ets official statistics final.docx
TRANSCRIPT
1. Harga dan Daya Beli
1.1. IHK, NTP dan Inflasi
Gambaran dari perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat melalui daya beli
masyarakat, dimana salah satu indikatornya dalah dengan mengukur perubahan yang terjadi pada
berbagai barang dan jasa. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa jika harga meningkat namun tidak
diikuti oleh kenaikan pendapatan, maka akan menyebabkan daya beli menurun. Oleh karena itu,
indikator perubahan harga berbagai barang dan jasa menjadi sangat penting dalam upaya penerpan
kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Salah satu ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga adalah
dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHK). Di Provinsi Kep Riau, pengukuran indeks harga
konsumen dilakukan di seluruh Kabupaten Kota. Namun output yang dihasilkan hanya meliputi IHK
Kota Batam, IHK Kota Tanjungpinang, serta IHK wilayah perdesaan, suatu turunan dari indeks nilai
tukar petani (NTP) yang diperoleh dari gabungan data harga seluruh kabupaten lainnya di wilayah
Provinsi Kep Riau.
Gambar 1.1. Perbandingan IHK Kota Batam dan Tanjungpinang, serta NTP Prov. Kepri, Januari 2012-Maret 2013 (2007=100)
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar 100.00
105.00
110.00
115.00
120.00
125.00
130.00
135.00
140.00
IHK Batam IHK TPI NTP Kepri
IHK
Berdasarkan gambar 1.1. dapat diketahui perkembangan IHK selama 15 bulan terakhir di
Kota Batam, Kota Tanjungpinang, dan wilayah perdesaan di Provinsi Kep Riau. Terlihat bahwa sejak
2007, IHK Kota Batam hampir mencapai angka 130, di Kota Tanjungpinang telah mencapai lebih dari
135, sementara untuk indeks NTP tertinggi baru mencapai angka 105. Artinya, perubahan harga di
Kota Tanjungpinang berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan Kota Batam. Sementara nilai NTP
yang lebih besar dari 100 mengindikasikan bahwa petani relatif lebih sejahtera.
Gambar 1.2. Perbandingan Laju Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang, serta Inflasi Perdesaan Prov. Kepri, Januari 2012-Maret 2013
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Batam TPI Inflasi Perdesaan
Berdasarkan IHK tersebut dapat diperoleh indikator laju perubahan IHK yang lebih dikenal
dengan nama inflasi. Berdasarkan gambar 1.2. tampak bahwa laju inflasi di wilayah Kota
Tanjungpinang lebih volatile dibandingkan dengan Kota Batam maupun wilayah lain di Provinsi Kep.
Riau. Adanya lonjakan inflasi pada bulan-bulan tertentu mengindikasikan adanya faktor musiman
seperti pada bulan agustus 2012, serta Januari 2013. Harga di Kota Tanjungpinang meningkat sangat
tinggi ketika lebaran dan tahun baru, sementara di Kota Batam, peningkatan sangat tinggi terjadi
pada tahun ajaran baru dan tahun baru.
Gambar 1.3. Perbandingan Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang Menurut Kelompok Komoditas Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013
UMUMBHN MAKANAN
MKNN JD,MNUMN,ROKOK & TBK
PRUMHN, AIR, LISTRIK, GAS & BHN...SANDANG
KSHTN
PNDDKN, REKREASI, OR
TRNSPOR, KOM & JSA KEU0
2
4
6
8
10
3.02
5.27
4.23
1.86
0.95
2.463.18
1.20
5.08 9.23 5.77 3.27 2.87 2.92 2.65 0.65
BatamTPI
Jika ditinjau menurut jenis komoditas yang mengalami perubahan harga, dari gambar 1.3.
terlihat bahwa laju inflasi tahunan YoY terbesar di Kota Batam dan Tanjungpinang terjadi pada
kelompok bahan makanan. Sementara itu pada kelompok Pendidikan, rekreasi, dan Olahraga serta
Transportasi, Komunikasi, dan jasa keuangan, Inflasi di Kota Batam lebih tinggi dibandingkan dengan
Kota Tanjungpinang. Maka jelaslah bahwa karakteristik innflasi di kedua kota tersebut sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan bahan makanan. Secara khusus dari gambar 1.4. dapat dilihat bahwa
khusus pada komoditas bahan makanan tersebut inflasi di Kota Tanjungpinang meningkat sangat
tinggi ketika lebaran dan tahun baru, sementara di kota batam, peningkatan tersebut dominan
terjadi pada tahun baru.
Gambar 1.4. Perbandingan Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kota Batam dan Tanjungpinang Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013
Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
-6.00
-4.00
-2.00
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
Batam TPI
Secara lebih khusus, jika kelompok bahan makanan tersebut dibagi menjadi lebih spesifik,
ternyata dapat dilihat berdasarkan gambar 1.5. bahwa terdapat beberapa jenis komoditas yang
mengalami perubahan harga paling tinggi selama periode Maret 2012-Maret 2013. Pada kelompok
bahan makanan, inflasi di Kota Tanjungpinang meningkat sangat tinggi pada komoditas bumbu-
bumbuan, buah-buahan, kacang-kacangan, ikan diawetkan, serta daging dan padi-padian & umbi-
mbian. Sementara di batam, peningkatan sangat tinggi terjadi pada komoditas bumbu-bumbuan,
buah-buahan, sayur-sayuran, serta ikan diawetkan. Yang menarik ketika harga komoditas sayur-
sayuran meningkat sangat tinggi di Kota Batam, di Kota Tanjungpinang harganya justru mengalami
penurunan cukup besar.
Gambar 1.5. Perbandingan Inflasi Beberapa Jenis Komoditas Kelompok Bahan Makanan Kota Batam dan Tanjungpinang Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013
Padi & Umbi
Daging
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Sayur2an
Kacang2an
Buah2an
Bumbu2an
-10 -5 0 5 10 15 20
BatamTPI
Sementara pada kelompok komoditas yang dipengaruhi secara langsung oleh kebijakan
pemerintah seperti sektor transportasi dan pendidikan, laju inflasi selama periode Maret 2012-
Maret 2013 tampak tidak mengalami gejolak yang cukup berarti. Hal ini dapat terlihat dari gambar
1.6. dimana selama periode tersebut terjadi dua kali peningkatan inflasi komoditas pendidikan di
Kota Batam, yaitu pada saat tahun ajaran baru dan pasca lebaran. Sementara di Kota Tanjungpinang,
inflasinya cenderung stabil. Pada saat yang sama, inflasi komoditas transportasi di Kota Batam
mengalami peningkatan pada akhir tahun dan awal tahun 2012, kemungkinan merupakan dampak
dari liburan tahun baru serta imlek.
Gambar 1.6. Perbandingan Inflasi Komoditas Pendidikan dan Transportasi Kota Batam dan Tanjungpinang Maret 2012-Maret 2013
Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Pendidikan (TPI) Transportasi (TPI) Pendidikan (Batam) Transportasi (Batam)
Dengan demikian jika dibandingkan, secara umum inflasi dapat dibagi pada kelompok
makanan dan bukan makanan. Sebagaimana terlihat pada gambar 1.7. Pada Maret 2010, kelompok
makanan di Kota Batam menyumbangkan andil inflasi sebesar 88 persen, sedangkan di Kotan
Tanjungpinang andilnya mencapai 135 persen. Pada Maret 2013, kelompok makanan di Kota Batam
menyumbangkan andil inflasi sebesar 56 persen, sedangkan di Kota Tanjungpinang andilnya
mencapai 102 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa peranan inflasi kelompok makanan di kedua
kota tersebut pada bulan Maret tahun 2013 cenderung mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan periode yang sama tiga tahun sebelumnya.
Gambar 1.7. Perbandingan Andil Inflasi Kelompok Makanan dan Non Makanan di Kota Batam dan Kota Tanjungpinang
Maret 2010 Maret 2013 Maret 2010 Maret 20130%
20%
40%
60%
80%
100%
88.00 55.56
Batam
Makanan Non Makanan
Sementara untuk perubahan NTP, dapat dibagi menurut jenis sektor pertanian. Dengan
menilik kepada wilayahnya yang didominasi oleh lautan, maka tentu jenis sektor pertanian yang
paling penting peranannya adalah sektor perikanan. Dari gambar 1.8. terlihat bahwa Laju perubahan
NTP Provinsi Kep Riau berfluktuasi mengikuti musim. Khusus pada sektor perikanan, ternyata laju
perubahan indeks NTP berfluktuasi musiman, namun cenderung lebih stabil dibandingkan sektor
pertanian lainnya. Sektor yang paling volatile adalah sektor tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan. Secara umum, laju peningkatan NTP terjadi pada pertengahan serta akhir tahun 2012.
Sejalan dengan laju perubahan NTP, Inflasi perdesaan di Provinsi Kepulauan Riau terjadi
mengikuti pola musiman. Sebagaimana terlihat pada gambar 1.9. Inflasi Perdesaan yang tinggi di
Provinsi Kep Riau terjadi pada saat lebaran serta akhir tahun, sementara penurunan biasanya terjadi
pada bulan april dan oktober.
Maret 2010 Maret 20130%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
135.71 102.30
Tanjungpinang
Makanan Non Makanan
Gambar 1.8. Laju Perubahan Indeks NTP Provinsi Kep. Riau Menurut Sektor Pertanian Maret 2012-Maret 2013
Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
umumTPHortiPerkebunanPeternakanNelayan
Gambar 1.9. Laju Inflasi Perdesaan Provinsi Kep. Riau Menurut Sektor Pertanian Februari 2009-Januari 2013
Feb AprJun
Agust Okt Des Feb Apr
JunAgu
st Okt Des Feb AprJun
Agust Okt Des Feb Apr
JunAgu
st Okt Des
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
Pada periode Maret 2012-Maret 2013, inflasi Kota Batam serta Tanjungpinang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan wilayah di sekitarnya. Jika dibandingkan dengan, kota-kota lain yang
terdekat dan nasional, inflasi di Kota Batam memiliki laju inflasi tahunan paling rendah. Sementara di
Kota Tanjungpinang, walaupun inflasinya cukup tinggi, namun masih berada di bawah angka
nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa laju perubahan harga yang terjadi di kedau kota ini relatif
lebih terkendali dibandingkan wilayah lainnya, sebagaimana terlihat pada Gambar 1.10.
Gambar 1.10. Perbandingan Inflasi Kota Batam dan Tanjungpinang Serta Beberapa Kota Terdekat Year on Year (YoY) Maret 2012-Maret 2013
PKUDumai
Batam TPIJambi
PontianakSingkawang-0.50
0.50
1.50
2.50
3.50
4.50
5.50
6.50
5.36 5.56 3.02 5.08 6.06 6.49 4.41
Nasional
Namun demikian, jika ditinjau menurut laju inflasi bulanan terlihat bahwa Kota
Tanjungpinang memiliki tingkat volatilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya
(Gambar 1.11.). Hal ini mengindikasikan bahwa Kota Tanjungpinang relatif lebih rentan terhadap
perubahan situasi ekonomi yang terjadi.
Gambar 1.11. Perbandingan Laju Inflasi di Provinsi Kep. Riau, Provinsi Riau Serta Nasional Maret 2012-Maret 2013
Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
PKUDumaiBatamTPINasional
Gambar 1.12. Perbandingan NTP Provinsi di Indonesia Bulan Maret 2012-Maret 2013
Aceh
Sum
ut
Sum
bar
Riau
Jam
bi
Sum
sel
Beng
kulu
Lam
pung
Babe
l
Kepr
i
Jaba
r
Jate
ng DIY
Jatim
Bant
en Bali
NTB NTT
Kalb
ar
Kalt
eng
Kals
el
Kalti
m
Sulu
t
Sult
eng
Suls
el
Sult
ra
Gor
onta
lo
Sulb
ar
Mal
uku
Mal
ut
Papb
ar
Papu
a
90
100
110
120
130Mar '12 Mar '13
Berbeda dengan inflasi, perubahan NTP Provinsi Kep Riau yang diamati pada dua titik, Maret
2012 dan Maret 2013 tidak menunjukkan adanya perubahan yang berarti. Dari Gambar 1.12. dapat
diketahui bahwa meskipun tidak sebesar wilayah sentra pertanian lain seperti Lampung, DIY, dan
Sumsel, namun posisi petani di Provinsi Kep Riau relatif lebih sejahtera dibandingkan dengan
tetangganya yang berada di Provinsi Jambi, Bangka Belitung, dan NTB.
1.2. Penyebab inflasi di Provinsi Kep Riau.
Secara umum terdapat beberapa penyebab spesifik yang menjadi pemicu terjadinya inflasi di
Provinsi Kep Riau. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika dan Dollar Singapura
menjadi pemicu kenaikan harga pada komoditas import (imported inflation).Di lain pihak terdapat
adanya peningkatan harga pada beberapa komoditas internasional. Namun salah satu faktor yang
paling penting dan berpengaruh adalah ketergantungan terhadap wilayah lainnya, kondisi geografis
serta iklim.
Sebagian besar pasokan bahan makanan untuk Kepulauan Riau masih berasal dari luar
wilayah, baik berasal dari domestik seperti dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan
Jawa; juga berasal dari luar negeri, terutama dari Singapura, Malaysia, Thailand dan China. Kondisi
geografis Kepulauan Riau yang 95% wilayahnya merupakan laut, sangat dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya gelombang laut. Ketika gelombang laut mengalami peningkatan, maka pasokan
kebutuhan masyarakat ke Kepulauan Riau mengalami gangguan. Dari Gambar 1.13 terlihat bahwa
selama tahun 2007-2012 peningkatan maupun penurunan laju Inflasi di Kota Batam terjadi beberapa
lag setelah terjadinya peningkatan pada kecepatan angin, yang berpotensi mengganggu kegiatan
pelayaran antar pulau.
Gambar 1.13. Laju Inflasi dan Kecepatan Angin di Kota Batam Tahun 2007-2012
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 585
10
15
20
25
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Wind Velocity (Knot) Inflasi (%)
Win
d Ve
locit
y (K
not)
INfla
si (P
erse
n)
Sementara jika memperhatikan indikator makroekonomi regional, ternyata perubahan suku
bunga kredit serta deposito yang terjadi selama tahun 2009 sampai 2012 tidak terlihat memberikan
dampak terhadap inflasi di Kota Batam (Gambar 1.14).
Gambar 1.14. Perbandingan Suku Bunga Kredit dan Inflasi di Kota Batam Tahun Per Triwulan Tahun 2009-2012
Trw IV-2009
Trw IV-2010
Trw II-2011
Trw III-2011
Trw IV-2011
Trw I-2012
Trw II-2012
Trw III-2012
Trw IV-20124.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
-0.20
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Suku Bunga Kredit (tertimbang) Suku Bunga Dep 3 bln (tertimbang) Laju Inflasi (m-t-m)*
Kota Batam dan Tanjungpinang sangat penting bagi dalam pengamatan inflasi mengingat
fasilitas yang tersedia bagi pemantauan harga-harga relatif lebih lengkap dibandingkan dengan
wilayah lain di Provinsi Kepri. Sekitar 66 persen fasilitas toko modern di Provinsi Kep Riau terdapat di
Kedua kota Ini (Gambar 1.15).
Gambar 1.15. Perbandingan Jumlah Toko Modern di Provinsi Kep. Riau Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011
38%
10%16%1%
3%
4%
28% B A T A M
BINTAN
KARIMUN
ANAMBAS
LINGGA
NATUNA
TANJUNG PINANG
Dengan demikian, salah satu kebijakan yang dapat ditempuh untuk mengantisipasi lonjakan
inflasi adalah dengan menyusun suatu sistem distribusi yang komprehensif, dimana konektifitas
antara Provinsi Kepulauan Riau serta wilayah lainnya perlu mempertimbangkan pengaruh cuaca. Hal
ini dpat dilakukan misalnya dengan menyediakan sarana perhubungan yang lebih baik untuk
menghubungkan jalur distribusi barang dan jasa antara pulau. Selain itu kebijakan yang tidak kalah
penting adalah dengan membangun pergudangan di Kota Batam yang dapat menampung berbagai
komoditas rawan inflasi.
2. Kependudukan
2.1. Masalah Kependudukan
Sebagai wilayah kepulauan, permasalahan kependudukan di wilayah Provinsi Kep Riau
memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Pertama,
laju pertumbuhan penduduk Provinsi Kep. Riau merupakan salah satu yang tertinggi di Indonesia.
Selama tahun 2000-2010, laju pertumbuhan penduduk mencapai 4,99 persen. Khusus di Kota Batam
laju pertumbuhan penduduk bahkan mencapai 7,64 persen. Yang kedua, terdapat pergeseran rasio
jenis kelamin dari 98,85 pada tahun 2000 menjadi 105,23 pada tahun 2010, jika hal ini semakin
melebar maka dikhawatirkan dapat membawa dampak sosial.
Gambar 2.1. Perbandingan Proporsi Jumlah Penduduk Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020 Menurut Kabupaten/Kota
Masalah ketiga terkait dengan persebaran penduduk sangat tidak merata, pada tahun 2010
lebih dari 56 persen penduduk tinggal di Kota Batam, sementara masih banyak pulau-pulau
terutama di daerah perbatasan yang tidak berpenghuni (Gambar 2.1). Hal ini menimbulkan adanya
penumpukan permasalahan di Kota Batam, sementara wilayah lainnya yang tidak berpenghuni
menjadi rawan dari segi keamanan dan politik. Apa lagi mengingat posisi Provinsi Kep Riau segaia
wilayah perbatasan. Namun demikian, upaya pemekaran wilayah serta masuknya investasi ke
berbagai daerah di Provinsi Kepulauan Riau cukup berhasil dalam meningkatkan persebaran
penduduk.
Masalah keempat terkait dengan perbandingan jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan
sangat timpang, jumlah penduduk wilayah perkotaan mencapai mencapai 82 persen, sementara di
KARIMUN13% BINTAN
8%
NATUNA4%
LINGGA5%
KEP ANAMBA
S2%
BATAM56%
TANJUNG PINANG11% KARIMUN
10%
BINTAN7%
NATUNA3%
LINGGA4%
KEP ANAMBA
S2%
BATAM64%
TANJUNG PINANG9%
wilayah perdesaan hanya 18 persen saja. Namun tidak hanya itu saja, Pada tahun 2010, lebih dari 69
persen penduduk kepri merupakan mereka yang melakukan migrasi seumur hidup, sementara 18
persen diantaranya merupakan penduduk yang melakukan migrasi risen. Cukup banyak pendatang
yang berasal dari TKI yang telah habis izin tinggalnya dan tidak kembali ke daerah asal. Sebagian
besar TKI tersebut memiliki pendidikan yang rendah sehingga dikhawatirkan tidak dapat tertampung
dalam dunia kerja.
Sampai dengan tahun 2010, upaya pengendalian penduduk di Kota Batam dilakukan dengan
membatasi jumlah penduduk tanpa pekerjaan yang datang di berbagai pintu masuk. Saat ini
kebijakan tersebut telah dicabut, namun arah kebijakan dirubah kepada program KB. Selain itu
dilakukan upaya pemulangan TKI terlantar di Kota Batam dan Tanjungpinang untuk mengurangi
beban daerah
2.2. Struktur Kependudukan
Sebagai konsekuensi dari berbagai permasalahan kependudukan diatas, struktur penduduk
Provinsi Kep Riau didominasi oleh penduduk usia dewasa. Jumlah penduduk Provinsi Kep Riau
terbesar berada usia 25-29 tahun. Tingginya penduduk pada usia tersebut diimbangi oleh jumlah
penduduk balita serta anak-anak. Pada 10 tahun mendatang, struktur ini diperkirakan akan menjadi
suatu permasalahn tersendiri, dimana penduduk usia 20-29 tahun menurun, sementara jumlah
penduduk usia 30-45 tahun meningkat. Padahal karakteristik Kota Batam yang bergantung pada
sektor industri sangat memerlukan tenaga-tenaga muda sebagaimana pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Perbandingan Piramida Penduduk Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020
Komposisi kependudukan membawa dampak terhadap angka ketergantungan (Dependency
Ratio). Pada tahun 2010, Dependency Ratio penduduk Provinsi Kep Riau sebesar 45,7 persen artinya
terdapat 45 orang tanggungan untuk setiap 100 orang penduduk usia produktif. Namun demikian,
tanggungan penduduk usia muda lebih besar dibandingkan dengan usia tua. Jika dikaitkan dengan
“Bonus Demografi”, maka saat ini Provinsi Kep Riau sedang mengalaminya, dan baru akan berulang
kembali pada 20-30 tahun mendatang, karena pada 10 tahun mendatang angak dependency ratio
diperikrakan akan meningkat menjadi 50,88 persen.
Tabel 2.1. Perbandingan Proporsi Dependency Ratio Provinsi Kep. Riau Tahun 2010 dan Proyeksinya Tahun 2020
Kelompok Umur 2010 2020*
(1) (2) (3)0-14 492.668 748.971
15-64 1.152.463 1.604.623
65+ 34.032 67.416
Dependency Ratio 45,70 50,88
*) Angka Proyeksi
Sumber: BPS Provinsi Kep Riau
2.3. Implikasi terhadap pendidikan dan lapangan kerja
Perubahan yang terjadi pada struktur dan komposisi kependudukan, serta berbagai masalah
yang mengikutinya membawa beberapa konsekuensi kebijakan yang harus ditempuh. Pertama
Pemerintah daerah perlu meningkatkan kapasitas sekolah yang ada, mengingat jumlah penduduk
muda cukup banyak dan masih terus meningkat dengan cepat. Pemerintah daerah juga perlu mulai
mempersiapkan fasilitas sosial dan kesehatan bagi penduduk dewasa, yang pada 20-30 tahun
mendatang akan bergerak menjadi penduduk tua. Angka ketergantungan yang diperkirakan terus
meningkat membawa impilkasi bagi perlunya meningkatkan pendapatan penduduk, terutama bagi
mereka yang bekerja di sektor industri
3. Ekonomi
3.1. Struktur ekonomi
Berbicara mengenai perekonomian Provinsi Kep Riau, tidak dapat terlepas dari
perekonomian Kota Batam dan Tanjungpinang. Peranan kedua wilayah tersebut dalam
perekonomian Provinsi Kep Riau sangat vital, dimana Kota Batam merupakan penyumbang terbesar
pembentukan PDRB Provinsi Kep Riau, sementara Kota Tanjungpinang berada di posisi kedua. Secara
bersama-sama, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang menyumbangkan lebih dari 77 persen PDRB
Provinsi Kep Riau Tahun 2011.
Gambar 3.1. Distribusi PDRB Provinsi Kep Riau Menurut Kabupaten Kota
KARIMUN6%
BINTAN6% NATUNA
6%
LINGGA
1%
BATAM69%
TAN-JUNGPINAN
G8%
ANAMBAS4%
Perekonomian Provinsi Kepri didominasi oleh sektor industri pengolahan serta perdagangan,
hotel, dan restoran. Hal ini cukup wajar mengingat secara geografis Provinsi Kepri dapat dikatakan
tidak memiliki potensi pertanian, namun berada pada lokasi yang sangat strategis di jalur
perdagangan internasional. Peranan sektor industri pengolahan meningkat dari 47 persen pada
tahun 2004, menjadi 50 persen pada tahun 2012. Sejalan dengan share PDRB menurut Kabupaten
Kota, Peranan sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Kep Riau didominasi oleh
industri yang berada di Kota Batam (Gambar 3.3).
Gambar 3.2. Struktur Perekonomian Provinsi Kep. Riau Tahun 2004 dan 2012
Gambar 3.3. Struktur Perekonomian Kota Batam Tahun 2001-2011 (Persen)
Pertanian4%
Per-tam-
bangan &
peng-galian
5%
Industri Pengolahan50%
Listrik, gas dan
Air1%
Ban-gunan
5%
Perda-gangan,
Hotel dan
restoran
24%
Pen-gangkutan dan Komu-nikasi
5%
Keuangan, Persewaan dan Jasa5%
Jasa2%2012
Pertanian5%
Pertam-bangan &
penggalian10%
Industri Pengolahan47%
Listrik, gas dan Air 0%
Bangunan4%
Perda-gangan,
Hotel dan restoran
22%
Pen-gangkutan
dan Ko-munikasi
4%
Keuangan, Persewaan dan Jasa5% Jasa
2%
2004
3.2. Pembentuk Pertumbuhan ekonomi, Peluang dan Tantangan
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau masih didorong oleh dua sektor utama,
yaitu Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Pada triwulan IV-
2012 sektor konsumsi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan perekonomian Kepulauan
Riau. Namun demikian pertumbuhan investasi serta kinerja ekspor melambat akibat terpengaruh
krisis global. Pada sisi sektoral, peningkatan pertumbuhan perekonomian dimotori oleh peningkatan
pada Sektor Industri Pengolahan; Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran; serta Sektor Bangunan.
Berdasarkan kontribusinya, Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
(PHR) masih menjadi penopang utama pertumbuhan perekonomian Kepulauan Riau.
Gambar 3.4. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri Menurut Sektor Tahun 2011-2012
Pertanian
Pertambangan & penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, gas dan Air
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa
Jasa
0 2 4 6 8 10 12 14 162012
2011
Dari sisi industri kapal (shipyard), masih belum membaiknya kondisi perekonomian global,
memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri kapal (shipyard). Peningkatan aktivitas
usaha pada Subsektor Perdagangan diperkirakan terkait dengan peningkatan aktivitas masyarakat
yang terkonfirmasi melalui peningkatan konsumsi masyarakat, terutama untuk komoditas non
makanan. Selain itu, peningkatan kunjungan wisatawan yang terkait dengan penyelenggaraan
aktivitas rapat dan pameran (MICE), menjadi faktor pendorong peningkatan sektor ini.
Tabel 3.1. PDRB Provinsi Kepri per Triwulan Menurut Sektor Tahun 2011-2012
Sektor Ekonomi
2010 2011 2012
Tw
1
Tw
2
Tw
3
Tw
4
T
w
1
Tw
2
T
w
3
Tw
4
Tw
1
Tw
2
Tw
3
Tw
4
(1) (2) (3) (4) (5)(6
)(7) (8) (9)
(1
0)(11)
(1
2)(13)
Pertanian
44
1.8
23
448
.43
1
45
2.7
16
45
6.7
43
45
8.
43
1
467
.91
0
47
2.
05
7
472
.46
3
47
1.
14
7
479
.41
2
48
6.
56
5
487
.62
0
Pertambangan &
penggalian
52
5.9
33
533
.32
0
53
8.0
38
52
6.0
62
52
7.
35
5
530
.35
9
53
7.
78
2
544
.88
6
55
1.
79
8
567
.53
4
57
8.
21
7
587
.71
4
Industri Pengolahan
5.1
41.
51
8
5.1
39.
084
5.2
16.
33
8
5.3
86.
93
0
5.
36
9.
61
3
5.6
22.
724
5.
57
6.
09
7
5.6
71.
119
5.
75
1.
08
0
5.9
07.
549
5.
99
1.
02
8
6.1
60.
098
Listrik, gas dan Air
51.
26
7
53.
809
54.
81
6
57.
92
3
59
.2
83
61.
500
63
.0
06
64.
430
65
.8
37
65.
873
66
.5
09
67.
500
Bangunan 46 478 48 49 50 526 53 550 56 588 59 621
7.2
30
.44
1
7.4
32
7.9
24
7.
28
4
.62
4
9.
98
4
.55
2
3.
12
7
.13
0
7.
01
4
.63
8
Perdagangan, Hotel
dan restoran
2.2
87.
11
1
2.3
49.
449
2.3
70.
77
2
2.4
45.
37
0
2.
44
9.
96
7
2.4
88.
793
2.
54
7.
70
4
2.6
28.
573
2.
67
3.
46
0
2.7
61.
802
2.
85
5.
10
1
2.9
59.
343
Pengangkutan dan
Komunikasi
44
7.4
59
452
.92
2
45
6.0
09
47
2.9
37
48
4.
36
4
495
.11
1
51
0.
00
9
521
.43
9
52
8.
06
0
540
.42
3
55
0.
13
0
561
.38
8
Keuangan, Persewaan
dan Jasa
47
2.0
76
476
.99
4
47
9.3
04
49
2.6
51
50
0.
99
0
507
.84
2
51
6.
96
0
524
.63
3
53
9.
84
7
551
.26
2
56
2.
20
5
574
.51
3
Jasa
22
9.6
86
233
.20
1
23
5.0
60
24
1.5
81
24
4.
81
8
249
.45
9
25
5.
96
4
259
.73
9
26
4.
18
6
271
.31
8
27
5.
11
8
281
.13
7
PDRB adh Konstan 10.
06
4.1
03
10.
165
.65
0
10.
29
0.4
86
10.
57
8.1
20
10
.6
02
.1
10.
950
.32
2
11
.0
19
.5
11.
237
.83
6
11
.4
08
.5
11.
733
.30
3
11
.9
61
.8
12.
300
.95
1
05 64 41 88
Pertumbuhan9.2
4%
7.4
3%
6.1
6%
6,2
7%
5,
35
%
7,7
7%
7,
10
%
6,3
4%
7,
61
%
7,1
5%
8,
55
%
9,4
6%
Sumber: BI Batam
Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi Kep Riau pada periode 2010-2012 tumbuh rata-rata 7,29 persen
Pertumbuhan paling rendah terjadi pada triwulan 1 -2011, sementara yang tertinggi terjadi pada triwulan 4-2012, dengan tren yang cenderung
meningkat
Tetap tingginya pertumbuhan ekonomi tersebut mengindikasikan bahwa perekonomian Provinsi Kep Riau tidak terlalu terpengaruh dengan adanya
dampak lanjutan krisis global akibat isu Fiscal Cliff di Amerika Serikat serta menurunnya pertumbuhan ekonomi Cina dan Jepang
Gambar 3.5. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Kepri Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2008-2011
KARIMUN
BINTAN
NATUNA
LINGGA
BATAM
TANJUNGPINANG
ANAMBAS
- 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00
20112009
Secara umum jika ditinjau menurut wilayah, perekonomian Kota Batam, Tanjungpinang,
Bintan, dan Karimun pasca perberlakuan KEK mengalami akselerasi dibandingkan sebelum KEK.
Pemberlakuan MP3EI bagi Kota Batam, Kabupaten Bintan, dan Karimun diperkirakan akan memicu
pertumbuhan pada sektor industri pengolahan, khususnya di bidang Shipyard. Hal ini seiring dengan
rencana pembangunan Pelabuhan Tanjung Sauh dengan rencana potensi penerimaan transhipping
cargo dari jalur Selat Malaka sebesar 4 juta TEUs (Twenty Feet Equivalent Units) pada awal
operasinya. Saat ini jumlah shipyard di Batam tercatat sebanyak 76 perusahaan. Kebanyakan dari
industri itu memiliki pelabuhan sendiri dengan status Pelabuhan Khusus (Pelsus) untuk memasukkan
barang-barang kebutuhan perusahaan.
3.3. Ketenagakerjaan
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau yang cukup tinggi berdampak positif pada
penyerapan tenaga kerja yang tercermin dari penurunan tingkat pengangguran. Peningkatan jumlah
angkatan kerja yang bekerja tersebut dipengaruhi oleh peningkatan jumlah penduduk yang bekerja
di sektor wiraswasta. Struktur tenaga kerja di Provinsi Kepulauan Riau relatif tetap, dimana Sektor
Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi menjadi sektor yang dominan dalam struktur
tenaga kerja di Provinsi Kepulauan Riau.
Berdasarkan data BPS Kepulauan Riau, jumlah angkatan kerja sampai dengan Agustus 2012
mencapai 871.365 orang, sementara jumlah penduduk yang bekerja adalah sebesar 824.567 orang.
Sedangkan jumlah penduduk yang tidak bekerja/pengangguran terbuka tercatat sebanyak 46.798
orang sehingga secara prosentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat sebesar 5,37%.
Penurunan TPT tersebut juga menunjukkan daya serap dunia usaha terhadap tenaga kerja
mengalami peningkatan. Tingkat partisipasi kerja penduduk Provinsi Kepulauan Riau sampai dengan
Agustus 2012 tercatat 66,25%.
Menurut data BPS Provinsi Kepulauan Riau, tenaga kerja sektor industri di Kepulauan Riau
mengalami peningkatan menjadi 194.223 orang. Pada saat yang sama Sektor Perdagangan, Rumah
Makan dan Jasa Akomodasi mengalami penurunan dari 248.001 orang pada Februari 2012 menjadi
226.134 orang pada Agustus 2012. Sementara itu, struktur tenaga kerja menurut status pekerjaan
utama relatif tidak terjadi perubahan yang besar. Buruh/Karyawan/Pegawai masih menjadi pangsa
terbesar dalam angkatan kerja di Kepulauan Riau pada Agustus 2012 yang tercatat 539.041 orang
atau sebesar 65,40%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan Februari 2012 yang tercatat
sebesar 527.347 orang. Sementara itu status pekerjaan utama terbesar kedua adalah berusaha
sendiri sebanyak 150.872 orang dengan pangsa 18,30% turun dibandingkan dengan semester
sebelumnya.
Dengan karakteristik tersebut, tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi Kep Riau salah
satunya akan ditentukan oleh tingkat upah yang diterima oleh para pekerja industri pengolahan.
Pertumbuhan UMK di Kota Batam sebagai sentra industri terbesar pada periode 2010-2013 tercatat
rata-rata sebesar 19,21 persen. Secara rata-rata, angka ini telah memenuhi 99,46 persen dari
kebutuhan hidup layak (KHL), dan relatif selalu lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi
tahunan Kota Batam
Tabel 3.2. Perkembangan KHL dan UMK Kota Batam 2010-2013
Tahun
KHL UMKRasio UMK thd KHL
(%)Pertumbuhan UMK
(%)(1) (2) (3) (4) (5)
2010 1.275.829
1.110.000
87,00 6,22
2011 1.280.960
1.180.000
92,12 6,31
20121.302.
9921.402.
000107,60 18,81
20131.835.
6522.040.
000111,13 45,51
2010-
2013Rata-rata 99,46 19,21
Sumber: Dinas Tenaga Kerja Kota Batam
4. Pembangunan Manusia
Berbagai pergeseran dalam kebijaksanaan pembangunan menyebabkan pengukuran
terhadap berbagai hasil pembangunan yang ada harus disesuaikan. Kebutuhan untuk
melihat fenomena dan masalah dalam perspektif waktu dan tempat kadang menuntut
adanya ukuran baku. Upaya untuk mengangkat manusia sebagai tujuan utama
pembangunan, sebenarnya telah muncul dengan munculnya konsep “basic need
development”. Paradigma ini mengukur keberhasilan pembangunan dengan menggunakan
Indeks Mutu Hidup/Physical Quality of Life Index (IMH/PQLI), yang menggunakan tiga
parameter yaitu angka kematian bayi, angka harapan hidup umur satu tahun dan tingkat
melek huruf.
Grafik 4.1. Perbandingan Angka Harapan Hidup Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 201166.00
67.00
68.00
69.00
70.00
71.00
72.00
Kep RiauRiauNasional
Dari sudut pandang pembangunan kualitas kesehatan masyarakat, selama sepuluh tahun
terakhir Angka Harapan Hidup Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 0,13
tahun, setiap tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Angka
Harapan Hidup Provinsi Kep Riau masih tertinggal cukup jauh, namun pencapaiannya berada diatas
angka nasional.
Tabel 4.1. Pencapaian Angka Partisipasi Sekolah Prov. Kep. Riau Tahun 2010 (Persen)
Tahun
Realisasi
Rencana (RPJM)
2011 2012 2013
Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran 113,8 150 125
Hidup
Angka Kematian Bayi (AKB) per 1.000 Kelahiran Hidup
8,35 19 18
Sementara untuk peningkatan kualitas pendidikan, selama sepuluh tahun terakhir Angka
Melek Huruf Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,17 persen per tahun.
Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Angka Melek Huruf Provinsi Kep Riau
masih tertinggal, namun pencapaiannya berada jauh diatas angka nasional. Angka buta huruf
tertinggi terdapat di Kab. Lingga dan Kab. Kep. Anambas, masing-masing 17,54 persen dan 12,58
persen. Dan yang paling rendah terdapat di Kota Batam dan kota Tanjung Pinang masing-masing 3,63
persen dan 4,59 persen.
Grafik 4.2. Perbandingan Angka Melek Huruf Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional 2002-2011
2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 201188.00
90.00
92.00
94.00
96.00
98.00
100.00
Kep RiauRiauNasional
Selama sepuluh tahun terakhir, Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Kep Riau mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 0,35 tahun, setiap tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat
seperti Provinsi Riau, Rata-rata Lama Sekolah Provinsi Kep Riau yang awalnya tertinggal kini berhasil
meninggalkan Provinsi Riau dan nasional. Hal ini didukung oleh pencapaian angka partisipasi sekolah
yang cukup baik (Tabel 4.2. dan 4.3.).
Tabel 4.2. Pencapaian Angka Partisipasi Sekolah Prov. Kep. Riau Tahun 2010 (Persen)
Kelompok Um
Kota Desa K + DL P T L P T L P T
ur7-12
94,
57
94,
80
94,
68
93,
39
94,09
93,73
94,33
94,66
94,49
13-15
90,
22
90,
26
90,
24
83,
11
85,45
84,23
88,55
89,16
88,85
16-18
56,
83
53,
67
55,
23
52,
33
52,90
52,60
55,86
53,52
54,69
Sumber: BPS Prov Kep Riau, Sensus Penduduk 2010
Grafik 4.3. Perbandingan Rata-rata Lama Sekolah Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 20116.50
7.00
7.50
8.00
8.50
9.00
9.50
10.00
Kep RiauRiauNasional
Tabel 4.3. Pencapaian Indikator Pendidikan Prov. Kep. Riau Tahun 2011 (Persen)
Tahun
Realisasi
Rencana (RPJM)
2011 2012 2013
PENDIDIKAN
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
SD/MI 99,03 97,9 98
SMP/MTs 103,35 99,1 99,3
SMA/MA/SMK 67,47 63 63,2
Angka Partisipasi Kasar (APK)
SD/MI 103,25 103,8 104
SMP/MTs 98,75 96,3 96,7
SMA/MA/SMK 72,20 64 66
Sumber: Musrenbang Prov. Kep Riau Tahun 2012
Selanjutnya dari sisi daya beli masyarakat, selama sepuluh tahun terakhir, Purchasing Power
Parity Provinsi Kep Riau mengalami peningkatan rata-rata sebesar Rp 6.018,-, per tahunnya.
Dibandingkan dengan tetangga terdekat seperti Provinsi Riau, Purchasing Power Parity Provinsi Kep
Riau sedikit tertinggal, namun pencapaiannya berada diatas angka nasional
Grafik 4.4. Perbandingan Purchasing Power Parity Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011580.00
590.00
600.00
610.00
620.00
630.00
640.00
650.00
660.00
Kep RiauRiauNasional
Selama sepuluh tahun terakhir, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kep Riau mengalami
peningkatan rata-rata sebesar 1,05 poin, per tahunnya. Dibandingkan dengan tetangga terdekat
seperti Provinsi Riau, Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Kep Riau sedikit tertinggal, namun
pencapaiannya berada jauh diatas angka nasional.
Grafik 4.5. Perbandingan Indeks Pembangunan Manusia Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
2002 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 201164.00
66.00
68.00
70.00
72.00
74.00
76.00
78.00
Kep RiauRiauNasional
Dari sisi percepatan pencapaian, Selama delapan tahun terakhir, Shortfall Reduction
Pencapaian Indeks Pembangunan Provinsi Kep Riau menunjukkan adanya fluktuasi. Namun demikian
secara umum perkembangan IPM Provinsi Kep Riau bergerak lebih cepat dibandingkan Provinsi Riau
dan Nasional.
Grafik 4.6. Perbandingan Shortfall Reduction Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia Prov. Kep. Riau, dan Riau Serta Nasional Tahun 2002-2011
2004-05 2005-06 2006-07 2007-08 2008-09 2009-10 2010-110.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Kep RiauRiauNasional
Jika dari sisi kualitas hidup dasar, Provinsi Kep Riau telah menikmati pencapaian yang sangat
baik, maka dalam hal kualitas aspirasi masyrakat yang diwujudkan dalam indeks demokrasi,
pencapaian Provinsi Kep Riau sampai dengan tahun 2010 dapat dikatakan masih belum
menggembirakan. Diukur melalui aspek kebebasan sipil, indeks demokrasi Provinsi Kep Riau berada
pada peringkat 19 dari 33 provinsi. Sementara dari aspek hak-hak politik, indeks demokrasi Provinsi
Kep riau malah hanya berada pada posisi 27 dari 33 provinsi. Yang sedikit cukup baik adalah dari
keberdaan lembaga demokrasi, Provinsi Kepulauan Riau berada pada posisi 12 dari 33 provinsi.
Dengan demikian secara keseluruhan Provinsi Kep Riau berada pada posisi 24 dari 33
Provinsi. Untuk itu diperlukan pembenahan dalam meningkatkan kualitas demokrasi di provinsi Kep
Riau, salah satunya adalah dengan memebrikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk
dapat berekspresi dan menyuarakan aspirasinya. Selain itu diperlukan penguatan dan edukasi hak-
hak politik masyarakat, agar dapat dihasilkan wakil-wakil rakyat yang lebih berkualitas.