e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/metode tafsir...

281

Upload: others

Post on 08-Sep-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai
Page 2: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai
Page 3: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai
Page 4: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

KATA PENGANTAR

Buku yang sedang dibaca ini semula merupakan tulisan dalam rangka

memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar doktor bidang ilmu agama

Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Setelah penulis tamat menyelesaikan program doktor lalu berkesempatan

memperoleh beasiswa postdoctoral di Mesir. Di sana, penulis belajar langsung

dibawah bimbingan salah satunya Hassan Hanafi. Bertempat di rumahnya jalan

Lusaka Kairo, Mesir beliau memberikan waktu pertemuan kepada kami durasi

waktu 2,5 jam, 2 kali dalam seminggu selama empat bulan dari bulan Februari-

Mei tahun 2007.

Secara garis besar tulisan ini membicarakan pemikiran hermeneutika al

Quran Hassan Hanafi (75 tahun). Ia adalah seorang filosof dan dosen di

Universitas Kairo, Mesir. Menurutnya, upaya penafsiran terhadap al Quran yang

dilakukan oleh para ulama terdahulu sudah ketinggalan zaman, out of date.

Walaupun demikian, dia tidak memandang salah, namun, dipandang bahwa

penafsiran mereka hanya merupakan sebagai salah satu alternatif penafsiran.

Oleh Karena itu, ia mengusulkan sebuah metode tafsir al syu’ûrî, tafsir

perseptif yakni metode yang dapat mendeskripsikan manusia itu sendiri dan

hubungan dengan manusia yang lainnya, dan dengan alam sekitarnya.

Metodologi penafsiran al Quran yang ditawarkan di antaranya bersifat tematik,

temporal dan realistis yang terbingkai dalam wilayah ilmu-ilmu kemanusiaan.

Mengerti atau memahami merupakan tindakan yang senantiasa ada

dalam kehidupan manusia. Demikian itu, dilakukan oleh manusia, para nabi

sejak nabi Adam AS hingga nabi terakhir Muhammad SAW, dan juga manusia

yang hidup sekarang dan akan terus berlanjut sampai manusia meninggalkan

dunia. Nabi Muhammad saw sebagai khatamul al anbiya, diturunkan kepadanya

al Quran sebagai wahyu yang memotivasi kepada umatnya untuk mewujudkan

tindakan nyata di dunia. Karena itulah, kenapa Nabi Muhammad saw sebagai

panutan umat. Beliau sebagai al Quran yang berjalan-jalan, demikian dikatakan

dalam sebuah hadist: Innama khuluquhu al Quran.

Setelah meninggal beliau maka para sahabatnya demikian pula ulama

terdahulu melakukan upaya penafsiran terhadap al Quran. Berbagai metode,

Page 5: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

kecenderungan, pendekatan dan corak mereka melakukan penafsiran terhadap

al Quran sesuai dengan kepentingan zamannya masing-masing. Dari metode

tahlily, metode ijmaly, dan metode muqaran. Dari pendekatan tekstual dan

kontekstual dengan kecenderungan beragam madzhab dan coraknya seperti

tasauf, fiqh, teologi, filsafat, ilmu pengetahuan, bahasa, sampai kepada sastera

dan kemasyarakat. Kesemuanya itu seperti yang terlihat di berbagai kitab-kitab

tafsir terdahulu. Terakhir adalah metode tafsir tematik yang lahir belakangan

sekitar tahun 1970-an dan masih akan terus bermunculan metode-metode yang

lainnya.

Seperti telah disinggung sebelumnya,bahwa pemahaman akan terus

berlanjut sesuai dengan kebutuhan zamannya. Apa yang dilakukan Hanafi

adalah melakukan upaya penafsiran terhadap al Quran yang ia sebutnya

sebagai metode tafsir perseptif, tafsir al syu’uri yang bersifat tematik, temporal,

realistis dan sesuai dengan kebutuhan umat sekarang. Hanafi mengkritisi

metode-metode tafsir yang sudah dilakukan para ulama terdahulu. Ia tidak

menganggap salah apa yang dilakukan mereka melainkan, hanya dijadikannya

sebagai satu alternatif penafsiran. Menurutnya, apa yang dibutuhkan sekarang

adalah penafsiran yang harus disesuaikan dengan kebutuhan yang paling

mendesak khususnya umat Islam yang sedang menghadapi dua ancaman besar

baik yang bersifat internal maupun eksternal. Ancaman internal umat Islam

menurutnya adalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan sedangkan

ancaman eksternal adalah imperialisme, zionisme dan kapitalisme.

Dalam bukunya Islam in the Modern World ia menjelaskan secara detail

tentang rumusan Metode Tafsir al Quran tematik yang meliputi kelebihan-

kelebihan yang dimiliki tafsir tematik dibandingkan dengan metode tafsir lain

sebelumnya, prinsip-prinsip dalam tafsir tematik di antaranya menempatkan

yang sama teks al Quran sebagaimana teks-teks lainnya seperti karya sastera

dan teks sejarah. Aturan-aturan dalam tafsir tematik yang di dalamnya di

antaranya bahwa mufasir adalah seorang yang terlibat dalam drama di mana

krisis dalam kehidupannya berlangsung.

Di samping itu, aturan-aturan kebahasaan sampai kepada perbandingan

antara yang ideal dan yang riel, mengintegrasikan logos dan praxis, yakni

Page 6: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

mengidealisasikan yang riel dan merealisasikan yang ideal. Skema tafsir tematik

dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai wilayah batasan penafsiran tematik

al Quran yakni mendeskripsikan manusia itu sendiri, hubungannya dengan

manusia lain dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Walaupun Hassan Hanafi tidak mempunyai kitab tafsir sebagaimana yang

ditulis oleh para mufasir terdahulu, namun ia menafsirkan tema-tema al Quran

dan menuliskan penafsirannya dalam berbagai karyanya. Di antara tema yang

banyak itu hanya tiga tema yang dibahas dalam tulisan ini. Konsep Harta dalam

al Quran ditulis dalam karyanya, Al Din wa al Tsaurah; Konsep Manusia dalam

al Quran ditulis dalam bukunya Islam in the Modern World; dan Konsep Tanah

dalam al Quran dimuat dalam bukunya Religious Dialogue and Revolution.

Menurut pengakuannya, banyak tuduhan yang dialamatkan kepadanya

seperti bahwa ia adalah seorang Atheis, Marxis, dan Westernis tetapi ia

menjawab semua tuduhan itu seperti yang dapat dilihat dalam karyanya Islam

in the Modern World dan metode tafsir tematik al Quran merupakan salah satu

jawaban yang diberikan Hassan Hanafi.

Semoga buku ini, di samping menambah wawasan tentang metodologi

penafsiran yang dilakukan oleh Hanafi, juga citra yang positif dari pada kesan

yang negatif yang selama ini dialamatkan kepadanya. Penulis menyadari masih

ada kekurangan dalam tulisan ini. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan,

saran dan kritik demi penyempurnaan penelitian ini.

Wallahu A’lam Bishshawab.

Salatiga, 20 Maret 2010

Adang Kuswaya

Page 7: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tulisan

ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi

Muhammad SAW, pembawa pelita dan menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Sesungguhnya dalam penulisan ini, penulis banyak menghadapi kendala

terutama yang berkenaan dengan trend pemikiran Hassan Hanafi dan karya

tulisannya yang begitu luas. Namun demikian, penulis berusaha semaksimal

mungkin dan alhamdulillah tulisan ini akhirnya dapat diselesaikan.

Penyelesaian tulisan ini adalah berkat bantuan berbagai pihak. Sebagai tanda

penghargaan, penulis mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya secara

khusus ditujukan kepada:

Kementerian Agama (dulu Departemen Agama) Republik Indonesia yang

memberikan dana beasiswa sejak penulis duduk di bangku Madrasah Aliyah

Program Khusus (MANPK) di Darussalam Ciamis pimpinan KH. Irfan Hielmy

(alm.), di bangku kuliah SI di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, kuliah

program S2 dan S3 di UIN Syarif Hidayatullah. Bahkan, beasiswa Postdoktoral

selama enam bulan di Mesir.

Dr. Hassan Hanafi, Prof. DR. Quraish Shihab, Prof. Dr. Nasarudin Umar,

Prof. DR. HM. Yunan Yusuf, MA, Dr. Fuad Jabali, dan Dr. Mukhlis Hanafi yang

memberikan bimbingan langsung terkait dengan penulisan ini.

Instansi STAIN Salatiga pimpinan Dr. Imam Sutomo, MAg. Lewat unit PIP

yang telah memberikan dana untuk publikasi tulisan ini. Dr. Zakiyuddin

Baedhawy, Dr. Muh. Saerozi, Dr. Sa’adi, Mochlasin Sofyan, Benny Ridwan,

Hammam, Illya Muhsin, Irfan Hielmy, dan Agus Sua’idi rekan-rekan diskusi di

lingkungan STAIN Salatiga.

Dr. Abad Badruzzaman, Dr. Hamka Hasan, Dr. Aksin W, Dr. Fajar

Waryani, Dr. Hamdani Mu’in, Dr. Muhammad Jidin, Dr. M. Mardan, Dr.

Suryadinata, Dr. Iskandar, Dr. Slamet, Fahmi Salim, Cecep T Rahman, rekan-

rekan diskusi sewaktu tinggal di Kairo.

Page 8: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

Ayahanda Mohammad Omon yang pertama kali mengajarkan ilmu

nahwu, sharaf, fiqh dan tauhid dan menunjukan penulis akan pentingnya ilmu

pengetahuan. Ibunda Esin Quraisin yang telah mengajarkan penulis tentang

kesederhanaan. KH. Ali Muntaha dan Hj. Umi Khadijah, mertua penulis yang

telah memberikan dukungan moral dan material.

The last but not least, Layly Atiqah istri tercinta yang setia memotivasi

terus-menerus demi terwujudnya tulisan ini di sela-sela waktunya mengajar

masih sempat membimbing dua putri belahan hati tersayang, Adila Tara NDA

dan Nur ‘Adli Sania AS.

Kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan

demi penyempurnaan tulisan ini. Mudah-mudahan tulisan ini dapat menambah

khazanah pengetahuan khususnya di bidang penafsiran al Quran dan

umumnya khazanah ilmu-ilmu keislaman.

Wa Allâhu a’lamu Bi al Shawâb.

Wassalam

Salatiga, 20 Maret 2011

Adang Kuswaya

Page 9: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hlm. BAB I GAGASAN RE-INTERPRETASI ……………………….. 1 A. Penafsiran Kembali teks Keagamaan ………….…. 1 B. Ruang Lingkup dan Perumusan Masalah …………… 11 C. Signifikansi Penelitian ….………………………… … 12 D. Kajian Pustaka Terdahulu ……………………. 13 E. Metode Penelitian ……………………………. … 16 F. Sistematika Penulisan ..…….…………………..……... 17 BAB II HERMENEUTIKA AL QURAN ………………. …. 20 A. Problem Hermeneutika Al Quran …………….…….. 27 B. Praktek Hermeneutika dalam Tradisi Islam …….…. 36 C. Hermeneutika Al Quran Pertama Muqatil …….. 46 D. Urgensi Hermeneutika Al Quran Menurut M. Arkoun 67 BAB III BIOGRAFI HASSAN HANAFI ……………..……… 81 A. Sosok Intelektual Hassan Hanafi ………….……… 81 B. Posisi Pemikiran Hassan Hanafi dalam Konteks Mesir 86 C. Perkembangan Pemikiran Hassan Hanafi…………… 92 D. Karya- Karya Pemikiran Hassan Hanafi ……………. 101 BAB IV TEORI HERMENEUTIKA HASSAN HANAFI …… 114 A. Kemunculan Pemikiran Hermeneutika Hassan Hanafi 114 B. Hermeneutika Sebagai Aksiomatika …………...……. 118 C. Teori dan Teknis Hermeneutika Al Quran ….……… 127

1. Kritik Historis………………………………………... 131 2. Kritik Eidetis ………………………………………… 144

2.1. Tahap Analisis Kebahasaan……………….. 147 2.1.1. Analisis linguistik ………………............. 147 2.1.2. Analisis Sintaksis ……………………. 147 2.2. Tahap Analisis Kesejarahan ………………. 154 2.3. Tahap Generalisasi…………………………. 155 3. Kritik Praktis………………………………………. 158 E. Urgensi Hermeneutika Al Quran Menurut Hassan Hanafi 164 F. Teori Analisis Teks dan Orientasinya………..………. 169 1. Prinsip- Prinsip dalam Analisis Teks…………….. 176

Page 10: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

2. Nilai dan Kekuatan Teks ……………………..……… 183 3. Perubahan Nilai Makna Suatu Teks ……………… 188 BAB V METODE SOSIOLOGIS TAFSIR AL QURAN ………… 194 A. Tawaran Hermeneutika Al Quran Tematik (Maudlû’î) …… 194

1. Asal-Usul Metode Tematik ………………………………… 194 2. Pertimbangan Hassan Hanafi Memilih Metode Tematik … 199 3. Prinsip-Prinsip Hermeneutika Al Quran Tematik …. 209 4. Aturan-Aturan dalam Hermeneutika Al Quran Tematik 213 5. Skema dan Ruang Lingkup Hermeneutika Al Quran … 220

B. Tawaran Pendekatan Sosiologis ………………………. 224 1. Karakteristik Hermenutika Al Quran Sosiologis …… 225 2. Kritikan Terhadap Pemikiran Hassan Hanafi ……… 238 3. Jawaban Hassan Hanafi atas Berbagai Kritikan ……. 249

C. Aplikasi Hermeneutika Al Quran Hassan Hanafi …… 256 1. Konsep al Insân, Manusia dalam Al Quran ………...... 257 2. Konsep al Mâl, Harta dalam Al Quran …………. 272 3. Konsep al Ardl, Tanah dalam Al Quran …………… .. 278 BAB VI PENUTUP …………………………………………… 289 A. Kesimpulan…………………………………………….. 289 B. Saran-saran ……………………………………….…… 296 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… 298

Page 11: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT

yang telah memberikan kekuatan sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tulisan ini. Shalawat serta salam

semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,

pembawa pelita dan menjadi rahmat bagi sekalian alam.

Penelitian ini semula merupakan tulisan dalam rangka

memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar doktor bidang

ilmu agama Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Setelah penulis tamat menyelesaikan program doktor lalu

berkesempatan memperoleh beasiswa postdoctoral di Mesir. Di

sana, penulis belajar langsung dibawah bimbingan salah satunya

Hassan Hanafi. Bertempat di rumahnya jalan Lusaka Kairo, Mesir

beliau memberikan waktu pertemuan kepada kami durasi waktu

2,5 jam, 2 kali dalam seminggu selama empat bulan dari bulan

Februari-Mei tahun 2007.

Secara garis besar tulisan ini membicarakan pemikiran

hermeneutika al Quran Hassan Hanafi (75 tahun). Ia adalah

seorang filosof dan dosen di Universitas Kairo, Mesir.

Menurutnya, upaya penafsiran terhadap al Quran yang dilakukan

oleh para ulama terdahulu sudah ketinggalan zaman, out of date.

Walaupun demikian, dia tidak memandang salah, namun,

dipandang bahwa penafsiran mereka hanya merupakan sebagai

salah satu alternatif penafsiran. Oleh Karena itu, ia mengusulkan

sebuah metode tafsir al syu’ûrî, tafsir perseptif yakni metode

yang dapat mendeskripsikan manusia itu sendiri dan hubungan

dengan manusia yang lainnya, dan dengan alam sekitarnya.

Metodologi penafsiran al Quran yang ditawarkan di antaranya

bersifat tematik, temporal dan realistis yang terbingkai dalam

wilayah ilmu-ilmu kemanusiaan.

Sesungguhnya dalam penulisan ini, penulis banyak

menghadapi kendala terutama yang berkenaan dengan trend

Page 12: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

pemikiran Hassan Hanafi dan karya tulisannya yang begitu luas.

Namun demikian, penulis berusaha semaksimal mungkin dan

alhamdulillah tulisan ini akhirnya dapat diselesaikan.

Penyelesaian tulisan ini adalah berkat bantuan berbagai pihak.

Sebagai tanda penghargaan, penulis mengucapkan terima kasih

yang setinggi-tingginya secara khusus ditujukan kepada:

Kementerian Agama (dulu Departemen Agama) Republik

Indonesia yang memberikan dana beasiswa sejak penulis duduk

di bangku Madrasah Aliyah Program Khusus (MANPK) di

Darussalam Ciamis pimpinan KH. Irfan Hielmy (alm.), di bangku

kuliah SI di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, kuliah program

S2 dan S3 di UIN Syarif Hidayatullah. Bahkan, beasiswa

Postdoktoral selama enam bulan di Mesir.

Dr. Hassan Hanafi, Prof. DR. Quraish Shihab, Prof. Dr.

Nasarudin Umar, Prof. DR. HM. Yunan Yusuf, MA, Dr. Fuad Jabali,

dan Dr. Mukhlis Hanafi yang memberikan bimbingan langsung

terkait dengan penulisan ini.

Instansi STAIN Salatiga pimpinan Dr. Imam Sutomo, MAg.

Lewat unit PIP yang telah memberikan dana untuk publikasi

tulisan ini. Dr. Zakiyuddin Baedhawy, Dr. Muh. Saerozi, Dr. Sa’adi,

Mochlasin Sofyan, Benny Ridwan, Hammam, Illya Muhsin, Irfan

Hielmy, dan Agus Sua’idi rekan-rekan diskusi di lingkungan

STAIN Salatiga.

Dr. Abad Badruzzaman, Dr. Hamka Hasan, Dr. Aksin W, Dr.

Fajar Waryani A, Dr. Hamdani Mu’in, Dr. Muhammad Jidin, Dr.

Mardan, Dr. Suryadinata, Dr. Iskandar, Dr. Slamet, Fahmi Salim,

Cecep T Rahman, rekan-rekan diskusi sewaktu tinggal di Kairo.

Ayahanda Mohammad Omon yang pertama kali

mengajarkan ilmu nahwu, sharaf, fiqh dan tauhid dan

menunjukan penulis akan pentingnya ilmu pengetahuan. Ibunda

Esin Quraisin yang telah mengajarkan penulis tentang

kesederhanaan. KH. Ali Muntaha dan Hj. Umi Khadijah, mertua

penulis yang telah memberikan dukungan moral dan material.

Page 13: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

The last but not least, Layly Atiqah istri tercinta yang setia

memotivasi terus-menerus demi terwujudnya tulisan ini di sela-

sela waktunya mengajar masih sempat membimbing dua putri

belahan hati tersayang, Adila Tara NDA dan Nur ‘Adli Sania AS.

Kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat

penulis harapkan demi penyempurnaan tulisan ini. Mudah-

mudahan tulisan ini dapat menambah khazanah pengetahuan

khususnya di bidang penafsiran al Quran dan umumnya

khazanah ilmu-ilmu keislaman.

Wa Allâhu a’lamu Bi al Shawâb.

Wassalam

Salatiga, 20 Maret 2011

Adang Kuswaya

Persembahan

Page 14: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

Kupersembahkan untuk:

Ayahanda Mohammad Omon dan Ibunda Esin Kuraesin,

Isteri tercinta Layly Atiqoh.

Kedua belahan hati Adila Tara Nisawanda Dluha Alfani

dan Nur Adli Sania Alima Syabana.

Page 15: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN

Pedoman Transliterasi Arab Latin yang dipakai untuk penulisan

tulisan ini berdasarkan kepada Pedoman Transliterasi yang ada

dalam buku Program Pascasarjana Universitas Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta: Buku Panduan Program

Pascasarjana Tahun Akademik 2004/2005.

A. Konsonan No. Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

1 ` Apostrof

2 B B

3 T T

4 Ts T dan s

5 J J

6 H H dengan garis di bawah

7 Kh K dan h

8 D D

9 Dz D dan z

10 R R

11 Z Z

12 S S

13 Sy S dan y

14 Sh S dan h

15 Dl D dan l

16 Th T dan h

17 Zh Z dan h

18 ‘ Koma di atas

19 Gh G dan h

20 F F

21 Q Q

22 K K

23 L L

24 M M

25 N N

26 W W

27 H H

28 Y Y

Page 16: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

B. Vokal

1. Vokal Pendek

Arab Latin Seperti

____ = a al naql

____ = i qiraah

____ = u nuzûl

2. Vokal Panjang

â seperti qâla

î seperti qîla

û seperti qâlû

Tasydid ditulis dengan huruf rangkap seperti “

“ ditulis muqaddimah.

C. Diptong

Ai seperti hal ladainâ

Au seperti tsaurah

D. Penulisan “ “ (alif lam)

Seperti ditulis al Quran

Seperti ditulis al turâts

F. Pengecualian

Semua kata yang berakhiran ta marbuthah ( ) pada

nama orang, kalimat atau lainnya, ditulis dengan “h” seperti

kata qira`ah “ “.

Page 17: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

BAB I GAGASAN REINTERPRETASI A. Penafsiran Kembali teks Keagamaan

Al-Qur’an merupakan dokumen untuk umat manusia. Bahkan,

Kitab ini menamakan dirinya sebagai petunjuk bagi manusia, Hudan li

al Nâs (QS. Al Baqarah /2:185). Seluruh yang termaktub dalam al-

Qur’an itu hakekatnya merupakan ajaran yang harus dipegang oleh

umat Islam. Ia memberikan petunjuk dan pedoman hidup untuk

mencapai kebahagian di dunia dan akhirat dalam bentuk ajaran

moral, akidah, hukum, filsafat, politik dan ibadah.

Untuk mengungkap dan menjelaskan ajaran-ajaran di atas,

tidaklah memadai bila seseorang hanya mampu membaca dan

Page 18: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

2

melafalkan al-Qur’an dengan baik. Hal yang diperlukan bukan hanya

sekedar itu, melainkan juga kemampuan memahami dan mengungkap

isi serta mengetahui prinsip-prinsip yang dikandungnya.

Agar al-Qur’an berguna sesuai dengan pernyataannya bahwa ia

merupakan petunjuk bagi umat manusia yang mengeluarkannya dari

kegelapan menuju cahaya yang terang benderang (QS. Ibrahim/14:1),

maka al-Qur’an memerintahkan manusia untuk mempelajari dan

memahaminya. Melalui petunjuk-petunjuknya yang tersurat maupun

tersirat, al-Qur’an dapat mengantarkan manusia menuju kepada jalan

Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.1

Hal di atas seperti dinyatakan dalam al-Qur’an yang terdapat

dalam ayat berikut ini.

كرأولوااأللبـابإليك مبرك ليدبرواأيته وليتذ زلنهنب اتك

Artinya: "Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan

kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mendalami makna

ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang

mempunyai pikiran." (QS. Shâd/ 38: 29).

Pada dekade terakhir, studi al-Qur’an semakin semarak, tidak

saja di negara yang mayoritas berpenduduknya muslim melainkan

juga di Barat. Posisi al-Qur’an itu sendiri dalam Islam menjadi sentral

dalam pembentukan ajaran, pemikiran dan peradaban. Karenanya,

sejarah Islam tidak bisa dilepaskan dari keberadaan al-Qur’an dan

penelitian tentang Islam yang mengabaikan keberadaan al-Qur’an

akan terasa janggal dan patut dipertanyakan hasilnya.

1 Quraish Shihab, "Tafsir dan Modernitas", dalam Jurnal Ulumul Quran No. 8. Th. 1991, hlm. 34.

Page 19: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

3

Gerakan pembaharuan pemikiran Islam yang dimulai sejak

abad ke-18 tidak diragukan lagi mempunyai implikasi dalam "cara

baca" terhadap al-Qur’an. Tuntutan dan kebutuhan zaman mendesak

umat Islam untuk melakukan upaya-upaya reinterpretasi terhadap

ajaran keagamaan yang pada hakekatnya bersumber utama pada al-

Qur’an.

Menggunakan metodologi tafsir secara turun-temurun yang

tidak memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi umat pada

masa kini berarti hanya melakukan pengulangan-pengulangan.

Sebagai akibatnya, metodologi tersebut tidak membuka diri terhadap

problematika-problematika yang terjadi pada masyarakat dalam alam

masa kini yang sedang berubah. Sementara, mendesak untuk

dilakukan reinterpretasi yang dapat menyelesaikan persoalan-

persoalan baru, maka kehadiran sebuah pendekatan baru untuk

menafsirkan tersebut sangat diperlukan.

Pada dekade 1960-an, Hassan Hanafi, sarjana lulusan

Universitas Kairo, melakukan penulisan tesis dan disertasi sebagai

karya ilmiahnya di Universitas Sorbone. Tepatnya tahun 1965 dan

tahun 1966 ia menulis tesis dan disertasi. Pembahasannya seputar

hermeneutika, baik yang ia pandang sebagai metode rekonstruksi

untuk ‘ilm Ushul Fiqh maupun untuk menafsirkan fenomena

keagamaan. 2

2 Hassan Hanafi, Muqaddimah fî ‘Ilm al Istighrab, Kairo: Dar al Fannani, 1991, hlm. 84. Judul karya ilmiah Hassan Hanafi untuk tesisnya adalah Les methods d'Exegese, Essai sur la Science des Fondaments de la Comprehension, ‘Ilm Ushûl al Fiqh. Di samping itu, tahun 1966 dua karya hasil penelitiannya juga masih berkaitan dengan hermeneutika. Kedua karya itu, L'Exegese de la Phenomenologie dan disertasinya yang berjudul La Phenomenologie de L'Exegese, Essai d'une Hermeneutique Existentielle a Partir du Neuveu Testament.(Hassan Hanafi, Muqaddimah fî ’Ilm al Istighrab, hlm. 86). Ketiga karya Hassan Hanafi itu berkaitan dengan hermeneutika. Karya pertama menjelaskan hermeneutika sebagai

Page 20: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

4

Kemunculan Hassan Hanafi pada dekade 1980 mendapat

perhatian luas dengan gerakan yang dipelopori dirinya, al Yasâr al

Islâmî (Kiri Islam). Hassan Hanafi merupakan salah seorang pemikir

muslim radikal dan kritis baik terhadap gerakan Islamis maupun

Barat yang mencoba mendominasi Islam. Oleh karena itu, dia

berusaha merekonstruksi pemikiran Islam ke arah yang dapat

membebaskan umat Islam dari segala bentuk penindasan.3

Di samping menguasai pemikiran Islam, Hassan Hanafi juga

mengikuti pemikiran Barat kontemporer. Menurutnya, dunia Islam

kini sedang menghadapi dua ancaman besar baik secara internal

maupun secara eksternal. Ancaman dari dalam Islam adalah berupa

kemiskinan, keterbelakangan dan ketertindasan. Sedangkan dari luar

Islam yakni imperialisme, zionisme dan kapitalisme. 4

Lahirnya Al Yasâr Al Islâmî merupakan proyek pembaharuan

Hassan Hanafi yang bertopang pada tiga pilar utama. Pertama,

revitalisasi khazanah klasik Islam. Kedua, perlunya menentang

peradaban Barat. Ketiga, analisis atas realitas dunia Islam. Pada

bagian terakhir ini, Hanafi mengusulkan al tafsîr al syu’ûrî, suatu

metode tafsir di mana realitas dunia Islam dapat berbicara sendiri.5

metode rekonstruksi ilmu Ushul Fiqh. Karya kedua menjelaskan hermeneutika fenomenologi untuk menafsirkan fenomena keagamaan dan karya ketiga menjelaskan studi kritis pada hermeneutika eksistensial dalam konteks Perjanjian Baru. (Hassan Hanafi, Muqaddimah fî ‘Ilm al Istighrab, hlm. 84-86).

3 Kazuo Simogaki, "Pemikiran Hassan Hanafi dan Munculnya al Yasâr al Islâmî" dalam jurnal Islamika No. 1 Th. 1993, Bandung: Mizan dan MISSI, hlm. 17.

4 Hassan Hanafi, al Yasâr al Islâmî: Kitâbât fî al Nahdlah al Islâmiyah, Kairo: Heliopolis, 1981. hlm. 32.

5 Hassan Hanafi, al Yasâr al Islâmî: Kitâbât fî al Nahdlah al Islâmiyah, Kairo: Heliopolis, 1981.13-38. Tujuan ketiga pilar itu menurutnya, pertama, untuk mempertegas dan menekankan perlunya rasionalisme yang merupakan keniscayaan dan kesejahteraan umat untuk memecahkan situasi kekinian dalam dunia Islam. Kedua, untuk memperingatkan akan bahaya imperialisme kultural Barat yang

Page 21: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

5

Hassan Hanafi memandang bahwa peradaban Islam merupakan

upaya secara metodologis dan intelektual perjanjian antara wahyu

dan manusia di bumi dalam suatu periode sejarah dan sosiologi

tertentu. Bagi Hanafi, persoalannya bukan terletak pada al-Qur’an,

melainkan bagaimana wahyu al-Qur’an itu dapat dibumikan secara

interpretatif dan bagaimana struktur teoritis penyajiannya.6 Hassan

Hanafi tidak bermaksud menyalahkan struktur penyajian wahyu

berupa metodologi penafsiran yang telah berlangsung selama ini.

Melainkan, hal itu dipandang sebagai satu pilihan di antara pilihan-

pilihan yang lain sesuai dengan tuntunan zaman.7

Memahami al-Qur’an tidak muncul kecuali dengan metode

tertentu dalam upaya menginterpretasi kesadaran atau

ketidaksadaran. Oleh karena itu, menurut Hassan Hanafi

hermeneutika al-Qur’an merupakan keniscayaan untuk memahami al-

Qur’an sebagai transformasi wahyu ilahi kepada tujuan kemanusiaan.8

Transformasi dari perkataan (Kalâm) Allah yang diturunkan kepada

cenderung menafikan budaya bangsa-bangsa yang secara historis kaya. Ketiga, mengkritik metode penafsiran tradisional yang bertumpu pada teks (nash) dan mengusulkan al tafsir al syu’ûrî , tafsir perseptif suatu metode yang dapat mengungkapkan realitas dunia Islam agar dapat berbicara sendiri. Kazuo Shimogaki, Between Modernity and Post- Modernity The Islamic Left and Dr. Hassan Hanafi's Thought: A Critical Reading. Niigata: Chyutto Kenkyuzo, 1988, hlm. 7.

6 Issa J Boullata, "Hassan Hanafi Terlalu Teoritis untuk Dipraktekan", dalam jurnal Islamika No. 1 Juli- September 1993, Bandung : MISSI dan Mizan, hlm. 20.

7 Issa J Boullata, "Hassan Hanafi Terlalu Teoritis untuk Dipraktekan", hlm.20. Dalam menanggapi kritikan Boulatta ini menurut hemat penulis Hassan Hanafi itu sendiri sudah jelas memaparkan prinsip, aturan dan ruang lingkup hermeneutika al-Qur’an yang ia bangun. Demikian juga tema-tema yang realistis seperti konsep manusia, harta dan tanah yang bisa dirasakan dalam kehidupan kemanusiaan di muka bumi.

8 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981. vol. 7, Kairo: Maktabah Madbuli, 1989, hlm. 77- 78; lihat pula Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, Kairo: Anglo Egyptian Bookshop, 1977, hlm.1

Page 22: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

6

Nabi Muhammad kepada bahasa manusia di bumi yang dihadapkan

kepada berbagai macam golongan manusia.

Menurut Hassan Hanafi tafsir tidaklah lahir dalam kehampaan,

melainkan terwujud di dalam waktu dan tempat tertentu, dalam suatu

kesejarahan tertentu pula. Untuk itu, umat Islam masa kini dituntut

untuk merumuskan sebuah metodologi tafsir yang sesuai dengan

kemaslahatan umat, keperluan dan persoalan yang dihadapi umat

Islam saat ini.9

Hermeneutika al-Qur’an yang digagas Hassan Hanafi berkaitan

erat dengan metodologi fiqih klasik. Bagi Hassan Hanafi, fiqih

merupakan pengambilan kesimpulan hukum yang berhadapan

dengan realitas baru. 10 Hermeneutika al-Qur’an yang digagasnya juga

berkaitan dengan gerakan reformasi keagamaan. Oleh karena itu,

hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi memperkuat, mendukung dan

mengembangkan gerakan tersebut.

Sebagai hermeneutika baru yang terkait dengan gerakan

pembaharuan masa kini, Hassan Hanafi menghendaki upaya

reformasi lebih lanjut dari reformasi keagamaan kepada kebangkitan

menyeluruh (al nahdlah al syâmilah) dan setelah itu kepada revolusi

sosial dan politik.11 Untuk itu menurutnya, diperlukan metodologi

tafsir yang melampaui tafsir tekstual dan historis yang menganggap

al-Qur’an tidak hanya berbicara dalam ruang dan waktu yang sempit

pada masa Rasulullah. Hassan Hanafi menyebutnya sebagai tafsir

kesadaran (al tafsîr al syu’ûrî) agar al-Qur’an mendeskripsikan

9 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol. 7, hlm. 78.

10Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol. 7, hlm. 78.

11 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol. 7, hlm. 78.

Page 23: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

7

manusia, hubungannya antarsesama, tugasnya di dunia,

kedudukannya dalam sejarah, membangun sistem sosial dan politik.12

Sebagai pengajar filsafat, Hassan Hanafi banyak mengetahui

trend pemikiran postmoderen dan ilmu-ilmu sosial juga mengikuti

metode hermeneutika yang merefleksikan kritisisme kaum modernis

dan posmodernis. Seperti terlihat dalam artikelnya, Qirâah al Nash,

Hassan Hanafi memberikan kritik terhadap teori hermeneutika Martin

Heidegger, Hans George Gadamer dan Rudolf Bultmann.13

Menurut Richad C. Martin, Hassan Hanafi dengan disertasinya

ingin menunjukkan pentingnya tindakan hermeneutis dalam

"membaca teks" bagi transisi politis dari tradisionalisme menuju

modernisme. Sebagaimana Heidegger dan Gadamer, Hassan Hanafi

juga beranggapan bahwa makna tidaklah inheren dalam teks

melainkan, dihasilkan dalam pertemuan kontekstual antara teks dan

manusia sebagai makhluk populis.14

Menurut Hassan Hanafi makna dihasilkan dalam konteks sosial

dan politis dimana teks dihasilkan dan dibaca serta dipergunakan.

Ketika teks dibaca dan diinterpretasikan kembali dari suatu generasi

dan tempat ke generasi dan tempat yang lain, maka makna

12 Hassan Hanafi, “Mâdzâ Ta’nî al Yasâr al Islâmî” dalam al Yasâr al Islâmî Kitâbât fî al Nahdlah al-Islâmiyah, hlm. 19.

13 Richard C. Martin, “Membayangkan Islam dan Modernitas”, Terj. Bambang Sipayung dalam majalah Filsafat Driyarkara, No.2. Tahun XXIII, Jakarta:STF Driyarkara, 1997. Richard Martin adalah salah seorang pengajar Iowa State University dan Asisten Professor of Religious Studies pada Arizona Stete University. Karya Hassan Hanafi, ”Qirâah al Nash”, dapat dilihat dalam Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah, Kairo: Anjilu Al Mishriyah, 1987, hlm. 523-549.

14 Majalah Filsafat Driyarkara, No.2. Tahun XXIII. Bandingkan pula dengan Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah hlm.526.

Page 24: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

8

dihasilkan kembali oleh individu (fard) dan kolektif (jamâ’ah). 15

Untuk keperluan itu menurut Hassan Hanafi, ada tiga metode yang

harus diperhatikan oleh para penafsir Dunia ketiga, khususnya

muslim agar mencapai pemahaman diri yang otentik di dunia

modern. Pertama, warisan intelektual dan kultural Barat (Turâts al

Gharb). Kedua, analisis atas warisan tradisional Islam. Ketiga, analisis

atas pengalaman sosial manusia seperti tertuang dalam setiap dan

semua teks warisan Barat dan Islam.16

Hassan Hanafi menggunakan hermeneutika, sebuah metode

filsafat yang berkembang di Barat sebagai metodologi untuk

memahami al-Qur’an.17 Meskipun demikian, menurutnya,

hermeneutika bukan hanya berarti ilmu interpretasi, melainkan juga

ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu sejak dari tingkat

perkataan sampai ke tingkat prakteknya di dunia.18

15 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah, hlm.528.

16 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah. hlm. 523-526. Hal ini menimbulkan problematika dialektis dari al Turâts wa al tajdîd, warisan dan pembaharuan. Tak satupun dari keduanya bisa diabaikan oleh umat Islam dan bangsa-bangsa Dunia ketiga. Problem dan ketiga bidang metodologis itu dijelaskan lebih jauh dalam buku Hassan Hanafi, Muqaddimah fî ’Ilm al Istighrab.

17 Hermeneutika merupakan kegiatan interpretasi triadik, proses yang mempunyai tiga segi yang saling berhubungan. Hermeneutika secara sederhana dapat digambarkan sebagai struktur tiga segi, yaitu satu, Tanda (sign), pesan (message) atau teks; dua, penulis teks (author); tiga, penafsir, penyampai pesan kepada audiens. Dalam proses ini terdapat pertentangan antara pikiran yang diarahkan kepada objek dan pikiran penafsir itu sendiri. Orang yang melakukan interpretasi harus mengenal pesan atau kecenderungan sebuah teks lalu ia meresapi isi teks sehingga yang pada mulanya "yang lain" kini menjadi "aku" penafsir itu sendiri. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa mengerti secara sungguh-sungguh hanya akan dapat berkembang bila didasarkan atas pengetahuan yang benar. Suatu arti tidak akan dikenal jika tidak direkonstruksi. (E. Sumaryono, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta:Kanisius, 1993, hlm. 31).

18 Selanjutnya Hassan Hanafi menjelaskan bahwa hermeneutika adalah ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai perkataan, dari logos sampai praxis dan juga

Page 25: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

9

Menurut Hassan Hanafi proses pemahaman hanya menduduki

tempat kedua. Sementara yang pertama adalah kritik sejarah yang

menjamin keaslian kitab suci dalam sejarah. Menurutnya, tidak

mungkin akan terjadi pemahaman bila tidak ada kepastian bahwa apa

yang dialami secara historis asli.19 Di sinilah, menurut Hassan Hanafi,

hermeneutika muncul sebagai ilmu pemahaman dalam arti yang

paling tepat, berkenaan terutama dengan bahasa dan kedaan-keadaan

kesejarahan yang melahirkan kitab-kitab suci. Setelah mengetahui arti

yang tepat dari teks kemudian memasuki langkah ketiga, yaitu proses

menyadari arti dalam kehidupan manusia yang merupakan orientasi

dan tujuan akhir wahyu Allah.20

Dalam bahasa fenomenologis, menurut Hassan Hanafi, dapat

dikatakan bahwa hermeneutika adalah ilmu yang dapat menentukan

hubungan antara kesadaran dengan obyeknya, yaitu kitab-kitab suci.

Menurutnya, ada tiga kesadaran yang harus dimiliki oleh mufasir

untuk menentukan hubungan antara kesadaran dan obyeknya.21

Pertama, memiliki kesadaran historis yang menentukan keaslian teks

dan tingkat kepastiannya. Kedua, memiliki kesadaran eidetik yang

menjelaskan makna teks dan menjadikannya rasional. Ketiga,

memiliki kesadaran praktis yang menggunakan makna tersebut

sebagai dasar teoritis bagi tindakan yang mengantarkan wahyu pada

tujuan akhirnya dalam kehidupan manusia di dunia.

transformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada kehidupan manusia. (Hassan Hanafi, Religious, Dialogue and Revolution, hlm. 1).

19 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution,hlm. 1

20 Hassan Hanafi, Religious, Dialogue and Revolution. hlm. 1.

21 Hassan Hanafi, Religious, Dialogue and Revolution.hlm. 1-2.

Page 26: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

10

Selanjutnya Hassan Hanafi menegaskan bahwa hermeneutika

sebagai aksiomatika, yaitu sebagai sebuah metode yang

mendeskripsikan proses hermeneutika sebagai ilmu pengetahuan

yang rasional, formal, obyektif dan universal. Sehingga, menurut

Hassan Hanafi hubungan hermeneutika dan kitab suci harus seperti

hubungan antara aksiomatika dan matematika.22

Dalam merealisasikan pemikiran hermeneutikanya, selain tesis

dan disertasinya, Hassan Hanafi selain menulis karya-karya lainnya

yang berkaitan dengan metodologi penafsiran juga menulis karya

eksegetik sebagai aplikasi dari metodologi yang ditawarkannya.

Berikut ini adalah karya-karyanya dalam bidang hermeneutika.

Pertama, 'Method of Thematic Interpretation of the Quran';

kedua, 'Qirâ ah al Nash'; ketiga, 'Mâdzâ Ta’nî Asbâb al Nuzûl',

keempat, 'Manâhij al Tafsîr wa Mashâlih al Ummah'; kelima, 'Ikhtilâf fî

al Tafsîr am Ikhtilâf fî al Mashâlih', 'Hal Ladainâ Nazhariyah fî al

Tafsîr', keenam, 'Ayyumhumâ Asbaq: Nazhariyah al Tafsîr am Manhaj

Tahlîl al Khabarât?', ketujuh, '’Aud ilâ al Manba am ’Aud ilâ al

Thabî’ât?' dan kedelapan, `’Ulûm al Ta`wîl Baina al Khâshah wa al

’âmah: Qirâ`ah fî Ba’dli A’mâl Duktûr Nashr Hâmid Abû Zaid'.

Sedangkan tulisan Hassan Hanafi yang berkaitan dengan aplikasi

metode penafsiran di antaranya 'al Insân', 'al Mâl fî al Qur`an', dan

'Teology of Land'.

Pemikiran Hassan Hanafi dalam bidang Hermeneutika

mereformasi penafsiran tradisional yang hanya bertumpu pada teks

22 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm 2. Bandingkan pula dengan Richard E. Palmer. Menurut Palmer, hermeneutika adalah proses penelaahan isi dan maksud yang mengejawantah dari sebuah teks, sampai pada makna yang terdalam (Richard E. Palmer, Hermeneutics, Evanston: North Western University Press, 1969, hlm. 43).

Page 27: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

11

dan mengusulkan suatu metode tertentu agar realitas dunia Islam

dapat berbicara sendiri. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji dan

menjadi bahan penelitian secara akademik.

Inti pemaparan di atas memperbincangkan seputar perlunya

sebuah metodologi baru bagi penafsiran al-Qur’an. Metode ini digagas

oleh Hassan Hanafi sebagai metode yang dapat menjadi solusi bagi

masalah kehidupan yang dialami umat Islam masa kini. Hal inilah

yang menjadi alasan bagi penulis untuk mendalami metode apa

sesungguhnya yang ditawarkan oleh Hassan Hanafi serta bagaimana

pula penyajian struktur teorinya.

Berdasarkan pertimbangan di atas, nampak jelas bahwa

pemikiran hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi merupakan bidang

garapan yang menarik dan cukup beralasan. Kenyataan ini yang

membuat penulis akan mencoba dan merumuskan judul penelitian

yaitu: PEMIKIRAN HERMENEUTIKA AL-QUR’AN HASSAN HANAFI:

Deskripsi Analisis terhadap Karya-Karya Hassan Hanafi tentang

Hermeneutika al-Qur’an.

B. Ruang Lingkup dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dan agar permasalahan yang akan

dibahas tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi pada pemikiran

hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi. Pembatasan tersebut

dilakukan dengan pertimbangan adanya perbedaan istilah antara

tafsir al-Qur’an tradisional dengan hermeneutika al-Qur’an. Oleh

karena itu, dalam penelitian ini tidak dijelaskan pendapat Hassan

Hanafi mengenai tafsir al-Qur’an tradisional dan perbedaan antara

keduanya. Lagi pula, keduanya tidak hanya secara istilah melainkan

secara metodologi juga sudah berbeda. Hermeneutika al-Qur’an lebih

Page 28: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

12

menitikberatkan hubungan triadik yang saling berkelindan antara

teks, penafsir dan audiens dimana unsur triadik yang terakhir sering

tidak mendapatkan perhatian dalam tradisi penafsiran al-Qur’an

tradisional. Dengan pembatasan ini juga tidak dimaksudkan bahwa

hanya Hassan Hanafi yang menggunakan dan mempraktekkan

hermeneutika al-Qur’an. Karena masih banyak pemikir muslim lain

yang menggunakan dan mempraktekkannya seperti Fazlur Rahman,

Muhamad Arkoun, Farid Esack dan Amina Wadud Muhsin. Agar

penelitian ini dapat terfokus dan terarah terhadap masalah-masalah

yang akan diteliti, maka penulis merasa perlu merumuskannya dalam

bentuk pertanyaan: Bagaimana konstruk pemikiran hermeneutika al-

Qur’an Hassan Hanafi? Hal tersebut dapat dirinci:

1. Apa yang dimaksud dengan hermeneutika sebagai

aksiomatika menurut Hassan Hanafi ?

2. Metode apa yang ditawarkan oleh Hassan Hanafi untuk

menafsirkan al-Qur’an bagi umat yang sedang menghadapi

permasalahan kekinian?

C. Signifikansi Penelitian

Tujuan penelitian ini pertama, untuk menemukan data tentang

pentingnya hermeneutika al-Qur’an yang digagas oleh Hassan Hanafi

yang dianggap sebagai solusi terhadap permasalahan yang dihadapi

umat Islam masa kini. Untuk menemukan data bagaimana Hassan

Hanafi menyajikan struktur teorinya. Kedua, untuk memperoleh data

tentang metodologi penafsiran al-Qur’an yang ditawarkan oleh

Hassan Hanafi sebagai metode yang dapat menjadi solusi terhadap

permasalahan yang dihadapi umat Islam masa kini dan bagaimana

cara kerja dari metodologi tersebut.

Page 29: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

13

Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali dasar-dasar, kaidah-

kaidah secara menyeluruh sekaligus langkah nyata bagaimana

metodologi yang dibangun oleh Hassan Hanafi. Penelitian diharapkan

dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi umat dan

melengkapi khazanah Islam.

D. Kajian Pustaka Terdahulu

Sudah banyak tulisan tentang pemikiran Hassan Hanafi baik

dalam bentuk buku maupun artikel. Di antara tulisan-tulisan itu

sebagai berikut ini.

1. Kazuo Shimogaki, Between Modernity and Postmodernity The

Islamic Left and Dr. Hassan Hanafi's Thought: A Critical Reading

(Niigata, 1988). Shimogaki memberikan tiga hal pertimbangan untuk

memahami pemikiran Hassan Hanafi dalam kaitannya dengan Kiri

Islam. Pertama, perannya sebagai pemikir revolusioner. Kedua,

perannya sebagai seorang reformer dalam tradisi klasik Islam. Ketiga,

perannya sebagai seorang yang berkeyakinan seperti Jamaluddin al

Afghani, pelopor Pan-Islamisme. Shimogaki memposisikan pemikiran

Hassan Hanafi berada di antara Modernisme dan Posmodernisme.

Alasan Hassan Hanafi tidak dimasukkan dalam posmodernisme

karena Hanafi menjunjung tinggi rasionalisme yang jelas

bertentangan dengan posmodernisme.

2. Kusnadiningrat, Teologi Pembebasan Dalam Islam: Analisis

Terhadap Gerakan Kiri Islam Hassan Hanafi (Jakarta, 1995).

Kusnadiningrat mencatat bahwa antara teologi pembebasan dan kiri

Islam mempunyai beberapa kesamaan yang melahirkan suatu

dialektika di mana refleksi untuk praksis dapat membuka refleksi dan

praksis selanjutnya secara kesinambungan. Sehingga secara

Page 30: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

14

metodologis, teologi pembebasan yang manapun memiliki

kelengkapan berupa mekanisme untuk mengkritik dirinya menurut

realitas-realitas yang dihadapinya.

3. A. Lutfi Assaukanie, Oksidentalisme, (Jakarta, 1994)

menjelaskan bahwa oksidentalisme secara harfiyah berarti hal-hal

yang berkenaan dengan Barat baik itu kebudayaan, ilmu dan aspek

lainnya. Dalam tulisannya, tugas oksidentalisme yang paling utama

adalah menghapuskan doktrin eurocetrisme dan pengembalian

budaya Barat kepada batas daerah jangkauannya yang wajar karena

selama ini kebudayaan Barat telah keluar dari batas teritorialnya.

Menurutnya, oksidentalisme ini merupakan wujud sikap Hanafi

terhadap tradisi Barat. Hanafi menentang Barat tetapi tanpa disadari

ia telah terpengaruh dan telah menjadi korban mitos “budaya

universal” yang dipropagandakan terus oleh media massa Barat.

4. Ahamad Hasan Ridwan, Pemikiran Hassan Hanafi: Studi

Gagasan Reaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam (Jogjakarta, 1996).

Tulisan ini berisi penjelasan tentang kerangka metodologi pemikiran

Hassan Hanafi dalam mengaktualisasikan tradisi keilmuan klasik yang

merupakan bagian dari gagasan “Kiri Islam”. Dengan gagasan itu,

Hassan Hanafi memberikan sebuah tawaran yaitu menggunakan teks-

teks untuk kepentingan agenda sosial yaitu memperlakukan agama

secara praktis dan fungsional.

5. Muhammad Nur Ichwan, Hermeneutika Al-Qur’an: Analisis Peta

Perkembangan Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer (Jogjakarta,

1995). Menurut Nur Ichwan, wacana keilmuan Tafsir al-Qur’an,

metodologi dan teori tafsir masih menjadi sesuatu yang periferial

dibandingkan dengan masalah isi tafsir itu sendiri. Berdasarkan pada

asumsi ini ia mencoba menelusuri peta perkembangan metodologi

Page 31: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

15

tafsir al-Qur’an kontemporer dan mengklasifikasikannya menjadi dua

alasan besar. Pertama, aliran obyektifitas yang diwakili oleh

hermeneutika neomodernis al-Qur’an Fazlur Rahman memandang

bahwa konteks ikut terserap dalam teks. Kedua, aliran subyektivitas

yang diwakili Hassan Hanafi, Maulana Farid Essack dan Amina Wadud

Muhsin memandang bahwa teks itu terserap dalam konteks kekinian.

6. Muhamad Nur Hakim, Rekonstruksi Warisan Intelektual: Studi

Kritis atas Paradigma Pembaharuan Pemikiran Islam Hassan Hanafi,

(Jakarta, 1995). Tulisan ini menjelaskan bahwa Hassan Hanafi dalam

merekonstruksi warisan intelektual Islam klasik, mengintegrasi dan

merubah warisan klasik itu menjadi ilmu yang mempunyai dimensi

kemanusiaan baru seperti merubah ilmu ushûl fiqh menjadi

metodologi penelitian, ilmu tasawuf menjadi psikologi, fiqh menjadi

ilmu politik, ekonomi dan hukum. Tidak hanya sebatas itu, bahkan

Hassan Hanafi mengusulkan perubahan ilmu-ilmu tersebut menjadi

suatu idiologi yang dapat menggerakkan ke arah perubahan sosial.

Tulisan-tulisan di atas secara umum menyoroti pemikiran

kontemporer Hassan Hanafi tentang Islam Kiri, rekonstruksi

khazanah klasik, teologi, dan oksidentalisme. Penulis akan mencoba

meneliti metodologi penafsiaran yang dikembangkan oleh Hassan

Hanafi berdasarkan karya-karyanya tentang hermeneutika al-Qur’an.

Sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian yang

mendetail yang khusus mengkaji pemikiran hermeneutika al-Qur’an

Hassan Hanafi ditinjau dari sudut metodologinya. Untuk itu, penulis

akan mendalami pemikiran hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi

berdasarkan karya-karya tulisnya tentang hermeneutika.

Page 32: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

16

E. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

menggunakan pendekatan sejarah (historical approach). Pendekatan

ini didasarkan pada argumentasi bahwa salah satu penelitian sejarah

adalah penelitian tentang biografi seseorang yaitu tentang kehidupan

seseorang dalam hubungannya dengan masyarakat: sifat, watak,

pengaruh pemikiran dan idenya. Kemudian menganalisis karya-karya

intelektual dan ilmiah serta biografinya.

Dalam pencarian data, metode yang digunakan adalah metode

perpustakaan (library research). Dengan langkah kongkrit membaca

dan menelaah secara mendalam buku-buku karya Hassan Hanafi,

khususnya mengenai pemikiran hermenutika al-Qur’an seperti

pertama, 'Method of Thematic Interpretation of the Quran' yang

termuat dalam buku Islam in The Modern World; kedua, 'Qirâ ah al

Nash' dalam buku Dirâsât Falsafiyah; ketiga, 'Manâhij al Tafsîr wa

Mashâlih al Ummah' dalam buku al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-

1981 Vol ke-7. Kemudian disertakan sumber-sumber sekunder, yaitu:

komentar-komentar para penulis yang mengkaji tentang pemikiran

hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi. Studi yang merupakan

penelitian pustaka ini lebih bersifat deskriptif dan analitis yakni

dalam pengertian historis. Data pemikiran hermeneutika al-Qur’an

Hassan Hanafi akan ditelusuri dalam karya-karya intelektualnya.

Sementara data yang bertalian dengan sisi analitis dari studi ini akan

ditelusuri dalam sumber-sumber dan hasil-hasil penelitian yang

relevan.

Page 33: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

17

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan analisis secara

deduktif, induktif dan komparatif. Metode deduktif dipergunakan

dalam rangka memperoleh gambaran tentang detail-detail pemikiran

hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi, sedangkan metode induktif,

dipakai dalam rangka memperoleh gambaran utuh pemikiran Hassan

Hanafi mengenai hermeneutika al-Qur’an. Terakhir, metode

komparatif terutama digunakan untuk membandingkan pemikiran

Hassan Hanafi dengan pemikir-pemikir lainnya guna mengungkap

karakteristik pemikiran Hanafi.

F. Sistematika Penulisan

Bab I gagasan reinterpretasi yang mencakup penafsiran kembali

teks keagamaan berisi beberapa alasan yang dipandang oleh penulis

sebagai yang melatar belakangi penulisan disertasi, pembatasan dan

rumusan masalah yang akan dikaji, signifikansi dan manfaat

penulisan disertasi, kajian pustaka untuk melihat urgensi penulisan

penelitian ini, pendekatan dan metode yang dipakai dalam penulisan

dan terakhir, sistematika penulisan.

Bab II hermeneutika al-Qur’an mencakup problem hermeneutika

al-Qur’an berisi masalah penafsiran yang muncul setelah wafatnya

Nabi Muhammad SAW; praktek hermeneutika dalam tradisi Islam

berisi perjalanan hermeneutika al-Qur’an dari dulu sampai sekarang

walaupun istilah itu baru muncul belakangan namun, sudah

dipraktekan sejak era tadwin. Model hermeneutika al-Qur’an pertama

dari Muqatil bin Sulaiman sebagai bukti bahwa praktek hermeneutika

al-Qur’an sudah dilakukan. Urgensi hermeneutika al-Qur’an menurut

Muhamad Arkoun sebagai komparasi terhadap hermeneutika al-

Qur’an Hassan Hanafi.

Page 34: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

18

Bab III biografi Hassan Hanafi mencakup riwayat hidup dan

sosok intektual Hassan Hanafi, situasi sosial dan politik di Mesir

untuk melihat berapa besar pengaruhnya terhadap perkembangan

pemikiran Hassan Hanafi, perkembangan pemikiran Hassan Hanafi

berisi tahapan kesadaran yang dilewati Hassan Hanafi dalam

pergolakan sosial politik yang berkembang di Mesir, Karya-karya

Hassan Hanafi yang merupakan responnya terhadap situasi sosial dan

politik yang mengitarinya, berisi pembacaan terhadap tulisan-tulisan

karya monumentalnya baik yang berupa buku-buku maupun jurnal.

Bab IV pemikiran teori hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi

mencakup kemunculan pemikiran hermeneutika al-Qur’an Hassan

Hanafi, hermeneutika sebagai aksiomatika akan mengungkap

rasionalisasi terhadap metode hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi,

teori dan teknis hermeneutika yang langkah-langkahnya sebagai

berikut: kritik historis, kritik eidetik meliputi tahapan analisis atas

realitas, tahapan analisis kebahasaan yang terdiri dari analisis bentuk,

analisis isi dan tahapan generalisasi; dan langkah ketiga kritik

praksis. Urgensi pembacaan terhadap teks berisi penjelasan

pentingnya hermeneutika al-Qur’an dalam menyelesaikan persoalan

kehidupan masa kini yang meliputi teori analisis teks dan

orientasinya, prinsip-prinsip dan analisis teks, nilai dan kekuatan teks

dan perubahan nilai dan makna suatu teks.

Bab V metodologi sosiologis tafsir Al-Qur’an yang meliputi

metodologi yang ditawarkan Hassan Hanafi. Pertama, hermeneutika

al-Qur’an tematik yang mencakup asal usul metode tematik serta

pertimbangan Hassan Hanafi memilih hermeneutika al-Qur’an

tematik. Untuk mengokohkan metodenya ia memberikan prinsip-

prinsip dan aturan main serta ruang lingkup hermeneutika al-Qur’an

Page 35: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

19

tematik yang berisi skema dan batas wilayah hermeneutika al-Qur’an

tematik. Kedua, hermeneutika al-Qur’an social kemasyarakatan

dengan beberapa karakteristiknya. Untuk melihat seberapa besar

respon akibat pemikiran Hassan Hanafi maka dimunculkan beberapa

kritikan terhadapnya berkaitan dengan hermeneutika al-Qur’an sosial

kemasyarakatan (manhaj ijtimâ’î) dan disertakan pula jawabannya

dari Hassan Hanafi. Eksegetik Hassan Hanafi sebagai bukti ia

mengaplikasi metode hermeneutika al-Qur’annya yang mengangkat

tiga tema yaitu manusia, harta dan tanah menurut al-Qur’an. Konsep

yang pertama sebagai aplikasi ruang lingkup hermeneutika al-Qur’an

tematik yaitu manusia mendeskripsikan dirinya sendiri. Konsep

kedua merupakan aplikasi ruang lingkup hermeneutika al-Qur’an

tematik yaitu manusia hubungannya dengan manusia lainnya.

Sedangkan konsep yang ketiga merupakan aplikasi ruang lingkup

hermeneutika al-Qur’an yaitu manusia hubungannya dengan alam.

Bab VI penutup yang mencakup kesimpulan dan saran-saran.

Page 36: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

BAB II HERMENEUTIKA AL-QUR’AN A. Problem Hermeneutika Al-Qur’an.

Secara etimologis, kata hermeneutika berasal dari bahasa

Yunani, hermeneuein yang berarti menafsirkan atau hermenia

yang berarti penafsiran.1 Istilah tersebut merujuk kepada

seorang tokoh mitologis yang disebut Hermes, yaitu seorang

utusan dewa yang bertugas menerjemahkan pesan Yupiter yang

menggunakan bahasa langit agar lebih mudah dipahami oleh

1 James M. Robinson, “Hermeneutic since Barth” dalam The New Hermeneutic, ed. J. M. Robinson dan John B. Cobb, New York: Harper and Row Publisher, 1964 hlm. 1.

Page 37: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

21

manusia yang menggunakan bahasa bumi.2 Agaknya, Hermes

adalah tokoh yang mewarnai banyak tradisi besar di masa

lampau.

Dalam tradisi yang berbahasa Latin, Hermes dikenal

dengan sebutan Mercurius,3 sementara dalam peradaban Arab

Islam, Hermes disebut-sebut sebagai Nabi Idris yang dalam Al-

Quran dikenal sebagai orang pertama yang mengetahui cara

menulis, memiliki kemampuan teknologi (sina’ah), kedokteran,

astrologi, sihir dan lain-lain. Bukti–bukti ini juga dapat ditelusuri

dalam tulisan-tulisan Al Kindi, Al Syahrastani, Abu Al Wafa’ Al

Mubasysyir ibn Fatik,4 Al Zauzani dan Al Qifti. Di kalangan

Yahudi dalam mitologi Mesir kuno, Hermes dikenal sebagai

Dewa Toth yang tidak lain adalah Nabi Musa.5 Dari sini kita

2 Richard E. Palmer, Hermeneutics:Interpretation Theory in Schleirmacher,Dilthey, Heidegger and Gadamer, Evanston: North Easteren University Press, 1969, hlm. 13-32.

3 James M. Robinson, “Hermeneutic since Barth” dalam The New Hermeneutic, ed. J. M. Robinson dan John B. Cobb, New York: Harper and Row Publisher, 1964 hlm. 1. lihat pula tulisan Gerhard Ebelling. “World of God and Hermeneutic” dalam The New Hermeneutic, ed. J. M. Robinson dan John B. Cobb hlm. 84. Lihat pada E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Jogjakarta: Kanisius, 1993, hlm. 23.

4 Abu al Wafa’ al Mubasysyir bin Fatik, Mukhtâr al Hikam wa Mahâsin al Kalîm, diedit oleh Abdurrahman Darwi, Madrid: Muthaba’ah al Ma’had al Mishr li Dirasah al Islamiyah, 1958, hlm. 7. Lihat Sayyed Hossein Nashr Knowledge and The Sacred, Edinburg: State University Press, 1989, hlm. 71. Bandingkan juga Komarudin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan cet.2. Jakarta: Teraju, 2004,hlm. 137.

5 Muhammad Abid al Jabiri, Naqd al ‘Aql al ‘Arabî Bagian ke-1 Takwîn al ‘Aql al ‘Arabî, cet. 4, Beirut: Markaz Dirâsah al Wahdah al ‘Arabiyah, 1989, Bab ke-7 bagian ke-9.hlm. 153, 174-175. Uraian mengenai hal ini lihat juga M. Abid al Jabiri, Naqd al ‘Aql al ‘Arabî Bagian ke-2 Bunyah al ‘Aql al ‘Arabî, cet. 3. Beirut: Markaz Dirâsah al Wahdah al ‘Arabiyah, 1990.

Page 38: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

22

dapat melakukan spekulasi bahwa Hermes merupakan istilah

helenik bagi para nabi dan rasul.

Tugas Hermes, sebagaimana disinggung di atas, adalah

penghubung dan penerjemah ajaran Tuhan kepada manusia,

yang tidak ubahnya seperti peran nabi dan rasul dalam Islam.

Fungsi dan peran Hermes tersebut demikian urgen sebab jika

saja Hermes keliru dalam menginterprestasikan sabda Tuhan,

pastilah ajaran dan misi Tuhan kepada manusia akan mengalami

disorientasi. Dapat dipahami kemudian bila asosiasi

hermeneutika dengan Hermes tidak lain untuk menggambarkan

pentingnya proses interpretasi dalam memahami maksud

sebuah teks.

Beberapa kajian menyebutkan bahwa definisi

hermeneutika secara umum adalah proses mengubah sesuatu

atau situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti.6 Tetapi

apabila melihat kepada hermeneutika secara terminology, maka

kata hermeneutika ini dapat diderivasikan menjadi tiga

pengertian. Pertama, Pengungkapan pikiran dalam kata-kata,

penerjemahan dan tindakan sebagai penafsir. Kedua, usaha

mengalihkan dari bahasa asing yang maknanya gelap tidak

diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa dimengerti oleh

pembaca. Ketiga, pemindahan ungkapan pikiran yang kurang

jelas diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.7

6 Richard E. Palmer, Hermeneutics:Interpretation Theory in Schleirmacher,Dilthey, Heidegger and Gadamer, hlm. 3.

7 F. Budi Hardiman, “Hermeneutik: Apa itu ?” dalam Basis XL No. 3. 1990, hlm. 3

Page 39: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

23

Secara lebih luas Zygmunt Bauman memberikan definisi

hermeneutika sebagai upaya menjelaskan dan menelusuri pesan

dan pengertian dasar dari sebuah ucapan atau tulisan yang tidak

jelas, kabur, remang-remang dan kontradiktif yang

menimbulkan kebingungan bagi para pendengar atau

pembacanya.8 Dalam arti ini menurut Komarudin Hidayat

sebetulnya hermeneutika juga dikenal dalam tradisi Islam

dengan istilah ilmu tafsir dan takwil. Tafsir artinya mengurai

untuk mencari pesan yang terkandung dalam teks, sedangkn

takwil menelusuri kepada orisinalitas atau ide awal dari gagasan

yang terbungkus dalam teks. Di sini tafsir dan takwil saling

terkait, meskipun karakteristik takwil lebih liberal dan

imajinatif. Apa yang sudah dilakukan oleh Muqatil bin Sulaiman

(w. 150 H) dengan karyanya, al Asybâh wa al Nazhâ`ir fî al-

Qur’an al Karîm merupakan bukti hermeneutika al-Qur’an

pertama dalam arti di atas.

Van A. Harvey mengemukakan bahwa hermeneutika dapat

dibedakan dalam dua kategori. Pertama, hermeneutika dalam

arti umum dan kedua, dalam arti khusus. Dalam pengertian

yang pertama hermeneutika berfungsi sebagai science of

comprehension yang membentuk dasar-dasar untuk teknik

penafsiran yang layak. Sedangkan dalam pengertian yang kedua

hermeneutika berfungsi sebagai kegiatan exegese kitab suci.9

8 Komarudin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan, hlm. 138.; Lihat pula Zygmunt Bauman, Hermeneutic and Social Sciences, New York: Columbia University Press, 1978, hlm. 7.

9 Van A. Harvey,”Hermeneutic” dalam Marcea Eliade, The Encyclopedia of Religion, New York: Mac Milan Publishing Co. Vol. ke-6, hlm. 280.

Page 40: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

24

Dalam arti umum di atas biasanya hermeneutika

diasosiasikan dengan Hermes yang menunjukkan dengan

adanya struktur triadic yang saling terkait dalam setiap aktifitas

penafsiran. Pada akhirnya triadic tersebut menjadi variable

utama pada kegiatan manusia dalam memahami.10 Pertama,

teks, pesan atau tanda yang menjadi sumber asal penafsiran

yang diasosiasikan dengan pesan yang dibawa oleh Hermes yang

membutuhkan kepada. Kedua, seorang penafsir atau mediator

(Hermes) untuk. Ketiga, menyampaikan pesan kepada audien

agar bisa difahami.

Sedangkan hermeneutika secara khusus lebih menjurus

kepada penerapan hermeneutika umum dalam memahami teks-

teks kitab suci.11 Dalam pengertian ini hermeneutika sudah

banyak dilakukan oleh para agamawan sebelum istilah

hermeneutika menjadi bahan kajian menarik di kalangan ahli

filsafat. Dalam perkembangannnya hermeneutika umum melesat

maju setelah beralih menjadi bahan kajian menarik para filosof

sehingga dapat memunculkan disiplin keilmuan humaniora.

Sementara hermeneutika khusus yang dikembangkan di

kalangan agamawan untuk memahami kitab suci cenderung

statis.

Meskipun hermeneutika bisa dipakai sebagai alat untuk

menafsirkan berbagai bidang kajian keilmuan, melihat sejarah

kelahiran dan perkembangannnya, harus diakui bahwa peran

10 Van A. Harvey,”Hermeneutic” dalam Marcea Eliade, The Encyclopedia of Religion, hlm. 279.

11 James Hasting (Ed. In chif) Encyclopedia of religion and Ethic, New York: Charles Scribner’s Sons. Hlm, 393-394.

Page 41: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

25

hermeneutika yang paling besar adalah bidang ilmu sejarah dan

kritik teks, khususnya kitab suci. Sebagaimana dikatakan oleh

Roger Trigg yang dikutip Komarudin Hidayat dalam bukunya

Menafsirkan Kehendak Tuhan, sebagai berikut ini.

The paradigm for hermeneutic is the interpretation of a

traditional text where the problem must always be how we can

come to understand in our own contexs something which was

written in a radically different situation12.

Sebagai sebuah tawaran metodologi baru bagi pengkajian

kitab suci, keberadaan hermeneutikapun tidak dapat dielakkan

dari dunia Kitab Suci al-Qur’an. Menjamurnya berbagai literature

ilmu tafsir kontemporer yang menawarkan hermeneutika

sebagai variabel metode pemahaman al-Qur’an menunjukkan

betapa daya tarik hermeneutika luar biasa.

Sebenarnya istilah khusus yang digunakan untuk

menunjuk kegiatan interpretasi dalam wacana keilmuan Islam

adalah tafsir yang sudah digunakan sejak abad ke-5 H/ 11 M.

Istilah ini digunakan secara teknis dalam pengertian eksegesis di

kalangan orang Islam sejak dahulu sampai sekarang.13

Sementara, istilah hermeneutika itu sendiri dalam sejarah

keilmuan Islam khususnya tafsir al-Qur’an klasik, tidak

ditemukan.

Walaupun demikian, menurut Komarudin Hidayat bahwa

praktek hermeneutika dalam tradisi Islam sudah muncul sejak

12 Komarudin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan, hlm.175.

13 Farid Esack, Quran: Liberation and Pluralism, 1997, Oxford: Oneworld, hlm. 61.

Page 42: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

26

al-Qur’an itu diwahyukan. Hanya saja, hermeneutika yang

berkembang dan dipahami dalam tradisi filsafat, secara

metodologis, melangkah lebih jauh, sehingga melampaui batas

tradisi ilmu tafsir yang selama ini dikembangkan dalam studi

Islam.14 Tetapi hal itu, menurutnya tidak berarti bahwa

hermeneutika lebih tinggi ataupun lebih maju dari ilmu tafsir.

Melainkan, semata-mata menyangkut perbedaan tradisi dan

metodologi yang diterapkan, yang masing-masing berkembang

dalam tradisi filsafat serta sejarah dan lingkungan intelektual

yang berbeda.

Hermeneutika al-Qur’an berkaitan dengan pemahaman dan

interpretasi, maka wacana pemikiran Islam, mengenalnya justru

sejak awal kelahirannya. Problem pemahaman dan penafsiran ini

sejak semula lebih terfokus kepada al-Qur’an, karena dianggap

merupakan bagian dari agama.15 Pada masa Rasulullah,

14 Komarudin Hidayat, Menafsirkan Kehendak Tuhan, hlm. 149.

15 Praktek hermeneutika al-Qur’an sebenarnya telah dilakukan oleh umat Islam sejak lama, khususnya ketika menghadapi al-Qur’an. Bukti-bukti ini diperkuat oleh Farid Esack, pemikir Islam kontemporer asal Afrika Selatan, dalam bukunya, Quran: Liberation and Pluralism. Menurutnya, ada tiga bukti untuk memperkuat hal itu. Pertama, problematika hermeneutika itu senantiasa dialami dan dikaji meskipun tidak ditampilkan secara definitif. Hal ini terbukti dari kajian-kajian mengenai asbâb al nuzûl dan nâsikh wa al mansûkh. Kedua, perbedaan antara komentar-komentar yang aktual terhadap al-Qur’an (tafsir) dengan aturan, teori atau metode penafsiran telah ada sejak mulai munculnya literatur-literatur tafsir yang disusun dalam bentuk ilmu tafsir. Ketiga, tafsir tradisional itu selalu dimasukan ke dalam kategori-kategori, misalnya tafsir syi`ah, tafsir mu’tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain sebagainya. Hal itu menunjukkan adanya kesadaran tentang kelompok-kelompok tertentu, ideologi-ideologi tertentu, periode-periode tertentu, maupun horison-horison sosial tertentu dari tafsir. Farid Esack, Quran: Liberation and Pluralism, hlm. 61.

Page 43: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

27

penafsiran al-Qur’an belum menjadi masalah serius, karena al-

Qur’an turun dalam lingkungan dialog dan menafsirkannya.16

Setelah Rasulullah wafat, maka muncul fenomena baru, di

mana para Sahabat dianggap otoritatif, memiliki kewenangan

menafsirkan al-Qur’an, seperti Ibn Abbas, Umar Bin Khattab, dan

beberapa Sahabat lainnya. Pada masa Nabi dan Sahabat inilah

berkembang wacana “tafsir lisan”, di mana tafsir diajarkan dan

berkembang dari mulut ke mulut.

Dalam budaya lisan, penafsiran secara riwayat begitu

dominan, di mana kwalitas intelektual dan spiritual menjadi

pertimbangan utama dalam periwayatan tersebut. Ketika terjadi

transformasi dari budaya lisan kepada kebudayaan tulis pada

era tadwin (abad kedua Hijriah), maka lambat laun

berkembanglah dalam masyarakat Muslim wacana “tafsir tulis”.17

Implikasi transformasi ini nampak kuat pada munculnya dan

menguatnya penafsiran dirâyah (ra`yu), di satu sisi dan semakin

mapannya metode tafsir riwâyah, di sisi lain.

Sedangkan istilah hermeneutika itu sendiri mulai popular

dalam beberapa dekade terakhir, khususnya dengan

perkembangan pesat teknologi informasi dan juga the rise of

education yang banyak melahirkan intelektual muslim

kontemporer.

16 Muhammad Hesein al Dzahabi, Al Tafsîr wa al Mufassirûn, Juz I, Beirut: Dar al Fikr,1986, hlm. 32.

17 M. Abid al-Jabiri, Bunyah al ‘Aql al’Arabî, hlm. 14.

Page 44: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

28

B. Praktek Hermeneutika Dalam Tradisi Islam

Pada era tadwin, secara perlahan dimulai upaya-upaya

metodologis dalam memahami dan menafsirkan al-Qur’an. Hal

ini mulai nampak, misalnya Maqatil bin Sulaiman (w. 150 H)

dalam al Asybâh wa al Nazhâir fî al Qurân al Karîm. Dalam

kitab tersebut, nampak bahwa Maqatil tertarik pada masalah

keberagaman makna kata-kata dan ibarat al-Qur’an. Demikian

juga Abu Zakariya Yahya bin Zayad al Farra (wafat 207 H) dalam

Ma’âni al-Qur’an,18 menunjukkan adanya fenomena

“pelampauan” (al Tajawwuz) dan perluasan makna (al ittisa’)

dalam wacana al-Qur’an. Upaya yang lebih mendalam dilakukan

oleh Abu ‘Ubaidah ma’mar bin al Mutsanna (wafat 215 H) dalam

Majâz al Qurân,19. Kitab ini membahas masalah gaya bahasa

metaforis dalam al-Qur’an.20

Meskipun demikian, apa yang diupayakan oleh tokoh-

tokoh di atas, masih terbatas pada pengungkapan karakteristik

kesusastraan al-Qur’an. Yang terakhir ini, pertama kali

diupayakan oleh Imam al Syafi’i (w.204 H) dalam al Risalah.

Meskipun kitab ini sebagai berkaitan dengan Usul Fiqh, di sini

munculnya keterkaitan antara Usul Fiqh dan hermeneutika al-

Qur’an.

Dalam kitab inilah Imam al Syafi’i membahas al-Qur’an dan

sunnah, tentang tingkatan-tingkatan penjelasan (al bayân),

18 Abu Zakariya Yahya bin Zayyad al-Farra, Ma’âni al Qurân, ed. Ahmad Yusuf al Najjati [et.al], (kairo al-Kutub al-Misriyyah, 1955-1875).

19 Abu Ubaidah Ma’mar bin al Mutsanna, Majâz al Qurân, ed. M. Fuad Sizkin, (Kairo : Maktabah al-Khanaji, 1954).

20 M. Abid al Jabiri, Bunyah al ‘Aql al’Arâbî, hlm. 21.

Page 45: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

29

nâsikh dan mansûkh, umum dan khusus, mujmal dan mufashal,

amr (perintah) dan nahy (larangan). Imam Haramaen Al Juwaini

(w. 478 H) mensinyalir bahwa tidak ada yang mendahului Imam

al Syafi’i dalam merumuskan prinsip-prinsip metodologis

keilmuan Islam (al ushûl) dan epistemologinya.21

Imam al Syafi’i lebih menekankan pada masalah prinsip-

prinsip penafsiran, atau dengan kata lain dengan masalah

pemahaman teks (al fahm), sedangkan al-Jahizd (w. 255 H) lebih

tertarik kepada masalah al ifhâm, penciptaan wacana yang dapat

dipahami oleh audiens dan membuatnya puas, melemahkan

argumentasi lawan pembicaraannya dan membuatnya tidak

berkutik serta merumuskan syarat-syarat dalam menghasilkan

suatu wacana yang efektif.

Dalam hal ini, audiens merupakan faktor penting dan

fundamental, bahkan merupakan tujuan dari wacana tersebut.

Hal inilah yang tidak dilakukan oleh Imam al Syafi’i, karena ia

hanya memfokuskan pembicaraan kata lain, metodologi Imam al

Syafi’i dalam Ushûl Fiqh lebih bersifat introvert, sementara

metodologi al Jahizd (dalam sastra dan balaghah) bersifat

ekstrovert.

Abu Husen Ishaq bin Ibrahim bin Sulaiman Wahab al Katib

dikenal dengan nama Ibn Wahab (th. 335 H) menulis bukunya al

Burhân fî Wujûh al Bayân yang kemudian muncul dengan

menggabungkan kedua metodologi di atas. Ia tidak puas dengan

dualisme tersebut dan berupaya membuat sintesis teoritis.

21 Khalid Abdurrahman Al’ak, Ushûl al Tafsîr wa Qawâiduh, (Bairut : Dâr al Nafis, 1986) hlm. 35.

Page 46: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

30

Usaha tersebut sekaligus mengantarkannya menjadi peletak

dasar-dasar epistimologi “al bayân” dalam pengertian mencakup

al tabâyun dan al tabyîn yakni proses mencari kejelasan (al

zhuhûr) dan pemberian penjelasan (al izhhâr); upaya memahami

(al fahm) dan upaya memahamkan (al ifhâm); perolehan makna

(al talâqî) dan penyampaian makna (al tablîgh)22.

Ibn Wahab memfokuskan pemahamannya pada masalah

lafazh dan makna kemudian mengkaitkannya dengan

pembahasan ahli Ushul tentang khabar, qiyâs, syarat-syarat

validasi dan tingkatan-tingkatan kebenaran. 23 Upaya-upaya di

atas terus berlanjut sesuai dengan perkembangan-

perkembangan yang mengikutinya, yang tidak mungkin

dikemukakan secara detail di sini.

Pembahasan di atas jelas melibatkan beberapa disiplin

keilmuan, yakni tata bahasa (nahwu), sastra (balâghah), fiqh

atau usul fiqh, dan ilmu kalam atau usuluddin, yang di dalam

epistimologi yang dirumuskan oleh Muhammad Abid al Jabiri,

masuk dalam kategori al Bayânî. Menurut Al Jabiri bahwa al

Bayânî merupakan suatu disiplin keilmuan yang berorientasi

pada pencarian makna atau petunjuk (al istidlâl). Kategori lain

adalah al’irfânî, yakni mencari kebenaran dengan menggunakan

ma’rifah, yakni tasawwuf. Sedangkan al burhânî yakni mencari

22 M. Abid al-Jabiri, Bunyah al ‘Aql al ‘Arâbî, hlm.38. Hanya saja menurut Jabiri bahwa al ifhâm di sini lebih dekat kepada retorika ketimbang sebagai sebuah teori pemahaman, mengingat fungsinya hanya untuk memuaskan logika dan perasaan audiens dan memenangkan debat teologi (M.Abid al-Jabiri, Bunyah al ‘Aql al ‘Arabî, hlm. 25).

23 M. Abid al-Jabiri, Bunyah al ‘Aql al ‘Arâbî , hlm.37.

Page 47: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

31

kebenaran dengan menggunakan penalaran demonstratif

(burhânî), yakni filsafat. 24

Karya-karya Muhammad ibn Idris Al Syafi’i dalam ‘Ilm

Ushul Fiqh salah satunya kitab al Risâlah menurut al Jabiri

adalah sebagai fondasi pertama hermeneutika klasik al Qur’an

sebagai metode interprestasi teks dan wacana al fahm. Hal ini

karena perhatian al Syafi’i tidak lagi terbatas pada aspek

susastera dalam al Qur’an atau sekedar menafsirkan teks secara

non metodis sebagaimana yang banyak dipraktekkan para

pemikir sebelumnya. Formulasi ushul al Fiqh dari al Syafi’i telah

mengarahkan kepada perumusan metode memahami kehendak

Tuhan sebagai pembuat hukum (al Hâkim) melalui aspek-aspek

linguistik (retorika al Qur’an).

Dalam upaya merumuskan metode memahami teks seperti

al bayân, nâsikh wa mansûkh, ‘âm dan khâsh, mujmal dan

mufashal, amr dan nahy dan sebagainya, al Syafi’i melakukan

induksi metodologis dari bentuk-bentuk retorika al Qur’an

untuk memperoleh prinsip-prinsip hukum yang bersifat generik

yang tidak lain menjadi prinsip umum bagi interprestasi yang

pada gilirannya dideduksi kembali dalam menentukan hukum

(istinbâth) dari al Qur’an. 25

Adanya afinitas antara ushul al fiqh dan hermeneutika

klasik al Qur’an bukanlah sebuah kebetulan yang

mengherankan. Karena meskipun keduanya memiliki perbedaan

istilah maupun obyek formal, tetapi pada dasarnya berada pada

24 M.Abid al-Jabiri, Bunyah al ‘Aql al ‘Arâbî, hlm.383.

25 M. Abid al-Jabiri, Bunyah al ‘Aql al ‘Arâbî , hlm. 21-22.

Page 48: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

32

kerangka epistimologis yang sama, yakni epistimologi al bayanî

yang obyek materialnya adalah al Qur’an.

Beberapa aspek metodologis dari Ushûl al Fiqh yang telah

dirumuskan al Syafi’i dalam perkembangannya kemudian,

dipinjam dan dikembalikan lebih lanjut dalam sebuah disiplin

yang disebut ‘Ulûm al Qurân atau ‘Ilm al Tafsîr.26 Sejalan dengan

kategori yang dikemukakan oleh M. Abid al Jabiri, jelas bahwa

hermeneutika al-Qur’an (Islam) berakar pada al bayânî, di atas.

Perincian di atas adalah berkaitan dengan hermeneutika al-

Qur’an tradisional. Munculnya gerakan pembaharuan (ishlah)

pada abad ke-18 ternyata membawa implikasi pada munculnya

suatu hermeneutika baru.

Hermeneutika al-Qur’an dalam pengertian modern

(diilhami oleh modernitas) ini dimulai oleh para pembaharu

India, seperti Sayyed Ahmad Khan (1817-1898M), Amir Ali

(1849-1928 M), dan Ghulam Ahmad Parwez terutama yang

berkaitan dengan demitologisasi konsep-konsep tertentu dalam

al Qur’an yang mereka anggap bersifat metodologis, seperti

konsep tentang mukjizat dan hal-hal gaib. 27 Di Mesir muncul

Muhammad Abduh (1849-1905 M) menawarkan hermeneutika al-

26 M. Abid al-Jabiri, Bunyah al ‘Aql al ‘Arâbî, 13 – 15.

27 Tentang tafsir modern al-Qur’an di India, lihat JMS. Baljon, al-Qur’an dalam interpretasi Modern, terj. Eno Syafrudin, (Jakarta:Gaya Media Pratama, 1990); Taufik Adnan Amal, Pembaharuan Penafsiran Al-Qur’an di Indo-Pakistan, dalam jurnal Ulumul Quran No. 1 dan 2 Vol. III 1992. Pengertian demitologisasi seperti diungkapkan Poespoprodjo adalah metode penafsiran yang dilakukan dengan cara menerjemahkan dari bahasa mitologis kedalam bahasa eksistensialis, yakni ke dalam pernyataan-pernyataan tentang kemungkinan eksistensi manusia. Diperkenalkan oleh Rudolf Bultman (1884-1976) dalam memahami kisah-kisah mitologis Bibel menurut pengalaman manusia modern.(Peospoprodjo, Interpretasi, hlm. 140-145)

Page 49: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

33

Qur’an yang bertumpu pada analisis sosial kemasyarakatan.

Meskipun demikian mereka tidaklah merumuskan metodologi

penafsiran mereka dengan sistematik.

Tentu hermeneutika belumlah dikenal dalam tradisi

keilmuan Islam, setidaknya sebelum dekade 1980. Dekade ini

telah memunculkan tokoh-tokoh yang serius memikirkan

masalah metodologi tafsir. Sebagaimana telah disebutkan, pada

1965 dan 1966, Hassan Hanafi mempublikasikan tiga karyanya

tentang hermeneutika.28 di mana yang pertama terkait dengan

metode hermeneutika yang digunakan dalam upaya

rekonstruksi ilmu Ushul Fiqh, yang kedua hermeneutika

fenomenologi di dalam menafsirkan fenomena keagamaan dan

keberagamaan dan yang terakhir terkait dengan kajian kritis

terhadap hermeneutika eksistensial dalam konteks penafsiran

Perjanjian Baru. 29

Meskipun kemunculan sistematika hermeneutika al-Qur’an

mulai dekade 1960, namun pada kenyataannya baru

mendapatkan sambutan yang luas pada akhir dekade 1970,

tepatnya setelah Fazlur Rahman merumuskan hermeneutika

sistimatikanya. Arkoun beberapa tahun sebelumnya

menawarkan “cara baca” semiotik dalam penafsiran al-Qur’an

pun tidak mendapatkan sambutan luas di dunia Islam.

Tak dapat dipungkiri, bahwa Fazlur Rahman telah

menumbuhkan kesadaran baru di kalangan kaum Muslimin

tentang bagaimana seharusnya penafsiran al-Qur’an. Namun

28 Hassan Hanafi, Muqaddimah fî ’Ilm Istighrab, hlm. 84

29 Hassan Hanafi, Muqaddimah fî ’Ilm Istighrab, hlm. 84-86.

Page 50: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

34

demikian, dasar metodologi Fazlur Rahman sangat kental

dipengaruhi hermeneutika yang berkembang di Barat walaupun

tak sulit pula mencari akar tradisionalnya dalam wacana

keilmuan Islam.

Melihat perincian di atas, sebenarnya tidak bisa dikatakan

bahwa hermeneutika al-Qur’an adalah hal baru dalam sejarah

pemikiran Islam, meskipun istilah hermeneutika itu sendiri baru

dikenal (dalam Islam) setidaknya sejak dekade 1960. Hal ini

disebabkan karena hermeneutika berkaitan dengan masalah

metodologi dan teori interpretasi. Artinya hermeneutika al-

Qur’an bisa diterapkan pada metodologi dan teori penafsiran al-

Qur’an yang dirumuskan oleh para pakar tafsir klasik.

Hal di atas nampak dalam beberapa tulisan tentang

hermeneutika al-Qur’an klasik yang dilakukan oleh Azim Nanji,

yang membahas tentang teori ta`wil dalam tradisi keilmuan

Ismail, D.Mc Auliffe membahas metodologi tafsir al-Tabari dan

Ibn Katsir, serta Peter Heath yang membahas metodologi tafsir

al-Thabari, Ibn Sina dan Ibn al’Arabi.30

Kata Hermeneutik atau Hermeneutika al-Qur’an dalam

beberapa tulisan di atas adalah istilah yang digunakan oleh

peneliti untuk menyebut metodologi dan teori tafsir yang

dipergunakan oleh tokoh yang ditelitinya. Ini berkaitan erat

dengan pengertian tradisional hermeneutika itu sendiri. Namun

30 Azim Nanji “Toward a hermeneutic of Quranic and Other Narrutives in Ismaili Thought” dalam Richard C.Martin, Approaches to Islam in Religious Studies, The University of Arizona Press; J.D.McAuliffe, 1985, “Quranic Hermeneuties the Views of al-Thabari and Ibn Kathiir”, dalam Andrew Rippin (Ed), Approaches to the History of Interpretation of the Quran, (Oxford: Claredon Press, 1988) hlm. 46-62

Page 51: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

35

sejalan dengan perkembangan hermeneutika di Barat,

hermeneutika al-Qur’an memiliki konotasi yang berbeda dengan

sebelumnya.

Hal di atas disebabkan karena beberapa tokoh perumus

hermeneutika al-Qur’an terinspirasi oleh hermeneutika

kontemporer Barat. Dalam kasus ini, kata hermeneutika tidak

lagi merupakan istilah yang diberikan oleh peneliti “luar”, tetapi

telah dipergunakan oleh orang Islam sendiri, seperti Hassan

Hanafi, Fazlur Rahman, Maulana Farid Esack, Amina Wadud

Muhsin dan beberapa yang lain.31

Tentu hal di atas bukan sekedar perubahan atau

pengadopsian istilah, tetapi membawa konsekuensi pada

perumusan metodologinya. Hermeneutika al-Qur’an

kontemporer sangat mempertimbangkan keterkaitan struktur

triadik; teks, penafsir dan audiens sebagai sasaran teks.

Hal ini jelas sangat berbeda dengan apa yang dilihat dalam

hermeneutika al-Qur’an kontemporer. Tetapi perlu dijelaskan di

sini, bahwa struktur triadik itu telah hidup dalam hermeneutika

al-Qur’an tradisional, yakni dalam tradisi keilmuan al Bayanî,

terutama Ushul Fiqh.

Jadi, sampai di sini dapat disimpulkan bahwa

hermeneutika al-Qur’an terbagi ke dalam hermeneutika al-

31Hal ini nampak tulisan-tulisan mereka. Lihat, Hassan Hanafi dalam ketiga karyanya dekade 1960, juga dalam Religious Dialogue and Revolution (Kairo: Anglo Egypt Bookshop) dan al-Dîn wa al Tsaurah, vol. I dan II ( Kairo :Maktabah Madbuli, 1987 dan 1989); Fazlur Rahman, Islam and Modernity ( Chicago: The University of Chicago Press, 1982); Farid Esack, “Qur’anic Hermeneutic: Problem and Prospect”, dalam The Muslim World. Vol. 83, no. 2 (April,1993), hlm. 144-141 dan beberapa karyanya yang lain; serta Amina Wadud Muhsin, Qur’an and Women.(Kuala Lumpur; Fajar Bakti, 1992).

Page 52: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

36

Qur’an tradisional dan kontemporer. Pemilahan ini bukan

berdasarkan atas fase kesejarahan, tetapi atas kriteria

metodologinya. Hermeneutika al-Qur’an tradisional adalah

hermeneutika al-Qur’an pra-perumusan sistematik, dan

hermeneutika al-Qur’an kontemporer adalah mulai perumusan

sistematik itu sendiri. Secara sepintas keduanya telah

disinggung di atas.

C. Model Hermeneutika Al-Qur’an Pertama Muqatil Bin

Sulaiman

Muqatil bin Sulaiman bin Basyir al Balkhi lahir di Balkh,

Khurasan. Tahun kelahirannya menurut beberapa literature yang

ada, seperti yang diutarakan oleh DR. Abdullah Mahmud

Syahatah sekitar tahun 106 H. dan wafat tahun 150 H/ 763 M.

Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, Muqatil menyatukan

antara metode bi al ma`tsûr dan metode bi al ‘aql.32

Beberapa referensi menyatakan bahwa Muqatil bin

Sulaiman (w.150H) membantah konsep perwujudan Tuhan

dalam diri manusia (tajsim). Dia juga pernah berdebat dengan

Jahm ibn Shafwan (w. 128 H). Judul buku Muqatil, Al Asybâh wa

Al Nazhâ’ir, merupakan kitab hermeneutika al-Qur’an pertama

yang sampai kepada kita yang menurut pengeditnya

kemungkinan mempunyai banyak nama di antaranya Al Âyat al

Mutasyâbihât.33 buku tersebut menunjukkan adanya kesan

32 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, diedit oleh Abdullah Mahmud Syahatah, Kairo: Al Hai`ah al Mishriyyah, 1994, hlm. 12-60

33 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al Qurân al Karîm, hlm.81. Kitab ini merupakan potongan dari Al Wujûh wa al Nazhâ`ir. Di dalam karya tafsirnya Muqatil menyebutkan beberapa orang mufasir dalam kalangan

Page 53: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

37

keragaman makna teks (dalâlah) pada satu kata karena

mengikuti keragaman arah kalimat.

Buku tersebut dianggap sebagai implementasi pernyataan

‘Ali ibn Abu Thalib sebelumnya “al-Qur’an hammâl aujuh”

bahwa al-Qur’an memiliki perspektif yang beragam.34 Eksplorasi

tentang keragaman makna bagi satu teks ini beredar di kalangan

mufasir sehingga menjadi pembahasan khusus ilmu al-Qur’an

yang tertuang dalam bab “Al Wujûh wa Al Nazhâ`ir” (Ragam

Perspektif dan Perbandingan), salah satu cabang ‘Ulûm al-

Qur’an, sebagaimana bab-bab lainnya seperti al Nâsikh wa

Mansûkh, I’rab, dan sebagainya. Bab tersebut diperkenalkan oleh

Imam Al-Suyuthi dalam uraiannya, “Keragaman perspektif”

merupakan bagian musytarak (sinonim) yang digunakan untuk

banyak makna, seperti kata ummah (umat). Ada yang

mengatakan bahwa al nazhâir (perbandingan) hanya berlaku

pada kata atau teks, sedangkan wujûh (sisi persamaan) berlaku

dalam makna.35

tabi’in seperti Said Ibnu Jubair, Mujahid Ibn Jabr dan Dahhâk Ibn Muzâhim (w. 105/723). Said Ibn Jubair dan Mujahid Ibn Jabr adalah murid langsung dari Abdullah Ibn ‘Abbas. Selain karya tersebut, Muqatil juga menulis beberapa karya tafsir yang lain seperti tafsir Khamsumi`ah Âyat min al-Qur’an, al Tafsîr fî Mutasyâbih al-Qur’an dan al Tafsîr al Kabîr. Pada zamannya, tafsir Muqatil termasuk karya yang dijadikan panduan para ulama lain. Sufyan Ibn Uyainah (107-198/ 725-814) misalnya, mempelajari karya Muqatil. Imam al Syafi’i (w. 204/ 820) juga punya akses ke tafsir Muqatil. Ia menganggap Muqatil sebagai pemimpin di dalam kajian literature tafsir. Beberapa salinan tafsir Muqatil terus beredar di abad ke-3 dan dipelajari oleh para ulama seperti Imam Ahmad Ibn Hanbal (213-290/ 828-903) (Nabia Abbot, Studies in Arabic Literary Papyri II: Quranic Commentary and Tradition, Chicago: The University of Chicago Press, hlm. 101).

34 Nashr Hamid Abu Zaid, Al Ittijâh al ‘Aql fî al Tafsîr, Beirut: Al Markaz al Tsaqafî al ‘Arabî. cet.iii 1996, hlm.97.

35 ‘Abd al Rahman Jalal al Din al Suyuthi, Al Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’an, Beirut: Dar al Fikr,1982 hlm.141.

Page 54: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

38

Karya Muqatil membentangkan beberapa kata dan kalimat,

bahkan juga huruf yang terdapat dalam al-Qur’an. Dia berupaya

untuk mempersingkat arah makna-makna kata, kalimat dan

huruf dengan mendasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an. Di sini,

terkesan bahwa Muqatil mengkaji dengan serius dan

menjelaskan makna teks dalam bentuk redaksinya yang

beragam. Artinya, pemikiran tentang perpindahan makna teks

(dalâlah) dari satu makna ke makna lain sudah ada dalam benak

Muqatil. Ini terjadi, meskipun dia tidak berupaya menyingkap

hubungan antara petunjuk teks (dalâlah) atau ragam

persamaan yang terdapat dalam satu kata. 36

Penamaan makna-makna dengan nama wujûh (ragam

perspektif) memperkuat dugaan adanya keragamaan

penunjukkan terhadap satu kata dan perbedaannya dari satu

bentuk ke bentuk lain, serta dari satu redaksi ke redaksi lain.

Muqatil menegaskan, “Seseorang tidak dianggap ahli fiqih

kecuali dia mengetahui al-Qur’an dari berbagai perspektif.37

Muqatil mengetahui pasti bahwa satu kata mempunyai

makna atau segi tertentu. Dia juga menyadari bahwa makna dan

segi lainnya berasal dari satu kata itu. Ketika mengisyaratkan

kepada makna aslinya, dia mengatakan, “Inilah makna

denotatifnya (al ma’nâ al haqîqî)”. Maksud perkataan itu bahwa

sebuah kata mempunyai satu makna asli yang populer dan bisa

dipahami secara spontan ketika diucapkan. Misalnya, dalam al-

Qur’an kata “maut” digunakan untuk lima arti : air mani, sesat

36 Nashr Hamid Abu Zaid, Al Ittijâh al ‘Aql fî al Tafsîr, Beirut: Al Markaz al Tsaqafî al ‘Arabî. cet.iii 1996, hlm. 98.

37 Al Suyuthi, Al Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’an. hlm. 141.

Page 55: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

39

dari tauhid, tanah yang gersang, tanah yang ditumbuhi sedikit

tanaman, dan hilangnya nyawa. 38 Dari kelima arti itu, empat

pertama digunakan untuk makna skunder (ma’nâ far’î) dan

makna kelima adalah makna primer (al ma’nâ al ashlî). Muqatil

menegaskan bahwa mati dalam pengertian melepasnya ruh

digunakan dalam firman Allah “Sesungguhnya kamu akan mati

dan mereka pun akan mati” (Q.S. al Zumar /39: 30), dan “Setiap

jiwa akan merasakan kematian”(Q.S. Ali Imrân /3: 185). Dengan

demikian, makna terakhir itulah yang merupakan makna asli

atau makna primer dari kata “mati” sedangkan beberapa arti

sebelumnya adalah makna sekunder.

Muqatil juga menempuh metode seperti itu, ketika

menghadapi ungkapan dan redaksi kalimat dalam al-Qur’an. Dia

tertegun ketika sampai pada kata hasanah (kebaikan) dan

sayyi`ah (keburukan), al zhulumât (kegelapan) dan al nûr

(cahaya), al thayyib (bagus, bersih) dan al khabîts (kotor, jijik),

aqâma al shalâh (mendirikan shalat), mâ baina aidîhim wamâ

khalfahum (apa yang ada di hadapan mereka dan

dibelakangnya), mustaqarrun wa mustauda’ (tempat tetap dan

tempat simpanan).39

Muqatil memahami bahwa ada makna yang tersurat dan

yang tersirat. Misalnya, kata al zhulumât wa al nûr memiliki dua

arti. Pertama, al zhulumât adalah menyekutukan Allah (syirk),

sedangkan al nûr (cahaya) adalah iman kepada Allah, seperti

38 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 226-227.

39 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 107, 116, 127, 129, 215, dan 313.

Page 56: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

40

dalam firman-Nya : “Allah pelindung orang-orang yang beriman.

Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya”. (Q.S.

al Baqarah /2: 257). Maksudnya, mengeluarkan dari perbutan

syirik menuju keimanan. Demikian juga dalam Surah al Ahzâb

/33: 43, “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-

Nya (memohon ampunan untukmu) supaya Dia mengeluarkan

kamu dari kegelapan menuju cahaya”. Maksudnya dari

perbuatan syirik menuju keimanan. Kedua, al zhulumât adalah

malam, sedangkan nûr (cahaya) adalah siang. Ini bisa ditemukan

dalam Surah Al An’âm /6: 1, “segala puji bagi Allah yang

menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan

terang”. 40 Dalam hal ini, Muqatil tidak memahaminya dengan

arti syirik dan keimanan, tetapi menakwilkannya dengan siang

dan malam. Dari sini, tampak bahwa dia bermaksud

menjelaskan adanya arti yang beragam dalam al-Qur’an.

Jika suatu kata mempunyai perspektif beragam, demikian

juga satu huruf. Dalam hal ini, Muqatil menguraikan makna

huruf yang beragam, namun dia tidak menjelaskan makna yang

asli dan yang bukan. Dia hanya menunjukkan bahwa kedua

makna mempunyai perspektif makna yang beragam. Ini akan

memperkuat dasar penafsiran al-Qur’an dan ilmu-ilmu al-Qur’an

yang menjadi paradigma bagi perkembangan peradaban Islam,

khususnya kajian bahasa dan susastra.

Selain itu, isitilah matsâl oleh Muqatil diuraikannya dengan

melihat hubungan antara makna asli dan makna kiasan. Hal itu

terjadi ketika dia menafsirkan kata mâ`a (air) yang disebutkan

40 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 116-117.

Page 57: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

41

dalam al-Qur’an. Dia berpendapat bahwa kata tersebut

mempunyai beberapa arti: air hujan, air mani, dan al-Qur’an.

Maksudnya, sebagaimana air adalah sumber kehidupan,

demikian pula al-Qur’an yang merupakan sumber kehidupan

bagi orang yang mengimaninya.41

Menurut Abu Zaid, kitab Al Asybâh wa Al Nazhâ`ir karya

Muqatil ibn Sulaiman merupakan kitab yang berlawanan dengan

pemikiran Mu’tazilah khususnya tentang paradigma al

mujassimah atau al musyabbihah. 42Para sejarahwan

menginformasikan bahwa Mutaqil telah menyusun banyak buku,

di antaranya Mutasyâbih al Qur’an dan al Âyat al

Mutasyâbihât.43 Sekalipun diyakini sebagai karya Muqatil, kitab-

kitab tersebut tidak mendefinisikan al mutasyâbihât dalam

istilah Mu’tazilah. Kitab ini lebih banyak berisi penolakan

terhadap kelompok yang meragukan al-Qur’an dan meyakini

adanya pertentangan dalam al-Qur’an.44 Dengan demikian,

pengertian al mutasyâbih dalam kitab tersebut lebih dekat

kepada pengertian kebahasaan, yaitu ayat-ayat yang sulit

dipahami. Pembahasan kitab al Asybâh wa al Nazhâ’ir tentang al

mutasyâbih tidak lebih dari itu.

41 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 181 lihat pula hlm. 223 bentuk lain dari kata nâr.

42 Nashr Hamid Abu Zaid, Al Ittijâh al ‘Aql fî al Tafsîr, hlm. 148.

43 Ahmad Mushthafa al Maraghi, Târîkh ‘Ulûm al Balâghah al ‘Arabiyah, Kairo: Al Bâbî al Halabî, 1950, cet.I, hlm. 43. lihat pula Nashr Hamid Abu Zaid, Al Ittijâh al ‘Aql fî al Tafsîr, Beirut: Al Markaz al Tsaqafî al ‘Arabî. cet.III. 1996, hlm.148.

44 Muhammad Zaglul Salam, Âtsar Al-Qur’an fî Tathawwur al Naqd al ‘Arabî, Kairo: Dar al Maarif, 1968, cet. III, hlm.39-40.;Nashr Hamid Abu Zaid, Al Ittijâh al ‘Aql fî al Tafsîr, hlm.148

Page 58: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

42

Ketika Muqatil ibn Sulaiman membahas ayat muhkam dan

mutasyâbih (Q.S. Ali Imrân /3: 7), dia hanya mengulang

pendapat Ibn ‘abbas yang menerangkan bahwa ayat mutasyâbih

adalah huruf-huruf muqatha’ah yang terdapat di awal surah.

Dia pun memberikan pengertian takwil sebagai yang ditakwil

(mu`awwal) dan menolak kemungkinan mengetahui ayat-ayat

mutasyâbih dengan cara takwil. 45 Muqatil menerapkan konsep

ini pada ta`wîlahû dalam ayat ibtighâ`a al fitnati wa ibtighâ`a

ta`wîlihi (Q.S. Ali Imrân /3: 7). Dia menafsirkan sebagai

“banyaknya (kekuasaan) yang dimiliki Muhammad beserta

kaumnya”. Orang-orang Yahudi ingin mengetahui seberapa

besar jumlah kekuatan Muhammad dan umatnya agar mereka

dapat mengalahkan umat Muhammad dan mengembalikan

kekuasaan kepada orang-orang Yahudi. Firman-Nya, “Wa mâ ya’

lamû ta`wîlahû illa Allah” (Q.S. Ali Imrân /3: 7), artinya “tidak

ada yang mengetahui kekuasaan Muhammad dan kaumnya

kecuali Allah SWT”. Karena mereka berkuasa hingga hari kiamat

dan orang Yahudi tidak akan mengambil bagian di dalamnya.

Tafsir ini bertentangan dengan pengertian muhkam dan

mutasyâbih dari segi etimologis sekalipun sesuai dengan istilah

takwil yang dibahas oleh Muqatil.

Konsep kedua yang ditampilkan Muqatil ibn Sulaiman

dalam kitabnya adalah konsep tajsîd (penyerupaan Allah dengan

makhlukNya) dan irjâ’ (penangguhan hukuman),46 dua konsep

yang diragukan dan ditolak kelompok Mu’tazilah berdasarkan

45 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 131.

46 Muhammad Zaglul Salam, Âtsar Al-Qur’an fî Tathawwur al Naqd al ‘Arabî, hlm.42-43;

Page 59: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

43

argumentasi akal dan interpretasi teks. Pada dasarnya golongan

Asy’ariyyah tidak berbeda pandangan mengenai keharusan

tanzih dan takwil terhadap ayat yang kelihatannya

mempersamakan Allah dengan makhluk-Nya. Dalam masalah ini,

posisi Asy’ariyyah dalam memandang tauhid tidak menjadi

musuh bebuyutan Mu’tazilah. Hanya saja, keduanya berbeda

pandangan dalam hal ru’yah (melihat) Allah di hari akhirat.

Berbeda dengan golongan Asy’ariyyah, kelompok Mujassidah

dan Zhahiriyyah (golongan yang mempersamakan Allah dengan

makhluk-Nya) justru menjadi musuh Mu’tazilah. Oleh karena itu,

penting dikemukakan di sini ayat-ayat mengenai sifat-sifat Allah

sehingga tampak bagaimana Muqatil manafsirkannya.

Muqatil ibn Sulaiman mengategorikan kata yad (tangan)

dalam berbagai ayat al-Qur’an menjadi tiga kategori. Pertama,

dia menafsirkan kata yad dengan pengertian tekstual, yaitu

“tangan”,47 seperti firman-Nya kepada iblis dalam Surah Shâd

/38: 75, “Mâ mana’aka an tasjuda limâ khalaqtu biyadayya”

(apa yang menghalangimu untuk sujud kepada makhluk yang

Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku sendiri); dalam surah al

Mâidah /5: 64, “Bal yadâhu mabsûthatâni” (bahkan kedua

tangannya dibentangkan) ; dan firman-Nya kepada Musa dalam

Surah al A’râf /7: 108, “Wa naza’a yadahû faidzâ hiya baidhâ’u

li al nâzhirîn” (Dan ia mengeluarkan tangannya, maka seketika

terlihat terang bercahaya). Dari sini, tampak bahwa dia

menafsirkan kata yad secara tekstual, yaitu “tangan” (fisik).

47 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm.321.

Page 60: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

44

Bahkan, dia mempersamakan penafsiran -bukan tajassum

(mempersamakan bentuk)- yad Musa dengan yad Tuhan.

Kedua, Muqatil mengartikan yad sebagai mitsâl

(perumpamaan) seperti dalam firman Allah SWT. (Q.S. al Mâidah

/5: 64), “wa qâlat al yahûdu yadullâhi maghlûlah”. Kata yad di

sini adalah perumpamaan untuk “nafkah” sama seperti dalam

firman-Nya kepada Nabi dalam Surah al Isrâ’ /17: 29, “Wa lâ

taj’al yadaka maghlûlatan ilâ ‘unuqika”. Artinya, “dan jangan

halangi tanganmu untuk memberi seperti orang yang

melingkarkan tangan pada lehernya, dia tidak bisa

membentangkannya”. Contoh lain dalam Surah al Mâ’idah /5:

64, “wa qâlat al yahûdu yadullâhi maghlûlah ghullat aidîhim”.

Artinya, “Orang-orang Yahudi berkata, Allah telah menahan

tangan-Nya untuk memberi kami rezeki, sebagaimana yang

pernah terjadi pada Bani Isra`il”.48 Dari sini, Muqatil ibn

Sulaiman memahami kata yad sebagai mitsal (perumpamaan).

Dengan pemahaman ini, akan terjadi pertemuan antara takwil

dan istilah balâghah. Sebagai istilah mitsâl (perumpamaan), kata

yad tidak terbatas pada arti “tangan”, tetapi dapat dipahami

lebih luas lagi, seperti ungkapan yad maghlûlah (tangan yang

melingkar di leher) sebagai bentuk ungkapan untuk

menggambarkan sikap kikir.

Dalam ayat lain seperti “yadulâhi fauqa aidîhim” (Q.S. al

Fath /48: 10). Kata fauqa (di atas) diartikan sebagai afdhal (lebih

baik). Pemahaman ini diletakkannya dalam kategori kedua

(sebagai mitsâl). Oleh karena itu, maksud ayat tersebut adalah

48 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 322.

Page 61: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

45

“perbuatan Allah SWT. Kepada mereka lebih baik daripada

perbuatan mereka saat bai’ah hudaibiyyah”. Kata yad-nya

sendiri ditafsirkan dalam arti ketiga, yaitu al fi’il (perbuatan). Hal

ini disadarkan pada firman-Nya dalam Surah Yasin /36: 71,

“Awa lam yarau annâ khalaqnâ lahum min mâ ’amilat aidîna

an’âman” (Dan apakah mereka tidak melihat bahwa

sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk

mereka, yaitu sebagian dari apa yang Kami ciptakan). Dengan

demikian, maksud ayat “yadullâhi fauqa aidîhim” dalam surah al

Fath /48: 10 adalah “perbuatan Tuhan kepada mereka lebih baik

dibandingkan perbuatan-Nya saat Perjanjian Hudaibiyah”.

Adapun maksud ayatpada Surah Yasin /36: 35, “wa mâ

‘amilathu aidîhim”, adalah “hal itu bukan perbuatan mereka”.

Adapun dalam Surah al Hajj /22: 10, arti ayat “dzâlika bi mâ

qaddamat yadâka” adalah “perbuatanmu”. Sekalipun dalam tiga

ayat tersebut arti “perbuatan” diperoleh karena ada kata kerja

‘amila dalam ‘amilat aidînâ dan ‘amilathu aidîhim, dan kata

kerja qadima dalam qaddamat yadâka ini berlaku pada ayat

yadullâhi fauqa aidîhim, baik dari segi redaksional, asbâb al-

nuzûl, maupun konteks kalimat.

Konsep Muqatil tentang penegasian ruang bagi Tuhan

lebih dekat pada takwil dan mengabaikan konsep tajsîd dan

tasybîh (persamaan Allah dengan hamba-Nya). Dia menakwilkan

kata fauqa sebagai kekuasaan,49 seperti dalam Surah al An’âm

/6: 18, “Wa huwa al qâhiru fauqa ‘ibâdihî, maksudnya

kekuasaan-Nya di atas segala kekuasaan hamba-Nya. Perkataan

49 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 232-234.

Page 62: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

46

Fir’aun dalam Surah al A’râf /7: 127, “sanaqtulu abnâ`ahum wa

nastahyî nisâ`a hum wa innâ fauqahum qâhirûn”, maksudnya

kekuasaanku (Fir’aun) melebihi kekuasaan mereka.

Penakwilan Muqatil tentang fauqa tidak berbeda dengan

penakwilan al Zamakhsyari, bahkan dia sering sekali mengutip

pandangan Muqatil dengan mencontohkan ayat yang sama,

“fauqa ‘ibâdihi, yang menggambarkan (tashwir) kekuasaan dan

keagungan sama seperti dalam ayat “wa innâ fauqahum

qâhirûn”.

Apabila Mu’tazilah menyangsikan kemungkinan melihat

Allah, baik di dunia maupun di akhirat, karena menurut mereka

sesuatu yang bisa dilihat adalah sesuatu yang berwujud konkret

sedangkan Allah tidak, Muqatil justru berpendapat lain.

Menurutnya, Allah dapat dilihat di akhirat, bukan di dunia.50

Hanya saja, Muqatil tidak merumuskan pemikirannya secara

jelas, selain hanya sebagai pelengkap ketika berbicara tentang

persoalan yang, secara sepintas, jauh dari persoalan ru’yatullah,

yaitu ayat yang berbicara tentang al husnâ. Muqatil menakwilkan

kata al husna dengan surga. Dalam Surah Yûnus /10: 26,

potongan ayat, “li al ladzîna ahsanû al husnâ”, ditakwilkan

sebagai “orang-orang yang mendapatkan al-husna, yaitu surga”.

Sementara potongan ayat berikutnya, “wa ziyâdatun”,

ditakwilkan sebagai “melihat Allah”.51 Hal serupa diterapkan

50 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 111.

51 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm.111.

Page 63: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

47

pada kata awwal.52 Dia katakan kata awwal dalam frasa “al

mu`minîn” berarti “pertama kali mengimani bahwa Allah tidak

dapat dilihat di dunia”. Demikian tafsirnya atas firman dalam

Surah al A’râf /7: 143.

Mengenai kata al ‘ilm untuk ilmu Allah, Muqatil

menakwilkannya dalam tiga bentuk. Pertama, al ‘ilm ditakwilkan

dengan “melihat”53 seperti firman-Nya dalam Surah Muhammad

/47: 31, “Wa lanabluwannakum hattâ na’lama al mujâhidîna

minkum”, artinya, “Kami akan menguji kalian sampai Kami

melihat orang-orang yang sungguh-sungguh berjuang di antara

kalian”. Allah mengetahui orang-orang yang berjihad meskipun

mereka belum berjihad. Oleh karena itu, maksud kata na’lamû

adalah “melihat” bukan “mengetahui”. Allah tidak melihat orang

yang tidak berjihad, tetapi Allah mengetahui bahwa mereka

akan berjihad. Demikian pula dalam surah Ali Imrân /3: 142,

“Am hasibtum `an tadkhulû al jannata wa lammâ ya’lam Allâhu

al ladzîna jâhadû minkum wa ya’lam al shâbirîn”. Maksud ayat

ini, ketika cobaan dan ujian datang Allah “melihat” kesabaran

hamba-Nnya. Selanjutnya, dalam Surah al Barâ’ah /9: 16, “Am

hasibtum `an tutrakû wa lammâ ya’lam Allâhu”, artinya Allah

belum melihat. “Alladzîna jâhadû minkum” (orang-orang yang

berjihad di antara kalian).

52 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 291-292.

53 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 235

Page 64: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

48

Kedua, al ‘ilm dimaknai sebagai ‘ilm (mengetahui).54 Hal ini

dapat dilihat dalam firman-Nya, “Ya’lamu mâ yusirrûna wa mâ

yu’linûn” artinya “Dia mengetahui apa yang kamu sembunyikan

dan kamu tampakkan” (Q.S. al Baqarah / 2: 77) dan Innahû

ya’lamu aljahra min alqauli wa ya’lamu ma taktumûn” yang

artinya “Sesungguhnya Dia mengetahui perkataan (yang kamu

ucapkan) dengan terang-terangan dan Dia mengetahui apa yang

kamu rahasiakan” (Q.S. al Anbiyâ’ /2: 110). Kata ‘ilm pada ayat

tersebut dimaknai dengan makna ‘ilm itu sendiri, yaitu

“mengetahui”. Jadi, maksudnya Allah mengetahui sebelum dan

setelah terjadinya sesuatu.

Ketiga, al‘ilm ditakwilkan sebagai idzn,55 izin atau

perkenan, seperti firman-Nya dalam Surah al Nisâ /4: 166,

anzalahû bi ‘ilmih”, maksud bi’ilmih adalah “dengan izin

Tuhan”. Dengan ketiga bentuk penakwilan tersebut, sebenarnya

Muqatil ingin menekankan bahwa ilmu Allah tidak baru (tidak

diciptakan) dan tidak bersumber dari Zat-Nya. Secara

kebahasaan, kata ra`â (melihat) dapat memiliki arti ‘ilm

(mengetahui), tetapi kata ‘ilm dengan makna ra`â seperti dalam

penakwilan Muqatil, sama sekali tidak berdasar. Kesulitan ini

diungkapkan oleh Abu Ubaidah, Al-Farrâ, dan Mu’tazilah.

Penakwilan mereka lebih mendekati kebenaran tekstualitas al

Qur’an. Adapun penakwilan al ‘ilm sebagai al idzn (izin),

menarik untuk dikaji lebih lanjut.

54 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 236.

55 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 236.

Page 65: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

49

Dengan metode yang sama, Muqatil berusaha

membuktikan bahwa Allah tidak mungkin memiliki sifat nisyân

(lupa), seperti yang tertera dalam beberapa ayat al Qur’an,

karena sifat ini adalah sifat kekurangan yang hanya dimiliki oleh

manusia. oleh karena itu, dia memilih menakwilkan nisyân

dengan dua makna, al tark dan al nasiya, tidak ingat.56 Makna al

tark (meninggalkan), antara lain terdapat dalam Surah Thâhâ

/20: 115, “wa laqad ‘ahidnâ ilâ âdama min qabl fanasiya”,

maknanya “meninggalkan” janji (melanggar); Surah al Sajdah

/32: 14, “Fadzûqû bimâ nasîtum liqâ`a yaumikum hâdzâ”,

maknanya karena kalian “meninggalkan” iman, maka

rasakanlah siksaan hari ini; Inna nasînâkum, artinya kami

“meninggalkan” kalian dalam siksaan; Surah al Baqarah /2: 237,

“Wa lâ tansawû al fadlla bainakum”, artinya jangan

“meninggalkan” keutamaan di antara kalian; dan firman-Nya,

“mâ nansakh min âyatin au nansihâ (bukan nunsiha) (Q.S. al

Baqarah /2: 106), maksudnya kami “meninggalkannya, maka

kami tidak menghapusnya”. Muqatil membaca huruf nûn pada

kata nansihâ dengan fathah. Bacaan ini berbeda dengan bacaan

yang masyhur dengan dlammah. Bagaimanapun, ayat ini masih

menyisakan polemik panjang selama kata nisyân ditakwilkan

dengan altark (meninggalkan). Hanya saja penafsiran Muqatil

terhadap kata nisyân dengan altark merupakan penakwilan

haqîqî bukan majâzî sehingga dia berusaha menafsirkan

penisbatan nisyân kepada diri Allah dengan pendekatan takwil.

56 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 239.

Page 66: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

50

Semua tafsir Muqatil atas ayat-ayat sifat Allah hampir

mendekati literalisme Ahl Al-Sunnah, tetapi tetap menjauhkan

diri mujassadah dan musyabbahah (antropomorfisme). Oleh

karena itu, penulis sepakat apa yang dikatakan oleh editor

kitabnya tersebut setelah mengulas komentar para sejarahwan

tentang Muqatil.

“Setelah diteliti, tafsir Muqatil dan kitab-kitabnya yang

masih ada sampai sekarang sama sekali tidak mengemukakan

kata al lahm (daging) dan al dam (darah) dalam kitab Al Nahl.

Mungkin dia mengatakan hal itu di awal hidupnya kemudian

meralatnya kembali, mungkin juga musuhnya, atau Muqatil ibn

Sulaiman yang lain, seperti yang diceritakan oleh al Sakaki

dalam Al-Burhan-nya, atau periwayatan dalam ilmu kalam, atau

mungkin ketika dalam perdebatan mengenai sifat-sifat Allah

bukan dalam tulisan-tulisannya”.57

Adapun mengenai pendapat bahwa Muqatil dianggap

Murji’ah, editor kitabnya tidak menolak hal itu. Namun, dia

memandang bahwa Muqatil sebagai Murji’ah yang selaras

dengan Sunnah, bukan Murji’ah ahli bid’ah.

“Kalau kita membaca tafsir Muqatil, kita tahu bahwa dia

bukan termasuk Murji’ah ahli bid’ah yang mengatkan bahwa

maksiat bersama keimanan tidak akan membahayakan dan

ketaatan bersama kekufuran tidak akan bermanfaat. Dalam

beberapa penafsirannya, terlihat pengaruh Murji’ah, tetapi

Muqatil bukan Murji’ah ahli bid’ah. Dia termasuk Murji’ah yang

57 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 52.

Page 67: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

51

selaras dengan Sunnah atau Murji’ah yang mendekati Ahl Al-

Sunnah”.58

Mu’tazilah tidak memisahkan antara keyakinan dan amal

dalam keimanan. Keimanan merupakan perpaduan keduanya.

Keyakinan saja tanpa amal tidak dianggap keimanan. Masalah

ini menjadi perdebatan khusus antara Mu’tazilah dan Murji’ah.

Muqatil sendiri berpendapat bahwa keimanan adalah dimensi

keyakinan (tashdiq).59 Mengenai keimanan ini, dia membaginya

menjadi empat bentuk yang semuanya masih berada di sekitar

pengertian iman sebagai keyakinan (tashdiq). Bentuk pertama,

keimanan yang hanya berupa ikrar dalam lisan, tanpa keyakinan.

Kedua, iman dengan keyakinan, baik ketika sendiri maupun

ramai. Ketiga, iman dalam arti pengesaan (tauhid). Dan keempat,

iman saat dalam kemusyrikan.

Pembagian tersebut jelas memisahkan antara iman dan

amal. Pendapatnya mengenai orang yang berbuat dosa besar

semakin meyakinkan posisi Muqatil sebagai Murji’ah. Dia

berpendapat bahwa mereka tidak akan kekal di neraka; mereka

pasti akan keluar dan masuk surga, tetapi di akhir perjalannya.60

Dia mengatakan hal ini ketika mengemukakan tafsir ketujuh

kata mâ pada “Fa amma alladzîna syaqû fa fî al nâri lahum fîha

zafîr wa syahîq khâlidîna fîha mâdâmat al samâwâtu wa al ardl”

yang artinya “Adapun orang-orang yang celaka, maka

58 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 57.

59 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 137-138.

60 Muqatil bin Sulaiman, Al Asybâh wa Nazhâ`ir fî al-Qur’an al Karîm, hlm. 244.

Page 68: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

52

(tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka

mengeluarkan napas dan menariknya (dengan merintih). Mereka

kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi” (Q.S. Hûd /11:

106).

Maksud ayat ini, “Bagi ahli neraka, sesungguhnya mereka

akan tinggal di sana selamanya kecuali orang yang masih ada

tauhid di dalam hatinya. Kalau masuk neraka, mereka tidak

kekal di dalamnya. Suatu saat mereka keluar menuju surga.

Mereka tinggal di neraka selama mereka hidup di bumi”.

Perbedaan antara Murji’ah dan Mu’tazilah dalam menakwilkan

ayat ini jelas terlihat pada penafsiran Al-Qadhi Abd Al-Jabbar

berikut. “Menurut kami, maksud ayat tersebut adalah bahwa

neraka memiliki langit dan bumi yang tidak akan pernah hancur.

Demikian pula surga. Jadi, tidak mungkin mereka keluar dari

surga atupun neraka.

Dari pemaparan di atas tidak cukup mengindikasikan

bahwa Muqatil adalah kelompok yang berseberangan dengan

Mu’tazilah. Dalam ayat terakhir, Muqatil tidak menunjukkan

apakah ketidakkekalan yang dimaksud adalah untuk orang yang

berdosa besar atau orang mukmin yang disiksa karena berbuat

dosa kecil. Kelompok Mu’tazilah juga tidak pernah berpendapat

bahwa orang mukmin yang bebuat dosa besar akan kekal dalam

neraka selama dosa yang dilakukannya bukan dosa besar.

Tambahan lagi, Mu’tazilah tidak mempertanyakan apa ukuran

dosa besar karena Allah sendiri menyembunyikan hal itu agar

hambanya tidak melakukan dosa sekecil apa pun agar tidak

terjerumus pada dosa yang besar. Ketika pandangan Mu’tazilah

khususnya Al Qadhi ‘Abd Al Jabbar ini diungkapkan, batasan

Page 69: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

53

antara dosa besar dan dosa kecil menjadi cair sehingga konsep

irja’ Muqatil perlu dipertanyakan kembali, demikian pula

konsepnya tentang al musyabbahah dan al mujassadah.

D. Urgensi Hermeneutika Al-Qur’an Menurut M. Arkoun

Arkoun sebagaimana tokoh-tokoh tradisi filsafat

kontinental yang menaruh perhatian pada bidang kajian

hermeneutika, berpandangan bahwa sebuah tradisi akan mati,

kering dan mandeg jika tidak dihidupkan secara terus menerus

melalui penafsiran ulang sejalan dengan dinamika sosial. 61

Demikian salah satu aspek pemikiran Arkoun yang sangat

berharga yakni usahanya memperkenalkan pendekatan

hermeneutika sebagai metodologi kritis.

Dengan mengutip pendapat Cliford Geertz, Arkoun

menyatakan bahwa untuk memahami Islam, persoalan histories

dan semiotis kebahasaan mestinya memperoleh perhatian lebih

dahulu sebelum memusatkan diri pada kajian teologis. Akibat

kurangnya analisis histories sosiologis terhadap Islam, maka al-

Qur’an bisa kehilangan atau terputus dari konteks dan relevansi

historisnya, sehingga studi keislaman lalu hadir dalam paket-

paket produk ulama abad tengah yang saling terpisah dan

cenderung dianggap final. 62

61 Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun, Yogyakarta; LKIS, 1996, hlm. 25.

62 Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun, hlm. 23. Arkoun tidak menafsirkan jasa besar yang dilakukan oleh para ahli fiqh, hadist, kalam dan ilmu keislaman lain sebagai prestasi mereka dalam melakukan pencatatan dan

Page 70: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

54

Menurut cara pandang Arkoun, data kehidupan generasi

awal Islam yang disajikan dalam buku-buku klasik seperti

Târîkh al Rusul wa al Muluk karya Muhammad bin Jarir al

Thabari (w.925 M), akan memunculkan informasi dan makna

baru ketika didekati dengan cara pandang baru, terutama

dengan menggunakan metode hermeneutika histories.

Arkoun berpendapat bahwa setiap pengarang teks dan

pembaca tidak dapat lepas dari konteks sosial, politis

psikologis, teologis dan konteks lainnya dalam ruang dan waktu

tertentu, maka dalam memahami sejarah yang diperlukan bukan

hanya transfer makna, melainkan transformasi makna. 63 Oleh

karena itu, menurut Arkoun pemahaman tradisi Islam selalu

bersifat terbuka dan tidak pernah selesai karena pemahaman

dan pemaknaannya selalu berkembang seiring dengan umat

Islam yang selalu terlibat dalam penafsiran ulang dari zaman ke

zaman.

Dengan begitu, tidak semua doktrin dan pemahaman

agama berlaku sepanjang zaman dan tempat, mengingat antara

lain, gagasan universal Islam tidak semuanya tertampung oleh

pembakuan ajaran Islam. Satu hal yang disesalkan Arkoun, mengapa pembakuan dan pembukuan ajaran agama itu melahirkan pembekuan, kejumudan atau reifikasi ajaran Islam. Menurut Arkoun, umat Islam perlu melakukan telaah ulang terhadap ideologi keagamaan yang terbentuk di abad tengah yang beberapa aspek tidak relevan lagi dengan semangat al-Qur’an dan teori-teori modernisasi. (Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun, hlm. 28-31).

63 Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun, hlm. 26.

Page 71: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

55

bahasa arab yang bersifat lokal-kultural, serta terungkap melalui

tradisi kenabian.

Apabila pendekatan hermeneutika dipertemukan dengan

kajian teks al-Qur’an, maka persoalan dan tema yang dihadapi

adalah bagaimana teks al-Qur’an hadir di tengah masyarakat lalu

dipahami, ditafsirkan, diterjemahkan dan didialogkan dalam

rangka menafsirkan realita sosial. 64 Selain hal itu, sebagai

implikasinya cukup signifikan, sebab akan terjadi dekonstruksi

penafsiran terhadap teks al-Qur’an yang sebagian

kesimpulannya sudah dianggap baku dan final. 65

Konteks selalu menyertai teks, sedangkan pada urutannya

teks kadang-kadang menjadi otonom dan fungsinya berbalik

menjelaskan serta memaksakan kategori-kategori normatif atas

realitas sosial. Dalam Islam hubungan antara teks dan konteks,

antara wahyu dan tradisi begitu dekat sehingga secara histories

dan teologis terdapat mekanisme kontrol tetapi sekaligus juga

dorongan untuk selalu berinovasi.66

64 Komariddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Jakarta: Paramadina, 1996, hlm. 137.

65 Istilah dekonstruksi diambil alih Arkoun dari Derrida. Dengan dekonstruksi, Derrida memaksudkan analisis kritis dari suatu teks atau wacana dari dalam. Hasil yang diperoleh dari pembongkaran itu adalah penangkapan makna-makna dalam teks yang sebelumnya tersembunyi, ataupun kesadaran akan batas wacana sendiri. Dengan kata lain, melalui proses pembongkaran itu yang tak terpikir dan yang tak dipikirkan dapat ditampakkan (Johan Hendrik Meuleman, “Sumbangan dan Batas semiotika Dalam Ilmu Agama”, Dalam Mueleman (Ed.) Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme, hlm. 52)

66 Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernism: Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun hlm. 28 menurut Arkoun semangat inovatif tersebut cenderung melakukan pembongkaran atas penafsiran dan tradisi, sedangkan pemahaman skripturalis cenderung memelihara teks, khususnya al-Qur’an dan hadist mutawatir, yang berfungsi sebagai alat kontrol atau

Page 72: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

56

Lebih lanjut Arkoun menegaskan bahwa dekonstruksi

mesti disertai konstruksi (pembangunan) suatu wacana atau

kesadaran yang meninggalkan keterbatasan, pembekuan dan

penyelewengan wacana sebelumnya. Melalui wacana

dekonstruksi, Arkoun berupaya meniadakan pemistikan,

pemitologisan, dan pengidiologian sementara pemitosan dan

pengidean dipulihkan. 67

Ironisnya menurut Arkoun, setiap dikerjakan penawaran

penafsiran kembali ajaran Islam selalu muncul kekhawatiran

“bahaya” relativitas dan sekuralisme terhadap ajaran Tuhan

yang absolut. Lebih dari itu, tuduhan yang dilontarkan para

pengkritik terhadap upaya “pembaharuan” ialah “menafsirkan

kendali semua usaha dekonstruksi penafsiran atas doktrin agama. (Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun, hlm. 28.)

67 Anggitan mitos, pemitosan, pemitologian, pemistikan, pengideaan, dan pengideologian dirujuk Arkoun dari Roland Barther, Paul Ricoeur, dan Frye dalam pandangan Arkoun, mitos merupakan salah satu unsur terpenting dari angan-angan sosial. Ia mempunyai fungsi menjelaskan, menunjukkan, mendasari bagi kesadaran kolektif kelompok yang mengukir suatu proyek tindakan bersejarah yang baru dari dalam suatu kisah pendirian. Pemitosan berarti pengungkapan keadaan-keadaan yang membatasi diri dari kondisi manusia seperti maut, kehidupan, dan cinta secara simbolis sebagaimana dilakukan para nabi dan penyair. Pemitologian adalah penegasan berbagai kepercayaan dan gambaran yang menggerakkan kelompok besar dibalik selubung ilmiah dan rasional. Dengan kata lain, penggunaan dan penegasan mitos dengan mengingkari atau menyelubungi sifatnya sebagai mitos. Pemistikan maksudnya ialah menggunakan mitos, bertentangan dengan fungsi dan makna yang sebenarnya sebagai himpunan norma yang membenarkan keadaan sosial dan politik tertentu. Pengindeaan adalah upaya untuk membuka, memperbarui, dan memperkaya gagasan yang tersedia dalam suatu sistem pemikiran tertentu. Sedangkan ideologi adalah penggunaan sejumlah terbatas gagasan yang disederhanakan untuk mengarahkan kekuatan-kekuatan sosial menuju tindakan-tindakan tertentu. (Meuleman, ‘Nalar Islam dan Nalar Modern Memperkenalkan Pemikiran Muhammad Arkoun’, dalam Ulumul Qur’an No. 4 vol. IV, Jakarta: Akasara Buana, Th. 1993, hlm. 99; lihat juga Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme, hlm. 51-52).

Page 73: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

57

al-Qur’an menurut tuntutan zaman, padahal semestinya zaman

yang dibimbing dan ditafsirkan oleh al-Qur’an.”

Bisakah semangat dan isi al-Qur’an serta tradisi kenabian

dipahami tanpa melibatkan penafsiran pendapat dan

kecenderungan subyektif penafsirannya? Dalam tradisi

hermeneutika, terutama yang diperkenalkan oleh Gadamer akan

terlihat jelas bahwa dalam setiap pemahaman atas teks, tidak

terkecuali pada al-Qur’an, unsur subyektivitas penafsiran tidak

mungkin disingkirkan.

Bahkan, secara ekstrim dikatakan bahwa sebuah teks akan

berbunyi dan hidup ketika dipahami, ditafsirkan dan diajak

dialog oleh para pembacanya. Dialog berarti pihak pembaca

memiliki ruang kebebasan dan ekonomi. Jadi, relativisme tidak

berarti nihilisme, bahkan malah mengundang semangat untuk

mencari sebuah sumber kebenaran yang selalu berada di depan. 68

Bahwa umat Islam yakin, al-Qur’an itu berlaku dan cocok

sepanjang zaman, hal itu merupakan keyakinan teologis. Tetapi

dari segi pemahaman dan pelaksanaan, klaim itu akan menuntut

pembuktian-pembuktian di samping juga harus mengakui

adanya otonomi manusia yang bebas menentukan sikap dan

pilihannya sendiri. 69 Di sinilah berlaku lingkaran hermeneutika

68 Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme: Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun , hlm. 31.

69 Komarudin Hidayat, “Arkoun dan Tradisi Hermeneutika”, dalam Johan Hendrik Meuleman (Ed.), Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme:Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun, hlm. 13.

Page 74: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

58

yaitu proses dialog dan integrasi yang berlangsung antara al-

Qur’an dan pembacanya.

Dari sudut historis dan filsafat linguistik, dipandang

bahwa begitu kalam Tuhan telah membumi, dan sekarang malah

menjelma ke dalam teks, maka al-Qur’an tidak dapat mengelak

untuk diperlakukan sebagi obyek kajian hermeneutika. 70

Manusia tidak berjumpa langsung dengan Tuhan atau malaikat

Jibril sebagaimana yang dialami oleh Rasullallah, melainkan

hanya dalam bentuk teks dan tafsiran yang diantarkan melalui

rantai-rantai tradisi.

Dalam menyoroti al-Qur’an, Arkoun menolak dua

pendirian ekstrim tentang al-Qur’an. Pertama, menggambarkan

al-Qur’an sebagai hal yang serba transenden tanpa hubungan

apapun dengan sejarah manusia yang kongkrit. Kedua,

mereduksi al-Qur’an pada gejala historis saja yang timbul pada

saat tertentu dalam perkembangan manusia.

Menurut Arkoun, al-Qur’an lahir dalam konstruksi historis

tertentu dan dipahami sesuai dengan tradisi dan kebudayaan

manusia tertentu, karenanya makna al-Qur’an harus dikaji atau

harus berusaha menggali suatu makna yang tetap relevan

dengan manusia modern. 71

70 Artinya teks al Qur’an kemudian memiliki dua dimensi sakral dan profan, absolut dan relatif, historis dan metahistoris. Penekanan yang berlebihan pada pendekatan deduktif absolutistik menyebabkan dimensi historis al-Qur’an akan tertutup sehingga kurang dialogis dengan alam pikiran manusia yang ingin berdialog dan menafsirkannya (Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, hlm. 137)

71 Johan Hendrik Meuleman, “Pengantar Penyunting” dalam Muhammad Arkoun, Berbagai Pembacaan Quran, (Jakarta. INIS, 1997), hlm.xiii.

Page 75: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

59

Tugas hermeneutika sebagaimana yang diungkapkan oleh

Schleirmacher sebagai pengaruh dari Frederich Aast adalah

membawa keluar makna internal dari suatu teks beserta isi

situasinya menurut zamannya. Dalam hal ini hermeneutika

difungsikan untuk menelaah isi dan maksud yang

mengejawantah dari sebuah teks sampai kepada maknanya yang

terdalam dan laten. 72

Untuk kepentingan analisisnya terhadap al-Qur’an, Arkoun

membedakan tiga tingkatan anggitan tentang wahyu. Pertama,

sebagai firman Allah yang trasenden tak terbatas dan tak

diketahui oleh manusia. Tingkat kedua menunjuk penampakan

wahyu dalam sejarah. Berkenaan dengan al-Qur’an anggitan ini

menunjuk pada realitas firman Allah sebagaimana diwahyukan

dalam bahasa arab kepada Muhammad saw dalam kurang lebih

22 tahun dan Arkoun mengistilahkannya dengan wacana Quran. 73

Tingkat ketiga menunjuk wahyu sebagaimana sudah

tertulis dalam mushaf dengan huruf dan berbagai macam tanda

yang ada di dalamnya. Kaitan dengan al-Qur’an, anggitan ini

menunjuk al Mushaf al Ustmani yang disebut Arkoun dengan

Corpus official close (canon resmi tertutup).

72 Richad E. Palmer. Hermeneutic, Evanston: North Western University Press, 1969 hlm. 43.

73 Wacana yang dirujuk Arkoun dari Foucault ialah cara manusia membicarakan kenyataan. Anggitan lain yang dirujuk yakni epistem yaitu sistem pemikiran yang dengannya manusia menangkap kenyataan. Johan Hendrik Meuleman, (Ed.), Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru, Jakarta : INIS, 1994, hlm.21.

Page 76: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

60

Untuk memahami anggapan Arkoun tentang wahyu Ilahi

yang tercatat dalam corpus resmi tertutup adalah baik jika

menelusi beberapa hipotesa kerja Arkoun berkenaan dengan al-

Qur’an yang diajukannya dalam artikrl “Pour un Remembrement

de le Conscience Islamique’ (Menuju Pemersatuan Kembali

Kesadaran Islam) sebagai berikut ini.

Pertama, al-Qur’an merupakan sejumlah pemaknaan

potensial bagi seluruh umat manusia, sehingga dapat ditafsirkan

secara beraneka ragam. Kedua, pada tahap pemaknaannya yang

potensial, al-Qur’an mengacu kepada agama Islam (Ideal) yang

transenden juga transhistoris. Sedangkan pada tahap

pemaknaan aktual (penafsiran) seperti dalam berbagai doktrin

teologis, yuridis dan politis. Ia kemudian menjadi mitologi dan

ideologi yang diberikan makna transenden. Ketiga, al-Qur’an

adalah teks terbuka, tidak satupun yang berhak mengklaim

bahwa penafsiran yang dihasilkannya merupakan penafsiran

yang paling benar, dan menutup kemungkinan penafsiran pihak

lain. Keempat, de jure teks al-Qur’an tidak mungkin disempitkan

menjadi ideologi, karena teks itu menelaah berbagai situasi

batas kondisi manusia. 74

Arkoun mengamati bahwa dengan kelahiran teks al-Qur’an

telah terjadi perubahan mendasar di kalangan umat dalam

memahami wahyu. Nalar grafis didesak oleh logos pengajaran.

Dari gejala-gejala yang diamatinya Arkoun ingin menjelaskan

74 Meuleman, ‘Nalar Islam dan Nalar Modern memperkenalkan Pemikiran Muhammad Arkoun’, dalam Ulumul Qur’an no. 4 vol. IV, Jakarta: Akasara Buana, Th. 1993, hlm. 97; Lihat pula Johan Hendrik Meuleman, Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme, hlm. 49-50.

Page 77: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

61

bahwa telah terjadi pemiskinan kemungkinan untuk memahami

dari segala dimensinya.

Firman kenabian dimistikkan menjadi firman yang

berorientasi pada pengajaran, yakni berorientasi pada abstraksi

tanpa memperhitungkan secara serius pihak-pihak yang mula-

mula dituju oleh firman itu. Kalau diungkap dalam kategori

semiotika, teks al-Qur’an sebagai parole didesak oleh teks

sebagai langue. 75

Mengenai teks itu, lebih dekat pada konsep langue atau

sistem tanda yang memisahkan diri dari parole, yaitu sebuah

event (peristiwa) wacana. Oleh karena itu, sebuah teks

cenderung kehilangan dimensi spontanitasnya karena subyek

pembicaraan atau penulis tidak hadir. 76

Dengan demikian, hermeneutika bertugas untuk

menjembatani distansi antara penulis dan pembaca yang antara

keduanya dihubungkan dengan teks serta merekonstruksi atau

menghidupkan sebuah teks dalam jaringan interaksi antara

75 Istilah parole dan langue diadopsi Arkoun dari Ferdinand de Saussure, parole adalah penggunaan bahasa secara individual. Meuleman, ‘Nalar Islam dan Nalar Modern Memperkenalkan Pemikiran Muhammad Arkoun’, dalam Ulumul Qur’an no. 4 vol. IV, Jakarta: Aksara Buana, Th. 1993, hlm. 101. Dua istilah tersebut dapat ditelusuri pengertiaanya seperti berikut ini. Penutur seolah-olah memilih unsur-unsur tertentu dari kamus umum (langue). Secara implisit dapat ditangkap bahwa langue dan parole beroposisi tetapi juga sekaligus saling ketergantungan. Di satu pihak sistem yang berlaku dalam langue adalah hasil produksi, hasil kegiatan parole, dan pihak lain pengungkapan parole serta pemahamannya hanya mungkin berdasarkan penelusuran langue sebagai sistem (Sudjiman dan A Van Zoest, Serba-Serbi Semiotika, Jakarta, Gramedia, 1992, hlm. 57.)

76 Sumaryono, Hermeneutik, hlm. 146. Karena hermeneutika berusaha menelusuri relasi dan kemudian merekonstruksi jaringan makna dan motivasi antara dunia pengarang dan dunia pembaca datang dari kurun waktu dan tradisi yang berbeda, maka hermeneutika sebagai filsafat penafsiran, terbuka bahkan mengundang dan disiplin lain ( Sumaryono, Hermenutik. Hlm. 145).

Page 78: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

62

pembicara atau penulis dengan pendengar atau pembaca dan

situasi batin serta sosial yang melingkupinya agar sebuah

statemen tidak mengalami sliensi yang dapat menyesatkan

pembaca.

Untuk membuat interpretasi terhadap al-Qur’an, orang

terlebih dahulu harus mengerti dan memahami, 77 dan untuk

memahami al-Qur’an penguasaan gramatika dan gaya bahasa

arab sangat diperlukan, sebab tanpa keduanya penafsiran akan

kehilangan peta dan arah .78Dalam memahami, sebenarnya

terjadi dialog secara imajinatif antara pembaca dengan

pengarang. Oleh karena lawan dialog tidak hadir melainkan

diwakili oleh teks (al-Qur’an), maka semiotika salah satu

penunjuk jalan untuk sampai pada sasaran. 79

“Nalar Islami” dimaksudkan oleh Arkoun adalah nalar

ortodoksi, epistimologi skolastik atau pemikiran Islam klasik

(sebagaimana istilah yang dipakai oleh Hassan Hanafi).

Keprihatinan Arkoun bersama pemikir lainnya seperti Fazlur

Rahman demikian juga Hassan Hanafi untuk batas-batas

77 Sumaryono, Hermeneutik, hlm.31.

78 Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, hlm. 165

79 Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, hlm. 163. Karena inilah barangkali Arkoun berpendapat bahwa analisis linguistis, semiotis dan hermeneutis memberikan sumbangan yang besar bagi kajian Islam. Linguistik dapat menerangkan bagaimana al-Qur’an dan tulisan para ulama serta para fuqaha tentang al-Qur’an dirumuskan menurut sistem kebahasaan tertentu, dengan berbagai aturan dan mekanisme tata bahasa, gaya dan kosakata yang walaupun secara tidak disadari, sangat berpengaruh. Semiotika yang berkembang dari ilmu bahasa menjelaskan bahwa al-Qur’an berfungsi dan difahami dengan cara tertentu, karena merupakan sehimpunan tanda yang saling merujuk dan saling memaknakan. Sedangkan hermeneutika sebagai ilmu penafsiran menjelaskan bagaimana sebuah karya dipahami dengan aneka cara. (Johan Hendrik Meuleman, Berbagai Pembacaan Quran, hlm. xi-xii).

Page 79: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

63

tertentu ditimbulkan oleh persoalan berikut: Mengapa ilmu-ilmu

agama Islam, seperti fikih, kalam, falsafah, tasawuf, tafsir itu

“tetap” seperti itu adanya, baik dari segi bentuk, muatan

maupun metodologinya. Sejak ilmu-ilmu itu disusun, kemudian

disusul oleh rentang waktu abad ke-12 sampai abad ke-18 M,

belum ada perubahan-perubahan yang cukup berarti. Padahal

kehidupan manusia telah berubah begitu fantastisnya baik dari

segi kualitas maupun kuantitas dari segi intensitas maupun

eksistensinya.

Arkoun ingin mencoba menelaah kenyataan itu lewat

disiplin ilmu-ilmu social modern untuk memperoleh gambaran

dan kejelasan serta sekaligus ingin mengungkap dan membedah

realitas yang menyelimuti “ilmu-ilmu” agama Islam tersebut.

Untuk menghindari kesalah fahaman, barangkali perlu

ditegaskan di sini bahwa Arkoun memang bukan berkehendak

untuk meruntuhkan doktrin-doktrin agama Islam yang sudah

pokok, namun, sudut bidik analisisnya hanya terpusat kepada

“konstruksi,” “konsepsi epistimologi” atau “metodologi” yang

dahulu digunakan oleh kreativitas para penemu pencetus dan

penyusun “ilmu-ilmu” agama Islam era klasik-skolastik.

Demikian juga terhadap Hassan Hanafi sebagai ilmuan

Islam yang sezaman dengan Arkoun, yang juga menyatakan

keprihatinan yang sama. Walaupun diagnosis yang ditawarkan

oleh Hassan Hanafi masih berbobot teologi atau kalam sentris

sehingga kurang begitu menyentuh realitas social empiris yang

harus ditelaah lewat bantuan metodologi, temuan-temuan dan

hukum-hukum sosial betapapun relatifnya hukum-hukum sosial

tersebut.

Page 80: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

BAB III BIOGRAFI HASSAN HANAFI A. Sosok Intelektual Hassan Hanafi

Nama lengkap Hassan Hanafi ialah Hassan Hanafi

Hassanein. Ia dilahirkan tanggal 13 Februari 1935 di Kairo,

tepatnya di lokasi sekitar tembok benteng Shalahudin, daerah

yang tidak terlalu jauh dari perkampungan Al-Azhar, Mesir.

Page 81: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

65

Meskipun Hassan Hanafi sebagai seorang filosof dan teolog1

namun, ia tumbuh di keluarga musisi.2

Pendidikan Hassan Hanafi diawali pada tahun 1948

dengan menamatkan pendidikan tingkat dasar dan melanjutkan

studinya di Sekolah Menengah “Khalil Agha” Kairo yang

diselesaikannya selama empat tahun. 3 Semasa di Sekolah

Menengah, ia telah mengetahui pemikiran-pemikiran yang

dikembangkan Ikhwan al Muslimin dan aktivitas-aktivitas

sosialnya. Ia juga tertarik untuk mempelajari pemikiran-

pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan sosial dan Islam. Sejak

itu ia berkonsentrasi untuk mendalami pemikiran agama,

revolusi dan perubahan sosial. 4

Pada tahun 1952 Hanafi melanjutkan studinya di

Departemen Filsafat Universitas Kairo, dan ia menyelesaikannya

selama empat tahun dengan gelar sarjana muda pada 1956. Di

1 John L.Esposito, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, New

York: Oxford University Press, 1995, Vol III, hlm. 98.

2 Hassan Hanafi pernah bercita-cita menjadi seorang musikus. Dia berpandangan bahwa musik adalah ekspresi keindahan tetapi bukan pemikiran. Sedangkan filsafat mencerminkan pemikiran namun, “kering” keindahan. Hassan Hanafi berpandangan bahwa dalam filsafat Romantisisme ditemukan kesatuan antara keduanya, yaitu antara intelektualitas dan estetika, terutama pada Hegel, Fichte, Scelling, Kierkegaard dan Bergson. “Itulah pilihan saya sampai sekarang” ungkap Hassan Hanafi (Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, Kairo: Maktabah Madbuli, Vol. VI, hlm. 242-243).

3 John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World. Hlm 98.

4 Hassan Hanafi, “Al Salafiyah wa ‘Ilmiyah fî Fikrinâ al Mu’âshir” dalam Azminât, 1989, Vol. III, hlm. 15.

Page 82: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

66

samping ia mendalami filsafat juga mempelajari ilmu-ilmu

keislaman dan teori-teori sosial. 5

Hassan Hanafi meraih gelar sarjana muda filsafat di

Universitas Kairo pada 1956. Selanjutnya pada tahun 1956

Hanafi memperoleh kesempatan studi strata yang lebih tinggi di

Universitas Sorbonne Prancis.6 Di Prancis ini, Hanafi merasakan

sangat berarti bagi perkembangan pemikirannya, dan di

Prancislah ia berlatih berfikir secara metodologis, baik melalui

kuliah-kuliah ataupun karya-karya orientalis. 7

Terakhir belajar di Perancis pada tahun 1966, ia berhasil

menyelesaikan program master dan doktornya di Universitas

Sorbonne dengan mengajukan tesis Les Methodes d’Exegeses:

Essai sur La Science des Fondamens de la Comprehension, ‘Ilm

Ushul Fiqh. Gelar doktor juga diperolehnya dari Universitas

Sorbonne Paris dengan disertasinya berjudul “L’Exegeses de la

Phenomenologie, L’etat Actuel de la Methode Phenomenologie et

5 John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, hlm.

98

6 Prancis dikenal sebagai negeri tempat lahirnya aliran-aliran filsafat, seperti Rasionalisme Rene Descartes (1596-1650). Positivisme Auguste comte (1798-1897), Dekonstruksionisme Derrida (1930). Di samping itu, Universitas Sorbonne dikenal sebagai Universitas yang maju, terbukti dengan lahirnya para pembaharu Islam lulusan Universitas tersebut, yaitu Taha Husein dan Qosim Amin, John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, hlm. 98.

7 Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VII, hlm. 332. Selanjutnya, ia menuturkan bahwa selama di Prancis, ia mendalami berbagai disiplin ilmu. Ia belajar metode berfikir, pembaharuan dan sejarah filsafat dari Jean Gitton seorang reformis Katolik. Ia belajar fenomenologi dari Paul Ricoeur dan mengenai analisa kesadaran ia belajar pada Husserl. Pada bidang pembaharuan, ia belajar pada L. Massignon yang juga sekaligus sebagai pembimbing dalam menulis disertasinya tentang pembaharuan Ushûl Fiqh (Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VII, hlm. 332).

Page 83: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

67

son Application au Phenomeme Religiuex.” 8 Sebuah karya yang

merupakan upaya Hassan Hanafi untuk menghadapkan ilmu

Ushûl Fiqh (Teori Hukum Islam) pada mazhab filsafat

fenomenologi dari Edmund Husserl. 9

Karir Hassan Hanafi dimulai dengan diangkatnya menjadi

Lektor (1967), kemudian menjadi lektor kepala (1973) dan

professor filsafat (1980) pada jurusan Filsafat Universitas Kairo.

Kemudian sekembalinya dari Jepang pada tahun 1988 ia

diserahi jabatan Ketua Jurusan Filsafat di Universitas Kairo. 10

Selain itu, Hassan Hanafi aktif memberikan kuliah di

negara lain, seperti di Prancis (1969), Belgia (1970), Temple

University Philadelphia, AS (1971-1975), Universitas Kuwait

(1979), Universitas Fez Maroko (1982-1984) dan menjadi guru

besar tamu di Universitas Tokyo (1984-1985), di Persatuan

Emirat Arab (1985), kemudian diangkat menjadi penasehat

program pada Universitas PBB di Jepang (1985-1987). 11

8 A. Luthfi Assyaukanie, “Oksidentalisme : Kajian Barat Setelah Kritik

Orientalisme” hlm. 121. Hassan Hanafi menuturkan bahwa ia tinggal belajar di Perancis selama 10 tahun dari usia 21 tahun sampai usia 31 tahun. Ia meninggalkan Mesir menuju Perancis 11 Oktober 1956 dan tiba di Marseille tanggal 17 Oktober 1956 dan pada tahun 1966 ia sudah kembali ke Mesir dengan diserahi tugas mengajar mata kuliah filsafat Kristen di Universitas Kairo (Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VI, hlm. 226).

9 Abdurrahman Wahid, “Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya”, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, edisi Indonesia, Jogjakarta: LKis, 1994, cet. Ke-2, hlm. xi. Menurut Abdurrahman Wahid bahwa disertasi setebal 900 halaman itu mendapat penghargaan bagi penulisan karya ilmiah terbaik di Mesir.

10 John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, hlm. 98

11 John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, hlm. 98. Keberangkatan ke Amerika Serikat sebagai dosen tamu itu, sebenarnya dikarenakan perselisihannya dengan Anwar Sadat yang memaksanya untuk

Page 84: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

68

Aktivitas di dunia akademik ditunjang dengan aktivitas di

organisasi masyarakat. Hassan Hanafi aktif sebagai sekretaris

umum persatuan Masyarakat Filsafat Mesir. Ia menjadi anggota

Ikatan Penulis Asia Afrika, anggota Gerakan Solidaritas Asia

Afrika serta menjadi Wakil Presiden Persatuan Masyarakat

Filsafat Arab. Pemikiran-pemikiran Hassan Hanafi tersebut di

dunia Arab sampai ke Eropa. 12

Pada tahun 1981 ia memprakarsai dan sekaligus sebagai

redaktur penerbitan jurnal al Yasâr al Islâmî. Pemikirannya

yang terkenal dengan al Yasâr al Islâmî sempat mendapatkan

reaksi dari penguasa Mesir, sehingga pemerintahan Anwar Sadat

memasukkannya ke penjara. 13

Hassan Hanafi banyak menyerap pengetahuan Barat dan

mengkonsentrasikan diri pada kajian pemikir Barat pra

modern.14 Karena itu, meskipun ia menolak dan mengkritik Barat

seperti disebut Kazuo Shimogaki, ide-ide liberalisme Barat,

demokrasi, rasionalisme dan pencerahan telah

meninggalkan Mesir. Sementara di Maroko ia diminta untuk merancang berdirinya Universitas Fez. (John L. Esposito, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, hlm. 98).

12 Yvonne Yazbeck Haddad, The Contemporery Islamic Revival : A Critical Survey and Bibliography, New York: Greenwood Press, 1991, hlm. 6.

13 Yvonne Yazbeck Haddad, The Contemporery Islamic Revival : A Critical Survey and Bibliography, hlm. 6.

14 Dalam bukunya Qadlâyâ Mu’âshirah 2: fî fikri al Gharbî al Mu’âshir, Hassan Hanafi memperkenalkan beberapa pemikir Barat, seperti Spinoza, Voltaire, Kant, Hegel, Max Weber, Edmund Husserl, Karl Jaspers dan Herbert Marcuse.

Page 85: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

69

mempengaruhinya sehingga Shimogaki mengkategorikan Hanafi

sebagai seorang modernis liberal. 15

B. Posisi Hassan Hanafi dalam Konteks Sosial dan Politik

di Mesir

Pada masa hidup Hassan Hanafi, Mesir mengalami

berbagai transformasi besar. Saat ia dilahirkan tahun 1935,

Angkatan Bersenjata Inggris memiliki arti penting di Negara itu.

Selama masa kecilnya PD II membenbentuk semangat

Nasionalisme Mesir. Mesir merupakan pusat militer utama bagi

usaha perang kelompok Amerika Serikat. Masuknya Jerman di

Afrika Utara mengakibatkan perang di Mesir tahun 1942 dan

mengakibatkan harapan baru bagi sejumlah pemuda Mesir

bahwa Inggris pada akhirnya dapat diusir.16

Adanya Perang Dunia Kedua membawa pemerintahan

Mesir kepada krisis politik dan ekonomi. Harga kapas sebagai

komoditas adalah turun secara drastis, standar hidup berada

pada posisi terendah, orang-orang desa datang ke kota tanpa

memperoleh pekerjaan. 17 Kekuatan politik berada pada tiga

kelompok : Inggris, raja, dan partai-partai (diwakili oleh Partai

Wafd) dari kelompok nasionalis liberal. Karena kepentingan yang

15 Kazuo Shimogaki, Kazuo Shimogaki, Between Modernity and

Postmodernity The Islamic Left and Dr. Hassan Hanafi's Thought: A Critical Reading, Niigata: Chyutto Kenkyuzo, 1988, hlm. 1.

16 John L. Esposito dan John O. Voll, “Hassan Hanafi: The Classic Intellectual” dalam buku Esposito dan Voll, Makers of Contemporary Islam, hlm. 73.

17 Ira M. Lapidus, A History in Islamic Societies, Cambridge: Cambridge University Press. Cetakan ke-2, 1993, hlm. 627

Page 86: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

70

berbeda, di antara ketiga kelompok saling terjadi konflik. Suatu

saat Inggris berkoalisi dengan raja untuk memusuhi tokoh-

tokoh Wafd. Di pihak lain kelompok Wafd bekerjasama dengan

Inggris untuk mengadakan liberalisasi dan modernisasi yang

akhirnya harus berhadapan dengan raja yang menghendaki

status quo. Dengan penguasaan Inggris atas militer, maka mudah

bagi kelompok wafd untuk tetap mempertahankan dominasi

dan pengaruhnya terhadap kekuatan lain. Strategi pemecah

belahan seperti ini menyebabkan lemahnya kekuatan politik

rakyat Mesir, sehingga konsesi kemerdekaan yang pernah

diberikan oleh Inggris masih susah diwujudkan hingga masa

akhir ’40-an.

Lemahnya kekuatan politik di Mesir dan juga di negara-

negara lainnya, terlihat pada kekalahannya pada tahun 1948-

1949 melawan Israel yang telah memproklamasikan diri sebagai

suatu negara di Palestina secara tidak sah atas dukungan

Amerika.18 Dengan demikian, persoalan politik di negeri ini

semakin kompleks dan bertambah banyak. Jika sebelumnya

rakyat Mesir berhadapan dengan penjajah Inggris, sekarang

mereka harus melawan Zionisme dan kekuasaan Barat. Mereka

merasa bahwa hak-haknya telah diinjak-injak, bahkan dirampas

oleh orang kafir.

Oleh kelompok Islam, kekalahan atas Israel, tetap

dominannya Inggris, masuknya pengaruh asing -Barat,

18 Untuk hal ini, lihat kronologi peristiwa dalam Alain Gresh dan Dominique

Vidal, An A to to Z of the East, London : Zed Books Ltd. 1990, hal. XII.

Page 87: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

71

kehancuran ekonomi dan moralitas bangsa Mesir saat ini dinilai

sebagai kegagalan kelompok nasionalis-liberal di dalam

memimpin Mesir. Oleh karenya, sekaligus membuat kelompok

Islam tidak percaya terhadap modernisasi dan sekularisasi yang

ditawarkan oleh kelompok liberal. Akhirnya, kelompok Islam

yang diwakili oleh Hassan Al Banna membentuk organisasi

sosial keagamaan pada tahun 1928. Semula organisasi ini

bertujuan dakwah, dalam arti mengurus soal moral, kembali

kepada ajaran Islam yang murni, dan memperbaiki kondisi

sosial umat Islam. Namun, sekitar tahun 1935-an organisasi ini

berkembang menjadi organisasi yang berafiliasi pada persoalan

politik. Ternyata organisasi ini memperoleh sambutan yang

sangat besar dari berbagai kalangan masyarakat, bahkan di

kalangan militer dan intelektual. Di tahun 1940-an Ikhwan

mempunyai dua juta anggota dan dua ribu cabang. Dari sinilah

muncul agama sebagai kekuatan alternatif yang

diperhitungkan.19

Secara diam-diam ternyata muncul kekuatan baru dari

kalangan militer di sekitar pertengahan tahun ’40-an yang

kemudian disebut kelompok Perwira Bebas. Kelompok ini

dipelopori oleh ketiga tokoh nasionalis-sosialis : Jenderal

Muhammad Najib, Jamaluddin Abdul Nasser, dan Anwar Sadat.

Kelompok ini memperoleh simpati dari masyarakat luas karena

kemampuannya di dalam mengakomodasikan diri dengan

kelompok Ikhwan. Keduanya mempunyai tujuan yang sama:

19 Halat Musthafa, al Islâm al Siyâsî fî Mishr, Kairo: Markaz al Dirâsât al

Siyâsiyyât wa al Istiratijiyyât, 1992, hal. 75-77; Sayyid Athif Luthfi, Tajribah Mishr al Libraliyyât 1922-1936, Kairo: al Markaz al Arabî li al Bahts wa al Nasyr, 1981. hal. 352.

Page 88: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

72

membebaskan tanah air dari penjajah, mengenyahkan Israel dari

Palestina, dan menyelesaikan problem yang dihadapi oleh

masyarakat Mesir dan umat Islam di negara-negara Arab.

Berangkat dari tujuan yang sama tersebut, mereka dapat bersatu

mengadakan serangan terhadap Israel, dan kemudian berhasil

melahirkan revolusi tahun 1952. 20 Dengan demikian, kekuatan

kerajaan yang absolut dan didukung oleh Inggris dapat

ditumbangkan, selanjutnya kepemimpinan Mesir dipegang oleh

Nasser hingga tahun 1970.

Dalam kepemimpinan Nasser, perombakan di bidang

politik dan ekonomi dilakukan secara besar-besaran. Mengenai

politik luar negeri, Nasser bersikap netral dari kekuatan dua

adikuasa yang sedang dalam situasi Peran-Dingin; membuat

perlawanan terhadap imperialisme dan Zionisme. Nasser

menggalang bersatunya negara-negara Arab, dan ternyata pada

tahun 1958 Mesir dan Syria bersatu untuk membersihkan

intervensi Inggris, pada tahun 1956 Nasser menasionalisasikan

Trusan Suez, kendatipun pada bulan Oktober di tahun yang

sama, Inggris, Perancis dan Israel menyerang Mesir dengan

tujuan mengadakan kontrol terhadap Terusan Suez.21 Sebagai

strategi politik dalam negeri, Nasser melenyapkan pengaruh

politik lama. Karenanya, Nasser mendesak tokoh-tokoh

konservatif maupun tokoh-tokoh liberal pada posisi marginal.

Bahkan, konflik dengan kelompok Muslim di Ikhwan terjadi

karena kelompok kedua ini tidak memperoleh tempat dalam

pemerintahannya.

20 Ira M. Lapidus, A History in Islamic Societies, hlm. 627-628.

21 Ira M. Lapidus, A History in Islamic Societies, hlm. 628-629

Page 89: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

73

Dalam bidang ekonomi, Nasser menasionalisasikan

perusahaan-perusahaan, bank-bank pusat, dan tanah-tanah yang

semula dikuasai oleh Inggris, Perancis, dan Yahudi. Hanya sektor

perdagangan kecil saja yang diswastakan. Memang, borjuis asing

berhasil didisposisikan, namun kemudian pemerintahan baru

didominasi oleh militer, dan sekelompok elit masyarakat yang

terdiri dari perwira, insinyur, guru, jurnalis, dan ahli hukum.22

Mayoritas warga Mesir, termasuk sebagaian besar kaum

terpelajar kota, menerima dengan antusias paham sosialis Arab

dengan sosok utama Jamal Abd Naser. Hal ini merupakan

tantangan besar bagi kaum intelektual berorientasi Islam seperti

Hassan Hanafi. Sebagian, seperti Muhammad al Ghazali, tetap

pada posisi tidak pasti dalam ujung kehidupan politik yang

kadangkala dipenjara. Dalam posisi masing-masing untuk

membela, maka Hassan Hanafi bekerja untuk memperjelas apa

yang disebut dengan al Yasâr al Islâmî. Posisi ini memunculkan

oposisi baik dari Nasseris yang lebih sekuler maupun dari

kelompok Islam yang lebih militan dan konservatif, juga

menimbulkan kecurigaan Polisi Keamanan Negara dari waktu ke

waktu.

Kekalahan Arab atas Israel tahun 1967 merupakan

pengalaman traumatis, khususnya bagi generasi yang telah

beranjak dewasa. Hassan Hanafi sebagaimana anak-anak yang

segenerasinya mengalami pendalaman intelektual dan

pengkajian kembali berbagai ideology. Bagi Mesir kekalahan

yang diikuti meninggalnya Nasser tahun 1970, membawa ke

22 Ira M. Lapidus, A History in Islamic Societies, hlm. 630-631.

Page 90: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

74

arah kepemimpinan yang secara konseptual kurang ideologis

yaitu dibawah kepemimpinan Anwar Sadat. Terbukti pada masa

pemerintahan Anwar Sadat, Israel mendapat perjanjian damai.

Hal ini memicu para militansi Islam merespon ancaman tersebut

yang berakibat pembunuhan terhadap Anwar Sadat pada tahun

1981.23

C. Perkembangan Pemikiran Hassan Hanafi

Perjalanan hidup dan perkembangan pemikiran Hassan

Hanafi, ia tuturkan dalam riwayat otobiografinya, tercakup

dalam salah satu karya utamanya, al-Dîn wa al-Tsaurah fî Mishr;

1952-1981, jilid VI, al Ushûliyah al Islâmiyah. Ia menempuh

serangkaian perkembangan kesadaran (consciousness).

Perkembangan dan perubahan yang dialaminya dari satu

kesadaran kepada kesadaran lain sangat terkait pula dengan

perubahan situasi lingkungannya yang lebih luas di Mesir.

Karena itu, dalam otobiografi tersebut, Hassan Hanafi lebih

banyak mengungkapkan keterlibatan dan partisipanya dalam

kehidupan nasional Mesir daripada kehidupan pribadi dan

keluarganya.

Sejak masih remaja, kesadaran pertama yang tumbuh

dalam diri Hassan Hanafi adalah “kesadaran nasional” (national

consciousness). Pertumbuhan kesadaran ini terkait dengan

kenyataan situasi Mesir yang dalam Perang Dunia II menjadi

sasaran serangan Jerman. Tetapi kesadaran nasionalnya

terutama dia arahkan kepada Inggris yang menduduki Mesir

23 John L. Esposito dan John O. Voll, “Hassan Hanafi: The Classic

Intellectual” dalam buku Esposito dan Voll, Makers of Contemporary Islam,hlm. 74.

Page 91: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

75

sejak 1882. Sejak saat ini Mesir hanya menjadi bulan-bulanan

kekuatan Eropa. Semangat nasionalisme Arab semakin kuat

bertumbuh dalam diri Hassan Hanafi seiring dengan

pembentukan negara Israel pada 1948, yang sejak 1928

mendapat dukungan pemerintah Inggris melalui “Deklarasi

Balfour”, yang menjamin penciptaan “tanah-air” bangsa Yahudi

di Palestina. Karena ini pula, maka dalam kesadaran

nasionalisme Hassan Hanafi mengganggap Inggris sebagai

musuh bangsa Arab yang sebenarnya.

Semangat nasionalisme mendorong Hassan Hanafi yang

masih duduk di Sekolah Menengah “Khalil Agha” secara sukarela

membantu perjuangan Mesir dalam perang melawan Israel.

Tetapi dengan segera ia menyadari adanya perpecahan yang

tidak bisa diselesaikan di antara bangsa Arab sendiri dalam

menghadapi Israel. Perpecahan ini, menurut Hassan Hanafi,

sangat merugikan bangsa Mesir khususnya. Pada akhirnya ia

sampai kepada kesimpulan, bahwa nasionalisme Arab tidak

lebih daripada sebuah ideologi yang sangat rapuh.24

Menyimpan rasa frustasi terhadap realitas nasionalisme

Arab sekuler yang gagal menyatukan bangsa Arab, Hassan

Hanafi secara alamiah bergeser kepada Islam. Melanjutkan

pelajaran ke Universitas Kairo, ia kemudian memasuki

organisasi al Ikhwan al Muslimun (IM), yang sedang menemukan

momentumnya, bukan hanya karena IM berdiri paling depan

melawan Israel, tetapi juga karena ia percaya bahwa organisasi

ini mampu menghadapi sosialisme-komunisme yang juga

24 Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VI, hlm. 218.

Page 92: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

76

semakin kuat dalam lingkaran kekuasaan Mesir. Hassan Hanafi

kemudian aktif dalam demonstrasi-demonstrasi IM dan politik

mahasiswa di kampus Universitas Kairo.25

Masa-masa ini sampai menjelang akhir 1950-an

merupakan masa bangkitnya “kesadaran keagamaan” (religious

consciousness) dalam diri Hassan Hanafi. Pemikiran, wacana

intelektual dan aktivisme bertitik tolak dari motif-motif Islam.

Pada masa inilah ia mengenal secara lebih mendalam pemikiran

dan wacana Islam yang berkembang di lingkungan gerakan

Islam (harakah). Ia membaca dan mendalami berbagai karya

tokoh-tokoh gerakan Islam seperti Hassan al-Banna, Sayyid

Quthb, Abu al-A’la al-Maududi, Abu al-Hassan al-Nadvi, dan lain-

lain. Dalam tulisan-tulisan mereka Hassan Hanafi menemukan

semangat “kebangkitan Islam” (al nahdlah al Islâmiyah), yang

sedikit banyak mempengaruhi pandangan dunia, dan misi

intelektual yang ia bayangkan harus dipikulnya.

Tetapi, kritisisme Hassan Hanafi sebagai mahasiswa

Jurusan Filsafat, Universitas Kairo segera membuatnya

mempertanyakan isi dan metodologi pemikiran Islam harakah

tersebut, yang dalam pandangannya telah kehilangan

relevansinya dengan realitas zamannya. Karena itu, ia berusaha

menawarkan interpretasinya sendiri atas topik-topik utama

filsafat Islam dan kalam hasil pemikiran ulama abad

25 Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VI, hlm. 219;

Lihat pula John L.Esposito, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World, New York: Oxford University Press, 1995, Vol III, hlm. 98-99; atau dapat dilihat John L. Esposito dan John O. Voll, “Hassan Hanafi: The Classic Intellectual” dalam buku Esposito dan Voll, Makers of Contemporary Islam, 2001, New York: Oxford University Press.hlm. 73.

Page 93: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

77

pertengahan. Di sinilah awal upaya Hassan Hanafi menuju

pembentukan suatu “metode Islam berdasarkan rasionalitas

tentang baik dan buruk; dan penyatuan kebenaran, kebaikan dan

keindahan”.

Sementara itu kebijakan-kebijakan semakin keras dan

opresif rezim Gamal Abd al-Nassir sejak pertengahan dasawarsa

1950-an, mendatangkan kesulitan-kesulitan pula bagi Hassan

Hanafi. Tetapi meningkatnya penindasan pemerintah Nasser

terhadap IM tidak mendorong Hassan Hanafi untuk melakukan

gerakan rahasia melawan pemerintah, karena menurut dia,

aktivitas bawah tanah bertentangan dengan wataknya. Dalam

masa-masa sulit yang dihadapi IM ini, aktivitas Hassan Hanafi

terbatas pada pengumpulan sumbangan bagi keluarga para

anggota IM yang dipenjarakan rezim Nasser.

Menjelang akhir dasawarsa 1950-an, Hassan Hanafi

berhadapan dengan berbagai krisis baik pada tingkat nasional,

terjadi krisis nasional Mesir 1956, kekacauan kehidupan

intelektual, dan meningkatnya penindasan pemerintah terhadap

IM. Pada level personal, ia menghadapi konflik dengan sejumlah

guru besarnya, sehingga ia sempat dibawa ke sidang disipliner

Universitas Kairo karena dianggap telah melecehkan mereka,

sehingga ia kehilangan statusnya sebagai mahasiswa teladan

berpredikat summa cum laude (al imtiyâz) yang semula

memungkinkannya untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri.

Berhadapan dengan semua krisis ini, Hassan Hanafi semakin

sering datang ke masjid, dan menghabiskan waktunya membaca

Page 94: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

78

al-Qur’an dan mulai merasakan intuisi-intuisi filosofis Kitab Suci

ini.26

Pada tahap inilah Hassan Hanafi mulai bergeser kepada

tingkat kesadaran baru, yaitu kesadaran filosofis (philosophical

consciousness). Bacaannya terhadap al-Qur’an membuatnya

semakin meyakini tentang pentingnya alam kesadaran filosofis,

dan sekaligus tentang keharusan untuk melanjutkan

perjuangan. Pendidikan lanjutan dan dinamika intelektual yang

dilaminya sejak 1956 di Paris memberikan kontribusi besar bagi

penguatan transformasi kesadaran filosofisnya tersebut. Pada

masa-masa inilah Hassan Hanafi mulai merumuskan kembali

“proyek besar”-nya untuk menciptakan metodologi dan teologi

baru Islam dengan pendekatan-pendekatan baru pula.

Dalam kerangka “proyek besar seumur hidup” (lifetime

project) itu, Hassan Hanafi mengajukan rencana disertasi di

Universitas Sorbonne berjudul “The General Islamic Method”.

Judul ini menggambarkan keinginannya untuk merumuskan

Islam sebagai metode yang umum dan komprehensif dalam

kehidupan personal dan sosial. Tetapi jelas, bahwa judul ini

mencakup pembahasan yang sangat luas, sehingga sangat bisa

dipahami kalau komite disertasi menolaknya. Namun, Hassan

Hanafi memiliki obsesi luar biasa tentang subjek tersebut,

sehingga belakangan ia menulis sejumlah karya yang

mengandung tema pokok tentang metodologi dan metode Islam

tersebut.

26Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VI, hlm. 226.

Page 95: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

79

Pengalaman di Prancis jelas sangat instrumental dalam

pembentukan wacana intelektualnya. Kembali ke Mesir pada

1966, Hassan Hanafi mengajar di Universitas Kairo dalam mata

kuliah Pemikiran Kristen Abad Pertengahan dan juga Filsafat

Islam. Sejak saat inilah ia memandang bahwa waktunya sudah

sampai baginya memulai proyek besar jangka panjang tentang al

turâts wa al tajdîd”, warisan tradisi dan modernisasi. Tujuannya

dengan proyek ini adalah untuk membangkitkan kembali

warisan tradisi Islam dan merekonstruksi intelektualisme ilmu-

ilmunya. Untuk mensosialisasikan wacana proyek intelektualnya

itu, Hassan Hanafi bukan hanya menulis berbagai buku, tetapi

juga menghabiskan banyak waktu dan energinya untuk menulis

esai yang dimuat dalam jurnal al Fikr al Mu’âshir, al Kâtib, dan

belakangan juga dalam jurnal yang ia terbitkan sendiri al Yasâr

al Islâmî, yang sayang berumur pendek -terbit hanya sekali

saja.27

Tetapi, suasana di Mesir sendiri baik secara politik

maupun intelektual kurang kondusif baginya. Sehingga, sejak

1970 Hassan Hanafi mengembara menjadi guru besar tamu di

Belgia (1970), AS (1971-1975), Kuwait (1979), Maroko (1982-

1984), Jepang (1984-1985) dan Uni Emirat Arab (1985). Pada

1971 misalnya Rektor Universitas Kairo atas tekanan aparat

keamanan menyarankan kepadanya untuk berhenti memberi

kuliah, dan sebaliknya menerima tawaran menjadi guru besar

tamu di Temple University Philadelphia. Sebagai intelektual

publik yang sangat vokal terhadap pemerintah, ia dipandang

27 Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VI, hlm. 253.

Page 96: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

80

cukup berbahya untuk dibiarkan bebas berbicara tentang

“kesadaran politik”, “perjuangan langsung”, “revolusi” dan

sejumlah tema-tema “subversif” lain yang dalam perspektif

kekuasaan dapat mengancam status-quo.

Pada akhirnya ia menerima tawaran menjadi guru besar

tamu di Temple University. Hassan Hanafi mendapat peluang

besar untuk melanjutkan pengembaraan intelektualnya. Di

Amerika ia mengkonsentrasikan dirinya untuk mendalami ilmu-

ilmu sosial, khususnya sosiologi agama. Selain itu, ia juga

menyediakan waktunya untuk mempelajari lebih jauh tentang

agama Yahudi (Judaism) dan Zionisme. Pada saat yang sama,

Hassan Hanafi melanjutkan usaha untuk menganalisis dan

menafsirkan masyarakat Barat, tradisi-tradisi dan kesadaran

intelektualnya. Dengan demikian, ia dapat lebih lengkap dalam

mengembangkan wacana intelektualnya sendiri.28

D. Karya-Karya Pemikiran Hassan Hanafi

Tulisan-tulisan karya Hassan Hanafi baik yang berbentuk

buku-buku maupun artikel-artikel banyak tersebar luas di

28 Mengenai perkembangan pemikiran Hassan Hanafi dapat dibaca secara

detailnya pada autobiografi Hassan Hanafi yang ia tulis di buku, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VI al Ushûliyah al Islâmiyah, terutama dari halaman 207-275. Di akhir tulisan autobiografinya Hassan Hanafi menyadari bahwa kemungkinan ada ketidakberimbangan dalam penulisan biografinya seperti antara yang ada dengan yang seharusnya ada, antara realita dan impian, antara yang tampak dan yang tersembunyi. Hal itu, menurutnya dikarenakan faktor malu apalagi banyak orang sezaman yang masih hidup. Menurutnya juga bahwa dirinya tidak melukiskan gambaran ideal dirinya karena ia sadar bahwa ia juga mempunyai banyak cacat layaknya kebanyakan manusia. Apa yang ia tulis menurutnya sebagai kenangan pada dunia karena kapan saja maut bisa menjemputnya sebelum ia sempat meninggalkan apa-apa. Hassan Hanafi kemudian mengutip ayat terakhir dari al-Qur’an Surat Luqman, yang artinya:” Dan diri tidak tahu apa yang akan diperbuat hari esok, dan diri juga tidak tahu di tanah mana ia akan mati.”

Page 97: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

81

berbagai media massa, sehingga tidak terlalu menyulitkan untuk

memperolehnya. Untuk dapat memahami perkembangan

pemikiran Hassan Hanafi secara sederhana dapat ditelusuri

menjadi tiga periode. Pertama, tahun 60-an, kedua, tahun 70-an,

dan ketiga tahun 80-an dan 90-an.

Analisis di atas didasarkan pada pertimbangan bahwa

terdapat perkembangan pemikiran yang berbeda dalam masing-

masing periode. Tampaknya, dinamika politik Mesir mempunyai

pengaruh besar pada gelombang pemikiran Hassan Hanafi.

Meskipun demikian, periodisasi ini tidak dipergunakan secara

ketat, mengingat suatu ketika pemikiran akan terjadi

pengulangan.

Periode tahun 60-an ketika Hassan Hanafi belajar di

Prancis bertemu dengan berbagai pemikiran dari disiplin ilmu. Ia

menekuni bidang tersebut sebagai usaha untuk merekonstruksi

pikiran Islam yang menurutnya sedang mengalami krisis. Untuk

itu ia mengadakan penelitian guna mengatasi masalah besar ini

dan dibuktikan dengan karya akademiknya, tesis dan disertasi,

tahun 1965 dan tahun 1966.

Hassan Hanafi menulis tesis dan diertasinya dengan judul

Les Me’thodes d’Exe’ge’se, Essai sur La Science des Fondements de

La Compre’hension, elm usul al fiqh dan L’Exe’ge’se de la

Phe’nome’nologie L’ e’tat actuel de la me’thode

phe’nome’nologique et son Application au Phe’nome’ne

Religieux.29

29 A. Luthfi Assyaukanie, “Oksidentalisme: Kajian Barat Setelah Kritik

Orientalisme”. hlm. 121.

Page 98: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

82

Kedua karya di atas berisi beberapa pemikiran besar

Hassan Hanafi sebagai upaya yang berangkat dari tujuan

mengintegrasikan antara warisan masa lalu dengan kenyataan

masa sekarang. Upaya-upaya yang dilakukannya dapat terlihat

dalam buku Muqaddimah fî ‘Ilm al Istighrâb seperti

tersimpulkan berikut ini.

Pertama, metode intepretasi sebagai pembaharuan dalam

bidang Ushûl Fiqh, Kedua, fenomenologi sebagai metode untuk

memahami realitas agama. Ketiga, menyesuaikan dengan situasi

dan kondisi serta menyederhanakan ilmu Ushûl Fiqh sesuai

dengan realitas. Keempat, keharusan agama berdasarkan realitas

kontemporer. Kelima, bagaimana memahami serta menjelaskan

teks-teks masa lalu. 30

Selanjutnya, pada periode kedua yaitu tahun 70-an. Pada

fase ini tulisan Hanafi banyak membicarakan problema pemikir

kontemporer. Salah satu tujuan dari tulisan-tulisan periode ini

adalah mencari penyebab kekalahan umat Islam ketika perang

melawan Israel tahun 1967.

Kenyataan seperti di atas disadari oleh Hassan Hanafi. Ia

mencoba menggabungkan antara semangat keilmuan dengan

semangat kerakyatan. Maka pada tahun 1976 ia menulis buku

Qadlâyâ Mu’âshirah ke-1, fî Fikrinâ al Mu’âshir. Menurutnya,

seorang ilmuan tidak harus hanya duduk, asyik berpikir tetapi

30 Hassan Hanafi, Muqaddimah fî ‘Ilm al Istighrab, hlm. 12.

Page 99: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

83

juga harus berpikir dan memberikan jalan keluar bagi rakyat

yang sedang mengalami kesulitan. 31

Buku keduanya terbit tahun 1977 yaitu Qadlâyâ

Mu’âshirah fî Fikri al Gharbî. Dalam buku kedua ini Hassan

Hanafi memperkenalkan beberapa pemikir Barat seperti

Spinoza, Kant, Hegel, Max Weber dan Herbert Marcuse. Hassan

Hanafi juga menjelaskan bagaimana mereka ini memahami

persoalan masyarakat kemudian bagaimana mereka

mengadakan reformasi. 32

Menurut Hassan Hanafi tidaklah cela lagi Muslim

mempelajari pemikiran Barat, sekedar meminjam metode yang

digunakan oleh para pemikirnya. Hal seperti ini menurutnya

telah menjadi tradisi ulama dan pemikir Islam klasik. Al Farabi

telah mengintegrasikan aspek ketuhanan Plato dan kebijakan

Aristoteles. Menurutnya, ia tidak keberatan mengintegrasikan

antara idealisme Hegel dan realisme Marx.33

Periode 70-an diliputi oleh situasi politik Anwar Sadat

yang pro Barat dan memberi kelonggaran pada Israel, meskipun

pada sekitar awal periode ini Sadat berhasil menggunakan

31 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah fî Fikrinâ al Mu’âshir, Beirut: Dâr al

Tanwir. 1983. Buku pertama ini menggambarkan bagaimana iman seorang pemikir menganalisis realitas dan berusaha merevitalisasi khazanah klasik Islam.

32 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah fî Fikri al Gharbî, cet, IV, Bairut: Dâr al Tanwir, 1990.

33 Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. VII, hlm. 303. Selanjutnya Hanafi menjelaskan contoh lainnya yaitu integrasi antara rasionalisme Rene Descartes dan eksperimentalisme Husserl. Hal yang terpenting menurut Hassan Hanafi adalah bagaimana kita memahami posisi kita dengan Barat lalu mengembalikan pada tradisi sewajarnya.

Page 100: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

84

kekuatan Islam. Peristiwa-peristiwa besar yang menandai

periode ini adalah undang-undang ekonomi terbuka tahun 1974,

intifada tahun 1977, perjanjian Mesir Israel 1979 dan

terbunuhnya Anwar Sadat tahun 1981. 34

Periode ketiga, tahun 80-an dan awal tahun 90-an. Awal

tahun 80-an Hassan Hanafi menerbitkan buku sebanyak 8 jilid

yang berjudul al Dîn wa al Tsaurah fî Mishri, 1952-1981. Buku

itu merupakan himpunan artikel-artikelnya. Ditulis antara tahun

1976-1981 dan setiap jilidnya diberi judul. Tema buku itu secara

keseluruhan membicarakan gerakan-gerakan keagamaan

kontemporer dan integritas umat.

Dengan buku tersebut, Hassan Hanafi ingin membuktikan

secara empirik tesis sebelumnya bahwa salah satu penyebab

utama konflik berkepanjangan di Mesir adalah tarik menarik

antara ideologi Islam dengan Barat. Sebagai salah satu solusinya

adalah bagaimana mengintegrasikan seluruh pemikiran dengan

cara menggali kembali khazanah masa lampau di Mesir. 35

Selanjutnya tahun 1981 Hassan Hanafi menulis buku

Dirâsât Islâmiyyah yang memuat tentang metode studi

keislaman: Ilmu Ushûl Fiqh, Ushuludin, Filsafat dan bagaimana

pembaharuannya. Hanafi menunjukkan perkembangan ilmu-

ilmu tersebut dari masa ke masa sejak kemunculannya dan

34 Alain Gresh and Dominique Vidal, An A to Z of the East, London: Zed

Book, 1990, hlm. xii.

35 Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol. I-VII, Kairo “Maktabah Maudbuli, 1989. Ia juga memberikan bukti-bukti penyebab setiap munculnya tragedi politik dan terakhir mengalisis penyebab munculnya radikalisme (fundamentalisme) Islam dari akar-akarnya.

Page 101: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

85

bagaimana mengadakan rekonstruksi agar ilmu-ilmu itu

mempunyai vitalitas kembali. 36

Periode 80-an sampai dengan awal 90-an, pada dasarnya

dilatar belakangi oleh kondisi politik yang relatif stabil dari pada

masa sebelumnya, sungguhpun pemerintahan Husni Mubarak

belum sepenuhnya meredam gejolak kelompok radikal. Dalam

situasi seperti ini, Hassan Hanafi bercita-cita untuk

memperbaharui pemikiran Islam secara total. Oleh karenanya, ia

menulis sebuah buku yang berjudul al Turâts Wa al Tajdîd. 37

Buku yang berjudul al Turâts Wa al Tajdîd (Tradisi dan

Pembaharuan) ini mendiskusikan sikap yang dibutuhkan umat

Islam terhadap tradisi dan juga terhadap khasanah Barat untuk

menjaga supaya tidak teralienasi. Dalam buku ini terlihat kesan

bahwa Hanafi terlalu teoritis seperti yang dilontarkan oleh

Boulatta. 38

Pada tahun berikutnya (1981) Hassan Hanafi membuat

jurnal al Yasâr al Islâmî yang notabenenya sebagai gerakan atau

36 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyyah, cet.II, Kairo: Maktabah Anjilo, 1982.

Dalam buku ini, Hassan Hanafi menggunakan metode fenomenologi dan hermeneutika. Intinya, buku ini menjelaskan obyek studi melalui perspektif kesejarahannya secara kritis dan melihatnya sebagaimana adanya.

37 Buku ini merupakan pengantar teoritis umum dari bagian pertama dari proyek Sikap Kita terhadap Turats Klasik. Sekarang jilid pertama dari bagian pertama ini, yaitu Min al ‘Aqîdah Ilâ al Tsaurah (Hassan Hanafi, Kata Pengantar dalam al Turâts wa al Tajdîd Mauqifunâ min Turâts al Qadîm, Beirut: al Mu’assasah al Jam’iyah, 1992).

38 Isa J. Boulatta, Issa J. Boullata, “Hassan Hanafi Terlalu Teoritis untuk Dipraktekan”, dalam jurnal Islamika No. 1, Bandung: MISSI dan Mizan, 1993 hlm. 20.

Page 102: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

86

sebagai manifesto gerakan Hassan Hanafi yang berbau ideologi39

Menurut pengakuan Hassan Hanafi “kiri” Islam ini muncul

karena didorong oleh keberhasilan revolusi Islam Iran. Di mana

Ali Syari’ati sebagai arsitek dan Imam Khomaini sebagai

pemimpin revolusinya. 40

Tulisan yang berupa jurnal itu hanya terbit satu kali dan

memuat tulisan Hassan Hanafi, Ali Syari’ati dan Muhammad

‘Audah yang menjelaskan apa kiri Islam dan tanggapan pemikir

muslim terhadap imperialisme. Dari buku tersebut

Abdurrahman Wahid menanggapi bahwa pemikiran Hassan

Hanafi jelas-jelas mengacu pada sebuah analisis kelas yang

mendominasi sosialisme sebagai faham. 41

Sebagai langkah pertama pembaharuan pemikirannya

tahun 1988 Hanafi menulis lima jilid buku, Min al ‘Aqîdah Ilâ al

Tsaurah. Buku ini merupakan karyanya yang besar dan paling

penting. Isi buku ini adalah bagaimana cara merekonstruksi ilmu

39 Islamika, No. 1, hlm. 23

40 Hassan Hanafi, al Yasâr al Islâmî: Kitâbât fî al Nahdlah al Islâmiyah, hlm. 10.

41 Menurut Abdurrahman Wahid, dari penalaran Hassan Hanafi jelas dapat disimpulkan bahwa Hassan Hanafi mengacu pada sebuah analisis kelas yang mendominasi sosialisme sebagai faham, termasuk jenis-jenis sosialisme yang tidak Marxisme-Leninis. Pilihan Hassan Hanafi jatuh pada sosialisme yang bertumpu pada Marxisme Leninisme yang dimodifikasikan, seperti sosialisme Arab. Dikatakan dimodifikasikan karena hakekatnya materealistik dari determinisme-historik, yang meniscayakan kehancuran kapitalisme dan feodalisme dan kemenangan proletar, ditolak secara tegas. Diterminisme-historik yang meniscayakan kebebasan manusia itu diberi roh non materealistik, seperti pemunculan unsur-unsur progresif dalam agama dan pranata lain yang bersifat kerohanian atau kesejarahan: (Abdurrahman Wahid, “Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya”, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, hlm. xiv)

Page 103: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

87

kalam dan penjelasan seluruh karya dan aliran ilmu kalam dari

aspek isi, metodologi, latar belakang kelahiran dan

perkembanganya sampai akhir abad 20. 42

Selanjutnya tahun 1992 Hassan Hanafi merintis lahirnya

studi-studi peradaban Barat perspektif ketimuran atau sering

disebut dengan oksidentalisme sebagai lawan orientalisme. Buku

tersebut berjudul Muqaddimah fî ‘Ilm al Istighrab. Buku ini

sebagai sikap Hassan Hanafi terhadap tradisi peradaban Barat.43

Isinya memuat penjelasan latar belakang studi, batasan-batasan

studi, dan periode peradaban Barat meliputi periode

pertengahan, periode reformasi dan kebangkitan; periode

rasional dan pencerahan serta ilmiah dan eksistensialisme.

Terakhir tahun 2000 Hassan Hanafi menulis buku dengan

judul Islam in the Modern World yang terdiri dari dua bagian.

Bagian I Religion, ideology and Development dan bagian kedua

Tradition, Revolution and Culture.

Kedua buku di atas merupakan kumpulan artikel yang

disampaikan pada seminar-seminar di berbagai negara seperti

Amerika, Prancis, Jepang, Indonesia dan negara-negara di Timur

Tengah. Karya ini memperlihatkan kecenderungan akhir

pemikiran Hanafi yang hendak mengidiologikan agama dan

42 Hassan Hanafi, Min al ‘Aqîdah Ilâ al Tsaurah, Kairo: Maktabah Madbuli,

1988.

43 Hassan Hanafi, Muqaddimah fî ‘Ilm al Istighrab Mauqifunâ Min Turâts al Gharbî, Kairo: Dar al Fannani, 1992.

Page 104: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

88

meletakkan posisi agama serta fungsinya dalam pembangunan

di negara dunia ketiga. 44

Karakteristik pemikiran Hassan Hanafi diawali pada

dasawarsa 1960-an banyak dipengaruhi oleh faham-faham

dominan yang berkembang di Mesir, nasionalistik sosialistik-

populalistik yang dirumuskan sebagai ideologi Pan Arabik. 45

Tetapi kemudian, pada akhir dasawarsa itu Hassan Hanafi mulai

berbicara keharusan Islam mengembangkan wawasan kehidupan

yang progesif dan berdimensi pembebasan (al taharrur,

liberation). 46

Hassan Hanafi memposisikan dirinya sebagai seorang

sekularis moderat tetapi bayak diinspirasi oleh konsep Sayyid

Qutb tentang keadilan sosial maupun oleh Nasherisme. Hassan

Hanafi menerima semangat sekularisasi dalam pengertiannya

yang luas. Hal ini terlihat ketika ia mempromosikan proyek

monumental dan penuh ambisi, al Yasâr al Islâmî dan akrab

dengan kesarjanaan Barat dan Islam.47 Bahkan, Hassan Hanafi

44 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, 2 Volume, Vol I, Religion, Ideology and Development dan Vol. II, Tradition, Revolution and Culture. Kairo. Dar Kebaa, 2000.

45 Abdurrahman Wahid, “Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya”, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, hlm. xii.

46 Abdurrahman Wahid, “Hassan Hanafi dan Eksperimentasinya”, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam, hlm. xiii. Ia mensyaratkan fungsi pembebasan jika diinginkan Islam untuk mengembangkan wawasan masyarakat pada kebebasan dan keadilan khususnya keadilan sosial sebagai ukuran utamanya.

47 Proyeknya direpresentasikan dalam bukunya, al Turats wa al Tajdîd, (Tradisi dan Pembaharuan). Nilai tradisi diukur dari penggunaannya sebagai sumber untuk menciptakan teori ilmiah tentang aksi. Lihat Sharough Akhavi, “Dialectic in Contemporary Egyptian Social Thought” dalam International Journal of Middle Eastern Studies, No. 29, 1997, hlm. 387-394.

Page 105: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

89

secara kreatif menggunakan khazanah keilmuan Barat,

utamanya argumen-argumen kiri tentang sosialisme dan

Marxisme serta berbagai pendekatan ilmiah atas pengetahuan,

seperti fenomenologi, rasionalisme dan teori kritis untuk

merekonstruksi pemikiran Islam. Namun, ia juga kritis terhadap

sekularisme sebagai ideology, khususnya yang bertujuan untuk

memisahkan agama dari negara.48 Hassan Hanafi menyatakan

bahwa:

“Sekulerisme telah lenyap dan sekarang tak seorangpun

lantang menyerukan pemisahan antara agama dan negara.

Sesuatu yang sudah diraih pada abad yang telah lalu, hilang

secara cepat pada abad ini (abad 20). Kurva sekulerisme dimulai

dengan naik tinggi secara cepat, bahkan dalam satu waktu,

menurun secara tajam”.49

Namun demikian, menurut Hassan Hanafi bahwa Islam

adalah “agama sekuler” dalam pengertian agama tanpa otoritas

kerahiban, yang merupakan makna sekularisme di Barat. Islam

adalah agama tanpa dogma dan misteri, dan bahkan,

menurutnya, tanpa ritual. Islam sejalan dengan akal dan

48 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, Tradition, Revolution and

Culture, Vol. II, Kairo: Dar Kebaa, 2000, hlm. 54.

49 Kutipan dalam bahasa Inggris selengkapnya sebagai berikut ini.

“Secularism disappeared and now no writer dare to call for separation between religion and state. What has been won during the last century has been lost very quickly this century. The curve of secularism also began high but quickly, even in one lifetime, crashed”. Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, Tradition, Revolution and Culture, Vol. II, Kairo: Dar Kebaa, 2000, hlm. 54.

Page 106: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

90

kebajikan. Konsep keadilan sosial, kebebasan, kehendak bebas,

alam dan akal adalah term-term keagamaan Islam.50

Dapat disimpulkan bahwa pemikiran Hassan Hanafi

meliputi proyek besarnya, al Turâts wa al Tajdîd, al Yasâr al

Islâmî, metodologi Islam, filsafat Barat, hermeneutika dan

Oksidentalisme. Walaupun ia berbicara soal lain seperti ekonomi

dan politik itu hanya karena ingin menjelaskan persoalan yang

sedang dihadapi oleh umat Islam.

Misi dan perspektif umum Hassan Hanafi terlihat konstan

selama paruh ke-2 abad 20. Namun demikian, perubahan

dramatis dalam konteks politik dan kehidupan intelektual Mesir

menantang pekerjaannya dengan cara-cara yang berbeda secara

signifikan. Pada awal kehidupannya, sebagai seorang mahasiswa

dan seorang intektual muda, Hassan Hanafi melihat tantangan

utama berasal dari Komunis dan kemudian mungkin sekuler

kiri. Pada tahun 1980-an, beberapa kritik tertajamnya ditujukan

kepada “fundamentalis Islam” dan “ritualis” yang menurut

perspektif Hassan Hanafi merepresentasikan kekuatan-kekuatan

penindasan dan ketidak-pastian. Dalam banyak hal, perubahan

kondisi berpengaruh kepada apa yang dilakukan Hassan Hanafi,

dan hidupnya merefleksikan perubahan-perubahan besar dari

paruh ke-2 abad ke 20.

50Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, Religion Ideology and

Development, Vol. I, Kairo: Dar Kebaa, 2000, hlm. 141.

Page 107: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

BAB IV TEORI HERMENEUTIKA HASSAN HANAFI A. Kemunculan Pemikiran Hermeneutika Hassan Hanafi

Pemikiran hermeneutika Hassan Hanafi pertama kali

dikemukakan pada paruh kedua dekade 1960-an, ketika dia

menulis tesis dan disertasinya. Kedua karya itu Les Me’thodes

d’Exe’ge’se, Essai sur la Science des Fondements de la

Compre’hension, elm Usul al Fiqh dan L’Exe’ge’se de la

Phe’nome’nologie L’e’tat actuel de la me’thode

phe’nome’nologique, juga La Phenomenologie de L’Exe’ge’se,

Page 108: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

92

Essai d’une Herme’neutique Existentielle’ a Partir du Nouveau

Testament. Awal tahun 1980 ia mempublikasikan bukunya,

Religious Dialogue and Revolution1 ditulis antara tahun 1972-

1976, di dalamnya ada pembahasan hermeneutika. Pembahasan

hermeneutika al-Qur’an juga dapat ditemui dalam buku Dirâsât

Islâmiyyah bab Ushul Fiqh dan buku Dirâsât Falsafiyyah2

terutama pembahasan “Qira`ah al Nash”. Pada tahun 1993,

sebuah simposium internasional di Belgia bertema Al-Qur’an

sebagai Teks, Hassan Hanafi membahas “Hermeneutika Al-

Qur’an Tematik” yang kemudian tema ini dimuat dalam buku

Islam in The Modern World vol. I terbit tahun 2000. Selain itu,

pemikiran tafsir lain yaitu Manhaj Ijtimâ’î. Karya Hassan Hanafi

1 Buku ini terdiri dari dua bagian yaitu “Dialog dan “Revolusi”. Pada bagian pertama Hassan Hanafi, di antaranya membahas “Hermeneutika Sebagai aksiomatika: Sebuah Kasus Islam” (berkaitan dengan metodologi penafsiran); Pandangan Al-Qur’an Terhadap Kitab-kitab Suci” dan “Status Wanita Menurut Al-Qur’an dan Ajaran Yahudi” (Aplikasi metode penafsirannya). Pada bagian kedua termuat dua bagian, pertama, dimulai dengan “Teologi tentang Tanah” dan “Agama Sebagai Perlawanan Terhadap Zionisme”, kedua, “Agama dan Revolusi”, Meskipun terjadi perkembangan krusial dalam pemikiran Hassan Hanafi pada tiga dekade terakhir, terlebih lagi setelah diproklamasikannya gerakan Kiri Islam pada tahun 1981 yang ditandai dengan diterbitkannya jurnal Al Yasâr Al Islâmi, tetapi perkembangan pemikiran hermeneutika Al-Qur’an-nya tidak terlalu signifikan. Perubahan terjadi dari apa yang disebutnya dengan kesadaran Individu (al Wa’yu al Fard) pada dekade 1960-1970, kepada dominannya kesadaran kolektif (al Wa’yu al Ijtimâ’î) sejak dekade 1980.

2 Dalam buku ini Hassan Hanafi membagi dua pembahasan. Bagian pertama, Fî Fikrinâ al Mu’âshir) (Pemikiran-pemikiran Islam Kontemporer) dan bagian kedua, “Fî Fikr al Gharb al Mu’âshir” (Pemikiran Barat Kontemporer) di bagian ini ada pembahasan “Qir`ah al Nash” (hlm. 523-549). Lihat Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah, Kairo: Anjilu al Mishriyyah, 1987.

Page 109: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

93

ini dapat ditelaah dalam Qadlâyâ Mu âshirah3 bag. I, dan Al Dîn

wa al Tsaurah volume ke-7.4

Pada dasarnya, kesadaran untuk membangun

hermeneutika baru, awal mulanya terbentuk saat dia di Prancis

yaitu ketika mulai menulis proposal disertasi doktornya tentang

“Metodologi Islam Komprehensif”. Namun, menurutnya proposal

itu ditolak setelah dikonsultasikan dengan promotornya dengan

alasan studi yang dia lakukan kurang terfokus.5

Setelah Hassan Hanafi memutuskan untuk memilih Henry

Corbin sebagai pembimbing, dia disarankan untuk merubah

3 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah vol. I, “Fî Fikrinâ al Mu’âshir”, Beirut: Dar al Tanwîr, 1983, hlm 175-186 terutama judul “Hal Ladainâ Nazhariyah fî al Tafsîr”, “Ayyuhumâ asbaq : Nazhâriyah fî al Tafsîr am Manhaj fî Tahlîl al Khabarât”, serta “’Aud ilâ al Manba am ‘Aud ilâ Thabî’ah”

4 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah vol. 7, “Al Yamîn wa al Yasâr fî al Fikr al Dînî”, Kairo : Maktabah Madbuli, 1989, hlm. 69-145, terutama “Mâdzâ ta’nî Asbâb al Nuzûl”; Manâhij al Tafsîr wa al Mashâlih al Ummah” terutama bagian ketiga,” Al Manhaj al Ijtimâ’î fi al Tafsîr”, Ikhtilâf fî al Tafsîr am Ikhtilâf fî al Mashâlih”. (berkaitan dengan metodologi), serta “Al Mâl fî al Qurân” dan “Al Jihâd” (berkaitan dengan penerapan metodologi).

5 Rencana Hassan Hanafi dalam disertasinya akan mereformulasikan Islam sebagai sebuah metode universal dan komprehensif dalam kehidupan individu dan masyarakat yang dia bangun dengan dua konseptualisasi pertama, konsep baku dari konsepsi dan sistem dan kedua, konsepsi dinamis dari energi dan gerak. Formulasi ini berdasarkan konvergensi wahyu sebagai sistem ideal bagi dunia dan dunia sekuler sebagai sistem alamiah yang bermula dari wahdah al dzat hingga wahdah al syuhûd dan wahdah al wujûd. Setelah dia diberitahu bahwa itu adalah gagasan dari Immanuel Kant, dia disarankan pembimbingnya untuk memfokuskan pada tokoh Kant saja dan bukan Islam. Alasannya karena dia telah meletakkan gagasan problem wahyu sebagai a priori dan pengetahuan manusia atau sekuler sebagai a posteriori.(Hassan Hanafi, ‘Al Ushûliyyah al Islâmiyyah’ dalam Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981. vol. ke-6. Kairo : Maktabah Madbuli, 1989, hlm.228).

Page 110: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

94

istilah Islam supaya menjadi lebih spesifik dengan hanya

hermeneutikanya saja dan menelaah al Bahr al Muhîth karya al

Zarkasyi. Tetapi dia terobsesi untuk menguak konsep kesadaran

perspektif ahlu al sunnah dalam kerangka kebangkitan dan

berdialog dengan realitas umat di Mesir.”6

Hassan Hanafi memulai penulisan disertasinya dengan

terlebih dahulu membaca tuntas setiap tulisan tentang filsafat

Eropa, utamanya Prancis dan Jerman. Setelah pembacaannya

sampai kepada Edmund Husserl dan mengenal tafsir

fenomenologi yang menyatakan bahwa permulaan kesadaran

Eropa bermula dari kesadaran personal dan budaya maka dia

mengubah judul penelitiannya dengan pertimbangan supaya

lebih detail dan seksama.

Hassan Hanafi merubah judulnya menjadi Tafsir

Fenomenologi : “Kondisi Aktual Metode Fenomenologi dan

Aplikasinya dalam Fenomena Keagamaan.” Menurutnya, dia

sengaja menggunakan pendekatan hermeneutika dalam

memahami fenomenologi dan perubahannya menjadi

6 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981. vol. ke-6 , hlm.229.

Page 111: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

95

fenomenologi aplikatif serta mengevaluasi penerapannya pada

fenomena keberagamaan.7

Sebagai antisipasi judul semakin mengembang, Hassan

Hanafi memutuskan untuk membuat bagian kedua yang khusus

membahas aplikasi metode fenomenologi dalam fenomena

tafsir. Akhirnya, ia membahas judulnya, Fenomenologi tafsir:

Sebuah upaya dalam tafsir Eksistensialis. Kasus Kitab Perjanjian

Baru” sebagai upaya dialog antaragama dan peradaban.8 Ia

mengkaji teks-teks Kitab Perjanjian Baru dengan pendekatan

Ushul Fiqh sambil menjadikan komentar-komentar al-Qur’an

atas Injil sebagai sesuatu yang telah diselewengkan, diubah dan

diganti sebagai hipotesis ilmiah yang masih membutuhkan

pembuktian validitasnya dalam sejarah.9

7 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981. vol. ke-6, hlm. 233.

8 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981. vol. ke-6, hlm.234. Dia menceritakan bahwa ujian disertasi bukanlah terminal akhir melainkan, risalah atau pendapat yang harus diteruskan. Dia menyatakan bahwa kesadaran barunya diawali dalam “Metodologi Penafsiran’, dan kesadaran lamanya berakhir dalam “Dari Tafsir Fenomenologi Menuju Fenomenologi Tafsir” yang berarti permulaan bangkitnya Timur dan berakhirnya Barat. Setelah dia menyelesaikan ujian disertasi maka pada bulan Agustus 1966 dia pulang ke Mesir dan menyatakan bahwa dia baru menyelesaikan jihad kecil dan akan menghadapi jihad yang lebih besar (Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981. vol. ke-6, hlm.235.)

9 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981. vol. ke-6, hlm. 234.

Page 112: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

96

B. Hermeneutika sebagai Aksiomatika

Dengan hermeneutika sebagai aksiomatika Hassan Hanafi

bermaksud membangun sebuah metode yang bersifat rasional,

obyektif dan universal untuk memahami teks-teks Islam.

Menurutnya, “hermeneutics as Axiomatic”, hermeneutika sebagai

aksiomatika berarti deskripsi proses hermeneutika sebagai ilmu

pengetahuan yang rasional, formal, obyektif, dan universal10

Hubungan hermeneutika dengan kitab suci harus seperti

hubungan antara aksiomatika dan matematika. Seperti

aksiomatika, hermeneutika harus meletakkan semua

aksiomanya di muka dicoba lebih dahulu menyelesaikan semua

masalah hermeneutika tanpa mengacu pada data revelata

khusus. 11 Jadi, hermeneutika sebagai aksiomatika harus

memainkan peranan yang sama dengan “teori keseluruhan” dan

“teori penjumlahan” dalam matematika.

Sehubungan dengan kitab suci, hermeneutika akan

menjadi semacam Mathesis Universalis. Aksiomatisasi

hermeneutika menurutnya, tidak mesti membutuhkan

perumusan matematis pada ilmu-ilmu tentang manusia. Ia

10Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, Kairo: Anglo Egyptian Bookshop, 1981, hlm 2

11 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, Ibid.

Page 113: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

97

hanya perlu menyusun semua masalah yang dikemukakan oleh

sebuah kitab suci dan mencoba menyelesaikannya di muka, in

principil, terakhir meletakkan masalah dan penyelesaian

bersama-sama dalam bentuk aksiomatis12

Selain merekomendasikan perlunya melakukan

perbincangan teoritis hermeneutika sebelum melakukan

kegiatan exeges --suatu hal yang sama sekali baru dalam tradisi

penafsiran klasik terhadap al-Qur’an --Hassan Hanafi sebenarnya

juga menginginkan hermeneutika aksiomatis bersifat

positivistik.13 Bahkan, tujuan perbincangan teoritis

hermeneutikanya adalah dalam rangka aksiomatika, yakni tidak

lain untuk menciptakan sebuah disiplin penafsiran yang

obyektif, rigorus (tepat, akurat) dan universal. Seperti halnya

fenomenologi yang dirintis Edmund Hursserl, pendekatan ini

memang dimaksudkan sebagai disiplin yang apoditiktis, yang

tidak menginginkan keragu-raguan apa pun.14

Sejalan dengan kepentingan fenomenologi tersebut,

Hassan Hanafi meletakkan kritik sejarah dalam kitannya dengan

teks-teks kitab suci sebagai maslaah teoritis yang krusial. Sebab

12 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, Ibid.

13 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm 2.

14 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman Jakarta: Gramedia 1983 hlm 103.

Page 114: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

98

kritik sejarah berfungsi menjamin keaslian firman Tuhan yang

disampaikan kepada Nabi dalam sejarah, baik melalui medium

lisan maupun tertulis.15 Sementara dalam proses interpretasi,

menurut Hassan Hanafi, penafsiran harus beranjak dari

pemikiran yang kosong, seperti tabula rasa, di mana tidak boleh

ada yang lain selain analisis linguistik.16

Hassan Hanafi bukannya tidak sadar dengan tendensi

objectivistik dalam perumusan hermeneutikanya yang awal-awal

tersebut. Akan tetapi, ia sengaja menekankan hal ini sebagai anti

tesis terhadap raibnya penafsiran al-Qur’an yang otoritatif, yang

didasarkan pada prinsip-prinsip yang memiliki tujuan ilmiah

tertentu. 17 Sebab menurutnya seperti sudah dijelaskan

sebelumnya, kebanyakan tafsir al-Qur’an tradisional terjebak

dalam penjelasan tautologis dan repetitif tentang tema-tema

yang sama sekali tidak relevan.

15 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm 14.

16 Menurut Hassan Hanafi lebih lanjut, analisis linguistik terhadap Kitab suci inipun bukan merupakan analisis yang baik, tetapi hanya merupakan alat yang sederhana yang akan membawa kepada pemahaman terhadap makna kitab suci. Hassan Hanafi memberikan contohnya bahwa fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengawasi pembacaan teks, tetapi masih berada di bawah bidang makna, sedangkan marfologi, leksikologi dan sintaksis memperkenalkan langsung kepada masalah makna (Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 14).

17 Hassan Hanafi, Qadlâyâ, Muâshirah Vol.2, Beirut: Dar al Tanwir, 1983, hlm. 176.

Page 115: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

99

Di samping itu, Hassan Hanafi berharap dapat

mengeleminasi kesewenang-wenangan penafsir terhadap teks al-

Qur’an. Karena baginya, hermeneutika mengajarkan metode

yang bersifat normatif dan karena itu, bukanlah seni yang

bergantung sepenuhnya pada kepandaian pribadi yang

menafsirkannya.18

Hassan Hanafi sendiri telah menyaksikan betapa

banyaknya penafsiran al-Qur’an yang berlaku sewenang-wenang

dengan memberlakukannya sebagai teks filsafat, sastra, hukum,

dan sebagainya. Hal mana telah menimbulkan konflik laten

sepanjang sejarah kehidupan umat Islam. Belakangan, Hassan

Hanafi merevisi sebagian asumsinya tentang hermeneutika

sebagai disiplin yang rigorus dan positivistik tersebut.

Kesadarannya tentang proses kesejarahan manusia membawa

kepada kesimpulan bahwa “tidak ada hermeneutika per se,

absolut, dan universal. Hermeneutika tidak selalu merupakan

“hermeneutika terapan” yang merupakan bagian dari

perjuangan sosial. 19

Bagi Hassan Hanafi, pluralitas itu sendiri mencerminkan

konstruksi masyarakat, merupakan refleksi konflik sosial yang

18 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm 2.

19 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 2, hlm. 208.

Page 116: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

100

menjadi dasar pemikiran manusia. Dalam hal ini, ia tidak lagi

berbicara hermeneutika dalam pengertian teoretiknya, tetapi

lebih mengarah pada historisitas hermeneutika tersebut, yakni

dipahami sebagai suatu produk pemikiran yang tidak mungkin

dicabut dari konteks di mana ia muncul dan untuk apa ia

dibangun.20

Hermeneutika yang cenderung bersifat historis dalam

gagasan Hassan Hanafi tersebut hampir serupa dengan

pendirian hermeneutika filosofis dan diskursus pemikiran barat.

Dalam hermeneutika jenis ini, utamanya yang dikemukakan oleh

Hans George Gadamer, hermeneutika tidak lain merupakan

diskursus tentang fenomena pemahaman manusia itu sendiri,

yakni merefleksikan makna dan hakikat pemahaman dan proses

memahami pada diri manusia. Oleh sebab itu bagi Gadamer,

sebuah penafsiran tidak pernah lepas dari tradisi yang

dilestarikan lewat bahasa. Artinya, manusia tidak mungkin

memahami teks terlepas dari aspek linguistik yang bersifat

historis. Suatu penafsiran senantiasa didahului oleh “prapaham”

tertentu yang mencerminkan historisitas yang meliputi

manusia. Dengan sendirinya, suatu pencarian makna

20 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm 3. Bandingkan dengan Iham B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan. Bandung : Teraju, 2002 hlm. 110.

Page 117: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

101

obyektif akan sia-sia belaka. Sebaliknya, suatu penafsiran

merupakan “kegiatan produktif” dan bukanlah proses

“reproduksi” makna untuk menghadirkan makna asali dalam

kehidupan kekinian.21

Menurut Hassan Hanafi suatu pemahaman terhadap teks

tidak dapat mengabaikan historisitas penafsiran. “Setiap teks

berangkat dari pemahaman tertentu, pemahaman akan

kebutuhan dan kepentingan penafsiran dalam teks”.22 Karenanya

penafsiran merupakan kegiatan produktif dan bukan

reproduktif makna. Bukan hanya karena makna awal sulit

ditemukan, tapi juga karena makna awal tersebut tidak akan

relevan lagi karena telah kehilangan konteks eksistensialnya. 23

Dengan kata lain, menurutnya kalaupun makna awal berhasil

ditemukan, ia bukanlah pendasaran makna, namun hanya

merefleksikan adanya kaitan antara teks dan realitas, bahwa

teks ataupun penafsiran selalu memiliki nilai historisnya

sendiri-sendiri.24

21 Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method, Philosophy and Critique, London: Routledge and Kegan Paul, 1989 hlm. 3.

22 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah, hlm 549.

23 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah, hlm 537; Hassan Hanafi Qadlâyâ al Mu’âshirah vol.2, hlm. 185.

24 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah, hlm 537.

Page 118: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

102

Hubungan interpretasi dengan realitas memang bagi

Hassan Hanafi demikian signifikan dalam hermeneutika al-

Qur’an, meskipun tidak pada heremeneutika sebagai

aksiomatika. Hassan Hanafi senantiasa mengaitkan

hermeneutika pada “praktis”. Hal ini tidak lepas dari kuatnya

pengaruh Marxisme dalam pikirannya. Posisi Marxian sendiri

tidak dapat disebut sebagai tahapan tertentu dalam

pemikirannya, sebagaimana dua proposisi : hermeneutika

sebagai aksiomatika yang bersifat metodis dan hermeneutika

yang bersifat filosofis.

Sementara hermeneutika praksisnya lebih mencerminkan

instrumen sekaligus tujuan konsep hermeneutika al-Qur’annya.

Secara metodologis, analisis Marxisme, terutama metode

dialektika, digunakan sebagai alat untuk mensintesiskan

kecenderungan positivistik dalam fenomenologi dan sifat

filosofis hermeneutika Gadamerian. Hal ini sangat kental dalam

tulisan-tulisan Hassan Hanafi yang terbit belakangan, seperti

“Hermeneutics and Revolution” yang sarat dengan sintesis

metodologis antara fenomenologi dan hermeneutika, maupun

antara penafsiran dan perubahan.25

25 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 2, Kairo : Dar Kbaa, th. 2000, hlm 206-213.

Page 119: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

103

Hassan Hanafi menemukan pisau analisis yang tajam

tentang masyarakat dan realitas yang menjadi tujuan

hermeneutikanya warisan Marxisme. Ia, misalnya, dapat melihat

kesejajaran antara teks dan realitas. Jika teks memiliki struktur

ganda: kaya-miskin, penindas-tertindas, kekuasaan-oposisi,

demikian pula halnya dengan sifat dasar teks.26 Sehingga

struktur teks yang bersifat ganda tersebut kemudian melahirkan

hermeneutika “progresif’ dan “konservatif”.27

Hermeneutika konservatif berangkat dari teks,

mendasarkan diri pada makna literal dan makna otonom, dan

aturan yang didasarkan pada realitas yang diandaikan,

menganggap teks sebagai nilai per se, absolut dan universal.

Sementara hermeneutika progresif menganggap teks sekedar

alat, sedangkan kehidupan nyata justru nilai absolut yang perlu

diperhatikan.28 Bahkan, menurut Hassan Hanafi jika teks

bertentangan dengan mashlahat maka mashlahat-lah yang harus

didahulukan. Karena teks itu hanya sekedar wasilah, sarana dan

alat sedangkan mashlahat, alasan dan kepentingan adalah

26 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 2, hlm. 212.

27 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 2, hlm. 212.

28 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 2, hlm. 208, 212.

Page 120: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

104

tujuan.1 Melalui Marxisme, Hassan Hanafi mengajak penafsir

berangkat dari realitas dan menuju pada praksis, sebagai

hermeneutika terapan. Ia mengklaim jika hermeneutika

semacam ini sejalan dengan “fenomenologi dinamis” yang

dibedakan dari fenomenologi statis.

Menurut Hassan Hanafi dengan hermeneutika terapan, ia

berharap dapat menciptakan perubahan, mentransformasikan

penafsiran dari sekedar mendukung dogma (agama) menuju

kepada gerakan revolusi (massa) dan dari tradisi ke-modernisasi.

Menurutnya, inilah metode transformasi sebagai tindakan

“regresif-progresif”.29 Pada saat yang sama, penggunaan

Marxisme dan fenomenologi memberikan kemungkinan akan

penemuan Ego (the self) dan cogito sosio-politik yang baru,

afirmasi individu, hak-hak kelompok, rakyat, dan bangsa30

1 Hassan Hanafi, Min al Nash ilâ al Wâqi Juz 2, Beirut: Dar al Midâr al Islâmî, 2005, hlm. 573. Menurut Hassan Hanafi tidak ada perbedaan antara wahyu dan mashlahat. Apabila kitab, sunnah dan ijma bertentangan dengan mashlahat maka mashlahat harus didahulukan dengan cara takhshish, karena mashlahat merupakan dasar semuanya. Hassan Hanafi, Min al Nash ilâ al Wâqi Juz 2, hlm. 573..

29 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 2, hlm. 207. Metode Regresif-progresif dijelaskan Hassan Hanafi bahwa menafsirkan berarti melakukan gerakganda; dari teks menuju realitas dan dari realitas menuju teks. Pada yang pertama diterapkan prinsip-prinsip ampibologis bahasa, sementara pada yang kedua digunakan prinsip melalui sensitivitas semangat zaman. Lihat Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 2, hlm. 211.

30 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 2, hlm. 208.

Page 121: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

105

C. Teori dan Teknis Hermeneutika Al-Qur’an

Hassan Hanafi menerima sebagian gagasan baik

hermeneutika metodis bahwa hermeneutika merupakan disiplin

tentang teknis penafsiran, maupun hermeneutika filosofis yang

berpegang pada hakikat peristiwa penafsiran. Hanya saja ia

menambahkan bahwa disiplin tersebut harus juga

memperbincangkan dua dimensi lainnya, yakni sejarah teks dan

kepentingan praktis dalam kehidupan.

Hassan Hanafi beranggapan bahwa hermeneutika bukan

sekedar “sains penafsiran” atau teori pemahaman belaka,

melainkan, anggota kompehensif tentang sejarah teks,

intepretasi, dan prakteknya dalam mentransformasikan

kenyataan sosial. Menurutnya, hermeneutika adalah ilmu yang

menjelaskan penerimaan wahyu sejak dari tingkat perkataan

sampai pada tindakan nyata di dunia. 31 Hermeneutika

merupakan ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai

kenyataan, dari logos sampai praxis, kehidupan manusia.

Hermeneutika Hassan Hanafi tidak dibatasi pada

perbincangan mengenai model-model pemahaman tertentu atas

teks semata, tetapi lebih jauh lagi, berkaitan juga dengan

31 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 1.

Page 122: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

106

penyelidikan sejarah teks untuk menjamin otentisitasnya hingga

penerapan hasil penafsiran dalam kehidupan manusia.

Menurutnya, proses interpretasi menempati posisi kedua,

setelah kritik sejarah.32

Menurut Hassan Hanafi, prasyarat pemahaman yang baik

terhadap suatu teks kitab suci adalah dengan terlebih dahulu

membuktikan keasliannya melalui kritik sejarah. Sebab jika

tidak, pemahaman terhadap teks yang palsu akan

menjerumuskan orang pada kesalahan, sekalipun, misalnya,

tafsirannya benar mengenai kandungan teks palsu tersebut33.

Setelah memperoleh keaslian teks, barulah hermeneutika dalam

pengertian ilmu pemahaman bisa dimulai. Menurutnya, pada

titik ini, hermeneutika berfungsi sebagai ilmu yang berkenaan

dengan bahasa dan keadaan-keadaan sejarah yang melahirkan

teks. Setelah mengetahui makna yang tepat dari sebuah teks,

segera diikuti dengan proses menyadari teks ini dalam

kehidupan manusia. Sebab, pada dasarnya, tujuan akhir sebuah

teks wahyu adalah bagi transpormasi kehidupan manusia itu

sendiri.34

32 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 1.

33 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 1.

34 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 1.

Page 123: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

107

Dalam bahasa fenomenologis, menurut Hassan Hanafi

dapat dikatakan bahwa hermeneutika adalah ilmu yang

menentukan hubungan antara kesadaran dan objeknya, yakni

kitab-kitab suci.35 Pertama, kesadaran historis yang menentukan

keaslian teks dan tingkat kepastiannya. Kedua, kesadaran

eidetik yang menjelaskan makna teks dan menjadikannya

rasional. Ketiga, kesadaran praktis yang menggunakan makna

tersebut sebagai dasar teoritis bagi tindakan dan mengantarkan

wahyu pada tujuan akhirnya dalam kehidupan manusia di dunia,

sebagai struktur ideal yang mewujudkan kesempurnaan dunia.

Dengan tiga fase analisis ini, Hassan Hanafi mengharapkan

hermeneutika al-Qur’an dapat bersifat teoritik sekaligus praktis.

Baginya, perbincangan yang berpusat pada penafsiran teks, di

satu sisi, dan pada metodologi tanpa maksud praktis, di sisi

lain, benar-benar perlu dihindari.

Hermeneutika sebagai aksiomatika menurut Hassan Hanafi

harus pula menjadi jalan tengah antara kutub umum dalam

penafsiran: penafsiran praktis dan filosofis. Penafsiran praktis,

sebagai analisis filologi murni terhadap teks yang erat

35 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 1.

Page 124: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

108

kaitannya dengan philologi sacra.36 Penafsiran semacam ini

menurutnya, tidak akan memperbincangkan masalah-masalah

prinsipil dalam penafsiran, kecuali memusatkan diri pada detail-

detail yang sama sekali tidak membuat teks menjadi lebih asli,

jelas, maupun praktis.

Sementara itu hermeneutika filosofis menurutnya, kembali

pada subjektivitas penafsir, sebuah istilah yang digunakannya

untuk menunjukkan masalah yang terfokus pada problem

pembacaan, yang menyerap teks kedalam perbincangannya

sendiri. Jika penafsiran praktis bersifat ekstrovert, maka

hermeneutika filosofis cenderung lebih introvert.37

1. Kritik Historis

Keaslian sebuah kitab suci tidak tercipta karena adanya

keyakinan, tetapi merupakan hasil kritik sejarah. Kritik ini harus

terbebas dari hal-hal yang semata-mata berbau teologis,

filosofis, mistik, spritiual, atau bahkan fenomenologis. Keaslian

kitab suci tidak dijamin oleh takdir Tuhan, keyakinan dogmatis,

pemuka agama atau pranata sejarah apa pun.38 Jadi, keaslian

sebuah kitab suci diuji berdasarkan atas kritik sejarah bukan

36 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 2.

37 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 3.

38 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 4.

Page 125: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

109

berdasarkan atas keyakinan, bukan kritik teologi dan hal-hal

yang anti kritik.

Dalam konteks Islam, menurut Hassan Hanafi hal ini

berkaitan dengan tradisi dua pola pengalihan (al naql) jenis

kata-kata sebagai berikut ini. Pertama, metode transferensi

tertulis (al naql al maktûb) dan kedua, metode transferensi oral

(al naql al syafâhî). Melalui jalan metode transferensi

tertulis adalah seperti penulisan al-Qur’an dan melalui jalan

metode oral adalah seperti diteransferensikannya al hadits atau

al sunah.39

1. Pola kata-kata dengan metode transferensi tertulis dalam

Kitab suci seperti al-Qur’an

Kata-kata yang diucapkan oleh Nabi yang didiktekan

kepadanya oleh Tuhan melalui malaikat dan langsung

didiktekan oleh Nabi kepada penyalinnya pada saat pengucapan

dan dengan demikian menyimpannya dalam tulisan sampai

sekarang. Kata-kata al-Qur’an merupakan pengalihan verbatim

yaitu al-Qur’an di mana ia ditulis segera setelah pewahyuan di

bawah pengawasan Nabi sendiri (selain dihafal oleh para sahabat

Nabi) dan persis sama dengan kata-kata yang diucapkan

39 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyyah, hlm 549.

Page 126: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

110

pertama kali ketika diwahyukan.40 Wahyu ini tidak melewati

masa pengalihan secara lisan; tetapi ditulis pada saat

pengucapannya. Menurut Hassan Hanafi, tak satu pun kitab suci

dalam tradisi kitab suci sejak Kitab Taurat yang memenuhi

persyaratan ini kecuali Kitab Suci al-Qur’an. Hanya al-Qur’anlah

yang ditulis pada saat diturunkannya.41

Bagi Hassan Hanafi, wahyu pada hakekatnya merupakan

firman Tuhan yang diberikan kepada Nabi in verbatim dan harus

disampaikan kepada manusia secara in verbatim pula. Meskipun

demikian, hermeneutika sebagai kritik sejarah tidak berurusan

dengan wahyu in verbatim ketika masih dalam pemikiran Tuhan

atau sebelum diturunkan kepada Nabi-Nya.42 Hermeneutika baru

berfungsi setelah Nabi menyampaikan wahyu tersebut dalam

sejarah.

Karena al-Qur’an ditujukan bagi manusia, maka

konsekuensinya, hermeneutika tidak berurusan dengan wahyu

pada tahap metafisika, seperti tentang substansi logos (Kalam

Tuhan) atau masalah cara-cara pewahyuan. Namun,

40 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 5. Bandingkan dengan Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung : Mizan, cet Ke-2, 1992 hlm. 122. Menurut Quraish Sihab, atas dasar ini kedudukan al-Qur’an dari segi otentisitasnya bersifat qath’iy al wurûd.

41 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 5.

42 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 7.

Page 127: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

111

hermeneutika berurusan dengan al-Qur’an pada tahap teks dan

produktivitas (penafsiran) teks.43 Dalam hal ini, pendefinisian al-

Qur’an apakah sebagai Kalam Allah yang bersifat Qadim

(dahulu) dan azali atau apakah bersifat Hadits (baru) dan

makhluq. Hal ini dianggap tidak relevan diperbincangkan di sini.

Dalam bahasanya yang lebih fenomenologi, metafisika al-Qur’an

diletakkan dalam tanda kurung (apoche), tidak diafirmasi,

namun juga tidak ditolak.44

Fungsi kritik historis dalam hermeneutika untuk

memastikan keaslian teks yang terdapat dalam Kitab Suci

dengan wahyu yang disampaikan oleh Nabi dalam sejarah yang

disebarkan dari mulut ke mulut dalam kasus transferensi oral,

atau pengalihan dari tangan yang satu ke yang lainnya dalam

kasus transferensi tulisan.45 Karena al-Qur’an ditujukan kepada

manusia, maka sebagai konsekwensi logisnya hermeneutika

tidak berurusan dengan wahyu pada tahapan metafisis. Artinya,

perhatian hermeneutika terletak pada dimensi horizontal wahyu

yang bersifat historis, dan bukan pada dimensi vertikalnya yang

43 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 69.

44 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. 1, hlm. 495.

45 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 6.

Page 128: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

112

metafisis seperti bagaimana Nabi menerima wahyu dari

Tuhannya tersebut.

Keaslian wahyu dalam sejarah, menurut Hassan Hanafi,

ditentukan oleh tidak adanya syarat-syarat kemanusiaan di

dalamnya. Kata-kata yang diterima Nabi dan dibacakan langsung

oleh Tuhan melalui malaikat, langsung pula dibacakan oleh Nabi

kepada para penyalinnya pada saat pengucapan dan lestari

sampai saat ini dalam tulisan (al-Qur’an).46 Pada kasus al-Qur’an,

wahyu ditulis in verbatim yang secara harfiah dan kebahasaan,

persis sama dengan yang diucapkan oleh Nabi. Prasyarat lain

46 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 5; Seperti sudah diutarakan bahwa wahyu semacam ini tidak melalui pengalihan lisan, tapi ditulis pada saat pengucapannya. Menurutnya, hanya al-Qur’an yang memenuhi persyaratan ini. Bandingkan pula dengan karya Hassan Hanafi dalam Humûm al Fikr wa al Wathan: al Turâts wa al ‘ashr, Kairo: Dar Quba li al Thaba’ah wa al Nasyr wa al Tauzi’, cet. Ke-2. 1998, hlm. 17-56. Hal ini pula yang membuat hermeneutika al-Qur’an berbeda dengan hermenutika kitab suci lainnya. Secara histories, al-Qur’an adalah wahyu verbatim, dalam suatu fase pewahyuan selama kurang lebih 23 tahun, sebagai jawaban atas kondisi sosiohistoris masyarakat Arab saat itu. Karena pewahyuannya yang tidak sekaligus, membuat al-Qur’an memiliki keunikan yang tak dimiliki kitab suci lain, di antaranya dalam hal sistematika. Al-Qur’an bukanlah kitab yang tersusun secara tematik, sehingga suatu tema tertentu tersebar di beberapa tempat yang berbeda dalam al-Qur’an, dan beberapa ayat tertentu atau kisah tertentu terkesan diulang-ulang berbeda dengan kitab suci lain, al-Qur’an yang ada sekarang tidaklah berbeda dengan yang ada pada zaman Rasulullah, tidak ada perubahan. Kecuali dalam kaitannya dengan penambahan tanda baca, baik yang berupa titik (I’jam), maupun tanda baca lain (syakal) pada masa awal Islam dan perubahan ini tidak signifikan, karena hanya untuk memperjelas pembacaan, tidak mengubah al-Qur’an (Daud al Aththar, Perspektif Baru Ilmu Al-Qur’an, terj. Afif Muhammad dan Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka Hidayah, 1994, hlm. 191-200). Bandingkan pula Montgomery Watt, Pengantar Studi Al-Qur’an, terj. Taufik Adnan Amal, Jakarta: Rajawali Press, 1991, hlm. 71-74.

Page 129: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

113

bagi keaslian Kitab Suci dalam sejarah adalah keutuhannya.

Artinya semua yang dituturkan oleh Nabi, baik dengan

menggunakan pola transferensi lisan maupun tertulis harus

tersimpan dalam bentuk teks tertulis.47

Berbeda dengan kritik yang terjadi pada teks-teks yang

mengalami fase pengalihan lisan seperti dalam al hadits, al-

Qur’an tidak mendapatkan kritik yang rumit. Artinya, otentisitas

al-Qur’an telah teruji secara histories. Beberapa kritik yang

diterapkan pada al-Qur’an, menurut Hassan Hanafi antara lain

seputar aspek bacaan seperti (qira`ah), al ahruf al sab’ah,

hakekatnya sebagai Kalam Allah, keberadaan basmalah, dan

keberadaan kosa kata asing (non- Arab).2

47 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 7.

2 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 69. Menurutnya, para pakar ushûl fiqh klasik telah membuang problematika partikular seperti penambahan atau pengurangan dalam teks, pembacaan teks atau keberadaan basmalah. Mereka lebih dekat kepada kodifikasi al-Qur’an. Al-Qur’an sudah dikumpulkan pada waktu proses penurunan wahyu dan mushaf-mushaf yang satu dengan yang lainnya sudah dikomparasikan. Mushaf Usmanî merupakan mushaf yang ditransferensikan manusia dari masa ke masa hingga masa kini sebagai mushaf yang dikenal dalam ilmu-ilmu al-Qur’an seperti dalam al Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’an karya Imam Jalaludin al Suyuthi. Pendefinisian al-Qur’an sebagai Kalam Allah yang Qadim dan Berdiri Sendiri tidak diprioritaskan karena persoalan itu merupakan persoalan teologis yang ada di luar ilmu ushûl fiqh. Akan tetapi, pendefinisian al-Qur’an adalah sesuatu yang ditransfer kepada kita di antara lembaran mushaf yang terdiri dari tujuh huruf yang terkenal (al Ahruf al Sab’ah al Masyhûrah) dengan tranferensi mutawatir. Basmalah adalah salah satu ayat al-Qur’an. Adapun kontradiksi terjadi di dalam keberadaan basmalah yang merupakan salah satu ayat dari setiap surat dan seperti Al Syafi’î cenderung menetapkan basmalah merupakan bagian dari setiap surat. Al-Qur’an memuat makna haqîqât dan makna majâz . Al-Qur’an adalah bahasa Arab. Tidak terdapat bahasa asing (‘ajam) dalam al-Qur’an. Kata-kata asing yang terdapat di dalamnya sudah diarabisasikan secara sempurna pada masa

Page 130: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

114

Kritik terhadap al-Qur’an juga berlaku pada kronologi ayat,

karena diakui secara historis bahwa wahyu al-Qur’an diturunkan

secara bertahap sejalan dengan perkembangan realitas sejarah

masa Rasulullah. Dalam kaitan ini, menurut Hassan Hanafi

terjadinya naskh adalah sangat mungkin karena ia merupakan

konsekwensi logis dari wahyu yang diturunkan secara gradual

dan tidak terjadi pada wahyu yang diturunkan secara sistematik

seperti-buku-buku hokum. Nasakh justru menunjukkan

hitorisitas wahyu, keterlibtan wahyu dalam sejarah. Wahyu

tidaklah muncul di luar sejarah. 3

2. Pola kata-kata yang berupa Hadits dimana ia melewati fase

pengalihan lisan sebelum ia ditulis

Kata-kata yang diucapkan Nabi yang datang dari Nabi

sendiri untuk menjelaskan sebuah gagasan atau

memberitahukan bagaimana suatu tindakan secara tetap harus

dilakukan agar sesuai maksud Tuhan. Pola kedua ini dapat

berupa kata-kata, perbuatan atau izin yang diberikan Nabi tetapi

tidak pernah berupa mimpi, bayangan atau perjumpaan

sebelumnya. Di samping itu, al-Qur’an juga memuat kata-kata yang bermakna tegas (al muhkam), ayat yang bermakna samar (al mutasyâbih), ayat yang jelas-tekstual (Zhahir), ayat interpretatif alegoris (al mu`awwal) yang semuanya merupakan diskursus linguistik dari pembahasan filologi. (Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 69).

3 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 70.

Page 131: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

115

langsung dengan Tuhan. Karena, hadits Nabi datang dari situasi

kehidupannya.48

Untuk melihat pemilahan transferensi wahyu dari yang in

verbatim,(al-Qur’an), Hassan Hanafi membedakannya dari kata-

kata lain yang juga berasal dari Nabi tetapi bukan merupakan

wahyu yang didiktekan langsung oleh Tuhan. Materi ini berasal

dari buah pikiran Nabi sendiri tentang gagasan tertentu atau

dalam rangka memberikan petunjuk pelaksanaan dari wahyu in

verbatim yang dapat disebut dengan al hadits. 49

Secara teoritis antara wahyu in verhatim dan hadis Nabi

tidak ada pertentangan;50 keduanya berasal dari Tuhan, yang

satu secara langsung yang lainnya tidak langsung. Sebab setiap

terjadi pertentangan akan diselesaikan dengan baik. Antara yang

prinsipil dengan yang kasuistik, antara makna umum dan

makna khusus, atau merupakan kontinuitas pola pertama

48 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 7. Bandingkan pula dengan Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung : Mizan, cet. Ke-2, 1992 hlm. 122. Dengan demikian, menurut Quraish Shihab, kedudukan hadits dari segi otentitasnya adalah bersifat zhanniy al warûd.

49 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 7.

50 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 7. Hal ini senada dengan apa yang dijelaskan oleh Quraish Shihab bahwa tidak ada pertentangan antara al-Qur’an dan al Hadits. Lihat Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,. 117; Bandingkan pula dengan Hayy Farmawiy, Al Bidâyah fî Tafsîr Maudlû’ î, hlm. 53.

Page 132: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

116

(wahyu in verbatim) kepada pola kedua yaitu al hadits. 51

Penyelesaian tersebut dengan cara berikut ini

Pertama, pola yang pertama memberikan gagasan umum

dan yang kedua merupakan kasus perorangan. Kedua, pola yang

pertama memberikan arti yang umum dan yang kedua

menawarkan arti yang khusus. Ketiga, pola yang pertama

biasanya muncul lebih dahulu dari pada pola yang kedua.52

Dengan melihat paparan di atas terlihat bahwa Hassan

Hanafi termasuk orang yang tidak mengakui kebolehan me-

nasakh ayat al-Qur’an dengan al sunnah, al hadits. Bahkan, dia

hanya menganggap kompromi seperti di atas justru

memperkuat pendapat adanya dua posisi al hadits terhadap al-

Qur’an yang berfungsi sebagai bayân li ta’kîd dan bayân li

tafsîr. Dalam pengertian, seperti yang dikemukakan oleh

Quraish Shihab yang mengutip pendapat Abdul Halim bahwa

dalam kaitannya tentang posisi al sunnah dengan al-Qur’an, ada

51 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 7.

52 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 7-8. Bandingkan pula dengan Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung : Mizan, cet. Ke-2, 1992 hlm. 122. Quraish Shihab dengan mengutip pendapat Abdul Halim yang menegaskan bahwa, dalam kaitannya tentang posisi al sunah, hadits dengan al-Qur’an, ada dua fungsi al sunnah yang tidak diperselisihkan yaitu fungsi bayân ta’ kîd dan bayân tafsîr. Fungsi bayân ta’ kîd berarti sekedar menguatkan atau menegaskan dan menggarisbawahi kembali apa yang dapat dalam al-Qur’an. Sedangkan fungsi bayân tafsîr, berarti memperjelas, memerinci, bahkan membatasi pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an.

Page 133: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

117

dua fungsi al sunnah yang tidak diperselisihkan yaitu fungsi

bayân ta’ kîd dan bayân tafsîr. Fungsi bayân ta’ kîd yaitu

menguatkan atau menegaskan dan menggarisbawahi kembali

apa yang terdapat dalam al-Qur’an. Sedangkan fungsi bayân

tafsîr, berarti memperjelas, memerinci, bahkan membatasi

pengertian lahir dari ayat-ayat al-Qur’an.

Pola yang kedua ada kemungkinan melewati masa

pengalihan lisan. Dalam hal ini keaslian sejarahnya harus

terjamin. Karena tidak mungkin mencapai keaslian mutlak bagi

semua kata-kata yang ada, maka yang dilakukan hanya

menentukan derajat keaslian. 53 Setiap riwayat terdiri dari dua

bagian; orang-orang yang melaporkannya dari masa ke masa

yang disebut dengan rawy atau sanad; dan laporan kisah yang

disebut matan. Dalam hubungannya dengan para rawy terdapat

empat metode pengalihan lisan diantaranya hanya yang pertama

yaitu pengalihan multilateral, mutawatir, yang menyediakan

kemungkiman keaslian mutlak.54 Dalam tulisan ini, hanya yang

pertama yang akan dijelaskan sebagai berikut ini.

53 Sebuah Hadits terbagi menjadi tiga bagian : pertama, kata-kata sahabat yang dengan kata-kata itu mereka mulai melakukan transferensi (periwayatan). Kedua sanad (rangkaian pewarta), dan ketiga matan (materi hadits). (Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm : 71).

54 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 71. Sebagaimana dijelaskan pula oleh Mahmud 'Thahhan dalam Taisîr Mushthalah al Hadîts. Menurutnya, hadits bila ditinjau dari segi metode pengalihannya ada empat yang terbagi dalam dua kategori

Page 134: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

118

Pengalihan multilateral, mutawatir dalam prosesnya teks

harus dilaporkan in verbatim oleh beberapa orang yang hidup

pada zaman yang sama dengan kejadian yang dilaporkan. Untuk

mencegah segala kemungkinan terjadinya kesalahan, pengalihan

multilateral harus memenuhi empat syarat berikut ini.55

a) Para rawy tidak boleh ada ketergantungan antara rawy yang

satu dengan yang lainnya, untuk menjaga segala kemungkinan

adanya keinginan merendahkan diri.

yakni pertama, mutawatir dan kedua, hadits ahâd. Sedangkan hadits ahâd ini terbagi menjadi tiga. Pertama, al masyhûr, kedua, al 'azîz dan ketiga, al gharîb. Lihat Mahmud Thahhân, Taisîr Mushthalah al Hadîts, Beirut: Dâr al Tsaqâfah, t.t., hlm. 19. Berkaitan dengan cara penyampaian hadits, menurut Hassan Hanafi kata-kata yang disampaikan oleh para sahabat terdiri atas lima susunan hierakis Pertama, kata-kata yang paling kuat yaitu sahabat berkata: “aku mendengar", “mewartakan padaku”, atau “telah diceritakan kepadaku”. Kata-kata ini tidak bisa ditembus oleh kemungkinan salah. Kedua, adalah: “Rasulullah bersabda”, “mewartakan”, atau “bercerita”. Bentuk ini memuat satu kemungkinan kesalahan karena Istima' (mendengarkan) kadang-kadang tidak secara langsung. Ketiga,adalah “Rasulullah memerintah" atau "Rasulullah melarang". Dengan berdasar pada adanya kemungkinan pertama adanya kesalahan, maka bentuk ini pun bisa ditembus atau mengandung kemungkinan yang lain, yaitu bentuk perintah kadang-kadang bukan rnerupakan perintah. Keempat, adalah “kita diperintah demikian” atau “kita dilarang dari demikian”. Dengan bersandar pada kemungkinan-kemungkinan yang terdahulu, maka bentuk ini bisa ditembus oleh kemungkinan yang lain, yaitu pemberi perintah kadang-kadang bukan Rasulullah. Kelima, adalah “dulu mereka melakukan”. Berdasarkan pada adanya kemungkinan-kernungkinan kesalahan yang terjadi pada bentuk-bentuk yang terdahulu, maka bentuk ini juga bisa ditembus oleh kemungkinan yang lain, yaitu adanya kemungkinan bahwa tindakan (yang dilakukan) itu merupakan tindakan yang sudah sempurna tetapi tidak pada zaman Rasulullah. Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 71.

55 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 71. Bandingkan pula dengan Lihat Mahmud Thahhan, Taisîr Mushthalah al Hadîts, hlm. 20

Page 135: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

119

b) Jumlah rawy harus cukup banyak untuk memberikan

kemungkinan yang lebih besar bagi keaslian suatu riwayat.56

c) Tingkat penyebaran riwayat harus seragam pada setiap waktu,

sejak penyebaran riwayat generasi pertama sampai generasi

tradisi penulisan.

d) Isi riwayat harus sesuai dengan pengalaman manusia dan

kesaksian indrawi. Wahyu bukanlah sesuatu yang ajaib dan

supranatural, ataupun ajaib. Oleh karena itu, semua riwayat

tentang kejaiban harus dihilangkan, bukan karena keajaiban itu

tidak ada, melainkan karena tidak cocok dengan panca indra.

Selain itu, keajaiban adalah peristiwa alamiah yang

menyebabkan tidak diperhatikan. Begitu penyebabnya diketahui,

maka hilanglah keajaibannya.57

Dalam hal matan riwayat harus dibuat secara tekstual,

tanpa ada pengurangan ataupun penambahan. Hubungan yang

ada antara kata maknanya adalah hubungan yang mutlak. Makna

ini diungkapkan hanya melalui kata ini saja. Jika digunakan kata

56 Kongjungitas, mutawatir atau pengulangan yang terus menerus (at-tawatur), yakni periwayatan oleh sejumlah orang yang tidak terbatas jumlahnya sehingga menghindarkan adanya kemungkinan mereka membuat kesepakatan untuk mengadakan dusta, manipulasi, maupun kamuflase, akan memberikan atau menghasilkan ilmu pengetahuan ( Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 71).

57 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 8-9.

Page 136: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

120

lain, akan terdapat makna bayangan yang tidak akan sama

dengan makna yang sebenarnya.58

Setelah pola kata-kata yang pertama dan kedua digunakan,

berakhirlah wewenang teks. Kitab suci tersimpan melalui pola-

pola. Maka dimulailah peran tradisi dalam masyarakat. Tradisi

terjadi karena kesepakatan masyarakat yang merupakan refleksi

terhadap kitab suci dan kenyataan-kenyataan baru. Menurut

Hassan Hanafi, perkataan para sahabat Nabi bukan merupakan

bagian dari kitab suci melainkan dari tradisi yang bisa diterima

atau ditolak berdasarkan kesamaan atau perbedaannya

dengan kitab suci. Menurutnya, perkataan-perkataan itu

merupakan penafsiran pribadi yang dapat diperbaiki langsung

oleh Nabi sendiri jika terdapat kesalahan.59

Setelah tercapai kesepakatan, setiap individu harus

berusaha mencapai pemahaman. Jika ternyata suatu kesadaran

benar-benar sulit atau tidak mungkin maka kesadaran individu

akan dapat berpikir sendiri. Mengambil keputusan dan

menemukan status bagi masalah baru yang dihadapinya.60

58 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 10.

59 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 11.

60 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 12.

Page 137: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

121

Dengan demikian menurut Hassan Hanafi wahyu terdiri

atas tingkatan-tingkatan: wahyu langsung dari Allah, yaitu al

Kitab, wahyu detail berasal dari Rasulullah dengan bimbingan

yang bersumber dari Allah, wahyu komunal yang berasal dari

umat (publik) maka umat adalah khalifah Allah, dan wahyu

personal yang berasal dari nalar yang diafiliasikan pada wahyu

al-Kitab, sunnah, dan komunal. Dasar yang pertama dan yang

kedua menunjuk pada wahyu yang tertulis-statis, sedangkan

dasar yang ketiga dan keempat menunjuk pada wahyu yang

dinamis.61

2. Kritik Eidetis

Setelah melalui kritik sejarah yang dilakukan demi

menentukan keaslian kitab suci, seorang penafsir dapat

melakukan proses interpretasi atau yang secara teknis ia sebut

sebagai kritik eidetis. Hassan Hanafi sendiri tidak menjelaskan

pengertian eidetis --sebuah istilah fenomenologi—kecuali

dikaitkan dengan proses interprestasi.62 Jika tafsiran penulis

tidak salah, barang kali kritik eidetis dalam pemikiran Hassan

61 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 73.

62 Lazimnya dalam fenomenologi, dikenal istilah “reduksi eidetik” dan visi eidetik” yang bersifat positif, yang dibedakan dari reduksi fenomenologis yang bersifat negatif. Jika reduksi fenomenologis menunda afirmasi mengenai ada tidaknya suatu fenomena atau kebenaran, maka reduksi eidetik adalah penyaringan fenomena dari eksistensinya dalam kesadaran kepada eidos (hakikat) yang ada dalam fenomena tersebut (Saenong, Hermeneutika Pembebasan, hlm. 117).

Page 138: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

122

Hanafi merupakan analisis fenomenologi teks seutuhnya

sebagaimana yang ditangkap oleh kesadaran penafsir untuk

memperoleh hakikat pemahaman yang benar mengenai

fenomena tersebut.

Hassan Hanafi menjelaskan bahwa fungsi kesadaran

eidetis adalah memahami dan menginterpretasi teks setelah

validitasnya dikukuhkan oleh kesadaran historis. Kesadaran

eidetik juga merupakan bagian terpenting dalam ilmu ushul fiqh

karena melalui mediasinya proses pengambilan ketentuan-

ketentuan hukum dari dasar-dasarnya yang empat menjadi

sempurna dan komprehensip.63

Metode yang sedianya berfungsi untuk menganalisis

fenomena dicangkokkan oleh Hassan Hanafi ke dalam

hermeneutika pembacaan teks. Oleh karena itu objeknya adalah

teks dan maknanya sebagaimana yang ditangkap oleh

kesadaran. Suatu penafsiran, menurutnya, harus menghindarkan

diri pada pengulangan prasangka tertentu dari dogma. Karena

hal ini akan menjerumuskan suatu penafsiran ke dalam dugaan-

dugaan semata. Seorang penafsir harus memulai pekerjaan

63 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm.78. Menurutnya, kritik Eidetik ini merupakan bagian yang merepresentasikan kesungguhan dan kemampuan manusia terhadap pemahaman dan interpretasi alegoris karena di dalam dasar-dasar itu tidak ada tempat masuk bagi manusia. (Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 78).

Page 139: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

123

dengan tabula rasa, tidak boleh ada, kecuali analisis

linguistiknya.64 Apa yang dimaksud Hassan Hanafi sebagai

tabula rasa di sini agaknya harus dipahami secara

fenomenologis. Dalam fenomenologi, kesadaran bukanlah

kesadaran murni sebagaimana dalam rasionalisme, tapi selalu

merupakan kesadaran yang terarah atau “kesadaran akan

……sesuatu”65

Kritik eidetis menurut Hassan Hanafi, ada tiga level atau

tahap analisis. Pertama, analisa bahasa; kedua, analisa konteks

sejarah; dan ketiga, generalisasi.

2.1. Tahap Analisis Kebahasaan

a). Analisis Linguistik

Analisis linguistik terhadap kitab suci memang bukan

dengan sendirinya merupakan analisis yang baik, demikian

64 Mengutip Bergson, Hassan Hanafi menyebut penafsiran-penafsiran yang penuh dengan stereotype dan memproyeksikannya ke dalam makna peristiwa sejarah kekinian sebagai le mouvement rétrograde au vrai (kembali pada hakekat benda-benda) atau le mirage du présent au passe (proyeksi masa kini ke dalam masa lalu). Dalam sejarah hermeneutika kitab suci, penafsiran jenis ini banyak ditemukan dalam penafsiran tipologis terhadap Injil. (Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 13).

65 Seperti dijelaskan K. Bertern bahwa menurut Husserl, kesadaran menurut kodratnya terarah pada realitas yang dapat disebut sebagai “Intersionalitas”. Disamping itu, kesadaran juga “mengkonstitusi” realitas. Konstitusi dimaksudkan sebagai proses tampaknya realitas pada kesadaran. Dengan demikian, dalam fenomenologi, kesadaran sejajar dengan realitas. (K. Bertern, Filsafat Barat Abad X Inggris-Jerman, hlm. 101)

Page 140: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

124

diakui Hassan Hanafi. Tapi ia merupakan alat sederhana yang

membawa kepada pemahaman terhadap makna kitab suci.

Misalnya fonologi adalah cabang ilmu bahasa yang mengawasi

pembacaan teks. Walaupun demikian, menurutnya, fenologi ini

masih berada dibawah bidang makna.

b). Analisis Sintaksis

Morfologi berfungsi menjelaskan bentuk kata berikut

implikasi maknanya akibat perbedaan penggunaan kata.

Leksikologi, di lain pihak, menjelaskan jenis-jenis makna:

“makna etimologi”, “makna biasa”, “makna baru”. Makna

etimologis adalah makna dasar. Makna biasa adalah makna yang

mengikat wahyu pada penggunaan kata dalam suatu

masyarakat, ruang, dan waktu tertentu.66

Makna biasa inilah yang membuat wahyu sesuai dengan

yang dimaksud oleh situasi khusus. Sementara makna baru yang

diberikan wahyu adalah makna yang tidak terkandung dalam

makna etomologis, maupun makna biasa. Makna yang terakhir

ini yang menjadikan dasar turunnya wahyu. Makna baru

berfungsi memberi petunjuk bagi tindakan dan merupakan

dorongan baru bagi manusia.67 Oleh karena itu, kandungan

66 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 14.

67 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 14.

Page 141: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

125

maknanya sama sekali bebas dari hal-hal yang misterius, tetapi

justru merupakan makna alamiah, rasional, dan jelas,

kandungan makna baru dimaksudkan untuk membebaskan

manusia dari usaha-usaha mencari teori agar manusia dapat

memusatkan diri pada perhatian pada praktik.

Sementara itu, sintaksis yang bagi Hassan Hanafi

merupakan kunci sesungguhnya dari kegiatan penafsiran dalam

tahap ini dan berguna untuk menyingkap prinsip-prinsip makna

ganda dalam teks.68 Kajian sintaksis ini seperti terlihat pada

makna haqîqah (makna harfiyah) dan makna majâz (kiasan);

istilah-istilah mubayan (univokal), dan mujmal (ekuivokal);

mubham (makna samar) dan al nash (makna yang tepat); al

zhâhir (makna yang tampak) dan al muawwal (makna yang

tersembunyi); al ‘am (makna umum) dan al khash (makna

khusus); al amr (perintah) atau al nahy (larangan).

1. Makna haqîqah, makna harfiyah dan makna majâz,

kiasan

68 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 14-17, Hassan Hanafi Dirâsât Islâmiyah, hlm. 80.

Page 142: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

126

Tema al-Haqîqah wa al-Majâz (yang harfiyah dan yang

metafora) yang mengandung prinsip-prinsip linguistik universal,

dan tidak mengandung logika bahasa yang meliputi yang

mujmal (global) dan yang mubayyan (klarifikatif), yang zhahir

(eksplisit) dan yang interpretatif alegoris (mu’awwal, implisit),

perintah dan larangan, umum dan khusus.

Al-Haqiqah merupakan makna kata-kata yang digunakan

pada proporsinya sedangkan metafora merupakan penggunaan

kata-kata yang tidak pada proporsinya. Ada tiga macam

metafora: pertama, kata-kata yang dipinjam oleh sesuatu

dengan alasan ada kesamaan dalam spesifikasi yang sudah

dikenal. Kedua, penambahan seperti huruf kaf za’idah dalam

ayat laisa kamist lihi syai’un (tidak ada sesuatu pun yang

menyerupai-Nya). Ketiga, pengurangan yang tidak menggusur

pemahaman sebagaimana yang terjadi dalam ayat was’al al-

qaryah (dan tanyakanlah kepada penduduk desa).69

69 Hassan Hanafi selanjutnya menjelaskan bahwa metafora dapat diketahui melalui empat tanda, yaitu pemberlakukan yang harfiah (hakikat) terhadap hal-hal yang universal, larangan istiqaq (pengasalan) terhadapnya, perbedaan bentuk plural bagi kata benda, dan ketergantungan yang harfiah terhadap yang lain. Setiap metafora mempunyai hakikat (makna harfiah) akan tetapi tidak semua yang harfiah harus memiliki metafora. Oleh karena itu, nama-nama alam dan nama-nama yang tidak umum tidak mempunyai metafora. Demikian itu menunjukkan bahwa di penghujung akhir sesuatu terdapat aspek estetika secara bahasa dan pemakaian bentuk-bentuk estetisme dalam wahyu agar berkesan bagi jiwa dan berorientasi pada motivasi-motivasi menuju perjalanan praksis (Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 80).

Page 143: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

127

2. Mubayan, univokal, dan mujmal, ekuivokal

Mubayyan adalah kata yang maknanya jelas dalam

pengertian tidak mengandung (makna) yang lain, dan disebut

juga dengan nashsh (teks). Mujmal adalah kata yang berputar-

putar di antara dua pengertian atau lebih tanpa tarjih

(penguatan salah satu makna di atas yang makna yang lain),

tanpa kepastian bahasa, dan tanpa melalui pengertian adat

pemakaian. Jika pengertian kata-kata itu hanya eksplisit pada

makna yang lain, maka ia disebut zhahir.70 Globalitas (ijmal)

suatu saat berada dalam kata tunggal, kata majemuk, dan pada

saat yang lain berada dalam susunan perkataan, definisi, huruf-

huruf penghubung, tempat-tempat berhenti dan permulaan

(ibtida’)

3. Al zhahir, makna yang tampak dan al muawwal, makna yang

tersembunyi.

Arti yang tampak adalah arti yang dapat ditangkap dengan

jelas pada kontak pertama dengan teks tanpa perlu

mengeluarkan usaha pemahaman ekstra. Sedangkan arti yang

70 Menurutnya lebih lanjut, jika dimungkinkan membawa kata pembuat hukum (alsyari’) pada sesuatu yang memberikan dua makna dan membawanya pada sesuatu yang memberikan satu makna di mana ia berada dalam kebimbangan di antara keduanya, maka kata-kata itu adalah mujmal demi kehati-hatian (Hassan Hanafi Dirâsât Islâmiyah, hlm. 80).

Page 144: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

128

tidak tampak memerlukan usaha yang lebih besar dan petunjuk

pendalaman yang lebih banyak.71 Kunci ganda ini menurut

Hassan Hanafi memberi dimensi kedalaman, disebabkan adanya

perbedaan-perbedaan lain di antara manusia dalam memahami

teks untuk memuaskan semua pihak dengan cara memberikan

kedalaman arti yang berbeda.

Kata zhâhir (eksplisit) dan muawwal (implisit)

merepresentasikan kaidah bahasa (al-qâ’idah al-lughawiyyah)

yang kedua. Kaidah ini berkaitan dengan kaidah pertama. Hal itu

dikarenakan kata yang memberikan petunjuk yang tidak

merupakan kata yang mujmal kadang-kadang merupakan teks

(nashsh) dan kadang-kadang merupakan eksplisit (zhahir). Teks

(nashsh) adalah kata yang tidak mengandung kemungkinan

interpretasi alegoris (takwil) sedangkan zhahir merupakan kata

yang mengandung interpretasi alegoris (takwil).72 hahir, teks

yang samar dan al nash, teks yang tepat. Istilah ganda ini

menunjukkan adanya dimensi teori dan praktek Zhâhir, teks

yang samar menyajikan banyak kemungkinan tindakan yang

dapat diambil. Al nash, teks yang tepat hanya menyediakan satu

71 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 16.

72 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 81.

Page 145: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

129

kemungkinan. Hal ini berarti bahwa teori cukup luas

menyediakan pilihan tindakan menurut setiap keadaan.73

4. Al’âm, makna umum dan al khâsh, makna khusus

‘Amm (universal) adalah satu kata yang ditinjau dari satu

sisi menunjukkan dua hal atau lebih. Kata ini terdiri atas kata

yang universal absolut, spesial absolut, atau kata universal dan

kata spesial yang direlasikan. Dalam pandangan universal, kata-

kata universal mempunyai lima bentuk, yaitu kata-kata dalam

bentuk plural, huruf permulaan yang dipakai dalam kalimat

bersyarat dan jawabnya, “kapan” dan “di mana” yang dipakai

untuk tempat dan waktu, kata-kata yang meniadakan (nafy), dan

kata benda tunggal (singular) yang dimakrifatkan (yakni diberi

awalan huruf alif dan lam, yakni al-) dan kata-kata penguat.

73 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 16. Bandingkan dengan Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 81. Menurutnya, teks (nashsh) adalah nama homonim (ism musytarak) yang dinyatakan dalam tiga macam : zhahir (eksplisit) sebagaimana yang terjadi dalam pandangan al Syafi’i, kata yang pada dasarnya tidak bisa ditembus oleh suatu kemungkinan baik dari dekat maupun dari jauh, dan kata yang tidak bisa ditembus oleh kemungkinan yang diterima yang didukung oleh dalil. Sedangkan interpretasi alegoris (takwil) adalah kemungkinan yang didukung oleh dalil yang lebih didominasi oleh spekulasi daripada makna yang ditunjukkan oleh kata zhahir. Identik dengan hal ini adalah semua interpretasi alegori adalah memalingkan kata dari (makna) yang harfiah pada (makna) yang metaforis, demikian pula hanya dengan spesifikasi yang umum (takhshish al ‘umûm). Dari dalil itu harus terdapat argumentasi pertalian (qarînah), penalaran analogis, atau fenomena eksplisit lain yang lebih kuat. Pertalian-pertalian itu kadang-kadang berakumulasi untuk menunjukkan falsifikasi atau kesalahan interpretasi alegoris yang tidak cukup hanya ditunjukkan oleh satu argumentasi saja (Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 81).

Page 146: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

130

Semua kata-kata penguat menunjukkan pengertian yang

mengambil secara keseluruhan (al-istighraq) secara posisi

kecuali jika ada yang melampaui posisinya.74

Makna umum dan khusus merupakan istilah ganda yang

membentuk dimensi perorangan. Teks berisi deskripsi manusia

secara umum dan selebihnya terserah pada penentuan masing-

masin penafsir. Isi teks adalah masing-masing individu

tersebut.75

5. Al amr, perintah dan al nahy, larangan

Perintah adalah suatu ucapan yang berimplikasi pada

ketaatan yang diperintah (al-ma’mûr) dengan melakukan

tindakan yang diperintahkan. Larangan adalah suatu ucapan

yang berimplikasi pada peninggalan tindakan yang dilarang.76

74 Uraian yang lebih detail selanjutnya lihat Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 83.

75 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 16.

76 Para pakar usul telah membahas persoalan apakah ucapan merupakan pernyatan dengan lisan atau pernyataan jiwa. Dalam persoalan ini, para ahli terpolarisasi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok yang menetapkan atau mengakui jiwa. Sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang mengingkari pernyataan jiwa. Kelompok ini menjadikan pernyataan jiwa kadang-kadang berupa huruf dan suara, bentuk dasar (shighah) dan bebas dari qarinah-qarinah yang menunjukkan pada aspek perintah, seperti ancaman dan kebolehan (al ibâhah), kadang-kadang merupakan akumulsi keinginan yang diperintah (al ma’mûr), dan keinginan menciptakan bentuk (shighah) dan keinginan menunjukkan implikasi tekstual (dilâlah) perintah sebagaimana yang ditegaskan oleh sebagian kaum Mu’tazilah (Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 82).

Page 147: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

131

2.2. Tahap Analisis Kesejarahan

Di samping prinsip-prinsip kebahasaan di atas, pada level

berikutnya, penafsiran harus juga memusatkan diri pada latar

belakang sejarah yang melahirkan teks. Menurut Hassan

Hanafi, terhadap dua jenis situasi, yakni “situasi saat” atau

“contoh situasi” dan “situasi sejarah”. Situasi saat adalah kasus

dimana teks diturunkan yang menjadi subtratum bagi wahyu.

Dalam wahyu yang ditulis in verbatim, situasi tersebut adalah

situasi saatnmya. Sementara situasi sejarah terjadi ketika teks

tidak ditulis in verbatim atau yang ditulis bukan berupa wahyu,

tapi inspirasi mengenai wahyu (tafsiran seperti dalam injil, atau

komentar seperti dalam al hadits) tertentu dalam sejarah yang

ditulis oleh para penulis wakyu pada masa berikutnya.77

2.3. Tahap Generalisasi

Setelah makna linguistik dan latar belakang sejarah

ditentukan, dilakukan generalisasi. Generalisasi disini berarti

mengangkat makna dari situasi saat dan situasi sejarahnya agar

dapat menimbulkan situasi-situasi lain. Pada tahap terakhir ini,

Hassan Hanafi menginginkan diperolehnya makna baru dari

77 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 21.

Page 148: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

132

kegiatan penafsiran yang berguna untuk menyingkap beragam

kasus spesifik dalam kehidupan masyarakat.78

Langkah-langkah kritik eidetik di atas adalah yang nampak

dalam karya Hassan Hanafi Religious Dialogue and Revolution.

Tetapi dalam beberapa karya Hassan Hanafi berikutnya, dan

dalam karya eksegetiknya nampak terjadi perubahan

pendekatan. Terutama dalam analisis histories; tidak lagi

menekankan sejarah yang melatarbelakangi turunnya ayat,

melainkan, lebih merupakan analisis sejarah kontemporer atau

lebih tepatnya, analisis social. Hal itu tidak lepas dari konsepsi

Hassan Hanafi tentang asbab al nuzul yang berbeda dari yang

dikenal selama ini. Bagi Hassan Hanafi, asbab al nuzul

menunjukkan bahwa wahyu tidaklah menentukan realitas, tetapi

justru wahyu diundang oleh realitas aktual itu sendiri. Hal ini

seperti yang terlihat dalam karyanya, “Mâdzâ Ta’nî Asbâb al

Nuzûl” dalam buku al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol.

7.

Berkaitan dengan asbâb al nuzûl, menurut Hassan Hanafi

realitas dapat diketahui dengan fitrah sehingga memungkinka

bagi orang lain untuk bersepakat dan membenarkannya

78 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 16.

Page 149: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

133

(intersubyektif). Hal ini telah terjadi misalnya pada Umar Bin

Khathab, di mana dia mengetahui realitas kaum muslimin dan

kebutuhan mereka dengan menggunakan fitrahnya. Ketika Nabi

memohon wahyu untuk masalah atau realitas tertentu yang

dihadapi kaum muslimin dan Beliau mengetahui wahyu yang

dikehendaki dengan menggunakan hawas-nya, kemudian wahyu

turun justru membenarkan pengetahuan Umar Bin Khathab.4

Berdasarkan atas hal itu, asbâb al nuzûl menunjukkan

bahwa penafsir haruslah memilih dari wahyu (al-Qur’an) yang

relevan untuk memecahkan permasalahan aktual yang dihadapi.

Dengan kata lain, penafsiran adalah melacak kembali peristiwa

pewahyuan, dan asbâb al nuzûl itu tidak lain adalah problem

dalam realitas kontemporer. Oleh karena itu analisis terhadap

realitas kontemporer adalah bagian integral dari

hermeneutikanya.

Berdasarkan hak itu, terdapat tiga tahap penafsiran

Hassan Hanafi: tahap analisis realitas, tahap analisis kebahasaan

yang terdiri dari analisis bentuk dan analisis isi, dan tahap

generalisasi. Tahap-tahap ini didukung oleh karya eksegetiknya

4 Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol. 7, hlm. 72-73. Demikian juga kasus ketika wahyu membenarkan firasat Umar Bin Khathab tentang kekhawatiran bahaya khamr terhadap akal dan kehidupan. Kemudian wahyu turun tetang pelarangan terhadap khamr (Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol. 7, hlm. 73).

Page 150: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

134

seperti “al Mâl fî al-Qur’an” yang termuat dalam buku al Dîn wa

al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol. 7. Tahap analisis ini adalah

untuk mengetahui problem realitas kontekstual. Tahap ini

melibatkan pendekatan interdisipliner dan dengan bantuan

pakar-pakar sosial, politik dan ekonomi. Dari sinilah diperoleh

tema-tema penafsiran dengan memberikan prioritas pada tema-

tema yang menyentuh kebutuhan kontemporer.

Tahap analisis kebahasaan yang terdiri dari analisis bentuk

(tahlîl al shurah) dan analisis isi (tahlîl al madlmûn). Analisis

bentuk dilakukan dengan mengalisis bangunan konseptual dan

bentuk kebahasaan ayat-ayat yang satu tema yang

diklasifikasikan berdasarkan atas kata benda atau kata kerja dan

seterusnya sehingga memungkinkan untuk membatasi tema.

Sedangkan analisis isi berkaitan dengan analisis makna dan

susunannya dalam kumpulan-kumpulan pokok sehingga

memungkinkan untuk membangun tema, membedakan antara

makna primer dan makna sekunder, antara yang positif dan

negatif antara yang ilahiyah dan manusiawi, antara yang

spiritual dan material, antara yang individual dan sosial,

sehingga memungkinkan untuk mengetahui ide wahyu dalam

tema-tema pokok. Setelah tahapan semua di atas kemudian

dilakukan tahapan terakhir yaitu geralisasi.

Page 151: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

135

3. Kritik Praktis

Generalisasi pada tahap eidetis di atas membuka jalan bagi

kritik praktis yang menjadi tujuan hermeneutika aksiomatika.

Hermeneutika al-Qur’an semenjak awal memang merupakan

cara baca al-Qur’an dengan maksud-maksud praktis. Dengan

kepentingan semacam ini, hermeneutika menurut Hassan Hanafi

jelas menaruh perhatian besar pada transformasi masyarakat.

Hermeneutika Hassan Hanafi melampaui tafsir historis

yang digunakan banyak ahli tafsir. Seolah-olah al-Qur’an hanya

berbicara untuk realitas, ruang, dan waktu tertentu saja karena

menampilkan peristiwa-peristiwa masa lalu. Kami menurut

Hassan Hanafi membangun tafsir perseptif (al tafsîr al syu’ûrî)

agar al-Qur’an dapat mendeskripsikan manusia, hubungannya

dengan manusia lain, tugas-tugasnya di dunia, kedudukannya

dalam sejarah, membangun sistem sosial, dan politik. 79

Hermeneutika sebagai metode melampaui tafsir ayat per ayat,

dari surat ke surat yang terkesan fragmentaris dan mengulang-

ulang. Menurut Hassan Hanafi, kita bangun tafsir tematis

dengan menghimpun ayat-ayat yang satu tema dan dianalisis

begitu rupa sehingga muncul konsep universal tentang Islam,

79 Hassan Hanafi, Jurnal al Yasâr al Islâmî : Kitâbât fî al Nahdlah al Islâmiyah, Kairo : Heliopolis. 1981, hlm. 19.

Page 152: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

136

dunia, manusia dan sistem sosial. Menurutnya, lebih lanjut kami

tegakkan tafsir revolusioner dengan mentransformasikan akidah

menjadi ideologi revolusi.

Bagi Hassan Hanafi, praktis merupakan penyempurnaan

Kalam Tuhan di dunia mengingat tidak ada kebenaran teoritis

dari sebuah dogma atau kepercayaan yang datang begitu saja;

dogma lebih merupakan suatu gagasan atau motivasi yang

ditujukan untuk praktis. Hal ini menurutnya, karena wahyu al-

Qur’an sebagai dasar dogma merupakan motivasi bagi tindakan

di samping sebagai objek pengetahuan.80

Pandangan Hassan Hanafi mengenai sifat fungsional dan

dimensi psikologis dari al-Qur’an di sini --dan bukannya sifat

kebenarannya empiris-historis dari isinya secara keseluruhan

seperti pandangan banyak kaum Muslim-- perlu memperoleh

perhatian sebab berpengaruh pada pendirian hermeneutisnya

mengenai hakikat teks, intepretasi, makna, dan kebenaran

bahasa agama.

Sebuah dogma, kata Hassan Hanafi, hanya dapat diakui

eksistensinya jika didasari sifat keduniaannya sebagai sebuah

sistem ideal, namun dapat terealisasi dalam tindakan manusia.

80 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 18.

Page 153: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

137

Karena, satu-satunya sumber legitimasi dogma adalah

pembuktiannya yang bersifat praktis. Menurutnya realisasi

wahyu dalam sejarah melalui perbuatan manusia sama dengan

realisasi perbuatan illahiyyah dan dengan sedirinya, merupakan

realisasi kekuasaan (khilafah) Tuhan di atas bumi. Prinsip yang

sama menjadi dasar penciptaan dan penerapan hukum-hukum

Tuhan (al ahkam al syar’iyyah) di dunia. Itulah sebabnya

mengapa yurisprudensi (‘ilm usûl al fiqh) dianggap ‘ilm al

tanzil, yang dibedakan dari ‘ilm al ta’wil dalam tradisi

sufisme. Sebab yang terakhir ini menginginkan gerak dari

manusia kepada Tuhan, sementara yurisprudensi menginginkan

transformasi Tuhan kembali menuju kehidupan manusia.81 Kita

tidak perlu membuktikan teoritis akan eksistensi Tuhan kecuali

sebagai pengenalan terhadap sabda-sabda-Nya dalam kehidupan

dunia. Tuhan sebagai personal, oleh Hassan Hanafi, diletakkan

dalam tanda kurung, sehingga teologi positif tidak lagi

berurusan dengan fakta, intuisi, atau aturan, tetapi transformasi

81 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 102. Lihat pula Hassan Hanafi, Humûm al Fikr wa al Wathan. Cet. Ke-2. Kairo: Dâr Qubâ, 1998, hlm. 17-56. Menurutnya, Memang benar wahyu telah dikodipikasikan, bahwa pembacaan dilakukan terhadap tradisi dan interpretasi terhadap kitab suci. Namun, wahyu sendiri melalui asbâb al nuzûl. Realitas sebagai yang pertama dan wahyu sebagai yang kedua. Realitas bertanya dan wahyu menjawab. Dengan demikian, tanzil, sebenarnya penafsiran. Turun dari langit pada hakikatnya terangkat dari bumi. Upaya mencari makna dari asal melalui kaidah bahasa sebenarnya bersejajar dengan memburu illat melalui pengalaman (Hassan Hanafi, Humûm al Fikr wa al Wathan, hlm. 17-56).

Page 154: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

138

wahyu dari teori ke praktik. 82 Agaknya, dengan kritik praktis ini,

Hassan Hanafi ingin menunjukkan fungsi transformatif wahyu

dalam kehidupan manusia.

Kritik historis, analisis makna dan praktis teks ke dalam

realitas dalam pandangan Hassan Hanafi tidak lain merupakan

konsekuensi logis dari objek analisis hermeneutika aksiomatis,

yakni teks-teks suci. Sementara terhadap teks-teks lain, seperti

teks sastra, analisisnya hanya perlu pada tahap historis dan

eidetis. Bahkan dalam banyak kasus yang dibutuhkan hanyalah

masalah terakhir. Keaslian teks sastra harus selalu diterima,

kecuali pada teks-teks kuno.83 Menurutnya, hal ini tidak dengan

sendirinya menunjukkan bahwa hermeneutika sacra berbeda

dari hermeneutika umum (general hermeneutics), sebab pada

dasarnya yang pertama tetap merupakan bagian yang terakhir.

Hanya saja, dalam hal objek penafsiran, hermeneutika sacra

menampilkan spektrum analisis yang lebih luas, mengingat

pemahaman pada suatu kitab suci tidak mungkin melepaskan

diri dari masalah otentisitas, pemahaman maknanya, dan

realisasi pemahaman tersebut dalam dunia nyata. 84

82 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 18.

83 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah,hlm. 527.

84 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah,Ibid.

Page 155: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

139

Hal yang menarik dari gagasan Hassan Hanafi tersebut

adalah pandangannya tentang fungsi hermeneutika al-Qur’an

sebagai sarana perjuangan melawan bermacam-macam bentuk

ketidakadilan dan eksploitasi dalam masyarakat. Di samping itu,

hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi menghasilkan tafsir

perseptif (kesadaran), yakni tafsir berdasarkan kesadaran

tentang kemanusiaan, hubungan manusia dengan yang lainnya,

tugasnya di dunia, kedudukannya dalam sejarah, dan untuk

membangun system sosial dan politik.

Demikian kuatnya kepentingan praksis dalam

hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi, perbincangan mengenai

hermeneutika al-Qur’an dianggap sebagai salah satu bagian dari

sebuah skema besar perubahan sosial. Dalam hermeneutika al-

Qur’an Hassan Hanafi, praksis adalah tujuan, setelah dilakukan

kritik sejarah teks dan analisis eidetik. Di samping itu,

hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi sebagai salah satu

elemen transformasi social dari proyek al Turats wa Tajdid yang

mencakup tradisi, kritik atas dunia Barat dan transformasi

realitas kontemporer.

Meskipun membangun hermeneutika dengan praksis, pada

kenyataannya Hassan Hanafi lebih banyak bergerak dalam

kerangka teori. Barangkali kenyataan ini harus dipahami dalam

Page 156: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

140

pengertian bahwa praksis terletak bukan karena

hermeneutikanya hanya berbicara tentang teori dan formulasi

tafsir perubahan, dan bukannya dalam bentuk aksi sosial. Sebab

maksud praksis di sini adalah keterkaitan antara teori dan

praktek, refleksi dan aksi yang dapat menjadi sumbangan bagi

para aktitivis gerakan dalam melakukan usaha-usaha

transformatif. Alasan ini juga menurut penulis dapat dijadikan

jawaban terhadap kritik yang diajukan Boulatta yang

mengatakan Hassan Hanafi terlalu teoritis untuk dipraktekan.

D. Urgensi Hermeneutika Al-Qur’an

Berdasarkan pembacaan Hassan Hanafi terhadap

penafsiran-penafsiran yang ada dalam penafsiran tradisional

yang hanya bertumpu pada teks, menurutnya penafsiran

semacam ini merupakan pengalihan, al intiqâl yang hanya

memindahkan bunyi teks kepada relitas, seakan-akan teks-teks

keagamaan itu adalah realitas yang dapat berbicara sendiri.5

5 Hassan Hanafi, al Yasâr al Islâmî, hlm. 30. Berikut ini penjelasan Hassan Hanafi tentang kelemahan-kelemahan penafsiran yang bertumpu pada teks. Pertama, teks adalah teks, bukan realitas. Teks hanya merupakan sebuah deskripsi linguistik tentang realitas yang tidak dapat menggantikannya. Oleh karena itu, setiap argumentasi harus autentik. Penggunaan teks sebagai sebuah argumentasi harus merujuk kepada otentisitasnya di dalam realitas. Kedua, berbeda dengan rasio atau eksperimentasi yang memungkinkan manusia mengambil peran untuk turut menentukan, teks justru menuntut keimanan a-priori terlebih dahulu. Sehingga, argumentasi teks hanya dimungkinkan untuk orang yang percaya. Hal ini merupakan kenyataan yang elitis. Ketiga, Teks bertumpu pada otoritas kitab suci dan bukan pada otoritas akal. Padahal, otoritas seperti ini tidaklah argumentatif,

Page 157: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

141

Padahal, metode yang hanya bertumpu pada teks seperti itu

mempunyai banyak kelemahan terutama dari segi epistimologi.

Kelemahan-kelemahan disebutkan Hassan Hanafi, disebabkan

ada sebelas faktor yang dapat disimpulkan di antaranya

sebagai berikut ini. Pertama, tidak menjadikan realitas sebgai

karena terdapat banyak kitab suci, sementara realitas dan akal hanya satu. Keempat, Teks adalah pembuktian (al burhân) asing, karena ia datang dari luar dan tidak dari dalam realitas. Padahal dalam pembuktian, keyakinan yang datang dari luar selalu lebih lemah daripada keyakinan yang datang dari dalam. Kelima, Teks membutuhkan acuan realitas yang ditunjuknya. Tanpa acuan ini teks menjadi tidak bermakna, dan bahkan akan menyelewengkan maksud-maksud semua teks yang sesungguhnya. Sehingga terjadilah salah paham dan aplikasi teks yang tidak pada tempatnya. Keenam, teks itu bersifat unilateral yang selalu terkait dengan teks-teks lainnya. Sehingga tidak mungkin untuk beriman kepada satu kitab dengan mengingkari yang lain. Ini hanya akan menjebak para penafsir ke dalam pola pikir parsialistik. Ketujuh, teks selalu dalam ambiguitas pilihan-pilihan, yang tidak luput dari pertimbangan-pertimbangan untung rugi. Seorang kapitalis tentu akan memilih teks-teks yang melegitimasi kepentinganya, sebagaimana seorang sosialis akan melakukan hal yang sama terhdap teks lain. Di sini, yang menjadi penentu bukanlah teks, melainkan kepentingan penafsir. Teks hanya memberi legitimasi terhadap apa yang sudah ada sebelumnya. Kedelapan, posisi sosial seorang penafsir menjadi basis bagi pilihannya terhadap teks. Sehingga di dalam realitas, pertikaian dan perbedaan para penafsir akan menjadi sumber pertikaian masyarakat, sebangun dengan pertikaian di antara kekuatan yang ada. Kesembilan, teks hanya berorientasi pada keimanan dan emosi keagamaan. Ia hanya sebagai pemanis dalam apologi para pengikutnya, tetapi tidak mengarahkan kepada rasio dan realitas keseharian mereka. Oleh karena itu, pendekatan tekstual bukan metode ilmiah yang menganalisis realitas kaum muslimin, melainkan hanya sebuah model apologetik untuk memperjuangkan kepentingan suatu golongan atau sistem tertentu melawan yang lain. Padahal apologi jauh lebih rendah nilainya daripada pembuktian. Kesepuluh, metode teks lebih cocok untuk nasihat dari pada untuk pembuktian, karena ia hanya memperjuangkan Islam sebagai suatu prinsip tetapi tidak memperjuangkan kaum muslimin sebagai umat. Kesebelas, kalaupun mengarah kepada realitas, metode teks secara maksimal hanya akan memberikan status tidak menjelaskan perhitungan kuantitatif. Padahal kita sesungguhnya membutuhkan penjelasan tentang realitas sampai kepada fakta, siapa memiliki apa (Hassan Hanafi, Jurnal al Yasâr al Islâmî, hlm. 30).

Page 158: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

142

teks.6 Kedua, tidak menjadikan teks sebagai pembuktian dari

dalam realitas yang mempunyai nalar, sehingga teks sebagai

argumentasi yang diperuntukan bagi orang yang percaya

dikarenakan teks menuntut orang percaya terlebih dahulu.7

Ketiga, teks tidak dikaitkan dengan realitas sebagai acuan yang

ditunjukinya. Keempat, tidak menjadikan teks yang bersifat

unilateral. Kelima, menganggap hanya ada satu pemahaman

dari suatu teks, padahal teks itu merupakan satu pilihan

penafsir dari sekian banyak penafsiran. Jadi, yang menentukan

teks adalah penafsir itu sendiri yang dilatarbelakangi oleh

kepentingannya.8 Keenam, teks tidak diarahkan kepada rasio

dan kenyataan keseharian umat. Ketujuh, metode tekstual tidak

memperjuangkan muslim sebagai rakyat melainkan,

memperjuangkan Islam sebagai prinsip. Kedelapan, tidak

menjelaskan perhitungan secara kuantitatif.

Terlalu bertumpu dengan metode linguistik menurut

Hassan Hanafi, menjadikan mufasir mengbaikan terhadap

prinsip-prinsip metode pengalaman eksperimental (al manhaj

6 Bandingkan pula dengan Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. II., hlm. 207-208.

7 Bandingkan pula dengan Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. II., hlm. 211.

8 Bandingkan pula dengan Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. II., hlm. 167.

Page 159: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

143

al tajrîbî) yang menjadi dasar ‘ilat dalam penetapan suatu

hukum, istinbath, suatu istilah dalam hukum Islam.9 Sebaliknya,

metode yang terlalu bertumpu pada rasio atau analisis nalar

sering dijumpai kontroversi sering terjebak pada penafsiran

bertele-tele, penafsiran teks yang tidak memperhatikan apakah

dibutuhkan penafsiran di situ atau tidak.10

Untuk menangani problem yang pertama ia mencoba

mengemukakan metode untuk menelaah suatu teks dengan

tafsir al syu’ûrî (tafsir perseptif, kesadaran) dengan metode

tematik. Tafsir ini dimaksudkan agar al-Qur’an

mendiskripsikan manusia, hubungannya dengan manusia lain,

tugasnya di dunia, kedudukannya dalam sejarah, membangun

sistem sosial dan politik.11 Tafsir ini menggunakan metode

kuantitatif dengan angka-angka dan statistik sehingga realitas

dapat berbicara mengenai dirinya sendiri yang langsung

merujuk secara objektif pada konteks realitas tersebut dan

mendefinisikan secara kuantitatif.12

9 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah: fî Fikrinâ al Mu’âshir, vol. II. hlm. 167.

10 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah: fî Fikrinâ al Mu’âshir, vol. II. hlm. 179.

11 Hassan Hanafi, Jurnal al Yasâr al Islâmî : Kitâbât fî al Nahdlah al Islâmiyah, hlm. 19.

12 Hassan Hanafi, Jurnal al Yasâr al Islâmî. hlm. 30.

Page 160: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

144

Dalam sejarah ilmu pengetahuan, kuantifikasi ini selalu

lebih detail dan akurat daripada sekedar identifikasi abstrak.

Kalau para ulama terdahulu, semacam Ibn Taymiyah (1262-

1327 M), menjadikan akal dan persaksian sebagai aksioma

(dalil) yang mendasari pengutipan suatu teks, maka tafsir

metode baru ini menurut Hassan Hanafi, menambahkannya13

dengan eksperimen, realitas kuantitatif dan penggunaan bahasa

angka-angka terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan

distribusi kekayan kaum muslimin kepada keseluruhan umat.

Sebagai penyelesaian untuk problem yang kedua, Hassan

Hanafi mengajukan alternatif lain berupa metode analisis

pengalaman (manhaj tahlîl al khubrât). Menurut Hassan Hanafi,

analisis yang bertumpu pada pengalaman hidup tidak saja akan

membawa kepada makna teks, namun, bahkan kepada realitas

itu sendiri, yakni hakikat keagamaan yang diungkapkan teks.

Inilah yang oleh Hassan Hanafi dimaksudkan dengan al ta`

wil.14

Prosedur dari pendekatan ini adalah orang yang ingin

menafsirkan teks, terlebih dahulu harus menganalisis

pengalamannya sendiri sebelum memulai penafsiran teks atau

13 Hassan Hanafi, Jurnal al Yasâr al Islâmî. hlm. 30.

14 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah: fî Fikrinâ al Mu’âshir, vol. II. hlm. 180.

Page 161: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

145

menulisnya.15 Tujuannya adalah untuk memunculkan pada diri

penafsir berbagai kepentingan, motivasi dan imajinasi tertentu

yang mendasari dan mengarahkan penafsiran. Setelah itu

barulah hasilnya dikorelasikan dengan teks.16

E. Teori Analisis Teks dan Orientasinya

Konsepsi Hassan Hanafi mengenai beberapa pengertian

teks dan proses memahaminya dalam literatur Islam klasik

terefleksi dalam istilah-istilah seperti qira’ah, tafsir, ta`wil, dan

syarh yang agak spesifik. Menurut Hanafi, membaca teks pada

dasarnya sinonim dengan proses memahaminya, sementara

yang menjadi obyek pemahaman itu adalah teks.17

Menurut Sara Mills, seorang ahli bahasa dari Inggris,

mengatakan bahwa teks adalah suatu hasil negosiasi antara

penulis dan pembaca. Oleh karena itu, pembaca di sini tidaklah

dianggap semata sebagai pihak yang hanya menerima teks,

tetapi juga ikut melakukan transaksi segaimana akan terlihat

dalam teks.18

15 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah: fî Fikrinâ al Mu’âshir vol. II. hlm. 180. Bandingkan dengan Ilham B. Saenong, Hermeneutika Pembebasan, Jakarta: Teraju, 2002 hlm. 145.

16 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 540.

17 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 526.

18 Menurut Mills membangun model yang menghubungkan antara penulis, teks dan pembaca mempunyai sejumlah kelebihan. Pertama, akan melihat secara

Page 162: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

146

Membaca teks ini dapat disejajarkan dengan teori

pengetahuan dalam filsafat skolastik yang ditandai dengan

relasi subyek-objek. Jika membaca adalah subjek, maka

objeknya adalah teks. Membaca berarti memahami dengan

sendirinya juga berarti menafsirkan dan mentakwilkannya.

Menurut Sara Mill bahwa sebuah berita harus dilihat

bagaimana satu pihak, kelompok, orang gagasan atau peristiwa

ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang

mempengaruhi pemaknaan ketika diterima oleh khalayak.

Bahkan menurut Mills, bagaimana posisi dari berbagai aktor

sosial, posisi gagasan , atau peristiwa itu ditempatkan dalam

teks.19

Tafsir berada pada level kedua dalam proses pembacaan

ketika pemahaman dengan persepsi langsung tidak

komprehensip melihat teks bukan hanya berhungan dengan faktor produksi namun juga resepsi. Kedua, posisi pembaca di sini ditempatkan dalam posisi yang penting karena memang teks ditujukan untuk secara langsung atau tidak “berkomunikasi” dengan khalayak. Dikutip dari Eriyanto, Analisis Wacana,Yogyakarta: LKis, 2001, hlm. 204-205.

19 Eriyanto, Analisas Wacana, Yogyakarta: LKis. 2001, hlm 201. Mills memberikan contoh bahwa seorang aktor yang mempunyai posisi tinggi ditampilkan dalam teks, ia akan mempengaruhi bagaimana dirinya ditampilkan dan bagaimana pihak lain ditampilkan. Wacana media bukanlah sarana yang netral, tetapi cenderung menampilkan aktor tertentu sebagai subyek yang mendefinisikan peristiwa atau kelompok tertentu. Posisi itulah yang menentukan semua bangunan unsur teks, dalam arti pihak yang mempunyai posisi tinggi untuk mendefinisikan realitas akan menampilkan peristiwa atau kelompok lain ke dalam bentuk struktur wacana tertentu yang akan hadir kepada khalayak. Dikutip dari Eriyanto yang mengutip dari Sara Mills, Discourse, London and New York, Routledge, 1997.

Page 163: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

147

dimungkinkan. Instrumen-instrumennya adalah logika bahasa,

orientasi teks (taujih al nash) atau konteks sosial dan rûh al

‘ashr (semangat zaman). Jika penafsiran dengan logika bahasa

menemui jalan buntu, sementara signifikansi teks, kebutuhan

sosial dan spirit zaman semakin menguat, maka yang terjadi

adalah proses ta’wil.20 Sementara syarh (komentar) mencakup

ketiga hal sebelumnya yakni qirâ`ah atau pemahaman dengan

persepsi langsung, penafsiran, dan ta`wil.

Dalam kedudukannya sebagai bangunan pengetahuan

yang komprehensif, syarh menurut Hassan Hanafi, mencakup

hubungan antara proses membaca dan teks dalam relasi

subjek-objek. Pembacaan suatu teks lebih lanjut dapat menjadi

kegiatan yang bercorak pribadi terjadi ketika seseorang

membaca teks orang lain yang berasal dari kebudayaan yang

sama sebagai sebuah penghampiran tertentu terhadap tradisi

mereka berdua dan dapat pula mencerminkan dialektika

sosial.21 Pembacaan jenis ini lebih merupakan interpretasi

20 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 527

21 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 527. Bandingkan dengan pendapat Sara Mills bahwa posisi pembaca sangatlah penting dan harus diperhitungkan dalam teks. Bahkan, Mills menolak pandangan banyak ahli yang menempatkan dan mempelajari konteks semata dari sisi penulis, sementara dari sisi pembaca diabaikan. Dalam model semacam ini, teks dianggap semata sebagai produksi dari sisi penulis dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembaca yang hanya ditempatkan dan dianggap sebagai konsumen yang tidak mempengaruhi pembuatan suatu teks. Dikutip dari Eriyanto, Analisis Wacana, th. 2001, hlm. 203.

Page 164: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

148

dengan tujuan melakukan korelasi dan pembaharuan guna

memenuhi atau menyesuaikan dengan semangat zaman.

Sedangkan, jika pembacaan dilakukan seseorang pada orang

lain dari peradaban yang berbeda, maka yang terjadi adalah

peristiwa dialektika kebudayaan.22

Menurut Hassan Hanafi, pembacaan teks yang dilakukan

oleh seseorang dalam dua bentuk di atas bukan sekedar

sebagai tafsir, ta’wil dan syarh belaka terhadap objeknya.

Melainkan, sebagai proses rekonstruksi makna teks menurut

persepsi pembaca yang mencakup pembacaan, analisis, kritik,

dan “rekonstruksi” untuk menyempurnakan struktur dan

penyingkapan aturan-aturan teks.23

Pada sisi lain, pembacaan teks bukanlah seni, tapi ilmu

praktis yang bersifat komulatif guna menyingkap struktur

dasar sutu teks, baik yang berbentuk dalam rentang waktu

yang panjang atau dalam periode yang singkat. Menurut Hassan

Hanafi, hermeneutika dapat disebut ilmu yang menentukan

hubungan antara subyek dengan obyeknya. Subyek adalah

22 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 528.

23 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 529.

Page 165: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

149

penafsiran dengan kegiatan penafsirannya, sementara obyek

adalah teks.24

Meskipun terdapat pemilahan antara teks profan dengan

teks sakral Hassan Hanafi menganggap bahwa semua teks

diperlakukan sama sebagai konsekuensi leburnya pemilahan

antara hermeneutika sacra dan hermeneutika profan dalam

diskursus hermeneutika kontemporer. 25 Hassan Hanafi

menganggap keistimewaan al-Qur’an sebagai teks kategori

dalam praktek keagamaan masyarakat dan bukan kategori

dalam hermeneutika.26

24 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 526. Bandingkan dengan Eriyanto yang mengutip Sara Mills yang mengatakan bahwa teks adalah suatu hasil negosiasi antara penulis dengan pembaca. Mills mengajukan beberapa alasan kenapa model yang menempatkan pembaca hanya sebagai penerima (yang tidak mempengaruhi proses produksi teks) tidak begitu akurat. Pertama, dalam model tradisional ini, penulis dipandang sebagai pihak yang secara sewenang-wenang dapat mengontrol teks. Padahal dalam kenyataannya penulis tidak “bebas” semacam itu. Dalam teks berita misalnya pewarta juga memperhitungkan apa yang disukai pembaca, karakteristik pembaca yang ia tuju, dan sebagainya. Untuk pembaca dengan kelas sosial atau kelompok umur tertentu, tulisan dibuat dengan gaya dan topik tertentu. Hal ini akan berbeda apabila ia menulis untuk kelompok sasaran pembaca yang lain. Dengan, demikian tidak ada otonomi besar pada diri penulis karena ia berhadapan dengan pembaca atau khalayak yang dibayangkan. Kedua, dalam faktanya, pembaca mempunyai peranan penting yakni dalam bagaimana teks itu ditafsirkan. Pembaca adalah kreator, ia bisa menafsirkan teks bahkan berbeda dengan yang diyakini oleh penulis. Sebuah teks bahkan bisa dikreasikan ulang membentuk teks baru oleh pembaca. Kutipan Eriyanto dari Sara Mills,”Knowing Your Place: A Marxist Feminist Stylistic Analysis” dalam Michael Toolan (ed.) Language, Text and Context: Essays in Stylistics, London and New York, Routledge, 1992.

25 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 527. Bandingkan dengan Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 3.

26 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I., hlm. 495. Hassan Hanafi, Humûm al Fikr wa al Wathan, vol. II. Kairo : Dar Quba, 1997, hlm. 23-30.

Page 166: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

150

Desakralisasi teks-teks suci, termasuk al-Qur’an tersebut

menciptakan hubungan-hubungan simetris antara al-Qur’an,

kesadaran, dan realitas, sebagai antitesis hubungan-hubungan

struktural dalam hermeneutika al-Qur’an klasik. Dalam

penafsiran tradisional, teks atau al-Qur’an berada di puncak

dan pusat, sedangkan realitas tidak dibicarakan secara

eksplisit.27 Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tafsir

tradisional terutama dari segi orientasi ini diperlukan

membangun metode tafsir kontemporer yang dapat

menjembatani kesenjangan antara teori tradisional dan

realitas.28

Menurut Hassan Hanafi, pemahaman terhadap al-Qur’an

adalah perbincangan mengenai teori penafsiran (nazhariyah al

tafsir) yang mampu mengungkapkan kepentingan masyarakat,

kebutuhan kaum muslimin dan isu-isu kontemporer.29 Sehingga

diharapkan dapat mengatasi kekurangan yang terdapat dalam

27 Menurut Hassan Hanafi, dalam realitas penafsiran al-Qur’an saat ini, terlihat ada pemilahan antara teori tafsir tradisional berupa ilmu-ilmu al-Qur’an, teks-teks yang berisi penjelasan tradisional dengan realitas kekinian yang muncul dengan beragam pemikiran sekulernya tanpa memperhatikan teks-teks tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan jembatan penghubung di antara keduanya. Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah. Vol II, hlm. 177. Bandingkan dengan Ilham E. seorang, Hermeneutika Pembebasan, hlm. 140 dan 177.

28 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah: fî Fikrinâ al Mu’âshir, vol. II. hlm. 177.

29 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah: fî Fikrinâ al Mu’âshir, vol. II. hlm. 175. Bandingkan dengan Hassan Hanafi,”Manâhij al Tafsîr” dalam al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 78.

Page 167: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

151

tafsir-tafsir tradisional yang tidak pernah melakukan

perbincangan teoritis sebelumnya secara tuntas.30

Tafsir yang tidak memperbincangkan teoritas seperti itu

menurut Hassan Hanafi seperti terlihat dalam tafsir tradisional

yang mengakibatkan tidak otonom dan terjebak pada orientasi

metodologis dari disiplin tradisional. Dalam materinya, tafsir

tradisional menjadikan al-Qur’an lebih banyak dijadikan

sumber justifikasi suatu keilmuan.31 Padahal, baginya, al-Qur’an

bukan merupakan buku panduan bahasa, hukum, sejarah,

tasawuf, teologi, filsafat, bahkan ilmu pengetahuan, panduan

sosial politik atau panduan tentang metafora.32 Menurutnya al-

Qur’an lebih baik dipandang dan berfungsi sebagai sebuah etos

atau sumber motivasi bagi suatu tindakan.33

30 Teoritisasi dimaksudkan Hassan Hanafi untuk meletakkan kembali al-Qur’an sebagai sumber dan obyek pengetahuan secara simultan di hadapan rasionalitas sebelum melakukan kegiatan keilmuan lainnya berupa pembuatan hukum, sebelum membangun keilmuan Islam apapun, atau sebelum merekonstruksi disiplin tradisional Islam, baik ushul fiqh, tasawuf, fiqh, kalam, filsafat dan sebagainya (Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah: fî Fikrinâ al Mu’âshir, vol. II, hlm. 176.

31 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I., hlm. 485-494.

32 Hassan Hanafi. ‘Manâhij al Tafsîr’, dalam Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, Vol. 7, hlm. 79-101.

33 Hassan Hanafi. Religion Dialogue and Revolution, hlm. 17.

Page 168: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

152

1. Prinsip-Prinsip dalam Analisis Teks.

Berbeda dengan pandangan yang banyak berkembang di

kalangan pemikir Muslim, Hassan Hanafi menganggap bahwa

sebuah teks tidak mengandung makna objektif apa pun. Teks

selalu merupakan praktik manusiawi semenjak penciptaan

pertama hingga pembacaan terakhir.34 Pandangan ini

didasarkan pada sifat kesejarahan dari teks. Seperti disinggung

sebelumnya, Hassan Hanafi menganggap teks sebagai bagian

dari praksis ideologi. Sebagai konsekwensinya, tidak ada

pembacaan teks yang objektif, kecuali penafsiran itu sendiri.

Apa yang terjadi dalam wilayah penafsiran tidak lain adalah

pembacaan masa lalu dalam kacamata kekinian.

Setiap penafsiran dengan sendirinya menjadi proyeksi

masa kini ke dalam masa lalu, dan bukan sebaliknya. Sehingga,

upaya penulusuran sebagai arkeologi (al hufriyat) dalam tafsir

memperoleh makna awal selalu merupakan kegiatan yang sia-

sia. Karena sekalipun apa yang diklaim sebagai makna awal

dapat ditemukan, bukan serta-merta berarti menemukan

makna teks yang sesungguhnya.35

34 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 536.

35 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 538.

Page 169: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

153

Menurut Hassan Hanafi kebenaran dalam proses

pemahaman tidak terletak pada korespondensi makna dengan

realitas masa lalu sebagaimana diyakini epistimologi

konvensional, akan tetapi dari korelasi makna dengan

pengalaman hidup manusia.36 Penafsiran dapat dibenarkan

sejauh ia fungsional dalam sejarah. Karena penafsiran tidak

lain merupakan persaksian subyek di hadapan individu,

masyarakat dan sejarah. Agaknya, hal ini merupakan jawaban

atas pertanyaan dimanakah letak makna al-Qur’an apakah ada

pada realitas di abad ketujuh atau pada Tuhan. Ketika

membaca makna teks dalam sejarah, menurut Hassan Hanafi

meskipun terdapat bukti-bukti sejarah tentang situasi yang

melahirkan teks, namun, ia tetap bukan menjadi pendasaran

bagi penafsiran makna masa kini. Hal ini karena sumber

sejarah tetap tidak akan pernah memadai. Kalaupun sumber

sejarah dijadikan sumber, yang terjadi adalah kontroversi

sejarah ketimbang menafsirkan teks tersebut.37

Bagi Hassan Hanafi, penafsiran teks dalam situasi

kontemporer sepenuhnya merupakan kegiatan produktif,

penemuan makna-makna baru dari teks. Tidak mempersoalkan

36 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 537.

37 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 538.

Page 170: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

154

apakah sesuai atau tidak dengan makna aslinya, demikian juga

apakah konteks situasionalnya sama atau berbeda. Hassan

Hanafi menyebut istilah ini sebagai “proyeksi masa kini ke

dalam masa lalu” atau “metode retroaktif”.38

Hassan Hanafi berpendapat bahwa membaca teks

sebagaimana menulisnya, sama-sama merupakan tindakan

ideologis. Setiap pembacaan merupakan keputusan dan

rekonstruksi obyek bacaan dengan mengabaikan situasi awal di

mana teks muncul dan teralienasi. Oleh karena itu, baik

penulisan maupun pembacaan teks masing-masing merupakan

“senjata ideologis”.39 Setiap kelompok membaca sekaligus

memproyeksikan diri ke dalam teks, mencari kepentingannya

dan menjadikan teks sebagai justifikasi untuk kepentingan

berbagai tindakan sosial.

Menurut Hassan Hanafi, sebagai kegiatan produktif, suatu

bacaan atas teks berfungsi untuk menemukan dimensi-dimensi

baru dalam teks sebelumnya bahkan dalam makna awalnya

yang sama sekali belum ditemukan. Hal ini dapat saja terjadi

karena pemahaman manusia senantiasa diperkaya oleh

akumulasi pengetahuan yang memperkenalkan berbagai

38 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 539.

39 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 538.

Page 171: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

155

temuan yang tidak pernah disadari sebelumnya.40 Di samping

itu, pemahaman manusia senantiasa dideterminasi oleh

kesadarannya akan realitas sosial dan individual di mana ia

hidup. Determinasi sosial kebudayaan seperti itulah yang

menyajikan persepsi tertentu yang bisa saja berbeda dengan

pemahaman penafsiran sebelumnya.

Hassan Hanafi merinci tiga prasyarat yang tidak mungkin

diabaikan dalam sutu pembacaan teks.41

1. Kesadaran yang dipengaruhi oleh sejarah (historically

effected consciousness)

Pijakan pada situasi tertentu yang dalam hermeneutika

filosofis disebut sebagai prapaham atu kesadaran yang

dipengaruhi oleh sejarah. Konsep ini menunjukkan bahwa

setiap pemahaman manusia selalu berpijak dari suatu

pemahaman sebelumnya mengenai apa yang dibutuhkan dan

apa yang menjadi tujuan penafsiran teks. Dasar ini kemudian

memberikan tawaran pemilihan makna tertentu bagi penafsir.42

Menurut Hassan Hanafi penafsiranlah yang menentukan pilihan

40 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 530.

41 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 546.

42 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 530. Bandingkan dengan Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 497; Bandingkan pula dengan Jean Grondin, Introduction to Philosophical Hermeneutics. Yale: Yale Universuty, 1994 : 114.

Page 172: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

156

makna bagi teks. Sebaliknya, seorang penafsir yang melakukan

pembacaan terhadap teks yang tanpa dibekali dengan

kepentingan tidak akan menemukan apa-apa. Menurutnya,

makna adalah tujuan yang telah ditentukan sebelum

pembacaan dilakukan.

Hassan Hanafi menolak klaim objektivitas dalam

pembacaan teks. Sebaliknya, pembacaan yang tidak dikaitkan

dengan kepentingan itulah yang justru ideologis karena

berprasangka bahwa telah mengatakan sesuatu dari teks yang

objektif, padahal ia sama sekali tidak memberi tafsiran yang

objektif kecuali refleksi dari tendensi tertentu. Prasyarat43

pemahaman yang pertama ini bukan semata-mata aturan

teoritik yang mendahului penafsiran, bukan pula tendensi

ideologis atau ide seseorang, akan tetapi prinsip umum dan

objektif yang melampaui relativitas; menyerupai kepentingan

umum dan kecenderungan pikiran.

2. Berpihak kepada kepentingan umum.

Bagi Hassan Hanafi, suatu interpretasi tidak berada dalam

ruang kosong, tetapi bergerak dalam arus sejarah. Sementara,

sejarah menurutnya, berkaitan dengan struktur-struktur sosial

43 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 546.

Page 173: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

157

yang menggambarkan hubungan dialektis antara penguasa

dengan yang dikuasai sehingga, masing-masing penguasa

memiliki bentuk penafsirannya.44 Terhadap fenomena sosial

tersebut, sebuah metode tafsir harus menjadi bagian dari

gerakan sosial dan reformasi untuk tetap menjamin

terwujudnya kepentingan umum. Penafsiran apa pun harus

berpihak pada kepentingan yang bersifat publik dan menolak

pembacaan lain yang berpusat tendensi ideologi dan teologis

yang berpihak pada penguasa.

3. Harus berpijak pada “bahasa relitas”.

Menurut Hanafi, seorang penafsir tidak dapat membatasi

diri pada teks dalam pengertian tertulis, tapi teks dalam

pengertian “realitas”. Penafsiran menstransformasikan bahasa

kepada masyarakat dan eksistensi untuk memperoleh relasi

antara teks dengan realitas.45 Jadi, pada tahap ini penafsiran

dapat disebut juga sebagai sebuah praksis karena realitaslah

yang menafsirkan teks dan mendefinisikan tujuan-tujuannya.

2. Nilai dan Kekuatan Teks

44 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 546-547.

45 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 547.

Page 174: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

158

Hassan Hanafi berpendapat bahwa Teks merupakan

penulisan semangat zaman yang terungkap dalam pengalaman

individu dan masyarakat pada banyak situasi. Jadi, menurut

Hanafi setiap teks selalu merupakan refleksi realitas sosial

tertentu. Teks bukan semata-mata sebagai gambaran internal

penulisnya, melainkan, teks juga merupakan sarana

pembentukan kesadaran akan realitas tertentu yang terefleksi

dalam teks.46

Penulisan teks senantiasa tunduk pada faktor-faktor

subjektif, persepsi tentang kenyataan, persepsi dalam membaca

dan menentukan orientasi tertentu. Hassan Hanafi tidak ragu-

ragu menyebut “teks sebagai praktik ideologi” (al nash ‘amal

aydiyûlûjî)47. Dalam hal ini, teks pun bersifat arbitrer karena

merupakan pilihan penulisnya pada satu maksud dari

keragaman fenomena yang ia hadapi untuk sesuatu di masa

datang.

Di samping itu, tujuan penulisan teks tidak lain bersifat

etis dan ideologis. Disebut etis karena penulisan suatu

momentum sejarah ke dalam teks berkaitan dengan keinginan

memberi petunjuk tertulis kepada generasi mendatang.

46 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 533.

47 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 536.

Page 175: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

159

Sementara disebut sebagai bersifat ideologis, karena langsung

atau tidak, teks merupakan sarana efektif untuk mewariskan

kekuasaan.48

Menurut Hassan Hanafi sebagai medium kuasa, teks tidak

hanya berfungsi sebagai preservasi makna, tetapi juga

merefleksikan otoritas tertentu dalam kapasitasnya sebagai

pemberi petunjuk, hukum, dan keputusan. Bahkan, dalam

masyarakat tradisional di mana teks menjadi sumber

pengetahuan, ia merupakan kekuasaan itu sendiri.49 Peran teks

sebagai medium kuasa memang sentral dalam banyak teori

teks. Dalam kritik wacana misalnya sering disinggung bahwa

dalam masa transisi dari kebudayaan lisan kepada kebudayaan

tulisan sering terjadi pertarungan ideologis dalam rangka

membakukan pemikiran atau doktrin tertentu ke dalam

memori umat. Dalam proses tersebut tekslah merupakan

instrumen yang sangat efektif.50

Menurut penelaahan Hanafi bahwa dalam tradisi dari

kebudayaan oral ke tulisan terjadi proses penyeragaman

48 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 530.

49 Nashr Hamid Abu Zayd, Imam Syafi’i : Moderatisme, Ekletisisme, Arabisme, terj. Khoiron Nahdhiyyin, Yogyakarta: LKIS, 1997, hlm. 215.

50 Nashr Hamid Abu Zayd, Imam Syafi’i : Moderatisme, Ekletisisme, Arabisme, hlm. 215.

Page 176: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

160

berbagai fenomena sosial ke dalam penafsiran tertentu. Hanafi

menunjukkan contohnya dalam kasus penyeragaman bacaan al-

Qur’an ke dalam dialek Quraisy sebagai proses interpretasi,

kalau bukan intervensi manusia ke dalam teks.51 Hassan Hanafi

bukannya keberatan dengan kejadian semacam di atas.

Melainkan, dari sana ia ingin menunjukkan adanya sifat

historisitas dari setiap teks. Di samping itu, secara tidak

langsung merupakan pendasaran bagi pandangannya tentang

interpretasi teks sebagai proses kreatif.

Dalam masyarakat tradisional, fungsi instrumental teks

lebih signifikan lagi. Sebab masyarakat menganggap teks

sebagai argumen otoritatif. Ia menjadi semacam pengetahuan

teoritis dan norma praktis bagi pola prilaku masyarakat. Pada

intinya, teks merupakan pembentuk pandangan dunia

(weltanschauung) dan standar prilaku massa.52 Wujud teks

dalam masyarakat tradisional dapat dianggap sakral, seperti

risalah kenabian, dan kitab suci. Teks dapat pula bersifat

profan seperti bentuk pribahasa dan puji-pujian.53 Namun

demikian, menurut Hassan Hanafi, perbedaan keduanya

51 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 530.

52 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. II., hlm. 208.

53 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. II., hlm. 206.

Page 177: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

161

hanyalah pada derajat bukan pada jenis. Oleh sebab itu, secara

teoritis, teks profan maupun sakral tunduk pada aturan yang

sama dalam interpretasi teks.54

Dalam masyarakat tradisional teks demikian sentral

sehingga teks kitab suci masih menjadi sumber pengetahuan

dan norma prilaku. Demikian juga hermeneutika. Dalam

masyarakat tradisional, hermeneutika dapat menggantinkan

posisi epistimologi dalam masyarakat sekuler, sehingga norma

prilaku terdapat dalam teks kitab suci dan bukan diperoleh

dari alam dan nalar.55 Sebaliknya, dalam masyarakat sekuler

alam dan nalarlah yang menjadi sumbernya.

Hassan Hanafi lebih jauh melihat teks mengandung

dinamika dan vitalitas di dalamnya. Akan tetapi, sebelum

dilakukan pembacaan, maka ia hanya potensial dan status

sifatnya. Membaca teks berarti menghidupkannya. Teks adalah

forma yang perlu diberi subtansi melalui penafsiran manusia.56

Dalam kaitan dengan penafsiran, setiap teks berarti

mengandung potensi dinamis yang memungkinkan

dilakukannya penafsiran kreatif.

54 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 527.

55 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. II., hlm. 206.

56 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. II., hlm. 211; Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 527.

Page 178: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

162

Dalam kaitannya dengan hal ini, teks keagamaan dan teks

sastra lebih tinggi lagi kadar probabilitas dan pilihan maknanya

ketimbang teks-teks konseptual. Karena teks-teks semacam ini

mengandung sifat “mistis” yang tercermin oleh banyaknya

perumpamaan, alegori, dan kiasan. Teks-teks demikian,

memberi imajinasi yang lebih besar pada pembentukan

makna.57

Teks juga selalu bersifat ambigu; selalu tersedia pluralitas

makna. Pembacaan teks bertugas memberi keputusan dengan

mempertimbangkan konteks di mana ia berada. Karakter

seperti ini mencerminkan bahwa teks selalu membutuhkan

penafsiran yang dengannya makna menjadi jelas dan eksplisit.58

Dengan ungkapan lain, dia mengatakan bahwa “teks adalah

bentuk tanpa isi, dan isi tanpa jasad, pembacaanlah yang

memberinya subtansi dan bentuk.

3. Perubahan Nilai Makna Suatu Teks.

Teks dalam persepsi seorang penafsir tidak memiliki

makna objektif. Membaca teks tidak dapat dilakukan dengan

mencari makna aslinya atau menelusuri perkembangannya

dalam sejrah karena keduanya telah kehilangan konteks. Dalam

57 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 534.

58 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 535.

Page 179: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

163

pengertian ini, teks tidak bersifat absolut, namun merupakan

kumpulan relativitas yang ditafsirkan secara beragam pula oleh

setiap masa. Dan karena setiap masa memiliki

kecenderungannya masing-masing, maka penafsiran pun

menjadi relatif.

Membaca teks menurut Hassan Hanafi tidak dapat

dibatasi pada makna harfiahnya (al tafsîr al harf) sebab hal ini

hanya akan menjaga teks melainkan juga membunuh makna,

merupakan dominasi kata atas makna, status quo atas

transformasi, dan kebekuan atas dinamika.59 Dengan kata lain,

penafsiran harus disesuaikan dengan kebutuhan tertentu.

Penafsiran pada gilirannya, tidak memiliki parameter

benar-salah, kecuali tafsir kepentingan (al tafsir al qashdy) itu

sendiri. Bagi Hassan Hanafi, penafsiran dapat dibenarkan

sejauh ia fungsional dalam sejarah. Penafsiran tidak lain

merupakan persaksian subjek di hadapan individu, masyarakat

dan sejarah.60 Prosedur penafsiran adalah makna muncul

pertama kali dari penafsir yang tercermin dalam motivasi,

kepentingan, dan imajinasi tertentu, baru setelah itu makna

berkolerasi dengan teks. Baginya, setiap klaim kebenaran dalam

59 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 539.

60 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, Ibid.

Page 180: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

164

penafsiran tidak dapat mengelak dari kenyataan ideologis

seperti dalam prosedur tersebut.61 Dengan pandangan ini,

sepintas makna objektif bukan berada dalam teks, tapi pada

kesadaran manusia, sementra pada hakekatnya, makna

subjektif yang beralih dari kesadaran ke dalam teks.

Bagi Hassan Hanafi, perubahan makna teks merupakan

penyebab adanya teks-teks yang bersifat relatif, mutasyabihat,

sebab ia menunjukkan sisi histories pemahaman manusia.

Sebaliknya teks-teks yang bersifat absolut, al muhkamat adalah

prinsip bahwa yang ada adalah relativitas penafsiran.62

Absolutivitas makna dengan demikian bukanlah pada makna

orisinal teks, tetapi terletak pada prinsip-prinsip umum,

esensial, dan mendasar tentang pemahaman makna yang dalam

hermeneutika filosofis modern disebut “dimensi universal

hermeneutika”. Hanafi menjabarkan prinsip-prinsip tersebut ke

dalam empat unsur berikut ini.63

1. Kreativitas nalar, badahah al’aql.

Pemahaman intensionalitas hubungan makna dan

kepentingan. Hassan Hanafi berpendapat bahwa manusia

61 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 539.

62 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 540.

63 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 540.

Page 181: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

165

dengan intensionalitas (kesadaran, al ‘aql al badihi) dapat

mengungkapkan hubungan makna dan kepentingan. Kesadaran

di sini tentu saja dalam pengertian fenomenologis yang terarah

pada realitas dan bukannya kesadaran yang murni semata-

mata.64

2. Pemahaman terhadap pengalaman manusia, tradisi.

Situasi kemanusiaan yang berlangsung dari masa ke masa

seperti nilai-nilai yang selalu diperjuangkan; revolusi ‘ubudiyah,

ritual agama; melawan ketidakadilan; mempertahankan

kebebasan dan seruan untuk musawah, kerukunan. Adanya

pemahaman hermeneutika filosofis yang banyak

mempengaruhi Hassan Hanafi, maka tradisi dengan sendirinya

merupakan prasyarat pemahaman.65

3. Pemahaman logika bahasa

Di samping intensionalitas dan tradisi, pada prinsipnya,

pemahaman selalu berkaitan dengan bahasa teks. Teks hanya

dapat dipahami sejauh merujuk pada bahasa yang di dalamnya

bahasa dibentuk. Logika bahasa menyangkut logika semantis

64 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 541.

65 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 541.

Page 182: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

166

(manthiq al alfâzh) dan logika konteks kebahasaan (manthiq al

siyâq).66

4. Konteks sosio-historis.

Sebagai prasyarat terakhir, setiap penafsiran

bagaimanapun tidak dapat mengabaikan adanya situasi awal

(asbâb al nuzûl) yang menjadi latar belakang turunnya teks,

meskipun ia tidak lagi memadai menjadi rujukan penafsiran.

Pengakuan akan adanya situasi awal merefleksikan supremasi

(uluwiyyah) realitas atas pemikiran dan teks.67 Artinya suatu

penafsiran senantiasa historis di mana pemikiran (penafsiran)

dalam bentuk apa pun tidak akan pernah sepi dari pijakan

sejarahnya yang oleh Hassan Hanafi disebut “situasi batas” dan

situasi etik”.

Implikasi pendirian Hassan Hanafi tersebut di atas adalah

tidak adanya nilai absolut dalam wilayah penafsiran. Setiap

interpretasi mengalami relativitas sesuai dengan konteks

penafsirannya. Dengan kata lain, yang absolut adalah relativitas

itu sendiri. Kalaupun ada hal –hal yang dianggap absolut dan

universal, sama sekali bukan berasal dari hasil dan proses

66 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 541.

67 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 543.

Page 183: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

167

penafsiran, akan tetapi menyangkut nilai-nilai tertentu yang

menjadi prinsip penafsiran.

Hassan Hanafi juga bermaksud menghindari segala

macam klaim objektifitas. Menurutnya, semua penafsiran

mengandung sisi ideologisnya sendiri-sendiri. Penafsiran dalam

kapasitasnya sebagai instrumen kepentingan selalu

merefleksikan pertarungan struktur sosial dalam masyarakat.68

Alih-alih membela objektivitas, Hassan Hanafi justru

bermaksud mengeksplisitkan subjektivitas dan kepentingan

yang menjadi tujuan hermeneutika dan penafsirannaya.

Eksplisitas semacam ini menjadi penting karena berfungsi

sebagai pendasaran dan tujuan hermeneutika al-Qur’an Hassan

Hanafi. Dalam hermeneutika al-Qur’an, eksplisitas tersebut

mengarahkan pembicaraan bukan pada benar salahnya sebuah

penafsiran dalam pengertian yang hakiki, tetapi pada

bagaimana sebuah argumen dibangun, disanggah atau

didukung, berkaitan dengan bagaimana hubungan kebenaran

dengan realitas. Hal ini berarti bahwa penafsiran sangat terkait

dengan fungsionalitas teks dan bukannya pembicaraan teks

yang melulu objektivistik.

68 Hassan Hanafi, al Dîn wa al Tsaurah fi Mishr 1952-1981, Vol. 7, hlm.117-119.

Page 184: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

BAB V METODE SOSIOLOGIS TAFSIR AL-QUR’AN A. Tawaran Hermeneutika Al-Qur’an Tematik (Maudlû’î)

1. Asal Usul Metode Tematik

Secara geneologis, metode tematik untuk menafsirkan al-

Qur’an dirumuskan secara terinci pertama kalinya oleh Hayy

Farmawi yang sebelumnya dicetuskan oleh Sayid al Kummî. Pada

tahun 1977 Hayy Farmawi menerbitkan bukunya Al Bidâyah fî al

Tafsîr al Maudlû’î. Sebetulnya sebelum itu sudah ada yang

Page 185: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

169

mempraktekan dengan menggunakan metode tematik tetapi

bukan sebagai pembahasan tafsir.1

Hassan Hanafi tidak memberikan pernyataan jelas berasal

dari mana metode tersebut diperolehnya. Agaknya, ia memang

mengadopsi metode tematik ini dari Hayy Farmawi walaupun

dalam prakteknya ada beberapa modifikasi terhadap metode

yang sudah dirinci oleh Hayy Farmawi. Perincian langkah-langkah

metode tematik yang ditawarkan oleh Hassan Hanafi menurut

hemat penulis, merupakan penyempurna dari apa yang sudah

sudah dirinci oleh Hayy Farmawi.

Kebanyakan tafsir yang ditulis sampai tahun 1960 masih

dilakukan dari surat al Fâtihah sampai surat al Nâs. Tafsir-tafsir

tersebut ditulis per surat, dan per ayat, sesuai dengan susunan

yang ada dalam Mushhaf Usmânî.6 Sedangkan dalam prakteknya

bahwa metode seperti ini sudah dilakukan oleh sementara ahli

tafsir yang diduga dimulai oleh Al Farra (w. 207 H) dan

mencapai puncaknya di bawah usaha Ibrahim bin Umar Al Biqa’ î

(809-885 H).7

1 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, Cet.ke-1, 1992 hlm. 114. Menurut Quraish Shihab bahwa Ahmad Sayyid al Kumi adalah Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas al Azhar sampai tahun 1981.

6 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World I, Kairo: Dar el Kebaa, 2000, hlm. 484. Pernyataan ini disampaikan Hassan Hanafi dalam sebuah seminar internasional dengan tema “The Quran as Text” di Universitas Bonn, Jerman, 21 Nopember 1993. Lihat footnote (Hassan Hanafi, “Method of Thematic Interpretation of The Quran” dalam Islam in The Modern World I, hlm. 484).

7 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 112. Quraish Shihab menuturkan bahwa bentuk metode tahlîlî ini menjadikan petunjuk-petunjuk al-Qur’an terpisah-pisah dan tidak disodorkan kepada para pembacanya secara menyeluruh.

Page 186: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

170

Berdasarkan keterangan dari Quraish Shihab bahwa

metode tematik ini awal mulanya karena terinspirasi oleh karya-

karya ilmiah seperti al Insân fî al-Qur’an karya Abbas Mahmud

Aqqad dan al Ribâ fî al-Qur’an karya al Maududi yang disusun

bukan sebagai pembahasan tafsir. Sehingga untuk yang pertama

kalinya DR. Ahmad Sayyid al Kummi mencetuskan dan

menggunakan metode tafsir tematik. 2

Disusul kemudian tahun 1977, Prof. DR. Abdul Hayy al

Farmawy yang juga menjabat guru besar pada Fakultas

Ushuluddin Universitas al Azhar, menerbitkan buku al Bidâyah

fî Tafsîr al Maudlû’î dengan mengemukakan secara rinci

langkah-langkah yang hendaknya ditempuh untuk menerapkan

metode tematik tersebut.

Langkah-langkah tersebut menurut Hayy Farmawy adalah

:3

1. Memilih atau menetapkan topik masalah yang akan

dibahas.

2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 114. Menurutnya bahwa menurut al Kummî, seorang mufasir harus menetapkan satu topik tertentu, dengan jalan menghimpun seluruh atau sebagian ayat-ayat dari beberapa surat yang berbicara topik tertentu. Kemudian dikaitkan satu dengan yang lainnya sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan secara menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan al-Qur’an. Menurutnya, beberapa dosen di Universitas al Azhar telah berhasil menyusun banyak karya ilmiah dengan menggunakan metode tersebut. Antara lain dilakukan Prof. DR. Al Husaini, namun ia tidak mencantumkan seluruh ayat dari seluruh surat, walaupun seringkali menyebutkan jumlah ayat-ayatnya dengan memberikan beberapa contoh, sebagaimana tidak juga dikemukakan perincian ayat-ayat yang turun pada periode Mekkah sambil membedakannya dengan periode Madinah, sehingga terasa bahwa apa yang ditempuhnya itu masih mengandung beberapa kelemahan (Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 114).

3 Hayy Farmawi, al Bidâyah fî Tafsîr Maudlû’î, hlm. 61 – 63.

Page 187: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

171

2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan

dengan masalah tersebut, ayat makiyah dan ayat madaniyah.

3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya,

disertai pengetahuan tentang aspek asbâb al nuzûl-nya.

4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya

masing-masing.

5. Menyusun tema pembahasan dalam kerangka yang

sistematis, utuh dan sempurna (out line).

6. Melengkapi pembahasan dengan hadist ’âm (umum) dan

yang khâs (khusus), mutlaq dan muqayyad (terikat) atau yang

pada lahirnya bertentangan, sehingga kesemuanya bertemu

dalam satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan.

Menurut Farmawi ada dua bentuk metode maudlû’î dalam

tafsir al-Qur’an.

Pertama, bentuk penafsiran menyangkut satu surat dalam

al-Qur’an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum

dan khusus, korelasi persoalan yang beraneka ragam dalam

surat tersebut antara satu dengan lainnya, sehingga semua

persoalan tersebut saling keterkaitan bagaikan satu persoalan

saja, sebagaimana ditempuh oleh Mahmud Syalthuth dalam

kitab tafsirnya. 4

Kedua, bentuk penafsiran dengan menghimpun ayat-ayat

al-Qur’an yang membahas masalah tertentu dari berbegai surat

al-Qur’an, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh ayat-

4 Hayy Farmawi, Al Bidâyah fî Tafsîr Maudlû’î, hlm. 35. Bandingkan dengan Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 114.

Page 188: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

172

ayat tersebut, sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi

pokok pembahasannya.5

Sementara pengertian lainya diungkapkan oleh

Muhammad Baqir Shadr bahwa tafsir maudlû’î yaitu

pendekatan tafsir yang mencoba mengkaji al-Qur’an dengan

mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema

doktrinal, sosial dan kosmologi yang dibahas oleh a1 Quran

dengan tujuan nenetapkan pandangan a1 Quran mengenai hal

tersebut.8

2. Pertimbangan Hassan Hanafi Memilih Metode Tematik

Menurut Hassan Hanafi bahwa kitab tafsir klasik yang

mempunyai volume sangat tebal dan besar seperti Jâmi al Bayân

’an Ta`wîl al-Qur’an karya Al Thabari (w.310H/922M), Tafsîr al-

Qur’an al Karîm karya Ibnu Katsir (w. 744H/1377M) dan al

Kasysyaf karya Al Zamakhsyari (w. 406H/1016M) masih ditulis

dengan metode tahlîlî. Bahkan, tafsir-tafsir modern pun seperti

al Manâr yang ditulis Rasyid Ridla (w. 1935 M), dan Fî Zhilâl Al

Qurân karya Sayid Quthb masih ditulis dengan menggunakan

metode yang sama yaitu metode tahlîlî.9

5 Hayy Farmawi, Al Bidâyah fî Tafsîr Maudlû’î, hlm. 35.

8 Baqir al Shadr, dalam Jurnal UQ No.4. Th.1993, Jakarta: Aksara Buana, 1993, hlm. 28. Menurut Quraish Shihab bahwa M. Baqir Shadr adalah ulama Irak yang menulis uraian menyangkut rafsir tentang hukum-hukum sejarah dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode yang mirip metode maudhu’î dan menamakannya dengan metode tauhîdî (Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, footnote di hlm. 74).

9 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, 484. Bandingkan dengan Azumardi Azra (Ed.), Sejarah ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 174. Dalam buku ini dijelaskan bahwa ada tiga klasifikasi penulisan tafsir tahlîlî. Pertama, penulisan tafsir dengan sangat panjang seperti kitab tafsir karya al Alusi, Fakhr al Din al Razi dan Ibnu Jarir

Page 189: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

173

Hermeneutika al-Qur’an tematik menurut Hassan Hanafi

merupakan pelengkap terhadap tafsir-tafsir yang sudah ditulis

dalam buku-buku tafsir yang bervolume besar. Tampaknya,

arahan yang dimaksud oleh Hassan Hanafi adalah kitab tafsir

yang menggunakan metode tahlîlî (penafsiran yang menggunakan

metode analisis). Dengan kata lain, pada hakikatnya benih awal

dari hermeneutika al-Qur’an tematik dapat dinilai sebagai

pengembangan dari tafsir bi al ma`tsûr yang ditulis dengan

metode tahlîlî.

Walaupun demikian, menurut Hassan Hanafi bahwa tafsir

yang ditulis menggunakan metode tahlîlî mempunyai beberapa

kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan yang dimiliki

tafsir dengan metode tahlîlî adalah sebagai berikut ini.

1. Dapat diperoleh informasi yang maksimum tentang sejarah

teks, bahasa teks dan kondisi sosial.10

Tafsir ini menawarkan pengetahuan dan membuat lebih

sadar akan obyektivitas dari sebuah teks. Para mufasir klasik

memberikan kondisi yang sudah usang tentang sebuah teks,

sementara tafsir-tafsir karya para reformer memperlihatkan

setting sosio-politik modern.

2. Tafsir-tafsir ini mengikuti aturan tradisi dan penulisan al-

Qur’an.11

al Thabari. Kedua, penulisan tafsir yang sedang seperti kitab tafsir karya Imam al Baidlawi dan al Naisaburi. Ketiga, tafsir yang ditulis dengan ringkas jelas dan padat seperti kitab tafsir al Jalalayn karya Jalal al Din al Suyuthi dan Jalal al Mahalli dan Tafsir al Qurân al Karîm karya Muhammad Farid wajdi.

10 Hassan Hanafi, “Hal Ladainâ Nazhariyah fî Tafsîr” dalam Qadlâyâ Mu’âshirah Vol. I, hlm. 175.

Page 190: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

174

Tafsir ini mengikuti aturan penulisan yang mempunyai

kebijakan sendiri, kombinasi gaya susastera yang berbeda dalam

waktu yang sama, melalui narasi, perintah, larangan dan janji.

Al-Qur’an bukan hanya sebuah buku pengetahuan tetapi juga

bersifat persuasif. Al-Qur’an tidak dialamatkan hanya kepada

akal tetapi juga perasaan, juga tidak hanya memberikan teori

tetapi juga motivasi untuk praktek.12

3. Dengan tafsir ini dapat diketahui mentalitas para mufasir

klasik.13

4. Dapat diketahui kondisi sejarah dan tingkat pemahaman

mereka, karena setiap penafsiran adalah sebuah tafsiran

sejarah.14

Di samping beberapa kelebihan seperti di atas, menurut

Hassan Hanafi metode tahlîlî juga masih menyisakan beberapa

kelemahan sebagai berikut ini.

a. Penggalan atau potongan tema yang sama dalam beberapa

surat.15

Sebagai akibat dari pemenggalan ini sehingga tema-tema

yang terdapat pada ayat lain terpotong secara keseluruhan dari

tema pertama.16 Hassan Hanafi menyebut beberapa contoh tema

11 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 484.

12 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 485.

13 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 485.

14 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 485.

15 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 485.

16 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 485. Lihat pula keterangan M. Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan al-Qur’an, hlm. 73-74. Menurutnya, memang satu masalah dalam al-Qur’an sering dikemukakan secara

Page 191: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

175

seperti kemakmuran, kekuasaan, masyarakat, akal perasaan,

perorangan dan solidaritas sosial. Menurutnya, masing-masing

tema dijelaskan secara parsial berdasarkan konteksnya dan

keseluruhan tema menjadi terabaikan dalam bagian-bagian yang

berbeda konteksnya.17

b. Pengulangan tema yang sama.18

Tautologi tema beberapa kali tanpa integrasi dari arti-arti

untuk membangun konsep global seperti status wanita tersebar

di seluruh Kitab. Tiap kali, aspek pengulangan dari suatu tema

merupakan pendangkalan makna. Realitas terkesan didesak

secara bertahap padahal hal tersebut perlu disatukan dalam satu

inti pembahasan.19

terpisah dan dalam beberapa surat. Misalnya masalah riba, yang dikemukakan dalam surat al Baqarah, Ali Imrân, dan al Rûm sehingga untuk mengetahui pandangan al-Qur’an secara menyeluruh dibutuhkan pembahasan yang mencakup ayat-ayat tersebut dalam surat yang berbeda-beda. Hal ini menurut Quraish Shihab disadari pula oleh para ulama, khususnya al Syathibi (w. 1388 M), bahwa setiap surat, walaupun masalah-masalah yang dikemukakan berbeda-beda, namun, ada satu sentral yang mengikat dan menghubungkan masalah-masalah yang berbeda-beda tersebut.

17 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah Vol I, hlm. 176.

18 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah Vol I, hlm. 485.

19 Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah Vol. I, hlm. 176. Menurut Qaraish Shihab bahwa atas dasar inilah yang kemudian muncul ide untuk melahirkan metode tafsir maudlû’î. Quraish Shihab lebih lanjut mengemukakan bahwa pada bulan Januari 1960, Syaikh Mahmud Syaltut menyusun kitab tafsirnya, Tafsir al-Qur’an al Karim dalam bentuk penerapan ide yang dikemukakan oleh al Syathibi. Dalam tafsirnya, Syalthut membahas surat per surat, atau bagian tertentu dalam satu surat, kemudian merangkainya dengan tema sentral yang terdapat dalam satu surat tersebut. Namun, apa yang ditempuh oleh Syalthut menurut Quraish Shihab belum menjadikan pembahasan tentang petunjuk al-Qur’an dipaparkan dalam bentuk menyeluruh, karena dalam penafsiran yang dilakukan Syalthut dikemukakan bahwa satu masalah masih dapat ditemukan dalam berbagai surat. Oleh karena itu, Prof. DR. Ahmad Sayyid al Kumiy pada akhir tahun enam puluhan mencoba menghimpun semua ayat yang berbicara tentang suatu masalah tertentu, kemudian

Page 192: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

176

c. Tidak adanya sebuah struktur tema tersebut baik yang

bersifat rasional maupun riil atau keduanya.20

Diperlukan sebuah struktur tema yang memungkinkan

tema tetap menjadi miliknya, karena memiliki validitas dan

verifikasi dari dalam, bukan dari luar, dari nalar dan alam,

bukan dari kitab suci.21

d. Tidak adanya sebuah ideologi yang koheren22

Tidak ada sebuah pandangan dunia global yang melingkari

tema yang parsial menjadi satu dalam sebuah pandangan global,

mulai dari bagian-bagian kepada keseluruhan. Hassan Hanafi

memberikan contoh seperti penglihatan, pendengaran dan

perasaan merupakan bagian-bagian dari kesadaran kognitif

(pengamatan); mengerjakan, berbicara dan berinteraksi dan

sebagainya adalah aspek lain dari kesadaran yang merupakan

dimensi lain dari manusia secara individu.23

e. Tafsir tahlîlî bervolume sangat tebal sehingga melelahkan

untuk dibaca.24

mengaitkan satu dengan yang lainnya, dan menafsirkan secara utuh dan menyeluruh (Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 74).

20 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 485.

21 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 485. Sependapat dengan ini, Quraish Shihab menjelaskan bahwa para mufasir yang menggunakan metode tafsir tahlîlî ini tidak jarang hanya berusaha menemukan dalil atau lebih tepatnya dalih pembenaran pendapatnya dengan ayat-ayat al-Qur’an. lebih lanjut dia menjelaskan bahwa selain itu, terasa sekali bahwa metode ini tidak mampu memberi jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi sekaligus tidak banyak memberi pagar-pagar metodologis yang dapat mengurangi subjektifitas mufasirnya (M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 86-87).

22 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 486.

23 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 486.

24 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 486.

Page 193: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

177

Mufasir yang menggunakan metode tahlîlî ini berusaha

untuk berbicara menyangkut segala sesuatu yang ditemukannya

dalam setiap ayat. Kondisi seperti ini menurut Hassan Hanafi

menjadikan tafsirannya tebal sehingga membosankan,

melelahkan untuk dibacanya dan demikian juga untuk dibeli.

Hal ini pula yang membuat pembaca bingung menghadapi

kesombongan pengetahuan. Sementara, terkadang al-Qur’an

muncul tampak lebih mudah, lebih ringan dan mudah

dipahami.25

f. Tafsir tahlîlî ini mengaburkan informasi dengan

pengetahuan.26

Menurut Hassan Hanafi berita adalah sesuatu yang sudah

diketahui di manapun dan disampaikan dari sumber berita

kepada yang lain. Sementara pengetahuan adalah sesuatu yang

baru tambahan terhadap berita dan pengetahuan sebelumnya.

Terkadang, tafsir ini memberikan informasi sementara al-Qur’an

memberikan pengetahuan.27

g. Berita yang diberikan tafsir tahlîlî ini terpisahkan dari

kebutuhan-kebutuhan jiwa dan masyarakat sekarang.

Pembaca tidak merasa akrab dengan bacaannya. Bacaan

yang disodorkan mufasirnya itu menurut Hassan Hanafi

memberikan informasi yang dingin, usang dan ketinggalan

zaman. Sementara pembaca sekarang membutuhkan bacaan

25 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 486. Lihat pula keterangan M. Quraish Shihab dalam bukunya, Membumikan al-Qur’an, hlm. 118.

26 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 486.

27 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 486. Bandingkan dengan Hassan Hanafi, Qadlâyâ Mu’âshirah Vol. I, hlm. 177.

Page 194: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

178

yang hidup, berguna dan pengetahuan yang relevan dengan

zamannya, up to date28. Oleh karena itu, apa yang dibutuhkan

oleh masyarakat muslim dewasa ini adalah pengembangan

metodologi penafsiran.29

Menurut Hassan Hanafi, penafsiran tematik menjadi

pelengkap terhadap tafsir tahlîlî. Dengan kata lain, bahwa

hermeneutika al-Qur’an tematik ini dapat dinilai sebagai

pengembangan dari tafsir bi al ma`tsur yang pada hakikatnya

merupakan benih awal dari hermeneutika al-Qur’an tematik.

Sebagai penyempurna dari metode Tahlîlî menurut Hassan

Hanafi hermeneutika al-Qur’an tematik mempunyai beberapa

karakteristik yang sekaligus menjadi kelebihannya sebagai

berikut ini.

1. Hermeneutika al-Qur’an tematik mendeduksi juga

menginduksi makna.

Menafsirkan bukan hanya mendeduksikan makna al-Qur’an

dari teks, melainkan juga menariknya dari realitas. Bukan hanya

28 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 486.

29 Lihat pendapat yang sama juga dari M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 86. Menurutnya, terlepas dari keberhasilan atau kegagalan mufasir yang mengunakan metode tahlîlî, yang jelas untuk masyarakat muslim dewasa ini paling tidak persoalan menggunakan tafsir tahlîlî bukan lagi merupakan persoalan yang mendesak. Karenanya, untuk masa kini, pengembangan metode penafsiran menjadi amat dibutuhkan, apalagi jika kita sependapat dengan Baqir al Shadr yang menilai bahwa metode tersebut telah menghasilkan pandangan-pandangan parsial serta kontradiktif dalam kehidupan umat Islam (M Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 86). Contoh yang dikemukakan Quraish Shihab dari sudah usangnya penafsiran yang memakai metode tahlîlî adalah penafsiran tentang datarnya bumi berdasarkan firman Allah pada al-Qur’an surat Nûh ayat 19, sebelum ditemukan benua Amerika dan sebelum dibuktikan bumi bulat, atau penafsiran tujuh tingkat langit dengan tujuh planet yang mengitari tata surya, yang ternyata tidak hanya tujuh (M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 113).

Page 195: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

179

menjelaskan, melainkan juga memahami, bukan hanya sekedar

mengetahui melainkan juga menyadari.30 Hal senada

diungkapkan oleh Quraish Shihab bahwa tujuannya agar

terhindar dari kelemahan-kelemahan seperti yang terdapat

dalam tafsir-tafsir tradisional. 31

2. Hermeneutika al-Qur’an tematik menjadikan mufasir tidak

hanya seorang penerima makna tetapi juga pemberi makna.

Tafsir model ini menerima arti dan meletakkannya dalam

sebuah struktur, sebuah makna yang rasional dan nyata.

Karena akal dan realitas adalah sama, maka tafsir tematik

adalah penemuan identitas original antara wahyu, akal dan

alam.32 Sebagaimana dikemukakan oleh Hayy Farmawi bahwa

dengan metode ini memungkinkan seseorang menolak

anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dalam al-

Qur’an. Tafsir ini sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat-

ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan masyarakat.33

3. Hermeneutika al-Qur’an tematik tidak hanya menganalisis

tetapi juga mensintesiskan.

Menafsirkan tidak hanya membagi keseluruhan kepada

bagian tetapi juga membawa bagian-bagian kepada keseluruhan.

Menafsirkan adalah menampakan inti suatu benda, dan

30 Hassan Hanafi,Qadlâyâ al Mu’âshirah vol.I. hlm. 175. Bandingkan pula dengan Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I., hlm. 486.

31 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an,hlm. 117.

32 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World vol. I., hlm., 487.

33 Hayy Farmawy, al Bidâyah fî Tafsîr Maudlû’î, hlm. 53.

Page 196: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

180

membawa objek kepada fokus.34 Kesimpulan yang dihasilkan

mudah dipahami dikarenakan dengan metode ini membawa

pembaca kepada petunjuk al-Qur’an tanpa mengemukakan

berbagai pembahasan terperinci dalam satu disiplin ilmu.

Dengan metode ini pula dapat membuktikan bahwa persoalan

yang disentuh al-Qur’an dapat diterapkan dalam kehidupan

masyarakat dan bukan bersifat teoritis semata.35

4. Hermeneutika al-Qur’an tematik menafsirkan dilakukan

untuk menemukan sesuatu.

Menafsirkan berarti menemukan yang baru di antara

sesuatu yang sudah ada. Menambahkan sesuatu yang tidak

diketahui dan tidak terartikulasi pada pengetahuan umum.

Menafsir adalah hampir sama dengan menulis sebuah teks

baru, refleksi dari tulisan dalam bayangan kesadaran

individu.36 Dengan metode ini dapat membawa pembaca kepada

pendapat al-Qur’an tentang berbagai problem kehidupan

disertai dengan jawaban-jawabannya. 37

3. Prinsip-Prinsip Hermeneutika Al-Qur’an Tematik

Menurut Hassan Hanafi, ada beberapa prinsip yang

mendahului aturan-aturan dalam tafsir tematik. Sebuah premis

atau prinsip bukan hanya sekedar asumsi melainkan sesuatu

yang berdasarkan fakta, pernyataan realitas, sebuah deklarasi

sebuah pengakuan dari keterbatasan, penegasan pluralisme dan

34 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 487.

35 Hayy Farmawy, al Bidâyah fî Tafsîr Maudlû’î, hlm. 54. Bandingkan dengan Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, hlm. 117.

36 Point I-4 disarikan dari Hassan Hanafi,Qadlâyâ Mu’âshirah,Vol. I, hlm 175-178.

37 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,hlm. 117.

Page 197: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

181

motivasi bagi penelitian terbuka. Premis adalah landasan

filosofis dari sebuah metode. 38

a). Wahyu (Kalam Tuhan) diletakkan di antara (dalam kurung),

tidak diterima dan juga tidak ditolak.

Seorang mufasir tidak mempersoalkan orisinalitas Ilahi

(sebagai Kalam Tuhan) dari Quran apakah dia datang dari Tuhan

atau pendengaran dan ucapan Muhammad saw. Tafsir tematik

memulai dari setelah al-Qur’an diberikan tanpa

mempertanyakan keorisinilan al-Qur’an sebelum wahyu itu

diberikan. Tafsir dimulai setelah teks diterima, bukan

sebelumnya.39

Tafsir tematik berkaitan dengan pertanyaan “apa”, bukan

dengan pertanyaan “bagaimana”. Jika keorisinalan secara

sejarah, al-Qur’an dapat dibuktikan dengan analisis sejarah,

maka orisinalitas Ilahi sebagai Kalam Tuhan tidak dapat

dibuktikan karena keterbatasan dari analisis sejarah. 40 Dalam

tafsir ini, pertanyaan tentang asal-usul teks tidak relevan lagi.

Hal inilah yang menjadikan mengapa seluruh isue harus

disimpan di antara (dalam kurung). Teks adalah teks, Ilahi atau

manusiawi, sakral atau profan, relijius atau sekuler.

Mempertanyakan asal-usul merupakan masalah kejadian teks,

38 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World Vol. I, hlm. 494

39 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 6. Bandingkan dengan Hassan Hanafi, Islam in The Modern World vol. I, hlm. 495.

40 Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 4.

Page 198: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

182

sementara tafsir tematik bertalian dengan pertanyaan esensi,

isinya. 9

b). Al-Qur’an sebagai subyek penafsiran

Teks al-Qur’an dianggap seperti beberapa teks yang

lainnya yang dijadikan sebagai subyek penafsiran seperti teks

yang berupa sastera, filsafat dan dokumen sejarah. Seluruh teks

adalah subyek-subyek dalam aturan penafsiran yang sama.

Perbedaan antara suci dan profan tidak ada kaitannya dengan

hermeneutika tetapi hal itu, ada kaitannya dengan praktek

keagamaan.10 Selain itu al-Qur’an itu sendiri apalagi hadist

merupakan perubahan bentuk terhadap bahasa manusia, Arab

atau ‘azam (bukan Arab) bahkan penuturan seorang yang

beriman atau kafir. 11

c). Tidak ada penafsiran yang benar atau salah

Perbedaan terjadi dalam usaha pendekatan terhadap teks,

perbedaan kepentingan dan motivasi. Konflik dalam penafsiran

adalah sebuah konflik kepentingan, bahkan dalam penafsiran

yang bersifat linguistik sekalipun, dikarenakan bahasapun bisa

berubah. Penjelasan yang akurat dari teks menurut prinsip-

prinsip kebahasaan, lagi-lagi merupakan sebuah tautologi.12

9 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm.. 495. Bandingkan dengan Hassan Hanafi, Religious Dialogue and Revolution, hlm. 13.

10 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 495. Lihat sub judul Analisis teks dan orientasinya di disertasi ini.

11 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 495. Bandingkan dengan Hassan Hanafi, Al Wahyu wa al Wâqî: Dirâsah Asbâb al Nuzûl” dalam al Dîn wa al Tsaurah fi Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 69-75. Lihat juga dengan Hassan Hanafi, Humûm al Fikr Wathan, al Turâts wa al ’Ashsr wa al Handasah, Juz I.

12 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 496. Menurut Hassan Hanafi lebih lanjut Kesamaan antara makna teks yang sedang dijelaskan dengan

Page 199: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

183

d). Tidak ada satu penafsiran dari suatu teks, melainkan lebih

dari satu penafsiran.

Perbedaan terjadi hanya dalam pemahaman di antara

mufasir yang tidak sama. Penafsiran dari sebuah teks pada

dasarnya beragam. Teks hanyalah sarana untuk kepentingan

manusia bahkan hawa nafsunya. Mufasir mengisinya dengan

kandungan isi ruang dan waktunya.13 Penafsiran itu hanyalah

hasil dari kondisi historis spesifik masyarakat muslim ketika

memilih solusi-solusi partikular di antara solusi-solusi yang

mungkin ketika merespon kebutuhan-kebutuhan mereka.14

e). Konflik dari penafsiran pada dasarnya konflik sosio-politik

bukan konflik secara teori.

Teori dibutuhkan hanya sebagai penutup dari sudut

padang epistimologi. Masing-masing mufasir mengekspresikan

komitmen sosio-politiknya. Penafsiran merupakan senjata

idiologi, digunakan oleh kekuatan-kekuatan sosio-politik yang

beragam untuk mempertahankan digunakan oleh kaum

konservatif atau merobah status quo digunakan oleh kaum

revolusionis.15

makna dalam penafsiran terhadap teks hanyalah anggapan formal yang didasarkan atas hukum identitas. Jarak waktu di antara saat pengucaan dengan saat penjelasan adalah lebih dari 14 abad yang membuat teori persamaan di antara teks dan penafsirannya menjadi hampir mustahil.

13 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 496.

14 Hassan Hanafi, Dirâsât Falsafiyah, hlm. 535.

15 Hassan Hanafi, ‘Ikhtilâf fî al Tafsîr Am ikhtilâf fî al Mashâlih ? dalam Al Dîn wa ail Tsaurah fi Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 117-119; Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 496.

Page 200: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

184

4. Aturan-Aturan dalam Hermeneutika Al-Qur’an Tematik

Karena setiap metode baik deduktif atau induktif,

rasional atau eksperimen mempunyai aturan yang harus diikuti.

Menurut Hassan Hanafi tafsir tematik merupakan sebuah

metode yang berisi beberapa aturan sebagai berikut ini.16

a). Komitmen sosio-politik

Mufasir bukan seseorang yang netral. Melainkan, seorang

warga yang hidup dalam drama waktu krisis negaranya

berlangsung. Ia turut prihatin dengan realitas yang ada dan

berobsesi untuk merobahnya. Ia berpihak pada orang miskin,

dan orang-orang yang tertindas. Tidak ada mufasir tanpa

komitmen terhadap sesuatu. Jadi, penafsiran adalah seorang

yang berkomitmen untuk sebuah tujuan.17

b). Mencari sesuatu

Seorang mufasir tidak memasuki lapangan dengan tangan

kosong, tanpa mengetahui apa yang sedang ia cari. Ia tidak

mempunyai kesadaran netral, tetapi berada dalam satu pihak.

Kesadarannya ditujukan terhadap sesuatu yang sedang mencari

solusi suatu masalah. Alasan adalah kepentingan seperti yang

ada dalam tema lama dari Asbâb al Nuzûl, prioritas terhadap

realitas melebihi sebuah teks.18

c). Membuat sinopsis atau out line ayat-ayat yang berkaitan

dengan tema-tema dasar tertentu.

16 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 479 – 500.

17 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 497.

18 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 497.

Page 201: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

185

Seluruh ayat yang berkonsentrasi pada satu tema

disatukan, secara simultan dibaca dan difahami bersama-sama

beberapa kali sampai orientasi utama dari seluruh ayat muncul.

Jadi, yang ditafsirkan bukanlah Kitab suci al-Qur’an melainkan,

kamus dan ensiklopedi al-Qur’an, yang diedit berdasarkan tema-

tema alpabetis, kata demi kata, kata kerja, kata benda dan kata

sifat.19

d). Klasifikasi berdasarkan ilmu bahasa.20

Arti yang muncul pertama kali adalah arti dari bentuk

bahasa, setelah menganalisis isi kemudian dicoba

diklasifikasikan. Bahasa sebagai sebuah bentuk pemikiran

merupakan petunjuk bagi suatu arti.

Analisis linguistik dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Pertama, fi’il (kata kerja) dan isim (kata benda). Bentuk kata dan

I’rab (kedudukan kalimat) mempunyai makna tersendiri. Kata

kerja menujukkan suatu tindakan, sedangkan kata benda

menunjukkan pada pemantapan, subtansi. Bentuk I’rab marfû,

kedudukan kalimat yang rafa’ menunjukkan subyek atau upaya,

I’rab yang manshûb yang menjadi obyek berarti ketiadaan

upaya, dan isim yang majrûr memberi kesan keterkaitan dalam

keikutsertaan.21

19 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 497.

20 Bandingkan dengan Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah, vol. 7, hlm. 104 – 105.

21 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah, vol. 7, hlm. 105. Lihat pula Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 498. Selanjutnya Hassan Hanafi memberikan contoh, kata tauhid yang merupakan prinsip pertama dalam keimanan Islam adalah kata benda verbal, isim fi’il (bukan kata kerja dari wahhada, bukan juga kata benda wahîd), mempunyai arti sebagai sebuah proses, sebagai aktifitas, dari aksi kepada ada, subtansi.

Page 202: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

186

Kedua, Waktu dalam kata kerja Mâdli (kata kerja lampau) dan

Mudlâri (kata kerja sekarang dan akan datang). Waktu yang

lampau, sekarang dan masa datang menunjukkan perbedaan

antara cerita atau narasi, penjabaran fakta dan masa yang akan

datang. Seperti realitas di mana disamakan dengan kebenaran

itu dinyatakan dalam tiga bentuk waktu untuk menunjukkan

abadinya kebenaran dalam abadinya waktu.22

Ketiga, Jumlah (bentuk kata benda) satu (mufrad) dan kolektif

(jama’). Bentuk kata benda satu menunjukkan individualitas

seperti kata Syu’ur (kesadaran). Sedangan kata benda jamak

menunjukkan kolektifitas dan group sosial, seperti kata rijâl,

laki-laki dan al nâs, manusia, rakyat atau masyarakat.23

Keempat, Possessive adjectives (sifat kepemilikan) dapat berupa

kata ganti (pronouns) atau dengan kata sambung relatif, (relative

conjunctions). Kata benda tanpa sifat kepemilikan berarti tidak

dapat dimiliki atau milik perseorangan seperti kata langit dan

bumi. Kata ganti berupa orang kesatu berarti dia sendiri, orang

kedua yang berarti adanya dialog dan ketiga berarti orang lain

tidak hadir.24

Kelima, vokalisasi, bentuk pengucapan kata. Kata benda bisa

bersifat nominative yang menunjukkan pada tindakan dari

sebab yang efisien yaitu subyek. Kata benda yang bersifat

22 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 498.

23 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm, 498.

24 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 498. Dapat dijelaskan disini bahwa Prossesive Adjectives, sifat kepemilkan (mudlâf ghair mudlâf), idlâfah, dapat berupa ism dlamîr (kata ganti), pronouns kata sambung relative (relative conjunction). Kata ganti bisa berupa dlamîr mutakalim (kata ganti orang kesatu) dan dlamîr ghaib (kata ganti orang ketiga), ketiadaan yang lain.

Page 203: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

187

Accusative menunjukkan kepada obyek penderita /pihak

keempat. Kata benda yang bersifat Dative, obyek penyerta,

pelengkap, menunjukkan adanya hubungan ruang dan waktu,

hubungan yang renggang antara subyek dan obyek.25

Keenam, definitif, Kata benda bisa berupa isim ma’rifah (kata

benda khusus, defenite) atau isim nakirah (kata benda umum,

indefinite). Isim ma’rifah seperti kata benda satu (isim mufrad)

menunjukkan partikularitas, sementara isim nakirah

menunjukkan sesuatu yang umum.26

e). Membangun struktur

Setelah analisis bentuk bahasa memberikan arahan pada

makna, tugas mufasir selanjutnya adalah membangun sebuah

struktur tema tertentu. Beranjak dari dan meninggalkan makna

menuju kepada obyek. Makna dan obyek adalah materi yang

sama, dua paket dari dunia yang sama. Makna adalah obyek

yang subyektif sedangkan obyek adalah subyek yang obyektif.

Keduanya adalah korelasi yang sama dalam kesadaran.27

f). Analisis terhadap situasi nyata

Setelah membangun tema sebagai struktur ideal, mufasir

memihak kepada realitas nyata seperti kemiskinan, penindasan,

HAM, kekuasaan, kekayaan dimaksudkan agar mengetahui

secara kuantitatif dan statistik masalah, paling tidak terbebas

dari kesalahan. Diagnosa sosial dari realitas adalah cara lain

25 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 499.

26 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 499.

27 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 499.

Page 204: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

188

untuk memahami makna melalui dinamisasi teks dalam dunia

nyata.28

g). Perbandingan antara idealitas dan realitas.

Setelah membangun struktur, tugas mufasir selanjutnya

adalah memberikan kualifikasi tema, analisis fakta, status

kuantitas sebagai sebuah fenomena histories. Mufasir

memberikan gambaran perbandingan antara struktur yang

dicita-citakan yang kesimpulannya diambil secara deduktif

dengan analisis isi (tahlil madlmûn)dari teks dan secara induktif

dengan situasi nyata yang disebabkan oleh statistik serta ilmu

pengetahuan sosial.29 Jadi, seorang mufasir hidup di antara teks

dan realitas, antara ideal dan realita, antara das sein dan das

solen.

h). Penjabaran dari model dengan melakukan suatu tindakan.

Ketika perbedaan itu nampak antara dunia ideal dan

realita, antara kerajaan langit dan bumi, maka tindakan muncul

sebagai tahapan baru dalam proses penafsiran. Mufasir beralih

dari teks, teori dan pemahaman menuju kepada tindakan,

praktek dan perubahan. Logos dan praktis menyatu untuk

menjembatani kesenjangan yang ada di antara ideal dan real.30

28 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World , vol.I, hlm. 499.

29 Hassan Hanafi, “Method of Tematic Interpretation”, Islam in The Modern World, Vol, hlm. 500.

30 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 500. Lebih lanjut menurutnya, dengan menemukan alat komunikasi di antara dunia tersebut dapat mengadaptasikan yang ideal agar dapat menjadi lebih dekat dengan yang riel dan merubah yang riel menjadi lebih dekat dengan yang ideal. Langkah-langkah, waktu, usaha-usaha terpadu yang dilakukan secara betahap diharuskan tanpa melompati tahapan-tahapan tersebut atau menggunakan kekerasan. Realisasi yang ideal dan idealisasi dari yang riel secara penuh merupakan proses alamiah dari akal dan alam,

Page 205: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

189

5. Skema dan Ruang Lingkup Hermeneutika Al-Qur’an

Tematik

Hermeneutika al-Qur’an tematik menurut Hassan, tidak

hanya terbatas dengan penafsiran terhadap tema-tema, tetapi

juga berhubungan dengan sebuah aturan, sebuah sistem atau

sebuah skema tertentu. Memang seperti terlihat skema-skema

lama yang ada dalam disiplin tafsir tradisional seperti juga

dijelaskan Hassan Hanafi masih berupa skema teologis, filsafat,

tasawuf, fiqh dan ushul fiqh. Skema teologis seperti tiga

hubungan antara hakikat (dzat, esensi), sifat-sifat (sifat, atribut)

dan tindakan (af’âl, aksi) dalam teologi Asy’ariyah; lima prinsip

(ushûl al khamsah) dalam teologi Mu’tazilah; trilogi dalam

filsafat yang terdiri dari logika, fisika dan metafisika; aspek-

aspek dalam tasauf seperti kondisi (ahwal) dan tahapan-tahapan

(maqâmat); tujuan (maqâsid) dan kualifikasi hukum (ahkâm)

berupa kualifikasi obyektif (ahkâm al wadl’i) kualifikasi

subyektif (ahkâm al taklif) dalam ushul fiqh; ritual (ibâdah) dan

hubungan sosial (mu’âmalah) dalam fiqh dan sebagainya.

Hermeneutika al-Qur’an tematik ini menurut Hassan

Hanafi, batasan wilayahnya didasarkan pada tiga lingkaran yang

saling berhubungan dengan satu pusat yang sama yaitu

pertama, pada ada (being, sein); kedua, mengada dengan yang

reason and nature (Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 500).. Bandingkan pula dengan John Esposito, dan John O. Voll, “Hassan Hanafi: The Classic Intelectual” dalam John Esposito, dan John O. Voll. Makers of Contemporary Islam.New York: Oxford University Press, 2001.hlm. 73.

Page 206: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

190

lain (being with others, mitsein); dan ketiga, mengada dalam

dunia (being in the world, aussein, in-der-welt-sein).31

Skema Batasan Wilayah Tafsir Tematik Menurut Hassan Hanafi

Skema Batasan Hermeneutika Al-Qur’an menurut Hassan

Hanafi32

Keterangan :

1. Sein, Being, ada

2. Mitsein, Being with others, mengada dengan yang lain.

3. Aussein, Being in the world, mengada di dunia.

Pertama, kesadaran individu merupakan inti dari dunia. Ada

sebagai besinnung awal seperti dalam cogito ergo sum. Dalam

Bahasa Fitche, ego (the self) menempatkan diri berlawanan

dengan dunia eksternal. Ego identik dengan diri sebagai

kesadaran individu, yang pertama ada, sebuah tindakan

31 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 501.

32 Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 501.

3. Aussein

2. Mitsein

1. Sein

Page 207: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

191

kesadaran, sebuah perasaan, sebuah pencerahan dan sebuah

tindakan.33

Kedua, lingkaran yang kedua, ada bersama yang lain,

menunjukkan dunia manusia, dunia sosial dan

intersubyektifitas, relasi individu dengan individu yang lain

dalam bentuk seperti pernikahan, sebagai bapak, ibu,

persaudaraan dan persahabatan. Hubungan politik seperti warga

negara dan negara; hubungan ekonomi seperti perdagangan dan

hubungan sosial seperti keadilan sosial.34

Ketiga, mengada di dunia, Being with world menunjukkan

adanya hubungan kesadaran individu dengan alam, dunia

benda-benda. Alam diciptakan demi keberlangsungan hidup

pada manusia. Alam penuh tanda-tanda yang menunjukkan

asal-usul dan signifikasinya dan ia tunduk kepada manusia. Ada

dalam dunia merujuk pada langit, dunia tumbuhan dan dunia

hewan.35

33 Selanjutnya Hassan Hanafi menjelaskan bahwa Ada (being) adalah ada yang menyadari dan bukan hanya ada secara material. Penemuan tubuh adalah cogito yang kedua. Yang pertama ada dalam waktu dan yang kedua ada dalam ruang. Kesadaran individual adalah keseluruhan dunia termasuk indra: kepekaan eksternal dan internal, sensasi, persepsi indra, kognisi, emosi, motivasi, kecenderungan, aksi dan sebagainya. Interioritas adalah prasyarat eksterioritas dalam mengetahui dan melakukan. Lihat Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 501.

34 Hubungan politik termasuk di dalamnya hubungan rakyat dengan negara. Hubungan ekonomi seperti hubungan produksi, perdagangan, upah, harga, keuntungan, eksploitasi, monopoli, kepemilikan dan kontrak. Hubungan sosial termasuk juga di dalamnya isue-isue persamaan, keadilan sosial dan kejujuran. Lihat Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 502.

35 Alam yang merujuk kepada langit seperti angkasa, matahari, bulan, bintang, angin, awan, burung, air, sungai, mata air, sumur dan lautan. Alam juga termasuk dunia tumbuhan seperti tanaman, lembah, padang ilalang, sawah, ladang, pepohonan, rerumputan, sayuran, buah-buahan dan bunga-bungaan. Termasuk juga bagian dari alam adalah dunia binatang; binatang ternak, binatang buas, serangga dan burung-burung. Manusia sekalipun tidak lepas dari alam; di dalam

Page 208: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

192

B. Tawaran Metode Sosiologis, Manhaj Ijtimâ’î

Menurut Hassan Hanafi metode dan corak tafsir

tradisional merupakan tafsir-tafsir yang muncul dan dibuat

sejalan dengan tuntutan kondisi waktu dan tempat para

penyusunnya masing-masing. Di antara mereka ada yang

menggunakan corak seperti bahasa, sejarah, fiqh, tasawuf,

filsafat dan teologi dan semuanya disusun sealur dengan

tuntutan zamannya masing-masing.36 Akan tetapi, menurut

Hassan Hanafi, saat ini zamannya ilmu-ilmu sosial, utamanya

ilmu politik dan ekonomi.

Tafsir dengan metode ilmu kekinian ini menurutnya telah

dimulai oleh hermeneutika al-Qur’an pembaharuan, al Manhaj al

Ishlâhî dan tugas generasi sekarang adalah mengembangkan

metode ini dengan menjadikan realitas umat dan

kemaslahatannya sebagai starting point penafsiran.37

1. Karakteristik Hermeneutika Al-Qur’an Sosiologis (al Manhaj

al Ijtimâ’î)

1. Hermeneutika al-Qur’an yang bersifat parsial.

Hassan Hanafi menghendaki adanya penafsiran yang

bersifat parsial terhadap ayat-ayat al-Qur’an, bukan tafsir yang

menyeluruh. Artinya yang diperlukan penafsirannya adalah

mengenai hajat hidup kaum muslimin kontemporer saja, bukan

dirinya ada yang bersifat alamiah: tubuh, kebutuhan material dan kegiatan di dunia. Hassan Hanafi, “Human subservience of nature: An Islamic model”, Tema seminar di Swedia, 1980 dalam Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 502.

36 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 102.

37 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol. 7, hlm. 102.

Page 209: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

193

keseluruhan al-Qur’an.38 Sebagai contoh, menurut Hassan

Hanafi, problem utama saat sekarang adalah pembebasan tanah

jajahan dan imperialisme, maka ayat-ayat tentang jihad, perang,

pertempuran dan kesiapan fisik merupakan priotitas yang perlu

ditafsirkan, bukan ayat-ayat tentang kesenangan hidup dan

kenikmatannya.39

Dengan demikian, yang dibutuhkan hanyalah membaca

dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang sejalan dengan

kebutuhan dan problem saat ini. Sebab pemahaman tentang satu

ayat tak akan sempurna kecuali jika sejalan dengan kebutuhan

atau pengalaman sosial dan krisis kehidupan yang menimpa

saat menafsirkan.

2. Hermeneutika al-Qur’an yang bersifat tematik

Hermeneutik al-Qur’an tematik merupakan tafsir yang

sejalan dengan tuntutan hermeneutika al-Qur’an sosial.

Hermeneutika al-Qur’an tematik bukan tafsir yang panjang (al

tafsir al thûlî ) dalam pengertian penafsiran per juz, per surat,

per ayat, per lafazh, per huruf yang dimulai dari surat al Fâtihah

dan al Baqarah sampai surat al ‘Alaq dan al Nâs.40 Bukan tafsiran

38 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 vol.7, hlm. 102.

39 Contoh lain, jika problem yang dihadapi kini adalah soal kemiskinan, kelaparan, kesulitam hidup, kekurangan pangan, sandang dan papan, maka ayat-ayat tentang kepemilikan umum, tentang kekayaan dan kemiskinan, larangan monopoli harta oleh kaum kaya, khilafah, hak orang fakir dan harta orang kaya, persamaan, keadilan sosial dan sebagainya merupakan tema-tema yang harus diutamakan dalam tafsir, bukan tafsir tentang perdagangan, laba perolehan rizki, pembagian kelas sosial dan usaha yang halal. (Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 103).

40 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 104. Menurut Hassan Hanafi, tafsir-tafsir yang menggunakan metode ini misalnya al Bayân fî Aqsâm al Qurân karya Ibn Qayyim; Majâz al Qurân karya Abu Ubaidah

Page 210: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

194

mengenai apa yang diketahui maupun tidak, apa yang

dibutuhkan atau tidak. Dan juga bukan tafsir yang hampa dari

konteks waktu dan tempat.

Menurut Hassan Hanafi, karena hermeneutika al-Qur’an

tematik berpegang kepada ensiklopedi al-Qur’an dan tafsiran

ayat-ayat tentang satu tema yang memang dibutuhkan pada

masa sekarang. Maka, untuk membangun tema yang

berpedoman kepada analisis isi (tahlîl madlmûn), harus

diperhatikan seperti.41

a) Membangun analisis bentuk (tahlîl al shûrî) berdasarkan

unsur kebahasaan dan bentuk kalimat, seperti pengelompokan

isim (kata benda) dan fi’il (kata kerja), baik kedudukannya

marfû’, manshûb dan majrûr ataupun mudzakar (laki-laki) dan

muannats (feminine), kata benda satu (mufrad) dan kata benda

kolektif (jama’) dan seterusnya.

(w. 210/825); Mufradât Al Qurân karya al Raghib al Ashfahani; al Nâsikh wa al Mansûkh min al Qurân karya Abu Ja’far al Nuhas (338H/950M); Asbâb al Nuzûl karya Wahidi (468H/1075M) dan Ahkâm al Qurân karya al Jashshash (370H/981M).Tetapi tidak muncul tafsir yang membahas tema-tema social dan politik. Walaupun di kalangan para pakar hadits muncul tema tersebut akan tetapi tidak disertai analisis yang komprehensif dari ayat-ayat al-Qur’an (Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm.104).

41 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 104-105. Untuk pembahasan lebih detail tentang hermeneutika al-Qur’an tematik dari Hassan Hanafi ini dapat dilihat artikelnya “Method of Thematic Interpretation of The Quran” Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 484-509. Juga dalam bab ini yang sudah dibahas sebelumnya yaitu pada sub bab Hermeneutika al-Qur’an Tematik. Selanjutnya dengan metode ini Hassan Hanafi membuat contoh kongkrit yang diwujudkan dalam tulisan di antaranya; “Limâdzâ Ghâba Mabhats al Insân fî Turâtsinâ al Qadîm”, tulisan yang dimuat dalam karyanya, Dirâsât Islâmiyah hlm. 347-415; “Al Mâl fî Al Qurân” karya ini dapat dilihat dalam Al Dîn wa al Taurah fî Mishr 1952-1981 vol. ke-7 hlm. 121-145; dan “Teologi of Land” dalam Religious Dialogue and Revolution Bagian II hlm. 125-173, yang juga dimuat majalah Prisma no. 4, April 1984 hlm. 39-40.

Page 211: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

195

Pengamatan terhadap pengertian kosa kata, demikian

juga pesan-pesan yang dikandung oleh satu ayat, hendaknya

diarahkan antara lain kepada bentuk dan timbangan kata yang

digunakan, subyek dan obyeknya, serta konteks

pembicaraannya. Bentuk kata dan kedudukan I’rab, misalnya

mempunyai makna tersendiri. Bentuk kata benda (isim) memberi

kesan kemantapan, fi’il mengandung arti pergerakan, bentuk

rafa’ menunjukkan subyek atau upaya, nashab yang menjadi

obyek dapat mengandung arti ketiadaan upaya, sedangkan jar

memberi kesan keterkaitan dalam keikutsertaan.

b) Analisis makna (tahlîl al ma’ânî) dan penyusunannya

yang ada dalam kelompok-kelompok makna pokok sehingga

dapat membentuk sebuah tema. Pemilahan makna-makna antara

yang pokok dan yang cabang, antara bentuk aktif dan pasif,

antara ketuhanan dengan kemanusiaan dan seterusnya sehingga

memungkinkan mengetahui nalar wahyu dalam tema-tema

pokok.

c) Memberikan prioritas terhadap tema-tema yang sejalan

dengan kehidupan sekarang, seperti: tanah, harta, kemiskinan,

kekayaan, kemajuan, keterbelakangan ummat, kerja, manusia,

jihad, Israel dan lain-lain.

d) Membentuk tema-tema tersebut dalam sebuah kerangka

rasional, kokoh dan terpadu sehingga menjadi sebuah

pandangan dunia Islam dengan segala problematikanya.

3. Hermeneutika al-Qur’an yang bersifat temporal

Hermenetika al-Qur’an zamânî (temporal) menurut

Hassan Hanafi adalah hermeneutika al-Qur’an yang sanggup

Page 212: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

196

memberikan visi al-Qur’an kepada satu generasi dan satu fase

waktu tertentu, bukan seluruh generasi dan waktu. Istilah al-

Qur’an yang abadi, menembus waktu dan generasi, hanya ada

dalam ilmu Ilahi tetapi tidak ada dalam hafalan atau dalam

gerak sejarah. Hermeneutika al-Qur’an zamânî ini menurutnya,

tidak ada sangkut pautnya dengan masa lalu seperti halnya

tidak mesti menjadi pegangan bagi generasi berikutnya.42

Di samping itu, hermeneutika al-Qur’an ini berkaitan erat

dengan kaum muslimin dalam realitas sejarah yang mempunyai

tujuan praktis, bertujuan mengubah keadaan kaum muslimin.

Sedangkan ukuran kebenaran tafsir ini adalah kemampuannya

dalam mengadakan perubahan dan efektifitas.43

Menurut Hassan Hanafi, sesungguhnya wahyu itu sendiri

tumbuh dan berkembang pada tataran zaman. Hal ini seperti

terlihat sejak dari Yahudi kepada Masehi kemudian kepada

Islam. Demikian juga perkembangan kitab-kitab suci terdahulu

seperti dari Shuhuf Ibrahim, Kitab Mazmur Nabi Daud, Kitab

Tauret Nabi Musa, Kitab Injil Nabi Isa dan terakhir Kitab Suci al-

Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad SAW.

Demikian juga menurut Hassan Hanafi bahwa

hermeneutika al-Qur’an seperti ini sebagaimana al-Qur’an yang

telah diturunkan secara berangsur-angsur selama 23 tahun

42 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7. hlm. 106. Hanafi kemudian mengutip potongan ayat al-Qur’an dari Surat al Ra’du (Q.S. al Ra’d /13: 17) yang artinya: “…..Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi”(Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta PT. Bumi Restu, 1978 hlm. 371).

43 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7. hlm. 106.

Page 213: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

197

bermula dengan persoalan akidah kemudian persoalan syari’ah.

Dimulai dengan ayat-ayat makiyah kemudian ayat-ayat

madaniyah. Bahkan, syari’ah itu sendiri terutama dengan

konsep nâsikh mansûkh memperlihatkan adanya kesesuaian

dengan kemampuan manusia.

Dengan demikian, zaman menurut Hassan Hanafi

merupakan faktor dalam syariat Islam. Seperti ditunjukkan

dalam ibadah adanya waktu-waktu yang sudah jelas untuk

shalat, shaum, puasa dan menunaikan haji. Adanya konsep

wajib dan qadlâ (mengganti), konsep faur (segera) dan

ditangguhkan yang semuanya menunjukkan tafsir zamânî yang

memberikan manfaat kepada generasi sekarang.

4. Hermeneutika al-Qur’an yang realistis

Tafsir realitas yang dimaksudkan Hassan Hanafi adalah

menjadikan realitas kaum muslimin, kehidupan, problematika,

nestapa dan kekalahan mereka sebagai starting point penafsiran.

Hermeneutika al-Qur’an ini menurut Hassan Hanafi hendak

menyatakan Das sein (apa adanya) tentang realitas umat, sebab

menurutnya, betapa mudahnya berbicara Das Solen (apa yang

seharusnya).44

Menurut Hassan Hanafi bahwa wahyu tidak diberikan

secara cuma-cuma melainkan sebagai solusi untuk memecahkan

44 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7. hlm. 107. Menurut Hassan Hanafi selanjutnya, mengatakan bahwa tafsir tipe ini tidak berpretensi membela (eksistensi Allah, sebab Allah tidak membutuhkan pembelaan mereka, juga tidak bermaksud membela Islam sebab agama ini Allah sendiri yang menjaganya. Tafisr ini bermaksud membela kaum muslimin, sebab tak ada yang membela mereka selain mereka sendiri. (Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7. hlm. 107.).

Page 214: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

198

persoalan yang dapat diterima akal dan dipahami sebagaimana

yang sudah dipraktekkan oleh Umar bin al Khatthab. Hal itu

ditunjukkan oleh konsep asbâb al nuzûl yang berarti adanya

prioritas realitas atas pikiran dan dinamisasi gerakan atas sikap

yang statis.

Hermeneutika al-Qur’an yang realistis tidak berbicara

tentang Islam yang universal dan abadi yang menembus ruang

waktu dan tempat, yang berada di luar realitas dan tidak

memberika solusi terhadap masalah-masalah yang dihadapi

manusia. Hermeneutika al-Qur’an yang realistis ini bukan untuk

membela Allah karena Allah tidak membutuhkan pertolongan

dan juga bukan untuk membela Islam sebagai agama Tuhan.

Melainkan, untuk membela kaum muslimin karena tidak ada

yang membela mereka selain mereka sendiri.

5. Hermeneutika al-Qur’an yang mempunyai makna dan

tujuan.

Tafsir yang mempunyai makna dan tujuan, bukan tafsir

secara harfiyah dan kata. Sebab wahyu itu sendiri sebagaimana

dikatakan oleh para pakar Ushul fiqh klasik adalah berbagai

maksud (maqasid). Sementara, para pakar hadits menyebutnya

sebagai motifasi dan arahan-arahan.

Sebagaimana dikatakan dalam tujuan-tujuan umum syara

yang lima seperti menjaga jiwa (al nafs), akal, agama,

kehormatan atau harga diri dan harta. Maka, tafsir ini bertujuan

kepada kemaslahatan umat yang memang menjadi dasar syariat,

tidak tertindas dan juga tidak menindas orang lain, orang yang

tertidas membolehkannya melanggar aturan, asal dari sesuatu

Page 215: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

199

adalah kebolehan, asal perkara sebelum datangnya syara

menunjukkan kebebasan, manusia adalah baik secara fitrah,

“sungguh bukan manusia kecuali apa yang sudah

diusahakannya. Dan sesungguhnya usahanya akan

dipertanggungjawabkan”, Islam adalah agama rasional dan

alamiah dan merupakan agama kebebasan dan persamaan.45

Keseluruhan kaidah di atas menurut Hassan Hanafi merupakan

dasar bagi penafsiran.

6. Hermeneutika al-Qur’an yang berisi pengalaman mufasir

Tafsir yang berangkat dari perjalanan hidup langsung

yang dialami oleh mufasir. Karena tafsir itu sendiri merupakan

bagian dari kehidupan demikian juga kehidupan merupakan

salah satu materi ilmu tafsir. Menurut Hassan Hanafi tak

mungkin mengadakan penafsiran apabila mufasir tidak punya

pengalaman hidup yang dialami dan dirasakannya.

Tafsir bukanlah profesi atau barang komoditi melainkan

krisis pengetahuan, kebingungan dalam menentukan jalan,

pencarian makna dan merobah kebobrokan. Oleh karena itu,

tafsir para sufi meskipun terdapat berbagai kecacatan

merupakan cerminan tafsir yang dibangun berdasarkan

pengalaman mufasirnya. Tafsir ini juga menandaskan

pentingnya tafsir-tafsir pembaharuan yang mengungkapkan

pengalaman pembaharuan, revolusi dan perubahan social.46

45 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7., hlm. 108.

46 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7. hlm. 108-109. Menurut Hassan Hanafi di sinilah pentingnya tafsir al ishlâhî yaitu tafsir yang menggambarkan pengalaman-pengalaman revolusi dan perubahan sosial. Menurutnya, teks-teks keagamaan pada dasarnya merupakan pengalaman kehidupan dan persaksian para nabi. Seperti pengalaman Nabi Ayyub yang buta,

Page 216: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

200

7. Identifikasi berbagai persoalan realitas kehidupan

sehingga dari hal tersebut memungkinkan untuk memulai

penafsiran.

Tafsir ini dimulai dari mengidentifikasi dan mengamati

berbagai persoalan realitas kehidupan yang dihadapi dan

dialami.

Cara ini dapat ditempuh dengan melalui cara-cara berikut

ini :

a) Apabila metode tafsir yang ditempuh dengan corak

sosiologis yang berangkat dari realitas umat, maka terlebih

dahulu mufasir harus menata dan mengidentifikasi

problematika tersebut. Untuk itu diperlukan para ahli sosiologi,

politik dan ekonomi. Dalam arti adanya partisipasi ilmu-ilmu

yang dapat mendata permasalahan realitas sosial. Permasalahan-

permasalahan itu dapat dibagi antara lain, pembebasan tanah

dari zionisme dan imperialisme, kebebasan berpendapat dan

demokrasi melawan rezim yang tiran, kemajuan melawan

keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan, mobilisasi massa

melawan negatifisme dan kelesuan.

b). Memberikan aturan terhadap prioritas permasalahan

yang akan dibahas tanpa menghalangi gerak yang ada pada

semua line. Seperti terlihat pada contoh berikut. Pertama yang

harus dilkakukan pembebasan tanah dengan segala tuntutannya

Nabi Yusuf di penjara, pengalaman Nabi Musa, pengalaman Nabi Yunus ketika dalam perut ikan dan pengalaman para nabi lainnya. Sedangkan tafsir yang disampaikan di atas mimbar dan podium atau yang memenuhi lembaran-lembaran media cetak dengan tujuan pamer ilmu, menurut Hassan Hanafi itu semuanya merupakan tafsir-tafsir yang tidak berasal dari kedalaman hati, tidak ditulis dengan darah dan karenanya tidak mampu mengadakan transformasi sedikitpun dalam kehidupan manusia. (Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah, vol. 7, hlm. 109).

Page 217: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

201

seperti penegakan garis batas negara, menyegerakan

penyelesaian konflik social yang terjadi. Karena gerakan

pembebasan negara membutuhkan kepada kesungguhan

kolektif. Kedua, kebebasan dan demokrasi mempersilakan

kebebasan berpendapat dan toleransi terhadap beragam

pendapat. Ketiga keterbelakangan harus melawan seluruh

fenomena ketertinggalan seperti kemiskinan dan kebodohan

yang menuntut kepada pengembalian distribusi kekayaan

negara dan realisasi persamaan dan keadilan social. Keempat,

mobilisasi massa melawan sikap apatis dan kelesuan.

c). Berpegang kepada analisis ilmiah dengan menawarkan

formulasi-formulasi solusi realitas gradual tetapi pasti.

d). Terbuka terhadap keragaman pendapat dan pola pikir.

e). Merealisasikan sikap tersebut secara praktis. Tidak ada

perbedaan antara peneliti dan pejuang, antara orang alim dan

praktisi.47

8. Hermeneutika al-Qur’an yang mengungkap kondisi sosial

mufasir.

Keadaan sosial mufasirlah pada akhirnya yang

menentukan corak model tafsir. Keragaman penafsiran

disebabkan keragaman kondisi sosial para mufasir

bersangkutan. Setiap mufasir mempunyai kelas sosial tersendiri

dan setiap tafsir mengungkapkan kecenderungan masing-

masing mufasirnya. Hal itu disebabkan beberapa faktor

tertentu.48

47 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 109-111.

48 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 111-112.

Page 218: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

202

Menurut Hassan Hanafi faktor-faktor penentu sikap mufasir

yang menyeluruh adalah hal-hal sebagai berikut :

a) Sikap mufasir terhadap realitas, apakah ia setuju atau

memberontak, apakah ia mengambil sikap adaptatif dan

menjilat atau membawa misi dan tanggung jawab untuk

membimbing umat.

b) Apakah ia merupakan bagian dari struktur politik yang

banyak mengambil keuntungan darinya atau berada di luar

struktur dan tidak terikat dengannya, apakah ia seorang aparat

pemerintah atau penduduk sipil, mengambil “sesuatu” dari

negara atau memberi kepadanya, apakah dipaksa negara untuk

tunduk terhadap aturannya atau sebaliknya, memperjuangkan

kemerdekaannya.

c) Apakah ia berasal dari kelas sosial terhormat atau dari

kelas sosial yang rendah, apakah ia memperjuangkan

kepentingan kelas atau kelompok tertentu atau menyuarakan

kemaslahatan kaum muslimin dan memperjuangkan harkat

hidup mereka.

d) Apakah ia mencari kehormatan, kedudukan, popularitas

dan harta atau mengutamakan kesederhanaan, membela

kepentingan umat, kesucian dan berkarya demi Allah semata.

Apakah mereka mencari popularitas di dunia atau menginginkan

keabadian dalam sejarah.49

Dengan demikian, Hassan Hanafi dengan hermeneutika

al-Qur’annya berharap dapat menyelesaikan permasalahan yang

49 Tawaran Hassan Hanafi berupa tafsir ijtimâ’î ini disarikan dari Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7. hlm. 102-112.

Page 219: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

203

sedang dihadapi umat Islam sekarang. Hermeneutika al-Qur’an

yang digagasnya bukan merupakan hermeneutika yang lahir dari

kehampaan melainkan yang sesuai dengan kemaslahatan umat,

kebutuhan kaum muslimin dan problematika manusia

kontemporer. Dari beberapa karakteristik di atas juga nampak

bahwa hermeneutika Hassan Hanafi bertumpu kepada analisis

social yang terfokus pada kebutuhan subyektifitas masyarakat.

Sebagai konsekwensi logis dari pemikirannya, banyak kritikan

yang dilontarkan terhadapnya seputar masalah ini.

2. Kritikan Terhadap Pemikiran Hassan Hanafi

Hermeneutika al-Qur’an sosial Hassan Hanafi yang

bersifat spesifik, tematik, temporal, realistis tidak luput dari

kritik. Hermeneutika al-Qur’an sosial dianggap berbahaya atau

menyeret kepada bahaya dan akan menjebak dalam keraguan

dan dugaan-dugaan. Hermeneutika al-Qur’an social dianggap

menyeraet kepada bahaya berupa sekulerisme, ateisme,

marxisme, dan westernisme.

Kritikan yang ditampilkan di sini di antaranya yang

dilontarkan oleh Wan Mohd Nor Wan Daud, seorang Guru Besar

di ISTAC Malaysia yang menyoroti penggunaan hermeneutika

yang datang dari Barat sebagai metode penafsiran untuk al-

Qur’an. Kritikan Ali Harb, seorang pemikir asal Libanon

ditekankan pada pemikiran-pemikiran Hassan Hanafi yang

mengarah pada ateisme, marxisme dan sekulerisme. Nasr Hamid

Abu Zaid, pemikir asal Mesir yang memfokuskan kritiknya

kepada interpretasi idiologis atas teks-teks keagamaan.

Page 220: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

204

Menurut Wan Mohd. Wan Daud, ‘Ulum al Tafsir’ atau ilmu

penafsiran al-Quran sangat berbeda dari hermeneutika Barat

atau ilmu penafsiran kitab-kitab Yunani, Kristen atau tradisi

yang datang dari agama lain. Dasar yang sangat fundamental

dari perbedaan-perbedaan itu terletak pada konsepsi tentang

sifat dan otoritas teks serta keotentikan dan kepermanenan

bahasa dan pengertian kitab suci itu. Menurutnya, pandangan

mendasar ini merupakan kritikan yang ditujukan tidak hanya

kepada Hassan Hanafi tetapi juga kepada modernis atau post-

modernis lainnya seperti M. Arkoun, A. Karim Soroush dan

pemikiran Fazlur Rahman.42

Menurut wan Daud, ummat Islam secara universal

mengakui al-Qur’an sebagai kata-kata Tuhan yang diwahyukan

secara verbatim kepada Nabi, dan banyak yang menghafal dan

menulis ayat-ayatnya ketika Nabi hidup. Adanya berbagai variasi

bacaan al-Qur’an telah diketahui dan diakui oleh orang-orang

terdahulu yang berwenang sebagai tidak penting: semua itu

berbeda hanya dalam kata-kata yang mengandung pengertian

yang sama.10 Sebaliknya, orang-orang Yunani, seperti juga orang-

orang Hindu tidak pernah mempercayai sabda Nabi atau wahyu.

Pandangan keagamaan, tradisi dan adat istiadat orang Yunani

kebanyakan berdasarkan pada mitologi dan puisi, khususnya

42 Wan Mohd Nor Wan Daud,”Tafsir dan Ta’wil Sebagai Metode Ilmiah”, dalam Majalah Islamia No.1 Maret 2004. Jakarta: Khairul Bayan, 2004, hlm. 54-69.

10 Wan Mohd Nor Wan Daud,”Tafsir dan Ta’wil Sebagai Metode Ilmiah”, dalam Majalah Islamia No.1, hlm. 55; lihat penelusurannya dalam Abu Ja’far Ibn Jarir Thabari, Jami’al Bayan fî Ta`wîl al-Qur’an, hal. 17-21. Menurut Wan Daud diskusi yang masih baru dan baik tentang masalah yang berkaitan dan yang mendukung pendapatnya, lihat Adrian Brokett, “The Values of Hrfs and Warsh Transmissions for the Textual History of the Qur’an”, dalam Rippin, ed, Approaches to The History of the Interpretation of the Quran, hal. 31-45.

Page 221: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

205

puisi Homer dan Hesiod, dan pada spekulasi filosof-filosof

mereka yang bermacam-macam.11

Penafsiran-penafsiran mitologi dan puisi menurut Wan

Daud boleh jadi sangat subyektif atau ditentukan oleh kondisi

politik keagamaan yang berlaku. Metode terpenting yang

digunakan secara alami adalah metode kiasan (allegory), suatu

tradisi di Yunani yang diprakarsai oleh Theagenes dari Rhegium

(Abad ke 6 SM). Penafsiran kiasan (allegorical interpretation),

umumnya melibatkan penolakan literer atau meninggalkannya

sama sekali. Bible berbahasa Hebrew (materi-materi yang

membentuk Perjanjian Lama), menurut para cendekiawan

mereka, tidaklah dibangun sepenuhnya atas dasar ilmiah

hostoris yang menunjukkan keasliannya, tapi berdasarkan pada

keimanan belaka. 13

11 Wan Mohd Nor Wan Daud,”Tafsir dan Ta’wil Sebagai Metode Ilmiah”, dalam Majalah Islamia No.1, hlm. 55. Bandingkan dengan Jean-Pierre Vernant, “Greek Religion”, terjemahan A. Marzin, Encyclopedia of Religion, ed. M. Eliade (New York: Macmillan Publising Co., 1986), Selanjutnya disingkat ER, 6: 99-116

13 Wan Mohd Nor Wan Daud,”Tafsir dan Ta’wil Sebagai Metode Ilmiah”, dalam Majalah Islamia No.1, hlm.56. Selanjutnya Wan Daud memberikan keterangan yang dikutip dari Soggin yang menyatakan bahwa, “teks Hebrew yang sekarang berada di tangan kita memiliki satu kekhususan: meski usianya yang cukup lama, ia datang kepada kita dalam bentuk manuskrip-manuskrip yang agak terlambat, oleh sebab itu dengan perjalanan waktu (lebih kurang hingga seribu tahun) telah banyak berubah dari aslinya….tidak ada satupun dari manuskrip-manuskrip itu yang (datang) lebih awal dari abad kesembilan Masehi”. Perhatikan kutipannya dari J. Alberto Soggin, Introduction to the Old Testament; From its Origin to the Closing of the Alexandrian Canon, London: SCM Press Ltd., 1976, hlm. 18-19. Sehubungan dengan kitab Perjanjian Lama (Old Tesment), Wan Daud menyimpulkan keterangan yang disampaikan oleh George Buchanan Gray yang menyatakan bahwa, meskipun perbedaan-perbedaan itu tidak lagi wujud, namun kesalahannya tetap tersembunyi, dan jika ada kesalahan yang seperti itu ia dapat dikoreksi hanya dengan pembetulan spekulatif (yang bahayanya) sudah terkenal dan jelas. Kitab Perjanjian Baru juga mempunyai masalah yang sama dengan Bible Hebrew. Kitab-kitab ini, khususnya gospel, ditulis setelah zaman Yesus dalam bahasa Yunani, yang dia sendiri sangat tidak mungkin berbicara dengan bahasa itu (dikutip oleh Wan Daud dari A.

Page 222: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

206

Tafsir adalah kata benda infinitif yang diderivasikan dari

kata kerja transitif fassara yang, menurut leksikolog Arab

klasik, berarti menemukan, mendeteksi, mengungkapkan,

memunculkan atau membuka sesuatu yang tersembunyi, atau

membuat sesuatu menjadi jelas, nyata, atau gamblang,

menerangkan, menjelaskan atau menafsirkan. Menururt Wan

Daud pengertian Tafsir telah mapan bahwa ia berusaha

memberikan arti melalui bukti nyata atau eksternal (dalalah

zahirah) sebagai bandingan dari bukti internal atau tersembunyi

(dalalah batinah) yang terkandung dalam ta’wil atau interpretasi

yang lebih mendalam.34

Menafsirkan al-Qur’an tanpa memiliki ilmu pengetahuan

yang memadai adalah identik dengan membuat penafsiran

sesuai dengan pendapat pribadi seseorang (tafsir bi-l-rayi) yaitu

yang dilarang, tanpa mempertimbangkan apakah hasilnya itu

benar atau salah. Suatu hadith Nabi seperti yang diriwayatkan

oleh Ibn Abbas mengatakan: “Barang siapa berbicara tentang al-

Qur’an sesuai dengan pendapat pribadinya (bi’rayihi),

Steward, “Bible”, A Dictionary Of the Bible, 5 jilid, edisi 1910, disunting oleh J. Hastings, Selanjutnya disingkat DOB 1:287; juga A. Daniel Frankforter, A History of the Christion Movement Chicago: Nelson-Hal, 1978, hlm. 12). Lagi pula, menurut Wan Daud, hal ini diakui oleh pihak yang berwenang dan terkenal dalam Kristen bahwa tujuan penulisan gospel tidak untuk menulis sejarah yang obyektif tapi untuk tujuan-tujuan penyebaran agama Nasrani (evangelisme), yang sebagiannya mengakibatkan kepada penafsiran-penafsiran allegoris yang berlebihan (dikutip Wan Daud dari Frankforter, A History of the Christian Movement. hlm. 10; juga J. Schmid, “Biblical Exegeses: Historical Survey dalam Karl Rahner, ed., Encyclopedia of Theology; The Concise Sacramentum Mundi New York:Crossroad, 1989, hlm. 117-123).

34 Wan Mohd Nor Wan Daud,”Tafsir dan Ta’wil Sebagai Metode Ilmiah”, dalam Majalah Islamia No.1, hlm. 58-59. Bandingkan dengan kutipannya dari Jalaludin al Suyuthi, Al Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’an, hal. 381-382; juga al Jurjani, al Ta’rifât, 1983, hal. 43 dan 55

Page 223: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

207

dipersilahkan untuk mengambil tempat duduknya di neraka”.

Seperti diriwayatkan oleh Jundub, Nabi juga mengatakan:

“Barang siapa berbicara menurut pendapat pribadinya tentang

al-Qur’an dan ia benar adalah (tetap) salah”.38

Menurut Wan Daud karena hermeneutika merupakan ilmu

yang belum final sehingga apabila digunakan pun sebagai

metode penafsiran maka akan tetap menemui jalan buntu. Fakta

ini menurutnya seperti diakui oleh Josep Schmid yang

menyatakan bahwa solusi problem-problem tentang historisitas

dan pemahaman kitab suci Yahudi dan Kristen menemui jalan

buntu yang harus dijawab oleh generasi mendatang dengan

bukti-bukti dan argumentasi yang lebih baik. Demikian juga,

menurut Wan Daud, hal ini telah diakui oleh Anton Vogtle,

seorang ahli dalam bidang hermeneutika Bible yang menyatakan

bahwa persoalan tentang prinsip penafsiran yang valid dan

konsisten untuk Perjanjian Lama dan Baru, serta penafsiran

hukum secara keseluruhan, masih memerlukan penyelidikan

lebih lanjut.31

Wacana pemikiran Hassan Hanafi juga menuai berbagai

kritikan. Kritikan terhadap pemikiran Hassan Hanafi ditulis Ali

Harb dalam bukunya Naqd al Nash. Isi kritikan tersebut seputar

38 Wan Mohd Nor Wan Daud,”Tafsir dan Ta’wil Sebagai Metode Ilmiah”, dalam Majalah Islamia No.1, hlm. 59. Bandingkan dengan Ibn Jarir al Thabari, Jâmi’ al Bayân, hal 34-35; juga al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulûm al-Dîn, terjemahan M.A. Quasem, The Recitation and Interpretation of the Qur’an: Al-Ghazali’s Theory (London, Boston and Melbourne: Kegan Paul International Ltd., 1982), hlm. 86ff.

31 Wan Mohd Nor Wan Daud,”Tafsir dan Ta’wil Sebagai Metode Ilmiah”, dalam Majalah Islamia No.1, hlm.58 Bandingkan dengan Anton Vogtle, “Biblical Hermeneutics”, dalam Karl Rahner (editor), Dictionary of Theology, hlm 116.

Page 224: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

208

anggapannya bahwa Hassan Hanafi sudah terjebak kepada

ateisme, westernisme, marxisme dan sekulerisme.

Menurut Ali Harb, dengan sangat berani Hassan Hanafi

mengaja untuk mengalihkan focus kajian dari Allah dan rasul

yang menjadi pusat kajian ilmu kalam dalam pengetahuan

tradisional menuju manusia yang sekarang sudah seharusnya

menjadi obyek kajian. Karena filsafat harus menarik diri dari

wilayah ketuhanan dan kenabian dalam sebuah dramatika,

supaya manusia dengan akal, kemauan, logika, dan

percobaannya, dapat memposisikan dirinya sendiri. Bagi Hassan

Hanafi kenabian sudah berakhir, tetapi akal dengan sendirinya

mampu mencapai tingkat keyakinan dan merealisasikan risalah

kemanusiaannya tanpa ada campur tangan kekuatan luar atau

kekuatan yang dipersonifikasikan.43

Para pendahulu ketika akan memulai sebuah penulisan

pengetahuannya, dengan segala premis-premis keimanan maka

dimulainya dengan Bismillâh alrahmân alrahîm. Hassan Hanafi

dengan berani dan tanpa rasa takut, memulai bukunya Min al

Aqîdah Ilâ al Tsaurah, dengan mengatasnamakan bumi, rakyat,

masyarakat, kebangkitan, umat manusia dan segala yang ada di

muka bumi. Menurut Harb, Hassan Hanafi dengan hanya

bersandar pada nalar kemaslahatan dan pembumian nalar

realistis (al ta`shîl al’aqlî al waqi’î), dia berusaha

menggabungkan antara sekte-sekte bukan membedakannya,

seperti yang pernah dilakukan oleh para pendahulu. Para ulama

terdahulu menulis buku-buku atas permintaan para penguasa

43 Ali Harb, Naqd al Nash, Beirut: Markaz al Tsaqafi al ‘Arabî, 1993. hlm. 28.

Page 225: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

209

dan raja-raja atau setelah meminta petunjuk Tuhan. Menurut Ali

Harb, Hassan Hanafi dalam menulis bukunya tidak berdasarkan

pada petunjuk siapapun melaikan, untuk menjaga kemaslahatan

umat dan persatuaan mereka dengan menuangkan gagasan dan

pikirannya.44

Dalam pengantarnya itu, Hassan Hanafi menyatakan

bahwa kemajuan merupakan substasi kesadaran kemanusiaan

dan gerak laju perkembangan; bahwa manusia dengan nalarnya

yang mandiri dan kehendaknya yang bebas mampu

menyambung laju gerak sejarah, dan dengan usahanya mampu

meneruskannya sampai mewarisi kenabian dan para Nabi.

Dengan wacana seperti itu, menurut Ali Harb, maka Hassan

Hanafi telah menciptakan sistim berpikir yang memusatkan

perhatiaannya pada pembacaan wahyu dan penafsiran teks

kemudian menjauhi konsep-konsep keimanan yang umum yang

terdapat dalam wacana keislaman, seperti Allah, wahyu,

kenabian, teks, syari’at, dan akidah, sesuai dengan konsep-

konsep modern, kesadaran, perkembangan, kemajuan, sejarah,

revolusi dan masyarakat. Sampai di sini, menurut Ali Harb

tampak bahwa Hassan Hanafi telah terjebak dalam ateisme,

liberalisme dan sekulerisme.45

Selanjutnya Ali Harb juga mengkritik bahwa Hassan Hanafi

telah terjebak kepada westernisme. Hassan Hanafi telah

memporak-porandakan konsep tradisionalis tentang kebenaran

sebagai bentuk kesesuaian antara subjek dan objek. Maka,

mekanisme wacana dan pemberlakuannya memiliki andil besar

44 Ali Harb, Naqd al Nash, hlm. 29.

45 Ali Harb, Naqd al Nash, hlm. 53.

Page 226: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

210

dalam memproduksi kebenaran, tepatnya sebagaimana

keinginan (al hawa) membinasakan kesadaran (alwa’yu).46

Menurut Ali Harb ketika seseorang hendak menundukan

Barat dengan kajian oksidentalnya, maka dengan segenap

pikiran dan pengetahuan akan terkena imbas pemikirannya atau

menjadi hasil produknya. Singkatnya, ketika Hassan Hanafi

hendak mengkaji dan meneliti Barat maka wacana yang

dihasilkannya tampak seperti pemikiran ala Barat.47 Oleh karena

itu, menurut Ali Harb bahwa Hassan Hanafi telah terjerumus

kedalam pembaratan, westernisasi, dalam pengertian

orientalisme yang berbalik. Singkatnya, Hassan Hanafi

berasumsi bahwa mengkaji gagasan Barat membawa kepada

prediksi peristiwa agung yaitu pembebasan dari Barat, yang

sebenarnya peristiwa tersebut tidak akan terjadi.48

Kritikan lainnya datang dari Nashr Hamid Abu Zaid dalam

bukunya Naqd al Khithâb al Dînî yang berkenaan dengan

metodologi yang dipakai Hassan Hanafi. Nashr Hamid

mengkritik Hassan Hanafi tentang argumen historisitas

pemahaman sebagai pembenaran terhadap ideologisasi teks dan

menganggap pemikiran Hassan Hanafi ini telah terjebak dalam

al talwin, yakni kegiatan menafsirkan teks secara ideologis

46 Ali Harb, Naqd al Nash, hlm.46.

47 Ali Harb, Naqd al Nash, hlm. 46.

48 Ali Harb, Naqd al Nash, hlm.47. Pengetahuan (ilmu) itu merapikan kondisi sesuatu dan bukan mengumandangkan kehadiran sebuah peristiwa. Batasnya adalah filsafat yang dengan kemampuannya dapat berbuat demikian. Di sini, Hassan Hanafi tidak hanya berbicara sesuai dengan posisi para filosof yang dibicarakannya, namun juga posisi dunia, yakni dengan menggunakan bahasa orang yang meneliti dalam arti bahwa wacana bukan sekedar pemberitahuan tentang ramalan (Ali Harb, Naqd al Nash, hlm. 47).

Page 227: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

211

dengan keluar batas-batas yang diizinkan bahasa. Al talwin juga

mengaburkan perbedaan antara makna teks sebagai mana

dimaksud pertama kali dengan arti yang dikonstruksi dalam

situasi sosial yang baru. Hal ini tentu akan menimbulkan

beberapa kekhawatiran berkaitan dengan problem metodologis

yakni ideologisasi teks dan akibat sosiologis yang berbahaya

seperti munculnya konflik horizontal dan vertikal akibat perang

penafsiran al-Qur’an, sekalipun atas dasar klaim fungsionalitas

teks dalam masyarakat.49

Kritikan di atas umumnya menyoroti masalah sikap dan

penggunaan metode yang dipakai oleh Hassan Hanafi.

Penggunaan metode hermeneutika sebagai ilmu penafsiran yang

datang dari Barat. Westernisme, karena ia mempunyai sifat-sifat

westernistik sebagaimana yang telah berkembang di Barat

seperti gerakan sekulerisme, marxisme, rasionalisme,

kebebasan, naturalisme dan demokrasi.

Sekulerisme, karena hermeneutika al-Qur’an social

berangkat dari realitas kaum muslimin dan tidak berangkat dari

agama; ateisme karena tidak mengarah kepada tema-tema

keagamaan yang mandiri dari ketentuan-ketentuan social, tidak

menggarap tema-tema tentang Allah, iman, hari akhir tetapi

bahkan menggarap tema-tema pembebasan bumi, kemerdekaan,

demokrasi, kesetaraan, keadilan social dan pemberdayaan

masyarakat.

Marxisme, karena ia berangkat dari permasalahan sosial

dan menghadapi masalah-masalah kemerdekaan nasional

49 Nashr Hamid Abu Zaid, Naqd al Khitâb al Dînî, Kairo: Sînâ al Nasyr, cet. Ke-2.1994 hlm.148-149.

Page 228: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

212

kesetaraan, keadilan social, pembebasan dari tiranisme dan

otoritarianisme, dan pemberdayaan masyarakat.

3. Jawaban Hassan Hanafi terhadap Berbagai Kritikan

Bagi Hassan Hanafi tuduhan-tuduhan itu lebih merupakan

dugaan-dugaan awam karena ketakutan mereka terhadap

goresan kebudayaan Barat dalam negeri Muslim dan terhadap

paham-paham kemajuan sehingga yang tersisa dalam

masyarakat Muslim adalah konservatisme –taqlidiyah- yang

menyibukan diri dalam system yang menjaga keselamatan

sistim itu sendiri dan mengabaikan kemaslahan masyarakat.

Dikatakan bahwa manhaj ijtimâ’î mengandung dan

mengundang sejumlah kekhawatiran dan bahaya atau sering

dilontari beberapa tuduhan dan kecurigaan. Padahal, menurut

Hassan Hanafi semua itu hanya kecurigaan dan prasangka buruk

yang melekat pada benak orang-orang awam sebagai

propaganda media massa dan kebudayaan asing (Barat) yang

senantiasa menakuti dari tema kemajuan. 50 Sebagai akibatnya,

pemahaman umat Islam terhadap agama tetap kolot, konservatif

dan tertutup. Hal itu pula dengan mudah umat dieksploitasi

oleh rezim yang berkuasa demi kepentingannya melawan

kepentingan-kepentingan rakyat. Kekhawatiran-kekhawatiran

yang sering dilontarkan itu antara lain :

50 Beberapa kekhawatiran, sanggahan dan jawaban dari Hassan Hanafi ini dapat dilihat di buku Hassan Hanafi, Islam in The Modern World, vol. I, hlm. 507 – 509; Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 113 – 115.

Page 229: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

213

Pertama, Sekuralisme51. Tuduhan ini disebabkan karena

manhaj ijtimâ’î bermula dari realitas kaum muslimin dan tidak

dimulai dari wacana agama; tenggelam dalam problematika

dunia dan menganggap ajaran akidah sebagai pandangan dunia

(world view) dan motivator gerak (perilaku) serta tidak

menjadikan Islam sebagai pengayom kaum muslimin, bukan

sebaliknya.

Sebenarnya sikap seperti ini bukanlah sekularisme.

“Sekuralisme” merupakan bahasa Barat murni yang

menggambarkan masalah murni Barat, yaitu penolakan terhadap

kekuasaan kaum agamawan. Islam pada hakekatnya sejak

semula merupakan agama sekuler sebab ia tidak mengenal kata

“penguasa agama”.52

Kedua, Ateisme53. Tuduhan ini karena manhaj ijtimâ’î

tidak menyentuh tema-tema agama dan terlepas dari situasi

dan kondisi sosial. Ia tidak berbicara soal Allah, iman kepada

malaikat, hari akhir dan sebagainya. Ia hanya berbicara tentang

pembebasan tanah, kebebasan, demokrasi, persamaan keadilan

51 Sekuralisme berasal dari bahasa Latin, saeculum artinya dunia abad. Sekularisme berarti faham atau ajaran yang berkaitan dengan benda-benda yang tidak dianggap sakral, jauh dari bermuatan keagamaan (Loren Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 1966, hlm. 980).

52 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 112.

53 Bahasa Inggrisnya atheism. Istilah ini berasal dari kata Yunani atheos (tanpa Tuhan) dari a (tidak) dan theos (Tuhan). Ateisme ini mempunyai beberapa pengertian. Di antaranya adalah tidak adanya keyakinan akan Tuhan yang khusus (orang-orang Yunani menyebut orang-orang Kristen ateis karena tidak percaya dewa/dewi mereka. Dan orang-orang Kristen menyebut orang-orang Yunani ateis karena tidak percaya kepada Tuhan mereka). Selanjutnya baca Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka, 1996, hlm. 94-96.

Page 230: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

214

sosial dan pemberdayaan rakyat54. Kata ateisme menurut Hassan

Hanafi juga sebenarnya merupakan istilah Barat murni, yang

tujuannya adalah kembali ke alam dunia dan menyingkap alam

indrawi dan nyata setelah sebelumnya mereka didominasi oleh

praktek dan budaya agama-agama yang telelap dalam

percaturan tentang alam gaib dan rahasia-rahasianya.55

Islam sejak mulanya merupakan agama yang berdasar atas

indera, alam nyata dan sejalan dengan tradisi. Dalam Islam tidak

ada rahasia-rahasia atau hal-hal gaib yang bertentangan dengan

akal, tidak ada alam-alam akhirat yang terpisah dari dunia atau

ruh yang terpisah dari materi.56

Ketiga, Marxisme57. Tuduhan ini disebabkan karena

manhaj ijtimâ’î berangkat dari problem-problem sosial yang

dihadapi manusia. Tafsir ini membicarakan pembebasan negara

dari imperialis asing, persamaan, keadilan sosial, pembebasan

dari segala bentuk tirani dan pemaksaan, pemberdayaan rakyat,

membangkitkan kekuatan sosial, perjuangan sosial dan fase-fase

sejarah, serta pentingnya unsur-unsur (kecenderungan) material

dalam menafsirkan perilaku individu dan masyarakat khalayak.58

54 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 112.

55 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 112.

56 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 113.

57 Mempunyai beberapa pengertian diantaranya adalah kritik terhadap Kapitalisme (meskipun sering keliru) yang melanjutkan dasar filosofis materialisme dialektis dan historis. Menurut pandangan ini sejarah manusia merupakan sejarah perjuangan kelas dari negara hanya alat yang digunakan kelas yang berkuasa untuk menindas seluruh oposisi (Lorens Bagus, Kamus Filsafat , hlm. 572-575).

58 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 113.

Page 231: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

215

Sebenarnya sikap seperti ini bukanlah marxisme.

Bukankah para pemikir klasik, seperti para pakar ushul fiqh

telah membahas unsur-unsur materi yang mempengaruhi

perilaku (individu dan masyarakat) ? Kenyataan menunjukkan

bahwa orang-orang yang pertama memeluk Islam berasal dari

kaum budak, kaum miskin, dan fakir juga orang-orang terlantar.

Mereka dalam Islam menemukan kebebasan, keadilan dan

persamaan. Islam telah membebaskan mereka dari rasa takut,

tiran dan kesewenang-wenangan para pemuka kota Mekah dan

kaum kaya. Islam telah mempersenjata kaum muslimin untuk

membebaskan manusia dari penyakit thâ’ûn (tamak).59

Keempat, Westernisme60. Selama manhaj ijtimâ’î memiliki

sifat-sifat seperti ini, maka ia sama seperti gerakan-gerakan yang

pernah terjadi di Barat, yaitu gerakan Sekularisme, Atheisme,

Marxisme, Rasionalisme, Liberalisme, Naturalisme dan

Demokrasi. Yaitu gerakan yang menumpas kecendurangan

keberagamaan yang artifisial, Iman, Rohaniyah, Ilhamiyah,

Ghaibiyah, dan tunduk kepada penguasa.61

Sebenarnya perjuangan Barat62 pada abad modern

melawan tirani intelektual dan agama pada zaman pertengahan.

59 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 114.

60 Westernisme berarti ajaran yang berkiblat ke Barat atau berhaluan ke Barat. Lihat Dept. Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2, Jakarta : Balai Pustaka, hlm. 1129.

61 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 114.

62 Barat telah memulai kebangkitannya pada abad ke-14 dengan menghidupkan kembali turats klasiknya, pada abad ke-15 dengan reformasi agama, dengan Renaissance pada abad ke-16, dengan Rasionalisme abad ke-17, dengan pencerahan abad ke-18, dengan ilmu dan revolusi industri abad ke-19, dengan humanisme dan revolusi teknologi pada abad ke-20 (Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 114).

Page 232: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

216

Perjuangan mereka ditebus dengan darah ilmuwan dan para

pemikir. Hal ini mirip dengan perjuangan yang didengungkan

oleh Islam dan dasar-dasar ajarannya yang telah diformulasikan

secara sempurna selama 14 abad.

Sesungguhnya Islam telah meramu semua dasar

kebangkitan ini dalam wahyu. Islam mengakui sastra dan

agama-agama terdahulu dengan mengingkari dominasi para

agamawan, kependetaan dan lembaga-lembaga keagamaan.

Islam menjadikan manusia berhubungan langsung antara

dirinya dengan Tuhannya tanpa perantara, manusia adalah

khalifah Allah yang ada di muka bumi.63 Menurut Hassan Hanafi

Islam memberi akal kekuasaan atas segala sesuatu, membangun

masyarakat Islam atas dasar-dasar kebebasan, keadilan dan

persamaan. Islam merangkai aturan-aturan alam dan

kemampuan manusia untuk menguasai dan

mendayagunakannya demi kemanfaatan mereka di dunia.

Manusia dalam pandangan Islam merupakan tema sentral alam

semesta dan bentuk (ujud) nyata dalam wujud semesta ini.64

Dalam kaitannya dengan hermeneutika al-Qur’an, Hassan

Hanafi memilih untuk berangkat dari tradisi ushul fiqh. Hal itu

karena terdapat keterkaitan erat antara hermeneutika al-Qur’an

dan dengan metodologi fiqih klasik, karena fiqh berusaha untuk

merumuskan hukum dan menghadapi realitas social yang selalu

berkembang. Beberapa konsep dalam ushul fiqh, seperti

maqasid al syar’iyah, mashalih al ummah, nasikh, dan asba al

nuzul,membentuk model hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi.

63 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 114.

64 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 114.

Page 233: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

217

Naskh dan asbab al nuzul memang lebih dikenal dalam ulum al-

Qur’an tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa para fuqaha

menggunakannya pula dalam menafsirkan al-Qur’an untuk

penyelesaian suatu masalah secara realistis.

Karakteristik yang sangat jelas dari hermeneutika al-

Qur’an Hassan Hanafi ini adalah relatifitasnya. Hassan Hanafi

mendudukan tafsir sebagai bersifat manusiawi dan sesuai

dengan eksistensi manusia. Hermeneutika al-Qur’an Hassan

Hanafi tidak berpretensi untuk melahirkan penafsiran abadi,

karena hal itu mustahil dan tidak berguna untuk menjawab

realitas masyarakat yang selalu berkembang. Hal inilah

nampaknya yang membuat Hermeneutika al-Qur’an Hassan

Hanafi bersebrangan dengan kebanyakan kaum muslimin.

C. Aplikasi Hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi

Hassan Hanafi mengaplikasikan hermeneutika al-

Qur’annya dalam bentuk eksegetik, karya penafsirannya. Tiga

tema yang dipilih dianggap oleh penulis sebagai mewakili dari

tafsir kesadaran, perseptif (tafsir al syu’ûrî) yaitu tafsir yang

mendeskripsikan manusia, hubungan dengan manusia lain dan

tugasnya di dunia. Tiga tema yang dipilihi juga sebagai

implementasi dari tiga batasan wilayah dalam hermeneutika al-

Qur’an yaitu manusia menyadari dirinya, hubungan manusia

dengan sesamanya, hubungan manusia dengan alam.

Untuk menunjukkan relevansi dan menariknya dari

penafsiran tematik dari Hassan Hanafi, tiga contoh konsep akan

diberikan sebagai berikut : Manusia: Tubuh Kebutuhan Materil,

Tindakannya di Dunia (“Human: Body, Material Needs, Action in

Page 234: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

218

World”), tulisan yang dimuat dalam dua bukunya Islam in the

Modern World Vol. 1 dan Dirasât Islâmiyah; Konsep Harta dalam

al-Qur’an (“al Mâl fî al-Qur’an”) tulisan yang dimuat dalam

bukunya al Dîn wa al Tsaurah fi Mishr 1952-1981. Vol. 7; dan

Teologi Tanah (“Theology of Land An Islamic Approach”) tulisan

yang dimuat dalam dua bukunya Islam In the Modern World Vol.

1 dan Religious Dialogue and Revolution.

1. Konsep Manusia dalam al-Qur’an

Manusia : Tubuh, Kebutuhan material, Tindakan di dunia.

Manusia digambarkan sebagai fenomena alam. Mereka

memiliki tubuh, kebutuhan material dan tindakan di dunia.

Seorang manusia adalah sebuah tubuh yang terdiri dari darah,

tulang dan daging, ia diberikan seperti kaki, tangan, kepala,

dada, pinggang, leher dan bagian depan. Bagian-bagian kepala

selalu disebutkan seperti mata, hidung, telinga, lidah,

tenggorokan, bibir serta dagu.65

Bagian-bagian internal dari tubuh seperti hati, perut, isi

perut dan eksternal seperti kuku, kulit dan rambut.

Pembentukan genetik dari tubuh di dalam rahim ibu atau di

luarnya digambarkan sebagai ciptaan Tuhan. Penggambaran ini

tidak hanya bertujuan biologis, tetapi untuk menghubungkan

tubuh dengan kebutuhan manusia dan dengan kedudukan

manusia di dunia.66

65 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, Kairo: Dar Kba, 2000 hlm. 391.

66 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 392. Bandingkan dengan Musa Asy’arie (53 th) Guru Besar di IAIN (sekarang UIN) Jogjakarta dalam bukunya Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur’an, ia menjelaskan bahwa kata basyar, manusia dalam al-Qur’an dipakai untuk tunggal dan jamak. Kata basyar ini disebutkan 36 kali dalam 36 ayat. Kata basyar yang tersebut dalam al-Qur’an

Page 235: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

219

Darah disebutkan sebanyak 10 kali untuk menunjukkan

makanan haram, pembunuhan atau hukuman. Tetapi manusia

memiliki peran yang konstruktif di bumi, yaitu untuk hidup dan

bukan untuk mematikannya. Tulang disebutkan sebanyak 15

kali untuk melindungi, menunjukkan juga makanan haram,

umur tua tetapi pada dasarnya adalah kebangkitan kembali dan

kembali hidup.67 Bubuk (tulang yang hancur) dapat sekali lagi

menjadi tulang-tulang yang hidup. Daging disebutkan sebanyak

12 kali sebagai makanan haram (babi), atau makanan halal

seperti burung, ternak atau ikan laut. Daging adalah ciptaan

Tuhan, ditolak sebagai korban. Daging manusia adalah simbol

penghormatan moral terhadap orang lain.68

Kepala disebutkan sebanyak 20 kali merujuk kepada

rambut, sebuah tempat untuk di cuci, sebuah simbol kehidupan,

perjuangan dan tindakan moral, tinggi, rendah atau tidak sama

sekali. Leher raqaba, disebutkan sebanyak 9 kali untuk

menunjukkan pembebasan budak atau tanggung jawab kepada

orang lain, atau dalam artinya yang literal sebagai leher untuk

dihantam dalam perang.69 Kata yang lain “’unuq” disebutkan

sebanyak 9 kali baik untuk menunjukkan perbudakan sebagai

ganti pembunuhan di dalam perang, tetapi juga berhubungan

dipakai untuk menyebut manusia dalam pengertian dimensi fisiknya. Pengertian basyar tidak lain adalah manusia dalam kehidupannya seharu-hari, yang berkaitan dengan aktifitas lahiriahnya yang dipengaruhi oleh dorongan kodrat alamiahnya seperti makan, minum, bersetubuh dan akhirnya mati mengakhiri kegiatannya. Lihat Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al-Qur’an, Yogyakarta : LESFI, 1992 hlm. 22-35.

67 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 392.

68 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 392.

69 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 392.

Page 236: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

220

dengan keindahan dan kelembutan. Lebih jauh lagi, hal itu,

berfungsi sebagai simbol dari tanggung jawab pribadi dan dari

ketamakan ketika tangan diikat ke leher.70 Tenggorokan

disebutkan 2 kali untuk menggarisbawahi ketegangan pada hari

akhir ketika jantung akan mencapai tenggorokan. Dada yang

terbuka dan tertutup disebutkan sebanyak 40 kali dengan arti

kesadaran. Pinggang disebutkan sebanyak 8 kali untuk

menunjukkan pembentangan pinggang untuk shalat atau untuk

penyiksaan.71 Ia juga merupakan citra dari lingkungan.

Tangan disebutkan sebanyak 120 kali dalam arti literer

atau figuratifnya, untuk menunjukkan arti kekuasaan, dominasi,

kewajiban dan kedermawanan. Tangan adalah sumber dari

tindakan di dalam alam. Mereka tidak dapat membunuh,

menghancurkan atau melukai.72 Telapak tangan disebutkan 2

kali untuk menunjukkan kebutuhan manahan air, bukan

menumpahkannya melalui sela-sela jari. Jari disebutkan 2 kali

sebagai citra dari ketiadaan kesadaran ketika jari diletakkan di

dalam telinga agar tidak mendengar.73

Paha disebutkan 5 kali untuk menujukkan tindakan lari

dan melakukan sesuatu, serta merupakan sebuah simbol dari

keindahan dan kelembutan. Kaki disebutkan sebanyak 8 kali

sebagai citra dari stabilitas dan keberanian. Tubuh material

70 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 392.

71 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 392-393.

72 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 393.

73 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 393.

Page 237: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

221

tidak dimaksudkan per se, absolut, tetapi sebagai signifikansi

dari bertindak di dunia.74

Bagian-bagian kepala juga ditekankan untuk

menggambarkan kehidupan dari kesadaran. Mata disebutkan

sekitar 60 kali baik di dalam arti harfiahnya sebagai sebuah

organ penglihatan atau dalam arti figuratifnya untuk

menyarankan pancaran. Mata melihat alam sebagai sebuah

pancaran. Hidung disebutkan 2 kali di dalam konteks hukum

balas dendam.75 Telinga disebutkan sebanyak 18 kali baik di

dalam hubungannya dengan ketulian atau belajar atau untuk

menggarisbawahi pelarangan penyembelihan hewan. Lidah

disebutkan sebanyak 25 kali untuk menunjukkan bahasa,

kefasihan, kesaksian, ketulusan dan kehidupan dari kesadaran

di dunia.76 Bibir disebutkan 1 kali dengan mata dan lidah

sebagai organ untuk melihat dan mengucap. Tenggorokan

disebutkan 2 kali untuk menunjukkan ketegangan dari saat-saat

terakhir ketika jantung menyampaikan ancamannya ke

tenggorokan. Dagu disebutkan 3 kali sebagai simbol untuk

menunduk baik karena kesederhanaan ataupun karena

paksaan.77 Dahi disebutkan 2 kali, sujud sebagai simbol dari

ketaatan dan penyiksaan. Tubuh manusia digunakan sebagai

bahasa manusia untuk menunjukkan kedudukan manusia di

dunia.78

74 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 393.

75 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 393.

76 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 393.

77 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 393-394.

78 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 394.

Page 238: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

222

Dari bagian-bagian internal seperti hati dan perut. Hati

adalah simbol dari aktifitas dan perjuangan dalam hidup. Perut

disebutkan 16 kali untuk menunjukkan hewan yang melata,

perut dari ikan paus Yunus as, perut di mana manusia

diciptakan. Apa yang penting adalah apa yang masuk dalam

perut di dalam arti pencernaan (stomach)79, makanan baik yang

halal seperti madu dan susu atau makanan buruk yang haram

seperti air mendidih, kayu kering dan makanan pahit. Dari aspek

eksternal tubuh, kuku, kulit dan rambut disebutkan. Kuku

disebutkan 1 kali, merujuk kepada hewan sebagai makanan yang

haram menurut hukum makanan dalam agama Yahudi.80 Kulit

disebutkan 9 kali merujuk kepada kulit hewan untuk digunakan

manusia dan kulit manusia sebagai tempat dari sistem syaraf

dan hasrat, siksaan dan ketakutan manusia terhadap Tuhan.

Rambut disebutkan 1 kali merujuk kepada wol berserat lembut

dan rambut digunakan untuk manusia.

Dengan demikian, manusia dibut dari bahan-bahan alam.

Ia bukan merupakan jiwa murni seperti makaikat. Itulah kenapa

tindakannya di dalam alam harus memuskan tubuh materialnya.

Mencari sumber-sumber alam dengan demikian merupakan

kebutuhan manusia, karena tubuh manusia adalah penampakan

yang pertama dari manusia.81

Kebutuhan material adalah seperti : makan, minum,

pakaian dan perumahan. Makan disebutkan dalam al-Qur’an

sebanyak 117 kali, 30 kali untuk makanan haram dan 87 kali

79 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 394.

80 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 394.

81 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 394.

Page 239: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

223

untuk makanan halal yang menunjukkan ketakbersalahan alam.

Memberikan makan disebutkan sebanyak 42 kali menunjukkan

bahwa makanan adalah hak asasi manusia untuk setiap orang.82

Tuhan adalah Dia yang memberikan makan keamanan.83 Rasa

lapar disebutkan dalam al-Qur’an 5 kali yang menunjukkan

bahwa rasa lapar adalah neraka dan kepuasan adalah surga.

Rasa lapar, ketakutan akan kurangnya sumber-sumber adalah

beberapa aspek dari penderitaan manusia.84 Minum disebutkan

sebanyak 38 kali, meminum air yang dingin dan murni serta air

yang tidak murni dan tercemar di neraka. Makan dan minum

adalah dua perintah Tuhan kepada manusia untuk menikmati

hidup dan hidup dengan cara yang alamiah tanpa melakukan

kerusakan apapun di dunia.85 Pakaian disebutkan 23 kali

sebagian besar dalam arti figuratifnya, berpakaian kesalehan

atau ketidaksalehan, tetapi juga di dalam arti harfiahnya, yang

berarti berpakaian perhiasan atau baju untuk melindungi diri.86

Rumah disebutkan sebanyak 42 kali beberapa di dalam arti

figuratifnya yang berarti ketenangan malam, kelembutan istri,

angin yang stabil dan keheningan jiwa. Yang lain digunakan di

dalam arti harfiahnya yang mana berarti hidup di sebuah rumah

di sebuah desa, di sebuah lembah, atau di daerah pedalaman.

Menemukan sebuah rumah adalah hak dari makhluk hidup, baik

82 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 393.

83 Q.S. Quraisy /106: 4.

84 Q.S. Thâhâ /20: 118; Q.S. al Ghâsyiyah /88: 6-7; Q.S. al Baqarah /2: 115; Q.S. al Nahl /16: 112.

85 Q.S. al Baqarah /2: 60.

86 Q.S. al A’ râf /7: 26.

Page 240: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

224

manusia maupun hewan.87 Kata ma’wâ yang berarti tempat

bernaung, menutup atau tempat berlindung disebutkan

sebanyak 5 kali untuk menunjukkan alam sebagai sebuah

tempat tinggal, misalnya manusia menemukan tempat

berlindung di gua, gunung-gunung sudut atau bukit.88 Kata

penuhnya adalah hidup, ma’âsy, disebutkan sebanyak 7 kali,

kehidupan yang baik di surga dan kehidupan yang disumpah.

Sisa penggunaannya menunjukkan kehidupan di dalam waktu

dan ruang selama siang hari dan di tanah, di bumi, di kota dan

desa untuk mengolah sumber-sumber alam tanpa berlebihan

dalam penggunaannya.89 Hubungan antara manusia dan alam

ditentukan oleh tindakan manusia di dunia. Manusia tidak boleh

melakukan kerusakan apapun di bumi. Kata kerusahan fasad

disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 50 kali, 11 kali sebagai

kata benda (3 tak tentu dan 8 tertentu), 18 kali sebagai kata

kerja dan 21 sebagai nama dari orang-orang yang berbuat salah.

Hubungan manusia dengan alam adalah sesuatu yang obyektif.

Ia tidak bergantung kepada nafsu dan hasrat manusia. Tuhan

mengetahui mereka yang melakukan kerusakan di bumi. Mereka

akan menerima hukuman yang keras.90 Semua orang yang

melakukan kerusakan di bumi binasa. Semua nabi

memperingatkan umat mereka agar tidak melakukan kerusakan

di bumi. Kerusakan di bumi adalah sama dengan

menghancurkan tumbuh-tumbuhan, membunuh hewan, dan

87 Q.S. al Nahl /16: 80 ; Q.S. A’râf /7: 161 ; Q.S. al Isrâ /17: 104.

88 Q.S. al Kahfi /18: 10 dan 63 ; Q.S. Hûd /11: 43 dan 80 ; Q.S. Muminûn /23 : 50.

89 Q.S. al Nabâ /78: 11 ; Q.S. al A’râf /7: 10 ; Q.S. al Qashash /28: 58.

90 Q.S. al Baqarah /2: 11 dan 205 ; Q.S. al A’râf /7: 56 ; Q.S. al Rûm /30: 41 ; Q.S. al Mu’min (Ghâfir) /40: 25.

Page 241: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

225

menghabiskan sumber-sumber alam. Kata berguna disebutkan

dalam al-Qur’an sebanyak 49 kali, 19 kali sebagai kata benda

dan 30 kali sebagai kata kerja. Kegunaan dan kerugian adalah

kriteria dari tindakan manusia di dalam alam. Mereka adalah

kriteria untuk Tuhan yang benar, untuk keyakinan yang benar

dan untuk kehidupan masa depan. Prinsip kemanfaatan yang

maksimum dan kemadaratan atau kerugian yang minimum

menjadi sebuah prinsip hukum.91 Kata kerugian disebutkan

sebanyak 66 kali dengan konteks yang sama. Sebuah hukum

dapat dibatalkan apabila ia menyebabkan kerugian.92 Yang

berguna dapat tinggal di bumi, yang tidak berguna pergi.

Pengetahuan harus menjadi berguna. Benda, hewan dan manusia

harus menjadi berguna. Manusia harus menimbang menafaatan

dan kerugian sebelum mengambil suatu keputusan. Dengan

demikian hubungannya dengan alam adalah sesuatu yang

positif.

Dunia bagi manusia adalah sebagai lapangan tempt

bertindak. Kata Dunyâ disebutkan di dalam al-Qur’an sebanyak

115 kali di dalam bentuk tunggal tertentu, tidak memiliki

hubungan dengan kata ganti kepunyaan. Walaupun 99 kali

menggunakannya merujuk kepada arti negatifnya seperti

keterbatasan dunia, 16 kali merujuk ke arti positif sebagai dunia

tindakan.93 Tindakan Amal disebutkan sebanyak 359 kali, 84 kali

sebagai kata benda dan 275 kali sebagai kata kerja yang

menujukkan pentingnya tindakan itu sendiri; 17 kali tanpa kata

91 Q.S. al Ra’ad /13: 17 ; Q.S. Yûnus /10: 18 ; Q.S. al Haj /22: 28.

92 Q.S. Yûnus /10: 106 ; Q.S. al Baqarah /2: 102.

93 Q.S. al Baqarah /2: 201 ; Q.S. al Qashash /28: 77 ; Q.S. al Zumar /39: 10.

Page 242: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

226

ganti kepunyaan dan 67 kali dengan kata ganti kepunyaan

menunjukkan bahwa tindakan itu dilakukan oleh manusia, 41

kali di dalam bentuk jamak dan 43 kali di dalam bentuk tunggal

yang menunjukkan signifikansi yang sama dari baik tindakan

individual dan tindakan yang berkelanjutan.94 Tuhan mengetahui

semua tindakan manusia dan melihat perbuatan mereka.

Perbuatan ini ada dua macam: perbuatan baik yang merupakan

sebuah manifestasi dari keyakinan yang baik dan perbuatan

buruk yang datang dari keyakinan yang buruk. Kedua perbuatan

itu merupakan tanggung jawab manusia.95 Kata sa’y disebutkan

sebanyak 30 kali untuk menunjukkan dimensi manusia dari

dunia, kerja yang menghancurkan atau kerja yang membangun.96

Dunia adalah tempat untuk berjuang, dimana tindakan di dunia

memuncak. Perjuangan adalah sesuatu yang terbuka dengan

hukum-hukum yang diketahui dan hasil yang pasti sebagai

sejarah, dari awal sampai akhir dari dunia akan

membuktikannya.97

94 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 398.

95 Q.S. al Baqarah /2: 74 dan 110 ; Q.S. Ali Imrân /3: 153 ; Q.S. al Baqarah /2: 62 ; Q.S. al Nahl /16: 34 ; Q.S. Fushshilat /41: 46.

96 Q.S. al Najm /53: 39-40 ; Q.S. al Isrâ /17: 19.

97 Q.S. al Insyiqâq /84: 6. Pembahasan manusia, basyar sebagai makhluk biologis ini disarikan dari Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 391-398. Perlu dijelaskan disini menurut Musa Asy’arie bahwa penggunaan kata insan dan basyar dalam al-Qur’an jelas menunjukkan konteks dan makna yang berbeda, meskipun sama-sama menunjuk pada pengertian manusia. Manusia dalam konteks insan adalah manusia yang berakal yang memerankan diri sebagai subyek kebudayaan dalam pengertian ideal, sedangkan kata basyar menunjuk pada manusia yang berbuat sebagai subyek kebudayaan dalam pengertian maretial seperti yang terlihat pada aktifitas fisiknya (Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam al-Qur’an, hlm. 34).

Page 243: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

227

Menurut Musa Asy’arie kata insan, basyar pada

hakikatnya adalah manusia sebagai kesatuan yang membentuk

kebudayaan. Kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari sisi

penggunaan akal dan perbuatan manusia di tengah kehidupan

bermasyarakat. Dalam setiap individu terkandung di dalamnya

kapasitas sebagai insan dan basyar yang menyatu dalam

aktifitas kebudayaan.98

Istilah insan disebutkan dalam al Qiran sebanyak 65 kali

selalu dalam bentuk tunggal tertentu tanpa kata ganti

kepunyaan yang menunjukkan individualitasnya penggunaannya

merujuk kepada asal-usul biologisnya, kepada kelemahannya

tetapi juga kebebasan dan tanggung jawab.99 Komunitas, ummah

disebutkan sebanyak 49 kali merujuk kepada kesatuan dan

univesalitasnya, kepada pesan moral dan tanggung jawabnya.100

Dengan visi yang seperti itu, dunia dan sebagai akibatnya alam,

berada pada jantung tanggung jawab individual dan sosial.

Sumber-sumber alam tidak berada di dalam keadaan kacau

tanpa aturan, tetapi mereka diadakan melalui tanggung jawab

manusia dan pesan moral dibawa oleh semua orang.101

Sebanyak 6 kali kata unas yang memiliki arti kelompok

manusia. Sebanyak 1 kali kata Ins yang memiliki arti manusia

dalam bentuk tunggalnya. Terakhir sebanyak 1 kali sifat-kerja

98 Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam al-Qur’an, hlm. 35.

99 Q.S. al Isrâ /17: 13 ; Q.S. al Qiyâmah /75: 14-15.

100 Q.S. al Baqarah /2: 134.

101 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 503.

Page 244: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

228

musta’nas yang memiliki arti keakraban, keintiman, kedekatan

dan lain-lain.102

Mengenai isi kandungan kata insan terdapat lima

orientasi makna.103

Pertama, sebanyak 12 kali dengan makna sebagai berikut

ini. Diantaranya manusia diciptakan ex-nihilo, sebuah

pengalaman ketiadaan yang diekspresikan oleh para filosop

eksistensialis kontemporer. Ia diciptakan dari tanah liat dan dari

sperma. Ia juga diciptakan dari pengetahuan. Pengetahuan

adalah dasar yang ril dari ada. Pengetahuan diekspresikan di

dalam bahasa.104

Kedua, sebanyak 33 kali dengan makna sebagai berikut

ini. Diantaranya manusia adalah struktur psikologis jauh lebih

penting dari asal-usul materialnya. Ia lemah, rentan, terburu-

buru, tidak menyadari waktu, penuh ketakutan, termotivasi dan

tergerak olah nafsu. Ia minta tolong disaat-saat kritis, ketika

sudah selesai ia melupakannya.105 Ia gembira dan sedih, penuh

harapan dan putus asa, datang dan pergi, dermawan dan kikir,

kuat dan lemah, rentan dan solid, ingat dan lupa. Ia bisa menjadi

musuh, dikator, arogan, tidak bermoral, bodoh, skeptis, ragu-

ragu, spekulatif, curiga dan lain-lain.106

102 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 503.

103 Orientasi makna insan ini dapat dilihat pada 2 buku Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 503-504 dan Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 413-414.

104 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 413.

105 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 503-504.

106 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 413.

Page 245: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

229

Ketiga, manusia ditantang oleh musuh yang tidak

mengakui nilai dan potensialitas serta kehormatannya. Melalui

penerimaan tantangan tersebut, tampak kehebatan manusia.

Sang penantang tidak harus seseorang, tetapi keseluruhan

situasi sosial politik tempat manusia hidup.107

Keempat, tanggung jawab dan akuntabilitas manusia

adalah melindungi alam dari eksploitasi, penghancuran atau

pemborosan sumber-sumber alam. Ia memiliki tugas yang harus

diselesaikan di bumi. Dengan mengasumsikan tanggung jawab

ini, manusia menjadi lebih hebat daripada langit, bumi dan

gunung-gunung. Hidupnya adalah perjuangan. Keberadaannya

adalah godaan, sebuah ujian lulus dan gagal.108

Kelima, Kehebatan manusia terdapat dalam

keberhasilannya mentranformasikan kelemahannya menjadi

kekuatan, kerentanannya menjadi kekokohan,

ketidaksempurnaannya menjadi kesempurnaan. Manusia itu

sendirian bertanggung jawab secara individual. Meskipun begitu

ia memiliki satu relasi, bukan dengan Tuhan, tetapi dengan

orang tuanya.109

107 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 413-4.

108 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 504. Bandingkan pula dengan Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 414.

109 Hassan Hanafi, Dirâsât Islâmiyah, hlm. 414. Menurut Musa Asy’arie bahwa kata insân dan basyar yang dipakai untuk sebutan manusia, tidakah menunjuk adanya dua jenis manusia, yaitu manusia yang disebut insân dan manusia yang satunya lagi disebut basyar. Akan tetapi kat insan dan basyar pada dasarnya menunjuk pada manusia yang tunggal yang mempunyai dua dimensi, dimensi insan pada kapasitas akalnya dan dimensi basyar pada kapasitas aksinya. Sebagai kesatuan insan basyar maka perwujudannya dalam realitas kehidupan manusia selalu berkaitan dengan aktivitas kebudayaannya. Wujud kebudayaan tersebut mencakup yang ideal yang bersifat abstrak-yaitu proses pikir-maupun yang material yang bersifat nyata. (Musa Asy’arie, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam al-Qur’an, hlm. 35).

Page 246: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

230

2. Konsep Harta dalam Al-Qur’an.

Mâl di dalam al-Qur’an tidak bermakna uang dalam arti

harfiahnya, tetapi dalam arti kekayaan atau kepemilikan secara

umum. Berkaitan dengan bentuk linguistiknya, kata mâl

disebutkan di dalam al-Qur’an sebanyak 86 kali dalam

bentuknya yang berbeda-beda karena signifikansinya tidak

kurang dari kata nabî sebanyak 80 kali atau kata wahyu

sebanyak 78 kali.110 Kata mâl disebutkan al-Qur’an dalam dua

bentuk kata benda. Pertama, dalam bentuk tidak disandarkan

kepada kata ganti (ghair mudlâf ila dlamîr), seperti al mâl,

mâlan, al amwâl dan amwâlan sebanyak 32 kali. Kedua,

berkaitan dengan kata sifat kepunyaan seperti mâluhu, mâliah,

amwâlukum dan amwâluhum sebanyak 54 kali yang

menunjukkan bahwa kekayaan dapat saja berada di luar

kepemilikan pribadi.111 Kepemilikan adalah hubungan diantara

manusia dan kekayaan. Kata mâl merupakan sebuah fungsi,

sebuah titipan, sebuah hubungan dan sebuah investasi.

Kekayaan tidak boleh dimonopoli atau ditimbun. Secara

etimologi, mâl bukan sebuah kata benda, tetapi merupakan kata

ganti relatif. Kata mâl berhubungan dengan kata sandang (Li)

yang memiliki arti apa yang kepada saya.112 Kata mâl disebutkan

110 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 123.

111 Menurut Hassan Hanafi, dua bentuk seperti ini menunjukkan bahwa aharta, Pertama sebagai wujud tersendiri yang terlepas dari kegiatan manusia, ia tidak dihubungkan kepada seseorang atau kelompok. Kedua, berada dalam kegiatan manusia, dalam bentuk usaha, investasi dan lain-lain. Al-Qur’an lebih sering menyebutnya dalam bentuk yang diidlafatkan dari pada yang tidak, (Q.S. 54:32). Ini menunjukkan bahwa al mâl yang berada dalam kegiatan manusia dalam bentuk usaha, investasi dan pendayagunaan lainnya merupakan tema utama (mihwar). Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 123.

112 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 130.

Page 247: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

231

17 kali dalam bentuk ism nakirah (tidak tertentu) dan dalam

bentuk ism ma’rifah (tertentu) disebutkan sebanyak 15 kali yang

berarti bahwa kekayaan bisa diketahui dan tidak diketahui.113

Kema’rifatannya dibuat oleh kata sandang tertentu atau oleh

kata sambung ke kata sifat kepunyaan. Kata itu disebutkan 18

kali dalam bentuk tunggal, mâl dan disebutkan 14 kali dalam

bentuk jamaknya, amwâl yang menunjukkan keutamaan

kekayaan individual daripada akumulasi kekayaan.114

Dari segi I’rab kedudukannya, kata al mâl yang tidak di-

idlafat-kan disampaikan dalam tiga keadaan I’rab, pertama,

marfû’ (2 kali), kedua, manshûb (17 kali) dan ketiga, majrûr (13

kali). Ini berarti kata al mâl jarang sekali disampaikan dalam

I’rab rafa (hanya 2 kali). Dalam 2 kali ini, semuanya berkonotasi

makna negatif (seperti Q.S. al Kahfi/18: 46 dan Q.S. al Syu’ara

/26 : 88).115 Dari 13 kali kata al mâl yang majrûr. 11 di

antaranya majrûr dengan harf al jar (min, fi dan lainnya). Ini

menunjukkan bahwa ia selalu berputar dan bergerak; dari dan

kepadanya. Ketika al mâl di-manshûb-kan (paling sering, 17

kali), menunjukkan bahwa ia merupakan obyek aktifitas dan

berada pada tangan manusia.116 Dalam bentuk dan kedudukan

I’rab ini mengkonotasikan 3 makna. Pertama, celaan kepada

manusia yang mencintai dan mengikat diri dengan harta, seperti

dalam Q.S. al Fajr /89: 20; Q.S. al Humazah /104: 2; Q.S. al Balad

/90: 6; Q.S. Maryam/19: 71; Q.S. al Muddatsir /74: 12; Q.S. al

113 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol. 7, hlm. 124.

114 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 125.

115 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 126.

116 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 125.-127.

Page 248: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

232

Kahfi/18: 34 dan 39; Q.S. al Taubah /9: 69; Q.S. Yûnus /10: 88;

Q.S. Sabâ /34: 35.117 Kedua, larangan mendekati, apabila

mengambil harta orang lain yaitu kaum yang membutuhkan,

anak-anak yatim dan manusia umumnya (tidak termasuk di

dalamnya orang-orang kaya), seperti dalam Q.S. al An’âm /6: 34;

Q.S. Nisâ /4: 10 dan 161; Q.S. al Taubah /9: 34.118 Ketiga,

memberikan harta kepada pihak-pihak yang membutuhkan,

seperti Q.S. al Baqarah /2: 177; atau bekerja dalam rangka

menegakkan risalah, bukan untuk menunggu bayaran harta,

seperti Q.S. Hûd /11: 29.119

Adapun kata al mal yang diidlafatkan kepada dlamir,

disampaikan dalam dua bentuk. Pertama, diidlafatkan kepada

dlamir mufrad seperti maluhu dan maliyah. Dalam bentuk ini

disampaikan 7 kali. Satu diantaranya idlafat kepada dlamir

mutakalim, seperti maliyah (Q.S. al Hâqqah /69: 28) dan 6 kali

lainnya idlafat kepada dlamir ghaib, seperti maluhu120. Kedua,

diidlafatkan kepada dlamir jamak dengan bentuk kata yang

jamak pula seperti amwalukum, amwaluna dan amwaluhum.

Bentuk ini disampaikan sebanyak 47 kali. Dua diantaranya

idlafat kepada dlamir mutakalim ma’al ghair seperti amwaluna

(Q.S. Hûd /11: 87; Q.S. al Fath /48: 11),121 14 kali kepada dlamir

117 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 127.

118 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 128.

119 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 128.

120 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 129. Keterangan ini dapat dilihat dalam al-Qur’an sebagai berikut Q.S. al Baqarah /2: 264 ; Q.S. Nûh /71: 22, Q.S. al Lail /92: 11 dan 18 ; Q.S. al Humazah /104: 3 ; Q.S. al Masad /111: 2.

121 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 131.

Page 249: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

233

al mukhatab seperti amwalukum (di antaranya Q.S. al Baqarah

/2: 188 dan 279; Q.S. Ali Imran /3: 186; Q.S. al Nisa /4: 2, 5, 24

dan 29), dan 41 kali kepada dlamir al ghaib seperti amwaluhum

(antara lain dalam Q.S. al Baqarah /2: 261, 262, 265 dan 274;

Q.S. Ali Imran /3: 10 dan 116; Q.S. al Nisa /4: 2, 6, 34, 38 dan

95).122

Kata mal disebutkan dalam bentuk nominatif sebanyak 2

kali marfu dan dalam bentuk penderita sebanyak 13 kali majrur

yang berarti bahwa kekayaan jarang menjadi sebab efisien. Ia

lebih menjadi penerima tindakan manusia dan akibatnya.

Kekayaan bukan subyek (mubtada) atau predikat (khabar) tetapi

objek untuk sebuah subjek dan kata kerja.123 Dua kali dimana

kekayaan disebutkan dalam bentuk nominatif digunkan secara

negatif.124

Kata mal berhubungan dengan kata sifat kepemilikan.

Sebanyak 7 kali dihubungkan dengan dlamir mufrad, orang

pertama tunggal125 dan 47 kali dengan dlamir jama’ orang ketiga

jamak yang berarti bahwa kekayaan adalah kepemilikan kolektif

untuk orang-orang yang tidak hadir (mereka), orang-orang yang

dicabut hak-haknya, kaum miskin dan anak yatim.126 Orang

pertama tunggal menunjukkan kelas atas, orang kedua

menunjukkan kelas menengah dan orang ketiga menunjukkan

kelas bawah.

122 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 131-134.

123 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 125.

124 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 126.

125 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 129-130.

126 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 131.

Page 250: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

234

Mengenai isi kandungan kata mal, terdapat tiga orientasi

makna berikut ini. Pertama, kekayaan, kepemilikan dan

pewarisan, berlaku untuk Tuhan dan bukan manusia.127 Kedua,

kekayaan dipercayakan kepada manusia sebagai titipan. Manusia

memiliki hak untuk menggunakan bukan untuk

menyelahgunakan, untuk berinvestasi bukan untuk menimbun,

untuk memanfaatkan dan bukan untuk diboroskan, untuk

pembangunan dan pertahanan.128 Ketiga, kemandirian moral dari

kesadaran manusia vis a vis kekayaan membuat kekayaan

menjadi alat yang sederhana untuk kesempurnaan manusia.

Kekayaan adalah untuk manusia, bukan manusia untuk

kekayaan.129

3. Konsep Tanah dalam al-Qur’an

Ard (tanah atau bumi). Dalam al-Qur’an tanah atau bumi

disebutkan berulang-ulang sebanyak 462 kali. Sebagai kata

benda disebutkan 454 kali, dan berhubungan dengan kata sifat

kepunyaan disebutkan 8 kali yang berarti tanah bukan sebuah

obyek kepemilikan. Tanah ada dalam kategori wujud dan bukan

memiliki.130 Dari yang 8 kali, satu-satunya yang menggunakan

kata ganti orang pertama tunggal “tanah Saya” berhubungan

dengan Tuhan, yang berarti bahwa Tuhan adalah satu-satunya

pemilik tanah. Makna ini ditegaskan oleh penggunaan yang lain

dan istilah ini sebagai kata benda. Tuhan adalah satu-satunya

127 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 135. Lihat pula Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 505.

128 Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 139.

129 Pembahasan al Mâl fî al Qurân ini disarikan dari Hassan Hanafi, Al Dîn wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, vol.7, hlm. 121-145.

130 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. VII, hlm. 373.

Page 251: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

235

pewaris dari tanah. Pewarisannya adalah sebuah akibat alamiah

dari kepemilikannya.131 Karena tanah diciptakan di dalam waktu,

maka ia berawal dan berakhir, ia taat kepada Tuhan dan

menyembah-Nya.132

Tanah tampil sebagai subtansi kehidupan; tumbuh-

tumbuhan, hewan, burung dan manusia. Tanah yang hijau

adalah ciptaan Tuhan untuk kesejahteraan manusia. Warna hijau

adalah citra dari kesuburan semua yang positif, baik dan

berguna dalam kehidupan manusia. Tanah yang hijau itu indah,

dan keindahan adalah manifestasi dati Tuhan.133 Tanah yang

hijau muncul ketika air turun ke bumi. Kehidupan adalah

perjalanan seperti ini, dari kering kepada basah. Kehidupan

adalah sebuah proses yang mirip dengan air, dari atas ke bawah

ketika hujan turun dari bawah ke atas tanaman tumbuh.

Tanaman muncul dari air dan bumi.134 Pencampuran ini terjadi

sesuai dengan ukurannya, jumlah air yang bertambah atau

berkurang. Tanah pasir atau yang berbatu-batu tidak dapat

menghasilkan tumbuh-tumbuhan mereka itu tandus. Air itu

sendiri datang dari atas dari awan dan hujan, atau dari bawah

melalui sumur dan sumber-sumber air bawah tanah.135

Di dalam tanah yang hijau terdapat dasarnya, tanah yang

hidup tanah yang bergerak melangkah dan mengetuk bumi.

131 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 33.

132 Q.S. al Baqarah /2: 107 ; Q.S. al Baqarah /2: 207 ; Q.S. Maryam /19: 40; Q.S. al Rûm /30: 26.

133 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 374.

134 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 374.

135 Q.S. al Hajj /22: 63; Q.S. al Baqarah /2: 164; Q.S. al Hajj /22: 5; Q.S. al Naml /27: 60 ; Q.S. al Mu’min /23: 18 ; Q.S. al Qamar /54: 12 ; Q.S. al Thâriq /86: 12.

Page 252: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

236

Terdapat berbagai macam hewan yang sama dasarnya seperti

manusia dan kadang-kadang lebih. Terdapat pula tanah terbang,

tanah burung, yang dari padanya manusia dapat belajar. Burung

dan hewan menunjukkan dua alam langit dan bumi.136 Akhirnya

bumi adalah satu gambaran yang global dan harmonis dengan

bermacam-macam warna, sebuah citra dari perbedaan dan

kesatuan manusia di dalam Tuhan.137

Produksi tanah sungguh merupakan citra kreatifitas

manusia. Keduanya dikondisikan oleh kesatuan dari kontradiksi

dari hidup dan mati, awal dan akhir, tanah dan laut, gunung dan

sungai, tanah dan air, kering dan basah dan lain-lain.138

Produksi tanah adalah untuk makanan dan kenikmatan

manusia. Manusia adalah raja dan tuan dari alam semesta.

Segalanya telah diciptakan untuknya, cocok bagi hidupnya.

Tetapi manusia tidak memiliki hak untuk memonopoli makanan

dan menghalangi yang lain dari makan dan menikmati. Produksi

tanah adalah hak semuanya, termasuk hewan.139

Gunung disebutkan di dalam al-Qur’an sebanyak 39 kali,

6 dalam bentuk tunggal dan 33 dalam bentuk jamak. Dan semua

dalam bentuk tak tentu yang menunjukkan keberagaman dan

ketakterbatasan dari gunung. Itulah kenapa mereka terkadang

disebut gunung yang berdiri rawasyi (9 kali).140 Walaupun begitu

136 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 375.

137 Q.S. al An ‘âm /6: 38.

138 Q.S. al Rûm /30: 19.

139 Q.S. al Baqarah /2: 168 ; Q.S. al Ra’du /13: 4 ; Q.S. al Baqarah /2: 267; Q.S. al A’râf /7: 73.

140 Q.S. al Ra’du /13: 3.

Page 253: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

237

mereka tidak dapat melawan akhir dari waktu. Mereka lari,

runtuh, meledak, berguncang dan dijadikan bubuk.141 Mereka

sensitif terhadap ide, taat kepada kebenaran, menyembah

Tuhan. Mereka lebih besar dari pada manusia di dalam hal

kuantitas tetapi manusia lebih besar dari pada mereka di dalam

hal kualitas karena manusia memiliki kemerdekaan dan

tanggung jawab.142 Mereka ditundukkan Tuhan untuk kebaikan

manusia.143 Manusia tinggal di gunung-gunung, melindungi

dirinya dengan bayangan mereka dan memperoleh air dari

puncak-puncak mereka.144 Bukit yang disebutkan (2 kali) dengan

air dan tumbuh-tumbuhan adalah simbol dari kesuburan dan

ketenangan jiwa.145 Sebaliknya, batu digunakan sebagai simbol

kesulitan, hukuman dan kekerasan (10 kali dalam bentuk jamak

tak tentu), dan sebagai simbol yang sebaliknya; dari kekutan

manusia untuk mentransformasikan batu yang keras menjadi air

yang lembut (tongkat Musa as), (2 kali dalam bentuk kata

tunggal tertentu).146

Debu disebutkan sebanyak 18 kali, selalu dalam bentuk

kata tunggal tak tentu. Debu adalah bahan penciptaan, pada

awalnya dan pada akhirnya.147 Tetapi ia merupakan simbol dari

141 Q.S. al Kahfi /18: 47.

142 Q.S. al A’râf /7: 143; Q.S. al Hasyr /59: 21; Q.S. al Isrâ /17: 37; Q.S. al Ahzab /33: 72.

143 Q.S. al Anbiyâ /21: 79.

144 Q.S. al A’râf /7: 74; Q.S. al Nahl /16: 81; Q.S. al Nazi’ât /79: 32-33.

145 Q.S. al Baqarah /2: 265; Q.S. al Mu’minûn /23: 60.

146 Q.S. al Anfâl /8: 32; Q.S. al Fîl /105: 4; Q.S. al Baqarah /2: 74; Q.S. al Baqarah /2: 60 ; Q.S. al Tahrim /66: 6.

147 Q.S. Ali ‘Imrân /3: 59; Q.S. al Ra’ad /13: 5.

Page 254: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

238

kerapuhan dan kurangnya konsistensi berlawanan yang tanah

dan sama dengan batu ketika hujan turun.148 Seseorang yang

tidak karuan digambarkan memakai pakaian yang berdebu.149

Sebuah berita buruk atau sebuah perbuatan salah ingin

dikuburkan di dalam debu. Tanah adalah simbol dari harta yang

terpendam dan kekuatan hidup.150 Tanah liat disebutkan

sebanyak 12 kali, 11 kali dalam bentuk tertentu dan hanya satu

kali dalam bentuk tak tentu, yang menunjukkan pengetahuan

absolut tentang materi itu. Ia adalah materi yang dari mana

manusia diciptakan dan diberikan kehidupan. Ia dapat dibakar

dan menjadi batu bata untuk pembangunan. Tetapi ia juga dapat

menghancurkan ketika dikenal sebagai batu yang keras.151 Api

disebutkan sebanyak 145 kali, 126 kali dalam bentuk tertentu

dan 19 kali dalam bentuk tak tentu. Api dikenal sebagai

kekuatan dan energi. Ia tidak berhubungan dengan kata ganti

kepunyaan, energi dapat digunakan oleh semua orang. 123 kali

merujuk kepada api di neraka dan 22 kali pada api di dunia ini,

di dalam arti yang negatif, membakar dan di dalam arti yang

positif, memanaskan.152 Cahaya disebutkan sebanyak 49 kali, 40

kali dalam bentuk tertentu dan hanya 9 kali dalam bentuk tak

tentu, 39 kali kata ganti kepunyaan yang menunjukkan realitas

cahaya di luar kepemilikan manusia. Ia sering (44 kali)

digunakan sebagai sebuah citra dan hanya 5 kali dalam arti

148 Q.S. al Baqarah /2: 264.

149 Q.S. al Balad /90: 16; Q.S. al Nahl /16: 59; Q.S. al Nabâ /78: 40.

150 Q.S. Thâhâ /20: 6.

151 Q.S. al An ‘âm /6: 2 ; Q.S. al Qashash /28: 38; Q.S. al Dzâriyat /51: 33.

152 Q.S. al Baqarah /2: 266; Q.S. Ali ‘Imrân /3: 183; Q.S. al Ra’du /13: 17.

Page 255: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

239

harfiahnya. Api berhubungan dengan matahari dan cahaya

dengan bulan.153

Energi di bumi menghasilkan asap (disebutkan 2 kali)

bahkan di angkasa.154 Besi (disebutkan sebanyak 6 kali hanya 1

kali yang memiliki arti figuratif, yaitu sangat kuat) adalah simbol

dari kekuatan dan kegunaan untuk manusia,155 namun, seperti

kaleng bagi Daud as dan Alexander Agung. Emas (disebutkan

sebanyak 8 kali) digunakan dalam dua cara yaitu dalam arti

negatif yang berarti kenikmatan hidup dan dalam arti positif

yang berarti perhiasan sebagai imbalan di sorga.156 Perak

(disebutkan sebanyak 6 kali) digunakan dalam dua cara yang

sama, dalam arti yang negatif di dunia ini dan dalam arti positif

di dunia yang lain.157 Dengan demikian, mineral yang berguna di

dunia ini harus dicari, sedangkan yang mewah harus

ditinggalkan. Merek tidak berguna di dalam kehidupan praktis

di dunia ini. Mengejar emas sebagai sebuah nilai per se, absolut

adalah tidak berguna.158

Mengenai orientasi makna ard, ada lima makna berikut

ini.

Pertama, Tuhan adalah satu-satunya pemilik tanah.

Tuhan juga merupakan pewaris yang sebenarnya dari tanah.

153 Q.S. Yûnus /10: 5.

154 Q.S. Fushshilat /41: 11; Q.S. al Nisâ /4: 10.

155 Q.S. al Kahfi /18: 96; Q.S. Sabâ /34: 10; Q.S. al Hadîd /57: 25.

156 Q.S. Ali ‘Imrân /3: 14 ; Q.S. al Taubah /9: 34-35 ; Q.S. Ali ‘Imrân 3: 91.

157 Di Surga akan ada gelang, panci dan gelas dari emas dan peak.

158 Pembahasan konsep bumi dalam arti tanah ini disarikan dari Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 373-379.

Page 256: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

240

Tanah itu diciptakan. Di dalam penggunaan ini, tanah memiliki

arti bumi, keseluruhan Tanah. Tanah patuh kepada Tuhan dan

menyembah Tuhan selama hidupnya, karena Tanah akan

berakhir.159

Kedua, Tanah alamiah seperti tanah hijau, citra dari

kesuburan an keindahan. Produksi oleh tanah sungguh

merupakan citra dari kreatifitas dalam kehidupan manusia.

Tanah adalah untuk makanan, perumahan dan kenikmatan

manusia. Tanah juga merupakan tempat berpijak bagi semua

makhluk hidup, sebuah citra dari pluralitas dan pengelompokan

manusia.160 Ia juga merupakan tanah konflik, sebuah medan

perang, sebuah tanah imigrasi dan pengasingan, sebuah tanah

pengalaman dan godaan yang membuat sejarah manusia di

bumi. Sejarah merupakan lapangan yang besar untuk

memverifikasikan pekerjan manusia dan pemenuhan sabda

Tuhan di bumi.161

Ketiga, pemenuhan tugas manusia dilakukan di bumi,

karena Tuhan adalah Tuhannya Langit dan Bumi. Hubungan ini

dibuat 217 kali dari 462 kali. Manusia adalah wakil Tuhan di

bumi karena Tuhan tidak ikut campur secara langsung di bumi.

Perwakilan memiliki arti sifat memenuhi syarat dari manusia

untuk suksesi dan pewarisan.162 Hanya perbuatan manusia yang

dapat mengusulkannya untuk memenuhi syarat ini. Tanah itu

luas dalam ukuran yang sama dengan tindakan manusia. Tugas

159 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 506.

160 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 506.

161 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 506.

162 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 506.

Page 257: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

241

manusia di bumi ialah mentransformasikan kelemahannya

menjadi kekuatan sebagai seorang individu.163 Tugas ini tidak

hanya merupakan kecenderungan untuk berbuat, tetapi sesuai

dengan kebenaran yang obyektif, yang merupakan dasar dari

bumi. Tanah itu bijaksana terhadap kebenaran yang diterima

oleh manusia secara bebas.

Keempat, pemenuhan tugas manusia di bumi mulai dari

keyakinan terhadap kesatuan yang termanifestasikan di dalam

perbuatan baik. Alam itu patuh dan taat kepada manusia sama

seperti kepada Tuhan.164 Pewaris tanah bukanlah orang-orang

yang telah dipilih untuk selamanya, semenjak permulaan

perjanjian sampai akhir, sebagai hak absolut yang diberikan

secara a priori, tetapi setiap individu atau komunitas, laki-laki

atau perempuan yang berbuat kesalahan dan kebenaran. Tanah

adalah untuk dilindungi, bukan untuk dihancurkan dan

dicemarkan.165

Kelima, sebuah perjanjian universal kepada setiap

individu, bukan kepada orang-orang tertentu saja, sebuah

perjanjian moral dan bukan material, sebuah perjanjian kontrak

dan bukan unilateral.166

163 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 506.

164 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 506.

165 Hassan Hanafi, Islam in the Modern World, vol. I, hlm. 506.

166 Hassan Hanafi, Theology of land dalam Religious Dialogue and Revolution, hlm. 125- 173.

Page 258: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

242

Ketiga contoh aplikasi dari hermeneutika al-Qur’an

Hassan Hanafi tidak lain untuk memperlihatkan bagaimana

proses membumikan ayat-ayat al-Qur’an. Min al samâ ilâ al ardl,

dari langit turun ke bumi.

Page 259: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

BAB VI PENUTUP A, Kesimpulan.

Hilangnya wacana kemanusiaan dalam studi Islam

menurut Hassan Hanafi menjadi basis lahirnya berbagai tragedi

kemanusiaan dalam dunia Islam. Ia mencoba mencari akar

persoalannya yang ditengarai terdapat pada interpretasi

tradisional Islam. Menurutnya, penafsiran merupakan sebuah

proses komunikasi yang memiliki tiga komponen dasar

pengirim, informasi (pesan) dan penerima. Tetapi dalam

interpretasi tradisional Islam, menurutnya hanya dua komponen

yang pertama yang dominan, sementara komponen yang ketiga

tidak mendapatkan porsi yang cukup. Sebagai akibatnya,

pembicaraan tentang wahyu dalam dunia Islam selalu tersita

Page 260: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

244

oleh pembicaraan tentang Tuhan (sebagai pengirim) dan Nabi

sebagai penyampainya, tanpa ada perhatian kepada manusia

sebagai penerima pesan wahyu. Padahal komponen inilah kutub

utama proses komunikasi.

Perhatian yang tidak penuh terhadap masalah

kemanusiaan sebagai akibat dominasi model berpikir tekstualis

yang menganggap teks sebagai standar analisis. Menurut cara

berpikir ini seolah-olah teks adalah segala-galanya termasuk

dianggap sebagai sesuatu yang melahirkan realitas, sehingga

realitas selalu dilihat dari bunyi teks.

Bagi Hassan Hanafi anggapan seperti itu merupakan

kekeliruan karena semestinya realitaslah yang menjadi standar.

Teks tidak akan lahir tanpa realitas sebagai determinannya. Jadi,

bukan wahyu yang menyebabkan lahirnya berbagai peristiwa

emprik (realitas), tetapi sebaliknya realitas yang melahirkan

teks. Karena realitas akan selalu menjadi acuan. Teks yang

tanpa acuan realitas maka teks akan menjadi hampa makna.

Hassan Hanafi menemukan beberapa titik lemah yang

menimpa tafsir tradisional. Di antanya, penafsiran yang

cenderung berulang-ulang sehingga penafsiran tidak

memperhatikan kebutuhan kekinian. Artinya, penafsiran

tradisional itu tidak diawali dengan perumusan problem tentang

apakah dibutuhkan atau tidak sebuah penafsiran dilakukan.

Padahal, al-Qur’an sendiri dalam banyak bagiannya menyatakan

bahwa kehadirannya di dunia ini didahului oleh adanya problem

dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh realitas.

Hassan Hanafi, seorang pemikir yang komitmen terhadap

pemikiran kondisi aktual umat, tidak sepakat apabila tafsir

hanya diidentifikasi sekedar teori memahami teks. Menafsirkan

Page 261: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

245

menurutnya melakukan gerak ganda dari teks menuju realitas

dan dari realitas menuju teks. Pada gerak pertama diterapkan

prinsip-prinsip ampibologi bahasa, sementara gerak yang kedua

digunakan prinsip sensitivitas semangat zaman. Untuk inilah dia

mengajukan tawaran metodologis yang disebut sebagai al

manhaj al Ijtimâ’î fî al tafsîr.

Untuk memperoleh hasil yang diharapkan dari metode ini,

Hassan Hanafi mengusulkan beberapa kaidah dasar yang mesti

dipahami sebelum kegiatan penafsiran dimulai.

Pertama, bahwa dalam hermeneutika al-Qur’an teks al-

Qur’an tidak perlu ditanyakan asal-usul maupun sifatnya. Ini

mengigat hermeneutika al-Qur’an tidak terkait dalam masalah

kejadian teks melainkan berkaitan dengan isi.

Kedua, al-Qur’an sebagai teks tidak dibedakan dari teks-

teks kebahasaan lainnya, hermeneutika al-Qur’an tidak dibangun

atas asumsi bahwa al-Qur’an adalah teks sakral dengan segala

keistimewaannya.

Ketiga, hermeneutika al-Qur’an tidak mengenal penilaian

normatif benar atau salah. Karena perbedaan pendekatan

penafsiran tidak lain adalah perbedaan pendekatan terhadap

teks sebagai bias perbedaan kepentingan. Akibatnya, pluralitas

penafsiran adalah kenyataan yang tidak dapat dihindarkan,

karena pada dasarnya setiap penafsiran merupakan salah satu

ekspresi komitmen sosial politik pelakunya. Penafsiran adalah

alat-alat ideologis baik untuk mempertahankan kepentingan

tertentu maupun mengubahnya.

Kaidah dasar di atas sengaja dibangun oleh Hassan Hanafi

untuk menopang komitmennya sendiri terhadap realitas yang

sejak awal sudah disadarinya. Barang kali, melalui kesadarannya

Page 262: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

246

itu pula, dia menegaskan ketidaksepakatannya atas anggapan

para mufasir modern tentang dapatnya ditemukannya makna

obyektif al-Qur’an. Ketidakmungkinan ditemukannya makna

sejati al-Qur’an menurut Hassan Hanafi tidak saja adanya

lantaran jarak waktu yang begitu jauh antara sejarah teks al-

Qur’an dengan penafsirannya, tetapi seperti pengalamannya

sendiri menunjukkan, penafsiran selalu dibingkai oleh

kepentingan penafsiran, posisi sosialnya, juga kondisi kultur

dimana teks al-Qur’an ditafsirkan. Apalagi hermeneutika al-

Qur’an yang dimaksudkan Hassan Hanafi bukan semata-mata

dilandasi oleh motif menjelaskan teks, tetapi juga sebagai upaya

pemecahan problem sosial kemanusiaan tertentu.

Dengan landasan kaidah dasar seperti di atas, Hassan

Hanafi merumuskan langkah-langkah metodis yang mesti dilalui

dalam penafsiran.

Pertama, seorang penafsir harus secara sadar mengetahui

dan merumuskan komitmennya terhadap problema sosial

politik tertentu. Artinya seorang mufasir muncul pasti dilandasi

oleh keprihatinan-keprihatinan tertentu atas kondisi

kontemporernya.

Kedua, bercermin pada proses lahirnya teks al-Qur’an yang

didahului oleh realitas, seorang mufasir harus merumuskan

tujuannya. Artinya tidak mungkin seorang mufasir memulai

kegiatannya dengan tanpa kesadaran akan apa yang ingin

dicapainya.

Ketiga, dari rumusan komitmen dan tujuannya barulah

seorang mufasir dapat menginventarisasikan ayat-ayat terkait

dengan tema yang menjadi komitmennya.

Page 263: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

247

Keempat, inventarisasi ayat kemudian diklasifikasikan atas

dasar bentuk-bentuk linguistik sebagai landasan bagi langkah

terkait.

Kelima, membangun struktur makna yang tepat dengan

sasaran yang dituju.

Keenam, identifikasi problema faktual dalam situasi

empirik yang dihadapi penafsiran bisa berupa penindasan,

pelanggaran hak dan sebagainya.

Ketujuh, membandingkan antara idealitas dan realitas.

Menghubungkan struktur ideal sebagai hasil deduksi teks

dengan problema faktual yang diinduksi dari realita empirik

melalui perhitungan statistik dan ilmu sosial.

Kedelapan, mendeskripsikan bentuk-bentuk aksi.

Menghasilkan rumusan praktis sebagai langkah akhir proses

penafsiran yang transformatif.

Delapan langkah di atas itulah yang dimaksud dari teks

menuju realitas dan dari realitas menuju aksi. Ini pula yang

dimaksud oleh Hassan Hanafi, bahwa penafsiran menjadi

bentuk perwujudan posisi sosial penafsiran dalam struktur

sosial. Jadi, hermeneutika al-Qur’an menurut Hassan Hanafi

merupakan jawaban teoritis yang dirumuskan berdasarkan al-

Qur’an atas berbagai problem kemasyarakatan yang mesti dapat

diterapkan dalam dataran praksis tidak berhenti pada level

teoritis belaka. Tafsir dengan demikian selalu berakhir dalam

praksis.

Mengacu pada langkah-langkah metodis yang diusulkan

Hassan Hanafi dia mencita-citakan tafsir yang bersifat eklektif

dalam arti mengadakan seleksi atas berbagai macam metode

penafsiran dan memproses penyusunan sistemnya sendiri.

Page 264: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

248

Karena berbeda dengan metodologi klasik, Hassan Hanafi

menggunakan hermeneutika al-Qur’an tematik yang merupakan

ciri tafsir dengan paradigma ilmiah di era kontenporernya.

Sebaliknya persyaratan pertama langkah penafsiran berupa

penegasan kepentingan, komitmen dan tujuan penafsiran secara

sosial. Hal ini menunjukkan bahwa Hassan Hanafi menginginkan

tafsir yang mengekspresikan subjektivitasnya.

Hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi yang dimulai

dengan identifikasi kepentingan penafsiran dan perubahan

sosial terkininya memberikan gambaran bahwa tafsir yang

diinginkan Hassan Hanafi tidak berpretensi untuk mencari

makna universal. Sebaliknya, tafsir semacam ini bersifat

temporal mencari makna yang diberikan al-Qur’an untuk satu

generasi tertentu yang mengabaikan kepentingan masa lalu

maupun masa mendatang.

Penafsiran yang dilakukan Hassan Hanafi tidak dimulai

dengan perumusan problem tekstual al-Qur’an. Hal ini

menunjukkan bahwa sifat utama metodologinya adalah realis

yakni tafsir yang lebih diarahkan pada realitas kehidupan nyata.

Hermeneutika al-Qur’annya lebih cenderung kepada

hermeneutika ontologis di mana subyektifitas penafsir lebih

menonjol. Bersifat eksperimental dalam arti selalu merujuk

pada pengalaman penafsir dan problem kontemporernya, di

samping posisi sosialnya sebagai pijakan pokok dalam

penafsirannya.

Hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi menggambarkan

struktur tiga komponen dasar dalam penafsiran. Hermeneutika

al-Qur’annya mengandaikan hubungan dialektis antara teks,

penafsir dan realitas secara bersama-sama. Penafsir diwakili

Page 265: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

249

oleh kesadaran dan perlengkapan metodologisnya; teks

berisikan aturan-aturan kebahasaan dan konteks historis;

sementara realitas adalah para audiens dengan segala

problematika sosial yang menjadi tujuan sekaligus mendasari

penafsiran.

Hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi yang berpihak pada

realitas memberikan signifikansi bagi diskursus metodologi

penafsiran al-Qur’an selanjutnya. Secara praktis, hermeneutika

al-Qur’an Hassan Hanafi merupakan seperangkat metode

penafsiran yang dapat merumuskan kerangka ideologis dan

epistimologis yang bercorak transformatif dalam tubuh umat

Islam dalam rangka mengembalikan al-Qur’an ke bumi.

A. Saran-saran

Kajian terhadap hermeneutika al-Qur’an terutama sejarah

dan metodologinya harus senantiasa menjadi perhatian yang

serius. Sering terabaikannnya bidang ini kemungkinan

diakibatkan oleh rendahnya minat kaum muslimin terhadap

kajian hermeneutika al-Qur’an.

Hal di atas harus menjadi pertimbangan bagi para

intelektual muslim yang mempunyai spesialisasi dalam bidang

hermeneutika al-Qur’an untuk lebih bekerja maksimal sebagai

upaya untuk menyadarkan masyarakat muslim. Karena

penafsiran al-Qur’an tidak hanya diperhadapkan kepada

tantangan modernitas tetapi juga kebutuhan-kebutuhan yang

akan senantiasa menuntut penyelesaiannya dari hermeneutika

al-Qur’an.

Walaupun hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi

memberikan tawaran pembaharuan baik dalam bidang

pemikiran teori maupun metodologinya, namun, sikap kritis

Page 266: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

250

haruslah senantiasa dipertahankan demi menumbuhkan ajaran

al-Qur’an dalam kehidupan manusia yang akan terus mengalami

perkembangan sesuai dengan pengalaman hidupnya.

Semoga dengan penelitian terhadap pemikiran

hermeneutika al-Qur’an Hassan Hanafi ini diharapkan dapat

menjadi contoh kecil dari perjalanan panjang proses untuk

menyadarkan betapa pentingnya menpelajari hermeneutika al-

Qur’an.

Wallahu A’lam Bishshawab.

Page 267: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

DAFTAR PUSTAKA

‘Ayazi, Sayid Muhammad `Ali, 1313H, Al Mufassirûn Hayâtuhum

wa Manhajuhum, Kairo: Muassasah Thaba'ah wa al

Nasyr.

Akhavi, Sharough, 1997, “Dialectic in Contemporary Egyptian

Social Thought” dalam International Journal of

Middle Eastern Studies, No. 29.

Al’ak, Khalid Abdurrahman, 1986, Ushûl al Tafsîr wa Qawâ’iduh,

Beirut : Dâr al Nafis.

Alain Gresh and Dominique Vidal, 1990, An A to Z of the East,

London: Zed Book.

Andalusi, Abu Dawud Sulaiman bin Hasan a1, 1955, Thabaqat al

Atibba wa al Hukama, Kairo: Matba'ah al ‘Ahdi al ‘Ilmi

al Faransi li al Atsar al Syarqiyah.

Asy’arie, Musa, 1992, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam A1

Quran, Yogyakarta: LESFI.

Azra, Azyumardi (Ed.), 1999, Sejarah `Ulum al Quran, Jakarta:

Pustaka Firdaus.

Bagus, Loren, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Baidan, Nasruddin, 1998, Metodologi Penaf'siran Al Quran,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 268: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

252

Baljon, JMS., 1990, Al Quran Dalam Interpretasi Modern, terj. Eno

Syafrudin, Jakarta: Gaya Media Pratama.

Bauman, Zigmunt, 1978, Hermeneutics and Social Science, New

York: Colombia University Press.

Bertens, K, 1983. Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman Jakarta:

Gramedia.

, 1986, Filsafat Barat Abad ,XX: jilid II Prancis, Jakarta: PT

Gramedia.

Bleicher, Josep, 1980, Contemporary Hermeneutics, Hermeneutics

as Method and Philisophy and Critique, London:

Rautledge and Kegan Paul.

Boullata, Issa J., 1993, "Hanafi terlalu Teoritis untuk

Dipraktekkan", dalam Jurnal Islamika No. I Juli -

September. .

Crapanza, Vencen, 1992, Hermes Dilemma and Hamlets Desire,

Harvard University Press.

Depag RI, 1978, Al Quran dan Terjemahnya, Jakarta: PT Bumi

Restu.

Dept . Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Edisi ke2, Jakarta: Balai Pustaka.

Djalal, Abdul, 1990, Urgensi Tafsir Maudu'i Pada Masa Kini,

Jakarta: Kalam Mulia. .

Page 269: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

253

Dzahabi, Hussein Muhammad al, Al Tafsîr wa al Mufassirûn,

Juz I dan II , Beirut : Dar al Fikr, 1986.

, Al Ittijâhât al Munharifah fî Tafsîr al Qurân al Karîm;

diterjemahkan oleh Hamim Ilyas dan Machnun

Husein, 1996, Jakarta: Raja Grafindo.

Esack, Farid, 1993, "Quranic Hermeneutic: Problem and

Prospect", dalam The Muslim World, vol. 83, no. 2

(April).

___________, 1997, Quran Liberation and Pluralism: An Islamic

Perspective of Interreligious Solidarity against

Oppression, Oxford: Oneworld.

Esposito, John L, 1995, The Oxford Encyclopedia of Modern

Islamic World, Vol. III, New York: Oxford University

Press.

Esposito, John. L. dan John O. Voll, 2001, Makers of

Contemporary Islam. New York: Oxford University

Press.

Farmawi, Abd Hayy, 1977. al Bidâyah fî al Tafsîr al Maudlû’î,

Kairo: Al Hadarah al ‘Arabiyah.

Farra, Abu Zakariya Yahya bin Zayyad al, 1955, Ma'âni al

Qurân, ed. Ahmad Yusuf al Najjati [et.al], Kairo: al-

Kutub al-Misriyyah.

Page 270: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

254

Fatik, Abu al Wafa al Mubasyar bin, 1954, Mukhtâr al Hikam

wa al Mahâsin al Kalîm, diedit oleh Abdurrahman

Darwi, Madrid:Matba` al Ma'hal al Mishri li Dirasah

al Islamiyah.

Gresh, Alain dan Dominique Vidal, 1990, An A to to Z of the East,

London : Zed Books Ltd.

Grondin, Jean, 1994, Introduction to Philosophical Hermeneutics.

Yale: Yale University.

Haddad, Yvonne Yazbeck, 1991, The C,ontemporery Islamic

Revival: A Critical Survey and Bibliography, New York:

Greewood Press.

Hakim, Muhammad Nur, 1995. Rekonstruksi Warisan Intelektual:

Studi Kritis atas Paradigma Pembaharuan Pemikiran

Islam Hassan Hanafi, Tesis, Jakarta: IAIN Syarif

Hidayatullah.

Hanafi, Hassan, 1977, Religious Dialogue and Revolution: Essays

an Judaism, Chistianity and Islam, Kairo: Anglo

Egyption Bookshop.

___________, 1981, "Mâdzâ Ta’nî al Yasâr al Islâmî", al Yasâr al

Islâmî Kitâbât fî al Nahdlah al Islâmiyah, Kairo: [t. p].

___________, 1981, A1 Yasâr al Islâmî Kitâbât fî Nahdlah Islâmiyat,

Kairo: Heliopolis.

Page 271: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

255

___________1981, Dirâsât Islâmiyyah, cet. Ke-2, Kairo: Maktabah

Anjilu.

___________, 1983, Qadlâyâ Mu’âsirah Fî Fikrinâ al Mu’âshir, vol. 1

dan 2, Beirut:Dar al Tanwir.

___________, 1986, "The Preparation of Societies For Life in Peace

an Islamic Perspective" Makalah dalam seminar di

Osaka.

___________,1988, "A1 Ushûliyyah al Islamiyyah" dalam Al Din

wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981, Vol. 6, Kairo:

Maktabah Madbuli.

___________,1988, Al Din wa al Tsaurah fî Mishr 1952-1981 Vol.1-

7, Kairo: Maktabah Madbuli.

___________,1988, Dirâsât Falsafiyyah, Kairo: Anjilu al Mishriyyah.

___________,1988, Min al Aqîdah ilâ al Tsaurah, Kairo: Maktabah

Madbuli.

___________,1989, ‘al Salafiyah wa Ilmiyah fi Fikrinift al

Mua'shir’, dalam Majalah Al Azminah Volume III,.

___________,1992, Al Turats wa al Tajdid, Ccet. Ke-4, Beirut:

Muassasah al Jam'iyyah li al Dirasat wa al Nasyr wa

al tauzi'.

___________,1992, Muqaddimah fî ‘Ilm al Istighrab Mauqifunâ

Min Turâts al Gharbî,. Kairo:Dar al Fannani.

Page 272: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

256

___________,1998, Humûm al Fikr wa al Wathan al Turâts wa al

‘Ashr,cet. Ke-2, Kairo: Dâr Qubâ li al Thaba’ah wa

ala Nasyr li al Tauzi’.

___________, 2000, Islam in The Modern World: Religion,

Ideology and Development Vol.I Kairo: Dar Kbaa.

___________, 2000, Islam in The Modern World: Tradition,

Revolution and Culture. Vol. II. Kairo: Dar Kbaa,.

___________, 2000, "Human subservience of nature: An Islamic

model", Tema seminar di Swedia, Dalam Islam in the

Modern World, vol. I, Kairo: Dar Kbaa.

Harb, Ali, 1993, Naqd al Nash, Beirut: Markaz al Tsaqafi al

‘Arabî.

Harun, Salman, 1999, Mutiara A1 Quran, Jakarta: Logos.

Harvey, Van A. "Hermeneutic" dalam Encychlopedia of

Religions, Val. IV, Ed. Mircea Eliade, New York:

Macmillan Publishing Co.

Hidayat, Komarudin, 1996, Memahami Bahasa Agama, Jakarta:

Yayasan wakaf Paramadina.

Ichwan Muhammad Nur, 1995, Hermeneutika al Quran: Analisis

Peta Perkembangan Tafsir al Quran Kontemporer,

Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga,.

Page 273: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

257

Jabiri, M. ‘Abid al, 1989, Naqd al ‘Aql al ‘Arabî (vol.1) Takwîn al

‘Aql al Arabî, cet. IV, Bairut:Markaz Dirasat al

Nahdlah al 'Arabiah.

___________1990, Naqd al ‘Aql al ‘Arabî (vol.2) Bunyah al ‘Aql al

Arabî, cet.III, Beirut: Markaz Dirasah al Wahdah al

'Arabiyah.

Jurnal Ulumul Quran, 1990, No. 5. Vo1.2, Jakarta: Aksara

Buana.

Jurnal Ulumul Quran, 1992, No 1 dan 2 Vol. III, Jakarta: Aksara

Buana

Jurnal Ulumul Quran, 1993, No. 4 vol.IV, Jakarta: Aksara

Buana.

Jurnal Ulumul Quran, 1994, Edisi Khusus No. 5 & 6 Volume V,

Jakarta: Aksara Buana.

Jurnal Filsafat Driyarkara, 1997, No. 2 Tahun XXIII,

Jakarta:STF Driyarkarya.

Kusnadiningrat, 1995, Teologi Pembebasan dalam Islam;

Analisis terhadap Gerakan Kiri Islam Hassan

Hanafi, Tesis, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah,

Lanur, Alex 1996, Sajarah Filsafat Kontemporer, Jakarta:

Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.

Lapidus, Ira M, 1993, A History in Islamic Societies, Cambridge:

Cambridge University Press. Cetakan ke-2.

Page 274: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

258

Luthfi, Sayyid Athif, 1981, Tajribah Mishr al Libraliyyât 1922-

1936, Kairo: al Markaz al Arabî li al Bahts wa al

Nasyr,.

Majalah Prisma,1984, No. 4, April, Jakarta: LP3ES.

Maraghi, Ahmad Musthafa, 1974, Tafsir Al Maraghi, Jilid 1,

Beirut: Dar Al Fikr.

Martin, Richad C., 1985, Approaches to Islam in Religious

Studies, Arizona: The University of Arizona Press.

___________, 1997, "membayangkan Islam dan Modernitas",

Terj. Bambang Sipayung, dalam Majalah Filsafat

Driyarkara No.2 Th, xxiii, Jakarta: STF Driyarkara.

Meuleman, Johan Hendrik, 1994,"Nalar Islami dan Nalar

Modern: berbagai tantangan dan jalan baru",

Jakarta: INIS.

___________, 1996, Tradisi Kemoderenan dan Metamodernisme:

Memperbincangkan Pemikiran Muhammad Arkoun,

Yogyakarta:LKiS.

___________, 1997, "Pengantar Penyunting" dalam Muhammad

Arkoun, Berbagai Pembacaan Quran, Jakarta: INIS.

Muhsin, Amina Wadud, 1992, Quran and Women, Kuala

Lumpur: Fajar Bakti.

Page 275: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

259

Muhtasib, Abd. Masjid Abdussalam, 1997, Visi dan Raradigma

Tafsir A1 Quran kontemporer, Terj. Moh. Maghfur

Wahid Bangil (Jawa Timur): Al Izzah.

Musa Asy’arie, 1992, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam Al

Quran, Yogyakarta : LESFI.

Musthafa, Halat, 1992, al Islâm al Siyâsî fî Mishr, Kairo: Markaz

al Dirâsât al Siyâsiyyât wa al Istiratijiyyât.

Muthahari, Murtada, 1989, Memahami al Quran, Terj. Tim Staf

YBT, Jakarta: Yayasan Bina Tauhid.

Mutsanna, Abu Ubaidah Ma'mar bin al, 1954, Majâz al Quran,

ed. M. Fuad Sizkin, Kairo: Maktabah al-Khanaji.

Nanji, Azim, 1985, "Toward a Hermeneutic of Quranic and other

Narratives in lsmaili Thought", dalam Richard G.

Martin, Apparaaches To Islam in Religious Studies,

Arizona: The University of Arizona Press.

Nasr, Sayyed Hossein, 1989, Knowledge and the Sacred, State

University Press.

Palmer, Richard E. 1969, Hermeneutics, Evanston: North Webster

University Press.

Poespoprodjo, 1987, Interpretasi, Bandung: Remaja Karya.

Rahman, Fazlur, 1982, Islam and Modernity, Chicago: The

University of Chicago Press.

Page 276: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

260

___________, 1980, Major Themes of The Quran,

Chicago:Bibliothica Islamica.

Ridwan, Ahmad Hasan, 1996, Pemikiran Hassan Hanafi: Studi

Gagasan Reeaktualisasi Tradisi Keilmuan Islam,

Tesis, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga.

Rippin, Andrew, (Ed.), 1988, Approaches to the History of

Interpretation of the Quran, Oxford: Claredon Press.

Robinson, James M., 1964, "Hermeneutic since Barth" dalam The

New Hermeneutic, ed. J. M. Robinson dan John

B.Cobb, New York: Herper and Row Publisher.

Rudianto, Bambang, dkk, 1993, Hakekat Pengetahuan dan Cara

Kerja Ilmu-ilmu, Jakarta;: Gramedia Pustaka Utama.

Saenong, Ilham B., 2002, Hermeneutika Pembebasan, Bandung:

Teraju.

Shadr, Muhamrnad Baqir, 1990 ," Pendekatan tematik terhadap

Tafsir al Quran". Dalam jurnal UQ 4 Vol. 1, 1990, hlm.

28, Jakarta: Aksara Buana.

Shihab, M.Quraish, 1991, "Tafsir dan Modernitas", dalam Jurnal

Ulumul Quran, No. 8.

___________, 1994, Membumikan al Quran, Bandung : Mizan.

Shimogaki, Kazuo, 1988, Between Modernity and Postmodernity

The Islamic Left DR. Hassan Hanafi’s Thought: A

Critical Reading, Niigata: Chyutto Kenkyuzo.

Page 277: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

261

___________, 1993, " Pemikiran Hassan Hanafi dan munculnya al

Yasar al Islami dalam Jurnal Islamika No. 1, Bandung :

Mizan dan MISSI,

Sudjiman dan A Van Zoest, 1992, Serba-Serbi Semiotika, Jakarta:

Gramedia.

Sulaiman, Maqatil Bin, 1975, Al Asybâh wa al Nazhâ`ir fî al

Quran al Karîm, ed. Abdullah Mahmud Syahatah,

Kairo: Ma’iah al Mishriyah al ‘Ammah li al-Kitab.

Sumaryono, E., 1993, Hermeneutika Sebuah Metode Filsafat,

Yogyakarta: Kanisius.

Syamsudin, Sahiron dan Abdul Mustaqim Ed., 2002, Studi al

Quran Koontemporer, Jogjakarta: Tiara Wacana.

Thahhan, Mahmud, 1985, Taisîr Mushthalah al Hadîts, Beirut: Dar

al Tsaqafah.

Thair, Mushtafa Muhammad al Hadidi, Ittijâh al Tafsîr Fi al ’Ash

al Hadîts, Beirut: Mansyurat.t.t.

Verhaak C.,1989, Filsafat ilmu Pengetahuan Telaah Cara Kerja

Ilmu-ilmu, Jakarta: PT.Gramedia.

Wahid, Abdurrahman, 1994 “Hassan Hanafi dan

Eksperimentasinya”, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri

Islam, edisi Indonesia, Jogjakarta: LKis, , cet. Ke-2.

Yusuf, Yunan, 1992, "Karakteristik Tafsir A1 Quran di Indonesia

Abad ke-20", dalam Jurnal Ulumul Quran No. 4.

Page 278: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

262

Zaid, Nashr Hamid Abu, 1994, Naqd al Khitâb al Dînî, Kairo: Sînâ

al Nasyr, cet. Ke-2.

Zayd, Nashr Hamid Abu, 1996, Al Ittijâh al ‘Aql fî al Tafsîr

Beirut: Markaz al Tsaqafi al ‘Arabî.

Zayd, Nashr Hamid Abu, 1997. Imam Syafi'i : -Moderatisme,

Ekletisisme, Arabisme, terj. Khoirun Nahdhiyyin,

Yogyakarta: LKIS.

Page 279: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

Tentang Penulis

I. Identitas diri dan keluarga

Nama : Adang Kuswaya

Tempat / Tgl. Lahir : Ciamis, 31 Mei 1972

Ayah & Ibu : Mohamad Omon & Esin Kuraesin

Isteri : Laily Atiqoh

Anak : 1. Adila Tara Nisawanda Dluha Alfani

2. Nur Adli Sania Alima Syabana

Alamat : Jl. Nakula Sadewa III No.28 RT 01 RW 03. Perum Garuda

Kav. 7 Kembang Arum, Dukuh, Kota Salatiga, Jawa Tengah

Pekerjaan : Staf Pengajar STAIN Jl.Tentara Pelajar no. 2 Kota Salatiga

Jawa Tengah

Alamat Email: [email protected]

[email protected]

II. Pendidikan Formal

Madrasah Ibtidaiyah Darussalam Ciamis lulus Th. 1985

Madrasah Tsanawiyah Darussalam Ciamis lulus Th. 1988

MAPK Darussalam Ciamis Jawa Barat lulus Th. 1991

IAIN (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung (S1) Jur. Tafsir Hadits lulus

Th.1995

IAIN (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta (S2) lulus Th.1999

UIN Syahid Jakarta (S3) lulus Th.2006

III. Karya Ilmiah

Konsep Ummy Dalam Al Quran (Skripsi), Metodologi Penafsiran Al

Quran Menurut Hassan Hanafi (Tesis), Pemikiran Hermeneutika Al Quran

Hassan Hanafi: Deskripsi Analisis Terhadap Karya-Karya Hassan Hanafi

tentang Hermeneutika Al Quran (Disertasi).

Buku yang telah ditulis Penelitian Metodologi Para Mufasir al Quran

di Mesir (2007), Metode Tafsir Alternatif (2008, Cendekia Jogjakarta),

Metode Hermeneutika Hassan Hanafi (2009, Kerjasama Stain Press dan

Page 280: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai

Tiara Wacana Jogjakarta). Metode Tafsir Tradisional (2009, Tiara Wacana

Jogjakarta tahun 2009), Geliat Kajian Keislaman (2010, Mitra Cendekia),

dan Metode Tafsir Kontemporer (2011, PIP STAIN Press) yang di tangan

pembaca.

Tulisan-tulisan telah dimuat di beberapa Jurnal seperti Jurnal

Ijtihad Terakreditasi B, Atttabiyyah, dan Jurnal Lestuta Bandung. Tafsir

Sosio-tematik al-Qur’an: pengaruh hermeneutika dan pendekatan sosial

dalam metode tafsir tematik al-Qur’an dimuat di jurnal Ijtihad

Terakreditasi B, Vol. 9, No. 2, Desember 2009 191-213. Hermeneutika Al-

Qur’an: Suatu Pengantar, Jurnal Ijtihad Vol. 6, No. 2, Desember 2006: 269-

282. Model Penafsiran Muqatil Bin Sulaiman:Menelusur Tafsir Al-Qur’an

Pertama yang sampai di Generasi Masa Kini, Jurnal Ijtihad Vol. 8, No. 2,

Desember 2008: 179-190. Metode Tafsir Sosio-Tematik, Jurnal Ijtihad Vol.

10, No. 2, Desember 2009.

Page 281: e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8010/2/Metode Tafsir Kontemporer; Model...Skema tafsir tematik dimaksudkan Hassan Hanafi adalah sebagai