efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di slbn...

39
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PROPOSAL SKRIPSI NAMA : ANDI KURNIADI NIM : 1601411021 JURUSAN : PG-PAUD I. JUDUL EFEKTIVITAS TERAPI BERMAIN BOLA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK TUNAGRAHITA DI TKLB C SLBN SEMARANG II.LATAR BELAKANG Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi dibawah intelegensi normal dengan skor IQ sama atau lebih rendah dari 70 (Kemis dan Rosnawati, 2013: 1). Menurut The American Association On Mental Deficiency (AAMD), seseorang dikategorikan tunagrahita apabila kecerdasan secara umum dibawah rata-rata dan mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembangannya.

Upload: andi-kurniadi

Post on 26-Dec-2015

166 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

proposal skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PROPOSAL SKRIPSI

NAMA : ANDI KURNIADI

NIM : 1601411021

JURUSAN : PG-PAUD

I. JUDUL

EFEKTIVITAS TERAPI BERMAIN BOLA UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN MOTORIK KASAR ANAK

TUNAGRAHITA DI TKLB C SLBN SEMARANG

II. LATAR BELAKANG

Anak tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki

intelegensi dibawah intelegensi normal dengan skor IQ sama atau lebih

rendah dari 70 (Kemis dan Rosnawati, 2013: 1). Menurut The American

Association On Mental Deficiency (AAMD), seseorang dikategorikan

tunagrahita apabila kecerdasan secara umum dibawah rata-rata dan

mengalami kesulitan penyesuaian sosial dalam setiap fase perkembangannya.

Salah satu permasalahan yang dihadapi anak tunagrahita adalah

keterlambatan perkembangan gerak fisik atau motorik. Rata-rata

perkembangan motorik anak tunagrahita hanya mencapai tingkat

perkembangan motorik dua sampai tiga tahun dibawah usia kronologisnya.

Asumsi tersebut didapat dari wawancara guru di TKLB C SLB Negeri

Semarang pada tanggal 14 November 2014. Menurut Delphie (dalam jurnal

penelitian Haryani dan Dewi), bahwa segi fisik yang kurang normal pada

tunagrahita ringan mengakibatkan permasalahan pada motorik kasar anak

yang meliputi gerak lokomotor, non lokomotor dan gerak manipulatif.

Page 2: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

Hal ini teridentifikasi dari hasil analisa pengamatan pada pra-penelitian

pada tanggal 14-15 November 2014 di TKLB C SLBN Semarang dan tanggal

26 November 2014 di Terapi Talitakum Semarang yang menunjukkan bahwa

anak tunagrahita dengan usia kronoligis 6 tahun belum dapat melambungkan

bola dari belakang kepala dengan baik, mereka hanya mampu menangkap

bola yang itu merupakan tahapan perkembangan motorik kasar anak usia 4

tahun.

Idealnya usia dini merupakan masa keemasan bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Pada tahun-tahun ini, kemampuan motorik kasar anak

berkembang pesat. Secara umum pertumbuhan dan perkembangan anak

berjalan secara alamiah. Pertumbuhan motorik kasar diharapkan dapat

berkembang secara optimal karena secara langsung dan tindak langsung

mempengaruhi perilaku anak sehari-hari. Secara langsung pertumbuhan

motorik kasar anak menentukan kemampuan dalam bergerak. Sementara itu

secara tidak langsung, pertumbuhan dan perkembangan kemampuan motorik

kasar anak mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri dan orang

lain. Ini semua akan tercermin dari pola penyesuaian diri anak secara umum.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa kemampuan motorik kasar anak yang

didalamnya tercakup kemampuan gerak sangat diperlukan anak untuk

bermain (Sujiono, 2007: 1.5)

Efek penting dari peningkatan kemampuan motorik kasar, menurut

pendapat dari Yamin dan Sanan (dalam jurnal Zaenab, 2012) yang

mengatakan bahwa, kemampuan motorik kasar merupakan bagian dari

aktivitas yang mencakup keterampilan otot-otot besar, seperti merangkak,

berjalan, berlari, melompat atau berenang, serta melempar. Pada saat yang

sama usia lima tahun pertama dalam kehidupan anak, motorik kasar ini lebih

dominan berkembang. Motorik kasar anak berkembang sejalan dengan

perkembangan usia dan kematangan syaraf serta otot-otot anak. Akan tetapi,

bagaimana dengan anak-anak penyandang kelainan, seperti anak tunagrahita

terkait perkembangan motoriknya? Apakah tingkat perkembangan mereka

Page 3: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

sudah sesuai dengan usia kronologisnya, atau hanya mencapai tingkat

perkembangan dibawah usia kronologisnya?

Berdasarkan asumsi inilah yang kemudian mendorong peneliti untuk

mencari solusi alternatif dalam upaya meningkatkan kemampuan motorik

anak tunagrahita. Solusi alternatif tersebut dikemas peneliti dalam berupa

terapi, lebih khususnya terapi bermain. Terapi bermain sudah terbukti

keefektivitasannya untuk meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak

termasuk perkembangan motorik anak. Seperti hasil penelitian yang

dilakukan oleh Lisnawati, dkk.(2014), dengan judul “Analisis keberhasilan

terapi bermain terhadap perkembangan potensi kecerdasan anak retardasi

mental sedang usia 7-12 tahun”, menunjukkan bahwa terapi bermain mampu

meningkatkan keberhasilan pengembangan potensi kecerdasan anak retardasi

mental sedang. Keberhasilan tersebut berhubungan dengan frekuensi

diberikannya terapi bermain dan didukung oleh kondisi penyerta (faktor

internal dan eksternal) pada diri anak. Penelitian tersebut sejalan dengan teori

yang dikemukakan oleh Astati (1995), bahwa terapi bermain merupakan salah

satu upaya untuk membantu anak tunagrahita agar dapat berkembang baik

dari aspek fisik, intelektual, dan sosialnya secara optimal melalui bermain.

Bermain tidak terlepas dari penggunakan media, semakin berkembangnya

zaman, berbagai macam media ditawarkan sebagai alat untuk bermain. Salah

satu media yang akrab kita jumpai untuk bermain yaitu bola. Bola merupakan

media pembelajaran yang akan membantu berbagai aspek perkembangan

siswa, salah satunya adalah perkembangan motorik kasar siswa (Sudijono,

2007). Bola sangat relevan untuk terapi bermain, seperti hasil penelitian yang

dilakukan oleh Haryani dan Dewi dalam penelitian yang berjudul “efektivitas

penerapan terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik

kasar pada tunagrahita ringan kelas 1 SMPLB”, menunjukkan bahwa terapi

bermain bola mampu meningkatkan motorik kasar tunagrahita ringan kelas 1

SMPLB.

Berdasarkan ulasan diatas, maka peneliti ingin melakukan analisis

terhadap tingkat efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan

Page 4: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

kemampuan motorik kasar anak tunanetra dalam judul "Efektivitas Terapi

Bermain Bola untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar Anak

Tunagrahita di TKLB C SLBN Semarang”

III. RUMUSAN MASALAH

Untuk mempermudah proses penelitian selanjutnya, penulis merumuskan

masalah penelitian ke dalam rumusan pertanyaan sebagai berikut:

1. Apakah terapi bermain bola efektif untuk meningkatkan kemampuan

motorik kasar anak tunagrahita 5-7 tahun?

IV. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas terapi bermain bola

untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita usia 5-7

tahun.

V. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat yang berarti bagi perorangan

maupun intitusi sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dan sumbangsih

pada pendidikan anak berkebutuhan khusus terumata untuk anak

tunagrahita.

2. Manfaat praktis

a. Bagi peneliti

Bagi peneliti sendiri penelitian ini dapat memberikan pemahaman

tentang hasil perlakuan terapi bermain bola untuk meningkatkan

motorik kasar anak tungrahita. Selanjutnya menginspirasi peneliti

lebih lanjut tentang kajian anak tunagrahita.

b. Bagi anak

Page 5: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, anak mendapatkan kegiatan

tambahan berupa terapi bermain bola yang bertujuan menstimulus

perkembangan motorik anak.

c. Bagi guru

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, menambah wawasan guru

tentang manfaat terapi bermain bola dan pemahaman pentingnya

pengembangan motorik kasar anak tunagrahita.

VI. LANDASAN TEORI

VI.1. Terapi bermain bola

VI.1.1. Pengertian Terapi

Terapi berasal dari kata therapy atau therapeutics yang berarti

menyembuhkan atau pengobatan (Prof. Drs. S. Wojowasito-W.J.S.

Poerwadarminta,1991;232).

Terapi secara umum berkaitan erat dengan masalah kesehatan,

sehingga orang yang mengalami gangguan kesehatan mencari

alternatif penyembuhan dari penyakitnya dengan melakukan terapi.

Dalam kamus psikologi disebutkan bahwa terapi adalah therapy

atau  theurapeutics yang merupakan cabang ilmu kedokteran ysng

membahas perlakuan dengan maksud untuk mengobati atau

menghindarkan penyakit; istilah terapi digunakan juga dengan

pengertian yang serupa, walaupun titik berat diletakkan pada sarana-

sarana praktis yang digunakan, ketimbang basis ilmiahnya.

Dari pengertian tadi maka dapat dipastikan bahwa terapi dilakukan

ketika orang mengalami masalah dalam tubuhnya baik yang

dirasakan dari dalam maupun yang nampak dari luar atau tampilan.

Pada saat ini istilah terapi semakin banyak digunakan bukan hanya

dalam proses gangguan kesehatan secara fisik, tetapi juga dalam

usaha “mengobati” gangguan perilaku, atau masalah psikologis.

Kaitannya dengan anak Tunagrahita Ringan, terapi dibutuhkan

untuk memperbaiki hal-hal yang ditimbulkan akibat dari

Page 6: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

ketunagrahitaannya, sehingga mereka mengalami ketidaksesuaian

dalam beberapa aspek perkembangannya.

VI.1.2. Terapi Bermain (Teraphy play)

Bermain adalah aktivitas yang menyenangkan dan merupakan

kebutuhan yang sudah melekat dalam diri setiap anak. Hal ini seperti

yang diungkapkan oleh Suwarni   (2000: 41) bahwa “bermain

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperolah

kesenangan tanpa mempertimbangkan hasil akhir.”

Menurut Sudono (2000: 1) “bermain adalah suatu kegiatan yang

dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan

pengertian atau pemberian informasi, memberi kesenangan, maupun

mengembangkan imajinasi anak.

Bermain juga dapat digunakan sebagai terapi. Terapi merupakan

penerapan  sistematis dari sekumpulan prinsip belajar terhadap

kondisi atau tingkah laku yang dianggap menyimpang dengan tujuan

melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksud bisa berarti

menghilangkan, mengurangi, meningkatkan, atau memodifikasi suatu

kondisi tingkah laku tertentu.

Dari pengertian diatas, dapat disimpulakn bahwa terapi bermain

adalah usaha untuk mengubah tingkah laku yang bermasalah, dengan

melakukan kegiatan untuk memperoleh kesenangan dan

mengembangkan imajinasi anak. Terapi bermain merupakan salah

satu upaya untuk membantu anak tunagrahita agar dapat berkembang

baik dari aspek fisik, intelektual, dan sosialnya secara optimal melalui

bermain (Astati, 1995 : 120).

Dengan bermain, anak mendapatka masukan-masukan untuk

diproses bersama dengan pengetahuan apa yang dimilkinya, anak

dapat belajar berkomunikasi dengan sesama teman, baik dalam hal

mengemukakan isi pikiran dan perasaannya maupun untuk belajar

memahami apa yang diucapkan teman. Selain itu anak akan belajar

berbagi hak, menggunakan mainan secara bergilir, melakukan

Page 7: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

kegiatan bersama, mempertahankan hubungan yang sudah terbina,

mencari cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi, memahami

kaitan antara dirinya dengan lingkungan sosialnya, belajar bergaul

dan memahami aturan ataupun tata cara pergaulan.

VI.1.3. Bola

VI.1.3.1. Pengertian Bola

Sudijono (2007: 8.5), mengatakan bahwa, bola merupakan media

pembelajaran yang akan membantu berbagai aspek perkembangan

siswa, salah satunya adalah perkembangan motorik kasar siswa.

Melalui pemanfaatan media bola akan mendorong kebutuhan siswa

untuk secara aktif berinteraksi dan terlibat dengan lingkungan

fisiknya. Pada saat yang sama dengan menggunakan media bola

siswa berkesempatan untuk memperkaya gerakan-gerakan, misalnya

gerakan dengan sesori motor, tangan, kaki, kepala atau bagian tubuh

lain yang melibatkan otot besar siswa, sehingga memungkinkan

siswa secara penuh mampu mengembangkan kemampuan motorik

kasar.

VI.1.3.2.Manfaat bola

Macam-macam permainan kecil yang menggunakan bola,

diantaranya adalah lari bolak-balik sambil memindahkan bola,

melempar bola kedalam kranjang, lempar tangkap bola,

menggelindingkan bola. Permainan yang menggunakan bola,

menurut pendapat sujiono (2007: 10.18), tidak memerlukan

kemampuan tingkat tinggi, dan memungkinkan semua anak terlibat

kedalamnya, sehingga anak mampu merespon aktivitas dengan

gembira, dapat digunakan secara individu maupun kelompok, dapat

disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, dapat menyalurkan

energi dan aspirasi anak melalui aktivitas melempar, menangkap,

menggelindingkan dan melambungkan serta menendang bola.

Dapat disimpulkan bahwa “terapi bermain bola merupakan usaha

untuk mengubah tingkah laku atau dalam penilitian ini kemampuan

Page 8: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

motorik kasar anak tungrahita, yang dilakukan secara individual

dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan dengan menggunakan

media berupa bola”.

VI.2. Motori Kasar Anak Tunagrahita

VI.2.1. Motorik Kasar

Pada kenyatannya, para siswa penyandang kelainan memiliki

kebutuhan yang lebih besar akan bergerak. Seperti diakui oleh para

ahli, justru pendidikan jasmani dan olahraga harus merupakan

program utama dari program pendidikan luar biasa secara

keseluruhan, karena menjadi dasar dan fondasi bagi peningkatan

fungsi tubuh yang sangat diperlukan oleh anak-anak berkebutuhan

khusus (Rahyubi, 2014: 369).

Istilah motorik menyiratkan adanya gerak otot, yang seakan akan

tidak melibatkan aspek-aspek kognitif dan perseptual. Tetapi

kenyataannya adalah kemampuan-kemampuan yang dilakukan

biasanya merupakan sesuatu yang kompleks dan melibatkan

penditeksian terhadap rangsang, evaluasi, dan pengambilan respon

nyata yang berwujud gerakan (Sujiono, 2007:1.13)

VI.2.1.1.Klasifikasi aktivitas motorik

Sujiono (2007: 1.13),mengklasifikasikan aktivitas motorik anak

menjadi dua jenis, yaitu motorik halus dan motorik kasar. Berikut ini

secara lengkap diuraikan kajian jenis aktivitas motorik tersebut.

VI.2.1.1.1. Motorik halus (Fine)

Gerak motorik halus merupakan gerak yang hanya

melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan oleh

otot-otot kecil, seperti kemampuan menggunakan jari jemari

tangan dan gerakan pergelangan tangan yang tepat. Gerakan ini

tidak banyak memerlukan tenaga, namun hanya memerlukan

koordinasi mata dan tangan yang cermat.

Kata halus menyatakan suatu kualitas kepekaan atau suatu

yang rumit. Bagian-bagian tubuh tertentu bergerak dalam daerah

Page 9: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

yang terbatas untuk menghasilkan tanggapan/reaksi atau respon

yang tepat. Motorik halus ini sering berhubungan dengan

koordinasi tangan dan mata seperti meronce, mewarnai, melipat

dan menulis.

VI.2.1.1.2. Motorik kasar

Gerak motorik kasar terbentuk saat anak mulai memiliki

koordinasi dan keseimbangan hampir seperti orang dewasa.

Yakni kemampuan yang membutuhkan koordinasi sebagian

besar tubuh anak. Oleh karena itu, biasanya memerlukan tenaga

karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar.

Gerak motorik kasar dalam pengembangannya, motorik

kasar lebih dahulu daripada motorik halus. Hal ini dapat terlihat

saat anak sudah menggunakan otot-otot kakinya untuk berjalan

sebelum anak dapat menggunakan dan mengontrol tangan serta

jari-jarinya untuk menggunting dan meronce.

Gerak motorik kasar melibatkan aktivitas otot tangan, kaki

dan seluruh tubuh anak. Gerak ini mengandalkan kematangan

dalam koordinasi. Berbagai gerakan motorik kasar anak yang

dicapai tentu sangat berguna bagi kehidupannya kelak. Misalnya

anak dibiasakan untuk terampil berlari, maka anak akan senang

berolahraga (Sujiono, 2007: 1.13). pengembangan gerakan

motorik kasar juga memerlukan koordinasi kelompok otot-otot

anak yang tertentu yang membuat mereka dapat meloncat,

memanjat, berlari, menaiki sepeda roda tiga, serta berdiri dengan

satu kaki.

Mengingat pentingnya peningkatan motorik kasar bagi

anak, untuk itu pokok bahasan pada penilian ini ditekankan pada

kemampuan motorik kasar anak tunagrahita melalui terapi

bermain bola.

VI.2.2. Anak Tunagrahita

VI.2.2.1.Pengertian dan Definisi Anak Tunagrahita

Page 10: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

Di mana-mana didunia ini, disamping ada anak yang normal, ada

pula anak dibawah normal dan diatas normal. Beberapa anak lebih

cepat belajar daripada anak yang lain, di samping ada juga anak yang

belajar lebih lamban dari teman seusianya. Demikian pula

perkembangan sosial anak, ada yang cepat, ada pula yang lebih

lamban dari anak normal. Anak-anak dalam kelompok di bawah

normal dan/atau lebih lamban daripada anak normal, baik

perkembangan sosial maupun kecerdasannya disebut anak

terbelakang mental : istilah resminya di Indonesia  disebut anak

tunagahita (PP No. 72 Tahun 1991).

Anak tunagahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di

bawah rata-rata. Di samping itu mereka mengalami keterbelakangan

dalam menyusahkan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap

dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang

berbelit-belit. Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil

bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk

selam-lamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir

segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti : mengarang,

menyimpulkan isi bacaan, menggunakan simbol-simbol, berhitung,

dan dalam semua pelajaran yang bersifat teroris. Dan juga mereka

kurang/terlambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Tunagrahita ialah istilah yang digunakan untuk menyebut anak

yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata

(Somantri, 2006:103). Istilah lain untuk siswa (anak) tunagrahita

dengan sebutan anak dengan hendaya perkembangan. Diambil dari

kata Children with developmental impairment. Kata impairment

diartika sebagai hendaya atau penurunan kemampuan atau

berkurangnya kemampauan dalam segi kekuatan, nilai, kualitas, dan

kuantitas (American Heritage Dictionary,1982: 644;

Maslim.R.,2000:119 dalam Delphie:2006:113).

Page 11: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

Penyandang tunagrahita (cacat ganda) adalah seorang yang

mempunyai kelainan mental, atau tingkah laku akibat kecerdasan

yang terganggu, adakalanya cacat mental dibarengi dengan cacat

fisik sehingga disebut cacat ganda Misalnya, cacat intelegensi yang

mereka alami disertai dengan keterbelakangan penglihatan (cacat

pada mata), ada juga yang disertai dengan gangguan pendengaran.

Adanya cacat lain yang dimiliki selain cacat intelegensi inilah yang

menciptakan istilah lain untuk anak tunagrahita yakni cacat ganda.

Penanganan pada setiap ABK memiliki cara tersendiri.Mulai dari

segi akademik, pribadi dan sosial mereka. Semuanya disesuaikan

dengan kondisi fisik dan mental mereka.

Anak tunagahita banyak macamnya, ada yang disertai dengan buta

warna, disertai dengan kerdil badan, disertai dengan berkepala

panjang, di sertai dengan bau badan tertentu, dan segalanya : tetapi

ada pula yang tidak disertai apa-apa. Mereka semua mempunyai

persamaan yaitu kurang cerdas dan terhambat dalam menyesuaikan

dir dengan lingkungan jika dibandingkan dengan teman sebayanya. 

Mereka mempunyai ciri-ciri khas dan tingkat tunagahitaan yang

berbeda-beda, ada yang ringan, sedang, berat, dan sangat berat.

Seorang dikatakan normal (rata-rata) jika MA-nya sama hampir

dengan CA-nya. Sedangkan apabila MA seorang jelas-jelas di atas

CA-nya maka anak tersebut tergolong anak cerdas (di atas normal).

Sebaliknya  bila MA-nmnya jelas-jelas di bawah CA-nya maka ia

tergolong kecerdasannya terbelakang , dan jika disertai terbelakang

dalam adaptasi perilaku dengan lingkungan maka ia disebut anak

tunagahita sehubungan dengan keterbelakangan kecerdasan ini R.P

mendey dan jhon wiles (1929 : 40).

Sebagai catatan bahwa seseorang yang MA-nya jelas-jelas di

bawah normal (IQ-nya 70 ke bawah) baru dikategorikan tunagahita

jika adaptasi tingkah lakunya pada lingkungan juga dibawah  usianya

(CA-nya). Abraham levinson (Achmad, 1970: 62-53)

Page 12: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

menggambarkan tentang perkembangan anak-anak yang tergolong

normal yang dapat digunakan sebagai bahan rujukan/perbandingan

dalam menentukan apakah seseorang anak mengalami hambatan

adaptasi perilaku atau tidak. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel. I

Jika anak pada usia tertentu belum mampu melakukan perbuatan

(sesuai dengan tingkah CA-nya) sebagaimana di gambarkan pada

tabel I, maka  anak tersebut mengalami hambatan dalam adaptasi

perilaku terhadap lingkungannya. Dengan kata lain, anak tersebut

dikategorikan tunagahita jika IQ-nya juga di bawah 70.

Terdapat perbedaan antara tunagahita dengan skait mental, sakit

jiwa, atau sakit ingatan. Dalam bahasa inggris sakit mental disebut

mental illness yaitu merupakan kegagalan dalam membina

kepribadian dan tingkah laku. Sedangkan tunagahita dalam bahas

inggris di sebut mentally retarded  merupakan kurang berkembang

serta kemampuan adaptasi perilakunya terlambat. Hal ini yang

membedakan tunagahita dengan sakit jiwa adalah : tunagahita

bermula dan berkembang pada masa perkembangan, yaitu sejak anak

lahir sampai kira-kira usia 18 tahun. Sedangkan sakit jiwa dapat

menyerang setiap saaat, kapan saja. Namun sekalipun sakit jiwa dan

tunagahita berbeda, tidak mustahil anak tunagahita menderita sakit

jiwa.

VI.2.2.2.Klasifikasi dan Prevalensi

Pengklasifikasian anak tunagrahita yang sudah lama dikenal ialah

Debil untuk yang ringan, Imbesil untuk yang sedang, dan Idiot untuk

berat dan sangat berat. Penglompokkan tunagrahita yang digunakan

oleh kalangan pendidik di amerika (American Education) ialah

Educable Mentali Retarded, Trainable Mentally Retarded, dan

Totally/Custodial Dependent yang diterjemahkan dalam bahasa

Indonesia : Mampu didik, Mampu latih, dan Mampu rawat.

Pengelompokan tunagrahita berdasarkan IQ menurut WHO (Vivian

Navaratman, 1987:403) yaitu : tunagrahita ringan dengan IQ 50—

Page 13: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

70, tunagrahita sedang dengan IQ 30—50, dan tunagrahita yang

berat/sangat berat dengan IQ kurang dari 30.

a. Menurut  AAMD dan PP No. 72 Tahun

1. Tunagrahita ringan

Mereka yang termasuk dalam kelompok mi meskipun

kecerdasannya dan adaptasi sosialnya terhambat, namun

mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam

bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial, dan

kemampuan bekerja. Dalam mata pelajaran akademik

mereka pada umumnya mampu mengikuti mata-mata

pelajaran tingkat sekolah lanjutan, baik SLTPLB dan SMLB,

maupun di sekolah biasa dengan program khusus sesuai

dengan berat ringannya ketunagrahitaan yang disandangnya.

Program yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan

kebutuhan khusus mereka. IQ anak tunagrahita ringan

berkisar 50-70. Dalam penyesuaian sosial mereka dapat

bergaul, dapat menyesuaikan din dalam Iingkungan sosial

tidak saja pada lingkungan yang terbatas tetapi juga pada

lingkungan yang lebih luas, bahkan kebanyakan dan mereka

dapat mandiri dalam masyarakat.

Dalam kemampuan bekerja, mereka dapat melakukan

pekerjaan yang semi skill dan pekerjaan sosial sederhana,

bahkan sebagian besar dan mereka mandiri seluruhnya

dalam melakukan pekerjaan sebagai orang dewasa. Anak

tunagrahita ringan seringkali tidak dapat diidentifikasi

serupai ini mencapai usia sekolah. Biasanya mereka

diketahui setelah mengikuti pelajaran di sekolah biasa

selama satu atau dun tahun karena kesukaran mereka dalam

mengikuti pelajaran dan penyesuaian diri dengan teman-

temannya.

Page 14: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

Prevalensi anak tunagrahita ringan kira-kira 75 % dari

jumlah seluruh anak tunagrahita.

b. Klasifikasi menurut tingkatan IQ

TERM IQ RANGE FOR LEVEL

Mild Mental Retardition

Moderate Mental Retardition

Sevare Mental Retardition

Unspecified

50-55 Aporox, 70

35-40 to 50-55

20-25 to 35-40

Bellow 20 or 25

Tidak begitu berbeda dengan klasifikasi di atas, Hebert (1977)

yang menggunakan skala sistem penilaian WISC (paye &

patton, 1981 : 49)

- Mild (ringan)                                      :    IQ 55-70

- Moderate (sedang)                               :    IQ 40-55

- Severe-Fropound (berat-sangat berat)    :     Di bawah 40

c. Klasifikasi menurut tipe klinis

1. Dwon syndrom dahulu disebut mongoloid

Anak tunagrahita jenis ini disebut demikian karena seo1ah-

oIahTgnyerupai orang Mongol dengan ciri-ciri : mata sipit

dan miring : lidah tebal dan berbelah-belah serta biasanya

suka rnenu1ur keluar : telinga kecil : tangan kering : makin

dewasa kulitnya makin kasar ; kebanyakan mempunyai

susunan gigi geligi yang kurang baik sehingga berpengaruh

pada pencernaan ; dan lingkar tengkoraknya biasanya kecil.

kebanyakan mempunyai susunan gigi geligi yang kurang

baik sehingga berpengaruh pada pencernaan ; dan lingkar

tengkoraknya biasanya kecil.

2. Kretin

Dalam bahasa Indonesia disebut kate atau cebol. Ciri-

cirinya: badan gemuk dan pendek; kaki dan tangan pendek

dan bengkok; badan dingin kulit kering, tebal dan keriput;

rambut kering; lidah dan bibir tebal; kelopak mata, telapak

Page 15: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

tangan dan kaki, dan kuduk tebal; pertumbuhan gigi

terlainbat; serta hidung lebar. Penyebabnya karena ada

gangguan Hyphotyroid. Ketunagrahitaan yang disertai

kelainan mi dapat dicegah atau diatasi dengan yodium yang

terdapat dalarn makanan atau minuman, yang dewasa mi

masyarakat mengenalnya dengan istilah garam.

3. Hydrocephal

Anak mi memiliki ciri-ciri: kepala besar; raut muka kecil;

tengkoraknya ada yang membesar ada yang tidak;

pandangan dan pendengaran tidak sempurna ; mata kadang-

kadang juling. Kondisi ini terjadi disebabkan oleh karena

dua hal, yaitu cairan otak yang berlebihan atau kurang, dan

sistem penyerapannya tidak seimbang dengan cairan yang

dihasilkan. Jika hal tersebut terjadi sebelum lahir, maka si

bayi jarang lahir dalam keadaan hidup.

VI.2.2.3.Karakteristik Anak Tunagrahita

Karakteristik anak tunagrahita menurut Brown (1991) Wolery &

Haring, 1994 pada Exceptional Children, fifth edition, p.485-486,

1996 menyatakan:

1. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai

kesulitan dalam mempelajari pengetahuan abstrak atau yang

berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa

latihan yang terus menerus.

2. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang

baru.

3. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tunagrahita

berat.

4. Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak denga

tunagrahita berat mempunyai ketebatasan dalam gerak fisik, ada

yang tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa

bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang

Page 16: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu dan menegakkan

kepala.

5. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari

anak tunagrahita berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri,

seperti: berpakaian, makan, dan mengurus kebersihan diri.

Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari

kemampuan dasar.

6. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahta

ringan dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak

yang mempunyai tunagrahita berat tidak meakukan hal tersebut.

Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak tunagrahita

dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.

7. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak

tunagrahita berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas.

Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya: memutar-mutar jari di

depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan

diri sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-

beturkan kepala, dll.

VI.3. Kerangka berfikir

Kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel

yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Berdasarkan

teori-teori yang telah dideskripsikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara

kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan

antar variabel yang diteliti. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut

selanjutnya digunakaan untuk merumuskan hipotesis (Sugiyono, 2011:

95). Jadi kerangka berfikir memaparkan dimensi-dimensi kajian utama,

faktor-faktor kunci, variabel-variabel dan sintesa hubungan antar dimensi

yang disusun dalam bentuk narasi atau grafis.

Terapi bermain adalah usaha untuk mengubah tingkah laku yang

bermasalah, dengan melakukan kegiatan untuk memperoleh kesenangan

dan mengembangkan imajinasi anak. Terapi bermain merupakan salah

Page 17: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

satu upaya untuk membantu anak tunagrahita agar dapat berkembang baik

dari aspek fisik, intelektual, dan sosialnya secara optimal melalui bermain

(Astati, 1995: 120). Bola merupakan media pembelajaran yang akan

membantu berbagai aspek perkembangan anak, salah satunya adalah

perkembangan motorik kasar anak (Sudijono, 2007: 8.5). Terapi bermain

bola merupakan usaha untuk mengubah tingkah laku atau dalam penilitian

ini kemampuan motorik kasar anak tungrahita, yang dilakukan secara

individual dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan dengan

menggunakan media berupa bola.

Anak tunagrahita merupakan anak yang mempunyai kemampuan

intelektual di bawah rata-rata (Somantri, 2006:103). Keterbatasan

intelektualnya mempengaruhi semua aspek perkembangan anak tersebut,

salah satunya perkembangan motorik kasar. Motorik kasar merupakan

gerak yang ditimbulkan akibat aktivitas koordinasi otot-otot besar seperti

gerak mengayunkan tangan dan menendang bola. Pada kenyataannya,

motorik kasar anak tunagrahita hanya mencapai tingkat perkembangan

motorik kasar anak dua tahun di bawah usia kronologisnya. Untuk itu

pentingnya terapi untuk pengembangan gerak fisik anak tunangrahita

yang salah satunya dapat menggunakan terapi bermain bola.

Terapi bermain bola dalam penilitian ini bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita mendekati

perkembangan motorik kasar sesuai usia kronologisnya. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan peniliti pada tanggal 14 november 2014 di

TKLB C SLBN semarang dan pada tanggal 26 November 2014 di Terapi

Talitakum, kemampuan motorik kasar anak tunagrahita hanya mencapai

tingkat perkembangan motorik kasar anak dua tahun di bawah usia

kronologisnya. Misal, anak tunahgrahita dengan usia kronologis 6 tahun

baru dapat menangkap bola besar yang itu merupakan tahap

perkembangan motorik kasar usia 4 tahun, seharusnya anak usia 6 tahun

sudah dapat melambungkan bola dari belakang kepala dengan baik.

Page 18: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

Penilitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

tingakat efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan

motorik kasar anak tunagrahita.

Dari berbagai uraian diatas, maka kerangka berfikir dalam penelitian

ini dapat digambarkan sebagai berikut:

VI.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam

bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2009: 96). Sedangkan menurut

Arikunto (2010: 110), hipotesis merupakan jawaban yang berdifat

sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data

yang terkumpul.

Berdasarkan landasan teori diatas, maka dapat dibuat rumusan

hipotesis yaitu:

Anak Tunagrahita

Keterampilan Motorik Kasar

Terapi bermain bola

Ada peningkatan keterampilan motorik

kasar anak tunagrahita

Tidak ada Peningkatan

keterampilan motorik kasar tunagrahita

Page 19: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

1. H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan perlakuan terapi bermain

bola terhadap peningkatan kemampuan motorik kasar anak

tunagrahita.

2. H1: Ada pengaruh yang signifikan perlakuan terapi bermain bola

terhadap peningkatan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita.

VII.METODE PENELITIAN

VII.1. Jenis dan pendekatan penelitian

Metode adalah suatu cara atau teknik yang dilakukan dalam proses

penelitian. Sedangkan penelitian merupakan upaya dalam bidang ilmu

pengetahuan dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dalam prinsip-

prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk menjawab kebenaran.

Jadi metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data yang dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan

dengan mengajukan prosedur yang reliabel dan terpercaya.

Desain yang digunakan pada penelitian Pre-Experimental Design

yaitu one-group pre-test post-test. Pemilihan metode ini karena tidak

adanya variabel kontrol dan sampel tidak dipilih secara random

(Sugiyono, 2010: 110). Desain ini merupakan pengembangan dari desain

one-shoot case study (Studi Kasus Satu Tembakan) di mana dalam design

penelitian ini terdapat pre-test sebelum diberi perlakuan.

Kelompok Pre test Treatment Post test

Eksperimen O1 X O2

O1 merupakan hasil dari pre-test prestasi belajar siswa sebelum

diberikan perlakuan (treatment). X adalah perlakuan yang diberikan

dengan menggunakan terapi bermain bola. Sedangkan O2 adalah post-test

merupakan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita setelah diberikan

perlakuan (treatment). Penelitian ini menggunakan uji one sample t-test.

Uji ini bertujuan untuk menentukan apakah suatu nilai tertentu (yang

diberikan sebagai pembanding) berbeda secara nyata dengan rata- rata

(mean) sample.

Page 20: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

VII.2. Tempat dan Waktu penelitian

VII.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di TKLB C SLBN Semarang. Pemilihan

tempat berdasar karena di TKLB C SLBN Semarang belum semua

anak didik memperoleh terapi khusus terutama terapi fisik motorik,

hanya anak-anak dari status sosial tingkat menengah atas saja yang

sudah mendapat terapi.

VII.2.2. Waktu penelitian

Penelitian rencana akan dilakukan pada awal semester 2 tahun

ajara 2015/2016

VII.3. Populasi dan Sampel penelitian

VII.3.1. Polulasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kan kemudian ditarik

kesimpulannya (sugiyono, 2010:117). Populasi dalam penelitian ini

adalah SLBN Semarang.

VII.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010: 118). Sampel dalam

penelitian ini adalah kelas TKLB C di SLB negeri semarang.

VII.4. Variabel dan indikator penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari

orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Sugiyono, 2011: 61). Adapun variabel dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut:

VII.4.1. Variabel Bebas (Independen Variabel)

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi

atau menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen

Page 21: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

(terikat) (Sugiyono, 2011: 61). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah terapi bermain bola.

VII.4.2. Variabel terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2011: 61).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motorik kasar anak

tunagrahita

VII.5. Teknik pengumpulan data

Untuk memperoleh data, maka penulis menggunakan metode-metode

sebagai berikut:

VII.5.1. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan metode yang digunakan dengan

mencari data melalui peninggalan tertulis seperti arsip dan termasuk

juga buku-buku tentang pendapat, teori dan data yang berhubungan

dengan masalah penelitian. Dokumen yang dikumpulkan pada

penelitian ini berupa data-data yang berkaitan dengan penelitian

seperti identitas siswa, guru, sekolah, perangkat pembelajaran dan

lain-lain. Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti

memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan.

VII.5.2. Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang

pembelajaran, yang mempunyai ciri yang spesifik bila dibandingkan

dengan teknik yang lain. Teknik pengumpulan data dengan observasi

digunakan bila, peneliti berkenaan dengan perilaku manusia, proses

kerja, gejala-gejala alam dan bila yang diamati terlalu besar

(Sugiyono, 2012: 203). Observasi digunakan untuk memperoleh data

tentang proses terapi bermain bola.

VII.6. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur

fenomena alam maupun sosial yang diamati. Jumlah instrumen penelitian

tergantung pada jumlah variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk

Page 22: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

diteliti (Sugiyono, 2012: 148). Dalam penelitian dengan judul “Efektivitas

Terapi Bermain Bola untuk Meningkatkan Kemampuan Motorik Kasar

Anak Tunagrahita di TKLB C SLBN Semarang” ada dua instrumen yang

dikembangkan, yaitu: 1. Instrumen untuk mengukur efektivitas terapi

bermain bola; 2. Instrumen untuk mengukur peningkatan kemampuan

motorik kasar anak tunagrahita.

VII.7. Uji Keabsahan Data

Instrumen penelitian (non-tes) setelah disusun sebelum diujikan

harus diujicobakan. Uji coba dilakukan untuk memperoleh instrumen

penelitian yang baik. Untuk mengetahui apakah instrumen itu baik, harus

diketahui analisis validitas dan reliabilitasnya.

VII.7.1. Uji Validitas

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila instrumen yang

digunakan dapat mengukur apa yang didinginkan (Arikunto, 2010:

211).

VII.7.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto,

2010: 221)

VII.8. Teknik analisis data

Analisis data ini dilakukan dengan membandingkan nilai rata-rata

pre-test dan post-test kelas eksperimen terapi bermain bola yang telah

ditentukan. Analisis ini menggunakan uji satu sampel untuk rata-rata (one

sample t test). Dengan uji tersebut akan diketahui apakah ada pengaruh

antara nilai rata-rata pre-test dan post-test kelas eksperimen.

VII.8.1. Analisis Data Tahap Awal

Sebelum dilakukan uji one sample t test, terlebih dahulu diuji

normalitas untuk mengetahui apakah kelas eksperimen berdistribusi

normal atau tidak. Jika kelas tersebut berdistribusi normal, maka

statistik yang digunakan adalah statistik parameter. Sedangkan jika

Page 23: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

menggunakan statistik non-parameter, maka kelas tersebut tidak

harus berdistribusi normal. Metode untuk menganalisis data adalah

sebagai berikut:

VII.8.1.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengolah data nilai pre-test dalam

menentukan apakah kelas yang telah diuji berdistribusi normal atau

tidak. Rumus pengujian ini dikenal dengan Chi Kuadrat. Rumus

yang digunakan adalah (Sudjana, 2005:273):

VII.8.2. Analisis Data Tahap Akhir

Metode untuk menganalisis data nilai akhir setelah diberi perlakuan

adalah sebagai berikut:

VII.8.2.1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengolah data nilai post-test dalam

menentukan apakah kelas yang telah diuji berdistribusi normal atau

tidak. Untuk langkah-langkah pengujian normalitas data tahap akhir

sama dengan langkah- langkah uji normalitas pada analisis data

tahap awal

VII.8.2.2. Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui pengaruh

hasil pre-test sebelum diberikan perlakuan (treatment) dan hasil

post-test sesudah diberi perlakuan (treatment). Untuk mengetahui

perbedaan dua rata-rata ini menggunakan uji satu pihak (uji t) yaitu

uji pihak kiri. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

H0 : µ1 ≥ µ2

H1 : µ1 < µ2

Page 24: efektivitas terapi bermain bola untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak tunagrahita di SLBN semarang

Keterangan:

µ1 = rata-rata nilai post-test

µ2 = rata-rata nilai pre-test

Untuk menguji hipotesis di atas digunakan statistik uji t sebagai

berikut:

Dimana:

Dengan kriteria pengujiannya adalah terima H0 jika –ttabel ≤ thitung

dimana ttabel didapat dari daftar distribusi t dengan dk (n1 + n2 – 2)

dan tolak H0 untuk harga t yang lain (Sudjana, 2005: 245)