efektivitas modul ipa berbasis etnosains terhadap ...lib.unnes.ac.id/31670/1/4001413008.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
EFEKTIVITAS MODUL IPA BERBASIS ETNOSAINS TERHADAP
KEMANDIRIAN DAN CINTA BUDAYA LOKAL PADA
TEMA BAHAN KIMIA DALAM KEHIDUPAN
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan IPA
oleh
Ismul Aro
4001413008
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
“Jangan jadikan masalah sebagai alasan untuk kamu tidak mau melangkah ke arah
yang lebih baik, buktikan bahwa kamu bisa dan mampu”
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al Insyirah: 6)
“Bersabarlah, sungguh Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al Anfal: 46)
Persembahan :
1. Ibuku Robiah yang telah memberi motivasi dan doa;
2. Ayahku Saliri yang telah memberi semangat yang tak ada hentinya;
3. Mba Anis, Dek Nurul, Bagus, Putri, Aun, dan Daffa yang selalu menjadi
penyemangat;
4. Bikki Fajeri yang selalu mensupport;
5. Sahabat yang selalu peduli;
6. Teman-teman seperjuangan Pendidikan IPA 2013 yang memberikan
banyak kenangan;
7. Teman-teman PPL dan KKN tahun 2016 yang telah banyak membantu;
8. Serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat serta
hidayah-Nya dan tak lupa sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Modul IPA Berbasis Etnosains Terhadap Kemandirian dan Cinta
Budaya Lokal pada Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Progam
Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan serta dukungan dari
berbagai pihak, oleh sebab itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk
menuntut ilmu di Universitas Negeri Semarang
2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si,Akt, selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian
3. Novi Ratna Dewi, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan
IPA Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan
dalam penyusunan skripsi
4. Parmin, M.Pd. dan Indah Urwatin Wusqo, M.Pd., selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran,
memberikan dorongan dan saran-saran yang bermakna
5. Prof. Dr. Wiyanto, M. Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan- masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan maksimal
6. Drs. Sawukir, M. Pd., selaku Kepala Sekolah SMP N 22 Semarang yang
telah mengijinkan penulis melaksanakan penelitian
vi
7. Catur Nanik, S. Pd., selaku guru IPA SMP N 22 Semarang yang telah
memberi kesempatan penulis untuk melaksanakan penelitian dan
senantiasa memberikan dukungannya
8. Siswa kelas VIII G dan VIII H SMP N 22 Semarang Tahun Ajaran
2016/2017 yang senantiasa bekerja sama dalam pelaksanaan penelitian
9. Bapak/Ibu dosen Jurusan IPA Terpadu yang telah memberikan bekal ilmu
selama menjalani studi
10. Bapak/Ibu guru dan karyawan SMP N 22 Semarang atas segala bantuan
yang telah diberikan
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya
dan kepada para pembaca pada umumnya, serta dapat memberikan sumbangan
pemikiran pada perkembangan pendidikan.
Semarang,
Penulis
vii
ABSTRAK
Aro, I. 2017. Efektivitas Modul IPA Berbasis Etnosains Terhadap Kemandirian dan Cinta Budaya Lokal pada Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan. Skripsi,
Jurusan IPA Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Parmin, M.Pd. dan
Pembimbing Pendamping Indah Urwatin Wusqo, M.Pd.
Kata Kunci : Modul IPA, etnosains, kemandirian, dan budaya lokal.
Proses pembelajaran merupakan sarana untuk mengembangkan diri,
meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, dan
melestarikan lingkungan alam serta tradisi budaya yang ada untuk sumber belajar.
Hambatan dalam proses pembelajaran IPA adalah kemandirian belajar siswa dan
pelestarian budaya terhadap tradisi yang ada di lingkungan masyarakat sebagai
sumber belajar masih lemah. Upaya dalam mewujudkan pembelajaran yang
berkualitas perlu dirancang dengan mengoptimalkan potensi dan pengetahuan
awal yang dimiliki oleh siswa. Bahan ajar sebagai komponen penunjang dalam
pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan siswa. Salah satunya yaitu modul
IPA berbasis etnosains yang mampu meningkatkan pengetahuan siswa karena
pembahasan modul diharapkan dapat mencari informasi serta menterjemahkan
sains asli masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk menguji efektivitas modul
pembelajaran IPA berbasis etnosains terhadap karakter cinta budaya lokal dan
kemandirian siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester
2 SMP N 22 Semarang dan sampel yang digunakan yaitu kelas VIII G sebagai
kelas eksperimen dan kelas VIII H sebagai kelas kontrol. Jenis desain penelitian
yang digunakan adalah quasi-experimental design dengan bentuk nonequivalent control group design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan modul
IPA berbasis etnosains efektif terhadap kemandirian dan cinta budaya lokal siswa.
Besar keefektifan modul dilihat dari hasil uji hipotesis yaitu uji perbedaan
menggunakan Mann-Whitney data kemandirian dan uji perbedaan cinta budaya
lokal. Hasil yang diperoleh dari data bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil pretest-posttest kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Berdasarkan
data hasil Zhitung kemandirian sebesar 12,227 dan cinta budaya lokal sebesar
12,337. Penggunaan modul IPA berbasis etnosains efektif terhadap kemandirian
dan cinta budaya lokal siswa.
viii
ABSTRACT
Aro, I. 2017. The Effectiveness of Ethnoscience Based Science Module Towards The Independence and Love of Local Culture on Chemical Materials in Life Theme. Final Project, Integrated Science Department Faculty of Mathematics and
Natural Science Semarang State University. Main Advisor Parmin, M.Pd. and
assistance advisor Indah Urwatin Wusqo, M.Pd.
Keyword: Science module, ethnoscience, independence, local culture.
The learning process is a means for self-development, raising awareness to
participate in nurturing, and preserving the natural environment and cultural
traditions that exist for learning resources. Obstacles in the process of science
learning is the independence of student learning and cultural preservation of the
traditions that exist in the community as a source of learning is still weak. Efforts
in realizing quality learning need to be designed by optimizing the potential and
initial knowledge possessed by students. Teaching materials as a supporting
component in learning must be in accordance with the needs of students. One of
them is the IPA module based on ethnosciences that is able to increase the
students' knowledge because the discussion of the module is expected to find
information and translate the original science of the community. The purpose of
this research is to test the effectiveness of science-based teaching module of
ethnosciences on the character of love of local culture and student independence.
The population in this research is the students of class VIII semester 2 of SMP N
22 Semarang and the sample used is class VIII G as experimental class and class
VIII H as control class. The type of research design used is quasi-experimental
design with nonequivalent control group design. The results show that the use of
science module based on ethnosains is effective towards the independence and
love of local culture of the students. The great effectiveness of the module is seen
from the result of hypothesis test that is difference test using Mann-Whitney
independence data and test the difference of love of local culture. The results
obtained from the data that there are significant differences between the results of
pretest-posttest experimental class and control class. Based on Zhitung
independence data of 12,227 and local culture love of 12,337. The use of
ethnoscience-based IPA module is effective against the independence and love of
the students' local culture.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
PRAKATA .............................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB
1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5
1.5 Penegasan Istilah ........................................................................................... 6
2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 7
2.1 Modul ............................................................................................................ 7
2.2 Kemandirian ................................................................................................ 12
2.3 Cinta Budaya Lokal..................................................................................... 16
2.4 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan ........................................................ 18
2.4 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 20
2.4 Hipotesis ...................................................................................................... 21
3. METODE PENELITIAN .................................................................................. 22
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 22
3.2 Populasi dan Sampel ................................................................................... 22
x
3.3 Variabel Penelitian ...................................................................................... 22
3.4 Desain Penelitian ......................................................................................... 23
3.5 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 24
3.6 Instrumen Penelitian .................................................................................... 26
3.7 Analisis Instrumen ....................................................................................... 26
3.8 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 31
3.9 Metode Analisis Data .................................................................................. 32
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 41
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................................... 41
4.2 Hasil Analisis Data Penelitian ..................................................................... 42
4.3 Pembahasan ................................................................................................. 55
5. PENUTUP ......................................................................................................... 69
5.1 Simpulan ..................................................................................................... 69
5.2 Saran ............................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70
LAMPIRAN .......................................................................................................... 75
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Indikator Pencapaian Karakter Mandriri ......................................................... 15
2.2 Indikator Pencapaian Karakter Cinta Budaya Lokal ....................................... 17
3.1 Hasil Validitas Soal ......................................................................................... 27
3.2 Klasifikasi Tingkat Kesukaran Soal ................................................................ 29
3.3 Kategori Tingkat Kesukaran Soal ................................................................... 29
3.4 Klasifikasi Daya Pembeda .............................................................................. 30
3.5 Kategori Daya Pembeda Soal ......................................................................... 30
3.6 Kategori Respon Siswa ................................................................................... 34
3.7 Kategori Kemandirian Siswa .......................................................................... 35
3.8 Pedoman Penskoran Angket Cinta Budaya Lokal Siswa ................................ 36
3.9 Kriteria Penilaian Angket Cinta Budaya Lokal Siswa .................................... 37
4.1 Rata-rata Persentase Kemandirian Siswa Tiap Indikator ................................ 43
4.2 Hasil Uji Mann-Whitney Perbedaan Tingkat Kemandirian Siwa ................... 46
4.3 Hasil Uji Mann-Whitney Pretest-Posttest Kemandirian Siswa ...................... 46
4.4 Hasil Uji Mann-Whitney Perbedaan Ketercapaian Cinta Budaya Lokal ........ 49
4.5 Hasil Uji Mann-Whitney Pretest-Posttest Cinta Budaya Lokal Siswa ........... 49
4.6 Data Nilai Pretest-Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ........................... 50
4.7 Hasil Uji Normalitas Pretest dan Posttest Hasil Belajar Kognitif .................. 50
4.8 Hasil Uji T-Dua Pihak Hasil Belajar Kognitif Siswa Data Posttest ............... 50
4.9 Hasil Uji T-Dua Pihak Pretest-Posttest Hasil Belajar Kognitif ...................... 52
4.6 Hasil Respon Siswa terhadap Modul IPA Berbasis Etnosains ....................... 60
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Model Keterpaduan Connected ....................................................................... 18
2.2 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 20
3.1 Desain Nonequivalent Control Group Design ............................................... 23
4.1 Persentase Kemandirian untuk Indikator Tidak Tergantung Orang Lain ...... 43
4.2 Persentase Kemandirian untuk Indikator Percaya Diri .................................. 43
4.3 Persentase Kemandirian untuk Indikator Disiplin ......................................... 44
4.4 Persentase Kemandirian untuk Indikator Tanggung Jawab ........................... 44
4.5 Persentase Kemandirian untuk Indikator Inisiatif .......................................... 45
4.6 Persentase Kemandirian untuk Indikator Kontrol Diri .................................. 45
4.7 Tingkat Ketercapaian Cinta Budaya Lokal Siswa ......................................... 48
4.8 Persentase Ketercapaian Indikator Cinta Budaya Lokal ................................ 48
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Silabus Pembelajaran IPA Kelas Eksperimen................................................... 76
2. Silabus Pembelajaran IPA Kelas Kontrol ......................................................... 79
3. RPP Kelas Eksperimen ..................................................................................... 82
4. RPP Kelas Kontrol ............................................................................................ 98
5. Daftar Nilai Murni UAS Semester Ganjil Kelas VIII G ................................. 114
6. Daftar Nilai Murni UAS Semester Ganjil Kelas VIII H ................................. 115
7. Uji Homogenitas Nilai UAS Semester Ganjil ................................................. 116
8. Kisi Kisi Soal Uji Coba .................................................................................. 117
9. Soal Uji Coba ...................................................................... ...........................120
10. Kisi Kisi Soal Evaluasi ................................................................................ 130
11. Soal Evaluasi ..................................................................... ...........................133
12. Contoh Analisis Soal Uji Coba ..................................................................... 142
13. Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Coba Soal.................................................... 143
14. Perhitungan Validitas Butir Soal ................................................................... 144
15. Perhitungan Realibilitas Butir Soal ............................................................... 145
16. Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ......................................................... 146
17. Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal ...................................................... 147
18. Kisi-kisi, Butir Instrumen dan Rubrik Penilaian Validasi Modul ................. 148
19. Instrumen Validasi Modul ............................................................................ 152
20. Rekapitulasi Hasil Validasi Modul ............................................................... 154
21. Lembar Angket Respon Siswa terhadap Modul............................................ 158
22. Analisis Angket Respon Siswa terhadap Modul ........................................... 159
23. Lembar Observasi Kemandirian Siswa ......................................................... 160
24. Pedoman Penskoran Lembar Observasi Kemandirian .................................. 162
25. Rekapitulasi Data Observasi Kemandirian ................................................... 164
26. Uji Perbedaan Kemandirian Kelas Eksperimen dan Kontrol ........................ 168
27. Uji Perbedaan Pretest-Posttest Kemandirian Kelas Eksperimen.................. 170
xiv
28. Uji Perbedaan Pretest-Posttest Kemandirian Kelas Kontrol.........................172
29. Kisi-kisi Angket Cinta Budaya Lokal ........................................................... 174
30. Lembar Angket Cinta Budaya Lokal ............................................................ 176
31. Skor Penilaian Skala Angket Cinta Budaya Lokal ....................................... 178
32. Rekapitulasi Data Angket Cinta Budaya Lokal ............................................ 179
33. Uji Perbedaan Cinta Budaya Lokal Kelas Eksperimen dan Kontrol ............ 183
34. Uji Perbedaan Pretest-Posttest Cinta Budaya Lokal Kelas Eksperimen ...... 185
35. Uji Perbedaan Pretest-Posttest Cinta Budaya Lokal Kelas Kontrol..............187
36. Uji Normalitas Hasil Belajar Kognitif .......................................................... 189
37. Uji Perbedaan Posttest Hasil Belajar Kognitif .............................................. 193
38. Uji Perbedaan Pretest-Posttest Hasil Belajar Kognitif Kelas Eksperimen ... 194
39. Uji Perbedaan Pretest-Posttest Hasil Belajar Kognitif Kelas Kontrol.........195
40. Kegiatan Belajar 1 ......................................................................................... 196
41. Latihan 3 Observasi....................................................................................... 199
42. Validasi Lembar Observasi Kemandirian ..................................................... 203
43. Validasi Lembar Angket Cinta Budaya Lokal .............................................. 205
44. Surat Hasil Penelitian .................................................................................... 207
45. Contoh Hasil Posttest Kelas Eksperimen ...................................................... 208
46. Contoh Hasil Posttest Kelas Kontrol ............................................................ 209
47. Dokumentasi ................................................................................................. 210
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang berorientasi aplikatif,
pengembangan kemampuan berpikir, kemampuan belajar, rasa ingin tahu, dan
pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosial
dan alam (Nisa et al., 2015). Menurut Parmin (2016) siswa didorong secara
individu maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan
konsep. Masalah proses pembelajaran di sekolah, siswa yang akan melakukan
dinaminasi, dalam arti proses pembelajaran tersebut merupakan sarana untuk
mengembangkan diri, ilmu pengetahuan, sikap ataupun perilaku, mengembangkan
keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah,
membuat keputusan, meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam
memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam serta tradisi budaya
yang ada untuk sumber belajar. Hanya saja proses pembelajaran tersebut tidak
selamanya berjalan tanpa hambatan.
Berdasarkan hasil observasi di SMP N 22 Semarang, hambatan dalam
proses pembelajaran IPA adalah kemandirian belajar siswa dan pelestarian budaya
terhadap tradisi yang ada di lingkungan masyarakat sebagai sumber belajar masih
lemah sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa kelas VIII cukup rendah.
Seperti yang dikemukakan Sugandi (2013) bahwa kemandirian belajar yang
rendah dapat dilihat dari inisiatif belajar pada persiapan pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa. Kebanyakan siswa tidak memiliki inisiatif belajar sebelum
pembelajaran, tidak adanya persiapan siswa sebelum pembelajaran
mengakibatkan dalam proses pembelajaran siswa cenderung pasif. Upaya yang
dilakukan dalam proses pembelajaran, siswa selalu diarahkan agar menjadi siswa
yang mandiri, dan untuk mencapai kemandirian dalam belajar maka seorang siswa
harus memiliki inisiatif belajar dan persiapan yang baik serta dapat terlibat aktif
dalam proses pembelajaran.
1
2
Selain daripada permasalahan kemandirian dalam belajar, permasalahan
lain yang saat ini berkembang yaitu nilai-nilai kearifan lokal atau tradisi budaya
lokal saat ini sudah mulai dilupakan oleh anak-anak khususnya pelajar. Siswa
sekarang lebih bangga terhadap budaya luar dan adanya sedikit pergeseran nilai
budaya yang dianut. Padahal nilai-nilai budaya lokal perlu dilestarikan karena
budaya lokal menjadi ciri khas sebuah kelompok masyarakat lokal. Dalam
permendikbud nomor 10 tahun 2014 yang dimaksud dengan pelestarian
budaya/tradisi adalah upaya perlindungan dan pemanfaatan suatu kebiasaan dari
kelompok masyarakat. Salah satu objek pelestarian tradisi budaya yaitu makanan
dan minuman tradisional yang merupakan jenis makanan dan minuman yang
berbahan baku alami dan proses pembuatannya masih menggunakan alat-alat
sederhana serta merupakan suatu hasil karya budaya masyarakat lokal tertentu.
Penggunaan zat aditif dalam bahan makanan yang digunakan dalam pembuatan
bahan makanan/jajanan tradisional merupakan salah satu bagian dari kebudayaan
(Siregar L., 2002).
Masyarakat yang memiliki beragam budaya, agar budaya yang berupa
kearifan terhadap alam tidak punah, nilai-nilai luhur perlu ditanamkan dan
disosialisasikan kepada siswa melalui proses pembelajaran. Etnosains adalah
pengetahuan asli yang diperoleh dengan bahasa dan budaya yang diperoleh
seseorang yang dapat diuji kebenarannya dan hal ini dapat di inovasikan dalam
pembelajaran berbasis sains di ruang kelas (Okechukwu et al., 2014).
Pembelajaran IPA berpendekatan etnosains dapat meningkatkan kecintaan
terhadap budaya lokal, menciptakan pembelajaran kontekstual dan bermakna. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh Atmojo (2012), bahwa
pembelajaran IPA berpendekatan etnosains yang mengaitkan pembelajaran
dengan budaya masyarakat akan meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya
masyarakat tersebut. Jarang sekali sekarang kita temui anak muda atau khususnya
siswa yang mau untuk memperhatikan kebudayaan tradisional yang ada. Siswa
maupun warga negara Indonesia yang mempunyai hak penuh atas kebudayaan
seharusnya melestarikannya bukan malah mengesampingkannya dengan berbagai
3
alasan seperti takut dibilang ketinggalan jaman. Upaya dalam mewujudkan
pembelajaran yang berkualitas perlu dirancang dengan mengoptimalkan potensi
dan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa dengan harapan dapat membantu
mengkrontruksi pengetahuannya dan menjadikannya siswa yang aktif dan
mandiri. Pembelajaran yang bermakna harus dirancang sedemikian rupa untuk
dapat melestarikan kebudayaan dari suatu pembelajaran yang menekankan pada
budaya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan membuat bahan ajar
sebagai komponen penunjang dalam pembelajaran sesuai dengan kebutuhan
siswa. Hal ini dijelaskan Nasir (2015) bahwa kecenderungan siswa yang tidak
memiliki inisiatif belajar sebelum proses pembelajaran berlangsung bergantung
pada bahan ajar yang digunakan sebagai komponen penunjang. Tetapi pada
kenyataannya bahan ajar yang digunakan di SMP N 22 Semarang dalam proses
pembelajaran masih menggunakan buku BSE (Buku Sekolah Elektronik). Bahan
ajar yang digunakan tersebut memiliki cakupan materi yang luas, tidak sesuai
dengan kebutuhan siswa dan menyebabkan siswa tidak memiliki inisiatif untuk
mempelajari materi. Siswa cenderung memiliki ketertarikan pada materi yang
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari yang mereka alami. Pembelajaran
berbasis sains dengan memanfaatkan konsep budaya yang ada di sekeliling siswa
menghasilkan pembelajaran yang bermakna dan berkualitas karena berkaitan
dengan lingkungan, alam, masyarakat. Pembelajaran yang menggunakan konsep
budaya sebagai sumber belajar, dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
menggunakan pengetahuan sains (Gunstone dalam Sudarmin, 2014).
Oleh karena itu dibutuhkan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan
siswa sehingga mudah dipahami oleh siswa dan siswa dapat belajar secara
mandiri sehingga menumbuhkan karakter dalam diri siswa berupa kecintaan
terhadap budaya lokal. Bahan ajar yang dapat menunjang proses sains dalam
pembelajaran IPA salah satunya adalah bahan ajar berupa modul (Rahayu, 2015).
Modul dapat membantu siswa untuk dapat belajar secara mandiri. Modul harus
dirancang untuk dapat mewujudkan pembelajaran yang efektif dan berkualitas.
1
4
Hasil penelitian Alias et Al., (2013) menunjukkan bahwa penggunaan modul dapat
membantu siswa belajar konsep yang abstrak. Salah satu modul yang dapat
membantu siswa belajar konsep yang abstrak yaitu dengan menggunakan modul
berbasis etnosains. Siswa akan lebih tertarik dan antusias terhadap pembelajaran.
Pembelajaran dengan menggunakan modul IPA berbasis etnosains bertujuan
untuk mengenalkan kepada siswa bahwa adanya fakta atau fenomena yang
bersifat abstrak yang berkembang di suatu masyarakat dapat kita kaitkan dengan
materi-materi sains ilmiah yang ada sebagai ilmu pengetahuan. Siswa akan
merasa bahwa pembelajaran dengan etnosains ini dilandaskan pada pengakuan
terhadap budaya masyarakat sebagai bagian yang fundamental (mendasar dan
penting) bagi pendidikan sebagai ekspresi dan komunikasi suatu gagasan dan
perkembangan pengetahuan (Atmojo, 2012).
Modul IPA berbasis etnosains mampu meningkatkan pengetahuan siswa
karena pembahasan modul diharapkan dapat mencari informasi serta
menterjemahkan sains asli masyarakat tentang bahan yang ditambahkan pada saat
proses pembuatan salah satu makanan tradisional ke sains ilmiah, sehingga siswa
dapat mencapai kompetensi yang ditetapkan serta dapat memperoleh suatu
pengalaman belajar yang bermakna (Rosyidah et al., 2013). Berdasarkan uraian
tersebut, peneliti akan melakukan uji efektivitas modul pembelajaran IPA berbasis
etnosains terhadap karakter cinta budaya lokal dan kemandirian siswa pada materi
zat aditif dalam makanan di SMP N 22 Semarang.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan
masalah dalam penelitian ini yakni apakah modul IPA berbasis etnosains efektif
untuk meningkatkan kemandirian dan cinta budaya lokal siswa dalam
pembelajaran?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini yakni untuk mengetahui
efektivitas modul IPA berbasis etnosains untuk meningkatkan kemandirian dan
cinta budaya lokal siswa dalam pembelajaran
5
1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.4.1 Manfaat teoritis
Secara teoritis penelitian eksperimen ini dapat menjadi sumber referensi
mengenai efektivitas modul IPA berbasis etnosains untuk menanamkan
kemandirian dan cinta budaya lokal siswa.
1.4.2 Manfaat praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini antara lain:
(1) Bagi para guru, dapat memberikan informasi mengenai efektivitas modul
pada pembelajaran IPA berbasis etnosains pada tema bahan kimia dalam
kehidupan yang telah terintegrasi pendidikan karakter cinta budaya lokal di
dalamnya sehingga dapat menanamkan nilai pada siswa tentang cinta
terhadap budaya lokal Indonesia.
(2) Bagi siswa, tidak hanya akan lebih memahami konsep IPA, namun juga
melatih kemandirian melalui kegiatan dalam pembelajaran menggunakan
bahan belajar mandiri berbasis etnosains dan menumbuhkan karakter cinta
budaya lokal sehingga menjadikan sebagai salah satu referensi bahan bacaan
IPA dalam memahami kebudayaan setempat dengan menghubungkan
pembelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
(3) Bagi sekolah, melalui modul IPA berbasis etnosains maka sekolah
mempunyai bahan ajar baru yang dijadikan sebagai referensi bahan belajar
secara mandiri yang terintegrasi dengan pendidikan karakter cinta budaya
lokal sehingga dapat berkontribusi dalam melestarikan dan membudayakan
kebudayaan Indonesia.
(4) Bagi peneliti sendiri, melalui penelitian eksperimen mengenai modul IPA
berbasis etnosains ini dapat menambah pengetahuan pembelajaran yang tak
lepas dari nilai-nilai kebudayaan.
6
1.5 Penegasan Istilah Kesalahan penafsiran perlu dihindari untuk dapat memahami penelitian ini
dengan baik, oleh karena itu perlu adanya pembatasan masalah dan penegasan
istilah dalam penelitian ini yang meliputi :
(1) Efektivitas pembelajaran pada penelitian ini adalah keberhasilan penggunaan
modul IPA berbasis etnosains sebagai salah satu bahan ajar cetak dimana
kemandirian dan cinta budaya lokal siswa SMP pada kelas eksperimen lebih
baik dari kelas kontrol.
(2) Modul merupakan sebuah bahan ajar cetak yang digunakan siswa untuk
sumber belajar agar siswa lebih tertarik dan antusias terhadap pembelajaran.
Modul IPA berbasis etnosains dibuat dengan menyajikan fakta atau fenomena
yang berkembang di masyarakat dikaitkan dengan materi-materi sains ilmiah
yang ada sebagai ilmu pengetahuan (Rosyidah, 2013).
(3) Kemandirian berasal dari kata mandiri. Mandiri dapat dikatakan sebagai
sikap atau suatu upaya untuk tidak menggantungkan keputusan kepada orang
lain. Indikator kemandirian menurut Pramana dan Khoerunnisa (2014) yang
diukur dalam penelitian ini meliputi: tidak tergantung orang lain, percaya diri,
tanggung jawab, disiplin, kontrol diri, dan inisiatif.
(4) Cinta budaya lokal merupakan karakter bangsa yang perlu dikembangkan
dalam diri siswa. Cinta budaya lokal adalah cara berfikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan ketertarikan, kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap budaya lokal (Cahyaningrum dan
Sukestiyarno, 2016). Indikator cinta budaya lokal yang diukur dalam
penelitian ini yaitu ketertarikan, kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
terhadap budaya lokal.
(5) Bahan kimia dalam kehidupan merupakan suatu tema bab pelajaran yang
diajarkan pada kelas VIII SMP. Kajian ini terbatas pada materi zat aditif
dalam bahan makanan. Materi zat aditif ada pada KD (Kompetensi Dasar) 4.3
yaitu mendeskripsikan bahan kimia alami dan sistetis (buatan) dalam
kemasan yang terdapat dalam bahan makanan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Modul 2.1.1 Konsep Dasar Modul
Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara
utuh dan sistematis, didalamnya memuat seperangkat pengalaman belajar yang
terencana dan didesain untuk membantu siswa menguasai tujuan belajar yang
spesifik (Daryanto, 2013). Sedangkan menurut Prastowo (2011) menyatakan
modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang
mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar
mereka dapat belajar mandiri dengan bimbingan yang minimal dari pendidik.
Beberapa pandangan mengenai modul di atas, dapat kita pahami
bahwa modul pada dasarnya adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara
sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat
pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan
bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik. Lalu dengan modul, siswa
juga dapat mengukur sendiri tingkat penguasaan mereka terhadap materi
yang dibahas pada setiap satu satuan modul, sehingga apabila telah menguasainya
maka mereka dapat melanjutkan pada satu satuan modul tingkat berikutnya.
Sebaliknya, apabila siswa belum mampu menguasai, maka mereka akan
diminta untuk mengulangi dan mempelajari kembali.
Penjelasan mengenai modul lebih lanjut dijelaskan oleh Parmin & Peniati
(2012) yang menyatakan bahwa modul merupakan suatu cara pengorganisasian
materi pelajaran yang memperhatikan fungsi pendidikan. Strategi
pengorganisasian materi pembelajaran tersebut mengandung squencing yang
mengacu pada pembuatan urutan penyajian materi pembelajaran, dan
synthesizing yang mengacu pada upaya untuk menunjukkan kepada siswa
keterkaitan antara fakta, konsep, prosedur dan prinsip yang terkandung dalam
materi pembelajaran. Pengorganisasian materi pembelajaran dengan squencing
7
8
dan synthesizing tersebut dimaksudkan untuk mempermudah siswa dalam
melakukan belajar mandiri dengan pola belajar pada modul. Fidiana et al., (2012)
menyatakan bahwa modul dapat berpengaruh terhadap kemandirian siswa.
Penggunaan modul yang dapat berpengaruh terhadap kemandirian siswa
kemudian diadopsi dalam penelitian ini.
Modul dalam pembelajaran berfungsi sebagai bahan ajar yang digunakan
dalam kegiatan pembelajaran agar siswa dapat belajar lebih terarah dan sistematis,
sehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang diajarkan selama mengikuti
proses belajar mengajar (Purwanto, 2007).
2.1.2 Karakteristik Modul
Dalam pandangan Surahman sebagaimana dikutip oleh Prastowo (2011),
modul dapat disusun dalam struktur sebagai berikut:
1. Judul modul
Bagian ini berisi tentang nama modul dari suatu mata kuliah tertentu.
2. Petunjuk umum
Bagian ini memuat penjelasan tentang langkah-langkah yang akan ditempuh
dalam perkuliahan meliputi:
a. Kompetensi dasar,
b. Pokok bahasan
c. Indikator pencapaian
d. Referensi (diisi petunjuk dosen tentang buku-buku referensi yang
dipergunakan),
e. Strategi pembelajaran (menjelaskan pendekatan, metode, langkah yang
dipergunakan dalam proses pembelajaran),
f. Lembar kegiatan pembelajaran,
g. Petunjuk bagi mahasiswa untuk memahami langkah-langkah dan materi,
dan
h. Evaluasi.
9
3. Materi modul
Bagian ini berisi penjelasan secara rinci tentang materi yang diajarkan
pada setiap pertemuan. Modul disusun untuk memudahkan siswa memahami
materi pembelajaran baik disekolah maupun dirumah untuk belajar mandiri
4. Evaluasi
Bagian evaluasi terdapat soal-soal untuk mengukur kompetensi yang harus
dicapai siswa sesuai materi yang diberikan
Pembelajaran dengan modul memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a. Meningkatkan motivasi siswa, karena setiap kali mengerjakan tugas
pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
b. Setelah dilakukan evaluasi, guru dan siswa mengetahui benar, pada
modul yang mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang
mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka
belum berhasil
c. Siswa mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya
d. Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester
e. Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut
jenjang akademik
Pengorganisasian materi yang baik dalam modul diterapkan dengan
penulisan sistematika modul yang tepat. Menurut Prastowo (2011) sistematika
penulisan modul adalah sebagai berikut:
1. Rumusan tujuan pengajaran yang eksplisit dan spesifik. Rumusan tujuan
pengajaran ini tercantum pada dua bagian, yaitu: lembar kegiatan peserta
didik dan petunjuk pendidik
2. Petunjuk untuk pendidik
3. Lembaran kegiatan siswa
4. Lembaran kerja bagi siswa
5. Kunci lembaran kerja
10
6. Lembaran evaluasi
7. Kunci lembaran evaluasi
Penulisan modul dengan sistematis dimaksudkan untuk dapat
menyampaikan tujuan pembelajaran dengan baik serta dapat menciptakan modul
yang baik dan menarik.
2.1.3 Modul IPA Berbasis Etnosains
Istilah ethnoscience berasal dari kata ethnos dari bahasa Yunani yang
berarti bangsa dan kata scientia dari bahasa latin yang berarti pengetahuan.
Etnosains kurang lebih berarti pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau
lebih tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu. Mengacu pada
pengertian ilmu pengetahuan, etnosains dapat didefisikan sebagai perangkat ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat/suku bangsa yang diperoleh
dengan menggunakan metode tertentu serta mengikuti prosedur tertentu yang
merupakan bagian tradisi masyarakat tertentu, dan kebenarannya dapat diuji
secara empiris (Sudarmin, 2014).
Menurut pandangan Okebula sebagaimana dikutip oleh Sudarmin (2014)
bahwa pembelajaran yang memadukan pengetahuan sains asli masyarakat
(indigenous knowledge) dan sains ilmiah mampu meningkatkan pemahaman siswa
terhadap konsep-konsep sains ilmiah dan pembelajaran lebih bermakna.
Pengetahuan sains asli masyarakat (indigenous knowledge) dari
suatu masyarakat dibutuhkan waktu yang panjang melalui interaksinya dengan
alam dimana mereka berada. Pengetahuan sains asli masyarakat dapat meliputi
pengetahuan tentang bahasa, system klasifikasi dan tata nama, penggunaan
sumber daya alam, ritual/upacara adat, spiritualitas, dan pandangan terhadap alam
semesta (Albaiti, 2015). Pengetahuan asli yang juga bisa berarti ilmu asli
mengacu cara yang berbeda dari proses suku mempersepsi, berpikir, bertindak dan
pemahaman sebagai hasil dari pengalaman manusia dengan alam (Ugwu, 2016).
Pembelajaran berpendekatan etnosains dilandaskan pada pengakuan
terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental (mendasar dan penting) bagi
11
pendidikan sebagai ekspresi dan komunikasi suatu gagasan dan perkembangan
pengetahuan (Joseph, 2010). Pembelajaran sains yang akan datang perlu
diupayakan agar ada keseimbangan/keharmonisan antara pengetahuan sains itu
sendiri dengan penanaman sikap-sikap ilmiah, serta nilai-nilai kearifan local yang
ada dan berkembang di masyarakat. Oleh karena itu, lingkungan sosial-budaya
siswa perlu mendapat perhatian serius dalam mengembangkan pendidikan sains di
sekolah karena di dalamnya terpendam sains asli yang dapat berguna bagi
kehidupannya (Suastra et al., 2011).
Pembelajaran IPA akan lebih bermakna apabila terdapat kesinambungan
antara materi dengan aktivitas kehidupan sehari-hari di lingkungan tempat tinggal
siswa yang digunakan sebagai sumber belajar. Interaksi di kelas terjadi antara
siswa, guru, dan bahan ajar. Guru bertugas membuat bahan ajar untuk digunakan
oleh siswa untuk belajar mandiri. Menurut Suparwoto sebagaimana dikutip oleh
Nourma (2011), salah satu keberhasilan dalam pembelajaran sangat bergantung
pada penggunaan sumber belajar atau media yang digunakan selama proses
pembelajaran. Dengan demikian perlu adanya bahan ajar dalam bentuk modul
dalam proses pembelajaran.
Saat ini pembelajaran IPA sudah dikaitkan dengan aktivitas kehidupan
sehari- hari, namun belum ada yang mengaitkan dengan kearifan lokal (etnosains),
oleh sebab itu penelitian ini akan menerapkan pembelajaran menggunakan modul
IPA berbasis etnosains. Pembelajaran IPA dengan menggunakan modul berbasis
etnosains, siswa akan lebih tertarik dan antusias terhadap pembelajaran.
Pembelajaran ini bertujuan untuk mengenalkan kepada siswa bahwa adanya fakta
atau fenomena yang berkembang di suatu masyarakat dapat kita kaitkan dengan
materi-materi sains ilmiah yang ada sebagai ilmu pengetahuan.
Modul IPA berbasis etnosains dibuat dengan menyajikan fakta atau
fenomena yang berkembang di masyarakat dikaitkan dengan materi-materi sains
ilmiah yang ada sebagai ilmu pengetahuan (Rosyidah, 2013). Berbeda dengan
modul yang beredar di kalangan sekolah dimana modul masih belum ada inovasi.
Modul dapat dikembangkan sesuai keinginan guru dengan menyesuaikan karakter
12
siswanya. Modul IPA berbasis etnosains adalah modul yang dibuat dengan
mengaitkan suatu materi IPA dengan kebudayaan di sekitar tempat tinggal dan
tidak asing ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Materi zat aditif dalam bahan
makanan dapat dikaitkan dengan makanan tradisional maupun makanan khas
yang ada di sekitar tempat tinggal siswa. Pembelajaran IPA akan lebih mudah
diterima, dipahami siswa dan mudah untuk diingat. Modul IPA berbasis etnosains
dibuat dengan tujuan siswa dapat mencari informasi serta menterjemahkan sains
asli masyarakat tentang bahan/zat aditif makanan dalam proses pembuatan
makanan tradisional ke sains ilmiah. Sehingga siswa dapat mencapai kompetensi
yang ditetapkan serta dapat memperoleh suatu pengalaman belajar yang
bermakna.
2.2 Kemandirian Kemandirian diartikan sebagai sikap individu yang diperoleh secara
komulatif selama perkembangan sehingga individu tersebut memiliki kemampuan
untuk berfikir dan bertindak sesuai keinginannya sendiri untuk tujuan yang baik.
Kemandirian seseorang tidak akan pernah muncul tanpa latihan. Hal ini
dikarenakan kemandirian merupakan keterampilan bukan merupakan bakat
alamiah sehingga kemandirian perlu untuk diasah.
Kemandirian dalam belajar bukan berarti belajar secara individual, akan
tetapi kemampuan menumbuhkan kesadaran diri untuk belajar. Menurut Yasmin
(2007), kemandirian belajar adalah belajar yang dilakukan oleh siswa secara bebas
menentukan tujuan belajarnya, arah belajarnya, merencanakan proses belajarnya,
strategi belajarnya, menggunakan sumber-sumber belajar yang dipilihnya,
membuat keputusan akademik, dan melakukan kegiatan-kegiatan untuk
tercapainya tujuan belajarnya. Kemandirian untuk tidak bergantung pada orang
lain merupakan hal yang penting agar siswa dapat lebih mandiri dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya. Belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif,
dengan ataupun tanpa bantuan orang lain dalam belajar. Belajar mandiri menurut
Candy dalam Nagpal et al., (2013), merupakan suatu proses, metode dan filsafat
pendidikan, dimana siswa memperoleh pengetahuannya dengan usahanya sendiri
13
dan mengembangkan kemampuannya untuk memecahkan suatu masalah secara
kritis.
Ciri-ciri kemandirian belajar menurut Sari (2013) meliputi: (1) percaya
diri; (2) kemampuan belajar sendiri; (3) kemampuan mengambil keputusan; (4)
kemampuan mengatur waktu belajar; dan (5) kemampuan bertanggung jawab
dalam belajar. Sedangkan menurut Paris dan Winograd sebagaimana dikutip oleh
Sugandi (2013), merinci dua belas kemandirian belajar ke dalam empat kategori:
(1) Menilai diri mengarah pada pemahaman belajar yang lebih dalam. Menilai diri
secara periodik akan bermanfaat bagi guru dan siswa, karena merupakan refleksi
pada pembelajaran yang dinamik.
a. Menganalisis gaya dan strategi belajar, membandingkannya dengan yang lain,
meningkatkan kesadaran akan cara-cara belajar yang berbeda.
b. Mengevaluasi apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, melihat
kedalaman pemahaman tentang pokok-pokok materi, mempromosikan upaya
yang efisien.
c. Penilaian diri dari proses belajar dan out-come secara periodik, adalah suatu
kebiasaan yang bermanfaat untuk dikembangkan, karena akan meningkatkan
pengendalian kemajuan, menstimulasi strategi yang diperbaiki, dan
meningkatkan perasaan self-efficacy.
(2) Mengatur diri dalam berpikir, berupaya, dan meningkatkan pendekatan yang
fleksibel pada pemecahan masalah yang adaptif (menyesuaikan diri), tekun,
pengendalian diri, strategis, dan berorientasi tujuan.
a. Mentargetkan tujuan yang sesuai dan dapat dicapai tetapi menantang, paling
efektif dipilih siswa.
b. Mengatur waktu dan sumber-sumber melalui perencanaan yang efektif dan
pengontrolan, merupakan faktor penting dalam mengatur prioritas, mengatasi
frustasi, dan dengan tekun menyelesaikan tugas.
c. Mereview belajar sendiri, merevisi pendekatan, atau bahkan memulai sesuatu
dari yang baru, memonitor diri dan komitmen pribadi untuk mencapai kinerja
standar tinggi.
14
(3) Self-regulation dapat diajarkan dengan berbagai cara. Self-regulation dapat
diajarkan dengan pengajaran secara eksplisit, refleksi langsung, dan diskusi. Self-
regulation dapat ditingkatkan secara tidak langsung, dengan pemodelan dan
aktivitas yang memerlukan analisis reflektif dari belajar, mengevaluasi, membuat
peta, dan mendiskusikan bukti-bukti dari pertumbuhan seseorang.
(4) Belajar adalah bagian dari kehidupan seseorang, dan sebagai akibat dari
karakter seseorang. Pandangan ini mengartikan bahwa kemandirian belajar
dibangun oleh karakter dari kelompok yang diikutinya.
a. Bagaimana individu memilih untuk menilai dan memonitor perilaku mereka,
umumnya konsisten dengan identitas yang mereka pilih dan inginkan.
b. Memperoleh perspektif sendiri pada pendidikan dan belajar, menyediakan
suatu kerangka kerja naratif, yang akan memperdalam kesadaran pribadi dari
self-regulation.
c. Partisipasi dalam suatu komunitas yang reflektif akan meningkatkan banyak
dan kedalaman pengujian kebiasaan self-regulation seseorang.
Sugandi (2013) kemudian menyebutkan indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur kemandirian belajar yakni inisiatif belajar; mendiagnosa
kebutuhan belajar; menetapkan target dan tujuan belajar; memonitor, mengatur
dan mengontrol; memandang kesulitan sebagai tantangan; memanfaatkan dan
mencari sumber yang relevan; memilih dan menerapkan strategi belajar;
mengevaluasi proses dan hasil belajar; dan self eficacy (konsep diri). Sedangkan
indikator-indikator kemandirian menurut Syam sebagaimana dikutip oleh
Pramana dan Dewi (2014), yaitu siswa memiliki kemandirian belajar apabila
memiliki sifat percaya diri, motivasi, inisiatif, disiplin, dan tanggung jawab.
Kemandirian untuk tidak bergantung pada orang lain merupakan hal yang
penting agar siswa dapat lebih mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
Belajar mandiri berarti belajar secara berinisiatif, dengan ataupun tanpa bantuan
orang lain dalam belajar. Indikator dari pencapaian karakter mandiri dalam proses
pembelajaran ini dapat dilihat pada tabel 2.1.
15
Tabel 2.1 Indikator Pencapaian Karakter Mandiri
No Indikator kemandirian Penjelasan 1 Ketidak tergantungan
terhadap orang lain
Siswa memiliki inisiatif untuk belajar mandiri
saat proses pembelajaran berlangsung
2 Memiliki kepercayaan diri Siswa memiliki rasa percaya diri untuk
menyampaikan pendapatnya maupun merespon
pendapat orang lain dalam proses belajar
mengajar
3 Berperilaku disiplin Siswa memiliki rasa disiplin dalam
memanfaatkan waktu pada saat proses belajar
mengajar
4 Memiliki rasa tanggung
jawab
Siswa memiliki rasa tanggung jawab
memperhatikan penjelasan guru pada saat
proses belajar mengajar
5 Melakukan control diri Siswa mampu mengontrol diri untuk dapat
memanfaatkan waktu dan disiplin pada saat
proses belajar mengajar berl
Angsung
6 Inisiatif belajar Siswa memiliki kemauan untuk menyiapkan
kebutuhan yang diperlukan sebelum
mendapatkan pembelajaran
Pramana (2014) dan Khoerunnisa (2014)
Faktor – faktor yang mempengaruhi kemandirian seseorang dapat berasal
dari luar maupun dari dalam. Faktor dari dalam (internal) yang mempengaruhi
kemandirian meliputi kematangan usia, jenis kelamin, motivasi diri dan kesadaran
diri. Faktor dari luar (eksternal) yang mempengaruhi kemandirian seseorang
meliputi keluarga, sekolah, masyarakat sekitar dan adat istiadat.
16
2.3 Cinta Budaya Lokal Salah satu karakter yang dapat dikembangkan di dalam pelajaran yaitu
karakter cinta budaya lokal pada siswa. Menurut Maharani (2015), ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan terdapat
fenomena yang ada di lingkungan maka ilmu pengetahuan dapat diintegrasikan ke
pendidikan karakter. Maka dari itu pembelajaran akan lebih bermakna apabila
terdapat keterhubungan antara pembelajaran dengan peningkatan atau
keberhasilan siswa yang ditandai dengan peningkatan karakter siswa yang lebih
baik. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), menyebutkan bahwa
budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat. Sedangkan kebudayaan adalah
hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan,
kesenian dan adat istiadat. Menurut Cahyaningrum dan Sukestiyarno (2016)
budaya lokal adalah ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal.
Sedangkan cinta budaya lokal adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
budaya. Karakter cinta budaya lokal merupakan karakter bangsa yang perlu
dikembangkan dalam diri siswa. Pembelajaran untuk meningkatkan apresiasi
siswa terhadap budaya menekankan pembelajaran bermakna. Pembelajaran
bermakna yang dipelajari mempunyai potensi tinggi untuk dimanfaatkan dalam
kehidupan, baik kehidupan pribadi maupun partisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat.
Budaya merupakan aspek yang sudah mulai hilang, padahal budaya adalah
aspek yang penting untuk mengetahui identitas suatu individu atau masyarakat.
Kemajuan teknologi, komunikasi, informasi dan transportasi telah menyebabkan
masuknya pengaruh budaya asing dengan cepat ke Indonesia. Pada era globalisasi
ini mempunyai pengaruh yang negatif pada budaya lokal di Indonesia. Menurut
Siany dan Catur (2009), globalisasi mempunyai dampak negatif budaya bangsa.
Tanda-tanda kecintaan terhadap budaya lokal seperti ketertarikan, kesetiaan,
17
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap budaya harus ditingkatkan
karena budaya merupakan aspek yang penting.
Setiap daerah mempunyai budaya yang berbeda-beda sehingga setiap
daerah mempunyai identitas dan karakteristik yang khas. Nilai-nilai budaya lokal
perlu dilestarikan karena budaya lokal menjadi ciri khas sebuah kelompok
masyarakat lokal. Dalam permendikbud nomor 10 tahun 2014 yang dimaksud
dengan pelestarian budaya/tradisi adalah upaya perlindungan dan pemanfaatan
suatu kebiasaan dari kelompok masyarakat. Salah satu objek pelestarian tradisi
budaya yaitu makanan dan minuman tradisional yang merupakan jenis makanan
dan minuman yang berbahan baku alami dan proses pembuatannya masih
menggunakan alat-alat sederhana serta merupakan suatu hasil karya budaya
masyarakat lokal tertentu. Penggunaan zat aditif dalam bahan makanan yang
digunakan dalam pembuatan bahan makanan/jajanan tradisional merupakan salah
satu bagian dari kebudayaan (Siregar L., 2002). Indikator dari pencapaian karakter
cinta budaya lokal dalam proses pembelajaran dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Indikator Pencapaian Karakter Cinta Budaya Lokal
No Indikator Penjelasan
1. Ketertarikan Siswa memiliki ketertarikan dan mengagumi
budaya lokal, mencari tahu dan mengaitkan
budaya lokal dengan materi pembelajaran
2. Kesetiaan Siswa menggunakan produk lokal dalam
kehidupan sehari-hari dan lebih tertarik
dengan budaya lokal jika dibandingkan
dengan budaya asing
3. Kepeduliaan Siswa mencari informasi tentang budaya
lokal dan mengembangkan budaya lokal
4. Penghargaan terhadap
budaya lokal
Siswa mencari informasi tentang budaya
lokal dan mengembangkan budaya lokal
Cahyaningrum dan Sukestiyarno (2016)
18
2.4 Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan Standar Kompetensi yang harus dicapai siswa yaitu memahami kegunaan
bahan kimia dalam kehidupan. Kompetensi dasar dari materi ini 4.3
mendeskripsikan bahan kimia alami dan bahan kimia buatan dalam kemasan yang
terdapat dalam bahan makanan. Materi bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari
mencakup bahan kimia yang ada di rumah, zat aditif dalam bahan makanan, serta
zat adiktif dan psikotropika. Akan tetapi, materi bahan kimia dalam kehidupan
sehari-hari yang akan digunakan pada penelitian ini mencakup zat aditif dalam
bahan makanan, namun dihuhungkan dengan Kompetensi Dasar 1.5 yaitu
mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan
kesehatan dimana KD ini lebih menekankan pada mengidentifikasi zat yang
terkandung pada suatu zat aditif makanan. Tema bahan kimia dalam kehidupan di
dalamnya berisi materi zat aditif dalam bahan makanan , dimana materi tersebut
terdiri atas sub bab materi pewarna, pemanis, pengawet dan penyedap makanan
baik yang berasal dari bahan alami maupun buatan. Tema bahan kimia dalam
kehidupan dipadukan dengan menggunakan model connected yang dilandasi oleh
anggapan bahwa butir-butir pembelajaran dapat dipayungkan pada induk mata
pelajaran atau materi tertentu. Menurut Daryanto (2014) makna terpadu dalam
pembelajaran IPA adalah adanya keterkaitan antara berbagai aspek dan materi
yang tertuang dalam beberapa kompetensi dasar sehingga melahirkan satu atau
beberapa tema dalam pembelajaran. Dengan adanya pemaduan itu siswa akan
memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran
terpadu siswa akan dapat memahami konsep-konsep yang dipelajari.
Keterpaduannya akan dijabarkan dalam Gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model Keterpaduan Connected Tema Bahan Kimia dalam Kehidupan
Efek samping
penggunaan zat
aditif
Zat Aditif dalam
Bahan Makanan
Senyawa/Zat lain
yang terkandung
dalam zat aditif
Makanan
Tradisional
19
Setiap hari manusia memerlukan makanan untuk mendapatkan energi
(karbohidrat dan lemak) dan untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-
sel yang rusak (protein). Selain itu, makanan juga sebagai sumber zat penunjang
dan pengatur proses dalam tubuh, yaitu vitamin, mineral, dan air. Zat aditif dalam
makanan adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan untuk memperbaiki
tampilan makanan, meningkatkan cita rasa, memperkaya kandungan gizi, menjaga
agar makanan tidak cepat busuk, dan lain sebagainya. Menurut Widiyatmoko dan
Dewi (2013) bahan yang tergolong ke dalam zat aditif makanan harus dapat: (1)
memperbaiki kualitas atau gizi makanan, (2) membuat makanan tampak lebih
menarik, (3) meningkatkan cita rasa makanan, dan (4) membuat makanan menjadi
lebih tahan lama atau tidak cepat basi dan busuk. Zat aditif makanan
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) zat aditif yang berasal dari sumber alami;
(2) zat aditif sintetik dari bahan kimia yang memiliki sifat serupa dengan bahan
alami yang sejenis, baik susunan kimia maupun sifat/ fungsinya. Berdasarkan
fungsinya, baik alami maupun sintetik, zat aditif dapat dikelompokkan sebagai zat
pewarna, pemanis, pengawet, dan penyedap rasa.
Manfaat penggunaan zat aditif pada makanan adalah sebagai berikut:
a. dapat mempertahankan dan meningkatkan nilai gizi suatu makanan atau
minuman.
b. dapat meningkatkan nilai ekonomis suatu produk makanan atau minuman.
c. dapat mengawetkan makanan atau minuman, sehingga dapat digunakan
dalam waktu yang relatif lama.
d. menambah cita rasa pada makanan atau minuman.
Kerugian penggunaan zat aditif pada makanan adalah sebagai berikut:
a. dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia, terutama bahan-bahan
tambahan buatan.
b. dapat menyebabkan terjadinya pengerasan otak dan sumsum tulang
belakang.
c. zat aditif pemanis buatan menghasilkan zat yang bersifat karsinogen
(dapat mmenyebabkan kanker)
20
2.5 Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka dapat disusun
kerangka berpikir sebagai berikut:
Berdasarkan hasil observasi di SMP N
22 Semarang, bahan ajar yang digunakan
berupa buku paket BSE yang belum
mengaitkan budaya dengan
pembelajaran, belum mampu
menumbuhkan kemandirian dan hasil
belajar siswa.
Nisa et al., (2015) menyatakan bahwa
pembelajaran IPA merupakan
pembelajaran yang berorientasi
aplikatif, kemampuan belajar, sikap
peduli terhadap lingkungan masyakarat.
Pembelajaran dengan bantuan
modul IPA berbasis etnosains
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Modul IPA Berbasis Etnosains Efektif untuk Meningkatkan
kemandirian dan Cinta Budaya Lokal Siswa Pada Materi Zat Aditif
Kelas Eksperimen Penerapan pembelajaran berbasis etnosains
dengan menggunakan modul untuk
menumbuhkan kemandirian belajar dan cinta
Kelas Kontrol Menggunakan bahan ajar
buku BSE
Hasil
Pembelajaran IPA di SMP
Kenyataan/Fakta Teoritik
21
2.6 Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ada dua, yakni :
Ha: modul IPA berbasis etnosains efektif terhadap kemandirian dan karakter cinta
budaya lokal siswa
H0: modul IPA berbasis etnosains tidak efektif terhadap kemandirian dan karakter
cinta budaya lokal siswa
Hipotesis ini akan diuji menggunakan uji perbedaan untuk mengetahui taraf
signifikansi hasil kemandirian dan cinta budaya lokal siswa dari hipotesis yang
diterima.
69
BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa modul IPA berbasis etnosains efektif untuk
meningkatkan kemandirian belajar dan cinta budaya lokal siswa kelas VIII di
SMP Negeri 22 Semarang yang dilihat dari perbedaan hasil kemandirian dan cinta
budaya lokal siswa yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
ditandai dengan Zhitung lebih besar dari Ztabel dengan nilai Ztabel 1,960. Hasil Zhitung
kemandirian sebesar 12,227 dan cinta budaya lokal sebesar 12,337.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti
menyarankan:
1. Modul IPA berbasis etnosains diharapkan dapat digunakan sebagai bahan ajar
dalam pembelajaran IPA untuk mengenalkan kepada siswa bahwa adanya fakta
atau fenomena yang berkembang di masyarakat
2. Modul IPA berbasis etnosains dalam penelitian harus lebih menonjolkan
karakter cinta budaya lokal
3. Diakhir pelaksanaan pembelajaran perlu adanya konfirmasi agar tidak terjadi
miskonsepsi materi
4. Perlunya pengkajian terhadap budaya-budaya yang lain sehingga akan
memperkaya sains ilmiah yang direkontruksi dari sains asli.
69
70
DAFTAR PUSTAKA
Albaiti. 2015. Kajian Kearifan Lokal Kelompok Budaya Dani Lembah Baliem
Wamena Papua. Jurnal Pendidikan Nusantara Indonesia, 1 (1): 15-34
Alias, N., Siraj, S., DeWitt, D., Attaran, M., & A. B. Nordin. 2013. Evaluation on
the Usability of Physics Module in a Secondary School in Malaysia:
Students' Retrospective. Malaysian Online Journal of Educational Technology, 1 (1): 44-53
Ariani, R.P., Ni M.S. 2013. Unit Usaha Boga Ganesha: Produk Makanan
Tradisional Bali dan Produk Makanan Inovatif dan Kreatif Khas
Universitas Pendidikan Ganesha. Majalah Aplikasi IPTEKS Ngayah, 4
(1): 73-83
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
__________. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Atmojo S.E. 2012. Profil Keterampilan Proses Sains dan Apresiasi Siswa
Terhadap Profesi Pengrajin Tempe Dalam Pembelajaran IPA
Berpendekatan Etnosains. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia (JPII), 1 (2):
115-122
Cahyaningrum N. & Y. L. Sukestiyarno. 2016. Pembelajaran React Berbantuan
Modul Etnomatematika Mengembangkan Karakter Cinta budaya lokal
Lokal dan Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah. Unnes Journal of Mathematics Education Research (UJMER), 5 (1): 50-59
Danuri. 2014. Pengembangan Modul Matematika dengan Pendekatan
Kontekstual untuk Memfasilitasi Kemandirian Belajar Siswa SD/MI.
Jurnal Al Bidayah, 6 (1): 39-58
Daryanto. 2013. Menyusun Modul. Yogyakarta: Vega Media
_______. 2014. Pembelajaran Tematik, Terpadu, Terintegrasi (Kurikulum 2013).
Yogyakarta: Gava Media
Eliazer S.L., Bahruddin M., & Aziz A. 2013. Pembuatan Buku Makanan
Tradisional Surabaya Sebagai Upaya Pelestarian Produk Lokal. Jurnal Desain Komunikasi Visual, 1 (1): 88-95
70
71
Fahradina, N., Ansari, B.I., & Saiman. 2014. Peningkatan Kemampuan
Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMP dengan
Menggunakan Model Investigasi Kelompok. Jurnal Didaktik Matematika,
1 (1): 54-64
Fidiana, L., Bambang, S., & Pratiwi , D. 2012. Pembuatan dan Implementasi
Modul Praktikum Fisika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI. Unnes Physics Education Journal, 1(2): 39-44
Hake, R. R. 1998. Interactive Engagement vs Tradisional Methods: a Six
Toushand Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory
Physics Courses. American Journal of Physics, 661 (1): 1
Joseph, M.R. 2010. Ethnoscience and Problems of Method in the Social
Scientific Study of Religion. Oxford Journals, 39 (3): 241-249
Khaerun, I.R., Samsudi, & Murdani. 2010. Keefektifan Penggunaan Modul
Pembelajaran Interaktif Belajar Kompetensi Bahan Bakar Bensin. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin, 10 (1): 1
Khoerunnisa, R. F. 2014. Pengembangan Modul IPA Terpadu berbasis Etnosains
Tema Bahan Kimia terhadap Kemandirian Belajar dan Peningkatan Hasil Belajar Siswa. Skripsi. Semarang : FMIPA Universitas Negeri
Semarang
Khusniati, M. 2014. Model Pembelajaran Sains Berbasis Kearifan Lokal dalam
Menumbuhkan Karakter Konservasi. Indonesian Journal of Conservation,
3 (1): 67-74
Maharani, D.W., & N. R. Dewi. 2015. The Implementation of Science Inquiry-
Based Website Oriented by Culture Deviance Solution to Instill Students’
Character and Indepedence. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia (JPII), 4
(1): 25-30
Marlina. 2011. Model Contextual Teaching and Learning (CTL) pada
Perkuliahan Dasar Rias (Tata Kecantikan Wajah dan Rambut) untuk
Meningkatkan Kreativitas Mahasiswa. Jurnal Penelitian Pendidikan 12
(1): 13-23
Nagpal, K., P, J. Leena, & Gyanprakash. 2013. Independent Learning and
Student Development. Internationl Journal of Social Science & Interdisciplinary Research, 2 (2): 27-33
Nahdliyati, R., Parmin & Taufiq M. 2016. Efektivitas Pendekatan Saintifik
72
Model Project Based Leraning Tema Ekosistem untuk Menumbuhkan
Kemandirian Belajar Siswa SMP. Unnes Science Education Journal (USEJ), 5 (2): 1213-1220
Nasir, E. 2015. Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman dengan
Pendekatan Keterampilan Proses pada Siswa Kelas V SDN Sabelak
Kecamatan Bulangi Selatan. Jurnal Kreatif Tadula ko Online, 5(9): 76-
89. tersedia di http://jurnal.untad.ac.id [diakses tanggal 10-03-2017]
Nisa A., Sudarmin & Samini. 2015. Efektivitas Penggunaan Modul Terintegrasi
Etnosains dalam Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Literasi Sains Siswa. Unnes Science Education Journal (USEJ), 4 (3): 1049-1056
Nourma, A. 2011. Pengembangan Modul Fisika Berbasis Kearifan Lokal pada
Materi Hukum Newton untuk Siswa SMA N 1 Sentolo Kelas X Kulon Progo. Skripsi. Yogyakarta: UNY
Okechukwu, S., Abonyi., Lawrence, A., & Njoku. 2014. Innovations in Science
and Technology Education: A Case for Ethnoscience Based Science
Classrooms. International Journal of Scientific and Engineering Research, 5 (1): 52-56
Parmin & E. Peniati. 2012. Pengembangan Modul Mata Kuliah Strategi Belajar
Mengajar IPA Berbasis Hasil Penelitian Pembelajaran. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia (JPII), 1 (1): 8-15
Parmin, Sajidan, Ashadi, Sutikno & Y. Maretta. 2016. Preparing Prospective
Teachers in Integrating Science and Local Wisdom through Practicing
Open Inquiry. Journal of Turkish Science Education, 13 (2): 3-14
Purwanto, Rahardi, & Lasmono. 2007. Pengembangan Modul. Jakarta:
Depdiknas
Puspita, M. 2014. Pengembangan Modul Bilingual bergambar terhadap minat
belajar siswa pada tema energi di alam sekitar. Unnes Science Education Journal (USEJ), 3 (2)
Pramana, W. D. & N. R. Dewi. 2014. Pengembangan E-Book IPA Terpadu Tema
Suhu dan Pengukuran untuk Menumbuhkan Kemandirian Belajar Siswa.
Unnes Science Education Journal, 3 (3): 602-605
Pratama, D.R., Widiyatmoko, A., & Wusqo I.U. (2016). Pengaruh Penggunaan
Modul Kontekstual Berpendekatan SETS terhadap Hasil Belajar dan
73
Kemandirian Peserta Didik Kelas VII SMP. Unnes Science Education Journal (USEJ), 5 (3)
Prastowo, A. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Yogyakarta:
Diva Press
Rahayu, W.K. & Sudarmin. 2015. Pengembangan Modul IPA Terpadu Berbasis
Etnosains Tema Energi dalam Kehidupan untuk Menanamkan Jiwa
Konservasi Siswa. Unnes Science Education Journal (USEJ), 4 (2): 920-
926
Rosyidah, A. N., Sudarmin, & K. K. Siadi. 2013. Pengembangan Modul IPA
Berbasis Etnosains Zat Aditif dalam Bahan Makanan untuk Kelas VIII
SMP Negeri 1 Pegandon Kendal. Unnes Science Education Journal (USEJ), 2 (1): 133-139
Sabana, S. 2007. Nilai Estetis pada Kemasan Tradisional Yogyakarta. Jurnal ITB Vis. Art., 1 (1): 10-25
Sari, K. T. 2013. Pengaruh Pembelajaran Model E-Learning terhadap Peningkatan Kemandirian Belajar siswa pada Mata Pelajaran PKn Kelas X MAN 1 Demak. Skripsi. Semarang : FPIPS IKIP PGRI Semarang
Setyowati, R. 2013. Pengembangan Modul IPA Berkarakter Peduli Lingkungan Tema Populasi Sebagai Bahan Ajar Siswa SMK N 11 Semarang. Skripsi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang
Siany, L., & A. Catur. 2009. Khasanah Antropologi. Jakarta: Wangsa
Jatra Lestari
Sicat V.L., dan David, D.E. 2016. Performance in Basic Mathematics of
Indigenous Students. Universal Journal of Education Research, 4 (2):
320-325
Siregar, L. 2002. Antropologi dan Konsep Kebudayaan. Antropologi Papua, 1 (1)
Smith,B. 2010. Instructional Strategies in Family and Consumer Sciences:
Implementing the Contextual Teaching and Learning Pedagogical Model.
Journal of Family & Consumer Sciences Education, 28 (1) : 23-38
Suastra I.W. 2011. Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal untuk
Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di
SMP. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran 43 (2): 9-16
74
Sudarmin, Subekti, Niken & A. Fibonacci. 2014. “Model Pembelajaran
Kimia berbasis Etnosains (MPKBE) untuk Mengembangkan Literasi
Sains Siswa”. Prosiding Semnas Pensa VI “Peran Literasi Sains”. Hal:83-
90
Sudarmin. 2014. Pendidikan Karakter, Etnosains dan Kearifan Lokal. Semarang:
CV. Swadaya Manunggal
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: PT. Tarsito
Sugandi, A.I. 2013. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Setting
Kooperatif Jigsaw terhadap Kemandirian Belajar Siswa SMA. Infinity Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung,
2 (2) : 144-155
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung: Alfabeta
Ugwu, A.N. 2016. Integration of Indigenous Knowledge and Practices into
Chemistry Teaching and Students’ Academic Achievement. International Journal of Academic Research and Reflection, 4 (4): 22-30
Wibawa, A.S., Saptorini & Retno S.I. 2013. Pengembangan Bahan Ajar IPA
Terpadu Berbasis Pendidikan Karakter pada Tema Dampak Bahan Kimia
Rumah Tangga Terhadap Lingkungan. Unnes Science Education Journal (USEJ),2 (1): 126-132
Widiyatmoko, A. & N. R. Dewi. IPA Dasar. Semarang: CV Swadaya Manunggal
Yasmin, Martinis. 2007. Desain Pembelajaran berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta : Gaung Persada
Yerita, H., Haviz M., & Rahmi E. 2014. Efektivitas Penggunaan Modul
Pembelajaran Biologi Berbasis Kontekstual Pada Pokok Bahasan
Ekosistem Siswa Kelas X Di Sman 1 Rambatan. Edusainstika Jurnal Pendidikan MIPA, 1 (1) : 8-10
Yuliati, U. 2011. Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Konsumen dalam
Pembelian Makanan Jajan Tradisional Di Kota Malang. Jurnal Manajemen Bisnis, 1 (1): 7-20
Yuliawati, F., Rokhimawan, M. A., & J. Suprihatiningrum. 2013. Pengembangan
Modul Pembelajaran Sains Berbasis Integrasi Islam-Sains untuk Siswa
Difabel Netra MI/SD Kelas 5 Semester 2 Materi Pokok Bumi dan Alam
Semesta. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia (JPII), 2 (2): 170-177