etika dalam pembelajaran online learning.doc
TRANSCRIPT
![Page 1: ETIKA DALAM PEMBELAJARAN ONLINE LEARNING.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/55cf9ac6550346d033a3579b/html5/thumbnails/1.jpg)
ETIKA DALAM PEMBELAJARAN ONLINE LEARNING
Arjun Fatah Amitha
Pendaluluan
Penggunaan online learning dalam pembelajaran jarak jauh sudah diterapkan di
Indonesia sejak lama. Namun, dalam perkembangan masih banyak perlu perbaikan baik
sarana yang menyeluruh dan etika dalam online learning.
Bicara soal etika tentu bicara mengenai baik buruk tingkahlaku atau kebiasaan.
Kebiasaan yang ada memberi pengaruh dalam pembelajaran sehari-hari dan dalam
pembelajaran online learning. Alat atau sarana dalam pembelajaran online learning menjadi
fokus dalam pembahasan berikut sebagai kajian etika dalam online learning.
Etika
Etika menurut K.Bertens (2004) Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi
terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Sedangkan secara etimologi etika yaitu Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno.
Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos
mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu
adat kebiasaan.
Sudah jelas dan dapat disimpulkan bahwa etika yaitu ilmu yang membahas tentang
kebiasaan akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir dalam semua hal termasuk
pembelaran.
Online learning.
Pembelajaran online learning, online learning sebagai model pembelajaran baru
dalam pendidikan memberikan peran dan fungsi yang besar bagi dunia pendidikan yang
selama ini dibebankan dengan banyaknya kekurangan dan kelemahan pendidikan
konvensional (pendidikan pada umumnya) diantaranya adalah keterbatasan ruang dan
waktu dalam proses pendidikan konvensional. Teknologi informasi yang mempunyai standar
platform internet yang bisa menjadi solusi permasalahan tersebut karena sifat dari internet
itu sendiri yaitu memungkinkan segala sesuatu saling terhubung belum lagi karakter internet
yang murah, sederhana dan terbuka mengakibatkan internet bisa digunakan oleh siapa saja
![Page 2: ETIKA DALAM PEMBELAJARAN ONLINE LEARNING.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/55cf9ac6550346d033a3579b/html5/thumbnails/2.jpg)
(everyone), dimana saja (everywhere), kapan saja (everytime) dan bebas digunakan
(available to every one).
Pengembangan pendidikan menuju online learning merupakan suatu keharusan agar
standar mutu pendidikan dapat ditingkatkan, karena e-learning merupakan satu
penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas
yang berlandaskan tiga kriteria yaitu: (1) e-learning merupakan jaringan dengan
kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar
atau informasi, (2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan
menggunakan teknologi internet yang standar, (3) memfokuskan pada pandangan yang
paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional (Rosenberg
2001; 28), dengan demikian urgensi teknologi informasi dapat dioptimalkan untuk
pendidikan.
Bentuk Pelanggaran Etika Online Learning
Etika dalam pembelajaran meliputi Adanya etika penyelenggaraan onilne Learning,
seperti masalah hak cipta, hak kekayaan intelektual, aturan main yang berlaku khusus
(seperti sistem evaluasi, kebijakan khusus, dan lain-lain).
Plagiasi didefinisikan dan disepakati sebagai bentuk pelanggaran etika dan hak cipta
berupa pemanfaatan atau penggunakan hasil karya orang lain tanpa memberikan kredit
kepada pemilik/pencipta aslinya dan seolah-olah menjadikannya sebagai hasil karya sendiri.
Secara umum Hendra Wardhana (2013) mengatakan plagiasi dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Self-Plagiarism atau Auto-Plagiasi. Praktik plagiasi ini dilakukan oleh pemilik karya
dan hak cipta itu sendiri. Jika ia seorang penulis maka ia biasanya menyalin beberapa
kalimat atau sebagian tulisannya dalam suatu karya ke dalam karya lainnya untuk
tujuan kepraktisan. Self-plagiarism juga kerap dilakukan oleh sebagian peneliti dalam
menyusun materi seminar, proposal penelitian ataupun draft publikasi. Meski Self-
plagiarism merupakan plagiasi ringan, namun di dunia akademik sang penulis dapat
diperingatkan jika melakukannya terlalu sering dan dapat menjadi pelanggaran berat
jika dilakukan untuk kepentingan strategis seperti kenaikan jabatan atau kredit
akademik.
2. Plagiasi Parsial. Praktik plagiasi jenis ini dilakukan dengan menjiplak sebagian materi
karya orang lain tanpa memberikan kredit. Menurut Andreas Lako, Guru Besar Unika
![Page 3: ETIKA DALAM PEMBELAJARAN ONLINE LEARNING.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/55cf9ac6550346d033a3579b/html5/thumbnails/3.jpg)
Soegijapranta, dalam tulisannya berjudul Plagiarisme Akademik, materi yang dicuri
dalam plagiasi parsial dapat berupa pernyataan, metode, pembahasan atau
kesimpulan. Shidarta dalam tulisannya berjudul Plagiarisme dan Otoplagiarisme yang
dimuat pada Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanegara (2011) menyebutkan jenis
plagiasi serupa yakni Plagiasi Parafrase yang dilakukan “mengambilalih” beberapa
kalimat dari satu sumber dengan cara mengubah sedikit susunan kalimatnya atau
menjadikannya sebagai kutipan tidak langsung sehingga tampak sebagai karya
orisinalnya sendiri.
3. Plagiasi Antarbahasa. Inilah plagiasi yang dilakukan dengan menerjemahkan sebuah
karya tulis berbahasa asing ke dalam bahasa lainnya termasuk bahasa Indonesia
tanpa memberikan kredit untuk sumbernya atau pemilik karya aslinya.
4. Plagiasi Total. Inilah jenis plagiasi paling serius dan paling berat kadar
pelanggarannya. Praktik plagiasi ini dilakukan dengan menjiplak atau menyalin
sebagian atau keseluruhan karya orang lain dengan bentuk yang hampir atau secara
total sama dan menjadikannya sebagai karya milik sendiri. Dalam dunia tulis
menulis,plagiasi total biasa dikenal sebagai “copy-paste”. Agar tidak terkesan
sebagai penjiplakan, produk copy-paste biasanya diubah sedikit pada beberapa
bagian.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Penggunaan sarana dan alat dalam pembelajaran online learning sangat erat
kaitannya dengan sorftware dan hardware (teknologi) yang sering kali pembajakan produk
dan lain lain. Selain Hak Cipta terdapat juga “Hak Kekayaan Intelektual” biasa disebut HKI.
Pengertian adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights
(IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir yang menghasikan suatu produk atau proses
yang berguna untuk manusia pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis
hasil dari suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang
timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Pengertian Dasar Hukum HKI
Paten
Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
![Page 4: ETIKA DALAM PEMBELAJARAN ONLINE LEARNING.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/55cf9ac6550346d033a3579b/html5/thumbnails/4.jpg)
Invensi
Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
Inventor dan Pemegang Paten
Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara
besama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan
invensi.
Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik paten atau pihak yang menerima
hak tersebut dari pemilik paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut,
yang terdaftar dalam daftar umum paten.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang paten
1. Undang-undang No.14 Tahun 2001 tentang Paten (UUP);
2. Undang-undang No.7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the Word
Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
3. Keputusan persiden No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for
the protection of Industrial Property;
4. Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemerintah Paten;
5. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Isi Surat Paten;
6. Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Paten Sederhana;
7. Keputusan Menkeh No. M.02-HC.01.10 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan
pengumuman paten;
8. Keputusan Menkeh No. N.04-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Persyaratan, Jangka
Waktu, dan Tata Cara Pembayaran Biaya Paten;
9. Keputusan Menkeh No.M.06.- HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Pengajuan
Permintaan Paten;
10. Keputusan Menkeh No. M.07-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Syarat-
syarat Permintaan Pemeriksaan Substantif Paten;
11. Keputusan Menkeh No. M.08-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pencatatan dan
Permintaan Salinan Dokumen Paten;
12. Keputusan Menkeh No. M.04-PR.07.10 Tahun 1996 tentang Sekretariat Komisi
Banding Paten;
![Page 5: ETIKA DALAM PEMBELAJARAN ONLINE LEARNING.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/55cf9ac6550346d033a3579b/html5/thumbnails/5.jpg)
13. Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pengajuan
Permintaan Banding Paten.
Lingkup Paten
1. Paten Sederhana
Setiap invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai
kegunaan praktis disebabkan karena bentuk, konfigurasi, konstruksi atau
komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk paten
sederhana.
2. Paten dari beberapa invensi
Dalam permohonan paten dapat diajukan satu invensi, atau beberapa invensi akan
tetapi harus merupakan satu kesatuan invensi.
Satu kesatuan invensi yang dimaksud adalah beberapa invensi yang memiliki
keterkaitan antara satu invensi dengan invensi yang lain, misalnya suatu invensi
berupa alat tulis yang baru beserta tinta yang baru. Alat tulis dan tinta tersebut
merupakan satu kesatuan, karena tersebut khusus untuk digunakan pada alat tulis
baru tersebut.
3. Invensi yang tidak dapat diberi paten
Yang tidak dapat diberi paten adalah invensi tentang:
a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan;
b. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang
diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
c. Teori dan metode dibidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik serta proses biologis yang esensial
untuk memproduksi tanaman atau hewan kecuali proses non biologis atau
proses mikrobiologis.
Pelanggaran dan Sanksi
Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan sengaja dan tanpa
hak melanggar hak pemegang Paten dengan melakukan salah satu tindakan yaitu membuat,
menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan, menyerahkan, atau menyediakan untuk
![Page 6: ETIKA DALAM PEMBELAJARAN ONLINE LEARNING.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022081805/55cf9ac6550346d033a3579b/html5/thumbnails/6.jpg)
dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi Paten dan menggunakan proses
produksi yang diberi Paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya.
Pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
250.000.000,00 (dua ratus juta lima puluh juta rupiah) bagi barangsiapa yang dengan
sengaja dan tanpa hak melanggar hak Pemegang Paten Sederhana dengan melakukan salah
satu tindakan yaitu membuat, menggunakan, menjual, mengimpor, menyewakan,
menyerahkan, atau menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang
diberi Paten dan menggunakan proses produksi yang diberi Paten untuk membuat barang
dan tindakan lainnya.
Kesimpulan
Secara umum belum ada acuan dan pedoman yang jelas mengenai etika dalam
pembelajaran online learning. Etika dalam bentuk peraturan biasa digunakan setiap
lembaga berbeda. Oleh karena itu penulis menghubungkan dengan hal-hal atau fenomena
yang melanggar etika secara definisi yaitu hak cipta dan hak kekayaan intelektual.
Pustaka
Bertens, K. 2004. Etika. Gramedia. Jakarta.
Wardhana, Hendra. 2013. Mengenal Ruang Lingkup Plagiasi dan “Copy-Paste”. Online diakses dari http://edukasi.kompasiana.com/2013/07/20/mengenal-ruang-lingkup-plagiasi-dan-copy-paste-578237.html pada senin 21 Oktober 2013.