efektivitas dan perumusan strategi kebijakan … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa...

183
EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN BERAS NASIONAL Oleh : PURDIYANTI PRATIWI A14104107 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Upload: truongnga

Post on 09-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI

KEBIJAKAN BERAS NASIONAL

Oleh :

PURDIYANTI PRATIWI

A14104107

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 2: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

RINGKASAN

Purdiyanti Pratiwi. Efektivitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras

Nasional. Di bawah bimbingan Muhammad Firdaus.

Beras adalah komoditas yang strategis secara ekonomi dan politis di Indonesia. Secara ekonomi, lebih dari 90 persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokoknya. Industri industri beras juga menjadi penggerak perekonomian dengan menyediakan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 12.5 juta rumah tangga petani dan sebagai salah satu sumber penerimaan GDP pertanian. Secara politis, ketersedian beras akan mempengaruhi kondisi politik dan kestabilan keamanan negara. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya campur tangan pemerintah dalam menjaga kondisi perberasan nasional. Campur tangan pemerintah terhadap ekonomi beras dilakukan melalui berbagai kebijakan dan lembaga pemerintahan seperti Deptan, BULOG dan Depdag.

Tingginya konsumsi beras rata-rata penduduk (139,15kg/kap/th) membuat Indonesia menjadi salah satu negara net importer beras tertinggi dunia (rataan konsumsi dunia 80-90kg/kap/th). Besarnya konsumsi sangat dipengaruhi jumlah penduduk, makin luasnya wilayah konsumsi dan gagalnya diversifikasi pangan. Periode 1996-1997 rasio ketergantungan impor beras mencapai 3,0 persen dan meningkat secara signifikan pada periode 1998-1999 hingga mencapai 11,7 persen (impor beras sebesar 4,8 juta ton). Pada waktu itu, rasio swasembada turun hingga mencapai 88 persen atau terendah sejak tahun 1990.

Upaya pemenuhan kebutuhan dapat dari produksi dalam negri maupun impor. Produksi dalam negri telah diupayakan melalui berbagai cara, namun produksi tetap stagnan. Sebenarnya impor dapat sangat membantu jika dalam jumlah dan waktu yang tepat terlebih karena harga beras dunia lebih rendah dari harga domestik. Namun pada tingkat berlebih, dapat mengganggu kemandirian pangan. Terlebih lagi, pasca ratifikasi WTO (1994), Indonesia wajib mematuhi semua kesepakatan yang tercantum didalamnya termasuk kesepakatan penurunan tarif impor antarnegara yang tertuang dalam Agreement on Agriculture (AoA-WTO). AoA-WTO terdiri atas tiga pilar utama yaitu 1) Akses Pasar (Market Access); 2) Subsidi Domestik (Domestic Support); 3) Subsidi Ekspor (Export Subsidies yang dinilai disinsentif untuk negara berkembang karena terdistorsi kebijakan negara maju melalui berbagai subsidi dalam blue box, green box dan amber box. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan kebijakan beras yang telah dilakukan oleh pemerintah, mengevaluasi hasil kebijakan yang sudah berjalan serta merumuskan strategi dan program kebijakan perberasan nasional. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner dengan responden terpilih. Terdapat dua kelompok responden yaitu kelompok pengambil kebijakan dan kelompok ahli perberasan independen. Untuk data sekunder, berupa data deret waktu (time series) selama 30 tahun (1978-2007). Jenis data yang digunakan meliputi data produksi padi dan beras, luas areal panen, tingkat produktivitas, konsumsi per kapita, jumlah impor, HPP gabah dan beras, NTP dan volume perdangangan beras dunia. Metode analisis menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan semantic differential scale untuk

Page 3: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

membuat Diagram Ular (Snake Diagram), Pembobotan menggunakan paired-wise comparison, Matriks SWOT dan QSPM untuk menentukan prioritas strategi. Sedangkan untuk menentukan prioritas program peningkatan produksi padi menggunakan Proses Hierarki Analitik (PHA). Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Expert Choice 2000.

Melalui Inpres No. 3 Tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan, pemerintah terus berusaha agar Ketahanan Pangan Nasional terjaga sesuai dengan amanat UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan. Kebijakan perberasan nasional meliputi kebijakan produksi, impor, harga dan distribusi. Kebijakan produksi dilaksanakan melalui intensifikasi dengan meningkatkan produktivitas dan Indeks Pertanaman. Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan memperluas area panen terutama di luar Jawa. Program peningkatan produksi padi (P4) dimulai dengan Padi Sentra (1959), Bimas (1965), Insus (1979) dan P2BN (2007).

Kebijakan Impor dilakukan melalui penerapan tarif impor spesifik Rp 450/kg (30% Ad Valorem), hambatan nontarif, Tariff Rate Quota (TRQ) dan red line. Pengenaan tarif ini justru mendorong terjadinya penyelundupan (under invoice) karena tingginya disparitas harga harga. Akhirnya tahun 2004 pemerintah mengeluarkan SK Menperindag No.9/MPP/Kep/1/2004 tentang importasi beras, juga dengan mengembalikan Bulog sebagai State Trading Enterprise (STE) yang mengatur impor, harga dan distribusi beras melalui SK Mendag No.1109 Th 2007.

Untuk melindungi petani, pemerintah mengeluarkan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Tujuannya adalah memberikan jaminan harga bagi petani. Sedangkan untuk konsumen adalah pagu harga (ceilling price), Operasi Pasar Murni dan Raskin. Kebijakan distribusi dilakukan dengan menunjuk Bulog untuk mengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 1-1,5 juta ton beras untuk menjaga ketersediaan pangan sepanjang tahun. CBP terdiri dari stok operasi, buffer stock dan pipe line stock.

Hasil analisis diagram ular menggunakan semantic differential scale menunjukkan bahwa kebijakan distribusi dinilai paling efektif dengan nilai total rata-rata indikator sebesar 2,4. Hal ini karena spesifiknya wilayah kerja Bulog, hanya mengelola CBP melalui pengadaan dalam negeri, koordinasi antarwilayah dan hak istimewanya sebagai STE sehingga stok CBP dan penyaluran Raskin terjaga. Kemudian diikuti dengan kebijakan harga dengan skor total rataan indikator sebesar 2,4. Meskipun nilainya sama dengan kebijakan distribusi, namun responden menilainya tidak efektif. Rasionalisasai HPP belum bisa menutup kenaikan biaya produksi sehingga pendapatan petani tetap rendah. Penerapan ceilling price, OPM dan Raskin sebagai bentuk transfer pendapatan justru mendistorsi harga domestik, terlebih dengan kondisi pasar yang asimetris.

Kebijakan impor juga dianggap tidak efektif dengan skor rataan 2,35. Penetapan tarif impor justru memicu penyelundupan akibat tingginya paritas harga domestik dengan harga impor, meski jumlah impor turun. Ketidakefektifan tarif juga tercermin dari perbedaan data antara The Rice Trader dengan data BPS. Kebijakan produksi dinilai paling tidak efektif (2,25) karena pemerintah tidak mampu menahan laju konversi, banyak irigasi rusak dan menurunnya kualitas DAS membuat produktivitas stagnan dan IP rendah, sementara percetakan sawah baru sangat mahal dan lama. Ditambah dengan kegagalan diversifikasi pangan. Hasil semua kebijakan itu tercermin dari fluktuasi Nilai Tukar Petani (NTP) sebagai indikator pengukur kesejahteraan petani.

Page 4: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

Analisis faktor internal diperoleh bahwa total bobot kekuatan sebesar 0,523 dan total bobot kelemahan sebesar 0,477. Artinya dalam pelaksanaan strategi perberasan, kekuatan memberikan pengaruh lebih besar terhadap kesuksesan daripada kelemahan. Faktor Program P2BN dan G4PG memiliki bobot terbesar (0,073) dan Bulog kembali memonopoli impor dan menggendalikan harga sebesar 0,055 (terendah). Elemen kelemahan, bobot tertinggi adalah faktor tertinggalnya pengembangan infrastruktur produksi dan pascapanen (0,079) dan terendah adalah kegagalan program diversifikasi pangan (0,057). Analisis faktor eksternal diperoleh bobot rataan peluang adalah 0,527 dan bobot rataan ancaman 0,475. Pengembangan teknologi produksi, pascapanen dan pengolahan produk memiliki bobot tertinggi pada elemen peluang yaitu 0,120. Sedangkan bobot terendah (0,093) diberikan pada kesepakatan negara Kelompok G-33. Untuk elemen ancaman, perubahan iklim dan bencana alam mendapat bobot tertinggi (0,104) dan terendah untuk elemen ancaman adalah pada faktor berbagai bentuk subsidi pertanian oleh negara maju (0,088).

Berdasar analisis SWOT, diperoleh delapan strategi pengembangan perberasan. Berdasarkan analisis matriks QSP diperoleh bahwa strategi prioritasnya adalah mengkombinasikan kebijakaan protektif (pengenaan tarif dan nontarif) dengan kebijakan promotif melalui peningkatan produksi padi dengan Total Attractive Score (TAS) sebesar 5,575. Sedangkan prioritas terakhir dengan TAS terendah diberikan pada strategi Reformasi Agraria dengan nilai 4,102.

Analisis menggunakan Proses Hierarki Analitik (PHA) bertujuan menentukan prioritas program peningkatan produksi padi. Ada empat faktor pertimbangan utama keberhasilan produksi yaitu: jumlah luas lahan, tingkat produktivitas, Indeks Pertanaman dan lembaga penunjang. Masing-masing faktor juga dipengaruhi oleh berbagai sub faktor pertimbangan utama. Analisis horizontal faktor pertimbangan utama menunjukkan bobot tertinggi diberikan pada faktor jumlah luas lahan (0,419); produktivitas (0,323); IP (0,163) dan lembaga penunjang (0,094) dengan Rasio Inkonsistensi 0.02. Sedangkan dari analisis vertikal diperoleh bahwa prioritas alternatif program adalah dengan membangun saluran irigasi berkoordinasi dengan Pemda terkait (bobot 0,387); mengadopsi teknologi baru sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya lokal (bobot 0,351) dan terakhir adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan insentif bagi pemilik (0,262) dengan Rasio inkonsistensi 0,02.

Langkah awal dalam mengembangkan ekonomi perberasan dapat dilaksanakan dengan melakukan studi komperehensif untuk meningkatkan akurasi data perberasan, melakukan koordinasi yang terintegrasi antarinstansi, meningkatkan komitmen dari seluruh otoritas pengambil kebijakan baik pusat maupun daerah dan melakukan pengawasan pelaksanaan kebijakan agar terlaksana secara efektif dan efisien. Saran penelitian selanjutnya dapat menganalisis secara kuantitatif indikator-indikator kebijakan beras.

Page 5: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI

KEBIJAKAN BERAS NASIONAL

Oleh:

PURDIYANTI PRATIWI

A14104107

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 6: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

Judul Skripsi : Efektivitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras

Nasional

Nama : Purdiyanti Pratiwi

NRP : A14104107

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Muhammad Firdaus, Ph.D

NIP. 132 158 758

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr

NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan:

Page 7: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG

BERJUDUL “EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI

KEBIJAKAN BERAS NASIONAL” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA

PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN

UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU.

SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR

HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-

BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK

LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN

DALAM NASKAH.

Bogor, Mei 2008

Purdiyanti Pratiwi

A14104107

Page 8: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Purdiyanti Pratiwi, dilahirkan di Banjarnegara

pada tanggal 20 November 1986. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara

dari pasangan Sukardi dan Marwati. Pada tahun 1998 penulis menyelesaikan

pendidikan dasar di SDN Wanakarsa 2, Banjarnegara. Kemudian tahun 2001

penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTPN Wanadadi 1,

Banjarnegara dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 4

Jogjakarta pada tahun 2004.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2004 sebagai mahasiswa program studi

Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas pertanian.

Pada tahun yang sama, penulis juga telah menjadi mahasiswa di Universitas Gajah

Mada (UGM) di Jogjakarta.

Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif diberbagai organisasi

kemahasiswaan dan LSM seperti Koperasi Mahasiswa IPB (2004-2006), Uni

Konservasi Fauna IPB (2004-sekarang) dan sebagai volenter WALHI (2006-

2007). Penulis juga aktif mengikuti kompetisi tingkat perguruan tinggi dan

berhasil memperoleh beberapa penghargaan tingkat nasional.

Page 9: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Kuasa atas anugerah, berkat dan kasih

sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi penelitian

yang berjudul “Efektivitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras

Nasional” dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai persyaratan menyelesaikan

Program Sarjana pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan kebijakan

perberasan, menganalisis efektivitas kebijakan perberasan yang telah berjalan,

merumuskan strategi pengembangan kebijakan perberasan dan merumuskan

program kebijakan peningkatan produksi padi nasional dalam upaya mewujudkan

swasembada pangan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih terdapat

kekurangan dan jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan

kritik yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini. Namun dengan segala

keterbatasan yang ada, skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak

dalam usaha memajukan ekonomi perberasan di Indonesia.

Bogor, Mei 2008

Penulis

Page 10: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan

petunjuk dan hidayah-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada Bapak , Ibu, Adikku dan Kakakku serta penghargaan pada

berbagai pihak yang telah membantu dalam persiapan, pelaksanaan dan

penyusunan skripsi ini baik berupa bimbingan, dukungan dan masukan, terutama

kepada:

1. Muhammad Firdaus, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua

masukan, bimbingan dan kesabarannya.

2. Ir. Lukman M Baga, MEc, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih

atas perhatian dan saran-saranya selama perkuliahan maupun saat

penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dan responden

penelitian atas segala kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Eva Yolynda A, SP, MM selaku dosen penguji komisi pendidikan atas

pelbagai perbaikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Yeka Hendra Fatika, SP dan Ibu Etriya, SP atas bimbingan, masukan, saran

baik selama perkuliahan maupun selama penulisan skripsi serta bantuannya

dalam menyebar kuesioner.

6. Keluarga besar Mbah Atmo dan Mbah Sambudi atas doa, kasih sayang dan

perhatiannya selama ini.

7. Teman-teman di Nusakambangan dan teman-teman AGB 41, terima kasih

atas dukungan, bantuan, persahabatan, perhatian dan kepedulianya.

8. Ir. Ning Pribadi, MS dan Dr. Kaman Nainggolan, MsC, Ir. Deshaliman, MM;

Dr. M. Fahri, MS, Ibu Handewi P. Saliem, MS, Ir. Bubun Subroto, Prof. Dr.

Andi Hasanuddin selaku responden dan seluruh staf Deptan dan staf

Departemen Agribisnis atas bantuannya selama pengambilan data

9. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini maupun semasa

kuliah yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Page 11: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...................................................................................................... i

DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... v

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ................................................................................ 7

1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................... 10

1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................................... 10

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ......................................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produksi Beras ........................................................................................ 13

2.2. Konsumsi Beras ...................................................................................... 14

2.3. Konsep Ketahanan Pangan ..................................................................... 15

2.4. Penelitian mengenai Permintaan dan Penawaran Beras ......................... 17

2.5. Penelitian Mengenai Kebijakan Impor ................................................... 18

2.6. Penelitian Mengenai Kebijakan Harga ................................................... 18

2.7. Penelitian Mengenai Kebijakan Distribsi ............................................... 19

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................................. 20

3.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran ................................................. 20

3.1.2 Teori Perdagangan Internasional .................................................. 21

3.1.3 Kebijakan Perdagangan Internasional ........................................... 24

3.1.4.Perjanjian Perdagangan Internasional ........................................... 28

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 31

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 32

4.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 32

4.3. Metode Penarikan Sampel ...................................................................... 33

4.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data ................................................... 35

4.4.1 Pembobotan Faktor Internal dan Eksternal ................................... 36

4.4.2 Matriks SWOT .............................................................................. 39

4.4.3 Matriks QSP .................................................................................. 40

4.4.4 Diagram Ular ................................................................................ 43

4.4.5 Proses Hierarki Analitik ................................................................ 45

Page 12: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

ii

V. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN BERAS NASIONAL

5.1. Kebijakan Produksi ................................................................................ 52

5.2. Kebijakan Impor ..................................................................................... 56

5.3. Kebijakan Pengendalian Harga .............................................................. 57

5.4. Kebijakan Distribusi .............................................................................. 60

VI. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN BERAS DI INDONESIA

6.1. Indikator-Indikator Efektivitas Kebijakan .............................................. 61

6.1.1. Kebijakan Produksi ...................................................................... 63

6.1.2. Kebijakan Impor .......................................................................... 72

6.1.3. Kebijakan Harga .......................................................................... 74

6.1.4. Kebijakan Distribusi .................................................................... 78

6.2. Penilaian Efektivitas Kebijakan Beras Nasional .................................... 82

6.3. Dampak Kebijakan Perberasan Terhadap Kesejahteraan Petani ............ 99

VII. PRIORITAS STRATEGI KEBIJAKAN PERBERASAN

7.1. Identifikasi Faktor Strategis Internal ...................................................... 106

7.1.1. Kekuatan ...................................................................................... 106

7.1.2. Kelemahan ................................................................................... 112

7.2. Identifikasi Faktor Strategis Eksternal ................................................... 117

7.2.1. Peluang ......................................................................................... 117

7.2.2. Ancaman ...................................................................................... 120

7.3. Pembobotan Faktor Internal dan Eksternal ............................................ 125

7.3.1. Pembobotan Faktor Internal ......................................................... 125

7.3.2. Pembobotan Faktor Eksternal ...................................................... 127

7.4. Matriks SWOT ....................................................................................... 130

7.5. Analisis Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning) ...................... 135

VIII. PRIORITAS PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI

8.1. Identifikasi Faktor dan Sub Faktor Pertimbangan Utama Penyusun

Program Peningkatan Produksi Padi ...................................................... 138

8.1.1. Luas Lahan ................................................................................... 139

8.1.2. Tingkat Produktivitas ................................................................... 141

8.1.3. Indeks Pertanaman ....................................................................... 144

8.1.4. Lembaga Penunjang ..................................................................... 146

8.2. Analisis Model Pemilihan Alternatif Program Peningkatan Produksi ... 148

8.3. Analisis Hasil Pengolahan Horizontal .................................................... 150

8.4. Analisis Hasil Pengolahan Vertikal ........................................................ 154

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Kesimpulan ............................................................................................. 156

9.2. Saran ....................................................................................................... 158

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 159

LAMPIRAN ....................................................................................................... 163

Page 13: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 1999-2007.................. 2

2. Jumlah Produksi, Konsumsi dan Impor Beras Periode 1995-2004 ............... 5

3. Produksi Beras Dunia Tahun 2003-2007 ...................................................... 7

4. Ringkasan Jenis Data, Sumber Data dalam Penelitian .................................. 33

5. Pembobotan Faktor Internal .......................................................................... 37

6. Pembobotan Faktor Eksternal ....................................................................... 38

7. Penilaian Bobot Indikator Keberhasilan Beras Nasional .............................. 38

8. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM) ....................................... 42

9. Nilai Skala Banding Berpasangan ................................................................. 47

10. Program Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Anjuran ............. 54

11. Konversi Lahan Sawah Selama Tahun 2000-2002 ....................................... 64

12. Produksi Padi Beberapa Provinsi Sentra Beras Nasional (Ton) .................... 69

13. Produksi Beras dan Tanaman Pangan Utama Lainnya (000 ton) .................. 71

14. Harga Rata-Rata Beras di Tingkat Konsumen di Kota Besar ....................... 77

15. Nilai Rata-Rata Penilaian Indikator Kebijakan Perberasan........................... 83

16. Impor Beras dari Berbagai Sumber Periode 1996-2005 (Ton) ..................... 93

17. Perlindungan Impor Beras pada Berbagai Negara ........................................ 95

18. Perkembangan Produksi dan Perdagangan Beras Dunia Periode

1995-2006 (000 ton) ...................................................................................... 123

19. Pembobotan Faktor Internal .......................................................................... 127

20. Pembobotan Faktor Eksternal ....................................................................... 129

21. Matriks SWOT Kebijakan Beras ................................................................... 134

22. Rataan Matrik QSP Menurut Keempat Responden ....................................... 137

23. Urutan Prioritas Faktor Pertimbangan Utama yang Mempengaruhi Program

Peningkatan Produksi Padi ............................................................................ 150

24.Urutan Prioritas Sub faktor Pertimbangan Utama Program Peningkatan

Produksi Padi terhadap Faktor Luas Lahan ................................................... 151

25.Urutan Prioritas Sub faktor Pertimbangan Utama Program Peningkatan

Produksi Padi terhadap Faktor Produktivitas ................................................ 152

26.Urutan Prioritas Sub faktor Pertimbangan Utama Program Peningkatan

Produksi Padi terhadap Faktor Indeks Pertanaman ....................................... 153

27.Urutan Prioritas Sub faktor Pertimbangan Utama Program Peningkatan

Produksi Padi terhadap Faktor Lembaga Penunjang ..................................... 153

28. Urutan Prioritas Alternatif Program Peningkatan Produksi Padi .................. 154

29.Urutan Prioritas Alternatif Program Peningkatan Produksi Padi dari Hasil

Pengolahan Vertikal ...................................................................................... 155

Page 14: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional ......................................... 23

2. Kerangka Pemikiran Operasional .................................................................. 29

3. Matriks SWOT .............................................................................................. 40

4. Contoh Quesioner Semantic Differential Scale ............................................. 44

5. Skema Diagram Ular ..................................................................................... 45

6. Matriks Pendapat Individu ............................................................................ 48

7. Matriks Pendapat Gabungan.......................................................................... 48

8. Perkembangan Luas Areal Tanam Padi Tahun 1978-2007 ........................... 65

9. Dampak Kumulatif Konversi Sawah Terhadap Masalah Pangan ................. 66

10. Perkembangan Produktivitas Padi Tahun 1978-2007 ................................... 68

11. Perkembangan Jumlah Impor Beras Tahun 1986-2006 (ton) ...................... 73

12. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah Gabah Kering Panen dan Gabah

Kering Giling di Tingkat Petani Periode 2000-2007 ..................................... 76

13. Realisasi Pengadaan Beras Dalam Negri oleh Bulog (ton) ........................... 79

14. Pola Distribusi Beras Dalam Negri Tahun 2004 ........................................... 80

15. Perkembangan Realisasi Raskin Dari Tahun 2000-2007 .............................. 82

16. Penilaian Keberhasilan Kebijakan Beras Menurut Responden di Bidang

Keahlian Ekonomi Pertanian, Teknologi dan Budidaya Pertanian ............... 84

17. Diagram Ular Kebijakan Beras Menurut Responden Peneliti dari Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dan Pusat Penelitian

dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian ............................................. 85

18. Perkembangan Konsumsi Per Kapita Beras 1978-2006 (Ton)...................... 89

19. Perkembangan Produksi, Konsumsi Padi dan Beras 1987-2007 (Ton) ........ 91

20. Perkembangan Nilai Nilai Tukar Petani Padi Periode 1992-2007 ................ 101

21. Perkembangan Harga Gabah dan Beras Rill Tahun 1993-2007 .................... 103

22. Struktur Hierarki Program Kebijakan Peningkatan Produksi Padi ............... 149

Page 15: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Produksi, Luasan Panen dan Produktivitas Padi di Indonesia ............. 164

2. Data Impor, Konsumsi dan Tarif Impor Beras .............................................. 165

3. Data Perkembangan NTP Agregat di 14 Provinsi di Indonesia Tahun

1994-2006 (1993=100) .................................................................................. 166

4. Harga Dasar Gabah dan Harga Rata-Rata Gabah di Tingkat Produsen

Tahun 2000-2007 .......................................................................................... 167

5. Realisasi Raskin Tahun 2000-2007 ............................................................... 168

6. Realisasi Pengadaan Dalam Negri Tahun 200-2007 (ton setara beras) ........ 169

7. Pembobotan Rata- Rata Faktor Strategis Internal ......................................... 170

8. Pembobotan Rata- Rata Faktor Strategis Internal ......................................... 170

9. Hasil Analisis QSPM ..................................................................................... 171

10. Hasil Pengolahan Horizontal dengan Expert Choice 2000 ........................... 176

11. Hasil Pengolahan Vertikal dengan Expert Choice 2000 ............................... 177

12. Data Responden dalam penelitian ................................................................. 178

13. Kuesioner Efektivitas Kebijakan Perberasan di Indonesia ............................ 181

14. Kuesioner QSPM ........................................................................................... 182

15. Kuesioner Proses Hierarki Analitik (PHA) ................................................... 190

Page 16: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beras merupakan komoditi strategis dan penting bagi rakyat Indonesia.

Selain karena lebih dari 90 persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai

makanan pokoknya (staple food), beras juga menjadi industri yang strategis bagi

perkonomian nasional. Sawit (2005) menyatakan bahwa sumbangan industri beras

terhadap GDP pertanian mencapai 28,8 persen pada tahun 2005, penyerapan

tenaga kerja mencapai 28,79 persen dari total penyerapan tenaga kerja di sektor

pertanian (agriculture employment) atau setara dengan 12,05 juta orang. Jumlah

ini adalah jumlah terbesar dibandingkan industri lain di tanah air.

Selain bernilai strategis dari sisi ekonomi, beras juga penting sebagai

instrumen untuk menjaga kestabilan keamanan pangan rakyat Indonesia. Sejarah

telah membuktikan bahwa ketidakstabilan persediaan pangan khususnya beras

telah memicu terjadinya kerusuhan dan tindak kriminal pada periode awal

reformasi. Hal ini mengingatkan kita betapa pentingnya peran dan campur tangan

pemerintah dalam menjaga ketersediaan beras sepanjang tahun, distribusi yang

merata dan harga yang stabil. Karena itu beras diperlakukan sebagai komoditi

yang strategis secara politis.

Selama beberapa dekade terakhir, pemerintah Indonesia telah

mengeluarkan berbagai kebijakan perberasan agar ketahanan pangan dapat

tercapai sesuai yang diamanatkan dalam UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan.

Campur tangan pemerintah dilakukan melalui berbagai lembaga yang memiliki

otoritas dalam ekonomi perberasan seperti Departemen Petanian, Departemen

Page 17: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

2

Perdagangan serta Badan Urusan Logistik (Bulog). Konsep ketahanan pangan

tidak hanya meliputi ketersediaan pangan dalam jumlah cukup, tetapi juga mutu

dan gizi yang seimbang, aman dikonsumsi serta dapat dijangkau oleh individu.

Kebijakan perberasan di Indonesia meliputi kebijakan produksi, distribusi,

impor dan pengendalian harga domestik dalam rangka menjaga ketahanan

pangan nasional. Kebijakan produksi pangan, terutama padi, telah dituangkan

melalui Inpres No. 9 Tahun 2002 tentang dukungan dalam rangka meningkatkan

produktivitas padi di Indonesia. Sebelumnya pemerintah juga telah mengeluarkan

berbagai paket teknologi seperti Bimbingan Masal (Bimas) tahun 1965,

Intensifikasi Khusus (Insus) tahun 1979 dan Supra Insus tahun 1987. Sehingga

tahun 1984 Indonesia mencapai swasembada beras. Namun kondisi tersebut

hanya berlangsung sementara karena setelah itu Indonesia harus mengimpor

beras untuk memenuhi kebutuhannya.

Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi dari Tahun1999-2007

Tahun

Luas

Panen (Ha)

Produktivitas

(Ton/Ha)

Produksi

Padi (Ton)

Produksi

Beras (Ton)

Pertumbuhan

Produksi

Beras (%)

1998 11730325 4,197 50866387 32045824 3,02

1999 11963204 4,252 49236692 31019116 -3,20

2000 11793475 4,401 51898852 32696277 5,40

2001 11499997 4,388 50460762 31790280 -2,80

2002 11521166 4,469 51489694 32438507 2,04

2003 11488034 4,538 52137604 32846691 1,26

2004 11922974 4,536 54088468 34075735 3,74

2005 11839060 4,574 54151097 34075735 0,43

2006 11786430 4,620 54454937 34306610 0,24

2007* 12165607 4,689 57048558 35940591 4,76

Sumber: BPS (2007), diolah Keterangan: *) ARAM III Konversi gabah ke beras adalah 63,2% (BPS)

Page 18: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

3

Dari Tabel 1 terlihat bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir

telah terjadi peningkatan produksi padi, meskipun cenderung fluktuatif. Tingkat

pertumbuhan produksi beras rata-rata sekitar 2,08 persen per tahun atau setara

dengan satu juta ton beras. Penurunan produksi yang terjadi pada tahun 1999

sebesar 3,20 persen disebabkan oleh bencana El-Nino tahun 1998 sehingga

berpengaruh terhadap jumlah panen tahun berikutnya. Penurunan produksi juga

disebabkan oleh penurunan luas panen akibat konversi, pengunaan input yang

kurang berkualitas, degradasi kualitas lahan, penurunan rendemen beras dan

teknologi pascapanen yang kurang tepat. Penurunan rendemen padi menjadi

determinan yang penting dalam produksi beras di Indonesia. Hal ini disebabkan

karena setiap penurunan rendemen beras sebesar 1 persen, berarti produksi beras

akan hilang sebesar 0,5 juta ton beras. Nilai ini menjadi penting untuk

diperhatikan mengingat Indonesia merupakan net importer beras dunia dengan

jumlah penduduk yang besar.

Setelah tahun 2002, produksi padi terus meningkat secara positif meskipun

pertumbuhannya sangat fluktuatif. Peningkatan produksi didorong dengan adanya

peningkatan luas areal tanam dan peningkatan produktivitas. Pascakrisis ekonomi

tahun 1998, produktivitas terus meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 4,46

persen per tahun. Kenaikan yang cukup besar terjadi pada tahun 2007 yaitu 4,76

persen. Hal ini didorong oleh adanya kebijakan Peningkatan Produksi Beras

Nasional (P2BN) pada awal tahun 2007. Selain itu, pertumbuhan produksi juga

dipicu oleh adanya kebijakan harga, baik Harga Dasar ataupun Harga Pengadaan

Pemerintah (procurement price) yang bertujuan untuk mengurangi kerugian

produsen padi akibat tingginya biaya produksi.

Page 19: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

4

Dilihat dari jumlah produksinya, Indonesia merupakan salah satu negara

produsen padi terbesar di dunia dengan produksi beras mencapai 34 juta ton per

tahun. Namun tingginya tingkat konsumsi beras nasional yang tidak diimbangi

dengan peningkatan produksi yang memadai membuat Indonesia menjadi salah

satu net importer beras terbesar di dunia sejak tahun 1998. Kariyasa (2003)

mencatat bahwa Indonesia mengimpor hampir 50 persen dari stok total beras

dunia atau rata-rata sebesar 1,5 juta ton per tahun selama periode tahun 1990-99.

Konsumsi rata-rata beras per kapita rakyat Indonesia adalah 139

kg/kapita/tahun. Nilai ini jauh lebih tinggi daripada konsumsi ideal yaitu sebesar

80-90 kg/kapita/tahun (Kariyasa, 2003). Faktor utama yang mendorong tingginya

konsumsi adalah jumlah penduduk yang besar. Ditambah lagi dengan semakin

meluasnya wilayah yang mengkonsumsi beras sebagai makanan utamanya. Jika

pada tahun 90-an hanya ada tiga provinsi yang mengkonsumsi beras, kini hampir

seluruh wilayah Indonesia telah berubah menjadi konsumen beras. Tingginya

tingkat konsumsi ini membuat ketergantungan Indonesia akan beras impor

semakin meningkat karena ketidakmampuan pemenuhan kebutuhan domestik.

Besarnya kebutuhan beras juga didorong oleh meningkatnya industri pangan dan

ditambah dengan gagalnya program diversifikasi pangan pokok. Kegagalan

diversifikasi pangan menjadi persoalan tersendiri bagi bangsa Indonesia karena

dipicu pola budaya makan rakyat Indonesia yang merasa belum makan jika belum

mengkonsumsi nasi, meskipun kebutuhan karbohidratnya sudah dipenuhi dari

makanan lain.

Page 20: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

5

Tabel 2. Jumlah Produksi, Konsumsi dan Impor Beras Periode 1995-2006

Tahun

Produksi Beras

(Ton)

Impor Beras

(Ton)

Konsumsi Total

(Ton)

Sisa Stok

( Ton)*

1995 32333691 1807875 29315000 4826566

1996 32193949 2149753 31328000 3015702

1997 31107544 349681 27721000 3736225

1998 32045824 2895118 25330000 9610942

1999 31019116 4751398 25468000 10302514

2000 32696277 1355666 25572000 8479943

2001 31790280 644733 25714000 6721013

2002 32438507 1805380 25888000 8355887

2003 32846691 1428506 25985000 8290197

2004 33456854 236867 26247000 7446721

2005 34075735 189617 29251000 5014352

2006 34306610 438108 31627628 3117090

Sumber: BPS dari berbagai tahun.

*) Sisa Stok = Produksi Beras + Impor Beras – Konsumsi Total

Jumlah impor beras dalam kurun waktu 1995-1999 relatif lebih tinggi

daripada periode 2000-2006. Pada periode 1996-1997 rasio ketergantungan impor

beras mencapai 3,0 persen dan meningkat secara signifikan pada periode 1998-

1999 hingga mencapai 11,7 persen. Nilai ini setara dengan 15 persen total volume

perdagangan beras di pasar dunia. Pada waktu itu, rasio swasembada turun hingga

mencapai 88 persen atau terendah sejak tahun 19901. Pascakrisis jumlah impor

beras ke Indonesia terus mengalami penurunan. Penurunan ini dipicu oleh

kebijakan tarif impor beras spesifik (Ad valorem) pada Januari tahun 2000. Selain

pengenaan hambatan tarif, masuknya beras impor juga dikenai inspeksi fisik yang

ketat (red line) untuk mengefektifkan adanya tarif impor. Pengenaan tarif impor

sebesar Rp.430/kg terbukti mampu mengurangi jumlah beras impor (Tabel 2),

meskipun pada sisi lain pengenaan tarif justru menimbulkan penyelundupan

1 Husein Sawit dan Lokollo (2007) dalam artikel Usulan Kebijakan Beras dari Bank Dunia: Resep

Yang Keliru.

Page 21: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

6

(under invoice) beras ke Indonesia akibat tingginya disparitas harga beras impor

terhadap harga beras domestik. Akibat adanya berbagai kesulitan penerapan tarif,

akhirnya pada Januari 2004 pemerintah mengeluarkan SK Menperindag

No.9/MPP/Kep/1/2004 tentang larangan dan aturan importasi beras ke Indonesia.

Disparitas harga beras terjadi karena harga beras di pasar dunia jauh lebih

rendah daripada harga beras domestik. Jumlah beras impor yang masuk terlalu

besar akan dapat merusak keseimbangan harga beras domestik yang akibatnya

berpengaruh terhadap pendapatan petani padi dalam negeri. Karena itu untuk

meningkatkan harga jual dan melindungi petani, pemerintah kemudian

menggunakan kebijakan Harga Dasar Gabah (HDG) yang kemudian diganti

menjadi Harga Pembelian Pemerintah (procurement price) sebagai instrumennya.

Namun kebijakan ini ternyata juga memiliki dampak negatif bagi petani sendiri

dan konsumen karena sebagian besar petani padi di Indonesia juga menjadi

konsumen beras. Karena itu, jika terjadi peningkatan harga di tingkat produsen

maka daya beli masyarakat (petani dan konsumen) akan menurun yang pada

akhirnya akan menurunkan tingkat kesejahteraan petani.

Berdasarkan penelitian, disebutkan bahwa hubungan antara harga produksi

pertanian di tingkat konsumen dan di tingkat petani bersifat asimetri (Simatupang,

1989)2. Itu artinya peningkatan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan

tidak sempurna dan lambat ke petani. Sedangkan penurunan harga beras di tingkat

konsumen ditransmisikan secara sempurna dan cepat ke petani. Begitu pun

dengan perubahan harga gabah. Mekanisme ini terjadi akibat struktur pasar beras

2 Simatupang dalam Husein Sawit (2007), artikel Usulan Kebijakan Beras dari Bank Dunia: Resep

Yang Keliru

Page 22: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

7

dunia yang bersifat oligopoli dan kurang efektifnya peranan Bulog sebagai

lembaga yang bertanggung jawab terhadap mekanisme distribusi dan impor beras.

1.2. Perumusan Masalah

Sebagai negara produsen terbesar ketiga di dunia (USDA,2007), Indonesia

seharusnya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi domestiknya. Mengingat

beras merupakan bahan makanan pokok bagi hampir seluruh penduduk yang

memenuhi lebih dari 52 persen total kebutuhan kalori per hari (Sawit, 2005).

Adapun usaha pemenuhan kebutuhan konsumsi dapat ditempuh melalui dua cara

yaitu melaui produk domestik dan impor.

Tabel 3. Produksi Beras Dunia Tahun 2003-2007 (juta ton)3

Sumber: USDA ( 2007), diolah *) Perhitungan hingga bulan November tahun 2007

Pemenuhan dari produksi domestik telah dilakukan dengan berbagai cara

dan melalui berbagai kebijakan, tetapi hasilnya masih kurang optimal. Produksi

beras relatif stagnan meskipun pemerintah telah mendorong melalui mekanisme

harga dasar sebagai insentif untuk memacu petani berproduksi dan meningkatkan

pendapatan. Menurut Malian (2004), rendahnya pertumbuhan produksi juga

3 World Rice Production, Consumption and Stock. www.usda.gov. [20 November 2007]

Negara 2003 2004 2005 2006 2007*

China 112,462 125,363 126,414 127,800 129,500

India 88,530 83,130 91,790 92,760 92,000

Indonesia 35,024 34,830 34,959 33,300 34,000

Bangladesh 26,152 25,600 28,758 29,000 29,000

Vietnam 22,082 22,716 22,772 22,894 23,261

Thailand 18,011 17,360 18,200 18,250 18,400

Nyamnar 10,730 9,570 10,440 10,600 10,660

Lainnya 78,752 82,457 84,723 83,441 84,336

Total Dunia 391,743 401,026 418,056 418,045 421,157

Page 23: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

8

dipengaruhi berbagai faktor, antara lain: 1) Penurunan tingkat rendemen padi

menjadi 63.2 persen pada tahun 2004 akibat penerapan teknologi yang tidak

sesuai anjuran dan penggunaan rice milling unit (RMU) yang sudah tua. Malian

mencatat bahwa dalam kurun waktu 50 tahun telah terjadi penurunan rendemen

padi sebesar 7,5 persen karena pada tahun 50-an tingkat rendemen padi mencapai

70 persen. 2) Minimnya modal yang dimiliki oleh petani, sedangkan pascakrisis

semua harga input seperti pupuk, pestisida dan biaya tenaga kerja mengalami

peningkatan. Akibatnya produktivitas cenderung menurun. 3) Adanya

kecenderungan lahan-lahan produktif di Indonesia, terutama di pulau jawa sudah

pada tahap pelandaian (levelling off). Ditambah lagi meningkatnya konversi lahan

pertanian ke nonpertanian akibat pertumbuhan penduduk dan industrialisasi

sehingga pemenuhan kebutuhan beras dari produksi dalam negeri kurang dapat

diandalkan.

Sumber pemenuhan lain yaitu melalui impor. Kebijakan impor beras

sebenarnya sangat membantu jika jumlah dan waktunya tepat. Mengingat dari sisi

ekonomi, harga beras impor jauh lebih murah dibanding harga beras domestik.

Namun pada tingkatan berlebih akan mengganggu kemandirian pangan suatu

negara sehingga perlu kebijakan-kebijakan untuk mengurangi dampak negatif

adanya impor. Kebijakan pengenaan tarif spesifik dan berbagai hambatan nontarif

pada komoditi pertanian termasuk beras merupakan salah satu upaya pemerintah

mengurangi ketergantungan impor. Akan tetapi kebijakan ini juga menimbulkan

masalah baru yaitu meningkatnya penyelundupan beras ke Indonesia yang dapat

merusak harga pasar dalam negeri.

Page 24: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

9

Selain dari dalam negeri, tantangan juga datang dari luar negeri.

Pengenaan tarif impor mendapat tekanan dari negara-negara maju melalui

kerangka kesepakatan-kesepakatan multilateral (misalnya: adanya Agreement on

Agriculture, WTO) dengan dalih melanggar kesepakatan perdagangan bebas yang

telah disepakati sebelumnya. Meskipun menurut Sawit (2005), rendahnya harga

beras impor di pasar internasional disebabkan karena terdistorsi berbagai

kebijakan proteksi, subsidi ekspor dan subsidi domestik negara maju melalui

green box, blue box dan amber box. Sehingga petani Indonesia tidak mampu

bersaing di pasar beras dunia, karena harga yang terjadi di pasar tidak

mencerminkan biaya produksi.

Tingginya volume impor juga secara langsung akan berpengaruh terhadap

harga beras domestik. Sesuai dengan konsep permintaan dan penawaran, semakin

banyak jumlah impor maka semakin rendah harga beras domestik. Pada kondisi

ini diperlukan kebijakan pengendalian harga yang mampu melindungi

kepentingan produsen dan konsumen secara adil. Mekanisme kebijakan harga

melalui harga dasar yang selama ini dilakukan ternyata belum mampu

memberikan insentif yang sesuai pada petani padi.

Berbagai kebijakan perberasan yang telah dikeluarkan pemerintah

sebenarnya bertujuan akhir untuk mensejahterakan rakyat. Akan tetapi kebijakan-

kebijakan tersebut juga sangat dipengaruhi mekanisme perdagangan internasional

dan berbagai perubahan pada lingkungan internal maupun eksternal Indonesia.

Oleh karena itu perlu disusun kebijakan baik kebijakan produksi, impor, distribusi

dan pengendalian harga yang mampu memberi rasa keadilan bagi seluruh pelaku

ekonomi melalui sebuah mekanisme perdagangan.

Page 25: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

10

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah perkembangan hasil kebijakan beras yang pernah

dilaksanakan di Indonesia?

2. Apakah pelaksanaan kebijakan beras yang sudah berjalan sudah mencapai

sasaran yang diharapkan?

3. Bagaimanakah strategi dan program kebijakan untuk mengembangkan

perberasan nasional?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah

dikemukakan sebelumnya, secara umum penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi kebijakan beras nasional. Secara khusus penelitian ini bertujuan

untuk:

1. Mendeskripsikan perkembangan kebijakan beras nasional.

2. Mengevaluasi hasil kebijakan beras nasional yang sudah berjalan.

3. Merumuskan strategi dan program kebijakan perberasan nasional.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai berbagai

kebijakan perberasan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka

mewujudkan ketahanan pangan. Dapat menjadi bahan masukan bagi para

pengambil kebijakan perberasan di Indonesia agar dapat merumuskan kebijakan

yang mampu memberikan perlindungan bagi petani produsen maupun konsumen

Page 26: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

11

secara adil. Selain itu juga sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan

kebijakan perdagangan beras internasional agar tercapai perdagangan beras yang

adil (fair trade) di pasar internasional.

Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi

berbagai pihak yang terkait dalam industri beras untuk menyiapkan langkah-

langkah yang dapat mengingkatkan produksi dan produktivitas padi agar

kemandirian dan kecukupan pangan Indonesia segera tercapai. Sedangkan untuk

para akademisi, semoga penelitian ini dapat menjadi bahan informasi,

perbandingan dan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu kajian kritis mengenai efektivitas kebijakan

beras yang ada di Indonesia. Kebijakan yang dianalisis meliputi kebijakan

produksi beras nasional, kebijakan impor, kebijakan pengendalian harga dan

kebijakan distribusi beras. Ruang lingkup yang digunakan dalam penelitian ini

adalah skala nasional.

Bahasan mengenai kebijakan produksi lebih menekankan pada berbagai

kebijakan yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan

beras dalam negri. Aspek produksi yang dikaji adalah luas areal tanam, tingkat

produktivitas dan jumlah produksi beras. Kebijakan impor akan membahas

berbagai perubahan pada mekanisme impor yang dipengaruhi oleh perubahan

aturan dalam perjanjian perdagangan internasional WTO. Aspek utamanya adalah

tarif impor dan berbagai jenis restriksi nontarif. Kebijakan pengendalian harga

meliputi penerapan harga dasar pembelian pemerintah (HPP) dan berbagai jenis

operasi pasar dalam rangka melindungi produsen dan konsumen. Sedangkan

Page 27: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

12

untuk kebijakan distribusi meliputi mekanisme distribusi beras yang dilakukan

Bulog dalam rangka menjamin ketahanan pangan rakyat dan keamanan stok

pangan nasional.

Keterbatasan penelitian ini terletak pada penggunaan data yaitu

penggunaan data tahunan sehingga fluktuasi bulanan (seperti harga) tidak dapat

diidentifikasi secara nyata. Beberapa faktor kritis juga tidak dimasukkan dalam

penelitian seperti inflasi, perubahan politik dan penguasa pemerintahan meskipun

beras diperlakukan sebagai komoditi politik. Penelitian ini hanya membahas

beras dari sudut pandang sebagai barang ekonomi.

Page 28: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produksi Beras

Produksi adalah suatu proses mengubah input menjadi output melalui

mekanisme sistem produksi baik berupa barang maupun jasa. Produksi beras

berarti proses perubahan input produksi hingga menjadi beras yang siap

dimanfaatkan oleh konsumen. Jumlah produksi beras di Indonesia sangat

dipengaruhi oleh jumlah luasan panen dan tingkat produktivitas. Semakin luas

areal panen dan semakin tinggi produktivitas maka semakin besar jumlah

produksi. Selain kedua hal tersebut, produksi beras juga dipengaruhi oleh tingkat

konversi dari gabah ke beras. Di Indonesia, tingkat konversi (rendemen) gabah

sebesar 63,2 persen (BPS, 2007) dengan jumlah produksi beras berkisar antara 34

juta ton per tahun atau setara dengan 54 juta ton gabah kering giling (GKG). Nilai

rendemen ini menjadi penting karena untuk setiap penurunan sebesar 1 persen,

Indonesia akan kehilangan produksi beras sebesar 0,5 juta ton.

Meskipun terdapat kecenderungan peningkatan produksi dan

produktivitas, tetapi Indonesia belum mampu menyediakan kebutuhan pangan

domestiknya sendiri (swasembada). Hal ini disebabkan karena pertumbuhan

konsumsi beras nasional belum mampu diimbangi oleh pertumbuhan produksinya.

Stagnansi produksi beras juga dipengaruhi oleh sifat produksi padi yang musiman,

stagnansi produktivitas, penggunaan input yang kurang berkualitas, semakin

meluasnya alih fungsi lahan produktif, lemahnya penguasaan teknologi produksi

maupun pascapanen oleh petani dan pengaruh perubahan cuaca dan iklim yang

dapat menyebabkan terjadinya kegagalan panen.

Page 29: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

14

Perubahan cuaca dan iklim dapat berpengaruh negatif maupun positif

terhadap produksi. Bila iklim mendukung, produksi padi pada suatu wilayah

biasanya akan meningkat. Tetapi bila iklim sedang tidak bersahabat, produksi di

wilayah tersebut akan menurun drastis. Selain itu padi juga merupakan salah satu

produk pertanian yang sangat rentan terhadap kerusakan (perishable). Karena itu

jumlah penawaran dan permintaan beras di pasar internasional sangat berfluktuasi

tergantung kondisi alam pada wilayah tersebut.

2.2. Konsumsi Beras

Konsumsi adalah proses menghabiskan barang atau jasa untuk memuaskan

keinginan (Lipsey, 1996). Konsumsi beras di Indonesia termasuk tertinggi di

dunia yang mencapai 32 juta ton beras pada tahun 2006 dengan konsumsi per

kapita sekitar 139,15 kg/tahun (BPS, 2007). Indonesia juga menjadi net importer

beras dunia meskipun menjadi produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China

dan India dengan produksi sebesar 8 persen dari total produksi dunia pada tahun

20074.

Tingginya jumlah konsumsi dipengaruhi oleh tingginya jumlah penduduk

Indonesia yang makanan pokoknya beras. Tercatat lebih dari 90 persen penduduk

Indonesia mengkonsumsi beras. Jumlah ini semakin bertambah seiring dengan

pertumbuhan jumlah penduduk. Selain jumlah penduduk, meningkatnya

permintaan beras nasional dipengaruhi oleh beberapa faktor lain diantaranya

meningkatnya pendapatan masyarakat, stabilnya harga beras di pasaran,

berubahnya pola makanan pokok sebagian penduduk dari pangan nonberas

4 World Rice Trade. www.usda.gov [28 Desember 2007]

Page 30: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

15

menjadi beras. Masyarakat Madura merubah pola konsumsinya dari jagung

menjadi beras, masyarakat Papua dari umbi-umbian menjadi beras. Hal ini

membuat semakin bertambahnya tingkat permintaan beras nasional. Selain itu,

permintaan beras juga didorong dengan semakin berkembangnya industri yang

memanfaatkan beras sebagai bahan bakunya.

2.3. Konsep Ketahanan Pangan

Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 memberikan definisi ketahanan

pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang

tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun

mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sementara USAID (1992) mendefinisikan

ketahanan pangan sebagai satu kondisi dimana masyarakat pada satu yang

bersamaan memiliki akses yang cukup baik secara fisik maupun ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan dietary dalam rangka untuk peningkatan kesehatan dan

hidup yang lebih produktif. Perbedaan mendasar dari dua definisi ketahanan

pangan tersebut yaitu pada UU No 7/1996 menekankan pada ketersediaan, rumah

tangga dan kualitas (mutu) pangan. Sedangkan pada definisi USAID menekankan

pada konsumsi, individu dan kualitas hidup5.

FAO (1997) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi di mana

semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk

memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan di mana rumah tangga

tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Hal ini berarti konsep

ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai, stabilitas dan akses

5 Achmad Suryana dan Sudi Mardianto. 2003. Apa itu Ketahanan Pangan.

www.suarapembaharuandaily .com [21 Mei 2008]. Penulis adalah Kepala Litbang Badan

Ketahanan Pangan, Deptan dan Peneliti PSE-KP.

Page 31: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

16

terhadap pangan-pangan utama. Determinan dari ketahanan pangan dengan

demikian adalah daya beli atau pendapatan yang memadai untuk memenuhi biaya

hidup (FAO, 1996).

Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7

tahun 1996 tentang Pangan, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen

yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:

1. kecukupan ketersediaan pangan;

2. stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari

tahun ke tahun.

3. aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta

4. kualitas/keamanan pangan

Keempat indikator ini merupakan indikator utama untuk mendapatkan

indeks ketahanan pangan. Ukuran ketahanan pangan di tingkat rumah tangga

dihitung bertahap dengan cara menggambungkan keempat komponen indikator

ketahanan pangan tersebut, untuk mendapatkan satu indeks ketahanan pangan.

Ketersediaan pangan dalam rumah tangga mengacu pada pangan yang cukup dan

tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga.

Stabilitas ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga diukur berdasarkan

kecukupan ketersediaan pangan dan frekuensi makan anggota rumah tangga

dalam sehari. Satu rumah tangga dikatakan memiliki stabilitas ketersediaan

pangan jika mempunyai persediaan pangan diatas cutting point (240 hari untuk

Provinsi Lampung dan 360 hari untuk Provinsi NTT) dan anggota rumah tangga

dapat makan 3 kali sehari sesuai dengan kebiasaan makan penduduk di daerah

tersebut. Indikator aksesibilitas dalam ketahanan pangan di tingkat rumah tangga

Page 32: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

17

dilihat dari kemudahan rumahtangga memperoleh pangan, yang diukur dari

pemilikan lahan serta cara rumah tangga untuk memperoleh pangan. Ukuran

kualitas pangan seperti ini sangat sulit dilakukan karena melibatkan berbagai

macam jenis makanan dengan kandungan gizi yang berbeda-beda., sehingga

ukuran keamanan pangan hanya dilihat dari ada atau tidaknya bahan makanan

yang mengandung protein hewani atau nabati yang dikonsumsi rumah tangga6.

2.4. Penelitian Mengenai Permintaan dan Penawaran Beras

Rini Andriana (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jumlah

penawaran impor beras dunia terhadap Indonesia semakin meningkat seiring

dengan meningkatnya produksi beras dunia. Peningkatan tersebut juga dipicu

dengan dukungan pemerintah negara eksportir pada petani melalui pemberian

insentif untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan. Selain itu dari segi

harga, harga beras impor relatif lebih rendah dibanding dengan harga beras

domestik. Dari sisi permintaan beras, yang dicerminkan dengan impor, jumlah

impor beras Indonesia cenderung menurun karena adanya peningkatan produksi

dalam negeri dan menurunnya konsumsi beras per kapita

Berbagai kebijakan perberasan sebenarnya telah ditetapkan oleh

pemerintah untuk melindungi petani maupun konsumen beras. Kebijakan untuk

melindungi petani seperti kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), namun

selama ini kebijakan tersebut belum berjalan secara efektif. Kebijakan untuk

melindungi konsumen melalui Operasi Pasar Murni (OPM), Operasi Pasar Khusus

(OPK) dan Raskin juga belum efektif karena tidak mampu menstabilkan harga.

6 Tim Puslit Kependudukan LIPI. 2005. Ketahanan Rumah Tangga.www.lipi.go.id [21 Mei 2007]

Page 33: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

18

Sedangkan untuk kebijakan impor relatif sudah lebih baik dari sebelumnya

dengan diterapkannya tarif impor, pengaturan ijin, tatalaksana impor yang

ditujukan untuk melindungi produsen dan konsumen beras di Indonesia.

2.5. Penelitian Mengenai Kebijakan Impor

Tahun 2005, Lubis meneliti tentang kebijakan impor beras dan kaitannya

dengan diversifikasi pangan menggunakan data sekunder (time series) periode

tahun 1978-2002. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model

Pendekatan Simulasi Kebijakan (ATPSM - Agriculture Trade Policy Simulation

Model) dengan analisis regresi berganda.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah impor beras

dipengaruhi oleh harga di tingkat pedagang dan krisis yang terjadi. Pada kondisi

ini, kebijakan yang paling efektif untuk mengurangi impor adalah quota tariff

(out of quota tariff). Jumlah konsumsi dipengaruhi jumlah penduduk, harga terigu,

tingkat pendapatan dan harga beras di tingkat konsumen. Menurut Lubis,

kombinasi kebijakan peningkatan produksi beras dan subtitusinya akan

mengakibatkan bertambahnya variasi pangan pokok. Jika ini dilakukan dengan

pengurangan impor melalui quota tarif akan menurunkan ketersediaan pangan dan

mendorong diversifikasi pangan.

2.5. Penelitian Mengenai Kebijakan Harga

Pada tahun 2004, Ritonga meneliti keefektifan kebijakan harga dasar beras

menggunakan model ekonometrika permintaan dan penawaran beras dalam

bentuk persamaan simultan. Data yang digunakan adalah data sekunder (time

series). Dalam penelitiannya, Ritonga menyatakan bahwa faktor-faktor yang

Page 34: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

19

mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran beras secara signifikan adalah

harga gabah di tingkat petani, teknologi yang digunakan, sarana produksi, tingkat

konversi lahan, harga beras eceran, pendapatan per kapita dan populasi penduduk.

Kebijakan peningkatan harga dasar memang meningkatkan pendapatan

petani di satu pihak, namun di pihak lain kenaikan harga dasar akan diikuti

dengan kenaikan harga beras eceran sehingga menurunkan kesejahteraan

konsumen. Secara agregat kebijakan tersebut telah menurunkan agregasi

kesejahteraan rakyat.

2.6. Penelitian Mengenai Distribusi Beras

Evy (2007) menyatakan bahwa adanya perbedaan jumlah permintaan dan

penawaran beras antarwaktu dan wilayah sebagai proses mekanisme pasar telah

mendorong perlunya distribusi yang baik antarwilayah. Hal ini juga terjadi di

wilayah DKI Jakarta yang merupakan salah satu wilayah defisit beras. Untuk

memenuhi kebutuhan penduduk, pemerintah daerah harus mendatangkan beras

dari daerah sekitarnya seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian

kecil dari luar Jawa. Tercatat pada tahun 2006 produksi padi lokal hanya 7.239 ton

sedangkan kebutuhan beras setiap hari mencapai 3000 ton. Sehingga sepanjang

tahun, DKI Jakarta mengalami defisit sekitar 1 juta ton beras. Untuk itu Pemda

DKI membangun PIC untuk mengatur arus distribusi beras dari dan ke Jakarta.

Dari hasil chow test model pertama diketahui bahwa faktor yang

berpengaruh nyata terhadap masuknya beras ke DKI Jakarta adalah tingkat

pendapatan daerah dan jumlah penduduk karena dapat mendorong meningkatnya

permintaan. Faktor daerah tujuan pemasaran, biaya transportasi antarwilayah,

tingkat produksi dan populasi daerah pemasok tidak berpengaruh nyata.

Page 35: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Teori Permintaan dan Penawaran

Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli

oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas dan Hirschey, 1995). Sedangkan

menurut Lipsey et al. (1995), permintaan adalah hubungan menyeluruh antara

kuantitas komoditas tertentu yang akan dibeli oleh konsumen selama periode

waktu tertentu dengan harga tertentu. Faktor–faktor yang mempengaruhi jumlah

permintaan suatu komoditas adalah harga komoditas itu sendiri, harga komoditas

lain, tingkat pendapatan, selera dan jumlah penduduk. Faktor-faktor tersebut dapat

digambarkan dalam sebuah fungsi, yaitu:

QD = f (Px, Py, I, S, Pop, ...) dimana:

QD = Jumlah komoditi yang diminta

Px = Harga komoditi X

Py = Harga komoditi Y

I = Pendapatan

Pop = Jumlah populasi

Sedangkan penawaran adalah jumlah suatu komoditas yang rela dan

mampu dijual oleh produsen dalam jangka waktu tertentu (Pappas dan Hirschey,

1995). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penawaran adalah harga

komoditas itu sendiri, harga komoditas lain, harga input, tingkat penggunaan

teknologi, pajak dan subsidi serta tujuan perusahaan. Asumsi yang digunakan

dalam teori ini adalah ceteris paribus atau jika faktor lain dianggap tetap. Faktor-

Page 36: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

21

faktor yang mempengaruhi penawaran dapat digambarkan dalam sebuah fungsi,

yaitu:

QS = f (Px, Py, Pi, r, T, ...) dimana:

QS = Jumlah komoditi yang ditawarkan

Px = Harga komoditi X

Py = Harga komoditi Y

Pi = Harga input

r = Biaya modal

T = Pajak

Teori ini diharapkan mampu menjelaskan keterkaitan faktor-faktor yang

mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran terhadap produksi dan

konsumsi beras dalam negeri.

3.1.2. Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional digunakan untuk menganalisa dasar

terjadinya perdagangan internasional dan keuntungannya. Terdapat dua kelompok

teori mengenai perdagangan internasional yaitu teori klasik dan teori modern.

Teori klasik terdiri dari Teori Keunggulan Absolut dari Adam Smith dan Teori

Keunggulan Komparatif dari David Ricardo. Sedangkan teori modern salah

satunya adalah Teori Faktor Proporsi dari Hecksher-Ohlin (Hady, 2001).

1. Teori Keunggulan Absolut

Dasar teori ini adalah bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat

perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi

produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan

mutlak dan akan mengimpor barang jika negara tersebut tidak memiliki

Page 37: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

22

keunggulan absolut terhadap jenis barang tersebut. Inti dari teori ini adalah adanya

efisiensi penggunaan input, seperti tenaga kerja, akan sangat menentukan

keunggulan suatu negara dalam perdagangan. Sehingga bila hanya satu negara

yang memiliki keunggulan absolut untuk dua jenis produk, tidak akan terjadi

perdagangan yang saling menguntungkan (Tambunan dalam Hady, 2003).

2. Teori Keunggulan Komparatif

Kelemahan pada teori Adam Smith kemudian diperbaiki oleh David

Ricardo dengan Teori Keunggulan Komparatif. Pada teori ini, meskipun suatu

negara kurang efisien dalam memproduksi dua jenis produk, namun negara

tersebut masih dapat melakukan perdagangan internasional yang menguntungkan

pada produk yang memiliki biaya relatif lebih kecil dibanding produk lainnya.

Menurut David Ricardo, perdagangan antarnegara akan terjadi bila

masing-masing negara memiliki biaya relatif yang terkecil untuk jenis barang

yang berbeda. Perbedaan relatif harga-harga atas berbagai komoditi antara dua

negara merupakan pencerminan keunggulan komparatif yang menjadi dasar

hubungan dagang agar dapat saling menguntungkan (Salvatore,1997).

3. Teori Hecksher-Ohlin (H-O)

Teori ini menjelaskan bahwa pedagangan antara dua negara dapat terjadi

karena perbedaan kepemilikan sumber daya. Negara yang memilki sumber daya

yang relatif banyak akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor

barangnya. Sedangkan negara lain akan mengimpor barang yang sumber daya

yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya. Misalnya, Perdagangan antara

Indonesia dan Jepang. Indonesia memiliki jumlah tenaga kerja yang besar, lahan

yang luas dan sumber daya yang melimpah dibanding Jepang. Sedangkan Jepang

Page 38: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

23

memiliki modal yang lebih banyak dari Indonesia. Struktur ini terbukti mampu

menciptakan perdagangan yang saling menguntungkan (Hady, 2001).

Pada dasarnya perdagangan antar negara dapat terjadi karena adanya

perbedaan jumlah permintaan dan penawaran suatu komoditas. Kelebihan

penawaran (excess supply) suatu negara dapat menjadi permintaan impor negara

lain yang mengalami kekurangan (excess demand). Selain jumlah permintaan dan

penawaran domestik, ekspor juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti harga

komoditas itu sendiri, harga barang subtitusi, dan berbagai hambatan perdagangan

(Salvatore, 1997).

Px/Py Px/Py Px/Py SB

PB Ekspor SA S* EB

P* E*

PA EA D* Impor DA

X X X

0 0 0 Pasar Negara A Pasar Internasional Pasar Negara B

Gambar 1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional

Sumber: Salvatore, 1997

Gambar di atas menunjukkan proses terjadinya perdagangan internasional

antara negara A dan B. DA dan SA adalah tingkat permintaan dan penawaran di

Negara A dengan harga pada titik PA, sedangkan DB dan SB pada negara B dengan

harga pada titik PB. Di negara A terjadi kelebihan penawaran suatu komoditas

(excess supply) sedangkan di negara B terjadi kelebihan permintaan suatu

komoditas (excess demand) karena tidak tercukupinya produksi dalam negeri.

Page 39: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

24

Perdagangan kedua negara terjadi di pasar internasional dicerminkan pada

kondisi D* dan S* dengan tingkat harga P*. Harga pada tingkat P* lebih tinggi

daripada harga di pasar negara A yaitu sebesar P*-PA, sedangkan harga di negara

B lebih tinggi dari pasar internasional sebesar PB – P*. Karena itu negara B akan

memenuhi kelebihan permintaan dengan cara mengimpor dari negara A melalui

perdagangan internasional.

3.1.3. Kebijakan Perdagangan Internasional

Kesepakatan perdagangan bebas (free trade) dalam kerangka kerjasama

internasional seharusnya dapat meningkatkan keuntungan setiap negara yang

terlibat didalamnya. World Trade Organization (WTO) sebagai organisasi

perdagangan internasional seharusnya mampu menciptakan mekanisme yang adil

dalam perdagangan sehingga tidak ada negara yang dirugikan akibat terjadinya

distorsi pasar melalui berbagai mekanisme hambatan.

Distorsi pasar terjadi akibat masih banyaknya negara yang menerapkan

berbagai jenis hambatan terutama negara-negara maju dengan dalih pengenaan

kebijakan perdagangan (trade policy) atau kebijakan komersil (commercial

policy). Hambatan ini berlaku terutama pada perdagangan produk-produk

pertanian. Hambatan perdagangan terdiri dari hambatan tarif dan hambatan

nontarif.

1. Hambatan Tarif (tariff barrier)

Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang

diperdagangkan melewati lintas batas teritorial. Tarif terdiri dari tarif ekspor

(export tariff ) dan tarif impor (import tariff). Menurut Salvatore (1997), tarif

impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari

Page 40: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

25

negara lain. Pengenaan tarif impor akan berdampak pada penurunan konsumsi

domestik dan mendorong kenaikan produksi domestik. Berkurangnya volume

impor akan meningkatkan penerimaan dalam bentuk pajak serta terjadinya

redistribusi pendapatan dari konsumen ke produsen. Sedangkan tarif ekspor

adalah pajak yang dikenakan pada suatu komoditi yang akan diekspor.

Menurut Handono et.al (2004), berdasarkan tujuannya, penetapan tarif

terdiri atas:

a. Tarif Proteksi, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk mencegah

atau membatasi impor atas barang tertentu.

b. Tarif Revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk

meningkatkan penerimaan negara.

Karena itu Hamdy (2000) menyebutkan bahwa fungsi adanya bea masuk adalah

untuk mengatur perlindungan kepentingan ekonomi dalam negri (fungsi

regulend), sebagai sumber penerimaan negara (fungsi budgeter) dan fungsi

pemerataan distribusi pendapatan nasional.

Menurut Kariyasa (2003), ada tiga jenis tarif yang diberlakukan di

Indonesia dilihat dari cara penghitunganya, yaitu:

• Tarif ad valorem (ad valorem tariff) adalah pajak yang dikenakan berdasarkan

angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor. Misalnya,

Indonesia mengenakan tarif 25 persen atas nilai impor beras dari Thailand.

• Tarif Spesifik (specific tariff) adalah pajak yang dikenakan sebagai beban tetap

unit barang yang diimpor, misalnya pungutan sebesar Rp.430/kg beras impor.

• Tarif Campuran adalah gabungan dari tarif ad valorem dan tarif spesifik.

Page 41: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

26

2. Hambatan Nontarif (nontariff barrier)

Biasanya hambatan nontarif merupakan wujud campur tangan pemerintah

dalam memproteksi industri domestiknya. Berikut adalah bentuk-bentuk restriksi

perdagangan internasional:

• Kuota Impor (Quota Impor)

Kindleberger dan Lindert dalam Sawit (1978) menyatakan bahwa quota adalah

“a limit on the total quantity of import allowed into a country each year”.

Melalui quota dilakukan pembatasan jumlah impor terhadap suatu komoditi.

Biasanya pemerintah memberikan lisensi terhadap kelompok tertentu untuk

mengimpor yang jumlahnya sudah dibatasi. Menurut Irawan (2004), terdapat

beberapa alasan diberlakukanya quota impor di suatu negara.

a. Sebagai jaminan terhadap kemungkinan naiknya pengeluaran impor akibat

persaingan perdagangan luar negri yang memburuk.

b. Quota memberikan kekuatan dan fleksibilitas administrasi pada pemerintah.

Jika dilihat dari sisi ekonomi, penerapan quota tidak memberikan nilai tambah

kepada pemerintah karena tidak mempengaruhi penerimaan negara. Sehingga

penerapan kebijakan ini lebih bersifat protektif terhadap pihak tertentu.

• Subsidi Ekspor dan Impor

Subsidi ini dapat berupa pengurangan biaya ekspor/impor maupun berbagai

kemudahan lain seperti kemudahan administrasi, pemberian modal dan

pembangunan infrastruktur.

• Persyaratan-persyaratan Kesehatan

Persyaratan-persyaratan tertentu yang sengaja dibuat untuk mengurangi laju

impor suatu komoditi ke negara tersebut. Misalnya, Amerika selalu

Page 42: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

27

mengangkat isu kesehatan manusia untuk menjatuhkan harga komoditas

pertanian yang akan masuk ke negara tersebut.

• Pajak Perbatasan

Pajak perbatasan adalah pajak tidak langsung yang dikenakan kepada

pengekspor (di luar tarif) untuk meringankan kewajiban pajak bagi importir

domestik.

• Dumping

Dumping adalah ekspor dari suatu komoditas yang harganya jauh di bawah

harga pasar, harga luar negeri lebih rendah daripada harga dalam negeri.

Dumping dibagi menjadi tiga yaitu: dumping terus-menerus, dumping predator

dan dumping sporadis.

Pembukaan perdagangan internasional beberapa komoditi pertanian oleh

pemerintah melalui impor merupakan salah satu bentuk liberalisasi perdagangan.

Sejarah telah mencatat bahwa setelah tahun 1998 pemerintah Indonesia telah

melakukan liberalisasi berbagai produk pertanian termasuk beras yang notabene

produk terpenting pertanian nasional. Peranan Bulog sebagai State Trading

Enterprise (STE) dicabut, tarif impor beras dibebaskan hingga 0 persen dan

pencabutan berbagai kebijakan subsidi serta liberalisasi tataniaga pupuk. Terlebih

lagi jika ini dikaitkan dengan berbagai perjanjian internasional yang ikut

disepakati pemerintah Indonesia seperti ratifikasi Agreement on Agriculture

(WTO) yang bertujuan untuk mereduksi berbagai hambatan perdagangan

antarnegara dalam rangka liberalisasi pasar.

Sebagian ahli berpendapat bahwa pelaksanaan liberalisasi akan

memberikan manfaat bagi perkonomian dan pembangunan pertanian Indonesia.

Page 43: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

28

Namun untuk mencapai manfaat liberalisasi perdagangan secara optimal

diperlukan Undang-undang yang mengatur persaingan yang sehat dan melarang

praktek monopoli. Selain itu, setiap negara yang terlibat harus memiliki

kemampuan sumber daya yang sama sehingga tidak ada negara yang akan

dirugikan.

Meskipun terdapat sebagian pihak yang mendukung dilakukannya

liberalisasi perdagangan pada komoditi pertanian Indonesia, namun ada juga

sebagian pihak yang tidak setuju karena liberalisasi menimbulkan dampak negatif

bagi pertanian Indonesia. Hal ini disebabkan daya saing produk pertanian

Indonesia belum sebanding dengan negara importir sehingga hanya akan

merugikan petani kecil. Selain itu berbagai jenis proteksi yang dilakukan negara

maju terhadap sektor pertanian melalui kebijakan harga (price support), subsidi

langsung (direct payment) dan bantuan pasokan (supply managemnet program)

telah menyebabkan distorsi perdagangan internasional produk pertanian dunia.

Rendahnya harga dunia hanya menyebabkan harga di negara pengimpor menjadi

tidak kompetitif sehingga kondisi persaingan menjadi tidak sehat.

3.1.4. Perjanjian Perdagangan Internasional

Pasca penandatangan ratifikasi pembentukan World Trade Organization

(WTO) melalui UU No.7 Tahun 1994, Indonesia berkewajiban mematuhi semua

perjanjian yang ada didalamnya termasuk Perjanjian Pertanian (Agreement on

Agriculture/AoA). Perjanjian ini bertujuan untuk melancarakan liberalisasi

perdagangan dunia termasuk produk pertanian. Dalam perjanjian ini terdapat tiga

pilar utama yaitu: 1) Akses Pasar (Market Access); 2) Subsidi Domestik

Page 44: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

29

(Domestic Support); 3) Subsidi Ekspor (Export Subsidies) 7 . Di samping itu

terdapat perlakuan khusus dan berbeda untuk komoditi tertentu, sehingga

keberadannya perlu dimanfaatkan dalam pembangunan pertanian Indonesia.

Sejak awal banyak negara berkembang yang meragukan akan manfaat

AoA-WTO karena adanya berbagai kelemahan dan bersifat disinsentif bagi

kebijakan pertanian negara berkembang seperti Indonesia. Kelemahannya antara

lain: 1) Sulitnya akses pasar negara berkembang ke negara maju karena sejak awal

tingkat tarifnya jauh lebih tinggi. 2) Banyaknya subsidi ekspor dan subsidi

domestik yang dilakukan negara maju untuk mendorong ekspor dari surplus

produksi yang tidak bisa dilakukan negara berkembang. 3) Tidak fleksibelnya

pengenaan tarif bagi negara berkembang untuk menyesuaikan dengan

perkembangan keadaan pada negara itu dalam menghadapi liberalisasi.

Perundingan mengenai liberalisasi sebenarnya telah dimulai pasca

penandatanganan Putaran Uruguay tahun 1986. Tujuanya adalah untuk mencegah

meningkatnya proteksionisme negara maju. Hasil perundingan itu antara lain

kesepakatan dilaksanakannya liberalisasi perdagangan dan setiap negara harus

menyusun tingkat tarif yang akan diterapkan dan melakukan konversi hambatan

nontarif ke dalam ekuivalen tarif. Hasil kesepakatan tersebut kemudian di

terapkan melalui: 1) Pengurangan hambatan pasar dengan cara penurunan tarif

rata-rata 36 persen untuk setiap jenis tarif di negara maju selama enam tahun,

sedangkan di negara berkembang hanya 24 persen selama sepuluh tahun. Selain

itu negara berkembang wajib memberikan minimum akses 5 persen dari konsumsi

domestiknya untuk kuota impor. 2) Adanya pengurangan subsidi domestik,

7 Agreement on Agriculture. www.wto.org, [29 Desember 2007]

Page 45: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

30

dimana negara maju wajib mengurangi subsidinya sebesar 20 persen tanpa batas

waktu dan negara berkembang sebesar 13,3 persen dalam 10 tahun. 3)

Pengurangan subsidi ekspor harus dilakukan sebesar 36 persen dalam enam tahun

untuk negara maju, sedangkan negara berkembang sebesar 20 persen dalam 10

tahun (Malian, 2004). Perubahan kebijakan juga terjadi di Indonesia terutama

mengenai liberalisasi perdagangan pasca kesepakatan Putaran Uruguay yang di

tetapkan melalui AoA.

Dalam perkembanganya, negara-negara maju belum sepenuhnya

melaksanakan kesepakatan dalam AoA-WTO. Mereka masih memberikan subsidi

dan proteksi yang besar terhadap produk pertaniannya. Duncan et al dalam Malian

(2004) mencatat bahwa pada tahun 1999, Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan

Korea Selatan masih memberikan proteksi rata-rata sebesar 116,2% – 463,4%.

Hingga sekarang pun besaran proteksinya belum berubah signifikan sehingga

membuat harga di pasar dunia terdistorsi. Hal inilah yang membuat liberalisasi

menjadi tidak adil bagi negara berkembang karena negara berkembang hanya

menjadi pemain kedua dan hanya menjadi pasar, seperti Indonesia. Sawit (2003)

mencatat bahwa pascakrisis 1998, tingkat ketergantungan impor meningkat dua

kali dibanding sebelum 1998. Ketergantungan impor beras mencapai 10 persen,

jagung 20 persen, kedelai 55 persen dan gula 50 persen. Hal ini tentu saja

berpengaruh buruk selain terhadap ketahanan pangan nasional juga terhadap

kemandirian ekonomi dan politik bangsa. Mengingat bahan makanan pokok,

khususnya beras diperlakukan sebagai komoditas politik dan sosial.

Page 46: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

31

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Konsumsi beras per kapita Indonesia tinggi

Pemerintah mengeluarkan kebijakan perberasan

- Kebijakan Produksi - Kebijakan Harga - Kebijakan Distribusi - Kebijakan Impor

Analisis kuantitatif Analisis deskriptif

Indikator keberhasilan kebijakan Analisis lingkungan internal

dan eksternal

SWOT

QSPM

Prioritas program kebijakan produksi

Diagram ular

Evaluasi hasil

kebijakan beras

Prioritas strategi kebijakan pengembangan beras

AHP

Adanya berbagai hambatan

pelaksanaan kebijakan

Page 47: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi Pengambilan dan Waktu Analisis Data

Penelitian mengenai efektivitas kebijakan perberasan dilakukan di

Indonesia. Pengambilan data dilakukan di Jakarta dan Bogor. Lokasi dipilih

secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan kedekatan dengan narasumber

dan instansi yang memiliki otoritas pengambilan kebijakan perberasan nasional

seperti Badan Ketahanan Pangan, Direktorat Budidaya Serealia, Pusat Penelitian

Sosial Ekonomi Pertanian dan Kebijakan Pertanian, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Pusat Logistik dan Institut Pertanian

Bogor. Waktu analisis data mulai bulan Februari hingga April 2008.

4.2. Jenis

dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan penyebaran kuesioner

dengan pihak yang memiliki otoritas pengambil kebijakan beras seperti

Departemen Pertanian sebagai otoritas dan pelaksana kebijakan produksi, Badan

Pusat Logistik sebagai otoritas kebijakan impor dan distribusi serta para ahli

independen diberbagai bidang pertanian. Sedangkan untuk data sekunder,

merupakan data deret waktu (time series) selama 30 tahun dari tahun 1977 hingga

tahun 2007. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data produksi,

konsumsi, jumlah impor, harga dasar gabah/beras dan data nilai tukar petani

sebagai indikator keberhasilan kebijakan beras dan berbagai data pendukung

lainnya. Selain itu juga digunakan data mengenai perdagangan beras Indonesia

Page 48: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

33

dan negara-negara Asia lain di pasar internasional. Data-data ini diinterpretasikan

baik melalui analisis deskriptif maupun secara grafis.

Tabel 4. Ringkasan Jenis Data, Sumber Data dalam Penelitian

Tujuan Jenis Data Sumber Data

Menganalisis perkembangan

kebijakan beras nasional

Data Sekunder Deptan,Bulog, Depdag,

Bea Cukai, Jurnal,

Artikel ilmiah dan buku

Menganalisis Efektivitas

kebijakan beras

Data Primer dan Data

Sekunder (Produksi,

luas lahan, HPP,NTP,

produktivitas, impor,

konsumsi, tarif

impor, stok dunia,

raskin dan pengadaan

Statistik Deptan, BPS,

Bea Cukai, Bulog,

USDA, Kuesioner dan

wawancara

Menganalisis prioritas strategi

kebijakan perberasan

Data Primer dan Data

Sekunder

Kuesioner, Wawancara,

USDA, Deptan dan

Jurnal

Menentukan prioritas program

kebijakan pengingkatan

produksi padi

Data Primer dan Data

Sekunder

Kuesioner, BPS, Jurnal

dan laporan penelitian

4.3. Metode Penarikan Sampel

Penarikan sampel dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

menggunakan teknik non probability sampling. Menurut Natzir (2003), teknik ini

juga dinamakan judgement sampling karena pengambilan sampel dari populasi

dilakukan berdasarkan atas pertimbangan pribadi yang ditentukan oleh peneliti.

Sampel dalam penelitian ini terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok

pengambil kebijakan dan kelompok ahli perberasan independen yang terkait

dengan perberasan Indonesia.

Kelompok pengambil kebijakan adalah pihak yang terkait secara langsung

dengan pengambilan keputusan kebijakan beras nasional karena mereka memiliki

otoritas didalamnya. Pada penelitian ini terdapat lima pakar yang menjadi

Page 49: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

34

responden penelitian. Pakar tersebut adalah Kepala Bidang Program dan Evaluasi,

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP); Kepala

Pusat Distribusi Pangan, Badan Ketahanan Pangan DEPTAN; Kepala Sub Bidang

Padi Irigasi dan Rawa, Direktorat Budidaya Serealia; dan Kepala Sub Divisi

Pengamatan Harga dan Pasar, BULOG melalui wawancara dan pengisian

kuesioner. Wawancara juga dilakukan dengan Kepala Badan Ketahanan Pangan,

DEPTAN dan beberapa peneliti yang termasuk dalam kelompok responden kedua.

Kelompok ahli independen adalah pihak diluar otoritas dengan berbagai

bidang keahlian yang terkait secara tidak langsung dengan kebijakan perberasan.

Responden adalah ahli ekonomi pertanian, ahli budidaya pertanian, ahli teknologi

pertanian, peneliti perberasan dan kebijakan pertanian serta para akademisi di

Institut Pertanian Bogor yang telah memenuhi syarat tertentu sebagai calon

responden. Jumlah responden independen adalah 50 responden yang telah dipilih

sebelumnya. Pertimbangan pemilihan responden adalah min berpendidikan S2 atau

pakar perberasan untuk mengurangi bias pemahaman mengenai kebijakan beras.

Responden dari bidang Ekonomi Pertanian sebanyak 15 orang, 9 orang

diantaranya berpendidikan S3; 5 orang S1; 1 orang S1. Pengecualian ini terjadi

karena meskipun responden berpendidikan S1 namun beliau adalah pakar

perberasan dan menjadi anggota Komisi Pengawas Kebijakan Beras, Deptan.

Responden bidang Teknologi Pertanian sebanyak 5 orang, seluruhnya S3

(seluruhnya Profesor). Bidang Budidaya Pertanian sebanyak 7 orang, seluruhnya

berpendidikan S3 (2 orang adalah Profesor). Para peneliti terdiri atas peneliti dari

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi (PPSE) dan Peneliti Pusat

Pengembangan dan Penelitian Tanaman Pangan. Dari 11 peneliti PSE, terdiri atas

Page 50: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

35

delapan orang S3 (4 diantaranya Professor) dan 3 orang S2. Sedangkan diantara 12

peneliti Pusbalitpa, 8 orang S3 (5 orang Profesor) dan 4 orang S2. Rincian

keahlian seluruh responden penelitian ada pada Lampiran 12.

Responden dari pengambil kebijakan diharapkan mampu mengevaluasi

sejauh mana tingkat keberhasilan kebijakan–kebijakan yang telah dilakukan oleh

pemerintah dari sudut pandang internal. Selain itu, berdasar input yang didapat

dari responden terpilih diharapkan dapat dirumuskan suatu strategi kongkrit untuk

memperbaiki kondisi perberasan Indonesia. Sedangkan penilaian dari responden

independen bermanfaat sebagai evaluasi dari sudut pandang eksternal yang

menilai kinerja pemerintah melalui berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan

dalam rangka mencapai ketahanan pangan nasional.

4.4. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dan

metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis

perkembangan perubahan kebijakan perberasan yang terjadi di Indonesia dan

dampaknya terhadap ekonomi beras nasional selama beberapa tahun terakhir.

Metode ini juga untuk menganalisis pengaruh perubahan kebijakan perdagangan

internasional terhadap kondisi perberasan Indonesia dalam kerangka WTO.

Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis efektivitas dan

keberhasilan kebijakan beras meliputi kebijakan produksi, kebijakan impor,

kebijakan distribusi dan kebijakan pengendalian harga. Sebelum dilakukan

analisis kuantitatif, terlebih dahulu ditentukan indikator-indikator keberhasilan

kebijakan beras melalui wawancara mendalam dengan responden. Indikator-

indikator tersebut ditentukan berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan dengan

Page 51: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

36

mempertimbangkan faktor-faktor internal maupun eksternal kondisi ekonomi

beras di Indonesia. Selanjutnya disusun strategi pengembangan perberasan

berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan para pengambil kebijakan yang

telah dilakukan sebelumnya.

Analisis kuantitatif menggunakan tiga metode yang berbeda. Untuk

melihat tingkat efektivitas dan keberhasilan implementasi kebijakan dari sudut

pandang eksternal digunakan snake diagram (diagram ular) dengan menggunakan

sematic differential scale. Sedangkan untuk menyusun strategi pengembangan

kebijakan perberasan dikuantifikasikan dengan Quantitive Strategic Planning

Matrix. Matriks ini bermanfaat untuk mencari suatu strategi yang paling menarik

unuk dimplementasikan. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan software

Microsoft Exel 2007 dan alat hitung lainnya. Kemudian hasilnya disajikan dalam

bentuk tabel, diagram dan gambar untuk memudahkan interpretasi bagi pembaca.

Sedangkan untuk menentukan prioritas program peningkatan produksi padi

digunakan metode Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process/AHP)

yang hasilnya diolah dengan software Expert Choice 2000.

4.4.1. Pembobotan Faktor Internal dan Ekstenal

Tahap ini bertujuan untuk menilai bobot faktor-faktor internal dan

eksternal yang berpengaruh terhadap keberhasilan kebijakan perberasan nasional.

Faktor internal terdiri atas elemen kekuatan (sthrengths) dan kelemahan

(weaknesess). Dalam hal ini adalah kondisi perberasan Indonesia secara makro

dari sisi permintaan (demands) maupun penawaran (supply). Selain itu juga

berbagai faktor pendukung lain seperti kondisi ekonomi, sosial budaya, politik

dan lingkungan alam. Faktor eksternal terdiri atas elemen peluang (opportunities)

Page 52: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

37

dan ancaman (threats) kebijakan perberasan. Dalam hal ini adalah pertumbuhan

produksi dan konsumsi dunia, perubahan harga dunia dan perubahan

kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional. Faktor-faktor untuk setiap

elemen dimasukan dalam kolom pertama.

Penentuan bobot setiap elemen dalam penelitian ini dilakukan dengan

metode matriks banding berpasangan (paired-wise comparison). Paired-wise

Comparison merupakan metode untuk membandingkan secara bersamaan dua

faktor (vertikal-horizontal) berdasar tingkat kepentingan dan pengaruhnya

terhadap kebijakan beras (Kinnear, 1991). Penilaian dilakukan dengan

memberikan nilai numerik dengan skala 1 sampai 3, dimana:

Nilai 1: jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal.

Nilai 2: jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal.

Nilai 3: jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal.

Nilai hasil pembobotan dimasukkan pada kolom dua. Bobot yang

diberikan pada suatu faktor akan menunjukkan tingkat kepentingan relatif

antarfaktor. Faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja kebijakan diberikan

bobot paling tinggi dan jumlah seluruh bobot harus sama dengan 1,0. Ilustrasi

pembobotan terdapat Tabel 4 dan 5.

Tabel 5. Pembobotan Faktor Internal

Faktor Strategis Internal Bobot

Kekuatan - -

Kelemahan - -

Total

Page 53: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

38

1

1 n

i

i

i

x

=

=

Tabel 6. Pembobotan Faktor Eksternal

Faktor Strategis Eksternal Bobot

Peluang - -

Ancaman - -

Total

Perbandingan berpasangan merupakan proses kuantifikasi hal-hal yang

bersifat kualitatif sehingga pembobotan tidak dapat diberikan semata-mata

berdasar paremeter secara simultan. Akan tetapi dengan persepsi pembandingan

atau perbandingan yang diskalakan secara berpasangan. Ilustrasi pemberian bobot

indikator kebijakan beras nasional dapat dilihat pada Tabel 7. Bobot dapat

diperoleh dengan membagi total nilai setiap faktor terhadap jumlah nilai

keseluruhan faktor dengan rumus:

Keterangan:

α 1 = Bobot variabel ke-i

xi = nilai variabel ke-i

i = 1, 2, 3, …

n = jumlah variabel

Tabel 7. Penilaian Bobot Indikator Keberhasilan Kebijakan Beras Nasional

Faktor Penentu Strategis A B C D …… Bobot rata-rata

A

B

C

D

……………

Total

Sumber: Kinnear, 1991

Page 54: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

39

4.4.2. Matriks SWOT

Setelah mengidentifikasi faktor internal dan eksternal, tahap selanjutnya

adalah tahap pencocokkan (Matching Stage). Tahap ini akan dilakukan dengan

analisis SWOT. Analisis SWOT adalah proses mengidentifikasi berbagai faktor

untuk merumuskan strategi organisasi (David, 2004). Analisis ini didasarkan pada

logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, tetapi secara bersamaan

dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman.

Menurut David (2004), Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman

(Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) atau Matriks SWOT adalah alat

untuk mencocokan yang penting untuk membantu pengambil keputusan

mengembangkan empat tipe strategi, yaitu: Strategi SO (Strengths-Weaknesses),

Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), Strategi ST (Strengths-Threats) dan

Strategi WT (Weaknesses-Threats). Mencocokkan faktor eksternal dengan faktor

internal merupakan bagian tersulit dalam pengembangan matriks SWOT karena

membutuhkan penilaian objektif dan tidak ada pencocokan terbaik.

Strategi S-O disusun dengan menggunakan kekuatan internal organisasi

untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi W-O bertujuan untuk

memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal

organisasi. Strategi S-T disusun dengan menggunakan kekuatan organisasi untuk

menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal. Sedangkan

strategi W-T adalah suatu taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi

kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

Page 55: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

40

Langkah-langkah dalam menyusun matrik SWOT:

1. Menuliskan peluang dan ancaman eksternal kunci organisasi

2. Menuliskan kekuatan dan kelemahan internal kunci organisasi

3. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal masukkan hasil

strategi S-O pada sel yang telah ditentukan.

4. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal masukkan hasil

strategi W-O pada sel yang telah ditentukan

5. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, masukkan hasil

strategi S-T pada sel yang telah ditentukan.

6. Menocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, masukkan

hasil strategi W-T pada sel yang telah ditentukan.

STRENGTHS (S) 1. 2.

(Faktor Kekuatan Internal)

3.

WEAKNESS (W) 1. 2. (Faktor Kelemahan Internal) 3.

OPPORTUNITIES (O) 1. 2.

(Faktor Peluang Eksternal) 3.

STRATEGI SO

STRATEGI WO

THREATS (T) 1. 2. (Faktor Ancaman Eksternal) 3

STRATEGI ST

STRATEGI WT

Gambar 3. Matriks SWOT

Sumber: David, 2004

4.4.3. Matrik QSP

Tahap selanjutnya dalam analisis data penelitian ini adalah tahap

keputusan. Pada tahap ini, teknik yang digunakan untuk menentukan daya tarik

relatif dari alternatif tindakan yang layak adalah Matriks Perencanaan Strategi

Page 56: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

41

Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-QSPM). Teknik ini dapat

secara objektif mengindikasikan strategi mana yang terbaik karena menggunakan

input dari tahap-tahap sebelumnya.

QSPM merupakan alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk

mengevaluasi alternatif strategi secara objektif berdasarkan faktor keberhasilan

kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Penilaian

intuitif yang baik sangat diperlukan pada teknik ini. Secara konsep, QSPM

menentukan daya tarik relatif berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor

keberhasilan tersebut dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif masing-

masing strategi dalam satu set alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh

kumulatif masing-masing faktor keberhasilan. Jumlah alternatif strategi bisa

berapa saja tetapi hanya strategi dalam set yang sama yang dapat dievaluasi satu

sama lain (David, 2004).

Beberapa komponen QSPM yaitu: Alternatif Strategi, Faktor Keberhasilan

Kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score-AS), Total Nilai Daya Tarik

(Total Attractiveness Score-TAS) dan Penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum

Total Attractiveness Score-STAS). Matriks QSP dapat dilihat pada Tabel 7.

Menurut David (2004), langkah-langkah mengembangkan matriks QSPM adalah:

1. Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal

pada kolom kiri matriks QSPM. Informasi ini harus diambil langsung dari

identifikasi faktor internal dan eksternal sebelumnya.

2. Memberikan bobot pada masing-masing faktor internal maupun eksternal.

3. Mengevaluasi matriks pada tahap 2 untuk mengidentifikasi alternatif-alternatif

strategi yang harus dipertimbangkan organisasi untuk dilaksanakan.

Page 57: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

42

Tabel 8. Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM)

Faktor Keberhasilan

Kunci

Bobot

Alternatif Strategi

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3

AS TAS AS TAS AS TAS

Peluang - Ancaman - Kekuatan - Kelemahan -

Total

Sumber: David, 2004

4. Tentukan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score-AS). AS didefinisikan

sebagai angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing

strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai ini ditentukan dengan memeriksa

masing-masing faktor sambil mengajukan pertanyaan, “Apakah faktor ini

berpengaruh terhadap pilihan strategi yang dibuat?” Nilai daya tarik harus

diberikan pada masing-masing strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif

strategi satu terhadap strategi lainnya. Jangkauan nilai daya tarik adalah:

1 = tidak berpengaruh , 2 = agak berpengaruh, 3 = berpengaruh, 4 = sangat

berpengaruh.

5. Hitung Total Nilai Daya Tarik (TAS). TAS adalah hasil dari perkalian bobot

dengan nilai daya tarik (AS) dalam masing-masing baris. Semakin tinggi total

nilai daya tarik maka semakin berpengaruh terhadap alternatif strategi

6. Total Nilai Daya Tarik dihitung dengan menambahkan semua total nilai daya

tarik pada masing-masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan ini akan

menunjukkan strategi mana yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan.

Semakin besar nilai penjumlahan maka strategi tersebut makin dapat

diprioritaskan.

Page 58: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

43

Sebagai salah satu alat analisis, matrik QSP memiliki beberapa

keunggulan dibandingkan alat analisis lain yaitu: alternatif strategi dapat

dievaluasi secara bertahap atau bersama-sama dalam berbagai tingkatan struktur

organisasi. Kelebihan lainnya adalah matriks ini membutuhkan penyusun strategi

untuk mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan dalam proses

keputusan. Sedangkan kelemahannya adalah selalu membutuhkan penilaian

intuitif dan asumsi yang berdasar serta hanya dapat digunakan sebagai informasi

pendahuluan dan analisis pencocokkan yang mendasari penyusunannya.

4.4.4. Diagram Ular (Snake Diagram)

Menurut Churchil (1992) dan Kinnear (1991), ada tiga metode yang paling

populer untuk mengukur sikap, persepsi dan preferensi melalui self-report

techniques. Melalui teknik ini, responden diminta secara langsung untuk

memberikan penilaian dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pada kuesioner.

Biasanya penilaian diinterpretasikan menggunakan skala angka agar mudah

diukur hasilnya. Metode tersebut meliputi Summated Rating Scale, Semantic

Differential Scale dan Staple Scale. Summated Rating Scale lebih dikenal dengan

sebutan Skala Likert, yaitu skala yang digunakan untuk mengukur tingkat

kesetujuan/ketidaksetujuan atau kesukaan/ketidaksukaan pada pernyataan yang

terdapat di kuesioner. Semantic Differential Scale yaitu teknik pengukuran sikap

dimana responden memberikan penilaian diantara sifat yang bertentangan seperti

sangat buruk hingga sangat baik dan sangat berhasil hingga sangat tidak berhasil.

Sedangkan Staple Scale merupakan modifikasi dari Semantic Differential Scale.

Penelitian ini menggunakan Semantic Differential Scale untuk mengukur

efektivitas kebijakan perberasan di Indonesia. Teknik ini sangat populer dan

Page 59: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

44

mudah diadaptasi untuk berbagai jenis pengukuran sikap, selain itu juga mudah

dikembangkan menurut subjeknya. Menurut penemunya, Charles Osgood,

Semantic Differential Scale memiliki tiga dimensi dasar untuk menentukan reaksi

responden terhadap objek yaitu: 1) Dimensi penilaian, ditunjukkan dengan adanya

dua sikap seperti baik dan buruk. 2) Dimensi potensi, ditunjukkan dengan sifat

seperti berpengaruh dan tidak berpengaruh, kuat dan lemah. 3) Dimensi aktivitas,

ditunjukkan dengan sifat seperti cepat dan lambat. Pada umumnya penilaian

menggunakan lima hingga tujuh skala. Namun dalam penelitian kali ini hanya

menggunakan empat skala untuk menghindari central tendency jawaban

responden.

Uraian Skala

Sangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk

A

B

C

D

Gambar 4. Contoh Kuesioner Semantic Differential Scale

Analisis data dilakukan dengan pendekatan analisis profil yaitu dengan

cara memetakan rata-rata jawaban responden dari setiap pertanyaan pada skala

yang telah ditentukan sebelumnya. Kemudian jawaban masing-masing pertanyaan

dihubungkan dengan garis lurus untuk melihat kecenderungan jawaban responden.

Hasil jawaban inilah yang biasanya disebut dengan Snake Diagram (diagram

ular). Menurut Churchill (1992), diagram ini disebut demikian karena bentuknya

yang menyerupai ular. Diagram Ular adalah diagram yang menghubungkan rata-

rata penilaian responden dengan garis lurus pada sekelompok pernyataan

mengenai objek.

Page 60: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

45

Uraian Sangat Baik Baik Buruk Sangat Buruk

A

B

C

D

: : :

: : :

: : :

: : :

Gambar 5. Skema Diagram Ular

Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991

4.4.5. Proses Hierarki Analisis (PHA)

Untuk memperoleh program yang komperehensif dalam rangka

pelaksanaan strategi kebijakan perberasan, maka sebelum analisis PHA seluruh

data dan informasi akan dianalisis terlebih dahulu dengan melihat data produksi

dan konsumsi beras. Kemudian faktor-faktor tersebut akan menjadi acuan

penyusunan program kebijakan perberasan. Seluruh data dan informasi yang

sudah diperoleh akan diolah dan dianalisis untuk menterjemahkan angka-angka

yang didapat dari hasil penelitian di lapangan. Analisis diperlukan untuk

memudahkan peneliti menjawab tujuan penelitian. Analisis data penelitian

menggunakan Metode Proses Hierarki Analitik (PHA).

Alasan penggunaan Proses Hierarki Analitik (PHA) sebagai alat analisis

adalah: 1) Proses Hierarki Analitik merupakan suatu proses yang sederhana untuk

menganalisis masalah yang komplek, dapat memodelkan masalah yang tidak

terstruktur pada masalah pemasaran. 2) Proses Hierarki Analitik menunjukan

prioritas untuk suatu kriteria yang diturunkan dari hasil perbandingan berpasangan

dengan cara mengiterpretasikan konsistensi dari penilaian kualitatif ke kuantitatif.

3) Proses Hierarki Analitik menghargai adanya subjektivitas pendapat responden.

Page 61: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

46

Penelitian ini dimulai dengan melakukan pengumpulan data dari

responden melalui wawancara dan kuesioner dengan pihak yang kompeten.

Selanjutnya adalah penyusunan struktur hierarki. Kemudian seluruh data hasil

ditabulasikan dan di proses dengan program komputer Expert Choice Version

2000. Berikut adalah langkah kerja utama dalam PHA (Saaty, 1993):

1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan persoalan yang diinginkan.

Penguasaan peneliti terhadap masalah secara mendalam mutlak diperlukan

pada tahap ini. Pemilihan tujuan, kriteria, kreativitas, dan elemen-elemen yang

menyusun struktur hierarki ditentukan oleh peneliti tergantung pada

permasalahan yang sedang dikaji.

2. Membuat struktur hierarki dari sudut pandang pengambil kebijakan secara

keseluruhan. Penyusunan hierarki berdasarkan pada jenis keputusan yang akan

diambil. Setiap set elemen akan menduduki suatu tingkat pada hierarki dan di

tingkat puncak hanya akan ada satu elemen yang disebut fokus, yaitu sasaran

keseluruhan yang bersifat luas. Tingkat berikutnya dapat terdiri dari beberapa

elemen yang dibagi dalam kelompok yang homogen untuk dapat

diperbandingkan dengan tingkat sebelumnya.

3. Menyusun matriks banding berpasangan. Dalam matriks ini, pasangan elemen

akan dibandingkan dengan kriteria di tingkat yang lebih tinggi untuk melihat

kontibusi dan pengaruh setiap elemen terhadap kriteria yang setingkat di

atasnya. Dimulai dari puncak hierarki untuk fokus, yang merupakan dasar

untuk melakukan perbandingan berpasangan antarelemen yang terkait di

bawahnya. Kemudian dilanjutkan pada elemen berikutnya. Model struktur

hierarki dapat dilihat pada pembahasan.

Page 62: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

47

4. Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil perbandingan

berpasangan antar elemen pada langkah 3. Pada langkah ini dilakukan

perbandingan berpasangan antarelemen pada kolom ke-i dengan setiap

elemen pada baris ke-j yang berhubungan dengan fokus G. Pembandingan

dilakukan dengan mengajukan pertanyaan: ”Seberapa kuat elemen baris ke-i

dipengaruhi oleh fokus G dibandingkan dengan elemen kolom ke-j?”. Untuk

mengisi matriks ini digunakan skala banding yang dapat dilihat pada Tabel 9.

5. Memasukan nilai-nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal

utama, dan dibawah diagonal utama diisi dengan nilai-nilai kebalikanya.

Angka 2 sampai 9 digunakan bila Fi lebih mendominasi/berpengaruh terhadap

sifat G dibanding sifat Fj. Bila sifat Fi kurang berpengaruh dibanding Fj, maka

gunakan angka kebalikanya.

Tabel 9. Nilai Skala Banding Berpasangan

NILAI

SKALA

DEFINISI

PENJELASAN

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen dipengaruhi sama kuat pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada lainnya

Pengalaman sedikit membantu satu elemen diatas lainnya.

5 Elemen yang satu jelas lebih penting dibanding elemen lainnya.

Pengalaman atau pertimbangan didorong dengan kuat dan dominasinya terlihat dalam praktik

7 Suatu elemen mutlak lebih penting dibanding lainnya

Satu elemen dengan didukung dan dominasinya terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibandingkan elemen lainya.

Dukungan elemen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai-nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan

Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan.

Kebalikan nilai-nilai di atas

Bila nilai diatas dianggap membandingkan antara elemen A dan B, maka nilai kebalikanya (1/2, 1/3, 1/4,....,1/9) digunakan untuk membandingkan kepentingan B terhadap A.

Sumber: Saaty, 1993

6. Melaksanakan langkah 3, 4, 5, untuk semua elemen pada setiap tingkat

keputusan. Ada dua matriks perbandingan yang dipakai dalam PHA, yaitu:

Page 63: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

48

a. Matriks Pendapat Individu/MPI (Gambar 7), merupakan matriks hasil

perbandingan yang dilakukan oleh individu, dimana elemennya

disimbolkan dengan aij, yaitu matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j. Nilai

yag dihasilkan dapat diubah-ubah oleh individu yang bersangkutan. Tetapi,

bila ada MPI yang tidak memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi maka

MPI tidak dimasukkan dalam analisis.

Gambar 6. Matriks Pendapat Individu (MPI)

Sumber: Saaty (1993).

b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG), pada gambar, merupakan matriks baru

yang elemennya Gij. Berasal dari rata-rata geometrik pendapat yang rasio

inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 0,1.

Gambar 7. Matriks Pendapat Gabungan (MPG)

Sumber: Saaty, 1993

Rumus matematikanya untuk mencari rata-rata geometrik adalah:

Gij = mm

k

ij kaC1

)(=

G A1 A2 A3 ... An

A1

A2

A3

...

...

An

A11

A21

A31

...

...

An1

A12

A22

A23

...

...

An2

A13

A23

A33

...

...

An3

...

...

...

...

...

...

A1n

A2n

A3n

...

...

Ann

G G G 2 G 3 ... G n

G1

G2

G3

...

...

Gn

G11

G21

G31

...

...

Gn1

G12

G22

G23

...

...

Gn2

G13

G23

G33

...

...

Gn3

...

...

...

...

...

...

G1n

G2n

G3n

...

...

Gnn

Page 64: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

49

Dimana: Gij = elemen MPG baris ke-i kolom ke-j

(aij) k = elemen baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k

k = Indeks MPI dari individu ke-k memenuhi syarat

m = jumlah MPIyang memenuhi syarat

mm

k

C1=

= perkalian elemen ke-k sampai ke-m.

7. Penilaian prioritas untuk melakukan pembobotan faktor-faktor prioritas.

Menggunakan komposisi secara hierarki untuk membobotkan vektor-vektor

prioritas dengan bobot kriteria-kriteria dan menjumlahkan semua nilai

prioritas terbobot yang bersangkutan dengan nilai prioritas dari tingkat bawah

berikutnya, dan seterusnya.

Pengolahan kedua matriks terdiri atas dua tahap, yaitu:

a. Pengolahan horizontal, untuk melihat prioritas suatu elemen terhadap

tingkat yang persis berada satu tingkat di atasnya. Terdiri tiga bagian

yaitu: penentuan vektor prioritas (Rasio Vektor Eigen), uji konsistensi dan

revisi MPI dan MPG yang memiliki rasio inkonsistensi tinggi.

Penghitungan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

• Perkalian baris (Z) atau Vektor Eigen (VE) dengan rumus:

1

n

n

k

i ijz a=

= ∏ (i,j = 1,2,..,n)

• Perhitungan vektor prioritas (VP) atau Rasio Vektor Eigen adalah:

1 1

n

n ij

n

nn

n ij

i k

a

VP

a= =

=

C

C VP = (VPi), untuk i = 1,2,3,...n

Page 65: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

50

• Perhitungan nilai Eigen Maks (λmaks), dengan rumus:

VA = (aij) x VA dengan VA = (Vai)

VB = VA dengan VB = (Vbi)

VPi

λ maks = 1/ n ∑=

n

i

ivb1

untuk i = 1, 2, 3, ..n

• Perhitungan Indeks Rasio Inkonsistensi (CI) dengan rumus:

1

maks nCI

n

λ −=

• Perhitungan Rasio Inkonsistensi (CR) adalah:

CI

CRRI

=

RI = indeks acak

Nilai rasio inkonsistensi yang lebih kecil atau sama dengan 10 persen

merupakan nilai yang mempunyai tingkat konsistensi yang baik dan dapat

dipertanggungjawabkan. CR menjadi tolak ukur bagi konsisten atau

tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks

pendapat.

b. Pengolahan Vertikal, yaitu menyusun prioritas pengaruh setiap elemen

pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap fokus. Bila CVij

didefinisikan sebagai nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada tingkat ke-i

terhadap sasaran utama, maka:

CVij = Σ CHij (t,i – 1) x VWt (i-1)

Untuk : i = 1, 2, 3,...,n

j = 1, 2, 3,...,n

t = 1, 2, 3,...,n

Page 66: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

51

dimana : CHij (t,i – 1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke-i terhadap

elemen ke-t pada tingkat diatasnya (i-1), yang

diperoleh dari pengolahan horizontal.

VWt (i-1) = nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada tingkat

ke (i-1) terhadap sasaran utama yang diperoleh

dari hasil perhitungan horizontal.

P = jumlah tingkat hierarki keputusan

r = jumlah elemen pada tingkat ke-i

s = jumlah elemen pada tingkat ke (i-1)

8. Mengevaluasi konsistensi untuk seluruh hierarki. Tahap ini dilakukan dengan

mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas kriteria bersangkutan dan

menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan pernyataan sejenis yang

menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-

masing matriks. Setelah itu, setiap indeks konsistensi acak juga dibobot

berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Jika

rasio inkonsistensinya lebih besar dari sepuluh persen, maka mutu informasi

harus diperbaiki. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara mengajukan

pertanyaan pada saat menyusun matriks banding berpasangan atau melakukan

pengisian ulang kuesioner.

Page 67: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

V. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN BERAS NASIONAL

Kebijakan adalah suatu peraturan yang telah dirumuskan dan disetujui

untuk dilaksanakan guna mempengaruhi suatu keadaan, misalnya mempengaruhi

pertumbuhan baik besaran maupun arahnya pada masyarakat umum. Kebijakan

berguna sebagai alat pemerintah untuk campur tangan dalam mempengaruhi

perubahan secara sektoral dalam masyarakat termasuk didalamnya kebijakan pada

sektor pertanian.

Pada dasarnya ada dua tipe kebijakan pemerintah di bidang pertanian yaitu

Development Policy dan Compensating Policy (Hardono et.al, 2004).

Development policy bertujuan mendorong produksi dan peningkatan pendapatan

petani. Compensating policy bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani

tetapi dengan kecenderungan menekan produksi. Kebijakan pertanian Indonesia

sendiri terdiri atas kebijakan produksi, impor, pengendalian harga dan distribusi.

Development policy banyak dilakukan di negara yang defisit produk pertanian

seperti Indonesia. Sedangkan compensating policy banyak dilakukan di negara

yang surplus produk pertanian dan sulit memasarkannya. Kebijakan harga dasar

gabah (HDG) dan kebijakan subsidi pupuk merupakan contoh development policy.

Tujuan akhir kebijakan ini adalah peningkatan produksi padi dan peningkatan

pendapatan petani padi.

5.1. Kebijakan Produksi

Dalam rangka mencukupi kebutuhan beras dalam negeri sepanjang tahun,

pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi beras nasional melalui

berbagai kebijakan produksi sesuai dengan amanat UU No.7 Th.1996 tentang

Page 68: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

53

Pangan. Kebijakan ini dilakukan melalui dua cara yaitu intensifikasi dan

ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan cara meningkatkan produktivitas

tanaman dan Indeks Pertanaman (IP). Indeks Pertanaman adalah jumlah intensitas

penanaman padi dalam satu tahun pada luasan lahan tertentu. Sedangkan

ekstensifikasi lebih ditekankan pada peningkatan luas areal panen terutama pada

wilayah Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. Melalui Departemen Pertanian,

pemerintah terus menginisiasi berbagai program peningkatan produksi beras.

Program Peningkatan Produksi Padi nasional (P4) diawali dengan

dikeluarkanya Program Padi Sentra tahun 1959. Program ini dilakukan melalui

dua paket teknologi yaitu bantuan alat dan bahan (hard technology) dan

pendekatan sosial individu (soft technology). Akan tetapi program ini kurang

berhasil sehingga pemerintah terus melakukan perubahan kebijakan dalam upaya

meningkatan produksi padi. Kemudian tahun 1965, pemerintah mengeluarkan

Program Bimbingan Masal (Bimas) dan Program Intensifikasi Khusus (Insus)

melalui SK Mentan No. 003 Tahun 1979. Hingga akhirnya Indonesia berhasil

mencapai swasembada pangan pada tahun 1984 melalui teknologi Panca

Usahatani. Program peningkatan produksi padi juga terus menerus dievaluasi

sesuai dengan perubahan lingkungan baik alam maupun sosial ekonomi.

Kebijakan produksi yang berlaku saat ini dikenal dengan sebutan Program

Peningkatan Beras Nasional (P2BN) yang dimulai sejak awal tahun 2007. Target

dari program ini adalah peningkatan produksi 2 juta ton beras atau tumbuh sekitar

5 persen GKG untuk pengadaan beras dalam negri. Selain itu juga untuk

mendorong penurunan ketergantungan impor dalam rangka mencapai target

Page 69: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

54

swasembada beras pada tahun 2015. Secara ringkas perubahan kebijakan dapat

dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Program Peningkatan Produksi Padi dan Paket Teknologi Anjuran

Program Tahun Hard Technology Soft Technology Evaluasi

Padi Sentra 1959 Varietas Si Gadis, Jelita, Dara dan Bengawan

Komando Operasi Gerakan Makmur

Tidak berhasil, kurang partisipasi petani

Bimbingan Masal

1965 Sama dengan Padi Sentra

Perbaikan kelembagaan dan kredit

Varietas unggul meluas

Intensifikasi Masal

1968 Pengenalan varietas PB5 dan PB8 (IRRI)

Sama dengan Padi Sentra, tanpa kredit

Gagal karena masalah pendanaan

Bimas Gotong Royong

1969 Penggunaan varietas PB5 dan PB8

Penguatan kelembagaan modal swasta

Munculnya Koperasi Unit Desa (KUD)

Intensifikasi Khusus

1979 Panca Usahatani Pembentukan kelompok tani

Swasembada beras tahun 1984

Supra Intensifikasi Khusus

1987 Sapta Usahatani Penguatan kelompok tani

Kurang berhasil, produksi stagnan

SUTPA 1995 Varietas Cibodas dan Membramo

Diversifikasi pertanian

Tidak Berhasil

INBIS 1997 Varietas Cibodas dan Membramo

Pendampingan petani

Gagal karena El-Nino

Gema Palagung

1998 Sapta Usahatani Kredit Usaha Tani (KUT)

Kurang berhasil, kredit macet

Corporate Farming

2000 Varietas Cibodas dan Membramo

Konsolidasi petani sehamparan

Gagal karena kesalahan persepsi petani

Proyek Ketahanan Pangan

2000 Varietas Cibodas dan Membramo

Bantuan dana langsung

Kurang berhasil, petani sulit dimonitor

Pengelolaan Tanaman & Sumberdaya Terpadu

2001 Perpaduan sumberdaya

Kelompok usaha agribisnis dan penguatan modal

Kurang berhasil, tekanan kerjasama LN

Program Peningkatan Beras Nasional

2007 Bantuan benih, pupuk bersubsidi, pupuk organik, perbaikan irigasi

Pengendalian OPT, manajemen pasca panen dan kelembagaan

Berhasil meningkatan produksi 2.6 juta ton GKG8

Keterangan: SUTPA : Sistem Usahatani Berbasis Padi dengan Orientasi Agribisnis INBIS : Intensifikasi Berwawasan Agribisnis Gema Palagung: Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung

8 Berdasarkan Berita Resmi BPS tanggal 3 Maret 2008 di www.bps.go.id.

Page 70: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

55

Melalui berbagai kebijakan tersebut, produksi padi nasional terus

mengalami peningkatan akibat peningkatan produktivitas dan luas areal. Menurut

BPS, selama 30 tahun terakhir rata-rata produtivitas padi mencapai 4,13 ton/ha

dengan produksi padi rata-rata sekitar 44 juta ton. Pada tahun 2006 saja, produksi

padi nasional telah mencapai 54,5 juta ton dengan produktivitas 4,62 ton/ha.

Selain melalui berbagai progam di atas, pemerintah juga mendorong peningkatan

produksi dengan cara memberi kepastian harga jual gabah melalui penetapan HPP

sebagai insentif yang memadai bagi petani untuk berproduksi.

Beberapa kendala yang menghambat peningkatan produksi padi nasional

antara lain seperti rendahnya penerapan teknologi produksi dan pascapanen.

Teknologi produksi seperti sarana irigasi yang memadai, input yang berkualitas,

pengaturan pola tanam, pemupukan dan penggunaan pestisida secara berimbang

belum dikuasai sepenuhnya oleh petani karena kualitas sumber daya petani yang

masih rendah. Selain itu juga sering terjadi serangan hama penyakit yang

menurunkan produksi. Teknologi pascapanen juga masih rendah seperti banyak

gabah yang hilang pada saat perontokkan di sawah dan banyak mesin

penggilingan yang sudah tua, akibatnya rendemen padi rendah. Dari sisi

permodalan juga mengalami hambatan karena sebagian besar petani kita adalah

petani kecil dengan kemampuan modal yang sangat terbatas. Selain itu juga

hambatan yang berasal dari alam seperti bencana banjir dan kekeringan yang

mempengaruhi produksi beras. Seperti pada tahun 1998 saat terjadi bencana El-

Nino yang menyebabkan produksi turun drastis.

Page 71: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

56

5.2. Kebijakan Impor

Tujuan dari kebijakan ini ialah menekan jumlah dan mengurangi tingkat

ketergantungan impor beras Indonesia. Kebijakan ini diimplementasikan melalui

dua instrumen pokok yaitu hambatan tarif dan restriksi nontarif. Pasca

penandatanganan perjanjian pertanian WTO tahun 1995, ekonomi beras Indonesia

cenderung makin terpuruk karena membanjirnya impor. Liberalisasi perdagangan

beras dilakukan dengan pembebasan bea masuk impor (0%), pencabutan Bulog

sebagai State Trading Enterprice (STE), pencabutan subsidi input dan liberalisasi

tataniaga pupuk pada tahun 1998. Selain itu, paritas harga yang terlalu tinggi

menyebabkan harga beras dalam negri menjadi tidak kompetitif dibandingkan

beras impor. Hal ini sangat menyengsarakan petani, terutama para petani kecil.

Pada tahun 2000, pemerintah melakukan kebijakan protektif dengan

menetapkan tarif impor spesifik sebesar Rp 430/kg (30% ad valorem). Nilai tarif

ini (applied tariff) ternyata jauh lebih kecil daripada tariff line yang telah

dicatatkan di WTO yaitu sebesar 40 persen, kecuali untuk beras (bound rate

160%) dan gula (95%) untuk periode 1995-2004. Kemudian nilai tarif tersebut

dikoreksi kembali pada akhir tahun 2004 menjadi sebesar Rp 450/kg yang berlaku

mulai awal tahun 2005.

Ternyata pengenaan tarif spesifik sebesar Rp 430/kg ataupun Rp 450/kg

tidak efektif mengangkat harga dalam negri dan justru mendorong terjadinya

penyelundupan (under invoice) beras ke Indonesia. Sawit (2005) menyatakan

bahwa selama tahun 2000-2003, tidak kurang dari 50 persen beras yang masuk ke

Indonesia ilegal. Akhirnya pada tahun 2004 pemerintah mengeluarkan Ketentuan

Impor Beras dalam SK Menperindag No. 9/MPP/Kep/1/2004. SK ini menyatakan

Page 72: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

57

bahwa impor beras hanya dapat dilakukan oleh importir yang telah mendapat

pengakuan sebagai Importir Produsen Beras (IP), impor juga dilarang selama 1

bulan sebelum panen raya, selama panen raya dan 2 bulan setelah panen raya

(sekitar bulan Januari-Juni) dan beras hanya boleh dibongkar di pelabuhan yang

telah disetujui pemerintah.

Proteksi nontarif juga dilakukan melalui quota tariff (Tariff Rate

Quota/TRQ) dan pengawasan jalur perdagangan. Tarif quota banyak

dimanfaatkan negara maju maupun berkembang untuk melindungi industri

domestiknya. Tarif ini relatif transparan sehingga tidak bertentangan dengan

ratifikasi AoA yang tercantum dalam green box dan blue box. Akan tetapi

Indonesia juga memiliki kewajiban untuk membuka akses pasar minimum

(minimum market acess) sebesar 70.000 ton beras atau minimal 5 persen dari total

kebutuhan domestiknya untuk impor, sesuai dengan kesepakatan AoA (1995).

Sebenarnya impor dapat menjadi solusi yang tepat untuk menjaga

ketahanan pangan jika dilakukan pada waktu yang tepat dan dengan jumlah yang

tepat. Sehingga impor tidak berakibat menekan harga domestik. Selama ini yang

terjadi justru harga beras impor mendikte harga beras dalam negri. Karena itu

pemerintah akhirnya mengembalikan kedudukan Bulog sebagai STE pada

pertengahan 2003 dan menugaskan lembaga ini sebagai satu-satunya pengendali

impor dan harga beras dalam negri dengan harapan sentralisasi akan memudahkan

pengaturan dan pengawasan impor dan stabilisasi harga.

5.3. Kebijakan Pengendalian Harga

Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi petani dan konsumen beras

melalui mekanisme stabilisasi harga. Untuk melindungi petani, sejak tahun 1970

Page 73: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

58

pemerintah mengeluarkan kebijakan harga dasar (floor price) gabah dan beras.

Tujuan diberikannya harga dasar adalah untuk memberikan jaminan pada para

petani bahwa hasil produksinya akan dibeli sesuai harga yang ditetapkan

pemerintah atau perusahaan yang ditunjuk. Kebijakan ini juga berfungsi sebagai

perangsang untuk meningkatkan produksi. Untuk melindungi konsumen,

pemerintah menetapkan harga maksimum (ceilling price), yaitu harga tertinggi

yang boleh diterapkan pedagang kepada konsumen. Pagu harga atau ceilling price

ditetapkan berbeda antarwilayah untuk mendorong distribusi perdagangan antar

daerah produsen (surplus) ke daerah konsumen (minus). Ceilling price juga

digunakan untuk menjamin agar harga pasar masih dalam jangkauan daya beli

konsumen sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses beras.

Pemerintah menunjuk Perum Bulog melalui SK Mendag No.1111 Tahun

2007 untuk menjaga stabilisasi harga beras dalam negeri melalui penerapan HPP

dan ceilling price. Hal ini juga sesuai dengan Inpres No.2 Tahun 2005 yang

kemudian diperbaharui melalui Inpres No.3 Tahun 2007 tentang Kebijakan

Perberasan. Keluarnya SK Mendag No.1109 Tahun 2007 yang berlaku efektif

sejak bulan Agustus menyatakan bahwa Bulog memonopoli kembali pengendalian

harga dan impor beras telah membuka wewenang Bulog menjadi pengendali

kebijakan impor. Karena itu, agar kebijakan impor efektif, Bulog telah

menetapkan berbagai kebijakan penunjang seperti operasi buffer stock, pengaturan

impor, kredit lunak untuk mitra Bulog, subsidi input produksi dan mekanisme

khusus. Pengaturan impor perlu dilakukan karena selama beberapa tahun terakhir,

harga beras impor terus mendistorsi harga beras domestik. Hal ini disebabkan

Page 74: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

59

karena harga beras di pasar internasional lebih rendah dari harga domestik

sehingga memicu terjadinya penyelundupan (under invoice) beras ke Indonesia.

Melalui Inpres No. 9 Tahun 2002, pemerintah dengan sangat halus

merubah istilah Harga Dasar Gabah (HDG) menjadi Harga Dasar Gabah

Pembelian Pemerintah (HDPG) atau lebih dikenal dengan Harga Pembelian

Pemerintah (HPP). Perubahan ini sekilas tidak terlalu berbeda, akan tetapi

sebenarnya sangat mendasar. Dengan kebijakan HDPG/HPP pemerintah hanya

menjamin harga gabah pada tingkat tertentu di lokasi yang telah ditetapkan, tidak

lagi menjamin harga dasar gabah minimum di tingkat petani. HDPG juga berlaku

di gudang BULOG, bukan di tingkat petani sebagaimana kebijakan HDG. Karena

itu peningkatan harga dasar yang terjadi tahun 2002 menjadi Rp 1725/kg atau

setara dengan Rp 2.790/kg beras tidak berdampak signifikan terhadap peningkatan

kesejahteraan petani. Selain itu, berubahnya status Bulog dari lembaga pemerintah

nondepartemen menjadi perusahaan umum (Perum) juga memiliki konsekuensi

lain terhadap orientasi perlindungan terhadap petani padi.

Bentuk price policy yang lain pada beras yang masih berlaku hingga saat

ini adalah Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus (OPK). OPM

merupakan bagian dari general price subsidy yang digunakan pada saat harga

beras terlalu tinggi akibat excess demand di pasar. OPM dilakukan dengan cara

pemotongan harga sekitar 10-15 persen di bawah harga pasar. Sedangkan OPK

merupakan implementasi dari targeted price subsidy. Tujuan awal OPK adalah

penyaluran bantuan pangan pada masyarakat miskin yang rawan pangan saat

krisis tahun 1998 akibat tidak efektifnya OPM. OPK masih terus dilakukan Bulog

hingga sekarang dengan target masyarakat miskin. Tahun 2002, OPK dirubah

Page 75: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

60

namanya menjadi Raskin (Beras untuk Keluarga Miskin). Program Raskin juga

masih terus dilakukan sebagai salah satu jaring pengaman sosial yang volumenya

semakin meningkat dari tahun ke tahun karena adanya kecenderungan kenaikan

harga beras di tingkat konsumen.

5.4. Kebijakan Distribusi

Distribusi beras mutlak diperlukan dalam menjaga ketahanan pangan

karena beras memiliki ciri membutuhkan waktu dalam penyediaannya. Lag

penyediaan beras terjadi karena produksi padi sangat tergantung musim tanam.

Karena itu pada bulan-bulan tertentu, terutama saat musim panen raya (Februari–

Mei), pasokan beras melimpah. Sedangkan pada musim paceklik (Agustus-

September) pasokan beras cenderung berkurang, bahkan sering terjadi kerawaan

pangan pada daerah-daerah tertentu. Persediaan beras antardaerah tidak merata

karena kemampuan produksi antarwilayah yang tidak sama. Sehingga pengaturan

distribusi pangan yang baik sangat diperlukan.

Tujuan kebijakan distribusi adalah untuk menjamin ketersediaan pangan

sepanjang tahun secara merata dan terjangkau seluruh lapisan masyarakat. Karena

itu sejak tahun 1967 pemerintah menunjuk Bulog untuk mengatur penyediaan

beras dalam negri dan menstabilkan harga. Menurut Abu Bakar (2007), Perum

Bulog memiliki setidaknya 4 tugas publik yang terkait dengan beras, yaitu; (i)

jaminan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras, (ii) stabilisasi harga,

(iii) pengelolaan raskin, dan (iv) cadangan atau stok pangan nasional9. Sesuai

dengan PP No. 7 Tahun 2003 dan Inpres No. 2 Tahun 2005 tentang kebijakan

9 Orasi Ilmiah Direktur BULOG di Kampus IPB. www.ipb.ac.id. [26 November 2007]

Page 76: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

61

perberasan, keempat tugas publik Bulog harus dilakukan secara bersama-sama

karena tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain.

Tugas pembelian gabah secara nasional bertujuan memberikan harga yang

wajar pada petani terutama pada saat panen raya melalui HPP sebagai sumber

pengadaan dalam negri. Kemudian gabah dan beras hasil pengadaan dari dalam

negri akan menjadi persediaan yang tersimpan dalam gudang-gudang (Divre) di

seluruh tanah air sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sebesar 1-1,5 juta

ton (buffer stock) yang dapat digunakan pemerintah sebagai sumber bantuan

sosial, operasi pasar, keperluan darurat dan suplai pasar tertentu. Dibandingkan

dengan jumlah konsumsi total, besarnya CBP tersebut belum merepresentasikan

pengaruh Bulog terhadap distribusi beras dalam negeri. Sebagian besar distribusi

beras di Indonesia (lebih dari 90%) melalui mekanisme pasar.

Untuk menjaga kualitas dan kuantitas CBP, pemerintah menugaskan

Bulog untuk mendistribusikanya kepada keluarga miskin melalui Raskin. Apabila

dalam penyaluran beras terjadi kekurangan stok yang tidak dapat dipenuhi dari

produksi dalam negri, maka Perum Bulog dapat melakukan impor agar cadangan

pangan nasional tercukupi. Seperti yang pernah dilakukan pada pertengahan tahun

2007, impor dilakukan karena pada saat itu stok beras di gudang Bulog hanya

sekitar 600 ribu ton sehingga tidak cukup untuk menjaga stok aman cadangan

pangan selama minimal 3 bulan ke depan10

. Jumlah ini juga tergolong rawan

karena masih dibawah buffer stock yang minimal 1 juta ton beras. Karena itu,

pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengimpor beras sebesar 250 ribu ton

10 Wawancara langsung dengan Kepala Sub Divisi Pengamatan Harga dan Pasar, BULOG

Page 77: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

62

dari Vietnam. Tetapi akibat besarnya protes dari berbagai pihak, hanya sekitar 100

ribu ton beras yang diimpor Indonesia dari Vietnam.

Proses distribusi beras di Indonesia sendiri dilakukan dengan dua cara

yaitu melalui Bulog dan mekanisme pasar. Bulog hanya menguasai sekitar 10

persen market share beras, sedangkan sisanya melalui mekanisme pasar. Bulog

juga hanya berperan sebagai stabilitator harga untuk pengadaan beras dalam

negeri, bukan sebagai penentu harga pasar beras secara keseluruhan. Karena itu

pengenaan HPP sering kali menjadi kurang efektif dalam menstabilkan harga,

terlebih lagi terkena dampak distorsi harga beras impor. Sedangkan untuk

mencegah terjadinya kerawanan pangan, Bulog mendistribusikan berasnya pada

gudang-gudang (divre dan subdivre) di seluruh provinsi di Indonesia.

Page 78: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

VI. EFEKTIVITAS KEBIJAKAN BERAS DI INDONESIA

6.1. Indikator-Indikator Efektivitas Kebijakan

Berdasarkan Impres No. 2/2005 tentang Kebijakan Perberasan, kebijakan

beras di Indonesia terbagi menjadi Kebijakan Produksi, Kebijakan Harga,

Kebijakan Distribusi dan Kebijakan Impor. Keempat kebijakan tersebut saling

terkait sehingga perubahan peraturan pada salah satu kebijakan akan

mempengaruhi kinerja kebijakan yang lainnya. Dalam rangka mengukur

keberhasilan dan efektivitas kebijakan terlebih dahulu perlu disusun indikator-

indikator keberhasilannya. Indikator keberhasilan inilah yang nantinya akan

menjadi tolak ukur penilaian keberhasilan kebijakan yang telah berjalan.

6.1.1. Kebijakan Produksi

1. Meningkatnya luas areal panen secara berkelanjutan

Luas areal panen merupakan salah satu determinan utama peningkatan

produksi padi nasional di samping tingkat produktivitas tanaman. Karena itu perlu

peningkatan yang berkelanjutan agar dapat mengimbangi laju pertumbuhan

penduduk. Di Indonesia, pertumbuhan luas areal menjadi masalah yang serius

karena terhalang oleh pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi, industrialisasi

dan pembangunan infrastruktur publik. Faktor-faktor tersebut telah mendorong

terjadinya konversi lahan pertanian ke nonpertanian terutama lahan-lahan

produktif di Pulau Jawa. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian tahun 2003, selama

tahun 2000-2002 total lahan sawah yang dikonversi menjadi lahan nonpertanian

rata-rata seluas 187,7 ribu ha/tahun. Sedangkan luas percetakan sawah baru rata-

Page 79: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

64

rata hanya seluas 48,4 ribu ha/tahun. Sehingga luas lahan sawah rata-rata

berkurang seluas 141,3 ribu ha/tahun.

Tabel 11. Konversi Lahan Sawah Selama Tahun 2000-2002

Wilayah

Konversi Lahan Sawah (000ha/th) Alokasi Penggunaan (000ha/th)

Luas Area % Terhadap

Sawah

Nonpertanian Pertanian

nonsawah

Jawa 55,72 (24,73)

1,68 43,60 (78,25)

12,12 (21,75)

Luar Jawa

132,01 (75,27)

2,98 66,56 (50,42)

65,44 (49,58)

Total 187,72 (100,00)

2,42 110,16 (58,68)

77,56 (41,32)

Sumber: Deptan (2003) Ket: ( ) = Persentase (%)

Berdasarkan data BPS, pertumbuhan luas areal panen relatif stagnan,

hanya sekitar 0,01 persen per tahun hingga tahun 2006 atau rata-rata 11 juta

hektar. Meskipun berbagai kebijakan sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Reformasi Agraria yang telah ditetapkan pun belum berjalan efektif karena masih

banyak kendala di lapangan. Namun pertumbuhan luas areal panen relatif tinggi

terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 338,4 ribu hektar (2,87%) di seluruh

Indonesia. Di luar pulau Jawa luas areal bertambah seluas 372,04 ribu hektar

(6,10%), sedangkan di pulau Jawa sendiri mengalami penurunan sebesar 32,64

ribu hektar (0,57%)11 dari tahun sebelumnya. Itu artinya, luasan lahan sawah

produktif di pulau Jawa terus menurun karena meningkatnya pembangunan

ekonomi. Ditengarai, jumlah ini didorong dengan adanya kebijakan Program

Peningkatan Beras Nasional (P2BN) pada awal tahun 2007.

Di negara lain, konversi lahan telah menjadi isu yang sangat serius dan

mendapat perhatian lebih oleh pemerintah karena berhubungan langsung dengan

11 www.agrinewsonline.go.id, Diakses tanggal 26 Maret 2008

Page 80: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

65

ketahanan pangan suatu negara. Sementara itu, pemerintah kita justru terkesan

kurang peduli terhadap dampak konversi terhadap pembangunan pertanian.

Padahal konversi lahan yang berlebih dapat berakibat buruk bagi ketahanan

pangan karena sifatnya yang laten.

Gambar 8. Perkembangan Luas Areal Tanam Padi Tahun 1978-2007

Sumber: BPS, 2007 (diolah)

Sifat konversi lahan terhadap masalah pangan di Indonesia menurut Irawan (2005)

adalah:

a. Dampak konversi lahan bersifat permanen.

Berbagai masalah dalam proses produksi ada yang bersifat temporer dan

bersifat permanen. Serangan hama dan penyakit, bencana alam dan fluktuasi

harga bersifat temporer karena hanya muncul ketika masalah itu terjadi. Tetapi

pada kasus konversi lahan, akibat yang ditimbulkan bersifat permanan dan

jangka panjang. Artinya sekali konversi lahan terjadi, akibat yang ditimbulkan

tidak berhenti pada saat itu juga tetapi akan terus terjadi sesudahnya karena

Page 81: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

66

luasan lahan yang sudah dikonversi tidak dapat kembali lagi menjadi areal

persawahan.

Ada tiga faktor yang menyebabkan dampak konversi lahan tidak dapat segera

dipulihkan yaitu: a) Lahan sawah yang sudah dikonversi ke lahan nonpertanian

tidak akan kembali menjadi lahan pertanian (bersifat irreversible). b) Upaya

pencetakan lahan sawah baru dalam rangka pemulihan produksi membutuhkan

waktu yang panjang. Asyik dalam Irawan (2005) mengatakan bahwa

diperlukan waktu lebih dari sepuluh tahun untuk membuat sawah baru dapat

berproduksi secara optimal. c) Sumber daya lahan yang potensial untuk

produksi pertanian terutama di Pulau Jawa semakin terbatas akibat cepatnya

pertumbuhan penduduk dan proses industrialisasi

b. Dampak konversi lahan bersifat kumulatif

Pengurangan luas sawah yang bersifat permanen akan menyebabkan terjadinya

masalah pangan selama periode tertentu (t0–tn) yang bersifat kumulatif.

Ilustrasinya adalah sebagai berikut:

Produksi, Permintaan dan Impor

QD = QS

M1 = dk1 M2 = dk1+ dk2 QS1

dk2 QS2 Tahun t0 t1 t2 tn

Gambar 9. Dampak Kumulatif Konversi Sawah Terhadap Masalah Pangan

Sumber: Irawan, et.all, 2000

Page 82: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

67

Dari gambar di atas dapat diilustrasikan jika pada tahun ke-0 (t0), jumlah

permintaan dan penawaran beras diasumsikan sama dan digambarkan dengan

garis lurus QS = QD . Asumsi lain yang digunakan adalah tidak ada konversi

sawah dan pencetakan sawah baru pada periode itu. Garis QD berhimpit dengan

garis QS, jika diasumsikan tidak terjadi perubahan permintaan dan penawaran

pada periode tersebut maka pada t0 tidak diperlukan impor. Tapi jika tahun t1

terjadi konversi maka produksi akan turun menjadi QS1, sedangkan QD tetap.

Pemerintah harus mengimpor sebesar M1 pada t1. Jumlah impor pada t1 pada

dasarnya adalah dampak konversi (dk1) atau selisih QD – QS1. Begitu juga

seterusnya, jika terus terjadi konversi pada tahun ke-2 maka jumlah impor akan

semakin besar karena merupakan penjumlahan dari dk1 + dk2 = M2. Begitu pula

dengan Indonesia, jika Indonesia tidak mampu menekan laju konversi maka di

tahun-tahun mendatang ancaman ketergantungan impor akan semakin

meningkat.

c. Dampak konversi bersifat progresif

Luasnya konversi setiap tahun cenderung meningkat karena sifat konversi

lahan yang menular. Artinya jika di suatu titik dibangun sebuah lokasi aktivitas

ekonomi, maka permintaan lahan di sekitarnya akan meningkat sebagai

wilayah penyangga. Karena itu luasan lahan yang dikonversi akan semakin

besar. Melihat besarnya dampak konversi yang begitu besar, sudah sepatutnya

pemerintah segera memberikan perhatian lebih dan mengeluarkan kebijakan

yang dapat mengurangi laju konversi sawah di Indonesia dan melakukan upaya

pencetakan sawah baru terutama pada lahan-lahan yang belum termanfaatkan

di luar pulau Jawa.

Page 83: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

68

2. Meningkatnya produktivitas padi secara berkelanjutan

Tingkat produktivitas padi juga menjadi penentu keberhasilan

implementasi kebijakan produksi. Hal ini disebabkan peningkatan luas areal dan

produktivitas akan menentukan produksi total padi di Indonesia. Peningkatan

produktivitas dipengaruhi oleh input produksi, teknik budidaya, kondisi lahan dan

iklim. Kondisi lahan dan iklim wilayah Indonesia sangat mendukung untuk

budidaya, hanya saja faktor input produksi dan teknik budidaya masih perlu terus

diperbaiki, mengingat sebagian besar petani Indonesia adalah petani kecil dan

miskin dengan kemampuan permodalan dan pendidikan yang masih tergolong

rendah. Input yang sangat mempengaruhi produksi terutama adalah bibit unggul

dan faktor pemupukan.

Gambar 10. Perkembangan Produktivitas Padi Tahun 1978-2007

Sumber: BPS, 2007 (diolah)

Pada tabel di atas terlihat bahwa terdapat kecenderungan kenaikan

produktivitas dalam kurun waktu 30 tahun terakhir. Namun sejak tahun 1978,

kenaikannya cenderung stagnan. Banyak ahli yang berpendapat bahwa stagnansi

Page 84: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

69

ini terjadi karena lahan-lahan di Indonesia ini sudah pada tahap pelandaian

produksi (levelling off). Sehingga produktivitas rata-ratanya hanya 4,34 ton/ha.

Tahun 1998-1999 terjadi penurunan produktivitas sekitar 0,24 ton/ha dari tahun

sebelumnya. Hal ini disebabkan adanya bencana El-Nino dan La-Nina yang

merusak sebagian besar areal persawahan beberapa provinsi sentra padi.

Akibatnya produksi tahun 1999 turun sekitar 3,2 persen dibanding sebelumnya.

Selama ini, Pulau Jawa merupakan penyumbang terbesar produksi padi di

Indonesia. Sejak swasembada beras tahun 1984, sumbangan Pulau Jawa tidak

pernah kurang dari 50 persen dari total produksi nasional, meskipun terdapat

kecenderungan terus menurun. Tahun 2006 Pulau Jawa mampu menyumbang

sekitar 55 persen produksi padi nasional. Beberapa provinsi penyumbang produksi

padi terbesar dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Produksi Padi Beberapa Provinsi Sentra Beras Nasional (Ton)

Provinsi 2003 2004 2005 2006 2007

Sumut 3403075 3418782 3447394 3007636 3204441

Sumbar 1823739 1875188 1907390 1889489 1982487

Sumsel 1977345 2260794 2320110 2456251 2726728

Lampung 1966293 2091996 2124144 2129914 2303491

Jabar 8776889 9602302 9787217 9418572 9900660

Jateng 8123839 8512555 8424096 8729291 8632210

Jatim 8914995 9002025 9007265 9346947 9501432

Banten 1691923 1812495 1861776 1751468 1879766

Kalsel 1410141 1519432 1598835 1636840 1811284

Sulsel 4003079 3552835 3390397 3365509 3675252

Jawa 28167484 29635840 29764392 29960638 30631496

Luar Jawa 23970120 24452628 2438675 24494299 26417062

Indonesia 52137604 54088468 54151097 54454937 57048558

% Jawa 54,02% 54,79% 54,96% 55,02% 53,69%

Sumber: BPS, 2007 (diolah)

Beberapa faktor yang mendukung tingginya produksi dan produktivitas

padi di Pulau Jawa antara lain: kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman padi,

Page 85: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

70

sarana irigasi yang lebih baik dibandingkan wilayah di luar Jawa, penerapan

teknologi yang lebih baik dan penyebaran informasi teknik budidaya yang lebih

cepat melalui berbagai penyuluhan di daerah.

Berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas perlu terus dilakukan,

mengingat pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Produktivitas lahan di

luar pulau Jawa masih tergolong rendah, yaitu rata-rata 3,69 ton/ha pada tahun

2006 dan meningkat menjadi 3,74 ton/ha tahun 2007. Produktivitas ini tentu

masih dapat ditingkatkan jika didukung dengan berbagai terobosan terutama

inovasi teknologi pertanian yang selama ini lambat dirasakan petani di luar Jawa.

3. Meningkatnya produksi pangan pokok nonberas

Pada dasarnya, pemenuhan kebutuhan energi tidak hanya dapat dipenuhi

melalui konsumsi beras saja. Berbagai bahan pangan lain juga memiliki

kandungan energi yang cukup seperti jagung, ubi jalar, ubi kayu, kentang dan

gandum. Tetapi hingga saat ini, beras masih menjadi makanan pokok (staple food)

bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia dengan konsumsi per kapita sekitar

133,15 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi ini menjadikan Indonesia sebagai salah

satu negara konsumen beras terbesar di dunia.

Berbagai kebijakan untuk mengurangi konsumsi beras sebenarnya sudah

dirintis sejak tahun 60-an dengan konsep menganekaragamkan dan meningkatkan

mutu gizi bahan pangan sehari-hari sesuai dengan kebijakan diversifikasi pangan.

Namun, berbagai kelebihan beras seperti rasa beras yang lebih enak serta mudah

diolah, budaya makan penduduk serta tingginya suplai beras justru membuat

posisi beras semakin kuat di semua provinsi. Pangan lokal seperti jagung, umbi-

umbian dan sagu mulai ditinggalkan masyarakat, sebaliknya pangan global seperti

Page 86: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

71

mi instan justru semakin digemari. Jika produksi beras semakin meningkat,

produksi tanaman pangan lain justru semakin menurun atau cenderung stagnan.

Hal ini disebabkan semakin menurunnya minat penduduk baik di kota maupun di

desa untuk mengonsumsi bahan pangan nonberas.

Rendahnya kebutuhan pangan nonberas secara ekonomi akan menurunkan

insentif petani untuk berproduksi karena rendahnya tingkat permintaan konsumen.

Terlihat pada Tabel 13, selama enam tahun terakhir, hanya jagung yang cenderung

meningkat. Sedangkan komoditas lain justru mengalami penurunan produksi.

Umumnya komoditas lain seperti ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai

hanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan sampingan sehari-hari dan sebagai

bahan baku industri pangan. Jumlah kebutuhan kedelai nasional sebenarnya

sangat tinggi sehingga kita harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan. Tetapi

potensi peningkatan kedelai nasional memang kurang dikembangkan dibanding

dengan produksi padi. Selain karena input yang kurang memadai, juga karena

masih rendahnya insentif bagi petani untuk berproduksi tanamanan kedelai.

Tabel 13. Produksi Beras dan Tanaman Pangan Utama Lainnya (000 ton)

Jenis Tanaman 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Padi 51490 52138 54089 54151 54455 57049

Jagung 9654 1088 11225 12524 11609 13280

Ubi Kayu 16913 18524 19425 19321 19987 18950

Ubi Jalar 1772 1992 1902 1857 1854 1874

Kacang Tanah 718 786 838 836 838 789

Kedelai 637 672 724 808 748 608

Sumber: Statistik Deptan, 2007

Page 87: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

72

6.1.2. Kebijakan Impor

1. Penetapan hambatan tarif dan nontarif efektif

Selain melalui pengenaan tarif, upaya untuk memproteksi perdagangan

dilakukan melalui restriksi nontarif. Sejak tahun 2000, Indonesia mengenakan

tarif spesifik untuk beras sebesar Rp 430/kg (30% Ad valorem) kemudian direvisi

menjadi Rp 450/kg pada tahun 2005 (efektif mulai 1 Januari 2005). Tujuan utama

dikenakanya tarif adalah mengurangi jumlah impor ke Indonesia. Selama ini

impor beras Indonesia tergolong tinggi dibandingkan negara berkembang lain

dengan rataan 1,5 juta ton pada periode 1995-2000. Proteksi ini juga tergolong

transparan dan masih dapat diterima oleh negara maju mengingat harga beras

dunia cenderung lebih rendah dari harga beras domestik, nilai tarif impor masih

berada dibawah 160 persen bound rate untuk beras, dan Indonesia masih

membuka akses pasar untuk impor. Nilai tarif ini diharapkan mampu menutupi

paritas harga beras dunia terhadap harga beras dalam negri yang cenderung lebih

rendah selama beberapa tahun terakhir sehingga harga beras dalam negri menjadi

lebih stabil.

Kebijakan tarif impor juga dikombinasikan dengan berbagai retriksi

nontarif agar lebih efektif seperti pengenaan quota impor, lisensi importir,

pengaturan waktu impor sesuai SK. Mendag No. 9 Tahun 2004, pengenaan pajak

perbatasan, subdidi ekspor dan impor dan persyaratan kesehatan. Selain itu juga

dilakukan pengawasan ketat selama pelayaran dan pemeriksaan barang dan

karantina pada saat memasuki wilayah Indonesia (red line). Berbagai hal tersebut

bertujuan untuk menjamin keamanan beras impor saat dikonsumsi dan

mengurangi terjadinya penyelundupan beras selama masa impor.

Page 88: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

73

2. Penurunan Jumlah Impor Beras

Salah satu indikator keberhasilan kebijakan impor adalah menurunnya

jumlah impor beras ke Indonesia. Penurunan impor ini dapat disebabkan karena

dua hal yaitu: penurunan konsumsi beras penduduk Indonesia atau peningkatan

produksi beras dalam negeri. Selama ini, meskipun terus terjadi peningkatan

produksi beras nasional melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, peningkatan

tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan domestik. Sehingga Indonesia

masih harus mengimpor. Perkembangan impor beras Indonesia dilihat pada

Gambar 11.

Gambar 11. Perkembangan Jumlah Impor Beras Tahun 1986-2006 (ton)

Sumber: BPS, 2007 (diolah)

Dari grafik di atas terlihat bahwa impor beras tertinggi terjadi pada periode

1995-2000. Pada tahun 1999, impor beras bahkan mencapai 4,8 juta ton (BPS,

2007). Krisis ekonomi tahun 1997 menyebabkan produksi padi nasional menurun

secara drastis karena kondisi ekonomi, politik dan keamanan yang kurang

kondusif. Berbagai tindak kerusuhan dan penjarahan terjadi pada masa itu juga

didorong adanya kekhawatiran kurangnya stok pangan pokok di pasar. Selain itu,

Page 89: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

74

tingginya jumlah impor juga disebabkan oleh bencana El-Nino pada tahun1998

yang merusak sebagaian areal pertanian produktif di wilayah sentra beras.

Produktivitas padi turun hingga menyebabkan produksi beras turun sekitar 2 juta

ton, sementara jumlah penduduk terus meningkat. Selain itu pemerintah juga

melakukan liberalisasi perdagangan dengan membebaskan tarif impor hingga 0

persen akibat tekanan IMF dan WTO. Akibatnya tingkat ketergantungan impor

beras Indonesia semakin meningkat.

Pascakrisis, jumlah impor beras cenderung terus menurun. Hal ini

disebabkan semakin baiknya kebijakan peningkatan produksi padi nasional dan

diberlakukanya kebijakan tarif impor beras kembali tahun 2000. Berbagai insentif

juga diberikan kepada petani sebagai pendorong untuk berproduksi. Karena itu,

selama lima tahun terakhir, produksi beras terus mengalami peningkatan. Jika

beberapa tahun terakhir Indonesia masih terus mengimpor, hal itu lebih

disebabkan untuk kebutuhan Raskin dan menjaga stok aman dalam negri terutama

pada musim paceklik.

6.1.3. Kebijakan Harga

1. Harga beras di tingkat petani layak

Instrumen kebijakan harga yang digunakan untuk melindungi petani

domestik adalah melalui Harga Pembelian Pemerintah (HPP). HPP adalah harga

gabah/beras yang ditentukan pemerintah untuk menjamin penerimaan petani

produsen gabah/beras. Bulog bersama mitranya akan membeli gabah/beras petani

sesuai HPP. Berdasarkan Inpres No. 3 Th 2007 tentang Kebijakan Perberasan,

disebutkan bahwa harga pembelian GKP dalam negri dengan kadar air

maksimum 25 persen dan kadar hampa maksimum 10 persen adalah Rp 2000/kg

Page 90: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

75

di tingkat petani atau Rp 2.035/kg di penggilingan. Harga GKP dengan kualitas

kadar air maksimum 14 persen dan kadar hampa 3 persen adalah Rp 2.575/kg di

tingkat petani atau Rp 2.600/kg di gudang Bulog. Sedangkan harga beras dengan

patahan 20 persen adalah Rp 4.000/kg di gudang Bulog.

Besarnya HPP dihitung dari komponen biaya produksi, biaya input seperti

pupuk, obat, benih, tenaga kerja, biaya pascapanen seperti penjemuran dan

penggilingan, nilai tukar dan inflasi menggunakan rumus R/C rasio. Karena itu,

untuk mendorong peningkatan pendapatan petani padi, besarnya HPP terus

mengalami rasionalisasi. Idealnya, besarnya HPP harus mampu menutupi biaya

produksi yang dikeluarkan petani sehingga petani mendapatkan keuntungan dari

usahatanianya.

Besarnya HPP tidak lagi ditentukan oleh Bulog, tetapi oleh pemerintah

dengan pertimbangan usulan dari Bulog setelah perubahan status Bulog menjadi

Perum pada tahun 2003. Tahun 2003 istilah Harga Dasar diganti menjadi HPP,

perggantian istilah ini ternyata memuat perubahan substansial mengenai

pembelian gabah petani. Jika dengan kebijakan harga dasar, pemerintah wajib

membeli seluruh kelebihan panen petani dengan harga dasar di tingkat petani.

Maka melalui HPP, pemerintah hanya berkewajiban membeli gabah petani sesuai

dengan tingkat kebutuhan pengadaan dalam negri sebesar HPP di gudang Bulog,

bukan di tingkat petani lagi. Perkembangan HPP dapat dilihat pada Gambar 12.

Page 91: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

76

Gambar 12. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah Gabah Kering

Panen dan Gabah Kering Giling di Tingkat Petani Periode

2000-2007

Sumber: BULOG, 2007 (diolah)

Dari grafik terlihat bahwa dalam kurun waktu 2000-2007, baik HPP GKP

maupun GKG terus mengalami peningkatan. Untuk GKG riil tahun 2003-2004,

rata-ratanya di bawah HPP karena terjadinya over supply. Bulog tidak mampu

menyerap seluruh kelebihan panen petani sehingga harga jatuh sepanjang tahun

berjalan. Sedangkan untuk Harga GKP, pada periode tersebut cenderung sama

dengan HPP GKP di tingkat petani. Sepanjang tahun 2006-2007, baik harga riil

GKP maupun GKG rata-rata berada di atas HPP. Hal ini didorong peningkatan

kebutuhan beras dalam negri baik untuk pangan maupun untuk industri.

2. Harga beras di tingkat konsumen terjangkau

Perlindungan terhadap konsumen beras dilakukan melalui kebijakan Harga

Eceran Tertinggi (HET). Pemerintah akan menetapkan pagu harga (ceilling price)

terutama komoditas pangan utama seperti beras. Hal ini dilakukan untuk menjaga

agar komoditas pangan pokok masih dalam jangkauan daya beli konsumen,

Page 92: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

77

terlebih golongan ekonomi bawah. Idealnya, harga beras di tingkat konsumen

harus mampu di akses oleh seluruh golongan masyarakat dengan harga yang

sesuai untuk setiap jenis dan kualitas beras. Selain itu, harga di pasar seharusnya

memberikan keuntungan bagi petani produsen maupun konsumen yang membeli.

Jika terjadi kerawanan pangan, Bulog sebagai stabilitator harga beras akan

melakukan OPM di wilayah yang mengalami kelangkaan dan kerawanan pangan.

Beras yang dijual melalui OPM berasal dari CBP dan dijual lebih rendah sekitar

10-15 persen dibanding harga pasar. Sedangkan untuk kelompok masyarakat

miskin, Bulog akan mendistribusikan Raskin sebagai bentuk perlindungan

konsumen akibat peningkatan harga beras.

Tabel 14. Harga Rata-Rata Beras di Tingkat Konsumen di Kota Besar

No Kota 2003 2004 2005 2006 2007 Pertumbuhan 06-07

1 Jakarta 3.436 3.374 3.671 4.840 5.095 5,26%

2 Bandung 2.720 2.700 3.132 4.129 4.375 5,96%

3 Semarang 3.047 3.011 3.417 4.361 4.664 6,29%

4 Jogjakarta 2.709 2.722 3.291 4.361 4.664 6,97%

5 Surabaya 2.637 2.647 3.643 4.284 4.123 -3,76%

6 Medan - - - - 5.355 -

7 Makasar - - - - 4.126 -

Sumber: Statistik Pertanian, Deptan (2007) Sejak tahun 2007, kota pengamatan ditambah dengan Medan dan Makasar

Harga rata-rata beras di semua kota pengamatan terus mengalami

peningkatan. Penyebab peningkatan harga adalah meningkatnya biaya produksi

seperti harga pupuk, benih unggul, obat-obatan dan biaya tenaga kerja. Selain itu

juga dipengaruhi meningkatnya harga BBM, harga barang kebutuhan pokok lain

dan tingkat inflasi yang secara agregat akan mendorong terjadinya peningkatan

harga barang dalam negeri termasuk beras.

Page 93: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

78

6.1.4. Kebijakan Distribusi

1. Kecukupan stok beras sepanjang tahun

Beras merupakan pangan pokok rakyat Indonesia yang dibutuhkan

sepanjang tahun. Namun pengadaanya membutuhkan waktu karena bergantung

pada musim tanam. Bulan-bulan tertentu saat panen raya (Februari-Mei),

pasokannya melimpah, tetapi saat paceklik, sering terjadi kerawanan pangan di

beberapa daerah. Padahal jika dilihat dari total produksi dan konsumsi beras per

tahun, produksi dalam negeri sebenarnya sudah mampu mencukupi kebutuhan,

tetapi karena belum lancarnya proses distribusi menyebabkan kerawanan pangan

sering terjadi.

Bulog merupakan lembaga yang mengatur distribusi beras ke seluruh

wilayah Indonesia. Pengadaan beras dalam negri yang dibeli dari petani disimpan

dan didistribusikan pada gudang-gudang Bulog (divre/subdivre). Saat ini terdapat

lebih dari 1500 gudang Bulog di seluruh provinsi dengan kapasitas total ± 3,9 juta

ton beras12

. Selain berfungsi sebagai Cadangan Beras Pemerintah (CBP), beras

yang disimpan di gudang Bulog juga digunakan sebagai beras Raskin, bantuan

sosial, operasi pasar dan untuk keadaan darurat. CBP terdiri atas stok operasi, stok

penyangga (buffer stock) dan pipe line stock. Pemerintah mewajibkan Bulog untuk

menjaga stok penyangga aman sepanjang tahun sebesar 1-1,5 juta ton beras. Jika

jumlah ini berkurang, maka kewajiban Bulog untuk segera mengisinya kembali

baik melalui pengadaan beras dalam negeri maupun melalui impor.

12 Wawancara dengan Kepala Sub Divisi Pengamatan Harga dan Pasar, BULOG [3 April 2008]

Page 94: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

79

Gambar 13. Realisasi Pengadaan Beras Dalam Negri oleh Bulog (ton)

Sumber: BULOG, 2007 (diolah)

Kecukupan persediaan beras di tingkat provinsi perlu diperhatikan karena

wilayah Indonesia yang sangat luas dan berbentuk kepulauan. Untuk menghindari

kerawanan pangan, beras pemerintah disimpan di berbagai tempat. Sejak tahun

2003, fungsi Bulog lebih diutamakan pada pengadaan dan pendistribusian pangan

pokok golongan masyarakat tertentu melalui Raskin. Jumlah beras yang dikuasai

oleh Bulog sangatlah kecil dibandingkan dengan jumlah yang beredar di pasar,

hanya sekitar 10 persen. Karena itu sebenarnya manajemen stok dan distribusi

beras Bulog hanya berpengaruh kecil dan lebih sebagai upaya antisipasi terhadap

kerawanan pangan nasional. Pola distribusi beras di Indonesia dapat dilihat pada

Gambar 14.

Bulog membeli beras dari petani melalui beberapa cara yaitu melalui KUD

dan pedagang rekanan Bulog dengan harga sesuai HPP yang berlaku. Tetapi

sebagian besar beras untuk pengadaan dalam negeri dibeli Bulog dari pedagang.

Seharusnya, Bulog langsung membeli beras ke tingkat petani agar harga jual di

tingkat petani meningkat. Untuk meningkatkan efesiensi, Bulog dapat

Page 95: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

80

memberdayakan kembali peranaan KUD. Keberadaan KUD dalam distribusi beras

sangat strategis bagi petani untuk mendapatkan harga sesuai ketentuan

pemerintah, khususnya saat panen raya. Beras yang sudah terkumpul kemudian

disimpan di gudang Bulog, yang kemudian disalurkan ke pasar melalui grosir.

KUD juga harus mengikuti pergerakan harga beras di pasar agar ketika harga

gabah di pasar lebih tinggi dari HPP, petani tidak lebih memilih untuk menjual ke

pedagang pengumpul dengan harga lebih tinggi.

Gambar 14. Pola Distribusi Beras Dalam Negeri Tahun 200413

2. Penyaluran beras untuk rakyat miskin terjamin

Sesuai dengan Inpres No. 3 Th 2007 tentang Kebijakan Perberasan, salah

satu tugas Bulog adalah sebagai penyalur beras kepada golongan masyarakat

tertentu melalui program Raskin. Raskin merupakan penyempurnaan program

Operasi Pasar Khusus (OPK) yang telah dilakukan sejak pertengahan 1998.

13 Distribusi Beras. www.bulog.co.id. Diakses tanggal 2 Januari 2008

Petani/Produsen

KUD

Pedagang Antar

Daerah

Pedagang Pengumpul Desa

Pengumpul Kec/ Penggilingan

SUB DOLOG Pedagang Antar

Daerah

GROSIR

Pedagang Antar Pulau

Konsumen

Pengecer

Pengecer Konsumen

Page 96: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

81

Tujuan utama program ini adalah untuk menjamin kecukupan pangan bagi rakyat

miskin di seluruh nusantara. Beberapa pertimbangan mengapa bantuan pangan ini

diberikan dalam bentuk beras, antara lain karena beras merupakan pangan pokok

mayoritas penduduk yang porsi pengeluarannya sekitar 30 persen bagi penduduk

miskin14

. Model bantuan lainnya yaitu dalam bentuk uang tunai, namun pola ini

dirasa cukup rawan terhadap penyimpangan. Melalui Raskin, diharapkan

kelompok masyarakat miskin masih dapat mengakses beras yang bermutu.

Penyaluran raskin dilakukan melalui KUD dan biasanya biaya transportasi

dibebankan kepada penerima bantuan. Namun di berbagai daerah ditemukan

kasus penyelewengan program ini seperti pembagian beras yang tidak tepat

sasaran atau beras Raskin dimanfaatkan oleh oknum desa untuk dijual kembali.

Kelemahan lain program ini adalah kualitas beras yang kurang memenuhi standar

terutama beras yang dari pengadaan impor. Karena itu dalam penyalurannya perlu

pengawasan dari semua pihak agar target program tepat sasaran dan berjalan baik.

Dari grafik terlihat bahwa selama lima tahun terakhir, jumlah relalisasi

Raskin maupun RTM penerima terus mengalami penurunan. Realisasi Raskin

tertinggi terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 2,4 juta ton untuk 14,4 juta RTM.

Menurut data BPS, jumlah KK miskin meningkat sekitar 3 juta RTM pada periode

2006-2007 menjadi sekitar 19,1 juta RTM, tetapi pada tahun 2007 pagu yang

dialokasikan hanya 1,74 juta ton dengan alokasi penerima berjumlah 16,7 juta

RTM. Artinya beras yang diterima RTM semakin sedikit dibanding sebelumnya.

14 Ashari dan Mewa Ariani. 2003. Arah, Kendala dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan

di Indonesia. FAE Vol.21.No.2

Page 97: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

82

Gambar 15. Perkembangan Realisasi Raskin Dari Tahun 2000-2007*

Sumber: BULOG, 2007

Ket: RTM = Rumah Tangga Miskin 2007* = Realisasi hingga Oktober 2007

Tahun 1998-2005, data miskin menggunakan versi BKKBN. Tahun 2006-2007 menggunakan versi BPS

6.2. Penilaian Efektivitas Kebijakan Beras Nasional

Penilaian efektivitas kebijakan beras di Indonesia dilakukan oleh

responden yang memahami perkembangan perberasaan di Indonesia. Penilaian

diukur dengan menggunakan rentang skala 1 - 4, dimana skala 1 adalah sangat

buruk, 2 adalah buruk, 3 adalah baik dan 4 adalah sangat baik. Penggunaan empat

skala ini bertujuan untukmengurangi central tendency jawaban responden. Skala

ini digunakan untuk menilai indikator-indikator keberhasilan masing-masing

komponen kebijakan perberasan. Setiap indikator disusun berdasarkan tujuan

akhir pencapaian setiap kebijakan perberasan. Nilai rata-rata penilaian dari setiap

kelompok responden dapat dilihat pada Tabel 15.

Page 98: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

83

Tabel 15 . Nilai Rata-Rata Penilaian Indikator Kebijakan Perberasan

Indikator Ekonomi

Pertanian

Budidaya

Pertanian

Teknologi

Pertanian

Peneliti

PPSE

Peneliti

Balitan

Rata-

rata

Meningkatanya luas areal panen

2 2,1 2,6 2,5 2,1 2,3

Peningkatan Produktivitas Padi secara kontinyu

2,1 2,1 2,6 2,6 2,4 2,4

Bertambahnya pangan pokok nonberas

2,0 1,9 1,8 2,1 2,3 2,0

Jumlah impor beras menurun

2,4 2,1 2,4 3,0 2,0 2,4

Penetapan tarif,

quota, hambatan

nontarif

2,0 2,0 2,6 2,7 2,4 2,3

Harga beras di tingkat konsumen terjangkau

2,3 2,3 2,4 2,1 2,4 2,4

Harga beras di tingkat produsen layak

2,4 2,4 2,6 2,5 2,5 2,4

OPM dapat menstabilkan harga

2,2 2,2 2,8 2,2 2,2 2,4

Kecukupan stok Bulog

2,4 2,4 3,2 2,8 2,3 2,6

Penyaluran Raskin terjamin

2,0 2,1 2,2 2,5 2,0 2,2

Dari nilai rata-rata yang telah dihitung sebelumnya, kemudian akan

disajikan dalam bentuk diagram ular. Diagram ini digunakan untuk melakukan

penilaian sikap responden terhadap pencapaian kebijakan beras di Indonesia.

Diagram Ular juga memudahkan penilaian secara visual karena diagram ini

menghubungkan nilai rata-rata setiap indikator dengan sebuah garis lurus. Hasil

penilaian sikap setiap kelompok responden dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.

Page 99: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

84

Gambar 16. Penilaian Keberhasilan Kebijakan Beras Menurut Responden di

Bidang Keahlian Ekonomi Pertanian, Teknologi Pertanian dan

Budidaya Pertanian.

Keterangan: : Ahli Ekonomi Pertanian : Ahli Teknologi Pertanian : Ahli Budidaya Pertanian

1 : Sangat Buruk 2 : Buruk 3 : Baik 4 : Sangat Baik

Instrumen Kebijakan 1 2 3 4

Meningkatanya luas areal

panen

Peningkatan Produktivitas

padi secara kontinyu

Bertambahnya pangan

pokok nonberas

Jumlah impor beras

menurun

Penetapan tarif, quota tarif

dan hambatan nontarif

Harga beras di tingkat

konsumen terjangkau

Harga beras di tingkat

produsen layak

Pelaksanaan OPM dapat

menstabilkan harga

Kecukupan stok Bulog

sepanjang tahun

Penyaluran beras ke rakyat

miskin terjamin

Page 100: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

85

Gambar 17. Diagram Ular Kebijakan Beras Menurut Responden Peneliti

dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan dan

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Keterangan:

: Peneliti Pusbalitan

: Peneliti PSE-KP

Pada kebijakan produksi, tiga indikator utama yaitu peningkatan luas areal

panen, produktivitas yang kontinyu dan pertambahan pangan pokok nonberas

dinilai buruk dengan total nilai rata-rata indikator kebijakan produksi adalah 2,25.

Indikator peningkatan luas panen dinilai buruk oleh responden dengan nilai rata-

rata 2,3. Hanya kelompok responden teknologi pertanian dan peneliti PSE yang

memberi penilaian agak baik dengan rata-rata penilaian 2,6 dan 2,5. Buruknya

penilaian ini disebabkan karena menurut responden kinerja pemerintah dalam

Indikator Skala

Instrumen Kebijakan 1 2 3 4

Meningkatanya luas areal

panen

Peningkatan Produktivitas

padi secara kontinyu

Bertambahnya pangan

pokok nonberas

Jumlah impor beras

menurun

Penetapan tarif, quota tarif

dan hambatan nontarif

Harga beras di tingkat

konsumen terjangkau

Harga beras di tingkat

produsen layak

Pelaksanaan OPM dapat

menstabilkan harga

Kecukupan stok Bulog

sepanjang tahun

Penyaluran beras ke rakyat

miskin terjamin

Page 101: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

86

mengurangi konversi lahan terutama di pulau Jawa belum optimal. UU Pokok

Agraria No. 5 Tahun 1960 yang selama ini berlaku belum dilaksanakan secara

benar. Fragmentasi lahan terus terjadi akibat sistem waris yang telah mendorong

konversi lahan pertanian. Menurut BPS, pada tahun 2007 terjadi peningkatan luas

areal panen sebesar 2,87 persen atau sebesar 338,4 ribu hektar. Peningkatan luas

panen terutama terjadi di Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi sebesar 372,04 ribu

ha. Tetapi luas panen di pulau Jawa justru mengalami penurunan sebesar 32,64

ribu ha dibanding tahun sebelumnya. Penurunan luas lahan diduga akibat

tingginya konversi lahan pertanian produktif untuk perumahan dan kegiatan

ekonomi.

Upaya percetakan sawah baru juga terus mengalami hambatan. Selain

karena mahalnya biaya percetakan lahan baru, juga karena lamanya waktu yang

dibutuhkan agar lahan tersebut mampu berproduksi optimal. Akibatnya, luas areal

panen padi fluktuatif (Gambar 8) baik untuk lahan sawah irigasi maupun lahan

kering. Menurut Kasubid Padi Irigasi dan Rawa, Deptan, menurunnya jumlah

lahan irigasi disebabkan banyaknya infrastruktur irigasi yang rusak dan

menurunnya debit air sungai akibat kerusakan daerah serapan air. Dari sekitar 5,5

juta saluran irigasi, hanya sekitar 4,5 juta yang kondisinya masih baik sedangkan

sisanya rusak berat. Karena itu antara tahun 2000-2006, kenaikan luas lahan hanya

terjadi pada tahun 2001 dan 2004, masing-masing 0,01 persen dan 0,04 persen.

Tahun 2000-2002, total konversi sawah mencapai 187,7 ribu ha/th dengan

percetakan sawah baru rata-rata hanya 48,4 ribu ha/th. Sedangkan penurunan

lahan kering didorong konversi lahan menjadi area perkebunan terutama di luar

Page 102: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

87

Jawa. Peningkatan lahan kembali terjadi tahun 2007 karena adanya program

P2BN sebagai upaya peningkatan produksi padi nasional.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga membuat luas areal per kapita

terus menurun. Hal ini akibat laju pertumbuhan percetakan lahan baru lebih kecil

daripada pertumbuhan jumlah penduduk. Karena itu, salah satu cara yang dapat

dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi padi dalam negri adalah dengan

cara mengingkatkan Indeks Pertanaman (IP). Menurut Mentan (2007), IP padi

nasional rata-rata 1,6 per tahun. Nilai ini bahkan lebih rendah di luar Jawa. Jika

nilai IP ini dapat ditingkatkan menjadi 2,0 per tahun maka secara agregat produksi

padi nasional dapat meningkat sekitar 13,5 juta ton padi.

Kebijakan peningkatan produktivitas dinilai buruk oleh responden dengan

nilai rata-rata 2,4. Hanya responden dari bidang teknologi pertanian dan peneliti

PSE yang menilai agak baik dengan nilai 2,6. Responden berpendapat bahwa

selama lima tahun terakhir peningkatan produktivitas cenderung satgnan.

Peningkatan produktivitas rata-rata hanya 0,01 persen per tahun. Stagnansi ini

oleh beberapa ahli diduga karena lahan pertanian yang sudah jenuh (levelling off)

karena penggunaan input terutama pupuk yang tidak sesuai dengan kesesuaian

tanah dan rendahnya inovasi teknologi yang dikembangkan lembaga penelitian

dalam negri. Dilihat dari Gambar 10, selama tiga dekade terakhir memang terjadi

peningkatan produktivitas dari rata-rata 3,9 ton/ha pada tahun 80-an menjadi 4,3

ton/ha pada tahun 90-an dan meningkat menjadi 4,5 ton/ha mulai tahun 2000.

Berbagai kebijakan intensifikasi yang dikeluarkan pemerintah seperti Bimbingan

Massal, Insus dan Supra Insus dengan paket teknologi Panca Usahatani bahkan

berhasil membuat Indonesia mencapai swasembada beras tahun 1984.

Page 103: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

88

Menurut beberapa responden, sebenarnya produktivitas padi Indonesia

relatif sama dengan China, Thailand dan Vietnam, tetapi petani Indonesia kalah

pada beberapa aspek, diantaranya:

- Penerapan teknologi yang rendah, baik teknologi produksi maupun pascapanen.

Di negara lain, saluran irigasinya relatif lebih baik dan ada sepanjang tahun.

Selain itu, pola tanam padi dilakukan secara bergilir sehingga ketersediaan

pangan ada sepanjang tahun. Tetapi biasanya muncul masalah baru yaitu

serangan hama dan penyakit, sehingga hama dan penyakit harus dikelola

dengan baik. Sedangkan di Indonesia, banyak sekali saluran irigasi yang telah

rusak, cara pemanenan yang masih tradisional sehingga persentase gabah yang

hilang tinggi (menurut Bulog sekitar 20 persen), dan mesin penggilingan tua.

- Penyuluhan petani oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) mengenai produksi

masih sangat kurang sehingga petani berproduksi dengan pengetahuan

seadanya, terlebih lagi di daerah terpencil yang sukar dijangkau. Saat ini

terdapat 44.000 orang PPL yang tersebar di seluruh nusantara. Jumlah ini masih

sangat kurang bila dibanding dengan jumlah petani yang mencapai 21 juta RTP.

- Penggunaan input yang kurang berkualitas. Umumnya benih yang dipakai

petani bukan benih unggul melainkan benih dari hasil panen sebelumnya.

Selain itu juga penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebih sehingga lahan

menjadi jenuh dan hama menjadi resisten.

- Modal petani yang kecil. Karena sebagian besar petani kita adalah petani

miskin, maka perlu komitmen lebih dari pemerintah dalam rangka mendorong

peningkatan produksi padi.

Page 104: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

89

Indikator peningkatan bahan pangan nonberas dinilai buruk oleh semua

kelompok responden dengan nilai rata-rata 2,0. Responden menilai selama ini

kebijakan diversifikasi pangan masih dalam skala wacana sehingga meskipun

gerakan diversifikasi sudah digalakkan melaui Inpres No. 20 Tahun 1979, namun

hasilnya belum optimal. Konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia masih

tetap tinggi yaitu 139,15 kg/kapita/tahun dengan konsumsi totalnya mencapai 32

juta ton (BPS,2007). Perkembangan konsumsi beras per kapita dapat dilihat pada

Gambar 18.

Gambar 18. Perkembangan Konsumsi Per Kapita Beras 1978-2006 (Ton)

Sumber: BPS, 2007 (diolah)

Tingginya konsumsi beras dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:

rasa beras/nasi yang lebih enak dan mudah diolah dibanding bahan pangan lain,

kandungan gizi beras, konsep makan (merasa belum makan jika belum

mengkonsumsi beras/nasi), rendahnya pengembangan teknologi pengolahan dan

promosi/sosialisasi pangan nonberas, pendapatan masyarakat yang masih rendah,

kebijakan impor gandum promosi mie instan yang gencar, dan kebijakan

pemerintah yang tumpang tindih (Ashari, et all. 2003).

Page 105: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

90

Konsep ketahanan pangan dalam bentuk menyediakan pangan pokok

dengan harga murah telah membuat kebijakan diversifikasi pangan gagal.

Berbagai bentuk perlindungan harga dan kecukupan ketersediaan membuat beras

menjadi komoditas superior yang ketersediaannya melimpah dengan harga murah.

Operasi pasar dan program Raskin juga turut mendistorsi efektifitas kebijakan

diversifikasi pangan. Harga yang murah membuat masyarakat enggan untuk

mengkonsumsi pangan nonberas, bahkan wilayah yang dulunya mengonsumsi

pangan lokal seperti jagung dan umbi-umbian pun kini beralih ke beras.

Menurut Sawit (1996), konsep diversifikasi dapat dibedakan menjadi dua

yaitu: 1) Pengendalian konsumsi beras dengan mensubtitusinya dengan komoditas

penghasil karbohidrat lain. 2) Memperbaiki mutu gizi dengan

menganekaragamkan jenis makanan yang dikonsumsi. Konsep pertama gagal

karena dilihat dari elastisitas silang beras yang rendah dan masih sangat

terbatasnya pangan alternatif yang setara dengan beras. Sedangkan konsep yang

kedua terhambat oleh rendahnya tingkat pendapatan masyarakat terutama

masyatakat bawah sehingga tidak mampu untuk membeli bahan pangan yang

beraneka ragam. Karena itu dalam upaya mengurangi konsumsi beras, beberapa

karakter seharusnya dipenuhi oleh pengganti beras, diantaranya: 1) Memiliki

kandungan protein dan karbohidrat yang cukup tinggi, 2) Ketersediaan yang

cukup di masyarakat, 3) Kemudahan pengolahan menjadi makanan pokok, dan 4)

Dari segi selera, pangan alternatif dapat diterima oleh lidah masyarakat Indonesia.

Meskipun dari ketiga indikator kebijakan produksi, responden menilai

belum efektif (skor rataan indikator 2,3), tetapi responden mengapresiasi

peningkatan kinerja pemerintah dalam rangka meningkatkan produksi beras

Page 106: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

91

nasional. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya produksi beras nasional

selama tiga dekade. Perkembangan produksi padi dan beras dapat dilihat pada

Gambar 19.

Gambar 19. Perkembangan Produksi, Konsumsi Padi dan Beras 1987-2007

(Ton)

Sumber: BPS, 2007 (diolah)

Selama 30 tahun terakhir, produksi beras terus mengalami peningkatan

hingga dua kali lipatnya dibanding tahun 1978. Produksi padi tahun 2007 bahkan

mencapai 57.052 juta ton, meningkat sekitar 4,76 persen atau 2,6 juta ton GKG

dari tahun 2006. Peningkatan ini merupakan keberhasilan dari program P2BN

yang dicanangkan Presiden SBY awal 2007 dengan target peningkatan produksi

sebesar 2 juta ton beras. Paket kebijakan ini sangat komperehensif karena relatif

terintegrasi dari praproduksi hingga pascapanen melalui berbagi skim pembiayaan,

subsidi benih unggul dan perlindungan harga jual melalui HPP dan program

LUEP. Meskipun realisasi distribusi benih bersubsidi baru tercapai sekitar 30

persen dan banyaknya bencana banjir di berbagai daerah, namun pemerintah

mampu mendekati target peningkatan produksi padi yang telah ditetapkan.

Page 107: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

92

Untuk kebijakan impor, baik indikator penetapan tarif, quota tarif dan

hambatan nontarif maupun indikator penurunan jumlah impor beras dinilai buruk

oleh responden dengan nilai masing-masing 2,3 dan 2,4. Sehingga nilai total

rataan indikator kebijakan impor adalah 2,35 atau buruk. Hanya responden dari

peneliti PSE yang memberikan penilaian agak baik terhadap efektivitas kebijakan

impor dengan nilai 3,0. Menurut responden, kebijakan tarif yang dikenakan pada

beras pada satu sisi memang dapat mereduksi tingkat impor beras. Akan tetapi

tingginya disparitas harga beras impor terhadap harga beras dalam negri selama

beberapa tahun terakhir justru mendorong berbagai penyelundupan yang dapat

mendistorsi harga pasar. Sawit (1999) mencatat bahwa selama tahun 1998 beras

impor ilegal yang masuk ke Indonesia tidak kurang dari 6 juta ton. Umumnya

penyelundupan dilakukan dengan pemalsuan dokumen kepabeanan dan masuk ke

Indonesia melalui perdagangan antarpulau, terutama di perairan Sulawesi dan

Semenanjung Malaka.

Tujuan penerapan tarif spesifik adalah untuk mengurangi resiko

penyelewengan penentuan harga beras yang berbeda karena perbedaan

kualitasnya. Namun para importir memanfaatkan hal tersebut dengan cara

melaporkan jumlah impor lebih sedikit dari volume sebenarnya (under invoice).

Akhirnya pemerintah menambah perlindungan dengan inspeksi fisik ketat (red

line) pada beras. Akan tetapi hal tersebut sulit untuk memberantas penyelundupan

karena beberapa faktor, yaitu: 1) Infrastruktur yang kurang memadai, jumlah

kapal penjaga pantai sangat terbatas dan tua; 2) Terbatasnya biaya anggaran

APBN untuk operasional di perbatasan terutama kawasan perairan; 3) Rendahnya

gaji dan insentif pelaksana pengamanan sehingga mudah sekali untuk disuap

Page 108: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

93

(moral hazard) dan 4) Banyaknya celah perairan untuk jalur keluar masuk barang

selundupan.

Ketidakefektifan tarif impor juga dapat dilihat secara tidak langsung dari

perbedaan data jumlah impor beras dari negara eksportir dengan data BPS yang

berasal dari laporan Bea Cukai. Data impor dari The Rice Trader dalam bentuk

The Rice Report jauh lebih tinggi dari laporan Bea Cukai. Perbedaan ini

disebabkan karena TRR mencatat seluruh beras yang diekspor ke Indonesia di

tingkat eksportir. Sedangkan Bea Cukai hanya mencatat impor beras yang

dilaporkan secara resmi. Semakin tinggi paritas harga beras dunia dibanding harga

beras dalam regri maka semakin tinggi insentif untuk penyelundupan. Pada

periode 1998-1999, laporan BPS lebih rendah 25 persen dari data TRR dan

meningkat menjadi 44 persen pada periode 2000-2003. Hal inilah yang

menyebabkan semakin buruknya penilaian responden terhadap efektivitas

kebijakan impor.

Tabel 16. Impor Beras dari Berbagai Sumber Periode 1996-2005 (Ton)

Tahun BPS TRR % Perbedaan (BPS/TRR)

1996 1.469.572 1.173.014 25

1997 351.992 781.604 -55

1998 2.900.550 6.076.542 -52

1999 4.751.850 4.182.774 14

2000 1.375.498 1.500.611 -9

2001 649.488 1.404.051 -54

2002 1.811.988 3.707.037 -51

2003 1.437.472 2.775.328 -48

2004 246.256 633.756 -61

2005 195.015 446.678 -56

Sumber: BPS dan TRR dalam Sawit dan Lokollo (2007)

Tingginya impor beras ke Indonesia juga akibat tekanan organisasi dunia

seperti WTO dan IMF pasca penandatangan kesepakatan AoA WTO. WTO secara

lugas sangat mendorong Indonesia membuka akses pasarnya untuk impor

Page 109: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

94

minimum 5 persen dari kebutuhan domestik. Pasca liberalisasi tahun 1998, Bulog

dibatasi perannya, bahkan setahun kemudian perannya sebagai STE dicabut.

Akibatnya rataan impor beras meningkat hingga 1,5 juta ton per tahun.

Sebenarnya tingkat tarif impor Indonesia masih di bawah tariff line yang

dicatatkan di WTO yaitu sebesar 40 persen Ad Valorem dengan bound rate 160

persen. Tarif impor dan ekivalen tarif yang terapkan negara maju untuk produk

pertanian seperti Amerika dan Uni Eropa, Australia, Jepang dan Korea Selatan

umumnya lebih tinggi dengan nilai masing-masing 116,2 persen; 2,4 persen;

352,7 persen (Duncan et al. dalam Malian, 1999). Tetapi berbagai usulan untuk

meminta fleksibilitas tarif bagi negara-negara berkembang (G33) selalu mendapat

tentangan dari negara maju.

Indonesia adalah negara yang perlindungan impornya sangat lemah baik

dari tingkat tarif maupun nontarif. Indonesia belum memanfaatkan perlindungan

dari market acces, domestic support dan export subsidies seperti Safeguard,

Phytosanitary, TRQ, pajak perbatasan dan proteksi lain, tidak seperti negara lain

yang mengikat berbagai peraturan impor. Perlindungan melalui special product

untuk mendapatkan Special Safeguard Mechanism (SSM) WTO juga belum

dimanfaatkan untuk melindungi petani.

Menurut beberapa peneliti, rendahnya harga beras dunia sebenarnya tidak

mencerminkan biaya produksi yang sebenarnya, karena banyak negara maju yang

memberikan berbagai subsidi dan kemudahan untuk petani di negaranya seperti

kredit lunak untuk pertanian, subsidi input, kemudahan ekspor dan berbagai

insentif perdagangan sehingga mendistorsi harga beras dunia. Sehingga beras

Page 110: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

95

negara-negara berkembang seperti Indonesia tidak dapat bersaing di pasar dunia.

Berbagai jenis proteksi impor beberapa negara dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Perlindungan Impor Beras pada Berbagai Negara

Negara Akses Pasar Dukungan Domestik Subsidi Ekspor

China Tarif, nontarif, quota, TRQ

Bantuan khusus produk yang berhubungan dengan pertanian

-

Korea Tarif, nontarif, quota, countervailing duty, anti dumping, safeguard

R n D daerah, subsidi impor Reverse for export losess, pengurangan pajak untuk perusahaan DN, voluntary export

resistant.

Jepang Tarif, larangan dan lisensi, quota, countervailing duty, anti dumping, safeguard

Tax break, interest loan Skim pembiayaan ekspor, asuransi, jaminan dan duty drawbook

Thailand Tarif, safeguard, quota Price support, paddy

pledging scheme, soft loan,

green border, subsidi input

Subsidi transport internal, external freight cost, pajak produk

Vietnam Bound tariff, izin impor, quota, phytosanitary,

safeguard

Subsidi pertanian, perlindungan hak cipta, iklim baik untuk investasi

Lisensi ekspor, pajak internal

Sumber: Siregar dan Lubis, 2003

Pada kebijakan Pengendalian Harga, total nilai rata-rata seluruh indikator

adalah 2,4 atau buruk. Harga di tingkat petani (HPP) dinilai buruk oleh responden

dengan nilai rata-rata indikator sebesar 2,4. Meskipun HPP terus meningkat tetapi

peningkatannya belum menutup biaya produksi sehingga pendapatan petani kecil

tetap rendah. Hal ini disebabkan karena banyaknya skala produksi petani padi

yang belum mencapai skala ekonomis. Dari kelima kelompok responden, hanya

responden peneliti PSE dan Teknologi Pertanian yang memberi penilaian

mendekati baik yaitu 2,7 dan 2,6.

Sejak tahun 1998, HGD sudah tidak efektif karena unsur penopang

kebijakan telah dicabut seperti: 1) Insulasi pasar domestik, dicabutnya monopoli

impor Bulog dan disubtitusi dengan tarif impor sebesar Rp 430/kg, 2) Captive

Page 111: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

96

market Bulog dihilangkan sehingga kemampuan Bulog menyerap beras petani

turun, 3) Dana KLBI dicabut sehingga Bulog harus menggunakan dana komersial

untuk pengadaan beras, 4) Pencabutan berbagai subsidi input oleh pemerintah.

Akibatnya secara teknis, Indonesia tidak mungkin lagi menerapkan HDG dan

menggantinya dengan HPP (Kariyasa, 2007).

Sama dengan kebijakan HGD sebelumnya, penerapan HPP juga tidak

sepenuhnya efektif. Berdasarkan kajian PPSE, sepanjang tahun 2004 HPP tidak

efektif karena petani mendapatkan harga di bawah HPP (Gambar 13). Tahun 2005,

dari kajian di tiga sentra produksi padi (Jatim, Sulsel, Sumut), rata-rata petani

hanya menerima sekitar Rp 1500/kg GKP (86.7%) dari harga HPP. Rasionalisasi

HPP menjadi tidak efektif karena tidak menghitung berbagai biaya seperti biaya

transportasi. HPP umumnya ditetapkan di wilayah yang mudah dijangkau

transportasi. Petani yang ada di sekitar area itu akan mendapatkan harga gabah

sesuai HPP karena mereka tidak mengeluarkan biaya transportasi. Tetapi petani

yang berada jauh dari titik pembelian akan mendapat harga yang jauh lebih rendah

dengan alasan pemotongan biaya transportasi. Karena itu untuk mengefektifkan

HPP perlu kebijakan perberasan yang komperehensif dan terintegrasi dengan

kebijakan lainnya sesuai dinamika ekonomi perberasan.

Selain rendahnya insentif HPP, lemahnya akses informasi petani, terutama

di daerah, mengenai HPP menyebabkan banyak petani yang menjual panennya ke

tengkulak, meskipun dengan harga lebih rendah dari HPP. Sistem panen tebas

sehamparan dan ijon juga semakin merugikan petani. Petani tidak mempunyai

banyak pilihan karena biasanya mereka terjerat utang pada waktu musim tanam

dan membutuhkan uang untuk hidup.

Page 112: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

97

Dalam rangka melindungi konsumen, pemerintah melakukan berbagai

kebijakan seperti penerapan harga eceran tertinggi, operasi pasar murni (OPM)

program Raskin. Baik penerapan HET maupun OPM dinilai buruk oleh responden

(nilai rata-rata 2,4). Penerapan berbagai kebijakan tersebut, di satu sisi memang

menguntungkan konsumen tetapi di sisi lain justru sangat merugikan petani.

Konsep ketahanan pangan kita yang menganut ketersediaan pangan murah,

telah mendorong pemerintah menekan harga dengan alasan agar beras dapat

dijangkau semua golongan ekonomi. Bulog sebagai stabilitator akan segera

melakukan operasi pasar ketika harga di pasar domestik melambung tinggi.

Bahkan jika stok dalam negri tidak mencukupi, Bulog diizinkan untuk mengimpor

beras sesuai kebutuhan. Akan tetapi OPM ternyata lebih banyak dinikmati oleh

konsumen berpendapatan menengah ke atas karena perbedaan kemampuan daya

beli. Kemudian pemerintah mengeluarkan program Raskin sebagai bentuk transfer

pendapatan kepada masyarakat kalangan bawah. Namun kebijakan seperti ini

justru dianggap mendistorsi harga pasar domestik. Malian (2004), menyatakan

bahwa OPM dan Raskin telah merusak mekanisme pasar beras dalam negri karena

tidak mencerminkan harga sebenarnya. Pada kondisi demikian, upaya peningkatan

produksi dengan peningkatan HPP dan penerapan tarif impor menjadi tidak efektif.

Dari sisi ekonomi, adanya HET dapat dikatakan berhasil karena dapat

menjaga kestabilan harga beras meskipun cenderung tejadi kenaikan akibat inflasi.

Pengendalian harga oleh Bulog juga membuat beras dapat diakses oleh seluruh

masyarakat. Namun hal ini semakin menguatkan persepsi bahwa pemerintah

cenderung lebih membela konsumen dibanding petani. Terlebih lagi, keterkaitan

harga produksi di tingkat produsen dan konsumen bersifat asimetri.

Page 113: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

98

Keberhasilan Bulog dalam menstabilkan harga beras ternyata memiliki

dampak negatif bagi ekonomi perberasan Indonesia, antara lain: 1) Biaya yang

sangat mahal. Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang sangat besar terutama

untuk pembelian dan biaya penyimpanan gabah/beras. Sawit mencatat periode

1998-1999, Bulog mensubsidi harga beras sebesar 14 Triliun dengan menjual

beras murah di bawah harga border. 2) Proteksi yang tidak tepat sasaran. Konsep

harga yang stabil dan murah ternyata lebih memihak konsumen karena produsen

terpaksa menjual beras/gabah untuk hidup karena mahalnya biaya simpan tidak

tertutupi pergerakan harga musiman (Pakpahan,et all,1992). 3) Margin pemasaran

tipis. Intervensi pemerintah melalui OPM dan Raskin membuat kondisi pasar

tidak sempurna sehingga harga pasar bebas tertekan lebih rendah. Akibatnya pasar

menjadi tidak efisien dan margin pelaku pasar turun. 4) Perubahan pola konsumsi

dari nonberas ke beras. Harga yang murah membuat konsumen enggan

mengkonsumsi pangan nonberas, sehingga program diversifikasi pangan gagal.

Hal inilah yang menyebabkan besarnya pengeluaran pemerintah untuk membiayai

kebijakan subsidi untuk beras.

Pada kebijakan distribusi, total nilai rata-rata seluruh indikator sebesar 2,4

atau buruk. Responden menilai kecukupan stok Bulog sudah baik (rata-rata 2,6).

Namun untuk penyaluran Raskin, responden menilai buruk (2,2). Baiknya

distribusi beras didukung oleh terbatasnya intervensi Bulog terhadap distribusi

beras nasional (kurang dari 10% dari pangsa pasar), gudang yang tersebar di

seluruh Indonesia, koordinasi yang baik antarwilayah dan hak istimewa yang

dimiliki Bulog sebagai STE dan stabilitator harga. Jika CBP berada di bawah stok

Page 114: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

99

aman maka Bulog akan segera mengimpor untuk menutup kekurangan stok.

Sehingga buffer stock beras nasional tetap terjaga.

Penyaluran Raskin dinilai buruk oleh responden dengan rata-rata nilai 2,2.

Menurut responden, kebijakan ini hanya semakin membuat penduduk enggan

mendiversifikasikan pangannya dan menambah beban subsidi negara. Raskin juga

tidak efektif karena tidak dapat merangsang peningkatan pendapatan penerima

program. Seharusnya kebijakan subsidi lebih ditekankan dalam bentuk

pemberdayaan masyarakat miskin dan bersifat produktif. Berbagai bentuk

penyelewengan juga sering terjadi pada penyaluran Raskin seperti penjualan beras

Raskin kembali oleh penerima dan pengurangan jatah penerima oleh aparat desa.

Karena itu sebaiknya pemerintah segera mengurangi kebijakan Raskin dan

menggantinya dengan kebijakan yang lebih produktif sehingga masyarakat lebih

sejahtera.

Dari keempat kebijakan, kebijakan distribusi adalah kebijakan yang dinilai

paling efektif dibandingkan kebijakan lainnya. Menurut responden, meskipun

nilai total rata-rata indikator kebijakan distribusi sama dengan kebijakan harga

namun dampak distorsi kebijakan distribusi relatif kecil dibanding dengan dampak

distorsi kebijakan harga. Kebijakan yang dinilai paling buruk adalah kebijakan

produksi dengan total nilai rata-rata indikator terkecil. Buruknya penilaian

responden terhadap kinerja pemerintah disebabkan oleh kegagalan pemerintah

dalam mengembangkan determinan utama peningkatan produksi padi nasional.

6.3. Dampak Kebijakan Perberasan Terhadap Kesejahteraan Petani

Kompleksitas masalah ekonomi perberasan di Indonesia membuat

pemerintah harus lebih berhati-hati dalam menentukan kebijakan pangan baik

Page 115: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

100

kebijakan produksi, impor, pengendalian harga maupun kebijakan distribusi beras.

Besarnya rumah tangga yang bergantung pada komoditas beras sebagai sumber

pendapatanya dari hulu hingga hilir menyebabkan setiap perubahan kebijakan

dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan rakyat.

Untuk mengetahui keberhasilan kebijakan perberasan, selain dilihat dari

data tingkat pertumbuhan PDB pertanian, juga diperlukan data pengukur tingkat

kesejahteraan penduduk khususnya petani. Salah satu indikator tingkat

kesejahteraan petani dan keadaan perekonomian pedesaan adalah nilai tukar

petani (NTP). NTP merupakan nilai pengukur kemampuan tukar (term of trade)

barang/produk pertanian yang dihasilkan petani terhadap barang dan jasa yang

diperlukan untuk konsumsi rumah tangga dan kebutuhan dalam memproduksi

hasil pertanian. Dengan kata lain, NTP adalah alat ukur daya beli petani.

NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (IT)

dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). NTP > 100 menunjukkan

kemampuan/daya beli (kesejahteraan) petani lebih baik dibandingkan keadaan

pada tahun dasar (1993). NTP = 100 berarti kemampuan/daya beli petani sama

dengan keadaan pada tahun dasar. NTP < 100 menunjukkan kemampuan daya beli

petani menurun dibanding tahun dasar.

Page 116: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

101

Gambar 20. Perkembangan Nilai NTP-Padi Periode 1992-2007

Sumber: BPS, berbagai tahun (diolah).

Pada Gambar 20 terlihat bahwa pada periode sebelum dan saat krisis

ekonomi, nilai rata-rata cenderung berfluktuasi setiap tahun. Penurunan secara

signifikan terjadi pada tahun 2000, pada saat memasuki masa pemulihan

pascakrisis. Penurunan NTP salah satunya disebabkan karena kondisi ekonomi

dan situasi politik yang belum kondusif. Tingginya inflasi dan depresiasi rupiah

terhadap dollar juga memicu harga-harga barang dalam negri meningkat tajam.

Petani yang umumnya berpendapatan kecil tidak mampu membeli kebutuhan

pokok, terlebih lagi input pertanian. Penurunan produksi pada selama periode

1997-1999 juga menjadi salah satu faktor penyebabnya. Pada periode tersebut,

Indonesia juga mengimpor beras dengan jumlah sangat besar sehingga terjadi over

supply di dalam negri. Harga di tingkat petani semakin jatuh dan secara agregat

kesejahteraan petani kecil semakin menurun. Dibandingkan pada tahun dasar

(1993 = 100) maka, secara umum kesejahteraan petani padi tidak meningkat atau

Page 117: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

102

dapat dikatakan bahwa petani padi Indonesia lebih miskin dibandingkan

sebelumnya.

Periode 2000-2007, nilai NTP terus berfluktuasi sepanjang tahun. NTP

akan cenderung menurun pada saat panen raya dan kembali meningkat

sesudahnya. Selain berfluktuasi, nilai tukar petani padi juga lebih kecil dari nilai

tukar petani komoditas lain seperti perkebunan yaitu sebesar 195 (Outlook

Perkebunan, 2006). Kondisi ini mengindikasikan bahwa secara eksplisit, petani

komoditas perkebunan relatif lebih sejahtera daripada petani tanaman pangan.

Fluktuasi ini dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut di pasar, fluktuasi harga

barang konsumsi, biaya produksi pertanian dan penambahan barang modal (BPS,

2004).

Rendahnya nilai NTP petani padi sangat terkait dengan kebijakan harga

tanaman pangan. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang paling dilematis bagi

pemerintah. Pada satu sisi, pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan petani

melalui peningkatan HPP dan di sisi lainya pemerintah harus menjaga kestabilan

harga beras di tingkat konsumen agar tidak melebihi kemampuan daya beli riil

masyarakat.

Jika dilihat dari data realisasi HPP, sepanjang tahun 2006-2007, harga

GKP rill berada di atas HPP. Akan tetapi oleh beberapa peneliti dan petani,

tingkat HPP masih dianggap terlalu rendah bahkan belum mampu menutupi biaya

pupuk selama produksi15 . Petani berharap pemerintah merasionalisasi kembali

tingkat HPP agar lebih sesuai. Sebaliknya konsumen juga sering merasa bahwa

harga beras masih terlalu tinggi. Sepanjang tahun 2007 harga beras cenderung

15 Wawancara dengan Beberapa Peneliti PPSE dan Pusbalitan serta beberapa petani di Karawang

Page 118: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

103

meningkat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya kebijakan harga

dianggap tidak berpihak pada petani dan tidak melindungi konsumen.

Salah satu penyebab tidak efektifnya kebijakan harga adalah besarnya

disparitas harga di tingkat petani dan konsumen. Besarnya disparitas harga

disebabkan belum efisiennya tataniaga beras dan ditambah dengan kondisi pasar

yang bersifat asimetris. Alur tataniaga yang panjang membuat margin pemasaran

petani sangat kecil. Banyak pedagang sekaligus berperan sebagai pemilik

penggilingan sehingga sering mengambil kesempatan untuk memainkan harga.

Pedagang juga sering memanfaatkan isu menjelang impor dengan mengurangi

pembelian dari petani. Maka saat beras impor datang terjadi over supply di pasar,

harga di tingkat petani turun. Pada saat tersebut banyak pedagang besar yang

membeli gabah petani dengan harga murah untuk disimpan di gudang.

Gambar 21. Perkembangan Harga Gabah dan Beras Rill Tahun 1993-2007

Sumber: Statistik Pertanian, Deptan 2007

Sifat pasar beras yang asimetris terjadi karena lemahnya posisi tawar

(bargaining position) petani. Menurut Simatupang, petani lebih banyak menjadi

penerima harga (price taker), sementara penentuan harga lebih dominan dilakukan

pedagang. Sehingga ketika harga naik di tingkat konsumen, kenaikan itu

Harga riil Eceran

Harga riil HPP

Harga riil GKP

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

4000

Page 119: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

104

ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke petani tetapi tidak berlaku

sebaliknya. Pedagang umumnya tidak terlalu menerima dampak negatif dari

fluktuasi harga di pasar karena dapat dengan mudah menyesuaikan marjinnya.

Kelemahan lain petani kecil adalah lebih banyak menjual gabah dalam

bentuk GKP daripada GKG ataupun beras. Harga GKP relatif lebih rendah

dibandingkan harga GKG/beras dan sangat mudah rusak karena perubahan

lingkungan. Sepanjang bulan Maret 2008, harga GKG dan beras cenderung

meningkat melebihi HPP namun harga GKP jatuh di pasar. Kondisi ini sangat

merugikan petani, padahal rentang waktu tersebut belum memasuki panen raya.

Jatuhnya harga GKP disebabkan beberapa faktor yaitu: 1) Panen terjadi pada

bulan basah karena anomali iklim sehingga kadar air tinggi; 2) Kapasitas dryer

Rice Milling Unit (RMU) terbatas sehingga membeli gabah petani dalam jumlah

terbatas; 3) Buruknya manajemen pascapanen seperti perontokan yang tidak

sesuai dan panen yang terlalu dini; 4) Sistem penjualan melalui ijon dan tebasan

ke tengkulak karena ingin mendapat uang tunai dengan cepat16

.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani, usaha yang paling

relevan adalah melalui peningkatan produksi diiringi dengan efisiensi produksi

dan tataniaga. Beberapa peneliti juga berpendapat bahwa untuk meningkatkan

pendapatan, petani harus dilibatkan lebih luas dalam penanganan pascapanen

hingga tingkat penggilingan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dominasi RMU.

Pemberdayaan kelembagaan seperti KUD harus dioptimalkan kembali sebagai

sarana bagi petani untuk meningkatkan posisi tawar.

16 Wawancara dengan Kepala Sub Bidang Pengamatan Harga dan Pasar, BULOG

Page 120: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

105

Efisiensi produksi dan tataniaga menuntut peran pemerintah baik melalui

regulasi maupun bantuan dana. Insentif untuk mendorong produksi padi juga

harus terus diperbaiki agar pendapatan petani meningkat, mengingat sebagian

besar petani Indonesia adalah petani kecil dan miskin yang tidak memiliki

kemampuan bersaing dengan petani negara lain yang sarat akan proteksi dan

subsidi.

Menurut Sugema (2006), ada empat hal yang dapat dilakukan pemerintah

untuk meningkatkan efisiensi produksi dan tataniaga yaitu: 1) Pembangunan

sarana infrastruktur fisik pertanian dan pedesaan. Selama ini infrastruktur irigasi,

jalan desa dan kecamatan terus mengalami kemerosotan. Akibatnya disparitas

harga di tingkat petani dan konsumen tinggi. Membaiknya infrastruktur terutama

jalan diperdesaan akan mengurangi biaya produksi dan tataniaga. 2) Mengadopsi

bibit unggul sehingga produktivitas dapat ditingkatkan. Dalam hal ini terdapat dua

masalah yaitu: a. Dana riset terutama untuk pemuliaan tanaman yang terbatas; b.

Tingkat adopsi petani yang rendah terhadap teknologi baru. Karena itu, dalam hal

riset sebaiknya kita mencontoh Thailand yang memberikan perhatian penuh

terhadap riset pertanian. 3) Perlunya reformasi agararia yang fokus pada

pemanfaatan lahan tidur dan tidak produktif. 4) Rekayasa ulang kelembagaan

pangan Indonesia17. Desentralisasi dan euforia otonomi daerah membuat program

pembangunan pertanian menjadi terpecah-pecah dan tergantung pada kebijakan

pemerintah daerah. Sehingga pencapaian target produksi sulit dicapai. Sebaiknya

masalah pangan tetap dipegang oleh pemerintah pusat dengan dikoordinasikan ke

pemerintah daerah agar seluruh program dapat berjalan dengan baik.

17 Imam Sugema. Krisis Kebijakan Beras. www.kompas.com [26 November 2007]

Page 121: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

VII. PRIORITAS STRATEGI KEBIJAKAN PERBERASAN

7.1. Identifikasi Faktor Strategis Internal

Tahap ini bertujuan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan

internal dari ekonomi perberasan di Indonesia. Kekuatan dan kelemahan ini

ditinjau dari semua elemen kebijakan baik kebijakan produksi, impor,

pengendalian harga dan kebijakan distribusi. Dari hasil identifikasi akan dapat

diketahui potensi dan rumusan strategi pengembangan kebijakan perberasan yang

tepat di masa mendatang dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Semua

faktor, baik internal maupun eksternal ditentukan dengan mengacu pada indikator-

indikator efektivitas kebijakan beras.

7.1.1. Kekuatan

1. Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan Gerakan

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Gabah (G4PG).

P2BN merupakan program yang dikeluarkan pemerintah tahun 2007

dalam rangka meningkatkan produksi padi nasional. Target program ini adalah

peningkatan 3,6 juta ton GKP atau setara 2 juta ton beras. Paket kebijakan ini

terdiri dari 4 strategi yang sangat komprehensif yaitu peningkatan

produktivitas, perluasan areal panen, pengamanan produksi serta

pemberdayaan kelembagaan dan dukungan pembiayaan. Sedangkan G4PG

adalah program pemerintah dalam rangka mengurangi kehilangan pasca

panen. Menurut Mustafa (2007), tingkat kehilangan pascapanen kita sekitar 20

persen, sehingga bila dapat dikurangi maka produksi akan meningkat.

Page 122: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

107

Dalam rangka mencapai target, pemerintah melengkapi paket

kebijakan ini melalui berbagai program penunjang seperti: 1) Subsidi input

(benih unggul nonhibrida seperti varietas Ciherang, Cibogo, Ciliwung,

Mekongga dan Situbagendit, benih hibrida serta subsidi pupuk); 2) Perbaikan

jaringan irigasi, pemanfaatan lahan kering, lahan kurang produktif,

percetakaan sawah baru dan hujan buatan; 3) Program pengendalian hama

terpadu (PHT); 4) Revitalisasi dan penerapan manajemen pascapanen untuk

mendukung G4PG; 5) Pemberdayaan kelompok tani dan penyuluhan pertanian

(PPL); 6) Bantuan peralatan melalui berbagai skim pembiayaan pertanian

seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Skim Pelayanan Pembiayaan

Pertanian (SP3) dan Dana Penguatan Modal-Lembaga Usaha Ekonomi

Pedesaan (DPM-LUEP) 18 . Berbagai skim kredit ini bertujuan untuk

mendorong petani berproduksi agar meningkatkan pendapatan. Berkat paket

kebijakan ini, tahun 2007 produksi padi nasional mencapai 57,052 juta ton

GKG atau naik 4,77 persen (2,60 juta ton) dibanding produksi tahun 200619

.

Meskipun belum mencapai target, tetapi pemerintah terus melakukan

perbaikan agar Indonesia dapat mencapai swasembada beras pada tahun 2015.

2. Kebijakan tarif impor dan hambatan nontarif seperti quota, harga impor

minimum, lisensi dan Tarif Rate Quota

Proteksi beras dalam negri juga dilakukan dengan penerapan berbagai

hambatan impor baik melalui pengenaan tarif, restriksi nontarif, penerapan

quota impor, dan penerapan Tariff Rate Quota (TRQ). Tarif impor spesifik

mulai dikenakan Indonesia sejak tahun 2000 sebesar Rp 430/kg yang kemudian

18

Pedoman Gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), Deptan 2007

19 BPS: Produksi Padi 2007 Naik 4,77%, NTP 108,63; www.agrinewsonline.go.id [26 Maret 2008]

Page 123: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

108

dirasionalisasi menjadi Rp 450/kg tahun 2005. Hal ini disebabkan karena

pasca liberalisasi beras, ekonomi perberasan Indonesia menjadi tidak kondusif.

Insentif petani untuk berproduksi sangat rendah karena serbuan beras impor

dan penetapan HPP menjadi tidak efektif untuk mengangkat harga beras di

tingkat petani. Meskipun berbagai kajian menunjukkan bahwa pengenaan tarif

impor belum efektif karena dari hasil perhitungan masih ada perbedaan sekitar

Rp 200/kg antara harga gabah dalam negri dangan harga paritas impor (setelah

tarif) dalam equivalen gabah dengan asumsi harga beras impor US$ 300/ton20

.

Karena itu selain tarif spesifik, pemerintah kemudian memperketat impor

dengan mengenakan berbagai hambatan nontarif seperti quota, red line dan

memberi dukungan melalui lisensi impor.

TRQ merupakan bentuk hambatan perdagangan, tetapi relatif transparan

karena bukan sebagai quantitative restriction karena tetap membuka pasar dan

menerapkan tarif (tarif lebih rendah di dalam quota dan lebih tinggi di luar

qouta). Untuk beras Indonesia, akses minimumnya sebesar 70.000 ton (tarif

90%) dan di luar quota sebesar 160 persen (bound rate). TRQ juga masih

ditoleransi oleh WTO karena masih membuka pasar dan Indonesia merupakan

negara berkembang sehingga penurunan tarif hingga 0 persen menjadi lebih

lama. Semua kebijakaan ini dilakukan untuk melindungi beras domestik dari

serbuan beras impor serta mengurangi tingkat ketergantungan impor Indonesia

karena dapat mengancam ketahanan negara dan menghabiskan devisa negara.

20 Hermanto (Kepala Pusat Pengembangan Distribusi Pangan, BKP, Deptan) dalam artikel

Implementasi Kebijakan Perberasan Nasional; www.suarapembaharuan.com [26 November 2007]

Page 124: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

109

3. SK Menperindag No. 9 Tahun 2004 tentang Importasi Beras.

Selain melalui hambatan tarif dan nontarif, mekanisme impor beras di

Indonesia juga diatur melalui SK Menperindag No. 9 Th.2004 tentang aturan

Importasi Beras. Dalam SK ini, tertuang bahwa impor beras dilarang selama 1

bulan sebelum panen raya, selama panen raya dan 2 bulan setelah panen raya.

Impor beras juga hanya diperbolehkan untuk importir yang telah diakui sebagai

Importir Produsen Beras (IP Beras) dan telah ditunjuk sebagai Importir

Terdaftar (IT). Pelaksanan importasi oleh IT hanya dapat dibongkar di

pelabuhan tujuan yang telah ditetapkan Dirjen Perdagangan Luar Negri.

Sedangkan beras yang diimpor oleh IP hanya boleh digunakan sebagai bahan

baku produknya saja, tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan kembali.

Sedangkan periode di luar panen raya, beras impor dapat masuk dengan

pengaturan jumlah, tempat (pelabuhan), kualitas dan waktu.

SK ini merupakan salah satu kebijakan yang komprehensif untuk

memproteksi beras dalam negri. Karena itu perlu koordinasi dari berbagai

elemen agar kebijakan ini dapat berfungsi secara optimal melindungi petani.

4. BULOG kembali memonopoli impor dan mengendalikan harga.

Faktor strategis lain dari kebijakan beras nasional adalah diakuinya

kembali Bulog sebagai STE oleh WTO mulai bulan Agustus tahun 2003. Status

ini memberikan peluang baru Indonesia untuk dapat memproteksi dan

menstabilkan ekonomi perberasan dalam negri. Selain itu Bulog juga kembali

memonopoli impor dan mengendalikan harga beras di Indonesia sejak 2007

melalui Surat K eputusan Mendag No.1109 tahun 2007. Diharapkan jika beras

Page 125: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

110

dimonopoli oleh STE, sistem kontrolnya akan lebih mudah. Namun kebijakan

ini menuai banyak kritik karena dikhawatirkan sarat akan praktek KKN

sehingga perlu pengawasan dari semua pihak.

5. Beberapa Pelabuhan aktif untuk ekspor impor dan distribusi dan adanya

Cadangan Beras Pemerintah

Untuk memperlancar proses distribusi beras ke seluruh tanah air, di

Indonesia juga terdapat beberapa pelabuhan aktif untuk ekspor impor dan

ratusan pelabuhan untuk perdagangan antar pulau. Kemudahan lalu lintas

transportasi sangat penting mengingat kondisi wilayah Indonesia yang terdiri

atas ribuan pulau. Sedangkan untuk menjaga ketersediaan pangan sepanjang

tahun, pemerintah menerapkan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) minimal 1

juta ton di gudang Bulog. CBP terdiri dari stok operasional, stok penyangga

(buffer) dan pipeline stock. CBP dipenuhi dari pengadaan dalam negri dan

digunakan sebagai insulasi HPP. Berdasar prognosa awal tahun 2008,

kebutuhan beras Bulog dari pengadaan dalam negri sebesar 2,7-3 juta ton setara

beras. CBP dapat digunakan sewaktu-waktu terutama untuk keadaan darurat

dan sebagian didistribusikan sebagai beras Raskin agar kualitas beras Bulog

tetap terjaga.

6. Kebijakan HPP dan Harga Eceran Tertinggi

Harga Pembelian Pemerintah mulai digunakan sebagi instrumen untuk

melidungi petani sejak tahun 2003. Sebelumnya, HPP lebih dikenal sebagai

Harga Dasar (HD). HPP sendiri terdiri atas Harga Gabah Kering Panen (GKP),

Harga Gabah Kering Giling (GKG) dan Harga Beras. Penetapan HPP telah

Page 126: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

111

tertuang dalam Inpres No.9 Tahun 2002 dan terus dirasionalisasi seiring dengan

perubahan harga input, inflasi dan harga beras internasional.

Kebijakan HPP bertujuan untuk melindungi pertani dengan cara

menetapkan harga pembelian gabah maupun beras untuk pengadaan dalam

negri terutama pada saat panen raya. Berdasarkan data Bulog, sepanjang tahun

2006 hingga pertengahan 2007, harga GKP maupun GKG berada di atas harga

HPP yang ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan Harga Eceran Tertinggi

(HET) bertujuan untuk melindungi konsumen. Pemerintah akan menetapkan

pagu harga ketika harga beras melambung tinggi sehingga masih berada di

kisaran daya beli masyarakat.

7. Operasi Pasar Murni dan program Raskin

Selain melalui HPP dan HET, perlindungan harga juga dilakukan

melalui Operasi Pasar Murni (OPM) pada saat harga beras di pasar melambung

tinggi baik yang disebabkan over demand maupun kelangkaan stok. Umumnya

OPM ditetapkan lebih rendah sebesar 10-15 persen dari harga pasar. Bulog

juga akan melepas stok berasnya agar jumlah penawaran beras naik sehingga

harga turun. Sedangkan untuk melindungi rakyat miskin, pemerintah juga

melakukan Program Raskin sejak tahun 1997 sebagai bentuk perlindungan agar

rakyat miskin tetap dapat mendapatkan pangan yang layak dalam jumlah cukup

sesuai dengan Inpres No. 9 Tahun 2002 dan Inpres No.3 Tahun 2007.

8. Adanya berbagai kredit pertanian dan program DPM-LUEP

Untuk mendukung efektivitas kebijakan perberasan, pemerintah juga

mengeluarkan berbagai skim kredit pertanian untuk membantu petani

mangatasi permasalahan permodalan. Bantuan peralatan dikucurkan melalui

Page 127: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

112

berbagai skim pembiayaan pertanian seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP)

sebesar Rp 387 Miliar dan Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian (SP3)

sebesar Rp 1 Triliun. Hingga September 2007, realisasi KKP untuk tanaman

pangan baru mencapai 62, 61 persen dari plafon yang disediakan pemerintah.

Sedangkan untuk mempermudah penyaluran KKP, pemerintah menunjuk 10

bank sebagai penyalur kredit pada petani. Bank tersebut adalah Bank BRI,

BNI, BCA, Mandiri, Bukopin, Agro, Niaga, BII, Danamon dan BPD.

Selain memberikan kredit pertanian, pemerintah juga membentuk Dana

Penguatan Modal-Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) sejak

tahun 2005. Program DPM-LUEP bertujuan untuk mengamankan kebijakan

HPP sehingga petani mendapatkan harga sesuai ketentuan pemerintah terutama

di wilayah yang tidak dijangkau Bulog. Tahun 2007, pemerintah

menganggarkan dana sebesar Rp 223 Miliar21. Program ini diharapkan dapat

mengangkat harga di tingkat petani dan meningkatkan posisi tawar petani dari

srtuktur pasar yang oligopsoni yang selama ini lebih dikendalikan oleh para

tengkulak dan pedagang besar.

7.1.2. Kelemahan

1. Penguasaan lahan sempit dan tingginya konversi lahan

Beberapa kelemahan yang harus diperbaiki dalam pembangunan

pertanian Indonesia antara lain penguasaan lahan yang sempit menyebabkan

pendapatan petani tidak mencukupi kebutuhan hidup jika hanya dari

usahataninya saja. Rata-rata penguasaan lahan petani kurang dari 0,3 ha/RTP22

.

Karena itu sebagian petani padi selain menjadi produsen juga menjadi net

21 Pedoman Gerakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), Deptan 2007

22 Wawancara dengan Kepala Badan Ketahanan Pangan, Deptan [14 April 2007].

Page 128: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

113

consumer beras. Sempitnya pengusahaan lahan, terutama di Jawa terjadi karena

sistem warisan yang turun temurun dan tingginya konversi lahan pertanian

menjadi lahan nonpertanian. Sistem warisan yang membagi rata lahan

pertanian kepada keturunan menyebabkan terjadinya fragmentasi lahan yang

akhirnya mendorong terjadinya konversi dengan alasan ekonomi. Jika konversi

tidak segera ditanggulangi maka dalam jangka panjang jumlah lahan produktif

terutama di Pulau Jawa akan semakin berkurang, padahal selama ini Pulau

Jawa selalu mensuplai lebih dari 50 persen total produksi padi nasional.

2. Infrastruktur produksi dan teknologi pascapanen yang masih tertinggal

serta rendemen padi yang menurun

Tertinggalnya penerapan teknologi produksi dan pascapanen juga

menjadi kelemahan tersendiri bagi peningkatan produksi padi. Selain terkait

dengan kualitas sumber daya petani yang umumnya masih rendah juga karena

minimnya inovasi teknologi lembaga-lembaga penelitian dalam negri. Sarana

infrastruktur produksi seperti sarana irigasi banyak yang rusak dan peralatan

produksi masih sangat sederhana dibanding negara lain.

Dari hasil inventarisasi Dirjen Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum tahun

1999, dari sekitar 6,7 juta ha total jaringan irigasi sekitar 1,4 juta ha rusak

ringan dan 126 ribu ha rusak berat. Jumlah ini pun diperkirakan akan semakin

bertambah mengingat semakin minimnya anggaran pemerintah dan

desentralisasi. Teknologi pascapanen juga masih tertinggal. Karena itu

sebagian besar petani menjual gabah dalam bentuk GKP dengan harga rendah.

Selain itu sebagian besar mesin pemanen, perontok, penggiling (RMU) maupun

pengering di Indonesia menggunakan mesin-mesin yang sudah tua

Page 129: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

114

(Malian,2004). Akibatnya rendemen padi terus menurun dari 70 persen pada

tahun50-an menjadi 63,2 persen saat ini. Karena efisiensi dan optimalisasi

produksi tidak tercapai.

3. Indeks Pertanaman masih rendah terutama di luar Jawa

Minimnya infrastuktur juga menyebabkan produksi padi tidak dapat

dilakukan sepanjang tahun karena terkendala masalah pengairan. Rata-rata

Indeks Pertanaman Indonesia sekitar 1,5-1,6 per tahun. Nilai IP di luar Jawa

bahkan cenderung lebih rendah karena banyaknya lahan yang kurang produktif,

lahan yang tidak sesuai dan kurangnya saluran irigasi. Jika IP nasional dapat

ditingkatkan menjadi 2,0 per tahun, Indonesia berpeluang menambah produksi

lebih dari 13,5 juta ton GKG atau setara 9 juta ton beras akan semakin

terbuka23.

4. Mahalnya harga input yang berkualitas seperti bibit jenis unggul, pupuk

dan obat-obatan.

Mahalnya harga input yang berkualitas disebabkan sebagian besar input

terutama obat-obatan dan bibit unggul masih diimpor dari luar negri. Selain itu

juga adanya ketergantungan petani terhadap penggunaan pupuk buatan dan

pestisida anorganik. Sehingga pada saat pemerintah mencabut subsidi pupuk

pada tahun 1998, produksi padi kita menurun drastis. Apalagi ditambah dengan

kemampuan modal petani kecil yang sangat terbatas untuk mengakses input.

Berbagai upaya efisiensi produksi sebenarnya telah dilakukan, tetapi

hasilnya belum efektif karena semua elemen berkerja sendiri-sendiri dan

kurang terkoordinasi. Pengembangan bibit unggul sebenarnya banyak

23 BPS: Produksi Padi 2007 Naik 4,77%, NTP 108,63; www.agrinewsonline.go.id [26 Maret 2008]

Page 130: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

115

dilakukan oleh lembaga riset dalam negeri. Tetapi karena minimnya dukungan

dana pemerintah maka sebagian besar masih pada tahap laboratorium.

5. Kegagalan program diversifikasi pangan pokok

Tingkat ketergantungan konsumsi beras rakyat Indonesia yang tinggi

menyebabkan kegagalan program diversifikasi pangan pokok. Bahkan terdapat

kecenderungan masyarakat yang dulunya tidak mengkonsumsi beras saat ini

beralih untuk mengkonsumsi beras. Kegagalan program ini juga didorong oleh

tumpang tindihnya kebijakan pemerintah seperti kampanye swasembada beras

dan impor gandum yang mendistorsi kebijakan diversifikasi. Padahal di

Indonesia terdapat berbagai jenis sumber karbohidrat nonberas seperti ubi

kayu, ubi jalar, kentang, jagung, talas, sagu dan umbi-umbian lainya.

Berbagai kelebihan beras dan kemudahan teknologi pengolahan juga

membuat masyarakat enggan untuk berpindah pada bahan pangan lain.

Ketersedian beras dalam jumlah banyak di pasar dan murah membuat

masyarakat semakin menyukai beras. Selain itu juga ada anggapan bahwa jika

mengkonsumsi makanan pokok selain beras akan menurunkan prestise

konsumennya. Faktor inilah yang membuat posisi beras sukar digantikan.

Berdasarkan wawancara dengan Kasubid Pengamatan Harga dan Pasar,

Bulog (2008), saat ini pemerintah sedang menyusun rencana untuk

mendiversifikasi CBP sehingga tidak hanya dalam bentuk beras saja.

Rencananya bantuan Raskin juga akan didiversifikasi dengan bahan pangan

pokok lain seperti tepung dan gandum. Pemerintah juga sedang membahas

aturan bahwa pabrik makanan tidak boleh menggunakan tepung terigu

seluruhnya tetapi harus dicampur dengan tepung lokal. Hal ini bertujuan untuk

Page 131: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

116

mengurangi ketergantungan impor gandum dan meningkatkan konsumsi

pangan lokal. Permasalahanya adalah apakah sumber daya Indonesia mampu

untuk menghasilkan tepung lokal dalam jumlah besar. Rata-rata konsumsi

beras nasional mencapai 2,7 juta ton/bulan (prognosa Bulog 2008). Jika 10

persen saja total konsumsi diganti dengan tepung lokal, berarti harus

memproduksi tepung lokal sekitar 270 ribu ton per bulan.

6. Sering terjadinya kelangkaan beras di saat paceklik dan fluktuasi harga

akibat ulah spekulan

Meskipun secara agregat jumlah produksi beras dapat mencukupi

kebutuhan nasional sepanjang tahun tetapi masih sering terjadinya kelangkaan

beras di pasar terutama pada saat paceklik, mengingat pengadaan beras yang

membutuhkan waktu. Pada saat itu, harga beras akan meningkat tajam dan hal

ini sering dipicu ulah spekulan dan pedagang besar yang menahan beras di

gudang. Spekulan juga sering memanfaatkan isu impor beras untuk membuat

shock petani dan konsumen sehingga harga beras di pasar fluktuatif. Kebijakan

perlindungan harga yang ditetapkan oleh pemerintah cenderung menjadi tidak

efektif dan petani yang merupakan konsumen beras semakin menderita karena

harus membeli beras dengan harga yang tinggi.

7. Fluktuasi Nilai Tukar Petani pascakrisis ekonomi

Pascakrisis ekonomi, Nilai Tukar Petani (NTP) terus berfluktuasi. NTP

merupakan salah satu indikator untuk mengukur daya beli petani melalui nilai

tukar produk pertanian terhadap produk nonpertanian lain. Selama periode

1994-1998 rata-rata NTP sebesar 106 per tahun dan mengalami peningkatan

menjadi 107 periode tahun 1999-2007. Stagnansi NTP ini menunjukkan bahwa

Page 132: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

117

kesejahteraan petani padi terus menurun pascakrisis ekonomi bila dilihat dari

pengaruh inflasi dan nilai tukar sepanjang waktu. Penurunan NTP tentu

menjadi suatu kelemahan pemerintah karena mengindikasikan bahwa berbagai

upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani gagal.

7.2. Identifikasi Faktor Strategis Eksternal

Analisis faktor eksternal bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan

anaman pengembangan kebijakan perberasan Indonesia. Peluang maupun

ancaman ini dapat datang dari perubahan lingkungan ekonomi, politik, teknologi

perkembangan lembaga internasional dan berbagai kerjasama multilateral. Faktor

eksternal dapat berpengaruh positif maupun negatif sehingga perlu diidentifikasi

terlebih dahulu pengaruhnya terhadap kebijakan perberasan nasional.

7.2.1. Peluang

1. Nilai tukar rupiah terhadap dollar relatif stabil

Beberapa peluang yang dapat pemerintah Indonesia manfaatkan dalam

mengembangkan kebijakan perberasan Indonesia di masa mendatang antara

lain semakin stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Semakin

menguat (apresiasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar, maka harga produk

impor akan relatif semakin murah. Perkembangan nilai tukar sangat penting

karena Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor beras terbesar dunia.

Apresiasi nilai rupiah akan menentukan besarnya devisa negara yang harus

dikeluarkan untuk impor beras.

Menurut Hadi dan Wiryono (2005), harga beras impor tercermin pada

harga impor (CIF) di pelabuhan Indonesia dalam mata uang rupiah dapat

dihitung dengan rumus:

Page 133: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

118

PWR = PWD * ER dimana:

PWR = Harga impor di pelabuhan Indonesia dalam rupiah (Rp/kg)

PWD = Harga impor di pelabuhan Indonesia (CIF) dalam dollar ($US/kg)

ER = Nilai tukar (Rp/$US)

Sedangkan harga paritas impor di tingkat grosir (PMG) diperoleh melalui

perkalian PWR dengan bilangan 1.08 (biaya adminsistrasi dan bongkar muat di

pelabuhan Indonesia umumnya sekitar 8%), maka:

PMG = 1.08 * PWR

Jadi semakin tinggi nilai tukar rupiah terhadap dollar maka semakin murah

harga beras impor sehingga akan semakin menghemat devisa negara.

2. Pengembangan bibit unggul dan padi hibrida

Peluang lainnya adalah pengembangan benih padi varietas unggul dan

padi hibrida oleh berbagai lembaga penelitian. Lembaga-lembaga penelitian

baik lokal maupun internasional seperti International Rice Research Institute

(IRRI) terus mengembangkan benih padi varietas unggul dan tahan hama

penyakit. Pengembangan padi hibrida juga membuka peluang peningkatan

produksi karena varietas ini memiliki produktivitas yang jauh lebih tinggi

daripada varietas nonhibrida. China adalah contoh negara yang telah berhasil

memanfaatkan padi hibrida sehingga menjadi salah satu produsen padi terbesar

dunia dan mampu mencukupi kebutuhan penduduknya yang besar.

3. Kesepakatan kerjasama antar negara G33 untuk mengurangi dampak

perdagangan bebas

Terkait dengan ratifikasi WTO mengenai perdagangan internasional,

semakin sulit bagi negara berkembang untuk memproteksi produk

Page 134: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

119

pertaniannya. Terlebih lagi dengan kemampuan dana negara berkembang

terbatas. Untuk itu negara-negara berkembang sepakat untuk bekerjasama

mengurangi dampak perdagangan bebas yang dirasakan lebih menguntungkan

negara maju. Kelompok ini dikenal dengan kelompok G-33. Tujuan dari G-33

adalah mendesak negara maju dan negara berkembang tertentu agar

menurunkan subsidi domestik dan subsidi ekspornya secara signifikan.

4. Pengembangan teknologi produksi, pascapanen dan pengolahan hasil

pertanian

Berbagai jenis teknologi produksi, pascapanen, dan pengolahan produk

pertanian juga terus dikembangkan untuk mengefisienkan produksi dan

meningkatkan nilai tambah produk. Mekanisasi sektor pertanian telah dimulai

dari praproduksi, pemeliharaan tanaman, panen, perontokan hingga siap untuk

dikonsumsi. Berbagai peralatan pendukung yang dapat membantu petani

berproduksi seperti traktor, mesin penyemai, mesin penabur pupuk, mesin

perontok (huller), dryer, mesin penggilingan dan berbagai jenis teknik

budidaya padi terus diperbaiki untuk meningkatkan produksi. Selain itu,

berbagai teknologi pengolahan hasil pertanian seperti mesin-mesin juga terus

dikembangkan untuk meningkatkan nilai tambah beras hingga dapat

dikonsumsi dalam berbagai jenis dan bentuk pangan.

5. Adanya Special Product dan Special Safeguard Mechanism berdasarkan

Agreement on Agriculture (AoA)

Beberapa negara berkembang, termasuk Indonesia sedang

mengupayakan agar produk pertanian strategis seperti beras dan gula dapat

dimasukkan dalam Special Product (SP) WTO. Special Product merupakan

Page 135: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

120

salah satu kelonggaran yang tercantum dalam Agreement on Agriculture

(AoA) WTO karena produk yang sudah mendapat pengakuan Special Product

secara otomatis akan mendapatkan Special Safeguard Mechanism (SSM)24

.

SSM disebut sebagai salah satu pasal pengecualian dalam Agreement

on Safeguard (AoS) WTO yang memungkinkan negara penerima

memproteksi produk pertanianya secara fleksibel dari serbuan impor dengan

cara meningkatkan tarif sementara di atas bound tariff atau membatasi impor

(import restriction). Namun penggunanya harus memenuhi persyaratan AoS-

WTO dan Article XIX GATT 1994. Saat ini Indonesia hanya mencatatkan

produk turunan susu (10 jenis) dan cengkeh (3 jenis) yang mendapatkan SSM.

Hingga tulisan ini ditulis, Indonesia masih terus memperjuangkan agar beras

dan gula mendapatkan SSM-WTO bersama kelompok G-33 lainnya pada

sidang-sidang Komite Pertanian. Berbagai peluang yang ada terutama yang

berkaitan dengan WTO harus dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah

sebelum Indonesia mampu melindungi produk pertanian melalui blue box dan

green box.

7.2.2. Ancaman

1. Kesepakatan penurunan tarif impor antarnegara sesuai AoA

Kesepakatan perdagangan bebas WTO juga memberikan ancaman

tersendiri bagi negara berkembang. Hal ini terjadi akibat perbedaan penguasaan

sumber daya antarnegara dan kepemilikan modal. Dalam perundingan Putaran

Uruguay (1995) di bidang pertanian, terdapat tiga aspek yang telah disepakati

bersama yaitu: 1) Penurunan hambatan akses pasar melalui penurunan tarif

24 Agreement on Agriculture. www.wto.org [3 Desember 2007]

Page 136: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

121

rata-rata sebesar 36 persen untuk negara maju selama 6 tahun dan 24 persen

untuk negara berkembang selama 10 tahun; 2) Pengurangan subsidi domestik

sebesar 20 persen untuk negara maju tanpa batas waktu dan untuk negara

berkembang sebesar 13,3 persen dalam 10 tahun; 3) Pengurangan subsidi

ekspor sebesar 36 persen dari seluruh nilai ekspor dalam 6 tahun dan untuk

negara berkembang sebesar 20 persen selama 10 tahun (Malian, 2004).

Meskipun terdapat perbedaan tingkat maupun waktu penurunan untuk

tarif dan subsidi antara negara berkembang dengan negara maju, tetapi menurut

banyak pengamat mekanisme ini tidak efektif. Ketidakefektifan tersebut karena

besarnya perbedaan tingkat pembangunan ekonomi, teknologi, infrastruktur

dasar serta kualitas sumber daya manusia sehingga negara berkembang tidak

dapat bersaing secara seimbang. Keberadaan WTO juga lebih banyak

didominasi negara maju yang lebih banyak memperhatikan akses pasar

dibandingkan dua pilar yang lain.

Posisi dan hak negara berkembang yang relatif tidak setara dengan

negara maju dalam WTO juga menjadikan liberalisasi perdagangan yang terjadi

saat ini memberikan manfaat yang tidak sama antara negara berkembang

dengan negara maju. Kerugian negara berkembang semakin nyata, karena

ternyata pertumbuhan ekonomi negara berkembang tidak berkorelasi kuat

dengan liberalisasi perdagangan, tidak seperti yang terjadi di negara maju.

Produk negara berkembang tidak dapat berkompetisi secara adil dengan produk

negara maju di pasar dunia karena telah terdistorsi oleh berbagai bentuk subsidi

ekspor, bantuan domestik, dan berbagai rintangan perdagangan.

Page 137: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

122

2. Adanya subsidi oleh negara maju terhadap produk pertanianya.

Menurut Malian (2004), negara maju seperti Amerika dan Uni Eropa

memproteksi lebih dari 110 persen untuk beras dan dan produk susu. Jepang

dan Korea Selatan bahkan mencapai 310-350 persen untuk beras dan kacang-

kacangan. Berdasarkan penelitian Oxfam dalam Lokollo (2007), pemerintah

Amerika dan Uni Eropa masing-masing mengeluarkan sekitar US$ 50.7 M dan

€ 50 M per tahun untuk subsidi domestik melalui green box. Hal ini memicu

terjadinya praktek dumping termasuk pada beras, akibatnya harga dunia tidak

mencerminkan besarnya biaya produksi. Negara maju juga memberikan

berbagai kemudahan pembiayaan dan subsidi ekspor untuk memperluas pasar.

Selain itu juga berusaha merintangi masuknya produk pertanian dari negara

berkembang dengan mengajukan berbagai jenis persyaratan kesehatan seperti

sanitary dan phyosanitary.

3. Harga beras di pasar dunia lebih rendah dengan struktur pasar oligopoli.

Rendahnya harga beras internasional selama ini telah terdistorsi oleh

berbagai bentuk subsidi negara maju sehingga rendahnya harga tersebut tidak

memcerminkan besarnya biaya produksi. Dalam satu dekade terakhir harga

rata-rata beras dunia cenderung menurun antara US$ 150-250 per ton. Harga

ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras domestik yang rata-rata

mencapai US$ 350-500 per ton25

.

25 Wawancara dengan Kepala Badan Ketahanan Pangan RI, Deptan [14 April 2008]

Page 138: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

123

Tabel 18. Perkembangan Produksi dan Perdagangan Beras Dunia Periode

1995-2006 (000 ton)26

Tahun Produksi Perdagangan Dunia Persentase (%)

1995 371.432 20.800 5,60

1996 380.157 19.700 5,18

1997 386.821 18.818 4,86

1998 394.082 27.670 7,02

1999 408.392 24.941 6,11

2000 396.894 22.846 5,76

2001 392.823 24.414 6,22

2002 381.240 27.813 7,30

2003 391.636 27.550 7,03

2004 400.777 27.116 6,77

2005 418.002 27.716 6,63

2006 416.565 28.985 6,95

Rataan 394.902 24.864 6,29

Sumber: USDA, 2007 (diolah)

Tingginya ketergantungan rakyat Indonesia terhadap beras membuat

Indonesia juga menjadi salah negara importir beras terbesar dunia. Padahal,

jumlah beras yang diperdagangkan di pasar dunia sangatlah tipis (thin market),

hanya sekitar 5-7 persen dari produksi dunia dengan struktur pasar oligopoli.

Negara produsen utama beras dunia antara lain Amerika Serikat, Pakistan,

Myanmar, Thailand, China dan Vietnam. Kondisi ini sangat riskan terutama

pada saat terjadi kenaikan harga beras dunia seperti saat ini. Bulan Februari

2008, harga beras dunia mencatatkan nilai tertinggi selama 34 tahun terakhir

yaitu US$ 700 per ton27

. Kenaikan ini dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia

dan konversi lahan pertanian untuk bahan baku bioetanol di Amerika.

Tingginya harga beras dunia saat ini juga membuat negara-negara pengekspor

lebih suka menyimpannya untuk stok dalam negri karena muncul kekhawatiran

dunia akan terjadinya krisis pangan.

26 World Rice Production and International Trade, www.usda.gov [2 Januari 2008]

27 Wawancara dengan Kepala Sub Divisi Pengamatan Harga dan Pasar, BULOG [3 April 2008]

Page 139: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

124

4. Tingginya penyelundupan akibat tarif impor tidak mampu menutup

disparitas harga.

Besarnya perbedaan harga beras domestik dengan beras dunia telah

mendorong oknum importir mengambil keuntungan pribadi. Banyak importir

yang menyelundupkan beras ke Indonesia karena tingginya disparitas harga

impor melalui pemalsuan dokumen (under invoice) maupun penyelundupan

antarpulau di perbatasan. Pengenaan tarif ternyata belum mampu menutupi

paritas harga beras. Sedangkan untuk menaikan tarif impor sangatlah sulit. Di

samping akan mendapat kecaman dari negara-negara maju karena dianggap

melanggar kesepakatan AoA, kenaikan tarif juga akan mengakibatkan

terjadinya pengingkatan harga beras di tingkat konsumen.

Banyaknya penyelundupan terjadi karena luasnya wilayah Indonesia

dan banyaknya celah perairan yang dapat digunakan sebagai titik

penyelundupan. Lemahnya patroli pengamanan perairan karena keterbatasan

anggaran juga salah satu pendorong lainnya. Permasalahan ini harus segera

diatasi karena banyaknya beras impor yang masuk akan mendikte harga beras

domestik dan akhirnya hanya akan menyengsarakan rakyat.

5. Perubahan iklim yang tidak menentu dan seringnya terjadi bencana alam.

Selain berbagai faktor diatas, acaman terhadap keberhasilan kebijakan

perberasan juga dipengaruhi oleh iklim. Perubahan iklim yang tidak menentu

sering mengganggu penentuan masa tanam padi. Akibatnya siklus hama

menjadi tidak terputus karena masa tanam tidak serempak dalam satu daerah.

Pemanasan global (Global warming), juga diduga sebagai salah satu penyebab

sering terjadinya kemarau panjang dan bencana banjir disepanjang tahun 2007.

Page 140: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

125

Bencana banjir yang terjadi di berbagai daerah sentra produksi padi seperti di

provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi selatan dapat mempengaruhi

produksi padi dan mengancam ketahanan pangan nasional.

7.3. Analisis Faktor Internal dan Eksternal

Setelah mengidentifikasi faktor-faktor strategis internal dan eksternal

kebijakan perberasan nasional, kemudian data yang diperoleh dari responden

diinterpretasikan dalam tabel. Faktor internal terdiri dari kekuatan (Strengths) dan

kelemahan (Weaknesess) kebijakan beras. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas

peluang (Opportunities) dan ancaman (Threaths) dari lingkungan luar. Analisis

tersebut bertujuan menilai sejauh mana faktor-faktor strategis berpengaruh

terhadap keberhasilan pelaksanaan strategi perberasan mendatang.

7.3.1. Analisis Faktor Internal

Hasil analisis diperoleh bahwa total bobot elemen kekuatan sebesar 0,523

dan total bobot elemen kelemahan sebesar 0,477. Artinya dalam pelaksanaan

strategi kebijakan perberasan, elemen kekuatan memberikan pengaruh lebih besar

terhadap kesuksesan kebijakan daripada elemen kelemahan.

Pada elemen kekuatan, Program P2BN dan G4PG memiliki bobot rata-rata

terbesar yaitu 0,073. Meskipun target kedua program tersebut belum tercapai

secara optimal, namun keempat responden sepakat bahwa program tersebut

mampu meningkatkan produksi padi nasional hingga 2,6 juta ton GKG. Jumlah

yang sangat sulit dicapai selama beberapa tahun terakhir meski pemerintah terus

melakukan berbagai perbaikan kebijakan baik dari sisi permodalan, penerapan

teknologi maupun subsidi input untuk petani.

Page 141: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

126

Sedangkan bobot terendah terdapat pada faktor Bulog kembali

memonopoli dan impor dan menggendalikan harga yaitu sebesar 0,055. Nilai

tersebut menunjukkan bahwa menurut responden faktor pengendalian harga dan

monopoli impor berpengaruh paling kecil terhadap kesuksesan pelaksanaan

strategi kebijakan perberasan karena hanya mempengaruhi jumlah pelaksana

impor dan mekanisme pengontrolan.

Untuk elemen kelemahan, bobot terbesar diberikan pada tertinggalnya

pengembangan sarana infrastruktur produksi dan pascapanen sehingga tingkat

rendemen padi terus menurun. Nilai bobot rata-ratanya adalah 0,079. Responden

menggangap penurunan rendemen padi merupakan masalah yang sangat penting

karena berpengaruh secara langsung terhadap produksi beras nasional. Penurunan

kualitas infrastruktur produksi dan tekonlogi pascapanen terjadi akibat minimnya

anggaran dana pemerintah untuk pemeliharaan dan pembangunan infastruktur

baru pascakirisis. Sebagian besar petani kita adalah petani miskin yang

kemampuan modalnya sangat terbatas. Sehingga sangat sulit untuk mendorong

pembangunan infrastruktur pertanian secara swadaya. Hasil akhir analisis

pembobotan faktor internal dapat dilihat pada Tabel 19.

Bobot terendah untuk elemen kelemahan adalah pada faktor kegagalan

program diversifikasi pangan pokok dengan bobot 0,057. Rendahnya bobot

menunjukkan bahwa faktor ini dianggap paling kurang berpengaruh terhadap

kebijakan perberasan Indonesia. Untuk faktor-faktor yang nilai bobotnya berada

diantaranya berarti berdasar penilaian responden, tingkat pengaruhnya terhadap

keberhasilan kebijakan di masa mendatang semakin kecil.

Page 142: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

127

Tabel 19. Pembobotan Faktor Internal

No FAKTOR STRATEGIS INTERNAL Bobot

Rataan KEKUATAN

1 Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dan Gerakan

Penanganan Pascapanen dan Pemasaran Gabah (G4PG)

0,073

2 Berbagai kredit pembiayaan pertanian dan Program DPM- LUEP 0,071

3 Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) bagi produsen dan

Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk konsumen

0,070

4 Adanya Operasi Pasar Murni (OPM) dan program Raskin 0,067

5 Kebijakan tarif impor dan hambatan nontarif seperti quota, harga impor

minimum, dan lisensi serta Tariff Rate Quota (TRQ)

0,066

6 Keluarnya SK Menperindag No.9 Th.2004 tentang aturan Importasi

Beras

0,063

7 Terdapat beberapa pelabuhan aktif untuk distribusi dan adanya

Cadangan Beras Pemerintah

0,058

8 Bulog kembali memonopoli impor dan mengendalikan harga beras di

Indonesia.

0,055

Total 0,523

KELEMAHAN Bobot

1 Sarana infrastruktur produksi dan teknologi pascapanen yang tertinggal

sehingga tingkat rendemen padi terus menurun

0,079

2 Mahalnya harga input yang berkualitas seperti bibit unggul, pupuk dan

obat-obatan serta sering terjadinya kelangkaan pupuk

0,078

3 Penurunan kesejahteraan petani padi, ditandai dengan fluktuasi NTP

pascakrisis ekonomi

0,073

4 Penguasaan lahan yang sempit oleh petani dan tingginya konversi lahan

pertanian terutama di pulau Jawa.

0,072

5 Sering terjadinya kelangkaan beras di pasar pada saat paceklik dan

fluktuasi harga akibat ulah spekulan

0,059

6 Tingkat Indeks Pertanaman (IP) yang rendah terutama di luar Jawa 0,059

7 Kegagalan program diversifikasi pangan pokok 0,057

Total 0,477

7.3.2. Analisis Faktor Eksternal

Dari hasil analisis diketahui bahwa bobot rataan elemen peluang lebih

besar daripada bobot rataan elemen ancaman. Nilai bobot rataan peluang adalah

0,527 dan bobot rataan ancaman adalah 0,475. Artinya dalam pelaksanakan

Page 143: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

128

kebijakan perberasan dimasa mendatang dapat memanfaatkan peluang dalam

menghadapi ancaman dari luar yang dapat mempengaruhi ekonomi perberasan.

Pengembangan teknologi produksi, pascapanen dan pengolahan hasil

produk pertanian memiliki bobot tertinggi pada elemen peluang yaitu 0,120.

Menurut responden, dikembangkanya berbagai teknologi pertanian akan

membuka peluang peningkatan produksi padi. Lambatnya adopsi teknologi oleh

petani membuat produksi padi kurang optimal karena banyak yang hilang pada

saat panen dan pascapanen. Bobot terendah untuk peluang dengan nilai 0,093

diberikan pada faktor kesepakatan negara Kelompok G-33. Kecilnya penilaian

responden terhadap faktor ini karena pengaruh adanya kerjasama terhadap

Indonesia tidak signifikan. Berbagai perundingan pada Konferensi Pertanian

WTO yang meminta fleksibilitas pengenaan tarif impor bagi negara berkembang

belum berhasil karena selalu mendapat tekanan negara maju dengan alasan akan

mengurangi efisiensi liberalisasi perdagangan. Terlebih lagi lemahnya posisi

negara berkembang dalam WTO dibandingkan negara-negara maju. Hasil akhir

analisis Matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 20.

Untuk elemen ancaman, perubahan iklim yang tidak menentu dan

seringnya bencana alam mendapat respon tertinggi dari responden dengan bobot

rataan 0,104. Perubahan iklim sangat sukar diprediksi dan terjadinya bencana

alam sangat sukar untuk dicegah. Kita hanya bisa melakukan upaya preventif,

itupun juga sulit karena teknologi pendeteksi dini untuk bencana alam masih

sangat tertinggal. Bencana alam seperti banjir dapat merusak lahan pertanian

secara permanen dan akan menurunkan produksi padi jika terjadi pada wilayah

Page 144: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

129

yang luas seperti pada tahun 2007. Iklim yang tidak menentu juga akan

mengganggu penentuan musim tanam padi dan memicu terjadinya ledakan hama.

Tabel 20. Pembobotan Faktor Eksternal

No FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL Bobot

Rataan PELUANG

1 Pengembangan teknologi produksi, pascapanen dan pengolahan

hasil produk pertanian

0,120

2 Pengembangan benih padi varietas unggul dan padi hibrida oleh

berbagai lembaga penelitian

0,118

3 Nilai tukar rupiah terhadap dollar yang relatif stabil 0,099

4 Adanya Special Product (SP) dan Special Safeguard Mechanism

sesuai kesepakatan WTO

0,097

5 Kesepakatan kerjasama antarnegara berkembang (G-33) untuk

mengurangi dampak perdagangan bebas

0,093

Total 0,527

ANCAMAN Bobot

1 Perubahan iklim yang tidak menentu dan seringnya terjadi

bencana alam seperti banjir dan kemarau panjang

0,104

2 Tingginya penyelundupan beras ke Indonesia akibat tingkat tarif

impor yang tidak mampu menutupi paritas harga

0,095

3 Kesepakatan penurunan tarif impor produk pertanian antarnegara

sesuai Agreement on Agriculture (AoA)

0,095

4 Harga beras di pasar dunia yang lebih rendah daripada harga

beras domestik dengan struktur pasar oligopoli

0,093

5 Berbagai bentuk subsidi dilakukan oleh negara maju pada produk

pertanianya, sehingga mendistorsi harga pasar dunia

0,088

Total 0,475

Bobot rataan terendah elemen ancaman adalah pada faktor berbgai bentuk

subsidi pertanian oleh negara maju dengan nilai 0,088. Walaupun faktor ini

berpengaruh terhadap harga beras domestik, namun dibandingkan dengan

penyelundupan, kesepakatan penurunan tarif bagi anggota WTO dan rendahnya

harga dunia, pengaruhnya masih bisa diatasi dengan berbagai restriksi impor dan

peningkatan produksi nasional. Apabila produksi nasional mampu mencukupi

Page 145: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

130

kebutuhan maka fluktuasi beras dunia tidak akan begitu berpengaruh terhadap

kondisi perberasan dalam negeri.

7.4. Matriks SWOT

Setelah dianalisis, tahap selanjutnya yaitu tahap pemaduan (matching

stage) seluruh elemen dengan menggunakan matriks SWOT. Tujuan tahap ini

adalah untuk merumuskan alternatif strategi untuk mengembangkan kebijakan

perberasan di masa mendatang berdasarkan faktor strategis internal dan eksternal

sebelumnya. Empat strategi utama dalam matriks SWOT adalah Strategi SO, ST,

WO dan WT. Beberapa alternatif strategi daalam matriks SWOT adalah sebagai

berikut:

1. Strategi Strengths-Opportunities (S-O)

Strategi ini disusun dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk

memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang diusulkan adalah:

a. Menerapkan Tariff Rate Qouta (TRQ) sebagai upaya melindungi beras

domestik serta bekerjasama dengan negara berkembang agar segera

memasukkan beras dalam special product untuk mendapatkan Special

Safeguard Mechanism (SSM) WTO. Meskipun dalam bentuk hambatan, TRQ

masih diperbolehkan oleh WTO karena bukan termasuk hambatan jumlah

(quantitive restriction). TRQ masih membuka pasar dan menetapkan tarif (in-

out quota) sehingga tidak bertentangan dengan konsep market access WTO.

Terlebih lagi pasca notifikasi Bulog sebagai STE oleh WTO. Sebagai STE,

Bulog memiliki peluang untuk mendapatkan hak yang sama dengan STE

negara lain dalam mengatur kebijakan impornya. Bulog harus pandai

Page 146: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

131

memanfaatkan celah-celah aturan WTO untuk melindungi beras domestik dari

dampak negatif perdagangan internasional (S 2,3,4 & O 1,2,5).

2. Strategi Weaknesses-Opportunities (W-O)

Strategi ini disusun untuk mengurangi kelemahan kebijakan perberasan

Indonesia dengan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi W-O terdiri dari:

a. Perbaikan infrastruktur, penerapan teknologi budidaya, pascapanen, pengolahan

(penggilingan) yang tepat dan informasi pemasaran yang terintegrasi melalui

pemberdayaan kelompok tani. Pemerintah memiliki andil besar dalam rangka

perbaikan infrastruktur dan induksi teknologi karena dana yang dibutuhkan

sangat besar. Sebagai pendukung, penambahan jumlah dan optimalisasi fungsi

PPL di daerah juga harus ditingkatkan untuk mempercepat adopsi teknologi.

Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dalam

penyebaran teknologi ke petani. Sedangkan untuk memperluas akses informasi

dan posisi tawar petani harus dilakukan reformasi kelembagaan dan

pemberdayaan kelompok tani. KUD harus dikembalikan pada tujuan awalnya

dengan cara merekrut pihak luar sebagai pengelola disertai pemberian insentif

yang memadai. Hal ini untuk mengurangi kecenderungan KKN seperti yang

terjadi sebelumnya (W1,2,4 & O 3,4).

b. Memperbaiki mekanisme pemberian kredit untuk mendorong produksi padi

secara optimal. Mengingat sebagian besar petani kita adalah petani miskin,

maka perlu adanya skim pembiayaan yang dapat membantu petani mengatasi

permasalahan modal. Selama ini pemerintah memang terus meningkatkan

plafon kredit pertanian. Tetapi pada pelaksanaanya masih belum optimal

Page 147: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

132

bahkan sering menyulitkan petani. Tahun 2007, hanya sekitar 62.61% yang

terealisasi dari 585.135 M (W3,4,8 & O 3,4).

c. Pengembangan teknologi benih dan input lain di dalam negri melalui sistem

kemitraan dengan swasta agar harga input lebih kompetitif. Selama ini

pengembangan teknologi benih hanya dilakukan oleh pemerintah saja sehingga

bila terjadi keterbatasan anggaran maka riset akan terhambat. Karena itu

diperlukan kerjasama dengan pihak swasta agar dapat menghasilkan benih dan

input lain dengn harga yang kebih kompetitif (W3 & O3).

d.Pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal dengan

pemberdayaan teknologi pengolahan pangan disertai pemberian insentif bagi

masyarakat lokal. Salah satu alasan mengapa masyarakat enggan

mengkonsumsi pangan nonberas adalah karena minimnya teknologi

pengolahannya. Untuk mendukung diversifikasi, pangan nonberas harus

dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menarik untuk dikonsumsi. Setelah itu,

upaya promosi kepada masyarakat harus digalakkan disertai dengan insentif

bagi penduduk berupa subsidi untuk bahan pangan lain (S 5, 7 & O 4).

3. Strategi Strengths-Threats (S-T)

Strategi ini disusun dengan menggunakan peluang untuk menghindari

ancaman. Strategi yang terpilih diantaranya:

a. Kombinasi kebijakan protektif melalui pengenaan tarif dan nontarif seperti

quota, pengaturan impor dan pengawasan jalur pelayaran dengan kebijakan

promotif melalui peningkatan produksi dalam negri sebelum negara eksportir

bersedia mengurangi subsidi ekspor dan subsidi domestiknya. Kombinasi

kebijakan ini harus segera dilakukan untuk menekan dampak perdagangan

Page 148: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

133

bebas secara terkoordinasi. Sebenarnya proteksi sudah lama dilakukan oleh

pemerintah, tetapi masih parsial dan kurang koordinasi antara berbagai instansi

terkait sehingga sering dimanfaatkan untuk kepentingan golongan tertentu saja

(S 1, 2, 5 & T 1, 2, 3, 4).

2. Pengawasan semua pihak terhadap kinerja dan transparansi Bulog sebagai

badan pengelola cadangan beras pemerintah, pengendali harga dan

memonopoli impor beras. Notifikasi Bulog STE oleh WTO dan sebagai

monopoli impor serta pengendali harga beras sejak 2007 membuat Bulog

memiliki kewenangan penuh dalam pelaksanaan kebijakan impor. Karena itu,

untuk menjaga kinerja lembaga tersebut perlu pengawasan semua pihak agar

kecurigaan bahwa Bulog dapat kembali menjadi kendaraan politis dan bisnis

pengusaha besar tidak terjadi (S 5,6,7 & 1,2).

4. Strategi Weaknesses-Threats (W-T)

Strategi ini diperoleh untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari

ancaman perberasan Indonesia. Strategi tersebut adalah:

a. Penegakan peraturan mengenai pemanfaatan lahan (Reformasi Agraria) untuk

mencegah semakin luasnya konversi lahan produktif dengan disertai adanya

insentif dan disinsentif bagi pelaksananya. Konversi lahan pertanian merupakan

masalah laten yang akibatnya baru dirasakan dalam jangka panjang. Karena itu

perlu upaya pencegahan sejak dini. Reformasi Agraria dapat dilakukan melalui

peraturan pemerintah mengenai larangan fragmentasi lahan produktif dan

sistem kepemilikan lahan sehamparan untuk menghambat konversi. Kebijakan

ini juga harus dilengkapi dengan insentif bagi pemilik seperti pembebasan

Page 149: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

134

pajak tanah pertanian seperti yang dilakukan oleh pemerintah Vietnam. (S1 &

T 5). Hasil analisis matriks WOT dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Matriks SWOT Kebijakan Beras

KEKUATAN KELEMAHAN

1. Program P2BN dan G4PG 2. Kebijakan tariff, hambatan nontarif

dan Tarif Rate Quota 3. SK Menperindag No.9 th 2004 tentang

aturan importasi beras. 4. BULOG memonopoli impor dan

mengendalikan harga. 5. Beberapa Pelabuhan aktif distribusi

dan Cadangan Beras Pemerintah 6. HPP dan Harga Eceran Tertinggi 7. Operasi Pasar Murni dan Raskin 8. Berbagai kredit pertanian dan DPM-

LUEP

1.Penguasaan lahan sempit dan tingginya konversi lahan

2.Infrastruktur produksi,pascapanen yang tertinggal dan penurunan rendemen padi

3.Mahalnya harga input yang berkualitas 4.Rendahnya Indeks Pertanaman

terutama di luar Jawa 5.Terjadinya kelangkaan beras dan

fluktuasi harga akibat ulah spekulan 6.Kegagalan program diversifikasi

pangan 7.Fluktuasi Nilai Tukar pascakrisis

PELUANG STRATEGI SO

1. Penerapan TRQ sebagai upaya melindungi harga beras domestic serta bekerjasama dengan negara berkembang agar segera memasukan beras dalam special product untuk mendapatkan SSM (S 2,3,4 & O 1,2,5)

STRATEGI WO

1. Perbaikan infrastruktur, penerapan teknologi budidaya, pascapanen, pengolahan yang tepat dan pemasaran yang terintegrasi melalui pemberdayaan kelompok tani (W1,2,4 & O 3,4)

2. Memperbaiki mekanisme pemberian kredit untuk mendorong produksi padi secara optimal (W3,4,8 & O 3,4)

3.Pengembangan teknologi benih dan input lain di dalam negri melalui sistem kemitraan dengan swasta agar harga input lebih kompetitif (W3 & O3)

4.Pengembangan diversifikasi pangan berbasis bahan baku tanaman pangan lokal dengan pemberdayaan teknologi pengolahan pangan disertai pemberian insentif bagi masyarakat lokal (S 5, 7 & O 4)

1.Nilai tukar rupiah terhadap dollar relatif stabil

2.Kesepakatan kerjasama negara

G33 untuk mengurangi dampak perdagangan bebas

3.Pengembangan bibit unggul

dan padi hibrida 4.Pengembangan teknologi

produksi, pascapanen dan pengolahan hasil pertanian

5.Adanya Special Product dan Special Safeguard Mechanism.

ANCAMAN STRATEGI ST

1. Kombinasi kebijakan protektif melalui pengenaan tarif dan nontarif seperti quota, pengaturan impor dan pengawasan jalur pelayaran dengan kebijakan promotif melalui peningkatan produksi dalam negri sebelum negara eksportir bersedia mengurangi subsidi ekspor dan subsidi domestiknya (S 1, 2, 5 & T 1, 2, 3, 4)

2.Pengawasan semua pihak terhadap kinerja dan transparansi BULOG sebagai badan pengelola cadangan beras pemerintah, pengendali harga dan memonopoli impor beras (S 5,6,7 & 1,2).

STRATEGI WT

1. Penegakan peraturan mengenai pemanfaatan lahan (Reformasi Agraria) untuk mencegah semakin luasnya konversi lahan produktif dengan disertai adanya insentif dan disinsentif bagi pelaksananya (S1 & T 5)

1.Tingginya penyelundupan akibat tinginya paritas harga impor.

2.Kesepakatan penurunan tarif impor antarnegara sesuai AoA

3.Harga beras dunia lebih rendah dengan struktur pasar oligopoli.

4.Subsidi oleh negara maju terhadap produk pertanianya.

5.Perubahan iklim yang tidak menentu dan terjadinya bencana alam.

Page 150: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

135

7.5. Analisis Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning)

Berdasarkan analisis matrik SWOT, strategi yang diusulkan dalam

rangka peningkatan efektivitas kebijakan perberasan nasional antara lain:

1. Menerapkan Tariff Rate Qouta (TRQ) sebagai upaya melindungi beras

domestik serta bekerjasama dengan negara berkembang agar segera

memasukkan beras dalam special product untuk mendapatkan Special

Safeguard Mechanism (SSM) WTO (S 2,3,4 & O 1,2,5).

2. Perbaikan infrastruktur, penerapan teknologi budidaya, pascapanen,

pengolahan yang tepat dan informasi pemasaran yang terintegrasi melalui

pemberdayaan kelompok tani (W1,2,4 & O 3,4).

3. Memperbaiki mekanisme pemberian kredit untuk mendorong produksi padi

secara optimal (W3,4,8 & O 3,4).

4. Pengembangan teknologi benih dan input lain di dalam negri melalui sistem

kemitraan dengan swasta agar harga input lebih kompetitif (W3 & O3).

5. Pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal dengan

pemberdayaan teknologi pengolahan pangan disertai pemberian insentif bagi

masyarakat lokal (S 5, 7 & O 4).

6. Kombinasi kebijakan protektif melalui pengenaan tarif dan nontarif seperti

quota, pengaturan impor dan pengawasan jalur pelayaran dengan kebijakan

promotif melalui peningkatan produksi dalam negri sebelum negara eksportir

bersedia mengurangi subsidi ekspor dan domestiknya (S 1, 2, 5 & T 1, 2, 3, 4).

7. Pengawasan semua pihak terhadap kinerja dan transparansi Bulog sebagai

badan pengelola cadangan beras pemerintah, pengendali harga dan

memonopoli impor beras (S 5,6,7 & 1,2).

Page 151: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

136

8. Penegakan peraturan mengenai pemanfaatan lahan (Reformasi Agraria) untuk

mencegah semakin luasnya konversi lahan produktif dengan disertai adanya

insentif dan disinsentif bagi pelaksananya (S1 & T 5).

Tahap selanjutnya dari formulasi strategi adalah tahap pengambilan

keputusan (decision making) dengan menggunakan matrik QSP. Analisis ini

bertujuan untuk menentukan prioritas strategi yang dapat dilakukan oleh

pengambil kebijakan perberasan Indonesia menurut keempat responden. Prioritas

dalam analisis QSPM dilihat dari total nilai Total Attractiveness Score (TAS).

Nilai TAS merupakan hasil dari perkalian antara bobot dengan Attractive Score

(AS). Nilai TAS yang paling besar akan menjadi prioritas utama kebijakan.

Dari hasil analisis QSPM terlihat bahwa strategi yang menjadi prioritas

utama dalam mengingkatkan efektivitas kebijakan perberasan adalah strategi ke-6

dengan Total Attractiveness Score (TAS) sebesar 5,575 yaitu strategi “Kombinasi

kebijakan protektif melalui pengenaan tarif dan nontarif seperti quota, pengaturan

impor dan pengawasan jalur pelayaran dengan kebijakan promotif melalui

peningkatan produksi dalam negri sebelum negara eksportir bersedia mengurangi

subsidi ekspor dan subsidi domestiknya”. Hasil rata-rata TAS menurut keempat

responden dapat dilihat pada Tabel 22.

Prioritas strategi disusun berdasarkan nilai TAS tertinggi hingga TAS

terendah. Adapun prioritas strateginya adalah sebagai berikut:

1. Kombinasi kebijakan protektif melalui pengenaan tarif dan nontarif seperti

quota, pengaturan impor dan pengawasan jalur pelayaran dengan kebijakan

promotif melalui peningkatan produksi dalam negri sebelum negara eksportir

bersedia mengurangi subsidi ekspor dan subsidi domestiknya (5,575)

Page 152: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

137

2. Menerapkan Tariff Rate Qouta (TRQ) sebagai upaya melindungi beras

domestik serta bekerjasama dengan negara berkembang agar segera

memasukan beras dalam special product untuk mendapatkan Special

Safeguard Mechanism (SSM) WTO (4,876)

3. Pengembangan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal dengan

pemberdayaan teknologi pengolahan pangan disertai pemberian insentif bagi

masyarakat lokal (4,857).

4. Pengembangan teknologi benih dan input lain di dalam negri melalui sistem

kemitraan dengan swasta agar harga input lebih kompetitif (4,813).

5. Perbaikan infrastruktur, penerapan teknologi budidaya, pascapanen,

pengolahan yang tepat dan informasi pemasaran yang terintegrasi melalui

pemberdayaan kelompok tani (4,692).

6. Memperbaiki mekanisme pemberian kredit untuk mendorong produksi padi

secara optimal (4,540).

7. Pengawasan semua pihak terhadap kinerja dan transparansi Bulog sebagai

badan pengelola CBP, pengendali harga dan memonopoli impor beras (4,380).

8. Penegakan peraturan mengenai pemanfaatan lahan (Reformasi Agraria) untuk

mencegah semakin luasnya konversi lahan produktif dengan disertai adanya

insentif dan disinsentif bagi pelaksananya (4,102).

Tabel 22. Rataan Matriks QSP Menurut Keempat Responden

Responden S6 S1 S5 S4 S2 S3 S7 S8

Pakar 1 5,791 5,631 5,817 5,813 5,783 5,545 5,854 5,363

Pakar 2 6,307 4,570 4,384 4,657 3,757 3,952 3,757 3,551

Pakar 3 5,214 4,581 4,197 4,115 4,795 4,222 3,795 3,522

Pakar 4 4,989 4,523 5,031 4,669 4,435 4,439 4,112 3,971

Prioritas 5,575 4,876 4,857 4,813 4,692 4,540 4,380 4,102

Keterangan: S1 = Strategi 1

Page 153: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

VIII. PRIORITAS PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI PADI

Tujuan pada tahap ini adalah untuk merumuskan program peningkatan

produksi padi nasional. Selama ini produksi padi nasional cenderung stagnan,

padahal jumlah penduduk terus meningkat. Sehingga perlu dicari upaya untuk

meningkatkan kemandirian pangan Indonesia di masa mendatang. Metode yang

digunakan pada tahap ini adalah Proses Hierarki Analitik (PHA) untuk mencari

prioritas program yang dapat dilakukan mengingat kompleksnya masalah

perberasan nasional. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan indentifikasi faktor-

faktor dan sub faktor pertimbangan utama yang mempengaruhi peningkatan

produksi padi nasional.

Penentuan prioritas program peningkatan produksi dilakukan oleh dua

responden dari kelompok pengambil kebijakan beras yaitu Kepala Pusat Distribusi

Pangan, Badan Ketahanan Pangan dan Kepala Sub Bidang Pengamatan Harga dan

Pasar, Bulog. Penilaian dilakukan melalui wawancara mendalam dan pengisian

kuesioner.

8.1. Identifikasi Faktor dan Sub Faktor Pertimbangan Utama Penyusun

Program Peningkatan Produksi Padi

Sebagai tindak lanjut dari pemilihan strategi kebijakan perberasan, maka

diperlukan rancangan program kebijakan perberasan dalam upaya mewujudkan

swasembada pangan. Salah satu aspek yang sangat esensial adalah mengenai

upaya meningkatkan produksi padi nasional. Hal ini disebabkan karena tingkat

produksi padi dalam negri akan mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan

Page 154: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

139

perberasan pada saat tersebut. Untuk itu perlu diidentifikasi faktor-faktor dan sub-

faktor pertimbangan utama yang mempengaruhi produksi padi dalam negeri.

Ada empat determinan utama yang sangat berpengaruh terhadap

keberhasilan produksi yaitu: jumlah luas lahan sawah, tingkat produktivitas padi,

Indeks Pertanaman dan parsitipasi lembaga penunjang. Keempat faktor tersebut

akan saling mempengaruhi sehingga untuk mengkaji kebijakan peningkatan

produksi padi tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

8.1.1. Luas Lahan

Jumlah luas areal tanaman padi pada lahan basah (sawah) dan lahan

kering merupakan faktor andalan bagi produksi beras. Data statistik menunjukkan

bahwa 95 persen produksi padi dihasilkan dari lahan sawah dan sisanya (5%)

dihasilkan pada lahan kering. BPS mencatat bahwa pada tahun 2006, dari total

luas areal panen ( 11,7 juta ha), luas areal panen padi sawah mencapai 10,71 juta

ha dan luas areal panen padi ladang baru mencapi 1,07 juta ha. Luas ini meningkat

sekitar 0,65 juta ha dalam kurun waktu 10 tahun atau rata-rata hanya meningkat

sekitar 65.000 ha per tahun.

Lambatnya peningkatan areal panen padi disebabkan beberapa sub faktor

pertimbangan utama yaitu:

1. Status Kepemilikan

Sebagian dari petani padi di Indonesia terutama petani kecil tidak memiliki

lahan garapan sendiri. Umumnya mereka mengerjakan lahan melalui beberapa

sistem, diantaranya melalui sewa lahan, gadu dan bagi hasil dengan pemilik.

Status kepemilikan ini menjadi masalah tersendiri karena membuat petani kurang

memiliki hak dalam pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan lahannya.

Page 155: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

140

Di beberapa wilayah perdesaan, banyak petani yang mengerjakan sawah

milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Biasanya, petani pekerja adalah bekas

pemilik lahan terdahulu. Selain itu juga banyak ditemukan petani yang

menyewakan sawah miliknya pada petani lain atau menjadi pekerja pada petani

penyewa karena terbatasnya permodalan. Perubahan status kepemilikan tersebut

membuat proses alih fungsi lahan dari lahan sawah menjadi nonsawah maupun

non pertanian menjadi lebih mudah terjadi. Selain itu juga membuat kesejahteraan

petani semakin menurun karena petani tidak lagi menjadi pemilik lahan melainkan

hanya sebagai pekerja atau beralih pada mata pencaharian lain.

2. Konversi Lahan

Konversi lahan pertanian adalah salah satu persoalan laten dalam

pengembangan pertanian Indonesia. Seiring dengan kemajuan ekonomi dan

pertumbuhan jumlah penduduk, banyak lahan pertanian yang beralih fungsi

menjadi area industri maupun pemukiman penduduk. Seharusnya pembangunan

pemukiman diarahkan untuk ke atas, bukan ke arah samping. Seperti yang telah

dilakukan banyak negara maju dalam upaya mengurangi konversi lahan produktif.

Sifat dampak konversi yang bersifat permanen, kumulatif, progresif dan

baru terlihat dalam jangka panjang. Menurut data BPS, tahun 2007 terjadi

konversi sawah sebesar 32,64 ribu ha di pulau Jawa. Penurunan ini bisa

berdampak negatif cukup besar, karena sebagian besar padi dihasilkan di Pulau

Jawa. Tingginya konversi lahan juga dipicu ketidakefektifan UU Pokok Agraria

No.5 Tahun 1960 dan UU Pelestarian Lahan karena tidak dilaksanakan secara

konsisten.

Page 156: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

141

Fragmentasi lahan juga menjadi penyebab konversi lahan. Pergantian

pemilik membuat kepemilikan lahan petani semakin sempit sehingga semakin

mudah untuk dikonversi. Seharusnya pemerintah segera mengefektifkan UU

Agraria dan mengatur secara ketat proses pengalihan fungsi lahan terutama di

pulau Jawa jika ingin swasembada pangan segera tercapai. Peraturan ini juga tidak

boleh serta merta diterapkan karena akan melanggar hak pemilik. Peraturan ini

harus disertai insentif yang memadai agar petani mempertahankan lahan miliknya.

3. Pencetakan Lahan Baru

Lambatnya peningkatan luas lahan sawah juga disebabkan karena

lambatnya pencetakan sawah baru. Dengan kondisi keuangan negara saat ini,

tidak mungkin untuk mencetak lahan sawah dan sarana irigasinya dalam jumlah

besar meskipun potensi lahan yang dapat dijadikan area persawahan cukup besar.

Selain mahal juga membutuhkan waktu yang sangat lama (sekitar 10 tahun) agar

sawah baru dapat berproduksi secara optimal. Pada dekade terakhir, percetakan

lahan sawah rata-rata hanya sekitar 48.000 ha/tahun (Sensus Pertanian, 2003).

8.1.2. Tingkat Produktivitas

Ditinjau dari tingkat produktivitasnya, padi yang dibudidayakan di

Indonesia relatif sama dengan produktivitas padi negara lain seperti Vietnam dan

Thailand. Produktivitas rata-rata nasional tahun 2007 adalah 4,77 ton/ha. Jumlah

ini menunjukkan telah terjadi kenaikan produktivitas padi sekitar 0,7 ton/ha

selama 20 tahun terakhir. Tingkat produktivitas menjadi sangat penting karena

semakin terbatasnya lahan produktif untuk menanam padi akibat tingginya

konversi sawah. Selama ini tingkat produktivitas di pulau Jawa relatif lebih tinggi

Page 157: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

142

yaitu 5,37 ton /ha daripada di luar Jawa yaitu 4,08 ton/ha sehingga untuk wilayah

di luar Jawa masih berpotensi untuk terus ditingkatkan.

Untuk dapat berproduksi secara optimal, tingkat produktivitas padi

dipengaruhi oleh beberapa sub-faktor pertimbangan utama, antara lain:

1. Kualitas Input

Kualitas input yang digunakan petani sangat menentukan produktivitas

padi selanjutanya. Semakin berkualitas input maka potensi produktivitas yang

optimal semakin besar. Input produksi padi terdiri atas varietas benih unggul,

pupuk, obat-obatan. Semuanya harus dicukupi sesuai kebutuhan tanaman untuk

mendapat hasil yang optimal.

Kendala terutama petani adalah modal untuk membeli input yang

berkualitas. Untuk benih, umumnya petani banyak menggunakan benih dari hasil

panen sebelumnya sehingga produktivitas terus menurun. Dalam kurun waktu

lima tahun terakhir produksi benih berlabel nasional hanya meningkat sebesar

9.900,54 ton atau menjadi 120.884,69 ton. Kecilnya peningkatan produksi benih

disebabkan masih sedikitnya penangkar benih resmi dan masih rendahnya

permintaan benih berlabel oleh petani. Selain benih, kualitas pupuk dan obat-

obatan juga mempengaruhi produktivitas padi. Umunnya petani padi sangat

bergantung pada pupuk anorganik untuk menyuburkan tanaman.

2. Teknik Budidaya

Hal lain yang mempengaruhi produktivitas adalah teknik budidaya yang

meliputi proses persiapan lahan, pengolahan tanah, persemaian, pemupukan,

pengaturan air, teknik menanam, pengendalian hama dan pemanenan. Kualitas

Page 158: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

143

input yang baik disertai dengan teknik budidaya yang tepat akan mendorong

produksi lebih optimal.

Tantangan dalam adopsi soft technology pertanian di Indonesia adalah

masih rendahnya kualitas SDM petani sehingga mereka tidak mudah menerima

pengetahuan baru yang disampaikan PPL. Terlebih jika mereka masih

beranggapan bahwa pertanian yang mereka usahakan sebagai tradisi turun-

temurun. Seringkali petani juga tidak mematuhi aturan budidaya padi dan

cenderung menggunakan insting atau berdasarkan pengalaman. Misalnya untuk

penggunaan pupuk, seharusnya dihitung dahulu berdasar luas lahan dan hanya

digunakan tiga kali selama produksi. Namun di lapangan, petani sering kali

menggunakan pupuk melebihi dosis. Begitu juga dengan penggunaan obat-obatan,

petani belum mampu mengukur sejauh mana daya lenting lingkungan terhadap

hama. Setiap ada hama, langsung disemprot dengan bahan-bahan kimia yang

melebihi dosis. Dampak dari keduanya adalah produksi justu menurunkan

produksi karena lahan telah jenuh (levelling off) dan hama menjadi resisten.

Selama ini Pengendalian Hama Terpadu (PHT) belum berjalan dengan

baik dan penggunaan pupuk organik juga masih sedikit. Padahal keduanya dapat

meningkatakan produksi karena tidak merusak keseimbangan tanah. Selain itu

juga tidak membebani petani karena petani dapat menggunkan bahan-bahan di

sekitar sebagai bahan baku obat dan pupuk organik.

3. Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan berpengaruh terhadap produktivitas karena tidak semua

varietas padi dapat ditanam di semua jenis tanah. Untuk jenis tertentu seperti

varietas IR 64 cocok untuk tanah yang lembab dan banyak air seperti di pulau

Page 159: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

144

Jawa, sedangkan varietas Mekongga cocok untuk tanah merah dan relatif kering

seperti di Sulawesi.

Mengingat wilayah Indonesia yang sering dilanda banjir dan kekeringan,

maka untuk wilayah-wilayah yang sering dilanda banjir sebaiknya menggunkan

varietas padi tahan banjir dan varietas tahan kering untuk wilayah yang sering

kekeringan seperti Nusa Tenggara Timur. Hal ini dilakukan sebagai wujud

antisipasi kegagalan panen.

8.1.3. Indeks Pertanaman

Pada tahun 2005, luas sawah irigasi dan tadah hujan yang ditanami padi

adalah 6,84 juta ha, dengan rataan indeks pertanaman (IP) 1,61. Angka ini

menunjukkan masih adanya potensi untuk meningkatkan produksi padi melalui

peningkatan indeks pertanaman. Peningkatan IP merupakan kebijakan strategis

sebagai kompensasi dari konversi lahan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat IP padi di Indonesia adalah:

1. Perubahan Iklim

Iklim menjadi determinan penting dalam produksi padi karena padi

membutuhkan air dalam jumlah cukup sepanjang produksi. Anomali iklim akan

mempengaruhi IP karena sebagian besar sawah petani masih mengandalkan hujan

sebagai sumber pengairan. Jumlah saluran irigasi yang sangat terbatas membuat

produksi kurang optimal. Anomali iklim yang tidak menentu pada awal MT ke-3

tahun 2007 membuat petani terlambat menanam padinya karena sulitnya

penentuan masa tanam.

Meskipun iklim tidak dapat dikendalikan manusia, sebenarnya kita masih

dapt melakukan tindakan preventif dengan cara mendeteksi dini untuk bencana

Page 160: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

145

alam terutama bencana banjir. Sehingga dampak peristiwa El-Nino dan La-Nina

seperti tahun 1997 tidak terjadi lagi. Namun upaya ini memerlukan komitmen dan

dukungan dari pemerintah, selain karena minimnya dana petani juga karena upaya

deteksi dini untuk produksi juga membutuhkan teknologi dan keahlian tersendiri.

2. Sarana Irigasi

Pada tahun 2005 luas lahan sawah (diluar lahan pasang surut) yang

ditanami padi di Indonesia sekitar 6,84 juta ha. Dari lahan sawah seluas itu,

sekitar 3,23 juta ha diantaranya berada di Jawa dan 3,61 juta ha di luar Jawa.

Berdasarkan sistem pengairan, 2,19 juta dari lahan tersebut beririgasi teknis,

sekitar 0,99 juta beririgasi setengah teknis, 1,58 juta ha irigasi

sederhana/perdesaan, dan 2,09 juta ha sawah tadah hujan (BPS, 2006). Sedangkan

berdasarkan intensitas tanam, sekitar 2,64 juta ha ditanami padi sekali dan 4,20

juta ha ditanami padi dua kali dalam setahun. Dengan demikian rata-rata indeks

IP-padi adalah 1,61. Angka ini mengindikasikan adanya potensi dan peluang

untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan lahan.

Terbatasnya irigasi membuat IP relatif stagnan karena ketersediaan air

tidak merata sepanjang tahun. IP-padi untuk lahan irigasi teknis adalah 1,4

sedangkan untuk sawah tadah hujan 1,25. Dari nilai tersebut, kita sudah dapat

menyimpulkan bahwa pembangunan irigasi sangat perlu dalam rangka

meningkatkan produksi melalui peningkatan IP. Sementara tidak mungkin hanya

mengandalkan bantuan dari pemerintah karena keterbatasan dana negara untuk

membangun saluran irigasi. Karena itu diperlukan kemitraaan maupun upaya

swadaya dari petani dalam membangun irigasi.

Page 161: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

146

8.1.4. Lembaga Penunjang

Beberapa lembaga penunjang yang diperlukan dalam upaya peningkatan

produksi padi adalah:

1. Lembaga Permodalan

Minimnya permodalan yang dimiliki petani membuat petani sulit

mendapatkan input yang berkualitas dan mengintroduksi teknologi maju.

Kebutuhan akan dana tunai yang cepat mendorong petani meminjam atau menjual

hasil panennya ke tengkulak dan pedagang pengumpul meskipun dengan harga

rendah. Namun dalam hal ini, kita tidak dapat menyalahkan petani karena

minimnya sumber daya ekonomi yang dimiliki petani. Terlebih lagi peranan

lembaga keuangan perdesaan seperti KUD yang sebenarnya diharapkan mampu

melindungi petani melalui pengimpunan dana dari petani sekitar tidak berjalan.

Beberapa skim kebijakan pembiayaan sebenarnya telah dikeluarkan

pemerintah melalui Kredit Ketahanan Pangan (KKP), SP3 serta bantuan lain

seperti subsidi input dan bantuan alat pascapanen. Hingga September 2007,

realisasi KKP baru mencapai 366.337 Miliar dari plafon 585.135 Miliar. Bantuan

ini sendiri disalurkan melalui berbagai bank baik pemerintah maupun swasta.

Namun skim kredit seperti ini masih sulit didapatkan petani karena sulitnya

mekanisme pengajuan kredit dan proses yang sangat panjang. Akibatnya sebagian

petani lebih suka meminjam dana pada tengkulak dan renternir.

2. Insulator Harga

Bulog adalah insulator harga yang ditunjuk pemerintah untuk melindungi

dan mengendalikan harga padi dan beras. Perlindungan dilakukan melalui HPP

agar petani mendapat kepastian harga jual. Selain itu, mulai tahun 2005

Page 162: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

147

pemerintah juga mengeluarkan program Dana Penguatan Modal-Lembaga Usaha

Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP) yang bertujuan untuk membeli gabah/beras

dari petani dengan berpatokan pad HPP.

Tujuan lain program DPM-LUEP sebenarnya juga untuk mengurangi

dominasi tengkulak di daerah. Secara ekonomi, bertambahnya jumlah pelaku

pasar akan membuat petani memiliki lebih banyak pilihan dalam menjual padinya

melalui peningkatan posisi tawar.

3. Lembaga Riset

Di Indonesia hanya terdapat beberapa lembaga riset yang khusus

menangani masalah padi. Padahal keberadaan lembaga riset sangat penting untuk

terus mengembangkan teknologi yang dapat meningkatkan produksi. Untuk

pengembangan benih, baru LIPI dan lembaga penelitian Deptan yang

mengembangkan varietas benih unggul. Seharusnya lembaga riset melakukan

rekayasa paket teknologi spesifik lokasi mengingat keragaman wilayah Indonesia.

Salah satu temuan terbaru IRRI adalah varietas padi tahan banjir. Varietas

ini merupakan turunan varietas IR 64 yang diberi nama IR 64 Sub-1. LIPI juga

sedang menggembangkan varietas padi tahan kering. Berbagai inovasi tersebut

membuka peluang peningkatan produksi ke depan. Hanya saja, ketergantungan

lembaga penelitian terhadap dana pemerintah harus segera di kurangi karena jika

tidak akan menyebabkan kemunduran penemuan teknologi baru.

Berdasarakan faktor dan sub faktor pertimbangan utama program

kebijakan peningkatan produksi padi, maka disusunlah beberapa alternatif

program yang dapat dilakukan oleh otoritas kebijakan perberasan. Alternatif

tersebut antara lain:

Page 163: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

148

1. Alternatif I yaitu memperketat aturan alih fungsi lahan dan pemberian insentif

bagi pemilik lahan.

2. Alternatif II yaitu mengadopsi teknologi sesuai dengan kondisi wilayah dan

sumber daya lokal.

3. Alternatif III yaitu membangun saluran irigasi berkoordinasi dengan Pemda

terkait.

8.2. Analisis Model Pemilihan Alternatif Program Peningkatan Produksi

Penetapan prioritas terhadap alternatif-alternatif program dapat menjadi

pertimbangan bagi pengambil kebijakan perberasan karena merupakan hasil

penilaian dari pemegang otoritas. Prioritas program diperoleh dengan metode

Proses Hierarki Analitik (PHA). Bentuk model hierarki keputusan program dapat

dilihat pada Gambar 23.

Tingkat 1 adalah Fokus (Goal) dari model yaitu program peningkatan

produksi padi nasional. Tingkat 2 adalah faktor pertimbangan utama yaitu luas

lahan, tingkat produktivitas, Indeks Pertanaman dan lembaga penunjang. Tingkat

3 adalah sub-faktor pertimbangan utama program yang mempengaruhi faktor

pertimbangan utama. Sedangkan tingkat 4 adalah alternatif-alternatif yang dapat

dilakukan dalam rangka mengingkatkan produksi padi dalam jangka pendek.

Page 164: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

14

9

Fok

us

Fak

tor

Perti

mb

an

gan

Uta

ma

Su

b F

ak

tor

Perti

mb

an

gan

Uta

ma

Alt

ern

ati

f P

rogram

Gam

bar 2

2. S

tru

ktu

r H

ierark

i P

rogram

Pen

ing

kata

n P

rod

uk

si P

ad

i

Lu

as L

ahan

L

emb

aga

Pen

un

jan

g

Ind

eks

per

tan

aman

P

rodu

kti

vit

as

Sta

tus

Kep

emil

ikan

Kon

ver

si

Saw

ah

Per

ceta

kan

L

ahan

Bar

u

Ku

alit

as I

np

ut

Tek

nik

B

ud

iday

a

Kes

esu

aian

L

ahan

Per

ub

ahan

Ikli

m

Sar

ana

Irig

asi

Lem

bag

a per

mod

alan

Insu

lato

r H

arga

Lem

bag

a R

iset

Mem

per

ket

at a

tura

n a

lih

fun

gsi

lah

an d

an i

nse

nti

f

bag

i pem

ilik

Men

gad

op

si t

ekn

olo

gi

ses

uai

den

gan

ko

nd

isi

wil

ayah

dan

sum

ber

day

a l

okal

Mem

ban

gun s

alu

ran

irig

asi

ber

ko

ord

inas

i

den

gan

Pem

da

terk

ait

Pro

gra

m P

enin

gk

atan

Pro

du

ksi

Pad

i

Page 165: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

150

8.3. Analisis Hasil Pengolahan Horizontal

Analisis Horizontal bertujuan untuk melihat bersarnya pengaruh faktor

maupun sub faktor pertimbangan utama terhadap satu faktor diatasnya.

Berdasarkan pengolahan data hasil penilaian yang dilakukan oleh kedua

responden, diperoleh hasil analisis sebagai berikut.

Tabel 23.Urutan Prioritas Faktor Pertimbangan Utama yang Mempengaruhi

Program Peningkatan Produksi Padi.

Faktor Pertimbangan Utama Pembobotan Prioritas

Jumlah luas lahan 0,419 1

Tingkat produktivitas 0,323 2

Indeks Pertanaman 0,163 3

Lembaga Penunjang 0,094 4

Rasio Inkonsistensi 0,02

Dari Tabel 23 diketahui bahwa prioritas terbesar dimiliki oleh faktor luas

lahan dengan nilai 0,419, kemudian tingkat produktivitas dengan bobot 0,323.

Luas lahan menjadi prioritas utama karena jumlahnya yang terbatas. Keterbatasan

lahan pertanian ini dipengaruhi oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk,

pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan pembangunan infrastruktur di

seluruh wilayah nusantara, dan konversi lahan pertanian menjadi area industri dan

pemukima terutama di Jawa.

Untuk mengurangi dampak negatif akibat terus menurunnya jumlah lahan

dilakukan secara preventif melalui regulasi maupun peningkatan produktivitas dan

peningkatan IP. Peningkatan produktivitas dan IP merupakan kompensasi dari

penurunan luas lahan. Jika produktivitas dapat ditingkatkan menjadi 6 ton/ha dan

IP-padi dapat dinaikkan menjadi 200 persen maka produksi padi akan meningkat.

Peranan lembaga penunjang mendapatkan prioritas terendah dari

responden karena selama ini keberadaan lembaga penelitian dan permodalan

Page 166: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

151

kurang dapat menyentuh petani kecil. Banyak hasil penelitian yang potensial

dikembangkan tetapi masih dalam skala laboratorium sehingga manfaatnya

kurang dirasakan petani. Sedangkan untuk permodalan, rumitnya mengakses

permodalan baik dari swasta atau dari pemerintah membuat petani tidak mendapat

manfaatnya secara optimal.

Hasil pengolahan horizontal sub faktor pertimbangan utama yang

mempengaruhi peningkatan produksi padi terhadap faktor luas lahan adalah:

Tabel 24. Urutan Prioritas Sub faktor Pertimbangan Utama Program

Peningkatan Produksi Padi terhadap Faktor Luas Lahan

Sub Faktor Pertimbangan Utama Pembobotan Prioritas

Konversi lahan 0,455 1

Percetakan lahan baru 0,430 2

Status kepemilikan 0,114 3

Rasio Ikonsistensi 0,00

Dari Tabel 24 diketahui bahwa sub faktor yang paling berpengaruh

terhadap luas lahan adalah konversi lahan dengan bobot 0,455, kemudian

percetakan lahan baru dengan bobot 0,430. Konversi menjadi prioritas utama

karena menurut responden dampak konversi bersifat laten dan baru terlihat dalam

jangka panjang. Sifat jumlah lahan yang statis membuat semua pihak seharusnya

mengefisienkan penggunaan lahan dan menjaga kelestarianya. Ditambah lagi

dengan terbatasnya kemampuan pemerintah mencetak sawah baru. Karena itu,

salah satu upaya yang harus segera dilakukan adalah mengoptimalkan lahan-lahan

kurang produktif dan lahan tidur terutama di pulau Jawa serta memperketat

pengaturan perpindahan kepemilikan lahan yang dapat mempercepat konversi.

Page 167: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

152

Tabel 25. Urutan Prioritas Sub faktor Pertimbangan Utama Program

Peningkatan Produksi Padi terhadap Faktor Produktivitas

Sub Faktor Pertimbangan Utama Pembobotan Prioritas

Teknik budidaya 0,481 1

Kualitas Input 0,405 2

Kesesuain lahan 0,114 3

Rasio Ikonsistensi 0,03

Pada Tabel 25 terlihat bahwa prioritas yang mempengaruhi produktivitas

adalah teknik budidaya dengan bobot 0,481 dan kualitas input dengan bobot

0,405. Penerapan teknik budidaya sangat terkait dengan kualitas sumber daya

petani dalam menyerap teknologi baru. Meskipun kualitas inputnya baik, jika

pengetahuan petani sangat minim maka produksi akan stagnan, begitu pula

sebaliknya. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan secara bersama-sama.

Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan memperbanyak

penyuluhan di lapangan agar informasi dan teknologi dapat segera diadopsi

petani. Petani juga harus diberi arahan bagaimana menghitung penggunaan input

agar lahan tidak jenuh yang dapat berakibat menurunkan produksi. Selain itu,

petani juga harus dibekali pengetahuan melihat kesesuaian lahan yang dimiliknya

sehingga dapat mengurangi kesalahan penggunaan input terutama untuk benih.

Sub faktor yang menjadi prioritas utama terhadap Indeks Pertanaman adalah

ketersediaan sarana irigasi dengan bobot 0,833. Perubahan iklim mendapat

prioritas kedua dengan bobot 0,167. Hasil pembobotan dapat dilihat pada Tabel

26. Sarana irigasi merupakan faktor penting dalam produksi padi karena

ketersediaan air akan secara langsung mempengaruhi hasil panen. Keterbatasan

dana pemerintah membuat pembangunan infrastrukur produksi seperti jalan desa

dan saluran irigasi berjalan lambat.

Page 168: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

153

Tabel 26. Urutan Prioritas Sub faktor Pertimbangan Utama Program

Peningkatan Produksi Padi terhadap Faktor Indeks Pertanaman

Sub Faktor Pertimbangan Utama Pembobotan Prioritas

Sarana irigasi 0,833 1

Perubahan iklim 0,167 2

Rasio Ikonsistensi 0,00

Selama ini, sebagian besar area panen padi masih menggunakan irigasi

sederhana yang tergantung sumber mata air di sekitarnya. Ketersedian air tersebut

sangat dipengaruhi oleh intensitas hujan dan resapan air tanah. Sehingga ketika

musim hujan, jumlah air berlimpah. Sedangkan ketika musim kemarau terjadi

kekeringan. Ditambah lagi dengan semakin tidak menentunya perubahan iklim

akibat fenomena global warming. Kondisi inilah yang menyebabkan sebagian

besar lahan terutama di luar Jawa hanya bisa ditanami satu kali dalam setahun

(IP=100). Untuk membangun irigasi membutuhkan dana yang besar, karena itu

perlu dukungan dan komitmen dari pemerintah dalam pelaksanaanya. Petani dan

Pemda juga perlu dilibatkan secara langsung agar pembangunan irigasi lancar.

Berdasarkan analisis, sub faktor yang menjadi prioritas pertama terhadap

lembaga penunjang adalah insulator harga dengan bobot 0,639. Urutan prioritas

dapat dilihat pada Tabel 27. Kepastian harga merupakan insentif terbesar petani

untuk berproduksi. Adanya HPP telah menjadi solusi yang digunakan pemerintah

untuk menggendalikan harga selama 30 tahun.

Tabel 27. Urutan Prioritas Sub faktor Pertimbangan Utama Program

Peningkatan Produksi Padi terhadap Faktor Lembaga

Penunjang

Sub Faktor Pertimbangan Utama Pembobotan Prioritas

Insulator Harga 0,639 1

Lembaga permodalan 0,259 2

Lembaga riset 0,102 3

Rasio Ikonsistensi 0,03

Page 169: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

154

Lembaga permodalan mendapat prioritas kedua karena selama ini berbagai

skim pembiayaan yang diberikan pemerintah kurang efektif. Adanya skim

permodalan diharapkan dapat mendorong petani untuk berproduksi lebih optimal.

Sebenarnya jika ketiga lembaga penunjang bekerja secara sinergis maka kendala

mengenai pengembangan teknologi, pembiayaan pertanian dan didorong

kepastian harga dari pemerintah akan dapat diatasi.

Untuk hasil pembobotan sub faktor pertimbangan utama terhadap

alternatif program dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Urutan Prioritas Alternatif Program Peningkatan Produksi Padi

Sub Faktor Pertimbangan Utama Alternatif

RI I II III

Status kepemilikan 0,160 0,276 0,564 0,03

Konversi lahan 0,586 0,266 0,147 0,00

Percetakan sawah baru 0,402 0,114 0,484 0,03

Kualitas input 0,082 0,646 0,272 0,05

Teknik budidaya 0,114 0,445 0,430 0,00

Kesesuaian lahan 0,082 0,663 0,254 0,02

Perubahan iklim 0,112 0,535 0,353 0,00

Sarana irigasi 0,130 0,222 0,649 0,00

Lembaga penunjang 0,111 0,326 0,563 0,03

Insulator harga 0,184 0,574 0,241 0,02

Lembaga riset 0,130 0,666 0,204 0,01

8.4. Analisis Hasil Pengolahan Vertikal

Analisis Vertikal bertujuan untuk menghitung pengaruh seluruh elemen

terhadap pencapaian tujuan melalui penilaian prioritas alternatif. Hasil pengolahan

data pembobotan secara vertikal melalui PHA untuk program peningkatan

produksi padi diperoleh bahwa prioritas program yang harus dilakukan

pemerintah adalah membangun saluran irigasi berkoordinasi dengan Pemda

terkait (bobot 0,387). Kerjasama bertujuan untuk mengatasi kendala pendanaan

dan mempercepat pelaksanaan program. Program ini juga harus melibatkan petani

Page 170: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

155

dan lembaga pembiayaan baik pemerintah maupun swasta. Keberadaan kelompok

tani maupun gabungan kelompok tani (Gapoktan) dapat juga menjadi sarana

penghimpunan modal yang dapat dimanfaatkan oleh anggotanya.

Tabel 29. Urutan Prioritas Alternatif Program Peningkatan Produksi Padi

dari Hasil Pengolahan Vertikal

Alternatif Pembobotan Prioritas

Membangun saluran irigasi berkoordinasi dengan Pemda terkait

0,387 1

Mengadopsi teknologi baru sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya lokal

0,351 2

Memperketat aturan alih fungsi lahan dan insentif bagi pemilik

0,262 3

Rasio Ikonsistensi 0,02

Alternatif kedua yaitu mengadopsi teknologi baru sesuai dengan kondisi

wilayah dan sumber daya lokal menjadi prioritas kedua dengan nilai 0,351.

Pengembangan teknologi juga menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak hanya

pemerintah melainkan juga petani dan swasta. Semua elemen harus bekerja secara

kooperatif dalam rangka meningkatkan produksi. Lembaga pembiayaan

mendorong melalui skim kredit lunak, lembaga penelitian terus mengembangkan

teknologi dan teknik budidaya tepat guna dan petani juga harus mau belajar dan

mengaplikasikan teknologi yang dapat meningkatkan produksi agar berbagai hasil

penelitian yang telah ditemukan tidak sia-sia.

Alternatif ketiga juga perlu segera dilakukan untuk mengurangi dampak

konversi lahan. Pemerintah harus mempertegas pelaksanaan UU Pokok Agraria

dan UU Kelestarian lahan. Kita dapat mencontoh upaya China dan Vietnam dalam

melindungi lahan petanian. Vietnam melakukan pembebasan pajak tanah

pertanian untuk petani kecil dan miskin untuk mengurangi beban biaya produksi

dan sebagai insentif bagi petani mempertahankan lahan pertanian miliknya.

Page 171: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

9.1. Kesimpulan

1. Kebijakan peningkatan produksi dintervensi pemerintah melalui berbagai

program peningkatan produksi padi (P4) seperti program Bimas (1965), Insus

(1798) dan Program P2BN (2007). Pelaksanaan program dilakukan melalui dua

paket teknologi yaitu bantuan alat dan bahan serta pendekatan sosial. Kebijakan

impor dilakukan melalui penetapan tarif spesifik, kuota tarif dan red line untuk

menekan jumlah impor beras. Kebijakan harga dilakukan dengan menetapkan

HPP untuk produsen, OPM, Raskin dan menetapkan pagu harga untuk

konsumen. Sedangkan kebijakan distribusi dilakukan dengan menunjuk Bulog

sebagai pengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP) sekaligus sebagai

penyalur Raskin. Keempat kebijakan tersebut dalam pelaksanaanya mengalami

berbagai hambatan baik yang berasal dari internal maupun eksternal sehingga

belum mencapai sasaran yang diharapkan.

2. Dari empat kebijakan, kebijakan distribusi adalah kebijakan yang paling efektif

dibandingkan kebijakan lainnya. Baiknya distribusi beras didukung oleh

spesifiknya intervensi Bulog terhadap distribusi beras nasional. Bulog hanya

menguasai kurang dari 10 persen pangsa pasar beras dan hanya digunakan

sebagai CBP melalui pengadaan dalam negri. Selain itu juga didukung dengan

gudang yang tersebar di seluruh Indonesia, koordinasi yang baik antarwilayah

dan hak istimewa yang dimiliki Bulog sebagai State Trading Enterprise (STE)

dan stabilitator harga. Kebijakan harga dinilai tidak efektif karena

kecenderungan pemerintah melindungi konsumen melalui ceiling price, OPM

Page 172: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

157

dan Raskin justru medistorsi harga pasar beras karena sarat subsidi. Kebijakan

impor juga dinilai tidak efektif karena tarif impor justru memicu tingginya

penyelundupan yang akibatnya merusak harga beras domestik. Selain itu juga

tercermin dari perbedaan data jumlah impor antar instansi. Kebijakan produksi

adalah kebijakan yang dinilai paling tidak efektif karena kegagalan pemerintah

mengurangi konversi, mendiversifikasi pangan dan produktivitas yang stagnan.

3. Prioritas strategi kebijakan pengembangan perberasan nasional adalah

mengkombinasikan kebijakan protektif dengan kebijakan promotif untuk

melindungi beras dalam negri. Strategi kebijakan lainnya adalah menerapkan

TRQ, mengembangkan diversifikasi berbasis pangan lokal, mengembangkan

input dan teknologi melalui kemitraan, memperbaiki infrastruktur dan

teknologi budidaya, memperbaiki mekanisme kredit, mengawasi kinerja dan

transparansi Bulog serta melakukan reformasi agraria. Pelaksanaan kebijakan

tersebut harus saling terintegrasi mengingat kompleksitas masalah perberasan.

4. Prioritas pertama program peningkatan produksi padi adalah dengan

membangun sarana irigasi berkoordinasi dengan Pemda terkait. Hal ini karena

masih tingginya potensi peningkatan produksi di masa mendatang tetapi

ketersediaan sarana irigasi sangat terbatas. Prioritas kedua adalah mengadopsi

teknologi sesuai dengan kondisi wilayah dan sumber daya lokal dan yang

terakhir adalah memperketat aturan alih fungsi lahan dan pemberian insentif bagi

pemilik lahan sehingga tingkat konversi lahan pertanian dapat dikurangi.

Page 173: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

158

9.2. Saran

1. Meningkatkan akurasi data perberasan nasional melalui studi yang

komprehensif dengan meningkatkan kerjasama antarinstansi terkait agar

perbedaan data dapat dinimimalkan. Selama ini, salah satu penyebab

ketidakefektifan kebijakan beras adalah ketiadaan data yang akurat tentang

perberasan nasional.

2. Meningkatkan koordinasi yang terintegrasi dan komitmen yang tinggi dari

seluruh otoritas pengambil kebijakan baik tingkat pusat maupun daerah,

mengingat kompleksnya masalah perberasan. Hal ini untuk mengurangi

tumpang tindih kebijakan beras yang akibatnya hanya mendistorsi kebijakan

satu sama lain. Selain itu, pengawasan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan

harus dilakukan semua pihak agar terlaksana secara efektif, tepat sasaran dan

sesuai kebutuhan serta aspirasi petani.

3. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya diversifikasi pangan

bagi ketahanan pangan nasional melalui pendidikan pangan dan penyebaran

informasi yang berkelanjutan.

4. Saran untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menganalisis

keefektifan kebijakan dengan menghitung secara kuantitatif indikator-

indikator kebijakan beras. Misalnya menggunakan analisis regresi berganda

untuk menghitung nilai tarif yang dapat menutupi paritas impor atau

penggunaan data beras bulanan sehingga pengaruh fluktuasi data dapat

dihitung secara akurat.

Page 174: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

DAFTAR PUSTAKA

Azziz, A. A. 2007. Analisis Impor Beras Serta Pengaruhnya Terhadap Harga

Beras Dalam Negeri. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi.

Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Ashari. 2003. Tinjauan Tentang Alih Fungsi Lahan Sawah Ke Non Sawah dan

Dampaknya di Pulau Jawa. FAE.Vol.21 No.2,Desember 2003:83-98.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

-------- dan Mewa Ariani. 2003.Arah, Kendala dan Pentingnya Diversifikasi

Konsumsi Pangan Indonesia. FAE.Vol.21 No.2,Desember 2003:99-112.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor

Adriana, R. 2007. Penawaran Beras Dunia dan Permintaan Impor Beras

Indonesia Serta Kebijakan Perberasan di Indonesia. Skripsi. Departemen

Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor

Badan Pusat Statistik.2007. Statistik Indonesia, Statistic Yearbook of Indonesia.

Dari berbagai tahun. BPS. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan.2007. Instruksi Presiden No.3 Tahun 2007 Tentang

Kebijakan Perberasan. Badan Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian.

Churchill Jr, G. A. 1992. Basic Marketing Research. 2th Edition. Dryden Perss.

United State of America.

David, F. R. 2004. Strategic Management 10th

Edition. Prentice Hall. New Jersey.

USA.

Departemen Pertanian. 2007. Statistik Pertanian 2007. Departemen Pertanian.

Jakarta.

Direktorat Jendral Tanaman Pangan. 2007. Pedoman Gerakan Peningkatan

Produksi Beras Nasional (P2BN). Departemen Pertanian. Jakarta.

Erfansjah, H. 2007. Pengelolaan Kebijakan Perangsang Berproduksi. Majalah

Warta Intra Bulog Edisi Mei, No.5. Bulog. Jakarta

FAO. 2007. WTO Rules for Agriculture Compatible with Development. Trade and

Market Division, FAO. Rome.

Gafar, S.. 2007. Surplus Beras Kok Impor?. Kreasi Wacana. Jakarta.

Hady, H. 2001. Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Perdagangan

Internasional. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Page 175: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

160

Handono, et.all. 2004. Liberalisasi Perdangangan: Sisi Teori, Dampak Empirik

dan Perspektif Ketahanan Pangan. FAE. Vol.22. No.2. Desember 2004.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Hadi, P. U. dan Budi Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi terhadap

Ekonomi Beras di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. Vol.23 No.2,

Oktober 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor.

Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatan

dan Faktor Determinan. FAE. Vol.23 No.1. Juli 2005:1-18. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Jamal,E. et all. 2007. Beras dan Jebakan Kepentingan Jangka Pendek. AKP.

Vol.5 No.3, September 2007: 224-238. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Kinnear, T. C. dan James R. Taylor. 1991. Marketing Research, An Applied

Approach. 4th

Edition. McGraw-Hill, Inc. United State of America.

Kariyasa, K. 2003. Dampak Tarif Impor dan Kinerja Kebijakan Harga Dasar

Serta Implikasinya Terhadp Daya Saing Beras Indonesia di Pasar

Dunia. AKP. Vol.1 No.4, Desember 2003. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

--------------------. 2007. Usulan HET Pupuk Berdasarkan Tingkat Efektivitas

Harga Pembelian Pemerintah. AKP. Vol 5.No.1, Maret 2007: 72-85.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Lubis, A.D. 2005. Analisis Kebijakan Impor Beras Dan Kaitanya Dengan

Diversifikasi Pangan Pokok. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut

Pertanian Bogor. Bogor

Malian, A. H. 2004. Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian

Indonesia. AKP. Vol. 2. No.2, Juni 2004. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Naibaho, S. 2007. Analisis Dampak Impor Beras Terhadap Keragaab Beras

Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas

Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Nurmalina, R. 2007. Model Neraca Ketersediaan Beras Yang Berkelanjutan

Untuk Ketahanan Pangan Nasional. Desertasi. Sekolah Pascasarjana.

Institut Pertanian Bogor. Bogor

Natzir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Pappas, L dan Mark Hirschey.1995. Ekonomi Manajerial. Jilid 1. Daniel

Wirajaya, penerjemah. Binarupa Aksara. Jakarta.

Page 176: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

161

Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2005. Outlook Komoditi Pertanian Tanaman

Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Pusat Data dan Informasi Pertanian. 2006. Outlook Komoditi Perkebunan.

Departemen Pertanian. Jakarta.

Robinson, S, El-Said, M, dan San, N. 1998. Rice Policy, Trade, and Exchange

Rate Changes In Indonesia : A General Equilibrium Analysis. Journal of

Asian Economics. JAI Press Inc.

Ritonga, T. C. E. 2004. Analisis Keefektifan Kebijakan Harga Dasar Beras. Tesis.

Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Pakpahan, A. et all. 1992. Ketahanan Pangan Masyarakat Berpendapatan

Rendah. Laporan Penelitian. PPSE. Bogor.

Salvatore, D.1996. Ekonomi Internasional. Erlangga. Jakarta

Siregar, H dan A.D Lubis. 2003. Rangkuman Kebijakan Pertanian. Working

Paper 7. Kerjasama Direktorat Pangan dan Pertanian Bapenas dengan

Lembaga Penelitian IPB. Jakarta.

Sawit, M. H. 2003. Indonesia Dalam Perjanjian Pertanian WTO: Proposal

Harbinson. Analisis Kebijakan Pertanian Vo.1 No.1, Maret 2003. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

------------------------. 2005. Melindungi Industri Padi/Beras: Menerapkan Tarif

Quota dan Memerankan STE. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol.3 No.4,

Desember 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor.

Simatupang, P dan Wahyuning K. Sejati. 2004. Isu Kontemporer Kebijakan

Pembangunan Pertanian 2000-2004: Pandangan Peneliti. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

---------------------, dkk. 2005. Evaluasi Kebijakan Harga Gabah Tahun 2004.

AKP. Vol.3. No.1, Maret 2005:1-11. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

---------------------, dkk. 2005. Evaluasi Pelaksanaan Harga Gabah Pembelian

Pemerintah Tahun 2005 dan Perspektif Penyesuaianya Tahun 2006.

AKP. Vol.3. No.3, September 2005:187-200. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Survei Sosial Ekonomi Nasional. 2006. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk

Indonesia 2006. BPS. Jakarta.

Syaifullah, A. 2007. Cadangan Beras Pemerintah. Dalam Majalah Warta Intra.

Bulog. Jakarta.

Page 177: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

162

Tabor, S.R. dan M. Husein Sawit. 2005. RASKIN: A Macro-Program Assessment.

Review Kebijakan. Bulog.

Umar, H. 2005. Strategic Management in Action. Gramedia. Jakarta.

Wahyuni, S dan Kurnia S I. 2003. Dinamika Program dan Kebijkan Peningkatan

Produksi Padi. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Vol.21.No.2.

Desember 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian. Bogor.

Winniasri, E. F. 2007. Analisis Distribusi Spasial dan Aliran Perdagangan Beras

Dari dan Ke DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial

Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 178: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

163

LAMPIRAN

Page 179: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

164

Lampiran 1. Data Produksi, Luasan Panen dan Produktivitas Padi di

Indonesia.

Tahun Luas Panen

(ha)

Produktivitas

(ton/ha)

Produksi Padi

(ton)

Konversi

Produksi Beras

(ton)

1978 8929169 2.886 25771570 0.65 17524668

1979 8803564 2.985 26282663 0.65 17872211

1980 9005065 3.293 29651905 0.65 20163295

1981 9381839 3.493 32774176 0.65 22286440

1982 8988455 3.736 33583677 0.65 22836900

1983 9162469 3.853 35303106 0.65 24006112

1984 9763580 3.906 38136446 0.65 25932783

1985 9902293 3.942 39032945 0.65 26542403

1986 9988453 3.977 39726761 0.65 27014197

1987 9922594 4.039 40078195 0.65 26050827

1988 10138155 4.111 41676170 0.65 27089511

1989 10531207 4.247 44725582 0.65 29071628

1990 10502357 4.302 45178751 0.65 29366188

1991 10281519 4.346 44688247 0.65 29047361

1992 11103317 4.345 48240009 0.65 31356006

1993 11012776 4.375 48181087 0.65 31317707

1994 10733830 4.345 46641524 0.65 30316991

1995 11438764 4.349 49744140 0.65 32333691

1996 11569729 4.417 51101506 0.65 32193949

1997 11140594 4.432 49377054 0.63 31107544

1998 11730325 4.197 50866387 0.63 32045824

1999 11963204 4.252 49236692 0.63 31019116

2000 11793475 4.401 51898852 0.63 32696277

2001 11499997 4.388 50460762 0.63 31790280

2002 11521166 4.469 51489694 0.63 32438507

2003 11488034 4.538 52137604 0.63 32846691

2004 11922974 4.536 54088468 0.63 34075735

2005 11839060 4.574 54151097 0.63 34075735

2006 11786430 4.62 54454937 0.63 34306610

2007* 12165607 4.77 57048558 0.63 35940591

Sumber: BPS dari berbagai tahun

* Angka sementara (ARAM III)

Page 180: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

165

Lampiran 2. Data Impor, Konsumsi dan Tarif Impor Beras

Tahun

Produksi

Beras

Impor

Beras

Konsumsi

Total

Konsumsi

per Kapita

Tarif

impor

Sisa Stok

(ton)

(Ton) (Ton) (ton) (kg/kap/th)

1978 17524668 1841500 17325000 0.1234 2041168

1979 17872211 1922900 17865000 0.1234 1930111

1980 20163295 2011400 18486000 0.12341 3688695

1981 22286440 538300 19050000 0.12382 0 3774740

1982 22836900 309600 19568000 0.1244 0 3578500

1983 24006112 1168800 22707000 0.14521 0 2467912

1984 25932783 414300 23346000 0.1402 0 3001083

1985 26542403 33800 23485000 0.14316 0 3091203

1986 27014197 27756 24407000 0.14736 0 2634953

1987 26050827 54982 25045000 0.14238 0 1060809

1988 27089511 32730 26075000 0.15003 0 1047241

1989 29071628 268321 27670000 0.1536 0 1669949

1990 29366188 49577 28037000 0.14424 0 1378765

1991 29047361 170994 28220000 0.14115 0 998355

1992 31356006 611679 29962000 0.16105 0 2005685

1993 31317707 24317 27245000 0.14405 0 4097024

1994 30316991 633048 28779000 0.14972 0 2171039

1995 32333691 1807875 29315000 0.15213 0 4826566

1996 32193949 2149753 31328000 0.15795 0 3015702

1997 31107544 349681 27721000 0.13765 0 3736225

1998 32045824 2895118 25330000 0.1351 0 9610942

1999 31019116 4751398 25468000 0.13261 0 10302514

2000 32696277 1355666 25572000 0.13804 430 8479943

2001 31790280 644733 25714000 0.14086 430 6721013

2002 32438507 1805380 25888000 0.14234 430 8355887

2003 32846691 1428506 25985000 0.14329 430 8290197

2004 33456854 236867 26247000 0.14787 430 7446721

2005 34075735 189617 29251000 0.1363 450 5014352

2006 34306610 438108 31627628 0.13927 450 3117090

2007* 35940591 - - 0.13915 450 35940591

Sumber: BPS dari berbagai tahun

* Angka sementara (ARAM III)

- ) Belum ada data

Page 181: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

166

Lam

pir

an

3. D

ata

Perk

em

ba

nga

n N

TP

Agregat

di

14 P

rovin

si d

i In

do

nesi

a T

ah

un

1994

-2006 (

1993=

100)

S

eb

elu

m K

ris

is

Saat

Kris

is

Pasc

a K

ris

is

Provin

si

1994

1995

19

96

19

97

1998

1

999

2000

2001

2002

20

03

2004

2005

200

6

Nan

gro

e A

ceh D

103

98

9

7

95

85

88

92

90

98

122

136

108

100

Sum

atra

Uta

ra

88

90

8

7

86

81

86

89

93

98

101

94

95

93

Sum

atra

Bar

at

108

11

5

10

9

122

108

104

95

86

89

91

82

68

74

Sum

atra

Sel

atan

104

12

1

99

105

122

106

93

76

73

73

108

119

137

Lam

pu

ng

88

89

7

9

76

73

79

80

80

76

74

90

107

106

Jaw

a B

arat

102

10

6

10

1

104

101

108

105

109

12

5

133

131

112

116

Jaw

a T

engah

100

10

1

10

9

104

95

101

92

102

11

3

124

118

92

97

D I

Yo

gyak

arta

108

10

9

11

1

115

131

125

116

126

12

8

133

126

122

126

Jaw

a T

imur

102

10

6

10

7

113

105

102

104

114

11

1

121

115

92

94

Bal

i

111

11

2

11

8

120

128

150

128

144

15

9

147

134

117

121

Nusa

Ten

ggar

a B

arat

103

11

3

11

6

116

143

113

87

89

86

87

72

57

48

Kal

iman

tan S

elat

an

94

99

10

7

106

107

130

118

112

11

2

105

99

83

90

Sula

wes

i U

tara

95

96

9

8

102

94

116

144

192

15

2

92

153

161

143

Sula

wes

i S

elat

an

105

10

8

11

3

115

124

135

111

109

11

7

118

106

95

97

Rata

an

103

10

5

10

3

107

108

109

104

109

11

0

109

112

102

103

Su

mb

er:

Sta

tist

ik P

erta

nia

n, D

ep

tan

2007

Page 182: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

167

Lam

pir

an

4. H

arga D

asa

r G

ab

ah

da

n H

arga R

ata

-Rata

Ga

bah

di

Tin

gk

at

Prod

use

n T

ah

un

20

00-2

007

Tah

un

K

elom

pok

H

D

Jan

P

eb

Mar

A

pr

Mei

Ju

n

Jul

Ags

S

ep

Okt

No

v

Des

R

ataa

n

20

00

Wil

I

GK

P

10

20.0

0

996.0

0

970.7

9

883.4

1

885.0

1

982.6

0

975.1

1

10

17.6

8

99

8.9

0

970.9

0

980.4

0

955.3

8

960.4

9

964.7

2

Wil

I

GK

G

14

00.0

0

12

06.2

5

12

00.0

0

12

50.0

0

12

21.6

7

13

37.8

0

12

93.0

0

- -

12

06.2

5

- -

12

00.0

0

12

39.3

7

20

01

G

KP

10

95.0

0

10

35.6

4

10

14.2

1

11

19.0

0

10

75.9

5

11

19.1

5

11

09.5

7

11

24.0

5

11

53.7

4

11

95.8

7

12

49.2

0

12

52.9

1

12

45.4

0

11

41.2

2

G

KG

15

00.0

0

14

17.2

6

14

22.5

0

13

67.0

0

15

45.2

1

14

35.0

0

15

16.0

8

14

80.0

0

15

75.0

0

15

45.0

0

14

91.8

9

14

90.4

5

15

29.0

0

14

84.5

3

20

02

G

KP

10

95.0

0

13

96.1

3

13

20.5

9

11

77.7

9

12

09.2

2

12

53.5

8

12

16.8

8

12

10.5

9

12

28.1

3

12

24.4

6

12

49.5

3

12

95.8

4

12

82.8

4

12

55.4

6

G

KG

15

19.0

0

16

78.5

0

16

04.1

7

14

29.6

5

14

74.1

7

15

92.1

4

15

32.3

3

15

63.7

7

15

47.5

0

15

80.0

0

15

53.3

3

15

96.4

3

15

70.5

6

15

60.2

1

20

03

G

KP

12

30.0

0

12

78.1

0

12

96.2

8

12

57.9

2

11

95.4

1

12

43.8

9

12

17.6

6

11

74.2

1

12

68.2

8

12

72.3

2

12

72.8

6

12

53.4

7

12

61.6

0

12

49.3

3

G

KG

17

25.0

0

16

80.5

6

15

52.1

4

-

15

54.5

0

15

81.4

3

-

15

10.0

0

17

25.0

0

17

02.8

6

-

15

72.5

0

15

66.6

7

16

05.0

7

20

04

G

KP

12

30.0

0

13

13.8

8

12

28.2

0

11

38.5

2

11

88.6

8

12

60.9

9

12

62.3

7

12

30.6

4

12

35.7

7

12

55.6

4

13

10.1

3

13

25.7

5

13

49.2

1

12

58.3

1

G

KG

17

25.0

0

16

14.1

7

-

17

25.0

0

15

57.7

1

16

90.0

0

17

15.0

0

18

52.5

0

13

25.0

0

-

-

-

15

34.0

0

16

26.6

7

20

05

G

KP

12

30.0

0

14

33.2

2

14

73.7

8

- -

- -

- -

- -

- -

14

53.5

0

G

KG

17

25.0

0

16

65.0

0

17

93.9

8

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

17

29.4

9

20

05

G

KP

13

30.0

0

14

33.2

2

15

65.6

9

14

35.5

5

13

93.6

8

13

93.4

2

14

68.2

6

14

82.5

4

15

52.0

9

16

66.9

2

17

62.6

1

18

07.8

2

18

50.2

1

15

67.6

7

G

KG

17

40.0

0

16

65.0

0

17

93.9

8

18

85.6

3

19

20.6

7

18

98.1

8

17

77.8

1

16

57.5

0

17

47.5

0

17

93.3

3

17

67.7

8

20

27.5

0

18

12.2

6

20

06

G

KP

17

30.0

0

20

38.6

6

20

66.5

2

18

37.1

4

18

99.9

4

20

52.3

3

21

40.0

7

20

51.4

5

21

63.3

1

21

34.0

7

21

48.4

8

22

47.9

2

24

29.3

1

21

00.7

7

G

KG

22

50.0

0

23

57.3

5

23

56.4

6

25

00.6

9

22

40.0

0

23

28.9

5

23

84.4

8

24

37.8

3

23

94.4

2

24

33.2

0

24

61.4

1

24

31.5

1

26

34.9

5

24

13.4

4

20

07

G

KP

17

30.0

0

26

71.0

9

27

50.3

7

25

59.2

6

- -

- -

- -

- -

- 26

60.2

4

G

KG

22

50.0

0

28

95.7

0

29

09.5

3

29

24.0

9

-

-

-

-

-

-

-

-

-

29

09.7

7

Su

mb

er:

BP

S (

dio

lah

)

Wil

ay

ah

I:

Jaw

a, B

ali

, N

TB

, S

uls

el,

Su

ltra,

Su

mse

l

Page 183: EFEKTIVITAS DAN PERUMUSAN STRATEGI KEBIJAKAN … · pernyataan dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “efektivitas dan perumusan strategi kebijakan beras nasional”

168

Lam

pir

an

5. R

eali

sasi

Rask

in T

ah

un

2000-2

00

7

No

Ta

hu

n

Satu

an

2

000

2001

20

02

2003

20

04

20

05

2006

20

07

1

Jum

lah

KK

Mis

kin

K

K

16

.00

0.0

00

15

.00

0.0

00

1

5.1

35

.561

15

.74

6.8

43

1

5.7

46

.843

15

.791

.884

15

.50

3.2

95

1

9,1

00

,905

2

KK

Sas

aran

K

K

7.5

00.0

00

8

.70

0.0

00

9

.790

.000

8.5

80.3

13

8

.590

.804

8.3

00

.000

10

.83

0.0

00

1

5,7

81

,884

3

KK

Sas

aran

Thd

T

ota

l %

46

,88

58

,00

64

,68

54

,49

54

,56

52

,56

69

,86

82

.62

4

Pag

u A

lokas

i to

n

1.3

50.0

00

1

.50

1.2

74

2

.349

.600

2.0

59.2

76

2

.061

.793

1.9

91

.897

1.6

24.5

00

1

,736

,007

5

Rea

lisa

si

Pen

yal

ura

n

ton

1.3

53.2

48

1

.48

1.8

29

2

.235

.141

2.0

23.6

64

2

.060

.198

1.9

91

.131

1.6

24.0

89

1

,519

,632

6

% R

eal

thd A

lokas

i %

1

00,2

4

98

,70

95

,13

98

,27

99

,92

99

,96

99

,97

87

.54

7

Pen

erim

a m

anfa

at

KK

10

.93

4.8

61

11

.80

7.3

16

1

4.3

55

.227

11

.83

2.8

97

1

1.6

64

.050

11

.109

.274

13

.88

2.7

31

1

6,7

03

,158

8

% P

M t

hd

KK

sa

sara

n

%

145,8

0

135,7

2

14

6,6

3

137,9

1

13

5,7

7

13

3,8

5

128,1

9

10

5.8

4

9

% P

M t

hd

KK

M

iskin

%

68

,34

78

,72

94

,84

75

,14

74

,07

70

,35

89

,55

87

.45

Su

mb

er:

Bu

log (

20

07)

Cata

tan

:

a.