empati

14
Makalah Empati Kata Pengantar Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah empati. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Diri dan Profesi. Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisanya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami menerima masukan, saran, dan usul guna penyempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Mataram, 29 Oktober 2012 Penulis Fakultas Kedokteran Universitas Mataram Page 1

Upload: agnesia-naathiq

Post on 18-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Empati dalam kedokteran

TRANSCRIPT

Makalah Empati

Makalah Empati

Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah empati.Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Diri dan Profesi.Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisanya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, kami menerima masukan, saran, dan usul guna penyempurnaan makalah ini.Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Mataram, 29 Oktober 2012

Penulis

BAB IPendahuluanA. Latar BelakangSurabaya - Ada beberapa kejanggalan dalam kasus yang menimpa Sujianto yang kakinya diamputasi sepihak oleh rumah sakit tanpa persetujuannya. Kejanggalan itu terjadi sejak Sujianto masuk dan keluar dari Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA) Pusura Tegalsari."Ada banyak kejanggalan dalam kasus malpraktik ini," kata Yahya, pendamping keluarga Sujianto kepada detiksurabaya.com, Senin (10/9/2012).Yahya menjelaskan, kejanggalan pertama adalah kenapa Sujianto dibawa ke RSIA Pusura Tegalsari yang merupakan rumah sakit kecil, padahal tindakan yang dilakukan adalah amputasi. Yang membawa ke rumah sakit di Jalan Tegalsari adalah Nur Ali. Seorang petugas kesehatan di lingkungan TNI. Yahya mengatakan, ternyata Nur Ali merupakan tentara berpangkat Serda yang bekerja sebagai perawat di Rumah Sakit Marinir. Di daerah asalnya di Desa Karang Gandu, Watu Limo, Trenggalek, Nur Ali mengaku bekerja sebagai dokter di Surabaya dan dia membuka praktik di rumahnya. Praktiknya hanya buka selama dia pulang ke rumahnya yakni Jumat, Sabtu dan Minggu. "Kalau dia bekerja di rumah sakit Marinir seharusnya Sujianto direkomendasikan ke rumah sakit itu. Bukan ke rumah sakit yang lain," ujar Yahya.Pria dengan rambut kuncir ini menambahkan, kejanggalan kedua adalah Sujianto yang diamputasi tanpa persetujuan keluarganya. Padahal jika pasien tak setuju, pihak rumah sakit wajib tidak melakukan tindakan atau kalau tidak mampu bisa merujuknya ke rumah sakit yang mempunyai peralatan yang lebih memadai. Kejanggalan ketiga adalah Sujianto dipulangkan sehari setelah diamputasi. Padahal pasien dengan tindakan tersebut seharusnya masih harus beristirahat di rumah sakit. Kejanggalan berikutnya adalah tidak diberinya obat saat Sujianto meninggalkan rumah sakit. Dan kejanggalan terakhir adalah tidak ada nama dokter yang mengoperasi Sujianto di daftar nama dokter yang ada di ruang tunggu ."Dokter yang mengoperasi ada 3 yakni Jimmy sebagi dokter ortopedi, Arif Basuki sebagai dokter anestesi dan David yang kami tidak tahu dia dokter apa. Dokter itu dibantu oleh Nur Ali yang turut terlibat dalam operasi," jelas Yahya.B. TujuanSecara umum makalah empati ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi mahasiswa tentang pentingnya empati dan keterkaitanya dengan komunikasi efektif. Sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikan empati dan komunikasi efektif saat menjadi dokter nanti.

BAB IIISIDalam kasus yang telah diterangkan di atas, masalah yang paling utama adalah tidak adanya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien sehingga penangkapan dan maksud dokter berbeda dengan yang dimengerti oleh keluarga pasien. Selain itu empati tentang kondisi pasien juga menjadi faktor dalam kasus kali ini.Pengertian komunikasi efektif sendiri yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi.Tujuan dari komunikasi efektif sebenarnya adalah memberikan kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi informasi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. Tujuan lain dari komunikasi efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seimbang sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.Menurut Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi yang efektif dapat dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya antara komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam pengertian, sikap, dan bahasa. Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila komunikasi yang dilakukan memenuhi :1. Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh pengirimnya2. Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim3. Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menindaklanjuti pesan yang dikirim.

Untuk dapat terciptanya komunikasi efektif ada hal yang perlu diperhatikan yaitu CARE. Comfort (Nyaman)Dokter harus dapat membuat pasien nyaman sehingga pasien tidak sungkan untuk menceritakan keluhannya. Acceptance (Penerimaan)Kesediaan dokter untuk menghargai dan menerima apa adanya sikap dan sifat pasien. Hal ini sangat penting untuk membangun komunikasi yang efektif. Responsiveness (Tanggap)Tanggap terhadap keluhan pasien dan mempu memberikan solusi terhadap pasien. Empathy (Empati)Kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain.

Dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia, terdapat 7 area kompetensi yang harus dimiliki seorang dokter sehingga tidak terjadi malpraktek yaitu :1. Komunikasi efektif2. Keterampilan Klinis3. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran4. Pengelolaan Kesehatan Masyarakat5. Pengelolaan Informasi6. Mawas diri dan pengembangan diri7. Etika, moral, dan medikolegal dan profesionalisme serta keselamatan pasienSelain hal di atas yang perlu diperhatikan untuk menceggah terjadi kasus di atas adalah mengerti tentang hak dan kewajiban dokter pasien.PasienDokter

Hak atas informasi mengenai dirinyaHak untuk mendapat informasi yang benar

Hak atas rahasia medikHak untuk melakukan pemeriksaan fisik dan mental

Hak atas isi rekam medikHak untuk menegakan diagnosis

Hak untuk memilih dokterHak untuk menyusun prognosis

Hak untuk memperoleh sarana kesehatanHak untuk memimpin pelayanan kesehatan

Hak untuk memperoleh pendapat keduaHak untuk merawat dan melakukan rehabilitasi

Hak untuk menghentikan pengobatan dan tindak medikHak untuk mendapatkan honor

Kewajiban pasien dan dokter :Pasien Dokter

Memberikan informasi yang jujurMenghormati hak pasien

Memberi kesempatan pada dokter untuk pemeriksaan mental maupun fisikMemberikan informasi yang berkaitan dengan tindakan medis tertentu yang akan dilakukan

Mematuhi nasihat dokterMenjaga rahasia pasien

Mematuhi cara cara pengobatanMeminta persetujuan pasien untuk tindakan medis yang akan dilakukan

Mematuhi syarat syarat pengobatanMembuat dan memelihara rekam medik

Beberapa pasal dalam KODEKI yang mengharuskan seorang dokter bersikap baik terhadap pasien, antara lain : I. KODEKI pasal 7a tentang Kewajiban Umum Dokter disebutkan bahwa :Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.II. KODEKI pasal 7c tentang Kewajiban Umum Dokter disebutkan bahwa :Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien. Pasal 1365 KUH PERDATA : Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantinya. Pasal 1366 KUH PERDATA : Juga akibat kelalaian Pasal 1367 KUH PERDATA : Juga respondeat superior Pasal 55 UU KESEHATAN : Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

Selain itu dokter juga memiliki sumpah yang harus dia pegang selama masih berprofesi sebagai dokter. Yang isinya sebagai berikut: Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan Saya akan memberikan kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih yang selayaknya Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya Kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran Saya akan memperlakukan teman sejawat saya sebagaimana saya sendiri ingin diperlakukan Dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau kedudukan sosial Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri sayaDari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa setiap pasien dan dokter memiliki hak dan kewajibannya masing-masing, serta terdapat peraturan dan sanksi apabila melanggar salah satu dari peraturan tersebut. Dalam kasus ini dokter serta instansi kesehatan melanggar peraturan pada pasal 7a dan 7c. Pada pasal 7a telah dijelaskan bahwa seorang dokter harus memberikan pelayanan medis yang kompeten disertai rasa kasih sayang dan penghormatan, akan tetapi dalam kejadian pasien yang masih harus mendapatkan perawatan diminta untuk pulang hal ini tentunya bertentangan dengan pasal 7a. Selain itu dokter dan instansi tidak memberikan hak rekam medic terhadap pasien, hal ini tentunya melanggar pasal 7c tentang melindungi hak-hak pasien.Tidak hanya itu dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa dokter dalam kasus di atas juga telah melanggar beberapa aturan dalam 7 area kompetensi dokter yang diatur dalam SKDI, yaitu komunikasi efektif dan etika, moral, medikolegal, profesionalisme, dan keselamatan pasien. Dokter tersebut sama sekali tidak menunjukkan rasa empati, dokter dan instansi kesehatan tersebut tersebut tidak memikirkan keadaan dan perasaan pasien yang menyuruh pasien pulang sebelum waktunya. Sedangkan dokter itu juga telah melanggar sumpahnya sebagai seorang dokter yang akan melindungi pasien. Untuk itu pasien dapat menuntut baik dokter maupun instansi kesehatan terkait sesuai dengan pasal-pasal yang telah disebutkan di atas.

BAB IIIPenutupKesimpulanKomunikasi efektif dan berempati yang baik mampu meghindarkan kesalahpahaman antara dokter, pasien maupun instansi kesehatan yang menimbulkan dugaan malpraktek. Adanya undang-undang dan sumpah dokter diharapkan dokter tidak semena-mena terhadap pasien dan mampu mempertanggungjawabkan segala tindakan yang dilakukan terhadap pasiennya.

Daftar Pustaka

Amin, Ahmad. (1983). Ethics (Moral Sciences). Jakarta: NV Crescent and Star

H, Ivander Benedict. 2011. Komunikasi dan Empati. Jakarta: Universitas Kristen Krida Wacana.

Hanafiah J, Amir A. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan, Ed. 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007:3.

Joseph Ilmoe. (1997). Difference Empathy Judging from Sex and Students Study Program FIP. London: Research Repor

Kejanggalan Kasus Amputasi.available on http://surabaya.detik.com/read/2012/09/10/195651/2014116/466/. Akses 26 Oktober 2012.

T, Suprapto. Pengantar Teori dan Manajemen Komunikasi. Yogyakarta: Media Pressindo. 2009:15.

Fakultas Kedokteran Universitas MataramPage 3