efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun ...3. ipang djunarko, m.sc., apt., selaku penguji...

101
EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Aloysia Yossy Kurniawaty NIM : 078114072 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR

    DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

    Program Studi Farmasi

    Oleh :

    Aloysia Yossy Kurniawaty

    NIM : 078114072

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2010

  • ii

    EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR

    DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

    Program Studi Farmasi

    Oleh :

    Aloysia Yossy Kurniawaty

    NIM : 078114072

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2010

  • iii

  • iv

  • v

    HALAMAN PERSEMBAHAN

  • vi

  • vii

    PRAKATA

    Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh

    karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

    “Efek Anti-Inflamasi Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada

    Mencit Betina Galur Swiss” ini dengan baik.

    Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

    Yogyakarta.

    Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak,

    baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak

    mengucapkan terima kasih kepada :

    1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

    Dharma.

    2. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku pembimbing utama skripsi ini atas

    segala kesabaran untuk selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan

    memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini

    3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukan

    kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

    4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukan

    kepada penulis demi kemajuan skripsi ini, dan selaku pembimbing akademik

    penulis atas segala pendampingan, dukungan dan bimbingan selama ini, dan

  • viii

    selaku pimpinan laboratorium Farmasi yang telah memberikan ijin penggunaan

    semua fasilitas laboratorium guna penelitian skripsi ini.

    5. Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat, Mas Yuwono, Mas Wagiran, dan semua

    staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu dan menemani selama

    penelitian berlangsung, atas segala bantuan dan dinamika selama di

    laboratorium.

    6. Bapak dan Ibu, atas dukungan, kasih sayang, doa dan perjuangan untuk terus

    memberikan yang terbaik bagiku, baik dalam materi maupun non-materi

    sehingga penulis tetap bersemangat dalam penyusunan skripsi ini.

    7. Sahabat dan orang-orang terbaik dalam hidupku, Aloysius Bimo Tiar Nugroho,

    Maria Angela Diva Vilaningrum Widyatenti, dan Cornelius Brian Alfredo atas

    kebersamaan, dukungan moral, kasih sayang, perhatian, semangat, keceriaan,

    doa, dan hanya kalian yang selalu mampu menyemangatiku dalam keadaan

    apapun juga.

    8. Rekan-rekan penelitian, Aryanti Prima Andini, Dina Wulandari, Ari Widya

    Nugraha, Andreas Arry Mahendra, Elisa Eka Adrianto, dan Cosmas Mora

    Yudiatmoko, atas bantuan, kerjasama, perjuangan, dan suka duka yang dialami

    selama penelitian.

    9. Teman-teman FKK B angkatan 2007 atas kebersamaan, persahabatan, suka dan

    duka selama ini.

    10. Pihak-Pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan

    satu persatu.

  • ix

    Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna termasuk

    penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan

    dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.

    Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

    pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, masyarakat, serta memberikan

    sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang

    kefarmasian. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

    Yogyakarta, 21 Desember 2010

    Penulis

  • x

  • xi

    INTISARI

    Macaranga tanarius L. adalah tanaman yang telah banyak diteliti

    kandungan senyawanya, namun penelitian yang mengarah pada efek farmakologis

    terhadap kandungannya masih sedikit dilaporkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk

    mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius, untuk

    mengetahui besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius serta

    untuk mengetahui besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun

    M. tanarius pada mencit betina galur Swiss dengan metode Langford termodifikasi.

    Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap

    pola searah. Tiga puluh lima ekor mencit dibagi dalam 7 kelompok, yaitu kelompok

    karagenin 1%, kelompok kontrol negatif aquades dan CMC-Na 1%, kelompok

    kontrol positif diklofenak, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius dengan dosis 711 mg/kgBB, 2133 mg/kgBB, dan 6400 mg/kgBB. Distribusi

    data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan Anova satu arah dan uji

    Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    memiliki efek antiinflamasi. Daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB berturut-turut adalah

    23,34%; 37,39%; dan 46,97%. Potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air

    daun M. tanarius pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB

    yang dinyatakan oleh persen potensi relatif daya antiinflamasi berturut-turut adalah

    43,32%; 65,54%; dan 87,16%.

    Kata kunci : antiinflamasi, ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.,

    metode Langford termodifikasi

  • xii

    ABSTRACT

    Macaranga tanarius L. is a plant that can cause pharmacological effects.

    Many researchers examine the compound content of this plant. But there are a few

    reports of the research about pharmacological effects and its content. The research

    purposes are to investigate anti-inflammatory effects of methanol-water extract of M.

    tanarius leaves, to find out the large of anti-inflammatory power of methanol-water

    extract of M. tanarius leaves and also to know the relative potential amount of anti-

    inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves toward Swiss

    female mice by using modified Langford method.

    This research is purely experimental with completely randomized design

    direction. Thirty five mice were divided into seven groups of five animals each. 1%

    carrageenan group, aquadest negative control group and 1% CMC-Na, diclofenac

    positive control group, group of methanol-water extract of M. tanarius leaves

    treatment with a dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg, and 6400 mg/kg. Data distribution

    was analyzed with Kolmogorov-Smirnov test, continued by one-way ANOVA and

    Scheffe test with 95% confidence level

    The research results showed that methanol-water extract of M. tanarius

    leaves has anti-inflammatory effects. Anti-inflammatory power of methanol-water

    extract of M. tanarius leaves at dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg, and 6400 mg/kg

    were 23.34%, 37.39%, and 46.97%. The relative potential of anti-inflammatory

    power of methanol-water extract of M. tanarius leaves at dose of 711 mg/kg, 2133

    mg/kg and 6400 mg/kg were 43.32%, 65.54%, and 87.16%.

    Key words: anti-inflammatory, methanol-water extract of leaves of Macaranga

    tanarius L., a modified method of Langford

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL .................................................................................................i

    HALAMAN JUDUL ...................................................................................................ii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................iii

    HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iv

    HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................................v

    PRAKATA ................................................................................................................vii

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................................x

    INTISARI ...................................................................................................................xi

    ABSTRACT ................................................................................................................xii

    DAFTAR ISI ............................................................................................................xiii

    DAFTAR TABEL .....................................................................................................xvi

    DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................xvii

    DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xviii

    BAB I. PENGANTAR .................................................................................................1

    A. Latar Belakang ....................................................................................................1

    1. Permasalahan .................................................................................................3

    2. Keaslian penelitian .........................................................................................4

    3. Manfaat penelitian .........................................................................................4

    B. Tujuan Penelitian ................................................................................................5

    BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .........................................................................6

  • xiv

    A. Tanaman M. tanarius ..........................................................................................6

    1. Keterangan botani ..........................................................................................6

    2. Morfologi .......................................................................................................6

    3. Kandungan kimia ...........................................................................................7

    4. Kegunaan .......................................................................................................9

    5. Ekologi penyebaran dan budidaya .................................................................9

    B. Metode Penyarian .............................................................................................10

    C. Inflamasi ...........................................................................................................10

    1. Definisi ........................................................................................................10

    2. Klasifikasi ....................................................................................................11

    3. Penyebab dan gejala ....................................................................................12

    4. Mekanisme ...................................................................................................13

    D. Antiinflamasi ....................................................................................................17

    E. Metode Uji Daya Antiinflamasi .......................................................................18

    F. Diklofenak ........................................................................................................22

    G. Landasan Teori .................................................................................................23

    H. Hipotesis ...........................................................................................................24

    BAB III. METODE PENELITIAN ...........................................................................25

    A. Jenis Rancangan Penelitian ............................................................................25

    B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................................25

    1. Variabel penelitian .......................................................................................25

    2. Definisi operasional .....................................................................................26

  • xv

    C. Bahan Penelitian ............................................................................................28

    D. Alat Penelitian ................................................................................................29

    E. Tata Cara Penelitian .......................................................................................30

    F. Tata Cara Analisis Hasil ................................................................................37

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................38

    A. Hasil Determinasi Tanaman ...........................................................................38

    B. Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius ..............................38

    C. Uji Pendahuluan .............................................................................................40

    D. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius ....................46

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................56

    A. Kesimpulan ....................................................................................................56

    B. Saran ..............................................................................................................56

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................58

    LAMPIRAN ...............................................................................................................63

    BIOGRAFI PENULIS ...............................................................................................82

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki

    setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ...........................................41

    Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu

    pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ..............42

    Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang

    waktu pemberian dosis efektif diklofenak ...................................................43

    Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada pada orientasi dosis efektif

    diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak .............45

    Tabel V. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi ...........47

    Tabel VI. Rata-rata persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji

    antiinflamasi ................................................................................................49

    Tabel VII. Uji Scheffe persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji

    antiinflamasi ................................................................................................51

    Tabel VIII. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%) potensi

    relatif kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada 3 peringkat

    dosis dibandingkan diklofenak ....................................................................52

  • xvii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Struktur kandungan-kandungan yang diisolasi dari M. tanarius ...............8

    Gambar 2. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema

    aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi .............................................15

    Gambar 3. Struktur diklofenak ..................................................................................22

    Gambar 4. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu

    pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ..............41

    Gambar 5. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif

    diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak .............44

    Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok perlakuan

    uji antiinflamasi ...........................................................................................48

    Gambar 7. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji

    antiinflamasi ................................................................................................50

    Gambar 8. Grafik hubungan antara log dosis terhadap % daya antiinflamasi ...........53

    Gambar 9. Foto tanaman M. tanarius.........................................................................62

    Gambar 10. Foto serbuk daun M. tanarius ................................................................62

    Gambar 11. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius ............................................63

    Gambar 12. Larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pekat .............................63

    Gambar 13. Foto kaki kiri mencit yang mengalami udema .......................................64

    Gambar 14. Foto kaki kanan mencit tampak depan dan tampak belakang yang tidak

    mengalami udema ........................................................................................64

  • xviii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi

    karagenin 1% pada rentang waktu tertentu dan hasil analisis statistiknya ..66

    Lampiran 2. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan dosis efektif dan

    rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak dan hasil analisis

    statistiknya ...................................................................................................69

    Lampiran 3. Data bobot udema kaki mencit hasil uji efek antiinflamasi dan hasil

    analisis statistiknya ......................................................................................72

    Lampiran 4. Tabel % daya antiinflamasi dan potensi relatif .....................................76

    Lampiran 5. Contoh cara perhitungan % daya antiinflamasi dan potensi relatif .......76

    Lampiran 6. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius pada kelompok perlakuan ..............................................................77

    Lampiran 7. Perhitungan ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius ......................78

    Lampiran 8. Surat pengesahan determinasi tanaman M. tanarius .............................79

    Lampiran 9. Surat keterangan hewan uji yang digunakan .........................................80

    Lampiran 10. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius .......................81

    Lampiran 11. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius ..................82

  • 1

    BAB I

    PENGANTAR

    A. Latar Belakang

    Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon yang mencolok pada

    jaringan-jaringan hidup di sekitar sel-sel atau jaringan tubuh yang cedera atau mati.

    Inflamasi atau peradangan cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak

    diinginkan, padahal sebenarnya merupakan suatu keadaan yang membantu

    netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang

    dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan Wilson, 1992). Peran proses

    inflamasi di antaranya untuk penghancuran mikroorganisme yang masuk sehingga

    akan mencegah penyebaran infeksi (Underwood, 1996). Inflamasi tidak diinginkan

    karena terjadinya inflamasi biasanya disertai gejala-gejala yang menimbulkan rasa

    tidak nyaman yaitu kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), nyeri (dolor),

    pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (function laesa). Hal ini menjadi alasan

    bahwa inflamasi sangat mengganggu aktivitas.

    Pengobatan yang digunakan untuk mengatasi inflamasi serta gejala-gejala

    yang terjadi di masyarakat menggunakan obat antiinflamasi, seperti diklofenak.

    Diklofenak merupakan obat antiinflamasi yang efektif karena memiliki kecepatan

    klirens yang tinggi (Yeole, Galgatte, Babla, dan Nakhtat, 2006), dan merupakan

    salah satu obat NSAID yang banyak digunakan (Thakare dan Singh, 2006). Aktivitas

    diklofenak yaitu menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan

  • 2

    prostaglandin terhambat (Anonim, 2000). Efek samping obat ini berupa gangguan

    gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dispepsia, kembung; sakit

    kepala, dan erupsi kulit atau ruam (Anonim, 2009). Karena hal tersebut maka muncul

    kecenderungan masyarakat untuk mengatasi penyakit dengan memanfaatkan

    tumbuhan sekitar yang mungkin berkhasiat (back to nature) dan dianggap relatif

    lebih aman daripada produk obat sintetik, sehingga masyarakat mencoba mencari

    alternatif lain dengan menggunakan pengobatan tradisional.

    Eksplorasi tanaman yang berefek antiinflamasi semakin berkembang dan

    semakin banyak dilakukan untuk mendapatkan informasi dalam pengembangan

    dunia pengobatan. Tanaman yang mungkin jarang dikenal oleh sebagian besar

    masyarakat namun masih dapat dieksplorasi sebagai tanaman alternatif pengobatan

    yaitu Macaranga tanarius (L.).

    Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005)

    melaporkan salah satu konstituen dari ekstrak n-heksan dan kloroform dari daun M.

    tanarius berupa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan

    nymphaeols B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2.

    Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, dkk (2006)

    melaporkan macarangiosida A-C dan malofenol B yang diisolasi dari ekstrak

    metanol M. tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH

    secara in vitro. Macarangiosida A-C dan malofenol B memiliki kemampuan dalam

    menangkap oksidan reaktif seperti radikal bebas (free radical scavengers). Dilihat

    dari pendekatan struktur, macarangiosida A-C dan malofenol B mempunyai gugus

  • 3

    karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga jalur pembentukan

    prostlagandin dapat dihambat. Jika mediator inflamasi tidak terbentuk, maka

    peradangan (inflamasi) tidak terjadi. Hal inilah yang mendasari dugaan sementara

    bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi.

    Pemilihan ekstrak metanol-air dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan

    senyawa yang lebih banyak dalam penangkapan radikal bebas dibandingkan dengan

    penelitian Matsunami, dkk (2006) yang hanya menggunakan ekstrak metanol, dan

    juga karena senyawa ini termasuk dalam golongan glikosida yang mudah larut dalam

    air. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji efek antiinflamasi ekstrak

    metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

    1. Permasalahan

    Permasalahan yang akan diteliti adalah :

    a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi pada

    mencit betina galur Swiss?

    b. Berapakah besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada

    mencit betina galur Swiss?

    c. Berapakah besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius pada mencit betina galur Swiss?

    d. Berapakah besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina

    galur Swiss?

  • 4

    2. Keaslian penelitian

    Penelitian terkait pengujian daun M. tanarius melaporkan kandungan

    ekstrak metanol M. tanarius berupa mallotinic acid, corilagin, macatannin A,

    chebulagic acid, and macatannin B mempunyai aktivitas potensial menghambat α-

    glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Puteri dan Kawabata,

    2010).

    Penelitian yang dilakukan oleh Phommart, dkk (2005) melaporkan bahwa

    ekstrak n-heksan dari daun M. tanarius dilaporkan mengandung nymphaeol dan

    tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B sebagai

    agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2.

    Matsunami, dkk (2006) melaporkan 4 kandungan baru dari M. tanarius

    yaitu macarangiosida A-C, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol M.

    tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.

    Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak

    metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss belum pernah

    dilakukan.

    3. Manfaat penelitian

    a. Manfaat teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang

    penggunaan tumbuhan alternatif yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi.

  • 5

    b. Manfaat praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

    tentang nilai ED50 daun M. tanarius yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi.

    B. Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada

    mencit betina galur Swiss.

    2. Untuk mengetahui besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    pada mencit betina galur Swiss.

    3. Untuk mengetahui besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air

    daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.

    4. Untuk mengetahui besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit

    betina galur Swiss.

  • 6

    BAB II

    PENELAAHAN PUSTAKA

    A. Tanaman Macaranga tanarius L.

    1. Keterangan botani

    Macaranga tanarius (L.) M. A. termasuk dalam famili Euphorbiaceae

    dengan sinonim Ricinus tanarius L. (Wagner, Herbst, dan Sohmer, 1999),

    Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume

    (World Agroforestry Centre, 2002). Dikenal di beberapa daerah dengan nama tutup

    ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Anonim, 2010).

    2. Morfologi

    Merupakan pohon kecil sampai sedang, dengan dahan agak besar. Daun

    berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai

    di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar

    kekuningan di luarnya. Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung

    tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Anonim, 2010).

  • 7

    3. Kandungan kimia

    Uji kimia dari tanin dalam daun M. tanarius dilaporkan 7 hydrolyzable

    tannin yang baru, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lim,

    Nonaka, dan Nishioka, 1990).

    Dari daun M. tanarius dilaporkan ditemukan 3 kandungan senyawa baru

    yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7

    kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C,

    tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8-dihydrovomifoliol), dan

    annuionone E (Phommart dkk, 2005).

    Dilaporkan 4 kandungan baru dari daun M. tanarius megastigman

    glucoside, dinamai macarangiosida A-D bersama dengan campuran mallophenol B,

    lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan isoquercitrin

    (Matsunami dkk, 2006), serta lignan glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6n-O-galloyl]-

    β-D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan

    F, bersama dengan 15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada

    daun M. tanarius (Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi,

    dkk, 2009).

  • 8

    Gambar 1. Struktur kandungan-kandungan yang diisolasi dari M. tanarius

    (Matsunami dkk, 2006)

    Dilaporkan pula kandungan ekstrak metanol M. tanarius berupa mallotinic

    acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, and macatannin B mempunyai

  • 9

    aktivitas potensial menghambat α-glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai

    antidiabetes (Puteri dan Kawabata, 2010).

    4. Kegunaan

    Secara tradisional, tumbuhan M. tanarius digunakan sebagai fermentasi

    pada tempe dan pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Kulit batang dan daun

    M. tanarius diketahui banyak mengandung tanin yang telah digunakan dalam

    pengobatan tradisional untuk diare dan luka, dan juga sebagai antiseptik (Lim,

    Nonaka, dan Nishioka, 1990). Pada pengobatan tradisional di Malaysia dan Thailand,

    dekoksi akar M. tanarius digunakan sebagai antipiretik dan antitusif. Akar keringnya

    digunakan sebagai agen emetik, sedangkan daun segarnya digunakan untuk menutupi

    luka pada pencegahan antiinflamasi (Lim, Lim, dan Yule, 2009).

    5. Ekologi penyebaran dan budidaya

    M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina,

    Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malaysia, sampai ke Australia

    Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di daratan Asia Tenggara

    (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak pulau di Malaysia (yaitu

    Sumatra, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Nugini, seluruh Kepulauan

    Filipina) (Anonim, 2010).

  • 10

    B. Metode Penyarian

    Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

    dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua

    atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

    sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

    Maserasi adalah cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan

    cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

    menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,

    zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

    di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa

    tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

    dan di dalam sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).

    C. Inflamasi

    1. Definisi

    Inflamasi atau peradangan merupakan reaksi vaskular yang hasilnya

    merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke

    jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson,

    1992).

    Dikatakan juga bahwa inflamasi adalah usaha protektif dari suatu organisme

    untuk menghilangkan stimuli yang merugikan sekaligus mengawali proses

  • 11

    penyembuhan suatu jaringan (Denko, 1992). Proses inflamasi ini diperlukan dalam

    penyembuhan luka. Bagaimana pun inflamasi, apabila tidak dicegah dapat menjadi

    sebuah awalan dari beberapa penyakit seperti vasomotor rhinnorhoea, rheumatoid

    arthritis, dan atherosclerosis (Henson dan Murphy, 1989).

    2. Klasifikasi

    Inflamasi secara umum dibagi menjadi 3 fase, yakni : inflamasi akut, respon

    imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera

    jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya

    didahului oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan

    adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler (Vogel, 2002).

    Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan

    diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas

    selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi

    hospes mungkin menguntungkan, seperti bilamana ia menyebabkan organisme

    penyerang menjadi difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga

    dapat bersifat merusak bila menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis

    melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak begitu berperan dalam respon

    akut seperti interferon, platelet-derived growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3

    (Katzung, 2001). Pada fase ini terjadi degenerasi jaringan dan fibrosis (Vogel, 2002).

  • 12

    3. Penyebab dan gejala

    Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi,

    biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi ketiga agen

    tersebut (Mutschler, 1986). Gejala proses inflamasi akut yang sudah dikenal meliputi

    rubor, calor, dolor, tumor, dan functio laesa (Wilmana, 1995). Mediator kimiawi

    pada reaksi inflamasi yaitu histamin dan bradikinin. Eikosanoid, pada dasarnya

    terdiri dari prostaglandin, tromboksan dan leukotrien (Rang, Dale, Ritter, dan Moore,

    2003).

    Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di

    daerah yang mengalami inflamasi. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka

    arteriola yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga lebih banyak darah yang

    mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Keadaan inilah yang bertanggung jawab atas

    warna merah lokal yang tampak pada peradangan akut (Kee dan Hayes, 1996).

    Calor atau rasa panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi

    radang akut. Sebenarnya, panas hanyalah suatu sifat reaksi peradangan pada

    permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37°C, yaitu suhu di

    dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi karena darah yang disalurkan tubuh ke permukaan

    yang mengalami radang lebih banyak daripada darah yang disalurkan ke daerah yang

    normal (tidak mengalami radang) (Price dan Wilson, 1992).

    Rasa sakit (dolor) dalam reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui

    berbagai cara. Perubahan pH lokal menjadi lebih rendah atau konsentrasi lokal ion-

  • 13

    ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat

    kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang

    saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkab peningkatan

    tekanan lokal, yang tanpa dapat diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price

    dan Wilson, 1992).

    Gejala yang paling terlihat dari peradangan akut mungkin adalah

    pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan

    sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interestial. Campuran cairan dan sel

    yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.

    Functio laesa yaitu berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami

    peradangan (Sander, 2003). Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan

    pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada

    daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996). Gerakan yang terjadi pada daerah

    radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami

    hambatan oleh rasa sakit; pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan

    berkurangnya gerak jaringan (Underwood, 1996).

    4. Mekanisme

    Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator yang

    dihasilkan oleh asam arakidonat. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu

    rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, enzim fosfolipase kemudian diaktifkan

    untuk mengubah fosfolipid yang terdapat di membran sel tersebut menjadi asam

  • 14

    arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2002). Asam arakidonat tersebut dapat

    dimetabolisme dalam dua jalur enzim yang berbeda, yaitu jalur enzim

    siklooksigenase dan lipooksigenase (Price and Wilson,1992). Beberapa sel dan

    mediator terlibat dalam respon alamiah (merupakan berbagai sistem pertahanan

    tubuh) dan interaksinya sangat kompleks. Lebih detailnya, berhubungan dengan

    kejadian-kejadian vaskuler dan peran sel serta mediator-mediator dalam tubuh.

    Kejadian-kejadian vaskuler adalah dilatasi awal dari arteriola-arteriola kecil yang

    berakibat pada peningkatan aliran darah, diikuti dengan penurunan kemudian

    berhentinya aliran darah dan peningkatan permeabilitas dari venula post kapiler,

    dengan eksudasi cairan. Vasodilatasi yang terjadi disebabkan oleh beberapa mediator

    (histamin, prostaglandin (PG) E2 dan I2, dan sebagainya) yang dilepaskan karena

    adanya interaksi antara mikroorganisme dan jaringan. Beberapa dari mediator

    tersebut (seperti histamin, platelet-activating factor (PAF), dan sitokin dilepaskan

    oleh interaksi TRL-PAMP) juga bertanggung jawab atas fase awal dari peningkatan

    permeabilitas vaskuler. Sistem kinin merupakan salah satu dari rangkaian enzim,

    yang mengakibatkan produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya

    bradikinin. Sel yang terlibat dalam peradangan, beberapa (sel-sel endothelial

    vaskular, sel mast, dan makrofag jaringan) secara normal berada dalam jaringan,

    sementara dari darah platelet dan leukosit meningkatkan akses ke area inflamasi

    (Rang dkk., 2007).

    Radikal bebas oksigen akan terlepas secara ekstraseluler dari leukosit

    setelah adanya pemaparan mikrobia, kemotaksin, dan kompleks imun, atau

  • 15

    mengikuti tantangan fagositik. Produksi radikal bebas oksigen bergantung pada

    aktivasi sistem oksidase NADPH. Anion superoksida, hidrogen peroksida (H2O2),

    dan radikal hidroksil merupakan spesies utama yang diproduksi oleh sel, dan anion

    superoksida dapat berinteraksi dengan NO untuk membentuk spesies nitrogen aktif

    (Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005).

    Gambar 2. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan

    skema aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi (Rang dkk, 2003)

    Eicosanoid merupakan senyawa yang dihasilkan dari fosfolipid melalui jalur

    de novo. Senyawa ini terlibat dalam pengaturan banyak proses fisiologis dan

  • 16

    termasuk di antaranya yang paling penting mediator-mediator dalam reaksi inflamasi.

    Sumber utama dari eicosanoid adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses

    esterifikasi fosfolipid. Eicosanoid utama antara lain prostaglandin, tromboksan, dan

    leukotrien, meskipun derivat lain dari asam arakidonat seperti lipoksan juga

    dihasilkan. Langkah awal dan batas laju sintesis eicosanoid bergantung pada

    pembebasan asam arakidonat, baik dalam satu tahap (dengan bantuan fosfolipase A2)

    maupun dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, dan diasilgliserol).

    Jalur fosfolipase A2 memiliki pengaruh besar dalam pembentukan asam arakidonat

    intraseluler. Kerusakan sel umumnya memicu proses pembebasan asam arakidonat.

    Asam arakidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur, yaitu:

    a. Melalui siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk, COX-1 dan COX-2.

    Enzim-enzim ini mengawali biosintesis prostaglandin dan tromboksan.

    b. Melalui bermacam-macam lipoksigenase yang mengawali sintesis leukotrien,

    lipoksin, dan komponen lainnya (Rang dkk, 2007).

    Lipooksigenase ialah enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi

    senyawa leukotrien. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada

    eosinofil, neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan

    perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di tempat

    kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit dan platelet lain.

    Stimulasi membran neutrofil menghasilkan oxygen free radicals. Anion superoksid

    dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu produksi molekul lain

    yang reaktif, seperti hidrogen peroksid dan hydroxyl radicals. Interaksi substansi-

  • 17

    substansi ini dengan asam arakidonat menyebabkan munculnya substansi

    kemotaktik, oleh karena itu memperlama proses inflamasi (Wibowo dan Gofir,

    2001).

    D. Antiinflamasi

    Berdasarkan mekanisme kerjanya secara umum, obat antiinflamasi dibagi

    dalam dua golongan, yaitu golongan steroid dan golongan nonsteroid. Obat

    antiinflamasi golongan steroid memiliki daya antiinflamasi kuat, dengan mekanisme

    utama menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya. Sedangkan obat

    antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) bekerja melalui mekanisme lain, seperti

    inhibisi enzim siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin

    (Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Pitomedika, 1991).

    Obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) berperan sebagai

    antiinflamasi dengan satu atau beberapa mekanisme, diantaranya dengan inhibisi

    metabolisme asam arakidonat, inhibisi enzim siklooksigenase (COX) atau inhibisi

    sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin, pelepasan hormon

    steroid, stabilisasi membran lisosom, dan pelepasan fosforilasi oksidatif (Kohli, Ali,

    dan Raheman, 2005). Hampir semua OAINS adalah menghambat sintesis

    prostaglandin dengan inhibisi COX-1 dan COX-2. Berdasarkan pada selektifitasnya

    terhadap COX, OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu:

    1. Inhibitor COX nonselektif, meliputi aspirin, indometasin, diklofenak, piroksikam,

    ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat;

  • 18

    2. Inhibitor selektif COX-2, meliputi nimesulid, meloksikam, nabumeton, dan

    aseklofenak. Golongan OAINS ini bekerja secara selektif preferential COX-2,

    dimana penghambatan pada COX-2 nya tidak sekuat golongan rofecoxib sehingga

    tidak mengganggu fungsi fisiologis COX-2 yang berguna pada kardiovaskular.

    Golongan OAINS ini disebut aman untuk kardiovaskular (Ignatius, Zarraga, dan

    Ernest, 2007).

    3. Inhibitor sangat selektif COX-2, meliputi celecoxib, rofecoxib, valdecoxib,

    parecoxib, etoricoxib dan lumiracoxib (Derle, Gujar, dan Sagar, 2006). OAINS

    sangat selektif COX-2 memiliki efek samping pada kardiovaskular, yaitu dapat

    meningkatkan resiko terjadinya AMI (Acute Myocardial Infarction) karena

    mempunyai penghambatan yang sangat kuat terhadap COX-2. COX-2 mempunyai

    fungsi fisiologis dalam mensintesis prostasiklin yang berfungsi sebagai

    vasodilator pada pembuluh darah jantung (Ignatius dkk, 2007).

    E. Metode Uji Daya Antiinflamasi

    Secara umum, model inflamasi dibedakan menjadi dua, sesuai dengan jenis

    inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi akut

    dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus,

    pembentukan eritema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudasi inflamasi,

    sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi

    artritis (Gryglewski, 1977).

  • 19

    Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi

    adalah sebagai berikut:

    1. Uji eritema

    Eritema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi.

    Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti

    xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin (Gryglewski, 1977). Eritema

    ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode

    ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa

    prostaglandin (Turner, 1965).

    2. Induksi udema telapak kaki belakang

    Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu

    tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar

    pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat

    plestimometer segera setelah injeksi (Khanna dan Sarma, 2001). Aktivitas anti-

    inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi

    pada kaki tikus (Vogel, 2002).

    Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak

    terlalu lama) dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat

    dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible.

    Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan

    karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema

  • 20

    yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan

    pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977).

    3. Tes granuloma

    Hewan uji berupa tikus putih betina galur Wistar diinjeksi bagian punggung

    secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai

    senyawa iritan. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan.

    Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur

    volume cairannya (Turner, 1965). Persen inhibisi granuloma dihitung dengan

    membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok

    kontrol (Khanna dan Sarma, 2001). Model percobaan ini lebih responsif untuk uji

    obat antiinflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).

    4. Induksi artritis

    Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun suspensi intrakutan

    Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal

    ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit

    sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan,

    hiperpireksida lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor (Gryglewski,

    1977).

    5. Percobaan in vitro

    Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-

    substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lainl-lain dalam

  • 21

    terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro adalah : penghambatan

    ikatan reseptor 3H-bradikinin, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit

    polimorfonuklear (Vogel, 2002).

    Metode uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Langford

    termodifikasi. Dasar metode ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki

    belakang mencit menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi

    torsocrural dan ditimbang. Prosentase daya antiinflamasi dapat dihitung dari

    perubahan bobot kaki hewan uji.

    Adapun rumus aslinya adalah sebagai berikut :

    Keterangan :

    U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat

    kaki normal (kaki kanan)

    D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata

    berat kaki normal (kaki kanan)

    Karena prosentase daya antiinflamasi dihitung dari pengurangan bobot udema maka

    rumus di atas diubah menjadi sebagai berikut:

    Keterangan:

    U = rata-rata bobot kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata bobot kaki

    kelompok normal (tanpa perlakuan)

    D = rata-rata bobot kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata bobot kaki

    kelompok normal (tanpa perlakuan).

    Letak perbedaannya adalah bahwa pada metode Langford, persen (%) daya

    antiinflamasi kelompok perlakuan merupakan hasil selisih rata-rata berat kaki

  • 22

    kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan

    dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan, sedangkan pada cara perhitungan

    yang digunakan adalah persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan

    merupakan hasil perbandingan selisih rata-rata berat kaki kelompok karagenin

    dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan dengan rata-rata berat

    kaki kelompok karagenin. Kedua cara perhitungan ini sama-sama dapat memberikan

    hasil negatif (-) bila harga U < D.

    F. Diklofenak

    Diklofenak adalah golongan obat nonsteroid dengan aktivitas analgesik,

    antiinflamasi, dan antipiretik. Struktur kimia diklofenak ditunjukkan pada Gambar 2.

    Gambar 3. Struktur diklofenak (Hanson, 2000)

    Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan

    kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat. Obat ini cepat diserap

    sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya hanya antara 30-

    70% karena metabolisme lintas pertama (Katzung, 2001). Kontraindikasi obat ini

  • 23

    untuk penderita yang hipersensitivitas terhadap diklofenak atau penderita asma,

    urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau NSAID lainnya, serta penderita

    tukak lambung (Wilmana, 1995). Efek samping obat ini berupa gangguan

    gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dispepsia, kembung; sakit

    kepala, dan erupsi kulit atau ruam (Anonim, 2009). Dosis oral diklofenak adalah 75-

    100 mg/hari dalam 2-3 dosis, sebaiknya setelah makan. Dosis maksimal tiap hari

    untuk setiap cara pemberian adalah 150 mg (Departemen Kesehatan Republik

    Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).

    G. Landasan Teori

    Inflamasi merupakan respon biologik dari reaksi-reaksi kimia secara

    berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang

    rusak akibat jelas (Wilmana, 1995). Sebelum terjadinya inflamasi, neutrofil dan

    makrofag akan bermigrasi ke daerah yang mengalami kerusakan pada jaringan. Pada

    daerah peradangan juga dihasilkan oksidan reaktif seperti radikal bebas, yang

    memiliki kontribusi pada kerusakan jaringan seperti pada penyakit rheumatoid

    arthritis (Halliwell dkk., 1988). Biosintesis prostaglandin sendiri berlangsung dengan

    bantuan radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1992). Jika radikal bebas tesebut

    tidak ditangkap, maka prostaglandin akan terus terbentuk dan menyebabkan

    terjadinya inflamasi.

    Pendekatan dari penelitian ini adalah didasarkan penelitian Matsunami dkk

    (2006) yang melaporkan kandungan baru dari M. tanarius yaitu macarangiosida A-C

  • 24

    dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol daun M. tanarius menunjukkan

    aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Macarangiosida A-C dan malofenol B

    memiliki kemampuan dalam menangkap oksidan reaktif seperti radikal bebas (free

    radical scavengers). Dilihat dari pendekatan struktur, macarangiosida A-C dan

    malofenol B mempunyai gugus karbonil yang mampu menangkap radikal bebas

    sehingga jalur pembentukan prostlagandin dapat dihambat. Dengan demikian

    mediator inflamasi tidak terbentuk dan peradangan (inflamasi) tidak terjadi. Hal

    inilah yang mendasari dugaan sementara bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi.

    Untuk menguji efek antiinflamasi digunakan metode rangsang udema

    karena metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan telah terbukti cocok

    untuk skrining untuk evaluasi mendalam (Vogel, 2002).

    Metode ini dipilih juga dikarenakan cakupan untuk menguji efek

    antiinflamasi cukup luas, sehingga sekalipun belum diketahui secara spesifik

    bagaimana mekanisme efeknya tetap dapat terlihat efeknya melalui metode ini.

    H. Hipotesis

    Ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi pada

    mencit betina galur Swiss.

  • 25

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis dan Rancangan Penelitian

    Penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian eksperimental murni

    dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

    B. Variabel dan Definisi Operasional

    1. Variabel penelitian

    a. Variabel utama

    1) Variabel bebas

    Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis ekstrak metanol-air daun

    M. tanarius.

    2) Variabel tergantung

    Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah prosentase daya

    antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius.

    b. Variabel Pengacau

    1) Variabel pengacau terkendali

    Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah jenis kelamin,

    galur, berat badan, dan umur dari hewan uji. Hewan uji yang digunakan

    adalah mencit putih betina galur Swiss dengan berat badannya 20-30 g dan

  • 26

    umurnya 2-3 bulan, jalur pemberian ekstrak dilakukan secara peroral, jalur

    pemberian rangsang inflamasi secara subplantar.

    2) Variabel pengacau tak terkendali

    Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan

    patofisiologis dari hewan uji yang digunakan, kemampuan tubuh hewan uji

    untuk mengabsorbsi ekstrak metanol-air daun M. tanarius, serta kemampuan

    hewan untuk beradaptasi dengan peradangan.

    2. Definisi operasional

    a. Daun M. tanarius adalah daun yang diambil dari tanaman M. tanarius,

    memiliki daun yang berwarna hijau, tidak berlubang dan segar

    b. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius berupa ekstrak kental yang diperoleh

    dengan mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10 gram yang

    dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama 72 jam.

    Kemudian disaring dengan kertas saring dan diuapkan di oven selama 24 jam.

    c. Larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pekat adalah larutan dengan

    konsentrasi 38,4% yang diperoleh dengan cara melarutkan ekstrak metanol-air

    daun M. tanarius seberat 1,92 gram dengan CMC Na 1% ke dalam labu ukur 5

    ml.

    d. Dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah sejumlah berat ekstrak

    metanol-air daun M. tanarius tiap satuan berat badan hewan uji dengan satuan

    mg/kg BB.

  • 27

    e. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat untuk mengurangi udema pada

    kaki hewan uji akibat injeksi karagenin 1% subplantar.

    f. Metode Langford termodifikasi dilakukan dengan menggunakan mencit betina

    galur Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya dan

    diukur bobot udema kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang

    mencit pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang dan dihitung selisih bobot

    kaki kiri dan kanan hewan uji tersebut. Bobot udema kelompok perlakuan

    kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.

    g. Uji antiinflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit galur Swiss sebagai

    hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya, dan diukur bobot kedua kaki

    belakangnya dengan menggunakan neraca analitik (Mettler Toledo), kemudian

    dibandingkan dengan perlakuan per oral ekstrak metanol-air daun M. tanarius.

    h. Injeksi sub plantar adalah injeksi pada telapak kaki hewan uji, arah jarum harus

    menuju ke jari-jari hewan uji.

    i. Sendi torsocrural adalah sendi pada hewan uji yang terdapat pada pergelangan

    kaki bagian bawah.

  • 28

    C. Bahan Penelitian

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai

    berikut:

    1. Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina galur Swiss, dengan umur 2-3

    bulan, berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium LPPT Universitas

    Gajah Mada Yogyakarta.

    2. Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang dipanen pada bulat Maret

    2010 dan diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta.

    3. Zat inflamatogen : Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.), yang diperoleh dari

    Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata

    Dharma Yogyakarta.

    4. Tablet Cataflam D 50 (Novartis Indonesia) yang mengandung kalium diklofenak

    50 mg sebagai kontrol positif diperoleh dari Apotek Dina Farma.

    5. NaCl fisiologis 0,9 % (Otsuka) sebagai pelarut karagenin diperoleh dari Apotek

    Kimia Farma.

    6. Carboxymethylcellulose-natrium (Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd.), sebagai

    pensuspensi ekstrak metanol-air daun M. tanarius diperoleh dari Laboratorium

    Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    7. Aquades diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta.

  • 29

    D. Alat atau Instrumen Penelitian

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

    1. Alat ekstraksi

    a. Oven (Memmert)

    b. Mesin penyerbuk (Retsch)

    c. Ayakan

    d. Seperangkat alat gelas berupa gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,

    cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass)

    e. Shaker

    2. Alat induksi udema telapak kaki belakang

    a. Gunting bedah

    b. Spuit injeksi 1 mL yang digunakan untuk pemberian peroral memiliki jarum

    yang ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah (Terumo)

    c. Spuit injeksi 1 mL yang memiliki ujung runcing dan digunakan untuk

    pemberian secara intraperitoneal (Terumo)

    3. Lain-lain

    a. Kamera digital

    b. Neraca analitik (Mettler Toledo, Germany)

    c. Timbangan

  • 30

    E. Tata Cara Penelitian

    1. Determinasi tanaman

    Determinasi tanaman M. tanarius menggunakan biji, bunga, daun, batang

    yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan, di Fakultas Farmasi

    Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    2. Pengumpulan bahan

    Daun M. tanarius diperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta yang di panen pada bulan Maret 2010. Daun yang

    diambil adalah daun segar yang berwarna hijau dan tidak berlubang.

    3. Pembuatan simplisia

    Pembuatan simplisia daun M. tanarius yang telah dikumpulkan, dicuci

    dengan air mengalir, kemudian ditiriskan dengan sinar matahari, untuk meniadakan

    air pada daun. Selanjutnya daun dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu

    40-50 0C selama 24 jam dan diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di

    Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

    Kemudian serbuk simplisia diayak menggunakan ayakan nomor 40.

    4. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    Seberat 10 gram serbuk kering daun M. tanarius dilarutkan dengan 100 ml

    metanol 50 % pada erlenmeyer bersumbat. Kemudian diekstraksi secara maserasi

    selama 72 jam. Setelah 72 jam saring larutan hasil maserasi tadi pada cawan porselen

    menggunakan kertas saring. Kemudian uapkan di oven dengan suhu 40 0C selama 24

  • 31

    jam hingga diperoleh bobot tetap ekstrak. Buat sebanyak 6 replikasi. Kemudian akan

    didapatkan rendemen rata-rata ekstrak kental daun M. tanarius sebesar 1,92 gram.

    5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    Ekstrak daun M. tanarius yang kental dihitung rata-rata rendemennya dari

    ke-6 replikasi yang telah dibuat.

    Setelah didapat rata-rata rendemennya maka dapat ditetapkan konsentrasi

    ekstrak. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi terpekat yang dapat dibuat

    dan dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari spuit oral 1 ml adalah dengan cara

    melarutkan ekstrak percawannya yaitu 1,92 gram dalam labu ukur terkecil dengan

    pelarut yang sesuai yaitu CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia yaitu labu

    ukur 5 ml sehingga dapat ditetapkan konsentrasi ekstrak metanol-air dari daun M.

    tanarius sebesar 0,384 atau 384 atau 38,4%.

    6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    Dalam penelitian ini, ekstrak metanol-air daun M. tanarius dibuat dalam tiga

    peringkat dosis, yaitu 711 mg/kg BB; 2133 mg/kg BB; dan 6400 mg/kg BB. Dasar

    penetapan peringkat adalah bobot tertinggi mencit dan pemberian cairan secara

    peroral separuhnya yaitu ml

    Perhitungan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diuraikan

    sebagai berikut:

  • 32

    Keterangan:

    D = dosis (mg/kg)

    BB = berat badan mencit (g)

    C = konsentrasi (g/ml)

    V = volume (ml)

    Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius:

    Peringkat dosis dalam penelitian:

    7. Penyiapan hewan uji

    Hewan uji yang dibutuhkan adalah 59 ekor mencit betina galur Swiss, umur

    2-3 bulan, berat badan 20-30 g. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 2 kelompok.

    Kelompok untuk uji pendahuluan sebanyak 24 ekor dan kelompok perlakuan

    sebanyak 35 ekor. Sebelum digunakan, hewan uji dipuasakan selama 18-24 jam

    tanpa menghentikan pemberian minum. Kelompok perlakuan terdiri dari 5 kelompok

    yang masing-masing terdiri dari 5 ekor.

  • 33

    8. Pembuatan larutan karagenin 1 %

    Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan

    dengan cara : 100,0 mg karagenin dilarutkan dalam NaCl fisiologis (0,90%) hingga

    volume 10,0 ml, akan diperoleh larutan karagenin 1% (b/v) yang setara dengan dosis

    25 mg/kgBB. Perhitungan karagenin adalah sebagai berikut

    9. Pembuatan CMC-Na 1 %

    CMC-Na sebanyak 1,0 g dilarutkan dengan aquades hangat sampai 100,0

    ml, kemudian aduk sampai diperoleh larutan yang homogen.

    10. Pembuatan larutan diklofenak

    Tablet Cataflam D 50 yang mengandung kalium diklofenak 50 mg sebanyak

    20 tablet diuji keseragaman bobotnya. Diambil 1 tablet Cataflam D 50 yang

    mengandung kalium diklofenak 50 mg yang telah diuji keseragaman bobotnya

    tersebut, digerus dalam mortir, lalu dilarutkan dalam aquades hingga volume 100,0

    ml sehingga diperoleh konsentrasi 0,819 mg/ml.

    Dosis diklofenak dipilih berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan

    sebelumnya (Djunarko, Donatus, dan Noni, 2003). Menurut penelitian, dosis

    diklofenak untuk tikus dengan berat badan 250 gram adalah 40 mg/kgBB.

    Dosis diklofenak untuk tikus dengan berat badan 200 gram adalah (200

    gram x 40 mg/kgBB) : 250 gram = 32 mg/kgBB. Dari tikus dengan berat badan 200

  • 34

    gram kemudian dikonversikan ke mencit dengan berat badan 20 gram,

    perhitungannya sebagai berikut :

    0,14 x 32 mg/kgBB = 4,48 mg/kgBB

    Sehingga dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 gram adalah

    4,48 mg/kgBB. Kemudian digunakan satu dosis lain yang diperoleh dari dosis lazim

    pemakaian diklofenak pada manusia 50 kg adalah 75 mg (Anonim, 2000). Dosis

    diklofenak untuk manusia 70 kg adalah (70 kg x 75 mg) : 50 kg = 105 mg. Dari

    manusia dengan berat badan 70 kg kemudian dikonversikan ke mencit dengan berat

    badan 20 gram, perhitungannya sebagai berikut :

    0,0026 x 105 mg = 0,273 mg

    Sehingga dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 gram adalah

    0,273 mg/20 gramBB atau 13,65 mg/kgBB. Dosis diklofenak yang digunakan

    sebagai dosis orientasi adalah 4,48 dan 13,65 mg/kgBB.

    11. Uji Pendahuluan

    a. Uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1%

    Dua belas ekor hewan uji dibagi dalam 4 kelompok, tiap kelompok diberi

    perlakuan pada kaki kiri bagian belakang diinjeksi dengan suspensi karagenin 1 %

    subplantar, kaki kanan diinjeksi dengan spuit injeksi subplantar tanpa suspensi

    karagenin 1 %. Kemudian hewan uji dikorbankan pada selang waktu tertentu, yaitu

    1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi karagenin subplantar, lalu kedua kaki belakangnya

    dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Waktu yang menunjukkan bobot

  • 35

    udema paling besar dijadikan acuan untuk perlakuan dengan karagenin 1%

    selanjutnya.

    b. Uji pendahuluan dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif

    diklofenak

    Waktu pemberian dosis efektif diklofenak dipilih berdasarkan penelitian

    yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu 15 menit (Esvandiary, 2006; Martin, 2010;

    Gunawan, 2010) dan 30 menit (Hidayat, 2010). Dalam penetapan ini dilakukan

    digunakan 12 ekor yang terbagi dalam 4 kelompok. Kelompok I, II, III, dan IV

    secara berturut-turut diberikan pemberian p.o. diklofenak dengan dosis 4,48

    mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 13,65 mg/kgBB dengan

    rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu

    pemberian 30 menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30

    menit sebelum injeksi karagenin 1% secara subplantar. Tiga jam setelah injeksi

    karagenin, dilakukan pengukuran udem. Waktu efektif pemberian diklofenak

    merupakan rentang waktu antara sesaat setelah pemberian diklofenak sampai saat

    injeksi karagenin, yang mampu menurunkan udem secara berarti.

    12. Perlakuan hewan uji

    Tiga puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi 7 kelompok,

    masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor dengan perlakuan sebagai berikut:

    a. kelompok I : kelompok kontrol negatif karagenin 1%

    b. kelompok II : kelompok kontrol negatif aquades sebagai pelarut diklofenak

    c. kelompok III : kelompok kontrol negatif CMC-Na 1% sebagai pelarut

  • 36

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    d. kelompok IV : kelompok kontrol positif diklofenak secara peroral dengan

    dosis 13,65 mg/kgBB

    e. kelompok V : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    dengan dosis 711 mg/kgBB

    f. kelompok VI : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    dengan dosis 2133 mg/kgBB

    g. kelompok VII : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    dengan dosis 6400 mg/kgBB

    Setelah hewan uji dikelompokkan dan diberi perlakuan secara peroral, 15

    menit kemudian diinjeksi dengan larutan karagenin 1% secara subplantar pada kaki

    kiri sementara kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa larutan karagenin. Tiga jam

    kemudian hewan uji dikorbankan, kedua kaki belakang dipotong pada sendi

    torsocrural kemudian ditimbang bobot masing-masing kaki (kanan dan kiri).

    13. Perhitungan daya antiinflamasi

    Metode Langford yang telah dimodifikasi digunakan untuk mengetahui efek

    anti inflamasi, yang dihitung dalam persen (%) daya anti inflamasi dengan rumus

    sebagai berikut :

    Keterangan :

    U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat

    kaki normal (kaki kanan)

  • 37

    D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata

    berat kaki normal (kaki kanan)

    14. Perhitungan prosentase relatif daya antiinflamasi

    Untuk mengetahui % potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air

    daun M. tanarius terhadap diklofenak sebagai kontrol positif digunakan rumus :

    Keterangan : DAp = % daya antiinflamasi kelompok perlakuan

    DAd = % daya antiinflamasi larutan diklofenak

    F. Tata Cara Analisis Hasil

    Setelah melalui proses di atas, data yang terkumpul dari hasil penimbangan

    bobot kedua kaki belakang mencit dan telah diubah menjadi persen (%) daya

    antiinflamasi pada masing-masing kelompok dianalisis dengan Kolmogorov-

    Smirnov untuk melihat normalitas distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka

    dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk

    mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok. Kemudian dilanjutkan

    dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p

    < 0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p > 0,05).

  • 38

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Determinasi Tanaman

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk daun M. tanarius.

    Sebelum daun M. tanarius ini digunakan dalam pengujian efek antiinflamasi maka

    diperlukan determinasi tanaman untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan

    adalah benar-benar tanaman M. tanarius, yang biasa dikenal oleh sebagian

    masyarakat Indonesia sebagai tanaman Senu yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan

    ternak hewan. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian

    batang, daun, biji dan bunga.

    Determinasi dilakukan sesuai dengan buku acuan hingga katagori jenis

    (species) untuk membuktikan bahwa batang, daun, biji dan bunga yang dideterminasi

    adalah benar M. tanarius.

    Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka terbukti bahwa tanaman yang

    diuji ini benar merupakan tanaman Macaranga tanarius L. (Lampiran 8).

    B. Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius

    Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dibuat dengan cara menyari serbuk

    kering daun M. tanarius secara maserasi. Pemilihan ekstrak metanol-air dalam

    penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan senyawa yang lebih banyak dalam

    penangkapan radikal bebas dibandingkan dengan penelitian Matsunami, dkk (2006)

  • 39

    yang hanya menggunakan ekstrak metanol, dan juga karena senyawa yang diduga

    larut dalam penelitian ini adalah macarangiosida A-C dan malofenol B yang

    termasuk dalam golongan glikosida yang mudah larut dalam air. Pemilihan metode

    maserasi disebabkan metode penyarian ini sederhana, mudah, dan efisien. Hal lain

    yang menjadi dasar adalah senyawa yang diduga terlarut lebih banyak sehingga

    kadarnya akan menjadi lebih besar. Dan karena belum diketahui apakah senyawa

    yang diduga larut dapat tahan terhadap pemanasan atau tidak, maka digunakan

    metode maserasi.

    Sebelum dilakukan ekstraksi, dilakukan penyerbukan daun M. terlebih

    dahulu. Hal ini ditujukan supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun

    M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak

    dengan pelarut semakin besar. Serbuk daun M. tanarius seberat 10 gram direndam

    dengan 100 ml pelarut metanol 50% di dalam erlenmeyer selama 72 jam (Puteri dan

    Kawabata, 2009) dengan kecepatan 140 rpm pada suhu kamar. Perendaman ini

    ditujukan supaya senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan dapat larut dalam

    pelarut tersebut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan

    kertas saring. Kemudian hasil saringan dipindahkan ke cawan porselen yang

    sebelumnya telah ditimbang, dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan

    rendemen ekstrak kental yang akan diperoleh. Selanjutnya, cawan porselen yang

    berisi hasil maserasi yang telah disaring dimasukkan dalam oven untuk diuapkan

    dengan suhu 40-500C selama 24 jam agar mendapatkan ekstrak daun M. tanarius

    yang kental.

  • 40

    C. Uji Pendahuluan

    Sebelum dilakukan perlakuan uji antiinflamasi dari ekstrak metanol-air daun

    M. tanarius, maka dilakukan serangkaian uji pendahuluan terlebih dahulu. Uji

    pendahuluan dilakukan untuk menetapkan hal-hal yang akan dilakukan pada

    pengujian yang sebenarnya. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi penetapan

    waktu pemotongan kaki hewan uji setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar

    dan penetapan dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak.

    Selain itu, dilakukan pula penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang

    akan diujikan dalam penelitian ini.

    1. Orientasi penetapan waktu pemotongan kaki hewan uji setelah injeksi

    karagenin 1% secara subplantar

    Orientasi terhadap waktu pemotongan kaki hewan uji setelah injeksi

    karagenin 1% secara subplantar bertujuan untuk mengetahui waktu dimana karagenin

    memberikan efek yang maksimal sehingga diperoleh udema yang maksimal. Rentang

    waktu pemotongan kaki yang diujikan adalah 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi

    karagenin subplantar. Data bobot udema kaki mencit yang diperoleh dari hasil

    orientasi dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk

    mengetahui normalitas dari distribusi data. Kemudian dilanjutkan dengan analisis

    variansi satu arah, taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan di antara

    setiap kelompok. Untuk melihat perbedaan antarkelompok, maka dilanjutkan dengan

    uji Scheffe sehingga bisa diketahui kelompok mana yang berbeda dan apakah

    perbedaan itu bermakna secara statistik atau tidak.

  • 41

    Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki

    setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar

    Kelompok Perlakuan (jam) Rata-rata bobot udema dalam miligram

    (X ± SE)

    1 jam 82,80 ± 3,69

    2 jam 87,43 ± 0,69

    3 jam 107,37 ± 0,66

    4 jam 80,77 ± 1,05

    Keterangan :

    X = Mean (Rata-rata)

    SE = Standard Error (SD/√n)

    Gambar 4. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang

    waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar

    Dari analisis variansi satu arah, diketahui nilai probabilitasnya 0,000. Hal ini

    menunjukkan bahwa bobot udema dalam tiap kelompok memiliki perbedaan yang

    bermakna (p ≤ 0,05). Selanjutnya untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan

  • 42

    antarkelompok, dilanjutkan uji Scheffe. Data dan analisisnya dapat dilihat pada tabel

    II.

    Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang

    waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar

    Waktu 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam

    1 jam - TB B TB

    2 jam TB - B TB

    3 jam B B - B

    4 jam TB TB B -

    Keterangan :

    TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

    B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)

    Berdasarkan hasil uji Scheffe di atas, dapat disimpulkan bahwa waktu yang

    efektif untuk pemotongan kaki hewan uji adalah 3 jam setelah injeksi karagenin.

    Rentang waktu pemotongan kaki 3 jam setelah mencit diinjeksikan karagenin 1%

    secara subplantar berbeda secara signifikan terhadap rentang waktu pemotongan kaki

    1, 2, dan 4 jam setelah mencit diinjeksi karagenin 1% secara subplantar. Di samping

    itu, pada rentang waktu pemotongan kaki 3 jam menimbulkan udema yang paling

    tinggi, yang artinya karagenin menginduksi secara maksimal pada jam tersebut

    sehingga dipilih rentang waktu pemotongan kaki 3 jam.

    2. Orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif

    diklofenak

    Tujuan orientasi dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif

    diklofenak adalah menetapkan dosis dan rentang waktu pemberian diklofenak yang

    paling efektif sebagai antiinflamasi dalam mengurangi bobot udema pada kaki

  • 43

    mencit. Dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 g yang digunakan

    dalam orientasi ini adalah 4,48 mg/kgBB berdasarkan penelitian yang telah

    dilakukan sebelumnya (Djunarko, Donatus, dan Noni, 2003) dan 13,65 mg/kgBB

    berdasarkan dosis untuk pemakaian sehari yang banyak digunakan di masyarakat

    (Anonim, 2000). Rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak dipilih

    berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu 15 menit

    (Esvandiary, 2006; Martin, 2010; Gunawan, 2010) dan 30 menit (Hidayat, 2010).

    Sehingga masing-masing kelompok secara berturut-turut diberikan pemberian p.o.

    diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis

    13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB

    dengan rentang waktu pemberian 30 menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan

    rentang waktu pemberian 30 menit sebelum injeksi karagenin 1% secara subplantar.

    Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif dan rentang waktu pemberian

    dosis efektif diklofenak dapat dilihat pada tabel III.

    Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan

    rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak

    Kelompok Perlakuan Rata-rata bobot udema dalam miligram

    (X ± SE) Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu

    pemberian 15 menit 73,80 ± 1,31

    Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu

    pemberian 30 menit 78,10 ± 2,46

    Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu

    pemberian 15 menit 51,47 ± 1,10

    Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu

    pemberian 30 menit 75,93 ± 1,03

    Keterangan :

    X = Mean (Rata-rata)

    SE = Standard Error (SD/√n)

  • 44

    Gambar 5. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif

    diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak

    Dari analisis variansi satu arah, diketahui nilai probabilitasnya 0,000. Hal ini

    menunjukkan bahwa bobot udema dalam tiap kelompok memiliki perbedaan yang

    bermakna (p ≤ 0,05). Selanjutnya untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan

    antarkelompok, dilanjutkan dengan uji Scheffe. Data dan analisisnya dapat dilihat

    pada tabel IV.

  • 45

    Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada pada orientasi dosis

    efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak

    Waktu dan

    dosis

    Dosis 4,48

    mg/kgBB

    dengan waktu

    pemberian 15

    menit

    Dosis 4,48

    mg/kgBB

    dengan waktu

    pemberian 30

    menit

    Dosis 13,65

    mg/kgBB

    dengan waktu

    pemberian 15

    menit

    Dosis 13,65

    mg/kgBB

    dengan waktu

    pemberian 30

    menit Dosis 4,48

    mg/kgBB

    dengan waktu

    pemberian 15

    menit

    - TB B TB

    Dosis 4,48

    mg/kgBB

    dengan waktu

    pemberian 30

    menit

    TB - B TB

    Dosis 13,65

    mg/kgBB

    dengan waktu

    pemberian 15

    menit

    B B - B

    Dosis 13,65

    mg/kgBB

    dengan waktu

    pemberian 30

    menit

    TB TB B -

    Keterangan :

    TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

    B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)

    Berdasarkan hasil uji Scheffe di atas, dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu

    pemberian 15 menit berbeda secara signifikan terhadap dosis 4,48 mg/kgBB dengan

    waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu pemberian 30 menit,

    dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 30 menit sebelum mencit

    diinjeksi karagenin 1% secara subplantar. Dilihat dari tabel rata-rata bobot udema

    pada orientasi dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak

  • 46

    dapat diketahui bahwa rata-rata bobot udema dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang

    waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30

    menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30 menit masih

    menimbulkan udema yang lebih besar dibandingkan dosis 13,65 mg/kgBB dengan

    rentang waktu pemberian 15 menit. Seharusnya digunakan dosis 4,48 mg/kgBB

    karena dosis tersebut merupakan dosis sekali pemakaian diklofenak, sedangkan dosis

    13,65 mg/kgBB merupakan dosis pemakaian untuk sehari. Namun dilihat dari rata-

    rata bobot udema bahwa dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15

    menit menimbulkan udema yang paling rendah. Hal tersebut berarti diklofenak telah

    dapat menimbulkan efek secara maksimal pada dosis dan rentang waktu tersebut

    sehingga dipilih dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 15 menit.

    D. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-air Daun Macaranga tanarius (L.)

    Pengujian daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diperoleh pada uji pendahuluan. Dari hasil

    orientasi yang telah dilakukan, diperoleh rentang waktu pemotongan kaki mencit

    setelah injeksi suspensi karagenin 1% adalah 3 jam. Kontrol positifnya adalah kalium

    diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB, yang diberikan 15 menit sebelum pemberian

    suspensi karagenin 1%. Dengan menggunakan hasil orientasi, diperoleh rata-rata

    bobot udema kaki mencit pada kelompok perlakuan dengan ekstrak metanol-air daun

    M. tanarius beserta kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Daya antiinflamasi

    ditunjukkan dengan penurunan bobot udema kaki mencit setelah pemberian suspensi

  • 47

    karagenin 1%. Data rata-rata bobot udema kaki mencit pada kelompok perlakuan

    dengan ekstrak metanol-air daun M. tanarius beserta kelompok kontrol negatif dan

    kontrol positif dapat dilihat pada tabel V.

    Tabel V. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi

    Kelompok Uji Jumlah

    subyek uji

    Rata-rata bobot udema

    dalam miligram (X ± SE)

    Karagenin 1% 5 105,22 ± 2,72

    Akuades dosis 13,65 mg/kgBB 5 99,14 ± 2,02

    CMC Na 1% dosis 6400 mg/kgBB 5 99,72 ± 2,33

    Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 5 48,52 ± 1,26

    Ekstrak metanol-air daun M.tanarius

    dosis 711 mg/kgBB 5 80,66 ± 1,65

    Ekstrak metanol-air daun M. tanarius

    dosis 2133 mg/kg BB 5 68,06 ± 0,60

    Ekstrak metanol-air daun M.tanarius

    dosis 6400 mg/kgBB 5 55,80 ± 0,82

    Keterangan :

    X = Mean (Rata-rata)

    SE = Standard Error (SD/√n)

    Hasil pengujian pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pada

    kelompok kontrol karagenin 1% menghasilkan rata-rata bobot udema paling besar di

    antara kelompok perlakuan lainnya, yaitu sebesar 105,22 mg. Kelompok kontrol

    negatif (aquades dan CMC Na 1%) berturut-turut juga menghasilkan rata-rata bobot

    udema yang hampir sama dengan kelompok kontrol karagenin 1%, yaitu sebesar

    99,14 dan 99,72 mg. Hal ini menunjukkan bahwa karagenin 1%, akuades, dan CMC

    Na 1% tidak memiliki daya antiinflamasi.

  • 48

    Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok

    perlakuan uji antiinflamasi

    Keterangan :

    Cara membaca kode : EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang

    mengikutinya merupakan dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 711 mg/kgBB

    Pada kelompok kontrol positif (diklofenak), rata-rata bobot udema yang

    dihasilkan sangat kecil dibandingkan kelompok lain, yaitu sebesar 48,52 mg. Hal ini

    menunjukkan bahwa diklofenak telah terbukti memiliki daya antiinflamasi sebagai

    obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Data persen penghambatan terhadap

    inflamasi dapat dilihat pada tabel VI.

  • 49

    Tabel VI. Rata-rata persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji

    antiinflamasi

    Kelompok Uji Jumlah

    subyek uji

    % Daya antiinflamasi

    (X ± SE)

    Karagenin 1% 5 0,00 ± 2,59

    Akuades dosis 13,65 mg/kgBB 5 5,78 ± 1,92

    CMC Na 1% dosis 6400 mg/kgBB 5 5,23 ± 2,21

    Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 5 53,89 ± 1,20

    Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

    711 mg/kgBB 5 23,34 ± 1,57

    Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

    2133 mg/kg BB 5 35,32 ± 0,57

    Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis

    6400 mg/kgBB 5 46,97 ± 0,78

    Keterangan :

    X = Mean (Rata-rata)

    SE = Standard Error (SD/√n)

    Persen daya antiinflamasi masing-masing kelompok uji kemudian dianalisis

    menggunakan analisis variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95%.

  • 50

    Gambar 7. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji

    antiinflamasi

    Keterangan :

    Cara membaca kode : EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang

    mengikutinya merupakan dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah

    ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 711 mg/kgBB

    Data tabel VI menunjukkan bahwa persen daya antiinflamasi mengalami

    peningkatan seiring dengan kenaikan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius,

    dari dosis 711 mg/kgBB hingga dosis 6400 mg/kgBB. Kemudian analisis dilanjutkan

    dengan melakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok

    perlakuan bermakna atau tidak. Data dan analisis uji Scheffe dapat dilihat pada tabel

    VII.

  • 51

    Tabel VII. Uji Scheffe persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji

    antiinflamasi

    Kelompok Karage

    nin Aquades

    CMC

    Na

    Diklofen

    ak

    EMM

    711

    EMM

    2133

    EMM

    6400

    Karagenin - TB TB B B B B

    Aquadest TB - TB B B B B

    CMC Na TB TB - B B B B

    Diklofenak B B B - B B TB

    EMM 711 B B B B - B B

    EMM 2133 B B B B B - B

    EMM 6400 B B B TB B B -

    Keterangan :

    TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)

    B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)

    EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang mengikutinya merupakan

    dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius dosis 711 mg/kgBB.

    Berdasarkan hasil uji Scheffe diketahui bahwa dosis 6400 mg/kgBB

    memiliki persen daya antiinflamasi yang berbeda tidak bermakna dengan kontrol

    positif diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB. Kontrol positif menghasilkan persen

    penghambatan peradangan sebesar 53,89%, sedangkan pada ekstrak metanol-air

    daun M. tanarius dosis 6400 mg/kgBB sebesar 46,97%. Dengan demikian, dosis

    yang paling optimal untuk ekstrak metanol-air daun M. tanarius dalam penelitian ini

    adalah dosis 6400 mg/kgBB.

    Dalam penelitian ini, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M.

    tanarius pada berbagai peringkat dosis memiliki daya antiinflamasi, meskipun pada

    dosis 711 mg/kgBB dan 2133 mg/kgBB memiliki daya yang lebih kecil dari daya

    antiinflamasi diklofenak. Karena memiliki daya antiinflamasi, maka kelompok-

    kelompok tersebut dapat dibandingkan potensi relatif daya antiinflamasinya dengan

  • 52

    diklofenak sebagai kontrol positif. Rata-rata persen (%) potensi relatif kelompok

    perlakuan dapat dilihat pada tabel VIII.

    Tabel VIII. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%)

    potensi relatif kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada 3 peringkat

    dosis dibandingkan diklofenak

    Kelompok Uji % Daya

    Antiinflamasi

    % Potensi Relatif

    Daya Antiinflamasi

    Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 53,89 100

    Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius dosis

    711 mg/kg BB 23,34 43,32

    Ekstrak Metanol-air daun M.a tanarius dosis

    2133 mg/kg BB 35,32 65,54

    Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius dosis

    6400 mg/kg BB 46,97 87,16

    Potensi relatif daya antiinflamasi kelompok perlakuan ekstrak metanol-air