efektifitas pengadilan pajak dalam menyelesaikan sengketa perpajakan di indonesia menurut...

25
1 EFEKTIFITAS PENGADILAN PAJAK DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERPAJAKAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK Oleh : KMS HERMAN NPM : 5207220030 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggolongan pajak menampilkan berbagai macam pajak. Penggolongan objek pajak mengemukakan adnaya jenis pajak, yaitu pajak penghasilan, bea materai, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan atas barang mewah. 1 Penggolangan dalam arti hukum pajak, maka hukum pajak tersebut dibagi atas hukum pajak material dan hukum formal. Penggolongan berdasarkan kwenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah maka terdapat pajak Negara dan pajak daerah. Selanjutnya pengertian pajak dalam hubungan dengan Negara adalah bahwa pembangunan Nasional adalah kegiatan berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P.J.A Andiani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brottodihardjo, SH dalam buku ―Pengantar Ilmu Hukum Pajak‖ (1991 : 1). Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk (membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dnegan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintah). Dalam definisi di atas lebih memfokuskan pada fungsi budgeter dari pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi mengaturq. Apabila memperhatikan coraknya, dalam memberikan batasan pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam ragamnya yaitu dari segi ekonomi, segi hukum, segi social, dan lains ebagainya hal ini juga akan mewarnai titik berat yang diletekkannya, sebagai contoh segi penghasilan,s egi daya beli, namun kebanyakan lebih bercoraxk pada ekonomi. B. Perumusan Masalah 1. Mengapa Pemerintah merasa perlu untuk mengubah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (UU.17/1997) menjadi Pengadilan Pajak (UU.14/2002). 2. Apakah Pengadilan Pajak merupakan bagian dari system peradilan Tata Usaha Negara TUN) di indonesia? 1 Mardiasmo, Perpajakan, (Yogya Andi Offset, 1991) Hlm.,181

Upload: ariyan-bayu-wijaya

Post on 29-Jul-2015

715 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

1

EFEKTIFITAS PENGADILAN PAJAK DALAM MENYELESAIKAN

SENGKETA PERPAJAKAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-

UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK

Oleh : KMS HERMAN NPM : 5207220030

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggolongan pajak menampilkan berbagai macam pajak. Penggolongan

objek pajak mengemukakan adnaya jenis pajak, yaitu pajak penghasilan, bea

materai, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa

dan atas barang mewah.1

Penggolangan dalam arti hukum pajak, maka hukum pajak tersebut

dibagi atas hukum pajak material dan hukum formal.

Penggolongan berdasarkan kwenangan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah maka terdapat pajak Negara dan pajak daerah.

Selanjutnya pengertian pajak dalam hubungan dengan Negara adalah

bahwa pembangunan Nasional adalah kegiatan berlangsung terus menerus dan

berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut

perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan.

Apabila membahas pengertian pajak banyak para ahli memberikan

batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Prof. Dr. P.J.A Andiani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso

Brottodihardjo, SH dalam buku ―Pengantar Ilmu Hukum Pajak‖ (1991 : 1).

Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang

terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan

tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang

gunanya adalah untuk (membiayai pengeluaran-pengeluaran umum

berhubungan dnegan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintah).

Dalam definisi di atas lebih memfokuskan pada fungsi budgeter dari

pajak, sedangkan pajak masih mempunyai fungsi lainnya yaitu fungsi

mengaturq. Apabila memperhatikan coraknya, dalam memberikan batasan

pengertian pajak dapat dibedakan dari berbagai macam ragamnya yaitu dari

segi ekonomi, segi hukum, segi social, dan lains ebagainya hal ini juga akan

mewarnai titik berat yang diletekkannya, sebagai contoh segi penghasilan,s egi

daya beli, namun kebanyakan lebih bercoraxk pada ekonomi.

B. Perumusan Masalah

1. Mengapa Pemerintah merasa perlu untuk mengubah Badan Penyelesaian

Sengketa Pajak (UU.17/1997) menjadi Pengadilan Pajak (UU.14/2002).

2. Apakah Pengadilan Pajak merupakan bagian dari system peradilan Tata

Usaha Negara TUN) di indonesia?

1 Mardiasmo, Perpajakan, (Yogya Andi Offset, 1991) Hlm.,181

Page 2: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

2

3. Dilihat pada kasus-kasus yang telah diputuskan oleh Pengadilan Pajak

(2002-2008). Apakah pengadilan ini lebih efektif dari pada badan menurut

UU. Nomor 17/1997 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk memberikan perspektif atau gambaran mengenai bagaimana

peranan pengadilan pajak dalam menyelesaikan sengketa perpajakan yang

terjadi di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana persidangan yang telah dilakukan di dalam

rangka upaya meningkatkan kualitas peradilan yang diselenggarakan di

pengadilan pajak.

3. Untuk menunjukkan bagaimana efektivitas pengadilan pajak dalam

menyelesaikan sengketa di Indonesia dewasa ini.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penulisan ini akan semakin menambah wawasan tentang praktek-praktek

pelaksanaan hukum pajak yang ada dalam masyarakat dan mendorongd

untuk lebih mendalami penghayatan tentang teori-teori ilmu pengetahuan

hukum pajak

2. Manfaat Praktis

Materi penulisna tesis ini adalah memberikan pengetahuan tentang

perbuatan nyata yang merupakan peristiwa hukum yang terjadi dalam

masyarakat luas.

E. Tinjauan Pustaka

Sengketa dan tindak pidana pajak diselesaikan oleh lembaga, badan dan

pengadilan pajak.

Institusi Pertimbangan Pajak (IPP) secara historis dirintis sejak zaman

Hindia Belanda yaitu sebelum kemerdekaan. Lembaga ini berfungsi

menyelesaikan sengketa pajak pada waktu itu2.

Kemudian dengan beralihnya kekuasaan pemerintah dan Belanda kepada

Indonesia sebagai hasil kemerdekaan, maka terjadi putus kait (missing link) di

bidang peradilan pajak. barulah pada tahun 1959 dengan undang — undang

Nomor 5 tahun 1959 dibentuk majelis pertimbangan ajak (MPP).3

Untuk memberikan norma yang lebih jelas dan kewenangan yang lebih

luas kepada instansi yang menyelesaikan sengketa pajak, maka dengan

undang-undang nomor 17 tahun 1997 dibentuklah Badan Penyelesaian

Sengketa Perpajakan (BPSP) yang kewenangannya meliputi masalah sengketa

pajak, pabean dan cukai.4

Pada tahun 2002 dengan Undang — undang nomor 14 tahun 2002

2 Kumariah dan All Purwito, Pengadilan Pajak (Jakarta ; Badan Penerbit Fakultas Hukum

Unibersitas Indonesia, 206) HIm. 37. 3 Kumariah, Rukiah dan Purwito, All ; Ibid. HIm. 38

4 Kumariah, Rukiah dan Purwito, Ali ; Ibid Hlm. 38-9

Page 3: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

3

dibentuk Pengadilan Pajak atas dasar bertambahnya jumlah wajib pajak,

kesadaran aparat fiskus dalam melaksanakan tugasnya (good governance),

adanya dugaan dan pemerintah bahwa BPSP hanya dipakai untuk menunda

pelunasan pajak, dan dianggap bahwa semua wajib pajak adalah tidakjujur.5

F. Landasan Konseptual

1. Efektivitas diinterprestasikari sebagai suatu keberhasilan. Evaluasinya

adalah berhasil (efektif) atau gagal (tidak efektif), jika berhasil sejauh

mana keberhasilan tiu?

2. Evaluasi terhadap kualitas keberhasilan (efektivitas) pengadilan pajak

mengarah kepada apakah peradilan pajak dewasa ini telah merealisasikan

pengadaan hukum dibidang perpajakan yang adil?

3. Akses evaluasi adalah penelitian dan analisis terhadap input, output, dan

proses penyelesaian sengketa pajak dan tindak pidana perpajakan yang

berkaitan dengan kondisi intern dan faktor ekstern pengadilan pajak

berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

G. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu yuridis

historis, serta menemukan hukum inconcerto.6

2. Bahan Penelitian

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini merupakan data sekunder

yang diperoleh telaah pustaka. Data sekunder di bidang hukum (dipandang

dari sudut kekuatan mengikatnya) dapat dibedakan menjadi bahan-bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum primer, merupakan pustaka bisikan pengetahuan ilmiah

yang baru dan mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang

diketahui mengenai suatu gagasan.7

3. Pengumpulan Data

Pengwumpulan data dilakukan dnegan meneliti data mengenai

peraturan perundangan yang mengatur tentang ketentuan dan tata cara

persidangan di pengadilan pajak dan peraturan lain di bawahnya yang

berkaitan dnegan hal tersebut.

4. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara analisis induktif. Prosesnya dimulai dari

poin-poin yang berupa norma hukum positif yang diketahui dan berakhir

pada penemuan asas-asas hukum dan selanjutnya doktrin-doktrin. Di

sampingd itu pula dilakukan analisis dari sudut filosofi dan social

ekonomi, guna memecahkan persoalan sebagaimana diketahui pada uraian

tersebut di atas .

5 Rukiah dan Purwito, Ali ; Ibid. Hlm., 41-42

6 Ronny Hanitijo Soemantri, Mctodologi Peneiitian Hukum, (Jakarta Ghalia Indonesia. 1982). Him. 9-10.

Bandingkan dengan Soeijono Soekanto dan Sri Mainudji, Peneiitian Hukum NormatifSelalu Tinjauan Singkat

, (Jakarta Rajawali Press, 1985), him. 1-30 7 Ibid. Hlm. 24

Page 4: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

4

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Tesis inia dalah

metode penelitian hukum sebagai berikut :

1. Data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer

Yaitu bahan-bahan yang mengikat dalam hal ini adalah undang-

undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dnegan penulisan

ini.

b. Bahan hukum sekunder

Yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer

dalam hal ini penulis memperoleh hasil penelitian dan hasil karya

dari kalangan ahli hukum, dan lain-lain.

c. Bahan hokum tertier

Yaitu bahan hokum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan

terhadap bahan hokum primer dna sekunder.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam Tesis inia dalah termasuk penelitian

yang bersifat deskriptif analisis, 8 Artinya, menggambarkan peraturan

yang berlaku seperti peraturan tentang pengadilan pajak serta peraturan

lainnya yang terkait.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian Kepustakaan

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data berupa

perundang-undangan, hasil penelitian, majalah dan dokumen.

b. Wawancara

Adapun data yang diperoleh melalui penelitian lapangan

dilakukan dengan wawancara. Dalam melakukan wawancara ini

terlebih dahulu menyiapkan daftar pertanyaans ebagai pedoman

tanpa menutup kemungkinan untuk menambah variasi-variasi

pertanyaan9

4. Metode Analisis Data

Akhirnya seluruh data disortir dicari mana yang relevan dan

mana yang tidak relevan, kemudian dianalisis dnegan menggunakan

metode normative kualitatif.10

8 M. Aslam Sumhudi, Komposisi, Disain Riset, (Jakarta : Lembaga Penelitian Universitas Trisakti,

1986), hlm., 45-47. 9 Ronny Hanitijo Soemantri, op.cit.,hlm. 57

10 Ronny Hanitijo Soemantri, op.cit.,hlm. 57

Page 5: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

5

H. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN : Latar Belakang Penelitian, Rumusan

MAsalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka,

Landasan Konseptual, Metode Penelitian, Sistematikan Penulisan.

BAB II SENGKETA PAJAK : Pengertian Sengketa Pajak, Hal-Hal yang

Terkait Dengan Sengketa Pajak, Kepabean dan Cukai, Pemeriksaan

Perpajakan dan Sengketa, Penyelesaian Sengketa.

BAB III TINDAK PIDANA PERPAJAKAN : Pengertian, Perlawanan

Terhadap Pajak, Menghindari Dir8i Dari Pajak, Mengelakkan

Pajak, Melalauikan Penyelesaian Tindak Pidana Dibidang

Perpajakan.

BAB IV PERADILAN DAN PENGADILAN PAJAK : A. Peradilan

Pajak, B. Pengadilan Pajak, Distribusi Pengadilan Pajak,

Pengadilan Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2002.

BAB V PENUTUP : Kesimpulan dan Saran

Page 6: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

6

BAB II

SENGKETA PAJAK

A. Pengertian Sengketa Pajak

Dalam menjalankan kegiatan usaha (bisnis) sehari-hari, para pengusaha

tentu tidak terlepas dan pengawasan aparatur pemerintah sesuai bidang usaha

atau pekerjaannya masing-masing. Demikian juga aparatur pajak (fiskus) tentu

akan mengawasi semua pengusaha (termasuk orang pribadi) khususnya

pengawasan dalam rangka pemeriksaan pajak guna menguji kepatuhan Wajib

Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya atau untuk tujuan lain

sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-undang tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Sebagai produk akhir dan pemeriksaan tersebut, tentu akan diterbitkan

surat ketetapan pajak yang bisa berupa kondisi kurang bayar (Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar/SKPKB) atau kurang bayar tambahan (Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar Tambahan/SKPKBT), lebih bayar (Surat Ketetapan Pajak

Lebih Bayar/SKPLB) ataupun nihil (Surat Ketetapan Pajak Nihil-SKPN). Dari

ketiga kondisi ketetapan pajak tersebut yang paling tidak disukai oleh wajib

Pajak adalah kondisi kurang bayar, karena apa? Karena Wajib Pajak harus

membayar kekurangan pembayaran pajak yang seharusnya terutang

berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, padahal Wajib Pajak sudah

merasa benar ketika menyampaikan laporan perpajakannya setiap bulan atau

setiap tahun ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Surat ketetapan pajak yang

kurang bayar inilah yang sering kali menimbulkan sengketa atau perselisihan

antara Wajib Pajak dengan fiskus (aparatur pajak pemeriksa pajak).

Namun, tidak tertutup kemungkinan terbitnya SKPLB atau SKPN juga

bisa menimbulkan sengketa antara Wajib Pajak dengan fiskus. Hal ini bisa

terjadi apabila fiskus menertibkan SK.PLB dengan nilai lebih kecil dan nilai

SKPLB yang diharapkan Wajib Pajak.

Kalau begitu, apa yang dimaksud dengan sengketa pajak? Menurut

ketentuan Pasal I angka 5 Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang

Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), yang dimaksud dengan sengketa

pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib

Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat

dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada

Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan Perundangan-undangan perpajakan,

termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang

penagihan pajak dengan surat paksa.

Mengacu pada penelitian diatas, maka upaya hukum untuk

menyelesaikan sengketa yang dapat dilakukan oleh wajib Pajak adalah

keberatan, banding, gugatan dan peninjauan kembali. Upaya hukum keberatan

atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorat Jenderal pajak. Sedangkan upaya

hukum banding dan gugatan diajukan ke Pengadialan Pajak. Khusus untuk

upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung.

Namun demikian, ada upaya hukum dengan nama peninjauan kembali (huruf

kecil) yang juga diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diatur

dalam Pasal 16 UU KUP. Uraian selengkapnya masing-masing upaya hukum

tersebut adalah seperti dibawah ini.11

11

Wirawan. B, Ilyas dan Richard? : Hukum pajak (Jakarta Penerbit Salemba Empat, 2008 halaman

91-2

Page 7: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

7

B. Hal-hal yang Terkait dengan Sengketa Pajak

1. Interaksi Wajib Pajak dan Fiskus.

Hal ini terjadi karena hak-hak dan kewajiban dan wajib pajak

berhubungan dengan tugas, fungsi dan kewenangan fiskus.

Pada praktek sehari-hari, implementasi dan aplikasi suatu perundang-

undangan dilaksanakan oleh para eksekutif yang diberikan wewenang

untuk membuat suatu keputusn atas temuan hasil pemeriksaan yang

berkaitan dengan perpajakan dan ketentuan yang pengaturannya

ditentukan oleh undang-undang. Didalam perpajakan, dikenal:

1. Kewanangan Administratif

Undang-undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

atau K.U.P. dimulai dan pasal 13, 14, 16, 17, 17A, 17B, 17C, 29, dan

36, membenikan wewenang kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk

menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Tagihan

Pajak, karena jabatan membetulkan, mengurangkan, menghapuskan

dan membatalkan pajak, melakukan pemeriksaan untuk menguji

kepatuhan kewajiban perpajakan.

2. Kewenangan Penyidikan

Seperti disebutkan dalam pasal 38 dan 39 Undang-undang KUP,

bahkan menerapkan ketentuan pidana atas tidak disampaikannya surat

pemberitahuan, isi surat pemberitahuan tidak benar, tidak

mendaftarkan diri. Hal itu dilakukan baik kalau disengaja maupun

karena kealpaannya.

2. Awal dan Sengketa

Teijadinya Sengketa Pajak atau Bea dan Cukai diawali dengan

adanya ketidaksamaan presepsi atau perbedaan pendapat :12

1) Antara Wajib Pajak dengan Direktur Jenderal Pajak (aparat Direktorat

Jenderal Pajak) atas penetapan Pajak terutang untuk Pajak-pajak pusat

yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak, atau

2) Antara Wajib Pajak dengan Kepala Daerah Kepala Dinas Pendapatan

Daerah (Aparat Dinas Pendapatan Daerah) setempat (Propinsi

Kabupaten Kota) atas penetapan Pajak terutang untuk Pajak-pajak

daerah, atau

3) Antara Orang (perseorangan atau badan hukum) / Wajib Pajak dengan

Direktur Jenderal Bea dan Cukai (aparat Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai) atas penetapan bea masuk, cukai, dan sanksi administrasinya,

serta Pajak Penghasilan Pasal 22 - Impor, Pajak Pertambahan Nilai -

Impor, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Impor.

4)

C. Sengketa Pajak, Kepabeanan dan Cukai

Di bidang pajak, kepabean dan cukai sengketa terjadi dan dapat di

timbulkan oleh bebagai hal, tergantung dan isi peraturan perundang -

undangan yang dilanggar atau tingkat perbedaan perhitungan mengenai pajak,

bea masuk, cukai, atas penerapan klasifikasi barang antara Wajib Pajak dan

Fiskus dalam penetapannya. Perbedaan ini adalah sebagai hasil dan

pemeriksaan yang dilakukan. Sengketa pajak mengenal adanya sengketa yang

12

Atep Adya Barata : Memahami Prosedur di Pengadilan Pajak (Jakarta:?. LP3 AB-IBTA, 2002)

halaman 5

Page 8: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

8

terjadi karena menurut fiskus apa yang diberitahukan tidak sesuai dengan

ketentuan seperti yang dibenitahukan tidak sesuai dengan ketentuan

perundang- undangan atau perhitungannya berseberangan dengan ketentuan

seperti yang telah diatur dalam akuntansi perpajakan. Sedangkan di bidang

kepabeanan, sementara ini masih terdapat dua hal yang dapat dijadikan pokok

sengketa, yaitu nilai pabean dan klasifikasi barang / tarif. Rancangan

amandemen undang - undang Kepabeanan merumuskan yang dapat dijadikan

sengketa kepabeanan atau cukai tenmasuk hal - hal yang berkaitan dengan

fasilitas, seperti penundaan, penangguhan atau pembebasan atau keringanan

bea masuk, pencabutan ijin pabrik.

Pelanggaran atau kesalahan tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori:

1) Sengketa yang teijadi karena pelanggaan atau kesalahan formal, yaitu

sengketa yang bersifat formal dan berkisar kepada tidak dipatuhinya (sifat

complience) tata laksana dan atau adanya perbedaan penafsiran atas

penerapan ketentuan - ketentuan perundang - undang perjakan / kepabean

atau cukai misalnya kesalahan dasar hukum yang ditetapkan oleh Wajib

Pajak atau pejabat perpajakan, jangka waktu, belum dipenuhinya jumlah

pembayaran yang telah ditentukan atau wajib dibayar, hal ini sepanjang

tidak ada kerugian yang diderita negara.

2) Sengketa karena kesalah atau pelanggaan material, berkisar ke pada materi

yang disengketakkan dan atas pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi

administrasi berupa denda dan kemungkinan atas pelanggaran yang

dilakukan terjadi kerugian negara. Misalnya perbedaan antara jumlah yang

diberitahukan dan koreksi pajak atas dasar perhitungan fiskus atau terbit

nota pembetulan atas Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor yang

harus dibayar, pengenaan nilai pabean yang terlalu tinggi / rendah, dan

kesalahan penrapan klasifikasi barang yang menyebabkan bea masuk yang

hams dibayar masih kurang.

D. Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian Sengketa Perpajakan adalah melalui upaya hukum, yaitu:

1. Upaya hukum biasa

a. Upaya Hukum Keberatan, disampaikan oleh Wajib Pajak ke Direktorat

Jenderal Pajak

b. Upaya Hukum Banding dan upaya hukum gugatan disampaikan oleh

Wajib Pajak ke pengadilan pajak.

2. Upaya Hukum Luar biasa berupa:

Permohonan peniinjaman kembali oleh Mabkamah Agung Republik

Indonesia Upaya Hukum keberatan meLiputi masing- masing dari pada:

1) Keberatan atas pajak penghasilan dan Pajak pertambahan nilai

2) Keberatan atas Pajak Bumi dan Bangunan

3) Keberatan atas Bea Perolehan Hak / atas tanah dan Bangunan

4) Keberatan atas Pajak Tanah

5) Keberatan atas Nilai

Upaya Hukum Keberatan dapat dimohonkan Ketika Wajib Pajak

memperoleh suatu surat ketetapan pajak dan merasa tidak puas atas ketetapan

pajak dimaksud, maka Wajib Pajak dapat mengajukan upaya hukum dengan

nama keberatan. Sesuai ketentuan Pasal 25 UU KUP, upaya hukum keberatan

diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak, yaitu ke Kantor Pelayanan

Pajak/Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) ternpat di

Page 9: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

9

mana Wajib Pajak terdaftar. Selengkapnya ketentuan Pasal 25 UU KUP

menyatakan sebagai berikut :13

Ayat (1): Wajib Pajak dapat mnengajukan keberatan hanya kepada Direktur

Jenderal Pajak atas suatu:

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;

13

Atep Adya Barata : Memahami Prosedur di Pengadilan Pajak (Jakarta, Sumber dari, LP3B-

IBTA,2002).

Page 10: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

10

BAB III

TINDAK PIDANA PERPAJAKAN

A. Pengertian

1. Hukum pidana, seperti yang telah tercantum dalam kintab undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) dan yang terdapat diluarnya, yaitu dalam

ketentuan-ketentuan undang-undang yang khusus untuk mengadakan

peraturan-peraturan yang khusus untuk mengadakan peraturan-peraturan

dalam segala lapangan, merupakan suatu keseluruhan yang sistematis,

karena ketentuan-ketentuan dalam Buku I dari KUHP (kecuali jika

ditentukan lain) juga berlaku untuk peristiwa-peristiwa pidana (peristiwa

yang dapat dikenakan hukuman = strafbaar feit) yang diuraikan diluar

KUHP itu (lihat pasal 103 KUHP).

Penyimpangan lain dari prinsip hokum pidana umum yang terdapat

dalam Undang-undang Pajak yang timbul dari dasar pemikiran, bahwa

bagaimanapun juga Fiskus harus diberi penggantian kerugian

(sebagaimana hokum terhadap wajib pajak yang berbuat salah), dinyatakan

dalam apsal 367 dan pasal 368 dari Relegmen Indonesia yang diperbaharui

(HIR Herzine Indonesisch Reglement). Peraturan tersebut menetapkan,

bahwa antara lain untuk pajak, pasal 77 dari KUHP tidak berlaku,

sehingga yang bertanggung jawab atas benda-benda, penyitaan-penyitaan,

dan biaya-biaya (yang sehatusnya ditanggung wajib pajak sendiri, tetapi

karena bias meninggal dunia setelah dijatuhi hukuman karena suatu

pelanggaran terhadap peraturan pajak), adalah ahli warisnya.

B. Perlawanan Terhadap Pajak

Perlawanan Pasifs terhadap Pajak (Perlawanan Pasif) Perlawanan pasif

terdiri dan hambatan-hambatan yang mempersukar pemugatan pajak dan yang

erat hubungannya dengan struktur ekonomi, suatu Negara, dengan

perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dnegan teknik

pemungutan pajak itu sendiri.

Perlawanan pasif juga terdapat apabila system control tidak diawali

dnegan efektif atau bahkan tidak dapat diadakan. Demikianlah halnya dengan

pajak atas pemilikan permata atau ratna mutu manikam lainnya; demikian pula

(antara lain di Belgia) pelaksanaan pajak atas pendapatan yang diperoleh dan

saham-saham dan oblitgasi unjuk mengalami hambatan.

C. Menghindari Diri Dari pajak

Pembayaran pajak dnegan mudah dapat dihindari dnegan tidak

melakukan perbuatan yang memberikan alas an untuk dikenakan pajak, yaitu

dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak.

Menghindari pajak yang merupakan gejala biasa pada pajak-pajak atas

pengguna, biasanya dilakukan dnegan penahanan diri atau dengan penggunaan

surogat : orang mengurangi atau menekan konsumsinya dalam barang-barang

yang dapat atau kurang dikenakan pajak.

Page 11: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

11

D. Mengelak Pajak

Menghindari diri dari pajak dapat selalu dilaksanakan, sebab tidak dapat

menghindari semua unsure atau fakta yang dapat dikenakan pajak.

Namun, apabila penghindar diri dari pajak tidak dapat dilaksanakan,

maka wajib pajak berusaha menggunakan cara-cara lain, diantaranya dnegan

cara yang disebut pengelakan pajak, misalnya dnegan cara penyelundupan

(yang sudah dikenal terhadap bea masuk).

E. Melalaikan pajak

Akhirnya masih ada yang dinamakan malainkan pajak, yaitu menolak

membayar pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-

formalitas yang harus dipenuhi.14

Prof. Mr. H. J. Hofstra, Guru Besar dalam Hukum Pajak pada

Universitas Leyden, menambahkan apda kategori penghindaran diri dari

pajak, suatu gejala yang dikenal dnegan nama Uberwalzung atau afwenteling

(pelimpah) seperti yang telah diuraikan dimuka sewaktu membicarakan

tentang soal pajak tidak langsung (dalam arti ekonomis). Dengan pelimpahan

ini, juga dituju oleh embuat undang-unsang adalah semata-mata untuk

dilaksanakan dalam pajak langsung. Subjek pajak langsung sama sekali tidak

dibenarkan untuk melimpahkan beban pajaknya kepada pihak lain karena ia

sendirilah yang merupakan ―destinataris‖. Padahal kemungkinnya adalah

benar bahwa semacam itu toh dilakukan oleh Subjek Pajak Pendapatan atau

pajak langsung lainnya sebagai reaksinya untuk mengadakan perlawanan

terhadap pajaknya.

F. Penyelesaian Tindak Pidana Bidang Perpajakan

Dua system peradilan yang berkaitan dnegan pelaksanaan pemungutan

pajak. Peradilan tersebut terdiri atas peradilan administrasi (tata usaha) dan

peradilan pidana.

Peradilan administrasi berkaitan erat dnegan penyelesaian sengketa

mengenai ketetapan pajak sendiri mula-mula timbul karena adanya pengajuan

keberatan atas ketetapan pajaknya tidak tepat atau tidak benar. Kemudian,

wajib pajak (dapat) mengajukan banding kepada Badan Peradilan Pajak Yakni

Majelis Pertimbangan Pajak jika ia tidak puas atas keputusan yang ditetapkan

oleh Dirjen Pajak tersebut. Sebagai lembaga banding, putusan akhir (final) dan

oleh karenanya tidak dapat diajukan kasasi. Dan, memang peradilan yang

sebenarnya sebagaimana dimaksud pasal 10 Undang-Undang No. 1 tahun

1970.

14

Santoso Broto Dihardjo.R.SH. Pengantar Ilmu hokum Pajak. (Bandung: PT. Refika Aditama

1998) halaman 18.

Page 12: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

12

BAB IV

PERADILAN DAN PENGADILAN PAJAK

A. Peradilan Pajak

Peradilan pajak adalah implementasi acara prosedur, proses dan sistem

kegiatan pengadilan dalam memutus kasus perpajakan dan konsekuensi

hukumnya.

Dibawah mi dikemukan peradilan perpajakan sebelum adanya

pengadilan Pajak tahun 2002 yakni:

1. Peradilan Adniinistrasi Dibidang Pajak Unsur-Unsur Peradilan

Unsur-unsur yang diperlukan supaya dapat dikatakan adanya suatu

peradilan (biasa) adalah: 15

a. Adanya suatu hukum yang abstrak yang mengikat umum yang dapat

diterapkan pada suatu persoalan;

b. Adanya suatu perselisihari hukum yang konkrit;

c. Adanya sekurang-kurangnya dua pihak;

d. Adanya suatu aparatur peradilan yang berwenarig memutuskan

perselisihan.

Agar suatu peradilan dapat merupakan suatu peradilan Administrasi,

maka di samping unsur-unsur tersebut di atas dipenuhi, hams ada unsur-

unsur Iainnya, yakni:

a. bahwa salah satu pihak yang berselisih harus administrasi yang

menjadi terikay karena perbuatan salah seorang pejabat dalam batas

wewenangnya;

b. Diberlakukan ―Hukum Publik‖ atau hokum Administrasi terhadap

persoalan yang diajukan.

Peradilan administrasi pajak yaitu peradilan yang menyelesaikan

semua macam dan semua bentuk perselisihan mengenai pajak-pajak.

1. Peradilan Administrasi murni

2. Peradilan Administrasai tak Murni

Peradilan Administrasi Murni: ialah suatu peradilan Administrasi

yang memenuhi syarat-syarat seperti yang diuraikan di atas yang

menyerupai peradilan yang dilakukan oleh pengadilan biasa. Ciri-ciri yang

khas untuk suatu peradilan yang murni ialah adanya suatu hubungan segi

tiga antara para pihak dan badan atau pejabat yang mengadili. Badan atau

pejabat yang mengadili perkara ini merupakan badan atau pejabat

―tertentu‖ aau ―terpisah‖.

Syarat pengajuan keberatan :

a. Pemasukan Surat Keberatan

Surat keberatan ditujukan kepada Direktur Jenderal pajak untuk

satu jenis dan satu tahun pajak, ini misalnya Pajak Penghasilan tahun

pajak 1985 dan 1986. keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak

15

Bahari U., SH., M.S Pengantar Hukum Pajak (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001) HIm.

165

Page 13: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

13

Penghasilan tahun 1985 dan tahun 1986 tersebut, harus diajukan

masing-masing dalam satu Surat Keberatan tersendiri. Untuk dua

tahun pajak tersebut harus diajuikan dua buah Surat Keberatan.

Batas waktu pengajuan surat keberatan ditentukan dalam waktu 3

(tiga) bulan sejak diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak atau SKIP

sebagaimana ditentukan dalam pasal 25 ayat 1 Undang-undang Nomor

16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

b. Isi Surat Keberatan

Undang-undnag pajak tidak menentukan syarat-syarat apa yang

harus dipenuhi tentang isi Surat Keberatan. Meski undang-undang

tidak memberikan perincian secara tersurat, namun kalau diteliti lebih

jauh maka tampak tersirat 5 (lima) hal yang merupakan syarat

minimum yaitu :

a. Pertanyaan bahwa pajak merasa keberatan terhadap keketetapan

pajak;

b. Jenis Pajaknya;

c. Tahun Pajak;

d. Nomor Pokok Wajib Pajak;

e. Nama dan tanda tangan wajib pajak;

Mengenai banding adalah sebagai berikut :

1) Banding

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa Direktur Jenderal

Pajak yang menolak Surat Keberatan Wajib Pajak dapat Mengajukan

banding pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

2) Gugatan

Jika dalam banding, yang diajukan banding oleh Wjib Pajak

adalah berjumlah utang pajak yang telah ditetapkan oleh fiskus

(Negara selaku pemungut pajak) yang mana jumlah itu tidak disetujui

oleh Wajib Pajak. Sedangkan dalam gugatan, maka yang digugat oleh

Wajib Pajak adalah pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan di

Bidang Penagihan Utang Pajak.

2. Peradilan Pidanan Pajak

a. Hubungan Pajak Dnegan Hukum Pidana

Hukum Pajak dalam hubungannya dengan Hukum Pidana

(KUHP) dapat terlihat dalam pasal 103 KUH Pidana yang berbunyi;

―Ketentuan dan delapan Bab yang pertama dan Buku ini berlaku

juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan-

peraturan lain, keeuali kalau ada undang-undang (Wet) atau ordonansi

menentukan peraturan lain‖.

Ketentuan pasal 103 KUH Pidana ini menunjukkan bahwa yang

dimuat dalain buku I KUHP, mulai dan Bab I s/d (pasal 1 s/d 58),

selain berlaku untuk hal-hal yang disebut dalam KUH Pidana, berlaku

juga untuk menerangkan hal-hal yang disebut dalam undang-undang

atau peraturan lain kecuali ditentukan lain,

Pelanggaran undang-undang lain dalam pasal 103 KUHP ini. me-

Page 14: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

14

nunjukkan juga termasuk ketentuan-ketentuan yang dalam undang-

undang pajak diancam baik sebagai kejahatan maupun pelanggaran

yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat dipidana sesuai

dnegan KUH Pidana. Ancaman pidana terancam tindak pidana pajak

dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang

Ketenttuan Umum Tata Cara Perpajakan pada pasal 38, 39, 40 dan 41.

tindak pidana di bidang pajak dapat dibedakan dalam :

a. Pelanggaran, dan

b. Kajahatan

Pelanggaran ialah tindak pidana dnegan tindak disengaja

(kealpaan, kekhilafan, misalnya lupa menyampaikan SPT. Sanksi

terhadap pelanggaran lebih jarang daripada kejahatan.

Kejahatan ialah perbuatan yang dilakukan dengan sengajaa.

Wajib pajak tahu bahwa perbuatannya itu tidak sesuai bahkan

bertentangan dnegan undang-undang tetapi tetap dilakukan dnegan

maksud supaya membayar pajak lebih ringan, atau untuk memperoleh

keuntungan bagi dirinya, yang merugikan Negara ialah:

a. Dengan sengaja tidak mendaftarkan din untuk mendapatkan Nomor

Pokok Wajib Pajak (Npwp) atau menggunakan NPWP tanpa hak

untuk maksud-maksud tertentu;

b. Dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan,

Sedangkan Ia tahu bahwa surat pemberitahuan hams dikembalikan

kepada Kantor Inspeksi Pajak yang bersangkutan setelah diisi

sebagaimana mestinya dan ditandatangani.

c. Dengan sengaja tidak menyampaikan surat pemberitahuan dengan

mengisi secara tidak benar atau tidak lengkap, dengan

mendapatkan keuntungan dan itu;

d. Dengan sengaja memperlihatkan pembukuan, catatan ataudokumen

yang palsu atau dipalsukan dan dengan perbuatan itu mengelabui

petugas pajak;

e. Dengan sengaja tidak memperlihatkan danlatau tidak mau

menjanjikan pembukuan, catatan dan dokumen yang diperlukan

oleh petugas pajak untuk mcnentukan jumlah pajak yang terntang

sebenarnya;

f. Dengan sengaja ticlak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau

dipungut bagi orang atau badan yang ditunjuk oleh Undang-undang

Pajak, seperti, ketentuan pasal 2 1,22,23 dan 26 Undang-undang.

B. Pengadilan Pajak

1. Institusi – institusi Dari Sebelum Terbentuk Pengadilan Pajak16

a. Institusi Pertimbangan Pajak (IPP)

Secara histeori upaya penyelesaian sengketa pajak telah dirintis

16

Rukiah Komariah dan Ali SH. MH, Ali Purwanto, M.SH., MM : Hukum Pajak (Jakarta : Badan

Pemerintahan Fakultas Hukum UI, 2006) Hlm, 37-40.

Page 15: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

15

jauh sebelum kemerdekaaan. Sebenarnya sejak jaman Hindia Belanda

dulu, pemerintahan saat itu telah memperkirakan tentang adanya

sengketa yang terjadi di bidang perpajakan, terutama antara para

pengusahaa dan pejabat di bidang perpajakan.

b. Majelis Pertimbangan Pajaka

Baru pada tahun 1959 dnegan Undang-mundang Nomor 5 Tahun

1959, dibentuk Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), yang anggota-

anggotanya terdiri dari kelangan pemerintahan, pengusaha, juga para

pakar perpajakan.

Dengan adanya menjelis tersebut, banyak sengketa pajak yang

telah dapat di hilang perpajakan mulai dirasakan oleh masyarakat,

khusunya para pelaku bisnis.

c. Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

Melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997, dibentuk suatu

badan semacam peradilan yakni Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

atau disingkat menjadi BPSP. Badan ini mempunyai kewenangan yang

lebih luas dan dimaksudkan menggantikan kedudukan Majelis

Pertimbangan pajak yakni selain memeriksa dan memutuskan masalah

sengketa pajak,. Juga pabean dan cukai. Menskipun bukan berbentuk

pengadilan, tetapi forum pemeriksaan dna pemutus sengketa terdiri

atas Ketua dan anggta (berjumlah tiga orang), bertindak sebagai hakim.

2. Pengadilan Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002

a. Dasar Hukum

Pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang

Pengadilan Pajak dimuay pengertian mengenai Pengadilan pajak,

yaitu:

―Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan

kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau Penanggung Pajak yang

mencari keadilan terhadap sengketa pajak.‖

b. Pertimbangan

Badan-badan peradilan yang fungsinya berkaitan dengan

kekuasaan kehakiman diatur dengan Undang-undang, termasuk ke

dalamnya adalah peradilan khusus seperti Pengadilan pajak dalam

lingkup Peradilan Tata Usaha Negara, dengan pertimbangan-

pertimbangan sebagai berikut :

a) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tanggal 15 Januari 2004

sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970

sebagaimana telah diubah dnegan Undang-undang Nomor 35 tahun

1999, dalam Pasal 1 disebutkan :

―Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan

keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggarakan Negara

Hukum republic Indonesia‖.

Pengadilan Pajak Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama Dan

Terakhir

Page 16: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

16

Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan

terakhir dalam memeriksa dan memutus Sengketa pajak.

Sebagai pengadilan tingkat pertama dan terakhir pemeriksaan

atas Sengketa Pajak hariya dilakukan oleh Pengadilan Pajak. Oleh

karenanya putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan Gugatan

ke Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, atau standar

peradilan lain, kecuali putusan berupa ―tidak dapat diterima‖ yang

menyangkut kewenangan kompetensi.

Untuk keperluan pemeriksaan sengketa pajak, Pengadilan

Pajak, dalam hal ini Ketua Majelis Hakim/Hakim, dapat

memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan

dengan sengketa pajak dan pihak ketiga sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Biaya yang hams dikeluarkan untuk mendatangkan pihak

ketiga harus ditanggung oleh para pihak yang bersengketa yang

mengusulkan didatangkannya pihak ketiga tersebut.

1. Upaya Hukum Banding

Dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan

dimungkinkan adanya upaya hokum dnegan nama banding

apabila Wajib pajak tetap merasa tidak puas keputusan

keberatan yang telah dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Artinya, terhadap surat keputusan keberadaan yang diterbitkan

akan menjadi dasar untuk diajukan upaya hokum banding ke

Pengadilan Pajak sesuai Undang-undang Nomor 14 Tahun

2002 tentang pengadilan pajak.

Page 17: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

17

Page 18: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

18

Pemeriksaan Dengan Acara Biasa

PROSES BANDING DENGAN ACARA BIASA

Page 19: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

19

Pemeriksaan Dengan Acara Cepat

PROSES BANDING DENGAN ACARA CEPAT

Page 20: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

20

2. Upaya Hukum Gugatan

Undang-Undang KUP menyatakan bahwa ‗Gugatan

Wajib Pajak atau Penanggungan Pajak terhadap :

a. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan atau Pengumuman Lelang;

b. Keputusan yang berkaitan dnegan pelaksanaan keputusan

perpajakan, selain yang ditetapkan didalam pasal 25 ayat

(1) dan pasal 26.

c. Keputusan pembentukan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 36 yang berkaitan dnegan Surat Tagihan Pajak;

d. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang

berkaitan dnegan Surat Tagihan Pajak.

Hanya dapat diajukan kepada peradilan pajak.

a) Syarat Gugatan

Untuk dapat mengajukan gugatan, harus dipenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

b. Jangka waktu untuk gugatan terhadap pelaksanaan

penagihan pajak adalah 14 (empat belas) hari

sejaktanggal pelaksanaan penagihan, sedangkan untuk

gugatan terhadap Keputusan adalah 30 (tiga puluh) hari

sejak anggal diterima Keputusan yang digugat;

- Jangka waktu ini mengikat apabila jangka waktu

dimaksud tidak dapat dipenuhi karena keadaan di

luar kekuasaan penggugat. Perpanjangan jangka

waktu dapat dilakukan adalah 14 (empat belas) hari

terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar

kekuasaan penggugat.

Page 21: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

21

Pemeriksaan Dengan Acara Biasa

PROSES GUGATAN DENGAN ACARA BIASA

Page 22: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

22

Pemeriksaan Dengan Acara Cepat

c. Terhadap 1 (satu) pelaksanana penagihari atau 1 (satu)

Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Gugatan

Gugatan diajukan oleh penggugat, ahli waris,

seorang pengurus, atau kuasa hukumnya dnegan disertai

alas an-alasan yang jelas, mencantumkansengketanya.

Permohonan ini tentu dapat dikabulkan harinya apabila

terdapat keadaan yang sangat mendesak yang

mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan

jika pelaksanaan penagihan pajak yang digugat itu

dilaksanakan.

PROSES BANDING DENGAN ACARA CEPAT

Page 23: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

23

d. Gugatan atas Surat tagihan Pajak (STP)

Pasal 23 ayat (2) huruf b menyatakan bahwa wajib

pajak dapat mengajukan gugatan atas Keputusan yang

berkaitan dengan pelaksanana keputusan perpajakan,

selain yang ditetapkan dalam pasal 25 ayat (1) dan pasal

26. Ketentuan tersebut tidak menjelaskan apa uang

menjadi objek dari gugatan yang dapat diajukanoleh

wajib pajak. Penjelasan undang-undang juga tidak

menjelaskan apa objek dan gugatan yang dimaksud.

Jika kita lihat ketentuan Pasal 25 ayat 91) dan

Pasal 26, kedua Pasal tersebut menegaskan masalah

yang berkaitan dengan adanya upaya hokum keberatan

atas suatu ketetapan pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPLB,

SKPN). Tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau

keputusan yang digugat dan dilampiri sealinan

dokumen yang digugat. Apabila selama proses gugatan,

penggugat meninggal dunia, gugatan daoat dilanjutkan

oleh ahli warisnya, kuasa hokum dan ahli warisnya atau

pengampunnya dalam hal penggugat pailit.

Terhadap gugatan yang telah diajukan, pemohon

dapat mengajukan surat pernyataan pencabutan gugatan

kepada Pengadilan pajak, dan selanjutnya gugatan yang

dicabut dihapus dari daftar sengketa melalui penetapan

Ketua Pengadilan pajak.

b) Penagihan Pajak ata Gugatan

Pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan Pajak menegaskan

bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi

dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban

perpajakan. Dengan demikian, sekalipun Wajib pajak

sedang mengajukan gugatan, ini salnya atas gugatan

pelaksanaan Surat Paksa, maka Wajib Pajak tetap

berkewajiban melunasi utang pajak yang ada dalam

ketetapan pakak, dilain pihak, Juru sita Pajak bias terus

melaksanakan tindakan penagihan sesuai ketentuan

Undang-undang Penagihan Pajak.

3. Studi Kasus

Tentang penyelesaian sengketa pajak yang menjelaskan oleh

Pengadilan Pajak berdasarkan Putusan Pengadilan pajak

tanggal 18 Juli 2008 Nomor : PUT -14952/PP/MII/99/2008.

Page 24: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

24

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis pada bab - bab terdahulu, akhirnya

penelitian mi sampai pada beberapa kesimpulan mengenai temuan-temuan

atas permasalahan yang diteliti, sebagai berikut:

1. Pemerintah merasa perlu mengubah Badan Penyelesaian Sengketa Pajak

(UU No. 17/1997) menjadi Pengadilan Pajak (UU No. 14/2002) karena

implementasi penyelesaian sengketa pajak melalui Badan Penyelesaian

Sengketa Pajak (BPSP) tersebut kurang efektif. Kekuasaan birokrasi

terlalu luas. Sengketa yang masuk dan harus diselesaikan setiap harinya

semakin bertambah sedangkan penyelesaiannya terlalu lamban dalam

waktu yang lama. Selain itu pemeriksaan banding dilakukan oleh BPSP

manakala penagihan pajak terhutang harus telah dibayar 100% dilunasi

bersama - sama dengan permohonan banding tersebut. Akibatnya banyak

Wajib Pajak kembali kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak

memberikan persyaratan semacam itu. Sedangkan upaya hukum ketingkat

yang lebih tinggi tidak dimungkinkan dengan demikian peluang Wajib

Pajak mencari kebenaran dan keadilan ke Lembaga Pengadilan menjadi

tertutup.

2. Pengadilan Pajak merupakan bagian dad sistem Peradilan Tata Usaha

Negara di Indonesia. Hal mi dinyatakan dalam Undang - Undang sebagai

berikut:

a. Penjelasan pasal 15 ayat (1) Undang - Undang Nomor 4 tahun 2004

tentang Kekuasaan Kehakiman, lebih lanjut menjelaskan bahwa

Pengadilan Pajak Dapat dibentuk sebagai Pengadilan Khusus

dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang di atur oleh Undang -

Undang

b. Undang - Undang Nomor 9 tahun 2004 sebagai perubahan atas

Undang - Undang nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara Pasal 9A dalam penjelasannya mencantunikan ―Dilingkungan

Peradilan Tata Usaha Negara dapat dilakukan pengkhususan atau

spesialisasi Pengadilan Pajak yang diatur dengan Undang — undang‖

3. Dilihat pada kasus - kasus yang telah diputus oleh Pengadilan Pajak (sejak

tahun 2002 sampai dengan tahun 2008) pengadilan ini lebih efektifdari

pada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak menurut Undang —Undang

Nomor 17 Tahun 1997.

Kasus - kasus yang telah diputus adalah sebagaimana dikemukakan pada

halaman 201 - 203.

Page 25: Efektifitas Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Perpajakan Di Indonesia Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak

25

B. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan tersebut diatas maka pada bagian akhir

Tesis mi penulis mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Seperti diketahui Sengketa Pajak berawal dan perbedaan pendapat antara

Wajib pajak dan Fiskus. Kemudian Wajib Pajak yang bersangkutan

mengajukan keberatannya. Dalam penyampaian perbedaan pendapat dan

keberatan dimaksud haruslah dilakukan oleh Wajib Pajak secara tertulis

sebagai sarana bukti bagi upaya bukti selanjutnya.

2. Keberatan sebagai upaya hukum untuk:

a. Pajak-pajak daerah dapat diajukan kepada Kepala Daerah atau Pejabat

yang ditunjuk (Kepala Dinas Pendapatan Daerah)

b. Perpajakan Pusat dapat diajukan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

c. Kepabeanan dan Cukai dapat diajukan kepada Direktorat Jenderal Bea

dan Cukai.

3. Pengadilan Pajak adalah Pengadilan Banding dan termasuk Gugatan atas

tagihan Pajak terhutang. Sebelum mengajukan banding Wajib Pajak

haruslah memeriksa lebih dahulu keputusan dan Keberatan dan

persyaratan banding. Demikian pula persyaratan upaya gugatan atas

tagihan pajak terhutang.

4. Dalam mencari kebenaran dan keadilan wajib pajak satu dan lain hal dapat

memanfaatkan jasa dan Kuasa Hukum yang memiliki keahlian khusus

dibidang perpajakan yang Formal dan professional sesuai ketentuan

perundang - undangan yang benlaku.