enter obi as is

16
1 BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar belakang Tingginya angka infeksi cacing Enterobius vermicularis (cacing kremi)di Indonesia, terutama pada anak anak dan balita, masih merupakan ancaman kesehatan yang nyata bagi bangsa ini. Secara kasat mata, gejala awal cacingan pada anak anak dan balita tidak akan bisa terlihat dengan jelas. Anak anak dan balita akan tampak sehat dan tetap beraktivitas seperti biasanya. Gejala gejala infeksi cacing ini akan muncul saat tahap lanjut, dimana cacing betina mulai aktif b ke sekitar anus dan bertelur, pada saat itulah gejala gatal gatal di anus akan muncul, terutama saat malam hari. Sehingga menyebabkan anak tida nyaman saat tidur. Kebanyakan orang tua, terutama orang desa, biasanya tidak bahwa anaknya terinfeksi cacing ini,sehinggamereka tidaktahu penanganan yang tepat bagi anaknya. Biasanya mereka hanya menganggapnya penyakit lain maupun hanya perilaku yang lazim bagi ana anak dan balita rewel di malam hari. Anggapan tersebutlah yang menyebabkan infeksi ini menjadi bagi anak anak dan balita. Berat badan mereka bisa menurun hingga terja lecet lecet di anus karenasering digaruk, dan luka lecet inibisa memancing infeksi infeksi lain. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang kami buat di atas kami dapat beberapa rumusan masalah, diantaranya adalah: a. Apakah Enterobiasis itu? b. Bagaimanakah Enterobiasis bisa terjadi? c. Bagaimanakah gejala seorang anak terserang Enterobiasis ? d. Bagaimanakah cara penanganan yang tepat bagi seorang anak y terserang Enterobiasis ?

Upload: joe-vierry

Post on 21-Jul-2015

87 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 1 Pendahuluan

1.1

Latar belakang Tingginya angka infeksi cacing Enterobius vermicularis (cacing kremi) di Indonesia, terutama pada anak anak dan balita, masih merupakan ancaman kesehatan yang nyata bagi bangsa ini. Secara kasat mata, gejala awal cacingan pada anak anak dan balita tidak akan bisa terlihat dengan jelas. Anak anak dan balita akan tampak sehat dan tetap beraktivitas seperti biasanya. Gejala gejala infeksi cacing ini akan muncul saat tahap lanjut, dimana cacing betina mulai aktif bergerak ke sekitar anus dan bertelur, pada saat itulah gejala gatal gatal di anus akan muncul, terutama saat malam hari. Sehingga menyebabkan anak tidak nyaman saat tidur. Kebanyakan orang tua, terutama orang desa, biasanya tidak tahu bahwa anaknya terinfeksi cacing ini, sehingga mereka tidak tahu penanganan yang tepat bagi anaknya. Biasanya mereka hanya

menganggapnya penyakit lain maupun hanya perilaku yang lazim bagi anak anak dan balita rewel di malam hari. Anggapan tersebutlah yang menyebabkan infeksi ini menjadi berat bagi anak anak dan balita. Berat badan mereka bisa menurun hingga terjadi lecet lecet di anus karena sering digaruk, dan luka lecet ini bisa memancing infeksi infeksi lain.

1.2

Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang kami buat di atas kami dapat membuat beberapa rumusan masalah, diantaranya adalah: a. Apakah Enterobiasis itu? b. Bagaimanakah Enterobiasis bisa terjadi? c. Bagaimanakah gejala seorang anak terserang Enterobiasis? d. Bagaimanakah cara penanganan yang tepat bagi seorang anak yang terserang Enterobiasis?

1

1.3

Tujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang kami buat di atas kami dapat membuat beberapa tujuan dari pembuatan artikel ini, diantaranya adalah: a. Untuk mengetahui definisi Enterobiasis. b. Untuk mengetahui proses terjadinya infeksi Enterobiasis. c. Untuk mengetahui gejala gejala seorang anak yang terserang Enterobiasis. d. Untuk mengetahui cara penanganan yang tepat bagi seorang anak yang terserang Enterobiasis.

1.4

Manfaat Berdasarakan tujuan-tujuan yang kami buat di atas kami dapat membuat beberapa manfaat pembuatan artikel ini, diantaranya adalah: a. Masyarakat menjadi tahu definisi Enterobiasis. b. Masyarakat menjadi tahu proses terjadinya infeksi Enterobiasis. c. Masyarakat bisa mengidentifikasi gejala gejala seorang anak yang terserang Enterobiasis. d. Masyarakat bisa memberi penanganan yang tepat bagi seorang anak yang terserang Enterobiasis.

2

BAB 2 Tinjauan Pustaka

2.1

Definisi Enterobiasis Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis tumbuh dan berkembang biak di dalam usus.

2.2

Penyebab Enterobiasis Infeksi Enterobiasis disebabkan oleh cacing Enterobius vermicularis.

2.3

Patofisiologi Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan.Setelah telur cacing tertelan, lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita.Telur tersimpan dalam suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah.

3

Gambar 1.1 Daur hidup cacing Enterobius vermicularis

2.4

Manifestasi Klinis: a. Rasa gatal hebat di sekitar anus b. Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu) c. Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya disana) d. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi pada infeksi yang berat) e. Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk ke dalam vagina) kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).

4

2.5

Komplikasi a. Salpingitis (peradangan saluran indung telur) b. Vaginitis (peradangan vagina) c. Infeksi ulang.

2.6

Diagnosis Cacing kremi dapat dilihat dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu 1-2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak. Telur maupun cacingnya bisa didapat dengan cara menempelkan selotip di lipatan kulit di sekitar anus, pada pagi hari sebelum anak terbangun. Kemudian selotip tersebut ditempelkan pada kaca objek dan diperiksa dengan mikroskop.

2.7

Pengobatan Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal obat anti-parasit mebendazole, albendazole atau pirantel pamoat. Seluruh anggota keluarga dalam satu rumah harus meminum obat tersebut karena infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada yang lainnya. Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke daerah sekitar anus sebanyak 2-3 kali/hari. Meskipun telah diobati, sering terjadi infeksi ulang karena telur yang masih hidup terus dibuang ke dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan. Pakaian, seprei dan mainan anak sebaiknya sering dicuci untuk memusnahkan telur cacing yang tersisa. Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi cacing kremi adalah: a. b. c. d. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu Mencuci jamban setiap hari

5

e.

Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya

f.

Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.

2.8

Pencegahan Sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan

menitikberatkan kepada mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan. Pakaian dalam dan seprei penderita sebaiknya dicuci sesering mungkin.

6

BAB 3 Metodologi Penelitian Berdasarkan penjelasan pada bab bab sebelumnya, kita bisa memahami bahwa penyakit Enterobiasis masih merupakan ancaman yang nyata bagi anak anak negeri. Oleh karena itu, pada bab ini saya akan menyajikan hasil penelitian yang kami kutip dari suatu situs web tertentu, berikut adalah penjelasannya:

3.1

Judul penelitian Prevalensi Enterobiasis pada Anak Panti Asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember.

3.2

Latar belakang Enterobiasis atau oxyuriasis adalah penyakit akibat infeksi cacing Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis. Disebut pula sebagai pinworm infection, atau di Indonesia dikenal sebagai infeksi cacing kremi (Noer, 1996). Penyakit ini identik dengan anak-anak, meski tak jarang orang dewasa juga terinfeksi. Prevalensi kecacingan di Indonesia, menurut Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasit Indonesa (P4I), tahun 1992 untuk cacing gelang 70 90%, cacing cambuk 80 95% dan cacing tambang 30 59%. Sedangkan dari data departemen kesehatan (1997) menyebutkan, prevalensi anak usia SD 60 80% dan dewasa 40 60%. Dari satu penelitian pada anak-anak USA dan Kanada, sebanyak 3080% anak sekolah di daerah tersebut terinfeksi E. vermicularis, sementara di Jakarta Timur dari 85 anak usia 5-9 tahun terdapat 46 anak (54,1%) terinfeksi E. vermicularis. Pola hidup yang mengesampingkan pentingnya kebersihan diri dan lingkungan akan menjadi salah satu faktor utama yang meningkatkan terjadinya Enterobiasis dilingkungan panti asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember. Selain itu, frekuensi kontak person yang lebih tinggi

7

merupakan salah satu faktor predisposisi peningkatan prevalensi E. vermicularis.

3.3

Rumusan masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah kepadatan telur E. vermicularis, prevalensi Enterobiasis, serta prevalensi Enterobiasis berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikannya, pada anak panti asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember.

3.4

Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Ingin mengetahui kepadatan telur E. vermicularis, dan mengetahui prevalensi Enterobiasis, serta mengetahui prevalensi Enterobiasis berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikannya, pada anak panti asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember.

3.5

Manfaat Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran tentang kondisi panti asuhan yang ada di Jember, sehingga dapat dilakukan tindakan preventif dan kuratif terhadap penyakit Enterobiasis.

3.6

Jenis penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian diskriptif dengan pendekatan cross sectional.

3.7

Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2008.

3.8

Lokasi penelitian Pengambilan sampel dilakukan di panti asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember, sedangkan pemeriksaan laboratorium dilakukan di laboratorium parasitologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas jember.

8

3.9

Metode penelitian Dengan metode pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan total sampling, yang kemudian diperoleh populasi penelitian dari anak asuh yang tinggal di dalam panti asuhan sebanyak 42 anak asuh yang terdiri dari 25 laki-laki dan 17 perempuan.

3.10 Hasil penelitian Subjek penelitian yang diambil adalah seluruh anak asuh pada panti asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember, sebanyak 42 anak asuh yang terdiri dari 25 laki-laki dan 17 perempuan. Dengan kelompok pendidikan yang terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK) berjumlah 2 anak, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 18 anak, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 10 anak dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 12 anak. Dari hasil pengamatan, ditemukan E.vermicularis, dengan jumlah rata-rata7, 52 telur per lpb. Dimana, 19 anak mengandung telur E.vermicularis, dengan prevalensi sebesar 45,24% dari seluruh populasi. Pada anak laki-laki diperoleh prevalensi sebesar 73,68%, sedangkan pada anak perempuan sebesar 26,31%. Tingkat Taman Kanak-kanak sebesar 100% dari 2 anak dan Sekolah Dasar sebesar 50% dari 18 anak yang dilakukan pemeriksaan. Pendidikan Sekolah Menegah Pertama dan Sekolah Menengah Atas juga menunjukkan prevalensi sebesar 40% dan 33,3% dari 22 anak yang dilakukan pemeriksaan.

3.11 Kesimpulan penelitian Berdasarkan hasil yang diperoleh maka disimpulkan bahwa ditemukan telur E.vermicularis dengan rata-rata kepadatan telur perlapangan pandang sebesar 7,53 telur, prevalensi E.vermicularis pada anak panti asuhan pada anak panti asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember sebesar 45,24% dan prevalensi E.vermicularis berdasarkan jenis kelamin pada anak laki-laki sebesar 73,68% dan anak perempuan sebesar 26,31%. Sedangkan pada

9

tingkat pendidikan TK sebesar 100%, SD 50%, SMP 40% dan SMA sebesar 33,3%. Dengan demikian perlunya dilakukan tindakan Kuratif dan Preventif untuk mencegah terjadinya peningkatan prevalensi yang terus- menerus pada anak panti asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember.

10

BAB 4 Analisis

1.1

Analisis penelitian Dari hasil penelitian prevalensi enterobiasis pada anak panti asuhan YA. BAPENATIM gebang jember, yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Kita dapat memahami bahwa ancaman infeksi enterobiasis ini cukup besar, terutama bagi anak anak usia TK hingga SD yang kemungkinan besar mudah terinfeksi penyakit ini. Dari penelitian ini pula kita bisa mengetahui banyak faktor yang mempengaruhi penularan dan infeksi cacing Enterobius vermicularis ini, diantaranya adalah pola hidup yang mengesampingkan pentingnya kebersihan diri atau terkait PHBS, kondisi dan sanitasi lingkungan, frekuensi kontak person, kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, jenis kelamin, hingga umur. Oleh karena banyaknya faktor faktor risiko yang berpengaruh dalam infeksi cacing ini, maka dari itulah diperlukan adanya tindakan tidakan diluar pengobatan (kuratif rehabilitatif), yakni tindakan tindakan yang memberikan pemahaman pemahaman yang benar terkati penyakit ini (preventif promotif)

1.2

Analisis teori komunikasi Berdasarkan data data dan penjelasan pada bab sebelumnya kita bisa menentukan bahwa teori utama dalam pembahasan masalah infeksi cacing Enterobius vermicularis ini adalah teori kategori sosial (social categories theory), karena data hasil penelitian prevalensi infeksi cacing ini dibedakan menurut umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, dan karakteristik pengumpulan data ini sangat sesuai dangan teori kategori sosial ini. Namun, berpegang pada teori ini saja tidaklah mungkin, karena meski data prevalensi telah dikelompokkan menurut umur, jenis kelamin, maupun tingkat pendidikan, kita menyadari bahwa ada faktor internal individu yang bisa menyebabkan seseorang bisa terinfeksi oleh cacing ini, dan faktor

11

risiko internal masing masing orang sangatlah berbeda. Oleh karena itu kita memerlukan teori perbedaan individu (individual differences theory) untuk mendukung teori utama kita. Selain itu, tiap tiap individu pasti saling berhubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari hari, oleh karena itulah teori hubungan sosial (social relationship theory) juga bisa digunakan sebagai teori pendukung.

12

BAB 5 Rencana Model Komunikasi Berdasarkan teori teori komunikasi yang telah kami tentukan pada bab sebelumnya, serta didukung oleh data data yang telah ada, kami mencoba menyusun sebuah rencana model komunikasi pada anak panti asuhan YA. BAPENATIM gebang jember. Model komunikasi yang akan kami gunakan adalah Lasswells Model yang didukung dengan model komunikasi the mathematical theory of communication. Kami menggunakan 2 teori ini karena teori lasswell mengungkapkan bahwa dalam komunikasi terdapat unsur penyampai / komunikator (who), isi pesan (says what), media (in which channel), penerima / komunikan (to whom), dan efek yang diharapkan (with what effect), dan dengan didukung oleh model teori matematis komunikasi, kami menambahkan unsur gangguan suara (noise) yang bisa mengganggu proses penyampaian. Untuk mendukung model komunikasi di atas, kami mencoba menyusun sebuah riset khalayak. Langkah langkah yang kami susun dalam perencanaan komunikasi ini adalah sebagai berikut:

1.

Melakukan

riset

lapangan,

berupa

pengamatan

lingkungan

serta

pengumpulan data melalui wawancara maupun kuisioner. Langkah ini kami lakukan dengan tujuan supaya kami bisa mendaptakan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi masyarakat sasaran, sehingga kami bisa menetukan isi dan metode penyampaian pesan yang tepat bagi masyarakat sasaran.

2.

Pengolahan data. Data dari hasil pengamatan dan pengumpulan data perlu diolah sedemikian rupa sehingga mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat sasaran saat penyampaian materi.

13

3.

Penentuan channel dan isi pesan. Setelah hasil dari pengolahan data selesai dibuat, kami bisa meenetukan media apa yang tepat bagi karakteristik masyarakat sasaran dan isi serta model penyampaian yang bagimana supaya masyarakat bisa menerima pesan kami.

4.

Uji coba. Tahapan uji coba instrumen pesan yang telah dibuat sangatlah penting, karena dengan uji coba kita bisa mengetahui seberapa jauh pemahaman masyarakat sasaran terhadap pesan yang telah kami buat. Uji coba ini dilakukan pada beberapa orang responden yang memiliki karakteristik mirip dengan masyarakat sasaran, dan uji coba ini akan berakhir saat persepsi responden terhadap pesan yang kami buat sesuai dengan yang kami harapakan.

5.

Produksi pesan secara masal Setelah pesan diuji coba dan sukses menyamakan persepsi masyarakat dengan pesan yang kami buat, maka kami bisa membuatnya secara masal, dalam jumlah besar.

14

BAB 6 Penutup

6.1

Kesimpulan Kesimpulan dari proposal yang kami susun ini adalah infeksi cacing Enterobius vermicularis atau biasa disebut enterobiasis atau infeksi cacing kremi oleh masyarakat Indonesia, masih merupakan ancaman kesahatan yang cukup besar bagi masyarakat, terutama anak anak usia 5-9 tahun dan balita usia 0-5 tahun. Gejala gejala awal yang tidak terlihat hingga bisa berlajut pada tahap akut, kronis, maupun hingga komplikasi bisa berakibat fatal bagi anak anak dan balita yang terinfeksi. Infeksi ini pun disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan tindakan kesehatan terpadu meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, agar angka infeksi cacing ini bisa ditekan dan mempersempit area penularan serta memutus rantai penularannya.

6.2

Saran Saran kami dari penyusunan proposal ini antara lain: a. Supaya pemerintah pusat maupun setempat beserta dinas kesehatan maupun intansi terkait lebih peduli terhadap masalah masalah kesehatan yang ada di dalam masyarakatnya, terutama penyakit enterobiasis ini. Karena penyakit ini menyerang generasi generasi muda penerus bangsa di masa depan. b. Supaya para orang tua lebih memahami karakteristik dan gejala gejal infeksi penyakit ini, dan bisa melakukan penanganan yang tepat jika putra putrinya terkena infeksi penyakit ini. c. Supaya tenaga kesehatan baik medis maupun non medis lebih tanggap dalam menaggulangi masalah infeksi penyakit yang satu ini.

15

Daftar Pustaka

Zen Akatsuki Ners 2011, Enterobiasis (Infeksi Cacing Kremi), media release, 06 March, viewed 05 December 2011. Randy 2009, Prevalensi Enterobiasis pada Anak Panti Asuhan YA. BAPENATIM Gebang Jember, media release, 04 March, viewed 05 December 2011.

16