eksplorasi jamur tanah pada lahan krisan ...repository.ub.ac.id/7800/1/purba, abdi bima...

62
EKSPLORASI JAMUR TANAH PADA LAHAN KRISAN RAMAH LINGKUNGAN DAN LAHAN YANG DIAPLIKASIKAN FUNGISIDA MANKOZEB DAN KLOROTALONIL Oleh: ABDI BIMA ASIMA PURBA UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN MALANG 2017

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

20 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • EKSPLORASI JAMUR TANAH PADA LAHAN KRISAN RAMAH

    LINGKUNGAN DAN LAHAN YANG DIAPLIKASIKAN FUNGISIDA

    MANKOZEB DAN KLOROTALONIL

    Oleh:

    ABDI BIMA ASIMA PURBA

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS PERTANIAN

    MALANG

    2017

  • EKSPLORASI JAMUR TANAH PADA LAHAN KRISAN RAMAH

    LINGKUNGAN DAN LAHAN YANG DIAPLIKASIKAN FUNGISIDA

    MANKOZEB DAN KLOROTALONIL

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    FAKULTAS PERTANIAN

    JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

    MALANG

    2017

    OLEH:

    ABDI BIMA ASIMA PURBA

    135040201111312

    PROGRAM STUDIAGROEKOTEKNOLOGI

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

  • PERNYATAAN

    Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan

    hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini

    tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan

    sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

    pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang jelas ditunjukkan

    rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

    Malang, Desember 2017

    Abdi Bima Asima Purba

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis lahir di Kijang Makmur, Riau pada tanggal 15 April 1994 dari

    pasangan Urusan Purba dan Suryani Debata Raja.Penulis merupakan anak

    kedua dari tiga bersaudara. Penulis memiliki kakak perempuan bernama Lilis

    Sukantry Purba dan adik laki-laki bernama Edo Rayvaldo Purba. Penulis

    menempuh pendidikan dasar di SDN 010 Kijang Makmur (2001-2007), sekolah

    menengah pertama di SMPN 2 Tapung Hilir Kabupaten Kampar, Provinsi Riau

    (2007-2010), sekolah menegah atas di SMA Assisi Siantar, Provinsi Sumatera

    Utara (2010 -2013) dan mahasiswa strata-1 (S1) program studi agrokekoteknologi

    Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang (2013-2017) melalui jalur

    Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

    Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kepanitiaan maupun

    organisasi di lingkungan Universitas Brawijaya. Kepanitiaan yang diikuti penulis

    antara lain Natal Christian Community (tahun 2013 dan 2014), Paskah Christian

    Community 2014, Reatreat Christian Community 2014, POSTER FP UB 2014

    (Program Orientasi Studi Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya),

    PEMILWA (Pemilihan Wakil Mahasiswa) tahun 2014, Ibadah Padang Christian

    Community 2015, KALDERA (Kegiatan Analisis Lahan dan Pengabdian

    Masyarakat Tanah) 2015, PROTEKSI (Program Orientasi Terpadu Keprofesian)

    tahun 2016, ARTHROPODA (Anniversary of HIMAPTA Djaya) pada 2016. Penulis

    juga merupakan salah satu anggota Tabut (Theater of Brawijaya University) pada

    tahun 2014/2015 dan anggota Kepengurusan HIMAPTA 2015/2016 sebagai

    anggota Departemen LITBANG (Penelitian dan Pengembangan). Penulis juga

    pernah menjadi Asisten praktikum mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman

    (DPT) pada tahun 2014 dan mata kuliah Pertanian Berlanjut (PB) pada tahun

    2016 di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan mengikuti Olimpiade Dekan

    Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya cabang olahraga Volly pada tahun 2016.

    Penulis pernah melaksanakan kegiatan magang kerja selama bulan Juli sampai

    Oktober 2016 di Pusat Pertanian Organis Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB) di

    Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

  • SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN

    UNTUK BAPAK, MAMA, KAKAK ,DAN

    ADIKKU TERCINTA

  • RINGKASAN

    ABDI BIMA ASIMA P. 135040201111312. Eksplorasi Jamur Tanah pada

    Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan yang Diaplikasikan Fungisida

    Mankozeb dan Klorotalonil. Di Bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Abdul Latief

    Abadi, MS. sebagai Pembimbing Utama dan Ferry Abdul Choliq, SP., MP.,

    MSc. sebagai Pembimbing Pendamping.

    Mikroorganisme tanah berperan dalam mendukung pertumbuhan tanaman

    seperti perombakan unsur hara sebelum diserap tanaman.Salah satu mikroorganisme tanah yang dapat merombak unsur hara untuk dimanfaatkan tanaman adalah jamur tanah.Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh petani berpengaruh terhadap kelimpahan mikroorganisme tanah.Penggunaan kimia sintetis seperti pestisida dapat menyebabkan turunnya populasi jamur tanah.Pada saat ini banyak lahan pertanian yang diaplikasikan pestisida salah satunya yaitu lahan budidaya bunga krisan di Desa Sidomulyo, Batu.Petani menggunakan pestisida jenis fungisida berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil. Penelitian ini bertujuan untukmengkaji keanekaragaman jamur tanah dan pengaruh fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb terhadap keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan

    Penelitian dilaksanakan dengan mengambil sampel tanah di lahan krisan Kelompok Tani Mulyo Joyo Desa Sidomulyo, Batu.Analisa tanah dilakukan di Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI), Kendalpayak.Isolasi, purifikasi, identifikasi dan uji fungisida dilakukan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2017.Metode penelitian yang digunakan yaitu survei, eksplorasi dan komparasi.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani krisan lebih banyak menerapkan sistem konvensional dibandingkan ramah lingkungan. Petani lahan konvensional menggunakan fungisida berbahan aktif klorotalonil dan mankozeb sedangkan petani lahan ramah lingkungan menggunakan PGPR (Plant growth Promoting Rhizobacteria ) dan agens hayati. Nilai indeks keanekaragaman jamur tanah lahan ramah lingkungan sebesar 12,79 dan indeks keseragaman jamur tanah lahan konvensional sebesar 12,43 dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa keanekaragaman jamur tanah lahan ramah lingkungan lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional. Jumlah koloni jamur yang terbanyak berdasarkan hasil eksplorasi tanah lahan ramah lingkungan dan lahan konvensional adalah Trichoderma dan Rhizopus. Uji fungisida pada konsentrasi Mankozeb 0,05% dan Klorotalonil 0,07% dapat menumbuhkan 6 isolat jamur dari 6 genus yaitu Chepalosporium, Penicillium, Trichoderma, Rhizopus, Aspergillus, dan Humicola. Jamur yang tahan terhadap perlakuan fungisida adalah Trichoderma dan Humicola sp. Pengaplikasian fungsida secara terjadwal dan dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan turunnya keanekaragam mikroorganisme tanah, intensitas penyakit meningkat dan turunnya produktivitas tanaman.

  • SUMMARY

    ABDI BIMA ASIMA P. 135040201111312. Exploration of Soil Fungi on

    Chrysanthemum Eco-Friendly Land and Land Applied by Fungicide with

    Mancozeb and Chlorotalonyl Active Compound. Under the Guidance of Prof.

    Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, Ms. as Main Supervisor and Ferry Abdul Choliq,

    SP., MP., MSc. as Companion Supervisor.

    Soil microorganisms play a role in supporting plant growth such as nutrient

    reconstruction before absorbed by plants. One of the soil microorganisms that can remodel the nutrients to be utilized by plants is the soil fungi. Cultivation activities conducted by farmers affect the abundance of soil microorganisms. The use of synthetic chemicals such as pesticides can lead to a decline in the population of soil fungi. At this time a lot of agricultural land applied pesticide one of them is the farming area of chrysanthemum flowers in the village of Sidomulyo, Batu. Farmers use pesticide type of active fungicide with Mancozeb and Chlorotalonyl. This study aims to study the diversity of soil fungi and the influence of active fungicides Chlorotalonyl and Mancozeb on the diversity of soil fungi in chrysanthemum fields.

    The research was carried out by taking soil samples in chrysanthemum field of Mulyo Joyo Farmer Group, Sidomulyo Village, Batu. Soil analyzes were conducted at Balai Penelitian Kacang-kacangan and Umbi-umbian (BALITKABI), Kendalpayak. Isolation, purification, identification and fungicide test were conducted in Mikologi Laboratory Department of Pest and Disease, Faculty of Agriculture Universitas Brawijaya. The research was began in February untill July 2017. The research method used was survey, exploration and comparison.

    The results showed that chrysanthemum farmers apply more conventional system than eco-friendly system. Conventional farmers use active Chlorotalonyl and Mancozeb active fungicides while environmental friendly farmers use PGPR (Plant growth Promoting Rhizobacteria) and biological agents. The index value of eco-friendly soil fungi biodiversity is 12.79 and soil fungi biodiversity index of conventional land is 12.43 this results showed that the diversity of soil fungi in eco-friendly land is higher than conventional land. The largest number of fungi colonies based on the results of eco-friendly land and conventional land exploration are Trichoderma and Rhizopus. Fungicide test at Mancozeb concentration 0,05% and Chlorotalonyl 0,07% can grow 6 isolate fungi from 6 genus i.e Chepalosporium, Penicillium, Trichoderma, Rhizopus, Aspergillus, and Humicola. The tolerant fungi are Trichoderma sp. and Humicola sp. Routine application of fungicide and a long period of time can lead to a decrease in the diversity of soil microorganisms, increased disease intensity and decline in crop productivity.

  • KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa

    atas kasih dan karunia-Nya yang telah menuntun penulis sehingga dapat

    menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Eksplorasi Jamur Tanah pada Lahan

    Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan yang Diaplikasikan Fungisida Mankozeb

    dan Klorotalonil”.

    Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar

    Sarjana Pertanian sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Fakultas Pertanian

    Universitas Brawijaya. Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima

    kasih kepada:

    1.Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS selaku dosen pembimbing utama dan Fery

    Abdul Choliq SP. MP. MSc. selaku dosen pembimbing pendamping serta Prof. Dr.

    Ir. Tutung Hadiastono, MS. dan Dr. Ir. Aminudin Affandi, MS. selaku dosen

    penguji skripsi atas bimbingan, didikan, masukan serta saran selama kegiatan

    penelitian dan penyusunan naskah skripsi.

    2. Nino Paulus Bastanta Sitepu suamiku tercinta yang membantu, mendoakan

    serta mendukung dalam proses pengerjaan skripsi.

    3. Kedua orang tua terkasih, kakak Lilis, adik Edo dan keponakan Fadella Qaila

    yang selalu memberi doa, semangat, serta dukungan kepada penulis.

    4. BSB squad (Ervin, Maul, Suci, Elisa, Melissa, Venna, Yayan, Yoga, Iyan) yang

    telah mendukung serta memberi masukan kepada penulis.

    5. Sahabat Kost 3 B (Asmita, Lasti, Erlis, Kak Rut, Kak Putri, Kak Mernita dan

    Siska) atas masukan, doa, serta motivasi yang diberikan.

    6. Teman-temanku Yohanna, Esra, Rolin, Yanda, Uli, Ani, Miskah, Tari, Gian, Kak

    Martua dan kepada pihak yang belum disebutkan dalam skripsi.

    Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat

    dipergunakan semestinya.

    Malang, Desember 2017

    Penulis

  • DAFTAR ISI

    Halaman RINGKASAN ............................................................................................................... i SUMMARY .................................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................ iv DAFTAR ISI ................................................................................................................ v DAFTAR TABEL ......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... vii

    I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2 1.3 Tujuan.................................................................................................................... 2 1.4 Hipotesis ................................................................................................................ 2 1.5 Manfaat .................................................................................................................. 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 4 2.1 Tanaman Krisan .................................................................................................... 4 2.2 Pertanian Ramah Lingkungan dan Pertanian Konvensional ................................... 6 2.3 Mikroorganisme Tanah .......................................................................................... 6 2.4 Jamur .................................................................................................................... 7 2.5 Fungisida ............................................................................................................... 10

    III. METODOLOGI ....................................................................................................... 12 3.1 Tempat & Waktu Penelitian .................................................................................... 12 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................................... 12 3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian ............................................................................. 12 3.4 Variabel Pengamatan ............................................................................................ 16 3.5 Analisis Data .......................................................................................................... 19 3.5 Kerangka Penlelitian .............................................................................................. 20

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 21 4.1 Kondisi Aktual Lahan ............................................................................................. 22 4.2 Identifikasi Penyakit Tanaman Krisan ................................................................... 23 4.3 Analisis Kimia Tanah ............................................................................................. 25 4.4 Hasil Identifikasi Jamur Tanah ............................................................................... 26 4.4.1Identifikasi Jamur dari Lahan Ramah Lingkungan ................................................ 27 4.4.1Identifikasi Jamur dari Lahan yang Diaplikasikan Fungisida ................................ 31 4.5 Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi ................................................... 37 4.6 Analisis Fungisida .................................................................................................. 39 4.7 Pembahasan Umum .............................................................................................. 42

    V. PENUTUP ............................................................................................................... 47 5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 47 5.2 Saran ..................................................................................................................... 47

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 48 LAMPIRAN .................................................................................................................. 51

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Halaman

    Teks

    1 Kriteria Indeks Keanekaragaman Shannon ..................................................... 17 2 Kriteria Indeks Keseragaman .......................................................................... 18 3 Kriteria Indeks Dominasi ................................................................................. 18 4 Hasil Wawancara Petani Tentang Lahan Krisan ............................................. 22 5 Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan

    yang Diaplikasikan Fungisida.......................................................................... 25 6 Hasil Eksplorasi Jamur Tanah Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan

    yang Diaplikasikan Fungisida.......................................................................... 27 7 Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi

    Jamur Tanah .................................................................................................. 38 8 Hasil Perhitungan Tingkat Hambatan Relatif (THR) ........................................ 41

    Lampiran 1 Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Jamur Tanah Lahan

    Ramah Lingkungan ........................................................................................ 53 2 Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Jamur Tanah Lahan

    Konvensional ................................................................................................. 53 3 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke-1 .................................................... 54 4 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke-2 .................................................... 54 5 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke-3 .................................................... 54 6 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke 4 ..................................................... 54 7 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke 5 ..................................................... 54 8 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke 6 ..................................................... 55 9 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke 7 ..................................................... 55

  • DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman

    Teks

    1 Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.) ................................................................. 5 2 Kerangka Penelitian ......................................................................................... 20 3 Tanaman Krisan yang Menunjukkan Gejala Layu Fusarium di Lapang ............ 23 4 Jamur Fusarium sp .......................................................................................... 24 5 RL1 Jamur Chepalosporium sp. ....................................................................... 28 6 RL2 Jamur Aspergillus sp 1.............................................................................. 29 7 RL3 JamurPenicillium sp .................................................................................. 29 8 RL4 Jamur Trichoderma sp .............................................................................. 30 9 RL5 JamurHumicola sp .................................................................................... 31 10 RL6 JamurAspergillus sp 2............................................................................... 32 11 F1 JamurAspergillus sp 1 ................................................................................. 33 12 F2 JamurTrichoderma sp ............................................................................... 33 13 F3 JamurRhizopus sp ...................................................................................... 34 14 F4 JamurAspergillus sp 2 ................................................................................. 35 15 F5 JamurAspergillus sp 3 ................................................................................. 36 16 F6 JamurHumicola sp .................................................................................... 37 17 F7 Jamur Rhizoctonia sp .................................................................................. 38

    Lampiran

    1. Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Krisan Ramah Lingkungan ..................... 56 2. Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Krisan yang Diaplikasikan Fungisida

    Klorotalonil dan Mankozeb .......................................................................... 57 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ................................................................ 60

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Tanah memiliki peranan yang sangat vital bagi makhluk hidup karena merupakan

    sumber penghidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Pada bagian dalam tanah dihuni oleh

    mikroorganisme seperti jamur, bakteri, protozoa, nematoda, cacing dan mikroorganisme

    lainnya. Menurut Paul dan Clark (1989), mikroorganisme tanah merupakan faktor penting dalam

    ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman serta

    stabilitas struktur tanah. Mikroorganisme tanah berperan langsung untuk mendukung

    pertumbuhan tanaman seperti pemanfaatan unsur hara yang telah dirombak terlebih dahulu

    oleh mikroorganisme tanah sebelum diserap tanaman. Mikroba tanah memiliki peranan penting

    dalam membantu penyediaan unsur hara bagi tanaman melalui simbiosis dengan cara

    melepaskan unsur hara yang terikat dan tidak tersedia bagi tanah menjadi bentuk yang tersedia

    dan dapat diserap oleh tanaman (Soemarno, 2010)

    Salah satu jenis mikroorganisme tanah adalah jamur. Menurut Pelczar dan Chan (2008)

    keberadaan jamur dalam tanah baik jumlah dan jenisnya bergantung pada beberapa kondisi

    seperti tipe dan banyaknya nutrisi, kelembaban, temperature, pH dan keberadaan akar. Tanah

    pada lahan organik mengandung banyak mikroba khususnya jamur tanah karena bahan organik

    yang merupakan sumber makanan bagi jamur tercukupi. Sehingga apabila tanah minim akan

    kebutuhan bahan organik maka jumlah jamur dalam tanah tersebut rendah. Menurut

    Sudharakan et al. (2013) bahwa populasi jamur akan meningkat apabila kebutuhan nutrisi

    dalam tanah terpenuhi.

    Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh petani cenderung lebih banyak menggunakan

    input kimia sintetis seperti pestisida karena dianggap lebih cepat dalam memberantas

    Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pengaplikasian pestisida dilakukan dengan cara

    disemprot sehingga tetesan pestisida yang disemprotkan jatuh ke tanah. Menurut Sa’id (1994)

    dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran.

    Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh

    ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian.

    Pestisida banyak dijual di pasaran dengan berbagai macam kandungan bahan aktif termasuk

    Klorotalonil dan Mankozeb. Fungisida Klorotalonil merupakan fungisida inhibitor multi situs yang

    mempengaruhi berbagai enzim dan proses metabolisme dalam jamur, menghambat

    perkecambahan spora dan racun bagi sel membran jamur (Hikmah, 2012). Fungisida

  • Mankozeb merupakan fungisida kontak yang dapat untuk mencegah infeksi jamur dengan

    menghambat perkecambahan spora yang menempel di permukaan tanaman (Djojosumarto,

    2004).

    Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pestisida berjenis

    fungisida dengan bahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb terhadap keanekaragaman jamur

    tanah. Penelitian akan dilaksanakan pada lahan krisan ramah lingkungan dan lahan yang

    diaplikasika fungisida di Desa Sidomulyo, Batu.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Bagaimana pengaruh fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb terhadap

    keanekaragaman jamur tanah?

    2. Bagaimana keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan ramah lingkungan dan lahan krisan

    yang diaplikasikan fungisda berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb?

    1.3 Tujuan Penelitian

    1. Mengkaji pengaruh fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb terhadap

    keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan

    2. Mengkaji keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan ramah lingkungan dan lahan krisan

    yang diaplikasikan fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb.

    1.4 Hipotesis Penelitian

    Keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan ramah lingkungan lebih tinggi

    dibandingkan dengan lahan krisan yang menggunakan fungisida. Fungisida berbahan aktif

    Klorotalonil dan Mankozeb dapat menyebabkan turunnya keanekarangaman jamur tanah.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Memperoleh informasi mengenai pengaruh fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan

    Mankozeb terhadap keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan.

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Tanaman Krisan

    Krisan atau seruni (Chrysanthemum sp.) merupakan komoditas andalan

    dalam industri hortikultura yang memiliki prospek pasar sangat cerah. Bunga yang

    dikenal sebagai salah satu” Raja Bunga Potong” ini semakin banyak penggemarnya.

    Selain bentuk dan tipe yang beragam, warna bunganya pun sangat bervariasi,

    dengan kombinasi warna- warna yang begitu indah. Karena itu permintaan pasar

    baik dalam maupun luar negeri semakin meningkat setiap tahunnya (Marwoto, 2005)

    Klasifikasi tanaman Krisan menurut Crater (1980), yaitu: Kingdom: Plantae,

    Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Classis : Dicotyledoneae, Ordo

    : Asteraceae / Compositae, Familia : Compositae, Genus : Chrysanthemum, Species

    : Chrysanthemum morifolium Ramat. Genus Chrysanthemum terdiri atas lebih dari

    100 spesies yang tersebar di belahan bumi utara (Wodehouse, 1935).

    Krisan dapat tumbuh baik di dataran tinggi (>700 mdpl ) dengan pH tanah 5,5

    - 6. Penanaman di daerah pegunungan dengan pH tanah 5 - 5,5 perlu didahului

    dengan pengapuran. Krisan memerlukan tanah dengan kesuburan sedang karena

    tanah yang subur akan mengakibatkan tanaman menjadi rimbun. Apabila ditanam di

    pot pH media yang sesuai adalah 6,2 - 6,7. Secara genetik Krisan merupakan

    tanaman hari pendek, untuk mendapatkan pertumbuhan yang seragam dan produksi

    bunga yang tinggi, pertumbuhan vegetatifnya perlu diberi perlakuan hari panjang

    dengan penambahan cahaya lampu pijar atau neon (Harry, 1994).

    Untuk daerah tropis seperti di Indonesia suhu rata- rata harian di dataran

    rendah terlalu tinggi untuk pertumbuhan tanaman Krisan, suhu udara di siang hari

    yang ideal untuk pertumbuhan tanaman Krisan berkisar antara 200 – 260 C dengan

    batas minimum 170 C dan batas maksimum 300 C. Suhu udara pada malam hari

    merupakan faktor penting dalam mempercepat pertumbuhan tunas bunga. Suhu

    ideal berkisar antara 160 –180 C bila suhu turun sampai dibawah 160 C, maka

    pertumbuhan tanaman menjadi lebih vegetatif bertambah tinggi dan lambat

  • berbunga. Pada suhu tersebut intensitas warna bunga meningkat, sebaliknya bila

    suhu malam terlalu tinggi dapat berakibat melunturnya warna bunga sehingga

    penampilan tampak kusam walaupun bunganya masih segar (Hasim dan Reza,

    1995).

    Kelembaban udara antara 70% - 80% dinilai cocok untuk pertumbuhan

    tanaman Krisan. Kelembaban udara yang tinggi mengakibatkan transpirasi

    (penguapan air) dari tanaman menjadi kecil dalam waktu pendek. Keadaan ini

    membuat tanaman selalu dalam keadaan segar. Untuk waktu yang agak lama,

    dengan tidak adanya sirkulasi air dalam tanaman menyebabkan penyerapan air dan

    unsur hara terlarut dari dalam tanah juga sedikit. Kekurangan nutrisi kebalikannya,

    kelembaban udara yang rendah menyebabkan transpirasi tanaman menjadi tinggi.

    Air menguap dengan cepat melalui pori- pori daun dan perakaran ini berarti

    menyerap air dari tanah. Bila tanaman terlambat mengganti defisit air dalam pucuk -

    pucuk yang baru tumbuh menjadi layu atau mengeringnya tepian daun yang sudah

    dewasa (Hasim dan Reza, 1995).

    Menurut Kofranek (1980) krisan dapat digolongkan ke dalam banyaknya

    kuntum bunga yang terdapat dalam satu tangkai, yaitu :

    1. Tipe standar adalah tipe krisan yang mempunyai bunga tunggal per batang. Tipe

    ini dihasilkan dengan membuang calon bunga samping ( lateral bud ) dan

    membiarkan calon bunga utama ( terminal bud ) tumbuh dan berkembang sendiri.

    2. Tipe spray adalah tipe krisan yang mempunyai bunga paling sedikit lima kuntum

    per batang. Tipe ini dihasilkan dengan membuang kuncup bunga utama dan

    membiarkan calon bunga samping.

  • Gambar 1. Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.)

    (Sumber : Balai Penelitian Tanaman Hias, 2017)

    2.2 Pertanian Ramah Lingkungan dan Pertanian Konvensional

    Sistem pertanian ramah lingkungan adalah aktivitas pertanian yang secara

    ekologi sesuai, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial diterima dan mampu

    menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Program pertanian sistem

    ramah lingkungan berhasil dan berdaya guna apabila program tersebut mengikuti

    kaidah sebagai berikut: (a) menggunakan sedikit mungkin input bahan kimia, (b)

    melaksanakan tindakan konservasi tanah dan air, (c) memperhatikan keseimbangan

    ekosistem dan (d) mampu menjaga stabilitas produksi secara berkelanjutan.

    (Susanto, 2002)

    Pertanian konvensional dicirikan oleh penggunaan dalam jumlah yang besar

    pupuk kimia, pestisida sintesis, dan zat pengatur tumbuh menghasilkan semakin

    langkanya sumberdaya tak terbaharui, mengurangi keanekaragaman hayati,

    sumberdaya air tercemar, residu kimia dalam pangan, degradasi tanah, dan resiko

    kesehatan pada pekerja pertanian, yang kesemuanya memberikan pertanyaan pada

    keberlanjutan sistem pertanian konvensional. Praktek dan adopsi pertanian intensif

    modern jika tidak dipantau dan diperkirakan secara memadai, akan mempunyai

    implikasi yang serius bagi keamanan pangan. Sistem pertanian yang dicirikan oleh

    produksi pertanian intensif dengan menggunakan pupuk dan pestisida selain

    memberi kemanfaatan berupa peningkatan produksi tanaman, tetapi juga

    menghasilkan eksternalitas negatif (Othman, 2007).

  • 2.3 Mikroorganisme Tanah

    Tanah merupakan habitat bagi semua organisme tanah,yang terdiri dari

    vertebrata, invertebrata dan mikroorganisme baik dalam ukuran makro, meso dan

    mikro fauna. Pada umumnya jumlah populasi mikroba dalam tanah lebih banyak jika

    dibandingkan dengan jumlah mikroba pada udara dan air. Hal ini dikarenakan

    ketersediaan bahan organik dan senyawa organik yang ada pada tanah lebih tinggi

    jika dibandingkan pada udara dan air, sehingga sesuai untuk pertumbuhan dan

    perkembangan mikroba autotrof dan heterotrof, yaitu golongan mikroba yang

    memperoleh sumber karbon untuk nutrisinya dari CO2 dan senyawa organik.

    Keberadaan mikroba dalam tanah dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia tanah.

    Komponen penyusun tanah seperti pasir,debu, liat dan bahan organik akan

    membentuk struktur tanah dimana struktur tanah berpengaruh terhadap

    ketersediaan oksigen dan lengas dalam tanah. Mikroba akan membentuk

    mikrokoloni seperti mikroba heterotrof yang menggunakan bahan organik untuk

    kehidupannya, dan mikroba autotrof baik bakteri aerob maupun anaerob yang

    menggunakan oksigen untuk kehidupannya (Soemarno, 2010).

    Menurut Sharma (2002) upaya mengatasi kesuburan tanah dapat dilakukan

    dengan meningkatkan peran mikroba tanah yang bermanfaat melalui berbagai

    aktivitasnya yaitu:

    (1) Meningkatkan kandungan beberapa unsur hara di dalam tanah.

    (2) Meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah.

    (3) Meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara.

    (4) Menekan mikroba tular tanah patogen melalui interaksi kompetisi.

    (5) Memproduksi zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan perkembangan

    sistem perakaran tanaman.

    (6) Meningkatkan aktivitas mikroba tanah heterotrof yang bermanfaat melalui

    aplikasi bahan organik.

  • 2.4 Jamur

    Jamur merupakan merupakan mikroorganisme yang tubuhnya terdiri dari

    benang-benang yang disebut hifa yang dapat membentuk anyaman bercabang-

    cabang (miselium). Jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin,

    tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa

    yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal

    (mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi (Gandjar et al.,

    2006). Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda

    dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan

    reproduksinya. Jamur benang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang

    disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-

    benang tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut

    thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa

    vegetatif (Sumarsih, 2003).

    2.4.1 Klasifikasi Jamur

    Setiap jamur tercakup di dalam salah satu dari kategori taksonomi yang

    dibedakan berdasarkan pada tipe spora, morfologi hifa dan siklus seksualnya.

    Kelompok-kelompok ini adalah: Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes,

    Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Terkecuali untuk Deuteromycetes, semua

    jamur menghasilkan spora seksual yang spesifik (Mc-Kane, 1996). Klasifikasi jamur

    dapat dijelaskan sebagai berikut :

    (1) Oomycetes

    Oomycetes disebut juga jamur air karena sebagian besar anggotanya

    hidup di air atau di dekat badan air. Hanya sedikit yang hidup di darat.

    Miseliumnya terdiri atas hifa yang tidak bersekat, bercabang, dan

    mengandung banyak inti. Hidup sebagai saprofit dan ada juga yang parasit.

    Pembiakan aseksualnya dengan zoospora, dan dengan sporangium untuk

    yang hidup di darat. Pembiakan seksualnya dengan oospora. Beberapa

  • contoh dari kelompok ini antara lain : Saprolegnia sp., Achya sp.,

    Phytophtora sp (Alexopoulus dan Mims, 1979).

    (2) Zygomycetes

    Kelompok Zygomycetes terkadang disebut sebagai “jamur rendah”

    yang dicirikan dengan hifa yang tidak bersekat (coneocytic), dan berkembang

    biak secara aseksual dengan zigospora. Kebanyakan anggota kelompok ini

    adalah saprofit. Pilobolus, Mucor, Absidia, Phycomyces termasuk kelompok

    ini. Rhizopus nigricans adalah contoh dari anggota kelompok ini,

    berkembang biak juga melalui hifa yang koneositik dan juga berkonjugasi

    dengan hifa lain. Rhizopus nigricans juga mempunyai sporangiospora. Ketika

    sporangium pecah, sporangiospora tersebar, dan jika mereka jatuh pada

    medium yang cocok akan berkecambah dan tumbuh menjadi individu baru.

    Spora seksual pada kelompok jamur ini disebut zygospora (Tortora, 2001).

    (3) Ascomycetes

    Golongan jamur Ascomycetes dicirikan dengan sporanya yang

    terletak di dalam kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang

    membesar, yang di dalamnya terbentuk spora yang disebut askuspora.

    Setiap askus biasanya menghasilkan 2 - 8 askospora. Kelas ini umumnya

    memiliki 2 stadium perkembangbiakan yaitu stadium askus atau stadium

    aseksual. Perkembangbiakan aseksual ascomycetes berlangsung dengan

    cara pembelahan, pertunasan, klamidiospora, dan konidium tergantung

    kepada spesies dan keadaan sekitarnya. Selain itu kebanyakan

    Ascomycetes mikroskopis, hanya sebagian kecil yang memiliki tubuh buah.

    Pada umumnya hifa terdiri atas sel-sel yang berinti banyak (Dwidjoseputro,

    1978).

    (4) Basidiomycetes

    Basidiomycetes dicirikan memproduksi spora seksual yang disebut

    basidiospora. Kebanyakan anggota basiodiomycetes adalah cendawan,

  • jamur payung dan cendawan berbentuk bola yang disebut jamur berdaging,

    yang spora seksualnya menyebar di udara dengan cara yang berbeda dari

    jamur berdaging lainnya. Struktur tersebut berkembang setelah fusi

    (penyatuan) dari dua hifa haploid hasil dari formasi sel dikaryotik. Sebuah sel

    yang memiliki kedua inti yang disumbangkan oleh sel yang kompatibel

    secara seksual. Sel-sel yang diploid membelah secara meiosis menghasilkan

    basidiospora yang haploid. Basidiospora dilepaskan dari cendawan,

    menyebar dan berkecambah menjadi hifa vegetatif yang haploid, proses

    tersebut berlanjut terus (Mc-Kane, 1996). Karakteristik dari Basiodiomycetes

    antara lain kebanyakan makroskopik, sedikit yang mikroskopik. Basidium

    berisi 2 - 4 basiodiospora, masing-masing pada umumnya mempunyai inti

    satu. Diantara Basiodiomycetes ada yang berguna karena dapat dimakan,

    tetapi banyak juga yang merugikan karena merusak tumbuhan, kayu-kayu

    dan perabot rumah tangga. Selain itu tubuh Basidiomycetes terdiri dari hifa

    yang bersekat dan berkelompok padat menjadi semacam jaringan, dan tubuh

    buah menonjol dari pada Ascomycetes. Misellium terdiri dari hifa dan sel-sel

    yang berinti satu hanya pada tahap tertentu saja terdapat hifa yang berinti

    dua. Pembiakan vegetatif dengan konidia. Pada umumnya tidak terdapat alat

    pembiakan generatif, sehingga lazimnya berlangsung somatogami

    (Dwidjoseputro, 1978).

    (5) Deuteromycetes

    Ada beberapa jenis jamur belum diketahui siklus reproduksi

    seksualnya (disebut fase sempurna). Jamur ini “tidak sempurna” karena

    belum ada spora seksual mereka yang ditemukan. Anggota kelompok ini

    berkembang biak dengan klamidospora, arthrospora, konidiospora,

    pertunasan juga terjadi. Deuteromycetes juga memiliki hifa yang bersekat

    (Tortora et. al, 2001).

    2.5 Fungisida

    Fungisida adalah senyawa kimia untuk mengendalikan jamur atau fungi.

    Menurut efeknya terhadap jamur sasaran terdiri atas 2 macam, yaitu :

  • (1) Senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungistatik yakni senyawa yang hanya

    mampu menghentikan perkembangan jamur. Jamur akan berkembang lagi jika

    senyawa tersebut hilang.

    (2) Senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungitoksik yakni senyawa yang

    mampu membunuh jamur. Jamur tidak akan berkembang lagi meski senyawa

    tersebut hilang, kecuali ada infeksi baru.

    Fungisida mengendalikan atau mematikan jamur dengan beberapa cara,

    antara lain dengan merusak dinding sel, mengganggu pembelahan sel,

    mempengaruhi permeabilitas membran sel, dan menghambat kerja enzim tertentu

    yang menghambat proses metabolisme cendawan. Keuntungan yang diperoleh dari

    penggunaan fungisida adalah pengaplikasiannnya mudah, memerlukan sedikit

    tenaga kerja, jenis dan ragamnya bervariasi dan hasil pengendalian tuntas.

    Menurut cara kerjanya didalam tubuh tanaman sasaran, fungisida terdiri atas

    3 cara kerja yaitu :

    (1) Fungisida non-sistemik, yakni hanya membentuk lapisan penghalang di

    permukaan tanaman (umumnya daun) tempat fungisida disemprotkan, fungisida ini

    mencegah infeksi jamur dengan menghambat perkecambahan spora atau miselia

    jamur yang menempel di permukaan daun.

    (2) Fungisida sistemik, yaitu fungisida yang diabsorbsi oleh organ-organ tanaman

    dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya lewat aliran cairan tanaman.

    (3) Fungisida sistemik lokal, yaitu fungisida yang diabsorbsi oleh jaringan tanaman,

    tetapi tidak ditransfomasikan ke bagian tanaman lainnya. (Djojosumarto, 2000).

  • III. BAHAN DAN METODE

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian dilaksanakan dengan mengambil sampel tanah di lahan krisan

    Kelompok Tani Mulyo Joyo Jl. Bukit Berbunga No. 23 Desa Sidomulyo, Batu.

    Analisa tanah dilakukan di Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian

    (BALITKABI), Kendalpayak. Isolasi, purifikasi, identifikasi dan uji fungisida dilakukan

    di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

    Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli

    2017.

    3.2 Alat dan Bahan Penelitian

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu sekop kecil, penggaris, karet

    gelang, plastik kresek, cawan Petri, gelas ukur, laminar air flow cabinet (LAFC),

    autoclave, vortex, bunsen, object glass, cover glass, botol media 250ml, cork borer,

    jarum ose, pisau, rak tabung reaksi, tabung reaksi, pinset, gunting, timbangan,

    mikropipet, tube, stick L, plastik tahan panas, hand sprayer, latex, alat tulis, tabung

    Erlenmeyer, masker, kamera, mikroskop dan buku identifikasi jamur Illustrated

    Genera of Imperfect Fungi (Barnett dan Hunter, 1998) dan Pictorial Atlas of Soil and

    Seed Fungi Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species (Watanabe, 1988).

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu media Potato Dextrose Agar

    (PDA), alkohol 70%, aquades steril, chloramphenicol, sampel tanah dari lahan krisan

    ramah lingkungan dan lahan yang diaplikasikan fungisida, kapas, tissue, kertas

    label, spirtus,plastik wrapping, aluminium foil, fungisida berbahan aktif Klorotalonil

    dan Mankozeb.

    3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian

    Penelitian yang dilaksanakan meliputi survei lahan, pengambilan sampel

    tanah, analisis tanah, eksplorasi (isolasi, purifikasi, pembuatan preparat, identifikasi),

    pengamatan penyakit dan uji fungisida.

  • 3.3.1 Survei Lahan

    Survei lahan dilakukan untuk mengetahui budidaya krisan melalui

    wawancara langsung dengan tokoh kunci yaitu petani pemilik lahan krisan ramah

    lingkungan dan konvensional di Desa Sidomulyo, Batu.

    3.3.2 Pengambilan Sampel Tanah

    Pengambilan sampel tanah dilakukan menggunakan metode diagonal

    dengan membuat 5 titik sampel pada lahan krisan ramah lingkungan dan

    konvensional. Pada setiap titik, tanah diambil menggunakan cetok dengan

    kedalaman ± 15cm. Kemudian sampel tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik

    dan diberi label sesuai dengan lahan pengambilan sampel dan dimasukkan ke

    dalam kotak pendingin.

    3.3.3 Analisis Tanah

    Analisis tanah dilakukan pada setiap sampel tanah yang diambil dari lahan

    budidaya krisan ramah ligkungan dan konvensional. Analisis tanah yang dilakukan

    meliputi pH, C-organik, dan unsur hara N, P, K. Analisis tanah dilakukan di Balai

    Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Kendalpayak.

    3.3.4 Isolasi Jamur Tanah

    Sampel tanah ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam

    tabung reaksi yang telah berisi 10 ml aquades steril. Kemudian dihomogenkan

    menggunakan vortex dengan kecepatan 500 rpm. Setelah dihomogenkan, suspensi

    diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml

    aquades steril kemudian dihomogenkan lagi. Pengenceran dilakukan hingga tingkat

    pengenceran 10-4 pada tanah lahan ramah lingkungan dan lahan konvensional. Dari

    hasil pengeceran tersebut diambil 1 ml untuk dituangkan ke dalam cawan petri yang

    telah berisi media PDA padat dengan 3 kali ulangan pada masing-masing lahan.

    Rekatkan cawan petri menggunakan plastik wrap dan diinkubasikan selama kurang

    lebih 5 hari sampai mikroorganisme tumbuh memenuhi cawan.

    3.3.5 Purifikasi

    Purfikasi (pemurnian) dilakukan pada setiap koloni jamur yang muncul dan

    dianggap berbeda berdasarkan morfologi jamur dalam cawan petri yang meliputi

  • warna dan bentuk koloni jamur yang ditemukan setelah dilakukan isolasi di cawan

    petri. Masing-masing koloni jamur yang dianggap berbeda diambil menggunakan

    jarum ose. Kemudian ditumbuhkan lagi pada cawan petri yang berisi media PDA.

    3.3.6 Pembuatan Preparat Jamur

    Pembuatan preparat jamur dilakukan untuk kepentingan identifikasi jamur.

    Tahapan ini dilakukan dengan cara jamur diambil menggunakan jarum ose

    selanjutnya diletakkan pada object glass yang telah beri sedikit media PDA dan

    ditutup menggunakan cover glass. Preparat kemudian diinkubasi selama 2-3 hari

    pada wadah yang sudah beralaskan dengan tissue lembab dan ditutup rapat agar

    tidak terkontaminasi oleh mikroba lain dari udara. Tujuan dari inkubasi ini adalah

    untuk menumbuhkan spora jamur pada preparat sehingga lebih mudah pada saat

    akan diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop. Setelah preparat diinkubasi

    selanjutnya dilakukan identifikasi mikroskopis.

    3.3.7 Identifikasi

    Pengamatan dilakukan dengan dua cara yaitu makroskopis dan mikroskopis.

    Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati penampakan morfologi

    koloni jamur secara makroskopis yang meliputi warna koloni, pola pesebaran koloni

    (konsentris dan tidak konsentris), tekstur koloni dan waktu yang dibutuhkan untuk

    memenuhi cawan petri. Pengamatan warna koloni juga dilakukan dengan

    mengamati perubahan warna koloni pada saat koloni tua. Pengamatan pola

    pesebaran koloni dilakukan dengan mengamati bentuk koloni dalam cawan petri.

    Pola pesebaran dapat berupa konsetris maupun tidak konsentris. Pola pesebaran

    konsentris apabila terdapat gelombang-gelombang lingkaran konsentris yang dapat

    dilhat dari permukaan maupun dasar koloni. Pola pesebaran non kosentris dapat

    berupa bentuk radial (tidak beraturan), menggunung, atau menyamping.

    Pengamatan tekstur koloni meliputi kasar dan halus, rapat dan renggang, serta tebal

    dan tipis koloni yang tumbuh pada media.

    Pengamatan secara mikrokopis dilakukan dengan mengamati kenampakan

    morfologi koloni jamur dengan menggunakan mikroskop yang meliputi ada atau

    tidaknya septa pada hifa, pertumbuhan hifa, warna hifa, ada atau tidaknya konidia,

    warna konidia, bentuk konidia serta pola pesebaran konidia. Pengamatan dilakukan

    menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 × (40 × 10). Pengamatan ada

  • atau tidaknya septa pada hifa dilakukan dengan mengamati ada tidaknya sekat pada

    hifa. Sekat pada hifa dapat terlihat rapat maupun jarang. Pengamatan pertumbuhan

    hifa dapat dilihat dengan mengamati percabangan hifa. Percabangan hifa dapat

    terlihat bercabang banyak atau sedikit dengan pola beraturan atau tidak beraturan.

    Pengamatan warna hifa dan konidia dapat dilihat dari kenampakan warna yaitu

    gelap atau hialin. Warna hialin adalah ketika warna hifa atau konidia tidak berwarna

    (transparan). Bentuk konidia dapat berupa bulat, lonjong, elips, oval atau tidak

    beraturan. Pola persebaran konidia dapat dikategorikan seperti bergerombol diujung

    konidiofor atau bergerombol di sekitar hifa menyebar tunggal, berantai atau tidak

    berantai, serta bentuk kumpulan konidia. Kumpulan konidia seringkali terlihat

    bermacam-macam bentuk seperti bulat, radial (tidak beraturan), menyerupai bentuk

    bunga dan sebagainya. Pengamatan mikroskopis juga dilakukan terhadap

    kenampakan konidiofor yaitu hifa khusus yang menyerupai tangkai dari konidia serta

    ciri lain yang ditrntukan. Pengamatan konidiofor meliputi bentuk konidiofor (bulat,

    segi tigaatau segi empat), warna konidiofor (gelap atau hialin), ada atau tidaknya

    septa pada konidiofor (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan konidiofor yang

    bercabang atau tidak bercabang dan pertumbuhan konidiofor yang panjang atau

    pendek (Ariyono et al., 2014). Pengamatan mikroskopis dapat dilakukan secara

    lengkap terhadap bagian-bagian tubuh jamur.

    Setelah kedua pengamatan tersebut dilakukan, selanjutnya hasil yang

    diperoleh dibandingkan dengan literature berdasarkan buku panduan determinasi

    jamur seperti Illustrated Genera of Imperfect Fungi Fourth Edition (Barnett dan

    Hunter, 1998), Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of Cultured Fungi

    and Key to Species (Second Edition) (Watanabe, 1988) serta informasi tambahan

    dari buku-buku pendukung lainnya. Identifikasi jamur dalam penelitian ini dilakukan

    hanya sampai tingkat genus.

    3.3.8 Uji Efektivitas Fungisida

    Pengujian efektivitas fungisida dilakukan secara in vitro. Pengujian dilakukan

    dengan menggunakan metode peracunan makanan (Poisoned Food Methode).

    Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Tahap

    pengujian ini yaitu, menguji konsentrasi fungisida pada tingkat 4 tingkatan

    konsentrasi yaitu 0,8%; 0,6%; 0,4 %; 0,2%; 0% (kontrol). Pada setiap perlakuan

  • fungisida dicampur dengan medium PDA cair yang siap dituangkan ke cawan petri

    secara aseptik dan tunggu hingga padat. Biakan murni isolat jamur dengan diameter

    0,5 cm yang sudah berumur 7 hari diletakkan tepat di tengah cawan petri yang telah

    berisi campuran media dan fungisida. Langkah selanjutnya adalah mencampurkan

    fungisida yang konsentrasinya sesuai ke PDA dan memasukkan 6 isolat jamur tanah

    hasil eksplorasi ke masing-masing cawan petri dengan 3 kali ulangan. Pengamatan

    diameter jamur dilakukan setiap hari.

    3.3.9 Isolasi, Purifikasi dan Identifikasi Patogen

    Isolasi penyakit dilakukan dengan mengambil tanaman sampel dari tanaman

    yang memiliki gejala penyakit di areal pertanaman krisan. Bagian tanaman yang

    diambil yaitu akar. Kemudian akar tanaman yang bergejala dipotong kurang lebih 2

    cm, dimasukkan ke dalam alkohol 70% dalam gelas ukur, lalu dibilas dengan

    akuades steril dan ditiriskan di tisu. Masukkan potongan akar tanaman krisan ke

    media PDA dan diinkubasi selama 4-5 hari. Mikroba yang tumbuh pada media PDA

    dipindahkan ke media PDA yang baru menggunakan jarum ose kemudian diinkubasi

    selama 4-5 hari. Mikroba yang telah dipurifikasi diambil menggunakan jarum ose dan

    dipindahkan ke preparat untuk diamati. Setelah itu amati dibawah mikroskop.

    Identifikasi dilakukan melalui pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis.

    Hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur.

    3.4 Variabel Pengamatan

    a. Indeks Keanekaragaman (H’)

    Indeks keanekaragaman digunakan untuk menghitung keanekaragaman

    jamur tanah pada lahan krisan ramah lingkungan dan lahan yang diaplikasikan

    fungisida. Rumus indeks keanekaragaman mengacu pada rumus Ludwig dan

    Reynold (1988) sebagai berikut:

    ∑(

    ) (

    )

  • Keterangan:

    H’ : Indeks keanekaragaman Shannon,

    S : Jumlah spesies,

    ni = Jumlah jenis ke I dalam sampel total,

    N = jumlah individu seluruh jenis

    Tabel 1. Kriteria Indeks Keanekaragaman Shannon

    Nilai Indeks Kriteria

    H’< 1,0 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap jenis

    rendah

    1,0

  • Tabel 2. Kriteria Indeks Keseragaman

    Nilai Indeks Keseragaman Kriteria

    0,00

  • Keterangan:

    THR : Daya hambat fungisida terhadap diameter koloni jamur

    Dk : Diameter koloni pada kontrol

    dp : Diameter koloni pada perlakuan formulasi fungisida

    3.5 Analisis Data

    Pengolahan data hasil indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi

    jamur tanah menggunakan Microsoft Excel 2013 dan DSAASTAT ver. 1.01. Analisis

    data uji fungisida menggunakan uji ANOVA dan apabila hasil menunjukkan

    perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan taraf 5%.

  • 3.6 Kerangka Penelitian

    Gambar 2. Kerangka Penelitian

    Pemilihan Lahan Krisan

    = Ramah Lingkungan Konvensional

    IIIntensitas

    penyakit

    Input

    Bahan

    Tambahan

    hHasil

    Produksi

    hHasil

    Produksi

    Input

    Bahan

    Tambahan

    IIntesitas

    Penyakit

    KKondisi Mikroba

    KKondisi Tanah

    KKondisi Mikroba

    KKondisi Tanah

    Eksplorasi Mikroba:

    Pengambilan Sampel,

    Isolasi, Purifikasi, dan

    Identifikasi Jamur Tanah

    Menghitung Indeks

    Keanekaragaman,

    Keseragaman dan Dominasi

    Uji Jamur Tanah dengan

    Fungisida Berbahan Aktif

    Klorotalonil dan Mankozeb

    HHasil

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Kondisi Aktual Lahan

    Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lahan milik Kelompok Tani Bunga

    Krisan Mulyo Joyo terletak di Desa Sidomulyo, Batu. Berdasarkan hasil survei dan

    wawancara yang dilakukan, petani menerapkan sistem konvensional dan ramah

    lingkungan dalam budidaya krisan. Luas lahan ramah lingkungan adalah 300 m2

    sedangkan luas lahan krisan konvensional adalah 370 m2. Sebelum ditanami krisan

    lahan petani ramah lingkungan pernah ditanami sawi, apel, bawang prei dan cabai

    sedangkan lahan konvensional pernah ditanami kubis, peakok dan bawang prei.

    Petani yang menerapkan sistem konvensional menggunakan fungisida secara

    terjadwal. Adapun fungisida yang digunakan oleh petani lahan konvensional

    berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil sedangkan petani lahan ramah lingkungan

    lebih banyak menggunakan agens hayati yaitu PGPR (Plant Growth Promothing

    Rhizobacteria). Pupuk yang digunakan oleh petani konvensional adalah pupuk N, P,

    K sintetis seperti urea, Phonska, dan Blower. Urea diaplikasikan 2 bulan setelah

    tanam kemudian Phonska dan Blower diaplikasikan setiap seminggu sekali sampai

    tanaman mendekati panen. Petani lahan ramah lingkungan menggunakan pupuk

    kandang sebelum masa tanam dan penggunaan pupuk organik cair (POC) sebagai

    pupuk susulan, apabila umur tanaman sudah 1 bulan akan diberikan pupuk NPK.

    PGPR diaplikasikan pada tanaman krisan mulai dari pembibitan dan 2 minggu

    setelah tanam krisan akan disemprot PGPR seminggu sekali. Air untuk menyiram

    tanaman krisan berasal dari sungai bersih yang dialirkan dengan bantuan alat

    pompa air kemudian penyiraman dilakukan setiap hari apabila tanaman masih kecil

    sedangkan tanaman yang sudah besar penyiraman akan dilakukan apabila tanah

    agak kering. Petani lahan ramah lingkungan dan petani lahan konvensional

    menanam tanaman krisan dibawah atap agar pada saat panas matahari atau saat

    hujan krisan dapat tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah yang dilakukan petani

    lahan ramah lingkungan dengan cara dicangkul guna membalikkan tanah kemudian

    diberi pupuk kandang kering. Petani lahan konvensional mengolah tanah dengan

    cara dicangkul kemudian digenangi dengan air selama kurang lebih satu minggu

    sebelum ditanam setelah itu diberi dolomit.

  • Tabel 4. Hasil Wawancara Petani Tentang Lahan Krisan

    Perlakuan Lahan Ramah Lingkungan Lahan Konvensional

    Sejarah lahan Pada 5 tahun terakhir lahan ditanami cabai, apel, sawi, dan bawang.

    Pada 6 tahun terakhir lahan ditanami kubis, bawang prei dan pikok

    Pembibitan Bibit didapatkan dari petani setempat. Perlakuan bibit yaitu direndam menggunakan PGPR.

    Bibit berasal dari petani setempat dan beberapa diperoleh dari Nongkojajar. Bibit langsung ditanam di lahan.

    Varietas Varietas yang paling sering digunakan adalah varietas Fiji tipe spray dan standar.

    Varietas krisan yang sering digunakan adalah varietas Anastasia dan Fiji tipe spray dan standar

    Pengolahan tanah

    Dicangkul kemudian tanah diberi pupuk kandang dari kotoran 2sapi dan kambing.

    Dicangkul kemudian direndam dan diberi dolomit pada saat 7 hari sebelum penanaman

    Jarak tanam Jarak tanamnya adalah 15 x 20 cm.

    Jarak tanamnya adalah 15 x 20 cm

    Pemupukan Pemupukan menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar dan Pupuk Organik Cair (POC) sebagai pupuk susulan.

    Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk Urea, Phonska, Grower sebagai pupuk dasar dan pupuk susulan

    Pengairan Sumber air berasal dari sungai kecil yang dialirkan menggunakan paralon. Pengairan dilakukan saat tanaman membutuhkan air.

    Sumber air berasal dari sungai sumber mawar yang dialirkan menggunakan pompa dan paralon. Pengairan dilakukan setiap hari.

    Penyakit krisan dan intensitas

    Karat dan layu. Intensitas penyakit 5-10%

    Karat dan layu. Intensitas penyakit 40-50%

    Hama krisan Thrips Sp. Ulat tanah dan Thrips sp

    Mengatasi hama penyakit

    Menggunakan PGPR dan agens hayati Trichoderma sp.

    Menggunakan pestisida Polaram, Endure, Daconil dan Asmec

    Waktu panen Saat tanaman berusia 13-14 minggu setelah tanam dengan cara dicabut dan dipotong kurang lebih sepanjang 75 cm.

    Saat tanaman berusia 14-15 minggu setelah tanam dengan cara dicabut dan dipotong sepanjang 70-75 cm.

    Pemanfaatan sisa panen

    Setelah panen sisanya tidak dimanfaatkan melainkan langsung dibuang dan dibakar

    Setelah panen sisanya tidak dimanfaatkan melainkan langsung dibuang dan dibakar

    Hasil produksi bunga

    Bunga krisan yang dihasilkan rata-rata berdiameter 10-12cm dan termasuk ke dalam grade A sebanyak 70%. Bunga yang berdiamter 6-9cm termasuk ke dalam grade B sebanyak 30%.

    Bunga krisan yang dihasilkan rata-rata berdiameter 10-12cm dan termasuk ke dalam grade A sebanyak 50%. Bunga yang berdiamter 6-9cm termasuk ke dalam grade B sebanyak 50%.

  • Petani krisan lahan ramah lingkungan memilih menggunakan PGPR karena

    memiliki keunggulan berupa hasil panen bunga lebih bagus, lebih tahan lama dalam

    penyimpanan dan warna bunga lebih cerah. Menurut Munawaroh (2010) PGPR

    terbukti efektif untuk mengendalikan karat putih yang disebabkan Puccinia horiana

    pada tanaman krisan. Petani konvensional menggunakan pestisida karena dianggap

    dapat membunuh OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) lebih cepat dan ampuh.

    Pengendalian penyakit secara kimia dengan fungisida telah lama dilakukan di

    Indonesia. Cara ini masih selalu dilakukan karena praktis dan dapat memenuhi

    tuntutan konsumen akan produk yang mulus dan berkualitas tinggi. Hal ini

    menyebabkan pemakaian fungisida kontak maupun sistemik terus meningkat

    (Sumardiyono, 2008).

    4.2 Identifikasi Penyakit Tanaman Krisan

    Berdasarkan hasil identifikasi di lapang tanaman krisan menunjukkan gejala

    layu. Bagian daun tanaman berwarna hijau kekuningan dan bagian batang tanaman

    berwarna kecoklatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (2006)

    menyatakan bahwa gejala serangan dari Fusarium oxysporum adalah tanaman layu,

    daun menguning mulai dari daun bagian bawah merambat ke daun bagian atas dan

    akhirnya mengakibatkan kematian tanaman. Pada gamabar di bawah ini merupakan

    tanaman krisan yang terserang layu fusarium di lapang.

    Gambar 3. Tanaman Krisan yang menunjukkan gejala layu Fusarium di lapang

  • Identifikasi lebih lanjut dilakukan dengan mengisolasi tanaman yang

    menunjukkan gejala serangan penyakit layu. Isolasi dilakukan pada bagian daun,

    batang dan akar tanaman. Identifikasi penyakit dilakukan secara makroskopis dan

    mikroskopis.

    Berdasarkan hasil pengamatan makroskopis jamur Fusarium sp. dapat

    memenuhi cawan petri pada hari ke 7 setelah purifikasi dengan ciri-ciri koloni

    berwarna putih agak merah muda, pola persebaran koloni konsentris, koloni tebal,

    bertekstur halus, permukaan koloni tidak rata atau bergelombang. Berdasarkan ciri-

    ciri mikroskopisnya yaitu konidia berbentuk sabit, konidia hialin, hifa bersekat, hifa

    hialin dan bercabang. Hal ini sesuai dengan Barnet (1960), yang menyatakan bahwa

    ciri mikroskopis jamur Fusarium sp. yaitu hifa tidak beraturan dan bercabang, konidia

    terdiri darin beberapa sel dengan bentuk bengkok dan tajam pada kedua ujungnya

    menyerupai bulan sabit.

    Gambar 4. Jamur Fusarium sp. A. Makroskopis umur 7 HSP pada media PDA, B.

    Mikroskopis dengan perbesaran 40x (1) Konidia berbentuk sabit (2) Hifa.

    Hasil identifikasi mikroskopis dan makroskopis menunjukkan bahwa jamur

    tersebut adalah Fusarium sp.. Menurut Sunarmi (2010) Jamur Fusarium sangat

    merugikan, karena jamur Fusarium dapat menyebabkan tumbuhan mengalami layu

    patologis yang berakhir dengan kematian.

    A

    2

    1

    B

  • 4.3 Analisis Kimia Tanah

    Analisis kimia tanah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesuburan

    dan kandungan unsur hara pada tanah lahan ramah lingkungan dan lahan

    konvensional. Analisis kimia tanah yang dilakukan meliputi pH, C-Organik, N, P, K.

    Pada tabel 5 disajikan data hasil analisis kimia tanah dari lahan ramah lingkungan

    dan lahan konvensional serta kriteria tanah.

    Tabel 5. Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan

    yang Diaplikasikan Fungisida

    Sifat Tanah

    Lahan Kriteria

    Ramah Lingkungan

    Konvensional

    pH 6,09 5,6 pH8,5 = basa.

    C-Organik (%)

    2,04 0,78 C-Organik(%)5= sangat tinggi.

    N (%) 0,11 0,10 N(%) 0,75= sangat tinggi.

    P (ppm) 338 282 P (ppm)35= sangat tinggi.

    K (cmol/kg) 2,44 0,73 K (cmol/kg) 1,0= sangat tinggi.

    pH tanah lahan ramah lingkungan 6,09 dan lahan konvensional 5,6 termasuk

    kriteria agak masam begitu pula dengan lahan konvensional. Kandungan C-organik

    lahan ramah lingkungan termasuk kriteria sedang dengan nilai sebesar 2,04% dan

    tanah lahan konvensional termasuk kriteria sangat rendah dengan nilai sebesar

    0,78%. Kandungan N pada lahan ramah lingkungan termasuk kriteria rendah

    dengan nilai sebesar 0,11% sedangakan pada lahan konvensional kandungan N

  • termasuk kriteria sangat rendah dengan nilai 0,10%. Kandungan P pada lahan

    ramah lingkungan termasuk kriteria sangat tinggi dengan nilai sebesar 338 ppm dan

    pada lahan konvensional kandungan P termasuk kriteria sangat tinggi juga dengan

    nilai 282ppm. Kandungan K pada lahan ramah lingkungan termasuk kriteria sangat

    tinggi dengan nilai sebesar 2,44% sedangakan pada lahan konvensional kandungan

    K termasuk kriteria tinggi dengan nilai 0,73%. Rerata kondisi tanah lahan ramah

    lingkungan jauh lebih baik dibandingkan dengan lahan konvensional apabila dilihat

    dari nilai hasil analisa sifat kimia tanah. Tanah pada lahan ramah lingkungan selalu

    mendapat input bahan organik seperti pupuk kandang dibandingkan lahan

    konvensional. Hal ini dikemukakan oleh Setyamidjaja (1986) bahwa penambahan

    bahan organik ke dalam tanah akan menambah ketersediaan unsur hara dan

    kandungannya.

    4.4 Hasil Identifikasi Jamur Tanah

    Hasil eksplorasi jamur tanah pada lahan krisan ramah lingkungan didapatkan

    koloni jamur sebanyak 36 x 10-4 koloni yang terdiri dari 5 genus dan 6 spesies. Pada

    lahan krisan yang diaplikasikan fungisida berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil

    didapatkan koloni jamur sebanyak 25 x 10-4 koloni yang terdiri dari 5 genus dan 7

    spesies. Jumlah jamur tanah hasil eksplorasi dari tanah lahan ramah lingkungan dan

    lahan yang diaplikasikan fungisida disajikan pada tabel 6 di bawah ini.

  • Tabel 6. Hasil Eksplorasi Jamur Tanah pada Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan

    Lahan yang Diaplikasikan Fungisida

    Lahan Kode Jamur Jenis Jamur Jumlah koloni per gram tanah

    Ramah Lingkungan RL1 RL2 RL3 RL4 RL5 RL6

    Cephalosporium sp. Aspergillus sp. 1 Penicillium sp Trichoderma sp. Humicola sp. Aspergillus sp. 2

    9 4 2 12 6 3

    Jumlah 36

    Konvensional F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7

    Aspergillus sp. 1 Trichoderma sp. Rhizopus sp. Aspergillus sp. 2 Aspergillus sp. 3 Humicola sp Rhizoctonia sp.

    5 2 8 2 1 6 1

    Jumlah 25

    Keterangan: RL=Lahan Ramah Lingkungan, F= Lahan yang diaplikasikan Fungisida

    Isolasi jamur dari lahan ramah lingkungan dilakukan pada tingkat

    pengenceran 10-4 menghasilkan jumlah koloni sebanyak 36 koloni. Isolasi jamur

    tanah dari lahan konvensional dilakukan pada tingkat pengenceran 10-4

    menghasilkan jumlah koloni sebanyak 25 koloni jamur. Jumlah jamur yang terbanyak

    terdapat pada lahan ramah lingkungan. Banyaknya jamur pada lahan ramah

    lingkungan karena penambahan bahan organik pada tanah sehingga jamur memiliki

    cadangan makanan yang berlimpah di dalam tanah.

    4.4.1 Identifikasi Jamur dari Lahan Ramah Lingkungan

    1. Cephalosporium sp.

    Hasil pengamatan makroskopis jamur RL1 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 3 hari koloni berwarna putih

    kecokelatan, koloni tipis, tekstur seperti kapas dengan kerapatan yang rapat, waktu

    untuk memenuhi cawan petri 6x24 jam, ukuran diameter mencapai 9 cm pada umur

    7 hari setelah purifikasi (HSP), pada bagian dasar dan permukaan koloni radial.

  • Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL 1 menunjukkan adanya hifa yang

    tidak bersekat, memiliki hifa bercabang, konidia hialin dan bergerombol. Hal tersebut

    sesuai dengan Barnett (1960) yang menyatakan bahwa Cephalosporium memiliki

    bentuk konidiofor fialid yang ramping atau sedikit membengkak. Konidia berwarna

    transparan, konidia terdiri 1 sel, terbentuk dan mengumpul pada ujung konidiofor.

    Berdasrakan hasil identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis maka diduga

    jamur RL1 adalah jamur Cephalosporium sp.

    Gambar 5. Jamur Cepalosporium sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis pada perbesaran 40x (1) Konidia (2) Hifa

    2. Aspergillus sp 1

    Hasil pengamatan makroskopis jamur RL2 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 2 hari koloni berwarna hitam

    dengan pinggir koloni berwarna putih tipis, koloni tebal, tekstur agak kasar seperti

    beludru, pola pertumbuhan koloni menyebar tidak beraturan, waktu untuk memenuhi

    cawan petri 5x24 jam.

    Hasil pengamat mikroskopis jamur RL2 menunjukkan konidia berwarna

    cokelat, bentuk konidia bulat tidak beraturan, konidiofor hialin, konidiofor tidak

    bersekat dan berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang

    menyatakan bahwa koloni pada kultur agar berwarana homogeny hitam dan memiliki

    konidiofor hialin atau berwarna cokelat pucat, tegak, sederhana dan berdinding

    tebal, menggembung pada bagian pucuk,vesikel berbentuk bulat. Konidia berwarna

    coklat, berwarna hitam pada masa spora, phialosporous, dan bentuk konidia

    membulat. Berdasarkan deskripsi secara makroskopis dan mikroskopis jamur RL2

    adalah Aspergillus sp.1.

    B

    1 2

    1

    A

  • Gambar 6. Jamur Aspergillus sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    dengan perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor 3. Penicillium sp.

    Hasil pengamatan makroskopis jamur RL3 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna abu-abu kemudian setelah 3 hari koloni berwarna

    abu-abu dengan pinggir koloni berwarna putih tipis, koloni tebal, tekstur permukaan

    koloni halus, pola pertumbuhan koloni konsentris. Diameter koloni pada 7 hari

    setelah purifikasi (HSP) adalah 4,8 cm.

    Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL3 menunjukkan konidia berbentuk

    bulat, berlimpah, berantai dan hialin. Konidiofor hialin, tidak bersekat, tegak dan

    memiliki fialid. Hal ini sesuai dengan Barnett (1960) yang menyatakan bahwa ciri-ciri

    mikroskopis jamur Penicillium sp. yaitu konidiofor tunggal atau bercabang

    menyerupai sikat. Konidia berantai dan terbentuk dari fialid, berwarna hialin atau

    cerah, bersel 1 dan bentuknya bulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan

    mikroskopis jamur RL3 adalah Penicillium sp.1.

    Gambar 7. Jamur Penicillium sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis dengan perbesaran 100x (1) Konidia (2) Fialid (3) Konidiofor

    A B

    12

    A B

    2

    1

    3

  • 4. Trichoderma sp.

    Hasil pengamatan makroskopis jamur RL4 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna hijau gelap kemudian setelah 4 hari koloni berwarna

    hijau cerah, koloni tebal, tekstur permukaan koloni agak kasar, pola pertumbuhan

    koloni menyebar tidak beraturan dengan tingkat kerapatan rapat, waktu untuk

    memenuhi cawan petri 5x24 jam.

    Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL4 menunjukkan hifa hialin,

    berdinding halus dan bersekat. Konidia berwarna kehijauan, berbentuk bulat dan

    bergerombol. Konidiofor bercabang dan berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan

    Barnett dan Hunter (1998) yang menyatakan bahwa ciri-ciri jamur Trichoderma sp.

    yaitu konidiofor berwarna hialin, berbentuk tegak dan bercabang, konidia berwarna

    hijau, terdiri dari satu sel dan berbentuk oval. Berdasarkan deskripsi makroskopis

    dan mikroskopis jamur RL4 adalah Trichoderma sp.

    Gambar 8. Jamur Trichoderma sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis pada

    perbesaran 40x (1) Konidia (2) Konidiofor (3) Hifa

    5. Humicola sp.

    Hasil pengamatan makroskopis jamur RL5 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna putih tipis kemudian menebal setelah 3 hari dan

    berwarna putih kekuningan, koloni tipis, tekstur permukaan koloni halus, pola

    pertumbuhan koloni konsentris. Diameter koloni pada 7 hari setelah purifikasi (HSP)

    adalah 9 cm. waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri adalah 6x24 jam.

    Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL5 menunjukkan konidia berbentuk

    bulat, dan hialin. Konidiofor berwarna hialin, bersekat dan tegak. Konidia berwarna

    hialin dan berbentuk bulat. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang

    menyatakan bahwa ciri-ciri jamur Humicola sp. yaitu konidiofor berwarna hialin,

    B

    2

    1

    3

    A

  • tegak, sederhana, pendek, membesar dan memiliki aleurio. Konidia berwarna

    cokelat pudar dan bulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur

    RL5 adalah Humicola sp.

    Gambar 9. Jamur Humicola sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis pada

    perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konifiofor.

    6. Aspergillus sp. 2

    Hasil pengamatan makroskopis jamur RL6 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 3 hari koloni berwarna puith

    dengan permukaan koloni berwarna abu-abu, koloni tipis, tekstur permukaan koloni

    halus, pola pertumbuhan koloni konsentris. Diameter koloni pada 7 hari setelah

    purifikasi (HSP) adalah 9 cm. waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri

    adalah 5x24 jam.

    Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL6 menunjukkan konidia berwarna

    hitam, berbentuk bulat dan bergerombol. Konidiofor berwarna agak kekuningan,

    tidak bersekat, tegak, tidak bercabang dan memiliki metula. Hal ini sesuai dengan

    Gandjar et al. (1999) yang menyatakan bahwa ciri-ciri mikroskopis jamur Aspergillus

    sp. yaitu konidiofor berwarna hialin hingga agak kuning, berdinding halus. Vesikula

    berbentuk bulat hingga semibulat. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat.

    Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur RL6 adalah Aspergillus

    sp.2.

    A

    2

    B

    1

  • Gambar 10. Jamur Aspergillus sp 2 A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Fialid (3) Konidiofor

    4.4.2 Identifikasi Jamur dari Lahan yang Diaplikasikan Fungisida

    1. Aspergillus sp 1

    Hasil pengamatan makroskopis jamur F1 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna hitam dan bintik-bintik yang menyebar, ketebalan

    koloni tebal, tekstur agak kasar seperti beludru, pola pertumbuhan koloni

    menyebar tidak beraturan, kerapatan koloni rapat dan waktu yang dibutuhkan

    untuk untuk memenuhi cawan petri 5x24 jam.

    Hasil pengamat mikroskopis jamur RL2 menunjukkan konidia berwarna

    hitam, bentuk konidia bulat, konidiofor hialin, konidiofor tidak bersekat dan

    berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang menyatakan

    bahwa koloni pada kultur agar berwarana homogen hitam dan memiliki konidiofor

    hialin atau berwarna cokelat pucat, tegak, sederhana dan berdinding tebal,

    menggembung pada bagian pucuk,vesikel berbentuk bulat. Konidia berwarna

    coklat, berwarna hitam pada masa spora, phialosporous, dan bentuk konidia

    membulat. Berdasarkan deskripsi secara makroskopis dan mikroskopis jamur F1

    adalah Aspergillus sp.1.

    A

    3

    B

    1

    2

  • Gambar 11. Jamur Aspergillus sp 1 A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor

    2. Trichoderma sp.

    Hasil pengamatan makroskopis jamur F2 menunjukkan koloni berwarna

    hijau, ketebalan koloni tebal, tekstur permukaan koloni agak kasar, pola

    pertumbuhan koloni menyebar tidak beraturan dengan tingkat kerapatan rapat,

    Waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri 6x24 jam.

    Hasil pengamatan mikroskopis jamur F2 menunjukkan hifa hialin, berdinding

    halus dan bersekat. Konidia berwarna kehijauan, berbentuk bulat dan

    bergerombol di ujung. Konidiofor hialin, bercabang dan berbentuk tegak. Hal ini

    sesuai dengan Barnett dan Hunter (1998) yang menyatakan bahwa ciri-ciri jamur

    Trichoderma sp. yaitu konidiofor berwarna hialin, berbentuk tegak dan

    bercabang, konidia berwarna hijau, terdiri dari satu sel dan berbentuk oval.

    Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur F2 adalah

    Trichoderma sp.

    Gambar 12. Jamur Trichoderma sp A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor (3) Hifa

    A

    1

    B

    2

    A

    2

    1

    B

    3

  • 3. Rhizopus sp.

    Hasil pengamatan makroskopis jamur F3 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 4 hari koloni berwarna

    putih pada tepi dan dasar koloni sedangkan permukaan koloni berwarna putih

    kekuningan, ketebalan koloni tipis, tekstur koloni halus, pola pertumbuhan koloni

    menggunung, pola peserbaran menyebar ke seluruh cawan petri dengan tingkat

    kerapatan rapat, diameter koloni pada umur 7 hari setelah purifikasi adlahh 7,5

    cm dan waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri 7x24 jam.

    Hasil pengamatan mikroskopis jamur F3 menunjukkan sporangia berwarna

    hitam dan berbentuk bulat. Memiliki rhizoid berwarna kecokelatan. Sporangisofor

    tidak bersekat, bercabang, panjang dan tegak. Menurut Gandjar et al. (1999) ciri-

    ciri mikroskopis jamur Rhizopus sp yaitu sporangiosfor berwarna semi hialin

    hingga kecokelatan, memiliki rhizoid berdinding halus atau agak kasar.

    Sporangia berbentuk bulat, berwarna hitam kecokelatan saat matang kolumela

    berbentuk bulat dan berwarna hitam kecokelatan. Berdasarkan deskripsi

    makroskopis dan mikroskopis jamur F3 adalah Rhizopus sp.

    Gambar 13. Jamur Rhizopus sp A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    pada perbesaran 40x (1) Sporangia (2) sporangiosfor (3) Rhizoid

    4. Aspergillus sp. 2

    Hasil pengamatan makroskopis jamur F4 menunjukkan koloni berwarna

    hitam, ketebalan koloni tebal, tekstur agak kasar seperti beludru, pola

    pertumbuhan koloni menyebar beraturan, kerapatan koloni rapat, diameter koloni

    pada umur 7 hari setelah purifikasi adalah 9 cm dan waktu yang dibutuhkan

    untuk memenuhi cawan petri 5x24 jam.

    A

    2

    1

    3B

  • Hasil pengamat mikroskopis jamur F4 menunjukkan konidia berwarna

    cokelat, bentuk konidia bulat dan bergerombol. Konidiofor hialin, tidak bersekat

    dan berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang menyatakan

    bahwa koloni pada kultur agar berwarana homogen hitam dan memiliki

    konidiofor hialin atau berwarna cokelat pucat, tegak, sederhana dan berdinding

    tebal, menggembung pada bagian pucuk,vesikel berbentuk bulat. Konidia

    berwarna coklat, berwarna hitam pada masa spora, phialosporous, dan bentuk

    konidia membulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur F4

    adalah jamur Aspergillus sp.2.

    Gambar 14. Jamur Aspergillus sp 2 A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor

    5. Aspergillus sp 3

    Hasil pengamatan makroskopis jamur F5 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 4 hari koloni bagian

    tengah berwarna kuning dengan tepi koloni berwarna putih dan bagian dasar

    berwarna cokelat kekuningnan. Ketebalan koloni tebal, tekstur permukaan agak

    halus, pola pertumbuhan koloni menyebar tidak beraturan, kerapatan koloni

    rapat, diameter koloni pada 7 hari setlah putifikasi adalah 6 cm dan waktu yang

    dibutuhkan untuk untuk memenuhi cawan petri 9x24 jam.

    Hasil pengamat mikroskopis jamur F5 menunjukkan konidia berwarna

    cokelat, bentuk konidia bulat dan bergerombol. Konidiofor hialin, konidiofor tidak

    bersekat dan berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan Gandjar et al. (1999) yang

    menyatakan bahwa konidiofor berwarna hialin hingga agak kuning dan

    berdinding halus. Vesikel berbentuk bulat hingga semi bulat. Konidia berbentuk

    A

    2

    1

    B

  • bulat hingga semi bulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis

    jamur F5 adalah Aspergillus sp.3.

    Gambar 15. Jamur Aspergillus sp 3 A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor

    6. Humicola sp.

    Hasil pengamatan makroskopis jamur F6 menunjukkan koloni berwarna putih

    tipis pada dasar, tepi, dan permukaan koloni kemudian menebal setelah 3 hari.

    Ketebalan koloni tebal, tekstur permukaan koloni kasar, kerapatan koloni rapat.

    Diameter koloni pada 7 hari setelah purifikasi (HSP) adalah 9 cm. waktu yang

    dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri adalah 7x24 jam.

    Hasil pengamatan mikroskopis jamur F6 menunjukkan hifa hialin dan tidak

    bersekat. Konidia berbentuk bulat, dan berwarna hialin. Konidiofor berwarna

    hialin dan tegak. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang menyatakan

    bahwa ciri-ciri jamur Humicola sp. yaitu konidiofor berwarna hialin, tegak,

    sederhana, pendek, membesar dan memiliki aleurio. Konidia berwarna cokelat

    pudar dan bulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur F6

    adalah Humicola sp.

    A

    2

    1

    B

  • Gambar 16. Jamur Humicola sp A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor (3) Hifa

    7. Rhizoctonia sp.

    Hasil pengamatan makroskopis jamur F7 menunjukkan pada awal

    pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 4 hari berwarna putih

    keunguan, ketebalan koloni tebal, tekstur permukaan koloni kasar, pola

    pertumbuhan koloni konsentris. Diameter koloni pada 7 hari setelah purifikasi

    (HSP) adalah 5 cm. waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri adalah

    9x24 jam.

    Hasil pengamatan mikroskopis jamur F7 menunjukkan hifa hialin, bercabang

    dan bersekat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Semangun (1993) dalam

    Sumartini (2012) yang menyatakan bahwa ciri mikroskopis jamur Rhizoctonia sp.

    yaitu hifanya mempunyai percabangan yang hampir siku, pada titik

    percabangannya terdapat lekukan, lebar hifa 6–10 µm, berwarna hialin, bersekat

    dan mempunyai pori yang disebut dolipori (Alexopoulus et al. 1979).

    Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur F7 adalah

    Rhizoctonia sp.

    A

    2

    1

    B

    3

  • Gambar 17. Jamur Rhizoctonia sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis

    dengan perbesaran 100x (1) Hifa Bersekat

    4.5 Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi

    Pada hasil eksplorasi jamur tanah didapatkan data jamur tanah pada lahan

    ramah lingkungan dan lahan konvensional. Berdasarkan hasil analisis indeks

    keanekaragaman dan indeks dominasi kedua lahan menunjukkan hasil yang

    berbeda sedangkan indeks keseragaman kedua lahan tersebut sama. Hasil

    perhitungan indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi secara rinci

    disajikan dalam tabel 7.

    Tabel 7. Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi

    Jamur Tanah

    Indeks Lahan Kriteria

    Ramah Lingkungan

    Konvensional

    Keanekaragaman (H’) 12,79 12,43 Tinggi Keseragaman (E) 0,22 0,22 Rendah Dominasi (c) 7,14 6,39 Tinggi

    Keterangan: Nilai H’

  • indeks keanekaragaman Shannon-Wiener yang menyatakan jika H’ kurang dari 1

    maka keanekaragaman termasuk rendah, H’ bernilai 1 sampai 3 maka

    keanekaragaman termasuk sedang dan H’ bernilai lebih dari 3 maka

    keanekaragaman termasuk kriteria tinggi. Lahan ramah lingkungan dan lahan

    konvensional memiliki kriteria keanekaragaman tinggi namun apabila dilihat dari

    nilainya lahan ramah lingkungan lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional.

    Diduga keanekaragaman jamur lahan ramah lingkungan tinggi karena kandungan C-

    organik pada tanah tersebut lebih tinggi dibandingkan lahan ramah lingkungan.

    Hariadi (2014) menyebutkan bahwa kandungan C-organik dan bahan organik

    berkorelasi positif dan erat terhadap populasi jamur tanah.

    Hasil perhitungan nilai indeks keseragaman (E) pada lahan ramah

    lingkungan sebesar 0,22 dan nilai keseragaman pada lahan konvensional sebesar

    0,22. Menurut Ludwig and Reynold (1988) jika indeks keseragaman kurang dari 0,50

    maka keseragaman termasuk kecil, indeks keseragaman berkisar 0,50 sampai 0,75

    maka keanekaragaman termasuk sedang dan indeks keseragaman berkisar 0,75

    sampai 1 maka keseragaman termasuk tinggi. Pada lahan ramah lingkungan dan

    lahan konvensional memiliki kriteria keseragaman rendah.

    Nilai indeks dominasi (c) lahan ramah lingkungan sebesar 7,14 dan nilai

    indeks dominasi lahan konvensional sebesar 6,39. Nilai indeks dominasi lahan

    ramah lingkungan lebih tinggi dibiandingkan dengan lahan konvensional. Menurut

    indeks dominasi Simpson jika indeks keseragaman kurang dari 0,50 maka termasuk

    rendah dan tidak ada jenis yang mendominasi, jika indeks dominasi 0,50 sampai 1

    maka termasuk tinggi dan ada 1 jenis yang mendominasi. Pada lahan ramah

    lingkungan dan lahan konvensional indeks dominasi termasuk kriteria tinggi.

    Hasil indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi tanah ramah

    lingkungan lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional. Hal ini disebabkan karena

    kondisi tanah lahan ramah lingkungan jauh lebih baik dibandingkan tanah lahan

    konvensional. Hasil analisis tanah menunjukkan kandungan C-Organik, pH, N, P dan

    K tanah lahan ramah lingkungan lebih baik dibandingkan tanah lahan konvensional.

    Pada kondisi tanah lahan ramah lingkungan pH tanah netral, kandungan C-organik

    sedang, N total rendah, P sangat tinggi dan K sangat tinggi sehingga jamur dapat

  • tumbuh dengan baik di dalam tanah. Pelczar dan Chan (2008) menyatakan bahwa

    faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur tanah antara lain

    pH, nutrisi, kelembapan, temperatur dan keberadaan akar tumbuhan tinggi.

    4.7 Analisa Fungisida

    Analisa fungisida dilakukan terhadap 3 isolat jamur dari lahan ramah

    lingkungan dan 3 isolat jamur dari lahan konvensional yang diaplikasikan fungisida

    berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil. Isolat jamur dari lahan ramah lingkungan

    yaitu RL1 (Chepalosporium sp.), RL 3 (Penicillium sp.), RL4 (Trichoderma sp.) dan

    isolat dari lahan fungisida yaitu F3 (Rhizopus sp.), F4 (Aspergillus sp 2), dan F6

    (Humicola sp.) dengan konsentrasi fungisida berbahan aktif Mankozeb 0,05% dan

    konsentrasi Klorotalonil 0,07%. Jamur diuji menggunakan metode Poisoning Food

    (Metode Umpan Beracun).

    Berdasarkan hasil analisis tingkat hambatan relatif (THR) dengan perlakuan

    fungisida berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil memiliki pengaruh yang nyata

    terhadap pertumbuhan 6 isolat jamur. Hasil analisis tingkat hambatan relatif jamur

    terhadap perlakuan fungisida Mankozeb dan Klorotalonil disajikan dalam tabel 8

    dibawah ini.

  • Tabel 8. Hasil Perhitungan Tingkat Hambatan Relatif (THR)

    Perlakuan Rerata Tingkat Hambatan Relatif

    H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7

    CC 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a CK 0,13ab 0,25ac 0,28ac 0,48cde 0,48cd 0,51cd

    e 0,56def

    CM 0,25bc 0,33cd 0,42cd 0,51de 0,46cd 0,63def 0,65efg

    PC 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a

    PK 0,34cd 0,58ef 0,64d 0,58defg 0,63de 0,76f 0,71fg

    PM 0,31 bc

    0,52def 0,71e 0,71efg 0,76e 0,74f 0,72fg

    TC 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a

    TK 0,51d 0,75f 0,77e 0,77fg 0,79e 0,78f 0,81g

    TM 0,52d 0,71f 0,71e 0,69efg 0,71e 0,67ef 0,66efg

    RC 0,00a 0,00a 0,00a 0,00ab 0,00a 0,00a 0,00a

    RK 0,13ab 0,19abc 0,37c 0,34cd 0,38bc 0,45bcd

    0,41cd

    RM 0,13ab 0,28cd 0,34c 0,43cd 0,29bc 0,33bc 0,36bc

    AC 0,00a 0,00ab 0,00ab 0,00ab 0,00a 0,00a 0,00a

    AK 0,12ab 0,41cde 0,18abc

    0,53def 0,22b 0,26b 0,22b

    AM 0,14ab 0,21abc 0,22abc

    0,24ac 0,39bc 0,41bc 0,46cde

    HC 0,00a 0,00ab 0,00ab 0,00ab 0,00a 0,00a 0,00a

    HK 0,51d 0,76f 0,83e 0,84g 0,81e 0,79f 0,76fg

    HM 0,42cd 0,76f 0,78e 0,78fg 0,74e 0,77f 0,57def

    Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf pada hari dan kolom yang sama menunjukkan

    hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan taraf 5%; H1= Hari ke-1; H2=

    hari ke-2; H3= hari ke-3; H4= hari ke-4; H5= Hari ke-5; H6= Hari ke-6; C=

    Cephalosporium sp.; P= Penicillium sp.; T= Trichoderma sp.; R= Rhizopus sp.;

    A=Aspergillus sp 2.; H= Humicola sp.; K= Klorotalonil; M= Mankozeb; C=

    Kontrol.

    Pada pengamatan hari ke-1 tingkat hambatan relatif (THR) perlakuan

    fungisida Mankozeb yang tertinggi sebesar 0,52 pada Trichoderma sp. dan terendah

    sebesar 0,13 pada Rhizopus sp. sedangkan pada perlakuan fungisida Klorotalonil

    tertinggi sebesar 0,51 pada Trichoderma sp. dan Humicola sp. yang terendah

    sebesar 0,12 pada Aspergillus sp.2 . Hari ke-2 tingkat hambatan relatif perlakuan

    fungisida Mankozeb yang tertinggi sebesar 0,76 pada Humicola sp. dan terendah

    sebesar 0,21 pada Aspergillus sp.2 sedangkan pada perlakuan fungisida Klorotalonil

  • tingkat hambatan relatif yang tertinggi sebesar 0,76 pada Humicola sp. dan

    terendah sebesar 0,19 pada Rhizopus sp. Hari ke-3 tingkat hambatan relatif

    perlakuan fungisida Mankozeb yang tertinggi sebesar 0,78 pada Humicola sp. dan

    terendah sebesar 0,22 pada Aspergillus sp.2 sedangkan pada perlakuan fungisida

    Klorotalonil tingkat hambatan relatif yang tertinggi sebesar 0,83 pada Humicola sp.

    dan terendah sebesar 0,18 pada Aspergillus sp.2. Hari ke-4 tingkat hambatan relatif

    perlakuan fungisida Mankozeb yang tertinggi sebesar 0,78 pada Humicola sp. dan

    terendah sebesar 0,24 pada Aspergillus sp.2 sedangkan pada perlakuan fungisida

    Klorotalo