efektivitas program beasiswa dalam … · swasta dan lsm memiliki strategi pemberian beasiswa yang...
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS PROGRAM BEASISWA DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI MAHASISWA
MARDIYANTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Efektivitas Program
Beasiswa dalam Meningkatkan Prestasi Mahasiswa adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Mardiyanti
NIM I351090051
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait
RINGKASAN
MARDIYANTI. Efektivitas Program Beasiswa dalam Meningkatkan Prestasi
Mahasiswa. Dibimbing oleh NINUK PURNANINGSIH dan PRABOWO
TJITROPRANOTO
Beasiswa dalam sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia memiliki
peran yang strategis. Khususnya pada upaya pemenuhan hak pendidikan bagi
seluruh warga negara. Hingga kini beasiswa masih menjadi program unggulan
dalam upaya pemerataan pendidikan. Hal tersebut terlihat pada banyaknya
beasiswa bermunculan, baik yang berasal dari pemerintah, swasta, maupun
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Program beasiswa yang berasal dari
swasta dan LSM memiliki strategi pemberian beasiswa yang berbeda dengan
pemerintah. Program beasiswa dari swasta dan LSM tidak hanya memberikan
bantuan biaya, tetapi juga memberikan pembinaan.
Penelitian Utomo dan Sudji (2010) pada penerima beasiswa Program
Pengembangan Akademik di Universitas Negeri Yogyakarta menemukan bahwa
beasiswa yang diberikan tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa. Antoni
(2012) pada penelitian terhadap penerima Bidik Misi di Institut Pertanian Bogor
menemukan bahwa proporsi penyaluran Bidik Misi kepada mahasiswa yang
berprestasi (58.4%) hampir sama dengan proporsi penyaluran Bidik Misi kepada
mahasiswa yang tidak berprestasi (41.6%). Hasil penelitian Utomo dan Sudji
(2010) serta Antoni (2012) menggambarkan bahwa beasiswa dan bantuan
pendidikan tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa.
Tujuan penelitian ini adalah : (1) mendeskripsikan karakteristik individu
penerima beasiswa; (2) menganalisis efektivitas program beasiswa, (3) mengukur
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas program beasiswa. Penelitian
dilakukan pada mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos daerah Bogor dan
Jakarta sebagai responden. Pemilihan Beastudi Etos sebagai tempat penelitian
berdasar pada alasan bahwa Beastudi Etos telah sepuluh tahun memberikan
beasiswa dengan pembinaan dan pendampingan kepada mahasiswa penerima
beasiswa. Responden penelitian ini berjumlah 41 orang. Penelitian dilakukan pada
bulan November-Desember 2013.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik individu responden
adalah : (1) berusia antara 18 – 22 tahun; (2) mayoritas anak sulung; (3) berasal
dari sembilan provinsi di Indonesia; (4) berkuliah di Institut Pertanian Bogor dan
Universitas Indonesia; (5) berkuliah di 29 program studi dengan mayoritas
berkuliah pada program studi bidang ilmu sosial; (6) memiliki motivasi yang
tinggi untuk kuliah; (6) memiliki interaksi yang baik dengan lingkungan
akademik, lingkungan kemahasiswaan, dan lingkungan asrama.
Karakteristik keluarga responden adalah : (1) jumlah anggota keluarga rata-
rata enam orang; (2) tingkat pendidikan ayah rata-rata adalah SMA; (3) tingkat
pendidikan ibu rata-rata adalah SMP; (3) jenis pekerjaan ayah sebagian besar
adalah wiraswasta (berpenghasilan tidak tetap tetapi tidak tergantung kepada
orang lain); (4) pekerjaan ibu mayoritas adalah ibu rumah tangga; (5) pendapatan
keluarga rata-rata Rp 1.474.000,00; (5) pengeluaran terbesar untuk makan; dan (6)
memiliki kemampuan pemenuhan kebutuhan primer yang tinggi.
Efektivitas program beasiswa memperlihatkan bahwa : (1) responden
memiliki tingkat kepastian penyelesaian studi yang baik, (2) prestasi akademik
responden berada pada kategori baik. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
efektivitas program beasiswa adalah : (1) motivasi untuk kuliah; (2) lingkungan
asrama; dan (3) jumlah anggota keluarga. Efektivitas program beasiswa bisa
ditingkatkan dengan cara : (1) memperhatikan ketepatan sasaran penerima
beasiswa dengan tidak hanya mempertimbangkan kemiskinan keluarga tetapi
perlu melihat motivasi penerima beasiswa untuk kuliah; (2) pengelolaan beasiswa
perlu melakukan pendampingan intensif kepada penerima beasiswa.
Pendampingan pada kasus penelitian ini lebih efektif dibanding dengan
pembinaan karena pendampingan lebih bersifat partisipatif dibandingkan dengan
pembinaan yang bersifat top down.
Kata kunci : Efektivitas program beasiswa, prestasi mahasiswa
SUMMARY
MARDIYANTI. Effectiveness of Scholarship Program to Improve Student
Achievement. Supervised by NINUK PURNANINGSIH and PRABOWO
TJITROPRANOTO
Scholarship in the history of education in Indonesia has a strategic role.
Particularly in the effort to fullfil the right of education for all citizens. Until now,
the scholarship is still the flagship program in educational equity efforts. This is
evident in the number of scholarships, whether from government, private, and
Non Governmental Organization (NGO). Scholarship program that come from the
private sector and NGOs have different strategi from government. The scholarship
program of the private sector and NGO’s not only provide financial assistante, but
also provide guidance.
Utomo and Sudji (2010) found that Program Pengembangan Akademik
(PPA) scholarships at Universitas Negeri Yogyakarta has not effect to student
achievement. Antoni (2012) in a research to Bidik Misi recipients in Bogor
Agricultural University found that the proportion of the distribution Bidik Misi
Program to excellent student (58.4%) is almost equal to the proportion of the
distribution Bidik Misi Program to students who do not perform (41.6%). Both of
Utomo and Sudji’s result (2010) dan Antoni result (2012) show that scholarships
and education assistance has no effect on student achievement.
The purposes of this study are: (1) descript the individual characteristic of
grantee; (2) analyze the effectiveness of the scholarship program; (3) measure the
factors that influence the effectiveness of the scholarship program. The study was
conducted on grantees Beastudi Etos Bogor and Jakarta as respondents. Selection
Beastudi Etos due the fact that Beastudi Etos has been ten years provided
scholarships with guidance and mentoring to grantees. Respondents of this study
amounted to 41 people. The study was conducted in November-December 2013.
The results showed that the individual characteristic of respondents are: (1)
aged between 18-22 years, (2) a majority of the eldest son, (3) derived from nine
provinces in Indonesia, (4) study at Bogor Agricultural University and the
University of Indonesia; (5 ) enrolled in 29 courses with the majority enrolled in
social science courses, (6) highly motivated to go to college, (6) have a good
interaction with the academic environment, student environment, and the halls of
residence.
Family characteristic of the respondents are: (1) the amount of the average
family of six persons, (2) the average of father's level education is senior high
school, (3) the average of mother's education level is junior high school, (3) the
type of work most of the fathers are self-employed (income is not fixed but is
independent of the others), (4) the majority of the work mothers are housewives;
(5) the average of family income Rp 1,474,000.00; (5) largest expenditures for
eating; (6) has the ability to fullfil the primary needs.
Effectiveness of the scholarship program in term of results show that: (1)
respondents have a degree of certainty either the completion of the study, (2)
academic performance of the respondents were in the good category. Factors that
influence the effectiveness of the scholarship program are: (1) the motivation for
the study, (2) boarding environment, and (3) the number of family members. The
effectiveness of the scholarship program could be improved by: (1) an accurate
portrayal of target recipients by not only considering the poverty of the family but
need to see the motivation for college, (2) management of scholarships need to do
intensive support to scholarship recipients. Mentoring in the case of this study is
more effective than guidance because mentoring is more participatory than the
top-down guidance.
Key words : effectiveness of scholarship program, student achievement
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
EFEKTIVITAS PROGRAM BEASISWA DALAM
MENINGKATKAN PRESTASI MAHASISWA
MARDIYANTI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Basita Ginting Sugihen, M.Sc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penyusunan tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul
efektivitas program beasiswa dalam meningkatkan prestasi mahasiswa. Penelitian
dilaksanakan terhadap mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos daerah Bogor,
dan Jakarta pada bulan November sampai dengan Desember 2013.
Terimakasih penulis ucapkan kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si dan Bapak Dr. Prabowo Tjitropranoto,
M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan motivasi dan mencurahkan
banyak waktu dan perhatian kepada penulis untuk penyelesaian tesis ini.
2. Bapak Prof. Sumardjo selaku Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan, dan Dr. Siti Amanah, M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
3. Dr. Basita Ginting Sugihen, M.Sc selaku penguji luar komisi dan Dr. Ana
Fatchiya, M.Si selaku penguji dari Program Studi Ilmu Penyuluhan
Pembangunan.
4. Bapak Dr. Pudji Mulyono, dan Ibu Irma Febrianis yang telah membantu
penulis untuk mempublikasikan hasil penelitian di Jurnal Penyuluhan
5. Mahasiswa penerima Beastudi Etos daerah Bogor dan Jakarta yang telah
menjadi responden penelitian ini.
6. Penghargaan juga penulis sampakan kepada pengelola beasiswa Beastudi
Etos, dan segenap Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa yang telah banyak
membantu penulis selama penyusunan tesis ini.
7. Ibu Desiar (bagian administrasi prodi Ilmu Penyuluhan Pembangunan),
segenap bagian administrasi di Fakultas Ekologi Manusia, dan Sekolah
Pascasarjana IPB atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
8. Penghargaan dan terimakasih juga penulis haturkan kepada Ahmad Sumarta
(suami), anak-anak, serta segenap keluarga atas doa dan dukungan yang tidak
pernah henti.
9. Segenap pengurus dan rekan kerja di Koperasi Insan Sejahtera atas
kesempatan cuti yang diberikan.
Semoga tesis ini memberikan kemanfaatan bagi banyak pihak.
Bogor, Februari 2014
Mardiyanti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
4
Tujuan
4
2 TELAAH PUSTAKA
5
Pemberdayaan
5
Efektivitas Program Beasiswa
7
Proses Belajar
11
Perkembangan Remaja
15
Prestasi Belajar
17
3 KERANGKA PEMIKIRAN
19
Kerangka Pemikiran
19
Hipotesis
20
4 METODE PENELITIAN
21
Desain Penelitian
21
Lokasi dan Waktu Penelitian
21
Populasi dan Sampel
21
Jenis Data
22
Definisi Oprasional
22
Matrik Pengembangan Instrumen
23
Uji Instrumen
27
Analisis Data
28
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
30
Deskripsi Program Beastudi Etos Bogor dan Jakarta
30
Bentuk-Bentuk Beasiswa yang Diberikan oleh Beasiswa
Beastudi Etos
33
Karakteristik Individu Mahasiswa Penerima Beasiswa
39
Karakteristik Keluarga Mahasiswa Penerima Beasiswa
Beastudi Etos
42
Motivasi Untuk Kuliah
47
Pengelolaan Program Beasiswa
48
Karakteristik Sosial Responden
54
Analisis Efektivitas Program Beasiswa
57
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Efektivitas
Beasiswa
60
DAFTAR ISI (Lanjutan)
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kepastian
Penyelesaian Studi
60
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Prestasi Akademik
Responden
66
6 SIMPULAN DAN SARAN
72
Simpulan
72
Saran
72
DAFTAR PUSTAKA
73
LAMPIRAN
78
DAFTAR TABEL
Halaman
1
Contoh beasiswa dan jenis bantuan yang diberikan
8
2
Sub peubah, indikator, dan pengukuran, peubah karakteristik
individu
24
3
Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah pengelolaan
beasiswa
25
4
Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah karakteristik
sosial
26
5
Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah efektivitas
program beasiswa
27
6
Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian
28
7 Pendidikan dan profesi utama koordinator dan pendamping
Beastudi Etos Bogor dan Jakarta
33
8
Jumlah dan persentase responden menurut umur
39
9
Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin
40
10
Jumlah dan persentase responden menurut program studi
40
11
Jumlah dan persentase responden menurut provinsi asal
41
12
Jumlah dan persentase responden menurut urutan kelahiran
42
13
Jumlah dan persentase responden menurut besar keluarga
42
14
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan
orang tua
43
15
Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan ayah
44
16
Jumlah dan persentase responden menurut pekerjaan ibu
44
17
Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pendapatan
keluarga
45
18
Jumlah dan persentase responden menurut jenis pengeluaran
keluarga
46
19 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemampuan
pemenuhan kebutuhan primer keluarga
46
20
Jumlah dan persentase responden menurut motivasi untuk
kuliah
47
21
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat motivasi
47
22
Jumlah dan persentase responden menurut sumber motivasi
48
23
Jumlah dan persentase responden menurut kemudahan
persyaratan beasiswa
49
24
Jumlah dan persentase responden menurut jenis bantuan
beasiswa
50
25
Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pengeluaran
untuk biaya hidup per bulan
50
26 Jumlah dan persentase responden menurut keteraturan
penerimaan beasiswa
51
DAFTAR TABEL (Lanjutan)
27
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kompetensi
pendamping
53
28
Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan
akademik
54
29
Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan
kemahasiswaaan
55
30
Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan asrama
56
31
Jumlah dan persentase responden menurut efektivitas program
beasiswa
57
32
Jumlah dan persentase responden menurut performa kuliah
59
33
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepastian
penyelesaian studi
60
34
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik
66
35
Jumlah dan persentase responden menurut manfaat pemberian
dana beasiswa
68
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Pandangan teori belajar sosial tentang interaksi
11
2
Model ego ideal bagi pendidikan remaja
13
3
Kerangka pemikiran penelitian
20
4
Rumus korelasi Product Moment
27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil uji regresi untuk peubah terikat kepastian penyelesaian
studi
79
2 Hasil uji regresi untuk peubah terikat prestasi
akademik
81
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beasiswa dalam sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia memiliki
peran yang strategis. Khususnya pada upaya pemenuhan hak pendidikan bagi
seluruh warga negara. Pada masa orde baru, beasiswa telah mulai diberikan.
Pemerintah melalui Undang-Undang No 2 Tahun 1989 mengeluarkan kebijakan-
kebijakan sebagai upaya memberikan kesempatan pendidikan seluas-luasnya
kepada masyarakat. Kebijakan tersebut adalah: (1) membebaskan pembayaran
uang sekolah di tingkat Sekolah Dasar, (2) pemberian bantuan kepada siswa yang
miskin namun berprestasi cemerlang. Pemberian beasiswa sebagai strategi
pemerataan pendidikan sudah mulai muncul pada saat itu.
Hingga kini beasiswa masih menjadi program pilihan dalam upaya
pemerataan pendidikan. Hal tersebut terlihat pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun 2013 (Departemen Keuangan 2013). Salah satu alokasi
anggaran di bidang pendidikan adalah untuk menyediakan beasiswa terhadap
sekitar 9.4 juta siswa/mahasiswa miskin. Hariyanto (2004) menyatakan bahwa
tujuan utama beasiswa adalah membantu ketersediaan biaya pendidikan bagi
penerima beasiswa.
Bank Dunia (2006) dalam ikhtisar laporan tentang kemiskinan di Indonesia
menyebutkan bahwa salah satu masalah dan kendala utama pendidikan di
Indonesia adalah keterjangkauan. Uang sekolah dan biaya lain-lain yang harus
dibayarkan menjadi hambatan bagi masyarakat miskin untuk mengakses
pendidikan. Tindakan khusus yang direkomendasikan oleh Bank Dunia adalah
melaksanakan program beasiswa yang terarah atau bantuan langsung tunai untuk
meningkatkan angka bersekolah.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (2011) memberikan pembedaan
antara bantuan biaya pendidikan dan beasiswa. Bantuan biaya pendidikan adalah
dana pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang orang tua/walinya
tidak mampu membiayai pendidikan. Beasiswa adalah bantuan dana pendidikan
yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi. Contoh program
pemerintah yang termasuk bantuan biaya pendidikan adalah Bantuan Belajar
Mahasiswa (BBM), dan program Bidik Misi. Contoh beasiswa adalah beasiswa
Peningkatan Prestasi Akademik (PPA). Beasiswa PPA diberikan kepada
mahasiswa strata satu dari semua prodi dengan Indeks Prestasi minimal 3.0.
Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) merupakan bantuan yang diberikan
kepada mahasiswa strata satu semua program studi dengan Indeks Prestasi
minimal 2.75 dari keluarga tidak mampu. Besar bantuan BBM adalah Rp
350.000,00 per bulan selama satu tahun, dan setelahnya bisa diperpanjang
kembali. Program Bidik Misi diperuntukkan bagi peserta didik berprestasi 30
persen terbaik di sekolah yang orang tuanya tidak mampu membiayai
pendidikannya. Harga satuan bantuan Bidik Misi adalah Rp 6.000.000,00 per
mahasiswa per semester.
2
Meningkatnya gagasan tentang modal sosial dan masyarakat madani
membuat tidak hanya pemerintah yang berperan aktif memberikan beasiswa.
Lembaga pemberi beasiswa yang dibiayai oleh organisasi non pemerintah banyak
bermunculan. Gagasan modal sosial adalah bahwa seseorang dapat melakukan
investasi secara sosial yang kemudian dapat dilihat sebagai perekat masyarakat.
Gagasan masyarakat madani ditandai dengan berdirinya badan-badan non
pemerintah untuk menolong memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, keluarga
dan masyarakat (Ife dan Tesoriero 2006).
Badan-badan non pemerintah yang memberikan beasiswa antara lain
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan perusahaan swasta. LSM yang
memberikan beasiswa antara lain Dompet Dhuafa (Beastudi Etos, dan beasiswa
Aktivis), serta Yayasan Karya Salemba Empat. Perusahaan swasta yang
memberikan beasiswa antara lain PT. Djarum. Persamaan dalam pemberian
beasiswa Beastudi Etos, beasiswa regular Yayasan Karya Salemba Empat, dan
Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum) yaitu adanya pelatihan softskill
(pembinaan) bagi penerima beasiswa selain pemberian bantuan dana.
Pemberian beasiswa bertujuan memberikan kesempatan pada mahasiswa
yang memiliki keterbatasan ekonomi agar bisa mendapatkan pendidikan, maka
beasiswa pada hakikatnya merupakan suatu upaya pemberdayaan di bidang
pendidikan. Hal tersebut berdasarkan pada tujuan pemberdayaan yaitu
meningkatkan keberdayaan dari kelompok yang kurang beruntung (the
disadvantaged) (Ife dan Toseriero 2006).
Pemerintah dan lembaga non pemerintah memiliki tujuan yang sama dalam
pemberikan beasiswa, namun ada perbedaan strategi pengelolaan beasiswa.
Pemerintah cenderung memberikan beasiswa hanya dalam bentuk bantuan dana.
Hal tersebut bisa dipahami karena pemerintah sesuai amanat Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 30 (1), pemerintah perlu memberikan hak pendidikan kepada
seluruh warga negara. LSM/swasta memandang perlunya pembinaan bagi
penerima beasiswa untuk mengembangkan kemampuan softskill agar selaras
dengan kemampuan akademis.
Paradigma pemberdayaan memandang bahwa program-program
pembangunan seharusnya mampu meningkatkan keberdayaan masyarakat sasaran.
Keberdayaan masyarakat sasaran dibentuk dengan menjadikan masyarakat
sasaran sebagai aktor utama yang aktif membangun dan mengembangkan potensi
dirinya. Beasiswa sebagai program pemberdayaan seharusnya juga mampu
meningkatkan keberdayaan penerima beasiswa.
Hasil penelitian terhadap 230 mahasiswa angkatan 2006 – 2009 Fakultas
Teknik Universitas Negeri Yogyakarta yang dilakukan oleh Utomo dan Sudji
(2010) menunjukkan bahwa secara umum beasiswa belum mampu meningkatkan
prestasi akademik mahasiswa penerima beasiswa. Penelitian yang dilakukan
kepada mahasiswa penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) ini
juga menemukan bahwa kontribusi pemberian beasiswa belum dimanfaatkan
secara optimal untuk menunjang kegiatan akademik.
Antoni (2012) yang melakukan penelitian terhadap mahasiswa penerima
program Bidik Misi di Institut Pertanian Bogor. Antoni (2012) menemukan
bahwa proporsi penyaluran beasiswa Bidik Misi kepada mahasiswa yang
berprestasi sebesar 58.4 persen. Kondisi tersebut tidak jauh berbeda dengan
proporsi pemberian beasiswa kepada mahasiswa yang tidak berprestasi yaitu
3
sebesar 41.6 persen. Kondisi ini diduga karena dalam proses seleksi penerimaan
beasiswa Bidik Misi, faktor penghasilan orang tua merupakan syarat yang lebih
diutamakan dibandingkan faktor kepemilikan prestasi.
Hasil penelitian Utomo dan Sudji (2010) serta Antoni (2012)
menggambarkan bahwa baik beasiswa maupun bantuan biaya pendidikan yang
diberikan tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa. Kedua hasil penelitian
tersebut menimbulkan pertanyaan besar tentang alasan yang mendasari beasiswa
tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa.
Bandura (1977) menyatakan hasil belajar dipengaruhi oleh interaksi timbal
balik yang berkelanjutan antara personal, perilaku, dan lingkungan. Interaksi
individu dengan lingkungan sosial tempat belajar sangat menentukan hasil belajar
yang akan dicapai. Mahasiswa penerima beasiswa merupakan individu yang
memiliki karakteristik pribadi. Pada proses menuntut ilmu di perguruan tinggi,
mahasiswa penerima beasiswa berinteraksi dengan lingkungan sosial di kampus.
Lingkungan sosial tersebut antara lain dosen, tenaga kependidikan, sistem
pendidikan di kampus, teman kuliah, organisasi kemahasiswaan, maupun
kegiatan-kegiatan pengembangan keilmuan yang diselenggarakan di kampus.
Sejalan dengan proses menuntut ilmu, beasiswa diberikan sebagai stimulus agar
penerima beasiswa mampu berprestasi.
Kelompok masyarakat miskin menjadi salah satu kelompok yang perlu
ditingkatkan kekuaasannya (power) (Ife 1995). Kondisi kemiskinan keluarga
menjadi salah satu yang dipersyaratkan pada proses seleksi beasiswa. Lippit et al
(1958) menambahkan perlunya mempertimbangkan motivasi masyarakat sasaran
untuk melakukan perubahan berencana. Jenis motivasi yang paling kuat
mendorong perubahan menurut Lippit (1958) adalah kebutuhan internal atau
sering disebut sebagai dorongan alamiah yang berhubungan dengan
perkembangan biologis maupun psikologis manusia. Karakteristik individu
penerima beasiswa yang digunakan sebagai peubah bebas pada penelitian ini
adalah kondisi keluarga dan motivasi untuk kuliah.
Proses pemberdayaan mulai dijalankan oleh lembaga pemberi beasiswa.
Beasiswa yang menjadi lokasi penelitian ini adalah beasiswa Beastudi Etos.
Beasiswa Beastudi Etos merupakan beasiswa yang dikelola oleh LSM Dompet
Dhuafa. Alasan utama pemilihan beasiswa Beastudi Etos pada penelitian ini
adalah karena beasiswa Beastudi Etos sejak berdiri tahun 2003 telah menjalankan
program pembinaan dan pendampingan terhadap penerima beasiswa. Pembinaan
dijalankan melalui pembinaan rutin pekanan, sedangkan pendampingan dijalankan
di asrama yang diberikan oleh beasiswa Beastudi Etos kepada penerima beasiswa.
Peran dukungan kelembagaan pemberi beasiswa menjadi faktor penting
penentu efektivitas program. Dukungan kelembagaan beasiswa bisa dilihat dari
segi ketersediaan dana, dan sistem pengelolaan. Ketersediaan dana menjadi
jaminan ketercukupan beasiswa. Sistem pengelolaan khususnya yang berkaitan
dengan pembinaan dan pendampingan menggambarkan proses yang menentukan
tingkat efektivitas program beasiswa.
Ketika beasiswa memberikan bantuan biaya maupun pembinaan dan
pendampingan, hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa penerima beasiswa
tidak hidup di ruang kaca. Penerima beasiswa juga berinteraksi dengan
lingkungan selain beasiswa. Lingkungan yang menjadi tempat interaksi
mahasiswa penerima beasiswa adalah : (1) lingkungan akademik; (2) lingkungan
4
kemahasiswaan; dan (3) lingkungan asrama. Lingkungan menjadi faktor eksternal
penerima beasiswa yang menurut Winkel (1996) dapat mempengaruhi prestasi
mahasiswa.
Efektivitas program beasiswa menjadi tema yang ingin dikaji pada
penelitian ini. Kajian tentang efektivitas program akan dilakukan dengan
melakukan analisis pada tiga hal yaitu : (1) ketepatan sasaran program beasiswa;
(2) pengelolaan program beasiswa yang efektif; (3) kemampuan penerima
beasiswa sebagai hasil dari proses yang dilaksanakan. Pengukuran efektivitas
program beasiswa pada penelitian ini mengacu pada Boyle (1981). Efektivitas
program pembangunan (developmental) diukur dari : (1) kualitas solusi atas
permasalahan yang dihadapi, dan (2) tingkat kemampuan individu, kelompok atau
masyarakat mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik individu penerima beasiswa?
2. Bagaimana efektivitas program beasiswa?
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektivitas program beasiswa dalam
meningkatkan prestasi mahasiswa?
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan karakteristik individu penerima beasiswa.
2. Menganalisis tingkat efektivitas program beasiswa.
3. Mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas program beasiswa
dalam meningkatkan prestasi mahasiswa penerima beasiswa.
5
TELAAH PUSTAKA
Pemberdayaan
Suharto (2005) mengemukakan bahwa pemberdayaan menunjuk pada
kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka
memiliki kekuasaaan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya
sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas
mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan,
bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang dan jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Menurut Dahl (Prijono dan Pranarka 1996), menyatakan pemberdayaan
sebagai kemampuan pelaku untuk mempengaruhi pelaku ke-2 untuk melakukan
sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan oleh pelaku ke-2. Pemberdayaan
menurut Dahl berorientasi pada pemberdayaan individu. Konsep tersebut banyak
mendapatkan kritik. Freire (Prijono dan Pranarka 1996) menyatakan bahwa
pemberdayaan perlu dipikirkan dalam konteks sosial.
Hulme dan Thurner (Prijoko dan Pranarka 1996) berpendapat bahwa
pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang
memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan
pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh
karena itu pemberdayaan sifatnya individual sekaligus kolektif.
Sasaran pemberdayaan bisa berupa individu maupun kolektif. Ife (1995)
menyatakan bahwa kelompok lemah yang perlu mendapat pemberdayaan adalah
mereka yang masuk dalam kelompok di bawah ini :
(1) Kelompok lemah secara struktural, baik lemah secara kelas, gender, maupun
etnis. Contoh yang masuk pada kategori lemah secara struktural adalah
kelompok miskin.
(2) Kelompok lemah khusus, seperti manula, anak-anak dan remaja,
penyandang cacat, gay, lesbian, dan masyarakat terasing.
(3) Kelompok lemah secara personal, yakni mereka yang mengalami masalah
pribadi dan/atau keluarga.
Sennet dan Cabb (Suharto 2005) dan Conway (Suharto 2005) menyatakan
bahwa ketidakberdayaan disebabkan beberapa faktor antara lain: ketiadaan
jaminan ekonomi, ketiadaan pengalaman dalam arena politik, ketiadaan akses
terhadap informasi, ketiadaan dukungan finansial, ketiadaan pelatihan-pelatihan,
dan adanya ketegangan fisik maupun emosional. Seligman dan Larner (Suharto
2005) meyakini bahwa ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok
masyarakat merupakan proses internalisasi yang dihasilkan dari interaksi mereka
dengan masyarakat. Mereka menganggap diri mereka lemah dan tidak berdaya,
karena masyarakat menganggapnya demikian.
Menurut Ife (1995) pemberdayaan dapat dijalankan melalui tiga jalur
yaitu : (1) pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan; (2) pemberdayaan
6
dengan jalan melakukan aksi sosial dan politis; (3) pemberdayaan melalui
pendidikan dan peningkatan kesadaran. Pemberdayaan melalui kebijakan dan
perencanaan dilakukan dengan cara mengembangkan atau mengubah struktur dan
kelembagaan yang memungkinkan kelompok lemah untuk mengakses
sumberdaya atau pelayanan, sehingga membuka kesempatan kepada kelompok
lemah untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
Pemberdayaan melalui aksi sosial dan politis dijalankan dengan cara
membentuk kekuasaan yang efektif untuk memperjuangkan kelompok lemah.
Pemberdayaan melalui pendidikan dan peningkatan kesadaran menekankan pada
perlunya proses edukasi sehingga kelompok lemah mampu meningkatkan
kekuasaannya. Peningkatan kesadaran dalam hal ini dimaksudkan untuk
membantu kelompok lemah untuk memahami masyarakat dan tekanan-tekanan
dalam struktur masyarakat, memberikan kosakata dan kemampuan untuk bekerja
lebih efektif di masa yang akan datang.
Rappaport (Lord dan Hutchison 1993) menjabarkan ada tiga tingkatan
pemberdayaan. Pertama, pemberdayaan pada tingkat individu. Pemberdayaan
pada tingkat individu yaitu kemampuan untuk meningkatkan kontrol pribadi
dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan berpartisipasi pada komunitas yang
diikuti. Kedua adalah pemberdayaan di tingkat kelompok kecil. Pemberdayaan
pada tingkat ini ditandai dengan adanya saling berbagi pengalaman, analisis
bersama, dan adanya pengaruh kelompok dalam menjalankan usaha bersama.
Ketiga, pemberdayaan di tingkat masyarakat yang ditandai dengan penggunaan
sumber daya dan strategi untuk mengatur sumber daya tersebut.
Program beasiswa merupakan suatu bentuk upaya pemberdayaan. Ciri
beasiswa sebagai pemberdayaan adalah : (1) sasaran program beasiswa adalah
kelompok lemah yaitu mahasiswa dari keluarga miskin; (2) program beasiswa
bertujuan meningkatkan kekuasaan (power) dengan cara memberikan bantuan
baik biaya, fasilitas, dan pembinaan kepada sasaran program beasiswa selama
kuliah ke pendidikan tinggi; (3) ada proses pembinaan dan pendampingan yang
diberikan dalam program beasiswa. Program beasiswa menjalankan
pemberdayaan di tingkat individu karena fokus pada peningkatan kemampuan
individu mahasiswa penerima beasiswa untuk menjalani kehidupan sehari-hari
dan berpartisipasi pada komunitas yang diikuti mahasiswa. Jalur pemberdayaan
program beasiswa adalah melalui pendidikan dan peningkatan kesadaran
mahasiswa. Upaya peningkatan kesadaran mahasiswa penerima beasiswa
dilakukan melalui pembinaan dan pendampingan. Sasaran, tujuan, dan proses
beasiswa mencirikan adanya proses pemberdayaan.
Hasil yang diharapkan dari pemberdayaan adalah masyarakat sasaran
memiliki kemampuan menyelesaikan masalahnya sendiri. Program beasiswa
memberikan bantuan kepada penerima beasiswa agar dapat kuliah. Kualitas hasil
kuliah dilihat dari capaian indeks prestasi akademik yang menggambarkan
penilaian kemampuan mahasiswa dalam penguasaan aspek kognitif dan
keterampilan materi kuliah.
Mahasiswa penerima beasiswa selain perlu mendapatkan nilai indeks
prestasi yang baika juga perlu mempersiapkan biaya-biaya untuk menjalani
perkuliahan. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya pendidikan (SPP, biaya
praktikum, dan biaya untuk mengerjakan tugas kuliah), dan biaya hidup selama
kuliah (makan, sewa tempat tinggal, transportasi, komunikasi, dan pemenuhan
7
kebutuhan lain. Mahasiswa yang menerima bantuan beasiswa penuh tidak akan
mendapatkan masalah terkait ketersediaan biaya-biaya karena seluruh kebutuhan
biaya telah dipenuhi oleh program beasiswa. Kondisi yang berbeda terjadi pada
mahasiswa yang menerima beasiswa tidak penuh. Mahasiswa penerima beasiswa
tidak penuh perlu berusaha untuk memenuhi kekurangan biaya yang terjadi.
Kualitas hasil belajar melalui capaian prestasi akademik, dan kemampuan
memenuhi biaya selama kuliah merupakan dua hal yang menjadi indikator hasil
pemberdayaan sekaligus menjadi indikator efektivitas program beasiswa dalam
penelitian ini.
Efektivitas Program Beasiswa
Beasiswa adalah tunjangan yang diberikan kepada pelajar atau mahasiswa
sebagai bantuan biaya belajar. Bentuk bantuan yang diberikan inipun bisa
bermacam-macam, sehingga secara umum beasiswa dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
(1) Beasiswa Pendidikan, dapat berupa beasiswa penuh atau hanya sebagian
dari biaya pendidikan yang meliputi biaya SPP, alat tulis, fotokopi, dan
buku.
(2) Beasiswa biaya hidup, bantuan untuk kehidupan sehari-hari.
(3) Beasiswa perjalanan, adalah bantuan biaya untuk melakukan perjalanan,
misalkan perjalanan ke luar negeri.
(4) Beasiswa pelatihan, merupakan bantuan biaya yang diberikan untuk
pelatihan atau berupa pelatihan itu sendiri.
(5) Beasiswa penelitian, beasiswa yang digunakan untuk melakukan
riset/penelitian.
(6) Beasiswa magang, merupakan sarana untuk melatih keterampilan
siswa/mahasiswa dalam mempraktikkan ilmu yang didapat di
sekolah/kuliah.
(7) Beasiswa kerja, beasiswa yang diberikan kepada siswa/mahasiswa untuk
bekerja secara paruh waktu.
(8) Beasiswa pertukaran pelajar, biasa dilakukan antar negara yang bersahabat
(Hariyanto 2004).
Beberapa beasiswa yang diberikan kepada mahasiswa tingkat strata satu
tidak memberikan bantuan secara penuh. Beberapa contoh beasiswa yang tidak
memberikan bantuan penuh adalah : beasiswa Pengembangan Prestasi Akademik
(PPA) dari pemerintah, beasiswa regular dari Yayasan Karya Salemba Empat,
Beasiswa Djarum, dan Beastudi Etos.
8
Tabel 1 Contoh beasiswa dan jenis bantuan yang diberikan
Deskripsi
kegiatan
Beasiswa
PPA
Beswan
Djarum
Beasiswa
Karya Salemba
Empat
Beastudi Etos
Sumber dana Pemerintah Swasta LSM LSM
Besar Bantuan
Biaya per
Bulan
Rp
350.000,00
Rp
750.000,00
Rp 600.000,00 Rp
500.000,00
Lama
Beasiswa
Satu tahun
dan bisa
diperpanjang
Satu tahun Satu tahun dan
dapat
diperpanjang
Tiga tahun
Adanya
pembinaan
Tidak ada Ada Ada Ada
Tujuan
pembinaan
Tidak ada Penerima
beasiswa
menjadi
manusia
Indonesia
yang disiplin,
mandiri dan
berwawasan
masa depan
sebagai calon
pemimpin
bangsa
Mendorong
dan turut
mempersiapkan
penerima
beasiswa
menjadi
lulusan yang
memiliki
integritas,
berwawasan
kebangsaan,
cinta kepada
tanah air, nusa
dan bangsa
Membentuk
generasi
unggul
dan mandiri
Adanya agen
perubahan
(pendamping)
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada
a Beasiswa PPA adalah beasiswa Pengembangan Prestasi Akademik
Beasiswa Djarum memberikan beasiswa sebesar Rp 750.000,00 per bulan
selama satu tahun. Beasiswa Beastudi Etos memberikan bantuan biaya sebesar Rp
500.000 per bulan selama tiga tahun. Beasiswa PPA memberikan bantuan biaya
Rp 350.000 per bulan selama satu tahun dan setelahnya dapat diperpanjang
kembali. Sedangkan beasiswa Karya Salemba Empat memberikan bantuan biaya
sebesar Rp 600.000,00 per bulan selama satu tahun dan beasiswa dapat
diperpanjang.
Kelemahan beasiswa tidak penuh jika dibandingkan dengan beasiswa penuh
adalah rasa tenang pada penerima beasiswa. Beasiswa penuh akan memberikan
rasa tenang yang lebih besar karena ada keterjaminan biaya sampai dengan lulus.
Lembaga pemberi beasiswa seperti Beswan Djarum, Yayasan Karya Salemba
Empat dan Beastudi Etos meskipun tidak memberikan bantuan biaya penuh, tetapi
memberikan pelatihan-pelatihan kepada penerima beasiswanya. Pelatihan-
pelatihan yang diberikan kepada penerima beasiswa baik Beswan Djarum,
9
beasiswa Karya Salemba Empat maupun Beastudi Etos disebut sebagai
pembinaan.
Tujuan pembinaan beasiswa Beswan Djarum adalah agar kelak penerima
beasiswa Beswan Jarum bisa menjadi manusia Indonesia yang disiplin, mandiri
dan berwawasan masa depan sebagai calon pemimpin bangsa. Sedangkan
pembinaan beasiswa Karya Salemba Empat bertujuan untuk mendorong dan turut
mempersiapkan penerima beasiswa menjadi lulusan yang memiliki integritas,
berwawasan kebangsaan, cinta kepada tanah air, nusa, dan bangsa. Tujuan
pembinaan Beastudi Etos bertujuan agar mahasiswa penerima beasiswa Beastudi
Etos menjadi generasi yang unggul dan mandiri.
Metode pembinaan yang dilakukan antara beasiswa Beswan Djarum dan
beasiswa Karya Salemba Empat hampir serupa yaitu melalui kegiatan pelatihan,
seminar, workshop. Pembinaan beasiswa Beastudi Etos menggunakan metode
yang hampir serupa dengan beasiswa Beswan Djarum dan beasiswa Karya
Salemba Empat. Perbedaan yang dimiliki oleh beasiswa Beastudi Etos adalah
adanya pendampingan di asrama. Pendampingan asrama dilakukan dengan
dibimbing oleh pendamping Beastudi Etos.
Pembinaan maupun pemdampingan pada hakekatnya sejalan dengan
paradigma pemberdayaan yaitu melibatkan penerima beasiswa untuk menjalankan
proses belajar dengan tujuan untuk merubah perilaku. Perubahan perilaku yang
diharapkan menjadi hasil proses belajar meliputi perubahan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan. Perbedaan antara pembinaan dan pendampingan adalah pada
pendekatan proses belajar. Pembinaan cenderung menggunakan pendekatan top
down. Penerima beasiswa hadir sebagai peserta pembinaan yang mendapatkan
materi dari narasumber. Pendampingan menggunakan pendekatan bottom up atau
disebut pendekatan partisipasi dengan cara penerima beasiswa merumuskan
bersama pendamping tentang program-program yang akan dijalankan di asrama.
FAO (Mikkelsen 2011) , partisipasi mengandung arti :
(1) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa
ikut dalam pengambilan keputusan
(2) Partisipasi adalah pemekaan (membuat peka) pihak masyarakat untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan unttuk menanggapi
proyek-proyek pembangunan
(3) Partisipasi adalah suatu proses yang aktif yang mengandung arti bahwa
orang atau kelompok yang terkait mengambil inisiatif dan menggunakan
kebebasannya untuk melakukan hal itu
(4) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan
para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, dan monitoring agar
supaya memperoleh informasi mengenai konteks local dan dampak-dampak
social
(5) Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri
(6) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
Ciri utama partisipasi adalah masyarakat menjadi aktor utama yang aktif
menentukan proses belajar yang akan dilakukannya. Proses belajar dirancang
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga bisa memberikan solusi atas
permasalahan hidup yang dihadapi.
10
Proses belajar pada mahasiswa penerima beasiswa dilakukan melalui
pembinaan atau dengan pendidikan non formal. Pendidikan non formal
menekankan pada upaya menunjukkan arah perubahan, merangsang terjadinya
perubahan, dan mengembangkan perubahan yang diharapkan berdasarkan potensi
warga belajar. Pendidikan non formal pada pelaksanaanya perlu memperhatian
hal-hal sebagai berikut: (1) dilandasi oleh suasana demokratis, (2) komunikasi dan
interaksi yang akrab baik antar warga belajar maupun warga belajar dengan agen
perubahan.
Hasil yang didapat dari proses belajar adalah perubahan perilaku. Perubahan
perilaku jangka pendek dilihat dari adanya peningkatan pengetahuan, sikap
mental dan keterampilan. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
masyarakat sasaran tersebut kemudian diharapkan mampu meningkatkan
kemandirian pada masyarakat sasaran.
Perubahan perilaku yang diharapkan muncul pada penerima beasiswa
berbeda-beda, tergantung pada tujuan pembinaan yang dilakukan lembaga
pemberi beasiswa. Prijono dan Pranarka (1996) mengemukakan bahwa
pemberdayaan memandang perubahan perilaku yang terjadi diharapkan relevan
untuk memenuhi kebutuhan sasaran pemberdayaan. Kebutuhan mahasiswa
penerima beasiswa adalah dapat lulus dengan prestasi akademik yang baik. Syarat
kelulusan tidak hanya ditentukan oleh nilai akademik, tetapi juga kemampuan
menyediakan dana pendidikan. Beasiswa yang diterima tidak memberikan
bantuan penuh, maka penerima beasiswa juga membutuhkan sumber pendapatan
selain beasiswa.
Rogers (2003) menyatakan bahwa efektivitas adalah tingkat kemampuan
suatu program mencapai tujuannya. Boyle (1981) telah menjabarkan beberapa
standar efektivitas berdasarkan jenis program. Efektivitas program pembangunan
(developmental) diukur dari : (1) kualitas solusi atas permasalahan yang dihadapi;
dan (2) tingkat kemampuan individu, kelompok atau masyarakat mengembangkan
kemampuan penyelesaian masalah. Efektivitas program yang bersifat institusional
diukur dari: (1) kompetensi yang dimiliki; dan (2) penilaian konsumen atau pihak
yang memanfaatkan lembaga tersebut. Efektivitas program yang bersifat
informatif diukur dari: (1) keterjangkauan program; dan (2) berapa banyak
informasi tersebar.
Beasiswa merupakan suatu program yang bertujuan memberikan bantuan
biaya bagi siswa/mahasiswa miskin agar dapat menikmati pendidikan. Oleh
karena itu pengukuran efektivitas program beasiswa pada penelitian ini akan
mengacu pada efektivitas program pembangunan. Efektivitas program beasiswa
pada penelitian ini dilihat dua indikator hal yaitu : (1) kepastian penyelesaian studi
yang berhubungan dengan kemampun mahasiswa penerima beasiswa
mengembangkan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan biaya-biaya selama kuliah,
(2) prestasi akademik sebagai indikator kualitas hasil perkuliahan.
11
Proses Belajar
Belajar adalah rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka merubah
perilakunya melalui pengalaman belajar. Setiap individu memiliki pengalaman
belajar yang didapat dari interaksi keseharian. Pengalaman belajar dimaknai
sebagai interaksi seseorang dengan materi belajar sehingga memiliki kesempatan
untuk bereaksi. Pengalaman belajar seseorang tidak selalu identik dengan isi
ajaran. Seorang individu dipenuhi oleh pengalaman belajar yang didapatkannya
dari interaksi sehari-hari.
Rogers (1969) menyampaikan ada 10 prinsip belajar yaitu (1) setiap
manusia memiliki potensi untuk belajar; (2) belajar menjadi bermakna jika selaras
dengan tujuan yang ingin dicapai warga belajar; (3) belajar melibatkan adanya
perubahan dalam diri individu; (4) belajar akan lebih mudah jika disesuaikan
dengan kondisi diri warga belajar; (5) kenyamanan belajar akan menentukan
keberlanjutan proses belajar; (6) belajar dengan praktek langsung akan
memberikan hasil yang lebih signifikan; (7) belajar pada hakikatnya adalah
memfasilitasi respon dari warga belajar; (8) belajar yang berdasarkan inisiatif
warga belajar akan lebih efekti;, (9) evaluasi hasil belajar dilakukan secara
mandiri, kreatif, dan berdasar pada kondisi warga belajar; dan (10) manfaat
terbesar belajar adalah keberlanjutan dari perubahan perilaku seseorang.
Hubungan antara individu dengan pengalaman belajar yang didapatkannya dari
kehidupan sangat erat, sehingga proses belajar tidak bisa mengabaikan peran
lingkungan belajar untuk mendukung capaian hasil belajar.
Salah satu teori belajar yang melihat belajar sebagai proses yang tidak bisa
dilepaskan dari keterkaitan antara subjek belajar dan lingkungan adalah Teori
Belajar Sosial yang dikemukakan oleh Albert Bandura. Teori belajar sosial
melihat fungsi psikologis sebagai interaksi timbal balik yang berkelanjutan antara
personal, perilaku, dan lingkungan. Bandura (1977) menyatakan bahwa faktor
pribadi, perilaku, dan lingkungan beroperasi pada hubungan yang saling
mempengaruhi.
P
B E
Gambar 1 Pandangan Teori Belajar Sosial tentang Interaksi
Implikasi dari teori ini adalah memandang perubahan perilaku dalam proses
belajar tidak hanya terjadi dengan menunjukkan respon dan pengalaman terhadap
efek respon tersebut. Perubahan perilaku terjadi sebagai sesuatu hal yang
kompleks yaitu: (1) belajar pada fenomena yang merupakan hasil pengalaman
pribadi; (2) belajar dengan mengamati pengalaman perilaku orang lain dan
konsekuensi yang ditimbulkan kepada orang tersebut.
12
Kemampuan belajar dengan pengamatan akan memungkinkan seseorang
untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak, menghubungkan pola
perilaku tanpa perlu mencoba benar dan salah yang membosankan. Bahkan
beberapa perilaku yang komplek bisa dihasilkan hanya melalui peniruan. Salah
satu sumbangan teori belajar sosial terhadap pendidikan adalah perlunya
penyusunan dorongan lingkungan, memberikan dukungan kognitif secara umum,
dan menghasilkan konsekuensi dari setiap tindakan sehingga setiap orang
memiliki kemampuan untuk melatih beberapa ukuran kontrol dari perilaku
mereka.
Bandura (Yusuf 2001) mengungkapkan bahwa proses kognitif yang
mengantarkan perubah perilaku dipengaruhi oleh pengalaman yang mengarahkan
untuk menuntaskan keterampilan. Mekanisme sosial yang memfasilitasi harapan-
harapan pribadi remaja dipengaruhi oleh empat sumber, yaitu :
(1) Pengembangan keterampilan yang kondusif bagi perubahan tingkah laku,
yaitu remaja diberi kesempatan berperilaku, mengobservasi orang lain yang
menampilkan perilaku yang layak secara berhasil, atau diberikan
pengalaman instruksi/mengajar sendiri.
(2) Pengalaman yang beragam, yang mana remaja mendapat kesempatan untuk
memandang model-model simbolis yang memberikan sumber informasi
penting yang dapat meningkatkan harapan-harapan dirinya.
(3) Persuasi verbal, seperti sugesti, dan teguran.
(4) Penciptaan situasi yang dapat mengurangi dorongan emosional yang
mempunyai nilai-nilai informatis bagi kompetensi pribadi.
Pengamatan terhadap model, akan memberikan dampak berupa:
(1) Pola-pola respon baru, ketika dia berfungsi sebagai pengamat.
(2) Memperkuat atau memperlemah respon-respon yang tidak diharapkan.
(3) Mengamati tingkah laku orang lain dapat mendorong remaja untuk
melakukan kegiatan yang sama.
Sumbangan teori belajar sosial terhadap pendidikan adalah menyatakan
perlunya penyusunan dorongan lingkungan dalam pendidikan. Ketika lingkungan
disusun untuk memberikan dorongan positif, maka akan memberikan hasil belajar
yang positif. Sebaliknya jika lingkungan tidak memberikan dorongan positif,
maka akan memberikan hasil belajar yang negatif pula.
Senada dengan Bandura yang menyatakan perlunya model simbolis yang
memungkinkan terjadinya belajar dengan peniruan, Boyd (tahun tidak diketahui)
memaparkan lebih rinci tentang metode belajar yang bisa dikembangkan bagi
warga belajar pada usia remaja. Boyd (tahun tidak diketahui) menyebutnya
sebagai model ego – ideal. Model ego-ideal adalah metode belajar dengan terlebih
dulu memaparkan profil yang ingin dicapai dari suatu proses belajar. Profil
tersebut memiliki standar performa yang diinginkan sebagai hasil belajar.
Keberadaan profil model akan memudahkan remaja untuk membayangkan tujuan
yang ingin dicapai dari proses belajar. Jika guru atau fasilitator mampu
menampilkan diri sebagai sosok profil model ideal bagi warga belajar remaja,
maka proses belajar akan menjadi lebih mudah.
Perlunya profil model (contoh) pada pendidikan remaja didasari pada
perkembangan kondisi psikologis remaja. Khususnya pada semakin meningkatnya
ego-ideal pada usia remaja. Remaja akan mengidentifikasi siapa dirinya
berdasarkan sosok model yang diidolakannya. Proses belajar bisa dilakukan
13
dengan terlebih dahulu menghadirkan persepsi visual tentang seperti apa profil
yang akan dicapai dari proses belajar yang dijalani. Setelah itu barulah materi-
materi belajar disampaikan. Gambar model ego-ideal dapat dilihat pada gambar
berikut :
Youth
Identifies with
Gambar 2 Model Ego-Ideal Bagi Pendidikan Remaja
Remaja mulai melepaskan ketergantungan kepada orang tua. Kedekatan
remaja akan beralih kepada teman sebaya ataupun orang dewasa yang berada di
lingkungan tempat dia berada. Teman sebaya bagi mahasiswa antara lain teman
mahasiswa di kampus, teman dalam organisasi, maupun teman di tempat tinggal
baik berupa asrama, kos, ataupun rumah sewa. Orang dewasa yang berada di
lingkungan kampus antara lain dosen, asisten dosen, petugas laboratorium, dan
petugas di layanan akademik.
Mahasiswa penerima beasiswa juga berinteraksi dengan teman sebaya.
Mahasiswa penerima beasiswa akan mengamati perilaku teman sebaya secara
langsung. Pengamatan akan diikuti dengan pemilahan, perilaku apa yang baik atau
buruk, cocok atau tidak cocok dengan dirinya. Pada akhirnya akan ada proses
peniruan terhadap perilaku yang sesuai dengan individu mahasiswa penerima
beasiswa.
Interaksi mahasiswa penerima beasiswa dengan orang dewasa di kampus
diantaranya dengan dosen, asisten dosen, ataupun petugas-petugas di lingkungan
kampus. Orang dewasa berperan penting dalam pengembangan keterampilan dan
pengembangan pengalaman belajar mahasiswa penerima beasiswa. Selain itu,
orang dewasa juga dapat melakukan kontrol terhadap perilaku mahasiswa
penerima beasiswa. Bentuk kontrol dapat melalui pendekatan persuasif ataupun
teguran apabila terjadi perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku di
kampus.
Lembaga pemberi beasiswa merupakan salah satu lingkungan bagi
mahasiswa penerima beasiswa. Pemberian beasiswa dijalankan menurut prosedur
yang ditetapkan oleh lembaga pemberi beasiswa. Termasuk di dalamnya adalah
Subject matter a model provides
standar of performance
Teacher amploys and
encourages the use of model
14
interaksi antara lembaga pemberi beasiswa dengan mahasiswa penerima beasiswa,
dan hak serta kewajiban penerima beasiswa.
Pada pengelolaan beasiswa Beastudi Etos, proses belajar disebut sebagai
pembinaan dan pendampingan. Pembinaan (coaching) merupakan proses
pembelajaran untuk mengembangkan kapasitas seseorang (Thorne, 2005). Pada
sebuah organisasi, pengembangan individu memiliki arti yang sama penting
dengan mengembangkan organisasi itu sendiri. Pembinaan digunakan sebagai
langkah awal menularkan pengetahuan (berbagi pengetahuan), kearifan, dan
pengalaman untuk membantu mengembangkan perilaku, sikap, dan keterampilan
yang baru. Pengembangan pembinaan lebih lanjut akan menghasilkan kondisi
yang mana pembinaan dapat membantu proses perubahan, dapat diterima dan
dihargai (Thorne, 2005).
Pembinaan (coaching) tidak semata merupakan upaya pemecahan masalah.
Pembinaan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas. Pembinaan
juga mengandung upaya pencarian, kesadaran, dan pilihan-pilihan yang akan
diambil. Pembinaan menjadi salah satu upaya pemberdayaan yang efektif bagi
seseorang untuk menemukan sendiri jawaban-jawaban, membangkitkan
keingintahuan, dan mendorong mereka untuk memilih pilihan-pilihan penting
dalam hidupnya (Whitworth et al, 2007).
Pembinaan (coaching) merupakan suatu cara membangun hubungan.
Pembina (coach) adalah seseorang yang peduli yang kemudian mampu membuat
orang mengatakan apa yang dia inginkan, dan kemudian mampu menggerakkan
mereka untuk menempuh jalan seperti pilihan yang mereka buat (Whitworth et al,
2007). Pembina merupakan salah satu jenis agen perubahan yang mampu menjadi
katalis yang mempercepat proses perubahan yang terjadi.
Thorne (2005) mengungkapkan ada lima prinsip yang diperlukan untuk
mengubah performa seseorang yaitu : (1) menilai secara akurat kesiapan untuk
berubah; (2) menyatakan dengan jelas arah strategi keseluruhan; (3)
mengidentifikasi tahapan-tahapan kunci dari perjalanan yang akan dilalui dalam
melakukan perubahan; (4) mendapatkan komitmen terhadap tujuan umum; (5)
membangun proses untuk belajar dan berkembang.
Sebagaimana proses belajar, pembinaan juga memiliki kurikulum yang
disusun sebagai panduan pembelajaran. Kurikulum adalah suatu proses
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk membentuk beberapa jenis program
yang memiliki kesatuan sehingga menghasilkan efek perubahan pada orang yang
belajar (Tyler, 1949).
Tyler (1949) mengungkapkan tiga kriteria dalam membentuk bangunan
kurikulum yaitu keberlanjutan (continuity), urutan (sequence), dan integrasi.
Keberlanjutan menunjukkan adanya pengulangan elemen-elemen kurikulum pada
tingkatan yang semakin tinggi. Urutan adalah adanya pemecahan dari elemen-
elemen kurikulum utama tetapi masih pada tingkat yang sama sehingga bisa
mengembangkan pemahaman atau kemampuan atau sikap atau beberapa factor
lain. Integrasi menunjukkan adalah hubungan horizontal atau sejajar antara
berbagai pengalaman.
Mardikanto (2009) menyatakan bahwa kurikulum merupakan pernyataan
tertulis tentang perencanaan pendidikan yang memuat : (1) tujuan pendidikan; (2)
kegiatan yang akan dilakukan oleh pendidik dan peserta didik; (3) daftar mata
15
pelajaran dan urutan pokok-pokok bahasan yang memuat isi dan prosesnya; dan
(4) rencana evaluasi.
Whitworth (2007) mengungkapkan bahwa terdapat empat pondasi dalam
membangun pembinaan adalah : (1) kelayan pada dasarnya kreatif, banyak akal;
(2) agenda datang dari kelayan; (3) pembina berdansa pada saat berlangsungnya
pembinaan (setiap respon dari kelayan mengandung informasi tentang kemana
arah pembinaan selanjutnya); (4) pembinaan ditujukan kepada kehidupan kelayan.
Proses belajar yang terjadi pada mahasiswa penerima beasiswa Beastudi
Etos meliputi kegiatan pembinaan dan pendampingan yang dilakukan dengan cara
:
(1) Pembinaan merujuk pada kegiatan pertemuan berkala dengan materi yang
sudah ditentukan dan menghadirkan nara sumber untuk menyampaikan
materi. Narasumber tersebut bisa berasal dari internal Beastudi Etos maupun
eksternal Beastudi Etos
(2) Pendampingan merujuk pada kegiatan rutin sehari-hari yang terorganisir dan
melibatkan pendamping asrama dan mahasiswa penerima beasiswa.
Kegiatan yang terorganisir memiliki arti bahwa kegiatan tersebut disusun
berdasarkan perencanaan, adanya pembagian tugas, adanya laporan
pelaksanaan, dan adanya monitoring dan evaluasi.
Perkembangan Remaja
Konopka (Yusuf 2001) membagi remaja menjadi tiga tahap yaitu remaja
awal (12-15 tahun), remaja madya (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-22 tahun).
Remaja mulai mengembangkan kebebasan dari orang tua dan orang dewasa
lainnya. Remaja mulai belajar untuk bekerja sama pada minat-minat tertentu, dan
menjaga jarak dengan orang yang berbeda (Havighurst 1974). Salzman (Yusuf
2001) mengemukakan bahwa remaja merupakan fase perkembangan sikap
tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence),
minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika
dan isu-isu moral.
Havighurst (1974) menjabarkan tugas-tugas perkembangan pada remaja
meliputi :
(1) Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya
Keberhasilan remaja dalam tugas perkembangan ini akan mengantarkannya
ke dalam kondisi penyesuaian sosial yang baik dalam keseluruhan hidupnya.
Sebaliknya, jika gagal maka remaja akan mengalami ketidakbahagiaan atau
kesulitan dalam kehidupannya di masa dewasa. Indikator bahwa remaja
berhasil menjalankan tugas perkembangan ini diantaranya adalah : (1)
memiliki teman dekat dua orang atau lebih; (2) dipercaya oleh teman
sekelompok dalam posisi tanggung jawab tertentu; (3) memiliki
penyesuaian sosial yang baik; (4) mau bekerjasama dengan orang lain
meskipun tidak disenanginya; (5) berpartisipasi dalam acara-acara teman
sebaya.
16
(2) Menerima dan belajar memposisikan diri pada peran maskulin dan feminin;
Remaja dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita
dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Indikator bahwa remaja
berhasil menjalankan tugas perkembangan ini adalah : (1) remaja pria
matang seksualnya, menyenangi acara yang diadakan kelompok,
menyenangi lawan jenis, aktif berolah raga, memiliki minat untuk
mempersiapkan diri dalam pekerjaan, mencari pengalaman kerja, dan
menampilkan sisi maskulin; (2) remaja wanita memiliki fisik yang matang
dan bersifat feminin dalam penampilan, menunjukkan sikap mau menerima
pernikahan, menunjukkan minat dan sikap untuk memelihara bayi.
(3) Memberikan penilaian secara fisik
Pada tugas perkembangan ini remaja merasa bangga, atau bersikap toleran
terhadap fisiknya, menggunakan dan memelihara fisiknya secara efektif dan
merasa puas dengan fisiknya. Indikator remaja berhasil pada tugas
perkembangan ini adalah : (1) mampu mengarahkan diri dalam memelihara
kesehatan secara rutin; (2) memiliki keterampilan dalam berolahraga; (3)
merasa senang untuk menerima dan memanfaatkan fisiknya; (4) memiliki
pengetahuan tentang reproduksi; dan (5) memelihara dirinya secara hati-hati.
(4) Melepaskan ketergantungan emosional dari orang tua maupun orang dewasa
lainnya
Hakikat tugas remaja pada bidang ini adalah : (1) membebaskan diri dari
sikap dan perilaku kekanak-kanakan atau tergantung kepada orang tua; (2)
mengembangkan afeksi (cinta kasih) kepada orang tua dan tanpa bergantung
kepada orang tua; (3) mengembangkan sikap respek kepada orang dewasa
lainnya tanpa merasa bergantung kepadanya. Ketika remaja mampu
memenuhi tugas ini ditunjukkan dengan : (1) memiliki tujuan hidup yang
realistik; (2) mengembangkan persepsi positif kepada orang lain; (3)
mengembangkan kemampuan berpendapat dan mempertahankan pendapat;
(4) ikut berpartisipasi dengan orang dewasa dalam kegiatan kemasyarakatan;
(5) menerima konsekuensi dari perbuatan tanpa mengeluh; (6) berani
bepergian sendiri; (7) meminta nasehat dari orang tua/orang dewasa hanya
ketika mengalami masalah yang rumit.
(5) Mencapai jaminan kemandirian ekonomi
Remaja mampu menciptakan suatu mata pencaharian. Tugas ini sangat
penting bagi remaja pria namun tidak begitu penting bagi remaja wanita.
(6) Mempersiapkan pernikahan dan kehidupan keluarga
Remaja pada tugas ini mulai mengembangkan sikap positif terhadap
pernikahan serta mendapat pengetahuan tentang keluarga dan pemeliharaan
anak.
(7) Memilih dan mempersiapkan pekerjaan (karir)
Tugas perkembangan ini adalah bahwa remaja mulai memilih suatu
pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mempersiapkan diri
untuk memasuki pekerjaan tersebut. Hurlock (Yusuf 2001) mengemukakan
bahwa remaja laki-laki biasanya lebih bersungguh-sungguh dalam hal
pekerjaan. Sedangkan remaja perempuan memandang pekerjaan sebagai
pengisi waktu sebelum menikah.
17
(8) Menunjukkan perilaku tanggung jawab sosial.
Hakikat tugas perkembangan ini adalah : (1) berpartisipasi sebagai orang
dewasa yang bertanggungjawab sebagai masyarakat, (2) memperhitungkan
nilai-nilai sosial dalam tingkah laku dirinya. Beberapa kegiatan sosial remaja
yang umum dilakukan adalah perkumpulan permainan olah raga,
perkumpulan sosial, dan perkumpulan sosial.
(9) Mengembangkan seperangkat nilai dan sistem etika sebagai
petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku
Hakikat tugas ini adalah : (1) membentuk seperangkat nilai yang mungkin
dapat direalisasikan; (2) mengembangkan kesadaran untuk merealisasikan
nilai; (3) mengembangkan kesadaran akan hubungan dengan sesama
manusia, memiliki gambaran hidup dan nilai-nilai yang dimilikinya
sehingga dapat hidup selaras dengan orang lain. Konopka (Yusuf 2001)
memandang masa remaja sebagai fase yang sangat penting bagi
pembentukan nilai karena pembentukan nilai ini merupakan suatu proses
emocional dan intelektual tingkat tinggi yang dipengaruhi oleh interaksi
manusiawi. Nilai (value) pada diri individu berkembang dengan cara : (1)
kepuasan pemenuhan dorongan fisiologis; (2) kepuasan pengalaman
emosional; (3) pengalaman nyata dalam mendapatkan reward dan
punishment; (4) pemberian cinta kasih dan persetujuan terhadap perbuatan
yang diharapkan; (5) otoritas seseorang. (6) berpikir reflektif.
Prestasi Belajar
Proses belajar akan menghasilkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku
meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Opit 1996 dan Hawadi 2001
(Simanjuntak 2010) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan output sekolah
yang sangat penting dan merupakan alat pengukur kemampuan kognitif siswa.
Prestasi belajar menggambarkan penguasaan siswa terhadap materi belajar yang
diberikan.
Menurut Hawadi (Simanjuntak 2010), faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar dapat berasal dari dalam dirinya (faktor internal) maupun dari
faktor eksternal. Faktor internal meliputi :
(1) Kemampuan intelektual, berdasarkan penelitian ditemukan adanya korelasi
positif dan cukup kuat antara taraf intelegensi dengan prestasi seseorang,
yaitu berkisar 0.70.
(2) Minat.
Seseorang akan merasa senang melakukan sesuatu jika sesuai dengan
minatnya.
(3) Bakat merupakan kapasitas untuk belajar dan karena itu baru terwujud jika
sudah mendapat latihan
(4) Sikap
Seseorang akan menerima atau menolak sesuatu berdasarkan penilaiannya
terhadap obyek yang dinilainya berguna atau tidak.
18
(5) Motivasi berprestasi
Semakin tinggi motivasi berprestasi seseorang, maka akan semakin baik
prestasi yang diraihnya.
(6) Konsep diri,
Konsep diri menunjukkan bagaimana seseorang memandang dirinya serta
kemampuan yang dimiliki.
(7) Sistem nilai.
Sistem nilai merupakan keyakinan yang dimiliki seseorang tentang cara
bertingkah laku dan kondisi akhir yang diinginkannya. Sistem nilai yang
dianut dapat mempengaruhi dan menentukan motivasi, gaya hidup, dan
tindakan seseorang.
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar meliputi :
(1) lingkungan sekolah, (2) lingkungan keluarga, (3) lingkungan masyarakat.
Lingkungan sekolah yang mempengaruhi prestasi belajar adalah hubungan antara
siswa dengan guru, keadaan fisik sekolah, disiplin sekolah, dan metode belajar
mengajar. Lingkungan keluarga yang mempengaruhi prestasi belajar adalah
hubungan dengan keluarga, besar keluarga, pendidikan orang tua, dan keadaan
ekonomi keluarga. Lingkungan masyarakat yang mempengaruhi prestasi belajar
adalah kegiatan-kegiatan yang diikuti oleh siswa.
19
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran
Pemberian beasiswa bertujuan memberikan kesempatan pada mahasiswa
yang memiliki keterbatasan ekonomi agar bisa mendapatkan pendidikan.
Penerima beasiswa secara personal memiliki faktor internal berupa umur, kondisi
keluarga dan motivasi untuk kuliah.
Beasiswa melalui pemberian bantuan biaya, pembinaan, dan pendampingan
berupaya meningkatkan keberdayaan mahasiswa penerima beasiswa. Dukungan
kelembagaan beasiswa terhadap mahasiswa penerima beasiswa terlihat dari sistem
pengelolaan beasiswa. Pengelolaan beasiswa yang diukur dalam penelitian ini
meliputi : (1) kemudahan persyaratan; (2) ketercukupan beasiswa; (3) keteraturan
beasiswa; dan (4) kompetensi pendamping.
Keberadaan lingkungan eksternal penerima beasiswa juga memiliki peran
penting karena menjadi tempat interaksi penerima beasiswa. Lingkungan yang
tempat interaksi mahasiswa penerima beasiswa yang diukur dalam penelitian ini
adalah : (1) lingkungan akademik; (2) lingkungan kemahasiswaan; dan (3)
lingkungan asrama. Pengukuran efektivitas program beasiswa dilakukan pada dua
hal yaitu : (1) kepastian penyelesaian studi; dan (2) prestasi akademik. Kepastian
penyelesaian studi pada penelitian ini dikaitkan dengan ketersediaan dana untuk
membiayai pendidikan. Prestasi akademik merupakan gambaran capaian indeks
prestasi akademik dan prestasi mahasiswa penerima beasiswa dalam bidang karya
ilmiah.
20
Kerangka pemikiran penelitian ini adalah :
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Hipotesis
Efektivitas program beasiswa dalam meningkatkan prestasi mahasiswa
dipengaruhi oleh karakteristik individu penerima beasiswa (X1), pengelolaan
program beasiswa (X2), dan karakteristik sosial penerima beasiswa (X3).
Pengelolaan Program Beasiswa
(X𝟐)
X2.1 Kemudahan persyaratan
beasiswa
X2.2 Ketercukupan beasiswa
X2.3 Keteraturan beasiswa
X2.4 Kompetensi pendamping
Efektivitas Program Beasiswa (Y)
Y1 Kepastian penyelesaian studi
Y2 Prestasi akademis
Karakteristik social penerima
beasiswa (X𝟑)
X3.1 Lingkungan akademik
X3.2 Lingkungan kemahasiswaan
X3.3 Lingkungan asrama
Karakteristik Mahasiswa
Penerima Beasiswa (X𝟏)
X1.1 Umur
X1.2 Kondisi keluarga
X1.3 Motivasi
21
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian dengan metode deskriptif.
Metode deskriptif dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang
situasi sosial dan kemungkinan adanya pengaruh yang signifikan antar variabel
(Nasution, 2007).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan kepada mahasiswa penerima beasiswa Beastudi
Etos Bogor dan Beastudi Etos Jakarta sebagai responden. Mahasiswa penerima
beasiswa Beastudi Etos Bogor berkuliah di Institut Pertanian Bogor, sedangkan
mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos Jakarta berkuliah di Universitas
Indonesia.
Pengambilan data dilakukan di asrama tempat tinggal penerima beasiswa
Beastudi Etos. Asrama mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos Bogor
beralamat Jl Babakan Raya, Dramaga. Asrama mahasiswa penerima beasiswa
Beastudi Etos Jakarta di Kukusan, dan Beji Depok.
Pengambilan data primer dilakukan selama bulan November – Desember
2013. Sedangkan pengambilan data sekunder dilakukan selama bulan Desember
2013 sampai dengan Januari 2014.
Populasi dan Sampel
Populasi adalah unit tempat diperolehnya informasi. Populasi penelitian ini
adalah mahasiswa penerima Beastudi Etos di Jabodetabek yang meliputi
mahasiswa Universitas Indonesia (Depok), dan Institut Pertanian Bogor (Bogor).
Populasi penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria mahasiswa yang telah
menerima indeks prestasi (IP). Kriteria pemilihan tersebut dilakukan untuk
kebutuhan analisis data prestasi mahasiswa.
Mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos yang telah mendapatkan IP
adalah mahasiswa angkatan 2011 dan 2012 yang berjumlah 41 orang. Penentuan
sampel dilakukan dengan cara menjadikan seluruh mahasiswa yang telah
mendapatkan IP sebagai responden penelitian (sensus).
22
Jenis Data
Jenis data adalah data primer dan sekunder. Data primer yang didapat berupa
data hasil kuesioner dan wawancara dengan pengelola beasiswa. Data primer
menjelaskan tentang karakteristik mahasiswa penerima beasiswa, karakteristik
keluarga mahasiswa penerima beasiswa, pengelolaan program beasiswa, dan
lingkungan sosial yang menjadi tempat interaksi mahasiswa penerima beasiswa.
Data sekunder berupa dokumen-dokumen pendukung yang memberikan
informasi terkait kurikulum belajar mahasiswa penerima beasiswa, pelaksanaan
proses belajar mahasiswa penerima beasiswa, dan gambaran kondisi asrama.
Definisi Operasional
Penelitian ini membatasi konsep peubah dan sub peubah sebagaimana di
bawah ini :
(1) Karakteristik mahasiswa penerima beasiswa adalah ciri yang melekat pada
responden yang menggambarkan kondisi responden pada saat penelitian
dilakukan.
(2) Umur adalah usia responden yang dihitung dari pertama responden
dilahirkan hingga penelitian ini dilakukan.
(3) Kondisi keluarga adalah gambaran kondisi keluarga responden saat
penelitian ini dilakukan. Kondisi keluarga meliputi : (1) jumlah pendapatan
keluarga; (2) jumlah anggota keluarga; (3) pekerjaan orang tua responden;
dan (4) kemampuan keluarga responden untuk memenuhi kebutuhan primer.
(4) Motivasi untuk kuliah merupakan alasan yang mendasari mahasiswa
penerima beasiswa untuk kuliah. Kuatnya motivasi dalam penelitian ini
dilihat dari berapa banyak alasan responden untuk kuliah.
(5) Kemudahan persyaratan beasiswa adalah persepsi responden tentang
persyaratan-persyaratan beasiswa Beastudi Etos yang dianggap mudah oleh
responden. Hal ini berkaitan dengan konsep kemudahan akses program
pemberdayaan bagi kelompok sasaran.
(6) Ketercukupan beasiswa adalah penilaian responden tentang jenis dan jumlah
beasiswa yang diberikan oleh beasiswa Beastudi Etos dalam memenuhi
kebutuhan penerima beasiswa.
(7) Keteraturan beasiswa adalah persepsi mahasiswa penerima beasiswa tentang
ketepatan waktu dan jumlah beasiswa yang diterima.
(8) Kompetensi pendamping adalah persepsi responden tentang sikap
pendamping dalam menjalankan fungsi dan peran pendampingan.
(9) Karakteristik sosial adalah kondisi eksternal di sekitar mahasiswa penerima
beasiswa yang menjadi tempat interaksi responden selama kuliah.
(10) Lingkungan akademik merupakan kondisi interaksi mahasiswa penerima
beasiswa dengan sivitas akademika kampus yang berorientasi pada kegiatan
akademik seperti interaksi dengan dosen, petugas akademik, dan kegiatan-
kegiatan pengembangan keilmuan.
23
(11) Lingkungan kemahasiswaan adalah kondisi interaksi mahasiswa penerima
beasiswa dengan mahasiswa lain secara personal maupun dalam organisasi
kemahasiswaan.
(12) Lingkungan asrama adalah kondisi fisik asrama dan interaksi responden
dengan sesama mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos dan
pendamping
(13) Kepastian penyelesaian studi pada penelitian ini dilihat dari kemampuan
responden memenuhi kebutuhan biaya-biaya baik biaya pendidikan,
maupun biaya hidup selama menjalani perkuliahan. Dasar penentuan sub
peubah ini adalah karena beasiswa yang diterima responden adalah beasiswa
tidak penuh, sehingga ketersediaan biaya bisa menjadi indikator peluang
kepastian penyelesaian studi lebih besar.
(14) Prestasi akademik adalah capaian hasil belajar responden yang ditandai
dengan Indeks Prestasi dan prestasi di bidang karya ilmiah.
(15) Efektivitas program beasiswa merupakan tingkat kemampuan program
beasiswa membentuk penerima beasiswa yang berprestasi baik secara
akademik, dan kepastian penyelesaian studi.
Matriks Pengembangan Instrumen
Matriks pengembangan instrumen menjelaskan secara rinci mengenai
peubah, sub peubah, indikator, cara pengukuran, dan skala data. Matriks
pengembangan instrumen berdasarkan peubah pada penelitian ini sebagai berikut
:
24
Tabel 2 Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah karakteristik individu
Sub peubah Indikator Pengukuran
Analisis Deskriptif Uji Regresi
Umur
(X1.1) Karakteristik
umur
Distribusi frekuensi
berdasarkan data usia
responden (tahun)
Tidak digunakan untuk
uji regresi karena usia
responden masih dalam
satu kelompok remaja
Kondisi
Keluarga
(X1.2)
1. Pendapatan
keluarga
Distribusi frekuensi
berdasarkan data jumlah
pendapatan total keluarga
responden (Rp)
Data jumlah pendapatan
total keluarga
responden (Rp)
2. Kemampuan
pemenuhan
kebutuhan
primer
1. Rendah (1-3)
2. Sedang (4-6)
3. Tinggi (7-9)
Skor yang didapat pada
analisis deskriptif
ditransformasi dari data
ordinal menjadi data
interval menggunakan
stat97.xla.
3. Jumlah
anggota
keluarga
reponden
Distribusi frekuensi
berdasarkan jumlah anggota
keluarga responden (orang)
Data jumlah anggota
keluarga responden
(orang).
4. Pekerjaan
Ayah
Jenis pekerjaan ayah
1. Sangat rendah (tidak
berpenghasilan)
2. Rendah (buruh :
berpenghasilan tidak
tetap dan tergantung
kepada orang lain),
3. Sedang (wiraswasta :
berpenghasilan tidak
tetap tapi tidak
tergantung kepada orang
lain)
4. Tinggi ( pegawai
berpenghasilan tetap
Skor yang didapat pada
analisis deskriptif
ditransformasi dari data
ordinal menjadi data
interval menggunakan
stat97.xla.
Motivasi
untuk
kuliah
(X1.3)
Alasan yang
mendasari
responden untuk
kuliah
Distribusi frekuensi
berdasarkan data total skor
alasan-alasan yang
mendasari responden untuk
kuliah (1 alasan dihitung 1
skor)
Total skor alasan-alasan
yang mendasari
responden untuk kuliah
(1 alasan dihitung 1
skor)
25
Tabel 3 Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah pengelolaan beasiswa
Sub peubah Indikator Pengukuran
Analisis Deskriptif Uji Regresi
Kemudahan
persyaratan
beasiswa (X2.1)
Dukungan
kelembagaan
beasiswa
Distribusi frekuensi
berdasarkan data total skor
persyaratan beasiswa yang
dianggap mudah oleh
responden (1 persyaratan
dihitung 1 skor)
Total skor persyaratan-
persyaratan beasiswa
yang dianggap mudah
oleh responden untuk
kuliah (1 persyaratan
dihitung 1 skor)
Ketercukupan
beasiswa
(X2.2)
Dukungan
kelembagaan
beasiswa
Jenis bantuan beasiswa:
1. Rendah : 0 jenis
2. Sedang : 1 – 2 jenis
3. Tinggi : 3 – 4 jenis
4. Sangat Tinggi : > 4
jenis
Total skor yang didapat
dari penjumlahan skor
jenis bantuan beasiswa,
dan kesenjangan
beasiswa yang didapat
pada analisis deskriptif
ditransformasi dari data
ordinal menjadi data
interval menggunakan
stat97.xla.
Kesenjangan jumlah
beasiswa dengan kebutuhan
1. Rendah : kesenjangan
> Rp 250.000
2. Sedang : kesenjangan
Rp 1 – 249.900
3. Tinggi : tidak ada
kesenjangan
4. Sangat tinggi :
beasiswa berlebih
Keteraturan
penerimaan
beasiswa
(X2.3)
Dukungan
kelembagaan
beasiswa
Waktu penerimaaan
beasiswa
1. Tinggi : Tanggal 1 – 10
2. Sedang : Tanggal 11 –
20
3. Rendah : Tanggal > 20
Total skor yang didapat
dari penjumlahan skor
waktu penerimaan
beasiswa dan tingkat
pengurangan beasiswa
ditransformasi dari data
ordinal menjadi data
interval menggunakan
stat97.xla.
Tingkat pengurangan
beasiswa
1. Tinggi : Tidak pernah
2. Sedang : 1 – 5 kali
3. Rendah : > 5 kali
Kompetensi
Pendamping
(X2.4)
Sikap agen
perubahan
1. Iya : skor 1
2. Tidak : skor 0
Total skor didapat dengan
menjumlahkan seluruh skor
Total skor jawaban
responden tentang
kompetensi
pendamping
26
Tabel 4 Sub peubah, indikator, dan pengukuran peubah karakteristik sosial
penerima beasiswa
Sub peubah Indikator Pengukuran
Analisis Deskriptif Uji Regresi
Lingkungan
akademik
(X3.1)
Hubungan sosial
responden
dengan
lingkungan
akademik
Jumlah dosen yang
dikenal baik
1. Rendah : 1 – 5
2. Sedang : 6 – 10
3. Tinggi : > 10
Total skor yang
didapat dari
penjumlahan skor-
skor jawaban pada
analisis deskriptif
ditransformasi dari
data ordinal menjadi
data interval
menggunakan
stat97.xla.
Jumlah tenaga
kependidikan yang
dikenal baik
1. Rendah : 1 – 5
2. Sedang : 6 – 10
3. Tinggi : > 10
Akses terhadap
kegiatan
pengembangan
kapasitas
Keikursertaan dalam
kegiatan
seminar/workshop/pel
atihan
1. Rendah : 1 – 2 kali
2. Sedang : 3 – 4 kali
3. Tinggi : > 4 kali
Keikursertaan dalam
kompetisi ilmiah
1. Rendah : 1 – 2 kali
2. Sedang : 3 – 4 kali
3. Tinggi : > 4 kali
Lingkungan
kemahasisw
aan (X3.2)
Hubungan
responden
dengan teman
sebaya
Keterlibatan dalam
organisasi
kemahasiswaan
1. Rendah : 1 – 2 kali
2. Sedang : 3 – 4 kali
3. Tinggi : > 4 kali
Total skor yang
didapat dari
penjumlahan skor-
skor pada analisis
deskriptif
ditransformasi dari
data ordinal menjadi
data interval
menggunakan
stat97.xla.
Jumlah teman dekat
1. Rendah : 1 –
2. Sedang : 6 – 10
3. Tinggi : > 10
Lingkungan
asrama
(X3.3)
Lingkungan
fisik asrama
yang
mempengaruhi
prestasi belajar
Jarak asrama ke
kampus
1. Rendah : > 2 km
2. Sedang : 1-2 km
3. Tinggi : < 1 km
Total skor yang
didapat dari
penjumlahan skor-
skor jawaban dalam
analisis deskriptif
ditransformasi dari
data ordinal menjadi
data interval dengan
stat97.xla.
Manfaat
pendampingan
Distribusi frekuensi
manfaat-manfaat
pendampingan (1
manfaat = 1 skor)
27
Tabel 5 Sub peubah, indikator, pengukuran efektivitas program beasiswa
Sub peubah Indikator Pengukuran
Analisis Deskriptif Uji Regresi
Kepastian
Penyelesaian
Studi (Y1)
Efektivitas
beasiswa untuk
memenuhi
kebutuhan biaya
Sumber pendapatan
1. Rendah : 0
2. Sedang : 1-2
3. Tinggi : 3-4
4. Sangat Tinggi : >4
Total skor yang
didapat dari
penjumlahan
skor-skor jawaban
dalam analisis
deskriptif
ditransformasi
dari data ordinal
menjadi data
interval dengan
stat97.xla.
Frekuensi menabung
dalam satu semester
1. Rendah : < 2 kali
2. Sedang : 2 – 3 kali
3. Tinggi : > 3 kali
Prestasi
akademik
(Y2)
Efektivitas
beasiswa dilihat
dari kualitas hasil
belajar
Indeks prestasi akademik
1. Rendah : < 2.
2. Tinggi : 3.0-3.49
3. Sedang : 2.0-3.0
4. Sangat Tinggi :
3.5–4.0
Total skor yang
didapat dari
penjumlahan
skor-skor jawaban
dalam analisis
deskriptif
ditransformasi
dari data ordinal
menjadi data
interval dengan
stat97.xla.
Frekuensi kenaikan
Indek Prestasi
1. Tinggi : 3 – 4 kali
2. Sedang : 1 – 2 kali
3. Rendah : 0 kali
Prestasi di bidang karya
ilmiah
1. Tinggi : > 4 kali
2. Sedang : 3 – 4 kali
3. Rendah : 1 – 2
Uji Instrumen
Validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas sejalan
(concuren validity). Validitas sejalan mempertanyakan apakah kemampuan dan
atau karakteristik subjek penelitian dalam suatu bidang sesuai dengan kemampuan
dan atau karakteristiknya terhadap bidang-bidang lain yang sejenis (Nurgiantoro
et al 2004). Validitas sejalan dianalisis dengan teknik korelasi product moment.
N (∑XY) – (∑X ∑Y)
r =
√ [N∑X2 – (∑𝑋)2
] [N∑Y2 – (∑Y)
2]
Gambar 4 Rumus Korelasi Product Moment Sumber : Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1987
28
Reliabilitas instrumen adalah ketetapan alat evaluasi dalam mengukur atau
ketetapan dalam menjawab. Jika alat tes reliabel, maka hasil dari dua kali atau
lebih pengevaluasian dengan dua atau lebih alat evaluasi yang ekivalen pada
masing-masing pengetasan akan sama (Ruseffendi, 1994). Pengukuran reliabilitas
instrument menggunakan Alpha Cronbach. Reliabilitas Alpha Cronbach dapat
dipergunakan dapat dipergunakan baik untuk instrument yang jawabannya
berskala maupun yang bersifat dikotomis (Nurgiantoro et al 2004). Analisis
dengan Alpha Cronbach menggunakan program SPSS 16.
Pada penelitian ini, validitas diukur dengan cara melakukan uji kuesioner
terlebih dahulu terhadap 27 orang mahasiswa penerima Beastudi Etos daerah
Semarang. Angka kritis yang digunakan dalam uji reliabilitas instrumen ini adalah
angka kritis untuk taraf nyata sepuluh persen dan n = 27 yaitu sebesar 0.311.
Tabel 6 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian
No Peubah penelitian Validitas
(r-hitung)
Reliabilitas
(Cronbach alpha)
Karakteristik individu
1 Kondisi keluarga (X1.2) 0.390 0.505
2 Motivasi (X1.3) 0.457
Pengelolaan program beasiswa
1 Ketercukupan beasiswa (X2.2) 0.476
2 Keteraturan penerimaan beasiswa
(X2.3) 0.701 0.815
3 Kompetensi pendamping (X2.4) 0.236
Karakteristik sosial
1 Lingkungan akademik (X3.1) 0.639
2 Lingkungan kemahasiswaan
(X3.2) 0.391 0.220
3 Lingkungan asrama (X3.3) 0.946
Efektivitas program beasiswa
1 Kepastian penyelesaian studi (Y1) 0.897
2 Prestasi akademik (Y2) 0.638 0.466
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan tiga metode,
yaitu : (1) analisis deskriptif; (2) analisis pengaruh melalui uji regresi; dan (3)
analisis kualitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan peubah-
peubah yang digunakan dalam penelitian ini. Peubah-peubah pada penelitian ini
terdiri dari karakteristik individu responden, pengelolaan program beasiswa,
lingkungan sosial, kepastian penyelesaian studi, dan prestasi akademis.
Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hipotesis
penelitian ini menyatakan tentang adanya pengaruh peubah-peubah bebas
29
terhadap peubah terikat. Penelitian ini menggunakan tiga peubah bebas dan satu
peubah terikat. Oleh karena itu analisis data menggunakan analisis regresi
berganda. Analisis regresi berganda digunakan jika peubah bebas yang digunakan
lebih dari satu. Analisis regresi berganda pada penelitian ini menggunakan tingkat
kepercayaan yang diharapkan sebesar 90 persen.
Analisis regresi mensyaratkan bahwa data harus berskala interval atau rasio.
Data-data penelitian yang masih berupa data ordinal ditransformasi terlebih
dahulu agar menjadi data interval dengan menggunakan method of successive
interval (MSI). Penghitungan MSI menggunakan program excel khususnya
program tambahan stat97.xla.
Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis efektivitas program
beasiswa. Analisis kualitatif dilakukan dengan cara melakukan sintesa
berdasarkan data-data kualitatif yang didapatkan pada penelitian ini.
30
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Program Beastudi Etos Bogor dan Jakarta
Visi dan Misi Beastudi Etos
Beastudi Etos adalah lembaga pemberi beasiswa yang memfokuskan
pemberian beasiswanya kepada mahasiswa yang berprestasi, tapi memiliki
keterbatasan secara ekonomi. Beastudi Etos merupakan salah satu program di
bawah divisi pendidikan Dompet Dhuafa. Dompet Dhuafa adalah LSM yang
pengelola Zakat, Infak, Shodaqoh, dan Wakaf (ZISWAF).
Sumber dana pengelolaan beasiswa Beastudi Etos berasal dari dana zakat
masyarakat yang dikumpulkan oleh Dompet Dhuafa. Zakat merupakan sebagian
pendapatan yang wajib dikeluarkan apabila wajib zakat (muzaki) telah mencapai
batas wajib dikeluarkannya zakat. Salah satu golongan yang berhak menerima
zakat adalah golongan miskin. Seseorang disebut miskin jika memiliki
pendapatan, namun pendapatan tersebut tidak mencukupi kebutuhan hidup orang
tersebut.
Beastudi Etos berdiri sejak tahun 2003. Hingga saat ini total alumni
penerima beasiswa Beastudi Etos adalah 1.172 orang. Visi Beastudi Etos adalah
terdepan dalam membentuk generasi unggul dan mandiri. Penjelasan dari visi
tersebut adalah :
(1) Terdepan, artinya berada paling depan, menjadi pelopor program investasi
Sumber Daya Manusia (SDM) dan tidak tertinggal dalam penerapan sistem
pengelolaan program.
(2) Dalam membentuk, artinya dalam upaya untuk memberikan bimbingan dan
pengarahan guna menghasilkan output yang sesuai dengan potensi per
individu, tidak harus seragam dalam pola dan output namun tetap ada
perencanaan yang jelas dan kultur kedisiplinan.
(3) SDM unggul, artinya SDM yang memiliki nilai lebih dalam hal kepedulian,
prestasi dan produktivitas dalam ruang lingkup agama, akademis,
kepribadian dan sosial.
(4) SDM mandiri, artinya SDM yang dapat berdiri sendiri, tidak tergantung
orang lain, baik secara finansial, pemikiran maupun sikap, serta berdaya dan
mampu memberdayakan.
Beastudi Etos menjabarkan visi ke dalam 4 misi yaitu : (1) menerapkan
manajemen mutu; (2) menerapkan kurikulum pembinaan Beastudi Etos yang
berbasis kompetensi; (3) membangun dan mengoptimalkan jaringan Beastudi
Etos; dan (4) mengoptimalkan peran sumber daya manusia (SDM) Beastudi Etos
dalam pemberdayaan masyarakat.
31
Pengelola beasiswa
Pengelola Beastudi Etos terdiri dari pengelola pusat, dan pengelola daerah.
Pengelola pusat berlokasi di Bumi Pengembangan Insani, Jl Parung Bogor Km 42
Bogor. Pengelola daerah berlokasi di 12 kota tempat mahasiswa penerima
beasiswa tinggal. Pengelola pusat dipimpin oleh seorang supervisor Beastudi Etos
dan dibantu oleh koordinator pembinaan serta koordinator keuangan.
Pengelola daerah dipimpin oleh seorang koordinator daerah (korda).
Koordinator daerah membawahi pendamping-pendamping mahasiswa penerima
beasiswa Beastudi Etos. Persyaratan menjadi koordinator daerah Beastudi Etos
adalah : (1) muslim; (2) memiliki minat pada pengelolaan mahasiswa; (3)
memiliki kemampuan leadership, manajemen SDM strategis, dan komunikatif; (4)
lulusan dari perguruan tinggi yang terdapat mahasiswa penerima beasiswa
penerima Beastudi Etos; (5) memiliki jaringan dengan kampus yang menjadi
tempat kuliah mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos; (6) memiliki jaringan
eksternal yang luas; (7) bersedia mengembangkan kedermawanan dalam
mengelola Beastudi Etos; (8) masih berhubungan dengan/beraktifitas di kampus
yang sama dengan mahasiswa penerima Beastudi Etos yang akan didampingi
(sumber : Standar Operasional Prosedur Beastudi Etos, 2011)
Ruang lingkup pekerjaan koordinator daerah Beastudi Etos adalah :
(1) Mempelajari dan memahami tentang Dompet Dhuafa.
(2) Melakukan proses seleksi sesuai ketentuan Beastudi Etos dan membantu
proses advokasi peserta seleksi Beastudi Etos dalam hal : (1) bekerja sama
dengan pihak perguruan tinggi; (2) menyediakan sekretariat selama proses
seleksi; (3) bekerja sama dengan seluruh pihak yang menunjuang proses
seleksi; (4) melaporkan hasil proses seleksi.
(3) Mempersiapkan akomodasi awal peserta Beastudi Etos (rumah kontrakan,
dan papan nama).
(4) Mengajukan kelengkapan awal berdasarkan hasil inventaris.
(5) Melakukan kegiatan pengelolaan alumni beastudi Etos (berkoordinasi
dengan koordinator alumni).
(6) Mengkoordinasikan setiap kegiatan dengan Beastudi Etos pusat.
(7) Melakukan perluasan komunikasi eksternal melalui kerjasama dengan
berbagai pihak.
(8) Melakukan proses pembinaan sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan
Beastudi Etos.
(9) Membuat perencanaan pembinaan dan melaporkan pelaksanaannya.
(10) Berkoordinasi dengan pendamping untuk melakukan evaluasi berkala
terhadap mahasiswa penerima Beastudi Etos.
(11) Memonitor dan merespon perkembangan dan permasalahan mahasiswa
penerima Beastudi Etos.
(12) Melaporkan kegiatan khusus yang dilaksanakan daerah.
Pendamping beasiswa Beastudi Etos adalah fasilitator yang ditempatkan di
asrama. Pendamping putra akan ditempatkan di asrama Beastudi Etos putra,
sedangkan pendamping putri ditempatkan di asrama Beastudi Etos putri.
Pendamping Beastudi Etos diangkat dari mahasiswa dengan kriteria sebagai
berikut : (1) memiliki pengalaman membina atau mendampingi sumber daya
32
manusia; (2) sehat fisik; (3) muslim; (4) bersedia tinggal di asrama; dan (5)
bersedia mematuhi aturan Beastudi Etos.
Beasiswa Beastudi Etos merumuskan profil pendamping beasiswa Beatudi
Etos adalah : (1) energik; (2) optimis; (3) spesialis dan berwawasan luas; (4)
pemimpin; (5) mandiri; (6) peduli; (7) Islami; (8) teladan; (9) bersih dan rapi; dan
(10) disiplin (sumber : dokumen revitalisasi pendamping Beastudi Etos, 2014).
Ruang lingkup pekerjaan pendamping, adalah :
(1) Mempelajari dan memahami tentang Dompet Dhuafa.
(2) Melakukan proses seleksi sesuai ketentuan Beastudi Etos dan membantu
proses advokasi peserta seleksi Beastudi Etos, diantaranya : (1) bekerja sama
dengan pihak perguruan tinggi; (2) bekerja sama dengan seluruh pihak yang
menunjang proses seleksi; (3) mempersiapkan perlengkapan seleksi,
spanduk, berkas-berkas seleksi; dan (4) membantu proses seleksi.
(3) Membantu koordinator daerah dalam menyusun laporan pembinaan.
(4) Mengkoordinir, memotivasi, membantu mahasiswa penerima Beastudi Etos
dalam membuat tulisan ke media.
(5) Membuat laporan pelaksanaan pembinaan (rutin dan asrama) secara tertulis
dan dokumentasi kegiatan pembinaan, berkoordinasi dengan koordinator
daerah.
(6) Membuat laporan pengelolaan dana dan berkoordinasi dengan koordinator
daerah.
(7) Melaporkan etos counter (daftar pemotongan beasiswa karena adanya
pelanggaran yang dilakukan oleh penerima beasiswa.
(8) Memeriksa tugas – tugas mahasiswa penerima Beastudi Etos.
(9) Membuat laporan perkembangan mahasiswa penerima Beastudi Etos kepada
koordinator wilayah.
(10) Mempersiapkan pembinaan rutin.
(11) Memantau dan merespon perkembangan mahasiswa penerima Beastudi Etos
dalam empat domain.
(12) Melaksanakan pembinaan asrama.
(13) Mendampingi dan merespon masalah setiap mahasiswa penerima Beastudi
Etos.
(14) Membantu koordinator wilayah dalam membuat laporan kegiatan khusus
yang dilaksanakan wilayah.
(Sumber : Standar Operasional Prosedur Beastudi Etos 2011)
Koordinator daerah Beastudi Etos disyaratkan memiliki pendidikan minimal
lulus strata satu dari perguruan tinggi yang sama dengan mahasiswa penerima
Beastudi Etos yang didampingi. Pertimbangan akan hal tersebut adalah agar
koordinator daerah paham tentang lingkungan akademik kampus tempat
mahasiswa penerima Beastudi Etos berada.
Pendamping juga disyaratkan berasal dari perguruan yang sama dengan
mahasiswa penerima Beastudi Etos. Pendamping tidak disyaratkan sudah lulus
strata satu. Mahasiswa tingkat akhir dimungkinkan untuk menjadi pendamping
mahasiswa penerima Beastudi Etos, tapi pendamping harus minimal satu angkatan
lebih tua dari penerima beasiswa.
Koordinator daerah dan pendamping mahasiswa penerima Beastudi Etos
merupakan profesi semi relawan, artinya profesi sebagai koordinator daerah
beasiswa Beastudi Etos bukan pekerjaan utama. Begitu pula dengan pendamping.
33
Hal tersebut sebagai upaya Beastudi Etos membuka kesempatan kepada
masyarakat umum untuk melakukan kerelawanan. Tabel 7 di bawah ini
menggambarkan pendidikan dan profesi utama koordinator daerah dan
pendamping mahasiswa penerima Beastudi Etos daerah Bogor dan Jakarta.
Tabel 7 Pendidikan dan profesi utama korda dan pendamping Beastudi Etos
Bogor dan Jakarta
Pengelola Beastudi
Etos
Pendidikan Profesi utama
Pengelola Beastudi Etos Bogor
1. Koordinator daerah S1 Wiraswasta di bidang bimbingan
belajar
2. Pendamping Putra Mahasiswa IPB Mahasiswa IPB
3. Pendamping Putri 1 S1 Karyawan IPB
4. Pendamping Putri 2 S1 Mahasiswa Pascasarjana IPB
Pengelola Beastudi Etos Jakarta
1. Koordinator daerah S3 Dosen Universitas Indonesia(UI)
2. Pendamping putra 1 Mahasiswa UI Mahasiswa UI
3. Pendamping putra 2 Mahasiswa UI Mahasiswa UI
4. Pendamping putri 1 S1 Fresh Graduate UI
5. Pendamping putri 2 S1 Mahasiswa Pascasarjana UI
Bentuk-Bentuk Beasiswa yang Diberikan oleh Beasiswa Beastudi Etos
Beastudi Etos memberikan beasiswa kepada mahasiswa sejak pertama
masuk perguruan tinggi hingga tiga tahun kemudian. Periode pemberian beasiswa
dimulai sejak bulan Agustus pada tahun pertama mahasiswa masuk kuliah hingga
bulan Juli pada tiga tahun setelahnya. Beastudi Etos memberikan beasiswa dalam
bentuk :
(1) Biaya masuk perguruan tinggi
Biaya masuk perguruan tinggi merupakan biaya yang harus dibayarkan
oleh mahasiswa baru kepada perguruan tinggi pada saat registrasi setelah
dinyatakan lolos masuk perguruan tinggi tersebut. Jumlah dan komponen
biaya di tiap-tiap perguruan tinggi biasanya berbeda-beda.
Beastudi Etos tidak selalu membayarkan sejumlah tagihan yang
didapatkan oleh mahasiswa penerima Beastudi Etos. Beastudi Etos
mendorong mahasiswa penerima Beastudi Etos untuk melakukan advokasi
keringanan biaya masuk perguruan tinggi. Pelaksanaan advokasi ini
dilakukan oleh mahasiswa penerima Beastudi Etos dengan adanya
pendampingan dari pendamping Beastudi Etos, atau mahasiswa penerima
Beastudi Etos lain. Dasar pertimbangan Beastudi Etos mendorong
mahasiswa penerima Beastudi Etos melakukan advokasi keringan biaya
masuk perguruan tinggi adalah agar mahasiswa penerima beasiswa Beastudi
Etos memiliki keberanian memperjuangkan nasibnya sendiri. Proses
34
advokasi keringanan biaya masuk perguruan tinggi tidak selalu berhasil.
Jika proses advokasi keringanan tersebut tidak berhasil, Beastudi Etos tetap
akan membayarkan biaya masuk sejumlah tagihan dari perguruan tinggi.
(2) SPP semester satu dan dua
Komponen beasiswa yang juga diberikan kepada mahasiswa penerima
beasiswa Beastudi Etos adalah bantuan SPP semester satu dan dua. Hasil
penelitian ini menemukan bahwa besaran biaya SPP yang harus dibayarkan
oleh mahasiswa penerima Beastudi Etos di daerah Bogor dan Jakarta
berkisar antara Rp 0 Sampai Rp 7.500.000,00. Beberapa mahasiswa
penerima beasiswa Beastudi Etos jumlah biaya SPP Rp 0 atau dengan kata
lain tidak diwajibkan membayar SPP. Hal tersebut disebabkan adanya
keringanan biaya dari perguruan tinggi.
(3) Biaya hidup
Bantuan biaya hidup adalah komponen beasiswa yang dibayarkan
kepada mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos secara rutin satu bulan
satu kali selama tiga tahun. Bantuan biaya hidup yang diberikan adalah
sebesar Rp 500.000,00. Prosedur pengiriman biaya hidup yang dijalankan
oleh beasiswa Beastudi Etos adalah : (1) biaya hidup dikirimkan maksimal
tanggal 10 setiap bulan ke masing-masing rekening penerima beasiswa, (2)
jika tanggal 10 jatuh pada hari Sabtu maka pengiriman maju satu hari yaitu
di hari Jum’at, namun jika tanggal 10 jatuh di hari Minggu maka pengiriman
mundur satu hari yaitu di hari Senin, (3) jumlah bantuan biaya hidup yang
diberikan dimungkinkan berkurang dari Rp 500.000,00 karena ada
pemotongan uang saku sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukan
penerima beasiswa.
(4) Asrama
Asrama Beastudi Etos tersebar di setiap daerah dan terbagi menjadi
asrama putra dan putri. Fungsi asrama, selain sebagai tempat tinggal adalah
sebagai media pembinaan dan pendampingan. Beastudi Etos daerah Bogor
memiliki satu asrama putra dan satu asrama putri. Asrama putra Beastudi
Etos daerah Bogor beralamat di Jalan Babakan Tengah no 24 Dramaga.
Asrama putri Beastudi Etos daerah Bogor beralamat di Jalan Babakan Raya
gang Bara 4. Beastudi Etos daerah Jakarta memiliki satu asrama putra dan
satu asrama putri. Asrama putra Beastudi Etos daerah Jakarta beralamat di
Jalan Bambon Raya No 9 Beji Timur. Asrama putri Beastudi Etos daerah
Jakarta beralamat di Jl M Alif 3 no 2 Kukusan.
Asrama Beastudi Etos didapatkan dengan cara menyewa kepada
pemilik asrama dengan jangka waktu sewa tahunan, dan bisa diperpanjang
kembali bila diperlukan. Kriteria sebuah rumah bisa dijadikan asrama
Beastudi Etos adalah : (1) kondisi rumah permanen; (2) jumlah kamar
representatif untuk menampung etoser (minimal 1 angkatan), dan satu kamar
untuk pendamping asrama; (3) Setiap kamar berukuran sedang (3 x 4 m)
dapat digunakan oleh maksimal 2 orang mahasiswa penerima Beastudi Etos,
sedangkan kamar dengan ukuran kecil (kurang dari 3 x 4 m) hanya dapat
digunakan oleh satu orang mahasiswa penerima Beastudi Etos; (4) rumah
memiliki sarana penerangan listrik (minimal daya 900 watt), ketersediaan air
bersih, ventilasi udara yang cukup, dan sanitasi yang sehat; (5) rumah
memiliki satu ruangan besar yang memungkinkan untuk pelaksanaan
35
pembinaan, dan atau digunakan sebagai mushala asrama; (6) memiliki
kamar mandi dengan jumlah yang memadai untuk digunakan (rasio 1 kamar
mandi maksimal digunakan oleh 6 orang mahasiswa penerima Beastudi
Etos); (7) diutamakan memiliki dapur, (8) diutamakan yang berada dekat
dengan jalan raya; (9) berada dekat dengan kampus tempat belajar
mahasiswa penerima Beastudi Etos, diutamakan yang dapat dicapai dengan
berjalan kaki; (10) berada dalam lingkungan yang kondusif untuk belajar,
pengembangan potensi mahasiswa penerima Beastudi Etos, dan
pemberdayaan pengabdian masyarakat; (11) papan nama asrama dipasang
sebagai identitas sekaligus media publikasi Beastudi Etos.
Beastudi Etos memberikan sarana penunjang asrama yang meliputi (1)
alat-alat kebersihan; (2) alat penunjang kerapihan; dan (3) alat-alat untuk
fasilitas umum. Sarana penunjang asrama diberikan oleh Beastudi Etos
berdasarkan pengajuan kebutuhan dari pengelola daerah.
(5) Biaya pengembangan diri
Komponen biaya pengembangan diri merupakan komponen beasiswa
Beastudi Etos yang tidak diberikan kepada mahasiswa penerima Beastudi
Etos. Biaya pengembangan diri diberikan dalam bentuk pembiayaan untuk
pelaksanaan pembinaan setiap bulan. Biaya pengembangan diri terbagi
menjadi dua komponen yaitu biaya pembinaan, dan biaya operasional
asrama.
Biaya pembinaan meliputi (1) honor untuk narasumber pembinaan;
dan (2) biaya operasional pembinaan misal untuk konsumsi, sewa tempat,
perlengkapan yang dibutuhkan dalam kegiatan pembinaan. Biaya
operasional asrama meliputi : (1) biaya untuk membayar listrik dan air; (2)
iuran kebersihan dari Rukun Tangga (RT) setempat.
Seleksi beasiswa Beastudi Etos
Proses pengelolaan Beastudi Etos dimulai sejak pelaksanaan seleksi calon
penerima Beastudi Etos. Seleksi dilaksanakan ketika pendaftar Beastudi Etos
masih duduk di kelas XII. Persyaratan umum bagi pendaftar Beastudi Etos adalah
lulusan SMA atau sederajat yang akan masuk Perguruan Tinggi melalui jalur
seleksi masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) jalur reguler dan lolos pada
jurusan-jurusan yang direkomendasikan Beastudi Etos (Standar Operasional
Prosedur Beastudi Etos, 2011).
Persyaratan khusus bagi calon pendaftar Beastudi Etos antara lain : (1)
berasal dari keluarga tidak mampu yang dibuktikan dengan melampirkan surat
keterangan tidak mampu dan slip gaji/surat keterangan penghasilan orang tua; (2)
mengisi daftar riwayat hidup; (3) menyerahkan fotokopi raport SMA sejak
semester 1 sampai dengan semester 5; (4) Fotokopi Kartu Keluarga; (5) Fotokopi
KTP atau kartu pelajar; (6) Fotokopi Ijazah dan STTB bagi yang telah lulus
SMA/sederajat; (7) melampirkan foto terbaru 4 x 6, 2 lembar; (8) melampirkan
foto rumah (tampak keseluruhan, ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, dapur) ;
(9) membuat tulisan tentang kisah perjalanan hidup sepanjang minimal 2 halaman
folio (tulis tangan).
36
Proses seleksi Beastudi Etos dijalankan berdasarkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) seleksi Beastudi Etos. Proses seleksi dijalankan melalui beberapa
tahapan yaitu (1) seleksi administrasi; (2) tes tulis dan wawancara; (3) homevisit;
(4) ranking nasional. Pada setiap tahapan seleksi dilaksanakan dengan
menggunakan sistem gugur, sehingga pendaftar yang tidak lolos pada satu tahapan
seleksi tidak dimungkinkan untuk mengikuti seleksi tahap selanjutnya.
Seleksi administrasi dilakukan untuk menilai kelayakan finansial dan
kemampuan akademik pendaftar Beastudi Etos. Dokumen yang menjadi acuan
penilaian seleksi administrasi adalah biodata pendaftar, surat keterangan
penghasilan orang tua, fotokopi raport, dan dokumen pendukung lain seperti
sertifikat maupun piagam penghargaan.
Tes tulis dan wawancara adalah tahapan lanjutan setelah seleksi
administrasi. Pada tes tulis dan wawancara akan ada dua bentuk tes yaitu tes tulis
dan tes wawancara. Tes tulis bertujuan untuk menguji wawasan, kemampuan
analisis, dan kemampuan menyelesaikan masalah (problem solving) pendaftar
Beastudi Etos. Tes wawancara bertujuan untuk melakukan cek data pribadi
pendaftar serta untuk menggali motivasi pendaftar Beastudi Etos.
Tahap home visit dilakukan setelah tahap tes tulis dan wawancara. Home
visit dilakukan dengan cara panitia seleksi Beastud Etos melakukan kunjungan
langsung ke rumah pendaftar Beastudi Etos. Hal tersebut bertujuan untuk
melakukan pengecekan data langsung berdasarkan dokumen yang diserahkan
pendaftar Beastudi Etos. Home visit dilakukan oleh panitia seleksi daerah.
Setelah pengumuman SNMPTN, panitia pusat seleksi Beastudi Etos akan
melakukan ranking nasional. Ranking nasional ini bertujuan untuk memilih calon
pendaftar yang benar-benar memenuhi kualifikasi sesuai kriteria Beastudi Etos.
Ranking nasional dilakukan dengan cara mengurutkan nilai terbesar di setiap
daerah. Hasil ranking tersebut disesuaikan dengan kuota masing-masing daerah
sehingga didapatkan jumlah dan data calon penerima Beastudi Etos di setiap
daerah.
Pembinaan Beastudi Etos
Pembinaan Beastudi Etos dijalankan berdasarkan kurikulum pembinaan
Beastudi Etos. Kurikulum Beastudi Etos disusun sebagai kurikulum berbasis
kompetensi untuk mengembangkan prestasi. Kurikulum pembinaan Beastudi Etos
memiliki kandungan yaitu : (1) pemaparan profil yang diharapkan dari pembinaan
yang dijalankan; (2) aspek pada setiap profil yang diharapkan yang berisi tentang
perilaku yang diharapkan ada pada profil, metode pembinaan, indikator
keberhasilan, dan cara pengukuran; (3) materi pembinaan (Beastudi Etos 2013).
Pembinaan dilakukan dengan cara menghadirkan narasumber yang
memberikan materi pembinaan. Sosok narasumber bisa menjadi contoh bagi
mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos. Teori belajar sosial memandang
bahwa belajar bisa dilakukan dengan mengamati pengalaman perilaku orang lain
dan konsekuensi yang ditimbulkan kepada orang tersebut. Belajar dengan
pengamatan akan memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pengalaman yang
lebih banyak, menghubungkan pola perilaku tanpa perlu mencoba terlebih dahulu.
Pemilihan narasumber pembinaan menjadi penting untuk dilakukan. Narasumber
37
yang sukses akan mampu menghadirkan contoh nyata kesuksesan dan dapat
membagi pengalaman kesuksesannya kepada penerima beasiswa.
Pembinaan dilakukan pada empat domain yaitu spiritual, akademik,
pengembangan diri, dan sosial. Pemilihan empat domain pembinaan tersebut
didasarkan pada kebutuhan sebagai mahasiswa. Pembinaan agama bertujuan
memberikan penguatan dari sisi ruhiyah. Pembinaan akademik bertujuan
membekali penerima beasiswa dengan kemampuan softskill yang menunjang
kegiatan perkuliahan. Pembinaan pengembangan diri bertujuan menanamkan
karakter-karakter positif yang bermanfaat untuk pengembangan diri setelah lulus
dari perkuliahan. Sedangkan pembinaan sosial dilakukan dengan cara memberikan
satu daerah binaan untuk menjadi tempat pengabdian penerima beasiswa kepada
masyarakat. Lokasi daerah binaan mahasiswa beasiswa Beastudi Etos Bogor
adalah di Galuga, sedangkan daerah binaan mahasiswa penerima beasiswa
Beastudi Etos Jakarta di Situ Pladen.
Pendampingan terhadap Mahasiswa Penerima Beastudi Etos
Pelaksanaan pendampingan dilakukan di asrama Beastudi Etos.
Pendampingan dijalankan oleh pendamping asrama. Kegiatan dalam
pendampingan dimulai di waktu pagi hari yaitu sejak waktu sholat Subuh hingga
jam 06.00. Kegiatan yang dilakukan pada pagi hari adalah sholat subuh berjamaah
(untuk penerima beasiswa laki-laki harus melaksanakan sholat subuh di masjid),
dzikir harian, nasihat pagi, dan bedah buku. Bentuk dan jadwal kegiatan
keagamaan pagi disusun bersama antara pendamping dan penerima beasiswa.
Setiap mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos akan mendapatkan jadwal
menjadi petugas yang dilakukan secara bergantian.
Kegiatan rutin pagi yang dilakukan di asrama beasiswa Beastudi Etos
adalah piket harian. Pada setiap hari ada 2-3 orang yang mendapat giliran piket
harian. Penerima beasiswa maupun pendamping sama-sama memiliki kewajiban
melaksanakan piket harian. Petugas piket harian harus menjalankan tugas
menyapu lantai, mengepel lantai, membuang sampah, dan membersihkan
halaman.
Kegiatan-kegiatan kebersamaan yang dikelola mandiri oleh penerima
beasiswa antara lain : piket menanak nasi, piket memasak, membeli beras, dan
membeli air minum. Mahasiswa penerima beasiswa khususnya yang berjenis
kelamin perempuan terbiasa untuk menanak nasi bersama-sama. Sistemnya adalah
iuran membeli beras, kemudian mengatur jadwal petugas piket menanak nasi.
Petugas piket penanak nasi biasanya menjalankan tugasnya di pagi hari agar
ketika nasi matang bisa untuk sarapan. Sedangkan lauk dan sayur biasanya
didapatkan dari membeli dari warung di sekitar kampus. Menurut penerima
beasiswa, dengan memasak nasi bersama bisa lebih berhemat. Apalagi jika
ditambah dengan memasak bersama. Memasak bersama jarang dilakukan.
Memasak hanya dilakukan jika ada waktu luang (sumber : observasi lapangan, 18
November 2013).
Asrama beasiswa Beastudi Etos memiliki peraturan-peraturan yang
mengikat pendamping dan penerima beasiswa. Aturan-aturan tersebut ada yang
berasal dari Beastudi Etos pusat dan ada juga yang dibuat berdasarkan
38
kesepakatan antara pendamping dan penerima beasiswa. Aturan yang diterapkan
di asrama Beastudi Etos antara lain : (1) aturan tinggal di asrama; (2) aturan jam
malam bagi penerima beasiswa perempuan; (3) aturan 5R; dan (4) aturan
penggunaan barang-barang milik umum seperti televisi, setrika, dan kamar mandi.
Teori belajar sosial memandang perlunya pengembangan keterampilan yang
kondusif bagi perubahan tingkah laku yaitu dengan cara remaja diberi kesempatan
berperilaku, mengobservasi orang lain yang menampilkan perilaku yang layak
secara berhasil, atau diberikan pengalaman instruksi/mengajar sendiri. Asrama
beasiswa jika dikelola dengan baik memiliki potensi untuk pengembangan
keterampilan mahasiswa penerima beasiswa. Keterampilan-keterampilan yang
bisa didapatkan dari pendampingan di asrama antara lain : (1) keberanian dan
keterampilan mengelola suatu forum yang didapatkan ketika mahasiswa penerima
beasiswa menjadi petugas di kegiatan keagamaan pagi; (2) kedisiplinan
didapatkan dari pembiasaan untuk bangun pagi, dan menjalankan rangkaian
kegiatan keagamaan pagi; (3) tanggung jawab yang didapatkan ketika harus
menjadi petugas piket, dan menjalankan aturan-aturan asrama; (4) keterampilan
mengelola waktu agar bisa menyelaraskan kesibukan belajar di kampus dengan
mengerjakan tugas-tugas di asrama; (5) keterampilan sosialisasi melalui hubungan
interpersonal dengan sesama penerima beasiswa dan pendamping.
Monitoring dan Evaluasi
Monitoring pengelolaan beasiswa dilakukan melalui laporan bulanan
pengelola Beastudi Etos daerah kepada Beastudi Etos pusat. Laporan bulanan
meliputi: (1) laporan pelaksanaan pembinaan; (2) laporan keuangan; dan (3)
laporan perkembangan penerima beasiswa.
Monitoring dan evaluasi (monev) rutin beasiswa Beastudi Etos dilakukan
dua kali dalam satu tahun, yaitu pada bulan April-Mei dan November-Desember.
Monev dilakukan dengan cara Beastudi Etos pusat akan berkunjung ke Beastudi
Etos daerah. Tujuan Agenda monev diantaranya : (1) laporan pengelola Beastudi
Etos daerah kepada Beastudi Etos pusat; (2) training value dan coaching yang
dilakukan Beastudi Etos pusat kepada penerima beasiswa; (3) evaluasi
pengelolaan Beastudi Etos daerah menurut penerima beasiswa.
Monitoring dan evaluasi beasiswa Beastudi Etos merupakan laporan
pengelola daerah kepada pengelola pusat Beastudi Etos. Laporan-laporan yang
diberikan berupa laporan administratif, termasuk laporan perkembangan masing-
masing penerima beasiswa. Hal yang dilaporkan pada laporan perkembangan
mahasiswa penerima beasiswa meliputi laporan capaian Indeks Prestasi, aktivitas
organisasi di kampus, aktivitas ekonomi mandiri yang dilakukan, dan prestasi
yang dicapai (jika ada).
39
Karakteristik Individu Mahasiswa Penerima Beasiswa
Umur
Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2011 dan 2012
dengan umur tersebar dari 18 – 22 tahun. Rata-rata usia responden adalah 19.7
tahun. Mengacu kepada Konopka (Yusuf, 2001), maka rata-rata responden berada
pada tingkat remaja akhir.
Tabel 8. Jumlah dan persentase responden menurut umur
No Umur (tahun) Jumlah (n) Persentase (%)
1 18 2 4.9
2 19 18 43.9
3 20 13 31.7
4 21 7 17.1
5 22 1 2.4
TOTAL 41 100.0
Rata-rata 19.7
Kisaran (min – max) 18 – 22
Masa remaja merupakan fase penting dalam tahapan hidup manusia.
Erickson dalam Boyd (tahun tidak diketahui) menyatakan bahwa hal itu
dikarenakan pada masa remaja terjadi krisis antara identity dan role confusion.
Woolfolk dalam Yusuf (2001) mengartikan identity sebagai suatu
pengorganisasian dorongan-dorongan (drives), kemampuan-kemampuan
(abilities), keyakinan-keyakinan (beliefs), dan pengalaman individu ke dalam citra
diri (image of self) yang konsisten. Kegagalan dalam menegaskan identity akan
mengakibatkan kerancuan peran (role confusion). Dampak dari role confusion
adalah berkembangnya perilaku menyimpang, melakukan kriminalitas atau
menutup diri dari masyarakat.
Keberhasilan remaja dalam memenuhi tugas perkembangannya juga akan
berhubungan dengan capaian prestasi belajar. Camp dan Vives (2013) dalam
penelitian terhadap 232 siswa berusia 14-19 tahun di Spanyol menemukan bahwa
kematangan psikologis remaja memiliki hubungan dengan capaian prestasi
akademik yang diraih. Kematangan psikologis yang mempengaruhi capaian
prestasi akademik adalah kemampuan orientasi pada tugas (work orientation).
Work orientation adalah kemauan dan kemampuan seseorang untuk memenuhi
tanggung jawab. Semakin baik tingkat kematangan siswa maka akan
menunjukkan performa akademik dan kognitif yang lebih baik. Hal itu karena
siswa yang bertanggungjawab akan menghabiskan lebih banyak waktu untuk
kegiatan akademik dan tugas-tugas mandiri (homework).
40
Jenis Kelamin
Responden berjenis kelamin perempuan dalam penelitian ini lebih banyak
jumlahnya dibanding responden laki-laki. Meskipun perbedaan jumlah tidak
terlalu mencolok. Hal tersebut berarti bahwa beasiswa Beastudi Etos memberikan
kesempatan yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan
beasiswa.
Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut jenis kelamin
No Jenis Kelamin
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Laki – Laki 20 48.8
2 Perempuan 21 51.2
TOTAL 41 100.0
Program Studi
Responden dalam penelitian ini kuliah di dua perguruan tinggi yaitu
Universitas Indonesia, dan Institut Pertanian Bogor. 21 orang responden kuliah di
Universitas Indonesia dan 20 responden kuliah di Institut Pertanian Bogor. 41
orang responden kuliah di 29 program studi. Data program studi responden
kemudian dikelompokkan berdasarkan tiga tipe keilmuan yaitu ilmu sosial (social
science), keteknikan (technical science), dan ilmu alam (natural science).
Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut program studi
No Program studi berdasarkan
keilmuan
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Social Science 18 44.0
2 Technical Science 7 17.1
3 Natural science 15 36.5
TOTAL 41 100.0
Sebaran responden berdasarkan program studi berkaitan dengan sebaran
responden berdasarkan jenis kelamin. Responden penelitian ini mayoritas adalah
perempuan (51.2%), sehingga program studi terbanyak ada pada tipe keilmuan
sosial dan ilmu alam. Hasil penelitian Halpen (Linver et al 2002) menyatakan
bahwa laki-laki lebih menyukai bidang studi yang berkaitan dengan spasial
(perputaran atau ruang tiga dimensi), sedangkan perempuan lebih menyukai
bidang studi yang berhubungan dengan kemampuan verbal. Perbedaan jenis
kelamin bisa menjadi salah satu alasan pemilihan program studi yang disukai.
41
Provinsi Asal
Responden berasal dari sembilan provinsi di Indonesia. Responden paling
banyak berasal dari Jawa Barat, karena lokasi Universitas Indonesia dan Institut
Pertanian Bogor berada di Jawa Barat. Sebagian besar responden berasal dari
provinsi-provinsi di pulau Jawa. Responden yang berasal dari luar pulau Jawa
yaitu berasal dari provinsi Sumatera Barat, Jambi, dan Sulawesi Selatan.
Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut provinsi asal
No Asal Provinsi Jumlah (n) Persentase (%)
1 DKI Jakarta 7 17.1
2 Jawa Barat 11 26.8
3 Banten 6 14.6
4 Jawa Tengah 7 17.1
5 DI Yogyakarta 1 24.4
6 Sumatera Barat 5 12.2
7 Jambi 1 2.4
8 Sulawesi Selatan 1 2.4
9 Jawa Timur 2 4.9
TOTAL 41 100.0
Soekanto sebagaimana diacu oleh Syahyuti (2003) menyatakan bahwa nilai
(value) merupakan konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Norma adalah aturan sosial,
patokan berperilaku yang pantas, atau tingkah laku rata-rata yang diabstraksikan.
Beragamnya asal provinsi responden menunjukkan beragam pula sistem
nilai (values) dan norma yang dianut. Peran pendamping menjadi penting untuk
menyelaraskan mahasiwa-mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos yang
berasal dari provinsi yang berbeda-beda tersebut agar bisa hidup bersama dalam
keharmonisan.
Urutan kelahiran
Responden berdasarkan urutan kelahiran dibagi menjadi tiga, yaitu : (1)
anak sulung, (2) anak tengah, (3) anak bungsu. Responden sebagai anak sulung
jika terlahir sebagai anak pertama. Responden sebagai anak tengah jika memiliki
kakak dan adik. Responden sebagai anak bungsu jika terlahir sebagai anak
terakhir dalam keluarga.
42
Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut urutan kelahiran
No Urutan kelahiran
responden
Jumlah (n) Persentase (%)
1 Sulung 18 43.9
2 Tengah 14 34.2
3 Bungsu 9 21.9
TOTAL 41 100.0
Karakteristik Keluarga Mahasiswa Penerima Beasiswa Beastudi Etos
Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga responden yang
terdiri dari ayah, ibu, kakak, adik dan responden sendiri. Sebaran jumlah anggota
keluarga responden memiliki kisaran antara 4 – 15 orang, dengan rata-rata jumlah
anggota keluarga responden adalah 6.1 orang.
Tabel 13 Jumlah dan persentaase responden menurut jumlah anggota keluarga
No Jumlah anggota keluarga
(orang)
Jumlah (n) Persentase (%)
1 4 4 9.6
2 5 16 39.0
3 6 11 26.8
4 7 4 9,6
5 8 1 2.4
6 9 3 7.3
7 10 1 2.4
8 15 1 2.4
TOTAL 41 100.0
Rata-rata ± standar deviasi 6.1 ± 1.9
Kisaran (min – max) 4 - 15
Besar keluarga pada beberapa kasus memiliki hubungan dengan capaian
hasil belajar anak. Puar (Widayati 2009) menyatakan bahwa salah satu faktor
yang menyebabkan anak mengalami kemerosotan prestasi adalah keluarga dengan
banyak anggota keluarga. Hal tersebut dikarenakan kegaduhan yang timbul oleh
anggota keluarga dalam satu rumah menyebabkan anak-anak yang akan
mengerjakan pekerjaan rumah atau mengulang pelajaran di rumah menjadi sulit
berkonsentrasi. Terlebih jika anak tidak memiliki kamar terpisah dan tidak ada
sarana pendukung belajar.
43
Pendidikan Orang Tua
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan ayah
adalah SMA (42.1%). Tingkat pendidikan ayah dengan persentase bessar
selanjutnya adalah SD (28.9%), dan perguruan tinggi (15.8%). Rata-rata
pendidikan ayah responden adalah SMA.
Hampir sama dengan pendidikan ayah, data pendidikan ibu pada penelitian
ini juga mayoritas berada pada tingkat SMA (41.0%). Pendidikan ibu pada urutan
kedua dan ketiga adalah di tingkat SD (30.8%) dan SMP (20.5%). Rata-rata
pendidikan ibu responden adalah SMP. Kondisi tersebut menandakan bahwa rata-
rata pendidikan ibu responden lebih rendah dibandingkan rata-rata pendidikan
ayah responden.
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan orang tua
Gunarsa dan Gunarsa (2008) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang
tua baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi
antara orang tua dan anak dalam lingkungan keluarga. Alsa dan Bachroni (Nurani
2004) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua punya korelasi positif
dengan cara mendidik anak. Pendidikan orang tua yang tinggi akan lebih
memberikan stimulasi lingkungan (fisik, sosial, emosional, psikologis) bagi anak-
anaknya dibandingkan dengan orang tua yang pendidikannya lebih rendah.
Jenis Pekerjaan Orang Tua
Pekerjaan orang tua dalam penelitian ini meliputi pekerjaan ayah dan ibu
responden. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat 10 jenis pekerjaan ayah.
Penelitian ini mengelompokkan jenis pekerjaan ayah menjadi empat tingkatan
yaitu : (1) berpenghasilan tetap; (2) berpenghasilan tidak tetap namun tidak
bergantung kepada orang lain; (3) berpenghasilan tidak tetap dan bergantung
kepada orang lain; dan (4) tidak berpenghasilan.
No Jenjang
pendidikan
Ayah Ibu
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Tidak Sekolah 1 2.4 2 4.9
2 SD 11 26.8 12 39.3
3 SMP 5 12.2 8 19.5
4 SMA 17 41.5 16 39.0
5 Perguruan
Tinggi
7 17.1 3 7.3
TOTAL 41 100.0 41 100.0
44
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pekerjaan ayah
No Jenis pekerjaan ayah Jumlah (n) Persentase (%)
1 Berpenghasilan tetap 6 2.4
2 Berpenghasilan tidak tetap
tetapi tidak tergantung kepada
orang lain 19 14.6
3 Berpenghasilan tidak tetap dan
tergantung kepada orang lain 6 14.6
4 Tidak bekerja 10 14.6
TOTAL 41 100.0
Pekerjaan dengan penghasilan yang tetap akan mendatangkan perasaaan
tenang karena ada kepastian mendapat pendapatan. Pekerjaan dengan penghasilan
tetap juga akan memudahkan dalam pengelolaan keuangan keluarga. Berbeda
halnya dengan penghasilan tidak tetap. Ketidakpastian akan penghasilan yang
didapatkan membuat keluarga perlu membuat pengelolaan keuangan yang lebih
ketat untuk mengantisipasi kondisi pada saat tidak ada pendapatan atau
pendapatan menurun.
Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut pekerjaan ibu
No Pekerjaan Ibu Jumlah (n) Persentase (%)
1 Ibu Rumah Tangga 24 58.5
2 Buruh 4 9.8
3 Guru non PNS 3 7.3
4 Petani 1 2.4
5 Pedagang 5 12.2
6 Karyawan swasta 2 4.9
7 Pegawai negeri 2 4.9
TOTAL 41 100.0
Mayoritas pekerjaan ibu responden adalah ibu rumah tangga. Hal tersebut
memberikan informasi bahwa peran terbesar ibu adalah pada pengelolaan
keluarga. Hanya sebagian kecil ibu responden yang berperan membantu
pendapatan keluarga sehingga penelitian ini hanya menggunakan jenis pekerjaan
ayah yang digunakan sebagai sub peubah dalam uji regresi.
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga dalam penelitian ini merupakan pendapatan total
keluarga. Hasil yang didapat adalah tersebar mulai terendah Rp 0, sampai dengan
tertinggi Rp 6.000.000. Pendapatan keluarga responden jika dikaitkan dengan
45
jumlah anggota keluarga responden menunjukkan bahwa beban rumah tangga
keluarga responden cukup berat.
Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pendapatan keluarga
No Jumlah pendapatan
keluarga (Rp)
Jumlah (n) Persentase (%)
1 0 2 4.9
2 300.000 1 2.4
3 450.000 2 4.9
4 500.000 3 7.3
5 600.000 1 2.4
6 750.000 1 2.4
7 800.000 2 4.9
8 900.000 1 2.4
9 1.000.000 9 22.0
10 1.150.000 1 2.4
11 1.300.000 1 2.4
12 1.500.000 6 14.6
13 1.700.000 1 2.4
14 1.750.000 1 2.4
15 2.000.000 1 2.4
16 2.500.000 2 4.9
17 2.750.000 2 4.9
18 3.500.000 1 2.4
19 4.000.000 2 4.9
20 6.000.000 1 2.4
TOTAL 41 100.0
Rata-rata 1.474.000
Kisaran (min – max) 0 – 6.000.000
Nurani (2004) menyatakan bahwa pendapatan keluarga berhubungan
positif dengan prestasi belajar anak. Menurut Djamarah dalam Nurani (2004),
keluarga yang memiliki pendapatan tinggi akan dapat membantu menyediakan
fasilitas belajar untuk anak sehingga akan membantu prestasi belajar anak.
Jenis Pengeluaran Rumah Tangga
Jenis pengeluaran rumah tangga yang terbanyak dijawab adalah : (1) makan
(100%); (2) pendidikan (97.6%); dan (3) kesehatan (75.6%). Posisi pendidikan
dalam urutan ke-2 menunjukkan bahwa keluarga responden menjadikan
pendidikan sebagai salah satu prioritas pengeluaran rumah tangga. Winkel (1996)
menyatakan bahwa keadaan sosio kultural merupakan faktor yang mempengaruhi
46
proses belajar siswa. Salah satu faktor sosio kultural adalah pandangan keluarga
mengenai pendidikan.
Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut jenis pengeluaran
keluarga
No Jenis pengeluaran keluarga
responden
Jumlah (n) Persentase
(%)
1 Makan 41 100.0
2 Pendidikan 40 97.6
3 Kesehatan 31 75.6
4 Sandang 26 63.4
5 Tabungan 20 48.8
6 Sewa Rumah 11 26.8
7 Bayar Hutang 5 12.2
8 Bayar listrik dan air 2 4.9
9 Perabotan rumah tangga 1 2.4
10 Perawatan motor 1 2.4
Kemampuan pemenuhan kebutuhan primer
Keluarga miskin menurut BKKBN adalah keluarga yang tidak dapat
memenuhi satu dari enam indicator penentu kemiskinan yaitu : (1) seluruh
anggota makan minimal 2 kali sehari; (2) anggota keluarga memiliki pakaian
berbeda untuk di rumah bekerja/sekolah dan bepergian; (3) bagian lantai yang
terluas bukan dari tanah; (4) paling kurang sekali seminggu keluarga makan
daging/ikan/telor; (5) setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh
paling kurang satu stell pakaian baru; dan (6) luas lantai rumah paling kurang
delapan meter persegi untuk tiap penghuni.
Tabel 19 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kemampuan
pemenuhan kebutuhan primer keluarga
No Tingkat kemampuan pemenuhan
kebutuhan primer (skor)
Jumlah (n) Persentase (%)
1 Tinggi (7-9) 22 53.7
2 Sedang (4-6) 17 43.9
3 Rendah (1-3) 1 2.4
Total 41 100.0
Pola makan memiliki hubungan dengan capaian prestasi mahasiswa. Thoha
(2006) berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa konsumsi protein
berpengaruh nyata terhadap prestasi mahasiswa di bidang kemampuan verbal,
kemampuan abstraksi, kemampuan kognitif, dan kemampuan keterampilan.
47
Kebiasaan makan tiga kali sehari atau lebih juga merupakan kebiasaan makan
yang baik. Nasoetion dan Khomsan (Thoha 2006) menyatakan bahwa frekuensi
konsumsi yang makin sering diharapkan akan semakin besar kemungkinan untuk
dapat memenuhi kebutuhan gizinya.
.
Motivasi Untuk Kuliah
Motivasi untuk Kuliah
Motivasi berasal dari kata movere dan actions. Motivasi didefinisikan
sebagai usaha atau dorongan/kekuatan dari dalam diri seseorang yang mendorong
untuk bertingkah laku dalam usaha pemenuhan kebutuhan (Sabri dalam Gunarsa,
2004). Motivasi merupakan salah satu prasyarat yang paling penting dalam
belajar. Motivasi dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Tabel 20 Jumlah dan persentase responden menurut motivasi untuk kuliah
No Motivasi untuk kuliah Jumlah (n) Persentase %)
1 Tidak puas dengan kondisi
keluarga
25 61.0
2 Ingin dihargai 25 61.0
3 Ingin menuntut ilmu 35 85.4
4 Ingin mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik setelah lulus
33 80.5
5 Disuruh oleh orang lain 7 17.1
Rata-rata responden memiliki lebih dari satu motivasi untuk kuliah.
Penghitungan tingkat motivasi pada penelitian ini dilakukan dengan cara memberi
skor satu pada tiap motivasi yang dimiliki responden. Semakin banyak skor
menunjukkan tingkat motivasi semakin tinggi. Lippit et al (1958) menyatakan
bahwa motivasi yang dimiliki kelayan bisa digunakan sebagai sumber informasi
tingkat kesiapan kelayan untuk melakukan perubahan berencana.
Tabel 21 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat motivasi
No Tingkat Motivasi (skor) Jumlah (n) Persentase (%)
1 1 4 9.8
2 2 5 12.2
3 3 11 26.8
4 4 11 26.8
5 5 10 24.4
Total 41 100.0
Kisaran (min – max) 1 - 5
48
Winkel (1996) mengemukakan bahwa motivasi belajar merupakan
keseluruhan daya penggerak psikis dalam diri seseorang yang menimbulkan
kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar, dan memberikan arah
pada kegiatan belajar untuk mencapai suatu tujuan. Bintarti (2003) menyatakan
bahwa besar kecil IPK dari sisi perilaku komunikasi belajar dipengaruhi oleh
perilaku mengerjakan tugas mandiri. Mahasiswa yang sering, jarang, dan tidak
pernah mengerjakan tugas mandiri cenderung memiliki IPK lebih rendah.
Sumber motivasi
Sedangkan sumber motivasi responden terbesar adalah orang tua (97.6%).
Sumber motivasi responden selanjutnya adalah diri sendiri (87.8%).
Ketergantungan responden pada sumber motivasi yang berada di luar diri
responden merupakan suatu kondisi yang wajar. Pada tahap remaja, selain
keluarga, peran teman sebaya juga memberikan pengaruh pada motivasi.
Tabel 22 Jumlah dan persentase responden menurut sumber motivasi
No Sumber motivasi Jumlah (n) Frekuensi (%)
1 Diri sendiri 36 87.8
2 Orang tua 40 97.6
3 Teman 26 63.4
4 Lain-lain : 11 26.8
Pengelolaan Program Beasiswa
Kemudahan persyaratan beasiswa
Persyaratan beasiswa meliputi persyaratan akademik, persyaratan
administrasi, dan persyaratan kelolosan di tiap proses seleksi. Persyaratan
akademik berhubungan dengan nilai raport di tingkat sekolah menengah atas.
Nilai raport yang disyaratkan oleh Beastudi Etos adalah: (1) rata-rata raport adalah
7.0; (2) minimal nilai 7 di bidang studi agama, matematika, bahasa Indonesia, dan
bahasa Inggris; (3) tidak ada nilai di bawah 6.0 (Sumber : Standar Operasional
Prosedur Beastudi Etos 2011).
Persyaratan administrasi meliputi kelengkapan berkas-berkas pendaftaran
yaitu: (1) fotokopi kartu keluarga; (2) surat keterangan tidak mampu; (3) slip gaji
atau surat keterangan penghasilan orang tua; (4) fotokopi ktp/kartu pelajar
pendaftar; (5) foto rumah; (6) tulisan tentang perjalanan hidup pendaftar.
Persyaratan kelolosan proses meliputi: (1) lolos di tiap tahap seleksi Beastudi
Etos; (2) lolos di perguruan tinggi rekomendasi Beastudi Etos; (3) lolos di
perguruan tinggi rekomendasi Beastudi Etos melalui jalur regular.
49
Penilaian kemudahan persyaratan beasiswa diberikan dengan cara
menghitung berapa banyak persyaratan yang dianggap mudah oleh responden.
Masing-masing persyaratan yang dipilih diberi skor satu. Semakin banyak
persyaratan yang dipilih maka menunjukkan semakin tinggi tingkat kemudahan
persyaratan beasiswa.
Tabel 23 Jumlah dan persentase responden menurut kemudahan
persyaratan beasiswa
No Kemudahan persyaratan
beasiswa (skor)
Jumlah (n) Persentase (%)
1 1 12 29.3
2 2 14 34.1
3 3 4 9.8
4 4 4 9.8
5 5 7 17.0
TOTAL 41 100.0
Kisaran (min – max) 1 - 5
Mayoritas responden menyatakan bahwa persyaratan seleksi Beastudi Etos
tergolong sulit karena hanya 1-2 persyaratan pendaftaran yang dianggap mudah.
Persyaratan yang dianggap mudah oleh responden adalah persyaratan akademik
yang ditunjukkan dengan nilai raport SMA (83%), dan persyaratan administrasi
(70.7%). Alasan responden memilih persyaratan akademik (nilai raport) dianggap
persyaratan yang paling mudah karena capaian nilai raport responden di tingkat
SMA memenuhi persyaratan Beastudi Etos. Persyaratan administrasi mudah
dipenuhi karena : (1) kondisi keluarga memenuhi persyaratan karena tergolong
tidak mampu, (2) berkas administrasi bisa difotokopi.
Persyaratan yang dianggap sulit karena : (1) untuk lolos di setiap tahap
seleksi Beastudi Etos harus bersaing dengan pendaftar lain yang jumlahnya
banyak, (2) untuk lolos di perguruan tinggi rekomendasi Beastudi Etos dan
melalui jalur regular juga harus bersaing melalui SNMPTN.
Ketercukupan beasiswa
Pada suatu program pemberdayaan, bantuan yang diberikan harus sejalan
dengan kebutuhan masyarakat sasaran. Ketercukupan jumlah beasiswa dalam
penelitian ini bertujuan untuk melihat kesesuaian beasiswa yang diterima dengan
kebutuhan penerima beasiswa. Ketercukupan beasiswa dilihat dari segi jenis
beasiswa yang diterima dan jumlah kebutuhan responden. Jenis bantuan beasiswa
yang diterima oleh sebagian besar respoden adalah biaya hidup (100%) dan biaya
masuk perguruan tinggi (85.4%). Tidak seluruh responden menerima komponen
biaya masuk perguruan tinggi. Hal itu sebagai hasil dari advokasi keringanan
biaya yang dilakukan responden kepada pihak kampus.
50
Beastudi Etos memberikan beasiswa tidak hanya dalam bentuk dana, ada
beasiswa yang tidak diberikan dalam bentuk dana. Beasiswa yang diberikan dalam
bentuk bukan dana adalah asrama dan biaya pengembangan diri. Asrama adalah
fasilitas yang diberikan oleh Beastudi Etos sebagai tempat tinggal penerima
beasiswa Beastudi Etos. Biaya pengembangan diri diberikan dalam bentuk biaya
operasional asrama dan biaya pembinaan.
Tabel 24 Jenis dan persentase responden menurut jenis bantuan beasiswa
No Jenis bantuan beasiswa Jumlah (n) Persentase (%)
1 Biaya masuk PTN 35 85.4
2 SPP 22 53.7
3 Biaya hidup 41 100.0
4 Biaya Pengembangan Diri 26 63.4
5 Lain-Lain : 0 0.0
Jumlah kebutuhan biaya dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu
kebutuhan biaya pendidikan (SPP) dan biaya hidup. Biaya SPP responden tersebar
dari Rp 0 sampai dengan Rp 7.500.000,00 dengan rata-rata Rp 1.672.200.
Kebutuhan biaya SPP responden sebagian besar berkisar antara Rp 0 – kurang
dari Rp 2.500.000,00 (85.4%). Beastudi Etos memberikan bantuan SPP pada
semester 1 dan 2. Pada semester-semester berikutnya, mahasiswa penerima
Beastudi Etos membayar SPP dari dana pribadi.
Tabel 25 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah pengeluaran
untuk biaya hidup per bulan No Jumlah pengeluaran (Rp) Jumlah (n) Persentase (%)
1 400.000 3 7.3
2 450.000 1 2.4
3 500.000 4 9.8
4 550.000 1 2.4
5 600.000 9 22.0
6 700.000 4 9.8
7 750.000 5 12.2
8 800.000 6 14.6
9 900.000 1 2.4
10 1.000.000 5 12.2
TOTAL 41 100.0
Rata-rata ± Standar Deviasi 686.600±170.700
Kisaran (min – max) 400.000 – 1.000.000
Kesenjangan terjadi pada bantuan uang saku untuk biaya hidup responden.
Pengeluaran hidup responden rata-rata adalah Rp 686.600,00 setiap bulan.
Beastudi Etos memberikan bantuan biaya hidup sebesar Rp 500.000,00 setiap
bulan, maka bantuan biaya hidup yang diberikan Beastudi Etos tidak mencukupi
51
kebutuhan hidup sebagian besar responden karena hanya memenuhi sekitar 72.8
persen dari rata-rata kebutuhan hidup sebulan.
Jenis pengeluaran terbesar yang dijawab responden adalah konsumsi
(100%), kebutuhan akademik (100%), dan transportasi dan komunikasi (97.6%).
Selain pengeluaran untuk hal-hal yang bersifat konsumtif, 70.7 persen responden
memiliki pengeluaran berupa tabungan, artinya ada kesadaran menabung pada
mahasiswa penerima Beastudi Etos.
Kesenjangan antara kebutuhan hidup dan bantuan biaya hidup yang
diberikan oleh Beastudi Etos membuat responden aktif melakukan kegiatan
ekonomi mandiri. 78.0 persen responden responden bekerja/berwirausaha dengan
bekerja pengajar bimbel, pengajar privat, berdagang, menjadi pelaksana event
organizer.
Keteraturan penerimaan beasiswa
Keteraturan penerimaan beasiswa dalam penelitian ini dilihat dari dua segi
yaitu dari segi waktu dan jumlah. Keteraturan dari segi waktu untuk melihat
apakah penerima beasiswa tepat waktu dalam menerima beasiswa. Keteraturan
dari segi jumlah untuk melihat apakah jumlah beasiswa yang diterima oleh
penerima beasiswa sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
Tabel 26 Jumlah dan persentase responden menurut keteraturan penerimaan
beasiswa
No Keteraturan penerimaan beasiswa Jumlah (n) Persentase (%)
1 Tanggal penerimaan beasiswa
a. 1 s/d 10 27 65.9
b. 11 s/d 20 14 34.1
c. 21 s/d 31 0 0.0
Total 41 100 .0
2
Frekuensi terjadinya pengurangan
jumlah beasiswa (kali)
a. Tidak pernah 7 17.1
b. 1 - 5 31 75.6
c. > 5 3 7.3
Total 41 100.0
Sebanyak 65.9 persen responden menjawab menerima beasiswa di tanggal
1-10. Kondisi tersebut memberikan informasi bahwa pengelola beasiswa
menjalankan program berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) Beastudi
Etos. SOP Beastudi Etos menyatakan bahwa uang saku dikirim maksimal tanggal
10 setiap bulan berjalan.
Sebanyak 75.6 persen responden menyatakan bahwa terjadi pengurangan
jumlah beasiswa antara 1 – 5 kali dalam satu tahun. Alasan pengurangan beasiswa
sebagian besar adalah karena adanya sanksi yang diberikan kepada mahasiswa.
52
penerima Beastudi Etos. Sanksi pemotongan uang saku diberlakukan jika
penerima beasiswa Beastudi Etos melakukan pelanggaran kedisiplinan dalam
pembinaan dan pendampingan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
responden pernah melakukan pelanggaran kedisiplinan dalam pembinaan maupun
pendampingan.
Manfaat terbesar dari pemberian beasiswa yang dirasakan responden adalah
memenuhi kebutuhan hidup selama kuliah (97.6%), bisa membeli sarana
penunjang kuliah (63.4%), menenangkan hati karena ada jaminan biaya kuliah
(53.7%), bisa membantu orang tua dengan mengirimkan sebagian dana beasiswa
(53.7%), dan membuat jadi tidak minder (36.6%).
Meskipun sebagian besar responden memiliki sumber pendapatan lain,
namun keterlambatan beasiswa tetap memberikan dampak negatif bagi responden.
Hal tersebut karena beasiswa menyumbang 72.8 persen dari rata-rata pengeluaran
bulanan. Keterlambatan beasiswa akan memberi dampak diantaranya : (1)
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok; (2) terlambat membayar iuran kelas;
(3) harus mencari pinjaman ke orang lain; (4) mengubah menu makan; (5) puasa;
(6) menghambat pembayaran akademik; (7) mobilitas menurun; (8) harus
membongkar tabungan; (9) tidak bisa menghubungi orang tua.
Kompetensi pendamping
Pendamping dalam penelitian ini adalah orang yang bertugas
mendampingi penerima beasiswa di asrama Beastudi Etos. Pendamping
merupakan agen perubahan. Keberadaan agen perubahan menurut kajian
penyuluhan memiliki peran yang penting. Rogers (2003) menyatakan bahwa arti
penting agen perubahan adalah bahwa agen perubahan sebagai penghubung yang
memfasilitasi inovasi perubahan dari lembaga yang ingin mengadakan perubahan
kepada kelayan.
Rogers (2003) menjabarkan bahwa keberhasilan agen perubahan ditentukan
oleh : (1) usaha yang sungguh-sungguh dari agen perubahan khususnya dalam
aktivitas komunikasi dengan kelayan; (2) berorientasi pada kelayan; (3) sesuai
dengan kebutuhan kelayan; (4) memiliki empati; (5) homophily atau kontak agen
perubahan yang menunjukkan kesetaraan dengan kelayan.
Havelock (1973) mengajukan empat hal yang harus dilakukan agen
perubahan untuk menjalin hubungan dengan kelayan yaitu : (1) memiliki sikap
bersahabat; (2) kesamaan dengan kelayan; (3) menciptakan manfaat bagi kelayan;
(4) responsif. Penelitian ini berusaha mengukur kompetensi pendamping dengan
mengacu kepada Havelock (1973). Alasan yang mendasari peneliti memilih
konsep Havelock adalah karena pendamping beasiswa Beastudi Etos tinggal
bersama mahasiswa penerima beasiswa, sehingga perilaku keseharian
pendamping menjadi penting karena bisa diamati langsung oleh mahasiswa
penerima beasiswa selaku kelayan.
53
Tabel 27 Jumlah dan persentase responden menurut kompetensi pendamping
No Kompetensi Pendamping
(skor)
Jumlah (n) Persentase (%)
1 5 2 4.9
2 6 1 2.4
3 9 4 9.8
4 10 6 14.6
5 11 11 26.8
6 12 17 41.5
Total 41 100.0
Kisaran (min – max) 5 - 12
Pendamping beasiswa Beastudi Etos direkrut baik dari dalam maupun luar
sistem. Pendamping yang berasal dari dalam sistem artinya berasal dari
mahasiswa yang telah selesai menerima beasiswa Beastudi Etos. Pendamping
yang berasal dari luar sistem direkrut dari orang yang tidak pernah menerima
beasiswa Beastudi Etos. Pada Beastudi Etos Bogor terdapat satu pendamping dari
dalam sistem, dan dua pendamping dari luar sistem. Sedangkan pada Beastudi
Etos Jakarta, seluruh pendamping berasal dari luar sistem.
Havelock (1973) menjelaskan bahwa keuntungan agen perubahan dari dalam
sistem adalah : (1) memahami sistem sosial karena berasal dari sistem sosial yang
sama dengan kelayan; (2) mengerti norma-norma yang berlaku; (3) dapat
mengidentifikasi kebutuhan dan aspirasi dari sistem sosial kelayan; (4) telah
dikenal oleh kelayan; dan (5) dapat berbicara dengan bahasa yang sama baiknya
dengan kelayan. Kerugian agen perubahan dari dalam sistem adalah : (1) kurang
memiliki perspektif karena dia menjadi bagian dari sistem; (2) mungkin tidak
memiliki basis kekuasaan yang cukup (kecuali bila agen perubahan tersebut
berada di puncak kekuasaan dari sistem sosialnya).
Keuntungan agen perubahan dari luar sistem adalah : (1) tidak dibebani
dengan stereotype yang negatif; (2) memiliki perspektif lebih luas; (3)
independen. Kerugian agen perubahan dari luar sistem adalah: (1) dianggap orang
asing oleh kelayan; (2) kurang memahami keadaan kelayan; dan (3) kurang
mampu mengidentifikasi kebutuhan kelayan.
Hasil wawancara dengan pendamping, menunjukkan pendamping dari dalam
sistem merasa : (1) lebih menikmati tugasnya menjadi pendamping karena sejak
menjadi mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos sudah berinteraksi dengan
mahasiswa penerima beasiswa saat ini; (2) lebih memahami akan tugas
pendampingan. Pendamping dari luar sistem menyatakan kesulitan ketika awal
menjadi pendamping. Hal tersebut terjadi karena ketika terjadi pergantian
pendamping, orientasi bagi pendamping baru lebih menekankan pada tugas
administratif, teknis penyusunan kurikulum, dan teknis pelaksanaan pembinaan
(sumber : wawancara dengan pendamping, 20 Januari 2014)
54
Karakteristik Sosial Responden
Bandura (Salkind 1981) mengemukakan bahwa individu merupakan
mediator yang aktif mengoperasikan lingkungan untuk suatu harapan tertentu.
Teori belajar sosial mengungkapkan konsep efikasi yang ada dalam diri manusia.
Efikasi merupakan kepercayaan akan kemampuan diri untuk melakukan sesuatu
dalam upaya mencapai tujuan. Efikasi tinggi jika bertemu dengan lingkungan
yang responsif akan membuat seseorang menjadi sukses dan mampu
melaksanakan tugas sesuai kemampuannya. Efikasi tinggi jika bertemu dengan
lingkungan yang tidak responsif maka akan menimbulkan keinginan untuk
mengubah lingkungan menjadi responsif. Efikasi rendah jika bertemu dengan
lingkungan yang responsif akan mencetak seseorang menjadi apatis dan merasa
tidak mampu. Efikasi rendah jika bertemu dengan lingkungan yang tidak responsif
dapat membuat seseorang menjadi depresi.
Lingkungan akademik
Lingkungan akademik dipilih untuk melihat interaksi responden dengan
dosen, tenaga kependidikan, dan keterlibatan mahasiswa penerima beasiswa
dalam kegiatan pengembangan keilmuan selain kuliah.
Tabel 28 Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan akademik
No Lingkungan akademik Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Jumlah dosen yang dikenal (orang)
> 10 13 31.7
6 - 10 14 34.1
< 6 14 34.1
Total 41 100.0
2 Jumlah tenaga kependidikan yang dikenal (orang)
> 10 9 22.0
6 - 10 13 31.7
< 6 19 46.3
Total 41 100.0
3 Frekuensi keikutsertaan dalam acara pengembangan
keilmuan
> 4 kali 27 65.9
3 - 4 kali 11 26.8
< 3 kali 3 7.3
Total 41 100.0
4 Frekuensi keikutsertaan dalam kompetisi ilmiah
> 4 kali 8 19.5
3 - 4 kali 10 43.5
< 3 kali 23 56.1
Total 41 100.0
55
Tabel 28 memberikan informasi bahwa interaksi responden dengan
lingkungan akademik berada pada kategori sangat baik (26.8%), baik (46.4%),
kurang baik (26.8%), dan tidak baik (0.0%). Dosen dan tenaga kependidikan
merupakan orang dewasa yang bisa menjadi sumber belajar responden. Kegiatan
keilmuan bisa menambah pengetahuan, sikap dan keterampilan responden selain
dari kegiatan perkuliahan.
Lingkungan kemahasiswaan
Lingkungan kemahasiswaan menggambarkan interaksi mahasiswa penerima
beasiswa Beastudi Etos dengan teman sebaya dan keterlibatan dalam organisasi
kemahasiswaan di kampus. Pada masa remaja, keberhasilan hubungan yang baik
dengan teman sebaya merupakan salah satu indikator ke arah pencapaian self
realization. Keberhasilan tersebut ditandai dengan : (1) memiliki satu atau lebih
sahabat dekat; (2) dipercaya oleh teman sekelompok dalam posisi tanggung jawab
tertentu (Havigurst 1961).
Tabel 29 Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan kemahasiswaan
No Lingkungan kemahasiswaan Jumlah (n) Persentase (%)
1 Jumlah organisasi kemahasiswaan
yang diikuti
> 4 14 34.1
3 s/d 4 16 39.0
< 3 11 26.8
Total 41 100.0
2 Jumlah teman dekat
> 10 orang 24 58.5
6 - 10 orang 9 22.0
1 - 5 orang 8 19.5
Total 41 100.0
Hasil kategorisasi dari tabel 29 mendapatkan hasil bahwa responden
memiliki hubungan dengan lingkungan kemahasiswaan pada kategori baik
(56.1%), sedang (31.7%), dan rendah (12.2%). Kondisi tersebut memperlihatkan
bahwa responden telah dapat memenuhi salah satu tugas perkembangan remaja
menurut Havigurst (1961).
56
Lingkungan Asrama
Asrama beasiswa Beastudi Etos merupakan tempat tinggal mahasiswa
responden. Responden tinggal bersama pendamping di asrama. Lingkungan
asrama pada penelitian ini dilihat dari : (1) jarak asrama ke kampus; (2)
kemanfataan pendampingan di asrama. Aspek jarak merupakan aspek lingkungan
fisik yang bisa mempengaruhi proses belajar. Kemanfaatan pendampingan
mengukur manfaat yang dirasakan responden tentang pendampingan yang
dilakukan beasiswa.
Tabel 30 Jumlah dan persentase responden menurut lingkungan
No Lingkungan Asrama Jumlah (n) Persentase (%)
1 Jarak asrama ke kampus
< 1 km 31 75.6
1 - 2 km 9 22.0
> 2 km 1 2.4
Total 41 100.0
2 Sarana transportasi untuk ke
kampus
Jalan kaki 24 58.5
Jalan kaki dan atau kendaraan lain 10 24.4
Kendaraan 7 17.1
Total 41 100.0
3 Manfaat Pendampingan (skor)
1 18 44.0
2 13 31.7
3 4 9.8
4 4 9.8
5 2 4.9
Total 41 100.0
Sebanyak 75.6 persen responden menyatakan bahwa jarak antara asrama
dengan kampus kurang dari 1 km. Jarak antara asrama dengan kampus yang dekat
membuat sebagian besar mahasiswa penerima beasiswa berjalan kaki untuk ke
kampus (58.5%). Hal tersebut membuat pengeluaran biaya untuk transportasi bisa
ditekan. Jarak yang dekat juga membuat responden tidak perlu mengeluarkan
tenaga berlebih untuk ke kampus, sehingga tidak menyebabkan kelelahan pada
fisik responden. Berjalan kaki ke kampus justru bisa menjadi cara responden
berolah raga sehingga bisa menyehatkan badan responden.
Sarana prasarana asrama dan jenis hal yang diatur di asrama beasiswa
Beastudi Etos Bogor dan Jakarta menunjukkan kesamaan di setiap asrama. Sarana
prasarana yang relatif sama terlihat pada : (1) satu kamar dihuni oleh 1-2 orang
mahasiswa penerima beasiswa; (2) fasilitas dalam kamar adalah tempat
tidur/kasur, lemari pakaian, dan meja belajar; (3) adanya ruangan yang cukup luas
57
yang dijadikan tempat berkumpul; (4) kamar mandi 2; (5) adanya papan nama
yang menunjukkan identitas asrama.
Pada pengelolaan asrama, terdapat aturan-aturan yang disepakati bersama
antara pendamping dan mahasiswa penerima beasiswa. Berdasarkan
pengelompokan data dari kuesioner, secara garis besar ada lima peraturan utama
di asrama yaitu : (1) kebersihan dan kerapihan; (2) kesopanan; (3) saling
menghormati; (4) disiplin; (5) tanggung jawab. Peraturan tentang kebersihan dan
kerapihan berkaitan dengan jadwal piket asrama yang meliputi piket harian dan
piket pekanan. Kesopanan berkaitan dengan aturan jam malam, dan aturan
peminjaman barang antar sesama penghuni asrama. Saling menghormati
berhubungan dengan interaksi antar mahasiswa penerima beasiswa. Disiplin
berkaitan dengan adanya peraturan sanksi bagi yang melanggar. Tanggung jawab
berkaitan dengan peraturan pemakaian fasilitas umum di asrama seperti kamar
mandi, dapur, dan jemuran.
Analisis Efektivitas Program Beasiswa
Rogers (2003) menyatakan bahwa efektivitas adalah tingkat kemampuan
suatu program mencapai tujuannya. Boyle (1981) membagi ada tiga jenis program
yaitu developmental programs, institutional programs, dan informational
programs. Ciri utama developmental programs adalah ditandai dengan adanya
proses identifikasi permasalahan utama yang dihadapi kelayan dan kemudian
mengembangkan pendidikan untuk membantu individu atau masyarakat kelayan
menyelesaikan masalahnya. Institutional programs fokus pada pengembangan
kemampuan orang-orang di dalam program terkait dengan kemampuan
menyelesaikan tugas (kompetensi). Informational programs berkaitan dengan
mengidentifikasi informasi baru yang kemudian didistribusikan. Program
beasiswa memiliki ciri developmental programs, maka beasiswa termasuk
kategori developmental programs.
Analisis tentang efektivitas program beasiswa perlu memandang program
beasiswa sebagai suatu sistem yang holistik. Efektivitas tidak hanya diukur
melalui hasil dari program beasiswa. Efektivitas program beasiswa perlu
melibatkan analisis input dan proses yang mendasari tercapainya hasil yang
didapat. Input program beasiswa berkaitan dengan ketepatan pemilihan sasaran
penerima beasiswa. Proses beasiswa selain berupa pengelolaan beasiswa, juga
sinergisitas pengelolaan beasiswa dengan lingkungan sosial mahasiswa penerima
beasiswa.
Efektivitas adalah tingkat kemampuan suatu program memenuhi tujuannya
(Rogers, 2003). Dalam upaya mengukur efektivitas beasiswa sebagai program
pemberdayaan, Boyle (1981) telah menjabarkan beberapa standar efektivitas
berdasarkan jenis program. Beasiswa merupakan suatu program yang bertujuan
memberikan bantuan biaya bagi siswa/mahasiswa miskin agar dapat menikmati
pendidikan. pemberdayaan, sehingga analisis efektivitas program beasiswa pada
penelitian ini akan mengacu pada standar efektivitas program pembangunan.
Efektivitas program pembangunan (developmental) diukur dari : (1) kualitas
58
solusi atas permasalahan yang dihadapi, dan (2) tingkat kemampuan individu,
kelompok atau masyarakat mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah.
Tujuan utama pemberian beasiswa Beastudi Etos adalah agar mahasiswa
penerima beasiswa yang berasal dari kelompok tidak mampu bisa mendapatkan
pendidikan. Sehingga kualitas hasil kuliah diukur melalui capaian prestasi
akademis. Permasalahan utama yang dihadapi mahasiswa penerima beasiswa
Beastudi Etos adalah keterbatasan dana. Sehingga solusi dari permasalahan
tersebut adalah terpenuhinya kebutuhan dana. Sebagai program pemberdayaan
beasiswa Beastudi Etos juga bertujuan menumbuhkan kemandirian. Hal itu
tercermin pada beasiswa Beastudi Etos yang tidak memberikan bantuan penuh
dengan dasar pemikiran agar mahasiswa penerima beasiswa mampu
mengembangan potensi-potensi kemandirian. Sehingga pengukuran terhadap
tingkat kemampuan mengembangkan penyelesaian masalah pada penelitian ini
dilakukan dengan cara melihat kesiapan dana yang dimiliki oleh penerima
beasiswa untuk biaya menyelesaikan kuliah
Tabel 31 Jumlah dan persentase responden menurut efektivitas program beasiswa
No Efektivitas program beasiswa Jumlah
(n)
Persentasi
(%)
1 Kepastian penyelesaian studi (skor)
Baik (5-6) 23 56.1
Sedang (3-4) 18 43.9
Rendah (< 3) 0 0.0
Total 41 100.0
2 Prestasi akademik
Sangat baik (10-12) 2 4.9
Baik (7-9) 33 80.5
Kurang baik (4-6) 6 14.6
Tidak baik (< 4) 0 0.0
Total 41 100.0
Pada sub peubah kepastian penyelesaian studi, mahasiswa penerima
beasiswa Beastudi Etos berada pada kategori baik (56.1%) dan sedang (43.0%).
Kepastian penyelesaian studi merupakan sub peubah yang bertujuan melihat
kemampuan individu mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos dalam
menyiapkan dana untuk biaya kuliah.
Mayoritas responden (56.1%) memiliki kepastian penyelesaian studi yang
baik karena didasari oleh kondisi bahwa 78% mahasiswa penerima beasiswa
memiliki aktivitas ekonomi mandiri. Aktivitas ekonomi yang dilakukan antara
lain menjadi pengajar bimbel, mengajar privat, berdagang, dan menjadi pengelola
event organizer.
Selain menjalankan aktivitas ekonomi mandiri, mahasiswa penerima
beasiswa Beastudi Etos memiliki kesadaran menabung. Kesadaran menabung
mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos tercermin dalam hasil yang
menunjukkan bahwa : (1) sebanyak 51.2% responden menyatakan menabung
59
lebih dari 3 kali dalam satu semester, (2) sebanyak 24.4% menabung 2-3 kali
dalam satu semester, dan (3) sebanyak 24.4% menabung kurang dari 2 kali dalam
satu semester.
Hasil prestasi akademik mayoritas mahasiswa penerima beasiswa
menunjukkan bahwa : (1) sebanyak 80.5 persen responden tergolong baik, (2)
sebanyak 14.6 persen responden memiliki prestasi akademik yang kurang baik,
dan (3) 4.9 persen responden memiliki prestasi yang sangat baik. Hasil prestasi
akademik mahasiswa penerima beasiswa dalam kategori baik terutama ditopang
oleh capaian indeks prestasi yang mana 73.2% mahasiswa penerima beasiswa
Beastudi Etos memiliki Indeks Prestasi 3.0 – 3.49. Sebanyak 22 persen responden
memiliki Indeks Prestasi 2.0 – 2.99, dan 4.8 persen memiliki Indeks Prestasi 3.5 –
4.0. Selain capaian Indeks Prestasi yang baik, prestasi akademik responden juga
terlihat dari adanya kenaikan Indeks Prestasi. Sebanyak 87.8 responden
responden mengalami kenaikan Indeksi Prestasi 1 – 2 kali.
Penelitian ini mengungkap data bahwa prestasi akademik responden yang
berada pada kategori baik diduga karena responden memiliki performa kuliah
yang baik. Kehadiran responden dalam perkuliahan sebagian besar (61.0%) lebih
dari 90%. Kondisi tersebut membuat responden berada pada standar aman untuk
kegiatan perkuliahan. Responden juga memiliki semangat belajar mandiri seperti
berkunjung ke perpustakaan, dan belajar mandiri di asrama. Hal tersebut
tergambar dari data sebagai berikut :
Tabel 32 Jumlah dan persentase responden menurut performa kuliah
No Tingkat partisipasi dalam perkuliahan Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Tingkat kehadiran dalam perkuliahan
> 90 % 25 61.0
80 - 90 % 15 36.6
< 80% 1 2.4
TOTAL 41 100.0
2 Rata-rata berkunjung ke perpustakaan
> 6 kali 30 73.2
4 - 6 kali 5 12.2
1 - 3 kali 6 14.6
TOTAL 41 100.0
3 Rata-rata lama belajar mandiri
> 4 jam 6 14.6
2 - 4 jam 18 43.9
< 2 jam 17 41.5
TOTAL 41 100.0
60
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Efektivitas Beasiswa
Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas beasiswa
dilakukan dengan melalui uji regresi dengan delapan peubah bebas, dan dua
peubah terikat. Peubah bebas yang digunakan adalah : (1) pendapatan keluarga;
(2) besar keluarga; (3) pekerjaan ayah; (4) kemampuan pemenuhan kebutuhan
primer; (5) persepsi tentang pengelolaan beasiswa; (6) lingkungan akademi; (7)
lingkungan kemahasiswaan; (8) lingkungan asrama. Efektivitas beasiswa sebagai
peubah bebas diukur melalui : (1) kepastian penyelesaian studi; (2) prestasi
akademik. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis statistik
parametrik yaitu uji regresi linier berganda dengan tingkat akurasi hasil yang
diharapkan 90 persen.
Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kepastian Penyelesaian Studi
Kepastian penyelesaian studi dalam penelitian ini dilihat dari kemampuan
responden memenuhi kebutuhan biaya pendidikan. Dasar pemikian pemilihan sub
peubah kepastian studi adalah karena beasiswa Beastudi Etos tidak memberikan
beasiswa secara penuh, sehingga responden perlu memiliki ketersediaan dana
untuk menjamin keberlangsungan kuliah.
Hipotesis : Kepastian penyelesaian studi (Y1) dipengaruhi oleh karakteristik
individu (X1), pengelolaan beasiswa (X2), dan karakteristik sosial (X3) responden.
Hasil uji regresi menunjukkan hasil :
Tabel 33 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepastian penyelesaian studi
No Sub peubah Koefisien Regresi α
1 Konstanta 4960 0.144
2 Pendapatan keluarga 4.490E-8 0.810
3 Jumlah anggota keluarga 0.000 0.998
4 Pekerjaan ayah -0.205 0.372
5 Pemenuhan kebutuhan primer 0.004 0.981
6 Motivasi untuk kuliah -0.508 0.070*
7 Pengelolaan beasiswa 0.035 0.720
8 Lingkungan akademik 0.066 0.537
9 Lingkungan kemahasiswaan -0.197 0.235
10 Lingkungan asrama 0.527 0.055*
Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga berpengaruh tidak signifikan terhadap kepastian
penyelesaian studi karena nilai signifikansi 0.0810 > 0.10. Pada kasus mahasiswa
penerima beasiswa, kebutuhan biaya sebagian besar dipenuhi oleh beasiswa. Rata-
rata pengeluaran mahasiswa penerima beasiswa adalah Rp 686.000,00 per bulan.
61
Beasiswa yang diterima sejumlah Rp 500.000,00 per bulan. Beasiswa mampu
memenuhi 73 persen dari kebutuhan biaya hidup responden selama sebulan.
Kondisi responen juga menunjukkan bahwa 78.0 persen responden sudah
memiliki penghasilan tambahan dari kegiatan ekonomi mandiri. Terpenuhinya
kebutuhan finansial dari beasiswa dan kegiatan ekonomi mandiri menyebabkan
berkurangnya ketergantungan mahasiswa penerima beasiswa kepada orang tua
dalam hal pengadaan biaya untuk pendidikan.
Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Nurhayati (2011). Faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa penerima Program Beasiswa Santri
Berprestasi (PBSB) Institut Pertanian Bogor adalah kecerdasan emosional dan
kematangan sosial. Faktor usia, kegiatan kemahasiswaan, pendapatan keluarga,
dan besar keluarga tidak berpengaruh.
Standar kemiskinan menurut Bank Dunia (World Bank 2011) adalah
berdasarkan pendapatan per kapita per hari. Ada dua ukuran yang digunakan,
yaitu : (1) US$ 1 per kapita per hari, dan (2) US$ 2 per kapita perhari.
Penghitungan dengan menggunakan nilai kurs dari Bank Indonesia pada tanggal
21 Januari 2014, yakni Rp 12.122, maka garis kemiskinan untuk US$ 1 per hari
yaitu sebesar Rp 363.660,00. Garis kemiskinan untuk standar pendapatan US$ 2
per hari yaitu sebesar Rp 727.320,00. Hasil yang didapat adalah bahwa
berdasarkan standar kemiskinan Bank Dunia untuk pendapatan US$ 2, maka ada
sembilan (22%) keluarga mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos yang
masuk kelompok miskin, sedangkan 78 persen tidak masuk kelompok miskin.
Beastudi Etos mengukur kemiskinan dari standar kedhuafaan yang
dirumuskan dan digunakan di Dompet Dhuafa. Prinsip dasar penentuan standar
kedhuafaan yang digunakan pada Dompet Dhuafa adalah berdasarkan golongan
yang berhak menerima zakat. Mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos masuk
kepada golongan miskin. Pengertian miskin dalam terminologi zakat adalah
memiliki pekerjaan namun tidak mampu memenuhi kebutuhannya. Standar
kedhuafaan Dompet Dhuafa dilihat dari penghasilan, jumlah anggota keluarga,
Upah Minimum Kota/Kabupaten yang berlaku pada saat seleksi dilaksanakan
(Standar Operasional Prosedur Beastudi Etos 2011).
Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga berpengaruh tidak signifikan terhadap kepastian
penyelesaian studi karena nilai signifikansi 0.998 > 0.10. Puar dalam Widayati
(2009) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan anak mengalami
kemerosotan prestasi adalah keluarga dengan banyak anggota keluarga.
Kegaduhan yang timbul oleh anggota keluarga dalam satu rumah menyebabkan
anak-anak yang akan mengerjakan pekerjaan rumah atau mengulang pelajaran di
rumah menjadi sulit konsentrasi. Terlebih jika anak tidak memiliki kamar terpisah
dan tidak ada sarana pendukung sederhana apapun, seperti meja kecil untuk baca
tulis.
Responden tidak lagi tinggal bersama orang tua. Sarana kamar di asrama
beasiswa Beastudi Etos juga kondusif bagi proses belajar karena : (1) satu kamar
besar (lebih dari ukuran 3 x 3 m) dihuni oleh maksimal dua orang; (2) terdapat
fasilitas meja untuk masing-masing mahasiswa penerima Beastudi Etos; (3)
62
beberapa penerima beasiswa sudah memiliki sarana penunjang seperti laptop yang
semakin mendukung proses belajar.
Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Nurhayati (2011). Faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa penerima Program Beasiswa Santri
Berprestasi (PBSB) Institut Pertanian Bogor adalah kecerdasan emosional dan
kematangan social. Faktor usia, kegiatan kemahasiswaan, pendapatan keluarga,
dan besar keluarga berpengaruh tidak signifikan terhadap prestasi akademik
penerima beasiswa PBSB.
Pekerjaan Ayah
Pekerjaan ayah berpengaruh tidak signifikan terhadap kepastian
penyelesaian studi (nilai signifikansi 0.372 > 0.10). Pekerjaan ayah memiliki
keterkaitan dengan dengan pendapatan. Pekerjaan yang semakin baik diharapkan
mampu memberikan pendapatan yang lebih baik pula. Hanum (Widayati 2009)
dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa secara statistik, semakin baik status
ekonomi keluarga tidak secara nyata diikuti dengan semakin baiknya prestasi
belajar anak. Kenyataan ini menunjukkan bahwa prestasi belajar juga tergantung
pada kemampuan intelektual anak dan kemampuan anak dalam memanfaatkan
fasilitas dan kesempatan yang ada.
Pemenuhan Kebutuhan Primer
Pemenuhan kebutuhan primer berdasarkan hasil uji regresi menunjukkan
pengaruh tidak signifikan terhadap kepastian penyelesaian studi (nilai signifikansi
0.981 > 0.10). Pemenuhan kebutuhan primer tidak berpengaruh signifikan
terhadap kepastian penyelesaian studi diduga karena responden sudah tidak
tinggal bersama keluarga responden.
Motivasi untuk kuliah
Motivasi untuk kuliah pada penelitian ini berpengaruh signifikan terhadap
kepastian penyelesaian studi dengan nilai signifikansi 0.07 < 0.10. Kepastian
penyelesaian studi menilai kesiapan mahasiswa penerima beasiswa dalam
memenuhi kebutuhan biaya untuk keberlanjutan kuliah.
D. Katz dalam Havelock (1973) membagi fungsi motivasi terhadap perilaku
yang ditampilkan menjadi empat tipe yaitu : (1) the adjusted-utilitarian function,
(2) ego defensive function, (3) the value expressive function, (4) knowledge
function. Tipe The adjusted-utilitarian function memandang bahwa perilaku yang
nampak adalah untuk memenuhi kebutuhan. Tipe ego defensive menunjuk pada
perilaku yang berusaha melindungi diri dari konflik internal dan bahaya dari
eksternal. Tipe the value expression menunjukkan perilaku sebagai alat untuk
menjaga identitas pribadi atau citra diri. Tipe knowledge function menunjuk pada
kebutuhan individu untuk memahami sesuatu.
63
Motivasi responden adalah sesuai dengan tipe the adjusted-utilitarian
function yang memandang bahwa perilaku yang nampak adalah untuk memenuhi
kebutuhan. Motivasi terbesar responden untuk kuliah adalah keinginan untuk
menuntut ilmu (85.4%), dan ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik setelah
lulus (80.5%). Kondisi yang terjadi adalah beasiswa yang diterima tidak
memberikan bantuan hingga lulus. Responden memerlukan sumber pendapatan
lain untuk memenuhi kekurangan dana dari beasiswa. Hal tersebut yang
mendorong responden untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi mandiri.
Winkel (1996) menyatakan bahwa kondisi sosio kultural dapat
mempengaruhi proses belajar. Sosio kultural merupakan pandangan keluarga
mengenai pendidikan. Penelitian ini menemukan bahwa menurut responden,
keluarga responden menempatkan pendidikan sebagai prioritas kedua dalam
pengeluaran keluarga. Prioritas pertama adalah makan. Berdasarkan pendapat
Winkel (1996) maka keluarga yang menempatkan pendidikan anak-anak sebagai
prioritas akan mampu memberikan dukungan terhadap perkembangan belajar
anak.
Lippit (1958) menambahkan perlunya memperhatikan motivasi kelayan
untuk menjalankan perubahan berencana. Terdapat empat motivasi yang
ditemukan pada kelayan, yaitu : (1) kelayan merasa tidak puas dengan situasi yang
terjadi, (2) kelayan merasa ada kesenjangan antara apa yang terjadi dengan apa
yang seharusnya terjadi, (3) ada tekanan dari luar, (4) kebutuhan internal. Menurut
Lippit (1958), adanya kebutuhan internal merupakan motivasi yang paling siap
untuk segera melakukan perubahan berencana.
Hasil uji regresi menunjukkan bahwa karakteristik individu yang
berpengaruh signifikan terhadap efektivitas program beasiswa adalah motivasi
untuk kuliah. Kondisi keluarga tidak berpengaruh terhadap efektivitas program
beasiswa kecuali jumlah anggota keluarga. Rata-rata jumlah anggota keluarga
responden adalah enam orang, dengan mayoritas responden adalah anak sulung.
(43.9%). Sumber motivasi responden yang sebagian besar berasal dari orang tua
(97.6%). Orang tua menjadi sumber motivasi karena mahasiswa penerima
beasiswa ingin membahagiakan orang tua.
Analisis terhadap beberapa temuan data dari hasil penelitian adalah bahwa
kondisi keluarga menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi
responden untuk kuliah. Hal tersebut tercermin pada adanya ketidakpuasan dalam
diri responden terhadap kondisi keluarga (61.0%) sehingga menimbulkan
keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik setelah lulus (80.5%).
Tanggung jawab terhadap keluarga juga tercermin pada pilihan responden untuk
memilih bekerja/berwirausaha untuk mendapatkan pendapatan tambahan.
Penjabaran tersebut memberikan informasi bahwa untuk mencapai tingkat
efektivitas program yang baik, seleksi penerima beasiswa perlu
mempertimbangkan motivasi untuk kuliah calon penerima beasiswa sebagai
faktor penilaian utama. Faktor kondisi keluarga perlu menjadi pertimbangan,
namun penekanannya lebih pada keadaan sosio kultural keluarga mahasiswa
penerima beasiswa. Sosio kultural yang bisa dipertimbangkan adalah : (1) jumlah
anggota keluarga; (2) urutan kelahiran penerima beasiswa dalam keluarga; dan (3)
prioritas pendidikan dalam keluarga penerima beasiswa.
64
Pengelolaan beasiswa
Persepsi tentang pengelolaan beasiswa menurut hasil uji regresi berpengaruh
tidak signifikan terhadap kepastian penyelesaian studi (nilai signifikansi 0.720 >
0.10). Tipe motivasi yang menjadi alasan perilaku mahasiswa penerima beasiswa
Beastudi Etos untuk bekerja/berwirausaha adalah the adjusted-utilitarian function.
Hal yang mendasari mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos untuk
bekerja/berwirausaha adalah karena secara biaya beasiswa Beastudi Etos tidak
memberikan bantuan penuh.
Pemberian beasiswa yang tidak penuh pada Beastudi Etos menjadi penyebab
tumbuhnya the adjusted-utilitarian function pada diri responden. Motivasi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut semakin didorong dengan pembinaan yang
dilakukan, khususnya pada domain pengembangan diri. Hal ini didukung dalam
temuan bahwa manfaat terbesar dari pembinaan pengembangan diri menurut
responden adalah : (1) menumbuhkan kemandirian (87.8%); dan (2) kepercayaan
diri meningkat (87.8%). Motivasi untuk memenuhi kebutuhan biaya, diperkuat
dengan pembinaan yang menumbuhkan sikap kemandirian dan kepercayaan diri
membuat mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos memilih
bekerja/berwirausaha untuk memenuhi kebutuhan biaya kuliah.
Lingkungan akademik
Lingkungan akademik berpengaruh tidak signifikan terhadap kepastian
penyelesaian studi (nilai signifikansi 0.527 > 0.10). Lingkungan akademik
mengukur hubungan mahasiswa penerima beasiswa dengan dosen, tenaga
kependidikan, dan keikutserataan dalam kegiatan pengembangan keilmuan.
Lingkungan akademik lebih berkaitan dengan perkuliahan, sedangkan kepastian
penyelesaian studi tentang cara mahasiswa penerima beasiswa memenuhi
ketersediaan dana untuk biaya kuliah. Hal tersebutlah yang membuat lingkungan
akademik tidak berpengaruh terhadap kepastian penyelesaian studi. Aktivitas
ekonomi mandiri yang dilakukan oleh mahasiswa penerima beasiswa Beastudi
Etos sebagian besar dilakukan di luar lingkungan kampus.
Lingkungan kemahasiswaan
Lingkungan kemahasiswaan berpengaruh tidak signifikan terhadap kepastian
penyelesaian studi (nilai signifikansi 0.235 > 0.10). Alasan yang mendasarinya
adalah karena lingkungan kemahasiswaan tidak berkontribusi dalam upaya
mahasiswa penerima beasiswa menyiapkan ketersediaan dana untuk penyelesaian
studi. Lingkungan kemahasiswaan yang ditandai dengan keterlibatan organisasi
justru bisa menambah pengeluaran responden, misal untuk mobilitas mengikuti
acara organisasi maupun iuran-iuran organisasi.
Hasil ini serupa dengan hasil penelitian Nurhayati (2011). Faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik mahasiswa penerima Program Beasiswa Santri
Berprestasi (PBSB) Institut Pertanian Bogor adalah kecerdasan emosional dan
kematangan social. Faktor usia, kegiatan kemahasiswaan, pendapatan keluarga,
dan besar keluarga berpengaruh tidak signifikan.
65
Lingkungan asrama
Lingkungan asrama berpengaruh signifikan terhadap kepastian penyelesaian
studi dengan nilai signifikansi 0.055 < 0.10. Dua hal yang mendasari lingkungan
asrama berpengaruh terhadap kepastian penyelesaian studi yaitu lokasi asrama,
dan interaksi di dalam asrama. Berdasarkan data deskriptif, lokasi asrama
mahasiswa penerima Beastudi Etos berjarak kurang dari 1 km dari kampus. Jarak
yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki bisa memperkecil pengeluaran dana
responden.
Interaksi remaja menurut Martin dan Stendler (1959) dalam Maryam
terdapat tiga bentuk kelompok teman sebaya, yaitu : (1) bentuk good kid atau
remaja kutu buku merupakan kelompok teman sebaya yang datang ke sekolah
hanya untuk belajar tanpa melakukan kegiatan lain, (2) bentuk elite yaitu
kelompok sebaya yang dipimpin dan dibimbing oleh orang dewasa. Kelompok ini
biasanya senang melakukan kegiatan sekolah dan juga senang melakukan kegiatan
di luar sekolah (3) bentuk gank yaitu remaja yang dibentuk dan dipimpin oleh
remaja sendiri tidak suka beraktivitas yang berhubungan dengan sekolah atau
melakukan aktivitas anti sosial.
Kehidupan responden di asrama menunjukkan interaksi bentuk elit.
Kehidupan responden di asrama didampingi oleh pendamping asrama. Selain itu
juga dipantau oleh korda yang rutin mengunjungi setiap satu pekan sekali.
Pendamping dan korda merupakan orang dewasa yang bertugas membimbing
mereka. Aktivitas yang dilakukan diarahkan menuju hal yang positif dalam rangka
peningkatan kemampuan agama, akademik, pengembangan diri, dan sosial
responden.
Aktivitas keagamaan yang dilakukan di asrama memberikan manfaat
diantaranya : (1) menambah pengetahuan keagamaan; (2) membuat lebih rajin
beribadah; (3) lebih menjaga hubungan baik dengan orang lan; (4) lebih menjaga
diri dari perbuatan tidak bermanfaat. Peraturan-peraturan di asrama membuat
mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos lebih disiplin dan bertanggung
jawab.
Penerima Beastudi Etos memiliki beberapa kegiatan sosial yang berorientasi
ke masyarakat. Aktivitas sosial yang dilakukan responden ada yang bersifat
berkesinambungan, tapi ada juga yang hanya berupa satu kali kegiatan selesai.
Kegiatan sosial berkesinambungan yang dikelola oleh mahasiswa penerima
Beastudi Etos adalah Sekolah Desa Produktif. Sekolah Desa Produktif merupakan
konsep desa binaan berbasis sekolah yang dikelola oleh mahasiswa penerima
Beastudi Etos (sumber : wawancara dengan direktur Beastudi Indonesi).
Kegiatan sosial berupa satu kali kegiatan selesai yang dilakukan oleh
mahasiswa penerima Beastudi Etos antara lain : (1) Festival Anak Sholeh; (3)
Tebar Hewan Kurban; (3) Etos Expo. Festival Anak Sholeh merupakan acara
perlombaan keagamaan untuk anak-anak tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), dan
Sekolah Dasar (SD). Tebar Hewan Kurban adalah kegiatan kepanitian yang
dibentuk oleh mahasiswa penerima Beastudi Etos untuk membagikan hewan
kurban pada saat Idul Adha. Hewan kurban yang dibagikan berasal dari
masyarakat melalui program Tebar Hewan Kurban (THK) Dompet Dhuafa. Etos
66
Expo adalah kegiatan try out (percobaan tes masuk) Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri. Etos Expo dilaksanakan bersamaan dengan seleksi
penerimaan mahasiswa Beastudi Etos.
Pendampingan asrama berpengaruh signifikan terhadap efektivitas program
beasiswa. Pendampingan asrama yang dilakukan kepada responden secara harian
pada penelitian ini terbukti dirasakan bermanfaat oleh responden. Responden
terlibat secara aktif pada proses pendampingan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, hingga evaluasi. Pendamping yang mampu menunjukkan sikap
bersahabat, menunjukkan kesamaan dengan responden, dirasakan kemanfaatannya
oleh responden, dan responsif menjadi faktor yang membuat responden merasa
nyaman menjalani pendampingan.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik
responden
Prestasi akademik dalam penelitian ini dilihat dari nilai indeks prestasi
responden serta keterlibatan dan prestasi responden dalam kompetisi ilmiah.
Hipotesis : prestasi akademik mahasiswa penerima beasiswa dipengaruhi oleh
karakteristik individu (X1), pengelolaan beasiswa (X2), dan karakteristik sosial
mahasiswa penerima beasiswa (X3).
Tabel 34 Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap prestasi akademik No Sub peubah Koefisien Regresi α
1 Konstanta 4.446 0.224
2 Pendapatan -1.831E-7 0.368
3 Jumlah anggota keluarga 0.224 0.064*
4 Pekerjaan ayah 0.298 0.233
5 Pemenuhan kebutuhan primer -0.331 0.116
6 Motivasi untuk kuliah -0.159 0.637
7 Pengelolaan beasiswa 0.083 0.435
8 Lingkungan akademik 0.172 0.141
9 Lingkungan kemahasiswaan 0.105 0.556
10 Lingkungan asrama -0.095 0.742
Pendapatan
Pendapatan berpengaruh tidak signifikan dengan prestasi akademik karena
nilai signifikansi yang dihasilkan 0.368 > 0.10. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Widayati (2009) yang menyatakan bahwa pendapatan tidak
berhubungan dengan prestasi belajar. Pada penelitian ini, kondisi tersebut dapat
dipahami karena ketergantungan mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos
terhadap dukungan dana dari orang tua sudah mulai berkurang. Sumber
pendapatan mahasiswa penerima beasiswa Beastudi Etos adalah dari beasiswa dan
kegiatan ekonomi mandiri yang dilakukan.
67
Jumlah anggota keluarga
Jumlah anggota keluarga berpengaruh terhadap prestasi akademik. Hal
tersebut ditandai dengan nilai signifikansi 0.064 < 0.10. Hasil penelitian ini
menemukan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga reponden adalah enam
orang.
Dugaan bahwa besar keluarga berpengaruh terhadap prestasi akademik
adalah karena rasa tanggung jawab dalam diri responden terhadap masa depan
keluarga. Rasa tanggung jawab tersebut membuat responden berusaha mencapai
prestasi akademik yang baik, agar bisa lulus dengan nilai yang baik. Lulus dengan
nilai yang baik akan membuka kesempatan yang lebih luas di dunia kerja. Dugaan
ini didasarkan pada salah satu motivasi untuk kuliah pada diri responden adalah
agar mendapatkan pekerjaan yang baik setelah lulus. Lepper et al (2005)
menyatakan bahwa capaian prestasi akademik dipengaruhi oleh jenis motivasi,
tingkat capaian prestasi akademik yang baik kemudian akan mampu
membangkitkan motivasi kembali, dan begitu seterusnya. Siswa yang berprestasi
akan menikmati proses belajar, merasa mampu untuk menghadapi tantangan, yang
pada akhirnya akan mendapat nilai yang baik dan mendapatkan respon yang
positif.
Pekerjaan ayah
Pekerjaan ayah berpengaruh tidak signifikan terhadap prestasi akademik
mahasiswa penerima beasiswa. Hal itu ditunjukkan dengan nilai signifikansi
0.233 > 0.10. Pekerjaan ayah berhubungan dengan jumlah pendapatan yang akan
didapatkan. Kemampuan mahasiswa penerima beasiswa untuk menjalankan
kegiatan ekonomi mandiri yang mampu menghasilkan menjadi faktor
berkurangnya ketergantungan kepada orang tua. Tempat tinggal yang terpisah
dengan orang tua semakin menjauhkan ketergantungan kepada orang tua. Segala
aktivitas belajar yang dilakukan lebih didominasi oleh kontrol diri responden.
Pemenuhan kebutuhan primer
Pemenuhan kebutuhan primer berpengaruh tidak signifikan terhadap prestasi
akademik karena nilai signifikansi 0.116 > 0.10. Hasil ini bertolakbelakang
dengan hasil penelitian Thoha (2006) yang menyatakan bahwa konsumsi protein
berpengaruh nyata terhadap prestasi mahasiswa di bidang kemampuan verbal,
kemampuan abstraksi, kemampuan kognitif, dan kemampuan keterampilan.
Tempat tinggal yang terpisah dengan orang tua semakin menjauhkan
ketergantungan kepada orang tua, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan primer.
Segala aktivitas belajar yang dilakukan lebih didominasi oleh kontrol diri
responden.
68
Motivasi untuk kuliah
Motivasi untuk kuliah berhubungan tidak signifikan dengan prestasi
akademik responden (nilai signifikansi 0.637 > 0.10). Hal ini menjadi temuan
yang menarik karena mayoritas mahasiswa penerima beasiswa menyatakan
motivasi awal kuliah adalah ingin menuntut ilmu (85.4%). Jika motivasi adalah
menuntut ilmu, maka prestasi akademik yang baik seharusnya menjadi orientasi
utama. Tetapi karena mahasiswa penerima beasiswa membutuhkan dana untuk
biaya kuliah, maka motivasi the adjustment-utilitarian function lebih kuat
dibanding motivasi the knowledge function. Kondisi tersebut membuat mahasiswa
penerima beasiswa mahasiswa penerima beasiswa membagi fokus belajar
dengan bekerja mencari sumber pendapatan lain.
Pengelolaan beasiswa
Pengelolaan beasiswa berpengaruh tidak signifikan terhadap prestasi
akademik, karena nilai signifikansi 0.435. Hipotesis penelitian ini, pengelolaan
beasiswa dengan adanya pembinaan dan pendampingan berpengaruh terhadap
prestasi akademik. Hasil uji menunjukkan hipotesis tersebut ditolak.
Beastudi Etos memberikan pembinaan pada empat domain yaitu agama,
akademik, pengembangan diri, dan sosial. Dugaan penyebab pengelolaan
beasiswa Beastudi Etos tidak berpengaruh signifikan kepada prestasi akademik
responden adalah karena pembinaan yang dilakukan tidak fokus pada pencapaian
prestasi akademik. Pembinaan Beastudi Etos dilakukan pada empat domain.
Materi pembinaan yang diberikan setiap pekan berganti-ganti untuk memenuhi
profil yang diharapkan tercapai dari pembinaan. Dugaan kedua, beasiswa
tidak secara langsung berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa. Menurut Winkel
(1996), faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa diantaranya adalah
: (1) keadaan sosio ekonomis yang menunjuk pada kemampuan financial dan
perlengkapan material yang dimiliki sisiwa, (2) perasaan senang dalam belajar.
Tabel 35 Jumlah dan persentase responden menurut manfaat pemberian dana
beasiswa
No Manfaat pemberian dana beasiswa Jumlah
(n)
Persentase
(%)
1 Membuat jadi tidak minder 15 36.6
2
Menenangkan hati karena ada jaminan
biaya kuliah 22 53.7
3
Bisa membantu orang tua dengan
mengirimkan sebagian dana beasiswa 22 53.7
4
Memenuhi kebutuhan hidup selama
kuliah 40 97.6
5
Bisa membeli sarana penunjang kuliah
seperti laptop, handphone 26 63.4
69
Perasaan senang dalam belajar pada diri penerima beasiswa mampu
dibentuk dengan dukungan pengelolaan beasiswa. Misal : beasiswa yang selalu
tepat waktu akan mampu menenangkan hati penerima beasiswa karena tidak perlu
terlambat membayar iuran-iuran kelas. Keterlambatan membayar iuran kelas bisa
memberikan dampak negatif yaitu penerima beasiswa tidak bisa mendapatkan
fotokopi materi kuliah. Keterlambatan membayar iuran kelas juga berpotensi
membuat mahasiswa penerima beasiswa menjadi minder. Minder/tidak percaya
diri merupakan bentuk efikasi yang rendah yang jika tidak didukung dengan
lingkungan yang responsif bisa menumbuhkan depresi atau sikap apatis.
Hambatan besar bagi lulusan SMA/sederajat dari keluarga miskin yang telah
lolos seleksi penerimaan mahasiswa untuk masuk perguruan tinggi adalah ketika
harus membayar biaya masuk perguruan tinggi. Ketika calon mahasiswa tidak
sanggup membayar biaya masuk perguruan tinggi, maka akan hilang kesempatan
untuk kuliah. Ketika beasiswa mampu memberikan keterjaminan biaya sejak
calon mahasiswa dari keluarga miskin harus membayar biaya masuk perguruan
tinggi, maka itulah peran pertama program beasiswa yaitu menumbuhkan harapan
untuk kuliah.
Berdasarkan dari hasil uji statistik ditemukan fakta bahwa pengelolaan
beasiswa tidak menunjukkan pengaruh signifikan baik terhadap kepastian
penyelesaian studi maupun prestasi akademik. Pemberian beasiswa dalam bentuk
bantuan biaya berperan membangkitkan motivasi untuk kuliah. Peran tersebut
sebagaimana ditemukan dalam penelitian ini bahwa manfaat pemberian beasiswa
adalah : (1) memenuhi kebutuhan hidup selama kuliah; (2) bisa membeli saran
penunjang kuliah; (3) menenangkan hati karena ada jaminan biaya kuliah; (4) bisa
membantu orang tua; (5) membuat tidak minder. Manfaat yang dirasakan dengan
adanya bantuan besiswa berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis
dan psikologis yang secara tidak langsung mempengaruhi hasil belajar.
Hal yang menarik dari hasil penelitian tentang pengelolaan beasiswa adalah
terkait pembinaan. Pembinaan yang dilakuan oleh lembaga pemberi beasiswa
tidak berpengaruh terhadap efektivitas program beasiswa. Terdapat beberapa
temuan data lapangan yang bermanfaat untuk menjelaskan penyebab mengapa
pengelolaan beasiswa tidak berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa. Pertama,
berdasarkan data tingkat keaktifan responden mengikuti pembinaan rutin
ditemukan data bahwa mayoritas responden (87.8%) tidak hadir dalam pembinaan
1-5 kali dalam satu semester. Tingkat keterlambatan mayoritas responden (80.5%)
pada kegiatan pembinaan adalah 1 – 5 kali dalam satu semester. Artinya dari
tingkat keaktifan, mayoritas responden hadir lebih dari 75 persen (satu semester =
24 pekan). Kedua adalah 87.8 persen responden menyatakan bahwa pengelola
beasiswa yang dominan menyusun rencana pembinaan. Ketiga, pembinaan rutin
yang dilakukan beasiswa Beastudi Etos dilakukan pada empat domain yaitu : (1)
agama, (2) akademik, (3) pengembangan diri, (4) sosial.
Hasil temuan pertama dan kedua jika dikaitkan dengan teori belajar orang
dewasa maka penyebab pengelolaan program beasiswa tidak efektif meningkatkan
prestasi mahasiswa adalah diduga karena pembinaan yang dirancang tidak sesuai
dengan kebutuhan mahasiswa penerima beasiswa.
Bentuk ideal sebuah program pemberdayaan adalah tingginya tingkat
partisipasi masyarakat sasaran. Pretty dan Guijt (Mikkelsen 2011) menjelaskan
70
bahwa pendekatan pembangunan partisipastif harus dimulai dengan orang-orang
yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Pendekatan ini
harus menilai dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka, dan
memberikan sarana yang perlu bagi mereka supaya dapat mengembangkan diri.
Kurangnya pelibatan mahasiswa penerima beasiswa pada perencanaan
pembinaan juga diakui oleh oleh pendamping. Pada wawancara, pendamping
menyatakan bahwa :
…Pernah kami coba untuk memberi kesempatan kepada etoser untuk
mengusulkan apa materi yang dibutuhkan dalam pembinaan. Namun hasilnya,
usulan terlalu banyak. Karena etoser mengusulkan apa yang mereka inginkan
bukan apa yang mereka butuhkan…(sumber : wawancara dengan pendamping, 20
Januari 2014)
Pendekatan ilmu penyuluhan memandang bahwa tahapan pertama proses
perubahan berencana adalah kebutuhan untuk berubah (Lippit et al, 1958). Pada
tahap ini masyarakat sasaran tidak secara otomatis menyadari masalah yang
dihadapinya. Seringkali masyarakat sasaran tidak bisa membedakan kebutuhan
dan keinginan.
Tiga hal yang bisa dilakukan agen perubahan adalah : (1) menganalisa
kesulitan yang dihadapi kelayan dan memberikan bantuan secara langsung atau
bertahap untuk menumbuhkan kesadaran pada masyarakat sasaran (peran agen
perubahan lebih dominan; (2) menghubungi kembali kelayan dan merumuskan
bersama dengan kelayan, (3) jika masyarakat sasaran telah menyadari
kebutuhannya, maka proses perubahan berencana bisa dilakukan.
Perubahan berencana akan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasaran jika
agen perubahan memilih cara kedua dan dilanjutkan dengan cara ketiga.
Pendamping Beastudi Etos memilih opsi yang pertama, dengan memberikan peran
yang lebih dominan pada pendamping. Hal tersebut pada akhirnya mengurangi
peran responden untuk menentukan kebutuhannya. Mikkelsen(2011) menyatakan
bahwa partisipasi menghasilkan pemberdayaan yakni setiap orang berhak
menyatakan pendapat dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
kehidupannya.
Kesadaran masyarakat sasaran akan kebutuhannya untuk berubah
menandakan bahwa tahap pertama perubahan berencana sudah dilakukan.
Tahapan perubahan selanjutnya akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan agen
perubahan. Narasumber pembinaan sesungguhnya dapat berfungsi menjadi profil
yang memudahkan proses belajar dengan pengamatan pada responden. Pemilihan
narasumber pembinaan penting dilakukan. Narasumber pembinaan seharusnya
dipilih orang yang berpengalaman langsung terhadap materi yang disampaikan.
Lingkungan akademik
Nilai signifikansi lingkungan akademik adalah 0.141. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa lingkungan akademik tidak berpengaruh signifikan terhadap
efektivitas program beasiswa untuk meningkatkan prestasi mahasiswa. Hasil ini
sejalan dengan hasil penelitian Yusniati (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada
71
hubungan antara lingkungan sosial (mahasiswa-dosen), (mahasiswa-teman),
mahasiswa-keluarga, mahasiswa-komunitas di asrama dengan prestasi akademik
mahasiswa.
Lingkungan kemahasiswaan
Lingkungan kemahasiswaan pada penelitian ini tidak berpengaruh signifikan
terhadap prestasi akademik mahasiswa penerima beasiswa (nilai signifikansi =
0.556 > 0.1). Soekanto (Widayati 2009) menyatakan model konseptual alokasi
waktu remaja meliputi kegiatan pribadi, kegiatan sekolah, kegiatan perjalanan,
dan kegiatan waktu luang. Hubungan responden dengan mahasiswa lain di
kampus lebih banyak berorientasi pada keterlibatan organisasi mahasiswa
dibandingkan dengan kegiatan akademik.
Lingkungan asrama
Lingkungan asrama tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi
akademik. Hal tersebut ditandai dengan nilai signifikansi 0.742 > 0.10. Kegiatan
di asrama Beastudi Etos yang dominan adalah pelaksanaan kegiatan keagamaan,
dan keterampilan hidup. Sejak bangun pagi, mahasiswa penerima beasiswa
Beastudi Etos melaksanakan kegiatan keagamaan pagi yaitu dimulai dari
menjalankan sholat subuh berjamah, dilanjutkan dengan tausiyah (nasihat) pagi,
dan dzikir harian. Petugas piket kebersihan akan menjalankan tugas piket setelah
aktivitas keagamaan pagi. Responden yang tidak bertugas piket akan menjalankan
aktivitas pribadi seperti mencuci, menyetrika, dan mandi.
Responden memiliki aktivitas masing-masing di siang dan sore hari.
Aktivitas yang dilakukan responden terutama kuliah, praktikum, aktivitas
organisasi, dan aktivitas ekonomi hingga sore hari. Responden akan kembali ke
asrama di sore hingga malam hari.
Aktivitas responden yang sudah pulang sebelum petang antara lain : (1)
menjalankan sholat Maghrib; (2) membaca Al Qur’an; (3) makan malam bersama
yang biasanya dilakukan di ruangan umum; (4) sholat Isya; (5) kadangkala ada
beberapa responden yang mengerjakan tugas atau belajar bersama sambil
menyaksikan televise, Batas jam malam masuk asrama adalah jam 21.00. Jika
responden pulang ke asrama lewat dari jam 21.00, harus mendapat ijin dari
pendamping untuk dapat masuk asrama. Pelanggaran jam malam akan masuk ke
dalam sanksi pemotongan uang saku (sumber : observasi lapangan di asrama
Beastudi Etos).
Aktivitas belajar responden lebih banyak dilakukan di kamar masing-masing
dan lebih bersifat pribadi . Sebaran program studi tempat responden berkuliah
juga diduga menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya pendampingan di
bidang akademik. Responden berkuliah di 29 program studi. Keragaman program
studi responden yang tinggi membuat pendamping lebih menekankan pada
pendampingan yang bersifat dukungan psikologis, dan pendampingan teknis
belajar.
72
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Karakteristik individu mahasiswa penerima beasiswa pada penelitian ini
ditandai dengan : (1) berusia antara 18 – 22 tahun; (2) mayoritas adalah
anak sulung; (3) berkuliah di Institut Pertanian Bogor dan Universitas
Indonesia; (4) berkuliah di 29 program studi dengan mayoritas berkuliah di
bidang ilmu sosial; (5) berasal dari sembilan provinsi di Indonesia; (6)
memiliki motivasi yang tinggi untuk kuliah; (7) memiliki interaksi yang baik
dengan lingkungan akademik, lingkungan kemahasiswaan, dan lingkungan
asrama.
2. Beasiswa efektif sebagai program pemberdayaan karena mampu
meningkatkan kepastian penyelesaian studi dan prestasi akademik penerima
beasiswa dengan cara menumbuhkan motivasi untuk kuliah, dan adanya
pendampingan harian yang dilakukan di asrama penerima beasiswa.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap efektivitas program
beasiswa untuk meningkatkan prestasi mahasiswa adalah : (1) motivasi
untuk kuliah, (2) besaran keluarga, (3) lingkungan asrama.
Saran
Upaya untuk meningkatkan efektivitas program beasiswa dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Pada proses seleksi penerima beasiswa, penilaian tentang motivasi untuk
kuliah dan kondisi sosio kultural keluarga perlu menjadi pertimbangan
utama karena motivasi yang tinggi pada calon penerima beasiswa akan
menjadi pendorong untuk mencapai prestasi tinggi.
2. Lembaga pemberi beasiswa perlu memberi perhatian pada kemudahan
persyaratan, ketercukupan beasiswa, keteraturan beasiswa dalam rangka
meningkatkan kondisi fisiologis dan psikologis yang menunjang mahasiswa
penerima beasiswa dalam mencapai prestasi akademik.
3. Lembaga pemberi beasiswa perlu meningkatkan pelibatan mahasiswa
penerima beasiswa dalam perencanaan pembinaan. Hal itu penting
dilakukan agar pembinaan yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan
mahasiswa penerima beasiswa.
4. Apabila skema pemberian beasiswa tidak memberikan bantuan secara
penuh, maka program beasiswa bisa memilih jenis pemberian bantuan non
tunai, seperti asrama yang dekat dengan kampus dan dilakukan
pendampingan terhadap penerima beasiswa.
73
DAFTAR PUSTAKA
Abidin R, Andi. 2011. Analisis Gender Pada Gaya Pengasuhan, Proses
Pembelajaran di Kelas, Perilaku Sosial dan Prestasi Belajar Siswa SMA di
Kota Bogor [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Antoni, Ferry. 2012. Analisis IPK Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidik Misi
dengan Pendekatan Metode Chad [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor
Bandura, Albert. 1977. Social Learning Theory. New Jersey (US): Prentice Hall
[Beastudi Etos]. 2011. Standar Operasional Prosedur. Bogor (ID): Beastudi Etos
[Beastudi Indonesia]. 2014. Revitalisasi Pendamping. Bogor (ID): Beastudi
Indonesia
Bintarti, Arifah. 2003. Pola Komunikasi dan Prestasi Belajar Mahasiswa
Universitas Terbuka di Unit Program Belajar Jarak Jauh Bogor [Tesis].
Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Boyle G, Patrick. 1981. Planning Better Programs. Wisconsin (US): Mc Graw
Hill Book Company
Boyd D, Robert. Tahun tidak diketahui. A Psychological Definitian of Adult
Education. Wisconsin (US): University of Wisconsin
Gunarsa S, Gunarsa Y. 2008. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga.
Jakarta (ID): BPK Gunung Mulia
Hariyanto, Bambang. 2004. Direktori Beasiswa Pendidikan Dasar, Menengah, dan
Tinggi Dalam dan Luar Negeri tahun 2004-2005. Jakarta (ID) :
www.rajaraja.com
Havelock G, Ronald. 1971. Planning for Innovation through Dissemination and
Utiization of Knowledge. Michigan (US): The University of Michigan
Havigurst, J Robert. 1974. Development Task and Education. New York (US):
David Mc Kay Company Inc
Ife, Jim dan Tesoriero, Frank. 2006. Community Development. Volume ke-3.
Manullang S, Yakin N, Nursyahid M, penerjemah. Yogyakarta (ID):
Pustaka Pelajar. Terjemahan dari: Community Development: Community-
Based Alternatives in an Age of Globalisation
74
Ife, Jim. 1995. Community Development Creating Community Alternatives-
Vision, Analysis dan Practice. Melbourne (AU): Longman
Lippit R, Watson J, Westley B. 1958. The Dinamic of Planned Change : a
Comparative Study of Principle and Techniques. New York (US) :
Hardcourt, Brace and World Inc
Mardikanto,Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta (ID) : UNS
Press
Mikkelsen, Britha. 2011. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya
Pemberdayaan: Panduan Bagi Praktisi Lapangan. Volume ke-5. Nalle M,
penerjemah. Jakarta (ID): Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia (ID).
Terjemahan dari: Methods for Development Work and Research: A Guide
for Practitioner
Nasution, S. 2007. Metode Research Penelitian Ilmiah. Jakarta (ID): Bumi Aksara
Nurani S. Atat. 2004. Pengaruh Kualitas Perkawinan, Pengasuhan Anak, dan
Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Anak [Tesis]. Bogor
(ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Nurgiantoro B, Gunawan, Marzuki. 2004. Statistik Terapan untuk Penelitian
Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press
Nurhayati, Suci. 2011. Analisis kecerdasan emosionel, kematangan social, self
esteem, dan prestasi akademik pada mahasiswa penerima program
beasiswa santri berprestasi (PBSB) Institut Pertanian Bogor [Skripsi].
Bogor (ID): Program Studi Ilmu Keluarga dan Konsumen Institut
Pertanian Bogor
Prijono, S Onny dan Pranarka, AMW. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan
dan Implementasi. Jakarta (ID): Centre for Strategic and International
Studies
[Beastudi Etos]. Profil Beastudi Etos. 2011. Bogor (ID): Lembaga Pengembangan
Insani
Rogers M, Everett. 2003. Diffusion of Innovation Fifth Edition. New York (US):
Free Press
Rogers R, Carl. 1969. Freedom to Learn. Ohio (US) : Charles E Merrill
Publishing Company
Ruseffendi. 1994. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non Eksakta
Lainnya. Semarang (ID) : IKIP Semarang Press
Salkind J, Neil. 1985. Theories of Human Development. Kansas (US) : John
Wiley & Sons, Inc
75
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta (ID): Graha Ilmu
Sarwono, Jonathan. 2009. Statistik Itu Mudah. Yogyakarta (ID) : Penerbit Andi
Simanjuntak, Megawati. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan
Keluarga dan Prestasi Belajar Anak pada Keluarga Penerima Program
Keluarga Harapan (PKH) [Tesis]. Bogor (ID) : Sekolah Pascsarjana
Institut Pertanian Bogor
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sopian. 1987. Metode Penelitian Survey, Jakarta
(ID): LP3ES
Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung
(ID): Reflika Aditama
Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan Strategi Pengembangan dan
Penerapannya dalam Penelitian Pertanian. Bogor (ID) : Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian
Thoha. 2006. Hubungan Pola Konsumsi Pangan, Pola Aktivitas, Status Gizi dan
Anemia Dengan Prestasi Belajar Pada Mahasiswa Putri Diploma III
Kebidanan Yayasan Madani dan Asyifa di Kota Tangerang [Tesis]. Bogor
(ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Thorne, Kaye. 2005. The Art of Training: Coaching for Change. Jakarta (ID): PT
Gramedia Pustaka Utama
Tyler, W Ralp. 1949 .Basic Principles of Curriculum and Instruction. Chicago
(US): The University of Chicago Press
Whitworth, Laura et al.2007. Co-active Coaching. California (US): Davies-Black
Publishing
Widayati, Wiwik. 2009. Analisis Pola Aktivitas, Tingkat Kelelahan dan Status
Anemia Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Siswa [Tesis].
Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Winkel, WS. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta (ID) : Grasindo
Yusniati, Renny. 2008. Lingkungan Social dan Motivasi Belajar dalam
Pencapaian Prestasi Akademik Mahasiswa (Kasus Mahasiswa Tingkat
Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor TA 2007/2008 [Skripsi].
Bogor (ID) : Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
76
Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung (ID)
: PT Remaja Rosdakarya
Acuan Situs Website
[Bank Dunia]. 2006. Ikhtisar Laporan Bank Dunia tentang Kemiskinan di
Indonesia tahun 2006, [diunduh 2014 Feb 19] Tersedia di http://www.
sofian.staf.ugm.ac.id
[Beasiswa Djarum] Tentang Program Beasiswa Beswan Djarum. [diunduh 2014
Feb 20]. Tersedia di http://djarumbeasiswaplus.org/beswandjarum
Camps E, Vives MF. 2013. The Contribution of Psychological Maturity and
Personality in The Prediction of Adolescent Academic Achievement.
International Journal of Educational Psychology [Internet]. [diunduh 2014
Feb 8]; Vol 2 no 3. Tersedia pada: http://www.ijep.hipatiapress.com
Departemen Keuangan Republik Indonesia. 2013. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun 2013, [diunduh 2014 Feb 19]. Tersedia pada http://
www.anggaran.depkeu.go.id
[Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan]. 2011. Beasiswa dan Bantuan Pendidikan [diunduh 2014 Feb
21]. Tersedia di http://www.perpustakaan.kemdiknas.go.id
Hasan S, Hamid. Perkembangan Pendidikan Dasar dan Menengah (Naskah pada
buku Indonesia dalam Arus Sejarah [diunduh 2014 Feb 19]. Tersedia pada
http://www.file.upi.edu
[Karya Salemba Empat]. Program beasiswa. [diunduh dari 2014 Feb 20]. Tersedia
di http://www.karyasalemba4.org/node/74
Lepper, R.M. Iyengar, S.S. Corpus, H.J. 2005. Intrinsic and Extrinsic
Motivational Orientations in the Classroom: Age Differences and
Academic Correlates. Journal of Educational Psychology [Internet].
(diunduh 2014 Mar 1]; Vol 97 No 2. Tersedia pada academic.reed.edu
Linver, M.R., Davis-Kean, P., & Eccles, J.E. 2002. Influences of Gender on
Academic Achievement. Presented at the biennial meetings of the Society
for Research on Adolescence [internet]. New Orleans (US): ITWF Award.
[diunduh 2012 Mar 1]. Tersedia pada http://www.rcgd.isr.umich.edu
Lord J, Hutchison P. 1993. The Process of Empowerment: Implications for Theory
and Practice. Canadian Journal of Community Mental Health [Internet].
[diunduh 2014 Feb 21]: Volume 12:1 Spring 1993. Tersedia pada http://
www.education.miami.edu/isaac/public.../chapfive.ht
77
Utomo P, Sudji M. 2010. Analisis Kontribusi Pemberian Beasiswa Terhadap
Peningkatan Prestasi Akademik Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas
Negeri Yogyakarta. [diunduh 2013 Feb 27]. Tersedia di http://
www.staff.uny.ac.id
[World Bank]. 2011. Poverty Line [diunduh 2014 Mar 3]. Tersedia di
http://www.worldbank.org
78
L A M P I R A N
79
Lampiran 1 Hasil uji regresi untuk peubah terikat kepastian penyelesaian studi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .491a .241 .021 1.23071 2.522
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 14.949 9 1.661 1.097 .394a
Residual 46.954 31 1.515
Total 61.902 40
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.960 3.305 1.501 .144
Pendapatan 4.490E-8 .000 .044 .242 .810
Jumlah anggota keluarga .000 .108 .000 .002 .998
Pekerjaan ayah -.205 .226 -.169 -.906 .372
Pemenuhaan kebutuhan primer
.004 .189 .004 .024 .981
Motivasi untuk kuliah -.580 .309 -.321 -1.880 .070
Pengelolaan beasiswa .035 .097 .064 .362 .720
Lingkungan akademik .066 .105 .110 .625 .537
Lingkungan kemahasiswaan -.197 .162 -.206 -1.212 .235
Lingkunganasrama .527 .264 .342 1.994 .055
a. Dependent Variable: kepastianpenyelesaianstudi
80
81
Lampiran 2 Hasil uji regresi untuk peubah terikat prestasi akademik
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .501a .251 .034 1.33319 1.929
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 18.462 9 2.051 1.154 .357a
Residual 55.099 31 1.777
Total 73.561 40
Coefficients
a
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.446 3.580 1.242 .224
Pendapatan -1.831E-7 .000 -.163 -.913 .368
Jumlah anggota keluarga .224 .117 .316 1.921 .064
Pekerjaanayah .298 .245 .225 1.217 .233
Pemenuhaan kebutuhan primer
-.331 .205 -.273 -1.615 .116
Motivasi untuk kuliah -.159 .334 -.081 -.477 .637
Pengelolaan beasiswa .083 .105 .139 .791 .435
Lingkungan akademik .172 .114 .264 1.510 .141
Lingkungan kemahasiswaan .105 .176 .101 .594 .556
Lingkungan asrama -.095 .286 -.057 -.332 .742
a. Dependent Variable: prestasiakademik
82
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Mardiyanti. Lahir di Kebumen Jawa Tengah, 18
Desember 1981 dari pasangan orang tua Sumardi dan Suwarti. Pendidikan
Sekolah Dasar dijalani di SDN 1 Jatiluhur. Pendidikan menengah ditempuh di
SMP Negeri 2 Gombong dan SMA Negeri 1 Gombong. Setelah lulus SMA,
penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Sebelas
Maret dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2007, penulis menikah dengan Ahmad Sumarta. Pernikahan
tersebut dikaruniai dua putra yaitu Muhammad Kamal Abdurrahman (5 tahun 9
bulan) dan Muhammad Bilal Abdullah (1.5 tahun). Saat ini penulis tinggal di kota
Bogor.
Riwayat pekerjaan penulis dimulai sejak menjadi staf administrasi di
Mathematic Study Club (MSC) di Dramaga, Bogor. Pada tahun 2006, penulis
bekerja di Beastudi Etos Dompet Dhuafa. Pilihan untuk melanjutkan studi ke
jenjang magister, membuat penulis memutuskan cuti dan akhirnya keluar dari
Beastudi Etos. Pekerjaan penulis saat ini adalah pengelola Koperasi Insan
Sejahtera di Bogor.