efektifitas peraturan menteri perdagangan …
TRANSCRIPT
Bidang Unggulan : Sosial, Ekonomi Dan Bahasa
Kode/Bidang Ilmu : 596/Ilmu Hukum
LAPORAN AKHIR
HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PROGRAM STUDI UDAYANA
EFEKTIFITAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 51/M-DAG/PER/7/2015 TENTANG LARANGAN
IMPOR PAKAIAN BEKAS DI PASAR KODOK KABUPATEN TABANAN
Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun
Ketua/Anggota Tim
A.A. GEDE AGUNG DHARMAKUSUMA, SH.MH; NIDN: 0011025607 (KETUA)
IDA BAGUS PUTU SUTAMA, SH., M.Si; NIDN : 0013065706I (ANGGOTA)
Dibiayai oleh
DIPA PNBP Universitas Udayana TA-2017
Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Penelitian
Nomor: 3019/UN14.2.4/PP/2017, tanggal 4 September 2017
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
NOVEMBER 2017
RINGKASAN PENELITIAN
EFEKTIFITAS PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/M-DAG/PER/7/2015
TENTANG LARANGAN IMPOR PAKAIAN BEKAS DI PASAR
KODOK KABUPATEN TABANAN
Target dari penelitian ini adalah untuk menemukan Efektifitas Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang
Larangan Impor Pakaian Bekas yang mengambil sampel di Pasar Kodok Kabupaten
Tabanan karena merupakan tempat terbesar di Provinsi Bali terjadinya jual-beli
pakaian bekas impor yang masih terjadi sampai sekarang sehingga sangat urgen untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut. Permasalahan yang diangkat diantaranya:
1. Bagaimanakah Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar
Kodok Kabupaten Tabanan?
2. Bagaimanakah penyelesaian yang tepat apabila peraturan terkait pakaian bekas
impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak efektif?
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan jenis
pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan fakta. Penelitian ini bersifat
deskriptif dengan menggunakan data primer (diperoleh langsung dari lokasi
penelitian dengan teknik wawancara), dan data sekunder yaitu sumber-sumber bahan
hukum, diantaranya bahan hukum primer (peraturan perundang-undangan terkait
larangan penjualan pakaian bekas impor di Indonesia), bahan hukum sekunder (buku-
buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis di bidang hukum yang dimuat di media
cetak maupun online), serta bahan hukum tersier yang bersifat penunjang (kamus, dan
ensiklopedia). Teknik penentuan sampel menggunakan non probability sampling
(purposive sampling). Dengan demikian pengolahan dan analisis datanya
menggunakan deskriptif kualitatif.
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-
Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten
Tabanan tidak efektif. Penyelesaian yang tepat apabila peraturan terkait pakaian
bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak efektif adalah dengan
mengembalikan makna filosofis dari aturan tersebut yaitu dengan meletakkan
efisiensi terhadap hak pilih konsumen sehingga terkait dengan pakaian bekas dapat
dilegalkan perdagangannya, hal ini sesuai dengan pengaturan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang pada kenyataannya
lebih efektif.
PRAKATA
Puji syukur yang tak terkira penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, karena berkatnyalah akhirnya penelitian yang berjudul Efektifitas Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015
Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas Di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan
Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan serta penyelesaian yang
tepat apabila peraturan terkait pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten
Tabanan tidak efektif.
Akhir kata dalam penelitian ini tentu ada kekurangan atau kesalahan, karena
itu diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaannya dan semoga
penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi mahasiswa Fakultas Hukum
Univesitas Udayana.
Denpasar, 20 November 2017
Penulis
A.A. Gede Agung Dharma Kusuma, SH.MH
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 7
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ……………………………… .............. 14
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................................ 16
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................... 20
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……………………...……………………… ........... 38
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakaian/sandang telah menjadi kebutuhan primer yang wajib dipenuhi oleh
setiap manusia dalam semua golongan usia disamping pangan dan papan/tempat
tinggal. Dengan menggunakan pakaian yang nyaman, modis, dan sesuai dengan
keinginan sangat diperlukan untuk menambah kepercayaan diri, serta secara tidak
langsung merupakan sarana untuk berkomunikasi non verbal yang dapat disampaikan
melalui pakaian. Perilaku konsumtif/berlebihan terhadap kebutuhan gaya hidup
berpakaian dalam kalangan ekonomi menengah kebawah dapat menimbulkan
persoalan keuangan/pengeluaran yang berlebihan dengan budget yang terbatas.
Dalam hal ini pakaian bekas impor yang jauh lebih murah dari produk baru
merupakan salah satu solusi bagi konsumen yang ingin tetap nyaman dengan gaya
hidupnya dalam pergaulan hidup dimasyarakat.
Perkembangan perdagangan pakaian bekas tidak hanya di Indonesia namun
juga di beberapa Negara maju seperti: Australia, Jepang, Korea Selatan, Malaysia,
Singapura dan bahkan Amerika Serikat mendatangkan pakaian bekas impor.
Eksistensi usaha perdagangan pakaian bekas dapat dikatakan telah membantu
2
pemerintah mengurangi pengangguran, dan menciptakan lapangan kerja baru bagi
masyarakat menengah kebawah.1
Sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-
DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas (tanggal 9 Juli 2015)
maka pakaian bekas impor dilarang untuk diperdagangkan di Indonesia, eksistensinya
wajib dimusnahkan. Terhadap pelarangan ini Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta,
Sarman Simanjorang berkomentar “khawatir pelarangan impor baju bekas tersebut
akan mematikan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berbisnis baju bekas. Sehingga
secara tidak langsung akan meningkatkan angka pengangguran Indonesia.” 2
Larangan penjualan pakaian bekas di Indonesia dilatarbelakangi oleh tiga hal,
yaitu: ditemukannya bakteri yang dapat menyebabkan penyakit menular, kalahnya
pemerintah di Pengadilan terkait kasus pakain bekas impor yang disita pemerintah,
serta dinilai melemahkan pasaran produk lokal. Ada lima jenis bakteri yang melekat
dalam dalam pakaian bekas impor, yaitu :
1. Bakteri Salmonella Typhosa yang menyebabkan penyakit tifus.
2. Bakteri Shingella Dysenteriae yang menyebabkan penyakit disentri basiler.
3. Vibrio Comma yang menyebabkan penyakit kolera.
4. Haemophilus Influenza yang menyebabkan penyakit Influensa.
1 Toar S. Purukan, 2015, “Pedagang Siap Tanggung BM Impor Pakaian Bekas”, Sinar
Harapan, http://www.sinarharapan.co/news/read/150813010/pedagang-siap-tanggung-bm-impor-
pakaian-bekas, diakses tanggal 9-5-2016, Pukul 05:42 WITA. 2 Ilyas Istianur Praditya, 2015, “Pengusaha : RI Tak Perlu Stop Ipor Baju Bekas”,
http://bisnis.liputan6.com/read/2172819/pengusaha-ri-tak-perlu-stop-impor-baju-bekas, diakses
tanggal 9-5-2016, Pukul 05:48 WITA.
3
5. Diplococcus Pneumoniae yang menyebabkan penyakit pneumonia.3
Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan
Direktorat Jenderal Standarisasi Dan Perlindungan Konsumen menemukan bakteri
dan jamur yang dapat menyebabkan penyakit kulit, kelamin, gangguan pencernaan
dan berbagai penyakit menular lainnya, kandungan mikroba tertinggi dari satu sampel
ditemukan 216.000 koloni bakteri per gram dan ditemukan bakteri kapang 36.000
koloni per gram terhadap dua puluh lima sampel dari Pasar Senen, Jakarta, sampel
yang diuji diantaranya pakaian wanita dewasa, pakaian anak, dan juga pakaian pria
dewasa. Kualitas pakain bekas impor yang tidak layak pakai juga banyak ditemukan
pada saat pengujian.4
Salah satu kasus terkait pakaian bekas impor terjadi di kota Surabaya, petugas
Bea Cukai menyita 17 kontainer berisi 4.422 ball pakaian bekas impor di Pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya, penyitaan dilakukan terhadap 6 kontainer yang berasal dari
Sulawesi Tenggara. Bea Cukai juga melakukan penyegelan terhadap pakaian bekaas
impor milik pemohon 750 ball yang tersimpan di pergudangan Suri Mulya Permai di
Margomulyo Surabaya. Kasus ini dimenangkan pemohon dengan pertimbangan
Hakim tidak ada dasar hukum yang jelas dan tegas melarang penjualan pakaian
bekas, yang dilarang adalah impor (kegiatan perdagangan dari luar negeri ke dalam
3 Eko Priliawito, 2015, “Kenali Lima Bakteri Jahat Pada Pakaian Bekas Impor”,
http://metro.news.viva.co.id/news/read/585864-kenali-lima-bakteri-jahat-pada-pakaian-bekas-impor/1,
diakses tanggal 9-5-2016, Pukul 06:08 WITA.
4 Vicki Febrianto, 2015, “Pakaian impor bekas terbukti mengandung bakteri”,
http://www.antaranews.com/berita/478146/pakaian-impor-bekas-terbukti-mengandung-bakteri, diakses
tanggal 7-5-2016 Pukul 7:51 WITA.
4
negeri), sedangkan perdagangan pakaian bekas impor di dalam negeri belum
dilarang/belum ada dasar hukum yang kuat untuk menyita/menangkap pakaian bekas
dari Sulawesi Tenggara ke Jawa Timur tersebut.5
Kesamaan persepsi antara pemerintah dan beberapa penjual pakaian “jika
konsumen tertarik dengan baju bekas impor maka akan mematikan industri lokal”6
ditentang oleh sebagian besar pembeli dan penjual pakaian bekas impor yang
tergabung dalam Perhimpunan Pedagang Pakaian Bekas Seluruh Indonesia (P3BSI)
yang tidak sepakat karena pakaian bekas impor memiliki pasaran yang berbeda,
sehingga dinilai tidak terkait dengan pasaran produk lokal, pakaian yang disita
pemerintah yang kemudian ditemukan bakteri tersebut merupakan pakaian yang
belum siap jual, masih dalam proses pemilihan, dan sebelum dijual dilakukan
perendaman dengan air panas serta pencucian terlebih dahulu, hal ini dibuktikan
dengan belum pernah ada pembeli yang protes, terkena penyakit, atau bahka
meniggal dunia karena menggunakan pakaian bekas impor. P3BSI menyatakan siap
menanggung bea masuk (BM) impor pakaian bekas sebesar 35 persen yang
ditetapkan Menteri Keuangan. P3BSI juga tidak keberatan apabila pemerintah
memberlakukan sistem kuota impor melalui tata niaga impor pakaian bekas. Namun
apabila pemerintah melarang perdagangan pakaian bekas impor, maka dipastikan
5 Estu Suryowati, 2015, “Pemerintah Siapkan Perpres Pelarangan Impor Pakaian Bekas”,
http://www.kemendag.go.id/id/news/2015/07/14/pemerintah-siapkan-perpres-pelarangan-impor-
pakaian-bekas, diakses tanggal 7-5-2016 Pukul 10:54 WITA. 6 Fathi Mahmud, 2015, “Disperidagkop Yogyakarta Larang Penjualan Baju Bekas Impor”,
http://bisnis.liputan6.com/read/2171471/disperindagkop-yogyakarta-larang-penjualan-baju-bekas-
impor, diakses tanggal 9-5-2016 Pukul 06:46 WITA.
5
akan ada dua juta pedagang kehilangan pekerjaannya, hal ini akan menimbulkan
keresahan pedagang maupun seluruh anggota keluarganya.7
Pro dan kontra larangan penjualan pakaian bekas di Indonesia teryata tidak
berpengaruh terhadap penjual-penjual pakaia bekas impor di Bali, khususnya di Pasar
Kodok Kabupaten Tabanan yang sampai saat ini (berdasarkan pengamatan pra
pelitian) terdapat seratus lebih lapak penjualan pakaian bekas impor. Jumlah ini
meningkat apabila dibandingkan dengan jumlah penjual pakaian bekas impor pada
tahun 2015 yang hanya puluhan lapak saja. Dengan meningkatnya penjualan pakaian
bekas impor khususnya di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan, menjadikan sangat
penting dan urgen untuk diteliti lebih mendalam terkait Efektifitas Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan
Impor Pakaian Bekas Di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Dipilihnya Kabupaten
Tabanan tidak terlepas dari keberadaan Pasar Kodok yang merupakan tempat khusus
terbesar di Provinsi Bali yang digunakan untuk kegiatan jual-beli pakaian bekas
impor. Urgensi dari diadakannya penelitian ini juga tidak terlepas dari keresahan
penjual pakaian bekas impor yang berdasarkan hasil pra penelitian, diketahui bahwa
aturan terkait larangan penjualan pakaian bekas impor tidak jelas dalam
pelaksanaannya, seluruh responden bahkan meminta agar penelitian terkait Efektifitas
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015
Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas Di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan segera
dilakukan.
7 Toar S. Purukan, Loc.Cit.
6
1.2.Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya:
1. Bagaimanakah Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar
Kodok Kabupaten Tabanan?
2. Bagaimanakah penyelesaian yang tepat apabila peraturan terkait pakaian bekas
impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak efektif?
1.3. Luaran Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya akan dipublikasikan di dalam Seminar Nasional
Sains dan Teknologi (SENASTEK) Universitas Udayana, sehingga dapat diketahui
oleh khalayak luas karena dipublikasikan secara cetak maupun online.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN PAKAIAN BEKAS IMPOR
Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Perdagangan memberikan pengertian resmi/otentik Impor “adalah kegiatan
memasukkan Barang ke dalam Daerah Pabean.” Daerah Pabean dijelaskan dalam
pasal 1 angka 15 Undang-Undang ini yaitu “wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, ruang udara di atasnya, serta tempat
tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku
Undang-Undang Kepabeanan.” Selanjutnya Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan memberikan pengertian otentik Importir
adalah “orang perseorangan atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan Impor”. Di berbagai
peraturan perundang-undangan setelah ditelusuri tidak ditemukan perbedaan
pengertian terkait impor maupun importir, sehingga tidak diperlukan uraian atau
komentar terkait pengertian impor maupun importir.
Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-
DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, pakaian bekas “adalah
produk tekstil yang digunakan sebagai penutup tubuh manusia, yang termasuk dalam
Pos Tarif/HS 6309.00.00.00.” Terkait dengan Pos Tarif/HS 6309.00.00.00. tidak
ditemukan penjelasannya dalam peraturan ini, selanjutnya dilakukan pendekatan
8
peraturan perundang-undangan yaitu dengan menelusuri makna Pos Tarif/HS
6309.00.00.00. pada peraturan perundang-undangan lain, sehingga ditemukan
penjelasan pada Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
132/PMK.010/2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 213/PMK.011/2011 Tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan
Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Ketentuan Lampiran Nomor 5255 Pos Tarif
6309.00.00.00. yaitu “Pakaian bekas dan barang bekas lainnya yang dikenakan tarif
bea masuk sebesar 35%”.
Penelusuran dalam kamus umum bahasa Indonesia ditemukan pengertian
bekas adalah “tanda-tanda yang ketinggalan (sesudah dipegang, diinjak, dilalui,
dsb)….”, “pakaian yang telah dipakai ….”, “barang-barang bekas adalah barang-
baranglama(sudahdipakai)….”, “sesuatuyangketinggalansebagaisisa (….rusak,
terbakar, tidak terpakai lagi, dsb)….”.8 Apabila dipadu-padankan dengan makna
pakaian yang merupakan produk tekstil penutup tubuh manusia, dapat dikatakan
bahwa ruang lingkup pakaian bekas diantaranya:
1. Produk tekstil yang sudah pernah digunakan sebelumnya sebagai penutup tubuh
manusia;
2. Produk tekstil yang ketinggalan masanya sehingga menjadi produk sisa karena
tidak laku dipasarkan; dan
8 W.J.S. Poerwadarminta, 2007, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, H.
118.
9
3. Produk tekstil yang dinilai telah rusak atau tidak (layak) dipakai lagi oleh
pemiliknya terdahulu.
Kebalikan dari bekas adalah baru, seperti yang diatur dalam pasal 47 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan yaitu mewajibkan
setiap importir untuk mengimpor barang (termasuk pakaian bekas) dalam keadaan
baru, sehingga pengertian baru adalah tidak bekas, dalam artian tidak pernah
digunakan sebelumnya, tidak kadaluarsa, tidak mengalami lampau waktu (sisa), tidak
mengalami kerusakan/tidak layak pakai.
2.2. EFEKTIFITAS NORMA HUKUM
Efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti “ada efeknya (pengaruhnya,
akibatya, kesannya)”.9 Efektifitas norma hukum dalam penelitian ini dianalisis
berdasarkan pandangan Gustav Radbruch tentang ajaran keberlakuan hukum yang
disebut dengan geldingstheorie, yang mengemukakan bahwa berlakunya hukum
harus memenuhi tiga nilai dasar yang meliputi :
(1) Juridical doctrine, nilai kepastian hukum, di mana kekuatan mengikatnya
didasarkan pada aturan hukum yang lebih tinggi.
(2) Sociological doctrine, nilai sosiologis artinya aturan hukum mengikat
karena diakui dan diterima dalam masyarakat (teori pengakuan).
(3) Philosophical doctrine, nilai filosofis artinya aturan hukum mengikat
karena sesuai dengan cita hukum, keadilan sebagai nilai positif yang
tertinggi. 10
9 Ibid, H.311.
10 Atmadja, “Manfaat Filsafat Hukum dalam Studi Ilmu Hukum“ dalam Kertha Patrika,
Nomor 62-63 Tahun XIX Maret-Juni 1993, H. 68, dikutip dari buku Kurt Wilk, 1950, The Legal
Philosophies Of Lask, Radbruch, And Dabin, Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts,
H.112.
10
Efektifitas norma hukum tidak terlepas dari kepastian norma hukum itu
sendiri, yang apabila norma hukumya tidak pasti maka dapat mengakibatkan
efektifitas terhadap norma hukum tersebut terganggu. Berdasarkan penelitian
kepustakaan yang telah dilakukan ditemukan bahwa :
Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya
aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang
boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh
dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum
bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya
konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan
putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan.11
Hukum yang baik adalah “hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di
dalam masyarakat”.12
Aturan hukum seperti ini dapat dikatakan mempunyai daya
berlaku yang efektif. Sehubungan dengan ini Eugen Ehrlich mengemukakan bahwa
“Terdapat perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat/ living law di lain pihak”.13
Selanjutnya Eugen Ehrlich
berpendapat bahwa hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila:
”Berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi. Dan di
samping itu, pusat perkembangan hukum pada waktu sekarang dan juga pada waktu
11
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,
Jakarta, H. 158. 12
Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta, 1994, Filsafat Hukum : Mashab dan Refleksinya, Remaja
Rosdakarya, Bandung, H. 83. 13
H Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju,
Bandung, H. 66.
11
yang lain, tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, ataupun
pada keputusan hakim tetapi pada masyarakat itu sendiri”.14
Roscoe Pound berpendapat bahwa “Hukum harus dilihat sebagai suatu
lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sosial”.15
Dengan demikian, pengkajian terhadap efektifitas hukum dalam masyarakat
berarti membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur dan/atau memaksa warga
masyarakat untuk taat terhadap hukum. ”Efektivitas hukum berarti mengkaji kaidah
hukum yang harus memenuhi syarat, yaitu berlaku secara yuridis, sosiologis dan
filosofis”.16
Ketiga syarat ini diuraikan sebagai berikut:
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan
pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang
telah ditetapkan.
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif
Artinya, kaidah itu dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun
tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu
berlaku karena adanya pengakuan dan masyanakat.
c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum
sebagai nilai positif yang tertinggi. 17
Setiap norma hukum harus memenuhi ketiga unsur efektifitas norma hukum,
sebab:
(1) apabila kaidah hukum hanya berlaku secara yuridis, ada kemungkinan
kaidah hukum itu merupakan kaidah yang mati;
(2) kalau hanya berlaku secara sosiologis dalam arti teori kekuasaan, kaidah
itu menjadi aturan pemaksa;
14
Ibid. 15
H. Zainuddin, 2006, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 94. 16
Ibid. 17
Ibid.
12
(3) apabila hanya berlaku filosofis, kemungkinannya kaidah itu hanya
merupakan hukum yang dicita-citakan (ius constituendum). 18
Sehingga dengan adanya kesesuaian antara aturan-aturan terkait larangan penjualan
pakaian bekas impor yang ditetapkan pemerintah menunjukkan bahwa secara yuridis
aturan hukum itu sah berlaku. Secara sosiologis, aturan hukum itu telah sesuai dengan
hukum yang hidup dalam masyarakat, maksudnya aturan hukum itu telah mendapat
pengakuan dari warga masyarakat. Secara filosofis, aturan hukum itu sesuai dengan
cita hukum yang ada dalam pikiran warga masyarakat.
Diperlukannya teori efektivitas hukum ini didalam masyarakat, karena
efektivitas hukum adalah daya kerja hukum dalam mengatur dan memaksa
masyarakat (law as social control). Dalam bukunya Soerjono Soekanto dikemukakan
bahwa untuk berlakunya suatu aturan hukum harus memenuhi 3 (tiga) syarat yaitu :
1. Kaedah hukum berlaku secara filosofis
2. Kaedah hukum berlaku secara yuridis
3. Kaedah hukum berlaku secara sosiologis”.19
Berlakunya kaedah hukum secara yuridis, mengandung pengertian bahwa
aturan hukum yang ada harus didasarkan pada kaedah hukum yang lebih tinggi20
.
Berlakunya kaedah hukum secara sosiologis artinya kaedah hukum tersebut berlaku
dalam masyarakat sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam masyarakat dimana
kaedah hukum tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa (teori kekuasaan)
18
Ibid. 19
Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta,
h. 72 20
Ibid, h. 78
13
ataupun karena adanya pengakuan dan penerimaan oleh masyarakat kepada siapa
kaidah hukum tersebut diberlakukan (teori pengakuan). Pada dasarnya adanya suatu
kaedah hukum tersebut “diakui dan diterima oleh masyarakat dengan tanpa perlu
dipaksakan oleh penguasa apabila memang sudah dirasakan sesuai dengan nilai-nilai
dan norma-norma hidup dan kehidupan dari masyarakat yang bersangkutan”21.
Sedangkan berlakunya kaedah hukum secara filosofis artinya suatu kaedah hukum
harus berdasarkan pada cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi22
. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi dalam masyarakat yaitu :
1. Kaidah hukum atau peraturan hukum itu sendiri
2. Petugas atau penegak hukumnya
3. Sarana dan fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum
4. Kesadaran masyarakat”.23
Maka sangat penting Menurut Ravianto bahwa pengertian efektivitas itu
adalah “Seberapa baik orang melakukan pekerjaan yang dilakukan, sejauh mana
orang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang diharapkan. Ini berarti bahwa
apabila suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan perencanaan, baik dalam waktu,
biaya maupun mutunya, maka dapat dikatakan efektif”24.
21
Ibid 22
Ibid, h. 79 23
Zainudin Ali, 2009, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 62 24
Raviyanto, J, 1989, Produktivitas dan Manajemen, Lembaga Sarana Informasi Usaha dan
Productivitas, Jakarta, h. 72
14
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dapat dipersamakan dengan sasaran yang ingin dituju oleh
peneliti, sehingga tujuan dari penelitian ini diantaranya:
1. Dapat mengetahui dan memahami permasalahan terkait Efektifitas Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang
Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan.
2. Dapat menemukan penyelesaian yang tepat apabila peraturan terkait pakaian
bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak efektif.
3. Dapat melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dibidang
penelitian.
3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti, masyarakat, maupun pemerintah,
yaitu:
1. Mengembangkan pemikiran-pemikiran dibidang hukum, khususnya terkait
dengan Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok
Kabupaten Tabanan.
2. Sebagai dasar/pedoman untuk meyelesaikan permasalahan terkait dengan
Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-
15
Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok
Kabupaten Tabanan dan di Indonesia pada umumnya.
16
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis peneitian hukum empiris karena mengkaji
fenomena peristiwa/fakta hukum yang terjadi di masyarakat khususnya terkait dengan
efektifitas norma hukum terkait larangan penjualan pakaian bekas impor di Kelurahan
Padangsambian Tabanan. Dikatakan fenomena hukum karena norma hukumnya ada
yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang
Larangan Impor Pakaian Bekas yang ditetapkan sejak tanggal 9 Juli 2015, namun
dalam pelaksanaan norma hukum tersebut masih dipertanyakan masyarakat
khususnya penjual pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Para
pedagang pada kenyataannya tidak mengindahkan norma hukum ini sehingga
efektifitasnyapun mengalami gangguan.
4.2. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: jenis pendekatan
perundang-undangan, dan pendekatan fakta. Pendekatan perundang-undangan, yaitu
dilakukan analisis terhadap norma hukum terkait penjualan pakaian bekas impor di
Indonesia dengan menelusuri sebanyak-banyaknya data sekunder yaitu: bahan hukum
primer (aturan-aturan dan penjelasannya) terkait dengan objek penelitian yang dapat
menjelaskan secara pasti makna dari aturan yang dikaji, sehingga dapat memberikan
kepastian hukumnya. Sedangkan pada pendekatan fakta dilakukan dengan menelusuri
17
data primer yang didapatkan langsung dari lokasi penelitian (Pasar Kodok Kabupaten
Tabanan) terkait penjualan pakaian bekas impor dalam bidang efektifitas dan
penyelesaiannya.
4.3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan/menjelaskan apa
adanya fakta-fakta hukum yang ditemukan terkait dengan efektifitas serta
penyelesaian efektifitas larangan penjualan pakaian bekas impor di Pasar Kodok
Kabupaten Tabanan, kemudian dilakukan pengkajian mendalam terhadap fakta-fakta
tersebut dengan mengkaitkan peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum, serta
bahan-bahan hukum lain terkait yang dapat meggambarkan serta dapat menganalisis
permasalahan hukum yang ingin diselesaikan.
4.4. Data Dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer yaitu : hasil wancara dengan
responden (penjual pakaian bekas impor, dan pemerintah), serta wawancara dengan
informan yaitu: para ahli Hukum Dan Masyarakat, Hukum Perdata, Hukum Dagang,
Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Internasional dilingkungan Fakultas
Hukum Udayana sebagai informan yang dilengkapi dengan surat persetujuan sebagai
informan (sebagaimana ditentukan dalam Buku Pedoman Pendidikan Fakultas
Hukum Universitas Udayana Tahun 2013, halaman 76).
Demi kesempurnaan temuan dan rekomendasi penelitian ini, maka digunakan
data penunjang/sekunder yang didapatkan dengan pelusuran kepustakaan sumber
bahan hukum diantaranya : bahan hukum primer (peraturan perundang-undangan
18
terkait larangan penjualan pakaian bekas impor di Indonesia), bahan hukum sekunder
(buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis di bidang hukum yang dimuat di
media cetak maupun online), serta bahan hukum tersier yang bersifat penunjang
(kamus, dan ensiklopedia).
4.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan studi dokumen
dan wawancara. Berangkat dari studi dokumen yaitu dengan mengumpulkan data-
data sekunder terkait larangan penjualan pakaian bekas impor, sumber-sumber bahan
hukum penelitian ini dipilah-pilih hanya yang terkait dengan permasalahan.
Kemudian dilakukan penelusuran data-data primer yang dikumpulkan dengan
mewawancarai narasumber (responden dan informan).
Data dikumpulkan dengan sistem pencatatan, dan sistem download data. Pada
sistem pencatatan dilakukan dengan mencatat secara manual pada kertas (seperti
sistem kartu, namun menggunakan kertas, bukan kartu) dan/atau langsung pada file
komputer yang disediakan untuk pengumpulan bahan hukum yang berasal dari
penelusuran kepustakaan bahan hukum primer, sekunder, tersier, serta data
penunjang. Sedangkan pada sistem download data dilakukan pengambilan bahan-
bahan hukum dengan download bahan-bahan hukum yang ditelusuri dari media
online. Kedua sistem ini kemudian disatukan dalam satu file data pada komputer
yang kemudian dipilah-pilah, dan diklasifikasikan berdasarkan pokok-pokok bahasan,
sehingga memudahkan peneliti untuk menggunakan bahan hukum tersebut dalam
menganalisis objek penelitian.
19
4.6. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik non probalitity sampling karena jumlah
pasti populasi pedagang pakaian bekas impor sangat susah diketahui secara pasti
keberadaannya, beberapa pedagang hanya berjualan di malam hari, dan beberapa
diantaranya menggunakan fasilitas umum/trotoar jalan atau lahan kosong, ditambah
dengan keberadaan beberapa populasi yang susah dipastikan karena seringkali
berpidah-pindah lokasi.
Jenis non probability sampling yang digunakan yaitu purposive sampling,
karena penetuan sampel penelitian ditentukan sendiri oleh peneliti berdasarkan
pemahaman serta kemampuan pedagang untuk menjawab seluruh pertanyaan
wawancara terkait dengan larangan penjualan pakaian bekas di Pasar Kodok
Kabupaten Tabanan. Sehingga sampel yang dipilih hanyalah pedagang yang mudah
ditemui, serta mampu memahami serta menjawab pertanyaan-pertanyaan wawancara
yang diajukan.
4.7. Pengolahan Dan Analisis Data
Data-data yang terkumpul setelah dipilah-pilah dan diklasifikasikan, maka
dilakukan teknik analisis data dengan menggunakan teknik analisis deskriptif
kualitatif, yaitu menggambarkan data-data dengan apa adanya, kemudian dianalisis,
serta disusun secara sistematis berdasarkan urutan permasalahan yang diselesaikan.
Teknik ini dilakukan untuk tercapainya analisis yang valid, sehingga kutipan-kutipan
langsung (tidak dipenggal-penggal) akan diuraikan sama persis dengan sumbernya
(dengan menyebutkan sumbernya penelitipun terhindar dari plagiarisme).
20
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar
Kodok Kabupaten Tabanan
Pengertian importir, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia importir adalah
orang atau serikat dagang (perusahaan) yang memasukkan barang-barang dari luar
negeri. Roselyne Hutabarat juga berpendapat bahwa importir dapat diartikan sebagai
perusahaan yang melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memasukkan barang
dari luar negeri ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan
yang berlaku.25
Pengertian importir juga terdapat dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai Nomor : P- 42/Bc/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran
Barang Impor untuk Dipakai, bahwa “Importir adalah orang perseorangan atau badan
hukum yang melakukan Impor.” Selain itu ketentuan Pasal 1 angka 19 Undang-
Undang Perdagangan juga menyatakan bahwa “Importir adalah orang perseorangan
atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum, yang melakukan Impor.”
Jadi berdasarkan beberapa pengertian mengenai importir tersebut, dapat
dimaknai bahwa importir adalah orang perseorangan atau badan usaha yang
25
Roselyne Hutabarat, 1992, Transaksi Ekspor Impor, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, h. 403.
21
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang melakukan kegiatan
memasukkan barang dari luar negeri kedalam wilayah pabean Indonesia dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku. Di samping dituntut memahami prosedur
perdagangan internasional, importir juga harus memahami ketentuan yang berlaku
lainnya dan mempunyai akses yang baik dengan pasar internasional terutama yang
berkaitan dengan usahanya serta mampu berkomunikasi dalam bahasa asing dengan
baik.26
Importir memiliki tanggung jawab kontraktual atas terlaksananya dengan baik
barang yang diimpor. Dalam hal ini berarti importir memikul resiko atas segala
sesuatu mengenai barang yang diimpor baik resiko kerugian, kerusakan,
keterlambatan dari barang yang dipesan, termasuk resiko penipuan dan manipulasi.27
Selanjutnya adalah pengertian penjual pakaian bekas impor yang dapat
diartikan sebagai seseorang yang melakukan kegiatan perdagangan berupa pakaian-
pakaian yang didatangkan dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia yang mana
barang tersebut merupakan pakaian-pakaian bekas pakai atau pakaian-pakaian sisa
yang tidak terjual di luar negeri yang kemudian dijual kembali oleh pihak-pihak
tertentu ke Indonesia
Penjual pakaian bekas impor tersebut rata-rata membeli barang dagangan atau
membeli pakaian bekas impor dari distributor ataupun suplier, sebagaimana dapat
dilihat dalam pernyataan dari penjual yang dikutip dari beberapa media online
26
Eddie Rinaldy, 2000, Kamus Istilah Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.112. 27
Andri Feriyanto, 2015, Perdagangan Internasional “Kupas Tuntas Prosedur Ekspor Impor”,
Mediatera, Kebumen, h.23.
22
berikut: “….pedagangmengakuadayangdicucidanadayanglangsungdijualsetelah
diambil dari distributor”28 dan hal serupa juga dinyatakan oleh penjual yaitu “….
pedagang baju bekas asal Sampang, Madura, itu mengatakan, dia hanya membeli baju
bekas dari supplier”29
Berdasarkan pernyataan di atas, mengenai distributor ataupun suplier, dimana
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia distributor diartikan sebagai orang atau badan
yang bertugas mendistribusikan sesuatu; penyalur. Sedangkan suplier dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai orang (badan) yang mengirimkan
barang pesanan. Oleh karena itu distributor ataupun suplier dapat dimaknai sama
yaitu sebagai perorangan atau badan usaha yang bertugas untuk mendistribusikan
atau mengirimkan suatu barang.
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa posisi distributor atau suplier berada
diantara importir dan penjual pakaian bekas impor. Dalam hal membeli barang
berupa pakaian bekas impor tersebut, importir tidak langsung berhubungan dengan
para penjual pakaian bekas, karena terdapat pihak lain diantara importir dengan
penjual pakaian bekas tersebut yang menjadi perantara atau pihak penghubung yaitu
distributor atau suplier.
28Natalia Indah Kartikaningrum, 2015, “Pemkot Denpasar Temukan Modus Pedagang Jual
Pakaian Bekas”, Industri Bisnis, URL : http://industri.bisnis.com/read/20150211/12/401569/pemkot-
denpasar-temukan-modus-pedagang-jual-pakaian-bekas.html, diakses tanggal 31 Januari 2016
29
Karta Raharja Ucu, 2015, “Bisnis Baju Bekas tak Terpengaruh Larangan Impor “, Republika,
URL : http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/02/05/njav3v-bisnis-baju-bekas-tak-
terpengaruh-larangan-impor.html, diakses tanggal 31 Januari 2016
23
Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan hukum antara importir
dengan penjual pakaian bekas impor adalah hubungan hukum yang sifatnya secara
tidak langsung, dimana antara importir dengan penjual pakaian bekas impor ini
terdapat adanya peranan pihak lain yaitu distributor atau suplier sebagai perantara
yang bertindak dalam hal membantu menyalurkan atau memasarkan produk pakaian
bekas impor tersebut dari importir kepada si penjual pakaian bekas impor tersebut.
Batasan mengenai impor barang dapat dikelompokkan menjadi barang yang diatur
tata niaga impornya, barang yang dilarang impornya, dan barang yang bebas
impornya.
1. Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya
Barang yang diatur tata niaga impornya dalam hal ini adalah barang-barang
atau komoditas tertentu yang sistem impornya diatur melalui beberapa mekanisme
perdagangan. Mekanisme impor dapat berupa pengakuan sebagai importir barang
tertentu yang melakukan kegiatan impor untuk keperluan sendiri, penetapan sebagai
importir barang tertentu yang melakukan kegiatan impor untuk keperluan
diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain, persetujuan impor,
dan/atau verifikasi atau penelusuran teknis impor.30
Adapun macam-macam barang
yang diatur tata niaga impornya adalah:
1) gula
30
Hamdani dan Pebriana Arimbhi, 2014, Manajemen Perdagagan Impor (Level Dua), In Media,
Jakarata, h.100.
24
2) beras
3) garam
4) cengkeh
5) nitro cellulose (nc)
6) prekursor
7) pelumas
8) cakram optik
9) tekstil dan produk tekstil
10) badan perusak lapisan ozon
11) intan kasar
12) mesin multifungsi berwarna, mesin fotocopy berwarna, dan mesin printer
berwarna
13) limbah ipl non b3
14) tabung gas lpg 3kg
15) impor barang modal bukan baru
16) bahan berbahaya
17) minyak dan gas bumi
18) minuman beralkohol
19) plastik
20) mutiara
21) hortikultura
22) hewan dan produk hewan
25
23) etilena. 31
2. Barang yang Dilarang Impornya
Barang yang dilarang impornya adalah barang –barang yang tidak memiliki
ijin impor dari instansi yang berwenang, dalam hal ini berupa :
1) udang
2) gombal baru dan bekas
3) limbah bahan berbahaya dan beracun (b3)
4) sisa reja dan skrap dari plastik
5) produksi industri percetakan
6) estisida etilin bromida
7) barang bukan baru (bekas) termasuk pakaian bekas
8) turunan halogenisasi, sulfonasi, nitrasi atau nitrosisasi dari fenol atau
fenol alkohol yang mengandung halogen dan garamnya
9) psikotropika
10) narkotika
11) bahan senjata kimia32
3. Barang yang Bebas Impornya
Barang yang bebas impornya adalah semua jenis barang yang tidak termasuk
kelompok diatur, diawasi, dilarang, dan impor dapat dilakukan pada setiap
31
Ibid, h.100.
32
Ibid, h.131-132.
26
perusahaan yang memiliki Angka Pengenal Impor (API). Berdasarkan uraian
tersebut, dapat maknai bahwa barang gombal baru dan bekas termasuk dalam
katagori barang yang dilarang impornya. Oleh karena itu pakaian bekas impor
termasuk golongan barang yang ilegal keberadaannya di Indonesia.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi evektif dalam
masyarakat yaitu:
1. Kaidah hukum atau peraturan hukum itu sendiri
Pengujian terhadap faktor kaidah hukum ini mengarah pada Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian
Bekas yang ternyata konflik dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen yang menetapkan pada pasal 8 ayat (2) bahwa “Pelaku
usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud”.
Apabila diperhatikan ketentuan pasal tersebut dan menganalisisnya dengan
argumentum a contrario maka akan mengakibatkan diperbolehkannya pelaku usaha
untuk memperdagangkan barang bekas (termasuk pakaian bekas impor) dengan
syarat memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya kepada
konsumen terkait keadaan dan kualitas barang bekas (pakaian bekas) tersebut. Oleh
karena ketentuan pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen ini belum dihapuskan, maka tetap dapat dijadikan dasar
hukum bagi pelaku usaha maupun konsumen dalam perdagangan pakaian bekas
impor di seluruh Indonesia khususnya di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Sehingga
27
terjadinya konflik norma hukum ini menyebabkan ketidakevektifan Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor
Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan.
2. Petugas atau penegak hukumnya
Disperindag Kabupaten Tabanan hanya berwenang sebagai petugas pengawas
sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Perdagangan, yang
melakukan pengawasan serta pembinaan di bidang perindustrian dan perdagangan
terhadap perdagangan barang yang dilarang termasuk perdagangan pakaian bekas
impor yang telah beredar di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Namun demikian,
walaupun telah dilakukan pembinaan dan pengawasan perdagangan pakaian bekas
impor, dapat dilihat bahwa hingga saat ini masih ditemukan keberadaan penjualan
pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan, sehingga dapat diketahui
bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang
Larangan Impor Pakaian Bekas tidak berjalan dengan efektif, hal ini menurut
Disperindag Kabupaten Tabanan terjadi karena pengawasan hanya terbatas pada
pedagang pakaian bekas impor yang bukan merupakan pihak importir.
Disperindag Kabupaten Tabanan, dalam kapasitasnya sebagai petugas
pengawas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 100 ayat (4) Undang-Undang
Perdagangan apabila menemukan dugaan pelanggaran kegiatan di bidang
Perdagangan, maka “Petugas Pengawas dapat:
a) merekomendasikan penarikan Barang dari Distribusi dan/atau pemusnahan
Barang;
28
b) merekomendasikan penghentian kegiatan usaha Perdagangan; atau
c) merekomendasikan pencabutan perizinan di bidang Perdagangan.”
Terkait dengan hal tersebut, menurut Kepala Seksi Ekspor Impor Disperindag
Kabupaten Tabanan kewenangan ini tidak termasuk melakukan penindakan untuk
menyita maupun menutup usaha karena menjadi kewenangan penyidik yaitu Satuan
Polisi Pamong Praja.
Pengawasan yang dilakukan oleh Disperindag selama ini adalah dengan
melakukan inspeksi mendadak di Pasar Kodok yang dibantu oleh Satuan Polisi
Pamong Praja, Trantib, dan Dinas Kesehatan, namun hanya sebatas pembinaan dan
pendataan saja, belum sampai pada penyitaan pakaian bekas impor, hal ini
dikarenakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen yang masih memperbolehkan pelaku usaha
memperdagangkan pakaian bekas selama memberikan informasi kepada konsumen,
padahal disisi lain ketika Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-
DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas melarang perdagangan
pakaian bekas impor maka pakaian itu menjadi barang yang illegal karena
kegiatannya dilarang.
3. Sarana dan fasilitas yang digunakan oleh penegak hukum
Terbatasnya sarana dan prasarana disebabkan oleh kewenangan yang dimiliki
Disperindag yang juga terbatas, namun hal ini telah dintisipasi dengan bekerjasama
dalam setiap inspeksi yang dilakukan. Kerjasama dilakukan dengan Satuan Polisi
29
Pamong Praja, Trantib, dan Dinas Kesehatan sehingga pengujian terkait sarana dan
fasilitas tidak lagi ditelusuri lebih dalam.
4. Kesadaran masyarakat
Penjualan pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan menurut
keterangan pelaku usaha, mereka membuka kios sekitar Pkl. 10.00 sampai Pkl. 20.00
Wita. Terkait dengan pengujian faktor kesadaran masyarakat, menurut para penjual
bahwa pembeli yang datang karena tertarik dengan harga yang murah dan kualitas
pakaian yang bagus dan sangat layak untuk dikenakan, konsumen yang banyak
datang terutama dari konsumen usia muda yang mencari pakaian-pakaian dengan
model-model baru ataupun lama/vintage dan lebih tertarik dengan barang-barang
yang bermerek luar negeri.
Berdasarkan hal tersebut membuktikan bahwa sampai saat ini Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang
Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak berjalan
secara efektif. Hal tersebut disebabkan karena para importir masih mengimpor
pakaian bekas, dapat dilihat dari masih banyaknya ditemukan keberadaan pedagang-
pedagang yang menjual pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan.
Apabila dilihat dari faktor masyarakat/konsumen dimana menurut pihak
konsumen sendiri masih merasa sangat membutuhkan pakaian dengan kualitas baik
dengan harga yang murah, hal inilah yang menyebabkan permintaan pasar terhadap
pakaian bekas impor. Disisi lain permintaan pasar merupakan suatu peluang bagi
pelaku usaha untuk melakukan usaha bisnis perdagangan pakaian bekas impor karena
30
konsumennya memang masih ada/eksis. Selanjutnya dari segi keuntungan yang
didapat oleh pihak pelaku usaha terhadap pakaian bekas impor tersebut juga
menjanjikan. Kemudian apabila dilihat dari faktor kebudayaan konsumen lebih
tertarik pada merek terkenal (branded) yang melekat pada pakaian bekas impor
karena bagi konsumen dengan menggunakan merek terkenal akan mampu
meningkatkan status sosial pada diri konsumen itu sendiri, lebih meningkatkan
kepercayaan diri dan beranggapan tidak ada yang salah dengan hal ini karena
merupakan hak dari konsumen untuk memilih pakaian/mode yang digunakan.
5.2 Penyelesaian Peraturan Terkait Pakaian Bekas Impor Di Pasar Kodok
Kabupaten Tabanan Yang Tidak Efektif
Pengujian terhadap Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di
Pasar Kodok Kabupaten Tabanan berarti menguji Peraturan Menteri ini dalam
pemenuhan syarat, yaitu berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis berdasarkan
teori Roscoe Pound mengenai efektifitas norma seperti yang telah dijelaskan dalam
landasan teori. Ketiga syarat ini diuraikan sebagai berikut:
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-
Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten
Tabanan dikatakan berlaku secara yuridis apabila penentuannya didasarkan pada
kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.
Terkait hal ini, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-
31
Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten
Tabanan telah sesuai dengan Undang-Undang Perdagangan karena merupakan aturan
pelaksananya. Namun apabila dikaji berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945:
(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas
kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam
undang-undang.
Khususnya pada ayat (4) dengan meletakkan efisiensi berkeadilan sebagai fokus
pengujian, maka Peraturan Menteri ini tidak dapat diberlakukan karena dinilai tidak
memenuhi unsur keadilan. Keadilan sebagaimana dikemukakan oleh Ulpianus
"Justitia est perpetua et constants voluntas Jus suum cuique tribuendi" dalam
terjemahan bebasnya yaitu keadilan adalah suatu keinginan yang terus menerus dan
tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya.33
Maksudnya, bagi
masyarakat diberikan perlindungan hukum sebesar hak-hak yang diberikan hukum.
Pengaturan terkait hak-hak konsumen diatur dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen adalah:
33
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 59.
32
a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan
atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang dan atau
jasa tersebut dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan
barang dan atau jasa.
d. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa
yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi atau penggantian, apabila
barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
i. Hak – hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha sebagai hal yang yang wajib didapatkan
konsumen diatur dalam pasal 7 Udang-Undang Perlindungan Konsumen:
a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku;
e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
pengguunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
g. memberi konpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
33
Hak konsumen untuk memilih barang yang akan dikonsumsi menjadi terbatas
dengan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas sehingga peraturan ini
dapat dikatakan tidak memenuhi unsur keadilan bagi konsumen. Upaya yang dapat
dilakukan terkait hal ini adalah dengan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan yaitu pasal 47 ayat (1) yang
menentukan bahwa setiap Importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru,
sehingga nantinya dapat berimplikasi pada pembatalan Peraturan Menteri ini sebagai
aturan pelaksananya.
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis
Kaidah hukum haruslah berlaku secara sosiologis sehingga dapat diterima
pemberlakuannya karena adanya pengakuan dari masyanakat. Terkait dengan hal ini,
maka seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian
Bekas tidak efektif khususnya di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Untuk itu
penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan berpedoman pada hukum yang
hidup dimasyarakat. Terkait hal ini Eugen Ehrlich mengemukakan bahwa “Terdapat
perbedaan antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat/ living law di lain pihak”.34
Selanjutnya Eugen Ehrlich berpendapat
bahwa hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila:
34
H Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, op.cit, h. 66.
34
Berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi. Dan
di samping itu, pusat perkembangan hukum pada waktu sekarang dan juga
pada waktu yang lain, tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada
ilmu hukum, ataupun pada keputusan hakim tetapi pada masyarakat itu
sendiri”.35
Eugen Ehrlich menamakan hukum yang hidup ini sebagai Rechtsnormen (norma-
norma hukum)”.36
Selanjutnya Eugen Ehrlich mengemukakan bahwa:
Hukum adalah hukum sosial. Ia lahir dalam dunia pengalaman manusia yang
bergumul dengan kehidupan sehari-hari. Ia terbentuk lewat kebiasaan.
Kebiasaan itu lambat laun mengikat dan menjadi tatanan yang efektif. Lalu
kehidupan berjalan dalam tatanan itu. Kekuatan mengikat hukum yang hidup
itu tidak ditentukan oleh kewibawaan negara. Ia tidak tergantung pada
kompetensi penguasa dalam negara. Memang semua hukum dalam segi
eksternnya dapat diatur oleh instansi-instansi negara, tetapi menurut segi
internnya hubungan-hubungan dalam kelompok kelompok sosial tergantung
dari anggota-anggota kelompok itu. Inilah living law itu. Hukum sebagai
norma-norma hukum (Rechtsnormen).37
Roscoe Pound berpendapat bahwa “Hukum harus dilihat sebagai suatu
lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sosial”.38
Dengan demikian, pengkajian terhadap efektivitas hukum dalam
masyarakat berarti membicarakan daya kerja hukum dalam mengatur dan/atau
memaksa warga masyarakat untuk taat terhadap hukum. Sehingga penyelesaian
terkait ketidakefektifan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas ini adalah dengan
35
Ibid. 36
Bernard L. Tanya, et al., Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, CV. Kita, Surabaya, h. 117. 37
Ibid, h. 118, dikutip dari buku Wolfgang Friedman, 1975, Legal Theory. 38
H. Zainuddin, op.cit, h. 94.
35
melaksanakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang seperti pada pengujian
sebelumnya diketahui lebih efektif pemberlakuannya.
c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis
Manusia menurut teori paling dasar ilmu ekonomi adalah mahluk rasional dan
memandang kedepan yang terus melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya
demi meningkatkan kesejahteraannya.39
Sedangkan hukum mengatur perilaku yang
membatasi kegiatan manusia tersebut. Kaitan antara ilmu hukum dan ilmu ekonomi
sangatlah erat karena fakta-fakta ekonomi sangat diperlukan dalam penyusunan
norma hukum. Nilai-nilai keadilan tentunya sangat penting bagi penyusunan aturan
hukum, demikian juga dalam kegiatan ekonomi yang sangat menjunjung tinggi nilai-
nilai keadilan dalam setiap kegiatannya.
Keadilan ekonomi didefinisikan sebagai ”aturan main tentang hubungan-
hubungan ekonomi yang didasarkan pada prinsip-prinsip etik, prinsip-prinsip mana
yang pada gilirannya bersumber pada hukum-hukum alam, hukum tuhan, dan sifat-
sifat sosial manusia” sedangkan konsep keadilan yang menjadi standar ekonomi
didasari oleh: nilai, kegunaan, efisiensi sehingga aturan hukum dapat meningkatkan
kepentingan umum seluas-luasnya.40
Bentham berpendapat bahwa pembentuk undang-undang hendaknya dapat
melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu.
Dengan berpegang pada prinsip tersebut di atas, perundangan itu hendaknya dapat
memberikan kebahagiaan yang terbesar bagi sebagian besar masyarakat. John Stuart
Mill memiliki pendapat yang sejalan dengan Jeremy Bentham. Kesamaan pendapat
itu terletak bahwa suatu perbuatan itu hendaknya bertujuan untuk mencapai
sebanyak mungkin kebahagiaan. Hal ini selajan dengan inti dari ajaran kefilsafatan
Utilitarianisme yang meletakkan kemanfaatan dan kebahagiaan sebagai tujuan
39
Fajar Sugianto, 2014, Economic Analysis Of Law, Kencana, Jakarta h.49. 40
Ibid, h. 52., dikutip dari Indra Darmawan, 2006, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer,
Pustaka Widyatama, Yogyakarta, h. 204.
36
perbuatan manusia.41
Aliran Utilitarianisme memandang “ hakekat hukum adalah
norma-norma positif yang diimplementasikan ke dalam peraturan perundang-
undangan”.42
Posner memberikan pengertian dasar bahwa pada dasarnya manusia sebagai
makhluk hidup adalah homo economicus, artinya dalam mengambil tindakan untuk
pemenuhan kebutuhan ekonomisnya, mereka mengedepankan nilai ekonomis
dengan alasan-alasan dan pertimbangan ekonomis. Dalam melakukan semuanya itu,
manusia selalu diberi pilihan untuk mendapatkan kepuasan atau kebahagiaan
ekonomis yang pada akhirnya ditujukan kepada peningkatan kemakmuran, sehingga
dapat dikatakan manusia merupakan makhluk yang memiliki rasionalitas baik dari
segi moneter atau non moneter untuk meningkatkan taraf hidup mereka.43
Jimly Asshiddiqie berpandangan bahwa Pancasila adalah cita hukum sebagai
yardstick dalam menafsirkan konstitusi dan sebagai panduan dalam menata
kehidupan berbangsa dan bernegara.44
Keseluruhan Pembukaan UUD 1945 dimana
Pancasila termaktub didalamnya adalah modus vivendi (kesepakatan luhur) Bangsa
Indonesia untuk hidup bersama dalam ikatan satu bangsa yang majemuk. Sehingga
apabila dilihat dari sudut hukum, pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila
merupakan falsafah Negara yang melahirkan system hukum dan dasar system hukum
tersendiri. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar Negara sekaligus sebagai
sumber dari segala sumber hukum yang memberi sumber hukum (berada paling atas)
serta sebagai penuntun hukum bagi peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia
termasuk UUD 1945. 45
41
H. Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, 1988, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju,
Bandung., h. 60-61. 42
I Dewa Gede Atmadja, 2013, Filsafat Hukum Dimensi Tematis Dan Historis, Setara Press,
Malang, h. 13. 43
Fajar Sugianto, op.cit., h. 44. 44
Fajlurrahman Jurdi, 2016, Teori Negara Hukum, Setara Press, Malang, h. 77., dikutip dari
Jimly Asshiddiqie, 2007, Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi, Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan
MKRI. 45
Fajlurrahman Jurdi, lock.cit.
37
Permasalahan filosofis terkait pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan
Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian
Bekas ini terletak pada ketidakharmonisannya dengan pasal 33 ayat (4) UUD 1945
seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya sehingga penyelesaian
yang tepat terkait pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan yang
tidak efektif adalah dengan mengembalikan makna filosofis dari aturan tersebut yaitu
dengan meletakkan efisiensi keadilan terhadap hak pilih konsumen sehingga terkait
dengan pakaian bekas dapat dilegalkan perdagangannya, hal ini sesuai dengan
pengaturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
yang pada kenyataannya lebih efektif karena disediakan pilihan terkait hak konsumen
untuk dilindungi ataupun tidak dilindungi oleh hukum dalam artian konsumen
menerima barang bekas dengan informasi yang jelas dari pelaku usaha terkait kondisi
barang bekas tersebut. Hal ini menjadi penting karena obyek perlindungan hukum
oleh Negara yang termaktub dalam alenia keempat pembukaan UUD 1945 tidaklah
berarti membatasi hak memilih konsumen namun terletak pada kebebasan
(kemerdekaan) seluruh bangsa (konsumen maupun pelaku usaha) untuk memajukan
kesejahteraannya baik secara materiil maupun secara bathin. Kesejahteraan inilah
yang kemudian dapat dikaitkan dengan kebolehan melakukan usaha/perdagangan
pakaian bekas impor karena tidak hanya terkait dengan nilai materinya namun juga
nilai kepuasan batin yang dapat diperoleh dari pemilihan (hak pilih) konsumen ini.
38
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015
Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak
efektif pada pelaksanaannya berdasarkan pengujian teori efektifitas dan
keberlakuan norma hukum.
2. Penyelesaian yang tepat terkait peraturan pakaian bekas impor di Pasar Kodok
Kabupaten Tabanan yang tidak efektif adalah dengan mengembalikan makna
filosofis dari aturan tersebut yaitu dengan meletakkan efisiensi keadilan terhadap
hak pilih konsumen sehingga terkait dengan pakaian bekas dapat dilegalkan
perdagangannya, hal ini sesuai dengan pengaturan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang pada kenyataannya lebih
efektif.
6.2 Saran
1. Agar Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-
Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok
Kabupaten Tabanan dapat berlaku efektif, maka disarankan untuk
menyesuaikan/mengharmoniskan norma hukum ini dengan dengan hukum yang
diterima dan hidup dimasyarakat yang dalam hal ini Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
39
2. Pembatalan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-
Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas dapat dilakukan dengan
pengajuan uji materi ke Mahkamah Konstitusi pasal 47 ayat (1) Undang-Undang
Perdagangan sehingga dimasa depan perdagangan pakaian bekas impor dapat
dilegalkan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Zainudin, 2009, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
Atmadja, I Dewa Gede, 2013, Filsafat Hukum Dimensi Tematis Dan Historis, Setara
Press, Malang.
Feriyanto, Andri, 2015, Perdagangan Internasional “Kupas Tuntas Prosedur Ekspor
Impor”, Mediatera, Kebumen.
Hamdani dan Pebriana Arimbhi, 2014, Manajemen Perdagagan Impor (Level Dua),
In Media, Jakarata.
Hutabarat, Roselyne, 1992, Transaksi Ekspor Impor, Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta.
Jurdi, Fajlurrahman, 2016, Teori Negara Hukum, Setara Press, Malang.
Marzuki, Peter Mahmud, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta.
_______, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta.
Poerwadarminta, W.J.S., 2007, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Jakarta.
Rasjidi, H. Lili, Ira Thania Rasjidi, 1988, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju,
Bandung.
Rasjidi, Lili dan B. Arief Sidharta, 1994, Filsafat Hukum: Mashab dan Refleksinya,
Remaja Rosdakarya, Bandung.
Raviyanto, J, 1989, Produktivitas dan Manajemen, Lembaga Sarana Informasi Usaha
dan Productivitas, Jakarta
Rinaldy, Eddie, 2000, Kamus Istilah Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Soekanto, Soerjono, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali
Press, Jakarta
41
Sugianto, Fajar, 2014, Economic Analysis Of Law, Kencana, Jakarta.
Tanya, Bernard L., et al., Teori Hukum : Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, CV. Kita, Surabaya.
Zainuddin, H., 2006, Filsafat Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
Artikel
Atmadja, “Manfaat Filsafat Hukum dalam Studi Ilmu Hukum“ dalam Kertha Patrika,
Nomor 62-63 Tahun XIX Maret-Juni 1993
Febrianto, Vicki, 2015, “Pakaian impor bekas terbukti mengandung bakteri”,
http://www.antaranews.com/berita/478146/pakaian-impor-bekas-terbukti-
mengandung-bakteri, diakses tanggal 7-5-2016 Pukul 7:51 WITA.
Kartikaningrum, Natalia Indah, 2015, “Pemkot Denpasar Temukan Modus Pedagang
Jual Pakaian Bekas”, Industri Bisnis, URL :
http://industri.bisnis.com/read/20150211/12/401569/pemkot-denpasar-
temukan-modus-pedagang-jual-pakaian-bekas.html, diakses tanggal 31
Januari 2016
Mahmud, Fathi, 2015, “Disperidagkop Yogyakarta Larang Penjualan Baju Bekas
Impor”, http://bisnis.liputan6.com/read/2171471/disperindagkop-yogyakarta-
larang-penjualan-baju-bekas-impor, diakses tanggal 9-5-2016 Pukul 06:46
WITA.
Praditya, Ilyas Istianur, 2015, “Pengusaha : RI Tak Perlu Stop Ipor Baju Bekas”,
http://bisnis.liputan6.com/read/2172819/pengusaha-ri-tak-perlu-stop-impor-
baju-bekas, diakses tanggal 9-5-2016, Pukul 05:48 WITA.
Priliawito, Eko, 2015, “Kenali Lima Bakteri Jahat Pada Pakaian Bekas Impor”,
http://metro.news.viva.co.id/news/read/585864-kenali-lima-bakteri-jahat-
pada-pakaian-bekas-impor/1, diakses tanggal 9-5-2016, Pukul 06:08 WITA.
Purukan, Toar S., 2015, “Pedagang Siap Tanggung BM Impor Pakaian Bekas”, Sinar
Harapan, http://www.sinarharapan.co/news/read/150813010/pedagang-siap-
tanggung-bm-impor-pakaian-bekas, diakses tanggal 9-5-2016, Pukul 05:42
WITA.
Suryowati, Estu, 2015, “Pemerintah Siapkan Perpres Pelarangan Impor Pakaian
Bekas”, http://www.kemendag.go.id/id/news/2015/07/14/pemerintah-siapkan-
42
perpres-pelarangan-impor-pakaian-bekas, diakses tanggal 7-5-2016 Pukul
10:54 WITA.
Ucu, Karta Raharja, 2015, “Bisnis Baju Bekas tak Terpengaruh Larangan Impor “,
Republika, URL :
http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/02/05/njav3v-bisnis-
baju-bekas-tak-terpengaruh-larangan-impor.html, diakses tanggal 31 Januari
2016
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan
Impor Pakaian Bekas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.010/2015 Tentang Perubahan Ketiga
Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 213/PMK.011/2011 Tentang
Penetapan Sistem Klasifikasi Barang Dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas
Barang Impor.
Lampiran 1. Dukungan sarana dan prasarana penelitian Sarana dan prasarana yang telah tersedia diantaranya : 1. Kendaraan, yang berfungsi digunakan oleh peneliti untuk kegiatan pengambilan bahan,
wawancara (penelusuran data). 2. Ruang LKBH FH UNUD, yang akan dijadikan ruangan rapat kerja tim peneliti dalam berbagai
kegiatan seperti : penyusunan proposal penelitian, pengumpulan bahan, penyusunan laporan enelitian, penyusunan draft luaran hasil penelitian.
LAMPIRAN 2. FORMAT BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI/ TIM
PELAKSANA (Wajib ditandatangani asli dengan tinta WARNA BIRU)
KETUA TIM PENELITI: A. Identitas Diri
1.
Nama Lengkap (dengan gelar) A.A. GEDE AGUNG DHARMAKUSUMA, SH.MH.
L
2.
Jabatan Fungsional LEKTOR KEPALA 3.
Jabatan Struktural IV.a/PEMBINA 4.
NIP 19561115 198602 1 001 5.
NIDN 0011025607 6.
Tempat dan Tanggal Lahir DENPASAR, 15 NOPEMBER 1956 7 Alamat Rumah PERUM BUMI DALUNG PERMAI BLOK
MM 2 NO. 53, DALUNG.
8.
Nomor Telepon/Faks /HP 081337167769 9.
Alamat Kantor JL. PULAU BALI NO.1 DENPASAR 10 Nomor Telepon/Faks 0361222666 11 Alamat e-mail [email protected]
12 Lulusan yang telah dihasilkan S-1= 900 orang 13 Mata Kuliah yg diampu 1. HUKUM JAMINAN
2. HUKUM PERUSAHAAN
3. HUKUM PERDATA
B. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi UNIVERSITAS
GADJAHMADA
UNIVERSITAS
UDAYANA
-
Bidang Ilmu HUKUM HUKUM -
Tahun Masuk 1979 2007 -
Tahun Lulus 1985 2009 -
Judul Skripsi/ Tesis Pengaruh Peraturan Pemerintah
No. 25 Tahun 1976 Dalam
Memasyarakatkan Saham
Perusahaan-Perusahaan Yang
Go Publik.
Penjaminan Kredit Bagi
Usaha Mikro Kecil Dan
Menengah (UMKM) Oleh
Pemerintah Daerah
Nama Pembimbing Amin Nugroho Dan
Nindyo Pramono
I Gst. Ayu Puspawati Dan
Dewa Gde Rudy
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No.
Tahun
Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp.)
1. 2016 PENGATURAN PERLINDUNGAN
HUKUM DAN KEAMANAN
TERHADAP WISATAWAN
MANDIRI -
2. 2015 PANDANGAN YANG MENDUKUNG
DAN MENENTANG KEBERADAAN
TANGGUNGJAWAB SOSIAL
PERUSAHAAN (CSR)
MANDIRI -
D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No.
Tahun Judul Pengabdian Kepada
Masyarakat
Pendanaan Sumber Jml (Juta Rp.)
1. 2016 MEMBERIKAN DISKUSI DAN
BANTUAN HUKUM TENTANG
PENDAFTARAN PERUSAHAAN
MANDIRI -
2. 2015 MEMBIRIKAN KONSULTASI DAN
BANTUAN HUKUM TENTANG TEKNIS
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA
MANDIRI -
E. Pengalaman Penulisan Blok Book dalam 5 Tahun Terakhir
No. Judul Buku Tahun Jumlah
Halaman Penerbit
1. HUKUM JAMINAN 2015 65 FH. UNUD
2. HUKUM PERUSAHAAN 2014 47 FH. UNUD
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian : HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI UNIVERSITAS UDAYANA.
Denpasar, 8 Februari 2017
Pengusul,
Tanda tangan & materai
(A.A. GEDE AGUNG DHARMAKUSUMA, SH.MH)
NIP : 19561115 198602 1 001
ANGGOTA TIM PENELITI : A. Identitas Diri
1.
Nama Lengkap (dengan gelar) IDA BAGUS PUTU SUTAMA,SH.,M.Si L 2.
Jabatan Fungsional LEKTOR KEPALA 3.
Jabatan Struktural IV.a/PEMBINA 4.
NIP 195707131986011002 5.
NIDN 0013065706 6.
Tempat dan Tanggal Lahir DENPASAR 13 JULI 1957 7 Alamat Rumah JL.TANDAKAN NO.10 SANUR,
DENPASAR
8.
Nomor Telepon/Faks /HP 081936012646 9.
Alamat Kantor JL. PULAU BALI NO.1 DENPASAR 10 Nomor Telepon/Faks 0361222666 11 Alamat e-mail [email protected]
12 Lulusan yang telah dihasilkan S-1= 1008 orang 13 Mata Kuliah yg diampu 1. HUKUM PERBANKAN
2. HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
B. Riwayat Pendidikan
Program S-1 S-2 S-3
Nama Perguruan Tinggi UNIVERSITAS UDAYANA UNIVERSITAS HINDU
INDONESIA
-
Bidang Ilmu HUKUM KAJIAN BUDAYA DAN
AGAMA
-
Tahun Masuk 1977 2006 -
Tahun Lulus 1983 2008 -
Judul Skripsi PERTANGGUNGANJAWAB
PIHAK KE III DALAM
PERJANJIAN JAMINAN
PEMBIMBING
PERLINDUNGAN SENI
PATUNG TRADISIONAL
BALI KAJIAN
ESTETIKA HINDU DAN
UNDANG-UDANG HAK
CIPTA
-
Nama Pembimbing DEWA MADE SUKAWATI,
SH
IDA BAGUS RAI DJAJA, SH
PROF.DR. I PUTU
GELGEL, SH.,M.HUM
IB. RADENDRA
SUASTAMA,
SH.,M.HUM
-
C. Pengalaman Penelitian dalam 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi)
No.
Tahun
Judul Penelitian Pendanaan
Sumber Jml (Juta Rp.)
1. 2016 PENCANTUMAN LABEL
BERBAHASA INDONESIA OLEH
PELAKU USAHA PADA PRODUK
PANGAN OLAHAN IMPOR YANG
MERUGIKAN KONSUMEN DALAM
PEMBANGUNAN ELEKTRONIK (E-
COMMERCE)
MANDIRI -
2. 2015 PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP NASABAH DALAM
TRANSAKSI PERBANKAN MELALUI
M-BANKING PADA BANK MANDIRI
KANTOR CABANG GAJAH MADA
DENPASAR
MANDIRI -
3. 2014 PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP NASABAH AKIBAT
PERUBAHAN MELAWAN HUKUM
OLEH BANK BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8
TAHUN 1999
MANDIRI -
4. 2013 TANGGUNG JAWAB PELAKU
USAHA ATAS KERUGIAN
KONSUMEN BERDASARKAN UU
PERLINDUNGAN KONSUMEN
MANDIRI -
5. 2012 PELAKSANAAN GADAI POLIS
ASURANSI JIWA SEBAGAI JAMINAN
PINJAMAN PADA PERUSAHAAN
ASURANSI DI DENPASAR
MANDIRI -
D. Pengalaman Pengabdian kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir
No.
Tahun Judul Pengabdian Kepada
Masyarakat
Pendanaan Sumber Jml (Juta Rp.)
1. 2016 MEMBERIKAN DISKUSI DAN
BANTUAN HUKUM PADA IDA BAGUS
RAI JANADAW TENTANG HAK- HAK
KONSUMEN
MANDIRI -
2. 2015 MEMBIRIKAN KONSULTASI DAN
BANTUAN HUKUM TENTANG TEKNIS
RUMUSAN TUNTUTAN PERCERAIAN
MANDIRI -
3. 2014 PENYULUHAN HUKUM
IMPLEMENTASI HAK-HAK NORMATIF
TENAGA KERJA
MANDIRI -
4. 2013 PENYULUHAN TENTANG SYARAT-
SYARAT SAHNYA PERKAWINAN DAN
PERCERAIAN SERTA AKIBAT
HUKUMNYA TERHADAP HAK
MEWARIS DI DESA PEGUYANGAN
KANGIN, DENPASAR.
MANDIRI -
5. 2012 SOSIALISASI PERANAN JAMINAN
DALAM PEMBERIAN KREDIT MODAL
KERJA OLEH KOPERASI KEPADA
WANITA YANG BERDAGANG DI
PASAR KABUPATEN BADUNG.
MANDIRI -
E. Pengalaman Penulisan Blok Book dalam 5 Tahun Terakhir No. Judul Buku Tahun Jumlah
Halaman Penerbit
1. HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 2015 64 FH. UNUD
2. HUKUM PERBANKAN 2014 48 FH. UNUD
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-
sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian : HIBAH DOSEN MUDA FH UNUD Denpasar, 18 Mei 2016
Pengusul,
materai Rp.6000
(IDA BAGUS PUTU SUTAMA, SH., M.Si)
NIP : 195707131986011002
1
EFEKTIFITAS PELARANGAN IMPOR PAKAIAN BEKAS DI PASAR
KODOK KABUPATEN TABANAN
A.A. Gede Agung Dharmakusuma, SH.MH.1)
Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Jalan Pulau Bali No.1, Denpasar, 80114 Telpn/Fax : (0361) 222666, E-mail : [email protected]
Abstract
Purpose of this research is to find the Effectiveness of Minister Trade Indonesia Republic Regulation Number 51 /
M-Dag / Per / 7/2015 on Prohibition of Imported Used Clothes taking samples in the Tabanan Tabernacle Market
because it is the largest place in Bali Province for the sale and purchase of clothing the former imports that are still
occurring until now so it is very urgent to do further research. This research uses empirical juridical research
methods, with types of legislation approaches, and factual approaches. This research is descriptive by using
primary data (obtained directly from research location by interviewing technique), and secondary data that is source of legal material, such as primary law material (legislation related to ban of import used clothing in
Indonesia), legal material secondary (law books, legal journals, legal papers published in print and online), as well
as tertiary tertiary legal materials (dictionaries and encyclopedias). The technique of determining the sample using
non probability sampling (purposive sampling). Thus the processing and data analysis using qualitative descriptive.
Regulation of the Minister of Trade Number 51 / M-Dag / Per / 7/2015 on the Prohibition on the Import of Used
Clothes at Tabanan Tabernacle Market is ineffective. The right settlement if the regulation concerning imported
used clothing in Tabanan Tabernacle Market is not effective is to restore the philosophical meaning of the rule by
putting justice efficiency to the right of consumer so that related to used clothing can be legalized its trade, this is in
accordance with the regulation of the Law Number 8 of 1999 on Consumer Protection is in fact more effective.
Key words: effectiveness, prohibition, import, clothing, used.
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas yang mengambil sampel di Pasar Kodok
Kabupaten Tabanan karena merupakan tempat terbesar di Provinsi Bali terjadinya jual-beli pakaian bekas impor
yang masih terjadi sampai sekarang sehingga sangat urgen untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini
menggunakan cara kerja/metode penelitian yuridis empiris, dengan jenis pendekatan perundang-undangan, dan
pendekatan fakta. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer (diperoleh langsung dari lokasi
penelitian dengan teknik wawancara), dan data sekunder yaitu sumber-sumber bahan hukum, diantaranya bahan
hukum primer (peraturan perundang-undangan terkait larangan penjualan pakaian bekas impor di Indonesia), bahan
hukum sekunder (buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis di bidang hukum yang dimuat di media cetak
maupun online), serta bahan hukum tersier yang bersifat penunjang (kamus, dan ensiklopedia). Teknik penentuan
sampel menggunakan non probability sampling (purposive sampling). Dengan demikian pengolahan dan analisis
datanya menggunakan deskriptif kualitatif. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-
Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak efektif.
Penyelesaian yang tepat apabila peraturan terkait pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak
efektif adalah dengan mengembalikan makna filosofis dari aturan tersebut yaitu dengan meletakkan efisiensi
keadilan terhadap hak pilih konsumen sehingga terkait dengan pakaian bekas dapat dilegalkan perdagangannya, hal
ini sesuai dengan pengaturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang pada
kenyataannya lebih efektif.
Kata kunci: efektifitas, pelarangan, impor, pakaian, bekas.
1. PENDAHULUAN
Sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas “ t
2
akan mematikan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang berbisnis baju bekas. Sehingga secara tidak ”1. Sejalan dengan hal tersebut, Kementerian Perdagangan bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Standarisasi Dan Perlindungan Konsumen menemukan bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan penyakit kulit, kelamin, gangguan pencernaan
dan berbagai penyakit menular lainnya, kandungan mikroba tertinggi dari satu sampel ditemukan 216.000 koloni bakteri per gram dan ditemukan bakteri kapang 36.000 koloni per gram terhadap dua puluh lima sampel dari Pasar Senen, Jakarta, sampel yang diuji diantaranya pakaian wanita dewasa, pakaian anak, dan juga pakaian pria dewasa.2
Kesamaan persepsi antara pemerintah dan beb “ ”3 ditentang oleh sebagian besar pembeli dan penjual pakaian bekas impor yang tergabung dalam Perhimpunan Pedagang Pakaian Bekas Seluruh Indonesia (P3BSI) yang tidak sepakat karena pakaian bekas impor memiliki pasaran yang berbeda,
sehingga dinilai tidak terkait dengan pasaran produk lokal, pakaian yang disita pemerintah yang kemudian ditemukan bakteri tersebut merupakan pakaian yang belum siap jual, masih dalam proses pemilihan, dan sebelum dijual dilakukan perendaman dengan air panas serta pencucian terlebih dahulu, hal ini dibuktikan dengan belum pernah ada pembeli yang protes, terkena penyakit, atau bahka meniggal dunia karena menggunakan pakaian bekas impor. P3BSI menyatakan siap menanggung bea masuk (BM) impor pakaian bekas sebesar 35 persen yang ditetapkan Menteri Keuangan. P3BSI juga tidak keberatan apabila pemerintah memberlakukan sistem kuota impor melalui tata niaga impor pakaian bekas. Namun apabila
pemerintah melarang perdagangan pakaian bekas impor, maka dipastikan akan ada dua juta pedagang kehilangan pekerjaannya, hal ini akan menimbulkan keresahan pedagang maupun seluruh anggota keluarganya.4 Pro dan kontra larangan penjualan pakaian bekas di Indonesia teryata tidak berpengaruh terhadap penjual-penjual pakaia bekas impor di Bali, khususnya di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Dengan meningkatnya penjualan pakaian bekas impor khususnya di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan, menjadikan sangat penting dan urgen untuk diteliti lebih mendalam terkait Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas
Di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Dipilihnya Kabupaten Tabanan tidak terlepas dari keberadaan Pasar Kodok yang merupakan tempat khusus terbesar di Provinsi Bali yang digunakan untuk kegiatan jual-beli pakaian bekas impor. Urgensi dari diadakannya penelitian ini juga tidak terlepas dari keresahan penjual pakaian bekas impor yang berdasarkan hasil pra penelitian, diketahui bahwa aturan terkait larangan penjualan pakaian bekas impor tidak jelas dalam pelaksanaannya, seluruh responden bahkan meminta agar penelitian terkait Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas Di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan segera dilakukan.
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis peneitian hukum empiris karena mengkaji fenomena peristiwa/fakta hukum yang terjadi di masyarakat khususnya terkait dengan efektifitas norma hukum terkait larangan penjualan pakaian bekas impor di Kelurahan Padangsambian Tabanan. Dikatakan fenomena hukum karena norma hukumnya ada yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas yang ditetapkan sejak tanggal 9 Juli 2015,
1 Ilyas Isti P “P : R P B B ”
http://bisnis.liputan6.com/read/2172819/pengusaha-ri-tak-perlu-stop-impor-baju-bekas, diakses tanggal 9-5-2016, Pukul 05:48 WITA.
2 V c F “P ”
http://www.antaranews.com/berita/478146/pakaian-impor-bekas-terbukti-mengandung-bakteri, diakses tanggal 7-5-
2016 Pukul 7:51 WITA. 3 F M “ Y L P B B ”
http://bisnis.liputan6.com/read/2171471/disperindagkop-yogyakarta-larang-penjualan-baju-bekas-impor, diakses
tanggal 9-5-2016 Pukul 06:46 WITA. 4 Ibid.
3
namun dalam pelaksanaan norma hukum tersebut masih dipertanyakan masyarakat khususnya penjual pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Para pedagang pada kenyataannya tidak mengindahkan norma hukum ini sehingga efektifitasnyapun mengalami gangguan. Jenis pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: jenis pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan fakta.
Pendekatan perundang-undangan, yaitu dilakukan analisis terhadap norma hukum terkait penjualan pakaian bekas impor di Indonesia dengan menelusuri sebanyak-banyaknya data sekunder yaitu: bahan hukum primer (aturan-aturan dan penjelasannya) terkait dengan objek penelitian yang dapat menjelaskan secara pasti makna dari aturan yang dikaji, sehingga dapat memberikan kepastian hukumnya. Sedangkan pada pendekatan fakta dilakukan dengan menelusuri data primer yang didapatkan langsung dari lokasi penelitian (Pasar Kodok Kabupaten Tabanan) terkait penjualan pakaian bekas impor dalam bidang efektifitas dan penyelesaiannya.
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan/menjelaskan apa adanya fakta-fakta hukum
yang ditemukan terkait dengan efektifitas serta penyelesaian efektifitas larangan penjualan pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan, kemudian dilakukan pengkajian mendalam terhadap fakta-fakta tersebut dengan mengkaitkan peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum, serta bahan-bahan hukum lain terkait yang dapat meggambarkan serta dapat menganalisis permasalahan hukum yang ingin diselesaikan. Penelitian ini menggunakan data primer yaitu : hasil wancara dengan responden (penjual pakaian bekas impor, dan pemerintah), serta wawancara dengan informan yaitu: para ahli Hukum Dan Masyarakat, Hukum Perdata, Hukum Dagang, Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Internasional
dilingkungan Fakultas Hukum Udayana sebagai informan yang dilengkapi dengan surat persetujuan sebagai informan (sebagaimana ditentukan dalam Buku Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana Tahun 2013, halaman 76). Demi kesempurnaan temuan dan rekomendasi penelitian ini, maka digunakan data penunjang/sekunder yang didapatkan dengan pelusuran kepustakaan sumber bahan hukum diantaranya: bahan hukum primer (peraturan perundang-undangan terkait larangan penjualan pakaian bekas impor di Indonesia), bahan hukum sekunder (buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya tulis di bidang hukum yang dimuat di media cetak maupun online), serta bahan hukum
tersier yang bersifat penunjang (kamus, dan ensiklopedia). Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan studi dokumen dan wawancara.
Berangkat dari studi dokumen yaitu dengan mengumpulkan data-data sekunder terkait larangan penjualan pakaian bekas impor, sumber-sumber bahan hukum penelitian ini dipilah-pilih hanya yang terkait dengan permasalahan. Kemudian dilakukan penelusuran data-data primer yang dikumpulkan dengan mewawancarai narasumber (responden dan informan). Data dikumpulkan dengan sistem pencatatan, dan sistem download data. Pada sistem pencatatan dilakukan dengan mencatat secara manual pada kertas (seperti sistem kartu, namun menggunakan kertas, bukan kartu) dan/atau langsung pada file komputer
yang disediakan untuk pengumpulan bahan hukum yang berasal dari penelusuran kepustakaan bahan hukum primer, sekunder, tersier, serta data penunjang. Sedangkan pada sistem download data dilakukan pengambilan bahan-bahan hukum dengan download bahan-bahan hukum yang ditelusuri dari media online. Kedua sistem ini kemudian disatukan dalam satu file data pada komputer yang kemudian dipilah-pilah, dan diklasifikasikan berdasarkan pokok-pokok bahasan, sehingga memudahkan peneliti untuk menggunakan bahan hukum tersebut dalam menganalisis objek penelitian. Data-data yang terkumpul setelah dipilah-pilah dan diklasifikasikan, maka dilakukan teknik analisis data dengan menggunakan
teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan data-data dengan apa adanya, kemudian dianalisis, serta disusun secara sistematis berdasarkan urutan permasalahan yang diselesaikan. Teknik ini dilakukan untuk tercapainya analisis yang valid, sehingga kutipan-kutipan langsung (tidak dipenggal-penggal) akan diuraikan sama persis dengan sumbernya (dengan menyebutkan sumbernya penelitipun terhindar dari plagiarisme).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum itu berfungsi efektif dalam masyarakat yaitu: 1. Kaidah hukum atau peraturan hukum itu sendiri
4
Pengujian terhadap faktor kaidah hukum ini mengarah pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas yang ternyata konflik dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menetapkan pada pasal 8 ayat (2) “P c c c f c ” A ketentuan pasal tersebut dan menganalisisnya dengan argumentum a contrario maka akan mengakibatkan diperbolehkannya pelaku usaha untuk memperdagangkan barang bekas (termasuk pakaian bekas impor) dengan syarat memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya kepada konsumen terkait keadaan dan kualitas barang bekas (pakaian bekas) tersebut. Oleh karena ketentuan pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ini belum dihapuskan, maka tetap dapat dijadikan dasar hukum bagi pelaku usaha maupun konsumen dalam perdagangan pakaian bekas impor di seluruh Indonesia khususnya di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Sehingga terjadinya
konflik norma hukum ini menyebabkan ketidakefektifan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. 2. Petugas atau penegak hukumnya
Disperindag Kabupaten Tabanan hanya berwenang sebagai petugas pengawas sesuai dengan ketentuan Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Perdagangan, yang melakukan pengawasan serta pembinaan di bidang perindustrian dan perdagangan terhadap perdagangan barang yang dilarang termasuk perdagangan pakaian bekas impor yang telah beredar di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Namun
demikian, walaupun telah dilakukan pembinaan dan pengawasan perdagangan pakaian bekas impor, dapat dilihat bahwa hingga saat ini masih ditemukan keberadaan penjualan pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan, sehingga dapat diketahui bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas tidak berjalan dengan efektif, hal ini menurut Disperindag Kabupaten Tabanan terjadi karena pengawasan hanya terbatas pada pedagang pakaian bekas impor yang bukan merupakan pihak importir. Pengawasan yang dilakukan oleh Disperindag selama ini adalah dengan melakukan inspeksi mendadak di Pasar Kodok yang dibantu oleh Satuan Polisi Pamong
Praja, Trantib, dan Dinas Kesehatan, namun hanya sebatas pembinaan dan pendataan saja, belum sampai pada penyitaan pakaian bekas impor, hal ini dikarenakan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang masih memperbolehkan pelaku usaha memperdagangkan pakaian bekas selama memberikan informasi kepada konsumen, padahal disisi lain ketika Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas melarang perdagangan pakaian bekas impor maka pakaian itu menjadi barang yang illegal karena kegiatannya dilarang. 3. Kesadaran hukum masyarakat
Penjualan pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan menurut keterangan pelaku usaha, mereka membuka kios sekitar Pkl. 10.00 sampai Pkl. 20.00 Wita. Terkait dengan pengujian faktor kesadaran masyarakat, menurut para penjual bahwa pembeli yang datang karena tertarik dengan harga yang murah dan kualitas pakaian yang bagus dan sangat layak untuk dikenakan, konsumen yang banyak datang terutama dari konsumen usia muda yang mencari pakaian-pakaian dengan model-model baru ataupun lama/vintage dan lebih tertarik dengan barang-barang yang bermerek luar negeri. Berdasarkan hal tersebut membuktikan bahwa sampai saat ini Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak berjalan secara efektif. Apabila dilihat dari faktor masyarakat/konsumen dimana menurut pihak konsumen sendiri masih merasa sangat membutuhkan pakaian dengan kualitas baik dengan harga yang murah, hal inilah yang menyebabkan permintaan pasar terhadap pakaian bekas impor. Disisi lain permintaan pasar merupakan suatu peluang bagi pelaku usaha untuk melakukan usaha bisnis perdagangan pakaian bekas impor karena konsumennya memang masih ada/eksis. Selanjutnya dari segi keuntungan yang didapat oleh pihak pelaku usaha terhadap pakaian bekas impor tersebut juga menjanjikan. Kemudian
apabila dilihat dari faktor kebudayaan konsumen lebih tertarik pada merek terkenal (branded) yang melekat pada pakaian bekas impor karena bagi konsumen dengan menggunakan merek terkenal akan mampu meningkatkan status sosial pada diri konsumen itu sendiri, lebih meningkatkan kepercayaan diri
5
dan beranggapan tidak ada yang salah dengan hal ini karena merupakan hak dari konsumen untuk memilih pakaian/mode yang digunakan. 3.2. Pembahasan
Pengujian terhadap Efektifitas Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-
Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan berarti menguji Peraturan Menteri ini dalam pemenuhan syarat, yaitu berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis berdasarkan teori Roscoe Pound mengenai efektifitas norma ketiga syarat ini diuraikan sebagai berikut: a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan dikatakan berlaku secara yuridis apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar
yang telah ditetapkan. Terkait hal ini, Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan telah sesuai dengan Undang-Undang Perdagangan karena merupakan aturan pelaksananya. Namun apabila dikaji berdasarkan Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan meletakkan efisiensi berkeadilan sebagai fokus pengujian, maka Peraturan Menteri ini tidak dapat diberlakukan karena dinilai tidak memenuhi unsur keadilan. Keadilan sebagaimana dikemukakan oleh Ulpianus "Justitia est perpetua et constants voluntas Jus suum cuique tribuendi" dalam terjemahan
bebasnya yaitu keadilan adalah suatu keinginan yang terus menerus dan tetap untuk memberikan kepada orang apa yang menjadi haknya.5 Maksudnya, bagi masyarakat diberikan perlindungan hukum sebesar hak-hak yang diberikan hukum. Pengaturan terkait hak-hak konsumen diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sedangkan kewajiban pelaku usaha sebagai hal yang yang wajib didapatkan konsumen diatur dalam pasal 7 Udang-Undang Perlindungan Konsumen. Upaya yang dapat dilakukan terkait hal ini adalah dengan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Perdagangan yaitu pasal 47 ayat (1) yang menentukan bahwa setiap Importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru, sehingga nantinya dapat berimplikasi pada pembatalan Peraturan Menteri ini sebagai aturan pelaksananya. b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis
Kaidah hukum haruslah berlaku secara sosiologis sehingga dapat diterima pemberlakuannya karena adanya pengakuan dari masyanakat. Terkait dengan hal ini, maka seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas tidak efektif khususnya di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan. Untuk itu
penyelesaian yang dapat dilakukan adalah dengan berpedoman pada hukum yang hidup dimasyarakat. Terkait hal ini Eugen Ehrlich menge “ f pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat/ living la ” 6 Selanjutnya Eugen Ehrlich berpendapat bahwa hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila: Berisikan, atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi. Dan di samping itu, pusat perkembangan hukum pada waktu sekarang dan juga pada waktu yang lain, tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, ataupun pada keputusan hakim tetapi ” 7 Dengan
demikian, penyelesaian terkait ketidakefektifan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas ini adalah dengan melaksanakan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang seperti pada pengujian sebelumnya diketahui lebih efektif pemberlakuannya. c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis
5Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum Prenada, Media, Jakarta, h. 59.
6 H Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 66.
7 Ibid.
6
Jimly Asshiddiqie berpandangan bahwa Pancasila adalah cita hukum sebagai yardstick dalam menafsirkan konstitusi dan sebagai panduan dalam menata kehidupan berbangsa dan bernegara.8 Keseluruhan Pembukaan UUD 1945 dimana Pancasila termaktub didalamnya adalah modus vivendi (kesepakatan luhur) Bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam ikatan satu bangsa yang majemuk.
Sehingga apabila dilihat dari sudut hukum, pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila merupakan falsafah Negara yang melahirkan sistem hukum dan dasar sistem hukum tersendiri. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar Negara sekaligus sebagai sumber dari segala sumber hukum yang memberi sumber hukum (berada paling atas) serta sebagai penuntun hukum bagi peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia termasuk UUD 1945. 9
Permasalahan terkait pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas ini terletak pada ketidakharmonisannya dengan pasal 33 ayat (4) UUD 1945 seperti yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya sehingga
penyelesaian yang tepat terkait pakaian bekas impor di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan yang tidak efektif adalah dengan mengembalikan makna dari aturan tersebut yaitu dengan meletakkan efisiensi keadilan terhadap hak pilih konsumen sehingga terkait dengan pakaian bekas dapat dilegalkan perdagangannya, hal ini sesuai dengan pengaturan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang pada kenyataannya lebih efektif karena disediakan pilihan terkait hak konsumen untuk dilindungi ataupun tidak dilindungi oleh hukum dalam artian konsumen menerima barang bekas dengan informasi yang jelas dari pelaku usaha terkait kondisi barang bekas tersebut. Hal ini
menjadi penting karena obyek perlindungan hukum oleh Negara yang termaktub dalam alenia keempat pembukaan UUD 1945 tidaklah berarti membatasi hak memilih konsumen namun terletak pada kebebasan (kemerdekaan) seluruh bangsa (konsumen maupun pelaku usaha) untuk memajukan kesejahteraannya baik secara materiil maupun secara bathin. Kesejahteraan inilah yang kemudian dapat dikaitkan dengan kebolehan melakukan usaha/perdagangan pakaian bekas impor karena tidak hanya terkait dengan nilai materinya namun juga nilai kepuasan batin yang dapat diperoleh dari pemilihan (hak pilih) konsumen ini.
4. KESIMPULAN
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/7/2015 Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas di Pasar Kodok Kabupaten Tabanan tidak efektif pada pelaksanaannya berdasarkan pengujian teori efektifitas dan keberlakuan norma hukum sehingga diperlukan harmonisasi norma hukum ini dengan dengan hukum yang diterima dan hidup dimasyarakat yang dalam hal ini Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan pada pihak-pihak yang mendukung penulisan makalah: 1. Rektor Universitas Udayana. 2. Ketua LPPM Universitas Udayana. 3. Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana. 4. Ketua UPPM Fakultas Hukum Universitas Udayana. 5. Bagian Keuangan FH Universitas Udayana.
6. Seluruh sivitas akademika Fakultas Hukum Universitas Udayana, dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
5. DAFTAR PUSTAKA
8 Fajlurrahman Jurdi, 2016, Teori Negara Hukum, Setara Press, Malang, h. 77., dikutip dari Jimly
Asshiddiqie, 2007, Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi, Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan MKRI. 9 Ibid.
7
Febrianto, Vicki. “P ” http://www.antaranews.com/berita/478146/pakaian-impor-bekas-terbukti-mengandung-bakteri, diakses
tanggal 7-5-2016 Pukul 7:51 WITA.
Jurdi, Fajlurrahman., 2016, Teori Negara Hukum, Setara Press, Malang, h. 77., dikutip dari Jimly Asshiddiqie, 2007,
Ideologi, Pancasila, Dan Konstitusi, Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan MKRI.
Mahmud, Fathi. “ Y L P B B ” http://bisnis.liputan6.com/read/2171471/disperindagkop-yogyakarta-larang-penjualan-baju-bekas-impor, diakses tanggal 9-5-2016 Pukul 06:46 WITA.
Marzuki, Peter Mahmud., 2005, Penelitian Hukum Prenada, Media, Jakarta.
Praditya, Ilyas Istianur. “P : R P B B ” http://bisnis.liputan6.com/read/2172819/pengusaha-ri-tak-perlu-stop-impor-baju-bekas, diakses tanggal 9-
5-2016, Pukul 05:48 WITA.
Rasjidi, H Lili dan Ira Thania Rasjidi., 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung.