etika komunikasi elektronik

39
Etika Komunikasi Elektronik • Dunia pendidikan saat ini, tu pendidikan tinggi, tdk bisa lepas dr pemakaian sarana komunikasi elektronik mis: sms, telpon, voip, e-mail, chatting, mailing-list dan forum yg memanfaatkan Internet maupun jaringan telpon selular.

Upload: vitria-mega-p

Post on 03-Oct-2015

66 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

IT

TRANSCRIPT

  • Etika Komunikasi Elektronik

    Dunia pendidikan saat ini, tu pendidikan tinggi, tdk bisa lepas dr pemakaian sarana komunikasi elektronik mis: sms, telpon, voip, e-mail, chatting, mailing-list dan forum yg memanfaatkan Internet maupun jaringan telpon selular.

  • Dua sft teknis dr sistem komunikasi elektronik menuntut kita utk memberi perhatian khusus saat berkomunikasi yakni:

    1. Tidak utuhnya ekepresi penyampaian pesan (mimik muka, intonasi, dan sebagainya) serta

    2. Luasnya jangkauan pengiriman pesan (lintas batas waktu) dan longgarnya batasan volume pesan yg dikirimkan.

  • Menyadari tdk utuhnya sarana ekspresi, hanya teks / multimedia dng keterbatasan kualitas suara, sudut pandang visual dsb., kita diharapkan lebih berhati-2 dlm menyusun kalimat-2 yg diekspresikan. Contoh, tanpa bantuan ekspresi yg cukup, ungkapan \"hebat!\" sbg pujian bisa dianggap penghinaan. Kata-2 negatif yg dlm komunikasi langsung kadang digunakan sbg ungkapan pujian seperti \"Gila lu!\" harus kita hindari sama sekali tu: pd konteks komunikasi dng audience yg luas.Mis:mailing-list, komentar blog, & forum.

  • Komunikasi elektronik memungkinkan kita mengirimkan pesan dng ukuran yg hampir tak terbatas. Kita harus tetap menyadari bahwa target pengiriman pesan kita belum tentu memiliki sarana yg sama baiknya dng yg kita miliki. Satu SMS panjang yg kita kirim bisa menjadi dua/lebih potong pesan terpisah dng urutan terbalik bl diterima dng handphone lama. Elektronik mail dng attachment besar akan tertolak oleh sistem email penerima yg tdk mengakomodir ukuran itu.

  • Kemudahan menyebarluaskan pesan menginspirasi banyak pihak utk melakukan berbagai tindak kejahatan dng komunikasi elektronik. Ada dua kategori kejahatan komunikasi elektronik: spamming, & penipuan. Spamming, / pengiriman pesan-2 massal (termasuk surat berantai), meskipun secara hukum tdk langsung bisa dikategorikan sbg kejahatan sering mengakibatkan lumpuhnya sistem komunikasi elektronik.

  • Spamming dpt memenuhi kotak surat shg yg bersangkutan tdk lagi bisa menerima pesan normal bahkan sering merusak sistem email dr penerima.

    Murahnya pengiriman pesan massal mengakibatkan mudahnya pelaku kejahatan menemukan korbannya. Dlm wkt singkat, pesan penipuan dpt dikirim ke jutaan alamat sekaligus.

  • Dpt disimpulkan ada 4 hal yg perlu dilakukan agar komunikasi elektronik dpt berjalan efektif, efisien serta memenuhi tujuan yg diharapkan: 1. Menggunakan bahasa yg baik & benar; 2. Menggunakan fasilitas upload/download bl ingin mengirimkan pesan/data ukuran besar; 3. Menghindari keterlibatan diri dlm pengiriman surat berantai; 4. Menyadari bhw komunikasi elektronik menginspirasi banyak pihak utk melakukan tindak kejahatan penipuan; Melakukan cek & cek ulang sebelum mengambil tindakan penting berdasarkan informasi dr komunikasi elektronik.

  • Awas, Krisis Masyarakat KomunikatifHabermas menyatakan, maraknya berbagai btk unjuk rasa dewasa ini:feminis, fundamentalis, kelompok hijau, dll sbg tanda terjadinya krisis sosiokultural yg menuju krisis solidaritas sosial. OK itu, ditekankan perlunya dibangun kembali etika komunikasi, yi: suatu kondisi komunikasi yg menjamin sft umum norma-2 yg dpt diterima & menjamin otonomi warga melalui kemampuan emansipatoris, shg menghasilkan proses pembentukan kehendak bersama lewat perbincangan.

  • Habermas : etika komunikasi dlm media televisi. Televisi adalah medium teknokapitalis paling populer yg membawa urbanisasi nilai-2 secara besar-2an, termasuk gaya hidup, bahasa, pola konsumsi, hingga penyebaran cara bertindak, bereaksi, & berpikir terhdp dunia sekitarnya. Riset Polling Centre pasca- 1998 di 27 provinsi menunjukkan, >dr 60% masyarakat Indonesia mengartikan demokrasi dr kata demonstrasi krn melihat arak-2 demonstrasi di jalanan lewat televisi.

  • OK itu, televisi sbg medium urbanisasi senantiasa berwajah dua. Seperti kecenderungan dewasa ini, menjadi salah satu medium yg melahirkan berbagai keterasingan sosial yg dipenuhi kegoncangan adaptif terhadap dunia sekitarnya. Masyarakat semacam ini dipenuhi cara komunikasi yg penuh kekerasan, vulgar, instan, serba massal, & penuh konsumerisme. Yg melahirkan masyarakat yg tdk toleran, kehilangan sft respek, rendahnya tingkat kompetisi & produksi, berpuncak pd rentan& terasingnya kepribadian warga serta goncangnya integrasi sosial berbangsa.

  • Di sisi lain, televisi menjadi medium yg melahirkan masyarakat komunikatif yg kritis & produktif. Masyarakat komunikatif yg dihidupi etika komunikasi, yakni cara berkomunikasi yg mempertimbangkan berbagai perspektif kesahihan norma. Yaitu kesahihan kebenaran & kejujuran, kesahihan ketepatan ruang & waktu, kesahihan norma dlm perspektif komprehensif. Sebutlah kesahihan etika komunikasi multikultur, etika jurnalistik, dll.

  • Pengaruh televisi Contoh etika komunikasi multikultur yg nyata adalah berita televisi ttg kekerasan demonstran terhdp polisi di Abepura, Papua. Meski memenuhi asas kejujuran, berita itu kurang memerhatikan asas etika komunikasi multikultur dan etika jurnalistik penayangan kekerasan. Bisa jadi, penayangan visual kekerasan itu justru menimbulkan stereotip barbarian terhadap karakter manusia Papua mengingat minimnya ruang komunikasi timbal balik masyarakat Papua dng wilayah kebudayaan lain. Belum lagi pola komunikasi serba stereotip ttg Papua yg berkembang selama ini.

  • Perlu dicatat, dlm masyarakat Eropa-Amerika, penayangan visual yg berhubungan dng aspek multikultur menuntut etika komunikasi dng pertimbangan luas dlm hubungan dng proses komunikasi berbangsa. Hal ini tentu tdk mengurangi ketegasan proses hukum terhadap masalah itu. Bahkan, guna menjaga aspek kekerasan rasial massal serta pandangan yg tdk produktif terhdp suatu wilayah budaya ttt, televisi sering hanya menayangkan gambar kekerasan dr jauh & selintas tanpa menyebut warna kulit pelaku.

  • Di sisi lain, berita mengenai kemenangan Tiger Woods dlm golf disertai penyebutan warna kulit. Ini merupakan dukungan terhdp prestasi yg meruntuhkan stereotip warga kulit hitam, yg selama ini dianggap tdk mampu berprestasi di kompetisi golf dunia.

  • Contoh lain aspek krisis etika komunikasi, simak berita pemerkosaan terhdp anak perempuan di TV. Tak tanggung-2, visual celana dlm anak kecil dipertontonkan, sementara wajah berdarah pemerkosa diperlihatkan dng jelas. Atau simak cara menuturkan kesurupan massal di sekolah, yg tdk mempertimbangkan aspek kultur bias penyebaran serta peniruan tayangan televisi sbg medium adaptasi & urbanisasi perilaku & nilai.

  • Simak pula stasiun penyiaran Eropa-Amerika, Jepang hingga Malasyia, mk berbagai btk penayangan kekerasan, dr berita hingga sinetron, diletakkan dlm kode etik penayangan wkt tengah malam saat anak-2 tdk lagi menonton. Kalaupun pd wkt tayang produktif keluarga, penayangan kekerasan dilakukan dng menjaga aspek bias kekerasan yg lahir dr karakter televisi serta berbagai aspek kesahihan norma lainnya. Maka, ketika ada kasus pembantaian di sebuah sekolah, yg ditayangkan lebih pd berbagai aspek kemanusiaan, yakni anak-2 yg berdoa terhdp korban, & tdk mengeksploitasi korban yg penuh darah.

  • Ironisnya, industri penyiaran Indonesia selalu membela diri dng dalih kehendak pasar yg diukur sistem rating sbg pegas utama bisnis tv dunia. Padahal, menjadi kenyataan, sistem rating dunia ditumbuhkan atas penghormatan terhadap etika komunikasi sbg syarat utama perhitungan pasar yg dikelola dlm sistem rating. Artinya, sistem rating tv Indonesia adalah pasar yg banal, jauh dr pasar demokrasi, hanya membela hak ekonomi tanpa melindungi konsumen.

  • Perspektif lain etika komunikasi adalah kesahihan norma kebenaran, di dlmnya mengandung perspektif penegakan nilai-2 keutamaan berbangsa. Dlm contoh sederhana, jika menonton film-2 barat, penulis skenario di akhir cerita sll menjadikan nasib uang yg dihasilkan dr kerja haram (merampok/korupsi) akan terbakar api / terbuang di laut.Atau simak film-2 barat yg menceritakan anak-2 sekolah, senantiasa memegang aspek kesahihan norma transformasi nilai keutamaan.

  • Maka, jika awalnya menceritakan kisah anak yg kurang pergaulan & tdk percaya diri, selalu diolok-2, dlm perkembangan cerita sll ada ruang penuh drama yg menghibur. Di akhir cerita, anak itu pasti menjadi pahlawan pemandu nilai yg penuh percaya diri bagi teman-2nya. Sebaliknya, simak sinetron ttg anak-2 sekolah di tv Indonesia, sebagian tak lebih dr olok-2 & gaya hidup, dr ujung rambut hingga sepatu. Sementara akting tdk lebih dr wajah penuh gosip, melotot, memaki, menangis, & menampar.

  • Bukan membuat UU

    Ilustrasi itu mengisyaratkan, pemecahan krisis sosial kultural yg mencemaskan keluarga Indonesia bukan dng menambah undang-2 baru, tetapi selayaknya dipecahkan dng strategi kebudayaan yg mampu melahirkan pendidikan etika komunikasi sejak dini, di berbagai bidang profesi & kehidupan, guna melahirkan masyarakat komunikatif, masyarakat dng interaksi sosial yg penuh etika.

  • Dng kata lain, sekiranya industri televisi bertumbuh tanpa keterampilan etika komunikasi, bisa terjadi, sekiranya ibu-2 di rumah berharap anaknya yg menonton sinetron hantu akan menjadi lebih religius, berani, & mandiri.

    Yg terjadi sebaliknya, anak-2 tdk mandiri, kehilangan rasionalitas & ruang hidup menjadi mencemaskan, bahkan agama menjadi sesuatu yg menakutkan. Pada gilirannya, jangan heran, televisi sbg medium urbanisasi nilai melahirkan gelombang migrasi kecemasan luar biasa di ruang-2 keluarga Indonesia, tempat televisi diletakkan.

  • Etika Politik Para calon legislatif (caleg) adalah orang-2 yg mampu memberikan teladan politik di hadapan publik. Mereka termasuk di antara sekian gelintir orang dr jutaan anggota masyarakat yg mendapatkan kesempatan sekaligus kehormatan utk duduk di lembaga yg terhormat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

  • Jika mereka berhasil memasuki lembaga , mereka boleh dikatakan sbg "orang-2 pilihan".Akan tetapi, terkuaknya sejumlah kasus pelanggaran yg melibatkan bbrp caleg memperlihatkan kepada kita semua betapa mereka sesungguhnya belum siap menjadi "orang-orang pilihan" tsb.

  • Kasus ijazah bermasalah yg melibatkan Sukmawati Soekarnoputri, Agustina Nasution, & Uki Widyastuti, juga Wulan Guritno (sertifikatnya tdk layak), yg berbuntut pd pencoretan keempatnya dr daftar caleg oleh KPU adalah bukti yg jelas.

  • Kasus pelanggaran lain seperti pendaftaran ganda di dua parpol yg berbeda, caleg yg masih berstatus PNS, & mereka yg dilaporkan sbg politisi busuk krn diduga terlibat dlm kasus-2 hukum.

    Apakah para caleg tersebut benar-2 memahami etika politik sebelum mereka memutuskan terjun ke dunia politik?

  • Ataukah memang tujuan mereka berpolitik sebenarnya hanyalah utk mencari keuntungan saja, tu: yg bersifat material, tanpa memperdulikan nilai-2 etis dr politik?

  • Etika politik

    Etika politik adalah filsafat moral ttg dimensi politis kehidupan manusia. Politis dlm konteks ini adalah berorientasi pd masyarakat secara keseluruhan. Sebuah tindakan disebut politis bl menyangkut masyarakat sbg keseluruhan. Maka, politisi adalah orang yg mempunyai profesi yg mengenai masyarakat secara keseluruhan.

  • Dng demikian, dimensi politis manusia dpt ditentukan sbg dimensi di mana manusia menyadari diri sbg anggota masyarakat sbg keseluruhan yg menentukan kerangka kehidupannya & ditentukan kembali oleh tindak-tanduknya.

  • Inti dari permasalahan etika politik adalah masalah legitimasi etis kekuasaan. Yang berkaitan dng hak moral seseorang / sekelompok orang utk memegang & mempergunakan kekuasaan yg mereka miliki.

  • Pada sisi lain, betapa pun besar kekuasaan seseorang, ia selalu dpt dihadapkan dng tuntutan utk mempertanggungjawabkannya. Maka, ketika pertanggungjawaban itu tdk dpt diberikan, kekuasaan itu tdk lagi dianggap sah.

  • Berkaca dr pernyataan di atas, bbrp pelanggaran yg telah dilakukan sejumlah calon legislatif jelas telah mengandung cacat moral yg akan berujung pd tdk terlegitimasinya mereka dlm kekuasaan politik. Seandainya berhasil memasuki ranah kekuasaan sbg anggota legislatif, mereka tetap akan dihadapkan dng tuntutan utk mempertanggung jawabkan perbuatan tsb di hadapan publik. Tentu hal itu akan mendelegitimasi kekuasaan mereka.

  • OK itu, dihapusnya nama mereka dr daftar calon tetap oleh KPU terkait penggunaan ijazah bermasalah sesungguhnya harus dipandang sbg upaya "penyelamatan" mereka dr kehidupan lebih buruk yg akan menimpa mereka di kemudian hari, yakni aib politik yg boleh jadi akan ditanggungnya sepanjang masa.

  • Moral vs hukum

    Dlm sejumlah kasus, kita kerap menemukan adanya bbrp caleg yg disebut sbg politisi busuk oleh masyarakat. Sayangnya, KPU sbg pihak yg memberikan akses kepada publik utk memberikan laporan & pengaduan ttg perilaku caleg hanya bisa menyerahkan wewenang sepenuhnya kepada parpol utk menilai laik tdknya caleg tsb utk terus maju sbg caleg. KPU tampaknya hanya bertindak pd tataran administrasi belaka.

  • Ada satu hal yg perlu digaris bawahi di sini bhw parpol sbg lembaga yg paling berwenang terhadap nasib politik para calegnya selalu melandaskan pandangan & sikap politiknya pd keputusan hukum.

  • Para elite parpol senantiasa berdalih bhw selama blm ada keputusan hukum tetap terhdp caleg yg dilaporkan sbg yg bermasalah itu, mereka tdk memiliki kewenangan utk mencoretnya. Sebab, Indonesia adalah negara hukum yg menerapkan asas praduga tak bersalah.

  • Memang keputusan hukum tdk diragukan lagi bersifat mengikat. Namun yg perlu disadari sepenuhnya oleh para elite parpol adalah bhw moralitas dlm politik sesungguhnya sangat menentukan legitimasi etis para caleg dlm kehidupan politik mereka.

  • Komitmen terhdp hal tsb merupakan conditio sine qua non jika mereka benar-2 menginginkan kekuasaan yg dipegang & dipergunakannya itu mendapatkan legitimasi etis. Sebab tanpa legitimasi etis, pertanggungjawaban yg akan diberikan kepada publik menjadi tdk bermakna.

  • Di negara-2 yg tradisi demokrasinya sudah maju, persoalan moralitas dlm politik merupakan hal yg sangat menentukan karier seorang politisi. Mereka yg diduga terlibat pelanggaran moral, apa pun bentuknya, lebih memilih mundur dr arena pertarungan politik meskipun belum ditetapkan sbg tersangka.

  • Bahkan, pejabat politik yg sedang berkuasa pun akan melakukan hal yg sama jika terlibat kasus pelanggaran moral. Hal itu karena mereka menyadari sepenuhnya bhw pelanggaran moral merupakan aib politik yg akan mendegradasi legitimasi etis mereka pd level yg sangat rendah. Mengapa kesadaran seperti itu tdk terdpt pd diri para caleg kita khususnya & politisi pd umumnya di negeri yg berdasarkan Pancasila ini?