epi lepsi

5
INOVASI Vol.2/XVI/November 2004 Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 59 EPILEPSI, BAGAIMANA JALAN KELUARNYA? Muhamad Thohar Arifin, MD Dosen Anatomi dan Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang Sedang menempuh pendidikan Doktoral dan fellow di Bagian Bedah Saraf Universitas Hiroshima. Penyakit ayan atau epilepsi sudah sering kita dengar, kita tahu gejalanya, tapi ada informasi yang perlu kita kaji lebih lanjut..Tulisan berikut akan mencoba menelaah epilepsi dari mekanisme, tanda dan gejala, persepsi yang salah tentang epilepsi dan pengobatannya. Andaikata otak kita anggap sebagai pusat komputer yang secara elektronik mengendalikan seluruh aktivitas badan kita, serangan kejang pada epilepsi adalah wujud lepasnya muatan listrik secara bersamaan dan tidak terprogram dari sekumpulan sel-sel otak atau dari seluruh otak. Akibat lepasnya muatan listrik secara tidak terkontrol ini adalah kejang-kejang yang bisa dimulai dari lengan atau tungkai kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Bila kejang juga mengenai otot -otot pengunyah di sekitar mulut, kelenjar liur pun seperti diperah sehingga isinya keluar berupa buih/busa di mulut, yang kadang-kadang disertai darah akibat lidah yang tergigit. Anggapan bahwa epilepsi atau ayan dapat ditularkan melalui buih atau busa di mulut tersebut jauh dari kebenaran. Setelah seluruh sel otak melepaskan muatan listriknya, untuk sesaat sel-sel tersebut akan kehabisan energi dan mengalami kelelahan, yang wujudnya adalah penderita yang tak sadar, lelah, atau loyo untuk sementara. Secara medis, keadaan itu disebut paralise todd. Seseorang baru boleh dinyatakan sebagai pengidap epilepsi dengan segala konsekuensinya bila telah dibuktikan bahwa pada tubuh atau otak orang itu tidak ada penyebab kejang lain yang bisa dihilangkan/disembuhkan, misalnya tumor atau malformasi dari pembuluh darah, atau sisa darah di permukaan otak yang mengiritasi otak. Bentuk serangan epilepsi tidak selalu berupa gejala kejang-kejang. Pada anak-anak misalnya, lebih banyak berupa terdiam atau bengong sesaat, kemudian sadar lagi. Mulut yang tiba-tiba komat-kamit di luar kehendak, atau tangan/kaki yang bergerak-gerak sendiri pada pasien yang tetap sadar, atau seseorang yang tiba-tiba terjatuh dan tak sadar sesaat, juga merupakan bentuk serangan epilepsi. Ada kejang yang hanya melibatkan satu daerah saja di otak dan ada kejang yang melibatkan seluruh otak. Kejang parsial melibatkan sebagian kecil daerah di otak, yang bisa menyebar ke seluruh otak. Sedangkan kejang general melibatkan seluruh otak sejak di mulai aktifnya otak. Beberapa penderita merasakan adanya peringatan sebelum datangnya kejang (perut mual, sesuatu yang menjalar dari dalam tubuh, perasaan tidak enak dan lain-lain), peringatan itu di sebut dengan “aura”. Mengapa ada sekelompok sel-sel otak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listriknya? Keadaan ini disebabkan ada perubahan baik anatomis (struktur/bentuk) maupun biokimiawi pada sel-sel itu atau pada lingkungan di sekitarnya. Perubahan terjadi akibat trauma fisik/benturan/memar pada otak, berkurangnya aliran darah/zat asam akibat penyempitan pembuluh darah, pendesakan/rangsangan oleh tumor, dan yang terpenting (dan baru akhir-akhir ini diketahui) adalah proses sklerosis, yaitu jaringan otak yang mengalami "pengerasan'' akibat dari digantikannya sel-sel saraf/neuron oleh sel-sel penyokong/sel-sel glia/jaringan parut. Penderita dengan epilepsi takut bahwa sepanjang hidupnya akan menderita epilepsi. Mereka takut untuk mengemudi, takut untuk berenang, dan yang paling memalukan adalah mendapat serangan kejang di depan umum. Juga telah menjadi keyakinan bahwa kemungkinan mati mendadak pada penderita epilepsi cukup tinggi. Obat untuk mengontrol epilepsi memiliki efek penenang dan KESEHATAN

Upload: ana-hendriana

Post on 07-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

epilepsi

TRANSCRIPT

Page 1: Epi Lepsi

INOVASI Vol.2/XVI/November 2004

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 59

EPILEPSI, BAGAIMANA JALAN KELUARNYA?

Muhamad Thohar Arifin, MD Dosen Anatomi dan Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang

Sedang menempuh pendidikan Doktoral dan fellow di Bagian Bedah Saraf Universitas Hiroshima.

Penyakit ayan atau epilepsi sudah sering

kita dengar, kita tahu gejalanya, tapi ada informasi yang perlu kita kaji lebih lanjut..Tulisan berikut akan mencoba menelaah epilepsi dari mekanisme, tanda dan gejala, persepsi yang salah tentang epilepsi dan pengobatannya.

Andaikata otak kita anggap sebagai pusat

komputer yang secara elektronik mengendalikan seluruh aktivitas badan kita, serangan kejang pada epilepsi adalah wujud lepasnya muatan listrik secara bersamaan dan tidak terprogram dari sekumpulan sel-sel otak atau dari seluruh otak. Akibat lepasnya muatan listrik secara tidak terkontrol ini adalah kejang-kejang yang bisa dimulai dari lengan atau tungkai kemudian menyebar ke seluruh tubuh.

Bila kejang juga mengenai otot -otot

pengunyah di sekitar mulut, kelenjar liur pun seperti diperah sehingga isinya keluar berupa buih/busa di mulut, yang kadang-kadang disertai darah akibat lidah yang tergigit. Anggapan bahwa epilepsi atau ayan dapat ditularkan melalui buih atau busa di mulut tersebut jauh dari kebenaran.

Setelah seluruh sel otak melepaskan

muatan listriknya, untuk sesaat sel-sel tersebut akan kehabisan energi dan mengalami kelelahan, yang wujudnya adalah penderita yang tak sadar, lelah, atau loyo untuk sementara. Secara medis, keadaan itu disebut paralise todd.

Seseorang baru boleh dinyatakan sebagai

pengidap epilepsi dengan segala konsekuensinya bila telah dibuktikan bahwa pada tubuh atau otak orang itu tidak ada penyebab kejang lain yang bisa dihilangkan/disembuhkan, misalnya tumor atau malformasi dari pembuluh darah, atau sisa darah di permukaan otak yang mengiritasi otak.

Bentuk serangan epilepsi tidak selalu

berupa gejala kejang-kejang. Pada anak-anak

misalnya, lebih banyak berupa terdiam atau bengong sesaat, kemudian sadar lagi. Mulut yang tiba-tiba komat-kamit di luar kehendak, atau tangan/kaki yang bergerak-gerak sendiri pada pasien yang tetap sadar, atau seseorang yang tiba-tiba terjatuh dan tak sadar sesaat, juga merupakan bentuk serangan epilepsi.

Ada kejang yang hanya melibatkan satu

daerah saja di otak dan ada kejang yang melibatkan seluruh otak. Kejang parsial melibatkan sebagian kecil daerah di otak, yang bisa menyebar ke seluruh otak. Sedangkan kejang general melibatkan seluruh otak sejak di mulai aktifnya otak. Beberapa penderita merasakan adanya peringatan sebelum datangnya kejang (perut mual, sesuatu yang menjalar dari dalam tubuh, perasaan tidak enak dan lain-lain), peringatan itu di sebut dengan “aura”.

Mengapa ada sekelompok sel-sel otak

yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan muatan listriknya? Keadaan ini disebabkan ada perubahan baik anatomis (struktur/bentuk) maupun biokimiawi pada sel-sel itu atau pada lingkungan di sekitarnya. Perubahan terjadi akibat trauma fisik/benturan/memar pada otak, berkurangnya aliran darah/zat asam akibat penyempitan pembuluh darah, pendesakan/rangsangan oleh tumor, dan yang terpenting (dan baru akhir-akhir ini diketahui) adalah proses sklerosis, yaitu jaringan otak yang mengalami "pengerasan'' akibat dari digantikannya sel-sel saraf/neuron oleh sel-sel penyokong/sel-sel glia/jaringan parut.

Penderita dengan epilepsi takut bahwa

sepanjang hidupnya akan menderita epilepsi. Mereka takut untuk mengemudi, takut untuk berenang, dan yang paling memalukan adalah mendapat serangan kejang di depan umum. Juga telah menjadi keyakinan bahwa kemungkinan mati mendadak pada penderita epilepsi cukup tinggi. Obat untuk mengontrol epilepsi memiliki efek penenang dan

KESEHATAN

Page 2: Epi Lepsi

INOVASI Vol.2/XVI/November 2004

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 60

memiliki efek lain berupa melambatnya proses berfikir. Dan ibu hamil dengan terapi epilepsi memiliki kemungkinan untuk terjadinya kecatatan pada janinnya cukup tinggi.

Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah

membuat penderita terbebas dari serangan, khususnya serangan kejang, sedini/seawal mungkin. Penderita dengan epilepsi pilihan terapi pertamanya adalah dengan obat anti epilepsi (OAE), dan beberapa penderita dapat terkontrol kejangnya dengan obat. Namun, ada beberapa penderita yang tidak terkontrol dengan obat. Sebagian orang beranggapan bahwa epilepsi tidak harus menjadi penyakit sepanjang hidup. Ya, ternyata ada terapi untuk epilepsi selain dengan obat, yaitu dengan bedah epilepsi.

Faktanya bahwa bedah epilepsi satu

satunya pilihan untuk terapi epilepsi. Yang orang masih belum sadari, bahwa bedah epilepsi bisa mengobati epilepsi. Dan faktanya (meski di negara seperti Amerika) masih sangat sedikit penderita yang dikirim ke dokter bedah saraf dengan keahlian bedah epilepsi. Dari data yang saya peroleh dari kolega di Amerika, kira kira ada 100.000 penderita yang bisa di terapi dengan pembedahan, tapi kenyataanya hanya 1.500 pembedahan yang dilakukan pertahunnya. Kenapa? Karena kurangnya pengetahuan tentang bedah epilepsi dan seberapa efektifnya bedah epilepsi, dan takut terhadap risiko pembedahan.

1. Mitos dan fakta tentang bedah epilepsi

Mitos pertama, bedah epilepsi tidak bisa mengontrol Epilepsi

Faktanya bahwa efektif tidaknya bedah

epilepsi tergantung dari penyebab epilepsi dan seleksi yang ketat terhadap calon yang akan menjalani pembedahan. Dari penelitian yang di publikasikan di New England Journal of Medicine meyakinkan bahwa pembedahan pada epilepsi yang pusatnya di lobus temporalis lebih efektif daripada terapi terus menerus dengan obat. Demikian pula dari hasil operasi yang telah kami lakukan di Rumah Sakit Dokter Karyadi Semarang. Dengan seleksi yang sangat hati hati dan dengan pemeriksaan yang teliti, 70-80% penderita dengan epilepsi yang pusatnya di lobus temporalis akan bebas kejang setelah

operasi. Jika ternyata penyebab terjadinya kejang adalah pertumbuhan lapisan otak yang tidak pada tempatnya atau pembuluh darah yang abnormal, kemungkinan bebas kejangnya sampai 95%. Epilepsi karena proses perkembangan otak yang tidak normal, biasanya didapatkan pada anak anak, dan 40-60% dapat disembuhkan bedasarkan temuan daerah yang tidak normal dengan MRI. Meskipun tidak bebas kejang secara menyeluruh setelah operasi, tapi pembedahan tetap lebih baik dilakukan karena bisa mengurangi kejang ataupun mengurangi ketergantungan pada obat yang telalu banyak dan mahal.

Kenapa bisa muncul mitos seperti di atas?

Bedah epilepsi adalah sub spesialis di bedah saraf, dan tidak semua ahli bedah saraf dididik untuk mengerjakan operasi ini. Namun faktanya bahwa ada juga ahli bedah saraf dengan keahlian bedah epilepsi ini. Dan dalam memutuskan untuk melakukan pembedahan atau tidak, harus berdasarkan pemeriksaan yang kompleks, dan melibatkan banyak ahli lain untuk menginterprestasikan hasil pemeriksaan. Pemeriksaan pada bedah epilepsi membutuhkan pemeriksaan Video-EEG monitoring, Wada test, MRI dan neuropsycological test dan Single Photon Emission CT.

Di Indonesia hanya Video-EEG monitoring

yang belum tersedia. Video-EEG monitoring ini pada prinsipnya adalah merekam kinerja otak dalam waktu yang lama dan terus menerus dan dalam waktu yang sama di rekam dengan video apa yang terjadi pada pendeita. Tes ini untuk memastikan dari daerah mana kejang mulai terjangkitkan. Memang dengan pemeriksaan EEG konvensional selama 30 menit, bisa juga di deteksi dari daerah mana asal kejang. Namun dari penelitian yang kami lakukan terhadap hasil EEG pada penderita dengan epilepsi lobus temporalis, ditemukan bahwa EEG konvensional tidak cukup sensitif karena hasilnya berbeda dengan lokasi yang tidak normal pada hasil pemeriksaan dengan MRI.

Meskipun Video-EEG ini penting dan

belum tersedia di Indonesa, namun pada penderita yang sudah di konfirmasi dengan MRI dan di dapatkan daerah abnormal pada lobus temporalis, maka pembedahan tetap di anjurkan.

Page 3: Epi Lepsi

INOVASI Vol.2/XVI/November 2004

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 61

Pemeriksaan yang lainnya sudah bisa di lakuan di Indonesia. Untuk interprestasi data hasil pemeriksaan itu di butuhkan tim epilepsi yang sudah biasa dengan kasus pembedahan, dan dilakukan di Epilepsi center (yang segera akan kami dirikan di Semarang).

Mitos kedua, bedah epilepsi terlalu riskan

Faktanya, bedah epilepsi adalah salah satu

pembedahan yang aman daripada metoda bedah otak lainnya. Benar bahwa, semua bedah otak mempunyai risiko dan tidak boleh dikerjakan jika tidak di ketahui semua resikonya. Seperti pembedahan yang lainnya, kemungkinan untuk terjadinya infeksi, perdarahan, memang ada, tetapi cukup kecil kemungkinannya, kira-kira kurang dari 1%. Biasanya komplikasi itu bisa diatasi tanpa menyebabkan gangguan yang berarti. Dan kemungkinan untuk terjadi kelumpuhan pada tangan dan kaki cukup kecil. Dan semua itu tergantung dari temuan saat pemeriksaan dan pembedahan. Jika ternyata pusat kejangnya di dekat pusat bicara, ada kemungkinan gangguan bicara setelah operasi. Namun demikian, dokter ahli bedah epilepsi dapat melakukan tes untuk menghindari kemungkinan tersebut dan atas persetujuan penderita terhadap risiko yang akan terjadi, pembedahan pada daerah dekat pusat bicara pun bisa dengan aman dilakukan. Disamping itu ada teknik operasi lain untuk menghindari terjadinya gangguan pada pusat bicara tersebut dengan tindakan mapping daerah bicara dan prosedur selektif.

Kenapa bisa muncul Mitos

tersebut? Keahlian dan ketrampilan dokter bedah saraf telah berkembang sangat pesat dalam 50 tahun terakhir. Dokter bedah saraf sekarang melakukan pembedahan dengan mikroskop untuk melihat detail anatomi lebih akurat. Dan penggunaan alat-alat untuk operasi yang disebut dengan bedah mikro juga telah mengurangi trauma pada otak normal yang tidak ikut diambil saat operasi.

Mitos ketiga, menunggu ada obat baru untuk terapi epilepsi.

Jika penderita epilepsi sudah dua tahun

mendapatkan terapi yang berbeda dan masih terjadi kejang, itu menunjukan bahwa obat tidak bekerja baik pada penderita tersebut. Ini termasuk epilepsi yang tidak responsif

terhadap obat, seperti epilepsi lobus temporalis atau epilepsi yang berhubungan dengan gangguan pertumbuhan anak. Dan faktanya, bila telah dilakukan pengecekan kadar obat dalam darah ternyata telah mencapai ambang maksimum toleransi tubuh terhadap obat, maka biasanya penderita tersebut tidak mempan terhadap obat baru. Kita berharap terhadap kemajuan dalam terapi obat ini, namun faktanya bahwa obat-obat yang ada saat ini masih sama dengan obat obat yang digunakan sejak 50 tahun yang lalu.

Alasan kenapa muncul mitos seperti itu,

anggapan bahwa pada umumnya kemajuan teknologi akan memberi kontribusi terhadap terapi epilepsi. Benar anggapan tersebut, tapi terapi yang tidak memfokuskan pada eliminasi sumber penyakit, efektifitasnya akan jauh berbeda dengan terapi yang menghilangkan sumber penyakit. Banyak kasus epilepsi yang disebabkan karena abnormalitas area yang memprovokasi kejang. Sedangkan terapi obat pada epilepsi tidak memfokuskan pada daerah yang abnormal tersebut, melainkan menurunkan ambang fungsi neurologis di semua daerah di otak. Prinsipnya sama dengan kemoterapi pada terapi kanker, dimana efek obatnya menyerang seluruh tubuh meskipun tujuannya hanya untuk mengeliminasi kanker. Di sisi lain bedah epilepsi bertujuan untuk mengeliminasi daerah abnormal tersebut. Sehingga menjadi keyakinan bahwa operasi ini merupakan salah satu terapi epilepsi yang efektif adalah pembedahan

Mitos ke empat, ada sebagian penderita epilepsi yang epilepsinya akan hilang setelah dewasa

Ada sebagian epilepsi yang tidak akan

hilang dengan pengobatan dan tetap saja dalam kondisi yang sama meski telah di evaluasi selama dua tahun, sehingga bisa dikatakan ini gagal terapi obat. Namun ada ahli yang beranggapan bahwa dengan kejang sekali setahun itu pun masih dikatakan gagal terapi obat.

Memang ada tipe epilepsi yang akan hilang

setelah periode tertentu. Jika penderita sudah pernah dilakukan MRI dan ternyata tidak ditemukan adanya abnormalitas di otaknya maka kemungkinan hilangnya epilepsi lebih

Page 4: Epi Lepsi

INOVASI Vol.2/XVI/November 2004

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 62

besar dibandingkan dengan yang mengalami abnormalitas di otaknya.

Demikian pula pada penderita dengan tipe

epilepsi kejang umum kemungkinan epilepsi hilang lebih besar dibandingkan dengan yang kejangnya tipe parsial. Epilepsi tipe parsial artinya bahwa dokter Anda bisa mendiagnosa lokasi dari sumber kejang tersebut di salah satu bagian otak. Dan itu bukan berita buruk bagi penderita epilepsi tipe parsial, karena epilepsi ini mempunya respon yang baik terhadap pembedahan. Dari penelitian yang telah dilakukan, bahwa hanya 8% penderita epilepsi lobus temporal (salah satu tipe epilepsi parsial) yang bebas obat setelah beberapa tahun diterapi dengan obat dibandingkan dengan 64% penderita lain dengan diagnosa yang sama tetapi menjalani pembedahan.

Alasan kenapa timbul mitos tersebut,

adanya pikiran yang kurang benar bahwa semua epilepsi akan hilang, karena ada kasus penderita epilepsi yang bebas epilepsi meski tanpa terapi yang memadai. Dokter Anda yang ahli epilepsi akan mengetahui, mana epilepsi yang akan terus berkembang dan memburuk serta epilepsi yang stabil tanpa proses perkembangan. Untuk membedakannya dibutuhkan pemeriksaan video-EEG monitoring, baik EEG di kulit kepala atau EEG yang di pasang di permukaan otak.

Mitos ke lima, menunggu sampai beberapa tahun sebelum pembedahan, toh epilepsi tidak terlalu berbahaya bagi jiwa. Sambil berharap-harap bisa sembuh dengan cara pengobatan

Faktanya bahwa semakin cepat

pembedahan dilakukan maka hasil akan semakin baik. Dan ada hubungan yang erat antara efek negatif terhadap otak dan epilepsi yang kronik. Kejang akan menyebabkan sinyal elektrik yang tidak normal akan melintasi otak dan berefek terhadap sel saraf, sambungan antar sel dan zat-zat kimia otak. Prinsipnya semakin cepat dilakukan tindakan hasil akan semakin baik, kondisi ini dicapai jika pembedahan dilakukan pada anak anak. Sedang pada dewasa bukannya tidak bisa menyembuhkan epilepsi, tapi setelah menderita epilepsi selama 20-30 tahun ada gangguan-gangguan yang tidak bisa membaik. Epilepsinya sendiri dengan di

hilangkannya focus abnormal-nya diharapkan akan berhenti. Gangguan fungsi luhur/kognisi mungkin tidak bisa membaik setelah operasi dilakukan pada epilepsi orang dewasa. Hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk segera mendapatkan pembedahan bahwa terapi obat untuk epilepsi cenderung mengurangi kemampuan untuk berpikir dan bekerja secara efektif.

Kenapa gangguan kognisi ini tidak menjadi

perhatian? Seperti diketahui bahwa epilepsi adalah penyakit yang menahun, sehingga penurunan kualitas hidup dan fungsi kognitif yang turun pelan-pelan tidak menjadi perhatian orang di sekelilingnnya.

Epilepsi biasanya muncul pada usia

sekolah, sehingga obat yang mempunyai efek penenang akan mengganggu performa di sekolah dan penyesuaian diri untuk taraf umurnya. Oleh karena itu, jika ditemui kasus epilepsi yang responsif terhadap pembedahan, semakin cepat dilakukan terapi semakin besar hasil yang didapat.

Begitupun yang perlu juga dipahami,

operasi ini tidak serta merta menggantikan OAE, sebab pada pasien-pasien refrakter (tidak berespon baik terhadap terapi) yang menjalani operasi, tetap memerlukan paling tidak satu jenis OAE untuk waktu yang cukup lama. Dan masih ada sebagian kecil penderita epilepsi yang sampai saat ini ilmu kedokteran belum dapat menemukan jalan keluar yang bisa mengatasinya.

Rumah Sakit di Indonesia sudah banyak

yang memiliki alat MRI cukup baik dengan kemampuan deteksi kelainan otak setara dengan alat MRI yang ada di Singapura dan Australia. Di Semarang, kerja sama yang baik antara para dokter spesialis saraf, spesialis bedah saraf, spesialis radiologi, dan berbagai rumah sakit, dan dengan bantuan penuh para pakar epilepsi Jepang, khususnya dari Universitas Hiroshima, hingga saat ini telah berhasil melakukan tindakan operasi pada 60 penyandang epilepsi yang bandel/sulit diobati dengan hasil baik.

Mengingat jumlah penyandang epilepsi

yang cukup banyak, dan sebagian belum terkelola secara baik, diperlukan kerja sama berlanjut antara para dokter umum di daerah/pedesaan yang berhadapan langsung dengan para penyandang epilepsi dan/atau

Page 5: Epi Lepsi

INOVASI Vol.2/XVI/November 2004

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 63

keluarganya dengan rumah sakit yang mengembangkan Pusat Layanan Epilepsi guna memberikan pelayanan paripurna/komprehensif bagi para penyandang epilepsi, mulai dari diagnosis (apakah benar suatu epilepsi, jenis epilepsi, hal-hal yang memicu kekambuhan, adakah faktor-faktor penyebab yang bisa dihilangkan dan sebagainya) pengelolaan dengan OAE (termasuk penilaian kadar OAE dalam darah, dan evaluasi neuropsikologi terhadap perkembangan kepribadian penyandang epilepsi), dan tindakan operatif bila diperlukan untuk mengatasi epilepsi yang intraktabel atau bandel.

Mengingat mahalnya biaya untuk

pengadaan berbagai sarana tersebut di atas, pusat pelayanan seperti ini tidak harus terkonsentrasi pada satu tempat atau satu

rumah sakit, tetapi bisa berupa kerjasama yang saling menopang dari beberapa rumah sakit di satu wilayah. Selain itu, perlu sekali upaya pendidikan bagi masyarakat agar memahami epilepsi secara benar, dan tidak boleh lagi ada pandangan atau perlakuan yang salah terhadap penyandang epilepsi. Yang terpenting, pencegahan epilepsi ini harus dimulai secara dini, mulai dari perawatan ibu hamil muda, proses persalinan yang lancar dan aman, hingga memelihara kesehatan anak, terutama balita dari berbagai kelemahan/kerentanan yang bisa memudahkan terjadinya infeksi dan/atau cedera para otak. Peran serta masyarakat ini antara lain bisa dimulai melalui pembentukan perhimpunan orang tua penyandang epilepsi di berbagai daerah, yang di Yogyakarta sudah ada aktivitasnya.