efek nefroprotektor ekstrak biji mahoni (swietenia .../efek... · nilai konversi dosis manusia ke...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFEK NEFROPROTEKTOR EKSTRAK BIJI MAHONI (Swietenia
mahagoni (L.) Jacq.) TERHADAP KERUSAKAN HISTOLOGIS
SEL GINJAL MENCIT (Mus musculus) YANG DIINDUKSI
PARASETAMOL
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Muvida
G.0009144
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Efek Nefroprotektor Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia
mahagoni (L.) Jacq.) terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit (Mus
musculus) yang Diinduksi Parasetamol
Muvida, NIM : G0009144, Tahun : 2012
Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada hari Kamis, 27 Desember 2012
Pembimbing Utama
Nama : Muthmainah, dr., M.Kes NIP : 19660702 199802 2 001 (…………………………….)
Pembimbing Pendamping
Nama : Yulia Sari, S.Si, M.Si NIP : 19800715 200812 2 001 (…………………………….)
Penguji Utama
Nama : Endang Listyaningsih, dr., M.Kes NIP : 19640810 198802 2 001 (…………………………….)
Penguji Pendamping
Nama : Muthmainah, dr. NIP : 19840707 200912 2 003 (…………………………….)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS
Muthmainah, dr., M.Kes.
NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002
Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SP.PD-KR-FINASIM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 27 Desember 2012
Muvida NIM. G0009144
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Muvida, G.0009144, 2012. Efek Nefroprotektor Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang: Biji mahoni (Swietenia mahagoni) mengandung saponin, flavonoid, alkaloid, terpenoid, steroid, dan tanin yang diduga mampu melindungi ginjal dari radikal bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek nefroprotektor dan pengaruh peningkatan dosis ekstrak biji mahoni terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol. Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan the post test only controlled group design. Sampel berupa 28 mencit jantan, galur Swiss webster berumur 2-3 bulan dengan berat badan + 20 g. Sampel mencit dibagi dalam 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 7 ekor mencit. Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Mencit Kelompok Kontrol Negatif (KK (-)) dan Kelompok Kontrol Positif (KK (+)) diberi akuades selama 14 hari. Mencit Kelompok Perlakuan 1 (KP1) diberi ekstrak biji mahoni dosis 11,2 mg/20 g BB dan Kelompok Perlakuan 2 (KP2) diberi ekstrak biji mahoni dosis 22,4 mg/20 g BB selama 14 hari. Parasetamol diberikan pada kelompok KK (+), KP1, dan KP2 pada hari ke-12, 13, dan 14. Hari ke-15, mencit dikorbankan dan ginjal mencit dibuat preparat dengan metode blok parafin dan pengecatan hematoksilin eosin (HE). Gambaran histologis sel ginjal dinilai berdasarkan penjumlahan inti sel piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Data dianalisis menggunakan uji One-Way ANOVA (α = 0,05) dan dilanjutkan uji Post Hoc Multiple Comparisons LSD (α = 0,05). Hasil Penelitian: Rerata kerusakan histologis sel ginjal pada KK (-) adalah 9,57+0,701; KK (+) 28,93+1,698; KP1 9,28+0,873; KP2 27,79+1,651. Hasil analisis data secara statistik menunjukkan adanya perbedaan nilai yang bermakna dari rerata skor kerusakan sel ginjal antara KK (-) – KK (+), KK (-) – KP2, KK (+) – KP1, dan KP1 – KP2, serta perbedaan tidak bermakna antara KK (-) – KP1 dan KK (+) – KP2. Simpulan: Ekstrak biji mahoni memiliki efek nefroprotektor terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit yang diinduksi parasetamol dan peningkatan dosis ekstrak biji mahoni tidak dapat meningkatkan efek nefroprotektornya. Kata kunci : ekstrak biji mahoni, nefroprotektor, kerusakan histologis sel ginjal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Muvida, G.0009144, 2012. Nefroprotector Effect of Swietenia mahagoni (L.) Jacq. Seed Extract Against Paracetamol-Induced Kidney Cells Histological Damage in Mice (Mus musculus). Mini Thesis. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta. Background: Seed extract of Swietenia mahagoni (L.) Jacq. contains saponins, flavonoids, alkaloids, terpenoids, steroids, and tannins that may exhibit significant protection of kidney cells from free radicals. In present study, Swietenia mahagoni was evaluated for its nefroprotector effect and to evaluate increasing doses on paracetamol-induced kidney cells histological damage in mice (Mus musculus). Methods: This research use experimental laboratory studies with the post test only controlled group design. Samples were 28 male Swiss webster mice (2-3 months old) weighing + 20 g and they were divided equally into 4 groups, 7 mice each group. Sampling technique in this research was incidental sampling. The Negative Control Group (KK (-)) and the Positive Control Group (KK (+)) mice were given aquadest for 14 days. The First Treatment Group (KP1) mice were given mahagony seed extract with the dose of 11,2 mg/20 g body weight of mice and the Second Treatment Group (KP2) mice were given mahagony seed extract with the dose of 22,4 mg/20 g body weight of mice for 14 days. Paracetamol was given to groups of KK (+), KP1, dan KP2 on the 12th, 13th, and 14th day. On day-15th, mice were sacrificed and kidneys were taken to make preparations by paraffin block methode and hematoxilin eosin (HE) staining. Kidney cells histological features were assessed based on quantifying of pyknosis, karyorrhexis, and karyolysis. Data were analyzed with the One-Way ANOVA test (α = 0.05) and continued with Post Hoc Multiple Comparisons LSD test (α = 0.05). Results: The mean of kidney cells histological damage in mice for KK (-) was 9,57 + 0,701; KK (+) 28,93 + 1,698; KP1 9,28 + 0,873; KP2 27,79 + 1,651. Result of statistic analysis showed that there were significant differences of kidney cells damage score between KK (-) – KK (+), KK (-) – KP2, KK (+) – KP1, KP1 – KP2, and non significant differences between KK (-) – KP1 and KK (+) – KP2. Conclusion: Swietenia mahagoni (L.) Jacq. seed extract showed nefroprotector effect against paracetamol-induced kidney cells histological damage in mice and increasing doses of mahagony seed extract did not enhance its nefroprotector effect. Kata kunci : mahagony seed extract, nefroprotector, kidney cells histological
damage
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, dan kelapangan yang tak terduga, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dengan judul “Efek Nefroprotektor Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Parasetamol”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Allah SWT melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi dan Pembimbing Utama yang
telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan motivasi, bimbingan, dan nasihat bagi penulis.
3. Yulia Sari, S.Si, M.Si, selaku Pembimbing Pendamping yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan nasihat.
4. Endang Listyaningsih, dr., M.Kes, selaku Penguji Utama yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Muthmainah, dr., selaku Anggota Penguji yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Tim skripsi FK UNS, Mb S. Enny N., SH, MH dan Bp. Sunardi yang telah banyak membantu.
7. Staf Laboratorium Histologi, Pak Sukidi dan Mb Dewi atas bantuannya selama ini. 8. Bapak Badariansyah, Ibu Asmara Murni, Ibu Wahidah, ibu yang luar biasa, dan
saudara-saudara tercinta, Nabila, Rusdy, Azmi, dan Najwa, terima kasih atas doa yang tanpa jeda dan kasih sayang yang tak pernah lekang.
9. Meutia, Syara, Yuni, Rafika, Dila, dan Aya, sahabat yang selalu memotivasi. 10. Dahniar dan Sabila, teman seperjuangan skripsi yang luar biasa. 11. Sintin, Dwi, Eksy, Wahyu, Atma, dan Fitroh, tim RC yang menginspirasi. 12. Keluarga besar Kastrat De Geneeskunde, keluarga besar Asisten Histologi
2009, Nita, Ema, Hanif, Mustiqa, Zahra, Maya, Rizka, Nurul, Farida, Fika, Mb Avi, Atika, Ginong, Putri, Prisca, Agung, Basith, Arthes, Elanda, Erma, Qonita, Sofi, yang senantiasa menjadi rumah pelepas lelah dan teman yang hangat.
13. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Tak ada gading yang tak retak. Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, 27 Desember 2012
Muvida
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xi
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ......................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................ 5
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 5
1. Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) ................................... 5
2. Ginjal (Ren) .................................................................................. 9
3. Parasetamol............................................................................ 19
4. Mekanisme Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol
Dosis Toksik................................................................................ 21
5. Mekanisme Perlindungan Biji Mahoni terhadap Kerusakan
Ginjal Akibat Induksi Parasetamol........................................... 23
B. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 26
C. Hipotesis .......................................................................................... 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 28
A. Jenis Penelitian............................................................................... 28
B. Lokasi Penelitian............................................................................ 28
C. Subyek Penelitian ............................................................................. 28
D. Teknik Sampling ............................................................................. 29
E. Rancangan Penelitian ....................................................................... 29
F. Identifikasi Variabel Penelitian ....................................................... 31
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian........................................ 31
H. Alat dan Bahan Penelitian................................................................ 34
I. Cara Kerja ........................................................................................ 35
J. Teknik Analisis Data ....................................................................... 42
BAB IV. HASIL PENELITIAN ............................................................................ 43
A. Data Hasil Penelitian ........................................................................ 43
B. Analisis Data ..................................................................................... 44
BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 48
BAB VI. PENUTUP .............................................................................................. 52
A. Simpulan ........................................................................................... 52
B. Saran .................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 53
LAMPIRAN .............................................................................................................. 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kandungan Nutrisi Biji Mahoni........................................................... 8
Tabel 4.1. Rerata Transformasi Jumlah Kerusakan Histologis Sel Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit...................................................... 46
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05) ................................................... 47
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Biji Mahoni……….……………….……………….…………… 7
Gambar 2.2. Struktur Histologis Ginjal….…………………………………….. 10
Gambar 2.3. Pengamatan Mikroskopis Ginjal Normal………………………… 19
Gambar 2.4. Skema Kerangka Pikir…………………………………………… 26
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian….……………….……………….…29
Gambar 3.2. Skema Langkah Penelitian….……………….……………….……40
Gambar 4.1. Diagram Rerata Skor Kerusakan Sel Ginjal Masing-Masing Kelompok….……………….……………….……….…………… 43
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai Konversi Dosis Manusia ke Hewan
Lampiran 2. Daftar Volume Maksimal Bahan Uji pada Pemberian Oral
Lampiran 3. Hasil Pengamatan Mikroskopis Sel Ginjal
Lampiran 4. Gambaran Histologis (Fotomikrograf) Tubulus Proksimal Ginjal Mencit
Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas dan Varians Data Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Mahoni terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit
Lampiran 6. Hasil Analisis Uji One-Way ANOVA dan Post Hoc Multiple Comparison Data Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Mahoni terhadap Kerusakan Histologis Sel Ginjal Mencit
Lampiran 7. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Lampiran 8. Langkah Kerja Proses Ekstraksi Biji Mahoni dengan Metode Maserasi
Lampiran 9. Surat Keterangan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR SINGKATAN
ADH : Antidiuretic hormone
AINS : Anti Inflamasi Non Steroid
CYP : Sitokrom P450
NAPQI : N-asetyl-p-benzoquinoneimine
GSH : Glutation
ROS : Reactive Oxygen Species
MDA : Malondialdehid
KK (-) : Kelompok Kontrol Negatif
KK (+) : Kelompok Kontrol Positif
KP1 : Kelompok Perlakuan 1
KP2 : Kelompok Perlakuan 2
HE : Hematoksilin Eosin
LD : Lethal Dose
SPSS : Statistical Product and Service Solution
LSD : Least Significantly Different
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ginjal adalah organ vital yang berfungsi sebagai pengatur volume dan
komposisi kimia darah. Kelainan-kelainan yang mungkin terjadi pada ginjal
adalah infeksi, pielonefritis, glomerulonefritis, nefrosklerosis, dan nefropati
toksik. Kelainan ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi ginjal. Apabila
kedua ginjal gagal menjalankan fungsinya, maka individu yang bersangkutan
akan mengalami gagal ginjal (Wilson, 2006). Jika fungsi ginjal menurun secara
cepat dalam beberapa hari, akan terjadi gagal ginjal akut. Jika berlangsung lebih
dari 3 bulan, maka menjadi gagal ginjal kronis (Davey, 2006).
Di seluruh dunia, jumlah penderita gagal ginjal kronis diperkirakan 15%
dari jumlah seluruh penduduk. Bahkan di Amerika Serikat, diperkirakan angka
kejadian pada 2015 akan mencapai 595.000 jiwa (Gilbertson et al., 2005). Di
Indonesia sendiri penderita gagal ginjal kronis mencapai 12,5% dari jumlah
seluruh penduduk (Pernefri, 2011). Menurut Rahardjo dalam Lubis (2006),
diperkirakan jumlah penderita gagal ginjal kronis terus meningkat dan
diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10% setiap tahun.
Perkembangan terbaru pengobatan gagal ginjal yang telah meluas di
masyarakat adalah hemodialisis dan transplantasi ginjal. Kedua terapi ini
membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan tidak praktis meskipun dapat
memperpanjang harapan hidup (Wilson, 2006). Di samping itu, hemodialisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
dan transplantasi ginjal memiliki efek samping yang berbahaya berupa
meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular (Davey, 2006).
Melihat hal di atas, konsep pengobatan back to nature dengan obat-
obatan herbal menjadi pilihan baik sebagai terapi preventif maupun terapi
kuratif gagal ginjal. Mahoni (Swietenia mahagoni) merupakan tanaman
tradisional yang tumbuh di daerah tropis, termasuk Indonesia. Bagian yang
digunakan dari tumbuhan tersebut adalah bijinya (Hariana, 2007). Biji mahoni
memiliki efek farmakologis antipiretik, antiinflamasi, analgetik, antijamur, serta
antibakteri (Majid et al., 2004; Rahman et al., 2008; Ghosh et al., 2009; Al-alusi
et al., 2010).
Efek terapeutik biji mahoni didapatkan dari bahan aktif
tetranortriterpenoid dan asam lemak (Bacsal et al., 1997). Di samping itu, biji
mahoni memiliki potensi antioksidan dengan kandungan utamanya yang berupa
saponin dan flavonoid (Hariana, 2007; Sahgal et al., 2009a).
Penelitian yang dilakukan oleh Sahgal et al. (2009a) menunjukkan
bahwa biji mahoni sebagai sumber antioksidan yang tinggi dapat membantu
melawan efek radikal bebas yang berbahaya bagi organ tubuh. Namun,
penelitian biji mahoni sebagai nefroprotektor belum banyak dilakukan, padahal
antioksidan diketahui dapat mencegah terjadinya kerusakan ginjal (Lee et al.,
2004). Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang efek nefroprotektor dari ekstrak biji mahoni.
Penelitian akan dilakukan terhadap mencit (Mus musculus) yang dirusak
ginjalnya dengan parasetamol dosis toksik. Peneliti memilih parasetamol untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
diinduksikan pada mencit karena obat ini umum digunakan masyarakat dan
diperoleh tanpa harus ada resep dokter (Prescott et al., 2009). Pada dosis
berlebih, obat ini juga akan menyebabkan terbentuknya radikal bebas yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada berbagai organ, termasuk ginjal (Perneger
et al., 1994). Adapun variabel yang diukur adalah gambaran kerusakan
histologis sel ginjal. Pada penelitian ini diharapkan pemberian ekstrak biji
mahoni dapat mencegah kerusakan sel ginjal mencit akibat induksi parasetamol
dosis toksik.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Adakah efek nefroprotektor ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni)
terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang
diinduksi parasetamol?
2. Apakah peningkatan dosis dapat meningkatkan efek nefroprotektor ekstrak
biji mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap kerusakan histologis sel ginjal
mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol?
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui efek nefroprotektor ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni)
terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang
diinduksi parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
2. Mengetahui pengaruh peningkatan dosis terhadap peningkatan efek
nefroprotektor ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap
kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi
parasetamol.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
pengaruh ekstrak biji mahoni dalam mencegah kerusakan histologis sel
ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol, sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan
ekstrak biji mahoni sebagai nefroprotektor.
2. Manfaat Aplikatif
Memberikan informasi ilmiah pada masyarakat tentang manfaat biji mahoni
dalam bidang kesehatan, antara lain dalam kaitannya dengan kesehatan
ginjal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.)
a. Nama lain
Indonesia : mahoni
Belanda : mahok
Inggris : West Indian mahogany, Cuban mahogany tree
Perancis : acajou
India : mahagoni, mahagni, mahaagonichetta, ciminukku
Malaysia : cheriamahogany
(Orwa et al., 2009)
b. Klasifikasi ilmiah
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Meliaceae
Genus : Swietenia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Spesies : Swietenia mahagoni (L.) Jacq.
(Plantamor, 2008)
c. Deskripsi
Swietenia mahagoni adalah tanaman berbentuk pohon yang
ketinggiannya dapat mencapai 30 meter. Diameter batangnya sekitar 1
meter dan memiliki banyak cabang besar. Kulit abu-abu dan halus ketika
masih muda, berubah menjadi coklat tua, beralur dan mengelupas setelah
tua (Orwa et al., 2009). Daun mahoni bertandan, licin, tidak berbulu,
panjang 12-15 cm majemuk menyirip dengan 2-4 pasang daun.
Bunganya berwarna kuning kehijauan dengan diameter 6-8 cm
(Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001).
Buah mahoni berbentuk bulat telur berlekuk lima. Kulit luar
tebalnya 4-5 cm, sedangkan kulit dalam tipis. Ketika masih muda buah
ini berwarna hijau dan setelah tua berwarna coklat (FP USU, 2010). Buah
merekah mulai dari pangkalnya apabila sudah kering. Bagian tengah
buah tebal, berkayu, terdapat 5 kolom lancip memanjang hingga
ujungnya, di mana pada bagian ini sayap dan biji saling menempel,
meninggalkan bekas ketika biji lepas (Direktorat Perbenihan Tanaman
Hutan, 2001).
Biji mahoni terdapat di dalam buah, ujung agak tebal dan
warnanya coklat kehitaman. Biji ini memiliki katup yang membelahnya
menjadi 5 bagian dari dasar ke atas. Setiap buah terdiri 35-45 butir biji
(Orwa et al., 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Gambar 2.1. Biji Mahoni (Friday, 2004)
d. Kandungan Kimia dan Khasiat
Sahgal et al. (2009b) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
dalam biji mahoni terdapat kandungan aktif utama berupa alkaloid,
terpenoid, antraquinon, glikosida, saponin, dan minyak atsiri. Kandungan
senyawa kimia yang lain adalah tanin dan steroid (Hajra et al., 2011b).
Kandungan total senyawa fenol dan flavonoid dalam 1 gram
ekstrak kering biji mahoni berturut-turut adalah 26,9 mg dan 2,5 mg.
Ekstrak ini memiliki aktivitas inhibisi xantin oksidase dan scavenging
radikal bebas (Sahgal et al., 2009a; Hajra et al., 2011a).
Limonoid dari kelas tetratriterpenoid merupakan salah satu
substansi yang menyebabkan biji mahoni memiliki efek terapeutik.
Tetranortriterpenoid memiliki aktivitas antiplatelet dan antimikroba
(Ekimoto et al., 1991; Rahman et al., 2008). Tetranortriterpenoid yang
terkandung dalam biji mahoni antara lain mahonin, secomahoganin,
swietenin, swietenoloid, swietemahonin, swietemahonolid (Kadota et al.,
1990).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Isolasi komponen kimia dari biji mahoni dengan berbagai teknik
menunjukkan adanya kandungan asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang
tinggi (64,9%) serta protein (13%), di mana 7,5 % proteinnya larut dalam
air (Bacsal et al., 1997; Ali et al., 2011). Kandungan asam lemak pada
minyak biji mahoni antara lain asam palmitat, stearat, arakhidonat, dan
oleat, linoleat, dan linoleinat (Majid et al., 2004; Ali et al., 2009).
Tabel 2.1. Kandungan Nutrisi Biji Mahoni
Kandungan Jumlah
Lemak 57,9%
Total protein 13%
Protein larut air 7,5%
Tepung 4,2%
Glukosa 1,9%
Serat 1,4%
Karbohidrat total 9,7%
(Ali et al., 2009)
Secara empiris, biji mahoni telah terbukti memiliki aktivitas
gastroprotektif terhadap kerusakan lambung tikus yang diinduksi etanol
(Alrdahe et al., 2010). Ekstrak metanol dari biji mahoni juga telah diuji
untuk efek farmakologis antipiretik, antiinflamasi, dan analgetik. Efek ini
didapat melalui mekanisme inhibisi pada jalur siklo-oksigenase dan lipo-
oksigenase pada metabolisme asam arakidonat (Ghosh et al., 2009).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
2. Ginjal (Ren)
a. Fisiologi
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh dengan cara
mengeliminasi produk sisa metabolisme dan zat-zat lain yang berbahaya
terhadap tubuh, sambil mempertahankan konstituen darah yang masih
berguna (Wilson, 2006; Davey, 2006). Produk sisa metabolisme tubuh
yang dieliminasi ginjal meliputi urea (dari metabolisme asam amino),
asam urat (dari asam nukelat), dan kreatinin (dari kreatin otot), produk
akhir pemecahan hemoglobin (seperti bilirubin), dan metabolit berbagai
hormon. Ginjal juga membuang sebagian besar toksin dan zat asing
lainnya seperti pestisida, obat-obatan, dan zat aditif makanan (Guyton &
Hall, 2007). Selain itu, ginjal juga berperan dalam fungsi hormonal,
mensekresikan eritropoietin dan renin, serta dalam fungsi metabolisme
dengan mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya (Sherwood,
2001).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Gambar 2.2. Struktur Histologis Ginjal (Mescher, 2010)
b. Anatomi
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di
rongga abdomen bagian belakang, satu di setiap sisi kolumna vertebralis
sedikit di atas garis pinggang (Sherwood, 2001). Ginjal kiri terletak
sedikit lebih tinggi dibandingkan ginjal kanan, karena adanya lobus
kanan hepar yang besar. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi iga
kedua belas. Sedangkan kutub atas ginjal kiri terletak setinggi iga
kesebelas (Snell, 2006; Wilson, 2006). Setiap ginjal pada orang dewasa
laki-laki beratnya sekitar 150 gram dan pada wanita sekitar 135 gram.
Panjangnya sekitar 10-12 cm, lebarnya 5-7 cm, dan tebalnya 2-3 cm.
Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum
tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf, dan
ureter yang membawa urin dari ginjal ke kandung kemih. Ginjal diliputi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya
yang rapuh (Guyton & Hall, 2007; Wein et al., 2007).
c. Histologi
Masing-masing ginjal mempunyai korteks di bagian luar yang
berwarna coklat gelap, dan medula di bagian dalam yang berwarna
coklat terang (Snell, 2006). Korteks ginjal terdiri dari pars konvulata
dan pars radiata. Pars konvulata tersusun dari korpuskuli ginjal dan
tubuli yang membentuk labirin kortikal. Pars radiata tersusun dari
bagian-bagian lurus (segmen lurus tubulus proksimal dan segmen lurus
tubulus distal) dari nefron dan duktus kolektivus. Masa jaringan korteks
yang mengelilingi setiap piramid medula membentuk sebuah lobus
renalis, dan setiap berkas medula merupakan pusat dari lobulus renalis.
Jaringan korteks juga terdapat di antara piramid medula, yang disebut
kolumna Bertini (Gartner & Hiatt, 2007).
Medula ginjal terbagi menjadi beberapa masa jaringan berbentuk
kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida dimulai
pada perbatasan antara korteks dan medula serta berakhir di papila, yang
menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung
ureter bagian atas yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi
menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka yang disebut kaliks
mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi kaliks minor, yang
mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila (Wilson, 2006; Guyton &
Hall, 2007). Berikut adalah bagian-bagian ginjal:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
1) Nefron
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional
berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan
satu sama lain oleh jaringan ikat (Sherwood, 2001). Setiap nefron
terdiri dari glomerulus (sekumpulan kapiler glomerulus) yang dilalui
sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah, dan tubulus yang
panjang tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam
perjalanannya menuju pelvis ginjal (Guyton & Hall, 2007).
2) Korpuskulum Ginjal
Korpuskulum ginjal terdiri dari kapsula Bowman dan kapiler
glomerulus. Kapsula Bowman merupakan suatu invaginasi dari
tubulus proksimal (Wilson, 2006). Terdapat rongga berupa celah
yang sempit di antara lapisan parietal (epitel kapsula) dan lapisan
viseral (epitel glomerulus) yang melekat erat pada untaian kapiler.
Korpuskulum ginjal mempunyai polus vaskular, tempat arteriol
aferen dan eferen masuk dan keluar glomerulus dan tempat lapisan
parietal kapsula membalik untuk melapisi pembuluh darah sebagai
lapisan viseral. Korpuskulum ginjal juga mempunyai polus urinari di
sisi sebelahnya, tempat rongga kapsula berhubungan dengan lumen
tubulus kontortus proksimal dan tempat epitel parietal melanjutkan
diri pada epitel kuboid atau silindris rendah tubulus kontortus
proksimal (Leeson et al., 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
3) Glomerulus
Glomerulus tersusun dari suatu jaringan kapiler glomerulus
yang bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan
hidrostatik lebih tinggi (kira-kira 60 mm Hg) bila dibandingkan
dengan kapiler lainnya (Guyton & Hall, 2007). Glomerulus terdiri
dari kapiler yang inti sel endotelnya menonjol ke dalam lumen. Sel-
sel endotel dipisahkan dari podosit, modifikasi dari lapisan sel
viseral kapsul Bowman, oleh lamina basal yang tebal. Komponen
jaringan ikat pada arteriol aferen tidak masuk ke dalam kapsula
Bowman dan secara normal sel-sel jaringan ikat digantikan oleh tipe
sel khusus, yaitu sel-sel mesangial. Sel mesangial merupakan
elemen pendukung dan fagositik dari korpuskulum ginjal (Gartner &
Hiatt, 2007).
Sekelompok sel khusus yaitu sel-sel jukstaglomerularis
(modifikasi otot polos arteriol aferen), makula densa, dan sel-sel
mesangial ekstraglomerular membentuk bangunan penting disebut
aparatus jukstaglomerulus. Sel jukstaglomerular bersifat epiteloid
dan berdekatan dengan glomerulus sel-sel otot polos dalam tunika
media arteriol aferen. Sel-sel ini juga berhubungan erat dengan
makula densa, suatu bagian khusus tubulus kontortus distal yang
terdapat di antara arteriol aferen dan eferen. Sel jukstaglomerular
menghasilkan renin yang berpengaruh dalam pengaturan tekanan
darah (Leeson et al., 1996).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Glomerulus berperan dalam memfiltrasi plasma darah. Pada
saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma
bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula
Bowman. Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang
merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Filtrat
glomerulus mengalir ke dalam tubulus kontortus proksimal untuk
memulai proses reabsorbsi dan sekresi (Guyton & Hall, 2007;
Sherwood, 2001).
4) Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal terletak di korteks, mulai dari
polus urinarius korpuskulum ginjal kemudian menurun ke dalam
medula dan menjadi ansa Henle (Eroschenko, 2003). Panjangnya
hampir 14 mm dengan diameter luar 50 sampai 60 µm. Dindingnya
dibentuk oleh epitel kolumnar rendah atau kuboid (Leeson et al.,
1996). Batas selnya tidak jelas, sitoplasma eosinofilik, bergranula
dan berinti besar, bulat, berbentuk sferis dan terletak di sentral. Pada
sisi luminal dari membran (sisi yang menghadap lumen tubulus),
terdapat sejumlah besar brush border yang memperluas area
permukaan kira-kira 20 kali lipat (Guyton & Hall, 2007). Sedangkan
pada bagian basal sel terdapat basal striation berupa garis-garis
basal (Gartner dan Hiatt, 2007).
Sesuai dengan namanya, tubulus ini jalannya sangat berkelok
dan selalu membentuk lengkung yang besar menghadap ke
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
permukaan kapsula ginjal. Sebagai bagian nefron yang paling
panjang dan paling lebar, tubulus membentuk isi korteks, yang
tampak pada sajian sebagai gambaran serong dan melintang (Leeson
et al., 1996).
Di dalam tubulus proksimal, filtrat glomerulus mulai berubah
menjadi kemih oleh absorpsi beberapa zat dan penambahan (sekresi)
zat-zat lainnya. Tubulus proksimal hampir sepenuhnya mengisap zat
gizi dari filtrat glomerular (glukosa, asam amino, protein, vitamin).
Ion natrium secara aktif diserap kembali dari filtrat glomerular
(Slomianka, 2009).
Sel-sel tubulus proksimal mempunyai tanda-tanda sel yang
bermetabolisme tinggi, mempunyai banyak mitokondria untuk
menyokong proses transpor aktif yang sangat cepat dan cukup tepat
(Guyton & Hall, 2007). Tubulus proksimal adalah lokasi yang paling
sering mengalami kerusakan akibat toksikan. Kadar toksikan pada
tubulus proksimal sering lebih tinggi karena terjadinya absorpsi dan
sekresi aktif di tubulus proksimal serta kadar sitokrom P450 pada
tubulus proksimal lebih tinggi untuk mendetoksifikasi atau
mengaktifkan toksikan (Wilson, 2006).
5) Ansa Henle
Ansa Henle terdiri atas segmen desenden tebal tubulus
kontortus proksimal, segmen asenden dan desenden tipis, dan
segmen asenden tebal tubulus kontortus distal (Eroschenko, 2003).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Nefron kortikal mempunyai segmen tipis yang sangat pendek di
dalam pars desenden ansa Henle yang terletak di dalam lapisan
dalam medula, sedangkan pada nefron jukstaglomerular segmen
tipis berjalan dari bagian lebih dalam pars desenden sampai zona
dalam medula, untuk membentuk ansa, dan berjalan kembali sebagai
bagian lebih dalam pars asenden sampai ke zona luar (Leeson et al.,
1996).
Segmen tipis ansa Henle mengarah ke tubulus distal yang
dibentuk oleh sel kuboid rendah tanpa brush border. Pada ujung
cabang asenden tebal terdapat bagian yang pendek, yang sebenarnya
merupakan plak pada dindingnya, dan dikenal sebagai makula
densa. Setelah makula densa, cairan memasuki tubulus distal, yang
terletak pada korteks renal (Guyton & Hall, 2007).
Filtrat yang melewati ansa Henle akan mengalami proses
pemekatan karena ansa Henle menimbulkan gradien hipertonis
dalam medula yang akan berpengaruh terhadap konsentrasi urin
pada waktu melewati tubulus kolektivus. Bagian desenden ansa
Henle sangat permeabel terhadap air, Na+, dan Cl-. Karena
interstisial medula hipertonis terhadap filtrat, akibatnya Na+ dan Cl-
masuk sedangkan air akan keluar meninggalkan filtrat. Bagian
asenden ansa Henle tidak permeabel terhadap air dan secara aktif
mentransport Na+ dan Cl- ke dalam cairan interstisial sehingga
tubulus ini sangat berperan dalam mempertahankan cairan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
interstisial medula yang hipertonis. Akibat hilangnya Na+ dan Cl-
yang tidak diikuti keluarnya air, maka filtrat yang mencapai tubulus
kontortus distal bersifat hipotonis (Guyton & Hall, 2007).
6) Tubulus Kontortus Distal
Tubulus kontortus distal lebih pendek dan tidak begitu
berkelok dibandingkan tubulus kontortus proksimal (Eroschenko,
2003). Sel-selnya kuboid kecil dan tidak mempunyai brush border,
intinya di tengah atau apeks, sedikit mikrovili yang pendek dan
vakuola apikal. Di dalam sitoplasma bagian basal terdapat
interdigitasi tonjolan-tonjolan sel lateral yang rumit mirip dengan
yang tampak pada tubulus proksimal dengan mitokondria yang
besar, tersusun radier sehingga memberikan gambaran bergaris pada
bagian basal sel dan merupakan mekanisme pompa natrium yang
aktif dari cairan tubular (Leeson et al., 1996). Pada umumnya sel-
selnya tercat kurang kuat dibanding dengan tubulus proksimal
(Sherwood, 2001).
Pada tubulus kontortus distal terjadi pertukaran ion, bila
terdapat aldosteron, Na+ diresorbsi dan ion K+ diekskresi. Tubulus
ini juga mengekskresi H+ dan NH+ (amonium) ke dalam urin.
Mekanisme di sini penting untuk mengendalikan keseimbangan
asam basa darah. Tubulus kontortus distal bersama-sama dengan
tubulus kolektivus sangat permeabel terhadap air bila terdapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
hormon antidiuretik (ADH) (Guyton & Hall, 2007; Sherwood,
2001).
7) Duktus Kolektivus
Duktus kolektivus bukan bagian nefron. Setiap tubulus
kontortus distal berhubungan dengan duktus kolektivus melalui
sebuah cabang samping duktus kolektivus yang pendek yang
terdapat pada berkas medular. Di bagian medula yang lebih dalam
beberapa duktus kolektivus bersatu untuk membentuk duktus yang
besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut duktus
papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papila sangat banyak dan
rapat, dan disebut area kribrosa. Sel-sel yang meliputi saluran ini di
bagian proksimal bentuknya kuboid makin ke distal dan pada duktus
papilaris berubah menjadi kolumnar. Duktus kolektivus
menyalurkan urin dari nefron ke pelvis renalis dengan sedikit
absorbsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH)
(Leeson et al., 1996).
Berikut adalah gambaran mikroskopis ginjal normal yang
dilihat menggunakan mikroskop:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Gambar 2.3. Pengamatan Mikroskopis Ginjal Normal. Pada gambar tampak G: glomerulus, U: urinary space (celah kapsular), TP: renal corpuscle's tubular pole (kutub tubular korpuskulum ginjal), P: proximal convoluted tubule (tubulus proksimal), D: distal convoluted tubules (tubulus distal). Perbesaran 400 x. Pengecatan Hematoksilin Eosin (Mescher, 2010)
3. Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) adalah salah satu obat yang paling
popular dan banyak digunakan untuk pengobatan nyeri dan demam. Obat ini
sering dikategorikan sebagai obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
meskipun sangat sedikit memiliki aktivitas anti inflamasi (Bertolini et al.,
2006). Lebih lanjut mengenai parasetamol akan diuraikan di bawah ini.
a. Farmakodinamik
Parasetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek
antipiretik. Efek analgesik parasetamol dan fenasetin serupa dengan
salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang dengan penghambatan biosintesis prostaglandin yang lemah. Efek
anti inflamasinya sangat lemah (Wilmana & Gan, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
b. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, parasetamol diabsorpsi dengan cepat dan
sempurna dari usus. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam
waktu setengah jam dan masa paruh plasma antara 1-4 jam. Di dalam
plasma, sebanyak 25% parasetamol terikat protein plasma (Tjay &
Rahardja, 2002). Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hepar.
Sebagian parasetamol (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan
sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Ketika jalur glukuronidasi dan
sulfasi ini tidak dapat digunakan lagi disebabkan asupan parasetamol
jauh melebihi dosis terapi, maka parasetamol berlebih ini akan
dimetabolisme melalui jalur sitokrom P450 (CYP). Bioaktivasi
parasetamol melalui jalur CYP pada hepar akan menghasilkan metabolit
yang sangat aktif yaitu N-asetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI)
(Murugesh et al., 2005; Haldar et al., 2011).
NAPQI adalah metabolit minor parasetamol yang sangat
elektrofilik, reaktif, dan toksik terhadap hati dan ginjal. Pada dosis lazim,
metabolit ini ditangkap oleh glutation (GSH) dengan pembentukan
konjugat yang tidak toksik. Baru apabila cadangan glutation habis, terjadi
reaksi sitotoksik (Wilmana & Gan, 2007). Ekskresi melalui ginjal,
sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam
bentuk terkonjugasi (Wilmana & Gan, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
c. Indikasi dan Posologi
Indikasi pemberian parasetamol adalah sebagai analgesik dan
antipiretik (Bertolini et al., 2006). Dosis parasetamol untuk dewasa 300
mg – 1 g tiga kali sehari. Dosis untuk anak adalah 150-300 mg/kali
dengan maksimum 1,2 g/hari (Wilmana & Gan, 2007).
d. Efek Samping
Efek samping yang mungkin terjadi adalah reaksi hipersensitivitas
dan kelainan darah. Pada penggunaan kronis 3-4 g sehari dapat terjadi
kerusakan hepar, pada dosis di atas 6 g mengakibatkan nekrosis hepar
yang ireversibel (Tjay & Rahardja, 2002). Nekrosis tubulus renalis dan
hipoglikemia juga dapat terjadi setelah menelan dosis tunggal 10-15 g
(Bertolini et al., 2006).
4. Mekanisme Kerusakan Ginjal Setelah Pemberian Parasetamol Dosis
Toksik
Asupan berlebih parasetamol akan menyebabkan metabolisme
melalui jalur sitokrom P450 (CYP) aktif. Bioaktivasi parasetamol melalui
jalur CYP pada sel ginjal akan menghasilkan metabolit yang sangat aktif
yaitu N-asetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI) (Murugesh et al., 2005;
Haldar et al., 2011). NAPQI adalah metabolit minor parasetamol yang
sangat elektrofilik, reaktif, dan toksik terhadap hati dan ginjal. Pada dosis
lazim, metabolit ini ditangkap oleh glutation (GSH) dengan pembentukan
konjugat yang tidak toksik. Baru apabila cadangan glutation habis, terjadi
reaksi sitotoksik (Wilmana & Gan, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Setelah overdosis, kualitas dan kuantitas pembentukan NAPQI dapat
melebihi pasokan dan regenerasi GSH. Ketika terjadi deplesi GSH, NAPQI
akan berikatan secara kovalen dengan makromolekul dan memicu
serangkaian kegiatan yang mengakibatkan kematian sel ginjal (Bertolini et
al., 2006). Reaksi antara NAPQI dengan makromolekul akan memacu
terbentuknya Reactive Oxygen Species (ROS) (Kis et al., 2005). ROS dapat
terbentuk dari oksidasi lipid dan protein, kerusakan untai DNA, dan hasil
modulasi ekspresi gen (Lee et al., 2004). Produk akhir oksidasi lipid di
dalam tubuh adalah Malondialdehid (MDA) yang dapat menyebabkan
kematian sel akibat proses oksidasi berlebihan dalam membran sel (Mayes,
2008).
Nefrotoksisitas akibat overdose parasetamol dapat menginduksi stres
retikulum endoplasma pada glomerulus ginjal, yang menyebabkan stres
oksidatif dan inflamasi pada sel-sel podosit serta mesangial glomerulus
(Inagi, 2009).
Perubahan morfologik nukleus pada nekrosis menurut Cotran (2007)
dan Wilson (2006) terdapat 3 pola, yang semuanya disebabkan oleh
pemecahan nonspesifik DNA, di antaranya:
a. Piknosis, ditandai dengan melisutnya nukleus dan peningkatan
basofilia kromatin (berwarna gelap), kemudian DNA berkondensasi
menjadi massa yang melisut padat.
b. Karioreksis, ditandai dengan nukleus yang hancur dan membentuk
fragmen-fragmen materi kromatin yang tersebar di dalam sel, yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
selanjutnya dalam 1-2 hari inti dalam sel yang mati benar-benar
menghilang.
c. Kariolisis, ditandai dengan nukleus mati dan hilang yang disebabkan
oleh aktivitas DNAse sehingga basofilia kromatin memudar (tidak
dapat diwarnai lagi).
Pada nefrotoksisitas parasetamol terjadi nekrosis segmen-segmen
pendek tubulus, terutama pada tubulus proksimal, dengan membrana basalis
tubuli umumnya masih baik dan secara klinik terjadi supresi akut fungsi
ginjal. Gambaran histologis jaringan ginjal nekrosis yang bertahan selama
seminggu akan mulai tampak regenerasi epitel dalam bentuk lapisan epitel
kuboid rendah serta aktivitas mitotik di sel epitel tubulus yang tersisa.
Regenerasi ini bersifat total dan sempurna, kecuali pada membran basal
yang rusak (Cotran et al., 2007).
5. Mekanisme Perlindungan Biji Mahoni terhadap Kerusakan Ginjal
Akibat Induksi Parasetamol
Ekstrak biji mahoni diduga dapat mencegah kerusakan ginjal akibat
pemberian parasetamol dosis toksik karena memiliki aktivitas antioksidan.
Di bawah kondisi fisiologis, terdapat keseimbangan antara pembentukan
radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan yang digunakan
organisme untuk melindungi dirinya sendiri dari toksisitas radikal bebas.
Keseimbangan antioksidan dan detoksifikasi Reactive Oxygen Spesies
(ROS) yang berpotensi menimbulkan kerusakan sangat penting untuk
homeostatis selular (Pajovic et al., 2008). Kandungan biji mahoni yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
berperan sebagai antioksidan adalah terpenoid, tanin, flavonoid, steroid,
saponin, dan alkaloid (Sahgal et al., 2009b; Hajra et al., 2011a).
Limonoid dari kelas tetratriterpenoid merupakan salah satu
substansi yang menyebabkan biji mahoni memiliki efek terapeutik
(Rahman et al., 2008). Golongan terpenoid ini dapat mencegah infiltrasi
leukosit ke dalam ginjal yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal
(Alrdahe et al., 2010). Terpenoid juga dapat meningkatkan glutation (GSH)
dan aktivitas enzim antioksidan (Thoppil & Bishayee, 2011).
Tanin dan flavonoid yang didapat dari ekstrak biji mahoni diketahui
memiliki aktivitas scavenging radikal bebas yang tinggi (Hagerman, 2002;
Hajra et al., 2011a; Sahgal et al., 2009a). Flavonoid merupakan scavenger
yang efektif untuk radikal hidroksil dan peroksil. Mekanisme antioksidan
yang lain dari flavonoid terletak pada kemampuan donor hidrogen dan
metal ion chelation. Setelah mendonorkan atom hidrogen, flavonoid
menjadi radikal yang stabil yang tidak mudah berpartisipasi dalam reaksi
radikal lain. Di samping itu, flavonoid dapat membentuk kompleks dengan
logam dan mencegah oksidasi lipid (Lee et al., 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Pajovic et al., (2008) menunjukkan
bahwa ekspresi enzim antioksidan seperti glutation (GSH) dapat
dimodulasi oleh steroid.
Saponin dan alkaloid dapat memainkan peran penting dalam
penghambatan lipoksigenase (Rodrigues et al., 2005). Lipoksigenase
merupakan enzim penting dalam biosintesis leukotrien yang memainkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
peran penting dalam patofisiologi beberapa penyakit inflamasi.
Lipoksigenase sensitif terhadap antioksidan, di mana aktivitasnya adalah
menghambat pembentukan hidroperoksida lipid dalam rangka scavenging
bentuk radikal dari lipidoksi atau lipidperoksi dalam proses peroksidasi
enzim. Hal ini dapat membatasi ketersediaan substrat hidroperoksida lipid
yang diperlukan untuk siklus katalitik lipoksigenase (Rackova et al., 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.4. Skema Kerangka Pikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
C. Hipotesis
1. Ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni) memiliki efek nefroprotektor
terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang
diinduksi parasetamol.
2. Peningkatan dosis dapat meningkatkan efek nefroprotektor ekstrak biji
mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap kerusakan histologis sel ginjal
mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
C. Subjek Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mencit. Sampel yang diambil dari
populasi memiliki kriteria inklusi yaitu: berjenis kelamin jantan, galur Swiss
webster, berusia 2-3 bulan, dan berat badan ± 20 g. Adapun kriteria
eksklusinya adalah mencit yang memiliki kecacatan fisik dan atau tampak
sakit. Jumlah sampel yang digunakan berdasarkan rumus Federer, yaitu:
(k-1)(n-1) > 15
(4-1)(n-1) > 15
3(n-1) > 15
3n > 15 + 3
n > 6 ≈ 7
Keterangan:
k : jumlah kelompok
n : jumlah sampel dalam tiap kelompok
Pada penelitian ini jumlah sampel untuk tiap kelompok sebanyak 7 ekor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
mencit (n > 6). Jumlah kelompok mencit ada 4 sehingga penelitian ini
membutuhkan 28 ekor mencit dari populasi yang ada.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling yang dipakai adalah incidental sampling. Sampel
diperoleh dengan mengambil begitu saja subjek penelitian yang ditemui dari
populasi yang ada (Taufiqqurohman, 2008).
E. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah the post test only controlled group
design. Dalam rancangan ini subjek dibagi menjadi 4 kelompok secara
random.
Gambar 3.1. Skema Rancangan Penelitian
Keterangan:
X : Populasi
S : Sampling
Y : Sampel
R : Randomisasi
KK (-) : Kelompok Kontrol Negatif, diberi makanan dan minuman standar
tanpa diberi ekstrak biji mahoni maupun parasetamol.
X
S
Y
R KK (-)
KK (+)
KP1
KP2
O0
O1
O2
O3
Dibandingkandengan uji
statistik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
KK (+) : Kelompok Kontrol Positif, diberi makanan dan minuman standar
dan diberi parasetamol 0,1 ml/20 g BB mencit satu kali sehari pada
hari ke-12, 13, dan 14.
KP1 : Kelompok Perlakuan 1, diberi makanan dan minuman standar,
diberi ekstrak biji mahoni dengan dosis 0,1 ml/20 g BB mencit
satu kali sehari selama 14 hari berturut-turut dan diberi
parasetamol 0,1 ml/20 g BB mencit satu kali sehari pada hari ke-
12, 13, dan 14.
KP2 : Kelompok Perlakuan 2 diberi makanan dan minuman standar,
diberi ekstrak biji mahoni dengan dosis 0,2 ml/20 g BB mencit
satu kali sehari selama 14 hari berturut-turut dan diberi
parasetamol 0,1 ml/20 g BB mencit satu kali sehari pada hari ke-
12, 13, dan 14.
O0 : Pengamatan jumlah sel ginjal yang mengalami kerusakan pada
mencit kelompok kontrol negatif.
O1 : Pengamatan jumlah sel ginjal yang mengalami kerusakan pada
mencit kelompok kontrol positif.
O2 : Pengamatan jumlah sel ginjal yang mengalami kerusakan pada
mencit kelompok perlakuan 1.
O3 : Pengamatan jumlah sel ginjal yang mengalami kerusakan pada
mencit kelompok perlakuan 2.
Pengambilan organ ginjal mencit yang selanjutnya dibuat preparat
histologis, dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama dikerjakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
F. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : pemberian ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni).
2. Variabel terikat : kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus).
3. Variabel luar :
a. Terkendali
Variasi genetik, jenis kelamin, umur, suhu udara, berat badan, dan jenis
makanan mencit semuanya diseragamkan.
b. Tak terkendali
1) Sensitivitas subjek terhadap zat yang diberikan.
2) Keadaan psikologis subjek.
3) Keadaan awal ginjal mencit.
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel bebas: pemberian ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni)
Biji mahoni yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari toko
obat herbal Akar Sari. Ekstraksi biji mahoni dilakukan di Laboratorium
Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM).
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan teknik maserasi menggunakan pelarut
etanol 70%.
Ekstrak biji mahoni diberikan selama 14 hari berturut-turut secara
per oral dengan sonde lambung dalam 2 dosis.
Dosis I : 11,2 mg/20 g BB mencit yang diencerkan hingga 0,1 ml
diberikan pada mencit KP1 (perhitungan dosis pada cara kerja).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Dosis II : 22,4 mg/20 g BB mencit yang diencerkan hingga 0,2 ml
diberikan pada mencit KP2.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala ordinal.
2. Variabel terikat: kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus)
Kerusakan histologis sel ginjal mencit adalah gambaran kerusakan
mikroskopis sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit yang diinduksi
parasetamol dan telah mendapat perlakuan dengan ekstrak biji mahoni.
Pada variabel ini yang dinilai berupa besarnya kerusakan histologis
sel epitel tubulus proksimal ginjal mencit. Besarnya kerusakan histologis
dinilai dengan cara menghitung jumlah sel epitel tubulus proksimal yang
rusak dari tiap 50 sel epitel tubulus proksimal pada suatu daerah tertentu di
pars konvulata korteks ginjal. Sel epitel tubulus proksimal yang rusak
ditandai oleh adanya inti sel yang piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Tiap
mencit diambil ginjal kanan dan kirinya. Untuk masing-masing ginjal,
jumlah irisan yang dibaca adalah 1 irisan dari 2 irisan yang diambil,
sehingga untuk setiap kelompok (7 mencit) terdapat 7 irisan ginjal kanan
dan 7 irisan ginjal kiri yang akan dibaca. Dengan demikian ada 14 angka
yang muncul mengenai jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami
kerusakan pada tiap kelompok mencit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Adapun rumus besarnya kerusakan histologis sel epitel tubulus
proksimal untuk tiap irisan ginjal adalah:
Pi + Kr + Kl
Keterangan :
Pi : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti piknosis.
Kr : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti karioreksis.
Kl : Jumlah sel epitel tubulus proksimal dengan inti kariolisis.
Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio.
3. Variabel luar
Variabel luar terdiri dari variabel yang dapat dikendalikan dan yang tidak
dapat dikendalikan.
a. Variabel luar yang dapat dikendalikan. Variabel ini dapat dikendalikan
melalui homogenisasi.
1) Variasi genetik
Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit dengan galur Swiss
webster.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin mencit yang digunakan adalah jantan.
3) Umur
Umur mencit pada penelitian ini adalah + 3 bulan.
4) Suhu udara
Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara
berkisar antara 25-28o C.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
5) Berat badan
Berat badan hewan percobaan + 20 g.
6) Jenis makanan
Makanan yang diberikan berupa pelet dan minuman dari air
Perusahaan Air Minum (PAM).
b. Variabel luar yang tidak dapat dikendalikan:
1) Reaksi sensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi kepekaan
mencit terhadap zat yang digunakan.
2) Kondisi psikologis mencit dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Lingkungan yang terlalu ramai dan gaduh, pemberian perlakuan yang
berulang kali, dan perkelahian antarmencit dapat mempengaruhi
kondisi psikologis mencit.
3) Keadaan awal ginjal mencit tidak diperiksa pada penelitian ini
sehingga mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan ginjalnya
sudah mengalami kelainan.
H. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) kandang mencit
4 buah masing-masing untuk 7 ekor mencit beserta kelengkapan pemberian
makan; 2) timbangan hewan; 3) timbangan obat; 4) pipet tetes dan mikropipet
5) sonde lambung; 6) alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting,
jarum, meja lilin); 7) alat untuk pembuatan preparat histologi; 8) mikroskop
cahaya medan terang; 9) gelas ukur dan pengaduk; 10) masker; 11) handscoen;
dan 12) kamera.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi: 1) parasetamol; 2)
makanan hewan percobaan (pelet); 3) akuades; 4) bahan untuk pembuatan
preparat histologis dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE); dan 5)
ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.).
I. Cara Kerja
1. Cara ekstraksi biji mahoni (Swietenia mahagoni)
Pembuatan ekstrak biji mahoni dilakukan di Laboratorium Penelitian dan
Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada (LPPT UGM) dengan
menggunakan metode maserasi. Biji mahoni dicuci menggunakan akuades
kemudian dikeringkan dalam almari pengering suhu 450C selama 48 jam.
Selanjutnya biji mahoni direndam dengan ethanol 70%, di-blend selama 30
menit, didiamkan selama 24 jam, lalu disaring. Prosedur tersebut diulangi
sebanyak 3 kali. Filtrat hasil penyaringan diuapkan dengan vacuum rotary
evaporator, pemanas water bath suhu 700C. Dari proses tersebut akan
didapatkan ekstrak kental yang dituang dalam cawan porselin. Selanjutnya
ekstrak kental dalam cawan porselin dipanaskan dengan pemanas water
bath suhu 700C sambil terus diaduk sehingga didapatkan ekstrak etanol biji
mahoni. Ekstrak biji mahoni ini akan diencerkan dengan akuades sebelum
disondekan pada mencit percobaan.
2. Dosis dan pengenceran ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni).
Pemberian ekstrak biji mahoni untuk gastroprotektor berdasarkan
penelitian oleh Alrdahe et al. (2010) adalah 400 mg/kg BB tikus atau setara
dengan 80 mg/200 g BB tikus. Pada penelitian Alrdahe et al. tersebut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
ekstrak biji mahoni diberikan dalam 4 dosis, yaitu 50, 100, 200, dan 400
mg/kg BB tikus yang diberikan secara per oral selama 14 hari berturut-
turut. Penentuan dosis yang diberikan kepada mencit berdasarkan pada
hasil konversi dari tikus ke mencit seperti terlihat pada lampiran 1
(Ngatidjan, 1991). Dosis pemberian ekstrak biji mahoni pada mencit ini
adalah dosis I = 0,1 ml/20 g BB mencit dan dosis II = 0,2 ml/20 g BB
mencit. Masing-masing dosis yang disondekan tersebut adalah 5,6 g
ekstrak biji mahoni yang telah diencerkan dengan akuades menjadi volume
50 ml. Ekstrak biji mahoni dosis I diberikan satu kali sehari selama 14 hari
berturut-turut pada KP1. Ekstrak biji mahoni dosis II diberikan satu kali
sehari selama 14 hari berturut-turut pada KP2.
Perhitungan dosis ekstrak biji mahoni:
a. Dosis I ekstrak biji mahoni setara dengan 80 mg ekstrak biji mahoni
pada tikus dengan berat 200 g.
Dosis I untuk mencit 20 g = Nilai konversi x 80 mg
= 0,14 x 80 mg
= 11,2 mg/20 g BB mencit
Pengenceran ekstrak biji mahoni:
Ekstrak biji mahoni sebanyak 11,2 g diencerkan dengan akuades
sehingga didapatkan 100 ml larutan ekstrak biji mahoni, setara dengan
5,6 g ekstrak biji mahoni yang dilarutkan dengan akuades sehingga
menjadi 50 ml larutan ekstrak biji mahoni.
↔ Dalam 1 ml mengandung 112 mg ekstrak biji mahoni
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
↔ Dalam 0,1 ml mengandung 11,2 mg ekstrak biji mahoni
Larutan ekstrak biji mahoni yang disondekan adalah ekstrak biji
mahoni yang telah diencerkan. Larutan ekstrak biji mahoni yang
disondekan pada 1 ekor mencit (20 g) pada KP1 sebanyak 0,1 ml dan
diberikan selama 14 hari berturut-turut.
b. Dosis II ekstrak biji mahoni
Ekstrak biji mahoni dosis II adalah 2 kali ekstrak biji mahoni dosis I.
Jadi, larutan ekstrak biji mahoni yang disondekan pada 1 ekor mencit
(20 g) pada KP2 sebanyak 0,2 ml dan diberikan selama 14 hari berturut-
turut.
3. Dosis dan pengenceran parasetamol
Dosis letal (LD-50/Lethal Dosis-50) untuk mencit per oral yang telah
diketahui adalah 338 mg/kg BB atau 6,76 mg/20 g BB mencit (Wishart et
al., 2011). Dosis parasetamol yang digunakan untuk menimbulkan efek
kerusakan ginjal berupa nekrosis sel epitel tubulus proksimal ginjal tanpa
menyebabkan kematian mencit adalah dosis 3/4 LD-50 perhari (Ratnasari,
2009). Dosis yang digunakan adalah 338 mg/Kg BB × 0,75 = 253,5 mg/kg
BB = 5,07 mg/20 g BB mencit. Parasetamol 500 mg dilarutkan dalam
akuades hingga 9,86 ml, sehingga dalam 0,1 ml larutan parasetamol
mengandung 5,07 mg parasetamol.
Parasetamol diberikan selama 3 hari berturut-turut yaitu pada hari ke-12,
13, dan 14. Pemberian parasetamol dengan cara ini dimaksudkan untuk
menimbulkan kerusakan berupa nekrosis pada sel epitel tubulus proksimal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
di daerah pars konvulata korteks ginjal tanpa menimbulkan kematian pada
mencit.
4. Persiapan mencit
Mencit diadaptasikan selama tujuh hari di Laboratorium Histologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Sesudah
adaptasi, keesokan harinya dilakukan penimbangan untuk menentukan
dosis dan dilakukan perlakuan.
5. Pengelompokan subjek
Pada minggu kedua mulai dilakukan percobaan. Subjek dikelompokkan
menjadi empat kelompok dengan cara randomisasi, dan masing-masing
kelompok terdiri dari 7 mencit. Adapun pengelompokan subjek adalah
sebagai berikut:
a. KK (-) : Kelompok Kontrol Negatif, diberi akuades per oral sebanyak
0,1 ml/20 g BB mencit setiap hari selama 14 hari berturut-
turut, tanpa ekstrak biji mahoni maupun parasetamol.
b. KK (+) : Kelompok Kontrol Positif, diberi akuades per oral sebanyak
0,1 ml/20 g BB mencit selama 14 hari berturut-turut, dan
diberi parasetamol per oral 0,1 ml/20 g BB mencit satu kali
sehari pada hari ke-12, 13, dan 14, tanpa ekstrak biji mahoni.
c. KP1 : Kelompok Perlakuan 1, diberi ekstrak biji mahoni per oral
sebanyak 0,1 ml/20 g BB mencit satu kali sehari selama 14
hari berturut-turut dan diberi parasetamol per oral 0,1 ml/20 g
BB mencit satu kali sehari pada hari ke-12, 13, dan 14.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
d. KP2 : Kelompok Perlakuan 2, diberi ekstrak biji mahoni per oral
sebanyak 0,2 ml/20 g BB mencit satu kali sehari selama 14
hari berturut-turut dan diberi parasetamol per oral 0,1 ml/20 g
BB mencit satu kali sehari pada hari ke-12, 13, dan 14.
Setiap sebelum pemberian parasetamol dan ekstrak biji mahoni, mencit
dipuasakan dahulu ± 5 jam untuk mengosongkan lambung. Pemberian
parasetamol dilakukan ± 1 jam setelah pemberian ekstrak biji mahoni agar
terabsorbsi terlebih dahulu. Di luar jadwal perlakuan mencit diberi makan
berupa pelet dan minum air PAM ad libitum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
6. Pemberian Perlakuan
Gambar 3.2. Skema Langkah Penelitian
7. Pengukuran Hasil
Pada hari ke-15 setelah perlakuan diberikan, semua hewan
percobaan dikorbankan dengan cara neck dislocation (Alrdahe et al., 2010).
Setiap mencit diambil ginjal kanan dan kiri, kemudian masing-masing
ginjal dibuat 2 irisan secara frontal pada daerah pertengahan ginjal dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
jarak antaririsan adalah 10 irisan dengan ketebalan tiap irisan ginjal + 5–7
µm (untuk keseragaman). Preparat ginjal dibuat dengan metode blok
parafin dengan pengecatan Hematoksilin Eosin (HE). Tiap mencit dibuat 2
irisan jaringan dari ginjal kanan dan 2 irisan jaringan dari ginjal kiri, yang
kemudian diambil secara acak 1 irisan dari masing-masing ginjal untuk
diamati pada mikroskop. Jadi, jumlah irisan ginjal yang dibaca untuk tiap
mencit adalah 1 irisan dari ginjal kanan dan 1 irisan dari ginjal kiri. Dengan
demikian untuk tiap kelompok terdapat 7 irisan ginjal kanan dan 7 irisan
ginjal kiri (14 irisan ginjal). Dari tiap irisan ginjal dibaca jumlah sel epitel
tubulus proksimal yang rusak dari tiap 50 sel epitel tubulus proksimal
ginjal. Dengan demikian ada 14 angka yang muncul mengenai jumlah sel
epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan pada setiap kelompok
mencit, yang kemudian dibandingkan reratanya dengan uji statistik.
Pengamatan preparat irisan jaringan ginjal mula-mula dilakukan
dengan perbesaran 100 kali untuk mengamati seluruh bagian irisan,
kemudian ditentukan tubulus proksimal yang terletak pada pars konvulata
korteks ginjal. Pengamatan dilanjutkan dengan perbesaran 400 kali untuk
mengamati inti sel epitel tubulus proksimal ginjal. Perbesaran 1000 kali
untuk melihat dan membedakan inti sel yang piknosis, karioreksis, dan
kariolisis dengan lebih jelas.
Pengamatan dilakukan pada tubulus proksimal ginjal karena
menurut Wilson (2006), pada tubulus proksimal terjadi absorpsi dan
sekresi aktif serta kadar sitokrom P450 lebih tinggi untuk mendetoksifikasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
atau mengaktifkan toksikan sehingga lebih mudah untuk mengalami
kerusakan.
Untuk mengetahui sel-sel epitel tubulus proksimal yang
mengalami kerusakan maka dari tiap irisan ditentukan 1 daerah di pars
konvulata korteks ginjal kemudian pada tiap daerah tersebut dihitung
jumlah sel epitel tubulus proksimal yang mengalami kerusakan dari tiap 50
sel epitel tubulus proksimal yang ada di daerah tersebut. Masing-masing
irisan ginjal yang diamati kemudian dihitung jumlah inti sel yang
mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Jumlah sel yang
mengalami piknosis, karioreksis, dan kariolisis dari tiap 50 sel
menggambarkan besarnya kerusakan yang dialami oleh tiap irisan ginjal.
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh diuji normalitasnya menggunakan uji
Kolmogorof-Smirnov dan uji Levene’s Test of Varian untuk mengetahui varian
data. Kemudian data diuji menggunakan uji statistik One-Way ANOVA
dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple Comparisons untuk mengetahui
kelompok mana yang mempunyai perbedaan bermakna. Derajat kemaknaan
yang digunakan adalah α = 0,05 (Dahlan, 2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Data yang didapatkan dari hasil pengamatan mikroskopis dari efek
nefroprotektor ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni (L.) Jacq.) terhadap
kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang diinduksi
parasetamol disajikan pada lampiran 3. Hasil rerata jumlah kerusakan
histologis sel ginjal mencit untuk masing-masing kelompok dapat dilihat pada
gambar 4.1.
Gambar 4.1. Diagram Rerata Skor Kerusakan Sel Ginjal Masing-masing
Kelompok. Kontrol (-) tanpa parasetamol dan ekstrak biji mahoni, kontrol (+) hanya diberi parasetamol, perlakuan 1 diberi parasetamol dan ekstrak biji mahoni dosis 11,2 mg/g BB, perlakuan 2 diberi parasetamol dan ekstrak biji mahoni dosis 22,4 mg/g BB (Data Primer, 2012)
0
5
10
15
20
25
30
35
Kontrol (-) Kontrol (+) Perlakuan 1 Perlakuan 2
Rer
ata
Jum
lah
Ker
usak
an S
el G
inja
l
Kelompok
9.57 + 0.701
28.93 + 1.698
9.28 + 0.873
27.79 + 1.651
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa kelompok KK (+) memiliki
rerata jumlah kerusakan yang paling tinggi, yaitu 28.93+1.698; sedangkan KP1
memiliki rerata terendah, yaitu 9.28+0.873. Gambaran histologis
(fotomikrograf) tubulus proksimal ginjal mencit pada KK (-), KK (+), KP1,
dan KP2 dapat dilihat pada lampiran 4.
B. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.0 for
Windows. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara statistik
dengan uji One-Way ANOVA untuk mengetahui adanya perbedaan rerata
jumlah kerusakan sel ginjal mencit yang bermakna antara keempat kelompok
sekaligus. Uji One-Way ANOVA ini dapat dilakukan jika data penelitian
memenuhi ketiga syarat uji parametrik.
Syarat pertama adalah skala pengukuran variabel termasuk skala
numerik. Terdapat dua macam variabel dalam penelitian ini. Pemberian ekstrak
biji mahoni yang merupakan variabel bebas menggunakan skala ordinal
(kategorik), sedangkan kerusakan histologis sel ginjal mencit yang merupakan
variabel terikat menggunakan skala rasio (numerik). Dengan demikian, syarat
skala numerik dalam penelitian ini telah terpenuhi.
Sebaran atau distribusi data yang normal merupakan syarat uji
parametrik kedua. Untuk mengetahui normalitas data pada penelitian ini,
digunakan uji Kolmogorov-Smirnov (α = 0,05) karena jumlah irisan ginjal
yang diperiksa sebagai sampel adalah 56 irisan (lebih dari 50). Hasil uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada lampiran 5. Nilai p dari hasil uji
Kolmogorov-Smirnov untuk kelompok KK (-), KK (+), KP1, dan KP2 berturut-
turut adalah 0,163; 0,200; 0,118; dan 0,090. Keempat nilai di atas lebih besar
dari α (0,05), sehingga menunjukkan bahwa sebaran data pada masing-masing
kelompok KK (-), KK (+), KP1, dan KP2 adalah normal, jadi syarat kedua
terpenuhi.
Syarat terakhir adalah kesamaan varian data yang dapat diketahui
dengan uji Homogeneity of Variances. Suatu data dikatakan memiliki
kesamaan varian bila nilai p lebih besar dari nilai α (0,05). Hasil uji
Homogeneity of Variances dapat dilihat pada lampiran 5. Dari uji ini
didapatkan nilai p sebesar 0,004. Karena p < α, maka varian data ini tidak sama
sehingga syarat ketiga uji parametrik belum dapat terpenuhi. Dari sini perlu
dilakukan transformasi data agar diperoleh varian data yang sama. Sebelumnya
perlu dicari bentuk transformasi data yang sesuai dengan menilai slope dan
power. Nilai slope dan power dapat dilihat pada lampiran 5. Nilai slope =
0,830 dan nilai power = 0,170; sehingga bentuk transformasi yang digunakan
adalah logaritma. Berikut adalah hasil rerata data transformasi yang telah
dilakukan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Tabel 4.1. Rerata Transformasi Jumlah Kerusakan Histologis Sel Ginjal pada Masing-Masing Kelompok Mencit
Kelompok Rerata Jumlah
KK (+) 1,02
KK (-) 1,45
KP1 0,94
KP2 1,43
(Data Primer, 2012)
Setelah dilakukan transformasi data, dilakukan kembali uji
Homogeneity of Variances. Hasil uji Homogeneity of Variances dengan data
transformasi dapat dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan uji ini, didapatkan
nilai p sebesar 0,625 sehingga dapat dinyatakan bahwa varian data
antarkelompok sama.
Setelah ketiga syarat terpenuhi maka uji One-Way ANOVA bisa
dilakukan. Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada lampiran 6. Derajat
kemaknaan yang digunakan adalah α = 0,05. Nilai p dari hasil uji One-Way
ANOVA adalah 0,001 (p < 0,05). Nilai p yang kurang dari 0,05 menunjukkan
adanya perbedaan nilai rerata jumlah kerusakan sel ginjal yang bermakna pada
setidaknya dua kelompok.
Langkah selanjutnya adalah analisis mengenai perbedaan masing-
masing kelompok dengan Post Hoc Multiple Comparisons menggunakan uji
Least Significantly Different (LSD). Ringkasan hasil uji LSD dapat dilihat pada
tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Uji LSD (α = 0,05)
Kelompok p Perbedaan
KK (-) – KK (+) 0,001 Bermakna
KK (-) – KP1 0,631 Tidak Bermakna
KK (-) – KP2 0,001 Bermakna
KK (+) – KP1 0,001 Bermakna
KK (+) – KP2 0,705 Tidak Bermakna
KP1 – KP2 0,001 Bermakna
(Data Primer, 2012)
Nilai p yang lebih besar dari 0,05 antara KK (-) – KP1 dan KK (+) –
KP2 menunjukkan bahwa didapatkan perbedaan yang tidak bermakna antara
kedua kelompok ini. Sedangkan nilai p yang lebih kecil dari 0,05 antara
pasangan kelompok lainnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai
rerata jumlah kerusakan sel ginjal yang bermakna pada pasangan
antarkelompok data tersebut. Hasil uji LSD secara rinci dapat dilihat pada
lampiran 6.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB V
PEMBAHASAN
Penelitian ini mengamati pengaruh pemberian ekstrak biji mahoni terhadap
kerusakan histologis sel ginjal mencit akibat paparan parasetamol. Kerusakan sel
ginjal pada penelitian ini merupakan nilai dari skor kerusakan sel ginjal yang
dievaluasi dari perubahan inti sel ginjal berupa piknotik, karioreksis, dan kariolisis.
Sel piknotik memiliki inti yang kisut dan bertambah basofil, dan batasnya tidak
teratur. Inti sel karioreksis memiliki inti yang mengalami fragmentasi atau hancur
dengan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel.
Sel yang mengalami kariolisis memiliki ciri kromatin basofil menjadi pucat, inti sel
kehilangan kemampuan menyerap warna sehingga tidak tampak dalam pewarnaan
(Cotran, 2007; Wilson, 2006).
Kerusakan sel akibat paparan dosis toksik parasetamol paling berat terjadi
pada tubulus proksimal ginjal karena menurut Wilson (2006) di daerah ini terjadi
absorpsi dan sekresi aktif serta kadar sitokrom P450 lebih tinggi untuk
mendetoksifikasi atau mengaktifkan toksikan sehingga lebih mudah untuk
mengalami kerusakan. Oleh karena itu, penilaian kerusakan histologis sel ginjal
dalam penelitian dilakukan dengan menghitung jumlah sel piknosis, karioreksis,
kariolisis pada tubulus proksimal.
Dalam penelitian ini mencit dibagi menjadi empat kelompok, yaitu
Kelompok Kontrol Negatif (KK(-)), Kelompok Kontrol Positif (KK (+)),
Kelompok Perlakuan 1 (KP1), dan Kelompok Perlakuan 2 (KP2). KK (-) digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
sebagai derajat normal untuk pembanding terhadap ketiga kelompok yang lain. KK
(-) diharapkan memiliki jumlah kerusakan histologis sel ginjal yang paling kecil
dibandingkan kelompok lain. Adanya gambaran inti piknosis, karioreksis, dan
kariolisis pada KK (-) disebabkan oleh proses apoptosis yang secara fisiologis
dialami oleh semua sel normal. Setiap sel dalam tubuh akan selalu mengalami
penuaan yang diakhiri kematian sel dan digantikan oleh sel-sel baru melalui proses
regenerasi. Selain itu, variabel yang tidak dapat dikendalikan seperti: perbedaan
sensitivitas, kondisi psikologis, dan keadaan awal ginjal mencit mungkin juga dapat
menjadi penyebab perubahan inti tersebut.
Hasil analisis jumlah kerusakan histologis sel ginjal menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan bermakna antara KK (-) dan KK (+). Hasil ini sesuai dengan
yang diharapkan, yaitu kerusakan histologis sel ginjal terjadi lebih besar pada KK
(+) yang diberi parasetamol dibanding KK (-) yang tidak diberi parasetamol. Hal ini
sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Wilmana & Gan (2007) bahwa pemberian
parasetamol dengan dosis toksik dapat menyebabkan kerusakan sel ginjal melalui
pembentukan metabolit N-asetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI) yang melampaui
persediaan glutation dan memicu terjadinya kerusakan sel ginjal.
KP1 yang diberi parasetamol dosis toksik dan ekstrak biji mahoni
menunjukkan kerusakan histologis sel ginjal yang lebih sedikit dibandingkan
dengan KK (+) yang hanya diberi parasetamol dosis toksik tanpa ekstrak biji
mahoni. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji mahoni mampu
mengurangi jumlah inti sel ginjal yang mengalami kerusakan akibat pemberian
parasetamol dosis toksik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Kandungan ekstrak biji mahoni yang telah dijelaskan sebelumnya
kemungkinan berperan dalam mengurangi kerusakan inti sel ginjal melalui
mekanisme antioksidan. Kandungan biji mahoni yang berperan sebagai
antioksidan adalah terpenoid, tanin, flavonoid, steroid, saponin, dan alkaloid
(Sahgal et al., 2009b; Hajra et al., 2011a). Golongan terpenoid dapat mencegah
infiltrasi leukosit ke dalam ginjal yang dapat menimbulkan kerusakan ginjal
(Alrdahe et al., 2010). Terpenoid juga dapat meningkatkan glutation (GSH) dan
aktivitas enzim antioksidan (Thoppil & Bishayee, 2011). Tanin dan flavonoid
diketahui memiliki aktivitas scavenging radikal bebas yang tinggi (Hagerman,
2002; Hajra et al., 2011a; Sahgal et al., 2009a). Mekanisme antioksidan yang lain
dari flavonoid terletak pada kemampuan donor hidrogen dan metal ion chelation
(Lee et al., 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Pajovic et al., (2008)
menunjukkan bahwa ekspresi enzim antioksidan seperti glutation (GSH) dapat
dimodulasi oleh steroid. Saponin dan alkaloid dapat memainkan peran penting
dalam penghambatan lipoksigenase (Rodrigues et al., 2005). Lipoksigenase
merupakan enzim penting dalam biosintesis leukotrien yang berperan penting
dalam patofisiologi beberapa penyakit inflamasi (Rackova et al., 2007).
KP1 merupakan kelompok perlakuan menggunakan ekstrak biji mahoni
dengan dosis 11,2 mg/20 g BB mencit (dosis I) dan parasetamol dosis toksik.
Berdasarkan hasil analisa jumlah kerusakan sel ginjal pada KP1 didapatkan
perbedaan yang tidak bermakna dengan KK (-). Dari sini diketahui bahwa
pemberian ekstrak biji mahoni dosis I dapat mengurangi kerusakan histologis sel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
ginjal mencit akibat pemberian parasetamol dosis toksik dengan melindungi sel
ginjal sehingga kondisinya sama seperti KK (-).
Hasil analisis jumlah kerusakan sel ginjal pada KP2 yang diberi ekstrak biji
mahoni dengan dosis 22,4 mg/20 g BB mencit (dosis II) menunjukkan kerusakan
histologis sel ginjal dengan perbedaan yang tidak bermakna terhadap kelompok
mencit yang hanya diberi paparan parasetamol dosis toksik tanpa ekstrak biji
mahoni (KK (+)). Jumlah kerusakan histologis sel ginjal pada kelompok KP2 juga
lebih banyak daripada KP1 dan KK (-) dengan perbedaan yang bermakna. Dari sini
dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak biji mahoni dengan dosis II tidak
meningkatkan aktivitas nefroprotektor dibandingkan pemberian ekstrak biji mahoni
dosis I, tetapi justru memberikan efektivitas yang lebih rendah daripada dosis I. Hal
ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan karena dosis ekstrak biji mahoni pada
KP2 terlalu tinggi melebihi dosis optimum sehingga fungsi proteksinya justru
semakin menurun. Sebagaimana obat yang mempunyai dosis optimal, ekstrak biji
mahoni juga mempunyai dosis optimal. Bila dosis yang diberikan berlebihan, maka
akan menurunkan efek proteksinya (Alrdahe et al., 2010).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa ekstrak biji mahoni
terbukti mempunyai efek nefroprotektor. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
pengurangan kerusakan histologis sel ginjal mencit akibat paparan parasetamol
setelah pemberian ekstrak biji mahoni dengan dosis tertentu. Efek proteksi dari
ekstrak biji mahoni pada dosis I memiliki hasil yang sama dengan kontrol negatif,
sedangkan dari dosis II diketahui tidak terjadi peningkatan efek nefroprotektor,
tetapi justru memberikan efektivitas yang lebih rendah daripada dosis I.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
1. Ekstrak biji mahoni (Swietenia mahagoni) memiliki efek nefroprotektor
terhadap kerusakan histologis sel ginjal mencit (Mus musculus) yang
diinduksi parasetamol.
2. Peningkatan dosis tidak dapat meningkatkan efek nefroprotektor ekstrak biji
mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap kerusakan histologis sel ginjal
mencit (Mus musculus) yang diinduksi parasetamol.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan dosis ekstrak biji
mahoni yang optimal untuk manusia dalam mencegah kerusakan sel ginjal.
2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai efek kandungan zat aktif yang paling
berperan dalam ekstrak biji mahoni yang berfungsi sebagai nefroprotektor.
3. Hendaknya ekstrak biji mahoni dipertimbangkan untuk dijadikan obat
herbal terstandar asli Indonesia sebagai alternatif pencegahan kerusakan sel
ginjal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
DAFTAR PUSTAKA
Al-alusi NT, Kadir FA, Ismail S, Abdullah MA (2010). In vitro interaction of
combined plants: Tinosporacrispa and Swietenia mahagoni against Methicillinresistant Staphylococcus aureus (MRSA). AJMR Vol. 4(21), pp. 2309-12
Alrdahe SS, Abdulla MA, Razak SA, Kadir FA, Hassandarvish P (2010). Gastroprotective activity of Swietenia mahagoni seed extract on ethanol-induced gastric mucosal injury in rats. WASET 67
Bacsal K, Havez L, Diaz I, Espina S, Javillo J, Manzanilla H, Motalban J, et al. (1997). The effect of Switenia mahogany (mahogany) seed extract on indomethacin-induced gastric ulcers in female Sprague-Dawley rats. Acta Medica Philippina, 3:127-39
Bertolini A, Ferrari A, Ottani A, Guerzoni S, Tacchi R, Leone S (2006). Paracetamol: New vistas of an old drug. CNS Drug Reviews, Vol. 12, No. 3–4
Cotran RS, Rennke H, Kumar V (2007). Ginjal dan sistem penyalurnya. Dalam: Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L. (eds). Buku ajar patologi robbins volume 2. Edisi VII. Jakarta: EGC, pp: 572-94
Dahlan MS (2007). Statistika untuk kedokteran dan kesehatan: Deskriptif, bivariat, dan multivariat, dilengkapi “aplikasi dengan menggunakan SPSS”. Seri 1. Jakarta: Salemba Medika
Davey P (ed) (2006). At a glance medicine. Jakarta: Erlangga, pp: 258-9
Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2001). Informasi singkat benih: Swietenia mahagoni (L.) Jacq. http://www.dephut.go.id/ INFORMASI/RRL/IFSP /swietenia_mahagoni.pdf - Diakses Februari 2012
Ekimoto H, Irie Y, Araki Y, Han GQ, Kadota S, Kikuchi T (1991). Platelet aggregation inhibitors from the seeds of Swietenia mahagoni: Inhibition of in vitro and in vivo platelet-activating factor-induced effects of tetranortriterpenoids related to swietenine and swietenolide. Planta Med., 57:56-8
Eroschenko VP (2003). Atlas histologi di fiore. Edisi 9. Jakarta: EGC, pp: 247-249
FP USU (2010). Hidup sehat dengan mahoni. http://images.bpas.multiply. multiplycontent.com – Diakses Februari 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Friday JB (2004). Hawai’i forestry & agroforestry trees. www.ctahr.hawaii.edu/ forestry/trees/Samanea_Syzygium.html - Diakses Februari 2012
Gartner JP, Hiatt JL (2007). Color text book of histology. 3th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, pp: 437-59
Ghosh S, Besra SE, Roy K, Gupta JK, Vedasiromoni JR (2009). Pharmacological effects of methanolic extract of Swietenia mahagoni Jacq (meliaceae) seeds. Int J Green Pharm., 3: 206-10
Gilbertson DT, Liu J, Xue JL, Louis TA, Solid CA, Ebben JP, Collins AJ (2005). Projecting the number of patients with end-stage renal disease in the United States to the year 2015. J Am Soc Nephrol., 16: 3736–41
Guyton AC, Hall JE (2007). Ginjal dan cairan tubuh. Dalam: Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi XI. Jakarta: EGC, pp: 307-9
Hagerman AE (2002). Tannins as antioxidants. http://www.users.muohio.edu/ hagermae/Tannins%20as%20Antioxidants.pdf – Diakses Februari 2012
Hajra S, Mehta A, Pandey P, Vyas SP (2011a). Antioxidant and antidiabetic potential of ethanolic extract of Swietenia mahagoni (Linn.) seeds. IJPRD., Vol 3(3): 180-6
Hajra S, Mehta A, Pandey P (2011b). In vitro antihelmintic activity of Swietenia mahagoni seed extract against Pherytima posthuma. IJPSRR., Vol 12(1): 111-3
Haldar PK, Adhikari S, Bera S, Bhattacharya S, Panda SP, Kandar CC (2011). Hepatoprotective efficacy of Swietenia mahagoni L. Jacq. (Meliaceae) bark against paracetamol-induced hepatic damage in rats. Ind J Pharm Edu Res., 45: 108-13
Hariana A (2007). Tumbuhan obat dan khasiatnya. Jakarta: Penebar Swadaya, pp: 111
Inagi R. 2009. Endoplasmic reticulum stress in the kidney as a novel mediator of kidney injury. Nephron Exp Nephrol., 112:e1-9
Kadota S, Marpaung L, Kikuchi T, Ekimoto H (1990). Constituents of the seeds of Swietenia mahagoni Jacq. III: Structures of mahonin and secomahoganin. Chem Pharm Bull., 38(6) 1495-500
Kis B, Snipes JA, Busija DW (2005). Acetaminophen and the cyclooxygenase-3 puzzle: Sorting out facts, fictions, and uncertainties. JPET., 315:1–7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Lee J, Koo N, Min DB (2004). Reactive oxygen species, aging and antioxidative neutraceuticals. Compr Rev Food Sci Food Safety., 3: 1151–4
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA (1996). Buku Ajar Histologi. Edisi V. Jakarta: EGC, pp: 427-33
Lubis AJ (2006). Dukungan sosial pada pasien gagal ginjal terminal yang melakukan terapi hemodialisis. USU Repository
Majid MA, Rahman IMM, Shipar MAH, Uddin MH, Chowdhury R (2004). Physico-chemical characterization, antimicrobial activity and toxicity analysis of Swietenia mahagoni seed oil. Int J Agri Biol., Vol. 6, No. 2
Mayes PA (2003). Struktur dan fungsi vitamin larut lipid. Dalam: Biokimia harper. Edisi XXV. Jakarta: EGC, pp: 618-9
Mescher AL (2010). Junquera’s basic histology: text and atlas. Edisi ke 12. United States of America: The Mc Graw-Hill Companies, Inc
Murugesh KS, Yeligar VC, Maiti BC, Maity TK (2005). hepato protective and antioxidant role of Berberis tinctoria lesch leaves on paracetamol induced hepatic damage in rats. IJPT, 4 (1): 64-9
Ngatidjan (1991). Petunjuk laboratorium metode laboratorium dalam toksikologi. Yogyakarta: Pusat Antar Universitas Bioteknologi UGM, pp: 152-94
Orwa C, Mutua A, Kindt R, Jamnadass R, Simons A (2009). Agroforestree database: A tree reference and selection guide version 4.0. http://www. worldagroforestry.org/af/treedb/ – Diakses Februari 2012
Pajovic SB, Saicic ZS (2008). Modulation of antioxidant enzyme activities by sexual steroid hormones. Physiol Res., 57: 801-11
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) (2011). Pelihara ginjal untuk melindungi jantung. http://medicastore.com/seminar/123/Pelihara_ Ginjal_ untuk_Melindungi_Jantung.html - Diakses Januari 2012
Perneger TV, Whelton PK, Klag MJ (1994). Risk of kidney failure associated with use of acetaminophen, aspirin, and nonsteroidal antiinflammatory drugs. N Engl J Med., 331:1675–9
Plantamor (2008). Informasi spesies: Mahoni. http://www.plantamor.com/index. php?plant=1206 – Diakses Februari 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Prescott K, Stratton R, Freyer A, Hall I, Jeune IL (2009). Detailed analyses of self-poisoning episodes presenting to a large regional teaching hospital in the UK. Br J Clin Pharmacol., 68(2): 260–8
Rackova L, Oblozinsky M, Kostalova D, Kettmann V, Bezakova L (2007). Free radical scavenging activity and lipoxygenase inhibition of Mahonia aquifolium extract and isoquinoline alkaloids. Journal of Inflammation, 4:15
Rahman AKMS, Chowdhury AKA, Ali HA, Raihan SZ, Ali MS, Nahar L, Sarker SD (2008). Antibacterial activity of two limonoids from Swietenia mahagoni against multiple-drug-resistant (MDR) bacterial strains. J Nat Med., 63: 41-45
Ratnasari I (2009). Pengaruh Madu terhadap Kerusakan Sel Ginjal Mencit (Mus musculus) yang Diinduksi Parasetamol. Surakarta, Universitas Sebelas Maret. Skripsi
Rodrigues HG, Diniz YS, Faine LA, Galhardi CM, Burneiko RC, Almeida JA, Ribas BO, Novelli EL (2005). Antioxidant effect of saponin: potential action of a soybean flavonoid on glucose tolerance and risk factors for atherosclerosis. Int J Food Sci Nutr., 56(2):79-85
Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MN, Ismail S, Mansor SM (2009a). In vitro antioxidant and xanthine oxidase inhibitory activities of methanolic Swietenia mahagoni seed extracts. Molecules, 14:4476-85
Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MN, Ismail S, Mansor SM (2009b). Phytochemical and antimicrobial activity of Swietenia mahagoni crude methanolic seed extract. Tropical Biomedicine, 26(3): 274–9
Sherwood L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC, pp: 461-84
Slomianka L (2009). Blue histology – urinary system. http://www.lab.anhb.uwa.edu .au/mb140/corepages/urinary/urinary.htm#Tubules – Diakses Februari 2012
Snell RS (2006). Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, pp: 250-1
Taufiqqurohman MA (2008). Pengantar metodologi penelitian untuk ilmu kesehatan. Surakarta: UNS Press, pp: 62-3, 101-2
Thoppil RJ, Bishayee A (2011). Terpenoids as potential chemopreventive and therapeutic agents in liver cancer. World J Hepatol., 3(9): 228-49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Tjay TH, Rahardja K (2002). Obat-obat penting: Khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Jakarta: Gramedia, pp: 297-8
Wein AJ, Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA (2007). Campbell-walsh urology. Vol I. 9th Ed. Saunders; pp: 24
Wilmana PF, Gan S (2007). Analgesik-antipiretik analgesik anti-inflamasi nonsteroid dan obat gangguan sendi lainnya. Dalam: Farmakologi dan terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp: 237-8
Wilson LM (2006). Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam: Price SA dan Wilson LM (eds). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: EGC, pp: 867-94
Wishart D, Knox C, Law V (2011). Drugbank: Acetaminophen. http://www. drugbank.ca/drugs/DB00316 - Diakses Februari 2012