eko semen

5
Ekosemen: Produksi Semen dari Sampah by Dedy Eka Priyanto on 04/02/08 at 11:34 pm | 17 Comments | | Jepang, sebuah negeri penuh inovasi. Mungkin sebutan itu sangat sesuai sebagaimana Jepang menangani masalah sampah di negaranya. Setelah berhasil membuat sebuah airport berkelas internasional di Kobe yang dibangun di atas lapisan sampah dan menerapkan pembuatan pupuk dari sampah di berbagai hotel di Jepang, kini Jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian dinamakan dengan ekosemen. Ekosemen Terminologi ekosemen dibentuk dari kata “ekologi” dan “semen”. Diawali penelitian di tahun 1992, para peneliti Jepang telah mempelajari kemungkinan memprosesan abu hasil pembakaran sampah dan endapan air kotor untuk dijadikan bahan pembuat semen. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yg sama dengan bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1993, proyek itu dibiayai oleh Kementrian Perdangan Internasional dan Industri Jepang. Tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang mengubah sampah menjadi semen resmi beroperasi di Chiba. Pabrik tersebut mampu memproduksi ekosemen sebanyak 110,000 ton/tahunnya. Sampah yang diubah menjadi abu yang kemudian diolah menjadi semen mencapai 62,000 ton/tahun sedangkan endapan air kotor dan residu abu industri yang diolah mencapai 28,000 ton/tahun. Penggunaan Abu Insinerasi untuk semen Penduduk Jepang membuang sampah, baik organik maupun anorganik, dengan jumlah sekitar 50 juta ton/tahun. Dari 50 ton/tahun tersebut, sampah yang dibakar (proses incineration) menjadi abu (incineration ash) ialah sekitar 37 ton/tahun. Sedangkan abu yang dihasilkan mencapai 6 ton per tahunnya. Abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan pembuat ekosemen. Abu dan endapan air kotor mengandung senyawa- senyawa yang diperlukan dalam pembentukan semen konvensional, yaitu senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO 2 , Al 2 O 3 , dan Fe 2 O 3 . Karena itu, abu insinerasi dapat difungsikan sebagai pengganti tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen konvensional [1] . Tabel 1. Komposisi senyawa pada abu insinerasi dan semen konvensional (ppm) CaO SiO 2 Al 2 O 3 Fe 2 O 3 SO 3 Cl Semen konvension al 62- 65 20- 25 3-5 3-4 2-3 50- 100 Abu insenerasi 12- 31 23- 46 13- 29 4-7 1-4 15000 0 Kebutuhan kandungan CaO yang masih belum terpenuhi pada abu insinerasi dapat dicukupi dengan penambahan batu kapur. Dalam pembuatan ekosemen, klorin dan logam

Upload: mohammad-fahrur-rozi

Post on 26-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Eko Semen

Ekosemen: Produksi Semen dari Sampahby Dedy Eka Priyanto on 04/02/08 at 11:34 pm | 17 Comments | |

Jepang, sebuah negeri penuh inovasi. Mungkin sebutan itu sangat sesuai sebagaimana

Jepang menangani masalah sampah di negaranya. Setelah berhasil membuat

sebuah airport berkelas internasional di Kobe yang dibangun di atas lapisan sampah dan

menerapkan pembuatan pupuk dari sampah di berbagai hotel di Jepang, kini Jepang telah

berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian dinamakan dengan ekosemen.

EkosemenTerminologi ekosemen dibentuk dari kata “ekologi” dan “semen”. Diawali penelitian di tahun

1992, para peneliti Jepang telah mempelajari kemungkinan memprosesan abu hasil pembakaran

sampah dan endapan air kotor untuk dijadikan bahan pembuat semen. Dari hasil penelitian

tersebut diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yg sama dengan

bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 1993, proyek itu dibiayai oleh Kementrian

Perdangan Internasional dan Industri Jepang. Tahun 2001, pabrik pertama di dunia yang

mengubah sampah menjadi semen resmi beroperasi di Chiba. Pabrik tersebut mampu

memproduksi ekosemen sebanyak 110,000 ton/tahunnya. Sampah yang diubah menjadi abu yang

kemudian diolah menjadi semen mencapai 62,000 ton/tahun sedangkan endapan air kotor dan

residu abu industri yang diolah mencapai 28,000 ton/tahun.

Penggunaan Abu Insinerasi untuk semenPenduduk Jepang membuang sampah, baik organik maupun anorganik, dengan jumlah sekitar 50

juta ton/tahun. Dari 50 ton/tahun tersebut, sampah yang dibakar (proses incineration) menjadi

abu (incineration ash) ialah sekitar 37 ton/tahun. Sedangkan abu yang dihasilkan mencapai 6 ton

per tahunnya. Abu inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan pembuat ekosemen. Abu dan

endapan air kotor mengandung senyawa-senyawa yang diperlukan dalam pembentukan semen

konvensional, yaitu senyawa-senyawa oksida seperti CaO, SiO2, Al2O3, dan Fe2O3. Karena itu, abu

insinerasi dapat difungsikan sebagai pengganti tanah liat yang digunakan pada pembuatan semen

konvensional [1].Tabel 1. Komposisi senyawa pada abu insinerasi dan semen konvensional (ppm)

CaO SiO2 Al2O3 Fe2O3 SO3 Cl

Semen konvensional

62-65 20-25 3-5 3-4 2-3 50-100

Abu insenerasi 12-31 23-46 13-29 4-7 1-4 150000

Kebutuhan kandungan CaO yang masih belum terpenuhi pada abu insinerasi dapat dicukupi

dengan penambahan batu kapur. Dalam pembuatan ekosemen, klorin dan logam berat yang

terkandung pada abu insinerasi diekstrak menjadi artificial ore (Cu, Pb, dan lainnya) yang

kemudian di-recyle untuk digunakan kembali.

Proses Pembuatan EkosemenSecara umum, produksi semen konvensional (Portland) meliputi pengeringan, penghancuran, dan

pencampuran batu kapur, tanah liat, quartzite, serta bahan baku lainnya dan kemudian dibakar

pada rotary klin. Prinsip produksi ekosemen pada dasarnya sama dengan prinsip pembuatan

Page 2: Eko Semen

semen konvensional. Adapun perbedaannya terletak pada proses pembakaran dan pengolahan

limbah.

1. Persiapan

Bahan baku (abu insenerasi, endapan air kotor rumah tangga, dan residu abu industri) diproses

terlebih dahulu melalui pengeringan, penghancuran, dan pemisahan logam yang masih

terkandung pada bahan baku.

2. Penghancuran

Setelah dikeringkan, bahan baku tersebut kemudian dihancurkan pada raw grinder atau drying

mill bersamaan dengan batu kapur.

3. Pencampuran

Setelah dikeringkan dan dihancurkan, umpan dimasukkan ke dalam homogenizing

tankbersamaan dengan fly ash (abu yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga batu bara)

danblast furnace slag (limbah yang dihasilkan industri besi). Penempatan dua homoginezing

tank yang diilustrasikan dalam diagram dimaksudkan untuk mencampuran semua secara merata

sehingga dapat menghasilkan komposisi yang diinginkan.

4. Pembakaran

Berbeda dengan produksi semen konvensional dimana bahan baku dibakar pada suhu 900oC,

pada proses pembuatan ekosemen, bahan baku dimasukkan ke dalam rotary klin dan dibakar

pada suhu diatas 1350oC. Dalam rotary kiln, dioksin dan senyawa berbahaya lainnya yang

terkandung pada abu insenerasi akan terurai menjadi air dan gas klor sehingga aman bagi

lingkungan. Gas yang keluar dari rotary klin kemudian didinginkan secara cepat hingga suhu

200oC untuk mencegah kembali terbentuknya dioksin. Pada proses ini, logam berat yang masih

terkandung dipisahkan dan dikumpulkan ke dalam bag filter sebagai debu yang masih

mengandung klor. Debu ini kemudian dialirkan ke heavy metal recovery process. Klor yang masih

tersisa akan dihilangkan dan menghasilkan sebuah articial ore seperti tembaga dan timbal yang

kemurniannya mencapai 35% atau lebih. Proses pembakaran akan

menghasilkan clinker (intermediate stage pada industri semen) yang kemudian dikirim ke clinker

tank.

5. Penghancuran Produk

Campuran gypsum dan clinker dihancurkan dalam finish mill dan kemudian akan dihasilkan

ekosemen.

Page 3: Eko Semen

Fig 1. Flowchart pembuatan ekosemen [3]

KendalaSalah satu kendala utama pengembangan ekosemen adalah proses produksinya yang relatif

mahal apabila dibandingkan dengan produksi semen konvensional. Hal ini disebabkan oleh proses

pemisahan klor pada produksi ekosemen yang memakan banyak biaya. Keberadaan klor sendiri

diakibatkan karena adanya plastik vinil yang ikut tercampur pada sampah organik. Pada

pembuatan abu insenarasi, plastik vinil akan ikut terurai menjadi klor. Klor akan menurunkan

Page 4: Eko Semen

kekuatan konkrit ekosemen apabila tidak dipisahkan. Hal tersebut membuat pemisahan plastik

dari sampah organik secara seksama menjadi kunci utama pada produksi ekosemen.

Kualitas EkosemenHingga saat ini, terdapat dua macam tipe ekosemen (berdasarkan penambahan alkali dan

kandungan klor) yaitu tipe biasa dan tipe rapid hardening. Ekosemen tipe biasa mempunyai

kualitas sama baiknya dengan semen Portland biasa. Tipe ekosemen ini digunakan sebagai ready

mixed concrete sedangkan ekosemen tipe fast hardening memiliki kekuatan konkrit serta

pengerasan yang lebih cepat dibanding semen Portland tipe high-early strength (lihat Fig 2).

Ekosemen tipe fast hardening digunakan pada blok arsitektur, bahan genteng, pemecah ombak,

dan lain sebagainya. Ekosemen tipe fast hardening telah melewati standardisasi JIS (Japanese

Industrial Standard).Fig 2. Perbandingan kekuatan ekosemen dibandikan dengan semen Portland [2]

Manfaat EkosemenPengolahan sampah menjadi semen akan menambah metode alternatif pengolahan sampah yang

lebih bernilai ekonomis dan biaya pengolahan sampah akan menjadi lebih murah. Sebagai

contohnya, di Jepang, biaya pengolahan sampah konvensional sebelum keberadaan teknologi

ekosemen ialah sebesar 40,000 yen/ton dan sekarang turun menjadi 39,000 yen/ton.

Selain itu, teknologi ekosemen sangat ramah lingkungan. Pada proses produksi ekosemen,

sebagian CaO yang dibutuhkan dapat diperoleh dari abu insenerasi sehingga mengurangi

penggunaan batu kapur (CaCO2) yang selama ini merupakan sumber emisi gas CO2 pada industri

semen. Atas keberhasilan dalam mengurangi emisi CO2 ini, teknologi ekosemen mendapat

penghargaan dari menteri lingkungan Jepang atas peranannya dalam mencegah pemanasan

global.

Peluang di IndonesiaIndonesia merupakan sebuah negara yang belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari

penolakan warga masyarakat sekitar TPA akibat kepulan asap dan bau yang ditimbulkan oleh

pengolahan sampah dengan PLTSa hingga kejadian yang tidak pernah dilupakan Tragedi

Leuwigajah yang merenggut 24 nyawa tak bersalah.

Sudah banyak upaya yang dilakukan untuk mencari solusi penyelesaian masalah sampah

Indonesia termasuk dengan cara mengubah sampah tersebut menjadi sumber energi (methane).

Page 5: Eko Semen

Namun, akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, perkembangan proses konversi tersebut

dapat dikatakan masih jalan di tempat. Dengan berhasilnya Jepang dalam mengolah sampah

menjadi semen, muncul peluang yang besar untuk melakukan hal yang sama di Indonesia. Untuk

masalah bahan baku, di Jakarta, sampah domestik yang dihasilkan mencapai lebih dari 6000

ton/hari. Dari segi proses, dapat dikatakan bahwa prinsip pembuatan ekosemen hampir sama

dengan pembuatan semen biasa. Apabila Pemerintah dan pihak industri dapat bekerja sama

dengan baik, masalah sampah akan teratasi dan pihak industri meningkatkan keuntungan dengan

adanya pengurangan penggunaan limestone sebesar 26%.

Satu faktor utama yang menentukan keberhasilan proses pengolahan sampah ialah regulasi

pemerintah, khususnya pemerintah kota/daerah, dalam mengelola sampah dengan baik. Salah

satu cara yang dapat ditempuh ialah melalui penggalakkan kampanye pemisahan sampah antara

sampah organik, sampah anorganik, sampah botol, dan sampah kaleng serta kemudian

menjadikannya sebagai kebiasaan warga Indonesia secara luas. Dimulai dari hal sederhana

tersebut, peluang pemanfaatan sampah menjadi semen atau produk yang lain dapat dilakukan

pihak industri dengan lebih ekonomis.

Referensi:[1] T. Shimoda, S. Yokoyama, Ecocement—a new Portland cement to solve municipal and

industrial waste problems, Proc. of International Congress on Creating with Concrete, Dundee,

1999, pp. 17– 30[2] Taiheiyo Cement[3] Ichiharaeco