ekspresi sitokin

78
 EKSPRESI SITOKIN IFN-Ý, IL-2, IL-12 DAN IL-10 SEBAGAI RESPONS IMUN TERHADAP INFEKSI HPV DENGAN DISPLASIA SERVIKS , STADIUM AWAL SERTA STADIUM LANJUT KANKER SERVIKS. BAB I Pendahuluan A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks menempati urutan kedua setelah keganasan pada payudara didunia. Berdasarkan statistik yang dikeluarkan WHO, diperkirakan sebanyak 250.000 kasus meninggal setiap tahun dan ditemukan 500.000 kasus baru pada waktu yang sama. (Dikutip dari Faridi R, 2011(1) Di Indonesia, kanker serviks merupakan jenis keganasan pada alat kandungan yang paling banyak ditemukan pada wanita dan menempati urutan pertama sampai saat ini. (HOGI,2011(2) Pada dasarnya kanker serviks dapat dicegah atau dihindari.( Faridi R,2011(1). Telah diketahui bahwa penyakit ini 99,7 % disebabkan oleh virus HPV resiko tinggi (HR-HPV). Tipe virus yang terbanyak adalah HPV tipe 16 dan 18 ya itu sebesar kurang lebih 70 %. (Munoz N, 2006(3). Infeksi HR-HPV dapat dideteksi pada 13,5 bulan setelah infeksi HPV. Pada lesi pra-kanker sepeti : ASCUS, NIS I,II dan III (CIN I,II,III) terjadi dala m 14 bula n samp ai 4 tahun se telah DNA HR-HPV ditemukan pada sel. Infeksi HR-HPV dapat terdeteksi pada sekitar 80 % dari NIS II dan sekitar 90 % pada NIS III serta kurang lebih 98 % pada kanker invasif. (Bosch FX, et.al.20 06 (4). Virus ini menginfeksi serviks melalui daerah me taplasia da lam zona transformasi serviks. Serviks dilapisi oleh dua epithel berbeda yang

Upload: axlezation

Post on 02-Jun-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 1/78

  EKSPRESI SITOKIN IFN-Ý, IL-2, IL-12 DAN IL-10 SEBAGAI RESPONS IMUN

TERHADAP INFEKSI HPV DENGAN DISPLASIA SERVIKS, STADIUM AWAL

SERTA STADIUM LANJUT KANKER SERVIKS.

BAB I

Pendahuluan

A.Latar Belakang Masalah

Kanker serviks menempati urutan kedua setelah keganasan pada payudara

didunia. Berdasarkan statistik yang dikeluarkan WHO, diperkirakan sebanyak

250.000 kasus meninggal setiap tahun dan ditemukan 500.000 kasus baru pada

waktu yang sama. (Dikutip dari Faridi R, 2011(1) 

Di  Indonesia, kanker  serviks merupakan jenis keganasan pada alat kandungan

yang paling banyak ditemukan pada wanita dan menempati urutan pertama

sampai saat ini. (HOGI,2011(2) Pada dasarnya kanker serviks dapat dicegah atau

dihindari.( Faridi R,2011(1).

Telah diketahui bahwa penyakit ini 99,7 % disebabkan oleh virus HPV resiko

tinggi (HR-HPV). Tipe virus yang terbanyak adalah HPV tipe 16 dan 18 yaitu

sebesar kurang lebih 70 %. (Munoz N, 2006(3). Infeksi HR-HPV dapat dideteksi

pada 13,5 bulan setelah infeksi HPV. Pada lesi pra-kanker sepeti : ASCUS, NIS I,IIdan III (CIN I,II,III) terjadi dalam 14 bulan sampai 4 tahun setelah DNA HR-HPV

ditemukan pada sel. Infeksi HR-HPV dapat terdeteksi pada sekitar 80 % dari NIS II

dan sekitar 90 % pada NIS III serta kurang lebih 98 % pada kanker invasif. (Bosch

FX, et.al.2006 (4). Virus ini menginfeksi serviks melalui daerah metaplasia dalam

zona transformasi serviks. Serviks dilapisi oleh dua epithel berbeda yang

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 2/78

berhubungan dengan fungsi nya. Pertama, endoserviks yang ditutupi oleh

epithel kolumnar yang bersekresi dan bagian kedua adalah ektoserviks yang

dilindungi oleh epithel skuamosa. Kedua daerah ini terhubung melalui zona

transformasi. Infeksi HPV sering dikategorikan : produktif atau proliferatif.

Infeksi produktif artinya menghasilkan formasi yang utuh, partikel virus yang

infeksius. Proliferatif atau non produksi infeksi di kharakterisasi oleh integrasi

virus. Target sel untuk infeksi HPV adalah sel basal epithel anogenital, umumnya

terjadi pada SSK (sambungan skuamo kolumnar) di zona transformasi . (

Schiffman M,et.al. 2007(5)

Infeksi virus HPV pada serviks memproduksi koilositotik atapia. Pada inti

sel ditemukan area berbatas dalam sel akibat protein virus membentuk

gambaran ‘hollow cell’. Pada endoserviks perubahan ini tidak terlalu nampak .Pada perkembangan lebih lanjut, terjadi perubahan yang disebut dysplasia atau

CIN ( cervical intraepithelial neoplasia). Selanjutnya dysplasia juga mempunyai arti

sebagai ’maturasi abnormal’ dan terbagi menurut gradasinya. Dysplasia dapat

berkembang menjadi kanker serviks invasive. Dysplasia ditandai oleh sel imatur,

disorganisasi seluler, inti abnormal, dan peningkatan aktivitas mitosis. Terbagi

dalam 3 gradasi yaitu : CIN I (LGSIL), CIN II dan CIN III( HGSIL).(Culp TD,et.al.

2004(6)

Banyak infeksi virus HPV pada serviks ( dengan sel abnormal atau tidak )

menghilang atau disupresi oleh ‘cell-mediated immunity’ setelah satu sampai 2

tahun setelah terpapar. Sekitar 80-85 % displasia ringan (LGSIL) dapat menghilang

setelah 5 tahun tanpa diobati . Aktivasi sistim immune memegang peran penting

pada proses regresi ini. Regresi spontan pada LGSIL sebesar 40 % setelah 2-3

tahun , pada HGSIL sekitar 20 % kembali ke gradasi LGSIL. Gradasi HGSIL

berkembang menjadi kanker serviks sebesar kurang lebih 66 % setelah 2-3

tahun. (Wang PH,et.al. 2006(7). 

Ekspresi gen HPV yang produktif berikatan kuat dengan epithel yang

berdiferensiasi dan secara normal hanya terjadi pada sel yang aktif . Mulainya

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 3/78

dari lapisan basal selanjutnya kelapisan intermediate atau suprabasal. Sel-sel ini

kehilangan kapasitas untuk replikasi selanjutnya. Infeksi pada sel basal biasanya

secara morfologi normal, dan ekspresi gen HPV biasanya pada level yang rendah.

Pada daerah suprabasal , terjadi ekspresi gen HPV yang baru dan lebih lanjut

diferensiasi yang diinduksi oleh seluruh gen virus termasuk sintesa DNA dan

transkripsi protein kapsid virus.(Munoz N,et.al. 2006(3)

Virion yang intak dan normal hanya pada permukaan superfisial sel

epithel. Infeksi ini dikenal sebagai ‘low grade’ dan sangat kecil progresivitasnya 

menjadi kanker. Pada tingkat lesi ‘high grade’ dapat disimpulkan terjadi gangguan

diferensiasi epithel dan transkripsi gen virus. Tidak terkontrolnya ekspresi pE6 dan

pE7 dalam lapisan basal merupakan prasyarat untuk berkembang ke fenotip

keganasan. Infeksi HPV pada tingkat perkembangan seperti ‘displasia’ dapatterjadi regresi spontan tanpa pengobatan.(Schiffman M,et.al.2007(5)

Berdasarkan penelitian Aziz MF et.al., 2003 (8) pada beberapa rumah sakit

di Indonesia , penyebab terbanyak kanker serviks adalah tipe HR-HPV 16 (44 %) ,

HPV 18 (39 %) , HPV 52 ( 14 % ) . Sisanya terdeteksi sebagai infeksi HPV yang

multiple atau lebih dari satu. Pada infeksi HR-HPV tidak selalu disertai terjadinya

transfer onkoprotein E6 dan E7 ke dalam lapisan epithel serviks sehingga tidak

ditemukan perubahan dalam sel tersebut. Masuknya onkoprotein E6 dan E7sendiri kedalam inti sel host adalah merupakan faktor penting untuk terjadinya

perubahan kearah kanker. Adanya protein E6 dan E7 dapat diketahui dengan

memeriksa ekspresi pE6/E7 mRNA.(Bosch FX,et.al.2006(4)

Penelitian Cuschieri KS et.al.,2004(9) menyatakan bahwa pada displasia

sedang sampai berat (CIN II dan CIN III) , dijumpai kasus yang disertai ekspresi

DNA HR-HPV (persisten) sebanyak 43 %, tapi yang disertai dengan ekspresi E6/E7

m RNA sebanyak 55 %. Hasil ini menunjukkan bahwa 12 % infeksi persisten HPV

mengalami remisi akan tetapi ekspresi E6/E7 mRNA tetap ada. Pada kelompok

LGSIL atau ASCUS ( Atypical Squamous Cells of Undetermined Significance )

terdapat ekspresi DNA HR-HPV lebih tinggi dari ekpresi protein E6/E7 mRNA. Hasil

ini memperlihatkan bahwa infeksi persisten dari HR-HPV masih memungkinkan

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 4/78

terjadinya regresi atau remisi spontan. Pada LGSIL masih dalam tahap infeksi dan

sedikit yang mengekspresi E6/E7 mRNA. (Molden T, et al. 2006(10)

Pada penelitian Molden T et al.2006 (10) juga dalam pengamatan selama

2 tahun, resiko terjadinya CIN 2 yang terekspresi DNA HR-HPV hanya sebesar5,7 kali. Tapi pada kelompok yang terekspresi protein E6/E7 menjadi sebesar 68,9

kali. Pada tingkat displasia berat atau kanker serviks invasif, di dapatkan ekspresi

DNA HR-HPV sama dengan ekspresi protein E6/E7 mRNA. Hasil ini

memperlihatkan bahwa tidak semua infeksi HR-HPV akan menyebabkan

terekspresinya protein E6/E7. Keberadaan protein E6/E7 mRNA akan

menyebabkan terjadinya karsinogenesis kanker serviks. Tidak semua infeksi HR-

HPV akan diikuti dengan proses karsinogenesis kanker serviks.(Castellsague

X,et.al.2008(11)

Penyakit kanker serviks akibat virus ini dapat digolongkan sebagai penyakit

akibat hubungan seksual. Ada beberapa faktor resiko yang berperan memberi

kontribusi pada infeksi HPV pada serviks dan akhirnya berkembang menjadi

kanker serviks. Perilaku hubungan seksual yang tidak sehat dan menyimpang

adalah merupakan faktor penting terjangkitnya (terinfeksi) virus HPV

ini.(Rodriquez C,et.al. 2009(12)

Faktor predisposisi lainnya adalah hubungan seksual pertama kali pada

usia muda, pasangan/suami beresiko tinggi, multi partner , infeksi bacterial yang

kronis pada serviks ,dll . Infeksi virus HPV tidak pernah ditemukan pada

perempuan virgin . Resiko mengalami infeksi HPV ini meningkat 10 kali pada

setiap penambahan pasangan seksual. Pasangan pria juga sebagai rantai infeksi.

Resiko mendapat kanker serviks pada perempuan yang berpasangan dengan pria

terinfeksi virus HPV adalah 5 kali lebih tinggi dari yang tidak. Infeksi virus HPV

umumnya melalui hubungan seksual. Walaupun sangat sedikit dapat pula terjadi

secara non-seksual. (Castellsaque X, et.al., 2008(11).

Diakui bahwa cukup banyak ‘cofactor’ yang mempengaruhinya. Seperti

kebiasaan merokok, pengguna pil kontraseptif yang lama dan multiparitas. Pada

perempuan perokok , resikonya akan meningkat sesuai peningkatan jumlah

batang rokok tapi tidak berhubungan dengan lamanya merokok. Mekanisme ini

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 5/78

sangat berhubungan dengan metabolit tembakau . Metabolit tembakau ini dapat

ditemukan pada mukosa serviks. Pada faktor multiparitas hubungannya tidak

 jelas. Diduga dengan proses persalinan yang berulang maka kecederaan pada

serviks makin sering dan luka yang terjadi memudahkan virus HPV masuk dalam

sel. (Bosch FX,et.al.2006(4). Adanya metabolit tembakau dapat mengakibatkan

penekanan pada fungsi immun ( immunosupresi) secara langsung serta

menurunkan intake antioksidan secara tidak langsung. Demikian pula

penggunaan lama dari kontrasepsi oral akan meningkatkan resiko. Hal ini

berhubungan tidak langsung dengan tingginya kadar estrogen yang dapat

menekan fungsi immun. Pada faktor multiparitas hubungannya tidak jelas.

Diduga dengan proses persalinan yang berulang maka kecederaan pada serviks

makin sering dan luka yang terjadi memudahkan virus HPV masuk dalam sel.

(Castellsaque X,et.al., 2003(13)

Masuknya virus HPV kedalam sel serviks akan menimbulkan reaksi tubuh

berupa penolakan terhadap terjadinya infeksi. Reaksi yang terjadi adalah respons

terhadap masuknya virus sebagai antigen. Sehingga terjadi respons imun dan

inflamasi. Aktivasi respons imun berupa reaksi pertahanan awal (innate) dan

lanjutan (adaptif). Telah diketahui virus hanya dapat berkembang biak

intraseluler karena virus memerlukan DNA sel host untuk replikasi. Akibatnya

virus dapat merusak sel dan menyebabkan infeksi kronik dan menyebar ke sel

yang lain. Untuk membatasi penyebaran dan mencegah reinfeksi virus, sistim

immune harus mampu menghambat masuknya virion kedalam sel dan juga

memusnahkan sel yang terinfeksi. Respons immune terhadap virion adalah

respons imun humoral dengan cara netralisasi dan respons imun seluler yang

paling penting untuk melawan virus. Peran respons imun ini terutama oleh sel T-

sitotoksik, sel NK, ADCC ( antibody dependent cell mediated cytotoxicity ), dan

interaksi dengan MHC kelas I. Beberapa sel imun memproduksi sitokin atau

kemokin. Sitokin dapat berperan sebagai antiviral dan antiproliferative. Sitokin

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 6/78

mempunyai peranan penting dalam memodulasi respons imun. Protein yang

termasuk sitokin/kemokin antara lain : IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IL-10, IL-12, IL-15 serta

‘TGF –β ( Transforming growth factor- β ) , Interferon dan TNF ( Tumor necroting

factor).(Darshan MS,et.al. 2004(14)

Beberapa sitokin yang memediasi respons imun terhadap virus HPV dan sel

kanker serviks antara lain : IFN-Ý, TGF-β, IL-2, IL-12 dan IL-10. (Darshan MS,et.al.

2004(14)

Peran antibody dalam menetralisasi virus terutama efektif untuk virus yang bebas

atau dalam sirkulasi. Proses menetralisasi dapat terjadi melalui beberapa cara

antara lain : menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat padapermukaan sel, sehingga virus tidak dapat masuk menembus membrane sel.

Antibodi dapat juga menghancurkan virus dengan aktivsi komplemen melalui jalur

klasik atau menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis dan

dihancurkan. Walaupun tidak cukup mampu menetralkan virus secara langsung

antibody dapat berfungsi dalam reaksi ADDC. Pada infeksi sel secara langsung di

tempat masuknya virus (port d’entry), virus tidak sempat beredar dalam sirkulasi

dan tidak sempat menimbulkan respons primer. Sehingga antibody yang dibentuk

seringkali terlambat untuk mengatasi infeksi. Pada keadaan ini responsimunologik seluler mempunyai peran yang penting dan lebih menonjol. Sel T

sitotoksik mampu mendeteksi virus melalui reseptor antigen virus sekalipun

struktur virus telah berubah.(Faridi R, et.al.2011(1)

Peran sistim immune pada kejadian kanker berdasarkan pada beberapa hal

antara lain :

-Ditemukan adanya tumor tertentu yang dapat sembuh secara spontan atau

mengalami regresi spontan.

-Pada pemeriksaan otopsi , insidens keganasan tertentu kira-kira 40 kali lebih

tinggi dari manifestasi klinik.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 7/78

-Pada penderita dengan defisiensi immune atau yang mendapat pengobatan

immunosupresi , peluang mendapat kanker menjadi lebih besar. Misalnya

insidensi sarcoma Kaposi pada HIV/AIDS.

Sistim immune yang berperan adalah sistim immune alami (innate) dan selT spesifik (adaptif). Reaksi timbul terhadap antigen baru atau yang diubah pada

permukaan sel tumor. Sehingga berperan menahan atau menekan

perkembangan dan pertumbuhan progresif tumor. Mekanisme immune yang

merespons sel tumor pada dasarnya sama dengan mekanisme melawan

sel/benda asing lainnya. Pemahaman dasar adalah konsep dimana secara kimiawi

sel tumor memiliki antigen pada sel permukaan yang berbeda baik secarakuantitatif maupun kualitatif dibanding sel host normal. Protein, lemak dan

karbohidrat dapat tersimpan sebagai material ’tumor terkait antigen’ (TAA).

Beberapa TAA dapat dikenali oleh host untuk mengadakan resistensi tumor

spesifik dalam menekan pertumbuhannya. Tumor yang tumbuh spontan sulit

dikenal atau direspons oleh sistim immune dibanding tumor yang di inisiasi oleh

virus atau bahan kimiawi. Respons pada antigenitas tumor dan pada immunitas

tumor spesifik sama dengan yang terjadi pada reaksi penolakan allograf yang

melibatkan sistim antigen transplantasi. Antigen tumbuh dalam beberapa tumor

dan spesifik untuk setiap tumor atau kelompok tumor. Antigen ini disebut TATA (

Tumor associated transplantation antigen) atau TAA ( tumor associated antigen).

Keduanya adalah antigen permukaan sel dan membangkitkan respons immune

spesifik. Antigen ini ada dibawah pengaruh genetik dan dapat diturunkan pada sel

turunannya. Host memiliki mekanisme respons immune spesifik dan non spesifik.

Pada penolakan tumor, respons immune diarahkan terhadap pemeliharaan

homeostasis. Homeostasis dapat diubah kearah pembentukan tumor atau kearah

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 8/78

yang menguntungkan host. Hambatan terjadi oleh karena sel kanker/tumor tidak

merespons lagi regulasi yang mengatur pengendalian sel secara normal. Sel

tumor membentuk bermacam-macam produk khusus. Beberapa produknya

merupakan antigen tipe transplantasi ( TATA). Produk lain yang menggambarkan

ekspresi virus adalah berupa enzim, kolagenase tipe IV, serta beberapa faktor

yang dapat menghindari mekanisme pertahanan host. Mekanisme pertahanan

yang dimaksud adalah seperti kemotaksis, fagositosis, fungsi makrofag, fungsi

limfosit dan mediator untuk ekspresi immunitas seluler.(Faridi R,et.al. 2011(1) 

Pada perkembangan penyakit, dari tahapan CIN II akan mengalami regresi

spontan sebanyak 43 %, selanjutnya berada pada tingkat infeksi persisten

sebanyak 35 %. Jumlah kasus yang mengalami progresivitas dalam

perkembangannya menjadi CIN III, adalah sebanyak 22 % saja. Selanjutnya pada

tingkat CIN III yang mengalami regresi spontan sebanyak 32 % sedang yang

masuk dalam fase infeksi persisten sebanyak 56 %. Pada perkembangan

selanjutnya kasus yang berkembang menjadi kanker serviks hanya sebanyak 12 %

saja. (Gupta D, 2010(15). Peneliti lain (Palmer KE,et.al,2009(16) mengatakan

bahwa , kondisi seperti ini terjadi oleh karena peran respons imun yang menekan

bahkan mengeliminasi pertumbuhan dan perkembangan sel tumor/kanker

tersebut. Progresivitas perkembangan kearah kanker serviks yang hanya dibawah

15 % itu berkembang dari tingkat HGSIL ( CIN II-III) selanjutnya menjadi kanker

serviks.( Burd EM,2003(17). Selain ‘tumor suppressor gene’, peran ‘Cell-mediated

immune responses ‘ dari host sangat penting menekan atau mengeliminasi

progresivitas infeksi sampai terjadi perubahan kearah kanker serviks dan bahkan

membunuh sel-sel immortal tersebut. Oleh pengaruh ‘cell-mediated immune

responses’pada rangkaian ujung N dari peptide E6 dan E7 menyebabkan regresi

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 9/78

dari CIN atau menghilangnya infeksi virus HPV. Sebaliknya adanya gangguan atau

halangan pada respons immune seluler sebabkan perkembangan kearah kanker

serviks. (Nicol AF, et.al. 2005(18). Salah satu protein yang berperan memodulasi

respons imun adalah sitokin. Sitokin diproduksi oleh sel limfosit T (helper).

Limfosit T-helper (Th) berdasarkan produksinya dibagi dalam 2 sub set sel yaitu :

sel Th1 dan Th2. Sel Th1 memproduksi sitokin tipe 1 a.l. : IL-2, IL-12, IL-15 dan

IFN-Ý. Sitokin ini berperan sebagai ‘tumor suppressor’. Sel Th2 memproduksi tipe

2 sitokin a.l. : IL-4, IL-5, IL-6, IL-10 dan IL-13. Ekspresi serta peningkatan sitokin

dari sel Th2 sangat berhubungan dengan progresivitas tumor menjadi invasive

atau sebagai ‘tumor promoting’. (Sondel PM,et.al. 2001(19).

Berdasarkan beberapa pembahasan diatas, maka penulis sangat tertarik

untuk meneliti ekspresi dari beberapa sitokin sebagai mediator respons imun

pada tingkat dysplasia serviks oleh karena infeksi virus HPV resiko tinggi serta

tahapan perkembangannya yaitu stadium awal kanker seviks dan stadium lanjut

keganasan ini.

B. Rumusan Masalah

1. Berapa besarkah kadar atau ekspresi masing-masing sitokin IFN-Ý, IL-2, IL-12

serta IL-10 dalam darah perifer pada tingkat dysplasia serviks, stadium awal dan

stadium lanjut kanker serviks ?.

2. Apakah ada perbedaan kadar atau ekspresi dari masing-masing sitokin IFN-Ý,

IL-2, IL-12 serta IL-10 dari darah perifer pada tingkat dysplasia, stadium awal dan

stadium lanjut kanker serviks ?.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 10/78

3. Manakah dari sitokin IFN-Ý, IL-2, IL-12 dan IL-10 yang kadarnya atau

ekspresinya cenderung meningkat ataupun menurun pada setiap perubahan

perkembangan penyakit dari dysplasia, stadium awal dan stadium akhir kanker

serviks. ?.

4. Apakah ekspresi atau kadar sitokin IFN-Ý, IL-2 serta IL-12 akan menurun

bahkan menghilang sesuai dengan peningkatan penyakit menjadi lebih berat,

sebaliknya ekspresi IL-10 akan meningkat sesuai dengan perkembangan penyakit

menjadi lebih berat.?

5. Bagaimanakah persentasi rasio dari masing-masing sitokin yang cenderung

menurun dibandingkan dengan sitokin yang cenderung meningkat sesuai dengan

perkembangan penyakit menjadi lebih berat yaitu mulai pada tingkat dysplasia,

stadium awal sampai pada stadium lanjut kanker serviks.?.

Pertanyaan Penelitian

1.  Apakah kadar atau ekspresi masing-masing sitokin IFN-Ý, IL-2, IL-12 dan IL-

10 dalam darah perifer akan berubah meningkat atau menurun sesuai

dengan tingkat perkembangan penyakit kanker seviks dari ringan menjadi

berat yaitu mempunyai hubungan selaras atau hubungan terbalik. ?.

2.  Apakah perubahan kadar atau ekspresi sitokin IFN-Ý, IL-2,, IL-12 serta IL-10

didalam darah perifer sebagai gambaran dari respons imun terhadap

perubahan dan perkembangan dari penyakit kanker serviks karena infeksi

HPV resiko tinggi mulai dari tingkat dysplasia, stadium awal dan stadium

lanjut.?

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 11/78

3.  Apakah ada hubungan antara perubahan kadar atau ekspresi dari masing-

masing sitokin IFN-Ý, IL-2, IL-12 serta IL-10 dalam darah perifer dengan

stadium klinis penyakit kanker serviks mulai dari dysplasia, stadium awal

serta stadium lanjut ?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui ekspresi atau kadar sitokin antara lain : IFN-γ, IL-2, IL-12dan IL-10 dari darah perifer sebagai respons imun infeksi HR-HPV pada dysplasia

serviks, stadium awal serta stadium lanjut kanker serviks. 

Tujuan Khusus :

1.  Untuk mengukur kadar atau ekspresi masing-masing sitokin IFN-γ, IL-2, IL-

12 dan IL-10 dari darah perifer pada kelompok displasia serviks, kelompok

stadium awal serta kelompok stadium lanjut kanker serviks.

2.  Untuk mengukur dan melihat perubahan kadar atau ekspresi dari masing-

masing sitokin IFN-γ, IL-2, IL-12 dan IL-10 melalui darah perifer sesuai

perkembangan penyakit kanker serviks mulai dari kelompok displasia

serviks, kelompok stadium awal seterusnya kelompok stadium lanjut.

3.  Untuk mengukur dan melihat besarnya peningkatan atau penurunan kadar

atau ekspresi dari masing-masing sitokin IFN-γ, IL-2, IL-12 dan IL-10

melalui darah perifer sesuai perkembangan penyakit kanker serviks mulai

dari kelompok displasia serviks, kelompok stadium awal seterusnya

kelompok stadium lanjut.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 12/78

4.  Untuk membandingkan kadar setiap sitokin yang mengalami penurunan

dengan kadar setiap sitokin yang mengalami peningkatan sesuai

perkembangan penyakit kanker serviks mulai dari kelompok displasia

serviks, kelompok stadium awal seterusnya kelompok stadium lanjut.

D. Manfaat Penelitian

Diharapkan pada penelitian ini dapat membuktikan bahwa ekspresi sitokin

produksi sel T helper 1 yang terpapar dalam darah perifer seperti IFN-γ, IL-2 dan

IL-12 dengan kadar yang tendensi menurun sesuai perkembangan penyakit

kearah gradasi lebih berat, sebaliknya produk sel T helper 2 yaitu IL-10 juga dari

darah perifer memperlihatkan keadaan yang sebaliknya maka hasil penelitian ini

sangat bermanfaat untuk :

1.  Secara Klinis

Pada kepentingan dunia kedokteran , memberi pemahaman bahwaperkembangan infeksi HR-HPV yang hanya sebesar kurang lebih 12 % saja

menunjukkan progresivitas perubahan dari kondisi dysplasia serviks dan

berlanjut menjadi kanker serviks invasive ini menunjukkan ekspresi atau

kadar sitokin imunostimulator seperti IFN-γ, IL-2 dan IL-12 yang tendensi

menurun sesuai peningkatan stadium penyakit. Pada sisi yang lain sitokin

imunosupresor seperti IL-10 akan meningkat kadarnya sesuaiperkembangan penyakitnya menjadi berat.

2.  Pada kepentingan ilmiah

Secara umum dapat menjadi referensi yang penting didalam

pengembangan pemahaman aspek molekuler khususnya dibidang

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 13/78

imunologi khususnya respons imun dengan peran sitokinnya terhadap

perkembangan penyakit , mulai dari tingkat pra-kanker sampai menjadi

kanker invasive. Dimana ekspresi sitokin IFN-γ, Il-2 dan IL-12 dapat mewakili

peran respons imun yang positif pada tingkat dysplasia, stadium awal serta

stadium lanjut kanker serviks. Sebaliknya sitokin IL-10 mewakili respons

imun yang negative pada setiap tingkat yang berbeda tersebut.

3.  Bagi kepentingan penulis

Penulis mendapatkan pemahaman yang lebih luas tentang kanker serviks.

Khususnya menelaah secara ekploratif bidang immunology secara seluler

atau molekuler yang berhubungan dengan infeksi virus HR-HPV dan

mekanisme respons imun serta kegagalan yang terjadi pada infeksi virus

tersebut sehingga terjadi perkembangan penyakit kea rah kanker serviks

invasive. Selain menambah wawasan bagi peneliti, dapat pula merangsang

untuk melakukan penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari materi

dan bukti yang didapatkan.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 14/78

BAB II

Tinjauan Pustaka

Kanker Serviks 

Epidemiologi

Didunia kanker serviks menempati urutan kedua pada perempuan setelah

keganasan payudara. Berdasarkan statistik yang dikeluarkan WHO, diperkirakan

sebanyak 250.000 kasus meninggal setiap tahun dan ditemukan kurang lebih

500.000 kasus baru. Di negara berkembang , penyakit ini masih menduduki

peringkat pertama dari seluruh kanker pada perempuan . Pada dasarnya kanker

ini sebenarnya dapat dihindari.(Faridi R,et.al. 2011(1)

Penyakit akibat virus ini dapat digolongkan sebagai penyakit akibat

hubungan seksual. Perilaku hubungan seksual yang tidak sehat dan menyimpang

adalah merupakan faktor penting terjangkitnya virus HPV ini.(Rodriquez C,et.al.

2009(12) Faktor predisposisi antara lain hubungan seksual pertama kali pada usia

muda, pasangan/suami beresiko tinggi, multi partner dll . Infeksi tidak pernahditemukan pada perempuan virgin . Resiko mengalam infeksi HPV ini meningkat

10 kali pada setiap penambahan pasangan seksual. Pasangan pria juga sebagai

rantai infeksi. Resiko mendapat kanker serviks pada perempuan yang

berpasangan dengan pria terinfeksi virus HPV adalah 5 kali lebih tinggi dari yang

tidak. Infeksi virus HPV ini umumnya melalui hubungan seksual. Walaupun sangat

sedikit dapat pula terjadi secara non-seksual. (Castellsague X,et.al. 2008(11).

Telah dilaporkan seorang bayi menderita infeksi HPV yang mempunyai ibumenderita HPV. Bayi tersebut menderita papilloma larynx pada usia 3 bulan dan

menderita infeksi HPV pada penis pada usia 6 bulan. Infeksi pada masa kehamilan

 juga dapat terjadi. Hal ini dapat dibuktikan adanya DNA HPV pada selaput

ketuban dan tali pusat janin dengan ibu yang terinfesi HPV. (Castellsague X,

et.al.,2008(11)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 15/78

  Diakui bahwa cukup banyak ‘cofactor’ yang mempengaruhinya. Seperti

kebiasaan merokok, pengguna pil kontraseptif yang lama dan multiparitas. Pada

perempuan perokok , resikonya akan meningkat sesuai peningkatan jumlah

batang rokok tapi tidak berhubungan dengan lamanya merokok. Mekanisme ini

sangat berhubungan dengan metabolit tembakau . Metabolit tembakau ini dapat

ditemukan pada mukosa serviks. Pada faktor multiparitas hubungannya tidak

 jelas. Diduga dengan proses persalinan yang berulang maka kecederaan pada

serviks makin sering dan luka yang terjadi memudahkan virus HPV masuk dalam

sel. (Bosch FX,et.al. 2006(4).

Adanya metabolit tembakau dapat mengakibatkan penekanan pada fungsi

immun ( immunosupresi) secara langsung serta menurunkan intake antioksidan

secara tidak langsung. Demikian pula penggunaan lama dari kontrasepsi oral akanmeningkatkan resiko. Hal ini berhubungan tidak langsung dengan tingginya kadar

estrogen yang dapat menekan fungsi immun. Pada faktor multiparitas

hubungannya tidak jelas. Diduga dengan proses persalinan yang berulang maka

kecederaan pada serviks makin sering dan luka yang terjadi memudahkan virus

HPV masuk dalam sel. (Castellsague X,et.al.2003(13)

Etiologi

Telah diketahui bahwa penyakit ini 99,7 % disebabkan oleh virus HPV resiko

tinggi (HR-HPV). Tipe virus yang terbanyak adalah HPV tipe 16 dan 18 yaitu

sebesar kurang lebih 70 %. (Munoz N,et.al.,2006(3). Infeksi HR-HPV dapat

dideteksi pada 13,5 bulan setelah infeksi HPV. Pada lesi pra-kanker ASCUS, NIS I,II

dan III (CIN I,II,III) terjadi pada 14 bulan-4 tahun setelah DNA HR-HPV

ditemukan.Infeksi HR-HPV ditemukan sekitar 80 % pada NIS II dan sekitar 90 %

pada NIS III serta kurang lebih 98 % pada kanker invasif. (Bosch FX,et.al.2006(4).

Virus ini menginfeksi serviks melalui daerah metaplasia dalam zona transformasi

serviks. Serviks dilapisi oleh dua epithel berbeda yang berhubungan dengan

fungsi nya. Pertama, endoserviks yang ditutupi oleh epithel kolumnar yang

bersekresi dan bagian kedua adalah ektoserviks yang dilindungi oleh epithel

skuamosa. Kedua daerah ini terhubung melalui zona transformasi. Infeksi HPV

sering dikategorikan : produktif atau proliferatif. Infeksi produktif artinya

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 16/78

menghasilkan formasi yang utuh, partikel virus yang infeksius. Proliferatif atau

non produksi infeksi di kharakterisasi oleh integrasi virus. Target sel untuk

infeksi HPV adalah sel basal epithel anogenital, umumnya terjadi pada SSK

(sambungan skuamo kolumnar) di zona transformasi . (Schiffman M, et.al.2007(5)

Ekspresi gen HPV yang produktif berikatan kuat dengan epithel yang

berdiferensiasi dan secara normal hanya terjadi pada sel yang aktif . Mulainya

dari lapisan basal selanjutnya kelapisan intermediate atau suprabasal. Sel-sel ini

kehilangan kapasitas untuk replikasi selanjutnya. Infeksi pada sel basal biasanya

secara morfologi normal, dan ekspresi gen HPV biasanya pada level yang rendah.

Pada daerah suprabasal , terjadi ekspresi gen HPV yang baru dan lebih lanjut

diferensiasi yang diinduksi oleh seluruh gen virus termasuk sintesa DNA dan

transkripsi protein kapsid virus.(Munoz N,et.al. 2006(3)

Virion yang intak dan normal hanya pada permukaan superfisial sel

epithel. Infeksi ini dikenal sebagai ‘low grade’ dan sangat kecil progresif ke

kanker. Pada tingkat lesi ‘high grade’ disimpulkan terganggunya diferensiasi

epithel dan transkripsi gen virus. Tidak terkontrolnya ekspresi pE6 dan pE7 dalam

lapisan basal merupakan prasyarat untuk berkembang ke fenotip keganasan. Pada

beberapa keadaan infeksi HPV seperti ‘displasia’ terjadi regresi spontan tanpa

pengobatan.(Schiffman M,et.al. 2007(5)

Penelitian Aziz MF,et.al. , 2003 (8) pada beberapa rumah sakit di

Indonesia , penyebab kanker serviks adalah tipe HR-HPV 16 (44 %) , HPV 18 (39

%) , HPV 52 ( 14 % ) . Sisanya terdeteksi infeksi HPV multipel. Infeksi HR-HPV

tidak selalu disertai terjadinya transfer onkoprotein E6 dan E7 ke dalam lapisan

epithel serviks. Protein E6 dan E7 sendiri adalah faktor penting untuk terjadinya

kanker. Adanya protein E6 dan E7 dapat diketahui dengan memeriksa ekspresi

pE6/E7 mRNA.(Bosch FX,et.al. 2006 ( 4)

Penelitian Cuschieri KS,et.al,2004(9) menyatakan bahwa pada displasia

sedang sampai berat , dijumpai kasus yang disertai ekspresi DNA HR-HPV

(persisten) sebanyak 43 %, tapi yang disertai dengan ekspresi E6/E7 m RNA

sebanyak 55 %. Hasil ini menunjukkan bahwa 12 % infeksi persisten HPV

mengalami remisi akan tetapi ekspresi E6/E7 mRNA tetap ada. Pada kelompok

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 17/78

LGSIL atau ASCUS ( Atypical Squamous Cells of Undetermined Significance )

terdapat ekspresi DNA HR-HPV lebih tinggi dari ekpresi protein E6/E7 mRNA. Hasil

ini memperlihatkan bahwa infeksi persisten dari HR-HPV masih memungkinkan

terjadinya regresi atau remisi spontan. Pada LGSIL masih dalam tahap infeksi dan

sedikit yang mengekspresi E6/E7 mRNA. (Molden T,et.al. 2006, (10)

Pada penelitian Molden T et.al..2006 (10) juga, dalam pengamatan

selama 2 tahun resiko terjadinya CIN 2 yang terekspresi DNA HR-HPV hanya

sebesar 5,7 kali. Tapi pada kelompok yang terekspresi protein E6/E7 menjadi

sebesar 68,9 kali. Pada tingkat displasia berat atau kanker serviks invasif, di

dapatkan ekspresi DNA HR-HPV sama dengan ekspresi protein E6/E7 mRNA. Hasil

ini memperlihatkan bahwa tidak semua infeksi HR-HPV akan menyebabkan

terekspresi protein E6/E7. Keberadaan protein E6/E7 mRNA akan menyebabkanterjadinya karsinogenesis kanker serviks. Tidak semua infeksi HR-HPV akan diikuti

dengan proses karsinogenesis kanker serviks.(Castellsague X ,et.al., 2008(11)

Patogenesis kanker serviks

Kanker adalah suatu pengaruh dari dalam atau luar tubuh menyebabkan

pembelahan sel tidak dapat di kontrol sehingga membentuk jaringan tumor.

Mekanisme pembelahan secara normal terdiri dari 4 fase yaitu : G1, S, G2, dan M.

Ada juga fase istirahat G0. Pada fase ‘S’ terjadi replikasi DNA. Pada fase ‘M’ terjadi

pembelahan sel atau mitosis. Fase G (gap) berada sebelum fase S , G1 dan

sebelum fase M , G2. Pada siklus sel p53 dan pRb sebagai TSG (tumor supressor

genes) berperan sangat penting dimana p53 berpengaruh pada transisi G1-S dan

 juga transisi G2-M. Peran pRb sendiri berpengaruh pada G1-S. Terjadinya mutasi

yang menyebabkan inaktivasi fungsi p53 dan pRb menyebabkan proliferasi sel

yang dapat terkontrol lagi. ( Murakami MS, et.al. 2001, )(20)

Sel basal terutama sel stem terus membelah , bermigrasi mengisi selbagian atas , berdiferensiasi dan mensintesa keratin. Virus yang masuk melalui

daerah mikro aberasi/luka pada jaringan permukaan epithel menginfeksi sel

basal. (Culp TD, 2004). Protein virus akan mengambil alih perkembangan siklus

sel dan mengikuti diferensiasi sel. Di duga virus masuk sel melalui ‘reseptor α6-

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 18/78

integrin ‘ dan ‘heparan sulfat’ serta ‘laminin 5’ kemudian masuknya virion di

dalam sel melalui ‘klathrin’ atau ‘kaveola’.(Lanioz V,et.al. 2008(21)

Proses masuknya virion kedalam inti sel belum jelas di ketahui. Diduga

ujung N (amino) L2 terpotong didalam kompartemen endosome melalui proteaseseluler, ‘furin’ dan selanjutnya melepaskan kompleks genom L2 kedalam sitosol.

Genom L2 kemudian translokasi kedalam nukleus. Setelah berada dalam inti maka

kaskade ekspresi gen virus terus terjadi dan memproses ‘copy’ DNA virus dalam

 jumlah tertentu pada setiap sel yang terinfeksi. Genom virus bermigrasi kedalam

inti dalam bentuk episome dan terjadi aktivasi ‘early promoter’ HPV. Sintesis virus

DNA terjadi dalam sel yang terinfeksi dengan ‘copy’ episome sekitar 50-100

genom setiap sel. Setelah sel basal membelah, episome HPV mengalami replikasi

dan di distribusikan didalam sel ’daughter’(2 anak sel). Virus akan mengikutiperjalanan sel dengan melakukan diferensiasi dan tetap aktif. (Doorbar

J,et.al.2004(22).

Saat sel host yang mengandung HPV berdiferensiasi , ‘late promoter’

teraktivasi dan membentuk produk ‘late genes’ ,terbentuk kapsid dan virion baru.

Replikasi HPV tergantung dari proses sel host dan sintesa DNA virus tetap

berlangsung di seluruh strata atas epidermis.

Reaksi Imunologik

Virus HPV yang masuk menginfeksi sel serviks akan menimbulkan reaksi

sistim immun. Reaksi immun terhadap virus HPV tergantung pada beberapa

faktor yang berperan. Reaksi yang ditemukan antara lain : menurunnya sel

Langerhans, adanya ‘keratinosit HLA-DR’ dan ICAM 1 ( Intracellular Molecular

adhesive 1 ) serta LFA-1 ( lymphocyte function associated antigen 1 ).(Martin

MP,et.al.2005(23)

Pengamatan dan penelitian tentang sel mediated immune respons

terhadap infeksi HPV masih sulit. Pertama karena siklus hidup dan transkripsi gen

HPV tergantung pada stadium diferensiasi keratinosit, adanya perbedaan

pengamatan pada target antigen, juga infeksi HPV hanya terletak pada epithel

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 19/78

skuamosa. Manifestasi infeksi secara sistemik belum jelas sehingga penelitian

reaksi immun dari infeksi HPV melalui darah masih cukup sulit.

Innate immunity pada infeksi virus HPV

Secara alami garis pertahanan awal melawan benda asing pathogen adalah

ketahanan nonspesifik yang disebut innate immunity. Pertahanan awal ini

dilakukan antara lain oleh kulit, permukaan mukosa, respons non epithel

termasuk sitokin, neutrofil dan makrofag. Garis pertahanan kedua adalah

ketahanan yang didapat (aquired immunity) dan spesifik untuk beberapa benda

pathogen dan terdiri dari imunitas humoral yang dimediasi oleh antibody yang

berikatan dengan antigen untuk dipromosikan difagosit atau lisis lewatcomplement serta CMI ( cell mediated immunity). Pada infeksi virus HPV, respons

ini tidak terlalu baik karena HPV adalah imunogen buruk disebabkan strukturnya

dan karakter fisiologiknya. (Frazer I,et.al.2007(24) Protein virus HPV juga

terekspresi sangat rendah pada epithel bagian basal, sehingga tidak dapat diakses

oleh sistim imun host.Infeksi HPV hanya terbatas pada sel kulit dan tidak

menginduksi kematian sel yang merupakan pemicu utama respons innate dan

adaptif immune. Juga ekspresi antigen HPV sangat terbatas serta DNA virus HPV

tanpa perantara RNA yang memudahkan respona innate imun. Beberapa hal

diatas yang menyebabkan deteksi dan respons imun sangat lambat dan lemah.

Respons antibody terhadap antigen HPV ( seperti E1, E2 ,E6 dan L2) pada infeksi

akut atau persisten serta pada kanker serviks sangat minimal atau bahkan tidak

ada. (Stanley M,et.al. 2008(25 ) Respons dari CMI terhadap virus HPV sangat

penting dalam control infeksi HPV. Peran CD4+ T-helper dalam respons immune

tampak pada pencegahan infeksi HPV yang persisten. Juga CD4+ T-helper sangat

berhubungan dengan terjadinya regresi pada infeksi HPV. Stimulasi sel T oleh

protein E2 yang ditandai dengan level yang tinggi dari IFN-Ý konsisten dengan

fenotip T helper ( Th1) serta sangat berhubungan dengan regresinya infeksi HPV. (

Dillon S,et.al.2007(26). Selular dan humoral immunity sebagai innate immune

mempunyai peran yang terbatas dalam merespons infeksi HPV. Konsentrasi

antibody relative kurang sensitive dengan sinyal yang rendah. Infeksi virus HPV

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 20/78

tidak mengalami viremia pada kondisi alami. Setelah infeksi alami/pertama sistim

imun serta antibody sangat rendah sehingga tidak mampu memproteksinya.

Sistim imun ini meningkat pada keadaan infeksi yang persisten atau telah

menyebabkan perubahan kearah tingkatan penyakit. Partikel virus bebas yang

dilepaskan pada permukaan sel epithel mempunyai akses yang kurang ke saluran

vaskuler dan limfatik untuk limfnode dimana respons imun diinisiasi. Integrasi

DNA HPV kedalam kromosome host , menyebabkan kromosome tidak stabil

meningkatkan resistensi terhadap kedua sistim ketahanan imun yaitu innate dan

adaptif sebagai antiviral. Integrasi HPV DNA kedalam kromosome host dikenal

dan terjadi dalam proporsi yang tinggi pada kanker serviks. Respons sel T juga

sangat rendah atau menghilang pada CIN III dan kanker serviks invasive.(Stanley

MA,et.al 2009(27).

Adaptive Immunity pada infeksi virus HPV

Pada saat infeksi primer virus HPV, sistim imun secara umum berfungsi

dalam bentuk innate dan adaptif imun respons.Kedua respons imun ini bekerja

bersama sama untuk mengenal dan melawan antigen/benda asing. Pada awalnya

innate imun respons yang aktif, dan selanjutnya adaptif imun yaitu meliputi

humoral dan ‘cell mediated immune responses’ (CMI) yang melawan material

pathogen/antigen yang sama.( Frazer I,et.al. 2007(24). Respons innate imunsecara prinsip bekerja pada inflamasi lokal yang diaktivasi oleh kematian sel lokal

dan injury pada tempat infeksi. Respons innate ini meliputi pengerahan sel

fagosit seperti neutrofil, sel dendritik dan makrofag serta pelepasan ‘soluble

mediators’ seperti sitokin dan complement. Sel dendritik dalam fungsinya adalah

sebagai jembatan dari respons imun innate dan adaptif. Sel ini menangkap dan

memproses microbial antigen, jadi berfungsi sebagai ‘antigen presenting cells’

(APC) dan bermigrasi mencapai organ limfoid sekunder dan berinteraksi dengan

sel T helper yang adalah bagian dari CMI ( cell mediated immune responses).(Stanley MA, et.al.2009(27). Limfosit T helper terregulasi dalam dua bentuk yang

berbeda dari sistim immune adaptif. Pertama dapat dipersiapkan /berdiferensiasi

sebagai ‘sitotoksik T limfosit’ bagian dari efektor sel T yang dapat bermigrasi

ketempat infeksi dan membunuh sel yang terinfeksi /pathogen. Salah satu fraksi

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 21/78

limfosit T helper dan sitotoksik T limfosit menjadi ‘memory T cell’ yang

membentuk pool memory sel T. Sel limfosit T juga mengaktifkan jalur humoral

dari sistim immune, untuk menghasilkan antibody spesifik pathogen. Selanjutnya

respons immune dibutuhkan untuk bahan pathogen yang berbeda beda, dengan

respons antibody yang kuat untuk proteksi yang kokoh melawan banyak penyakit

virus (Schwarz TF,et.al.2008(28). Aktivasi limfosit T helper menginduksi

diferensiasi limfosit B menjadi ‘sel plasma’ dan mensekresi antibody spesifik

pathogen yang dapat berikatan dengan pathogen ekstraselular dan ditandai

untuk dirusak/dibunuh oleh sel fagosit. Antibody dapat juga berikatan dengan

protein kapsid virus dan mencegah masuknya virus kedalam sel host. Meskipun

virus HPV dapat menekan respons innate immune dan sistim immune, akan tetapi

infeksi primer/awal dapat menghilang kira-kira 90 %. Secara tepat rangkaian

sistim immune dalam mengikuti infaksi HPV pada serviks belum dipahami secara

 jelas. Akan tetapi jelas bahwa pada awalnya innate immunity dan selanjutnya CMI

dan humoral immunity memegang peran penting dalam respons immune infeksi

HPV pada traktus genitalia. ( Schwarz TF,et.al.2008(28).

Gambar. 1. Gambaran respons immune innate dan adaptif. Peranan sel dendritik

mengaktivasi respons innate immune dan migrasi ke jaringan limfoid lokal sebagai

APC. ( dikutip dari Schwarz TF,et.al. 2008(28).

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 22/78

 

Sel Dendritik (DC)

Infeksi HPV secara normal adalah intraepithelial. Pada dasarnya serangan

HPV ini akan dapat dideteksi oleh APC pada epithel skuamous yang disebut sel

Langerhans (LC) yang dikenal juga sebagai ‘intraepithelial dendritic cells’. Kapsid

virus yang masuk dalam sel biasanya mengaktifkan signal untuk sel DC , akan

tetapi sel LC ini kurang merespons kapsid L1 HPV. Sekitar 8 bulan setelah infeksi

HPV, jumlah yang rendah dari neutralizing antibody untuk kapsid protein L1

ditemukan dalam serum individu yang terinfeksi. (Nicol AF,et.al.2005(18). Spesifik

IgG dan IgA ditemukan secara lokal dimukosa serviks walaupun dalam kadar yang

rendah. HPV yang menginfeksi sel keratinosit akan mengaktifkan produksi

interferon tipe 1 yang berkemampuan sebagai antivirus dan juga berperan dalam

sistim imun innate. Interferon tipe 1 (IFN α dan IFN β) mempunyai kemampuan

sebagai antivirus, antiproliferative, antiangiogenik dan sebagai immunostimulator

yang berperan sebagai perantara antara innate dan adaptif immune, sekaligus

 juga mengaktifkan sel DC imatur. Efektor T limfosit sebagai CMI pertama tama

secara langsung melawan protein E2 dan E6 HPV yang direfleksikan oleh infiltrasi

spesifik sel T helper, sitotoksik T limfosit, makrofag, dan produksi local dari sitokin

proinflamasi.(Stanley M,et.al.2008(25) Akan tetapi sebagaimana virus DNA padaumumnya, virus HPV juga dapat menginhibisi sintesa interferon, juga signal

reseptor.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 23/78

 

Gambar. 2. Skema sederhana respons imun pada infeksi HPV. ( dikutip dariStanley M,et.al.2008(25)

Onkoprotein E6 dan E7 dapat juga menekan regulasi interferon, merubah

ekspresi respons gen interferon, dan juga gen regulator siklus sel. Bila virus HPV

hanya diam didalam lapisan sel basal, dan tidak ada replikasi virus maka HPV

dapat terhindar dari sistim imun host. Perubahan epithel serviks secara patologik

diklasifikasikan sebagai CIN ( I,II dan III) yang selalu berhubungan dengan replikasi

virus seta ‘shedding’ virus . Ditemukan bahwa menurunnya jumlah LC ( selLangerhans ) di epithel berhubungan dengan peningkatan ‘severity’ dari neoplasia

. Terganggunya kuantitas dan kualitas sel Langerhans (LC) memberi potensi

perubahan respons immune terhadap HPV dan hubungannya dengan kanker

serviks. Perkembangan lesi CIN sampai ke kanker serviks berhubungan dengan

konversi genom virus dari episomal kearah bentuk integrated dan inaktivasi p53

dan pRb serta respons immune. Respons CMI dan antibody mediated neutralizing

sangat penting mengontrol dan mengurangi infeksi HPV yang akan berkembang

kearah neoplasia. Regresi lesi infeksi juga diperankan oleh CD4+ (T-helper) danCD8+ (sitotoksik sel T) yang menyebabkan regresi spontan.

Respons sel ‘T helper’ terhadap infeksi menunjukkan hasil yang berbeda-

beda. Disatu sisi menunjukkan bahwa seT dapat menghilangkan infeksi virus. Sel T

CD8 , MHC kelas I CTL, dapat mengenal dan menghancurkan sel host yang

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 24/78

terinfeksi virus atau sel tumor yang disebabkan oleh virus. Sel basal yang

terinfeksi akan memperlihatkan antigen virus tapi sistim immun adaptif tidak

mampu dirangsang sehingga toleransi perifer dapat terjadi. (Martin MP,et.al.

2005(23).

Pada lesi tampak penyimpangan perkembangan sementara reaksi immun

lokal atau sistemik dari respons antibodi ‘Th1’ ke respons ‘Th2’ yang didominasi

oleh sitokin IL-6 dan IL-10. Penyimpangan ini terjadi karena infeksi terjadi

bersamaan waktu dengan respons innate dan adaptif immun yang berhubungan

dengan produksi antibodi. (Schwarz TF,et.al.2008(28)

Analisa pada SIL ( squamous intraepithelial lesion) dan sediaan kanker

serviks menunjukkan aktivitas CTL di lesinya. Sel CTL juga dapat menurunkan

ekspresi pE6 dan E7. Pada infeksi persisten HPV 16 (E6 dan E7) didapatkan CTL

yang kurang, sehingga disimpulkan CTL sangat penting untuk menghilangkan

infeksi HPV 16.

Peran sitokin antiviral dan antiproliferatif.

Pada siklus infeksi , pada dasarnya ikut serta dengan keratinosit.

Keikutsertaannya sejak awal mulai dari sel basal primitif dalam epithel dan

berlangsung terus sampai berakhirnya diferensiasi sel skuamosa. Sel epithelmerupakan pertahanan mekanis awal . ( Stanley M,et.al.2008(25 )

Keratinosit mensekresikan sitokin dalam jumlah yang sedikit, termasuk

sitokin pro-inflamasi, ‘growth factors’serta kemokin yang dapat meningkat akibat

berbagai rangsangan. Sitokin mempunyai peranan penting dalam memodulasi

respons immun. Termasuk sitokin/kemokin antara lain : IL-2, IL-3, IL-4, IL-6, IL-10

dan IL-12 serta ‘transforming growth factor β’ (TGF-β ) , TNF ( tumor necroting

factor), IFN- α dan IFN-β (interferon) yang di produksi oleh sel epithel dapat

menghambat proliferasi keratinosit yang terinfeksi dengan HPV. Termasuk juga

menghambat gen HPV E6 dan E7. Gen/protein E6 berperan menghancurkan p53

melalui ‘ubiquitin mediated proteolysis’, sedang pE7 berinteraksi dengan pRb

yang berperan meregulasi siklus sel. Transforming growth factor  –β (TGF-β )

mampu menghambat sel immortal HPV 16 dengan menekan gen c-myc. Virus

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 25/78

HPV 11 memperlihatkan overekspresi TGF-β dan ‘down regulate ‘ bcl-2, c-myc, c-

 jun dan c-Ha-ras serta mengkode ekspresi gen NFkB. Sitokin TNF mempunyai

pengaruh antiproliferasi pada sel keratinosit yang terinfeksi HPV 16. Tetapi tidak

berpengaruh pada sel keratinosit immortal yang terinfeksi HPV 18. Seperti halnya

TGF-β, TNF juga mampu menekan ekspresi pE6 dan E7 pada sel keratinosit

immortal HPV 16. (Chang DC,et.al. 2005(29)

Interferon termasuk IFN-α, IFN-β serta IFN-γ yang di produksi sel T

menunjukkan antiproliferatif terhadap sel keratinosit immortal yang terinfeksi

HPV 16. Interferon-α (IFN-α ) juga dapat menghambat ekspresi protein E7 HPV

16, tetapi tidak berpengaruh pada ekspresi E6. Dapat juga menghambat ekspresi

pE6 dan E7 dari HPV 18.(Burd EM, 2003(17)

Interferon-β (IFN-β) dapat menurunkan transkripsi gen E6 dan E7 HPV 16 pada

keratinosit HPK-1A tapi tidak demikian dengan IFN-α dan IFN-γ.

Interferon-γ (IFN-γ ) menghambat transkripsi gen E6 dan E7 HPV 16, HPV 18 dan

HPV 33 yang disertai hambatan pertumbuhan keratinosit immortal, namun IFN-α

tidak demikian. Interferon-γ juga dapat menghambat proliferasi pertumbuhan

HPV 16 dengan konsentrasi 10-100 kali lebih tinggi dari normal. (Stanley M

2008,et.al.(25)

Sel tumor diduga tidak terpengaruh oleh efek sitokin antiproliferasi pada

sel immortal ,juga sitokin proinflamasi tidak berpengaruh pada sel yang immortal.

Setelah transformasi maligna/keganasan, terjadi resistensi terhadap pengaruh

IFN. Sel yang terinfeksi HPV dapat lepas dari pengaruh sitokin proinflamasi.(Chen

J, Guoying Ni, 2011(30)

Peningkatan tumorigenesis menurunkan ekspresi TNF. Pelepasan reseptor

TNF solubel tipe 1 meningkat pada sel tumorigenik. Pengukuran reseptor TNF

solubel tipe 1 dan 2 meningkat dalam serum terinfeksi, sehingga disimpulkan

bahwa reseptor solubel TNF memfasilitasi pertumbuhan lesi. Protein E7 mampu

menghambat ekspresi INF-α, melalui penghambatan pada translokasi p48 yang

merupakan komponen ikatan DNA-IFN-α. Dari beberapa hal diatas, dapat

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 26/78

disimpulkan bahwa sel tumor mempunyai kemampuan untuk menghindari dan

menghambat ekspresi sitokin proinflamasi.

Mekanisme HPV Menghindar dari Respons Imun

Infeksi virus HPV yang progresif berkembang dari tingkat dysplasia serviks

menjadi kanker serviks invasive hanya berkisar kurang lebih 12 %saja. Setelah

virus masuk melalui lesi kecil pada daerah SSK dan mencapai sel target yaitu sel

basal, makrofag sebagai pertahanan awal akan memfagosit virus HPV agar dapat

membunuhnya. Akan tetapi virus HPV tidak mati bahkan virus mempunyai

kesempatan melakukan replikasi dalam makrofag. Telah diketahui bahwa untuk

replikasi maka , virus HPV harus memerlukan DNA , protein dan energy dari host.Virus mempunyai beberapa sifat dalam proses infeksi antara lain (Martin MP

et.al.2005(23) :

1.  Dapat menginfeksi sel/jaringan tanpa menimbulkan respons inflamasi

2.  Dapat berkembang biak dalam sel host tanpa merusaknya.

3.  Dapat mengganggu fungsi khusus sel terinfeksi tanpa merusak secara

nyata.

4. 

Merusak sel atau mengganggu perkembangan sel host.

Pada infeksi yang persisten, HPV berupaya lolos dari sistim imun sehingga dapat

bertahan bahkan menyebabkan perubahan seluler seviks kearah dysplasia

selanjutnya menjadi kanker. Beberapa faktor yang sangat menunjang virus HPV

lolos dari sistim imun antara lain (Kanodia S, et.al.2007(31) :

-1. Virus HPV bersifat ‘non-lytic’ dan tidak menampakkan signal pro-inflamasi,

hingga tidak mengaktifkan sel DC ( sel dendritik) sehingga tidak menginduksi

migrasi sel ini pada daerah lokal infeksi. Infeksi HPV yang non- lytic sebabkanterbatasnya produksi antigen sehingga meminimalkan reaksi sistim imun adaptif.

Ekspresi protein E sangat rendah. Kesemuanya memberi sinyal pro-inflamasi yang

buruk sehingga mengurangi respons imun host.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 27/78

-2. Virus HPV dapat mengurangi kode genetik yang berlebihan untuk kontrol

produk gennya. Melalui kontrol mekanisme transkripsi dan translasi dan

mencegah ekspresi gen L pada lapisan basal epithel, dapat menghindarkan

deteksi respons imun.

-3. Sel T sangat penting mengontrol infeksi HPV dan menginduksi tumor. Supresi

imun atau defisiensi imun memberi peluang HPV menginduksi tumor/kanker.

Virus HPV mengganggu pengenalan antigen untuk membentuk ‘peptida-MHC

complex’. Protein peptide E6 dan E7 tidak diekspresikan oleh HPV + sel tumor

sehingga lolos dari ‘cytotocxic T cell’ (CTL). 

-4. Mengganggu fungsi interferon. Interferon-γ diekskresi oleh sel imun untuk

meregresi infeksi HPV. Peran antiviral dan respons imun dan control sel tumbuh

diekspresikan oleh IFN dan ISG ( IFN-stimulated gene) serta sitokin yang berikatan

dengan ISRE (IFN-stimulated response element). Protein E7 HPV dapat

menghambat ISRE. Juga IFN tidak dapat menginhibisi transkripsi dari E6/E7 RNA.

Protein E7 menekan IRF-1 (IFN-regulatory factor-1), protein E6 menghambat

fungsi IRF-3.

-5. Protein E6/E7 menghambat produksi mediator imun. Menghambat kemokin

MCP-1( monosit chemo attractant protein-1) yang menarik monosit, memory sel

T dan NK sel. Menekan produksi IL-8 dan IL-18 yang berperan sebagai ‘chemo

attractant’ untuk neutrofil, basofil dan sel T. 

-6. Mengalihkan profil sitokin, dengan cara meningkatkan level dari IL-10 yang

menekan respons imun melawan infeksi HPV. Perubahan profil sitokin mengarah

pada kondisi immunosupresi dan menyebabkan HPV menginduksi terjadinya

kanker serviks.

-7. Mengatur molekul adhesive pada APC (LC). Molekul adhesive pada LC antara

lain : E-cadherin, ICAM-I, VCAM-I, LFA-3. Protein HPV dapat menekan ekspresi

molekul adhesi tersebut. Protein E6 dapat menekan ekspresi E-cadherin dalam sel

keratinosit dan secara tidak langsung membatasi presentasi antigen virus untuk

sel LC.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 28/78

-8. Mengatur signal intraseluler. Protein HPV menginhibisi LC dengan menekan

aktifnya PI3-K ( phosphoinositide 3 -kinase) dan menekan MAPK (mitogen-

activated protein kinase).

-9. Menginhibisi migrasi APC. Melalui penekanan pada ekspresi MIP-3 alpha (macrophage inflammatory protein-3 alpha) yang dihasilkan oleh sel epidermal

yang mengalami inflamasi.

-10.Mencegah Apoptosis sel yang terinfeksi.

Peran HR-HPV Sebagai Karsinogen Pada Kanker Serviks

Infeksi virus HPV pada serviks memproduksi koilositotik atapia. Padaperkembangan lebih lanjut, terjadi perubahan yang disebut dysplasia atau CIN (

cervical intraepithelial neoplasia). Selanjutnya dysplasia juga mempunyai arti

sebagai ’maturasi abnormal’ dan terbagi menurut gradasinya. Dysplasia dapat

berkembang menjadi kanker serviks invasive. Dysplasia ditandai oleh adanya sel

imatur, disorganisasi seluler, inti abnormal, dan peningkatan aktivitas mitosis.

Displasia terbagi dalam 3 gradasi yaitu : CIN I atau LGSIL dan CIN II serta CIN III

atau HGSIL.(Bosch FX,et.al.2002(32)

Banyak infeksi virus HPV pada serviks ( dengan sel abnormal atau tidak )

menghilang atau disupresi oleh ‘cell-mediated immunity’ setelah satu sampai 2 

tahun setelah terpapar. Sekitar 80-85 % displasia ringan (LGSIL) dapat menghilang

setelah 5 tahun tanpa diobati . Aktivasi sistim immune memegang peran penting

pada proses regresi ini. Regresi spontan pada LGSIL sebesar 40 % setelah 2-3

tahun , pada HGSIL sekitar 20 % kembali ke gradasi LGSIL. Gradasi HGSIL

berkembang menjadi kanker serviks sebesar kurang lebih 66 % setelah 2-3

tahun. (Dinesh Gupta, 2010(15).

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 29/78

 

Gambar 9. Mekanisme karsinogenesis virus HPV menginfeksi sel normal dan

berkembang menjadi sel dysplasia low grade ( LGSIL) dan high grade (HGSIL)

selanjutnya kanker serviks. (dikutip dari Bosch FX,Lorincz A,Munoz N,Meijer

CJLM,Shah KV. The causal relation between human papllomavirus and cervical

cancer.(2002 (32)

Human Papilloma Virus yang menginfeksi sel basal epithel serviks akan

mengsintesa protein untuk pembentukan partikel virus baru. Sel epithel yangterinfeksi akan mengaktifkan mekanisme pertahanan seluler untuk memperbaiki

rangkaian DNA sebelum membelah lebih lanjut. Proses ini terjadi sementara

dalam fase siklus sel. Ini diatur oleh protein kaskade antara p53 dan pRb. Pada sel

yang mengandung lokasi virus DNA akan masuk dalam proses kontrol untuk

diperbaiki kerusakannya atau dieliminasi oleh p53 dan pRb. Sehingga sel yang

terinfeksi masuk dalam program kematian sel atau ‘apoptosis’, untuk mencegah

perkembangan sel yang terinfeksi. (Longworth MS,et.al.2004(33).

Virus HR-HPV mempunyai protein untuk menghambat sistim pertahanan

seluler tersebut. Gen transformasi virus E6 dan E7 menghambat kontrol sel

untuk proliferasi sejak terekspresi dalam jaringan. Onkoprotein E6 akan berikatan

dengan p53 menghambat kontrol tumbuh dan diferensiasi sel , sebagian

menstimulasi p21 dan p 16 sehingga siklus sel berlanjut ke fase ‘S’.  (Bosch

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 30/78

FX,et.al.2002(32) Demikian juga yang berlaku pada pRb oleh pE7. Selain tidak

mampu mengeliminasi virus DNA juga kehilangan fungsi melakukan perbaikan

DNA rusak. Pada waktu yang sama juga hilang atau berkurangnya ekspresi

molekul kelas I ‘complex  histocompatibility’, dimana kehilangan pengenalan

terhadap presentasi antigen permukaan. Perubahan yang disebabkan oleh HPV

ini dapat menerangkan mengapa sel kanker lepas dari kontrol sistim immun

seluler. (Burd EM, 2003(17)

Virus HPV tidak mempunyai reseptor spesifik tapi mempunyai permukaan

molekul dengan fungsi vital yang menyebabkan tidak dapat mencegah target

infeksi. Infeksi virus dengan jumlah yang banyak menjadikan sistim immun tidak

dapat mengeliminasi seluruhnya.Sehingga peluang transformasi neoplastik makin

besar. Walaupun demikian infeksi dengan jumlah virus sedikit tapi persisten tetapmemberi peluang terjadinya tumor.(Howley PM,et.al.2001(34) Secara umum

virus DNA terintegrasi dan terfragmentasi dalam genom sel host . Bagian virus

DNA yang terbelah pada daerah E2 menghilangkan kapasitas area pengaturan

untuk ekspresi genetik virus. (Rodriquez C,et.al. 2009(12)

Beberapa karakteristik yang menyokong peran HR-HPV menginduksi sel

host menjadi kanker serviks antara lain : (Bosch FX,et.al.2002(32)

-Selalu ditemukan adanya HPV DNA dalam sel neoplastik pada biopsi jaringantumor.

-Adanya ekspresi onkogen virus, pE6 dan Pe7 dalam material tumor.

-Adanya material transformasi dari pE6 dan pE7

- Dibutuhkannya ekspresi pE6 dan pE7 untuk mempertahankan kelangsungan

fenotip keganasan sel kanker serviks.

- Adanya interaksi onkogen virus dengan protein yang mengontrol pertumbuhan

sel host.

- Pada penelitian epidemiologik infeksi HR-HPV adalah faktor utama untuk

perkembangan kanker serviks.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 31/78

Bentuk perubahan transkripsi pada lesi terjadi peningkatan sesuai derajat

beratnya. Seluruh ORFs (E1-E7) terekspresi pada awal lesi, tapi ekspresi ORF E4

dan E5 tidak ditemukan pada kanker invasif. Protein E6 dan E7 mempunyai

kemampuan transformasi. Kedua protein ini selalu intak dan tetap terekspresi

pada sel kanker serviks, sel yang telah ditransformasi oleh HPV. Keduanya

terekam pada level yang tinggi pada lesi derajat tinggi (HGSIL) dibanding pada

LGSIL. Pada lapisan sel , DNA HPV terintegrasi pada DNA sel host.(Burd EM,

2003(17)

Pengaruh onkogen virus HPV pada kejadian kanker serviks 

Virus DNA membawa onkogen yang terletak dalam genomnya dan dapat

mentransformasi sel host yang terinfeksi. Virus DNA menggunakan

onkoproteinnya sebagai komponen kunci merusak control/regulasi sel tumbuh

secara normal. Pertumbuhan sel secara normal sebagian besar diatur oleh 2

protein selular yaitu protein supresor tumor ‘p53’ dan ‘pRb’. Onkoprotein E6 akan

mengikat p53 dan onkoprotein E7 akan mengikat pRb. Ikatan pE7 dengan pRb

dalam bentuk fosforilasi akan mengurai pRb-E2F sehingga pE2F menjadi bebas..

Protein E2F adalah protein factor transkripsi pada fase ‘S’ dari siklus sel.

Sehingga memicu transkripsi gen masuk dalam fase ‘S’ siklus sel tanpa melalui

proses normal. Protein E2F yang bebas akan merangsang siklus sel berlangsungterus melalui mekanisme aktivasi proto-onkogen ‘c-myc’ dan ‘N-myc’. Akibatnya

siklus sel berlanjut tanpa control. (Faridi R,et.al.2011(1) Pada proses regulasi

siklus sel di fase G0 dan G1, TSG pRb juga diikat oleh pE7 sehingga pE2F bebas

maka mekanisme aktivasi terjadi juga. Produk gen HPV E7 berikatan dengan

bentuk fosforilasi pRb. Produk gen E7 dapat berinteraktif dengan protein seluler

seperti ‘cyclin E’ dan menstimulasi sintesa DNA dan proliferasi sel. Peningkatan

integrasi dan produksi protein E6 dan E7 dalam progresivitas perubahan sel

menjadi kanker bergantung pada integrasi TSG ( tumor suppressor gen ) : ‘hTERT’(human telomerase reverse transcriptase), p53 dan pRb protein. Protein ‘hTERT’

adalah sub unit katalis dari ‘telomerase’ yang berperan pada sintesa akhir

‘telomer’ rangkaian kromosome pada saat replikasi DNA.(Ferber

MJ,et.al.2003(35) Telomerase adalah gen yang mempengaruhi batas umur suatu

sel. Semakin panjang atau perpanjangan telomerase akan meningkatkan umur

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 32/78

sel.(Wang PH,et.al.2006(7). Tidak sama dengan kanker lainnya , p53 pada kanker

serviks biasanya dalam bentuk ‘wild type’ dan tidak dalam keadaan mutasi.

Produk gen HPV E6 berikatan dengan p53 sebagai target untuk mempercepat

degradasi melalui ‘cellular ubiquitin ligase’. Interaksi p E6 dengan p53 tidak secara

langsung, tetapi dimediasi oleh protein seluler yang disebut ‘E6 associated

protein’ ( E6AP). Protein E6AP ini adalah ‘ubiquitin protein ligase’. Degradasi ini

efeknya sama dengan inaktivasi karena mutasi. Akibatnya aktivitas normal dari

p53 sebabkan ‘arrest’ G1, apoptosis dan repair DNA terhambat.

Kemampuan protein E6 dan E7 secara bersama-sama dan efektif

menyebabkan sel keratinosit immortal. Keadaan ini merupakan kharakteristik dari

HPV high risk dan tidak pada low risk. Protein HPV E6 low risk tidak berikatan

dengan p53. Produk gen HPV E7 berikatan dengan bentuk fosforilasi pRb. Ikatanini memutuskan ikatan kompleks pRb dengan ‘factor cellular transcription’ E2F-1,

sebabkan E2F-1 bebas. Sehingga memicu transkripsi gen masuk dalam fase ‘S’

siklus sel tanpa melalui proses normal. Produk gen E7 dapat berinteraktif dengan

protein seluler seperti ‘cyclin E’ dan menstimulasi sintesa DNA dan proliferasi sel.

(Burd EM, 2003(17)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 33/78

Gambar 3. Pengaruh protein E6 dalam proses siklus sel serta inaktivasi p53

yang menginduksi sel terinfeksi HPV menjadi immortal. ( dikutip dari Burd

EM.Human Papillomavirus and Cervical Cancer,2003)(17)

Onkogen yang bersifat mutagen dan masuk dalam sel target sebabkanmutasi proto-onkogen . Onkogen akan menginduksi sel mutan baru untuk

bertumbuh menjadi kanker. Onkogen virus HPV adalah onkoprotein E6 dan E7.

Onkoprotein E6 dan E7 diekspresikan sebagai poliprotein. Panjang asam amino

pE6 : 151 dan pE7 : 98 as. amino. Protein E6 terletak dimatriks nucleus dan

membrane nonnuclear. Protein E6 mempunyai 2 daerah ikatan dengan ‘zink’.

Dapat mengikat lebih dari 12 macam protein. Ekspresi E6 dapat sebabkan sel

immortal. Protein E6 mengikat p53 sebagai TSG( tumor suppressor gen) hingga

regulasi siklus sel, ‘arrest’ maupun ‘apoptosis’ terhambat. Pada kerusakan DNAoleh sebab eksogen termasuk virus, p53 teraktivasi dan sebabkan sel arrest atau

masuk program apoptosis. Bila p53 diikat oleh pE6, fungsi ini gagal dan terjadi

peningkatan proliferasi sel. Protein E6 juga meningkatkan ‘telomerase’ melalui

ikatan kompleks dengan Myc/mac protein dan Sp-1 yang akan mengikat enzyme

‘htert’ (human reverse transcriptase) sebabkan aktivitas telomerase hingga sel

terus berproliferasi dan immortal.(Wang PH,et.al.2006(7) Protein E7 terdapat

terutama di nucleus, dapat berikatan dengan family pRb. Fungsi protein pRb

adalah mengatur siklus sel. Protein Rb terikat dengan factor transkripsi ‘E2F-DP’ .

Protein pRb terdiri dari protein : p 107, p 120 dan p 130. Protein Rb yang tidak

difosforilasi dalam kompleks dengan factor transkripsi E2F-DP dan mengakibatkan

represi transkripsi. Protein Rb bila berikatan dengan pE7 akan melepaskan E2F-

DP dan sebabkan replikasi sel basal/suprabasal. Protein E2F yang bebas akan

merangsang siklus sel melalui aktivasi proto-onkogen c-myc dan N-myc dan

mengakibatkan siklus sel berlangsung tanpa control. Protein E7 dapat mengikat

cyclin A dan E serta juga berikatan dengan p 21 dan p 27 sehingga meningkatkan

proliferasi sel. Protein p 21 dan p 27 adalah ‘cdk inhibitor (cdk 1 )’. Ikatan dengan

pE7 akan mengaktifkan ‘cdk’. Ikatan pE7 dengan ‘HDACs’ ( hystone d-acetylases)

sebabkan sel immortal . Kombinasi mekanisme tersebut diatas mendorong

transformasi keganasan sel (serviks). Kegagalan control siklus sel awal

perkembangan ke arah kanker. Kanker berkembang dari beberapa mutasi yang

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 34/78

bebas. Virus DNA dapat menyebabkan mutasi dan transformasi sel yang

terinfeksi. Virus mampu mengintegrasikan informasi genetiknya kedalam DNA sel

host. Akibat integrasi tersebut sebabkan produksi berubah dan disebut protein

transformasi. Integrasi DNA virus dan DNA host akan menyebabkan mutasi sel

dan ini merupakan awal proses transformasi sel. (Raybould R,et.al.2011(36).

Gambar 4. Patogenesis dari onkogenik HPV. Gen HPV E6 dan E7 mengkode

protein multifungsi dan berikatan dengan p53 seluler dan protein pRb , merusak

fungsi keduanya dan merubah jalur pengaturan siklus sel menuju ke transformasi

seluler. (dikutip dari Burd EM. Human Papillomavirus and Cervical

Cancer,2003)(17).

Pada sel yang berubah, DNA HPV terintegrasi kedalam satu atau lebih

kromosome. Pada proses integrasi, pE2 tidak berfungsi sehingga merangsang

aktivitas pE6 dan pE7. Target gen untuk beberapa mutasi terbagi dalam 2kategori. Pertama,peluang mutasi gen akan meningkat bila sel terakumulasi

mutasi selanjutnya. Perubahan akan meningkat bila lesi gene terakumulasi dan

memberi kontribusi pada perubahan neoplastik. Kedua, secara langsung gen

dipengaruhi oleh kontrol tumbuh dan sifat seluler. (Raybould R,et.al.2011(36)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 35/78

Perubahan fungsi p53, kerusakan DNA , stimulasi growth factor, regulasi negative

atau mutasi dari TSG dll. Fosforilasi pRb berhubungan dengan kehilangan fungsi

supresi gen. Cyclin A dan E, p34-cdc2 dapat memfosforilasi Rb. Stimulasi

proliferasi oleh CSF 1 (colony stimulating factor 1) menginduksi G1-cyclin dalam

makrofag. Transforming growth factor β  (TGF  –β  ) adalah inhibitor tumbuh.

Ekspresi TGF –β menurun oleh c-myc (proto-onkogen). TGF β mencegah fosforilasi

pRb hingga terjadi status supresi. (Martin MP,et.al.2005(23)

Apoptosis 

Apoptosis adalah mekanisme penghancuran sel sendiri yang diprogram

secara aktif untuk pengaturan keseimbangan siklus sel. Program ini diatur oleh

sel sendiri dan lingkungannya untuk proliferasi dan kematian sel. Bila proliferasi

berlebihan atau tanpa halangan akan mengarahkan pada fenotip neoplastik. Sel

apoptotic akan difagosit. Perubahan sel pada apoptosis : 1.shrinkel sel

(penyusutan). 2. Kondensasi dan marginalisasi serta fragmentasi kromatin, 3.

Retensi struktur organel sitoplasma. Induksi apoptosis mulai dari interaksi

reseptor permukaan sel dan ligannya. Beberapa aktivasi apoptosis, fibroblast

dengan TNF (tumor necrosis factor), hepatocyte oleh TGF-β 1 (transforming

growth factor-β1), monosit oleh IL-4 dan neutrofil oleh IL-6. Dalam immune sistim

control limfosit T dan B adalah utama dalam mekanisme apoptosis. (SondelPM,et.al.2001(19) Sitotoksik lmfosit T melawan benda asing termasuk virus dan

mikroba. Target sel apoptosis dinduksi secara cepat, fragmentasi DNA terjadi

beberapa menit setelah CTL berikatan dengan sel target. Sel CTL menginduksi

apoptosis melalui : 1. Sekresi aktif molekul, ‘perforin’ dan granzymes’.2. Berikatan

dengan reseptor target sel,Fas (APO-1) yang bereaksi silang dengan monoclonal

antibody yang menginduksi apoptosis dengan antigen pada permukan sel.

Tyrosine fosforilasi , generasi dari inositol fosfat,yi : protein kinase C (PKC), AMP-

dependent protein kinase (PKA) dan ‘ceramide’ juga Ca2+ ionophore sebagaimessenger kedua untuk apoptosis. Salah satu gene yang berperan adalah p53.

(Gregory CD,et.al.1996(37)

Virus HPV menghalangi apoptosis dengan menghambat fungsi p53. Peran

virus onkogenik menekan apoptosis sangat berhubungan dengan perkembangan

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 36/78

penyakit neoplastik. Jumlah sel tidak hanya oleh pembelahan sel, tapi

berhubungan dengan keseimbangan produksi dan kematian sel. Perkembangan

neoplastik berhubungan dengan peningkatan promosi proliferasi sel dan

hambatan pada kematian sel. Hambatan pada proses kematian sel ada 2 hal yaitu

: 1. Supresi gen untuk hambat apoptosis dan 2. Aktivasi gen untuk promosi

penghambatan apoptosis. Jadi inhibisi apoptosis memberi kontribusi ke

onkogenesis melalui beberapa mekanisme seperti gen kematian dan

regulatornya, tumor suppressor gene, ‘apoptosis antidotes’ seperti ‘bcl-2’.

Hambatan peran p53 untuk mengontrol kerusakan DNA meliputi repair DNA atau

apoptosis member kontribusi kuat untuk tumorigenesis. Onkogenik bcl-2

mempromosi proliferasi dan menyebabkan survival sel menjadi lebih panjang.

Kombinasi bcl-2 dan c-myc meningkatkan perkembangan tumor. Protein produksi

dari proto-onkogen c-myc adalah Myc, yang mempunyai 2 fungsi yaitu proliferasi

atau mengarahkan apoptosis. Protein Myc dengan bcl-2 mengekspresikan ke

onkogenik.(Howley PM,et.al.2001(34)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 37/78

Gambar 6. Jalur ke neoplasia dari ‘low ke high grade malignancy’ berdasarkan

perubahan keseimbangan antara proliferasi dan apoptosis. (dikutip dari Gregory

CD,et.al.. Apoptosis : A Role in Neoplasia )(37)

Jadi proses inhibisi apoptosis dapat member kontribusi pada onkogenesis melalui

banyak mekanisme termasuk kematian sel dan regulatornya, gen tumor supresor,

dan’anti dotum apoptosis’ seperti ‘bcl-2’. Sebagai pemahaman bahwa banyak

respons pengobatan sangat tergantung pada efek control dari proses apoptosis

yang mempunyai kharakteristik pengaturan jumlah sel. Penyokong fungsi gen

untuk kematian sel dan gen tumor supresor dalam pathogenesis dari tumor

sangat penting. Seperti peran p53 gen dalam memprogram apoptosis pada

kerusakan DNA atau memberi kesempatan perbaikan DNA sebagai fungsi control

pada fase siklus sel.. Kegagalan control ini akan memberi kontribusi signifikan

pada proses tumorigenesis. Potensi gabungan ‘bcl-2/c-myc’ mengarahkan pada

perkembangan tumor. Protein hasil/produk dari proto-onkogen ‘c-myc’ yaitu

‘Myc’, adalah sebagai activator transkripsi saat DNA berikatan dengan propertinya

akan meningkat setelah heterodimer dengan pasangan nuklearnya, ‘Max’.

Beberapa fungsi Myc antara lain dapat juga mempengaruhi proliferasi atau

apoptosis.Apabila ada sinyal survival sel yang efektif maka Myc akanmengekspresikan proliferasi. Adanya ‘bcl-2’ melakukan deregulasi ‘c-myc’

sehingga menunjukkan perubahan potensi onkogenik.(Gregory CD,et.al.1996(37)

Respons immune terhadap sel kanker serviks 

Peran sistim immune pada kejadian kanker berdasarkan pada : -Beberapa

tumor tertentu dapat sembuh secara spontan/mengalami regresi spontan. -Pada

pemeriksaan otopsi , insidens keganasan tertentu kira-kira 40 kali lebih tinggi dari

kejadian kilinik. -Pada penderita dengan defisiensi immune atau yang mendapatpengobatan immunosupresi , kejadian keganasan sangat meningkat. Misalnya

insidensi sarcoma Kaposi pada HIV/AIDS. (Nicol AF,et.al.2005(18).

Sistim immune yang berperan adalah sistim immune alami dan sel T

spesifik. Reaksi timbul terhadap antigen baru atau yang diubah pada ermukaan

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 38/78

sel tumor. Sehingga berperan pada ketahanan perkembangan dan pertumbuhan

progresif tumor. Mekanisme immune yang merespons sel tumor pada dasarnya

sama dengan mekanisme melawan sel/benda asing lainnya. Pemahaman dasar

adalah konsep dimana secara kimiawi sel tumor memiliki antigen pada sel

permukaan yang berbeda baik secara kuantitatif maupun kualitatif disbanding sel

host normal. Protein, lemak dan karbohidrat dapan tersimpan sebagai material

’tumor terkait antigen’ (TAA). Beberapa TAA dapat dikenali oleh host untuk

resistensi tumor spesifik dalam menekan pertumbuhan tumor. Tumor yang yang

tumbuh spontan sulit dikenal atau direspons oleh sistim immune dibanding tumor

yang di inisiasi oleh virus atau bahan kimiawi.(Martin MP,et.al.2005(23). Respons

pada antigenitas tumor dan pada immunitas tumor spesifik sangat serupa dengan

yang terjadi pada reaksi penolakan allograf yang melibatkan sistim antigen

transplantasi. Antigen tumbuh dalam beberapa tumor dan spesifik untuk setiap

tumor atau kelompok tumor. Antigen ini disebut TATA ( Tumor associated

transplantation antigen) atau TAA ( tumor associated antigen). Keduanya adalah

antigen permukaan sel dan membangkitkan respons immune spesifik. Antigen ini

ada dibawah pengaruh genetic dan dapat diturunkan pada sel turunannya. Host

memiliki mekanisme respons immune spesifik dan non spesifik. Pada penolakan

tumor, respons immune diarahkan terhadap pemeliharaan homeostasis.

Homeostasis dapat diubah kearah pembentukan tumor atau kearah yangmenguntungkan host. Hambatan yang terjadi karena sel kanker/tumor tidak

merespons lagi regulasi yang mengatur pengendalian sel secara normal. Sel

tumor membentuk bermacam-macam produk khusus. Beberapa produknya

merupakan antigen tipe transplantasi ( TATA). Produk yang lain menggambarkan

ekspresi virus. Produk lain berupa enzim, kolagenase tipe IV, juga factor lain yang

dapat menghindari mekanisme pertahanan host seperti kemotaksis, fagositosis,

fungsi makrofag, fungsi limfosit dan mediator untuk ekspresi immunitas

seluler.(Sondel PM,et.al.2001(19)

Imunitas seluler spesifik pada sel kanker serviks 

Sel tumor dapat dimatikan oleh sel limfosit spesifik. Sel limfosit T-sitotoksik

reaktif terhadap antigen sel permukaan. Sel T immune tumor spesifik mengenal

‘antigen terkait tumor’ (TAA) dalam kaitan dengan antigen kompleks

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 39/78

histokompatibilitas mayor (MHC). Immunitas tumor juga ditunjukkan terhadap

antigen terkait membrane atau antigen yang dilarutkan oleh transformsi limfosit

atau oleh pelepasan mediator seperti MIF atau LIF dari limfosit yang tersensitisasi.

Faktor lain seperti RNA imun dan interferon merespons antigen tumor. Respons

sel T bergantung pada interleukin. Gangguan pada makrofag untuk memproduksi

IL-1 , kerjasama subset sel T berkurang, produksi IL-2 yang menurun akan

mengurangi respons immune terhadap sel tumor.

Imunitas humoral terhadap sel kanker serviks 

Imunitas humoral adalah antibody spesifik untuk antigen tumor.

Antibodi spesifik terhadap antigen tumor membunuh sel sasaran (tumor)

melalui 2 cara : (Sondel PM,et.al.2001(19)

-1. Bergantung komplemen. Antibodi IgG atau antibody IgM mengikat sisi

antigenic pada sel sasaran dan mengaktifkan reaksi berantai komplemen.

Komplemen-komplemen terminal C8 dan C9 menyebabkan lysis dengan jalur

klasik.

-2. Tidak bergantung pada komplemen. Dikenal sebagai reaksi sitotoksik seluler

tergantung antibody. Bila antibody IgG spesifik tumor mengikat sel sasaran

membrane , ada perubahan pada sisi Fc dari rantai berat. Berbagai macam sel

efektor dengan reseptor untuk bagian Fc IgG kemudian dapat mengikat pada sel

tumor yang diselubungi antibody dan menyebabkan lysis. Sel efektor utama

adalah ‘makrofag’ dan ‘sel NK’, yang merupakan limfosit granuler besar . 

Ada juga imunitas alami yang berperan untuk menekan pertumbuhan sel

tumor . Imunitas alami ini tidak bergantung pada pemaparan awal sel tumor.

Sistim imun alami merupakan bagian multifaset. Termasuk sistim ini al : makrofag,

sel NK, sel-sel efektor sitotoksik lainnya, granulosit, dan antibody alami.Komponen-komponen sistim immun ini membentuk garis pertahanan pertama

melawan sel tumor dan bahan/benda asing lain seperti mikroba. Monosit dan

makrofag mempunyai reaksi sitotoksik secara spontan terhadap berbagai macam

sel tumor.Reaksi terhadap sel tumor tidak bergantung pada pengenalan TAA

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 40/78

(antigen terkait tumor) tetapi bergantung pada beberapa struktur permukaan

yang diekspresikan oleh sel tumor.(Sondel PM,et.al. 2001(19)

Perkembangan kanker serviks

Displasia Serviks

Perkembangan kanker serviks mulai dari tingkat pra-kanker atau dysplasia

serviks. Lesi pra-kanker ini dikenal sebagai CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasia )

atau NIS (Neoplasia Intraepithel serviks). Lesi ini merupakan awal dari perubahan

menuju kanker serviks. Lesi ini ditandai dengan adanya perubahan displastik

epithel serviks. Secara klasik berkembang mulai dari NIS I ( CIN I) kemudian NIS II

(CIN II) selanjutnya NIS III (CIN III) dan terakhir kanker serviks invasif. Skrining

untuk pemeriksaan lesi pra-kanker ini secara sederhana adalah pemeriksaan Pap

smear. Pemeriksaan ini dilakukan sekitar 3 tahun setelah seorang wanita

melakukan hubungan seksual. (Massad LS,et.al.2009(38)

Konsep regresi spontan ataupun lesi yang persistent menyatakan bahwa

tidak semua lesi pra-kanker akan berkembang menjadi lesi yang invasif.

Mekanisme terjadinya regresi belum jelas. Diduga adanya aktivasi dari ‘TLR 7’ (

Toll-like receptor) dan ‘TLR 8’ yang mempromosi inflamasi lokal dan menginduksi

regresi yang berhubungan dengan HPV. ( Frazer I,et.al.2006(39)

Untuk memudahkan penilaian sitologi klasifikasi Bethesda

memperkenalkan dua kategori untuk lesi pra-kanker yaitu LGSIL ( Low Grade

Squamous Intraepithelial Lesion) dan HGSIL (High Grade Squamous Intraepithelial

Lesion ). Lesi LGSIL setara dengan NIS I, sedangkan HGSIL setara dengan NIS II dan

NIS III. Dikategorikan derajat rendah karena NIS I hanya kira-kira 12 % yang

berkembang menjadi derajat lebih berat.Selanjutnya pada NIS II dan III, resikomenjadi kanker serviks lebih besar.( Randall ME,et.al.2005(40)

Terdapat hubungan yang kuat antara derajat NIS dan infeksi HPV. Pada

NIS I atau LGSIL infeksi HPV yang dijumpai adalah tipe 6 atau 11. Karenanya tidak

menyebabkan progresivitas kederajat yang lebih tinggi. Pada HGSIL terdapat

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 41/78

hubungan yang kuat dengan infeksi HPV tipe 16 atau 18 yang mengandung

onkoprotein. Karenanya infeksi infeksi tipe 16 atau 18 ini dapat langsung

menyebabkan lesi NIS II tanpa melalui derajat NIS I. Progresifnya lesi derajat tinggi

(NIS 2 atau 3 ) menjadi kanker invasif biasanya berhubungan dengan adanya

konversi genom virus dari bentuk episomal menjadi bentuk integrasi bersamaan

dengan kehilangan atau inaktivasi pE2, seta tidak ada ekspresi dari pE6 dan E7. (

Mahdavi A,et.al.2005(41)

Kecepatan tumbuh kanker ini tidak sama dari satu kasus dengan lainnya.

Semakin dini penyakit ini dikenal dan diobati hasilnya akan lebih optimal. Faktor

prognosis tidak berhubungan dengan tipe HPV. Tumor dengan HPV 18

mempunyai hubungan dengan tingginya rekurensi. Infeksi dengan beberapa tipe

HPV (multipel) sangat berhubungan dengan kegagalan pengobatan. Tumordengan HPV 18 yang dilakukan pengobatan dengan operasi mempunyai tingkat

rekurensi yang tinggi. ( Schiffman M,et.al.2007(5)

Kanker serviks Invasif

Tanda dini kanker serviks tidak spesifik yaitu berupa pengeluaran sekret

vagina berlebihan, berbau, dapat disertai bercak perdarahan. Tanda yang lebih

klasik adalah bercak/perdarahan pasca sanggama. Pada perkembangan lanjut,

perdarahan makin banyak dan berbau.Terjadi juga reaksi peradangan nonspesifik.

Berdasarkan pengelolaannya kanker serviks dibagi dalam 2 kelompok besar yaitu :

stadium awal dan stadium lanjut. Termasuk kelompok stadium awal adalah

tingkatan penyakit yang masih dapat dilakukan operasi secara optimal atau

radikal yaitu meliputi stadium I- IIa (operable) . Stadium lanjut adalah termasuk

stadium IIb- IV (non operable). Pada tingkat stadium lanjut, tumor telah

menyebar ke ligamentum latum sampai kedinding pelvis. Dapat ditemukan

gejala nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki. Juga dapat melibatkan ureter

atau nervus di pelvis. Keluhan lain dapat berupa nyeri berkemih, hematuria,

perdarahan dari rektum. Penyebaran ke kelenjar getah bening daerah pelvis

dapat menyebabkan edema tungkai bawah. Dapat terjadi uremia bila terjadi

penyumbatan kedua ureter. ( Randall ME,et.al.2005(40)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 42/78

Histopatologi

Kanker serviks terbanyak berjenis karsinoma sel suamosa yaitu kurang lebih 85-90

%. Sisanya adalah jenis adenokarsinoma /adenoskuamosa (10-15 %). Jenis

histologi adenokarsinoma dianggap mempunyai prognosis lebih buruk dariskuamosa. Demikian juga kelompok yang berdiferensiasi buruk mempunyai

prognosis yang lebih buruk dibanding lainnya.( Randall ME,et.al.2005(40 )

Jenis histopatologi yang dapat ditemukan :

  Karsinoma sel suamosa :

  -Dengan keratinisasi

  -Tanpa keratinisasi

 

-Verukosa

  Adenokarsinomatipe endoserviks

  Adenokarsinoma endometrioid

  Adenokarsinoma sel jernih

  Karsinoma adenoskuamosa

  Karsinoma kistik adenoid

  Karsinoma sel kecil

Derajat diferensiasi :

  -G1 : diferensiasi baik

  -G2 : diferensiasi sedang

  -G3 : diferensiasi buruk.

Tumor Marker

Tumor marker yang sering digunakan pada kanker serviks jenis skuamosa

adalah ‘SCC’ ( Serum Skuamous Cell Carcinoma Antigen ). Peningkatan kadar SCC

sesuai dengan stadium penyakit. Pada stadium I hanya sebesar 30-40 % saja yang

meningkat. Pada stadium II meningkat 60-70 % sedangkan untuk stadium III atau

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 43/78

IV meningkat 80-90 %. Kadar SCC juga berkorelasi dengan bentuk tumor primer.

Korelasi lebih baik pada bentuk eksofitik dari pada yang ulseratif atau infiltratif.

Juga berkorelasi dengan diferensiasi sel yang sedang dan buruk. Pada kasus

stadium Ib dengan kadar SCC rendah mempunyai survival lebih baik (96 % )

dibanding kasus dengan stadium sama yang kadar SCC lebih tinggi ( 70 %). Kadar

SCC tidak dapat dipakai sebagai patokan adanya tumor residif secara klinik karena

ada keterlambatan peningkatan selama 6-7 bulan. Batas ambang nilai normal

kadar SCC adalah sebesar 1,5 ng/cc, tapi ada juga penelitilain mengambil patokan

2,5-3,5 ng/cc. ( Chan YM,et.al.2002(42)

Stadium Penyakit

Stadium kanker serviks ditentukan berdasarkan pemeriksaan klinik yang

terbaik dibawah pengaruh anestesi umum. Penentuan stadium ini harus

mempunyai hubungan kondisi klinis dan didukung oleh bukti-bukti klinis. Bukti

klinis lainnya adalah foto thoraks, pemeriksaan sitoskopi dan rektoskopi.

Penggunaan alat bantu diagnostik canggih seperti CT-scan, MRI, PET-scan belum

dapat dijadikan standard. Temuan dengan CT-scan, MRI, atau PET-scan tidak

mengubah stadium, tetapi dapat digunakan sebagai informasi tambahan untuk

rencana pengobatan. Adanya invasi sel tumor kedalam pembuluh darah ataulymph tidak mempengaruhi stadium.

Stadium Klinik Kanker Serviks berdasar FIGO 2000. (Randall ME,et.al.2005(40)

  Stadium 0 -Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial.

  Stadium I -Karsinoma terbatas di serviks

  Stadium Ia -Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali secara

mikroskop. Kedalaman lesi tidak lebih 5 mm dan lebarnya tidak lebih 7 mm.

  Stadium Ia1 -Invasi ke stroma tidak lebih dalam dari 3 mm dan lebar tidak

lebih dari 7 mm.

  Stadium Ia2 -kedalaman invasi >3-5 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm.

  Stadium Ib -Lesi terbatas di serviks, secara mikroskopik lebih dari stadium

Ia.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 44/78

  Stadium Ib1 -Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4 cm

  Stadium Ib2 -Besar lesi secara klinis > 4 cm.

  Stadium II -melibatkan vagina tidak sampai 1/3 bawah, ke parametrium

belum sampai

  dinding panggul.

  Stadium Iia -Melibatkan 2/3 atas dari vagina, belum ke parametrium.

  Stadium Iib -Infiltrasi ke parametrium, belum sampai dinding panggul.

  Stadium III -Telah melibatkan 1/3 bawah vagina, juga mencapai dinding

panggul.

  Dapat ditemukan hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal.

  Stadium IIIa -melibatkan 1/3 bawah vagina, ke parametrium belum capai

dinding panggul.  Stadium IIIb -Mencapai dinding panggul atau adanya hidronefrosis atau

gangguan fungsi

  ginjal.

  Stadium IV -Perluasan sampai ke luar organ reproduktif

  Stadium IVa -Meluas sampai mukosa kandung kemih dan atau mukosa

rektum.

  Stadium IVb –Metastase jauh atau telah keluar rongga panggul.

Diagnosis

Kanker serviks harus di diagnosis dengan pemeriksaan histopatologi sebagai

standar baku yaitu dengan pemeriksaan jaringan tumor yang di biopsi.

Pemeriksaan sitologi serviks dengan Pap smear untuk mencurigai adanya lesi yang

tidak kasat mata . Lesi yang tidak kasat mata dapat di periksa dengan bantuan

pemeriksaan kolpokopi. Hasil pemeriksaan sitologi /smear tidak dapat digunakansebagai dasar penetapan diagnosis. Biopsi yang baik lokasi pada daerah jaringan

yang masih sehat, bukan pada daerah nekrotis. Pemeriksaan tambahan seperti

pemeriksaan radiologi, sistoskopi dan rektoskopi dapat membantu untuk

penetapan stadium klinik. ( Randall ME,et.al.2005(40)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 45/78

 

Human Papillomavirus (HPV)

Human papillomavirus adalah virus DNA famili papillomaviridae. Virion

HPV tidak mempunyai ‘envelope’, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid

ikosahedral.( 8). Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 7900 bp.

Mempunyai 8 ORFs yaitu 6 gen ‘early’ (E) dan 2 gen ‘late’ (L).

Berdasarkan onkogenitas maka HPV dibagi 2 yaitu : (De Villiers EM,et.al.

2004(43)

-1. Kelompok ‘low risk’ ( resiko rendah) dan 2. kelompok ‘high risk’ ( resiko

tinggi).

Human Papilloma Virus Resiko Rendah

Papillomavirus tipe resiko rendah antara lain : tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70,

72 dan 81. Papillomavirus resiko rendah cenderung menyebabkan tumor jinak

antara lain menyebabkan condyloma acuminata pada serviks, vagina , vulva dan

anus. Penyebab terbanyak kelainan ini adalah tipe 6 dan 11. Diperkirakan sekitar

90 % condyloma ini disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11. ( Castellsague X,et.al.

2008(11). Papilloma larynx juga pada anak disebabkan oleh tipe 6 dan 11. Wartsatau kutil umum dapat mengenai tangan, siku, lutut disebabkan oleh tipe ‘low

risk’ ini.

Human Papilloma Virus Resiko Tinggi ( HR-HPV ).

Papillomavirus resiko tinggi berhubungan dengan kejadian kanker serviks.

Infeksi dapat terjadi dengan satu atau lebih virus HR-HPV .(Bosch FX,et.al.2006(4)

. Secara klinis perubahan yang ditemukan adalah berupa tahapan prakanker

(prekusor kanker) dan kanker serviks. Kanker serviks berkembang mulai daridaerah transformasi yang terinfeksi HR-HPV. Ada kira-kira 15 jenis onkogenik

HPV yang telah diketahui yaitu : tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59,

68, 73 dan 82. ( Rodriquez C,et.al.2009(12) Semuanya dapat menyebabkan

kanker serviks invasif. Papilloma virus resiko tinggi ini dikenal juga sebagai

onkogenik HPV DNA. Telah dibuktikan bahwa perubahan intraepithelial

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 46/78

neoplasia terjadi karena inisiasi dari infeksi HPV onkogenik. Human papilloma

virus genom diturunkan konsisten. Pada sel kanker memperlihatkan peningkatan

ekspresi gen tranfomasi virus (protein) E6 dan E7. Protein E6 dan E7 dari

onkogenik HPV mencegah peran ‘TSG’ tumor suppressor gen (protein) host

sepeti p53 dan p RB yang berfungsi mengatur pertumbuhan sel normal. Integrasi

rangkaian gen HPV dalam genom host menyebabkan perubahan pertumbuhan

sel normal menjadi invasif. Sistim kontrol sel target diganggu oleh E6 dan E7.

Faktor yang dapat meningkatkan transformasi keganasan antara lain :

merokok yang lama, penggunaan ‘oral contraceptive’ yang panjang, adanya

infeksi STD lain seperti ‘chlamydia trachomatis’ , ‘trichomonas vaginalis’. Infeksi

virus HPV pertama kali pada sel basal dari epithel skuamosa. Perkembangan

kearah kanker serviks melalui 4 step yaitu : transmisi HPV, viral yang persisten,perubahan progresif ‘clone’ sel yang terinfeksi menjadi pre-kanker dan terakhir

invasif.

Genom HPV

Human papilloma virus berukuran kecil, non-enveloped, berdiameter

sekitar 55 nm . Genom HPV berbentuk sirkuler terdiri dari ‘double stranded

DNA ( ds DNA) ‘ dan adalah ‘histone associated circular DNA’ dengan panjang

kira-kira 7900 bp (base pair) serta berkapsid. Informasi genetiknya hanya pada

satu rantai. Genom HPV hanya mengkode 8 gen ( 8 ORFs), yaitu 6 gen pada

‘Early gen’ (ER) dan 2 gen pada ‘Late gen’ (LR) . Genom HPV terdiri dari 3 segmen

yaitu 10 % terdapat dalam ‘ long control region’ ( URR) yang berfungsi untuk

regulasi ekspresi gen. Gen ‘early’ dikodekan 50 % serta gen ‘late’ dikodekan 40 %.

( Burd EM, 2003(17).

Gen tersebut dikodekan dalam satu untaian DNA. Genom HPV terbagi 3

bagian yaitu : (Castellsague X,et.al.2008(11).

- Early Region (ER) , berisi gen yang mengkode protein non-struktur. ‘ER’

mengkode protein untuk bentuk virus atau proses replikasi virus dan bersifat

onkogen . Genom secara fungsi diorganisasi oleh ER. Secara normal ER berfungsi

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 47/78

untuk transkripsi dan regulasi gen virus. Terbentuk dalam beberapa protein gen

seperti : E1, E2,. E4, E5, E6 dan E7.

- Late Region (LR) , berisi gen yang mengkode protein pembentukan kapsid

virus. Mengkode struktur protein. Terbentuk dalam dua protein gen yaitu L1 danL2.

-Upstream Regulatory Region (URR) atau Long Control Region (LCR).Berukuran 400-1000 bp mengandung ‘p97 core promoter’ yang berfungsimengontrol replikasi DNA. Sekuens pengaturan transkripsi dan promosi satu ataulebih kontrol ekspresi dari onkoprotein E6 dan E7. Bagian ini mengaturpembentukan dan transkripsi ‘ER’. Protein E1 dan E2 berperan pada replikasivirus. Protein E2 juga berperan pada transkripsi virus. Protein E4 berperan padasiklus pertumbuhan dan pematangan virus.

Protein HPV

Early ProteinProtein E1 dan E2 yang pertama diekspresikan, diperkirakan 20-100 buah

kopi per sel basal. Protein ini membentuk kompeks dengan polimerase sertaprotein lain untuk replikasi virus. Protein polipeptida E1 berukuran 68 kDa ,diekspresikan dalam jumlah sedikit. Protein E1 berikatan dengan ATPase ,aktivitas helikase dan mengikat sekuens dalam LCR untuk merangsang replikasiDNA. Gen E1mempunyai daerah pengikat DNA, E2 dan daerah untuk katalitik.Protein E1 juga mengikat ‘polimerase-α DNA’ yang membantu replikasi virus.Gen E2 mengekspresikan lebih dari satu protein dengan panjang asam amino 370-430.

Protein E2 berukuran 50 kDa dan mengandung aktivasi transkripsi daerahikatan dengan DNA. Ujung karboksil E2 daerah untuk ikatan dengan DNA danberinteraksi dengan E1. Ujung amino mengandung daerah transaktivasi. E2meregulasi transkripsi dan replikasi karena dapat bertindak sebagai aktivator ataurepresor transkripsi. Protein yang dikode oleh gen E1 memfasilitasi ikatanprotein E2 pada regio promoter. Pada kasus keganasan rasio E1/E2 berubah jikavirus terintegrasi di kromosom sel host dan hilangnya supresi transkripsi E6 danE7. Protein E2 juga berperan penting sebagai supresor ekspresi gen E6 dan E7.Protein E2 menekan transkripsi melalui ikatan E2 dengan URR(LCR).

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 48/78

  Protein E4 diekspresikan saat replikasi virus dan terlibat dalam maturasidan pelepasan partikel HPV. Protein ini juga membantu atau memberi kontribusidalam regulasi kontrol siklus sel host. Protein E4 berikatan dengan protein E1membentuk E1-E4. Ikatan protein ini terjadi karena translasi dan transkripsi E4

yang berfusi dengan 5 asam amino E1 sehingga menghasilkan protein fusi E1-E4.Protein E1E4 ini di ekspresikan mendahului ekspresi L1 di lapisan atas epithelsehingga diperkirakan E1E4 ini mengamplifikasi genom virus.

Gen/protein E5 mengkode polipeptida dengan asam amino 44-48.Fungsinya belum jelas. Protein E5 diperkirakan membantu transformasi selulerdan replikasi virus. Protein E5 dikodekan sebagai protein yang didapatkan padaaparatus Golgi, retikulum endoplasmik serta dalam jumlah yang kecil di temukandi plasma membran. Protein E5 diduga juga berperan dalam meningkatkanrespons proliferasi dengan merangsang EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor)

( Kim MK,et.al.2010(44).Protein E5 juga bersifat onkogen, dapat mentransformasi sel keratinosit

host, dan memberi kontribusi terjadinya kanker.(Faridi R,et.al.2011(1) Daripenelitian Kim MK.et.al.2010 (44 ) juga, ditemukan kontribusi pE5 HPV 16 baiksecara tunggal maupun bersama dengan pE6 dan E7 terjadinya kanker serviks ,terutama pada stadium awal keganasan. Pada lesi LGSIL ( low grade lesiintraepithel) ditemukan 80 %, pada HGSIL (high grade lesi intraepitel) sebesar 90% dan sekitar 60 % pada kanker serviks. Jadi lebih terekspresi pada tingkat awalkeganasan.

Onkoprotein E6 dan E7Onkoprotein E6 dan E7 diekspresikan sebagai poliprotein dengan panjang

asam amino : pE6 adalah 151 dan pE7 sepanjang 98 asam amino. Protein E6terletak di matriks nukleus dan membran non nuklear , yang bersama-samadengan pE7 dapat menyebabkan imortalisasi sel keratinosit host. Disebutonkoprotein E6 dan E7 oleh karena berperan penting dalam transformasikeganasan sel serviks.Peran onkoprotein E6

Protein E6 diperkirakan terdiri dari 150 asam amino dan mengandung 2daerah ikatan dengan zink. Protein E6 dapat mengikat lebih dari 12 protein dan didistribusikan pada nukleus dan sitoplasma. Ekspresi E6 sendiri dapatmenyebabkan transformasi sel epithel immortal namun transformasi lebih efisiendibutuhkan ekspresi kedua protein E6 dan E7. Protein E6 mampu mengikat p53yaitu protein termasuk TSG (tumor supressor gen) yang meregulasi siklus sel baik

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 49/78

pada G1/S maupun G2/M. Pada saat terjadi kerusakan DNA maka p53 teraktivasidan meningkatkan ekspresi p21, menyebabkan sel istirahat(arrest) atau diprogram kematian sel atau ‘apoptosis’. Program apoptosis ini merupakan carapertahan sel untuk mencegah penularan virus pada sel disekitarnya. Virus HR-HPV

dapat menghalangi induksi apoptosis ini. ( Raybould,et.al. 2011(36).Protein E6 membentuk ikatan kompleks dengan regulator p53 sellulerubiquitin ligase /E6AP yang meningkatkan degradasi p53. Protein E6 jugamenurunkan aktivitas p53 melalui co-activator p53 yaitu CBP/p300. Penekananfungsi p53 ini menghilangkan kontrol siklus sel, arrest dan apoptosis. Sehinggaterjadi peningkatan proliferasi sel.( Raybould,et.al.2011(36). Fungsi lain proteinE6 adalah mengaktivasi telomerase pada sel yang terinfeksi HPV. Pada keadaannormal replikasi DNA akan memperpendek telomere, namun bila ada pE6 telomerakan tetap di perpanjang melalui aktivitas katalitik sub unit telomerase ‘hTERT’

(human reverse transcriptase). Protein E6 akan membentuk ikatan kompleksdengan Myc/Mac protein dan Sp-1 yang akan mengikat enzim ‘hTERT’ di regiopromoter dan menyebabkan peningkatan aktivitas telomerase sel host. Sel akanterus berproliferasi atau immortalisasi.

Peran onkoprotein E7Protein E7 adalah onkoprotein kedua yang berperan penting dalam

patogenesis sel kaker. Protein E7 baik dari HPV highrisk maupun low riskmempunyai ukuran sekitar 100 asam amino dan terdapat terutama di nukleus.

Protein E7 berbeda dengan E6 yang tidak hanya menyebabkan lesi displasia ‘lowgrade’ tetapi juga ‘high grade’. Protein E7 mampu berikatan dengan famili pRb.Ikatan pRb dengan pE7 pada ‘high risk’ lebih kuat afinitasnya dibanding dengan‘low risk’. Hal ini disebabkan oleh perbedaan susunan asam amino pada area CR2yang memediasi ikatan terhadap pRb. Protein famili Rb berfungsi untukmencegah perkembangan siklus sel yang berlebihan, sampai sel siap untukmembelah diri dengan baik. Protein Rb yang tidak berfungsi akan menyebabkanproliferasi sel. Protein Rb terikat dengan faktor transkripsi ‘E2F-DP’. Protein Rbterdiri dari 3 protein Rb : p107, p 120 dan p 130. Protein Rb di ekspresikan

sepanjang siklus sel, p 107 di sintesa terutama selama fase ‘S’. Protein 130 disintesa terutama saat G0. Protein Rb yang tidak di fosforilasi membentukkompleks dengan faktor transkripsi E2F-DP yang terikat dengan gen promoteruntuk proses fase ‘S’ dan mengakibatkan represi transkripsi. Protein Rb yangberikatan dengan pE7 melepaskan ikatannya dengan E2F-DP dan menyebabkanreplikasi pada sel suprabasal. Ikatan pRb dengan pE7 disertai dengan ekspresi

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 50/78

‘cyclin D dan E’ serta ‘cyclin-dependent kinase’ (cdk). Protein E7 mengikat ‘cyclinA dan E’ secara tidak langsung melalui p 107. Protein E7 selain berikatan denganpRb, dapat juga berikatan dengan p 27 dan p 21 sehingga meningkatkanproliferasi sel. Protein p 21 dan p 27 adalah ‘cdk inhibitor (cdk-1)’. Maka bila

berikatan dengan pE7 dapat menghambat ‘ cdk1’ sehingga meningkatkan aktivitas‘cdk’. Kelompok ketiga yang ndapat berikatan dengan pE7 adalah ‘histone d-acetylases (HDACs). Protein E7 dapat mengikat HDACs yang juga diikat oleh pRbsehingga secara tidak langsung terjadi immortal sel. Protein E7 yang terikatdengan HDACs dapat menyebabkan de-asetilasi faktor transkripsi E2F sehinggamenyebabkan re-lokasi faktor tersebut di luar nukleus. Kombinasi mekanismetersebut di atas mendorong transformasi keganasan sel serviks. (Faridi R,et.al.2011(1).

Protein ‘Late genes’ Kedua ‘late genes’ L1 yang dikodekan sebagai protein kapsid mayor dan

L2 yang dikodekan sebagai protein kapsid minor adalah merupakan strukturprotein virion. Sekitar 95 % rangkaian ‘late genes’ di bentuk oleh pL1, sisanyaolehy pL2. Kedua protein di ekspresikan pada akhir siklus hidup virus pada selsuprabasal saat akhir diferensiasi. Monomer pL1 sebanyak 360 di susun menjadi72 struktur pentamer yang disebut kapsomer(‘72 pentameric capsomeres’).Selama penyusunan virion, protein kapsid pertama kali di sintesa dalamsitoplasma selanjutnya dibawa ke nukleus. Kapsomer pL1 dibentuk di sitoplasma

kemudian di translokasi melalui poros nukleus melalui perantara reseptor nuklear‘Kap-α2-β1’. Protein L2 secara terpisah di translokasikan ke nukleus melaluipengaruh ‘NLS’ (nuclear localisation signal). Kemungkinan juga pL2 membentukkompleks dengan protein ‘chaperone Hsc 70’ dan Psp 40 yang di perlukan dalamproses translokasi ke nukleus. (Darshan MS,et.al.2004 (14). Protein L2 dapatmengikat DNA dan area lokalisasi ND10 sehingga dapat mengikat DNA virus yangbaru replikasi serta menarik pL1 untuk memicu pembentukan virus baru.

Gugus (LR) protein yaitu L1 dan L2 menyusun rangka virion dan sangatberperan dalam memediasi infektivitas virus. Struktur protein yang memediasi

masuknya virus ke dalam sel adalah produksi dari ‘late gene’ transkrip. (PalmerKE, 2009, 4). Untuk keberhasilan virus HPV agar tetap hidup, harus berikatandengan reseptor permukaan dari sel target.’ Heparan sulfat proteoglikan’ padapermukaan sel , reseptor ‘α6-integrin’ serta ‘laminin 5’ dikatakan sebagai tempatikatan primer untuk L1 dan L2 dari beberapa grup HR-HPV yang berevolusi. ( CulpTD,et.al.2004(6)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 51/78

  Papillomavirus tipe ‘high risk’ memulai sebagian besar transkripsinyamelalui 2 promoter utama. Pertama, ‘early promoter’ menginisiasi ‘upstream’dari E6 ORFs dan mengsintesa protein yang penting pada siklus sel virus. Earlypromoter untuk HPV 16 adalah p97, HPV 31 adalah p99 dan HPV 18 yaitu p105.

Kedua, ‘late promoter’ yang tergantung dari diferensiasi sel sehingga teraktivasisaat virus tumbuh pada stratifikasi atau diferensiasi sel host. Siklus sel virussangat terkait dengan diferensiasi keratinosit.

Integrasi HPV

Virus HPV mempunyai sifat karsinogen. Bila pada keadaan infeksi virus ini

mempunyai kemampuan mengintegrasikan informasi genetiknya ke dalam DNA

sel host. Akibat integrasi tersebut menyebabkan perubahan yang diproduksi, danproduk ini disebut sebagai protein transformasi. Virus ini dapat melakukan

integrasi pada tempat khusus ataupun terjadi pada tempat yang tidak spesifik.

Integrasi DNA virus dengan DNA host akan menyebabkan perubahan atau mutasi

sel host. Infeksi HPV pada umumnya berlangsung lambat seperti pada umumnya

infeksi virus. Infeksi HR-HPV yang persisten di serviks akan berkembang menjadi

kanker. Dua protein HPV non struktur , E6 dan E7 secara substansi merubah

replikasi dan diferensiasi sel epithel sehingga berhubungan dengan kejadian

kanker serviks. (Raybould R,et.al. 2011(36).

Integrasi DNA virus dengan genom sel host (tubuh) merupakan awal dari

proses yang mengarah ke transformasi sel. Pada kanker DNA HPV terintegrasi

kedalam satu atau lebih kromosome sel host. Ini terjadi dengan kehilangan atau

kerusakan satu atau lebih gen HPV. Pada umumnya adalah gen E2. Integrasi

DNA virus dimulai dengan E1 dan E2. Pada saat integrasi genom HPV akan

terpecah dan fragmen yang berisi E2, E4, dan E5 ORFs menghilang . Protein E5

dikodekan pada sedikit protein dan sering ditemukan pada aparatus Golgi dandalam bentuk kompleks dengan reseptor membran dari host. Ekspresi pE5 sering

hilang pada saat integrasi virus.

Penelitian Kim MK,et.al.2010(44) menemukan bahwa pE5 ini juga

berperan dalam kejadian kanker serviks. Mekanisme dalam proses onkogen ini

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 52/78

tidak dimengerti , tapi diduga berperan mengaktivasi EGFR ( Epidermal Growth

Factor Receptor). Seluruh bagian yang mengandung E6 dan E7 ORFs akan

terintegrasi dengan genom host dan tinggal dalam sel host. Integrasi ini

menyebabkan instabilitas genetik host.

Integrasi DNA terjadi didalam ‘DSBs’ ( double strand breaks). Area DSBs ini

terjadi pada bagian DNA dimana proses reparasinya gagal. Daerah DNA instabil

ini dikenal juga sebagai CFSs ( chromosome fragile sites) yang terdistribusi dalam

genom. Daerah integrasi di DNA yaitu CFSs mudah rusak dan selalu ditemukan

peningkatan ekspresi E6 dan E7. (Raybould R,et.al.2011(36). Integrasi akan

menyebabkan E2 tidak berfungsi (hilang) sehingga menyebabkan rangsangan

terhadap E6 dan E7. Keduanya akan menghambat kerja dari p53 dan Rb.

Gambar perbandingan ekspresi gen HPV untuk low grade dan high grade lesi

servikal yang terintegrasi.

CFS : chromosome  fragil  site.

Gambar 5. Skematik perbandingan dari status fisikal dan ekspresi gen HPV pada

lesi derajat rendah dan tinggi.( Dikutip dari Raybould R, Fiander A et.al. Human

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 53/78

papillomavirus integration and its role in cervical malignant progression, 2011

)(36)

Protein E5, E6 dan E7 adalah protein onkogen. Proses karsinogenesis pada sel

serviks disebabkan oleh peran protein onkogen E6 dan E7. Onkoprotein E6 akan

mengikat p53 sehingga perannya sebagai TSG kehilangan fungsi. Onkoprotein E7

akan mengikat TSG Rb sehingga mengurai ikatan TSG pRb dengan faktor

transkripsi E2F. Ikatan ini akan menyebabkan E2F bebas. E2F merupakan faktor

transkripsi pada fase ‘S’ dari siklus sel. Protein E2F yang bebas ini akan

merangsang siklus sel melalui mekanisme aktivasi proto-onkogen c-myc dan N-myc . Akibatnya siklus sel berlangsung tanpa kontrol.

Pada proses regulasi siklus sel di fase G0 dan G1, TSG pRb juga berikatan

dengan E2F sehingga protein ini tidak aktif. Kalau pRb diikat oleh pE7 maka E2F

akan bebas maka mekanisme aktivasi akan terjadi pula. Ekspresi protein E5,

mempertinggi potensi onkogenik. Ekspresi protein E6 dan E7 pada sel sangat

berperan pada transformasi dan proses keganasan. Telah banyak bukti peran

protein E6dan E7 dalam proses karsinogenesis. Peningkatan integrasi HR-HPVserta produksi protein E6 dan E7 dalam progresivitas perubahan menjadi kanker

bergantung interaksi dengan gen tumor supresor (TSG) : ‘ hTERT’(human

telomerase reverse transcriptase) , p53 dan RB (retino-blastoma) protein. Protein

‘hTERT’ adalah subunit katalis dari ‘telomerase’ yang berperan pada sintesa

akhir ‘telomer’ rangkaian kromosome pada saat replikasi DNA. (Ferber MJ,et.al.

2003(35)

Telomerase adalah merupakan gen yang mempengaruhi batas umur suatu

sel. Semakin panjang telomerase atau perpanjangan telomerase akan

memperpanjang umur sel. Pada penelitian ekspresi ‘telomerase reverse

transcriptase’ , ternyata kanker serviks yang mengekspresi telomerase

mempunyai angka kejadian residif dalam 5 tahun sebesar 29 %. Tapi yang tidak

mengekspresi telomerase kejadian residifnya 0 %. (Wang Ph, Ko,et al.2006(7)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 54/78

  Protein p53 adalah faktor transkripsi regulasi sel host untuk berhentinya

siklus sel, apoptosis, perbaikan DNA dan metabolisme sel. Sebagai TSG protein

p53 bekerja pada fase G1, yaitu menghentikan siklus sel pada fase ‘G1’ dengan

tujuan memberi kesempatan pada sel untuk memperbaiki kerusakan yang timbul

selanjutnya baru masuk pada fase ‘S’. Kemampuan p53 menghentikan siklus sel

dengan cara menekan/hambat fungsi ‘cdk-cyclin’. Kompleks ‘cdk-cyclin’

merangsang siklus sel masuk ke fase selanjutnya . Sehingga masuk fase ‘S’ tanpa

perbaikan. Aktivitas p53 akan dihambat oleh protein E6 karena p53 terikat

dengan protein E6 . Akibatnya pula ikatan cyclin-cdk tidak terganggu sehingga

ikatan ini akan aktif merangsang sel host terus berproliferasi tanpa mekanisme

kontrol. Sel yang tidak normal ini terus membelah dan berkembang tanpa

kontrol. Karena proses apoptosis tidak berjalan semestinya. Sekaligus protein E6

ini juga menginisiasi degradasi p53. Pada kehidupan virus HPV secara normal

tidak masuk dalam lapisan permukaan epidermis maka protein E5, E6 dan E7

tidak berperan sebagai karsinogenik. Genom virus terreplikasi bersamaan dengan

episome pada infeksi baik tipe jinak ataupun prakanker/kanker.

Beberapa Metode Deteksi Integrasi HR-HPV pada Genom Host : (Raybould

R,et.al. 2011(36)

- APOT (Amplification of Papilloma virus Oncogen Transcripts) : mendeteksitranskrip dari HPV yang terintegrasi. Dapat memperoleh rangkaian dari

sambungan DNA host dan virus.

-RS-PCR (Restriction Site Polymerase Chain Reactin) : mendeteksi integrasi HPV

DNA tanpa memperhatikan status transkripsinya.

-Southern blot dan DIPS ( Detection of Integrated Papilloma virus Sequences) :

sama dengan RS-PCR, yaitu mendeteksi integrasi DNA HPV tanpa memperhatikan

status transkripsinya. Dapat memperoleh rangkaian dari sambungan DNA hostdan virus.

-Southern Blot : dapat di andalkan untuk membedakan episomal dari DNA HPV

yang terintegrasi.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 55/78

-RT-PCR ( Real Time PCR ) : menggunakan konsentrasi yang sedikit dari DNA dan

tenaga kerja minimal.

Deteksi Virus HPV

Pemeriksaan untuk mendeteksi tipe HPV adalah hal yang penting apakah

termasuk dalam kelompok resiko rendah atau tinggi. Telah diketahui bahwa

penyebab kanker serviks adalahkelompok resiko tinggi. Berbagai macam cara

deteksi HPV a.l.: (Villa LL,et.al. 2006(45)

-Hybrid Capture/HC II : dari sampel dengan metode sinyal amplifikasi.

-Polymerase Chan Reaction ( PCR): dengan metode target amplifikasi.

Melalui metode ini dapat dideteksi kelompok resiko rendah seperti : HPV

tipe 6, 11, 42, 43, dan 44. Serta HPV resiko tinggi seperti : 16, 18, 31, 33, 35, 39,45, 51, 52, 56 dan 58. Pemeriksaan HC hanya dapat menentukan apakah virus ini

tergolong tipe resiko rendah atau tinggi. Tetapi pada pengembangan teknik HC

yaitu ‘HC II’ ( Digene, Gaithsburg, MD, USA) telah dapat mentukan 13 tipe resiko

tinggi a.l. n: 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59 dan 68. Terdapat

kesesuaian hasil yang baik antara HC2 dan teknik PCR.

SITOKIN DAN FUNGSINYA 

Sitokin merupakan protein yang disekresi oleh sel dari imunitas innate dan

adaptif yang menjadi perantara bagi berbagai fungsi dari sel ini untuk respons

imun. Pada fase aktivasi dari respon imun adaptif, sitokin merangsang

pertumbuhan dan diferensiasi dari limfosit, dan pada fase efektor dari imunitas

innate  dan adaptif, mereka mengaktivasi sel efektor yang berbeda untukmengeliminasi mikroba dan antigen lain. Sitokin juga merangsang perkembangan

dari sel hematopoetik. (Sondel PM,et.al. 2001(19)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 56/78

  Istilah generik sitokin merupakan nama yang dipilih untuk kelas mediator

ini. Karena banyak sitokin yang dibuat oleh leukosit (misalnya makrofag atau sel T)

dan bekerja pada leukosit lain, mereka juga disebut ‘interleukin’ . Penomoran pada

interleukin (IL) (misalnya IL-1, IL-2, dan seterusnya) adalah untuk

mempertahankan nomenklatur standar. (Sondel PM,et.al.2001(19)

Sifat umum Sitokin 

Sitokin merupakan polipeptida yang dihasilkan sebagai respon terhadap mikroba

dan antigen lain yang menjadi perantara dan mengatur reaksi imun dan inflamasi  

. Meskipun sitokin secara struktur berbeda, tetapi memiliki beberapa sifat yang

sama.

  Sekresi sitokin berlangsung secara singkat.  Sintesa dimulai sebagai hasil

dari aktivasi selular. Aktivasi transkripsional ini bersifat sementara, dan

messenger RNA yang mengkode sebagian besar sitokin bersifat tidak stabil,

sehingga sintesis sitokin juga bersifat sementara.

Kerja sitokin bersifat pleiotropisme. Pleiotropisme adalah kemampuan

untuk bekerja pada jenis sel yang berbeda. Sifat ini memampukan sitokin

untuk memediasi berbagai efek biologis. Beberapa sitokin bekerja bersama

karena memiliki efek fungsional yang sama. Sitokin bekerja didekat tempat

produksi (parakrine), atau untuk sendiri (  autokrin). Sitokin merangsang

perubahan dari isotipe antibodi pada sel B, diferensiasi dari sel T helper  

menjadi subset TH1 dan TH2, dan aktivasi dari mekanisme fagosit.

Fungsi dalam sistim imun :

1.  Mediator dan regulator dari imunitas innate.

2.  Mediator dan regulator dari imunitas adaptif.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 57/78

Terutama oleh limfosit T sebagai respon untuk pengenalan spesifik dari

antigen asing.

3.  Stimulator dari hematopoesis.

Reseptor dan Sinyal Sitokin

Seluruh reseptor sitokin terdiri dari satu atau lebih protein transmembran

yang bagian ekstraselularnya bertanggung jawab untuk ikatan sitokin dan bagian

sitoplasmiknya untuk jalur pemberian sinyal intraselular.(Abbas AK,et.al.

2010(46)

  Reseptor tipe I, disebut juga reseptor hemopoietin, mengandung satu atau

lebih salinan dari domain dengan dua pasangan yang diawetkan dari residu

sistein dan sebuah WSXWS, dimana X merupakan asam amino. .

  Reseptor tipe II,  seperti reseptor tipe I dengan sifat dari dua domain

ektraselular dengan sistein yang diawetkan, namun reseptor tipe II tidak

mengandung bentuk WSWS. .

  Reseptor superfamili Ig. Mengandung domain imunoglobulin (Ig)

ektraselular dan oleh karena itu dikelompokkan sebagai anggota dari

superfamili Ig.

  Reseptor TNF , reseptor dengan domain ekstraselular yang kaya akan

sistein yang telah diawetkan. Pada ikatan ligand, reseptor ini mengaktivasi

protein intraselular yang berfungsi menginduksi apoptosis atau

merangsang ekspresi gen, atau keduanya.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 58/78

  Tujuh reseptor α-helikal transmembran.  Disebut juga reseptor serpentin,

karena domain transmembran mereka tampak seperti ular yang bergerak

maju mundur sepanjang membran.

Reseptor sitokin juga dapat dikelompokkan berdasarkan jalur transduksi sinyal

yang mereka aktivasi . Pengelompokan tersebut akan berhubungan dengan

homolog struktural dalam daerah sitoplasmik dari rantai sinyal dari reseptor.

Komponen penting dari respon imun innate awal terhadap virus dan bakteri

merupakan sekresi dari sitokin, yang memediasi berbagai fungsi efektor dari

imunitas innate  .Ada satu sitokin yaitu IFN-γ,  yang memainkan peranan penting

baik pada imunitas innate maupun adaptif.( Abbas AK,et.al. 2010(46 )

Sitokin pada kanker serviks

Sitokin merupakan protein yang disekresi oleh sel-sel yang berperan pada

innate dan adaptif immune yang menjadi perantara dari berbagai fungsi sel

immune ini. Sitokin adalah molekul yang berperan dalam mekanisme kritis

komunikasi antar sel untuk sistim immune. Pada fase aktivasi dari respons imun

adaptif, sitokin merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel limfosit.

Selanjutnya pada fase efektor dari respons immune innate dan adaptif, protein ini

mengaktivasi sel efektor yang berbeda untuk mengeliminasi mikroba,virus dan

antigen. Pada sekresi sitokin , ekspresi reseptor dari sel untuk sitokin dapat

sebagai aktivasi (up-regulation) atau inhibisi (down-regulation) untuk efektifitas

fungsinya. Sekaligus untuk meningkatkan aktivitas sitotoksik. Sitokin sangat

berperan dalam imunitas anti tumor. Sitokin terdiri dari polipeptida dengan berat

molekul rendah ( kurang dari 80 kDa) yang mempunyai afinitas kuat dengan

reseptor permukaan sel . Sitokin dalam fungsinya dapat berperan sebagai

autokrin, parakrin atau juxtakrin. Selain untuk modulasi respons immune juga

berperan dalam regulasi proliferasi sel, diferensiasi dan kematian sel. Dapat

diproduksi oleh lebih dari satu tipe sel dan mempunyai aktivitas biologik yang

overlapping. Termasuk sitokin/kemokin antara lain : IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6,

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 59/78

IL-8, IL-10, IL-12, IL-15 serta ‘TGF –β ( Transforming growth factor- β ) , Interferon

dan TNF ( Tumor necroting factor).(Sondel PM,et.al.2001(19)

Selanjutnya akan dijelaskan beberapa sitokin yang berperan pada infeksi

HPV serta perkembangan infeksinya kearah dysplasia dan kanker serviks . Sitokintersebut antara lain : TGF-β, Interferon-Ý, IL-2, IL-12 serta IL-10.

Transforming growth factor beta

Transforming growth factor beta (TGF-β  ) adalah bagian dari grup family

yang secara struktur berhubungan dengan sitokin dengan berbagai respons

biologi dari macam-macam tipe sel. Ada 5 tipe yang berbeda dari bentuk TGF-β 

yaitu TGF-β1 sampai TGF-β  5. Sitokin ini diproduksi oleh sel T yang distimulasi

oleh antigen, mononuclear fagosit yang aktif dan tipe sel lain. Transforminggrowth factor beta pertama ditemukan sebagai penyebab transformasi normal sel

pada tikus dengan efektivitas menghambat pertumbuhan banyak tipe sel.

Prinsipnya TGF-β  menghambat proliferasi sel dan mengaktivasi limfosit dan

leukosit lain. Transforming growth factor beta tidak saja menghambat

pertumbuhan epithel normal, endothel, neuronal, limfoid dan hemapoietik sel

tapi juga neoplastik sel dari jaringan ini. Selanjutnya TGF-β menginduksi program

kematian sel dari beberapa sel kanker.(Guzman V,et.al. 2008(47) Transforming

growth factor-β  mampu menghambat juga sel immortal yang terinfeksi HPV

melalui penekanan pada gen c-myc. Berbeda dengan TNF yang tidak mampu

menekan sel immortal akibat infeksi virus HPV. Telah dikatakan juga over

ekspresi dari TGF-β banyak ditemukan pada berbagai jenis kanker termasuk pada

paru-paru, kolon, payudara, uterus dan gaster. Karenanya TGF-β  disebut juga

sebagai ‘tumor suppressor gene’. Protein ini banyak terdapat pada jenis sel

kanker termasuk kanker serviks. Sitokin ini mempunyai potensi sebagai anti

proliferasi sel. Tiga tipe TGF-β  homolog peptide yaitu β1, β2 dan β3 juga turut

mengatur respons immune. Sitokin ini dapat juga menginduksi apoptosis sel

ektoserviks immortal , growth arrest pada fase G1 dan juga bermacam molekul

adhesive seperti fibronektin, laminin, collagen dan integrin. Dalam

perkembangannya sel kanker perlu menghindari TGF- β yang menginduksi inhibisi

pertumbuhannya pada tingkat reseptor atau pasca reseptor. (Sondel PM,et.al.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 60/78

2001(19) Transforming growth factor-β juga menstimulasi produksi antibody IgA

dengan menginduksi sel B untuk imunitas mukosal. Akan tetapi disisi lain TGF-β

dapat juga menginhibisi respons imun dan inflamasi. Dapat juga mengontrol sel T

dan sel dendritik, yaitu menekan perkembangan dari Th1 dan Th2 ( sub set

efektor CD 4+ sel T).

Ada tiga reseptor dari TGF-β  yang dikenal dengan : tipe I, tipe II dan III.

Reseptor tipe III atau ‘betaglycan’ dari TGF-β  memperlihatkan fungsi biologik

yang berbeda dengan reseptor tipe I dan II. Reseptor tipe I dan II mempunyai

respons yang sama untuk fungsi biologik dari TGF-β, dimana reseptor tipe III

mempersiapkan dan membawa konsentrasi ligand pada permukaan sel sebelum

berikatan dengan reseptor fungsional. Struktur dari reseptor tipe II termasuk

dalam ‘cysteine-rich extraselluler domain’ dan ‘cytoplasmic serine/threoninekinase domain’. Reseptor tipe II menerima kedua aktivitas kinase dan bergabung

dengan reseptor tipe I untuk sinyal inhibisi pertumbuhan. Transforming growth

factor beta juga menginhibisi sintesa DNA dalam sel, dan reseptor tipe I berperan

besar memediasi sinyal inhibisi pertumbuhan yang dilakukan protein ‘pRb’ yang

terfosforilasi oleh ‘cdc 2’hingga terjadi status supresi.(Martin MP,et.al.2005(23).

Penurunan ekspresi reseptor tipe I sangat berhubungan dengan invasive tumor.

Interferon 

Interferon (IFN) adalah kelompok family sitokin merupakan sekresi protein

yang diinduksi sebagai respons dari stimulus ekstraseluler spesifik. Umumnya

diproduksi untuk merespons infeksi virus. Beraksi sebagai bentuk parakrin atau

autokrin dalam molekul intraseluler dalam rangkaian imunitas innate, surveillance

imun, dan homeostasis dari populasi sel darah perifer. Seluruh sitokin mempunyai

afinitas yang tinggi pada masing-masing reseptor permukaan selnya. Peran IFNsebagai anti virus cukup besar. Dampak anti virus dari IFN terjadi melalui : 1.

Peningkatan ekspresi MHC kelas I. 2. Aktivasi sel NK dan makrofag,3.

Menghambat replikasi virus. Kadang-kadang juga IFN menghambat penetrasi

virus kedalam sel maupun ‘budding’ virus dari sel yang terinfeksi. Interferon

menginhibisi replikasi virus, mengaktifkan sistim imun dan aktivitas supresor

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 61/78

tumor. Jadi sebagai supresor pertumbuhan tumor. Interferon sebagai pengatur

respons biologik anti tumor, diferensiasi sel, imunoregulator dan juga sebagai anti

parasit. Sub klas interferon terbagi dalam IFN α, IFN β dan IFN Ý. Interferon β dan

Ý tampil sebagai kopi tunggal. Interferon Ý berlokasi pada kromosom 12. Ekspresi

dari IFN Ý sangat berhubungan dengan aktivasi sel T. Interferon diregulasi oleh

faktor transkripsi yang spesifik.(Sondel PM,et.al.2001(19)

Interferon gamma 

Interferon Ý (IFN-Ý) menghambat transkripsi gen E6 dan E7 serta

menghambat pertumbuhan sel keratinosit immortal. Juga menghambat

proliferasi pertumbuhan HPV. Interferon-Ý diproduksi oleh sel T yang teraktivasi

dan ‘natural killer’ (NK) sel yang merubah respons imun seluler dengan

meningkatkan ‘cytotoxicity’ sel T dan aktivitas NK sel.(Tartour E,et.al.1998 (48).

Ekspresi IFN-Ý hanya oleh limfosit T dan ‘natural killer’ sel (NK sel). Interferon ini

menginhibisi pertumbuhan virus, berpartisipasi dalam mekanisme pertahanan

immune, presentasi antigen serta supresi tumor. Dalam sistim immune ,IFN-Ý

bersama-sama dengan IL-12 menstimulasi perkembangan T-helper 1.Interleukin-12 sendiri mengatur produksi T helper-1 dan ‘cell mediated

immunity’. Interferon-Ý menginduksi juga apoptosis melalui JAK 1 (Janus Tyrosine

Kinases 1) dan STAT 1 (Signal-inducing Activator of Transcription 1) serta ekspresi

dari ICE. Inhibisi dari aktivitas ICE menghalangi IFN-Ý menginduksi kematian

sel.(Sondel PM,et.al.2001(19) Pada dysplasia (CIN III) dan kanker serviks

didapatkan IFN-Ý menurun, demikian juga dengan kadar IL-12, bila dibandingkan

dengan CIN I. (Scott ME,et.al.2009(49) Interferon-Ý yang disekresi oleh sel T h1

adalah contributor utama dalam respons imun seluler melawan infeksi HPV.Produksi IFN-Ý yang menurun sangat berhubungan dengan infeksi persisten HPV

serta perkembangannya kearah dysplasia serviks. (Bais AG,et.al.2005(50).

Interferon-Ý juga menurun pada lesi yang progresif atau invasive/kanker serviks.

(Guzman V, et.al.2008(47)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 62/78

Interleukin-2

Interleukin-2 (IL-2) adalah sitokin sentral dalam respons immune.

Interleukin ini adalah glikoprotein 15,5 kDa pada umumnya disekresi sel T ( CD

4+ T lymphosytes) setelah diaktivasi oleh antigen atau mitogen. Produksi IL-2transient, dengan puncak sekresi terjadi 8-12 jam setelah aktivasi. Protein ini

merupakan ‘autokrin’ dan atau ‘parakrin’ IL-2. Stimulasi untuk sel T dalam

konteks respons immune, untuk ekspansi klonal dari antigen spesifik sel efektor.

Interleukin-2 juga disebut sebagai faktor tumbuh ( growth factors) dari sel T.

Karenanya mempunyai peran besar dalam meregulasi respons sel T dalam

kegiatannya. Interleukin-2 disekresi oleh CD 4+ T sel kedalam bentukan synapse

diantara sel T dan sel APC. Interleukin-2 ini juga menstimulasi beberapa tipe sel

antara lain , NK sel, B sel, monosit dan makrofag. Interleukin-2 menstimulasiproliferasi NK sel , meningkatkan aktivitas sitolitik dan sekresi dan aktivitas IFN-Ý.

Juga IL-2 untuk prolifersi B sel serta sekresi immunoglobulin. Pada stimulasi IL-2

monosit dan makrofag adalah menginduksi aktivitas sitotoksik, termasuk ‘ADCC’

( antibody-dependent cellular citotoxicity ) juga untuk proliferasi dan diferensiasi

sel ini. Untuk respons semua ini harus melewati 2 atau 3 reseptor trans-

membran glikoprotein yang berbeda. Ketiga reseptor ini adalah IL-2 Rα, IL-2 Rβ

dan IL-2 RÝ. Respons pada gabungan ketiga reseptor (αβÝ) mempunyai afinitas

yang tinggi. Kompleks heterotrimerik ini adalah ekspresi untuk aktivitas Sel T.

Reseptor dengan afinitas rendah yaitu hanya satu reseptor IL-2 Rα (monomer ).

Afinitas tengah yaitu 2 reseptor ( IL-2 Rβ dan Ý) dan ini predominan untuk NK sel.

Interleukin-2 yang dilepaskan oleh sel T (Th) ini meningkatkan aktivitas dan

proliferasi NK sel dan merusak target sel tumor. (Sondel PM,et.al. 2001(19) Sel T

helper menghasilkan antara lain : ‘IL-2’ dan ‘IFN-Ý.

Interleukin 12

Interleukin -12 (IL-12) adalah salah satu sitokin yang sebagian besar

diproduksi oleh limfosit sel Th1, juga oleh sel APC atau sel dendritik yang aktif dan

NK sel/makrofag. Interleukin-12 dibentuk antara lain sebagai respons terhadap

infeksi virus termasuk HPV. Interleukin-12 diproduksi oleh APC ketika sel ini

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 63/78

menghadirkan antigen virus pada sel T dan menginduksi fase efektor dari ‘cell

mediated immune responses’. (Bais AG, Eijkemans,et.al.2007(51). Sitokin ini

berperan penting dalam ‘feed back’ sistim, yaitu mendorong perkembangan sel T

‘helper tipe 0’/naïve sel Th’ menjadi ‘helper tipe 1’atau diferensiasi sel Th1.

Sitokin ini berpotensi sebagai aktivator dalam immunitas seluler, meningkatkan

aktivitas sitotoksik. Membantu sintesa dan produksi IFN-Ý oleh sel T dan NK sel.

Interleukin-12 juga menstimulasi respons imun adaptif dan mengarahkannya

pada sel Th1 dimana merupakan mediator dari imun seluler dan merupakan

respons yang paling efektif menghancurkan mikroba.( Scott W, Levy

D,et.al.2004(52). Sitokin ini merupakan mediator penting sebagai penghubung

antar imunitas innate dan adaptif, yang diproduksi pada awal reaksi imunitas

innate terhadap mikroba dan menstimulasi respons imun adaptif. Sitokin ini juga

berperan meningkatkan aktivitas sitolitik oleh NK sel. Pembunuhan sel-sel yang

terinfeksi virus yang dimediasi oleh NK sel mengeliminasi lokasi infeksi. Juga

mempunyai kemampuan sebagai anti tumor dan aktivitas anti metastatik

melawan tumor. (Abbas AK,et.al.2010(46). Sitokin ini mempunyai peran dalam

merangsang sekresi IFN-Ý dan juga menginduksi respons imun innate dan adaptif

melawan mikroba intraseluler.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 64/78

 

Gambar. 4. Aktivitas biologik dari IL-12. Interleukin-12 diproduksi oleh makrofag

dan sel dendritik sebagai respons terhadap mikroba atau signal sel T seperti ligand

CD40 yang mengikat CD40. Interleukin-12 berperan pada sel T dan NK sel

merangsang produksi IFN-Ý dan aktivitas sitotoksik untuk mengeradikasi mikroba

intraseluler. ( dikutip dari Abbas AK et.al. 2010)(46)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 65/78

Interleukin 10

Interleukin 10 (IL-10) sebagai sitokin tipe 2 sangat berhubungan dengan

peningkatan pertumbuhan tumor. Sitokin ini sebagian besar diproduksi oleh

limfosit T dan monosit ( makrofag). Interleukin-10 yang diproduksi oleh makrofagyang aktif fan sel T, juga mempunyai peran menekan fungsi makrofag . Karenanya

IL-10 ini adalah juga sebagai ‘negative feedback regulator’. Interleukin-10 juga

diproduksi oleh beberapa tipe sel non-limpoid seperti sel keratinosit. Interleukin

10 menekan ekspresi MHC ( major histocompatibility complex ) kelas I, mencegah

presentasi antigen tumor kepada (CD 8+) CTLs.(Sharma A,et.al.(53) Didapatkan

bahwa peningkatan high grade CIN sangat berhubungan dengan ekspresi IL-10.

Juga didapatkan penurunan ekspresi IFN-Ý yang berhubungan dengan lesi

servikal. Interleukin-10 juga menghambat produksi IFN-Ý. Sitokin ini dapatberfungsi menekan produksi IL-12 oleh makrofag dan sel dendritik aktif. Karena

IL-12 merupakan stimulus kritikal dari sekresi IFN-Ý, maka dengan

penekanan(downregulated) pada IL-12 akan mengakibatkan produksi IFN-Ý

menurun. (Sharma A,et.al.(53) Sitokin ini juga menekan sitokin tipe 1 dan

menyokong pertumbuhan kearah kanker serviks. (Nicol AF,et.al.2005(18).

Interleukin-10 menghambat ekspresi ‘costimulators’ dan molekul MHC tipe II

pada makrofag dan sel dendritik. Karena peran ini IL-10 menghambat aktivasi sel

T dan mengakhiri respons CMI. Peranan IL-10 meliputi kontrol pada reaksi dari

innate dan adaptif atau CMI respons. Adanya peran penghambatan oleh IL-10

dalam sistim imun, memberi kesempatan virus untuk mampu melawan respons

imun. Menurunnya respons imun tipe 1 yang spesifik untuk HPV menginduksi

kanker serviks invasive.

Pada penelitian dari Bais AG,Lindemans et.al.2005(50) menyatakan bahwa

IFN-Ý rendah secara signifikan pada CIN III dan kanker serviks sedang konsentrasi

IL-10 meningkat dalam plasma dari CIN III dan kanker serviks. Sebaliknyakonsentrasi IL-12, IL-2, IL-4 serta TNF α  tidak ada perbedaan . Sitokin IL-10

meningkat sebanding dengan peningkatan derajat dysplasia sampai CIN III.

Interleukin-10 adalah sitokin imunosupresif yang potensial.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 66/78

 

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A.Kerangka Teori

 ___________________________________________________________________

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sel

normal

LGSIL

LGSIL HGSIL

Kanker Serviks

Virus HR-

HPVViral Persisten

(infections)

Neoplastic

Progression

Vi HR-HPV

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 67/78

B.Kerangka Konsep

Normal cell LGSIL HGSILCervical Cancer :

-Early

-Late

HR-HPVViral Persisten

Progressive

Neoplastic (15 %)

Regression of

Infection (85 %)

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 68/78

BAB IV

METODE PENELITIAN

IV. 1. Desain Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan adalah, metode observasional

dengan pendekatan cross sectional . 

IV. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit pendidikan di Makassar, Manado,

Jakarta dan Bandung. Pengambilan dan penyimpanan sampel darah perifer di

lakukan di Laboratorium Prodia Makassar, Manado, Jakarta dan Bandung.

Selanjutnya disimpan dalam media sebagai inkubator dengan pendinginan -20

derajat C .Pengkuran dan penghitungan dilakukan di Laboratorium Prodia Jakarta.

Pengiriman sampel ke Laboratorium Prodia Jakarta dengan menggunakan ‘dry

ice’. 

Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2013 dengan

pengumpulan sampel sampai jumlahnya terpenuhi.

IV.3. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua kasus yang didiagnosis dysplasia serviks (

CIN II dan III) serta stadium awal ( I  –  IIa ) dan stadium lanjut ( IIb  –  IV) kanker

serviks. Populasi kasus diambil dari departemen Obstetri dan Ginekologi, divisi

Onkologi RS Pendidikan di Makassar, Manado, Jakarta dan Bandung. Bila

kelompok dysplasia dianggap sebagai control maka besaran sampel untuk masing-masing kelompok digunakan rumus :

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 69/78

  λ2 N.P.Q

d2 (N-1) + λ P.Q

Jumlah sampel yang ditentukan pada masing-masing kelompok sesuai

perhitungan statistik adalah sebesar 23 kasus , dibulatkan 25 kasus. Hasil ini

sesuai dengan λ2 dengan dk = 1 , P = Q = 0,5 d = 0,05, S = jumlah sampel pada

masing-masing kelompok.

Kriteria Inklusi

1.  Kasus dysplasia serviks (HGSIL) yang didiagnosis secara sito/ histopatologis.

2.  Kasus kanker serviks stadium awal ( I –IIa) yang belum diberikan pengobatan

dengan sitostatika atau radiasi.

3.  Kasus kanker serviks stadium lanjut ( IIb-IV) yang belum diberikan

pengobatan dengan sitostatika dan atau radiasi.

4.  Tidak ada penyakit infeksi lain , kecuali dysplasia atau kanker serviks.

5.  Diagnosis kanker serviks berdasar pada pemeriksaan klinis dan

histopatologis.6.  Kasus / ibu yang bersedia ikut dalam penelitian.

Kriteria Eksklusi

1.  Sudah pernah diberi pengobatan.

2.  Penyakit yang telah residif.

3.  Sudah pernah menjalani operasi karena penyakit ini..

4. 

Terdapat infeksi lain.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 70/78

  Proposal Penelitian

EKSPRESI SITOKIN IFN-γ, IL-2, IL-12 DAN IL-10 SEBAGAI RESPONS IMUN

TERHADAP INFEKSI HR-HPV DENGAN DISPLASIA SERVIKS, STADIUM AWAL

SERTA STADIUM LANJUT KANKER SERVIKS

The Expression of Cytokine IFN-γ,IL-2,IL-12 and IL-10 as a Immune Responses

To HR-HPV Infections with Cervical Dysplasia, Early stage and Late Stage Cervical Cancer

Oleh

Max Rarung

P020037079

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNVERSITAS HASANNUDIN MAKASSAR

2013

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 71/78

Pengesahan Usulan Penelitiian

Ekspresi sitokin IFN-γ, IL-2, IL-12 dan IL-10 sebagai Respons Imun

Terhadap Infeksi HR-HPV dengan Displasia Serviks, Stadium Awal serta stadium Lanjut Kanker serviks.

The Expression of Cytokine IFN- γ, IL-2, IL-12 and IL-10 As a Immune Responses

To HR-HPV Infections with Cervical Dysplasia, Early Stage and Late stage of Cancer Cervical.

Diajukan oleh

Max R Rarung

Nomor Pokok :

Menyetujui :

Prof. dr. Syarifuddin Wahid ,Ph.D.,SpPA (K) Prof. Dr. dr. Syahrul Rauf, SpOG (K)

Promotor Co-Promotor

Ketua Program Studi

Ilmu Kedokteran

Prof. Dr. dr. Suryani As’ad, MSc

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 72/78

KEPUSTAKAAN

1. Faridi R, Zahra A, Khan K, Idrees M. Oncogenic potential of HumanPapillomavirus (HPV) and its relation with cervical cancer. Virology Journal 2011;8( 269) :1-8.

2. Andrijono dkk. Buletin Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI),Jakarta ,2011

3. Munoz N, Castellsague X, Gonzalez AB, Gissmann L. HPV in the etiology of

human cancer. Vaccine, 2006 ;24 :1-10.

4.Bosch FX, You Lin Qiao, Castellsague X. The epidemiology of human

papillomavirus infection and its assosiation with cervical cancer. International

Journal of Gynecology and Obstetrics,2006, 94 : S8-S21.

5.Schiffman M, Castle PE, Jeronimo J, Rodriquez AC, Wacholder S. HumanPapillomavirus and Cervical Cancer. The Lancet 2007; 370 : 890-907.

6.Culp TD, Christensen ND.Kinetics of in vitro adsorption and entry of

papillomavirus virions. Virology 2004 ; 319 : 152-161.

7. Wang PH, Ko JL. Implication of human telomerase reverse transcriptase in

cervical carcinogenesis and cancer recurence. Intl J Gynecol Cancer.2006; 16 :

1873-9.

8.Aziz MF, Schellekens MC, Dikman A , et.al. Prevalence of single and multiple

HPV type in Cervical Carcinoma in Jakarta,Indonesia. International Meeting of the

ESGO 13th,Belgium, 2003.

9. Cuschieri KS, Whitley MJ, Cubie HA. Human papillomavirus type specific DNA

and RNA persistence Implications for cervical disease progression and monitoring.

J Med Virol, 2004 ; 73 : 65 -70.

10.Molden T, Kraus I, KarlsenF, Skomedal H, Hagmar H . Human papillomavirusE6/E7 mRNA expressionin women younger than 30 years of age. Gynecol

Oncol,2006 ; 100 : 95-100.

11.Castellsague Xavier. Natural history and epidemilogy of HPV infection and

cervical cancer.Gynecologic Oncology 2008;110: S4-S7.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 73/78

12.Rodriquez-Cerdeira C, Alcantara R, Guerra-Tapia A, Escalas J, Alba A. Human

Papillomavirus (HPV) and Genital Cancer. The Open Dermatology

Journal,2009;3:117-128.

13.Castellsague X, Munoz N. Cofactor in human papillomavirus carcinogenesis  –role of parity, oral contraseptives and tobacco smoking. J Nat Cancer Inst

Monograph 2003 ; 31 : 20-8.

14.Darshan MS. The L2 minor capsid protein of human papillomavirus type 16

interact with a network of nuclear import receptors. J Virol 2004 ; 78 : 12179-

12188.

15.Dinesh Gupta .Screening For Cervical Precancer Disease. From Epidemiological

Research To The Clinical Practice. New Delhi ,India, 2010.

16.Palmer KE,Jenson AB, Kouokam JC, Lasnik AB, Shin Je Ghim. Recombinant

vaccines for prevention of human papillomavirus infection and cervical cancer.

Experimental and Molecular Pathology 2009;86:224-233.

17.Burd EM. Human Papillomavirus and Cervical Cancer. Cinical MicrobiologyReviews. 2003;16:1-17.

18.Nicol AF, Fernandes ATG, Bonecini-Almeida M da G. Immune response in

cervical dysplasia induced by human papillomavirus : the influence of humanimmunodeficiency virus-1 co-infection. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro,

2005, vol. 100(1) : 1-12.

19.Sondel PM, Rakhmilevich AL,De Jong DLO, Hank JA. Cellular Immunity andCytokines. In: Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA, Liotta LA. The MolecularBasis of Cancer.2nd Edition,WB Saunders Company,Philadelphia, 2001.

20.Murakami MS, Vande Woude GF. Regulation of the Cell Cycle. In : MendelsohnJ, Howley PM, Israel MA, Liotta LA. The Molecular Basis of Cancer.2 nd Edition,WBSaunders Company,Philadelphia, 2001.

21.Lanioz V, Holthusen KA, Meneses PI. Bovine Papillomavirus type 1 : from

clathrin to caveolin.J Virol , 2008 ; 82 : 6288-6298.

22.Doorbar J. The Papillomaviruses Life Cycle. Clinical Virology 2004 ; 32 : 16-24.

23.Martin MP, Carrington M. Immunogenetics of viral infections. Current Opinionin Immunology, 2005;17:510-516.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 74/78

24.Frazer I. God’s Gift to Women : The Human Papillomavirus Vaccine. Immunity

2006; 25: 179-184.

25.Stanley M. Immunobiology of HPV and HPV vaccines. Gynecologic Oncology

2008;109:S15-S21.

26.Dillon S, Sasagawa T, Crawford A, Prestidge J, Inder MK, et.al. Resolution of

cervical dysplasia is associated with T-cell proliferative responses to human

papillomavirus type 16 E2. Journal of General Virology,2007;88: 803-813.

27.Stanley MA. Immune responses to human papilloma viruses. Indian J Med Res,

2009 ; 130 : 266-276.

28.Schwarz TF, Leo O. Immune response to human papillomavirus after

prophylactic vaccination with AS04-adjuvanted HPV 16/18 vaccine : Improving

upon nature. Gynecologic Oncology 2008;110: S1-S10.

29.Chang DC, Sabatini PJ, Divgi CR, Livingston PO, Houghton AN. Immunotherapy

of Gynecologic Malignancies. In : Hoskins WJ, Young RC, Markman M, Perez CA,

Randall M. Ed. Principles And Practice Of Gynecologic Oncology. Fourth Edition.

Lippincott Williams & Wilkins ,Philadelphia, 2005.

30.Chen J,Guoying Ni, Xiao Song Liu.Papillomavirus like particle-based therapeutic

vaccine against human papillomavirus infection related diseases : Immunological

problems and future directions. Cellular Immunology,2011;269:5-9.

31.Kanodia S, Fahey LM, Kast WM. Mechanism Used by Human Papillomaviruses

to Escape the Host Immune Response. Current Cancer Drug Targets,2007;7:79-89.

32.Bosch FX, Lorincz A, Munoz N, Meijer CJLM, Shah KV. The causal relationbetween human papillomavirus and cervical cancer. J Clin Pathol 2002 ; 55 : 244-265

33.Longworth MS, Laimins LA. Pathogenesis of Human Papillomaviruses in

Differentiating Epithelia. Micr Mol Biol Rev. 2004; 68(2) : 362-372.

34.Howley PM. Viral Carcinogenesis. In : Mendelsohn J, Howley PM, Israel MA,Liotta LA. The Molecular Basis of Cancer.2nd  Edition,WB SaundersCompany,Philadelphia, 2001.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 75/78

35.Ferber MJ, Montoya DP, Yu C, Aderca I, McGee A. et.al. Integrations of thehepatitis B virus (HBV) and human papillomavirus (HPV) into the humantelomerase reverse transcriptase (hTERT) gene in liver and cervical cancers.Oncogen 2003 ; 22 : 3813-3820.

36. Raybould R, Fiander A, Hibbitts S. Human Papillomavirus Integration and its

Role in Cervical Malignant Progression. The Open Clinical Cancer Journal,2011;5:1-7.

37. Gregory CD. Apoptosis : A Role In Neoplasia. In : Pusztai L, Lewis CE, Yap E. CellProliferation in Cancer. Oxford University Press, Oxford, 1996.

38.Massad LS, Einstein M, Myers E, Wheeler CM, Wentzensen N, Solomon D. The

impact of human papillomavirus vaccination on cervical cancer prevention efforts.

Gynecologic Oncology, 2009; 114 : 360-364.

39.Frazer I. God’s Gift to Women : The Human Papillomavirus Vaccine. Immunity

2006; 25: 179-184.

40.Randall ME, Michael H, Ver Morken J, Stechman F. Diseases Sites Uterine

Cervix. In : Hoskins WJ, Young RC, Markman M, Perez CA, Randall M. Ed. Principles

And Practice Of Gynecologic Oncology. Fourth Edition. Lippincott Williams &

Wilkins ,Philadelphia, 2005.

41.Mahdavi A, Monk BJ. Vaccines Against Human Papillomavirus and Cervical

Cancer. Promises and Challenges. The Oncologist 2005 ; 10 : 528-538.

42.Chan YM, Ng TY, Ngan HYS, Wong LC. Monitoring of serum Squamous Cell

Carcinoma Antigen Level in Invasif Cervical Cancer : Is it Cost Effective ?. Gynecol

Oncol,2002 ; 84 : 7-11.

43.De Villiers EM, Fauquent C, Broker TR, Bernard HU, Zur Hauzen H. Classification

of papillomaviruses. Virology 2004 ; 324 : 17-27.

44.Kim MK, Kim HS, Kim SH, Jung Min Oh, Jae Yong Han.et.al. Human

papillomavirus type 16 E5 oncoprotein as a new target for cervical cancertreatment. Biochemical Pharmacology, 2010 ; 80 : 1930-1935.

45.Villa LL, Denny L. Methods for detection of HPV infection and its clinical utility.

Int J Gynecol Obstet,2006; 94(supl 1 ) : S71-80.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 76/78

46.Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology. Ed.6th 

Saunders Elsevier Inc. Philadelphia, 2010.

47. Guzman V, Yambartsev A, Goncalves-Primo A, Morgun A. New approachreveals CD 28 and IFN-Ý gene interaction in the susceptibility to cervical cancer.

Hum Mol Genet. 2008;17(12): 1838-1848.48.Tartour E, Gey A, Sastre-Garau X, Surin IL, Mosseri V, Fridman WH. PrognosticValue of Intratumoral Interferon Gamma Messenger RNA Expression in InvasiveCervical Carcinomas. Journal of the National Cancer Institute,1998;90(4):287-94.

49.Scott ME, Yifei M, Kuzmich L, Moscicki AB. Diminished IFN-Ý and IL-10 and

elevated Foxp3 mRNA expression in the cervix are associated with CIN II or III. Int

J Cancer,2009;124 : 1379-1383.

50.Bais AG, Beckmann I, Lindemans J, Ewing PC, Meijer CJLM, Snijders PJF,

Helmerhorst TJM. A shift to peripheral Th2-type cytokine pattern during the

carcinogenesis of cervical cancer becomes manifest in CIN III lesions. J Clin Pathol

2005; 58: 1096-1100.

51.Bais AG, Beckmann I, Ewing PC, Eijkemans MJC, Meijer CJLM. Et.al. CytokineRelease in HR-HPV(+) Women without and with Cervical Dysplasia (CIN II and CINIII) or Carcinoma, Compared with HR-HPV(-) Controls. Mediators of Inflammation,Hindawi Publishing Corporation,Volume 2007.

52.Scott W, Levy D, Frederickson HL, Falkson CI, Wang Y, Weller E.et.al. A phase II

trial of IL-12 in patient with advanced cervical cancer : clinical and immunologiccorrelates. ECOG study. Gynecologic Oncology, 2004;92 : 957-964.

53. Sharma A, Rajappa M,Saxena A, Sharma M. Cytokine profile in Indian womenwith cervical intraepithelial neoplasia and cancer cervix. Int J Gynecol Cancer2007,17 : 879-885.

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 77/78

 

8/10/2019 EKSPRESI SITOKIN

http://slidepdf.com/reader/full/ekspresi-sitokin 78/78

Kepustakaan ( Respons Imun pada dysplasia dan kanker serviks)

1.Kung Liahng Wang. Human Papillomavirus and Vaccination in Cervical Cancer.Taiwan Obstet Gynecol

2007;46(4):352-362.

2. Munagala R, Nagarajan B. Alteration in cytokine levels in cervical carcinoma patients through

radiation therapy. Current Science, vol.94,no.10,2008.

3.Koshiol J, Kovacic MB. Cytokines and Markers of Immune Response to HPV Infection. In : Kanwar J Ed.

Recent Advances in Immunology to Target Cancer, Inflamation and Infections. In Tech Europe, 2012.

4.Zheng ZM, Baker CC. Papillomavirus genome structure , expression and post transcriptional regulation.

Front Biosc 2006; 11 : 2286-2302.

5.Kung Liahng Wang. Human Papillomavirus and Vaccination in Cervical Cancer. Taiwan J Obstet Gynecol

2007; 46: 352-362.