emergency nutrition assessment resume

37
USULAN PENELITIAN HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP STATUS GIZI SERTA TINGKAT KEBUGARAN LANSIA PESERTA PUSAT SANTUNAN DALAM KELUARGA (PUSAKA V) JAKARTA PUSAT ANDARI SIH ESTU JATI

Upload: ibrahim-kowalski

Post on 14-Feb-2016

268 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

mengenai asesmen gizi pada keadaan darurat

TRANSCRIPT

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP STATUS GIZI SERTA TINGKAT KEBUGARAN LANSIA PESERTA PUSAT

SANTUNAN DALAM KELUARGA (PUSAKA V) JAKARTA PUSAT

ANDARI SIH ESTU JATI

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

USULAN PENELITIAN

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP STATUS GIZI SERTA TINGKAT KEBUGARAN LANSIA PESERTA PUSAT

SANTUNAN DALAM KELUARGA (PUSAKA V) JAKARTA PUSAT

ANDARI SIH ESTU JATI

Usulan penelitiansebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizipada

Departemen Gizi Masyarakat

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

Judul Skripsi: Hubungan Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta Pusat Santunan dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat.

Nama : Andari Sih Estu JatiNIM : I14114035

Disetujui oleh

Prof.Dr.drh. Clara M.Kusharto, M.Sc Dr. Tiurma Sinaga, MFSA Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Drs Rimbawan Ketua Departemen

Tanggal Disetujui:

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1Latar Belakang 1Tujuan Penelitian 2Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3PUSAKA V 3Lanjut Usia 3Konsumsi Pangan 4

Metode Penimbangan Langsung dengan Pengamatan 5Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi 5

Penilaian Status Gizi Lansia 5Antopometri 6Pengukuran Berat Badan 6

Indeks Massa Tubuh (IMT) 7Aktivitas Fisik 7Tingkat Kebugaran 8

KERANGKA PEMIKIRAN 9METODE PENELITIAN 11

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian 11Cara Penarikan Contoh 11Jenis dan Cara Pengumpulan Data 11Pengolahan dan Analisis Data 12

DEFINISI OPERASIONAL 14DAFTAR PUSTAKA 15LAMPIRAN 16

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Kategori Status Gizi Lansia Berdasarkan IMT (WHO 1999) 7Tabel 2 Kriteria Status Gizi Lansia Berdasarkan IMT (Depkes RI 2005) 7Tabel 3 Nilai Kisaran Normal Tes untuk Pria 8Tabel 4 Nilai Kisaran Normal Tes untuk Wanita 9Tabel 5 Jenis Dan Cara Pengumpulan Data 11Tabel 6 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik 13Tabel 7 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 14

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran Konsumsi Pangan dan Aktivitas fisik Terhadap Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta Pusat Santunan Dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat. 10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Identitas Responden 16Lampiran 2 Konsumsi Pangan 17Lampiran 3 Hasil Pengukuran Status Gizi (diisi oleh petugas) 18Lampiran 4 Formulir Aktivitas Fisik Lansia PUSAKA V 18Lampiran 5 Formulir Konsumsi Makanan 19Lampiran 6 Formulir Food Recall* 19Lampiran 7 Langkah-langkah dan Tujuan Tes Kebugaran Lansia 20Lampiran 8 Formulir Hasil Pengukuran Tes Tingkat Keburan 21

CHAPTER A

Assesing The Cause of Malnutrition

Introduction to The Cause of Malnutrition

Kerangka konseptual Unicef menjadi alat untuk menilai penyebab masalah gizi. Kerangka ini menjadi penting untuk merancang intervensi masalah gizi pada penduduk yang mengalami keadaan darurat.

Gizi diperlukan untuk tumbuh, kembang, mempertahankan keadaan tubuh, mencegah penyakit, dan

Menua atau menjadi tua (aging) merupakan proses yang akan dialami oleh semua orang dan tidak dapat dihindari. Proses menua dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen yang dapat menjadi faktor risiko penyakit degeneratif yang biasa dimulai usia muda atau produktif, namun bersifat subklinis. Secara alami, fungsi fisiologis dalam tubuh lansia menurun seiring pertambahan usia nya. Penurunan fungsi ini tentu nya akan menurunkan kemampuan lansia tersebut untuk menanggapi datangnya rangsangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh lansia itu sendiri. Perubahan fungsi fisiologi yang terjadi pada lansia pada dasarnya meliputi penurunan kemampuan sistem saraf, yaitu pada indera penglihatan, peraba, perasa dan penciuman. Selanjutnya penurunan ini juga mengakibatkan penurunan sistem pencernaan, sistem saraf, sistem pernapasan, sistem endokrin, sistem kardiovaskular hingga penurunan kemampuan muskulosketal (Fatmah 2010).

Menurut Fatmah (2010), perubahan fisiologi yang berhubungan dengan aspek gizi pada lansia adalah semakin berkurangnya indera penciuman dan perasa yang pada umumnya membuat lansia kurang dapat menikmati makanan dengan baik. Hal ini membuat aktivitas makan menjadi kurang bagi lansia, sehingga asupan gizi semakin berkurang. Status gizi dan status kesehatan sangat ditentukan oleh kondisi yang dialami oleh lanjut usia. Status gizi dan status kesehatan yang baik akan membawa seseorang kepada umur panjang yang sehat dan produktif. Selain itu, status kesehatan pada lansia akan berpengaruh dalam penilaian kebutuhan akan zat gizi (Arisman 2004).

Peningkatan jumlah lansia dan beragamnya masalah kesehatan serta gizi yang dihadapi oleh lansia, maka sudah selayaknya kelompok ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan, untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian di Pusat Santunan dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat guna memberi gambaran status gizi dan kesehatan pada kelompok tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Konsumsi Pangan dan Aktivitas Fisik Terhadap Status Gizi dan Tingkat Kebugaran Lansia di Pusat Santunan dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat”.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap status gizi dan tingkat kebugaran Lansia di Pusat Santunan dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik contoh.2. Mengkaji konsumsi pangan contoh.3. Mengkaji aktifitas fisik contoh.4. Mengkaji status gizi dan tingkat kebugaran contoh.5. Menganalisis hubungan aktifitas fisik dan konsumsi pangan terhadap status

gizi serta tingkat kebugaran contoh.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap status gizi serta tingkat kebugaran Lansia di PUSAKA V, khususnya daerah Jakarta. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perbaikan kualitas hidup lansia, terutama di bidang gizi dan kesehatan.

TINJAUAN PUSTAKA

Pusat Santunan dalam Keluarga (PUSAKA V)

Pusat Santunan dalam Keluarga (PUSAKA V) adalah suatu yayasan yang menaungi atau membina para lansia. Yayasan ini didirikan pada tanggal 15 Januari 2002 yang telah di sahkan oleh notaris. Dengan ketua yayasan yang membina adalah Ibu Hj Romlah Yusuf. Tujuan dari pendirian yayasan ini adalah mencegah dan menangkal, menanggulangi serta mengantisipasi berbagai masalah kesejahteraan sosial yang dihadapi oleh para lanjut usia (lansia) di lingkungan PUSAKA V. Meningkatkan kualitas kesejahteraan social lanjut usia (lansia) di wilayah PUSAKA V, secara terpadu, terarah, menyeluruh dan berkelanjutan.

Visi nya mewujudkan kemandirian bagi setiap lanjut usia yang potensial. Menyediakan berbagai pelayanan social bagi lanjut usia (lansia) secara terarah dan

berkesinambungan. PUSAKA V terletak di Jln. Anyer 15 no.11 Rt. 007/09 Kel. Menteng-Jakarta Pusat. Telp : 021-3907768, 3149620. Dalam perkembangannya, PUSAKA V tidak hanya menyantuni dalam bidang makanan pokok saja, akan tetapi memberikan Pembinaan Mental Spiritual dan Pelayanan Kesehatan.

Lanjut Usia

Pertumbuhan dan perkembangan manusia terdiri dari serangkaian proses perubahan yang rumit dan panjang, dimulai dari pembuahan sel telur dan berlanjut sampai berakhirnya kehidupan. Secara garis besarnya, perkembangan manusia terdiri dari beberapa tahap, yaitu meliputi kehidupan sebelum lahir, sewaktu bayi, masa kanak-kanak, remaja, masa dewasa dan masa lanjut usia (Fatmah 2010).

Batasan lansia di Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang No. 13/1998 tentang kesejahteraan lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Batasan umur lansia di Indonesia juga diatur dalam UU NO.4 tahun 1965 pasal 1, yang menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain. Batasan usia menurut WHO meliputi usia pertengahan (middle age) 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 sampai 90 tahun, usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Notoatmodjo 2007).

Proses menua merupakan proses yang kompleks karena melibatkan perubahan-perubahan fisik, psikologik, fungsi dan sosial-ekonomi sekelompok penduduk. Dari segi fisik penuaan sel-sel dapat berakibat pada penurunan cadangan faali berbagai fungsi, seperti ginjal, jantung dan sebagainya; kegagalan mempertahankan mekanisme homeostatik, misalnya gangguan pengontrolan tekanan darah dan kegagalan sistem imunitas dengan akibat pada peningkatan penyakit keganasan dan autoimun. Perubahan fisik yang berkelanjutan dengan gangguan fungsi akan berhubungan dengan gangguan masukan zat gizi dan energi yang terjadi mulai dari alat pengunyah, pengecap, pencernaan dan penyerapan. Intoleransi terhadap beberapa makanan dan obstipasi sering menjadi bagian dari keluhan para lanjut usia (Muis, Nurkinansih, Darmojo B 1992).

Konsumsi Pangan

Kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, antara lain tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik, usia, jenis kelamin dan faktor yang bersifat relatif, diantaranya yaitu gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization) dan perbedaan pengeluaran (excretion) dan penghancuran (destruction) zat tersebut di dalam tubuh (Supriasa, Bakri dan Hajar 2001).

Menurut Arisman (2009), lansia memerlukan pangan yang relatif kecil jumlahnya tetapi tinggi mutunya. Mutu yang tinggi dimaksudkan untuk mengimbangi penyusutan faali yang cepat serta untuk mempertahankan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Sedang jumlah yang kecil yang tercermin dari nilai energinya, terutama untuk menghindari masalah kegemukan yang membahayakan lansia.

Penilaian konsumsi pangan dapat menggambarkan kualitas dan kuantitas asupan dan pola makan lansia melalui pengumpulan data dalam survei konsumsi makanan. Metode yang umum digunakan dalam survei konsumsi makanan terdiri dari jangka pendek (24 hours food recall, dietary record) dan jangka panjang (food frequency questioner) (Fatmah 2010). Dalam mengkaji asupan makanan ada tiga tingkat kegiatan, yaitu 1) perhitungan asupan makanan; 2) perhitungan kebutuhan zat gizi dan 3) membandingkan asupan zat gizi dengan kebutuhan gizi. Kegiatan tersebut memerlukan informasi penunjang antara lain status ekonomi, pekerjaan dan aktivitas fisik (Depkes 2006).

Terdapat dua cara penilaian keadaan gizi masyarakat yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran secara tidak langsung diantaranya adalah dengan mengetahui keadaan konsumsi pangannya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menilai konsumsi pangan baik tingkat individu, keluarga maupun masyarakat. Survei konsumsi tingkat individu dapat menggunakan metode-metode berikut ini yaitu penimbangan (weighed method), metode mengingat-ingat (recall method), riwayat makan (dietary history), frekuensi pangan (food frequency) dan metode kombinasi (Kusharto 2012).

Metode Penimbangan Langsung dengan PengamatanMetode survei konsumsi pangan untuk tingkat individu salah satunya adalah

metode penimbangan langsung dengan pengamatan yang dilakukan sendiri oleh tenaga pengambil data. Pengukuran penggunaan pangan untuk konsumsi dilakukan dengan cara menimbang bahan pangan setelah makanan masak (penyajian) dan setelah pangan tersebut di konsumsi (mengamati sisa yang tidak termakan). Selain itu ditimbang pula makanan yang diperoleh dari pemberian dan makanan yang dberikan pada orang lain, serta perlu diperoleh informasi mengenai makanan yang dikonsumsi di luar rumah.

Metode ini merupakan metode yang paling akurat, karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat terhadap makanan yang dikonsumsi. Disamping kelebihan tersebut ada beberapa kekurangannya yaitu mahal, makan waktu, kadang-kadang responden segan atau malu atau tidak memperkenankan bila makanannya harus dipindah-pindahkan dari tempat nya untuk ditimbang (Kusharto 2012).

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Menurut Supriasa, Bakri dan Hajar (2001), untuk menilai tingkat kecukupan makanan diperlukan suatu standar kecukupan yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk populasi yang diteliti. Dasar pengajian Angka

Kecukupan Gizi (AKG) didasarkan pada kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, aktivitas, kondisi khusus (hamil dan menyusui).

Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kebutuhan zat gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen (%). Menurut Hardinsyah, Briawan D (2002) rumus perhitungan tingkat kecukupan secara umum adalah sebagai berikut:

TKGi=KiAKGi

×100%

TKGi = Tingkat kecukupan energi dan zat gizi iKi = Konsumsi sumber energi dan zat gizi iAKGi = Angka kebutuhan zat gizi I yang dianjurkan

Penilaian Status Gizi LansiaPenilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan

gizi sesorang dengan cara mengumpulkan data baik obyektif maupun subyektif dan dibandingkan dengan baku yang tersedia. Komponen penilaian status gizi meliputi 1) antropometri, 2) pemeriksaan biokimiawi, 3) pemeriksaan klinis dan riwayat mengenai kesehatan dan 4) konsumsi pangan (Arisman 2004).Antopometri

Antropometri merupakan pengukuran ukuran tubuh, berat dan proporsi. Komposisi tubuh menunjukkan distribusi penyusunan tubuh (massa otot dan lemak tubuh) sebagai bagian dari berat badan. Pengukuran antropometri bervariasi menurut umur dan keadaan gizi individu. Antropometri dapat digunakan untuk mendeteksi derajat malnutrisi namun tidak dapat digunakan untuk menentukkan defisiensi zat gizi secara spesifik. Kelebihan penilaian status gizi dengan antropometri lainnya adalah dapat menilai riwayat gizi yang telah lampau (Gibson 2005).

Pengukuran Berat BadanPengukuran berat badan sebaiknya dilakukan setelah perut kosong dan

sebelum makan. Alat pengukur berat badan berupa a beam balance with nondetachable weights dan a spring balance. Sebelum penimbangan dilakukan, alat ukur dipastikan berada dalam keadaan setimbang dan penunjuk angka menunjuk angka nol. Subyek yang diukur berdiri ditengah plat timbangan, pandangan lurus ke depan, relaks, dan memakai pakaian seminimal mungkin. Sebaliknya penimbangan dilakukan berulang. Alat penimbangan dikalibrasi setiap dipindah dari suatu tempat (Gibson 2005).

Tinggi Lutut sebagai Prediktor Tinggi Badan pada Lanjut UsiaTinggi dan berat badan digunakan untuk mengukur indeks massa tubuh (IMT)

yang diukur berdasarkan rasio berat badan (dalam kilogram) dan kuadrat tinggi badan (dalam meter). IMT merupakan ukuran antropometri yang seringkali digunakan untuk menentukan status gizi seseorang. Namun, tinggi badan pada lansia seringkali bias akibat kompresi tulang belakang. Para peneliti telah berusaha mencari parameter lain

yang dapat menggantikan tinggi badan. Parameter tersebut harus mudah dikumpulkan dan tidak banyak menyimpang dari tinggi badan.

Metode yang digunakan untuk memprediksi tinggi badan harus mencakup ukuran tubuh yang secara aktual merupakan bagian dari tinggi badan. Beberapa metode yang dikenal untuk memprediksi tinggi badan antara lain mengunakan rentang lengan (arm span), dan tinggi lutut. Rentang lengan seringkali tidak menghasilkan prediksi tinggi badan yang akurat akibat sendi di daerah lengan yang kaku pada lansia. Tinggi lutut direkomendasi oleh World Health Organization untuk digunakan sebagai prediktor dari tinggi badan pada seseorang yang berusia ≥60 tahun (lansia).

Proses bertambahnya usia tidak berpengaruh terhadap tulang yang panjang seperti lengan dan tungkai, tetapi sangat berpengaruh terhadap tulang belakang. Prediksi tinggi badan menggunakan tinggi lutut pertama kali dilakukan pada sampel kecil lansia non-Hispanic kulit putih di Ohio, Amerika Serikat. Tinggi badan lansia yang diprediksi berdasarkan model persamaan regesi dari Chumlea et al dibandingkan dengan hasil pengukuran tinggi badan menggunakan uji-t pasangan. Model regresi untuk prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut dan usia pada setiap jenis kelamin adalah sebagai berikut (Salim O, Kusumaratna R, Sudharma N, Hidayat A 2006).

Laki-laki:Tinggi badan (cm) = 64.19 + 2.03 x {tinggi lutut (cm)}-{0.04 x umur (th)}

Perempuan:Tinggi badan (cm) = 84.88 + 1.83 x {tinggi lutut (cm)}-{0,24 x umur (th)}

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Status gizi dapat ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa yang berusia 18 tahun ke atas. IMT tidak diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Disamping itu pula, IMT tidak dapat diterapkan dalam keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti edema, asites dan hepatomegali (Supriasa, Bakri dan Hajar 2001).

Tabel 1 Kategori Status Gizi Lansia Berdasarkan IMT (WHO 1999)IMT Status Gizi

< 20 kg/m2 Gizi kurang (underweight)20-25 kg/m2 Normal25-30 kg/m2 Gizi lebih (overweight)> 30 kg/m2 Obesitas

Sumber : Fatmah (2010).

Tabel 2 Kriteria Status Gizi Lansia Berdasarkan IMT (Depkes RI 2005)

IMT Status Gizi<18.5 kg/m2 Gizi kurang18.5-25 kg/m2 Gizi normal>25 kg/m2 Gizi lebih

Sumber : Fatmah (2010).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari. Aktivitas fisik juga dapat dilihat dari kebutuhan energi untuk aktivitas yang dilakukan sehari-hari dengan cara mencatat semua waktu kegiatan dalam satuan jam dan selanjutnya dikalikan dengan kebutuhan energi untuk tiap jenis aktivitas dalam satuan kalori/kg berat badan/jam. Dengan melakukan aktivitas fisik, maka lansia dapat mempertahankan bahkan meningkatkan derajat kesehatannya. Namun, karena keterbatasan fisik yang dimilikinya akibat pertambahan usia serta perubahan dan penurunan fungsi fisiologis, maka lansia memerlukan beberapa penyesuaian dalam melakukan aktivitas fisik sehar-hari (Fatmah 2010).

Latihan aerobik dengan latihan beban juga dapat mempertahankan massa tulang. Karena seringnya masalah persendian pada lanjut usia, aktivitas dengan beban ringan seperti berjalan merupakan aktivitas aerobik yang mudah, praktis dan sering dilakukan. Latihan mengangkat beban harus memperhatikan ekstensi tubuh seseorang (kelurusan tulang punggung badan). Latihan sedang dianjurkan paling sedikit 30 menit tiga kali seminggu adalah minimum untuk hasil yang positif (Komnas Lansia 2010).

Tingkat Kebugaran

Semua jenis olahraga yang pada prinsipnya dapat dilakukan oleh lansia, asalkan jenis olahraga tersebut sudah dikerjakannya secara teratur sejak muda. Namun untuk amannya olahraga yang dianjurkan oleh para ahli adalah olahraga yang sifatnya aerobik yang dinamis misalnya jalan kaki, senam dan berenang. Menurut Sumosardjuno 2004 menyatakan bahwa kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari sesuai pekerjaannya tanpa timbul kelelahan yang berlebihan, sehingga masih dapat menikmati waktu luang.

Seseorang dapat dikatakan memiliki status kebugaran jasmani atau tingkat kebugaran yang baik kalau orang tersebut memenuhi tingkat kebugaran yang baik menurut parameater tertentu. Selain memiliki derajat kebugaran jasmani yang baik, indikator yang perlu diketahui adalah derajat kesehatan seseorang. Derajat kesehatan seseorang dapat dilihat dari berat badan ideal. Seseorang dikatakan mempunyai ukuran yang ideal apabila bentuk tubuhnya tidak terlalu kurus dan tidak terlalu gemuk dan terlihat serasi antara berat dan tinggi badannya. Agar tubuh seseorang

ideal, lemak di dalam tubuhnya harus dalam kadar normal. Lemak memang harus ada di dalam tubuh, tetapi jangan sampai kekurangan atau berlebihan.

Pada The Journal on Active Aging dituliskan ada beberapa cara untuk mengukur tingkat kebugaran padal lanjut usia (lansia) yang dapat dijadikan sebagai parameter kebugaran lansia. Diantaranya ada chair stand, arm curl, 6-minute walk, 2-minute step, chair sit and reach, back scratch, 8-fit up and go (Rikli dan Jhones 2002). Sebaiknya sebelum dilakukan pengukuran para lanjut usia (lansia) diberikan pemanasan terlebih dahulu. Hal ini diharapkan agar tidak terjadi cedar pada saat melakukan tes. Selain itu untuk pengukuran pada lansia dilakukan semampuhnya lansia, jangan dipaksakan karena bisa mengakibatkan cedra. Setelah melakukan tes satu persatu kemudian diberikan pendinginan agar keadaan detak jantung para lansia bisa kembali seperti semula. Untuk melihat nilai kisaran normal tes yang dapat dilakukan oleh para lanjut usia (lansia) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai Kisaran Normal Tes untuk Pria60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-90 90-94

Chair Stand(no.of stands) 14-19 12-18 12-17 11-17 10-15 8-14 7-12

Arm Curl(no. of reps) 16-22 15-21 14-21 13-19 13-19 11-17 10-14

6-Min walk(no.of yds) 610-735 560-700 545-680 470-640 445-605 380-570 305-500

2-Min Step(no. of step) 87-115 86-116 80-110 73-109 71-103 59-91 52-86

Chair Sit & Reach(inches +/-)

(-2.5)-(+4.0)

(-3.0)-(+3.0)

(-3.5)-(+2.5)

(-4.0)-(+2.0)

(-5.5)-(+1.5)

(-5.5)-(+0.5)

(-6.5)-(+0.5)

Back Scratch(inches +/-)

(-6.5)-(+0.0)

(-7.5)-(-1.1)

(-8.0)-(-1.0)

(-9.0)-(-2.0)

(-9.5)-(-2.0)

(-10.0)-(-3.0)

(-10.5)-(-4.0)

8-Fit Up & Go(second) 5.6-3.8 5.7-4.3 6.0-4.2 7.2-4.6 7.6-5.2 8.9-5.3 10.0-6.2

Sumber : Rikli dan Jhones 2002.

Tabel 4 Nilai Kisaran Normal Tes untuk Wanita60-64 65-69 70-74 75-79 80-84 85-90 90-94

Chair Stand(no.of stands) 12-17 11-16 10-15 10-15 9-14 8-13 4-11

Arm Curl(no. of reps) 13-19 12-18 12-17 11-17 10-16 10-15 8-13

6-Min walk(no.of yds) 545-660 500-635 480-615 430-585 385-540 340-510 275-440

2-Min Step(no. of step) 75-107 73-107 68-101 68-100 60-91 55-85 44-72

Chair Sit & Reach(inches +/-)

(-0.5)-(+5.0)

(-0.5)-(+4.5)

(-1.0)-(+4.0)

(-1.5)-(3.5)

(-2.0)-(+3.0)

(-2.5)-(+2.5)

(-4.5)-(+1.0)

Back Scratch(inches +/-)

(-3.0)-(+1.5)

(-3.5)-(-1.5)

(-4.0)-(-1.0)

(-5.0)-(-0.5)

(-5.5)-(-0.5)

(-7.0)-(-1.0)

(-8.0)-(-1.0)

8-Fit Up & Go(second) 6.0-4.4 6.4-4.8 7.1-4.9 7.4-5.2 8.7-5.7 9.6-6.2 11.5-7.3

Sumber : Rikli dan Jhones 2002.

KERANGKA PEMIKIRAN

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu Negara adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun dan menyebabkan meningkatnya kejadian penyakit kronik dan akut dikalanagan lansia (Depsos 2007). Penambahan usia menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun mental. Perubahan ini mempengaruhi kondisi seseorang baik aspek psikologis, fisiologis, dan sosio ekonomi (Fatmah 2010).

Terjadi kemunduran sel-sel pada usia lanjut karena proses penuaan secara nyata yang menyebabkan kelemahan peda fisik, kelemahan pada organ, menyebabkan penurunan fisiologis, salah satunya adalah tanggalnya gigi menyebabkan lansia susah untuk mengkonsumsi makanan, kemudian tubuh melemah sehingga menyebabkan lansia sukar untuk melakukan aktivitas tubuh yang berat. Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi konsumsi pangan para lansia dan juga aktivitas fisik lansia. Menurunnya konsumsi pangan dan aktivitas fisik para lansia akan berpengaruh terhadap status gizi serta tingkat kebugaran para lansia. Sekema kerangka pemikiran Konsumsi Pangan dan Aktivitas fisik Terhadap Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta Pusat Santunan Dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat dapat dilihat pada Gambar 1.

Karakteristik individu- Usia- Jenis Kelamin- BB-TL

Karakteristik rumah tangga- Tingkat pendidikan- Pekerjaan- Sumber pendapatan- Status perkawinan- Besar keluarga

Konsumsi Pangan- Frekuensi konsumsi

pangan - Frekuensi makan sehari- Jenis konsumsi pangan

Aktivitas Fisik- Kegiatan sehari-hari- Kebiasaan olah raga

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran Konsumsi Pangan dan Aktivitas fisik Terhadap Status Gizi serta Tingkat Kebugaran Lansia Peserta Pusat Santunan Dalam Keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat.

Keterangan

: variable yang diteliti

: garis hubungan yang diteliti

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilakukan di Pusat santunan dalam keluarga (PUSAKA V) Jakarta Pusat. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Yayasan PUSAKA V memiliki jumlah lansia yang relatif banyak, kemudahan akses dan perizinan serta populasi contoh yang beragam.

Cara Penarikan Contoh

Keseluruhan lansia yang menjadi anggota PUSAKA V yang berjumlah 60 orang. Contoh dalam penelitian ini adalah lansia yang menjadi anggota atau Peserta PUSAKA V dengan kriteria lansia berusia ≥ 60 tahun, tidak pikun, dalam keadaan sehat, tidak mengalami gangguan pendengaran, bersedia di wawancara dan melakukan tes kebugaran, serta mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan baik.

Status Gizi dan tingkat kebugaran

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Jenis Dan Cara Pengumpulan DataNo Jenis Data Variabel Instrumen1 Karakteristik contoh Nama, usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pekerjaan sebelum dan sumber pendapatan.

Kuesioner

2 Konsumsi pangan Jumlah (porsi awal dan sisa makanan), jenis dan frekuensi makan

Penimbangan makanan yang diberikan dari PUSAKA, serta food recall (untuk makanan yang di konsumsi dan untuk makanan yang di konsumsi diluar yang diberikan oleh PUSAKA)

3 Data antropometri Berat badan (BB), Tinggi Badan (TB)

Tinggi badan menggunakan pengukuran tinggi lutut dan penimbangan berat badan menggunakan timbangan bathroom scale

4 Aktivitas fisik Aktivitassehari-hari yang dilakukan oleh lansia

Kusioner, wawancara

5 Tingkat Kebugaran Kemampuan melakukan tes, sesuai dengan parameter.

Tes yang dilakukan yaitu: chair stand, 2-min step, chair sit & reach, back scratch, 8-fit up & go. Kemudian diukur dengan waktu, dan menggunakan beberapa alat seperti kursi, meteran, cup cone.

Data primer meliputi karakteristik contoh, konsumsi pangan (food weighing dan recall) dan data antropometri serta data tingkat kebugaran. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi denah lokasi penelitian, keadaan umum tempat penelitian, serta daftar menu makanan yang disediakan oleh PUSAKA V.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data terdiri atas analisis statistik dan analisis deskriptif. Analisis data dilakukan dengan cara bertahap mulai dari data yang terkumpul di lapangan sampai data siap untuk dianalisis. Tahapan pengolahan data dimulai dari entry, coding, editing, cleaning dan analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

Microsoft Excel 2007 dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS version 16.0 for windows (Hastono 2006).

Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan metode penimbangan dan pengamatan langsung terhadap jumlah porsi awal, jumlah makanan sisa dan jumlah yang dikonsumsi. Data konsumsi pangan dikonversikan menjadi energi, protein, vitamin A, kalsium dan zat besi menggunakan DKBM. Tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 2002) :

TKGi=KiAKGi

×100%

TKGi = Tingkat kecukupan energi dan zat gizi i

Ki = Konsumsi sumber energi dan zat gizi iAKGi = Angka kebutuhan zat gizi I yang dianjurkan

Tingkat kecukupan sumber energi dan protein dikategorikan menjadi lima yaitu:

1. Defisit tingkat berat (<70%)2. Defisit tingkat sedang (70-79%)3. Defisit tingkat ringan (80-89%)4. Normal (90-119%)5. Kelebihan (≥ 120 %) (Depkes 1996).Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi dua yaitu:

1. Kurang (<77%)2. Cukup (≥ 77%) (Gibson 2005)

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan pada data karakteristik contoh, konsumsi pangan, status gizi serta tingkat kecukupan pangan. Analisis inferensial dilakukan dengan menggunakan uji korelasi spearman untuk menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan energi dan protein dengan status gizi contoh.

Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Kebiasaan olahraga dikategorikan menjadi dua yaitu olahraga dan tidak olahraga. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2004) . PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

PAL=PAR x alokasi waktu tiap aktivitas24 jam

Keterangan :PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energy yang dikeluarkan

untuk jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)

Tabel 6 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisikAktivitas Physical Activity

Ratio/satuan waktuTidur 1.0Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4Makan 1.5Duduk 1.5Mengendarai mobil/berjalan 2.0Memasak 2.1Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2Mandi dan berpakaian 2.3Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin 2.3Mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2.8Berjalan 3.2Berkebun 4.1Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5Transportasi dengan bus 1.2

Aktivitas Physical Activity Ratio/satuan waktu

Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3

Tabel 7 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PALKategori Nilai PAL

Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40

Pengolahan data status gizi menggunakan data hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan. Tinggi lutut digunakan sebagai prediksi tinggi badan, Model regresi untuk prediksi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut dan usia pada setiap jenis kelamin adalah sebagai berikut (Salim O, Kusumaratna R, Sudharma N, Hidayat A 2006).Laki-laki:Tinggi badan (cm) = 64.19 + 2.03 x {tinggi lutut (cm)}-{0.04 x umur (th)}

Perempuan:Tinggi badan (cm) = 84.88 + 1.83 x {tinggi lutut (cm)}-{0,24 x umur (th)}

Status gizi lansia ditentukan berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus :

IMT = Berat badan(kg)Tinggi badan(m2)

Status gizi dikategorikan menjadi tiga yaitu status gizi kurang (IMT < 18,5 kg/m2), status gizi normal (IMT 18.5-25 kg/m2) dan status gizi lebih (IMT >25 kg/m2) (Depkes RI 2005).

Pengolahan data tingkat kebugaran menggunakan data hasil pengukuran beberapa tes yang telah dilakukan, mulai dari waktu dan berapa kali lansia mampu melakukan tes tersebut. Kemudian hasil tes dicocokan dengan parameter yang ada. Ukuran kemampuan antara Pria dan Wanita berbeda.

DEFINISI OPERASIONAL

Aktivitas Fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Diukur dengan menggunakan kuesioner aktivitas fisik, yang meliputi jenis dan lama kegiatan sekarang selama 24 jam.

Angka kecukupan gizi adalah banyaknya tiap-tiap zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari-hari untuk mencegah defisiensi zat gizi.

Antropometri adalah pengukuran ukuran tubuh, berat dan proporsi. Komposisi tubuh menunjukkan distribusi penyusunan tubuh (massa otot dan lemak tubuh) sebagai bagian dari berat badan.

Berat badan adalah massa tubuh dalam satuan kilogram yang ditimbang menggunakan timbangan injak ketelitian 1 kg.

Konsumsi pangan adalah kandungan gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dengan angka kecukupannya.

Lansia (lanjut usia) adalah kelompok orang yang sedang mengalami suatu proses perubahan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu melibatkan perubahan-perubahan fisik, fungsi dan psikologik.

Metode penimbangan langsung adalah metode survei konsumsi pangan yang paling akurat, karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat terhadap makanan yang dikonsumsi.

Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan oleh lansia dengan tujuan mendapatkan uang.

Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.

Status perkawinan adalah status pernikahan contoh saat ini yang dikategorikan menjadi tidak menikah, menikah, cerai hidup, dan cerai mati.

Sumber pendapatan adalah asal biaya yang diperoleh atau dipergunakan lansia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Tinggi lutut adalah prediksi tinggi badan yang digunakan pada seseorang yang berusia ±60 tahun, dengan cara berbaring atau duduk pada kaki kiri antara tulang tibia dengan tulang paha membentuk sudut 90, alat ditempatkan di antara tumit sampai bagian proksimal dari tulang platea.

Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah dijalani oleh contoh diukur dengan lamanya tahun pendidikan dan jenjang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta; EGC.[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Pedoman Tatalaksana

Gizi Usia Lanjut Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI. . 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta (ID): Depkes RI.Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta: Penerbit Erlangga.FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no.

724. Geneva: World Helath Organization; 2001.3Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford

University Press.Hardinsyah, Briawan D. 2002. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor:

Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.Hastono Susanto Priyo. 2006. Analisis Data. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Indonesia.Jessle Jones dan Roberta E Rikli. 2002. The Journal on Active Aging “To design an

effective exercise program”.[Kemsos] Kementrian Sosial. 2007. Penduduk Lanjut Usia di Indonesia dan Masalah

Kesejahteraan nya. Jakarta (ID): Kemsos.Kusharto C. 2012. Penilaian Konsumsi Pangan [diktat]. Bogor: Departemen Gizi

Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1 Identitas Responden

FORMULIR KARAKTERISTIK LANSIA

Kode Responden

Nama :Alamat :Jenis Kelamin : 1. [ ] Laki-laki 2. [ ] PerempuanUmur (tahun) :Pendidikan : 1. [ ] Tidak Sekolah/ Tidak Tamat Sekolah 2. [ ] SD 3. [ ] SMP 4. [ ] SMA

Pekerjaan Sebelum : 1. [ ] Tidak Bekerja 2. [ ] PNS 3. [ ] Karyawan Swasta 4. [ ] Wiraswasta 5. [ ] LainnyaSumber Pendapatan : 1. [ ] Sosial 2. [ ] Keluarga 3. [ ] Sendiri 4. [ ] Pensiun 5. [ ] Lainnya

Pewawancara : Tanggal : / /

Lampiran 2 Konsumsi Pangan

Kebiasaan Makan

1. Berapa kali anda makan dalam sehari?a. 1 kali sehari c. 2 kali seharib. 3 kali sehari d. >3 kali sehari

2. Apakah anda selalu sarapan pagi?a. Selalu c. Kadang-kadangb. Jarang d. Tidak pernah

3. Biasanya minuman apa yang anda minum saat sarapan?a. Susu b. Air putihc. Teh manis d. Lainnya, sebutkan…….

4. Biasanya makanan apa yang anda makan saat sarapan?a. Mie c. Rotib. Nasi + lauk pauk d. Lainnya, sebutkan……

5. Bagaimana susunan menu makan siang yang anda sering makan?a. Nasi, sayurb. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayurc. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, buahd. Lainnya, sebutkan……

6. Bagaimana susunan menu makan yang biasa dimakan untuk malam hari?

a. Nasi, sayurb. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayurc. Nasi, lauk hewani atau nabati, sayur, buahd. Lainnya, sebutkan……

7. Jenis makanan yang biasa dikonsumsi selain yang diberikan dari pihak PUSAKA ?a. Roti atau biscuit c. Buahb. Gorengan d. Lainnya, sebutkan…..

8. Alasan anda mengkonsumsi makanan diluar dari yang telah disediakan pihak PUSAKA ? (Pilih salah satu)a. Rasa laparb. Bosan dengan makanan yang disajikanc. Diajak temand. Lainnya, sebutkan…..

9. Berapa gelas anda mengkonsumsi air putih dalam sehari?a. < 8 gelas/harib. ≥ 8 gelas/hari

10. Apakah anda mengkonsumsi suplemen (vitamin)?a. Ya, sebutkan……………b. Tidak

11. Apakah ada makanan yang paling anda sukai?a. Ya, sebutkan………..b. Tidak

12. Apakah ada makanan yang tidak anda sukai?a. Ya, sebutkan……….b. Tidak

13. Apakah anda mempunyai pantangan/alergi terhadap makanan?a. Ya, sebutkan……….b. Tidak

Lampiran 3 Hasil Pengukuran Status Gizi (diisi oleh petugas)

a. Data AntropometriPengukuran I II III

Berat Badan

Tinggi Lutut

b. IMT = kg/m2

Lampiran 4 Formulir Aktivitas Fisik Lansia PUSAKA V

No. Aktivitas Fisik (Kegiatan) Waktu (jam)

Lampiran 5 Formulir Konsumsi Makanan

Jenis Makanan

Berat (Gram)

Jumlah Porsi Awal

Jumlah yang dikonsumsi

NasiL. Hewani

L. Nabati

Sayur

BuahSusu

Lampiran 6 Formulir Food Recall*

Waktu & Jenis Makan

Bahan MakananJumlah

URT Berat (gr)

Pagi (06.00-10.00)

Selingan (10.00-12.00)

Siang (12.00-16.00)

Selingan (16.00-19.00)

Malam (19.00-21.00)

Selingan (21.00-tidur)

*) Untuk konsumsi makan Lansia PUSAKA V

Lampiran 7 Langkah-langkah dan Tujuan Tes Kebugaran Lansia

No. Nama Tujuan Deskripsi1. Chair Stand

(no.of stands)Untuk menilai kekuatan tubuh bagian bawah, yang dibutuhkan untuk berbagai tugas seperti naik tangga, berjalan dan keluar dari kursi, bak atau mobil. Juga mengurangi kemungkinan jatuh.

Jumlah tegakan penuh yang dapat selesai dalam 30 detik dengan tangan terlipat di dada.

2. Arm Curl(no. of reps)

Untuk menilai kekuatan tubuh bagian atas, diperlukan untuk melakukan rumah tangga dan lainnya , kegiatan yang melibatkan mengangkat dan membawa hal-hal seperti bahan makanan, koper dan cucu.

Jumlah ikal bisep yang dapat selesai dalam 30 detik memegang tangan berat dari 5 lbs (2,27 kg) untuk perempuan; 8 lbs (3.63 kg) untuk laki-laki.

3. 6-Min walk(no.of yds)

Untuk menilai daya tahan aerobik, yang penting untuk berjalan jarak, tangga, climbing, belanja, wisata saat liburan, dll

Jumlah meter / meter yang dapat berjalan di 6 menit sekitar 50-yard (45,7 meter) di program. (5 yds = 4,57 meter)

4. 2-Min Step(no. of step)

Alternatif tes ketahanan aerobik, untuk digunakan ketika keterbatasan ruang atau cuaca melarang mengambil tes berjalan 6 menit.

Jumlah langkah penuh selesai pada 2 menit, meningkatkan setiap lutut ke titik tengah-tengah antara patela (tempurung lutut) dan iliac crest (tulang pinggul atas). Skor jumlah lutut kanan kali mencapai tinggi diperlukan.

5. Chair Sit & Reach(inches +/-)

Untuk menilai fleksibilitas tubuh bagian bawah, yaitu penting untuk postur yang baik, untuk berbagai mobilitas tugas, seperti masuk dan keluar dari bathtub atau mobil.

Dari posisi duduk di depan kursi, dengan kaki diperpanjang dan tangan mencapai ke arah jari-jari kaki, jumlah inci (cm) (+ Atau -) antara jari diperpanjang dan tip jari kaki.

6. Back Scratch(inches +/-)

Untuk menilai tubuh bagian atas (bahu) fleksibilitas, yang penting dalam tugas-tugas seperti menyisir rambut seseorang, memakai pakaian dan meraih sebuah sabuk pengaman

Dengan satu tangan menjangkau atas bahu dan satu sampai tengah belakang, jumlah inci (cm) antara jari tengah diperpanjang (+ atau -).

7. 8-Fit Up & Go(second)

Untuk menilai kelincahan / keseimbangan dinamis, yang adalah penting dalam tugas-tugas yang memerlukan bermanuver cepat, seperti turun dari bus, untuk pergi ke kamar mandi atau untuk menjawab telepon.

Jumlah detik yang dibutuhkan untuk bangun dari posisi duduk, berjalan 8 kaki (2,44 m), berbalik, dan kembali ke posisi duduk.

Lampiran 8 Formulir Hasil Pengukuran Tes Tingkat Keburan

No. Nama Tes Hasil Tes1. Chair Stand

(no.of stands)2. Arm Curl

(no. of reps)

3. 6-Min walk(no.of yds)

4. 2-Min Step(no. of step)

5. Chair Sit & Reach(inches +/-)

6. Back Scratch(inches +/-)

7. 8-Fit Up & Go(second)