etika lingkungan

18
Etika Lingkungan Hidup Sedih kita melihat alam Indonesia yang begitu luas dan kaya, makin habis dan rusak. Bencana alam terjadi dimana-mana, meninggalkan sejuta tangis, derita, dan kenangan pahit bagi anak cucu kita. Lingkungan menjadi tidak bersahabat lagi. Orang begitu cemas dengan bencana alam, apalagi melihat dan mengingat bencana Tsunami di Aceh yang meninggalkan berjuta tangis dan derita berkepanjangan hingga kini. Krisis lahan di Kalimantan Selatan, akibat tambang yang membuat kota tersebut bagai kota mati. Kebakaran hutan di Kalimantan Timur, yang mempengaruhi status hutan Kaltim sebagai salah satu paru-paru dunia. Krisis banjir dimana-mana yang menyisakan derita dan tangis bagi banyak orang. Krisis lingkungan hidup yang kita hadapi saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman manusia, yang berbasis pada cara pandang antroposentris. Pandangan ini menempatkan manusia sebagai pusat dari alam semesta, sementara alam seisinya hanyalah alat bagi pemuasan kepentingan mereka. Kesalahan cara pandang tersebut telah menyebabkan kekeliruan manusia dalam menempatkan diri ketika berperilaku di dalam ekosistemnya. Akibat dari kekeliruan tersebut telah menimbulkan berbagai bencana lingkungan hidup yang akan mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Menurut Keraf (2002), kesalahan fundamental filosofis yang terjadi pada manusia adalah bahwa mereka menempatkan posisi dirinya sebagai pusat dari alam semesta, sehingga mereka dapat melakukan apa saja terhadap alam demi pemenuhan segala kebutuhannya. Dengan kata lain, sumberdaya yang lain

Upload: -nduuh-newbie-

Post on 29-Jun-2015

2.375 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: etika lingkungan

Etika Lingkungan Hidup

Sedih kita melihat alam Indonesia yang begitu luas dan kaya, makin habis dan rusak.

Bencana alam terjadi dimana-mana, meninggalkan sejuta tangis, derita, dan kenangan pahit

bagi anak cucu kita. Lingkungan menjadi tidak bersahabat lagi. Orang begitu cemas dengan

bencana alam, apalagi melihat dan mengingat bencana Tsunami di Aceh yang meninggalkan

berjuta tangis dan derita berkepanjangan hingga kini. Krisis lahan di Kalimantan Selatan,

akibat tambang yang membuat kota tersebut bagai kota mati. Kebakaran hutan di Kalimantan

Timur, yang mempengaruhi status hutan Kaltim sebagai salah satu paru-paru dunia.

Krisis banjir dimana-mana yang menyisakan derita dan tangis bagi banyak orang. Krisis

lingkungan hidup yang kita hadapi saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan

pemahaman manusia, yang berbasis pada cara pandang antroposentris. Pandangan ini

menempatkan manusia sebagai pusat dari alam semesta, sementara alam seisinya hanyalah

alat bagi pemuasan kepentingan mereka. Kesalahan cara pandang tersebut telah

menyebabkan kekeliruan manusia dalam menempatkan diri ketika berperilaku di dalam

ekosistemnya. Akibat dari kekeliruan tersebut telah menimbulkan berbagai bencana

lingkungan hidup yang akan mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Menurut Keraf

(2002), kesalahan fundamental filosofis yang terjadi pada manusia adalah bahwa mereka

menempatkan posisi dirinya sebagai pusat dari alam semesta, sehingga mereka dapat

melakukan apa saja terhadap alam demi pemenuhan segala kebutuhannya. Dengan kata lain,

sumberdaya yang lain diposisikan sebagai sub-ordinatnya. Kesalahan cara pandang yang

demikian ternyata telah menyebabkan krisis lingkungan yang berkepanjangan, dan kita sadari

sumbernya terletak pada masalah moral manusia untuk mematuhi etika lingkungan.

Masalah lingkungan hidup adalah masalah moral, dan itu berkaitan dengan perilaku manusia

(Keraf, 2002). Dengan demikian krisis ekologi global yang kita alami dewasa ini adalah

persoalan moral, krisis moral secara global. Oleh karena itu perlu etika dan moralitas untuk

mengatasinya. Penanaman nilai moral tidak dapat dilakukan secara mendadak, tetapi harus

mengikuti perjalanan hidup manusia, mulai dari anak-dewasa hingga tua. Sutaryono (1999)

mengistilahkannya sebagai pendidikan sepanjang usia (life long education).

Krisis vs Etika Lingkungan

Etika diartikan sebagai kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke

generasi lain. Etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan tentang bagaimana

manusia harus hidup yang baik sebagai manusia. Etika merupakan ajaran yang berisikan

perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku manusia. Kaidah, norma dan aturan

Page 2: etika lingkungan

tersebut sesungguhnya ingin mengungkapkan, menjaga, dan melestarikan nilai tertentu, yaitu

apa yang dianggap baik dan penting. Dengan demikian etika berisi prinsip-prinsip moral yang

harus dijadikan pegangan dalam menuntun perilaku. Secara luas, etika dipahami sebagai

pedoman bagaimana manusia harus hidup dan bertindak sebagai orang baik. Etika memberi

petunjuk, orientasi, dan arah bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia. Mengacu

pada pemahaman tersebut maka etika lingkungan hidup pada hakekatnya membicarakan

mengenai norma dan kaidah moral yang mengatur perilaku manusia dalam berhubungan

dengan alam, serta nilai dan prinsip moral yang menjiwai perilaku manusia dalam

berhubungan dengan alam tersebut. Etika lingkungan hidup berbicara mengenai perilaku

manusia terhadap alam dan juga relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara

manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam, dan antara manusia dengan

makhluk hidup yang lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk di dalamnya

kebijakan politik dan ekonomi yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung

terhadap alam.

Pendidikan Lingkungan

Penyelesaian terhadap krisis-krisis lingkungan tidak sekedar melalui pendekatan teknis saja,

tetapi juga melalui pendekatan moral. Dengan membangun moral yang baik, akan menjadi

modal utama bagi manusia untuk berperilaku etis dalam mengatur hubungan antara dirinya

dengan alam semesta. Penyelesaian masalah lingkungan tidak dapat dilakukan secara

sepihak. Hal ini disebabkan karena sifat interdependency yang melekat pada lingkungan

hidup menuntut kerjasama multipihak secara serentak dan menyangkut seluruh lapisan

masyarakat. Pentingnya kelestarian lingkungan hidup untuk masa sekarang hingga masa yang

akan datang, secara eksplisit menunjukkan bahwa perjuangan manusia untuk menyelamatkan

lingkungan hidup harus dilakukan secara berkesinambungan, dengan jaminan estafet

antargenerasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

Penanaman pondasi pendidikan lingkungan sejak dini menjadi solusi utama yang harus

dilakukan, agar generasi muda memiliki bekal pemahaman tentang lingkungan hidup yang

kokoh. Pendidikan Lingkungan diharapkan mampu menjembatani dan mendidik manusia

agar berperilaku bijak.

Waryono dan Didit (2001) menyatakan, masa anak-anak merupakan perjalanan yang kritis,

sebagai generasi bangsa di masa mendatang. Jika pengetahuan dan cara yang

ditanamankan pada masa kanak-kanak itu benar, dapat diharapkan ketika berubah ke masa

remaja dan dewasa, bekal pengetahuan, pembentukan perilaku serta sikap dalam dirinya

terhadap sesuatu akan positif.

Page 3: etika lingkungan

Masa remaja dan dewasa pada dasarnya merupakan masa mencari identitas dan realisasi diri.

Pada masa ini sering sangat sulit untuk mengubah wawasan dasar yang telah terpola dan

melekat dalam dirinya sejak kecil.

Dengan demikian sangatlah strategis pembekalan pengetahuan dasar tentang lingkungan

hidup sejak dini melalui anak-anak secara terprogram dan berkelanjutan, hingga pada saatnya

akan tercipta insan-insan pribadi bangsa yang utuh. Lantas, bagaimana format pendidikan

lingkungan untuk generasi muda? Waryono dan Didit (2001) menyatakan bahwa pendidikan

lingkungan kepada generasi muda dapat dilakukan lewat jalur pendidikan formal dan

informal. Pendidikan Lingkungan secara formal dilakukan melalui kurikulum sekolah dan

pemanfaatan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya. Bentuk materi dapat dikemas secara

integratif di dalam mata pelajaran sekolah, atau dikembangkan sebagai materi yang berdiri

sendiri sebagai mata ajaran muatan lokal. Penyelenggaraan paket pendidikan ini dapat

bersifat outdoor education menyatu dengan alam.

Pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan

ekonomi jangka pendek. Karena itu perlu ditetapkan strategi pengelolaan yang menjamin

keberlanjutan, keadilan dan berdaya guna tinggi. Upaya untuk meraih strategi tersebut

dijembatani dengan pembekalan para pelaku secara berkesinambungan. Program Pendidikan

Lingkungan menyangkut skala yang sangat luas, sehingga perlu partisipasi dan kerjasama

berbagai pihak, agar hasilnya optimal dan bebas konflik. Program ini bertujuan untuk

meningkatkan kepedulian anak terhadap lingkungan melalui kegiatan teori dan praktek dalam

bentuk teori, diskusi, permainan, serta observasi lapangan dan menanamkan nilai-nilai

konservasi alam dan lingkungan sedini mungkin pada siswa dan meningkatkan kepedulian

siswa terhadap konservasi alam dan lingkungan sejak dini.

Generasi muda menjadi asset pembangunan masa depan yang harus diprioritaskan. Dengan

membekali mereka tentang nilai-nilai etika lingkungan yang sangat penting untuk membekali

moralnya agar bijaksana dalam memperlakukan lingkungan hidupnya. Generasi muda,

sebagai aset pelaku pembangunan di masa mendatang, perlu mendapatkan prioritas utama

dalam menerima Pendidikan Lingkungan, agar sejak dini mereka paham akan hubungannya

dengan lingkungan hidupnya. Pendidikan Lingkungan akan menjamin terjadinya suasana

yang harmonis antara manusia dengan alamnya, sehingga di alam tidak

akan muncul kekhawatiran terhadap bencana yang akan melanda. Marilah kita pekakan hati dan perilaku anak cucu kita, generasi muda bangsa kita pada etika lingkungan yang benar. Biarlah hati mereka peka akan kelestarian lingkungan, agar kelak Indonesia boleh lestari kembali dengan berjuta kekayaan alamnya yang luar biasa indahnya. Hutan adalah 'sahabat' kita, yang harus selalu terjaga kebersamaannya dengan kita.

Page 4: etika lingkungan

Teori Etika Lingkungan

Teori Etika Lingkungan Biosentrisme

Biosentrisme mengagungkan nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga komunitas moral tidak lagi dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia. Mencakup alam sebagai ciptaan sebagai satu kesatuan komunitas hidup (biotic community).

Inti pemikiran biosentrisme adalah bahwa setiap ciptaan mempunyai nilai intrinsik dan keberadaannya memiliki relevansi moral. Setiap ciptaan (makhluk hidup) pantas mendapatkan keprihatinan dan tanggung jawab moral karena kehidupan merupakan inti pokok dari konsern moral. Prinsip moral yang berlaku adalah “mempertahankan serta memlihara kehidupan adalah baik secara moral, sedangkan merusak dan menghancurkan kehidupan adalah jahat secara moral” (Light, 2003: 109).

Biosentrisme memiliki tiga varian, yakni, the life centered theory (hidup sebagai pusat), yang dikemukakan oleh Albert Schweizer dan Paul Taylor, land ethic (etika bumi), dikemukakan oleh Aldo Leopold, dan equal treatment (perlakuan setara), dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel.

The Life Centered Theory

The life centered theory adalah teori lingkungan yang berpusat pada lingkungan. Teori yang dikemukakan oleh Albert Schweizer, mengajukan empat prinsip etis pokok, yaitu : manusia adalah anggota dari komunitas hidup yang ada di bumi ini, bumi adalah suatu sistem organik dimana manusia dan ciptaan lain saling berkaitan dan bergantung, setiap ciptaan dipersatukan oleh tujuan bersama demi kebaikan dan keutuhan keseluruhan, dan menolak superioritas manusia dihadapan makhluk ciptaan lain (Paul, dalam Light – Holmes Rolston III, 2003: 74-84, BASIS: 12-14).

Semua makhluk hidup dalam bionsentrisme adalah anggota dari komunitas hidup, dalam arti bahwa setiap ciptaan berhak diperlakukan dengan baik secaramoral. Manusia sebagai pelaku atau subjek moral harus memperlakukan dengan baik dan tangging jawab moral terhadap makhluk lainnya.

The Land Ethic (etika bumi)

The Land Ethic (etika bumi) Teori etika bumi yang dikemukakan oleh Aldo Leopold menjadi teori etika lingkungan klasik pada abad ini. Etika bumi menekankan pentingnya keutuhan ciptaan dan bahwa setiap ciptaan merupakan bagian integral dari komunitas kehidupan (Light-Holmes III, 2003:39/BASIS:2007:edisi 05-06:12-13). Bumi dan segala isinya adalah subjek moral yang harus dihargai, tidak hanya alat dan objek yang bisa dimanfaatkan manusia sesuka hati karena bumi bernilai pada dirinya sendiri.

Teori etika bumi menekankan bahwa keutuhan seluruh makhluk ciptaan tidak bertentangan dengan kepentingan masing-masing ciptaan. Aldo Leopold mengatakakan bahwa tugas manusia untuk menata dan memelihara sehingga kepentingan manusia sebagai bagian dari komunitas kehidupan bisa sejalan dan tidak bertentangan dengan kebaikan seluruh kebaikan

Page 5: etika lingkungan

komunitas kehidupan. Prinsip moral menurut Leopold adalah bahwa setiap tindakan akan banar secara moral jika melindungi dan mengupayakan keutuhan, keindahan, dan stabilitas seluruh komunitas kehidupan (Palmer dalam Light, 2003:24, BASIS : 12-14). Manusia harus berhenti mengeksploitasi, merusak makhluk ciptaan lain karena tindakan ini akan merusak keutuhan, stabilitas, keindahan ciptaan alam.

Equal Treatment (perlakuan yang setara)

Equal treatment (perlakuan setara/sama) Equal treatment dikenal sebagai anti spesiesisme yang dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel. Anti spesiesme adalah sikap membela kepentingan dan kelangsungan hidup semua spesies di bumi karena didasarkan pada mempunyai hak hidup yang sama dan pantas mendapatkan perlindungan dan perhatian yang sama.

Peter Singer mendasarkan teorinya kepada prinsip moral perlakuan yang sama dalam kepentingan. Perlakuan yang sama dalam relasi anta manusia didasarkan pada pertimbangan bahwa manusia mempunyai kepentingan yang sama. Kesadaran dan tanggung jawab moral sangat penting terhadap makhluk ciptaan bukan manusia. Tanggung jawab dan pertimbangan moral berlaku bagi seluruh komunitas kehidupan. Prinsip moral harus konsisten diterapkan dalam seluruh komunitas kehidupan demi kebaikan keseluruhan komunitas kehidupan.

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta cara pandang ini menyebabkan manusia mengekploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kebutuhan kepentingan manusia selain itu cara pandang ini pula melahirkan sikap yang rakus dan tamak yang menyebabkan manusia mengambil semua kebutuhan hidupnya dari alam tanpa memperhitungkan kelestariannya karena alam dipandang hanya demi kepentingan manusia, sehingga sebagian pihak mengatakan krisis lingkungan di anggap terjadi karena perilaku manusia yang dipengaruhi oleh cara pandang antroposentris ini. Imanuel Kant adalah salah seorang penganut teori ini mengatakan hanya manusia yang merupakan mahluk rasional, manusia di perbolehkan secara moral menggunakan mahluk non rasional lainnya untuk mencapai suatu tatanan dunia yang rasional.

Cara pandang kedua yaitu ekosentrisme yang merupakan kelanjutan teori biosentrisme (teori yang menganggap bahwa setiap kehidupan dan mahluk hiudp mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri sehingga teori ini menganggap serius setiap kehidupan dan mahluk hidup di alam semesta.)bahkan sering disamakan begitu saja karena ada kesamaan diantara keduanya, kedua cara pandang ini mendobrak cara pandang antroposentris, selanjutnya ekosentrisme diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya, sekarang populer dengan nama Deep Ecology yang pertama kali di kenalkan oleh Arne Naess Filsuf Norwegia tahun 1973 yang kemudian di kenal dengan tokoh deep ecology sampai sekarang

Tiga Teori Etika Lingkungan: Egosentris, Homosentris, dan Ekosentris

Teori etika lingkungan hidup ini diharapkan mampu menimbulkan pemahaman baru terhadap masalah lingkungan hidup yang tidak terpisah dari kosmologi tertentu yang dalam kenyataannya tidak menumbuhkan sikap eksploitatif terhadap alam lingkungan. Pengembangan etika lingkungan hidup diperlukan utuk mengendalikan adanya perubahan

Page 6: etika lingkungan

secara mendasar dari pandangan kosmologi yang menumbuhkan sikap hormat dan bersahabat dengan alam lingkungan (J. Sudriyanto, 1992:13).

Krisis ekologi dewasa ini telah meluas dan sangat berpengaruh pada pandangan kosmologi yang menimbulkan eksploitasi terhadap lingkungan. Relevansi pemikiran untuk memberikan landasan filosofis yang lebih mahal dan cocok semakin diperlukan. Semuanya ini terfokus pada manusia, sebagai peletak dasar dari semua permasalahan ini, serta mencari kedudukannya dalam seluruh keserasian alam yang menjadi lingkungan hidupnya. Maka, suatu etika yang mampu memberi penjelasan dan pertanggungjawaban rasional tentang nilai-nilai, asas dan norma-norma moral bagi perilaku manusia terhadap alam lingkungan ini akan sulit didapatkan tanpa melibatkan manusia.

Masalah ekologi tidak cukup dihadapi dengan mengembangkan etika lingkungan hidup. Kalau sudah menyangkut kesejahteraan masyarakat, pemikiran etis saja tidak akan berdaya tanpa didukung oleh aturan-aturan hukum yang dapat menjamin pelaksanaan dan menindak pelanggarnya. Untuk itu perlu diketahui berbagai teori yang membangun pemikiran tentang etika lingkungan hidup (J. Sudriyanto, 1992:13).

Etika Egosentris

Etika yang mendasarkan diri pada berbagai kepentingan individu (self). Egosentris didasarkan pada keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa baik untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik bagi individu adalah baik untuk masyarakat. Orientasi etika egosentris bukannya mendasarkan diri pada narsisisme, tetapi lebih didasarkan pada filsafat yang menitikberatkan pada individu atau kelompok privat yang berdiri sendiri secara terpisah seperti “atom sosial” (J. Sudriyanto, 1992:4)

Inti dari pandangan egosentris ini, Sonny Keraf (1990:31) menjelaskan:

Bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar kepentingan pribadi dan memajukan diri sendiri

Dengan demikian, etika egosentris mendasarkan diri pada tindakan manusia sebagai pelaku rasional untuk memperlakukan alam menurut insting “netral”. Hal ini didasarkan pada berbagai pandangan “mekanisme” terhadap asumsi yang berkaitan dengan teori sosial liberal.

1. Pengetahuan mekanistik didasarkan pada asumsi bahwa segala sesuatu merupakan bagian yang berdiri sendiri secara terpisah. Atom-atom merupakan komponen riil dari alam. Begitu juga manusia yang merupakan komponen riil dari masyarakat.

2. Keseluruhan adalah penjumlahan dari bagian-bagian. Hukum identitas logika (A=A) mendasari penggambaran alam secara matematis. Demikian pula masyarakat, yang tidak lain merupakan penjumlahan dari banyak pelaku rasional individu.

3. Mekanisme mempunyai asumsi bahwa banyak sebab eksternal berlaku dalam berbagai bagian internal. Serupa dengan masyarakat, hukum dan berbagai aturan yang dipaksakan oleh penguasa akan ditaati oleh rakyat secara positif.

4. Perubahan dapat terjadi dengan cara menyusun kembali bagian-bagiannya. Bangunan tuntutan masyarakat ditentukan oleh bagian-bagiannya.

5. Ilmu mekanis selalu dualistik, seperti, pengetahuan mekanis menempatkan bagian individu sebagai komponen utama dalam pembangunan timbul korporat. Etika

Page 7: etika lingkungan

egosentris menempatkan manusia sebagai individu paling utama dalam pembangunan lingkungan sosial (J. Sudriyanto, 1992:15).

Etika Homosentris

Etika homosentris mendasarkan diri pada kepentingan sebagian masyarakat. Etika ini mendasarkan diri pada berbagai model kepentingan sosial dan pendekatan antara pelaku lingkungan yang melindungi sebagian besar masyarakat manusia.

Etika homosentris sama dengan etika utilitarianisme, jadi, jika etika egosentris mendasarkan penilaian baik dan buruk suatu tindakan itu pada tujuan dan akibat tindakan itu bagi individu, maka etika utilitarianisme ini menilai baik buruknya suatu tindakan itu berdasarkan pada tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang. Etika homosentris atau utilitarianisme ini sama dengan universalisme etis. Disebut universalisme karena menekankan akibat baik yang berguna bagi sebanyak mungkin orang dan etis karena ia menekankan akibat yang baik. Disebut utilitarianisme karena ia menilai baik atau buruk suatu tindakan berdasarkan kegunaan atau manfaat dari tindakan tersebut (Sonny Keraf, 1990:34).

Seperti halnya etika egosentris, etika homosentris konsisten dengan asumsi pengetahuan mekanik. Baik alam mau pun masyarakat digambarkan dalam pengertian organis mekanis. Dalam masyarakat modern, setiap bagian yang dihubungkan secara organis dengan bagian lain. Yang berpengaruh pada bagian ini akan berpengaruh pada bagian lainnya. Begitu pula sebaliknya, namun karena sifat uji yang utilitaris, etika utilitarianisme ini mengarah pada pengurasan berbagai sumber alam dengan dalih demi kepentingan dan kebaikan masyarakat (J. Sudriyanto, 1990:16).

Etika Ekosentris

Etika ekosentris mendasarkan diri pada kosmos. Menurut etika ekosentris ini, lingkungan secara keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Etika ini menurut aliran  etis ekologi tingkat tinggi yakni deep ecology, adalah yang paling mungkin sebagai alternatif untuk memecahkan dilema etis ekologis. Menurut ekosentrisme, hal yang paling penting adalah tetap bertahannya semua yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem yang sehat, seperti halnya manusia, semua benda kosmis memiliki tanggung jawab moralnya sendiri (J. Sudriyanto, 1992:243)

Menurut etika ini, bumi memperluas berbagai ikatan komunitas yang mencakup “tanah, air, tumbuhan dan binatang atau secara kolektif, bumi”. Bumi mengubah  perah “homo sapiens” dari makhluk komunitas bumi, menjadi bagian susunan warga dirinya. terdapat rasa hormat terhadap anggota yang lain dan juga terhadap komunitas alam itu sendiri (J. Sudriyanto, 1992:2-13). Etika ekosentris bersifat holistik, lebih bersifat mekanis atau metafisik. Terdapat lima asumsi dasar yang secara implisit ada dalam perspektif holistik ini, J. Sudriyanto (1992:20) menjelaskan:

1. Segala sesuati itu saling berhubungan. Keseluruhan merupakan bagian, sebaliknya perubahan yang terjadi adalah pada bagian yang akan mengubah bagian yang lain dan keseluruhan. Tidak ada bagian dalam ekosistem yang dapat diubah tanpa mengubah

Page 8: etika lingkungan

dinamika perputarannya. Jika terdapat banyak perubahan yang terjadi maka akan terjadi kehancuran ekosistem.

2. Keseluruhan lebih daripada penjumlahan banyak bagian. Hal ini tidak dapat disamakan dengan konsep individu yang mempunyai emosi bahwa keseluruhan sama dengan penjumlahan dari banyak bagian. Sistem ekologi mengalami proses sinergis, merupakan kombinasi bagian yang terpisah dan akan menghasilkan akibat yang lebih besar daripada penjumlahan efek-efek individual.

3. Makna tergantung pada konteksnya, sebagai lawan dari “independensi konteks” dari “mekanisme”. Setiap bagian mendapatkan artinya dalam konteks keseluruhan.

4. Merupakan proses untuk mengetahui berbagai bagian.5. Alam manusia dan alam non manusia adalah satu. Dalam holistik tidak terdapat

dualisme. Manusia dan alam merupakan bagian dari sistem kosmologi organik yang sama.

Uraian di atas akan mengantarkan pada sebuah pendapat Arne Naess, seorang filsuf Norwegia bahwa kepedulian terhadap alam lingkungan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Kepedulian lingkungan yang “dangkal” (shallow ecology)2. Kepedulian lingkungan yang “dalam” (deep ecology).3. Kepedulian ekologis ini sering disebut altruisme platener holistik, yang beranggapan

bahwa hal ini memiliki relevansi moral hakiki, bukan tipe-tipe pengadu (termasuk individu atau masyarakat), melainkan alam secara keseluruhan (J. Sudriyanto, 1992:22

Page 9: etika lingkungan

Peraturan Yang Berkaitan Dengan Etika Lingkungan

Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945

“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Isi ayat pasal di atas bermakna bahwa segala sesuatu mengenai sumber daya alam termasuk

di dalamnya air beserta kekayaan alam lainnya milik atau berada dalam wilayah teritori

NKRI berarti dikuasai, diatur, dikelola, dan didistribusikan oleh negara atau pemerintah

dengan segenap lembaga pengelolanya untuk dipergunakan bagi memakmurkan atau

mensejahterakan rakyat Indonesia seluruhnya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1997

TENTANG

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Menimbang :

a. bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan Wawasan Nusantara;

b. bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa depan;

c. bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;

d. bahwa penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan hidup;

e. bahwa kesadaran dan kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan pengelolaan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa sehingga pokok materi

Page 10: etika lingkungan

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup;

f. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada huruf a, b, c, d, dan e di atas perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 41 TAHUN 1999

TENTANG

PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA

a. bahwa udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan bagi makhluk hidup lainnya;

b. bahwa agar udara dapat bermanfaat sebesar-besarnya bagi pelestarian fungsi lingkungan hidup, maka udara perlu dipelihara, dijaga dan dijamin mutunya melalui pengendalian pencemaran udara;

c. bahwa berdasarkan ketentuan tersebut diatas dan sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pencemaran Udara;

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 1999

TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan sebagai upaya dasar dan berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup, perlu dijaga keserasian antar berbagai usaha dan/atau kegiatan;

b. bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin;

c. bahwa analisis mengenai dampak lingkungan hidup diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup;

d. bahwa dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

e. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup

Page 11: etika lingkungan

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001

TENTANG

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DANPENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan;

b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 150 TAHUN 2000

TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

 

    Menimbang        :

a. bahwa tanah sebagai salah satu sumber daya alam, wilayah hidup, media lingkungan, dan faktor produksi biomassa yang mendukung kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya;

b. bahwa meningkatnya kegiatan produksi biomassa yang memanfaatkan tanah maupun sumber daya alam lainnya yang tak terkendali dapat mengakibatkan kerusakan tanah untuk produksi biomassa, sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada akhirnyadapat mengancam kelangsungan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b serta untuk melaksanakan ketentuan pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa;        

   

Page 12: etika lingkungan

ARTIKEL PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

ETIKA LINKUNGAN

Disusun Oleh

Agus Kartiwa

Kelas

X C

SMA NEGERI 17 GARUT

Jl. Raya Samarang Garut 44161 Tlp. 0262 - 542079