energi: pemanfaatan limbah cair perikanan menjadi biodiesel

25
ENERGI Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel Disusun Oleh: Izdihar Nurnafisah C34110015 Mina Marlina C34110015 Vidyatami Hanum Pratiwi C34110023 Nadia Fitriana C34110024 Diah Asih Asmara C34110066 TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Upload: vidyatami-hanum-pratiwi

Post on 08-Apr-2016

153 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Limbah Cair Perikanan

TRANSCRIPT

Page 1: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

ENERGI

Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Disusun Oleh:

Izdihar Nurnafisah C34110015 Mina Marlina C34110015 Vidyatami Hanum Pratiwi C34110023 Nadia Fitriana C34110024 Diah Asih Asmara C34110066

TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Page 2: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Paradigma pembangunan energi sudah berubah. Persoalan energi bukan

hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun harus menjadi tanggung jawab

bersama seluruh elemen masyarakat. Masyarakat sebagai pengguna energi juga

memiliki tanggung jawab dalam menciptakan ketahanan energi nasional.

Persoalan energi harus menjadi upaya bersama dan tidak dapat dibebankan pada

salah satu pihak. Upaya yang dilakukan pemerintah melalui penghematan

penggunaan energi hanya akan berhasil jika didukung oleh seluruh masyarakat.

Permasalahan lain yang timbul dari energi adalah ketidakseimbangan permintaan

dan penawaran serta akses terhadap sumberdaya energi. Berbagai faktor yang

menciptakan ketidakseimbangan tersebut antara lain adalah pesatnya laju

pertambahan penduduk dan masifnya industrialisasi dunia.

Penggunaan bahan bakar fosil terus meningkat, salah satunya untuk

memenuhi kebutuhan bahan bakar kendaraan bermotor. Sampai tahun 2008

jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 65 juta buah atau naik sekitar

11,5% dari tahun sebelumnya (BPS 2010). Akibatnya konsumsi bahan bakar

minyak (BBM) terus meningkat, sehingga memacu peningkatan produksi BBM.

Data produksi BBM selama tiga tahun terakhir dari tahun 2007 sampai 2009

adalah 244,4 juta barrels; 251,5 juta barrels; dan 254,9 juta barrels (DESDM

2010). Data Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral juga menunjukkan

bahwa cadangan minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun ke depan,

sementara cadangan gas bumi masih mencukupi untuk 61 tahun ke depan dan

cadangan batu bara baru habis dalam waktu 147 tahun lagi (DESDM 2005).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil

di antaranya pengembangan energi alternatif yang terbarukan. Energi alternatif

yang telah dikembangkan adalah energi surya, angin, gelombang, dan nuklir.

Selain itu energi alternatif yang berasal dari tumbuhan dan hewan memiliki

potensi yang bagus untuk dikembangkan, seperti bioetanol dari singkong, biogas

dari limbah pertanian, dan biodiesel yang berasal dari jarak, sawit, minyak

jelantah, dan minyak ikan.

Page 3: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Biodiesel mempunyai potensi untuk dikembangkan karena teknologi

pembuatannya sederhana serta sumber bahan baku yang mudah didapat. Selain itu

penggunaan biodiesel cukup mudah sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel

dapat diperoleh dari minyak nabati atau minyak hewani (Widianto dan Utomo

2010). Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan tersebut cukup tinggi,

yaitu sekitar 20-30 persen. Dengan produksi ikan di Indonesia tiap tahunnya yang

terus meningkat, akan meningkatkan pula produksi limbah ikan yang dibuang.

Sejauh ini pemanfaatan limbah ikan tersebut masih minim. Limbah ikan yang

masih melimpah tersebut masih dapat dimanfaatkan lagi, karena masih

mempunyai kandungan minyak yang cukup tinggi (El-Mashad et al. 2006).

Pengertian ilmiah paling umum dari istilah biodiesel mencakup semua bahan

bakar mesin diesel yang terbuat dari sumber daya hayati atau biomassa.

Pengertian lebih sempitnya yang dapat diterima luas di dalam industri, yaitu

bahwa biodiesel adalah bahan bakar mesin/motor diesel yang terdiri atas ester

alkil dari asam-asam lemak (Soerawidjaja 2006).

Sumber utama limbah cair industri perikanan adalah air proses (pencucian,

sisa pemasakan dan pengepresan ikan) yang mengandung banyak bahan organik

terlarut, padatan tersuspensi dan terlarut, nutrien, dan minyak. Limbah cair

industri perikanan antara lain minyak ikan. Minyak dan lemak merupakan

komponen alami yang dikonsumsi manusia yang berasal dari sayuran digunakan

untuk konsumsi manusia merupakan komponen alami dari dan hewan maupun

ikan. Limbah cair industri perikanan mengandung bahan organik yang tinggi.

Tingkat pencemaran limbah cair industri pengolahan perikanan sangat tergantung

pada tipe proses pengolahan dan spesies ikan yang diolah. Melihat permasalahan

energi yang terjadi di Indonesia tersebut, adanya limbah cair hasil perikanan dapat

dimanfaatkan sebagai upaya untuk memproduksi sumber energi terbarukan. Salah

satu upaya untuk memproduksi energi tersebut dengan mengolah limbah cair

perikanan menjadi biodiesel.

Biodiesel merupakan salah satu alternatif bahan bakar minyak yang dapat

diperoleh dari lemak tumbuhan maupun hewan. Proses transesterifikasi minyak

atau lemak pada umumnya menggunakan metanol yang akan menghasilkan metil

atau etil ester yang biasa disebut dengan biodiesel. Biodiesel bersifat dapat

Page 4: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

diperbaharui, biodegradable, tidak beracun, merupakan karbon netral, dan ramah

lingkungan. Biodiesel memiliki daya tarik yang pantas untuk dipertimbangkan

oleh seluruh dunia karena dapat mengurangi pemanasan global dan mengurangi

ketergantungan terhadap bahan bakar fosil konvensional (Knothe 2005).

Biodiesel dapat dihasilkan dari minyak ikan yang kaya akan kandungan

asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA). Asam eicosapentaenoic (EPA) dan

docosahexanoic (DHA) adalah dua komponen terpenting pada omega-3 yang

termasuk ke dalam golongan asam lemak tak jenuh majemuk. Minyak ikan

memiliki rantai karbon yang lebih panjang dibandingkan dengan minyak

tumbuhan pada umumnya, terutama asam palmitat, asam oleat, asam linoleat, dan

asam linolenat (Reyes dan Sepulveda 2006). Biodiesel dengan angka setana yang

lebih besar ini kemungkinan dapat meningkatkan kinerja dari mesin diesel dan

dapat mengurangi polusi udara (Cherng-Yuan dan Hsiu 2006). Melihat kondisi

dunia sekarang ini yang sedang mengalami pemanasan global, pengembangan

produksi biodiesel sangatlah penting. Selain dapat mengurangi polusi udara,

pengembangan produksi biodiesel dari ikan tangkapan hasil samping juga dapat

mencegah kehilangan nilai jual ikan terhadap hasil tangkapan samping.

Tujuan

Memanfaatkan hasil samping dari pengolahan perikanan, berupa limbah

cair dalam memproduksi biodiesel sebagai sumber energi terbarukan.

Page 5: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

METODE

Pembuatan Biodiesel

Bahan yang digunakan adalah limbah minyak ikan hasil samping

pengalengan, metanol, asam sulfat, aquades, NaOH, dan HCl. Alat yang

digunakan adalah pemanas, erlenmeyer, water bath, dan rotary evaporator. Proses

pembuatan biodiesel terdiri dari tahap dehidrasi, esterifikasi dan transesterifikasi

(Costa JF et al. 2013).

Dehidrasi: Pemanasan minyak ikan dengan suhu sekitar 100 ° C sampai beratnya

konstan. Esterifikasi: Minyak ikan hasil dehidrasi ditempatkan ke dalam reaktor

kemudian ditambahkan metanol dan katalis (asam sulfat). Reaksi esterifikasi

menggunakan 90 g minyak ikan, 1- 3 % katalis dan jumlah metanol dengan

minyak ikan adalah 6:1. Reaksi dilakukan pada suhu 65° C selama 1 jam.

Setelah reaksi, kemudian dilakukan evaporasi pada rotary evaporator

untuk menghilangkan metanol dan produk dicuci dengan menggunakan aquades

(dalam volume yang sama) sebanyak empat kali. Produk akhir dilakukan

pemanasan pada sekitar suhu 100 ° C sampai beratnya konstan.

Transesterifikasi: tahap ini menggunakan peralatan yang sama dengan proses

esterifikasi. Reaksi tersebut menggunakan 1% NaOH, jumlah rasio metanol

dengan minyak ikan adalah 6: 1, dengan suhu 65 ° C selama 1,5 jam. Reaksi ini

dilakukan dua tahap, yang masing-masing dilakukan selama 45 menit. Setelah

reaksi pertama, gliserol dipisahkan dan sisa larutan metanol ditambahkan untuk

melakukan 45 menit reaksi tahap kedua.

Produk akhir didekantasi semalam. Penjernihan biodiesel dilakukan

dengan destilasi menggunakan tekanan untuk mengilangkan metanol diikuti

dengan pencucian sebanyak satu kali dengan larutan asam klorida 0,2 % dari

produk dan pencucian sebanyak tiga kali dengan aquades (dalam volume yang

sama), kemudian dilakukan pemanasan dengan suhu 100 ° C sampai beratnya

konstan untuk menghilangkan air. Proses pembutan biodiesel dapat dilihat pada

gambar dibawah ini.

Page 6: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Gambar 1 Proses pembuatan biodiesel dari minyak ikan

Pengukuran Sifat Kimia

Penentuan bilangan asam

Sebanyak 5 g minyak dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL kemudian

ditambahkan 50 mL metanol. Campuran dipanaskan selama 1 jam sambil distirer

untuk melarutkan asam lemak bebasnya. Setelah dingin dilakukan titrasi dengan

KOH 0,1 M menggunakan indikator fenolftalein sampai terbentuk warna merah

muda (Kusumaningsih et al. 2006).

Penentuan asam lemak total

Sebanyak 5 g minyak dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 50

mL larutan 0,5 M KOH dalam alkohol. Campuran dididihkan selama 2 jam.

Setelah dingin ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalein kemudian dititrasi

Minyak ikan

Pemanasan dengan suhu 100 ° C

Penambahan metanol + asam sulfat

Esterifikasi pada suhu 65° C selama 1 jam

Evaporasi

Penambahan metanol + NaOH

Tranesterifikasi dengan suhu 65 ° C selama 1,5 jam

Gliserol Biodiesel

Pemurnian

Page 7: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

dengan HCl 0,5 M dalam metanol yang sebelumnya untuk mengetahui sisa KOH

yang tidak tereaksikan. Jumlah KOH mula-mula diketahui melalui titrasi blanko

dengan cara sama (Kusumaningsih et al. 2006).

Pengukuran parameter biodiesel

Pengukuran parameter biodiesel dilakukan pada minyak jarak sebelum reaksi

transesterifikasi dan ester hasil reaksi transesterifikasi. Pengukuran tersebut

meliputi pour point, kinematic viscosity, water content dan conradson carbon

residue (Kusumaningsih et al. 2006).

Page 8: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

KAJIAN PUSTAKA

Biodiesel

Biodiesel adalah fatty acid methyl ester (FAME) yang dihasilkan dari

reaksi transesterifikasi trigliserida (minyak) dengan alkohol ringan menggunakan

katalis basa. Alkohol yang digunakan biasanya metanol atau etanol, sedangkan

katalis yang digunakan adalah KOH, NaOH atau senyawa basa yang lain.

Transesterifikasi adalah proses mereaksikan trigliserid dengan kelebihan alkohol

menggunakan NaOH sebagai katalis untuk menghasilkan ester asam lemak dan

gliserol. Trigliserida yang pertama dikurangi menjadi digliserida, maka digliserida

dikurangi menjadi monogliserida, monogliserida ini akan menghasilkan asam

lemak metil ester (Wu et al. 2014).

Biodiesel mempunyai potensi untuk dikembangkan karena teknologi

pembuatannya sederhana serta sumber bahan baku yang mudah didapat. Selain itu

penggunaan biodiesel cukup mudah sebagai bahan bakar mesin diesel. Biodiesel

merupakan bahan bakar alternatif yang produksinya dapat diperbaharui. Biodisel

diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui

esterifikasi dengan alkohol (Fatmawati dan Shakti 2013). Minyak nabati dapat

diperoleh dari minyak sawit atau minyak jarak. Sedangkan minyak hewani dapat

diperoleh dari minyak ikan.

Dewasa ini biodiesel diminati untuk digunakan sebagai alternatif bahan

bakar diesel karena alasan berikut ini (Fan dan Burton 2009):

1. dapat mengurangi ketergantungan impor minyak mentah dan meningkatkan

keamanan energi.

2. Energi dapat diperbaharui dan diinvestasikan

3. dapat mengurangi efek rumah kaca dan memiliki emisi berbahaya yang lebih

rendah.

4. Bersifat bidegradable dan nontoksik

5. dapat membantu meningkatkan ekonomi pedesaan karena surplus pertanian

digunakan sebagai bahan baku.

Biodiesel memiliki karakteristik sebagai bahan bakar yang penting karena

biodegradabilitasnya tinggi, baik untuk dijadikan pelumas, tidak menghasilkan

Nitrat Polyaromatic Hidrokarbon (NPAH) yang merupakan senyawa

Page 9: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

karsinogenik, dan pembakaran yang efisien dibandingkan dengan karakteristik

bahan baku solar (Dorado et al.2003).

Limbah Minyak Ikan

Minyak ikan menunjukkan potensi besar sebagai bahan baku untuk

produksi biodiesel. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), pada tahun

2005 diperkirakan produksi ikan dunia adalah sekitar 142 juta ton. Sekitar 75%

dari produksi ini digunakan untuk konsumsi manusia langsung. Sisa 25%

diperuntukkan untuk produk non-makanan, terutama untuk pembuatan tepung

ikan dan minyak. Pada tahun 2008 diperkirakan produksi ikan dunia adalah 144

juta ton (FAO 2006; FAO 2008). Industri pengolahan ikan menghasilkan jumlah

besar limbah jaringan dan produk sampingan, yang dihitung menjadi sekitar 50%

dari olahan ikan total dan cenderung dibuang atau dijual dengan harga yang

sangat rendah sebagai pupuk atau pakan ternak.

Produksi ikan di Indonesia tiap tahunnya terus meningkat, hal ini akan

meningkatkan produksi limbah ikan yang dibuang. Sejauh ini pemanfaatan limbah

ikan masih minim. Limbah ikan yang masih melimpah masih bisa dimanfaatkan

lagi, karena masih mempunyai kandungan minyak yang cukup tinggi. Limbah

ikan mengandung banyak asam lemak rantai sangat panjang dengan lebih dari 20

atom karbon yang sebagian besar mempunyai 5-6 ikatan rangkap. Komposisi

asam lemak ikan pun berbeda-beda, tergantung jenis ikan, makanan dan musim.

Komposisi yang terdapat dalam minyak hewani terdiri dari trigliserida-trigliserida

asam lemak, asam lemak bebas, mono dan digliserida, serta beberapa komponen-

komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral dan sulfur. Dengan

komposisi tersebut, limbah ikan dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan

biodiesel. Minyak ikan ini dapat diperoleh dari ekstraksi lemak ikan dengan

berbagai cara, diantaranya dengan pemanasan pada suhu 100 dilanjutkan

dengan penyaringan untuk pemisahan minyak dan penambahan NaCl 2,5%

(Rasyid 2003).

Minyak ikan dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel karena mengandung

asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas secara cepat terjadi karena

adanya enzim lipase aktif pada saat proses pembuatan minyak ikan menjadi

Page 10: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

biodiesel sehingga dapat dikonversi menjadi metal ester dengan proses

esterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi asam lemak dengan alcohol membentuk

ester dan air. Penelitian Kaban dan Daniel (2005) menunjukkan bahwa minyak

ikan yang dihasilkan dari limbah ikan mas, lele, dan gurame (kepala dan isi perut)

dapat diproses menjadi etil ester asam lemak. Etil ester asam lemak adalah

biodiesel di mana dalam proses pembuatannya dengan reaksi transesterifikasi

menggunakan etanol dengan katalis basa. Rendemen yang dihasilkan dari ikan

limbah lele sebesar 89%, sedangkan ikan mas 90,3%, dan ikan gurame 87%.

Selain itu, dengan meningkatnya produksi dan kebutuhan tepung ikan dalam

negeri akan dapat dihasilkan minyak ikan sebagai bahan baku biodiesel. Proses

pengalengan ikan dapat menghasilkan minyak ikan dengan kandungan bervariasi

tergantung dari jenis ikannya. Salah satu jenis ikan yang dipakai sebagai bahan

baku industri pengalengan ikan adalah ikan lemuru. Pengalengan ikan lemuru

dapat menghasilkan minyak ikan sebesar 8-18% (Irianto dan Giyatmi 2009).

Selain ikan lemuru, beberapa jenis ikan tangkapan dari laut seperti tuna,

cakalang sebagian diolah menjadi ikan kaleng yang berpotensi menghasilkan

minyak ikan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.

Minyak ikan mentah dapat dikonversi menjadi biodiesel yang merupakan

bahan bakar diesel terbarukan dengan mengurangi viskositas dan rendah emisi

(Helwani et al. 2009). Penggunaan limbah minyak ikan sebagai bahan pembuatan

biodiesel ini berpotensi untuk mengurangi biaya produksi (Chiou et al. 2008).

Saat ini, limbah minyak ikan hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pupuk

(suplemen tanah) (Costa et al. 2013). Sedangkan, limbah minyak ikan memiliki

potensi besar untuk digunakan sebagai bahan pembuatan biodiesel karena

kandungan lipidnya yang kaya akan asam lemak rantai panjang (Aro et al. 2000).

Panjang rantai karbon minyak ikan lebih panjang dibandingkan dengan minyak

nabati, terutama pada asam palmiat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat

(JF Reyes dan Sepulveda 2006). Berikut ini karakteristik limbah minyak ikan

pada industri (Wiggers et al. 2009):

Page 11: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Tabel 1 Karakteristik limbah minyak ikan

Parameter Result

General characteristics Dark brown, viscous liquid with a

distinctive smell

Water content (wt.%) 0.05-0.26

Acid value (mg KOH g-1) 0.1-28.4

Iodine value (g I2/100g) 88a

Density (kg m-3) 875.3-978.9

Calorific value (MJ kg-1) 39.71-40.21

Flash point (oC) 156.0-178.5

Kinematic viscosity at 40oC (mm2s-1) 3.883-4.360

Sumber: Wiggers et al. 2009 Proses dan Reaksi Biodiesel

Pembuatan biodiesel dari limbah minyak ikan terdapat dua reaksi yaitu,

esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi adalah reaksi asam lemak bebas

dengan alkohol sehingga membentuk ester dan air. Esterifikasi dilakukan dengan

menggunakan metanol dan katalis asam yang akan mengubah Free Fatty Acid

(FFA) menjadi ester. Esterifikasi biasanya dilakukan jika minyak yang digunakan

mengandung asam lemak bebas tinggi. Esterifikasi ini akan mengakibatkan

kandungan asam lemak bebas dapat dikonversi menghasilkan ester. Reaksi ini

dilaksanakan dengan menggunakan katalis padat (heterogen) atau katalis cair

(homogen). Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metal ester dapat dilihat

dibawah ini:

RCOOH + CH3OH RCOOCH3 + H2O

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biodiesel adalah

kandungan Free Fatty Acid (FFA) dalam minyak ikan. FFA dalam minyak ikan

akan menyebabkan terbentuknya sabun akibat reaksi dengan katalis basa pada

reaksi transesterifikasi. Sabun tersebut akan mengganggu proses pemurnian

biodiesel karena menyebabkan timbulnya emulsi. sehingga perlu dilakukan

esterifikasi terhadap minyak dengan kandungan FFA lebih dari 2,5% (Susila

2009) sebelum dilakukan transesterifikasi. Tinggi FFA (nilai asam tinggi) dalam

bahan baku akan menghasilkan pembentukan sabun ketika bahan kimia alkali

Page 12: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

digunakan sebagai katalis karena mereka bereaksi untuk menetralkan FFA dalam

minyak (Vicente et al. 2004).

Transesterifikasi merupakan tahap konversi dari trigliserida menjadi etil

ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu

gliserol. Jenis alkohol yang paling umum digunakan adalah methanol, karena

harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut

metanolisis). Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa

adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan

dengan lambat ( Mittlebatch 2004). Tiga jenis katalis yang dapat digunakan untuk

proses transesterifikasi yaitu alkali kuat, asam kuat, dan enzim. Alkali kuat sering

digunakan sebagai katalis dalam proses transesterifikasi karena waktu reaksi lebih

cepat dan jumlah katalis yang diperlukan lebih sedikit (Zhang et al. 2003). Reaksi

transesterifikasi antara trigliserida dan methanol menjadi metal ester dapat dilihat

pada gambar di bawah ini:

Gambar 2 Reaksi transesterifikasi trigliserida dan metanol

Dalam proses transesterifikasi, trigliserida yang terkandung dalam minyak

bereaksi dengan alkohol, metanol, natrium hidroksida yang bertujuan untuk

menghasilkan asam lemak metil ester (Gerpen 2005). Biodiesel yang dihasilkan

dari reaksi transesterifikasi trigliserida (minyak) dengan alkohol ringan

menggunakan katalis basa. Alkohol yang digunakan biasanya metanol atau etanol,

sedangkan katalis yang digunakan adalah KOH, NaOH atau senyawa basa yang

lain. Reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel dari minyak ikan (Kaban dan

Daniel 2005). Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol yang akan

memecah trigliserida menjadi fatty acid methyl ester (FAME), dimana satu mol

trigliserida akan dihasilkan 3 mol FAME dan 3 mol gliserol. Mekanisme reaksi

yang terjadi adalah sebagai berikut (Utami et al. 2007):

Page 13: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Keterangan notasi :

TG : Trigliserida GL : Gliserida

GL : Gliserol ROH : Alkohol

DG : Digliserida MG : Monogliserida

FAME : Biodiesel k : Tetapan laju reaksi

Reaksi transesterifikasi bersifat irreversible dan secara umum dapat

dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan notasi :

r = k[TG] [ROH] 3

r = laju reaksi

k = tetapan laju reaksi

Radiasi gelombang micro (microwave) dapat dimanfaatkan dalam proses

pembuatan biodiesel dari minyak goreng melalui proses reaksi transesterifikasi

secara batch (Rhesa et. al. 2012). Efisiensi proses produksi biodiesel diperoleh

dari reaksi kinetika dimana tetapan laju reaksi transesterifikasi sangat tergantung

pada suhu, katalis, dan intervensi lain. Peningkatan suhu akan mengakibatkan

tetapan laju reaksi menjadi besar. Demikian juga katalis, jumlah katalis yang

besar akan meningkatkan tetapan laju reaksi dengan jalan menurunkan energi

aktivasi. Berikut ini biodiesel yang dihasilkan dari limbah minyak ikan

TG + 3 ROH

TG + ROH

DG + ROH

MG + ROH

katalis

K2

K1

K4

K3

K6

K5 GL + FAME

MG + FAME

DG + FAME

3 FAME + 3 GI

Page 14: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Gambar 3 Biodiesel dari minyak ikan

Karakteristik Biodiesel

Minyak tumbuhan dan sayuran telah digunakan sebagai bahan bakar

alternatif untuk beberapa tahun. Bahan tersebut mudah tersedia dan terbarukan.

Namun, minyak memiliki sejumlah kelemahan bila digunakan secara langsung

sebagai sumber bahan bakar (Meher et al. 2006). Pertama, mereka memiliki

viskositas tinggi yang setidaknya sepuluh kali lebih tinggi dari bahan bakar diesel.

Viskositas yang tinggi ini menyebabkan atomisasi bahan bakar yang buruk selama

proses injeksi. Selain itu, minyak dapat berpolimerisasi dan memiliki volatilitas

rendah, sehingga membentuk deposit pada mesin serta pembakaran yang tidak

sempurna. Biodiesel dari minyak ikan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan

dengan biodiesel dari produk tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan

emisi gas buang yang kecil dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan (Molin

dan Ledebjer 2009). Biodiesel dari limbah perikanan juga tidak memberikan

dampak terhadap pencemaran lingkungan seperti pembentukan gas rumah kaca,

photochemical oksidasi, pembentukan hujan asam, dan perusakan lapisan ozon.

Penelitian Raheman dan Phadatare (2004) menunjukkan bahwa pengunaan

biodiesel dan campuran biodiesel dengan solar dapat mereduksi emisi CO dan

oksida nitrogen sebanyak 86,5% dan 26%. Sebuah dinamometer hidrolik

digunakan untuk penentuan torsi dan daya output mesin yang menggunakan

biodiesel. Berikut ini merupakan gambar diagram skematik setup eksperimental.

Page 15: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Gambar 4 Alat tes mesin

Limbah pengolahan ikan tuna, salmon, mackerel (kepala, tulang, dan isi

perut) dapat dibuat menjadi biodiesel (Piccolo 2009). Biodiesel tersebut

mempunyai kualitas memenuhi standar dan dipakai sebagai bahan bakar mesin

diesel. Emisi gas buang yang dihasilkan tidak mencemari udara karena

mengemisikan gas buang seperti hidrokarbon, CO2, dan asap. Sifat fisik dan

kimia metil ester dari minyak ikan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sifat fisik dan kimia metil ester dari minyak ikan

Indexes Method Standard Biodiesel fuel

from fish oil from used

cooking oil

Acid number, mg КОН /g D664 max 0.50 0.26 0.23

Flash point, °С D93 min 93 >130 >130

Content

water plus sediment, vol.

%

D2709 max 0.05 0 0

methanol, vol. %. EN 14110 max 0.2 0.038 0.029

total glycerin, wt. % D6584 max 0.24 0.151 0.126

free glycerin, wt. % D6584 max 0.02 0 0.005

soap, ppm AOCS Cc17–95 test 0 5

Page 16: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

moisture, ppm D6304 same 619 319

sulfur, ppm D4294 max 15 2.9 2.3

Cold soak filtration period,

s

Supplement to

ASTM D6751

max 360

473

128

Cloud point, °С D2500 test 11 2

EP (90 %) D1140 max 360 348 339

Oxidation stability, h EN14112 min 3 0.4 12

Sumber: Fan dan Burton 2009

Water Content

Biodiesel yang terkontaminasi dengan air dapat menyebabkan korosi

mesin atau reaksi dengan gliserida untuk menghasilkan sabun dan gliserol. Air

juga dapat berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri, yang menyebabkan

penyumbatan dalam penyaringan.

Acid Number

Jumlah asam, dinyatakan sebagai miligram kalium hidroksida per gram

sampel, adalah ukuran dari zat asam dalam minyak. Hal ini digunakan sebagai

panduan dalam kontrol kualitas serta dalam memantau degradasi minyak selama

penyimpanan. Jumlah asam biodiesel kurang dari 0,5 mg KOH/g yang ditentukan

sebagai nilai maksimum sesuai ASTM D 6751.

Cold Soak Filtration

Tes ini adalah evaluasi kualitatif yang dirancang untuk meniru kinerja

biodiesel dalam cuaca dingin. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi dingin

rendam hasil filtrasi, termasuk pilihan dan kualitas bahan baku dan pemurnian

pendekatan.

Methanol Content

Pemantauan sisa metanol dalam biodiesel adalah masalah keamanan

karena bahkan sejumlah kecil dari material ini dapat mengurangi titik nyala

biodiesel. Selain itu, sisa metanol dapat mempengaruhi pompa bahan bakar, segel,

dan elastomer, sehingga sifat pembakaran miskin.

Free and Total Glycerol

Bahan bakar dengan gliserol bebas yang berlebihan dapat meningkatkan

aldehida dan emisi akrolein dan biasanya akan menyebabkan masalah dengan

Page 17: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

gliserol menetap di tangki penyimpanan, menciptakan campuran yang sangat

kental yang bisa pasang filter bahan bakar dan menyebabkan masalah pembakaran

di mesin.

Cloud Point

Titik awan didefinisikan sebagai suhu di mana awan kristal lilin pertama

kali muncul dalam cairan ketika didinginkan di bawah kondisi yang terkendali

selama tes standar. Biodiesel minyak ikan menunjukkan titik awan tinggi, 11ºC.

Hal ini disebabkan tingginya kandungan PUFA, yang dalam terkait dengan

sedimen dan pembentukan polimer.

Oxidative Stability

Oksidasi adalah salah satu faktor utama yang membatasi umur simpan

bahan bakar biodiesel. Komposisi asam lemak dari minyak adalah salah satu

faktor utama yang mempengaruhi stabilitas oksidatif. Tingginya jumlah ikatan

rangkap yang ada dalam rantai asam lemak meningkatkan kerentanan terhadap

oksidasi. Representasi elektronik ikatan ganda meliputi dua komponen: simetri

sigma ikatan yang kuat dan ikatan pi. Ikatan pi bertanggung jawab atas reaktivitas

yang lebih besar dari senyawa tak jenuh karena lebih lemah dan memiliki energi

yang lebih rendah.

Distillation Temperature

Suhu distilasi sangat berkorelasi dengan titik didih bahan bakar cair dan

dengan demikian dapat mempengaruhi secara signifikan karakteristik pembakaran

mesin diesel. Penundaan pengapian bahan bakar akan dipersingkat pada suhu

distilasi yang lebih tinggi, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya

mengetuk di mesin diesel.

Beberapa penelitian pembuatan biodiesel dari minyak ikan telah dilakukan

di antaranya pembuatan biodiesel dari minyak ikan salmon yang menghasilkan

rendemen hingga 99% (El-Mashad et al. 2008). Penelitian Utomo et al. (2009)

menyatakan bahwa pembuatan biodiesel dari minyak ikan lemuru melalui reaksi

esterifikasi dan dilanjutkan transesterifikasi. Biodiesel yang dihasilkan

mempunyai kualitas sesuai standar biodiesel SNI 04-7128-2006 yang

dipersyaratkan. Data kualitas biodiesel minyak lemuru tersebut disajikan dalam

Tabel 3.

Page 18: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Tabel 3. Perbandingan kualitas biodiesel minyak ikan lemuru dengan standard SNI 04-7128-2006

Parameter Uji Hasil Standar Satuan

Densitas pada suhu 40 oC 0.8735 0.850-0.900 g/mL

Kandungan air dan sedimen <0,05 Maks. 0.05 %v

Bilangan saponifikasi 182.16 - Mg KOH/g

Bilangan asam total 0.188 Maks. 0.8 Mg KOH/g

Kandungan gliserol bebas 0.0051 Maks. 0.02 %w

Kandungan gliserol total 0.138 Maks. 0.24 %w

Kandungan ester 98.51 Min. 95 %w

Titik nyala 166 Min. 100 oC Sumber: Utomo et al. 2009

Kualitas biodiesel yang dihasilkan dari limbah minyak ikan dan European

Biodiesel Standard (EN 14214) terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kualitas biodiesel dari limbah minyak ikan dengan standar EN 14214

Parameter Results EN 14214

Aspect Transparent yellow, but

varies depending on the

feedstock

nature/condition and the

processing

NA

Water content (mg kg-1) 619a ≤500

Acid value (Mg KOH g-1) 0.26-1.19 ≤0.50

Density (kg m-3) 860-889 860-900

Cetane number 50.9b ≥51.0

Flash point (oC) 103-220 ≥101oC

Kinematic viscosity at 40 oC (mm2 s-1) 4.0-7.2 3.50-5.00

Methyl ester content (wt%) 95.74-100.00 ≥96.5 NA: Not Applicable a: Fan et al. 2010 b: Lind dan Li 2009

Tabel di atas menunjukkan kualitas biodiesel yang dihasilkan dari

berbagai limbah minyak ikan yang dibandingkan dengan persayaratan European

Page 19: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Biodiesel Standard (EN 14214). Hal tersebut menunjukkan bahwa kualiatas

biodiesel memiliki nilai yang bervariasi dan terdapat beberapa yang tidak sesuai

dengan standar. Hal tersebut disebabkan karena kualitas minyak ikan tergantung

pada prosedur pemurnian dan penyimpanan (Costa JF et al. 2013). Oleh karena

itu, diperlukan studi lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas biodiesel.

Komposisi biodiesel yang bervariasi disebabkan oleh karakteristik minyak

ikan dan asam lemak yang terkandung dalam limbah minyak ikan yang

digunakan. Sedangkan parameter kunci dari kualitas biodiesel adalah pada proses

pembutan biodiesel seperti pada proses pretreatment dan konsentrasi katalis

selama esterifikasi asam, sehingga harus dipelajari dan dioptimalkan (Dias JM et

al. 2009).

Biodiesel dari minyak ikan laut memiliki sejumlah asam lebih besar dari

biodiesel komersial. Cvengros dan Cvengrosova menemukan bahwa jumlah asam

dari biodiesel meningkat 3 mg KOH/g/1% kadar air dalam minyak mentah. Kadar

air dalam minyak mentah menyebabkan bilangan asam lebih besar untuk

biodiesel. Biodiesel minyak ikan laut memiliki angka asam yang lebih besar

dibandingkan biodiesel mentah minyak ikan. Biodiesel minyak ikan mengandung

20% asam lemak tak jenuh pada ikatan rantai karbon ganda seperti EPA dan

DHA.

Nilai peroksida umumnya untuk menentukan tingkat oksidasi bahan bakar.

Nilai peroksida akan meningkat seiring dengan peningkatan oksidasi. Biodiesel

minyak ikan laut yang disimpan pada suhu ruang 25 menghasilkan nilai

peroksida yang meningkat secara signifikan dari 12,4 meq/kg pada hari pertama

dan menjadi 37,3 meq/kg pada hari kesepuluh. Nilai peroksida biodiesel minyak

ikan lebih rendah dibandingkan biodiesel komersial, karena asam lemak jenuh

lebih besar dan stabilitas oksidasi lebih tinggi.

Berat jenis biodiesel umumnya berkisar antar 0,86-0,90. Berat jenis dari

biodiesel minyak ikan sebesar 0,91 dan hasilnya lebih besar dari biodiesel

komersial. Knothe menyatakan bahwa proporsi asam lemak jenuh yang lebih

tinggi dengan rantai karbon yang lebih panjang menyebabkan peningkatan

viskositas kinematik. Hasil dari biodiesel minyak ikan yang memiliki 37,06% dan

37,3% asam lemak jenuh dengan rantai panjang (C20-C22) memiliki viskositas

Page 20: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

kinematik yang lebih besar yaitu 4,4cSt pada suhu 70 . Suhu distilasi sangat

berhubungan dengan titik didih bahan bakar cair dan secara signifikan akan

mempengaruhi pembakaran karakteristik mesin diesel. Suhu distilasi yang lebih

tinggi akan mempercepat pengapian bahan bakar dan mengurangi probabilitas di

mesin diesel (Zheng dan Hanna 1996).

Heating value adalah entalpi setelah reaksi pembakaran bahan bakar pada

tekanan yang konstan. Semakin tinggi nilai kalor bahan bakar, semakin rendah

konsumsi bahan bakar yang dibutuhkan untuk tenaga mesin. Monyem dan Van

Gerpen menyatakan bahwa biodiesel memiliki nilai kalor yang rendah yaitu 12,7-

14,7%

Jumlah cetane atau indeks setana digunakan untuk menunjukkan kualitas

pengapian bahan bakar diesel. Graboski dan McCormick (1998) menyatakan

bahwa indeks setana biodisel dari minyak kedelai berkisar antar 45,7-56,4. Indeks

setana dari biodisel minyak ikan adalah 50,9 lebih besar dari indeks setana

biodiesel komersial. Hal ini dikarenakan biodiesel minyak ikan mengandung

37,06% asam lemak jenuh yang mengakibatkan peningkatan indeks setana. Titik

nyala biodiesel minyak ikan adalah 103 dan lebih rendah dari titik nyala

biodiesel komersial. Hal ini kemungkinan dikarenakan biodiesel minyak ikan laut

masih terdapat kandungan metanol.

Bahan bakar cair dengan titik nyala yang tinggi dapat mencegah auto

ignition dan bahaya kebakaran pada suhu tinggi selama penyimpanan. Kuantitas

residu karbon yang dilepaskan setelah pembakaran dari biodiesel minyak ikan

adalah 0,76%. Adanya kotoran, abu, dan aditif dalam bahan bakar cair dapat

mempengaruhi kuantitas residu karbon setelah pembakaran. Pada saat

pembakaran, biodiesel minyak ikan menghasilkan residu karbon lebih banyak

dibandingkan biodiesel komersial, kemungkinan dikarenakan minyak ikan yang

terbuat dari soapstock yang memiliki kandungan kotoran berlebih. Biodiesel

komersial memiliki residu karbon yang rendah karena mengandung tingkat

oksigen elemental yang lebih tinggi dengan berat 9,63% wt, dibandingkan

biodiesel minyak ikan hanya 7,19% (Yuan Lin dan Rong JL 2008).

Page 21: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Aplikasi

Biodiesel merupakan alternatif yang paling dekat untuk menggantikan

bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena ia

merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di

mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan

infrastruktur sekarang ini.

Biodiesel digunakan sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk

mesin diesel. Biodiesel dapat diaplikasikan dalam bentuk 100% (B100) atau

dicampur dengan minyak solar pada tingkat konsentrasi tertentu (BXX), seperti

10% biodiesel dicampur dengan solar 90% yang dikenal dengan nama B10

(Hambali 2007). Biodiesel dari minyak ikan mempunyai kualitas yang dapat

dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Biodiesel dari minyak ikan

mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan biodiesel dari produk

tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan emisi gas buang yang kecil

dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan (Molin dan Ledebjer 2009).

Biodiesel dari limbah perikanan juga tidak memberi kan dampak terhadap

pencemaran lingkungan seperti pembentukan gas rumah kaca, photochemical

oksidasi, pembentukan hujan asam, dan perusakan lapisan ozon. Penelitian

Raheman dan Phadatare (2004) menunjukkan bahwa pengunaan biodiesel dan

campuran biodiesel dengan solar dapat mereduksi emisi CO dan oksida nitrogen.

Page 22: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

PENUTUP

Pemanfaatan limbah perikanan merupakan salah satu upaya yang

mendukung kegiatan Zero Waste. Selain dengan maksud untuk mengurangi

dampak pencemaran bau dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan, ternyata

dampak positif lain juga dihasilkan dari produknya, yaitu biodiesel yang

merupakan energi ramah lingkungan. Sumber utama limbah cair industri

perikanan adalah air proses (pencucian, sisa pemasakan dan pengepresan ikan)

yang mengandung banyak bahan organik terlarut, padatan tersuspensi dan terlarut,

nutrien, dan minyak. Limbah cair industri perikanan salah satunya adalah minyak

ikan. Proses pembuatan biodiesel terdiri dari tahap dehidrasi, esterifikasi dan

transesterifikasi. Pembuatan biodiesel dari limbah minyak ikan terdapat dua reaksi

yaitu, esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi biasanya dilakukan jika

minyak yang digunakan mengandung asam lemak bebas tinggi. Efisiensi proses

produksi biodiesel diperoleh dari reaksi kinetika dimana tetapan laju reaksi

transesterifikasi sangat tergantung pada suhu, katalis, dan intervensi lain.

Peningkatan suhu pada proses produksi biodiesel akan mengakibatkan tetapan laju

reaksi menjadi besar. Efisiensi proses produksi biodiesel diperoleh dari kinetika

reaksi di mana tetapan laju reaksi transesterifikasi sangat tergantung pada suhu,

katalis, dan intervensi lain. Minyak ikan dapat dimanfaatkan sebagai biodiesel

karena mengandung asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas secara

cepat terjadi karena adanya enzim lipase aktif pada saat proses pembuatan minyak

ikan menjadi biodiesel. Penggunaan limbah minyak ikan sebagai bahan

pembuatan biodiesel ini berpotensi untuk mengurangi biaya produksi. Biodiesel

dari minyak ikan mempunyai kualitas lebih baik dibandingkan dengan biodiesel

dari produk tumbuhan. Biodiesel dari minyak ikan menghasilkan emisi gas buang

yang kecil dibandingkan dengan biodiesel dari tumbuhan. Biodiesel dari limbah

perikanan juga tidak memberikan dampak terhadap pencemaran lingkungan.

Page 23: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

DAFTAR PUSTAKA Aro T, Tahvonenr, Mattilat, Nurmij, Sivonent, Kallioh. 2000. Effects of season

and processing on oil content and fatty acids of baltic herring (Clupea harengus membras). Jagric Food Chem. 48 (12) : 6085–93.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut jenis.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1 &id_subyek=17&notab=12. (8 November 2014).

Cherng-Yuan L dan Hsiu-An L. 2006. Diesel engine performance and emission characteristics of biodiesel produced by the peroxidation process. Fuel 85: 298-305.

Chiou B, El-Mashad HM, Avena-Bustillos RJ, Dunn RO, Bechtel PJ, McHugh TH. 2008. Biodiesel from waste salmon oil. Trans ASABE 51:797-802.

Costa JF, Almeida MF, Alvim-Ferraz MCM, Dias JM. 2013. Biodiesel production using oil from fish canning industry wastes. Energy Conversion and Management. 74 : 17–23

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM).2005. Pergeseran kebijakan energi akan menguntungkan Sumatera Selatan. http://dbm.djmbp.esdm.go.id/old/portaldpmb/modules/_news/news_detail.php?_id=1518. (8 November 2014).

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM).2010. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Produksi & spesifikasi, Produksi BBM, http://www.migas.esdm.go.id/. (8 November 2014).

Dias JM, Alvim-Ferraz MCM, Almeida MF. 2009. Production of biodiesel from acid waste lard. Bioresour Technol. 100:6355–61.

Dorado MP, E Ballesteros, JM Arnal, J Gomez, FJ Lopez. 2003. Exhaust emissions from a diesel engine fueled with transesterified waste olive oil. J Fuel 82:1311–1315.

El-Mashad H M, Zhang R, Avena-Bustillo R J. 2008. A two-step process for biodiesel production from salmon oil. Biosystems Engineering 99: 220 – 227.

Fan X and Burton R. 2009. Recent development of biodiesel feedstocks and the applications of glycerol: A review. Open Fuels Energy Sci. J. 2: 100-109.

FAO-Food and Agriculture Organization. 2006. The State of World fisheries and aquaculture. Rome.

FAO-Food and Agriculture Organization. 2008. Food outlook, global market analysis. Rome.

Fatmawati D dan Shakti PD. 2013. Reaksi metanolisis limbah minyak ikan menjadi metil ester sebagai bahan bakar biodiesel dengan menggunakan katalis NaOH. Jurnal Tekbologo Kimia dan Industri. 2(2) : 68-75.

Page 24: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Gerpen JV. 2005. Biodiesel processing and production. Fuel Process Technol 86:1097-107

Hambali 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.

Helwani Z, Othman MR, Aziz N, Fernando WJN, Kim J. 2009. Technologies for production of biodiesel focusing on green catalytic techniques. Fuel Process Technol 90:1502-14.

Irianto HE dan Giyatmi S. 2009. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Edisi 2. Penerbit Universitas Terbuka.

Kaban J dan Daniel. 2005. Sintesis n-6 etil ester asam lemak dari beberapa minyak ikan air tawar. Jurnal Komunikasi Penelitian 17 (2): 16–22.

Knothe G. 2005. Dependence of biodiesel fuel properties on the structure of fatty acid alkyl esters. Fuel Processing Technology 86: 1059– 1070.

Kusumaningsih T, Pranoto, Saryoso R. 2006. Making biodiesel from jatropha oil: effect of temperature and KOH concentration on the transesterification reaction based on base catalysts. Bioteknologi 3(1): 20-26.

Meher LC, Vidya Sagar D, Naik S N. 2006. Technical aspects of biodiesel production by transesterification: a review. Renewable and Sustainable Energy Reviews 10(3): 248–268.

Mittlebach M dan Remschmidt C. 2004. “Biodiesel The Comprehensive Handbook”. Vienna: Boersedruck Ges.m.bH.

Molin, J. and Ledebjer, S. 2009. Evaluation of Biodiesel as Heating Fuel. Linkopings Universitet, Linkoping, 14–17.

Piccolo, T. 2009. Framework analysis of fish waste for biodiesel production. www.aquaticbiofuel.com. (8 November 2014).

Raheman H dan Phadatare AG. 2004. Emissions and performance of diesel engine from blends of karanja methyl ester and diesel. http://earthbioenergy.com/Pongamia%20Biodiesel%201.pdf. (8 November 2014).

Rasyid A. 2003. Isolasi asam lemak tak jenuh omega 3 dari ikan lemuru. Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional. BPPT.

Reyes JF dan Sepulveda MA. 2006. PM-10 emissions and power of a Diesel engine fueled with crude and refined Biodiesel from salmon oil. Fuel 85: 1714-1719.

Rhesa P, Putraarni P, dan Mahfud. 2012. Pembuatan biodiesel secara batch dengan memanfaatkan gelombang mikro. Jurnal Teknik 1(1): 2301-9271

Soerawidjaja T. 2006. Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari TeknologiPembuatan Biodiesel. Seminar Nasional Biodiesel Sebagai Energi Alternatif Masa Depan Yogyakarta: UGM.

Susila IW. 2009. Pengembangan proses produksi biodiesel biji karet metode non-katalis “Superheated Methanol” pada tekanan atmosfir. Jurnal Teknik Mesin 11(2): 115–124.

Page 25: ENERGI: Pemanfaatan Limbah Cair Perikanan Menjadi Biodiesel

Utami TS, Arbianti R, Nur hasman D. 2007. Kinetika Reaksi Transesterifikasi CPO terhadap Mutu Methyl Palmitat dalam Reactor Tumpak. Seminar Nasional Fundamental dan Aplikasi Teknik Kimia. ITS, Surabaya.

Utomo B S B, Sugiyono N T N, Amini S, Wulandari P, Luthfi A, Kusumawati R, Nurbayasari R, Munifah I. 2009. Laporan Teknis Riset Pengembangan Bioenergi dari Hasil Perikanan. Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, BRKP, DKP, Jakarta.

Vicente G, Coteron A, Martinez M, Aracil J. 1998. Application of the factorial design of experiments and response surface methodology to optimize biodiesel production. Industrial Crops and Products 8(1), 29–35.

Widianto T N dan Utomo B S. 2010. Pemanfaatan minyak ikan untuk produksi biodiesel. Jurnal Squalen 5(1): 15-22.

Wiggers VR, Wisniewski Jr A, Madureira LAS, Barros AAC, Meier HF. 2009. Biofuels from waste fish oil pyrolysis: Continuous Production In A Pilot Plant. Fuel. 88:2135–41.

Wu YP, Huang HM, Lin YF, Huang WD, Huang YJ. 2014. Mackerel biodiesel production from the wastewater containing fish oil. Journal Energy 1-6.

Yuan Lin dan Rong JL. 2008. Fuel properties of biodiesel produced from the crude fish oil from the soapstock of marine fish. Fuel processing Technology 90:130–136.

Zhang Y, MA Dube, DD McLean, M Kates. 2003. Biodiesel production from waste cooking oil:1. process design and technological assessment. Bioresource Technology 89: 1–16.

Zheng D dan Hanna MA. 1996. Preparation and properties of methyl esters of beef tallow. Bioresource Technology 57: 137–142.