efektivitas model pembelajaran everyone is a …digilib.unila.ac.id/55405/3/skripsi tanpa bab...
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN EVERYONE IS A TEACHER
HERE DAN SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA
PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS
VIII SMP N 20 BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
(Skripsi)
Oleh
Agus Setiadi
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN EVERYONE IS A TEACHER
HERE DAN SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS
TERPADU KELAS VIII SMP N 20 BANDARLAMPUNG TAHUN
AJARAN 2018/2019
oleh
Agus Setiadi
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya keterampilan sosial siswa serta
mengkaji tentang perbedaan keterampilan sosial yang pembelajranya
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here dan Scaffolding
siswa kelas VIII SMP N 20 Bandarlampung. Tujuanya untuk mengetahui
perbedaan keterampilan sosial siswa dengan menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here dan Scaffolding. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan Randomaized Subject Post Test Only Control Grup
Design. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 327 siswa dengan sample
sebanyak 60 siswa. teknik pengambilan samplenya adalah Cluster random
Samplingsedangkan pengambilan datanya menggunakan observasi. Pengujian
hipotesis menggunakan T test dua sample independent , dan hasil pengujian
datanya menunjukan ada perbedaan keterampilan sosial siswa yang
pembelajaranya menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
dan Scaffolding.
Kata kunci: Keterampilan Sosial, model pembelajaran Everyone Is a Teacher
Here dan
Scaffolding.
ABSTRACT
THE EFFECTIVENESS OF LEARNING MODEL EVERYONE IS A
TEACHER HERE AND SCAFFOLDING TO INCREASE SOCIAL SKILLS OF
STUDENTS IN INTEGRATED SOCIAL SCIENCES LESSON IN CLASS VIII
OF SMP N 20 BANDAR LAMPUNG
ACADEMIC YEAR 2018/2019
by
Agus Setiadi
This research is motivated by less social skills of students and examines the
differences in social skills that the learning uses the learning model Everyone Is a
Teacher Here and Scaffolding of the eighth grade students of SMP N 20
Bandarlampung. The aim is to find out the differences in students' social skills
using the Everyone Is a Teacher Here and Scaffolding learning models. The
method used in this study is Randomized Subject Post Test Only Control Group
Design. The population in this study were 327 students with a sample of 60
students. the sampling technique is the random Samplings cluster while the data
collection uses observation. Testing hypotheses using two independent sample T
tests, and the results of the test data show there are differences in social skills of
students whose learning uses the Everyone Is a Teacher Here and Scaffolding
learning models.
Keywords: Social Skills, Everyone Is a Teacher Here and Scaffolding learning
model.
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN EVERYONE IS A TEACHER
HERE DAN SCAFFOLDING UNTUK MENINGKATKAN
KETERAMPILAN SOSIAL SISWA PADA MATA
PELAJARAN IPS TERPADU SISWA KELAS
VIII SMP N 20 BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Oleh
Agus Setiadi
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Jurusan Peneidikan Ilmu Pengetahuan Social
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
penulis bernama Agus Setiadi dilahirkan di Kalirejo
pada tanggal 16 Agustus 1995 merupakan anak ke
Sembilan dari dua belas bersaudara pasangan Bapak
Solihin dan Ibu Amiatun. Penulis berasal dari
kalirejo,kecamatan Kalirejo kabupaten Lampung
Tengah.
Berikut pendidikan formal yang pernah ditempuh.
1. SD Negeri 3 Kalirejo Lampung Tengah lulus pada tahun 2008
2. SMP Negeri 1 Kalirejo lampung Tengah lulus pada tahun 2011
3. SMA Negeri 1 Kalirejo Lampung Tengah lulus pada tahun 2014
4. Pada tahun 2014 penulis diterima melalui jalur Seleksi Bersama masuk
Perguruan Tinggi Negeri SBMPTN pada Program Studi Pendidikan Ekonomi
Jurusan PIPS FKIP Universitas Lampung .
Pada tahun 2016 penulis mengikuti Kuliah Kerja Lapangan kemudian
melaksanakan Praktek Profesi Kependidikan (PPK)di SMA N 1 Way Tenong
dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Fajar Bulan kecamatan Way Tenong
kabupaten Lampung Baratpada tanggal 12Juli sampai dengan 9 september
2017.
MOTTO
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan
manusia dari segumpal darah . Bacalah dan
Tuhanmulah yang maha pemurah. yang mengajar
dengan qalam. Dialah yang mengajar manusia
segala yang belum diketahui
(Qs: Al ‘Alaq)
Dalam pergaulan dengan sesama marilah
senantiasa kita gunakan ahlakul karimah yang
didasari dengan selalu bahwa orang lain selalu lebih
mulia dibandingkan dengan diri kita dan diri kita
selalu lebih hina ketimbang orang lain.
(Hadrotussyaikh KH Ahmad Asrori Al Ishaqi)
Biasakan tanggap terhadap penderitaann yang
dialami oleh sesama walaupun hanya sekedar
mampu dengan mendoakan
(Agus Setiadi)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Alloh SWT, atas berkat rahmat dan
hidayahnyalah skripsi ini dapat diselesaikan. Tidak lupa Sholawat dan salam
kepada rosulillah Nabi Muhammad SAW atas petunjuk jalan kebenaran bagi
umat manusia di muka bumi ini. Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Ayahandaku tersayang bapak Sholihin dan ibundaku tercinta ibu Amiatun
yang senantiasa terus menyayangi dan mendoakanku
Kakak-kakaku tersayang Najmudin, Muhlisin,Sobirun,Husnul, mba jiah, Mba
Rifa, Syamsul Ma’arif, dan Agus Supriadi yang telah mendukung dan
menunggu keberhasilanku
Adik-adiku yang tercinta Fitri, Syarif, dan Fajar terimakasih atas dukunganya
dan seluruh keluarga besar yang selalu memberi motivasi, dan semangat demi
keberhasilanku
Sahabat-sahabat Keluarga besar kelas Akuntansi 14 terimakasih atas suport dan
bantuan dari kalian
Para bapak ibu dosen pendidik yang kuhormati
Keluarga besar ASSETS (Assosiation, of Economic Education Students)
Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Everyone Is A
Teacher Here (ETH) dan Scaffolding untuk Meningkatkan Keterampilan
Sosial Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Siswa Kelas VIII SMPN 20
Bandar Lampung Tahun Ajaran 2018/2019”. Sholawat beserta salam tetap
tersanjung agungkan kepada junjungan kita nabi kita Rosululloh Muhammad
Shallallahu’alaihi wa sallam.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan sekripsi ini tidak terlepas dari
bantuan doa, bimbingan. Motivasi, kritik dan saran yang ttelah diberikan oleh
berbagai pihak. Untuk Itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
terimakasih secara tulus kepada
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Sunyono, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan
Kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;
3. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd. selaku Wakil Dekan Bidang Keuangan, Umum
dan Kepegawaian Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung;
4. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan
Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNiversitas Lampung.;
5. Bpk Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung;
6. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
sekaligus Pembimbing 1 terimakasih atas kesabaran dan bimbinganya yang
telah bapak berikan ;
7. Bpk Dr. Edy Purnomo, M.Si. selaku pembimbing akademik dan pembimbing
1 sebelumnya yang sudah pensiun terimakasih atas arahan, bimbingan,
nasehat dan ilmu yang telah bapak berikan;
8. Bapak Drs. I Komang Winatha, M.Si. selaku pembimbing II dan pembimbing
akademik terimakasih atas masukan dan kritik serta saranya yang telah bapak
berikan;
9. Bapak Drs. Nurdin, M.Si. selaku dosen pembahas Sekripsi terimakasih atas
arahan, bimbingan, nasehat dan ilmu yang bapak berikan;
10. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Pendidikan Ekonomi Jurusan
Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung yang telah memberikan ilmunya
kepada penulis;
11. Kak Wardani Om Herdi terimakasih atas saran serta bantuan informasi yang
diberikan sekali lagi terimakasih atas dukunganya jangan pernah bosen bosen
yak kak om untuk jadi rekan curhat bagi para mahasiswa semester ahir;
12. Seluruh siswa kelas VIII F dan VIII G terimakasih atas bantuanya sehingga
penulis dapat menyelesaikan sekripsi dengan baik semoga kalian kedepanya
juga bias menjadi orang yang bisa membahagiakan kedua orangtua kalian dan
menjadi orang yang bermanfaat buat orang lain;
13. Ayah dan Ibu, terimakasih banyak atas segala dukungan dan doanya yang
terus dipanjatkan untuk keberhasilan anakmu ini, semoga ayah dan ibu selalu
diberikan kesehatan agar dapat selalu mendoakan terus anak-anakmu agar
menjadi orang orang yang suskses dunia akhirat aminnn;
14. Semua kakak- kakaku yang tercinta terimakasih atas segala dukunganya dan
doa-doa kalian untuk keberhasilan ku,
15. Juga buat adeku Fitri, Fajar, Syarif terimakasih kalian telah banyak
memberikan semangatnya buat saya jangan lupa buat adek- adeku kalian
semua juga harus semangat terus belajarnya jadikan kedua orangtua kita
bangga atas semua prestasi kalian kakak disini mendoakan kalian agar kalian
semoga kelak menjadi orang yang berguna dan bermanfaat buat orang lain
dan selalu menjadi kebanggan kedua orang tua amin, jangan lupa juga untuk
selalu mendoakan kedua orang tua kita ya
16. Sahabat terbaik gangster galaksy adaDidi,Virgy, Orida, Pipit, dan Puput,dan
juga boyband kelas akuntansi 14 Tofa, Lutfi, Galuh Ihsan, Aji terima kasih
telah mau menjadi rekan buat curhat selama saya menyusun sekripsi
terimakasih buat semua bantuanya;
17. Rekan rekan Prodi Ekonomi Kususnya Kelas Akuntansi 14 terimakasih juga
buat semua bantuanya yang telah kalian berikan kepada saya
18. Buat kakak tingkat dan adek tingkat seperti lilin, Santi ,Listya Ika terimakasih
banget atas bantuan dan dukunganya semoga kalin juga cepet wisuda aminnn;
19. Keluarga KKN_KT kelurahan Fajar Bulan Aziz, Azlia, Imha, Mentari, Bisri,
Widya, Hasung, Tantia dan Nisa terimakasih atas kebaikan kalian Selam
KKN sampai saat ini
20. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan sekripsi yang tidak
dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima
dengan tangan terbuka dan ucapan terimakasih. Namun demikian Penulis
berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umummnya
dan penulis pada khususnya`
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis
AGUS SETIADI
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 10
C. Pembatasan Masalah ................................................................................. 10
D. Rumusan Masalah ..................................................................................... 11
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 13
F. Manfaat dan Kegunaan Penelitia .............................................................. 15
G. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 16
BAB II Tinjauan Pustaka, Kerangka Pikir, dan Hipotesis ............................. 17
A. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 17
1. Pengertian Belajar ............................................................................... 17
2. Teori Belajar ........................................................................................ 19
a. Teori Belajar Aliran Behavioristik ................................................ 19
b. Teori Belajar Kontruktivistik ........................................................ 22
c. Teori Belajar Humanistik .............................................................. 26
3. Keterampilan Sosial ........................................................................... 27
4. Mata Peljaran Ilmu Pengetahuan Sosial .............................................. 33
5. Pembelajaran Kooperatif ..................................................................... 36
a. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Everyone Is a Teacher
Here (ETH)..................................................................................... 40
b. Model Pembelajaran Scaffolding .................................................. 47
B. Hasil Penelitian Yang Relevan ................................................................. 55
C. Kerangka Pikir .......................................................................................... 55
D. Hipotesis .................................................................................................... 63
BAB III Metodologi Penelitian ..................................................................... 66
A. Metode Penelitian ...................................................................................... 66
1. Desain Eksperimen .............................................................................. 67
2. Prosedur Penelitian .............................................................................. 69
B. Populasi dan Sampel ................................................................................. 71
1. Populasi ............................................................................................... 71
2. Sampel ................................................................................................. 72
C. Variabel Penelitian .................................................................................... 72
1. Variabel Independent .......................................................................... 73
2. Variabel Dependent ............................................................................. 73
D. Devinisi Konseptual .................................................................................. 73
E. Definisi Operasional Variabel ................................................................... 75
F. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 75
1. Observasi ............................................................................................. 75
2. Wawancara .......................................................................................... 76
G. Uji Persyaratan Analisis Data ................................................................... 77
1. Uji Normalitas ..................................................................................... 77
2. Uji Homogenitas ................................................................................. 78
H. Teknik Analisis Data ................................................................................. 79
1. T Test Dua Sample Independent ......................................................... 79
2. Pengujian Hipotesis ............................................................................. 80
BAB IV Pembahasan ...................................................................................... 82
A. Gambaran Umum Sekolah ........................................................................ 82
1. Sejarah SMPN 20 Bandarlampung ...................................................... 82
2. Situasi dan Kondisi SMPN 20 Bandarlampung .................................. 82
3. Fasilitas SMPN 20 Bandarlampung ..................................................... 83
4. Proses Belajar Mengajar SMPN 20 Bandarlampung ........................... 84
5. Kegiatan Interakulikuler dan Ekstrakulikuler atau eskul
SMPN 20 Bandarlampung ................................................................... 84
B. Deskripsi Data ........................................................................................... 84
1. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa Kelas Eksperimen ........... 85
2. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa Kelas Kontrol ................. 87
3. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Bergiliran Pada Kelas Eksperimen ..................................................... 89
4. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator Bergiliran
Pada Kelas Kontrol ............................................................................. 90
5. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Menghargai Pada Kelas Eksperimen .................................................. 91
6. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Menghargai Pada Kelas Kontrol ......................................................... 93
7. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Menolong Orang Lain Pada Kelas Eksperimen .................................. 94
8. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Menolong Orang Lain Pada Kelas Kontrol ......................................... 96
9. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Mengikuti Petunjuk Pada Kelas Eksperimen ...................................... 98
10. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Mengikuti Petunjuk PadaKelasKontrol .............................................. 99
11. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Mengontrol Emosi Pada Kelas Eksperimen ........................................ 101
12. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Mengontrol Emosi Pada Kelas Kontrol .............................................. 103
13. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Menerima Pendapat Pada Kelas Eksperimen ...................................... 104
14. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Menerima Pendapat Pada Kelas Kontrol ............................................ 106
15. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Menyampaikan Pendapat Pada kelas Eksperimen .............................. 108
16. Deskripsi Data Keterampilan Sosial Siswa pada Indikator
Menyampaikan Pendapat Pada Kelas Kontrol .................................... 110
C. Pengujian Persyaratan Parametrik (Analisis Data) ................................... 111
1. Uji Normalitas ..................................................................................... 111
2. Uji Homogenitas ................................................................................. 113
D. Pengujian Hipotesis ................................................................................... 114
E. Pembahasan ............................................................................................... 126
BAB V Simpulan dan Saran ........................................................................... 137
A. Simpulan ................................................................................................... 137
B. Saran .......................................................................................................... 139
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel Keterampilan Sosial ................................................................ i
2. Tabel Penelitian Yang Relevan .......................................................... ii
3. Tabel Desain Penelitian Eksperimen ................................................. 73
4. Tabel Instrumen Keterampilan Sosial ................................................ 80
5. Tabel Format Observasi Keterampilan Sosial.................................... 81
6. Tabel Daftar Kepala Sekolah SMP N 20 Bandarlampung ................. 87
7. Tabel Fasilitas SMP N 20 Bandarlampung ........................................ 88
8. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Kelas
Eksperimen ......................................................................................... 91
9. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Kelas
Kontrol ............................................................................................... 92
10. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
11. Bergiliran atau Berbagi Pada Kelas Eksperimen ............................... 94
12. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
13. Bergiliran atau Berbagi Pada Kelas Kontrol ...................................... 95
14. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
15. Menghargai Pada Kelas Eksperimen ................................................. 97
16. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
17. Menghargai Pada Kelas Kontrol ....................................................... 98
18. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Menolong Orang Lain Pada Kelas Eksperimen ................................ 99
19. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Menolong Orang Lain Pada Kelas Kontrol ....................................... 101
20. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Mengikuti Petunjuk Pada Kelas Eksperimen .................................... 102
21. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Mengikuti Petunjuk Pada Kelas Kontrol .......................................... 104
22. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Mengontrol Emosi Pada Kelas Eksperimen ....................................... 105
23. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Mengontrol Emosi Pada Kelas Kontrol ............................................ 107
24. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Menyampaikan Pendapat Pada Kelas Eksperimen .......................... 108
25. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Menyampaikan Pendapat Pada Kelas Kontrol ................................... 110
26. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Menerima Pendapat Pada Kelas Eksperimen .................................... 112
27. Tabel Distribusi Frekuensi Keterampilan Sosial Siswa Pada Indikator
Menerima Pendapat Pada Kelas Kontrol .......................................... 114
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu kunci maju dan mundurnya suatu
bangsa. Bangsa yang maju dan cerdas sangat membutuhkan pengetahuan
dan Teknologi untuk menjawab segala tantangan hidup dan perubahan
yang cepat dalam masyarakat. Pendidikan sendiri merupakan upaya yang
dilakukan secara sadar dan terencana serta dilakukan dengan tujuan
untuk membina dan mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki
oleh peserta didik untuk mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan.
Melalui pembelajaran yang merupakan inti dari pendidikan tidak akan
berjalan dengan baik jika tidak didukung dengan sebuah model
pembelajaran yang cocok .
Model pembelajaran merupakan serangkaian penyajian materi ajar yang
meliputi segala aspek yang dilakukan sebelum, sedang dan sesudah
pembelajaran yang dilakukan oleh seorang guru. Selain dengan model
pembelajaran yang cocok agar pembelajaran dapat dikatakan berhasil,
seorang guru juga harus memiliki pengetahuan tentang cara-cara
mengajar ataupun menyajikan pelajaran pada siswa di dalam kelas baik
secara individual maupun secara kelompok.
2
Saat ini masih banyak sekali guru yang menggunakan model model
pembelajaran konvensional dalam menyampaikan materi kepada
siswanya. Metode pembelajaran konvensional disebut juga dengan
metode ceramah, karena sejak dulu metode ini digunakan sebagai alat
komunikasi lisan antara guru dan peserta didik dalam proses belajar
mengajar. Artinya di dalam model pembelajaran berarti siswa cenderung
pasif dalam belajar sehingga tujuan pendidikan yang berfungsi sebagai
watak dan mengembangkan keperibadian siswa tidak akan tercapai.
Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang bedasarkan
Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1945 adalah untuk mengembangkan kemampuan dasar
yang dimiliki oleh peserta didik agar dapat menjadi manusia yang
beriman serta bertaqwa terhadap Tuhan yang maha Esa, berahlaq mulia,
cakap, kreatif, cerdas, dan menjadi manusia yang demokratis serta
bertanggung jawab bagi bangsa dan negara.
Untuk dapat mewujudkan tujuan dari pendidikan nasional maka
diperlukan suatu model pembelajaran yang banyak melibatkan siswanya
dalam proses belajar mengajar agar kemampuan yang ada pada diri siswa
dapat dikembangkan. Bedasarkan fungsi dan tujuan pendidikan Nasional
itulah, maka pendidikan seharusnya tidak hanya berorentasi kepada aspek
kognitif saja, melainkan harus mencakup semua ketiga aspek taksonomi
didalam pendidikan yaitu, kognitif, afektif, dan psikomotorif.
3
Senada dengan yang dijelaskan oleh Benjamin S Bloom dalam jihad dan
Haris (2008:28) mencangkup kedalam 3 ranah dominan yakni:
a. Dominan Kognitif (pengetahuan atau yang mencangkup kecerdasan
berbahasa dan kecerdasan logika matematika).
b. Dominan Afektif (sikap dan nilai atau mencangkup kecerdasan antar
pribadi, dengan kata lain kecerdasan Emosional).
c. Dominan Psikomotorik( keterampilan atau mencangkup kecerdasan
kinestetik, kecerdasan visual-spasial, dan kecerdasan musikal).
Namun fakta yang terjadi di lapangan saat ini kebanyakan dari guru
masih mengutamakan hasil belajar siswa bedasarkan ranah kognitif saja
dan kurang memperhatikan hasil belajar pada ranah afektif pada siswa.
Disini Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS yang merupakan integrasi dari
berbagai cabang disiplin ilmu sosial seperti, Sejarah, Geografi, Ekonomi,
dan Sosiologi merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat
memperhatikan dan memiliki kecendrungan pada ranah afektif. Hal ini
karena di dalam mata pelajaran IPS tidak hanya membekali peserta didik
dengan pengetahuan sosial saja, melainkan juga berupaya untuk
membina dan mengembangkan peserta didik yang memiliki keterampilan
sosial serta kepedulian sosial.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial
menurut Trianto (2010:176), yaitu mengembangkan potensi peserta didik
agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki
sikap mental yang positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang
terjadi dan terampil mengatasi masalah yang terjadi baik yang menimpa
dirinya maupun yang menimpa orang lain.
4
Tujuan mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial di Indonesia tingkat SMP
atau MTs, menurut Zubaidi (2011:289), yakni:
1) Mengembangkan kemampuan dasar kesosiologian, kegeografian,
keekonomian, kesejarahan, dan kewarganegaraan ( atau konsep yang
berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungan).
2) Mengembangkan kemampuan berfikir kritis, keterampilan inkuiri,
pemecahan masalah, dan keterampilan sosial.
3) Membangun komitmen dan kesadaran nilai- nilai kemanusiaan serta
mengembangkan nilai- nilai luhur budaya bangsa.
4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, berkompetensi, bekerjasama
dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala lokal, nasional,
maupun internasional.
Melalui mata pelajaran IPS terpadu ini, diharapkan siswa tidak hanya
menguasai ranah kognitif saja melainkan juga dapat menguasai ranah
afektif. Ranah afektif merupakan ranah yang sangat membantu peserta
didik dalam pembentukan karakter peserta didik sehingga menjadi insan
yang beretika, bermoral, dan mampu berinteraksi dengan masyarakat,
sehingga ranah afektif berkaitan dengan keterampilan sosial peserta
didik. Keterampilan sosial merupakan sesuatu hal yang sangat penting
dan diperlukan dalam berinteraksi dan bersosialisasi antar sesama
manusia, baik dalam berkomunikasi maupun bertigkah laku.
Keterampilan ini sangat dibutuhkan dikehidupan yang akan datang bagi
individu yang terus berkembang untuk mengatasi berbagai konflik yang
terjadi dimasyarakat serta belajar dari situasi seperti kehidupan yang
sebenarnya. Pengetahuan, Pengalaman, serta keterampilan dalam
menjalani hubungan sosial menjadi sebuah keharusan dan wajib dimiliki
bagi seseorang. Pengembangan keterampilan sosial merupakan hal yang
5
sangat penting untuk dimiliki oleh siswa karena dapat membentuk
kesadaran berperilaku bagi siswa.
Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan oleh siswa ataupun individu
dalam hal-hal yang memang berkaitan dengan keterampilan sosial.
Grobetberg dalam Desmita(2007: 230) menyatakan bahwa apa saja yang
dapat dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keterampilan sosial
meliputi :
1 Berkomunikasi
2 Memecahkan masalah
3 Mengelola perasaan dan implus-implus
4 Mengukur sendiri tempramen orang lain
5 Menjalin hubungan hubungan yang saling mempercayai.
Hal ini juga seusai dengan pendapat dari Cartledge dan Milbum dalam
Maryani (2011:17) yang menyatakan bahwa:”Keterampilan Sosial
merupakan keterampilan untuk berinteraksi, berkomunikasi dan
berpartisipasi di dalam kelompok”.
Keterampilan sosial perlu didasarkan oleh kecerdasan personal berupa
kemampuan mengontrol diri, disiplin, dan tanggung jawab. Keterampilan
sosial dapat dikelompokan kedalam empat bagian yaitu:
1 Keterampilan dasar untuk berinteraksi: berusaha untuk saling
mengenal ada kontak mata, berbagi informasi atau material.
2 Keterampilan komunikasi: mendengar dan berbicara secara
bergiliran, melembutkan suara, meyakinkan orang untuk dapat
mengemukakan pendapat, mendengar sampai orang tersebut selesai
berbicara.
6
3 Keterampilan membangun tim/kelompok:mengakomodsi pendapat
orang, bekerjasama, saling menolong, saling memperhatikan.
4 Keterampilan menyelesaikan masalah: mengendalikan diri, empati,
memikirkan orang lain taat terhadap kesepakatan, mencari jalan
keluar dengan berdiskusi serta respek terhadap pendapat yang
berbeda.
Tabel 1. Ketrampilan Sosial Yang tampak pada siswa No Indikator Fakta dilapangan
1 Keterampilan bergiliran atau
berbagi
Ketika terjadi sebuah diskusi dalam
kelompok, pembelajaran cenderung
didominasi oleh siswa- siswa yang aktif
saja namun sebaliknya bagisiswa yang
cenderung diam tidak mampu untuk
memberikan pendapatnya dalam diskusi
tersebut
2 Kemampuan didalam
menyampaikan pendapat
Dalam diskusi hanya di dominasi oleh
beberapa siswa saja yang berani untuk
menyampaikan pendapatnya sedangkan
siswa yang lain cenderung diam tanpa
berani untuk menyampaikan pendapatnya
3 Kemampuan menerima
pendapat
Dalam proses pebelajaran masih banyak
siswa yang kurang bisa menerima
pendapat sehingga siswa yang diberi
pendapat sering kali tidak terima dan
mencibir
4 Mengontrol Emosi Dalam diskusi siswa cenderung belum bisa
mengontrol emosinya,hal ini terlihat pada
saat terjadi perselisihan pendapat siswa
masih menggunakan kata-kata kasar dan
kuarang sopan dalam berbicara
5 Membantu atau menolong
orang lain
Pada saat pelajaran berkelompok siswa
masih terlihat egois hal ini terlihat dari
beberapa siswa yang enggan membantu
temanya yang sedang mengalami
kesulitan dalam memahami materi
pelajaran
6 Bersungguh sungguh
mengikuti petunjuk
Masih banyak siswa kurang mengikuti
petujuk guru hal ini dapat dilihat dari
banyaknya siswa yang asik sendiri seperti
ngobrol,tiduran,serta asik maenan kertas
dissat guru meminta untuk
memperhatikan apa yang disampaikn oleh
guru
7 Kemampuan menghargai Ketika temanya sedang presentasi di depan
masih banyak siswa yang yang tidak
menyimak apa yang disampaikan oleh
temanya
Sumber: hasil wawancara dengan guru mata pelajaran IPS Terpadu
SMP N 20 Bandar Lampung
7
Bedasarkan hasil wawancara tersebut terlihat jelas bahwasanya terdapat
permasalahan keterampilan sosial siswa kelas VIII yang masih tergolong
rendah. Selain itu,menurut hasil wawancara terhadap guru bidang studi
sebagian besar siswa masih sering membuat keributan dikelas seperti
ngobrol, mengganggu temanya yang sedang belajar, ataupun melakukan
tindakan negatif lainya. Sehingga guru memberikan penegasan diawal
setiap akan memulai pembelajaran supaya kegiatan belajar dapat berjalan
dengan baik, namun terkadang penegasan tersebut tidak mesti berjalan
sesuai dengan apa yang diharapkan.
Hal inilah yang menjadi alasan yang sangat kuat untuk guru menilai
bahwa masih banyak peserta didik yang memiliki keterampilan sosial
yang rendah. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal demikian itu guru
harus berusaha agar keterampilan sosial siswa dapat meningkat yang
mana diperlukan model pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan
keterampilan sosial peserta didik.
Saat ini pola pembelajaran yang dilakukan di beberapa sekolah, terutama
dalam hal penggunaan model pembelajaranya masih berpusat pada guru
(Teacher Centered) suasana belajar yang seperti inilah yang
menyebabkan siswa menjadi bosan dan tidak tertarik dalam pembelajaran
tersebut, karena pembelajaran yang seperti itu cenderung monoton dan
tidak menarik. Sehingga menyebabkan siswa kurang efektif di dalam
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
8
Selain itu penerapan model pembelajaran yang masih membebankan
guru sebagai pusat pembelajaran akan mengakibatkan interaksi
antarsiswa kurang optimal dan akan sangat berpengaruh terhadap
hubungan antarsiswa seperti kurangnya kemampuan dalam bekerjasama,
berkomunikasi, kurang menghargai, menghormati, dan rasa saling
menerima satu sama lain.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah ataupun guru untuk
mengoptimalkan keterampilan sosial pada siswa adalah dengan
penerapan model pembelajaran yang bersifat Cooperatif Learning. Bagi
guru penerapan model pembelajaran yang seperti ini akan meringankan
guru dalam memberikan matetri di dalam kelas, hal ini karena model
pembelajaran ini lebih banyak berpusat kepada siswa (Student Centered).
Sedangkan bagi siswa pembelajaran akan terasa lebih menarik karena
dalam pembelajaran Cooperatif Learning siswa akan lebih aktif dalam
kegiatan belajar sehingga siswa akan lebih mampu mengoptimalkan
dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Penggunaan model pembelajaran dalam suatu aktivitas belajar juga
sangat mempengaruhi dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Mengingat betapa pentingnya keterampilan sosial bagi siswa, maka
diperlukan suatu cara yang efektif dalam mengembangkan keterampilan
sosial siswa. Beberapa model pembelajaran yang dapat meningkatkan
keterampilan sosial siswa adalah model pembelajaran Everyone Is a
Teacher Here dan Scaffolding
9
Model pembelajaran Everyone is a Teacher Here merupakan salah satu
model pembelajaran kooperatif. Menurut Suprijono (2013: 110) metode
Everyone isa Teacher Here atau setiap orang adalah guru disini
merupakn cara yang tepat untuk mendapatkan partisipasi kelas secara
keseluruhan ataupun individual. Cara ini memberikan kesempatan
kepada setiap peserta didik untuk berperan sebagai pendidik bagi kawan-
kawannya. Sedangkan model pembelajaran Scaffolding merupakan
bagian dari pembelajaran berkelompok yang dapat dilakukan dengan cara
memecahkan suatu permasalahan dan menyelesaikan permasalahan itu
sendiri dengan kelompoknya. Model pembelajaran ini diduga dapat
meningkatkan keterampilan sosial, antusias, keaktifan dan rasa senang
siswa dalam belajar.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menumbuhkan dan
menciptakan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran IPS Terpadu
SMP 20 Bandar Lampung dengan penelitian yang berjudul “ Efektivitas
Model Pembelajaran Every one is Teacher Here dan Scaffolding Utuk
Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa Pada Mata Pelajaran IPS
Terpadu Kelas VIII SMP 20 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2017/2018”.
10
B. Identifikasi Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas, dapat di identifikasikan masalah
sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang diterapkan di sekolah adalah model
pembelajaran konvensional.
2. Guru masih sangat mendominasi pembelajaran di kelas.
3. Masih terdapat banyak siswa yang kurang berpartisipasi dalam
kegiatan belajar, sehingga kegiatan pembelajaran di kelas cenderung
pasif.
4. Masih rendahnya keterampilan Sosial siswa di SMP N 22 Bandar
Lampung dalam pelajara IPS Terpadu kelas VIII.
5. Banyak siswa yang membentuk kelompok-kelompok tertentu
sehingga cenderung tertutup dengan teman diluar kelompoknya.
6. Ketidak siapan siswa dalam menerima pelajaran yang akan
disampaikan oleh guru.
7. Masih rendahnya minat belajar siswa dalam belajar IPS.
8. Kurangnya inisiatif siswa dalam mengajukan pertanyaan pada guru.
C. Pembatasan Masalah
Bedasarkan rumusan masalah diatas, maka perlu diadakanya sebuah
batasan masalah agar penelitian lebih fokus dalam menggali dan
menjawab permasalahan yang ada. Peneliti meniti beratkan masalah pada
rendahnya keterampilan sosial siswa dalam belajar IPS terpadu sehingga
peneliti dibatasi hanya pada masalah Efektivitas Model Pembelajaran
11
Kooperatif Tipe Everyone Is a Teacher Here (ETH) dan Model
Pembelajaran Scaffolding Dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial
Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Kelas VIII SMP 20 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2017/2018.
D. Rumusan Masalah
Bedasarkan permasalahan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang di
ajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Everyone Is a Teacher Here (ETH) dan siswa yang di ajar dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Scaffolding pada
mata pelajaran IPS Terpadu?
2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
bergiliran atau berbagi pada mata pelajaran IPS Terpadu?
3. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
menghargai pada mata pelajaran IPS Terpadu?
12
4. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
membantu atau menolong orang lain pada mata pelajaran IPS
Terpadu?
5. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
mengikuti petunjuk pada mata pelajaran IPS Terpadu?
6. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
mengontrol emosi pada mata pelajaran IPS Terpadu?
7. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
menyampaikan pendapat pada mata pelajaran IPS Terpadu?
8. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
13
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
menyampaikan pendapat pada mata pelajaran IPS Terpadu?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas,
maka tujuan dari penelitian ini adalah.
1. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Everyone Is a
Teacher Here (ETH) dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding pada mata pelajaran IPS Terpadu.
2. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
bergiliran atau berbagi pada mata pelajaran IPS Terpadu.
3. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
menghargai pada mata pelajaran IPS Terpadu.
4. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
14
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
membantu atau menolong orang lain pada mata pelajaran IPS
Terpadu.
5. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
mengikuti petunjuk pada mata pelajaran IPS Terpadu.
6. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
mengontrol emosi pada mata pelajaran IPS Terpadu.
7. Untukmengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
menyampaikan pendapat pada mata pelajaran IPS Terpadu.
8. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dibandingkan dengan yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam
menyampaikan pendapat pada mata pelajaran IPS Terpadu.
15
F. Manfaat dan Kegunaan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat
baik secara teoritis maupun praktis. manfaat dari penelitian ini yaitu.
1 . Secara Teoritis
a. Untuk membuktikan bahwa penerapan model pembelajaran
merupakan hal penting yang sangat berpengaruh dalam penelitian
keterampilan sosial siswa
b. Untuk menambah khasanah kajian dalam melakukan penelitian
keterampilan sosial
2. Secara peraktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
berguna untuk bahan informasi.
a. Bagi guru, diharapkan dapat menjadi masukan dalam memperluas
pengetahuan dan wawasan mengenai model pembelajaran dalam
meningkatkan keterampilan sosial pada siswa.
b. Bagi siswa, dapat meningkatkan keaktifan dalam pembelajaran
sehingga dapat menaikan hasil belajar IPS Terpadu.
c. Bagi sekolah, untuk bahan masukann dalam rangka ikut
memperhatikan penilaian afektif pada siswa,
d. Bagi peneliti bidang yang sejenis sebagai salah satu bahan referensi
dalam rangka mengembangkan penelitian selajutnya.
16
G. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut.
1. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah model pembelajaran kooperatif tipe Everyone
Is a Teacher Here (ETH), model pembelajaran kooperatif tipe
Scaffolding, dan Keterampilan sosial.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII semester genap.
3. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilaksanakan di SMP N 20 Bandar
Lampung
4. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semeter genap tahun pelajaran
2017/2018.
5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pendidikan yaitu IPS
Terpadu.
II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Slameto (2010: 21) Pengertian ini menitik beratkan bahwa
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu dengan
lingkungannya, di dalam interaksi inilah terjadinya serangkaian
pengalaman-pengalaman belajar.
Menurut Burton dalam Siregar (2014: 4) bahwa belajar merupakan proses
merubah tingkah laku pada diri individu karena adanya interaksi antara
individu dengan individu dan individu dengan lingkunganya sehingga
mereka lebih mamapu berinteraksi dengan lingkunganya.
Sementara menurut Gagne dalam Dimyati dan (2010: 10), menyatakan
bahwa belajar merupakan kegiatan yang kompleks, belajar terdiri dari tiga
komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil
belajar. Menurut Peaget pembelajaran terdiri dari empat langkah berikut.
a. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak didik.
b. Memilih atau mengembangkan aktivitas kelas dengan topik tersebut.
c. Mengetahui adanya kesempatan bagi guru untuk mengemukakan yang
menunjang proses pemecahan masalah.
d. Menilai setiap pelaksanaan kegiatan, memperhatikan keberhasilan,
dan melakukan revisi.
18
Slameto (2010: 27-28), mengemukakan prinsip-prinsip belajar sebagai
berikut.
a Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
1. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan berpartisipasi aktif,
meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan
instruksional.
2. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang
kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
3. Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan
efektif.
4. Belajar perlu ada interaksi siswa dalam lingkungannya.
b. Sesuai hakikat belajar
1 Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut
perkembangannya.
2. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi eksplorasi, dan discovery.
3. Belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pengertiansatu
dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian
yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan
respon yang diharapkan.
c. Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari
1. Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memilik struktur,
penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap
pertanyaannya.
2. Belajar harus dapat mendapat kemampuan tertentu sesuai dengan
tujuan intsruksional yang harus dicapainya.
d. Syarat keberhasilan belajar
1. Belajar merupakan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar
dengan tenang;
2. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/keterampilan/sikap ini mendalam pada siswa.
Keempat prinsip belajar tersebut sangatlah penting untuk dipahami agar
proses belajar menjadi maksimal. Bedasarkan beberapa pendapat tersebut,
belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku dari seorang siswa dan
secara kontinyu, yang akan memberikan pengalaman baik bersifat kognitif,
maupun afektif, dan psikomotorik, dari yang awalnya belum tahu apa-apa
menjadi tahu, dari yang awalnya belum mengerti menjadi mengerti
19
2. Teori Belajar
Penjelasan untuk memahami belajar dinamakan dengan teori-teori belajar.
Teori belajar adalah upaya untuk menggambarkan bagaimana orang
belajar, sehingga membantu kita memahami proses kompleks inheren
pembelajaran. Ada beberapa teori belajar diantaranya yaitu, teori belajar
behavioristik, teori belajar kontruvistik, teori belajar humanistik , dan
teori belajar sosial. Teori belajar behavioristik hanya berfokus pada aspek
objek yang diamati dalam pembelajaran. Teori belajar kontruktivistik
untuk siswa agar mengemukakan gagasanya sendiri, teori belajar
humanistik untuk memanusiakan manusia, sedangkan teori belajar sosial
menekan kan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran
a. Teori Belajar Aliran Behavioristik
Behaviorisme adalah study tentang kelakuan manusia. Timbulnya teori
ini disebabkan oleh adanya rasa tidak puas terhadap teori psikologis
daya dan teori mental state. Sebabnya adalah karena aliran-aliran
terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja. Menurut
behaviorisme reaksi yang begitu kompleks akan menimbulkan tingkah
laku. Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya adalah Edward L.
Thorndike, J. B. Watson, Clarh Hull, Edwin Guthri, dan B. F. Skinner.
Menurut Guthrie bahwa tingkah laku manusia itu dapat dirubah, tingkah
laku baik dapat dirubah menjadi buruk dan juga perilaku buruk dapat
diubah menjadi perilaku yang baik. Sedangkan menurut Whatson
menyimpulkan bahwa pengubahan tingkah laku dapat dilakukan
melalui latihan atau membiasakan mereaksi terhadap stimulus-stimulus
yang diterima (Siregar, 2014:26-27).
20
Berbeda dengan Guthrie, Dalyono ( 2012: 30) mengemukakan bahwa
teori behavioristik mengatakan bahwa tingkah laku manusia itu
dikendalikan oleh ganjaran ( reward) atau penguatan ( reinforcemen)
dari lingkungan, dengan demikian dalam belajar terdapat interaksi yang
kuat antara behavioral dan responya.
Sehingga teori behaviorisme ini memang menggambarkan bahwa
belajar merupakan pemberian stimulus-stimulus yang kemudian akan
menimbulkan perubahan pada siswa yang berupa tingkah laku, baik itu
berubah menjadi baik maupun berubah menjadi buruk yang didasari
pada kebiasaan siswa itu sendiri.
Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah
laku siswa merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada
masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku
merupakan hasil belajar dan kita dapat menganalisis kejadian tingkah
laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan
(reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.
Belajar juga dapat diartikan sebagai akibat adanya stimulus dari luar
dan respon dari dalam diri siswa. Psikolog aliran behavioristik mulai
berkembang sejak munculnya teori-teori tentang teori belajar yang
dipelopori oleh Thorndike, Paplov, dan Watson serta Guthri. Mereka
masing-masing telah mengadakan penelitian dan menghasilkan
penelitian-penelitian yang berharga mengenai hal belajar.
21
Teori belajar Thorndike disebut dengan “connectionism” karena
belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara
stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut dengan “Thrial-and-
error-learning”. Objek penelitian dihadapkan dengan situasi baru yang
belum dikenal dan membiarkan objek melakukan berbagai pola
aktivitas untuk merespon situasi ini. Dalam hal ini objek mencoba
berbagai cara bereaksi sehingga menemukan keberhasilan dalam
membuat koneksi suatu reaksi dengan stimulusnya.
Ciri-ciri belajar dengan “trial-and-error” menurut Thorndike dalam
Dalyono (2012: 31) yaitu:
1. Ada motif pendorong aktivitas,
2. Ada berbagai respon terhadap situasi,
3. Ada eleminasi respon-respon yang gagal,
4. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Konsep dari teori ini adalah perilaku manusia ditentukan pada aspek
aspek yang lebih mekanistik, perilaku dapat diukur dari hal hal yang
dapat diamati. Proses pembelajaran akan terjadi jika adanya setimulus.
Adapun karakteristik teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
1. Mengutamakn unsur-unsur atau bagian bagian kecil.
2. Bersifat mekanistis.
3. Mementingkan perana lingkungan.
4. Mementingkan pembentukan reaksi atau respon.
5. Mementingkan pentingnya latihan.
6. Pemecahan masalah dengan trial eror (Siregar dkk, 2010: 26).
Teori belajar behavioristik adalah suatu proses belajar dengan stimulus
respon lebih mengutamakan unsur-unsur kecil yang bersifat umum.
Hasil yang diharapkan dari penerapan teori belajar behavioristik adalah
terbentuknya individu yang diinginkan, karena pengaruh lingkungan
dapat mempengaruhi proses belajar. Dengan demikian bahwa teori
22
behavioristik berhubungan dengan model pembelajaran yang
menekankan pemberian stimulus untuk menghasilkan respon sebanyak-
banyaknya.
b. Teori belajar Kontruktivistik
Menurut teori belajar kontruktivisme ini merupakan proses
pembelajaran yang lebih menekankan pada proses dan kebebasan dalam
menggali pengetahuan serta upaya dalam mengontruksi pengalaman
siswa.
Piaget dalam Siregar (2014: 39) mengemukakan bahwa pengetahuan
merupakan ciptaan manusia yang dikontruksikan dari pengalamanya,
proses belajar berlangsung secara terus-menerus dan setiap terjadi
rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru.
Teori kontruktivistik sendiri menurut Siregar (2014: 39) adalah
pemahaman belajar sebagai suatu proses pembentukan kontruksi
pengetahuan oleh si pelajar itu sendiri. Pengetahuan ada di dalam diri
seseorang yang mengetahui. Pengetahuan tidak bisa dipindahkan dari
otak seorang guru ke orang lain. Bedasarkan teori ini jadi pengetahuan
tidak bisa dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa.
Menurut Glaselfert dan Mattews dalam Siregar (2010: 39)
mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh manusia
merupakan hasil dari kontruksi (bentukan) manusis itu sendiri.
Pendapat lain menurut Trianto (2010:74), teori kontruktivistik adalah
ide bahwa harus siswa itu sendiri yang menemukan dan
mentransformasikan sendiri suatu informasi yang relatif kompleks
apabila mereka menginginkan informasi tersebut menjadi miliknya.
23
Sehingga memang dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan
sesuatu yang terbentuk dari sebuah pengalaman yang di alaminya
selama masa hidupnya. Dalam proses pembelajaranya pun memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengemukakan gagasanya dengan
bahasa sendiri, untuk berfikir tentang pengalamanya sehingga siswa
menjadi lebih kreatif dan imajinatif serta dapat menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif. Para ilmuan yang mendukung teori ini adalah
Graselfeld, Bettencourt, Mattews, Piaget, Driver, dan Oldham.
Teori Konntruktivistik dalam pembelajaran siswalah yang harus
mendapatkan penekanan, meraka yang harus aktif mengembangkan
pengetahuan mereka, bukan guru ataupun orang lain. Siswa perlu
memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi
dirinya dan bergelut dengan ide-ide. Penekana belajar siswa secara aktif
ini perlu karena keaktifan dan kreatifitas siswa akan membantu mereka
berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Menurut Driver dalam Siregar (2014: 39), ciri-ciri belajar berbasis
kontruktivisme adalah sebagai berikut.
1. Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan
motivasi dalam mempelajari suatu topik dengan memberikan
kesempatan melakukan observasi.
2. Elisitasi, yaitu sisa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi,
menulis, membuat poster dan lain-lain.
3. Restrukturisasi ide, yaitu klasifikasi ide dengan ide orang lain,
membangun ide baru, dan mengevaluasi ide baru.
4. Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi, yaitu ide atau
pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada
bermacam-macam situasi.
5. Review, yaitu dalam mengaplikasi pengetahuan, gagasan yang ada
perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.
24
Bedasarkan definisi di atas, artinya bahwa siswa memang harus aktif
secara mental dalam membangun struktur pengetahuanya bedasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak
diharapkan sebagai gelas kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu
pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Prinsip-prinsip yang sering di ambil dalam kontruktivisme yang disebut
dengan prinsip-prinsip motivasional menurut Warsita (2008: 81) antara
lain.
1. Perhatian, perhatian peserta didik didorong oleh rasa ingin tahu.
2. Relevansi (Relevance), menunjukan hubungan antara materi
pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa.
3. Kepercayaan diri (confidence), yaitu merasa diri mampu atau
kompeten.
4. Kepuasan (satisfaction), suatu upaya melakukan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan minat, karakter dan kebutuhan siswa.
Berbagai persepektif pengertian teori belajar kontruktivistik di atas
maka dapat diketahui bahwa pada dasarnya aliran kontruktivisme
menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan
pengalaman yang memang merupakan kunci utama dari belajar yang
bermakna. Dengan proses yang seperti ini, siswa akan membangun
pengetahuan dengan cara dan gayanya sendiri. Siswa akan mudah
mengingat materi materi yang di ajarkan oleh guru dan dapat dengan
mudah dalam mengaplikasikanya dalam kehidupanya. Selain itu
terdapat unsur-unsur penting yang harus diperhatikan di dalam
pembelajaran kontruktivistik.
Unsur penting yang harus diperhatikan dalam lingkungan pembelajaran
kontruktivisme menurut Sani (2013: 21) seperti berikut ini.
25
1. Dasar pembelajaran adalah bahwa dalam diri siswa sudah ada
pengetahuan, pemahaman, kecakapan, pengalaman tertentu.
2. Peserta didik belajar dengan mengkontruksi pengetahuan,
pemahaman, kecakapan, dan pemahaman yang baru.
3. Guru berperan sebagai fasilitator dalam proses kontruksi
pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran keberadaan seorang guru memang
seharusnya hanya sebagai fasilitator saja. Siregar dan Nara (2010: 41)
menuliskan bahwa perana guru dalam pendekatan kontruktivisme
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa
bertanggung jawab, mengajar atau berceramah bukanlah tugas
utama seorang guru.
2. Menyediakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan
siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasanya.
Guru perlu menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman.
3. Memonitor, mengevaluasi dan menunjukan apakah pemikiran
siswa berjalan ataupun tidak.
Bedasarkan uraian tersebut maka dalam penerapan teori kontruktivisme
guru harus memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan siswa.
Kegiatan pembelajaran digunakan untuk membantu siswa didalam
mengkontruksi pengetahuan, pengalaman belajar yang autentik, dan
bermakna. Oleh karena itu, minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa
benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan
melakukan pembelajaran.
Bedasarkan penjelasan teori diatas, teori kontruktivisme berhubungan
dengan model pembelajaran Scaffolding karena siswa harus
menemukan dan menstransformasikan sendiri informasi baru yang
didapatkanya kemudian mengemukakan gagasanya dengan bahasa
26
sendiri, serta mengaitkan pengetahuan setiap siswa dan pengalamanya
sehingga pengetahuan baru dapat terbentuk.
c. Teori Humanistik
Menurut teori Humanistik belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami
lingkunganya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajar harus
berusaha agar lambat laun dia mampu mencapai aktualisasi dengan
sebaik baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar
dari sudut pandang pelakunya bukan dari sudut pandang pengamatnya.
Peran guru dalam teori ini sebagai fasilitator bagi para siswa, sedangkan
guru memberikan motivasi, kesadaran makna kehidupan siswa. Siswa
beperan sebagai pelaku utama dalam proses pembelajaran. Tokoh
dalam teori ini adalah Kolb, Honey, Munford, dan Carl Roger.
Keberhasilan dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Hubermas dalam (Siregar, 2014: 36-37) belajar sangat dipengaruhi oleh
interaksi, baik dengan lingkungan maupun dengan lingkungan. Siswa
yang belajar hendaknya tidak dipaksa melainkan dibiarkan bebas sesuai
dengan apa yang di inginkan oleh siswa tersebut, sehingga dari situ
siswa dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggung jawab atas
keputusan-keputusan yang di ambilnya.
Jadi memang teori humanistik ini merupakan salah satu teori belajar
yang menekankan pada proses interaksi yang terjadi antara sesama
manusia dengan meningkatkan motivasi belajar yang nantinya
diharapkan siswa dapat mengambil keputusanya sendiri dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenaranya dalam artian tidak hanya dapat
27
menyelesaikan masalah, tetapi siswa juga dituntut untuk dapat
memahami dari proses interaksi tersebut.
Dengan demikian teori humanistik berhubungan dengan model
pembelajaran tipe Scaffolding karena dalam teori ini siswa dituntut
untuk dapat bekerjasama dengan baik serta dapat mengembangkan
keterampilan keterampilan sosial pada diri siswa.
3. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial berasal dari kata terampil dan sosial. Kata keterampilan
sendiri berasal dari kata terampil digunakan disini karena didalamnya
terkandung sebuah proses belajar, dari yang tadinya tidak terampil menjadi
terampil. Kata sosial digunakan karena pelatihan ini bertujuan untuk
mengerjakan suatu kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
Keterampilan sosial merupakan kemampuan yang dimiliki oleh manusia yang
sangat membatu manusia ketika berinteraksi, bersosialisai dan bergaul dengan
orang lain. Keiklasan, cinta tanpa ingin memiliki dan empati merupakan
keterampilan sosial yang perlu dikembangkan dalam setiap lingkunga kerja,
termasuk sekolah, supaya efektif atau dapat berhasil dengan baik. Tidak dapat
dipungkiri bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak akan
mampu dapat hidup sendiri, mereka akan selalu membutuhkan interaksi
dengan manusia lainnya untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya.
Stahl dalam Isjoni (2011: 43) menjelaskan bahwa keterampilan sosial adalah
seperti kemampuan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan
28
masukan dari orang lain, bekerjasama rasa setia kawan serta, mengurangi
timbulnya perilaku menyimpang dalam kelas. Sedangkan menurut Tholib
(2010: 159) mengatakan bahwa keterampilan sosial adalah keterampilan yang
meliputi kemampuan berkomunikasi, menjalin hubungan dengan orang lain,
menghargai diri sendiri dan orang lain, memberi atau menerima umpan balik,
memberi atau menerima keritik, bertindak sesuai dengan norma yang berlaku
atau sebagainya.
Bedasarkan pengertian keterampilan sosial tersebut dapat diketahui bahwa
keterampilan sosial seperti kemampuan berkomunukasi, bekerjasama,
mengontrol emosi, dan bertindak sesuai dengan norma yang berlaku sangat
memungkinkan untuk ditemui oleh seorang siswa di kelas dalam proses
belajar mengajar. Oleh karena itu kemampuan-kemampuan semacam itu perlu
dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar agar tujuan dari
pembelajaran dan pendidikan dapat tercapai.
Berbeda dengan pendapat para ahli sebelumnya Maryani mengatakan bahwa
Keterampilan sosial adalah keterampilan untuk berinteraksi, berkomunikasi,
dan berpartisipasi di dalam kelompok. Keterampilan perlu didasari oleh
kecerdasan personal berupa kemampuan mengontrol diri, percaya diri,
disiplin dan tanggung jawab. Untuk selanjutnya kemampuan tersebut
dipadukan dengan kemampuan berkomunikasi secara jelas, lugas,
meyakinkan ,dan mampu membangkitkan inspirasi, sehinggga mampu
mengatasi dan dapat menciptakan kerjasama (Maryani 2011: 18),
Sehingga memang dapat disikatakan bahwa keterampilan sosial merupakan
keterampilan untuk berkomunikasi, dan berinteraksi di lingkungan
masyarakat. Sejatinya interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang
29
dimiliki oleh manusia. Orang-orang yang menguasai keterampilan
komunikasi, tetapi kurang memiliki keikhlasan, cinta tanpa ingin memiliki
dan empati akan merasakan bahwa keterampilan tersebut tidak relevan,
bahkan membahayakan. sebagai contoh, orang yang sangat terampil
berbicara, tetapi kurang dapat memahami lawan bicara dari persepektif atau
pandangan lawan bicara tersebut. Jadi teknik komunikasi saja tidak dapat
menciptakan hubungan sosial yang memuaskan.
Baik secara langsung ataupun tidak langsung sebenarnya keterampilan sosial
dapat membantu siswa dalam menyesuaikan diri agar dapat menjadi
seseorang dengan keperibadian yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
masyarakat. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai dengan baik maka
siswa atau remaja akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan
sosialnya.
Beberapa ahli mempunyai pendapat terkait dengan betapa pentingnya
keterampilan sosial salah satunya adalah Cartledge dan Milburn dalam
Maryani (2011: 19) menyatakan mengenai betapa pentingnya keterampilan
sosial dikembangkan dikelas.
“Keterampilan sosial sangat diperlukan dan harus dijadikan perioritas dalam
mengajar. Mengajar bukan hanya sekedar mengembangkan kemampuan
akademik. Hal yang sangat penting dalam mengembangkan keterampilan
sosial adalah mendiskusikan sesama guru atau orang tua tentang keterampilan
sosial apa yang menjadi perioritas, memilih salah satu keterampilan sosial,
memperaktikan, merefleksi, dan akhirnya mereview dan memperaktikan
kembali sampai benar-benar dikuasai oleh siswa.”
30
Jadi, keterampilan sosial memang sangat diperlukan sekali dalam menunjang
pencapaian tujuan pembelajaran. Banyak sekali siswa-siswi yang mampu
menguasai materi pembelajaran dengan baik tetapi tidak sedikit dari mereka
yang bisa berkomunikasi dengan baik, kebanyakan dari mereka masih
memiliki sifat egois dan tidak dapat bekerjasama dengan kelompoknya.
Maka yang demekian itu belum bisa dikatakan sebagai pembelajaran yang
berhasil dan baik. Pembelajaran bisa dikatakan baik ketika memuat tiga ranah
pembelajaran yaitu ranah kognitif, ranah afektif,dan ranah psikomotorik.
Dengan keterampilan sosial, diharapkan dapat membantu siswa dalam
menguasai materi yang disampaikan melalui proses interaksi dengan teman
yang lain dengan saling berbagi pengetahuan, saling bekerjasama dalam
menyelesaikan persoalan, serta saling memberikan respon, seperti
menyampaikan pendapat, menyanggah, maupun menanggapi.
Seseorang yang memiliki keterampilan sosial tinggi akan terlihat sangat
berbeda dengan orang yang memiliki keterampilan sosial rendah. Menurut
Thalib (2010: 159), seseorang memiliki keterampilan sosial yang tinggi
apabila di dalam dirinya memiliki keterampilan sosial yang terdiri dari
sejumlah sikap diantaranya:
1. kemampuan berkomunikasi,
2. menjalin hubungan dengan orang lain,
3. menghargai diri sendiri dan orang lain,
4. mendengarkan pendapat atau keluhan orang lain,
5. memberi atau menerima umpan balik (feedback),
6. memberi atau menerima kritik,
7. bertindak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku.
31
Keterampilan sosial memuat aspek-aspek keterampilan yang akan sangat
membantu manusia atau individu untuk dapat menjaga keberlangsungan
hidupnya dan bekerja sama, keterampilan untuk mengontrol diri dan orang
lain, keterampilan untuk saling berinteraksi antar yang satu dengan yang lain,
saling bertukar pikiran dan pengalaman sehingga tercipta suasana yang
menyenangkan bagi setiap anggota dari kelompok itu.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keterampilan sosial antara lain faktor
internal, faktor eksternal, dan faktor eksternal dan internal. Natawidjaya
dalam Adistyasari (2013: 13-14) menjelaskan bahwa:
“Faktor internal merupakan faktor yang dimiliki manusia sejak dilahirkan
yang meliputi kecerdasan, bakat khusus, jenis kelamin, dan sifat-sifat
kepribadiannya. Faktor luar yaitu yang dihadapi oleh individu pada waktu dan
setelah anak dilahirkan serta terdapat pada lingkungan seperti keluarga,
sekolah, teman sebaya, dan lingkungan masyarakat. Faktor internal eksternal
adalah faktor yang terpadu antara faktor luar dan dalam yang meliputi sikap,
kebiasaan, emosi, dan kepribadiaan”.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, keterampilan sosial pada peserta didik
bisa didapat dari faktor peserta didik itu sendiri, faktor dari luar dan gabungan
antara faktor dari dalam diri peserta didik dan faktor luar. Faktor dari dalam
diri peserta didik merupakan faktor yang sudah ada sejak individu itu
dilahirkan dan memang sudah terbentuk sejak awal dan bisa dikembangkan.
Faktor dari luar terbentuk karena pengaruh dan dorongan dari lingkungan,
baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah dan di lingkungan
tempat dimana individu tersebut bermain.
Faktor internal eksternal, dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor dari
dalam maupun faktor dari luar yang saling mempengaruhi, yaitu kecerdasan
32
dan bakat dari dirinya sendiri serta pengaruh yang didapat dari luar, sehingga
keterampilan sosial penting bagi peserta didik untuk dikembangkan di
sekolah.
Keterampilan sosial juga perlu dijadikan bahan pertimbangan bagi para
pendidik hal ini dikarenakan bahwa pengembangan potensi tidak hanya
terpaku pada keterampilan akademik siswa saja, namun keterampilan sosial
siswa juga penting untuk dikembangkan, sehingga siswa tidak hanya dapat
menguasai materi pembelajaran, tetapi juga dapat berkomunikasi dengan baik
melalui diskusi, serta dapat berbagi pengetahuan dan mengungkapkan
pendapat.
Ada beberapa cara yang harus dilakuka untuk dapat meningkatkan
keterampilan sosial pada siswa
Maryani (2011: 21),mengatakan bahwa keterampilan sosial dapat dicapai
melalui cara sebagai berikut.
1) Proses pembelajaran
Dalam menyampaikan materi guru mempergunakan berbagai metode
misalnya bertanya, diskusi, bermain peran, investigasi, kerja kelompok,
atau penugasan. Sumber pembelajaran dapat mempergunakan lingkungan
sekitar.
2) Pelatihan
Guru membiasakan siswa untuk selalu memenuhi aturan main yang telah
ditentukan, misalnya memberi salam, berbicara dengan sopan, mengajak
mengunjungi orang kena musibah/sakit, atau kena bencana, datang ke
panti asuhan dan sebagainya.
3) Penilaian berbasis portofolio atau kinerja
Penilaian tidak hanya diperoleh dari hasil tes, tetapi juga hasil dari perilaku
dan budi pekerti siswa. Keterampilan sosial peserta dapat dikembangkan di
kelas, salah satunya melalui proses pembelajaran. Guru dapat
mempergunakan berbagai metode, salah satunya adalah diskusi.
33
4. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari proses pembelajaran disekolah. Hal ini karena mata
pelajaran merupakan mata pelajaran yanag diduga dapat membantu peserta
didik untuk mengenali lingkungan sosial di sekitar tempat tinggalnya
maupun di tempat yang jauh dari mereka tinggal.
Menurut Zubaedi (2011: 288) mendefinisikan Ilmu Pengetahuan Sekolah
sebagai mata pelajaran disekolah yang didesain atas dasar fenomena,
masalah dan realitas sosial dengan pendekatan interdisiplioner yang
melibatkan cabang ilmu humaniora seperti kewarganegaraan, sejarah,
ekonomi, geografi, sosiologi dan pendidikan. Sedangkan menurut pusat
kurikulum badan penelitian dan pengembangan Depdiknas (2006) dalam
Maryani (2011: 11-12) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan disiplioner dari aspek
dan cabang ilmu-ilmu sosial.
Hal ini menujukan bahwa pelajaran IPS Terpadu merupakan ilmu yang
sanngat menarik untuk kita pelajari, hal ini karena mata pelajaran IPS
terpadu merupakan mata pelajaran yang mempelajari masalah-masalah
sosial yang terjadi dimasyarakat sehingga harus memadukan beberapa
cabang ilmu pengetahuan.
34
Pembelajaran IPS terpadu merupakan sistem pembelajaran yang
memungkinkan siswa ,baik secara individual maupun kelompok, aktif
menggali dan menemukan konsep-konsep, serta prinsip keilmuan yang
dipelajarinya disekolah.
Mata pelajaran IPS ditemukan pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai
tingkat perguruan tinggi. Namun disetiap jenjang pendidikan memiliki
takaran yang berbeda-beda. Pada tingkat SD maupun SMP untuk mata
pelajaran tersebut memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut terlihat dari
penggabungan bidang studi seperti, Sejarah, Ekonomi, Geografi, dan
Sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainya menjadi satu mata pelajaran yang
disebut dengan IPS terpadu.
Mata pelajaran IPS terpadu bertujuan untuk mempermudah peserta didik
untuk belajar memahami beberapa cabang ilmu sosial seperti geografi,
ekonomi, sejarah, dan sosiologi yang sebelumnya berdiri sendir sendiri
sehingga menambah jam belajar peserta didik. Penyatuan mata pelajaran
tersebut diharapkan dapat membuat siswa lebih mudah dalam belajar.
Pelaksanaan pembelajaran IPS dapat dilakukan oleh seseorang ataupun
dengan cara berkelompok. Tujuan pembelajaran IPS agar peserta didik
memiliki kemampuan sebagai berikut yaitu.
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkunganya.
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin
tahu, inkuiri, memecahkan masalah , dan keterampilan dalam
kehidupan sosial.
3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan.
35
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk ditingkat lokal,
nasional ,dan global (Maryani,2011: 12).
Kegiatan pembelajaran sebenarnya memiliki tujuan sendiri, baik dalam
segi kegiatan pembelajaranya, maupun model pembelajaran yang
diterapkanya. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila guru dapat terampil
dalam menggunakan media dan model pembelajaran dikelas agar
pembelajaran IPS Terpadu menjadi pelajaran yang menaraik dan
menyenangkan bagi peserta didik.
Pada dasarnya memang pembelajaran IPS diharapkan dapat melatih
peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan
sosial. Bedasarkan tujuan IPS Terpadu jelas bahwa pembelajaran ini
didesain untuk meningkatkan kompetensi kemasyarakatan seperti,
kemampuan berkomunikasi, berkompetensi sesuai dengan adab dan
norma-norma yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya, para siswa
diharapkan juga dapat menghargai dan merasa bangga terhadap warisan
budaya dan peninggalan sejarah bangsa, mengembangkan dan
menerapkan nilai-nilai budi pekerti luhur, mencontoh keteladanan dan
perjuangan para pahlawan para pemuka masyarakat dan pemimpin
bangsa, serta ikut dalam mempertahankan jati diri banggsa.
Dengan demikin bisa dikatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS
adalah ilmu yang mempelajari aspek sosial yang bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap, serta nilai-nilai yang
diperlukan didalam berinteraksi dan berpartisipasi di lingkungan
36
masyarakat. Ilmu pengetahuan sosial atau IPS merupakan mata pelajaran
yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu yaitu geografi, sejarah, ekonomi,
dan sosiologi. Dengan IPS harapanya membantu siswa untuk menjadi
manusia yang dapat beradaptasi dengan baik kepada masyarakat
sehingga Ilmu Pengetahuan Sosial memang sangat perlu untuk
dikembangkan dan dipelajari oleh mahluk sosial dari sejak dini.
5. Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah penggunaan kelompok kecil bagi siswa
dalam bekerjasama untuk saling membantu mencapai tujuan dari belajar.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang
dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur
kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berfikir rasional.
Pembelajaran kooperatif yang diterapkan didalam kelas diharapkan dapat
membantu siswa dalam mencapai keberhasilan dalam bidang akademik,
menerima keberagaman dan menimbulkan jiwa sosial dalam kelompok
tersebut. Pernyataan tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh
Ibrahim, dkk(2000: 7) bahwa model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tigaa tujuan penting
pembelajaran yaitu, hasil belajar akademik, penerimaan dalam
keberagaman, dan pengembangan keterampilan sosial.
Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran kooperatif menurut Suradi
dan Djadir (2004: 3) bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah
37
menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan oleh
keberhasilan kelompoknya. Selain itu tujuan dari pembelajaran
kooperatif juga untuk meningkatkan kinerja siswa dalam kelompok dan
menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam
pembelajaran.
Namun, keberhasilan tersebut juga tergantung dari usaha setiang anggota
kelompok tersebut. Setiap anggota harus melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing, sehingga tugas selanjutnya dalam
kelompok dapat dilakukan, dan interaksi yang terjadi antar siswa dapat
berjalan lebih intensif. Interaksi yang intensif dapat membuktikan bahwa
komunikasi antar siswa berjalan dengan baik.
Model pembelajaran cooperative learning digunakan dengan tujuan untuk
mengatasi berbagai permasalahan- permasalahan yang memang sering
sekali ditemukan pendidik dalam mengaktifkan peserta didik, baik
mereka yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, peserta didik
yang agresif dan tidak peduli pada yang lain (Isjoni, 2010: 15-16).
Cooperative learning adalah suatu cara pendekatan atau serangkaian
metode yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta
didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran (dalam Isjoni:
2010). Jadi memang dapat disimpulkan bahwa pembelajaran cooperative
learning memang merupakan model pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk dapat bekerja sama dengan
peserta didik lain dalam tugas-tugas terstruktur.
38
Selanjutnya Isjoni menjelaskan bahwa pembelajaran adalah sesuatu yang
dilakukan oleh peserta didik, bukan dibuat untuk peserta didik.
Maksudnya adalah bahwa pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya
yang dilakukan oleh pendidik untuk membantu pesert didik didalam
melakukan kegiatan belajar. Pembelajaran itu sendiri bertujuan untuk
mewujudkan efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan
peserta didik.
Pembelajaran adalah sebuah proses, cara, perbuatan mempelajari.
Pembelajaran adalah sebuah proses dimana pendidik menyediakan
fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mereka pelajari.
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk kerjasama dalam kelompok
yang terikat pada suatu aturan dalam sebuah interaksi dalam waktu yang
ditentukan sebelumnya (Suprijono,2013: 54). Hal ini berarti
pembelajaran diarahkan pada sebuah interaksi aktif di dalam kelas yang
memiliki sebuah aturan yang berlaku bagi setiap peserta didik.
Selain itu pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan
konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh pendidik atau diarahkan oleh
pendidik untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah berupa
pertanyaan-pertanyaan dan bahan-bahan serta informasi lainya yang
dirancang oleh pendidik.
39
Cooperative learning adalah suatu pembelajaran dimana peserta didik
dibagi atas beberapa kelompok kecil yang anggotanya disusun secara
heterogen berdasarkan tingkat kemampuan yang berbeda-beda.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Slavin (1995), yaitu
“In cooperative learning methods, students work together in four
member teams to master material initially presented by the
teacher.”Kalimat tersebut artinya dalam metode pembelajaran kooperatif
peserta didik bekerja bersama dalam 4 anggota tim untuk menguasai
materi yang disampaikan oleh guru pada awal pembelajaran (dalam
Isjoni,2010: 15).
Cooperative learning merupakan metode belajar yang dilakukan dengan
cara membagi peserta didik kedalam anggota kelompok kecil yang
tingkat kemampuannya berbeda. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang
dimaksud konstruktivisme itu adalah suatu pandangan bahwa peserta
didik membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang ada. Menurut Sugiyanto (2010: 43-
44) keuntungan dari pembelajaran kooperatif adalah.
1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
2) Memungkinkan para peserta plaku sosial, dan pandangan-
pandangan.
3) Memudahkan peserta didik melakukan penyesuaian sosial.
4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial
dan komitmen.
5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
6) Membangun persahabatan.
Bedasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas dapat diartikan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam
kelompok yang lebih mengutamakan sebuah kerjasama, mengedepankan
unsur-unsur pembelajaran kooperatif, serta bertujuan mencapai
40
keberhasilan kelompok dan individu didalam setiap pelaksanaan
pembelajarannya. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci dari
keberhasilan sebuah kelompok.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat berbagai macam metode agar
pembelajaran menjadi lebih interaktif dan menarik. Diantara metode-
metode tersebut yaitu metode The Power of Two, Team Quiz, Mind
Map, Everyone is a Teacher Here, Roleplay
a. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Everyone is a Teacher Here
(ETH)
Model Everyone is a Teacher Here adalah salah satu metode
pembelajaran yang terdapat dalam pembelajara cooperative learning.
Cooperative learning sendiri berasal dari kata cooperative yang
artinya adalah mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan
saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu
tim. Cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran
yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan sebuah kegiatan
belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik (student oriented).
Metode pembelajaran Everyone is a Teacher here atau ETH adalah
model pembelajaran yang mana dalam model pembelajaran ini siswa
dituntut untuk dapat berperan sebagai seorang guru bagi teman-
temanya.
41
Menurut Suprijono (2013: 110) metode Everyone is a Teacher Here
atau setiap orang adalah guru disini merupakan cara tepat untuk
mendapatkan partisipasi kelas secara keseluruhan ataupun individual.
Cara ini memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk
berperan sebagai pendidik bagi kawan-kawannya. Hal ini senada
dengan apa yang dikemukakan oleh Silberman (2010: 183) bahwa
Everyone is a Teacher Here merupakan metode mudah untuk
mendapatkan partisipasi seluruh kelas dan pertanggungjawaban
individu. Metode ini memberi kesempatan bagi setiap peserta didik
untuk bertindak sebagai “guru” bagi peserta didik lainnya. pendapat
ini didukung oleh Fachrurrozi dan Mahyuddin (2010: 206) yang
menjelaskan bahwa Everyone is a Teacher Here adalah suatu metode
yang memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk
bertindak sebagai “pengajar” terhadap peserta didik lain.
Metode pembelajaran Everyone is a Teacher Here (semua orang
adalah guru), adalah metode yang memungkinkan peserta didik untuk
dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai semua
tujuan pembelajaran sesuai dengan tuntutan kompetensi,untuk
mengembangkan interaksi pembelajaran siswa. Prosedurnya dapat
dilakukan dengan cara peserta didik menulis pertanyaan di kartu
indeks, menyiapkan jawaban, dan berkomunikasi. Dengan
berkomunikasi, pembelajaran dititiberatkan pada hubungan antara
individu dan sumber belajar yang lain.
42
Pembelajaran dengan metode Everyone is a Teacher Here ini dapat
memotivasi siswa aktif dan dapat memberikan kesempatan kepada
seluruh peserta didik untuk mengajar temanya dan mempelajari
sesuatu dengan baik pada waktu yang sama. Dengan membuat
pertanyaan peserta didik juga menjadi memiliki kesempatan untuk
mengemukakan pendapatnya. Hal ini didukung oleh pendapat Ismail
(2008: 74) yang menyatakan bahwa tujuan metode Everyone is a
Teacher Here adalah membiasakan peserta didik untuk belajar aktif
secara individu dan membudayakan sifat berani bertanya, tidak
minder dan tidak takut salah.
Dalam bukunya, Suprijono (2013: 110) menjelaskan bahwa metode
Everyone is a Teacher Here ini adalah metode pendukung dan
pengembangan dari pembelajaran kooperatif. dimana hal kecil yang
menjadi ciri dari pembelajaran kooperatif adalah mengutamakan
adanya kelompok-kelompok kecil yang bekerja secara bersama-sama.
Sehubungan dengan pembelajaran kooperatif yang identik dengan
kelompok , seorang ahli bernama Chaplin (dalam Suprijono, 2013: 56)
mendefinisikan kelompok sebagai “a colletion of individuals who
have some characteristic in common or who are pursuing a common
goals. Two or more persons who intract in any way constitute a grup
to intract directly or in face to face manner”. bedasarkan pengertian
diatas, dapat dikatakan bahwa dalam sebuah kelompok dapat terdiri
dari dua orang saja, tetapi juga dapat terdiri dari banyak orang.
43
Dikemukakan juga bahwa anggota kelompok tidak harus berinteraksi
secara langsung yaitu face to face.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa metode Everyone Is A
Teacher Here adalah salah satu metode pengembangan dan
pendukung pembelajaran kooperatif. Dimana hal yang penting dalam
pembelajaran kooperatif adalah adanya kelompok-kelompok yang
saling bekerjasama, berinteraksi dan mempengaruhi dalam proses
pembelajaran. Suprijono (2013: 110-111) menguraikan langkah-
langkah pembelajaran menggunakan metode Everyone Is A Teacher
Here adalah sebagai berikut.
(1) Bagikan secarik kertas/ kartu indeks kepada seluruh peserta didik.
(2) setiap peserta didik diminta menuliskan satu pertanyaan sesuai
dengan materi yang sedang dipelajari dikelas atau topik khusus yang
akan didiskusikan didalam kelas. (3) Kumpulkan kertas tersebut,
kemudian bagikan kepada peserta didik secara acak. Pastikan tidak
ada peserta didik yang menrima soal yang ditulis sendiri. (4) Mintalah
peserta didik untuk membacakan dalam hati pertanyaaan yang ada
dalam kertas tersebut kemudian minta mereka untuk memikirkan
jawabanya. (5) kemudian secara sukarela minta salah satu peserta
didik untuk membaca pertanyaan tersebut dan menjawabnya. setelah
itu mintalah temanya untuk memberikan jawaban tambahan. (6)
Lanjutkan dengan sukarelawan berikutnya.
Adapun prosedur untuk melakukan metode Everyone is a Teacher
Here menurut Silberman (2010: 183-184) adalah sebagai berikut:
(1) Bagikan kartu indeks kepada setiap peserta didik. Perintahkan
peserta didik untuk menuliskan pertanyaan yang mereka miliki
tentang materi belajar yang tengah dipelajari di kelas (misalnya tugas
membaca) atau topik khusus yang ingin mereka diskusikan di kelas.
44
(2) Kumpulkan kartu, kemudian kocoklah, dan bagikan satu-satu
kepada peserta didik. Perintahkan peserta didik untuk membaca dalam
hati pertanyaan atau topi pada kartu yang mereka terima dan pikirkan
jawabannya. (3) Tunjuklah beberapa peserta didik untuk membacakan
kartu yang mereka dapatkan dan memberikan jawabannya. (4) Setelah
memberikan jawaban, perintahkan peserta didik lain untuk
memberikan tambahan atas apa yang dikemukakan oleh peserta didik
yang membacakan kartunya itu. (5) Lanjutkan prosedur ini bila
waktunya memungkinkan.
Menurut Silberman (2010: 183-184) metode Everyone is a Teacher
Here ini dapat dilakukan dengan bervariasi, yaitu.
(1) Peganglah kartu-kartu yang telah dikumpulkan. Kemudian buatlah
sebuah panel responden.Baca setiap kartu dan perintahkan peserta
didik untuk mendiskusikan. Gilirlah anggota panel sesering mungkin.
(2) Perintahkan peserta didik untuk menuliskan pendapat atau hasil
pengamatan mereka tentang materi pelajaran pada kartu. Perintahkan
peserta didik lain untuk mengungkapkan kesetujuan atau ketidak
setujuan terhadap pendapat atau pengamatan tersebut.
Terkait dengan pembelajaran kooperatif yang identik dengan adanya
kelompok-kelompok, maka dalam penelitian ini metode Everyone is
a Teacher Here sedikit dimodifikasi. Secara keseluruhan langkah-
langkah yang dilakukan adalah sama dengan yang diuraikan oleh
Silberman (2010: 183-184) dan Suprijono (2013: 110-111), hanya
saja perbedaan terletak pada pembentukan kelompok-kelompok pada
awal pembelajaran. Modifikasi metode Everyone is a T eacher Here
dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
45
(1) Pada awal pembelajaran pendidik terlebih dahulu harus
membentuk sebuah kelompok kecil yang dibagi secara heterogen
berdasarkan tingkat kemampuan peserta didik. (2) Kelompok terdiri
dari 4-6 anggota atau disesuaikan dengan jumlah peserta didik di
dalam kelas. (3) Pendidik membagikan materi berupa bacaan beserta
secarik kertas/kartu indeks, masing-masing satu lembar setiap
kelompok. (4) Peserta didik membaca materi, kemudian mintala
dalam setiap kelompok membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan materi bacaan kurang lebih 2-3 pertanyaan kemudian
menuliskannya dalam kartu indeks yang sudah disediakan. (5) Kartu-
kartu indeks kemudian dikumpulkan, diacak dan dibagi-bagikan
kembali kepada setiap kelompok. (6) Pastikan bahwa kartu indeks
yang didapatkan bukan kartu indeks yang dibuat oleh kelompok itu
sendiri. (7) Mintalah salah satu kelompok untuk membacakan
pertanyaan dalam kartu indeks yang didapatkan sekaligus jawaban
yang mereka ajukan. (8) Lakukan sebuah diskusi singkat untuk
menentukan apakah jawaban yang diajukan tersebut adalah benar.
(9) Jika masih ada waktu yang cukup lanjutkan sampai seluruh
kelompok mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam kartu indeks yang mereka dapatkan, sehingga
materi bacaan pada pembelajaran tersebut dapat dimengerti seluruh
peserta didik.
46
Dijelaskan dalam http://layanan-guru.blogspot.com beberapa
pendapat mengenai manfaat, kelebihan, kekurangandan kendala
dalam menerapkan metode Everyone is a Teacher Here ini sebagai
berikut:1) Manfaat metode Everyone is a Teacher Here.
Sekarningrum dan Rahayu (2011) menguraikan manfaat-manfaat
penerapan metode Everyone is a Teacher Here, yaitu:
1) Meningkatkan partisipasi kelas secara keseluruhan dan
individual.
2) Mengaktifkan peserta didik.
3) Menggali informasi secara luas baik administrasi maupu
akademis.
4) Mengecek pemahaman siswa tentang pokok bahasan tertentu,
5) Membangkitkan respon siswa.
Silberman (2009: 183) dan menjelaskan bahwa kelebihan-kelebihan
metode Everyone is a Teacher Here, yaitu:
1) Mendukung pembelajaran sesama peserta didik di kelas.
2) Tanggung jawab pembelajaran berada pada seluruh anggota
kelas.
3) Meningkatkan proses pembelajaran peserta didik.
4) Dapat diterapkan dan disesuaikan dengan semua mata pelajaran
5) Meningkatkan kemampuan dalam mengemukakan pendapat.
6) Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis masalah.
7) Meningkatkan keterampilan dalam membuat simpulan.
Djamarah dan Zaini (1997:107) turut menjelaskan kelebihan-
kelebihan metode Everyone is a Teacher Here ini, yaitu:
1) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian
pesertadidik, sekalipun ketika itu peserta didik sedang ribut,
yang mengantuk kembali segar dan hilang kantuknya.
2) Merangsang peserta didik untuk melati dan mengembangkan
dayapikir, termasuk daya ingatan.
3) Mengembangkan keberanian dan tampil percaya diri dalam
menjawab dan mengemukakan pendapat.
Kelemahan metode Everyone is a Teacher Here Djamarah dan Zaini
(2006: 07) menjelaskan kelemahan metode Everyone is A Teacher
Here ini, yaitu
(1) Pertanyaan yang diajukan siswa tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
(2) Membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan semua
pertanyaan untuk kelas besar.
47
(3) Siswa merasa takut ketika tidak bisa menjawab pertanyaan.
Melihat metode ini memiliki lebih banyak manfaat dan kelebihan,
maka metode ini dapat dijadikan salah satu alternatif metode yang
dapat diterapkan dalam pembelajaran IPS. Dalam hasil belajar,
metode Everyone is a Teacher Here ini dapat digunakan dengan cara
memberikan pertanyaan yang sesuai dengan materi kepada anggota
kelompok satu sama lain, kemudian menjawabnya lalu
mendiskusikan apakah jawaban tersebut sesuai dengan maksud
kelompok pembuat pertanyaan. Peserta didik diminta untuk
menerangkan secara singkat tentang jawaban tersebut. Tujuan dari
penggunaan metode Everyone is a Teacher Here adalah untuk
menggali informasi yang tepat, melihat hasil belajar mata pelajaran
Ekonomi tanpa menghabiskan banyak waktu
b .Model Pembelajaran Scaffolding
Model pembalajan Scaffolding merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif. Di kalangan awam nampaknya istilah
Scaffolding atau perancah tampaknya lebih dipahami sebagai sebuah
istilah yang berhubungan teknik konstruksi bangunan, yaitu upaya
memasang susunan bambu/kayu balok/besi sebagai tumpuan
sementara ketika sedang membangun sebuah bangunan, khususnya
bangunan dalam konstruksi beton Ketika konstruksi beton dianggap
48
sudah mampu berdiri kokoh, maka susunan bambu/kayu balok/besi
itu pun akan dicabut kembali.
Menurut Vygostsky dalam Adinegara (2010: 34) pembelajaran
scaffolding dapat diartikan sebagai suatu teknik pemberian dukungan
belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk
mendorong siswa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian
dukungan belajar ini tidak dilakukan terus menerus seiring dengan
terjadinya peningkatan kemampuan siswa, secara berangsur-angsur
guru harus mengurangi dan melepaskan siswa untuk belajar secara
mandiri.
Jika siswa belum mampu mencapai kemandirian dalam belajarnya,
guru kembali ke sistem dukungan untuk membantu siswa
memperoleh kemajuan sampai mereka benar benar mencapai
kemandirian. Dengan demikian, esensi dan prinsip kerjanya
tampaknya tidak jauh berbeda dengan dalam konteks mendirikan
sebuah bangunan.
Pembelajaran scaffolding sebagai sebuah teknik bantuan belajar
(assisted-learning) dapat dilakukan pada saat siswa merencanakan,
melaksanakan dan merefleksi tugas-tugas belajarnya. Penggunaan
istilah scaffolding atau perancah ini tampaknya bisa dianggap relatif
baru dan semakin populer bersamaan dengan munculnya gagasan
pembelajaran aktif yang berorientasi pada teori belajar
konstruktivisme yang dikembangkan oleh Lev Vygotsky, sang
pelopor Konstruktivisme Sosial.
Prinsip-prinsip konstruktivis sosial dengan pendekatan scaffolding
yang diterapkan dalam pembelajaran adalah sebagai berikut.
49
1. Pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pembelajar ke peserta
didik, kecuali hanya dengan keaktifan peserta didik sendiri untuk
menalar.
3. Peserta didik aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga
selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4. Pembelajar sekedar memberi bantuan dan menyed iakan saran
serta situasi agar proses kontruksi belajar lancar.
5 .Menghadapi masalah yang relevan dengan peserta didik.
6. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah
pertanyaan.
7 Mencari dan menilai pendapat peserta didik.
8 .Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta
didik.
(Sumber : http://martinis1960.wordoress.com/2010/07/29/model-
pembelajaran-scaffolding/)
Teori scaffolding pertama kali diperkenalkan di akhir tahun 1950-an
oleh Jerome Bruner, seorang psikolog kognitif. Dia menggunakan
istilah untuk menggambarkan anak-anak muda dalam akuisisi
bahasa. Anak-anak pertama kali mulai belajar berbicara melalui
bantuan orang tua mereka, yang secara naluriah anak-anak telah
memiliki struktur untuk belajar berbahasa. Scaffolding merupakan
interaksi antara orang-orang yang dewasa dan anak-anak yang
memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan sesuatu di luar
usaha mandirinya. Metode scaffolding didasarkan pada teori
Vygotsky.
Menurut Vygotsky dalam Trianto (2009: 38) bahwa pembelajaran
terjadi anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum
dipelajari namun tugas itu masih berada dalam jangkauan
kemampuannya atau tugas-tugas tersebut berada dalam Zone of
Proximal Development (ZPD) yaitu perkembangan sedikit di atas
perkembangan seseorang saat ini. Menurut teori Vygotsky, Zona
Perkembangan Proksimal merupakan celah antara aktual
development dan potensial development, dimana antara apakah
seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa
50
dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan
orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang
dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum
matang, tetapi masih dalam proses pematanga. Vygotsky
membedakan antara aktual development dan potensial development
pada anak. Aktual development ditentukan apakah seorang anak
dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru.
Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang
anak dapat melakukan sesuatu, memecahkan masalah dibawah
petunjuk orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Adinegara (2010: 34) mengemukakan, ide penting lain yang
diturunkan dari Vygotsky dalam scaffolding. Scaffolding berarti
memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama
tahap tahap awal pembelajaran kemudian anak tersebut mengambil
alih tangung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat
melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan,
dorongan, menguraikan masalah kedalam langkah-langkah
pembelajaran, memberikan contoh ataupun yang lain sehinggga
memungkinkan siswa tumbuh mandiri.
Berdasarkan uraian di atas, dua implikasi utama teori Vygotsky
dalam pendidikan. Pertama, adalah perlunya tatanan kelas dan
bentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat
51
berinteraksi disekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan
strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-
masing ZPD mereka.
Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan
scaffolding. dengan semakin lama siswa semakin bertanggung jawab
terhadap pembelajaran sendiri. Ringkasnya, menurut Vygotsky,
siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa
dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa
dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa scaffolding
merupakan bantuan, dukungan (support) kepada siswa dari orang
yang lebih dewasa atau lebih kompeten khususnya guru yang
memungkinkan penggunaan fungsi kognitif yang lebih tinggi dan
memungkinkan berkembangnya kemampuan belajar sehingga
terdapat tingkat penguasaan materi yang lebih tinggi yang
ditunjukkan dengan adanya penyelesaian soal-soal yang lebih rumit
dan memungkinkan siswa tumbuh mandiri. Berikut aspek-aspek
scaffolding.
1. Intensionalitas kegiatan ini mempunyai tujuan yang jelas
terhadap aktivitas pembelajaran berupa bantuan yang selalu
didiberikan kepada setiap peserta didik yang membutuhkan.
2. Kesesuaian: peserta didik yang tidak menyelesaikan sendiri
permasalahan yang dihadapinya, maka pembelajar memberikan
bantuan penyelesaiannya.
3. Struktur modelling dan mempertanyakan kegiatan terstruktur di
sekitar sebuah model pendekatan yang sesuai dengan tugas dan
mengarah pada urutan alam pemikiran dan bahasa.
52
4. Kolaborasi pembelajar menciptakan kerjasama dengan peserta
didik dan menghargai karya yang telah dicapai oleh peserta
didik. Peran pembelajar adalah kolaborator bukan sebagai
evaluator.
5. Internalisasi: eksternal scaffolding untuk kegiatan ini secara
bertahap ditarik sebagai pola yang diinternalisasi oleh peserta
didik.
(Sumber:http://fisika-bumi.blogspot.com/2011/04/metode-
pembelajaran-scaffolding.html)
Secara operasional, pembelajaran scaffolding dapat ditempuh
melalui tahapan-tahapan kegiatan sebagai berikut.
1. Membangun hubungan baik dengan siswa yang akan di ajar
2. Menjelaskan materi pembelajaran.
3. Menentukan Zone Of Proximal Development (ZPD) atau level
perkembangan siswa bedasarkan tingkat kognitifnya dengan
melihat nilai hasil belajar sebelumnya.
4. Mengelompokan siswa bedasarkan ZPD nya.
5. Memberikan tugas berupa soal-soal berjenjang yang berkaitan
dengan materi pembelajaran.
6. Mendorong siswa untuk bekerja dan belajar menyelesaikan soal-
soal mandiri secara berkelompok.
7. Memberikan bantuan berupa bimbingan, motivasi, pemberian
contoh, kata kunci atau hal lain yang dapat memancing siswa
kearah kemandirian belajar.
8. Mengarahkan siswa yang ZPD-nya tinggi untuk memantu siswa
yang ZPD-nya rendah dalam belajar.
9. Menyimpulkan pelajaran dan memberikan tugas-tugas.
Sumber http;//blog.unnes.ac.id/adinegara/2010/03/04/vygotskian-
perspective-proses-scaffolding-untuk-mencapai-zone-of-
proximal-development-zpd)
Model pembelajaran Scaffolding memiliki beberapa kelebihan yang
semuanya melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Kelebihan model pembelajaran Scaffolding adalah sebagai berikut:
1. Siswa yang tidak bisa menyelesaiakn sendiri permasalahan yang
dihadapinya, maka guru membantu dalam menyelesaikan
masalahnya.
2. Guru menciptakan kerjasama denga siswa dan menghargai semua
karya yang telah dicapai oleh siswa.
53
3. Timbul perasaan yang merangsang tumbuhnya sifat pembelajaran
yang disiplin diri tinggi untuk tingkat pendidikan yang lebih
lanjut kelak.
4. Pendidikan tidak terlalu repot dalam membuat media karena siswa
terjun langsung dalam pembelajaran.
5. Pembelajaran jadi lebih aktif.
6. Ketiga aspek yaitu, aspek kognitif, aspek afektif , dan
psikomotorik dapat tercapai.
Adapun kelemahan dari pembelajaran Scaffolding yaitu:
1. Guru khawatir jika terdapat kekacauan kelas.
2. Banyak siswa yang tidak senang apabila diminta untuk
bekerjasama dengan temanya.
3. Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya
karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus
menyesuaikan dengan teman kelompoknya
4. Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau
secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh
pekerjaan tersebut.
(Sumber : http://martinis1960.wordoress.com/2010/07/29/model-
pembelajaran-scaffolding/)
Secara operasional, strategi pembelajaran Scaffolding dapat
ditempuh melalui tahapa-tahan sebagai berikut.
1. Assemen kemampuan dan taraf perkembangan setiap siswa untuk
menentukan Zone of Proximal Development (ZPD),
2. Menjabarkan tugas pemecahan masalah kedalam tahap-tahap
yang rinci sehingga dapat membantu siswa dalam melihat zona
yang akan diskafold,
3. Menyajikan tugas belajar secara berjenjang sesuai dengan taraf
perkembangan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti melalui penjelasan, peringatan, dorongan penguraian
maslah kedalam langkah-langkahpemecahan, dan pemberian
contoh (modeling)
4. Mendorong siswa untuk menyelesaaikan tugas belajar secara
mandiri,
5. Memberikan dalam bentuk isyarat,kata kunci ,tanda mata
,dorongan atau contoh hal lain yang dapat memancing siswa
untuk bergerak kearah kemandirian belajar dalam pengarahan
diri.(Martinis : 2010)
54
Ada dua langkah utama yang terlibat dalam pembelajaran
scaffolding yaitu.
a. Pengembangan rencana pembelajaran untuk membimbing peserta
didik dalam memahami materi baru,
b. Pelaksanaan rencana, pembelajar memberikan bantuan kepada
peserta didik disetiap langkah dalam proses pembelajaran
.Scaffolding terdiri dari beberapa aspek khusus yang dapat
membantu peserta didik dalam internalisasi penguasaan
pengetahuan.
Dapat disimpulkan bahwa metode Scaffolding merupakan pemberi
bantuan, bimbingan, dukungan maupun motivasi dari orang yang
lebih dewasa atau lebih kompeten khususnya guru kepada siswa.
Metode ini melibatkan siswa secara aktif. Proses belajar mengakar
dapat berlangsung secara efktif ,jika siswa belajar secara kooperatif
dengan siswa yang lain dalam lingkungan yang mendukung
(supportive), diberikan bimbingan oleh seseorang yang lebih mampu
atau dewasa.
Guru memiliki peran dalam mengatur tugas-tugas yang harus
dikerjakan oleh siswa, serta memberikan dukungann secara dinamis.
Apabila semua peran guru mencangkup segala definisi diatas maka
akan mendorong siswa berkembang secara maksimal dalamm Zone
of Proximal Development.
55
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan digunakan untuk membandingkan hasil penelitian
penulis dengan penelitian terdahulu maka dibawah ini penulis akan
menuliskan beberapa penelitian yang relevan yang ada kaitanya dengan
pokok bahasan
No Nama Judul Hasil Penelitian
1 Fitri Mareta
2016
Efektivitas Model
Pembelajaran
Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS)
dan Tpe Time
Token untuk
meningkatkan
Keterampilan
Sosal dengan
Memperhatikan
Kecerdasan
Interpersonal dan
kecerdasan
Intrapersonal
Pada Mata
Pelajaran IPS
Terpadu Kelas
VII SMP 7
Bandar Lampung
Tahun Pelajaran
2015/2016
Menyatakan bahwa terdapat
perbedaan keterampilan sosial
yang pembelajaranya
menggunakan model
pembelajaran Two Stay Two
Stray (TSTS) dibandingkan
dengan model pembelajaran
kooperatif tipe time token pada
mata pelajaran IPS Terpadu,
dari hasil pengujian diperoleh
F hitung sebesar 13,661 dan F
tabel 4,025. Keterampilan
sosial siswa yang memiliki
kecerdasan intrapersonal
dengan siswa yang memiliki
kecerdasan Intrapersonal
terdapat perbedaan hal ini
terbukti dengan koefisien F
hitung sebesar 4,816 sehingga
keterampilan sosial yang
C. Kerangka Pikir
Keterampilan sosial merupakan kemampuan atau kecakapan seseorang
didalam berinteraksi atau bergaul dengan orang lain dalam kehidupan
sehari hari di masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan dan
meningkatkan keterampilan sosial siswa tingkat SMP sangat dipengaruhi
56
oleh beberapa faktor yaitu salah satunya adalah lingkungan, keperibadian
,dan kemampuan menyesuaika diri. Saat ini hasil belajar pada
kenyataanya masih mengutamakan aspek kognitif sehingga aspek afektif
seperti mengenai peningkatan ketrampilan sosial kurang diperhatikan.
Faktor yang sangat mempengaruhi adalah kreatifitas guru didalam
menyampaikan materi dikelas. Oleh karena itu pemilihan model
pembelajaran yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan para
siswa,namun pada pada kenyataanya guru masih banyak yang
menggunakan model konvensional dan diskusi tak berpola.
Model pembelajaran konvensional merupakan sebuah model
pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi
secara lisan kepada siswa, disini peran guru lebih aktif dibandingkan
dengan siswa, sedangkan diskusi tidak berpola artinya adalah guru hanya
memberikan diskusi kemudian presentasi yang hanya menekankan pada
aspek kognitif. Hal yang semacam inilah yang menjadikan sebagian
siswa merasa bosan terhadap mata pelajaran dan tidak hanya itu suasana
belajar juga akan terasa monoton dan tidak aktif karena siswa cenderung
diam dan mengakinbatkan kurang tercapainya tujuan dari pembelajaran .
Saat ini pada kurikulum yang baru yaitu kurikulum 2013 sistem
pembelajaran yang menekankan pada siswa agar siswa aktif
dibandingkan dengan guru, disini guru hanya sebagai mediator dalam
pembelajaran sehingga siswa dapat mengembangkan ketrampilan-
ketrampilan yang mereka pendam.
57
IPS merupakan wahana atau sarana yang efektif bagi siswa didalam
mengembangkan ketrampilan sosial, hal dikkarenakan pada dasarnya
manusia adalah mahluk sosial yang memang memerlukan bantuan orang
lain dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari, baik dirumah, disekolah
dan dimasyarakat.
Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Susanto,(2013: 149) tujuan
serta ruang lingkup dari IPS adalah untuk:
1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat dan lingkunganya
2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir kritis dan logis, rasa ingin
tau, inkuiri, memecahkan masalah dan ketrampilan dalam kehidupan
sosial.
3. Memilki komitmen dan kesadaran terhadap nilai nilai sosial dan
kemanusiaan`
4. Memiliki kemampuan berkomunikasi bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat majemuk ditingkat lokal dan global
Keberhasilan dalam pembelajaran tidak semata mata dipengaruhi oleh
pengetahuan dan pengetahuan teknis (Hard Skills) saja, tetapi
keberhasilan dalam pembelajaran juga dipengaruhi oleh kemampuan
siswa dalam mengolah diri atau ketrampilan sosialnya. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dalam pembelajaran salah
satunya adalah model pembelajaran oleh guru. Penggunaan model
pembelajaran yang tepat sangat menunjang keberhasilan siswa dalam
pembelajaran yang akhirnya akan meningkatkan ketrampilan siswa
sesuai dengan tujuan dari pembelajaran IPS.
58
Model pembelajaran kooperatif merupakan setrategi pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran yang mana disini siswa
dibentuk kedalam kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam
model ini siswa bertanggung jawab yaitu mereka belajar untuk dirinya
sendiri dan membantu sesama kelompok untuk belajar bersama.
Variabel bebas(independent) atau yang mempengaruhi dalam penelitian
ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Every One Is
Teacher Here (ETH) dan model pembelajaran tipe Scaffolding.
Sedangkan variabel terikatnya (Dependent) adalah Ketrampilan Sosial
melalui penerapan model pembelajaran tersebut.
Selain itu hal yang perlu diperhatikan dalam mendukung kegiatan belajar
mengajar agar siswa dapat mengikuti dan menerima materi yang akan
disampaikan oleh guru adalah kesiapan guru didalam merancang
pembelajaran yang akan dilakukanya selama dikelas. Rancangan
pembelajaran tersebut tertuang dalam RPP, RPP merupakan alat yang
digunakan guru sebagai pedoman dalam kegiatan pembelajaran.
Tidak adanya RPP menjadikan pembelajaran tidak terarah dalam
mencapai tujuan yang akan dicapai. Pembelajaran yang tidak dirancang
terlebih dahulu akan sangat berpengaruh terhadap tujuan yang hendak
dicapai. Setelah proses pembelajaran para guru segera melakukan diskusi
Refleksi. Mereka mengungkapkan penemuan-penemuanya dalam
menjalankan RPP yang telah disusun. Berbagai pembicaraan yang
59
berkembang dalam diskusi dapat dijadikan umpan untuk kepentingan
perbaikan atau peningkatan ketrampilan sosial siswa.
1. Terdapat perbedaan keterampilan sosial siswa yang diajarkan
dngan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Everyone is a Teacher Here (ETH) dan Scaffolding pada mata
pelajaran IPS Terpadu
Model pembelajaran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
hasil belajar siswa ,baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Pemilihan model yang tepat dapat dapat memaksimalkan hasil
belajar pesrta didik meskipun dalam hal ini ada faktor lain yang
menentukan. Belajar yang baik adalah dengan mengalami sendiri,
dan dalam mengalami itu si pelajar dapat menggunakan panca
inderanya. Hal pokok dalam belajar adalah bahwa belajar itu
membawa perubahan.
Model pembelajaran yang dapat dipilih adalah model pembelajaran
yang berorientasi Student Centered yang menekankan adanya
sebuah interaksi dan kerjasama dalam kelompok. Model
pembelajaran seperti ini memiliki beberapa tipe salah satunya adalah
tipe Everyone Is a Teacher Here (ETH) dan Scaffolding.
2. Terdapat perbedaan keterampilan sosial siswa yang diajarkan
dngan menggunakan model pembelajaran Everyone is a Teacher
Here (ETH) dan Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa
dalam bergiliran pada mata pelajaran IPS Terpadu
Model pembelajaran merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
hasil belajar siswa ,baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Pemilihan model yang tepat dapat dapat memaksimalkan hasil
60
belajar pesrta didik meskipun dalam hal ini ada faktor lain yang
menentukan. Belajar yang baik adalah dengan mengalami sendiri,
dan dalam mengalami itu si pelajar dapat menggunakan panca
inderanya. Hal pokok dalam belajar adalah bahwa belajar itu
membawa perubahan.
Model pembelajaran yang dapat dipilih adalah model pembelajaran
yang berorientasi Student Centered yang menekankan adanya
sebuah interaksi dan kerjasama dalam kelompok. Model
pembelajaran seperti ini memiliki beberapa tipe salah satunya adalah
tipe Everyone Is a Teacher Here (ETH) dan Scaffolding
3. Terdapat perbedaan keterampilan sosial yang pembelajarannya
menggunakan model Everyone Is a Teacher Here (ETH)
dibandingkan dengan siswa yang pembelajaranya menggunakan
Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam menghargai
pada mata pelajaran IPS Terpadu
Penerapan model pembelajaran koopperatif tipe ETH merupakan
model pembelajaran yang mana dalam pelaksanaanya menuntu
peserta didik untuk dapat menjadi seorang guru bagi teman temanya.
Artinya dalam pembelajaran ini siswa harus memiliki sikap- sikap
yang memang harus dimiliki oleh seorang guru salah satunya adalah
kecakapan dalam berinteraksi Dan berkomunikasi dengn baik.
Sedangkan pembelajaran tipe Scaffolding adalah model
pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam kegiatan
pembelajaran, disini keberadaan seorang guru hanya sebagai
fasilitator dan guru membentuk kelompok yang anggotanya
61
heterogen, kemudian guru memberikan topik bahasan materi. dan
setiap kelompok mendapatakan sub topik yang berbeda beda . Tiap
siswa bekerja secara mandiri atas pembagian tugas disetiap sub tugas
masing masing, siswa berinteraksi dengan teman sekelompoknya
untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam pembelajaran seperti ini
menjadikan peserta didik lebih mudah dalam memahami apa yang
belum dimengerti karena seorang peserta didik tidak segan untuk
menanyakanya kepada temanya.
Hal ini dapat mengakibatkan hasil belajar yang diraih oleh siswa
dapat berbeda beda. Siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe ETH dibandingkan dengan tipe Scaffolding, karena
dengan menggunakan model kooperatif tipe ETH peserta didik dapat
menyelesaikanya bersamam sama teman sekelompoknya.
4. Terdapat perbedaan keterampilan sosial yang pembelajaranya
menggunakan model Scaffolding dibandingkan dengan siswa
yang pembelajaranya menggunkan model pembelajaraEveryone
Is a Teacher Here dilihat dari kemampuan siswa dalam
membantu atau menolong orang lain pada mata pelajaran IPS
Terpadu
Pembelajaran yang menggunakan model kooperati tipe Scaffolding
menjadikan siswa lebih mudah dalam menyerap materi yang di
ajarkan oleh guru karena siswa dibantu dalam menuntaskan maslah
melampaui kapsitas perkembanganya melaui bantuan oleh seorang
guru atau orang lain yang memilii kemampuan lebih sedangkan
aktivitas belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
62
tipe ETH lebih rendah karena dildalam model pembelajaran ETH
hanya siswa yang cenderung pintar yang dapat menjadi seorang guru
yang baik bagi teman temanya sedangkan bagi siswa yang lainya
cenderung diam dan pasif dalam pembelajaran mereka hanya
mendengarkan apa yang disampaikan oleh temanya tanpa bisa
memberikan ide ataupun gagasanya secara maksimal.
Bedasarkan uraian di atas kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut
Keterampilan Sosial
(Y)
Everyone Is a Teacher
Here (X1) Scaffolding
(X2)
Terdapat perbedaan keterampilan sosial siswa yang menggunakan
model pembelajaran Everyone is a Teacher Here dengan Scaffolding
Gambar : Paradigma penelitian
63
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang perlu dijadikan penelitian
guna membuktikan kebenaranya. Bedasarkan beberapa masalah yang akan
dibahas, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang di ajar
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Everyone Ia
a Teacher Here (ETH) dan siswa yang diajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Scaffolding pada mata pelajaran IPS
Terpadu.
2.Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang menggunakan
model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here (ETH) dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam bergiliran atau berbagi
pada mata pelajaran IPS Terpadu?
3.Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang menggunakan
model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here (ETH) dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam menghargai pada mata
pelajaran IPS Terpadu?
64
4.Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang menggunakan
model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here (ETH) dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam membantu atau
menolong orang lain pada mata pelajaran IPS Terpadu?
5 Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang menggunakan
model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here (ETH) dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam mengikuti petunjuk
pada mata pelajaran IPS Terpadu?
6.Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang menggunakan
model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here (ETH) dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam mengontrol emosi
pada mata pelajaran IPS Terpadu?
7.Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang menggunakan
model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here (ETH) dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam menyampaikan
pendapat pada mata pelajaran IPS Terpadu?
65
8.Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang menggunakan
model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here (ETH) dibandingkan
dengan yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Scaffolding dilihat dari kemampuan siswa dalam menyampaikan
pendapat pada mata pelajaran IPS Terpadu?
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian secara umum diartikan sebagai suatu cara ilmiah
untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
Terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan dalam metode
penelitian yaitu cara ilmiah, rasional, empiris dan sistematis. Sugiyono
(20013:6) mengatakan bahwa metodologi penelitian pendidikan dapat
diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid
dengan tujuan agar dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan,
suatu pengetahuan tertentu sehingga pada giliranya dapat digunakan
untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam
bidang pendidikan.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu atau Quasi
eksperimen. Metode ini dipilih karena sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai yaitu mengetahui perbedaan suatu variabel, yaitu peningkatan
keterampilan sosial dengan perlakuan yang berbeda.
67
1. Desain Eksperimen
Metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisis data yang dikembangkan untuk
memperoleh pengetahuan dengan menggunakan prosedur yang
reliabel dan terpercaya. Metodologi yang akan menjadi acuan di
dalam seluruh kegiatan penelitian ini sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini ditinjau dari objeknya merupakan penelitian
lapangan (field research), dengan metode eksperimen karena
data-data yang diperlukan untuk penyusunan skripsi diperoleh
dari lapangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode studi eksperimen dengan desain randomized
subjects post test only control group design yakni menempatkan
subyek penelitian kedalam dua kelompok (kelas) yang dibedakan
menjadi kategori kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada kelas
eksperimen diberi perlakuan yaitu pembelajaran dengan
menggunakan metode Everyone Is a Teacher Here dan kelas
kontrol yang tidak diberi perlakuan dengan model pembelajaran
Scaffolding perlakuan khusus, hanya diberikan perlakuan seperti
biasanya, umpamanya dalam mengajar digunakan metode
ceramah. Berikut ini gambar desain penelitian randomized
subjects post test control group design:
68
Tabel 3. Desain Penelitian Eksperimen
Grup Variabel terikat Post test
Eksperimen X1 Y2
Kontrol _ Y2
Group Variable Terikat Postes
Eksperimen X Y2
Kontrol - Y2
Keterangan :
Eksperimen : Kelompok yang diberi perlakuan
Kontrol : Kelompok yang tidak diberi perlakuan
X : Ada treatment
- : Tidak menerima teratment.2
Y2 : Post tes untuk kelompok eksperimen dan kontrol.
Penelitian ini mengenai perbandingkan dua model pembelajaran yaitu
Everyone Is a Teacher Here (ETH) dan Scaffolding untuk
meningkatkan keterampilan sosial siswa di kelas VIII F dan kelas VIII
G dengan keyakinan bahwa kedua model pembelajaran tersebut
memiliki pengaruh yang berbeda terhadap keterampilan sosial siswa.
Kelompok sampel dilakukan secara random menggunakan teknik
undian. Kelas VIII F menggunakan model pembelajaran Everyone Is a
Teacher Here sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas VIII G
Menggunakan model pembelajaran Scaffolding sebagai kelas kontrol..
Penelitian ini dilakukan juga dalam rangka upaya untuk mengatasi
permasalahan permasalahan dalam kelas.
69
2. Prosedur Penelitian
Langkah langkah yang dillakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Observasi, survey pendahuluan untuk melihat permasalahan
dilapangan yang akan diteliti.
2. Melakukan wawncara terhadap guru bidang studi IPS Terpadu
untuk mengetahui jumlah kelas yang akan digunakan sebagai
populasi dan pengambilan sampel dalam penelitian yang
menggunakan teknik cluster random sampling.
3. Menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol kemudian
menyusun rancangan penelitian.
4. Menetapkan langkah langkah pembelajaran kooperatif tipe
Everyone Is a Teacher Here (ETH ) yaitu sebagai berikut.
a. Pada awal pembelajaran terlebih dahulu pendidik harus
menentukan kelompok yang di bagi secara heterogen
bedasarkan kemampuan siswa.
b. Kelompok terdiri dari 4-6 anggota atau disesuaikan dengan
jumlah siswa didalam kelas.
c. Pendidik membagikan materi berupa bacaan materi beserta
secarik kertas.
e. Peserta didik membaca materi dan masing masig kelompok
menyiapkan 2 pertanyaan dan menuliskanya ke dalam kertas
yang dibagikan oleh guru.
70
f. Kertas kertas yangg berisikan pertanyaan tersebut kemudian
diumpul, diacak dan dibagikan kembali kepada masing
masing kelompok.
g. Pastikan bahwa kertas yang dibagikan bukan milik dari
kelompok tersebut.
h. Mintalah salah satu dari kelompok tersebut untuk
membacakan pertanyaan sekaligus menjawabnya.
i. Lakukan lahh diskusi singkat untuk memastikan bahwa
jawaban yang disampaikna adalah benar.
j. Jika masih ada waktu lanjutkan sampai semua kelompok
mendapatkan kesemptan untuk menjawab pertanyaan
pertanyaan yang ada didalam kertas yang mereka dapatkan.
5. Menentukan langkah langkah penerapan model pembelajaran
tipe Scaffolding, yaitu sebagai berikut.
a. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan
oleh kelompok siswa dan memberikan tugas kepada siswa
untuk mempelajari materi tersebut.
b. Guru memberikan materi secara singgkat kepada siswa.
c. Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tetapi tetapi
harmonis yang terdiri dari 3-6 siswa.
d. Setiap kelompok mengerjakan tugaas dari guru berupa lembar
kerja yang telah dirancang sebelumnya.biarkan setiap
71
kelompok menyelesaikan tugasnya sendiri dalam hal ini guru
hhanya sebagai pengawa jalanya diskusi.
f. ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dan
mempresentasikan hasil kerjanya.
g. Guru mmenetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang
kurang berhasil bedasarkan hasil kooreksi.
h. Evaluasi
i. Penutup
6. Mebuat kesimpulan lama pertemuan di dua kelas sama, yaitu dua
jam pelajaran atau 2 x 40 menit setiap pertemuanya.
7. Melakukan penelitian melalui lembar observasi untuk mengukur
keterampilan sosial siswa .
8. Analisis data untuk menguji hipotesis
9. Menarik kesimpulan
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obejk/subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Pada penelitian ini yang dimaksud populasi adalah keseluruhan
objek/subjek yang menjadi sasaran penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 20 Bandar
Lampung Tahun pelajaran 2017/2018 yang terdiri dari yaitu VIII A,
72
VIII B, VIII C, VIII D, VIII E, VIII F, VIII G, VIII H, VIII I, VIII J,
VIII K dengan jumlah siswa sebanyak 327 siswa.
.
2. Sampel
Setelah menetukan populasi pada penelitian tahap selanjutnya yaitu
menetukan sampel yang akan digunakan untuk diteliti. Sampel
adalah bagian dari umlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut Sugiyono (2010:118). Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan Cluster Random sampling. Hasil
sampel dari penggunaan teknik cluster random sampling diperoleh
kelas VIII F dan VIII G.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 60 orang siswa, dari kelas
VIII F sebanyak 30 orang yang merupakan kelas eksperimendengan
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
(ETH) dan kelas VIII G sebanyak 30 siswa yang merupakan kelas
kontrol dengan model pembelajaran Scaffolding. Hasil teknik ini
kelas yang akan dijadikan sampel yaitu kelas VIII F sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIII G sebagai kelas kontrol.
C. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2010: 60), variable penelitian pada dasarnya
adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saa ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi mengenai hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulanya.
73
1. Variabel Independent (bebas)
Variabel bebas dilambangkan dengan (X) adalah variabel
penelitian yang mempengaruhi variabel yang lain. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah dua model pembelajaran yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe Everyone Is a Teacher Here( ETH)
sebagai kelas eksperimen kelas VIII F yang dilambangkan dengan
(X1) dan model pembelajran kooperatif tipe Scaffolding sebagai
kelas kontro kelas VIII G dilambangkan dengan (X2).
2. Variabel Dependent (Terikat)
Variabel terikat dilambangkan dengan Y adalah adalah variabel
yang dipengaruhi oleh variabel bebas, sehingga variabel ini
sifatnya bergantung kepada variabel yang lain. Pada penelitian ini,
variabel terikatnya adalah keterampilan sosial yang dilambangkan
dengan Y
D. Devinisi konseptual
1. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial adalah sebuah keterampilan yang harus
dimiliki oleh setiap individu agar mampu berinteraksi,
berkomunikasi, dan berpartisipasi dengan baik dalam kelompok. .
Keterampilan sosial perlu didasari oleh kecerdasan personal berupa
kemampuan mengontrol diri, percaya diri, disiplin dan tanggung
jawab. Jika seorang individu tidak memiliki kemampuan
keterampilan sosial dengan baik, maka aka sangat menggau
74
individu itu sendiri didalam hal bekerjasama serta bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkunganya.
2. Model Pembelajaran Every One Is Teacher Here
Metode pembelajaran Everyone is a Teacher Here (semua orang
adalah guru), adalah model pembelajaran yang mana dalam model
pembelajaran ini memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar
berperan sebagai seorang guru yaitu mengajar temannya dan
mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang sama, serta
dengan membuat pertanyaan maka peserta didik memiliki
kesempatan untuk mengemukakan pendapat.
3. Model pembelajaran Scaffolding
Scaffolding adalah interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-
anak yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan sesuatu
diluar usaha mandirinya. Scaffolding dipersiapkan oleh pembelajar
untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas,
melainkan dengan Scaffolding memungkinkan peserta didik untuk
dapat berhasil menyelesaikan tugas.
75
E. Definisi Operasional Variabel
Tabel 4. Instrumen Keterampilan Sosial
No Variabel Dimensi Indikator Sekala
1 Keterampilan
Sosial
1 Kerjasama
2.kontrol diri
3.Berbagi ide dan
pengalaman
1 bergiliran/berbagi
2 menghargai/menghormati
3 membantu/menolong
1 Mengikuti petunjuk
2 Mengontrol emosi
1 Menyampaikan pendapat
2 Menerima pendapat
Interval
(sumber: Country dalam Enok, 2011)
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian. Pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan teknik teknik sebagai berikut.
1. Observasi
Teknik observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan
perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam, dan bila
responden yang diamati tidak terlalu besar. Observasi merupakan
suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis. Dan yang paling penting
adalah proses pengamatan dan ingatan ( Sugiyono, 2010:203).
Observasi dalam penelitian penulis digunakan untuk memperoleh
data awal sebelum diberikan perlakuan dan selama eksperimen
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dan konvensional
76
mengenai keterampilan sosial siswa dalam kegiatan pembelajaran
IPS Terpadu. Data diperoleh dari dengan menggunakan lembar
observasi mengenai keterampilan sosial antar siswa kelas VIII pada
mata pelajaran IPS Terpadu di SMP N 20 B andar Lampung.
Berikut ini adalah format lembar observasi keterampilan sosial
siswa.
Tabel 5 . Format Observasi Keterampilan Sosial
Nama
siswa
Living and working together Learning self control
and self direction
Sharing ideas and
experience
Ket
Bergiliran/
Berbagi
Menghargai/
menghormati
Membantu/
menolong
Mengikuti
petunjuk
Mengo
ntrol
Emosi
Menya
mpaika
n
pendap
at
Menerim
a
pendapat
2. Wawancara
Wawancara dilakukan secara terbuka atau wawancara tidak
terstruktur yang dilakukan di penelitian pendahuluan. Pada
penelitian pendahuluan, peneliti berusaha mendapatkan informasi
terkaitdengan gambaran sekolah secara umum mulai dari keadaan
lingkungan sekolah, sarana yang ada, serta sedikit terkait dengan
kemampuan siswa dalam belajar, apakah sudah dapat mengikuti
pelajaran dengan baik ataupun belum. Selain itu peneliti juga
mewawancarai guru mata pelajaran IPS Terpadu untuk mengetahui
permasalahan kendala-kendala yang kerap di alami guru saat
mengajar di kelas.
77
G. Uji Persyaratan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan setatistik parametric. Dalam penggunaan
statistic ini, data yang diperoleh dari penelitian harus memenuhi syarat
berdistribusi normal dan homogen, sehingga perlu diuji terlebih dahulu
yang berupa uji normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan terhadap hasil belajar siswa berdasarkan
kelompok perlakuan. Uji normalitas data tersebut menggunakan
uji liliefors. Berdasarkan sampel yang akan diuji hipotesisnya,
apakah sampel berdistribusi normal atau sebaliknya. Uji liliefors
dilakukan terhadap dua kelompok data. Kelompok pertama adalah
hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Everyone is a Teacher Here (ETH). Kelompok
kedua adalah hasil belajar siswa yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Scaffolding Berdasarkan sampel
yang akan diuji hipotesisnya, apakah sampel berdistribusi normal
atau sebaliknya Menggunakan rumus :
Lo = F (Zi)-S(Zi)
(Sudjana, 2005: 466)
Keterangan:
Lo = Harga mutlak terbesar
78
F (Zi) = Peluang angka baku
S (Zi) = Proporsi angka baku
Kriteria pengujiannya adalah jika Lhit< Ltab dengan taraf
signifikansi 0,05 maka variabel tersebut berdistribusi normal,
demikian pula sebaliknya.
2. Uji homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa
varian populasi data adalah sama atau tidak. Untuk mencari
homogenitas data digunakan rumus Levene statistik yaitu dapat
dirumuskan sebagai berikut.
k
i
n
j
iij
k
i
i
i
ZZk
ZiZNkN
W
1 1
2
1
2
.
.)()1(
)...()(
Dimana :
n = Jumlah observasi
k = Banyaknya kelompok
Yt = Rata-rata dari kelompok ke
Zi = Median data pada kelompok ke-i
Z.. = Median untuk keseluruhan data
Untuk melakukan pengujian homogenitas populasi diperlukan
hipotesis sebagai berikut.
H0: Data populasi bervarians homogen.
H1: Data populasi tidak bervarians homogen.
79
Kriteria Pengujian
Jika probabilitas (Sig.) > 0,05 maka H0 diterima, sebaliknya
jikaprobabilitas (Sig.) < 0,05 maka H1 ditolak (Rusman, 2012: 65).
H Teknik Analisis Data
1. T-Test Dua Sampel Independen
Penelitian ini adalah pengujian hipotesis komparatif dua sampel independen
dengan rumus t- test. Terdapat beberapa rumus t-test yang dapat digunakan
untuk pengujian hipotesis komparatif dua sampel independen yakni rumus
Sparated Varians dan Polled Varians
√
(separated varians)
√( )
( )
(
)
(polled varians)
Keterangan:
= rata-rata hasil belajar IPS Terpadu siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran ETH
= rata-rata hasil belajar IPS Terpadu siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran Scaffolding
= varian total kelompok 1
= varian total kelompok 2
= banyaknya sampel kelompok 1
= banyaknya sampel kelompok 2
80
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih rumus t-test yaitu.
a. Apakah dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yang jumlahnya
sama atau tidak.
b. Apakah varians data dari dua sampel itu homogeny atau tidak.
Untuk menjawab itu perlu pengujian homogenitas varian.
Berdasarkan dua hal diatas maka berikut ini diberikan petunjuk
untuk memilih rumus t-test.
a. Bila jumlah anggota sampel = dan varians homogeny ( =
) maka dapat menggunakan rumus t-test baik separated
varians maupun polled varians untuk melihat harga t-tabel
digunakan dk = + – 2.
b. Bila ≠ , varians homogen ( =
), dapat digunakan
rumus t-test dengan polled varians, dengan dk = + – 2.
c. Bila = , varian tidak homogen ( ≠
) dapat digunakan
rumus separated varians dan polled varians, dengan dk = – 1.
Jadi dk bukan + – 2.
d. Bila n1 ≠ n2 dan varians tidak homogeny ( ≠
). Untuk ini
digunakan rumus t-test dengan separated varians, harga t sebagai
pengganti harga t-tabel dihitung dari selisih harga t-tabel dengan
dk = ( – 1) dan dk ( -1) dibagi dua, dan kemudian
ditambahkan dengan harga t yang terkecil.
e. Bila sampel berkorelasi/berpasangan, misalnya membandingkan
sebelum dan sesudah treatment atau perlakuan, atau
membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen,
maka digunakan t-test sampel related.
(Sugiono, 2013: 273)
2. Pengujian Hipotesis
Penelitian ini dilakukan empat pengujian hipotesis, yaitu
Rumusan hipotesis 1
Ho = μ1 = μ2
Ha = μ1≠μ2
Rumusan hipotesis 2
Ho = μ1 ≤μ2
Ha = μ1 >μ2
81
Rumusan hipotesis 3
Ho =μ1 ≥μ2
H1 =μ1 <μ2
Rumusan Hipotesis 4
Ho =μ1 = μ2
H1 =μ1 ≠μ2
Rumusan hipotesis 5
Ho =μ1 ≥μ2
H1 =μ1 <μ2
Rumusan hipotesis 6
Ho =μ1 ≥μ2
H1 =μ1 <μ2
Rumusan hipotesis 7
Ho =μ1 ≥μ2
H1 =μ1 <μ2
Rumusan hipotesis 8
Ho =μ1 ≥μ2
H1 =μ1 <μ2
Adapun kriteria pengujian hipotesis adalah:
Tolak H0 apabila Fhitung > Ftabel ; thitung > tabel
Terima H0 apabila Fhitung < Ftabel ; thitung < tabel
Hipotesis 2, dan 3 menggunakan rumus t-test dua sampel independen.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Bedasarkan analisis data dan pengujian hipotesis, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan keterampilan sosial antara siswa yang pembelajaranya
menggunakan model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here dan model
pembelajaran Scaffolding pada mata pelajaran IPS terpadu. Perbedaan
keterampila sosial siswa dapat terjadi karena adanya penggunaan model
pembelajaran yang berbeda antar kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Keterampilan sosial siswa yang menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran Scaffolding dilihat dari indikator bergiliran atau berbagi.
Dengan deemikian model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here lebih
cocok digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator bergiliran atau berbagi.
3. Keterampilan sosial siswa yang menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran Scaffolding dilihat dari indikator menghargai. Dengan
deemikian model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here lebih cocok
138
digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya pada
indikator menghargai.
4. Keterampilan sosial siswa yang menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran Scaffolding dilihat dari indikator membantu atau menolong
orang lain. Dengan deemikian model pembelajaran Everyone Is a Teacher
Here lebih cocok digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa
khususnya pada indikator membantu atau menolong orang lain.
5. Keterampilan sosial siswa yang menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran Scaffolding dilihat dari indikator mengikuti petunjuk. Dengan
deemikian model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here lebih cocok
digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya pada
indikator mengikuti petunjuk.
6. Keterampilan sosial siswa yang menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran Scaffolding dilihat dari indikator mengontrol emosi. Dengan
deemikian model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here lebih cocok
digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya pada
indikator mengontrol emosi.
7. Keterampilan sosial siswa yang menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran Scaffolding dilihat dari indikator menyampaikan pendapat.
139
Dengan deemikian model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here lebih
cocok digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator menyampaikan pendapat.
8. Keterampilan sosial siswa yang menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran Scaffolding dilihat dari indikator menerima pendapat. Dengan
deemikian model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here lebih cocok
digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya pada
indikator menerima pendapat.
B. Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya guru dapat memilih model pembelajaran yanng sesuai dengan
mata pelajaran IPS terpadu, seperti menggunakan model pembelajaran
Everyone Is a Teacher Here dan Scaffolding dalam meningkatkan
keterampilan sosial siswa.
2. Sebaiknya jika ingin meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator bergiliran atau berbagi pada mata pelajaran IPS terpadu dapat
menggunakan model pembelajaran pembelajaran Everyone Is a Teacher
Here karena model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
dibandingkan dengan model pembelajaran Scaffolding.
3. Sebaiknya jika ingin meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator menghargai pada mata pelajaran IPS terpadu dapat
140
menggunakan model pembelajaran pembelajaran Everyone Is a Teacher
Here karena model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
dibandingkan dengan model pembelajaran Scaffolding.
4. Sebaiknya jika ingin meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator membantu atau menolong orang lain pada mata pelajaran IPS
terpadu dapat menggunakan model pembelajaran pembelajaran Everyone Is
a Teacher Here karena model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
dibandingkan dengan model pembelajaran Scaffolding.
5. Sebaiknya jika ingin meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator mengikuti petunjuk pada mata pelajaran IPS terpadu dapat
menggunakan model pembelajaran pembelajaran Everyone Is a Teacher
Here karena model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
dibandingkan dengan model pembelajaran Scaffolding.
6. Sebaiknya jika ingin meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator mengontrol emosi pada mata pelajaran IPS terpadu dapat
menggunakan model pembelajaran pembelajaran Everyone Is a Teacher
Here karena model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
dibandingkan dengan model pembelajaran Scaffolding.
7. Sebaiknya jika ingin meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator menyampaikan pendapat pada mata pelajaran IPS terpadu
dapat menggunakan model pembelajaran pembelajaran Everyone Is a
Teacher Here karena model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
dibandingkan dengan model pembelajaran Scaffolding.
141
8. Sebaiknya jika ingin meningkatkan keterampilan sosial siswa khususnya
pada indikator menerima pendapat pada mata pelajaran IPS terpadu dapat
menggunakan model pembelajaran pembelajaran Everyone Is a Teacher
Here karena model pembelajaran Everyone Is a Teacher Here
dibandingkan dengan model pembelajaran Scaffolding.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sani. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Adinegara. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk mencapai
Zone of Proximal Development (ZPD). Tersedia :
http://dlog.Unnes.ac.id/adinegara/2010/03/04/vygotskian-perspective-
proses-scaffolding-untuk-mencapai-zone-of-proximal-development-zpd/.
(diunduh 5 November 2018)
Adistyasari, Ria. 2013. Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Kerjasama Anak
dalam Bermain Angin Puyuh. Skripsi SPS. UNNES.
Agus Suprijono. 2013. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM.
Anwar. 2012. Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan Aplikasi.
Penerbit Dian Rakyat, Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian ( Suatu pendekatan Praktik).
Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian ( Suatu pendekatan Praktik).
Jakarta: Rineka Cipta
Asep Jihad dan abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta : Multi
Presindo
Budiningsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Cazden. 1983. Konstruksi Scaffolding. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.
[On line] tersedia http://file.upi, 117/3/22012.
Dalyono. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Dalyono, M. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta
Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan di Sekolah Dasar. Jakarta. PT. Remaja
Rosdakarya.
Dimyati,Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah dan Zain,(2006) setrategi belajar mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Fatmawati, Desi. 2015. Redesain Pasar Nusukan dengan Pendekatan Pasar
Modern dan Aksesibilitas. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Ibrahim. 2000. Pengembangan Model Pembelajaran kooperatif. Refika Aitama:
Jakarta
Isjoni. (2010). Pembelajaran Kooperatif. Meningkatkan kecerdasan antar peserta
didik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Ismail, Arif. 2008. Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Komalasari. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung:
refika Aditama
Maryani, Enok.(2011), Pengembangan Program Pembelajaran IPS Untuk
Peningkatan Ketrampilan Sosial. Bandung: Alfabeta
Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran:Sebagai Referensi bagi
Rusman, (2011), Model-Model Pembelajaran. PT Rajawali Pers:Jakarta.
Rusman, Tedi. 2014. Modul Statistik Ekonomi. Bandar lampung
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta:Rajawali Pers.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Silberman, Melvin. L. 2009.Active Learning 101 Cara Belajar Aktif, Bandung:
Nusamedia dan Nuansa, cet. 3.
Siregar dan Nara . 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran . Jakarta: Ghalia
Indonesia
Siregar dkk. 2010. Teori belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia
Siregar, Eveline. 2014. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Ghalia Indonesia.
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang mempengaruhinya
. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin E. Robert. 2011. Psikologi Pendidikan: Teori dan Praktik. Jakarta: Indeks.
Sudjana. 2005. Metode Statistik. Bandung: Tarsito
Sugiyanto. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Sugiyanto. 2010. Metode Pembelajaran dan Pengembangan Model Pembelajaran.
Bumi Aksara: Jakarta
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabetha.
Sunal dan Hans (2002) Cooperative Learning, dalam Suyanto (2013) Menjadi
guru professional. Erlangga.
Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
Susilo, 2007, Penelitian Tindakan Kelas, Pustaka Book Publisher, Yokyakarta
Thalib, S.B. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris Aplikatif.
Jakarta: Kencana Media Group
Pustaka.Trianto, 2010, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Jakarta:
PT Prestasi
Trianto. 2009. Pengembangan Metode Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta
Warsita, Bambang, 2008. Teknologi Pembelajaran. Jakarta: rinekacipta
Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media
Zubaidi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta : Kencana Prenada Media.