etika komunikasi massa

10
ETIKA KOMUNIKASI MASSA KOMUNIKASI MASSA Drs. Arifin Harahap, M.si KELOMPOK 7 Anggota Kelompok : - Aditha Aprilia - Ranea Amelia - Firza - Peri

Upload: adith

Post on 26-Sep-2015

35 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

komunikasi bisnis (KM)

TRANSCRIPT

ETIKA KOMUNIKASI MASSA

KOMUNIKASI MASSADrs. Arifin Harahap, M.siKELOMPOK 7Anggota Kelompok : Aditha Aprilia Ranea Amelia Firza Peri TejaBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang

Etika komunikasi massa adalah filsafat moral yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban pers dan tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk atau pers yang benar dan pers yang salah. Dengan kata lain, etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau apa yang seharusnya dilakukan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Etika pers mempermasalahkan bagaimana seharusnya pers itu dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik.Berbicara tentang etika komunikasi massa tergolong unik bila dibandingkan dengan etika kedokteran. Bila seorang dokter melakukan mal praktik, maka yang menjadi korban hanya pasien tersebut. Tuntutan (complain) yang datang hanya dari pihak keluarga pasien. Lain halnya komunikator dalam komunikasi massa yang melanggar kode etik pers atau kode etik siaran, yang menjadi korban dampak negative dan yang akan melakukan tuntutan pun sekelompok atau sejumlah massa yang merasa geram terhadap pelanggaran etika komunikasi massa. Berbagai pelanggaran etika komunikasi dalam media cetak (surat atau majalah) dan media elektronik (radio siaran, TV, dan media online/internet), seperti pemuatan atau tayangan berita yang bersifat sadisme, tidak wajar atau melanggar SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan), akan menimbulkan cercaan dan unjuk rasa dari sekelompok orang atau massa. Pada era reformasi, di mana setiap orang dapat dengan mudah menerbitkan surat kabar atau majalah dan mendirikan stasiun telivisi atau radio siaran, etika perlu lebih ditekankan kepada para pengelola dan wartawan media itu. Para penulis, terutama para wartawan, penyiar radio, televise, sutradara film dan para pelakunya, serta pembuat atau pelaku iklan, mutlak tunduk pada aturan yang berlaku, sehingga mereka dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan aman. Dengan demikian mereka juga akan berhasil menjalankan misi dan fungsinya. Pelanggaran terhadap etika akan menghambat kelancaran tugas mereka dan akan menggagalkan misi dan fungsi di tengan masyarakat.

BAB IIPEMBAHASAN

ETIKA KOMUNIKASI MASSA

Sobur (2001) menyebutkan etika pers (etika komunikasi massa) adalah filsafat yang berkenaan dengan kewajiban-kewajiban pers dan tentang penilaian pers yang baik dan pers yang buruk atau pers yang benar atau pers yang salah. Dengan kata lain, etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers atau apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Etika pers mempersalahkan bagaimana seharusnya pers itu dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik. Lebih jauh Sobur (2001) mengemukakan etiak pers adalah kesadaran moral. Kesadaran moral pers adalah pengetahuan tentang baik dan buruk, benar dan salah, tepat dan tidak tepat, bagi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers, bahwa harus ada etiaka dalam pergaulan hidup, baik dan tersurat maupun yang tersirat, tidak ada orang yang memperdebatkannya. Di dalam kehidupan pers pun dirasakan perlua adanya norma-norma etika tertentu, sebagaimana halnya dalam bidang profesi lain. Selain itu, tentu saja diperlukan adanya jiwa pengabdian serta persiapan tehnis dan mental bagi pelaksanaan satu profesi.Berkenaan dengan etika komunikasi massa, ada beberapa poin penting yang berkaitan dengan etika seperti yang dikemukakan oleh Shoemaker dan Reese dalam Murdin (2003), yakni: (a). Tanggung jawab, (b). Kebebasan pers. (c). masalah etis, (d). Ketetapan dan objek aktivitas, (e). tindakan adil untuk semua orang.

A. Tanggung Jawab

Jurnalis atau orang yang terlibat dalam komunikasi massa harus memulai tanggung jawaab dalam memberitakan sesuatu, apa yang diberitakan oleh media massa harus bisa di pertanggungjawabkan. Jadi jurnalis tidak sekedar menyiarkan informasi tanpa bertanggungjawab akn dampak yang ditimbulkannya. Tanggung jawab ini bisa pada Tuhan, masyarakat, profesi atau dirinya masing-masing.Tanggung jawab tentunya mempunyai dampak positif. Dampak negative yang tersasa adalah media massa akan berhati-hati untuk menyiarkan dan menyebarkan informasi. Media tidak bisa seenaknya memberikan informasi atau mengarang cerita agar medianya laris di pasaran. Jurnalis adalah profesi yang dituntut untuk mempertanggung jawab terhadap apa yang dikemukakan.

B. Kebebasan Pers

Tanggung jawab tersebut tidak berarti media tidak boleh memiliki kebebasan, tidak berarti pula pengekangan. Kebebasan pers ini juga mutlak dipunyai media massa. Dengan kata lain, kebebasan dan tanggung jawab sama-sama penting. Oleh karena itu, kita sering mendengar istilah kebebasan yang bertanggung jawab. Semua orang, termasuk jurnalis boleh bebas, tetapi bebas di sini harus bisa dipertanggungjawabkan dan bukan sebebas-bebasnya. Kebebasan tetaplah penting, hanya kebebasanlah berbagai informasi bisa disampaikan kepada masyarakat. Media massa yang tidak punya kebebasan dalam menyiarkan beritanya , ibarat sudah kehilangan sifat dasarnya. Bagaimana munkin ia akan bisa memberitakan kebobrokan di kalangan masyarakat tanpa ada kebebasan yang dipunyai pers untuk mengungkapkan dan menyiarkannya?Jadi kebebasan pers adalah penting dalam kehidupan pers, tetapi kebebasan pers akan bermakna apabila disertai tanggung jawab. Dengan kata lain, pers tidak bebas sebebas-bebasnya, tetapi kebebasan itu harus bisa dipertanggung jawabkan, yang bisa dikenal dengan istilah kebebasan yang bisa dipertanggung jawab.

C. Masalah Etis

Masalah etis disini artinya jurnalis itu harus bebas dari kepentingan. Ia mengabdi pada kepentingan umum. Meskipun mengabdi pada kepentingan umum, pers tidak bisa lepas dari kepentingan. Yang bisa dilakukan adalah menekan kepentingan tersebut, sebab tidak ada ukuran pasti seberapa jauh kepentingan terlambat-lambat dalam pers. untuk lebih jelasnya ada bebrapa ukuran normative yang bisa dijadikan peganagan: Pertama, hadiah, perlakuan istimewa, biaya perjalanan mengelahi kerja jurnalis. Oleh karena itu, seorang jurnalis harus benai menolaknya. Tanpa kemampuan tersebut kerja jurnalis akan direndahkan. Disamping akan mempengaruhi kerja wartawan, di mata nara sumber berita, profesionalisme wartawan sudah jatuh. Kedua, keterlibatandalam politik, melayani organisasi masyarakat tertentu, menjadikan profesi wartawan sebagai pekerjaan sambilan perlu dihindari. Keterlibatan dalam politik akan memunculkan comflic of interest (komplik kepentingan) pada diri wartawan yang bersangkutan. Orang yang bergabung pada politik tertentu, tidak akan bisa memberitakan kebobrokan dan kecurangan partainya. Apalagi, wartawan atau media massa hanya melayani kepentingan sekelompok orang atau organisasi tertentu. Ketiga, tidak menyiarkan sumber berita individu jika tak mempunyai nilai berita (news volue). Poin ini mengharuskan wartawan untuk mempertimbangkan apakah seseorang itu memang mempunyai nilai berita atau tidak. Wartawan yang tidak bertanggung jawab terhadap profesinya cenderung memberitakan sumber berita karena hubungan dekat dengannya. Keempat, wartawan akan mencari berita yang memang benar-benar melayani kepentingan public. Kelima, wartawan melaksanakan kode etik wartawan untuk melindungi rahasia sumber berita. Bilamana sumber tidak ingin di sebut namanya, wartawan harus melindungi namanya. Keenam, plagiatisme harus dihindari karena merupakan aib bagi dunia kewartawanan. Plagiatisme salah satu bentuk kecurangan yang harus dihindari, misalnya mengutip sebuah ulisan media lain dengan tidak menyebutkan sumbernya, atau memakai foto media lain dengan tidak menyebutkan sumber fotonya, ataumengakui foto oranglain sebagai miliknya.

D. Objektivitas komunikasi massaMedia merupakan sarana manusia dalam menyampaikan dan menerima informasi. Dalam hal ini media massa memiliki peran sentral dalam membentuk opini public akan sebuah pemberitaan yang dipublikasikan, baik melalui media cetak ( surat kabar/koran, majalah, tabloid, buku dan lain-lain ), dan media elekronik ( televisi, radio, dan internet ) pesan dan komunikasi yang berlangsung antara media dan khalayak lebih condong membahas masalah politik, ekonomi, sosial budaya masyarakat, dan hiburan sesuai dengan orientasi media tersebut. Namun seiring perkembangan media massa saat ini, banyak masyarakat indonesia yang menanyakan , dimanakah objektivitas suatu media massa dalam mempublikasikan sebuah berita, dan bagaimanakah proses komunikasi politik yang berlangsung antara pemegang kekuasaan dengan rakyat yang menggunakan saluran media massa. Hal ini menarik untuk kita mengkaji bagaimana orientasi media massa di indonesia saat ini, apakah masih berpegang teguh pada prinsip demokrasi yakni bebas dan bertanggung jawab atau mengikuti arahan dari sang pemilik modal perusahaan pers atau media tersebut, keduanya memiliki ketimpangan yang jauh berbeda dimana satu sisi media dikatakan objektif dan satu sisi lagi media hanyalah sarana yang membentuk citra positif bagi siapa saja yang memiliki hak kuasa dalam organisasi media atau pers tersebut. Seperti yang telah kita ketahui selama ini, bahwa media massa diindonesia dalam hal ini media elekronik, yaitu televisi sebagian besar dimiliki oleh mereka yang terjun dibidang politik. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Aburizal Bakrie2. Harry Tanoesoedibjo 3. Surya Paloh Televisi swasta diindonesia pada umumya dipegang oleh mereka yang memiliki jabatan sebagai ketua umum suatu partai politik, dengan begitu kita bisa langsung mengetahui bagaimana suatu media membangun partainya sendiri, dan sesekali menjatuhkan partai lawan, dan itu biasanya berlaku ketika mulai mendekati pemilihan baik yudikatif maupun eksekutif, begitu juga dalam menyiarkan berita seringkali kita melihat adanya keberpihakan media terhadap individu, kelompok, atau partai politik.

E. Ketepatan Komunikasi massaKetepatan dan objektivitas di sini berarti dalam menulis berita wartawan harus akurat, cermat, dan diusahakan tidak ada kesalahan. Objektivitas yang dimakusd adalah pemberitaan yang didasarkan fakta-fakta di lapangan, bukan opini wartawannya Oleh sebab itu harus ada beberapa hal yang harus diperhatikan1. kebenaran adalah tujuan utama; orientasi berita yang berdasarkan kebenaran harus menjadi pegangan pkok setiap wartawan.2. Objektivitas dalam pelaporan beritanya merupakan tujuan lain untuk melayani pbulik sebagai bukti pengalaman profesional di dunia kewartawanan. Objektif itu berarti tidak berat sebalh; harus menerapkan prinsip cover both sides.3. Tiada maaf bagi wartawan yang melakukan ketidakakuratan dan kesembronoan dalam penulisan atau peliputan beritanya. Dalam hal ini, wartawan dituntuk untuk cermat di dalam proses peliputannya.4. Headline yang dimunculkan harus benar-benar sesuai dengan isi yang diberitakan.5. Penyiar radio atau reporter televisi harus bisa membedakan dan menekankan dalam ucapannya mana laporan berita dan mana opini dirinya. Laporan berita harus bebas dari opini atau bias dan merepresentasikan semua sisi peristiwa yang dilaporkan.6. Editorial yang partisansip dianggap melanggar profesionalisme atau semangat kewartawanan. Editorial atau tajuk rencana yang dibuat, meskipun subjektif sifatnya (karena merepresentasikan kepentingan media yang bersangkutan) harus ditekan untuk membela sat golongan dan memojokkan golongan lain. Praktik jurnalisme ini sangat sulit dilakukan oleh media cetak yang awal berdirinya sudah partisansip, tetapi ketika dia sudah mengklaim media umum, tidak ada alasan untuk membela golongannya.7. Artikel khusus atau semua bentuk penyajian yang isinya berupa pembelaan atau keseimpulan sendiri penulisnya harus menyebutkan nama dan identitas dirinya.

BAB III PENUTUPA. KESIMPULANEtika adalah sebuah keniscayaan dalam sebuah proses, karena tanpa etika maka sebuah proses atau akan keluar dari tujuan dan fungsinya. Demikian halnya etika komunikasi massa, dengan adanya etika maka proses dalam komunikasi massa dapat sampai ketujuan. Dengan kata lainetika pers berhubungan dengan soal keharusan yakni upaya menemukan dan mencari hal-hal yang baik dan buruk. Pers yang etis adalah pers yang memberikan informasi dengan fakta yang benar dari berbagai sumber berita sehingga khalayak dapat melihat betapa luasnya bidang etika pers mulai dari pencarian berita, pengorganisasian data (news making process) sampai penulisan berita. Persoalan siapa yang diwawancarai, pertanyaan apa yang di ajukan, tema apa yang diambil, sudut mana yang dbidik, tidak sekedar persoalan teknis atau keahlian, tetapi juga persoalan etis.itulah masih diperlukan langkah-langkah konkrit dalam rangka mewujudkan peran dan fungsi pers, paling tidak menutup kemungkinan untuk dikurangi dari penyimpangan tersebut.