epi lepsi

41
BAB I PENDAHULUAN Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “serangan” atau penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan petning di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medic tetapi juga social dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam keadaan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi. Akibat banyaknya pendrita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000. Pendataan secara global ditemukan 3.5 juta kasus baru per tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya ditemukan pada usia lanjut. Faktor lain yang ikut berperan dalam terjadinya bangkitan adalah ketidakseimbangan neurotransmiter eksitasi dan inhibisi, dan gangguan saluran ion di reseptor yang berperan terhadap kegiatan eksitatorik neurotransmiter. Ikatan eksitatorik dengan reseptor terkait akan membuka pintu untuk masuknya ion kalsium yang berlebihan kedalam sel sebagai penyebab dari kematian sel yang berdampak pada kualitas otak dalam hal ini fungsi hipokampus dan korteks serta mengarah pada gangguan perilaku termasuk bunuh diri 4 . 1

Upload: risnawati-wahab

Post on 17-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

n

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN Epilepsi berasal dari bahasa Yunani yang berarti serangan atau penyakit yang timbul secara tiba-tiba. Epilepsi merupakan penyakit yang umum terjadi dan petning di masyarakat. Permasalahan epilepsi tidak hanya dari segi medic tetapi juga social dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam keadaan sehari-hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi penderita epilepsi. Akibat banyaknya pendrita epilepsi yang tak terdiagnosis dan mendapat pengobatan yang tidak tepat sehingga menimbulkan dampak klinik dan psikososial yang merugikan baik bagi penderita maupun keluarganya. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000. Pendataan secara global ditemukan 3.5 juta kasus baru per tahun diantaranya 40% adalah anak-anak dan dewasa sekitar 40% serta 20% lainnya ditemukan pada usia lanjut. Faktor lain yang ikut berperan dalam terjadinya bangkitan adalah ketidakseimbangan neurotransmiter eksitasi dan inhibisi, dan gangguan saluran ion di reseptor yang berperan terhadap kegiatan eksitatorik neurotransmiter. Ikatan eksitatorik dengan reseptor terkait akan membuka pintu untuk masuknya ion kalsium yang berlebihan kedalam sel sebagai penyebab dari kematian sel yang berdampak pada kualitas otak dalam hal ini fungsi hipokampus dan korteks serta mengarah pada gangguan perilaku termasuk bunuh diri4.

BAB IIPENYAJIAN KASUS2.2. Identitas PasienPaien berinisial Ny Sn merupakan ibu rumah tangga yang berusia 35 tahun. Pasien bertempat tinggal di Dusun Kendaran Kecamatan Sanggau Ledo Kabupaten Bengkayang. Pasien beragama islam, pekerjaan ibu rumanh tangga. Pasien dating ke poli saraf RSUD Abdul Aziz Singkawang pada tanggal 4 Febriuari dengan no rekam medis 064675. Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dan autoanamnesis dengan suami pasien jam 11.30 WIB.2.2. AnamnesisKeluhan UtamaKejang pada tanggal 6 januari 2015.

Riwayat Penyakit sekarang

Pasien datang dengan keluhan kejang satu bulan sebelum datang ke poli saraf RSUD Abdul Aziz Singkawang. Setelah di anamnesis ternyata pasien sudah 14 kali kejang dalam waktu satu setengah tahun. Suami pasien mengatakan pasien kejang tiba-tiba tidak dapat dipastikan waktunya.Fase preiktal: Menurut suami Pasien biasanya tidak merasa ada factor penentu kejang. Pasien tiba-tiba berhenti beraktivitas misalnya pada saat masak, duduk tanpa ada sakit kepala, mual, muntah, keluhan sakit telinga, maupun halusinasi sebelum terjadi kejang, pasien tiba-tiba saja terjatuh dan kaku pada kedua tangan dan kaki.Fase Iktal: pasien saat kejang kedua tangan dan kaki serta badan kaku, keras seperti papan, muka pucat, mata mendelik ke atas, menggigit lidah, tangan kadang- kadang fleksi dan ekstensi. Kejang berlangsung sekitar 2-3 menit. Pasien tidak sadar .Fase post iktal: Setelah terjadi kejang pasien lemah, nyeri pada badan, bingung, mual, muntah, pusing, bicara tidak nyambung. Pasien sadar sekitar 1-2 jam setelah kejang.

Pasien tidak pernah berobat ke dokter saraf selama ini. Apabila mendapat serangan kejang pasien berobat ke Puskesmas dan dokter mengobati gejala simptomatik saja seperti diberikan obat mual muntah dan pusing.

Riwayat Penyakit DahuluPasien mengalami kejang pertama kali pada bulan agustus 2013 tidak diketahui bagaimana kejang terjadi karena suami tidak ada di rumah. Tiga bulan kemudian pasien mengalami kejang kembali jam 7 malam, kejang yang dialami berupa badan, tangan dan kaki kaku, keras, mata mendelik ke atas, menggigit lidah dan tangan ekstensi, berlangsung sekitar tiga menit, saat kejang pasien tidak sadar. Setelah kejang pasien lemah, bingung, bicara tidak nyambung, mual, muntahm pusing, badan nyeri dan sadar penuh sekitar 10 jam setelah kejang. Kemudian 2 bulan berikutnya pasien kembali mengalami kejang dengan gejala yang sama. Setelah itu pasien selalu kejang minimal 1 bulan sekali dan kadang-kadang 2 minggu sekali, terakhir kejang pada tanggal 6 januari jam 12 siang dan jam 5 sore lalu suami pasien memanggil mantri ke rumah dan dipasang infuse dan di beri obat (obat tidak diketahui) pasien membaik. Kejang terjadi tiba- tiba kadang- kadang pada saat masak, duduk dan tidur. Pasien tidak pernah berobat ke dokter saraf dan apabila kejang muncul suami pasien hanya berobat ke dokter dan membaik. Pasien tidak rutin minum obat kejang (tidak diketahui sudah pernah dapat obat kejang atau tidak) Pada saat kecil pasien tidak pernah kejang. 15 tahun yang lalu pasien pernah kecelakaan dan tebentur pada kepala bagian kening sebelah kanan. pasien mempunyai penyakit asma (terkontrol) dan maag. Pasien tidak punya penyakit darah tinggi, kencing manis, alergi dan jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien merupakan anak terakhir dari lima bersaudara. Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama. Hipertensi, diabtes mellitus, penyakit jantung, srtoke, alergi disangkal.

Riwayat PsikososialMenurut suami pasien, pasien memiliki kepribadian yang baik, sering berkumpul dengan warga jika ada kegiatan seperti pengajian. Pasien berobat menggunakan asuransi kesehatan BPJS.

2.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Tampak baikKesadaran: Compos mentis GCS: E4M6V5Tanda- tanda vital

Tekanan darah: 110/80Nadi: 66x/ menitNafas: 18x/ menitSuhu: 37, 10C

Status GeneralisKepala: simetris, normocephali, rambut hitam, tidak mudah tercabutMata: konjungtiva tidak anemis (-/-), sclera tidak ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, RCL +/+, RCTL +/+.Telinga: dalam batas normal, tidak ada secretHidung: sekret(-), deviasi septum (-)Mulut: sianosis (-), tonsil T1Leher: Tidak ada fraktur servikal, pembesaran KGB (-)

Thorak

ParuInspeksi: statis: bentuk dada normochestDinamis: gerakan dinding dada simetris, jenis pernapasan abdominaltorakalPalpasi: massa (-), nyeri tekan (-), vocal premitus (-)Perkusi: sonor di kedua lapang paruAuskultasi: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

JantungInspeksi: Ictus Cordis tidak terlihatPalpasi: Ictus Cordis teraba di SIC 5, di linea midklavikul sinistraPerkusi:Auskultasi: BJ I/II, gallop (-), murmur (-)

AbdomenInspeksi: bentuk datar, simetris, tidak ada massa, tidak ada venektasiAuskultasi: 4x/ menitPerkusi : timpani di seluruh kuadran abdominalPalpasi: massa (-), nyeri tekan (-)Ekstremitas: atas : akral hangat, capillary refill kurang dari 2 detik bawah: akral hangat, capillary refill kurang dari 2 detikKulit: warna sawo matang, turgor kulit baik

Status NeurologisTanda Rangsang meningealKaku kuduk: (-)Laseg: (-)kernig: (-)Bruzinski 1: (-)Bruzinski 2: (-)

Pemeriksaan Nervus KranialisN I: Tidak ada gangguan penciumanN II: Visus ODS : >6/60N III, IV, VI: Bola mata ortho, bisa digerakkan ke segala arahN V: Refleks kornea (+/+)N VII: Tidak ada lagoftalmos, tidak ada mulu mencong, alis terangkat sejajar, mulut dibuka simetrisN VIII: pasien tidak ada gangguan pendengaran dan gangguan keseimbanganN IX, X: pasien bisa makan dan minum , tidak ada tersedakN XI: tidak ada gangguan pada otot sterno dan otot trapeziusN XII: lidah tidak mencong.

Pemeriksaan MotorikInspeksi:Ekstremitas atas: Atrofi (-/-)Ekstremitas bawah: Atrofi (-/-)Palpasi: Tonus normal pada ke empat ekstremitasPower:

5555 5555 5555 5555

RefleksRefleks Fisiologis:Biseps: (2+/2+)Triseps: (2+/2+)Patella: (2+/2+)Achilles: (2+/2+)

Refleks PatologisBabinski : (-/-), chadock, (-/-), openhim (-/-), clonus (-/-), Hoffman thromner: (-/-), Gordon (-/-).Pemeriksaan Koordinasi: romberg (-), Romberg dipertajam (-), finger to nose (-/-), finger to finger (-/-), tanden walking (-).Pemeriksaan SSO: BAB dan BAK pasien lancer.

Resume Pemeriksaan Pasien Ny S datang ke poliklinik dengan keluhan kejang satu bulan yang lalu. Dari hasil pemeriksaan pasien kompos mentis GCS 15. Tanda- tanda vital dalam batas normal; hasil pemeriksaan tanda rangsang meningeal negative; hasil pemeriksaan fungsi luhur dalam batas normal; pemeriksaan nervus cranial dalam batas normal; motorik dalam batas normal; tidak ada gangguan koordinasi; BAK dan BAB normal; refleks fisiologi normal; refleks patologis negative.

Usulan Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium darah rutin (H2TL, glukosa darah, creatinin, ureum, Cl) EEG (Elektroensefalogram)Diagnosis Diagnosis Klinis : Epilepsi bangkitan umum tipe grand-mal Diagnosis Topik : Kortek Serebri Diagnosis Etiologik: Idiopatik.

Penatalaksanaansodium valproat 500 mg tablet 2 kali sehari peroralprognosisAd Vitam: BonamAd functionam: BonamAd sanactionam: Bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

3.1. DefinisiEpilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel sel otak, bersifat sinkron dan berirama. Serangan dapat berupa gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis. Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali saja, serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung dan occasional provokes seizures misalnya kejang atau serangan pada hipoglikemia. Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten yang terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara paroksismal akibat berbagai etiologi. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus, kronisitas.

3.2. PatofisiologiSerangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron .Lima buah elemen fisiologi sel dari neuronneuron tertentu pada korteks serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bisa dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi. Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang.Cetusan listrik abnormal ini kemudian membawa neuron-neuron yang terkait di dalam proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak.Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat bervariasi. Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel (intraseluler), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium. Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi 1. Fungsi jaringan neuron penghambat (neurotransmitter GABA dan Glisin) kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat dan Aspartat) berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga. Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA (gamma aminobutyric acid) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsy ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik (IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptik disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap yang akan menambah rangsangan.Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan 3.3. Klasifikasi Jenis EpilepsiKlasifikasi epilepsi merupakan International League Against Epilepsy (ILAE) 19814,6:I. Bangkitan Parsial (fokal dan lokal)A. Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran). Yang dimaksud dengan manifestasi sederhana ialah perasaan pokok, gerakan otot setempat yang klonik atau gangguan bicara. Gejala-gejala tersebut dapat timbul sebagai manifestasi epilepsi fokal sendiri atau sebagai aura konvulsi umum. Adapun gejal-gejala tersebut sebagai berikut1:1. Dengan gejala motorik. Adanya gerakan involuntar otot-otot salah satu anggota gerak, wajah, rahang bawah (mengunyah), pita suara (vokalisasi) dan kolumna vertebralis (badan berputar, torsi leher/kepala=aversif)1,4.2. Dengan gejala sensorik. Adanya merasakan nyeri, panas/dingin, hipestesia/parestesia nada daerah kulit setempat, skotoma, tinnitus, mencium bau barang busuk, mengecap perasaan logam, vertigo, mual, muntah, perut mules atau afasia1,4. 3. Dengan gejala otonomik. Adanya muntah/mual dan hiperhidrosis setempat dapat dianggap sebagai manifestasi susunan saraf autonom1,4.4. Dengan gejala psikik4

Pada pasien ini, pada kejadian pasien mengalami penurunan kesadaran, pasien tidak sadar, namun tidak ada gejala aura terlebih dahulu. Aura adalah gejala peringatan yang dirasakan pasien menjelang serangan kejang, biasanya muncul sebelum serangan kejang parsial sederhana berarti ada focus di otak. Pasien dengan epilepsy lobus temporalis dilaporkan adanya de javu dan atau ada sensasi yang tidak enak dilambung, kesemutan yang mungkin merupakan epilepsy lobus parietalis. Dan gangguan penglihatan sementara mungkin dialami pasien epilepsy lobus oksipitalis. Pada serangan kejang umum biasanya tidak didahului aura hal ini disebabkan terdapat gangguan pada kedua hemisfer, tetapi jika aura dilaporkan oleh pasien sebelum serangan kejang umum, sebaiknya dicari sumber focus yang patologis. B. Bangkitan parsial kompleks (bangkitan parsial sederhana yang diikuti dengan gangguan kesadaran). Gejala-gejala yang dijuluki kompleks ialah sensorik, motorik dan autonom yang memperlihatkan ciri yang tampaknya bertujuan dan terintegrasi. Adapun gejala kompleks yang dimaksud ialah halusinasi, ilusi dj vu, perasaan curiga dan automatismus1.1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadarana. Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaranb. Dengan automatisme2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitana. Dengan gangguan kesadaran sajab. Dengan automatismePada pasien ini, berdasarkan hasil anamnesis dari pasien dan suaminya pertama kali mendapat serangan kejang memang langsung tidak sadar dan pasien tidak ingat apa yang terjadi. Hal ini menjadi dasar bahwa pasien tidak pernah mengalami kejang parsial atau perubahan dari bangkitan parsial sederhana menjadi bangkitan parsial kompleks.

C. Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)1. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum2. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum. 3. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi bangkitan umum

II. Bangkitan Umum (konvulsif atau nonkonvulsif)A. AbsensBangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa reaksi. Seragan ini biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8 tahun. Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran yang khas yakni spike wave yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara menyeluruh1,4.

B. MioklonikBangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung sejenak1,4. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat4.

C. KlonikKejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik4.

D. TonikBerupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi4.

E. Tonik-Klonik/Grand-MalSecara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti sejenak kemudian diikuti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik yang disertai dengan relaksasi). Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya4. Pola EEG grand-mal tidak patognomik. Serangan grand-mal secara elektroensefalografik adanya letupan-letupan spike (multiple spike) yang gencar bangkit secara difus dan paroksimal atau sekali-kali letupan-letupan spike atau gelombang tajam bangkit secara difus dan paroksimal1.

F. AtonikBangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan terjatuh secara tiba-tiba4.

Pada pasien ini, pertama terjadi kejang tiba-tiba, pasien terjatuh dan badan kaku, tidak ada pencetus, tidak sadar dan terjadi tiba-tiba pada saat pasien beraktivitas seperti masak ataupun saat pasien bersantai dan tidur, mata pasien mendelik ke atas ,Kemudian pasien juga menggigit lidahnya sendiri dan tangan terkadang ekstensi dan fleksi ,pasca kejang pasien merasa badan dan ektremitasnya lemah. Hal ini kemungkinan gambaran dari kejang tonik klonik atau grandmal.

3.4. Etiologi EpilepsiSekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan metabolik. Epilepsi kriptogenik dianggap sebagai simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya West syndrome dan Lennox Gastaut syndrome.3.4.1. Penyebab spesifik1. Kelainan yang terjadi selama kehamilan/perkembangan janin contohnya ibu mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin, minum-minuman alkhohol atau mendapatkan terapi penyinaran4.2. Kelainan yang terjadi saat kelahiran (bayi baru lahir)4 :a. Brain malformationb. Gangguan oksigenasi sebelum lahir (Hipoksia-Asfiksia)c. Gangguan elektrolitd. Gangguan metabolisme janine. Infeksi3. Saat usia bayi anak-anak4:a. demam (kejang demam)b. tumor otak (jarang)c. infeksi

4. Saat usia anak dewasa4:a. Kelainan kongenital sepeti sindrom down, neurofibromatosis, dll.b. Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.c. Penyakit otak yang berjalan secara progresif seperti tumor otak (jarang)d. Trauma kepala5. Saat usia tua/lanjut4:a. Strokeb. Penyakit Alzeimerc. TraumaPada pasien ini penyabab kejang tidak diketahui, pasien menyangkal adanya riwayat stroke, infeksi dan penyebab lainnya. Pasien juga menyangkaln adanya riwayat kejang pada saat kecil dan adanya riwayat kejang pada kedua orang tua pasien. Namun pasien mengaku pernah mengalami trauma jatuh dari motor dan terbentur pada kening bagian kanan. mungkin kejadian bisa menjadi dugaan untuk penyebab terjadinya kejang pada pasien ini, kemungkinan karna trauma tersebut bisa saja menyebabkan adanya lesi pada otak, namun ini belum pasti karna tidak dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan adanya lesi pada otak pasien ini.3.5 Pendekatan Diagnostik 1. Anamnesa/Aloanamnesa1a. Fokalitas. Dari penderita atau orang-orang yang pernah menyaksikan serangan epileptiknya harus didapati lukisan yang lengkap. Setiap aura yang dilaporkan penderita menunjuk kepada serangan epilepsi fokal. Serangan epileptik yang mengenai daerah tubuh setempat, baik yang bersifat motorik, sensorik maupun autonom harus diklasifikasikan sebagai serangan epilepsi fokal. b. Riwayat keluarga dapat mengungkapkan adanya anggota keluarga yang epileptik atau penyakit-penyakit yang erat hubungannya dengan epilepsi. Bila kedua orang tua epileptik, maka anaknya mempunyai 25% kemungkinan untuk menjadi epileptik juga. Jenis epilepsi yang menunjukkan faktor keturunan yang kuat ialah petit mal. Risiko seorang anak untuk menjadi epileptik jika ibu atau ayahnya menderita petit mal ialah 8%. Risiko untuk mendapat epilepsi grand mal bagi setiap bagi setiap penduduk ialah 0,5%. Jika salah seorang dalam keluarga menderita grand mal, presentasi risiko untuk mendapat grand mal juga bagi saudara kandungnya ialah 1,5-3%. Persentasi risiko ini meningkat ke 2,5-6% bagi anak yang mempunyai ibu atau ayah yang epileptik.c. Riwayat penyakit dahulu memberikan informasi tentang faktor kausatif yang relevan. Infeksi cerebral (ensefalitis, meningitis), riwayat stroke, ataupun trauma kapitis dan kontusio serebri dapat dihubungkan dengan terjadinya fokus epileptogenik. d. Riwayat kehamilan dan kelahiran mendasari anggapan atau perkiraan tentang adanya trauma lahir atau gangguan cerebral dalam masa intrauterine, seperti infeksi viral ataupun trauma abdominal dan keadaan hipokalsemia atau hipoglikemia yang pernah dialami ibu dalam masa kehamilan.

2. Pemeriksaan neurologik umum dan khususDengan pemeriksaan neurologik gejala defisit unilateral atau bilateral dapat ditemukan. Hemiparesis bahkan adanya hanya spastisitas, hiper-refleksia tendon atau Babinski yang positif sesisi sudah memberikan pengarahan yang berharga bagi penilaian epilepsi umum fokal1. Selain itu diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pencitraan seperti CT Scan atau MRI dan pemeriksaan elektroensefalogram (EEG). Dan terapi yang diselenggarakan harus didasarkan atas adanya serangan epileptik6. Pada pasca kejang terkadang terjadi todds paralisis atau todds paresis dimana terjadi kelemahan pada sisi tubuh kiri dan kanan. Gambaran klasik dari todds paresis adalah kelemahan sementara dari tangan, lengan atau tungkai setelah kejang parsial. Kelemahan ini bisa berat sampai ringan bahkan paralisis yang komplit. Saat kejang berpengaruh selain dari korteks motor, deficit neurologis yang lain dapat terjadi. Hal ini termasuk perubahan sensorik jika korteks sensorik terlibat, gangguan visual jika lobus occipital terlibat dan afasia jika fiber kondukting atau komprenhesion terlibat. Penyebab todds paralisis tidak diketahui, ada dua hipotesa dari penyebabnya. Pertama teori depletion, dimana korteks motor kelelahan yang berakibat terjadinya prolonged neuronal hyperpolarization. Kedua, adanya inaktivitasi sementara dari fiber motor yang disebabkan aktivitas NMDA receptors. Tidak ada terapi yang spesifik pada todds paralisis karna paralisis mrnghilang dengan cepat.Pada pasien ini mungkin terjadi todds paralisis setelah kejang karena pasien merasa lemah pada ektremitas setelah terjadinya kejang dan dalam 24 jam pasien kembali pulih seperti semula.

Bangkitan non-epileptikBangkitan epileptik. Apakah diprovokasi ?Kejadian klinis paroksimal. Apakah bangkitan ?Bangkitan simtomatik akut mis. Kejang demamBangkitan tidak diprovokasi. Bangkitan pertama ?Bangkitan tunggalBangkitan tidak diprovokasi. Berulang. epilepsiParsialUmumIdiopatikSimtomatikIdiopatikSimtomatikTemporalEkstra temporalGambar Algoritma evaluasi pasien dengan kejang6

3.6. Tatalaksana pada epilepsia. Terapi MedikamentosaTatalaksana epilepsy meliputi 3 bidang1. Penegakan diagnosis yang mengenai jenis bangkitan, penyebabnya dengan tepat2. Terapi3. Rehabilitasi, sosialisasi, edukasiTujuan utama terapi epilesi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien, sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsy dan disabilitas fisik maupun mental yang dimilikinya. Prinsip terapi farmakologi adalah:1. OAE mulai diberikan bilaa. Diagnosis epilepsy telah ditentukanb. setelah pasien dan keluarganya menerima penjelasan tujuan pengobatanc. Pasien dan keluarganya sudah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang akan timbul.2. Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan sindrom epilepsy.3. pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek sampingh, kadar obat plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif.4. bila dengan penggunaan dosis maksimum obat pertama tidak dapat mengontrol bangkitan perlu ditambahkan OAE kedua. Bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan perlahan-lahan.5. penambahan obat ketiga baru perlu dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE.Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsy , efek samping dan interaksi antar obat epilepsy.

Jenis bangkitanOAE lini pertamaOAE lini keduaOAE lain yang dapat dipertimbangkanOAE yang sebaiknya dihindari

Bangkitan umum tonik klonikSodium valproate, lamotrigine, topiramate, carbamazepineClobazam, levetiracetam, oxcarbazepineClonazepam, Phenobarbital, fenitoin, acetazolamide

Bangkitan lenaSodium valproate, lamotrigineClobazam, topiramateCarbamazepine, gabapentin.

Bangkitan mioklonikSodium valproate, topiramateClobazam, topiramate, levetiracetam, lamotrigine, piracetamGabapentin, oxcarbazepine, carbamazepine

Bangkitan tonikSodium valproate, lamotrigineClobazam, levitiracetam, lamotrigine, topiramatePhenobarbital, fenitoinCarbamazepine, oxcarbazepine

Bangkitan atonikSodium volproateClobazam, levitiracetamPhenobarbital, acetazolamideCarbamazepine, oxcarbazepine

Bangkitan fokal dengan/tanpa umum sekunderLemotrigine, carbamazepine, oxcarbazepine, sodium valproate, topiramate, lamotrigeneTopiramate, clobazam, gabapentin, levetiracetam, fenitoin, tiagabineClonazepam, Phenobarbital, acetazolamidefenitoin

obatDosis awal (mg/hari)Dosis rumatan (mg/hari)Jumlah dosis perhariWaktu paruh plasma (jam)Waktu tercapainya steady state (hari)

Carbamazepine400-600400-16002-3x15-352-7

Fenitoin200-300200-4001-2x10-803-15

Asam valproate500-1000500-25002-3x12-182-4

Phenobarbital50-10050-200150-170

Clonazepam141 atau 220-602-10

Clobazam1010-302-3x10-302-6

Oxcarbazepine600-900600-30002-3x8-15

Levatiracetam1000-20001000-30002x6-82

Topramate 100100-4002x20-302-5

Gabapentine900-1800900-36002-3x5-72

lamotrigine50-10020-2001-2x15-352-6

Untuk menghentikan pemberian OAE pada penderita yang sudah lama mengkonsumsi OAE ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. syarat umum untuk mengehntikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:a. penghentian OAEdapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah bebas bangkitan minimal 2 tahun.b. gambaran EEG normalc. harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 buland. penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utam.2. Kekambuhan setelah penghentian OAE lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai berikuta. semakin tua usiab. epilepsy simptomatikc. gambaran EEG abnormald. semakin lama ada bangkitan sebelum dikendalikane. tergantung bentuk sindrom epilepsy yang dideritaf. penggunaan lebih dari satu OAEg. masih mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapih. mendapat terapi 10 tahun atau lebihPenjelasan obat a. Golongan Hidantoin3Fenitoin. Merupakan golongan Hidantoin yang paling sering dipakai. Kerja obat ini antara lain penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Indikasi untuk Epilepsi umum khususnya Grand-Mal tipe tidur, epilepsi fokal dan dapat juga untuk eiplepsi lobus temporalis. Dosis dewasa 300-600 mg/hari. Anak 4-8mg/hari. Maksimal 320mg/hari. Pemberian dapat 1 atau 2 kali per hari. Kadar terapeutik dalam plasma 10-20ug/ml. Perlu menunggu 7-10 hari sampai kadar plasma tercapai. Efek samping pada SSP menyebabkan gangguan vestibulosereberal berupa nistagmus dan tremor. Pada saluran cerna berupa nyeri ulu hati, anoreksia, muntah. Pada kulit terjadi ruam morbiliform, dan pernah dilaporkan sindrom Steven Johnson atau dermatitis eksfoliativa. Pada wanita muda terjadi keratosis dan hirsutisme yang diduga karena obat ini mempengaruhi aktivitas suprarenalis. b. Golongan Barbiturat3Fenobarbital. Merupakan golongan Barbiturat yang bekerja lama (long acting). Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas serangan dengan menaikkan ambang rangsang. Indikasi untuk epilepsi umum khusus epilepsi Grand-Mal tipe sadar, epilepsi fokal. Dosis dewasa 200mg/hari. Anak 3-5 mg/kg/ BB/hari. Kadar terapeutik dalam plasma15-40 ug/ml. Efek samping, efek sedative yang akan hilang sendiri setelah c. Golongan Benzodiazepam3Diazepam. Dikenal sebagai obat penenang tetapi disini merupakan obat pilihan utama untuk status epileptic. Dosis dewas 2-10 mg i.m/i.v, dapat diulang setiap 4jam. Anak > 5 tahun 5-10 mg i.v/i.m. Anak 1 bulan-5 tahun 0,2-2 mg i.m/iv. Efek samping berupa obstruksi saluran nafas oleh lidah akibat relaksasi otot dan dapat pula terjadi depresi pernafasan.

Nitrazepam. Indikasi epilepsy spasme infantile dan epilepsy mioklonik. Dosis 0,15-2mg/kg/BB/hari. Efek samping seperti hipersekresi lendir saluran nafas dan dapat menyebabkan pencetusan epilepsy Grand-Mal dan memperkuat epikepsi Petit-Mal murni.

Klonazepam. Indikasi untuk epilepsy spasme infantil, epilepsy mioklonik dan petit mal. Dosis 0,1-0,2 mg/kg BB/hari. Efek samping seprti iritabel, ataksia, dan kelelahan.

d. Golongan Suksinid3Etosuksimid. Indikasi Petit Mal murni. Dosis 20-30 mg/Kg BB/hari. Efek samping seperti nyeri kepala, ruam kepala. Gejala yang berat adalah pada darah berupa agranolusitosis dan pansitopenia.

e. Golongan Anti Epilepsi lainnya3Sodium Valproat. Indikasi Epilepsi Petit Mal murni dapat pula untuk epilepsi pada lobus temporalis yang refraketer, sebagai kombinasi dengan obat lain. Dosis anak: 20-30mg/Kg BB/hari. Dewasa 0,8-1,4 gr/hari dimulai dengan 600mg/hari. Efek samping pada saluran cerna berupa mual, iritasi saluran cerna dan pada susunan saraf pusat menyebabkan ataksia.

Azetazolamid. Dikenal sebagai diuretic tetapi pada pengobatan epilepsy mempunyai cara kerja menstabilkan keluar masuknya natrium pada sel otak. Indikasi pada epilepsy Petit Mal dan epilepsy Grand Mal dimana serangannya sering datang berhubungan dengan siklus menstruasi. Dosis sehari total 8-30mg/kg BB. Efek samping, pada obat ini cepat refrakter karena terjadi toleransi.

Karbamazepin. Indikasi untuk epilepsy lobus temporalis dengan epilepsy Grand Mal. Dosis dewasa 800-1200mg/hari. Dimulai dengan 400mg/hari dalam dua kali pemberian. Anak sampai usia 1 tahun 100 mg/hari. Anak 1-5 tahun 100-200mg/hari. Anak usia 5-10 tahun 200mg/hari. Anak usia 10-15 tahun 200-300mg/hari. Efek samping pada susunan saraf pusat berupa mual, muntah, nyeri abdomen dan diare. Pada kulit dapat terjadi reaksi dari ringan sampai berat. Pada system darah menyebabkan gangguan kardiovaskular, fungsi hati dan fungsi ginjal.

Terapi Non-MedikamentosaMengingat pentingnya terapi medikamentosa, maka setiap penderita atau orang tuanya harus diberi penerangan yang jelas dan tegas yaitu1:1. Obat yang diberikan harus dimakan menurut aturan yang sudah ditetapkan. Walaupun tidak ada serangan, obat harus terus dimakan sampai saat dimana dokter akan menetapkan aturan pemakaian yang baru. 2. Berilah penjelasan tentang perawatan epilepsy sebagai berikut:a. Epilepsi adalah penyakit yang dapat disembuhkanb. Sembuhnya dapat berarti bebas dari serangan dengan makan obat untuk seumur hidup atau dengan makan obat untuk sementara waktuc. Pada umumnya diusahakan agar penderita bebas dari serangan dengan dosis antikonvulsan yang optimal. Usaha ini tidak langsung berhasil baik karena jenis dan dosis obat ditetapkan secara titrasi pada setiap kunjungan follow upd. Bila sudah dicapai jenis dan dosis obat yang dapat membebaskan penderita dari serangan, maka jenis dan dosis obat tersebut dilanjutkan selama sampai 1 tahun. Follow up berikutnya menentukan apakah dosis obat tersebut dikurangi atau tetap dipertahankan untuk sementara waktu1.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil anamnesis Ny S didiagnosa mengalami epilepsi bangkitan umum tipe grand-mall ditentukan berdasarkan gejala yang dialami pasien. Terapi yang diberikan untuk mencegah timbulnya kembali kejang yaitu pemberian sodium valproat dengan dosis 500 mg tablet 2 kali sehari peroral. Dapat diberikan sebagai monoterapi. Mekanisme kerja yaitu dapat meningkatkan level dari inhibitory neurotransmitter gamma-aminobutiryc acid (GABA) di otak, dapat meningkatkan atau menyerupai kerja GABA pada reseptor post-sinap dan dapat menghambat kanal ion sodium dan kalsium.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sidharta, Priguna. 2009. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat.2. Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.3. Markam, Soemarmo. 2008. Penuntun Neurologi. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. 4. Refererat Neurologi Epilepsi. Diakses pada http://kholilahpunya.wordpress.com/2011/01/21/referat-neurologi-epilepsi/5. Jan Sudir Purba. Departemen Neurology/RSCM, FK UI Jakarta. Epilepsi: Permasalahan di Reseptor atau Neurotrasmitter. Dalam Medicinus: Scientific Jurnal Of Pharmaceutical Develepmont and medical Aplication. Epilepsi: Permasalahan di Reseptor atau Neurotransmitter. Vol. 21, Nov-Des No 4 2008 ISBN 1979-391x http://www.dexa-medica.com/images/publication_upload090109170636001231472906MEDICINUS_NOV_DES'08.pdf6. Fitri Octaviana. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS Cipto Mangunkusumo Jakrta. Epilepsi. Dalam Medicinus: Scientific Jurnal Of Pharmaceutical Develepmont and medical Aplication. Epilepsi: Permasalahan di Reseptor atau Neurotransmitter. Vol. 21, Nov-Des No 4 2008 ISBN 1979-391x http://www.dexa-medica.com/images/publication_upload090109170636001231472906MEDICINUS_NOV_DES'08.pdf

25