ebook_media dan perubahan iklim

Upload: ahmad

Post on 24-Feb-2018

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    1/160

    Media danPerubahan Iklim

    Kerjasama

    Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) - BAPPENAS

    dengan

    Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta

    Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

    Jakarta, Oktober 2014

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    2/160

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    3/160

    i

    Media danPerubahan Iklim

    Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional /Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    4/160

    ii

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    5/160

    iii

    Kerjasama

    IIndonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF)

    dengan

    Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta

    Edisi cetak: Oktober 2014

    Ilustrasi Cover: Yus Ardhiansyah

    Layout:Kgs. M. Rdiuan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    6/160

    iv

    Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 19 Tahun 2002

    tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta

    Pasal 2:

    1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk

    mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah

    suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    KETENTUAN PIDANA

    Pasal 72:

    1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana

    dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan

    pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling

    sedikit Rp l.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh)

    tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

    2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, menjual

    kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait

    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

    (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    7/160

    v

    Daftar Isi

    Daftar Isi .....................................................................

    Pengantar

    Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasio-

    nal/ Wakil Ketua BAPPENAS ............................................

    Ketua AJI Jakarta .................................................................

    Harian Jambi

    Potret Desa Mandiri Energi : Warga Serampas yang

    Makin Terampas ..................................................................

    Berharap Jadi Lumbung Karbon ...................................

    Lubuk Larangan di Lembah Masurai ..............................

    Tempo Denpasar

    Plesiran Saat Iklim Berubah .............................................

    Saatnya Diet Energi ............................................................

    Media Indonesia

    Sepetak Lahan Menyelamatkan Hutan ........................

    Menemukan Warisan yang Hilang ................................

    Gerakan Antitesis Revolusi Hijau ...................................

    Tempo Yogjakarta

    Cerita Sejuk Hutan Rakyat Semoyo ...............................

    Empon-empon yang Menggiurkan ...............................

    Aneka Usaha Mengolah Ketela ......................................

    Ekuatorial.com

    Akibat Penyakit Bersekutu Iklim ....................................

    Serbuan Senyap ke Dataran Tinggi ...............................

    Siasat Jumantik dan Jurus Lainnya ...............................

    Tempo Jambi

    Selamatkan Hutan Ala Senamat ....................................

    Biogas Solusi Menghemat dan Ramah Lingkungan

    Diskusi Sebotol Minyak ....................................................

    v

    vii

    ix

    1

    7

    9

    13

    19

    23

    29

    33

    43

    47

    51

    55

    59

    67

    71

    83

    87

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    8/160

    vi

    91

    97

    99

    107

    115

    117

    121

    123

    125

    141

    145

    Kontan

    Dikecewakan, petani Nganjuk ogah ikut program

    asuransi pertanian lagi .....................................................

    Ujung tombak ada di penyuluh lapangan dan

    dinas setempat ....................................................................

    Jasindo: Memiliki resiko berbeda, premi tiap

    daerah harus berbeda juga .............................................

    Suarakendari.com

    Menjadikan Sampah Sebagai Energi Kampung ......

    Ancaman dari Gas Metan .................................................

    Bappeda: Pemerintah Kota Harus Fokus ......................

    Sinopsis Beritasatu TV Kami Mau Kalimantan Kembali .....................................

    Sinopsis Aceh Video

    Mikro Hidro di Kaki Ekosistem Ulu Masen ....................

    Profil

    Profil Penulis .........................................................................

    Profil Mentor .........................................................................

    Profil Lembaga .....................................................................

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    9/160

    vii

    P

    emerintah telah berkomitmen untuk mengurangi emisi

    gas rumah kaca pada 2020 dengan target sebesar 26%

    dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan dan

    kerjasama internasional. Terkait komitmen tersebut,pemerintah telah membentuk Indonesia Climate Change Trust

    Fund(ICCTF) pada September 2009 untuk mengkoordinasikan

    dana-dana internasional di bidang perubahan iklim.

    ICCTF, sebagai satu-satunya Lembaga Wali Amanah (trust

    fund) pendanaan perubahan iklim pendukung upaya adaptasi

    dan mitigasi di Indonesia, telah melakukan berbagai aktivitas

    penanganan perubahan iklim dengan mendanai berbagai

    pilot project kepada Kementerian/Lembaga, serta Program

    Hibah Skala Kecil kepada Lembaga Swadaya Masyarakat dan

    Perguruan Tinggi.

    Upaya yang telah dilakukan pemerintah melalui ICCTF

    perlu disebarkan kepada publik melalui media penyedia

    informasi. Publikasi bermanfaat untuk mendidik masyarakat

    memahami isu perubahan iklim, dan merupakan cermin

    peran media dalam perubahan iklim.

    Bagi Indonesia, perubahan iklim adalah tantangan pem-

    bangunan yang nyata. Namun, karya jurnalistik yang bermutu ten-

    tang isu perubahan iklim masih belum menempati posisi utama

    dalam pemberitaan media. Sehubungan dengan itu, pada tahun

    2014 ini ICCTF bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen

    (AJI) menyelenggarakan program ICCTF Media Fellowship 2014

    untuk meliput kegiatan penanganan perubahan iklim.

    Fellowship ini diharapkan mampu membangkitkan

    minat para jurnalis dalam meliput isu perubahan iklim,

    Pengantar

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    10/160

    viii

    meningkatkan karya jurnalistik berkualitas mengenai isu

    perubahan iklim, dan meningkatkan kapasitas para jurnalis

    dalam mendokumentasikan kiprah ICCTF di masa depan.

    Tahun 2014 ini, ICCTF Media Fellowshiptelah memilih 10

    tim jurnalis, yang telah melakukan liputan mendalam serta

    menghasilkan artikel/hasil liputan sebagaimana dihimpun

    dalam Buku Media dan Perubahan Iklim ini. Fellowship

    dan Buku tersebut diharapkan dapat menjadi pendorong

    munculnya kegiatan serupa di masa depan untuk terus aktif

    mempromosikan upaya menurunkan emisi gas rumah kaca

    dan menciptakan kondisi iklim yang lebih baik.

    Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepadasemua pihak yang telah membantu mensukseskan ICCTF

    Media Fellowship 2014, khususnya kepada BMUB-GIZ yang

    telah mendukung pemberangkatan peserta fellowship

    terbaik ke UNFCCC di Lima, Peru.

    Jakarta, September 2014

    Lukita Dinarsyah Tuwo

    Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/

    Wakil Ketua BAPPENAS

    (Selaku Ketua Majelis Wali Amanah ICCTF)

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    11/160

    ix

    Kata Pengantar

    I

    su perubahan iklim bagi jurnalis di Indonesia dapat

    dikatakan kurang populer. Hanya sebagian kecil

    jurnalis mendalami masalah ini. Ini bisa dilihat dari

    jumlah jurnalis yang mendalami isu lingkungan.Jurnalis lingkungan di Indonesia relatif sedikit, diban-

    dingkan misalnya dengan jurnalis yang meliput isu politik.

    Padahal dampak yang ditimbulkan akibat peristiwa-peris-

    tiwa perubahan iklim kepada masyarakat tidak dapat dise-

    pelekan. Bahkan dampaknya langsung dirasakan oleh

    masyarakat melalui bencana lingkungan, kegagalan panen,

    hingga krisis pangan.

    Sebab itu, semakin banyak jurnalis yang memahami

    dan mendalami isu perubahan iklim akan semakin baik

    bagi masyarakat maupun pembuat kebijakan. Masyarakat

    akan lebih waspada dan melakukan berbagai antisipasi dan

    mitigasi karena selalu diingatkan oleh media.

    Kegiatan fellowship perubahan iklim ini merupakan

    kerjasama tahun kedua antara AJI Jakarta dengan Indonesia

    Climate Trust Fund (ICCTF). Di tahun pertama, AJI Jakarta dan

    ICCTF menggelar ICCTF Media Award bagi para jurnalis di

    jakarta dan daerah

    Kegiatan ini bertujuannya, antara lain, untuk melahirkan

    karya jurnalistik yang cukup bermutu di bidang perubahan.

    Di sisi lain bagi para jurnalis, kegiatan ini memberikan

    kesempatan untuk meningkatkan kemampuan jurnalistik

    dari para mentor yang telah memiliki pengalaman cukup

    mendalam di bidang liputan perubahan iklim dan isu

    lingkungan secara umum.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    12/160

    x

    Dokumentasi ini merupakan kumpulan karya jurnalistik

    para peserta fellowship. Kami berharap karya jurnalistik ini

    memberikan dorongan bagi jurnalis lain untuk meningkatkan

    perhatiannya di seputar isu perubahan.

    Kami mengucapkan terimakasih kepada para peserta

    fellowship yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik

    dan tepat waktu. Terimakasih yang sedalam-dalamnya juga

    kami sampaikan kepada para mentor fellowship, Riza Primadi

    (jurnalis senior televisi), Brigitta Isworo (Harian Kompas), dan

    Untung (Koran Tempo) yang telah memberikan waktu dan

    perhatiannya untuk menyeleksi peserta hingga memberikan

    mentoring kepada setiap peserta fellowship.Para asisten mentor sekaligus penanggungjawab

    kegiatan ini, Musdalifah Fakhri, Ratna Ariyanti dan Ruru

    Nainggolan, yang telah banyak membantu para mentor

    maupun AJI Jakarta untuk menjalankan kegiatan ini.

    Terakhir kami mengucapkan selamat membaca karya

    jurnalistik para peserta fellowship.

    Jakarta, September 2014

    Umar Idris

    Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    13/160

    1

    Di sore dingin berkabut, dengan mengenakan

    jaket dan sarung yang tampak lusuh, Haripahni

    menyusuri licinnya kaki Bukit Masurai usai terguyur

    hujan. Meski terbiasa, pria 50 tahun ini tampak hati-

    hati menapaki jalanan kecil menurun yang di sampingnya

    menggeletak pipa biru kusam berukuran jumbo berdiameterkurang lebih 60 sentimeter dan panjang 50 meter.

    Pipa itu berakhir di bangunan kecil berukuran 2x3 meter.

    Air mengucur deras dari pipa. Haripahni menyalakan mesin

    pembangkit listrik dengan cara memutar sebuah engkol.

    Mesin langsung menderum diiringi terangnya sebuah

    bohlam berukuran 5 watt.

    Ini satu-satunya mesin pembangkit listrik tenaga mikro

    hidro (PLTMH) di Desa Renah Alai. Kondisinya memang

    Aksi perambah hutan dan perubahan cuaca meredupkan

    kemilau pembangkit listrik mikro hidro warga Serampas

    di Kabupaten Merangin, Jambi. Warga terapkan kembali

    kearifan lokal.

    Bangun SantosoHarian Jambi

    Potret Desa Mandiri Energi

    Warga Serampas yangMakin Terampas

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    14/160

    2

    sedikit usang, karena sudah lama beroperasi sejak 2002 lalu,

    ujar Haripahni, pertengahan Juli lalu.

    Dia memperlihatkan panel pengatur listrik untuk

    dialirkan ke rumah-rumah warga. Haripahni yang sehari-hari

    menjaga dan mengoperasikan mesin mulai menceritakan

    bagaimana perjuangan warganya memperoleh listrik tanpa

    bergantung pada listrik negara alias PLN.

    Tahun 1998, Balai Taman Nasional Kerinci Seblat

    (TNKS) memberikan dana Rp 200 juta untuk membangun

    pembangkit listrik mikro hidro itu. Ini merupakan bagian

    program Integrated Conservation Development Project (ICDP).

    Dua tahun kemudian pembangkit itu mulai beroperasi.

    Awalnya, listrik yang dipasok sebesar 10.000 watt. Kini

    naik menjadi 90.000 watt dan menerangi semua rumah

    tangga di Desa Renah Alai. Mereka membayar Rp 30.000 per

    bulan.

    Dari pengelolaan listrik ini, kas desa mem peroleh

    rata-rata pendapatan Rp 6 juta per bulan. Dari jumlah itu,

    kemudian dipotong Rp 2 juta untuk biaya operasi dan gaji

    tiga orang pengelola.

    Gunung Masurai setinggi 9.777 kaki tak hanya mem-

    berikan limpahan tanah subur, namun juga sumber air yang

    memasok pembangkit listrik. Alirannya mengular ke Sungai

    Gedang di Desa Renah Alai. Selama 14 tahun beroperasi,

    kini warga Serampas di Renah Alai mulai merasakan ada

    perubahan, khususnya pasokan listrik yang dihasilkan.

    Namun, sejak dua tahun terakhir ini, debit air di sungai

    menurun, kata Haripahni yang biasa disapa dengan Pak

    Pahni.

    Kondisi ini jelas berpengaruh pada debit air di penam-

    pungan yang disalurkan ke mesin pembangkit. Imbasnya,

    pasokan listrik menjadi berkurang, karena aliran air tidak

    deras lagi.

    Jika dilihat secara kasat mata, menurunnya debit air

    terlihat di penampungan air atau dam. Ini akibat pene-

    bangan pohon oleh warga perambah di desa tetangga tepat-

    nya di hulu sungai, katanya.

    Pak Pahni sangat khawatir, debit air yang menurun tak

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    15/160

    3

    hanya berpengaruh pada pasokan listrik, namun juga kondisi

    mesin dan dinamo pembangkit listrik. Sebab, jika debit air

    tidak stabil, akan mempengaruhi daya putar mesin dan

    dinamo.

    Menurutnya, biaya perbaikan dan perawatan mesin

    tiap tahunnya cukup besar dan bisa mencapai puluhan juta.

    Bahkan, apabila dinamo rusak harus diganti yang besarnya

    mencapai Rp 50 juta.

    Dampaknya mulai dirasakan warga. Dalam sepekan ini,

    empat kali listrik mati, kata Jamhuri, salah seorang penduduk.

    Dia mencurigai pembangkit listrik keku rangan pasokan air

    dari sungai yang menyusut. Dari bibir sungai, ujarnya, bisa satu

    meter lebih menyusut, apalagi di saat kemarau.

    Pelaksana Tugas (Plt) Kades Renah Alai, Hasan Muhammad

    mengakui tindakan perambahan hutan di sejumlah desa

    tetangga menjadi penyebab utama menurunnya debit air

    Sungai Gedang. Ketinggian air sungai yang biasanya rata-

    rata 10 meter, kini menyusut bahkan di bawah sembilan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    16/160

    4

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    17/160

    5

    meter. Kondisi ini berpengaruh pada debit air di dalam bak

    penampungan atau dam dengan ketinggian lima meter.

    Aksi perambahan terjadi di dua desa yakni Pulau Tengah

    dan Danau Pauh. Kedua desa ini letaknya di hulu Sungai

    Gedang, tepat di atas Desa Renah Alai.

    Menurut Hasan, para perambah berasal dari luar Jambi,

    seperti Jawa, Sumatera Utara, Lampung, Bengkulu dan

    Sumatera Selatan. Jumlahnya mencapai ribuan orang, yang

    kebanyakan membuka lahan untuk perkebunan kopi.

    Kondisi ini tak hanya menimbulkan konflik dengan

    warga sekitar, melainkan juga dengan Balai Taman Nasional

    dan pemerintah daerah, ujarnya.

    Menurut dia, pembukaan lahan ini juga menimbulkan

    kecumburuan dari warga asli, karena para pendatang leluasa

    membuka lahan. Sementara kami yang masyarakat asli,

    katanya, dilarang.

    Untuk melindungi kawasan desa agar tidak terjadi

    perambahan, sejumlah tetua dan perangkat desa mulai

    menggiatkan kembali hukum adat Marga Serampas yang

    sebelumnya mulai ditinggalkan. Salah satunya larangan

    menebang pohon di kawasan desa. Dalam aturan ini, warga

    dilarang menebang pohon sembarangan.

    Hasan menjelaskan, apabila ada warga luar yang masuk

    harus menandatangani aturan desa ini, begitu juga warga

    desa.

    Apabila ada yang melanggar harus diusir dari desa,

    katanya.

    Bagaimana dengan faktor iklim? Badan Meteo-

    rologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Provinsi Jambi

    menggolongkan iklim di provinsi ini bertipe A dengan curah

    hujan rata-rata 1.9003.200 mm/tahun dan rata-rata curah

    hujan 116154 hari per tahun. Suhu maksimum sebesar 31

    derajat Celcius.

    Dari pantauan 10 tahun terakhir, kondisi iklim di Jambi

    mulai menunjukkan perubahan, kata Kepala Seksi Data dan

    Informasi, BMKG Jambi Kurnianingsih, Juli lalu.

    Sebagaimana wilayah timur Sumatera lainnya, musim hujan

    di Jambi terjadi pada Oktober sampai dengan April. Sedangkan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    18/160

    6

    musim kemarau dari bulan Mei sampai September. Sejak lima

    tahun terakhir kondisinya mulai berubah, seperti saat musim

    kemarau dan penghujan.

    Kemarau tahun 2013 lalu, kata Kurnianingsih,

    berlangsung begitu panjang bahkan melewati batas wajar.

    Hingga April masih terjadi kemarau, begitu juga dengan

    cuaca yang kadang-kadang bisa berubah sewaktu waktu.

    Menurut dia, yang paling merasakan perubahan iklim

    adalah petani dan nelayan di pantai timur Jambi. Petani sulit

    menentukan musim tanam, apalagi bagi petani tradisional

    yang masih bergantung pada perhitungan hari. Begitu

    juga dengan nelayan. Dalam satu musim bisa lebih dari

    empat bulan tak melaut karena kondisi iklim menyebabkan

    gelombang laut tinggi mencapai lebih empat meter.

    Di samping terpengaruh iklim global, faktor wilayah atau

    daerah juga berperan dalam pergeseran atau perubahan

    iklim di Jambi. Satu paling utama adalah tutupan hutan

    baik karena perambahan maupun pembukaan lahan untuk

    perkebunan secara luas.

    Kurnianingsih menjelaskan dengan tutupan hutan yang

    makin berkurang karena aksi perambahan, lahan serapan

    menjadi hilang. Kondisi ini berbahaya karena saat musim

    hujan, dapat menimbulkan banjir atau air sungai meluap.

    Belakangan ini, Sungai Batanghari sering meluap tinggi,

    banjir hampir tiap tahun terjadi. Ironisnya bencana ini sudah

    melanda bagian hulu sungai, katanya. Hal yang sebaliknya

    terjadi di musim kemarau, air sungai mulai menyusut mem-

    buat kusut pembangkit listrik mikro hidro di Desa Renah

    Alai. Pak Pahni, Jamhuri dan warga Serampas lainnya sudah

    terampas di tanah kelahirannya.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    19/160

    7

    Perjuangan warga Renah Anai untuk memperoleh

    status hutan desa sudah dimulai sejak tahun

    2000. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi

    mendampingi keinginan masyarakat tersebut ke

    Pemerintah Kabupaten Merangin hingga ke pemerintah

    pusat.Dari sisi antropologi, masyarakat Serampas yang men-

    diami kaki Gunung Masurai termasuk suku Melayu Kuno.

    Sejak dahulu kala mereka sudah mengelola hutan adat, kata

    Direktur Komunikasi KKI Warsi, Rudi Syaf.

    Selama ini ada lima titik hutan desa di Jambi yang disahkan

    pemerintah. Warsi masih memperjuangkan dua desa yakni

    Rantau Kermas dan Renah Alai mendapat status dari hutan yang

    turun temurun dikuasai nenek moyangnya.

    Salah satu titik lahan lahan perkebunan kopi di kaki Gunung Masurai.

    Bangun SantosoHarian Jambi

    Berharap Jadi Lumbung Karbon

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    20/160

    8

    Hutan adat memang masuk dalam 10 skema Badan

    (REDD+). Untuk mendorong skema itu menguntungkan

    warga, Warsi melakukan uji penghitungan karbon di hutan

    adat desa Rantau Kermas melalui metode Rapid Carbon Stock

    Assesment (RACSA) atau disebut juga metode penghitungan

    karbon secara cepat.

    Hasilnya, mencapai 300-360 ton karbon per hektare

    hutan adat. Artinya, kandungannya sama dengan hutan

    primer lainnya. Ke depan akan diterapkan di seluruh hutan

    adat di Jambi, kata Rudi.

    Pelaksana Tugas Kepala Desa Kades Renah Alai, Hasan

    Muhammad mengatakan, pihaknya bersama Warsi masih

    memperjuangkan pengesahan surat keputusan (SK)

    gubernur atas hutan adat di desanya.

    Hasan menjelaskan belum seluruh warga mengetahui

    skema REDD+ tersebut. Namun ia sangat yakin, dengan upaya

    sosialisasi bersama Warsi melalui pelatihan perhitungan

    karbon, masyarakat bakal memperoleh manfaat.

    Beberapa perwakilan masyarakat desa secara berkala

    melakukan pelatihan penghitungan karbon bersama Warsi.

    Ini menjadi kabar baik bagi pengelolaan hutan adat, katanya.

    Di Renah Alai, luasan hutan adat mencapai 250 hekare.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    21/160

    9

    Aneka pohon menjulang di hulu Sungai Gedang,

    Desa Renah Alai. Adat desa melarang penebangan

    pohon dan pembukaan lahan untuk berladang

    di wilayah ini. Warga percaya, jika melanggar

    aturan adat bisa sakit-sakitan, bahkan meninggal, kata

    Pelaksana Tugas Kepala Desa Renah Alai, Hasan Muhammad.Aturan adat tersebut merupakan bagian dari kearifan

    lokal masyarakat Serampas. Nenek moyang mereka menga-

    jarkan bahwa menebang kayu di hulu sungai dan di lembah

    yang curam mengakibatkan erosi.

    Tanah menjadi warisan leluhur yang harus dijaga. Oleh

    karena itu mereka dilarang menjualnya kepada orang luar.

    Aturan adat menegaskan, jika kedapatan menjual atau

    membeli, orang tersebut akan diusir dari Serampas dan

    Bangun SantosoHarian Jambi

    Lubuk Larangan diLembah Masurai

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    22/160

    10

    tanahnya diambil alih untuk aset desa.

    Kayu-kayu yang ditebang dari hutan juga tidak boleh

    diperjualbelikan. Penebangan pohon hanya diperbolehkan

    hanya untuk konsumsi sendiri atau kayu bakar, itupun tidak

    semua jenis pohon bisa ditebang.

    Jika ingin membuka ladang semua kayu boleh ditebang

    kecuali cempedak, manggis, durian, petai dan pohon sri.

    Alasannya, kata Hasan, pohon-pohon tersebut merupakan

    tanaman peninggalan nenek moyang.

    Soal kepemilikan tanah juga diatur dalam adat. Setiap

    warga dibatasi maksimal memiliki dua hektare lahan. Dalam

    kurun waktu satu tahun, tanah tersebut juga wajib ditanami.

    Bagi yang berkecukupan, boleh memiliki lahan maksimal

    empat hektare. Dengan catatan, lahan tersebut harus

    ditanami. Setiap orang juga dilarang memiliki rumah lebih

    dari satu unit.

    Kearifan lokal ini sangat membantu upaya menahan

    laju perambahan lahan di kawasan kaki Gunung Masurai,

    kata Desrizal, fasilitator pengembangan ekonomi, Komunitas

    Konservasi Indonesia (KKI) Warsi. Warga sudah melakukan

    usaha-usaha konservasi seperti Rimbo Gano dan Lubuk

    Larangan yang sama sekali tak boleh dikelola sebagai kebun.

    Pemerintah perlu mempertimbangkan hutan adat

    sebagai hak kelola masyarakat, katanya, sebab mereka

    terbukti memiliki kemampuan melestarikannya. Hutan adat

    Desa Renah Alai seluas 250 hektare kini tengah diajukan

    pengesahannya melalui Gubernur Jambi.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    23/160

    11

    Hutan ini merupakan satu dari 25 titik hutan adat di

    Jambi, Di provinsi ini, luas hutan adat merupakan yang terluas

    di Indonesia, mencapai 45.000 hektare. Kondisi ini menarik

    perhatian warga luar Jambi. Sejak 2009, sekitar 12 ribu

    orang masuk ke kawasan lembah Masurai, kata Kepala Dinas

    Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Merangin Arwan.

    Pihaknya tengah mencari jalan keluar terkait pengelolaan

    lahan baik bagi warga pendatang dengan warga lokal.

    Arwan mengakui kewalahan menanggulangi aksi peram-

    bahan itu. Instansinya hanya memiliki 8 orang polisi hutan

    (Polhut).

    Hingga awal 2013, pemerintah Merangin mengupayakan

    adanya perubahan status lahan hutan produksi menjadi

    hutan tanaman rakyat (HTR) yang berada di tiga desa di

    Kecamatan Jangkat. Di antaranya, Desa Nilo Dingin, Dusun

    Tuo dan Durian Rambut. Kementrian Kehutanan, katanya,

    memberi jatah Merangin seluas 7.998 hektare.

    Dengan pengajuan hutan tanaman rakyat, kata dia,

    bisa mengurangi kerusakan hutan di kawasan Merangin,

    khususnya Jangkat. Warga yang sudah terdaftar akan

    diberikan hak mengelola HTR selama 65 tahun.

    Memang, saat ini masih tahap sosialisasi, targetnya tahun

    depan bisa selesai. Setiap warga diberikan hak mengelola

    maksimal 15 hektare. Namun melihat banyaknya warga,

    katanya, saya kira tidak sampai seluas itu.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    24/160

    12

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    25/160

    13

    Joshua yang usianya sudah lebih dari 50 tahun

    merasa tidak nyaman lagi tinggal di gedung-

    gedung besar yang sudah pasti membutuhkan

    banyak listrik. Belum lagi kebutuhan air dan

    energi lainnya. Ia memilih tinggal pada sebuah hotel kecil

    di Ubud, menyatu dengan alam dan lingkungan. Ini adalahlangkah kecil tapi nyata menghadapi perubahan iklim, ujar

    pria pasangan asal Sydney, Australia itu.

    Plesiran alias pariwisata memang makin sulit dipisahkan

    dengan masalah itu. Data dari United Nation World Tourism

    Organizatin (UNWTO) menunjukkan, industri ini berkontribusi

    sebesar 5 % dari emisi karbonsioksida global. Adapun sektor

    perhotelan menyumbang sekitar 21 % dari angka itu. Emisi

    dihasilkan dari penggunaan bahan bakar minyak untuk

    Setelah 20 tahun berlalu Joshua dan Linda Farkash

    kembali berlibur ke Bali. Setahun terakhir mereka malah

    sudah empat kali sudah bolak-balik mengunjungi Pulau

    Dewata. Tapi pasangan asal Sydney, Australia ini enggan

    kembali menginap pada hotel berbintang lima di sekitar

    kawasan wisata Nusa Dua. Betapapun semua fasilitas

    sudah tersedia engkap dengan pantai, restoran, kafe,

    lapangan golf dan tempat belanjanya.

    Rofiqi HasanTempo Denpasar

    Plesiran Saat IklimBerubah

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    26/160

    14

    menghasilkan listrik dan keperluan lain.

    Kalangan perhotelan sejatinya sudah mulai melakukan

    perubahan. Dengarlah kisah Ketut Sukanaka, 45, karyawan di

    bagian Laundry Hotel Grand Nikko. Bersama rekan-rekannya,

    mereka mengorganisir secara ketat dan menyisir semua

    potens menekan penggunaan listrik dan air. Saat tingkat

    hunian hotel dibawah 50 % persen misalnya, jadwal kerja

    diatur agar mesin-mesin boros listrik tak perlu lagi digunakan

    pada saatpeak loadatau beban puncak sistim kelistrikan di

    Bali.

    Itu artinya semua pekerjaan harus sudah selesai sebelum

    pukul 18.00 wita hingga pukul 20.00 wita. Ini juga menghemat

    pengeluaran, karena harga listrik pada saat itu lebih mahal

    dari jam biasa, katanya yang kini dipercaya menjadi asisten

    Laundry Manager. Langkah lainnya, sebelum dimasukkan ke

    mesin cuci semua kain juga ditimbang agar dapat mencapai

    60 kg, kapasitas maksimal dari mesin itu.

    Bukan hanya bagian Laundry yang melakukan langkah

    itu. Komitmen manajemen dan karyawan malah sudah

    menghasilkan kesepakatan dimana penghematan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    27/160

    15

    energi dikompensasi dengan pemberian insentif. Setiap

    bulannya, masing-masing unit kerja bisa melihat besaran

    penghematan yang dipampang di kantin karyawan. Jadi

    mereka bisa menghitung sendiri jumlah insentif yang

    diperoleh.

    Menurut Wayan Sudiarsa, Kepala Bagian Engineering,

    sejak tahun 2009 , Grand Nikko mencanangkan diri sebagai

    hotel yang ramah lingkungan dengan mengikuti program

    Eco Hotel dari TUV Ireland. Saat itu pula audit energi yang

    menghasilkan rekomendasi langkah-langkah efisiensi.

    Penerapannya dimulai dengan tindakan tanpa biaya seperti

    kampanye, training, dan peningkatanawareness. Langkah ini

    diikuti monitor kebutuhan energi yang dipakai, air, gas, listrik

    dengan memasang meteran pada setiap outlet dan menjadi

    dasar pembuatan Key Performance Indicator(KPI) tiap unit.

    Efisiensi berlanjut dengan penggantian peralatan.

    Lampu koridor yang dulunya lampu biasa 40 watt sekarang

    sudah jadi PLTE menjadi hanya 12 watt saja. Yang sudah

    diganti ke LED adalah lampu Halogen yang hidup selama

    24 jam sehingga daya sebesar 80 watt cukup dengan 6 watt

    sajat. Untuk air panas, pihaknya merubah Set poin 75 derajat

    menjadi 50 derajat. Belum ada tamu yang komplain sejak

    diganti pada 2010. Langkah ini mengurangi penggunaan

    solar, katanya . Padahal, semua langkah itu awalnya dianggap

    main-main saja oleh karyawan dan hanya akan berlangsung

    sesaat saja.

    Selain Grand Nikko, contoh lain yang menarik dalam

    penghematan energi adalah keputusan Hotel Melia Bali

    menghilangkan fasilitas bath-up pada 120 kamar dari 404

    kamarnya. Jadi kalau mandi tamu hanya menggunakan

    shower saja, kata Chief Engineering Melia Bali di Nusa Dua,

    Putu Asmaranata, Langkah ini menyesuaikan dengan trend

    tamu Eropa tidak telalu menuntut penyediaan bath up

    sehingga lebih hemat ait. Sejauh ini belum komplain dari

    tamu. Meski untuk turis asal Jepang yang terbiasa dengan

    bath up, kamar seperti itu tak ditawarkan bagi mereka.

    Di hotel ini seluas 10,7 hektarini, air bersih diperoleh

    dengan mengolah air laut melalui teknologi Sea Water

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    28/160

    16

    River Osmosis (SWRO). Penyediaan air ini dikerjasamakan

    dengan pihak ketiga yang menyediakan peralatan dan listrik,adapun pihak Melia menyediakan lahan dan bangunan dan

    membeli air hasil olahan. Sejak awal, jaringan hotel asal

    Spanyol ini memang berkomitmen untuk menjadi eco hotel.

    Itu sebabnya, berbagai investasi yang ramah lingkungan

    berusaha dipenuhi dan setiap tahun dilakukan audit

    lingkungan. Melia malah sudah mendapat sertifikat Platinum

    dari standar Enviromental Management System (EMS) dari

    EarthCheck

    Ketua Divisi Lingkungan Bali Hotel Association (BHA)Clinton Lowell menyatakan, biaya energi sangat signifikan

    dalam pengeluaran hotel. Apalagi selalu naik harganya dan

    kadang tak terduga, kata GM Hotel Anantara, Seminyak

    tiap hotel memiliki inisiatif tersendiri sesuai dengan kondisi

    hotelnya masing-masing. Namun data penggunaan energi

    akan dikumpulkan untuk melihat kecenderungan setiap

    tahunnya dan sebagai perbandingan antar hotel. Mulai

    tahun ini, BHA yang beranggotakan 116 hotel berbintang 3-5

    di Bali itu juga akan membuat ranking 10 besar hotel terbaikdalam hal efisiensi energi.

    Hambatan utama dalam peningkatan efisiensi energi

    adalah soal kesediaan dari investor ketika harus dilakukan

    penggantian dan peningkatan peralatan agar. Maklum

    saja, harganya rata-rata masih lebih mahal dibanding

    peralatan biasa. Hal itu tak perlu terjadi bila investor mau

    melihat pengembalian keuntungan yang lebih besar dalam

    jangka panjang. Apalagi hemat energi berarti lebih ramah

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    29/160

    17

    lingkungan dan bisa menjadi bagian dari promosi hotel,

    ujarnya.Bila komitmen terhadap lingkungan terus berlanjut,

    bisa jadi turis repeater (tamu yang datang berulang-ulang-

    red) seperti Joshua dan Linda mau datang lagi ke Nusa Dua.

    Linda pun berucap, mestinya pemerintah bisa mendorong

    penggunaan pajak dari turis untuk membantu hotel-hotel

    itu. Harus ada manfaatnya bagi Bali sendiri, ujarnya. Adapun

    bagi karyawan seperti Sukanaka di Hotel Grand Nikko, ajakan

    untuk berpartisipasi menghemat energi, membuatnya makin

    merasa ikut memiliki hotel itu. Saya juga ikut bangga kalauhotel bisa terus bersaing.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    30/160

    18

    Total emisi CO2 global

    sebanyak 26.400 MT

    (Milyar Ton). Sebanyak1.307 MT atau 4,95 %

    berasal dari aktivitas

    pariwisata.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    31/160

    19

    Gedung di Indonesia, termasuk hotel masih boros

    energi. Dibanding Jepang misalnya, Studi Japan

    International Cooperation Agency (JICA) 2010

    menunjukkan, Intensitas Konsumsi Energi (IKE)

    kWh/m2/tahun sudah sekitar 180 Kwh sedang di Indonesia

    masih di sekitar 270 kWh. Angka itu dipengaruhi oleh faktorarsitektur gedung hingga perilaku penggunanya.

    Data terbaru yang dilansir USAID melalui program

    Indonesia Clean Energy Development (ICED) pada 2014,

    angkanya ternyata lebih tinggi, yakni mencapai 393 kWH/m2/

    tahun. Angka ini diperoleh setelah ICED mengadakan audit

    energi pada 30 hotel bintang 3-5 di tiga kota, yakni Jakarta,

    Yogyakarta dan Bali. Konsumsi energi tertinggi adalah di

    Rofiqi HasanTempo Denpasar

    Saatnya Diet Energi

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    32/160

    20

    Bali dengan rata-rata 470 kWh, disusul Jakarta 382 Kwh dan

    Jogyakarta 302 kWh

    ICED juga menghitung, REI (Room Energy Intensity)

    dengan membagi data total energy yang digunakan dalam

    bangunan dengan total penjualan kamar permalam dalam

    satu tahun. Hasilnya, rata-rata keseluruhan adalah 137 kWh/

    kamar dengan rata-rata Bali 183 KWH, di Jakarta 131 KWH

    dan Jogyakarta 85 kWH.

    Penghitungan itu merupakan bagian dari langkah ICED

    untuk mengembangkan benchmark score(standar penilaian)

    tingkat penghematan energi sebuah hotel dibandingkan

    dengan hotel lain yang serupa. Selain listrik, energi lain yang

    menjadi komponen adalah penggunaan air, solar dan gas.

    Perbandingan juga bisa dilakukan antara hotel di suatu

    daerah dengan daerah lain yang telah dibuatkan rankingnya

    antara 1-100, kata kata Imas Agustina dari ICED.

    Untuk keperluan ini, ICED telah mengembangkan

    software khusus dimana pihak hotel tinggal memasukkan

    Emisi dari sektor perhotelan 274 MT atau 20 %dari total emsisi sektor pariwisata atau setara

    dengan 1 % total emisi global

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    33/160

    21

    rekap konsumsi energi, occupancy rate dan biaya energi yang

    menjadi dasar perbandingan untuk melihat skornya. Disitu

    akan terlihat pula jumlah emisi yang dihasilkan. Adapun

    dari hasil audit awal yang dilakukan ICED, rata-rata nasional

    untuk penghematan energi adalah pada skor 48. Untuk per

    daerah yang menjadi sample, penghematan energi tertinggi

    di Yogyakarta dengan skor 54, Bali 51 dan di Jakarta 27.

    Kondisi di Yogyakarta diduga terkait dengan peringkat

    hotel yang sebagian besar berbintang 3. Survei ICED

    menunjukkan, Semakin tinggi peringkat hotel maka

    konsumsi energinya lebih besar karena disesuaikan dengan

    kualitas pelayanannya. Rata-rata hotel bintang 3 hanya

    mengkonsumsi 114 KWH/m2/tahun, konsumsi hotel bintang

    4 mencapai 392 KWH sedangan bintang 5 memakai 431 KWH.

    Adapun peringkat hotel di Jakarta paling rendah karena

    kegiatan tamu hampir seluruhnya dilakukan di hotel.

    Potensi penghematan energi sebenarnya masih cukup

    besar. Menurut Penanggung Jawab program ICED Bill Meade,

    perubahan perilaku dan pengaturan manajemen tanpa

    investasi apapun, penghematan bisa mencapai 5 % hingga

    10 % . Dengan tambahan investasi berupa penggantian

    peralatan, penghematan bisa mencapai 20 % . Dalam jangka

    panjang akan makin menekan biaya energi, ujarnya.

    Adapun potensi penghematan itu makin besar karena

    tingkat pertumbuhan hotel berbintang di Indonesia cukup

    tinggi. Berdasar data tahun 200-2010, rata-rata mecapai

    10 % pertahun, kata Kasubdit Bimbingan Tehnis Kerjasama

    Konservasi Energy dan Investasi, Kementerian ESDM, Andriah

    Feby Misna.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    34/160

    22

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    35/160

    23

    Padi menguning menghampar di sepetak sawah

    milik Arifin. Tanaman itu kian merunduk digelayuti

    bulir bernas dengan secuil gabah hijau. Daun

    benderanya pun mulai mengering. Padi di lahan

    seluas 0,5 hektare (ha) tersebut berumur sekitar empat bulan.

    Sekitar dua minggu lagi bisa dipanen. Mudah-mudahanhasilnya juga bagus seperti sebelumnya, ujar Arifin, 47,

    kepada Media Indonesia, pertengahan Juni lalu.

    Ini merupakan panen keempat sejak dia bertanam padi

    secara organik dua tahun lalu. Petani di Desa Pangkalan

    Buton, Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat itu cukup

    puas dengan hasil pada tiga kali panen sebelumnya.

    Panen serupa juga dinanti Muhammad Nur. Usia padinya

    sekitar dua bulan namun dia optimistis hasilnya bakal

    Pertanian diintensifkan untuk menekan penjarahan

    hutan di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.

    Pupuk dan pestisidanya diolah dari limbah dan

    tetumbuhan.

    Aries MunandarMedia Indonesia

    Sepetak LahanMenyelamatkan Hutan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    36/160

    24

    sebagus panen sebelumnya. Petani di Desa Benawai Agung

    ini sudah empat tahun mempraktikan pertanian organik di

    lahan seluas 0,5 ha. Hasilnya tidak berbeda jauh dengan padi

    yang mengandalkan pupuk kimiawi.

    Panennya sekitar 1,8 ton (gabah kering giling). Ini sawah

    tadah hujan. Kalau dengan pengairan (irigasi), mungkin bisa

    2,5 ton, jelas Ketua Kelompok Tani Harapan Baru tersebut.

    Arifin dan Nur menggunakan kompos berbahan utama

    kotoran sapi sebagai pupuk untuk padi mereka. Kotoran

    ternak itu difermentasikan bersama sekam dan jerami padi,

    dedak, batang pisang, serta kapur dolomit. Bakteri pengurai

    dibiakan sendiri dari campuran bahan alami. Di antaranya,

    busukan batang pisang, dedak, terasi, dan gula pasir.

    Begitu pula pestisida, dan pupuk cair sebagai zat pengatur

    tumbuh mengunakan bahan alami. Pestisida, antara lain

    dibuat dari campuran buah maja, akar pohon tuba, bawang

    putih, tembakau dan kulit jengkol. Adapun pupuk cair dari

    larutan air kelapa muda, batang pisang dan gula pasir.

    Itu pupuk untuk (merangsang) pembuahan. Untuk

    (memperbanyak) anakan pakai air gula dan rebung, lanjut

    Nur, 47, yang juga memasang perangkap hama di sawahnya.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    37/160

    25

    Pencarian alternatif

    Pertanian organik di Kayong Utara dirintis pada 2008.

    Praktik ini diprakarsai para petani dampingan Yayasan AlamSehat Lestari (Asri). Saat ini terdapat 250 petani dari 10

    kelompok tani mempraktikan pertanian organik. Mereka

    tersebar di tujuh desa di Kecamatan Sukadana, wilayah yang

    berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP).

    Ada yang menerapkan di lahan kelompok, ada di lahan

    pribadi, kata Koordinator Pertanian Berkelanjutan Yayasan

    Asri Miftah Zam Achid.

    Para petani sebelumnya dilatih bertani berbasis pe-

    manfaatan sumber daya lokal. Mereka menggunakanserta memproduksi pupuk dan pestisida alami. Pola per-

    tanian terpadu ini intensif dikembangkan setahun lalu.

    Itu bersamaan bergulirnya mesin pertanian beserta sapi

    bantuan pemerintah dan Yayasan Asri. Kotoran sapi tersebut

    kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk.

    Sebelumnya kotoran sapi saya beli. Sekarung (25

    kilogram) harganya Rp15 ribu. Sekali mupuk bisa habis 30

    hingga 40 karung, aku Abdul Hakim, 44, petani hortikultura

    di Desa Riam Merasap Jaya.Pertanian diintensifkan kembali untuk memupus keter-

    gantungan warga terhadap penjarahan hutan. Aktivitas

    tersebut marak sekitar dua hingga satu dekade lalu. Para

    pembalak menjarah di sekitar hingga dalam kawasan TNGP.

    Ada yang bekerja dengan modal dari kocek pribadi, ada pula

    didanai cukong dari luar.

    Pembalakan meredup seiring menyusutnya areal te-

    bangan dan gencarnya operasi dari aparat penegak hukum.

    Warga yang kehilangan pencarian akhirnya mencoba kem-bali bertani. Mereka memanfaatkan lahan yang sempat

    terbengkalai akibat bekerja kayu di hutan.

    Hasrat untuk kembali ke hutan masih kuat, menebang

    maupun berladang. Namun, sebagian besar kini cenderung

    ke usaha lain, ungkap Ismail, staf Dinas Kehutanan dan

    Perkebunan Kayong Utara.

    Yayasan Asri kemudian menawarkan sistem organik

    sebagai alternatif dalam bertani. Solusi ini awalnya untuk

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    38/160

    26

    mengatasi permasalahan pupuk yang mahal dan sulit

    didapat. Kebutuhan itu, menurut mereka dapat disiasati

    dengan memanfaatkan bahan alami yang jauh lebih murah

    bahkan gratis.

    Selain berbiaya produksi rendah, pertanian organik

    ramah lingkungan. Aktivitas tersebut tidak memproduksi

    limbah beracun akibat penggunaan pupuk kimiawi.

    Sebaliknya, limbah tanaman dapat dimanfaatkan sebagai

    bahan penyubur tanah. Produk yang dihasilkan pun lebih

    sehat karena tidak terkontaminasi pestisida.

    Ini sesuai misi kami, membuat petani sehat dan

    sejahtera, serta tidak merusak hutan, ujar Miftah.

    Kerusakan tanah

    Sebelum mengenal pertanian organik, petani setempat

    sangat bergantung dengan pupuk dan pestisida kimiawi.

    Mereka tergiur mendapatkan hasil panen melimpah tanpa

    memperhatikan dampak lingkungan dan kesehatan.

    Kondisi itu tidak terlepas dari andil pemerintah. Target

    produksi yang meningkat setiap tahun mendorong petani

    mengeksploitasi lahan mereka. Jadwal tanam padi yang biasahanya sekali digenjot menjadi dua hingga tiga kali setahun.

    Di sini bukan tiga kali setahun tapi tiga kali dalam 14

    bulan. Lahan setelah panen, langsung diolah lagi, begitu

    seterusnya tanpa sempat diistirahatkan (dijeda), kata

    Mantri Tani dan Ternak Kecamatan Sukadana Fathul Bahri,

    pertengahan Juni lalu.

    Para distributor pun gencar mempromosikan pupuk

    dan pestisida kimiawi. Mereka menjanjikan bonus penjualan

    kepada agen atau kelompok tani. Fathul mengamatipenggunaan zat kimia yang tidak terkendali menimbulkan

    persoalan serius terhadap kondisi fisik, biologi maupun kimia

    tanah.

    Tekstur tanah menurutnya, cenderung memadat dan

    mengeras. Populasi organisme yang menjaga kegemburan

    dan kesuburan tanah pun berkurang. Sementara itu, keasaman

    tanah meningkat akibat meningkatnya kandungan nitrogen

    dan fosfor. Akumulasi penggunaan zat kimia tersebut juga

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    39/160

    27

    berimbas terhadap pertumbuhan tanaman dan serangan

    hama.

    Pertumbuhan vegetatif memang bagus, tapi padi

    mudah rebah. Ledakan hama seperti wereng dan ulat grayak

    juga terjadi di sejumlah desa, jelas Fathul.

    Pertanian organik perlahan mengurangi ketergantungan

    pupuk dan pestisida kimiawi di Kayong Utara walaupun

    pengaplikasiannya masih terbatas. Sistem pertanian tersebut

    baru dipraktikan di tujuh hektare persawahan, atau rata-rata

    1,5 ha per kelompok tani. Mereka yang bertani organik pun

    masih menggunakan pupuk dan pestisida kimiawi di petakan

    lain.

    Menurut Miftah pengembangan pertanian organik di

    Kayong Utara masih terkendala infrastruktur dasar. Irigasi

    baru menjangkau sebagian kecil persawahan. Jaringan

    pemasaran produk pertanian organik pun belum terbangun.

    Di sisi lain sumber pupuk kandang masih sangat terbatas

    karena populasi ternak minim.

    Petani juga masih terbiasa bekerja instan. Kebiasaan ini

    yang ingin diubah agar mereka lebih mandiri, ujar Miftah.

    (AR)l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    40/160

    28

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    41/160

    29

    Menemukan Warisanyang Hilang

    Aries MunandarMedia Indonesia

    Pembalak merupakan pekerjaan berisiko tinggi

    karena kecelakaan kerja setiap saat mengintai.

    Lengan tersabet gergaji mesin hingga ancaman

    tertimpa kayu atau pohon yang ditebang.

    Belum lagi ketakutan karena diburu dan ditangkap aparat

    keamanan. Harjani tidak ingin bernasib seperti pembalak lainyang diciduk dan dipenjara.

    Berdasarkan pertimbangan itu warga Desa Riam Merasap

    Jaya ini memutuskan pensiun dari pekerjaan yang digelutinya

    sejak remaja. Ia beralih profesi menjadi petani. Pendapatan

    dari kerja kayu memang besar tapi pengeluaran pun banyak.

    Di hutan bisa berminggu-minggu sehingga butuh biaya juga,

    belum untuk keluarga di rumah, jelas lelaki berusia 51 tahun ini.

    Cangkul lebih ringan daripada chainshaw. Begitu

    Harjani membandingkan beban kerja saat ini dengan

    sebelumnya. Ia dahulu bergabung dengan rombongan

    pembalak, mengandalkan gergaji mesin (chainsaw)

    sebagai alat kerja. Bobot peralatan tersebut memang

    jauh lebih berat daripada cangkul, namun bukan itu

    maksud Harjani.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    42/160

    30

    Harjani belakangan mengembangkan pertanian organikmengikuti jejak kedua adik sepupunya, Abdul Hakim, dan

    Supardi. Mereka bergabung dalam Kelompok Tani Natai

    Belian dan bertanam sayuran organik sejak dua tahun lalu.

    Lahan ini dahulu juga tempat orang menebang kayu

    belian (ulin). Makanya, kelompok tani kami dinamai Natai

    Belian. Nataiartinya tanah tinggi atau bukit, kata Hakim, sang

    ketua kelompok kepada Media Indonesia, pertengahan Juni.

    Pembalakan di lokasi perbukitan tersebut kini

    menyisakan tunggul. Beberapa di antaranya melapuk, dantumbang. Pohon besar meranggas dan mati serta lahan

    gersang juga masih terlihat di beberapa titik.

    Di antara monumen hidup itulah Harjani, Hakim, dan

    Supardi menggantungkan hidupnya saat ini. Lahan seluas

    empat hektare itu sebagiannya ditanami aneka sayuran.

    Mereka memulai usaha tersebut sekitar 2008 saat belum

    mengenal pertanian organik.

    Beberapa ratus tanaman kami pernah mati akibat

    (keracunan) pupuk urea dan NPK, kenang Supardi, 46.Supardi dan Hakim dahulu juga pembalak seperti

    Harjani. Mereka bertugas mengeluarkan tebangan ke lokasi

    penumpukan. Bekerja kayu di hutan menjadi primadona

    warga di Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara,

    Kalimantan Barat saat era 1980 hingga 2000. Kayu yang

    dihasilkan, di antaranya belian, bengkirai dan kayu kelas

    wahid lainnya.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    43/160

    31

    Kalau dihitung dengan uang sekarang, dari kerja kayubisa dapat sekitar Rp90 juta sebulan. Tapi, hasilnya tidak jadi

    apa-apa sekarang, ungkap Mat Ali Jafar, 54, bekas ketua

    rombongan pembalak dari Desa Sedahan Jaya.

    Dejavu

    Setelah hutan tidak bisa lagi diandalkan sebagai sumber

    nafkah, warga mulai melirik pertanian yang dahulu hanya

    dijadikan pekerjaan sampingan. Sektor ini semakin intensif

    dikembangkan setelah mereka mengenal pertanian organik.Mulanya susah juga bertani karena menunggu hasilnya

    lumayan lama. Tapi sekarangAlhamdulillah, tidak pernah lagi

    menyentuh (menebang) hutan, aku Sri Maryanto, 32, petani

    sayur dan cabai di Desa Sedahan Jaya.

    Beberapa petani kini mulai merasakan manfaat

    pertanian organik. Produktivitas lahan meningkat begitu

    pula pendapatan. Mereka bisa menekan biaya produksi

    hingga lebih dari separuh setelah menggunakan pupuk dan

    herbisida alami. Kualitas panen pun meningkat meskipunproduk tersebut dihargai sama dengan produk nonorganik.

    Mentimun rasanya lebih manis. Kesegarannya juga bisa

    bertahan hingga lima hari (setelah dipanen). Kalau kacang

    panjang, bisa dua hari, lanjut Sri.

    Kendati pengembangannya masih terbatas, pertanian

    organik menjadi sebuah gerakan baru di Kayong Utara. Petani

    semakin peduli terhadap pelestarian alam, dan memahami

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    44/160

    32

    prinsip-prinsip pertanian berkelanjutan. Produk pertanian

    yang dihasilkan pun mampu bersaingan di pasaran lokal.

    Survei Yayasan Alam Sehat Lestari (Asri), menyebut

    sebanyak 90% petani dampingan mereka kini memahami

    prinsip pertanian berkelanjutan. Jumlah ini meningkat dari

    7% sebelum pertanian organik diterapkan. Sementara itu,

    petani yang mempraktikannya sebanyak 98%, dan 41% di

    antaranya di lahan pribadi.

    Produksi pertanian pun tercatat meningkat sekitar 40%.

    Peningkatan produksi tersebut mendongkrak penghasilan

    petani sebesar 64%. Roh pertanian berkelanjutan itu organik.

    Ini menjadi sebuah gerakan menuju kedaulatan pangan,

    kata Koordinator Pertanian Berkelanjutan Yayasan Asri Miftah

    Zam Achid.

    Pertanian organik sejatinya bukan hal baru bagi petani di

    Kayong Utara. Pengunaan bahan alami sudah dipraktikan para

    leluhur mereka walaupun praktik itu didasari keterbatasan

    modal dan sarana produksi.

    Orang-orang tua kami juga pakai kulit jengkol atau

    (rendaman) kulit kayu mengkarak untuk mengusir walang

    sangit. Itu memang ampuh, ucap Mat Ali. (Aries Munandar)

    l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    45/160

    33

    Pertanian organik merupakan model pertanian

    berkelanjutan. Ia tidak saja menguntungkan secara

    ekonomis, juga ekologis. Model pertanian ini dinilai

    ramah lingkungan karena tidak mengunakan zat

    atau unsur kimiawi dalam pengolahan lahan maupun pera-

    watan tanaman.Keuntungan ekologis tersebut pun tidak hanya ber-

    dampak lokal tetapi global. Pertanian organik rendah emisi

    sehingga dapat meminimalkan akumulasi gas rumah kaca

    pemicu pemanasan global.

    Irsal Las dan Elza Surmaini dalam Variabilitas dan Peru-

    bahan Iklim dalam Sistem Produksi Pertanian Nasionalmenye-

    but, sektor pertanian menyumbang sekitar 14% total emisi di

    dunia pada 2000. Adapun di Indonesia sekitar 8%. Irsal dan

    Aries MunandarMedia Indonesia

    Gerakan AntitesisRevolusi Hijau

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    46/160

    34

    Elza ialah peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan

    Pertanian, Kementerian Pertanian.

    Emisi di sektor pertanian tersebut berupa gas karbon-

    dioksida, nitrousoksida, dan metana dari penggunaan pupuk

    dan pestisida kimiawi. Gas-gas tersebut berakumulasi di

    atmosfer dan bersifat seperti rumah kaca. Mereka meloloskan

    gelombang pendek radiasi matahari namun menahan pan-

    tulan radiasi matahari yang telah sampai ke permukaan bumi.

    Karbondioksida dan gas lainnya menahan sebagian ra-

    diasi infra merah (dari bumi) di bawah lapisan atmosfer, kata

    Eko Kusratmoko dari Pusat Penelitian Geografi Terapan, Univer-

    sitas Indonesia pada Pelatihan Jurnalistik, Perubahan Iklim dan

    Kesejahteraan Rakyat, Pontianak, pertengahan Maret.

    Pertanian organik kini menjadi satu di antara solusi untuk

    mengatasi pemanasan global penyebab perubahan iklim.

    Penggunaan pupuk organik bahkan menjadi agenda dalam

    rencana aksi nasional penurunan efek gas rumah kaca di sektor

    pertanian. Disamping introduksi varietas padi rendah emisi,

    dan efisiensi irigasi.

    Pertanian organik menjamin investasi unsur hara. Itu yang

    akan menolong keberlanjutan pertanian, dan petani menjadi

    yakin dengan kemandirian mereka, jelas Lorens, anggota Aliansi

    Organis Indonesia.

    Pertanian organik juga sering dianggap sebagai gerakan

    perlawanan atau antitesis terhadap revolusi hijau. Revolusi

    hijau merupakan sebutan untuk program modernisasi

    pertanian di negara berkembang pada era 1950. Program ini

    kemudian diadopsi oleh Pemerintah Indonesia pada era 1980

    untuk mencapai swasembada beras.

    Revolusi hijau mengandalkan empat komponen utama

    penyokong produktivitas pertanian. Keeempat komponen

    tersebut, yakni penyediaan irigasi, pemakaian pupuk kimia

    secara optimal, penggunaan pestisida sesuai tingkat se-

    rangan organisme pengganggu, dan varietas unggul.

    Revolusi hijau gagal dalam membangun pertanian ber-

    kelanjutan, kedaulatan pangan, dan kearifan lokal, tegas

    Lorens, yang juga juru bicara Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan

    Pangan (KRKP) Kalimantan Barat. (AR)l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    47/160

    35

    Kabupaten Kayong Utara

    DATA WILAYAH DAN PETANI ORGANIK

    Terbentuk :2007 (pemekaran Kabupaten Ketapang)

    Ibukota :Sukadana

    Luas Wilayah :4.568, 26 km2

    Penduduk (2012) a: 99.495 jiwa

    Iklim (2013)

    Kecenderungan suhu maksimum dan minum bulanan diwilayah Ketapang sekitar 30 tahun terakhir

    Rata-rataCurah Hujan:

    251 mm(lebih tinggi

    dari 2012)Tertinggi:

    Desember (520 mm)

    Terendah:Februari (110 mm)

    Rata-rataHari Hujan/

    Bulan:11, 50 hari

    (lebih sedikitdari 2012)

    Terbanyak:Desember (16 hari)

    Tersedikit:September (4 hari)

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    48/160

    36

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    49/160

    37

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    50/160

    38

    Ekonomis

    Ekologis

    Hiegenis

    n Komoditas yang dihasilkan bersih dan terjamin kesehatannyan Petani terhindar dari keracunan pupuk dan pestisidan Warga sekitar terhindar dari penyakit akibat limbah/residu zat kimiawi

    n Mengurangi emisi dari aktivitas pertanian dan angkutann Menjaga keseimbangan ekosistem/rantai makanann Tidak memproduksi limbah beracunn Mencegah kerusakan tanah dan lingkungan sekitarn Mencegah resistensi dan ledakan hama dan penyakit tanamann Berkontribusi dalam mencegah pemanasan global (perubahan iklim)

    n Menekan biaya produksi usaha tanin Meningkatkan keuntungann Memperpanjang masa kesuburan lahann Memudahkan pengolahan tanahn Mencegah kerusakan tanaman akibat keracunan pupuk dan pestisidan Potensi penghasilan sampingan dari memelihara ternak

    Dirintis Yayasan Asri , 2008

    Dipraktikan 250 petani dari

    10 kelompok tani

    Luas lahan garapan: 7 ha

    atau rata-rata 1,5 ha/kelompok

    Intensif setahun terakhir

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    51/160

    39

    BakteriPengurai/MikroorganismeLokal(Mol)

    Fungsi:1. Menguraibahanorganikmenjadi nutrisiyangdapatdiserapdandimanfaatkantanaman2.Mengaktifkanbakteripositifuntukpengomposandanmendukungkesuburantanah

    Bahan:Airbusukanbatangpisang,gulapasir/gulamerah,airtebu,terasi, danairpanas

    Fungsi:1.SumberNitrogenuntukpertumbuhantanaman2.SumberFosforuntukpembungaandanpembuahan3.SumberKaliumuntukpenguatanakar,batang,danbuah

    Bahan:Kotoranternak,hijauan,rumputdanjeramibesertasekampadi,dolomit,busukanbatangpisang,danmikroorganismelokal(mol)

    PupukPadatOrganik (PupukDasar)

    PupukNitrogenOrganik(PupukCair)

    Fungsi:Merangsangpertumbuhanawaltanaman(daun)

    Bahan:Kotoran sapi,daunsalam,daunsirsak,daunkacang-kacangan, airkelapa,gulapasir,airbersih,danmol

    Fungsi:Merangsangpembungaandanpembentukanbuah

    Bahan:abutkelapa,batangpisangsegar,gulapasir,air,danmol

    PupukFosfatdanKaliumOrganik(PupukPadat)

    Survei Dampak Pengembangan Pertanian OrganikDi Kecamatan Sukadana, Kabupaten Kayong Utara,

    Kalimantan BaratYayasan Alam Sehat Lestari (Asri)

    Persentase Petani Perambah Hutan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    52/160

    40

    Kepemilikan Lahan dan Ternak sebelum dan setelah

    Bertani organik

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    53/160

    41

    Keterangan:

    Survei akhir dilaksanakan pada Desember 2013

    Responden: 72 dari 128 sampling anggota kelompok tani

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    54/160

    42

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    55/160

    43

    Mbok Cipto Raharjo mengayunkan gayung biru

    di tangan kanannya ke belik. Perempuan 60

    tahun ini mengenakan kain panjang. Ia sedikit

    menjorokkan tubuh ke atas bibir mata air

    di tengah hutan rakyat Desa Semoyo, Kecamatan Patuk,

    Gunung Kidul, Yogyakarta. Mereka menyebut sumber air itubelik Karebet.

    Setelah gayung penuh air, ia mengangkatnya lalu ia

    guyurkan ke dada. Ia melakukan gerakan itu berulang

    sehingga seluruh tubuh basah. Hari itu, perempuan bertubuh

    ceking ini harus mandi di belik. Ini akibat air tidak mengalir

    ke bak penampungan air di rumahnya. Biasanya, ia dapat

    pasokan air dari bak komunal yang airnya berasal dari mata

    air di Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Bantul.

    Penduduk Semoyo Gunung Kidul menjaga hutan

    rakyat dengan baik. Mereka merintis lembaga

    kredit mikro yang menjadikan pohon sebagai

    agunan pinjaman.

    SHINTA MAHARANI | SUNUDYANTORO

    Tempo Yogjakarta

    Cerita SejukHutan Rakyat Semoyo

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    56/160

    44

    Mbok Cipto adalah penduduk Srimulyo. Belik tempat dia

    mandi berada di wilayah Semoyo. Ia tinggal persis di dekat

    garis batas antara Desa Srimulyo dan Semoyo. Belik ini jadi

    andalan kami, kata dia, Sabtu sore, 5 Juli 2014.

    Bening air belik keluar dari pori-pori tanah. Ada juga yang

    merembes dari bebatuan. Mata air ini menyebar di antara

    rimbun pepohonan pada lahan hutan rakyat yang terjaga

    milik Mbah Joyo, mantan lurah Semoyo. Pohon jati, mahoni,

    dan bambu menaungi mata air. Sebanyak 20 kepala keluarga

    memanfaatkan mata air ini.

    Hutan di kawasan belik ini merupakan bagian dari 493

    hektare hutan rakyat di Desa Semoyo yang berpenduduk

    3.000 jiwa. Hutan rakyat Semoyo menjadi bagian dari 25 ribu

    hektare hutan rakyat yang ada di Kabupaten Gunung Kidul.

    Karena berada di lahan rakyat, maka kelestarian hutan sangat

    berga ntung pada aktivitas masyarakatnya.

    Pada umumnya, penduduk Semoyo merupakan

    penggarap lahan hutan rakyat. Jika tidak kami kelola

    dengan baik, hutan rakyat desa kami rusak, kata Suratimin,

    penggagas kelompok tani Serikat Petani Pembaharu.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    57/160

    45

    Menurut Suratimin, Serikat Petani Pembaharu

    merupakan kelompok tani yang bersungguh-sunguh

    menjaga kelestarian hutan di Semoyo. Kelompok yang berdiri

    pada 2007 ini beranggotakan 262 petani.

    Mereka hanya akan menebang pohon yang telah cukup

    umur dan lingkar batangnya. Misalnya, pohon jati baru bisa

    ditebang setelah umur 15 tahun dan berlingkar batang

    minimal 20 sentimeter. Ada pula pohon sengon yang baru

    boleh ditebang setelah berumur 6- 7 tahun. Pohon sonokeling

    baru diizinkan untuk dipotong setelah berusia 8 tahun.

    Kelompok tani itu juga berinisiatif membangun

    pembiayaan mikro melalui kredit lunak. Pemberian kredit

    lunak ini bagian dari manajemen hutan. Penduduk bisa

    menunda penebangan pohon yang belum cukup umur, kata

    Ketua Serikat Petani Pembaharu, Mugi Riyanto. Sebelum dia,

    ketua Serikat Petani Pembaharu dipegang oleh Suratimin.

    Kelompok tani itu juga berusaha memberi nilai tambah

    pada hasil hutan agar tidak dijual dalam bentuk kayu

    gelondongan. Mereka berupaya menumbuhkan industri

    mebel yang kayunya dipanen dari hutan sendiri. Kini, Serikat

    Petani Pembaru mendorong bertambahnya jumlah bengkel

    kerja dan volume produksi mebel. Kini , mereka baru punya

    satu bengkel kerja. Volume produksinya juga belum seberapa,

    hanya satu-dua produk mebel dalam sebulan.

    Usaha keras kelompok tani melakukan manajemen hutan

    juga berdampak pada konservasi mata air. Setidaknya ada 22

    titik mata air di Desa Semoyo. Semua mata air ini terjaga baik

    dan berdampak pada kebutuhan air masyarakat. Gunung

    Kidul yang tandus identik dengan kekeringan. Setiap musim

    kemarau daerah ini selalu membutuhkan kiriman air bersih.

    Pada musim kemarau 2011 lalu, Desa Semoyo masih

    dapat kiriman sepuluh tangki air. Pada tahun 2012, kiriman

    air bersih menyusut tinggal tujuh tangki. Pada tahun 2013,

    Semoyo tidak lagi membutuhkan kiriman air. Namun, karena

    sudah dijatah dari tingkat provinsi, Semoyo tetap kebagian

    dropping air. Sebenarnya kami sudah tidak kekurangan air,

    kata Mugi Riyanto.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    58/160

    46

    Semoyo punya 22 titik mata air yang menyebar ke penjuru

    desa . Usai gempa menghajar Yogyakarta pada 2006 lalu,

    separuh dari total mata air di Semoyo mati. Warga Semoyo

    memulihkan mata air dengan cara banyak menanam pohon.

    Mereka juga membuat sumur resapan, biopori, galengan,

    rolak (galian tanah sederhana), dan embung untuk menahan

    air agar meresap ke tanah. Dua tahun setelah gempa, mata

    air menyembul kembali hingga kini.

    Semoyo pun sejuk kembali. Rimbun aneka pohon

    tumbuh subur. Ada juga pohon mahoni, jati, sonokeling,

    trembesi, sengon, dan jabon. Tanaman penghasil buah

    seperti mangga, rambutan, duren, sawo, cokelat, dan kopi

    melengkapi pepohonan di desa itu.

    Ada pula tanaman untuk keperluan pakan ternak. Di

    antaranya pohon tereside atau sakura Jawa, lamtoro, dan

    kaliandra. Di bawah pohon berbatang itu penuh tanaman

    untuk obat tradisional. Misalnya jahe, kencur, temulawak,

    kunyit, lempuyang, laos, serai, dan temu ireng. Terpeliharanya

    hutan rakat Semoyo membuyarkan bayangan orang tentang

    Gunungkidul yang gersang. Semoyo membawa semilir

    harapan.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    59/160

    47

    Kunyit tumbuh di tegalan, 70 meter dari rumah

    Muji Prihatin di Dusun Wonosari, Desa Semoyo,

    Patuk Gunungkidul. Umbinya menyembul dari

    dalam tanah. Muji menyambar ranting kering,

    lalu menggangsir tanah di sekitar rimpang kunyit agar makin

    kelihatan utuh.Pembuat jamu ini memanfaatkan lahan teduh di sela

    pohon mahoni, jati, sengon, dan kelapa di hutan rakyat

    miliknya untuk menanam tanaman obat. Selain kunyit, Muji

    Prihatin juga menanam jahe, kencur, laos, dan temu ireng.

    Saya menanam empon-empon untuk membuat jamu, kata

    Muji Prihatin di Semoyo, Rabu, 16 Juli 2014.

    Perempuan berusia 50 tahun ini meneruskan keterampilan

    ibundanya , Mbah Prapto Wiyono, 75 tahun, dalam membuat

    SHINTA MAHARANI | SUNUDYANTORO

    Tempo Yogjakarta

    Empon-empon yangMenggiurkan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    60/160

    48

    jamu. Mbah Prapto dan Muji Prihatin mengolah empon-empon itu menjadi jamu tradisional, seperti kunyit asam,

    beras kencur, jamu cekok, dan galian singset.

    Untuk melengkapi racikan jamunya, dua perempuan ini

    menggunakan bahan pelengkap seperti kedawung, cengkeh,

    sambiloto, brotowali, dan kapulogo. Jamu buatan Mbah

    Prapto dan Muji Prihatin diminum untuk menjaga kesehatan

    dan kebugaran tubuh.

    Ketika masih muda, Mbah Prapto menjajakan jamu

    tradisional hingga alun-alun Yogyakarta, terutama jika adaperayaan misalnya upacara Sekaten. Ia juga melayani jamu

    berdasarkan pesanan dari tetangga kiri-kanan, maupun

    orang jauh yang menyukai jamunya . Kini, Mbah Prapto tidak

    selincah dulu lagi. Kadang-kadang saja ia mengolah jamu.

    Simbah wis sepuh (Nenek sudah tua), kata Mbah Prapto.

    Muji Prihatin meneruskan usaha Mbah Prapto. Namun,

    Muji hanya melayani pembuatan jamu jika ada yang pesan .

    Biasanya, Muji dapat order dari kelompok arisan perempuan,

    instansi pemerintah yang punya acara atau kedatangantamu, kelompok pengajian, dan sejenisnya.

    Kepala Divisi Konservasi Serikat Petani Pembaharu

    Suratimin mengatakan, selain untuk bahan jamu tradisional,

    empon-empon dikeringkan untuk dijual ke pabrik jamu. Ia

    mengatakan, perusahaan kosmetik Martha Tilaar pernah

    menawarkan kerja sama dengan penduduk Desa Semoyo

    pada tahun 2011.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    61/160

    49

    Martha Tilaar minta Semoyo untuk memasok kunir,jahe, dan kencur. Tapi, penduduk Semoyo belum mampu

    memenuhinya. Martha Tilaar minta kami mengirim satu

    truk setiap pekan. Ini berat buat kami, karena memasoknya

    harus ajek, kata Suratimin.

    Kekayaan hayati Semoyo berupa umbi suwek juga pernah

    dilirik Cina, Jepang, dan Korea. Sejumlah negara Asia Timur

    ini minta pasokan setidaknya rutin satu truk umbi suwek

    kering per pekan untuk bahan kosmestik dan pembungkus

    kapsul. Lagi-lagi, warga Semoyo tak mampu memenuhinya.Suratimin sedih melihat ini. Meski begitu, ia menyatakan tak

    akan letih mengajak warga Semoyo untuk giat bekerja agar

    bangkit ekonominya.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    62/160

    50

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    63/160

    51

    Potongan ketela pohon menghampar di atas terpal

    putih. Ngatiyem, perempuan dengan rambut

    tergelung mencuci satu per satu potongan ketela.

    Ia memasukkan ketela pada keranjang anyaman

    bambu, mengisi separuh wadah. Supaya lebih bersih, dia

    mengguyurkan air bening berkali-kali pada potongan keteladi dalam wadah.

    Potongan ketela itu akan Ngatiyem olah menjadi tape.

    Makanan ini ia titipkan ke warung-warung di Semoyo. Ia

    memanfaatkan air dari sumber air di pinggir persawahan

    Dusun Pugeran, Kecamatan Semoyo, Gunung Kidul untuk

    mencuci ketela. Ngatiyem berjalan, menggendong ketela

    dalam keranjang menuju rumahnya. Hampir tiap hari saya

    mencuci ketela di sini, kata dia di Semoyo, Rabu, 2 Juli 2014.

    Aneka UsahaMengolah Ketela

    SHINTA MAHARANI | SUNUDYANTORO

    Tempo Yogjakarta

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    64/160

    52

    Mata air yang Ngatiyem gunakan berada di antara tanah

    tegalan dan persawahan. Di titik ini terdapat empat mata air.

    Limpahan air dari mata air membasahi tanah berkontur lebih

    rendah. Karena debit air melimpah, warga Pugeran memasang

    pipa untuk disalurkan ke rumah-rumah. Mereka menyedot air

    dari dalam kolam mata air menggunakan pompa. Selanjutnya

    air ditampung di dalam bak di rumah-rumah.

    Di kawasan Semoyo tidak ada sistem irigasi pertanian

    yang mengandalkan air dari waduk atau dam. Mata air itu

    menjadi penggantinya untuk mengolah sawah. Saat ini

    menjelang masa panen. Padi telah menguning keemasan.

    Panenan kali ini adalah hasil olahan tanah gadu atau panenan

    kedua setelah musim penghujan. Karena melimpahnya air,

    ketika musim kemarau petani masih bisa bertanam padi .

    Sebagian petani bisa panen tiga kali dalam setahun.

    Anggota kelompok tani Serikat Petani Pembaharu,

    Sukeni, mengatakan ketela pohon menjadi tanaman palawija

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    65/160

    53

    yang menguntungkan warga Semoyo ketika musim kemarau.

    Ketela pohon tumbuh subur hampir di setiap tegalan dan

    pekarangan penduduk.

    Menurut dia, ketela pohon yang hidup di kawasan mata

    air Pugeran adalah jenis ketela pohon kualitas baik . Daging

    ketela ini berwarna kuning. Warga Semoyo mengolah ketela

    menjadi beraneka makanan, seperti tape, tiwul, gatot,

    ketela rebus. Ada pula yang mengolah untuk aneka jajanan

    kampung, misalnya jemblem, lemet, dan cenil. Penduduk

    di sana juga mengolah ketela menjadi gaplek. Mereka

    mengkonsumsi dan menjualnya di pasar, kata Sukeni.

    Kepala Divisi Konservasi Serikat Petani Pembaharu,

    Suratimin, menyatakan warga Semoyo kebanyakan

    menanam ketela pohon di sela tanaman berbatang keras.

    Tak hanya ketela, mereka juga menanam aneka tanaman

    pangan, seperti gembili, talas, dan ketela rambat. Penduduk

    biasa menyuguhkan makanan ini ketika ada tamu maupun

    saudara yang berkunjung.

    Selain dikonsumsi sendiri, ketela pohon yang mentah

    biasa mereka jual ke pasar. Sepanjang tahun kami tidak

    pernah paceklik, kata Suratimin. Ketika ada tamu yang

    datang, Suratimin menyuguh aneka makanan yang direbus.

    Ada ketela pohon, ketela rambat, gembili, kacang tanah, dan

    kimpul. Sepertinya, tak ada cerita orang Semoyo kekurangan

    pangan.

    Suratimin bercerita ketika masih bocah, Tiwul menjadi

    makanan utama orang Gunung Kidul. Kejayaan tiwul

    berangsur pudar sejak pemerintahan Orde Baru yang

    menerapkan revolusi hijau dengan cara ekstensifikasi dan

    intensifikasi lahan. Makan nasi tiwul dianggap tidak keren

    ketimbang makan nasi berbahan beras.

    Menurut dia, setelah masuk era reformasi, pemerintah

    menggiatkan diversifikasi pangan. Ini kemudian mendorong

    penduduk Semoyo untuk tidak semata-mata bergantung

    pada beras. Makan tiwul bukan berarti miskin, kata Suratimin.

    Melimpahnya panenan singkong di Gunung Kidul

    menumbuhkan berbagai jenis usaha menggunakan bahan

    ketela. Ada sejumlah pabrik pengolahan ketela menjadi

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    66/160

    54

    tiwul instan di Gunung Kidul. Ada pula jenis usaha mengirim

    gaplek atau singkong yang dikeringkan untuk pakan ternak

    untuk keperluan dalam negeri maupun luar negeri.

    Di Gunung Kidul juga tumbuh warung-warung rakyat

    yang menjual nasi tiwul dan gatot atau gaplek utuh yang

    ditanak . Warung tiwul yang terkenal adalah warung Yu Jum

    di dekat batas kota Wonosari. Makan tiwul parutan kelapa

    terasa gurih dan perut menjadi adem. Semoyo merupakan

    satu dari banyak desa yang memasok produk ketela Gunung

    Kidul.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    67/160

    55

    Perubahan tata guna lahan,

    buruknya sanitasi, menyebabkan

    malaria dan demam berdarah

    menjadi epidemi. Perubahaniklim ikut memicu perubahan

    pola penyebaran dan

    mempercepat siklus kedua

    penyakit ini.

    Syahrul (11), Anak Ternate yang sudah tujuh kali

    terkena Malaria. Foto Januar Hakam.

    IGG Maha Adi |Januar Hakamwww.ekuatorial.com

    Perubahan Iklim dan Kesehatan I

    Akibat PenyakitBersekutu Iklim

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    68/160

    56

    A

    nak itu tampak sehat saja, banyak senyumnya,

    banyak juga geraknya, bermain di bawah

    bayangan pohon menghindar dari siang yang

    terik. Tetapi, Syahrul, bocah 11 tahun itu tak

    boleh terlalu bersemangat, karena akan membuatnya lelah

    lalu malaria dalam tubuhnya akan kambuh lagi. Anak kelas

    empat sekolah dasar di Kota Ternate itu sudah tujuh kali

    terkena malaria. Cukup sering kambuh kalau ia terlalu

    lelah, kata Alim, ayahnya. Di kota itu cukup lumrah orang

    seperti Syahrul yang mengidap malaria menahun di dalam

    tubuhnya, karena sejak belasan tahun lalu Ternate di Maluku

    Utara, dikenal sebagai salah satu daerah epidemi malaria.

    Kebersihan rumah Alim yang terjaga dan air yang cukup

    bersih, tak menghalangi nyamuk Anopheles sp. untuk

    berkembang biak karena masih bisa menyelinap dan bertelur

    di antara pepohonan yang banyak tumbuh di halaman rumah

    itu. Bila nyamuk-nyamuk itu kembali menyerang, Saya hanya

    memakai sapu lidi untuk mengusirnya, kata Alim.

    Sikap tenang Alim menghadapi malaria, rupanya jadi

    sikap orang banyak di Ternate. Tati Sumiati, Dekan Fakultas

    Kesehatan Masyarakat Universitas Muhamadiyah Maluku

    Utara mengatakan tingginya endemisitas malaria di kota itu,

    disebabkan masyarakatnya masih menganggap penyakit itu

    biasa saja dan tidak menakutkan. Malaria seperti warisan

    nenek moyang, jadi ya mereka hadapi dengan sikap biasa

    saja, ujarnya kepada Ekuatorial.

    Nurbaya Sangadji, Kepala Seksi Pengendalian Penyakit

    Dinas Kesehatan Kota Ternate mengatakan secara geografis

    kota Ternate berada pada posisi 0-2 derajat lintang

    utara, yang merupakan daerah yang sangat cocok untuk

    perkembangbiakan nyamuk malaria. Karena Kota Ternate

    memiliki banyak lokasi perindukan vektor malaria yang

    disebabkan banyaknya genangan air, baik selepas hujan atau

    karena pasang air laut. Luas Pulau Ternate yaitu 111 kilometer

    persegi yang dikelilingi tidak kurang dari sebelas tempat

    perindukan vektor malaria. Tahun 2003 terjadi 17.625 kasus

    malaria di kota itu walaupun terus menurun hingga tinggal

    kurang dari dua ribu orang di tahun 2012.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    69/160

    57

    Mencari PemicuMohamad Riva Kepala Seksi Data dan Informasi Data

    Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Ternate

    mengatakan malaria di Ternate kemungkinan dipicu oleh

    perubahan iklim. Catatan lembaga itu menunjukkan, suhu

    rata-rata Ternate sepuluh tahun yang lalu ada pada rentang

    22-29,6C, namun sejak 2012 rentang itu naik menjadi 23-

    33C. Sepuluh tahun lalu suhu 23C masih sering terjadi,

    namun sekarang rata-ratanya di atas itu katanya.

    Riva menjelaskan, curah hujan juga sudah berubah dari

    siklus normalnya sehingga sulit menentukan polanya. Data

    satu tahun terakhir menunjukka, intensitas dan volume curah

    hujan di Ternate mengalami perubahan dari normal. Curah

    hujan sudah tidak mengalami siklus tahunan lagi, dan pola

    yang lebih acak terjadi setiap bulan.

    Kondisi cuaca yang tak menentu ini, ditambah laju

    pembangunan rumah yang semakin naik ke pegunungan

    dan pembabatan hutan pantai untuk permukiman, membuat

    perindukan vektor malaria semakin banyak. Pasalnya,

    kerusakan hutan yang menjadi habitat perindukan nyamuk

    malaria akan menyebabkannya menyebar ke berbagai

    tempat mencari perindukan baru, termasuk di permukiman.

    Menurut Tati Sumiati, banyaknya barangka atau sungai mati

    yang melintasi kota itu, juga menjadi tempat yang nyaman

    untuk nyamuk malaria berkembangbiak.

    Dampak Perubahan IklimPerubahan iklim berdampak sangat serius terhadap

    kesehatan manusia, terutama bila terjadi pemanasan global.

    Peneliti dari Puslitbang Kementerian Kesehatan SupratmanSukowati mengungkapkan, curah hujan yang ekstrim dan

    tinggi sebagai salah satu dampak perubahan iklim, dapat

    menimbulkan berbagai penyakit selain malaria dan DBD,

    juga serangan gatal, diare, kolera, hingga filariaris atau kaki

    gajah yang disebabkan cacing, penyakit leptospirosis yang

    menyerang ginjal dan hati yang disebabkan oleh kencing

    tikus, dan penyakit batuk, influenza, serta sesak napas karena

    perubahan cuaca yang tak menentu.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    70/160

    58

    Peneliti dari Australian National University Anthony

    Mc.Michael juga sampai pada kesimpulan serupa, bahwa

    perubahan iklim telah menyebabkan berubahnya curah

    hujan, suhu, kelembapan, dan arah angin, sehingga

    berdampak terhadap ekosistem daratan dan lautan, serta

    berpengaruh terhadap perkembangbiakan vektor penyakit

    seperti nyamuk Aedes aegypti, dan Anopheles sp., yang

    merupakan vektor demam berdarah dan malaria.

    Selain dampak langsung berupa menyebarnya berbagai

    penyakit, perubahan iklim juga dapat menyebabkan

    kebakaran hutan yang menghabiskan plasma nuftah yang

    banyak di antaranya merupakan bahan dasar obat-obatan,

    termasuk malaria dan demam berdarah, kata Ketua RCCC UI

    Jatna Supriatna.

    Suhu udara erat kaitannya dengan tingkat produktivitas

    seseorang dan secara nasional akan berhubungan pula

    dengan kinerja perekonomian suatu negara. Penelitian John

    Dunne, seorang oseanografer dari kantor National Oceanic

    and Atmospheric Administration (NOAA) New Jersey Amerika

    Serikat, membuktikan hubungan ini untuk orang Amerika.

    Kesimpulannya, kenaikan suhu 2C akan menyebabkan

    terjadinya serangan suhu panas yang ekstrim (heat stroke) yang

    akan mengurangi produktivitas pekerja sampai 80 persen.

    Dunne juga menyimpulkan bahwa dalam cuaca panas

    yang ekstrim produktivitas mereka maksimal hanya 20 persen,

    seperti yang ditulisnya dalam Jurnal Nature. Bahkan ketika

    kenaikan suhu itu mencapai 3 derajat Celcius, dipastikan

    produktivitas orang Amerika tinggal 10 persen saja.

    Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun

    2012 menyimpulkan, bila dunia mengalami pemanasan

    global maka kenaikan suhu sebesar 2-3C akan menambah

    3-5 persen penduduk dunia yang berisiko terkena penyakit

    malaria atau setara dengan 210-350 juta orang dari 7 miliar

    penduduk bumi. Sebagian besar dari mereka hidup di daerah

    tropis di Asia, dan Indonesia adalah salah satu negara dengan

    kematian akibat malaria tertinggi di kawasan ini.l

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    71/160

    59

    Sampai saat ini malaria dan demam berdarah

    masih menjadi pandemi di berbagai negara tropis.

    Kementerian Kesehatan Indonesia juga menyatakan

    kasus malaria di Indonesia masih tinggi, 70 persen

    diantaranya terjadi di wilayah timur terutama di Papua, Papua

    Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.Menurut Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber

    Binatang Kementerian Kesehatan Andi Muhadir, sampai

    pertengahan tahun 2013 kasus malaria masih tercatat di

    31 provinsi dengan penderita 48.905 orang. Dari jumlah itu

    376 orang diantaranya meninggal dunia, yang merupakan

    angka kematian tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Wilayah

    endemik malaria di Indonesia tersebar di 84 Kabupaten/Kota

    dengan jumlah penduduk berisiko sebanyak 16 juta orang.

    Nyamuk malaria dan demam berdarah merambat

    dengan cepat ke dataran tinggi, dimana hampir tak

    mungkin menemukannya beberapa puluh tahun lalu.

    Pemanasan global ikut memicunya.

    IGG Maha Adi |Januar Hakamwww.ekuatorial.com

    Serbuan Senyapke Dataran Tinggi

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    72/160

    60

    Kawasan Rentan PenyakitKementerian Kesehatan Indonesia sejak awal 2013

    bekerja sama dengan Pusat Penelitian Perubahan Iklim-

    Universitas Indonesia (RCCC-UI), melakukan kajian pemetaan

    dan model kerentanan kesehatan akibat perubahan iklim.

    Hasil penelitian yang disampaikan April lalu di Jakarta

    menyimpulkan, dari 21 Kabupaten/Kota yang diteliti,

    semuanya memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap

    berjangkitnya malaria dan demam berdarah, karena

    ketidakmampuan mereka menghadapi dampak perubahan

    iklim.

    Penelitian itu juga menyimpulkan, jika terjadi kenaikan

    suhu 2 2,5C pada tahun 2100 atau per dekade mencapai

    0,2C dapat menyebabkan perubahan pula pada vektor

    nyamuk demam berdarah dengue dan malaria. Ketua Bidang

    Riset RCCC-UI Budi Haryanto menyimpulkan, Kenaikan

    suhu dapat membuat rata-rata daur hidup nyamuk menjadi

    lebih pendek, namun frekuensi makannya lebih sering.

    Artinya, perubahan iklim telah menyebabkan naiknya suhu

    permukaan bumi yang dapat memicu mengganasnya malaria

    dan demam berdarah.

    Rata-rata suhu optimum untuk perkembangbiakan

    nyamuk malaria ada pada kisaran 25-27 derajat Celcius dan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    73/160

    61

    waktu hidup 12 hari. Tapi karena pemanasan global, nyamuk

    ternyata mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang

    lebih hangat, dan suhu optimum perkembangbiakannya

    menjadi 32-35 derajat Celcius. Kondisi suhu yang lebih

    hangat ini mempercepat metabolisme nyamuk, sehingga

    cepat dewasa tetapi waktu hidupnya hanya tujuh hari saja.

    Selama kurun waktu seminggu itulah, frekuensi makannya

    juga menjadi lebih sering dan lebih cepat, sedangkan ukuran

    badannya mengecil dan lebih gesit.

    Apakah perubahan iklim juga menyebabkan banyaknya

    kasus penyakit malaria di Kota Ternate? Iya, sangat terasa,

    kata Iswahyudi, pengelola Malaria Center Provinsi Maluku

    Utara, sembari memamparkan pengaruh perubahan iklim

    dengan gambaran grafik naik turun puncak penyebaran

    malaria di kota itu. Kota Ternate, katanya, sebelum tahun

    2008 selalu mengalami puncak malaria pada periode bulan

    Oktober dan April atau selama periode musim hujan, dengan

    dua kali puncak epidemi. Tetapi, mulai 2009 puncaknya

    menjadi empat kali setiap tahun. Hal itu disebabkan hujan

    yang lebih banyak turun pada bulan yang seharusnya sudah

    masuk musim panas.

    Kenaikan frekuensi hujan juga menyebabkan tanah

    cekung di sepanjang ekosistem bakau di pantai Ternate

    dalam beberapa tahun terakhir terus tergenang air. Selain air

    hujan, pasang air laut menyebabkan genangan itu tak pernah

    mengering. Kawasan tergenang yang biasanya dikelilingi

    tanaman bakau itulah yang kini menjadi lokasi ideal perindukan

    nyamuk malaria dan ikut menyulitkan pemberantasannya.

    Menyebar di KetinggianKasus malaria yang terjadi di Papua dan Papua Nugini

    sangat populer di mata para peneliti dunia. Di kedua lokasi

    itu, mereka sampai pada kesimpulan bahwa penyakit malaria

    telah merambat ke daerah yang jauh lebih tinggi, dimana

    beberapa puluh tahun sebelumnya hampir tak mungkin

    menemukan nyamuk malaria karena suhu yang dingin. Suhu

    dingin itulah yang membuat suku-suku dataran tinggi Papua

    dikenal kebal-malaria sampai tahun awal tahun 1960-an.

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    74/160

    62

    Perubahan terjadi ketika terjadi industri kayu dan per-

    kebunan masuk Papua dan membabat hutan atau membuka

    lahan dalam skala besar. Hutan yang rusak berarti merusak

    pula habitat spesies nyamuk malaria. Akibatnya, mereka

    menyebar sampai ketinggian 3.600 m yang dulu suhunya

    sering di bawah 16C, batas suhu minimum nyamuk malaria

    untuk dapat hidup.

    Tahun 2010 misalnya, Balai Penelitian dan Pengembangan

    Biomedis Papua memastikan malaria telah menjalar ke Distrik

    Homeyo, Kabupaten Intan Jaya, Papua, tempat dengan

    ketinggian 1.900 meter dari permukaan laut (mdpl) dan

    bersuhu rata-rata 19-25C. Akibat serangan itu, 40 orang dari

    4 kampung meninggal dunia.

    Sementara itu di Kota Cimahi Provinsi Jawa Barat, di

    ketinggian 1.075 mdpl sampai sekarang dikenal cukup

    sejuk, dengan suhu udara rata-rata 18-22C, tapi kini mulai

    merasakan sengatan senyap nyamuk malaria. Kepala Seksi

    Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Cimahi Rina

    Kuswidiati punya analisis kenapa kota ini terjangkit malaria. Ia

    menyebut malaria di Cimahi itu kasus impor, pasalnya ribuan

    tentara datang dan pergi ke kota itu, banyak diantaranya

    hanya tinggal dalam waktu singkat tetapi sebagian yang lain

    bertugas untuk waktu cukup lama di sana. Banyak anggota

    tentara itu berasal atau bertugas cukup lama di Indonesia

    Bagian Timur, yang mungkin saja sudah terinfeksi malaria dan

    membawanya ke sini, ungkapnya.

    Di Cimahi, malaria memang menyerbu dalam senyap

    karena tanpa peringatan tiba-tiba saja menyerang, Walaupun

    serangan itu datang setiap tahun, tetapi Rina yakin akan

    segera berakhir. Di Kota Cimahi lokasi perindukan nyamuk

    malaria tidak ada, karena tak ada ekosistem air payau, rawa-

    rawa atau daerah pantai. Cimahi bukan daerah yang cocok

    untuk Anopheles, katanya.

    Demam Berdarah DengueNyamuk lain yang ikut menunjukkan sengatannya ber-

    sama berubahnya iklim dan memanasnya suhu permukaan

    bumi adalah Aedes aegypti sang vektor demam berdarah

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    75/160

    63

    dengue (DBD). Selama periode tahun 1968-2009 WHO

    mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus demam

    berdarah tertinggi di Asia Tenggara.

    Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, tahun 2008

    kasus DBD di Indonesia sebanyak 137.469 kasus, dengan

    jumlah kematian mencapai 0,86 persen atau lebih dari 1.200

    orang meninggal sia-sia. Tahun berikutnya tercatat 154.855

    menderita demam berdarah, dengan jumlah kematian

    mencapai 1.316 kasus, dan pada tahun 2010 Indonesia me-

    nempati urutan tertinggi kasus di Asia Tenggara yaitu 156.086

    kasus dengan kematian 1.358 orang.

    Tahun 2011 kasus DBD turun menjadi 49.486 kasus

    dengan kematian 403 orang. Hingga saat ini belum ditemukan

    vaksin maupun obat yang efektif untuk menyembuhkan

    penyakit yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini.

    Serbuan demam berdarah boleh dibilang hampir merata

    di seluruh Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, baik di

    dataran rendah maupun tinggi. Sejak tahun 2013, laporan

    DBD dari kota-kota dataran tinggi yang sebelumnya berudara

    sejuk seperti Bandung, Lembang, dan Pangalengan mulai

    tercatat di dinas kesehatan. Di antara kota-kota di Jawa Barat,

    Kota Cimahi adalah salah satu yang paling parah terpapar

    demam berdarah, setelah sebelumnya mereka juga diserbu

    malaria.

    Beraksi di Kota TentaraMenjadi hunian ribuan tentara yang gagah perkasa, tak

    lantas membuat nyamuk-nyamuk kecut. Kota Cimahi yang

    dijuluki Kota Tentara, karena di sana berdiri 31 pusat pelatihan

    dan markas tentara dan polisi, malah seluruh kelurahannya

    yang berjumlah 15 itu berstatus endemis demam berdarah.

    Pada tahun 2013 kota ini ada di peringkat ke-13 nasional

    jumlah penderita DBD dengan angka kesakitan atau angka

    serangan mencapai 55 orang setiap 100 ribu penduduk.

    Aktivitas nyamuk demam berdarah biasanya dua jam

    setelah matahari terbit dan dua jam sebelum terbenam,

    sekitar jam 9-10 pagi dan 4-5 sore. Namun, suhu yang

    lebih panas telah memperpendek daur hidup dengue dan

  • 7/25/2019 Ebook_Media Dan Perubahan Iklim

    76/160

    64

    membuat mereka semakin aktif makan, seperti temuan

    RCCC-UI, sehingga dapat menyerang dari pagi sampai sore

    tanpa jeda.

    Kota Tentara itu pernah pula mengalami kejadian luar

    biasa DBD tahun 2007 dan terjadi kembali tahun 2012, jadi

    semacam siklus lima tahun. Biasanya ledakan jumlah penderita

    tertinggi terjadi sepanjang Januari dan Februari, lalu naik

    lagi di bulan Juni-Juli. Namun pola itu kini berubah, karena

    beberapa tahun belakangan hujan turun sepanjang tahun

    sehingga puncak penyebarannya ikut berubah. Perubahan

    pola hujan dan musim panas itulah yang me