etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

27
ETIKA DAN MORALITAS DALAM PENDIDIKAN JASMANI MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH Kapita Selekta Keilmuan Olahraga Yang dibina oleh Dr. Sapto Adi, M. Kes OLEH Awal Akbar Jamaluddin 160614801335

Upload: awal-akbar-jamaluddin

Post on 09-Apr-2017

22 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

ETIKA DAN MORALITAS DALAM PENDIDIKAN JASMANI

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAHKapita Selekta Keilmuan Olahraga

Yang dibina oleh Dr. Sapto Adi, M. Kes

OLEH Awal Akbar Jamaluddin

160614801335

UNIVERSITAS NEGERI MALANGPROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGANOVEMBER 2016

Page 2: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam keseluruhan proses pendidikan di Perguruan Tinggi maupun di

Sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paing utama. Ini berarti bahwa

keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung pada bagaimana

proses pembelajaran dapat berlangsung secara akuntabel. Salah satu 2 faktor yang

mempengaruhi hal tersebut adalah Guru/Dosen selaku pendidik dan

Siswa/Mahasiswa selaku peserta didik.

Dalam proses pembelajaran, tugas Guru/Dosen adalah sebagai perencana,

pelaksana, dan sebagai penilai keberhasilan peserta didik itu sendiri. Semua tugas

tersebut dilaksanakan dalam upaya untuk membantu membelajarkan peserta didik

untuk mendapatkan pengetahuan, kemhiran dan keterampilan, serta nilai sikap

tertentu. Agar peserta didik mempunyai nilai dan sikap yang diharapkan, dalam

arti sesuai dengan standart yang berlaku umum di masyarakat, pendidik harus pula

melaksanakan tugasnya berdasarkan standar moral dan etika tenrtentu.

Selama ini masalah etika dan moral yang berlaku pada proses pembelajaran di

sekolah dan perguruan tinggi kurang mendapat perhatian, sehingga pendidik

masih melaksanakan tugas sesuai dengan keinginannya sendiri atau institusinya,

bukan berdasarkan standar etika dan moral yang berlaku. Salah satu contohnya,

adalah saat Guru/Dosen memberikan penilaian kepada peserta didik secara tidak

adil. Misalnya, peserta didik dianggap dekat, atau karena cantik, atau karena sebab

lainnya, meskipun hasil belajarnya tidak baik tetapi diberikan nilai yang tinggi,

sebaliknya peserta didik yang pada dasarnya berkompeten untuk mendapatkan

nilai bagus tapi karena tidak menjalin keakraban dengan tenaga pendidik sehingga

mendapat nilai yang sama atau bahkan lebih rendah, atau pendidik memberi nilai

tanpa melihat hasil pekerjaan peserta didiknya.

Mengacu pada kasus diatas maka materi etika dan moral dianggap perlu

dimasukkan dalam program pembelajaran terkhusus pada pembelajaran

pendidikan jasmani, karena melalui gerak kita bisa mengajarkan anak didik kita

Page 3: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

tentang pentingnya etika dan moral untuk menjadi bahan ajar yang prioritas,

dengan mengkhususkan Guru/Dosen dan peserta didik dalam proses

pembelajaran. perilaku Guru/Dosen dan peserta didik harus didasarkan atas

pertimbangan etika dan moral sebagai sarana untuk membantu peserta didik

dalam mempengaruhi pembentukan pribadinya secara positif melalui perilaku

yang diteladankan oleh pendidik itu sendiri.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat rumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa Itu Etika ?

2. Apa Itu Moral ?

3. Apa Perbedaan Arti Etika Dan Moral?

4. Manfaat Etika dan Moral Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani ?

5. Bagaimana Cara Menyikapi dan Melaksanakan Etika dan Moral Pembelajaran

?

C. Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah diatas dapat dituliskan tujuan penulisan sebagai berikut

:

1. Mengetahui Pengertian Etika

2. Mengetahui Pengertian Moral

3. Mengetahui Perbedaan Arti Etika Dan Moral

4. Mengetahui Manfaat Etika dan Moral Dalam Pembelajaran Pendidikan

Jasmani

5. Mengetahui Cara Menyikapi dan Melaksanakan Etika dan Moral

Pembelajaran

Page 4: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETIKA

Secara etimologi (kebahasaan), etika berasal dari bahasa yunani, ethos. Dalam

bentuk tunggal, ethos bermakna tempat tinggal yang biasa, padang rumput,

kandang, kebiasaan, adat, ahlak, perasaan, dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak,

ta etha berarti adat kebiasaan. Dalam istilah filsafat, etika diartikan sebagai ilmu

tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika

dibedakan menjadi tiga pengertian utama, yakni: ilmu tentang apa yang baik dan

kewajiban moral, kumpulan asas atau nilai yang berkembang dengan ahlak, dan

nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

(Abdullah & Safarina, 2016:87)

Etika adalah sebuah cabang filsafat yang membicarakan tentang nilai dan

norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang

filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan

menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan

yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma moral. Etika adalah sebuah

refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan

terwujud dalam sikap serta pola perilaku hidupmanusia, baik sebagai pribadi

maupun sebagai kelompok.

Menurut Bertens (1999:6) etika mempunyai tiga arti, yakni: Pertama, etika

dalam arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi

seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa

dirumuskan juga sebagai sistem nilai dapat berfungsi dalam hidup manusia

perorangan maupun pada taraf sosial. Kedua, etika dalam arti kumpulan asas atau

nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik. Ketiga, etika dalam arti ilmu

tentang yang baik dan buruk. Etika baru menjadi ilmu, bila kemungkinan-

kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai yang dianggap baik dan buruk) yang

begitu saja diterima oleh masyarakat-masyarakat seringkali tanpa disadari menjadi

Page 5: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

bahan refleksi bagi suatu penelitian yang sistematis dan metodis. Etika disini sama

artinya dengan filsafat moral.

Menurut Algernon D Black (1990:11) etika adalah ilmu yang mempelajari

cara manusia memperlakukan sesamanya dan apa arti hidup yang baik. Etika

mempertanyakan pandangan orang dan mencari kebenarannya.

Darmodiharjo dan Shidarta mengatakan dalam (Abdullah & Safarina,

2016:87). (1). Etika berkaitan dengan cara perbuatan yang harus dilakukan

seseorang atau kelompok tertentu, etika memberikan norma tentang perbuatan,

etika bertalian dengan apakah suatu perbuatan dapat dilakukan antara ya dan

tidak. (2). Dalam perlakuan etika tidak memperhatikan orang lain,bukan hanya

pada lingkup sosial saja tapi pada lingkup individu. (3). Etika bersifat mutlak, dan

prinsip etika sangat universal dan tidak bisa ada proses tawar-menawar. (4). Etika

bertalian dengan dimensi internal manusia.

B. PENGERTIAN MORAL

Istilah moral kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama artinya

dengan “etika”. “Moral” berasal dari kata latin mos, moris (adat, istiadat,

kebiasaan, cara, tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, kelakuan, tabiat,

watak, ahlak, cara hidup (Lorens Bagus, 1996:672). Dalam bahasa Inggris dan

banyak bahasa lain, termasuk bahas Indonesia (kamus Bahasa Indonesia, 1988),

mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi etimologi kata “etika” sama

dengn etimologi kata “moral”, karena keduanya berasal dari kata yang berarti

adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda: etika dari bahasa Yunani,dan

moral dari bahasa Latin. Jika kita sekarang memandang arti kata “moral”, perlu

kita simpulkan bahwa artinya sama dengan “etika”, yaitu nilai-nilai dan norma-

norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam

mengatur tingkah lakunya. Misalnya, kita mengatakan, bahwa perbuatan si A

tidak bermoral, artinya, kita menganggap perbuatan si A melanggar nilai-nilai dan

norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Istilah moral lebih sering

dipergunakan untuk menunjukkan kode, tingkah laku dan adat atau kebiasaan dari

Page 6: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

individu atau kelompok-kelompok, seperti bila seseorang membicarakan tentang

moral orang lain. Disini moral sama artinya dengan kata Yunani ethos dan kata

Latin Mores (Dagobert D Runes: 1977:202). Moral adalah hal yang mendorong

manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai “kewajiban” atau

“norma”. Moral dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya

tindakan manusia.

Helden (1977) dan Richards (1971) merumuskan pengertian moral sebagai

suatu kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan

tindakan-tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip-prinsip

dan aturan-aturan. Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas

merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat

dan tidak dapat dilakukan. Selain itu moral juga merupakan seperangkat

keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan

apa yang harus dicoba dilakukan oleh manusia.

Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan “moral”, hanya

lebih abstrak. Bila kita berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya, segi

moral suatu perbuatan atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan baik dan

buruk. Moralitas adalah sistem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara

baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-

petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan

secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu. Isi ajaran adalah

tentang bagaimana manusia harus hidup yang baik dan bagaimana manusia harus

menghindari perilaku-perilaku yang tidak baik. Moralitas adalah kualitas dalam

perbuatan manusia yang berkaitan dengan baik dan buruk.

Moral dihubungkan dengan kewajiban khusus, dihubungkan dengan norma

sebagai cara bertindak yang berupa runtutan entah relative entah mutlak. Jadi,

”moral” merupakan wacana normative dan imperative yang diungkapkan dalam

konteks baik/buruk, benar/salah yang dipandang sebagai nilai mutlak atau

transenden. Isisnya berupa kewajiban-kewajiban. Konsep “moral” merujuk

kepada semua aturan dan norma yang berlaku, yang diterima oleh masyarakat

Page 7: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

tertentu sebagai pegangan dalam bertindak, dan diungkapkan dalam konteks baik

dan buruk, benar dan salah.

C. PERBEDAAN ARTI ETIKA DAN MORAL

Haryatmoko dalam (Abdullah & Safarina, 2016:87) mengungkapkan bahwa

konsep “etika” sering digunakan sebagai persamaan dengan “moral”. Di balik

kedua istilah ini, terkandung nuansa dua tradisi pemikiran filsafat moral berbeda.

Aristoteles, dalam buku Ethique a’Nicomaque, menulis selain kata ‘ethos’, yang

bermakna “kualitas atau sifat” digunakan juga istilah ‘ethos’, yang bermakna

kebiasaan. Arti ‘ethos’ adalah suatu cara berfikir dan merasakan, cara bertindak

dan bertingkah laku yang memberi ciri khas cara kepemilikan seorang terhadap

kelompok. Istilah yang kedua ini relevan dengan terjemahan kata “moralis” (mos,

moris=adat, kebiasaan) dalam bahasa Latin. Istilah moralis selanjutnya menjadi

istilah teknis yang tidak lagi berarti kebiasaan, tetapi mengandung arti “moral”

sebagaiman digunakan dalam defenisi terkini. Edi Harapan dan Syarwani Ahmad,

dalam kegiatan sehari-hariterdapat perbedaan, yakni moral atau moralitas untuk

penilaian perbuatan yang dilakukan. Dua istilah itu selalu ada dalam kehidupan

manusia, dalam interaksi sosial satu sama lain.

Etika dilihat sebagai suatu refleksi filosofis tentang moral. Etika merupakan

wacana normative (tidak selalu berupa perintah yang mewajibkan, karena dapat

pula kemungkinan bertindak) yang membicarakan tentang baik dan buruk. Etika

lebih dilihat sebagai seni hidup yang mengarahkan ke kebahagiaan dan

kebijaksanaan. Paul ricoeur (1990) mengatakan istilah “moral” dan “etika”

dihubungkan pada dua tradisi pemikiran filsafat yang berbeda. Istilah “moral”

dihubungkan dengan tradisi pemikiran filosofis Immanuel Kant (sudut pandang

deontology). Moral meruju ke kewajiban, norma, prinsip bertindak , imperative

(“kategoris”=aturan aturan atau norma yang berasal dari akal budi yang merujuk

ke dirinya sendiri sebagai keharusan). Etika dihubungkan dengan tradisi

Aristoteles yang bersifat “teleologis” (telos=finalitas atau tujuan). Paul Riceour

mendefenisikan “etika” sebagai tujuan hidup yang baik bersama dan untuk orang

lain didalam institusi yang adil. Biasanya etika lebih di pahami sebagai refleksi

atas baik/buruk, benar/salah yang harus dilakukan atau bagaimana melakukan

Page 8: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

yang baik atau benar. Moral merujuk pada kewajiban untuk melakukan yang baik

atau apa yang seharusnya dilakukan. Tekanan etika diletakkan pada dimensi

reflektif dalam upaya mencari bagaimana bertindak (bukan hanya kepatuhan pada

norma).

Mufid dalam (Abdullah & Safarina, 2016:87). Mengungkapkan bahwa, etika

lebih condong kea rah ilmu tentang baik atau buruk. Etika lebih dikenal dengan

kode etik. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan/atau nilai yang

berkenaan dengan baik-buruk. Ada dua kaidah dasar moral; pertama, kaidah sikap

baik, dimana seseorang seharusnya bersikap baik terhadap apa saja. Bagaimana

sikap baik, baik itu harus dinyatakan dalam bentuk konkret, tergantung dari apa

yang baik dalam situasi konkret itu. Kedua, kaidah keadilan, di mana sebagai

prinsip kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain,

kesamaan beban yang terpakai harus dipikulkan harus sama, yang tentunya

disesuaikan dengan kadar anggota masing-masing.

Etika dan moral mempunyai fungsi sama, yaitu memberi orientasi bagaimana

kita harus melangkah dalam hidup ini. Perbedaanya, moralitas langsung

mengatakan kepada kita, “inilah cara anda harus melangkah”. Sedangkan etika

mempersoalkan “apakah saya harus melangkah dengan cara itu?” dan “mengapa

saya harus melangkah dengan cara itu?” Etika sebagai ilmu tentang tingkah laku

manusia tidak saja mempertanyakan alasan terjadinya dan baik tidaknya tindakan

itu; melainkan juga, apa akibatnya secara lahir dan batin. Atas dasar itulah, etika

lebih dalam dan lebih luas daripada moral. Moral dan etika saling berkaitan, sebab

kalau kita berbicara moral sudah tentu berbicara tentang etika, dan sebaliknya.

D. MANFAAT ETIKA DAN MORAL DALAM PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN JASMANI

Mengapa etika dan moral harus dipelajari bagi calon pendidik ? Berdasarkan

studi evaluative yang dilakukan pada beberapa perguruan tinggi dan sekolah-

sekolah dan berdasarkan informasi yang ada pada masing masing perguruan tinggi

dan sekolah masalah etika dan moral pembelaajaran masih kurang mendapatkan

Page 9: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

perhatian dari para pendidiknya. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kasus-kasus

yang dijumpai dalam proses pembelajaran, antara lain yaitu :

1. Dosen/Guru (pendidik) dalam membelajarkan peserta didik kurang menguasai

bidang keilmuan yang diajarkan dan atau mengajarkan materi yang tidak sesuai

dengan bidang keahliannya, sehingga dampaknya adalah pendidik tadi kurang

menyediakan kesempatan kepada peserta didik untuk memberkan balikan

terhadap materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Selain itu, bila ada peserta

didik yang mengajukan komentar, atau pertanyaan terhadap materi yang

disampaikan kepada dosen, ditanggapi secara emosional. Disamping itu dosen

juga membatasi kesempatan mahasiswa untuk bertanya dengan alasan waktunya

sangat terbatas, sudah habis atau menugaskan untuk mendiskusikan masalah

yang ditanyakan tersebut dengan teman.

Contoh : ketika seorang peserta didik menanyakan, bagaimana cara melakukan

rool ke depan dengan baik dan benar ? lantas pendidik tadi menegurnya dengan

keras, bukankah kalian telah saya berikan materi, silahkan dikembangkan.

2. Dosen/Guru (pendidik) membelajarkan peserta didik secara disadari maupun

tidak dapat memunculkan ucapan-ucapan yang merendahkan kemampuan

peserta didik, menyudutkan peserta didik, menyinggung perasaan peserta didik,

dan semacamnya sehingga menimbulkan perasaan tidak senang pada

Dosen/Guru (pendidik) itu sendiri yang berdampak pada tidak harmonisnya

hubungan pendidik dan peserta didik.

Contoh: Ketika dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani salah satu

peserta didik memiliki kekurangan fisik lantas kita selaku pendidik kemudian

mengumbar kekurangan fisik peserta didik tersebut di depan teman-temannya.

3. Dosen/Guru (pendidik) dapat dianggap mempermalukan peserta didik, saat

menegur mahasiswa yang dianggap melakukan pelanggaran, dengan bahasa

yang cukup keras. Misalnya, saat Dosen/Guru (pendidik) mengajar, ada peserta

didik yang berbicara dengan teman sebelahnya dengan suara keras, sehingga

pendidik tadi menegur peserta didik tersebut dengan keras. Teguran itu

membuat peserta didik merasa dipermalukan dihadapan teman-teman

sekelasnya. Contoh lain, misalnya ada peserta didik yang menyontek pada

Page 10: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

waktu ujian harian/tengah semester mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan

diketahui oleh Dosen/Guru (pendidik), kemudian pendidik tadi mengambil

contekan/pekerjaan peserta didik tersebut dan disobek di hadapan teman-

temannya. Sehingga peserta didik tadi merasa dipermalukan.

4. Dosen/Guru (pendidik) dapat dianggap menilai rendah disiplin ilmu lainnya,

jika dihadapan peserta didik, ia mengatakan bahwa ilmu lain tidak penting, yang

penting adalah ilmu yang sedang dipelajari, yang oleh sebab itu harus

diperhatikan dan dicermati secara penuh.

Contoh: Dalam pembelajaran pendidikan jasmani dosen/guru mengatakan

bahwa Pendidikan jasmani adalah mata pelajaran yang harus diprioritaskan

karena berhubungan dengan kesehatan dan kesehatanlah yang paling penting,

pembelajaran yang lain hadapi saja dengan santai.

5. Dosen/Guru (pendidik) dalam proses pembelajarannya tidak mentolerir

tanggapan pendapat peserta didik yang berlainan dengan pendapat pendidik

tadi; sehingga karena takut pada guru atau dosennya, peserta didik bersikap

menerima saja segala sesuatu yang diperbuat oleh dosen/guru terhadapnya.

6. Dosen/Guru (pendidik) tidak mempercerah proses pembelajaran dengan

menjadi dosen/guru “killer” atau dosen “momok”, bahkan akan menghambat

pencapaian tujuan pembelajaran. hubungan dosen/guru dengan peserta didik

yang kaku, yang berdasarkan atas rasa takut, taka da keakraban, atau tidak

adanya hubungan kejiwaan yang baik, dapat menimbulkan beban mental pada

peserta didik, yang dapat berakibat pada kegagalan belajar bagi peserta didik.

Hal tersebut tentunya tidak boleh dibiarkan dan harus dihindari Dosen maupun

Guru sebab akan berdampak pada hasil pembelajaran di PT maupun di sekolah,

sebab pembelajaran merupakan aktivitas utama untuk mencapai keberhasilan tujuan

pendidikan. Tidak terkecuali pendidikan jasmani itu sendiri. Untuk membantu para

Pengajar dalam mencapai hasil yang diharapkan, pengajar harus dapat menerapkan

pembelajaran yang sesuai dengan etika dan moral yang berlaku pada pembelajaran

di Perguruan Tinggi maupun di sekolah.

Page 11: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

Identifikasi karakter penjas dan olahraga dan nilai-nilai moral yang

ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari atau dalam aktivitas olahraga yang

diharapkan akan menjadi perilaku otomatis oleh siswa dalam prosesnya

bermasyarakat :

1. Rasa hormat

a. Dalam Kehidupan Sehari-hari

1) Menghormati orang lain

2) Menghormati peralatan bermain

3) Menghormati pada lingkungan

4) Menghormati pada diri sendiri

b. Dalam Aktivitas Olahraga

1) Menghormati peraturan permainan dan tradisinya

2) Menghormati lawan bermain

3) Menghormati para offisial

4) Menghormati kemenangan atau kekalahan

2. Bertanggung Jawab

a. Dalam Kehidupan Sehari-hari

1) Memenuhi kewajiban diri

2) Dapat dipercaya

3) Dapat mengontrol diri sendiri

4) Gigih

b. Dalam Aktivitas Olahraga

1) Persiapkan diri sendiri untuk menjadi yang terbaik

2) Tepat waktu saat berlatih dan bermain

3) Disiplin diri

4) Dapat bekerja sama dengan kawan setim

3. Peduli

Page 12: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

a. Dalam Kehidupan Sehari-hari

1) Menghibur orang lain dan berempati

2) Mudah memberi maaf

3) Murah hati dan sayang (baik hati)

4) Menghindari mementingkan diri sendiri atau licik/nakal

b. Dalam Aktivitas Olahraga

1) Bantu kawan setim untuk bermain yang terbaik

2) Mendukung kawan setim saat kacau

3) Murah hati dengan pujian; pelit dengan kritikan

4) Bermain untuk tim, bukan untuk diri sendiri

4. Jujur

a. Dalam Kehidupan Sehari-hari

1) Jujur dan terus terang

2) Bertindak dengan ketulusan hati

3) Dapat dipercaya

4) Berani melakukan sesuatu yang benar

b. Dalam Aktivitas Olahraga

1) Bermain sesuai dengan aturan

2) Setia pada tim

3) Bermain bebas dari obat-obatan

4) Mengaku atas kesalahan sendiri

5. Adil

a. Dalam Kehidupan Sehari-hari

1) Mengikuti aturan yang baik

2) Toleransi (lapang dada) dengan orang lain

3) Mau berbagi dengan orang lain

4) Hindari mengambil keuntungan dari orang lain

b. Dalam Aktivitas Olahraga

Page 13: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

1) Perlakukan pemain lain seperti perlakuan orang lain terhadap anda

2) Jujur dengan semua pemain, termasuk pemain yang berbeda sekalipun

3) Beri pemain lain kesempatan

4) Bermain untuk menang dengan mengikuti peraturan

6. Menjadi Warga Masyarakat Yang Baik

a. Dalam Kehidupan Sehari-hari

1) Menaati hukum dan peraturan

2) Terdidik dan menyatakan yang sebenarnya

3) Memberikan sumbangan kepada masyarakat

4) Melindungi orang lain

b. Dalam Aktivitas Olahraga

1) Menjadi model (contoh) yang baik

2) Berjuang untuk yang terbaik

3) Berikan masukan pada olahraga

4) Mendorong kawan seregu untuk menjadi masyarakat yang baik

E. CARA MENYIKAPI DAN MELAKSANAKAN ETIKA DAN MORAL

PEMBELAJARAN

Sebagai seorang professional, Guru maupun Dosen harus memahami apa etika

dan moral pembelajaran itu, mengapa etika dan moral pembelajaran itu

diperlukan, serta bagaimana cara menyikapi dan melaksanakan etika dan moral

dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Guru/Dosen menyikapi secara positif pentingnya etika dan moral dalam

pembelajaran. dari sikap positif tersebut, Guru/Dosen akan mempunyai komitmen

yang tinggi untuk menerapkan etika dan moral dalam pembelajaran sebagai upaya

untuk meningkatkan kualitas kemampuan profesionalnya. Hal demikian tidak

berlaku hanya pada Guru/Dosen saja melainkan juga berlaku pada peserta didik

itu sendiri, peserta didik pun di haruskan untuk bisa memahami etika dan moral

Page 14: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

dalam berprilaku agar keharmonisan dalam proses pembelajaran antara Pendidik

dan peserta didik tetap terjalin.

C.E Vandzandt (1990) mengemukakan bahwa kualitas professional

ditunjukkan oleh lima unjuk kerja, yaitu: (1). Keinginan untuk selalu

menampilkan perilaku yang mendekati standart ideal, (2). Meningkatkan dan

memelihara citra profesi, (3). Keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan

pengembangan professional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas

pengetahuan dan keterampilan, (4). Mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi,

dan (5). Memiliki kebanggaan terhadap profesi. Berdasarkan pada apa yang

dikemukakan oleh C.E. Vandzandt, maka penyikapan secara positif terhadap etika

dan moral pembelajaran akan menunjang kualitas professional yang ditandai oleh

kelima unjuk kerja diatas. Disamping itu juga sesuai dengan tugas Guru/Dosen

dalam pengelolaan pembelajaran yang meliputi (1). Membangun hubungan baik

dengan peserta didik, (2). Menggairahkan minat, perhatian, dan memperkuat

motivasi belajar, (3). Mengorganisasi belajar, (4). Melaksanakan pembelajaran

dengan tepat, (5). Mengevaluasi hasil belajar secara jujur dan obyektif, dan (6).

Melaporkan hasil belajar peserta didik kepada orang tua yang berguna bagi

orientasi masa depan peserta didik.

Penyikapan pada umumnya mengandung unsur-unsur kognisi, afeksi, dan

perlakuan terhadap objek yang disikapinya. (Prayitno dan Erman Amti, 1999).

Unsur kognisi mengacu kepada wawasan, keyakinan, pemahaman, pertimbangan

dan pemikiran pendidik tentang hakikat peserta didik, pengaruh lingkungan dan

hakikat pembelajaran.

Unsur-unsur kognisi yang mendasari penyikapan terhadap etika dan moral

pembelajaran ialah sebagai berikut :

1. Keyakinan bahwa peserta didik sebagai mahluk sosial yang sedang dalam

masa pertumbuhan dan perkembangan yang sarat dengan masalah etika dan

moral.

Page 15: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

2. Pemahaman bahwa dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani peserta

didik dapat belajar dari berbagai sumber, termasuk dari Guru/Dosen yang

penuh dengan muatan etika dan moral.

3. Pemahaman bahwa pembelajran pendidikan jasmani yang diberikan oleh

Guru/Dosen mampu memberikan manfaat pada peserta didik bila didasarkan

pada etika dan moral pembelajaran,

4. Pertimbangan dan pemikiran cermat, jernih, teliti, manusiawi, dan penuh

tanggungjawab yang dilandasi etika dan moral akan mampu membelajarkan

peserta didik menuju pada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

Unsur-unsur kognisi diatas dapat diturunkan kedalam bentuk-bentuk pola

perilaku afektif, misalnya:

1. Memberikan penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya

terhadap kehidupan manusia yang penuh muatan etika dan moral, baik sebagai

individu maupun kelompok

2. Memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan etika dan moral

pembelajaran dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani sebagai upaya

untuk mewujudkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

3. Berupaya , sesuai dengan keahlian yang dimiliki, ikut mengimplementasikan

dan mengembangkan secara optimal etika dan moral pembelajaran pada

mahasiswa secara professional dalam proses pembelajaran.

4. Berusaha seoptimal mungkin menerapkan keahlian yang dimiliki untuk

membelajarkan peserta didik dengan dilandasi oleh etika dan moral

pembelajaran, dan dengan cara setepat mungkin.

5. Bersikap positif terhadap pentingnya etika dan moral pembelajaran, dan

diwujudkan dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran.

6. Dengan penuh kesadaran mengembangkan wawasan, ide-ide, strategi, tehnik-

tehnik serta menerapkan etika dan moral pembelajaran secara tepat terhadap

peserta didik yang menjadi sasaran pembelajaran.

Page 16: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

Penyikapan-penyikapan secara afeksi tersebut lebih lanjut dapat secara nyata

diwujudkan dalam bentuk perlakuan terhadap peserta didik. Bentuk-bentuk

perlakuan itu antara lain :

1. Membelajarkan peserta didik tentang konsep pendidikan jasmani dan tehnik

dasar setiap cabang olahraga yang sudah menjadi rancangan sebelumnya, yang

dilandasi etika dan moral pembelajaran

2. Mengembangkan wawasan tentang etika dan moral pembelajaran secara rinci

dalam pola perilaku Guru/Dosen terhadap peserta didik begitupun sebaliknya

3. Mengembangkan strategi dan menerapkan tehnik-tehnik yang tepat untuk

mengatasi permasalahan peserta didik yang dilandasi etika dan moral

pembelajaran.

4. Mengkaji upaya pelaksanaan pembelajaran yang dilandasi etika dan moral,

melalui pendidikan jasmani.

Page 17: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

BAB III

KESIMPULAN

Masalah etika dan moral dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani di

Perguruan Tinggi maupun sekolah merupakan hal penting yang harus

diperhatikan oleh para pendidik pada khususnya dan peserta didik pada umumnya

karena mereka saling berhubungan untuk mencapai stabilitas pembelajaran.

Pengertian etika dan moral terkadan serupa yaitu adat, kebiasaan, atau nilai-

nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok

dalam mengatur tingkah lakunya. Meskipun demikian terkadang etika dianggap

mempunyai arti yang lebih luas dari moral. Etika sendiri dapat berrti ilmu yang

mempelajari tingkah laku manusia dan mempertanyakan cara manusia menjalani

hidupnya, terutama untuk diarahkan ke hidup yang baik. Moral dapat pula

diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar tidaknya suatu tindakan manusia.

Norma berarti ukuran, garis pengarah, atau aturan, kaidah bagi pertimbangan dan

penilaian. Nilai berarti kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat disukai,

diinginkan, atau berguna. Nilai bersifat relative, tidak ada nilai mutlak dan sering

merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi dan mewarnai tindakan seseorang. Nilai

seseorang diukur melalui tindakan. Etika selalu berhubungan dengan nilai

Page 18: Etika dan moralitas dalam pendidikan jasmani

Ada nilai nilai dasar yang harus di anut oleh pendidik maupun peserta didik

dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani , misalnya dapat menghargai satu

sama lain, menjunjung tinggi nilai sportivitas, terbuka, berpandangan luas,

obyektif dan menyadari keadaan diri sendiri, sikap toleransi, menghargai martabat

orang lain, percaya terhadap diri sendiri, dapat dipercaya, jujur, suka menolong

orang lain yang beradaa dalam kesulitan. Nilai-nilai tersebut telah diterima

sebagai dasar untuk bermasyarakat secara umum, dan secara khusus di institusi

pendidikan.

Jadi etika dan moralitas sudah mesti menjadi hal yang prioritas dalam

pembinaan peserta didik melalui pendidikan jasmani, melalui gerak pendidik

mengajarkan nilai etika dan moralitas agar dapat tercapai tujuan pendidikan secara

umum.

DAFTAR RUJUKAN

Nur, B. 2014. Etika Dan Moral Dalam Pendidikan Jasmani. Blogspot

Haricahyono C. 1995. Dimensi-Dimensi Pendidikan Moral. Semarang. IKIP

Semarang Press

Haricahyono C. 1988. Pendidikan Moral Dalam Beberapa Pendekatan. Jakarta.

PPLPTK

Safarina, Idi A. 2016. Etika Pendidikan, Keluarga, Sekolah dan Masyarakat.

Jakarta. RajaGrafindo

Wibowo. 1997 . Etika dan Moral Pembelajaran. Jakarta. RajaGrafindo