efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun ...3. ipang djunarko, m.sc., apt., selaku penguji...
TRANSCRIPT
-
EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR
DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Aloysia Yossy Kurniawaty
NIM : 078114072
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
-
ii
EFEK ANTIINFLAMASI EKSTRAK METANOL-AIR
DAUN Macaranga tanarius L. PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Aloysia Yossy Kurniawaty
NIM : 078114072
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
-
iii
-
iv
-
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
-
vi
-
vii
PRAKATA
Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa oleh
karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Efek Anti-Inflamasi Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. pada
Mencit Betina Galur Swiss” ini dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu penulis hendak
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
2. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku pembimbing utama skripsi ini atas
segala kesabaran untuk selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan
memberi masukan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini
3. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukan
kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.
4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku penguji skripsi atas bantuan dan masukan
kepada penulis demi kemajuan skripsi ini, dan selaku pembimbing akademik
penulis atas segala pendampingan, dukungan dan bimbingan selama ini, dan
-
viii
selaku pimpinan laboratorium Farmasi yang telah memberikan ijin penggunaan
semua fasilitas laboratorium guna penelitian skripsi ini.
5. Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat, Mas Yuwono, Mas Wagiran, dan semua
staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu dan menemani selama
penelitian berlangsung, atas segala bantuan dan dinamika selama di
laboratorium.
6. Bapak dan Ibu, atas dukungan, kasih sayang, doa dan perjuangan untuk terus
memberikan yang terbaik bagiku, baik dalam materi maupun non-materi
sehingga penulis tetap bersemangat dalam penyusunan skripsi ini.
7. Sahabat dan orang-orang terbaik dalam hidupku, Aloysius Bimo Tiar Nugroho,
Maria Angela Diva Vilaningrum Widyatenti, dan Cornelius Brian Alfredo atas
kebersamaan, dukungan moral, kasih sayang, perhatian, semangat, keceriaan,
doa, dan hanya kalian yang selalu mampu menyemangatiku dalam keadaan
apapun juga.
8. Rekan-rekan penelitian, Aryanti Prima Andini, Dina Wulandari, Ari Widya
Nugraha, Andreas Arry Mahendra, Elisa Eka Adrianto, dan Cosmas Mora
Yudiatmoko, atas bantuan, kerjasama, perjuangan, dan suka duka yang dialami
selama penelitian.
9. Teman-teman FKK B angkatan 2007 atas kebersamaan, persahabatan, suka dan
duka selama ini.
10. Pihak-Pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan
satu persatu.
-
ix
Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna termasuk
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan
dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, masyarakat, serta memberikan
sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kefarmasian. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.
Yogyakarta, 21 Desember 2010
Penulis
-
x
-
xi
INTISARI
Macaranga tanarius L. adalah tanaman yang telah banyak diteliti
kandungan senyawanya, namun penelitian yang mengarah pada efek farmakologis
terhadap kandungannya masih sedikit dilaporkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius, untuk
mengetahui besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius serta
untuk mengetahui besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun
M. tanarius pada mencit betina galur Swiss dengan metode Langford termodifikasi.
Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap
pola searah. Tiga puluh lima ekor mencit dibagi dalam 7 kelompok, yaitu kelompok
karagenin 1%, kelompok kontrol negatif aquades dan CMC-Na 1%, kelompok
kontrol positif diklofenak, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius dengan dosis 711 mg/kgBB, 2133 mg/kgBB, dan 6400 mg/kgBB. Distribusi
data dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan Anova satu arah dan uji
Scheffe dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius
memiliki efek antiinflamasi. Daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius
pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB berturut-turut adalah
23,34%; 37,39%; dan 46,97%. Potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air
daun M. tanarius pada dosis 711 mg/kgBB; 2133 mg/kgBB; dan 6400 mg/kgBB
yang dinyatakan oleh persen potensi relatif daya antiinflamasi berturut-turut adalah
43,32%; 65,54%; dan 87,16%.
Kata kunci : antiinflamasi, ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.,
metode Langford termodifikasi
-
xii
ABSTRACT
Macaranga tanarius L. is a plant that can cause pharmacological effects.
Many researchers examine the compound content of this plant. But there are a few
reports of the research about pharmacological effects and its content. The research
purposes are to investigate anti-inflammatory effects of methanol-water extract of M.
tanarius leaves, to find out the large of anti-inflammatory power of methanol-water
extract of M. tanarius leaves and also to know the relative potential amount of anti-
inflammatory power of methanol-water extract of M. tanarius leaves toward Swiss
female mice by using modified Langford method.
This research is purely experimental with completely randomized design
direction. Thirty five mice were divided into seven groups of five animals each. 1%
carrageenan group, aquadest negative control group and 1% CMC-Na, diclofenac
positive control group, group of methanol-water extract of M. tanarius leaves
treatment with a dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg, and 6400 mg/kg. Data distribution
was analyzed with Kolmogorov-Smirnov test, continued by one-way ANOVA and
Scheffe test with 95% confidence level
The research results showed that methanol-water extract of M. tanarius
leaves has anti-inflammatory effects. Anti-inflammatory power of methanol-water
extract of M. tanarius leaves at dose of 711 mg/kg, 2133 mg/kg, and 6400 mg/kg
were 23.34%, 37.39%, and 46.97%. The relative potential of anti-inflammatory
power of methanol-water extract of M. tanarius leaves at dose of 711 mg/kg, 2133
mg/kg and 6400 mg/kg were 43.32%, 65.54%, and 87.16%.
Key words: anti-inflammatory, methanol-water extract of leaves of Macaranga
tanarius L., a modified method of Langford
-
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .................................................................................................i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................................v
PRAKATA ................................................................................................................vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................................x
INTISARI ...................................................................................................................xi
ABSTRACT ................................................................................................................xii
DAFTAR ISI ............................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL .....................................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xviii
BAB I. PENGANTAR .................................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................................1
1. Permasalahan .................................................................................................3
2. Keaslian penelitian .........................................................................................4
3. Manfaat penelitian .........................................................................................4
B. Tujuan Penelitian ................................................................................................5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .........................................................................6
-
xiv
A. Tanaman M. tanarius ..........................................................................................6
1. Keterangan botani ..........................................................................................6
2. Morfologi .......................................................................................................6
3. Kandungan kimia ...........................................................................................7
4. Kegunaan .......................................................................................................9
5. Ekologi penyebaran dan budidaya .................................................................9
B. Metode Penyarian .............................................................................................10
C. Inflamasi ...........................................................................................................10
1. Definisi ........................................................................................................10
2. Klasifikasi ....................................................................................................11
3. Penyebab dan gejala ....................................................................................12
4. Mekanisme ...................................................................................................13
D. Antiinflamasi ....................................................................................................17
E. Metode Uji Daya Antiinflamasi .......................................................................18
F. Diklofenak ........................................................................................................22
G. Landasan Teori .................................................................................................23
H. Hipotesis ...........................................................................................................24
BAB III. METODE PENELITIAN ...........................................................................25
A. Jenis Rancangan Penelitian ............................................................................25
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................................25
1. Variabel penelitian .......................................................................................25
2. Definisi operasional .....................................................................................26
-
xv
C. Bahan Penelitian ............................................................................................28
D. Alat Penelitian ................................................................................................29
E. Tata Cara Penelitian .......................................................................................30
F. Tata Cara Analisis Hasil ................................................................................37
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................38
A. Hasil Determinasi Tanaman ...........................................................................38
B. Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius ..............................38
C. Uji Pendahuluan .............................................................................................40
D. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius ....................46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................56
A. Kesimpulan ....................................................................................................56
B. Saran ..............................................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................58
LAMPIRAN ...............................................................................................................63
BIOGRAFI PENULIS ...............................................................................................82
-
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki
setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ...........................................41
Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang waktu
pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ..............42
Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang
waktu pemberian dosis efektif diklofenak ...................................................43
Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada pada orientasi dosis efektif
diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak .............45
Tabel V. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi ...........47
Tabel VI. Rata-rata persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji
antiinflamasi ................................................................................................49
Tabel VII. Uji Scheffe persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji
antiinflamasi ................................................................................................51
Tabel VIII. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%) potensi
relatif kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada 3 peringkat
dosis dibandingkan diklofenak ....................................................................52
-
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kandungan-kandungan yang diisolasi dari M. tanarius ...............8
Gambar 2. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema
aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi .............................................15
Gambar 3. Struktur diklofenak ..................................................................................22
Gambar 4. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu
pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar ..............41
Gambar 5. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif
diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak .............44
Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok perlakuan
uji antiinflamasi ...........................................................................................48
Gambar 7. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji
antiinflamasi ................................................................................................50
Gambar 8. Grafik hubungan antara log dosis terhadap % daya antiinflamasi ...........53
Gambar 9. Foto tanaman M. tanarius.........................................................................62
Gambar 10. Foto serbuk daun M. tanarius ................................................................62
Gambar 11. Foto ekstrak metanol-air daun M. tanarius ............................................63
Gambar 12. Larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pekat .............................63
Gambar 13. Foto kaki kiri mencit yang mengalami udema .......................................64
Gambar 14. Foto kaki kanan mencit tampak depan dan tampak belakang yang tidak
mengalami udema ........................................................................................64
-
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan setelah diinjeksi
karagenin 1% pada rentang waktu tertentu dan hasil analisis statistiknya ..66
Lampiran 2. Data bobot udema kaki mencit hasil uji pendahuluan dosis efektif dan
rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak dan hasil analisis
statistiknya ...................................................................................................69
Lampiran 3. Data bobot udema kaki mencit hasil uji efek antiinflamasi dan hasil
analisis statistiknya ......................................................................................72
Lampiran 4. Tabel % daya antiinflamasi dan potensi relatif .....................................76
Lampiran 5. Contoh cara perhitungan % daya antiinflamasi dan potensi relatif .......76
Lampiran 6. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak metanol-air daun M.
tanarius pada kelompok perlakuan ..............................................................77
Lampiran 7. Perhitungan ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius ......................78
Lampiran 8. Surat pengesahan determinasi tanaman M. tanarius .............................79
Lampiran 9. Surat keterangan hewan uji yang digunakan .........................................80
Lampiran 10. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M. tanarius .......................81
Lampiran 11. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M. tanarius ..................82
-
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon yang mencolok pada
jaringan-jaringan hidup di sekitar sel-sel atau jaringan tubuh yang cedera atau mati.
Inflamasi atau peradangan cenderung dianggap sebagai sesuatu yang tidak
diinginkan, padahal sebenarnya merupakan suatu keadaan yang membantu
netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang
dibutuhkan pada proses penyembuhan (Price dan Wilson, 1992). Peran proses
inflamasi di antaranya untuk penghancuran mikroorganisme yang masuk sehingga
akan mencegah penyebaran infeksi (Underwood, 1996). Inflamasi tidak diinginkan
karena terjadinya inflamasi biasanya disertai gejala-gejala yang menimbulkan rasa
tidak nyaman yaitu kemerahan (rubor), panas meningkat (calor), nyeri (dolor),
pembengkakan (tumor), dan gangguan fungsi (function laesa). Hal ini menjadi alasan
bahwa inflamasi sangat mengganggu aktivitas.
Pengobatan yang digunakan untuk mengatasi inflamasi serta gejala-gejala
yang terjadi di masyarakat menggunakan obat antiinflamasi, seperti diklofenak.
Diklofenak merupakan obat antiinflamasi yang efektif karena memiliki kecepatan
klirens yang tinggi (Yeole, Galgatte, Babla, dan Nakhtat, 2006), dan merupakan
salah satu obat NSAID yang banyak digunakan (Thakare dan Singh, 2006). Aktivitas
diklofenak yaitu menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan
-
2
prostaglandin terhambat (Anonim, 2000). Efek samping obat ini berupa gangguan
gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dispepsia, kembung; sakit
kepala, dan erupsi kulit atau ruam (Anonim, 2009). Karena hal tersebut maka muncul
kecenderungan masyarakat untuk mengatasi penyakit dengan memanfaatkan
tumbuhan sekitar yang mungkin berkhasiat (back to nature) dan dianggap relatif
lebih aman daripada produk obat sintetik, sehingga masyarakat mencoba mencari
alternatif lain dengan menggunakan pengobatan tradisional.
Eksplorasi tanaman yang berefek antiinflamasi semakin berkembang dan
semakin banyak dilakukan untuk mendapatkan informasi dalam pengembangan
dunia pengobatan. Tanaman yang mungkin jarang dikenal oleh sebagian besar
masyarakat namun masih dapat dieksplorasi sebagai tanaman alternatif pengobatan
yaitu Macaranga tanarius (L.).
Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005)
melaporkan salah satu konstituen dari ekstrak n-heksan dan kloroform dari daun M.
tanarius berupa flavonoid mempunyai aktivitas antioksidan terhadap DPPH dan
nymphaeols B sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2.
Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, dkk (2006)
melaporkan macarangiosida A-C dan malofenol B yang diisolasi dari ekstrak
metanol M. tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH
secara in vitro. Macarangiosida A-C dan malofenol B memiliki kemampuan dalam
menangkap oksidan reaktif seperti radikal bebas (free radical scavengers). Dilihat
dari pendekatan struktur, macarangiosida A-C dan malofenol B mempunyai gugus
-
3
karbonil yang mampu menangkap radikal bebas sehingga jalur pembentukan
prostlagandin dapat dihambat. Jika mediator inflamasi tidak terbentuk, maka
peradangan (inflamasi) tidak terjadi. Hal inilah yang mendasari dugaan sementara
bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi.
Pemilihan ekstrak metanol-air dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan
senyawa yang lebih banyak dalam penangkapan radikal bebas dibandingkan dengan
penelitian Matsunami, dkk (2006) yang hanya menggunakan ekstrak metanol, dan
juga karena senyawa ini termasuk dalam golongan glikosida yang mudah larut dalam
air. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji efek antiinflamasi ekstrak
metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.
1. Permasalahan
Permasalahan yang akan diteliti adalah :
a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi pada
mencit betina galur Swiss?
b. Berapakah besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada
mencit betina galur Swiss?
c. Berapakah besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M.
tanarius pada mencit betina galur Swiss?
d. Berapakah besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina
galur Swiss?
-
4
2. Keaslian penelitian
Penelitian terkait pengujian daun M. tanarius melaporkan kandungan
ekstrak metanol M. tanarius berupa mallotinic acid, corilagin, macatannin A,
chebulagic acid, and macatannin B mempunyai aktivitas potensial menghambat α-
glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai antidiabetes (Puteri dan Kawabata,
2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Phommart, dkk (2005) melaporkan bahwa
ekstrak n-heksan dari daun M. tanarius dilaporkan mengandung nymphaeol dan
tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta nymphaeol B sebagai
agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2.
Matsunami, dkk (2006) melaporkan 4 kandungan baru dari M. tanarius
yaitu macarangiosida A-C, dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol M.
tanarius menunjukkan aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH.
Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak
metanol-air daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss belum pernah
dilakukan.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna tentang
penggunaan tumbuhan alternatif yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi.
-
5
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
tentang nilai ED50 daun M. tanarius yang dapat digunakan sebagai antiinflamasi.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada
mencit betina galur Swiss.
2. Untuk mengetahui besar daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius
pada mencit betina galur Swiss.
3. Untuk mengetahui besar potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air
daun M. tanarius pada mencit betina galur Swiss.
4. Untuk mengetahui besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada mencit
betina galur Swiss.
-
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Macaranga tanarius L.
1. Keterangan botani
Macaranga tanarius (L.) M. A. termasuk dalam famili Euphorbiaceae
dengan sinonim Ricinus tanarius L. (Wagner, Herbst, dan Sohmer, 1999),
Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa Druce, Mappa tanarius Blume
(World Agroforestry Centre, 2002). Dikenal di beberapa daerah dengan nama tutup
ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Anonim, 2010).
2. Morfologi
Merupakan pohon kecil sampai sedang, dengan dahan agak besar. Daun
berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai
di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar
kekuningan di luarnya. Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung
tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Anonim, 2010).
-
7
3. Kandungan kimia
Uji kimia dari tanin dalam daun M. tanarius dilaporkan 7 hydrolyzable
tannin yang baru, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lim,
Nonaka, dan Nishioka, 1990).
Dari daun M. tanarius dilaporkan ditemukan 3 kandungan senyawa baru
yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan 7
kandungan yang telah diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C,
tanariflavanon B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8-dihydrovomifoliol), dan
annuionone E (Phommart dkk, 2005).
Dilaporkan 4 kandungan baru dari daun M. tanarius megastigman
glucoside, dinamai macarangiosida A-D bersama dengan campuran mallophenol B,
lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan hyperin dan isoquercitrin
(Matsunami dkk, 2006), serta lignan glukosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6n-O-galloyl]-
β-D-glucopyranoside, dan 2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan
F, bersama dengan 15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada
daun M. tanarius (Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi,
dkk, 2009).
-
8
Gambar 1. Struktur kandungan-kandungan yang diisolasi dari M. tanarius
(Matsunami dkk, 2006)
Dilaporkan pula kandungan ekstrak metanol M. tanarius berupa mallotinic
acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, and macatannin B mempunyai
-
9
aktivitas potensial menghambat α-glukosidase yang dapat dimanfaatkan sebagai
antidiabetes (Puteri dan Kawabata, 2010).
4. Kegunaan
Secara tradisional, tumbuhan M. tanarius digunakan sebagai fermentasi
pada tempe dan pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Kulit batang dan daun
M. tanarius diketahui banyak mengandung tanin yang telah digunakan dalam
pengobatan tradisional untuk diare dan luka, dan juga sebagai antiseptik (Lim,
Nonaka, dan Nishioka, 1990). Pada pengobatan tradisional di Malaysia dan Thailand,
dekoksi akar M. tanarius digunakan sebagai antipiretik dan antitusif. Akar keringnya
digunakan sebagai agen emetik, sedangkan daun segarnya digunakan untuk menutupi
luka pada pencegahan antiinflamasi (Lim, Lim, dan Yule, 2009).
5. Ekologi penyebaran dan budidaya
M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar, Indo-Cina,
Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malaysia, sampai ke Australia
Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di daratan Asia Tenggara
(Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak pulau di Malaysia (yaitu
Sumatra, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Nugini, seluruh Kepulauan
Filipina) (Anonim, 2010).
-
10
B. Metode Penyarian
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua
atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
Maserasi adalah cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,
zat aktif akan larut dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif
di dalam dan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar
dan di dalam sel (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986).
C. Inflamasi
1. Definisi
Inflamasi atau peradangan merupakan reaksi vaskular yang hasilnya
merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut, dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial pada daerah cedera atau nekrosis (Price dan Wilson,
1992).
Dikatakan juga bahwa inflamasi adalah usaha protektif dari suatu organisme
untuk menghilangkan stimuli yang merugikan sekaligus mengawali proses
-
11
penyembuhan suatu jaringan (Denko, 1992). Proses inflamasi ini diperlukan dalam
penyembuhan luka. Bagaimana pun inflamasi, apabila tidak dicegah dapat menjadi
sebuah awalan dari beberapa penyakit seperti vasomotor rhinnorhoea, rheumatoid
arthritis, dan atherosclerosis (Henson dan Murphy, 1989).
2. Klasifikasi
Inflamasi secara umum dibagi menjadi 3 fase, yakni : inflamasi akut, respon
imun, dan inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera
jaringan, hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya
didahului oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan
adanya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler (Vogel, 2002).
Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan
diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas
selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi
hospes mungkin menguntungkan, seperti bilamana ia menyebabkan organisme
penyerang menjadi difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga
dapat bersifat merusak bila menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis
melibatkan keluarnya sejumlah mediator yang tidak begitu berperan dalam respon
akut seperti interferon, platelet-derived growth factor (PDGF) serta interleukin-1,2,3
(Katzung, 2001). Pada fase ini terjadi degenerasi jaringan dan fibrosis (Vogel, 2002).
-
12
3. Penyebab dan gejala
Penyebab inflamasi dapat ditimbulkan oleh rangsangan fisik, kimiawi,
biologis (infeksi akibat mikroorganisme atau parasit), dan kombinasi ketiga agen
tersebut (Mutschler, 1986). Gejala proses inflamasi akut yang sudah dikenal meliputi
rubor, calor, dolor, tumor, dan functio laesa (Wilmana, 1995). Mediator kimiawi
pada reaksi inflamasi yaitu histamin dan bradikinin. Eikosanoid, pada dasarnya
terdiri dari prostaglandin, tromboksan dan leukotrien (Rang, Dale, Ritter, dan Moore,
2003).
Rubor atau kemerahan biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami inflamasi. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka
arteriola yang mensuplai daerah tersebut melebar sehingga lebih banyak darah yang
mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal. Keadaan inilah yang bertanggung jawab atas
warna merah lokal yang tampak pada peradangan akut (Kee dan Hayes, 1996).
Calor atau rasa panas, terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi
radang akut. Sebenarnya, panas hanyalah suatu sifat reaksi peradangan pada
permukaan badan, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 37°C, yaitu suhu di
dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi karena darah yang disalurkan tubuh ke permukaan
yang mengalami radang lebih banyak daripada darah yang disalurkan ke daerah yang
normal (tidak mengalami radang) (Price dan Wilson, 1992).
Rasa sakit (dolor) dalam reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui
berbagai cara. Perubahan pH lokal menjadi lebih rendah atau konsentrasi lokal ion-
-
13
ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama, pengeluaran zat
kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang
saraf. Selain itu pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkab peningkatan
tekanan lokal, yang tanpa dapat diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit (Price
dan Wilson, 1992).
Gejala yang paling terlihat dari peradangan akut mungkin adalah
pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan timbul akibat pengiriman cairan dan
sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interestial. Campuran cairan dan sel
yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
Functio laesa yaitu berkurangnya fungsi dari organ yang mengalami
peradangan (Sander, 2003). Hilangnya fungsi disebabkan karena penumpukan cairan
pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada
daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996). Gerakan yang terjadi pada daerah
radang, baik yang dilakukan secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami
hambatan oleh rasa sakit; pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan
berkurangnya gerak jaringan (Underwood, 1996).
4. Mekanisme
Mekanisme inflamasi sangat dipengaruhi oleh senyawa dan mediator yang
dihasilkan oleh asam arakidonat. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu
rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, enzim fosfolipase kemudian diaktifkan
untuk mengubah fosfolipid yang terdapat di membran sel tersebut menjadi asam
-
14
arakidonat (Tjay dan Rahardja, 2002). Asam arakidonat tersebut dapat
dimetabolisme dalam dua jalur enzim yang berbeda, yaitu jalur enzim
siklooksigenase dan lipooksigenase (Price and Wilson,1992). Beberapa sel dan
mediator terlibat dalam respon alamiah (merupakan berbagai sistem pertahanan
tubuh) dan interaksinya sangat kompleks. Lebih detailnya, berhubungan dengan
kejadian-kejadian vaskuler dan peran sel serta mediator-mediator dalam tubuh.
Kejadian-kejadian vaskuler adalah dilatasi awal dari arteriola-arteriola kecil yang
berakibat pada peningkatan aliran darah, diikuti dengan penurunan kemudian
berhentinya aliran darah dan peningkatan permeabilitas dari venula post kapiler,
dengan eksudasi cairan. Vasodilatasi yang terjadi disebabkan oleh beberapa mediator
(histamin, prostaglandin (PG) E2 dan I2, dan sebagainya) yang dilepaskan karena
adanya interaksi antara mikroorganisme dan jaringan. Beberapa dari mediator
tersebut (seperti histamin, platelet-activating factor (PAF), dan sitokin dilepaskan
oleh interaksi TRL-PAMP) juga bertanggung jawab atas fase awal dari peningkatan
permeabilitas vaskuler. Sistem kinin merupakan salah satu dari rangkaian enzim,
yang mengakibatkan produksi beberapa mediator inflamasi, pada umumnya
bradikinin. Sel yang terlibat dalam peradangan, beberapa (sel-sel endothelial
vaskular, sel mast, dan makrofag jaringan) secara normal berada dalam jaringan,
sementara dari darah platelet dan leukosit meningkatkan akses ke area inflamasi
(Rang dkk., 2007).
Radikal bebas oksigen akan terlepas secara ekstraseluler dari leukosit
setelah adanya pemaparan mikrobia, kemotaksin, dan kompleks imun, atau
-
15
mengikuti tantangan fagositik. Produksi radikal bebas oksigen bergantung pada
aktivasi sistem oksidase NADPH. Anion superoksida, hidrogen peroksida (H2O2),
dan radikal hidroksil merupakan spesies utama yang diproduksi oleh sel, dan anion
superoksida dapat berinteraksi dengan NO untuk membentuk spesies nitrogen aktif
(Kumar, Abbas, dan Fausto, 2005).
Gambar 2. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan
skema aslinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi (Rang dkk, 2003)
Eicosanoid merupakan senyawa yang dihasilkan dari fosfolipid melalui jalur
de novo. Senyawa ini terlibat dalam pengaturan banyak proses fisiologis dan
-
16
termasuk di antaranya yang paling penting mediator-mediator dalam reaksi inflamasi.
Sumber utama dari eicosanoid adalah asam arakidonat, yang terbentuk dari proses
esterifikasi fosfolipid. Eicosanoid utama antara lain prostaglandin, tromboksan, dan
leukotrien, meskipun derivat lain dari asam arakidonat seperti lipoksan juga
dihasilkan. Langkah awal dan batas laju sintesis eicosanoid bergantung pada
pembebasan asam arakidonat, baik dalam satu tahap (dengan bantuan fosfolipase A2)
maupun dua tahap (dengan bantuan IP, inositol, fosfat, DAG, dan diasilgliserol).
Jalur fosfolipase A2 memiliki pengaruh besar dalam pembentukan asam arakidonat
intraseluler. Kerusakan sel umumnya memicu proses pembebasan asam arakidonat.
Asam arakidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur, yaitu:
a. Melalui siklooksigenase (COX) yang terdiri dari dua bentuk, COX-1 dan COX-2.
Enzim-enzim ini mengawali biosintesis prostaglandin dan tromboksan.
b. Melalui bermacam-macam lipoksigenase yang mengawali sintesis leukotrien,
lipoksin, dan komponen lainnya (Rang dkk, 2007).
Lipooksigenase ialah enzim yang mengubah asam arakidonat menjadi
senyawa leukotrien. Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada
eosinofil, neutrofil, dan makrofag dan mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan
perubahan permeabilitas vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan di tempat
kerusakan jaringan, sebagai unsur komplemen dan produk leukosit dan platelet lain.
Stimulasi membran neutrofil menghasilkan oxygen free radicals. Anion superoksid
dibentuk oleh reduksi oksigen molekuler yang dapat memacu produksi molekul lain
yang reaktif, seperti hidrogen peroksid dan hydroxyl radicals. Interaksi substansi-
-
17
substansi ini dengan asam arakidonat menyebabkan munculnya substansi
kemotaktik, oleh karena itu memperlama proses inflamasi (Wibowo dan Gofir,
2001).
D. Antiinflamasi
Berdasarkan mekanisme kerjanya secara umum, obat antiinflamasi dibagi
dalam dua golongan, yaitu golongan steroid dan golongan nonsteroid. Obat
antiinflamasi golongan steroid memiliki daya antiinflamasi kuat, dengan mekanisme
utama menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya. Sedangkan obat
antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) bekerja melalui mekanisme lain, seperti
inhibisi enzim siklooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin
(Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alami Pitomedika, 1991).
Obat antiinflamasi golongan non steroid (OAINS) berperan sebagai
antiinflamasi dengan satu atau beberapa mekanisme, diantaranya dengan inhibisi
metabolisme asam arakidonat, inhibisi enzim siklooksigenase (COX) atau inhibisi
sintesis prostaglandin, inhibisi lipooksigenase, inhibisi sitokin, pelepasan hormon
steroid, stabilisasi membran lisosom, dan pelepasan fosforilasi oksidatif (Kohli, Ali,
dan Raheman, 2005). Hampir semua OAINS adalah menghambat sintesis
prostaglandin dengan inhibisi COX-1 dan COX-2. Berdasarkan pada selektifitasnya
terhadap COX, OAINS dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan, yaitu:
1. Inhibitor COX nonselektif, meliputi aspirin, indometasin, diklofenak, piroksikam,
ibuprofen, naproxen, dan asam mefenamat;
-
18
2. Inhibitor selektif COX-2, meliputi nimesulid, meloksikam, nabumeton, dan
aseklofenak. Golongan OAINS ini bekerja secara selektif preferential COX-2,
dimana penghambatan pada COX-2 nya tidak sekuat golongan rofecoxib sehingga
tidak mengganggu fungsi fisiologis COX-2 yang berguna pada kardiovaskular.
Golongan OAINS ini disebut aman untuk kardiovaskular (Ignatius, Zarraga, dan
Ernest, 2007).
3. Inhibitor sangat selektif COX-2, meliputi celecoxib, rofecoxib, valdecoxib,
parecoxib, etoricoxib dan lumiracoxib (Derle, Gujar, dan Sagar, 2006). OAINS
sangat selektif COX-2 memiliki efek samping pada kardiovaskular, yaitu dapat
meningkatkan resiko terjadinya AMI (Acute Myocardial Infarction) karena
mempunyai penghambatan yang sangat kuat terhadap COX-2. COX-2 mempunyai
fungsi fisiologis dalam mensintesis prostasiklin yang berfungsi sebagai
vasodilator pada pembuluh darah jantung (Ignatius dkk, 2007).
E. Metode Uji Daya Antiinflamasi
Secara umum, model inflamasi dibedakan menjadi dua, sesuai dengan jenis
inflamasi, yaitu model inflamasi akut dan model inflamasi kronik. Inflamasi akut
dapat dibuat dengan berbagai cara, yaitu dengan induksi udema kaki tikus,
pembentukan eritema (respon kemerahan) dan pembentukan eksudasi inflamasi,
sedangkan inflamasi kronis dibuat dengan pembentukan granuloma dan induksi
artritis (Gryglewski, 1977).
-
19
Beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur daya antiinflamasi
adalah sebagai berikut:
1. Uji eritema
Eritema (kemerahan) merupakan tanda awal dari reaksi inflamasi.
Timbulnya eritema adalah akibat dari terjadinya sejumlah iritan kimiawi seperti
xilem, minyak kroton, vesikan, histamin, dan bradikinin (Gryglewski, 1977). Eritema
ini dapat diamati dua jam setelah kulit diradiasi dengan sinar UV. Kelemahan metode
ini adalah eritema dapat dihambat oleh obat yang kerjanya tidak menghambat sintesa
prostaglandin (Turner, 1965).
2. Induksi udema telapak kaki belakang
Pada metode ini induksi udem dilakukan pada kaki hewan percobaan yaitu
tikus jantan atau betina, dengan cara penyuntikan suspensi karagenin secara sublantar
pada telapak kaki kiri bagian belakang. Ukuran udema kaki diukur dengan alat
plestimometer segera setelah injeksi (Khanna dan Sarma, 2001). Aktivitas anti-
inflamasi obat ditunjukkan oleh kemampuannya mengurangi udema yang diinduksi
pada kaki tikus (Vogel, 2002).
Keuntungan metode ini antara lain cepat (waktu yang dibutuhkan tidak
terlalu lama) dan pengukuran volume udema dapat dilakukan dengan lebih akurat
dan objektif, mudah dilakukan karena caranya mudah diamati atau visible.
Kekurangan teknik penyuntikan pada telapak kaki tikus atau jika penyuntikan
karagenin secara subplantar tersebut tidak menjamin pembentukan volume udema
-
20
yang seragam pada hewan percobaan, akan dapat mempengaruhi nilai simpangan
pada masing-masing kelompok tikus yang cukup besar (Gryglewski, 1977).
3. Tes granuloma
Hewan uji berupa tikus putih betina galur Wistar diinjeksi bagian punggung
secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas sebagai
senyawa iritan. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara dihampakan.
Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot, selanjutnya diukur
volume cairannya (Turner, 1965). Persen inhibisi granuloma dihitung dengan
membandingkan volume cairan eksudat kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol (Khanna dan Sarma, 2001). Model percobaan ini lebih responsif untuk uji
obat antiinflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).
4. Induksi artritis
Uji ini dilakukan dengan injeksi subkutan ataupun suspensi intrakutan
Mycobacterium butyricum dalam minyak mineral. Respon inflamasi lokal
ditunjukkan dengan terbentuknya udema yang diikuti dengan timbulnya penyakit
sistemik imun yang memberikan gejala pembengkakan tungkai dan lengan,
hiperpireksida lokal dan munculnya benjolan pada telinga dan ekor (Gryglewski,
1977).
5. Percobaan in vitro
Percobaan in vitro berguna untuk mengetahui peran dan pengaruh substansi-
substansi fisiologis seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan lainl-lain dalam
-
21
terjadinya inflamasi. Contoh beberapa percobaan in vitro adalah : penghambatan
ikatan reseptor 3H-bradikinin, ikatan reseptor neurokinin, dan uji kemotaksis leukosit
polimorfonuklear (Vogel, 2002).
Metode uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Langford
termodifikasi. Dasar metode ini adalah dengan membuat udema pada telapak kaki
belakang mencit menggunakan karagenin 1%, kemudian kaki dipotong pada sendi
torsocrural dan ditimbang. Prosentase daya antiinflamasi dapat dihitung dari
perubahan bobot kaki hewan uji.
Adapun rumus aslinya adalah sebagai berikut :
Keterangan :
U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal (kaki kanan)
D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata
berat kaki normal (kaki kanan)
Karena prosentase daya antiinflamasi dihitung dari pengurangan bobot udema maka
rumus di atas diubah menjadi sebagai berikut:
Keterangan:
U = rata-rata bobot kaki kelompok karagenin dikurangi rata-rata bobot kaki
kelompok normal (tanpa perlakuan)
D = rata-rata bobot kaki kelompok perlakuan dikurangi rata-rata bobot kaki
kelompok normal (tanpa perlakuan).
Letak perbedaannya adalah bahwa pada metode Langford, persen (%) daya
antiinflamasi kelompok perlakuan merupakan hasil selisih rata-rata berat kaki
-
22
kelompok karagenin dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan
dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan, sedangkan pada cara perhitungan
yang digunakan adalah persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan
merupakan hasil perbandingan selisih rata-rata berat kaki kelompok karagenin
dengan rata-rata berat kaki kelompok perlakuan dibandingkan dengan rata-rata berat
kaki kelompok karagenin. Kedua cara perhitungan ini sama-sama dapat memberikan
hasil negatif (-) bila harga U < D.
F. Diklofenak
Diklofenak adalah golongan obat nonsteroid dengan aktivitas analgesik,
antiinflamasi, dan antipiretik. Struktur kimia diklofenak ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 3. Struktur diklofenak (Hanson, 2000)
Obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang relatif nonselektif dan
kuat, juga mengurangi bioavailabilitas asam arakhidonat. Obat ini cepat diserap
sesudah pemberian secara oral, tetapi bioavailabilitas sistemiknya hanya antara 30-
70% karena metabolisme lintas pertama (Katzung, 2001). Kontraindikasi obat ini
-
23
untuk penderita yang hipersensitivitas terhadap diklofenak atau penderita asma,
urtikaria atau alergi pada pemberian aspirin atau NSAID lainnya, serta penderita
tukak lambung (Wilmana, 1995). Efek samping obat ini berupa gangguan
gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, kejang perut, dispepsia, kembung; sakit
kepala, dan erupsi kulit atau ruam (Anonim, 2009). Dosis oral diklofenak adalah 75-
100 mg/hari dalam 2-3 dosis, sebaiknya setelah makan. Dosis maksimal tiap hari
untuk setiap cara pemberian adalah 150 mg (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).
G. Landasan Teori
Inflamasi merupakan respon biologik dari reaksi-reaksi kimia secara
berurutan dan bertugas melindungi tubuh dari infeksi dan memperbaiki jaringan yang
rusak akibat jelas (Wilmana, 1995). Sebelum terjadinya inflamasi, neutrofil dan
makrofag akan bermigrasi ke daerah yang mengalami kerusakan pada jaringan. Pada
daerah peradangan juga dihasilkan oksidan reaktif seperti radikal bebas, yang
memiliki kontribusi pada kerusakan jaringan seperti pada penyakit rheumatoid
arthritis (Halliwell dkk., 1988). Biosintesis prostaglandin sendiri berlangsung dengan
bantuan radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1992). Jika radikal bebas tesebut
tidak ditangkap, maka prostaglandin akan terus terbentuk dan menyebabkan
terjadinya inflamasi.
Pendekatan dari penelitian ini adalah didasarkan penelitian Matsunami dkk
(2006) yang melaporkan kandungan baru dari M. tanarius yaitu macarangiosida A-C
-
24
dan malofenol B, yang diisolasi dari ekstrak metanol daun M. tanarius menunjukkan
aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Macarangiosida A-C dan malofenol B
memiliki kemampuan dalam menangkap oksidan reaktif seperti radikal bebas (free
radical scavengers). Dilihat dari pendekatan struktur, macarangiosida A-C dan
malofenol B mempunyai gugus karbonil yang mampu menangkap radikal bebas
sehingga jalur pembentukan prostlagandin dapat dihambat. Dengan demikian
mediator inflamasi tidak terbentuk dan peradangan (inflamasi) tidak terjadi. Hal
inilah yang mendasari dugaan sementara bahwa ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dapat berkhasiat sebagai antiinflamasi.
Untuk menguji efek antiinflamasi digunakan metode rangsang udema
karena metode ini telah digunakan oleh banyak peneliti dan telah terbukti cocok
untuk skrining untuk evaluasi mendalam (Vogel, 2002).
Metode ini dipilih juga dikarenakan cakupan untuk menguji efek
antiinflamasi cukup luas, sehingga sekalipun belum diketahui secara spesifik
bagaimana mekanisme efeknya tetap dapat terlihat efeknya melalui metode ini.
H. Hipotesis
Ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek antiinflamasi pada
mencit betina galur Swiss.
-
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang efek antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius
pada mencit betina galur Swiss merupakan jenis penelitian eksperimental murni
dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel utama
1) Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah dosis ekstrak metanol-air daun
M. tanarius.
2) Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah prosentase daya
antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius.
b. Variabel Pengacau
1) Variabel pengacau terkendali
Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah jenis kelamin,
galur, berat badan, dan umur dari hewan uji. Hewan uji yang digunakan
adalah mencit putih betina galur Swiss dengan berat badannya 20-30 g dan
-
26
umurnya 2-3 bulan, jalur pemberian ekstrak dilakukan secara peroral, jalur
pemberian rangsang inflamasi secara subplantar.
2) Variabel pengacau tak terkendali
Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah keadaan
patofisiologis dari hewan uji yang digunakan, kemampuan tubuh hewan uji
untuk mengabsorbsi ekstrak metanol-air daun M. tanarius, serta kemampuan
hewan untuk beradaptasi dengan peradangan.
2. Definisi operasional
a. Daun M. tanarius adalah daun yang diambil dari tanaman M. tanarius,
memiliki daun yang berwarna hijau, tidak berlubang dan segar
b. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius berupa ekstrak kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10 gram yang
dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama 72 jam.
Kemudian disaring dengan kertas saring dan diuapkan di oven selama 24 jam.
c. Larutan ekstrak metanol-air daun M. tanarius pekat adalah larutan dengan
konsentrasi 38,4% yang diperoleh dengan cara melarutkan ekstrak metanol-air
daun M. tanarius seberat 1,92 gram dengan CMC Na 1% ke dalam labu ukur 5
ml.
d. Dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah sejumlah berat ekstrak
metanol-air daun M. tanarius tiap satuan berat badan hewan uji dengan satuan
mg/kg BB.
-
27
e. Efek antiinflamasi adalah kemampuan suatu zat untuk mengurangi udema pada
kaki hewan uji akibat injeksi karagenin 1% subplantar.
f. Metode Langford termodifikasi dilakukan dengan menggunakan mencit betina
galur Swiss sebagai hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya dan
diukur bobot udema kakinya dengan cara memotong kedua kaki belakang
mencit pada sendi torsocrural, kemudian ditimbang dan dihitung selisih bobot
kaki kiri dan kanan hewan uji tersebut. Bobot udema kelompok perlakuan
kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif.
g. Uji antiinflamasi adalah uji dengan menggunakan mencit galur Swiss sebagai
hewan uji yang diradangkan telapak kaki kirinya, dan diukur bobot kedua kaki
belakangnya dengan menggunakan neraca analitik (Mettler Toledo), kemudian
dibandingkan dengan perlakuan per oral ekstrak metanol-air daun M. tanarius.
h. Injeksi sub plantar adalah injeksi pada telapak kaki hewan uji, arah jarum harus
menuju ke jari-jari hewan uji.
i. Sendi torsocrural adalah sendi pada hewan uji yang terdapat pada pergelangan
kaki bagian bawah.
-
28
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1. Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina galur Swiss, dengan umur 2-3
bulan, berat badan 20-30 g yang diperoleh dari Laboratorium LPPT Universitas
Gajah Mada Yogyakarta.
2. Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang dipanen pada bulat Maret
2010 dan diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Zat inflamatogen : Karagenin tipe I (Sigma Chemical Co.), yang diperoleh dari
Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
4. Tablet Cataflam D 50 (Novartis Indonesia) yang mengandung kalium diklofenak
50 mg sebagai kontrol positif diperoleh dari Apotek Dina Farma.
5. NaCl fisiologis 0,9 % (Otsuka) sebagai pelarut karagenin diperoleh dari Apotek
Kimia Farma.
6. Carboxymethylcellulose-natrium (Dai-Ichi Seiyaku Co., Ltd.), sebagai
pensuspensi ekstrak metanol-air daun M. tanarius diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
7. Aquades diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
-
29
D. Alat atau Instrumen Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Alat ekstraksi
a. Oven (Memmert)
b. Mesin penyerbuk (Retsch)
c. Ayakan
d. Seperangkat alat gelas berupa gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur,
cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki Glass)
e. Shaker
2. Alat induksi udema telapak kaki belakang
a. Gunting bedah
b. Spuit injeksi 1 mL yang digunakan untuk pemberian peroral memiliki jarum
yang ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah (Terumo)
c. Spuit injeksi 1 mL yang memiliki ujung runcing dan digunakan untuk
pemberian secara intraperitoneal (Terumo)
3. Lain-lain
a. Kamera digital
b. Neraca analitik (Mettler Toledo, Germany)
c. Timbangan
-
30
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman M. tanarius menggunakan biji, bunga, daun, batang
yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan, di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Daun M. tanarius diperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang di panen pada bulan Maret 2010. Daun yang
diambil adalah daun segar yang berwarna hijau dan tidak berlubang.
3. Pembuatan simplisia
Pembuatan simplisia daun M. tanarius yang telah dikumpulkan, dicuci
dengan air mengalir, kemudian ditiriskan dengan sinar matahari, untuk meniadakan
air pada daun. Selanjutnya daun dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu
40-50 0C selama 24 jam dan diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di
Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Kemudian serbuk simplisia diayak menggunakan ayakan nomor 40.
4. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Seberat 10 gram serbuk kering daun M. tanarius dilarutkan dengan 100 ml
metanol 50 % pada erlenmeyer bersumbat. Kemudian diekstraksi secara maserasi
selama 72 jam. Setelah 72 jam saring larutan hasil maserasi tadi pada cawan porselen
menggunakan kertas saring. Kemudian uapkan di oven dengan suhu 40 0C selama 24
-
31
jam hingga diperoleh bobot tetap ekstrak. Buat sebanyak 6 replikasi. Kemudian akan
didapatkan rendemen rata-rata ekstrak kental daun M. tanarius sebesar 1,92 gram.
5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Ekstrak daun M. tanarius yang kental dihitung rata-rata rendemennya dari
ke-6 replikasi yang telah dibuat.
Setelah didapat rata-rata rendemennya maka dapat ditetapkan konsentrasi
ekstrak. Konsentrasi yang digunakan adalah konsentrasi terpekat yang dapat dibuat
dan dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari spuit oral 1 ml adalah dengan cara
melarutkan ekstrak percawannya yaitu 1,92 gram dalam labu ukur terkecil dengan
pelarut yang sesuai yaitu CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia yaitu labu
ukur 5 ml sehingga dapat ditetapkan konsentrasi ekstrak metanol-air dari daun M.
tanarius sebesar 0,384 atau 384 atau 38,4%.
6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Dalam penelitian ini, ekstrak metanol-air daun M. tanarius dibuat dalam tiga
peringkat dosis, yaitu 711 mg/kg BB; 2133 mg/kg BB; dan 6400 mg/kg BB. Dasar
penetapan peringkat adalah bobot tertinggi mencit dan pemberian cairan secara
peroral separuhnya yaitu ml
Perhitungan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diuraikan
sebagai berikut:
-
32
Keterangan:
D = dosis (mg/kg)
BB = berat badan mencit (g)
C = konsentrasi (g/ml)
V = volume (ml)
Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius:
Peringkat dosis dalam penelitian:
7. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang dibutuhkan adalah 59 ekor mencit betina galur Swiss, umur
2-3 bulan, berat badan 20-30 g. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 2 kelompok.
Kelompok untuk uji pendahuluan sebanyak 24 ekor dan kelompok perlakuan
sebanyak 35 ekor. Sebelum digunakan, hewan uji dipuasakan selama 18-24 jam
tanpa menghentikan pemberian minum. Kelompok perlakuan terdiri dari 5 kelompok
yang masing-masing terdiri dari 5 ekor.
-
33
8. Pembuatan larutan karagenin 1 %
Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan
dengan cara : 100,0 mg karagenin dilarutkan dalam NaCl fisiologis (0,90%) hingga
volume 10,0 ml, akan diperoleh larutan karagenin 1% (b/v) yang setara dengan dosis
25 mg/kgBB. Perhitungan karagenin adalah sebagai berikut
9. Pembuatan CMC-Na 1 %
CMC-Na sebanyak 1,0 g dilarutkan dengan aquades hangat sampai 100,0
ml, kemudian aduk sampai diperoleh larutan yang homogen.
10. Pembuatan larutan diklofenak
Tablet Cataflam D 50 yang mengandung kalium diklofenak 50 mg sebanyak
20 tablet diuji keseragaman bobotnya. Diambil 1 tablet Cataflam D 50 yang
mengandung kalium diklofenak 50 mg yang telah diuji keseragaman bobotnya
tersebut, digerus dalam mortir, lalu dilarutkan dalam aquades hingga volume 100,0
ml sehingga diperoleh konsentrasi 0,819 mg/ml.
Dosis diklofenak dipilih berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya (Djunarko, Donatus, dan Noni, 2003). Menurut penelitian, dosis
diklofenak untuk tikus dengan berat badan 250 gram adalah 40 mg/kgBB.
Dosis diklofenak untuk tikus dengan berat badan 200 gram adalah (200
gram x 40 mg/kgBB) : 250 gram = 32 mg/kgBB. Dari tikus dengan berat badan 200
-
34
gram kemudian dikonversikan ke mencit dengan berat badan 20 gram,
perhitungannya sebagai berikut :
0,14 x 32 mg/kgBB = 4,48 mg/kgBB
Sehingga dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 gram adalah
4,48 mg/kgBB. Kemudian digunakan satu dosis lain yang diperoleh dari dosis lazim
pemakaian diklofenak pada manusia 50 kg adalah 75 mg (Anonim, 2000). Dosis
diklofenak untuk manusia 70 kg adalah (70 kg x 75 mg) : 50 kg = 105 mg. Dari
manusia dengan berat badan 70 kg kemudian dikonversikan ke mencit dengan berat
badan 20 gram, perhitungannya sebagai berikut :
0,0026 x 105 mg = 0,273 mg
Sehingga dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 gram adalah
0,273 mg/20 gramBB atau 13,65 mg/kgBB. Dosis diklofenak yang digunakan
sebagai dosis orientasi adalah 4,48 dan 13,65 mg/kgBB.
11. Uji Pendahuluan
a. Uji pendahuluan waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1%
Dua belas ekor hewan uji dibagi dalam 4 kelompok, tiap kelompok diberi
perlakuan pada kaki kiri bagian belakang diinjeksi dengan suspensi karagenin 1 %
subplantar, kaki kanan diinjeksi dengan spuit injeksi subplantar tanpa suspensi
karagenin 1 %. Kemudian hewan uji dikorbankan pada selang waktu tertentu, yaitu
1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi karagenin subplantar, lalu kedua kaki belakangnya
dipotong pada sendi torsocrural dan ditimbang. Waktu yang menunjukkan bobot
-
35
udema paling besar dijadikan acuan untuk perlakuan dengan karagenin 1%
selanjutnya.
b. Uji pendahuluan dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif
diklofenak
Waktu pemberian dosis efektif diklofenak dipilih berdasarkan penelitian
yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu 15 menit (Esvandiary, 2006; Martin, 2010;
Gunawan, 2010) dan 30 menit (Hidayat, 2010). Dalam penetapan ini dilakukan
digunakan 12 ekor yang terbagi dalam 4 kelompok. Kelompok I, II, III, dan IV
secara berturut-turut diberikan pemberian p.o. diklofenak dengan dosis 4,48
mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 13,65 mg/kgBB dengan
rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu
pemberian 30 menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30
menit sebelum injeksi karagenin 1% secara subplantar. Tiga jam setelah injeksi
karagenin, dilakukan pengukuran udem. Waktu efektif pemberian diklofenak
merupakan rentang waktu antara sesaat setelah pemberian diklofenak sampai saat
injeksi karagenin, yang mampu menurunkan udem secara berarti.
12. Perlakuan hewan uji
Tiga puluh lima ekor mencit dibagi secara acak menjadi 7 kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor dengan perlakuan sebagai berikut:
a. kelompok I : kelompok kontrol negatif karagenin 1%
b. kelompok II : kelompok kontrol negatif aquades sebagai pelarut diklofenak
c. kelompok III : kelompok kontrol negatif CMC-Na 1% sebagai pelarut
-
36
ekstrak metanol-air daun M. tanarius
d. kelompok IV : kelompok kontrol positif diklofenak secara peroral dengan
dosis 13,65 mg/kgBB
e. kelompok V : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dengan dosis 711 mg/kgBB
f. kelompok VI : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dengan dosis 2133 mg/kgBB
g. kelompok VII : kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dengan dosis 6400 mg/kgBB
Setelah hewan uji dikelompokkan dan diberi perlakuan secara peroral, 15
menit kemudian diinjeksi dengan larutan karagenin 1% secara subplantar pada kaki
kiri sementara kaki kanan disuntik dengan spuit tanpa larutan karagenin. Tiga jam
kemudian hewan uji dikorbankan, kedua kaki belakang dipotong pada sendi
torsocrural kemudian ditimbang bobot masing-masing kaki (kanan dan kiri).
13. Perhitungan daya antiinflamasi
Metode Langford yang telah dimodifikasi digunakan untuk mengetahui efek
anti inflamasi, yang dihitung dalam persen (%) daya anti inflamasi dengan rumus
sebagai berikut :
Keterangan :
U = harga rata-rata berat kelompok karagenin (kaki kiri) dikurangi rata-rata berat
kaki normal (kaki kanan)
-
37
D = harga rata-rata berat kaki kelompok perlakuan (kaki kiri) dikurangi rata-rata
berat kaki normal (kaki kanan)
14. Perhitungan prosentase relatif daya antiinflamasi
Untuk mengetahui % potensi relatif daya antiinflamasi ekstrak metanol-air
daun M. tanarius terhadap diklofenak sebagai kontrol positif digunakan rumus :
Keterangan : DAp = % daya antiinflamasi kelompok perlakuan
DAd = % daya antiinflamasi larutan diklofenak
F. Tata Cara Analisis Hasil
Setelah melalui proses di atas, data yang terkumpul dari hasil penimbangan
bobot kedua kaki belakang mencit dan telah diubah menjadi persen (%) daya
antiinflamasi pada masing-masing kelompok dianalisis dengan Kolmogorov-
Smirnov untuk melihat normalitas distribusi data. Jika data terdistribusi normal maka
dilanjutkan dengan ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan antar kelompok. Kemudian dilanjutkan
dengan uji Scheffe untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan) (p
< 0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p > 0,05).
-
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk daun M. tanarius.
Sebelum daun M. tanarius ini digunakan dalam pengujian efek antiinflamasi maka
diperlukan determinasi tanaman untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan
adalah benar-benar tanaman M. tanarius, yang biasa dikenal oleh sebagian
masyarakat Indonesia sebagai tanaman Senu yang biasa dimanfaatkan sebagai pakan
ternak hewan. Bagian tanaman yang digunakan dalam determinasi adalah bagian
batang, daun, biji dan bunga.
Determinasi dilakukan sesuai dengan buku acuan hingga katagori jenis
(species) untuk membuktikan bahwa batang, daun, biji dan bunga yang dideterminasi
adalah benar M. tanarius.
Berdasarkan hasil determinasi tersebut maka terbukti bahwa tanaman yang
diuji ini benar merupakan tanaman Macaranga tanarius L. (Lampiran 8).
B. Hasil Pembuatan Ekstrak Metanol-air Daun M. tanarius
Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dibuat dengan cara menyari serbuk
kering daun M. tanarius secara maserasi. Pemilihan ekstrak metanol-air dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan senyawa yang lebih banyak dalam
penangkapan radikal bebas dibandingkan dengan penelitian Matsunami, dkk (2006)
-
39
yang hanya menggunakan ekstrak metanol, dan juga karena senyawa yang diduga
larut dalam penelitian ini adalah macarangiosida A-C dan malofenol B yang
termasuk dalam golongan glikosida yang mudah larut dalam air. Pemilihan metode
maserasi disebabkan metode penyarian ini sederhana, mudah, dan efisien. Hal lain
yang menjadi dasar adalah senyawa yang diduga terlarut lebih banyak sehingga
kadarnya akan menjadi lebih besar. Dan karena belum diketahui apakah senyawa
yang diduga larut dapat tahan terhadap pemanasan atau tidak, maka digunakan
metode maserasi.
Sebelum dilakukan ekstraksi, dilakukan penyerbukan daun M. terlebih
dahulu. Hal ini ditujukan supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun
M. tanarius lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak
dengan pelarut semakin besar. Serbuk daun M. tanarius seberat 10 gram direndam
dengan 100 ml pelarut metanol 50% di dalam erlenmeyer selama 72 jam (Puteri dan
Kawabata, 2009) dengan kecepatan 140 rpm pada suhu kamar. Perendaman ini
ditujukan supaya senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan dapat larut dalam
pelarut tersebut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi disaring dengan
kertas saring. Kemudian hasil saringan dipindahkan ke cawan porselen yang
sebelumnya telah ditimbang, dimaksudkan untuk mempermudah perhitungan
rendemen ekstrak kental yang akan diperoleh. Selanjutnya, cawan porselen yang
berisi hasil maserasi yang telah disaring dimasukkan dalam oven untuk diuapkan
dengan suhu 40-500C selama 24 jam agar mendapatkan ekstrak daun M. tanarius
yang kental.
-
40
C. Uji Pendahuluan
Sebelum dilakukan perlakuan uji antiinflamasi dari ekstrak metanol-air daun
M. tanarius, maka dilakukan serangkaian uji pendahuluan terlebih dahulu. Uji
pendahuluan dilakukan untuk menetapkan hal-hal yang akan dilakukan pada
pengujian yang sebenarnya. Uji pendahuluan yang dilakukan meliputi penetapan
waktu pemotongan kaki hewan uji setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar
dan penetapan dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak.
Selain itu, dilakukan pula penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang
akan diujikan dalam penelitian ini.
1. Orientasi penetapan waktu pemotongan kaki hewan uji setelah injeksi
karagenin 1% secara subplantar
Orientasi terhadap waktu pemotongan kaki hewan uji setelah injeksi
karagenin 1% secara subplantar bertujuan untuk mengetahui waktu dimana karagenin
memberikan efek yang maksimal sehingga diperoleh udema yang maksimal. Rentang
waktu pemotongan kaki yang diujikan adalah 1, 2, 3, dan 4 jam setelah injeksi
karagenin subplantar. Data bobot udema kaki mencit yang diperoleh dari hasil
orientasi dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov untuk
mengetahui normalitas dari distribusi data. Kemudian dilanjutkan dengan analisis
variansi satu arah, taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan di antara
setiap kelompok. Untuk melihat perbedaan antarkelompok, maka dilanjutkan dengan
uji Scheffe sehingga bisa diketahui kelompok mana yang berbeda dan apakah
perbedaan itu bermakna secara statistik atau tidak.
-
41
Tabel I. Rata-rata bobot udema pada orientasi rentang waktu pemotongan kaki
setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar
Kelompok Perlakuan (jam) Rata-rata bobot udema dalam miligram
(X ± SE)
1 jam 82,80 ± 3,69
2 jam 87,43 ± 0,69
3 jam 107,37 ± 0,66
4 jam 80,77 ± 1,05
Keterangan :
X = Mean (Rata-rata)
SE = Standard Error (SD/√n)
Gambar 4. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi rentang
waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar
Dari analisis variansi satu arah, diketahui nilai probabilitasnya 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa bobot udema dalam tiap kelompok memiliki perbedaan yang
bermakna (p ≤ 0,05). Selanjutnya untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan
-
42
antarkelompok, dilanjutkan uji Scheffe. Data dan analisisnya dapat dilihat pada tabel
II.
Tabel II. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada penetapan rentang
waktu pemotongan kaki setelah injeksi karagenin 1% secara subplantar
Waktu 1 jam 2 jam 3 jam 4 jam
1 jam - TB B TB
2 jam TB - B TB
3 jam B B - B
4 jam TB TB B -
Keterangan :
TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)
B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)
Berdasarkan hasil uji Scheffe di atas, dapat disimpulkan bahwa waktu yang
efektif untuk pemotongan kaki hewan uji adalah 3 jam setelah injeksi karagenin.
Rentang waktu pemotongan kaki 3 jam setelah mencit diinjeksikan karagenin 1%
secara subplantar berbeda secara signifikan terhadap rentang waktu pemotongan kaki
1, 2, dan 4 jam setelah mencit diinjeksi karagenin 1% secara subplantar. Di samping
itu, pada rentang waktu pemotongan kaki 3 jam menimbulkan udema yang paling
tinggi, yang artinya karagenin menginduksi secara maksimal pada jam tersebut
sehingga dipilih rentang waktu pemotongan kaki 3 jam.
2. Orientasi dosis efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif
diklofenak
Tujuan orientasi dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif
diklofenak adalah menetapkan dosis dan rentang waktu pemberian diklofenak yang
paling efektif sebagai antiinflamasi dalam mengurangi bobot udema pada kaki
-
43
mencit. Dosis diklofenak untuk mencit dengan berat badan 20 g yang digunakan
dalam orientasi ini adalah 4,48 mg/kgBB berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya (Djunarko, Donatus, dan Noni, 2003) dan 13,65 mg/kgBB
berdasarkan dosis untuk pemakaian sehari yang banyak digunakan di masyarakat
(Anonim, 2000). Rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak dipilih
berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, yaitu 15 menit
(Esvandiary, 2006; Martin, 2010; Gunawan, 2010) dan 30 menit (Hidayat, 2010).
Sehingga masing-masing kelompok secara berturut-turut diberikan pemberian p.o.
diklofenak dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis
13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB
dengan rentang waktu pemberian 30 menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan
rentang waktu pemberian 30 menit sebelum injeksi karagenin 1% secara subplantar.
Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif dan rentang waktu pemberian
dosis efektif diklofenak dapat dilihat pada tabel III.
Tabel III. Rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif diklofenak dan
rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak
Kelompok Perlakuan Rata-rata bobot udema dalam miligram
(X ± SE) Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu
pemberian 15 menit 73,80 ± 1,31
Dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu
pemberian 30 menit 78,10 ± 2,46
Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu
pemberian 15 menit 51,47 ± 1,10
Dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu
pemberian 30 menit 75,93 ± 1,03
Keterangan :
X = Mean (Rata-rata)
SE = Standard Error (SD/√n)
-
44
Gambar 5. Diagram batang rata-rata bobot udema pada orientasi dosis efektif
diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak
Dari analisis variansi satu arah, diketahui nilai probabilitasnya 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa bobot udema dalam tiap kelompok memiliki perbedaan yang
bermakna (p ≤ 0,05). Selanjutnya untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan
antarkelompok, dilanjutkan dengan uji Scheffe. Data dan analisisnya dapat dilihat
pada tabel IV.
-
45
Tabel IV. Hasil uji Scheffe rata-rata bobot udema pada pada orientasi dosis
efektif diklofenak dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak
Waktu dan
dosis
Dosis 4,48
mg/kgBB
dengan waktu
pemberian 15
menit
Dosis 4,48
mg/kgBB
dengan waktu
pemberian 30
menit
Dosis 13,65
mg/kgBB
dengan waktu
pemberian 15
menit
Dosis 13,65
mg/kgBB
dengan waktu
pemberian 30
menit Dosis 4,48
mg/kgBB
dengan waktu
pemberian 15
menit
- TB B TB
Dosis 4,48
mg/kgBB
dengan waktu
pemberian 30
menit
TB - B TB
Dosis 13,65
mg/kgBB
dengan waktu
pemberian 15
menit
B B - B
Dosis 13,65
mg/kgBB
dengan waktu
pemberian 30
menit
TB TB B -
Keterangan :
TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)
B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)
Berdasarkan hasil uji Scheffe di atas, dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu
pemberian 15 menit berbeda secara signifikan terhadap dosis 4,48 mg/kgBB dengan
waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan waktu pemberian 30 menit,
dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 30 menit sebelum mencit
diinjeksi karagenin 1% secara subplantar. Dilihat dari tabel rata-rata bobot udema
pada orientasi dosis efektif dan rentang waktu pemberian dosis efektif diklofenak
-
46
dapat diketahui bahwa rata-rata bobot udema dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang
waktu pemberian 15 menit, dosis 4,48 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30
menit, dan dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 30 menit masih
menimbulkan udema yang lebih besar dibandingkan dosis 13,65 mg/kgBB dengan
rentang waktu pemberian 15 menit. Seharusnya digunakan dosis 4,48 mg/kgBB
karena dosis tersebut merupakan dosis sekali pemakaian diklofenak, sedangkan dosis
13,65 mg/kgBB merupakan dosis pemakaian untuk sehari. Namun dilihat dari rata-
rata bobot udema bahwa dosis 13,65 mg/kgBB dengan rentang waktu pemberian 15
menit menimbulkan udema yang paling rendah. Hal tersebut berarti diklofenak telah
dapat menimbulkan efek secara maksimal pada dosis dan rentang waktu tersebut
sehingga dipilih dosis 13,65 mg/kgBB dengan waktu pemberian 15 menit.
D. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Metanol-air Daun Macaranga tanarius (L.)
Pengujian daya antiinflamasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diperoleh pada uji pendahuluan. Dari hasil
orientasi yang telah dilakukan, diperoleh rentang waktu pemotongan kaki mencit
setelah injeksi suspensi karagenin 1% adalah 3 jam. Kontrol positifnya adalah kalium
diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB, yang diberikan 15 menit sebelum pemberian
suspensi karagenin 1%. Dengan menggunakan hasil orientasi, diperoleh rata-rata
bobot udema kaki mencit pada kelompok perlakuan dengan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius beserta kelompok kontrol negatif dan kontrol positif. Daya antiinflamasi
ditunjukkan dengan penurunan bobot udema kaki mencit setelah pemberian suspensi
-
47
karagenin 1%. Data rata-rata bobot udema kaki mencit pada kelompok perlakuan
dengan ekstrak metanol-air daun M. tanarius beserta kelompok kontrol negatif dan
kontrol positif dapat dilihat pada tabel V.
Tabel V. Rata-rata bobot udema pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi
Kelompok Uji Jumlah
subyek uji
Rata-rata bobot udema
dalam miligram (X ± SE)
Karagenin 1% 5 105,22 ± 2,72
Akuades dosis 13,65 mg/kgBB 5 99,14 ± 2,02
CMC Na 1% dosis 6400 mg/kgBB 5 99,72 ± 2,33
Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 5 48,52 ± 1,26
Ekstrak metanol-air daun M.tanarius
dosis 711 mg/kgBB 5 80,66 ± 1,65
Ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dosis 2133 mg/kg BB 5 68,06 ± 0,60
Ekstrak metanol-air daun M.tanarius
dosis 6400 mg/kgBB 5 55,80 ± 0,82
Keterangan :
X = Mean (Rata-rata)
SE = Standard Error (SD/√n)
Hasil pengujian pada kelompok perlakuan menunjukkan bahwa pada
kelompok kontrol karagenin 1% menghasilkan rata-rata bobot udema paling besar di
antara kelompok perlakuan lainnya, yaitu sebesar 105,22 mg. Kelompok kontrol
negatif (aquades dan CMC Na 1%) berturut-turut juga menghasilkan rata-rata bobot
udema yang hampir sama dengan kelompok kontrol karagenin 1%, yaitu sebesar
99,14 dan 99,72 mg. Hal ini menunjukkan bahwa karagenin 1%, akuades, dan CMC
Na 1% tidak memiliki daya antiinflamasi.
-
48
Gambar 6. Diagram batang rata-rata bobot udema kaki mencit kelompok
perlakuan uji antiinflamasi
Keterangan :
Cara membaca kode : EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang
mengikutinya merupakan dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah
ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 711 mg/kgBB
Pada kelompok kontrol positif (diklofenak), rata-rata bobot udema yang
dihasilkan sangat kecil dibandingkan kelompok lain, yaitu sebesar 48,52 mg. Hal ini
menunjukkan bahwa diklofenak telah terbukti memiliki daya antiinflamasi sebagai
obat antiinflamasi non steroid (OAINS). Data persen penghambatan terhadap
inflamasi dapat dilihat pada tabel VI.
-
49
Tabel VI. Rata-rata persen daya antiinflamasi pada kelompok perlakuan uji
antiinflamasi
Kelompok Uji Jumlah
subyek uji
% Daya antiinflamasi
(X ± SE)
Karagenin 1% 5 0,00 ± 2,59
Akuades dosis 13,65 mg/kgBB 5 5,78 ± 1,92
CMC Na 1% dosis 6400 mg/kgBB 5 5,23 ± 2,21
Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 5 53,89 ± 1,20
Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis
711 mg/kgBB 5 23,34 ± 1,57
Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis
2133 mg/kg BB 5 35,32 ± 0,57
Ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis
6400 mg/kgBB 5 46,97 ± 0,78
Keterangan :
X = Mean (Rata-rata)
SE = Standard Error (SD/√n)
Persen daya antiinflamasi masing-masing kelompok uji kemudian dianalisis
menggunakan analisis variansi satu arah dengan taraf kepercayaan 95%.
-
50
Gambar 7. Diagram batang persen daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji
antiinflamasi
Keterangan :
Cara membaca kode : EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang
mengikutinya merupakan dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah
ekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 711 mg/kgBB
Data tabel VI menunjukkan bahwa persen daya antiinflamasi mengalami
peningkatan seiring dengan kenaikan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius,
dari dosis 711 mg/kgBB hingga dosis 6400 mg/kgBB. Kemudian analisis dilanjutkan
dengan melakukan uji Scheffe untuk mengetahui perbedaan antar kelompok
perlakuan bermakna atau tidak. Data dan analisis uji Scheffe dapat dilihat pada tabel
VII.
-
51
Tabel VII. Uji Scheffe persen (%) daya antiinflamasi kelompok perlakuan uji
antiinflamasi
Kelompok Karage
nin Aquades
CMC
Na
Diklofen
ak
EMM
711
EMM
2133
EMM
6400
Karagenin - TB TB B B B B
Aquadest TB - TB B B B B
CMC Na TB TB - B B B B
Diklofenak B B B - B B TB
EMM 711 B B B B - B B
EMM 2133 B B B B B - B
EMM 6400 B B B TB B B -
Keterangan :
TB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)
B = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05)
EMM = Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius, angka yang mengikutinya merupakan
dosisnya dalam mg/kgBB. Contoh : EMM 711 adalah ekstrak metanol-air daun M.
tanarius dosis 711 mg/kgBB.
Berdasarkan hasil uji Scheffe diketahui bahwa dosis 6400 mg/kgBB
memiliki persen daya antiinflamasi yang berbeda tidak bermakna dengan kontrol
positif diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB. Kontrol positif menghasilkan persen
penghambatan peradangan sebesar 53,89%, sedangkan pada ekstrak metanol-air
daun M. tanarius dosis 6400 mg/kgBB sebesar 46,97%. Dengan demikian, dosis
yang paling optimal untuk ekstrak metanol-air daun M. tanarius dalam penelitian ini
adalah dosis 6400 mg/kgBB.
Dalam penelitian ini, kelompok perlakuan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius pada berbagai peringkat dosis memiliki daya antiinflamasi, meskipun pada
dosis 711 mg/kgBB dan 2133 mg/kgBB memiliki daya yang lebih kecil dari daya
antiinflamasi diklofenak. Karena memiliki daya antiinflamasi, maka kelompok-
kelompok tersebut dapat dibandingkan potensi relatif daya antiinflamasinya dengan
-
52
diklofenak sebagai kontrol positif. Rata-rata persen (%) potensi relatif kelompok
perlakuan dapat dilihat pada tabel VIII.
Tabel VIII. Rata-rata persen (%) daya antiinflamasi dan rata-rata persen (%)
potensi relatif kelompok ekstrak metanol-air daun M. tanarius pada 3 peringkat
dosis dibandingkan diklofenak
Kelompok Uji % Daya
Antiinflamasi
% Potensi Relatif
Daya Antiinflamasi
Diklofenak dosis 13,65 mg/kgBB 53,89 100
Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius dosis
711 mg/kg BB 23,34 43,32
Ekstrak Metanol-air daun M.a tanarius dosis
2133 mg/kg BB 35,32 65,54
Ekstrak Metanol-air daun M. tanarius dosis
6400 mg/kg BB 46,97 87,16
Potensi relatif daya antiinflamasi kelompok perlakuan ekstrak metanol-air