endometriosis

50
BAB 1 PEMBUKAAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Kesehatan reproduksi berperhatian pada upaya membebaskan individu dari segala kemungkinan gangguan kesehatan karena menggunakan cara-cara pencegahan kehamilan, gangguan kesehatan karena kehamilan. Atau dapat dirinci sebagai berikut : aman dari kehamilan yang tidak dikehendaki, terlindung dari praktik reproduksi yang berbahaya, bebas memilih kontrasepsi yang cocok, memiliki akses informasi juga akses terhadap perawatan kehamilan dan pelayanan persalinan yang aman, serta akses terhadap pengobatan dan kemandulan. Beberapa kasus-kasus gynecologi yang sangat berperan dalam sisterm reproduksi wanita antara lain adanya kelainan atau patologi dari system reproduksi itu sendiri, seperti gangguan haid, endometriosis, adanya tumor jinak maupun ganas, dan masih banyak yang 1

Upload: alif-fakhrurrozi

Post on 24-Nov-2015

58 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

endometriosis adalah

TRANSCRIPT

BAB 1

PEMBUKAAN

1.1 Latar BelakangKesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan aman. Kesehatan reproduksi berperhatian pada upaya membebaskan individu dari segala kemungkinan gangguan kesehatan karena menggunakan cara-cara pencegahan kehamilan, gangguan kesehatan karena kehamilan. Atau dapat dirinci sebagai berikut : aman dari kehamilan yang tidak dikehendaki, terlindung dari praktik reproduksi yang berbahaya, bebas memilih kontrasepsi yang cocok, memiliki akses informasi juga akses terhadap perawatan kehamilan dan pelayanan persalinan yang aman, serta akses terhadap pengobatan dan kemandulan.

Beberapa kasus-kasus gynecologi yang sangat berperan dalam sisterm reproduksi wanita antara lain adanya kelainan atau patologi dari system reproduksi itu sendiri, seperti gangguan haid, endometriosis, adanya tumor jinak maupun ganas, dan masih banyak yang lainnya. Melalu penulisan makalah ini, penulis bermaksud menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan kasus gynekologi yang rentan atau bahkan sering dialami oleh sebagian besar wanita.1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme nyeri yang timbul pada endometriosis ?

2. Apa saja gejala, factor risiko, dan stadium klinik serta terapi pada kasus Ca Endometrium ?

3. Bagaimanakah tatalaksana wanita infertile dengan endometriosis/ endometrioma ?

4. Apa saja macam-macam leiomyoma berdasarkan lokasinya, gejala yang ditimbulkan, serta alternative pengobatannya ?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan bagaimana mekanisme nyeri yang timbul pada endometriosis 2 Menjelaskan apa saja gejala, factor risiko, dan stadium klinik serta terapi pada kasus Ca Endometrium 3 Menjelaskan bagaimanakah tatalaksana wanita infertile dengan endometriosis/ endometrioma 4 Menjelaskan apa saja macam-macam leiomyoma berdasarkan lokasinya, gejala yang ditimbulkan, serta alternative pengobatannya 4.1 Manfaat

Penyusunan makalah ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan pengetahuan mengenai kontrasepsi non hormonal. Secara praktis makalah ini berguna bagi:

1. penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan keilmuan di bidang kebidanan khususnya tentang kasus-kasus gynecologi yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi wanita.2. pembaca / dosen, sebagai media informasi dalam pembuatan makalah

BAB 2

ISI

2.1 Mekanisme Nyeri yang Timbul pada EndometriosisEndometriosis merupakan penyakit di bidang ginekologi yang sampai saat ini sering dijumpai. Menurut European Society for Human Reproduction and Embriology (ESHRE) definisi penyakit endometriosis itu sendiri adalah adanya jaringan seperti endometrium berada diluar kavum uteri yang bisa menyebabkan reaksi inflamasi kronis (ESHRE, 2006). Endometriosis adalah radang yang terkait dengan hormon estradiol/estrogen berupa pertumbuhan jaringan endometrium yang disertai perambatan pembuluh darah, hingga menonjol keluar dari rahim (pertumbuhan ectopic) dan menyebabkan pelvic pain (Guohua Zhang).

Definisi lain tentang endometriosis yaitu terdapatnya kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium pada tempat-tempat di luar rongga rahim. Implantasi endometrium bisa terdapat pada ovarium, ligamentum latum, kavum douglas, tuba fallopii, vagina, serviks, kelenjar limfa, paru-paru, dan pusat (Rayburn, 2001).

Biasanya endometriosis terbatas pada lapisan rongga perut atau permukaan organ perut. Endometrium yang salah tempat ini biasanya melekat pada ovarium (indung telur), tuba fallopii, dan ligamen penyokong rahim. Endometrium juga bisa melekat pada lapisan luar usus halus dan usus besar, ureter (saluran yang menghubungan ginjal dengan kandung kemih), kandung kemih, vagina, rectum, jaringan parut di dalam perut atau lapisan rongga dada. Kadang jaringan endometrium tumbuh di dalam paru-paru.

Secara umum Mekanisme terjadinya nyeri pada endometriosis diakibatkan karena implan endometriosis mengakibatkan peradangan lokal yang mengiritasi ujung syaraf dan mengirimkan rangsangan noxious sepanjang jalur medula spinalis ke susunan syaraf pusat yang dirasakan oleh pasien sebagai perasaan terbakar, nyeri tumpul, nyeri tajam, seperti ditusuk dan kram. Reaksi peradangan lokal diperantarai oleh meningkatnya produksi sitokin dan prostaglandin yang berasal dari lesi endometriosis dan sel-sel sistim imun. Substansi ini juga merangsang perkembangan jaringan parut dan nodul sekeliling lesi yang akan menekan syaraf prifer mengakibatkan gejala nyeri dan menunjukkan neropati perifer. Gejala nyeri biasanya timbul ketika nodul tertekan saat pemeriksaan bimanual atau saat bersenggama. Kista coklat mungkin akan menekan organ lain pada pelvik mengakibatkan nyeri dan penekanan selama berkemih atau pergerakan usus. Karena meningkatnya sitokin sistemik dan prostaglandin oleh sel-sel sistem imun pada sirkulasi darah, banyak perempuan merasakan demam, nyeri dan perasaan kejang pada tubuhnya, mual, muntah, dan diare ketika haid. Secara umum sakit dapat terjadi pada organ lain selain organ pelvik perempuan, di fihak lain implan endometriosis tidak biasanya asimtomatik. Walaupun beberapa pasien mungkin dapat memantau sendiri apakah ada hubungannya antara nyeri dengan beberapa fungsi tubuh, dan aktivitas fisik yang mengarah ke organ tertentu, tetapi pada keadaan ini beberapa pemeriksaan diagnosis dan konsultasi dengan spesialis lain diperlukan untuk menentukan apakah penyebab sakit tersebut endometriosis atau bukan (organ lain). Jika tetap penyebab sakit tidak jelas maka penekanan ovarium oleh obat tertentu seperti DepotLupron dapat membantu membedakan nyeri apakah diakibatkan oleh endometriosis atau bukan. Telah dipercaya bahwa endometriosis tumbuh subur dalam pengaruh estrogen. Salah satu tujuan terapi endometriosis yaitu membuat kondisi hipoestrogen akan mengakibatkan lesi endometriosis atropi, sehingga kejadian nyeri berkurang.

Pada tahap awal endometriosis, pelepasan dari mediator nyeri seperti prostaglandin, bradikinin, interlaukin dan beberapa produk inflamasi dari makrofag yang berasal dari implantasi jaringan endometrium menyebabkan nyeri yang mengganggu reseptor nyeri pada pelvis. Pada tahap selanjutnya, infiltrasi endometriosis menyebabkan kompresi mekanikal langsung dari nosiseptor, khususnya terletak pada ligamen uterosacral. Selain itu, fibrosis, hiperplasia otot dan jaringan parut sekitar tempat implantasi endometriosis dapat menyebabkan iskemik yang menyebabkan nyeri. Reseptor nyeri tipe C, ditemukan di endometrium dan organ viseral, yang dapat distimuli dengan stimulus kimiawi dan mekanik. Invasi jaringan endometrium yang tertanam pada jaringan yang di bawahnya dapat menyebabkan gangguan mekanis pada serabut saraf ini yang menyebabkan nyeri atau respon inflamasi lokal yang juga memberikan efek pada reseptor ini. Sejak awal abad ke-20, nyeri pada endometriosis merupakan aspek yang menarik perhatian para peneliti. Hingga kini, ditemukan berbagai variasi nyeri pada endometriosis. Dengan kata lain, belum ditemukan satu sifat nyeri yang patognomonik untuk endometriosis. Lebih jauh, ternyata tidak ditemukan pula hubungan yang jelas antara nyeri dan tingkat penyakit. Salah satu dampak hal ini adalah terjadinya keadaan yang disebut sebagai diagnostic delay.Ballard dkk, menemukan bahwa persepsi nyeri endometriosis yang paling sering dikemukakan pasien adalah jenis throbbing, gnawing, dan dragging pada tungkai. Wanita dengan lesi endometriosis dalam lebih cenderung mengalami nyeri rektal tajam dan perasaan tertarik pada bagian bawah dibandingkan dengan lesi endometriosis superi sial. Walaupun demikian, intensitas nyeri maupun area nyeri individual ternyata tidak berkaitan dengan diagnosis secara bedah. Beberapa mekanisme yang diduga sebagai penyebab nyeri pada endometriosis adalah:

a. Produksi zat-zat, seperti prostaglandin, growth factors, dan sitokin dari makrofag yang teraktivasi, juga sel-sel yang berkaitan dengan implan endometriosis.

b. Efek langsung dan tidak langsung dari perdarahan aktif pada implan endometriosis.c. Iritasi atau invasi serabut saraf dasar panggul.Beberapa wanita dengan endometriosis masih asimtomatik (tidak menampakkan gejala tertentu). Dirilis dalam sebuah artikel emedicine.medscape, dikatakan bahwa sebagian besar gejala umum yang sering dijumpai pada penderita endometriosis adalah sebagai berikut:

a. Dismenore (Nyeri saat menstruasi)

b. Perdarahan yang tidak teratur

c. Nyeri panggul

d. Nyeri perut bagian bawah dan nyeri punggung

e. Nyeri saat berhubungan seksual

f. Nyeri saat defekasi, diare atau bahkan sembelit saat menstruasi

g. Kembung, mual, dan muntah

h. Nyeri inguinal (selangkangan)

i. Nyeri saat buang air kecil

j. Nyeri saat berolahraga

k. InfertilDari penelusuran berbagai kepustakaan, ada beberapa hal penting yang ternyata dapat membantu memahami proses terjadinya nyeri pada endometriosis. Lebih lanjut, berbekal pemahaman tersebut, prinsip-prinsip dasar penanganan nyeri pada endometriosis dapat lebih mudah dipahami. Berikut akan dipaparkan berbagai bukti terkait patoi siologi praktis serta prinsip solusinya. Perlu diingat bahwa penanganan secara lebih mendetail bergantung pada pedoman yang berlaku di setiap institusi. Namun, prinsip pemahamannya adalah sama.2.1.1 Bukti Pertama: Estrogen memengaruhi

Lesi endometriosis Beberapa peneliti mengemukakan bahwa lingkungan estrogen-dominan merupakan syarat untuk tumbuhnya lesi endometriosis. Telah diketahui bahwa estradiol merupakan bentuk terkuat estrogen dibandingkan estron dan estriol. Estradiol disintesis melalui aktivitas enzim 172-hidroksisteroid dehidrogenase (17B2HSD) yang mengonversi estron menjadi estradiol. Sebenarnya, aktivitas enzim ini bersifat bolak-balik dengan tujuan menyeimbangkan sintesis estron dan estradiol. Ternyata, pada lesi endometriosis, diketahui bahwa konversi estron menjadi estradiol lebih dominan. Dengan demikian, estradiol banyak didapatkan pada lesi endometriosis, yang selanjutnya akan memengaruhi respons imun dan sintesis prostaglandin. Peran prostaglandin akan dibahas lebih lanjut pada bukti kedua. Sintesis estrogen amat dipengaruhi oleh enzim aromatase. Aktivitas aromatase sendiri amat dipengaruhi oleh kerja enzim siklooksigenase-2 (COX-2). Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwa ekspresi enzim aromatase pada jaringan endometrium ektopik penderita endometriosis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Demikian pula ekspresi enzim aromatase pada implan endometriosis, terutama pada lesi berwarna merah. Mengingat enzim COX-2 merupakan enzim utama dalam sintesis prostaglandin, hal ini dipandang sebagai suatu mekanisme terbentuknya lingkaran proses timbulnya nyeri pada endometriosis.

Solusi: Turunkan pengaruh estrogen

Menurunkan pengaruh estrogen dapat dilakukan dengan meniru kondisi menopause (menggunakan agonis GnRH), menekan proses menstruasi hingga timbul amenorea (menggunakan danazol), dan menciptakan kondisi seperti saat hamil (pseudopregnancy, menggunakan progestin atau kombinasi estrogen-progestin). Masing-masing cara mempunyai keunggulan dan kelemahan tersendiri.2.1.2 Bukti Kedua: Inflamasi meningkat

Beberapa mediator radang ternyata meningkat aktivitasnya pada lesi-lesi endometriosis. Salah satu mediator radang yang penting adalah prostaglandin. Prostaglandin dipandang sebagai penyebab nyeri yang penting dalam pathogenesis endometriosis. Prostaglandin E2 dan F2 diketahui diproduksi secara berlebih di uterus dan jaringan endometrium penderita endometriosis. Sifat vasokonstriktif dan kemampuan prostaglandin F2 untuk menimbulkan kontraksi berperan dalam timbulnya dismenorea. Lebih jauh, prostaglandin E2 mempunyai sifat dapat merangsang nyeri secara langsung. Dengan melihat karakteristik tersebut, dapat dipahami bahwa peningkatan kedua zat tersebut akan merangsang timbulnya nyeri pada endometriosis.Produksi prostaglandin E2 secara berlebih pada inl amasi melalui rangkaian kerja berbagai enzim merupakan salah satu konsep penting dalam patogenesis nyeri. Sel stroma lesi endometriosis menghasilkan prostaglandin E2 dalam jumlah banyak, yang selanjutnya menginduksi sintesis estradiol lokal dan nyeri panggul. Ekspresi enzim COX-2 meningkat pada lesi endometriosis dibandingkan dengan ekspresi serupa pada sel stroma endometrium normal. Lebih jauh, ekspresi enzim prostaglandin sintase juga meningkat pada lesi endometriosis. Dengan demikian, keterpaduan kedua enzim tersebut menyebabkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 pada lesi endometriosis. Selain hal tersebut, terdapat beberapa zat juga yang meningkatkan aktivitas enzim COX-2 serta sintesis prostaglandin E2. Interleukin-1, vascular endothelial growth factor (VEGF), estradiol, bahkan prostaglandin E2 sendiri berperan penting dalam proses tersebut.

Solusi: Anti inflamasi

Anti inflamasi non-steroid (AINS) merupakan pilihan yang cukup populer dalam penanganan nyeri pada endometriosis. AINS terbukti efektif untuk mengatasi dismenorea primer. Namun, pada sebuah metaanalisis, belum didapatkan bukti bahwa AINS (dalam hal ini, naproksen) efektif mengatasi dismenorea sekunder akibat endometriosis. Lebih lanjut, belum ditemukan pula bukti bahwa satu jenis AINS lebih unggul dibanding lainnya. Walaupun demikian, penggunaan AINS merupakan langkah awal yang rasional dalam penanganan nyeri akibat endometriosis.2.1.3 Bukti Ketiga: Terdapat serabut saraf di dekat lesi endometriosis

Selain kaitannya yang erat terhadap aspek hormonal dan inl amasi, terdapat bukti-bukti bahwa serabut saraf berperan penting terhadap timbulnya nyeri pada endometriosis. Lesi endometriosis ternyata berinteraksi dengan serabut saraf, dan timbul beberapa jenis nyeri pada endometriosis. Nyeri tersebut adalah nyeri nosiseptif, nyeri akibat inl amasi, neuropatik, psikogenik, idiopatik, dan campuran. Dalam ulasannya, Howard mengemukakan bahwa nyeri nosiseptif, inflamasi, dan neuropatik merupakan tipe nyeri terpenting dalam endometriosis. Pada tahap awal endometriosis, pelepasan mediator, seperti prostaglandin, interleukin, dan produk-produk makrofag lainnya akan menyebabkan rangsang nyeri yang mengubah sifat nosiseptif serabut saraf pelvis. Pada tahap lanjut, ini ltrasi lesi endometriosis akan menyebabkan kompresi mekanis pada serabut saraf, terutama di sekitar ligamen uterosakral. Lebih jauh, fibrosis dan hiperplasia otot polos di sekitar lesi endometriosis juga menyebabkan terjadinya iskemia yang memperberat nyeri.Untuk dapat menyebabkan nyeri nosiseptif, harus terdapat serabut nosiseptor pada atau di dekat lesi endometriosis sehingga lesi endometriosis dapat berperan sebagai pencetus rangsang nyeri. Tokushige dkk, menemukan bahwa kerapatan serabut saraf pada lesi endometriosis peritoneal disertai nyeri adalah 6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada wanita tanpa endometriosis. Demikian pula Wang dkk, menemukan serabut-serabut saraf yang lebih banyak pada lesi endometriosis dalam (deep ini ltrating endometriosis). Selanjutnya, untuk timbulnya nyeri, serabut-serabut nosiseptif tersebut harus mendapat rangsangan dari zat-zat nosiseptor. Beberapa zat nosiseptor biasanya bersifat mediator radang, sehingga dengan memandang bahwa endometriosis merupakan suatu kondisi inl amasi, dapat dipahami bahwa mediator-mediator yang dibentuk oleh endometriosis akan merangsang serabut nosiseptif untuk menghantarkan nyeri.

Syarat utama terjadinya nyeri neuropatik adalah terjadinya jejas pada serabut saraf. Anaf dkk menemukan bahwa populasi sel mast lebih tinggi pada lesi endometriosis dibandingkan dengan populasi serupa di tempat yang jauh dari lesi endometriosis, demikian pula populasi sel mast yang telah mengalami degranulasi. Lebih jauh, populasi sel mast tersebut ternyata berada dekat dengan serabut saraf di sekitar lesi endometriosis. Diketahui pula bahwa dalam granula sel mast terkandung nerve growth factor (NGF) yang berfungsi merangsang pertumbuhan nosiseptor dan penambahan serabut saraf.Solusi: Jauhkan lesi endometriosis dari serabut saraf

Maksud menjauhkan adalah mengupayakan lesi endometriosis agar tidak berada dekat dengan serabut saraf. Inilah prinsip terapi bedah dalam endometriosis, terutama pada lesi-lesi superi sial di peritoneum. Proses pengangkatan atau destruksi lesi diharapkan dapat menghilangkan kedekatan lesi tersebut dengan serabut saraf.2.1.4 Nyeri Akibat Endometriosis1. Endometriosis patut dicurigai sejak dini pada wanita usia reproduksi yang mengalami nyeri perut bawah hingga terbukti bukan endometriosis

2. Keterlambatan diagnosis pada endometriosis dihitung sejak adanya gejala dilaporkan mencapai 7-12 tahun

3. Mekanisme nyeri pada endometriosis hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, namun diduga berhubungan dengan proses peradangan kronis dan perlengketan organ yang terjadi

4. Tingkat keparahan nyeri pada endometriosis tidak selalu berbanding lurus dengan beratnya endometriosis yang tampak saat laparoskopi

5. Beratnya nyeri pada endometriosis diduga berhubungan dengan pembentukan serabut saraf pada jaringan endometriosis serta diperberat oleh perubahan persepsi nyeri pada penderita tersebut

6. Semakin banyak ujung serabut saraf penghantar nyeri yang terangsang akibat ednometriosis atau semakin rendah ambang nyeri seseorang, makin hebat rasa nyeri yang dirasakan

7. Nyeri yang berlangsung lama dan terus menerus akan semakin sulit diobati karena telah terjadi perubahan persepsi nyeri di otak

8. Jenis nyeri pada endometriosis dapat berupa : nyeri saat haid (siklik), nyeri saat berhubungan seksual, nyeri saat berkemih, nyeri saat buang air besar, nyeri panggul belakang dan perut bagian bawah, nyeri kronik (tidak siklik, berlangsung paling tidak 6 bulan)

9. Pada keadaan yang lebih berat nyeri yang terjadi dapat merambat ke kaki, terjadi perdarahan saat buang air besar bila haid, perdarahan saat berkemih bila haid, atau sesak napas dan batuk darah saat haid.

10. Lokasi nyeri pada endometriosis sering berhubungan dengan lokasi anatomi endometriosisnya

11. Adanya keluhan nyeri saat berhubungan seksual, nyeri saat berkemih, nyeri saat buang air besar yang terjadi saat haid menunjukkan kemungkinan terdapatnya endometriosis tipe endometriosis dalam

12. Untuk menghilangkan keluhan nyeri, secara sederhana dapat dilakukan dengan dua cara: membuang semua susukan (implan) endometriosis yang ada, atau memotong jalur penghantar nyeri ke otak2.2 Gejala, Faktor Risiko, Stadium Klinik, dan Terapi pada Ca Endometrium2.2.1 Tanda dan Gejala Klinis

a. Perdarahan dari kemaluanPerdarahan abnormal seperti metroragia dapat terjadi pada 80-90% wanita pasca menopause yang mengalami perdarahan menunjukkansuatu kasinoma endometrium.b. Kram perut bagian bawah dan nyeri sekunder terhadap kontraksi uterus yangdisebabkan oleh detritus dan darah terperangkap pada servikal yang stenosis (hematometra).c. Keputihand. Pembesaran abdomen dan gejala penekanan kandung kemih dan rectum.2.2.2 Faktor Risiko

a. Obesitas

b. Obesitas berhubungan dengan terjadinya peningkatan resiko karsinoma endometrium sebesar 20-80%. Wanita yang mempunyai kelebihan berat badan 11-25 kg mempunyai peningkatan resiko 3 kali dan 10 kali pada wanita yang mempunyai kelebihan berat badan lebih 25 kg.

c. Nulliparitas

d. Pada wanita nulipara dijumpai peningkatan resiko sebesar 2-3 kali.

e. Diabetes mellitus

f. Didapati peningkatan resiko sebesar 2,8 kali pada wanita penderita diabetes mellitus untuk terjadinya karsinoma endometrium

g. Hipertensi

h. Sebesar 25-75% penderita karsinoma endometrium mengidap hipertensi

i. Esterogen eksogen

j. Pada wanita menopause yang mengkonsumsi esterogen eksogen akan terjadi peningkatan resiko karsinoma sebesar 4,5-13,9 kali. Paparan eksogen jangka panjang dapat pula memicu hiperplasia endometrium dan kanker endometrium

k. Late menopause

l. Wanita yang menopausesesudah umur 52 tahun akan terjadi peningkatan resiko sebesar 2,4 kali untuk terjadinya karsinoma endometrium. Disamping endometrium dapat terjadi pada wanita pramenopausedengan siklus haid yang tidak teratur.

m. Merokok

n. Terjadi penurunan resiko karsinoma endometrium sebesar 30% pada wanita perokok

o. Genetik

p. Hereditary nonpolypous colorectal cancer (HNPCC) merupakan kondisi dengan resiko besar (mendekati 40%) terhadap kersinoma endometrium2.2.3 Stadium Klinis

a. The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO), 2008 staging system for carcinoma of corpus uteri is as follows: 1) Stage IA* - No or less than half myometrial invasion

2) Stage IB* - Invasion equal to or more than half of the myometrium

3) Stage II* - Tumor invades cervical stroma but does not extend beyond the uterus**

4) Stage III - Local and/or regional spread of the tumor

5) Stage IIIA* - Tumor invades the serosa of the corpus uteri and/or adnexa

6) Stage IIIB* - Vaginal metastasis and/or parametrial involvement

7) Stage IIIC* - Metastases to pelvic and/or para-aortic lymph nodes

8) Stage IIIC1* - Positive pelvic nodes

9) Stage IIIC2* - Positive para-aortic lymph nodes with or without positive pelvic nodes

10) Stage IV* - Tumor invasion of bladder and/or bowel mucosa and/or distant metastases

11) Stage IVA* - Tumor invasion of bladder and/or bowel mucosa

12) Stage IVB* - Distant metastases, including intra-abdominal and/or inguinal lymph node

13) Cases of carcinoma of the corpus should be classified (or graded) according to the degree of histologic differentiation. The histopathology and degree of differentiation is as follows:

a) Class G1 - Nonsquamous or nonmorular solid growth pattern of 5% or less

b) Class G2 - Nonsquamous or nonmorular solid growth pattern of 6-50%

c) Class G3 - Nonsquamous or nonmorular solid growth pattern of more than 50% d) Either G1, G2, or G3

**Endocervical glandular involvement only should be considered as Stage I and no longer as Stage II. Positive cytology has to be reported separately without changing the stage2.2.4 Penatalaksanaan Ca EndometriumPasien dengan kanker endometrium ditatalaksana berupa histerektomi saja atau histerektomi dengan radiasi pascabedah. Pada stadium dini, dengan deferensiasi yang baik cukup dilakukan histerektomi total dan salpingektomi bilateral.

Stadium I-II dilakukan histerektomi radikal, salfingektomi bilateral, deseksi kelenjar getah bening pelvis, sedangkan pada stadium III dan IV: operasi dilanjutkan dengan radiasi atau kemoterapi

2.3 Tatalaksana Wanita Infertil dengan Endometriosis

Infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan satu pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi selama 1-2 tahun. Empat puluh persen infertilitas disebabkan oleh faktor perempuan, 30 persen disebabkan faktor sperma dan sisanya merupakan kombinasi faktor perempuan dan sperma serta faktor idiopatik.

Penanganan infertilitas yang tepat harus dilakukan sesuai dengan faktor penyebabnya. Gangguan ovulasi, endometriosis dan oklusi tuba fallopii merupakan penyebab utama faktor perempuan sedangkan faktor sperma terutama terkait jumlah dan motilitasnya. Karena itu untuk mengetahui penyebab infertilitas perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang terarah.2.3.1 AnamnesisTiga faktor utama yang paling berperan dalam infertilitas yaitu umur perempuan, lama infertilitas dan jenis infertilitas (primer atau sekunder). Umur perempuan merupakan parameter terpenting yang berbanding terbalik dengan fekunditas, terutama disebabkan oleh penurunan kualitas dan kuantitas oosit. Penelitian Collins dkk membuktikan bahwa kemungkinan kehamilan 1.49 kali lebih besar bila lama infertilitas < 3 tahun (CI = 1.23-1.80). Sedangkan pasangan dengan keluhan infertilitas sekunder memiliki risiko relatif untuk hamil sebesar 1.38 kali lebih besar (CI = 1.12-1.68) dibandingkan pasangan dengan keluhan infertilitas primer serta waktu untuk hamil 51-80% lebih cepat.

Faktor lain yang perlu diketahui adalah adanya riwayat laparotomi yang dapat berperan dalam perlengketan pelvik (risiko relatif 4.4 ; CI = 3.4-6.5). Kebiasaan merokok juga dapat menurunkan fekunditas dan keberhasilan program teknologi reproduksi berbantu (TRB).

Anamnesis yang lengkap dapat menyingkirkan kemungkinan faktor etiologi infertilitas yaitu gangguan ovulasi (lama dan keteraturan siklus haid), oklusi tuba fallopii (riwayat operasi sebelumnya) dan endometriosis (dismenorea dan dispareunia).2.3.2 Pemeriksaan FisikPemeriksaan pada perempuan meliputi tinggi badan, berat badan, skor hirsutisme dan organ ginekologi (menggunakan ultrasonografi transvaginal). Tanda klinis endometriosis, nyeri, dan kelainan uterus / ovarium harus disingkirkan. Pasangan laki-laki harus dilakukan pemeriksaan vas deferens, epididimis, testis untuk menyingkirkan kemungkinan varikokel (terutama bila analisis sperma tidak normal).2.3.3 Deteksi OvulasiPerempuan yang memiliki siklus haid normal, 95% mengalami ovulasi dan dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan progesteron pada fase luteal madya. Pemeriksaan lendir serviks, LH urin dan suhu basal bifasik memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang rendah dalam mendeteksi ovulasi.

Pada perempuan dengan keluhan oligomenorea perlu dilakukan pemeriksaan hormon prolaktin dan gonadotropin untuk mengetahui penyebab gangguan ovulasi- nya. Pada perempuan usia reproduksi, sindro ovarium polikistik (SOPK) merupakan penyebab terbesar gangguan ovulasi.2.3.4 Uji pasca SanggamaPemeriksaan ini hanya memiliki sensitifitas 9-71% dan spesifisitas 62100% dalam kasus infertilitas karena itu tidak dianjurkan lagi untuk dilakukan. Uji pasca sanggama hanya membuktikan bahwa pasangan yang menjalani pemeriksaan telah melakukan hubungan seksual sebelumya.2.3.5 Analisis SpermaVariasi hasil pemeriksaan sperma pada individu yang sama menyebabkan kelainan sperma harus didasarkan minimal atas 2 kali pemeriksaan. Pemeriksaan antibodi anti sperma tidak dianjurkan mengingat tidak ada bukti kuat yang mendukung kepentingan pemeriksaan ini terhadap penanganan infertilitas. Bila dijumpai hasil analisis sperma tidak normal, maka perlu dikonfirmasi pemeriksaan klinis pasangan laki-laki (ukuran testis, ada/tidak varikokel, hormon laki-laki terutama FSH dan testosteron).

2.3.6 Pemeriksaan Tuba FallopiiBaku emas patensi tuba fallopii adalah laparoskopi kromotubasi sedangkan penapisan dapat dilakukan dengan histerosalpingografi (HSG) dengan tingkat sensitifitas 83% dan spesifisitas 65%. Pasien dengan risiko penyakit tuba dan rongga pelvik dapat dianjurkan untuk langsung menjalani pemeriksaan laparoskopi.

Saat ini pemeriksaan saline infusion sonohysterography dibandingkan dengan HSG dan memberikan hasil yang cukup baik untuk menilai patensi tuba fallopii. Pemeriksaan antibodi terhadap Chlamydia tidak memiliki hasil yang cukup baik untuk mendeteksi infertilitas karena faktor tuba.2.3.7 Histeroskopi dan laparoskopiTindakan laparoskopi hanya dilakukan atas indikasi:

1. Pemeriksaan HSG abnormal

2. Ditemukan adanya hidrosalping

3. Endometriosis2.3.8 PenangananPenanganan infertilitas pada prinsipnya didasarkan atas 2 hal yaitu:

1. Mengatasi faktor penyebab/etiologi2. Meningkatkan peluang untuk hamilTindakan untuk mengatasi faktor penyebab infertilitas misalnya adalah dengan melakukan induksi ovulasi (pada kasus anovulasi), reanastomosis tuba (oklusi tuba fallopii) dan pemberian obat-obatan secara terbatas pada kasus faktor sperma. Namun seringkali tindakan mengatasi faktor penyebab memberikan hasil yang tidak efektif karena itu berbagai metoda dikembangkan untuk meningkatkan peluang satu pasangan mendapatkan kehamilan, seperti stimulasi ovarium, inseminasi dan fertilisasi in vitro.2.3.9 Gangguan ovulasiKasus terbanyak gangguan ovulasi pada perempuan usia reproduksi adalah sindrom ovarium polikistik (SOPK).

1. Lini pertama induksi ovulasi: klomifen sitrat (KS). Resisten klomifen sitrat: pemberian KS sebanyak 3 siklus (dosis maksimal 150 mg/hari, tetap tidak terjadi ovulasi). Gagal klomifen sitrat: pemberian KS, terjadi ovulasi selama 3-6 siklus, tetapi tidak terjadi kehamilan

2. Lini kedua: gonadotropin atau laparoskopi ovarian drilling (LOD)

3. Lini ketiga: fertilisasi in vitro2.3.10 Faktor sperma1. Karakteristik sperma tidak terkait langsung dengan laju kehamilan

2. Tidak terdapat bukti cukup kuat bahwa pengobatan varikokel memberikanhasil yang baik terhadap terjadinya kehamilan

3. Pemberian vitamin, anti oksidan dan carnitine tidak memiliki bukti cukupkuat terhadap kualitas sperma2.3.11 Endometriosis1. Bila dijumpai endometriosis derajat minimal dan ringan pada laparoskopi diagnostik, tindakan dilanjutkan dengan laparoskopi operatif

2. Endometriosis derajat sedang-berat merupakan indikasi fertilisasi in vitroFaktor tuba = oklusi tuba

1. Tindakan laparoskopi dianjurkan bila dijumpai hasil pemeriksaan HSG abnormal

2. Fertilisasi in vitro memberikan luaran yang lebih baik dalam hal kehamilan dibandingkan bedah rekonstruksi tuba pada kasus oklusi tuba bilateralFaktor idiopatikInfertilitas idiopatik ditegakkan atas 3 pemeriksaan dasar infertilitas yang memberikan hasil normal, yaitu deteksi ovulasi, patensi tuba fallopii dan analisis sperma. Penanganan pasangan infertilitas idiopatik dapat dilakukan inseminasi intra uterin (IIU) sebanyak 4-6 x. Stimulasi ovarium dalam IIU terutama dilakukan pada kasus endometriosis dan infertilitas idiopatik.Fertilisasi in vitro (FIV)

Tindakan fertilisasi in vitro terutama dilakukan atas indikasi:

1. Faktor sperma yang berat dan tidak dapat dikoreksi

2. Oklusi tuba bilateral

3. Endometriosis derajat sedang-berat

4. Infertilitas idiopatik yang telah menjalani IIU 4-6 x dan belum berhasil hamil

5. Gangguan ovulasi yang tidak berhasil dengan induksi ovulasi lini pertama danlini kedua2.3.12 Tingkat Pelayanan InfertilitasTenaga pemberi pelayanan1. Tingkat 1: dokter umum

2. Tingkat 2:

a. Spesialis obstetri dan ginekologi

b. Spesialis andrologi

c. Spesialis urologi3. Tingkat 3: subspesialis endokrinologi reproduksi dan infertilitas

Indikasi kasus infertilitas yang harus ditangani pada masing-masing tingkat pelayanan:

Penanganan yang dapat dilakukan :

2.3.13 Kesimpulan

2.4 Macam-macam Leiomyoma Berdasarkan Lokasi, Gejala yang Ditimbulkan serta Alternatif Pengobatannya.

2.4.1 Definisi

Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek Llewellyn- Jones, 1994). Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya. Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau uterine fibroid. (Prawirohardjo,1996:281)

Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas yang terdiri dari otot polos dan jaringan fibrosa (Sylvia A.P, 1994:241). Myoma uteri adalah tumor jinak otot rahim dengan komposisi jaringan ikat. Nama lain : leiomioma uteri dan fibromioma uteri, pada mulanya tumbuh sebagai bibit kecil didalam mimetrium dan lambat laun akan membesar. Frekuensi tumor sukar ditentukan secara tepat karena tidak semua penderita dengan myoma uteri datang ketempat pengobatan karena banyak diantara mereka yang tidak mempunyai keluhan apa-apa. Myoma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan sekitar 10 % myoma uteri merupakan penyakit pada alat-alat genetalia.

2.4.2 Etiologi

Walaupun jelas myoma uteri berasal dari otot polos uterus, namun kurang diketahui faktor-faktor yang menyebabkan tumbuhnya tumor dari otot-otot tersebut. Banyak peneliti yang mengatakan teori stimulasi oleh estrogen, sebagai faktor etiologi dimana stimulasi dengan estrogen ini mengakibatkan:1. Myoma Uteri seringkali tumbuh lebih cepat pada masa-masa hamil.2. Neoplasma tidak pernah ditemukan sebelum menarche3. Hiperplasia endometrium sering ditemukan bersamaan dengan myoma uteri

Namun teori ini banyak diragukan dengan alasan jika benar stimulasi dengan estrogen menjadi penyebab timbulnya myoma uteri, mengapa tidak pada semua wanita dalam masa reproduksi terdapat neoplasma ini, melainkan hanya 20% saja. Meyer dan De Sno mengusulkan teori Cell Nest atau teori Genito Blast, yang diperkuat lagi oleh percobaan Meyer dan Lipsschutz yang menyebutkan bahwa terjadinya myoma uteri itu tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada sel nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen ( Sarwono Prawirohardjo , 1982 ; 282). Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.1. Estrogen.Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. Hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.2. ProgesteronProgesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.3. Hormon pertumbuhanLevel hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.

Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :1. Umur

Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 45 tahun.2. Paritas Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.3. Faktor ras dan genetik Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.

4. Fungsi ovarium :Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen.

2.4.3 PatofisiologiMioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas sehingga sering menimbulkan keluhan miksi Tetapi masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan volume cairan. (Sastrawinata S: 151).

2.4.4 Klasifikasi

Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.1. LokasiCerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.2. Lapisan UterusMioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu : a. Mioma Uteri SubserosaLokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.b. Mioma Uteri IntramuralDisebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).c. Mioma Uteri SubmukosaTerletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan rahim.Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.

2.4.5 Gambaran KlinikGejala tergantung pada besar dan posisi mioma. Kebanyakan mioma kecil dan beberapa yang besar tidak menimbulkan gejala dan hanya terdeteksi pada pemeriksaan rutin. Jika mioma terletak subendometrium, mungkin disertai minoragia. Jika perdarahan yang hebat menetap, pasien mungkin mengalami anemia. Ketika uterus berkontraksi, dapat timbul nyeri kram. Mioma subendometrium yang bertangkai dapat menyebabkan perdarahan persisten dari uterus. Dimanapun posisinya didalam uterus, mioma besar dapat menyebabkan gejala penekanan pada panggul, disuria dan sering kencing serta konstipasi atau nyeri punggung jika uterus yang membesar menekan rectum. Mioma servic dapat menyebabkan nyeri panggul dan kesulitan melakukan hubungan seksual. Mioma fibrosa dapat tidak menunjukan gejala/ menyebabkan perdarahan vagina abnormal. Gejala lain akibat tekanan pada organ organ sekitarnya mencakup nyeri, sakit kepala, konstipasi dan masalah -masalah perkemihan. Menorrhagi dan metroragi terjadi karena fibroid (dapat merusak lapisan uterus).Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan pelvik rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai keluhan apa-apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu tumor dalam uterus. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi:1. Besarnya mioma uteri.2. Lokalisasi mioma uteri.3. Perubahan-perubahan pada mioma uteri. Gejala klinik terjadi hanya pada sekitar 35 % 50% dari pasien yang terkena. Adapun gejala klinik yang dapat timbul pada mioma uteri:a. Perdarahan abnormal, merupakan gejala klinik yang sering ditemukan (30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa: menoragi, metroragi, dan hipermenorrhea. Perdarahan dapat menyebabkan anemia defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena bertambahnya area permukaaan dari endometrium yang menyebabkan gangguan kontraksi otot rahim, distorsi dan kongesti dari pembuluh darah di sekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.b.Penekanan rahim yang membesar:1) Terasa berat di abdomen bagian bawah.2) Gejala traktus urinarius: urine frequency, retensi urine, obstruksi ureter dan hidronefrosis.3) Gejala intestinal: konstipasi dan obstruksi intestinal.4) Terasa nyeri karena tertekannya saraf.c.Nyeri, dapat disebabkan oleh:1) Penekanan saraf

2) Torsi bertangkai

3) Submukosa mioma terlahir4) Infeksi pada mioma

d.Infertilitas, akibat penekanan saluran tuba oleh mioma yang berlokasi di cornu. Perdarahan kontinyu pada pasien dengan mioma submukosa dapat menghalangi implantasi. Terdapat peningkatan insiden aborsi dan kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan submukosa.e.Kongesti vena, disebabkan oleh kompresi tumor yang menyebabkan edema ekstremitas bawah, hemorrhoid, nyeri dan dyspareunia.2.4.6 Pengaruh Kehamilan dan Persalinan pada Mioma Uteri

1. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen yang meningkat dalam kehamilan.2.Degenerasi merah dan degenerasi karnosa : tumor menjadi lebih lunak, berubah bentuk, dan berwarna merah. Bisa terjadi gangguan sirkulasi sehingga terjadi perdarahan.3.Mioma subserosum yang bertangkai oleh desakan uterus yang membesar atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada tangkainya, torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada tumor. Wanita hamil merasakan nyeri yang hebat pada perut (abdoment akut).4.Kehamilan dapat mengalami keguguran.5.Persalinan prematuritas.6.Gangguan proses persalinan.7.Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas.8.Pada kala III dapat terjadi gangguan pelepasan plasenta dan perdarahan.9.Mioma yang lokasinya dibelakang dapat terdesak kedalam kavum douglasi dan terjadi inkarserasi.2.4.7 Pengaruh Mioma pada Kehamilan dan Persalinan1.Subfertil (agak mandul) sampai fertil (mandul) dan kadang- kadang hanya punya anak satu. Terutama pada mioma uteri sub mucosum.2.Sering terjadi abortus. Akibat adanya distorsi rongga uterus.3.Terjadi kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang besar dan letak sub serus.4.Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir, terutama pada mioma yang letaknya diservix.5.Inersia uteri terutama pada kala I dan kala II.6.Atonia uteri terutama paska persalinan; perdarahan banyak, terutama pada mioma yang letaknya didalam dinding rahim.7.Kelainan letak plasenta.8.Plasenta sukar lepas (retensio plasenta), terutama pada mioma yang sub mukus dengan intra mural.Penanganan berdasarkan pada kemungkinan adanya keganasan, kemungkinan torsi dan abdomen akut dan kemungkinan menimbulkan komplikasi obstetrik, maka : Tumor ovarium dalam kehamilan yang lebih besar dari telur angsa harus dikeluarkan.Waktu yang tepat untuk operasi adalah kehamilan 16 20 minggu.Operasi yang dilakukan pada umur kahamilan dibawah 20 minggu harus diberikan substitusi progesteron:a. Beberapa hari sebelum operasi.b. Beberapa hari setelah operasi, sebab ditakutkan korpus luteum terangkat bersama tumor yang dapat menyebabkan abortus.Operasi darurat apabila terjadi torsi dan aboment akut.Bila tumor agak besar dan lokasinya agak bawah akan menghalangi persalinan, penanganan yang dilakukan:c. Coba reposisi, kalau perlu dalam narkosa.d. Bila tidak bisa persalinan diselesaikan dengan sectio cesarea dan jangan lupa, tumor sekaligus diangkat.2.4.8 Komplikasi

1. Pertumbuhan leimiosarkoma.Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar, sekonyong konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause2.Torsi (putaran tangkai )Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomen akut.3.Nekrosis dan InfeksiPada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

2.4.9 Diagnosis

Diagnosis mioma uteri ditegakkan berdasarkan:1. Anamnesisa. Timbul benjolan di perut bagian bawah dalam waktu yang relatif lama.b.Kadang-kadang disertai gangguan haid, buang air kecil atau buang air besar.

c.Nyeri perut bila terinfeksi, terpuntir, pecah.2. Pemeriksaan fisika.Palpasi abdomen didapatkan tumor di abdomen bagian bawah.

b.Pemeriksaan ginekologik dengan pemeriksaan bimanual didapatkan tumor tersebut menyatu dengan rahim atau mengisi kavum Douglasi.c.Konsistensi padat, kenyal, mobil, permukaan tumor umumnya rata.3. Gejala klinisa.Adanya rasa penuh pada perut bagian bawah dan tanda massa yang padat kenyal.b.Adanya perdarahan abnormal.c.Nyeri, terutama saat menstruasi.4. Pemeriksaan luarTeraba massa tumor pada abdomen bagian bawah serta pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas.5. Pemeriksaan dalam.Teraba tumor yang berasal dari rahim dan pergerakan tumor dapat terbatas atau bebas dan ini biasanya ditemukan secara kebetulan.

2.4.10 Pemeriksaan Penunjang

1.USG, untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometriium dan keadaan adnexa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan CT scan ataupun MRI, tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal dan tidak memvisualisasi uterus sebaik USG. Untungnya, leiomiosarkoma sangat jarang karena USG tidak dapat membedakannya dengan mioma dan konfirmasinya membutuhkan diagnosa jaringan.Dalam sebagian besar kasus, mioma mudah dikenali karena pola gemanya pada beberapa bidang tidak hanya menyerupai tetapi juga bergabung dengan uterus; lebih lanjut uterus membesar dan berbentuk tak teratur.2.Foto BNO/IVP pemeriksaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter.3.Histerografi dan histeroskopi untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.4.Laparaskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis.5.Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, gula darah, tes fungsi hati, ureum, kreatinin darah.6.Vaginal Toucher Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.7.Sitologi, Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.

2.4.11 Penatalaksanaan Medis

1. Pengobatan penunjangKhusus sebagai penunjang pengobatan bagi penderita dengan anemia karena hiper minorea dapat diberikan ferum, tranfusi darah diit kaya protein, kalsium, dan vitamin c. Sementara direncanakan pengobatan yang difinitif.2. Pengobatan operatifa. MiomektomiMiomektomi atau operasi pengangkatan mioma tanpa mengorbankan uterus dilakukan pada mioma subversum bertangkai atau jika fungsi uterus masih dipertahankan. Pada mioma submukosum yang dilahirkan dalam vagina, umumnya tumor dapat diangkat pervagina tanpa mengangkat uterus.Keberatan terhadap miomektomi adalah:1) Angka residitif 2,10%. Mungkin hal ini disebabkan oleh kurang ketelitian waktu operasi, akan tetapi mungkin pula ada mioma-mioma sangat kecil yang tidak terlihat pada operasi dan mioma ini kemudian menjadi besar.2) Perdarahan pada operasi ini kadang-kadang banyak.b. Histerektomi Umumnya dilakukan histerektomi abdominal akan tetapi jika uterusnya tidak terlalu besar dan apalagi jika terdapat pula prolapsus uteri histerektomi vaginal dapat dipertimbangkan.3. Sinar rontgen dan radiumSebelum dilakukan pengobatan dengan sinar harus dilakukan kerokan dahulu untuk mengetahui bahwa tidak ada karsinoma endonutii. Dengan penyinaran fungsi ovarium dihentikan dan tumor akan mengecil. Pemberian sinar rontgent akan lebih baik daripada radium karena dapat menyebabkan nekrosis dan infeksi pada tumor.4. HormonalEstrogen untuk pasien setelah menopause dan observasi setiap 6 bulan.Terapi hormonal (rangsangan estrogen menurun dan terjadi pengecilan mioma).Pemberian obat-obatan dimaksudkan untuk terapi atau untuk mengecilkan mioma sehingga lebih mudah dilakukan miomektomi dan memperkecil perdarahan.BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Endometriosis merupakan penyakit di bidang ginekologi yang sampai saat ini sering dijumpai. Menurut European Society for Human Reproduction and Embriology (ESHRE) definisi penyakit endometriosis itu sendiri adalah adanya jaringan seperti endometrium berada diluar kavum uteri yang bisa menyebabkan reaksi inflamasi kronis (ESHRE, 2006). Endometriosis adalah radang yang terkait dengan hormon estradiol/estrogen berupa pertumbuhan jaringan endometrium yang disertai perambatan pembuluh darah, hingga menonjol keluar dari rahim (pertumbuhan ectopic) dan menyebabkan pelvic pain (Guohua Zhang).

Walaupun endometriosis dipandang amat rumit dalam hal patoi siologinya maupun penanganannya, terdapat beberapa prinsip pemahaman yang dapat digunakan untuk mempermudah arah penanganan. Hubungannya dengan serabut saraf, pengaruh estrogen, dan meningkatnya inl amasi merupakan hal-hal yang telah disepakati sebagai aspek penting dalam endometriosis. Diharapkan penanganan nyeri pada endometriosis makin terarah seiring dengan makin baiknya pemahaman dasar-dasar penyakit ini.DAFTAR PUSTAKABallard K, Lane H, Hudelist G, Banerjee S, Wright J. Can specii c pain symptoms help in the diagnosis of endometriosis? A cohort study of women with chronic pelvic pain. Fertil Steril.

Brown J, Kives S, Akhtar M. 2011. Progestagens and anti-progestagens for pain associated with endometriosis. Cochrane Database Systematic Reviews [Internet]. Diakses tanggal 21-01-2014 Hooghe M.T, Hill, J. A, : Endometrisis, Novak's Gynecology, 14th , Williams &Willkins, Baltimore USA,2007; 1137-84.

Lorraine Henderson and Ros Wood. 2000. Explaining endometriosis. pt aramond by DOCUPRO, SydneyPogijaya. 2013. Diagnosis dan penanganan infertilitas-yang-rasional. [Internet]. Diakses tanggal 21-01-2014

Speroff. L, Fritz MA. Neuroendocrinology , Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility, 7th, William & Willkins, Baltimore. 2005;146 85.

Togas Tulandi, 2004, ENDOMETRIOSIS, Advances and Controversies, McGill University Montreal, Quebec, CanadaWiknjosastro, H. 2011. Ilmu Kebidanan. YBPS. Jakarta32