etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani
TRANSCRIPT
ETIKA DAN MORALITAS DALAM PENDIDIKAN JASMANI
MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAHKapita Selekta Keilmuan Olahraga
Yang dibina oleh Dr. Sapto Adi, M. Kes
OLEH Awal Akbar Jamaluddin
160614801335
UNIVERSITAS NEGERI MALANGPROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGANOVEMBER 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam keseluruhan proses pendidikan di Perguruan Tinggi maupun di
Sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paing utama. Ini berarti bahwa
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana
proses pembelajaran dapat berlangsung secara akuntabel. Salah satu 2 faktor yang
mempengaruhi hal tersebut adalah Guru/Dosen selaku pendidik dan
Siswa/Mahasiswa selaku peserta didik.
Dalam proses pembelajaran, tugas Guru/Dosen adalah sebagai perencana,
pelaksana, dan sebagai penilai keberhasilan peserta didik itu sendiri. Semua tugas
tersebut dilaksanakan dalam upaya untuk membantu membelajarkan peserta didik
untuk mendapatkan pengetahuan, kemhiran dan keterampilan, serta nilai sikap
tertentu. Agar peserta didik mempunyai nilai dan sikap yang diharapkan, dalam
arti sesuai dengan standart yang berlaku umum di masyarakat, pendidik harus pula
melaksanakan tugasnya berdasarkan standar moral dan etika tenrtentu.
Selama ini masalah etika dan moral yang berlaku pada proses pembelajaran di
sekolah dan perguruan tinggi kurang mendapat perhatian, sehingga pendidik
masih melaksanakan tugas sesuai dengan keinginannya sendiri atau institusinya,
bukan berdasarkan standar etika dan moral yang berlaku. Salah satu contohnya,
adalah saat Guru/Dosen memberikan penilaian kepada peserta didik secara tidak
adil. Misalnya, peserta didik dianggap dekat, atau karena cantik, atau karena sebab
lainnya, meskipun hasil belajarnya tidak baik tetapi diberikan nilai yang tinggi,
sebaliknya peserta didik yang pada dasarnya berkompeten untuk mendapatkan
nilai bagus tapi karena tidak menjalin keakraban dengan tenaga pendidik sehingga
mendapat nilai yang sama atau bahkan lebih rendah, atau pendidik memberi nilai
tanpa melihat hasil pekerjaan peserta didiknya.
Mengacu pada kasus diatas maka materi etika dan moral dianggap perlu
dimasukkan dalam program pembelajaran terkhusus pada pembelajaran
pendidikan jasmani, karena melalui gerak kita bisa mengajarkan anak didik kita
tentang pentingnya etika dan moral untuk menjadi bahan ajar yang prioritas,
dengan mengkhususkan Guru/Dosen dan peserta didik dalam proses
pembelajaran. perilaku Guru/Dosen dan peserta didik harus didasarkan atas
pertimbangan etika dan moral sebagai sarana untuk membantu peserta didik
dalam mempengaruhi pembentukan pribadinya secara positif melalui perilaku
yang diteladankan oleh pendidik itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat rumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa Itu Etika ?
2. Apa Itu Moral ?
3. Apa Perbedaan Arti Etika Dan Moral?
4. Manfaat Etika dan Moral Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani ?
5. Bagaimana Cara Menyikapi dan Melaksanakan Etika dan Moral Pembelajaran
?
C. Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas dapat dituliskan tujuan penulisan sebagai berikut
:
1. Mengetahui Pengertian Etika
2. Mengetahui Pengertian Moral
3. Mengetahui Perbedaan Arti Etika Dan Moral
4. Mengetahui Manfaat Etika dan Moral Dalam Pembelajaran Pendidikan
Jasmani
5. Mengetahui Cara Menyikapi dan Melaksanakan Etika dan Moral
Pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ETIKA
Secara etimologi (kebahasaan), etika berasal dari bahasa yunani, ethos. Dalam
bentuk tunggal, ethos bermakna tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, ahlak, perasaan, dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak,
ta etha berarti adat kebiasaan. Dalam istilah filsafat, etika diartikan sebagai ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika
dibedakan menjadi tiga pengertian utama, yakni: ilmu tentang apa yang baik dan
kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkembang dengan ahlak, dan
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
(Abdullah & Safarina, 2016:87)
Etika adalah sebuah cabang filsafat yang membicarakan tentang nilai dan
norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang
filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan
menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan
yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma moral. Etika adalah sebuah
refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan
terwujud dalam sikap serta pola perilaku hidupmanusia, baik sebagai pribadi
maupun sebagai kelompok.
Menurut Bertens (1999:6) etika mempunyai tiga arti, yakni: Pertama, etika
dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa
dirumuskan juga sebagai sistem nilai dapat berfungsi dalam hidup manusia
perorangan maupun pada taraf sosial. Kedua, etika dalam arti kumpulan asas atau
nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga, etika dalam arti ilmu
tentang yang baik dan buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-
kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk) yang
begitu saja diterima oleh masyarakat-masyarakat seringkali tanpa disadari menjadi
bahan refleksi bagi suatu penelitian yang sistematis dan metodis. Etika disini sama
artinya dengan filsafat moral.
Menurut Algernon D Black (1990:11) etika adalah ilmu yang mempelajari
cara manusia memperlakukan sesamanya dan apa arti hidup yang baik. Etika
mempertanyakan pandangan orang dan mencari kebenarannya.
Darmodiharjo dan Shidarta mengatakan dalam (Abdullah & Safarina,
2016:87). (1). Etika berkaitan dengan cara perbuatan yang harus dilakukan
seseorang atau kelompok tertentu, etika memberikan norma tentang perbuatan,
etika bertalian dengan apakah suatu perbuatan dapat dilakukan antara ya dan
tidak. (2). Dalam perlakuan etika tidak memperhatikan orang lain,bukan hanya
pada lingkup sosial saja tapi pada lingkup individu. (3). Etika bersifat mutlak, dan
prinsip etika sangat universal dan tidak bisa ada proses tawar-menawar. (4). Etika
bertalian dengan dimensi internal manusia.
B. PENGERTIAN MORAL
Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama artinya
dengan “etika”. “Moral” berasal dari kata latin mos, moris (adat, istiadat,
kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat,
watak, ahlak, cara hidup (Lorens Bagus, 1996:672). Dalam bahasa Inggris dan
banyak bahasa lain, termasuk bahas Indonesia (kamus Bahasa Indonesia, 1988),
mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi etimologi kata “etika” sama
dengn etimologi kata “moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti
adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: etika dari bahasa Yunani,dan
moral dari bahasa Latin. Jika kita sekarang memandang arti kata “moral”, perlu
kita simpulkan bahwa artinya sama dengan “etika”, yaitu nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Misalnya, kita mengatakan, bahwa perbuatan si A
tidak bermoral, artinya, kita menganggap perbuatan si A melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Istilah moral lebih sering
dipergunakan untuk menunjukkan kode, tingkah laku dan adat atau kebiasaan dari
individu atau kelompok-kelompok, seperti bila seseorang membicarakan tentang
moral orang lain. Disini moral sama artinya dengan kata Yunani ethos dan kata
Latin Mores (Dagobert D Runes: 1977:202). Moral adalah hal yang mendorong
manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai “kewajiban” atau
“norma”. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya
tindakan manusia.
Helden (1977) dan Richards (1971) merumuskan pengertian moral sebagai
suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan
tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip
dan aturan-aturan. Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas
merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat
dan tidak dapat dilakukan. Selain itu moral juga merupakan seperangkat
keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan
apa yang harus dicoba dilakukan oleh manusia.
Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan “moral”, hanya
lebih abstrak. Bila kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya, segi
moral suatu perbuatan atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan baik dan
buruk. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara
baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-
petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan
secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu. Isi ajaran adalah
tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik dan bagaimana manusia harus
menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Moralitas adalah kualitas dalam
perbuatan manusia yang berkaitan dengan baik dan buruk.
Moral dihubungkan dengan kewajiban khusus, dihubungkan dengan norma
sebagai cara bertindak yang berupa runtutan entah relative entah mutlak. Jadi,
”moral” merupakan wacana normative dan imperative yang diungkapkan dalam
konteks baik/buruk, benar/salah yang dipandang sebagai nilai mutlak atau
transenden. Isisnya berupa kewajiban-kewajiban. Konsep “moral” merujuk
kepada semua aturan dan norma yang berlaku, yang diterima oleh masyarakat
tertentu sebagai pegangan dalam bertindak, dan diungkapkan dalam konteks baik
dan buruk, benar dan salah.
C. PERBEDAAN ARTI ETIKA DAN MORAL
Haryatmoko dalam (Abdullah & Safarina, 2016:87) mengungkapkan bahwa
konsep “etika” sering digunakan sebagai persamaan dengan “moral”. Di balik
kedua istilah ini, terkandung nuansa dua tradisi pemikiran filsafat moral berbeda.
Aristoteles, dalam buku Ethique a’Nicomaque, menulis selain kata ‘ethos’, yang
bermakna “kualitas atau sifat” digunakan juga istilah ‘ethos’, yang bermakna
kebiasaan. Arti ‘ethos’ adalah suatu cara berfikir dan merasakan, cara bertindak
dan bertingkah laku yang memberi ciri khas cara kepemilikan seorang terhadap
kelompok. Istilah yang kedua ini relevan dengan terjemahan kata “moralis” (mos,
moris=adat, kebiasaan) dalam bahasa Latin. Istilah moralis selanjutnya menjadi
istilah teknis yang tidak lagi berarti kebiasaan, tetapi mengandung arti “moral”
sebagaiman digunakan dalam defenisi terkini. Edi Harapan dan Syarwani Ahmad,
dalam kegiatan sehari-hariterdapat perbedaan, yakni moral atau moralitas untuk
penilaian perbuatan yang dilakukan. Dua istilah itu selalu ada dalam kehidupan
manusia, dalam interaksi sosial satu sama lain.
Etika dilihat sebagai suatu refleksi filosofis tentang moral. Etika merupakan
wacana normative (tidak selalu berupa perintah yang mewajibkan, karena dapat
pula kemungkinan bertindak) yang membicarakan tentang baik dan buruk. Etika
lebih dilihat sebagai seni hidup yang mengarahkan ke kebahagiaan dan
kebijaksanaan. Paul ricoeur (1990) mengatakan istilah “moral” dan “etika”
dihubungkan pada dua tradisi pemikiran filsafat yang berbeda. Istilah “moral”
dihubungkan dengan tradisi pemikiran filosofis Immanuel Kant (sudut pandang
deontology). Moral meruju ke kewajiban, norma, prinsip bertindak , imperative
(“kategoris”=aturan aturan atau norma yang berasal dari akal budi yang merujuk
ke dirinya sendiri sebagai keharusan). Etika dihubungkan dengan tradisi
Aristoteles yang bersifat “teleologis” (telos=finalitas atau tujuan). Paul Riceour
mendefenisikan “etika” sebagai tujuan hidup yang baik bersama dan untuk orang
lain didalam institusi yang adil. Biasanya etika lebih di pahami sebagai refleksi
atas baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan atau bagaimana melakukan
yang baik atau benar. Moral merujuk pada kewajiban untuk melakukan yang baik
atau apa yang seharusnya dilakukan. Tekanan etika diletakkan pada dimensi
reflektif dalam upaya mencari bagaimana bertindak (bukan hanya kepatuhan pada
norma).
Mufid dalam (Abdullah & Safarina, 2016:87). Mengungkapkan bahwa, etika
lebih condong kea rah ilmu tentang baik atau buruk. Etika lebih dikenal dengan
kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan/atau nilai yang
berkenaan dengan baik-buruk. Ada dua kaidah dasar moral; pertama, kaidah sikap
baik, dimana seseorang seharusnya bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana
sikap baik, baik itu harus dinyatakan dalam bentuk konkret, tergantung dari apa
yang baik dalam situasi konkret itu. Kedua, kaidah keadilan, di mana sebagai
prinsip kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain,
kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentunya
disesuaikan dengan kadar anggota masing-masing.
Etika dan moral mempunyai fungsi sama, yaitu memberi orientasi bagaimana
kita harus melangkah dalam hidup ini. Perbedaanya, moralitas langsung
mengatakan kepada kita, “inilah cara anda harus melangkah”. Sedangkan etika
mempersoalkan “apakah saya harus melangkah dengan cara itu?” dan “mengapa
saya harus melangkah dengan cara itu?” Etika sebagai ilmu tentang tingkah laku
manusia tidak saja mempertanyakan alasan terjadinya dan baik tidaknya tindakan
itu; melainkan juga, apa akibatnya secara lahir dan batin. Atas dasar itulah, etika
lebih dalam dan lebih luas daripada moral. Moral dan etika saling berkaitan, sebab
kalau kita berbicara moral sudah tentu berbicara tentang etika, dan sebaliknya.
D. MANFAAT ETIKA DAN MORAL DALAM PEMBELAJARAN
PENDIDIKAN JASMANI
Mengapa etika dan moral harus dipelajari bagi calon pendidik ? Berdasarkan
studi evaluative yang dilakukan pada beberapa perguruan tinggi dan sekolah-
sekolah dan berdasarkan informasi yang ada pada masing masing perguruan tinggi
dan sekolah masalah etika dan moral pembelaajaran masih kurang mendapatkan
perhatian dari para pendidiknya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kasus-kasus
yang dijumpai dalam proses pembelajaran, antara lain yaitu :
1. Dosen/Guru (pendidik) dalam membelajarkan peserta didik kurang menguasai
bidang keilmuan yang diajarkan dan atau mengajarkan materi yang tidak sesuai
dengan bidang keahliannya, sehingga dampaknya adalah pendidik tadi kurang
menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk memberkan balikan
terhadap materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Selain itu, bila ada peserta
didik yang mengajukan komentar, atau pertanyaan terhadap materi yang
disampaikan kepada dosen, ditanggapi secara emosional. Disamping itu dosen
juga membatasi kesempatan mahasiswa untuk bertanya dengan alasan waktunya
sangat terbatas, sudah habis atau menugaskan untuk mendiskusikan masalah
yang ditanyakan tersebut dengan teman.
Contoh : ketika seorang peserta didik menanyakan, bagaimana cara melakukan
rool ke depan dengan baik dan benar ? lantas pendidik tadi menegurnya dengan
keras, bukankah kalian telah saya berikan materi, silahkan dikembangkan.
2. Dosen/Guru (pendidik) membelajarkan peserta didik secara disadari maupun
tidak dapat memunculkan ucapan-ucapan yang merendahkan kemampuan
peserta didik, menyudutkan peserta didik, menyinggung perasaan peserta didik,
dan semacamnya sehingga menimbulkan perasaan tidak senang pada
Dosen/Guru (pendidik) itu sendiri yang berdampak pada tidak harmonisnya
hubungan pendidik dan peserta didik.
Contoh: Ketika dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani salah satu
peserta didik memiliki kekurangan fisik lantas kita selaku pendidik kemudian
mengumbar kekurangan fisik peserta didik tersebut di depan teman-temannya.
3. Dosen/Guru (pendidik) dapat dianggap mempermalukan peserta didik, saat
menegur mahasiswa yang dianggap melakukan pelanggaran, dengan bahasa
yang cukup keras. Misalnya, saat Dosen/Guru (pendidik) mengajar, ada peserta
didik yang berbicara dengan teman sebelahnya dengan suara keras, sehingga
pendidik tadi menegur peserta didik tersebut dengan keras. Teguran itu
membuat peserta didik merasa dipermalukan dihadapan teman-teman
sekelasnya. Contoh lain, misalnya ada peserta didik yang menyontek pada
waktu ujian harian/tengah semester mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan
diketahui oleh Dosen/Guru (pendidik), kemudian pendidik tadi mengambil
contekan/pekerjaan peserta didik tersebut dan disobek di hadapan teman-
temannya. Sehingga peserta didik tadi merasa dipermalukan.
4. Dosen/Guru (pendidik) dapat dianggap menilai rendah disiplin ilmu lainnya,
jika dihadapan peserta didik, ia mengatakan bahwa ilmu lain tidak penting, yang
penting adalah ilmu yang sedang dipelajari, yang oleh sebab itu harus
diperhatikan dan dicermati secara penuh.
Contoh: Dalam pembelajaran pendidikan jasmani dosen/guru mengatakan
bahwa Pendidikan jasmani adalah mata pelajaran yang harus diprioritaskan
karena berhubungan dengan kesehatan dan kesehatanlah yang paling penting,
pembelajaran yang lain hadapi saja dengan santai.
5. Dosen/Guru (pendidik) dalam proses pembelajarannya tidak mentolerir
tanggapan pendapat peserta didik yang berlainan dengan pendapat pendidik
tadi; sehingga karena takut pada guru atau dosennya, peserta didik bersikap
menerima saja segala sesuatu yang diperbuat oleh dosen/guru terhadapnya.
6. Dosen/Guru (pendidik) tidak mempercerah proses pembelajaran dengan
menjadi dosen/guru “killer” atau dosen “momok”, bahkan akan menghambat
pencapaian tujuan pembelajaran. hubungan dosen/guru dengan peserta didik
yang kaku, yang berdasarkan atas rasa takut, taka da keakraban, atau tidak
adanya hubungan kejiwaan yang baik, dapat menimbulkan beban mental pada
peserta didik, yang dapat berakibat pada kegagalan belajar bagi peserta didik.
Hal tersebut tentunya tidak boleh dibiarkan dan harus dihindari Dosen maupun
Guru sebab akan berdampak pada hasil pembelajaran di PT maupun di sekolah,
sebab pembelajaran merupakan aktivitas utama untuk mencapai keberhasilan tujuan
pendidikan. Tidak terkecuali pendidikan jasmani itu sendiri. Untuk membantu para
Pengajar dalam mencapai hasil yang diharapkan, pengajar harus dapat menerapkan
pembelajaran yang sesuai dengan etika dan moral yang berlaku pada pembelajaran
di Perguruan Tinggi maupun di sekolah.
Identifikasi karakter penjas dan olahraga dan nilai-nilai moral yang
ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari atau dalam aktivitas olahraga yang
diharapkan akan menjadi perilaku otomatis oleh siswa dalam prosesnya
bermasyarakat :
1. Rasa hormat
a. Dalam Kehidupan Sehari-hari
1) Menghormati orang lain
2) Menghormati peralatan bermain
3) Menghormati pada lingkungan
4) Menghormati pada diri sendiri
b. Dalam Aktivitas Olahraga
1) Menghormati peraturan permainan dan tradisinya
2) Menghormati lawan bermain
3) Menghormati para offisial
4) Menghormati kemenangan atau kekalahan
2. Bertanggung Jawab
a. Dalam Kehidupan Sehari-hari
1) Memenuhi kewajiban diri
2) Dapat dipercaya
3) Dapat mengontrol diri sendiri
4) Gigih
b. Dalam Aktivitas Olahraga
1) Persiapkan diri sendiri untuk menjadi yang terbaik
2) Tepat waktu saat berlatih dan bermain
3) Disiplin diri
4) Dapat bekerja sama dengan kawan setim
3. Peduli
a. Dalam Kehidupan Sehari-hari
1) Menghibur orang lain dan berempati
2) Mudah memberi maaf
3) Murah hati dan sayang (baik hati)
4) Menghindari mementingkan diri sendiri atau licik/nakal
b. Dalam Aktivitas Olahraga
1) Bantu kawan setim untuk bermain yang terbaik
2) Mendukung kawan setim saat kacau
3) Murah hati dengan pujian; pelit dengan kritikan
4) Bermain untuk tim, bukan untuk diri sendiri
4. Jujur
a. Dalam Kehidupan Sehari-hari
1) Jujur dan terus terang
2) Bertindak dengan ketulusan hati
3) Dapat dipercaya
4) Berani melakukan sesuatu yang benar
b. Dalam Aktivitas Olahraga
1) Bermain sesuai dengan aturan
2) Setia pada tim
3) Bermain bebas dari obat-obatan
4) Mengaku atas kesalahan sendiri
5. Adil
a. Dalam Kehidupan Sehari-hari
1) Mengikuti aturan yang baik
2) Toleransi (lapang dada) dengan orang lain
3) Mau berbagi dengan orang lain
4) Hindari mengambil keuntungan dari orang lain
b. Dalam Aktivitas Olahraga
1) Perlakukan pemain lain seperti perlakuan orang lain terhadap anda
2) Jujur dengan semua pemain, termasuk pemain yang berbeda sekalipun
3) Beri pemain lain kesempatan
4) Bermain untuk menang dengan mengikuti peraturan
6. Menjadi Warga Masyarakat Yang Baik
a. Dalam Kehidupan Sehari-hari
1) Menaati hukum dan peraturan
2) Terdidik dan menyatakan yang sebenarnya
3) Memberikan sumbangan kepada masyarakat
4) Melindungi orang lain
b. Dalam Aktivitas Olahraga
1) Menjadi model (contoh) yang baik
2) Berjuang untuk yang terbaik
3) Berikan masukan pada olahraga
4) Mendorong kawan seregu untuk menjadi masyarakat yang baik
E. CARA MENYIKAPI DAN MELAKSANAKAN ETIKA DAN MORAL
PEMBELAJARAN
Sebagai seorang professional, Guru maupun Dosen harus memahami apa etika
dan moral pembelajaran itu, mengapa etika dan moral pembelajaran itu
diperlukan, serta bagaimana cara menyikapi dan melaksanakan etika dan moral
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Guru/Dosen menyikapi secara positif pentingnya etika dan moral dalam
pembelajaran. dari sikap positif tersebut, Guru/Dosen akan mempunyai komitmen
yang tinggi untuk menerapkan etika dan moral dalam pembelajaran sebagai upaya
untuk meningkatkan kualitas kemampuan profesionalnya. Hal demikian tidak
berlaku hanya pada Guru/Dosen saja melainkan juga berlaku pada peserta didik
itu sendiri, peserta didik pun di haruskan untuk bisa memahami etika dan moral
dalam berprilaku agar keharmonisan dalam proses pembelajaran antara Pendidik
dan peserta didik tetap terjalin.
C.E Vandzandt (1990) mengemukakan bahwa kualitas professional
ditunjukkan oleh lima unjuk kerja, yaitu: (1). Keinginan untuk selalu
menampilkan perilaku yang mendekati standart ideal, (2). Meningkatkan dan
memelihara citra profesi, (3). Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan
pengembangan professional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas
pengetahuan dan keterampilan, (4). Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi,
dan (5). Memiliki kebanggaan terhadap profesi. Berdasarkan pada apa yang
dikemukakan oleh C.E. Vandzandt, maka penyikapan secara positif terhadap etika
dan moral pembelajaran akan menunjang kualitas professional yang ditandai oleh
kelima unjuk kerja diatas. Disamping itu juga sesuai dengan tugas Guru/Dosen
dalam pengelolaan pembelajaran yang meliputi (1). Membangun hubungan baik
dengan peserta didik, (2). Menggairahkan minat, perhatian, dan memperkuat
motivasi belajar, (3). Mengorganisasi belajar, (4). Melaksanakan pembelajaran
dengan tepat, (5). Mengevaluasi hasil belajar secara jujur dan obyektif, dan (6).
Melaporkan hasil belajar peserta didik kepada orang tua yang berguna bagi
orientasi masa depan peserta didik.
Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi, dan
perlakuan terhadap objek yang disikapinya. (Prayitno dan Erman Amti, 1999).
Unsur kognisi mengacu kepada wawasan, keyakinan, pemahaman, pertimbangan
dan pemikiran pendidik tentang hakikat peserta didik, pengaruh lingkungan dan
hakikat pembelajaran.
Unsur-unsur kognisi yang mendasari penyikapan terhadap etika dan moral
pembelajaran ialah sebagai berikut :
1. Keyakinan bahwa peserta didik sebagai mahluk sosial yang sedang dalam
masa pertumbuhan dan perkembangan yang sarat dengan masalah etika dan
moral.
2. Pemahaman bahwa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani peserta
didik dapat belajar dari berbagai sumber, termasuk dari Guru/Dosen yang
penuh dengan muatan etika dan moral.
3. Pemahaman bahwa pembelajran pendidikan jasmani yang diberikan oleh
Guru/Dosen mampu memberikan manfaat pada peserta didik bila didasarkan
pada etika dan moral pembelajaran,
4. Pertimbangan dan pemikiran cermat, jernih, teliti, manusiawi, dan penuh
tanggungjawab yang dilandasi etika dan moral akan mampu membelajarkan
peserta didik menuju pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Unsur-unsur kognisi diatas dapat diturunkan kedalam bentuk-bentuk pola
perilaku afektif, misalnya:
1. Memberikan penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya
terhadap kehidupan manusia yang penuh muatan etika dan moral, baik sebagai
individu maupun kelompok
2. Memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan etika dan moral
pembelajaran dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani sebagai upaya
untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
3. Berupaya , sesuai dengan keahlian yang dimiliki, ikut mengimplementasikan
dan mengembangkan secara optimal etika dan moral pembelajaran pada
mahasiswa secara professional dalam proses pembelajaran.
4. Berusaha seoptimal mungkin menerapkan keahlian yang dimiliki untuk
membelajarkan peserta didik dengan dilandasi oleh etika dan moral
pembelajaran, dan dengan cara setepat mungkin.
5. Bersikap positif terhadap pentingnya etika dan moral pembelajaran, dan
diwujudkan dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran.
6. Dengan penuh kesadaran mengembangkan wawasan, ide-ide, strategi, tehnik-
tehnik serta menerapkan etika dan moral pembelajaran secara tepat terhadap
peserta didik yang menjadi sasaran pembelajaran.
Penyikapan-penyikapan secara afeksi tersebut lebih lanjut dapat secara nyata
diwujudkan dalam bentuk perlakuan terhadap peserta didik. Bentuk-bentuk
perlakuan itu antara lain :
1. Membelajarkan peserta didik tentang konsep pendidikan jasmani dan tehnik
dasar setiap cabang olahraga yang sudah menjadi rancangan sebelumnya, yang
dilandasi etika dan moral pembelajaran
2. Mengembangkan wawasan tentang etika dan moral pembelajaran secara rinci
dalam pola perilaku Guru/Dosen terhadap peserta didik begitupun sebaliknya
3. Mengembangkan strategi dan menerapkan tehnik-tehnik yang tepat untuk
mengatasi permasalahan peserta didik yang dilandasi etika dan moral
pembelajaran.
4. Mengkaji upaya pelaksanaan pembelajaran yang dilandasi etika dan moral,
melalui pendidikan jasmani.
BAB III
KESIMPULAN
Masalah etika dan moral dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di
Perguruan Tinggi maupun sekolah merupakan hal penting yang harus
diperhatikan oleh para pendidik pada khususnya dan peserta didik pada umumnya
karena mereka saling berhubungan untuk mencapai stabilitas pembelajaran.
Pengertian etika dan moral terkadan serupa yaitu adat, kebiasaan, atau nilai-
nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Meskipun demikian terkadang etika dianggap
mempunyai arti yang lebih luas dari moral. Etika sendiri dapat berrti ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia dan mempertanyakan cara manusia menjalani
hidupnya, terutama untuk diarahkan ke hidup yang baik. Moral dapat pula
diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya suatu tindakan manusia.
Norma berarti ukuran, garis pengarah, atau aturan, kaidah bagi pertimbangan dan
penilaian. Nilai berarti kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai,
diinginkan, atau berguna. Nilai bersifat relative, tidak ada nilai mutlak dan sering
merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi dan mewarnai tindakan seseorang. Nilai
seseorang diukur melalui tindakan. Etika selalu berhubungan dengan nilai
Ada nilai nilai dasar yang harus di anut oleh pendidik maupun peserta didik
dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani , misalnya dapat menghargai satu
sama lain, menjunjung tinggi nilai sportivitas, terbuka, berpandangan luas,
obyektif dan menyadari keadaan diri sendiri, sikap toleransi, menghargai martabat
orang lain, percaya terhadap diri sendiri, dapat dipercaya, jujur, suka menolong
orang lain yang beradaa dalam kesulitan. Nilai-nilai tersebut telah diterima
sebagai dasar untuk bermasyarakat secara umum, dan secara khusus di institusi
pendidikan.
Jadi etika dan moralitas sudah mesti menjadi hal yang prioritas dalam
pembinaan peserta didik melalui pendidikan jasmani, melalui gerak pendidik
mengajarkan nilai etika dan moralitas agar dapat tercapai tujuan pendidikan secara
umum.
DAFTAR RUJUKAN
Nur, B. 2014. Etika Dan Moral Dalam Pendidikan Jasmani. Blogspot
Haricahyono C. 1995. Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral. Semarang. IKIP
Semarang Press
Haricahyono C. 1988. Pendidikan Moral Dalam Beberapa Pendekatan. Jakarta.
PPLPTK
Safarina, Idi A. 2016. Etika Pendidikan, Keluarga, Sekolah dan Masyarakat.
Jakarta. RajaGrafindo
Wibowo. 1997 . Etika dan Moral Pembelajaran. Jakarta. RajaGrafindo