skripsi model perumusan kebijakan stunting di …

97
SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI DESA LABBO KABUPATEN BANTAENG Disusun dan Diajukan Oleh ANDI SRI SULASTRI Nomor Stambuk: 105641116716 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 07-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

SKRIPSI

MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI DESA LABBO

KABUPATEN BANTAENG

Disusun dan Diajukan Oleh

ANDI SRI SULASTRI

Nomor Stambuk: 105641116716

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

Page 2: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

i

MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI DESA LABBO

KABUPATEN BANTAENG

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ilmu Pemerintahan

Disusun dan Diajukan Oleh

ANDI SRI SULASTRI

Nomor Stambuk : 105641116716

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

Page 3: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

ii

Page 4: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

iii

Page 5: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Saya yang bertandatangan di bawahini :

NamaMahasiswa : Andi Sri Sulastri

NomorStambuk : 105641116716

Program Studi : IlmuPemerintahan

Menyatakan bahwa benar karya ilmiah ini adalah penelitian saya sendiri tanpa

bantuan dari pihak lain atau telah ditulis/dipublikasikan orang lain atau melakukan

plagiat. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari

pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik sesuai

aturan yang berlaku, sekalipun itu pencabutan gelar akademik.

Makassar,9 September 2020

Penulis,

Andi Sri Sulastri

Page 6: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

v

ABSTRAK

Andi Sri Sulastri. 2020. Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo

Kabupaten Bantaeng yang di bombing oleh Bapak H. Muhlis Madani selaku

pembimbing I dan Ibu Hj. Budi Setiawan selaku pembimbing II.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Pemerintah Daerah

dalam perumusan kebijakan stunting di desa labbo Kabupaten Bantaeng, serta

untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perumusan kebijakan Stunting

di desa labbo kabupaten bantaeng.

Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dan tipe penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan studi kasus. Data

diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber data penelitian

adalah data primer dan sekunder. Jumlah informan penelitian adalah 5 orang.

Teknik analisis data yang digunakan yaitu pengumpulan data, reduksi data, display

data dan verifikasi dan penarikan data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perumusan kebijakan stunting di Desa

Labbo Kabupaten Bantaeng belum optimal. Hal tersebut disebabkan kurangnya

sosialisasi dari Pemerintah Daerah, infrastruktur kesehatan yang belum memadai

dan kualitas SDM terhadap masyarakat Kabupaten Bantaeng. Faktor yang

mempengaruhi Perumusan Kebijakan stunting dapat diketahui bahwa untuk dapat

menilai keefektifan pemerintah dapat dilihat dari beberapa faktor yang diantaranya

ialah, kesehatan masyarakat desa yang kurang cukup meningkat, tingkat kesadaran

masyarakat tentang kesehatan yang menunjukkan grafik peningkatan dan pola

hidup sehat yang mulai diterapkan pada masyarakat yang ada di desa. Kebijakan

desa dibuat karena adanya peraturan presiden tentang gerakan percepatan perbaikan

gizi dan peraturan bupati tentang konvergensi program pencegahan stunting maka

dari itu dibuatlah kebijakan desa atau perdes No. 04 Tahun 2019 tentang percepatan

penurunan stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng.

Kata Kunci: Model, Perumusan Kebijakan, Stunting

KATA PENGANTAR

Page 7: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

vi

Assalamuikum warahmatullahi wr. wb

Alhamdulilah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah

melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Model Perumusan Kebijakan Stunting Di Desa Labbo

Kabupaten Bantaeng”.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat dalam

memperoleh gelar sarjana Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitan membutuhkan waktu yang cukup

lama. Meskipun dalam prosesnya peneliti mendapat hambatan dan tantangan,

namun itu semua tidak mematahkan semangat dan perjuangan penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini tidak akan terwujud tanpa

adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan

ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Dr.

Hj. Budi Setiawati, M.Si selaku pembimbing II yang senantiasa

meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis,

sehingga skripsi ini dapat di selesaikan.

2. Ibu Dr.Hj Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial

Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar beserta seluruh

stafnya.

3. Ibu Dr.Nuryanti Mustari, S.IP., M.Si selaku ketua jurusan Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik dan staf pegawai

Page 8: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

vii

di lingkungan prodi ilmu pemerintahan Universitas Muhammadiyah

Makassar.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar

yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberi ilmu kepada

penulis selama menempuh perkuliahan.

5. Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd selaku penasehat akademik (PA) yang

selalu memberikan dukungan dan motivasi.

6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Kr. Dawing dan Ibu Halipa yang telah

melahirkan, membesarkan, merawat, memberikan pendidikan sampai

pada jenjang saat ini, mendoakan, memberi semangat dan motivasi

serta bantuan baik moral ataupun materi dan tak lupa kasih sayang

yang tak hentinya beliau berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini.

7. Terima kasih untuk segala pihak yang terlibat dalam hal ini Kepala

Desa Labbo, Serta kepada para narasumber yang memberikan bantuan

kepada penulis berupa informasi sehingga penulisan skripsi ini dapat

selesai.

8. Kedua saudara dan saudari penulis, Andi Ahmad Junaedi dan Ayu

Ahriani terima kasih atas dukungan dan motivasi kepada penulis.

9. Teman-teman jurusan Ilmu Pemerintahan angkatan 016, terima kasih

saling membantu selama kurang lebih 4 tahun ini.

10. Kepada teman-teman seperjuangan Riske Asmawati, Sakina

Kumalasari, Rifkatul Mukarramah, Umi Umairah Suhardi dan Nursanti

Page 9: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

viii

kalian adalah wanita-wanita hebat yang selalu memberi inspirasi

disetiap susah dan senang kehidupan penulis.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi

ini sangatlah jauh dari kesempurnaan karena segala sesuatu yang sempurna itu

hanya milik ALLAH SWT dan oleh karena itu demi kesempurnaan skripsi ini, kritik

dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi

ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang

membutuhkan.

Makassar, 9 September 2020

Penulis,

Andi Sri Sulastri

DAFTARISI

SAMPUL ..................................................................................................... i

Page 10: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

ix

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 10

B. Teori dan Konsep Model Kebijakan ............................................. 12

C. Teori dan Konsep Kebijakan Publik .............................................. 14

D. Teori dan Konsep Perumusan Kebijakan ....................................... 16

E. Konsep Kebijakan Stunting ........................................................... 21

F. Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Stunting ........................... 24

G. Kerangka Pikir .............................................................................. 25

H. Fokus Penelitian............................................................................ 26

I. Deskriptif Fokus Penelitian ........................................................... 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian ......................................................... 29

B. Jenis dan Tipe Penelitian ............................................................... 29

C. Sumber Data ................................................................................. 29

D. Informan Penelitian ....................................................................... 30

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 31

F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 32

G. Keabsahan Data ............................................................................ 33

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................... 35

1. Gambaran Umum Kabupaten Bantaeng ................................... 35

2. Kantor Desa Labbo.................................................................. 39

B. Bagaimana Model Perumusan Kebijakan Stunting Di Desa Labbo

Kabupaten Bantaeng ..................................................................... 51

1. Pola Kerja Sama ..................................................................... 51

2. Persuasi ................................................................................. 55

3. Pengarahan ............................................................................ 57

Page 11: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

x

C. Faktor Yang Mempengaruhi Perumusan Kebijakan Stunting Di Desa

Labbo Kabupaten Bantaeng .......................................................... 58

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................. 63

B. Saran ............................................................................................ 64

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 65

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1Jumlah Stunting Di Kabupaten Bantaeng Tahun 2019 .................... 6

Page 12: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

xi

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu. ..................................................................... 10

Tabel 2.2 Intervensi Gizi Sensitif Percepatan Penurunan Stunting ................. 23

Tabel 3.1 Informan Penelitian ....................................................................... 31

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Bantaeng Berdasarkan Kecamatan ... 36

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir ................................................................ 26

Page 13: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

xii

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Desa Labbo ................................................. 49

Page 14: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembuatan sebuah kebijakan seringkali dinyatakan dengan kata atau

istilah yang berbeda-beda. Proses penyusunan kebijakan merupakan satu

rangkaian aktivitas yang tidak terpisahkan dari sebuah proses kebijakan, artinya

suatu aktivitas yang berlangsung secara simultan. Dalam proses penyusunan

kebijakan terdapat proses tawar menawar (bargaining) yang terjadi antara

aktor-aktor pembuat kebijakan dengan menggunakan kekuasaan dan

kewenangan dilaksanakan bukan untuk menyinkronkan kepentingan rakyat

namun digunakan untuk meraih kepentingan (interest) dan kekuasaan (power)

itu sendiri (Madani, 2010:9).

Kebijakan yang baik akan terlaksana apabila kebijakan tersebut di

implementasikan sesuai dengan tujuan utama kebijakan tersebut

diformulasikan. Masukan dari kelompok kepentingan untuk sebuah kebijakan

kerap kali dicari karena kelompok tersebut memiliki sesuatu yang berharga

untuk ditawarkan. Kelompok tersebut berniai karena mereka mampu.

Kelompok dikatakan mampu karena mereka memiliki informasi: mereka

memberikan gagasan kebijakan dan memiliki fakta. Ketika angka keterwakilan

kelompok tersebut tinggi, mereka juga dapat meningkatkan persentase

keberhasilan kebijakan yang mereka usulkan (Halpin, Daugbjer dan

Schvartzman, 2011:150).

Page 15: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

2

Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan

koordinasi lintas sector dari pemerintahan dan semua stekholder untuk

menjamin terlaksana poin-poin penting seperti pemberdayaan masyarakat,

pemberantasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan pendidikan yang secara

tidak langsung akan mengubah nudaya buruk dan paradigm di dataran bawah

dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga. Pemerintah Kabupaten Bantaeng

terus mengintensifasikan program dan kegiatan tersebut untuk mengantisipasi

kasus itu agar tidak melabar ke balita lain di daerah ini.

Pemerintah telah menetapkan penurunan stunting sebagai prioritas

nasional yang dilaksanakan secara lintas sektor di berbagai tingkatan sampai

dengan tingkat desa. Berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa, desa berkewajiban untuk mendukung kegiatan-kegiatan

pembangunan yang menjadi program prioritas nasional. Oleh karena itu,

pemerintah desa diharapkan untuk menyusun kegiatan-kegiatan yang relevan

dengan penurunan stunting terutama yang bersifat skala desa melalui

pemanfaatan Dana Desanya.

Penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk

menghindari dampak jangka panjang yang merugikan seperti terhambatnya

tumbuh kembang anak. Stunting mempengaruhi perkembangan otak sehingga

tingkat kecerdasan anak tidak maksimal. Hal ini berisiko menurunkan

produktivitas pada saat dewasa. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan

terhadap penyakit. Anak stunting berisiko lebih tinggi menderita penyakit

kronis di masa dewasanya. Bahkan, stunting dan berbagai bentuk masalah gizi

Page 16: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

3

diperkirakan berkontribusi pada hilangnya 2-3% Produk Domestik Bruto (PDB)

setiap tahunnya.

Diketahui stunting merupakan kondisi dimana anak mengalami

gangguan pertumbuhan. Menjadikan anak tersebut lebih pendek dibanding anak

seusianya karena tidak tercukupinya asupan gizi, bahkan sejak dalam

kandungan. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh (kerdil) akibat

kekurangan gizi kronis dalam waktu yang lama. Mata rantai terjadinya stunting

dimulai dari usia remaja putri, ibu hamil, ibu menyusui, pemberian MPASI,

berlanjut dengan pola hidup sehari-hari, terutama pada 1000 Hari Pertama

Kehidupan (1000 HPK).

Stunting atau balita pendek adalah balita dengan masalah gizi kronik,

yang memiliki status gizi berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut

WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference umur balita jika dibandingkan

dengan standar baku Study) tahun 2005, memiliki nilai z-score kurang dari -

2SD dan apabila nilai z-scorenya kurang dari-3SD dikategorikan sebagai balita

sangat pendek (Pusdatin, 2015). Stunting terjadi mulai janin masih dalam

kandungan dan baru nampak saat anak berusia. Permasalahan Stunting

merupakan isu baru yang berdampak buruk terhadap permasalahan gizi di

Indonesia karena mempengaruhi fisik dan fungsional dari tubuh anak serta

meningkatnya angka kesakitan anak, bahkan kejadian stunting tersebut telah

menjadi sorotan WHO untuk segera dituntaskan (Kania, 2015).

Permasalahan Stunting atau gangguan pertumbuhan pada anak akibat

kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, terus menjadi fokus

Page 17: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

4

pemerintah untuk segera diselesaikan. Bahkan, upaya untuk mengurangi angka

stunting di daerah terus dilakukan, termasuk hingga di tingkatan puskesmas

(pusat kesehatan masyarakat). Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya

akses terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak

beragam. Selain itu, stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada

pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan

Balita.

Waktu terbaik untuk mencegah stunting adalah selama kehamilan dan

dua tahun pertama kehidupan. Stunting di awal kehidupan akan berdampak

buruk pada kesehatan, kognitif, dan fungsional ketika dewasa. Pasalnya,

stunting sangat dipengaruhi oleh seribu hari pertama kehidupan, dimulai dari

dalam kandungan. Stunting pada anak-anak merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia dan menjadi masalah yang

serius karena dikaitkan dengan kualitas sumber daya manusia di kemudian hari.

Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak,

menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tidak

maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang,

sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi perorangan

dan masyarakat Indonesia. Intervensi pada seribu hari pertama penting untuk

mengatasi masalah ini. Pemerintah Indonesia pun melakukan sejumlah

intervensi untuk mencapai target turunnya prevalensi stanting pada anak di

bawah umur dua tahun dari 37% (2013) menjadi 28% pada tahun 2019. (MCA-

Indonesia; 2017).

Page 18: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

5

Walaupun berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Kabupaten

Bantaeng namun tetap banyak warga yang mengalami kekurangan gizi (kerdil).

Hal tersebut tentu menjadi salah satu penilaian terhadap kinerja Pemerintah

Daerah dalam mengatasi kekurangan gizi. Perlu diketahui upaya-upaya lain

yang telah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantaeng dalam hal

mengatasi kekurangan gizi.

Untuk meminimalisir permasalahan kesehatan yang ada di Sulawesi

Selatan khususnya di Kabupaten Bantaeng, maka Pemerintah berupaya keras

melakukan berbagai kebijakan dan program untuk menurunkan jumlah

penduduk yang mengalami kekurangan gizi buruk yang ada di Kabupaten

Bantaeng, sehingga penduduk yang kekurangan gizi buruk dapat merasakan

perubahan yang menuntut adanya peningkatan kualitas manusia. Hal ini

disebabkan oleh tuntutan era globalisasi dan modernisasi pembangunan di

Indonesia melahirkan tuntutan mengenai tingginya kualitas kesehatan

masyarakat.

Sejalan dengan program pemerintah dalam konvergensi integrasi

pencegahan stunting maka pemerintah Kabupaten Bantaeng membuat Surat

Keputusan Bupati Nomor 71 tahun 2019 tentang konvergensi program

percepatan pencegahan stunting Kabupaten Bantaeng, kemudian diperkuat

dengan menerbitkan Surat Keputusan Desa Labbo Nomor 04 tahun 2019

tentang percepatan penurunan stunting.

Adapun alasan saya mengangkat rumusan masalah mengenai

perumusan kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng adalah karena

Page 19: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

6

saya ingin mengetahui bagaimana model perumusan kebijkan stunting di desa

labbo kabupaten bantaeng itu sendiri, strategi apa yang dilakukan desa labbo

dalam mengimplementasikaan kebijakan stunting ini. Dari data Dinas

Kesehatan Kabupaten Bantaeng, Desa Labbo termasuk salah satu dari lokasi

yang terdapat kasus stunting di Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng

dengan prevalensi kasus stunting sebesar 21.6%. Adapun jumlah kasus stunting

tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.1

Jumlah Stunting di Kecamatan Tompobulu Tahun 2019

No Desa/Kelurahan Jumlah Anak

Stunting

1 Balumbung 6

2 Bonto-bontoa 2

3 Bonto tappalang 5

4 Labbo 10

5 Pattalassang -

6 Pattaneteang 3

7 Banyorang -

8 Campaga -

9 Ereng-ereng -

10 Lembang

Gatarangkeke

Jumlah 26

Sumber : Data Dinas Kesehatan Kabupaten Bantaeng Tahun 2019

Pada hasil observasi awal, belum didapatkan banyak informasi dari

seluruh desa yang ada di Kabupaten Bantaeng tentang bagaimana efektifitas dan

efisiensi terhadap pelaksanaan Stunting, baik dari aspek konteks, pelaksanaan,

Page 20: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

7

maupun hasil yang ditimbulkan dari pelaksanaan Stunting dan juga didapatkan

bahwa perumusan kebijakan ataupun penelitian tentang Stunting di Kabupaten

Bantaeng terkhusus di Desa Labbo belum pernah dilakukan, sehingga sangat

perlu dilakukan penelitian tentang permasalahan ini.

Berdasarkan permasalahan mengenai kebijakan Program Stunting di

atas maka, peneliti ingin mengetahui seberapa baik kebijakan Program Stunting

tersebut. Penulisan ini akan menjelaskan bagaimana pelaksanaan kebijakan

tersebut berjalan dengan lokus penelitian di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng,

dengan alasan karena di Desa Labbo merupakan salah satu desa yang

menjalankan program Stunting.

Di kabupaten Bantaeng pemberian makanan tambahan pada ibu hamil

dan balita, pemberian tablet zat besi bagi remaja putri minimal 4 tablet setiap

bulan. Dan tambahan tablet zat besi pada ibu hamil minimal 90 tablet selama

kehamilan, pemberian tablet zat besi pada ibu nifas, pemberian vitamin A pada

balita minimal 2 kali dalam setahun. Berdasarkan data riset kesehatan daerah

tahun 2018, Bantaeng masuk dalam daerah terendah stunting yakni 21, 8 persen.

Hal itu tak terlepas dengan pemberian susu bagi ibu hamil dan menyusui.

Berdasarkan uraian diatas, merupakan suatu hal yang menarik bagi

peneliti untuk mengkaji lebih jauh tentang bagaimana kebijakan pemerintah

dalam menurungkan angka stunting dengan mengangkat judul penelitian,

“Model Perumusan Kebijakan Stunting Di Desa Labbo Kabupaten

Bantaeng”.

Page 21: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah di uraikan

permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana Model Perumusan Kebijakan Stunting Di Desa Labbo

Kabupaten Bantaeng?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perumusan kebijakan stunting di

desa Labbo Kabupaten Bantaeng?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui Bagaimana model perumusan kebijakan stunting di

desa labbo Kabupaten Bantaeng.

2. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perumusan

kebijakan stunting di desa labbo Kabupaten Bantaeng

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh pada penelitian ini secara umum terbagi ke

dalam dua katagori. Katagori pertama yaitu manfaat secara akademis dan

katagori kedua yaitu manfaat secara praktis. Berikut penjelasan manfaat dari

penelitian yaitu:

1. Manfaat Akademis

Page 22: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

9

a. Di harapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan juga dapat memberi informasi serta menjadi

data bagi pengetahuan.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penambahan referensi

dan wawasan ilmu pengetahuan bagi penelitian lain yang tertarik

dalam mengambil judul Model Perumusan Kebijakan Stunting Di

Desa Labbo.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat diharapkan penelitian ini menjadi informasi

kepada masyarakat agar tidak menyalahgunakan model perumusan

kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng yang

peruntukannya bagi masyarakat di Kabupaten Bantaeng.

b. Bagi penulis, memberikan pengetahuan dan memperoleh

pengalaman langsung dalam model perumusan kebijakan stunting

di desa labbo kabupaten bantaeng dan sebagai salah satu persyaratan

dalam meraih gelar Sarjana Strata Satu (S1) Jurusan Ilmu

Pemerintahan, Universitas Muhammadiyah Makassar

Page 23: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Sebelum peneliti melakukan penelitian, ada bebrapa peneliti terdahulu

yang telah melakukan penelitian tentang yaitu:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Penulis Judul Hasil Penelitian

1. Nurul hidayah,

Marwan (2020)

Upaya

Pemberdayaan

Masyarakat

Dalam

Menciptakan

Generasi Milenial

Sadar Gizi Yang

Bebas Stunting

Melalui Kegiatan

1000 HKP

Dari hasil peenelitian

stunting merupaka gizi

kronis yang disebabkan

kurangnya asupan gizi

dalam waktu lama,

sehingga menunggu

pertumbuhan

perkembangan,

kesehatan dan

produktivitas anak.

2. Merri Syafrina,

Masrul , Firdawati

(2018)

Analisis

Komitmen

Pemerintah

Kabupaten

Padang Pariaman

Dalam Mengatasi

Masalah Stunting

Berdasarkan

Nutrition

Hasil dari penelitian

dari 12 indikator NCI,

total skor adalah 6

diantaranya skor 1

yaitu promosi MP-ASI,

kondisi program gizi

dalam kebijakan

daerah, prioritas gizi

dalamperencanaan

daerah, koordinasi

Page 24: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

11

Commitment

Index 2018

lintas sektor, target

program gizi dan survei

gizi.

3. Ni Ketut

Aryastami, Ingan

Tarigan (2017)

Kajian Kebijakan

Dan

Penanggulangan

Masalah Gizi

Stunting Di

Indonesia

Dari hasil penelitian

menunjukkan bahwa

upaya penurunan

masalah gizi harus di

tangani secara lintas

sektoral di semua lini.

Ibu dan calon

penganting harus

dibekali dengan

pengetahuan cukup

tentang gizi dan

kehamilan, ASI

Eksklusif pada ibu

bersalin yang sehat.

Berdasarkan uraian tabel di atas mengenai penelitian terdahulu,

terdapat beberapa kesamaan diantaranya pembahasan tentang stunting. Namun

saat ini belum di temukan penelitian tentang model perumusan kabijakan

stunting di desa labbo Kabupaten Bantaeng. Oleh karena itu, penulis tertarik

untuk mengangkat tema penelitian mengenai model perumusan kebijakan

stunting di desa labbo Kabupaten Bantaeng. Hal ini dimaksudkan agar masalah

dalam pelaksanaan Program Stunting dapat teratasi guna mendukung

keberhasilan pelaksanaan di tahun selanjutnya. Dengan demikian program ini

Page 25: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

12

bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sesuai dengan tujuan perumusan

kebijakan stunting khususnya di desa labbo.

B. Teori dan Konsep Model Kebijakan

Model menurut Thoha (1984) adalah bentuk abstraksi dari suatu

kenyataan. Ia merupakan suatu perwakilan yang disederhanakan dari beberapa

gejala dunia nyata. Model yang dipergunakan dalam kebijakan publik termasuk

golongan model konsepsual, model seperti ini berusaha untuk

menyederhanakan dan menjelaskan pemikiran-pemikiran tentang politik dan

kebijakan publik. Mengidentifikasikan aspek-aspek yang penting dari

persoalan-persoalan kebijakan, menolong seseorang untuk berkomunikasi

dengan orang-orang lain dengan memusatkan pada aspek-aspek (features)

yang esensial dalam kehidupan politik. Mengarahkan usaha-usaha kepada

pemahaman yang lebih baik mengenai kebijakan public dengan menyarankan

hal-hal manakah yang dianggap penting dan yang tidak penting.

1. Model Perumusan Kebijakan

a. Model Kelembagaan (Institusional)

Pada model ini secara sederhana bermakna bahwa “tugas membuat

kebijakan publik adalah tugas pemerintah”. Jadi semua yang dibuat

oleh pemerintah dengan cara apa pun merupakan kebijakan publik.

Model ini pada dasarnya lebih mengutamakan fungsi-fungsi setiap

kelembagaan dari pemerintah, di setiap sektor dan tingkat dalam

memformulasikan kebijakan. Menurut Thomas R. Dye, ada tiga hal

yang membenarkan tentang pendekatan teori ini, yaitu ; pemerintah

Page 26: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

13

memang sah dalam membuat kebijakan publik, formulasi kebijakan

publik yang dibuat oleh pemeritah bersifat universal (umum),

pemerintah memonopoli/menguasai fungsi pemaksaan (koersi) dalam

kehidupan bersama.

b. Model Teori Kelompok (Group)

Dalam pengambilan kebijakan penganut teori ini mengandaikan

kebijakan sebagai titik keseimbangan (equilibrium). Intinya adalah

interaksi yang terjadi di dalam kelompok akan menghasilkan

keseimbangan dan keseimbangan tersebut adalah yang terbaik. Individu

di dalam kelompok kepentingan berinteraksi secara formal maupun

informal, secara langsung atau melalui media massa menyampaikan

tuntutan/gagasan kepada pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan

publik yang diperlukan. Sistem politik pada model ini berperan untuk

memanage konflik yang muncul akibat adanya perbedaan tuntutan,

melalui :

a. Merumuskan aturan main antarkelompok kepentingan.

b. Menata kompromi dan menyeimbangkan kepentingan.

c. Memungkinkan terbentuknya kompromi di dalam kebijakan

publik (yang akan dibuat).

d. Memperkuat kompromi-kompromi tersebut.

c. Model Teori Elit (Elite)

Model teori ini mengasumsikan bahwa dalam setiap masyarakat

terdapat 2 kelompok, yaitu pemegang kekusaan (elit) dan yang tidak

Page 27: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

14

berkuasa (massa). Di dalam formulasi kebijakan, sedemokratis apa pun

selalu ada bias karena pada akhirnya kebijakan tersebut merupakan

preferensi politik dari para elit-politik. Sisi negatifnya adalah dalam

sistem politik, para elit-politiklah yang akan menyelengarakan

kekuasaan sesuai kehendaknya. Sisi positifnya adalah seorang elit-

politik yang berhasil memenangkan gagasan membawa negara-bangsa

ke kondisi yang lebih baik dibanding dengan pesaingnya. Secara top

down, elit-politiklah yang membuat kebijakan, sedang implementasi

kepada rakyat dilakukan oleh administrator publik. Jadi model elit

merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan dimana kebijakan

publik merupakan perspeksi elit-politik. Prinsip dasarnya kebijakan

yang dibuat bersifat konservatif karena para elit-politik ingin

mempertahankan status quo. Kelemahannya yaitu kebijakan yang

dibuat elit-politik tidak selalu mementingkan kesejahteraan rakyat.

C. Teori dan Konsep Kebijakan Publik

Anderson (dalam Islamy, 1998) mengatakan bahwa kebijakan itu

adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan

dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau sekelompok pelaku guna

memecahkan masalah tertentu. Berdasarkan pengertian tentang kebijakan yang

telah diurai-kan di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya kebijakan da-pat

dilakukan secara umum, namun pada kenyataannya lebih sering dan secara luas

dipergunakan dalam tindakan-tindakan atau perilaku pemerintah serta perilaku

Page 28: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

15

Negara pada umum-nya yang lebih dikenal dengan sebutan kebijakan Negara

atau kebijakan publik (publik policy).

Berdasarkan pengertian tentang kebijakan dan kebijakan publik yang

telah diuraikan di atas, Islamy mengemukakan beberapa elemen penting

tentang kebijakan Negara (public policy), yaitu:

a. Bahwa kebijakan Negara itu dalam bentuk perdananya berupa

penetapan tindakan-tindakan pemerintah.

b. Kebijakan Negara itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi

dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.

c. Kebijakan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

perlu dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.

d. Kebijakan Negara harus ditujukan untuk kepentingan

masyarakat. (Islamy, 2002: 20).

Kebijakan publik merupakan sebuah proses yang terus menerus, karena

itu yang paling penting adalah siklus kebijakan. Siklus kebijakan meliputi

formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan (Parsons, 1997). Kebijakan

yang telah diformulasikan atau dirumuskan bermaksud untuk mencapai tujuan

tertentu. Dalam konteks ini dapat dimengerti, bahwa kebijakan tidak akan

sukses, jika dalam pelaksanaannya tidak ada kaitannya dengan tujuan yang

telah ditetapkan. Seringkali ada anggapan setelah kebijakan disahkan oleh

pihak yang berwenang dengan sendirinya kebijakan itu akan dilaksana-kan,

dan hasil-hasilnya pun akan mendekati seperti yang diharapkan oleh pembuat

Page 29: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

16

kebijakan tersebut. Dalam proses kebijakan publik yang akan diterapkan,

melalui proses/tahapan yang cukup panjang.

Dunn (2000) menambahkan bahwa masalah kebijakan adalah nilai,

kebutuhan dan kesempatan yang belum ter-penuhi, tetapi yang dapat

diidentifikasikan dan dicapai mela-kukan tindakan publik. Perumusan

masalah, sebagai salah satu tahap dalam proses penelitian di mana analis mera-

ba-raba untuk mencari definisi yang mungkin mengenai situasi problematis,

tak disangkal merupakan aspek yang paling rumit tatapi paling sedikit difahami

dalam analisa kebijakan. Proses perumusan masalah kebijakan tidak mengikuti

aturan-aturan yang definitif, karena masalah kebijakan itu sendiri sedemi-kian

kompleks. Karena itu, masalah kebijakan merupakan tahap paling kritis dalam

analisa kebijakan, karena analis lebih sering memecahkan masalah yang salah

dari pada menemukan pemecahan yang salah atas masalah yang benar.

Kesalahan fatal dalam analisa kebijakan adalah memecahkan rumusan masalah

yang salah karena analis dituntut untuk memecahkannya secara benar.

D. Teori dan Konsep Perumusan Kebijakan

Perumusan kebijakan merupakan suatu tahapan yang tidak dapat di

hilangkan dari proses kebijakan. Penelitian mengenai proses formulasi

kebijakan pada umumnya memiliki kekurangan. Berlan dkk (2014:28) dalam

Pritasari, L. A., & Kusumasari, B. 2019 , Kebijakan yang baik akan terlaksana

apabila kebijakan tersebut di implementasikan sesuai dengan tujuan utama

kebijakan tersebut diformulasikan. Masukan dari kelompok kepentingan untuk

sebuah kebijakan kerap kali dicari karena kelompok tersebut memiliki sesuatu

Page 30: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

17

yang berharga untuk ditawarkan. Kelompok tersebut berniai karena mereka

mampu. Kelompok dikatakan mampu karena mereka memiliki informasi:

mereka memberikan gagasan kebijakan dan memiliki fakta. Ketika angka

keterwakilan kelompok tersebut tinggi, mereka juga dapat meningkatkan

persentase keberhasilan kebijakan yang mereka usulkan (Halpin, Daugbjer dan

Schvartzman, 2011:150) dalam Pritasari, L. A., & Kusumasari, B. 2019.

Menurut Suharno (2010:52) dalam Laniari, M. 2015 proses pembuatan

kebijakan merupakan pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah

yang dibayangkan. Walaupun demikian, para administrator sebuah organisasi

institusi atau lembaga dituntut untuk memiliki tanggung jawab dan kemauan,

serta kemampuan atau keahlian, sehingga dapat membuat kebijakan dengan

resiko yang diharapkan (intendedrisks) maupun yang tidak di harapkan

(unintendedrisks).

Dalam perspektif lain sebagaimana ditegaskan oleh Anderson bahwa

model atau tipe pengambilan kebijakan dikaitkan dengan proses

pembahasannya dalam agenda kebijakan publik dapat dibedakan dalam tiga

bentuknya, yaitu pola kerjasama (bargaining), persuasif (persuasion), dan

pengarahan (commanding). Anderson menegaskan bahwa prhoses bargaining

dapat terjadi dalam tiga bentuknya yaitu negosiasi (negotiation), saling

memberi dan menerima (take and give) dan kompromi (compromise).

Sesungguhnya penjelasan bargaining berakar pada istilah bahwa jika terdapat

dua atau lebih aktor atau kelompok aktor yang masing-masing memiliki

Page 31: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

18

kewenangan dan posisi tertentu tetapi dapat melakukan penyesuaian yang

diharapkan dapat terbangun dalam sistem pembahasannya.

Pada pembahasan mengenai kebijakan publik, maka aktor mempunyai

posisi yang sangat strategis bersama-sama dengan faktor kelembagaan

(institusi) kebijakan itu sendiri. Kelembagaan merupakan penentu proses

perjalanan dan strategi yang dilakukan oleh komunitas kebijakan dalam makna

yang lebih luas. Perumusan permasalahan publik merupakan fundamen besar

dalam merumuskan kebijakan publik sehingga arahnya menjadi benar, tepat dan

sesuai (Bintari, 2016).

Menurut Howlett dan Ramesh dalam Madani (2011:36)45 menjelaskan

bahwa pada prinsipnya aktor kebijakan adalah mereka yang selalu dan harus

terlibat dalam setiap proses analisa kebijakan publik, baik berfungsi sebagai

perumus maupun kelompok penekan yang senantiasa aktif dan proaktif di

dalam melakukan interaksi dan interelasi di dalam konteks analisis kebijakan

publik.

Anderson dalam Madani (2011:37) bahwa aktor kebijakan meliputi aktor

internal birokrasi dan aktor eksternal yang selalu mempunyai konsen terhadap

kebijakan. Aktor individu maupun kelompok yang turut serta dalam setiap

perbincangan dan perdebatan tentang kebijakan publik. Berdasarkan pendapat

tersebut dapat disimpulkan bahwa aktor kebijakan yaitu seorang maupun

sekelompok orang yang terlibat dalam penentu kebijakan, baik pada proses

perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakan publik. Aktor kebijakan ini

Page 32: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

19

dapat berasal dari pejabat pemerintah, masyarakat, kaum buruh, maupun

kelompok kepentingan.

Menurut Anderson dalam Madani (2011:41), menyatakan bahwa: Dengan

memperhatikan berbagai ragam dan pendekatan dalam memahai berbagai aktor

yang terlibat dalam proses kebijakan publik, maka konsep dan konteks aktor

adalah sangat terkait dengan macam dan tipologi kebijakan yang akan

dianalisis. Dalam perspektif formulasi masalah kebijakan publik, maka aktor

yang terlibat secara garis besarnya dapat dipilah menjadi dua kelompok besar

yaitu kelompok dalam organisasi birokrasi (the official policy makers) dan yang

lain adalah keelompok di luar birokrasi (un-official policy maker).

Winarno dalam Madani (2011:41) berpandangan bahwa: Kelompok yang

terlibat dalam proses kebijakan publik adalah kelompok formal dan kelompok

non formal. Kelompok formal seperti badan-badan administrasi pemerintah

yang meliputi: eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Sementara itu, kelompok

non formal terdiri dari:

Kebijakan publik menurut Thomas Dye (1981) yang dikutip Winarno

(2012) adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak

melakukan (whatever government choose todo or not to do). Definisi ini

menunjukkan bahwa kebijakan publik dibuat oleh badan pemerintah dan

kebijakan publik juga menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak

dilakukan. Segala keputusan yang di ambil pemerintah adalah kebijakan, namun

tidak mengambil keputusan pun adalah suatu kebijakan.

Page 33: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

20

Proses pembuatan sebuah kebijakan publik melibatkan berbagai aktivitas

yang kompleks. Pemahaman terhadap proses pembuatan kebijakan oleh para

ahli dipandang penting dalam upaya melakukan penilaian terhadap sebuah

kebijakan publik. tahapan perumusan kebijakan merupakan tahap kritis dari

sebuah proses kebijakan. Hal ini terkait dengan proses pemilihan alternatif

kebijakan oleh pembuat kebijakan yang biasanya mempertimbangkan besaran

pengaruh langsung yang dapat dihasilkan dari pilihan alternatif utama tersebut.

Proses ini biasanya akan mengekspresikan dan mengalokasikan kekuatan dan

tarik menarik diantara berbagai kepentingan sosial, politik dan ekonomi.

Stone menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan teori stratifikasi

(stratification theory), perumusan kebijakan menempatkan suatu sistem yang

mana para pejabat publik merumuskan suatu kebijakan dalam konteks yang

secara strategis mempunyai sumber daya yang amat penting yaitu susunan

hierarki (hierarchichally arrange). Oleh karena itu berkenaan dengan kebijakan

publik, maka para pejabat publik keberadaannya amat bergantung pada

kepentingan strata kekuasaan yang lebih tinggi. Stone menjelaskan bahwa

perilaku pejabat publik seperti itu merupakan asumsi dasar daripada pendekatan

kekuasaan sistemik dimana para pejabat publik berusaha mengejar apa yang

menjadi kepentingan mereka yang kemudian menghasilkan suatu relasi dimana

tingkatan jabatan tertinggi akan lebih diuntungkan daripada kepentingan strata

yang paling rendah.

E. Konsep Kebijakan Stunting

Page 34: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

21

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi

badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan

panjang dan tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median

standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita stunting merupakan masalah gizi

kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi

ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita

stunting di masa mendatang akan mengalami kesulitan dalam mencapai

perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Kemenkes RI, 2018).

Stunting masa kanak-kanak berhubungan dengan keterlambatan

perkembangan motorik dan tingkat kecerdasan yang lebih rendah. Selain itu,

juga dapat menyebabkan depresi fungsi imun, perubahan metabolik,

penurunanperkembangan motorik, rendahnya nilai kognitif dan rendahnya nilai

akademik. Anak yang menderita stunting akan tumbuh menjadi dewasa yang

berisiko obesitas, glucose tolerance, penyakit jantung koroner, hipertensi,

osteoporosis, penurunan performa dan produktivitas.

Perawakan pendek (stunting) adalah indeks status gizi di mana panjang

badan atau tinggi badan berdasar umur berada di bawah garis normal. Pada

dasarnya definisi stunting bersifat relatif, bergantung pada tinggi badan

orangtua dan pola pertumbuhan setempat. Populasi yang dimaksud berkaitan

dengan ras atau golongan tertentu, sedangkan daerah atau ketinggian dataran

tempat tinggal tidak berkaitan dengan kondisi perawakan pendek meskipun

banyak orang yang tinggal di dataran tinggi cenderung lebih pendek dari orang-

orang yang tinggal didataran rendah. Stunting juga merupakan jenis malnutrisi

Page 35: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

22

terbanyak dan masih menjadi masalah gizi utama hampir di seluruh provinsi

Indonesia ditandai dengan gangguan pertumbuhan dan berdampak pada

kecerdasan intelektual, motorik, psikosoial yang buruk karena perkembangan

fisik dan mental anak dapat bermasalah. Seorang anak dikatakan memiliki

tinggi badan di bawah garis normal atau pendek jika hasil pengukuran tinggi

badan atau umur (TB/U) berada di bawah -2 standar deviasi (SD) dan dikatakan

sangat pendek jika TB/U berada di bawah -3SD. Pengukuran tersebut dinilai

dengan WHO Chart.

Schmidt 2014 dalam Fikawati (2017) mengatakan bahwa stunting juga

didefinisikan sebagai tinggi badan menurut usia di bawah -2 standar median

kurva pertumbuhan anak WHO (WHO, 2010). Stunting merupakan kondisi

kronis buruknya pertumbuhan linear seorang anak yang merupakan akumulasi

dampak berbagai faktor seperti buruknya gizi dan kesehatan sebelum dan

setelah kelahiran anak tersebut (El Taguri et al., (2008), WHO (2010). Hal yang

sama juga dikemukakan oleh Schmidt (2014) yang menyatakan bahwa stunting

merupakan dampak dari kurang gizi yang terjadi dalam periode waktu yang

lama yang pada akhirnya menyebabkan penghambatan pertumbuhan linear.

Asas penurunan stunting yaitu:

a. Bertindak cepat dan akurat;

b. Penguatan kelembagaan dan kerja sama;

c. Akuntabilitas;

d. Transparansi.

Page 36: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

23

Intervensi gizi sensitif mencakup: (a) Peningkatan penyediaan air bersih

dan sarana sanitasi; (b) Peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan

kesehatan; (c) Peningkatan kesadaran, komitmen dan praktik pengasuhan gizi

ibu dan anak; (c); serta (d) Peningkatan akses pangan bergizi. Intervensi gizi

sensitif umumnya dilaksanakan di luar Kementerian Kesehatan. Sasaran

intervensi gizi sensitif adalah keluarga dan masyarakat dan dilakukan melalui

berbagai program dan kegiatan sebagaimana tercantum di dalam Tabel 2-2.

Program/kegiatan intervensi di dalam tabel tersebut dapat ditambah dan

disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.

Tabel 2.2 Intervensi Gizi Sensitif Percepatan Penurunan Stunting

JENIS INTERVENSI PROGRAM/ KEGIATAN INTERVENSI

Peningkatan

penyediaanair minum

dan sanitasi

Akses air minum yang aman

Akses sanitasi yang layak

Peningkatan akses

dankualitas pelayanan

gizidan kesehatan

Akses pelayanan keluarga berencana

(KB)

Akses jaminan kesehatan (JKN)

Akses bantuan uang tunai untuk keluarga

miskin (PKH)

Peningkatan

kesadaran,komitmen, dan

praktikpengasuhan dan

gizi ibu dan anak

Penyebarluasan informasi melalui

berbagai media

Penyediaan konseling perubahan perilaku

antar pribadi

Penyediaan konseling untuk pengasuh

orang tua

Penyediaan akses pendidikan anak usia

dini (PAUD), promosi stimulasi anak

usia dini, dan pemantuan tumbuh

kembang anak

Penyediaan konseling kesehatan dan

reprodusi untuk remaja

Page 37: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

24

Pemberdayaan perempuan dan

perlindungan anak

Peningkatan aksespangan

bergizi

Akses bantuan pangan non tunai (BPNT)

untuk keluarga kurang mampu

Akses fortifikasi bahan pangan utama

(garam, teping terigu, minyak goring)

Akses kegiatan kawasan rumah pangan

lestari (KRPL)

F. Faktor-faktor Yang Mengmpengaruhi Kebijakan Stunting

1. Pola Makanan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari

segi, serta seringkali tidak seragam.

2. Pola Asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuhyang

kurang baik dalam praktek pemberian makanan bagi bayi dan balita.

3. Sanitasi dan akses air bersih

Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya

adalah akses sanitasi dan air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman

penyakit infeksi. Untuk itu perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun pada

air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

G. Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala

yang menjadi objek permasalahan di sebuah topik penelitian. Yang menjadi

Page 38: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

25

kriteria utama dalam membuat suatu kerangka berpikir agar dapat meyakinkan

ilmuwan adalah alur-alur pemikiran yang logis, bisa dibilang bahwa kerangka

berpikir adalah sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun

berdasarkan beragam teori yang telah dideskripsikan.

Dalam penelitian ini, penulis berusaha meninjau Model Perumusan

Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng dengan cara

menggambarkan proses pelaksanaan Model Perumusan Kebijakan Stunting di

Desa Labbo dengan menggunakan model dan tipe perumusan kebijakan

menurut Anderson yaitu model pola kerja sama (bargaining), model persuasif

(persuasion) dan pengarahan (commanding). Berdasarkan penjelasan kerangka

piker, maka penulis akan menyederhanakan dalam bentuk bagan sebagai

berikut:

Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa

Labbo Kabupaten Bantaeng

Page 39: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

26

Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Pikir

H. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian kualitatif digunakan sebagai

faktor untuk memperdalam penelitian. Adapun fokus dalam penelitian ini

yang di maksud adalah implementasi kebijakan berkaitan dengan model

perumusan kebijakan stunting di desa labbo Kabupaten Bantaeng

menggunakan model dan tipe perumusan kebijakan menurut Anderson yaitu

model pola kerja sama (bargaining), model persuasif (persuasion), dan

pengarahan (commanding).

I. Deskriptif Fokus Penelitian

Pengarahan

(Commanding)

Faktor-faktor Yang

Mempengaruhi Perumusan

Kebijakan Desa Mengenai

Stunting

Perumusan Kebijakan

Menurut Anderson

Pola Kerja Sama

(Bargaining)

Model Persuasif

(Persuasion)

Page 40: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

27

Berdasarkan fokus penelitian yang telah di uraikan penulis kemudian

akan dideskripsikan berikut ini:

1. Model pola kerja sama (bargaining)

Pada model kerja sama (bargaining) dapat terjadi dalam tiga bentuknya

yaitu negosiasi (negotiation) adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat

pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaukan tujuan

yang berbeda dan bertentangan, saling memberi dan menerima (take and

give) dan kompromi (compromise) merupakan upaya untuk memperoleh

kesepakatan di antara dua pihak yang saling berbeda pendapat atau pihak

yang berselisih.

2. Model persuasif (persuasion).

Model persuasi (persuasion) ialah adanya polarisasi kelompok

dalam perumusan kebijakan, yang di maksudkan polarisasi kelompok

adalah adanya kelompok aktor yang menyebabkan aktor lain mengubah

keputusan mereka ini bisa di lihat dari adanya negosiasi dan kompromi

yang di lakukan oleh aktor perumus kebijakan, baik ke arah yang lebih

teliti, atau lebih mengandung resiko dengan mengumpulkan pendapat

kelompok aktor sampai tahap penentuan suatu kebijakan.

3. Pengarahan (commanding).

Pola hubungan dan interaksi antara aktor pada model ini adalah berkaitan

dengan pola perumusan kebijakan yang sangat struktural, dimana satu

kelompok aktor menjadi superordinat dan kelompok yang lain tentu saja

menjadi subordinat. Tipe pengambilan kebijakan menempatkan posisi ini

Page 41: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

28

mirip dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga perumus

pengelolaan sumber daya alam daerah dalam bentuk kebijakan.

Page 42: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

29

SBAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kantor Desa labbo Kabupaten Bantaeng

selama 2 bulan yang dimulai dari tanggal 15 Agustus 2020 sampai 15 Oktober

2020 dimana titik pengambilan data penelitian tentang Model Perumusan

Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng.

B. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif (Qualitative

Research). Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data

deskriptif dan cenderung menggunakan analisis, penelitian ini membahas

tentang objek yang alamiah sesuai dengan apa yang telah terjadi maupun belum

terjadi dilapangan.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan studi kasus yang merupakan bentuk penelitian yang bertujuan untuk

memberikan gambaran umum berbagai macam data yang dikumpul dari

lapangan secara objektif berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi

berdasarkan pengalaman hidup seseorang.

C. Sumber Data

Jenis data yang akan digunakan berupa data primer dan data sekunder. Data

primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya, diamati, dan

dicatat pertama kalinya melalui wawancara dan observasi. Sedangkan data

sekunder adalah data yang didapatkan dari buku dan materi tertulis yang

Page 43: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

30

relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder ini juga biasa disebut data

yang diperoleh dari sumber kedua melalui dokumentasi lembaga.

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil

observasi maupun wawancara oleh narasumber atau informan pada

objek/lokasi penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung terkait

dengan objek penelitian. Data sekunder berupa data pendukung yang

bersumber dari literatur maupun dokumen-dokumen yang terkait dengan

objek atau lokasi penelitian.

D. Informan Penelitian

Informan yaitu orang-orang yang paham atau pelaku yang terlibat

langsung dengan permasalahan penelitian. Informan yang dipilih adalah yang

dianggap relevan dalam memberikan informasi mengenai Model Perumusan

Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng. Penulis mentukan

informan pokok sebanyak 7 orang, informan pokok sebagai berikut :

Page 44: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

31

Tabel 3.1

Informan Penelitian

E. Teknik

Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara

natural setting (kondisi yang alamiah), bahwa dalam metode ini peneliti

mengunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data yaitu:

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu percakapan antara dua orang atau lebih

untuk bertukar informasi mengenai suatu masalah tertentu, atau bertukar ide

melalui tanya jawab, sehingga penulis bisa mendapatkan makna dalam suatu

topic tersebut. Dengan wawancara penulis akan mengetahui hal-hal yang

NO JABATAN KETERANGAN

1. Kepala Desa

Labbo

1 Orang

2. Sekertaris Desa

Labbo

1 Orang

3. Ketua BPD Desa

Labbo

1 Orang

4. Wakil BPD Desa

Labbo

1 Orang

5. Sekertaris BPD

Desa Labbo

1 orang

6. Staf Desa Labbo 1 Orang

7. Tokoh Masyarakat 1 Orang

Page 45: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

32

lebih mendalam mengenai situasi dan fenomena yang terjadi di lapangan,

yang dimana hal ini tidak bisa ditentukan melalui observasi.

Dalam melakukan wawancara penulis menyiapkan instrument

penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk diajukan dan

mencatat apa yang dikemukakan informan. Penulis melakukan tanya jawab

dengan informan yang berkaitan dengan pelaksanaan model perumusan

kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng.

2. Observasi

Observasi bertujuan untuk mengamati subjek dan objek penelitian.

Observasi adalah instrument yang dipakaiuntuk melaksanakan pengamatan

lamgsung mengenai fenomena yang ada rangkaian dengan masalah yang

bakal membahas dalam penelitian ini. Dari segi teknik perwujudan

penumpukan data observasi.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,

dokumen bisa berupa gambar, tulisan atau karya-karya seseorang. Dengan

dokumentasi penulis dapat mendapatkan data-data atau dokumen-dokumen

yang dapat mendukung terhadap penelitian. Yang dimana, penulis

mengumpulkan data seperti arsip-arsip mengenai model perumusan

kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng.

F. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan yaitu model perumusan

kebijakan stunting di desa labbo kabupaten bantaeng, maka mengenai hal

Page 46: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

33

tersebut akan di kemukakan disini mengenai analisis data yang bertujuan untuk

mencari dan menyusun data secara sistematis yang diperoleh berdasarkan dari

hasil wawancara, observasi , dan dokumentasi.

Setelah mengadakan observasi, penulis mengumpulkan data-data yang

didapatkan dari hasil wawancara dan dokumentasi atau sumber yang lain yang

terkait dengan perumusan kebijakan stunting. Pada pengumpulan data dan

analisis data secara praktiknya tidak mudah dipisahkan, keduanya dikerjakan

bersamaan. Penulis mengumpulkan data dengan cara mengedit data yaitu

memeriksa data yang didapatkan mengenai kelengkapan data dan kebenaran

data sehingga data bisa untuk diproses lebih lanjut.

Penulis memberikan tanda tertentu pada data yang di dapatkan di

lapangan, dan dikelompokkan serta mengklarifikasikan data dengan cara

mengadakan seleksi data yang terkumpul sesuai dengan sumber data masing-

masing, kemudian penulis menyimpulkan data yang didapatkan sehingga hasil

penelitian mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

G. Pengabsahan Data

Keabsahan data merupakan data yang diperoleh, data yang teruji dan

data valid. Yang dimana, penulis menulis keabsahan data yang sudah di uji kan

melalui diskusi atau sharing dengan teman sejawat, mengenai referensi teori

dan melihat realitas sosial yang terjadi di lapangan serta tentang isu-isu yang

sedang berkembang mengenai perumusan kebijakan sunting, oleh karena itu

penulis terus melakukan perbaikan pada data agar penulis mendapatkan data

yang lebih baik.

Page 47: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

34

Selain itu, penulis menggunakan teknik keabsahan data dengan cara

Trigulasi sumber yang digunakan untuk mendapatan data dari sumber yang

berbeda dengan teknik yang sama. Data dari sumber berbeda-beda yang

didapatkan dari observasi dan wawancara merupakan gambaran atas data yang

telah dikumpulkan sebagai cara perbandingan data. Dengan teknik ini, penulis

melakukan wawancara dengan informan yang satu keinforman yang lain, dan

melakukan wawancara terhadap hasil dari observasi yang di dapatkan di

lapangan.

Page 48: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Gambaran Umum Kabupaten Bantaeng

Kabupaten Banateng dikenal dengan sebutan “Butta Toa” terletak di

Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 395,83

km.Terdiri atas 8 (delapan kecamatan),67 Desa dan Kelurahan, 502 Rukun

Warga (RW) dan 503 Rukum Tetangga (RT). Kedelapan kecamatan tersebut

adalah Kecamatan Bisappu, Kecamatan Bantaeng, Kecamatan Eremmerasa,

Kecamatan Uluere, Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Pajuku’kang,

KecamatanGantarangkeke, dan Kecamatan Sinoa. Kecamatan Tompobulu

meruapakan kecamatan terbesar dengan luas wilayah 76,99 km atau 19,45

Page 49: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

36

persen dari luas Kabupaten Bantaeng ,sedangkan kecamatan dengan luas

wilayah kecil yaitu 28,85.

Kabupaten Bantaeng adalah sebuah kabupaten di Sulawesi selatan yang

memiliki luas wilayah 395,83 km2 dengan jumlah penduduk 182.283 jiwa

(2016) dengan rincian Laki-laki sebanyak 88. 012 jiwa dan perempuan 94.271

jiwa. Terbagi atas 8 kecamatan serta 46 desa dan 21 kelurahan. Berikut

jumlah penduduk berdasarkan kecamatan di Kabupaten Bantaeng:

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Kabupaten Bantaeng Berdasarkan Kecamatan

Kecamatan Warga Negara Indonesia

Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Bisappu 15.691 16.619 32.310

2. Uluere 5.592 5 723 11.315

3. Sinoa 5.900 6.232 12.312

4. Bantaeng 18.539 19.450 37.989

5. Eremerasa 8.734 9.728 18.462

6. Tompobulu 10.801 12.102 22.903

7. Pajukukang 14.725 15.324 30.049

8. Gantarangkeke 8.030 9.093 17.123

Jumlah 88.012 94.271 182.283

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng

a. Karakteristik Lokasi Dan Wilayah

Kabupaten Bantaeng secara geografis terletak ±120 km arah selatan Makassar

ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan dengan posisi 5°21’13”-5°35’27” Bujur

Timur. Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang memanjang pada

Page 50: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

37

bagian barat ke timur kota yang salah satunya berpotensi untuk perikanan,

dan wilayah daratannya mulai dari tepi laut Flores sampai ke pegunungan

sekitar Gunung Lompo Battang dengan ketinggian tempat dari permukaan

laut - 25 m sampai dengan ketinggian lebih dari 1.000 m di atas permukaan

laut. Kabupaten Bantaeng dengan ketinggianantara 100 - 500 m dari

permukaan laut merupakan wilayah yang terluas atau 29,6 persen dari luas

wilayah seluruhnya, dan terkecil adalah wilayah dengan ketinggian 0 - 25 m

atau hanya 10,3 persen dari luas wilayah. Kabupaten Bantaeng terletak di

bagian selatan Provinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan dengan:

1) Sebelah Utara : Kabupaten Gowa dan Kabupaten Bulukumba

2) Sebelah Timur : Kabupaten Bulukumba

3) Sebelah Selatan : Laut Flores

4) Sebelah Barat : Kabupaten Jeneponto

b. Keadaan Iklim

Letak geografis Kabupaten Bantaeng yang strategis memiliki alam tiga

dimensi, yakni bukit pengunungan, lembah daratan dan pesisir pantai, dengan

dua musim. Iklim di daerah ini tergolong iklim tropis basah dengan curah

hujan tahunan rata-rata setiap bulan 200 mm. Dengan adanya kedua musim

tersebut sangat menguntungkan bagi sektor pertanian.

c. Kesehatan

Pembangunan bidang kesehatan di Kabupaten Bantaeng diarahkan agar

pelayanan kesehatan lebih meningkat lebih luas, lebih merata, terjangkau oleh

lapisan masyarakat.Kesehatan merupakan bagian yang terpenting dan

Page 51: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

38

diharapkan dapat menghasilkan derajat kesehatan yang lebih tinggi dan

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial maupun ekonomis.

Penyedia sarana pelayanan kesehatan berupa rumah sakit, puskesmas dan

tenaga kesehatan semakin ditingkatkan jumlahnya sesuai dengan rencana

pentahapannya, sejalan dengan itu peyediaan obat-obatan, alat kesehatan,

pemberantasan penyakit menular dan peningkatan penyuluhan dibidang

kesehatan.

Salah satu tujuan pembangunan, khususnya pembangunan Sumber Daya

Manusia (SDM) adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang sehat,

beriman dan menguasai teknologi. Sehingga melahirkan generasi penerus

yang beriman, cerdas dan menguasai teknologi.

d. Visi dan Misi Kabupaten Bantaeng

1. Visi:

“Yakni terwujudnya masyarakat Bantaeng yang sejahtera lahir dan batin,

berpotensi pada kemajuan, keadilan, kelestarian, dan keunggulan berbasis

agama dan budaya local”.

2. Misi:

a. Mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.

b. Meningkatkan akselerasi program pengentasan kemiskinan dan

perluasan kesempatan kerja.

c. Meningkatkan akses, pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan

dan pelayanan sosial lainnya.

Page 52: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

39

d. Mengoptimalkan kualitas dan pemerataan pembangunan insfraktuktur

yang berbasis kelestarian lingkungan.

e. Mengoptimalkan pengembangan pertanian, perkebunan, peternakan,

perikanan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

f. Mewujudkan reformasi birokrasi dan pelayanan publik.

e. Gambaran Khusus Lokasi Penelitian

Secara khusus lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Tompobulu,

Kabupaten Bantaeng tepatnya di Desa Labbo, alasan peneliti memilih

lokasi tersebut karena Desa Labbo merupakan desa dengan penduduk

terbanyak dalam Kecamatan tompobulu selain itu Desa Labbo

merupakan desa yang sebagian besar kondisi kesehatan anak masih

kurang, sedangkan untuk program stunting yang kondisi gagal tumbuh

pada anak akibat dari kekurangan gizi memerlukan makanan yang

bergizi. Diantara 10 desa/kelurahan yang terletak di Kecamatan

Tompobulu, Desa Labbo merupakan desa yang terletak di dataran

rendah.

2. Kantor Desa Labbo

Desa Labbo adalah Desa yang paling tua dalam wilayah Kecamatan

Tompobulu. Menurut sejarahnya Desa Labbo berasal dari perkataan Labboro

yang berarti longsoran Tanah yang pada waktu itu merupakan bagian kampung

Ganting, nama ini diberikan oleh pada leluhur kampong Ganting (Tau toana

Ganting) yaitu Ni Camma.

Page 53: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

40

Tahun 1961, masyarakat yang bermukim diluar kampung Ganting

disatukan dalam kampung Labbo ini diprakarsai olek karaeng Naikang yang saat

itu berada di Kampung Ganting. Tahun 1963 awal mula terbentuknya Desa

Labbo yang terbagi menjadi Dua Dusun yaitu Dusun Bagan (Bawa dan Ganting)

dan Dusun Pattaneteang Kepala Desa pertama adalah Bapak Kaimuddin yang

memimpin mulai Tahun 1963-1970.

Pada tahun 1970-1977, jabatan Kepala Desa dijabat oleh Bapak Padu, S

menggantikan bapak Kaimuddin. Kemudian pada tahun 1977-1981 Bapak

Padu,S digantikan Oleh Bapak Budu,S Dg Ngunjung dan pada waktu

Pemerintahan beliau banyak mengubah Pola hidup Masyarakat tentang peduli

kebersihan Lingkungan dan Penataan Pemukiman yang pada saat itu belum

teratur. Dan hanya memimpin selama 4 Tahun.

Tahun 1881-1983 Kepala Desa dijabat oleh Bapak Haris, tahun 1983-

1986, dijabat oleh Bapak Kadir, tahun 1986-2002. Dijabat oleh Sahib Sehu yang

dijabat selama Dua periode kepemimpinan pada waktu itu sudah Nampak

pembangunan Pembukaan jalan Poros Kayu Tanning ke Taccepe (Dusun Bawa)

yang dilakukan secara swadaya dan juga membagi wilayah menjadi Tiga dusun

Yaitu Dusun Ganting, Panjang, dan Bawa, dan pernah mendapat Juara 1 Lomba

P2WKSS Tingkat provinsi.

Selanjutnya tahun 2002-2013, dijabat oleh Bapak Subhan, S.Ag selama dua

periode kepemimpinan melalui pemilihan secara Demokratis. Dimasa ini

Pembangunan Desa Nampak secara pesat. Dan tahun 2003 wilayah kembali

dimekarkan menjadi Empat Dusun yaitu Dusun Pattiro, Ganting, Panjang, Bawa

Page 54: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

41

dan pada tahun 2005 meraih Juara III Lomba P2WKSS. Tahun 2007

dipercayakan lagi mengikuti Lomba Desa Tingkat provinsi dan mendapat juara

III .dan Tahun 2009 dimekarkan lagi wilayah menjadi Enam dusun yaitu

Pattiri,Labbo, Ganting,Panjang Selatan, Panjang Utara, Bawa dan masuk

sebagai Desa Berprestasi pada tahun 2010. Tahun 2013 sampai sekarang Kepala

Desa dijabat oleh Bapak Sirajuddin, S.Ag, dimana beliau sebelumnnya pernah

menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Bantaeng.

a. Kondisi Geografis Desa labbo

Secara administrasi Desa Labbo terletak di wilayah kacamatan

Tompobulu Kabupaten Bantaeng dengan luas wilayah 12,81 Km, yang

terdiri atas beberapa jenis lahan dan peruntukkannya. Desa Labbo secara

geografis berada diketinggian antara 800-1200 di atas permukaan air laut.

Dengan keadaan curah hujan 2000 mm dengan jumlah curah hujan 6 bulan,

serta suhu rata-rata harian adalah 27ºC, dengan bentang wilayah 11 Km.

Adapun batas-batas wilayah Desa Labbo adalah :

Sebelah Utara : Asayya dan Kab.Bulukumba

Sebelah Timur : Desa Pattaneteang dan Kab.Bulukumba

Sebelah Barat : Desa Balumbung dan Kelurahan Ereng-ereng

Sebelah Selatan : Kelurahan Ereng-ereng dan Kab.Bulukumba

Dalam pembagian wilayah Desa Labbo terbagi atas beberapa

wilayah Dusun antara lain :

1. Dusun Pattiro

2. Dusun Panjang Utara

Page 55: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

42

3. Dusun Panjang Selatan

4. Dusun Bawa

5. Dusun Ganting

6. Dusun Labbo

Adapun orbitasi atau jarak Desa Labbo ke Ibu Kota Kacamatan adalah

7 Km, jarak Desa Labbo ke Ibu Kota Kabupaten 37 km dan jarak Desa

Labbo ke Ibu Kota Propinsi 157 km.

Secara umum masyarakat Desa Labbo bermata pencaharian sebagai

petani. Tanaman yang ditanam umumnya tanaman perkebunan seperti

tanaman kopi dan cengkeh. Adapun sebagian kecil masyarakat sebagai

wiraswasta. Saat ini Desa Labbo mengembangkan potensi hutan desa dan

memiliki banyak potensi tanam baik kayu maupun non-kayu. Kawasan

huatan desa dan memiliki banyak potensi tanaman baik kayu maupun non-

kayu. Kawasan hutan desa yang terdapat di Desa Labbo sesuai badan

planalogi kehutanan dan hasil peta paduserasi provinsi Sulawesi Selatan

seluas 342 Hektar. Terkhusu ada hasil hutan non-kayu yang potensinya

sangat besar dari area hutan desa yang ada di Desa Labbo berupa komoditi

rotan, Banga Ponda (Berdaun besar dan tinggi), Banga Tambu (berdaun

kecil dan banyak), anggrek tanah, bunga kembang doa, markisa, dan kopi.

Untuk rotan terdapat tiga jenis rotan yaitu, uhe tambu, uhe taning, uhe

thumani. Untuk jenis tanaman berupa rotan berada pada wilayah barat laut

dan berat daya dari hutan desa dengan luasa 93,3822 Ha, untuk tanaman

Banga memiliki luas 6,0719 Ha, untuk anggrek tanah dan kembang doa

Page 56: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

43

memiliki luas 0,089 Ha dan 0,3477 Ha yang masing-masing tanaman

tersebut berada pada wilayah perbatasan antara Desa Labbo dan Desa

Pattaneteang.

Hal ini mengidentifikasikan bahwa potensi hutan berupa non-kayu

dari areal hutan desa yang ada di Desa Labbo sangat besar, mengingat

dimana tanaman rotan dan Banga dapat dijakan pasokan untuk pembuatan

bahan kerajiana dan sebagai bahan baku keperluan industri, sedangkan

anggrek tanah, kembang doa dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias yang

memiliki nilai jual cukup besar sehingga dapat dijadikan sebuah peluang

untuk mendorong tumbuhnya pengembangan usaha-usaha dari tanaman

tersebut dan secara tidak langsung akan mendorong terwujudnya

pengelolaan hutan yang lestari serta peningkatan pendapatan masyarakat.

Desa Labbo Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng merupakan

salah satu wilayah pengembangan pasar produk hutan desa. Potensi hutan

desa di desa Labbo Kecamatan Tompobulu Kabupaten Bantaeng dapat

dikembangkan seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Salah satu

aspek yang perlu dikembangkan adalah aspek ekonomi dalam

pengembangan pasar, di mana pengembangan pasar di desa ini kurang

berkembang. Hal ini mungkin disebabkan karena kurangnya informasi

pasar, untuk itu perlu adanya pengamatan lingkungan untuk melihat peluang

baru bagi masyarakat di Desa Labbo. Peluang pemasaran adalah suatu

kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan pendapatan.

Page 57: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

44

b. Kesehatan

1. Puskesmas

Sarana kesehatan Puskesmas/Puskesmas Pembantu tersedia 1 unit

yang terletak di dusun Labbo. Pelayanan Puskesmas masih kurang

maksimal akibat kurangnya tenaga dan alat kesehatan yang tersedia,

sehingga masyarakat lebih banyak mengakses Puskesmas Banyorang

yang terletak di Ibu Kota Kecamatan.

Puskesmas adalah sarana unit fungsional kesehatan terdepan yang

memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat di wilayah

Desa Labbo. Puskesmas mempunyai fungsi utama menjalankan upaya

pelayanan kesehatan untuk menanggulangi masalah kesehatan

masyarakat, terutama menggerakkan program promosi kesehatan,

penanggulangan dan pencegahan penyakit.

2. Poskesdes

Sarana kesehatan Poskesdes tersedia 1 unit yang terletak di dusun

Panjang Utara. Pelayanan poskesdes sudah maksimal baik dari segi

tenaga maupun alat kesehatan, sehingga warga masyarakat dari dusun

Panjang Selatan, dusun Panjang Utara, dusun Bawa’ dan desa tetangga

dapat mengakses Poskesdes tersebut.

Dengan adanya Poskesdes permasalahan warga masyarakat di desa

dapat terdeteksi dini, sehingga bisa ditangani cepat dan diselesaikan,

sesuai kondisi potensi dan kemampuan yang ada agar warga masyarakat

memperoleh pelayanan kesehatan dasar yang dekat.

Page 58: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

45

3. Posyandu

Di desa Labbo terdapat 2 unit Posyandu Permanen dan 5 unit

Posyandu non permanen. Adapun mamfaat Posyandu bagi masyarakat

adalah memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan

pelayanan kesehatan bagi anak balita dan ibu, pertumbuhan anak balita

terpantau sehingga tidak ada anak yang menderita gizi buruk. Bayi dan

anak balita mendapatkan kapsul Vitamin A, bayi memperoleh

imunisasi lengkap, ibu hamil juga akan terpantau berat badannya dan

memperoleh tablet tambah darah serta mendapat penyuluhan kesehatan

yang berkaitan tentang kesehatan ibu dan anak. Dan bagi kader

posyandu mendapatkan berbagai informasi kesehatan lebih dahulu dan

lebih lengkap, ikut berperan secara nyata dalam tumbuh kembang anak

balita dan kesehatan ibu.

4. Sanitasi

Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup

bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung

dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan

usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Sistem sanitasi rumah tangga di Desa Labbo masih sangat

sederhana dengan pola konservatif. Pembuangan limbah rumah tangga

tidak mendapat perhatian serius dari warga masyarakat akibat

minimnya pengetahuan tentang kesehatan. Upaya peningkatan mutu

Page 59: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

46

hidup dan kesehatan yang lebih baik tentunya harus di tunjang dengan

sosialisasi dan aktualisasi dari instansi terkait secara optimal.

c. Visi dan Misi Desa Labbo

Visi Desa Labbo yaitu:

“Kemandirian Desa Labbo sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi berbasis

Potensi Lokal dan mejadi Desa Terkemuka di Wilayah Utara di Kabupaten

Bantaeng”

“Menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dibagian Selatan Sulawesi Selatan”

1. Kemandirian yang diartikan bahwa desa Labbo memiliki sumber daya

manusia masyarakat berdemokrasi, akses pendidikan, sumber daya

kelembangaan desa, ada daya partisipasi/ gotong royong, sumber daya

alam, sumber daya keagamaan dan kearifan local yang mampu dikelola

secara mandiri.

2. Pusat pertumbuhan adalah pemerintahan berbasis sumber daya

manusia, Ekonomi, pertanian/perkebunan, peternakan, dan kearifan

local yang dalam prosen kebijakan keberlanjutan dan menitip beratkan

menyebarluaskan pusat pertumbuhan akan kesejahteraan produktif dan

berkelanjutan.

3. Lokal potensi/aset/ daya yang dapat diartikan bahwa penyelenggaraan

pemerintahan bersama-sama masyarakat yang ada prakteknya.

4. Nilai-nilai agama dapa dimaknai bahw setiap aktivitas yang

dilaksankan oleh aparat pemerintah Desa Labbo dan Masyarakat Desa

Page 60: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

47

Labbo dapat mencerminkan perilaku hidup terpji sebagai perwujuban

dari nilai-nilai Agama.

5. Accidong sipangngadakkang bahwa penyelanggaraan pemerintah dan

pengololaan Desa Labbo dan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat yang

berorientasi pada pelaksanaan pembangunan desa secara adil dan

merata dengan memposisikan masyarakat sebagai pelaku, dan

pengelolaan Desa Labbo ( Ankutabel, Transparan dan Partisipatif)

6. Budaya dapat diartikan bawhwa dalam kehidupan bermasyarakat

senantiasa kita untuk saling sipakaiga, sipassiriki, sikapaccei,

sikamaseang, dan assamaturu agar tali persaudaraann tetap kokoh

sehingga dapat menjadi kunci kesuksesan dalam membangunan Desa

Labbo yang di cita-citakan bersama.

Adapun Misi Desa Labbo adalah :

Program Fisik :

1. Pengembangan dan peningakatan sarana jalan yang menunjang yang

menunjang transportasi, baik jalur pertanian, perkebunan warga dan

lintas desa.

2. Membangun saran olah raga yang layak bagi generasi muda, terutama

volly dan sepak takaw.

3. Peningkatan sarana pelayanan dasar desa

4. Fasilitasi pengadaan pupuk bagi petani

5. Penyusunan perencanaan Desa secara parisipatif

Page 61: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

48

Program Non Fisik:

1. Menciptakan Aparat pemerintahan yang profesional demi mewujudkan

pelayanan yang maksimal

2. Mendorong lembaga yang ada Desa dalam peningkatan kapasitas,

penyiapan fasilitas dan pengelolaan biaya oprasional kelembagaannya

3. Fasilitasi Beasiswa anak sekolah SD, SLTP, SLTA bagi siswa yang

kurang mampu dan berprestasi

4. Meningkatkan kapasitas kelompok PKK dan Mejlis taklim

5. Membina Kelompok Tani dan Peternak dalam pengelolaan pertanian

dan peternakan

Page 62: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

49

d. Struktur Organisasi Kantor Desa Labbo

Gambar 4.1

Struktur Organisasi Kantor Desa Labbo

Sumber: hasil penelitian 2020

Tugas-tugas perangkat Desa

a. Kepala Desa

Dalam menjalankan tugasnya, kepala desa menyampaikan laporan

(LPJ) kepada Badan Permusyawaratan Desa. Setiap tahun, kepala desa

Kepala Desa

Kasi

Pelayanan

Kaur

Keuangan

Sekertaris Desa

Kasi

Kesejahter

aan

Kaur Tata

Usaha Dan

Umum

Kaur

Perencan

aan

Kepala Dusun II

Kasi

pemerint

ahan

Kepala Dusun

III

Kepala Dusun

I

Page 63: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

50

juga menyampaikan laporan kepada bupati. Sebab, bupatilah yang

berwenang mengangkat dan memberhentikan kepala desa. Kepala desa

mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,

pembangunan, dan kemasyarakatan.

b. Sekertaris Desa

Melaksanakan urusan ketatausahaan seperti tata naskah,

administrasi surat menyurat, arsip dan ekspedisi. Melaksanakan urusan

umum seperti penataan desa, penyediaan prasarana perangkat desa dan

kantor, penyiapan rapat, pengadministrasian asset, inventarisasi,

perjalanan dinas, dan pelayanan umum.

c. Kepala Urusan

Kepala urusan atau yang disingkat kaur yang berkedudukan

sebagai unsur staf yang membantu sekertaris desa dalam melakukan

pelayanan ketatausahaan kepada kepala desa dan kepala masyarakat

sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, dan bertanggungjawab

kepada kepala desa melalui sekertaris desa. Adapun tugas kapala urusan

adalah membantu sekertaris desa dalam urusan pelayanan administrasi

pendukung pelayanan tugas-tugas pemerintahan. Kepala urusan terdiri

dari kepala urusann tata usaha dan umum, kepala urusann keuangan, dan

kepala urusan perencanaann.

d. Kepala seksi

Kepala seksi atau yang disingkat kasi adalah unsur staf drsa yang

berkedudukan sebagai unsuer pelaksana yang membantu kepala desa

Page 64: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

51

dalam melaksanakan tugas-tugas operasional penyelenggaraan

pemerintah desa, pelaksanaan pembangunann desa pembinaan

kemasyarakatan, dan peberdayaan masyarakat desa serta

bertanggungjawab kepada kepala desa. Kepala seksi terdiri dari kepala

seksi pemerintahan, kepala seksi kesejaheraan, dan kepala seksi

pelayanan. Tugas kepala seksi adalah membantu kepala desa sebagai

pelaksana tugas operasional.

e. Kepala Dusun

Di daerah pedesaan, unsur kewilayahan diwijudkan dalam bentuk

dusun. Dusun terbentuk dari kumpulan beberapa rukun warga (RW)

yang berdekatan. Setiap dusun dipimpin ole seorang kepala

dusun.kepala dusun membantu jalanyapemerintahan desa di tingkat

dusun.

B. Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten

Bantaeng

1. Pola Kerja Sama

Pada model kerja sama (bargaining) dapat terjadi dalam tiga bentuknya

yaitu negosiasi (negotiation), saling memberi dan menerima (take and give) dan

kompromi (compromise). Permasalahan Stunting merupakan isu baru yang

berdampak buruk terhadap permasalahan gizi di Indonesia karena

mempengaruhi fisik dan fungsional dari tubuh anak serta meningkatnya angka

kesakitan anak, bahkan kejadian stunting tersebut telah menjadi sorotan WHO

untuk segera dituntaskan. Sebaigamana dari hasil wawancara sebagai berikut:

Page 65: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

52

“Dapat dilihat dari di bentuknya posyandu di desa dan adanya bantuan

pemerintah dalam menangani gizi buruk utamanya anak dan balita.

Adanya bantuan bidan desa, adanya penyuluhan kesehatan didesa”.

(Hasil wawancara dengan bapak SJ, 15/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa model perumusan

kebijakan stuting di desa labbo Kabupaten Bantaeng dapat di lihat banyak

memiliki keunggulan dari posyandu di desa dalam menangani gizi buruk pada

anak.

Idealnya pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak pada kegiatan

Posyandu dilakukan rutin setiap bulan sekali oleh tenaga kesehatan dibantu oleh

KPM dan kader Posyandu. Namun untuk pengukuran panjang badan bayi dan

baduta (0-23 bulan) atau tinggi badan balita (24-59 bulan) dapat dilakukan

minimal tiga bulan sekali. Pengukuran stunting dilakukan dengan mengukur

panjang badan untuk anak di bawah dua (2) tahun dan tinggi badan untuk anak

berusia dua tahun ke atas dengan menggunakan alat antropometri yang tersedia

di Puskesmas (length measuring board dalam posisi tidur untuk anak baduta dan

microtoise dalam posisi berdiri untuk anak balita). Kedua alat ini harus

dikalibrasi secara rutin oleh tenaga kesehatan sebelum digunakan untuk quality

assurance. Umur anak harus dipastikan melalui catatan resmi seperti akta

kelahiran atau buku KIA.

Adapun mekanisme dalam perumusan kebijakan stunting yang di lakukan

oleh Desa labbo. Sebagaimana dari hasil wawancara yang sebagai berikut:

“ada kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah Daerah dan Kepala

Desa Labbo dalam merumuskan kebijakan stunting”. (Hasil wawancara

dengan ibu RK, 03/09/2020)

Page 66: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

53

Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa model perumusan

kebijakan stunting di Desa Labbo kabupaten bantaeng sudah memiliki kebjikan

dalam merumuskan kebijakan stunting yang di rumuskan oleh pemerintah

daerah dan kepala Desa.

Pelaksanaan Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi dilaksanakan

dengan menggunakan pendekatan Holistik, Intergratif, Tematik, dan Spatial

(HITS). Upaya penurunan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi

spesifik dan sensitif dilakukan secara terintegrasi atau terpadu. Beberapa

penelitian baik dari dalam maupun luar negeri telah menunjukkan bahwa

keberhasilan pendekatan terintegrasi yang dilakukan pada sasaran prioritas di

lokasi fokus untuk mencegah dan menurunkan stunting.

Dalam pengambilan kebijakan stunting, harus mengutamakan kepentingan

masyarakat. Sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“kebijakan pemerintah mempromosikan permasalahan dalam kebijakan

stunting tetap harus mengutamakan kepentingan masyarakat banyak

tetapi tidak menyepelekan dan tetap memperhatikan kampromisasi

dalam stunting. Dan tetap mengambil langkah-langkah perbaikan untuk

kedepannya untuk perbaikan permasalahan dalam stunting”. (Hasil

wawancara sdengan ibu RK, 03/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pemerintah tetap

harus mengutamakan kepentingan masyarakat banyak dan tetap memperhatikan

kampromisasi dalam stunting. Tujuan dari pelaksanaan kebijakan ini adalah

untuk memberikan pelayanan yang prima kepada Puskesmas yang ada di

kabupaten bantaeng dalam menangani masalah stunting.

Pembuatan sebuah kebijakan seringkali dinyatakan dengan kata atau istilah

yang berbeda-beda. Proses penyusunan kebijakan merupakan satu rangkaian

Page 67: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

54

aktivitas yang tidak terpisahkan dari sebuah proses kebijakan, artinya suatu

aktivitas yang berlangsung secara simultan. Dalam proses penyusunan kebijakan

terdapat proses tawar menawar (bargaining) yang terjadi antara aktor-aktor

pembuat kebijakan dengan menggunakan kekuasaan dan kewenangan

dilaksanakan bukan untuk menyinkronkan kepentingan rakyat namun digunakan

untuk meraih kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) itu sendiri (Madani,

2010:9). Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan

bahwa kepala daerah adalah pemimpin daerah. Dengan demikian, kepala daerah

mempunyai kedudukan untuk memimpin daerah sebagai kesatuan masyarakat

hukum, yang didalamnya terdapat pemerintah daerah dan komunitas-komunitas

otonom lainnya.

Kebijakan pemerintah dalam penurunan angka stunting di kabupaten

bantaeng khususnya di puskesmas labbo. Sebagaimana hasil wawancara sebagai

berikut:

“pemerintah bekerjasama dengan kepala desa/kelurahan mengeluarkan

perdes untuk stunting”. (Hasil wawancara dengan bapak PN,

05/09/2020)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa pembuatan perdes

tentang stunting pemerintah bekerjasama dengan kepala desa/kelurahan.

Program stunting ini diterealisasikan di Desa Labbo, program stunting ini

dibentuk pada tahun 2018, di desa labbo sendiri pada tahun 2019 telah

merealisasikan program stunting ini.

Pemerintah desa Labbo awalnya sangat intensif memberikan arahan

kepada masyarakat agar masyarakat desa Labbo dapat bekerjasama serta saling

Page 68: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

55

membantu dalam mengawal serta melaksanakan stunting ini secara maksimal.

Pemerintah desa juga sangat menyambut secara antusias saran, masukan, serta

keluhan dari masyarakat desa Labbo itu sendiri.

2. Persuasi (persuasion)

Persuasi (persuasion) ialah adanya polarisasi kelompok dalam perumusan

kebijakan, yang di maksudkan polarisasi kelompok adalah adanya kelompok

aktor yang menyebabkan aktor lain mengubah keputusan mereka ini bisa di lihat

dari adanya negosiasi dan kompromi yang di lakukan oleh aktor perumus

kebijakan, baik ke arah yang lebih teliti, atau lebih mengandung resiko dengan

mengumpulkan pendapat kelompok aktor sampai tahap penentuan suatu

kebijakan. Sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“dalam hal ini kendala yang di hadapi dalam mengumpulkan pendapat

kelompok aktor dalam tahap pengumpulan aktor adalah susahnya

memberikan pengertian dan arahan kepada masyarakat yang SDM

relatif rendah dan dasar pendidikan yang sangat minim, serta pola

kehidupan masyarakat yang masih banyak menggunakan pola hidup

tradisional sehingga dalam penentuan stunting untuk mencapai tahap

yang diinginkan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

penentuan kebijakan tersebut”. (Hasil wawancara dengan bapak AM,

11/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, kendala dalam

mengumpulkan pendapat kelompok actor adalah susahnya memberikan

pengertian kepada masyarakat yang SDM relative rendah dan dasar pendididkan

yang sangat minim.

Hal ini menunjukkan bahwa negosiasi yang di lakukukan antara

Pemerintah desa dengan organisasi perangkat desa dalam perumusan kebijakan

stinting sudah tepat. Sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

Page 69: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

56

“Perumusan suatu kebijakan memang butuh proses dan waktu yang

tidak sedikit, moment ini yang digunakan oleh pemerintah untuk

bernegosiasi dalam menetapkan kebijakan yang tepat”. (Hasil

wawancara dengan bapak AM, 11/09/2020)

Dapat disimpulkan bahwa, perumusan kebijakan membutuhkan proses

dan waktu yang sangat lama sehingga pemerintah desa bernegosiasi dalam

menetapkan kebijakan yang sangat tepat.

Hal ini menunjukkan bahwa adanya informan yang mengatakan bahwa

persetujuan Pemerintah Desa dengan BPD dalam mengkompromikan

permasalahan yang terjadi tanpa mengabaikan kepentingan masyarakat kurang

setuju dan hal ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah dalam fungsinya untuk mensejahtrakan masyarakat. Sebagaimana

yang dikemukakan oleh salah seorang informan dalam wawancara penulis

bahwa:

“Banyaknya permasalahan stunting yang terjadi terutama di desa labbo

masyarakat yang mengalami gizi buruk sehingga kepala desa dengan

BPD membuat perdes tentang percepatan pengurangan stunting dapat

terlaksana dengan baik.” (Hasil wawancara dengan bapak SR,

9/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, karena banyaknya

jumlah stunting yang terjadi didesa labbo yang mengalami gizi buruk sehingga

kepala desa labbo dan BPD membuat peraturan desa untuk menurunkan angka

stunting di desanya.

3. Pengarahan

Pola hubungan dan interaksi antara aktor pada model ini adalah berkaitan

dengan pola perumusan kebijakan yang sangat struktural, dimana satu kelompok

Page 70: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

57

aktor menjadi superordinat dan kelompok yang lain tentu saja menjadi

subordinat. Tipe pengambilan kebijakan menempatkan posisi ini mirip dengan

kewenangan yang dimiliki oleh lembaga perumus pengelolaan sumber daya

alam daerah dalam bentuk kebijakan. Sebagaimana hasil wawancara sebagai

berikut:

“hubungan interaksi yang dilakukan antara perumus dengan kebijakan

stunting yaitu menjalin hubungan kerjasama yang persuasif antara

perumus kebijakan dan menetapkan kebijakan berdasarkan fakta dan

kondisi yang ada pada masyarakat yang akan menerima kebijakan

stunting”. (Hasil wawancara dengan bapak SR, 9/09/2020)

Dapat disimpulkan bahwa perumus dapat menetapkan kebijakan stunting

dan menjalin hubungan kerjasama yang persuasif berdasarkan fakta yang ada

pada masyarakat yang menerima kebijakan stunting tersebut.

Program perumusan kebijakan desa tentang stunting di kabupaten

banteng merupakan bentuk upaya pemrintah dalam pemberdayaan desa

sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“menjalin kerjasama kepada masyarakat melalui PMD (Pemberdayaan

Masyarakat Desa) serta menitoring langsung yang di lakukan

pemerintah dalam melihat kondisi masyarakat yang ada di desa”. (Hasil

wawancara dengan bapak PN, 05/09/2020)

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa kerjasama antara

Pemerintah Daerah dengan Kepala Desa Labbo dalam membantu masyarakat

untuk menurunkan angka stunting serta menitoring langsung yang dilakukan

untuk melihat kondisi dan belum melakukan pelatihan pegawai secara merata.

Program ini diterealisasikan di Desa Labbo, program stunting ini dibentuk pada

tahun 2018, di desa labbo sendiri pada tahun 2019 telah merealisasikan program

stunting ini.

Page 71: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

58

Tujuan umum Stranas Stunting adalah mempercepat pencegahan stunting

dalam kerangka kebijakan dan institusi yang ada. Tujuan tersebut akan dicapai

melalui lima tujuan khusus sebagai berikut:

a. Memastikan pencegahan stunting menjadi prioritas pemerintah dan

masyarakat di semua tingkatan;

b. Meningkatkan kesadaran publik dan perubahan perilaku masyarakat

untuk mencegah stunting;

c. Memperkuat konvergensi melalui koordinasi dan konsolidasi program

dan kegiatan pusat, daerah, dan desa;

d. Meningkatkan akses terhadap makanan bergizi dan mendorong

ketahanan pangan; dan

e. Meningkatkan pemantauan dan evaluasi sebagai dasar untuk memastikan

pemberian layanan yang bermutu, peningkatan akuntabilitas, dan

percepatan pembelajaran.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perumusan Kebijakan Stunting di

Desa Labbo Kabupaten Bantaeng

Keberhasilan di desa dalam percepatan penurunan stunting secara efektif,

pelaksanaannya tidak lepas dari peran pemerintah desa itu sendiri yang sangat

berpengaruh dalam hal pengambilan kebijakan. Hasil penelitian ini menunjukan

rangkuman jawaban informan mengenai peraturan Desa Labbo No. 04 Tahun

2019 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Sesuai konsep Model Perumusan

Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng berdasarkan tanggapan

informan proses penyusunan rencana pencegahan stunting di susun berdasarkan

Page 72: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

59

hasil rapat bersama kepala desa dan aparatur desa. Hasil penyusunan di

sampaikan dalam kegiatan rapat dan tertuang dalam program kerja desa. Faktor

yang mempengaruhi pembuatan kebijakan stunting, sebagaimana hasil

wawancara sebagai berikut:

“karena adanya peraturan presiden tentang gerakan percepatan

perbaikan gizi dan peraturan bupati tentang konvergensi program

pencegahan stunting maka dibuatlah perdes tersebut”. (Hasil

wawancara dengan bapak SJ, 15/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, kebijakan desa

dibuat karena adanya peraturan presiden tentang gerakan percepatan perbaikan

gizi dan peraturan bupati tentang konvergensi program pencegahan stunting

maka dari itu dibuatlah kebijakan desa tentang percepatan penurunan stunting di

desa labbo kabupaten bantaeng.

Sumber daya yang dimiliki khususnya sumberdaya manusia sebenarnya

sudah cukup memadai, di tiap desa sudah terdapat bidan desa, dan di setiap

Puskesmas terdapat 2 sampai 3 petugas gizi. Dan di beberapa program

penurunan stunting telah disesuaikan pembagiannya menurut masing-masing

bagian atau seksi di setiap OPD nya. Akan tetapi hal yang berbeda terdapat di

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak. OPD ini yang

menyatakan bahwa sumber daya manusia mereka kurang memadai karena

banyak yang pensiun dan tidak semua pegawai sudah mengikuti diklat.

Sedangkan untuk sumber daya non manusia, yaitu anggaran, bisa dibilang

terbatas karena adanya beberapa program yang dibatasi oleh kuota dan

programprogram dari OPD lain yang rata-rata belum bisa menyentuh

keseluruhan 39 desa stunting. Sedangkan untuk fasilitas, yang dirasa masih

Page 73: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

60

kurang adalah di Posyandu di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng masih berada di

strata terbawah karena masih kurang fasilitasnya. Dan salah satu fasilitas yang

belum dimiliki oleh Posyandu di Kabupaten Bantaeng adalah alat ukur panjang

badan bayi yang sesuai dengan standar antropometri.

Selanjutnya hasil penelitian yang menunjukkan Tanggapan informan

tentang sumber daya terhadap upaya pencegahan stunting di desa Labbo.

Pemerintahan di Desa Labbo meningkatkan sumber daya khususnya

peningkatan sumber daya manusia melalui pengangkatan bidan desa di desa

Labbo dengan menggunakan alokasi dana desa dan melaksanakan penyegaran

Kader, sebagaimana hasil wawancara sebagai berikut:

“pengankatan bidan desa yang digajih dari desa menggunakan dana

desa sesuai prioritas desa dikarenakan bidan di desa telah ditarik oleh

induk atau Puskesmas, sehingga memerlukan tenaga kesehatan yang

kompeten dibidangnya melakasanakan upaya-upaya peningkatan

kesehatan termasuk pencegahan stunting di Desa Labbo”. Hasil

wawancara dengan bapak SR, 09/09/2020)

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa, Pemilihan Bidan desa

dilakukan oleh Desa bekerja sama dengan Puskesmas Labbo dalam menentukan

kriteria calon bidan desa. Dalam percepatan penurunan stunting di desa labbo

kabupaten bantaeng.

Hasil penelitian tentang komunikasi antar organisasi terhadap program

percepatan penurunan stunting di Desa Labbo bahwa berdasarkan hasil

wawancara terhadap informan menyatakan sebagai berikut:

“pihak desa selalu menyapaikan program-program yang berkaitan

dengan upaya pencegahan stunting kepada pihak Puskesmas. Dalam

setiap kegiatan di desa baik posyandu, penyuluhan maupun sosialisasi

dengan Puskesmas labbo Kabupaten Bantaeng serta kegiatan-kegiatan

yang lalu dan sekarang mengenai masalah stunting dan kesehatan

Page 74: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

61

lainnya. Puskesmas selalu berkomunikasi dengan desa guna melakukan

pendataan terhadap kelompok sasaran, permasalahan terhadap stunting,

cakupan pelayanan dasar kepada masyarakat serta kondisi penyediaan

pelayanan di desa”. Hasil wawancara dengan bapak AM, 11/09/2020)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa, kepala desa selalu

bersosialisasi tentang percepatan penurunan stunting kepada puskesmas labbo

untuk bersosialisasi tentang percepatan penurunan stunting di desa labbo

kabupaten bantaeng.

Masalah partisipasi masyarakat juga dialami oleh beberapa OPD dalam

pelaksanaan programnya yaitu terdapat masyarakat sasaran yang kurang

bersungguh-sungguh dalam mengikuti program yang bersangkutan sehingga

keberjalanan program menjadi terhambat dan kurang maksimal. Sedangkan

dukungan dari pemerintah Desa labbo Kabupaten Bantaeng terkait percepatan

penurunan dan penanggulangan stunting menunjukkan dukungan positif dengan

dibentuknya Peraturan Desa tentang percepatan penurunan Stunting.

Kurangnya kesadaran masyarakat terkait pentingnya pola hidup sehat yang

meliputi kesehatan lingkungan, kesehatan reproduksi, dan asupan makanan

bergizi dalam percepatan penurunan stunting di Desa labbo Kabupaten

Bantaeng. Serta ketersediaan data masyarakat miskin yang kurang valid

sehingga beberapa program yang terdapat dalam kebijakan intervensi gizi

sensitif penurunan stunting menjadi tidak tepat sasaran karena beberapa sasaran

program tersebut berdasarkan pada data penduduk miskin.

Masalah yang nampak adalah kapasitas birokrasi dari aktor perumus

kebijakan belum mampu dalam melakukan analisis permasa- lahan yang terjadi

dan belum dapat mengin- tegrasikan isu yang ada. Dominasi dari para pemangku

Page 75: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

62

kebijakan masih dirasakan begitu kuat dalam perumusan kebijakan pengelolaan

pertambangan. Hal yang ini juga dikatakan oleh informan dalam wawancara,

bahwa:

“Pemerintah desa labbo berusaha meningkatkan sumber daya manusia

untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tentu hal ini didukung

dengan usaha peningkatan pemberian makanan yang bergizi bagi

masyarakat desa labbo dan ini di lihat dari banyaknya balita yang

kekurangan asupan gizi yang ada di desa labbo kabupaten bantaeng”.

Hasil wawancara dengan bapak AM, 11/09/2020)

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa, pemerintah desa labbo

berusaha meningkatkan SDM untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Hal ini di dukung dengan adanya pemberian makanan yang bergizi untuk

masyarakat dan dilihat dari banyaknya balita yang kekurangan asupan gizi yang

ada di desa tersebut.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai

Model Perumusan Kebijakan Stunting di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng. Hal ini

dilihat dari hasil wawancara yang menunjukkan bahwa indikator yaitu:

Page 76: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

63

1. Model pola kerja sama (bargaining), Model Perumusan Kebijakan Stunting

Kabupaten Bantaeng dapat di lihat banyak memiliki keunggulan dari

posyandu di desa dalam menangani gizi buruk pada anak. Dan memiliki

kebjikan dalam merumuskan kebijakan stunting yang di rumuskan oleh

pemerintah daerah.

2. Model persuasif (persuasion), Model Perumusan Kebijakan Stunting Di

Desa Labbo Kabupaten Bantaeng memiliki kendala dalam mengumpulkan

pendapat kelompok aktor adalah susahnya memberikan pengertian kepada

masyarakat yang SDM relative rendah dan dasar pendididkan yang sangat

minim.

3. Pengarahan (commanding), kerjasama antara pemerintah desa dengan kepala

desa labbo dalam membantu masyarakat untuk menurunkan angka stunting

serta menitoring langsung yang dilakukan untuk melihat kendisi belum

melakukan pelatihan pegawai secara merata. Masyarakat yang ada di desa.

Program ini diterealisasikan di Desa Labbo, program stunting ini dibentuk

pada tahun 2018, di desa labbo sendiri pada tahun 2019 telah merealisasikan

program stunting ini.

4. Faktor yang mempengaruhi perumusan kebijakan stunting di desa labbo

kabupaten bantaeng, kebijakan desa dibuat karena adanya peraturan presiden

tentang gerakan percepatan perbaikan gizi dan peraturan bupati tentang

konvergensi program pencegahan stunting maka dari itu dibuatlah kebijakan

desa atau perdes No. 04 Tahun 2019 tentang percepatan penurunan stunting

di desa labbo kabupaten bantaeng.

Page 77: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

64

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian Model Perumusan Kebijakan Stunting di

Desa Labbo Kabupaten Bantaeng terdapat beberapa saran yaitu sebagai berikut:

1. Pentingnya peran aktif pemerintah dan tenaga kesehatan dalam

penanganan stunting pada balita di setiap desa.

2. Melakukan sosialisasi yang terkait dengan stunting harus diperbaiki

agar semua kalangan masyarakat mengetahui stunting baik proses

pencegahannya maupun penanggulangannya.

3. Diharapkan kepada masyarakat untuk menerapkan pola makan yang

bergizi dan seimbang, pemenuhan air bersih untuk meningkatkan

kesehatannya.

4. Intervensi penurunan stunting harus dilakukan diseluruh desa yang ada

di Kabupaten Bantaeng karena tidak menutup kemungkinan akan ada

anak stunting di desa lainnya.

Page 78: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

65

DAFTAR PUSTAKA

Dunn, William N 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik . Yogyakarta:

Hanindita Graha Widya.

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 3 (no. 2) kejadian stunting pada balita usia 12-36

Bulan: Mei 2015

Febriyanto, R. Formulasi Kebijakan Perencanaan Pembangunan Kelurahan

Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2015 (Study Kasus

Musrenbang Kelurahan Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan

Tahun 2015). Formulasi Kebijakan Perencanaan Pembangunan Kelurahan

Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan Tahun 2015 (Study Kasus

Musrenbang Kelurahan Tembeling Tanjung, Kecamatan Teluk Bintan

Tahun 2015).

Fikawati, S., & Syafiq, A. Veratamala.2017. Gizi Anak dan Remaja. PT

RajaGrafindo Persada: Depok.

Fischer, Frank, Gerald J. Miller and Mara S. Sidney (Eds.). 2007. Handbook of Pub-

lic Policy Analysis: Theory, Politics and Methods, Boca Raton: CRC Press.

http://adhymuliadi.blogspot.com/2014/06/model-model-formulasi-kebijakan-

publik.html

Islamy, M.Irfan. 1998. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaaan Negara.

Jakarta: Bumi Aksara.

Islamy, M.Irfan. 2002. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksana-an Negara.

Jakarta: Bumi Aksara.

Ismail MH. 2016. Konsep Dan Kajian Teori Perumusan Kebijakan Publik. Jurnal

Review Politik

Kania, I., Wang, B., & Szwedo, J. (2015). Dicranoptycha Osten Sacken, 1860

(Diptera, Limoniidae) from the earliest Cenomanian Burmese

amber. Cretaceous Research, 52, 522-530.

Kemenkes, R. I. 2018. Buku saku pemantauan status gizi tahun 2017. Jakarta:

Direktorat Gizi Masyarakat.

Kusumawati, Rahardjo, Sari, Model Pengendalian Faktor Risiko Stunting pada

Anak. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 3, Februari 2015

Page 79: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

66

Kostadia Yunita San Roja, 2017. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam

Penanggulangan Kasus Gizi Buruk Di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa

Tenggara Timur.Laniari, M. 2015. Pelaksanaan Pengelolaan Kebijakan

Alokasi Dana Nagori (ADN) dalam Meningkatkan Pembangunan Nagori di

Kecamatan Bandar Huluan Kabupaten Simalungun.

Luqyana, Bevaola, 2019. Intervensi Aktor dalam Mempengaruhi Formulasi

Kebijakan Lingkungan: Studi Kasus Kebijakan Relokasi Tambak Udang

diYogyakarta. Jurnal Borneo Administrasi

Muhlis Madani, 2011. Dimensi Interaksi Aktor Dalam Proses Perumusan

Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu

Nurhidayati, 2013. Proses Perumusan Kebijakan Pertambangan di Kabupaten

Sumbawa. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik

Nasution, Rina Susanti. 2017. Naskah PublikasiPersiapan Menuju Badan Layanan

Umum Daerah (BLUD) Penuh Studi Pada Tiga Puskesmas Di Pemerintah

Daerah Kabupaten Magelang, (Daring), (http://repository.ugm.ac.id,

diakses 9 Oktober 2017).

Parsons, Wayne. 1997. Public Policy. Cheltenham : Edward Elgar

Prihatini, D., & Subanda, I. N. (2020). Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa

Dalam Upaya Pencegahan Stunting Terintegrasi. Jurnal Ilmiah MEA

(Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi), 4(2), 46-59.

Pritasari, L. A., & Kusumasari, B. 2019. Intervensi Aktor dalam Mempengaruhi

Formulasi Kebijakan Lingkungan: Studi Kasus Kebijakan Relokasi Tambak

Udang di Yogyakarta. Jurnal Borneo Administrator, 15(2), 179-198.

Probohastuti, N. F., & Rengga, A. (2019). Implementation Of Nutrition-Sensitive

Interventions Policy For Stunting Decrease In Blora Regency. Journal of

Public Policy and Management Review, 8(4), 251-266.

Rijal, F., Madani, M., & Fatmawati, F. 2013. Interaksi Aktor dalam Perumusan

Kebijakan Pengelolaan Pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara.

Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan

Rijal, F., Madani, M., & Fatmawati, F. 2013. Interaksi Aktor dalam Perumusan

Kebijakan Pengelolaan Pertambangan di Kabupaten Kolaka Utara.

Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintaha

Page 80: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

67

Tjukarni, T., Prihartini, S., & Hermina, H. 2011. Faktor Pembeda Prevalensi Gizi

Kurang Dan Buruk Pada Balita Di Daerah Tidak Miskin. Buletin Penelitian

Kesehatan, 39(2 Jun), 52-61.

Winarno, B. 2012. Kebijakan publik: teori, proses, dan studi kasus: edisi dan revisi

terbaru. Center for Academic Publishing Service.

World Bank (2014). Better Growth through Improved Sanitation and Hygiene

Practices.

Page 81: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

L

A

M

P

I

R

A

N

Page 82: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

DOKUMENTASI PENELITIAN

Profil Kantor Desa Labbo

Wawancara Oleh Sekertaris Desa Labbo

Page 83: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

Rapat Kerja Tentang Pembahasan Percepatan Penurunan Stunting

Rapat Kerja Tentang Pembahasan Percepatan Penurunan Stunting

Page 84: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

Sosialisasi Tentang Penurunan Stunting Kepada Masyarakat Desa

Labbo

Page 85: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

Peraturan Desa Labbo Kabupaten Bantaeng

Page 86: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 87: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 88: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 89: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 90: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 91: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 92: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 93: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 94: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 95: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 96: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …
Page 97: SKRIPSI MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN STUNTING DI …

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ANDI SRI SULASTRI, di lahirkan di Kabupaten

Bantaeng tepatnya di Kelurahan Lembang Gantarang

Keke Kecamatan Tompobulu pada hari Selasa 01

September 1998. Anak ketiga dari tiga bersaudara dari

pasangan Kr. Dawing dan Halipa. Penulis menyelesaikan

pendidikan di SD Inpres Banyorang pada tahun 2004 dan

tamat tahun 2010. Pada tahun itu juga penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang

selanjutnya di SMP Negeri 1 Tompobulu dan tamat pada tahun 2013, kemudian

melanjutkan sekolah mengengah atas di SMK Negeri 1 Bantaeng dengan memilih

jurusan Akuntansi dan tamat pada tahun 2016. Kemudian pada tahun 2016, peneliti

melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yaitu ke Perguruan Tinggi di

Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Program Studi Ilmu Pemerintahan. Pada tahun 2020 ini akan mengantarkan penulis

meraih gelar Strata Satu (S1) dalam karya ilmiah dengan judul “Model Perumusan

Kebijakan Stunting Di Desa Labbo Kabupaten Bantaeng”.