endometriosis

32
ENDOMETRIOSIS PENDAHULUAN Endometriosis adalah terjadinya pertumbuhan jaringan endometrium yang berfungsi seperti endometrium di luar kavum uteri, dimana ektopik implantasi ini bisa terdapat pada organ-organ genitalia interna, rektovaginal septum, vesika urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus, mata, dan otak 1,2,3,4. Endometriosis tergolong jinak, akan tetapi pada banyak wanita merupakan penyakit yang progresif. 3 Pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi oleh hormon steroid, terutama estrogen. 2 Sel endometrium mengandung reseptor yang mengikat estrogen dan progesteron, yang menyebabkan terjadinya penebalan uterus. Pada endometriosis sel-sel ini berimplantasi di organ-organ luar uterus, dimana aktivitas hormonal terus berlanjut dan menyebabkan perdarahan. 4 Proses endometriosis menyerupai haid, tiap bulan implantasi endometrium berespon seperti siklus bulanan di uterus, terisi darah, mengalami penebalan, luruh dan terjadi perdarahan. Hasil dari proses endometrium ini tidak bisa keluar melalui vagina seperti darah haid, sehingga implantasi ini membuat terjadinya kista atau sumbatan. Lesi tidak cencerous, akan tetapi dapat membuat terjadinya obstruksi atau perlekatan (web-like scar tissue) yang mengenai organ sekitarnya sehingga 1

Upload: riannofiansyah

Post on 31-Oct-2014

68 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Endometriosis

ENDOMETRIOSIS

PENDAHULUAN

Endometriosis adalah terjadinya pertumbuhan jaringan endometrium yang

berfungsi seperti endometrium di luar kavum uteri, dimana ektopik implantasi ini

bisa terdapat pada organ-organ genitalia interna, rektovaginal septum, vesika

urinaria, usus, peritoneum, paru, umbilikus, mata, dan otak 1,2,3,4.

Endometriosis tergolong jinak, akan tetapi pada banyak wanita merupakan

penyakit yang progresif.3 Pertumbuhan endometriosis sangat dipengaruhi oleh

hormon steroid, terutama estrogen.2 Sel endometrium mengandung reseptor yang

mengikat estrogen dan progesteron, yang menyebabkan terjadinya penebalan

uterus. Pada endometriosis sel-sel ini berimplantasi di organ-organ luar uterus,

dimana aktivitas hormonal terus berlanjut dan menyebabkan perdarahan.4

Proses endometriosis menyerupai haid, tiap bulan implantasi endometrium

berespon seperti siklus bulanan di uterus, terisi darah, mengalami penebalan,

luruh dan terjadi perdarahan. Hasil dari proses endometrium ini tidak bisa keluar

melalui vagina seperti darah haid, sehingga implantasi ini membuat terjadinya

kista atau sumbatan. Lesi tidak cencerous, akan tetapi dapat membuat terjadinya

obstruksi atau perlekatan (web-like scar tissue) yang mengenai organ sekitarnya

sehingga menyebabkan nyeri, reaksi inflamasi dan kadang terjadi infertilitas 4.

Gambar 1. Lokasi pertumbuhan endometrium di luar rahim.

1

Page 2: Endometriosis

EPIDEMIOLOGI

Endometriosis paling sering terjadi pada usia reproduksi. Insidensinya

belum pasti diketahui.1,2,5 Walaupun dapat ditemukan pada wanita

postmenopausal.1,5 Diyakini angka kejadiannya sekitar 3–10%.2 Sebanyak 20–

60% penderita endometriosis mengalami infertilitas. Pada infertilitas primer

angka kejadiannya sebesar 25%, sedangkan pada infertilitas sekunder sekitar

15%.1 Pada wanita dengan nyeri haid dijumpai endometriosis sekitar 60–80%.1,2,5

Sedangkan wanita dengan keluhan massa di pelvik kejadian sekitar 3–13%.5

Penelitian lain menyebutkan bahwa wanita dengan infertilitas mempunyai

endometriosis 7–10 kali dari wanita fertil.2 Sedangkan prevalensi pada wanita

asimptomatik sekitar 3–13%.2

Risiko meningkat terutama pada wanita yang memiliki kelainan saluran

reproduksi, obstruksi aliran mens, nullipara, subfertilitas, dan perempuan yang

haidnya banyak dan lama.JOGC Pada wanita yang menjalani pemeriksaan

laparoskopi untuk infertilitas dan nyeri panggul, endometriosis akan terdiagnosis

sekitar 20 – 50%.JOGC

ETIOLOGI

Sampai saat ini penyebab endometriosis belum diketahui secara pasti.

Banyak teori yang disebut berperan dalam patogenesis endometriosis, akan tetapi

tidak ada satu pun teori yang dapat menjelaskan secara jelas terjadinya

endometriosis.1

Penyakit endometriosis melibatkan faktor-faktor genetik, kecacatan sistem

imunitas, tampilan tidak sempurna dan proteinase matriks, enzim-enzim pengubah

steroid, dan faktor angiogenik. Dimana faktor-faktor tersebut berinteraksi

sehingga terjadi perubahan hormonal pada sistem imun.

Teori-teori yang berkembang sejak dahulu hingga sekarang mengenai

endometriosis, yaitu:

Retrograde Menstruation Theory

Teori ini dikemukakan oleh Sampson tahun 1927 dan merupakan teori

yang paling popular. Biasanya darah haid keluar melalui kavum uteri melalui

vagina, namun kadang-kadang darah darah haid mengalir dari kavum uteri melalui

2

Page 3: Endometriosis

tuba fallopii ke kavum peritoneum, dan berimplantasi pada permukaan

peritoneum. Prevalensi endometriosis meningkat pada wanita dengan

abnormalitas sistem Mullerian yang menyebabkan terjadinya obstruksi.

Retrograde menstruations dapat terjadi pada 80% wanita. Akan tetapi teori ini

tidak dapat menjelaskan terjadinya endometriosis di luar pelvis.1,2,3

Teori ini didukung oleh analisis cairan peritoneum wanita. Pada 90%

wanita ditemukan darah pada cairan peritoneum selama masa menstruasi. Pola

endometriosis konsisten dengan Retrograde menstruations dan paling sering

ditemukan pada ovarium, diikuti oleh area dependen yang lain pada rongga

panggul. Teori penyebaran melalui pembuluh darah dan/atau pembuluh limfe

didukung oleh adanya situs endometriosis distal (ekstraperitoneal), termasuk paru-

paru dan sistem saraf pusat. Endometriosis umumnya ditemukan pada remaja

perempuan dengan uterus obstruktif atau anomali vagina yang menunjukkan

perdarahan menstruasi retrogad.5

Iatrogenic Dissemination

Endometriosis dapat muncul di banyak tempat karena endometriosis

menyebar melalui sistem limfatik dan peredaran darah. Endometriosis dinding

anterior abdomen kadang ditemukan pada wanita post seksio sesarea. Teori ini

mengemukakan bahwa jaringan dan kelenjar endometrium berimplantasi saat

terjadi tindakan bedah. Jarang terjadi endometriosis ditemukan pada luka

episiotomi.2

Kelainan anatomi juga dipikirkan mempermudah terjadinya endometriosis.

Ternyata kedalaman dan volume kavum Douglasi berbeda pada penderita

endometriosis yang dengan/atau tanpa lesi dalam dibandingkan wanita dengan

panggul sehat atau dengan penyakit selain endometriosis. Makin dangkal dan

makin kecil volume kavum Douglasi pada penderita endometiosis maka lesi itu

tidak berkembang pada sekat rektovaginal tetapi pada intraperitoneal. Namun

demikian, peniadaan dinding rektum anterior karena terukur perlekatan akan

menciptakan dasar palsu, sehingga memberikan kesan asal ekstraperitoneal.5

Jika endometriosis tumbuh dalam lingkungannya yang sesuai, maka sel-sel

endometrium merupakan unsur penting dari jaringan reproduksi dan fungsi

3

Page 4: Endometriosis

wanita. Bila berada di luar uterus, sel-sel endometrium tersebut kehilangan

kendali pertumbuhan normal yang dikeluarkan oleh faktor-faktor dalam

lingkungan normalnya, tetapi uterus tanggap terhadap isyarat hormonal, sehingga

menyebabkan jaringan itu bertumbuh dan regresi secara nirsiklik di mana pun

menempel, yakni pada rongga peritoneum, usus, ovarium, atau sisi luar uterus,

kandung kemih, bahka paru dan rongga pleura, serta di tempat-tempat lain.5

Vascular Dissemination Theory

Sel endometrium dapat mengalami transportasi ke ekstra uterine melalui

sistem pembuluh darah dan limfatik, atau melalui kontaminasi dari insisi pelvis

atau dinding abdomen saat tindakan bedah. Endometriosis retroperitoneal secara

hipotesa berasal dari penyebaran limfatik, sekitar 29% pasien dengan

endometriosis pelvik setelah diautopsi mempunyai nodus limfatik pelvik. Teori ini

yang menerangkan terjadinya endometriosis yang berkembang di paru-paru atau

perikardium.2,3

Coelomic Metaplasia

Epitel germinal dari ovarium, endometrium dan peritoneum berasal dari

coelomic epithelium yang sama yang mengalami gangguan dalam kemampuannya

berkembang. Diketahui bahwa permukaan epitelium dari ovarium dapat

berdiferensiasi menjadi beberapa tipe sel secara histologis. Teori ini disampaikan

oleh Meier, yang mengemukakan bahwa lesi endometriosis terbentuk akibat

metaplasia dari sel-sel epitel coelom yang berasal dari saluran Mueller, dimana

sel-sel ini berdifrensiasi menjadi sel peritoneal dan sel pada permukaan ovarium.

Teori ini masih dianut oleh patologi. Teori metaplasia ini terjadi setelah

“induction phenomenon”, dimana dari teori ini darah haid memicu sel-sel epitel

peritoneum, sehingga terjadi perubahan sel-sel asal yang tidak berdiferensiasi

menjadi sel-sel endometrium yang berdifrensiasi dan memiliki kemampuan

berimplantasi. Teori metaplasi ini menyatakan bahwa transformasi sel-sel

totepoetensial ini akibat stimuli infeksi dan paparan hormonal yang berulang.1,2,3,6

Teori ini didukung oleh adanya endometriosis pada wanita yang tidak

memiliki jaringan endometrium yang normal, misalnya pada sindrom Turner dan

4

Page 5: Endometriosis

agenesis uteri. Selain itu, endometriosis juga ditemukan pada utrikulus prostat

pria.5,7

Genetic Predisposition

Beberapa penelitian mencatat bahwa adanya predisposisi familial pada

endomentriosis pada pengelompokan kasus endometriosis pada ibu dan anak

perempuannya. Penelitian oleh Simpson dkk., menunjukkan terjadi peningkatan 7

kali lipat terjadinya insidensi endometriosis. Satu dari 10 wanita dengan

endometriosis berat akan mempunyai saudara atau ibu dengan manifestasi klinik

penyakit ini.3

Adanya hubungan endometriosis dan polimorfisme gen-gen enzim

persisten estradiol HSD17B1 dan CYP19. individu yang memiliki sekurang-

kurangnya 1 A-alel yaitu genotip A/G atau A/A dari HSD17B1 secara bermakna

makin berisiko terkena endometriosis. Juga ditemukan kecenderungan bermakna

keterkaitan genotip A/G dan A/A dengan keparahan endometriosis, serta

keterkaitan antara polimorfisme Ser312Giy pada HSD17B1 dan endometriosis.8

Gen-gen sistem detoksifikasi juga telah ditemukan, khususnya gen

glutation S-transferase M1 (GSTM1) yang berdampak pada pemudahan dan

perkembangan endometriosis. Tingginya frekuensi homozigot yang tidak lazim

untuk delesi pada para endometriosis memperkirakan kemungkinan peran toksin

lingkungan pada patogenesis penyakit ini dikarenakan tidak adanya atau

rendahnya aktivitas enzim GSTM.8

Autoimmune Disease

Perubahan pada imunitas seluler dapat memfasilitasi keberhasilan

implantasi atau translokasi sel endometrium. Limfosit pada pasien kontrol

bermakna secara efisien dalam sitolisis dari sel-sel jaringan endometrium yang

diisolasi dibandingkan dengan limfosit pasien dengan endometriosis. Penurunan

renspon cytotoxic pada sel endometrial dapat sekitar 30% endometrium ektopik.2,3

Penderita endometriosis rentan terhadap keadaan yang terkait penurunan

imun, misalnya alergi, peka terhadap bahan kimiawi, infeksi, sindrom keletihan

kronik, tingginya gangguan tiroid (hipotiroidisme, hipertiroidisme, tiroiditis

5

Page 6: Endometriosis

Hashimoto), tingginya penyakit autoimun (artritis rematoid, lupus, sklerosis

multipel, penyakit Meniere). Pada imunitas seluler, ternyata sel-sel imun spesifik

melawan penyakit; sedangkan pada imunitas humoral dibentuk antibodi untuk

menyerang antigen. Jaringan endometriosis menyerang wanita yang imunitas

selulernya rendah. 8

Gangguan Lingkungan

Ketergantungan endometriosis pada hormon-hormon ovarium telah

memicu penyelidikan rantaian antara kejadian penyakit dengan pajanan bahan-

bahan kimiawi yang dapat mengganggu sistem endokrin atau sistem imun, seperti

sinar X, metosiklor, dioksim, bifenil, poliklorinasi, aromatase, genistein, soflavon,

dan hormon steroid dalam makanan.

TANDA DAN GEJALA

Salah satu keluhan umum para wanita yang menderita gejala

endometriosis adalah nyeri pelvik. Gejala-gejala mencakup dismenore, nyeri

intermenstruasi, dan dyspareunia. Dismenore merupakan gejala yang paling

umum dilaporkan, tetapi bukan alat prediksi endometriosis yang terpercaya.

Dismenore yang berkaitan dengan endometriosis seringkali dimulai sebelum

aliran menstruasi muncul dan biasanya bertahan selama menstruasi berlangsung,

bahkan terkadang lebih lama dari itu. Nyeri biasanya menyebar, berada dalam

pelvik, dan dapat menjalar ke punggung, paha, atau berhubungan dengan tekanan

usus, kegelisahan, dan diare episodik. Dyspareunia terkait endometriosis biasanya

terjadi sebelum menstruasi, lalu terasa semakin nyeri tepat di awal menstruasi.

Nyeri ini seringkali berhubungan dengan penyakit yang melibatkan cul-de-sac

dan sekat rektovagina.

Hubungan paradoks antara luas dan tingkat keparahan nyeri, serta tahap

dan area endometriosis telah diketahui dengan baik. Para wanita dengan penyakit

yang lebih parah mungkin hanya merasakan sedikit ketidaknyamanan, sedangkan

para wanita dengan penyakit yang lebih ringan justru merasakan nyeri tak

tertahankan. Keparahan penyakit pada para wanita penderita endometriosis

berkorelasi dengan kedalaman dan volume infiltrasi. Dyspareunia lebih umum

6

Page 7: Endometriosis

pada para wanita dengan penyakit yang melibatkan sekat rektovagina. Sementara

itu, endometriosis ekstrapelvik dapat berkaitan dengan bermacam-macam gejala

siklik yang merefleksikan organ-organ terkait: parut (goresan bekas luka)

abdominal, saluran gastrointestinal dan urinaria, diafragma, pleura, dan saraf

perifer.

Berdasarkan pengalaman klinis dengan para pasien, endometriosis dapat

menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:

Dismenore parah (severe dysmenorrhea)

Dispareunia dalam (deep dyspareunia)

Nyeri pelvik kronis

Gejala perimenstruasi atau siklis, seperti usus atau kandung kemih, dengan

atau tanpa pendarahan abnormal atau nyeri.

Infertilitas

Dyschezia (nyeri atau defaecation)

Nilai prediktif terhadap gejala-gejala yang muncul memang masih belum

pasti, seperti halnya gejala-gejala ini dapat mempunyai penyebab lain, dengan

proporsi signifikan yang diperoleh adalah tanpa gejala (asymptomatic). Diagnosis

endometriosis yang hanya didasarkan pada gejala-gejala yang muncul dapat

menjadi sulit, sebab tampilannya sangat bervariasi dan mungkin tumpang tindih

dengan kondisi lain seperti sindrom usus teriritasi (irritable bowel syndrome) dan

penyakit radang pelvik. Sebagai hasilnya, seringkali terdapat penundaan hingga

12 tahun ketika gejala mulai muncul hingga diagnosis yang jelas dan pasti

ditemukan.

Uji fisik terhadap genital eksternal biasanya normal. Terkadang, uji

spekulum dapat mengungkapkan implan berwarna kebiruan atau lesi proliferatif

berwarna merah yang mengalami pendarahan jika disentuh, keduanya biasa

ditemukan dalam forniks posterior. Penyakit pada wanita penderita endometriosis

yang menginfiltrasi dalam biasanya melibatkan sekat rektovagina dan seringkali

terpalpasi. Kondisi ini kurang sering terlihat dan tidak mempunyai tanda-tanda

khusus pada banyak kasus. Uterus seringkali menunjukkan penurunan mobilitas

atau fiksasi. Para wanita dengan endometrioma ovarium mungkin mempunyai

7

Page 8: Endometriosis

massa adneksal tetap. Focal tenderness dan nodularitas ligamen uterosakral

mengacu pada dugaan penyakit dan seringkali menjadi satu-satunya gejala fisik

yang ditemui. Uji fisik mempunyai sensitivitas diagnosis terbesar saat dilakukan

selama menstruasi, padahal uji normal biasa tidak berhasil menentukan diagnosis.

Secara umum, uji fisik mempunyai sensitivitas, spesifisitas, dan nilai prediktif

yang relatif lebih rendah daripada diagnosis endometriosis dengan standar

emas operasi.

DIAGNOSIS

Anamnesa

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Penunjang

CA-125

CA-125 merupakan antigen permukaan sel yang diekspresikan oleh sel

turunan epitel coelomik (termasuk endometrium) yang ditetapkan sebagai

penanda untuk memantau kondisi para wanita penderita kanker ovarium. Kadar

CA-125 seringkali meningkat pada para wanita penderita endometriosis tingkat

lanjut. Akan tetapi kenaikan kadar juga dapat diamati di tahap awal kehamilan

selama menstruasi normal, dan pada para wanita dengan penyakit radang pelvik

akut atau leiomyoma. Kadar CA-125 serum bervariasi hingga terkadang melewati

siklus menstruasi. Secara umum, CA-125 serum mencapai kadar paling tinggi

selama fase menstruasi dan paling rendah pada fase midfolikuler dan

periovulatori. Akan tetapi, penelitian seputar sensitivitas dan kemampuan

pengulangan uji menghasilkan hasil yang berlawanan sehingga tidak diketahui

waktu terbaik untuk melakukan uji. CA-125 serum telah dianjurkan sebagai uji

selektif bagi diagnosis endometriosis. Akan tetapi meta-analisis yang meliputi 23

penelitian terpisah menggunakan penyakit terdiagnosis dengan operasi sebagai

standar emas, mengarahkan pada kesimpulan bahwa penanda yang digunakan

terlalu sedikit. Cut off value yang memberikan 90% spesifisitas mempunyai

sensitivitas kurang dari 30%, dan jika disesuaikan dapat mencapai sensitivitas

8

Page 9: Endometriosis

50% dengan spesifisitas 70%. Sebagai uji selektif bagi tahap endometriosis

lanjutan, nilai-nilai yang berkaitan dengan spesifisitas 90% mempunyai

sensitivitas kurang dari 50%. Secara umum, sensitivitas uji CA-125 terlalu

rendah sebagai uji seleksi yang efektif bagi diagnosis endometriosis.

Kadar CA-125 serum dapat mempunyai beberapa nilai dalam evaluasi

praoperatif para wanita yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit

endometriosis tahap lanjut. Sebuah penelitian telah mengacu pada dugaan bahwa

preparasi usus praoperatif mungkin harus dilakukan dengan hati-hati pada para

wanita dengan kadar CA-125 serum di atas 65 IU/mL (di atas batas normal, yaitu

35 IU/mL), sebab kondisi tersebut dapat disertai adhesi omental, peluruhan

endometrioma, atau hilangnya cul-de-sac. Kadar CA-125 serum juga berguna

untuk membedakan endometrioma ovarium dari kista jinak lainnya, khususnya

ketika dikombinasikan dengan ultrasonografi (USG) transvagina. Ketika respon

terhadap pengobatan diperhatikan, kenaikan CA-125 serum postoperatif yang

tetap, mengacu pada prediksi prognosis yang rendah, tetapi kadar tersebut

umumnya bukan suatu prediktor terpercaya terhadap efektivitas terapi medis.

Pencitraan

Ultrasonografi transvagina mungkin sangat membantu identifikasi para

wanita yang menderita endometriosis tahap lanjut. Ultrasonografi transvagina

biasanya digunakan untuk mendeteksi endometrioma ovarium, tetapi tidak dapat

digunakan untuk pencitraan adhesi pelvik atau superficial peritoneal foci dari

penyakit. Endometrioma dapat menghasilkan berbagai citra ultrasonografis, tetapi

biasanya tampak sebagai struktur kista dengan echoes internal berdifusi rendah

yang dikelilingi oleh kapsul ekogenik kering (crisp echogenic capsule). Beberapa

mungkin mempunyai persekatan internal atau dinding nodular yang menebal.

Ketika keberadaan karakteristik gejala ditemukan, ultrasound transvagina

diketahui mempunyai sensitivitas 90% bahkan lebih dan hampir mempunyai

spesifisitas 100% untuk mendeteksi endometrioma. Pencitraan dengan aliran

Color Doppler umumnya menambahkan sedikit diferensiasi endometrioma dari

kista hemorrhagic, teratoma sistik jinak, dan neoplasma sistik lainnya yang

mungkin berpenampilan sama. Jika tidak dilakukan lebih awal bagi indikasi lain

9

Page 10: Endometriosis

(selama evaluasi infertilitas), ultrasonografi transvagina harus dilakukan sebelum

pengobatan empiris terkait dugaan infertilitas, khususnya jika laparoskopi

diagnostik tidak direncanakan sebelumnya. Sebaliknya, penyakit tahap lanjut yang

dapat menghalangi keberhasilan diagnosis mungkin menjadi sulit untuk dikenali

saat pencitraan. Untuk itu, ultrasonografi transrektal juga mungkin akan berguna

untuk evaluasi para wanita yang diduga menderita endometriosis yang

berinfiltrasi dalam di sekat rektovagina atau yang melibatkan ligamen uterosakral.

Seperti ultrasonografi transvagina, magnetic resonance imaging (MRI)

mungkin berguna bagi deteksi dan diferensiasi endometrioma ovarium dari

massa ovarium sistik lain, tetapi tidak dapat diterapkan bagi pencitraan lesi

kecil peritoneum. Untuk deteksi implan peritoneum, MRI bersifat superior

terhadap ultrasonografi transvagina, tetapi hanya dapat mengidentifikasi 30% -

40% lesi yang teramati pada saat operasi. Untuk deteksi penyakit yang

terdokumentasi oleh histopatologi, MRI mempunyai sensitivitas mendekati 70%

dan spesifisitas mendekati 75%. Kelebihan utama dari MRI terhadap

ultrasonografi adalah kemampuannya untuk membedakan hemorrhage akut dan

produk-produk darah terdegenerasi. Ketika endometrioma biasanya menunjukkan

intensitas sinyal tinggi yang relatif homogen pada citra T1-weighted dan sebuah

sinyal dengan hipointensitas pada citra T2-weighted (“shading”), hemorrhage

akut umumnya mempunyai intensitas sinyal rendah pada citra T1- maupun T2-

weighted. Akan tetapi, sebuah interval pendek dari observasi yang dilakukan

selama kista hemorrhagic mengalami kemunduran perkembangan, akan

memberikan hasil akhir yang sama. Di sisi lain, kontras gadolinium tidak

menawarkan nilai diagnostik tambahan. MRI juga dapat digunakan untuk

membantu diagnosis penyakit rektovagina.

Diagnosis Melalui Percobaan Terapeutik

Hasil percobaan klinis acak pada para wanita dengan nyeri pelvik kronis

dan yang secara klinis diduga menderita endometriosis, mengarahkan pada

kesimpulan bahwa respon klinis terhadap pengobatan empiris dengan agonis

gonadotrophine-releasing hormone dapat digunakan untuk mendiagnosis

penyakit. Para wanita penderita nyeri pelvik kronik menengah hingga parah yang

10

Page 11: Endometriosis

tidak berkaitan dengan menstruasi dan yang tidak dapat diatasi dengan obat-

obatan nonsteroid antiperadangan dan antibiotik, diacak untuk menerima depot

leuprolide acetate (3.75 mg intramuskular setiap bulan selama 3 bulan) atau

placebo sebelum laparoskopi diagnostik. Mereka yang diberi pengobatan tersebut

mengalami amenore dan mengalami penurunan gejala nyeri sebelum operasi, serta

mengungkapkan endometriosis dalam 78/95 pastisipan (82%).

Meskipun kriteria klinis yang digunakan dapat membuktikan spesifisitas

(82%) untuk diagnosis endometriosis dan pengobatan diketahui lebih efektif

daripada placebo, respon terhadap pengobatan leuprolide tidak meningkatkan

akurasi diagnosis. Para wanita yang tidak menjalani operasi dan terbukti

menderita endometriosis, mungkin dapat memperoleh keringanan gejala dari

pengobatan yang sama dengan pengobatan penyakit yang telah terdokumentasi.

Pengobatan tersebut mungkin dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan

penyakit pada para wanita tanpa endometriosis yang terdokumentasi. Selain itu,

beberapa wanita yang pernah mengalami peringanan gejala mungkin mempunyai

penyakit yang mempenetrasi dalam, tetapi tidak terdeteksi. Akan tetapi,

setidaknya pengobatan yang dapat menekan gejala nyeri dapat berkaitan dengan

penyebab lain. Selain itu, amenore dan gejala defisiensi estrogen pada wanita

yang sedang diobati mengarahkan mereka untuk mengetahui bahwa mereka

menerima obat aktif, atau bahwa hiperestrogenisme terinduksi leuprolide

meningkatkan ambang batas nyeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi

diagnosis kriteria-kriteria klinis yang tepat dan kemanjuran pengobatan leuprolide

empiris pada wanita penderita nyeri pelvik kronis tidak mendukung kesimpulan

bahwa respon klinis terhadap pengobatan mempunyai nilai-nilai diagnostik.

Diagnosis Operasi

Laparoskopi dengan uji histologis terhadap lesi yang berusaha dihilangkan

merupakan standar emas untuk diagnosis endometriosis. Berbagai penampilan lesi

endometriosis diketahui mempunyai frekuensi dua kali lipat dengan laparoskopi,

ketika suatu uji yang teliti dan sistematis dilakukan.

Implan peritoneum klasik merupakan lesi “bubuk mesiu” biru-hitam

(mengandung deposit hemisoderin dari darah yang terperangkap) dengan berbagai

11

Page 12: Endometriosis

jumlah fibrosis di sekelilingnya, tetapi sebagian besar implan tidak biasa

(athypical) dan tampak putih pekat, merah seperti api, atau vesikular. Penyakit ini

tidak umum ditemui dalam adhesi ovarium, bercak kuning-coklat, atau dalam

kerusakan peritoneum. Lesi merah sangat vaskular, proliferatif, dan

merepresentasikan tahap awal penyakit. Lesi terpigmentasi merepresentasikan

penyakit dalam tahap yang lebih lanjut. Keduanya aktif secara metabolisme dan

umumnya berkaitan dengan gejala. Lesi putih kurang vaskular dan aktif, serta

kurang sering menimbulkan gejala. Penelitian laparoskopi serial telah

mengungkapkan bahwa terdapat perkembangan alami pada penampilan lesi

endometriosis dari waktu ke waktu, dan variasi lesi dapat diamati setiap saat pada

masing-masing individu. Kriteria histologis yang ketat akan memperkuat

diagnosis operasi endometriosis pada setengah dari jumlah kasus yang ada. Bukti

mikroskopis endometriosis dalam peritoneum yang tampak normal merupakan hal

yang umum pada para wanita infertil yang tidak menunjukkan gejala, dengan atau

tanpa penyakit yang tampak (6-13%). Akan tetapi, hal ini mempunyai signifikansi

klinis yang belum pasti sebab hal ini dapat ditemukan pada kebanyakan wanita,

tetapi hanya berkembang pada beberapa wanita.

Endometrioma biasanya tampak sebagai kista halus dan gelap, khususnya

berkaitan dengan adhesi dan mengandung cairan berwarna coklat pekat.

Endometrioma yang lebih besar seringkali multilokular. Pemeriksaan visual yang

teliti pada ovarium biasanya sangat terpercaya untuk deteksi endometrioma, tetapi

ketika dugaan penyakit sangat tinggi dan gejala tidak terlalu tampak, eksplorasi

teliti dengan penusukan ovarium dan aspirasi dapat dilakukan. Endometrioma

ovarium biasanya disertai sejumlah lesi peritoneum yang terlihat (visual).

Sebaliknya, endometriosis yang menginfiltrasi dalam merupakan retroperitonial

yang besar, dan seringkali tidak tampak dan terisolasi. Hal ini bahkan

merepresentasikan perbedaan yang muncul dari mullerian rests dalam sekat

rektovagina.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan endometriosis antara lain dengan teknik laparaskopi operatif.

Penetrasi ke jaringannya minimal, membuat laser juga digunakan untuk lesi-lesi

12

Page 13: Endometriosis

endometriosis yang berada dekat ureter. Untuk mencegah terjadinya rekurensi,

sebaiknya semua lesi endometriosis termasuk lesi sebukan dalam harus tuntas

ditangani. Cara lain adalah dengan menggunakan elektroda bipolar (koagulasi).1

Walaupun wanita dengan endometriosis dapat mempunyai gejala yang

bervariasi, pengobatan ditujukan untuk menghilangkan rasa nyeri, infertilitas atau

massa pada pelvik yang menetap. Pilihan terapi antara lain secara ekspektatif,

medikal, surgikal, kombinasi medikal dan surgikal.2

Terapi Medisinal

Terapi dengan obat dapat menghilangkan gejala seperti nyeri periodik,

nyeri saat intercourse dan nyeri pelvik. Tujuan terapi medisinal adalah untuk

memutuskan siklus stimulasi dan perdarahan, menginduksi terjadinya atrofi dari

jaringan endometrium ektopik dengan menggunakan hormon.1,6. Dengan

menghentikan siklus hormonal pada ovarium dan menurunkan level estrogen,

endometriosis menjadi mengecil dan mengalami inaktivasi. Endometriosis masih

tetap ada, dan akan secara bertahap mengalami reaktivasi bila siklus haid mulai

kembali. Endometrioma ovarium lebih dari 3 cm tidak merespon terapi medisinal,

dan jika terjadi perlekatan cara terbaik dengan adhesiolisis secara laparaskopi.11

Pilihan terapi medikamentosa bergantung pada pertimbangan dokter mengenai

adverse effect, efek samping, biaya pengobatan dan keluhan dari pasien.

Efektivitas pengobatan, dapat dilihat dari hilangnya gejala dan angka rekurensi.

Angka rekurensi pada terapi medisinal antara 5–15% pada tahun pertama dan

meningkat 40-50% dalam 5 tahun. Jelas bahwa terjadinya rekurensi berhubungan

dengan perluasan dari penyakit primernya.3 Supresi hormonal pada endometriosis

dengan progestin, danazol atau GnRH agonis tidak boleh diberikan sebelum

diagnosis, lokasi dan perluasan endometriosis ditentukan dengan laparaskopi

ataupun laparatomi.6

Beberapa wanita menghindari pemberian terapi hormonal dan mengobati

gejala secara efektif dengan analgesia. Anti inflamasi non steroid dapat efektif

(level evidence A), akan tetapi penelitian secara RCT menunjukkan bahwa

keefektivannya kecil.9

13

Page 14: Endometriosis

GnRH

Banyak penelitian agonis dan antagonis GnRh termasuk terapi

medikamentosa yang paling efektif terhadap endometriosis. Analog GnRH

menekan produksi estrogen sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah

menyerupai kadar estrogen wanita usia menopause. Beberapa hari setelah

pemberian agonis GnRH akan terjadi perdarahan. Hal ini akibat pengeluaran FSH

dan LH serta pengeluaran estrogen dan progesteron. Pada permulaan pemberian

agonis GnRH tidak terjadi penekanan fungsi hipofisis, justru memicu pengeluaran

FSH dan LH dari hipofisis. Setelah keadaan ini terjadi beberapa hari, sensitivitas

hipofisis terhadap rangsangan agonis GnRH terus berkurang, terjadi pengeluaran

FSH dan LH serta estrogen dan progesteron yang berkurang (down regulation).

Karena ikatannya yang kuat, efeknya dapat berbulan-bulan.1 Efek samping

pemberian analog GnRH terutama oleh karena kadar estrogen yang terlalu rendah

dalam darah, sehingga keluhan yang muncul seperti akibat kekurangan estrogen

pada wanita pascamenopause, seperti semburan panas, keringat dingin, sakit

kepala, gangguan tidur, nyeri tulang, berdebar-debar, kekeringan vagina. Pada

pemberian diatas 6 bulan dapat menurunkan densitas mineral tulang. Bila

keluhan-keluhan ini muncul, maka perlu diberikan estrogen dan progesteron tablet

sampai keluhan hilang (addback therapy). Pemberian tablet ini tidak

mempengaruhi kerja analog GnRH terhadap endometriosis.1 Beberapa bukti

terakhir (RCOG) menunjukkan bahwa pengunaan GnRH agonis selama 3 bulan

mempunyai keefektifan yang sama dengan 6 bulan terapi (rekomendasi B).9

Beberapa penelitian menurut RCOG pengobatan dengan GnRH agonis dan

danazol menunjukkan bukti adanya regresi atau pengecilan endometriosis setelah

3 bulan terapi. Nyeri pelvik dapat menghilang setelah 2 bulan pengobatan dengan

GnRH agonis. Untuk menghilangkan rasa nyeri terapi dengan GnRH agonis atau

dosis tinggi danazol (600-800 mg/hari) hampir sama efektifnya pada sebagian

besar pasien. Deposit GnRH agonis tampak lebih efektif dalam mengurangi

ukuran besarnya endometrioma.6

Saat ini antagonis GnRH generasi ke-3 digunakan untuk pengobatan

endometriosis. Generasi ke-3 ini mempunyai cara kerja dengan menduduki

14

Page 15: Endometriosis

reseptor di hipofisis anterior tanpa terjadi stimuli reseptor, yang berarti tanpa

terjadi pengeluaran FSH dan LH saat awal pemberian. Karena dapat cepat

melepas ikatan, antagonis GnRH harus diberikan setiap hari, atau setiap minggu 1.

Seperti yang disebutkan di atas bahwa rekurensi mengikuti terapi

medikamentosa. Pada penelitian lanjutan, angka rekurensi kumulatif dalam 5

tahun setelah terapi dengan GnRH agonis selesai 37% dengan kelainan minimal

dan 74% dengan kelainan berat. Angka rekurensi setelah pengobatan dengan

GnRH agonis sekitar 15% setelah 12 bulan pengobatan dihentikan.6

Pil Kontrasepsi Oral

Penggunaan pil kontrasepsi merupakan salah satu pengobatan yang paling

sering digunakan, dan merupakan pilihan yang baik untuk wanita muda dengan

penyakit ringan yang juga membutuhkan kontrasepsi yang efektif. Penggunaan pil

kontrasepsi dibandingkan dengan agonis GnRH keduanya sama efektifnya dalam

menghilangkan nyeri pelvik, nyeri periodik, dan nyeri saat intercourse.

Penggunaan dapat secara siklik, ataupun secara terus menerus sekitar 6 -12 bulan.

Kandungan entynil estradiol dan progestin dalam pil kontrasepsi menginduksi

terjadinya reaksi desidualisasi. Dosis farmakologis dari medroxyprogesterone

acetate (MPA) mengakibatkan terhentinya pertumbuhan, perubahan sekresi dan

kadang regresi dari endometriosis.5,11

Progestogen

Untuk pengobatan endometriosis dapat digunakan progestogen.

Medroksiprogresteron asetat merupakan jenis progesteron yang paling banyak

digunakan. Progestogen sangat efektif menghilangkan keluhan dismenore, akan

tetapi angka residifnya sangat tinggi, mencapai 30 – 40%. Cara kerjanya adalah

dengan menekan sekresi gonadotropin dan menyebabkan desidualisasi pada lesi

endometriosis. Metaloproteinase sangat berperan dalam pertumbuhan

endometriosis. Progesteron menghambat metaloproteinase. Medroksiprogesteron

asetat diberikan dalam dosis tinggi (30-100 mg/hr selama 6 bulan, sehingga

menimbulkan efek samping peningkatan berat badan, edema, depresi, serta

perdarahan.1 Digunakan dapat secara siklik (minum selama 3 minggu, 1 minggu

15

Page 16: Endometriosis

istirahat) atau secara kontinu. Penggunaan oral MPA (20-30 mg/hari) atau

kontrasepsi oral untuk menghilanghkan tidak efektif pada 50 – 70% wanita.

Penelitian menggunakan kontrasepsi oral secara terus menerus menggunakan

preparat yang sama dengan kontrasepsi oral yang lama, penggunaan kontrasepsi

oral dosis rendah dan preparat generasi ke 3 tidak ada informasi dalam

efektivitasnya. Tidak ada data yang menyebutkan bahwa terdapat perubahan lesi

endometriosis setelah pengobatan dengan kontrasepsi oral.6

Kombinasi Pembedahan dan Medikamentosa

Pre operatif dan post operatif terapi mendikamentosa telah digunakan

sebagai terapi tambahan setelah reseksi secara konservatif. Supresi preoperatif

dengan agen hormonal membantu prosedur bedah dengan mengurangi

vaskularitas jaringan, dapat mengurangi ukuran endometroisis. Pemberian post

operatif dapat menginhibisi aktivitas residual penyakit, supresi ovulasi,

menurunkan kemungkinan efek dari tumpahan pada peritoneum saat reseksi.2

Laparaskopi operatif walaupun dilakukan dengan cermat, namun tetap saja ada

yang tertinggal (mikrolesi), sehingga untuk mencegah rekurensi tinggi diberikan

pengobatan hormonal setelah laparaskopi selesai dilakukan.1

Pengobatan medikamentosa pasca pembedahan dapat berguna setelah

dilakukan tindakan laparaskopi operatif atau terapi konservatif operatif, dimana

residual endometriosis membutuhkan pengobatan atau nyeri tidak menghilang.

Pada penelitian akhir-akhir ini dilaporkan bahwa pemberian GnRH agonis selama

12 – 24 minggu setelah laparaskopi operatif (untuk endometrioma ovarium dan

ablasi laser pada lesi untuk nyeri pelvik) mencegah terjadinya rekurensi

endometriosis dan memperpanjang free interval dari nyeri setelah pembedahan.6

Terapi Pembedahan

Laparaskopi ablasi pada endometriosis minimal-sedang yang

kemungkinan keluhan nyeri muncul kembali (level evidence A). Pembedahan

dalam penatalaksanaan endometriosis dengan nyeri keluhan infertilitas telah

dievalusi dalam beberapa systematic review. Satu penelitian RCT double blind

yang membandingkan efek laser ablation pada minimal-moderate endometriosis

16

Page 17: Endometriosis

+ uterine nerve ablation (LUNA) dengan laparaskopi diagnostik saja untuk

manajemen nyeri. Dalam 6 bulan follow up, 62,5% dari pasien yang diobati

dilaporkan mendapat kemajuan dan perbaikan gejala dengan 22% dibandingkan

dengan kelompok non pengobatan. Wanita dengan gejala ringan – sedang rasa

nyeri menghilang pada 73.3% pasien.9

Tatalaksana pembedahan untuk nyeri pelvik membutuhkan pemahaman

anatomi secara menyeluruh. Tujuan utama untuk pengobatan secara pembedahan

melibatkan pengangkatan tipikal atau atipikal implantasi endometriosis dan

perbaikan anatomi pelvik. Terapi definitif dari penyakit ini adalah total abdominal

hysterectomy (TAH) dan bilateral salpingooforectomy (BSO), yang diikuti oleh

pemberian terapi penggantian estrogen.6 Pertimbangan untuk tindakan ini adalah

kondisi hipoestrogen yang berat dan tidak adanya refluks haid yang mencegah

implantasi dan pertumbuhan jaringan endometriosis setelah operasi. Terapi

penggantian hormon disarankan untuk pasien pada usia muda untuk mencegah

osteoporosis dan mengontrol gejala post menopausal.10 Total abdominal

hysterectomy dan BSO dengan komplit eksisi atau ablasi endometriosis efektif

pada 90% kasus untuk menghilangkan nyeri. Rekurensi dari penyakit, dilaporkan

walaupun jarang setelah TAH dan BSO dengan atau tanpa pemberian estrogen

pengganti. Terapi penggantian estrogen setelah pembedahan berhubungan dengan

angka rekurensi yang rendah (1-3%). Indikasi utama untuk pembedahan definitif

adalah nyeri yang berat dan tidak berespon terhadap pengobatan konservatif. Total

abdominal hysterectomy dilakukan dengan mengangkat seluruh lesi

endometriosis, yang biasanya dengan nodul yang berpenetrasi dalam pada septum

rektovaginal atau vesikovaginal. Pada beberapa kasus, histerektomi radikal

dilakukan.11 Total Abdominal hystrectomy dilakukan bagi wanita yang telah

mempunyai keluarga secara lengkap. Pada wanita yang masih ingin mempunyai

anak, faktor-faktor lain harus dipertimbangkan untuk melakukan terapi definitif

termasuk diantaranya usia, tingkat keparahan penyakit dan letak dari

endometriosis yang ada.6

Bila pilihan terapi dengan histerektomi telah diputuskan, pasien harus

mendiskusikan apa yang akan diangkat, pilihan biasanya:4

Histerektomi total (mengangkat uterus dan serviks).

17

Page 18: Endometriosis

Histerektomi supracervical (mengangkat uterus dan penopang serviks),

sekitar pada 20-25% kasus.

Bilateral salpingo-ophorectomy (mengangkat ovarium). Bisa dilakukan

pada histerektomi total atau supraservikal, hal ini merupakan tindakan

yang potensial untuk mengobati endometriosis.

Terapi konservatif dari endometriosis adalah prosedur cytoreductive, akan

tetapi tidak sepenuhnya bersifat kuratif. Beberapa penelitian dengan uncontrolled

trials menunjukkan sekitar 61–100% pasien mengalami pengurangan nyeri setelah

pembedahan ablasi. Walaupun rasa nyeri menghilang segera seluruhnya akan

tetapi sejumlah besar kasus mengalami rekurensi gejala. Angka rekurensi

kumulatif mulai dari 13,5% dalam 3 tahun dan 40.3% dalam 5 tahun. Kembalinya

gejala setelah 6 bulan pengobatan menunjukkan terapi gagal dan memerlukan

strategi penatalaksanaan selanjutnya.6

Dengan pembedahan secara ablasi (electrocautery, laser dan eksisi) tidak

lagi membutuhkan laparatomi. Laparaskopi merupakan “baku emas” untuk

mendiagnosis dan mengklasifikasi endometriosis. Laparaskopi operatif

mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan laparatomi, mencakup

kemampuan untuk mengobati penyakit pada saat dilakukan diagnosis, melakukan

pengangkatan dan ablasi pada implantasi endometrium, mengurangi morbiditas

pada pasien, mengurangi waktu rawat inap, dan penurunan secara potensial angka

terjadinya perlekatan setelah pembedahan. Penelitian secara retrospektif

menunjukkan bahwa angka komplikasi laparaskopi operatif 6,5% untuk

endometriosis ringan sampai sedang, secara signifikan lebih rendah dari insidensi

komplikasi pada metode pemebdahan sekitar 10.4%. Angka rekurensi pada

pembedahan endoskopi ini sekitar 19%.4,6

PROGNOSIS

Endometriosis secara umum adalah penyakit yang progresif. Perluasan

dari progesi dan morbiditas sulit diperkirakan. Pada kebanyakan pasien berespon

terhadap pengobatan, sebanyak 50% mempunyai keluhan berulang dalam 5 tahun.

Wanita dengan endometriosis ringan mempunyai angka fertilitas sebanyak 75%

18

Page 19: Endometriosis

tanpa terapi. Fertilitas pada endometriosis berat menurun karena terdapat distorsi

dan abstruksi tuba falopi. Fertilitas pada endometriosis luas sekitar 30-40%.12

19

Page 20: Endometriosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Baziad A, 2003. “Endokrinologi Ginekologi”. Media Aesculapius, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. Hal. 21-23.

2. Helsa JS, Jones HW. 2003. “Endometriosis” In Te Linde’s Operative

Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins: Philadeplhia. Pg. 595-630.

3. Stenchever MA, Droegmuller W, Herbst AL, Mishell DR. 2001.

“Comphrehensive Gynecology : Endometriosis and Adenomyosis”. Mosby :

St. Louis. Pg. 531-54.

4. Simon HS. 2003. “Endometriosis”. Harvard Medical School: Massachusett.

5. Kapoor D. Endometriosis. 21 Februari 2012. Diunduh dari URL:

http://www.emedicine.com tanggal 28 Oktober 2012

6. The Cannadian Consensus Conference on Endometriosis. 1999. Vol.21. No.6.

7. Jacoeb TZ. Endometriosis sebagai Tantangan untuk Peningkatan Mutu

Reproduksi Manusia. Dalam: Pidato Pengukuhan Upacara Penerimaan Jabatan

Guru Besar Tetap Dalam Obstetri dan Ginekologi FKUI. Jakarta, 23 Juni

2007.

8. D’Hooghe TM. Endometriosis. In: Berek and Novak’s gynecology. Berek JS

editor. 14th ed. Lippincott Williams and Wilkins. 2007. pg. 1627-97.

9. RCOG. 2000. “The Investigation and Management og Endometriosis”. Pg. 1-

8.

10. Fedele et all. “Tailoring Radicality in Demolitive Surgery for Deeply

Infiltrating Endometiosis”. American Journal Obstetrics and Gynecology.

2005. 193.114-17.

11. Tucker D. 2000. “A Review of Endometriosis”. Women’s Health : UK. 1-9

12. anonymous. Endometriosis. Disitasi tanggal 28 Oktober 2012 Diunduh dari:

www.medindia.netanimationendometriosi.asp

20