elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · web viewdan upaya...

290
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perekonomian global telah mengakibatkan adanya integrasi atau penyatuan ekonomi antarnegara di dunia melalui peningkatan aliran barang, jasa, modal, dan bahkan tenaga kerja (Stiglitz, 2007: 52). Adanya pengintegrasian ekonomi secara global terutama dalam bidang perdagangan ditandai dengan disepakatinya pembentukan World Trade Organization (WTO) pada tahun 1995 sebagai kelanjutan dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT), yang didukung International Monetary Fund (MF) dan Bank Dunia (Word Bank). Yaitu, setiap negara anggota WTO membuka pasarnya dengan menyesuaikan ketentuan- ketentuan WTO secara mengikat (binding agreement) dan bersifat mandotory terhadap kebijakan perdagangan luar negerinya. Oleh karena itu, dapatlah dikatakan bahwa secara “resmi” dunia saat ini telah bergerak menjadi 1

Upload: dinhnhi

Post on 30-Jan-2018

219 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perekonomian global telah mengakibatkan adanya integrasi atau

penyatuan ekonomi antarnegara di dunia melalui peningkatan aliran barang, jasa,

modal, dan bahkan tenaga kerja (Stiglitz, 2007: 52). Adanya pengintegrasian

ekonomi secara global terutama dalam bidang perdagangan ditandai dengan

disepakatinya pembentukan World Trade Organization (WTO) pada tahun 1995

sebagai kelanjutan dari General Agreement on Tariff and Trade (GATT), yang

didukung International Monetary Fund (MF) dan Bank Dunia (Word Bank).

Yaitu, setiap negara anggota WTO membuka pasarnya dengan menyesuaikan

ketentuan-ketentuan WTO secara mengikat (binding agreement) dan bersifat

mandotory terhadap kebijakan perdagangan luar negerinya. Oleh karena itu,

dapatlah dikatakan bahwa secara “resmi” dunia saat ini telah bergerak menjadi

satu pasar bebas dalam pengertian mengurangi pelbagai pembatasan akses ke

pasar dan pembatasan perlakuan nasional (national treathment).

Ekonomi menggiring setiap negara terjun ke dalam “arena” globalisasi

(diadopsi dari Stiglitz dalam Making Globalization Work), terutama melalui

turunnya biaya komunikasi dan transportasi, yang mengakibatkan arus barang

(perdagangan) yang melintasi batas-batas negara berubah dari tetesan menjadi

banjir bandang. Kecenderungan negara-negara untuk membuka pasarnya tidak

1

Page 2: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

2

bisa terelakan lagi. Globalisasi jelas tidak bisa terelakkan, suka atau tidak, siap

atau tidak, globalisasi sudah merasuki kehidupan sebagian besar umat manusia.

Seperti yang dikutip oleh Manfred B. Steger dalam headline laporan utama

majalah newsweek mengenai globalisasi ekonomi, “Like it or not, you’re married

to the market (Suka atau tidak suka, Anda telah menikah dengan pasar)”; dan

“Market ‘R Us (Pasar adalah Kita)” (Steger, 2002: 9).

Perkembangan globalisasi yang berlangsung dalam beberapa dasawarsa

terakhir telah menyebabkan pelbagai perubahan yang fundamental dalam tatanan

perekonomian dunia baik sektor keuangan maupun perdagangan. Khususnya di

bidang perdagangan, perubahan tersebut telah mendorong sebagian besar negara

di dunia untuk melakukan penyesuaian kebijakan dan praktek perdagangan

internasional. Namun dalam perkembangannya, kebijakan dan peraturan

perdagangan yang dikeluarkan suatu negara seringkali bertentangan dengan

mekanisme pasar yang tidak sesuai dengan prinsip perdagangan bebas sehingga

menghambat penetrasi pasar bagi pelaku bisnis negara lain.

Sebuah pilihan dilematis bagi Indonesia yang masih digolongkan negara

berkembang dalam menghadapi perubahan besar tatanan perekonomian dunia. Di

satu sisi, dalam hal ini, pemerintah membuka pasarnya sebagai respon dari

kondisi yang telah meningkatkan persaingan perdagangan antarnegara. Di sisi

lain, Pemerintah harus bertindak cepat dan tepat untuk menstabilkan nilai tukar

rupiah, laju inflasi dan pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia, (ketiganya

secara teoritis merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi besarnya nilai

impor Indonesia, sementara nilai tukar, inflasi dan PDB negara-negara mitra

Page 3: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

3

dagang serta harga komoditi ekspor merupakan variabel-variabel yang

mempengaruhi tinggi-rendahnya nilai ekspor Indonesia

(http://mep.unsoed.ac.id/content.php? cat=tesis&id=60, diakses pada Desember

2007)). Ini merupakan salah satu respon atau langkah Indonesia dalam

menghadapi perubahan tatanan ekonomi dunia, yang dapat dilihat ketika krisis

ekonomi 1997 di banyak negara tanpa terkecuali Indonesia.

Saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama perdagangan, dengan

semangat liberalisasi perdagangan, baik secara multilateral di bawah payung

WTO, regional (regional trade area), ataupun kerja sama dalam kerangka

bilateral. Namun, masih butuh waktu untuk melihat efektifitas dari kerja sama

perdagangan secara menyeluruh sebab liberalisasi perdagangan tidak hanya

memberi keuntungan.

Dalam kontek liberalisasi perdagangan global, Indonesia sangat rentan

untuk menjadi korban dari kebijakan liberalisasi perdagangan yang mengglobal

baik ekonomi, kesehatan dan lingkungan, diantaranya ekploitasi sumber daya

alam yang berlebihan, kerusakan lingkungan, masalah bagi petani dalam daya

saing produk pertanian yang di impor, yang sebetulnya dalam hal pertanian ini,

Indonesia merupakan salah satu negara yang secara terpaksa membuka akses

pasar impor beras, gula, kedelai, dan gandum sebagai salah satu persyaratan yang

tercantum dalam Letter of Intent (LoI) awal dengan IMF (Jhamtani, 2005: 155-

157). Kasus konkritnya seperti dalam hal Amerika Serikat memberi subsidi pada

pertanian kedelainya. Sedangkan, Indonesia belum mampu menciptakan kondisi

paling tidak memberi keuntungan bagi petani kedelai, akibatnya sedikit sekali

Page 4: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

4

petani menanam kedelai. Petani Indonesia tidak mampu bersaing, jika kedelai

impor dari Amerika jauh lebih murah. Sejalan apa yang dikatakan Gonzalo

Fanjul, juru bicara Oxfam International, "Dengan memberi subsidi, AS dan Uni

Eropa merusak kehidupan jutaan warga negara berkembang." (http://kompas.com/

kompas-etak/0406/ 19/ ln/1095168.html, diakses pada Desember 2007).

Kesiapan serta mengukur kemampuan sangat dibutuhkan dalam

membuka pasar. Sebab, untuk meghadapi ketidakseimbangan “persiapan”

memasuki era baru yang lazim dikenal sebagai globalisasi, negara berkembanglah

yang biasanya menjadi korban. Kerugian tersebut terjadi karena baik sumber daya

manusia maupun sumber daya alam dikuasai oleh negara kaya melalui perusahaan

multinasionalnya (Arifin, dkk., (ed), 2007: 130).

Namun, tidak sedikit manfaat dari globalisasi perdagangan dengan

membawa implikasi yang berbeda di masing-masing negara. Sejumlah negara

yang melaksanakan globalisasi memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang

mengagumkan. Sejak bergabungnya China dalam WTO 2001, GDP-nya terus

menunjukkan peningkatan. Pedapatan China tumbuh 10% pertahun sepanjang dua

dekade terakhir (Srinivasan, di dalam Arifin, dkk., 2007: 133). Sedangkan salah

satu keuntungan bagi Indonesia di WTO yaitu dalam pemanfaatan DSB (Dispute

Settlement Body adalah badan yang dibentuk dalam WTO berdasarkan

kesepakatan Putaran Uruguay yang menjalankan fungsinya mengenai prosedur

untuk konsultasi, penyesuaian dan penyelesaian masalah secara netral atas

perselisihan antara dua pihak anggota WTO tentang persetujuan perdagangan

Page 5: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

5

Internasional, terutama yang terkait dengan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat

dalam putaran Uruguay (Rinaldy, 2006: 91)).

Pada tanggal 23 April 1998, Indonesia meminta diadakannya konsultasi

dengan Argentina menyangkut kebijakan safeguard (Penggunaan safeguard

harus dilakukan dengan cara yang bersifat nondiskriminatif. Tindakan safeguard

melalui langkah pembatasan impor hanya diterapakan karena adanya peningkatan

impor yang tinggi dan mendadak serta menimbulkan serious injury. Selain itu,

negara yang terkena pembatasan ekspor harus diberi kompensasi (Kartadjoemena,

1997: 155)).

Kemudian Indonesia pada April 1999, meminta DSB membentuk panel

untuk mengamankan akses pasar ekspor sepatu ke pasar Argentina

(http://ditjenkpi.depdag.go.id/images/Bulletin/Buletin43.pdf, diakses pada

Desember 2007). Oleh karena itu, sangat diperlukan kesiapan suatu negara dalam

menghadapi fenomena globalisasi ini, dan tidak terburu-buru menyimpulkan

bahwa WTO yang “mewakili” globalisasi di dalam liberalisasi perdagangan

memberi memberi “ketakutan” yang mengerikan bagi negara berkembang

khususnya.

Meskipun China telah menunjukkan manfaat dari liberalisasi

perdagangan melalui WTO, tidak sedikit kalangan yang skeptis terhadap

organisasi ini yang terlihat pada kegagalan konferensi WTO di Seattle,

Washington 1999. Pada pertemuan itu diharapkan untuk mencapai tahapan baru

negosiasi perdagangan bebas, dan hingga akhirnya gagal dikarenakan mendapat

halangan dari massa dalam jumlah besar. Para pendemo di Seattle mengirim pesan

Page 6: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

6

penting tentang ketidakpuasan mereka kepada para menteri perdagangan yang

hadir di konferensi tersebut. Salah satu isi di dalam tahapan pembentukan WTO di

bahas mengenai, apa yang dikenal sebagai “grand bargain” yaitu negara-negara

maju berjanji untuk melakukan perdagangan bebas di bidang pertanian dan tekstil

(merupakan produk yang dihasilkan dari usaha padat karya yang bernilai ekspor

tinggi di negara-negara berkembang), sehingga perundingan yang sangat syarat

kepentingan dengan posisi tawar yang besar tersebut dikenal dengan istilah grand

bargain. Dan sebagai balasannya, negara-negara berkembang setuju untuk

mengurangi tarif dan menerima serangkaian aturan baru berikut kewajiban-

kewajiban dalam hal hak-hak intelektual properti, investasi, dan jasa. Setelah

perjanjian, negara-negara berkembang merasa telah dirugikan karena menyetujui

“grand bargain” tersebut, karena ternyata negara-negara maju mengingkari

kesepakatan. Kuota terhadap tekstil tetap diberlakukan oleh negara maju selama

satu dekade, dan subsidi terhadap produk-produk pertanian tetap dijalankan

(Stiglitz, 2007: 142-143).

Sementara para petani di pelbagai negara terutama di Korea

mengkhawatirkan produk pertanian mereka terancam oleh impor produk

pertanian yang lebih murah yang membanjiri pasar lokal mereka yang diakibatkan

liberalisasi produk pertanian yang dibahas di WTO, tetapi negara-negara maju

tidak berhenti untuk terus mendorong liberalisasi ke arah yang lebih jauh lagi

yang selanjutnya muncul pertemuan-pertemuan para menteri negara-negara

anggota WTO tersebut. Di Doha, Qatar 2001, negara-negara maju berjanji untuk

mendorong diri mereka sendiri untuk menciptakan sebuah sistem perdagangan

Page 7: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

7

yang secara aktif dapat meningkatkan prospek-prospek pembangunan dan

mengatasi ketidakseimbangan yang timbul pada tahap-tahap sebelumnya. Namun,

negara berkembang mulai ragu terhadap pencapaian pada perundingan ini yang

diakibatkan penolakan negara-negara maju untuk memotong subsidi di bidang

pertanian. Bahkan pada 2002, Amerika Serikat mengeluarkan rencana baru di

bidang pertanian yang menyatakan akan menambah subsidi pertanian hingga

hampir dua kali lipat (Stiglitz, 2007: 142-144). Pemerintahan Indonesia

mengkritik keras sikap AS dalam perundingan WTO yang tidak menunjukkan

kepemimpinan dan kemauan politiknya dalam hal pemangkasan subsidi tersebut,

termasuk dalam isu pembangunan.

Dalam menghadapi globalisasi Indonesia melakukan liberalisasi terhadap

ekspor kayu gelondongan, kebijakan pemerintah tersebut mengakibatkan kesulitan

yang dialami bagi industri perkayuan dalam negeri dalam memperoleh bahan

baku. Dan mengeluarkan kebijakan liberalisasi impor beras semenjak 1998,

dampak dari langkah tersebut sangat dirasakan oleh petani beras di Indonesia, dan

pemerintah menyadari kesalahan kebijakan tersebut dengan mengkoreksi melalui

penerapan tarif impor beras yang setara 30% (Wibowo, di dalam Stiglitz, 2007:

20).

Globalisasi yang dikempanyekan terutama oleh WTO sangat menuntut

kesiapan pemerintahan Indonesia dalam berkompetisi dengan negara lainnya,

sehingga globalisasi berubah dari ancaman pesaing produsen-produsen luar negeri

yang lebih efisien terhadap industri dalam negeri menjadi peluang bagi kemajuan

Page 8: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

8

industri dalam negeri dengan meningkatkan ekspor dan pada gilirannya

perdagangan luar negeri mampu berkontribusi mensejahterakan rakyat Indonesia.

Seperti sudah dikemukakan, bahwa salah satu indikator perekonomian

yang mengglobal adalah peningkatan arus barang. Dalam kaitan peningkatan arus

barang dapat disimpulkan kegiatan ekspor-impor antarnegara atau dapat disebut

perdagangan internasional yang merupakan faktor penting bagi setiap negara,

menurut Rinaldy (2006: 275), perdagangan internasional adalah perdagangan

yang dilakukan oleh pihak-pihak dari negara yang berbeda, secara garis besar

diimplementasikan dalam bentuk transaksi ekspor dan impor. Oleh karena itu,

sangat diperlukan hubungan perdagangan antarnegara yang tertib dan adil. Untuk

mewujudkan ketertiban dan keadilan di bidang perdagangan internasional,

diperlukan aturan-aturan yang mampu menjaga serta memelihara hak-hak dan

kewajiban para pelaku perdagangan internasional ini.

Sebagai negara berkembang Indonesia memerlukan kepastian hukum

yang lebih besar ketimbang negara-negara maju guna menjamin perdagangan

internasional yang terbuka dan adil. Mengingat, pelbagai pembatasan

perdagangan yang bersifat trade distortive dalam betuk subsidi, hambatan tarif

dan non tarif serta proteksi regulasi masih banyak terjadi di pelbagai negara,

termasuk negara maju sekalipun (Nurhemi, 2007: 251).

Selain diakibatkan buruknya iklim investasi, hambatan perdagangan juga

berdampak terhadap kinerja ekspor Indonesia, sehingga menghambat

pertumbuhan ekonomi Indonesia. dan mengakibatkan masih besarnya tingkat

pengangguran serta masih sangat rendahnya penyerapan tenaga kerja. Dalam

Page 9: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

9

laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal, mencatat bahwa pada tahun 1996

penyerapan tenaga kerja di dalam negeri mencapai 2,7 persen sebelum krisis.

Setelah krisis pada tahun 1998, penyerapan tenaga kerja menurun menjadi 1, 8

persen. Lalu tahun-tahun berikutnya terus menurun, sampai akhirnya pada tahun

2005 penyerapan tenaga kerja hanya mencapai 0,9 persen saja. Sedangkan

menurut data BPS (Badan Pusat Statistik), secara nominal jumlah pengangguran

terbuka mencapai 10,854,300 orang, atau menembus angka 10.3 persen pada

tahun 2005 (The Indonesian Institute, 2005: 88-91).

Meskipun gambaran umum ekspor dan impor nonmigas Indonesia

selama periode bulan Januari-April 2007 menunjukkan peningkatan sebesar

22,12% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2006, atau meningkat dari

US$ 23.25 milyar menjadi US$ 28.39 milyar. Impor nonmigas Indonesia pada

periode yang sama mengalami peningkatan 18,87% atau meningkat dari US$

12.97 milyar menjadi US$ 15.42 milyar. Namun, jika dibandingkan pencapaian

kinerja ekspor Indonesia dengan kinerja impor di beberapa kawasan selama

periode bulan Januari-April 2007 menunjukkan volume impor lebih besar dari

pada ekspor. Diantaranya, ekspor ke negara-negara ASEAN sebesar 15,63 persen

lebih rendah dari pada pencapaian impor 33,73 persen. ASEM 21,56 persen untuk

ekspor dan impor sebesar 24,33 persen (http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/

index.php?module=news_detail&newscategory_id=6&news_sub_category_id=8,

diakses pada Januari 2008).

Upaya-upaya untuk mencapai tingkat liberalisasi yang lebih tinggi perlu

dilakukan, sebagai upaya meningkatkan daya saing di pasar dunia dan dengan

Page 10: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

10

liberalisasi perdagangan dapat membantu perbaikan standar hidup di negara-

negara miskin seperti yang diserukan delegasi dari 180 negara G-77

(http://kompas.com/kompas-cetak/0406/19/ln/1095168.html, diakses pada

Desember 2007). Namun, upaya-upaya peningkatan tersebut bukannya tanpa

persoalan, baik dalam tataran nasional maupun dalam tataran internasional.

Sensitivitas kebijakan perdagangan dan politik telah semakin mempersulit proses

liberalisasi.

Untuk menyingkirkan pelbagai rintangan ini, kesepakatan perdagangan

multilateral mutlak perlu. Dalam hal ini, Penting agar Indonesia tidak bereaksi

seperti kegagalan konferensi di Cancun (Konferensi Tingkat Tinggi (KTM) V

WTO yang berlangsung di Cancun, Meksiko pada 2003. Pembahasan dalam

konferensi tersebut mengenai pelbagai masalah perdagangan terutama mengenai

liberalisasi produk pertanian (Direktorat Perdagangan dan Peridustrian

Multilateral, 2003: 60)), dengan kembali ke kebijakan proteksionis. Ada banyak

tekanan pada saat itu, yang meminta kebijakan proteksi dilakukan, khususnya di

bidang pertanian. Misalnya, para pemimpin organisasi-organisasi petani

mengusulkan perlunya memproteksi para petani beras yang miskin terhadap

impor, khususnya selama musim panen. Para pemimpin ini tepat menekankan

ketahanan pangan dan kerentanan pangan sebagai keprihatinan utama.

Namun, kebijakan Indonesia untuk menaikkan tarif untuk beras, atau

lebih buruk lagi, membatasi impor hanya kepada para importir tertentu atau

tempat impor tertentu, bukan jawabannya. Karena, seperti yang telah diketahui,

disamping mengonsumsi beras orang juga memproduksinya, dan beras merupakan

Page 11: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

11

makanan pokok terpenting yang menghabiskan lebih dari 25 persen pengeluaran

untuk makanan bagi rumah tangga pada separuh dari distribusi pengeluaran.

Selain itu, mayoritas dari rumah tangga Indonesia mengonsumsi lebih banyak

beras daripada yang mereka hasilkan. Sehingga, menaikkan harga beras akan

merugikan rumah tangga-rumah tangga ini. Sedangkan hampir tidak ada dari ke-

22 juta rumah tangga perkotaan di Indonesia menghasilkan beras, akibatnya

rakyat miskin perkotaan akan dihantam oleh kenaikan harga beras. Membatasi

impor beras ke para importir justru akan berdampak sebaliknya, meningkatkan

fluktuasi harga dan menaikkan harga bagi kalangan konsumen miskin

(http://www.kompas.com/kompas-cetak/0310/27/ ekonomi/647941.htm, diakses

pada 13 Januari 2008). Inilah yang harus dihadapi Indonesia sebagai negara

berkembang yang rentan terhadap produksi dalam negeri, dan dalam hal ini,

menjaga kestabilan kebutuhan dalam negeri.

Seperti apa yang diharapkan negara G-77 untuk meningkatkan

liberalisasi perdagangan, perlu direspon Indonesia, apakah meningkatkan

liberalisasi perdagangan atau justru menutup diri demi memproteksi industri

dalam negeri khususnya petani beras, seperti yang diutarakan diatas. Sedangkan

peluang untuk memanfaatkan liberalisasi perdagangan tetap menggiurkan dengan

permintaaan akan barang ataupun sektor jasa terus meningkat, yang terlihat pada

tahun 2005 saja pertumbuhan volume perdagangan dunia meningkat dari 7,5

persen menjadi 9,4 persen.

Sedangkan, untuk menjelaskan dan menjawab situasi dan kondisi di era

liberalisasi perdagangan yang mengglobal dengan kecenderungan negara di dunia

Page 12: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

12

saat ini yang menjalin kerja sama perdagangan secara intensif baik bilateral,

regional, dan multilateral, sangatlah diperlukan campur tangan pemerintah untuk

membuat kebijakan-kebijakan perdagangan yang peduli terhadap peningkatan

industri yang kompetitif, supaya eksportir lebih bisa memanfaatkan peluang-

peluang dari liberalisasi perdagangan. Untuk itu dalam menetapkan kebijakan

perdagangan perlu dikaitkan dengan pola pembangunan secara komprehensif yang

dapat secara optimal mendorong pertumbuhan ekonomi. Sehingga dengan

liberalisasi perdagangan, Indonesia tidak dirugikan dengan kebijakan perdagangan

negara lain atau pun di bawah skema kerja sama perdagangan baik pada tingkat

multilateral, regional, maupun bilateral.

Dari paparan di atas dapat ditegaskan bahwa dengan meningkatnya

interaksi pasar, dan arah dalam mencapai liberalisasi perdagangan yang

mengglobal, merupakan tantangan bagi Indonesia sebagai konsekuensi

keikutsertaannya dalam pelbagai forum kerja sama perdagangan internasional

untuk mengambil untung dari liberalisasi perdagangan atau justru sebaliknya.

Oleh karena itu, kebijakan perdagangan yang merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional sangat berperan dalam menentukan proses pembangunan

nasioanal dan secara khusus untuk memaksimalkan peluang Indonesia dalam

menghadapi atau merespon liberalisasi perdagangan yang mengglobal.

Berdasarkan uraian perubahan-perubahan dalam tatanan perekonomian

yang mengglobal dalam hal liberalisasi perdagangan serta kondisi kesejahteraan

dan kinerja ekspor Indonesia di atas, maka hal tersebut merupakan alasan yang

menggugah peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul:

Page 13: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

13

Pengaruh Liberalisasi Perdagangan Global WTO Terhadap Kebijakan

Perdagangan Indonesia.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan suatu tahap permulaan dari penguasaan

masalah di mana objek dalam suatu jalinan tertentu dapat kita kenali sebagai suatu

masalah (Suriasumantri, 2001: 309). Dan menurut Amien Silalahi, (2003: 21),

identifikasi masalah artinya usaha mendaftar sebanyak-banyaknya pertanyaan

terhadap masalah yang terjadi yang sekiranya dapat dicari jawaban melalui

penelitian.

Berdasarkan pembahasan latar belakang permasalahan dapat

diidentifikasi beberapa masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana proses liberalisasi perdagangan dalam organisasi

perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO)?

2. Bagaimana pengaruh liberalisasi perdagangan global terhadap

kebijakan perdagangan Indonesia?

3. Sejauhmana kebijakan perdagangan Indonesia mengahadapi

liberalisasi perdagangan global?

1.2.2 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, dibahas tiga diantara beberapa skema liberalisasi

perdagangan global, yaitu dalam kerangka produk peraturan WTO berkenaan

Page 14: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

14

perdagangan barang yang memfokuskan pada beberapa variabel yaitu tarif,

subsidi dan kuota. Peneliti juga membahas kebijakan perdagangan sebagai

variabel terikat, karena Indonesia sebagai negara berkembang yang masih dalam

proses penyesuaian kebijakan pedagangan dalam skema WTO sesuai dengan

jadwal implementasinya, dan juga Indonesia sangat membutuhkan aturan yang

jelas dalam kebijakan perdagangannya terutama di bidang pertanian.

Penelitian ini mengkaji dan memfokuskan perkembangan liberalisasi

perdagangan dalam skema WTO, mengingat perkembangan liberalisasi semenjak

berdirinya WTO pada 1995 hingga sekarang dirasakan cukup luas, sehingga

peneliti perlu membatasi dalam kurun waktu dari tahun 2002 sampai dengan

2006, selain itu perkembangan perundingan WTO terus berlanjut pada rentang

tahun 2002-2006 memberi pertimbangan sendiri bagi perkembangan kebijakan

perdagangan Indonesia dengan penyesuaian-penyesuian yang telah dilakukan.

Sehingga kebijakan perdagangan Indonesia sebagai variabel terikat juga

difokuskan dalam kurun waktu tersebut.

1.2.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pembatasan masalah

yang telah ditetapkan dan agar memudahkan pembahasan dan analisis yang

dilakukan serta mengarahkan pada fokus penelitian, maka dapat dirumuskan

maslah penelitian sebagai berikut:

“Sejauhmana pengaruh liberalisasi perdagangan global dalam skema WTO

(tarif, subsidi, kuota) terhadap kebijakan perdagangan Indonesia?”

Page 15: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

15

1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Merujuk kepada latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan

permaslahan dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan

yang ingin dicapai pada peneletian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran proses liberalisasi perdagangan global

dari skema World Trade Organization (WTO).

2. Memahami dan menggambarkan pengaruh liberalisasi perdagangan

global terhadap kebijakan perdagangan di Indonesia.

3. Untuk mengetahui dan menggambarkan sejauhmana kebijakan

perdagangan Indonesia mengahadapi liberlisasi perdagangan global.

1.3.2 Kegunaan Penelitian

Kegunaannya penelitian ini antara lain:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang

bermanfaat bagi para peminat dan pemerhati kebijakan perdagangan

Indonesia dan pemerhati perkembangan liberalisasi perdagangan

global.

2. Kajian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu

Hubungan Internasional khususnya dalam konsentrasi bisnis

internasional, ekonomi politik internasional, serta kajian disiplin

lainnya pada umumnya.

Page 16: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

16

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

Hubungan Internasional.

1.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran adalah alur-alur yang logis dalam mebangun suatu

kerangka berpikir yang membuahkan kesimpulan berupa hipotesis (Suriasumantri,

2001: 316).

Berdasarkan latar belakang penelitian dan permasalahan penelitian, maka

dibawah ini disusun suatu kerangka pemikiran sebagai argumentasi yang

menjelaskan hubungan antar pelbagai faktor dalam membentuk konstelasi

permasalahan untuk memudahkan dalam membuat hipotesis, sebagai berikut:

Hubungan Internasional merupakan ilmu dengan kajian interdisipliner

yaitu bahwa ilmu ini dapat menggunakan pelbagai teori, konsep, dan pendekatan

dari bidang-bidang ilmu lain dalam mengembangkan kajian-kajiannya (Rudy,

1993: 3). Sedangkan, Hermawan (2007: 282) menjelaskan bahwa studi Hubungan

Internasional bersifat divergen, artinya studi ini merupakan kumpulan dari

cabang-cabang ilmu pengetahuan yang memiliki perhatian terhadap masalah-

masalah internasional. Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa sepanjang

menyangkut aspek internasional (hubungan/interaksi yang melintasi batas negara)

adalah Hubungan Internasional yang berkemungkinan berkaitan atau ada

relevansinya dengan pelbagai bidang lain.

Dalam penjelasan lain, Hubungan Internasional merupakan segala

macam hubungan interaksi antar negara bangsa dan kelompok-kelompok bangsa

dalam masyarakat internasional, dengan segala aspek yang terkait dalam

Page 17: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

17

hubungan tersebut (Holsti, 1992: 29), dan Johari (1985: 5) menambahkan, yaitu

suatu studi tentang para pelaku bukan negara (non state-performer) yang

perilakunya memiliki pengaruh terhadap kehidupan negara bangsa.

Hubungan Internasional adalah studi tentang interaksi yang terjadi antara

negara-negara yang berdaulat di dunia, juga merupakan studi tentang aktor bukan

negara yang perilakunya mempunyai pengaruh tehadap kehidupan negara bangsa

atau merupakan bentuk interaksi antar aktor atau anggota masyarakat yang satu

dengan aktor atau anggota masyarakat lain (Perwita dan Yani, 2005: 3).

Mas’oed (1994: 28), mendefinisikan Hubungan Internasional sebagai

studi tentang interaksi antar beberapa aktor yang berpartisipasi dalam politik

internasional, yang meliputi negara-negara, organisasi internasional, organisasi

non pemerintah, kesatuan sub-nasional seperti birokrasi dan pemerintah domestik

serta individu-individu. Tujuan dasar studi Hubungan Internasional adalah

mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor negara maupun non

negara, di dalam arena transaksi internasional. Perilaku ini bisa berwujud kerja

sama, pembentukan aliansi, perang, konflik serta interaksi dalam organisasi

internasional.

Berdasarkan penjelasan itu diketahui bahwa peran aktor non negara

semakin penting dalam mewarnai interaksi Hubungan Internasional, dalam hal ini

adalah organisasi internasional yang merupakan salah satu kajian dalam

Hubungan Internasional serta merupakan salah satu aktor dalam Hubungan

Internasional. Defenisi dari organisasi internasional adalah suatu pola kerja sama

yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas

Page 18: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

18

dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta

melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna

mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukanserta disepakati

bersama, baik antara pemerintah dengan pemerintah maupun antara sesama

kelompok non pemerintah pada negara yang berbeda (Rudy, 1998: 3).

Organisasi internasional dalam pengertian Michael Hass memiliki dua

pengertian yaitu: pertama, sebagai suatu lembaga atau struktur yang mempunyai

serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat, dan waktu pertemuan; kedua,

organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-bagian menjadi satu

kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek non lembaga dalam istilah organisasi

internasional ini (Rossenau, di dalam Perwita dan Yani, 2005: 93).

Archer mendefinisikan organisasi internasional sebagai suatu struktur

formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antara anggota-

anggota (pemerintah dan on pemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat

dengan tujuan untuk mengejar kepentingan bersama anggotanya. Upaya

mendefinisikan pakar lain yaitu dari Coulumbus dan Wolfe, suatu organisasi

internasional harus melihat tujuan yang ingin dicapai, institusi-institusi yang ada,

suatu proses perkiraan peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah terhadap

hubungan antara suatu negara dengan aktor-aktor non negara (Perwita dan Yani,

2005: 92).

Sedangkan dari sisi kajian, Hubungan Internasional pada masa lampau

berfokus kepada kajian mengenai perang dan damai, dan pada kajian Hubungan

Internasional kontemporer mencakup sekelompok kajian lainnya seperti mengenai

Page 19: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

19

interdependensi ekonomi, hak-hak asasi manusia, globalisasi, terorisme,

organisasi-organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional

seperti MNC, TNC, dan lain sebagainya (Rudy, 2003: 1). Semakin luasnya ruang

lingkup yang dikaji Hubungan Internasional mengenai pelbagai aspek dalam

kehidupan masyarakat (politik, ekonomi, sosial dan budaya) sehingga

memungkinkan disiplin ilmu Hubungan Internasional untuk dapat

menggambarkan, menjelaskan ataupun memprediksi kejadian-kejadian

internasional. Bahkan diharapkan ilmu Hubungan Internasional mampu

mengembangkan dan memberi jawaban terhadap pelbagai isu dan fenomena baru

di dalam menghadapi tantangan interaksi internasional yang dinamis dan

berkembang pesat.

Semakin luas cakupan kajian studi hubungan internasioanal tidak

terkecuali bidang ekonomi. Seperti sudah di utarakan di atas, dan diperjelas

melalui tulisan Lopez dan Stohl (1983: 3) bahwa Hubungan Internasional juga

meliputi transaksi ekonomi, penggunaan kekuatan militer dan diplomasi baik

secara umum maupun khusus, sehingga dalam perkembangannya mengarah ke

arah kegiatan-kegiatan seperti perang, bantuan kemanusiaan, perdagangan

internasional dan investasi, turisme, dan juga olimpiade. Dan melalui pendapat

bahwa Hubungan Internasional mempelajari fenomena politk internasional yang

meliputi keputusan-keputusan yang dibuat oleh negara untuk mempengaruhi

negara-negara lain, dapatlah disimpulkan bahwa kajian ekonomi khususnya

ekonomi politik internasional merupakan bagian dari studi Hubungan

Internasional.

Page 20: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

20

Sebagaimana diketahui bahwa studi Hubungan Internasional mulai

mengkaji ekonomi-politik internasional sejak tahun 1970, dan ekonomi-poltik

internasional itu sendiri membutuhkan integrasi teori-teori dari disiplin ekonomi

dan poltik, misalnya masalah-masalah dalam isu perdagangan internasional,

moneter,dan pembangunan ekonomi (Gilpin, 1987: 3). Lebih lanjut, Rudy (1993:

50-51) menjelaskan ekonomi-politik adalah hasil interaksi anatara kajian ekonomi

dan kajian politik, yang mempertimbangkan serta dipengaruhi unsur ekonomi,

unsur politik yang satu sama lain saling berinteraksi. Dan ekonomi politik

internasional adalah interaksi mekanisme pasar internasional (termasuk hal

interdependensi, depedensi, dan globalisasi) dengan sistem masyarakat

internasional yaitu multi-state system dan pola hubungan antarnegara serta

kebijakan masing-masing pemerintah untuk mempengaruhi situasi pasar

internasional baik dalam bidang perdagangan maupun dalam bidang moneter.

Bahwasanya dari penjelasan di atas, ekonomi-politik internasional

merupakan subkajian Hubungan Internasional, dan dalam bahasan ekonomi

politik-internasional itu sendiri diantaranya mencakup aktivitas perdagangan,

sudah tentu perdagangan yang dimaksud adalah aktivitas yang melibatkan dua

atau lebih negara, atau kegiatan yang melintasi batas negara. Juga dibahas

pelbagai point seperti, melindungi industri perdagangan (term of trade), proteksi,

tarif prinsip (pajak) dan kuota (Rudy, 2003: 11).

Perdagangan internasional (pengertian dari perdagangan internasional

adalah perdagangan yang dilakukan oleh pihak-pihak dari negara yang berbeda,

secara garis besar diimplementasikan dalam bentuk transaksi ekspor dan impor

Page 21: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

21

(Rinaldy (2006: 275)) itu sendiri berdasarkan teori klasik pada awal-awal

perkembangannya, seperti yang diperkenalkan Adam Smith, David Ricardo, dan

John Stuart Mill. Dalam perkembangan selanjutnya, seiring dengan

perkembangan perdagangan internasional, teori perdagangan internanisional juga

mengalami perkembangan yang disebut atau dikenal dengan teori modern. Secara

umum teori perdagangan internasional yang tradisional memperlihatkan bahwa

perdagangan bebas akan meningkatkan kesejahteraan negara-negara yang terlibat

dalam perdagangan tersebut dengan asumsi setiap negara mempunyai keunggulan

komparatif dibandiingkan dengan negara lain. Kemudian teori yang lebih modern

atau dikenal sebagai new theory mendasarkan pada asumsi persaingan sempurna,

increasing return to scale (hasil yang bertambah) dan perbedaan produk (Arifin,

dkk., (eds), 2007: 2).

Perdagangan dewasa ini membutuhkan perhatian serius, mengingat

perdagangan melibatkan banyak negara di dunia, dan nyatanya tidak satupun

negara di dunia ini yang benar-benar menutup pasarnya. Sehingga, akhir-akhir ini

usaha untuk meliberalisasi perdagangan semakin kuat (Arifin, dkk., (eds), 2007:

14). Dengan keyakinan bahwa keuntungan akan banyak diperoleh apabila

dilakukan pedagangan yang bebas, ini dapat dijelaskan melalui keuntungan

spesialisasi yang semakin jauh sehingga volume perdagangan naik (Nopirin,

1999: 83-84). Pendukung kebijakan perdagangan bebas menekankan bahwa

perdagangan bebas akan meningkatkan efesiensi ekonomi dan karenanya akan

meningkatkan kesejahteraan nasional, sebagaimana dijelaskan Adam Smith

(1723-1790) dan David Ricardo (1722-1823), bahwa:

Page 22: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

22

Perdagangan bebas akan dengan sendirinya menciptakan international

division of labour (pembagian kerja internasional) yang saling

menguntungkan.... (Hadiwinata, 2004: 2).

Namun, tidak semua pihak mendukung sepenuhnya perdagangan bebas

bahkan sebaliknya. Ini terlihat dari kegagalan pertemuan-pertemuan WTO, seperti

kerusuhan yang terjadi di Seattle, Amerika Serikat. Pertemuan ini sebagai lanjutan

dari pertemuan-pertemuan sebelumnya untuk membicarakan pelbagai masalah

yang terkait kesepakatan perdagangan di WTO. Bahkan, yang lain beranggapan

perdagangan bebas tidak saja membawa keuntungan bagi kelompok masyarakat,

namun pada sebagian lain bisa menderita kerugian seperti yang diungkapkan oleh

pendukung kebijakan proteksionisme. Kemudian muncul pula gagasan fair trade

(perdagangan yang adil adalah suatu gerakan internasional yang mencoba

memberikan jaminan bahwa produsen di negara-egara miskin mendapatkan

kontrak-kontrak pembelian yang adil (fair deal) yang mencakup harga yang

pantas bagi produk-produk mereka, kontrak-kontrak pembelian jangka panjang,

dukungan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, dan

peningkatan poduktivitas (Hadiwinata, 2004: 6)) yang dikumandangkan terutama

dari kalangan NGOs atas ketidakpuasan terhadap rejim perdagangan internasional

yang didominasi dorongan untuk meliberalisasi perdagangan.

Liberalisasi perdagangan itu ditandai dengan penghapusan bea masuk

impor dan hambatan perdagangan lainnya akan membuat pasar dunia dan pasar

domestik secara spasial semakin terintegrasi (http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/

pdffiles/Mono26-6.pdf). Menurut McGuire (2004) liberalisasi memerlukan proses

yang kompleks. Artinya, ada tindakan membuka pasar dalam negeri, dan pada

Page 23: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

23

saat yang sama memungsikan pasar dalam negeri untuk meraih manfaat dari

pengembangan perdagangan. Indikasi liberalisasi dapat dilihat dari tingkat

penerapan tarif impor maupun ekspor (Sawit, 2007: 32).

Liberalisasi perdagangan adalah salah satu dari tiga paket besar

liberalisasi ekonomi guna menciptakan pasar bebas dunia. Ketiga agenda tersebut

secara beriringan membuka “benteng” perekonomian nasional dan

mengintegrasikannya ke dalam sistem pasar dunia. Secara khusus, liberalisasi

perdagangan ditujukan untuk memudahkan pergerakan barang dan jasa ke seluruh

dunia. Secara sederhana. Todaro (1997) menyatakan bahwa liberalisasi

perdagangan (perdagangan bebas) diartikan sebagai suatu perdagangan di mana

barang-barang dapat diimpor dan diekspor tanpa adanya halangan baik dalam

bentuk tarif, kuota, maupun pelbagaii halangan lainnya (Juliantono, 2007: 35-36).

Liberalisasi perdagangan merupakan penerjemahan liberalisme,

khususnya liberalisme ekonomi, di sektor perdagangan. Rujukan konseptual yang

menjadi dasar teori liberalisasi perdagangan adalah pandangan David Ricardo

mengenai “keunggulan komparatif”. Menurut teori tersebut, suatu negara dapat

meraih kesejahteraan bersama melalui perdagangan apabila mengkhususkan

perekonomiannya untuk memproduksi dan mengekspor barang-barang yang

paling efisien atau memiliki kerugian absolut yang lebih kecil dan mengimpor

barang-barang yang memiliki kerugian absolut yang paling besar bagi negaranya

(Todaro, di dalam Julianto, 2007: 36).

Sedangkan, laju perdagangan juga didorong pesat oleh fenomena

globalisasi. Globalisasi yang telah mengantarkan kepada dunia tanpa “batas”

Page 24: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

24

untuk berinteraksi, membutuhkan pengendalian agar tercipta keadaan yang

kondusif di dunia. Memang, perdebatan mengeani globalisasi belumlah tuntas,

seperti yang digambarkan Manfred B. Steger (2002: 29):

....perdebatan tentang globalisasi terjadi dalam dua arena yang terpisah

namun berhubungan. Satu pertempuran terjadi dalam dinding sempit

akademis, sedangkan pertempuran lainnya terjadi di arena wacana publik.

Proses globalisasi telah meningkatkan kadar hubungan saling

ketergantungan antarnegara, dan menimbulkan proses menyatunya ekonomi

dunia, sehingga batas-batas antarnegara dalam pelbagai paraktik dunia

usaha/bisnis seakan-seakan tidak berlaku lagi. Banyaknya definisi globalisasi

dengan berbagi perspektif masing-masing seperti apa yang diungkapkan Steger di

atas, sehingga globalisasi disini merupakan suatu proses hubungan sosial secara

relatif yang menemukan tidak adanya batasan jarak dan menghilangkan batas-

batasan secara nyata (Rudy, 2003: 5). Sedangkan, dimensi globalisasi dijelaskan

Thomas I Friedman (New York Time, 2000), sebagai berikut:

1. Dimensi ideologi, yaitu kapitalisme dan seperangkat nilai yang

meyertainya.

2. Dimensi ekonomi, yaitu pasar bebas.

3. Dimensi tekonologi, khususnya teknologi informasi (Halwani, 2005:

194).

Globalisasi sebagai fenomena riil yang menandai transformasi besar

dalam persoalan dunia. Dalam hal ini bahwa kajian-kajian globalisasi

menyampaikan pandangan esensi dari fenomena tersebut meliputi meningkatknya

keterkaiatan ekonomi nasional melalui perdagangan, aliran keuangan, dan

investasi asing langsung (FDI) melalui perusahaan multinasional (Gilpin, 2000:

Page 25: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

25

299). Sehingga, globalisasi meningkatkan peranan NGOs yang lebih besar dalam

persoalan dunia, terutama menyangkut perekonomian dunia.

Tidak Seperti halnya tema-tema klasik perekonomian dunia dengan

memfokuskan pada interaksi antara unsr-unsur state (negara), market (pasar),

power (kekuasaan), dan plenty (kemakmuaran) (Hadiwinata, 2002: 26). Pada

perkembangan Hubungan Internasional kontemporer aktor-aktor internasional

tidak lagi didominasi negara (state), tapi adanya tantangan dari NGOs seperti

beroperasinya MNCs di banyak negara yang didukung kaum liberalis. Robert

Gilpin mengakui bahwa, meningkatnya kekuatan TNCs telah sangat mengubah

struktur dan kinerja ekonomi global.

Perusahaan-perusahaan raksasa ini dan strategi global mereka telah

menjadi penentu utama arus perdagangan.... Akibatnya, perusahaan-

perusahaan multinasional kian berperan menentukan perekonomian,

politik, dan kesejahteraan sosial di banyak negara (Steger, 2006: 44).

Kenyataan ini membuka peluang selebar-lebarnya bagi liberalisasi pasar.

Oleh sebab itu, peran dan pengaruh WTO sebagai organisasi yang

mengempanyekan globalisasi dalam bentuk liberalisasi ekonomi secara terus

menerus, karena tanpa dipungkiri perdagangan merupakan salah satu faktor

penting dari perkembangan globalisasi itu sendiri.

Perkembangan liberalisasi perdagangan dunia dalam perekonomian,

politik dan semua sektor memberikan peluang dan ancaman, atau kesempatan dan

hambatan terhadap aktivitas perdagangan global seluruh dunia. Sehingga, setiap

negara memerlukan ketepatan dalam membuat suatu kebijakan (Secara umum

kebijakan disini, menurut Grifith (2002: 95) diartikan sebagai susunan strategi

Page 26: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

26

yang digunakan oleh pemerintah untuk memandu tindakan mereka dalam bidang

tertentu (yang didalamnya tedapat pelbagai alternatif yang sebelumnya telah

disusun bersama)) sebagai respon dari perkembangan liberalisasi perdagangan

dunia.

Pengaruh menurut Daniel S. Paap dinyatakan secara tidak langsung oleh

kemampuan untuk mempengaruhi pembuat keputusan untuk menentukan hasil

yang keluar. Konsep pengruh merupakan suatu alat untuk mencapai dan secara

tidak langsung kemampuan untuk mempengaruhi pembuat keputusan yang

menentukan outcomes (Perwita dan Yani, 2005: 31). Rubenstein, pengaruh adalah

hasil yang timbul sebagai kelanjutan dari situasi dan kondisi tertentu sebgai

sumbernya. Dalam hal ini, syaratnya adalah bahwa terdapat keterkaitan (relevansi)

yanh kuat dan jelas antara sumber dengan hasil (Rudy, 1993: 26). Sedangkan,

penelitian ini bertujuan melihat ssjauhmana liberalisasi perdagangan global WTO

memberi pengaruh dalam pembuatan kebijakan perdagangan untuk menentukan

pencapaian ekspor yang diharapkan Indonesia dalam mengahadap globalisasi

yang sedang berlangsung.

Karena globalisasi merupakan fakta tak terelakkan bila suatu negara

ingin menjadi bagian dari dunia modern. Berarti ada peluang bahwa Indonesia

sebagai negara berkembang, yang masih memiliki banyak kelemahan akan

menjadi korban globalisasi, bukan pemenang sangatlah besar (Stiglitz, 2007:19).

Mengingat, rentannya industri dalam negeri terhadap persaingan yang tidak

seimbang dari luar, seperti pertanian yang menjadi karakteristik andalan industri

negara berkembang terhadap gempuran produk-produksi yang sama dari negara

Page 27: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

27

maju yang mendapat dukungan dari pemerintah baik berupa subsidi ataupun

kemudahan-kemudahan lainnya yang mengakibatkan biaya produksi lebih rendah,

sehingga produk yang murah ini akan membanjiri pasar domestik negara

berkembang. Meskipun demikian, Indonesia sebagai negara berkembang dapat

memaksimalkan manfaatkan globalisasi dan meminimalkan dampak negatifnya,

dengan menjadi anggota organisasi perdagangan dunia atau dalam satu kawasan.

Karena terbentuknya suatu organisasi negara-negara dalam hal bidang ekonomi,

politik, budaya dan keamanan antar negara, baik kerja sama bilateral, melalui

kerja sama kelompok wilayah regional seperti ASEAN, atau negara-negara di

dunia sehingga terbentuk organisasi perdagangan dunia yang mempunyai fungsi

dan tujuan mendorong arus perdagangan antar negara, dengan menghapus

pelbagai hambatan yang dapat mengganggu kelancaran arus perdagangan barang

dan jasa, dan memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi

yang lebih permanen bagi negara anggotanya (Deperindag Multilateral, 2003: 1),

dapat meningkatkan kerja sama dalam pelbagai bidang khususnya perdagangan

dengan aturan yang jelas dan adil sehingga Indonesia mendapat untung dari kerja

sama yang dilakukan melalui kesepakatan-kesepakatan yang dilakukan Indonesia

sebagai upaya pembangunan nasional yaitu melalui peningkatan perdagangan luar

negerinya.

Selain itu, untuk memperlancar kegiatan perdagangan dan agar tercipta

persaingan sehat dan meningkatnya daya saing di pasar dunia dibutuhkan

kebijakan perdagangan yang mampu mengembangkan ekspor, memperluas

kesempatan berusaha dan lapangan kerja, dan memperlancar arus barang dan jasa.

Page 28: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

28

Kebijakan yang dibuat diharapkan secara signifikan memberi kontribusi terhadap

pembangunan, serta mampu merespon perkembangan perdagangan dunia dan

tetap menjaga persaingan yang sehat diantara kepentingan-kepentingan negara.

Kebijakan perdagangan itu sendiri mencakup tindakan pemerintah terhadap

rekening yang sedang berjalan (current account) daripada neraca pembayaran

internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang/jasa. Jenis

kebijaksanaan ini misalnya tarif terhadap impor, bilateral trade agreement, state

trading, dan sebagainya (Nopirin, 1999: 49-50).

Dengan adanya kepentingan-kepentingan dari setiap anggota WTO,

maka ada kebijakan-kebijakan yang memberikan kepastian peraturan yang

berkaitan dengan fungsi dan tujuan bersama dalam terlaksananya liberalisasi

perdagangan global, seperti kebijakan perundingan perdagangan yang lebih

terbuka secara bertahap melalui mengurangi hambatan tarif, pemberian subsidi

ekspor dalam persetujuan bidang pertanian dan kebijakan kuota impor

perdagangan produk tekstil dan garmen (Deperindag, 2003: 23-25). Tarif, sebagai

pembebanan pajak terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara.

Subsidi di dalam perdagangan internasional diartikan setiap bantuan keuangan

atau dukungan pemerintah baik langsung atau tidak langsung kepada pelaku

ekonomi (Rinaly, 2006: 328). Dan kuota adalah pembatasan jumlah fisik terhadap

barang yang masuk dan keluar (Nopirin, 1999: 65). Ketiganya merupakan

beberapa jenis kebijaksanaan perdagangan dan telah diatur di dalam WTO.

Kebijakan-kebijakan yang disetujui dalam perundingan negara-negara

dalam WTO, langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi negara Indonesia

Page 29: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

29

sebagai salah satu anggota WTO dalam membuat, menentukan kebijakan

perdagangan Indonesia untuk ikut melakukan kegiatan ekspor-impor antarnegara

di dunia. Kebijakan perdagangan Indonesia merupakan upaya-upaya yang

sistematis dan konsepsional untuk meningkatkan daya saing ekonomi nasional

(Nurhemi, di dalam Arifin, dkk, 2007: 252). Dan upaya yang dilakukan dengan

memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara lain yang

berpengaruh terhadap perekonomian nasional (Djiwandono, 1992: 170-171).

Kebijakan perdagangan pada hakekatnya merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari kebijakan pembangunan nasional. Sehingga setiap kebijakan pemerintah yang

dibuat mempunyai output positif pada efektivitas perdagangan produk atau pun

jasa dan masyarakat Indonesia, dan Indonesia tidak menjadi korban globalisasi

karena melakukan liberalisasinya. Implikasi positif dari kebijakan perdagangan

Indonesia dapat dilihat melalui peningkatan cadangan devisa Indonsia. Dimana

cadangan devisa diperoleh langsung dari kegiatan perdagangan ekspor-impor

Indonesia dengan negara mitra dagang, dalam hal ini mitra dagang anggota-

anggota WTO (Yuliadi, 2007: 84).

1.5 Hipotesis dan Definisi Operasional

1.5.1 Hipotesis

Berdasarkan beberapa acuan pada latar belakang, permasalahan

penelitian dan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan, maka dapat diajukan

hipotesis sebagai berikut:

“Liberalisasi perdagangan global yang dicanangkan dalam skema

WTO berupa harmonisasi tarif, subsidi, kuota memiliki pengaruh

Page 30: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

30

positif terhadap kebijakan perdagangan Indonesia yaitu meliberalisasi

perdagangan dengan mengimplementasikan ketentuan WTO mengenai

tarif, subsidi, dan kuota dalam kebijakan untuk meningkatkan ekspor

berimplikasi pada peningkatan cadangan devisa"

1.5.2 Definisi Operasional

Untuk memperjelas pengertian masing-masing variabel yang akan

diukur, baik variabel bebas (independent variabel) maupun variabel tergantung

(dependent variabel), di bawah ini akan dijelaskan defenisi operasional variabel-

variabel tersebut, sebagai berikut:

1. Liberalisasi Perdagangan global merupakan upaya WTO untuk

menciptakan perdagangan yang bebas diantara anggota-anggota

(negara-negara) WTO, yaitu menghapus hambatan perdagangan

internasional berupa hambatan tarif dan hambatan non tarif (subsidi,

kuota) yang diterapkan kepada barang yang diekspor dan yang

diimpor. Liberalisasi perdagangan dalam penelitian ini digunakan

sebagai variabel independen dengan kombinasi peraturan mengenai

tarif, subsidi, kuota yang diatur di dalam ketetapan WTO yang

mempengaruhi variabel kebijakan perdagangan Indonesia.

2. Kebijakan perdagangan global Indonesia adalah kebijakan berupa

meliberalisasi perdagangan yang ditandai dengan penurunan tarif,

pemberian subsidi, serta penghapusan kuota secara bertahap, yang

dibuat oleh pemerintah Indonesia mengenai permasalahan

perdagangan yakni ekspor dan impor di Indoesia yang bertujuan

Page 31: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

31

meningkatkan ekspor Indonesia. Kebijakan perdagangan tersebut

sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel liberalisasi

perdagangan global.

3. Tarif adalah ketentuan WTO sebagai implementasi dari perjanjian

akses ke pasar untuk menciptakan perdagangan bebas berupa bea

masuk, sejenis pajak, yang dibebankan terhadap barang yang melewati

batas wilayah pabean suatu negara baik tarif impor maupun ekspor,

yaitu dengan pengurangan tarif hingga 0% pada jenis barang yang

diekspor dan diimpor. Pengenaan tarif yang semakin tinggi pada

barang impor menyebabkan harga lebih mahal dibanding harga

produksi dalam negeri.

4. Subsidi adalah setiap bantuan pemerintah kepada perusahaan yang

memproduksi barang-barang ekspor tertentu. Subsidi yang diberikan

dapat dalam bentuk suku bunga pinjaman modal kerja yang rendah

atau kemudahan-kemudahan yang termasuk bantuan bantuan dari

pemerintah yang menyebabkan secara langsung atau tidak langsung

harga barang ekspor lebih murah. Dan subsidi dalam hal ini,

berkenaan ketentuan di dalam skema WTO untuk menghilangkan

hambatan non-tarif perdagangan sebagai kerangka liberalisasi

perdagangan.

5. Kuota adalah tindakan sepihak yang dilakukan oleh negara pengimpor

dengan jalan menentukan batas maksimum jumlah sejenis barang

tertentu yang boleh diimpor selama jangka waktu tertentu, dengan

Page 32: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

32

penetapan kuota akan mengurangi jumlah barang yang diekspor oleh

negara pengekspor. Yang dimaksud disini ialah program liberalisasi

perdagangan WTO untuk mencabut secara bertahap ketentuan kuota

yang bersifat diskriminatif yang dikenakan terhadap barang impor

tertentu, dan memberi peningkatan kuota secara bertahap dan kontinu

terhadap produk impor tertentu.

6. Cadangan devisa, tagihan bersih otoritas meneter kepada sektor luar

negeri yang terdiri dari liquid reserver. Yang dimaksud liquid reserve

adalah jumlah cadangan yang terdiri dari emas dan valuta asing yang

dipelihara oleh setiap negara. Besar cadangan ini sangat ditentukan

oleh posisi neraca perdagangan negara Indonesia dengan negara mitra

dagangnya. Jika nilai ekspor lebih besar dari dari pada impor

dikatakan mengalami surplus baik perdagangan barang maupun jasa

dan berakibat pada meningkatnya jumlah cadangan devisa. Cadangan

devisa adalah otuput dari kebijakan perdagangan global indonesia

yang dipengaruhi variabel liberalisasi perdagangan global.

1.6 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1.6.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu metode yang

bertujuan menggambarkan fakta-fakta yang berhubungan dengan masalah yang

diteliti. Metode ini bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual

dan akurat mengenai hubungan antar fenomena yang diselidiki, yang kemudian

Page 33: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

33

pada akhirnya metode ini digunakan untuk mencari pemecahan atas masalah yang

diteliti (Nazir, 1988: 63).

Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif tidak dimaksudkan

untuk memecahkan masalah dengan suatu pengujian (Silalahi, 2003: 56). Metode

deskriptif analitis bertujuan menggambarkan secara cermat terhadap suatu

permasalahan dari suatu gejala atau masalah yang diteliti serta dengan jelas dan

teliti untuk mendapatkan dan menyampaikan fakta-fakta yang berkenaan dengan

penelitian, disamping itu sebagai upaya menggambarkan suatu proses mekanisme

dan keterkaitan variabel-variabel yang diteliti.

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian dilakukan dengan cara studi

kepustakaan. Yaitu, Pengumpulan data yang dibutuhkan peneliti diperoleh dari

data sekunder dengan jenis data dekumenter yaitu pelbagai tulisan, catatan dan

laporan dalam tabel, gambar dan grafik yang diperoleh dari jurnal, surat kabar,

majalah, terutama data-data berupa text book, disamping itu media internet sangat

diperlukan sebagai sumber data yang mendukung data-data lain.

1.7 Lokasi Penelitian dan Waktu penelitian

1.7.1 Lokasi Penelitian

Di atas telah dijelaskan mengenai teknik pengumpulan data yaitu dengan

menggunakan studi kepustakaan. Sehubungan itu, untuk menyukseskan penelitian

ini didukung pelbagai tempat yang dinilai layak dan menyediakan referensi dan

kebutuhan yang diperlukan, diantarnya:

Page 34: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

34

1. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia, Jl. Dipatiukur No. 112,

Bandung.

2. Perpustakaan Universitas Padjadjaran, Jl. Dipatiukur, Bandung.

3. Perpustakaan Universitas Pasundan, Jl. Lengkong Besar No. 68,

Bandung.

4. Perpustakaan Universitas Parahyangan, Jl. Ciumbuleuit, Bandung.

5. Departemen Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Jl. M. I Ridwan Rais

No. 5 Blok II Lt. 7, Jakarta 10110.

6. Perpustakaan CSIS, Jl. Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Tabel 1.1Tabel Rencana Kegiatan

Kegiatan

WAKTU PENELITIAN 2007/2008

Januari Maret April Mei JuniJuli/

Agustus

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3Pengumpulan DataPengajuan JudulPemilihan Dosen PembimbingBimbingan DosenSeminar Proposal PenelitianPengolahan DataPenyusunan SkripsiSidang Skripsi

1.7.2 Waktu Penelitian

Page 35: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

35

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini terbagi atas lima bab, setiap bab terdiri dari

beberpa pembahasan yang diperlukan bagi penelitian ini. Di bawah ini dijelaskan

bab-bab yang akan ditulis, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab I, terdiri dari pembahasan latar belakang masalah peneltian,

identifikasi masalah, pembahasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis dan defenisi operasional,

metodologi penelitian, lokasi dan waktu penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Menyajikan tinjauan kepustakaan dari literatur-literatur yang dipilih

untuk menjelaskan teori-teori serta konsep-konsep yang relevan dengan variabel-

variabel yang diteliti. Menjelaskan teori-teori, konsep-konsep, berkenaan dengan

Hubungan Internasional, organisasi internasional, ekonomi politik internasional,

perdagangan internasional, liberalisasi perdagangan internasional, globalisasi,

interdependensia, kebijakan perdagangan, dan pengetian cadangan devisa.

BAB III OBYEK PENELITIAN

Menjelaskan uraian tentang objek penelitian yang meliputi aspek-aspek

umum dan khusus berkenaan variabel-variabel yang akan dibahas yaitu gambaran

umum WTO; sejarah dan struktur organisasinya, gambaran umum negara

Indonesia; kondisi ekonomi, serta kebijakan perdagangannya, dan kemudian dapat

digunakan sebagai gambaran kondisi yang mendorong timbulnya masalah yang

diteliti.

Page 36: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas penemuan-penemuan dalam pegelolaan data

dari variabel-vatiabel yang terkait dengan menggunakan metodologi yang telah

ditentukan, serta memaparkan hasil dari penelitian melalui teori dan konsep yang

telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menjelaskan kesimpulan dari pembahsan setiap babnya secara

keseluruhannya dalam bentuk pembuktian dari hipotesis yang diajukan diterima,

ditolak, atau membutuhkan pengkajian lebih lanjut. Bab ini juga memberi saran

yang berdasarkan seluruh pembahsan dari penelitian, dimaksudkan sebagai

masukan konstruktif bagi peneltian lebih lanjut.

Page 37: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hubungan Internasional

Aktor-aktor Hubungan Internasional (Lentner (1974: 3), mendefinisikan

aktor dalam studi Hubungan Internasional adalah suatu kesatuan yang

terorganisasi yang dapat memilih tujuan, mobilisasi sarana untuk mencapai tujuan

dan implementasi) tidak lagi didominasi oleh negara-negara berdaulat semata,

namun dalam perkembangannya aktor-aktor non negara yang memiliki

kemampuan potensial juga mewarnai dinamika dalam studi hubungan

internasional sebagai aktor global dengan pengaruh setara dengan negara.

Sehingga, kajian hubungan internasional selanjutnya, tidak lagi semata-mata

menyoal pertahanan dan keamanan seperti pada kajian Hubungan Internasional

(HI) masa lampau tetapi pelbagai permasalahan, isu-isu kontemporer yang

semakin kompleks.

Tema perang dan damai mendominasi kajian studi HI selama dua-tiga

dekade awal perkembangannya. Kini, displin HI yang hampir berumur seratus

tahun menemukan beragam tema yang patut menjadi bahan kajian, seperti pasar

global dengan jaringan transnasional; terorisme global dengan jaringan lokal;

perusakan lingkungan hidup yang berdampak extrateritorial; demokrasi dan hak

asasi manusia di tingkat domestik yang beriring ketidakadilan dan ketimpangan

global; integrasi regional yang mengantar pada terbentuknya lembaga

Page 38: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

38

supranasional seperti di kawasan Eropa; dan meningkatnya peran media massa.

Sehingga dalam kajian HI tidak lagi didominasi oleh aktor-aktor negara (state

actors), tetapi juga diwarnai oleh aktor-aktor non negara seperti peran non-

government organizations (NGOs) dalam pelbagai permasalahan dunia.

Studi ilmu Hubungan Internasional mengacu pada semua bentuk interaksi

antar anggota masyarakat yang terpisah, baik yang didukung pemerintah atau

tidak. Interaksi ini dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan

(competition), dan pertentangan (conflict) (Rudy, 2003: 2). Holsti (1992: 22),

menyatakan bahwa Hubngan Internasional mencakup segala bentuk interaksi

antarbangsa atau kelompok masyarakat yang berbeda, baik yang disponsori

pemerintah atau tidak. Lebih lanjut Holsti (1988: 23) menjelaskan lingkup studi

Hubungan Internasional menyangkut segala macam hubungan interaksi

antarnegara bangsa dan kelompok-kelompok bangsa dalam masyarakat

internasional, dengan segala aspek yang terkait dalam hubungan tersebut.

Kemudian dipertegas pendapat Johari (1985: 5), bahwa Hubungan Internasional

itu sendiri merupakan studi tentang interaksi yang terjadi di antara negara-negara

yang berdaulat di dunia, atau merupakan suatu studi tentang para pelaku bukan

negara (non state-performers) yang perilakunya memiliki pengaruh terhadap

kehidupan negara bangsa. Chan (1984: 5), mendefinisikan Hubungan

Internasional sebagai interaksi yang terjadi antara aktor-aktor, baik negara

maupun non negara, dimana tindakan-tindakan aktor-aktor tersebut beserta

kondisi yang melingkupinya, memberikan konsekuensi pada aktor-aktor lain yang

berada di luar batas teritorialnya. Berdasarkan penjelasan dan beberapa pengertian

Page 39: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

39

di atas dapat dipertegas bahwa studi ilmu Hubungan Internasional tidak hanya

mengkaji bentuk-bentuk interaksi atau hubungan yang terjadi di antara aktor-aktor

negara seperti bentuk klasiknya Hubungan Internasional yang diperankan hanya

oleh para diplomat dan mata-mata selain tentara dalam medan peperangan.

Namun, disiplin HI kontemporer juga memfokuskan pada peran penting yang

tidak dapat dikesampingkan, yaitu aktor-aktor non negara (perusahaan

multinasional, organisasi nonpemerintah, gerakan sosial, dan bahkan individu)

(Hermawan, 2007: 1). Dalam penjelasan lain, Rossenau (1976: 5),

mengidentifikasikan lima tipe aktor dalam HI, yaitu: Pertama, individu-individu

tertentu seperti pemimpin politik dan pejabat pemerintahan; Kedua, kelompok dan

organisasi nonpemerintahan; Ketiga, semua negara-bangsa dan pemerintahannya;

Keempat, semua organisasi internasional; Kelima, semua kawasan geografi utama

dan pembagian wilayah secara politis.

Dari sisi isu, jika pada awal kemunculannya pada akhir abad-19 disiplin HI

lebih memfokuskan, seperti telah disebut, yaitu pada isu di seputar masalah

peperangan dan perdamaian (war and peace), maka dalam perkembangannya,

Hubungan Internasional meliputi semua interaksi yang melibatkan pelbagai

fenomena sosial yang melintasi batas nasional suatu negara, hal ini dipicu

kompleksitas dari realita yang terjadi, sehingga memunculkan pelbagai masalah

yang diharapkan pemecahannya yang melibatkan aktor-aktor internasional.

Seperti yang dikemukakan Lopez dan Stohl (1989: 3), Hubungan Internasional

meliputi semua interaksi yang melibatkan fenomena sosial yang melintasi batas

nasional suatu negara, baik menyangkut aspek ideologi, politik, hukum, ekonomi,

Page 40: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

40

sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan. Lebih lanjut Lopez dan Stohl

menjelaskan, hubungan ini tidak hanya berupa kontak fisik atau temu muka

secara langsung tetapi juga berupa transaksi ekonomi, penggunaan kekuatan

militer dan diplomasi baik secara umum maupun khusus, sehingga dalam

perkembangannya mengarah ke arah kegiatan-kegiatan seperti perang, bantuan

kemanusiaan, perdagangan internasional, dan investasi, turisme dan juga

olimpiade (Lopez dan Stohl (1989: 3).

Menurut Mc.Clelland, Hubungan Internasional merupakan studi tentang

interaksi antara jenis-jenis kesatuan-kesatuan sosial tertentu, termasuk studi

tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi (Perwita dan Yani,

2005: 4). Dalam penjelasan lain, Wiriaatmadja (1967: 39), Hubungan

Internasional adalah sesuai untuk mencakup segala macam hubungan antarbangsa

dalam masyarakat dunia dan kekuatan-kekuatan, tekanan-tekanan proses yang

menentukan cara hidup, cara bertindak dan cara berpikir manusia. Dari penjelasan

kedua pakar tersebut, menunjukan semakin luasnya isu-isu yang menjadi kajian

HI kontemporer, hingga merambah ke persoalan yang menyangkut kerja sama

ekonomi antarnegara, upaya memerangi kemiskinan global, memahami

ketimpangan hubungan antar kelompok negara kaya dengan negara miskin, upaya

memahami dan memerangi kriminalitas antarnegara (transnational crime), upaya

untuk mengatasi konflik dan separatisme, dan sebagainya (Hadiwinata, di dalam

Hermawan (ed), 2007: 1).

Page 41: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

41

2.2 Organisasi Internasional

Hubungan antarnegara sangat kompleks sehingga diperlukan pengaturan.

Untuk mengatur agar mencapai tujuan bersama yang merupakan kepentingan

bersama, negara-negara membutuhkan pembentukan wadah, yaitu organisasi

internasional (Suwardi, 2004: 2-3). Sebab, berdirinya organisasi internasional

(international organization) pada hakekatnya didorong oleh keinginan untuk

meningkatkan dan melembagakan kerja sama internasional secara permanen

dalam rangka mencapai tujuan bersama (Parthiana, 2003: 103).

Organisasi internasional memang bukan merupakan suatu fenomena baru

dalam tatanan masyarakat internasional. Dalam Parthiana (2003: 102),

menjelaskan organisasi internasional barulah muncul pada abad ke-19.

Sedangkan, Suwardi (2004: 3) menulis bahwa pertumbuhan organisasi

internasional telah dimulai sejak abad pertengahan. Kecenderungan negara-negara

atau anggota masyarakat untuk membentuk wadah, yaitu oragnisasi internasional

telah sejak lama terjadi, yang kemudian berdiri dengan pesatnya pelbagai bentuk

dan macam organisasi internasional yang meluas ke pelbagai bidang.

Organisasi internasional merupakan salah satu kajian studi Hubungan

Internasional (HI) serta merupakan salah satu aktor dalam kajian Hubungan

Internasional. Sebagaimana dijelaskan dalam pembahasan HI, bahwa pada

awalnya disiplin HI sesungguhnya menitikberatkan pada ”negara” (state) sebagai

subjek rujukannya, yaitu dengan menjadikan negara sebagai rujukan dalam

pembahasan mengenai prilaku, kepentingan, pembuatan keputusan, dan

sebagainya. Namun dalam perkembangnya, dominasi negara sebagai aktor studi

Page 42: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

42

hubungan internasional mulai digeser oleh aktor-aktor non negara, seperti dalam

dominasi negara sebagai pemilik modal yang berdaulat (soverign entrepreneur)

yang digantikan oleh peusahaan transnasional. Hal ini kemudian yang meyakini

pendukung pluralis (pluralis merupakan salah satu perspektif yang memandang

hubungan internasional tidak hanya terbatas pada hubungan antarnegara saja

tetapi juga merupakan hubungan antar individu dan kelompok kepentingan

dimana negara tidak selalu sebagai aktor utama dan aktor tunggal (Perwita dan

Yani, 2005: 26)) untuk memperhitungkan aktor-aktor lain diluar negara sebagai

pemain penting di dalam hubungan tingkat dunia.

Sebagaimana, Viotti dan Kauppi (1999) menjelaskan empat asumsi utama

yang digunakan pendekatan pluralis dalam memahami fenomena hubungan

internasional. Empat asumsi utama tersebut adalah; aktor-aktor non negara adalah

entitas penting dalam politik dunia (aktor-aktor non negara adalah juga aktor yang

penting seperti negara); negara bukan merupakan aktor yang hanya memiliki satu

suara (unity actor) (karena negara terdiri dari kaum birokrat, kelompok

kepentingan dan individu-individu yang masing-masing berusaha untuk

memformulasikan dan mempengaruhi kebijakan luar negerinya); negara bukan

merupakan aktor yang rasional (pada kenyataannya pembuatan kebijaksanaan luar

negeri suatu negara adalah merupakan proses yang diwarnai konflik dan

kompromi antar aktor dalam negara), dan; agenda dalam politik internasional

adalah sangat luas (yaitu, mencakup isu-isu militer keamanan maupun sosial

ekonomi tanpa ada pembedaan mana yang lebih penting diantara keduanya)

Page 43: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

43

(Perwita dan Yani, 2005: 26). Sehingga jelaslah bahwa peran dan fungsi

organisasi internasional sangat penting dalam kajian studi hubungan internasional.

2.2.1 Pengertian Organisasi Internasional

Awal organisasi internasioanal (OI) ini terjadi ketika terbentuknya

kesepakatan pertama antara satu-satuan politik yang otonom untuk menegaskan

hak dan kewajiban bersama demi kerja sama atau perdamaian. Pada umumnya

organisasi internasional yang dimaksudkan adalah organisasi internasional yang

dibentuk antarpemerintah (intergovernmental organization), dan organisasi

internasional tidak pernah dibentuk untuk saling memerangi atau saling memusuhi

antar anggota. Memang, pada awalnya organisasi internasional didirikan dengan

tujuannya untuk mempertahankan peraturan-peraturan agar dapat berjalan tertib

dalam rangka mencapai tujuan bersama dan sebagai suatu wadah (Suwardi (2004:

5) menjelaskan, wadah tersebut untuk menjalankan tugas bersama antar

anggotanya, baik dalam bentuk kerjasama yang sifatnya koordinatif maupun

subordinatif) hubungan antarbangsa dan negara agar kepentingan masing-masing

negara dapat terjamin dalam konteks hubungan internasional (Perwita dan Yani,

2005: 91).

Sedangkan, Bennet (1995: 2) menjelaskan OI bisa dilihat sebagai pelopor

atau barisan depan dari upaya pemunculan pemerintah dunia dan pada sisi lain

merupakan contoh kegagalan untuk memupuk kerjasama di antara negara-negara

bangsa, tetapi juga dipandang sebagai wadah kerjasama antarnegara-bangsa dalam

masyarakat internasional.

Page 44: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

44

Archer (1983), bahwa organisasi internasional berasal dari dua kata yaitu

organisasi dan internasional. Kata internasional sendiri diartikan dalam beberapa

arti, pertama, intergovernmental yang berarti interstate atau hubungan antara

wakil resmi dari negara berdaulat. Kedua, aktivitas di antara individu-individu dan

kelompok-kelompok di negara lain serta juga termasuk hubungan

intergovernmental yang disebut dengan hubungan transnasional. Ketiga,

hubungan antar suatu cabang pemerintah di suatu negara (seperti departemen

pertahanan) dengan suatu cabang pemerintah di negara lain (seperti departement

pertahanan dan badan intelijennya) dimana hubungan tersebut tidak melalui jalur

kebijakan luar negeri disebut transgovermental. Selanjutnya, Archer (1983),

mendefinisikan organisasi internasional sebagai suatu struktur formal dan

berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan antar anggota-anggota

(pemerintah dan nonpemerintah) dari dua atau lebih negara berdaulat dengan

tujuan untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya (Perwita dan Yani,

2005: 91-92). Pendapat yang hampir serupa dengan Wright di dalam Kartasasmita

(1987: 3), bahwa organisasi internasional adalah seni untuk menciptakan dan

mengurus masyarakat yang luas terdiri dari negara-negara merdeka untuk

memudahkan kerja sama dalam mencapai tujuan bersama.

Dan sejalan dengan pendapat Marbun (1992: 201), mengenai keanggotaan

dalam pembentukan OI yang dikemukakan Archer di atas, bahwa apabila dua atau

lebih negara menandatangani perjanjian atau piagam, maka dapat terbentuk suatu

(hanya saja Marbun menyebutkan) organisasi antarpemerintah.

Page 45: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

45

Mengingat suatu kerja sama intenasional tidak selalu harus berbentuk OI.

Mungkin saja dilaksanakan atau diwujudkan melalui perjanjian (teaty) atau

kesepakatan (agreement) yang buka bentuk perjanjian untuk membentuk suatu OI.

Oleh karena itu, perlunya pendekatan atas peringkat defenisi, seperti yang

diunggkapkan oleh Couloumbis dan Wolf, yaitu:

1. Dari segi tujuan organisasi, apakah bersifat internasional yaitu bahwa

kegiatannya melintasi batas-batas negara nasional.

2. Dari tinjauan terhadap model dan kelembagaan organisasi internasional

yang ada dewasa ini.

3. Sebagai proses yang mendekati taraf pengaturan oleh suatu bentuk

pemerintahan, dalam hubungan yang mencakup baik antarnegara

dengan negara maupun aktor-aktor bukan negara (non state actors)

(Rudy, 2005: 3-4).

Sejalan dengan penjelasan di atas tersebut, Rudy (2005: 3) berpendapat

bahwa pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur

organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk

berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan

melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta

disepakati bersama, baik antara sesama kelompok nonpemerintah pada negara

yang berbeda.

2.2.2 Penggolongan Organisasi Internasional

Bennet (1997) menggolongkan dua kategori utama organisasi internasional

yang dikemukakan secara umum, yaitu:

Page 46: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

46

1. Organisasi antarpemerintah (intergovernmental organization/IGO),

yang anggotanya terdiri dari delegasi resmi pemerintah negara-negara.

2. Organisasi nonpemerintah (nongovernmental organization/NGO),

terdiri dari kelompok-kelompok swasta di bidang keilmuan,

keagamaan, kebudayaan, bantuan teknik atau ekonomi, dan sebagainya

(Perwita dan Yani, 2005: 93-94).

Lebih lanjut, Bennet (1997) menjelaskan bahwa karakteristik umum yang

terdapat dalam kedua jenis lembaga internasional tersebut meliputi: organisasi

permanen untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu; keanggotaannya bersifat

sukarela; instrumen dasar yang menyatakan tujuannya, struktur, dan metode

pelaksanaanya; badan konsultatif yang refresentatif; dan sekretariat permanen

yang menjalankan fungsi administrtif, penelitian, dan informasi (Perwita dan

Yani, 2005:94).

Sedangkan, Marbun (1992: 194-195) memberi penjelasan berbeda

mengenai istilah yang dipakai dalam organisasi internasional dengan menyebut

organisasi transnasional, Ia beralasan keanggotaan, tujuan, dan lingkup

aktivitasnya melewati batas-batas nasional. Kemudian Marbun menambahkan,

selain organisasi antarpemerintah yang beranggotakan lebih dari satu nagara, ada

dua jenis organisasi transnasional (yang Ia maksud organisasi internasional)

lainnya: pertama, organisasi nonpemerintah, yaitu suatu organisasi yang dibentuk

di antara individu-individu atau organisasi-organisasi swasta di pelbagi negara;

dan tipe kedua dari organisasi transnasional adalah organisasi multinasional.

Organisasi multinasional merupakan perusahaan-perusahaan, yang diatur dan

Page 47: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

47

dikendalikan oleh sekelompok individu di suatu negara, yang para pemimpinnya

bekerja di satu pangkalan, tetapi aktivitasnya dilakukan di negara lain. Marbun

menambahkan, organisasi multinational ini berbeda dari organisasi

nonpemerintah karena tujuan mereka ditetapkan dan kebijakan mereka

dirumuskan oleh sekelompok individu yang relatif kecil yang biasanya tinggal di

satu negara (Marbun, 1992: 197-198).

2.2.3 Peran Organisasi Internasional

Peran organisasi internasional (OI) dapat dibagi ke dalam tiga kategori,

yaitu:

1. Sebagai instrumen (alat pencapaian tujuan). Organisasi internasional

digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan

tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya. Suatu instrumen

menunjukkan tujuannya apabila memperlihatkan kegunaannya dalam

periode tertentu bagi mereka yang memanfaatkan jasanya. Dan untuk

tujuan tertentu biasanya terjadi pada Intergovernmental Organizations

(IGOs) dimana anggota-anggotanya merupakan negaraberdaulatyang

dapat membatasi tindakan-tindakan OI. Sedangkan, pada

Nongovernmental Organizations (INGOs) tindakannya mencerminkan

perilaku dari anggotanya yang berupa kelompok perdagangan,

organisasi bisnis, partai poltik, atau kelompok gereja.

2. Sebagai arena (perumusan suatu masalah). Organisasi internasional

merupakan tempat bertemu bagi anggota-anggotanya untuk

membicarakan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi. Dalam

Page 48: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

48

hal ini OI menyediakan tempat-tempat pertemuan bagi para anggota

untuk berkumpul bersama-sama untuk berdiskusi, berdebat,

berkerjasama, ataupu saling berbeda pendapat. OI menyediakan

kesempatan bagi para anggotanya untuk lebuh meningkatkan

pandangan serta usul dalam suatu foru publik dimana hal seperti ini

tidak dapat diperoleh dalam diplomasi bilateral.

3. Sebagai aktor independen (pembuat keputusan). Orgnisasi internasional

dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh

kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi. Sejak tahun 1960-an

terdapat bukti-bukti bahwa sejumlah entitas termasuk OI dapat

mempengaruhi kejadian-kejadian dunia. Bila hal ini terjadi, entitas-

entitas tersebut menjadi aktor dalam arena internaisonaldan saingan

bagi negara. Kemampuan entitas tersebut dalam beroperasi sebagai

aktor internasional atau transnasional dapat dibuktikan karena

mengidentifikasi diri dan kepentingannya melalui badan-badan

korporasi, bukan melalui negara. (Archer, di dalam Perwita dan Yani,

2005: 95-97).

Organisasi internasional dalam isu-isu tertentu berperan sebagai aktor yang

independen dengan hak-haknya sendiri. OI juga memiliki peranan penting dalam

mengimplementasikan, memonitor, dan menengahi perselisihan-perselisihan yang

timbul dari adanya keputusan-keputusan yang dibuat oleh negara-negara

(Viotti&Kauppi 1999: 228).

Page 49: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

49

Sedangkan menurut Archer, OI mempunyai tiga peran penting dalam

World politic. Pertama, OI digunakan oleh negara-negara sebagai instrumen dari

kebijakan luar negerinya dimana hal ini sesuai dengan pandangan state centric.

Kedua, OI dimanfaatkan untuk memodifikasi atau mengatur tingkah laku negara-

negara. Ketiga, OI adalah sebagai aktor yang dapat bertindak sesuai dengan

kemauannya, sehingga dapat dilihat apakah OI otonom atau tidak (Rudy, 2005:

29).

2.2.4 Fungsi Organisasi Internasional

Setiap OI dibentuk untuk melaksanakan fungsi-fungsinya dalam

menjalankan aktivitasnya sesuai dengan tujuan pendirian OI tersebut oleh

anggotanya. Fungsi OI menurut Bennt adalah:

1. Menyediakan hal-hal yang dibutuhkan bagi kerja sama yang dilakukan

antarnegara dimana kerja sama itu menghasilkan keuntungan yang

besar bagi seluruh bangsa.

2. Menyediakan banyak saluran-saluran komunikasi anatarpemerintahan

sehingga ide-ide dapat bersatu ketika maslah muncul ke permukaan

Perwita dan Yani, 2005: 97).

Selanjutnya Archer (1983) menyebutkan OI dalam fungsinya sebagai

instrument, forum/arena, dan aktor mempengaruhi fungsi dari sistem politik

internasional mewlalui fungsi-fungi, yaitu sebagai; artikulasi dan agregasi

kepentingan nasional negara-negara anggotanya; menghasilkan norma-norma

(rejim); rekrutmen; sosialisasi; pembuat peraturan (rule making); penerapan

Page 50: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

50

peraturan (rule application); penilaian/penyelarasan keputusan (rule adjuction);

tempat memperoleh informasi; dan operasionalisasi (Rudy, 2005: 29).

Fungsi sebagai artikulasi dan agregasi, OI berfungsi untuk melakukan

tugas artikulasi dan agregasi kepentingan dalam hubungan internasional dengan

menjadi instrumen untuk artikulasi dan agregasi kepentingan, menjadi forum

mengartikulaiskan kpentingan, dan mengartikulasikan kepentingan yang terpisah

dalam beroperasinya OI sebagai forum bagi diskusi dan negosiasi.

OI sebagai instrumen, forum, dan aktor telah memberi kontribusi yang

berarti bagi aktivitas normatif dari sistem politik internasional yaitu dengan

membantu membuat norma dalam hubungan internasional. Seperi keaadilan dan

sosial yang dilakukan oleh jaringan IGOs di bawah PBB dan didukung oleh

sistem konsultasi dan mendapat dukungan dari INGOs. Dalam bidang ekonomi,

OI membantu mentuk norma tingka laku ekonomi. Keamanan internasional yaitu,

prinsip anti perang, melegitimasi kolonialisme barat, mengumumkan situasu

tertentu, mendorong pelucutan senjata dan mendesak kekuasaaan negara.

Fungsi ketiga yaitu sebgai rekrutmen. Berkenaan fungsi OI yang penting

dalam merekrut partisipan dalam sistem politik internasional. Misalnya IGOs

yang terdiri dari dari wakil-wakil negara berdaulat, hal ini mendorong wilayah

yang belum merdeka untuk memperoleh kemerdekaaannya sehingga

memungkinkan negara-negara yang belum merdeka untuk menyampaikan

kepentingannya dalam IGOs dan menambah pula universalitas keanggotaanya.

Begitu pula terhadap INGOs yang melakukan rekrutmen melalui pengumpulan

Page 51: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

51

kelompo dan individu untu tujuan tertentu, seperti menyebarkan agama,

meningktkan aktivitas serikat dagang, dan lain sebagainya.

Proses sosialisasi bekerja secara internasional dalam dua level. Pertama,

agen sosialisasi bekerja melintasi perbatasan mempengaruhi individu dan

kelompok di sejumlah negara. Kedua, proses sosialisasi dapat terjadi antara

negara-negara dalam level internasional dan antara wakil-wakil negara. Sosialisasi

bertjuan untuk mendorong para anggota OI untuk bertindak dalam cara-cara yang

kooperatif dengan tidak melupakan norma-norma yang dianut bersama.dengan

demikian, diharapkan dapat membangun pola tingkah laiku yang dapat diandalkan

dan berlangsung terus menerus.

Pembuatan peraturan (rule making) sistem internasional tidak seperti di

dalam sistem politik domestik. Sistem internasional tidak punya badan formal

pusat rule making. Sumber peraturan dalam arena internasional pun lebih dapat

berasal dari praktek sebelumnya atau produk dari panitia ad hoc atau dari

kesepakatan bilateral legal antarnegara atau berasal dari organisasi internasional.

Kemudian, dalam sistem politk internasional penerapan peraturan

dilakukan oleh negara berdaulat karena tidak otoritas sentral dengan agen-agennya

yang melakukan tugasnya. Seperi fungsi OI dalam menerapkan aturan-aturan

umum, dalam m,enerapkan aturan yang telah disepakati. Begitu juga INGOs turut

berpartisipasi dalam memonitor penerapan aturan internasional oleh pemrintah.

Sedangkan, rule adjunction biasa dilakukan oleh pengadilan, arbitrase.

Fungsi rule adjuction dilakukan oleh institusi tertentu dimana tugasnya untuk

bertindak menjadii hakim dalam klaim-klaim yang dibuat negara-negara. Dan OI

Page 52: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

52

juga berfungsi sebagai tempat untuk memperoleh informasi dan pertukaran

informasi di antara anggota-anggotanya.

Serta fungsi terakhir OI adalah sebagai operasional. Dapat berupa

perbankan, penyediaan bantuan; bantuan untuk pengungsi, berhubungan dengan

komoditas, dan juga pelayanan teknis. Demikian sembilan fungsi OI yang di

kemukakan Arher (1983: 152-169).

2.3 Ekonomi Politik Internasional

Pada dekade 1970-an sejumlah pakar Hubungan Internasional (HI) mulai

memikirkan bagaimana negara-negara, yang selalu didorong nafsu berperang,

pada waktu yang sama tetap berkeinginan untuk tetap menjalin kerja sama dengan

negara lain (Hermawan (ed), 2005: 5).

Pakar tersebut (yaitu, menginginkan negara-negara (yang selalu didorong

nafsu berperang) untuk tetap melakukan kerja sama dengan negara lain),

sebagaimana yang dijelaskan Hadiwinata (2007), diantaranya Keohane dan Nye

(1972), yang mencoba untuk menggambarkan bagaimana saling ketergantungan

di bidang ekonomi telah mendorong negara-negara untuk tetap menjalin kerja

sama. Kemudian, Gilpin (1975) mencoba mengidentifikasi keberadaan perusahaan

multinational sebagai pelaku penting dalam mendorong negara-negara untuk

terlibat dalam kerja sama ekonomi. Melalui aktivitas perusahaan-perusahaan

multinasional, modal, barang dan jasa dapat saling dipertukarkan melewati batas-

batas negara dalam waktu relatif singkat (Hadiwinata, di dalam Hermawan, 2007:

6), sehingga dengan sendirinya meningkatkan kerja sama ekonomi antarnegara.

Page 53: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

53

Hadiwinata (2007) melanjutkan, dapat dikatakan sejak saat itu ilmu ekonomi

mulai mempengaruhi studi HI.

Sedangkan, Perwita dan Yani (2005:75) menjelaskan, bahwa ekonomi

menjadi faktor yang sangat penting dan menentukan proses ekonomi, begitu pula

sebaliknya, yaitu pada saat (awal-awal munculnya kajian ekonomi-politik

internasional tahun 1970-an), stabilitas politik dan ekonomi negara-negara di

dunia digoyahkan oleh timbulnya krisis yang disebabkan oleh pemboikotan

pasokan minyak bumi oleh negara-negara Arab.

Ekonomi politik itu sendiri baru berkembang dan mendapat tempat sebagai

bidang keilmuan yang dipelajari secara luas sekitar tahun 1930-an, dan penerapan

pemikiran ekonomi politik diawali pada saat pemberlakuan sistem Bretton Woods

(Bretton Woods diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat, Franlin Roosevelt dan

dihadiri oleh perwakilan 44 negara untuk merancang pasal persetujuan bagi

Internasyional Bank for Reconstruction and Development (IBRD) serta

International Monetary Fund (IMF) yang diselenggarakan pada tanggal 1-22 Juli

1944. Konperensi Bretton Woods bertujuan untuk menanggulangi pemulihan

ekonomi seusai Perang Dunia II (Plano dan Olton, 1999: 253)) (Rudy, 1993: 49).

Bahkan, Gilpin (1978) menjelaskan bahwa faktor-faktor ekonomi (misalnya,

faktor harga atau nilai tukar mata uang, terutama hal yang berkenaan dengan

prinsip praktik monopoli yang dilakukan oleh dunia swasta maupun peran

pemerintah (negara) dan bertambahnya logam mulia (emas, perak) yang berkaitan

dengan meluasnya perdagangan internasional (Ikbar, 1995: 29)) telah memainkan

peran penting dalam hubungan internasional sepanjang sejarah.

Page 54: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

54

Ekonomi politik dalam studi HI memerlukan suatu metode dan

pendekatan (metode atau pendekatan di sini adalah suatu cara atau prosedur yang

ditempuh dalam proses penyelidikan atau penelitian dan pengamatan maupun

analisis-analisis dari studi ekonomi politik dalam perspektif hubungan

internasional menyangkut aplikasi keilmuannya sesuai konteksnya (Ikbar, 1995:

21) yang disesuaikan dengan keperluan telaahnya secara tepat, oleh karena ruang

lingkup kajian-kajian HI itu sendiri, adalah mencakup segala macam aspek

kegiatan yang “melintasi batas wilayah negara” (Rudy, 1993: 50), dan memiliki

karakter khas yaitu, interdisiplinier. Sedangkan, konfigurasi pendekatan ekonomi

politik internasional adalah tidak tunggal (monodisiplin), artinya bahwa

implementasi alat-alat analisisnya dapat dilihat pada sejumlah teori dan konsep-

konsep yang mendasari substansi ekonomi politik, seperti interdepedensi,

depedensi, keterbelakangan, pertumbuhan, perkembangan, pembangunan ekonomi

sosial, sistem-sistem ekonomi dan termasuk juga persoalan power politics,

realisme dan idealisme, linier dan strukturalis internasional, globalisasi, atau

regionalisme, dan lain-lain, demikin yang diutarakan Ikbar (1995: 21).

Berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan diatas, dalam penelitian ini akan

digunakan teori interdepedensi dan konsep globalisasi.

Secara umum, akan dijelaskan pengertian ekonomi politik terlebih dahulu,

sebelum menjelaskan defenisi/pengertian ekonomi politik internasional itu sendiri.

Ekonomi politik secara umum, dapat dipahami dari beberapa pendapat pakar

penstudi ini, diantaranya: Lord Robbin (1977) menjelaskan, bahwa yang

dimaksud dengan ekonomi politik dapat mengandung dua versi. Pertama, ialah

Page 55: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

55

versi ekonomi klasik yang memberi pengertian ekonomi politik sebagai suatu

kesatuan menyeluruh dari suatu pembahasan, sejak dari ilmu ekonomi (murni,

teori) itu sendiri (economics science) samapi dengan teori-teori tentang kebijakan

ekonomi (theory of economics policy) yang meliputi analisis dari bekerjanya

keuangan negara. Kedua, ekonomi politik versi modern yaitu ekonomi politik

yang membahas bagaimana sistem ekonomi itu bekerja. Namun demikian, ia

bukanlah sciencetific economics yang merupakan himpunan dari value free

generalization tentang cara-cara sistem ekonomi itu bekerja. Ekonomi politik di

sini membicarakan prinsip-prisip umum dalam bidang ekonomi (Ikbar, 1995: 17).

Pemahaman lain mengenai studi ekonomi politik, sebagaimana dijelaskan

oleh Ichman (1972), bahwa ekonomi politik adalah suatu integrated social science

of public porpuse. Dikatakan bersifat politik karena membahas segi autoritas

dalam masyarakat. Bersifat ekonomi karena membahas masalah-masalah alokasi

dan petukaran sumber-sumber yang langka, termasuk di dalamnya sumber-sumber

sosial dan politik. Kemudian, Ikbar (1995: 18) menegaskan yang dimaksud oleh

Icman di atas, bahwa ekonomi politik berkepentingan dengan semua persoalan

yang memiliki relevansi dengan kebijakan-kebijakan dan masalah umum,

disamping memperhatikan dan mendorong partisipan dalam perspektif kehidupan

sosial dan politik.

Secara umum dapat dipahami adanya pertalian erat antara dunia politik

dan dunia ekonomi—meminjam kesimpulan dari Mas’oed (2003: 4), mengingat

pelbagai pendapat yang berbeda dalam memahami ekonomi politik dari beberapa

pakar di atas, maka di sini ekonomi didefinisikan sebagai sistem produksi,

Page 56: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

56

distrubusi, dan konsumsi kekayaan; sedang politik sebagai sehimpunan lembaga

dan aturan yang mengatur pelbagai interaksi sosial dan ekonomi. Bahkan, Gilpin

(1987) menjelaskan bahwa, hubungan dan interaksi dari “negara” dan “pasar” di

dalam dunia modern menciptakan “ekonomi politik”, tanpa kedua faktor tersebut;

pasar dan negara tidak akan ada ekonomi politik, dan perbedaan mendasar terletak

pada hakikat paradigma ilmu politik yang menekan power dan sebaliknya ilmu

ekonomi pada “mekanisme pasar” (terutama yang bukan kaum marxian) (Ikbar,

1995: 19). Oleh karena itu, Gilpin (1987) memandang perlunya untuk memahami

tiga unsur dasar dalam isu-isu ekonomi politik. Tiga unsur tersebut adalah; 1)

penyebab dan hal-hal yang mempengaruhi kebangkitan pasar; 2) hubungan

anatara perubahan ekonomi dan perubahan politik; dan 3) Signifikansi ekonomi

pasar dunia terhadap ekonomi domestik.

Ekonomi politik internasional (EPI) secara luas didefinisikan Mas’oed

(2003: 4) sebagai studi tentang saling kaitan dan interaksi fenomena politik

dengan ekonomi, antara “negara” dengan “pasar”, antara lingkungan domestik

dengan yang internasional, dan antara pemerintah dengan masyarakat. Hal senada

(Ia kemukakan) yang dirumuskan oleh Frieden dan Lake (1991), “the study of the

interplay of economics and politics in the world arena” (Mas’oed, 2003: 4). Rudy

(1993: 50-51), menyimpulkan ekonomi-politik sebagai hasil interaksi antara

kajian ekonomi dengan kajian politik, yang mempertimbangkan serta dipengaruhi

oleh kondisi mekanisme pasar (unsur pasar) dan kondisi kehidupan sosial

masyarakat serta pola kebijakan pemerintah (unsur politik) yang satu sama lain

saling berinteraksi pula. Dan lebih lanjut Rudy menjelaskan, dalam kaitan dengan

Page 57: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

57

EPI, maka yang berinteraksi adalah mekanisme internasional (termasuk

interdependensi, depedensi, dan globalisasi) dengan sistem masyarakat

internasional yaitu sistem banyak negara (multistate system) dan pola hubungan

antarnegara serta kebijakan masing-masing pemerintah mempengaruhi situasi

pasar internasional baik dalam bidang perdagangan (misalnya, term of trade,

quota, proteksionisme, dan sejenisnya) maupun dalam bidang moneter (misalnya,

cadangan devisa dan nilai tukar mata uang).

Saling berkaitan dan interaksi ekonomi-politik, negara-pasar, negara-

masyarakat, dan domestik-internasional, dapat dilihat dari pelbagai usaha

pemerintahan di dunia dalam menyelesaikan masalah domestiknya dengan

memanfaatkan hubungan internasional. Misalnya, seperti yang dipaparkan

Mas’oed (2003: 5), masalah ekonomi domestik negara-negara anggota Gerakan

Non-Blok (GNB) sejak lama diupayakan penyelesaiannya melalui mekanisme

politik internasional. Begitu juga, Boris Yeltsin sejak menjabat sebagai presiden

Russia berusaha memanfaatkan mekanisme ekonomi internasional untuk

menyelesaikan masalah domestiknya. Lebih lanjut, Dia menjelaskan beberapa

contoh yang menunjukkan bagaimana masalah internasional dicoba diselesaikan

dengan menerapkan kebijakan domestik. Misalnya, penerapan kebijakan politik

domestik pemerintahan Vietnam, terutama “Doi Moi” atau “keterbukaan politik”,

dengan tujuan lebih besar di arena ekonomi politik internasional, yaitu

memperbaiki hubungan dengan aktor-aktor utama dunia, mengingat (ujarnya),

sampai awal tahun 1994 hambatan utama bagi Vietnam untuk memanfaatkan

sumberdaya ekonomi dunia adalah embargo Amerika Serikat.

Page 58: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

58

Sedangkan, Spero (yang dijelaskan dalam Perwita dan Yani (2005: 76))

mengajukan konstruksi berpikir yang berawal dari pengertian politik internasional

dan ekonomi internasional guna memahami makna ekonomi politik internasional.

Politik internasional adalah interaksi di antara negara-negara dalam upaya

mencapai tujuan masing-masing dan penentuan “who gets what, when, and

how?”. Ekonomi internasional merupakan prilaku negara untuk memenuhi

kepentingan nasionalnya dalam kondisi keterbatasan sumber daya. Maka

sebenarnya interaksi ekonomi adalah interaksi politik dalam arena internasional.

Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa hubungan internasional mengandung

interaksi yang bersifat ekonomi politik internasional.

Kemudian, Perwita dan Yani (2005: 76) melanjutkan dengan menjelaskan

ada empat faktor politik yang mempengaruhi ekonomi yang dikemukakan Spero

(1985), yaitu:

1. Struktur dan operasi sistem ekonomi internasional dipengaruhi oleh

struktur dan operasi politik internasional.

2. Kepedulian-kepedulian politik selalu mempengaruhi kebijakan

ekonomi.

3. Kebijakan-kebijakan ekonomi dituntun oleh kepentingan politik, dan

4. Hubungan dalam ekonomi politik internasional adalah hubungan politik

interaksi ekonomi internasional, dan hubungan politik adalah proses

dimana negara-negara dan aktor non negara mengatur konflik dan kerja

sama untuk mencapai suatu tujuan.

Page 59: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

59

2.4 Perdagangan Internasional

Perdagangan antarnegara atau lebih dikenal dengan perdagangan

internasional, sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu, namun dalam ruang

lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan setempat (dalam

negeri) yang tidak dapat diproduksi, mereka melakukan transaksi dengan cara

barter (pertukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua

belah pihak, dimana masing-masing negara tidak dapat memproduksi barang

tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi karena setiap negara dengan

negara mitra dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan

kandungan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi

tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi,

sosial dan politik, dan lain sebagainya. Dari perbedaan tersebut di atas, maka atas

dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran, yang

dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional (Halwani, 2005:1).

Amir (2000: 1) menegaskan, perbedaan-perbedaan di atas menimbulkan pula

perbedaan barang yang dihasilkan, biaya yang diperlukan, serta mutu dan

kuantumnya. Karena itu (tuturnya), adanya negara yang lebiih unggul dan lebih

istimewa dalam memproduksi hasil tertentu.

Lebih lanjut Halwani (2005:1) menjelaskan, (yang sekarang lazim disebut

perdagangan internasional) pada proses awalnya merupakan pertukaran dalam arti

perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang selanjutnya

diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang (saat terjadi transaksi)

dengan kompensasi barang dan jasa di kemudian hari. Akhirnya berkembang

Page 60: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

60

selanjutnya, hingga pertukaran antarnegara/internasional dengan aset-aset yang

mengadung resiko, seperti saham, valuta asing, dan obligasi, yang saling

menguntungkan kedua bela pihak, bahkan semua negara yang terkait di dalamnya,

sehingga memungkinkan setiap negara melakukan diversifikasi atau

penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan

mereka.

Halwani (2005: 2), mengindentifikasi ada empat penyebab umum yang

mendorong terjadinya perdagangan internasional, sebagai berikut:

1. Sumber daya alam (natural resources).

2. Sumber daya modal (capital resources).

3. Tenaga kerja (human resources), dan

4. Teknologi.

Sebab-sebab umum di atas menunjukkan bahwa setiap negara dapat

berbeda tingkat produksi secara kuantitas, kualitas, dan jenis produknya. Dari

perbedaan tersebut akhirnya timbul transaksi perdagangan antarnegara atau

perdagangan internasional.

Sama halnya dengan perdagangan dalam negeri yakni melakukan transaksi

“jual-beli” maka dalam perdagangan luar negeri pun (yang selanjutnya disebut

perdagangan internasional) juga dilakukan aktivitas “jual” yang disebut ekspor

dan aktivitas “beli” disebut impor. Yang dimaksud ekspor dan impor dalam

penelitian ini dibatasi pada ekspor dan impor barang-barang (visible goods)

terutama barang pertanian (selaras karakteristik negara berkembang seperti

Indonesia adalah bahwa perdagangan internasionalnya dipengaruhi komoditas

Page 61: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

61

sektor pertanian dan pertambangan yang mengandalkan pada kekayaan sumber

daya alam (SDA) (Yuliadi, 2007: 84). Pembatasan ini dikarenakan aktivitas

perdagangan tidak terbatas pada ekspor dan impor barang saja, seperti yang telah

dijelaskan oleh Halwani diatas, sebagaimana pengertian perdagangan luar negeri

atau perdagangan internasional yang dikemukakan Yuliadi (2007: 83), yaitu

perdagangan yang melintasi antarnegara yang mencakup aktivitas ekspor dan

impor baik barang maupun jasa. Yuliadi mencontohkan, aktivitas perdagangan

barang meliputi; ekspor dan impor barang modal, barang industri, barang

pertanian, barang tambang, dan sebagainya. Sedangkan, aktivitas perdagangan

jasa misalnya berkaitan dengan biaya perjalan ibadah haji (BPIH), biaya

transportasi, asuransi, pembayaran bunga pinjaman dan remmitance (pengiriman

uang atau tranfer melalui bank komersial (seperti bank umum) (Rinaldy, 2006:

302)) seperti pendapatan TKI (Tenaga Kerja Indonesia), gaji konsultan asing, dan

sebagainya.

2.4.1 Landasan Teori Perdagangan Internasional

Jhingan dan ML (1993: 45), mengatakan dasar teori pedagangan

internasional adalah “gain from trade” artinya perdagangan internasional dapat

terjadi, karena salah satu negara atau kedua negara yang melakukan perdagangan

melihat adanya keuntungan dari pertukaran tersebut. Hal ini bermanfaat untuk

memperluas pasar bagi barang yang dihasilkan dalam negeri, transfer teknologi,

dan meraih keuntungan komparatif dari spesialisasi ekspor.

Nopirin (1997: 7) menjelaskan, bahwa teori perdagangan internasional

membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antara beberapa negara

Page 62: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

62

serta bagaimana efeknya terhadap struktur perekonomian suatu negara. Di

samping itu, teori perdagangan internasional juga dapat menunjukkan adanya

keuntungan yang timbul dari adanya perdagangan internasional seperti yang telah

disebut di atas (gains from trade).

Nopirin (1999: 7), mengklasifikasi teori perdagangan internasional

menjadi tiga bagian, yaitu:

A. Teori Klasik

Kemanfaatan absolut (absolut advantage) oleh Adam Smith.

Kemanfaatan relatif (comparative advantage) oleh John Stuart

Mill.

Biaya relatif (comparative cost) oleh David Ricardo.

B. Teori Modern

Faktor Proporsi (Heckscher dan Ohlin).

Kesamaan harga faktor produksi (factor price equalibzation) oleh

P. Samuelson.

Permintaan dan Penawaran (teori parsial).

C. Alternatif Teori.

Banyak alasan mengapa negara-negara terlibat dalam perdagangan

internasional. Adam Smith menerangkan bagaimana perdagangan internasional

dapat menguntungkan kedua belah pihak. Maka masing-masing negara tersebut

lebih mengkonsentrasikan produk mereka pada barang-barang yang secara mutlak

(absolut) mempunyai keunggulan. Kemudian mengeksor barang tersebut (yang

merupakan kelebihan atau surplus untuk pemenuhan kebutuhan maupun konsumsi

Page 63: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

63

dalam negerinya) kepada mitra dagangnya. Proses inilah yang dijadikan dasar

utama perdagangan internasional. David Ricardo mengembangkan teori

keunggulan komparatif (comparative advantage) untuk menjelaskan perdagangan

internasional atas dasar perbedaan kemampuan teknologi antarnegara. Eli

Heckscher dan Beril Ohlin berpandangan bahwa perdagangan internasional terjadi

karena adanya perbedaan kekayaan faktor produksi yang dimiliki negara-negara.

Untuk selanjutnya, lebih jauh akan dijelaskan ketiga teori yang dikemukan

pemikir-pemikir di atas, dengan alasan ketiga teori tersebut, dirasa sudah cukup

menjelaskan aktivitas perdagangan internasional yang dilakukan Indonesia

berkenaan dengan penelitian ini.

Teori Keunggulan Mutlak (Absolute Advantage: Adam Smith)

Pada dasarnya, pemikiran Adam Smith tersebut menerangkan bagaimana

perdagangan internasional dapat menguntugkan kedua belah pihak. Sebagai

contoh, suatu negara dapat memproduksi barang tertentu, misalnya barang X yang

mempunyai keunggulan dalam bidang pengolahan (manufacture) dibandingkan

dengan negara mitra dagangnya yang mempunyai keunggulan dalam

memproduksi barang Y yang merupakan komoditas pertanian (primer) (Halwani,

2005: 4). Kemudian, masing negara menspesialisasi pada produk-produk tertentu

yang hanya dimiliki/dapat diproduksi oleh negara-negara tertentu tersebut

(sehubungan keunggulan mutlak yang mempengaruhi produksi/barang tersebut).

Oleh karena itu, negara-negara yang tidak mempunyai produk-produk tersebut

tentuya harus mengimpor (Rudy, 2002: 9).

Page 64: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

64

Teori absolute advantage ini lebih mendasarkan pada besaran (variabel)

riil bukan moneter, sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure

theory) perdagangan internasional. Murni, dalam arti bahwa teori ini memusatkan

perhatian pada variabel riil seperti misalnya, nilai sesuatu barang diukur dengan

banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin

banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut

(Nopirin, 1999: 8).

Sedangkan, keunggulan yang biasanya dimiliki oleh suatu negara berbeda

berdasarkan karakteristik wilayah/geograifis dan masyarakatnya. Oleh sebab itu,

ada beberapa keunggulan mutlak, yaitu:

1. Natural Advantage (keunggulan faktor alami)

Keunggulan yang tersedia di alam atau efesiensi produksi berdasarkan

kondisi alam (geografis, iklim dsb) yang lazim disebut sumber daya

alam. Seperti, Indonesia memiliki keunggulan mutlak pada minyak

bumi, rotan dsb. Eropa unggul pada produksi anggur, gandum.

2. Acquired Advantage (keunggulan yang diperoleh karena usaha)

Keunggulan dalam memproduksi barang tertentu dengan

memaksimalkan sumber daya atau keunggulan-keunggulan yang

dimiliki. Sehingga produk yang dihasilkan lebih unggul (high quality).

Seperti, Swiss unggul dalam memproduksi jam. Denmark

menspesialisasi biscuit. Perancis memilik Acquired Advantage pada

minyak wangi.

3. Resource Efficiency (efisiensi sumber daya)

Page 65: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

65

Suatu negara yang mampu menggunakan sumber dayanya dengat

sangat efisien, sehingga perbandingan harganya sangat jauh dengan

negara lain.

4. Besar Kecilnya Negara

Mempertimbangkan besar kecilnya suatu negara serta skala

perekonomiannya (Rudy, 2002: 9-11).

Keunggulan Komparatif (Comparative Advantage: David Ricardo)

Spesialisasi produksi suatu negara dalam kondisi tertentu dilandasi oleh

“keunggulan komparatif” yang dimiliki negara tersebut. Keunggulan komparatif

tersebut berasal dari perbedaan kemampuan teknologi antarnegara. Ricardo

meyakini bahwa semua negara akan memetik keuntungan dari perdagangan

internasional. Keuntungan itu bahkan juga diperoleh oleh negara yang mempunyai

kemampuan teknologi lebih rendah secara mutlak (absolute) di semua sektor

ekonomi daripada negara mitra dagangnya.

Konsep keunggulan komparatif Ricardo dibangun dengan sejumlah asumsi

yaitu: (i) dua negara masing-masing memproduksi dua jenis komoditi dengan

hanya menggunakan satu faktor produksi, tenaga kerja; (ii) kedua komoditi yang

diproduksi bersifat identik (homogen) baik antar industri maupun antarnegara;

(iii) komoditi tersebut juga dapat dipindahkan antarnegara dengan biaya

transportasi nol; (iv) tenaga kerja merupakan faktor produksi yang bersifat

homogen dalam suatu negara, namun bersifat heterogen (tidak identik)

antarnegara; (v) tenaga kerja dapat bergerak antar industri dalam suatu negara,

namun tidak antarnegara; (vi) pasar barang dan pasar tenaga kerja di kedua negara

Page 66: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

66

diasumsikan dalam kondisi persaingan sempurna; (vii) perusahaan-perusahaan di

kedua negara diasumsikan bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan,

sementara tujuan konsumen (tenaga kerja) adalah memaksimalkan kepuasan

(utility) (Pratomo, di dalam Arifin, dkk., (ed), 2007: 19).

Halwani (2005: 12) menjelaskan, dalam analisis keunggulan komparatif

dinyatakan bahwa yang menentukan tingkat keuntungan dalam perdagangan

internasional sebenarnya bukan berasal dari keunggulan mutlak, melainkan teori

keunggulan komparatif.

Teori Faktor-Proporsi Heckscher-Ohlin

Teori Heckscher-Ohlin (H-O) merupakan pengembangan teori Ricardo.

Heckcher dan Ohlin, menambahkan sejumlah karakteristik produksi yang tidak

ditemukan pada teori Ricardo, diantaranya faktor produksi diperkaya dengan

menambahkan faktor “modal”. Pemilik faktor modal menikmati hasil “sewa” atas

penggunaan modal mereka seperti halnya “upah” untuk tenaga kerja (Pratomo, di

dalam Arifin, dkk., (ed), 2007: 23).

Heckscher dan Ohlin menyatakan bahwa keunggulan komparatif yang

dimiliki suatu negara terhadap negara lain berasal dari perbedaan kekayaan faktor-

faktor produksi, entah itu tenaga kerja ataupun modal. Dalam negeri, dikatakan

mempunyai keunggulan komparatif pada produksi barang yang tenaga kerja

intensif bila dalam negeri memiliki tenaga kerja yang melimpah (labour

abundant) secara relatif, dan demikian pula sebaliknya dengan luar negeri. Dalam

pandangan H-O, harga barang sangat ditentukan oleh harga input (faktor

produksi) yang digunakan. Barang yang dalam produksinya lebih memerlukan

Page 67: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

67

faktor produksi yang relatif melimpah di suatu negara, karenanya dapat

diproduksi dengan biaya lebih murah daripada barang yang diproduksinya lebih

memerlukan faktor produksi yang sulit didapatkan (Pratomo, di dalam Arifin,

dkk., (ed), 2007: 24-25).

2.4.2 Liberalisasi Perdagangan

Peranan perdagangan internasional sangatlah penting sejak munculnya

kaum merkantilis, untuk membangun negara modern dengan doktrin yang sangat

nasionalistis, yakni menekankan kemakmuran negara sebagai hal yang utama

melalui cara pengaturan dan perencanaan ekonomi secara sentral sebagai cara

yang efisien untuk mencapai cita-cita suatu bangsa. Paham merkantilisme (yang

didasari oleh pemikiran merchant capitalism atau commercial capiltalism dimana

kaum saudagar memegang peranan dominan dalam ekonomi masyarakat (Ikabar,

1995: 28)) memberi pemahaman praktek politik ekonomi yang mendasarkan pada

politik isolasi dan proteksi (dengan argumentasi, bahwa proteksionisme

(proteksionisme sebagai kebijakan ekonomi yang diwarisi dari sistem

merkantilsme adalah perlindungan secara sengaja atau dorongan tindakan oleh

suatu negara untuk mengekang impor dan memungkinkan produsen dalam negeri

yang relatif tidak efisien bersaing dengan produsen asing dan dapat mengatasi

pasar domestik (Rinaldy, 2006: 289)) dalam pola hubungan perdagangan luar

negeri adalah manivestasi rasa patriotisme kebangsaan untuk memperoleh

keuntungan (Ikbar, 1995: 31)).

Adalah Adam Smith (1723-1790), perintis ekonomi modern dan seorang

pendukung perdagangan bebas, yang mempelopori gugatan terhadap paham

Page 68: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

68

merkantilisme. Bagi Smith, kemakmuran tidak dapat dinilai hanya dari

kemampuan suatu negara untuk menumpuk emas, perak, dan barang berharga

lainnya, tetapi merupakan suatu hasil dari tindakan berproduksi dan bertransaksi

secara bebas yang saling menguntungkan bagi setiap pihak yang terlibat di

dalamnya (Hadiwinata, 2002: 60). Argumentasinya adalah perdagangan bebas

memungkinkan setiap negara untuk mengambil keuntungan komparatif yang

dimilikinya. Keuntungan akan dirasakan oleh setiap negara karena masing-masing

memiliki spesialisasi di bidang yang dianggap paling unggul. Wilayah

perdagangan bebas yang lebih luas memungkinkan perusahaan dan individu untuk

lebih terspesialisasi dan menjadi semakin baik. Pasar yang lebih besar

menciptakan efisiensi bagi para produsen dan keragaman pilihan bagi konsumen

(Stiglitz, 2007: 128), dengan kata lain, perdagangan bebas akan dengan sendirinya

menciptakan sisitem pembagian kerja internasional (international division of

labour) yang saling menguntungkan karena stiap negara akan berkonsentrasi pada

sektor-sektor yang dianggap paling menguntungkan (Hadiwinata, 2002: 61)

Sedangkan, Stiglitzt (2007: 128) seorang ekonom AS yang memperoleh

Nobel bidang ekonomi (2001), memberi pandanganya tentang perdagangan bebas

dengan mempertegas argumentasi Smith. Bahwa, tanpa perdagangan bebas,

inventasi dan buruh akan menerima return (hasil) dan upah yang berbeda-beda di

tiap-tiap negara (dengan asumsi modal/investasi dan buruh tidak dapat berpindah-

pindah, yang merupakan asumsi yang masuk akal, khususnya dalam jangka

pendek). Negara yang kekurangan modal, misalnya dalam hal mesin dan

teknologi, pekerjanya akan lebih tidak produktif dan menerima upah yang lebih

Page 69: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

69

rendah dibandingkan negara yang memiliki modal. Jika pekerja tersebut pindah

dari negara dengan produktivitas dan upah yang tinggi, akan terjadi peningkatan

output yang sangat besar sehingga ekonomi dunia pun tumbuh. Perdagangan

bebas adalah sebuah substitusi bagi mereka yang harus pergi ke daerah lain (untuk

bekerja atau membeli barang). Penduduk di negara maju dapat membeli barang-

barang murah dari Cina (tempat upah pekerja murah) tanpa harus pergi ke Cina.

Sebaliknya, orang-orang Cina dapat tetap berada di negaranya sambil

mendapatkan barang-barang berteknologi tinggi dari Amerika Serikat, negara

yang memiliki teknologi yang lebih maju, hal ini berarti bahwa kenaikan

permintaan akan barang-barang dari Cina akan mengakibatkan kenaikan jumlah

tenaga tidak terampil, dan pada akhirnya upah tenaga kerja tidak terampil akan

ikut naik.

Secara umum, indikasi liberalisasi perdagangan dapat dilihat dari tingkat

penerapan tarif (tarif adalah sejenis pajak yang dibebankan terhadap barang yang

melewati wilayah pabean suatu negara (Mahdi, 1993: 38), dalam aplikasinya

kebijakan tarif di masing-masing negara ditentukan oleh sisitem perdagangan,

politik dan perekonomiannya. Tarif sebagai salah satu bentuk hambatan

perdagangan (Rinaldy, 2006: 334-335)) dan hambatan non tarif (kebijakan

pemerintahh suatu negara membatasi impor barang tertentu dengan jalan

mengatur tata niaga impornya, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan

produksi dalam negeri (Rinaldy, 2006: 247)). Semakin rendah penerapan tarif

atau semakin kecil hambatan non tarif yang dilakukan suatu negara terhadap

negara lain, maka semakin besar pula tingkat keterbukaan pasar dalam negeri

Page 70: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

70

(liberalisasi perdangangan) (Sawit, 2007: 32-33). Meskipun, penerapan tarif yang

semakin rendah akan mewujudkan liberalisasi perdagangan yang lebih tinggi,

Smith tetap mentolerir diberlakukannya tarif impor sebagaimana dikemukakan

kaum proteksionisme (diantaranya, Hamilton (1755-1804) berpandangan

proteksionisme dapat mengatasi pelbagai masalah di dalam sistem perdagangan

internasional yang dapat merugikan kepentingan nasional, dan pendapat Lizt

(1789-1846), bahwa proteksionisme merupakan kebijakan yang sangat diperlukan

untuk memacu industri dalam negeri dalam berkompetisi denagn pihak asing

(Crane dan Amawi, di dalam Hadiwinata, 2002: 58-59)). Smith mengatakan,

pemberlakuan tarif itu sekurang-kurangnya memenuhi dua persyaratan: (1) jumlah

punutan hendaknya tidak lebih dari pajak/cukai domestik yang diberlakukan bagi

para produsen di dalam negeri, dan (2) pungutan tersebut hanya bersifat

sementara, yakni ketika industri di dalam negeri melakukan penyesuaian

seperlunya dengan industri-industri sejenis di luar negeri (Crane dan Amawi, di

dalam Hadiwinata, 2002: 61).

Sistem perdagangan yang dipelopori Inggris dengan pemikir liberal klasik

(liberal klasik (1780-1850), bertolak dari asumsi bahwa kebutuhan manusia akan

terpenuhi dengan cara yang paling baik apabila sumbaer-sumbar daya produksi

dipergunakan secara efisien, dan hasil produksi barang dan jasa itu dipasarkan

melalui persaingan bebas, berpandangan bahwa aktivitas individu maupun

aktivitas satuan-satuan usaha harus diberi kebebasan untuk mengurus kepentingan

mereka sendiri dan untuk memperbaiki kedudukannya di bidang ekonomi (Ikbar,

1995: 33-34)) seperti Adam Smith (yang telah dikemukakan di atas) dan David

Page 71: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

71

Ricardo yang selalu menekankan pada pentingnya mekanisme pasar yang tidak

diintervensi oleh pihak manapun termasuk negara, sempat bertahan hingga

mencapai satu abad lamanya sejak akhir 1700-an hingga akhir 1800-an. Namun,

pada masa Perang Dunia (PD) Pertama pada awal 1900-an, banyak negara Eropa

yang memberlakukan isolasi dengan kebijakan proteksionisme yang diakibatkan

salah satu dampak dari perang sehingga terjadinya resesi ekonomi (resesi

diartikan sebagai melemahnya kegiatan produksi secara umum, yang

mengakibatkan pengangguran secara besar-besaran (Irawan, di dalam Hermawan,

2007: 103)) yang parah pada akhir 1920-an (Hadiwinata, 2004: 25). Masing-

masing negara (yang kini telah menjadi negara maju) memacu pembangunan

industri dalam negeri dengan kebijakan proteksionisme tersebut bertujuan untuk

memacu pembangunan ekonomi di masing-masing negara. Proteksi ini tentu telah

berpengaruh buruk terhadap perdagangan dan perkembangan industri di negara

lain. Dan kondisi ini berlangsung hingga berakhir PD kedua pada akhir 1940-an

(Sawit, 2007: 1).

Proteksi yang mengakibatkan setiap negara mengalami kontraksi ekonomi

dan melakukan pembatasan impor yang terjadi pada akhir 1920-an dan akhir

1940-an berupa kenaikan tarif tersebut, dapat dipahami (yang dijelaskan Stiglitz

(2007: 138), bahwa tindakan pembatasan negara-negara tersebut telah memukul

perekonomian negara-negara lainnya. Pembatasan (proteksi) yang dilakukan satu

negara direspon oleh negara lainnya dengan lebih membatasi impor (tarif impor

tinggi). Demikianlah, terus menerus seperti lingkaran setan.

Page 72: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

72

Stiglitz (2007: 139) melanjutkan, persoalan-persoalan di atas telah

mendorong para pemimpin dunia untuk mencari cara menuju ekonomi yang baru

dan lebih prospektif setelah Perang Dunia II, tidak saja melalui penguatan

stabilitas keuangan dengan menciptakan International Monetary Fund (IMF),

tetapi juga berusaha untuk mendirikan sebuah organisasi perdagangan

internasional (International Trade Organization/ITO) untuk mengatur

perdagangan. Sawit (2007: 2) menjelaskan lebih jauh, ITO adalah inisiatif

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengatasi masalah proteksi tersebut.

Pada 1948, PBB untuk pertama sekali melaksanakan suatu konferensi tentang

perdagangan dan pengerjaan (employment) di Havana, Kuba. Konferensi ini

kemudian dikenal dengan Havana Charter yang bertujuan membentuk ITO. ITO

tidak jadi berdiri karena Amerika Serikat (AS) menolak usulan tersebut pada

tahun 1950, karena mempertimbangkan beberapa perusahaan dan pihak-pihak

konservatif yang akan mengarah pada pelanggaran terhadap kedaulatan nasional

dan peraturan yang ada (Sitiglitz, 2007: 139). Sawit (2007: 2) menulis, bahwa

selain AS penolakan ITO juga dilakukan Inggris, dengan alasan dimasukkannya

aspek pengerjaan dalam perdagangan. Banyak negara lain kemudian enggan ikut

serta untuk menandatangani Havana Charter, mereka berpendapat tanpa

keikutsertaan AS, banyak komitmen internasional tidak akan dapat dilaksanakan.

Tak sampai 45 tahun kemudian, yaitu tepatnya pada tahun 1995, berdirilah

organisasi perdagangan sedunia atau World Trade Organization (WTO) sebagai

organisasi pengganti GATT (General Agreement on Tariffs and Trade atau

Perjanjian mengenai Tarif dan Perdagangan) (Sitglitz, 2007: 139). Dapat

Page 73: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

73

disimpulkan bahwa, liberalisasi perdagangan yang secara organisasi telah

diwujudkan dalam pelbagai bentuk kerja sama multilateral seperti WTO, regional,

AFTA, NAFTA, dan pelbagai blok-blok perekonomian yang dibentuk secara

kawasan terdekat dalam bentuk segitiga pertumbuhan ekonomi, seperti Singapura-

Johor-Riau (SIJORI), Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS), Indonesia-Malaysia-

Thailand (IMT), adalah produk dari globalisasi perdagangan (Musnaini, 2005:

34).

2.4.2.1 Tarif

Perundingan di bidang tarif merupakan bagian yang paling lama di tangani

oleh GATT (General Agreement in tariff and Trade), pada setiap perundingan

(GATT Rounds of Multilateral Trade Negotitions-MTN) yang telah berlangsung

sebagai upaya menurunkan tingkat bea masuk (impor) negara-negara anggota

GATT. Dimana, GATT yang didirikan pada tahun 1947 dan mulai berlaku pada

bulan januari 1948, merupakan paket peraturan perdagangan dan konsesi tarif

yang terbentuk dari kegagalan berdirinya ITO yang diharapkan dapat memacu

perdagangan bebas. Perundingan antar anggota GATT mengenai penurunan tarif

cukup memakan waktu yang lama, diantaranya disebakan tarif merupakan isu

yang secara politis cukup sensitif; tuntutan negara maju terhadap negara

berkembang untuk menerapkan tarif secara binding (mengikat); sulitnya mencapai

kata sepakat mengenai tingkat tarif yang harus diterapkan seperti pada produk-

produk pertanian (Kartadjoemena, 1998: 63).

Pengenaan tarif biasanya mempunyai tujuan ganda, yaitu proteksi dan

pendapatan untuk negara. Adanya tarif bea masuk cenderung menaikkan harga,

Page 74: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

74

menurunkan jumlah yang dikonsumsi dan diimpor, serta menaikkan produksi

domestik. Anggapan umum tentang tarif menurut Kakisna (1989), adalah:

a. Tarif selalu menciutkan kemakmuran dunia.

b. Tarif biasanya menciutkan kemakmuran suatu bangsa termasuk negara

yang mempunyai tarif tersebut.

c. Sebagai aturan umum, apapun yang dapat dilakukan tarif bagi suatu

negara, hal-hal lain dapat memberikan manfaat lebih baik.

d. Kecuali untuk perdagangan bebas;

Tarif nasional yang optimal, dapt memberikan manfaat bagi negara

yang mengenakan tarif,

Argument terbaik kedua untuk tarif, bila efek dalam perekonomian

dapat diperbaiki, maka tarif mungkin berguna untuk alat.

e. Tarif secara absolut membantu diperkuatnya ikatan kelompok untuk

memproduksi substitusi impor, sekalipun tarif itu tidak baik bagi

bangsa secara menyeluruh (Ikbar, 1995: 134-135).

2.4.2.2 Subsidi

Subsidi merupakan cara pemerintah suatu negara untuk melindungi

produksi dalam negeri dari kekuatan produk luar negeri dengan cara memberikan

sejumlah dana atau keperluan yang menjadi kebutuhan penting bagi peningkatan

produksi negaranya. Isentif yang diberikan berada di bawah standar normal biaya

faktor produksi, sehingga komoditas yang dihasilkan dapat memasuki harga pasar,

baik pada peringkat keseimbangan maupun di bawahnya (Ikbar, 1995: 137-138).

Page 75: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

75

Nazir dan Hassanuddin (2004), subsidi adalah cadangan keuangan dan

sumber-sumber daya lainnya untuk mendukung suatu kegiatan usaha atau

kegiatan perorangan oleh pemerintah. Lebih lanjut, Nazir dan Hassanuddin

menjekaskan bahwa subsidi dapat bersifat langsung (bantuan tunai,

pinjaman/loan), bebas biaya, dan sebagainya, atau bantuan tidak langsung

(pembebasan penyusutan, potongan sewa) dan dapat digunakan untuk bermacam-

macam tujuan. Subsidi dapat mendorong peningkatan output produk-produk yang

dibantu, akan tetapi mengganggu proses alokasi sumber daya domestik secara

umum dan memberi dampak yang merugikan terhadap perdagangan internasional

(Rahmawati, 2007: 8).

2.4.2.3 Kuota

Kuota adalah pembatasan jumlah fisik terhadap barang yang masuk (kuota

impor) dan keluar (kuota ekspor). Kuota biasanya dilakukan sebagai alat proteksi

bagi neraca pembayaran yang mengalami keadaan kritis, dan dapat pula untuk

membatasi impor dalam rangka menggalakkan ekspor nasional (Ikbar, 1995: 135).

Dalam penjelasan Nopirin (1999: 65-68), kuota dibagi sebagai berikut:

A. Kuota impor dibagi beberapa jenis, sebagai berikut:

1. Absolute atau unilateral quota, adalah kuota yang besar/kecilnya

ditentukan sendiri oleh suatu negara tanpa persetujuan dengan

negara lain.

2. Negotiated atau bilateral quota, adalah kuota yang besar/kecilnya

ditentukan berdasarkan perjanjian antara dua negara atau lebih.

Page 76: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

76

3. Tarif quota, adalah gabungan antara tarif dan quota. Untuk sejumlah

barang tertentu diizinkan masuk (impor) dengan tarif tertentu,

tambahan impor masih diizinkan tetapi dikenakan tarif yang lebih

tinggi.

4. Mixing quota, yakni membatasi penggunaan bahan mentah yang

diimpor dalam proporsi tertentu dalam produksi barang akhir.

Pembatasan ini untuk mendorong berkembangnya industri di dalam

negeri.

B. Kuota ekspor. Kuota ekspor biasanya dikenakan terhadap bahan mentah

yang merupakan barang perdagangan penting dan di bawah suatu

pengawasan badan internasional tertentu. Tujuan pembatasan jumlah

ekspor, antara lain;

1. Untuk mencegah barang-barang yang penting jatuh/berada di tangan

musuh,

2. Untuk menjamin tersedianya barang di dalam negeri dalam proporsi

yang cukup,

3. Untuk mengadakan pengawasan produksi serta pengendalian harga

guna mencapai stabilisasi harga.

2.4.3 Interdependensi

Prinsip saling ketergantungan itu berawal dari konsep ekonomi dalam

pengertian saling membutuhkan untuk memenuhi keperluan hidup masing-masing

disebabkan langkanya benda-benda ekonomis yang dibutuhkan manusia, atau

karena faktor-faktor alamiah dan lingkungan masing-masing yang membuatnya

Page 77: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

77

tidak sanggup memenuhi kebutuhan sendiri. Kemudian muncul apa yang dikenal

sebagai konsep interdependensi yang merupakan salah satu konsep yang dapat

dipakai untuk menggambarkan sifat sistem internasional kontemporer. Keohane

dan Nye (1977) menjelaskan, konsep ini menyatakan bahwa negara bukan aktor

independen secara keseluruhan, melainkan negara saling bergantung satu sama

lainnya. Memang pada kenyataannya, tidak ada satu negara pun yang secara

keseluruhan dapat memenuhi sendiri kebutuhannya, masing-masing bergantuing

pada sumberdaya dan produk dari negara lainnya. Karena itu, kebijakan yang

dikeluarkan oleh suatu negara akan memberikan akibat yang cepat dan serius pada

negara lainnya, bahkan kebijakan domestik bisa memiliki implikasi yang lebih

luas ke negara lainnya (Perwita dan Yani, 2005: 77-78).

Interdependensi secara sederhana diartikan sebagai kontak atau pertukaran

(exchange) di antara bangsa-bangsa (Mas’oed, di dalam Rudy, 1993 (121).

Pengertian lebih khusus diungkapkan oleh Rosecrance, yaitu bahwa

interdependensi timbul akibat dari tindakan satu pemerintah dan sebagian

ditentukan oleh apa yang dilakukan pemerintah-pemerintah lain (Maghmoori dan

Ramberg (1982), di dalam Rudy, 1993: 121).

Selanjutnya, akan dijelaskan salah satu argumen dan beberapa sektor yang

diyakini dapat memahami fenomena interdependensi khususnya bidang ekonomi

dimana interdependensi dalam bidang ekonomi adalah salah satu dari kondisi

dasar kehidupan internasional, dan mampu menjelaskan saling ketergantungan

negara baik negara maju/kaya atau negara berkembang/miskin, kepada yang

lainnya sebab tidak satupun negara secara ekonomi dapat berdiri sendiri dalam

Page 78: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

78

rangka mempertahankan kelangsungan hidupnya (Rudy, 1993: 119). Salah satu

argumen tersebut dikemukakan oleh Lester R. Brown, di dalam bukunya World

Without Borders.

Brown (1972) memberi penjelasan berkenaan kenyataan dunia yang hidup

saling tergantung. Ia melihat ketergantungan yang dialami Dunia Ketiga (negara

yang terdiri dari negara-negara berkembang, yang kebanyakan negara tersebut

bercirikan miskin, lemah, tidak memiliki pengalaman dalam kehidupan bernegara.

Yang pada awalnya negara Dunia Ketiga menggalang diri sebagai negara nonblok

(kelompok yang tidak mendukung blok Barat yang dipimpin AS dan juga tidak

berpihak pada blok Timur yang ditunggangi Uni Soviet) dalam Perang Dingin

(Plano dan Olton, 1999: 18)) kepada negara-negara industri kaya, ternyata juga

dapat dialami oleh negara-negara maju karena hidup mereka pun tergantung

kepada negara-negara Dunia Ketiga. Langkanya sumber daya alam/energi dan

pasar internasional bagi produk-produk industri negara-negara maju memberikan

posisi berimbang bagi negara-negara Dunia ketiga terhadap ketergantungan yang

sama di pihak “rivalnya”. Negara-negara industri maju yang melakukan ekspansi

modal ke negara-negara sedang berkembang sesungguhnya amat tergantung

kepada keberhasilan mereka untuk hidup dan tumbuh mengeksploitasi Dunia

Ketiga. Bank-bank pemerintah dan swasta kapitalis dapat hidup dengan subur

berkat perputaran modal mereka di Dunia Ketiga, begitu pula dengan perusahaan-

perusahaan multinasional atau transnasional (MNC/TNC), tidak dapat tumbuh

kuat dengan hanya mengandalkan pasar domestik mereka. Perusahaan tersebut

tergantung dengan asset keuangan negara sedang berkembang. Oleh karenanya

Page 79: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

79

tidak ada satu negara pun sesungghnya yang mampu hidup tanpa dibantu oleh

negara lainnya (Ikbar, 1995: 199).

Kemudian, dalam memahami fenomena interdependensi yang dipaparkan

Perwita dan Yani (2005: 78-79), dapat diamati melalui beberapa sektor ekonomi

dan politik dalam hubungan interdependensi antarnegara, yaitu sektor

perdagangan, investasi, finansial, dan politik.

Sektor perdagangan; hubungan ekonomi melalui perdagangan dapat

berubah dan perubahan tersebut dapat mempengaruhi interdependensi. Transaksi

perdagangan memiliki implikasi bedar terhadap interdependensi dibandingkan

transaksi internasional yang melibatkan petukaran informasi antarpemerintah.

Antarnegara akan terjadi mutual dependent dalam hal barang dan jasa yang tidak

dapat diproduksi oleh mereka sendiri.

Sektor investasi; kenaikan pertaruhan atau resika aktor interdependensi

akan mengalami kecenderungan untuk semakin tinggi yang disebabkan oleh

berubahnya pola investasi. Perubahan ini terutama terjadi pada investasi langsung

dalam bentuk kepemilikan saham. Konsekuensinya yaitu diperlukan adanya

peningkatan kendali dan keterlibatan investor secara langsung dalam pengelolaan

investasinya.

Sektor finansial; nilai tukar uang menjadi sangat vital dalam hubungan

interdependensi. Perubahan-perubahan dalam operasi keuangan telah menigkatkan

hubungan interdependensi. Negaraa yang mata uangnya menjadi pertukaran

berupaya untuk mendesiplinkan kebijakan keuangannya. Sedangkan negara lain

Page 80: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

80

mencoba untuk tidak membiarkan mata uangnya merosot di bawah nilai tukar

internasional.

Sektor politik; terdapat suatu kesadaran bahwa suatu negara tidak dapat

menjamin kelangsungan hidupnya secara mandiri tanpa kerja sama dengan negara

lain. kerja sama antarnegara ini akan dapat saling melengkapi kekurangan dari

masing-masimg negara.

Saling ketergantungan (interdependensi) tidak hanya terjadi dalam

ekonomi, sebagaimana yang ditulis Perwita dan Yani (2005: 78), tetapi juga pada

isu politik dan sosial. Saling ketergantungan mengacu pada situasi yang

dikarakteristikkan dengan adanya efek imbal-bailk (resiprokal) antara negara atau

antara aktor negara yang berbeda, dimana efeknya ini kerap kali merupakan hasil

dari transaksi internasional, yaitu aliran arus barang, uang, manusia, dan informasi

yang melewati batas negara. Adanya saling ketergantungan antarbangsa di

pelbagai sektor, baik ekonomi, politik dan sosial, tidak lepas dari adanya usaha

manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, ketergantungan ini

menampakkan adanya proses interaksi yang saling membutuhkan antara suatu

negara dengan negara lainnya yang saling menguntungkan dan saling

berkepentingan satu sama lainnya (Rudy, 1993: 119). Dan pada akhirnya setiap

negara khusunya negara berkembang, mampu mengubah tingkat ketergantungan

menjadi kerja sama berimbang dalam bidang ekonomi dengan konsep saling

membutuhkan dan saling melengkapi (komplementer) satu sama lainnya.

Meskipun demikian, dalam interdependensi keberhasilan suatu negara

dalam bekerja sama berpijak pada dua hal yakni power dan tawar menawar, dan

Page 81: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

81

rezim internasional. Power dan kemampuan tawar menawar terutama berkaitan

dengan kondisi interdependensi yang asimetris. Hal ini dikarenakan meski dalam

teorinya hubungan interdependensi mengarahkan pada suatu hubungan yang

timbal balik, namun dalam kenyataannya hubungan yang simetris tersebut jarang

terjadi. Karena itu power aktor dalam hubungan interdependensi akan beragam

sesuai dengan isunya. Kemudian, rezim internasional akan berttumpu pada saling

ketergantungan asimetris yang menyediakan setiap pihak untuk saling

mempengaruhi melalui kebijakan perdagangan ekonomi-politiknya dalam

mencapai kesepakatan di antara mereka. Demikianlah yang dikemukakan oleh

Perwita dan Yani dalam mengamati hubungan interdependensi (Perwita dan Yani,

2005: 79).

2.5 Pengertian Globalisasi

Globalisasi sebagai sebuah konsep dan fenomena baru yang paling sering

digunakan dalam hubungan internasional (HI). Chandra (2007), menyebutkan

bahwa, hampir tidak ada sebuah teks HI yang tidak menyertakan konsep

globalisasi, sehingga kalau bisa dihitung “globalisasi” menjadi sebuah konsep

yang paling banyak digunakan penstudi HI kontemporer dibanding, seperti,

kedaulatan (Hermawan (ed), 2007: 129). Scholte (2000) mengatakan, globalisasi

awal muncul dan berkembangnya pada tahun 1960-an pada saat masyarakat Eropa

sepakat untuk bergabung dalam sebuah institusi yang menjadi cikal bakal supra

territorial. Sejak tahun 1960-an globalisasi secara perlahan kemudian merubah

pola interaksi banyak orang di dunia, hingga saat ini jutaan orang terus melakukan

kontak dan bepergian dari satu wilayah dunia ke sudut dunia lainnya (Chandra, di

Page 82: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

82

dalam Hermawan, 2000: 133). Sedangkan studi tentang glibalisasi dimulai pada

akhir abad 19, yang ditunjukkan oleh intensitas perdagangan anatarnegara yang

meluas dan imigrasi serta investasi ekonomi meningkat, dan gejala globalisasi lain

ditandai dengan ditemukan dan dipergunakannya secara meluas pesawat jet (untuk

keperluan sipil) dan komputer (Hirt dan Thomson (1996), yang dikutip Chandra,

di dalam Hermawan, 2007: 133).

Kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal

atau dunia secara keseluruhan, sebelumnya global hanya diartikan “hal yang

berhubungan dengan bola atau berbentuk bola” (Rudy,2003: 4). Globalisasi dapat

didefinisikan sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah

yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama

lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan

menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat, karena

anggapan definisi globalisasi masih merupakan work definition, yaitu tergantung

dari sisi mana orang memahami globalisi tersebut (http://id.wikipedia.org/wiki/

Globalisasi, di akses pada 03 Juni 2008).

Scholte (2001), mengidentifikasi bahwa globalisasi bisa bermakna sebagai

internasionalisasi, liberalisasi, universalisasi, westerenisasi. Makna

internasionalisasi adalah meningkatnya intensitas intensitas interaksi lintas batas

dan saling ketergantungan antarnegara. Liberalisasi dimaknai sebagai proses

untuk memindahkan larangan-larangan yang dibuat oleh negara dalam rangka

membentuk ekonomi dunia yang lebih terintegraasi. Konsepsi ketiga,

universalisasi bermakna menyebarnya pelbagai macam obyek dan pengalaman

Page 83: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

83

dari masyarakat di seluruh dunia. Westerenisasi merupakan kritik bagi proses

peniruan budaya Barat atau bahkan proses memaksakan sistem budaya, sistem

politik dan sistem ekonomi negara-negara Barat dalam panggung dunia (Chandra,

di dalam Hermawan, 2007: 131-132)

Cochrane dan Pain, menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan

globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:

1. Globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang

memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di

seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan

kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global

yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat

sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.

Sedangkan, Held (2000) perspektif globalis dinyatakan sebagai sebuah

fenomena nyata perubahan signifikan dalam hubungan internasional.

Dampak globalisasi bisa dirasakan dalam setiap aspek kehidupan manusia

dimana saja dan berdampak besar bagi eksistensi, batas dan fungsi dari

negara. Arus globalisasi membentuk kampung dunia (global village) yang

cenderung membentuk kultur yang makin homogen (Chandra, di dalam

Hermawan, 2007: 139).

a. Globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan

semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan

masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.

Page 84: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

84

b. Globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah

fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk

penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah

bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai

sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian

membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).

2. Tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka

berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika

memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme

telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa

yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau

evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.

3. Transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis.

Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan

oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh

jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat

bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan

yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang

sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa

proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau,

setidaknya, dapat dikendalikan (http://id.wikipedia.org/wiki/Globalisasi, di

akses pada 03 Juni 2008).

Page 85: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

85

2.5.1 Globalisasi Ekonomi

Pertumbuhan pesat lembaga-lembaga internasional seperti Uni Eropa,

North American Free Trade Association (NAFTA), dan blok perdagangan

lainnya, menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi dunia begitu pesat sehingga

meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam

persaingan antarnegara, seperti peningkatan keterkaitan ekonomi nasional melalui

perdagangan, aliran keuangan, dan investasi asing langsung (foreign direct

investment/FDI) melalui perusahaan-perusahaan multinasional (MNC), diman

peningkatan keterkaitan ekonomi tersebut dipandang sebagai esensi dari

fenomena globalisasi ekonomi. Sehingga kegiatan ekonomi yang ekspansif

diindentifikasi baik sebagai aspek utama dari globalisasi maupun sebagai “mesin”

di balik lajunya perkembangna globalisasi (Steger, 2006: 38).

Kajian globalisai ekonomi erat kaitannya terhadap tahapan kemunculan

ekonomi dunia pascaperang hingga Konferensi Bretton Woods 1944. Di bawah

kepemimpinan Amerika Serikat dan Inggris, kekuatan ekonomi Barat

memutuskan untuk mengubah kebijakan proteksionis masa anataraerang (1918-

1939) dengan komitmen untuk memperluas perdagangan internasional. Hasil

utama dari Konferensi Bretton Woods meliputi liberalisasi terbatas atas

perdagangandan penciptaan aturan-aturan yang mengikat kegiatan ekonomi

internsioanal. Sealin itu, para peserta Konferensi Bretton Woods sepakat untuk

menciptakan sistem pertukaran mata uang yang stabil, dimana nilai mata uang

masing-masingnegara dipatok terhadap dolar AS yang nilainya disejajarkan

dengan emas. Dengan batasan-batasan tersebut, masing-masing negara bebas

Page 86: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

86

untuk mengatur persoalan lain di dalam wilayah kekuasaan mereka, yang

memungkinkan mereka bisa membuat agenda ekonomi mereka sendiri, termasuk

menjalankan kebijakan kesejahteraan sosial yang luas. Breeton Woods juga

membentuk landasan institusional bagi pendirian tiga organisasi ekonomi

internasional. Yaitu, International Monetary Fund (IMF) yang didirikan untuk

tujuan mengatur sisitem keuangan internasional. Kedua, International Bank

Recontruction and Development (IBRD) atau yang dikenal sebagai Bank Dunia

yang pada perkembangannya menjadi lembaga yang membiayai pelbagai proyek

industrial di negara-negara berkembang. Hingga terbentuknya organisasi

perdagangan dunia WTO pada tahun 1995 yang mengurusi perumusan dan

perlaksanaan kesepakatan perdagangan multilateral (Steger, 2006: 39-40).

Wibowo mengatakan ketiga lembaga internasional tersebut dan didukung peran

korporasi multinasional merupakan alat “kampanye” globalisasi ekonomi

(Stiglitz, 2007: 22).

Kecenderungn laju ekonomi global semakin terlihat setelah kejatuhan

sistem Bretton Woods di awal 1970-an dengan ditandai berkurangnya daya saing

pelbagai industri yang berbasis di Amerika Serikat, sehingga menyebabkan

Presiden AS Richard Nixon pada tahun 1971 memutuskan untuk membatalkan

sistem petukaran tetap yang berbasis pada niali emas. Hal itu, melempangkan

ekspansi pasar internasional dengan didukung oleh deregulasi sistem keuangan

domestik, penghapusan bertahap atas kontrol kapital, dan drastinya peningkatan

transaksi keuangan global. Dan kecenderungan inipun semakin diperkuat melalui

persetujuan liberalisasi perdagangan dalam banyak bidang yang semakin

Page 87: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

87

meningkatkan perputaran sumber daya ekonomi melintas batas-batas negara

(Steger, 2006: 41).

Selanjutnya, gejala globalisasi ekonomi bekaitan dengan perubahan yang

terjadi dalam kegiatan finansial, proses produksi, dan perdagangan yang kemudian

mempengaruhi tata hubungan ekonomi antarbangsa. Pasar finansial merupakan

aspek penting proses globalisasi dan mengalami percepatan di akhir 1980-an,

ketika pasar modal dan saham di Eropa dan Amerika Serikat dideregulasi yaitu

lewat pembatasan yang lebih sedikit dan kesempatan penanaman investasi yang

global, liberalisasi perdagangan finansial, dan kemajuan dalam pemrosesan data

dan teknologi informasi (Steger, 2006: 42) .

Dalam proses produksi Steger (2006: 43) menjelaskan peran Transnational

Corporations (TNCs) juga menentukan arah globalisasi ekonomi melalui produksi

produksi global. Tersedianya buruh murah, sumber daya, dan kondisi produksi

yang mendukung di dunia ketiga memperkuat mobilitas maupun profitabilitas

TNCs. Melalui investasi asing langsung (foreign direct investment) perusahaan-

perusahaan raksasa tersebut melakukan proses produksi di pelbagai tempat di

seluruh penjuru dunia dan mengusai perdagangan dunia, sehingga meningkatkan

kadar hubungan saling ketergantungan antarnegara, bahkan menimbulkan proses

menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas antarnegara dalam pelbagai

praktik dunia usaha/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi.

Secara singkat menurut Halwani (2004: 194), globalisasi ekonomi ditandai

dengan makin menipisnya batas-batas investasi dan pasar secara nasional,

regional maupun internasional. Hal ini disebabkan oleh adanya hal-hal berikut ini:

Page 88: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

88

1. Komunikasi dan transportasi yang semakin canggih.

2. Lalu lintas devisa yang semakin bebas.

3. Ekonomi negara yang makin terbuka.

4. Penggunaan secara penuh keunggulan komparatif dan keunggulan

kompetitif tiap-tiap negara.

5. Metode produksi dan perakitan dengan organisasi manajemen yang

makin efisien, dan

6. Semakin pesatnya perkembangan perusahaan multinasional di hampir

seluruh dunia (Halwani, 2005: 194).

2.6 Kebijakan

Kebijakan adalah keputusan yang menggambarkan tujuan, menetapkan

sesuatu yang dapat dijadikan pedoman/acuan, atau sebagai dasar suatu tindakan,

dan tindakan tersebut diambil untuk menerapkan keputusan itu, atau kebijakan

dapat diartikan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar

recana dalam pelaksanaan satu pekerjaan, hasil dari sebuah kepemimpinan dalam

sebuah pemerintahan atau sebuah organisasi (Holsti, di dalam Rudi, 1993: 17).

Sedangkan Grifith (2002: 95) mendefinisikan kebijakan sebagai susunan

strategi yang digunakan oleh pemerintah untuk memandu tindakan mereka dalam

bidang tertentu (yang di dalamnya terdapat pelbagai alternatif yang sebelumnya

telah disusun bersama).

Page 89: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

89

2.7 Kebijakan Perdagangan

Jhingan (1990) menjelaskan, bahwa kebijakan perdagangan sebagai suatu

kebijakan yang dapat menopang percepatan laju pembangunan ekonomi dengan:

a. Memungkinkan negara tebelakang memperoleh bagian lebih besar dari

manfaat perdagangan;

b. Meningkatkan laju pembentukan modal;

c. Meningkatkatkan industrialisasi;

d. Menjaga keseimbangan neraca pembayaran (Ikbar, 1995: 148).

Pendapat yang senada, dikemukakan Djiwandono (1992: 52-53), bahwa

kebijakan perdagangan dimungkinkan sebagai landasan untuk menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan.

Kebijakan perdagangan mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening

yang sedang berjalan (current account) daripada neraca pembayaran intenasional,

khususnya tentang ekspor dan impor barang/jasa. Jenis kebijakan ini misalnya

tarif terhadap impor, bilateral trade agreement, state trading, dan sebagainya

(Nopirin, 1999: 49-51)

Ikbar (1995), mengidentifikasi beberapa argumen guna mendukung suatu

kebijakan perdagangan yang pada dasarnya merupakan suatu bentuk proteksi,

sebagai berikut:

1. Terms of Trade (perbandingan antara harga impor dan harga-harga

ekspor). Bahwa perubahan ”terms of trade” yang menguntungkan suatu

negara akan memberi peluang bagi negara yang bersangkutan untuk

memperoleh surlpus pendapatan nasional. Ini bisa dilakukan dengan

Page 90: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

90

penerapan tarif dan bukan tarif tertentu yang membuat nilai impor turun

dan nilai ekspor meningkat. Namun, tindakan kebijakan negara dengan

penerapan tarif dan bentuk proteksi lainnya, biasanya dapat

mengundang tindakan balasan negara lain terutama yang terkena

langsung akibat itu.

2. Rasio Tabungan. Untuk pembentukan modal, salah satu cara yang

penting ialah dengan tabungan domestik, dengan membatasi impor

komoditas konsumsi melalui pengawasan langsung atau penetapan bea

masuk. Maka, pengeluaran untuk konsumsi dapat dikurangi dengan

jumlah sebesar jumlah kenaikan dalam tabungan. Peningkatan tabungan

bermanfaat pula untuk melakukan barang modal, dan kondisi yang

diperlukan untuk ialah bahwa pengurangan barang impor konsumsi

harus diikuti oleh peningkatan impor barang modal dengan nilai yang

sama.

3. Investasi Asing. Proteksi juga relevan untuk sumber pembentukan

modal dengan menarik investasi asing bagi negara berkembang

khususnya, dan modal kerja sama penanaman modal yang dilakukan

oleh negara-negara industri maju. Hambatan pokok bagi output produk

industri dari penanaman modal asing di negara berkembang, biasanya,

adalah lemahnya daya beli masyarakat dan sempitnya pasar domestik.

Untuk itu banyak negara berkembang melakukan orientasi ekspor

(export oriented).

Page 91: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

91

4. Industri Muda (The Infant Industry). Industri muda merupakan tahap

transisi menuju industri besar-besaran. Perlunya perlindungan (campur

tangan pemerintahan) untuk pengawasan dan intensif terhadap industri

ini, hal ini disebabkan karena industri muda banyak berhadapan dengan

kondisi eksternal kompetitif. Ada empat empat alasan khusus bagi

proteksi industri di negara-negara berkembang:

a. Adanya kendala untuk memperoleh pasar bagi penewaran baru,

b. Adanya kelebihan tenaga kerja,

c. Besarnya biaya investasi individual dalam mewujudkan

ekonomi eksternal,

d. Struktur harga internal yang tidak menguntungkan industri.

5. Ekonomi Eksternal. Bahwa pendirian dan perkembangan setiap industri

yang baru menghasilkan keuntungan-keuntungan dalam bentuk

ekonomi eksternal (Meade (1952) menggolongkan ekonomi eksternal

adalah; tekonologi dan; moneter (Jhingan (1990), di dalam Ikbar, 1995:

151)). Ini menimbulkan perbedaan ”private profit” dan “social benefit”.

Apabila perbedaan ini timbul, dapat diterapkan proteksi atau subsidi

sebagai cara untuk memperkecil nilai perbedaan itu.

6. Faktor Redistribusi. Pada negara-negara berkembang biasanya terjadi

kesenjangan harga dan biaya pertanian dan industri begitu lebar. Hal ini

menghambat perkembangan industri yang dianggap lebih produktif.

Sehingga, diperlukan suatu insentif atau proteksi hingga derajat yang

Page 92: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

92

sesuai (tidak terjadi kesenjangan). Hal ini disertai asumsi bahwa

pertanian kurang produktif bila dibanding dengan industri.

7. Neraca Pembayaran. Salah satu tujuan penting kebijakan pemerintah

atau negara dalam perdagangan, ialah mencegah ketidakseimbangan

neraca pembayarannya. Penyebab utama yang sering kali terjadi dalam

kesulitan neraca pembayaran ialah kebutuhan yang besar atas industri

utama dan penting, dan terjadinya inflasi. Ketidakseimbangan neraca

pembayaran terjadi bila suatu ekonomi yang sedang tumbuh atau

berkembang membutuhkan devisa untuk membayar pinjaman luar

negeri.

2.8 Devisa

Devisa adalah kekayaan suatu negara dalam bentuk mata uang asing yang

berguna sebagai alat pembayaran internasional atau pembayaran luar negeri,

dalam bahasa Inggris dipakai istilah foreign exchange dan bentuk convertible

(yang dapat ditukar). Devisa dalam peredarannya terdapat pelbagai bentuk, dapat

terdiri dari uang kertas asing, wesel, cek, surat-surat berharga, surat-surat obligasi,

saham perusahaan luar negeri (Amalia, 2007: 34), dan sebagainya dalam valuta

asing (mata uang atau instrument keuangan lainnya yang memungkinkan suatu

negeri menyelesaikan hutang piutangnya dengan negeri lainnya (Samuelson dan

Nordhaus, 1991: 668)) yang biasanya di nilai dalam dollar Amerika Serikat atau

SDR (Special Drawing Right, activa cadangan untuk digunakan dalam transaksi

valuta internasional sebagai tambahan atu pengganti cadangan emas dollar

Amerika Serikat) (Ardiyos, 2001: 74).

Page 93: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

93

Sumber devisa suatu negara pada umumnya terdiri dari hasil penjualan

barang maupun jasa keluar negeri, pinjaman valuta asing yang diperoleh dari

negara-negara asing, badan-badan internasional serta swasta asing, hadiah atau

grant (grant merupakan salah satu bantuan luar negeri tanpa adanya syarat-syarat

tertentu dan negara yang menerima bantuan tersebut tidak perlu

mengembalikannya kepada negara pemberi bantuan) dan bentuk dari badan-

badan PBB dalam bentuk valuta asing, laba dari penanaman modal di luar negeri

(seperti laba yang ditransfer dari perusahaan milik pemerintah dan warga

Indonesia yang berdomisili di luar negeri, termasuk transfer dari warga negara

Indonesia yang bekerja di luar negeri), hasil dari kegiatan pariwisata (turis asing

yang masuk dan menguangkan mata uang asing untuk digunakan di Indonesia)

(Ardiyos,2001: 74-75).

Sedangkan, nilai ekspor yang lebih besar daripada impor (surplus), baik

perdagangan barang maupun jasa merupakan salah satu yang akan meningkatkan

jumlah cadangan devisa (Yuliadi, 2007: 84). Dan untuk mengukur suatu cadangan

devisa dianggap memadai atau tidak, maka dipakai kriteria jumlah besarnya

kemampuan cadangan devisa tersebut untuk menutup impor minimal selama tiga

bulan (Halwani, 2005: 116).

Page 94: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

94

BAB III

OBYEK PENELITIAN

3.1 Gambaran Tentang World Trade Organization (WTO)

World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Pedagangan Dunia adalah

organisasi antarpemerintah didirikan pada tahun 1994 dengan ditandatanganinya

Marrakesh Agreement Establishing in World Trade Organization oleh 124 negara

anggota GATT (General Agreements Trade and Tarrif). Dengan

ditandatanganinya perjanjian pembentukan WTO tersebut, maka WTO menjadi

organisasi pengganti GATT yang melaksanakan seluruh aturan perdagangan

internasional yang telah disepakati di Marrakesh. WTO sendiri telah berfungsi

secara resmi mulai 1 Januari 1995. Perjanjian WTO bersifat contractual dan

binding terhadap negara-negara anggotanya (Perwita dan Yani, 2005: 85). Dan

jumlah anggota WTO sampai tanggal 27 Juli 2007 tercatat sebanyak 151 negara

(http://www.wto.org/members, diakses Januari 2008).

Tugas utama WTO adalah mendorong perdagangan bebas, dengan

mengurangi dan menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan seperti tarif

dan non tarif (misalnya regulasi); menyediakan forum perundingan perdagangan

internasional; penyelesaian sengketa dagang dan memantau kebijakan

perdagangan di negara-negara anggotanya (http://www.deptan.go.id/kln/berita/

wto/ttg-wto.htm, diakses pada 17 Oktober 2007).

Dengan disahkan berdirinya WTO, maka semua kesepakatan perjanjian

GATT kemudian diatur di dalam WTO plus isu-isu baru yang sebelumnya tidak

Page 95: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

95

diatur seperti perjanjian Trade Related Aspect of Intellectual Property

Rights/TRIPs (Hak atas Kekayaan Intelektual yang terkait dengan perdagangan),

jasa (General Agreement on Tariff in Servis/GATS), dan aturan investasi (Trade

Related Investment measures/TRIMs) (http://www.wto.org/wt/min, diakses

Januari 2008).

Sistem perdagangan WTO multilateral WTO diatur melalui suatu

perjanjian yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional sebagai hasil

perujanjian yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Perjanjian

tersebut merupakan kontrak antarnegara anggota yang mengikat pemerintah untuk

mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Dan perjanjian

WTO mengikat secara hukum. Negara anggota yang tidak mematuhi perjanjian

bisa diadukan oleh negara anggota lainnya karena merugikan mitra dagangnya,

serta menghadapi sanksi perdagangan yang diberlakukan oleh WTO. Karena itu

sistem WTO bisa sangat berkuasa terhadap anggotanya dan mampu memaksakan

aturan-aturannya, karena anggota terikat secara legal (legally-binding) dan

keputusannya irreversible artinya tidak bisa ditarik kembali (http://www.wto.org/

what is the wto, diakses Januari 2008).

3.1.1 Sejarah Pembentukan WTO

Pada tanggal 23 Oktober 1947, sebanyak 23 negara anggota delegasi

komite persiapan pada dewan ekonomi dan sosial PBB (ECOSOC/Economic and

Social Council) menyiapkan bahan tentang Piagam Organisasi Perdagangan

Internasional (Internasional Trade Organization/ITO) (dimana piagam ini

sebelumnya dimaksudkan untuk memberikan ketentuan-ketentuan atau aturan-

Page 96: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

96

aturan dalam perdagangan dunia, dan bertujuan memuat aturan-aturan ketenaga

kerjaan (employment), persetujuan komoditi, praktik-praktik restriktif

(pembatasan) perdagangan, penanaman modal internasional dan jasa)

menandatangani Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan

(GATT/General Agreement Tarrif and Trade). Perjanjian ini merumuskan 45.000

item tarif dengan nilai 10 milyar Dollars AS (Rudy, 2002: 43).

Pertemuan penting diselenggarakan di Jenewa dari bulan April sampai

November 1947. Dari tanggal 10 April sampai dengan 22 Agustus, panitia

persiapan melanjutkan tugasnya membuat rancangan piagam ITO. Sementara

panitia melaksanakan tugasnya, dan dari tanggal 10 Aopril Oktober sampai 30

Oktober, perundingan-perundingam bilateral berlangsung antarnegara-negara

anggota komisi, antara lain, Brazil, Burma, Ceylon, Pakistan dan Rhodesia

Selatan (Adolf, 2005: 14).

Hasil perundingan mengenai konsesi timbal balik di bidang tarif

(reciprocal tarrif concession) dicantumkan ke dalam GATT yang ditandatangani

pada 30 Oktober 1947. Hasil perundingan tersebut berisi pula suatu kodifikasi

sementara mengenai hubungan-hubungan pedagangan di antara negara-negara

penandatanganan. Bedasarkan persyaratan-persyaratan protokol tanggal 30

Oktober 1947, GATT yang beranggotakan 23 negara sebagai pendirinya,

termasuk Cina, Perancis, Inggris, dan Amerika Serikat (Rudy, 2002: 43),

ditetapkan sebagai suatu kesepakatan sementara sejak tanggal 1 Januari 1948

hingga berlakunya ITO (Adolf, 2005: 14-15).

Page 97: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

97

Pembentukan GATT sendiri, merupakan sebagai suatu dasar (wadah) yang

sifatnya sementara setelah Perang Dunia II, yang benih sejarahnya berawal

daripada penandatanganan Piagam Atlantik (Atlantik Charter) pada bulan Agustus

1941. Salah satu tujuan piagam ini adalah menciptakan suatu sistem perdagangan

dunia yang didasarkan pada prinsip nondiskriminasi dan kebebasan tukar menukar

barang dan jasa (Adolf, 2005: 11).

Sejak pendiriannya, GATT tidak pernah dimaksudkan untuk menjadi

sebuah organisasi yang mengatur perdagangan antarbangsa, tetapi hanya sebagai

sebuah kerangka persepkatan di bidang perdagangan dan penetapan tarif impor

(Jackson, di dalam Hadiwinata, 2002: 70). Hal ini disebabkan karena pada

mulanya pembentukan GATT dimaksudkan sebagai instrumen pendukukng dari

ITO seperti yang telah dijelaskan di atas (Hadiwinata, 2002: 70-71).

Selanjutnya, pada 21 November 1947 sampai 24 Maret 1948 GATT

mengadakan sidang yang pertama kali oleh delegasi dari 66 negara, dengan topik

bahasan tentang upah dan perdagangan di Havana, Kuba yang mencetuskan

Piagam Havana yang berkaitan juga dengan pendirian ITO (Rudy, 2002: 43).

Piagam ini memuat aturan-aturan yang jauh lebih kompleks daripada GATT.

Selain memuat tentang pembentukan ITO, juga memuat ketentuan mengenai

ketenagakerjaan, kegiatan ekonomi, pembangun dan kontruksi, praktik

perdagangan yang tidak sehat dan pelbagai kesepakatan mengenai produk-produk

dasar (primer) (Adolf, 2005: 15).

Namun, sampai dengan pertengahan tahun 1950-an, negara-negara peserta

menemui kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini disebabkan karena negara-

Page 98: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

98

negara waktu itu tidak memiliki keinginan politis untuk menerima atau mertifikasi

Piagam. Amerika Serikat, pelaku utama perdagangan dunia, pada tahun 1958,

menyatakan bahwa negaranya tidak akan meratifikasi Piagam tersebut. Sejak itu

pulalah ITO secara efektif menjadi tidak berfungsi sama sekali (Adolf, 2002: 15).

Meskipun tidak berfungsi, dan minimnya negara-negara yang meratifikasi

ITO, tidak menyebabkan GATT menjadi tidak berlaku. Para perunding GATT

mengeluarkan suatu perjanjian internasional baru yaitu the Protocol of

Provisional Application, yaitu suatu protokol (perjanjian) yang memberlakukan

GATT untuk sementara (provisional) (Adolf, 2005: 15-16).

Terlepass dari keberhasilan yang telah dicapainya, GATT dipandang tetap

memiliki beberapa kekurangan sehingga mengurangi efektivitas sebagai sebuah

mekanisme yang dimaksudkan untuk memperlancar perdagangan internasional

(Jackson, di dalam Hadiwinata, 2002: 73).

Menyadari pelbagai persoalan yang dapat menghambat fungsi GATT

sebagai sebuah mekanisme pengatur perdagangan internasional, beberapa anggota

mengusulkan reformasi mendasar bahkan penggantian GATT dengan sebuah

mekanisme baru yang lebih mengikat dan memiliki status hukum yang lebih jelas.

Pada bulan Desember 1991, para perunding Putaran Uruguay menyusun sebuah

rancangan tentatif untuk menggantikan GATT yang dikenal dengan sebutan MTO

(Multilateral Trade Organization). Pada bulan Desember 1993 rancangan itu

lebih dimatangkan lagi, dan sebuah istilah baru yakni WTO (World Trade

Organization) mulai diperkenalkan (Hadiwinata, 2002: 73).

Page 99: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

99

Deklarasi Marrakesh (Marrakesh Declaration) yang merupakan

pernyataan dari 124 negara yang hadir dalam pertemuan tingkat menteri di

Marrakesh, Maroko pada 12 sampai 15 April 1994 mendukung hasil-hasil dari

Uruguay Round yakni bagian kedelepan putaran perdagangan internasional di

bawah GATT yang dimulai di Punta del Esta, Uruguay pada 1987 berakhir

Desember 1995 dan diikuti oleh 117 negara anggota GATT. Hasil dari Uruguay

Round adalah pembentukan organisasi perdagangan yang akan menggantikan

GATT, yakni WTO. Dan WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995

(Cano, Guiomar Alonso, dkk. (eds), 2005: 38-39).

3.1.2 Perkembangan Sejarah WTO

Adanya keinginan sejumlah negara untuk bangkit memperbaiki

kehancuran ekonomi akibat perang dunia ke II serta mengakhiri pengaruh sistem

proteksionisme yang berkembang sejak tahun 1930 melatar belakangi

pembentukan GATT, dalam rangka pembentukan organisasi perdagangan

Internasiona (International Trade Organzation/ITO) namun gagal terbentuk.

Sedangkan World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan

Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur

masalah perdagangan antarnegara yang terbentuk dari negosiasi-negosiasi, dan

perubahan perjanjian dalam setiap putaran perundingan perdagangan multilateral

(Multilateral Trade Negotiation/MTNs) yang secara bertahap memperluas

cakupan GATT dalam kebijakan non tarif yang lebih besar (Arifin, dkk., 2007:

69).

Page 100: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

100

Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui suatu persetujuan

yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan Internasional sebagai hasil

perundingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara anggota. Persetujuan

tersebut merupakan kontrak antarnegara anggota yang mengikat pemerintah untuk

memenuhinya dalam pelaksanaan kebijakan perdagangannya. Walaupun

ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah untuk membantu para

produsen barang dan jasa, eksportir dan importir dalam kegiatan perdagangan.

(Deperindag Multilateral, 2003: 1).

Sementara, WTO sudah berdiri selama lebih dari sepuluh tahun yakni

pada tahun 1995 yang didirikan berdasarkan perjanjian pendirian WTO. WTO

merupakan organisasi perdagangan internasional pertama di dunia dengan 149

anggota. Telah menjadi suatu perhatian masyarakat internasional mengenai

globalisasi, lingkungan hidup, hak asasi manusia, aturan perburuhan, orang-orang

pribumi, peraturan perusahaan transnasional dan peranan organisasi non

pemerintah. WTO juga membantu memperjuangkan kedaulatan dan identitas

budaya suatu negara, dapat dilihat dari adanya peran dalam protes terhadap

pertemuan kementerian kedua di Seattle, Amerika Serikat pada bulan November

1999. Berdasarkan kewajiban dan prosedur yang mengikat untuk pembentukan

resolusi bagi sengketa perdagangan dan termasuk pembentukan peraturan

masalah-masalah perdagangan sebagai bagian dari hukum Internasional.

Perkembangan peranan dan pengaruh dari WTO dalam abad ke 21 menjadi

objek yang signifikan bagi advokat internasional dan menyarankan adanya

penggabungan aspek dalam hukum privat dan hukum publik. Apakah hal ini

Page 101: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

101

dimungkinkan? Contohnya apakah dalam tindakan yang bertujuan untuk

mencapai tujuan berdasarkan Protokol Kyoto dapat diharmoniskan dengan

konvensi rangka kerja PBB mengenai perubahan iklim? Apakah suatu bagian

yang sudah ada dapat dipakai pada kondisi perburuhan? Bagaimana liberalisasi

perdagangan dapat dicapai bila dihadapkan dengan kebutuhan ekonomi dan sosial

negara berkembang.

3.1.3 Tujuan dan Fungsi WTO

3.1.3.1 Tujuan WTO

Organisasi perdagangan dunia (World Trade Organization/WTO)

terbentuk karena keinginan untuk liberalisasi perdagangan global dengan

menghapus diskriminasi perdagangan untuk seluruh negara di dunia. Sehingga

WTO memeiliki beberapa tujuan penting sebagai berikut:

1. Mendorong arus perdagangan antarnegara, dengan mengurangi dan

menghapus hambatan yang dapat mengganggu kelancaran arus

perdagangan barang dan jasa.

2. Memfasilitasi perundingan dengan menyediakan forum negosiasi yang

lebih permanen.

3. Menyelesaikan sengketa, mengingat hubungan dagang sering

menimbulkan konflik-konflik kepentingan, kemungkinan terjadi

perbedaan interprestasi dan pelanggaran sehingga diperlukan prosedur

legal penyelesaian sengketa yang netral dan telah disepakti bersama

(Deperindag Multilateral, 2003: 1).

Page 102: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

102

3.1.3.2 Fungsi WTO

Adapun fungsi utama dari WTO adalah untuk memberikan kerangka

kelembagaan bagi hubungan perdagangan antarnegara anggota dalam

implementasi perjanjian-perjanjian dan hubungan dengan instrumen-instrumen

hukum termasuk dalam Annex Perjanjian WTO.

Berdasarkan Pasal III Perjanjian WTO ditegaskan lima fungsi WTO secara

khusus, yaitu sebagai:

1. Implementasi dari Perjanjian, yaitu untuk memfasilitasi

implementasi, administrasi dan pelaksanaan dari perjanjian WTO serta

perjanjian-perjanjian multilateral dan plurilateral.

2. Forum Untuk Perundingan Perdagangan, yaitu untuk memberikan

suatu forum tetap guna melakukan perundingan diantara negara anggota

yang membahas isu-isu/masalah yang telah tercakup dalam perjanjian

WTO dan pelbagai masalah yang belum tercakup dalam perjanjian

WTO.

3. Penyelesaian Sengketa, sebagai administrasi sistem penyelesaian

sengketa WTO.

4. Mengawasi Kebijakan Perdagangan, adalah sebagai administrasi dari

mekanisme tinjauan atas kebijakan perdagangan (Trade Policy Review

Mechanismn/TRPM).

5. Kerjasama dengan Organisasi Lainnya, yang berfungsi untuk

melakukan kerjasama dengan organisasi internasional dan negosiasi

organisasi non pemerintah (Deperindag Multilateral, 2003: 1-2).

Page 103: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

103

3.1.4 Pencapaian Pembentukan WTO

Para anggota asal bergabung dengan WTO pada saat ditandatanganinya

hasil kesepakatan Putaran Uruguay di Marakesh bulan April tanhun 1994. WTO

memiliki 149 anggota. Lebih dari 30 proposal (usul) pencapain pembentukan

WTO telah dirundingkan dengan kemungkinan bahwa dalam beberapa tahun

seluruh perdagangan di dunia akan menjadi pokok persoalan dari WTO.

Pemerintah dengan otonomi penuh di dalam tingkah laku kebijakan-kebijakan

perdagangan dapat mengabulkan kebijakan agar didapat persetujuan antara

pemerintah dengan WTO.

Keputusan didasarkan pada 2/3 suara mayoritas. Pengakuan diperoleh dari

diskusi bilateral dengan negara lain dan dalam hal pencapaian harus disetujui oleh

negara pemohon dan semua anggota WTO (proses ini dapat diperpanjang).

Seluruh kelonggaran tarif dan tanggung jawab terhadap jalan masuk menuju pasar

diperoleh melalui perundingan hubungan bilateral yang kemudian tersedia bagi

anggota melalui MFN dan prinsip-prinsip non diskriminasi. Beberapa negara juga

dapat memperoleh pengakuan melalui keanggotaan dari serikat yang berbeda-

beda.

3.1.5 Negosiasi dan Perjanjian WTO

3.1.5.1 Negosiasi Perdagangan dari GATT Ke WTO

Sejak tahun 1984-1994 GATT membuat peraturan-peraturan perdagangan

melalui serangkaian putaran perundingan perdagangan. Antara lain:

Page 104: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

104

Tabel 3.1

Rekapitulasi Pesetujuan GATT

Putaran Perundingan Perdagangan GATT

Tahun Tempat Masalah yang DibahasJumlah Negara Peserta

1947 Jenewa Tarif 23

1949 Annecy Tarif 13

1951 Turki Tarif 38

1956 Jenewa Tarif 26

1960-1961 Jenewa (Putaran Dillon) Tarif 26

1964-1967 Jenewa (Putaran Kennedy)

Tarif dan Kebijakan Anti Dumping 62

1973-1979 Jenewa (Putaran Tokyo)

Tarif, kebijakan non Tarif, Kerangka Persetujuan 102

1986-1994 Jenewa (Putaran Uruguay)

Tarif, kebijakan non Tarif, jasa, Kekayaan Intelektual, Penyelesaian sengketa, tekstil, Pertanian, Pembentukan WTO,dll

123

2001-Sekarang

Doha (Putaran Doha)

Tarif, kebijakan non Tarif,jasa, Kekayaan Intelektual, Penyelesaian sengketa, tekstil, Pertanian, Pembentukan WTO,dll

145

Sumber: Deperindag Multilateral (WTO), 200: 5

3.1.5.2 Perjanjian WTO

Perjanjian yang mendirikan WTO berfungsi sebagai perjanjian pokok bagi

perjanjian-perjanjian lain dalam bidang yang lebih spesifik dan pengertian-

pengertian, yang antara lain adalah sebagai berikut:

Page 105: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

105

Tabel 3.2

Bentuk Perjanjian WTO

Bagian Jenis Perjanjian

Bagian 1A

Perjanjian tentang Pertanian.Perjanjian Penerapan tentang Kebersihan dan tindakan kebersihan tumbuhan.Perjanjian pakaian dan textile (telah dihapuskan pada 1 Januari 2005).Perjanjian tentang hambatan dalam perdagangan secara teknis.Perjanjian perdagangan yang berhubungan dengan tindakan investasi.Perjanjian tentang pelaksanaan pasal VI GATT 1994 (perjanjian anti-dumping).Perjanjian tentang pelaksanaan pasal VII GATT 1994.Perjanjian tentang pemeriksaan sebelom mengirim barang.Perjanjian mengenai ketentuan dari tempat asal.Perjanjian tentang prosedur perizinan impor.Perjanjian tentang subsidi dan tindakan ………Perjanjian tentang usaha perlindungan (keamanan).

Bagian 1B Perjanjian umum dalam pelayanan perdagangan (GATS) dan bagian-bagian lainnya.

Bagian 1C Perjanjian perdagangan yang berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual.

Bagian 2 Pengertian tentang prosedur dan ketentuan pemerintahan penyelesaian sengketa.

Bagian 3 Mekanisme Peninjauan Kebijakan Perdagangan.

Bagian 4 Perjanjian perdagangan plurilateral dalam penerbangan sipil, usaha pemerintah, dan perjanjian internasional tentang daging sapi.

Sumber: http://www.org/, diakses Desember 2007.

3.1.6 Sistimatika Keorganisasian WTO

3.1.6.1 Struktur Organisasi WTO

WTO memiliki 3 organ utama, yaitu :

1. Konferensi Kementrian yang bertemu paling sedikit setiap 2 tahun

Page 106: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

106

sekali.

Dewan Kementrian juga mendirikan Komite Perdagangan dan

Pembangunan dan Komite Perdagangan dan Lingkungan. Pembuatan

Keputusan didasarkan pada persertujuan umum (Konsensus), apabila

tidak dicapai kesepakatan maka keputusan akan diambil berdasarkan

suara terbanyak dibawah pasal IX dari Perjanjian WTO dan dalam

beberapa kasus pengambilan keputusan dapat didasarkan pada 2/3 suara

terbanyak. Setiap anggota memiliki satu suara, walaupun masyarakat

Eropa memiliki jumlah suara yang sama dengan jumlah anggota dari

Uni Eropa yang juga merupakan anggota dari WTO.

2. Dewan Umum yang terdiri dari perwakilan seluruh anggota dan

berkedudukan sebagai Badan Penyelesaian Perselisihan dan Badan

Kebijakan Perdagangan.

Yang bertindak di bawah Dewan Umum adalah Dewan untuk

Perdagangan barang, Dewan untuk Perdagangan dan Pelayanan dan

Dewan Perdagangan yang berhubungan dengan Hak Kekayaan

Intelektual.

3. Sekertariat yang dikepalai oleh Direktur Jendral.

Karakteristik khusus dari WTO yakni adanya pertimbangan dari

anggota untuk menjadi anggota penggerak guna melakukan kegiatan

yang mewakili harapan para anggota, suatu pernyataan yang sangat

jelas tetapi adanya perhatian yang sama bahwa WTO tidak seharusnya

menjadi objective personality dengan nilai-nilai dan tujuan-tujuan nyata

Page 107: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

107

dari seluruh anggota.

Gambar 3.1

Struktur Organisasi WTO

3.1.6.2 Kewenangan dalam Struktur WTO

3.1.6.2.1 Kewenangan Tertinggi : Konferensi Tingkat Menteri (KTM)

Konferensi Tingkat Menteri mempunyai kewenangan keputusan di WTO

dan bersidang sedikitnya sekali dalam dua tahun.

Sumber: http://www.wto.org/organization chart, diakses pada Januari. 2008

Page 108: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

108

Ministerial Conference (Konferensi Tingkat Menteri), merupakan badan

tertinggi WTO yang bertemu paling sedikit satu kali dalam setiap dua tahun;

KTM pertama diadakan di Singapura tahun 1996, kedua di Geneva tahun 1998

dan sidang ketiga di Seattle, AS tanggal 30 November hingga 3 Desember 1999.

Sidang ketiga ini gagal menyusun Deklarasi Menteri karena dua hal, blockade

para demonstrans yang intinya menolak liberalisasi perdagangan di luar gedung

pertemuan sehingga para delegasi tidak bisa hadir dan perbedaan pandangan yang

tajam di ruang sidang antara delegasi dari Negara-negara berkembang dan

Negara-negara maju.

KTM ke IV diselenggarakan di Doha Qatar, yang menghasilkan Deklarasi

Doha (sering juga disebut sebagai Deklarasi Pembangunan Doha atau Doha

Development Agenda dan Deklarasi Doha untuk Kesehatan Publik. KTM ke-V

diadakan di Cancun Meksiko. KTM ke-V ini juga gagal karena sidang mengalami

kebuntuan akibat perbedaan pandangan antara negara-negara maju dan negara

berkembang mengenai isu-isu baru (kebijakan kompetisi, investasi, pengadaan

barang untuk pemerintah; fasilitasi perdagangan). KTM ke-VI diadakan di kota

Hongkong China pada Desember 2005 yang menghasilkan deklarasi menteri

untuk menyelesaikan putaran Doha. Keputusan yang dihasilkan dalam KTM

merupakan keputusan para anggota WTO melalui pelbagai dewan dan komite

(Perwita dan Yani, 2005: 88).

Kegiatan organisasi dalam struktur organisasi WTO terbagi tiga badan:

1. The General Council (Dewan Umum) bertindak atas nama konferensi

tingkat menteri pada kegiatan sehari-hari untuk membahas seluruh

Page 109: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

109

permasalahan dalam WTO.

2. The Dispute Settlement Body, (badan Penyelesaian Sengketa) untuk

mengawasi prosedur penyelesaian sengketa dan,

3. Trade Policy Review Body (Badan Pengkajian Kebijakan Perdagangan)

membahas kebijakan perdagangan negara-negara dalam WTO.

3.1.6.2.2 Kewenangan Tingkat Kedua: General Council

Dalam struktur tingkat ketiga ini, terdiri dari tiga dewan yang mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan WTO berkaitan

dengan ruang lingkup perdagangan barang (the Council for Trade in Good), jasa

(Services Council), dan hak atas kekayaan intelektual /HAKI (The Council for

Trade/Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs Council).

3.1.6.2.3 Kewenangan Tingkat Ketiga: Dewan-Dewan (Councils)

Dalam struktur tingkat ketiga ini, terdiri dari tiga dewan yang mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan WTO berkaitan

dengan ruang lingkup perdagangan barang (the Council for Trade in Good), jasa

(Services Council), dan hak atas kekayaan intelektual /HAKI (The Council for

Trade/Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs Council).

3.1.6.2.4 Kewenangan Tingkat Keempat: Membahas sampai pada Hal-hal

yang Kecil

Pada kewenangan tingkat keempat ini merupakan badan-badan bawahan

(subsidiary Bodies) yang bertangggungjawab terhadap hal-hal khusus dari setiap

dewan-dewan di WTO, seperti pada Goods Council memiliki 11 komite yang

Page 110: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

110

berhubungan dengan persoalan khusus seperti pertanian, akses pasar, subsidi,

antidumping dan seterusnya. Komite ini terdiri dari semua anggota WTO. Pada

Tingkat general council juga memilik Dispute Settlement Body (DSB), para ahli

yang dipilih secara hukum memutuskan sengketa yang tidak terselesaikan, And

The Appellate Body, yang menangani banding apabila pihak yang bersengketa

belum dapat menerima keputusan panel (Deperindag Multilateral, 2003: 15).

3.1.6.2.5 Peranan Sekretariat

Sejak tahun 1995, sekretariat DSB telah menduga pertumbuhan peranan

secara langsung dan tidak langsung dalam operasi prosedur ketetapan

perselisihan, mengembangkan karakeristik dari birokrsi internasional. Tugasnya

adalah membantu para dewan secara aspek hukum, sejarah, dan prosedural dalam

suatu kasus dan menyediakan dukungan sekretarial dan teknikal. Sekretariat

memegang peranan inti dalam memilih anggota dewan dan peletakannya dalam

ingatan konstitusional dari GATT. Melalui kefamiliarannya dengan aturan pokok

GATT/WTO yang telah berkembang, sekretariat memiliki pengaruh yang kuat

dalam hasil-hasil, terutama ketika membantu dewan ad hoc dengan menyediakan

konsep pertama dari penemuan mereka.

Peranan sentral dan kuat dari sekretariat dapat membantu mengembangkan

suatu negara dan menaikkan perhatian pada mereka, program pelatihan penetapan

undang-undang yang dilakukan melalui sekretariat dapat membantu negara-negara

berkembang untuk memperoleh keahlian yang dibutuhkan hingga keuntungan dari

akses yang ada ke pasar dunia. Namun, negara-negara berkembang

mempertimbangkan bahwa kekuatan sekretariat dapat mengurangi kedaulatan

Page 111: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

111

ekonomi mereka dan tidak bersimpati terhadap kepentingan pengembangan

mereka.

Tanggung Jawab Dan Fungsi-Fungsi Sekretariat WTO:

Sekretariat WTO dikepalai oleh seorang Direktur Jenderal, yang

memiliki sekitar 550 staf, yang bertanggung jawab:

1. Melaksanakan tugas administratif dan teknis bagi badan-badan, komite-

komite, team work, kelompok-kelompok negosiasi untuk melakukan

negosiasi dan implementasi persetujuan.

2. Memberikan dukungan teknis untuk negara berkembang.

3. Menganalisis kinerja dan kebijakan perdagangan oleh para ahli

ekonomi dan statistik WTO

4. Memberikan bantuan hukum dalam penyelesaian sengketa.

5. Menangani masalah aksesi anggota baru dan memberikan saran-saran

kepada pemerintah yang mengajukan aksesi.

Sedangkan fungsi dari sekretariat WTO antara lain:

1. Melaksanakan negosiasi perdagangan dan penerapan aturan

perdagangan multilateral

2. Membantu perekonomian negara berkembang dan transisi, melalui

program untuk menjelaskan sistem kerja WTO dan melatih pejabat

serta negosiator pemerintah.

3. Secara khusus membantu promosi ekspor, dan membantu untuk

memformulasikan serta mengimplementasikan program promosi

ekspor, melalui pusat perdagangan Internasional (International Trade

Page 112: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

112

Center/ITC).

4. Kerjasama didalam pembuatan kebijakan ekonomi global, melalui

hubungan dan kerjasama dengan IMF, Bank Dunia dan institusi

Internasional.

5. Notifikasi rutin bilamana anggota-anggota memprkenalkan pengaturan

perdagangan baru atau sebelumnya.

3.1.6.2.6 Keanggotaan

Keanggotaan dalam WTO mempunyai hak dan kewajiban yang harus

seimbang, karena perlakuan istimewa dari negara lain dan keamanan

perdagangan, maka negara anggota diwajibkan untuk membuka pasarnya dan

memenuhi ketentuan-ketentuan perdagangan yang ada.

A. Keanggotaan dalam WTO

1. Sebagai negara anggota GATT otomatis menjadi anggota asli WTO.

2. Proses aksesi ke WTO, yaitu negara atau wilayah yang memiliki hak

sepenuhnya dalam menetapkan kebijakan perdagangannya (Custome

Teritory), dan menyetujui ketentuan yang berlaku. Secara umum calon

anggota harus melalui empat tahap:

a. Permintaan resmi untuk menjadi anggota WTO, harus menjelaskan

dalam memorandum seluruh aspek pedagangan dan kebijakan

ekonominya berkaitan dengan persetujuan WTO, yang diteliti oleh

kelompok kerja (Working group on accession).

b. Negosiasi dengan seluruh anggota WTO, melakukan perundingan

bilateral dengan negara-negara anggota berdasarkan prinsif non

Page 113: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

113

diskriminasi untuk membahas tingkat tarif, akses pasar, kebijakan

mengenai barang dan jasa (peluang ekspor dan jaminan-jaminan yang

dapat diperoleh anggota WTO dari calon anggota baru tersebut.

b. Menyusun draff keanggotaan baru (Protocol of accsession) dan daftar

skedul komitmen (schedules of commitments) setelah di telaah dan

finalisasi dari kelompok kerja bidang aksesi.

c. Keputusan akhir, Dewan Umum melaporkan ke Konferensi Tingkat

Menteri mengenai laporan aksesi, protokol dan daftar komitmen-

komitmen, sehingga disetujui dan diratifikasi oleh negara-negara anggota

WTO.

B. Pengelompokan Negara-Negara dalam WTO

Pengelompokan dan aliansi dalam WTO adalah wajar mengingat semakin

terintegrasinya ekonomi dunia dengan banyaknya daerah perdagangan pasar bebas

dan pasar bersama yang sedang dibangun di seluruh dunia, untuk meningkatkan

posisi tawar menawar negara yang lebih kecil dengan mitra dagang negara yang

lebih besar (Deperindag Multilateral, 2003: 16-17).

Pengelompokan dan Aliansi negara dalam WTO sebagai berikut:

Kelompok Terbesar adalah Uni Eropa (European Communities) yang

terdiri 15 negara di Brussels dan Jenewa.

Kelompok ASEAN (Malaysia, Indonesia,singapura, Filipina, Thailand,

Brunei Darussalam, Myanmar dan Kamboja).

Negara Latin American Economic System (SELA) dan Africa,

Caribbean, and Pasifick Group (ACP)

Page 114: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

114

Kelompok NAFTA (Kanada, Amerika Serikat dan Meksiko) dan

MERCOSUR (the Southern Common Market: Brazil, Argentina,

Paraguay dan Uruguay).

Aliansi The Cairns Group, berasal dari 4 benua, anggotanya mencakup

negara OECD hingga negara miskin yang terdiri dari 17 negara:

Argentina, Bolivia, Kanada, Kolombia, Guatemala, Malaysia,

Paraguay, Afrika Selatan, Uruguay, Australia, Brasil, Chili, Kostarika,

Indonesia, Selandia Baru, Filipina dan Thailand, yang mempunyai

kekuatan dalam perundingan pertanian dan implementasi liberalisasi

pertanian, dengan menghapus subsidi ekspor dan impor untuk perluasan

akses pasar.

Aliansi Like Minded Group (LMG) beranggotakan beberapa negara

berkembang (Mesir, Kuba, Republik Dominika, Honduras, Indonesia,

India, Kenya, Malaysia, Sri Lanka, Tanzania, Uganda, Zimbabwe dan

Jamaika).

3.1.7 Hak–Hak dan Kewajiban WTO Dikaitkan dengan Prinsip Umum

Hukum Internasional

Perjanjian WTO adalah perjanjian antara negara–negara sebagai bagian

dari hukum internasional publik, ketentuan–ketentuan WTO adalah bagian dari

hukum internasional. Hubungan antara hukum internasional dengan ketentuan

WTO adalah saling berkesinambungan, dapat dilihat sebagai contoh yaitu konflik

dari ketentuan hukum kebiasaan dengan ketentuan hukum tertulis internasional

dan ketentuan WTO dapat terselesaikan.

Page 115: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

115

Secara teknis tidak ada kebutuhan bagi perjanjian WTO serta ruang

lingkup yang sesuai hukum kebiasaan internasional untuk memenuhi syarat–

syarat dari hukum internasional. Perjanjian WTO merupakan perjanjian yang

harus dilakukan oleh para pihak dengan tidak melupakan prinsip itikad baik.

Sebuah negara dalam mendapatkan rekomendasi harus mengaplikasikan ketentuan

hukum WTO sebagai kewajiban terikat. Hal ini berkaitan juga dengan WTO

sebagai subjek hukum internasional yang juga terikat dengan hukum kebiasaan

internasional.

Hal–hal yang mungkin terjadi adalah negara–negara anggota WTO

mengalami konflik kewajiban. Solusi yang mungkin dilakukan adalah mencari

konsesus internasional. Forum perdagangan dan lingkungan, sebagai contoh telah

menyatakan dimana perselisihan perdagangan muncul sebagai akibat hubungan

dari traktat multilateral lingkungan, hal tersebut diselesaikan berdasarkan traktat

tersebut.

Hal–hal yang diharapkan dari organisasi adalah untuk mengabulkan

kekuatan hukum yang digunakan untuk menginterpretasikan konstitusi dan

ketentuan dari organisasi tersebut dalam rangka memberikan respon terhadap

kesimpulan yang baru. Untuk negara berkembang, hukum yang dinamis akan

menciptakan peran hukum daripada forum dan badan peradilan

3.2 Gambaran Umum Tentang Indonesia

Secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (disingkat NKRI

atau Indonesia atau Republik Indonesia atau RI) terletak antara 6008’ lintang utara

dan 11015’ lintang selatan dan antara 94045’ bujur timur dan 141005’ bujur timur,

Page 116: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

116

ialah negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara,

melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra

Pasifik dan Samudra Hindia. Karena letaknya yang berada di antara dua benua,

dan dua samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara) (Yuliadi,

2007: 1), Sebagai suatu negara yang berbentuk republik (NKRI) sejak tahun 2006

terbagi menjadi 33 propinsi dengan tambahan tiga propinsi yaitu propinsi

Kepulauan Riau (KEPRI), Sulawesi Barat dan Irian Jaya Barat. Sampai dengan

tahun 2006 propinsi-propinsi tersebut meliputi 349 kabupaten, 91 kota, 5.641

kecamatan dan 71.555 desa (wwe.bps.go.id, diakses pada Mei 2008).

3.2.1 Kondisi Ekonomi

Indonesia memiliki ekonomi berbasis pasar dimana pemerintah

memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan

menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan

listrik. Selain itu, perekonomian Indonesia bersifat dualistis yaitu perekonomian

yang terbagi menjadi dua sektor yaitu sektor ekonomi modern (perkebunan,

pertambangan, dan perindustrian besar) yang bercirikan padat modal dan diimpor.

Kedua, sektor tradisional (pertanian, kerajinan tangan, dan perdagangan kecil

tradisional) (Yuliadi, 2007: 4).

Indonesia masih merupakan salah satu negara pertanian yang sangat

potensial. Lebih dari tiga per empat penduduk Indonesia hidup di pedesaan

dengan mata pencaharian di sektor pertanian. Sektor pertanian khususnya padi

sangat menonjol di pulau Jawa, sedangkan di luar jawa produksi perkebunan

untuk kepentingan ekspor dan industri dalam negeri seperti karet, kelapa sawit,

Page 117: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

117

kopi, kopra. Kecenderungan hasil sektor industri, pertambangan minyak dan gas

bumi, dan perikanan memberikan kontribusi terhadap GDP dan nilai ekspor yang

semakin besar (Yuliadi, 2007: 5). Namun, kecenderungan pangsa produksi sektor

pertanian semakin berkurang yang dapat terlihat dalam GDP (Gross Domestic

Product).

Sedangkan, dari aspek pendapatan dan kekayaan Indonesia termasuk salah

satu negara di dunia dalam kategori negara berpendapatan rendah meskipun

memiliki kekayaan melimpah dengan sumber daya alam seperti minyak, tambang,

hutan, hasil laut, dan sebagainya. Pengolahan yang tidak maksimal dan baik

disebabkan kurangnya dari aspek modal manusia (human capital) dan modal

buatan manusia seperti sarana dan prasarana infrastruktur, pelabuhan, listrik, air,

transportasi, dan sebagainya (Yuliadi, 2005: 5).

Perekonomian Indonesia juga dicirikan oleh tingginya tingkat

pengangguran baik pengangguran terbuka (open unemployment), setengah

menganggur, pengangguran tertutup (hidden unemployment), dan juga

pengangguran tidak kentara (disguised unemployment) yaitu orang yang bekerja

namun hasilnya kurang optimal atau bahkan taka ada kontribusi dalam proses

produksi. Seperti yang diungkapkapkan Badan Pusat Statistik Indonesia di dalam

the Indonesia Institute (2005: 6-7), bahwa tingkat pengangguran Indonesia belum

memperlihatkan tanda-tanda perbaikan yang berarti, ini dapat dilihat dari angka

pengangguran yang masih pada level 9,1 persen di 2002, 9,5 persen di 2003,

hingga mencapai angka 10,3 persen pada tahun 2005.

Page 118: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

118

Sedangkan, perkembangan di sektor ekonomi di tahun 2005 adalah

parameter-parameter khususnya makro ekonomi Indonesia beberapa tahun

belakangan yang menunjukkan trend membaik. Pertumbuhan ekonomi sejak

tahun 2001 terus meningkat dari 3,83 persen di 2001 ke 4, 38 persen di 2002

kemudian ke 4,88 persen di 2003 seperti ditunjukkan oleh pertumbuhan Produk

Domestik Bruto (PDB adalah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi

ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu). Pertumbuhan PDB pada

tahun 2002 mencapai 4,38 persen, 2003 4,88 persen, hingga 2005 menjadi 5,5

persen (The Indonesia Institute, 2005: 4-5).

Perekonomian Indonesia juga ditandai oleh tingginya tingkat inflasi

(inflasi adalah indikator yang dapat memberikan informasi tentang dinamika

perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat). Meskipun

inflasi dapat ditekan pada tingkat yang terkendali, menurun dari rata-rata 13,6

persen dari tahun sebelumnya ke 5,06 persen antara 2002 dan 2003, dan berada

pada 6,4 persen di 2004. Namun kecenderung meningkat pada tahun berikutnya

hingga pada tingkat rata-rata 17,11 persen pada tahun 2005. Tekanan inflasi tahun

2005 berlanjut di tahun 2006 sebagai akibat kenaikkan harga bahan bakar minyak

(BBM) di kuartal keempat 2005. Tingginya angka inflasi mengakibatkan suku

bunga kredit perbankan sulit untuk turun, artinya pengucuran kredit perbankan

akan semakin berjalan tersendat-sendat, dan pada sektor usaha akan semakin

terbeban oleh peningkatan suku bunga. Selain laju inflasi, patokan pemerintah

tentang nilai tukar rupiah sebesar Rp 9.300 per dolar AS sering meleset. Di tahun

2002 nilai tukar rupiah berada pada level rata-rata Rp. 9.318/dolar As dan

Page 119: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

119

menguat ke level Rp. 8.572/dolar AS di tahun 2003 (The Indonesian Institute,

2005: 5-6).

Sedangkan, kenaikan harga BBM di dalam negeri sebagai akibat kenaikan

harga minyak di pasar internasional dimana harga minyak mentah OPEC tahunan

menunjukan peningkatan dari tahun 2002 berada pada harga 24.36 dolar AS

menjadi 61.56 dolar AS di tahun 2006, berdampak sangat luas dan besar.

Kenaikan harga BBM akan memaksa naiknya tarif dasar listrik (TDL) dan biaya

transportasi hingga berimbas kepada kenaikan harga hampir semua barang.

Meskipun demikian, pemerintah akhirnya menaikan harga BBM sebesar rata-rata

dari 100 persen pada triwulan terakhir tahun 2005, sehingga lonjakan harga BBM

diikuti kenaikan harga produksi yang menyebabkan melonjaknya angka inflasi

seperti yang telah dipaparkan diatas (The Indonesian Institute, 2006: 15-19).

 Namun demikian, pertumbuhan sektor industri manufaktur di Indonesia

2001-2006 menunjukkan tren yang secara umum meningkat antara 2,8% hingga

4,63%. Pertumbuhan sektor industri di Indonesia 2005-2006 hanya meningkat

sebesar 4.6%. Meskipun pertumbuhan menunjukkan tren yang baik, sayangnya

belum mencapai target, dimana pemerintah menargetkan industri tumbuh sebesar

8,56% tahun selama 2004-2009.

Angka yang dicapai pada sektor industri manufaktur, tidak demikian terhadap

perusahaan tekstil. Setidaknya 467 perusahaan tekstil, pemintalan, pencelupan,

dan garmen di Jawa-Bali menutup usaha (http://paue.ugm.ac.id/seminar/update

2007/1/mudrajad.ppt). Kuncoro, yang di sampaikan dalam suatu seminar

kebijakan Industri dan Investasi 2007 di Yogyakarta, menganalisis beberapa

Page 120: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

120

permasalahan yang mengakibatkan banyak industri tekstil tidak mampu bertahan,

di antaranya:

Kenaikan harga BBM dan UMK (upah menimum karyawan)

Banjir impor tekstil dari China dll

Tak ada peremajaan mesin

Selundupan

Keempat masalah tersebut menidetifikasikan ketidakmampuan perusahaan

tekstil untuk bertahan (survive) pada masa-masa sulit, yang diikuti ketidaksiapan

pemerintah Indonesia memberantas selundupan yang merugikan produsen tekstil.

Pertumbuhan industri manufaktur dan kolapsnya bebrapa industri tekstil

menunjukkan dinamika perekonomian Indonesia hingga akhir-akhir tahun 2006.

Tabel 3.3

Indikator Ekonomi Indonesia

Page 121: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

121

3.3 Gambaran Umum Perdagangan Indonesia

3.3.1 Kondisi Ekspor

Ekspor Indonesia mengalami pertumbuhan rata 7,82% per tahun.

Peningkatan ekspor ini didukung oleh fasilitas perbankan yang semakin terbuka

dan relatif stabil. Berdasarkan jenis komoditas ekspor, struktur ekspor Indonesia

lebih banyak mengandalkan komoditas primer, hal ini dapat dilihat dari kategori

ekspor berdasarkan komoditas. Dan penopang utama ekspor Indonesia masih

mengandalkan bahan bakar minyak.

Sedangkan, ekspor Indonesia kebanyakan ditujukan ke negara-negara

mitra dagang utama seperti; Asia Tenggara (34,1) terutama Singapura, Thailand,

Sumber: www.bps.go.id, diakses Mei 2008

Page 122: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

122

dan Malaysia; Jepang (14,7%); Uni Eropa (13,5) dan AS (13,9%). Kontribusi

ekspor Indonesia ke negara tujuan utama ini rata-rata tersebut mencapai 84,3%

dari total ekspor Indonesia.

Tabel 3.4

Perkembangan Ekspor Indonesia Tahun 2002-2006 (Nilai: Juta US$)

Tahun

Ekspor

Total Migas Non Migas

SektorPertania

n Industri Tambang Lainnya

2002 57.154,8 12.112,7 45.046,1 2.573,7 38.724,2 3.743,7 4,42003 61.058,1 13.651,4 47.406,9 2.526,1 40.880,0 3.995,7 4,72004 124.962,7 15.645,3 55.939,2 2.513,3 48.660,2 4.761,0 4,22005 77.536,3 17.406,4 60.129,9 2.617,6 50.406,3 7.098,0 8,02006* 100,798.6 21,209.5 79,589.1

Sumber: Amalia, 2007: 196-198.

*www.bps.go.id, diakses pada 10 Mei 2008.

Sektor industri mampu menjadi penyumbang terbesar dalam

pembentukkan angka ekspor Indonesia, ini terlihat pada jenis komoditas industri

yang sebesar US$ 50.406,3 pada tahun 2005 yang meningkat dari capaian tahun-

tahun sebelumnya. Jenis komoditas ekspor laiinya, yang mengalami peningkatan

adalah minyak dan gas, di awal triwulan II 2004 saja, peningkatannya sebesar

1.361 juta $ US meningkat dibandingkat dengan waktu yang sama tahun 2003

sebesar 1.298 juta $ US. Sumbangan pada komoditas lain juga mengalami

peningkatan relatif stabil meskipun kecenderungan komoditas pertanian tidak

mengalami peningkatan yang signifikan jika dilihat dari periode 2002-2006 .

Secara umum ekspor Indonesia mengalami peningkatan sebesar 16,83 % pada

periode Januari 2006 dibandinkan periode yang sama tahun 2005, atau meningkat

dari US$ 4,91 milyar menjadi US$ 5,73 milyar.

Page 123: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

123

3.3.2 Kondisi Impor

Kegiatan impor Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya

pertumbuhan ekonomi domestik dan volume ekspor. Fenomena ini merupakan

karakteristik dari suatu negara berkembang yang cukup tinggi ketergantungannya

terhadap fluktuasi ekonomi eksternal. Kinerja impor Indonesia khususnya

nonmigas, secara umum terus mengalami penigkatan pada awal triwulan I tahun

2006 meningkat sebesar 3,89% atau meningkat dari US$ 3,06 milyar menjadi

US$ 3,18 milayar. Di bawah ini ditampilkan perkembangan data impor Indonesia:

Tabel 3.3

Perkembangan Impor Indonesia Tahun 2002-2006 (Nilai: Juta US$)

Tahun TotalImpor

Barang Konsumsi

B. Baku Industri Barang Modal

2002 31.288,9 2.650,4 24.227,5 4.410,92003 23.550,7 2.862,8 25.496,3 4.191,62004 46.525,7 3.786,5 36.204,2 6.529,72005 52.811,3 4.188,0 41.139,4 7.483,9

2006* 61.065,5 4,738.2 47,171.4 9,155.9Sumber: Amalia, 2007: 198-199.

*www.bps.go.id, diakses pada 10 Mei 2008.

Data mengenai impor Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ke

tahun sampai dengan tahun 2006 total menigkat sebesar 61.o65,5 juta, meskipun

pada 2003 sempat terjadi penurun. Jika ditinjau dari komoditas yang diimpor nilai

Page 124: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

124

impor bahan baku dan penolong juga menunjukkan peningkatan yang stabil,

penikatan ini juga diikuti dua komoditas lainnya, yaitu barang konsumsi dan

barang modal.

Tingginya nilai impor Indoesia dari tahun ketahun terkait dengan karakter

perekonomian Indonesia yang sedang mendorong pertumbuhan ekonominya

dimana banyak komponen bahan mentah dan penolong yang masih harus diimpor.

Kelangkaan bahan mentah dan penolong akan mengganggu proses produksi

beberapa jenis komoditas di dalam negeri sehingga seiring dengan semakin

tingginya laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan diikuti dengan tingginya

nilai impor dari waktu kewaktu. Dan untuk beberapa jenis komoditas ekspor juga

ada sebagian dari komponennya yang msih harus diimpor sehingga aktivitas

impor sangat berpengaruh terhadap laju ekspor nasional. (Yuliadi, 2007: 91).

3.3.3 Peluang dan Tantangan Perdagangan Indonesia

Peluang ekspor Indonesia ke manca negara sejak dahulu telah ada dan

bahkan sejak terbentuknya GATT dan WTO mestinya peluang semakin luas

mengingat pelbagai bentuk hambatan di negara-negara anggota WTO telah

diminimalkan. Selain itu, Indonesia memiliki peluang ekspor yang lebih baik

mengingat kekayaan sumber daya alam dan berlimpahnya tenaga kerja yang

dimiliki. Lebih jauh lagi penigkatan ekspor ini telah dilakukan pula dengan

fasilitas perbankan yang semakin terbuka dan relatif stabil.

Peningaktan kinerja ekspor Indonesia selama 2005-2006 terkahir terutama

disebabkan oleh meningkatnya harga komoditas primer; pertanian dan

pertambangan seperti CPO, karet, minyak, perak dan logam.

Page 125: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

125

Sebagian besar ekspor negara-negara di dunia yang ditujukan ke pasar

utama yaitu AS dan Jepang yakni sekitar 14%-15%. Sementara 20% ekspor China

ditujukan ke AS dan Jepang (Nurhemi, di dalam Arifin, dkk., (eds), 2007: 264).

Sedangkan komoditas ekspo Indonesia di AS dan Jepang, banyak yang sama

dengan negara-negara pesaing dari ASEAN (Association South East Asia) dan hal

ini mengindikasikan makin besar potensi negara-negara tersebut menjadi

kompetitor bagi Indonesia. Nilai ekspor Indonesia ke AS tahun 2003-2005 untuk

komoditas kompetitor semakin turun. Kondisi ini menunjukkan bahwa pangsa

pasar ekspor barang Indonesia di pasar utama semakin terancam oleh barang-

barang China. China memasarkan produk ekspornya rata-tata dalam periode yang

sama dengan Indonesia mencapai 20% ke AS dan 17% ke Jepang. Dan Indonesia

memasarkan masing-masing 14%produk ke AS dan 15% ke Jepang.

Di pasar global produk unggulan ekspor Indonesia untuk yang berbasis

sumber daya alam harus bersaing dengan Thailand, Vietnam dan Malaysia.

Sementara itu untuk industri yang berbasis teknologi rendah dan lebih

mengandalkan tenaga kerja harus bersaing dengan China, Thailand dan Vitnam

(Nurhemi, di dalam Arifin, dkk., (eds), 2007: 264).

3.4 Kebijakan Perdagangan Indonesia

Halwani (2005: 340) menjelaskan, bawa kebijakan perdagangan Indonesia

diarahkan pada penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan, yaitu

dengan meningkatkan efisiensi, khususnya dalam hal ini perdagangan luar negeri

dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan

harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, mengembangkan ekspor,

Page 126: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

126

memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan

memeratakan pendapatan rakyat serta memantapkan stabilitas ekonomi. Untuk itu

dalam menetapkan kebijakan perdagangan perlu dikaitkan dengan pola

pembangunan secara komperehensif, seperti kebijakan perdagangan yang terkait

dengan pola industrialisasi yang dipilih serta kebijakan yang mendorong investasi,

sehingga dapat secara optimal mendorong pertumbuhan ekonomi (Nurhemi, di

dalam Arifin, dkk., (eds), 2007: 252), terutama tercapainya tujuan-tujuan yang

dikemukakan Halwani tersebut.

Kebijakan perdagangan Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke

waktu dan lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dan kebijakan

penguasa pada masanya. Indonesia terus melakukan reformasi di bidang

perdagangan sejak tahun 1960-an. Nurhemi (2007 menyebutkan kebijakan yang

ditempuh lebih bersifat reaktif dan parsial, belum menyentuh pada persoalan

struktural seperti meningkatkan daya saing, pengembangan infrastruktur dan

pengembangan persaingan yang sehat serta belum memiliki arah jangka panjang

(Nurhemi, di dalam Arifin, dkk., (eds), 2007: 252-254).

Kebijakan perdagangan yang diterapkan pada pada tahun 1970-an hanya

berfokus pada substitusi impor yang bersifat inward looking, dengan

mengandalkan ekspor minyak dan gas dalam perdagangan luar negeri Indonesia.

Pemerintah kemudian melakukan Kebijakan reformasi di bidang perdagangan dan

investasi yang dimulai dengan stabilisasi ekonomi makro yakni pengetatan fiskal

dan devaluasi (devaluasi diartikan sebagai pengurangan jumlah kesatuan mata

uang asing yang dapat dicapai dengan sebuah kesatuan mata uang negara sendiri

Page 127: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

127

(Winardi, 1998: 166). Devaluasi Rupiah sebesar 27,5 % (1983) dilakukakan untuk

menggenjot ekspor dan memperbaiki posisi neraca pembayaran. Kebijakan

pengetatan fiskal dilakukan dengan mengurangi subsidi minyak, sektor pertanian

dan BUMN. Pada tahun 1986 pemerintah kembali melakukan devaluasi Rupiah

serta reformasi perdagangan lainnya. Langkah devaluasi Rupiah ditujukan untuk

mendorong ekspor non migas. Selanjutnya, pemerintah mengalihkan orientasi

kebijakan dari “dual track” yakni mengembangkan kebijakan yang berorientasi

ekspor dan dalam waktu yang sama juga melakukan kebijakan substitusi impor,

menjadi single track yaitu kebijakan yang berorientasi ekspor. Langkah

selanjutnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memberi kesempatan bagi

perusahaan yang berorientasi ekspor untuk membeli barang input baik melalui

impor atau domestik dengan harga internasional untuk mendorong promosi ekspor

terutama di sektor mamnufaktur (Nurhemi, di dalam Arifin, dkk., (eds), 2007:

254-256).

Sedangkan pada saat perdagangan lebih terbuka di era globalisasi,

kebijakan yang diambil pemerintah dalam menghadapi globalisasipun menurut

Nurhemi (2007), lebih kepada penilaian obyektif apa yang akan diperoleh oleh

negara-negara Asia Timur lain bukan karena pertimbangan ideologis. Ia

melanjutkan, keadaan ini membuat Indonesia dalam situasi yang gamang

menghadapi globalisasi perdagangan, tidak saja karena banyak kritik yang harus

tetap mempertahankan rasa nasionalisme tapi juga rasa takut tertinggal dari

negara-negara tetangga lainnya. McGuire (2004) juga berpendapat bahwa

kebijakan perdagangan Indonesia sifatnya sangat reaksioner dan bukan kebijakan

Page 128: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

128

yang berkelanjutan. Ia menelusuri argumnenya melalui gejolak perdagangan

Indonesia yang menempatkan nilai penting perdagangan sebagai sumber utama

pertumbuhan yang terlihat pada peningkatan perdagangan dalam persentase PDB.

Meskipun menggunakan perdagangan sebagai sumber pertumbuhan yang penting,

Indonesia telah menangkap isyarat dari perkembangan di luar negeri untuk

melakukan reformasi seperti ketika anjloknya penjualan minyak bumi di awal

1980-an telah mengarah kepada strategi substitusi impor karena Indonesia

bergantung pada penghasilan dari minyak bumi untuk membiayai pembangunan

perekonomiannya. Hingga krisis keuangan Asia pada 1997 telah menyebabkan

liberalisasi perdagangan secara signifikan melalui program IMF yang berupaya

untuk menghapuskan struktur-struktur pasar yang kaku di Indonesia (McGuiere,

2004: 5), dan langkah ini merupakan salah satu kebijakan yang di anggap terlalu

tergesa-gesa dengan dilakukannya liberalisasi terhadap sektor-sektor yang sensitif

yang seharusnya mendapat perlindungan.

Juga terlihat pada upaya pemerintah menyikapi perkembangan ekonomi

internasional dengan melakukan srategi globalisasi melalui deregulasi kebijakan

untuk mengundang investasi ke Indonesia yaitu dikeluarkannya paket Juni 1991

mengenai reformasi di bidang perdagangan dan investasi dan dilanjutkan dengan

paket-paket yang terus di keluarkan hingga Juni 1996. Reformasi ini mengurangi

kebijakan non tariff baries dan menggantinya dengan tarif dan pajak ekspor,

pengurangan tarif untuk komoditas tertentu (Nurhemi, di dalam Arifin, dkk.,

(eds), 2007: 254-257).

3.4.1 Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Page 129: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

129

Indonesia lebih dulu mengalami perubahan perdagangan yang terjadi pada

tahun 1985 ketika harga minyak jatuh dan perhatian terhadap ekonomi yang tinggi

mengakibatkan pemerintahan Soeharto menurunkan tarif hingga 60 persen dan

mengurangi beberapa tarif yang terukur dari 25 sampai 11. Perubahan ini juga

mengkonversi beberapa izin impor, yang mana mencakup 43 persen dari tarif

yang termasuk padanan tarif (Pusat Strategi dan Studi Internasional, 2000). Pada

resesi tahun 1985 dan kolapsnya harga minyak pada tahun 1986 membuat

perubahan perdagangan secara agresif, yang mengurangi harga tarif dasar dari 27

persen pada tahun 1986 sampai 20 persen pada tahun 199. Perubahan lain

menghapuskan monopoli impor untuk plastik, baja dan kapas, dan

memperkenalkan sistem kuota yang lebih transparan untuk tekstil. Pada tahun

1990, pemerintah juga mengurangi barang non-tarif untuk impor elektronik dan

memindahkan impor baja, sheets dan timah. Perubahan ini secara underpinned

membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih cepat pada tahun 1980 dan 1990.

Bagaimanapun, pada awal 1990, liberalisasi perdagangan sangat lambat

dan tarif dasar tidak dihargai. Tarif propylene dan ethylene meningkat dan mobil

nasional, Timor, dengan membuat pengecualian pengenaan pajak domestik

mewah sebesar 35 persen dan dilindungi oleh non-tarif yang lebar dan tarif

barang. Perkembangan ini menimbulkan keraguan tekad pemerintahan Soeharto

untuk melanjutkan perubahan perdagangan.

Pada pertengahan tahun 1990, mengenai saldo perdagangan eksternal

Indonesia yang buruk pemerintah menghimbau liberalisasi diperbaharui dan tarif

dasar rata-rata. Di tahun 1995, pemerintah pertama kali melakukan jadwal

Page 130: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

130

pengurangan tarif, hal ini untuk mengantisipasi tarif dasar maksimum 10 persen di

tahun 2003, tidak termasuk produk yang berhubungan dengan permobilan, dan

tarif pada materi yang terjerumus antara 0 dan 5 persen. Paket ini pada

hakekatnya mengurangi barang non-tarif; di tahun 1995, tarif mencakup 65 persen

setiap barang.

Pada bulan Juli 1997, sejalan dengan pengumuman secara sepihak dan

adanya pertemuan Organisasi Perdagangan Dunia, WTO, dan komitmen APEC,

pemerintah mengurangi lagi tarif pada 1600 barang, menurunkan tarif dasar

sebesar 11,7 persen. Di atas 50 persen dari kode tarif Indonesia berada dalam

cakupan 0 sampai 5 persen, dan 60 persen berada di kisaran 10 persen atau lebih.

Pemerintah juga memindahkan rangkaian barang non-tarif, mencakup barang

yang digunakan atau impor.

Merespon dari krisis keuangan, kebijakan perdagangan diarahkan untuk

mempercepat iklim usaha melalui, terutama menghapuskan barang non-tarif atas

produk pertanian dan kebijakan untuk melindungi mobil nasional. Namun, Rupiah

secara dramatis mengalami penyusutan sebesar 80 persen pada pertengahan tahun

1998 yang membuat produk Indonesia sangat kompetitif pada harga dunia,

banyak hambatan perdagangan menjadi berlebihan. Ketika Rupiah tidak mungkin

menguat kembali dengan cepat, krisis memberikan kesempatan untuk

memindahkan perdagangannya. Indonesia saat ini sedang bergerak ke arah

liberalisasi perdagangan dengan menghapus pelbagai hambatan perdagangan

namun berhati-hati untuk meliberalisasi sektor-sektor sensitif.

Tabel 3.4

Perkembangan Kebijakan Perdagangan Indonesia

Page 131: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

131

Periode Kebijakan1948-1966 Ekonomi nasionalis; nasionalisasi perusahaan Belanda1967-1973 Sedikit liberalisasi perdagangan1974-1981 Substitusi impor, booming komoditas primer dan

minyak1986-Sekarang Liberalisasi perdagangan perdagangan dan orientasi

eksporSumber: Nurhemi, di dalam Arifin, dkk., (eds), 2007: 256.

3.4.2 Regulasi Pemerintah Berkenaan Liberalisasi Perdagangan

Arah dan komitmen kebijakan perdagangan Indonesia tetap fokus pada

upaya untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Untuk komitmen di WTO,

Indonesia tetap pada pendirian sebagaimana dituangkan dalam UU No. 7 Tahun

1994 untuk memajukan kebijakan multilateralisme di bidang perdagangan.

Perundingan-perundingan yang sampai saat ini masih berlangsung tetap

mendasarkan diri pada prinsip multilateralism.

Kebijakan Indonesia dalam upaya meliberalisasi perdagangannya

diantaranya dapat ditemui pada Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 381/Kmk.01/2003 Tanggal 3 September 2003 tentang pemberian

pembebasan bea masuk atas impor bahan baku/komponen untuk pembuatan

peralatan dan jaringan telekomunikasi oleh industri manufaktur telekomunikasi.

Keputusan tersebut memberikan pembebasan bea masuk sehingga tarif akhir bea

masuknya menjadi 0% (nol persen).

Secara umum kebijakan Indonesia untuk meliberalisasi perdagangannya di

keluarkan melalui beberapa paket kebijakan pemerintah, diantaranya paket

kebijakan mengenai disahkannya pembentukan timkoordinasi peningkatan

kelancaran arus barang ekspor dan impor. Pada 2005 paket kebijakan yang

Page 132: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

132

memuat diantaranya disahkannya tim nasional peningkatan ekspor dan

peningkatan investasi melalui Keputusan Presiden Keppres 87 (Rinaldy,

2006:194-195).

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Proses Liberalisasi Perdagangan WTO (World Trade Organization)

Pada saat berakhirnya perang dunia kedua, bangsa-bangsa tidak hanya

berencana untuk mewujudkan perdamaian melainkan juga untuk menciptakan

stabilitas ekonomi. Hubungan antara perang dengan kehancuran perdagangan

internasional pada tahun 1930 telah diakui (Telah diakui bahwa kehancuran

perdagangan global pada tahun 1930 adalah disebabkan oleh perang), juga

berakibat pada pincangnya kebijakan-kebijakan ekonomi dalam negeri. Para ahli

ekonomi berpendapat bahwa perdagangan bebas akan menjamin penggunaan

sumber daya yang paling efisien dalam suatu negara dan dunia. Sistem liberalisasi

Page 133: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

133

(kebebasan) dalam perdagangan global berdasar pada non diskriminasi dan

penghapusan halangan dalam perdagangan global dipandang sebagai esensi dalam

perekonomian dunia yang baik. Pada tahun 1994, bagaimanapun perekonomian

multirateral dan hukum perdagangan hampir tidak hidup atau berjalan dan

mengutamakan perencanaan untuk mengeluarkan negara-negara besar seperti

Amerika Serikat dari perdagangan di kerajaan kolonial Inggris dan Perancis.

Kesepakatan di bidang perdagangan sebagian besar berbentuk perjanjian bilateral

FCN, yang dinegosiasikan untuk melindungi investasi asing dan perdagangan dan

untuk memberikan penjaminan. Hal ini menjelaskan bahwa kesepakatan

internasional adalah penting untuk membangun atau membentuk hukum sebagai

alat untuk dapat mengimplementasikan teori perdagangan bebas.

Dalam negosiasi WTO, negara-negara anggota sepakat untuk melakukan

liberalisasi perdagangan jasa di bawah kerangka General Agreement on Trade in

Services (GATS), yang di yakini mendukung mendorong kenaikan efisiensi dan

kesejahteraan nasional, karena prinsip utama dalam GATS adalah prinsip non-

diskriminasi MFN (mutlak) bahwa setiap komoditi jasa atau penyedia jasa dari

suatu negara anggota tidak diperlakukan berbeda dengan komoditi jasa dan

penyedia jasa asing lainnya. Liberalisasi perdagangan jasa regional dilakukan oleh

kerjasama Canada United State Free Trade Agreement (CUSFTA), Australia -

New Zealand Closer Economic Relation (CER), European Economic Community

(EEC), North-American Free Trade Agreement (NAFTA), United States - Israel

Free Trade Area, dan MERCOSUR pasar bersama yang melibatkan Argentina,

Brazil, Uruguay, dan Paraguay. Liberalisasi tersebut pada umumnya melibatkan

Page 134: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

134

negara maju atau memiliki budaya, sosial politik, dan kesetaraan perkembangan

ekonominya (Arifin, dkk., 2007: 63-66).

Persidangan yang dilakukan para menteri anggota WTO memberi indikasi

bahwa setiap isu yang dibahas adalah mengupayakan kesepakatan untuk

memenuhi kepentingan masing-masing negara di bawah kelompok-kelompok atau

aliansi yang mewarnai proses perundingan di WTO sekaligus mengupayakan

tujuan utama yaitu meliberalisasi perdagangan mereka sesuai skema WTO. hal ini

tampak pada tabel 4.1 dimana hasil persidangan yang diselenggarakan merupakan

semua keputusan di bawah kerangka multilateral.

Tabel 4.1

Persidangan Para Menteri Anggota WTO

Tahun Tempat Sidang OutputDesember 1996 Singapura

Semua keputusan di bawah kerangka

Persetujuan perdagangan multilateral

Desember 1998 JenewaDesember 1999 SeattleNovember 2001 DohaSeptember 2003 Cancun, Meksiko

Sumber: Deperindag Multilateral (2003:13).

4.1.1 Kaitan Proses Liberalisasi Perdagangan General Agreement on Tariff

and Trade (GATT) dengan WTO

Berdasarkan pengelompokan subsitusi perundinga tersebut disepakati

upaya pengembangan institusi GATT yang membawa perubahan besar bagi

organisasi perdagangan dunia yaitu dengan membentuk WTO. Dari Tabel 3.1 juga

dapat diketahui bahwa kedudukan WTO juga memayungi perjanjian-perjajian

Page 135: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

135

baru yang dicapai yakni bidang jasa, hak kekayaan intelektual, dan investasi.

Upaya untuk meliberalisasi perdagangan tercermin pada pembahsan yang dibahas

yang semula hanya menyangkut tarif dan meluas mengikutii perkembangan isu

yang dibahas. Artinya liberalisasi yang ingin dicapai masih terus berlangsung.

Sehingga peranan GATT menjadi penting dalam pembentukan WTO dalam

mendorong liberalisasi perdagangan dunia yang dilakukan dengan cara

meminimalkan hambatan-hambatan perdagangan (trade barries).

4.1.2 Upaya Liberalsiasi Perdagangan WTO melalui Perundingan dan

Persetujuan

Berdasarkan tabel 3.1 dan 3.2 di atas dapat diilustrasikan bahwa

perundingan dan persetujuan yang disepakti dalam GATT saling berhubungan,

dan dikembangkan dalam perjanjian WTO. Dimana tambahan terhadap

perjanjian-perjanjian di atas yakni antara lain adalah dari Putaran Kementrian

Uruguay, keputusan dan pernyataan-pernyataan yang diambil dari komite

perundingan perdagangan, jasa, perjanjian informasi tekhnologi, lingkungan

hidup, jadwal negara tentang tanggung jawab terhadap barang-barang, Pelayanan

dan Pencegahan terhadap negara-negara berkembang.

Perjanjian WTO mewajibkan semua anggota menerima seluruh

persetujuan dan perbuatan dari Putaran Uruguay dengan beberapa pengecualian.

Perbuatan tunggal yang telah diambil memberikan kejelasan dan kesederhanaan

pada jaringan awal hubungan hukum dibawah GATT 1947. Sehingga diketahui

Page 136: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

136

upaya liberalisasi perdagangan melalui putaran-putaran perundingan diwujudkan

pada bentuk perjanjian-perjanjian berkemaan aturan-aturan yang mengarah

kepada upaya meminimalkan hambatan perdagangan.

4.2 Pengaruh Kebijakan Liberalisasi Perdagangan Global World Trade

Organization (WTO) Terhadap Kebijakan Liberalisasi Perdagangan

Global Indonesia

4.2.1 Kebijakan Liberalisasi Perdagangan Gobal WTO

Kebijakan liberalisasi perdagangan global dalam kerangka WTO,

merupakan kebijakan perdagangan global yang ditetapkan dari hasil perundingan-

perundingan dan perjanjian-perjanjian anggota WTO dalam mekanisme

liberalisasi perdagangan barang, jasa, dan hak kekayaan Intelektual (TRIPs) yang

mengglobal.

4.2.1.1 Prisip-Prinsip Dasar Sistem Kebijakan Liberalisasi Perdagangan

Global WTO

Dalam sistem perdagangan WTO terdapat banyak kebijakan melalui

perjanjian yang harus diikuti dan dipatuhi oleh setiap negara anggota, mengingat

perjanjian perdagangan WTO bersifat mengikat secara hukum (Legally Binding),

dan keputusan yang dihasilkan WTO bersifat tidak dapat ditarik kembali

(Irreversible). Dalam Perjanjian dan keputusan WTO ditetapkan sebagai

kebijakan liberalisasi perdagangan global yang meyangkut kebijakan dalam

bidang perdagangan barang (GATT), Jasa (GATS) dan hak kekayaan Intelektul

(TRIPs) serta kesepakatan mengenai aturan dan prosedur penyelesaian sengketa

Page 137: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

137

dan mekanisme peninjauan kebijakan perdagangan (Arifin. dkk., 2007: 82-90).

Persetujuan kebijakan liberalisasi perdagangan WTO yang menyangkut

perdagangan barang, jasa dan kepemilikan Intelektual memiliki struktur yang

sedikit banyak serupa meskipun perinciannya berbeda, seperti dalam tabel 4.3

dibawah ini:

Tabel 4.2

Struktur Dasar Persetujuan Kebijakan Liberalisasi Perdagangan Global

World Trade Organization (WTO)

Barang JasaKepemilikan Intelektual /TRIPs

Sengketa

Prisip dasar GATT GATS TRIPs Penyelesaian Sengketa

Tambahan secara Rinci

Persetujuan mengenai barang dan Annex

Annex Bidang Jasa

Komitmen Aksses Pasar

Skedul Komitmen Negara-negara Anggota WTO

Skedul Komitmen Negara-negara (kecuali terhadap MFN)

Sumber: Deperindag Multilateral (2003: 20).

Terdapat 5 prinsip, yang dikemukakan Kennedy (2005) yang disadur oleh

Setiawan dan Amier, di dalam Arifin, dkk., (2007: 82-90) mengenai perjanjian

Page 138: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

138

yang diatur WTO sebagai kebijakan liberlisasi perdagangan global yang

merupakan struktur dari GATT 1994 dan diambilalih oleh WTO yakni:

1. Most Favoured Nation (MFN)

2. Tariff Binding (Pengikatan Tarif)

3. The Nataion Treatment

4. Penghapusan Kuota

5. Transparansi

Prinsip Most Favoured Nation

Prinsip most favoured nation (MFN) ini termuat di dalam pasal I GATT.

Prinsip ini merupakan prinsip utama dalam GATT yang mengatur perdagangan

barang. MFN juga menjadi prioritas dalam Persetujuan Perdagangan Bidang Jasa

(General Agreement on Tariff in Services/GATS) dan Persetujuan Perdagangan

yang terkait dengan Hak atas Kekayaan Intelektual (Trade Related Aspects of

Intellectual Property Rights/TRIPs).

Prinsip ini menyatakan bahwa suatu kebijakan perdagangan harus

dilaksanakan atas dasar nondiskriminasi. Menurut prinsip ini, semua negara

anggota terikat untuk memberikan negara-negara lainnya perlakuan yang sama

dalam pelaksanaan dan kebijakan impor dan ekspor serta yang menyangkut biaya-

biaya lainnya. MFN atau prinsip nomdiskriminasi meletakkan kewajiban yang

juga diberlakukan terhadap bea masuk dan sejenisnya yang terkait dengan

kegiatan ekspor-impor. Prinsip ini berlaku pula terhadap aturan-aturan dalam

negeri suatu negara mengenai perpajakan dan bea masuk lainnya.

Page 139: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

139

Namun demikian ada beberapa pengecualian terhadap prinsip ini.

Beberapa pengecualian diperbolehkan, seperti negara-negara anggota dapat

membentuk persetujuan perdagangan bebas dimana tidak berlaku untuk barang-

barang dari luar kelompok ini. Sebuah negara dapat mengenakan hambatan

terhadap produk-produk negara tertentu yang dinilai tidak adil (fair) dalam

melakukan perdagangan.

Pada bidang jasa, sebuah negara diperbolehkan melakukan diskriminasi

dalam batas-batas tertentu. Pengecualian ini hanya diijinkan untuk kondisi tertentu

saja. Secara umum MFN diartikan bahwa setiap kali suatu negara mengurangi

hambatan perdagangan dan membuka pasarnya, maka negara tersebut harus

melakukan hak yang sama terhadap negara mitranya, baik negara itu kaya atau

miskin, lemah atau kuat.

Tariff Binding

Pengenaan tarif terhadap barang impor tidak secara khusus dilarang oleh

perjanjian GATT. Menurut prinsip ini masing-masing negara dapat melakukan

penurunan tarif dan masing-masing negara mengikat diri untuk memberikan

konsesi tarif berdasarkan hasil negosiasi tarif secara multilateral. Apabila

berdasarkan hasil negosiasi tersebut telah dilakukan konsesi tertentu atas tarif

impor maka tarif produk yang telah menjadi komitmen suatu negara anggota tidak

boleh melebihi level tarif yang telah menjadi komitmennya. Namun, bila negara

importir mengenakan tarif lebih besar dari level tarif yang menjadi komitmennya

maka partner dagang yang melakukan ekspor ke negara tersebut berhak

memperoleh kompensasi. Apabila kompensasi ini tidak diperoleh maka negara

Page 140: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

140

anggota yang dirugikan dapat melakukan pembalasan (retalisasi) dengan

menaikan tarif atas barang-barang tertentu yang menjadi kepentingan eksportir.

Tidak diperkenankan terjadinya diskriminasi pengenaan tarif di dalam

negeri (Artikel III) dan dalam prinsip ini juga melarang pengenaan tarif yang

berlebihan terkait dengan prosedur pabean (Artikel VII).

Prinsip National Treatment

Prinisp ini terdapat dalam pasal III GATT, pasal XVII GATS, dan pasal III

TRIPs. Menurut prinsip Perlakuan Nasional ini, produk dari suatu negara yang

diimpor ke dalam suatu negara harus diperlakukan sama seperti halnya produk

dalam negeri (produk lokal). Perlakuan Nasional yang meliputi bidang barang,

jasa, merek, paten, dan hak kekayaan intelektual tersebut diterapkan pada saat

suatu produk memasuki pasar domestik. Namun demikian, pengenaan bea masuk

terhadap barang impor bukan merupakan pelanggaran terhadap perlakuan

nasional, bahkan jika produk-produk lokal tidak dikenakan pajak yang setara.

Prinsip ini pada dasarnya juga untuk melengkapi prinsip MFN mengingat

untuk mencapai liberalisasi perdagangan tidak dapat dicapai hanya dengan

pengurangan tarif tetapi juga harus terdapat perlakuan yang sama kepada produk

impor di pasar domestik.

Penghapusan Kuota

Prinsip keempat WTO adalah mengurangi hambatan kuota atas impor dan

ekspor. Pertimbangan pengaturan prinsip ini dimaksudkan untuk mencegah

kurangnya transparansi dalam pengaturan bea masuk dan distorsi harga yang

disebabkan tidak berlakunya hukum penawaran dan permintaan (Kennedy (2005),

Page 141: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

141

yang dikutip Setiawan dan Amier, di dalam Arifin, dkk., 2007: 86). Yang

dimaksud hambatan kuota termasuk persyaratan ijin impor dan ekspor serta

kebijakan lain atas impor barang yang akan masuk ke dalam maupun ke luar

wilayah negara anggota.

Terdapat pengecualian atas prinsip tersebut yakni apabila penerapan kuota

tersebut dimaksudkan dalam rangka program stabilisasi pasar terkait produk

pertanian, permasalahan neraca pembayaran, dan alokasi kuota sebagai berikut:

a. Program satabilisasi pasar terkait produk pertanian

Pengecualian dalam rangka program stabilisasi pasar terkait dengan produk

pertanian dan produk perikanan meiliputi:

i. Larangan ekspor dan pembatasan yang berlaku sementara dengan tujuan

untuk melindungi kekurangan bahan pangan yang penting bagi negara

pengekspor;

ii. Larangan ekspor dan impor serta pembatasan yang diperlukan dalam

rangka memenuhi standar atau aturan klasifikasi, kualitas dan pemasaran

produk tersebut di pasar internasional dan;

iii. Dalam rangka penerapan kebijakan pemerintah yang dilakukan dengan

cara; membatasi pasar atau produk barang sejenis atau yang secara

langsung dapat menggantikan produk domestik, mengembalikan

sementara surplus dari produk serupa atau menjadi substitusi produk

domestik dengan harga di bawah pasar atau secara gratis, membatasi

produk yang berasal dari hewan dimana produk tersebut di dalam negeri

sangat terbatas.

Page 142: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

142

b. Neraca Pembayaran

Pembatasan kuota oleh setiap negara anggota WTO dapat dilakukan pula

apabila hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah atau mengatasi semakin

berkurangnya cadangan devisa atau dalam rangka meningkatkan cadangan devisa

jika cadangan yang tercatat diangggap terlalu rendah. Khusus untuk negara

berkembang terdapat pengaturan yang secara khusus memperbolehkan

pembatasan impor dengan tujuan untuk menjamin cadangan devisa pada level

yang dianggap cukup untuk melaksanakan program pembangunan.

Dalam melaksanakan kebijakan pembatasan impor untuk keperluan neraca

pembayaran, tindakan negara anggota sangat dibatasi sehingga hanya dapat

dipergunakan dengan tujuan untuk menjaga level umum impor dan tidak boleh

melebihi dari yang diperlukan untuk menyelamatkan neraca pembayaran. Dalam

hal ini kebijakan harga yang digunakan untuk mengatasi permasalahan neraca

pembayaran dipandang tidak cukup maka negara baru dapat menggunakan

pembatasan impor melalui pembatasan kuota.

Negara anggota WTO sebelum menerapkan kebijakan pembatasan impor

harus melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Komite Pembatsan Nerca

Pembayaran dan mengumumkan batas waktu kapan penghentian kebijakan akan

dilaksanakan. Untuk keperluan transparansi maka negara yang melakukan

konsultasi dalam rangka permsalahan neraca pembayaran harus memberikan

informasi tertulis mengenai (i) gambaran kondisi neraca pembayaran, (ii)

penjelasan lengkap pembatasan neraca pembayaran, (iii) kebijakan yang telah

Page 143: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

143

diterapkan sejak konsultasi terakhir untuk meliberalisasi impor dan; (iv) rencana

mengurangi dan menghapus pembatasan yang diterapkan.

c. Alokasi Kuota

Apabila kebijakan alokasi kuota berdasarkan syarat-syarat yang di tetapkan,

dapat dipertimbangkan untuk digunakan, maka penerapan kebijakan tersebut

harus dilakukan tanpa diskriminasi. Dalam menentukan alokasi kuota tersebut

maka artikel XIII: 2 mengatur agar besarnya kuota tidak diterapkan. Dengan

demikian, semakin besar peranan negara pengekspor dalam perdagangan dengan

negara pengimpor maka semakin besar pula alokasi kuota yang diberikan negara

pengimpor kepada negara pengekspor tersebut.

Prinsip Transparancy

Prinsip transparansi merupakan prinsip yang juga berperan cukup penting

sebagaimana halnya prinsip MFN atau National Treatment. Bahkan prinsip ini

menjadi prinsip penting dalam Perjanjian WTO dan pelbagai perjanjian

multilateral lainnya.

Negara-negara anggota diwajibkan untuk bersikap terbuka/transparan

terhadap pelbagai kebijakan perdagangannya, sehingga memudahkan para pelaku

usaha untuk melakukan kegiatan perdagangan. Untuk mendukung prinsip ini,

negara anggota diharapkan untuk menotifikasi segala kebijakan yang terkait

dengan perdagangan barang, jasa, dan kekayaan intelektual.

Page 144: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

144

4.2.1.2 Ruang Lingkup Kebijakan Liberalisasi Perdagangan Global WTO

dalam Aspek Perjanjian Bidang Perdagangan

Perjanjian yang berkenaan perdagangan barang adalah menyangkut

masalah perluasan akses pasar, bidang yang secara tradisional ditangani oleh

GATT. Beberapa perjanjian dalam aspek perdagangan barang sebagai berikut:

Tarif

Inti dari ketentuan tarif dalam GATT adalah bahwa negara anggota WTO

dalam keadaan normal tidak dapat menaikkan tarif atas produk tertentu

melampaui tingkat yang telah dijadwalkan. Apabila suatu negara ingin

meningkatkan tarif melampaui tingkat tarif yang telah di jadwalkan (bound tariff),

maka harus dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Salah

satu prosedur tersebut antara lain dengan pemberitahuan kepada The Council for

Trade in Goods, dan melakukan negosiasi dengan anggota lain yang

berkepentingan. Dalam praktek perdagangan internasional, terdapat tiga jenis tarif

yang umumnya digunakan yaitu ad valorem (atas dasar prosentase atas nilai/harga

barang), spesifik (atas dasar kuantitas barang impor), dan gabungan (ad valorem

dan spesifik). Apabila terdapat tarif spesifik biasanya dikonversikan ke dalam tarif

ad valorem.

Setelah Putaran Uruguay tidak ada persetujuan yang secara legal mengikat

negara-negara anggota untuk menurunkan tingkat tarif, tetapi karena disadari

bahwa komitmen mengenai tingkat tarif selain dianggap dapat meningkatkan

prediktabilitas perdagangan, di sisi lain sistem tarifikasi dapat mengurangi distorsi

perdagangan akibat pemberlakuan kebijakan hambatan non tarif. Setelah Putaran

Page 145: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

145

Uruguay terjadi peningkatan daftar binding tarif yang signifikan (tediri dari

22.500 halaman daftar tarif) sebgai bentuk komitmen negara-negara anggota

dalam kategori barang dan jasa, termasuk komitmen untuk menurunkan tarif atas

barang-barang impor. Dalam beberap kasus, tarif dapat diturunkan menjadi nol

persen(contohnya, tarif 0% dikenakan untuk produk teknologi dan informasi).

Tarif yang mengikat tersebut meningkat secara signifikan dan sekali tarif tersebut

diikat, maka tidak mudah untuk menaikkannya lagi.

Penurunan tarif dilakukan secara betahap, seperti dalam bidang pertanian

kewajiban tarifikasi berdasarkan atas komitmen untuk menurunkan tarif yang

penerapannya dapat dilakukan dalam kurun waktu 6 tahun untuk negara maju dan

10 tahun untuk negara berkembang. Bagi negara negara maju, ditentukana

program penurunan tarif sebesar 36% dan minimal 15% untuk tiap produk atau

mata tarif. Bagi negara berkembang ditentukan 24%, dan 10% minimal untuk

setiap mata tarif.

Sedangkan dalam implementasinya, sekitar 40% produk-produk industri

rata-rata mengalami penurunan tarif dari 6,3% sampai dengan 3,8%. Dan produk-

produk ekspor negara berkembang yang dikenai tarif di atas 15% di negara-negara

industri proporsinya telah turun dari 9% menjadi 5%.

Subsidi Ekspor

Perjanjian dalam bidang subsidi dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

unfair practice. Dengan adanya aturan yang jelas mengenai subsidi dapat

meningkatkan daya saing di antara negara produsen, sehingga dapat

meminimalisir persaingan yang berlebihan akibat adanya subsidi pemerintah.

Page 146: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

146

Memang aturan dalam subsidi ditujukan kepada unfair practice yang dilakukan

pemerintah.

Pengaturan di bidang subsidi dapat mengurangi timbulnya sengketa akibat

persaingan yang tidak sehat melalui “perang subsidi”. Subsidi yang sifatnya

meluas menimbulkan distorsi, apabila barang yang menikmati subsidi semakin

membanjiri pasar internasional maka produsen negara yang tidak memberi subsidi

akan tersingkir. Karena itu negara berkembang mempunyai kepentingan jangka

panjang untuk mencegah agar subsidi ekspor negara maju tidak merebut pasaran

negara berkembang.

Subsidi banyak digunakan pemerintah suatu negara sebagai instrumen

dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, baik dalam rangka pemngembangan

suatu industri maupun untuk meningkatkan daya saing ekspor. Dalam GATT

mengenai subsidi terdapat dalam Pasal XVI yang mengatur bentuk-bentuk

langsung yang mempunyai dampak terhadap pola persaingan yang dapat

menimbulkan keadaan yang tidak adil. Dan masalah subsidi ini dianggap

persoalan yang sensitif di bidang pertanian. Oleh karena itu, subsidi di bidang

pertanian dirundingkan dalam forum tersendiri, mengingat kompleknya masalah

yang terkait.

Penerapan subsidi ekspor menentukan keawajiban sebagai berikut:

Negara maju harus menurunkan 36% dari nilai anggaran subsidi yang

semula diberikan serta menurunkan subsidi sebesar 24% dari seluruh

kuantitas yang diekspor yang memperoleh subsidi ekspor dalam waktu 6

tahun.

Page 147: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

147

Kewajiban negara berkembang adalah untuk menurunkan kuantitas subsidi

sebesar 14%, dan kewajiban yang berlaku untuk negara maju yakni 21%.

Subsidi Ekspor Pertanian

Persetujuan bidang pertanian melarang negara anggota WTO untuk

menetapkan subsidi ekspor kecuali subsidi tersebut telah dicantumkan secara

spesifik dalam Daftar Komitmen (list of commitments). Jika telah dicantumkan

maka terdapat keharusan untuk mengurangi dana subsidi maupun jumlah ekspor

yang menerima subsidi.

Subsidi ekspor untuk komoditas pertanian primer, seperti subsidi kredit

ekspor, dibatasi sesuai dengan disiplin yang telah ditetapkan. Hampir semua jenis

subsidi ekspor untuk komoditas pertanian dilarang. Empat aspek yang terkait

pembatasan subsidi ekspor; pertama, subsidi ekspor untuk produk spesifik harus

dikurangi sesuai dengan komitmen. Kedua, setiap kelebihan pengeluaran

pemerintah untuk keperluan itu harus dibatasi sesuai dengan yang telah disepakati.

Ketiga, subsidi ekspor buat negara berkembang dianggap konsisten dengan SDT

(Special and Differential Treatment/perlakuan khusus). Dan, keempat, subsidi

ekspor selain dari yang masuk dalam komitmen pengurangan, akan tetapi apabila

dilaksanakan di luar itu, maka sebelum suatu negara melakukannya diwajibkan

untuk melaporkannya terlebih dahulu ke WTO (Sawit, 2007: 24).

Kuota

Pada prinspinya kuota merupakan kebijakan yang secara umum dilarang

penggunaannya. Kuota diatur dalam Pasal XI hingga XIV mengenai aturan

restriksi kuantitatif. Dan penggunaan kuota saat ini biasanya digunakan untuk

Page 148: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

148

menghambat ekspor tektil oleh negara maju, namun negara berkembang juga

memakai instumen kuota untuk mengamankan persediaan pangan atau industri-

industri sensitif.

Persetujuan di bidang tekstil mengenai kuota menentukan bahwa;

Akses pasar bagi negara berkembang yang produk ekspornya dibatasi kuota harus

ditingkatkan melalui peningkatan kuota.

Kuota yang dikenakan terhadap produk-produk tekstil dari negara-negara

berkembang yang ekspornya selama ini dibatasi akan secara bertahap dihapus

kuotanya.

Kuota biasanya digunakan dalam penerapan safeguards. Safeguards

merupakan hak darurat untuk membatasi impor, dapat melalui tarif maupun

pembatasan kuantitatif (kuota), apabila terjadi peningkatan impor yang

menimbulkan serious injury terhadap industri domestik. Apabila safeguard

diterapkan dalam bentuk kuota maka yang menerapkan administrasi kuota adalah

negara eksportir. Kuota yang diberlakukan tidak boleh lebih rendah dari tingkat

yang sudah berlaku. Dalam ketentuan safeguards penggunaan kuota harus dengan

cara yang bersifat nondiskriminatif, dan langka pembatasan impor diterapkan

karena adanya peningkatan impor yang tinggi dan mendadak serta menimbulkan

serious injury, selain itu negara yang terkena pembatasan kuantitaif (kuota) harus

diberlakukan kompensasi.

Perjanjian lain mengenai penggunaan kuota adalah tidak boleh mengurangi

jumlah impor di bawah rata-rata per tahun selam tiga tahun berturut-turut, kecuali

ada alasan yang secara jelas diberikan yaitu bahwa tingkat perbedaan tersebut

Page 149: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

149

diperlukan untuk melindungi atau mengatasi kerugian yang serius. Umumnya,

penjatahan kuota harus didasarkan kepada proporsi dari jumlah seluruhnya atau

kepada nilai barang yang diimpor pada suatu kurun waktu yang dianggap

refresentatif. Sedangkan, dalam kondisi normal, suatu anggota WTO dilarang

untuk melakukan pembatasan kuantitatif untuk impor dan ekspor karena

bertentangan dengan prinsip WTO untuk menghapus hambatan kuota

(Kartajdoemena, 1998: 155-166).

Pengaturan kuota pada perjanjian mengenai tekstil diatur di dalam

Persetujuan WTO di bidang Tekstil dan Pakaian Jadi (Agreement on Textiles and

Clothing/ATC) yang menggantikan MFA (Multifibre Arrangement), suatu

kerangka kerja perjanjian bilateral atau aksi unilateral yang membentuk sistem

kuota impor ke negara-negara yang industrinya sedang menghadapi kerugian

akibat peningkatan impor yang cepat.

Tabel 4.3

Jadwal Liberalisai Produk Tekstil dan Garmen dari Kuota Impor

(dengan jangkan waktu lebih dari 10 tahun)

TahapProsentase produk yang diintegrasikan dalam GATT (termasuk penghapusan kuotanya)

Tahap I: 1 Januari 1995(samapi 31 Desember 1997)

16% (minimum, dengan mengambil tahun 1990 sebagai tahun dasar)

Tahap II: 1 Januari 1998 (samapi 31 Desember 2001)

17%

Tahap III: 1 Januari 2002 (samapi 31 Desember 2004

18%

Tahap IV: 1 Januari 2005 integrasi penuh kedalam GATT (penghapusan kuota final) persetujuan bidang tekstil dan pakai jadi berakhir

49% (maksimum)

Sumber: Deprindag Multilateral, 2003: 25.

Page 150: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

150

4.2.2 Kendala Implementasi Perjanjian Kebijakan Liberalisasi Perdagangan

Global WTO

Hasil dari perundingan dan persetujuan WTO yang menyangkut barang

memiliki struktur dasar/prinsip utama liberalisasi. Di dalam kebijakan yang

disepakati oleh negara-negara anggota WTO terdapat pelbagai komitmen negara-

negara untuk membuka pasar dan menurunkan tarif dan hambatan perdagangan

lainnya secara individu. Selain itu dalam perundingan dan perjanjian WTO juga

terdapat ketentuan penyelesaian sengketa antarnegara dan perlakuan khusus dan

berbeda untuk negara-negara berkembang (Deperindag Multilateral, 2003: 20).

Kebijakan liberalisasi perdagangan global WTO mempunyai konsekuensi bagi

negara-negara anggota untuk membuat kebijakan-kebijakan liberalisasi

perdagangan globalnya yang terbuka, jelas dan berlaku untuk semua anggota

WTO yang melakukan kerjasama perdagangan barang dan jasa yang seimbang

dengan kebijakan-kebijakan perdagangan WTO yang telah disepakati oleh seluruh

anggota WTO.

Beberapa kebijakan liberalisasi perdagangan perjanjian WTO yang

mengalami permasalahan dalam implementasi kebijakan tersebut (Arifin, dkk.,

2007: 147-152), antara lain:

1. Sektor Pertanian

2. Sektor Industri (Non Agricultural Market Acces/NAMA)

3. TRIPs

4. TRIMs

5. Mekanisme “ Special Safeguard / SSG)

Page 151: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

151

Berkenaan implementasi yanng mengalami masalah, peneliti hanya

menjelaskan pada sektor yang menjadi fokus pada penelitian ini, dimana kelima

permasalahan yang diungkapkan di dalam Arifin, dkk., (2007) di atas cukup luas.

Pada bidang pertanian ditemui beberapa permasalahan dalam implementasinya,

selengkapnya sebagai berikut:

Liberalisasi di sektor pertanian bersandar kepada 3 (tiga) pilar yakni akses

pasar, subsidi ekspor dan bantuan subsidi. Implementasi liberalisasi di sektor

pertanian mengalami hambatan terutama berasal dari negara maju yang

disebabkan oleh perjanjian WTO di sektor pertanian masih memperkenankan

negara maju untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan subsidi domestik

melalui skema pengalihan dari Amber Box, yaitu subsidi harga yang secara

langsung mendistorsi perdagangan seperti kebijakan untuk mendongkrak atau

mendukung harga yang terkait langsung dengan jumlah produksi, menjadi Green

Box, yaitu subsidi ysng tidak menggunakan dukungan harga. Sementara negara

berkembang yang tidak didukung sumber keuangan yang memadai melakukan

perlindungan sektor pertaniannya melalui pengenaan tarif impor yang justru

berdasarkan perjanjian pertanian WTO harus dipangkas. Bagi petani di Indonesia

pemberian subsidi tersebut menyebabkan petani tidak mampu berkompetisi baik

di level internasional maupun nasional (domestik).

Untuk itu, negara maju perlu membuka akses pertanian dan mengurangi

subsidi, sehingga tidak merugikan daya saing produk pertanian negara

berkembang dan miskin. Batas akhir pemberian subsidi oleh negara maju perlu

Page 152: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

152

ditentukan serta perlu pembatasan jenis produk sensitif yang dapat diproteksi oleh

negara maju.

Selanjutnya untuk melindungi ketahanan pangan dan kesejahteraan para

petani kecil, negara berkembang masih memerlukan dukungan berupa pemberian

fleksibilitas dalam melakukan pemotongan tarif impor, kemudahan untuk

menentukan sendiri jenis produk khusus yang akan diproteksi serta kemudahan

menggunakan safeguard mechanism. Memberikan mekanisme safeguard

memungkinkan suatu negara anggota untuk melindungi sektor pertanian dari

serbuan produk pertanian impor. Agar negara berkembang memiliki peluang yang

lebih besar untuk memanfaatkan pengaturan mekanisme safeguard sebagai

alternatif untuk melindungi produk pertanian maka kiranya aturan tersebut perlu

ditinjau ulang dengan memberi kemungkinan pendaftaran untuk tarif.

4.2.3 Tinjauan Kebijakan liberalisasi Perdagangan global WTO

Tinjauan kebijakan perdagangan dalam WTO dilakukan oleh badan

Trade Policy Review Body (TPRB) dan difokuskan pada kebijakan dan praktik

perdagangan negara-negara anggota. Intensitas tinjauan kebijakan perdagangan

oleh TPRB didasarkan pada peran dan pengaruh suatu negara dalam share

perdagangan global (Arifin, dkk., 2007: 116-117).

Untuk peninjauan kebijakan perdagangan negara kelompok terbesar yaitu

Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, dan Kanada dilakukan setiap 2 tahun sekali.

Sedangkan 16 negara berikutnya ditinjau kebijakan perdagangannya dilakukan

setiap 4 tahun sekali. Penilaian tinjauan kebijakan perdagangan global tersebut

secara penuh dan rinci mengenai kebijakan dan praktek perdagangan yang

Page 153: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

153

dilakukan, dan perubahan-perubahan kebijakan perdagangan dari negara anggota

WTO yang di review.

4.2.4 Penerapan Prinsip-prinsip Liberalisasi Perdagangan Global WTO

dalam Kebijakan Perdagangan Indonesia

Setelah tidak lagi mengandalkan ekspor minyak yang kemudian beralih

kepada upaya penggenjotan ekspor pada sektor non minyak, pemerintah Indonesia

mulai melakukan pembenahan-pembenahan dengan membuat kebijakan yang

menunjang peningkatan ekspor non migas, seperti pada upaya pemerintah

melakukan kebijakan reformasi di bidang perdagangan dan investasi yang dimulai

dengan stabilisasi ekonomi makro yakni pengetatan fiskal dan devaluasi.

Kebijakan ini disebabkan pengalaman Indonesia dengan kondisi ekonomi yang

rentan kepada ketergantungan fluktuasi harga ekspor minyak pada tahun 1970-an,

yang pada tahun 1983 Indonesia benar-benar merasakan dampak dari rentannya

ketergantungan pada ekspor minyak tersebut ketika harga minyak dunia di pasar

internasional anjlok dari USD 28,77 per barel hingga mencapai USD 14,38 per

barel pada 1986, menyebabkan perekonomian Indoesia mengalami krisis, keadaan

ini makin bertambah parah dengan anjloknya harga komoditas primer lainnya.

Disamping itu, ketergantungan perdagangan luar negeri Indonesia pada

minyak menyebabkan sektor manufaktur atau proses industrialisasi menjadi

tertinggal. Sampai dengan akhir tahun 1970-an ekspor barang manufaktur tidak

lebih dari 4% dari total ekspor. Mengandalkan minyak juga menyebabkan

pemerintah Indonesia membuat kebijakan mengalihkan strategi pembangunan

pada kebijakan substitusi impor (Substitusi impor sering dikaitkan dengan

Page 154: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

154

kebijakan proteksi) terhadap kebijakan industri dan perdagangan dengan alasan

untuk melindungi barang-barang produksi dalam negeri (Arifin, dkk., (eds), 2007:

253-254).

Dalam rangka menyikapi perkembangan ekonomi internasional dan

menyadari pentingnya perdagangan sebagai motor penggerak pertumbuhan,

pemerintah melakukan strategi globalisasi dengan melakukan deregulasi

kebijakan untuk mengundang investasi ke Indonesia yang bertujuan mendorong

peningkatan ekspor. Hasilnya pada tahun 1990-an sebelum krisis, aktivitas

investasi baik asing maupun domestik bergulir pesat setelah dikeluarkannya paket

Juni 1991 yaitu reformasi di bidang perdagangan dan investasi hingga pada 1996

dengan mengeluarkan paket 1996. Reformasi ini mengurangi kebijakan non tariff

barries dan menggantinya dengan tarif dan pajak ekspor, pengurangan untuk

komoditas tertentu. Sebagai akibatnya rata-rata tarif menurun signifikan dan

ekspor non migas menjadi motor penting penggerak ekonomi. Sementara itu

penurunan tarif bea masuk terus dilakukan dan sejak tahun 1995 sampai dengan

tahun 2003 secara konsisiten dan berkesinambungan telah menghasilkan tingkat

tarif bea masuk yang rendah, sebagai berikut:

Tingkat tarif rata-rata menurun dari 15,48% pada tahun 1995 menjadi 7,23% pada

tahun 2003;

Lebih dari separuh (67%) pos tarif tahun 2003 berada pada tingkat 0%-5%.

Tabel 4.4

Komitmen Pengurangan Tarif

Tarif SebelumMei 1995 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Page 155: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

155

5 5 5 5 5 5 max 5

10 5 5 5 5 5 max 5

15 10 10 5 5 5 max 5

20 15 15 10 10 5 max 5

25 20 15 15 10 10 10 10 10 max 1030 25 20 20 15 15 10 10 10 max 1035 30 25 25 20 20 15 15 10 max 1040 30 25 25 20 20 15 15 10 max 10Sumber: www.dfat.gov.au/eaau, diakses 4 Juli 2008.

Tabel 4.4 menjelaskan bahwa, setelah meratifikasi WTO melalui

keputusan Menteri Keuangan No. 378/1996 pemerintah memberikan komitmen

jadwal tarif yang lebih menyeluruh terdiri dari:

a. Tarif sebesar <20% pada tahun 1995 akan diturunkan secara bertahap hingga 5%

pada tahun 2000.

b. Tarif yang >20% pada tahun 1995 akan diturunkan secara bertahap hingga

maksimum 10% pada tahun 2003 dengan sasaranantara 20% pada tahun1998.

c. Berapa produk dikecualikan dari jadwal penurunan tarif impor, yaitu:

Hasil pertanian yang diatur secara terpisah dalam AoA.

Beberapa produk otomoti yang akan diatur secara terpisah.

Produk kimia, barang plastik dan logam yang akan diatur secara terpisah dan tarif

akan diturunkan secara bertahap hingga maksimum 10% pada tahun 2003.

4.2.5 Komitmen Indonesia dalam WTO

Sebagai salah satu anggota WTO, Indonesia berperan aktif mendukung

kebijakan dan aturan perdagangan multilateral yang telah disepakati bersama.

Setiawati dan Amier (2007), menjelaskan forum multilateral seperti WTO bagi

Page 156: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

156

Indonesia merupakan forum perdagangan yang paling adil dan mendapat prioritas

utama di samping forum regional karena melalui prinsip non diskriminasi dalam

WTO, semua negara anggota mempunyai hak dan kewajiban yang sama terlepas

dari kondisi atau kekuatan perekonomian masing-masing negara.

Komitmen yang diberikan oleh Indonesia pada dasarnya merupakan

pembukaan akses pasar (market access) dan perlakuan nasional (national

treatment). Akses pasar di bidang perdagangan barang dicerminkan dalam bentuk

besaran tarif dan penghapusan non tariff barriers yang diberikan terhadap produk-

produk mitra dagang. Seberapa besar sektor tertentu tersebut dibuka merupakan

hasil kesepakatan dan negosiasi yang berlaku mengikat sama halnya seperti tarif.

Komitmen Indonesia untuk mendukung WTO dipertegas dengan ratifikasi

Agreemen Establishing the WTO melalui UU No.7 tahun 1994. Sebagai

konsekuensi dari hal itu, Indonesia berkewajiban memenuhi atau melaksanakan

komitmen yang telah diberikan dalam rangka menjalankan komitmen tersebut

maka peraturan perdagangan Indonesia harus diselaraskan dengan aturan dan

kesepakatan WTO.

Komitmen Indonesia di bidang perdagangan barang pada dasarnya

sebelum meratifikasi WTO Indonesia telah melakukan beberapa perubahan dalam

kebijakan tarif dan liberalisasi melalui Paket Deregulasi Juni 1994. Paket

Deregulasi tersebut mencakup antara lain:

a. Pembebasan satu perempat barang impor dari bea masuk.

b. Penghapusan hambatan bukan tarif dalam waktu 10 tahun.

Page 157: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

157

c. Penurunan tarif impor komoditi pertanian sekurang-kurangnya 10% per laju

barang selama 10 tahun.

d. Komitmen liberalisasi di lima sektor yaitu telekomunikasi, jasa industri,

pariwisata, jasa keuangan dan perbankan serta transportasi laut.

Secara rinci komitmen Indonesia dalam menerapkan kebijakan perluasan

akses pasarnya yang ditandai sistem tarif, khusunya pada sektor pertanian dapat

terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.5

Tarif Diikat dan Tarif yang Dipakai untuk Beberapa Komoditi

Produk Tarif yang Diikat (%) Tarif yang Dipakai (%) atau Tarif Spesifik

Beras 160 Rp. 430,-Gula 95 Rp. 700,-Kedelai 27 0Jagung 40 0Kacang Tanah 18 0Gandum 40 5Susu/Mentega 210 5Daging 50 5Rataan Mode 40 5

Sumber: Sawit (2005), di dalam Juliantono, 2007: 122.

Sedangkan dalam implementasi meneganai ketentuan subsidi ekspor

khususnya pada sektor pertanian, berdasarlkan data dan penjelasan Sawit (2005)

yang dikutip oleh Juliantono (2007: 120), Indonesia secara umum tidak lagi

menerapkan subsidi ekspor, karena Indonesia sudah tidak lagi melakukan ekspor,

khusunya komoditi pangan. Namun, ketika kebijakan swasembada pangan hingga

1990, Indonesia pernah melakukan komitmennya untuk melakukan subsidi ekspor

Page 158: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

158

untuk komoditas beras, dengan melakukan ekspor beras bersubsidi rata-rata

299.750 ton dengan nilai subsidi pemerintah sebesar 28 juta dolar AS.

Dukungan domestik yang diberikan pemerintah Indonesia saat ini adalah

alokasi subsidi pupuk melalui subsidi gas untuk pupuk urea dan subsidi harga

untuk pupuk non urea. Pemberlakuan subsidi pupuk sebagaimana yang dijalankan

selama 2000-2006 bukan berari dipulihkannya kebijakan subsidi yang pernah

Indonesia lakukan sebagaimana yang diterapkan sebelum 1998 ketika Indonesia

mengeluarkan kebijakan subsidi pupuk untuk meningkatkan produksi pertanian.

Sedangkan sisitem subsidi kali ini melalui subsidi pupuk hanyalah bersifat parsial

dan terarah, oleh karenanya subsidi tidak lagi berupa subsidi harga yang berlaku

secara umum.

Kebijakan dalam rangka dukung domestik yang diterapkan Indonesia

berada di bawah batas minimal yang ditetapkan WTO. Tingkat minimal paling

tinggi yang pernah diterapkan Indonesia adalah 7,3% dan selama 1998-2002 rata-

rata tingkat minimal hanya sekitar 6%. Hal ini di bawah ketentuan WTO ynag

menetapkan tingkat minimal sebesar 10% untuk negara-negara berkembang

seperti Indonesia.

Mengenai ketentuan kuota, di sini diambil contoh dampak aturan WTO

pada sektor teksti. Selam kurang lebih 20 tahun perdagangan internasional di

bidang tekstil telah dikenakan peraturan menurut perjanjian khusus yang dikenal

sebagai Multi Fibre Arrangement (MFA). MFA merupakan suatu perjanjian yang

secara formal merestui suatu ketentuan yang sifatnya diskriminatif melalui

instrumen utama yang digunakan yaitu kuota untuk melindungi industri domestik,

Page 159: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

159

bukan melalui tarif (Kartadjoemena, 1998: 90). Pada tahun 2005, sektor tekstil

secara penuh diintegrasikan ke dalam aturan WTO yang mengakibatkan

berakhirnya sistem kuota. Dengan terintegrasi secara penuh, maka negara

pengimpor tidak lagi dapat mendiskriminasi para eksportir.

WTO menjadwalkan penghapusan kuota secara penuh terlaksanakan pada

2005, sebagaimana jadwal penghapusan dengan kuota bertahap selama 10 tahun

yang terlihat pada tabel 4.3. Dengan demikian industri tekstil dan produk tekstil

(TPT) di pasar internasional bersaing sangat ketat. Implementasi ketentuan WTO

ini juga dilaksanakan oleh Indonesia dengan menyepakati perjanjian di bidang

tekstil, artinya persaiangan TPT Indonesia semakin ketat dengan penghapusan

kuota untuk industri tekstil.

3.1.6 Implementasi Liberalisasi Perdagangan dalam Skema WTO pada

Komitmen Pelaksanaannya dalam Kebijakan Pedagangan Indonesia

Dalam perjanjian WTO memuat peraturan dan komitmen yang terkait

dengan perdagangan. Komitmen Indonesia dalam perjanjian itu, mencakup

implementasi mengenai aturan tarif, subsidi ekspor, dan peratutan lainnya adalah

adalah larangan dan pembatasan ekspor. Dalam perjanjian tersebut negara

berkembang diberikan pelbagai perlakuan khusus yang tersebar di pelbagai

penjanjian yang disepakati. Pada komitmen penurunan tarif, negara berkembang

memperoleh tingkat penurunan tarif yang lebih kecil dan pelaksanaan reformasi

perdagangan lebih lama waktunya. Pada sektor pertanian negara berkembang

mendapat toleransi berkaitan perhatian non perdagangan (non trade concern),

Page 160: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

160

antara lain, ketahanan pangan (food security), lingkungan hidup, dan

pembangunan perdesaan.

Berkaitan dengan komitmen skedul WTO, Indonesia menyatakan besaran

tarif, penurunan tarif kuota untuk sejumlah produk pertanian. Indonesia mencatat

1.341 mata/pos tarif untuk produk pertanian sesuai dengan HS (harmonized

system) 1996 sebagai acuan pada tahun-tahun selanjutnya. Komoditas beras salah

satu diantaranya.

Tabel 4.4 di atas menjelaskan bahwa Indonesia dalam komitmennya di

WTO dan komitmen menurunkan tarif impor pada tahun 2003, dengan tingkat 0,5

dan 10 persen untuk semua barang kecuali mobil dan alkohol yang memiliki tarif

yang cukup tinggi hingga 150%, komoditas lain yang tarifnya diikat cukup tinggi

adalah beras (160%), gula (95%), dan susu sebesar 250%. Pemerintah

menganggap semua komoditas itu penting dan strategis, sehingga perlu dilindungi

dengan tingkat tarif yang lebih tinggi. Pemerintah merasa terikat dengan tidak

mengurangi tarif dasar pada beberapa liberalisasi barang sebelumnya, termasuk

mengurangi tarif 15 sampai 25 persen pada besi dan baja sekitar 5 persen sampai

10 persen di tahun 2003. Ini juga berkaitan dengan pengurangan tarif pada bahan

kimia, metal dan produk perikanan yang mencapai 5 sampai 10 persen di tahun

2003.

Pada pertengahan tahun 2000, 60 persen dari tarif mempunyai tarif 0

sampai 5 persen, dan lebih dari 70 persen memiliki tarif 10 persen atau lebih

sedikit, ini mengurangi tarif dasar rata-rata tertimbang modal yang di bawah 9

persen. Saat krisis, pemerintah juga memperluas program untuk mengurangi tarif

Page 161: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

161

pada produk pertanian, ini menurunkan dasar tarif rata-rata tertimbang modal pada

produk agrikultur dari 19 persen di tahun 1995 sampai 8,6 persen di tahun 1998.

Tarif pada produk pertanian terkait dengan makanan yang jatuh pada 0 sampai 5

persen dan tarif pertanian bukan makanan jatuh pada 5 persen dari tingkatan yang

berlaku. Di tahun 2002, tarif maksimum pada produk agrikultur bukan makanan

menjadi 10 persen.

Sedangkan implementasi kuota yang disepakati WTO di Indonesia,

diantaranya kuota dalam bentuk tariff rate quota yaitu beras dan susu. Untuk

beras akses minimum sebesar 70.000 ton dan untuk susu segar impor dibatasi

414.700 ton. Khusus untuk susu segar, tarif dalam kuota (in quota tariff) sebesar

40%, sedangkan tarif di luar kuota dapat ditingkatkan menjadi 238%, dan pada

2004 Indonesia berkomitmen menurunkan menjadi 210%. Indonesia berkomitmen

untuk membuka pasar dalam negeri minimal seperti yang telah diuraikan, dengan

tingkat tarif yang lebih rendah.

Sedangkan, pada kasus beras, Indonesia menetapkan tingkat tarif lebih

rendah dalam tarif kuota untuk sejumlah 70 ribu ton beras dengan tingkat in quota

tariff sebesar 90%. Namun boleh dinaikkan sampai mencapai angka 180%

manakala volume impor melebihi atau di luar kuota (out quota tariff), dan

diturunkan menjadi 160% pada tahun 2004. Menaikkan tarif tersebut tidak

menyalahi aturan WTO manakala Indonesia memperbesar akses minimum,

misalnya 1,5 ton juta ton. Tidak untuk sebaliknya ketika impor kurang dari 70

ribu ton.

Page 162: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

162

Pada umumnya negara berkembang termasuk Indonesia menerapkan tarif

lebih rendah dari tingkat tarif yang diikat (bound tariff). Contohnya tarif rata

Bangladesh sebesar 188,3% dalam penerapan mencapai 25%. Bolivia (40%

aplikasinya 10%), Jamaika (bound tariff rata-rata 100% lawan applied tariff

20,2%) dan pada kasus Indonesia tarif yang mengikat rata-rata 48,1% yang rata-

rata diimplikasikan sebesar 8,6%.

Untuk penerapan subsidi sebagai bantuan pemerintah terhadap eksportir

atau produsen yang melaksanakan ekspor produk tertentu, tidak banyak dilakukan

Indonesia, malah Indonesia melakukan sebaliknya seperti memajaki ekspor CPO

(crude palm oil) untuk pelbagai kepentingan dalam negeri. Meskipun demikian

ada beberapa sektor yang disubsidi pemerintah khususnya pertanian, Indonesia

memberi subsidi untuk pupuk urea dalam membantu petani, diharapkan bantuan

tersebut berdampak pada kesejahteraan petani yang mampu bersaing dengan

produk-produk pertanian impor.

4.3 Liberaslisasi Perdagangan WTO Berimplikasi Terhadap Pertumbuhan

Ekspor Inodnesia Melalui Komitmen Indonesia di WTO

Kebijakan perdagangan Indonesia mengalami masa-masa proteksi dan

juga masa liberalisasi. Pada awal 1970-an sampai awal 1980-an, tingkat proteksi

di Indonesia masih cukup tinggi. Reformasi kebijakan terutama terjadi pada tahun

pertengahan dekade 1980-an. Deregulasi yang paling penting adalah pada tahun

1986 ketika harga minyak turun drastis dan memaksa pemerintah untuk

mereformasi kebijakan perdagangannya antara lain dengan menurunkan tingkat

tarif dan mengkonversi beberapa lisensi impor. Kebijakan perdagangan ditujukan

Page 163: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

163

untuk mengurangi ketergantungan terhadap ekspor minyak dan gas dan sasaran

kebijakan difokuskan untuk meningkatkan ekspor non minyak dan gas. Gencarnya

proses liberalisasi perdagangan yang dilakukan tentunya berkaitan dengan tujuan

Indonesia untuk mendapatkan gains from trade yang statis maupun dinamis yaitu

meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui surplus neraca perdagangan.

Liberalisasi perdagangan berhubungan dengan pembukaan akses pasar produk

ekspor Indonesia ke dunia. Namun, perlu dicatat bahwa terbukanya akses pasar

dunia berlaku juga sebaliknya, dalam arti bahwa pasar domestik Indonesia juga

terbuka bagi produk impor negara lain. Aktivitas ekspor impor tercermin dalam

neraca perdagangan suatu negara. Kebijakan liberalisasi perdagangan yang

berusaha untuk menghilangkan hambatan perdagangan dapat meningkatkan

ekspor namun di lain pihak juga dapat meningkatkan impor. Suatu negara

bertujuan untuk memiliki neraca perdagangan yang surplus atau ekspor lebih

besar daripada impor. Dengan demikian, liberalisasi perdagangan akan

berpengaruh terhadap neraca perdagangan yakni pertumbuhan ekspor dan impor.

Pertumbuhan ekspor dan impor inilah yang menentukan necara perdagangan

surplus atau defisit. Tercatat neraca perdagangan Indonesia tumbuh berturut-turut

sebesar 15% dan 12,97% pada tahun 2005 dan 2006 dimana ekspor non migas

tumbuh sebesar 18,75% dan 19,68% (tabel 3.5).

Secara umum, ekspor Indonesia mengalami perubahan yang signifikan

dalam kurun 2002-2006 seperti terlihat pada tabel 3.5 Jika dahulu ekspor

didominasi produk-produk sarat penggunaan tenaga kerja maka sekarang ke arah

produk yang sarat sumber daya alam dan produk sarat kapital.

Page 164: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

Sumber: http://www.depdag.go.id/pos hutabarat, diakses pada Mei 2008

164

Tabel 4.6

Pertumbuhan Struktur Ekspor Indonesia

Pertumbuhan ekspor dan impor beberapa tahun terakhir antara lain

disebabkan oleh meningkatnya volume ekspor dan harga satuan ekspor beberapa

komoditi ekspor. Berdasarkan kinerja perdagangan yang baik ini, pemerintah

menargetkan pertumbuhan ekspor sebesar 20% di tahun 2007. Selain, itu ekspor

Indonesia terus meningkat beriringan dengan peneerapan tarif serta penghapusan

kuota secara bertahap seperti pada bahasan komitmen Indonesia di WTO yang

telah diuraikan.

Peran WTO sebagai organisasi yang mengupayakan liberalisasi

perdagangan memberi implikasi positif terkadap kebijakan Indonesia untuk

meminimalkan tingkat tarif impor, serta menghapus secara bertahap kuota

impornya dalam kerangka kebijakan liberalisasi perdagangannya, jika dilihat

melalui perkembangan ekspor Indonesia dan mengabaikan tujuan perdagang

Page 165: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

165

sebagai cara untuk meningkatkan lapangan kerja. Meskipun perkembangan ekspor

non migas Indonesia pada periode 2002-2006 cenderung meningkat namun tidak

berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang maksimal. Dalam konteks

penelitian ini pengaruh positif dilihat pada pencapaian ekspor Inodesia yaitu

melalui indikator peningkatan cadangan devisa. Selain sebagai perbandingan

perkembangan ekspor Indonesia cenderung mengalami tren peningkatan setelah

memanfaatkan mekanisme WTO daripada sebelum bergabungnya Indonesia

dengan WTO seperti pada pertumbuhan ekspornon migas Indonesia di bawah ini:

Tabel 4.7

Pertumbuhan Nilai Ekspor Beberapa Jenis Barang Utama (persen)

Tahun Total Ekspor Non Migas

Total Ekspor Manufaktur

Komditi ManufakturPakaian Jadi Alas kaki

1991 24,95 26,85 38,18 74,561992 27,67 30,17 39,23 33,151992 16,23 18,76 10,09 25,511994 12,12 10,34 -8,09 13,671995 15,13 14,11 5,02 8,83

Sumber: Basri, 2002: 73.

Jika dibandingakn tren perkembangan ekspor Indonesia pada tabel 3.5

dengan pertumbuhan nilai ekspor tabel 4.7 yaitu sebelum Indonesia melakukan

implementasi harmonisasi tarif, subsidi dan kuota dalam skema, maka dapat

disimpulakan bahwa ada pengaruh positif terhadap kebijakan Indonesia untuk

meliberalisasi Perdagangan dengan menyesuaikan kebijakan perdagangannya

Page 166: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

166

dengan ketentuan WTO hal ini terlihat pada peningkat cadangan devisa sebagi

indikator pengaruh dalam penelitian ini.

4.4 Kebijakan Perdagangan Indonesia dalam Menghadapi Liberalisasi

Perdagangan Global WTO

Berdasarkan uraian mengenai kebijakan perdagangan yang dibuat

Indonesia, serta peluang dan tantangan perdagangan Indonesia dapat dikatakan

bahwa eksistensi produk unggulan perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan guna

meraih peluang pangsa pasar yang lebih luas dan untuk mencapai hal tersebut

tidak sedikit tantangan yang dihadapi Indonesia. Seperti yang terjadi pada sektor

tekstil dan produk tekstil (TPT). Dengan terus meningkatnya ekspor TPT hingga

2004 mencapai USD 7.564 juta atau meningkat 1,3% dibandingkan tahun 2003.

Kecenderungan meningkat ini juga tampak pada pencapaian ekspor TPT menjadi

7,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya tahun 2004.

Produsen tekstil Indonesia telah menikmati banyak keuntungan dari

adanya kebijakan pemberian kuota sejak dimasukkannya perjanjian Multi Fibre

Arrangement (MFA) dalam WTO. Dengan menunjukakan peningkatan ekspor

dari tahun ke tahun mengindikasikan bahwa Indonesia dapat memanfaatkan

peluang pangsa pasar yang sebelum adanya perjanjian WTO mengenai kuota TPT

Indonesia sangat sulit bersaing. Artinya dalam beberapa sektor Indonesia cukup

siap untung mengambil manfaat dari liberalisai perdagangan meskipun diiringi

pelbagai kekurangan-kekurangan di sana-sini.

Selain itu, liberalisasi perdagangan yang terjadi berpotensi mematikan

industri dalam negeri. Hal ini disebabkan kalahnya industri dalam negeri

Page 167: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

167

berkompetisi dengan negara yang lebih siap menghadapi negara-negara pesaing.

Hal ini dapat dijelaskan setelah pencapaian produsen tekstil tersebut berubah

menjadi kondisi yang mempengaruhi lapangan pekerjaan Inodesia. Pada Bab III

dijelaskan kondisi ekonomi Inodesia terutama pada tahun 2006, mengalami

kesulitan ketika harga BBM naik, pelbagai produk tekstil, khususnya dari China

membanjiri pasar Indonesia, ditambah permasalahan faktor-faktor teknis

mengakibatkan banyak perusahaan tekstil terutama di Jawa dan Bali terpaksa

“gulung tikar”. Hal ini menunjukkan dari satu sisi Indoensia belum siap

menghadapi gempuran produk-produk impor yang memenuhi pasar domestik

melalui semakin mudahnya akses pasar yang diprakarsai WTO. Komitmen

Indonesia untuk menurunkan tarif dan mengurangi hambatan-hambatan non tarif,

seperti tidak ada lagi kebijakan kuota (yang bersifat proteksionis), menyebabkan

ekspansi produk-produk impor yang secara keunggulan komparatif lebih efisien

dibanding industri dalam negeri, terutama dari China yang unggul pada tenaga

kerja yang murah.

Sebagai bandingan, serta untuk memperkuat argumen kesiapan kebijakan

perdagangan yang diambil untuk menghadapi liberalisasi perdagangan, maka

peneliti paparkan pencapaian pemanfaatan pangsa pasar Indonesia intra ASEAN,

yang berdampak pada peningkatan ekspor Indonesia. Dimana Indonesia

memperoleh surplus perdagangan intra ASEAN sekitar 21% lebih rendah dari

pencapaian Singapura dan Malaysia sebesar 58% pada tahun 2000.

Tabel 4.8

Pangsa Ekspor Intra ASEAN (%), ASEAN-5

19998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 Rata-rata

Page 168: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

168

Indonesia 13,5 11,1 11,7 11,5 11,5 10,7 10,8 11,5Malaysia 31,2 29,2 26,1 25,4 25,5 26,5 26,4 27,2Philipina 5,5 6,7 6,4 6,0 6,4 6,6 5,7 6,2Singapura 37,5 39,1 40,5 39,7 39,2 35,9 36,2 38,3Thailand 12,0 13,2 14,1 15,2 15,2 16,5 17,6 14,8

Sumber: ASEAN Trade Statistics Database, di dalam Arifin, dkk., (eds), (2007:

298).

Dari data tersebut terlihat bahwa Indonesia belum maksimal dalam

memanfaatkan penurunan tarif bea masuk untuk meningkat ekspor ke negara-

negara tersebut. Seharusnya ketika WTO juga membuat aturan yang

memperbolehkan menentukan tarif di antara negara-negara kerjasama regional,

dan dalam kesepakatan ASEAN tarif yang diberlakukan jauh lebiih rendah dari

ketentuan WTO, maka peningkatan ekspor Indonesia seharusnya jauh lebih tinggi

dibanding sebelumnya yang berdampak pada pangsa ekspor intra ASEAN.

Namun secara umum, kebijakan liberalisasi perdagangan Indonesia yang

ditandai penurunan tarif hingga menjadi rata-rata menurun 7,23% pada tahun

2003, yang dapat dilihat dari penerapan tingkat tarif moderat pemerintah

Indonesia terhadap beras, menunjukkan kesiapan manakala peningkatan ekspor

pada sektor manufaktur tetap stabil. Ekspor manufaktor bukan ukuran

keberhasilan atau kegagalan Indonesia memanfaatkan liberalisasi perdagangan

yang mengglobal, namun pelbagai fasilitas baik infrastruktur, iklim investasi,

ataupun kebijakan yang menjamin kesediaan barang baku menunjukkan fokus dan

perhatian Indonesia untuk meningkatkan ekspor pada sektor manufaktur. Artinya,

barang manufaktur diharapkan meningkatkan/mendongkrak kebijakan target

ekspor Indonesia dan dapat dipahami jika pencapaian ekspor manufaktur dianggap

mampu memanfaatkan peluang liberalisasi perdagangan dengan semakin

Page 169: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

169

berkurangnya hambatan perdagangan yang menyangkut sektor tersebut, apalagi

sektor manufaktur sebagai salah satu intrumen industrialisasi.

Kesiapan ini juga terlihat pada pencapaian cadangan devisa Indonesia pada

tahun 2002-2006. Indikator ekonomi Indonesia memperlihatkan bahwa cadangan

devisa berada pada angka yang stabil yaitu pada tahun 2002 sebesar USD 32,0

miliyar hingga 2006 meskipun tidak menunjukkan angka yang fantastis, naik

menjadi USD 43,27 miliyar. Tidak diketahui pasti berapa sumbangan besaran

ekspor terhadap cadangan devisa, namun jika melihat kinerja ekspor tahun 2002-

2006, USD 57.154,8 juta pada 2002 hingga USD 100,798.6 juta di tahun 2006,

menujukkan sumbangan terhadap cadangan devisa Indonesia secara signifikan.

Page 170: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

170

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat

disimpulkan beberapa poin dari penelitian ini dengan mengacu pada gambaran

dan analisis yang telah dilakukan sebagai berikut:

Pertama, proses liberalisasi perdagangan WTO dicerminkan melalui

proses perundingan setiap Putaran Perundingan, dari awal perundingan dalam

rangka pembentukan Organsiasi Perdagangan Dunia/WTO, hingga perundingan-

perundingan setelah terbentuknya WTO. Dari perundingan-perundingan yang

dilakukan menghasilkan persetujuan-pesetujuan untuk menurunkan hingga

menghapus secara total hambatan-hambatan, yang dimaksud adalah hambatan

berupa kebijakan perdagangan internasional untuk mempersempit akses pasar, dan

Page 171: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

171

hambatan yang tercipta akibat penyelesaian sengketa secara sepihak sehingga

merugikan pihak/negara lain. Berkurangnya hambatan-hambatan perdagangan

yang diperjuangkan di dalam forum WTO tersebut menunjukkan liberalisasi

perdagangan sedang berlangsung melalui perkembangan masalah-masalah, isu-isu

yang dibahas pada forum WTO.

Kedua, semangat liberalisasi perdagangan, yang sejalan dengan teorinya

adalah untuk meminimalkan, hingga bila perlu meniadakan campur tangan

pemerintah sehingga pada gilirannya masalah ekonomi, dalam hal ini adalah

perdagangan, berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Ada kesan bahwa WTO

sebagai suatu oraganisasi merupakan wadah untuk memperjuangkan kepentingan

dominan negara anggotanya, berarti kontradiktif dengan tujuan liberalisasi itu

sendiri untuk mengurangi campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi.

Dari penelitian ini, hal tesebut dapat disimpukan bahwa WTO sebagai organisasi

antarpemerintah dimana anggotanya adalah sekumpulan negara-negara, sesuai

dengan klasifikasi atau penggolongan organisasi internasional, tidaklah terkesan

bertolak belakang dengan semangat liberalisasi itu sendiri, karena melihat kepada

aturan-aturan yang disepakati melalui proses liberalisasi pedagangan di dalam

skema WTO adalah untuk kepentingan para produsen-produsen/pengusaha-

pengusaha dalam meningkatkan produktivitas dan pangsa ekspornya, yaitu

dengan semakin berkurangnya hambatan perdagangan (berkurang/turunnya

tingkat tarif hingga 0%, dihapusnya kuota, dan mengurangi/melarang pemeberian

subsidi), para pengekspor (pihak swasta) dapat bersaing melalui mekanisme pasar.

Page 172: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

172

Ketiga, pengaruh WTO dalam pemetaan kebijakan perdagangan Indonesia

disimpulkan melalui gambaran kasus-kasus penerapan kebijakan pedagangan

yang di buat pemerintah Indonesia. Dari pembahasan diketahui bahwa kebijakan

perdagangan Indonesia untuk meliberalisasi hampir seluruh komoditi, bahkan

Indonesia pun pernah melakukan liberalisasi dengan mengurangi tarif bea masuk,

terhadap sektor sensitif seperti beras dan gula, menunjukkan bahwa semangat

WTO untuk meliberalisasi perdagangan sangat berdampak pada Indonesia

meskipun sektor tersebut belum siap untuk diliberalisasikan. Hal itu sebenarnya

tidak perlu terjadi, karena WTO mengecualikan penerapan aturan mengenai tarif,

kuota, subsidi, sehingga Indonesia dapat mengambil beberapa alternatif. Hanya

saja dengan kecenderungan negara-negara meliberalisasi perdagangannya, cukup

sulit bagi Indonesia membendung gempuran produk-produk dari luar negeri

mengingat harga yang ditawarkan masih kompetitif, sehingga hal ini menjadi

persoalan tersendiri bagi Indonesia.

Pengaruh liberalisasi perdagangan selanjutnya tercermin pada upaya

pemerintah dalam meningkatkan ekspor. Kebijakan perdagangan Indonesia

dengan mencapai target ekspor adalah keinginan Indonesia untuk memperoleh

peluang dari liberalisasi perdagangan global tersebut. Secara teori, globalisasi

melalui liberalisasi perdagangan selain memberi ancaman juga memberi peluang.

Dan inilah yang ditemukan dalam penelitian ini bahwa Indonesia berusaha tidak

menutup diri dari era globalisasi, memang kenyataannya mau tidak mau Indonesia

harus menghadapi globalsiasi, yang terlihat bergabungnya Indoensia dalam WTO.

Konsekuensi dari bergabungnya Indonesia tersebut, disadari akan memberi

Page 173: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

173

peluang yang lebih besar dan sekaligus ancaman pada sektor yang belum siap

untuk diliberalisasi. Ancaman ini juga tidak dipungkiri, salah satunya datang dari

proses negosiasi perjanjian di WTO yaitu antara negara maju dengan negara

berkembang seperti keengganan negara maju untuk benar-benar menghapus

subsidi pertania. Maka WTO sebagai organisasi yang dinilai Indonesia sebagai

wadah yang akomodatif terhadap kepentingan Indonesia dari satu segi perlu

dipertanyakan.

Keikutsertaan Indonesia dalam agenda liberalisasi perdagangan melalui

pengurangan tarif impor untuk memperluas akses pasar, pengurangan dukung

domestik dan subsidi ekspor, serta penghapusan kuota secara bertahap memberi

pengaruh yang berbeda pada setiap sektor yang diliberalisasi. Hal ini terlihat pada

kebijakan untuk bidang tertentu masih banyak menimbulkan permasalahan. Tarif

yang rendah sesuai yang ditentukan WTO, pada beberapa bidang akan

menyulitkan bagi produsen dalam negeri karena kalah bersaing oleh produk-

produk negara-negara yang lebih efesien. Hal ini mengakibatkan produsen dalam

negeri tidak bisa bertahan. Di lain pihak, kondisi ini memberi peluang bagi para

produsen Indonesia untuk memperluas akses pasarnya yang selama ini produk-

produk serupa mendapat proteksi. Hal ini menunjukkan kebijakan yang diambil

pemerintah Indonesia belum dapat merespon secara komprehensif permasalahan

yang ditimbulkan dengan semakin luasnya liberalisasi perdagangan.

Keempat, proses untuk memaksimalkan peluang dalam liberalisasi

perdagangan global masih berlanjut, dan karena itu pula untuk mengukur

sejauhmana ketepatan kebijakan yang diambil tidak perlu terburu-buru

Page 174: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

174

disimpulkan. Keberlanjutan itu tampak pada upaya meliberalisasi perdagangan

dengan mengikat pada ketentuan WTO, negara-negara berkembang termasuk

Indonesia masih memperjuangkan kepentingan-kepentingannya di WTO.

Persetujuan-persetujuan tersebut tidak lepas dari negosiasi-negosiasi yang terjadi

antara negara-negara berkembang lawan negara maju meliputi kepentingan-

kepentingan masing-masing negara, sehingga tarik ulur antara kepentingan ini

menghambat terjadinya kesepakatan final terutama pada sektor pertanian.

Meskipun demikian, pada perkembangan kebijakan Indonesia saat ini

dapat disimpulkan belum sepenuhnya siap menghadapi fenomena liberalisasi

perdagangan yang mengglobal ini. Dan itu terjadi tidak semata-mata disebabkan

berdirinya WTO sebagai organisasi yang mengatur persoalan perdagangan, seperti

Indonesia secara terpaksa, jika tidak ingin menyebut dipaksa, meliberalisasi sektor

sensitifnya seperti beras dan gula dalam melaksanakan program yang ditawarkan

IMF. Kesiapan Inodnesia yang belum sepenuhnya tersebut dapat terlihat pada

pencapaian ekspor dan impor Indonesia, dengan logika jika ekspor naik maka

pertumbuhan industri dalam negeri meningkat sehingga dapat membuka lapangan

pekerjaan selanjutnya tercapai kesejahteraan. Dan pada kenyataannya tingkat

pengangguran Indonesia tidak berkurang bahkan meningkat, meskipun,

peningkatan ekspor Indonesia menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun dan

diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Artinya kesiapan Indonesia dalam

konteks pemanfatan globalisasi melalui perluasan pangsa pasar dapat terjawab

dengan meningkatknya jumlah ekspor Indonesia.

Page 175: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

175

Kelima, perdagangan yang diharapkan dapat memberi kontribusi kepada

peningkatan kesejahteraan di Indonesia ternyata belum sepenuhnya terjawab.

Janji-janji kesenjahteraan yang tertuang melalui perjanjian-perjanjian dalam

konteks WTO itu pun mengandung kemunafikan, yaitu ketika semua negara yang

menjanjikan kesejahteraan dengan pasar bebas ternyata merupakan negara-negara

yang sesungguhnya tidak pernah yakin akan kesejahteraan yang diraih melalui

pasar bebas.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian dalam skripsi ini, penulis mengajukan beberapa

saran kepada, khususnya bagi peneliti yang hendak meneliti pada topik yang sama

dan umumnya pihak-pihak yang terkait dengan tema penelitian. Saran-saran

tersebut adalah; pertama, WTO yang selama ini dianggap sebagai organisasi yang

akomodatif terhadap kepentingan perdagangan Indonesia hendaknya tidak

difahammi sebagai suatu perolehan final sebagai anggotanya sehingga tidak

memandang sebagai revisilitas dalam kerangka kerja sama multilateral.

Kedua, melakukan evaluasi secara komprehensif atas efektivitas peran

WTO, termasuk mengkaji keterbatasan-keterbatasan teori pasar bebas dan

merumuskan pola hubungan yang simbiosis anatara pasar dan negara, karena ada

kesan bahwa peran khususnya negara maju yang masih kukuh mempertahankan

subsidi domestik, subsidi ekspor, dan tarif bea masuk yang tinggi untuk

mempertahankan keseimbangan politik di dalam negerinya, khususnya antara

pemerintah dengan institusi pasar domestiknya. Indonesia pun melakukan hal

sama untuk mengakomodasi kepentingan pasar domestik sebagai jalan untuk

Page 176: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

176

mempertahankan pengaruhnya terhadap pasar. Dengan pola hubungan simbiosis

Indonesia tetap memperhatikan kepentingan bagi rakyat dan tidak akan berujar

“asal orang kaya senang”.

Ketiga, tidak menjadikan kebijakan liberalisasi sebagai tujuan utama

dalam tujuan pembangunan tanpa mempersiapkan “pertahanan” dan “bekal

senjata dan amunisi” bagi industri dalam negeri sehingga dapat bertahan dan

bersaing dalam “gempuran-gempuran” produk impor.

Keempat, bagi peneliti yang hendak meneliti topik yang sama dengan

menggunakan metode yang sama, perlu memperhatikan objek penelitian pada

kebijakan pemerintah pada sektor tertentu dan, atau pada kasus spesifik mengingat

banyaknya kebijakan yang dibuat yang mengacu pada kesepakatan secara bilateral

atau pada organisasi di luar WTO namun tidak bertentangan dengan prinsip WTO

seperti organisasi-organisasi pada komoditi tertentu. Sehingga analisis yang

diperoleh lebih tajam. Selain itu, permasalahan-permasalahan yang dihadapi

Indonesia kerap mewarnai proses perundingan WTO, sehingga sangat dibutuhkan

analisis secara tajam dengan memfokuskan variabel yang diteliti.

Kelima, perlu transparannya kebijakan-kebijakan baik secara spesifik

ataupun umum menyangkut kebijakan perdagangan Indonesia. Meskipun, di

WTO di kenal badan yang meninjau kebijakan perdagangan namun, pada

aplikasinya ada kecenderungan untuk tidak memberi akses secara luas bagi publik

terkait kebijakan spesifik. Dalam hal ini situs departemen perdagangan hendaknya

melengkapi informasi yang dapat diakses/didownload.

Page 177: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

177

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adolf, Huala. 2005. Hukum Perdaganga Internasional. Jakarta: Badan Penerbit

Iblam.

Amalia, Lia. 2007. Ekonomi Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Archer, C. 1984. International Organization. London: George Allen & Unwin

(Publishers), Ltd.

Ardiyos. 2001. Kamus Ekonomi: Istilah Pasar Modal dan Perdagangan

Internasional. Jakarta: Citra Harta Prima.

Arifin, Sjamsul, dkk. (eds.). 2007. Kerja sama Perdagangan

Internasional:Peluang dan Tantangan Bagi Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Page 178: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

178

Basri, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan bagi

Kebangkitan Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Bennet, A.L.. 1995. International Organization: Principles and Issues. New

Jersey: Prentice-Hall.

Cano, Guiomar Alonso, dkk. (eds.). 2005: kebudayaan Perdagangan dan

Globalisasi: 25 Tanya Jawab. Yogyakarta: Kanisius.

Chan, Steve. 1984. International Relation in Perspective. New York: Macmillan

Publishing Company.

Coulombus, T.A. dan Wolfe, J.H.. 1999. Pengantar Hubungan Internasional:

Keadilan dan Power. Bandung: Abardin.

Direktorata Perdagangan dan Perindustrian Multilateral & Direktorat Jenderal

Multilateral Ekonomi Keuangan dan Pembangunan Departemen Luar

Negeri. 2003. Sekilas WTO World Trade Organization.

Djiwandono, J. Soedrajad. 1992. Perdagangan dan Pembangunan: Tantangan,

Peluang dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia. Jakarta: LP3ES.

Dougherty, James dan Pfaltgraff, Rbert L.. 1981. Contending Theories of

International Relations: A Comprehensive Survey. New York: Harper and

Row Publisher.

Gilpin, Robert. 1987. The Political Economy of International Relations. New

Jersey: Princeton University Press..

. 2000. The Challenge of Global Capitalism: The World Economy in the

21st Century. Princeton, NJ: Princeton University Press.

Page 179: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

179

Greg, McGuire. 2004. “A Futurre Trade Policy: Which Road to Take?”. Jakarta:

UNSFIR

Griffith, Martin & O’callaghan, Terry. 2002. International Relation: Key

Concepts. London: Routeledge.

Hadiwinata, Bob S.. 2002. Politik Bisnis Internasional. Yoyakarta: Kanisius.

Halwani, Hendra. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Bogor:

Ghalia Indonesia.

Hermawan, Yulius P.. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional:

Aktor, Isu, dan Metodologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

. 1988. International Politics: A Framework for Analysis. New Jersey:

Prentice Hall.

Holsti, K.J. 1992. Politik Internasional: Suatu Kerangka Analitis. Bandung: Bina

Cipta.

Jackson, R. dan Sorensen, G.. 2005. Pengantar Studi Hubungan Internasional.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jhingan, ML.. 1993. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: Radja

Grafindo Persada.

Johari, J. C.. 1985. International Relation and Poltics: A Theoritical Perspective.

New Delhi: Prentice Hall of India Private Limited.

Juliantono, Ferry J.. 2007. Pertanian Indonesia Di Bawah Rezim WTO. Jakarta:

Banana.

Lindert, Peter H.. 1994. Ekonomi Internasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 180: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

180

Lentner, Howard H. 1974. Foreign Policy Analysis: A Comparative and

Conceptual Approach. Ohio: Bell & Howell Company.

Lopez, G. dan Stohl, M.S.. 1989. International Relation: Contemporary Theory

and Practice. Washington D.C.: CQ Press.

Kartadjoemena, H. S.. 1997. GATT, WTO dan Hasil Uruguay Round. Jakarta: UI-

PRESS.

. 2002. Substansi Perjanjian GATT/WTO/ dan Mekanisme Penyelesaian

Sengketa: Sistem, Kelembagaan, Prosedur Implementasi, dan Kepentingan

Negara Berkembang. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Kartasasmita, Koenadi. 1987. Administrasi Internasional. Bandung: FISIP Press.

Mahdi, Imam. 1993. Ekonomi Intenasional. Malang: STIE MALANGKUCECWARA.

Marbun, William D. Coplin M.. 1992. Pengantar Politik Internasional: Suatu

Telaah Teoritis. Bandung: Sinar Baru.

Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.

Jakarta: LP3ES.

. 2003. Ekonomi Politik Intrenasional dan Pembangunan. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Miles, Matthew B. & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif.

Jakarta: Universitas Indonesia Press.

M. S., Amir. 2000. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri. Jakarta:

PPM.

Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nopirin. 1999. Ekonomi Internasional Edisi 3. Jakarta: BPFE.

Page 181: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

181

Parthiana, I Wayan. 2003. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar

Maju.

Perwita, Anak Agung Banyu & Yani, Yanyan Mochamad. 2005. Pengantar Ilmu

Hubungan Internasional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Plano, Jack C. dan Olton, Roy. 1999. Kamus Hubungan Internasional. Putra A.

Bardin.

Rinaldy, Eddie. 2006. Kamus Perdagangan Internasional. Jakarta: Indonesia

Legal Center Publishing.

Rossenau, James N. dkk. 1981. World Politic: An Introduction. New York,

Nichols Publishing.

Rudy, T. May. 2003. Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-

masalah global: Isu, Konsep, Teori dan paradigma. Bandung: Reflika

Aditama.

. 1993. Teori, Etika dan Kebijakan Hubungan Internasional. Bandung:

Angkasa.

. 2002. Bisnis Internasional: Teori, Aplikasi, Operasionalisasi. Bandung:

Refika Aditama.

. 2005. Administrasi dan Organisasi Internasional. Bandung: Refika

Aditama.

Samuelson, Paul A. & Nordhaus, William D.. 1991. Ekonomi Edisi 12. Jakarta:

Erlangga.

Sawit, M. Husein. 2007. Liberalisasi Pangan: Ambisi dan Reaksi dalam Putaran

Doha WTO. Jakarta: Lembaga Penerbit FE, Universitas Indonesia.

Page 182: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

182

Suriasumantri, Jujun. 2001. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Pustaka

Sinar Harapan. Jakarta.

Suwardi, Sri Setianingsih. 2004. Pengantar Hukum Organisasi Internasional.

Jakarta: Universitas Indonesia (UI) Press.

Stiglitz, Joseph E.. 2007. Making Globalization Work: Menyiasati Globalisasi

Menuju Dunia yang Lebih Adil. Bandung: Mizan.

Steger, Manfred B.. 2006. Globalisme: Bangkitnya Ideologi Pasar. Yogyakarta:

Lafadl Pustaka.

Viotti, P.R. dan Kauppi, M.V.. 1999. International Relations Theory: Realism,

Pluralism, Globalism and Beyod. New York: MacMillan Publishing

Company.

Winardi. 1998. Kamus Ekonomi Inggris-Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Wiraatmadja, Suwardi. 1967. Pengantar hubungan Internasional. Surabaya:

Pustaka Tinta Mas.

Yuliadi, Imamudin. 2007. Perekonomian Indoneisia: Masalah dan Implementasi

Kebijakan. Yogyakarta: UPFE.

B. Sumber dari Dokumen Lain: Artikel, Jurnal, dan Laporan-laporan

Biro Umum Hubungan Masyarakat, Departemen Perdagangan. 2006. Analisis

Posisi Perdagangan Indonesia di Beberapa Kawasan/Kerjasama

Perdagngan Internasional. Jakarta: Depdag.

Direktorat Jenderal Kerjasama perdagangan Internasional, Departemen

Perdagangan. 2002-2006. Analisis Posisi Perdagangan indonesia di

Page 183: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

183

Beberapa Kawasan/Kerjasama Perdagangan Internasional. Jakarta:

Depdag.

Dokumen Konsultasi Jaringan Kebijakan Publik Indonesia (JAJAKI). 2004.

Pilihan-pilihan Kebijakan Perdagangan Indonesia. Jakarta: UNSFIR.

Laporan Tim Nasional Perundingan Perdagangan Internasional, Paruh Kedua

Periode Juli-Desember 2006. Jakarta: Direktorat Jenderal Kerjasama

Perdagangan Internasional.

The Indonesian Institute. 2005. Indonesia 2005. Jakarta.

The Indonesian Institute. 2006. Indonesia 2006. Jakarta.

C. Situs Internet

http://mep.unsoed.ac.id/content.php? cat=tesis&id=60

Diakses pada Desember 2007.

http://ditjenkpi.depdag.go.id 2007

Diakses pada Desember 2007.

http://kompas.com/kompas-cetak/0406/ 19/ ln/1095168.html

Diakses pada Desember 2007.

http://ditjenkpi.depdag.go.id/ images/Bulletin/Buletin43.pdf

Diakses pada Januari 2008.

http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/index.php?

module=news_detail&newscategoryid=6&news_sub_category_id=18

Diakses pada Januari 2008.

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0310/27/ekonomi/647941.htm

Diakses pada 13 Januari 2008.

Page 184: elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/.../329/jbptunikompp-gdl-mjoninim44-1…  · Web viewDan upaya yang dilakukan dengan memperhatikan gejolak dan perkembangan yang terjadi di negara

184

http://paue.ugm.ac.id/seminar/update 2007/1/mudrajad.ppt

Diakses pada Mei 2008.

http://www.bps.go.id/

Diakses pada Mei 2008.

http://www.wto.org/wt/min

Diakses Januari 2008

http://www.wto.org/members

Diakses Januari 2008

http://www.wto.org/organization chart

Diakses pada Januari 2008.

http://www.wto.org/ what is the wto

Diakses Januari 2008

http://www.depdag.go.id/regulasi/tarif

Diakses Januari-Juli 2008.

http://www.dfat.gov.au/Indonesia ”Indonesia Facing the Challenge”.

Diakses pada Juli 2008

http://www.pegasus.or.id/trade-policy

Diakses pada Juli 2008.