essai laporan hasil diskusi reinhold niebuhr kelompok cendrawasih

29
Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih Pertemuan Elisa 23 Oktober 2012 Albert Christian 10/300868/SP/24249 Ciptahadi Nugraha 10/296341/SP/23828 Gede Resnadiasa 10/296269/SP/23822 Gusti Hening Pusthikaputra 10/297029/SP/23916 Muhammad Hadyan Hirzi 10/296304/SP/23826 M. Ridha Iswardhana 10/296979/SP/23903 (Presentator) Utami Sandyarani 10/296738/SP/23872 *) Semua Aktif Terlibat Pertanyaan Diskusi: Q1 : Setujukah teman - teman tentang pendapat Niebuhr yang percaya bahwa negara seperti halnya manusia memiliki sifat dasar yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri hingga akhirnya berujung pada konflik / perang dengan pihak lain ? Lalu apakah situasi damai dan harmonis di dunia merupakan suatu utopia besar dan impian belaka ? Q2 : Seorang realis klasik Reinhold Niebuhr menyatakan bahwa: Organisasi Internasional tidak dapat menyelesaikan masalah antar negara seperti yang tercermin dalam tulisan Niebuhr yang bercerita tentang kegagalan LBB untuk menyelesaikan

Upload: ridho-iswardhana

Post on 03-Aug-2015

138 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Pertemuan Elisa 23 Oktober 2012

Albert Christian 10/300868/SP/24249

Ciptahadi Nugraha 10/296341/SP/23828

Gede Resnadiasa 10/296269/SP/23822

Gusti Hening Pusthikaputra 10/297029/SP/23916

Muhammad Hadyan Hirzi 10/296304/SP/23826

M. Ridha Iswardhana 10/296979/SP/23903 (Presentator)

Utami Sandyarani 10/296738/SP/23872

*) Semua Aktif Terlibat

Pertanyaan Diskusi:

Q1: Setujukah teman - teman tentang pendapat Niebuhr yang percaya bahwa negara

seperti halnya manusia memiliki sifat dasar yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri

hingga akhirnya berujung pada konflik / perang dengan pihak lain ? Lalu apakah situasi damai

dan harmonis di dunia merupakan suatu utopia besar dan impian belaka ?

Q2: Seorang realis klasik Reinhold Niebuhr menyatakan bahwa: Organisasi

Internasional tidak dapat menyelesaikan masalah antar negara seperti yang tercermin dalam

tulisan Niebuhr yang bercerita tentang kegagalan LBB untuk menyelesaikan kasus penyerangan

Jepang ke Manchuria ? Benarkah OI tidak efektif dalam politik internasional ?

Laporan Hasil Diskusi:

Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, kami mendapatkan tiga kesimpulan

berdasarkan pertanyaan dan jalannya diskusi tentang Reinhold Niebuhr. Ketiga kesimpulan ini

terdiri atas dua kesimpulan utama dengan melihat jawaban semua peserta diskusi, dan satu

kesimpulan tambahan tentang bagaimana jalannya diskusi ini. Ketiga kesimpulan tersebut,

antara lain:

Pertama, berdasarkan semua jawaban dari setiap peserta dalam menjawab pertanyaan

pertama. Mayoritas peserta setuju dengan pendapat Niebuhr yang percaya bahwa negara

Page 2: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

selayaknya manusia yang memiliki naluri dan merefleksikan ego individu tersebut yang

cenderung akan lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri, yang selanjutnya dapat

mengakibatkan konflik maupun peperangan antar aktor terutama negara dalam politik

internasional. Namun, terdapat pendapat berbeda yang menolak pendapat Niebuhr bahwa negara

tidak selalu mementingkan kepentingannya semata, dan terdapat Organisasi Internasional seperti

PBB maupun hukum internasional yang memperjuangkan keadilan dalam dinamika hubungan

internasional untuk mengusahakan kehidupan manusia yang lebih baik yang menyebabkan

negara memiliki kecenderungan untuk hidup berdamai, atau setidaknya mengusahakan

kepentingannya dapat tercapai tanpa mengganggu kepentingan negara lain.

Lalu menjawab bahwa situasi damai dan harmonis di dunia merupakan suatu utopia

besar dan impian belaka, tidak semua peserta merasa skeptis bahwa perdamaian dan kehidupan

yang harmonis dalam dunia internasional dapat tercipta, karena dengan melihat bahwa

perdamaian akan tercipta ketika tidak terjadi perang maupun adanya kerjasama tertentu secara

sementara saja. Disisi lain, kebanyakan peserta justru memiliki opini bahwa perdamaian dan

harmonisasi dalam politik internasional dapat tercipta dengan membuat kondisi yang membuat

setiap negara memiliki keadaan yang proporsional, melalui kombinasi antara penggunaan

kekuatan dan pemahaman antar aktor mengenai kepentingan masing-masing dalam sistem

internasional, dan lebih mengoptimalkan implementasi instrumen internasional yang sudah ada

melalui PBB, HKI, dan HHI.

Kedua, berdasarkan jawaban dari semua peserta tentang pertanyaan kedua, hampir

semuanya setuju bahwa Organisasi Internasional tidak efektif dalam membuat kebijakan untuk

negara yang bermasalah dengan melihat kenyataan yang ada. Hal ini terjadi karena PBB yang

dianggap sebagai salah satu OI penting, ternyata tidak bisa memberi sanksi terhadap Amerika

Serikat yang mendominasi kehidupan internasional, dan PBB justru digunakan sebagai "cara"

bagi negara adidaya untuk "mengegolkan" kepentingannya dan menekan negara kecil. Namun,

ternyata ada seseorang yang kontra dan tidak setuju bahwa OI tidak efektif. Pendapat tersebut

didasarkan pada peranan badan - badan PBB yang sebenarnya juga berhasil menyelesaikan

masalah dan memberi kontribusi positif pada bidangnya. Dalam hal ini, pihak yang kontra

berpendapat bahwa justifikasi terhadap institusi internasional merupakan sebuah hal yang tidak

tepat, karena hanya melihat dari satu sisi, khusunya sisi negatif dari OI.

Page 3: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Ketiga, dalam proses berjalannya diskusi ini semua peserta telah ikut berpartisipasi dan

menjawab pertanyaan sesuai dengan opini dan apa yang mereka pahami dari pembahasan

Niebuhr ini. Selain itu, banyak peserta yang ternyata ikut bertanya dan saling menimpali kepada

peserta lain, yang menunjukkan bahwa mereka cukup paham dan "interest" dalam pembahasan

ini. Namun, selama berjalannya diskusi ini, seringkali diskusi terlalu melebar dan keluar dari

konteks utama pembicaraan, karena semakin "hangat"nya pembahasan dan terjadi adu pendapat

yang kuat. Lalu dalam diskusi ini sangat disadari bahwa terdapat kecenderungan ada beberapa

pihak yang sering "speak up" dan tidak semuanya langsung angkat bicara karena keterbatasan

waktu tentunya. Berdasarkan dari diskusi ini, saya sebagai presentator dan pemantik diskusi,

melihat bahwa diskusi ini sangat "seru" dan menarik bahkan masih dibicarakan hingga diluar

kelas. Semoga presentasi saya dan diskusi ini bermanfaat bagi semuanya.

Page 4: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Essai Notulensi Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Pertemuan Elisa 23 Oktober 2012

Albert @Ridho: Ridho, ini albert christian

aku make kolom ini ya, di kolom diskusi ga bisa

Ridho :

@Albert: Okey klo gitu, semua di lembar diskusi aja ya ?

@Resna: Tolong di-copas disini aja res jawabanmu

--------------------------------P E R T A N Y A A N P E R T A M A----------------------------------

Ridho -> @All:

Q1: Setujukah teman - teman tentang pendapat Niebuhr yang percaya bahwa negara

seperti halnya manusia memiliki sifat dasar yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri

hingga akhirnya berujung pada konflik / perang dengan pihak lain ? Lalu apakah situasi damai

dan harmonis di dunia merupakan suatu utopia besar dan impian belaka ?

Gusti (Q1): Saya setuju dengan pendapat Niebuhr. Manusia pada dasarnya egois,

selfcentre. Apa yang manusia, seperti halnya negara lakukan, adalah upaya-upaya survival bagi

diri mereka sendiri. Aapapun yang mereka lakukan, berdasar pada fear yang memunculkan ego.

Page 5: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Hal ini seringkali menimbulkan peperangan antar negara 1 dengan yang lainnya, karena

ketakutan akan masa depan negara yang akan dijajah oleh negara lain , dan tidak bisa survive,

apabila diserang duluan oleh negara lain, atau apabila negara mereka “terlihat” kalah dari segi

militer -sebagai alat pertahanan negara- dari negara lain. Dan, ya, saya pikir situasi damai di

dunia ini hanya utopis dan impian. Peace, entah itu Negative peace - hanya memandang bahwa

damai adalah suatu kondisi dimana tidak ada perang- ataupun Positive peace – perdamaian

adalah sebuah bentuk mutual cooperation / kerjasama yang saling menguntungkan - hanya bisa

bersifat sementara. Jika dunia tidak aka nada perang lagi, tidak ada yang bisa menjamin hal itu

akan terjadi. kecenderungan negara yang selfish berdasar pada rasa fear, sangat memungkinkan

membuat negara tersebut “keluar kandang” , menyerang negara lain sebelum diserang, seperti

contohnya Amerika Serikat yang menyerang Irak dengan justifikasi melenyapkan senjata

pemusnah masal Irak. Sedangkan kondisi positive peace sekalipun tidak menjamin juga akan

adanya perdamaian. Jika bentuk bentuk cooperation gagal, maka bisa saja terjadi peperangan.

Sebagaimana yang kita tahu, bahwa dalam perundingan pun, kerap keluar ancaman-ancaman

terhadap negara lain, seperti ketika Iran mengancam di forum IAEA akan menutup selat Hormus

jika Amerika Serikat akan menyerang Iran karena Iran diduga membuat senjata nuklir pemusnah

masal. Dan kerap pula, suatu forum perdamaian tidak menghasilkan apapun sehingga membuat

konflik dan peperangan menjadi masih berkelanjutan. Contohnya ketika Israel dan Palestina

melakukan perundingan damai di Oslo , pada akhirnya, hingga saat ini, masih terjadi konflik dan

krisis di jalur Gaza.

Resna (Q1) : Aku setuju dengan pernyataan dari Niebuhr untuk sifat dasar

manusia yang mementingkan diri sendiri. Walaupun kita memiliki akal, tetap saja naluri awal

kita adalah survival, jadi manusia memiliki sifat dasar untuk menyelamatkan diri sendiri atau

egoisme. Nah, dengan adanya sifat individualis tersebut, mungkin saja terjadi clash antar

kepentingan dari tiap orang yang kemudian menyebabkan konflik dengan yang lain. Jadi sifat

survival manusia dan negara ini bisa berujung konflik atau sebaliknya. Untuk perdamaian

menurutku bukan sesuatu yang utopis, karena pada dasarnya kita bisa mencapai harmonisasi

dalam hidup. Ketika insting survival kita bekerja kita bisa memilih ingin berkonflik atau bekerja

Page 6: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

sama dengan yang lain untuk memenuhi keinginan kita. Keadaan dimana semuanya ideal dan

proporsional bisa dicapai jika kita saling bisa mencari cellective interest kita masing-masing

Cipta (Q1) : Saya setuju dengan hal ini, berdasarkan pemikiran niebuhr, dalam

hubungan antar negara, yang diutamakan bukanlah moralitas, namun lebih kepada kepentingan

negara tersebut dalam mencari keuntungan. Maka dari itu menurut pandangan neihbur hubungan

antar negara tidak dapat dibangun dengan berbasis etika dan moral, namun dengan basis politik

dan juga power demi mendapatkan kepentingan. Terjadinya perang sebenarnya hanyalah

merupakan sikap egois dari para elit suatu negara yang bersikap terlalu agresif dalam usahanya

mencapai keppentingan negaranya, seperti ekspansi wilayah, ataupun melakukan tekanan

terhadap negara lain. Menurut neibuhr, perdamaian akan dapat tercipta melalui melalui

kombinasi antara penggunaan kekuatan dan pemahaman antar aktor mengenai kepentingan

masing-masing dalam sistem internasional, maka akan tercipta keadilan dperdamaian dunia

Tami (Q1): Saya melihat bahwa pemikiran Niebuhr mengenai negara merupakan

refleksi dari ego manusia cukup dapat diterima. Menelusuri pemikiran tersebut, saya tidak

menyangkal pendapat Niebuhr bahwa memang seringkali manusia lebih dikuasai oleh emosi dan

ego daripada 'mind', hal ini dikarenakan basic instinct kita untuk terus bertahan hidup. Sehingga

sedemikian rupa baik disadari maupun tidak, kita akan berupaya untuk mempertahankan segala

kepentingan kita. Namun disisi lain, saya juga setuju dengan pemikirannya bahwa seorang

manusia dapat melakukan self-criticism. Apalagi pendapat dia mengenai iustisia originalis,

bahwa setiap dalam diri manusia masih ada faith, hope, and love. karena diri manusia bukan

hanya raga namun juga ada jiwa. Namun jika dikaitkan dengan negara, maka negara merupakan

bentuk kumpulan individu bukan? Dan ketika manusia dikumpulkan menjadi lebih besar

membentuk sebuah society, society tidak dapat melakukan self-criticism. Sehingga society hanya

diisi oleh ego-ego dan emosi manusia di dalamnya, dan miskin akan 'mind'. Moralitas semakin

kecil dalam sebuah society. Inilah mengapa saya cukup setuju dengan pemikiran Niehburh

bahwa state merupakan refleksi ego manusia. Demikian mengapa dalam benak saya, negara

dapat lebih mudah mengambil jalur kekerasan dalam mencapai kepentingannya.

Page 7: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Albert (Q1): Secara pribadi, saya tidak setuju dengan pendapat Niebuhr yang

percaya bahwa negara hanya mementingkan dirinya sendiri sehingga bisa berujung pada konflik.

Argumen saya ini didasarkan dengan sudah adanya fakta seperti adanya eksistensi institusi

internasional seperti PBB dan juga peraturan hukum dunia seperti HKI dan HHI yang dibentuk

dengan tujuan untuk memperjuangkan keadilan dalam dinamika hubungan internasional. Lebih

jauh dari itu, menjamin untuk pemenuhan hak serta kewajiban setiap manusia yang pantas

dihormati. Niebuhr menganggap bahwa moral tidak relevan karena politik yang sarat konflik.

Memang terdapat bukti bahwa negara- negara terkesan mengesampingkan moral untuk mencapai

kepentingannya. Contohnya adalah amerika serikat ketika menginvasi Irak, atau contoh- contoh

penyerangan negara pada masa Perang Dunia dan perang dingin. Akan tetapi dikodifikasikannya

hukum internasional menjadi bukti tak terbantah bahwa negara juga memiliki kecenderungan

untuk hidup berdamai, atau paling tidak mengusahakan agar kepentingannya tercapai tanpa

mengganggu kepentingan negara lain. Contohnya bisa dilihat dari banyaknya anggota PBB serta

diratifikasikannya kodeks hukum internasional dan hukum humaniter internasional ke dalam

hukum nasional banyak negara di dunia. Hal inilah yang membuat saya tidak setuju. Negara,

seperti halnya manusia memang memiliki kecenderungan untuk memenuhi interest nya, akan

tetapi tidak se- materialis yang Niebuhr kemukakan. Di sinilah tampak relevansi moral dalam HI.

Dengan eksistensi institusi internasional dan diratifikasikannya hukum internasional, menurut

saya perdamaian bukanlah impian yang sifatnya utopis belaka karena instrumennya sudah ada

(melalui PBB, HKI, dan HHI). Yang perlu ditingkatkan adalah cara supaya implementasinya

lebih optimal sehingga setiap manusia bisa memahami pentingnya perdamaian, dan dari situ

setiap orang sadar bahwa hidup damai lebih penting daripada hidup yang hanya perang atau

kompetisi terus- menerus.

Ridho @All: Kita tunggu jawaban yg lain dulu...

Muhammad Hadyan Hirzi @All:halo saya baru bangun

Ridho @Tami: Berarti anda setuju atau...? Kok saya melihat sepertinya kamu ada di

posisi tengah2 antara setuju dan tidak ? Tami @Ridho saya telah cukup jelas mengenai hal

Page 8: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

diatas bahwa saya setuju. Kan memang pemikiran niebuhrn memiliki ambivalensi mengenai

manusia yang ego namun dalam dirinya masih memiliki iustisia originalis, mungkin itu yang

menurut Anda saya berada di tengah-tengah. Namun yang saya tekankan bukan itu, tapi lebih

kepada poin bahwa ketika manusia dikumpulkan menjadi sebuah society dan kemudian state,

kemampuan untuk melakukan self-criticism itu semakin berkurang. Sehingga saya setuju bahwa

state itu bentuk ego manusia, karena dalam sebuah society yang besar, sebagian besar hanya

dipenuhi oleh emosi dan ego, karena sulit mengkritik sebuah society. Ridho @Tami:

Ambivalensi itu mengaburkan saya, membuat saya sedikit bingung:D

Gusti @ridho: dho kayaknya enak disini deh..g usah terlalu banyak scroll...ya ini

pendapat saya..:D

Gusti @albert: bukankah HKI maupun HHI atau apapun world order di dunia ini,

aturan-aturan di dunia ini dibuat karena adanya kepentingan dari 1 atau banyak negara? kalau

memang HKI dan HHI dibuat murni sebagai hukum, bukankah seharusnya tidak akan terjadi

pelanggaran terhadap hukum tersebut, bahkan dari si pengusul pembuat hukum tersebut? seperti

yang kita tahu, misalkan hukum declaration of human rights yg dipelopori , yang dijunjung sama

USA, eh malah USA melakukan banyak kejahatan HAM seperti di Libya, yang juga melanggar

aturan HHI seperti menyerang tempat-tempat non-militer yang menewaskan sangat banyak

rakyat sipil yang notabene non-kombatan? bagaimana?bagaimana bisa negara-negara terutama

negara kecil mempertahankan eksistensi world order, jika pada kenyataannya negara adidaya,

yang mempelopori dan menginisisasi world order tersebut justru malah melanggar world order

itu sendiri?

Ridho @Albert: masih ga bisa posting di kolom diskusi bert ? Albert @Ridho: ga

bisa nih,sampe sekarang… Ridho @Albert: okey klo masih eror kita tetap disini. Gusti

Ridho:disini aja dho.lebih luas dan nyaman hehe

Albert @Gusti: Saya rasa sudah cukup saya jelaskan. Sangat sukar bagi setiap negara

untuk mengimplementasikan HKI dan HHI dengan optimal. Terlepas dari bagaimana

pembentukannya atau motif apapun yang melandasi perancangan instrumen internasional,

gagasan tentang New World Order sebenarnya masih seperti gagasan yang belum scientifically

proven secara maksimal menurut saya. Banyak bukti2 yang hilang untuk menjustifikasi bahwa

Page 9: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

PBB ataupun instrumen internasional lainnya merupakan hasil pasti dari new world order. Saya

lebih melihat bagaimana dinamikanya yang terjadi hingga masa kini. Lihatlah PBB sekarang

sudah beranggotakan lebih dari 100 negara. Lalu lihat HHI dan HHI, serta peran lembaga lain

seperti ICRC. Menurut pandangan saya mereka berada dalam logika berpikir yang sama, untuk

mengusahakan kehidupan manusia yang lebih baik. Mungkin terkesan naif, pendapat saya ini,

tetapi sebagai akademisi tidak bisa kita menutup mata bahwa usaha- usaha untuk menghormati

kemanusiaan memang telah diusahakan dengan maksimal hingga sekarang. Kalau setiap negara

pure egois dan sangat self, centered, mereka tidak akan mau berkontribusi dalam hal ekonomi

dengan memberi bantuan ke PBB ataupun ke lembaga- lembaga internasional yang sudah lebih

berperan. Bahkan apabila dilihat di WTO, ada mekanisme DSB yang bisa memberi kesempatan

kepada setiap negara untuk memperjuangkan aspirasinya dalam perdagangan bebas. Yang mau

saya utarakan di sini adalah itu tadi, instrumen sudah ada, tinggal bagaimana caranya setiap aktor

membuatnya jadi lebih baik.

Muhammad Hadyan Hirzi (Q1): buyung bersabda: Saya sangat setuju atas

pendapat niebuhr. Yang saya setujui disini bukan hanya soal bahwa manusia pada dasarnya

egois, namun juga bahwa terdapat manusia yang tidak egois dan hal tersebut menjadi sumber

masalah. Terbaginya sifat manusia tersebut sangat logis karena moralitas sudah terstandardisasi

sebagai sebuah selfless action atau tindakan yang lebih mementingkan pihak lain daripada diri

sendiri. Sehingga ketika moral manusia berbeda-beda, namun memiliki interest yang sama,

hampir dipastikan bahwa ujung dari cerita tersebut adalah konflik. Saya bisa bilang bahwa situasi

perdamaian memang sebuah utopia, jika niebuhr berpendapat bahwa negara merupakan refleksi

dari manusia. Sama halnya dengan manusia, negara tidak akan pernah puas. Setiap negara akan

selalu berusaha menjadi lebih baik dari negara lainya dan seterusnya dan seterusnya.

Gusti @Albert : nah berarti, kalau ada peraturan, tapi negara masih tetap selfcentred ,

berarti perdamaian dan harmoni itu utopis dong? bergantung pada aktor2 yang menjalankan dan

mengimplemetasikan ya? how? :-S lagipula memang sih kalau negara itu egois mereka g mau

join membentuk suatu organisasi kyk WTO dsb seperti yang sampeyan contohkan..tapi egois dan

Page 10: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

selfcenter nya g cuma pada poin itu..tapi lebih ke pengimplementasiannya dari aturan, ya

utamanya yang saya perdebatkan masalah HKI dan HHI..piye bert?

Resna @buyung / @Muhammad Hadyan Hirzi: kenapa bisa utopis yung ?? bukannya

ketidakpuasan itu kalau bisa disalurkan dengan kerjasama kolektif bisa menghasilkan satu

keadaan yang harmonis antar yang lain ??

Muhammad Hadyan Hirzi @resnas: kalo melihat dengan basic assumptionya niebuhr,

sudah jelas itu utopis. bahkan ketika ada kerjasama pun, ga bakal semua bisa mendapat kepuasan

yang sama (relative gain). kerjasama kolektif bisa terjadi kalo misalnya pemikiran semua negara

udah ada standar persamaan tertentu, yang tentunya hal itu sulit untuk dicapai. begitu mas resna

menurut saya.super sekali #shakehand

Resna @Buys : Iya sih, tapi terkadang kalau melihat ke dalam diri manusia yang penuh

konflik dan kemunafikan, mereka kan bisa saja menahan diri untuk bisa mendapat kepuasan

yang mungkin hampir sama dengan yang lain

Ridho @Resna: mungkin klo untuk level negara, sulit bro untuk masing - masing

menahan diri apalagi jika kita melihat konteks negara - negara maju yang sangat egois, kalau utk

level individu / pemimpin suatu negara mungkin bisa cuman kan individu terikat dalam sistem

jadi untuk saling menahan diri rasanya sulit..

Cipta @resna : Jadi selama hubungan antarnegara itu konfliktual sulit buat mencapai

yang namanya perdamaian, karena kepentingan suatu negara akan berkaitan dengan negara yang

lainnya, dan ini berarti bukan hanya soal kepentingan 2 negara yang saling sepakat, tapi pasti ada

implikasi yang bakal nyenggol kepentingan negara lainnya.

Muhammad Hadyan Hirzi @resna: memang itu banyak terjadi saat ini... dan

realitanya? kita masih bisa ngeliat yang namanya orang palestina dibully sama orang israel, AS

dan Iran masih gontok2an... intinya ketika ada negara yang berusaha menahan egonya, banyak

negara lain yang tidak kuasa untuk menahan ego tersebut dan masih terjadi kemunkaran didunia.

Albert @Gusti: Pengimplementasian dari aturan yang seperti apa yang anda

maksudkan? Satu lagi pertanyaan saya lebih dulu kepada njenengan, new world order yang anda

maksud itu yang seperti apa? Terimakasih, harap dijawab lebih dulu deh ;) Gusti @albert

Page 11: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

oke..pengimplementasiannya itu yang sudah saya sebut tadi bert..di HHI..akan ada tuh prinsip-

prinsip dalam HHI, di antaranya , nonkombatan harus dilindungi, dan tidak menyerang tempat

atau instalasi non-militer.tapi itu kan dilanggar bert sama USA pas nyerang Libya. terus world

order yang saya maksud itu, peraturan dunia, yang dibuat sama organisasi-organisasi dunia..ya

kaya PBB, atau kesepakatan bersama antar negara gitu bert..bukan new world order yang "lain-

lain" :D Albert @Gusti:Bang Gusti, masbroh gini loh jawabannya: Justru itu tadi maksud saya

dengan bilang bahwa implementasi nya yang harus dimaksimalkan. Sebagai sebuah institusi

ataupun peraturan hukum yang berumur lebih muda dari banyak negara- negara kuat di dunia,

peran institusi internasional memang masih perlu banyak perbaikan. Kan di setiap lembaga

internasional ada mekanisme semacam amandemen seperti itu (bahkan setiap negara dalam

perundang- undangannya juga membolehkan mekanisme amandemen kan?) Maksudnya, secara

fakta nya mekanisme untuk perbaikan kan selalu ada. Satu lagi, pertanyaan yang tadi anda

utarakan itu kan poinnya mengenai relasi negara, nah ini harus dibedakan: maksud anda relasi

horizontal antar negara, atau relasi vertikal antara negara dengan masyarakat sipil? Masih

terdapat ambiguitas dari pernyataan anda yang (maaf) menurut saya belum bisa menangkap

dengan jelas poin yang mau ditanyakan :D Gusti @albert: kan dalam organisasi internasional

kaya PBB dll, aktor utama kan tetep negara to masbro?poin saya pada negara nya itu lo..kalo

yang masalah hubungan negara dan masyarakat sipil, itu hanya contoh terhadap pelanggaran

HHI :) nah balik lagi ke negara sbg aktor, berarti negara itu kan egois, selfcentre karena mereka

yang membuat peraturan, mereka sendiri yang melanggar..semacam menelan cinta eh ludah

sendiriGausah curhat masbro, forum akademis neh hahahaha. Anda pernah dengar konsepsi

tentang escape clause kan? Itulah yang saya maksud bisa menjelaskan kenapa negara seperti

menjilat ludah atau cinta seperti yang anda curhatkan tadi. Masalah negara sebagai aktor utama

dalam HI, hal itu sudah tidak sepenuhnya relevan, karena sudah banyak fungsi2 relasi antar

negara yang digantikan oleh keberadaan institusi internasional begitu. Memang yang

merundingkan negara, akan tetapi tidak bisa lantas kita menjustifikasi bahwa negara tetap jadi

aktor utama, karena keputusan akhir lembaga internasional tetap yang paling sah (misal dalam

PBB, Amerika bahkan bisa saja dianggap tidak mematuhi himbauan yang diberikan oleh PBB itu

sendiri). Contoh lain yang harus dilihat adalah keberadaan Uni Eropa sebagai sebuah institusi

supranasional. Dari situ dapat dilihat bahwa perspektif realisme sudah mulai 'ditinggalkan' oleh

Uni Eropa dan mulai menggalakkan promosi tentang demokrasi. Gitu nggih :)

Page 12: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Ridho @Cipta: Bang, kongkretnya kombinasi antara penggunaan kekuatan dan

pemahaman antar aktor yang membentuk sebuah perdamaian itu gimana ya ? Cipta @Ridho:

Bang ridho ganteng : pemahaman antar negara ini menurut saya penting karena dalam

penggunaan powernya untuk mencapai kepentingan mereka harus melihat juga kepentingan-

kepentingan negara lain, intinya biar ga saling bentrok kepentingan, mereka harus memahami

dulu kepentingan negara lain sebelum make a move, biar ga ada selek antar kepentingan negara

yang akhirnya bisa mencapai perdamian, tapi ya kaya semi utopis juga sih, susah banget buat di

lakuin di realita .____. Ridho @Cipta: Bukannya penggunaan power sama pemahaman aktor

itu sebuah hal yg bertolak belakang ? power dari segi apa dulu nih ?nah itu dia, power kan bukan

semata militer doang, masih ada aspek lain kaya ekonomi, dll, kata neibuhr sih kalo negara

saling mengerti kepentingan negara lain, dan ga ada intensi buat kontra, maka dia bakal make a

move yang ga kontra dengan kepentingan negara lain, efeknya? ga bakal ada konflik

kepentingan, tapi ya itu tadi, menurut aa juga ya masih semi utopis, susah banget buat di

realisasikan.Tetap aja, secara idealis mungkin bisa, diatas kertas mungkin bisa tapi melihat

riweuhnya politik internasional, saya rasa sulit untuk menggabungkan kedua hal tersebut terlebih

dalam ekonomi, setiap negara cenderung saling bersaing dalam ekonomi & perdagangan,

meskipun dengan embel2 "persaingan sehat"nah maka dari itu aa nyebut ini masih utopis, dalam

pelaksanaannya masih sulit karena tiap negara pasti ada aja kepentingannya yang bertolak

belakang sama kepentingan negara lain. cuman kan yg dibahasnya ini soal pandangan mas

niebuhr, di ppt ente sendiri kan yang nyebutin itu hehe.jujur saya skeptis melihat kedua hal

tersebut bisa digabungkan, terlepas dari ppt saya yg membahas Niebuhr :D nah klop kan, aa juga

masih mandang persoalan perdamaian versi niebuhr ini masih susah banget buat di

realisasikan :D #shakehand

Resna @All: Untuk semua ya, terus dengan asumsi Niebuhr tentang agama yang bisa

menyeimbangkan moral, kan itu kemudian bisa menjadi satu pijakan bagi hubungan yang lebih

harmonis, kalau kita ambil ajaran universal agama yang saling mengasihi antar sesama. Gusti

@Resna: kan ada juga yang gak beragama, atau yang beragama tapi gak taat..gimana coba?

individu juga egois soal agama loh.pie jal? :)) Resna : wah, bener juga sih. tapi saya masih

menganggap klo kedamaian itu tidak utopis, dengan melihat asumsi dari niebuhr ttg agama

sebagai penyeimbang.apa mungkin ya, karena pengaruh agama yang disempilkan di teori

niebuhr itu beda sama ajaran agama lain? maksudku, menurut niebuhr yang beragama X,

Page 13: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

memandang bahwa peace itu yang kaya gini, mungkin menurut agama yang lain, peace itu yang

kayak gitu.bisa gak ya? Muhammad hadyan @Resna: setuju banget sama mas gusti.

masalahnya, idealisme setiap agama bisa dipersepsikan beda-beda sama umatnya. contohnya?

osama bin laden. dia melihat AS sebagai musuh bersama kaum muslim. mungkin bagi islam

ekstrimis, hal itu bisa dibenarkan, tapi secara garis besar, tindakan osama itu masuk dalam

kategori terorisme berat.nah ini dia res..dan buat semuanya..gimana nih? setuju atau tidak?

please argue here guys :)) Resna @All : pemikiran yang cukup bagus untuk membuat

pemikiran saya meledak mas-mas sekalian. gmana teman2? cipta, tami, albert, ridho?

ngantuk rescurhatabis ngeronda yung??ngeronda apa nge-ronde?nge-rondedipukulinmakan onde" tuh abs

makan konde yee yung sampe gelembung perutnya ._.gw inget2 warna teksnya, gw pukulin lo

semuadamai ya yung ngepissIDP dulu laah

Resna @All: Ini diskusinya mending dilanjut ke pertanyaan berikutnya dojangan..lagi

seru nihjam 9 baru next question ;)kelas polpem AS woy..inget.kemaren udah bolos jugaane ga

bolos yeee :Dhahaha, yaudah kalo gitu live up the discussion lagi deh

Ridho @All: Melihat antusiasme namun terbatasnya waktu, sebaiknya pertanyaan

kedua akan saya berikan sekarang saja

--------------------------------------P E R T A N Y A A N K E D U A-----------------------------------

Ridho -> @All:

Q2: Seorang realis klasik Reinhold Niebuhr menyatakan bahwa: Organisasi Internasional

tidak dapat menyelesaikan masalah antar negara seperti yang tercermin dalam tulisan Niebuhr

yang bercerita tentang kegagalan LBB untuk menyelesaikan kasus penyerangan Jepang ke

Manchuria ? Benarkah OI tidak efektif dalam politik internasional ? >>> Formatnya: Nama (Q2)

jawaban

Page 14: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Gusti (Q2): nah itu yang lagi saya bahas sama albert..menurut saya OI gak

efektif..OI hanya efektif dalam membuat kebijakan. tapi pelaksanaannya kan oleh negara sebagai

aktor utama dalam HI...sedangkan mekanisme punishment yang ada, tidak efektif juga untuk

menghukum..kalau yang melanggar negara ecek-ecek, well katakanlah efektif..tapi efeknya pada

negara lain yang kemungkinan terjadi pecah kubu..hal ini bisa menimbulkan

perselisihan..sedangkan kalau yang salah negara adidaya, kayak USA misalkan, bagaimana

forum bisa mem-punish USA? apalagi kalau USA yang pegang donasi secara keuangan dan

secara dominasi kekuatan militer ekonomi di OI tersebut (seperti di PBB).. siapa yang berani

mem-punish negara adidaya? jadi, menurut saya, OI gak efektif dalam penerapan aturan dan

dalam politik internasional.karena, percuma kan kalau ada aturan, tapi gak dipatuhi.

Albert @Gusti:Cara pandang terhadap eksistensi institusi internasional ini loh yang

masih sering disalahpersepsikan oleh banyak pihak. Faktanya, lahirnya institusi internasional

memang dipelopori banyak negara maju, untuk tujuan yang baik (meski tidak bisa sepenuhnya

dijamin apa motifnya). Seperti yang tadi saya bilang, masalah optimalisasi implementasi, gus.

Jawabnya ya pake analogi sederhana: mau hidup yang enak apa hidup yang hanya terus

berkompetisi mencapai kepentingannya sendiri? Ketika prospek hidup damai melalui institusi

internasional yang sudah ada bisa lebih baik, kenapa enggak kan? Gusti @Albert: tapi OI juga

bisa dipakai sebagai lahan untuk berkompetisi loh bert..saling berebut pengaruh..memang, damai

sih bentuk persaingannya..tapi kan gak bisa menjamin juga bakal damai untuk waktu yang lama,

dan gak menjamin juga peraturan tersebut akan selalu ditaati oleh negara2..percuma ada aturan,

dibuat bersama, disepakati bersama, tapi karena ada negara adidaya yang menguasai OI tersebut,

bahkan kekuatan hukum OI tidak mampu menyentuh negara adidaya tersebut..kan g ada

esensinya

Resna (Q2) : Nah kalau melihat dari asumsi Niebuhr dan kemudian menilik dari

fakta yang ada, OI bisa dibilang tidak efektif. Memang kemudian kebijakan untuk negara yang

bermasalah dari OI, tapi yang buat kebijakan itu juga kan dari negara-negara lain yang mungkin

Page 15: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

saja berkepentingan dengan keadaan saat itu. Untuk kontemporer misalnya North Korea yang

dijatuhi sanksi PBB, yang usul pertama itu AS yang kemudian dibawa ke forum PBB dan yang

nantinya menjalankan keputusan tersebut ya dari AS dan sekutunya juga. Jadi, sanksi dan

hukuman bagi satu negara dari OI itu ibaratnya cuma kedok dari kepentingan negara lain

terhadap negara yang terkena sanksi, begitu menurut saya

Cipta (Q2) : setuju ama gustipul, Organisasi internasional jadi ga efektif karena

tidak memiliki instrumen/mekanisme untuk menegakkan keadilan dan perdamaian yang mampu

menghadapi agresifitas negara tertentu, ya kalo negaranya ga punya power yang gede sih masih

bisa diteken, gimana kalo kasusnya negara super power?

Ridho @Cipta: Tapi bukannya PBB berhasil membuat gencatan senjata antara Israel

dan Lebanon ? Cipta Ridho: iya, tapi jangan lupa juga soal invasi-invasi AS, dan masalah-

masalah militer lain yang sampe saat ini masih banyak terjadi, kalo konteksnya OI dapat

menghadirkan perdamaian dunia ya jelas masih belom berhasil kan? :) Ridho @Cipta Betul

sekali jawaban anda aak !

Buyung @Ridho: bisa dijelaskan efektif dalam segi apa? Ridho @ Buyung dilihat

dari peranan OI tersebut yang seringkali tetap tidak bisa menyelesaikan perselisihan antar negara

maupun mengatur prilaku negara terutama negara besar / maju. dirimu setuju yung ?

Muhammad Hadyan Hirzi (Q2): dalam mengatur perilaku negara, memang oi

tidak efektif karena pada dasarnya tidak ada negara yang mau diatur oleh negara lain. Di era

kontemporer, OI seperti PBB, organisasi regionalisme, dan lain-lain, hanya berguna sebagai

instrumen untuk mencapai kepentingan, bukan sebagai institusi pembina perdamaian,

Walaupun, ada usaha-usaha untuk membina perdamaian dari PBB dan usaha tersebut tidaklah

buruk. Pasalnya, saat ini negara-negara yang majulah yang justru mengendalikan organisasi-

organisasi internasional yang besar, sebagai sebuah alat untuk mempengaruhi negara-negara

kecil. Kita bisa melihat bagaimana WTO digunakan AS untuk menjaring hutang negara-negara

Page 16: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

dunia ketiga seperti Indonesia. Intinya, OI tidak dapat digunakan sebagai penegak disiplin

dunia.Like This yung !(y)

Tami (Q2): Setuju dengan pendapat-pendapat diatas, bahwa OI memang tidak

efektif dalam menyelesaikan permasalahan. OI, walaupun bisa memberi norma pada hubungan

internasional, namun tidak efektif dalam pengimplementasian peraturan. Pada akhirnya,

keputusan kebijakan suatu negara, baik perang maupun tidak, baik mengembargo maupun tidak,

itu kembali ke keputusan negara masing-masing. Sehingga seakan-akan OI seperti singa yang

giginya tumpul. Hanya dapat 'mengecam' namun tidak bertindak. (y)

Albert (Q2):….. Ridho Albert: Bert ? Kok ga ada jawabannya ? Gusti @Ridho: tuh

albert ngejawab di lapakku Albert @Ridho: bentar lagi njawab pertanyaan di lapak orang.

Albert (Q2): Sekali lagi, OI bukannya tidak efektif, tetapi masih dalam tahapan

perkembangan yang kemudian akan diupayakan untuk bisa lebih baik. Sebaiknya juga dilihat

contoh- contoh lain yang sudah tidak berkutat masalah high context saja seperti tadi. Masalah

kegagalan LBB mungkin memang dapat diasumsikan sebagai kegagalan institusi internasional.

Tapi coba lihat adanya Uni Eropa maupun keberadaan institusi internasional lain seperti PBB

melalui badan- badannya seperti UNESCO, UNICEF, dan lain- lain. Tidak bisa seorang

akademisi berfokus terhadap isu- isu security dan power negara semata untuk kemudian

menjustifikasi argument bahwa institusi internasional telah gagal. Kita tidak bisa menutup mata

bahwa UNESCO membantu pelestarian candi Borobudur, prambanan, dan lain- lain.

Maksudnya, hal- hal seperti itu terkadang dilupakan bahwa itulah pencerminan penghormatan

terhadap hal- hal di luar konteks power dan security seperti yang tadi diributkan. Satu lagi yang

tidak boleh dilupakan adalah soal ekonomi. Perlu dipahami bersama bahwa dari contoh sengketa

Jepang dan China membuat aktivitas bisnis kedua negara terganggu. Dalam Koran kompas pagi

ini, terdapat berita bahwa tahun ini adalah aktivitas ekonomi Jepang yang terburuk selama 30

tahun terakhir, terkena pengaruh konflik China dan Jepang soal kepulauan Senkaku/ Diaoyu.

Page 17: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

Hal- hal semacam ini bukanlah jadi fungsi negara untuk mendamaikan keduanya,tetapi

kewajiban institusi internasional lain untuk menyelesaikannya. Apabila tidak dibiasakan untuk

hidup dengan cara pikir yang positif, kapan lagi kita bisa menggapai hidup damai yang kita

inginkan? Bukankah pada intinya setiap manusia ingin hak dan kewajibannya dipenuhi serta

dignity nya dihargai? That’s the point.

Gusti @Albert: tapi meskipun ada UNICEF, UNESCO, organisasi2 international

yang bergerak di bidang non-security, apa bisa, mereka bergerak kalau tidak ada negara? kalau

survivalitas suatu negara hilang, kan organisasi-organisasi itu, yang notabene dibawah lingkup

PBB, menjadi FAILED ? according to me, it's all about survival..gak ada negara, OI gak jalan

kan? tapi ada negara, OI malah gak efektif..lah piye jal bingung kan Albert @Gusti: Coba deh

anda pikirkan. Kalau misal anda beranggapan bahwa tidak ada negara, kenapa akhirnya manusia

memilih untuk membentuk suatu negara? Karena pada dasarnya negara itu dibentuk bukan

semata- mata untuk survival. woits jangan salah..rakyat bersama-sama membentuk suatu negara,

menyerahkan kedaulatan mereka pada negara, agar mereka survive, terlindungi..kalau gak John

Locke, ya Hobbes..yang kontrak sosial, dimana sebagai timbal baliknya, negara harus

melindungi rakyatnya, yang notabene negara juga harus men-survive kan dirinya sendiri, dan

ofcourse rakyatnya.berarti jelas lah kalau negara harus survive, survival in this anachy world.

Kalau poin anda soal survive, tapi tidak harus dengan cara yang se pragmatis itu kan? Anda lihat

ada contoh seperti mahatma gandhi dan aung san suu kyi kan, bagaimana mereka berjuang untuk

negaranya. Bagaimana anda menjelaskan itu? Mereka bertindak tidak dari asumsi- asumsi

teoretis politik yang sudah ada, mereka bergerak berdasarkan pilihan independen mereka sendiri.

Itulah kualitas manusia yang sukar ditemui di seluruh dunia bung.

Albert @Gusti: walah bro..mereka kan bukan negara yang bukan sebagai aktor utama

dalam HI..Tapi mereka aktor penting kan, gus? Iya nggak? Banyak negara menghargai mereka

juga kok. Toh negara sebagai aktor yang utama pada akhirnya juga respek ke mereka juga kan.

Jika memang banyak negara menghargai usaha perdamaian mereka, mengapa masih ada saja

perang? bahkan konflik..negara itu legalitasnya dan legitimasinya terkuat .. aung san su kyi dan

mahatma gandhi itu bagian dari negara, yang bahkan mereka termasuk terikat dalam kontrak

sosial juga dengan negara, dimana mereka menyerahkan kedaualatan mereka pada negara

Page 18: Essai Laporan Hasil Diskusi Reinhold Niebuhr Kelompok Cendrawasih

mereka, India dan Myanmar .FYI: Aung san suu kyi orang myanmar (burma), dudu vietnam

masbro :P yo kuwi maksudku..salah sithik.hahasalah mu akeh, ora sithikoke lanjut debat nang

beskem wae..aku ada kelasoke pending yoh nuwun2 buat semuanya : terimakasih.pagi2 otak

lancar jaya haha

Ridho @Albert: apakah anda seorang idealis sejati ? Karena daritadi anda satu-satunya

org yg memberi jawaban berbeda

Albert @Ridho: Saya bukan idealis sejati, mungkin. Tapi saya memang berbeda,

hahahaha :D Maksud saya dari tadi adalah kita membicarakan peluang yang ada, tapi kok tidak

dimanfaatkan dengan optimal begitu loh,

Ridho @Gusti: Sejahat itukah negara bagimu gus ? Secara realita pasti negara tertentu

ada yg "memanfaatkan" OI demi kepentingannya, tapi bukankah mereka juga memiliki blok /

kelompok negara yg membuat negara tsb akan "berhubungan baik" dengan sesama negara

anggota blok / kelompok itu ? Meskipun lagi2 negara itu baiknya karena motif kepentingan

tertentu..Gusti @Ridho: nah itu udah kamu jawab.."meskipun lagi2 negara itu baiknya karena

motif tertentu" .. jahat kan itu?Tapi kan ga jahat2 amat kan ? hehetidak ada yang abadi, kecuali

kepentingan Ridho @Gusti Berarti bagimu negara tidak memiliki cinta, kasih sayang, maupun

belas kasihan thdp negara lain ? Anda menentang kata Pujangga itu namanya ? Wuah jawaban

yang sangat politis om gusti