etiologi stroke

19

Click here to load reader

Upload: pitaloka-yuniartiningtyas

Post on 20-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

giyi

TRANSCRIPT

Page 1: Etiologi Stroke

Etiologi Stroke

Etiologi Stroke Hemoragik

1. Perdarahan intraserebral

a. Hipertensi

b. Malformasi arteri – vena

c. Anfiopati amilod

2. Perdarahan subarakhnoid

Etiologi Stroke Non Hemoragik

1. Trombosis

a. Atherosklerosis

b. Vaskulitis

c. Robeknya arteri : karotis, vertebralis

d. Gangguan darah : polisitemia, hemoglobinopati ( penyakit sel sabit)

2. Embolisme

a. Sumber di jantung : fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium, penyakit

jantung rematik, penyakit katup jantung, kardiomiopati iskemik.

b. Sumber tromboemboli aterosklerosis di arteri : bifurkasio karotis komunis, arteri

vertebralis distal.

c. Keadaan hiperkoagulasi : kontrasepi oral, karsinoma.

3. Vasokontriksi

Vasospasme serebrum setelah PSA ( Perdarahan Sub Arachnoid)

Page 2: Etiologi Stroke

Faktor Resiko

Faktor Resiko Stroke didasarkan pada dapat atau tidaknya resiko tersebut

ditanggulangi / diubah :

1. Faktor resiko yang tak dapat diubah atau dicegah/dimodifikasi

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

Pengenalan faktor-faktor resiko ini sangat penting, karena banyak pasien mempunyai

faktor resiko lebih dari satu atau bahkan kadang-kadang faktor resiko ini diabaikan.

Setelah mengetahui faktor resiko, maka perlu dikenal juga bagaimana cara

pencegahan dan penanganannya.

1. Faktor resiko yang tak dapat dimodifikasi

a. Umur

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring bertambahnya umur.

Sehingga semakin bertambah umur, semakin tinggi kemungkinan mendapat

sroke. Dalam statistik faktor ini menjadi dua kali lipat setelah usia 55 tahun.

b. Jenis Kelamin

Stroke diketahui lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan.

c. Ras

d. Faktor Keturunan

Adanya riwayat stroke pada orang tua.

2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

a. Riwayat Stroke

b. Hipertensi

c. Penyakit Jantung

Page 3: Etiologi Stroke

d. Diabetes Melitus

e. Transient Ischemic Attack

f. Hiperkolesterol

g. Obesitas

h. Merokok

Tanda dan Gejala Stroke

Tanda dan gejala Stroke, berdasarkan lokasinya di tubuh:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi

sensorik.

2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,

mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,

ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.

3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.

Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan

sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau

serangan awal .

Gejala dan tanda pada stroke hemoragik:

Onset manifestasi kliniknya cepat, gejala fisik neurologis yang muncul tergantung

pada tempat perdarahan dan besarnya perdarahan, mayoritas pasien kehilangan

kesadaran, dan banyak yang akhirnya meninggal tanpa sempat sadar lagi, sebelum

pingsan, pasien umumnya akan mengalami sakit kepala dan dizziness.

Pemeriksaan Fisik Stroke

Fokus pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien dengan stroke adalah

status neurologis yaitu fungsi sistem persyarafan secara keseluruhan. Baik saraf

kranial, reflek-reflek dan juga kekuatam motorik pasien. Hal ini diperlukan untuk

Page 4: Etiologi Stroke

mengidentifikasi area otak yang mana saja yang mengalami masalah atau terjadi

kerusakan karena dari respon atau adanya tanda-tanda manifestasi klinik yang terjadi

dapat diprediksikan daerah mana saja yang terjadi kerusakan.

11. Pemeriksaan umum dan neurologis

Pada pemeriksaan neurologis didapatkan bahwa tidak ada tanda-tanda iritasi

meningeal, berarti hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat kerusakan maupun lesi

pada meninges atau selaput kepala.

Pada pemeriksaan Nervus Cranialis didapatkan :

- Parese N VII kanan tipe sentral

- Parese N XII kanan

- Fungsi motorik hemiparesis kanan

- Fungsi sensorik hemihipestesia kanan

- Fungsi vegetatif dalam batas normal

Paralisis atau paresis nervus fasialis adalah gangguan yang paling umum. Dan

yang sering dijumpai adalah paresis fasialis perifer. Untuk dapat membedakan

berbagai lesi yang mengakibatkan timbulnya paresis fasialis, pemeriksaan dapat

menunjukan ciri-ciri yang khas bagi lesi masing-masing. Pemeriksaan dapat

dibedakan menjadi pemeriksaan nervus fasialis Uper Motor Neuron, dan gerakan

fasialis Coger Motor Neuron. Pada pemeriksaan pada lesi UMN pemeriksaanya dapat

dilakukan dengan memerintah pasien melakuka sebuah gerakan atau menggunakan

gerakan volunter atau disadari, yaitu menyuruh pasien memejamkan matanya, atau

menyuruh pasien untuk memejamkan matanya atas kemaunya sendiri.

Sedangkan untuk memeriksa adanya lesi LMN atau pada nervus fasialis ini

disebut gerakan otot wajah psikomotorik, yaitu pasien disuruh untuk mengekspresikan

perasaannya dengan wajahnya, contohnya adalah dengan gerakan mimik wajah saat

marah yaitu memicingkan mata dan menaikan alis, merenggutkan dahi, atau

mengangkat sudut mulut, bila hal ini tidak dapat dilakukan berarti pasien mengalami

Page 5: Etiologi Stroke

lesi pada Coger Motor Neuron. Dengan ke dua pemeriksaan di atas dapat di temukan

kerusakan pada korteks somatomotorik bila didapatkan gerakan volunter yang

menurun dan gerakan psikomotorik normal, dan bila ditemukan keadaan yang

sebaliknya yaitu gerakan volunter normal dan gerakan psikomotorik turun akan

menunjukan adanya kerusakan pada kortek psikomotorik.

Pada pemeriksaan nervus XII atau hypoglosus pasien disuruh untuk mengeluarkan

lidahnya secara lupus di garis tengah. Pada kelumpuhan sesisi lidah tidak dapat

dikeluarkan secara lurus digaris tengah melainkan akan menyimpang kesisi yang

lumpuh. Pada kelumpuhan bilateral yang bertipe UMN gerakan lidah secara volunter

akan terlihat lambat dan kaku sehingga dalam pengucapan kata akan menjadi kurang

jelas dan apabila pasien di perintahkan untuk menjulurkan lidah pasien tidak akan bisa

melakukannya. Sedangkan pada UMN unilateral (keadaan ini biasa terjadi pada

pasien yang tenderita stroke) pada pasien ini juga akan didapatkan distaria, jika

diperintahkan mengeluarkan lidah pasien akan dapat mengeluarkan lidah dan pada

pasien penyimpangan lidah ke sisi yang lumpuh akan dapat dilihat dan lidah tidak

akan bergerak ke sisi yang sehat pada pasien tidak didapatkan atrofi papil-papil lidah.

Pada kelumpuhan lidah yang bersifat unilateral LMN akan didapatkan atrofi

lidah, garis tengah lidah dan velan lidah pada pasien ini menjadi cembung dan velan

lidah yang lumpuh menjadi tipis dan keriput. sedangkan pada kelumpuhan bilateral

LMN akan didapatkan seluruh lidah menjadi tipis, gepeng dan keriput, dan pada

pasien ini proses bicara dan menelan akan terganggu.

Mata deviasi konjugat adalah adanya gangguan pada kedua bola mata yang

tidak dapat digerakkan ke atas. Jika lesinya paralitik maka mata deviasi ke arah yang

sehat. Sedangkan lesinya iritatif pada epilepsi maka mata deviasi ke arah yang iritasi.

Hemiparesis spastik kanan disebabkan oleh lesi vaskuler (yang terjadi karena

penyumbatan atau perdarahan suatu arteri cerebral) unilateral di kapsula interna atau

korteks motorik. Lesi vaskuler dikenal sebagai manifestasi stroke yang berupa infark

serebri regional bisa bersifat iskemik atau hemoragik. Lesi yang merusak neuron-

neuron di korteks piramidalis atau akson-aksonnya di daerah subkortikal, kapsula

interna, pendukulus cerebri, pes pontis, piramis medulae oblongata atau di funikulus

Page 6: Etiologi Stroke

dorsolateralis medula spinalis menimbulkan gejala sindrom piramidalis (hilangnya

gerakan voluntar yang halus dan tangkas, serta tanda UMN)

Akibat lesi di susunan saraf pusat dapat timbul hipestesia atau parastesia.

Polanya khas bagi lesi yang mendasarinya. Hipestesia yang dirasakan sesisi tubuh

dinamakan hemihipestesia. Lesi yang menimbulkan gejala itu terletak pada korteks

somato sensorik primer pada gyrus post sentralis.

Fungsi vegetatif dalam batas normal, hal ini berarti hypotalamus tidak

mengalami gangguan. Fungsi vegetatif antaralain regulasi kecepatan denyut jantung

dan arteri, regulasi suhu tubuh, osmolaritas cairan, masukan makanan dan sekresi

hormon.

Reflek Fisiologis

a. Reflek Biseps : Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan ibu jari di atas

tendon biseps, tekan bila perlu, kemudian ketuk dengan palu reflek (n.

Muskulokutaneus, C5-C6).

Normalnya fleksi sendi siku dan tampak kontraksi otot biseps.

b. Reflek Triseps : Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetok daerah di atas siku

sekitar 4-5 cm (n. Radialis, C6-C8).

Normalnya ekstensi siku dan tampak kontraksi otot triseps.

c. Reflek Radial : Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengetok dengan perlahan pada

radius, kira-kira 5 cm di atas pergelangan tangan sambil mengamati dan merasakan

adanya kontraksi (n. Radialis, C5-C6).

Normalnya fleksi siku dan ekstensi lemah jari tangan.

d. Reflek Ankle : Pemeriksaan ini dilakukan bisa dengan 2 cara, dalam posisi duduk

dan posisi berbaring. Saat posisi duduk, kaki diposisikan dalam keadaan

dorsofleksi optimal, sedangkan pada posisi berbaring dilakukan dalam posisi fleksi

panggul dan lutut sambil sedikit rotasi paha keluar, kemudian tendon achilles/tumit

diketok dengan palu reflek (n. Tibialis, L5, S1-S2).

Page 7: Etiologi Stroke

Normalnya fleksi plantar dan kontraksi otot gastrocnemius.

Reflek Patologis

a. Reflek Babinski : Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggoreskan sebuah benda

yang berujung agak tajam, telapak kaki digores dari arah tumit menyusur bagian

lateral menuju pangkal ibu jari.

Hasilnya akan (+) bila terjadi dorsofleksi ibu jari disertai dengan abduksi jari-jari

lainnya.

Salah satu instrumen untuk menilai kondisi mental seseorang yang banyak

dipakai ahli saraf adalah sistim skoring memakai The Mini Mental State

Examination atau MMSE oleh Folstein dkk, 1975. Apabila dalam skoring MMSE

kurang dari 24 dapat dianggap terdapat gangguan kognitif sehingga memerlukan

pemeriksaan seorang dokter neurogeriatri (saraf), dokter jiwa, dokter THT dan

dokter mata.

12. Penatalaksanaan stroke

Prinsip penatalaksanaan stroke memiliki 3 tujuan, yaitu:

1. Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik non

infark.

2. Memperbaiki cedera otak.

3. Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel didaerah penumbra

iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.

Penatalaksanaan umum pasien stroke:

a. Aktifitas

Bed rest dibutuhkan untuk penghematan energi dan menurunkan metabolisme,

sehingga tidak meningkatkan metabolisme otak yang akan memperburuk

kerusakan otak. Kepala dan tubuh atas dalam posisi 300 dengan bahu sisi yang

lemah diganjal bantal.

b. Perawatan

Page 8: Etiologi Stroke

Prinsip 5 B, yaitu:

1. Breathing (pernapasan)

a. Mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala hambatan, baik akibat

hambatan yang terjadi akibat benda asing ataupun sebagai akibat strokenya

sendiri.

b. Melakukan oksigenasi.

2. Blood (tekanan darah)

a. Mengusahakan otak tetap mendapat aliran darah yang cukup.

b. Jangan melakukan penurunan tekanan darah dengan cepat pada masa akut

karena akan menurunkan perfusi ke otak.

3. Brain (fungsi otak)

a. Mengatasi kejang yang timbul.

b. Mengurangi edema otak dan tekanan intrakranial yang tinggi.

4. Bladder (kandung kemih)

Memasang kateter bila terjadi retensi urin.

5. Bowel (pencernaan)

a. Mengupayakan kelancaran defekasi.

b. Apabila tidak dapat makan per oral, maka dipasang NGT.

c. Medikasi

Pada pasien stroke non hemoragik:

1. Neuroprotektif

Neuroprotektif untuk mempertahankan fungsi jaringan yang dapat dilakukan

dengan cara hipotermia dan atau obat neuroprotektif.

a. Hipotermia

Cara kerja metode ini adalah menurunkan metabolisme dan kebutuhan

oksigen sel- sel neuron. Dengan demikian, neuron terlindung dari

kerusakan lebih lanjut akibat hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas

yang dapat terjadi akibat jenjang glutamat yang biasanya timbul setelah

cedera sel neuron.

b. Obat neuroprotektif

Obat ini berfungsi untuk menurunkan metabolisme neuron, mencegah

pelepasan zat- zat toksik dari neuron yang rusak, atau memperkecil respon

hipereksitatorik yang merusak dari neuron- neuron di penumbra iskemik

Page 9: Etiologi Stroke

yang mengelilingi daerah infark pada stroke. Jenis obat neuroprotektif,

antara lain antagonis kalsium, anatagonis glutamat, dan antioksidan.

2. Trombolisis

Trombolisis dapat membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang

berlangsung (3-6 jam pertama), misalnya dengan rt-PA (recombinant tissue-

plasminogen). Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik

dengan onset kurang dari 3 jam dan hasil CT scan normal.

3. Antikoagulasi

Antikoagulasi untuk mencegah terjadinya gumpalan darah dan embolisasi

trombus dan untuk penderita yang mengalami kelainan jantung, namun

memiliki efek samping trombositopenia.

4. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau iskemia

miokard. Bila fibrilasi atrium respons cepat, maka dapat diberikan digoksin

0,125- 0,5 mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amidaron 200

mg drips dalam 12 jam.

5. Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh diturunkan dengan

cepat karena akan memperluas infark dan perburukan neurologist. Aliran

darah yang meningkat akibat tekanan perfusi otak yang meningkat bermanfaan

bagi daerah otak yang mendapat perfusi marginal (penumbra iskemik). Tetapi

tekanan darah terlalu tinggi, dapat menimbulkan infark hemoragik dan

memperhebat edema serebri.

Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada 3 kali pengukuran

selang 15 menit:

a) Sistolik > 220 mmHg

b) Diastolik > 120 mmHg

c) Tekanan arteri rata- rata >140 mmHg

d. Nutrisi

1. Mengontrol edem serebri dengan pembatasan cairan atau penggunaan manitol.

2. Pada 24 jam pertama diberikan cairan emergensi intravena dan selanjutnya

diberikan cairan kristaloid atau koloid sesuai kebutuhan.

3. Pasien gangguan menelan atau gangguan kesadaran diberikan makanan cair

melalui pipa nasogastrik (NGT).

4. Jumlah total kalori pada fase kut 25 kkal/kgBB/hari dengan komposisi lemak

30-35%, protein 1,2-1,5 gr/kgBB/hari dan atau sesuai keadaan.

Page 10: Etiologi Stroke

e. Observasi Umum dan Tanda Vital

Observasi neurologis dan tanda vital secara rutin pada 24-48 jam pertama dengan

tujuan mengetahui sejak awal komplikasi medis atau neurologis yang dapat

menambah morbiditas dan mortalitas stroke.

f. Terapi

1. Fisioterapi

a. Mobilisasi untuk mencegah deep vein thrombosis (DVT) maupun kompikasi

pulmonal.

b. Pasien imobil latihan ruang lingkup sendi untuk mencegah kontraktur.

c. Fisioterapi dada, fungsi menelan, dan berkemih.

2. Terapi wicara

Terapi wicara harus dilakukan sedini mungkin pada pasien afasia dengan

stimulasi sedini mungkin, terapi komunikasi, terapi aksi visual, terapi intonasi

melodik, dan sebagainya.

3. Depresi

Depresi diobati sedini mungkin dengan obat antidepresi yang tidak

mengganggu fungsi kognitif.

g. Edukasi

Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai stroke, sehingga

dapat mengendalikan factor- factor resiko yang dapat mencetuskan timbulnya

stroke berulang.

2.5. Diagnosis Banding

Stroke : Stroke hemoragik

Stroke non hemoragik

Tumor otak pasien tidak merasakan nyeri kepala dan muntah

Meningitis meningeal sign (-)

2.6. Diagnosis

Diagnosis etiologis

Page 11: Etiologi Stroke

Stroke

Tabel. 1 Perbedaan stroke hemoragik dan non hemoragik

Perbedaan Strok hemoragik Stroke non hemoragik

Waktu serangan Sedang aktif

(beraktivitas)

Sedang istirahat

(misalnya tidur)

Tanda dan gejala

sebelum serangan

(misalnya kesemutan)

Tidak Ada

Nyeri kepala Sangat berat Ada, tapi hanya ringan

Kejang Ada Tidak

Muntah Ada Tidak

Penurunan kesadaran

(karena peningkatan

tekanan intracranial)

Ada, sangat berat sampai

koma

Kadang ada, tapi kadang

tidak ada

Bradikardi Sangat nyata Tidak nyata

Udem papil Ada Tidak

Kaku kuduk Ada Tidak

Tanda kernig, dan

brudzinski I dan II

Ada tidak

1. Klinis anamnesis dan pemeriksaan fisik- neurologis

2. Sistem skor untuk membedakan jenis stroke

Skor Strok Siriraj

(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan

diastolic) – (3 x petanda ateroma) – 12

= (2,5 x 1) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) – (3 x 1) – 12 = - 2,5

Skor > 1 : perdarahan supratentorial

Skor -1 sampai 1 : perlu CT scan

Page 12: Etiologi Stroke

Skor < -1 : infark serebri

Derajat kesadaran : 0 = komposmentis; 1 = somnolen; 2= spoor/ koma

Vomitus : 0 = tidak ada; 1 = ada

Nyeri kepala : 0 = tidak ada; 1 = ada

Ateroma : 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (DM, angina, atau penyakit

pembuluh darah)

Skor didapatkan – 2,5 ( stroke non hemoragik)

3. CT Scan merupakan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark

dengan perdarahan.

Interpretasi hasil CT Scan menunjukkan infark serebri

4. Scan resonansi magnetic (MRI) lebih sensitive dari CT Scan dalam mendeteksi infark

serebri dini dan infark batang otak.

Diagnosis topis

Hemisfer sinistra

Diagnosis Klinis

Hemiparesis Dekstra

Afasia

Parese N VII dan N XII

Hemihipestesia dekstra

2.7. Sudut pandang aspek psikologi

2.8. Sudut pandang aspek etika

2.9. Prognosis

Page 13: Etiologi Stroke

Sekitar 30% - 40% penderita stroke dapat sembuh sempurna pada penanganan

stroke dalam jangka waktu 6 jam atau kurang. Hal ini penting untuk mencegah kecacatan

pada pasien dan kalaupun terdapat gejala sisa seperti jalannya pincang atau bicaranya

pelo, namun gejala ini dapat disembuhkan dengan terapi.

Sebagian besar penderita stroke datang ke rumah sakit 48- 72 jam setelah

terjadinya serangan, sehingga tindakan yang dapat dilakukan adalah pemulihan.

Tindakan pemulihan ini pentig untuk mengurangi komplikasi akibat stroke dan berupaya

mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan stroke.

Upaya pemulihan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat

mungkin, idealny 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil.

Berdasarkan informasi dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang bahwa prognosis penyakit Ny. S adalah quo ad fungsionamnya baik, quo ad

kosmetikamnya baik, quo ad sanamnya baik, dan quo ad vitamnya baik. Semua

prognosis ini bisa berubah menjadi buruk bila DM, hipertensi dan pencegahan stroknya

tidak terkontrol.