essay kandang susun komunal

9
Kandang Susun Komunal Tahan Gempa Dengan Koneksi Internet Energi Sebagai Wujud Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan Dari mata turun ke hati. Melihat sebagian besar peternakan di Indone yang masih menggunakan sistem tradisional, sebagaimana yang kami lihat se di peternakan sapi potong milik masyarakat di Kabupaten Bondowoso Timur, memunculkan rasa keprihatinan yang mendalam di hati kami. Peternak di daerah Bondowoso kala itu menjadi tempat dilaksanakannya kegiatan pengabdian masyarakat oleh mahasiswaUniversitas Airlangga tahun 2010. Bagaimana tidak, 80% pengusahaan ternak sapi potong tersebut dilakukan ol peternak tradisional yang memelihara 1-5 ekor sapi di kandang ya dengan rumah tinggalnya. Hal ini dilakukan sebagian besar peternak tradis karena alasan keamanan dimana peternak merasa takut sapinya dicuri, mengh tanpa sepengetahuan atau dimangsa hewan buas. Untuk itu, peternak merasa melakukan penjagaan pada sapi sehingga dipelihara pada kandang ya bahkan menyatu dengan rumah tinggalnya. Hal tersebut tentunya membahayaka kesehatan baik peternak maupun sapi yang dipelihara. Berdasarkan Pembinaan Kelompok Tani Ternak Sapi Potong dalam Menerapkan Zoote Sapta Usaha Beternak Sapi Potong oleh tim penyuluh Fakultas Pete Universitas Diponegoro menyebutkanbahwa perkandangan sebaiknya tidak berada di dalam dan atau berimpit dengan rumah tetapi berada di luar dan dengan rumah dengan jarak minimal 10 m sehingga akan meniadakan mengurangi kekotoran dan pencemaranrumah serta lingkungan. Selain itu, disediakan tempat penampungan kotoran kandang agar kotoran tidak tercecer mencemari lingkungan. Kondisi tersebut membuat Indonesia yang sejatinya memiliki potensi b dan sumber daya alam melimpah untuk pengembanganproduk peternakan menjadi belum mampu untuk memenuhi kebutuhan sapi dalam negeri s Padahalbidangpeternakan kita memiliki berbagai jenis ternak yang dapat dibudidayakan, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun potensi ekspor. Saat ini yang terjadi justru tingginya impor sapi potong bakalan dan sehingga menekan pertumbuhan sapi dalam negeri. Menurut Ir. Suswono, MMA

Upload: made-pertiwi-jaya

Post on 22-Jul-2015

113 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Kandang Susun Komunal Tahan Gempa Dengan Koneksi Internet Energi Sebagai Wujud Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Dari mata turun ke hati. Melihat sebagian besar peternakan di Indonesia yang masih menggunakan sistem tradisional, sebagaimana yang kami lihat sendiri di peternakan sapi potong milik masyarakat di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, memunculkan rasa keprihatinan yang mendalam di hati kami. Peternakan di daerah Bondowoso kala itu menjadi tempat dilaksanakannya kegiatan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa Universitas Airlangga tahun 2010. Bagaimana tidak, 80% pengusahaan ternak sapi potong tersebut dilakukan oleh peternak tradisional yang memelihara 1-5 ekor sapi di kandang yang menyatu dengan rumah tinggalnya. Hal ini dilakukan sebagian besar peternak tradisional karena alasan keamanan dimana peternak merasa takut sapinya dicuri, menghilang tanpa sepengetahuan atau dimangsa hewan buas. Untuk itu, peternak merasa perlu melakukan penjagaan pada sapi sehingga dipelihara pada kandang yang dekat bahkan menyatu dengan rumah tinggalnya. Hal tersebut tentunya membahayakan kesehatan baik peternak maupun sapi yang dipelihara. Berdasarkan makalah Pembinaan Kelompok Tani Ternak Sapi Potong dalam Menerapkan Zooteknik Sapta Usaha Beternak Sapi Potong oleh tim penyuluh Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro menyebutkan bahwa perkandangan sebaiknya tidak berada di dalam dan atau berimpit dengan rumah tetapi berada di luar dan terpisah dengan rumah dengan jarak minimal 10 m sehingga akan meniadakan atau mengurangi kekotoran dan pencemaran rumah serta lingkungan. Selain itu, disediakan tempat penampungan kotoran kandang agar kotoran tidak tercecer dan mencemari lingkungan. Kondisi tersebut membuat Indonesia yang sejatinya memiliki potensi besar dan sumber daya alam melimpah untuk pengembangan produk peternakan menjadi belum mampu untuk memenuhi kebutuhan sapi dalam negeri sendiri. Padahal bidang peternakan kita memiliki berbagai jenis ternak yang dapat dibudidayakan, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun potensi ekspor. Saat ini yang terjadi justru tingginya impor sapi potong bakalan dan daging sapi sehingga menekan pertumbuhan sapi dalam negeri. Menurut Ir. Suswono, MMA

dalam tulisannya yang berjudul Swasembada Daging yang diterbitkan majalah Trubus edisi 486 tahun 2010 menyatakan bahwa impor serta distribusi sapi potong bakalan dan daging sapi impor perlu dikendalikan dimana salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengarahakan kelompok peternak agar mengusahakan operasional perternakan sapi potong menjadi lebih efisien melalui penerapan teknologi tepat guna. Teknologi tersebut tentunya harus dapat mendukung terciptanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di sektor peternakan. pembangunan Badan Pengendalian sebagai Lingkungan suatu Hidup mendefinisikan yang

berkelanjutan

konsep

pembangunan

memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Kandang merupakan faktor pendukung produksi yang sangat penting dalam usaha peternakan. Merujuk dari permasalahan di atas maka diperlukan penyelesaian berupa inovasi teknologi kandang yang dapat menjadi solusi pengembangan peternakan menuju pembangunan berkelanjutan yang dalam hal ini dapat memadukan dua aspek utama yaitu ekonomi dan lingkungan. Kandang adalah bangunan sebagai tempat tinggal ternak, bertujuan untuk melindungi ternak dari gangguan luar yang merugikan seperti terik matahari, hujan dan angin serta memudahkan dalam pengelolaannya. Berdasarkan buku berjudul Kenyamanan Kandang Ternak Pengaruhi Produktivitas Ternak terbitan Sinar Tani, pengembangan sistem kandang modern didorong oleh kawanan ternak yang semakin besar, produksi per sapi yang meningkat, serta mekanisasi dan otomatisasi dalam cara pemberian pakan. Menurut LIPTAN atau Lembaga Informasi Pertanian (2000) terdapat beberapa persyaratan kandang, yaitu: 1. Lokasi kandang Lokasi kandang tidak menjadi satu dengan rumah tinggal dan jaraknya kurang lebih 10 m. Tidak berdekatan dengan bangunan-bangunan umum atau lingkungan ramai. Bangunan kandang lebih tinggi dari sekitarnya untuk mempermudah pengaturan salurannya. Dilengkapi dengan penampungan kotoran dan tempat untuk bergerak atau berjemur. Air bersih cukup tersedia serta jalan masuk ke lokasi kandang harus cukup lebar.

2. Bahan kandang Bahan kandang harus mempertimbangkan segi ekonomis, tahan lama, mudah didapat dan tidak menimbulkan refleksi panas terhadap ternak yang dipelihara. Kerangka kandang bisa dari kayu, bambu atau beton. Atap kandang yang baik adalah genteng karena tahan lama, tidak menimbulkan panas dan dapat mengalirkan udara melalui celah-celah genteng. Dinding kandang bisa dari kayu, bambu maupun tembok dengan ketinggian disesuaikan dengan kondisi setempat. Lantai kandang bisa mengguanakan semen, batu kali ditata, atau tanah dipadatkan. 3. Arah kandang Arah bangunan kandang menghadap timur, sedangkan bangunan kandang sebaiknya membujur dari arah utara ke selatan. Tujuannya agar sinar matahari masuk ke dalam kandang karena sangat bermanfaat untuk pembentukan vitamin D dalam tubuh ternak dan berfungsi sebagai pembasmi penyakit. 4. Kebersihan kandang Menjaga kesehatan dan kebersihan ternak sangat penting. Caranya yaitu dengan membersihkan kandang dan lingkungan secara teratur dan menumpuk kotoran ternak pada tempat tertentu sehingga tidak berbau dan tidak lembab. 5. Ukuran kandang Pada umumnya ukuran kandang individu 1,5 x 2,5 m untuk sapi. Selain hal yang tersebut diatas, menurut Takakura (1979) yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak yaitu ventilasi dan arah angin. Ventilasi pada bangunan peternakan digunakan untuk mengendalikan suhu, kelembaban udara, kotoran ternak dan pergerakan udara sehingga kondisi lingkungan mikro yang dibutuhkan ternak dapat terpenuhi. Faktor angin dan termal ini dimanfaatkan untuk menggerakkan udara dan menentukan laju ventilasi alami yang terjadi. Laju ventilasi alami memiliki hubungan yang linier dengan kecepatan udara dan tergantung pada perbedaan tekanan udara yang ditimbulkan oleh perbedaan temperatur lingkungan. Inovasi kandang yang dapat menjadi solusi cerdas permasalahan tersebut yakni kandang susun komunal dengan konstruksi bangunan tahan gempa yang

dilengkapi sistem pengolahan limbah berupa digester biogas (biodigester). Kandang komunal merupakan kandang yang dibangun atau dididrikan mengelompok dalam suatu hamparan luasan tertentu yang dikelola secara bersama dan dikoordinir seorang atau ketua kelompok. Melalui pembangunan kandang tersebut akan tercipta suatu sistem yang disebut sebagai internet energi dimana energi dari kandang utama tempat pemeliharaan sapi terkoneksi dalam sebuah jaringan tertutup (internet) sehingga menghasilkan energi yang diperlukan untuk operasional kandang. Jaringan energi dimulai dari kotoran sapi yang kemudian dihubungkan ke luar melalui sebuah pipa menuju biodigester. Gas yang terperangkap pada biodigester dialirkan ke generator untuk diolah menjadi listrik yang digunakan untuk penerangan dan kebutuhan lainnya di kandang. Padatan yang mengendap pada biodigester diolah menjadi pupuk padat begitu pula dengan cairan yang diolah menjadi pupuk cair. Pupuk-pupuk ini digunakan untuk keperluan penanaman rumput di lahan gembala dan pakan untuk sapi. Kandang tersebut tentunya dapat menjadi solusi dalam pengembangan pengusahaan ternak yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Kandang susun komunal tahan gempa dengan biodigester ini dapat dikatakan sebagai kompleks kandang terpadu. Dalam kompleks kandang terdapat kandang utama, kandang karantina, kandang isolasi, kandang jepit, biodigester, generator dan lahan penggembalaan. Kandang utama merupakan tempat pemeliharaan sapi dan penyimpanan pakan. Bentuk kandang utama menyerupai tabung dengan satu pilar besar di tengah bangunan yang dikelilingi jalan naik layaknya tempat parkir mobil bertingkat di pusat perbelanjaan (mall) atau apartemen. Bentuk bangunan bertujuan untuk meminimalisir terjadinya patahan bilamana terjadi gempa. Kandang utama ini terdiri dari empat lantai dimana ruang penyimpanan pakan terdapat pada lantai pertama dengan luas seperempat luas lantai dan selebihnya merupakan ruang pemeliharaan sapi. Apabila diasumsikan luas bangunan seluas 2.500m2 maka mampu menampung 600 ekor sapi dimana dengan luas yang sama pada umumnya hanya mampu menampung 300 ekor sapi. Pada tiap lantai diisi dengan jenis sapi yang berbeda yang ditempatkan dengan tipe tunggal dan ganda. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan

pada satu baris atau satu jajaran, sedangkan kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan. Jalur untuk jalan bagi peternak terdapat diantara kedua jajaran kandang tipe ganda dan di depan kandang tipe tunggal. Kandang lainnya di sekitar kandang utama, yaitu kandang karantina, kandang isolasi dan kandang jepit. Sapi yang baru datang pertama kali akan masuk kandang jepit untuk ditangani seperti ditimbang berat badanya dan dilihat kondisinya secara umum. Apabila sapi tersebut sakit maka akan dimasukkan pada kandang karantina terlebih dahulu sebelum ditempatkan pada kandang utama. Sedangkan kandang jepit berfungsi untuk memudahkan pemeriksaan sapi yang sakit serta penanganan pada saat kawin suntik dimana terletak dekat dari kandang utama. Bangunan lainnya yaitu biodigester dan generator berfungsi untuk pengolahan limbah ternak yang dialirkan melalui dua buah pipa dari kandang utama. Selain itu terdapat lahan penggembalaan untuk sapi yang tidak terlalu luas namun cukup representatif untuk menggembalakan seluruh sapi yang dipelihara di kandang utama secara bergiliran. Perawatan yang intensif dalam kandang disinergikan dengan penggembalaan akan membuat pembentukan otot serta pertumbuhan sapi sempurna sehingga pada akhirnya membuat produksi hewan ternak meningkat. Pertambahan jumlah penduduk akan menimbulkan berbagai dampak berantai dan saling berkaitan dengan yang lain. Dampak tersebut, diantaranya berkurangnya ketersediaan sumberdaya alam, lingkungan dan fasilitas lainnya. Peningkatan jumlah penduduk tentunya juga akan memberikan peningkatan terhadap kebutuhan bahan pangan terutama hasil ternak. Peternakan

membutuhkan luasan lahan yang besar untuk penggembalaan. Semakin bertambahnya pertumbuhan industri peternakan maka semakin banyak pula tanah hutan tropis yang dialihkan menjadi petak-petak kandang yang sangat besar untuk menggembala ternak atau petak-petak kecil untuk menanam pakan ternak. Sementara itu, konversi lahan untuk kawasan permukiman, perkantoran dan fasilitas hiburan lainnya terjadi secara besar-besaran di berbagai wilayah di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya lahan untuk keperluan peternakan. Keberadaan kandang yang dibuat bertingkat (susun) tentunya mampu menjadi solusi pengembangan peternakan ditengah sempitnya lahan peternakan

akibat konversi lahan untuk pembangunan rumah serta industri. Di sisi lain, dengan adanya kandang susun ini para peternak tradisional dapat menjadikannya sebagai kandang komunal dimana hewan ternak dipelihara secara berkelompok dan dikelola secara bersama oleh peternak-peternak dalam suatu wilayah. Melalui sistem peternakan yang berkelompok maka peternak akan lebih mudah melakukan pengawasan terhadap ternaknya selain itu muncul adanya rasa tanggung jawab dalam kelompok ternak karena pada tiap kelompok akan diberi rute harian pengerjaan dan pengawasan. Penyebaran penyakit pun dapat dihindari dengan adanya kandang karantina, kandang isolasi dan kandang jepit yang berfungsi untuk penanganan sapi yang baru datang, pemeriksaan sapi yang sakit serta penanganan pada saat kawin suntik. Dengan demikian keberadaan kandang ini mampu mengefisiensikan waktu yang digunakan oleh peternak sehingga peternak dapat mengisi waktu senggangnya untuk berproduksi lagi dan memperoleh penghasilan lebih. Selain ketersediaan lahan yang semakin sedikit, letak geografis Indonesia menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan peternakan karena berkaitan dengan keamanan dan kenyaman pengusahaan ternak. Berdasarkan buletin penataan ruang mengenai posisi Indonesia dan kerentanan terhadap bencana, Indonesia dilihat dari kondisi geografisnya merupakan wilayah dengan ancaman bencana gempa bumi dan tsunami dengan intensitas yang cukup tinggi. Banyaknya gunung aktif serta bentuknya yang berupa negara kepulauan adalah sebagian faktor yang mempengaruhi seringnya terjadi bencana di Indonesia. Tercatat beberapa gempa besar telah terjadi di Indonesia, yaitu gempa pada tahun 2005 di Pulau Nias dan sekitarnya yang menelan korban sekitar 1000 jiwa, gempa yang terjadi pada akhir 2006 yang menimpa Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah yang menelan korban sekitar 5000 jiwa serta bencana Gunung Merapi dan Mentawai pada akhir 2010. Namun selain semua itu, terjadi banyak sekali gempa-gempa lain di Indonesia pada setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan posisi Indonesia yang dikepung oleh tiga lempeng tektonik dunia yakni Lempeng Indo-Australian, Eurasia dan Lempeng Pasific yang apabila bertemu dapat menghasilkan tumpukan energi yang memiliki ambang batas tertentu. Selain itu, Indonesia juga berada pada Pasific Ring Of Fire yang

merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia yang setiap saat dapat meletus dan mengakibatkan datangnya bencana. Catatan Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa. Di antaranya Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bagian selatan, Jawa Timur bagian selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), kemudian Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di Papua serta Balikpapan Kalimantan Timur. Daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang potensial untuk pengembangan peternakan. Sampai saat ini manusia belum dapat mencegah gempa bumi, tetapi manusia dapat berusaha untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan melalui perencanaan dan pendirian bangunan yang tahan gempa. Mengingat bahwa hampir seluruh wilayah di Indonesia rawan gempa dan bencana tersebut akhir-akhir ini sering terjadi, maka perlu dibangun bangunan kandang yang tahan gempa. Hal ini sangat penting untuk memberikan keamanan dalam pengusahaan ternak serta mencegah kerugian ekonomi yang lebih banyak akibat gempa. Kandang susum komunal ini dapat dikatakan tahan gempa dilihat dari bentuk, konstruksi dan material bangunannya. Bentuk tabung yang melingkar meminimalisir terjadinya patahan bangunan bilamana terjadi gempa. Konstruksi bangunan kandang menggunakan Sistem Rangka Penahan Momentum (SRPM). SRPM tahan terhadap beban gempa resiko tinggi dan menengah dengan beban gempa nominal (R) = 8,5 Menurut SNI Nomor 032847 tahun 2002, SRPM adalah suatu rangka struktur dengan pendetailan yang secukupnya sehingga dapat terbentuk sendi-sendi plastis di ujung-ujung balok dan kolom yang akan menyerap energi dan memungkinkan rangka tetap berdiri pada penyimpangan yang jauh lebih besar dari kemampuan berdasarkan desain elastis. Material yang digunakan menggunakan campuran bahan yang sesuai dengan kosntruksi tersebut, misalnya pada semen dan penggunaan rangka baja. Dengan demikian, rasa aman dan nyaman tidak hanya sebatas memenuhi ketakutan ternak akan dicuri, hilang tanpa sepengetahuan atau

dimangsa hewan buas, tetapi juga terhindar dari bencana gempa yang dapat terjadi kapan saja. Pengelolaan lingkungan perlu menjadi perhatian dalam rangka

pembangunan berkelanjutan di sektor peternakan. Pemanfaatan dan pengolahan limbah menjadi sangat penting mengingat dampaknya pada lingkungan cukup besar. Menurut Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan BangsaBangsa (PBB) yakni Food of Agriculture Organization (FAO) tahun 2006 peternakan merupakan penyumbang gas rumah kaca utama penyebab pemanasan global. Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Riset terbaru World Watch Institute dalam laporan yang dirintis Watch Magazine Edisi November/Desember 2009 juga menyebutkan bahwa peternakan bertanggung jawab atas sedikitnya 51 persen penyebab gas rumah kaca global. Dengan pengurangan gas metana yang signifikan dari peternakan di seluruh dunia akan mengurangi gas rumah kaca (GRK) secara lebih cepat dibandingkan penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi. Efek rumah kaca sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk menjaga suhu tidak dingin, tetapi jika berlebihan akan menyebabkan pemanasan global. Dampak besar yang dihasilkan membuat peternakan sangat jelas memenuhi syarat untuk mendapat penanganan khusus dalam perubahan iklim. Untuk itu tiap peternakan diharapkan dapat mengolah sendiri limbahnya terutama limbah feses dan manure. Salah satu caranya adalah dengan biodigester. Dengan adanya pengolahan limbah ternak berupa biodigester, selain meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi peternak juga dapat mengendalikan polusi yang terjadi pada udara dan air. Biogas merupakan gas campuran metana (CH4), karbondioksida (CO2) dan gas lainnya yang didapat dari hasil penguraian material organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, tumbuhan oleh bakteri pengurai metanogen pada sebuah biodigester. Jadi, untuk menghasilkan biogas dibutuhkan pembangkit biogas yang disebut biodigester. Proses penguraian material organik terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terbentuk pada hari ke 4-5 sesudah biodigester terisi penuh dan mencapai puncak pada hari ke 20-25. Biogas yang dihasilkan oleh biodigester sebagian besar terdiri dari 50-70% metana (CH4), 30-40%

karbondioksida (CO2) dan gas lainnya dalam jumlah kecil. Terdapat tiga kelompok bakteri yang berperan dalam proses pembentukan biogas, yaitu kelompok bakteri fermentatif (Steptococcus, Bacteriodes dan beberapa

jenis Enterobactericeae), kelompok bakteri asetogenik (Desulfovibrio) serta kelompok bakteri metana (Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus). Biogas pada peternakan berasal dari kotoran sapi. Pada kandang susun komunal ini, saluran pembuangan kotoran sapi pada kandang utama dihubungkan dengan biodigester. Gas yang terbentuk kemudian dialirkan ke generator untuk diubah menjadi listrik. Listrik yang dihasilkan digunakan untuk penerangan, keperluan kandang dan dapat juga dimanfaatkan peternak untuk keperluan di rumahnya. Endapan berupa padatan dan cairan pada biodigester diolah menjadi pupuk. Dengan adanya biodigester pada kandang ini kita mampu mengolah kotoran secara efisien dalam bentuk gas, padat dan cair untuk keperluan peternakan antara lain sebagai sumber listrik serta pupuk yang nantinya dapat dijual maupun dimanfaatkan sendiri sebagai pupuk untuk produksi pakan sapi sehingga tingkat pencemaran pada kandang dapat diminimalisir bahkan dihilangkan. Kandang susun komunal tahan gempa dengan biodigester merupakan sebuah rancangan kompeleks kandang terpadu yang dibangun untuk mampu menahan gempa hingga skala 8,5 Richter dan dapat didirikan pada lahan yang terbatas. Selain itu, kandang susun komunal ini memiliki efisiensi produksi dan mutu hasil yang tinggi dengan pengolahan limbah berupa biodigester dan menghasilkan pemasukan yang besar dari operasionalnya sehingga rancangan ini juga dapat membantu dalam konservasi lingkungan serta memberikan kebebasan pada hewan dengan menggunakan sistem di dalam dan di luar kandang. Saran yang dapat kami sampaikan adalah kepada pemerintah agar memberdayakan rancangan kandang susun komunal tahan gempa dengan biodigester yang diharapkan dapat menjadi menjadi penopang swasembada daging 2014 dengan merubah sistem peternakan sampingan menjadi peternakan utama.