etika guru dalam proses belajar mengajar...

86
ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR AGAMA ISLAM MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADABUL ‘ALIM WAL MUTA’ALLIM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam Oleh : EDI HARIYANTO NIM. 053111324 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011

Upload: lynhu

Post on 01-Feb-2018

233 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

ETIKA GURU

DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR AGAMA ISLAM

MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI

DALAM KITAB ADABUL ‘ALIM WAL MUTA’ALLIM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana

dalam Ilmu Pendidikan Islam

Oleh :

EDI HARIYANTO

NIM. 053111324

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2011

Page 2: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Edi Hariyanto

NIM : 053111324

Jurusan/Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi ini secara kesuluruhan adalah hasil penelitian

penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 9 Juni 2011

Saya yang Menyatakan,

Edi Hariyanto NIM:053111324

Page 3: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

iii

KEMENTERIAN AGAMA R.I.

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

FAKULTAS TARBIYAH

Jl. Prof. Dr. Hamka Kampus II Ngaliyan Semarang

Telp/Fax 7601295, 7615387 Semarang 50185

PENGESAHAN

Naskah skripsi dengan:

Judul : Etika Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Agama Islam

Menurut KH. Hasyim Asy’ari Dalam Kitab Adabul ‘Alim

Wal Muta’allim.

Nama : Edi Hariyanto

NIM : 053111324

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Program Studi : Pendidikan Agama Islam.

Telah diujikan dalam sidang munaqosyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

sarjana dalam ilmu pendidikan Islam.

Semarang, 23 Juni 2011

DEWAN PENGUJI

Ketua, Sekretaris,

H. Mursid, M.Ag. Dr. Ahwan Fanani, M.Ag.

NIP. 19670305 200112 1 001 NIP. 19780930 200312 1 001

Penguji I, Penguji II,

H. Abdul Kholiq, M.Ag. Amin Farih, M.Ag.

NIP. 19710915 199703 1 003 NIP. 19710614 200003 1 002

Pembimbing I, Pembimbing II

Dr. H. Ruswan, M.A. Syamsul Ma’arif, M.Ag.

NIP. 19680424 199303 1 004 NIP. 19741030 200212 1 002

Page 4: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

iv

NOTA PEMBIMBING Semarang, 8 Juni 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan

koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Etika Guru dalam Proses Belajar Mengajar Agama Islam

menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adabul Alim wal

Muta’allim.

Nama : Edi Hariyanto

NIM : 053111324

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pembimbing I

Dr. H. Ruswan, M.A.

NIP. 19680424 199303 1 004

Page 5: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

v

NOTA PEMBIMBING Semarang, 8 Juni 2011

Kepada

Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo

Di Semarang

Assalamu’alaikum wr. wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan

koreksi naskah skripsi dengan:

Judul : Etika Guru dalam Proses Belajar Mengajar Agama Islam

menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adabul Alim wal

Muta’allim.

Nama : Edi Hariyanto

NIM : 053111324

Jurusan : Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada

Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqosyah.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pembimbing II

Syamsul Ma’arif, M.Ag.

NIP. 19741030 200212 1 002

Page 6: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

vi

ABSTRAK

Judul : Etika guru dalam proses belajar mengajar agama Islam

menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul Alim

Wal Muta’allim.

Penulis : Edi Hariyanto

NIM : 053111324

Skripsi ini membahas etika guru dalam proses belajar mengajar agama

Islam menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul Alim Wal muta’allim.

Kajianya dilatarbelakangi oleh pentingnya peran etika sebagai pondasi pokok

dalam pendidikan Islam. Studi ini dimaksudkan untuk menjawab

permasalahan: Bagaimana etika guru dalam proses belajar mengajar agama

Islam menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul Alim Wal Muta’allim?.

Penelitian ini dilakukan melaui metode library reseach (kajian pustaka)

dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Dimana data yang telah

terkumpul kemudian dianalisis secara non statistic, dengan data primer sebagai

sumber data utama dan sumber data skunder sebagai sumber data pendukung.

Adapun metode analisis datanya menggunakan metode analisis deskriptif.

Dimana data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara non

statistik.yakni analisis untuk mengungkapkan gagasan pemikiran tokoh yang

diteliti serta interpretasi data sebagai pendukung dalam menyampaikan

pendapat dan pemikiran tokoh yang diteliti.

Dari penelitian ini ditemukan bahwa pemikiran KH. Hasyim Asy’ari

tentang etika guru dalam proses belajar mengajar agama Islam dalam kitab

Adabul Alim Wal Muta’allim meliputi:

1. Etika Guru terhadap diri sendiri yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh

setiap pribadi guru

2. Etika Guru dalam proses belajar mengajar

3. Etika bagi Guru terhadap murid

4. Etika terhadap kitab sebagai alat pelajaran

Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai etika yang harus dipedomani

oleh guru masih sangat relevan untuk diterapkan oleh guru dalam proses

belajar mengajar agama Islam pada saat ini. Hal ini juga dapat dijadikan

sebagai manivestasi kompetensi yang ia miliki untuk menggapai derajat

tertinggi baik dalam pandangan manusia maupun pandangan Tuhan.

Page 7: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

vii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Segala puji bagi Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang berkat

rahmat, taufiq dan hidayah-Nya skripsi penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ Etika guru dalam proses belajar mengajar agama Islam

menurut pemikiran KH. Asy’ari dalam kitab Adabul AlimWal Muta’allim”

dapat disajikan, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada

Rasulullah SAW yang telah menuntun manusia ke jalan yang telah diridhai

Allah.

Selanjutnya penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu demi kelancaran dalam penulisan skripsi ini, terutama

kepada:

1. Dr. Sudja’i, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo

Semarang.

2. Dr. H. Ruswan M.A., selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan dan petunjuk dalam penulisan skripsi.

3. Syamsul Ma’arif, M.Ag., selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan petunjuk dalam penulisan skripsi.

4. Nasiruddin, M. Ag., selaku Kepala jururusan program studi Pendidikan

Agama Islam.

5. H. Mursid, M.Ag., selaku sekretaris jururusan program studi Pendidikan

Agama Islam.

6. Andi Fadhlan Spd., M.Si. selaku dosen Wali studi serta Bapak, Ibu dosen

dan segenap karyawan/wati yang secara langsung ikut berpartisipasi.

7. Orang tua tercinta, yang telah membesarkan, mendidik, dan menyayangi

dengan sepenuh hati.

8. KH. Muhammad Hanif Muslih, Lc., pengasuh pondok sekaligus pengasuh

jiwaku.

9. Untuk seluruh Guru yang telah mendidik dan mengajar jiwa dan ragaku.

Page 8: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

viii

10. Seluruh anggota keluarga, Kakak dan Adiku yang telah memberi dukungan

yang sangat berharga.

11. Ustad-ustad dan Sahabat-sahabat dipasantren “FUTUHIYYAH” Mranggen

Demak.

12. Sedulur tunggal kecer, Mas-Mas, Mbak-Mbak dan Adik-adik keluarga

besar UKM PSHT IAIN Walisongo. Tunjukkan “SEMANGAT SANG

JUARAMU” !!!

13. Sahabat-sahabat PAI C 2005, semoga Allah mempermudah jalan hidup

kita.

14. Seseorang yang ada dihatiku “Semoga Allah menjadikan engkau sebagai

penyejuk Jiwaku”.

15. Untuk seluruh Guru yang telah dipercaya oleh masyarakat. Wahai para

Guru...Masyarakat telah berani memberikan “harta termahal, buah hati dan

belahan jiwanya” untuk engkau didik. Apa yang engkau lakukan

terhadapnya adalah amanat terbesar yang nantinya akan dipertanggung

jawabkan kelak.

Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan dari

semuanya dengan sebaik-baik balasan.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa

penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan. Namun demikian, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada

umumnya.

Semarang, 8 Juni 2011

Edi Hariyanto

NIM. 053111324

Page 9: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ ii

PENGESAHAN ............................................................................................ iii

NOTA PEMBIMBING ...................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI ............................................................................................ x

BAB I : Pendahuluan

A. Latar belakang masalah ............................................................ 1

B. Penegasan Istilah ...................................................................... 8

C. Rumusan masalah..................................................................... 10

D. Tujuan dan Manfaat penulisan ................................................. 10

E. Kajian pustaka .......................................................................... 10

F. Metodologi penulisan ............................................................... 13

G. Sistematika penulisan skripsi ................................................... 15

BAB II : Berisi tinjauan umum tentang etika guru dalam proses belajar

Mengajar Agama Islam.

A. Guru dalam perspektif Islam .................................................... 17

B. Tinjauan Umum Tentang Etika Guru ....................................... 19

1. Pengertian Etika dan guru ................................................... 19

2. kode etik guru dalam Islam ................................................ 22

C. Kedudukan etika guru dalam proses belajar mengajar Islam... 24

BAB III : Biografi dan Pemikiran Pendidikan KH. Asy’ari dalam Kitab

Adabul ‘Alim Wal Muta’allim

A. Biografi KH. Hasyim Asy'ari. Pertama ................................... 28

1. Sejarah Kehidupan K.H. Hasyim Asy’ari .......................... 28

2. Latar Belakang Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari ............. 31

Page 10: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

x

3. Amal dan Kiprah Perjuangan K.H. Hasyim Asy’ari .......... 34

4. Karya-karya beliau ............................................................. 36

B. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang etika guru ................. 39

C. Signifikansi Pemikiran Pendidikan KH Hasyim Asy’ari ......... 40

BAB IV : Relevansi Etika Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Menurut

KH. Hasyim Asy’ari Dalam Kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim

A. Analisis Tujuan Pendidikan Dalam Kitab Adabul ‘Alim Wal

Muta’alim ................................................................................. 52

B. Analisis Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tentang Etika Guru

Dalam Proses Belajar Mengajar Dalam kitab Adabul Alim

Wal Muta’allim ........................................................................ 57

C. Kontribusi Konsep Etika Guru Dalam Proses Belajar

Mengajar Serta Relevansi Dengan Sistem Pembelajaran Saat

Ini ............................................................................................ 64

BAB V : Penutup

A. Kesimpulan .............................................................................. 67

B. Saran-saran ............................................................................... 68

C. Penutup ..................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 11: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dilahirkan ke dunia ini tanpa pengetahuan apapun, tetapi dalam

kelahirannya manusia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya

untuk menguasai berbagai pengetahuan. Dengan memfungsikan fitrah itu maka

diharapkan manusia dapat belajar dari lingkungan dan masyarakatnya.1

Diantara tanda dari fitrah itu adalah Allah telah menciptakan manusia sebagai

makhluk yang paling sempurna dengan menganugerahkan berbagai potensi,

baik potensi jasmani (fisik), potensi spiritual (Qalbu) maupun potensi akal

fikiran. Maka dari potensi yang dimiliki itu manusia diposisikan sebagai

makhluk yang paling istimewa dibandingkan dengan makhluk lain. Allah SWT

berfirman dalam Al Qur’an surat At Tin ayat 4;

ô‰ s)s9 $uΖ ø) n= y{ z≈ |¡Σ M} $# þ’ Îû Ç|¡ômr& 5ΟƒÈθø) s? ∩⊆∪

”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang

sebaik-baiknya”.2

Seiring dengan perjalanan kehidupan manusia di dunia, tiga potensi yang

dianugerahkan tersebut tidaklah mudah untuk dapat berkembang dengan

sendirinya tanpa adanya proses interaksi yang melibatkan orang lain, karena

pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya selalu

mengadakan proses interaksi dengan orang lain. Interaksi yang berlangsung di

sekitar kehidupan manusia dapat diubah menjadi interaksi yang bernilai

edukatif jika interaksi itu dilakukan dengan sadar untuk meletakkan tujuan agar

manusia itu dapat merubah tingkah lakunya, pola fikir dan perbuatannya.

Interaksi yang bernilai edukatif dalam dunia pendidikan ini disebut dengan

1 Hery Nur Aly dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,

2003), hlm 1. 2 Departemen Agama R.I. Al-qur’an dan terjemah, (Jakarta: Dept. Agama R.I.,1983), hlm.

1076.

Page 12: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

2

“interaksi edukatif”.3 Dari pola interaksi ini dapat diketahui bahwa proses

interaksi pendidikan merupakan suatu proses yang sangat urgen untuk

memobilisasi fitrah tiga potensi tersebut. Dengan kata lain pendidikan

merupakan suatu proses untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh

manusia agar menjadi optimal.

Pada mulanya kewajiban mendidik secara langsung merupakan tugas dan

tanggung jawab yang dibebankan oleh Allah kepada kedua orang tua agar

keturunan yang akan ditinggalkan oleh mereka tumbuh dan berkembang tidak

berada dalam keadaan lemah. Sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an surat

An Nisa’ ayat 9 yang berbunyi :

|·÷‚u‹ ø9 uρ šÏ% ©!$# öθs9 (#θä.t� s? ôÏΒ óΟ ÎγÏ ù= yz Zπ−ƒÍh‘ èŒ $̧ ≈ yèÅÊ (#θèù%s{ öΝ ÎγøŠn= tæ (#θà) −G u‹ù= sù ©! $# (#θä9θà) u‹ ø9uρ

Zωöθs% #́‰ƒÏ‰ y™ ∩∪

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka

khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah

mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan

perkataan yang benar.”4

Namun seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman yang semakin

maju, nampaknya tugas dan peran mendidik telah mengalami pergeseran,

pergeseran itu dapat dilihat dari beralihnya peran mendidik yang semula hanya

tuntutan peran orang tua dan pada akhirnya bergeser pada tuntutan bahwa

seorang atau tenaga pendidik haruslah sebagai seorang atau tenaga profesional.

Jika dahulu anak-anak belajar apapun cukup hanya dari orang tua, maka di era

sekarang ini nampaknya pendidikan tidak cukup hanya mengandalkan dan

dilakukan sendiri oleh orang tua di dalam keluarga, mengingat kebutuhan

setiap anak yang semakin berkembang sesuai zamannya. Maka dalam hal ini

kewajiban yang harus dilakukan oleh orang tua dalam rangka menjalankan

3 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2010), hlm. 11. 4 Departemen Agama R.I. Al-qur’an dan terjemah, (Jakarta: Dept. Agama R.I.,1983), hlm.

116.

Page 13: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

3

tanggung jawabnya adalah memberikan pendidikan anak lewat pengajaran

guru. Sebagaimana ungkapan KH Bisyri Mustofa dalam sebuah kitab syair

berbahasa jawa :

Ibu Bapak wajib mulang ing putrane #

lanang wadon nganti ngerti agamane

Lamun ora kongang wajib masrahake #

marang wongkang pinter koyo mondo’ake.5

Berbicara tentang pendidikan sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari

sosok keberadaan guru atau pendidik, karena guru memiliki arti orang yang

mempunyai tugas mendidik. Guru bisa juga disebut pendidik, guru atau

pendidik merupakan unsur manusiawi yang menempati posisi dan memegang

peranan penting dalam pendidikan. Begitu pula proses pendidikan yang baik

baru akan terjadi manakala ada interaksi antara pendidik (guru) dengan anak

didik (murid) dalam situasi pendidikan. Selain itu dalam undang-undang RI

nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 39 dijelaskan bahwa “Pendidik

merupakan tenaga profesional yang bertugas melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,

terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.6

Pada pasal 40 ayat 2 juga memberikan uraian tentang tanggung jawab

pendidik atau tenaga kependidikan yang berbunyi:

“Pendidik atau tenaga kependidikan berkewajiban: Menciptakan suasana

pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan

dialogis; Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan

mutu pendidikan; dan memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga,

profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan

kepadanya”.7

5 Bisyri Mustofa, Mitra Sejati, (Surabaya: Maktabah Muhammad Nabhan, t.t.), hlm. 8. 6 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 32. 7 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003…, hlm. 25-26.

Page 14: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

4

Di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2005 tentang guru dan dosen

pada Bab I Pasal 1 ayat 1 juga disebutkan “guru adalah pendidik profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,

menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.8

Dari uraian pengertian tersebut dapat dipahami bahwa peran, tugas dan

tanggung jawab guru tidaklah ringan dan tidak hanya sebatas pada tugas

berangkat ke sekolah, menyampaikan materi dan kembali ke rumah. Namun

tugas, peran dan tanggung jawabnya dipertegas dengan keharusan mempunyai

sikap profesional dalam praktek proses kegiatan belajar mengajar yang

melingkupi mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,

serta mengevaluasi.

Kegiatan proses belajar mengajar mengandung serangkaian hubungan

timbal balik antara pendidik dan peserta didik yang berlangsung pada situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi tersebut merupakan syarat

utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar, interaksi dalam proses

belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas. Hal ini bukan hanya

menyampaikan pesan berupa materi pelajaran, melainkan penanaman sikap dan

nilai dari diri anak didik (murid) yang sedang belajar.9

Pendidikan tidak bisa lepas dari kegiatan proses belajar mengajar karena

di dalam pendidikan mengandung serangkaian hubungan timbal balik antara

pendidik (guru) dan anak didik (murid) yang berlangsung untuk mencapai

tujuan tertentu. Proses belajar mengajar mempunyai arti yang lebih luas, tidak

hanya berarti menyampaikan pesan berupa materi pelajaran atau ketrampilan,

melainkan penanaman sikap.

Pada hakikatnya proses belajar mengajar juga disebut sebagai proses

interaksi edukatif yang mengandung norma, semua norma itulah yang harus

8 Undang-Undang RI No. 15 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), hlm. 3. 9 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

2000), hlm 1.

Page 15: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

5

ditransfer kepada anak didik.10 Belajar dan mengajar merupakan dua proses

yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Dua kegiatan tersebut menjadi

terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi guru dengan anak didik,

atau anak didik dengan anak didik pada saat pembelajaran itu berlangsung.

Inilah makna belajar dan mengajar sebagai suatu proses interaksi guru dengan

peserta didik. Sebagai makna utama, proses pembelajaran memegang peranan

penting untuk mencapai tujuan pendidikan yang efektif.11

Di dalam proses pembelajaran agama Islam, guru merupakan salah satu

komponen pembelajaran dan juga sebagai salah satu faktor penentu

keberhasilan pendidikan. Guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar, tetapi

juga berperan dalam usaha pembentukan watak, tabiat, maupun pengembangan

sumber daya yang dimiliki oleh anak didik. Untuk itu peran guru tidak hanya

terbatas pada peran sebagai pengajar yang hanya transfer of knowledge

(memindahkan pengetahuan) dan transfer of skill (menyalurkan ketrampilan)

saja, tetapi peran keaktifannya diharapkan mampu mengarahkan, membentuk

dan membina sikap mental anak didik atau murid ke arah yang lebih baik,

sehingga pada peran yang ketiga ini guru diharapkan untuk dapat transfer of

value (menanamkan nilai-nilai).12 Baik peran itu terjadi dalam proses

pendidikan secara langsung (di sekolah) maupun tidak secara langsung (di

lingkungan masyarakat).

Dalam paradigma Jawa, kata guru diidentikkan dengan gu berarti

“digugu” dan ru yang berarti “ditiru”. Dikatakan digugu (dipercaya) karena

guru mempunyai seperangkat ilmu yang memadai, yang karenanya ia memiliki

wawasan dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan

ditiru (diikuti) karena guru mempunyai kepribadian yang utuh, yang karenanya

segala tindak-tanduknya patut dijadikan panutan dan suri tauladan oleh anak

didiknya.

10 Djamarah, Guru dan Anak Didik…, hlm. 11.

11 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2009), hlm. 40.

12 A. Qodri A. Azizy, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial (Mendidik

Anak Sukses Masa Depan Dan Bermanfaat), (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2003), hlm. 19.

Page 16: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

6

Dewasa ini dunia pendidikan dihadapkan pada berbagai persoalan,

persoalan itu dapat dilihat dari mulai banyaknya kenakalan anak didik seperti

tawuran antar pelajar, penyalahgunaan narkoba dan kenakalan-kenakalan

lainnya. Hal ini lebih diperparah lagi dengan hadirnya persoalan-persoalan

yang justru datang dari seorang guru sendiri. Misalnya pada tahun 1997, di

salah satu SDN Pati, seorang ibu guru kelas IV menghukum murid-murid yang

tidak mengerjakan PR dengan menusukkan paku yang dipanaskan ke tangan

anak didiknya. Di Surabaya, seorang guru olahraga menghukum siswa yang

terlambat datang ke sekolah dengan menghukum berlari beberapa kali putaran,

tetapi karena fisiknya yang lemah, siswa yang dihukum tersebut akhirnya

meninggal. Di Yogyakarta, pada 22 April 2002, ketika diadakan peringatan

Hari Kartini di salah satu SMUN, seorang siswa, karena tidak berbusana

‘kartinian’ ditelanjangi dihadapan rekan-rekannya hingga tinggal memakai

celana dalamnya saja.13 Ada juga kasus guru yang menempeleng anak

didiknya, guru mogok mengajar dan kasus lainnya.

Demikian rapuhkah pendidikan di negeri ini hingga aksi-aksi atau kasus-

kasus semacam itu cenderung terus meningkat dan masih sering terjadi sampai

sekarang. Padahal jika saja seorang guru tahu apa yang seharusnya dia perbuat

dan kerjakan sebenarnya kejadian-kejadian itu tidak perlu harus terjadi, apalagi

kejadian itu terjadi di lingkungan pendidikan atau sekolah yang sepatutnya cara

penyelesaiannya dengan cara yang edukatif pula.

Sebenarnya jika dilihat dan dicermati dari semua kasus yang terjadi ini

adalah karena etika dasar yang telah ditanamkan oleh guru-guru terdahulu kini

telah mulai sirna, banyak orang yang lupa bahwa mencari ilmu dan

mengajarkan ilmu adalah pekerjaan suci dan mulia. Lebih-lebih lagi apabila

yang diajarkan adalah tentang ilmu agama. Dalam Islam ilmu adalah cahaya

Ilahi sehingga harus ditempuh pula dengan jalan yang luhur pula (etika) dalam

mencapainya, baik jalan itu adalah jalan yang harus ditempuh oleh anak didik

maupun oleh guru. Andai saja kasus-kasus semacam itu terus ada, tentu ilmu

13 Abd. Rahman Assegaf, Pendidikan Tanpa Kekerasan, Tipologi Kondisi, Kasus dan

Konsep, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), hlm 2.

Page 17: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

7

manfaat yang menjadi dambaan setiap pencari ilmu maupun yang

mengajarkannya tidak mungkinlah dapat diperoleh keduanya, malah sebaliknya

menjadi ghoiru nafi’.

Kedudukan etika dalam Islam dipandang sangat penting, karena etika

merupakan pengamalan dari ilmu, etika juga dipandang sebagai media efektif

penerimaan nur Ilahi dan sarana mencapai ilmu manfaat. Syekh Al Zarnuji

dalam kitab Ta’limul Mutallimnya menyebutkan bahwa setiap maksiat yang

dilakukan menjadi salah satu penyebab sulitnya ilmu masuk dalam hati

seseorang dan dari tercapainya ilmu manfaat. Karena ilmu pada dasarnya

adalah nur yang ditancapkan Allah kedalam hati, sedang maksiat justru

memadamkan cahaya itu.14

Dalam pendidikan Islam anak didik (murid) merupakan mitra kerja

dalam kebaikan yaitu bersama mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan.

Dalam konsep Islam, anak didik dan pengajar (guru) harus memperhatikan

beberapa aturan yang bersifat akhlaki agar memperoleh ilmu dan kemanfaatan

ilmunya.

Adapun diantara beberapa karya tentang etika dalam bidang pendidikan

yang telah ada di Indonesia dan masih eksis ada sampai saat ini adalah kitab

karya KH. Hasyim Asyari yang berjudul Adabul ‘Alim Wal Muta’allim yang

juga turut memberi pengaruh dalam menanamkan nilai etika pada perilaku

anak didik (murid) maupun guru khususnya dan pendidikan Islam di Indonesia

pada umumnya.

Sehubungan dengan adanya persoalan tersebut maka dirasa perlu adanya

pembahasan tentang etika yang menyangkut keseluruhan aspek yang

menyangkut nilai perilaku atau etika anak didik maupun guru, namun jika

melihat karya-karya yang sudah ada dan kebanyakan hanya memfokuskan

pada etika murid terhadap guru. Maka dalam Skripsi ini penulis tertarik untuk

membahas tentang perilaku atau etika, dengan memfokuskan pada pembahasan

perilaku atau etika guru dalam proses belajar mengajar menurut KH. Hasyim

Asyari dalam kitabnya yang berjudul Adabul ‘Alim Wal Muta’allim.

14 Syeikh Al Zarnuji, Ta’limul Muta’allim, (Semarang: Pustaka Alawiyah, t.t.), hlm. 42.

Page 18: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

8

Dari uraian diatas, muncul sebuah gagasan untuk menyusun sebuah karya

ilmiah dengan tema yang menyoroti perilaku atau etika seorang guru dalam

proses belajar mengajar, oleh karena itu penulis memilih skripsi dengan judul

“ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR AGAMA

ISLAM MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI DALAM KITAB ADABUL

‘ALIM WAL MUTA’ALLIM”.

B. Penegasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman judul skripsi ini, maka penulis perlu

memberikan pengertian dari istilah-istilah yang digunakan dalam judul skripsi

ini.

1. Etika Guru

Etika menurut Zainudin Ali merupakan “kata yang berasal dari bahasa

Yunani yang berarti adat kebiasaan. Hal ini berarti sebuah tatanan perilaku

berdasarkan suatu sistem nilai dalam masyarakat tertentu”.15 Dalam Kamus

besar Bahasa Indonesia etika diartikan “ilmu tentang apa yang baik dan apa

yang buruk dan tentang hak dan kewajiban (moral).”16

Sedangkan pengertian tentang guru atau pendidik menurut tokoh

barat antara lain dikemukakan oleh Pollios and James D. Young ia

mengatakan bahwa :

The teacher is “learned” he should know more than his student however,

he re cognizes that he does not know everything, and he is mainly mistake,

he is human. The teacher should be objective but the teacher, student

relationship is so close that it of ten may be difficult to be objective.17

Guru adalah pengajar dia harus tahu lebih banyak dari pada

muridnya akan tetapi dia tidak mengakui bahwa dia tidak tahu sesuatu dan

disebagian besar adalah pelajar. Guru adalah contoh bagi muridnya, dia juga

15 Zainudin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm 29.

16Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 383. 17 Earl V Pullias and James D young. Teacher is many things (USA. Faw cett. 1968) Hlm.

14

Page 19: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

9

membuat kesalahan. Dia adalah objektif, tetapi hubungan antara guru dan

murid juga dekat mungkin sulit objektif.

Adapun yang dimaksud dengan etika dalam skripsi ini adalah segala

suatu yang berkaitan dengan norma, perilaku, perbuatan, kepribadian guru,

baik dalam praktek kegiatan belajar mengajar maupun di lingkungan

masyarakat.

2. Proses Belajar Mengajar

Proses menurut Muhibbin Syah adalah “kata yang berasal dari bahasa

latin processus yang berarti berjalan kedepan. Kata ini juga mempunyai

konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran

atau tujuan”.18

Belajar menurut Muhibbin Syah berarti “tahapan perubahan seluruh

tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan

interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.19 Suprijanto

mengartikan bahwa “proses kegiatan belajar adalah proses yang dilakukan

oleh anak didik atau murid dan kegiatan mengajar adalah kegiatan yang

dilakukan oleh guru, pendidik atau pembimbing”.20

Jadi proses belajar mengajar dalam skripsi ini maksudnya adalah

keterpaduan proses interaksi antara pendidik (guru) dan anak didik (murid)

yang diarahkan untuk mengubah tingkah laku anak didik melalui

pengalaman belajar yang dilakukan oleh pendidik (guru).

3. Agama Islam

Agama Islam yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Pendidikan

agama Islam. Menurut Marimba “pendidikan agama Islam adalah

bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap

18 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Suatu pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja

Rosda Karya, 1995), hlm. 113. 19 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan…, hlm. 92.

20 Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa: dari Teori Hingga Aplikasi, (Jakarta: Bumi

Aksara, 2008), hlm. 39.

Page 20: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

10

perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya

kepribadian yang utama.”21

Adapun jika digabungkan antara rangkaian kata etika guru dalam

proses belajar mengajar agama Islam yang dimaksud dan ditekankan dalam

pembahasan dalam skripsi ini adalah segala etika, tingkah laku atau perilaku

guru yang berkaitan dengan norma-norma yang berlangsung dalam proses

kegiatan belajar anak didik dan memberi pengajaran Agama Islam pada

anak didik. Atau etika keterpaduan guru dalam proses interaksi antara

pendidik (guru) dan anak didik (murid) yang diarahkan untuk mengubah

tingkah laku anak didik melalui pengalaman belajar yang dilakukan oleh

pendidik (guru). Di dalam skripsi ini penulis mengambil dan menekankan

pembahasan yang ada dalam kitab karangan KH. Hasyim Asy’ari sebagai

acuan sumber berfikir pokok (primer).

C. Rumusan Masalah

Berangkat dari kerangka dan latar belakang masalah diatas, maka

muncul beberapa permasalahan yang menjadi acuan pembahasan sebagai yaitu

bagaimana etika guru dalam proses belajar mengajar agama Islam menurut

KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam

penelitian ini adalah untuk mengetahui etika guru dalam proses belajar

mengajar agama Islam menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim

Wal Muta’allim.

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Dari penelitian skripsi ini, maka secara teoritis diharapkan akan

diperoleh pengetahuan, pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang etika guru

21 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al Ma’arif, 1989),

hlm. 19.

Page 21: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

11

dalam proses belajar mengajar Agama Islam dalam kitab Adabul ‘Alim Wal

Muta’allim.

2. Manfaat Praktis

Setelah manfaat secara teoritis dari skripsi ini diperoleh, maka

manfaat praktisnya diharapkan akan dapat dijadikan tuntunan atau sumber

informasi bagi guru dan murid dalam rangka mengupayakan untuk

mencapai tujuan pendidikan yang optimal, baik di dalam maupun diluar

proses belajar- mengajar.

E. Kajian Pustaka

Topik dan kajian tentang pendidikan sejak dulu sampai sekarang terus-

menerus diperhatikan, baik di kalangan pakar ilmu pendidikan, maupun

praktisi pendidikan. Perhatiannya ini tidak dapat dilepaskan dari peran

pentingnya pendidikan itu sendiri. Dasar pertimbangan utama dan bersifat

umum adalah berupa belajar dan mengajar berlangsung secara interaktif yang

melibatkan berbagai komponen yang saling konsisten satu dengan yang lainnya

untuk mencapai tujuan pendidikan.

Pertama Skripsi Musarmadan yang berjudul Ahklak guru dan murid

dalam perspektif pendidikan Islam (studi atas pemikiran K.H Hasyim Asy’ari

dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’alim). Dalam skripsi ini, penulis hanya

memfokuskan tindakan murid kepada guru yang berkaitan dengan akhlak, dari

sisi guru penulis sama sekali tidak menyinggung kecuali sedikit.22

Kedua buku Drs. Sya’roni, M. Ag “Model Relasi Ideal Guru dan Murid,

Telaah atas pemikiran Al-Zarnuji dan KH. Hasyim Asy’ari”, berisi tentang dua

hal penting yang berkaitan dengan pemikiran keduanya yaitu pola hubungan

atau relasi antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar, dimana antara

Al-Zarnuji dan KH Asy’ari sama-sama memposisikan guru begitu terhormat

sebagai ‘alim, wara’ shalih dan sekaligus sebagai uswah. Adapun letak

perbedaan pemikiran antara keduanya dalam buku ini dijelaskan yaitu terletak

22Musarmadan, Ahklak Guru dan Murid dalam Perspektif Pendidikan Islam (studi atas

pemikiran K.H Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul Alim wal Muta’alim), (Semarang: IAIN

Walisongo, 2006).

Page 22: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

12

pada bagaimana cara keduanya memposisikan guru dan murid, dalam

pandangan al-Zarnuji guru diposisikan sebagai orang yang dipatuhi dan murid

sebagai orang yang harus mematuhi dalam bentuk apapun, sebagai manifestasi

bentuk etika penghormatan murid terhadap guru. Sedangkan KH. Hasyim

Asy’ari yang sudah memasuki dalam tataran fase dunia modern memposisikan

guru dan murid sebagai orang yang sama sehingga dalam hal ini terjadi yang

namanya relasi kesederajatan (equality). Sebagai dampaknya, maka bukan saja

murid yang dituntut untuk berakhlak atau beretika, akan tetapi guru juga harus

mematuhi etika sehingga balancing antara keduanya.23

Ketiga tulisan Drs. H. Muhammad Ali, “Guru Dalam Proses Belajar

Mengajar”, berisi tentang peran dan fungsi guru dalam proses belajar-

mengajar, dengan tujuan membantu para guru atau calon guru dalam

memahami persoalan keguruan yang dihadapi sehari-hari. Dalam buku ini,

penulis juga tidak menemukan mengenai bagaimana seharusnya guru dalam

memberikan contoh untuk berperilaku yang baik sebagai landasan bagi siswa

untuk menjadi manusia yang baik.24

Keempat, buku yang berjudul “Akhlak Pesantren Solusi Bagi Kerusakan

Akhlak” yang ditulis oleh Tamyiz Burhanuddin. Dalam buku ini dikupas

metode pendidikan akhlak yang telah diterapkan di pesantren. Metode tersebut

berasal dari kitab Ta’lim Al-Muta’alim karya Syekh Al Zarnuji yang diadaptasi

oleh KH. Hasyim Asy’ari kemudian melahirkan karya yang berjudul Adabul

’Alim Wal Muta’allim yang menjadi acuan dasar bagi pendidikan akhlak di

pesantren-pesantren. Selain itu, buku ini sebagai telaah terhadap kitab Adabul

’Alim Wal Muta’allim yang menekankan pada aspek pendidikan santri di

pondok pesantren secara khusus.25

Kelima buku yang berjudul menjadi Guru favorit karya Asep Umar

Fakhruddin. Dalam buku ini dijelaskan mengenai kiat-kiat agar menjadi

23 Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid, Telaah atas Pemikiran al-Zarnuji dan

KH. Asy’ari, (Yogyakarta: Teras, 2007). 24 Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Penerbit Sinar Baru

Algesindo, 2007). 25 Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren Solusi Bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta:

Ittaqa Press, 2001).

Page 23: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

13

seorang untuk dapat menjadi guru favorit bagi anak didik, yaitu sebagai guru

yang patut diteladani digugu dan ditiru, baik secara Inteligensia (IQ),

kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritualnya (SQ). Diantaranya

juga menjelaskan bagaimana agar guru dapat mengemban amanah besar

sebagai pendidik baik secara teoritis (akademis) dan sekaligus praktis

(praktis).26

Untuk membedakan skripsi ini dengan skripsi yang lain, maka penulis

memfokuskan pada aspek guru, khususnya tentang etika guru dalam proses

belajar mengajar agama Islam, mengingat banyaknya skripsi-skripsi atau

penelitian lain yang telah membahas tentang kewajiban beretika hanya khusus

bagi anak didik terhadap guru dan sedikit sekali yang memperhatikan dari segi

etika guru terhadap murid. Selain itu penulis mengambil kitab Adabul ‘Alim

Wal Muta’allim sebagai rujukan dalam pembuatan skripsi ini karena penulis

tertarik dengan gagasan dan pemikiran KH. Hasyim Asy’ari, dimana beliau

merupakan salah satu tokoh yang mempunyai pandangan jauh tentang konsep

pendidikan dengan mementingkan nilai-nilai etika sebagai dasar pendidikan

Islam.

F. Metode Penelitian

Pada dasarnya penelitian merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan

dengan cara sistematik dan terencana untuk menyelesaikan suatu masalah,

untuk itu dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan beberapa cara dalam

mengkajinya, adapun cara itu meliputi sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis library

research atau studi pustaka yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan

dengan metode pengumpulan data pustaka.27 Atau penelitian kepustakaan

murni yang terkait dengan obyek penelitian.

26 Asep Umar Fakhruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jakarta: PT. Grasindo, 1999).

27 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),

hlm. 3.

Page 24: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

14

2. Metode Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan skripsi

ini, penulis menggunakan metode dokumentasi sebagai cara untuk

mengumpulkan data peninggalan tertulis, Seperti arsip-arsip, teori, buku,

surat kabar, majalah yang berhubungan dengan pokok penelitian.28 Langkah

yang ditempuh adalah mencari tahu atau mengumpulkan data-data tertulis

sesuai dengan pembahasan. Adapun sumber datanya meliputi:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari

subyek penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Data ini disebut

juga dengan data tangan pertama.29 Atau data yang langsung berkaitan

dengan obyek riset. Sumber data dalam penelitian ini adalah kitab Adabul

‘Alim Wal Muta’allim karya KH. Hasyim Asy’ari.

b. Sumber Data Sekunder

Adapun sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat

pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek

penelitiannya.30 Dalam hal ini data sekundernya adalah buku-buku yang

mendukung penulis untuk melengkapi isi serta interpretasi dari kitab

maupun buku dari sumber data primer.

3. Metode Analisis Data

Metode analisis ini digunakan untuk menganalisis data yang berhasil

dihimpun, karena kajian ini bersifat kualitatif literer murni, maka analisis

yang digunakan adalah metode analisis deskriptif. Dimana data yang telah

terkumpul kemudian dianalisis secara non statistik. Metode deskriptif yaitu

usaha untuk mendeskripsikan apa yang ada, pendapat yang sedang tumbuh.

28 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 181.

29 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 91.

30 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian…, hlm. 91.

Page 25: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

15

Prosedur yang ada sedang berlangsung yang telah berkembang.31

Selanjutnya dianalisis dengan metode Interpretasi yang berarti menyusun

dan merakit atau merangkai unsur-unsur data yang ada dengan cara yang

baru.32 Metode ini digunakan dalam rangka untuk memperoleh arti dan

makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang

dilakukan.33 Metode ini digunakan setelah penulis membaca karangan KH.

Hasyim Asy’ari dan menangkap gagasan beliau lewat pemikiran dalam

kitabnya Adabul ‘Alim Wal Muta’allim dan berusaha menyusun dan

menuangkan kembali ide pemikiran beliau lewat interpretasikan data yang

baru.

Dengan adanya metode analisis ini, maka langkah yang ditempuh

untuk menyajikan fakta-fakta dan data secara sistematis dapat lebih

mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Metode-metode ini juga sangat

urgen untuk mengetahui kerangka berpikirnya KH. Hasyim Asy’ari

khususnya tentang etika guru dalam proses belajar mengajar dalam kitab

Adabul ‘Alim Wal Muta’allim .

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memperoleh pembahasan yang sistematis dan konsisten serta

dapat menunjukkan gambaran yang utuh dalam skripsi ini, maka penulis

menyusun dengan sistematika penulisan yang berisi sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan. Dalam bab ini akan dibahas beberapa hal

seperti, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan skripsi,

penjelasan kata kunci, telaah pustaka, metode penulisan skripsi dan sistematika

penulisan skripsi.

Bab II berisi tinjauan umum tentang etika guru dalam proses belajar

mengajar agama Islam. Dalam bab ini akan dibahas tentang : Tinjauan etika

31 Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1982),

hlm 119. 32 S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1992), hlm.

127. 33 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2009), hlm. 151.

Page 26: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

16

meliputi: Pengertian Etika dan guru, kode etik guru dalam Islam. Guru dalam

perspektif pendidikan Islam dan kedudukan etika guru dalam proses belajar

mengajar Islam.

Bab III berisi tentang biografi KH. Hasyim Asy'ari. Pertama, sesuatu

yang berkaitan dengan penulis yaitu biografi K.H. Hasyim Asy’ari, latar

belakang pendidikan, amal dan perjuangan, serta karya-karya beliau. Kedua,

tentang isi kitab Adabul Alim Wal Muta’allim, yang meliputi: latar belakang

penyusunan, sistematika pembahasan, isi kitab, etika guru terhadap murid

dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim.

Bab IV membahas tentang relevansi etika guru dalam proses belajar

mengajar menurut KH. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul ‘Alim Wal

Muta’allim. Dalam bab ini akan dibahas poin-poin sebagai berikut: (1) Analisis

Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tentang Etika Guru dalam Proses Belajar

Mengajar Dalam Pendidikan. (2) Kontribusi Konsep Etika Guru dalam Proses

Belajar Mengajar serta Relevansi dengan Sistem Pembelajaran Saat Ini. (3)

Tujuan Pendidikan dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim.

Bab V adalah Penutup. Bab ini merupakan bab terakhir yang meliputi:

Kesimpulan, saran-saran dan penutup. Dalam bagian terakhir skripsi, penulis

melengkapi dengan daftar pustaka, dan daftar riwayat hidup.

Page 27: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

17

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ETIKA GURU

DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR AGAMA ISLAM

A. Guru dalam Perspektif Islam

Guru diyakini menempati posisi kunci dalam pendidikan. Guru atau

pendidik juga merupakan sosok yang akan memberi pengaruh kepada murid

atau anak didiknya. Karena itu, seorang guru atau pendidik haruslah orang

yang dapat digugu dan ditiru sebagai panutan baik dari segi pribadi, ilmu dan

tingkah lakunya. Adapun guru yang ideal seharusnya memiliki kualifikasi-

kualifikasi tertentu, baik menyangkut jasmani, etika atau akhlak maupun

keilmuannya.

Selain itu walaupun tidak memberikan pengertian secara jelas tetapi Al-

Zarnuji salah seorang tokoh pendidikan klasik menggambarkan bahwa seorang

guru atau pendidik haruslah A’lam (menguasai materi), Arwa’ (memiliki

kematangan emosional) dan Al asan (berpengetahuan). Oleh karena itu dalam

hal ini beliau menyarankan agar para pencari ilmu mencari guru atau pendidik

yang mempunyai kualifikasi tersebut.1

Kata guru atau pendidik dalam bahasa Indonesia berarti orang yang

mengajar, dalam bahasa Arab antara lain disebut Mu’allim, artinya orang yang

banyak mengetahui dan juga mengandung makna bahwa seorang guru dituntut

untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu yang diajarkannya, serta menjelaskan

dimensi teoritis dan praktisnya serta membangkitkan anak didik untuk

mengamalkannya.2 Kata mu’allim ini biasanya digunakan para ahli pendidikan

sebagai sebutan untuk guru. Selain itu juga terdapat istilah yang juga berarti

guru atau pendidik seperti, mudarris, muaddib, murabbiy, ustadz, Syaikh atau

mursyid (sebutan untuk guru tasawuf), dan juga kyai. Dalam sejarah peradaban

Islam klasik telah mencatat banyak istilah yang dipakai untuk kata guru atau

1 Syeikh Al Zarnuji, Ta’limul Muta’allim, (Semarang: Pustaka Alawiyyah, t.t.), hlm. 13.

2 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 210.

Page 28: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

18

pendidik. Keberagaman istilah itu, di satu sisi menunjukkan tingkatan pendidik

itu sendiri. Namun disisi lain juga dapat menggambarkan spesialisasinya.3

Dalam Al-Qur’an sebutan untuk guru atau pendidik lebih banyak lagi

disebutkan, seperti: al-’Alim atau Ulama, Ulul ’Ilmi, Ulul al-Bab, Ulul Abshar,

al-Mudzakir, al-Muzakki, dan al-Murabbi yang kesemuanya tersebar pada

ayat-ayat al-Qur’an. Sementara dalam al-Hadits kata pendidik antara lain

disebut dengan istilah ’Alim, seperti dalam hadits yang artinya:

)رواM ا=IارKG( اCE=CHIJ اوCE5D7G اوCDE7FG وA@?< ا=>ا:9 45678

“Jadilah orang yang ’alim (guru atau pendidik), atau orang yang belajar, atau pendengar (ilmu), dan jangan menjadi orang yang keempat (orang yang tidak memilih salah satu posisi tersebut) maka kamu akan binasa”.4 Guru atau pendidik adalah figur orang yang mempunyai kedudukan

terhormat dan juga mulia. Hal ini sebagaimana ungkapan al-Ghazali, “Makhluk

yang paling mulia di kerajaan langit adalah manusia yang mengetahui,

mengamalkan dan mengajar. Ia seperti matahari yang menerangi dirinya dan

orang lain…” Dari pernyataan tersebut dapat dipahami betapa besar dan

pentingnya profesi guru atau pendidik dibandingkan dengan profesi yang lain.

Pendidik menjadi perantara antara manusia, dalam hal ini anak didik- dengan

penciptanya, yakni Allah SWT. sehingga bisa dikatakan tugas pendidik sama

seperti tugas para utusan Allah. Rasulullah, sebagai Mu’allimul Awwal fil Islam

(pendidik pertama dalam Islam) telah mengajarkan ayat-ayat Allah kepada

manusia, menyucikan jiwa dari dosa, menjelaskan yang baik dan buruk, yang

halal dan haram dan berbagai tentang ajaran bermasyarakat. Dengan demikian

secara umum tugas pendidik adalah sama dengan tugas para Rasul.5

Tugas guru atau pendidik tidak hanya mengajarkan ilmunya kepada, anak

didiknya saja, tetapi dia juga bertanggung jawab memberi petunjuk kepada

anak didik dalam meniti kehidupan, membekalinya dengan budi pekerti, etika,

akhlak, dan lain-lain yang berguna bagi kehidupannya kepada manusia. Oleh

3 Misbahul Huda, ”Profil dan Etika Pendidik dalam Pandangan Pemikir Pendidikan Islam Klasik”, Religia, (vol. II, No. 2 Oktober/ 1999), hlm. 106.

4 Hadis Riwayat ad Darimi, Sunan Ad Darimi, (Dar al-Fikr: Mesir, tt), hlm. 79.

5 Fuad Asy Syalhub, Guruku Muhammad, (Jakarta: Gema Insani Press, 2006), hlm. ix.

Page 29: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

19

karena begitu besar dan pentingnya posisi guru atau pendidik, Moh. Athiyah

al-Abrasy berpendapat tentang sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pendidik

dalam mengemban tugasnya, sebagai berikut: zuhud, tidak mengutamakan

materi, bersih tubuhnya, jauh dari dosa, bersih jiwanya, tidak riya, tidak

dengki, ikhlas, pemaaf, mencintai dan memikirkan anak didik seperti mencintai

dan memikirkan anaknya, mengetahui tabiat anak didik dan menguasai materi.6

B. Tinjauan Umum tentang Etika Guru

1. Pengertian Etika dan Guru

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethichos” berarti adat kebiasaan,

disebut juga dengan moral, dari kata tunggal mos, dan bentuk jamaknya

mores yang berarti kebiasaan, susila.7 Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia

etika berarti “ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang

hak dan kewajiban (moral)”.8 Dalam perkembangan selanjutnya kata etika

lebih banyak berkaitan dengan ilmu filsafat. Oleh karena itu standar baik

dan buruknya adalah akal manusia.9

Menurut Raziel Abelson dalam Suparman Syukur Etika Religi

menjelaskan bahwa ”istilah etika juga sering digunakan dalam tiga

perbedaan yang saling terkait, pertama merupakan pola umum atau jalan

hidup, kedua seperangkat aturan atau “kode moral”, dan ketiga penyelidikan

tentang jalan hidup dan aturan-aturan perilaku”.10

Berbicara tentang etika dalam Islam tidak dapat lepas dari ilmu akhlak

sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan agama Islam. Oleh karena itu

etika dalam Islam dapat dikatakan identik dengan ilmu akhlak, yaitu ilmu

tentang keutamaan-keutamaan dan bagaimana cara mendapatkannya agar

6 Athiyyah Al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah Wa Falasifatuha, hlm. 136-138. 7 Zainudin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 29.

8 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. 4, hlm 383.

9 Zainudin Ali, Pendidikan Agama Islam, hlm. 29.

10 Suparman Syukur, Etika Religius, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 1.

Page 30: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

20

manusia berhias dengannya, dan ilmu tentang hal-hal yang hina dan

bagaimana cara menjauhinya agar manusia terbebas darinya. Oleh karena itu

etika dalam islam juga sering disebut sebagai falsafah akhlaqiyyah.11 Selain

kata akhlak, dalam Islam etika juga sering disebut dengan kata adab yang

berarti perilaku atau sopan santun, atau juga disebut “kehalusan dan

kebaikan budi pekerti atau kesopanan dan akhlak”.12 Adab sendiri juga

berarti pengetahuan yang mencegah manusia dari kesalahan-kesalahan

penilaian.13

Namun secara substantif sebenarnya apa yang disebut dengan etika,

moral, akhlak dan adab mempunyai arti dan makna yang sama, yaitu

sebagai jiwa (ruh) suatu tindakan, dengan tindakan itu perbuatan akan

dinilai, karena setiap perbuatan pasti dalam prakteknya akan diberi predikat-

predikat sesuai dengan nilai yang terkandung dalam perbuatan itu sendiri,

baik predikat right (benar) dan predikat wrong (salah). Adapun hal yang

membedakan antara etika, moral, akhlak dan adab yaitu terletak pada

sumber yang dijadikan patokan untuk menentukan baik buruk. Jika dalam

etika penilaian baik buruk berdasarkan akal pikiran, moral berdasarkan

kebiasaan umum yang berlaku umum dimasyarakat, maka pada akhlak dan

adab ukuran yang digunakan untuk menentukan baik buruk adalah Al Qu’an

dan Hadis.14

Adapun berikut merupakan pengertian dari istilah guru atau pendidik

dalam bidang pendidikan:

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “guru adalah orang yang

pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar”.15

11 Suparman Syukur, Etika Religius, hlm. 3.

12 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 6.

13 Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,2009), hlm. 12.

14 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm. 97.

15 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 337.

Page 31: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

21

Dalam pengertian yang sederhana, Syaiful Bahri Djamarah

menjelaskan “guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan

kepada peserta didik. Dalam pandangan masyarakat, guru adalah orang yang

melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga

formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau atau di mushalla, di rumah dan

sebagainya”.16

Asep Umar Fahruddin dalam bukunya menjadi guru favorit, memberi

makna “guru merupakan profesi atau jabatan yang memerlukan keahlian

khusus”. 17 Ini berarti guru bertanggung jawab sesuai dengan profesi dan

jabatan dalam membimbing anak untuk mencapai kedewasaannya.

Menurut Undang-undang Guru dan Dosen, “guru adalah pendidik

profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,

mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada

pendidikan anak usia dini lajur pendidikan formal, pendidikan dasar dan

pendidikan menengah”.18

Dari beberapa uraian yang menjelaskan tentang pengertian guru atau

pendidik adalah seseorang yang menyampaikan ilmu atau pengetahuan

kepada seseorang murid atau pelajar seperti yang diketahui sebagian orang,

adapun tugas seorang guru adalah menambahkan kecerdasan anak,

mengembangkan akhlak mereka. Melatih dalam kemampuan dalam bekerja,

menebar kasih sayang kepada seluruh alam, serta mengenalkan kepada

masyarakat untuk itu tugas adalah memberi penjelasan dan petunjuk bagi

para muridnya. Dan selanjutnya dari pengertian etika dan guru dapat

diketahui dan disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan etika guru adalah

segala suatu yang berkaitan dengan norma, perilaku, perbuatan, kepribadian

guru, baik dalam praktek kegiatan belajar mengajar maupun di lingkungan

masyarakatnya.

16Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:

Rineka cipta, 2000), hlm. 31.

17 Asep umar Fahruddin, Menjadi Guru Favorit, (Jogjakarta: Diva Press. 2010), hlm. 73.

18 Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 3.

Page 32: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

22

2. Kode Etik Guru dalam Islam

Dalam sejarah pendidikan Islam, guru merupakan orang yang

mempunyai status yang terhormat dalam masyarakat, mempunyai wibawa

sangat tinggi dan dianggap sebagai orang yang serba tahu. Peranan guru saat

itu tidak hanya sebatas pada mendidik anak didik di dalam kelas, tetapi juga

mendidik masyarakat. Namun status dan kewibawaan guru kini mulai

memudar sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan

teknologi. Ironisnya memudarnya status dan kewibawaan guru tersebut

kurang lebihnya banyak ditimbulkan oleh pribadi guru sendiri, seperti

buruknya perilaku, etika dan kualitas kepribadian dan juga kurangnya

kemampuan guru dalam hal kompetensi yang dimilikinya.

Untuk menanggulangi agar tidak terjadi permasalahan yang kurang

baik terhadap guru dan profesi keguruan, maka untuk menjamin mutu dan

kualitas guru dalam melaksanakan profesinya harus terdapat kode etik,

karena kode etik suatu profesi merupakan norma-norma yang harus

diindahkan dan dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugas

profesinya dan dalam hidupnya dimasyarakat.19 Dalam pendidikan Islam

kode etik guru atau pendidik merupakan norma-norma yang mengatur

hubungan kemanusiaan antara pendidik dan anak didik, orang tua anak

didik, koleganya serta dengan atasannya.20 Sedangkan dalam Kode Etik

Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh

guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam

melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan

warga negara.

Berkaitan dengan kode etik guru, para ulama’ juga mengemukakan

pendapatnya, diantaranya adalah Al-Ghazali, beberapa batasan kode etik

yang harus dimiliki dan dilakukan seorang guru atau pendidik menurut

beliau. Hal ini juga sebagai landasan dasar etika-moral bagi para guru atau

pendidik. Gagasan-gagasan tersebut antara lain sebagai berikut:

19 Soetjipto, et.al., Profesi keguruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm. 30.

20 Abdul Mujib, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 97.

Page 33: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

23

1. Seorang guru haruslah orang yang sayang kepada anak didik, serta

menganggap mereka seperti anak sendiri, jika ia ingin berhasil dalam

menjalankan tugasnya.

2. Guru haruslah orang yang meneladani perilaku Nabi. Mengingat sosok

guru merupakan orang yang mewarisi Nabi. Baik mewarisi ilmu dan juga

dalam menjalankan tugasnya, guru atau pendidik harus memposisikan

diri seperti para Nabi, yakni mengajar dengan ikhlas mencari kedekatan

diri kepada Allah SWT.

3. Guru sebagai Pembimbing bagi anak didik hendaklah dapat memberi

nasihat mengenai apa saja demi kepentingan masa depan muridnya.

4. Guru sebagai figur sentral bagi anak didik, hendaklah tidak henti-

hentinya memberi nasihat kepada anak didik untuk tulus, serta mencegah

mereka dari etika dan akhlak yang tercela.21

Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut dalam bahasa yang berbeda,

Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi menerangkan kode etik sebagai berikut:

1. Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang guru atau

pendidik, sehingga ia menyayangi anak didiknya seperti anaknya sendiri.

2. Adanya komunikasi yang aktif antara guru atau pendidik dan anak didik

dalam interaksi belajar mengajar.

3. Memperhatikan kemampuan dan kondisi anak didiknya, dan

kemampuan.22

Berkaitan dengan kode etik guru dalam menjalankan tugasnya, faktor

yang amat penting yang perlu dimiliki oleh pendidik adalah etika atau

akhlaknya, diantara dari etika atau akhlak itu adalah niat yang tulus karena

Allah. Muhyiddin Al-Nawawi menjelaskan “agar dalam kegiatan

pengajarannya hanya dimaksudkan Wajhillah dan tidak dimaksudkan untuk

mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, seperti memperoleh harta, kedudukan,

21 Al Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, terj. Abdul Rosyad Shiddiq, (Jakarta: Akbar Media, 2008), hlm. 16-18.

22 Athiyyah Al-Abrasyi, al-Tarbiyah al-Islamiyah Wa Falasifatuha, (Mesir: al-Halabi, 1975), hlm. 225.

Page 34: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

24

ketenaran dan semisalnya”. Jauh sebelum al-Nawawi, Khatib al-Baghdadi

telah menekankan pentingnya etika dan akhlak dengan menganjurkan agar

seorang yang ‘Alim (guru) selalu beretika dan berakhlak karimah, misalnya

tidak banyak berbicara (yang tidak berguna) dan “jika mendapatkan ucapan-

ucapan yang tidak senonoh dalam perdebatan dengan lawannya, hendaklah

tidak membalasnya”.23

C. Kedudukan Etika Guru dalam Proses Belajar Mengajar Agama Islam

Dunia pendidikan dalam beberapa aspeknya tidak dapat lepas dari adanya

proses belajar mengajar yang tidak mungkin bisa berjalan tanpa adanya relasi

antara guru dan murid. Pada saat ini pendidikan pada umumnya dan pendidikan

agama pada khususnya telah mengalami krisis dan mengalami pergeseran

dalam pelaksanaannya. Pola pendidikan yang ada pada umumnya telah

mengabaikan pendidikan yang banyak bersentuhan dengan hati nurani yang

mengarah pada pembentukan etika atau karakter anak didik, sekarang ini

pendidikan cenderung diarahkan pada pencapaian keunggulan materi,

kekayaan, kedudukan dan kesenangan dunia semata, sehingga apa yang

menjadi hakikat dari tujuan pendidikan itu sendiri telah terabaikan. Padahal

menurut Hasbi Ash-Shiddiqi sekurang-kurangnya pendidikan harus dapat

mengembangkan tiga hal pokok, yaitu tarbiyah jismiyah, tarbiyah aqliyah, dan

tarbiyah adabiyah.24

Dalam pendidikan agama Islam nampaknya pokok tarbiyah adabiyah

adalah pokok yang harus mendapat perhatian lebih dari yang lainnya, karena

pokok yang ketiga ini berkaitan dengan masalah etika, akhlak atau budi pekerti

yang juga akan menjadi aplikasi nilai dari kedua pokok yang lain. Selain itu

etika, akhlak atau budi pekerti merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang

harus diutamakan dalam pendidikan untuk ditanamkan atau diajarkan kepada

23 Lihat pendapat Muhyiddin al-Nawawi dan Al-Khatib al-Baghdadi dalam Misbahul

Huda, ”Profil dan Etika Pendidik dalam Pandangan Pemikir Pendidikan Islam Klasik”, Religia, (vol. II, No. 2, Oktober/ 1999), hlm. 108.

24 Abdul Majid, et.al., Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 138.

Page 35: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

25

anak didik.25 Untuk menggapai itu semua membutuhkan adanya peran seorang

guru untuk mewujudkannya, karena pendidikan akan dapat menghasilkan

produk yang unggul dan berkualitas manakala melalui proses yang baik dan

ilmu-ilmu yang didalamnya mengutamakan kebajikan. Sebab ilmu pada

akhirnya bertujuan mewujudkan keutamaan dan kemuliaan.26 Peran guru

agama dalam hal ini tidak hanya terbatas pada saat hubungan proses belajar itu

sedang berlangsung dan berakhir. Juga tidak hanya sebatas pada kemampuan

profesional dalam mendidik atau tanggung jawabnya pada orang tua, kepala

sekolah dan sosial saja, melainkan peran pengabdiannya haruslah benar-benar

sampai kepada Allah. Karena apa yang dikerjakan dan diajarkan guru dalam

konteks pendidikan nantinya juga akan dipertanggung jawabkan dihadapan

Allah di akhirat kelak.27

Guru atau pendidik dalam Islam tidak hanya diposisikan sebagai orang

yang ‘alim, wara’, shaleh dan uswah, tetapi guru juga diposisikan sebagai

orang yang mewarisi dan menggantikan para nabi dalam hal menjelaskan,

menerangkan dan mengaplikasikan nilai-nilai ajaran nabi (agama) dalam

kehidupan bermasyarakat. Guru yang di dalam undang-undang disebut sebagai

orang yang memangku jabatan profesional merupakan orang yang paling

bertanggung jawab dalam pembentukan etika dan karakter anak didik. Oleh

karena itu menurut Zakiah Daradjat, faktor terpenting bagi seorang guru adalah

kepribadiannya, karena kepribadian itulah yang akan menentukan apakah guru

itu akan menjadi pendidik yang baik bagi anak didiknya, atau akan menjadikan

anak didik menjadi sebaliknya.28 Untuk itu guru dituntut untuk memiliki

kepribadian, etika dan karakter yang baik, selain itu guru yang juga disebut

25 Abdul Majid, Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, hlm. 138.

26Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, dan

kebangsaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 236.

27 Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid, Telaah atas Pemikiran al-Zarnuji dan KH. Asy’ari, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 5.

28 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm. 9.

Page 36: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

26

sebagai spiritual father merupakan orang yang berjasa dalam memberikan

santapan jiwa anak didik dengan ilmu.29

Dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya proses pembelajaran,

guru memegang peran utama dan sangat penting. Oleh karenanya etika atau

perilaku guru yang merupakan bagian dari kepribadiannya dalam proses belajar

mengajar, akan memberikan pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan

perilaku dan kepribadian anak didiknya.

Merujuk pada pola kependidikan dan keguruan Rasulullah SAW. Dalam

perspektif Islam, guru menjadi posisi kunci dalam membentuk kepribadian

Muslim sejati. Keberhasilan Rasulullah SAW dalam mengajar dan mendidik

umatnya lebih banyak menyentuh pada aspek perilaku. Secara sadar atau tidak,

semua perilaku dalam proses pendidikan dan bahkan diluar konteks proses

pendidikan, perilaku guru akan ditiru oleh siswanya.

Guru dan murid merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dalam

kajian ilmu pendidikan. Dimana dalam prakteknya aspek etika atau perilaku guru

khususnya dalam proses pendidikan baik di sekolah, madrasah atau diluar sekolah

(masyarakat) selalu menjadi sorotan. Beberapa aspek etika atau perilaku guru

yang harus dipahami antara lain berkenaan dengan peran dan tanggung jawab,

kebutuhan anak didik, dan motivasi serta kepribadian guru (termasuk ciri-ciri guru

yang baik).30

Guru yang baik dalam perspektif pendidikan agama Islam adalah guru

yang bertitik tolak dari panggilan jiwa, dapat dan mampu bertanggung jawab

atas amanah keilmuan yang dimiliki, bertanggung jawab atas anak didiknya,

amanah orang tua anak didik dan atas profesi yang dia sandang, baik tanggung

jawab moral maupun sosial dan dapat menjadi uswah bagi murid atau anak

didiknya. Karena secara umum kinerja guru atau pendidik adalah seluruh

aktivitasnya dalam hal mendidik , mengajar, mengarahkan dan memandu anak

didik untuk mencapai tingkat kedewasaan dan kematangan. Untuk itu sebagai

29 Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid…, hlm. 5.

30 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integritas dan Kompetensi, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 164.

Page 37: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

27

dasar tuntutan keprofesionalan atas keilmuan diri yang didapatnya hendaklah

seorang guru atau pendidik melaksanakan tugas profesinya tidak hanya sebatas

pada tataran teoritis saja, tetapi juga dilakukan pada tataran praktis.31 Adapun

pada tataran prakteknya uraian berikut merupakan pemaparan beberapa prinsip

yang berlaku umum tentang etika guru dalam pembelajaran.

Pertama, memahami dan menghormati anak didik. Kedua menghormati

bahan pelajaran yang diberikannya, artinya guru dalam mengajar harus

menguasai sepenuhnya bahan pelajaran yang diajarkan. Ketiga menyesuaikan

metode mengajar dengan bahan pelajaran. Keempat menyesuaikan bahan

pelajaran dengan kesanggupan individu. Kelima mengaktifkan siswa dalam

konteks belajar. Keenam memberi pengertian bukan hanya kata-kata belaka.

Ketujuh menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa. Kedelapan

mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan. Kesembilan

jangan terikat dengan satu buku teks (teks book). Kesepuluh tidak hanya

mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada anak didik,

melainkan senantiasa mengembangkan kepribadiannya.32

Dari semua yang dipaparkan mengenai etika, sikap, perilaku atau

kepribadian seorang guru diatas, terdapat relevansi dengan apa yang

disampaikan K.H Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adabul Alim Wa Al Muta’llim,

perbedaan hanya terletak pada penyampaian bahasa yang digunakan, namun

substansi yang dimaksudkan adalah sama dalam hal pembelajaran, lebih-lebih

lagi KH. Hasyim Asy’ari telah mengemukakan pendapatnya dengan

menambahkan dan memberi perhatian khususnya kepada perilaku etika guru

atau pendidik dengan menjelaskan etika yang harus dilakukan sebagai guru

atau pendidik yang mana hal ini tidak dapat dijumpai pada karangan ulama’

masa sebelumnya seperti Az-Zarnuji, Al-Jauzy dan Abu Hanifah.

31 Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Misaka Galiza,

2003), hlm. 99.

32 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam…, hlm. 173-177.

Page 38: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

28

BAB III

BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN PENDIDIKAN KH. HASYIM ASY’ARI

DALAM KITAB ADABUL ‘ALIM WAL MUTA’ALLIM

A. Biografi KH. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh dari sekian banyak

ulama’ besar yang pernah dimiliki oleh bangsa ini, biografi tentang kehidupan

beliaupun sudah banyak ditulis oleh beberapa kalangan. Namun dari beberapa

tulisan atau karya yang telah ada ternyata terdapat satu hal yang menarik yang

mungkin dapat digambarkan dengan kata sederhana, yaitu kata “pesantren”,

bahkan Abdurrahman Mas’ud menyebut beliau sebagai “Master Plan

Pesantren”.1 mengingat latar belakang beliau berasal dari keluarga santri dan

hidup di pesantren sejak lahir. Beliau juga dididik dan tumbuh berkembang di

lingkungan pesantren. Selain itu juga hampir seluruh kehidupan beliau

dihabiskan di lingkungan pesantren. Bahkan sebagian besar waktu beliau

dihabiskan untuk belajar dan mengajar di pesantren. Selain itu beliau juga

banyak mengatur kegiatan yang sifatnya politik dari pesantren.

1. Sejarah Kehidupan KH. Hasim Asy’ari

Muhammad Hasyim itu adalah nama kecil pemberian orang tuanya,

lahir di desa Gedang, sebelah timur Jombang pada tanggal 24 Dzulqo’dah

1287 H. atau bertepatan dengan 14 Februari 1871 M. Asy’ari merupakan

nama ayahnya yang berasal dari Demak dan juga pendiri pesantren keras di

Jombang.2 sedangkan ibunya Halimah merupakan putri Kiai Usman pendiri

dan pengasuh dari Pesantren Gedang akhir abad ke-19 M. KH. Hasyim

Asy’ari adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, yaitu Nafi’ah, Ahmad

Sholeh, Radi’ah, Hassan, Anis, Fatanah, Maimunah, Maksum, Nahrawi dan

Adnan. Beliau merupakan seorang Kyai keturunan bangsawan Majapahit

dan juga keturunan ‘elit’ Jawa. Selain itu, moyangnya, Kiai Sihah adalah

1 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi,

(Yogyakarta: LkiS, 2004), hlm. 207.

2 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren, hlm. 197.

Page 39: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

29

pendiri Pesantren Tambak beras Jombang. Ia banyak menyerap ilmu agama

dari lingkungan pesantren keluarganya. Adapun Ibu KH. Hasyim Asy’ari,

merupakan anak pertama dari lima bersaudara, yaitu Muhammad, Leler,

Fadil dan Nyonya Arif.3

Adapun silsilah garis nasab KH. Hasyim Asy’ari bila diurutkan

berasal dari raja Brawijaya V1 yang juga dikenal dengan Lembu Peteng

(kakek kesembilan). Salah seorang putra Lembu Peteng bernama Jaka

Tingkir atau disebut Karebet. Hal ini dapat dilihat dari silsilah beliau, yaitu:

Muhammad Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul

Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benawa bin Joko

Tingkir alias Karebet bin Prabu Brawijaya V1 (Lembu Peteng).4

Garis Nasab KH. Hasyim Asy’ari5

3 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta:

LkiS, 2000), hlm. 17.

4 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, (Sala: Jatayu Sala, 1985), hlm. 57.

5 Sumber diambil dari Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren Solusi Bagi Kerusakan

Akhlak, (Yogyakarta: Ittaqa Press, 2001), hlm. 16.

Brawijaya V1 Lembu Peteng

Joko Tingkir Sultan Pajang

Pangeran Benowo Hadi Wijaya

Pangeran Sambo

Ahmad Abdul Jabar

KH. Shihah

KH. Usman + Layyinah Putri –Putri yang lain KH. Said+Fatinah

KH. Hasbullah KH. Asy’ari+Halimah (Winih)

KH. Wahab Hasbullah Rais NU Ke-11

KH. Hasyim Asy’ari Rais NU ke-1

Page 40: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

30

Pada tahun 1892 M. saat KH. Hasyim Asy’ari berusia 21 tahun,

beliau dinikahkan dengan putri Kiai Ya’kub yaitu Khadijah. Setelah

beberapa bulan dari pernikahannya dengan Khadijah, beliau bersama istri

dan mertuanya berangkat menunaikan ibadah haji dan menetap di Makkah.

Belum sampai satu tahun disana istri beliau melahirkan putranya yang

pertama dan diberi nama Abdullah, dan tidak lama setelah melahirkan istri

beliau meninggal dunia, kemudian disusul putranya yang baru berusia 40

hari. Setelah itu, KH. Hasyim Asy’ari kembali ke tanah air. Pada tahun 1893

dan beliau kembali ke Hijaz bersama Anis, adiknya yang tak lama kemudian

juga meninggal disana. Beliau di Mekkah sampai 7 tahun.6

Semasa hidupnya KH. Hasyim Asy’ari menikah 7 kali.7 Semua

istrinya adalah putri kiai sehingga beliau sangat dekat dengan para Kiai. Di

antara mereka adalah Khadijah, putri Kiai Ya’kub dari Pesantren Siwalan.

Nafisah, putra Kiai Romli dari Pesantren Kemuring, Kediri. Nafiqoh, yaitu

putri Kiai Ilyas dari Pesantren Sewulan Madiun. Masruroh, putra dari

saudara Kiai Ilyas, pemimpin Pesantren Kapurejo, Kediri, Nyai Priangan di

Mekkah.8

KH. Hasyim Asy’ari mempunyai 15 anak. Anak-anak perempuan

beliau adalah Hannah, Khairiyah, Aisyah, Ummu Abdul Jabar, Ummu

Abdul Haq, Masrurah, Khadijah dan Fatimah. Sedangkan anak laki-lakinya

adalah Abdullah, meninggal di Mekkah sewaktu masih bayi, Abdul Wahid

Hasyim, Abdul Hafidz, yang lebih dikenal dengan Abdul Khalik Hasyim,

Abdul Karim, Yusuf Hasyim, Abdul Kadir dan Ya’kub.9

KH. Hasyim Asy’ari sangat dihormati oleh kawan maupun

kolegannya karena kealimannya, bahkan sebagai ilustrasi gambaran tentang

pengakuan kealiman gurunya, Kiai Kholil Bangkalan juga menunjukkan

6 Herry Muhammad, et.al., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema

Insani, 2006), hlm. 23.

7 Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 126.

8 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama, hlm. 20-21.

9 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan ..., hlm. 58-59.

Page 41: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

31

rasa hormat kepada beliau dengan mengikuti pengajian-pengajian yang

dilakukan KH. Hasyim Asy’ari.10

Beliau dianggap sebagai guru dan dijuluki “Hadratus Syekh” yang

berarti “Maha Guru”11. Kiprahnya tidak hanya di dunia pesantren, beliau

ikut berjuang dalam membela negara. Semangat kepahlawanannya tidak

pernah kendor. Bahkan menjelang hari-hari akhir hidupnya, Bung Tomo dan

panglima besar Jendral Soedirman kerap berkunjung ke Tebuireng meminta

nasehat beliau perihal perjuangan mengusir penjajah.12

KH. Hasyim Asy’ari meninggal dunia pada tanggal 7 Ramadhan

1366/25 juli 1947 karena terkena tekanan darah tinggi. Dimasa hidupnya

beliau mempunyai peran yang besar dalam dunia pendidikan, khususnya di

lingkungan pesantren, baik dari segi ilmu maupun garis keturunan.

Sedangkan dalam perjuangannya dalam rangka merebut kemerdekaan

melawan Belanda, beliau gigih dan punya semangat pantang menyerah serta

jasa-jasanya kepada bangsa dan negara sehingga beliau diakui sebagai

seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional.13

2. Latar Belakang Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari

Berlatar belakang dari keluarga pesantren, Pendidikan KH. Hasyim

Asy’ari tidak berbeda jauh dengan kebanyakan muslim lainnya, dimana dari

kecil KH. Hasyim Asy’ari belajar sendiri dengan ayah dan kakeknya, kiai

Usman. Bakat dan kecerdasan beliau sudah mulai nampak sejak diasuh oleh

keduanya, Karena kecerdasan dan ketekunannya tersebut di usia 13 tahun

dibawah bimbingan ayahnya, beliau mempelajari dasar-dasar tauhid, fiqh,

10 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1996)

hlm. 249-250.

11 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan…, hlm. 56.

12 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan…, hlm. 58.

13 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, studi tentang pandangan hidup kyai, (Jakarta: LP3ES, 1982), hlm. 98.

Page 42: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

32

tafsir dan hadits. Bahkan di usia yang tergolong masih sangat belia sang

ayah menyuruhnya mengajar para santri di pesantren yang dimilikinya.14

Pada umur 15 tahun, beliau mulai berkelana mencari pengetahuan

agama Islam ke beberapa pesantren, sebut saja Pesantren Wonokoyo-

Probolingga, Pesantren Langitan-Tuban, Pesantren Trenggilis-Semarang,

Pesantren Kademangan Bangkalan Madura dan Pesantren Siwalan-

Surabaya. Di Bangkalan beliau belajar tata bahasa, sastra Arab, fiqh dan

sufisme dari Kiai Khalil selama 3 bulan. Sedangkan di Siwalan, beliau lebih

memfokuskan pada bidang fiqh selama 2 tahun, dengan Kiai Ya’kub.

Diperkirakan KH. Hasyim Asy’ari pernah belajar bersama dengan Ahmad

Dahlan (Muhammadiyah), petualangan beliau dalam mencari ilmu juga

sampai di Semarang.15 Kemudian KH. Hasyim Asy’ari pergi ke Hijaz guna

melanjutkan pelajarannya disana. Semula beliau belajar dibawah bimbingan

Syekh Mahfudz dari Termas, Pacitan. Syekh Mahfudz adalah ahli hadits,

beliau orang Indonesia pertama yang mengajar Shahih Bukhari di Mekkah.

Dari beliau KH. Hasyim Asy’ari mendapat ijazah untuk mengajar Shahih

Bukhari. Di bawah bimbingannya, KH. Hasyim Asy’ari juga belajar Tarekat

Qadariyah dan Naqsyabandiyah. Ajaran tersebut diperoleh Syekh Mahfudz

dari Syekh Nawawi dan Syekh Sambas. Jadi, Syekh Mahfudz merupakan

orang yang menghubungkan Syekh Nawawi dari Banten dan Syekh Sambas

dengan K.H. Hasyim Asy’ari. Pengaruh ini dapat ditemukan dalam

pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari.

Murid Syekh Khatib banyak yang menjadi ulama terkenal, baik dari

kalangan NU maupun dari kalangan yang lain, misalnya, KH. Hasyim

Asy’ari sendiri, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Syamsuri, KH. Ahmad

Dahlan (tokoh Muhammadiyah), Syekh Muh. Nur Mufti dan Syeh Hasan

Maksum dan masih banyak lagi.16

14 Badiatul Rozikin, et. al., 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, (Yogyakarta: e-Nusantara,

2009) , hal. 246.

15 Badiatul Rozikin, et. al., 101 Jejak Tokoh Islam, hlm. 246.

16 Badiatul Rozikin, et. al., 101 Jejak Tokoh Islam, hlm. 248.

Page 43: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

33

Nahrawi Nahrawi

Hasyim Asy’ari (Hadratus-Shaikh) 1871-1947 Ra’is Am NU 1, 1926-1947 M

Abdul Karim

Pemimpin para Ulama di Jawa Source: Dhofier, 1984:86

Wahab Hasbullah 1888-1971 Rois ‘Am NU II, 1947-1971

Para pemimpin Tarekat Qadariyah dan Naqshabandiyah

Bisri Syamsuri 1886-1980 Rois ‘Am III 1972-1980

Di bawah bimbingan Ahmad Khatib yang juga seorang ahli

astronomi, matematika dan al-Jabar, KH. Hasyim Asy’ari juga belajar fiqh

madzhab Syafi’i. Ahmad Khatib tidak setuju dengan pembaharuan

Muhammad Abduh mengenai pembentukan madzhab fiqh baru, beliau

hanya setuju pada pendapatnya mengenai tarekat. Atas izin dari beliaulah

KH. Hasyim Asy’ari mempelajari tafsir Al-Manar karya Abduh. Dalam hal

ini, KH. Hasyim Asy’ari tidak menganjurkan kitab ini dibaca oleh

muridnya, karena Abduh mengejek ulama tradisionalis karena dukungan-

dukungan mereka pada praktek Islam yang dianggap tidak dapat diterima.

KH. Hasyim Asy’ari setuju dengan dorongan Abduh untuk meningkatkan

semangat muslim, tapi tidak setuju dengan pendapat Abduh untuk

membebaskan umat dari tradisi madzhab. Berbeda dengan Abduh, KH.

Hasyim Asy’ari percaya bahwa tidak mungkin memahami al-qur’an dan

hadis tanpa memahami perbedaan pendapat pemikiran hukum. Penolakan

terhadap madzhab, menurut beliau, akan memutarbalikkan ajaran Islam.17

Adapun jika runtutan silsilah intelektual beliau dapat dilihat dalam

diagram sebagai berikut:

Genealogi intelektual kiai-kiai besar di Jawa18

Abdulghani Bima Khatib Sambas (1875 M) A.H. Daghestani

Yusuf

Syeh Ahmad Mahfud Termas Khalil Bangkalan Khatib Minangkabau

Khalil dari Mubarraq Peterongan

17 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm.95 .

18 Lathiful Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama…, hlm. 34.

Page 44: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

34

Dalam perkembangan selanjutnya, KH. Hasyim menjadi pemimpin

dari kiai-kiai besar di tanah Jawa. Menurut Zamachsari, setidaknya terdapat

empat faktor penting yang melatarbelakangi watak kepemimpinan beliau.

Pertama, ia lahir ditengah-tengah Islamic revivalism baik di Indonesia

maupun di Timur tengah, khususnya di Mekkah. Kedua, orang tua dan

kakeknya merupakan pimpinan pesantren yang punya pengaruh di Jawa

Timur. Ketiga, ia sendiri ia dilahirkan sebagai seorang yang sangat cerdas

dan memiliki kepemimpinan. Keempat, berkembangnya perasaan anti

kolonial, nasional Arab, dan pan-Islamisme di dunia Islam.19 Dari faktor-

faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa KH. Hasyim Asy’ari mempunyai

potensi dan keturunan untuk menjadi orang besar.

3. Amal dan Kiprah perjuangan KH. Hasyim Asy’ari

Kiprah dan perjuangan beliau sangatlah banyak dalam berbagai

bidang, seperti kemasyarakatan, sosial dan politik merupakan cerminan dari

praktek keagamaan beliau dan pendidikan. Dalam bidang-bidang inilah

beliau menunjukkan perjuangannya.

Pertama, perjuangannya dalam bidang kemasyarakatan. Dalam

bidang ini kiprah beliau diwujudkan dengan mendirikan Jami’iyah

Nahdlatul Ulama pada tanggal 31 Januari 1926 bersama sejumlah kiai.

Bahkan beliau ditunjuk sebagai Syeikhul Akbar dalam perkumpulan ulama

terbesar di Indonesia ini. Organisasi ini didirikan pada hakekatnya bertujuan

karena belum adanya suatu organisasi yang mampu mempersatukan para

ulama dan mengubah pandangan hidup mereka tentang zaman baru.

Kebanyakan mereka tidak perduli terhadap keadaan di sekitarnya.

Bangkitnya kaum ulama yang menggunakan NU sebagai wadah pergerakan,

tidak dapat dilepaskan dari peran KH. Hasyim Asy’ari. Beliau

berkeyakinan, bahwa tanpa persatuan dan kebangkitan ulama, terbuka

kesempatan bagi pihak lain untuk mengadu domba. Selain itu didirikannya

19 Humaidy Abdussami dan Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais ‘Am Nahdlotul Ulama,

(Yogyakarta: LTN bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995), hlm.2.

Page 45: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

35

NU bertujuan untuk menyatukan kekuatan Islam dengan kaum ulama

sebagai wadah untuk menjalankan tugas peran yang tidak hanya terbatas

dalam bidang kepesantrenan dan ritual keagamaan belaka, tetapi juga pada

masalah sosial, ekonomi maupun persoalan kemasyarakatan.20

Dengan Nahdhatul Ulama, beliau berjuang mempertahankan

kepentingan umat. Disatukannya potensi umat Islam menjadi kekuatan

kokoh dan kuat, tidak mudah menjadi korban oleh kepentingan politik yang

hanya mencari kedudukan dengan mengatasnamakan Islam.

Kedua, bidang ekonomi, perjuangan KH. Hasyim Asy’ari juga layak

dicatat dalam bidang ekonomi. Perjuangan ini barangkali adalah cerminan

dari sikap hidup beliau, dimana meskipun zuhud, namun tidak larut untuk

melupakan dunia sama sekali. Tercatat bahwa beliau adalah juga bekerja

sebagai petani dan pedagang yang kaya. Mengingat para kyai pesantren

pada saat itu dalam mencari nafkah banyak yang melakukan aktifitas

perekonomiannya lewat tani dan dagang dan bukan dengan mengajar.21

Perjuangan beliau dalam bidang ekonomi ini diwujudkan dengan merintis

kerjasama dengan pelaku ekonomi pedesaan. Kerjasama itu disebut Syirkah

Mu’awanah, bentuknya mirip koperasi atau perusahaan tetapi dasar

operasionalnya menggunakan Syari’at Islam.

Ketiga, bidang politik. Kiprah beliau dalam bidang ini ditandai

dengan berdirinya wadah federasi umat Islam Indonesia yang diprakarsai

oleh sejumlah tokoh Indonesia yang kemudian lahirlah Majlis Islam A’la

Indonesia (MIAI) yang menghimpun banyak partai, organisasi dan

perkumpulan Islam dalam berbagai aliran. Lembaga ini menjadi Masyumi

yang didirikan tanggal 7 November 1945, yang kemudian menjadi partai

aspirasi seluruh umat Islam.

Sedangkan perjuangan beliau dimulai dari perlawanannya terhadap

penjajahan Belanda. Acapkali beliau mengeluarkan fatwa-fatwa yang sering

menggemparkan pemerintah Hindia Belanda. Misalnya, ia mengharamkan

20 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan…, hlm. 15.

21 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam…, hlm. 252.

Page 46: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

36

donor darah orang Islam dalam membantu peperangan Belanda dengan

Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang, KH. Hasyim Asy’ari memimpin

MIAI (Majlis Islam Ala Indonesia). Demikian pula dalam gerakan pemuda,

seperti Hizbullah, Sabilillah dan Masyumi, bahkan yang terakhir beliau

menjadi ketua, membuat beliau dikenal sebagai kyai yang dikenal oleh

banyak kalangan. 22

Keempat, dalam bidang pendidikan, perjuangan beliau diawali

dengan mendirikan pesantren di daerah Tebuireng, daerah terpencil dan

masih dipenuhi kemaksiatan. Tepatnya tanggal 12 Rabi’ al Awwal 1317 H

atau tahun 1899 M, pesantren Tebuireng berdiri dengan murid pertama

sebanyak 28 orang. Berkat kegigihan beliau pesantren Tebuireng terus

tumbuh dan berkembang serta menjadi innovator dan agent social of change

masyarakat Islam tradisional di tanah tersebut.23

Pesantren ini merupakan cikal bakal penggemblengan ulama dan

tokoh-tokoh terkemuka sekaligus merupakan monumental ilmu pengetahuan

dan perjuangan nasional.

4. Karya-karya KH. Hasyim Asy’ari

Kealiman dan keilmuan yang dimiliki Kiai Hasyim yang didapat

selama berkelana menimba ilmu ke berbagai tempat dan ke beberapa guru

dituangkan dalam berbagai tulisan. Sebagai seorang penulis yang produktif,

beliau banyak menuangkannya ke dalam bahasa Arab, terutama dalam

bidang tasawuf, fiqih dan hadits. Sebagian besar kitab-kitab beliau masih

dikaji diberbagai pesantren, terutama pesantren-pesantren salaf (tradisional).

22 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, dan

kebangsaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 82.

23 Abdurrahman Mas’ud, Intelektual Pesantren, hlm. 202.

Page 47: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

37

Diantara karya-karya beliau yang berhasil didokumentasikan,

terutama oleh cucu beliau, yaitu KH. Ishamuddin Hadziq,24 adalah sebagai

berikut:

a. Adabul ‘Alim wal Muta’alim. Menjelaskan tentang etika seorang murid

yang menuntut ilmu dan etika guru dalam menyampaikan ilmu. Kitab ini

diadaptasi dari kitab Tadzkiratu al-Sami’ wa al-Mutakallim karya Ibnu

Jamaah al-Kinani.

b. Risalah Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah (kitab lengkap). Membahas

tentang beragam topik seperti kematian dan hari pembalasan, arti sunnah

dan bid’ah, dan sebagainya.

c. Al-Tibyan Fi Nahyi ‘An Muqatha’ati’ Al-Arkam wa Al-‘Aqarib Wa Al-

Ikhwan. Berisi tentang pentingnya menjaga silaturrahmi dan larangan

memutuskannya. Dalam wilayah sosial politik, kitab ini merupakan

salah satu bentuk kepedulian Kiai Hasyim dalam masalah Ukhuwah

Islamiyah

d. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li jam’iyyat Nahdhatul Ulama’.

Karangan ini berisi pemikiran dasar NU, terdiri dari ayat-ayat Al-

Qur’an, hadis, dan pesan-pesan penting yang melandasi berdirinya

organisasi NU.

e. Risalah Fi Ta’kid al-Akhdzi bi Madzhab al-A’immah al-Arba’ah.

Karangan ini berisi tentang pentingnya berpedoman kepada empat

mazhab, yaitu Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali.

f. Mawai’idz. Karangan berisi tentang nasihat bagaimana menyelesaikan

masalah yang muncul ditengah umat akibat hilangnya kebersamaan

dalam membangun pemberdayaan.

g. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’i Jamiyyah Nahdlatul

Ulama’. Karya ini berisi 40 Hadis tentang pesan ketakwaan dan

kebersamaan dalam hidup, yang harus menjadi fondasi kuat bagi umat

dalam mengarungi kehidupan.

24 keterangan lebih lanjut baca dalam kitab kumpulan karangan KH. Hasyim Asy’ari yang

dihimpun oleh KH. Ishomuddin Hadzik dalam kitab Irsyad al-Sari.

Page 48: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

38

h. An-Nur Al-Mubin Fi Mahabbati Sayyid Al-Mursalin. Menjelaskan

tentang arti cinta kepada Rasul dengan mengikuti dan menghidupkan

sunnahnya. Kitab ini diterjemahkan oleh Khoiron Nahdhiyin dengan

judul Cinta Rasul Utama.

i. Ziyadah Ta’liqat. Berisi tentang penjelasan atau jawaban terhadap

kritikan KH. Abdullah bin Yasin al-Fasuruwani yang mempertanyakan

pendapat Kiai Hasyim memperbolehkan, bahkan menganjurkan

perempuan mengenyam pendidikan. Pendapat Kiai Hasyim tersebut

banyak disetujui oleh ulama-ulama saat ini, kecuali KH. Abdullah bin

Yasin al-Fasuruwani yang mengkritik pendapat tersebut.

j. Al-Tanbihat Al-Wajibah Liman Yashna’ Al-Maulid bi Al-Munkarat.

Berisi tentang nasehat-nasehat penting bagi orang-orang yang

merayakan hari kelahiran Nabi dengan cara-cara yang dilarang agama.

k. Dhau’ul Misbah fi Bayani Ahkam al-Nikah. Kitab ini berisi tentang hal-

hal yang berkaitan dengan pernikahan, mulai dari aspek hukum, syarat

rukun, hingga hak-hak dalam pernikahan.

l. Risalah bi al-Jasus fi Ahkam al-Nuqus. Menerangkan tentang

permasalahan hukum memukul kentongan pada waktu masuk waktu

sholat.

m. Risalah Jami’atul Maqashid. Menjelaskan tentang dasar-dasar aqidah

Islamiyyah dan Ushul ahkam bagi orang mukallaf untuk mencapai jalan

tasawuf dan derajat wusul ila Allah.

n. Al-Manasik al-shughra li qashid Ummu al-Qura. Menerangkan tentang

permasalahan Haji dan Umrah.

Selain karangan tersebut, juga terdapat karya yang masih dalam

bentuk manuskrip dan belum diterbitkan. Karya tersebut antara lain, Al

Durar Al-Munqatirah Fi Al-Masa’il Tis’a ‘Asyara, Hasyiyat ala Fath al-

Rahman bi Syarh Risalat al-Wali Ruslan li Syaikh al-Islam Zakariyya al al-

Page 49: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

39

Anshari, al-Risalat al- Tauhidiyyah, al-Qalaid fi Bayan ma Yajib min al

Aqaid, al Risalat al-Jama’ah, Tamyuz al-Haqq min al-Bathil.25

B. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari Tentang Etika Guru

Kitab Adabul’Alim wal Muta’alim merupakan salah satu karya terpopuler

KH. Hasyim Asy’ari dalam bidang pendidikan, kitab ini adalah kitab yang

mengupas masalah etika belajar mengajar secara terperinci. Adabul’Alim wal

Muta’alim ini juga merupakan satu-satunya karya karangan beliau yang berisi

tentang aturan-aturan etis dalam proses belajar mengajar atau etika praktis bagi

seorang guru atau murid atau anak didik dalam proses pembelajaran. Untuk itu

pembahasan mengenai pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang pendidikan

dalam proses pembelajaran akan difokuskan pada kitab tersebut, mengingat

kitab ini adalah kitab yang membahas tentang permasalahan etika dalam

pembelajaran .

Dari uraian-uraian yang terdapat dalam kitab Adabul’Alim wal Muta’alim

nampaknya apa yang menjadi karakteristik pemikiran pendidikan KH. Hasyim

Asy’ari dapat dikategorikan dalam corak pemikiran yang mengarah pada

tataran ranah praktis yang juga tetap berpegang teguh pada sandaran dalil Al-

Qur’an dan hadits. Kecenderungan lain yang dapat dipahami dari pemikiran

beliau adalah mengetengahkan nilai-nilai etika yang bernafaskan sufistik.

Kecenderungan ini dapat terbaca melalui gagasan-gagasannya, misalnya

keutamaan menuntut ilmu dan tentang keutamaan ilmu. Menurut KH. Hasyim,

ilmu dapat diraih hanya jika orang yang mencari ilmu itu suci dan bersih dari

segala sifat-sifat jahat dan aspek keduniaan.26

Kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim, secara keseluruhan berisi tentang

delapan bab, meliputi:

1) Membahas tentang keutamaan ilmu dan keilmuan serta pelajaran

25 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, dan

kebangsaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 99. Lihat juga dalam kata sambutan KH. Ishamuddin Hadzik dalam cetakan kitab-kitab KH. Hasyim tentang Al-Ta’rif bi al-Muallif.

26 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim wa al Muta’allim, (Jombang: Maktabah Turats al-Islami, 1413 H), hlm. 22-23.

Page 50: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

40

2) Etika yang harus dimiliki murid dalam pembelajaran

3) Etika seorang murid terhadap guru

4) Etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani

bersama guru

5) Etika yang harus diperhatikan bagi guru

6) Etika guru ketika akan mengajar

7) Etika guru terhadap murid, dan

8) Etika dalam menggunakan literatur dan alat-alat yang digunakan

dalam belajar (buku atau kitab).

Kedelapan bab tersebut dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian

yang menjadi signifikansi pendidikan, yaitu tugas dan tanggung jawab seorang

murid, tugas tanggung jawab seorang guru, etika atau akhlak terhadap buku

atau kitab alat pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Adapun yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini yaitu empat

kriteria etika yang harus dimiliki dan dilaksanakann bagi seorang guru atau

pendidik dalam pembelajarannya meliputi:

1. Etika guru terhadap diri sendiri yang harus dipenuhi dan dimiliki oleh

setiap pribadi guru.

2. Etika guru dalam proses belajar mengajar.

3. Etika guru terhadap murid atau anak didik.

4. Etika terhadap kitab sebagai alat untuk belajar.

C. Signifikansi Pemikiran Pendidikan KH Hasyim Asy’ari

Pola pemikiran pendidikan KH. Hasyim dalam kitab Adabul ‘Alim wal

Muta’alim beliau mengawali penjelasannya langsung dengan mengutip ayat-

ayat Al-Qur'an, dan hadits, yang kemudian diulas dan dijelaskan dengan

singkat dan jelas. Misalnya beliau menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu

pengetahuan adalah mengamalkannya. Hal yang demikian dimaksudkan agar

ilmu yang dimiliki menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan di

Page 51: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

41

akhirat kelak. Mengingat begitu pentingnya, maka syariat mewajibkan untuk

menuntutnya dengan memberikan pahala yang besar.27

Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu:

pertama bagi murid hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan

berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan atau menyepelekannya.

Kedua, bagi guru dalam mengerjakan ilmu hendaknya meluruskan niatnya

terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata. Di samping itu, yang

diajarkan hendaknya sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat.

Dalam hal ini yang dititik beratkan adalah pada pengertian bahwa belajar

merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang

memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. 28 Karena belajar harus diniatkan

untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai Islam, bukan hanya

sekedar menghilangkan kebodohan.

Di samping itu, menurut beliau bahwa ulama dan penuntut ilmu

mempunyai derajat yang tinggi. Hal ini juga diterangkan dalam al-Qur’an surat

al Mujadalah ayat 11:

Æìsùö� tƒ ª!$# tÏ% ©!$# (#θãΖtΒ# u öΝä3Ζ ÏΒ tÏ% ©!$# uρ (#θè?ρé& zΟ ù= Ïèø9 $# ;M≈y_u‘ yŠ 4 ª! $#uρ $yϑ Î/ tβθè= yϑ ÷ès? ×�� Î7yz ∩⊇⊇∪

“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”. (QS. Al-Mujadalah, 11).29

Pembahasan ini menjelaskan keutamaan ulama serta keutamaan belajar

mengajar, juga keutamaan ilmu yang dimiliki oleh ulama yang mengamalkan

ilmunya. Ketegasan tentang tingginya derajat ulama itu sering diulang,

misalnya dengan argumentasi hadits, ” MNOPا RSور Vء هYZ[\]ِءان اY ” 30 (sesungguhnya

ulama adalah pewaris para nabi). Hadits ini sesungguhnya menyatakan bahwa

derajat para ulama setingkat lebih rendah di bawah derajat nabi.

27 Samsul Nizar dan Abdul Halim (Ed), Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis,

Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 156.

28 Samsul Nizar dan Abdul Halim, (Ed), Filsafat Pendidikan Islam…, hlm. 157.

29 Departemen Agama R.I. Al-qur’an dan terjemah, (Jakarta: Dept. Agama R.I.,1983), hlm. 910-911.

30 HR. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Mesir: Dar Ibnu Haitsam, tt), hlm. 85.

Page 52: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

42

Keagungan ulama’ seperti di atas pada akhirnya mengantarkan

kedudukan ulama pada posisi paling tinggi setelah kedudukan para nabi, dan

pada keagungan inilah usaha dan kesungguhan mencari ilmu harus diarahkan.

Selanjutnya dijelaskan bahwa keagungan ulama tersebut hanya bagi

mereka yang mengamalkan ilmunya dengan ikhlas kepada Allah, karena

diantara karakter ilmu dan ulama’ itu sendiri adalah Amanah yang wajib

disampaikan.31 Karena ilmu-ilmu tersebut tidak hanya akan membawa

kemaslahatan pada masa sekarang, tapi juga masa yang akan datang.

Kaitannya dengan pembelajaran guru yang memegang peranan sentral

dalam proses belajar mengajar, paling tidak guru disamping melaksanakan

konsepsi nilai-nilai yang disampaikan diatas, guru juga harus menjalankan

tugas utama sebagai pengajar meliputi tiga macam tugas, diantaranya:

merencanakan pengajaran, melaksanakan pengajaran, dan memberikan balikan.

Sehingga nantinya tercipta situasi yang memungkinkan mengantarkan siswa

mencapai tujuan yang diharapkan.32

Guru selain dianggap sebagai sosok yang patut dihormati juga sebagai

manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Untuk itu etika sebagai alat

akhlak yang berlaku bagi guru bertujuan untuk menjaga perilaku mereka

sendiri karena setiap perbuatan mereka merupakan panutan dan senantiasa

mendapat sorotan dari murid-muridnya.

1. Etika Guru Terhadap Diri Sendiri Yang Harus Dipenuhi dan Dimiliki

Oleh Setiap Pribadi Guru

Etika dalam pandangan KH. Hasyim Asy’ari tidak hanya berlaku

untuk murid saja, tetapi etika lebih-lebih juga harus dimiliki guru atau

pendidik dalam proses belajar. Jika guru sebagai pendidik tidak mempunyai

31 Yusuf al-Qardhawi, Konsepsi Ilmu dalam Persepsi Rasulullah SAW, Karakter Ilmu dan

Ulama’, (Jakarta: Firdaus, 1994), hlm. 24.

32 Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007), hlm. 4-6.

Page 53: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

43

etika, maka sis-sia menerapkan etika pada murid. Beberapa etika yang harus

dimiliki oleh seorang guru menurut KH. Hasyim adalah sebagai berikut:

a. V`a` انbاRNcاde (selalu mendekatkan diri) kepada Allah SWT dalam

berbagai kondisi dan situasi.

b. زمh` انi]Y\j klmn (senantiasa takut kepada murka siksa Allah SWT),

dalam setiap gerak, diam, perkataan dan perbuatan.

c. RoMpq]زم اh` ان (Senantiasa sakinah atau tenang)

d. رعm]زم اh` ان(senantiasa berhati-hati) dalam perkataan dan perbuatan.

e. stاmu]زم اh` ان (selalu rendah hati) atau tidak menyombongkan diri.

f. i] Y\j bع اmvw]زم اh` ان (senantiasa kepada Allah SWT).

g. m\j نmp` ان bا i[x yرmeا sMZz il k[` (Senantiasa berpedoman kepada hukum

Allah) dalam setiap hal.

h. YZ[{ kZ[x |\}`P ان R`mMOa]اض اd�Pا i]ا |{mu` (tidak menjadikan ilmu yang

dimiliki sebagai sarana mencari keuntungan duniawi) seperti harta benda

kedudukan (jabatan).

i. Tidak merasa rendah di hadapan para pemuja dunia (YMOa]ءاYoا�) orang yang

punya kedudukan dan harta benda, tidak pula mengagungkan mereka

dengan sering-sering berkunjung dan berdiri menyambut kedatangan

mereka tanpa kemaslahatan apapun di dalamnya.

j. aه�]Y� �[wu` ان (Zuhud) tidak terlampau mencintai kesenangan duniawi dan

rela hidup sederhana. Jika ia membutuhkan dunia sekedar untuk

mencukupi kebutuhan diri dan keluarga.

k. �{YpZ]ا �MOد �x axYNu` ان (menjauhi pekerjaan / profesi yang dianggap

rendah/ hina) menurut pandangan adat maupun syariat.

l. V�u]ا stاme �ou}` ان(menghindari tempat-tempat yang dapat mendatangkan

fitnah, serta meninggalkan hal-hal yang menurut pandangan umum

dianggap tidak patut dilakukan meskipun tidak ada larangan atasnya

dalam syariat Islam.

m. مYp�Pا dاهmم و�h{Pا d�Y\v� مYM�]ا i[x �lY�` ان (menghidupkan syiar dan

ajaran- ajaran Islam) seperti mendirikan shalat berjama’ah di masjid,

menebarkan salam kepada orang lain, menganjurkan kebaikan dan

Page 54: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

44

mencegah kemungkaran dengan penuh kesabaran (dalam menghadapi

resiko yang menghadang).

n. عaN]ا RjYeوإ �oq]ر اY���� مm�` ان (menegakkan sunnah Rasulullah SAW dan

memerangi bid’ah) serta memperjuangkan kemaslahatan umat Islam

dengan cara-cara yang populis (memasyarakat) dan tidak asing bagi

mereka.

o. RM[\�]وا RM]m�]ا RMxdv]ت اYو�aoZ]ا i[x �lY�` ان (menjaga hal-hal yang sangat

dianjurkan oleh syari’at, baik berupa perkataan maupun perbuatan),

seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an, berdzikir dengan hati

maupun lisan.

p. قh�Pرم اYpZ� سYo]ا |eY\` ان (mempergauli manusia dengan akhlak-akhlak)

terpuji seperti bersikap ramah, menebarkan salam, menahan (emosional),

tidak suka menyakiti, tidak berat hati dalam memberi penghargaan

(kepada yang berhak) serta tidak terlalu menuntut untuk dihargai.

q. R�`دd]ق اh�Pا �e ydهY� VS ko�Y� d��` ان (menyucikan jiwa dan raga dari

akhlak-akhlak tercela), dan menghiasi keduanya dengan akhlak-akhlak

mulia.

r. |Z\]وا V[\]د اY`ازد i[x صd�]ا V`a` ان (selalu berusaha mempertajam ilmu

pengetahuan dan amal), yakni melalui kesungguhan hati dan ijtihad,

muthala’ah (mendaras), muzakarah (merenung), ta’liq (membuat

catatan-catatan), menghafal dan melakukan pembahasan (diskusi)

s. {ا �x �pouq`P انkZ[\` P دةY�u (tidak merasa segan mengambil faedah (ilmu

pengetahuan) dari orang lain atas apapun yang belum dimengerti), tanpa

memandang perbedaan status atau kedudukan, nasab/ garis keturunan,

dan usia.

t. Y� |�uv` اان �Mo�u] (meluangkan sebagian waktu untuk kegiatan menulis,

mengarang atau menyusun kitab).33

33KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 65-72.

Page 55: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

45

2. Etika Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Seorang guru hendaknya ketika akan dan saat mengajar perlu

memperhatikan beberapa etika. Dalam bab ini KH. Hasyim Asyari tidak

membagi etika guru secara terperinci namun beliau memberi keterangan

dengan menjelaskan beberapa gagasan ketika guru dalam melaksanakan

pengajaran sebagai berikut:

Seorang guru hendaknya mempunyai niat yang baik untuk taqarrub

(mendekatkan diri kepada Allah) sebelum berangkat menghadiri majelis

atau tempat belajar mengajar (sekolah), mensucikan dan membersihkan diri

dari hadas atau kotoran dan memakai pakaian yang rapi bahkan wangi. Hal

ini dimaksudkan agar niatan guru mengajar itu karena untuk ibadah karena

Allah.

Berdoa sebelum berangkat dan melanggengkan berdzikir kepada

Allah hingga sampai di majelis pembelajaran (sekolah), menjaga sikap dan

menjaga diri dari segala yang dapat mengurangi kewibawaan dan mengajar

dengan menggunakan bahasa yang santun. Hendaknya guru juga tidak

mengajar pada saat sangat haus dan lapar, juga diwaktu dingin dan panas

yang berlebihan, karena hal itu dapat mempengaruhi jiwa psikologis guru

terhadap anak didik atau murid.

Pada saat sampai di sekolah hendaklah guru memberi salam pada

murid atau anak didik dan duduk menghadap kiblat (jika memungkinkan)

atau langsung berhadapan dengan para murid atau anak didik.

Mengawali pengajaran dengan membaca ayat suci Al- Qur’an untuk

tabarrukan dan berdo’a untuk kebaikan dirinya dan kebaikan murid, anak

didiknya, kaum muslimin dan mereka yang ikut mensukseskan pendidikan,

lalu dilanjutkan dengan ta’awudz, bismillah, hamdalah dan shalawat atas

pada Nabi dan pengikutnya.

Jika di dalam kelas terdapat banyak pelajaran maka guru hendaknya

mendahulukan pelajaran yang paling penting dan mulia, misal tafsir, hadis,

ushul fiqh dan mengakhiri dengan kitab rakai’iq (kelembutan hati) dan kitab

lainnya. Mengeraskan dan merendahkan suara sesuai kebutuhan, menjaga

Page 56: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

46

majelis (kelas) agar tidak ramai serta guru hendaknya tidak meneruskan dan

mengakhiri pelajaran pada pembahasan-pembahasan yang membingungkan

murid, dan juga harus bersungguh-sungguh dalam mencegah dan

mengingatkan murid yang menyimpang dari pembahasan tanpa harus

membuatnya malu.

Jika seorang guru ditanya oleh murid tentang sesuatu yang dia tidak

ketahui maka dijawab tidak tahu karena itu merupakan bagian dari ilmu.

Lebih banyak lagi memperhatikan orang pengembara atau anak didik yang

jauh dari orang tua, dan hendaknya di akhir pelajaran guru menutup

pelajaran dengan atau penjelasannya dengan kata “Wa Allah A’lam” sebagai

dzikir dan menyandarkan segala sesuatunya yang tahu hanya Allah.34

Tampak disini, gagasan yang ditawarkan lebih bersifat praktis.

Artinya apa yang ditawarkan sesuai dengan praktek yang selama ini

dialaminya. Kehidupan yang diabdikan untuk ilmu dan agama telah

memperkaya pengalamannya dalam mengajar.

3. Etika Guru terhadap Murid atau Anak Didik

Mengenai pembahasan adab guru dalam kitab Adabul Alim Wa Al

Mutallim kiai K.H Hasyim Asy’ari memberikan 14 point acuan yang harus

dilakukan oleh guru diantaranya :

a. bا k�zو V�ZM[\u� a��` ان( ) hendaklah seorang guru dalam menjalankan

profesi yang tugas utamanya adalah memberikan pengajaran dan

pendidikan kepada anak didik mempunyai niat dan tujuan yang luhur,

yakni demi mencari ridho Allah SWT, mengamalkan ilmu pengetahuan,

menghidupkan (melestarikan) syariat Islam, menjelaskan sesuatu yang

hak dan yang batil, menyejahterakan kehidupan (sumber daya) umat,

serta demi meraih pahala dan berkah ilmu pengetahuan.35

b. )�x souZ`P ان ZM[\j�]Y�]Y( hendaklah tidak menghalangi hak seseorang murid

untuk menuntut ilmu, karena terkadang dalam kegiatan pembelajaran

34 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 71-80.

35 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm 85.

Page 57: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

47

sering kali ditemukan siswa (terutama siswa pemula) yang tidak serius

serta memiliki niat yang kurang tulus. Terhadap hal seperti itu, guru

hendaknya bersikap sabar dan tidak menyurutkan semangatnya dalam

memberikan pengajaran kepada mereka. Karena bagaimanapun juga

suatu niat memerlukan proses. Niat yang tulus (keikhlasan) dalam belajar

sering kali akan segera mereka dapatkan melalui unsur barakah ilmu

pengetahuan yang terus-menerus dipelajari atau diajarkan. Sebagaimana

ungkapan beliau: V[\]ا RآdN� mzde RMo]ا �q� ءنYl (maka sesunguhnya sebaik-

baik niat adalah mengharapkan ilmu yang berkah). 36

c. )kq�o] ��`Ye kN]Y�] ��` ان( mencintai para anak didik sebagaimana

mencintai dirinya sendiri), berusaha memenuhi kemaslahatan

(kesejahteraan) mereka, serta memperlakukan mereka dengan baik

sebagaimana ia memperlakukan anak-anaknya sendiri yang amat

disayangi.

d. kZM[\j �l ءY�]Pا R]m�q� k] �Zq` ان( ) mendidik dan memberi pelajaran kepada

mereka dengan penjelasan yang mudah dipahami sesuai dengan

kemampuan mereka. Selain itu, ia hendaknya tidak memberikan materi-

materi yang terlalu berat bagi mereka karena hal itu akan mengganggu

dan merusak konsentrasi mereka.37

e. )ya�z ل N� kZM��jو kZM[\j �[x صd�` ان( bersungguh-sungguh dalam

memberikan pengajaran dan pemahaman kepada anak didik. Oleh karena

itu guru hendaknya memahami metode-metode pengajaran secara baik

agar dapat memudahkan dan mempercepat pemahaman mereka.

f. تY�m��Z]دة اYxت اYcوPا ¡\� �l RN[�]ا �e �[�` ان ( ) meminta anak didik untuk

menggunakan waktu dalam mengulang kembali pembahasan yang telah

disampaikan serta jika perlu hendaknya memberikan pertanyaan-

pertanyaan kepada mereka melalui latihan, ujian, dan semacamnya demi

mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman mereka dalam menyerap

materi yang telah disampaikan.

36 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 86.

37 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 88.

Page 58: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

48

g. Apabila di antara anak didik terdapat anak yang tempat tinggalnya

sangat jauh sehingga untuk sampai ke tempat pengajaran gurunya itu

(sekolah, madrasah dan sebagainya) dibutuhkan waktu yang cukup lama

dan juga stamina yang prima, seorang guru hendaknya memaklumi

keadaannya jika saat mengikuti pelajaran siswa itu mungkin nampak

kelelahan atau sering terlambat lantaran perjalanan yang telah

ditempuhnya.38

h. ( ¡\� �[x V�¢\� |M¢�j RN[�[] d�£`P ان) hendaklah guru tidak memberikan

perlakuan khusus kepada salah seorang anak didik dihadapan anak didik

yang lain, karena hal seperti ini akan menimbulkan kecemburuan dan

perasaan yang kurang baik diantara mereka.

i. ( VهdtY�] ددmu` ان�N�Y� dءو` آYoS �qو� dMw� V ) memberikan kasih sayang dan

perhatian kepada siswa. Salah satu bentuk perhatian dan kasih sayang

terhadap mereka adalah dengan cara berusaha sebaik mungkin mengenal

kepribadian dan latar belakang mereka serta berdoa untuk kebaikan

(keberhasilan) mereka.39

j. ) V�¢\� k� |eY\` YeY¢`ا ¤Mv]ا aهY\u` انY¢\�( membiasakan diri sekaligus

memberikan contoh kepada siswa tentang cara bergaul yang baik, seperti

mengucapkan salam, berbicara dengan sopan, saling mencintai terhadap

sesama, tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan lain

sebagainya.

k. )]ا �\q` انkM[xdqMj YZ� V�jaxYqeو V��m[c sZzو RN[�]ا �]Y�e �l V]Y\( apabila

memungkinkan (punya kemampuan), seorang guru hendaknya turut

membantu dan meringankan masalah mereka dalam hal materi, posisi

(kedudukan/ pekerjaan), dan sebagainya.40

38 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 89.

39 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 90.

40 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 91.

Page 59: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

49

l. kox |�{ دةY\]ا �x اaزا� R�[�]ا �eزheاو RN[�]ب �\¡ اY� اذا( ) apabila di antara

beberapa anak didik terdapat seorang siswa yang tidak hadir dan hal itu

diluar kebiasaannya, hendaknya ia menanyakan kepada siswa yang lain.

m. )a§duqe |وآ �]Y�]ا se stاmu` ان( meskipun berstatus sebagai guru yang

berhak dihormati oleh murid-muridnya, hendaknya ia tetap bersikap

tawadhu’ (rendah hati) terhadap mereka.

n. )�e hآ ��Ywu` ان RN[�]ا( memperlakukan anak didik dengan baik, seperti

memanggil dengan nama dan sebutan yang baik, menjawab salam

mereka, dengan ramah menyambut kedatangan mereka, menanyakan

kabar dan kondisi mereka.41

Tidak kalah penting dari yang disebutkan diatas guru juga

mempunyai tugas mendidik, mengajar, dan melatih anak didik. Mendidik

berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup (afektif). Mengajar

berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi

(kognitif), adapun melatih berarti mengembangkan ketrampilan para siswa

(psikomotorik).

Ketiga tugas tersebut harus terintegrasi menjadi satu kesatuan dan

tidak terpisah-pisah. Artinya, dalam melaksanakan tugas mengajar, seorang

guru tidak bisa mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan ketrampilan. Mereka

mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak mengesampingkan

nilai-nilai penggunaan ilmu dan teknologi tersebut.

4. Etika terhadap Kitab sebagai Alat Belajar

Sering dianggap aturan ini sudah umum berlaku dan cukup diketahui

oleh masing-masing individu. Akan tetapi, beliau memandang bahwa akhlak

tersebut penting dan perlu diperhatikan. Akhlaknya antara lain:

a. Menganjurkan dan mengusahakan agar memiliki buku pelajaran yang

diajarkan. Apabila tidak mampu memberi, hendaknya dapat menyewa

atau meminjam kepada temannya.

41 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 93.

Page 60: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

50

b. Merelakan, mengijinkan bila ada kawan meminjam buku pelajaran,

sebaliknya bagi peminjam harus menjaga barang tersebut.

c. Meletakkan buku pada tempat yang terhormat, dengan memperhitungkan

keagungan kitab dan ketinggian keilmuan penyusunnya. Menurut K.H.

Hasyim Asy’ari urutan yang pertama adalah Al-Qur'an, disusul Hadits,

Tafsir Al-Qur'an, Tafsir Hadits kemudian disusul dengan kitab-kitab

yang lain.

d. Periksa dahulu bila membeli atau meminjam buku, lihat bagian awal,

tengah, dan akhir buku.

e. Bila menyalin buku pelajaran Syari'ah, hendaknya dalam keadaan suci

kemudian diawali dengan Basmalah, sedangkan menyalinnya, mulailah

dengan Hamdalah serta Shalawat Nabi.42

Diterangkan bahwa diharuskan bersuci terlebih dahulu apabila

hendak mengkaji atau belajar. Dasar epistemologi untuk menjawabnya

yakni, ilmu adalah Nur Allah, maka bila hendak mencapainya harus suci

jasmani dan rohani. Dengan demikian diharapkan ilmunya bermanfaat dan

membawa berkah dan dapat diraihnya.

Perlu diperhatikan pula tugas sebagai seorang guru, guru merupakan

model dan teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap

dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap

bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Keprihatinan,

kerendahan, kemalasan dan rasa takut, secara terpisah atau bersama-sama

bisa menyebabkan seseorang berpikir atau berkata, “Jika saya harus menjadi

teladan atau dipertimbangkan untuk menjadi model, maka pembelajaran

bukanlah pekerjaan yang tepat bagi saya. Saya tidak cukup baik untuk

diteladani”. Alasan tersebut tidak dapat dimengerti, mungkin dalam hal

tertentu dapat diterima tetapi mengabaikan atau menolak aspek fundamental

dari sifat pembelajaran, dan ketika seorang guru tidak mau menerima,

ataupun menggunakannya secara konstruktif maka telah mengurangi

42 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 95-101.

Page 61: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

51

keefektifan pembelajaran. Peran dan fungsi ini patut di pahami, dan tidak

perlu menjadi beban yang memberatkan sehingga dengan ketrampilan dan

kerendahan hati akan memperkaya arti pembelajaran.

Etika yang berlaku pada keduanya antara lain: berniat mendidik dan

menyebarkan ilmu serta menghidupkan syari’at Islam, menghindari ketidak

ikhlasan dan mengejar keduniawian, selalu introspeksi diri, tepat dalam

menggunakan metode dalam mendidik murid, memotivasi murid,

memberikan latihan-latihan yang bersifat membantu; selalu memperhatikan

kemampuan murid, tidak pilih kasih, mengarahkan minat murid, bersikap

terbuka dan sabar, mencari kabar apabila ada yang tidak hadir, membantu

memecahkan masalah, bersikap arif dan bijaksana dan tawadhu’.43 Peran

guru disini nampak bukan sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan

(Transfer of Knowledge), tapi juga sebagai teman atau sahabat yang siap

membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh anak didiknya.

43 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, hlm. 80-95.

Page 62: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

52

BAB IV

RELEVANSI ETIKA GURU MENURUT KH. HASYIM ASY’ARI

DALAM KITAB ADABUL ALIM WAL MUTAALLIM

DENGAN PROSES PEMBELAJARAN KONTEMPORER

A. Analisis Tujuan Pendidikan dalam kitab Adabul Alim Wa Al Muta’allim

Secara langsung tujuan pendidikan yang sistematis dalam kitab Adabul

Alim Wal Muta’allim sebenarnya tidak disebutkan, namun secara ringkas dari

apa yang menjadi uraian pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang tujuan

pendidikan dalam kitabnya dapat disebutkan bahwa derajat ulama’ merupakan

suatu keharusan dan tujuan yang harus dimiliki dan dicapai oleh pendidik

maupun anak didik.1 puncak dari ilmu adalah mengamalkan ilmu.

2 Tujuan

selanjutnya adalah, kemuliaan ilmu untuk menggapai ridha Allah yang

sepenuhnya berjuang dijalan Allah.

Dari penjelasan tersebut tampaknya apa yang telah dipikirkan KH.

Hasyim tidak lepas dari tujuan ideal dan tujuan operasional. Tujuan ideal

biasanya disesuaikan dengan tujuan hidup manusia. Pendapat ini berlandaskan

pada asumsi bahwa pendidikan merupakan bagian dan sarana untuk mencapai

tujuan hidup. Oleh karena itu, tujuan pendidikan sama dengan tujuan hidup.

Sedangkan tujuan operasional adalah suatu kondisi yang ingin dicapai pada

setiap tahap dalam proses pendidikan yang sedang dilangsungkan.

Tujuan pendidikan menurut KH. Hasyim Asy’ari memberikan tekanan

yang sama kuat antara etika dan intelektualitas. Tujuan pendidikan menurut

KH. Hasyim Asy’ari adalah untuk mewujudkan masyarakat yang berilmu dan

beretika. Titik tekan pada ilmu dan etika itu tampak tersebar di berbagai tempat

dalam karyanya Adabul ‘Alim wal Muta’alim. Adapun etika yang ditekankan

beliau dalam kitab tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori, yakni

etika kepada Allah dan etika kepada sesama manusia.

Pertama, adab kepada Allah, beliau menyatakan bahwa hendaknya:

1 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim wa al Muta’allim, (Jombang: Maktabah Turats al-

Islami, 1413 H), hlm.13. 2 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim wal Muta’alim, hlm. 13-14.

Page 63: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

53

a. Aktifitas seorang guru dan murid dalam belajar-mengajar diniatkan

kepada Allah semata, bukan karena tujuan duniawi saja.

b. menyerahkan semua urusan kepada Allah serta memohon petunjuk-Nya,

c. Menerima apa adanya pemberian Allah (qanaah) dan sabar dengan

segala kondisi dirinya.3

Kedua, adab kepada sesama manusia, khususnya etika guru terhadap

murid. Dimana guru dipandang sebagai pribadi yang sangat dihormati, dan

menjadi publik figur bagi keteladanan muridnya baik di kala beliau masih

hidup maupun ketika beliau sudah meninggal. Selain itu adab murid terhadap

teman senasib seperjuangannya juga perlu mendapat perhatian. Karena dari sini

akan tercipta sebuah pemahaman bahwa murid mempunyai etika yang baik

kepada teman sesamanya, sikap saling menghormati dan menghargai satu sama

lain.

Apa yang menjadi pemikiran KH. Hasyim tentang tujuan pendidikan

dalam kitab Adabul ‘Alim wal Muta’alim dirasa sangat relevan dengan apa

yang menjadi cita-cita tujuan pendidikan saat ini bahkan menjadi tujuan

pendidikan sepanjang masa. Dimana pada tujuan pertama yaitu mencapai

derajat ulama’ (menjadi orang yang berilmu) dan derajat insan utama (khair al-

bariyyah)4, adalah tujuan dambaan bagi pendidik maupun anak didik. hal ini

senada dengan Kongres se-Dunia ke 11 tentang pendidikan Islam tahun 1980

di Islamabad, menyatakan bahwa:

“Tujuan pendidikan Islam adalah untuk mencapai keseimbangan

pertumbuhan manusia (peserta didik, pendidik) secara menyeluruh dan

seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran

(intelektual), diri manusia yang rasional; perasaan dan indera. Karena

itu, pendidikan hendaknya mencakup pengembangan seluruh aspek

fitrah peserta didik; aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah,

dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif, dan mendorong

semua aspek tersebut berkembang ke arah kebaikan dan kesempurnaan.

Tujuan terakhir pendidikan muslim terletak pada perwujudan

3 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim wal Muta’alim, hlm.25-29.

4 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim wal Muta’alim, hlm.13.

Page 64: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

54

ketundukan yang sempurna kepada Allah, baik secara pribadi,

komunitas, maupun seluruh umat manusia.”5

Dengan tujuan pendidikan seperti ini, maka murid maupun guru dapat

mempersiapkan diri secara penuh yang tidak hanya ahli dalam keilmuan agama

saja. Karena beerbicara tentang tujuan berarti berbicara mengenai hasil yang

nantinya akan dicapai dalam pendidikan. Bahkan menurut syaeikh al Zarnuji

persyaratan menjadi seorang guru sangatlah lebih ketat sebagaimana ungkapan

beliau:

...وا��� وا�ورع ������را�� ان ���� وا��ا��را����ذ

“dianjurkan bagi sorang murid dalam mencari ilmu harislah a’lam

(pandai menguasai materi), aura’(memiliki kematangan emosional) dan

asan (berpengetahuan).” 6

Sedangkan pada tujuan yang kedua yaitu beramal baik sesuai dengan

ilmu yang diperoleh merupakan puncak dari segala ilmu. Amal ini juga yang

menjadi manifestasi tujuan setiap orang, karena yang dianggap sebagai buah

dari ilmu adalah amal. Tujuan semacam ini dapat memberi pengaruh yang

signifikan terhadap langkah orang yang berilmu dalam mengaplikasikan

keilmuannya. Adapun manifestasi dari pengamalan ilmu itu sendiri adalah

sikap, perilaku atau etika sang pemilik ilmu. Dalam islam ilmu bukan hanya

dipandang sebagai sesuatu yang cukup diketahui saja, tapi juga perlu

diamalkan sekaligus sebagai bekal kehidupan akhirat kelak. Secara sederhana

tujuan semacam ini sudah merupakan cerminan pandangan hidup manusia.

Pemikiran semacam ini juga searah dengan yang disampaikan oleh pakar

pendidikan seperti, Ahmad D. Marimba, mengatakan tujuan akhir pendidikan

Islam adalah terbentuknya kepribadian muslim.7 Sedangkan tentang

kepribadian muslim, yakni kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya, baik

tingkah laku luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, filsafat hidup dan

5 Dikutip dari Samsul Nizar, Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis

dan Praktis, Abdul Halim (Ed), (Ciputat Press: Jakarta, 2002), hlm. 37-38.

6 Syeikh Al Zarnuji, Ta’limul Muta’allim, (Semarang: Pustaka Alawiyyah, t.t.), hlm. 13

7 Ahmad D. Marimba, Pengantar Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif , 1980), hlm.

47.

Page 65: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

55

kepercayaannya menuju pengabdian kepada Tuhan dengan wujud penyerahan

diri kepada-Nya.

Sebagaimana Marimba, Hasan Langgulung menyebutkan bahwa fungsi

dan tujuan pendidikan adalah menyiapkan generasi muda untuk memegang

peranan-peranan tertentu dalam masyarakat, memindahkan ilmu pengetahuan

yang bersangkutan dengan peranan-peranan tersebut dari generasi tua ke

generasi muda, memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara

keutuhan dan kesatuan masyarakat.8 Ini berarti bahwa pendidikan tidak hanya

berfungsi sebagai transfer of knowledge saja, tetapi lebih kepada pembentukan

pribadi yang mantap dan berakhlak mulia, pribadi yang cakap dan ideal untuk

dijadikan sebagai figur seorang pemimpin.

Pada tujuan yang ketiga yaitu mencapai ridha Allah, dapat dikatakan

merupakan tujuan operasioanal dalam pendidikan. Dimana dalam konsep ini

segala aktifitas yang dilakukan harus bertujuan demi tercapainya ridha Allah

dan kebaikan disisinya. Abdurrahman an-Nahlawi, mengatakan bahwa tujuan

akhir pendidikan Islam adalah merealisasikan ubudiyah kepada Allah di dalam

kehidupan manusia, baik individu maupun masyarakat. Hal ini berarti sejalan

dengan tujuan diciptakannya manusia dimuka bumi ini, yakni untuk beribadah

kepada Allah SWT (QS. adz-Dzariyat 51: 56).9

Pandangan semacam ini merupakan proses yang perlu diterapkan

kembali oleh guru-guru dalam pelaksaan praktek pendidikan pada saat ini,

dimana tujuan terpenting dalam pendidikan adalah ridha Allah sebagai

manifestaasi pengamalan ilmu, adapun yang selain dari itu semua bukan tujuan

utama.

Dari beberapa tujuan-tujuan tersebut di atas, dapat diklasifikasikan

menjadi tiga bagian, yaitu pertama, yakni tujuan individu yang berkaitan

dengan individu dan pelajaran mereka sebagai persiapan di kehidupan dunia

8 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Al-

Ma’arif, 1980), hlm. 92.

9 Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj. Herry

Noer Ali, (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 160.

Page 66: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

56

dan akhirat. Kedua, yakni tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat untuk memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diinginkan.

Ketiga, yakni tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pengajaran

sebagai ilmu, sebagai profesi dan sebagai suatu aktivitas dalam masyarakat.10

Dari sini dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam merupakan proses

membimbing dan membina fitrah manusia menjadi pribadi yang shaleh.

Dengan begitu diharapkan anak didik mampu memadukan fungsi iman, ilmu

dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik dunia

maupun akhirat. Prof. Dr. M. Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa tujuan

pendidikan Islam terdiri dari 5 sasaran, yaitu: pembentukan moral yang tinggi,

mempersiapkan kehidupan dunia-akhirat, persiapan mencari rizki dan cara

memanfaatkannya, menumbuhkan semangat belajar dan mempersiapkan

tenaga profesional.11 Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak hanya

berorientasi pada satu sisi kehidupan saja, melainkan dua sisi kehidupan yang

sama-sama punya peranan penting, yaitu dunia-akhirat. Menurut ajaran Islam

keduanya harus dituntut bersama-sama, karena hidup akhirat merupakan

kelanjutan dari kehidupan dunia.12

B. Analisis Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang Etika Guru dalam Proses

Belajar Mengajar dalam kitab Adabul Alim Wal Muta’allim

K.H Hasyim Asy’ari merupakan tokoh pendidikan yang banyak

mencurahkan gagasan mengenai relasi etika guru dan murid, yang melandasi

ajarannya dengan penekanan religious ethic. Etika religius ini, didasarkan atas

keimanan sehingga proses pencarian ilmu itu merupakan bagian dari realisasi

iman dan sekaligus untuk menjaganya dalam rangka mencari ridha Allah.

Dalam kerangka praksisnya, mencari ilmu senantiasa harus mengacu pada etika

10 Omar Muhammad Al-Taomy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Bulan Bintang:

Jakarta, 1979), hlm. 399.

11 Athiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,

1970), hlm. 15-18.

12 Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar

dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1996), hlm. 303.

Page 67: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

57

dan memperhatikan kemanfaatan (al-ilmu al-nafi). Menurut KH. Hasyim ‘ilmu

nafi’ akan didapatkan apabila aturan etika dapat dijalankan dengan baik dalam

proses belajar mengajar, etika tidak hanya berlaku pada anak didik saja tetapi

etika juga berlaku bagi guru. Terlebih lagi bagi guru Pendidikan agama Islam.

Menurut beliau kesuksesan dapat dihasilkan dan dicapai apabila antar etika

guru dan murid saling dilaksanakan secara baik sesuai dengan aturan dalam

kegiatan belajar mengajar yang berdasarkan kepada akhlak. Mengapa

demikian, karena menurut beliau adanya etika religius itu merupakan

komponen yang menjadi indikator dan prasyarat keberhasilan dalam tujuan

pendidikan. Sehingga dalam konteks kekinian dengan adanya penekanan etika

religius ini sangat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana

dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab II Pasal 3. Yaitu:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab”.13

Dengan mencoba melihat fenomena pendidikan yang terjadi saat ini,

penulis menganalisa berbagai problematika pendidikan yang timbul, terutama

seorang guru. Selanjutnya ditengah-tengah kemerosotan posisi guru pada saat

ini, konsep pemikiran etika pendidikan KH Hasyim ‘Asyari patut

dipertimbangkan kembali. Mengingat peranan pemikirannya yang sangat

signifikan dan sangat menekankan nilai religius ethic dalam mempertahankan

eksistensi dan wibawa guru dimata anak didik dan masyarakat.

Sebagai seorang pendidik, guru juga mempunyai tanggung jawab

etika yang harus berlaku terhadap diri sendiri, maupun terhadap orang lain.

Dibawah ini akan dibahas dan analisis etika guru satu persatu.

13 Undang-Undang Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional dan Penjelasannya,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 8.

Page 68: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

58

1. Analisis Etika Guru terhadap Diri Sendiri

Dalam bab etika guru terhadap murid terdapat empat pokok penting

yang perlu dianalisis yaitu:

Pertama tentang adanya penekanan jalan kesufian yang harus

dilakuakan oleh guru. Karena hal ini dianggap sebagai jalan tercepat untuk

mendekatkan diri pada Allah. Diantaranya adalah bersikap muraqabah,

khouf, wara’, tawadlu’, dan khusuk kepada Allah. Ini dimaksudkan agar

orang yang berilmu selalu berpegang teguh pada norma ilahi. Seorang pakar

pendidikan asal pakistan, Khursyid Ahmad mencatat empat kegagalan yang

diterima pendidikan barat yang lebih cenddrung bersifat liberal dan sekuler,

yakni 1) pendidikan barat gagal menanamkan dan mengembangkan cita-cita

kemasyarakatan dikalangan murid atau anak didik. 2) Pendidikan barat

gagal menanamkan nilai-nilai moral dan etika dalam hati dan jiwa murid

atau anak didik dalam memenuhi kebutuhan jiwanya. 3) Pendidikan liberal

membawa akibat perpecah belahan ilmu pengetahuan. 4) Pendidikan liberal

tidak mampu menjawab tentang permasalahan-permasalahan mendasar.14

Sudah sepantasnya guru sebagai pendidik haruslah punya bekal keilmuan

dan dekat dengan tuhan sebagai dasar dalam mendidik murid.

Kedua, tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai

keuntungan duniawi, membiasakan melakukan kesunahan-kesunahan

syari’at, dan senantiasa bersemangat mencapai perkembangan ilmunya.15

Konsep ini menuntut adanya keikhlasan dalam setiap aktivitas guru,

menurut Al-Ghazali, mendidik adalah tanggungjawab bagi orang yang

berilmu. ini dimaksudkan agar dalam mengajar ilmu niat guru hanya karena

Allah dan sebagai perantara untuk mendekatkan diri antara anak didik, guru

kepada-Nya.16 Hal ini berarti seorang guru tidak boleh memanipulasi atau

menyalahgunakan keilmuannya demi keuntungan duniawi, sehingga lupa

14 Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren Solusi Bagi Kerusakan Akhlak, (Yogyakarta:

Ittaqa Press, 2001). hlm. 114.

15 KH. Hasyim Asy’ari, Adabul ‘Alim wal Muta’alim..., hlm. 55

16 Abidin ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1998), hlm. 64.

Page 69: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

59

pada tugasnya sebagaimana seorang pendidik yang mengindahkan norma-

norma Illahi.

Selanjutnya sebagaimana penjelasan ulama’ terdahulu tentang faktor

pentingnya niat dan tujuan yang luhur ikhlas karena Allah, mencari

kebahagiaan akhirat, menghilangkan kebodohan diri, menghidupkan agama

dan untuk melestarikan ajaran Islam. Ini dimaksudkan agar seorang guru

atau murid dalam mendidik dan mencari ilmu tidak terbersit niatan dalam

hatinya untuk mendapat penghormatan, prestise, dan untuk mendapatkan

kepentingan duniawiyah saja. Hal ini berbeda dengan pendidikan dan

pencarian ilmu yang dikedepankan saat ini, di mana aspek material oriented

sangat dominan sehingga menyebabkan dunia pendidikan kehilangan

keseimbangan antar aspek material oriented dan spiritual oriented.

Akibatnya out put yang dihasilkan tidak jarang justru melahirkan manusia

yang memandang segala sesuatunya dari sudut pandang materi. Sehingga

tidak jarang kejahatan yang besar justru banyak dilakukan orang-orang

berpendidikan.

Ketiga, kesadaran diri sebagai guru. Ini berarti guru harus dapat

menjadi teladan (uswah) dalam memberi contoh yang baik kepada murid

atau anak didik, sehingga tertanam dalam dirinya untuk dapat menjadi guru

yang benar-benar edukatif. Al- Ghazali mengibaratkan kedudukan guru dan

murid sebagai kayu dan bayangannya. Murid sebagai bayangan tidak

mungkin dapat lurus jika guru atau kayunya bengkok.17

Keempat, keharusan bagi seorang guru untuk semangat

mengembangkan keilmuan, seperti penelitian, dialog, maupun menulis baik

untuk merangkum maupun mengarang buku sebagai upaya untuk

memantapkan keilmuannya. Untuk itu, apa yang ditawarkan KH. Hasyim

Asy’ari seperti, bahwa seorang guru haruslah orang ‘Alim (kompeten) dan

selalu bermuthala’ah merupakan tawaran yang sesuai dengan konteks

17 Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-Aliran dalam pendidikan, Studi tentang Aliran

Pendidikan menurut Al-Ghazali , (Semarang: Dita Utama, 1993), hlm. 39.

Page 70: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

60

kekinian, dimana seorang guru dituntut untuk memiliki kecakapan meliputi

kompetensi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

2. Analisis Etika Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Pada dasarnya apa yang terkait dalam bab etika guru dalam proses

belajar mengajar adalah pembahasan tentang etika guru dalam hal

kemampuan psikologis. Kaitannya dengan dalam pembelajaran kontemporer

yang terpenting saat ini menurut Sya’roni adalah adanya keterbukaan

psikologis bagi seorang guru.18 Karena keterbukaan psikologis ini akan

berimplikasi pada dua hal, yaitu: Pertama, keterbukaan psikologng is guru

merupakan prasyarat penting yang harus dimiliki guru sebagai upaya untuk

memahami pikiran dan perasaan orang lain. Kedua, dapat menciptakan

relasi antar pribadi guru dengan murid yang harmonis, sehingga dapat

mendorong murid untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa

ganjalan.

3. Etika Guru terhadap Murid atau Anak Didik

Secara umum, guru adalah orang yang memiliki tangung jawab

untuk mendidik.19 Sedangkan secara khusus, guru dalam perspektif

pendidikan Islam adalah orang-orang yang bertanggungjawab terhadap

perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh

potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik

sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.20Berarti guru mempunyai peranan

penting dalam pembentukan etika atau akhlak anak didik, tetapi juga tidak

mengesampingkan peranan orang tua sebagai basic pembentukan etika atau

akhlak anak tersebut.

Sebagai seseorang yang diagungkan dalam sebuah proses

pembelajaran, guru juga mempunyai etika terhadap murid sebagai anak

18 Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid, Telaah atas Pemikiran al-Zarnuji dan

KH. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 76.

19 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif ,

1989), hlm. 37.

20Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1992), hlm. 74-75.

Page 71: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

61

didiknya. Diantara etika tersebut adalah kasih sayang dalam pergaulan, yaitu

sikap lemah lembut dalam bergaul.21 Artinya guru memberi contoh

pergaulan yang baik antara sesama guru di hadapan para murid, sebagai

pendidikan bagi kebaikan agama dan pergaulan mereka.

Selain itu kasih sayang dalam mengajar, guru juga tidak boleh

memaksa muridnya untuk mempelajari sesuatu yang belum dijangkaunya.

Melainkan menjelaskan lagi sesuatu yang tidak di pahami murid agar

tercipta pemahaman yang benar.22 Dari sini akan terlahir hubungan yang

harmonis antara guru dan muridnya, hubungan yang lebih dari sekedar guru

dan murid, melainkan hubungan ayah dan anak. Dengan begitu murid akan

lebih bersemangat dalam belajar sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.

4. Analisis Etika Guru terhadap Kitab

Kaitannya dengan hal yang perlu dibahas dalam etika guru terhadap

kitab adalah adanya kecendrungan mengedepankan pengetahuan agama dan

adanya nilai-nilai religius yang menyertai kegiatan guru. Pada dasarnya,

cabang-cabang ilmu adalah saling berhubungan dan terkait sehingga

penguasaan terhadap seluruh pengetahuan merupakan suatu keharusan.

Akan tetapi, untuk mencapai tujuan penguasaan terhadap keseluruhan

pengetahuan secara sekaligus tidaklah mungkin dengan cepat dan secara

instan. Maka seorang guru harus dapat memilih dan mengkalasifikasi

manakah pelajaran yang paling penting, cocok dan berguna untuk murid.

Dalam memahami konsep ini bukan berarti trend agama dalam arti

mendahulukan pendahuluan agama yang hanya mendominasi uraian-uraian

tersebut, melainkan juga trend pragmatisme (dalam pengertian secara

umum), sehingga apapun yang menjadi penilaian tentang kedudukan ilmu

berdasar kegunaan bagi manusia juga penting, namun ilmu agama juga

penting. Keuntungan dari konsep ini adalah pemahaman keagamaan

21 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hlm. 85.

22 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hlm. 85.

Page 72: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

62

menjadi sangat mendalam dan ilmu-ilmu lain juga penting sebagai

keharusan untuk kegunaan manusia.23

Adapun analisis dan kaitannya empat etika guru tersebut dengan

penerapan secara umum, penulis melihat fenomena ini sebagai keharusan,

karena hal ini bukanlah tanpa alasan, mengingat memang ada sebagian guru

sekarang ini telah menyimpang dari kode etiknya. Ditambah lagi adanya

ketidakseriusan guru dalam pembelajaran untuk menjadikan murid sebagai

generasi yang baik dan mempunyai etika, adab atau sifat yang terpuji masih

jauh dari harapan. Sementara itu, kesalahan kecil yang dilakukan guru

mendapatkan respon yang begitu besar dan hebat dari masyarakat, mengingat

kedudukan guru adalah sebagai uswah.

Hampir setiap hari kita disuguhkan berita dari televisi maupun surat

kabar tentang fenomena kekerasan dalam dunia pendidikan. Kekerasan yang

terjadi di dalam dunia pendidikan, baik yang dilakukan oleh guru terhadap

siswanya maupun kekerasan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa yang

lain. Hal tersebut sangat memprihatinkan karena di sekolahlah seharusnya

nilai-nilai etika dan budi pekerti itu ditanamkan.

Adanya fenomena guru yang tidak edukatif dalam pendidikan tentu

sangatlah riskan. Implikasi dari asumsi tindakan yang tidak edukatif adalah

siswa merasa tidak aman dan tidak nyaman dalam proses pembelajaran. Dari

fenomena ini banyak pakar menganalisa akibat dari pertama kekerasan dalam

pendidikan muncul akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman,

terutama fisik, jadi, ada pihak yang melanggar dan pihak yang memberi sanksi.

Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggaran, maka

terjadilah apa yang disebut dengan tindak kekerasan. Kedua kekerasan dalam

pendidikan bisa diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan

yang berlaku. Muatan kurikulum yang hanya mengandalkan kemampuan aspek

kognitif dan mengabaikan pendidikan afektif menyebabkan berkurangnya

proses humanisasi dalam pendidikan. Ketiga kekerasan dalam pendidikan

23 Fathiyah Hasan Sulaiman, Aliran-Aliran dalam pendidikan...,hlm. 46.

Page 73: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

63

dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan tayangan media massa yang

memang belakangan ini kian vulgar dalam menampilkan aksi-aksi kekerasan.

Keempat sikap guru yang kurang profesional dalam melaksanakan

pembelajaran sehingga berimplikasi pada pemahaman siswa terhadap materi

yang disampaikan.

Oleh karena itu penekanan terhadap aspek etika, moral atau adab

menjadi harga mutlak yang tidak bisa ditawar lagi, agar pendidikan Islam dapat

berjalan dengan baik sehingga mampu menghasilkan generasi yang berakhlak

mulia. Hal senada juga disampaikan Athiyah al-Abrasyi bahwasanya

pendidikan budi pekerti atau akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam,

dan Islam menyimpulkan bahwa pendidikan etika, adab, budi pekerti atau

akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Mencapai suatu akhlak sempurna

merupakan tujuan sebenarnya dari pendidikan Islam.24

Kaitannya dengan fenomena tersebut perlu kiranya sebagai guru untuk

kembali pada kaidah yang disampaikan K.H Hasyim Asy’ari tersebut,

walaupun akhirnya ada imbalan itu merupakan bagian dari jerih payah orang

melakukan aktifitas dan sebagai penunjang kesejahteraan guru meskipun tidak

menjadi prioritas. karena dalam pembelajaran sangat perlu menekankan rasa

keikhlasan dalam segala aktifitas, karena salah satu kemudahan agar dapat

menerima apa yang disampaikan guru dalam proses belajar mengajar adalah

rasa ikhlas dari gurunya, dan salah satu jalan masuknya nur ilahi adalah

dengan rasa keikhlasan, dan ini bukan berarti guru tidak boleh sepenuhnya

tanpa harus digaji dan tanpa harus dihormati.

Untuk itu apa yang diungkapkan oleh KH. Hasyim Asy’ari bahwa

seorang guru harus mempunyai kompetensi yang memadai dengan menjadikan

dirinya sebagai top model. Karena bagaimanapun juga eksistensi guru sampai

kapan pun tetap tidak akan terganti oleh mesin yang canggih sekalipun.

24 Athiyah Al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok…, hlm. 15.

Page 74: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

64

C. Kontribusi Konsep Etika Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Serta

Relevansi Dengan Sistem Pembelajaran Saat Ini.

Dunia pendidikan Indonesia saat ini bisa digambarkan dengan pola

hidup masyarakat Indonesia yang sudah memprihatinkan. Dalam hal ini

terdapat dua kelompok. Satu kelompok melihat nilai-nilai lama mulai runtuh

sedang nilai-nilai baru belum muncul untuk menggantikan nilai-nilai lama.

Sedangkan kelompok kedua melihat nilai-nilai lama itu masuk ke dalam nilai-

nilai baru dan membantu menegakkannya. Samsul Nizar mengungkapkan

bahwa keprihatinan bangsa yang tengah dilanda krisis dalam berbagai aspek

kehidupan membuat peran pendidikan khususnya sekolah dipertanyakan.25 Ini

berarti pendidikan belum mampu membentuk manusia ideal yang dapat

diandalkan dalam masyarakat. Melihat kondisi riil yang ada sekarang ini,

seperti maraknya tawuran pelajar, konsumsi dan pengedaran narkoba yang

merajalela, dan pergaulan bebas, membuat peran pendidikan semakin tersudut.

Seakan pendidikan sekolahlah yang bertanggung jawab penuh terhadap

berbagai permasalahan yang menyelimuti generasi bangsa dan masyarakat.

Kondisi seperti di atas sebenarnya sudah lama tergambar pada masa

lalu, hal semacam ini pula yang melatar belakangi terciptanya karangan kitab

Adabul alim wal mutaa’allim. Pendidikan dimasa sekarang ini disadari atau

tidak telah mengalami pergeseran nilai dan orientasi, pendidikan Islam yang

awalnya bertujuan membentuk karakter anak didik dan membentuk etika

religius, ternyata secara metodologis justru lebih banyak terjebak dalam pola

pendidikan satu arah bersifat pengajaran semata. Kondisi seperti ini pada

akhirnya akan kembali menimbulkan krisis etika dan moral serta keagamaan.

Melihat kondisi seperti itu, maka kontribusi yang akan diberikan oleh beliau

adalah sebagai berikut:

1. Orientasi Tujuan Pendidikan yang Mempunyai Arah Duniawi untuk

Ukhrawi

25 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam…, hlm. 32.

Page 75: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

65

Dalam hal ini, akan terjadi keseimbangan antara jasmani dan rohani.

Keseimbangan ini akan menjadi dasar untuk mencapai kebahagiaan yang

sempurna. Dengan adanya tujuan ke arah ukhrawi maka perkembangan

pendidikan tidak hanya terfokus pada transfer of knowledge dengan

pengajaran semata.

2. Penyertaan Religius dalam setiap Unsur Proses Belajar Mengajar

Adapun yang dimaksud adalah berusaha membuat suasana

keagamaan dalam proses pendidikan. Dan ini, mempunyai peran besar

dalam menumbuhkembangkan moral dan spiritual peserta didik. Karena

suasana religius dan membiasakan akhlak dalam setiap kegiatan belajar

mengajar merupakan langkah maju menuju cita-cita keseimbangan dunia

dan akhirat.

3. Optimalisasi Etika Religius terhadap Guru dan Murid

Tentang optimalisasi etika religius terhadap guru dan murid

merupakan konsep untuk pengamalan secara maksimal terhadap ajaran-

ajaran Islam. Dalam konteks ini, ajaran agama tidak boleh hanya dikuasai

sebagai pengetahuan, melainkan pengamalan yang mengkristal dalam diri

guru dan murid. Optimalisasi religius ini menitik beratkan pada individu

guru dan murid. Kalau dilihat secara seksama, pemikiran K.H Hasyim

Asy’ari berusaha membuat dasar bangunan masyarakat moral religius

melalui pembinaan moral.

Dari beberapa pemaparan diatas menunjukkan adanya sesuatu yang

salah dalam praktek pendidikan kita, yaitu kurangnya perhatian pada aspek

etika, moral yang perlu dicarikan pemecahannya. K.H Hasyim Asy’ari telah

memberikan sedikit gambaran atas pemecahan persoalan yang terjadi

dengan mengedepankan pendidikan etika sebagai tujuan pendidikan,

pesantren sudah membuktikan keberhasilannya dalam mencetak murid,

anak didik yang saleh, beretika dan berakhlak mulia.26 Maka membuat

26 Ahmad Magfurin, “Model Pendidikan Alternatif Masa Depan”, dalam Ismail SM, dkk

(Ed), Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar dan Fakultas Tarbiyah

IAIN Walisongo Semarang, 2002), hlm. 143.

Page 76: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

66

suasana religius dan membiasakan etika dan akhlak yang baik dalam setiap

kegiatan belajar mengajar merupakan langkah maju menuju cita-cita

keseimbangan dunia akhirat. Etika, akhlak dan adab merupakan salah satu

dari bentuk sifat yang harus diperhatikan dan dimiliki oleh siapapun,

khususnya guru dan murid atau anak didik dalam pendidikan, dimana antara

sikap guru dan murid sangatlah terkait satu sama lain dalam proses belajar

mengajar. Murid selaku penerima ilmu haruslah hormat terhadap guru,

sedangkan guru sebagai pendidik sudah seharusnya bersikap lebih

dibandingkan murid.

Page 77: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

67

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa uraian bab diatas setidak-tidaknya ada tiga dimensi

penting yang terdapat dalam kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim, yakni

dimensi keilmuan yaitu dimensi yang memandang pendidikan sebagai wadah

pengembangan keilmuan, dimensi pengamalan berarti mengupayakan

pendidikan sebagai aktualisasi dari ilmu yang selama ini dicari, dan dimensi

religius sebagai kontrol bahwa pendidikan merupakan sarana untuk

meningkatkan keimanan dan pengetahuan kepada Tuhan. Dimana dari tiga

dimensi tersebut terangkum dalam satu konsepsi pendidikan yang bercirikan

dengan nilai-nilai moral dan berlandaskan “etika”.

Kaitanya dengan etika guru terhadap murid yang disampaikan K.H

Hasyim Asy’ari dalam kitab Adabul Alim Wa Al Muta’allim dapat ditarik

sebuah kesimpulan bahwa yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam

menjalankan tugas utama profesinya sebagai guru adalah memberikan

pendidikan dan pengajaran kepada murid atau anak didik, apa yang dilakukan

oleh guru kurang lebih nantinya adalah yang akan dilakukan oleh murid atau

anak didik. Oleh karena itu guru hendaknya bersikap hati-hati dalam menjaga

sikap, etika dan perilakunya dalam menjalankan kegiatan belajar

mengajarnya, serta mendasari setiap perilaku pengajarannya dengan nilai nilai

etika keagamaan (religius ethic). KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan, bahwa

kunci sukses belajar mengajar adalah adanya aturan etika yang dijalankan

dalam relasi hubungan komunikasi yang baik antara guru dengan murid yang

berdasarkan pada nilai-nilai agama.

Hal ini membuktikan bahwa apa yang dipahami beliau dalam bidang

pendidikan merupakan buah karya perhatian beliau tentang tentingnya nilai

etika dalam pendidikan. Adapun peran dan pentingnya kesuksesan suatu

pendidikan itu hanya dapat dilakukan oleh guru yang mempunyai kompetensi

tertentu dengan menjadikan etika sebagai landasan tinggi belajar

mengajarnya.

Page 78: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

68

Adapun relevansi pemikiran etika guru yang digambarkan KH.

Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Adabul Alim Wal Mutaallim meliputi empat

etika pokok yaitu, etika guru terhadap diri sendiri , etika guru dalam proses

belajar mengajar, etika guru terhadap murid atau anak didik, etika terhadap

kitab sebagai alat untuk belajar. Untuk sekarang ini dirasa sangat penting

untuk diapresiasi kembali di tengah-tengah keadaan sistem pendidikan yang

sudah terjebak dalam pandangan material oriented. Dimana dalam pandangan

beliau bahwa materi bukanlah tujuan dari pendidikan.

Adapun jika diimplementasikan dalam praktek kegiatan belajar

mengajar, pemikiran K.H Hasyim Asy’ari sangatlah penting, artinya

ditengah-tengah keadaan sistem pendidikan yang terjebak pada material-

oriented seperti sekarang ini. Dengan kata lain, guru memandang bahwa

pendidikan merupakan satu-satunya wadah untuk menghasilkan materi. Maka

yang akan terjadi adalah hilangnya aspek etika religius dan barakah dalam

pendidikan tersebut. Oleh karena itu, berefleksi dari pemikiran beliau, perlu

rasanya untuk mengadakan evaluasi diri, sudah sejauh manakah perjalanan

pendidikan selama ini, maka apa yang diungkapkan K.H Hasyim Asy’ari

layak direnungkan kembali, yakni tentang adanya guru profesional yang

mempunyai kompetensi akademik dengan kualitas etika tinggi yang memadai

dengan menjadikan dirinya sebagai top model atau uswah bagi perkembangan

murid atau anak didik. Namun demikian, tidak harus sampai mereduksi

adannya nilai-nilai etika dalam proses pembelajaran. Jadi, yang perlu diingat

adalah bagaimana proses pembelajaran tersebut, dibangun atas dasar etika

dan ta’zim yang besar dari seorang murid dan cinta kasih yang tulus dari

seorang guru. Maka pendidikan yang berdasarkan etik di atas akan terjalin

sikap yang kritis dan demokratis dan eksistensi guru dan siswa sama-sama

diakui, lebih dari itu siswa diperlakukan secara manusiawi, diberikan hak

untuk mengemukakan pendapat, mengkritik. Tapi bagaimana kritikan dan

pendapat tersebut disampaikan dengan santun dan beretika.

B. Saran-Saran

Adapun saran-saran untuk mengakhiri skripsi ini adalah sebagai

berikut:

Page 79: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

69

Pertama, Dalam kaitannya dengan pendidikan, pemikiran K.H

Hasyim Asy’ari tentang etika guru terhadap murid dan implementasinya

dalam pendidikan modern, setidak-tidaknya memberikan sumbangan

pemikiran dalam pendidikan Islam.

Kedua, Pemikiran K.H Hasyim Asy’ari masih sangat relevan untuk

dikaji dan dikembangkan karena dengan melihat fenomena pendidikan yang

sering terjadi, sebagaimana kekerasan dalam pendidikan di Indonesia. Hal ini,

mengingat kondisi bangsa Indonesia yang secara budaya dan pendidikan

semakin tertindas dan terhegemoni Barat. Maka pemikiran K.H Hasyim

Asy’ari mencoba menata kembali masalah pendidikan dengan

mengembangkan sebuah etika religius dan transendental dalam pendidikan.

Ketiga, untuk kepentingan teoritis maupun praktis bagi

pengembangan pendidikan Islam umumnya dan belajar mengajar pada

prakteknya, pengkajian secara kritis terhadap konsep-konsep yang berasal

dari ulama-ulama tradisional penting untuk terus dilakukan, karena

menemukan pemikiran ulama tradisional secara kritis ibarat menemukan

kembali mutiara berharga yang telah lama terpendam di kedalaman lumpur

sejarah selama bertahun-tahun.

Keempat, Salah satu temuan dalam dalam penelitian adalah adanya

indikasi bahwa apa yang mejadi pemikiran pendidikan K.H Hasyim Asy’ari

khususnya tentang etika sedikit banyak merupakan manifestasi dari

pemahaman tasawuf dan keagamaan yang disandangnya. Namun dalam

penelitian ini hal itu hanya disinggung sebagaian saja, sehingga kajian lebih

lanjut mengenai pengaruh paham keagamaan dan tasawuf K.H Hasyim

Asy’ari terhadap konsep pendidikan yang beliau bangun memiliki

signifikansi dan urgensi yang cukup penting untuk dilakukan.

C. Penutup

Demikianlah hasil akhir dari skripsi ini, yang telah mengalami

perjalanan panjang yang harus dilalui untuk sampai pada penghujung untuk

mencapai garis akhir. Segala tulisan yang tertuang dalam skripsi ini

merupakan karya yang ditulis dengan sungguh-sungguh dan

Page 80: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

70

bertanggungjawab, namun tetap harus diakui bahwa segala kekurangan dan

kesalahan sudah barang tentu masih tetap melekat dalam rangkaian kata-kata

dari awal sampai akhir. Untuk itu, tidak ada usaha yang lebih berharga

kecuali melakukan kritik konstruktif terhadap setiap elemen untuk

membangun skripsi ini, demi perbaikan dan kebaikan semua pihak. Namun

penulis tetap berharap, dengan segala kekurangan dan kesalahan yang ada,

skripsi ini tetap menjadi bagian dari usaha yang bermanfaat bagi

pengembangan pendidikan Islam pada khususnya, dan pengayaan khazanah

Islam pada umumnya, atau paling tidak dapat memenuhi standar minimal dari

kriteria kegunaan yang telah ditetapkan sejak penelitian ini berupa rancangan.

Amin.

Page 81: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdussami, Humaidy, dan Ridwan Fakla AS, Biografi 5 Rais ‘Am Nahdlotul

Ulama, Yogyakarta: LTN bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 1995.

Al Abrasyi, Athiyyah, al-Tarbiyah al-Islamiyah Wa Falasifatuha, Mesir: al-

Halabi, 1975.

_______, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1970.

Al Darimi, Imam, Sunan Al- Darimi, Dar al-Fikr: Mesir, tt.

Al Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin, terj. Abdul Rosyad Shiddiq, Jakarta:

Akbar Media, 2008.

Al Qardhawi, Yusuf, Konsepsi Ilmu dalam Persepsi Rasulullah SAW, Karakter

Ilmu dan Ulama’, Jakarta: Firdaus, 1994.

Al-Syaibany, Omar Muhammad Al-taomy, Falsafah Pendidikan Islam, Bulan

Bintang: Jakarta, 1979.

Al Zarnuji, Ta'limul Muta'llim, Semarang: Pustaka Alawiyyah, t.t.

Ali, Muhammad, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Penerbit Sinar

Baru Algesindo, 2007.

Ali, Zainudin, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Aly, Hery Nur dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung

Insani, 2003.

Anam, Chairul, Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, Surabaya:

Bisma Satu, 1999.

An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, terj.

Herry Noer Ali, Bandung: Diponegoro, 1989.

Assegaf, Abd. Rahman, Pendidikan Tanpa Kekerasan, Tipologi Kondisi, Kasus

dan Konsep, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004.

Asy’ari, KH. Hasyim, Adabul ‘Alim wa al Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats

al-Islami, 1413 H.

Asy Syalhub, Fuad, Guruku Muhammad, Jakarta: Gema Insani Press, 2006.

Page 82: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

Azizy, A. Qodri A., Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial

(Mendidik Anak Sukses Masa Depan Dan Bermanfaat), Semarang: CV.

Aneka Ilmu, 2003.

Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Burhanuddin, Tamyiz, Akhlak Pesantren Solusi Bagi Kerusakan Akhlak,

Yogyakarta: ITTAQA Press, 2001.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nasional, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Daradjat, Zakiah, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 2005.

Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren, Studi tentang pandangan hidup Kyai,

Jakarta: LP3ES, 1982.

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta:

Rineka Cipta, 2000.

Fakhruddin, Asep Umar, Menjadi Guru Favorit, Jakarta: PT. Grasindo, 1999.

Hadzik, KH. Ishomuddin, Irsyad al-Sari, Jombang: Maktabah Turats al-Islami, tt.

Huda, Misbahul, ”Profil dan Etika Pendidik dalam Pandangan Pemikir

Pendidikan Islam Klasik”, Religia, vol. II, No. 2, Oktober, 1999.

Khuluq, Lathiful, Fajar Kebangunan Ulama Biografi KH. Hasyim Asy’ari,

Yogyakarta: LkiS, 2000.

Komarudin, et.al., Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Langgulung, Hasan, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung:

PT. Al-Ma’arif, 1980.

Magfurin, Ahmad, Model Pendidikan Alternatif Masa Depan, dalam Ismail SM,

dkk (Ed), Dinamika Pesantren dan Madrasah, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar dan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2002.

Majid, Abdul, et.al., Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2006.

Page 83: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

Marimba, Ahmad D., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al Ma'arif,

1989.

Mas’ud, Abdurrahman, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi,

Yogyakarta: LkiS, 2004.

Misrawi, Zuhairi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, dan

kebangsaan, Jakarta: Kompas, 2010.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2009.

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: PT. Bayu Indra

Grafika, 1996.

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004.

Muhammad, Herry, et.al., Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20,

Jakarta: Gema Insani, 2006.

Mujib, Abdul, et al., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008

Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Misaka Galiza,

2003.

Musarmadan, Ahklak Guru dan Murid dalam Perspektif Pendidikan Islam (studi

atas pemikiran K.H Hasyim Asy'ari dalam kitab Adabul Alim wa Al

Muta'alim), Semarang IAIN Walisongo, 2006.

Mustofa, KH. Bisyri, Mitra Sejati, Surabaya: Maktabah Muhammad Nabhan, tt.

Nasution, S., Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 1992.

Nata, Abudin, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Press, 2009.

Nizar, Samsul, dan Abdul Halim (Ed), Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan

Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2002.

Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES,

1996.

Rozikin, Badiatul, et. al., 101 Jejak Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta: e-

Nusantara, 2009.

Page 84: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

Rusn, Abidin ibnu, Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 1998.

Soetjipto, et.al., Profesi keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Steenbrink, Karel A., Pesantren, Madrasah, Sekolah, Jakarta: LP3ES, 1994.

Sudjana, Nana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru

Algesindo, 2002.

Sulaiman, Fathiyah Hasan, Aliran-Aliran dalam pendidikan, Studi tentang Aliran

Pendidikan menurut Al-Ghazali , Semarang: Dita Utama, 1993.

Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa: Dari Teori Hingga Aplikasi, Jakarta:

Bumi Aksara, 2008.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan: Suatu pendekatan Baru, Bandung: PT

Remaja Rosda Karya, 1995.

Sya'roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid, Telaah atas Pemikiran al-Zarnuji

dan KH. Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: Teras, 2007.

Syukur, Suparman, Etika Religius, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004.

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam,, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1992.

Tantowi, Ahmad, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 2009.

Thoha, Chabib, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1996.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III,

Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integritas

dan Kompetensi, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006.

Undang-Undang R.I. Nomor 15 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, Jakarta:

Sinar Grafika, 2005.

Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 Tentang "SISDIKNAS: Sistem

Pendidikan Nasional", Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003.

Page 85: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2000.

Zed, Mestika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

2004.

Page 86: ETIKA GURU DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/103/jtptiain-gdl... · Teriring doa semoga Allah SWT membalas semua ... Berisi tinjauan umum

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama : Edi Hariyanto

2. Tempat tanggal lahir : Demak, 5 Maret 1987

3. NIM : 053111324

4. Alamat Asal : Tb. Malang, RT/RW. 04/06. Purworejo,

Kec. Bonang, Kab. Demak

HP : 085726920364

E-mail : edi. [email protected] terate

B. Riawayat Pendidikan

1. Pendidikan Formal :

a. RA. Raudlotul Islamiyyah ............................................. Tahun 1992

b. MI Raudlatul Islamiyyah ................................................ Tahun 1999

c. MTs Futuhiyyah I Mranggen ......................................... Tahun 2002

d. MA Futuhiyyah I Mranggen ........................................... Tahun 2005

e. IAIN Walisongo Semarang ........................................... Tahun 2011

2. Pendidikan Non Formal :

a. Pondok Pesantren Futuhiyyah ........................................ Tahun 1999

C. Pengalaman Organisasi :

1. IKSANDA (Ikatan Santri Demak) ............................ Tahun 2003-2004

2. Dep. KAMTIB (Keamanan dan Ketertiban)

PP. Futuhiyyah ..................................................................... Tahun 2005

3. PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate ................................ Tahun 2010

D. Karya Ilmiah

1. Etika Guru dalam Proses Belajar Mengajar Agama Islam Menurut KH.

Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adabul ‘Alim Wal Muta’allim.(Skripsi)

Semarang, 10 Juni 2011

Penulis

Edi Hariyanto

NIM. 053111324