e-waste

Upload: renata-maharani

Post on 05-Mar-2016

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

electronic waste

TRANSCRIPT

Aturan dan Pengelolaan e-waste di Negara MajuPengelolaan e-waste di negara maju melibatkan pihak konsumen, produsen, pendaur ulang dan pemerintah. Di negara maju, pengelolaan e-waste lebih ditekankan pada kesanggupan konsumen, pabrik, dan distributor alat elektronik untuk membayar biaya pengangkutan dan biaya daur ulang e-waste. Selain itu negara maju memiliki peraturan yang spesifik mengenai pengelolaan e-waste. Contoh negara maju misalnya Amerika Serikat.1. Amerika SerikatAmerika Serikat mengatur penanganan e-waste dalam Environmental Protecting Agency (EPA) nomor EPA-HQ-RCRA-2004-0012, yaitu Hazardous Waste Management System; Modification of the Hazardous Waste Program; Cathode Ray Tubes; Final Rule. Jenis e-waste yang diatur dalam peraturan ini adalah e-waste jenis Cathode Ray-Tubes (CRT). Negara bagian di Amerika Serikat juga membuat peraturan mengenai penanganan limbah elektronik sendiri. Sebagai contoh California, membuat peraturan California Electronic Waste Recycling Act, dimana mengatur pembayaran biaya recovery produk elektronik dan California Cell Phone Recycling Act, dimana membuat sistem take back dalam pengumpulan telepon genggam yang sudah mencapai akhir masa pakai. Negara bagian Maine membuat peraturan tersendiri mengenai e-waste rumah tangga, dimana dalam peraturan tersebut menggunakan sistem Extended Producer Responsibility (EPR) untuk menangani e-waste yang berasal dari rumah tangga. sistem EPR ini banyak dipakai di negara maju. Saat konsumen membeli suatu alat elektronik, maka harga dari barang tersebut sudah termasuk di dalamnya biaya untuk pengolahan limbah elektronik sehingga biaya untuk pengolahan tersebut sudah tersedia.Saat ini sudah ada kegiatan daur ulang limbah Cathode Ray Tubes (CRT) di Amerika Serikat. NAmun jumlah fasilitas daur ulang di Amerika Serikat tidak cukup untuk mendaur ulang seluruh timbulan CRT yang ada di Amerika Serikat. Sebagai contoh, hanya seribu unit televisi dari 1,3 juta televisi usang di Florida yang dapat didaur ulang. Jumlah monitor komputer bekas yang dapat didaur ulang di Amerika Serikat hanya 88.000 unit dari 941.000 unit. Hal ini menyebabkan televisi dan monitor yang tidak dapat didaur ulang akan disimpan, dibuang ke landfill, diinsenerasi, atau diekspor. Sejak pembuangan e-waste ke landfill dilarang, maka e-waste yang tidak dapat didaur ulang tersebut disimpan saja dan diekspor.

Aturan dan Pengelolaan e-waste di IndonesiaPrinsip EPR belum dikenal oleh masyarakat Indonesia. Sebenarnya dasar dari penerapan EPR sudah ada di dalam UU 32/2009, yaitu setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dan di dalam PP 18/1999 yaitu setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menggunakan B3 dan/atau menghasilkan limbah B3 wajib melakukan reduksi limbah B3, mengolah limbah B3, dan/atau menimbun limbah B3.Selain 2 peraturan di atas, ada pula dalam pasal 1 UU 32/2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup sebagai Internalisasi biaya lingkungan hidup, yaitu internalisasi biaya lingkungan hidup adlaah memasukkan biaya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dalam perhitungan biaya produksi atau baiay suatu usaha dan/atau kegiatan.Secara tidak langsung 3 peraturan di atas dapat mendukung dibuatnya peraturan tentang EPR di Indonesia secara jelas.Pengelolaan e-waste di Indonesia berada pada sektor informal, yaitu barang elektronik yang sudah tidak terpakai dibuang/dijual ke pemulung lalu dibawa ke agen sampah. Kemudian barang elektronik dibongkar, diperbaiki, ataupun dilebur. Hasil dari pembongkaran tersebut akan didaur ulang dan memiliki nilai jual. Komponen yang tidak terpakai akan masuk ke landfill.

Perbandingan pengelolaan e-waste di Indonesia dan Negara MajuPengelolaan e-waste di negara maju berbeda dengan Indonesia. Negara maju lebih menekankan Extended Produce Responsibility (EPR), sedangkan pengelolaan e-waste di Indonesia lebih menekankan pada pengelolaan di sektor informal. Indonesia masih belum memeiliki peraturan pengelolaan e-waste secara spesifik. Sistem daur ulang di Indonesia menggunakan cara konvensional dan tidak ramah lingkungan, sehingga dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan pekerja.Pengelolaan e-waste di negara maju cenderung lebih baik daripada di negara berkembang salah satunya di Indonesia. Namun, di negara maju banyak ditemukan kasus kegiatan ekspor e-waste ke negara berkembang, terutama di kawasan Asia. Bahkan beberapa ekspor tersebut mengatasnamakan sumbangan. Hal ini disebabkan oleh jumlah timbulan e-waste yang semakin banyak tetapi fasilitas daur ulang e-waste kurang memadai. Selain itu biaya pekerja yang tinggi serta kebijakan lingkungan yang ketat juga membuat negara maju tersebut mengekspor e-waste ke negara berkembang.

Sumber: http://www.epa.gov/international/regions/Asia/taiwan/iemn-pdfs/indonesia.pdf

Daftar pustaka

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-29113-3309100017-Paper.pdf

Hakim, Riza F.R, 2012, Pengaturan Sampah Elektronik (E-Waste) Lintas Batas Negara dalam Hukum Internasional dan Pengelolaanya di Indonesia, Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum UNPAD (http://fh.unpad.ac.id/repo/2012/07/pengaturan-sampah-elektronik-e-waste-lintas-batas-negara-dalam-hukum-internasional-dan-pengelolaannya-di-indonesia/)

http://www.epa.gov/international/regions/Asia/taiwan/iemn-pdfs/indonesia.pdf

diakses pada 5 april 2014