eksplorasi jamur tanah pada lahan krisan ...repository.ub.ac.id/7800/1/purba, abdi bima...
TRANSCRIPT
-
EKSPLORASI JAMUR TANAH PADA LAHAN KRISAN RAMAH
LINGKUNGAN DAN LAHAN YANG DIAPLIKASIKAN FUNGISIDA
MANKOZEB DAN KLOROTALONIL
Oleh:
ABDI BIMA ASIMA PURBA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2017
-
EKSPLORASI JAMUR TANAH PADA LAHAN KRISAN RAMAH
LINGKUNGAN DAN LAHAN YANG DIAPLIKASIKAN FUNGISIDA
MANKOZEB DAN KLOROTALONIL
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
MALANG
2017
OLEH:
ABDI BIMA ASIMA PURBA
135040201111312
PROGRAM STUDIAGROEKOTEKNOLOGI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
-
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini
tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang jelas ditunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Desember 2017
Abdi Bima Asima Purba
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kijang Makmur, Riau pada tanggal 15 April 1994 dari
pasangan Urusan Purba dan Suryani Debata Raja.Penulis merupakan anak
kedua dari tiga bersaudara. Penulis memiliki kakak perempuan bernama Lilis
Sukantry Purba dan adik laki-laki bernama Edo Rayvaldo Purba. Penulis
menempuh pendidikan dasar di SDN 010 Kijang Makmur (2001-2007), sekolah
menengah pertama di SMPN 2 Tapung Hilir Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
(2007-2010), sekolah menegah atas di SMA Assisi Siantar, Provinsi Sumatera
Utara (2010 -2013) dan mahasiswa strata-1 (S1) program studi agrokekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang (2013-2017) melalui jalur
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kepanitiaan maupun
organisasi di lingkungan Universitas Brawijaya. Kepanitiaan yang diikuti penulis
antara lain Natal Christian Community (tahun 2013 dan 2014), Paskah Christian
Community 2014, Reatreat Christian Community 2014, POSTER FP UB 2014
(Program Orientasi Studi Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya),
PEMILWA (Pemilihan Wakil Mahasiswa) tahun 2014, Ibadah Padang Christian
Community 2015, KALDERA (Kegiatan Analisis Lahan dan Pengabdian
Masyarakat Tanah) 2015, PROTEKSI (Program Orientasi Terpadu Keprofesian)
tahun 2016, ARTHROPODA (Anniversary of HIMAPTA Djaya) pada 2016. Penulis
juga merupakan salah satu anggota Tabut (Theater of Brawijaya University) pada
tahun 2014/2015 dan anggota Kepengurusan HIMAPTA 2015/2016 sebagai
anggota Departemen LITBANG (Penelitian dan Pengembangan). Penulis juga
pernah menjadi Asisten praktikum mata kuliah Dasar Perlindungan Tanaman
(DPT) pada tahun 2014 dan mata kuliah Pertanian Berlanjut (PB) pada tahun
2016 di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan mengikuti Olimpiade Dekan
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya cabang olahraga Volly pada tahun 2016.
Penulis pernah melaksanakan kegiatan magang kerja selama bulan Juli sampai
Oktober 2016 di Pusat Pertanian Organis Yayasan Bina Sarana Bakti (BSB) di
Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
-
SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN
UNTUK BAPAK, MAMA, KAKAK ,DAN
ADIKKU TERCINTA
-
RINGKASAN
ABDI BIMA ASIMA P. 135040201111312. Eksplorasi Jamur Tanah pada
Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan yang Diaplikasikan Fungisida
Mankozeb dan Klorotalonil. Di Bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Abdul Latief
Abadi, MS. sebagai Pembimbing Utama dan Ferry Abdul Choliq, SP., MP.,
MSc. sebagai Pembimbing Pendamping.
Mikroorganisme tanah berperan dalam mendukung pertumbuhan tanaman
seperti perombakan unsur hara sebelum diserap tanaman.Salah satu mikroorganisme tanah yang dapat merombak unsur hara untuk dimanfaatkan tanaman adalah jamur tanah.Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh petani berpengaruh terhadap kelimpahan mikroorganisme tanah.Penggunaan kimia sintetis seperti pestisida dapat menyebabkan turunnya populasi jamur tanah.Pada saat ini banyak lahan pertanian yang diaplikasikan pestisida salah satunya yaitu lahan budidaya bunga krisan di Desa Sidomulyo, Batu.Petani menggunakan pestisida jenis fungisida berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil. Penelitian ini bertujuan untukmengkaji keanekaragaman jamur tanah dan pengaruh fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb terhadap keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan
Penelitian dilaksanakan dengan mengambil sampel tanah di lahan krisan Kelompok Tani Mulyo Joyo Desa Sidomulyo, Batu.Analisa tanah dilakukan di Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI), Kendalpayak.Isolasi, purifikasi, identifikasi dan uji fungisida dilakukan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2017.Metode penelitian yang digunakan yaitu survei, eksplorasi dan komparasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani krisan lebih banyak menerapkan sistem konvensional dibandingkan ramah lingkungan. Petani lahan konvensional menggunakan fungisida berbahan aktif klorotalonil dan mankozeb sedangkan petani lahan ramah lingkungan menggunakan PGPR (Plant growth Promoting Rhizobacteria ) dan agens hayati. Nilai indeks keanekaragaman jamur tanah lahan ramah lingkungan sebesar 12,79 dan indeks keseragaman jamur tanah lahan konvensional sebesar 12,43 dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa keanekaragaman jamur tanah lahan ramah lingkungan lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional. Jumlah koloni jamur yang terbanyak berdasarkan hasil eksplorasi tanah lahan ramah lingkungan dan lahan konvensional adalah Trichoderma dan Rhizopus. Uji fungisida pada konsentrasi Mankozeb 0,05% dan Klorotalonil 0,07% dapat menumbuhkan 6 isolat jamur dari 6 genus yaitu Chepalosporium, Penicillium, Trichoderma, Rhizopus, Aspergillus, dan Humicola. Jamur yang tahan terhadap perlakuan fungisida adalah Trichoderma dan Humicola sp. Pengaplikasian fungsida secara terjadwal dan dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan turunnya keanekaragam mikroorganisme tanah, intensitas penyakit meningkat dan turunnya produktivitas tanaman.
-
SUMMARY
ABDI BIMA ASIMA P. 135040201111312. Exploration of Soil Fungi on
Chrysanthemum Eco-Friendly Land and Land Applied by Fungicide with
Mancozeb and Chlorotalonyl Active Compound. Under the Guidance of Prof.
Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, Ms. as Main Supervisor and Ferry Abdul Choliq,
SP., MP., MSc. as Companion Supervisor.
Soil microorganisms play a role in supporting plant growth such as nutrient
reconstruction before absorbed by plants. One of the soil microorganisms that can remodel the nutrients to be utilized by plants is the soil fungi. Cultivation activities conducted by farmers affect the abundance of soil microorganisms. The use of synthetic chemicals such as pesticides can lead to a decline in the population of soil fungi. At this time a lot of agricultural land applied pesticide one of them is the farming area of chrysanthemum flowers in the village of Sidomulyo, Batu. Farmers use pesticide type of active fungicide with Mancozeb and Chlorotalonyl. This study aims to study the diversity of soil fungi and the influence of active fungicides Chlorotalonyl and Mancozeb on the diversity of soil fungi in chrysanthemum fields.
The research was carried out by taking soil samples in chrysanthemum field of Mulyo Joyo Farmer Group, Sidomulyo Village, Batu. Soil analyzes were conducted at Balai Penelitian Kacang-kacangan and Umbi-umbian (BALITKABI), Kendalpayak. Isolation, purification, identification and fungicide test were conducted in Mikologi Laboratory Department of Pest and Disease, Faculty of Agriculture Universitas Brawijaya. The research was began in February untill July 2017. The research method used was survey, exploration and comparison.
The results showed that chrysanthemum farmers apply more conventional system than eco-friendly system. Conventional farmers use active Chlorotalonyl and Mancozeb active fungicides while environmental friendly farmers use PGPR (Plant growth Promoting Rhizobacteria) and biological agents. The index value of eco-friendly soil fungi biodiversity is 12.79 and soil fungi biodiversity index of conventional land is 12.43 this results showed that the diversity of soil fungi in eco-friendly land is higher than conventional land. The largest number of fungi colonies based on the results of eco-friendly land and conventional land exploration are Trichoderma and Rhizopus. Fungicide test at Mancozeb concentration 0,05% and Chlorotalonyl 0,07% can grow 6 isolate fungi from 6 genus i.e Chepalosporium, Penicillium, Trichoderma, Rhizopus, Aspergillus, and Humicola. The tolerant fungi are Trichoderma sp. and Humicola sp. Routine application of fungicide and a long period of time can lead to a decrease in the diversity of soil microorganisms, increased disease intensity and decline in crop productivity.
-
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas kasih dan karunia-Nya yang telah menuntun penulis sehingga dapat
menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Eksplorasi Jamur Tanah pada Lahan
Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan yang Diaplikasikan Fungisida Mankozeb
dan Klorotalonil”.
Skripsi ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1.Prof. Dr. Ir. Abdul Latief Abadi, MS selaku dosen pembimbing utama dan Fery
Abdul Choliq SP. MP. MSc. selaku dosen pembimbing pendamping serta Prof. Dr.
Ir. Tutung Hadiastono, MS. dan Dr. Ir. Aminudin Affandi, MS. selaku dosen
penguji skripsi atas bimbingan, didikan, masukan serta saran selama kegiatan
penelitian dan penyusunan naskah skripsi.
2. Nino Paulus Bastanta Sitepu suamiku tercinta yang membantu, mendoakan
serta mendukung dalam proses pengerjaan skripsi.
3. Kedua orang tua terkasih, kakak Lilis, adik Edo dan keponakan Fadella Qaila
yang selalu memberi doa, semangat, serta dukungan kepada penulis.
4. BSB squad (Ervin, Maul, Suci, Elisa, Melissa, Venna, Yayan, Yoga, Iyan) yang
telah mendukung serta memberi masukan kepada penulis.
5. Sahabat Kost 3 B (Asmita, Lasti, Erlis, Kak Rut, Kak Putri, Kak Mernita dan
Siska) atas masukan, doa, serta motivasi yang diberikan.
6. Teman-temanku Yohanna, Esra, Rolin, Yanda, Uli, Ani, Miskah, Tari, Gian, Kak
Martua dan kepada pihak yang belum disebutkan dalam skripsi.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat
dipergunakan semestinya.
Malang, Desember 2017
Penulis
-
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN ............................................................................................................... i SUMMARY .................................................................................................................. ii KATA PENGANTAR ................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................ iv DAFTAR ISI ................................................................................................................ v DAFTAR TABEL ......................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2 1.3 Tujuan.................................................................................................................... 2 1.4 Hipotesis ................................................................................................................ 2 1.5 Manfaat .................................................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 4 2.1 Tanaman Krisan .................................................................................................... 4 2.2 Pertanian Ramah Lingkungan dan Pertanian Konvensional ................................... 6 2.3 Mikroorganisme Tanah .......................................................................................... 6 2.4 Jamur .................................................................................................................... 7 2.5 Fungisida ............................................................................................................... 10
III. METODOLOGI ....................................................................................................... 12 3.1 Tempat & Waktu Penelitian .................................................................................... 12 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................................... 12 3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian ............................................................................. 12 3.4 Variabel Pengamatan ............................................................................................ 16 3.5 Analisis Data .......................................................................................................... 19 3.5 Kerangka Penlelitian .............................................................................................. 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 21 4.1 Kondisi Aktual Lahan ............................................................................................. 22 4.2 Identifikasi Penyakit Tanaman Krisan ................................................................... 23 4.3 Analisis Kimia Tanah ............................................................................................. 25 4.4 Hasil Identifikasi Jamur Tanah ............................................................................... 26 4.4.1Identifikasi Jamur dari Lahan Ramah Lingkungan ................................................ 27 4.4.1Identifikasi Jamur dari Lahan yang Diaplikasikan Fungisida ................................ 31 4.5 Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi ................................................... 37 4.6 Analisis Fungisida .................................................................................................. 39 4.7 Pembahasan Umum .............................................................................................. 42
V. PENUTUP ............................................................................................................... 47 5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 47 5.2 Saran ..................................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 48 LAMPIRAN .................................................................................................................. 51
-
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1 Kriteria Indeks Keanekaragaman Shannon ..................................................... 17 2 Kriteria Indeks Keseragaman .......................................................................... 18 3 Kriteria Indeks Dominasi ................................................................................. 18 4 Hasil Wawancara Petani Tentang Lahan Krisan ............................................. 22 5 Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan
yang Diaplikasikan Fungisida.......................................................................... 25 6 Hasil Eksplorasi Jamur Tanah Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan
yang Diaplikasikan Fungisida.......................................................................... 27 7 Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi
Jamur Tanah .................................................................................................. 38 8 Hasil Perhitungan Tingkat Hambatan Relatif (THR) ........................................ 41
Lampiran 1 Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Jamur Tanah Lahan
Ramah Lingkungan ........................................................................................ 53 2 Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi Jamur Tanah Lahan
Konvensional ................................................................................................. 53 3 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke-1 .................................................... 54 4 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke-2 .................................................... 54 5 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke-3 .................................................... 54 6 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke 4 ..................................................... 54 7 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke 5 ..................................................... 54 8 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke 6 ..................................................... 55 9 Anova Tingkat Hambatan Relatif Hari ke 7 ..................................................... 55
-
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman
Teks
1 Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.) ................................................................. 5 2 Kerangka Penelitian ......................................................................................... 20 3 Tanaman Krisan yang Menunjukkan Gejala Layu Fusarium di Lapang ............ 23 4 Jamur Fusarium sp .......................................................................................... 24 5 RL1 Jamur Chepalosporium sp. ....................................................................... 28 6 RL2 Jamur Aspergillus sp 1.............................................................................. 29 7 RL3 JamurPenicillium sp .................................................................................. 29 8 RL4 Jamur Trichoderma sp .............................................................................. 30 9 RL5 JamurHumicola sp .................................................................................... 31 10 RL6 JamurAspergillus sp 2............................................................................... 32 11 F1 JamurAspergillus sp 1 ................................................................................. 33 12 F2 JamurTrichoderma sp ............................................................................... 33 13 F3 JamurRhizopus sp ...................................................................................... 34 14 F4 JamurAspergillus sp 2 ................................................................................. 35 15 F5 JamurAspergillus sp 3 ................................................................................. 36 16 F6 JamurHumicola sp .................................................................................... 37 17 F7 Jamur Rhizoctonia sp .................................................................................. 38
Lampiran
1. Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Krisan Ramah Lingkungan ..................... 56 2. Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Krisan yang Diaplikasikan Fungisida
Klorotalonil dan Mankozeb .......................................................................... 57 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian ................................................................ 60
-
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah memiliki peranan yang sangat vital bagi makhluk hidup karena merupakan
sumber penghidupan manusia, hewan dan tumbuhan. Pada bagian dalam tanah dihuni oleh
mikroorganisme seperti jamur, bakteri, protozoa, nematoda, cacing dan mikroorganisme
lainnya. Menurut Paul dan Clark (1989), mikroorganisme tanah merupakan faktor penting dalam
ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman serta
stabilitas struktur tanah. Mikroorganisme tanah berperan langsung untuk mendukung
pertumbuhan tanaman seperti pemanfaatan unsur hara yang telah dirombak terlebih dahulu
oleh mikroorganisme tanah sebelum diserap tanaman. Mikroba tanah memiliki peranan penting
dalam membantu penyediaan unsur hara bagi tanaman melalui simbiosis dengan cara
melepaskan unsur hara yang terikat dan tidak tersedia bagi tanah menjadi bentuk yang tersedia
dan dapat diserap oleh tanaman (Soemarno, 2010)
Salah satu jenis mikroorganisme tanah adalah jamur. Menurut Pelczar dan Chan (2008)
keberadaan jamur dalam tanah baik jumlah dan jenisnya bergantung pada beberapa kondisi
seperti tipe dan banyaknya nutrisi, kelembaban, temperature, pH dan keberadaan akar. Tanah
pada lahan organik mengandung banyak mikroba khususnya jamur tanah karena bahan organik
yang merupakan sumber makanan bagi jamur tercukupi. Sehingga apabila tanah minim akan
kebutuhan bahan organik maka jumlah jamur dalam tanah tersebut rendah. Menurut
Sudharakan et al. (2013) bahwa populasi jamur akan meningkat apabila kebutuhan nutrisi
dalam tanah terpenuhi.
Kegiatan budidaya yang dilakukan oleh petani cenderung lebih banyak menggunakan
input kimia sintetis seperti pestisida karena dianggap lebih cepat dalam memberantas
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Pengaplikasian pestisida dilakukan dengan cara
disemprot sehingga tetesan pestisida yang disemprotkan jatuh ke tanah. Menurut Sa’id (1994)
dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua pestisida mengenai sasaran.
Kurang lebih hanya 20 persen pestisida mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh
ke tanah. Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian.
Pestisida banyak dijual di pasaran dengan berbagai macam kandungan bahan aktif termasuk
Klorotalonil dan Mankozeb. Fungisida Klorotalonil merupakan fungisida inhibitor multi situs yang
mempengaruhi berbagai enzim dan proses metabolisme dalam jamur, menghambat
perkecambahan spora dan racun bagi sel membran jamur (Hikmah, 2012). Fungisida
-
Mankozeb merupakan fungisida kontak yang dapat untuk mencegah infeksi jamur dengan
menghambat perkecambahan spora yang menempel di permukaan tanaman (Djojosumarto,
2004).
Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pestisida berjenis
fungisida dengan bahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb terhadap keanekaragaman jamur
tanah. Penelitian akan dilaksanakan pada lahan krisan ramah lingkungan dan lahan yang
diaplikasika fungisida di Desa Sidomulyo, Batu.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb terhadap
keanekaragaman jamur tanah?
2. Bagaimana keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan ramah lingkungan dan lahan krisan
yang diaplikasikan fungisda berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengkaji pengaruh fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb terhadap
keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan
2. Mengkaji keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan ramah lingkungan dan lahan krisan
yang diaplikasikan fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan Mankozeb.
1.4 Hipotesis Penelitian
Keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan ramah lingkungan lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan krisan yang menggunakan fungisida. Fungisida berbahan aktif
Klorotalonil dan Mankozeb dapat menyebabkan turunnya keanekarangaman jamur tanah.
1.5 Manfaat Penelitian
Memperoleh informasi mengenai pengaruh fungisida berbahan aktif Klorotalonil dan
Mankozeb terhadap keanekaragaman jamur tanah di lahan krisan.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Krisan
Krisan atau seruni (Chrysanthemum sp.) merupakan komoditas andalan
dalam industri hortikultura yang memiliki prospek pasar sangat cerah. Bunga yang
dikenal sebagai salah satu” Raja Bunga Potong” ini semakin banyak penggemarnya.
Selain bentuk dan tipe yang beragam, warna bunganya pun sangat bervariasi,
dengan kombinasi warna- warna yang begitu indah. Karena itu permintaan pasar
baik dalam maupun luar negeri semakin meningkat setiap tahunnya (Marwoto, 2005)
Klasifikasi tanaman Krisan menurut Crater (1980), yaitu: Kingdom: Plantae,
Divisio : Spermatophyta, Subdivisio : Angiospermae, Classis : Dicotyledoneae, Ordo
: Asteraceae / Compositae, Familia : Compositae, Genus : Chrysanthemum, Species
: Chrysanthemum morifolium Ramat. Genus Chrysanthemum terdiri atas lebih dari
100 spesies yang tersebar di belahan bumi utara (Wodehouse, 1935).
Krisan dapat tumbuh baik di dataran tinggi (>700 mdpl ) dengan pH tanah 5,5
- 6. Penanaman di daerah pegunungan dengan pH tanah 5 - 5,5 perlu didahului
dengan pengapuran. Krisan memerlukan tanah dengan kesuburan sedang karena
tanah yang subur akan mengakibatkan tanaman menjadi rimbun. Apabila ditanam di
pot pH media yang sesuai adalah 6,2 - 6,7. Secara genetik Krisan merupakan
tanaman hari pendek, untuk mendapatkan pertumbuhan yang seragam dan produksi
bunga yang tinggi, pertumbuhan vegetatifnya perlu diberi perlakuan hari panjang
dengan penambahan cahaya lampu pijar atau neon (Harry, 1994).
Untuk daerah tropis seperti di Indonesia suhu rata- rata harian di dataran
rendah terlalu tinggi untuk pertumbuhan tanaman Krisan, suhu udara di siang hari
yang ideal untuk pertumbuhan tanaman Krisan berkisar antara 200 – 260 C dengan
batas minimum 170 C dan batas maksimum 300 C. Suhu udara pada malam hari
merupakan faktor penting dalam mempercepat pertumbuhan tunas bunga. Suhu
ideal berkisar antara 160 –180 C bila suhu turun sampai dibawah 160 C, maka
pertumbuhan tanaman menjadi lebih vegetatif bertambah tinggi dan lambat
-
berbunga. Pada suhu tersebut intensitas warna bunga meningkat, sebaliknya bila
suhu malam terlalu tinggi dapat berakibat melunturnya warna bunga sehingga
penampilan tampak kusam walaupun bunganya masih segar (Hasim dan Reza,
1995).
Kelembaban udara antara 70% - 80% dinilai cocok untuk pertumbuhan
tanaman Krisan. Kelembaban udara yang tinggi mengakibatkan transpirasi
(penguapan air) dari tanaman menjadi kecil dalam waktu pendek. Keadaan ini
membuat tanaman selalu dalam keadaan segar. Untuk waktu yang agak lama,
dengan tidak adanya sirkulasi air dalam tanaman menyebabkan penyerapan air dan
unsur hara terlarut dari dalam tanah juga sedikit. Kekurangan nutrisi kebalikannya,
kelembaban udara yang rendah menyebabkan transpirasi tanaman menjadi tinggi.
Air menguap dengan cepat melalui pori- pori daun dan perakaran ini berarti
menyerap air dari tanah. Bila tanaman terlambat mengganti defisit air dalam pucuk -
pucuk yang baru tumbuh menjadi layu atau mengeringnya tepian daun yang sudah
dewasa (Hasim dan Reza, 1995).
Menurut Kofranek (1980) krisan dapat digolongkan ke dalam banyaknya
kuntum bunga yang terdapat dalam satu tangkai, yaitu :
1. Tipe standar adalah tipe krisan yang mempunyai bunga tunggal per batang. Tipe
ini dihasilkan dengan membuang calon bunga samping ( lateral bud ) dan
membiarkan calon bunga utama ( terminal bud ) tumbuh dan berkembang sendiri.
2. Tipe spray adalah tipe krisan yang mempunyai bunga paling sedikit lima kuntum
per batang. Tipe ini dihasilkan dengan membuang kuncup bunga utama dan
membiarkan calon bunga samping.
-
Gambar 1. Bunga Krisan (Chrysanthemum sp.)
(Sumber : Balai Penelitian Tanaman Hias, 2017)
2.2 Pertanian Ramah Lingkungan dan Pertanian Konvensional
Sistem pertanian ramah lingkungan adalah aktivitas pertanian yang secara
ekologi sesuai, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial diterima dan mampu
menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Program pertanian sistem
ramah lingkungan berhasil dan berdaya guna apabila program tersebut mengikuti
kaidah sebagai berikut: (a) menggunakan sedikit mungkin input bahan kimia, (b)
melaksanakan tindakan konservasi tanah dan air, (c) memperhatikan keseimbangan
ekosistem dan (d) mampu menjaga stabilitas produksi secara berkelanjutan.
(Susanto, 2002)
Pertanian konvensional dicirikan oleh penggunaan dalam jumlah yang besar
pupuk kimia, pestisida sintesis, dan zat pengatur tumbuh menghasilkan semakin
langkanya sumberdaya tak terbaharui, mengurangi keanekaragaman hayati,
sumberdaya air tercemar, residu kimia dalam pangan, degradasi tanah, dan resiko
kesehatan pada pekerja pertanian, yang kesemuanya memberikan pertanyaan pada
keberlanjutan sistem pertanian konvensional. Praktek dan adopsi pertanian intensif
modern jika tidak dipantau dan diperkirakan secara memadai, akan mempunyai
implikasi yang serius bagi keamanan pangan. Sistem pertanian yang dicirikan oleh
produksi pertanian intensif dengan menggunakan pupuk dan pestisida selain
memberi kemanfaatan berupa peningkatan produksi tanaman, tetapi juga
menghasilkan eksternalitas negatif (Othman, 2007).
-
2.3 Mikroorganisme Tanah
Tanah merupakan habitat bagi semua organisme tanah,yang terdiri dari
vertebrata, invertebrata dan mikroorganisme baik dalam ukuran makro, meso dan
mikro fauna. Pada umumnya jumlah populasi mikroba dalam tanah lebih banyak jika
dibandingkan dengan jumlah mikroba pada udara dan air. Hal ini dikarenakan
ketersediaan bahan organik dan senyawa organik yang ada pada tanah lebih tinggi
jika dibandingkan pada udara dan air, sehingga sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan mikroba autotrof dan heterotrof, yaitu golongan mikroba yang
memperoleh sumber karbon untuk nutrisinya dari CO2 dan senyawa organik.
Keberadaan mikroba dalam tanah dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia tanah.
Komponen penyusun tanah seperti pasir,debu, liat dan bahan organik akan
membentuk struktur tanah dimana struktur tanah berpengaruh terhadap
ketersediaan oksigen dan lengas dalam tanah. Mikroba akan membentuk
mikrokoloni seperti mikroba heterotrof yang menggunakan bahan organik untuk
kehidupannya, dan mikroba autotrof baik bakteri aerob maupun anaerob yang
menggunakan oksigen untuk kehidupannya (Soemarno, 2010).
Menurut Sharma (2002) upaya mengatasi kesuburan tanah dapat dilakukan
dengan meningkatkan peran mikroba tanah yang bermanfaat melalui berbagai
aktivitasnya yaitu:
(1) Meningkatkan kandungan beberapa unsur hara di dalam tanah.
(2) Meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
(3) Meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara.
(4) Menekan mikroba tular tanah patogen melalui interaksi kompetisi.
(5) Memproduksi zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan perkembangan
sistem perakaran tanaman.
(6) Meningkatkan aktivitas mikroba tanah heterotrof yang bermanfaat melalui
aplikasi bahan organik.
-
2.4 Jamur
Jamur merupakan merupakan mikroorganisme yang tubuhnya terdiri dari
benang-benang yang disebut hifa yang dapat membentuk anyaman bercabang-
cabang (miselium). Jamur bersifat heterotrof, dinding sel spora mengandung kitin,
tidak berplastid, tidak berfotosintesis, tidak bersifat fagotrof, umumnya memiliki hifa
yang berdinding yang dapat berinti banyak (multinukleat), atau berinti tunggal
(mononukleat), dan memperoleh nutrien dengan cara absorpsi (Gandjar et al.,
2006). Jamur pada umumnya multiseluler (bersel banyak). Ciri-ciri jamur berbeda
dengan organisme lainnya dalam hal cara makan, struktur tubuh, pertumbuhan, dan
reproduksinya. Jamur benang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang
disebut miselium. Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-
benang tunggal. Badan vegetatif jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut
thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa
vegetatif (Sumarsih, 2003).
2.4.1 Klasifikasi Jamur
Setiap jamur tercakup di dalam salah satu dari kategori taksonomi yang
dibedakan berdasarkan pada tipe spora, morfologi hifa dan siklus seksualnya.
Kelompok-kelompok ini adalah: Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes,
Basidiomycetes dan Deuteromycetes. Terkecuali untuk Deuteromycetes, semua
jamur menghasilkan spora seksual yang spesifik (Mc-Kane, 1996). Klasifikasi jamur
dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1) Oomycetes
Oomycetes disebut juga jamur air karena sebagian besar anggotanya
hidup di air atau di dekat badan air. Hanya sedikit yang hidup di darat.
Miseliumnya terdiri atas hifa yang tidak bersekat, bercabang, dan
mengandung banyak inti. Hidup sebagai saprofit dan ada juga yang parasit.
Pembiakan aseksualnya dengan zoospora, dan dengan sporangium untuk
yang hidup di darat. Pembiakan seksualnya dengan oospora. Beberapa
-
contoh dari kelompok ini antara lain : Saprolegnia sp., Achya sp.,
Phytophtora sp (Alexopoulus dan Mims, 1979).
(2) Zygomycetes
Kelompok Zygomycetes terkadang disebut sebagai “jamur rendah”
yang dicirikan dengan hifa yang tidak bersekat (coneocytic), dan berkembang
biak secara aseksual dengan zigospora. Kebanyakan anggota kelompok ini
adalah saprofit. Pilobolus, Mucor, Absidia, Phycomyces termasuk kelompok
ini. Rhizopus nigricans adalah contoh dari anggota kelompok ini,
berkembang biak juga melalui hifa yang koneositik dan juga berkonjugasi
dengan hifa lain. Rhizopus nigricans juga mempunyai sporangiospora. Ketika
sporangium pecah, sporangiospora tersebar, dan jika mereka jatuh pada
medium yang cocok akan berkecambah dan tumbuh menjadi individu baru.
Spora seksual pada kelompok jamur ini disebut zygospora (Tortora, 2001).
(3) Ascomycetes
Golongan jamur Ascomycetes dicirikan dengan sporanya yang
terletak di dalam kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang
membesar, yang di dalamnya terbentuk spora yang disebut askuspora.
Setiap askus biasanya menghasilkan 2 - 8 askospora. Kelas ini umumnya
memiliki 2 stadium perkembangbiakan yaitu stadium askus atau stadium
aseksual. Perkembangbiakan aseksual ascomycetes berlangsung dengan
cara pembelahan, pertunasan, klamidiospora, dan konidium tergantung
kepada spesies dan keadaan sekitarnya. Selain itu kebanyakan
Ascomycetes mikroskopis, hanya sebagian kecil yang memiliki tubuh buah.
Pada umumnya hifa terdiri atas sel-sel yang berinti banyak (Dwidjoseputro,
1978).
(4) Basidiomycetes
Basidiomycetes dicirikan memproduksi spora seksual yang disebut
basidiospora. Kebanyakan anggota basiodiomycetes adalah cendawan,
-
jamur payung dan cendawan berbentuk bola yang disebut jamur berdaging,
yang spora seksualnya menyebar di udara dengan cara yang berbeda dari
jamur berdaging lainnya. Struktur tersebut berkembang setelah fusi
(penyatuan) dari dua hifa haploid hasil dari formasi sel dikaryotik. Sebuah sel
yang memiliki kedua inti yang disumbangkan oleh sel yang kompatibel
secara seksual. Sel-sel yang diploid membelah secara meiosis menghasilkan
basidiospora yang haploid. Basidiospora dilepaskan dari cendawan,
menyebar dan berkecambah menjadi hifa vegetatif yang haploid, proses
tersebut berlanjut terus (Mc-Kane, 1996). Karakteristik dari Basiodiomycetes
antara lain kebanyakan makroskopik, sedikit yang mikroskopik. Basidium
berisi 2 - 4 basiodiospora, masing-masing pada umumnya mempunyai inti
satu. Diantara Basiodiomycetes ada yang berguna karena dapat dimakan,
tetapi banyak juga yang merugikan karena merusak tumbuhan, kayu-kayu
dan perabot rumah tangga. Selain itu tubuh Basidiomycetes terdiri dari hifa
yang bersekat dan berkelompok padat menjadi semacam jaringan, dan tubuh
buah menonjol dari pada Ascomycetes. Misellium terdiri dari hifa dan sel-sel
yang berinti satu hanya pada tahap tertentu saja terdapat hifa yang berinti
dua. Pembiakan vegetatif dengan konidia. Pada umumnya tidak terdapat alat
pembiakan generatif, sehingga lazimnya berlangsung somatogami
(Dwidjoseputro, 1978).
(5) Deuteromycetes
Ada beberapa jenis jamur belum diketahui siklus reproduksi
seksualnya (disebut fase sempurna). Jamur ini “tidak sempurna” karena
belum ada spora seksual mereka yang ditemukan. Anggota kelompok ini
berkembang biak dengan klamidospora, arthrospora, konidiospora,
pertunasan juga terjadi. Deuteromycetes juga memiliki hifa yang bersekat
(Tortora et. al, 2001).
2.5 Fungisida
Fungisida adalah senyawa kimia untuk mengendalikan jamur atau fungi.
Menurut efeknya terhadap jamur sasaran terdiri atas 2 macam, yaitu :
-
(1) Senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungistatik yakni senyawa yang hanya
mampu menghentikan perkembangan jamur. Jamur akan berkembang lagi jika
senyawa tersebut hilang.
(2) Senyawa-senyawa yang mempunyai efek fungitoksik yakni senyawa yang
mampu membunuh jamur. Jamur tidak akan berkembang lagi meski senyawa
tersebut hilang, kecuali ada infeksi baru.
Fungisida mengendalikan atau mematikan jamur dengan beberapa cara,
antara lain dengan merusak dinding sel, mengganggu pembelahan sel,
mempengaruhi permeabilitas membran sel, dan menghambat kerja enzim tertentu
yang menghambat proses metabolisme cendawan. Keuntungan yang diperoleh dari
penggunaan fungisida adalah pengaplikasiannnya mudah, memerlukan sedikit
tenaga kerja, jenis dan ragamnya bervariasi dan hasil pengendalian tuntas.
Menurut cara kerjanya didalam tubuh tanaman sasaran, fungisida terdiri atas
3 cara kerja yaitu :
(1) Fungisida non-sistemik, yakni hanya membentuk lapisan penghalang di
permukaan tanaman (umumnya daun) tempat fungisida disemprotkan, fungisida ini
mencegah infeksi jamur dengan menghambat perkecambahan spora atau miselia
jamur yang menempel di permukaan daun.
(2) Fungisida sistemik, yaitu fungisida yang diabsorbsi oleh organ-organ tanaman
dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya lewat aliran cairan tanaman.
(3) Fungisida sistemik lokal, yaitu fungisida yang diabsorbsi oleh jaringan tanaman,
tetapi tidak ditransfomasikan ke bagian tanaman lainnya. (Djojosumarto, 2000).
-
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan mengambil sampel tanah di lahan krisan
Kelompok Tani Mulyo Joyo Jl. Bukit Berbunga No. 23 Desa Sidomulyo, Batu.
Analisa tanah dilakukan di Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian
(BALITKABI), Kendalpayak. Isolasi, purifikasi, identifikasi dan uji fungisida dilakukan
di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli
2017.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu sekop kecil, penggaris, karet
gelang, plastik kresek, cawan Petri, gelas ukur, laminar air flow cabinet (LAFC),
autoclave, vortex, bunsen, object glass, cover glass, botol media 250ml, cork borer,
jarum ose, pisau, rak tabung reaksi, tabung reaksi, pinset, gunting, timbangan,
mikropipet, tube, stick L, plastik tahan panas, hand sprayer, latex, alat tulis, tabung
Erlenmeyer, masker, kamera, mikroskop dan buku identifikasi jamur Illustrated
Genera of Imperfect Fungi (Barnett dan Hunter, 1998) dan Pictorial Atlas of Soil and
Seed Fungi Morphologies of Cultured Fungi and Key to Species (Watanabe, 1988).
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu media Potato Dextrose Agar
(PDA), alkohol 70%, aquades steril, chloramphenicol, sampel tanah dari lahan krisan
ramah lingkungan dan lahan yang diaplikasikan fungisida, kapas, tissue, kertas
label, spirtus,plastik wrapping, aluminium foil, fungisida berbahan aktif Klorotalonil
dan Mankozeb.
3.3 Metode Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan meliputi survei lahan, pengambilan sampel
tanah, analisis tanah, eksplorasi (isolasi, purifikasi, pembuatan preparat, identifikasi),
pengamatan penyakit dan uji fungisida.
-
3.3.1 Survei Lahan
Survei lahan dilakukan untuk mengetahui budidaya krisan melalui
wawancara langsung dengan tokoh kunci yaitu petani pemilik lahan krisan ramah
lingkungan dan konvensional di Desa Sidomulyo, Batu.
3.3.2 Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan menggunakan metode diagonal
dengan membuat 5 titik sampel pada lahan krisan ramah lingkungan dan
konvensional. Pada setiap titik, tanah diambil menggunakan cetok dengan
kedalaman ± 15cm. Kemudian sampel tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan diberi label sesuai dengan lahan pengambilan sampel dan dimasukkan ke
dalam kotak pendingin.
3.3.3 Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan pada setiap sampel tanah yang diambil dari lahan
budidaya krisan ramah ligkungan dan konvensional. Analisis tanah yang dilakukan
meliputi pH, C-organik, dan unsur hara N, P, K. Analisis tanah dilakukan di Balai
Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (BALITKABI) Kendalpayak.
3.3.4 Isolasi Jamur Tanah
Sampel tanah ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi 10 ml aquades steril. Kemudian dihomogenkan
menggunakan vortex dengan kecepatan 500 rpm. Setelah dihomogenkan, suspensi
diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml
aquades steril kemudian dihomogenkan lagi. Pengenceran dilakukan hingga tingkat
pengenceran 10-4 pada tanah lahan ramah lingkungan dan lahan konvensional. Dari
hasil pengeceran tersebut diambil 1 ml untuk dituangkan ke dalam cawan petri yang
telah berisi media PDA padat dengan 3 kali ulangan pada masing-masing lahan.
Rekatkan cawan petri menggunakan plastik wrap dan diinkubasikan selama kurang
lebih 5 hari sampai mikroorganisme tumbuh memenuhi cawan.
3.3.5 Purifikasi
Purfikasi (pemurnian) dilakukan pada setiap koloni jamur yang muncul dan
dianggap berbeda berdasarkan morfologi jamur dalam cawan petri yang meliputi
-
warna dan bentuk koloni jamur yang ditemukan setelah dilakukan isolasi di cawan
petri. Masing-masing koloni jamur yang dianggap berbeda diambil menggunakan
jarum ose. Kemudian ditumbuhkan lagi pada cawan petri yang berisi media PDA.
3.3.6 Pembuatan Preparat Jamur
Pembuatan preparat jamur dilakukan untuk kepentingan identifikasi jamur.
Tahapan ini dilakukan dengan cara jamur diambil menggunakan jarum ose
selanjutnya diletakkan pada object glass yang telah beri sedikit media PDA dan
ditutup menggunakan cover glass. Preparat kemudian diinkubasi selama 2-3 hari
pada wadah yang sudah beralaskan dengan tissue lembab dan ditutup rapat agar
tidak terkontaminasi oleh mikroba lain dari udara. Tujuan dari inkubasi ini adalah
untuk menumbuhkan spora jamur pada preparat sehingga lebih mudah pada saat
akan diidentifikasi dengan menggunakan mikroskop. Setelah preparat diinkubasi
selanjutnya dilakukan identifikasi mikroskopis.
3.3.7 Identifikasi
Pengamatan dilakukan dengan dua cara yaitu makroskopis dan mikroskopis.
Pengamatan makroskopis dilakukan dengan mengamati penampakan morfologi
koloni jamur secara makroskopis yang meliputi warna koloni, pola pesebaran koloni
(konsentris dan tidak konsentris), tekstur koloni dan waktu yang dibutuhkan untuk
memenuhi cawan petri. Pengamatan warna koloni juga dilakukan dengan
mengamati perubahan warna koloni pada saat koloni tua. Pengamatan pola
pesebaran koloni dilakukan dengan mengamati bentuk koloni dalam cawan petri.
Pola pesebaran dapat berupa konsetris maupun tidak konsentris. Pola pesebaran
konsentris apabila terdapat gelombang-gelombang lingkaran konsentris yang dapat
dilhat dari permukaan maupun dasar koloni. Pola pesebaran non kosentris dapat
berupa bentuk radial (tidak beraturan), menggunung, atau menyamping.
Pengamatan tekstur koloni meliputi kasar dan halus, rapat dan renggang, serta tebal
dan tipis koloni yang tumbuh pada media.
Pengamatan secara mikrokopis dilakukan dengan mengamati kenampakan
morfologi koloni jamur dengan menggunakan mikroskop yang meliputi ada atau
tidaknya septa pada hifa, pertumbuhan hifa, warna hifa, ada atau tidaknya konidia,
warna konidia, bentuk konidia serta pola pesebaran konidia. Pengamatan dilakukan
menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400 × (40 × 10). Pengamatan ada
-
atau tidaknya septa pada hifa dilakukan dengan mengamati ada tidaknya sekat pada
hifa. Sekat pada hifa dapat terlihat rapat maupun jarang. Pengamatan pertumbuhan
hifa dapat dilihat dengan mengamati percabangan hifa. Percabangan hifa dapat
terlihat bercabang banyak atau sedikit dengan pola beraturan atau tidak beraturan.
Pengamatan warna hifa dan konidia dapat dilihat dari kenampakan warna yaitu
gelap atau hialin. Warna hialin adalah ketika warna hifa atau konidia tidak berwarna
(transparan). Bentuk konidia dapat berupa bulat, lonjong, elips, oval atau tidak
beraturan. Pola persebaran konidia dapat dikategorikan seperti bergerombol diujung
konidiofor atau bergerombol di sekitar hifa menyebar tunggal, berantai atau tidak
berantai, serta bentuk kumpulan konidia. Kumpulan konidia seringkali terlihat
bermacam-macam bentuk seperti bulat, radial (tidak beraturan), menyerupai bentuk
bunga dan sebagainya. Pengamatan mikroskopis juga dilakukan terhadap
kenampakan konidiofor yaitu hifa khusus yang menyerupai tangkai dari konidia serta
ciri lain yang ditrntukan. Pengamatan konidiofor meliputi bentuk konidiofor (bulat,
segi tigaatau segi empat), warna konidiofor (gelap atau hialin), ada atau tidaknya
septa pada konidiofor (bersekat atau tidak bersekat), pertumbuhan konidiofor yang
bercabang atau tidak bercabang dan pertumbuhan konidiofor yang panjang atau
pendek (Ariyono et al., 2014). Pengamatan mikroskopis dapat dilakukan secara
lengkap terhadap bagian-bagian tubuh jamur.
Setelah kedua pengamatan tersebut dilakukan, selanjutnya hasil yang
diperoleh dibandingkan dengan literature berdasarkan buku panduan determinasi
jamur seperti Illustrated Genera of Imperfect Fungi Fourth Edition (Barnett dan
Hunter, 1998), Pictorial Atlas of Soil and Seed Fungi Morphologies of Cultured Fungi
and Key to Species (Second Edition) (Watanabe, 1988) serta informasi tambahan
dari buku-buku pendukung lainnya. Identifikasi jamur dalam penelitian ini dilakukan
hanya sampai tingkat genus.
3.3.8 Uji Efektivitas Fungisida
Pengujian efektivitas fungisida dilakukan secara in vitro. Pengujian dilakukan
dengan menggunakan metode peracunan makanan (Poisoned Food Methode).
Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL). Tahap
pengujian ini yaitu, menguji konsentrasi fungisida pada tingkat 4 tingkatan
konsentrasi yaitu 0,8%; 0,6%; 0,4 %; 0,2%; 0% (kontrol). Pada setiap perlakuan
-
fungisida dicampur dengan medium PDA cair yang siap dituangkan ke cawan petri
secara aseptik dan tunggu hingga padat. Biakan murni isolat jamur dengan diameter
0,5 cm yang sudah berumur 7 hari diletakkan tepat di tengah cawan petri yang telah
berisi campuran media dan fungisida. Langkah selanjutnya adalah mencampurkan
fungisida yang konsentrasinya sesuai ke PDA dan memasukkan 6 isolat jamur tanah
hasil eksplorasi ke masing-masing cawan petri dengan 3 kali ulangan. Pengamatan
diameter jamur dilakukan setiap hari.
3.3.9 Isolasi, Purifikasi dan Identifikasi Patogen
Isolasi penyakit dilakukan dengan mengambil tanaman sampel dari tanaman
yang memiliki gejala penyakit di areal pertanaman krisan. Bagian tanaman yang
diambil yaitu akar. Kemudian akar tanaman yang bergejala dipotong kurang lebih 2
cm, dimasukkan ke dalam alkohol 70% dalam gelas ukur, lalu dibilas dengan
akuades steril dan ditiriskan di tisu. Masukkan potongan akar tanaman krisan ke
media PDA dan diinkubasi selama 4-5 hari. Mikroba yang tumbuh pada media PDA
dipindahkan ke media PDA yang baru menggunakan jarum ose kemudian diinkubasi
selama 4-5 hari. Mikroba yang telah dipurifikasi diambil menggunakan jarum ose dan
dipindahkan ke preparat untuk diamati. Setelah itu amati dibawah mikroskop.
Identifikasi dilakukan melalui pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis.
Hasil pengamatan dibandingkan dengan literatur.
3.4 Variabel Pengamatan
a. Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragaman digunakan untuk menghitung keanekaragaman
jamur tanah pada lahan krisan ramah lingkungan dan lahan yang diaplikasikan
fungisida. Rumus indeks keanekaragaman mengacu pada rumus Ludwig dan
Reynold (1988) sebagai berikut:
∑(
) (
)
-
Keterangan:
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon,
S : Jumlah spesies,
ni = Jumlah jenis ke I dalam sampel total,
N = jumlah individu seluruh jenis
Tabel 1. Kriteria Indeks Keanekaragaman Shannon
Nilai Indeks Kriteria
H’< 1,0 Keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap jenis
rendah
1,0
-
Tabel 2. Kriteria Indeks Keseragaman
Nilai Indeks Keseragaman Kriteria
0,00
-
Keterangan:
THR : Daya hambat fungisida terhadap diameter koloni jamur
Dk : Diameter koloni pada kontrol
dp : Diameter koloni pada perlakuan formulasi fungisida
3.5 Analisis Data
Pengolahan data hasil indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi
jamur tanah menggunakan Microsoft Excel 2013 dan DSAASTAT ver. 1.01. Analisis
data uji fungisida menggunakan uji ANOVA dan apabila hasil menunjukkan
perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan Uji Duncan taraf 5%.
-
3.6 Kerangka Penelitian
Gambar 2. Kerangka Penelitian
Pemilihan Lahan Krisan
= Ramah Lingkungan Konvensional
IIIntensitas
penyakit
Input
Bahan
Tambahan
hHasil
Produksi
hHasil
Produksi
Input
Bahan
Tambahan
IIntesitas
Penyakit
KKondisi Mikroba
KKondisi Tanah
KKondisi Mikroba
KKondisi Tanah
Eksplorasi Mikroba:
Pengambilan Sampel,
Isolasi, Purifikasi, dan
Identifikasi Jamur Tanah
Menghitung Indeks
Keanekaragaman,
Keseragaman dan Dominasi
Uji Jamur Tanah dengan
Fungisida Berbahan Aktif
Klorotalonil dan Mankozeb
HHasil
-
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Aktual Lahan
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lahan milik Kelompok Tani Bunga
Krisan Mulyo Joyo terletak di Desa Sidomulyo, Batu. Berdasarkan hasil survei dan
wawancara yang dilakukan, petani menerapkan sistem konvensional dan ramah
lingkungan dalam budidaya krisan. Luas lahan ramah lingkungan adalah 300 m2
sedangkan luas lahan krisan konvensional adalah 370 m2. Sebelum ditanami krisan
lahan petani ramah lingkungan pernah ditanami sawi, apel, bawang prei dan cabai
sedangkan lahan konvensional pernah ditanami kubis, peakok dan bawang prei.
Petani yang menerapkan sistem konvensional menggunakan fungisida secara
terjadwal. Adapun fungisida yang digunakan oleh petani lahan konvensional
berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil sedangkan petani lahan ramah lingkungan
lebih banyak menggunakan agens hayati yaitu PGPR (Plant Growth Promothing
Rhizobacteria). Pupuk yang digunakan oleh petani konvensional adalah pupuk N, P,
K sintetis seperti urea, Phonska, dan Blower. Urea diaplikasikan 2 bulan setelah
tanam kemudian Phonska dan Blower diaplikasikan setiap seminggu sekali sampai
tanaman mendekati panen. Petani lahan ramah lingkungan menggunakan pupuk
kandang sebelum masa tanam dan penggunaan pupuk organik cair (POC) sebagai
pupuk susulan, apabila umur tanaman sudah 1 bulan akan diberikan pupuk NPK.
PGPR diaplikasikan pada tanaman krisan mulai dari pembibitan dan 2 minggu
setelah tanam krisan akan disemprot PGPR seminggu sekali. Air untuk menyiram
tanaman krisan berasal dari sungai bersih yang dialirkan dengan bantuan alat
pompa air kemudian penyiraman dilakukan setiap hari apabila tanaman masih kecil
sedangkan tanaman yang sudah besar penyiraman akan dilakukan apabila tanah
agak kering. Petani lahan ramah lingkungan dan petani lahan konvensional
menanam tanaman krisan dibawah atap agar pada saat panas matahari atau saat
hujan krisan dapat tumbuh dengan baik. Pengolahan tanah yang dilakukan petani
lahan ramah lingkungan dengan cara dicangkul guna membalikkan tanah kemudian
diberi pupuk kandang kering. Petani lahan konvensional mengolah tanah dengan
cara dicangkul kemudian digenangi dengan air selama kurang lebih satu minggu
sebelum ditanam setelah itu diberi dolomit.
-
Tabel 4. Hasil Wawancara Petani Tentang Lahan Krisan
Perlakuan Lahan Ramah Lingkungan Lahan Konvensional
Sejarah lahan Pada 5 tahun terakhir lahan ditanami cabai, apel, sawi, dan bawang.
Pada 6 tahun terakhir lahan ditanami kubis, bawang prei dan pikok
Pembibitan Bibit didapatkan dari petani setempat. Perlakuan bibit yaitu direndam menggunakan PGPR.
Bibit berasal dari petani setempat dan beberapa diperoleh dari Nongkojajar. Bibit langsung ditanam di lahan.
Varietas Varietas yang paling sering digunakan adalah varietas Fiji tipe spray dan standar.
Varietas krisan yang sering digunakan adalah varietas Anastasia dan Fiji tipe spray dan standar
Pengolahan tanah
Dicangkul kemudian tanah diberi pupuk kandang dari kotoran 2sapi dan kambing.
Dicangkul kemudian direndam dan diberi dolomit pada saat 7 hari sebelum penanaman
Jarak tanam Jarak tanamnya adalah 15 x 20 cm.
Jarak tanamnya adalah 15 x 20 cm
Pemupukan Pemupukan menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar dan Pupuk Organik Cair (POC) sebagai pupuk susulan.
Pemupukan dilakukan menggunakan pupuk Urea, Phonska, Grower sebagai pupuk dasar dan pupuk susulan
Pengairan Sumber air berasal dari sungai kecil yang dialirkan menggunakan paralon. Pengairan dilakukan saat tanaman membutuhkan air.
Sumber air berasal dari sungai sumber mawar yang dialirkan menggunakan pompa dan paralon. Pengairan dilakukan setiap hari.
Penyakit krisan dan intensitas
Karat dan layu. Intensitas penyakit 5-10%
Karat dan layu. Intensitas penyakit 40-50%
Hama krisan Thrips Sp. Ulat tanah dan Thrips sp
Mengatasi hama penyakit
Menggunakan PGPR dan agens hayati Trichoderma sp.
Menggunakan pestisida Polaram, Endure, Daconil dan Asmec
Waktu panen Saat tanaman berusia 13-14 minggu setelah tanam dengan cara dicabut dan dipotong kurang lebih sepanjang 75 cm.
Saat tanaman berusia 14-15 minggu setelah tanam dengan cara dicabut dan dipotong sepanjang 70-75 cm.
Pemanfaatan sisa panen
Setelah panen sisanya tidak dimanfaatkan melainkan langsung dibuang dan dibakar
Setelah panen sisanya tidak dimanfaatkan melainkan langsung dibuang dan dibakar
Hasil produksi bunga
Bunga krisan yang dihasilkan rata-rata berdiameter 10-12cm dan termasuk ke dalam grade A sebanyak 70%. Bunga yang berdiamter 6-9cm termasuk ke dalam grade B sebanyak 30%.
Bunga krisan yang dihasilkan rata-rata berdiameter 10-12cm dan termasuk ke dalam grade A sebanyak 50%. Bunga yang berdiamter 6-9cm termasuk ke dalam grade B sebanyak 50%.
-
Petani krisan lahan ramah lingkungan memilih menggunakan PGPR karena
memiliki keunggulan berupa hasil panen bunga lebih bagus, lebih tahan lama dalam
penyimpanan dan warna bunga lebih cerah. Menurut Munawaroh (2010) PGPR
terbukti efektif untuk mengendalikan karat putih yang disebabkan Puccinia horiana
pada tanaman krisan. Petani konvensional menggunakan pestisida karena dianggap
dapat membunuh OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) lebih cepat dan ampuh.
Pengendalian penyakit secara kimia dengan fungisida telah lama dilakukan di
Indonesia. Cara ini masih selalu dilakukan karena praktis dan dapat memenuhi
tuntutan konsumen akan produk yang mulus dan berkualitas tinggi. Hal ini
menyebabkan pemakaian fungisida kontak maupun sistemik terus meningkat
(Sumardiyono, 2008).
4.2 Identifikasi Penyakit Tanaman Krisan
Berdasarkan hasil identifikasi di lapang tanaman krisan menunjukkan gejala
layu. Bagian daun tanaman berwarna hijau kekuningan dan bagian batang tanaman
berwarna kecoklatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura (2006)
menyatakan bahwa gejala serangan dari Fusarium oxysporum adalah tanaman layu,
daun menguning mulai dari daun bagian bawah merambat ke daun bagian atas dan
akhirnya mengakibatkan kematian tanaman. Pada gamabar di bawah ini merupakan
tanaman krisan yang terserang layu fusarium di lapang.
Gambar 3. Tanaman Krisan yang menunjukkan gejala layu Fusarium di lapang
-
Identifikasi lebih lanjut dilakukan dengan mengisolasi tanaman yang
menunjukkan gejala serangan penyakit layu. Isolasi dilakukan pada bagian daun,
batang dan akar tanaman. Identifikasi penyakit dilakukan secara makroskopis dan
mikroskopis.
Berdasarkan hasil pengamatan makroskopis jamur Fusarium sp. dapat
memenuhi cawan petri pada hari ke 7 setelah purifikasi dengan ciri-ciri koloni
berwarna putih agak merah muda, pola persebaran koloni konsentris, koloni tebal,
bertekstur halus, permukaan koloni tidak rata atau bergelombang. Berdasarkan ciri-
ciri mikroskopisnya yaitu konidia berbentuk sabit, konidia hialin, hifa bersekat, hifa
hialin dan bercabang. Hal ini sesuai dengan Barnet (1960), yang menyatakan bahwa
ciri mikroskopis jamur Fusarium sp. yaitu hifa tidak beraturan dan bercabang, konidia
terdiri darin beberapa sel dengan bentuk bengkok dan tajam pada kedua ujungnya
menyerupai bulan sabit.
Gambar 4. Jamur Fusarium sp. A. Makroskopis umur 7 HSP pada media PDA, B.
Mikroskopis dengan perbesaran 40x (1) Konidia berbentuk sabit (2) Hifa.
Hasil identifikasi mikroskopis dan makroskopis menunjukkan bahwa jamur
tersebut adalah Fusarium sp.. Menurut Sunarmi (2010) Jamur Fusarium sangat
merugikan, karena jamur Fusarium dapat menyebabkan tumbuhan mengalami layu
patologis yang berakhir dengan kematian.
A
2
1
B
-
4.3 Analisis Kimia Tanah
Analisis kimia tanah dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesuburan
dan kandungan unsur hara pada tanah lahan ramah lingkungan dan lahan
konvensional. Analisis kimia tanah yang dilakukan meliputi pH, C-Organik, N, P, K.
Pada tabel 5 disajikan data hasil analisis kimia tanah dari lahan ramah lingkungan
dan lahan konvensional serta kriteria tanah.
Tabel 5. Hasil Analisis Kimia Tanah Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan Lahan
yang Diaplikasikan Fungisida
Sifat Tanah
Lahan Kriteria
Ramah Lingkungan
Konvensional
pH 6,09 5,6 pH8,5 = basa.
C-Organik (%)
2,04 0,78 C-Organik(%)5= sangat tinggi.
N (%) 0,11 0,10 N(%) 0,75= sangat tinggi.
P (ppm) 338 282 P (ppm)35= sangat tinggi.
K (cmol/kg) 2,44 0,73 K (cmol/kg) 1,0= sangat tinggi.
pH tanah lahan ramah lingkungan 6,09 dan lahan konvensional 5,6 termasuk
kriteria agak masam begitu pula dengan lahan konvensional. Kandungan C-organik
lahan ramah lingkungan termasuk kriteria sedang dengan nilai sebesar 2,04% dan
tanah lahan konvensional termasuk kriteria sangat rendah dengan nilai sebesar
0,78%. Kandungan N pada lahan ramah lingkungan termasuk kriteria rendah
dengan nilai sebesar 0,11% sedangakan pada lahan konvensional kandungan N
-
termasuk kriteria sangat rendah dengan nilai 0,10%. Kandungan P pada lahan
ramah lingkungan termasuk kriteria sangat tinggi dengan nilai sebesar 338 ppm dan
pada lahan konvensional kandungan P termasuk kriteria sangat tinggi juga dengan
nilai 282ppm. Kandungan K pada lahan ramah lingkungan termasuk kriteria sangat
tinggi dengan nilai sebesar 2,44% sedangakan pada lahan konvensional kandungan
K termasuk kriteria tinggi dengan nilai 0,73%. Rerata kondisi tanah lahan ramah
lingkungan jauh lebih baik dibandingkan dengan lahan konvensional apabila dilihat
dari nilai hasil analisa sifat kimia tanah. Tanah pada lahan ramah lingkungan selalu
mendapat input bahan organik seperti pupuk kandang dibandingkan lahan
konvensional. Hal ini dikemukakan oleh Setyamidjaja (1986) bahwa penambahan
bahan organik ke dalam tanah akan menambah ketersediaan unsur hara dan
kandungannya.
4.4 Hasil Identifikasi Jamur Tanah
Hasil eksplorasi jamur tanah pada lahan krisan ramah lingkungan didapatkan
koloni jamur sebanyak 36 x 10-4 koloni yang terdiri dari 5 genus dan 6 spesies. Pada
lahan krisan yang diaplikasikan fungisida berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil
didapatkan koloni jamur sebanyak 25 x 10-4 koloni yang terdiri dari 5 genus dan 7
spesies. Jumlah jamur tanah hasil eksplorasi dari tanah lahan ramah lingkungan dan
lahan yang diaplikasikan fungisida disajikan pada tabel 6 di bawah ini.
-
Tabel 6. Hasil Eksplorasi Jamur Tanah pada Lahan Krisan Ramah Lingkungan dan
Lahan yang Diaplikasikan Fungisida
Lahan Kode Jamur Jenis Jamur Jumlah koloni per gram tanah
Ramah Lingkungan RL1 RL2 RL3 RL4 RL5 RL6
Cephalosporium sp. Aspergillus sp. 1 Penicillium sp Trichoderma sp. Humicola sp. Aspergillus sp. 2
9 4 2 12 6 3
Jumlah 36
Konvensional F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
Aspergillus sp. 1 Trichoderma sp. Rhizopus sp. Aspergillus sp. 2 Aspergillus sp. 3 Humicola sp Rhizoctonia sp.
5 2 8 2 1 6 1
Jumlah 25
Keterangan: RL=Lahan Ramah Lingkungan, F= Lahan yang diaplikasikan Fungisida
Isolasi jamur dari lahan ramah lingkungan dilakukan pada tingkat
pengenceran 10-4 menghasilkan jumlah koloni sebanyak 36 koloni. Isolasi jamur
tanah dari lahan konvensional dilakukan pada tingkat pengenceran 10-4
menghasilkan jumlah koloni sebanyak 25 koloni jamur. Jumlah jamur yang terbanyak
terdapat pada lahan ramah lingkungan. Banyaknya jamur pada lahan ramah
lingkungan karena penambahan bahan organik pada tanah sehingga jamur memiliki
cadangan makanan yang berlimpah di dalam tanah.
4.4.1 Identifikasi Jamur dari Lahan Ramah Lingkungan
1. Cephalosporium sp.
Hasil pengamatan makroskopis jamur RL1 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 3 hari koloni berwarna putih
kecokelatan, koloni tipis, tekstur seperti kapas dengan kerapatan yang rapat, waktu
untuk memenuhi cawan petri 6x24 jam, ukuran diameter mencapai 9 cm pada umur
7 hari setelah purifikasi (HSP), pada bagian dasar dan permukaan koloni radial.
-
Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL 1 menunjukkan adanya hifa yang
tidak bersekat, memiliki hifa bercabang, konidia hialin dan bergerombol. Hal tersebut
sesuai dengan Barnett (1960) yang menyatakan bahwa Cephalosporium memiliki
bentuk konidiofor fialid yang ramping atau sedikit membengkak. Konidia berwarna
transparan, konidia terdiri 1 sel, terbentuk dan mengumpul pada ujung konidiofor.
Berdasrakan hasil identifikasi secara makroskopis dan mikroskopis maka diduga
jamur RL1 adalah jamur Cephalosporium sp.
Gambar 5. Jamur Cepalosporium sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis pada perbesaran 40x (1) Konidia (2) Hifa
2. Aspergillus sp 1
Hasil pengamatan makroskopis jamur RL2 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 2 hari koloni berwarna hitam
dengan pinggir koloni berwarna putih tipis, koloni tebal, tekstur agak kasar seperti
beludru, pola pertumbuhan koloni menyebar tidak beraturan, waktu untuk memenuhi
cawan petri 5x24 jam.
Hasil pengamat mikroskopis jamur RL2 menunjukkan konidia berwarna
cokelat, bentuk konidia bulat tidak beraturan, konidiofor hialin, konidiofor tidak
bersekat dan berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang
menyatakan bahwa koloni pada kultur agar berwarana homogeny hitam dan memiliki
konidiofor hialin atau berwarna cokelat pucat, tegak, sederhana dan berdinding
tebal, menggembung pada bagian pucuk,vesikel berbentuk bulat. Konidia berwarna
coklat, berwarna hitam pada masa spora, phialosporous, dan bentuk konidia
membulat. Berdasarkan deskripsi secara makroskopis dan mikroskopis jamur RL2
adalah Aspergillus sp.1.
B
1 2
1
A
-
Gambar 6. Jamur Aspergillus sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
dengan perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor 3. Penicillium sp.
Hasil pengamatan makroskopis jamur RL3 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna abu-abu kemudian setelah 3 hari koloni berwarna
abu-abu dengan pinggir koloni berwarna putih tipis, koloni tebal, tekstur permukaan
koloni halus, pola pertumbuhan koloni konsentris. Diameter koloni pada 7 hari
setelah purifikasi (HSP) adalah 4,8 cm.
Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL3 menunjukkan konidia berbentuk
bulat, berlimpah, berantai dan hialin. Konidiofor hialin, tidak bersekat, tegak dan
memiliki fialid. Hal ini sesuai dengan Barnett (1960) yang menyatakan bahwa ciri-ciri
mikroskopis jamur Penicillium sp. yaitu konidiofor tunggal atau bercabang
menyerupai sikat. Konidia berantai dan terbentuk dari fialid, berwarna hialin atau
cerah, bersel 1 dan bentuknya bulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan
mikroskopis jamur RL3 adalah Penicillium sp.1.
Gambar 7. Jamur Penicillium sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis dengan perbesaran 100x (1) Konidia (2) Fialid (3) Konidiofor
A B
12
A B
2
1
3
-
4. Trichoderma sp.
Hasil pengamatan makroskopis jamur RL4 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna hijau gelap kemudian setelah 4 hari koloni berwarna
hijau cerah, koloni tebal, tekstur permukaan koloni agak kasar, pola pertumbuhan
koloni menyebar tidak beraturan dengan tingkat kerapatan rapat, waktu untuk
memenuhi cawan petri 5x24 jam.
Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL4 menunjukkan hifa hialin,
berdinding halus dan bersekat. Konidia berwarna kehijauan, berbentuk bulat dan
bergerombol. Konidiofor bercabang dan berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan
Barnett dan Hunter (1998) yang menyatakan bahwa ciri-ciri jamur Trichoderma sp.
yaitu konidiofor berwarna hialin, berbentuk tegak dan bercabang, konidia berwarna
hijau, terdiri dari satu sel dan berbentuk oval. Berdasarkan deskripsi makroskopis
dan mikroskopis jamur RL4 adalah Trichoderma sp.
Gambar 8. Jamur Trichoderma sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis pada
perbesaran 40x (1) Konidia (2) Konidiofor (3) Hifa
5. Humicola sp.
Hasil pengamatan makroskopis jamur RL5 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna putih tipis kemudian menebal setelah 3 hari dan
berwarna putih kekuningan, koloni tipis, tekstur permukaan koloni halus, pola
pertumbuhan koloni konsentris. Diameter koloni pada 7 hari setelah purifikasi (HSP)
adalah 9 cm. waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri adalah 6x24 jam.
Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL5 menunjukkan konidia berbentuk
bulat, dan hialin. Konidiofor berwarna hialin, bersekat dan tegak. Konidia berwarna
hialin dan berbentuk bulat. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang
menyatakan bahwa ciri-ciri jamur Humicola sp. yaitu konidiofor berwarna hialin,
B
2
1
3
A
-
tegak, sederhana, pendek, membesar dan memiliki aleurio. Konidia berwarna
cokelat pudar dan bulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur
RL5 adalah Humicola sp.
Gambar 9. Jamur Humicola sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis pada
perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konifiofor.
6. Aspergillus sp. 2
Hasil pengamatan makroskopis jamur RL6 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 3 hari koloni berwarna puith
dengan permukaan koloni berwarna abu-abu, koloni tipis, tekstur permukaan koloni
halus, pola pertumbuhan koloni konsentris. Diameter koloni pada 7 hari setelah
purifikasi (HSP) adalah 9 cm. waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri
adalah 5x24 jam.
Hasil pengamatan mikroskopis jamur RL6 menunjukkan konidia berwarna
hitam, berbentuk bulat dan bergerombol. Konidiofor berwarna agak kekuningan,
tidak bersekat, tegak, tidak bercabang dan memiliki metula. Hal ini sesuai dengan
Gandjar et al. (1999) yang menyatakan bahwa ciri-ciri mikroskopis jamur Aspergillus
sp. yaitu konidiofor berwarna hialin hingga agak kuning, berdinding halus. Vesikula
berbentuk bulat hingga semibulat. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat.
Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur RL6 adalah Aspergillus
sp.2.
A
2
B
1
-
Gambar 10. Jamur Aspergillus sp 2 A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Fialid (3) Konidiofor
4.4.2 Identifikasi Jamur dari Lahan yang Diaplikasikan Fungisida
1. Aspergillus sp 1
Hasil pengamatan makroskopis jamur F1 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna hitam dan bintik-bintik yang menyebar, ketebalan
koloni tebal, tekstur agak kasar seperti beludru, pola pertumbuhan koloni
menyebar tidak beraturan, kerapatan koloni rapat dan waktu yang dibutuhkan
untuk untuk memenuhi cawan petri 5x24 jam.
Hasil pengamat mikroskopis jamur RL2 menunjukkan konidia berwarna
hitam, bentuk konidia bulat, konidiofor hialin, konidiofor tidak bersekat dan
berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang menyatakan
bahwa koloni pada kultur agar berwarana homogen hitam dan memiliki konidiofor
hialin atau berwarna cokelat pucat, tegak, sederhana dan berdinding tebal,
menggembung pada bagian pucuk,vesikel berbentuk bulat. Konidia berwarna
coklat, berwarna hitam pada masa spora, phialosporous, dan bentuk konidia
membulat. Berdasarkan deskripsi secara makroskopis dan mikroskopis jamur F1
adalah Aspergillus sp.1.
A
3
B
1
2
-
Gambar 11. Jamur Aspergillus sp 1 A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor
2. Trichoderma sp.
Hasil pengamatan makroskopis jamur F2 menunjukkan koloni berwarna
hijau, ketebalan koloni tebal, tekstur permukaan koloni agak kasar, pola
pertumbuhan koloni menyebar tidak beraturan dengan tingkat kerapatan rapat,
Waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri 6x24 jam.
Hasil pengamatan mikroskopis jamur F2 menunjukkan hifa hialin, berdinding
halus dan bersekat. Konidia berwarna kehijauan, berbentuk bulat dan
bergerombol di ujung. Konidiofor hialin, bercabang dan berbentuk tegak. Hal ini
sesuai dengan Barnett dan Hunter (1998) yang menyatakan bahwa ciri-ciri jamur
Trichoderma sp. yaitu konidiofor berwarna hialin, berbentuk tegak dan
bercabang, konidia berwarna hijau, terdiri dari satu sel dan berbentuk oval.
Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur F2 adalah
Trichoderma sp.
Gambar 12. Jamur Trichoderma sp A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor (3) Hifa
A
1
B
2
A
2
1
B
3
-
3. Rhizopus sp.
Hasil pengamatan makroskopis jamur F3 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 4 hari koloni berwarna
putih pada tepi dan dasar koloni sedangkan permukaan koloni berwarna putih
kekuningan, ketebalan koloni tipis, tekstur koloni halus, pola pertumbuhan koloni
menggunung, pola peserbaran menyebar ke seluruh cawan petri dengan tingkat
kerapatan rapat, diameter koloni pada umur 7 hari setelah purifikasi adlahh 7,5
cm dan waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri 7x24 jam.
Hasil pengamatan mikroskopis jamur F3 menunjukkan sporangia berwarna
hitam dan berbentuk bulat. Memiliki rhizoid berwarna kecokelatan. Sporangisofor
tidak bersekat, bercabang, panjang dan tegak. Menurut Gandjar et al. (1999) ciri-
ciri mikroskopis jamur Rhizopus sp yaitu sporangiosfor berwarna semi hialin
hingga kecokelatan, memiliki rhizoid berdinding halus atau agak kasar.
Sporangia berbentuk bulat, berwarna hitam kecokelatan saat matang kolumela
berbentuk bulat dan berwarna hitam kecokelatan. Berdasarkan deskripsi
makroskopis dan mikroskopis jamur F3 adalah Rhizopus sp.
Gambar 13. Jamur Rhizopus sp A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
pada perbesaran 40x (1) Sporangia (2) sporangiosfor (3) Rhizoid
4. Aspergillus sp. 2
Hasil pengamatan makroskopis jamur F4 menunjukkan koloni berwarna
hitam, ketebalan koloni tebal, tekstur agak kasar seperti beludru, pola
pertumbuhan koloni menyebar beraturan, kerapatan koloni rapat, diameter koloni
pada umur 7 hari setelah purifikasi adalah 9 cm dan waktu yang dibutuhkan
untuk memenuhi cawan petri 5x24 jam.
A
2
1
3B
-
Hasil pengamat mikroskopis jamur F4 menunjukkan konidia berwarna
cokelat, bentuk konidia bulat dan bergerombol. Konidiofor hialin, tidak bersekat
dan berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang menyatakan
bahwa koloni pada kultur agar berwarana homogen hitam dan memiliki
konidiofor hialin atau berwarna cokelat pucat, tegak, sederhana dan berdinding
tebal, menggembung pada bagian pucuk,vesikel berbentuk bulat. Konidia
berwarna coklat, berwarna hitam pada masa spora, phialosporous, dan bentuk
konidia membulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur F4
adalah jamur Aspergillus sp.2.
Gambar 14. Jamur Aspergillus sp 2 A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor
5. Aspergillus sp 3
Hasil pengamatan makroskopis jamur F5 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 4 hari koloni bagian
tengah berwarna kuning dengan tepi koloni berwarna putih dan bagian dasar
berwarna cokelat kekuningnan. Ketebalan koloni tebal, tekstur permukaan agak
halus, pola pertumbuhan koloni menyebar tidak beraturan, kerapatan koloni
rapat, diameter koloni pada 7 hari setlah putifikasi adalah 6 cm dan waktu yang
dibutuhkan untuk untuk memenuhi cawan petri 9x24 jam.
Hasil pengamat mikroskopis jamur F5 menunjukkan konidia berwarna
cokelat, bentuk konidia bulat dan bergerombol. Konidiofor hialin, konidiofor tidak
bersekat dan berbentuk tegak. Hal ini sesuai dengan Gandjar et al. (1999) yang
menyatakan bahwa konidiofor berwarna hialin hingga agak kuning dan
berdinding halus. Vesikel berbentuk bulat hingga semi bulat. Konidia berbentuk
A
2
1
B
-
bulat hingga semi bulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis
jamur F5 adalah Aspergillus sp.3.
Gambar 15. Jamur Aspergillus sp 3 A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor
6. Humicola sp.
Hasil pengamatan makroskopis jamur F6 menunjukkan koloni berwarna putih
tipis pada dasar, tepi, dan permukaan koloni kemudian menebal setelah 3 hari.
Ketebalan koloni tebal, tekstur permukaan koloni kasar, kerapatan koloni rapat.
Diameter koloni pada 7 hari setelah purifikasi (HSP) adalah 9 cm. waktu yang
dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri adalah 7x24 jam.
Hasil pengamatan mikroskopis jamur F6 menunjukkan hifa hialin dan tidak
bersekat. Konidia berbentuk bulat, dan berwarna hialin. Konidiofor berwarna
hialin dan tegak. Hal ini sesuai dengan Watanabe (2002) yang menyatakan
bahwa ciri-ciri jamur Humicola sp. yaitu konidiofor berwarna hialin, tegak,
sederhana, pendek, membesar dan memiliki aleurio. Konidia berwarna cokelat
pudar dan bulat. Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur F6
adalah Humicola sp.
A
2
1
B
-
Gambar 16. Jamur Humicola sp A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
pada perbesaran 100x (1) Konidia (2) Konidiofor (3) Hifa
7. Rhizoctonia sp.
Hasil pengamatan makroskopis jamur F7 menunjukkan pada awal
pertumbuhan koloni berwarna putih kemudian setelah 4 hari berwarna putih
keunguan, ketebalan koloni tebal, tekstur permukaan koloni kasar, pola
pertumbuhan koloni konsentris. Diameter koloni pada 7 hari setelah purifikasi
(HSP) adalah 5 cm. waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi cawan petri adalah
9x24 jam.
Hasil pengamatan mikroskopis jamur F7 menunjukkan hifa hialin, bercabang
dan bersekat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Semangun (1993) dalam
Sumartini (2012) yang menyatakan bahwa ciri mikroskopis jamur Rhizoctonia sp.
yaitu hifanya mempunyai percabangan yang hampir siku, pada titik
percabangannya terdapat lekukan, lebar hifa 6–10 µm, berwarna hialin, bersekat
dan mempunyai pori yang disebut dolipori (Alexopoulus et al. 1979).
Berdasarkan deskripsi makroskopis dan mikroskopis jamur F7 adalah
Rhizoctonia sp.
A
2
1
B
3
-
Gambar 17. Jamur Rhizoctonia sp. A. Makroskopis umur 7 HSP B. Mikroskopis
dengan perbesaran 100x (1) Hifa Bersekat
4.5 Keanekaragaman, Keseragaman, dan Dominasi
Pada hasil eksplorasi jamur tanah didapatkan data jamur tanah pada lahan
ramah lingkungan dan lahan konvensional. Berdasarkan hasil analisis indeks
keanekaragaman dan indeks dominasi kedua lahan menunjukkan hasil yang
berbeda sedangkan indeks keseragaman kedua lahan tersebut sama. Hasil
perhitungan indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi secara rinci
disajikan dalam tabel 7.
Tabel 7. Hasil Perhitungan Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi
Jamur Tanah
Indeks Lahan Kriteria
Ramah Lingkungan
Konvensional
Keanekaragaman (H’) 12,79 12,43 Tinggi Keseragaman (E) 0,22 0,22 Rendah Dominasi (c) 7,14 6,39 Tinggi
Keterangan: Nilai H’
-
indeks keanekaragaman Shannon-Wiener yang menyatakan jika H’ kurang dari 1
maka keanekaragaman termasuk rendah, H’ bernilai 1 sampai 3 maka
keanekaragaman termasuk sedang dan H’ bernilai lebih dari 3 maka
keanekaragaman termasuk kriteria tinggi. Lahan ramah lingkungan dan lahan
konvensional memiliki kriteria keanekaragaman tinggi namun apabila dilihat dari
nilainya lahan ramah lingkungan lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional.
Diduga keanekaragaman jamur lahan ramah lingkungan tinggi karena kandungan C-
organik pada tanah tersebut lebih tinggi dibandingkan lahan ramah lingkungan.
Hariadi (2014) menyebutkan bahwa kandungan C-organik dan bahan organik
berkorelasi positif dan erat terhadap populasi jamur tanah.
Hasil perhitungan nilai indeks keseragaman (E) pada lahan ramah
lingkungan sebesar 0,22 dan nilai keseragaman pada lahan konvensional sebesar
0,22. Menurut Ludwig and Reynold (1988) jika indeks keseragaman kurang dari 0,50
maka keseragaman termasuk kecil, indeks keseragaman berkisar 0,50 sampai 0,75
maka keanekaragaman termasuk sedang dan indeks keseragaman berkisar 0,75
sampai 1 maka keseragaman termasuk tinggi. Pada lahan ramah lingkungan dan
lahan konvensional memiliki kriteria keseragaman rendah.
Nilai indeks dominasi (c) lahan ramah lingkungan sebesar 7,14 dan nilai
indeks dominasi lahan konvensional sebesar 6,39. Nilai indeks dominasi lahan
ramah lingkungan lebih tinggi dibiandingkan dengan lahan konvensional. Menurut
indeks dominasi Simpson jika indeks keseragaman kurang dari 0,50 maka termasuk
rendah dan tidak ada jenis yang mendominasi, jika indeks dominasi 0,50 sampai 1
maka termasuk tinggi dan ada 1 jenis yang mendominasi. Pada lahan ramah
lingkungan dan lahan konvensional indeks dominasi termasuk kriteria tinggi.
Hasil indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominasi tanah ramah
lingkungan lebih tinggi dibandingkan lahan konvensional. Hal ini disebabkan karena
kondisi tanah lahan ramah lingkungan jauh lebih baik dibandingkan tanah lahan
konvensional. Hasil analisis tanah menunjukkan kandungan C-Organik, pH, N, P dan
K tanah lahan ramah lingkungan lebih baik dibandingkan tanah lahan konvensional.
Pada kondisi tanah lahan ramah lingkungan pH tanah netral, kandungan C-organik
sedang, N total rendah, P sangat tinggi dan K sangat tinggi sehingga jamur dapat
-
tumbuh dengan baik di dalam tanah. Pelczar dan Chan (2008) menyatakan bahwa
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur tanah antara lain
pH, nutrisi, kelembapan, temperatur dan keberadaan akar tumbuhan tinggi.
4.7 Analisa Fungisida
Analisa fungisida dilakukan terhadap 3 isolat jamur dari lahan ramah
lingkungan dan 3 isolat jamur dari lahan konvensional yang diaplikasikan fungisida
berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil. Isolat jamur dari lahan ramah lingkungan
yaitu RL1 (Chepalosporium sp.), RL 3 (Penicillium sp.), RL4 (Trichoderma sp.) dan
isolat dari lahan fungisida yaitu F3 (Rhizopus sp.), F4 (Aspergillus sp 2), dan F6
(Humicola sp.) dengan konsentrasi fungisida berbahan aktif Mankozeb 0,05% dan
konsentrasi Klorotalonil 0,07%. Jamur diuji menggunakan metode Poisoning Food
(Metode Umpan Beracun).
Berdasarkan hasil analisis tingkat hambatan relatif (THR) dengan perlakuan
fungisida berbahan aktif Mankozeb dan Klorotalonil memiliki pengaruh yang nyata
terhadap pertumbuhan 6 isolat jamur. Hasil analisis tingkat hambatan relatif jamur
terhadap perlakuan fungisida Mankozeb dan Klorotalonil disajikan dalam tabel 8
dibawah ini.
-
Tabel 8. Hasil Perhitungan Tingkat Hambatan Relatif (THR)
Perlakuan Rerata Tingkat Hambatan Relatif
H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7
CC 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a CK 0,13ab 0,25ac 0,28ac 0,48cde 0,48cd 0,51cd
e 0,56def
CM 0,25bc 0,33cd 0,42cd 0,51de 0,46cd 0,63def 0,65efg
PC 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a
PK 0,34cd 0,58ef 0,64d 0,58defg 0,63de 0,76f 0,71fg
PM 0,31 bc
0,52def 0,71e 0,71efg 0,76e 0,74f 0,72fg
TC 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a 0,00a
TK 0,51d 0,75f 0,77e 0,77fg 0,79e 0,78f 0,81g
TM 0,52d 0,71f 0,71e 0,69efg 0,71e 0,67ef 0,66efg
RC 0,00a 0,00a 0,00a 0,00ab 0,00a 0,00a 0,00a
RK 0,13ab 0,19abc 0,37c 0,34cd 0,38bc 0,45bcd
0,41cd
RM 0,13ab 0,28cd 0,34c 0,43cd 0,29bc 0,33bc 0,36bc
AC 0,00a 0,00ab 0,00ab 0,00ab 0,00a 0,00a 0,00a
AK 0,12ab 0,41cde 0,18abc
0,53def 0,22b 0,26b 0,22b
AM 0,14ab 0,21abc 0,22abc
0,24ac 0,39bc 0,41bc 0,46cde
HC 0,00a 0,00ab 0,00ab 0,00ab 0,00a 0,00a 0,00a
HK 0,51d 0,76f 0,83e 0,84g 0,81e 0,79f 0,76fg
HM 0,42cd 0,76f 0,78e 0,78fg 0,74e 0,77f 0,57def
Keterangan: Angka yang diikuti notasi huruf pada hari dan kolom yang sama menunjukkan
hasil tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan taraf 5%; H1= Hari ke-1; H2=
hari ke-2; H3= hari ke-3; H4= hari ke-4; H5= Hari ke-5; H6= Hari ke-6; C=
Cephalosporium sp.; P= Penicillium sp.; T= Trichoderma sp.; R= Rhizopus sp.;
A=Aspergillus sp 2.; H= Humicola sp.; K= Klorotalonil; M= Mankozeb; C=
Kontrol.
Pada pengamatan hari ke-1 tingkat hambatan relatif (THR) perlakuan
fungisida Mankozeb yang tertinggi sebesar 0,52 pada Trichoderma sp. dan terendah
sebesar 0,13 pada Rhizopus sp. sedangkan pada perlakuan fungisida Klorotalonil
tertinggi sebesar 0,51 pada Trichoderma sp. dan Humicola sp. yang terendah
sebesar 0,12 pada Aspergillus sp.2 . Hari ke-2 tingkat hambatan relatif perlakuan
fungisida Mankozeb yang tertinggi sebesar 0,76 pada Humicola sp. dan terendah
sebesar 0,21 pada Aspergillus sp.2 sedangkan pada perlakuan fungisida Klorotalonil
-
tingkat hambatan relatif yang tertinggi sebesar 0,76 pada Humicola sp. dan
terendah sebesar 0,19 pada Rhizopus sp. Hari ke-3 tingkat hambatan relatif
perlakuan fungisida Mankozeb yang tertinggi sebesar 0,78 pada Humicola sp. dan
terendah sebesar 0,22 pada Aspergillus sp.2 sedangkan pada perlakuan fungisida
Klorotalonil tingkat hambatan relatif yang tertinggi sebesar 0,83 pada Humicola sp.
dan terendah sebesar 0,18 pada Aspergillus sp.2. Hari ke-4 tingkat hambatan relatif
perlakuan fungisida Mankozeb yang tertinggi sebesar 0,78 pada Humicola sp. dan
terendah sebesar 0,24 pada Aspergillus sp.2 sedangkan pada perlakuan fungisida
Klorotalo