endometriosis
DESCRIPTION
endometriosisTRANSCRIPT
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. K.S
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Tanggal ke RSIJ : 27 November 2015
NO RM : 00 xx xx xx
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri haid sejak 5 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os datang dengan keluhan nyeri haid sejak 5 bulan yang lalu, os juga merakan nyeri ketika
berhubungan. Nyeri perut saat haid. Volume haid menjadi lebih banyak.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os pernah mengalami hal ini saat gadis, dan berlangsung sampai menikah saat ini. Os
memiliki riwayat sakit maag sejak tahun 2010. Os pernah dioperasi atas indikasi
Pembesaran Kelenjar Getah Bening pada tahun 2013
Riwayat penyakit jantung, Asma, Diabetes Melitus dan Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga mengeluhkan hal yang sama seperti Os.
1
Hipertensi (ayah), Diabetes Melitus, penyakit jantung, alergi dan Asma disangkal
Riwayat Pengobatan :
Os mengkonsumsi obat vicane 1x1 selama 5 bulan yang diresepkan oleh dokter
Riwayat Alergi :
Alergi obat, cuaca dan makanan disangkal oleh Os.
KETERANGAN TAMBAHAN:
Menikah: :pernikahan yang pertama, status masih menikah, menikah bulan mei
2015
Riwayat haid
Haid pertama kali : usia 13 tahun
Nyeri saat haid : sangat berat
Siklus haid : 5 hari
PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compes Mentis
Tanda vital :
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 88 x/menit
Respirasi 19 x/menit
Suhu 36,5 °C
2
Status generalis :
Kepala Normochepal, Rambut: alopecia (-)
Mata: conjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung: sekret (-)
Mulut: hiperemis (-), mukosa buccal basah,
erosi (-)
THT: tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher KGB: tidak teraba membesar, massa (-)
Terdapat sikatrik di collumna dextra
Thoraks Bentuk dan gerak simetris
VBS ka=ki, sonor, wheezing (-), rhonchi (-)
BJ murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi : Datar,
Auskultasi : Bising usus normal
Palpasi : hepatomegali (-), Splenomegali (-)
Perkusi : timpani
Ekstremitas Deformitas (-), udem (+), RCT < 2 dtk, akral hangat
3
Pemeriksaaan Penunjang:
21 november 2015
Pemeriksaan Hasil rujukan
Hemoglobin 12,1 11.7-15.5 g/dL
Jumlah leukosit 10.25 3.60-11.00 103/uL
Hematokrit 33 35-47 %
Jumlah Trombosit 245 150-440 103/uL
Eritrosit 3.96 3.80- 5.20 103/uL
MCV 83 80-100 fL
MCH 31 26-34 pg
MCHC 37 32-36 g/dL
Masa Perdarahan 2.30 1.00-3.00 menit
Masa Pembekuan 5.00 4.00-6.00 menit
Glukosa Darah Sewaktu 112 70-200 mg/dL
HbsAg Positif Negatif
Diagnosis :
Endometriosis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian endometriosis
Endometriosis merupakan kelainan ginekologik jinak yang sering diderita oleh
perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma
endometrium di luar letaknya yang normal.
2. Patofisiologi endometriosis
a. Teori refluks haid dan implantasi sel endometrium di dalam rongga peritoneum.
Hal ini pertama kali diterangkan oleh John Sampson (1921). Teori ini
dibuktikan dengan ditemukan adanya darah haid dalam rongga peritoneum
pada waktu haid dengan laparoskopi, dan sel endometrium yang ada dalam haid
itu dapat dikultur dan dapat hidup menempel dan berkembang pada sel mesotel
peritoneum.1
b. Teori koelemik metaplasia, dimana akibat stimulus tertentu terutama hormon,
sel mesotel dapat mengalami perubahan menjadi sel endometrium ektopik.
Teori ini terbukti dengan ditemukanny endometriosis pada perempuan
premenarke dan pada daerah yang tidak berhubunga langsung dengan refluks
haid seperti di rongga paru. Disamping itu, endometrium eutopik dan ektopik
adalah dua bentuk yang jelas berbeda, baik secara morfologi maupun
fungsioal.2
c. Penyebaran melalui aliran darah (hematogen) dan limfogen.3
d. Pengaruh genetik. Pola penurunan penyakit endometriosis terlihat berperan
secara genetik. Risiko menjadi 7 kali lebih besar bila ditemukan endometriosis
pada ibu atau saudara kandung.3
5
e. Patoimunologi
Reaksi abnormal imunologi yang tidak berusaha membersihkan refluks haid
dalam rongga peritoneum, akan memfasillitasi terjadinya endometriosis.
Apoptosis sel-sel endometrium ektopik menurun. Pada endometriosis
ditemukan adanya peningkatan jumlah makrofag dan monosit di dalam cairan
peritoneum, yang teraktivasi menghasilkan faktor pertumbuhan dan sitokin
yang merangsang tumbuhnya endometrium ektopik.
Dijumpai adanya peningkatan aktivitas aromatase intrinsik pada sel
endometrium ektopik menghasilkan estrogen lokal yang berlebihan, sedangkan
respons el endometrium ektopik terhadap progesteron menurun.
Peningkatan sekresi molekul neurogenik seperti nerve growth factor dan
reseptornya yang merangsang tumbuhnya saraf sensoris pada endometrium.
Peningkatan interleukin 1 (IL-1) dapat meningkatkan perkembangan
endometriosis dan merangsang pelepasan faktor angiogenik (VEGF), IL-6, IL-
8, dan merangsang pelepasan intercelular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang
membantu sel endometrium yang refluks ke dalam rongga periotenum terlepas
dari pengawasan imunologis. IL-8 meruakan suatu sitokin angiogenik yang
kuat. IL-8 merangsang perlengketan sel stroma endometrium ke protein matrix
ektraselular, meningkatkan aktivitas matrix metaloproteinase yang membanu
implantasi dan pertumbuhan endometrium ektopik.4
3. Diagnosis atau gejala klinis.1
a. Dismenorea
Nyeri haid yang disebabkan oleh reaksi peradangan akibat sekresi sitokin
dalam rongga peritoneum, akibat perdarahan lokal pada sarang endometriosis
dan oleh adanya infiltrasi endometriosis ke dalam saraf pada rongga panggul.
6
b. Nyeri pelvik
Akibat perlengketan, akan mengakibatkan nyeri pelvik yang kronis. Rasa nyeri
dapat menyebar jauh ke dalam panggul, punggung, dan paha dan bahkan
menjalar sampai ke rektum dan diare. Dua pertiga perempuan dengan
endometriosis mengalami rasa nyeri intermenstrual.
c. Dispareunia
Paling sering timbul terutama bila endometriosis sudah tumbuh di sekitar
kavum douglasi dan ligamentum sakrouerina dan terjadi perlengketan seingga
uterus dalam posisi retrofleksi.
d. Diskezia
Keluhan sakit buang air besar bila endomteriosis sudah tumbuh dalam dinding
rekto sigmoid dan terjadi hematokezia pada saat siklus haid.
e. Subfertilitas
Perlengektan pada ruang pelvis yang diakibatan endometriosis dapat
mengganggu pelepasan oosit dari ovarium atau menghambat perjalanan ovum
untuk bertemu dengan sperma.
4. Pemeriksaan
a. USG (Ultrasonografi)
USG hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis (kista
endomteriosis) > 1 cm, tidak dapat digunakan untuk melihat bintik-bintik
endometriosis ataupun perlengketan. Dengan menggunakan USG transvaginal
terlihat gambaran karakteristik kista endometriosis dengan bentuk kistik dan
adanya interval eko di dalam kista.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
7
MRI digunakan untuk melihat kista, masssa eksraperpitoneal, adanya invasi ke
uterus dan septum rektovagina.
c. Pemeriksaan serum CA 125
Serum CA 125 adalah petanda tumor yang sering digunakan pada kanker
ovarium. Pada endometriosis terdapat peningkatan kadar CA 125.
d. Bedah laparoskopi
Laparoskopi merupakan alat dagnostik baku emas untuk mendiagnosis
endometriosis. Lesi aktif yang baru berwarna merah terang, sedangkan lesi
aktif yang sudah lama berwarna merah kehitaman. Lesi nonaktif terlihat
berwarna putih dengan jaringan parut. Pada endometriosis yang tumbuh di
ovarium dapat terbentuk kista yang disebut endometrioma. Biasanya isinya
berwarna coklat kehitaman sehingga juga di beri nama kista coklat.
e. Pemeriksaan patologi anatomi
Didapatkan adanya kelenjar dan stroma endometrium.
5. Penatalaksanaan medis
a. Pengobatan simptomatik
Pengeobatan dengan memberikan analgesik paracetamol 500 mg 3 kali sehari,
NSAID seperti ibuprofen 400 mg 3 kali sehari, asam mefenamat 500 mg 3 kali
sehari. Tramadol, parasetamol dengan codein, GABA inhibitor sepeti
gabapentin.
b. Kontrasepsi oral
Penganganan terhadap endometriosis dengan pemberian pil kontrasepsi dosis
rendah. Kombinasi monofasik (sekali sehari selama 6-12 bulan) merupakan
pilihan pertama yang sering digunakan untuk menimbulkan kehamilan palsu
dengan timbulnua amenorea dan desidualisasi jaringan endometrium.
8
Kombinasi pil kontrasepsi apapun dalam dosis rendah yang mengandung 30-
35 mg etinilestradiol yang digunakan secara terus menerus dapat menjadi
efektif terhadap penanganan endometriosis. Tujuan pengobatan ini adalah
induksi amenorea, dengan pemberian berlanjut selama 6-12 bulan.
c. Progestin
Memiliki efek antiendometriosis dengan menyebabkan desidualisasi awal pada
jaringan endometrium dan diikuti dengangan atrofi. Progestin dianggap sebagai
pilihan uama terhadap penganganan endometriosis karena efektif mengurangi
rasa sakit seperti danazol.
Medroxyprogesteron acetate (MPA) adalah hal yang paling sering diteliti dan
sangat efektif dalam meringankan rasa nyeri. Dimulai dengan dosis 30 mg
perhari dan kemudian ditingkatkan sesuai dengan respons klinis dan pola
perdarahan. MPA 150 mg yang diberikan intramuskular setiap 3 bulan efektif
terhadap penanganan rasa nyeri pada endometriosis.
Pemberian suntikan progesteron depot seperti suntikan KB dapat membantu
mengurangi gejala nyeri dan perdarahan. Efek samping progestin adalah
peningkatan berat badan, perdarahan lucut, dan nausea. Strategi pengobatan
lain adalah didrigestero dosis 20-30 mg perhari (terus-menerus maupun pada
hari ke 5-25), dan lynestrenol dosis 10 mg perhari.
d. Danazol
Danazol merupakan turunan 17 alpha ethinyltestosteron yang menyebkan level
androgen dalam jumlah yang tinggi dan estrogen dalam jumlah byang rendah
sehingga menekan berkembangnya endometriosis dan timbu amenorea yang
diproduksi untuk mencegah implan baru pada uterus sampai ke rongga
peritoneal. Dosis 200 mg 2 kali sehari selama 6 bulan.
e. Gestrinon
9
Gestrinon adalah 19 nortesteron termasuk androgenik, antiprogastegenik, dan
antigonadotropik. Gastrinon bekerja sentral dan perifer untuk meningkatkan
kadar testosteron dan mengurangi kadar Sex Hormone Binding Globluline
(SHBG), menurnkan nilai serum
f. GnRHa (Gonadotropin Releasing Hormone Agonist)
GnRHa menyebabkan sekresi terus menerus FSH dan LH sehingga hipofisis
mengalami disintesisasi dengan menurunnya FSH dan LH mencapai keadaan
hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium tidak aktif sehingga tidak
terjadi siklus haid. GnRHa dapat diberikakn secara intramuskular, subkutan,
intranasal diberikan selama 6-12 bulan.
g. Aromatase inhibitor
Fungsinya menghambat perubahan C19 androgen menjadi C18 estrogen.
Aromatase P450 banyak ditemukan pada perempuan dengan gangguan organ
reproduksi seperti endometriosis, adenomiosis, dan mioma uteri.
6. Penanganan pembedahan
a. Pembedahan konservatif
Pembedahan ini bertujuan untuk mengankat semua sarang endometriosis dan
melepaskan perlengketan dan memperbaiki kembali struktur anatomi
reproduksi. Sarang endometriosis dibersihkan dengan eksisi, alasi kauter,
ataupun laser. Sementara itu kista endometriosis < 3 cm di drainase dan di
kauter dinding kista, kista > 3 cm dilalkukan kistektomi dengan meninggalkan
jaringan ovarium yang sehat.
b. Pembedahan radikal
Dilakukan dengan histerektomi dan bilateral salfingo-oovorektomi. Ditujukkan
pada perempuan yang mengalami penanganan medis ataupun bedah konservatif
gagal dan tidak membutuhkan fungsi reproduksi. Setelah pembedahan radikal
diberikan terapi substitusi hormon.10
c. Pembedahan simptomatis
Dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri dengan presacral neuroctomy atau
LUNA (Laser Uterosacral Nerve Ablataion).
7. Prognosis
Endometriosis sulit disembuhkan kecuali perempuan sudah menopause. Setelah
diberikan penanganan bedah konservatif, angka kesembuhan 10-20% per tahun.
Endometriosis sangat jarang menjadi ganas.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Speoff L, Fritz, MA. Clinical Gynecology Endokrinolgy and Fertility. Seventh
edition, Philadelphia : 2005 : 1125-1130.
2. D’hooge MT, Hill AJ. Endometriosis in, Berek JS, Adashi EY, Hillard PA (ed),
Norvak’s Gynecology 12th edition. Pensylvania: Williams & Wilkins, 1996 : 887-
905
3. Mahmood TA, TempletonA. Prevalence and Genesis of Endometriosis. Hum
Reprod 1991; 6:544-9
4. Hadisaputra W. Tinjauan Perangai Imunopatobiologi sebagai modalitas baru untuk
menegakkan diagnosis endometriosis tanpa visualisasi laparoskopi (kajian pustaka)
: Maj Obstet Ginekol Indones 2005; 29: 16-25
12