ethografi dan etnometodologi

Upload: ullaibanez

Post on 08-Mar-2016

250 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

materi

TRANSCRIPT

Tugas Individu

Mata Kuliah : Metodologi Penelitian Non PositivisETNOGRAFI &

ETNOMETODOLOGI

OLEH:

ABDUL SAMING(P3400215015)

PROGRAM MAGISTER SAIN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNISUNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2015ETNOGRAFI

A. PendahuluanEtnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan, dengan tujuan utama memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang penduduk asli. Oleh karena itu, penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang yang telah belajar melihat, mendengar, berbicara, berpikir, dan bertindak dengan cara-cara yang berbeda. Untuk menemukan prinsip-prinsip tersembunyi dari pandangan hidup yang lain, peneliti harus menjadi murid. Inti etnografi adalah upaya memperlihatkan makna tindakan dari kejadian yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna terekpresikan secara langsung dalam bahasa, atau secara tidak langsung melalui kata dan perbuatan. Sistem makna merupakan kebudayaan mereka, dan etnografi selalu mengimplementasikan teori kebudayaan.

Etnografi secara harfiah berarti tulisan atau laporan tentang suatu suku bangsa yang ditulis oleh seorang antropolog atas hasil penelitian lapangan (field work) selama sekian bulan atau sekian tahun. Penelitian antropologis untuk menghasilkan laporan tersebut begitu khas, sehingga kemudian istilah etnografi juga digunakan untuk mengacu pada metode penelitian untuk menghasilkan laporan tersebut. Spradley menganggap bahwa etnografi merupakan satu jenis metode penelitian yang khas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa etnografi, baik sebagai laporan penelitian maupun sebagai metode penelitian dapat dianggap sebagai dasar dan asal-usul ilmu antropologi. Brewer secara eksplisit memberikan definisi etnografi sebagai the study of people in naturally occuring getting or fields by means of methods which capture their social meanings and ordinary activities, involving the reseacher participating directly in the setting if not also the activities, in order to collect data in a systematic manner but without meaning being imposed on the externally. Studi tentang masyarakat yang terjadi secara alami atau 'bidang' melalui metode yang menangkap makna sosial dan kegiatan biasa, yang melibatkan peneliti secara langsung dalam penelitian jika tidak hanya kegiatan, dalam rangka mengumpulkan data secara sistematis tapi tanpa makna yang dikenakan pada eksternal.

Jensen dan Jankowski menempatkan etnografi sebagai sebuah pendekatan. Etnografi tidak dilihat sebagai alat untuk mengumpulkan data tetapi sebuah cara untuk mendekati data dalam meneliti fenomena komunikasi.

Atkinson dan Hammersley mendefinisikan etnografi sebagai penulisan budaya, deskripsi tertulis mengenai sebuah budaya berdasarkan temuan-temuan di lapangan. Istilah etnografi itu sendiri banyak mengandung konstoversi dikalangan akademis, beberapa pakar mendefinisikan etnografi sebagai sebuah paradigma filsafat yang menuntut peneliti pada komitmen total, sedangkan para pakar lain menjelaskan bahwa istilah etnografi adalah sebuah metode yang hanya akan digunakan jika memiliki relevansi dengan objek yang diteliti (dengan tujuan peneliti). Ethnographic research should have a characteristic funnel structure, being progressively focused over its course. Over time the research problem needs to be developed, and may need to be transformed; and eventually its scope must be clarified and delimited, and its internal structure explored. In this sense, it is frequently well into the process of inquiry that one discovers what the research is really about; and not uncommonly it turns out to be about something rather different from the initial foreshadowed problems. Secara praktis, istilah etnografi biasanya mengacu pada bentuk-bentuk penelitian sosial dengan sejumlah ciri khas sebagai berikut :

1. Lebih menekankan upaya eksplorasi terhadap hakekat/sifat dasar fenomena sosial tertentu, bukan melakukan pengujian hipotesis atas fenomena tersebut.

2. Lebih suka bekerja dengan data tak terstruktur, atau dengan kata lain, data yang belum dirumuskan dalam bentuk kode sebagai seperangkat katagori yang masih menerima peluang bagi analisis tertentu.

3. Penelitian terhadap sejumlah kecil kasus, mungkin hanya satu kasus secara detail.

4. Menganalisis data yang meliputi interpretasi makna dan fungsi berbagai tindakan manusia secara eksplisit sebagai sebuah produk yang secara umum mengambil bentuk-bentuk deskripsi dan penjelasan verbal tanpa harus terlalu banyak memanfaatkan analisis kuantitatif dan statistik.

B. Asal Mula EtnografiAwal etnografi berkaitan dengan asal usul ilmu antropologi. Pada abad ke-20, para ahli antropologi berusaha membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa awal kemuculan manusia di muka bumi sampai masa kini. Mereka semua, tidak pernah terjun langsung melihat masyarakat primitif yang menjadi objek karangan mereka. Kerangka evolusi yang dibangun itu dipandang tidak realistik dan tidak didukung bukti nyata. Sedikit-sedikit mereka mulai sadar untuk melihat sendiri kelompok masyarakat yang menjadi objek kajiannya, demi memperoleh teori yang lebih mantap. Inilah asal mula pemikiran tentang perlunya kajian lapangan etnografi dalam antropologi.1. Etnografi mula-mula (akhir abad ke-19)

Pada proses kemunculannya Etnografi (akhir abad ke-19). Etnografi mula-mula dilakukan untuk membangun tingkat-tingkat perkembangan evolusi budaya manusia dari masa manusia mulai muncul di permukaan bumi sampai ke masa terkini. Tak ubahnya analisis wacana, mereka ilmuwan antropologi pada waktu itu melakukan kajian etnografi melalui tulisan-tulisan dan referensi dari perpustakaan yang telah ada tanpa terjun ke lapangan. Namun, pada akhir abad ke-19, legalitas penelitian semacam ini mulai dipertanyakan karena tidak ada fakta yang mendukung interpretasi para peneliti. Akhirnya, muncul pemikiran baru bahwa seorang antropolog harus melihat sendiri, dengan kata lain berada dalam kelompok masyarakat yang menjadi obyek kajiannya.

Studi etnografi melibatkan serangkaian metodologi dan prosedur interpretasi yang menempatkan peneliti sebagai instrument dengan observasi parsitipatif. Jenis studi ini menuntut komitmen menyeluruh pada kerja-kerja pemahaman. Peneliti etnografi menjadi bagian dari situasi yang diteliti untuk merasakan bagaimana perasaan orang-orang dalam situasi tersebut, peneliti etnografi menyatu pada realitas orang-orang secara sungguh-sungguh.2. Etnografi Modern (1915-1925)Etnografi ini dipelopori oleh ahli antropologi sosial, A.R Radclif Fee-Brown dan B. Mallinowski pada dasawarsa 1915-1925 di Inggris. Etnografi modern dibedakan dengan etnografi mula-mula berdasarkan ciri penting, yaitu mereka tidak terlalu mamandang hal-ikhwal yang berhubungan dengan sejarah kebudayaan suatu kelompok masyarakat (Spradley, 1997). Perhatian utama mereka adalah pada kehidupan masa kini, yaitu tentang the way of life masayarakat tersebut. Menurut pandangan dua antropolog ini tujuan etnografi adalah untuk mendeskripsikan dan membangun struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Untuk itu peneliti tidak cukup hanya melakukan wawancara, namun hendaknya berada bersama informan sambil melakukan observasi.3. Etnografi Baru Generasi Pertama (1960-an)Etnografi baru adalah suatu aliran etnografi yang mulai berkembang sejak tahun 1960-an dan mempunyai nama lain cognitive anthropology atau ethnoscience. Aliran ini memusatkan usahanya untuk menemukan bagaimana berbagai masyarakat mengorganisasikan budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut dalam kehidupan. Analisis dalam penelitian ini tidak didasarkan semata-mata pada interpretasi peneliti tetapi merupakan susunan pikiran dari anggota masyarakat yang dikorek keluar oleh peneliti. Karena tujuannya adalah untuk menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran dari suatu masyarakat, maka pemahaman peneliti akan studi bahasa menjadi sangat penting dalam metode penelitian ini. Pengumpulan riwayat hidup atau suatu strategi campuran, bahasa akan muncul dalam setiap fase dalam proses penelitian ini.4. Etnografi Baru Generasi Kedua (Ala Spradley)Dalam hal ini, Spradley masih mengikuti aliran antroplogi kognitif, namun secara lebih khusus, Spradley mendefinisikan budaya sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar yang mereka gunakan untuk menginterpretasikan dunia sekeliling mereka dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka. Selain itu, Spradley juga tidak lagi menganggap antropologi sebagai satu ilmu tentang "other cultures", yaitu mengenai masyarakat kecil yang terisolasi dan hidup dengan teknologi sederhana. Dia telah menjadi alat yang mendasar untuk memahami masyarakat Spradley menggunakan metode panduan yang khas untuk mempelajari etnografi (dengan jalan mengerjakan dan melakukan sendiri; secara sistematis, terarah, dan efektif. Metode itu adalah Developmem Research Sequence atau "Alur Penelitian Maju Bertahap". Metode ini memiliki lima prinsip.Pertama, teknik tunggal di mana peneliti dapat melakukan berbagai teknik penelitian secara bersamaan dalam satu fase penelitian. Kedua, identifikasi tugas, yaitu peneliti harus mengenali langkah-langkah pokok yang harus dilaluinya dalam menjalankan teknik tersebut Ketiga, setiap langkah pokok tadi, sebaiknya dijalankan secara berurutan atau maju bertahap. Keempat, penelitian orisinal maksudnya mempelajari cara untuk melakukan wawancara etnografi dengan mempraktikkannya dalam proyek penelitian sungguhan, bukan sekedar untuk kepentingan latihan saja. Terakhir, prinsip problem-solving yang membawa kita kepada pandangan Spradley mengenai ilmu antropologi, yaitu ilmu yang mempunyai kegunaan praktis dalam menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan. Sehingga seorang peneliti yang berhasil, menurut takaran etnograf adalah juga seorang problem solver.C. Manfaat EtnografiEtnografi adalah suatu kebudayaan yang mempelajari kebudayaan lain. Etnografi merupakan suatu bangunan pengetahuan yang meliputi teknik penelitian, teori etnografi, dan berbagai macam deskripsi kebudayaan. Etnografi bermakna untuk membangun suatu pengertian yang sistemik mengenai semua kebudayaan manusia dan perspektif orang yang telah mempelajari kebudayaan itu. Etnografi didasarkan pada asumsi bahwa pengetahuan dari semua kebudayaan sangat tinggi nilainya. D. Beberapa Prinsip dalam EtnografiInforman adalah manusia yang mempunyai masalah, keprihatinan, dan kepentingan. Nilai yang dipegang oleh etnografer tidak selalu sejalan dengan nilai yang dipegang oleh informan. Beberapa prinsip etika yang didasarkan pada nilai-nilai yang mendasari.1. Mempertimbangkan informan terlebih dahulu2. Mengamankan hak-hak, kepentingan, dan sensitivitas informan bila penelitian melibatkan informan.3. Menyampaikan tujuan penelitian4. Melindungi privasi informan5. Jangan mengeksploitasi informan6. Memberikan laporan kepada informanE. Wawancara EtnografiKetika kita mempelajari wawancara etnografi sebagai wawancara percakapan, maka kita melihat bahwa banyak ciri yang sama dengan percakapan persahabatan. Dalam kenyataan, seorang etnografer berpengalaman seringkali mengumpulkan banyak data melalui pengamatan terlibat serta berbagai macam percakapan sambil lalu, percakapan persahabatan. Mereka mungkin mewawancarai orang-orang tanpa kesadaran orang-orang itu, dengan cara sekadar melakukan percakapan biasa, tetapi etnografer memasukkan beberapa pertanyaan etnografis ke dalam pertanyaan itu. Tiga unsur etnografi yang paling penting ialah tujuan yang eksplisit, penjelasan, dan pertanyaannya yang bersifat etnografi:1. Tujuan yang eksplisit2. Penjelasan etnografi3. Pertanyaan etnografiF. Membuat Catatan EtnografiLangkah berikutnya dalam pendekatan "Alur Penelitian Maju Bertahap" adalah mulai mengumpulkan catatan penelitian. Bahkan sebelum melakukan kontak dengan seorang informan, etnografer akan mempunyai berbagai kesan, pengamatan, dan keputusan untuk dicatat. Ketika melakukan penelitian pada suatu komunitas asing, maka dibutuhkan waktu berminggu- minggu atau berbulan-bulan sebelum melakukan wawancara sistematis dengan seorang informan. Ketika mempelajari suatu suasana budaya dalam masyarakat kita sendiri, etnografi paling tidak sudah mempunyai suatu pilihan dan kemungkinan sudah menyaksikan suatu budaya itu dan pencatatan kesan-kesan pertama ini akan terbukti mempunyai makna penting nantinya. Yang pasti, kontak pertama dengan seorang informan pantas untuk didokumentasikan. Dalam langkah ini, kami akan mempelajari sifat dasar suatu catatan etnografi dan membahas beberapa langkah praktis untuk membuat catatan itu menjadi catatan yang sangat bermanfaat dalam analisis dan penulisan. Bagian utama suatu catatan etnografi terdiri atas catatan lapangan tertulis, baik catatan hasil observasi, wawancara, rekaman, buku harian, atau dokumen pribadi lainnya. G. Membuat Analisis DomainDalam langkah terakhir, menyajikan beberapa prosedur analisis untuk melakukan pencarian domain awal yang memfokuskan pada domain-domain yang merupakan nama-nama benda. Pencarian awal ini hanya berperan untuk memperkenalkan etnografer pemula dalam menemukan domain-domain penduduk asli. Sekarang, kita dapat bergerak ke arah prosedur yang lebih sistematik yang disebut analisis domain yang akan mengarahkan pada penemuan jenis-jenis domain yang lain. Jika seorang etnografer sementara telah mengidentifikasikan beberapa domain dalam sebuah kebudayaan, maka ia perlu menguji dengan para informannya. Pengujian ini dilakukan dengan cara menanyakan beberapa pertanyaan struktural untuk memperkuat atau melemahkan domain-domain yang telah dihipotesiskan. Langkah-langkah dalam Analisis Domain adalah:1. Memilih satu hubungan semantik tunggal2. Mempersiapkan satu lembar kerja analisis domain 3. Memilih satu sample dari statement informanH. Analisis KomponenAnalisis komponen merupakan pencarian sistematik berbagai atribut (komponen makna) yang berhubungan dengan simbol-simbol budaya. Apabila seorang etnografer menemukan berbagai kontras di antara anggota sebuah kategori, maka kontras ini paling baik jika dianggap sebagai atribut komponen makna suatu istilah. Kita dapat mengidentifikasikan satu atribut sebagai elemen informasi apa saja yang berhubungan secara teratur dengan sebuah simbol. Atribut selalu dihubungkan dengan istilah-istilah asli informan. Dalam menempatkan sebuah istilah asli informan ke dalam sebuah domain dan taksonomi tertentu. Anda harus mengisolasi satu hubungan semantik tunggal Dalam membuat analisis komponen, Anda akan memfokuskan pada hubungan ganda (imultiple) antara sebuah istilah asli informan dengan simbol-simbol lain. Bahkan ketika kita mengajukan pertanyaan struktural, kebanyakan informan secara suka rela menyampaikan berbagai hubungan tambahan dan informasi tambahan (atau atribut tambahan) mengenai berbagai istilah asli informan yang sedang kita pelajari.Ada dua cara yang dipakai para antropolog untuk melakukan analisis komponen berbagai istilah asli informan. Pendekatan pertama telah membatasi dirinya untuk menemukan atribut-atribut yang dikonseptualisasikan oleh informan. Tipe analisis komponen ini mencoba untuk menemukan realitas psikologis dunia informan. Pendekatan kedua membebaskan penggunaan konsep mereka sendiri tanpa memperhatikan apakah analisis mereka merefleksikan atribut-atribut yang menonjol bagi mereka yang mengetahui kebudayaan itu. Tipe analisis ini berupaya menemukan realitas struktural yang tidak sejalan dengan persepsi informan. Langkah-langkah Pembuatan Analisis Komponen1. Memilih sebuah rangkaian kontras untuk analisis. 2. Menemukan semua kontras yang telah ditemukan sebelumnya. 3. Mempersiapkan sebuah kertas kerja paradigma yang berisi sebuah paradigma kosong yang diisi istilah-istilah asli informan beijudul "rangkaian kontras". 4. Mengidentifikasi dimensi-dimensi kontras yang mempunyai nilai kembar. 5. Menggabungkan dimensi-dimensi kontras yang sangat terkait menjadi dimensi kontras yang mempuyai nilai ganda. 6. Mempersiapkan pertanyaan kontras untuk memperolah atribut-atribut yang hilang serta dimensi-dimensi kontras yang baru. 7. Melakukan sebuah wawancara untuk memperoleh data yang diperlukan. 8. Mempersiapkan sebuah paradigma lengkap, yaitu dengan melengkapi paradigma yang sebagian telah dianalisis sebelum wawancara itu.I. Langkah-langkah Penulisan Alur Penelitian Maju Bertahap (PMB)Dalam melengkapi tiap-tiap langkah dalam PMB bermanfaat sekali untuk melakukan beberapa penulisan. Dengan mulai menulis pada saat awal akan menghasilkan naskah kasar yang dapat mengarahkan etnografi akhir. 1. Menetapkan seorang informan2. Melakukan wawancara terhadap informan

3. Membuat sebuah catatan etnografis

4. Mengajukan pertanyaan deskriptif5. Menganalisis wawancara etnografi

6. Membuat sebuah analisis domain

7. Membuat sebuah analisis taksonomik8. Mengajukan pertanyaan kontras9. Membuat sebuah analisis komponen10. Menemukan tema-tema budaya11. Menulis sebuah etnografi.ETNOMETODOLOGIA. Pendahuluan

Banyak orang yang menyangka kata etnometodologi adalah suatu metodologi baru dari etnologi. Padahal ini merupakan dua hal yang tidak ada hubungannya. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jenis-jenis atau karakteristik etnis. Sementara menurut asal kata, etnometodologi berasal dari bahasa Yunani ethnos yang berarti orang (etnis), methodos yang berarti metoda dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah etnometodologi adalah sebuah studi atau ilmu tentang metoda yang digunakan orang awam (etnis) untuk menciptakan perasaan keteraturan sosial (social order) di dalam situasi di mana mereka berinterasksi.Tokoh pemrakarsa pendekatan etnometodologi adalah Harold Garfinkel (1950-an) namun baru disadari oleh profesi-profesi lain setelah akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Etnometodologi menyangkut studi mengenai kegiatan manusia sehari-hari khususnya yang terkait dengan aspek-aspek interaksi sosial yang diambil begitu saja (taken for granted). Etnometodologi Grafinkel ditujukan untuk meneliti aturan interaksi sosial sehari-hari yang berdasarkan common-sense (akal sehat). Apa yang dimaksudkan dengan dunia akal sehat adalah sesuatu yang biasanya diterima begitu saja, asumsi-asumsi yang berada di baliknya dan arti yang dimengerti bersama.B. Istilah EtnometodologiEtnometodologi adalah salah satu cabang ilmu sosiologi yang mempelajari tentang berbagai upaya, langkah, dan penerapan pengetahuan umum pada kelompok komunitas untuk menghasilkan dan mengenali subjek, realitas, dan alur tindakan yang bisa dipahami bersama-sama (Kuper, 2000) dalam (Sukidin, 2002).Radical Ethnomethodology started to mature within a distinct program of studies of work in the 70s. These studies analyze the specific, actual material practices that compose the ongoing situated day-to-day work practices (Heritage 1984). Etnometodologi menurut Heritage adalah kumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur dan pertimbangan (metode) yang dengannya masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu dan bertindak berdasarkan situasi dimana mereka menemukan dirinya sendiri. Istilah etnometodologi yang berakar pada bahsa Yunani berarti metode yang digunakan orang dalam menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari.

For Garfinkel, ethnomethodology is a form of practical sociological analysis (1967:1). This sociological analysis, however, is not merely an undertaking of professional sociologists: ethnomethodology is an everyday activity in which social agents constantly engage as they arrive at an interpretive understanding of other agents and actions through interaction, thus making sense of social reality. Etnometodologi merupakan suatu teori dalam sosiologi yang mempelajari sumber-sumber daya umum, prosedur dan praktek dimana anggota-anggota suatu masyarakat memproduksi dan mengenali objek-objek, peristiwa-peristiwa dan tindakan-tindakan sosial yang dapat diindera. Kajian etnometodologi ini muncul sebagai reaksi atas beberapa perspektif sosiologis, khususnya structural fungsionalisme, yang menganggap bahwa tingkah laku ditentukan secara kausalitas oleh faktor-faktor struktur sosial.

Garfinkel melukiskan sasaran perhatian etnometodologi adalah realitas objektif fakta sosial, fenomena fundamental sosiologi karena merupakan setiap produk masyarakat setempat yang diciptakan dan diorganisir secara alamiah, terus menerus, prestasi praktis, selalu, hanya, pasti dan menyeluruh, tanpa henti dan peluang menghindar, menyembunyikan diri, melampaui atau menunda.

Garfinkel mememunculkan etnometodologi sebagai bentuk ketidaksutujannya terhadap pendekatan-pendekatan sosiologi konvensional selalu dilengkapi asumsi, teori, proposisi, dan kategori yang membuat peneliti tidak bebas didalam memahami kenyataan social menurut situasi dimana kenyataan sosial tersebut berlangsung. Garfinkel sendiri mendefenisikan etnometodologi sebagai penyelidikan atas ungkapan-ungkapan indeksikal dan tindakan-tindakan praktis lainnya sebagai kesatuan penyelesaian yang sedang dilakukan dari praktek-praktek kehidupan sehari-hari yang terorganisir.

Etnometodologi Grafinkel ditujukan untuk meneliti aturan interaksi sosial sehari-hari yang berdasarkan akal sehat. Apa yang dimaksudkan dengan dunia akal sehat adalah sesuatu yang biasanya diterima begitu saja, asumsi-asumsi yang berada di baliknya dan arti yang dimengerti bersama. Inti dari etnometologi Granfikel adalah mengungkapkan dunia akal sehat dari kehidupan sehari-hari.

Ada kesamaan antara metode yang digunakan Garfinkel dengan dengan pemikiran Wittgenstein yang mengatakan bahwa pemahaman umum terdapat dalam percakapan serta transaksi sosial sehari-hari. Etnometodologi di satu sisi meneliti biografi dan maksud yang dikandung oleh aktor-aktor sosial dan di sisi lain menganalisis pemahaman umum (common-sense). Sebagaimana yang diungkapkan dalam karyanya Studies in Ethnometodology dia menunjukkan bahwa:

1. Perbincangan sehari-hari secara umum memaparkan sesuatu yang lebih memiliki makna daripada langsung kata-kata itu sendiri.

2. Perbincangan tersebut merupakan praduga konteks makna yang umum.

3. Pemahaman secara umum yang meyertai atau yang dihasilkan dari perbincangan tersebut mengandung suatu proses penafsiran terus menerus secara intersubjektif.

4. Transaksi dan peristiwa sehari-hari memiliki metodologi, terencana dan rasional, sehingga dengan peristiwa tersebut seseorang akan memahami ucapan orang lain melalui pemahaman aturan itu sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

Dalam prakteknya, etnometodogi Grafinkel menekankan pada kekuatan pengamatan atau pendengaran dan eksperimen melalui simulasi. Pengamatan atau pendengaran digunakan Grafinkel ketika melakukan penelitian pada sebuah toko. Di sana Grafinkel mengamati setiap pembeli yang keluar dan masuk di toko tersebut serta mendengar apa yang dipercakapkan orang-orang tersebut.

Sementata untuk eksperimen (simulasi), Grafinkel melakukan beberapa latihan pada beberapa orang. Latihan ini terdiri dari beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan subersif. Pada latihan responsif yang ingin diungkap adalah bagaimana seseorang menanggapi apa yang pernah dialaminya. Pada latihan provokatif yang ingin diungkap adalah reaksi orang terhadap suatu situasi atau bahasa. Sementara latihan subersif menekankan pada perubahan status atau peran yang biasa dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Pada latihan subersif, seseorang diminta untuk bertindak secara berlainan dari apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

Latihan pertama (responsif) adalah meminta orang-orang tersebut menuliskan apa yang pernah mereka dengar dari para familinya lalu membuat tanggapannya. Latihan kedua (provokatif) dilakukan dengan meminta orang-orang bercakap-cakap dengan lawannya dan memperhatikan setiap reaksi yang diberikan oleh lawan mereka tersebut. Sementara latihan ketiga (subersif) adalah menyuruh mahasiswanya untuk tinggal di rumah mereka masing-masing dengan berprilaku sebagai seorang indekos. Lewat latihan-latihan ini orang menjadi sadar akan kejadian sehari-hari yang tidak pernah disadarinya. Latihan ini adalah strategi dari Grafinkel untuk mengungkapkan dunia akan sehat, sebuah dunia yang dihidupi oleh masing-masing orang tanpa pernah mempertanyakan mengapa hal tersebut harus terjadi sedemikian.

Pembahasan realitas common sense Schutz memberi Garfinkel suatu perspektif melaksanakan studi etnometodologi sekaligus sebagai dasar teoritis bagi riset-riset etnometodologi lainnya. Pandangan Schutz tentang dunia sehari-hari sebagai dunia intersubjektif yang dimiliki bersama melalui proses interaksi ini senada dengan interaksionisme-simbolik yang diperkenalkan Herbert Mead. Sementara pengaruh Parsons dalam etnometodologi adalah teori aksi/tindakan yang diperkenalkan oleh Parsons. Dalam teori tindakannya, Parson berpendapat bahwa motivasi yang mendorong suatu tindakan individu selalu berdasarkan pada aturan atau norma yang ada dalam masyarakat di mana seorang individu hidup. Motivasi aktor tersebut menyatu dengan model-model normatif yang ditetapkan dalam sebuah masyarakat yang ditujukan untuk mempertahankan stabilitas sosial itu sendiri. Asumsi Parson ini senada dengan pendirian etnometodologi, terutama dari Garfinkel dan Douglas yang mengatakan bahwa seseorang di dalam menetapkan sesuatu apakah tindakan/perilaku, bahasa, respon atau reaksi selalu didasarkan pada apa yang sudah diterima sebagai suatu kebenaran bersama dalam masyarakat (common sense). Etnometodologi dalam keseluruhan studi sosiologi sendiri sekalipun dianggap sebagai bentuk kritik terhadap pendekatan-pendekatan sosiologi.

C. Diversifikasi Etnometodologi1. Studi Setting InstitusionalMaynard dan Clyman melukiskan sejumlah karya variasi dalam etnometodologi, tetapi hanya ada dua jenis studi etnometodologi yang menonjol. tipe pertama adalah studi etnometodologi tentang setting institusional. Studi etnometodologi awal yang dilakukan oleh Garfinkel berlangsung dalam setting biasa dan tak diinstitusionalkan seperti rumah, kemudian bergeser ke arah studi kebiasaan sehari-hari dalam setting institusional seperti dalam sidang pengadilan, klinik, dan kantor polisi.

Tujuan studi institusional adalah memahami cara orang, dalam setting institusional, melaksanakan tugas kantor mereka dan proses yang terjadi dalam institusi tersebut. Studi ini memusatkan perhatian pada strukturnya, aturan formal, dan prosedur resmi untuk menerangkan apa yang dilakukan orang di dalamnya. Dalam hal ini orang menggunakan prosedur yang berguna bukan hanya untuk kehidupan sehari-hari, tetapi juga untuk menghasilkan produk institusi.

2. Analisis PercakapanJenis etnometodologi kedua adalah analisis percakapan (conversation analysis). analisis percakapan bertujuan untuk memahami secara rinci struktur fundamental interaksi melalui percakapan. Percakapan sebagai unsur dasar dalam etnometodologi adalah aktivitas interaksi yang menunjukkan aktivitas yang stabil dan teratur yang merupakan kegiatan yang dapat dianalisis. Sasaran analisis percakapan adalah terbatas pada apa yang dikatakan dalam percakapan itu sendiri. Percakapan dipandang sebagai tatanan internal sekuensial. Lima dasar dalam menganalisis percakapan menurut Zimmerman:

a. Pengumpulan dan analisis data yang sangat rinci tentang percakapan.

b. Aspek-aspek kecil percakapan tidak hanya diatur oleh ahli etnometodologis akan tetapi pada mulanya oleh aktor sendiri.

c. Interaksi dan percakapan bersifat stabil dan teratur. Peneliti bersifat otonom, terpisah dari aktor.

d. Kerangka percakapan fundamental adalah organisasi yang teratur.

e. Rangkaian interaksi percakapan dikelola atas dasar tempat atau bergiliran.

Secara metodologis, analisis percakapan berupaya mempelajari percakapan yang terjadi dalam konteks yang wajar, sering menggunakan audio tape atau video tape. metode perekaman ini memungkinkan informasi lebih mengalir secara wajar dari kehidupan sehari-hari ketimbang dipaksakan oleh peneliti. Asumsi dasar analisis percakapan:

a. Percakapan adalah landasan dari bentuk-bentuk hubungan antar personal.

b. Merupakan bentuk interaksi yang paling mudah meresap.

c. Percakapan terdiri dari matriks prosedur dan praktik komunikasi yang paling terorganisasi.D. AsumsiEtnometodologi memiliki beberapa asumsi sebagai bidang kajian dari perspektif kajian ini:

1. Terjadi asas reciprocal (bolak-balik) dalam rangka menyetarakan pengertian antara peneliti dan aktor sosial yang terlibat, sehingga dapat dikatakan bahwa kebenaran yang saya anut adalah kebenaran yang dianut oleh orang lain.

2. Objektivitas dan ketidakraguan dari apa yang tampak, misalnya seperti dunia atau lingkungan atau kenyataan, adalah yang tampak terjadi dan keraguan terhadap kenyataan tersebut patut untuk diragukan.

3. Adanya proses yang sama, dalam arti bilamana hal itu terjadi disuatu tempat dan suatu waktu, maka hal itu akan dapat terjadi pada tempat dan waktu yang lain.

4. Pengetahuan umum yang masuk akal adalah sangat jelas, sebagaimana orang lain juga mengetahui.

5. Adanya proses indexicality (daftar istilah). Masyarakat memiliki perbendaharaan pengetahuan local yang telah diketahui sebelumnya dan dapat mengacu pada indeks lain yang juga telah ada. Peneliti harus memahami proses tersebut untuk dapat memiliki pengetahuan yang lebih luas.

6. Adanya proses reflectivity, sebagai gambaran tentang arti. Suatu interpretasi terhadap situasi yang terdapat secara umum sehingga tidak perlu dijelaskan lagi.

7. Untuk mendapatkan kebenaran peneliti tidak boleh sampai menyakitkan masyarakat. Untuk itu, tidak diperbolehkan adanya pemaksaan kepada lawan bicara atau nara sumber dalam rangka untuk mendapatkan pembuktian yang jelas.

E. Etnometodologi sebagai Metode Penelitian Kualitatif Beberapa prasyarat untuk menjadikan etnometodologi sebagai model penelitian kualitatif:

1. Etnometodologi memusatkan kajian pada realitas yang memiliki penafsiran praktis. Ia merupakan pendekatan pada sifat kemanusiaan yang meliputi pemaknaan pada prilaku nyata. Setiap masyarakat dalam konsep ini memiliki situasi yang bersifat lokal, terorganisir, memiliki steriotipe dan ideology khusus, termasuk ras, kelas sosial dan gender. Pendekatan ini akan memihak masyarakat bawah dengan ideology yang sangat populis.

2. Merupakan strategi yang dapat dilakukan melalui discourse analysis (analisis wacana). Paradigma yang dianut adalah semiotic, sehingga metode yang paling tepat adalah dialog. Sumber data dapat diungkap melalui observasi-partisipasi dengan pencatatan data yang teratur menggunakan field note. Pengembangan pertanyaan dilakukan dengan bentuk verbal, sosial interaktif dan dialog.

3. Etnometodologi memiliki keunggulan dalam mendekati kehidupan empiris, dalam hal ini ada program penekanan yang diberikan. Melakukan pengambilan data langsung dari lapangan melalui model interaktif antara peneliti dan aktor.

4. Sosial (observasi partisipasi).

5. Menitikberatkan pada pemahaman diri dan pengalaman hidup sehari-hari. Pengambilan data dengan in-depth interview, akan menggali semua masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk wacana percakapan terbuka. Setiap wacana percakapam dianalisis, dikembangkan sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat lokal.Metode kualitatif merupakan metode yang dikerjakan oleh semua orang atau untuk semua problema dan tampak bahwa saat ini para penganut interaksi simbolik dan etnometodologi mendukung metodologi kualitatif. Tugas mereka, yaitu menangkap proses penafsiran mengenai tingkah laku manusia dengan menuntut verstehen, pemahaman yang empatik atau kemampuan menyerap dan mengungkapkan lagi perasaan-perasaan, motif-motif, dan pemikiran di balik tindakan seseorang. Tentu saja, semua itu diambil dari sudut pandang orang itu sendiri (Bodgan and Taylor, 1992).

Bagi etnometodolog, yang bisa diamati langsung adalah upaya orang-orang untuk menciptakan rasa umum tentang kenyataan sosial. Namun karena posisinya yang masih samar, maka tak ada prinsip yang dirumuskan dengan baik yang menunjukkan bagaimana komunitas para aktor secara aktif menegosiasikan citra umum tentang kenyataan.

Fakta yang mendasari kesalahpahaman pada etnometodologi, yaitu bahwa para sosiolog yang telah mendalam dalam tradisi teoretis kesulitan mengenali suatu alternatif radikal bagi tradisi-tradisi ini. Padahal sebenarnya mereka tak memahami posisi etnometodologi.

Wujud salah tafsir itu menyatakan bahwa etnometodologi mewakili suatu korektif bagi penteorian sosiologis masa kini. Hal ini menjadi asumsi bahwa etnometodologi bisa berfungsi untuk mengecek keandalan dan validitas pengamatan seorang penyelidik dengan sekaligus memaparkan komunitas ilmiah yang menerima pengamatannya. Padahal sebenarnya etnometodologi bukan suatu metode penelitian baru, ia tidak menjawab pertanyaan seputar masalah masyarakat lewat teknik-teknik penelitian baru. Namun, ia berkenaan dengan studi fenomena dengan menggunakan banyak strategi penelitian, meliputi varian-varian metode pengamatan dan peserta pengamatan.

Etnometodologi membutuhkan suatu kumpulan asumsi metafisik alternatif tentang sifat dunia sosial, yaitu:

1. Dalam segala situasi interaksi manusia berupaya membentuk munculnya konsensus tentang feature dan setting interaksi.

2. Feature terdiri dari sikap, pendapat, kepercayaan, dan koisgni lain tentang sifat lingkungan sosial

3. Manusia terlibat dalam praktik-praktik dan metode antarpribadi eksplisit dan implisit

4. Praktik dan metode itu dihasilkan dalam memasang dan membongkar "kumpulan bahan yang didatangkan: persepsi oleh manusia yang berinteraksi bahwa lingkungan masa kini mempunyai struktur yang teratur dan bisa dipahami".

5. Konsensus ini muncul juga merupakan refleksi dari pemenuhan tiap peserta terhadap aturan dan prosedur untuk mengubah-ubah konsensus itu.

6. Dalam tiap situasi interaksi, aturan itu tidak bisa digeneralisasikan pada lingkungan lain.

7. Dengan mengganti aturan, para anggota dalam suatu lingkungan bisa saling menawarkan munculnya suatu dunia "di luar sana" yang teratur dan berhubungan yang "memaksakan" persepsi-persepsi dan tindakan- tindakan tertentu bukan pada bagian mereka.

Referensi:

Brewer, John. 2000. Ethnography. Philadelphia: Open University Press.Garfinkel, Harold. 1967. Studies in Ethnomethodology. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall Inc..Hammersley, M. and Atkinson, P. 2007. Ethnography: Principles in Practice. New York: Routledge.Jensen, Klaus Bruhn and Nicholas W. Jankowski. 1991. A Hand Book of Methodologies for Mass Communication Research. New York: Routledge.Maynard, Douglas W., and Steven E. Clayman. 2002. Studies in Ethnomethodology and Conversation Analysis. Washington D.C.: International Institute for Ethnomethodology and Conversation Analysis & University Press of America.Riharjo, Ikhsan Budi. 2011. Memahami Paradigma Penelitian Non-Positivisme dan Implikasinya dalam Penelitian Akuntansi. Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis, dan Sektor Publik (JAMBSP).Sanday, Peggy Reeves. 1979. The Ethnographic Paradigm. New York: Cornell University.Sukidin, Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendekia.