esai politik kesehatan

7
PEMBANGUNAN KESEHATAN DALAM RANGKA UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SAAT MELAHIRKAN DI INDONESIA Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran bayi yang sudah dikandung seorang wanita kurang lebih sembilan bulan melalui organ reproduksi wanita. Persalinan dikatakan normal, bila bayi yang dilahirkan tanpa menggunakan alat istimewa selama persalinan dan dalam keadaan baik-baik saja. Proses persalinan tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang saja, maka dibutuhkan suatu pelayanan kesehatan dan tenaga ahli untuk menghindari hal-hal yang buruk seperti kematian ibu dan bayi. Angka kematian ibu (AKI) adalah salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan karena kematian ibu mengakibatkan negara kehilangan sejumlah tenaga produktif, meningkatnya tingkat morbiditas dan mortalitas anak. WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu meninggal per tahun saat hamil, proses persalinan dan aborsi yang tidak aman akibat kehamilan yang tidak diinginkan. (Depkes, 2008, dalam Waang, 2012).

Upload: leyla-beno-safira

Post on 30-Sep-2015

5 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Politik Kesehatan

TRANSCRIPT

PEMBANGUNAN KESEHATAN DALAM RANGKA UPAYA PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU DAN BAYI SAAT MELAHIRKAN DI INDONESIA

Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran bayi yang sudah dikandung seorang wanita kurang lebih sembilan bulan melalui organ reproduksi wanita. Persalinan dikatakan normal, bila bayi yang dilahirkan tanpa menggunakan alat istimewa selama persalinan dan dalam keadaan baik-baik saja. Proses persalinan tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang saja, maka dibutuhkan suatu pelayanan kesehatan dan tenaga ahli untuk menghindari hal-hal yang buruk seperti kematian ibu dan bayi. Angka kematian ibu (AKI) adalah salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan karena kematian ibu mengakibatkan negara kehilangan sejumlah tenaga produktif, meningkatnya tingkat morbiditas dan mortalitas anak. WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu meninggal per tahun saat hamil, proses persalinan dan aborsi yang tidak aman akibat kehamilan yang tidak diinginkan. (Depkes, 2008, dalam Waang, 2012).Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007) AKI 228/100.000 KH. Hal ini menyebabkan AKI menjadi salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan Millenium Development Goals (MDGs) pada tujuan ke 5 yaitu mengurangi 75% resiko kematian atau menurunkan AKI dari 228/100.000 KH menjadi 102/100.000 KH ditahun 2015. Salah satu cara yang paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas kesehatan (Depkes RI, 2010, dalam Waang, 2012).Beberapa upaya penanggulangan angka kematian ibu sudah dilakukan pemerintah. Dari upaya penanggulangan tersebut juga sudah memberikan hasil yang baik, yaitu terjadi penurunan setiap tahunnya. Akan tetapi, rasio kematian ibu masih tinggi yaitu diatas 200 selama decade terakhir. Selain kematian ibu, angka kematian bayi pun juga meningkat, terutama di daerah-daerah yang pelayanan kesehatan masih dibilang tertinggal, seperti NTT, NTB, dan lain-lain. Kematian bayi di NTT berdasarkan Surkesnas 2004 dan SDKI 2007 adalah sebesar 57 per 1000 KH. Penurunan angka kematian bayi di NTT dari angka 62 per 1000 KH hingga 57 per 1000 KH. Artinya, penurunannya mencapai 5 bayi per 1000 KH. Sementara itu, pada tingkat nasional adalah sebesar 18 per 1000 KH, yaitu dari 52 per 1000 KH hingga 34 per 1000 KH. (Ayuningtias, 2014).Berdasarkan data tadi, angka kematian bayi mengalami penurunan dari rentang 2004 sampai 2007, hal ini merupakan suatu pertanda baik dan akan lebih baik jika hal tersebut dapat dipertahankan. Akan tetapi, dalam beberapa tahun belakangan tren ini atau penurunan angka kematian bayi lahir terhenti. Jika dibiarkan terus, maka tujuan MDGs (penurunan angka kematian ibu dan bayi) tidak akan tercapai pada tahun 2015.Salah satu strategi pembangunan kesehatan yang bisa diterapkan adalah revolusi kesehatan ibu dan anak (revolusi KIA), selain memperbaiki SDM dan mempermudah akses masyarakat ke fasilitas kesehatan. Revolusi KIA harus dilaksanakan diseluruh daerah-dareah Indonesia. Walaupun pelaksanaan revolusi KIA masih kurang karena belum meratanya fasilitas KIA, pengetahuan masyarakat tentang KIA dan sebagainya, tetapi manfaatnya sangat dirasakan seperti di NTB. Melihat hal tersebut, revolusi KIA perlu disukseskan.Revolusi KIA (kesehatan ibu dan anak) adalah salah satu bentuk upaya percepatan penurunan kematian ibu melahirkan dan bayi lahir dengan cara-cara luar biasa melalui persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai. (Dinkes, 2009, dalam Waang, 2012).Revolusi KIA akan mencapai hasil yang baik, jika ada dukungan dari pemerintah/swasta dan masyarakat. Dukungan pemerintah/swasta berupa dalam menyediakan fasilitas kesehatan yang memadai dan siap 24 jam; memiliki sumber daya manusia yang memadai dari segi jumlah, jenis, kualitas, dan kompetensi; memiliki peralatan, dan sistem manajemen yang memadai. Sedangkan dukungan masyarakat sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan bisa berupa menggunakan fasilitas kesehatan yang sudah disediakan.Revolusi KIA sendiri juga memiliki motto, yaitu persalinan di fasilitas KIA; datang satu, pulang dua; lebih juga boleh, tidak boleh satu, apalagi nol; dan ibu dan bayi sehat. (Ayuningtyas, 2014). Untuk meraih hal tersebut, dibutuhkan strategi, yaitu peningkatan mutu dari pelayanan kesehatan serta pemberdayaan masyarakat. Strategi peningkatan mutu dapat berupa menyediakan fasilitas KIA dengan tenaga ahli yang profesional dengan tugasnya. Strategi pemberdayaan masyarakat dapat berupa memberdayakan keluarga, kader pelayanan kesehatan, dan kepala desa/kelurahan. Kedua strategi tersebut harus berjalan beriringan agar masyarakat bisa menggunakan fasilitas KIA sebaik mungkin.Berdasarkan penjelasan revolusi KIA diatas, maka revolusi KIA merupakan suatu kebijakan positif dan perlu diterapkan di Indonesia untuk menekan angka kematian bayi dan ibu. Sebagai contoh, di NTT yang memiliki angka kematian ibu dan bayi cukup tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, pemerintah mulai menerapkan revolusi KIA. Dengan adanya revolusi KIA, maka cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat. Hal ini berarti bahwa masyarakat NTT sudah mulai memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan baik.Menurut laporan KIA Dinas Kesehatan Provinsi NTT tahun 2011 cakupan persalinan naik menjadi 78,43% (dari 75,7% tahun 2010), angka kematian ibu 208/93531KH (dari 270 tahun 2010), dan angka kematian bayi 9,1/1000 KH (dari 12,2 tahun 2010). Hal ini berarti revolusi KIA bisa menjadi kebijakan yang baik dalam rangka upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi.Dengan adanya dampak baik yang dihasilkan karena penerapan revolusi KIA, tak salah revolusi KIA diterapkan di seluruh Indonesia. Hal ini diharapkan dapat menekan angka kematian ibu dan bayi sesuai dengan yang ditargetkan MDGs. Sebab, berhasil atau gagalnya pembangunan kesehatan tersebut tergantung dengan membaiknya kesehatan ibu dan anak, ditandai menurunnya angka kematian ibu dan bayi. Selain itu, pembangunan kesehatan lainnya seperti mempermudah akses ke fasilitas kesehatan dan memperbaiki SDM kesehatan juga perlu dilakukan agar revolusi KIA juga sukses. Jika demikian halnya, maka Indonesia tak perlu khawatir lagi akan kekurangan sumber daya manusia yang produktif.

DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas. 2014. Kebijakan Kesehatan Prinsip dan Praktik. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.Waang, H. I. 2012. Analisis Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi Melalui Pelaksanaan Revolusi KIA di Kabupaten Alor Provinsi NTT. Skripsis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok : Tidak diterbitkanUnicef Indonesia. 2014. Ringkasan Kajian: Kesehatan Ibu dan Anak. Diakses pada tanggal 10 September 2014 dari http://www.unicef.org/indonesia/id/A5_B_Ringkasan_Kajian_Kesehatan_REV.pdf