efek antibakteri dari lima bahan root canal sealing yang berbeda
TRANSCRIPT
EFEK ANTIBAKTERI DARI LIMA BAHAN ROOT CANAL SEALING YANG BERBEDA
Abstrak
Tujuan penelitian in vitro ini adalah untuk menilai efek antibakteri dari mineral
trioxide agregate yang berwarna abu-abu dan putih (GMTA dan WMTA), kalsium hidroksida
(CH), semen Portland (PC) dan semen endodontik baru (NEC) terhadap beberapa spesies
mikroorganisme menggunakan tes difusi agar. Lapisan dasar dari cawan petri dibuat
menggunakan agar Muller-Hilton. Lima buah lubang dibuat pada agar tersebut dan diisi
dengan bahan campuran segar setelah 24 jam. Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus
faecalis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan campuran dari bakteri-bakteri ini
ditanam pada cawan. Cawan tersebut dipreinkubasi selama 2 jam pada temperatur ruangan
dilanjutkan dengan inkubasi pada suhu 37o C. Diameter zona hambat diukur pada 24, 48 dan
72 jam. Rata-rata tertinggi diameter zona hambat pertumbuhan ditemukan di sekitar NEC dan
CH. Menurut tes ANOVA satu arah, terdapat perbedaan yang signifikan diantara kelompok
uji (P <0.001), sedangkan tes post-hoc tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antara
rata-rata diameter zona NEC dan CH serta antara MTAs dan PC. Bagaimanapun juga,
terdapat perbedaan signifikan antara CH dan NEC yang dibandingkan dengan kelompok
MTAs dan PC (P < 0.001). Pada kenyataannya, NEC merupakan agen antibakteri kuat yang
sama dengan CH.
Kata kunci : agen antibakteri, kalsium hidroksida, semen dental, endodontik, mineral
trioxide aggregate, bahan baru.
Pendahuluan
Bakteri umumnya bertanggung jawab dalam perkembangan penyakit pulpa/periapikal.
Oleh karena itu, eliminasi dari bakteri ini selama perawatan saluran akar secara instrumentasi,
irigasi, dan medikasi intra saluran selalu merupakan bagian penting untuk keberhasilan
perawatan endodontik. Walaupun bakteri yang secara superfisial masuk ke dalam dentin
saluran akar lebih mudah dibunuh daripada bakteri yang terlindungi pada kedalaman tubuli
dentin, bakteri di dalam tubuli dentin juga dapat terpengaruh oleh komponen antibakteri dari
cairan irigasi, medikasi intra saluran, dan bahan pengisi serta sealing endodontik. Bahkan
setelah prosedur tersebut, bakteri masih ditemukan pada tubuli dentin dengan potensi
penyakit yang dapat bertahan maupun muncul.
Hasil perawatan endodontik tergantung pada segel yang efektif untuk mencegah
rekontaminasi selanjutnya dan juga berhasil mereduksi mikroorganisme yang terlibat. Oleh
karena banyak bahan yang tidak dapat membentuk segel yang hermetis sempurna, maka
bahan tersebut diharapkan dapat mencegah pertumbuhan bakteri. Oleh karena itu, uji
antibakteri dari biomaterial harus mempertimbangkan efek ini. Tes difusi agar (ADT)
merupakan teknik yang paling sering digunakan untuk menilai efek tersebut dari material
dental.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai aktifitas antibakteri dari bahan
berbeda yang digunakan pada perawatan dental. Kalsium hidroksida (CH) diperkenalkan
pertama kali di kedokteran gigi pada tahun 1920. Beberapa sifat biologis sudah terdapat
dalam bahan ini, seperti menginduksi pembentukan jaringan keras, mencegah resorpsi akar,
aksi antibakteri dan melarutkan jaringan. Oleh karena sifat ini, CH direkomendasi untuk
banyak tujuan dalam endodontik.
Mineral trioxide aggregate (MTA), yang diperkenalkan pada tahun 1993, telah
diketahui sejak 1995 sebagai bahan antibakteri yang potensial. MTA merupakan bubuk yang
mengandung partikel halus hidrofilik yang jika dicampur dengan air menghasilkan gel koloid
yang menjadi solid membentuk semen keras setelah mendekati 4 jam. ProRoot MTA telah
dijual dalam sediaan dengan warna abu-abu (GMTA), dan warna putih (WMTA). GMTA
dapat menyebabkan pewarnaan gigi terutama ketika digunakan untuk menutupi atau seal
perforasi dimana estetik menjadi prioritas. WMTA diperkenalkan untuk mengatasi masalah
ini. Terdapat perbedaan komposisi yang utama dalam konsentrasi periclase (MgO) dan
terutama FeO antara GMTA dan WMTA. Elemen ini ditemukan lebih rendah pada WMTA.
Berdasarkan penelitian akhir-akhir ini, MTA merupakan bahan dental yang biokompatibel
dan memiliki sifat biologis, yaitu kemampuan sealing yang sangat baik, alkanitas tinggi,
menginduksi pembentukan jaringan keras, dan efek antibakteri. Oleh karena sifat kimia dan
fisiknya, penggunaan MTA sebagai biomaterial telah direkomendasi untuk penggunaan luas
dalam perawatan endodontik.
Telah dilaporkan bahwa MTA warna abu-abu dan semen Portland warna abu-abu
(PC) identik secara makroskopis, secara mikroskopis serta saat menggunakan analisis difraksi
X-ray. Penelitian lain menunjukkan bahwa PC warna putih mengandung elemen kimia yang
sama seperti WMTA, kecuali bismuth. Respon jaringan sebanding antara PC dan MTA
disebabkan oleh kemiripan dari komposisi kimianya. Walaupun MTA memiliki
biokompabilitas yang sangat baik, tapi memiliki setting time yang lama dan penanganan yang
sulit serta harganya mahal.
Akhir-akhir ini, pengarang pertama mengembangkan semen endodontik baru (NEC)
yang mengandung campuran kalsium yang berbeda (contohnya kalsium oksida, kalsium
sulfat, kalsium karbonat, kalsium silikat, kalsium sulfat, dan kalsium klorida) yang sesuai
dengan standar ISO 6876 (Organisasi Standarisasi Internasional) untuk bahan sealing saluran
akar. Penggunaan klinis NEC mirip dengan MTA.
NEC bersifat biokompatibel, dapat menstimulasi penyembuhan jaringan keras, mudah
penanganannya, mengeras dalam lingkungan cair, memiliki setting time yang tepat dan
karakteristik penanganan yang baik, serta membentuk seal efektif ketika digunakan sebagai
bahan pengisi ujung akar. Hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa NEC terdiri
dari kalsium dan fosfat yang larut dalam air dan membentuk hidroksiapatit setelah mengeras.
Tujuan dari penelitian in vitro ini adalah untuk membandingkan aktivitas antimikroba
dari CH, GMTA, WMTA, PC dan NEC terhadap empat mikroorganisme yang umum
dihubungakan dengan infeksi endodontik dan campuran bakteri ini menggunakan tes difusi
agar.
Bahan dan Metode
Pada penelitian ini, kami memiliki lima kelompok eksperimen sebagai berikut :
kelompok 1, kalsium hidroksida (Sealapex, Kerr, Orange, CA, USA); kelompok 2, ProRoot
MTA (Dentsply Tulsa Dental, Tulsa, OK, USA); kelompok 3, ProRoot MTA formula
sewarna gigi, (Dentsply Tulsa Dental); kelompok 4, semen Portland warna putih (semen
putih Abyek, Abyek, Qazvin, Iran); dan kelompok 5, semen endodontik baru (NEC).
Tes Difusi Agar
Penelitian dilakukan pada cawan lapisan ganda, setiap lapisan dasar dibuat dari 10 mL
agar Muller-Hilton steril (MH) yang dituang ke dalam cawan petri steril ukuran 2x10 cm.
Lima lubang dengan kedalaman yang sama (diameter 4-mm, satu untuk setiap bahan uji)
dibuat pada jarak yang sama di agar dengan menggunakan gulungan tembaga steril setelah 24
jam. Lubang tersebut kemudian diisi dengan bahan segera setelah dicampur berdasarkan
instruksi pabrik.
Mikroorganisme
Aktivitas antibakteri dari bahan pilihan ini diukur terhadap Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus faecalis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan campuran dari bakteri
ini menggunakan metode difusi agar. Strain tersebut didapatkan dari Departemen
Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas MC Shahid Beheshti, Tehran, Iran. Setelah
aktivasi dari kultur sediaan, mikroorganisme dipelihara dalam kuah MH sampai waktu
penggunaan. Kultur semalaman dari mikroorganisme telah selesai. Semua strain mikroba
tumbuh pada suhu 37o C selama 24 h dalam kuah MH kemudian ditanam dalam 15 mL dari
agar MH untuk menghasilkan kekeruhan 0.5 skala McFarland, yang sesuai dengan
konsentrasi 108 koloni membentuk units ml-1. Untuk kelompok campuran, lapisan kedua
mengandung konsentrasi setiap mikroorganisme yang sama. Agar yang telah ditanam
ditambahkan ke cawan segera setelah dimasukan bahan tes campuran segar. Cawan disimpan
pada temperatur ruangan 2 jam untuk pre-difusi bahan kemudian diinkubasi pada 37oC untuk
72 jam.
Total 42 cawan digunakan: cawan dibagi secara random menjadi lima kelompok uji
dengan masing-masing delapan cawan, sehingga mikroorganisme diuji delapan kali. Kontrol
positif dan negatif disiapkan, cawan dipelihara dengan dan tanpa inoculum untuk periode
yang sama dan dibawah kondisi inkubasi yang identik. Semua pengujian dilakukan di bawah
kondisi aseptik.
Pengumpulan Data
Diameter zona inhibisi pertumbuhan bakteri diukur dengan penggaris milimeter
dengan akurasi 0.5 mm pada dua lokasi prependikular untuk setiap sampel oleh pengamat
independen.
Analisi Statistik
Analisi statistik dilakukan menggunakan ANOVA satu arah untuk rata-rata zona
hambat pertumbuhan diantara bahan uji. Tes post-hoc dilakukan untuk perbandingan jamak.
Perbedaan signifikan secara statistik diantara kelompok ditentukan P <0.05.
Hasil Penelitian
Kontrol positif menunjukkan pertumbuhan bakteri, sedangkan kontrol negatif
menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri. Semua strain bakteri dihambat oleh semua
bahan uji. Aktivitas antibakteri bahan uji ditentukan oleh rata-rata dan standar deviasi zona
hambat pertumbuhan dalam milimeter pada semua mikroorganisme uji setelah 24, 48, dan 72
jam ditunjukkan dalam Tabel 1. Hasil dari 24 jam inkubasi menunjukkan bahwa efek
antimikroba CH dan NEC pada semua mikroorganisme uji adalah lebih dari MTAs dan PC.
Urutan penurunan zona hambat yang dihasilkan oleh NEC, CH, WMTA, GMTA, dan PC
pada semua mikroorganisme rentangnya dari 3.37 ke 7.06, 3.81 ke 6.81, 2.25 ke 5.18, 1.31 ke
4.93, dan 0.56 ke 4.68 mm pada 24 jam. Hasil untuk 48 dan 72 jam mirip dengan 24 jam pada
semua kelompok eksperimen.
Rata-rata tertinggi diameter zona hambat pertumbuhan bakteri ditemukan pada
kelompok NEC dan CH, sedangkan zona MTAs dan PC lebih kecil. Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara aktifitas bakteri dari CH dan NEC, dan juga antara MTAs dan PC.
Walaupun begitu, CH dan NEC menunjukkan efek antibakteri yang lebih baik secara
signifikan daripada MTAs dan PC. (P < 0.001). Tidak terdapat perbedaan signifikan secara
statistik antara hasil dari kelompok campuran dan kelompok lainnya. Tidak terdapat
perbedaan signifikan antara hasil dari 24, 48, maupun 72 jam seperti yang telah diduga
sebelumnya. Zona hambat tertinggi dari semua kelompok adalah yang menghambat
Enterococcus faecalis, selanjutnya campuran bakteri, Staphylococcus aureus, Escherichia
coli, dan Pseudomonas aeruginosa dalam urutan penurunan.
Zona hambat pertumbuhan diukur dalam milimeter.
*Rata-rata(standar deviasi), NEC:semen endodontik baru, CH:kalsium hidroksida,
WMTA:mineral trioxide agregate putih, GMTA:mineral trioxide agregate abu-abu, PC:semen
Portland.
Diskusi
Pada penelitian ini, kami menggunakan ADT, paling sering digunakan dalam metode
in vitro untuk evaluasi aktivitas antibakteri, yang mengidentifikasi bahan untuk memiliki efek
antimikroba dalam sistem saluran akar via perbandingan langsung antara bahan tersebut.
Hasil ADT sangat dipengaruhi oleh kemampuan difusi bahan melewati medium. Walaupun
begitu, pilihan medium agar dan mikroorganisme, kontrol dan standarisasi kerapatan
inokulasi, inkubasi dan pembacaan zona hambat merupakan faktor yang mempengaruhi hasil
tes difusi dalam medium agar. Terdapat banyak media berbeda, metode berbeda pada
persiapan inokulum atau keduanya telah digunakan.
Patogen endodontik sejati atau yang dihubungkan dengan kasus terapi-resisten dipilih
sebagai bakteri uji untuk penelitian ini. Walaupun bakteri aerob dan fakultatif biasanya unsur
minor pada infeksi primer, bakteri tersebut telah ditemukan dengan frekuensi lebih tinggi
dalam kasus kegagalan perawatan. Bakteri ini dapat masuk ke sistem saluran akar sebelum,
selama atau setelah perawatan dan penyebab infeksi sekunder. Percobaan dilakukan untuk
memilih representatif Gram negatif/positif dan bakteri kokus/basilus yang umumnya diisolasi
dari infeksi endodontik. Untuk menstimulasi kondisi ral dan gigi, kami mengikutsertakan
kelompok campuran yang sesuai dengan campuran alami patogen untuk menentukan apakah
mereka mempengaruhi hasil inhibisi melalui efek sinergik
Pada penelitian ini, semen campuran segar dipindahkan ke cawan agar segera. Oleh
karena beberapa produk permanen atau transit, bahan seharusnya diuji segera setelah
dicampur dan juga setelah dianggap mencapat struktur kimia akhir. CH dan MTA
dimasukkan ke dalam gigi dalam campuran segar, tahap setting yang belum komplit, dan
selama waktu setelah aplikasi bahan secara klinis, respon lokal diganggu oleh komponen
dengan tidak ada atau reaksi parsial. Setelah setting, mungkin bahan aktif masih dapat
dilepaskan dari material. Perbedaan pola antibakteri dari beberapa bahan dapat pula
berhubungan dengan derajat setting.
CH menunjukkan sesuai untuk mengeliminasi bakteri tergantung pada ionisasi yang
melepaskan ion hidroksil, menyebabkan peningkatan pH. pH lebih dari 9 mungkin dapat
menon-aktifkan enzim membran sel dari mikroorganisme secara reversibel atau irreversibel,
berakibat pada kehilangan aktivitas biologis. Medium kultur dapat terpengaruh oleh
kelarutan, pelepasan ion dan alkalinitas dari CH, yang merupakan kondidi esensial untuk efek
antimikroba. Walaupun begitu, hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas antibakteri yang
efektif dari CH yang menyebabkan zona hambat pertumbuhan yang lebih besar dari bakteri
uji daripada MTAs dan sesuai seperti pada Amorim et al. Mereka telah melaporkan bahwa
pasta kalsium hidroksida membentuk zona hambat pada strain S. aureus, E. faecalis, P.
aeruginosa, B. subtilis dan C. albicans.
Aktivitas antimikroba MTA telah dilaporkan oleh Torabinejad et al., yang mendeteksi
efektivitasnya melawan beberapa bakteri fakultatif. Walaupun begitu, tidak ada aktivitas yang
ditemukan melawan E. faecalis, S. aureus, B. subtilis dan E. coli atau melawan bakteri
anaerob. Estrela at al menunjukkan bahwa MTA atau PC tidak memperlihatkan aktivitas
antimikroba apapun melawan S. aureus, E. faecalis, P. aeruginosa, B. subtilis, atau C.
albicans. Pada penelitian ini, hasil yang sama didapatkan dengan MTAs juga terjadi pada PC,
dengan tanpa perbedaan signifikan. Nyatanya bahwa komponen utama MTAs juga ditemukan
pada PC dapat membenarkan kesamaan dari aktivitas antimikroba. Hasil penelitian ini juga
berada dalam persetujuan sebagian terhadap penelitian Stowe et al. yang menduga sifat
antimikroba MTA dan menemukan bahwa MTA dapat menghambat pertumbuhan E. faecalis
dan S. sanguis.
Hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas antibakteri yang efektif dari NEC yang
sebanding dengan CH dan secara signifikan lebih baik dari MTAs dan PC. Oksida logam dari
alkali tanah dan hidroksida (contohnya kalsium oksida dan kalsium hidroksida ), kalsium
fosfat dan kalsium silikat merupakan unsur penting dari NEC. Selama dan setelah
pencampuran dengan cairannya, CH dihasilkan melalui reaksi hidrasi, terutama karena reaksi
yang melibatkan kalsium silikat, kalsium fosfat, dan kalsium oksida sebagai tambahan dari
keberadaan CH itu sendiri. Ketika NEC dipindahkan ke cawan agar dan berkontak dengan
medium, CH dipisahkan menjadi ion kalsium dan hidroksil, meningkatkan pH dan
konsentrasi kalsium. Mekanisme ini menjelaskan sebagian aktivitas antibakteri yang lebih
baik dari bahan ini. Penjelasan lainnya adalah bahwa komponen antibakteri dari NEC
memiliki sifat difusi yang lebih baik.
Dalam kondisi penelitian in vitro ini, disimpulkan bahwa hasil perbandingan dari
NEC dan CH terhadap WMTA, GMTA, dan PC mengindikasikan kemampuan NEC sebagai
agen antibakteri. Walaupun begitu, penting untuk meneliti sifat lain dari bahan baru ini.
Makalah Endodontik
EFEK ANTIBAKTERI DARI LIMA BAHAN ROOT CANAL SEALING YANG BERBEDA
Sumber : Journal of Oral Science
Tanggal : 25 Oktober 2008
Volume : 50
No : 4
Pengarang : Saeed Asgary dan Farshid Akbari Kamrani
Seminaris : Nikita Irzana Utami
NPM : 160112090038
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2010