar 1.12. dapat

diketahui bahwa meskipun tidak sebesar wilayah sentra pertanian lain seperti Lampung, DIY, dan

Sumsel, namun posisi petani di Provinsi Kep Riau relatif lebih sejahtera dibandingkan dengan

tetangganya yang berada di Provinsi Jambi, Bangka Belitung, dan NTB.

1.2. Penyebab inflasi di Provinsi Kep Riau.

Secara umum terdapat beberapa penyebab spesifik yang menjadi pemicu terjadinya inflasi di

Provinsi Kep Riau. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika dan Dollar Singapura

menjadi pemicu kenaikan harga pada komoditas import (imported inflation).Di lain pihak terdapat

adanya peningkatan harga pada beberapa komoditas internasional. Namun salah satu faktor yang

paling penting dan berpengaruh adalah ketergantungan terhadap wilayah lainnya, kondisi geografis

serta iklim.

Sebagian besar pasokan bahan makanan untuk Kepulauan Riau masih berasal dari luar

wilayah, baik berasal dari domestik seperti dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan

Jawa; juga berasal dari luar negeri, terutama dari Singapura, Malaysia, Thailand dan China. Kondisi

geografis Kepulauan Riau yang 95% wilayahnya merupakan laut, sangat dipengaruhi oleh tinggi

rendahnya gelombang laut. Ketika gelombang laut mengalami peningkatan, maka pasokan

kebutuhan masyarakat ke Kepulauan Riau mengalami gangguan. Dari Gambar 1.13 terlihat bahwa

selama tahun 2007-2012 peningkatan maupun penurunan laju Inflasi di Kota Batam terjadi beberapa

lag setelah terjadinya peningkatan pada kecepatan angin, yang berpotensi mengganggu kegiatan

pelayaran antar pulau.

Gambar 1.13. Laju Inflasi dan Kecepatan Angin di Kota Batam Tahun 2007-2012

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 585

10

15

20

25

-1.00

-0.50

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

Wind Velocity (Knot) Inflasi (%)

Win

d Ve

locit

y (K

not)

INfla

si (P

erse

n)

Sementara jika memperhatikan indikator makroekonomi regional, ternyata perubahan suku

bunga kredit serta deposito yang terjadi selama tahun 2009 sampai 2012 tidak terlihat memberikan

dampak terhadap inflasi di Kota Batam (Gambar 1.14).

Gambar 1.14. Perbandingan Suku Bunga Kredit dan Inflasi di Kota Batam Tahun Per Triwulan Tahun 2009-2012

Trw IV-2009

Trw IV-2010

Trw II-2011

Trw III-2011

Trw IV-2011

Trw I-2012

Trw II-2012

Trw III-2012

Trw IV-20124.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

Suku Bunga Kredit (tertimbang) Suku Bunga Dep 3 bln (tertimbang) Laju Inflasi (m-t-m)*

Kota Batam dan Tanjungpinang sangat penting bagi dalam pengamatan inflasi mengingat

fasilitas yang tersedia bagi pemantauan harga-harga relatif lebih lengkap dibandingkan dengan

wilayah lain di Provinsi Kepri. Sekitar 66 persen fasilitas toko modern di Provinsi Kep Riau terdapat di

Kedua kota Ini (Gambar 1.15).

Gambar 1.15. Perbandingan Jumlah Toko Modern di Provinsi Kep. Riau Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011

38%

10%16%1%

3%

4%

28% B A T A M

BINTAN

KARIMUN

ANAMBAS

LINGGA

NATUNA

TANJUNG PINANG

Dengan demikian, salah satu kebijakan yang dapat ditempuh untuk mengantisipasi lonjakan

inflasi adalah dengan menyusun suatu sistem distribusi yang komprehensif, dimana konektifitas

antara Provinsi Kepulauan Riau serta wilayah lainnya perlu mempertimbangkan pengaruh cuaca. Hal

ini dpat dilakukan misalnya dengan menyediakan sarana perhubungan yang lebih baik untuk

menghubungkan jalur distribusi barang dan jasa antara pulau. Selain itu kebijakan yang tidak kalah

penting adalah dengan membangun pergudangan di Kota Batam yang dapat menampung berbagai

komoditas rawan inflasi.

2. Kependudukan

2.1. Masalah Kependudukan

Sebagai wilayah kepulauan, permasalahan kependudukan di wilayah Provinsi Kep Riau

memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Pertama,

laju pertumbuhan penduduk Provinsi Kep. Riau merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia.

Selama tahun 2000-2010, laju pertumbuhan penduduk mencapai 4,99 persen. Khusus di Kota Batam

laju pertumbuhan penduduk bahkan mencapai 7,64 persen. Yang kedua, terdapat pergeseran rasio

jenis kelamin dari 98,85 pada tahun 2000 menjadi 105,23 pada tahun 2010, jika hal ini semakin

melebar maka dikhawatirkan dapat membawa dampak sosial.

Gambar 2.1. Perbandingan Proporsi Jumlah Penduduk Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020 Menurut Kabupaten/Kota

Masalah ketiga terkait dengan persebaran penduduk sangat tidak merata, pada tahun 2010

lebih dari 56 persen penduduk tinggal di Kota Batam, sementara masih banyak pulau-pulau

terutama di daerah perbatasan yang tidak berpenghuni (Gambar 2.1). Hal ini menimbulkan adanya

penumpukan permasalahan di Kota Batam, sementara wilayah lainnya yang tidak berpenghuni

menjadi rawan dari segi keamanan dan politik. Apa lagi mengingat posisi Provinsi Kep Riau segaia

wilayah perbatasan. Namun demikian, upaya pemekaran wilayah serta masuknya investasi ke

berbagai daerah di Provinsi Kepulauan Riau cukup berhasil dalam meningkatkan persebaran

penduduk.

Masalah keempat terkait dengan perbandingan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan

sangat timpang, jumlah penduduk wilayah perkotaan mencapai mencapai 82 persen, sementara di

KARIMUN13% BINTAN

8%

NATUNA4%

LINGGA5%

KEP ANAMBA

S2%

BATAM56%

TANJUNG PINANG11% KARIMUN

10%

BINTAN7%

NATUNA3%

LINGGA4%

KEP ANAMBA

S2%

BATAM64%

TANJUNG PINANG9%

wilayah perdesaan hanya 18 persen saja. Namun tidak hanya itu saja, Pada tahun 2010, lebih dari 69

persen penduduk kepri merupakan mereka yang melakukan migrasi seumur hidup, sementara 18

persen diantaranya merupakan penduduk yang melakukan migrasi risen. Cukup banyak pendatang

yang berasal dari TKI yang telah habis izin tinggalnya dan tidak kembali ke daerah asal. Sebagian

besar TKI tersebut memiliki pendidikan yang rendah sehingga dikhawatirkan tidak dapat tertampung

dalam dunia kerja.

Sampai dengan tahun 2010, upaya pengendalian penduduk di Kota Batam dilakukan dengan

membatasi jumlah penduduk tanpa pekerjaan yang datang di berbagai pintu masuk. Saat ini

kebijakan tersebut telah dicabut, namun arah kebijakan dirubah kepada program KB. Selain itu

dilakukan upaya pemulangan TKI terlantar di Kota Batam dan Tanjungpinang untuk mengurangi

beban daerah

2.2. Struktur Kependudukan

Sebagai konsekuensi dari berbagai permasalahan kependudukan diatas, struktur penduduk

Provinsi Kep Riau didominasi oleh penduduk usia dewasa. Jumlah penduduk Provinsi Kep Riau

terbesar berada usia 25-29 tahun. Tingginya penduduk pada usia tersebut diimbangi oleh jumlah

penduduk balita serta anak-anak. Pada 10 tahun mendatang, struktur ini diperkirakan akan menjadi

suatu permasalahn tersendiri, dimana penduduk usia 20-29 tahun menurun, sementara jumlah

penduduk usia 30-45 tahun meningkat. Padahal karakteristik Kota Batam yang bergantung pada

sektor industri sangat memerlukan tenaga-tenaga muda sebagaimana pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Perbandingan Piramida Penduduk Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020

Komposisi kependudukan membawa dampak terhadap angka ketergantungan (Dependency

Ratio). Pada tahun 2010, Dependency Ratio penduduk Provinsi Kep Riau sebesar 45,7 persen artinya

terdapat 45 orang tanggungan untuk setiap 100 orang penduduk usia produktif. Namun demikian,

tanggungan penduduk usia muda lebih besar dibandingkan dengan usia tua. Jika dikaitkan dengan

“Bonus Demografi”, maka saat ini Provinsi Kep Riau sedang mengalaminya, dan baru akan berulang

kembali pada 20-30 tahun mendatang, karena pada 10 tahun mendatang angak dependency ratio

diperikrakan akan meningkat menjadi 50,88 persen.

Tabel 2.1. Perbandingan Proporsi Dependency Ratio Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020

Kelompok Umur 2010 2020*

(1) (2) (3)0-14 492.668 748.971

15-64 1.152.463 1.604.623

65+ 34.032 67.416

Dependency Ratio 45,70 50,88

*) Angka Proyeksi

Sumber: BPS Provinsi Kep Riau

2.3. Implikasi terhadap pendidikan dan lapangan kerja

Perubahan yang terjadi pada struktur dan komposisi kependudukan, serta berbagai masalah

yang mengikutinya membawa beberapa konsekuensi kebijakan yang harus ditempuh. Pertama

Pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas sekolah yang ada, mengingat jumlah penduduk

muda cukup banyak dan masih terus meningkat dengan cepat. Pemerintah daerah juga perlu mulai

mempersiapkan fasilitas sosial dan kesehatan bagi penduduk dewasa, yang pada 20-30 tahun

mendatang akan bergerak menjadi penduduk tua. Angka ketergantungan yang diperkirakan terus

meningkat membawa impilkasi bagi perlunya meningkatkan pendapatan penduduk, terutama bagi

mereka yang bekerja di sektor industri

3. Ekonomi

3.1. Struktur ekonomi

Berbicara mengenai perekonomian Provinsi Kep Riau, tidak dapat terlepas dari

perekonomian Kota Batam dan Tanjungpinang. Peranan kedua wilayah tersebut dalam

perekonomian Provinsi Kep Riau sangat vital, dimana Kota Batam merupakan penyumbang terbesar

pembentukan PDRB Provinsi Kep Riau, sementara Kota Tanjungpinang berada di posisi kedua. Secara

bersama-sama, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang menyumbangkan lebih dari 77 persen PDRB

Provinsi Kep Riau Tahun 2011.

Gambar 3.1. Distribusi PDRB Provinsi Kep Riau Menurut Kabupaten Kota

KARIMUN6%

BINTAN6% NATUNA

6%

LINGGA

1%

BATAM69%

TAN-JUNGPINAN

G8%

ANAMBAS4%

Perekonomian Provinsi Kepri didominasi oleh sektor industri pengolahan serta perdagangan,

hotel, dan restoran. Hal ini cukup wajar mengingat secara geografis Provinsi Kepri dapat dikatakan

tidak memiliki potensi pertanian, namun berada pada lokasi yang sangat strategis di jalur

perdagangan internasional. Peranan sektor industri pengolahan meningkat dari 47 persen pada

tahun 2004, menjadi 50 persen pada tahun 2012. Sejalan dengan share PDRB menurut Kabupaten

Kota, Peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Kep Riau didominasi oleh

industri yang berada di Kota Batam (Gambar 3.3).

Gambar 3.2. Struktur Perekonomian Provinsi Kep. Riau Tahun 2004 dan 2012

Gambar 3.3. Struktur Perekonomian Kota Batam Tahun 2001-2011 (Persen)

Pertanian4%

Per-tam-

bangan &

peng-galian

5%

Industri Pengolahan50%

Listrik, gas dan

Air1%

Ban-gunan

5%

Perda-gangan,

Hotel dan

restoran

24%

Pen-gangkutan dan Komu-nikasi

5%

Keuangan, Persewaan dan Jasa5%

Jasa2%2012

Pertanian5%

Pertam-bangan &

penggalian10%

Industri Pengolahan47%

Listrik, gas dan Air 0%

Bangunan4%

Perda-gangan,

Hotel dan restoran

22%

Pen-gangkutan

dan Ko-munikasi

4%

Keuangan, Persewaan dan Jasa5% Jasa

2%

2004

3.2. Pembentuk Pertumbuhan ekonomi, Peluang dan Tantangan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau masih didorong oleh dua sektor utama,

yaitu Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Pada triwulan IV-

2012 sektor konsumsi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan perekonomian Kepulauan

Riau. Namun demikian pertumbuhan investasi serta kinerja ekspor melambat akibat terpengaruh

krisis global. Pada sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan perekonomian dimotori oleh peningkatan

pada Sektor Industri Pengolahan; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; serta Sektor Bangunan.

Berdasarkan kontribusinya, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

(PHR) masih menjadi penopang utama pertumbuhan perekonomian Kepulauan Riau.

Gambar 3.4. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri Menurut Sektor Tahun 2011-2012

Pertanian

Pertambangan & penggalian

Industri Pengolahan

Listrik, gas dan Air

Bangunan

Perdagangan, Hotel dan restoran

Pengangkutan dan Komunikasi

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Jasa

0 2 4 6 8 10 12 14 162012

2011

Dari sisi industri kapal (shipyard), masih belum membaiknya kondisi perekonomian global,

memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri kapal (shipyard). Peningkatan aktivitas

usaha pada Subsektor Perdagangan diperkirakan terkait dengan peningkatan aktivitas masyarakat

yang terkonfirmasi melalui peningkatan konsumsi masyarakat, terutama untuk komoditas non

makanan. Selain itu, peningkatan kunjungan wisatawan yang terkait dengan penyelenggaraan

aktivitas rapat dan pameran (MICE), menjadi faktor pendorong peningkatan sektor ini.

Tabel 3.1. PDRB Provinsi Kepri per Triwulan Menurut Sektor Tahun 2011-2012

Sektor Ekonomi

2010 2011 2012

Tw

1

Tw

2

Tw

3

Tw

4

T

w

1

Tw

2

T

w

3

Tw

4

Tw

1

Tw

2

Tw

3

Tw

4

(1) (2) (3) (4) (5)(6

)(7) (8) (9)

(1

0)(11)

(1

2)(13)

Pertanian

44

1.8

23

448

.43

1

45

2.7

16

45

6.7

43

45

8.

43

1

467

.91

0

47

2.

05

7

472

.46

3

47

1.

14

7

479

.41

2

48

6.

56

5

487

.62

0

Pertambangan &

penggalian

52

5.9

33

533

.32

0

53

8.0

38

52

6.0

62

52

7.

35

5

530

.35

9

53

7.

78

2

544

.88

6

55

1.

79

8

567

.53

4

57

8.

21

7

587

.71

4

Industri Pengolahan

5.1

41.

51

8

5.1

39.

084

5.2

16.

33

8

5.3

86.

93

0

5.

36

9.

61

3

5.6

22.

724

5.

57

6.

09

7

5.6

71.

119

5.

75

1.

08

0

5.9

07.

549

5.

99

1.

02

8

6.1

60.

098

Listrik, gas dan Air

51.

26

7

53.

809

54.

81

6

57.

92

3

59

.2

83

61.

500

63

.0

06

64.

430

65

.8

37

65.

873

66

.5

09

67.

500

Bangunan 46 478 48 49 50 526 53 550 56 588 59 621

7.2

30

.44

1

7.4

32

7.9

24

7.

28

4

.62

4

9.

98

4

.55

2

3.

12

7

.13

0

7.

01

4

.63

8

Perdagangan, Hotel

dan restoran

2.2

87.

11

1

2.3

49.

449

2.3

70.

77

2

2.4

45.

37

0

2.

44

9.

96

7

2.4

88.

793

2.

54

7.

70

4

2.6

28.

573

2.

67

3.

46

0

2.7

61.

802

2.

85

5.

10

1

2.9

59.

343

Pengangkutan dan

Komunikasi

44

7.4

59

452

.92

2

45

6.0

09

47

2.9

37

48

4.

36

4

495

.11

1

51

0.

00

9

521

.43

9

52

8.

06

0

540

.42

3

55

0.

13

0

561

.38

8

Keuangan, Persewaan

dan Jasa

47

2.0

76

476

.99

4

47

9.3

04

49

2.6

51

50

0.

99

0

507

.84

2

51

6.

96

0

524

.63

3

53

9.

84

7

551

.26

2

56

2.

20

5

574

.51

3

Jasa

22

9.6

86

233

.20

1

23

5.0

60

24

1.5

81

24

4.

81

8

249

.45

9

25

5.

96

4

259

.73

9

26

4.

18

6

271

.31

8

27

5.

11

8

281

.13

7

PDRB adh Konstan 10.

06

4.1

03

10.

165

.65

0

10.

29

0.4

86

10.

57

8.1

20

10

.6

02

.1

10.

950

.32

2

11

.0

19

.5

11.

237

.83

6

11

.4

08

.5

11.

733

.30

3

11

.9

61

.8

12.

300

.95

1

05 64 41 88

Pertumbuhan9.2

4%

7.4

3%

6.1

6%

6,2

7%

5,

35

%

7,7

7%

7,

10

%

6,3

4%

7,

61

%

7,1

5%

8,

55

%

9,4

6%

Sumber: BI Batam

Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi Kep Riau pada periode 2010-2012 tumbuh rata-rata 7,29 persen

Pertumbuhan paling rendah terjadi pada triwulan 1 -2011, sementara yang tertinggi terjadi pada triwulan 4-2012, dengan tren yang cenderung

meningkat

Tetap tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Provinsi Kep Riau tidak terlalu terpengaruh dengan adanya

dampak lanjutan krisis global akibat isu Fiscal Cliff di Amerika Serikat serta menurunnya pertumbuhan ekonomi Cina dan Jepang

Gambar 3.5. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008-2011

KARIMUN

BINTAN

NATUNA

LINGGA

BATAM

TANJUNGPINANG

ANAMBAS

- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

20112009

Secara umum jika ditinjau menurut wilayah, perekonomian Kota Batam, Tanjungpinang,

Bintan, dan Karimun pasca perberlakuan KEK mengalami akselerasi dibandingkan sebelum KEK.

Pemberlakuan MP3EI bagi Kota Batam, Kabupaten Bintan, dan Karimun diperkirakan akan memicu

pertumbuhan pada sektor industri pengolahan, khususnya di bidang Shipyard. Hal ini seiring dengan

rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Sauh dengan rencana potensi penerimaan transhipping

cargo dari jalur Selat Malaka sebesar 4 juta TEUs (Twenty Feet Equivalent Units) pada awal

operasinya. Saat ini jumlah shipyard di Batam tercatat sebanyak 76 perusahaan. Kebanyakan dari

industri itu memiliki pelabuhan sendiri dengan status Pelabuhan Khusus (Pelsus) untuk memasukkan

barang-barang kebutuhan perusahaan.

3.3. Ketenagakerjaan

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau yang cukup tinggi berdampak positif pada

penyerapan tenaga kerja yang tercermin dari penurunan tingkat pengangguran. Peningkatan jumlah

angkatan kerja yang bekerja tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang bekerja

di sektor wiraswasta. Struktur tenaga kerja di Provinsi Kepulauan Riau relatif tetap, dimana Sektor

Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi menjadi sektor yang dominan dalam struktur

tenaga kerja di Provinsi Kepulauan Riau.

Berdasarkan data BPS Kepulauan Riau, jumlah angkatan kerja sampai dengan Agustus 2012

mencapai 871.365 orang, sementara jumlah penduduk yang bekerja adalah sebesar 824.567 orang.

Sedangkan jumlah penduduk yang tidak bekerja/pengangguran terbuka tercatat sebanyak 46.798

orang sehingga secara prosentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat sebesar 5,37%.

Penurunan TPT tersebut juga menunjukkan daya serap dunia usaha terhadap tenaga kerja

mengalami peningkatan. Tingkat partisipasi kerja penduduk Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan

Agustus 2012 tercatat 66,25%.

Menurut data BPS Provinsi Kepulauan Riau, tenaga kerja sektor industri di Kepulauan Riau

mengalami peningkatan menjadi 194.223 orang. Pada saat yang sama Sektor Perdagangan, Rumah

Makan dan Jasa Akomodasi mengalami penurunan dari 248.001 orang pada Februari 2012 menjadi

226.134 orang pada Agustus 2012. Sementara itu, struktur tenaga kerja menurut status pekerjaan

utama relatif tidak terjadi perubahan yang besar. Buruh/Karyawan/Pegawai masih menjadi pangsa

terbesar dalam angkatan kerja di Kepulauan Riau pada Agustus 2012 yang tercatat 539.041 orang

atau sebesar 65,40%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan Februari 2012 yang tercatat

sebesar 527.347 orang. Sementara itu status pekerjaan utama terbesar kedua adalah berusaha

sendiri sebanyak 150.872 orang dengan pangsa 18,30% turun dibandingkan dengan semester

sebelumnya.

Dengan karakteristik tersebut, tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Kep Riau salah

satunya akan ditentukan oleh tingkat upah yang diterima oleh para pekerja industri pengolahan.

Pertumbuhan UMK di Kota Batam sebagai sentra industri terbesar pada periode 2010-2013 tercatat

rata-rata sebesar 19,21 persen. Secara rata-rata, angka ini telah memenuhi 99,46 persen dari

kebutuhan hidup layak (KHL), dan relatif selalu lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi

tahunan Kota Batam

Tabel 3.2. Perkembangan KHL dan UMK Kota Batam 2010-2013

Tahun

KHL UMKRasio UMK thd KHL

(%)Pertumbuhan UMK

(%)(1) (2) (3) (4) (5)

2010 1.275.829

1.110.000

87,00 6,22

2011 1.280.960

1.180.000

92,12 6,31

20121.302.

9921.402.

000107,60 18,81

20131.835.

6522.040.

000111,13 45,51

2010-

2013Rata-rata 99,46 19,21

Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Batam

4. Pembangunan Manusia

Berbagai pergeseran dalam kebijaksanaan pembangunan menyebabkan pengukuran

terhadap berbagai hasil pembangunan yang ada harus disesuaikan. Kebutuhan untuk

melihat fenomena dan masalah dalam perspektif waktu dan tempat kadang menuntut

adanya ukuran baku. Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama

pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan munculnya konsep “basic need

development”. Paradigma ini mengukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan

Indeks Mutu Hidup/Physical Quality of Life Index (IMH/PQLI), yang menggunakan tiga

parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup umur satu tahun dan tingkat

melek huruf.

Grafik 4.1. Perbandingan Angka Harapan Hidup Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011

2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 201166.00

67.00

68.00

69.00

70.00

71.00

72.00

Kep RiauRiauNasional

Dari sudut pandang pembangunan kualitas kesehatan masyarakat, selama sepuluh tahun

terakhir Angka Harapan Hidup Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,13

tahun, setiap tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Angka

Harapan Hidup Provinsi Kep Riau masih tertinggal cukup jauh, namun pencapaiannya berada diatas

angka nasional.

Tabel 4.1. Pencapaian Angka Partisipasi Sekolah Prov. Kep. Riau Tahun 2010 (Persen)

Tahun

Realisasi

Rencana (RPJM)

2011 2012 2013

Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran 113,8 150 125

Hidup

Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup

8,35 19 18

Sementara untuk peningkatan kualitas pendidikan, selama sepuluh tahun terakhir Angka

Melek Huruf Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,17 persen per tahun.

Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Angka Melek Huruf Provinsi Kep Riau

masih tertinggal, namun pencapaiannya berada jauh diatas angka nasional. Angka buta huruf

tertinggi terdapat di Kab. Lingga dan Kab. Kep. Anambas, masing-masing 17,54 persen dan 12,58

persen. Dan yang paling rendah terdapat di Kota Batam dan kota Tanjung Pinang masing-masing 3,63

persen dan 4,59 persen.

Grafik 4.2. Perbandingan Angka Melek Huruf Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional 2002-2011

2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 201188.00

90.00

92.00

94.00

96.00

98.00

100.00

Kep RiauRiauNasional

Selama sepuluh tahun terakhir, Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Kep Riau mengalami

peningkatan rata-rata sebesar 0,35 tahun, setiap tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat

seperti Provinsi Riau, Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Kep Riau yang awalnya tertinggal kini berhasil

meninggalkan Provinsi Riau dan nasional. Hal ini didukung oleh pencapaian angka partisipasi sekolah

yang cukup baik (Tabel 4.2. dan 4.3.).

Tabel 4.2. Pencapaian Angka Partisipasi Sekolah Prov. Kep. Riau Tahun 2010 (Persen)

Kelompok Um

Kota Desa K + DL P T L P T L P T

ur7-12

94,

57

94,

80

94,

68

93,

39

94,09

93,73

94,33

94,66

94,49

13-15

90,

22

90,

26

90,

24

83,

11

85,45

84,23

88,55

89,16

88,85

16-18

56,

83

53,

67

55,

23

52,

33

52,90

52,60

55,86

53,52

54,69

Sumber: BPS Prov Kep Riau, Sensus Penduduk 2010

Grafik 4.3. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011

2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 20116.50

7.00

7.50

8.00

8.50

9.00

9.50

10.00

Kep RiauRiauNasional

Tabel 4.3. Pencapaian Indikator Pendidikan Prov. Kep. Riau Tahun 2011 (Persen)

Tahun

Realisasi

Rencana (RPJM)

2011 2012 2013

PENDIDIKAN

Angka Partisipasi Sekolah (APS)

SD/MI 99,03 97,9 98

SMP/MTs 103,35 99,1 99,3

SMA/MA/SMK 67,47 63 63,2

Angka Partisipasi Kasar (APK)

SD/MI 103,25 103,8 104

SMP/MTs 98,75 96,3 96,7

SMA/MA/SMK 72,20 64 66

Sumber: Musrenbang Prov. Kep Riau Tahun 2012

Selanjutnya dari sisi daya beli masyarakat, selama sepuluh tahun terakhir, Purchasing Power

Parity Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar Rp 6.018,-, per tahunnya.

Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Purchasing Power Parity Provinsi Kep

Riau sedikit tertinggal, namun pencapaiannya berada diatas angka nasional

Grafik 4.4. Perbandingan Purchasing Power Parity Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011

2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011580.00

590.00

600.00

610.00

620.00

630.00

640.00

650.00

660.00

Kep RiauRiauNasional

Selama sepuluh tahun terakhir, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kep Riau mengalami

peningkatan rata-rata sebesar 1,05 poin, per tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat

seperti Provinsi Riau, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kep Riau sedikit tertinggal, namun

pencapaiannya berada jauh diatas angka nasional.

Grafik 4.5. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011

2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 201164.00

66.00

68.00

70.00

72.00

74.00

76.00

78.00

Kep RiauRiauNasional

Dari sisi percepatan pencapaian, Selama delapan tahun terakhir, Shortfall Reduction

Pencapaian Indeks Pembangunan Provinsi Kep Riau menunjukkan adanya fluktuasi. Namun demikian

secara umum perkembangan IPM Provinsi Kep Riau bergerak lebih cepat dibandingkan Provinsi Riau

dan Nasional.

Grafik 4.6. Perbandingan Shortfall Reduction Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011

2004-05 2005-06 2006-07 2007-08 2008-09 2009-10 2010-110.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

Kep RiauRiauNasional

Jika dari sisi kualitas hidup dasar, Provinsi Kep Riau telah menikmati pencapaian yang sangat

baik, maka dalam hal kualitas aspirasi masyrakat yang diwujudkan dalam indeks demokrasi,

pencapaian Provinsi Kep Riau sampai dengan tahun 2010 dapat dikatakan masih belum

menggembirakan. Diukur melalui aspek kebebasan sipil, indeks demokrasi Provinsi Kep Riau berada

pada peringkat 19 dari 33 provinsi. Sementara dari aspek hak-hak politik, indeks demokrasi Provinsi

Kep riau malah hanya berada pada posisi 27 dari 33 provinsi. Yang sedikit cukup baik adalah dari

keberdaan lembaga demokrasi, Provinsi Kepulauan Riau berada pada posisi 12 dari 33 provinsi.

Dengan demikian secara keseluruhan Provinsi Kep Riau berada pada posisi 24 dari 33

Provinsi. Untuk itu diperlukan pembenahan dalam meningkatkan kualitas demokrasi di provinsi Kep

Riau, salah satunya adalah dengan memebrikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk

dapat berekspresi dan menyuarakan aspirasinya. Selain itu diperlukan penguatan dan edukasi hak-

hak politik masyarakat, agar dapat dihasilkan wakil-wakil rakyat yang lebih berkualitas.